i
PROSIDING Seminar Nasional & Lokakarya Uji Kompetensi Tenaga Kesehatan
“PENGUATAN SISTEM UJI KOMPETENSI DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PROFESI TENAGA KESEHATAN UNTUK MEMPERKUAT DAYA SAING BANGSA DI ERA GLOBAL”
Diselenggarakan oleh:
LPUK – NAKES & UNPAD
Kamis – Jumat, 9 – 10 Februari 2017 Gedung Rumah Sakit Pendidikan Universitas Padjadjaran Jl. Eikman No. 38 Bandung
i
DAFTAR ISI
Daftar Isi Susunan Kepanitiaan Susunan Acara Kegiatan Sambutan Ketua Pelaksana Materi Pengembangan Soal Uji Kompetensi Untuk Keterampilan Klinik Dalam Bentuk OSCE Penetapan Kelulusan Dengan Metode ANGOFF Dan EBEL
ii iii vi viii 1 1
Pengembangan Uji Kompetensi Untuk Penilaian Sikap Presentasi Paper Aplikasi Kurikulum Terintegrasi pada Mata Kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan: perlukah dipertahankan? Efektifitas Strategi Pembelajaran Murder Terhadap Hasil Belajar ASKEB I Mahasiswa Kebidanan Di STIKIM Hubungan Metode Pembelajaran, Gaya Belajar Hasil Belajar Metodologi Penelitian Mahasiswa Div Kebidanan Stikim 2011-2012 SMALL GRUP DISCUSSION Berbasis Jejaring Sosial: Metode Pembelajaran Alternatif Bagi Mahasiswa Profesi Ners Stase Keperawatan Komunitas Pemanfaatan Hasil Uji Kompetensi Nasional Perawat Dalam Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi Identifikasi Kelulusan Ukni Berdasarkan Hasil Try Out Di Stikes Rajawali bandung tahun 2016 Analisis Hasil Try Out Uji Kompetensi Ners Berbasis PDCA Di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember
4 5 5
Core Competencies On Care Of The Dying, Dead And Bereaved For Undergraduate Nursing Students: A Scoping Review
106
Penjaminan Mutu Internal Lulusan PSPA STFB Melalui CBT & OSCPE Comprehensive Computer Based Testing Sebagai Prediksi Kelulusan Ujian Kompetensi Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Kepuasan Ibu Sebagai Evaluasi Kompetensi Asuhan Balita Mahasiswa Prodi D.Iv Kebidanan Melalui Keluarga Asuh Di Desa Cipacing Dan Cikeruh 2016 Peningkatan Kompetensi Penjahitan Luka Perineum Menggunakan Low Cost Model Berbahan Kain Flannel Bagi Mahasiswa Kebidanan Peran Matrikulasi Dalam Peningkatan Kemampuan Akademik Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung Nilai Try Out Sebagai Faktor Prediktor Hasil Uji Kompetensi Nasional Lulusan Ners Stikes Rajawali Bandung
132
ii
2
11 35 61 72 83 91
133 134 135 136 137
Analisis Hasil Uji Kompetensi Nasional Sebagai Bahan Perbaikan Proses Pembelajaran Pada Program Ners, Diploma Iii Keperawatan Dan Dilploma III Kebidanan Faktor-Faktor Prediksi Keberhasilan Uji Kompetensi Nasional Hubungan Indeks Prestasi Kumulatif (Ipk) Profesi Dokter Dan Nilai Ujian Komprehensif Dengan Kelulusan Firstaker Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD) Pengaruh Karakteristik Penguji Terhadap Derajat Kesesuaian Antar Penguji Osce Di Prodi D3 Kebidanan Fk.Unpad Hubungan Hasil Belajar Antara Keterampilan Laboratorium Dengan Keterampilan Klinik Blok Intra Natal Care (Inc) Prodi D.IV Kebidanan FK.UNPAD 2017 Uji Kompetensi Perawat Dan Asas Kewenangan Perawat D.III Dan S.1/Ners Dalam Melaksanakan Asuhan keperawatan Clinical Reasoning In Third-Year Medical Students’ OSCE Profil Kesiapan Dokter Muda Dalam Osce Komprehensif Di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Model Pembimbingan Ukmppd Integratif Fk Unisba Tahun 2016 Analisis Kualitas Soal Berbasis Vignette Di Pendidikan Tinggi Keperawatan Di Kota Pekanbaru
iii
138 140 141 142 143 144 145 146 147 148
SUSUNAN KEPANITIAAN SEMINAR NASIONAL UJI KOMPETENSI TENAGA KESEHATAN 1. Pelindung
: Rektor Universitas Padjadjaran
2. Penasehat
: LPUK Ketua AIP dan Anggota LPUK-Nakes
3. Pengarah : Kusman Ibrahim, S.Kp., MNS., Ph.D
(Dekan Fak. Keperawatan)
Dr. Yoni Fuadah Syukriani, dr. M.Si. Sp. F. DFM
(Dekan Fak. Kedokteran)
Dr. Nina Djustiana, drg., M.Kes
