0305: Bunga R.T. dkk.
PG-265
RESPON IMUN UDANG WINDU (Penaeus monodon) YANG DIPAPAR BAKTERI Vibrio harveyi Bunga R. Tampangallo *, Chalvyn Silasa Pakidi** dan A. Rantetondok*** *)Peneliti Pada Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau. **)Dosen Universitas Negeri Musamus-Merauke Jurusan Perikanan. ***)Dosen Universitas Hasanuddin Jurusan Perikanan. Disajikan 29-30 Nop 2012
ABSTRAK Udang windu merupakan udang asli Indonesia. Produksi udang ini mengalami penurunan akibat adanya wabah penyakit pada areal budidaya di tambak maupun di panti benih. Probiotik diketahui dapat memperbaiki kualitas air budidaya, menghambat pertumbuhan bakteri patogen, memperbaiki sistem pencernaan dan meningkatkan imunitas udang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respon imun benur udang windu dan sintasannya setelah dipapar bakteri patogen V. harveyi. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuannya adalah uji tantang benur yang telah dipelihara menggunakan probiotik Bacillus licheniformis (A), Brevibacillus (B), Pseudoalteromonas (C) dan kontrol tanpa probiotik sejak benur PL4-PL25 dalam bak fiber volume 100 L dengan bakteri patogen V. harveyi. Parameter pengamatan meliputi sintasan, total hemosit, diferensiasi hemosit, aktifitas phenoloksidase dan aktifitas fagositosis. Data yang diperoleh dianalisis ragam menggunakan ANOVA dan diuji lanjut dengan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan sintasan tertinggi diperoleh pada perlakuan A (96,63±3,34) disusul perlakuan B (93,28±8,30), C (87,87±10,51) dan ketiga perlakuan berbeda nyata terhadap kontrol (72,34±7,45). Pemberian probiotik B. licheniformis dapat meningkatkan resistensi benur yang dihasilkan oleh karena sel semigranular, aktifitas phenoloksidase dan fagositosis lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya.
I.
PENDAHULUAN
Udang windu (Penaeus monodon) merupakan salah satu jenis udang asli dari perairan Indonesia. Udang ini digemari di seluruh dunia dan memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi, bahkan menjadi komoditas primadona dari Indonesia. Akan tetapi sejak tahun 1995 produksi jenis udang ini mengalami penurunan karena adanya serangan penyakit pada areal pertambakan dan panti perbenihan (Yanto, 2006). Beberapa jenis Vibrio menjadi penyebab penyakit pada udang windu yang dikenal sebagai Vibriosis. Saat ini telah diupayakan berbagai macam cara untuk menanggulangi/mencengah munculnya penyakit ini, antara lain dengan penggunaan probiotik (Mastantra, dkk. 2008; Muliani, dkk. 2004; Zokaei, dkk. 2009; Gunarto, dkk. 2009). Probiotik adalah istilah yang digunakan pada mikroorganisme hidup yang dapat memberikan efek baik pada kesehatan organisme kultivan. Beberapa jenis bakteri yang diketahui dapat berfungsi sebagai bakteri probiotik adalah Alteromonas sp (Mastantra, dkk. 2008), Brevibacillus (Muliani, dkk., 2004), Carnobacterium sp. (Aslamyiah, S. 2006), Bacillus subtilis (Zokaei, dkk. 2009) dan sebagainya. Beberapa jenis bakteri Bacillus, diketahui dapat menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio harveyi yang
menyerang larva di panti perbenihan yang menyebabkan hilangnya produksi di panti perbenihan hingga 100%. Bacillus subtilis mempunyai kemampuan untuk menghambat bakteri Vibrio harveyii (Zokaei, dkk. 2009). Tampangallo, dkk (2010), telah mengisolasi bakteri Bacillus subtilis dari makro alga yang diketahui mampu menghambat bakteri Vibrio secara in vitro dan Bacillus licheniformis yang mempunyai aktifitas urease positif. Selain fungsinya sebagai penghambat bakteri Vibrio harveyii, beberapa peneliti meyakini bahwa penggunaan bakteri ini juga dapat memperbaiki sistem imun dari udang windu yang dipelihara. Rantetondok, dkk. (2008) menggunakan probiotik Bacillus komersil dalam pemeliharaan larva udang vaname (Litopenaeus vannamei) dan memberikan sintasan yang lebih baik dibanding kontrol akan tetapi parameter imun belum memberikan hasil yang signifikan. Pemberian bakteri probiotik yang tepat jumlah dan waktunya dapat meningkatkan daya tahan tubuh udang karena adanya lipopolisakarida dan peptidoglucan pada sel bakteri. b. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis total hemosit, diferensiasi hemosit, fagositosis, aktifitas
PG-266
0305: Bunga R.T. dkk.
