PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM PROGRAM AUDIO/RADIO Oleh : Drs. M. Fakrudin, M.Hum.
a. Pendahuluan Penggunaan bahasa dapat dibedakan dari berbagai segi. Di antaranya, sarana dan sikap penutur. Berdasarkan sarana yang digunakan,
ada
ragam
lisan
dan
ada
tulisan.
Dari
segi
sikap
penuturnya, bahasa dapat dibedakan, antara lain, menjadi ragam yang mencerminkan sikap formal, dingin, hambar, akrab, hangat atau santai atau tidak formal. Di samping sudut pandangan itu, tentu masih ada sudut
pandangan
yang
lain
lagi
yang
dapat
digunakan
untuk
membedakan ragam bahasa. Bahasa yang digunakan di dalam program audio/radio adalah ragam lisan, tetapi dapat formal dan dapat pula tidak formal. Perbedaan antara ragam lisan dan tulisan, dan ragam formal dan tidak formal lazimnya terdapat pada kelenturan pilihan kata dan struktur kalimat. Pada ragam formal pilihan kata dilakukan secara taat asas secara ketat pada kaidah. Kebakuan makna dan bentuk menjadi kriteria pertama dan utama, sedangkan pada ragam tidak formal sebaliknya. Penggunaan bahasa pada situasi apapun dan oleh siapapun pasti menerapkan kaidah, dan bahasa apapun pasti berkaidah. Namun, penerapan kaidah itu sesuai dengan situasi. Pada situasi resmi seperti pidato
kenegaraan,
khotbah,
atau
pidato
politik
lazimnya
menggunakan bahasa yang taat secara ketat pada kaidah linguistis, yakni kaidah yang berkenaan dengan aturan kebahasaan, sebagai acuan utama. Sementara itu, percakapan pramuwisma, para buruh, atau
percakapan
pada
program
populer,
misalnya,
lazimnya
menggunakan bahasa yang tidak secara ketat mengikuti kaidah linguistis,
tetapi
lebih
mengutamakan
kaidah
pragmatis
dan
sosiolinguistis. Kaidah pragmatis berhubungan dengan maksud yang
1
akan dicapai oleh penutur. Kaidah sosiolinguistis berkaitan dengan strata penutur. Sebelum disajikan kaidah berbahasa secara umum, perlu disajikan lebih dahulu beberapa hal yang berkaitan dengan ciri-ciri bahasa audio/radio dan ragam bahasa. b. Ciri-Ciri Bahasa Audio/Radio Ada beberapa ciri umum bahasa audio/radio yang dikemukakan di bawah ini. 1. Merupakan
bahasa
sehari-hari,
populer,
sangat
dikenal
oleh
pendengar. Dalam hal ini tidak berarti bahwa bahasa yang belum dikenal oleh pendengar sama sekali tidak boleh digunakan. Jika memang sangat penting, kita boleh menggunakannya, tetapi perlu menjelaskannya. merupakan bahasa yang "bernas"; pendek, tetapi berdaya tenaga besar. 2. Merupakan bahasa yang mampu menjelaskan apa yang didengar, dilihat dan/atau yang dirasakan oleh penutur. Bila kita akan menggambarkan upacara penyambutan pemulangan TKI ilegal dari Malaysia di lapangan terbang, suasana lapangan terbang dan kesibukan para TKI (dan mungkin keluarganya) itu, seakan-akan dilihat/didengar oleh pendengar. Perlu ditambahkan bahwa angkaangka yang rinci padahal jumlahnya banyak, dikemukakan dengan kata sekitar atau kira-kira. 3. Merupakan
bahasa
yang
memperdengarkan
kesan
akrab.
Keakraban yang dimaksudkan di sini tidak seakrab realitas formal atau kenyataan. Berdasarkan ciri-ciri itu,
bahasa audio/radio adalah bahasa
lisan. Menurut Brown dan Yule (terjemahan Soetikno 1996:15-17), bahasa lisan mempunyai ciri-ciri, antara lain, sebagai berikut. 1. Sintaksis
bahasa
lisan
secara
khas
jauh
kurang
terstruktur
dibandingkan dengan sintaksis tulisan. a. Bahasa lisan berisi banyak kalimat yang tidak lengkap, sering
2
hanya berupa rangkaian frasa. b. Bahasa lisan secara khas tidak banyak berisi subordinasi. c.