(Dekan Fak. Kedokteran Gigi)
Prof. Dr. Ajeng Diantini, M.Si., Apt
(Dekan Fak. Farmasi)
4. Penanggungjawab : Prof. Dr. Budi Setiabudiawan, dr., Sp.A-K., M.Kes Prof. Dr. Dany Hilmanto, dr.Sp.A (K) Prof. Dr. drg. Achmad Syawqie, M.Kes Dr. Tiana Milanda, M.Si., Apt Dr. Yanti Hermayanti, S.Kp., M.Nm
(Direktur Pendidikan) (Wadek I FK) (Wadek I FKG) (Wadek I Fak. Farmasi) (Wadek I Fak.Keperawatan)
5. Ketua Panitia
: Ermiati, S.Kp., M.Kep., Sp.Mat. (Fak. Keperawatan)
6. Bendahara
: Titin Sutini, S.Kep., Ners., M.Kep. (Fak. Keperawatan)
7. Sekretaris
: Etika Emaliyawati, S.Kep., Ners., M,Kep (Fak. Keperawatan) Ryan Hara Permana, S.Kep.,Ners., MN (Fak. Keperawatan)
8. Sie Ilmiah Mohammad Ghozali, M.Bio.,Med dr. Sari Puspa Dewi., M.Ked dr. Dwi Agustian, MPH, Ph.D Dr. Sri Adi Sumiwi, MS., Apt. Urip Rahayu, S.Kp., M.Kep. Muchtaridi, Ph.D., Apt drg. Emma Rahmawati, M.Kes. Dr. Raden Tina Dewi J, dr.SpOG Neti Juniarti, Ph.D Drg. Ayu Trisna HAyati, Sp.KG. Siti Nurhasanah, S.Kep., Ners., M.Kep Lina Anisa, S.Kep., Ners
(Fak. Kedokteran) (Fak. Kedokteran) (Fak. Kedokteran) (Fak. Farmasi) (Fak. Keperawatan) (Fak. Farmasi) (Fak. Kedokteran Gigi) (Fak. Kedokteran/Kebidanan) (Fak. Keperawatan) (Fak. Kedokteran Gigi) (Fak. Keperawatan) (Fak. Keperawatan)
iv
9. Sie Acara : Anita Setyawati, S.Kep., Ners., M.Kep
(Fak. Keperawatan)
Yusshy Kurnia Herliani, MNS dr. Yuni Susanti Pratiwi, M.Kes., AIFO dr. Afiat Berbudi., M.Kes Dr. Risti Saptarini Primarti, drg., Sp. KGA Dika Pramita, D., M. Farm., Apt. Rani Nurparidah., SST, MKM dr. Afiat Berbudi., M.Kes Ayu Prawesti, M.Kep Neneng Martini, SST., M.Keb Riezka Wanda Noviana, S.Kep., Ners.
(Fak. Keperawatan) (Fak. Kedokteran) (Fak. Kedokteran) (Fak. Kedokteran Gigi) (Fak. Farmasi) (Prodi Kebidanan) (Fak. Kedokteran) (Fak Keperawatan) (Fak. Kedokteran/Kebidanan) (Fak Keperawatan)
10. Sie Publikasi, Promosi, Dekorasi, Dokumentasi: Dwijayanti Mei Ana Dewi, S.Kep., Ners (Fak. Keperawatan) Ribka Esterina Simbolon, S.Kep., Ners (Fak. Keperawatan) Yayat (Fak. Keperawatan) Saeful (Fak. Keperawatan) LPUK 11. Sie Dana usaha : Yulherina Dra. Sri Astuti., M.Kes
LPUK Nakes (Fak. Kedokteran/Kebidanan)
12. Sie Kesekretariatan : Sri Hendrawati, S.Kep., Ners., M.Kep. Nenden Nur Asriyani Maryam, S.Kep., Ners., MSN Wiwi Mintarsih, SAP Habsyah Saparidah Agustina, S.Kep., Ners Siti Ulfah Rifa’atul Fitri, S.Kep. Ners., MNS Sifa Fauziah, S.Kep., Ners Novita Kamaruddin, SE. Ak LPUK 13. Perlengkapan dan Sarana : Wawan Setiawan Adelse Prima Mulya, S.Kep., Ners., M.Kep. Dana Maman Dodi Kurniadi Bahrijal
(Fak. Keperawatan) (Fak. Keperawatan) (Fak. Keperawatan) (Fak. Keperawatan) (Fak. Keperawatan) (Fak. Keperawatan) (Fak. Keperawatan)
(Fak. Keperawatan) (Fak. Keperawatan) (Fak. Keperawatan) (Fak. Keperawatan) (Fak. Keperawatan) (Fak. Keperawatan)
14. Konsumsi : Aam Amaliyah Dwi Wulan Suci, Amd Diana Daniawaty, S.Sos
(Fak. Keperawatan) (Fak. Keperawatan) (Fak. Keperawatan)
v
SUSUNAN ACARA Kamis, 9 Februari 2016 WAKTU 07.30 - 08.30 08.30-08.35
Registrasi Peserta Pembukaan oleh MC
08.35-08.45 08.45-08.50
Art performance Menyanyikan lagu Indonesia raya
08.50-09.00
Sambutan ketua
09.00-09.10 09.10-09.40
12.00-12.15
Pembukaan Acara oleh Rektor Universitas Padjdadjaran Pembicara Kunci : Kemenristek Dikti “Uji Kompetensi tenaga kesehatan sebagai upaya memperkuat daya saing bangsa era global” Disampaikan oleh : Prof. Dr. med. Tri Hanggono Achmad, dr. Materi I: Kemenristek Dikti “Kompetensi tenaga kesehatan terhadap kualitas pembelajaran dan penguatan institusi pendidikan” Disampaikan oleh : Prof. Dr. Hartono, dr. M.Si. Materi II: Kemenkes: drg. Usman Sumantri, M.Sc. (Kapusdik) Dampak Uji Kompetensi Nasional terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan dan Penguatan Sistem Kesehatan Nasional (Kemenkes) Tanya Jawab Materi III: Rektor UNPAD: Prof. Dr. med. Tri Hanggono Achmad, dr. “Uji kompetensi nasional sebagai upaya mewujudkan pendidikan transformatif bagi pembangunan kesehatan berkelanjutan” Materi IV: LPUK NAKES: Riyani Wikaningrum, dr., DMM, M.Sc. (Ketua LPUK-Nakes) Pengembangan uji kompetensi nasional tenaga kesehatan dalam menjaga mutu lulusan tenaga kesehatan Indonesia.(LPUK) Tanya jawab
