PENGGUNAAN SYSTEMATIC APPROACH TO PROBLEM SOLVING BERBANTUAN SELF-DIAGNOSIS SHEET UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL
Priadi, Tomo Djudin, Diah Mahmuda Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Untan Pontianak Email:
[email protected]
Abstract This study aims to know the effectiveness of systematic approach to problem solving (SAPS) assisted self-diagnosis sheet to improve students' ability to solve the harmonic oscillation problem in SMAN 8 Pontianak. This study was Pre-Experimental Design with One Group Pretest Posttest design. The instrument of data collection was using essay test, each consisting of four questions. 27 students of class X MIPA 1 as a sample selected by Intact group. Based on the data obtained the average score of pretest was 20.07 and posttest was 40.00. It can be concluded that there were differences in the ability of students to solve problems before and after being given using systematic approach to problem solving (SAPS) assisted self-diagnosis Sheet (p <0.05). Systematic approach to problem solving (SAPS) with self-diagnosis sheet assisted effectively to improve students' ability to solve problems with effect size of 3.61 (high category). This study is expected to be used as an alternative learning for students who have difficulty in solving problems especially in physics. Keyword: SAPS, Self-diagnosis Sheet, and Harmonic Oscillation
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Berdasarkan penjabaran di atas, untuk mewujudkan tujuan pendidikan di Indonesia agar tercapai maka disusun kurikulum untuk pembelajaran yang berorientasi pada tujuan sistem pendidikan tersebut (Devi, 2014). Kurikulum menitik beratkan pada kemampuan afektif, kognitif, dan psikomotorik. Kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh siswa agar masa depannya menjadi warga negara yang dibanggakan dan diteladani oleh
masyarakat. Untuk memiliki kemampuan tersebut perlu adanya proses pembelajaran di dalamnya. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang diperoleh dari pengalaman individu sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Hal ini senada dengan Hamalik (2014: 27) yang menyatakan, “Learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing”. Belajar merupakan proses individu memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap (Yamin, 2009: 96). Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja yang berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang dimaksud berupa perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang baru diperoleh individu melalui
1
proses pembelajaran (Trianto, 2012: 16). Salah satu pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah yaitu pembelajaran fisika. Fisika merupakan ilmu yang berkembang dari pengamatan gejala-gejala alam dan interaksi yang terjadi di dalamnya. Ilmu fisika sangat dekat dengan kehidupan manusia (Saputra, 2013). Pembelajaran fisika memenuhi tiga pengetahuan dasar yang dimiliki manusia yaitu membaca, menulis, dan menghitung. Tiga hal ini harus dimiliki siswa karena terkait dengan karakteristik ilmu fisika yang membutuhkan penguasaan konsep, bersifat kontekstual, berkembang dari zaman ke zaman dan memuat banyak rumus matematis di dalamnya menyelesaikan masalah (Rachmawati, 2016). Belajar fisika berarti belajar konsep, struktur suatu konsep dan mencari hubungan dengan konsep tersebut. Selain itu, pembelajaran fisika juga berkaitan erat dengan matematika karena banyak teori fisika dinyatakan dengan notasi matematika sehingga banyak materi fisika yang bersifat matematis. Dengan demikian, siswa dituntut untuk memiliki pemahaman konsep yang baik dan kecakapan berhitung guna menyelesaikan permasalahan yang ada. Sujarwanto (2014) mengatakan siswa mampu menyelesaikan permasalahan kuantitatif sederhana namun kurang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang lebih kompleks. Permasalahan yang lebih kompleks dapat diselesaikan dengan cara menerapkan pengetahuan pemahaman mereka pada situasi sehari-hari Ibid (dalam Rachmawati, 2016). Dalam pembelajaran fisika kemampuan pemecahan masalah merupakan hal yang penting untuk diasah. Teori yang dikemukakan Gagne bahwa keterampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah. Kemampuan pemecahan masalah siswa dapat dilihat dari hasil Programme for International Student Assessment (PISA). Berdasarkan hasil PISA 2015, Indonesia memperoleh skor 403 untuk ilmu pengetahuan alam, 397 untuk membaca, dan 386 untuk matematika (OECD, 2016). Dengan perolehan ini, Indonesia berada di 9 terbawah. Dari hasil ini dapat dilihat bahwa kemampuan siswa di