Dalam wicara percakapan biasanya terdapat bentuk deklaratif aktif.
2. Pembicara mungkin mengganti atau menghaluskan ungkapanungkapan sambil terus berbicara. 3. Pembicara
secara
khas
memakai
banyak
kata
yang
agak
digeneralisasikan. 4. Pembicara sering mengulangi bentuk sintaktis yang sama beberapa kali. 5. Pembicara mungkin menggunakan banyak "pengisi" yang sudah jadi. c. Mengubah
Bahasa
Buku
Menjadi
Bahasa Audio/Radio Naskah program audio/radio untuk instruksional umumnya ditulis berdasarkan bahan cetak (Bahan Penyerta). Hal ini berarti bahwa bahan itu menggunakan bahasa buku. Dengan memperhatikan ciri-ciri bahasa lisan atau audio/radio yang disajikan di atas, dapat dipahamai pula ciri-ciri bahasa tulis atau bahasa buku. Pemahaman itu dapat diperoleh dengan membalik ciri-ciri bahasa lisan. Di bawah ini disajikan contoh pengubahan bahasa buku menjadi bahasa audio/radio. 1. Bahasa Buku a)
Penyimpulan Isi Pendapat Orang lain Agar dapat merespons pendapat orang lain secara tepat, kita harus memahami secara benar dan utuh isi pendapat orang lain itu. Persoalan yang timbul adalah bagaimana cara menyimpulkan isi pendapat orang lain. Ada dua langkah yang perlu kita tempuh, yaitu: 1) Mengidentifikasi tuturan yang berisi pikiran utama pendapat
3
orang lain Suatu pendapat atau pembicaraan pasti mempunyai pikiran utama. Demikian pula halnya pendapat orang lain. Pikiran utama itu dapat terletak pada bagian awal, akhir, awal dan akhir,
atau
bergantung
tersebar pada
ke
pola
seluruh
pikir
pembicaraan.
pembicara
dan
Hal
topik
itu yang
dibicarakannya. Sesuai dengan kemungkinan tempat pikiran utama dalam suatu pendapat, identifikasi pikiran utama itu dapat dilakukan dengan memperhatikan bagian awal, akhir, atau awal dan akhir pendapat itu. Biasanya ada kata, frasa atau tuturan yang menandai letak pikiran utama. Kata atau frasa yang terdapat pada judul pendapat atau pembicaraan dapat dijadikan kata kunci. Maksudnya, kata atau frasa itu dapat diduga sebagai inti pendapat. Misalnya, ada orang berpendapat sebagai berikut. “Pada kesempatan ini saya akan menyoroti kondisi akhlak bangsa
Indonesia
akhir-akhir
ini.