12.15-13.15
ISHOMA
13.15-13.45
Praktik baik dan Evaluasi hasil uji kompetensi bidang kedokteran: Yoyo Suhoyo (UGM) Praktik baik dan Evaluasi hasil uji kompetensi bidang Keperawatan (Ners): M. Hadi (Ketua AIPNI) Praktik baik dan Evaluasi hasil uji kompetensi bidang Keperawatan (Diploma III): Yupi Supartini (Ketua AIPViKI) Konsumsi mengawal coffeebreak Praktik baik dan Evaluasi hasil uji kompetensi bidang Kebidanan: Yetty L. Irawan Praktik baik dan Evaluasi hasil uji kompetensi bidang Apoteker: Nurul Falah (Ketua IAI) Praktik baik dan Evaluasi hasil uji kompetensi bidang Kesehatan Masyarakat: Fajar Ariyanti
09.45-10.15
10.15-10.45
10.45- 11.00 11.00-11.30
11.30-12.00
13.45-14.15 14.15-14.45 14.45-15.15 15.15-15.45 15.45-16.15 16.15-16.45
AGENDA
vi
Jumat, 10 Februari 2016 WAKTU AGENDA 07.30-08.00 REGISTRASI PESERTA 08.00-08.30 Oral presentasi di 5 ruangan workshop 08.30-11.30 Workshop I: Workshop II: Workshop III: Pengembang Pengembang Pengembangan an soal uji an soal uji uji kompetensi kompetensi kompetensi untuk untuk untuk penilaian sikap keterampilan penilaian klinik dalam pengetahuan bentuk OSCE
Narasumber :Yoyo Suhoyo (UGM) Moderator: Urip Rahayu. S,Kp., M.Kep
Narasumber : Moh. Ghozali (UNPAD) Moderator: Dr. Raden Tina Dewi., dr., Sp.OG
Narasumber : Ardi Findyartin (UI) Moderator: Etika Emaliyawati, S.Kep., Ners., M.Kep
11.30-13.30 ISHOMA 13.30-14.00 Oral presentasi di 5 ruangan workshop 14.00-17.00 Workshop VI: Workshop VII : Pemanfaatan IT Pemanfaatan hasil uji dalam pengolahan kompetensi sebagai bank soal penjaminan mutu pendidikan Narasumber : Narasumber : (Yulherina (LPUK-Nakes) Yuni Susanti (Unpad) Moderator: Ryan Hara Moderator: drg Permana S.Kep., Ners MN Emma Rahmawati., M.Kes 17.00-17.15 Penutupan
vii
Workshop IV: Penetapan kelulusan dengan metode Angoff dan Ebel
Narasumber : Beta Ahlam Gizela (UGM) Moderator: Ermiati., S.Kp., M.Kep., Sp.Mat )
Workshop VIII : Prinsip Penanganan peserta yanng tidak lulus Narasumber : Sarwo Bekti (UB) Moderator: Dr. Sri Adi Sumiwi MS., Apt)
Workshop V: Analisis soal dengan Classical Test Theory. Pameran kegiatan ujian dan alat peraga pendidikan tenaga kesehatan Narasumber : Dwi Agustian (UNPAD) Moderator: Achdiyani (FK)
Workshop IX : Pengembangan TUK CBT Ukom Perawat Narasumber Tim AIPNI Moderator: Ai Mardhiyah S.Kp., M.Kes
KATA SAMBUTAN KETUA PANITIA
Yang Terhormat, Menteri Riset Tehnologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. Yang Terhormat, Menteri Kesehatan Republik Indonesia Yang Terhormat, Rektor Universitas Padjadjaran, Yang Terhormat, Para Dekan di lingkungan Universitas Padjadjaran Yang Terhormat, Para Ketua Asosiasi Institusi Pendidikan dan Organisasi Profesi Kesehatan Yang Terhormat, Ketua dan anggota LPUK Nakes Yang Terhormat Para Pembicara Seminar dan Workshop Yang Terhormat Para Peserta Seminar Dan Workshop Serta rekan-rekan panitia yang saya banggakan Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya kita dapat berkumpul di Auditorium Rumah Sakit Pendidikan Universitas Padjadjaran ini dalam keadaan sehat walafiat dalam rangka kegiatan Seminar Nasional dan Lokakarya uji Kompetensi Tenaga Kesehatan dengan tema “Penguatan Sistem Uji Kompetensi Dalam Meningkatkan Kualitas Profesi Tenaga Kesehatan Untuk Memperkuat Daya Saing Bangsa Di Era Global”. Shalawat serta Salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad S.A.W, sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman. Aamiin. Hadirin yang saya hormati, Saya ucapkan selamat datang pada acara Seminar Nasional dan Lokakarya Uji Kompetensi Tenaga Kesehatan. Uji Kompetensi merupakan suatu instrumen untuk memastikan kualitas lulusan tenaga kesehatan telah memenuhi standar kompetensi. Tujuan awalnya diselenggarakan uji kompetensi ini selain sebagai peningkatan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas bagi masyarakat, juga sebagai tolak ukur keberhasilan pembelajaran yang dilalui oleh mahasiswa. Uji viii