Indonesia masih kurang dalam memecahkan masalah. Menurut Iwan, Guru Besar Matematika Institut Teknologi Bandung, “…Indonesia terlalu fokus mengajarkan kecakapan yang sudah kadaluarsa, menghafal dan menghitung ruwet.” Keterampilan pemecahan masalah harus dimiliki siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang lebih baik. Keterampilan tersebut akan dimiliki siswa bila guru yang mengajarkan bagaimana memecahkan masalah yang efektif kepada siswanya (Hudojo, 2005: 123). Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru fisika di SMA Negeri 8 Pontianak diperoleh informasi banyak siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep fisika yang memuat banyak rumus matematis di dalamnya. Siswa mengalami berbagai kesulitan dalam mengerjakan soal fisika seperti sulit untuk menentukan besaran yang diketahui dan ditanyakan, menganalisis hubungan antar besaran, menentukan rumus yang akan digunakan, dan melakukan operasi matematik. Kesulitan siswa mengerjakan soal terjadi pada semua materi fisika termasuk getaran harmonik. Persentase ketuntasan siswa dalam ulangan harian materi getaran harmonik tergolong sangat rendah yaitu 9,22%. Artinya hanya 13 dari 141 siswa yang mencapai kriteria ketuntasan minimum (KKM) sebesar 75. Dengan demikian, dapat dikatakan kemampuan siswa dalam mengerjakan soal getaran harmonik tergolong rendah. Rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal getaran harmonik harus segera diatasi. Penerapan strategi pembelajaran berbasis masalah dipandang sebagai alternatif yang tepat untuk membuat siswa lebih aktif, memahami penyelesaian soal-soal fisika, dan mampu mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi sesuai kebutuhan siswa (Wena, 2009: 52). Terdapat banyak strategi pemecahan masalah diantaranya: pemecahan masalah Solso, pemecahan masalah Wankat & Oreovocz, pemecahan masalah sistematis, inkuiri biologi, inkuiri jurisprudensial, inkuiri sosial, latihan inkuiri, strategi pemecahan masalah ideal, dan strategi belajar berbasis masalah (Wena, 2009: 53).
2
Berdasarkan permasalahan yang ditemukan di SMA Negeri 8 Pontianak, strategi pemecahan masalah yang cocok digunakan ialah strategi pemecahan masalah sistematis. Strategi pemecahan masalah sistematis atau dikenal dengan istilah Systematic Approach to Problem Solving (SAPS) merupakan strategi pemecahan masalah yang dilakukan secara bertahap (sistematis). Systematic approach to problem solving (SAPS) terdiri dari empat tahapan: 1) Analisis soal, 2) Transformasi soal, 3) Operasi perhitungan, 4) Pengecekan serta interpretasi hasil (Wena, 2009). Saputra (2013) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan SAPS terhadap pencapaian hasil belajar ranah kognitif dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa yang semula hanya 32,35% naik menjadi 97,05%. Sejalan dengan penelitian tersebut, Ansar (2009) menemukan penggunaan SAPS mampu meningkatkan ketuntasan belajar siswa yang semula 43,9% naik menjadi 85,4%. Fauzi (2016) dalam penelitiannya menemukan bahwa SAPS dapat menurunkan kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal uraian rata-rata harga proporsi penurunan persentase jumlah siswa yang salah sebesar 59,83% atau 0,5983. Menurut Fauzi (2016) strategi SAPS akan lebih baik didukung dengan menggunakan alat bantu atau media yang sesuai, Kegiatan yang dilakukan pada tahapan keempat SAPS merupakan suatu kegiatan diagnosis diri (selfdiagnosis). Diagnosis diri (self-diagnosis) merupakan proses untuk mengidentifikasi kondisi dalam diri terutama kesalahan yang telah dilakukan dalam mengerjakan soal (Putri, 2016). Untuk membantu siswa mendiagnosa kondisi dalam diri dapat dilakukan dengan memberikan item pernyataan yang menggambarkan kondisi diri terutama kesalahan dalam menyesaikan soal yang termuat dalam suatu lembaran yang kemudian dikenal dengan self-diagnosis sheet. Safadi (2016) dalam penelitiannya menemukan bahwa aktivitas self-diagnosis efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep dan prestasi belajar siswa. Aktivitas self-diagnosis yang diberikan menuntut siswa
