1 Rancangan Hipotetik Layanan Konseling dengan Menggunakan Problem Solving Training untuk Meningkatkan Kemampuan Mengelola Stres Akademik
RANCANGAN HIPOTETIK LAYANAN KONSELING DENGAN MENGGUNAKAN PROBLEM SOLVING TRAINING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGELOLA STRES AKADEMIK (Penelitian deskriptif terhadap Peserta Didik Kelas IX SMP Negeri 2 Garut Tahun Ajaran 2014/2015) Dita Mustika Wiati Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia dita_
[email protected] Dr. Nani M. Sugandhi, M.Pd. Dr. Anne Hafina, M.Pd.
Abstrak. Stres akademik memungkinkan peserta didik mengalami perasaan cemas dan terancam ketika dihadapkan pada tuntutan akademik. Aktivitas belajar di sekolah yang dapat menjadi sumber stres bagi peserta didik diantaranya ulangan harian, ujian, mengerjakan tugas, tambahan waktu belajar, dan persaingan prestasi antar peserta didik. Penelitian bertujuan mengetahui gambaran umum gejala stres akademik, dan kemampuan mengelola stres akademik, sebagai dasar dalam merancang layanan konseling untuk meningkatkan kemampuan mengelola stres akademik. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian deskriptif. Partisipan dalam penelitian adalah peserta didik kelas IX SMP Negeri 2 Garut Tahun Ajaran 2014/2015 yang berjumlah 242 peserta didik. Pengumpulan data menggunakan instrumen yang mengukur gejala stres akademik dan kemampuan mengelola stres akademik, berupa angket model force choice. Hasil penelitian (1) tingkat stres akademik berada pada kategori sedang, (2) kemampuan mengelola stres akademik berada pada kategori tinggi, (3) rancangan layanan konseling untuk meningkatkan kemampuan mengelola stres akademik dengan menggunakan problem solving training. Rekomendasi ditujukan kepada guru mata pelajaran, guru BK dan peneliti selanjutnya. Kata Kunci : Stres Akademik, Kemampuan Mengelola Stres Akademik, Problem Solving Training. Abstract. Academic stress allows students to experience feelings of anxiety and threatened when faced with academic demands. Activities in school can be a source of stress for students including daily tests, exams, work on assignments, extra time learning, and competition among students. The purpose of this study was to determine the general description of the symptoms of academic stress, and coping ability, as a basic for development of hypothetical design of counseling with problem solving training to improve coping of academic stress. The study used a quantitative approach with
2 Rancangan Hipotetik Layanan Konseling dengan Menggunakan Problem Solving Training untuk Meningkatkan Kemampuan Mengelola Stres Akademik
descriptive method. Participants in this study were students of grade IX SMPN 2 Garut Academic Year 2014/2015, they were 242 learners. Force choice questionnaire was used as instruments for collecting data to measure academic stress symptoms and coping ability. The results of the study were: (1) The level of academic stress was in moderate category, (2) the level of coping ability was in high category, (3) the design of counseling services to improve coping ability by using problem solving training. Recommendations addressed to teachers, counselor, and next researchers. Keywords : Academic Stress, Coping of Academic Stess, Problem Solving Training PENDAHULUAN
Pada saat memasuki jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP), peserta didik berada pada rentang usia 13-15 tahun, yang termasuk pada kategori remaja, dimana pada masa ini individu mengalami transisi dari masa anak menuju dewasa. Senada dengan pendapat Santrock, masa remaja merupakan masa transisi atau perpindahan dari anak menuju dewasa, yang melibatkan berbagai perubahan kognitif, dan sosial emosional (Santrock, 2008). Ketika memasuki usia remaja, peserta didik dihadapkan pada berbagai perubahan, baik perubahan dalam diri maupun perubahan lingkungan. Dalam menghadapi perubahan selama masa remaja, tidak sedikit peserta didik yang mengalami hambatan, termasuk hambatan yang dialami di lingkungan sekolah. Rainham (dalam Suryani, 2012, hlm.2) menyatakan masa-masa sekolah di satu sisi mampu memberikan pengalaman berharga bagi peserta didik, namun di sisi lain peserta didik dihadapkan pada banyak tuntutan dan perubahan yang cepat, sehingga dapat membuat peserta didik mengalami masa-masa penuh stres. Senada dengan pernyataan Goodman dan LeRoy (dalam Mc.Kean & Misra, 2000, hlm. 41) peserta didik dapat mengalami stres, diantaranya