kompetensi ini telah beberapa kali dilaksanakan, namun masih banyak masyarakat, peserta uji kompetensi dan institusi pendidikan yang belum terpapar dengan bagaimana uji kompetensi ini dikembangkan maupun metoda yang digunakan serta implikasinya bagi perbaikan proses pendidikan serta peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Seminar dan lokakarya ini diselenggarakan sebagai upaya mensosialisasikan hasil dari program pengembangan sistem dan metoda uji kompetensi bidang kesehatan yang telah berlangsung selama ini yang dilaksanakan oleh Lembaga Penyelenggara Uji Kompetensi Tenaga Kesehatan (LPUK-Nakes), asosiasi institusi pendidikan serta organisasi profesi bidang kesehatan yang menjadi anggota perkumpulan LPUK Nakes. Sehingga tujuan akhir dari kegiatan ini adalah meningkatkan pengetahuan akademisi, praktisi tenaga kesehatan, institusi pendidikan tenaga kesehatan dan seluruh stakeholders pendidikan tenaga kesehatan di Indonesia mengenai pentingnya pengembangan dan pelaksanaan uji kompetensi yang sistematis, terstandar dan dipraktikkan berdasarkan bukti terbaik (evidence best practice). Perlu saya sampaikan jumlah peserta yang mengikuti seminar kurang lebih 400 orang dan yang mengikuti workshop kurang lebih 300 orang yang berasal dari berbagai profesi kesehatan seperti kedokteran, kedokteran gigi, apoteker, perawat, bidan, kesehatan masyarakat dan gizi. Peserta yang hadir datang mewakili seluruh wilayah di Indonesia mulai dari provinsi Aceh sampai Papua. Saya ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada rekan-rekan panitia yang telah menyiapkan acara ini dengan sebaik-baiknya, para pembicara seminar dan workshop yang sudah berkenan membagi ilmunya, dan kepada para peserta yang hadir dalam kegiatan seminar dan workshop ini. Kami sebagai panitia penyelenggara mohon maaf apabila terdapat kekurangankekurangan dalam pelaksanaan kegiatan ini. Akhir kata, saya ucapkan selamat mengikuti rangkaian acara yang sudah disiapkan oleh panitia, semoga kegiatan ini memberikan sebesar besarnya manfaat pada kita semua dalam upaya meningkatan kualitas tenaga kesehatan. Wabillahi taufiq wal hidayah Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Bandung 9 Februari 2017 Ketua Panitia Semnas Ukom
Ermiati,S.Kp., M.Kep., Sp.Mat
ix
MATERI PEMBICARA PENGEMBANGAN SOAL UJI KOMPETENSI UNTUK KETERAMPILAN KLINIK DALAM BENTUK OSCE
Yoyo Suhoyo Universitas Gadjah Mada
OSCE adalah suatu metode untuk menguji kompetensi klinik secara obyektif dan terstruktur dalam bentuk putaran station dengan waktu tertentu. Pengembangan soal OSCE adalah langkah penting untuk menjaga validitas OSCE. Ada beberapa langkah dalam pengembangan soal OSCE yaitu pembuatan blueprint, penulisan, telaah dan pengelolaan bank soal. Blueprint merupakan gambaran penilaian yang akan dilakukan berdasarkan kompetensi yang harus dicapai. Penulisan soal OSCE ditujukan untuk memenuhi Blueprint OSCE dengan mengikuti panduan dan template penulisan soal yang telah ditetapkan. Telaah soal dilakukan untuk memeriksa kesesuaian antara item soal dengan template soal (teknis) dan blueprint (materi/content). Telaah teknis dilakukan agar tidak terjadi kesalahan saat item soal digunakan, seperti kesahalan penulisan, kesalahan interpretasi dan kesalahan alat perlengkapan yang digunakan. Telaah