phenoloksidase dan sintasan larva udang windu yang dipapar bakteri patogen V. harveyi. c. Kegunaan Penelitian Data yang dihasilkan dapat menjadi informasi mengenai respon imun udang windu terhadap adanya infeksi bakteri patogen sekaligus dapat menjadi salah satu parameter uji kualitas larva/udang windu yang dipelihara dengan menggunakan probiotik.
II. METODOLOGI A.
Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Maret - Juni 2012. Pemeliharaan larva PL4-PL25 dilakukan di Instalasi Perbenihan Barru dan dilanjutkan dengan uji tantang dengan bakteri Vibrio harveyi di Laboratorium Basah Kesehatan Ikan dan Lingkungan, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Maros Sulawesi Selatan. B. Materi dan Prosedur Penelitian 1. Hewan Uji Hewan uji yang digunakan adalah benur udang windu (P. monodon) stadia pasca larva- 25 (PL-25). Hewan uji ini telah dipelihara selama 21 hari dalam bak fiber ukuran 60x40x50 cm yang berisi air laut salinitas 29 ppt sebanyak 100 liter, kepadatan larva 15 ekor/liter serta dilengkapi aerasi sebagai sumber oksigen. Pemberian pakan alami Chaetocheros sp, pada pagi dan sore hari. Pakan buatan diberikan sebanyak 0,4 ppm dan frekuensi pemberian 4 kali sehari. Artemia diberikan pada pagi dan sore hari masingmasing sebanyak 1 gram yang dibagi untuk semua bak (12 bak). Pemberian bakteri probiotik dilakukan setiap hari (Tampangallo, dkk. 2009) sebanyak 100mL/bak. 2. Uji Tantang Benur yang telah dipelihara (PL-25) diambil secara acak masing-masing 30 ekor per bak perlakuan. Wadah yang digunakan adalah stoples volume 3 liter dan diisi air laut yang telah disterilkan sebanyak 2 liter/stopless. Benur kemudian diadaptasikan 2-3 jam lalu dipapar dengan bakteri Vibrio harveyi 5x106 CFU/ml. Pengamatan tingkah laku dan mortalitas dilakukan sejam kemudian hingga hari ke-6 sedang imunitas diukur diakhir penelitian. C. Parameter yang Diukur 1. Sintasan Sintasan larva udang windu yang papar bakteri V. harveyi dihitung menggunakan rumus Effendi (1997): di mana:
SR
Nt 100% No
Sintasan (SR) = tingkat kelangsungan hidup Nt = jumlah udang yang hidup pada akhir penelitian No = jumlah udang yang ditebar pada awal penelitian 2. Parameter Imun Untuk mengetahui respon imun benur yang dipapar, maka dilakukan pengamatan terhadap beberapa parameter yang menggambarkan aktifitas dari sistem imun pada udang, yakni: a. Total Hemosit Total hemosit atau total haemocit count (THC) dilakukan dengan mengacu pada metode Chen dkk., (2002) dalam Rantetondok dkk., (2008). Benur dari masing-masing ulangan perlakuan probiotik dan setelah uji tantang (n=5 ekor) masing-masing dimasukkan ke dalam Effendorf volume 1,5 ml yang telah berisi antikoagulan 400 µl (Nasitrat 3,8%). Benur kemudian digerus menggunakan pastel plastik kemudian dihomogenkan dengan cara menggoyangkan tangan membentuk angka delapan. Hemolim diambil dengan cara memipet cairan gerusan tadi dan selanjutnya diteteskan ke hemositometer (Improved Neubauer type). Perhitungan total hemosit dilakukan dengan melakukan pengamatan di bawah mikroskop cahaya binokuler dengan pembesaran 100 kali. b. Diferensiasi hemosit Diferensiasi hemosit atau diferensial haemosit count (DHC) dilakukan dengan mengacu pada Martin dan Graves (1995). Hemolim diteteskan pada gelas obyek dan dibuat ulasan, kemudian dikeringkan