stres yang bersumber dari masalah akademik, keuangan, pengelolaan waktu, dan masalah kesehatan. Aldwin dan Greenberger (dalam Rafidah dkk., 2009, hlm. 16) menyatakan masalah akademik merupakan sumber stres utama bagi peserta didik. Stres yang dialami peserta didik dalam konteks sekolah dikenal dengan istilah stres akademik. Hal ini senada dengan pendapat Calaguas (2011, hlm. 63), stres akademik merupakan stres yang dialami individu dalam setting sekolah. Peserta didik dikatakan mengalami stres akademik manakala peserta didik merasa tidak nyaman, takut, dan khawatir dengan adanya tuntutan-tuntutan akademik, dan menilai tuntutan-tuntutan tersebut dapat mengancam dan membahayakan dirinya. Salah satu penelitian mengenai stres akademik dilakukan oleh Rhabi Nabillah (2013) terhadap peserta didik kelas X SMA Negeri 6 Bandung tahun ajaran 2012/2013 menunjukkan dari 360 peserta didik, sebanyak 62 peserta didik atau 18,2 % menunjukkan gejala stres akademik pada kategori tinggi, 226 peserta didik atau 66,5 % menunjukkan gejala stres akademik pada kategori sedang, dan sebanyak 52 peserta didik atau 15,3 % menunjukkan gejala stres akademik pada kategori rendah. Peserta didik yang mengalami stres akademik menunjukkan perilaku cemas menghadapi ujian, tidak peduli terhadap materi belajar, tidak menguasai kompetensi, tidak betah di sekolah, takut menghadapi guru, tidak dapat
3 Rancangan Hipotetik Layanan Konseling dengan Menggunakan Problem Solving Training untuk Meningkatkan Kemampuan Mengelola Stres Akademik
berkonsentrasi di kelas, ingin pindah kelas, jenuh jika ada pelajaran tambahan, dan lelah mengikuti ekstrakurikuler (Nurdini, 2009). Menurut Helmi (dalam Safaria & Saputra, 2009, hlm. 29), terdapat empat jenis reaksi stres, yaitu reaksi kognitif, psikologis, fisiologis, dan perilaku. Dalam perwujudannya, reaksi stres ini dapat bersifat positif maupun negatif. Reaksi negatif dari stres akademik yang dikutip dari Yusuf (2006, hlm. 109) dan Helmi (dalam Safaria & Saputra, 2009, hlm. 29) adalah sebagai berikut : 1) Reaksi fisik (fisiologis), biasanya muncul dalam bentuk keluhan fisik seperti sakit kepala, jantung berdebar kencang, berkeringat dingin, sering buang air kecil, gangguan tidur, dan mengalami kelelahan fisik. 2) Reaksi pikiran (kognitif), biasanya terlihat pada gejala mudah lupa, sulit berkonsentrasi, berfikir negatif, merasa jenuh, tidak memiliki target, serta sulit menentukan prioritas. 3) Reaksi emosi (psikologis), terlihat dari munculnya kecemasan yang berlebihan, rasa takut, mudah marah, tidak merasakan kepuasan, mudah panik, dan merasa tidak bahagia. 4) Reaksi perilaku, ditandai dengan perilaku mengambil jalan pintas, menarik diri/ menghindar, menyalahkan orang lain, brsikap acuh, serta sulit mendisiplinkan diri. Pada dasarnya individu memiliki kemampuan mengelola stres atau coping, hanya saya kemampuan setiap individu dalam melakukan coping berbeda satu sama lainnya. Lazarus & Folkman (1984, hlm. 141) mendefinisikan coping sebagai proses kognitif dan perilaku dalam mengelola tuntutan yang dinilai melebihi batas kemampuan dan sumber daya yang dimiliki individu, baik internal maupun eksternal.(Yudha, 2015). Stres akademik dapat menimbulkan konsekuensi positif maupun negatif, tergantung bagaimana peserta didik mengelolanya (Stevenson & Harper, 2006 dalam Nandamuri & Gowthami, 2013, hlm. 31). Peserta didik yang mengalami stres akademik dan tidak mampu mengelolanya, cenderung berfikir negatif dan merasa tidak mampu untuk menyelesaikan tuntutan akademik yang dibebankan kepadanya. Stres akademik yang tidak dikelola dengan baik dapat mengakibatkan menurunnya kinerja akademik, dan meningkatkan kemungkinan penyalahgunaan zat terlarang, serta mendorong pada perilaku merusak lainnya (Richlin & Hoe dalam Busari, 2012, hlm. 138). Mengingat dampak negatif yang ditimbulkan dari stres akademik, diperlukan suatu layanan yang dapat membantu peserta didik untuk mengatasi permasalahan stres akademiknya. Bimbingan dan Konseling memegang peranan penting dalam membantu peserta didik mengatasi permasalahan stres akademik. Li dan Yen (dalam Calaguas, 2013, hlm. 44) memaparkan peserta didik yang mengalami stres akademik membutuhkan suatu layanan konseling. Layanan konseling yang dapat diberikan kepada peserta didik yang mengalami stres akademik adalah dengan membantu peserta didik agar mampu mengelola stres akademik secara efektif. Jika mengacu pada kompetensi perkembangan peserta didik menurut ASCA pada tujuan sukses akademik menuju sukses hidup, peserta