materi dilakukan untuk memeriksa kesesuaian antara item soal dengan kompetensi yang akan dicapai sehingga memerlukan peran pakar sesuai dengan kasus pada soal. Pengelolaan bank soal dilakukan untuk menjaga kesesuaian antara tuntutan kompetensi yang harus diujikan dalam standar kompetensi, kebutuhan sesuai blueprint soal setiap periode ujian, dan ketersediaan soal baik yang baru ditulis, sudah ditelaah maupun sudah digunakan. Dalam konteks uji kompetensi nasional, maka seluruh proses pengembangan soal melibatkan seluruh institusi pendidikan yang diatur dalam panduan pengembangan soal.
1
PENETAPAN KELULUSAN DENGAN METODE ANGOFF DAN EBEL Beta Ahlam Gizela Universitas Gadjah Mada
Uji kompetensi tenaga kesehatan menjadi amanat Undang-Undang untuk menjaga mutu lulusan pendidikan tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan yang kompeten menjadi salah satu faktor penting dalam sistem pelayanan kesehatan. Kompetensi minimal yang diharapkan dari tenaga kesehatan yang siap melayani masyarakat memiliki peran yang dominan. Perumusan standar kompetensi, harus diikuti dengan pemilihan metode uji kompetensi yang sesuai untuk menilai pencapaian kompetensi yang diharapkan. Uji kompetensi berfungsi sebagai tolok ukur dalam pembuatan keputusan layak tidaknya calon tenaga kesehatan memberikan pelayanan kesehatan. Penetapan kelulusan menjadi pintu akhir dari seluruh proses uji kompetensi. Makalah ini bertujuan untuk menjadi pertimbangan pemilihan metode yang sesuai dalam penentuan kelulusan uji kompetensi tenaga kesehatan. Makalah ini disusun dengan menggunakan penelusuran pustaka dan praktik baik pengalaman pelaksanaan standard setting yang telah dilakukan selama ini dalam uji kompetensi bidang kedokteran. Penentuan kelulusan uji kompetensi pada pendidikan berbasis kompetensi mengacu pada batas minimal komptenesi yang diharapkan dari peserta didik, tanpa mempertimbangkan proporsi peserta yang lulus test, atau dikenal dengan criterion referenced performance standard setting. Metode Angoff dan metode Ebel adalah dua di antara metode yang digunakan untuk penentuan nilai batas lulus criterion referenced performance standard setting. Kedua metode tersebut menggunakan judge untuk menilai satu per satu butir soal yang diujikan, menentukan tingkat kesulitan dan relevansi soal yang diujikan, berdasarkan pada tingkat kemampuan peserta ujian yang termasuk dalam kelompok borderline/minimally competent. Metode Angoff menetapkan penilaian tiap butir soal berdasarkan probabilitas peserta borderline untuk menjawab benar soal tersebut. Seluruh butir soal ditelaah satu per satu oleh para judge, kemudian dihitung rerata nilai batas minimal yang dihasilkan oleh seluruh judge untuk tiap butir soal. Langkah teakhir adalah menghitung rerata nilai batas lulus untuk seluruh paket soal yang dihitung berdasarkan rerata nilai batas minimal tiap butir soal. Metode Ebel menetapkan penilaian tiap butir soal dalam 2 tahap dan mengelompokkan tiap butir soal berdasarkan tingkat kesulitan dan tingkat kepentingan untuk ditanyakan dalam ujian. Para judge mengelompokkan tingkat kesulitan tiap butir soal ke dalam kelompok mudah, sedang, sulit, dan mengelompokkan tingkat kepentingan tiap butir soal ke dalam kelompok questionable, accaptable, important, essential. Pada akhir penilaian tiap butir soal kita akan mendapatkan 12 kategori soal. Dalam tiap kategori dihitung skor berdasarkan persentase penjawab benar dikalikan dengan jumlah butir soal 2
dalam kategori tersebut. Jumlah skor seluruh kategori digunakan sebagai nilai batas lulus. Metode Angoff dan metode Ebel sesuai untuk penetapan kelulusan uji kompetensi tenaga kesehatan di Indonesia yang harus memenuhi criterion referenced performance standard setting. Kata kunci: Nilai Batas Lulus – Kompeten – Tenaga kesehatan.