Menurut
saya,
sangat
memprihatinkan. Kekerasan menjadi kecenderungan dalam mengatasi berbagai permasalahan. Yang lebih memprihatinkan lagi adalah kekerasan itu pun telah dilakukan anak-anak. Penelitian tentang latar belakang tindakan kekerasan itu sesungguhnya telah dilakukan. Hasilnya menyebutkan, antara lain, bahwa pelaku kekerasan mengaku terpengaruh oleh film atau sinetron yang ditontonnya melalui televisi. Anehnya, televisi hingga sekarang masih saja menayangkan adegan kekerasan, bahkan secara ekslusif”. Dengan menyimak pendapat itu secara utuh, kita dapat mengidentifikasi pikiran utama pendapat itu. Pada bagian awal pendapat itu jelas terdapat topik apa yang dibicarakan dan bagaimana pendapat pembicara Hal ini dapat diketahui melalui
4
tuturan.. “Pada kesempatan ini saya akan menyoroti kondisi akhlak bangsa Indonesia akhir-akhir ini. Menurut saya, sangat memprihatinkan” 2) Menentukan pikiran utama pendapat orang lain Topik
yang
dibicarakan
adalah
kondisi
akhlak
bangsa
Indonesia akhir-akhir ini, sedangkan pendapat pembicara tentang hal itu adalah prihatin. Dengan demikian, kiranya pendapat
itu
pembicara
itu
dengan
mudah
sangat
dapat
prihatin
disimpulkan
terhadap
akhlak
bahwa bangsa
Indonesia. Sementara itu, tuturan lain merupakan penjelasan atas pikiran utama itu atau yang lazim disebut pikiran penjelasnya. Untuk menentukan pikiran utama suatu pendapat diperlukan kemampuan menghubungkan isi tuturan yang satu dengan isi tuturan yang lain. Oleh karena itu, jika seseorang akan merespons pendapat orang lain perlu menyimak pendapat itu secara utuh dan cermat. b)
Penyampaian Respons terhadap Pendapat Orang Lain dengan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar Respons harus disampaikan dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Maksudnya, respons itu disampaikan dengan lafal dan intonasi yang jelas dan benar, dengan pilihan kata yang tepat (baik makna maupun bentuk), dan struktur kalimat sesuai dengan kaidah. Di samping itu, bahasa Indonesia yang digunakan
memenuhi
prinsip
kesantunan,
yakni
menjaga
hubungan baik secara moral dengan orang yang pendapatnya kita respons. Adapun cara menyampaikan respons terhadap pendapat orang lain sebagai berikut. 1) menyampaikan tanggapan terhadap pendapat orang lain dengan mengemukakan kelebihan dan kekurangan
5
Jika bermaksud merespons pendapat orang lain, kita perlu mengemukakan kelebihan dan kekurangan pendapat itu. Untuk itu, diperlukan tolok ukur. Tolok ukur kelebihan dan kekurangan yang kita jadikan pedoman adalah akal sehat dan hati nurani. Berkenaan dengan itu, perlu diajukan pertanyaan, misalnya, sebagai berikut. a) Adakah bukti-bukti yang dikemukakan? b) Jika ada, cukupkah? Bagaimana hubungan bukti-bukti itu: logiskah? Contoh
merespons
pendapat
orang
lain
dengan
bahasa
Indonesia yang baik dan benar: ”Pendapat tentang kondisi akhlak bangsa Indonesia akhirakhir ini sebagaimana dikemukakan di atas mempunyai kelebihan karena ada bukti dan bukti itu logis. Dikatakan logis karena bukti yang dikemukakan mempunyai hubungan yang masuk di akal dan merupakan hasil penelitian. Kelemahannya adalah
tidak
perseorangan)
disertai
keterangan
yang
pelaku
melaksanakan
(institusi
penelitian,
atau
metode
penelitian, dan waktu penelitian. Jadi, pendapat itu menjadi lebih dapat dipertanggungjawabkan jika ditambah dengan keterangan itu”. (Karena disampaikan secara lisan, respons itu harus diucapkan dengan lafal, intonasi, dan sikap yang sopan) 2) memberikan saran pemecahan/perbaikan. Jika respons yang kita berikan mengemukakan kelemahan pendapat
orang
lain,
kita
perlu
memberikan
saran
pemecahan/perbaikan. Inilah wujud tanggung jawab atas respons terhadap pendapat orang lain. Kelemahan pendapat tentang kondisi akhlak sebagaimana menambah
bangsa
dikemukakan
keterangan
6
Indonesia
akhir-akhir
dapat
diperbaiki
sebagaimana
disebutkan
ini
dengan di
atas.
Malahan, mungkin juga ditambah dengan hal lain. 2. Bahasa Lisan 1. RIWU
:
(KESAL)
Saya
sangat
prihatin,
sedih, dan kesal melihat dan mendengar perilaku sebagian anak sekolah sekarang. 2. SIMON
:
Mengapa?