untuk memecahkan permasalahan langkah demi langkah. Sejauh ini, belum dilakukan penelitian tentang penggunaan systematic approach to problem solving (SAPS) dibarengi dengan pemberian self-diagnosis sheet. Berdasarkan uraian di atas, pemberian self-diagnosis sheet pada penerapan systematic approach to problem solving (SAPS) dalam pembelajaran fisika khususnya materi getaran harmonik menjadi cukup penting dalam membantu siswa memecahkan permasalahan yang dihadapi terutama dalam menyelesaikan soal. Untuk itu dilakukan penelitian tentang penggunaan systematic approach to problem solving (SAPS) berbantuan self-diagnosis sheet untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal getaran harmonik di SMA Negeri 8 Pontianak. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen dengan bentuk Pre-Eksperimental Design dengan rancangan One Group Pretest Posttest (Sugiyono, 2015: 111). Bentuk penelitian ini dipilih karena menggunakan satu kelompok subjek. Dengan adanya tes awal dan tes akhir maka prinsip perbandingan keadaan sebelum dan setelah dengan pemberian perlakuan di dalam eksperimen terpenuhi. Rancangan penelitian seperti ditunjukan pada bagan 1. O1 X O2 Bagan 1. Rancangan One Group Pretest Posttest Populasi dalam penelitian ini ialah siswa kelas X MIPA SMA Negeri 8 Pontianak tahun ajaran 2016/2017 yang telah mengikuti pembelajaran fisika materi getaran harmonik. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara intact group (kelompok utuh), merujuk pada pilihan kelas. Dari beberapa kelas yang mirip karakteristiknya dipilih secara acak melalui cabut undi satu kelas untuk menjadi kelompok yang akan diteliti (Sutrisno, Kresnadi, dan Kartono, 2007: 24). Selanjutnya terpilih kelas X MIPA 1 yang terdiri-dari 40 siswa.
3
Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan tes uraian, dimana soal pre-test dan soal post-test bersifat paralel berjumlah empat soal. Instrumen penelitian berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Self-diagnosis Sheet, dan soal yang telah divalidasi oleh satu orang dosen Pendidikan Fisika FKIP Untan dan satu orang guru Fisika SMA Negeri 8 Pontianak dengan tingkat validitas sebesar 4,38 tergolong tinggi. Berdasarkan hasil uji coba soal yang dilakukan di SMA Negeri 3 Pontianak didapatkan tingkat reliabilitas pretest sebesar 0,521 dan post-test sebesar 0,574 keduanya tergolong sedang. Prosedur dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu: 1) tahap persiapan, 2) tahap pelaksanaan penelitian, 3) tahap akhir.
menggunakan systematic approach to problem solving (SAPS) berbantuan self-diagnosis sheet; (4) memberikan posttest; (5) mengoreksi jawaban posttest.
Tahap Persiapan Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap persiapan antara lain: (1) melakukan studi literatur; (2) melakukan pra-riset ke SMA Negeri 8 Pontianak; (3) merumuskan masalah penelitian; (4) membuat instrumen penelitian berupa soal pretest dan posttest; (5) melakukan validasi instrumen penelitian; (6) merevisi instrumen penelitian setelah divalidasi; (7) melakukan uji coba soal tes; (8) menganalisis hasil uji coba soal tes; (9) merevisi soal tes setelah mengetahui hasil analisis uji coba.
Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 8 Pontianak pada tanggal 6-17 Mei 2017 sebanyak dua kali pertemuan dengan alokasi waktu pertemuan pertama dan kedua masingmasing 3 x 45 menit. Penelitian ini melibatkan siswa kelas X MIPA 1. Kelas X MIPA 1 dipilih sebagai sampel setelah dilakukan teknik intact group (kelompok utuh) melalui cabut undi bersama guru fisika di SMA Negeri 8 Pontianak. Kelas X MIPA 1 terdiri dari 40 siswa. Tetapi, yang terlibat dalam pengolahan data hanya 27 siswa karena ada 13 siswa yang tidak mengikuti pretest, treatment, dan posttest. Hasil analisis jawaban siswa pada pretest dan posttest secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 1.