3
PENGEMBANGAN UJI KOMPETENSI UNTUK PENILAIAN SIKAP Ardi Findyartini Departemen Pendidikan Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Abstrak Seluruh profesi kesehatan di Indonesia memiliki tanggung jawab untuk bekerja sama demi menyediakan pelayanan kesehatan berkualitas. Oleh karena itu, proses pendidikan dan pelatihan yang dijalani perlu menjamin pencapaian kompetensi secara menyeluruh, baik kompetensi terkait pengetahuan, keterampilan dan sikap-perilaku. Setiap profesi perlu menjamin bahwa lulusan profesi memiliki kemampuan yang adekuat, dan mampu mengaplikasikan seluruh kemampuan itu secara tepat dan dengan cara yang baik. Hal lain yang perlu dijamin adalah bahwa setiap lulusan profesi siap menjalani tanggung jawab profesinya dengan baik. Ungkapan yang selama ini digunakan adalah memastikan bahwa lulusan pendidikan profesi kesehatan adalah ‘the right person doing the right thing right’. Uji kompetensi untuk penilaian pengetahuan dan keterampilan telah banyak dikembangkan dan diterapkan secara nasional untuk berbagai profesi kesehatan di Indonesia. Sementara itu, penilaian sikap dan perilaku dan penilaian berbagai atribut profesional selama proses pendidikan dan pada akhir proses pendidikan masih ditempatkan sebagai ‘penilaian tambahan’ yang belum diterapkan secara konsisten. Di samping asesmen terhadap pencapaian kompetensi pengetahuan dan keterampilan, semua pendidikan profesi kesehatan perlu menjamin pencapaian kompetensi sikap-perilaku dan profesionalisme setiap peserta didiknya. Aspek sikap-perilaku yang perlu dikembangkan ini mencakup aspek profesionalisme internal profesi masing-masing dan aspek profesionalisme antar profesi. Workshop ini akan mendiskusikan lebih lanjut pentingnya pengembangan sikap-perilaku peserta didik dalam pengembangan profesionalisme dalam pendidikan profesi kesehatan, berbagai atribut profesional profesi kesehatan, dan berbagai metode asesmen yang sesuai dengan tahap perkembangan sikap-perilaku dan profesionalisme. Pada dasarnya tidak ada metode asesmen yang sempurna dan dapat digunakan untuk penilaian berbagai aspek kompetensi. Sehingga dalam workshop ini akan didiskusikan pula proses perumusan cetak biru asesmen terhadap kompetensi terkait sikapperilaku dan profesionalisme. Secara keseluruhan, kompetensi sikap-perilaku memerlukan penilaian secara kontekstual, bersinambung, didasarkan atas observasi. Asesmen kompetensi sikap, perilaku dan profesionalisme terutama di tahap akhir pendidikan profesi, tidak terpisah dari asesmen pengetahuan dan keterampilan karena tahap ini umumnya memberikan kesempatan peserta didik pendidikan profesi kesehatan untuk belajar dan diuji dalam interaksi langsung dengan pasien di tatanan klinis yang sebenarnya. 4
PRESENTASI PAPER APLIKASI KURIKULUM TERINTEGRASI PADA MATA KULIAH PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN: PERLUKAH DIPERTAHANKAN? Ari Indra Susanti1, Rani Nurparidah2, Tina D. Judistiani3 1 Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat FK Unpad 2 Instruktur Klinik Prodi Kebidanan FK Unpad 3 Departemen Epidemiologi dan Biostatistik Email :
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak Kurikulum terintegrasi mempersiapkan calon bidan untuk menghadapi tantangan di masyarakat dengan membentuk pemikiran yang kritis, kreatif, inovatif dan aplikatif. Mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan membekali bidan untuk memiliki kompetensi nasionalisme dalam menghadapi tantangan di era pasar bebas. Prodi Kebidanan FK Unpad TA 2015/2016 telah menerapkan kurikulum terintegrasi dengan metode pembelajaran student center dan problem based. Menghadirkan secara panel para ahli dibidang pancasila dan kewarganegaraan untuk menganalisis kasus. Namun pada TA 2016/2017 kurikulum kembali berubah menjadi konvensional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara kurikulum terintegrasi dan konvensional pada mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan di Prodi Kebidanan FK Unpad. Desain penelitian analitik dengan metode potong lintang. Responden melibatkan 82 orang yaitu mahasiswa TA 2015/2016 dengan kurikulum terintegrasi dan mahasiswa TA 2016/2017 dengan kurikulum konvensional. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan total sampling. Pengambilan data menggunakan data sekunder berupa nilai mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan mahasiswa Prodi D4 Kebidanan FK Unpad TA 2015/2016 dan TA 2016/2017. Analisis data dilakukan secara bivariat. Hasil Penelitan ini didapatkan bahwa nilai mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan menunjukkan hasil lebih baik pada kurikulum terintegrasi (rerata 80,6 dan 87,9) dibandingkan dengan kurikulum konvensional (rerata 74,8 dan 78,1), dengan uji Mann Whitney perbedaan ini sangat bermakna (p 0,000). Simpulan penelitian ini bahwa kurikulum terintegrasi lebih baik dibandingkan dengan kurikulum konvensional pada mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan. Kata Kunci:, Kurikulum, Kewarganegaraan, Pancasila, Terintegrasi
5
PENDAHULUAN Pada situasi global seperti saat ini, dimana percepatan perubahan terjadi di segala sektor, terutama pada perubahan kebutuhan di dunia kerja. Terdapat perubahan persyaratan dalam menerima tenaga kerja, yaitu adanya persyaratan soft skills yang dominan disamping hard skillsnya. Sehingga kurikulum yang dikonsepkan lebih didasarkan pada rumusan kompetensi yang harus dicapai/ dimiliki oleh lulusan perguruan tinggi yang sesuai atau mendekati kompetensi yang dibutuhkan oleh masyarakat pemangku kepentingan/ stakeholders (competence based curriculum).1 Kurikulum berbasis kompetensi ini dikembangkan menjadi kurikulum terintegrasi dengan menggunakan konsep pembelajaran berupa model SPICES, yaitu Student-centered, Problem-based, Integrated, Community-based, Elective, dan Systematic. Student centered dengan metode pembelajaran Student Centerd Learning (SCL) yang berpusat kepada mahasiswa. Kemudian mahasiswa diberikan masalah atau kasus untuk dipecahkan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang dicapai. Materi pembelajaran diintegrasikan dengan berbagai topik yang dapat memecahkan masalah tersebut. Kasus yang diberikan sesuai dengan kasus yang sering terjadi di komunitas.2 Salah satu capaian pembelajaran dalam Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN DIKTI) tahun 2014, yaitu aspek pembangun jati diri bangsa tecermin dalam Pancasila dan UUD 1945. Untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut maka dibutuhkan kurikulum terintegrasi pada mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan sehingga diharapkan mahasiswa memiliki kemampuan dalam mengaplikasikan kaidah agama, nilai-nilai nasionalisme, sosial budaya,
yang
selaras dengan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam memberikan pelayanan kebidanan.3 Prodi D4 Kebidanan sudah menerapkan kurikulum terintegrasi mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan pada TA. 2014/2015 dan TA. 2015/2016 dengan model SPICES. Akan tetapi, pada TA. 2016/2017 Unpad menerapkan TPB (Tahapan Pembelajaran Bersama) dengan menggunakan metode SCL tetapi pada 6
pelaksanaannya terdapat kendala kekurangan dosen untuk mengajar Pancasila dan Kewarganegaraan sehingga menggunakan metode Konvensional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara kurikulum terintegrasi dan konvensional pada mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan di Prodi Kebidanan FK Unpad. Berdasarkan fenomena dan data di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian dengan judul “Aplikasi Kurikulum Terintegrasi pada Mata Kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan: Perlukah Dipertahankan?” METODE PENELITIAN Desain penelitian analitik dengan metode potong lintang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 di Prodi D4 Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Subjek dalam penelitian ini yaitu mahasiswa TA 2015/2016 dan mahasiswa TA 2016/2017 sebanyak 82 orang. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan total sampling. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah mahasiswa yang telah menyelesaikan pada semester 1. Sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah mahasiswa yang komponen nilainya (tugas, UTS, dan UAS) tidak lengkap pada Mata Kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan. Pengambilan data menggunakan data sekunder berupa nilai mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan mahasiswa Prodi D4 Kebidanan FK Unpad TA 2015/2016 dan TA 2016/2017. Analisis data dilakukan secara bivariat dengan menggunakan uji mann whitney untuk mengetahui perbandingan kurikulum terintegrasi dan konvensional pada mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan.