3. RIWU
:
Mereka
bermaksud
menyatakan
rasa syukur karena lulus ujian, tetapi dengan cara mencorat-coret pakaian, naik kendaraan bermotor tanpa helm dan memenuhi jalan sehingga orang lain terganggu. 4. SIMON
:
Saya juga sedih., Riwu.
5. RIWU
:
Yang lebih memprihatinkan, ada di
antara mereka yang laki-laki sengaja mengganggu pelajar
perempuan
yang
lewat
dengan
cara
mencolek. 6. SIMON
:
(KESAL, PENASARAN) O, ya?
7. riwu
:
Ya! Saya pun semakin kesal ketika
melihat mereka mabuk dan bergerombol di pinggir jalan. Ah, mau jadi apa mereka? 8. SIMON
:
Ya, saya pun berpendapat demikian.
Menurut saya, itu bukan perilaku orang bersyukur. Bukan
pula
perilaku
orang
terpelajar.
Orang
bersyukur pada dasarnya berterima kasih kepada Tuhan. Perilakunya tidak bertentangan dengan perintah Tuhan dan tidak melanggar larangan-Nya. Orang terpelajar bertindak berdasarkan pikiran sehat.
Menorat-coret
baju,
naik
kendaraan
bermotor tanpa helm, menganggu orang lain tidak berdasarkan
pemikiran
sehat.
Perilaku
pelajar
seperti yang kamu katakan tadi sama sekali tidak
7
mencerminkan rasa syukur dan dasar tindakan itu bukan pemikiran sehat. 9. NORMA :
(TEPUK TANGAN) Hebat!
10.LIA
Luar biasa!
:
11.NORMA :
Jika
semua
mahasiswa
dalam
merespons pendapat orang lain seperti Simon, 12.LIA
:
(MEMOTONG) Tak mungkin terjadi
perkelahian antarmahasiswa. 13.NORMA :
(TERTAWA BERSAMA) Bukan hanya
itu. Tidak ada pula tindakan anarkis. 14.SIMON :
Kalian kok berbicara begitu?
15.NORMA :
Tentu. Dari segi teori berdiskusi,
responsmu
terhadap
pendapat
Riwu
seratus
persen betul. 16.LIA
:
Ya.
berhubungan
Dari
dengan
segi
isi,
pendapat
responsmu yang
kamu
respons, mencerminkan bahwa kamu memahami benar pendapat Riwu 17.NORMA :
Di samping itu, ada alasan yang
masuk di akal. 18.SIMON :
Terima kasih.
19.RIWU
:
Bagiku, Norma dan Lia pun hebat!
20.LIA
:
Aku?
21.NORMA :
Aku juga?
22.RIWU
Ya. Bukankah kalian berdua tadi
:
merespons pendapat Simon sesuai dengan teori diskusi? 23.NORMA :
Em ... maksudmu?
24.RIWU
Kalian merespons pendapat Simon
:
dengan mengemukakan argumen yang masuk di akal?
8
25.NORMA :
O, ya?
26.RIWU
Ya!
:
27.NORMA :
Semoga benar yang kamu katakan.
Aku tadi secara spontan merespons pendapat Simon terhadap pendapatmu. 28.LIA
:
Aku juga begitu.
29.SIMON :
Jika
demikian,
berarti
kita
sesungguhnya lebih baik daripada anggota DPR dong! 30.NORMA :
Ih! Itu over confident namanya!
31.LIA
Ya, alias terlalu pede! (TERTAWA
:
BERSAMA) 32.SIMON :
Lho, kan banyak anggota DPR yang
dalam merespons pendapat orang lain asal bicara! 33.NORMA :
Ah,
sudahlah!
Jangan
membicarakan urusan orang lain. Kita bicarakan saja masalah kita sendiri sore ini. 34.LIA Saya
:
Ok. Namun, silakan minum dulu.
sudah
menyiapkan
teman
diskusi
kita
sebelum kalian datang. 35.SIMON DKK.
:
Kamu memang nyonya rumah
yang baik! 36.LIA
:
Kok nyonya! Aku belum menikah!