Tahap Pelaksanaan Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap pelaksanaan antara lain: (1) memberikan pretest; (2) mengoreksi jawaban pretest; (3) memberikan perlakuan berupa pembelajaran
Tahap Akhir Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap akhir antara lain: (1) menganalisis data yang diperoleh dari hasil pretest dan posttest; (2) menjelaskan hasil analisis data dan memberikan kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah; (3) menyusun laporan penelitian (skripsi). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Rekapitulasi Pretest dan Postest Siswa Skor Pretest Posttest Tabel 1 menunjukkan bahwa sebelum diberikan perlakuan, siswa banyak melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal yang ditandai dengan rendahnya rata-rata skor pretest. Setelah diberikan perlakuan, terjadi
𝒙 20,07
6,62
44,00
3,22
SD
peningkatan. Ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan siswa menyelesaikan soal getaran harmonik sebelum dan setelah menggunakan SAPS berbantuan self-diagnosis sheet.
4
Tabel 2. Uji Wilcoxon
Z Asymp. Sig. (2-tailed) Monte Carlo Sig. (2-tailed)
Monte Carlo Sig. (1-tailed)
Sig 95% Confidence Interval Sig 95% Confidence Interval
Tabel 2 menunjukkan output uji Wilcoxon menggunakan SPSS 18. Dari Tabel 2 diperoleh informasi bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan siswa
Es
M 2 M1 SD
Lower Bound Upper Bound Lower Bound Upper Bound
POSTTEST -PRETEST -4.545a .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
menyelesaikan soal getaran harmonik sebelum dan setelah menggunakan SAPS berbantuan self-diagnosis sheet yang dilihat dari nilai Asymp. Sig. 0,000 < 0,05.
………………………... (1)
Rumus (1) merupakan rumus effect size yang digunakan untuk mengetahui besar efektivitas penggunaan systematic approach to problem solving (SAPS) berbantuan self-diagnosis sheet
dalam meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan getaran harmonik. Berdasarkan perhitungan didapat effect size sebesar 3,61 dengan kategori tinggi.
Pembahasan Penelitian ini menemukan ada perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan siswa menyelesaikan soal getaran harmonik sebelum dan setelah diberikan pembelajaran menggunakan systematic approach to problem solving (SAPS) berbantuan self-diagnosis sheet yang dapat dilihat dari hasil perhitungan uji wilcoxon dengan taraf signifikan (𝛼) sebesar 5%. Hasil temuan didapat besar rata-rata skor yang diperoleh siswa sebelum perlakuan adalah 20,07, sedangkan setelah perlakuan adalah sebesar 44,00. Dengan kata lain terjadi rata-rata peningkatan sebesar 23,93. Peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal terjadi pada semua submateri yang dalam penyelesaian soalnya tidak cukup hanya menggunakan rumus dan operasi hitung matematik semata. Dimana pada saat mengerjakan soal pretest semua siswa melakukan hal ini, yaitu setelah menulis data
yang diketahui dan apa yang ditanyakan langsung kepada penggunaan rumus. Demikian juga yang dilakukan oleh sebagian siswa dalam menyelesaikan soal posttest, meskipun telah diberikan perlakuan. Hal ini dapat dipahami bahwa sudah menjadi suatu kebiasaan bagi siswa dalam menyelesaikan soal uraian fisika cara seperti itu yang terus digunakan dalam rentang waktu yang cukup lama. Siswa cenderung mempertahankan apa yang diperoleh selama ini di kelas untuk pembelajaran dan penyelesaian soal fisika. Siswa yang langsung menggunakan rumus tidak mengetahui apakah data yang ditulis dan dimasukkan ke dalam rumus memang benar data yang sudah sesuai untuk memperoleh jawaban akhir yang benar. Mungkin bagi sebagian besar siswa adanya data yang secara jelas tertulis pada soal sudah cukup untuk memenuhi persamaan matematik yang mereka pilih.