4 Rancangan Hipotetik Layanan Konseling dengan Menggunakan Problem Solving Training untuk Meningkatkan Kemampuan Mengelola Stres Akademik
didik kelas IX SMP seyogianya mampu menentukan sumber pemicu stres dan mengidentifikasi cara-cara dalam menghadapi stres (dalam Rusmana, 2009, hlm. 121). Salah satu teknik konseling yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan mengelola stres adalah problem solving training (D’Zurrila dkk., 2004, hlm. 251). Problem solving training merupakan bagian dari Cognitive Behavior Therapy (CBT). Problem solving merupakan proses kognitif dan perilaku individu dalam mengidentifikasi atau menemukan solusi efektif atau adaptif dalam menghadapi suatu masalah serta stres dalam kehidupan sehari-hari (D'Zurilla & Nezu, 1999; Nezu, 2002, dalam Nezu, 2004, hlm. 3). Problem solving training bertujuan untuk mencegah atau mengurangi dampak psikologis yang negatif dari masalah, dan meningkatkan positif well-being dengan membantu individu mengatasi stres secara lebih efektif (D’Zurilla & Nezu, 2010, hlm. 198). METODE
Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif yang memungkinkan dilakukannya pencatatan data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik. Metode penelitian yang digunakan ialah metode deskriptif. Metode penelitian deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan tingkat stres akademik dan kemampuan mengelola stres akademik peserta didik kelas IX SMP Negeri 2 Garut Tahun Ajaran 2014/2015 yang selanjutnya dijadikan dasar penyusunan rancangan layanan konseling untuk meningkatkan kemampuan mengelola stres akademik dengan menggunakan problem solving training. Pengumpulan data dilakukan menggunakan angket berskala dua (falsh coice dengan alternatif jawaban “ya”, dan “tidak”. Pengujian validitas instrumen menggunakan program Mc Excel 2010. Hasil pengujian validitas instrumen gejala stres akademik dengan menggunakan rumus biserial titik, menunjukkan dari 42 item pernyataan, diperoleh 35 item pernyataan valid, dan 7 item pernyataan yang tidak valid. Sedangkan hasil pengujian validitas instrumen pengelolaan stres akademik peserta didik dengan menggunakan rumus biserial titik, menunjukkan dari 43 item pernyataan diperoleh 38 item pernyataan valid, dan 5 item pernyataan yang tidak valid. Hasil uji reliabilitas instrumen gejala stres akademik memiliki nilai reliabilitas 0.809, Sedangkan hasil uji reliabilitas instrumen pengelolaan stres akademik menunjukan nilai reliabilitas 0,757 dan termasuk pada kriteria tinggi. HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil pengolahan data gejala stres akademik, dapat diketahui sebagian besar peserta didik, yaitu sebanyak 64,2% (181 peserta didik) menunjukkan gejala stres akademik pada kategori sedang. Sebagian lainnya, yaitu 19,8% (56 peserta didik) menunjukkan gejala stres akademik pada kategori rendah, dan 16,0% (45 peserta didik) menunjukkan gejala stres akademik pada kategori tinggi. Dengan demikian secara umum gejala stres akademik peserta didik kelas IX SMP Negeri 2 Garut berada pada kategori sedang. Artinya peserta didik mengalami gejala stres akademik pada sebagian indikator dari aspek gejala stres akademik, yaitu gejala pada aspek fisik (sakit kepala, jantung berdebar kencang, berkeringat dingin, sering buang air kecil, gangguan tidur, kelelahan
5 Rancangan Hipotetik Layanan Konseling dengan Menggunakan Problem Solving Training untuk Meningkatkan Kemampuan Mengelola Stres Akademik
fisik), gejala pada aspek pikiran (mudah lupa, sulit berkonsentrasi, berfikir negatif, merasa jenuh, tidak memiliki target, sulit menentukan prioritas), gejala pada aspek emosi (cemas, takut, mudah marah, tidak merasakan kepuasan, mudah panik, merasa tidak bahagia), dan gejala pada aspek perilaku (mengambil jalan pintas, menarik diri/menghindar, menyalahkan orang lain, bersikap acuh, sulit mendisiplinkan diri) ketika dihadapkan pada situasi atau tuntutan akademik yang dipersepsi secara negatif. Berdasarkan hasil pengolahan data kemampuan mengelola stres akademik, dapat diketahui sebagian besar peserta didik kelas IX SMP Negeri 2 Garut, yaitu sebanyak 57,1% (161 peserta didik) memiliki kemampuan mengelola stres akademik pada kategori tinggi. Sebagian lainnya, yaitu sebanyak 41,8% (118 peserta didik) memiliki kemampuan mengelola stres akademik pada kategori sedang, dan sebanyak 1,1% (3 peserta didik) memiliki kemampuan mengelola stres akademik yang rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan secara umum kemampuan mengelola stres akademik peserta didik kelas IX SMP Negeri 2 Garut Tahun Ajaran 2014/2015 berada pada kategori tinggi. Hal ini menunjukkan sebagian besar peserta didik mampu menggunakan strategi pengelolaan stres (coping) ketika menghadapi hampir semua aktivitas dan situasi akademik yang dipersepsi negatif.