(TERTAWA BERSAMA) Silakan! VI. Penutup Bahasa yang digunakan di dalam program audio/radio hakikatnya bahasa lisan. Namun, baik ragam lisan maupun tulisan sesungguhnya tetap menaati kaidah. Hanya saja, pada bahasa lisan untuk kepentingan tertentu pada situasi tertentu ketaatan itu bersifat relatif longgar. Para
penutur
dalam
naskah
9
program
audio/radio
hakikatnya
mempunyai status sosial yang bervariasi. Fungsinya pun bervariasi. Oleh karena itu, mereka menggunakan bahasa yang bervariasi pula. Namun, naskah audio/radio bukan sekadar foto realitas formal. Oleh karena itu, perlu ada penyesuaian nilai. Tidak semua kata-kata dan struktur kalimat yang digunakan dalam realitas formal digunakan di dalam naskah audio/radio. Ini menuntut para penulis naskah memahami sekurangkurangnya tiga kaidah berbahasa, yakni pragmatis, sosiolinguistis, dan linguistis.
DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton M. Moeliono (eds.). 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Austin, J.L. 1962. How to Do things with Words. Oxford New York: Oxford University Press. Blakemore,
Diane.
1992.
Understanding
Utterance.
Massachusetts:
Blackwell Publisher. Coulthard,
Malcom.
1977.
An
Introduction
to
Discourse
Analysis.
Hongkong: Longman Group Limited. Coulthard, Malcom. 1992. Advanced in Spoken Discourse Analysis. New York: Routledge. Gordon, David and George Lakoff. 1975. “Conversational Postulates” dalam Cole, Peter and J. Morgan (eds.). Syntax and Semantics: Speech Acts: 83-105. New York: Academic Press.
10
Grice, H. Paul. 1975. “Logic and Conversation” dalam Cole, Peter and J. Morgan (eds.). Syntax and Semantics: Speech Acts: 41-58. New York: Academic Press. Halliday, M.A.K. and Ruqaiya Hasan. 1979. Cohesion in English. London; Longman. Halliday,
M.A.K.
1984.
Language
as
Social
Semiotic:
The
Social
Interpretation of Language and Meaning. Great Britain: The Pitman Press. Hoey, Michael. 1983. On the Surface Discourse. Sydney: George Allen & Unwin. Holmes, Janet. 1992. An Introduction to Sociolinguistics. London and New York: Longman. Keraf, Gorys. 1987. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia. Leech, Geoffrey. 1983. Principles of Pragmatics. New York: Longman. Levinson, Stephen C. 1991. Pragmatics. Cambridge: Cambridge University Press. Owen, K.I. 1981. “Conversational Unit and the Use of Well …” dalam Werth, Paul. 1991. Conversation and Discourse: 99-116. London: Croom Helm. Richards, J.C. 1985. On Conversation. Singapore: SEAMEO RELC.
11
Rustono. 1998. “Implikatur sebagai Penunjang Pengungkapan Wacana Humor Verbal Lisan Berbahasa Indonesia”. Disertasi Universitas Indonesia. Searle, J.R. 1975. “Indirect Speech Act” dalam Cole, Peter dan J. Morgan (eds.). Syntax and Semantics: Speech Acts: 58-82. New York: Academic Press. Searle, J.R. 1975. “A Classification on Illucotionary Acts dalam Language in Society 5: 1-23. Simatupang, M.D.S. 1979. Reduplikasi Morfemis Bahasa Indonesia. Jakarta: Djambatan. Soetikno, I. 1996. Analisis Wacana. Terjemahan Discourse Analysis. Brown, Gillian and George Yule. 1983. Cambridge University Press. Jakarta: Gramedia Pustaka Prima. Stubbs, Michael. 1983. Discourse Analysis: The Sociolinguistic Analysis of Natural Language. Oxford: Basil Blackwell. Wardhaugh, Ronald. 1993. An Introduction to Sociolinguistics. Cambridge: Blackwell Publishers. Wierzbicka, Anna. 1991. Trend Linguistics: cross-cultural Pragmatics, The Semantics of Human Interaction. New York: Molten de Gruyter.
12