5
Di dalam systematic approach to problem solving (SAPS) siswa diajarkan menyelesaikan soal secara sistematis dimulai dari memahami soal secara menyeluruh melalui tahapan analisis soal, transformasi soal, operasi hitung hingga pengecekan dan intepretasi hasil. Mundilarto (2002) menyatakan bahwa metode penyelesaian soal fisika menghendaki siswa harus mencoba melakukan analisis mengenai strategi yang diperlukan untuk pemecahan soal secara efektif. Walaupun metode tersebut tidak memberi jaminan diperolehnya penyelesaian yang benar untuk setiap soal. Namun, hal ini akan memberikan suatu strategi “heuristic” yang secara substansial dapat meningkatkan kemampuan siswa memecahkan soal dan jauh lebih efektif daripada pendekatan coba-coba yang sering dilakukan siswa. Berdasarkan hasil temuan, hasil ini sejalan dengan 4 penelitian yang dilakukan oleh Ansar (2009), Saputra (2013), Erisal (2014), dan Fauzi (2016). Ansar (2009) menemukan penggunaan systematic approach to problem solving (SAPS) mampu meningkatkan ketuntasan belajar siswa yang semula 43,9% naik menjadi 85,4%. Penelitian Saputra (2013) di SMA Negeri 2 Batang Kapas dengan tujuan untuk menyelidiki pengaruh strategi pemecahan masalah sistematis terhadap hasil belajar fisika kelas X SMA diperoleh hasil pada ranah kognitif dimana awalnya siswa yang mencapai nilai ketuntasan hanya 32,35% naik menjadi 97,05%. Erisal (2014) yang melakukan penelitian tindakan kelas di SMA Negeri 3 Muaro Jambi dengan tujuan mengetahui pengaruh penggunaan strategi pemecahan masalah sistematis terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa. Penelitiannya menemukan ada peningkatan pada hasil belajar untuk aspek penilaian pengetahuan, dimana pada siklus I nilai rata-ratanya 2,56, pada siklus II adalah 2,57 dan meningkat pada siklus III menjadi 3,11. Demikian juga Fauzi (2016) menemukan remediasi dengan pengajaran ulang menggunakan strategi systematic approach to problem solving berbasis multirepresentasi memberikan pengaruh terhadap jumlah siswa yang melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal dimana mengakibatkan
terjadi penurunan dengan rata-rata harga proporsi penurunan persentase jumlah siswa yang salah sebesar 59,83% atau 0,5983. Hasil temuan menunjukkan bahwa penggunaan systematic approach to problem solving (SAPS) berbantuan self-diagnosis sheet efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan soal getaran harmonik. Jika dinyatakan dengan tingkat efektivitas dengan rata-rata peningkatan sebesar 3,61 yang termasuk kategori tinggi. Systematic approach to problem solving (SAPS) dalam penelitian ini efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan soal sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Wena (2009). Menurutnya bahwa penggunaan strategi pemecahan masalah sistematis ini berfungsi sebagai petunjuk untuk melakukan suatu tindakan yang dapat membantu seseorang dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Lebih jauh, Mundilarto (2002) menyatakan bahwa pemecahan soal merupakan salah satu bagian penting dalam pembelajaran Fisika. Pada dasarnya, pemecahan soal merupakan aspek penerapan konsep-konsep fisika yang diperoleh melalui proses belajar. Kebutuhan pemecahan masalah atau soal muncul ketika seseorang ingin mencapai tujuan yang diinginkan soal fisika pada umumnya merupakan tugas yang meminta siswa melakukan serentetan tindakan yang membawanya dari kondisi awal menuju ke kondisi akhir yang diinginkan. Langkahlangkah tindakan yang teridentifikasi dengan baik akan menghasilkan solusi atau penyelesaian soal. Efektivitas penggunaan strategi systematic approach to problem solving (SAPS) pada penelitian ini juga dipengaruhi oleh pemberian self-diagnosis sheet setelah menyelesaikan soal. Penelitian lain yang sejalan adalah penelitian yang dilakukan Safadi (2016). Dalam penelitiannya ditemukan bahwa aktivitas selfdiagnosis efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep dan prestasi belajar siswa. Aktivitas self-diagnosis yang diberikan menuntut siswa untuk memecahkan permasalahan langkah demi langkah.