di udara. Selanjutnya preparat difiksasi dengan metanol selama 5-10 rnenit kemudian dikeringkan di udara kembali. Preparat direndam dalam larutan pewarna Giemsa selama 15-20 menit lalu dicuci dengan air mengalir dan dibiarkan kering. Diferensiasi hemosit kemudian dihitung dengan mengelompokkan sel hemosit kedalam 3 tipe sel (granular, semigranular dan hialin) di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 kali. Total tipe sel hemosit yang dihitung adalah 100 sel lalu persentase tiap jenis sel dihitung dengan menggunakan rumus: Persentase jenis sel hemosit = Jumlah tiap jenis sel hemosit ----------------------------------------- x 100% Total hemosit c. Aktifitas Phenoloksidase Aktifitas phenoloksidase (PO) diukur dengan menggunakan spektrofotometer merek Genesys. Pengamatan dilakukan dengan melihat perekaman
0305: Bunga R.T. dkk.
PG-267
pembentukan dopachrome yang dihasilkan dari Ldihydroxyphenil alanine (L-DOPA) dengan mengacu pada prosedur yang dijelaskan oleh Liu and Chen (2004). Hemolim disentrifuge dengan kecepatan 700 x g pada 4oC selama 20 menit. Cairan supernatan dibuang dan pellet dibilas dengan 1 ml cocodilate-citrate buffer lalu disentrifuge lagi. Setelah selesai disentrifuge, pellet hemosit kemudian dilarutkan dengan cacodylate buffer dan dihomogenkan. Larutan kemudian dibagi dua sebanyak 100 µl diinkubasi selama 10 menit pada 25oC dengan 50 ml trypsin sebagai elisator, kemudian ditambah 50 µl L-DOPA dan 5 menit kemudian ditambahkan 800µl cacodilate buffer. Larutan kedua sebanyak 100 µl suspension sel ditambah dengan 50 µl cacodylate buffer (untuk menggantikan tripsin) dan 50 µl LDOPA digunakan sebagai kontrol untuk background aktifitas phenoloksidase pada semua kondisi uji. Kerapatan optik diukur menggunakan spektrofotometer, absorban 490 nm. Optical density (OD) dari aktivitas PO semua kondisi uji dinyatakan sebagai formasi dopachrome dalam 50 µl hemolim. d. Aktifitas Fagositosis Hemolim udang dimasukkan sebanyak 0,1 ml ke dalam Efendorf dan dicampur secara merata dengan 25 µl bakteri Stapilococcus aureus dan diinkubasi selama 20 menit. Kemudian sebanyak 5 µl diteteskan pada objek glass dan dibuat preparat ulas. Selanjutnya difiksasi dengan metanol 100% selama 5 menit dan diwarnai dengan giemsa (10%) selama 15 menit. Preparat kemudian dialiri air secara perlahan selama kurang lebih 5 menit untuk membuang sisa warna giemsa. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 400 x. Aktifitas fagositosis dihitung berdasarkan persentase sel-sel fagosit yang menunjukkan proses fagositosis (Anderson dan Siwicki, 1993). Aktfitas Fagositosis = Jumlah sel yang melakukan fagositosis ---------------------------------------------------Jumlah sel fagosit
III.
x 100%
HASILDAN PEMBAHASAN
Uji kerentanan benur terhadap infeksi patogen bertujuan untuk mengetahui resistensi benur terhadap bakteri patogen Vibrio harveyi. Hal ini juga dapat menjadi indikasi tingkat kualitas benur yang dihasilkan. Benur yang dapat bertahan hidup setelah dipapar dengan bakteri patogen dapat mengindikasikan kualitas larva tersebut baik. Tingkat resistensi benur yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 1. Resistensi benur yang ditandai dengan mortalitas komulatif benur setelah pemberian probiotik berbeda nyata (p<0,05) dengan kontrol.