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka diperoleh kesimpulannya sebagai berikut: 1) Sebagian besar peserta didik menunjukkan gejala stres akademik pada kategori sedang, sebagian lainnya menunjukkan gejala stres akademik pada kategori tinggi dan rendah. 2) Sebagian besar peserta didik memiliki kemampuan mengelola stres akademik pada kategori tinggi, sebagian lainnya memiliki kemampuan mengelola stres akademik pada kategori sedang. Sebagian kecil peserta didik memiliki kemampuan mengelola stres akademik pada kategori rendah. 3) Berdasarkan temuan penelitian mengenai tingkat gejala stres akademik dan kemampuan mengelola stres akademik peserta didik kelas IX SMP Negeri 2 Garut Tahun Ajaran 2014/2015, disusun layanan konseling dengan menggunakan problem solving training untuk meningkatkan kemampuan mengelola stres akademik. Fokus pengembangan layanan konseling didasarkan pada peserta didik yang menunjukkan gejala stres akademik tinggi, serta memiliki kemampuan mengelola stres akademik yang rendah, yaitu 3 (tiga) peserta didik.
6 Rancangan Hipotetik Layanan Konseling dengan Menggunakan Problem Solving Training untuk Meningkatkan Kemampuan Mengelola Stres Akademik
REFERENSI Busari. (2012). Identifying difference in perceptions of academic stress and reaction to stressors based on gender among first year university students. International Journal of Humanities and Social Science, 2 (14), hlm 138146. Calaguas, G. (2011). Curriculum and sex-specific differences in academic stress arising from perceived expectations. International Journal of Human and Social Sciences, 6 (1), hlm. 63-66. Calaguas, G. (2013). Parents/ teachers and self-expectations as sources of academic stress. International Journal of Research Studies in Psychology, 2 (1), hlm. 43-52. D’Zurilla, T.J. dkk. (2004). Social problem solving: theory and assessment, dalam Social Problem Solving: Theory, Research, and Training. Washington: American Psychological Association D’Zurilla &. Nezu. (2010). Problem solving therapy. Dalam Dobson, K.S. (Penyunting), Handbook of cognitive-behavioral therapies (hlm. 197225). New York : The Guilford Press. Lazarus & Folkman. (1984). Stress, appraisal, and coping. New York: Springer Publishing Company. Mc.Kean & Misra. (2000). College Students Academic Stress and Its Relation to Their Anxiety, Time Management, and Leisure Satisfaction. American Journal of Health Studies, 16(1), pp. 41-51. Nandamuri, P.P. & Gowthami. (2013). Sources of academic stress – a study on management students. ITM Business School: Hunter Road, Warangal: India. hlm. 31-42. Nezu, A.M. (2004). Problem solving and behavior therapy revisited. Association for Advancement of Behavior Therapy, (35), hlm. 1-33. Nurdini, K. (2009). Efektivitas konseling kognitif perilaku untuk mengelola stres akademik siswa smk. (Skripsi). Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, UPI. Rafidah, K. dkk. (2009). The impact of perceived stress and stress factors on academic performance of pre-diploma science student : a Malaysian study. International Journal of Scientific Research in Education, 2 (1), hlm. 13-26. Rusmana, N. (2009). Bimbingan dan konseling kelompok di sekolah: metode, teknik, dan aplikasi. Bandung: Rizqi Press. Safaria, T. & Saputra, N.E. (2009). Manajemen emosi. Jakarta : Bumi Aksara. Santrock, J. W. (2008). Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta : Erlangga. Suryani, Y. (2012). Program bimbingan kelompok untuk meningkatkan kemampuan siswa mengelola stres sekolah. (Tesis). Sekolah Pasca Sarjana UPI. Yudha, Eka Sakti.(2015) Bimbingan dan konseling di sekolah. Bandung. [ONLINE]. Tersedia: http://file.upi.edu/browse.php?dir=Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI_P
7 Rancangan Hipotetik Layanan Konseling dengan Menggunakan Problem Solving Training untuk Meningkatkan Kemampuan Mengelola Stres Akademik
END_DAN_BIMBINGAN/198308292010121004%20%20Eka%20Sakti%20Yudha/ Yusuf, S. (2006). Mental hygiene. Bandung: Maestro.