6
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan systematic approach to problem solving (SAPS) berbantuan self-diagnosis sheet efektif untuk meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan soal uraian terbatas getaran harmonik di kelas X MIPA SMA Negeri 8 Pontianak. Ada perbedaan yang signifikan dalam menyelesaikan soal uraian getaran harmonik sebelum dan setelah diberikan pembelajaran menggunakan systematic approach to problem solving (SAPS) berbantuan self-diagnosis sheet. Besarnya signifikansi ditentukan dari hasil perhitungan uji Wilcoxon menggunakan SPSS 18 dengan kriteria pengujian (∝ = 5%), diperoleh hasil Asymp.Sig 0,000 < 0,05. Penggunaan systematic approach to problem solving (SAPS) berbantuan self-diagnosis sheet efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan soal getaran harmonik yang ditandai dengan rata-rata skor posttest lebih tinggi dari rata-rata skor pretest. Dengan tingkat efektivitas rata-rata peningkatan sebesar 3,61 tergolong tinggi. Saran Penggunaan systematic approach to problem solving (SAPS) berbantuan selfdiagnosis sheet efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan soal sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pembelajaran agar membantu siswa membiasakan berlatih menyelesaikan soal khususnya yang berbentuk uraian, sehingga penyelesaian soal menjadi lebih terarah dan bermakna tidak hanya sekedar untuk memperoleh jawaban akhir yang benar. Selain itu diharapkan pada penelitian yang akan datang agar dikembangkan self-diagnosis sheet yang dapat mengetahui penyebab kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal. DAFTAR RUJUKAN Ansar. 2009. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XII IPA 1 SMA Negeri 1 Gangking Melalui Penggunaan Sysematic Approach to Problem Solving (Studi pada Materi
Pokok Sifat Koligatif Larutan). Jurnal Chemica. 10 (1): 19-27. Devi, Cornelia Astri. & Supardi, Z. A. Imam. 2014. Pengaruh Penerapan Strategi Genius Learning Berbasis Multiple Intellegences Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Elastisitas di Kelas XI MAN Surabaya. Jurnal Pendidikan Fisika. 03: 79. Erisal, Chriskal. 2014. Penerapan Strategi Pembelajaran Systematic Approach to Problem Solving untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Fisika Siswa di Kelas X MIA 3 SMAN 3 Muaro Jambi. Skripsi. Universitas Jambi. Fauzi, Reva. 2016. Remediasi Kesalahan Siswa Menyelesaikan Soal-soal Usaha dan Energi Menggunakan Strategi Systematic Approach to Problem Solving Berbasis Multirepresentasi di Kelas XI MIA SMAN 7 Pontianak. Skripsi. Pontianak: FKIP UNTAN. Hamalik, Oemar. 2014. Proses Belajar Mengajar. (Cetakan ke-16). Jakarta: Bumi Aksara. Hudojo, Herman. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. (Cetakan ke-1). Malang: Universitas Negeri Malang. Mundilarto. 2002. Kapita Selekta Pendidikan Fisika.http://staff.uny.ac.id/sites/default/fil es/130681033/Bab%20I%20&%20II.pdf. Diakses pada 9 Mei 2017. OECD. 2016. PISA 2015 Result in Focus. http://www.oecd.org/pisa. Diakses 5 April 2017. Putri, Meice Pratama. 2016. Analisis Kesalahan dalam Menyelesaikan Soal Penerapan Fisika dengan Menggunakan Lembar SelfDiagnosis pada Mahasiswa Pendidikan Fisika FKIP Universitas Sriwijaya. Jurnal Inovasi dan Pembelajaran Fisika. Palembang: Universitas Sriwijaya. Rachmawati. 2016. Pengaruh Strategi Pemecahan Masalah Wankat dan Oreovocz Terhadap Kemampuan Kognitif Pada Konsep Hukum Newton dan Penerapannya. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
7
Safadi, Rafi’. 2016. Self-Diagnosis as A Tool for Supporting Students’ Conceptual Understanding and Achievements in Physics: the Case of 8th-graders Studying Force and Motion. IOP Publishing Ltd Physics Education. 52 (1). Saputra, Afriyola., Djamas, Djusmaini. & Yulkifli. 2013. Pengaruh Strategi Pemecahan Masalah Sistematis Berbantuan Solution Path Online (SPO) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMAN 2 Batang Kapas. Jurnal Pendidikan Fisika. 1: 77. Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sujarwanto., Hidayat. & Wartono. 2014. Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Pada Modeling Instruction Pada Siswa SMA Kelas XI. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia. 1: 66. Trianto. 2012. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana. Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara. Yamin, Martinis. 2009. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. (Cetakan ke-6). Jakarta: Gaung Persada Press.
8