Gambar 1. Mortalitas kumulatif benur yang dipapar bakteri patogen V. harveyi. Mortalitas benur mulai terjadi sejak satu jam setelah injeksi (jsi). Pada jam pengamatan selanjutnya kematian benur masih tetap berlanjut dan kematian terbanyak ditemukan mulai pada pengamatan 12 jam sampai pengamatan 48 jam. Fenomena kematian hewan uji yang diinfeksi patogen, khususnya Vibrio harveyi, pada umumnya memiliki pola yang sama, yakni kematian terbanyak terjadi setelah 24-48 jam setelah infeksi (Syahailatua 2008; Manopo 2010). Kematian hewan uji ini disebabkan oleh adanya gen hemolisin dan toxR pada bakteri Vibrio harveyi (Kadriah 2012). Gen inilah yang memicu bakteri untuk menghancurkan sel darah. Sintasan udang windu tertinggi setelah 6 hari uji tantang ditemukan pada benur yang telah dipelihara dengan menggunakan probiotik Bacillus licheniformis 96,63 %, disusul perlakuan probiotik Brevibacillus 93,28 %, Pseudoalteromonas 87,87 %, dan terendah pada kontrol 72,34 % (Tabel 1). Hasil analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh nyata (p<0,05) dari perlakuan dan setelah diuji lanjut dengan menggunakan uji Duncan, pemberian probiotik B. licheniformis, Brevibacillus dan Pseudoalteromonas pada pemeliharaan benur windu berbeda nyata dengan benur yang dipelihara tanpa menggunakan probiotik/kontrol. Hal ini menunjukkan pemberian ketiga jenis isolat probiotik pada penelitian ini dapat meningkatkan resistensi benur windu terhadap bakteri patogen Vibrio harveyi. Tingginya sintasan ini disebabkan oleh adanya interaksi positif dari beberapa parameter imun. Pada perlakuan dengan menggunakan probiotik Pseudoalteromonas dan B. licheniformis, jumlah hemolimnya lebih tinggi (4,48±1,13 dan 4,47±1,11 sel/ekor) dibanding penggunaan probiotik Brevibacillus (3,92±0,22 sel/ekor) dan tanpa penggunaan probiotik (3,17±0,33 sel/ekor). Sebagaimana diketahui bahwa sistem pertahanan tubuh pada krustace termasuk udang windu adalah pertahanan tubuh yang didominasi dilakukan oleh hemolim. Apabila ada patogen yang masuk dalam tubuh maka udang akan meningkatkan produksi hemolim. Di dalam hemolim akan terjadi aktifitas fagositosis oleh sel hialin dan semigranular,
PG-268 penghancuran patogen oleh aktifitas phenoloksidase dan juga pengaktifan antibakteri oleh antimicrobial peptides (AMPs) seperti penaidins, crustin dan antilipopolysaccharide factors (ALFs) (Tassanakajon dkk., 2011). Pada perlakuan dengan menggunakan probiotik Bacillus licheniformis, nilai aktifitas fagositosis, sel semigranular dan
0305: Bunga R.T. dkk. aktifitas phenoloksidase cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Tabel 1.). Persentase sel semigranular dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Hal ini ditandai dengan tingginya aktifitas phenoloksidase dan fagositosis.
Tabel 1. Hasil pengukuran beberapa parameter respon imun benur windu P. monodon setelah diinfeksi bakteri V. Harveyi sebanyak 5x106 sel/ml. Parameter Brevibacillus Pseudoalteromonas Kontrol B. licheniformis Sintasan (%) 96,63±3,34 93,28±8,30 87,87±10,51 72,34±7,45 THC (x 106 4,47±1,11 3,92±0,22 4,48±1,13 3,17±0,33 sel/ekor) Granular (%) 23,6±2,0 27,0±1,2 25,4±6,5 14,0±2,1 Semigranular (%) 27,8±7,8 24,8±4,3 27,1±3,0 24,1±1,3 Hialin (%) 48,7±9,8 48,3±5,5 47,5±3,5 62,0±0,7 Fagositosis (%) 75,0±11,74 74,60±4,53 66,05±12,66 43,75±8,84 Aktifitas PO 0,023±0,023 0,004±0,002 0,011±0,003 0,006±0,004
IV. PENUTUP Dari pengamatan dan pembahasan yang telah dilakukan didapatkan beberapa kesimpulan: Pemberian bakteri probiotik pada pemeliharaan benur udang windu sejak fase PL4 selama 21 hari pemeliharaan, dapat meningkatkan resistensi benur (sintasan= 96,63±3,34) yang dihasilkan terhadap bakteri patogen V. harveyi. Respon imun (sel semigranular, aktifitas phenoloksidase dan fagositosis) benur yang dipelihara dengan menggunakan probiotik Bacillus licheniformis lebih tinggi dibanding pemberian probiotik Pseudoalteromonas dan Brevibacillus serta kontrol namun belum signifikan.
DAFTAR PUSTAKA [1] Aslamyiah, S. 2006. Penggunaan mikroflora saluran pencernaan sebagai probiotik untuk meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal). Institut Pertanian Bogor. [2] Chen, T.T., 2000. Aquaculture biotechnology and fish disease. In: Hardjito, L. (Ed.). International Symposium on Marine Biotechnology. Center F0r Coastal and Marine Resources Studies, IPB, Jakarta, Indonesia, p.: 38. [3] Effendi, I. 1997 Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. [4] Gunarto., dkk. 2008. Budidaya udang vannamei Litopenaeus vannamei pola semi intensif dengan aplikasi beberapa jenis probiotik komersial. J. Ris akuakultur, Vol.3, No.3.
[5] Kadriah, I.A.K. 2012. Analisis Keragaman Morfologi, Fisiologi dan Genetik serta Uji patogenitas Isolat-isolat Vibrio sp. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 127 hal. [6] Liu C.H. and J.C. Chen. 2004. Effect of ammonia on the immune respons of white shrimp Litopenaeus vannamei and susceptibility to Vibrio alginolyticus. Fish and Shelfish Imunology. 16:321 – 334. [7] Mahasri, G., 2008. Respon imun udang windu (Penaeus monodon Fabricus) yang diimunisasi dengan protein membran imunogenik MP38 dari Zootammium penaei. Makalah disampaikan pada Semnas Kel.&Perikanan. Universitas Brawijaya. hal. III-22-III-28. [8] Manopo, H. 2011. Peran Nukleotida sebagai Imunostimulan terhadap Respon Imun Nonspesifik Dan Resistensi Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 121 pages. [9] Martin, G.G. and L.B. Graves. 1985. Structur and classification of shrimp haemocytes. J. Morfology. 185:339-348 [10] Mastantra, I.K. dan Suriadnyani. 2008. Pemeliharaan Larva Udang Vannamei (Litopenaeus vannameii) dengan penambahan probiotik Alteromonas sp. BY-9. Bul. Tek. Lit. Akuakultur: 7 (2) [11] Muliani, Suwanto, S., dan Hala, Y. 2003. Isolasi dan karakterisasi bakteri asal laut Sulawesi untuk biokoktrol penyakit Vibriosis pada larva udang windu (Penaeus monodon Fab.). Jurn. Hayati Vol. 10 (1):6-11. [12] Rantetondok, A., Anshary, H. Dan Galugu A. 2008. Pengaruh Probiotik Bacillus Plus-1 pada dosis berbeda terhadap kualitas air, bakteri Vibrio, sintasan dan total
0305: Bunga R.T. dkk. haemocyte pasca larva udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Jur. Torani: 18(4). [13] Tampangallo, B.R. Atmomarsono, M. dan Lante S. 2009. Frekuensi pemberian probiotik BT-951 pada pemeliharaan udang pama (Penaeus semisulcatus). Prosiding seminar perikanan nasional. Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta. [14] Tampangallo, B.R. dan Nurhidayah. 2010. Pemantauan populasi bakteri pada beberapa jenis rumput laut. Prosiding seminar perikanan nasional. Universitas Hang Tuah. Surabaya. [15] Tassanakajon, A. dan Somboonwiwat, K. 2011. Antimicrobial Peptides From The Black Tiger Shrimp Penaeus monodon – A review. Deseases in Asian Aquaculture VII. Fish Health Section, Asian Fisheries Society, Selangor, Malaysia. hal: 229 – 240.
PG-269