7
HASIL PENELITIAN Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kurikulum Terintegrasi dan Konvensional pada Mata Kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan Kurikulum Terintegrasi (n=44) Konvensional (n=38)
Mata Kuliah Pancasila Kewarganegaraan Mean SD Mean SD 80,65 3,68 87,93 7,29 87,93
3,49
78,16
4,10
Berdasarkan Tabel 1. didapatkan bahwa mata kuliah Kewarganegaraan dengan kurikulum terintegrasi mempunyai nilai rerata terbesar, yaitu 87,93 dan mata kuliah Pancasila dengan kurikulum terintegrasi mempunyai standar deviasi terbesar, yaitu 7,29. Tabel 2. Hasil Belajar antara Kurikulum Terintegrasi dan Konvensional pada Mata Kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan Kurikulum Terintegrasi Konvensional Ket: Uji Mann Whitney
Mata Kuliah Pancasila Kewarganegaraan 80,65 87,93 87,93 78,16
Nilai p 0,000 0,000
Berdasarkan tabel 2. didapatkan bahwa hasil belajar antara kurikulum terintegrasi dan konvensional pada mata kuliah Pancasila dan kewarganegaraan dengan nilai p=0,000. PEMBAHASAN Berdasarkan Tabel 1. didapatkan bahwa mata kuliah Kewarganegaraan dengan kurikulum terintegrasi mempunyai nilai rerata terbesar, yaitu 87,93 dan mata kuliah Pancasila dengan kurikulum terintegrasi mempunyai standar deviasi terbesar, yaitu 7,29. Salah satu program kurikulum inti program diploma adalah mata kuliah Pancasila
dan
Kewarganegaraan
merupakan 8
kelompok
Mata
Kuliah
Pengembangan Kepribadian (MPK). MPK yaitu kelompok bahan kajian dan pelajaran untuk mengembangkan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap, dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut maka dibutuhkan kurikulum terintegrasi berupa seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar - mengajar di perguruan tinggi.4 Berbeda halnya dengan kurikulum konvensional yaitu pada saat kuliah dengan mendengarkan ceramah, mahasiswa akan kesulitan untuk mengikuti atau menangkap makna esensi materi pembelajaran, sehingga kegiatannya sebatas membuat catatan yang kebenarannya diragukan. Pola proses pembelajaran dosen aktif dengan mahasiswa pasif ini efektivitasnya rendah dan tidak dapat menumbuhkembangkan proses partisipasi aktif dalam pembelajaran.5 Berdasarkan tabel 2. didapatkan bahwa hasil belajar antara kurikulum terintegrasi dan konvensional pada mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan dengan nilai p=0,000. Perubahan
kurikulum
konvensional
menjadi kurikuum
terintegasi
disebabkan adanya pergeseran paradigma, yaitu paradigma dalam cara kita memandang pengetahuan, paradigma belajar dan pembelajaran itu sendiri. Kurikulum konvensional memiliki paradigma lama
yang memandang
pengetahuan sebagai sesuatu yang sudah jadi, yang tinggal dipindahkan ke orang lain/mahasiswa dengan istilah transfer of knowledge. Selain itu paradigma lama bahwa belajar adalah menerima pengetahuan, pasif, karena pengetahuan yang telah dianggap jadi tadi tinggal dipindahkan ke mahasiswa dari dosen, akibatnya bentuknya berupa penyampaian materi (ceramah). Dosen sebagai pemilik dan pemberi pengetahuan, mahasiswa sebagai penerima pengetahuan, kegiatan ini sering dinamakan pengajaran. Sedangkan kurikulum terintegrasi memiliki 9
paradigma baru, bahwa pengetahuan adalah sebuah hasil konstruksi atau bentukan dari orang yang belajar. Sehingga belajar adalah sebuah proses mencari dan membentuk/ mengkonstruksi pengetahuan, jadi bersifat aktif, dan spesifik caranya.1 Menurut International Confederation of Midwives (ICM) di Netherlands bahwa pembelajaran pendidikan bidan berbasis kompetensi yang mengharuskan peserta didik dapat melakukan kompetensi yang dibutuhkan untuk praktik kebidanan.
Untuk
mencapai
tujuan
tersebut
maka
digunakan
metode
pembelajaran Problem Based Learning (PBL).6 Oleh karena itu, kurikulum terintegrasi pada mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan dengan menghadirkan secara panel para ahli dibidang pancasila dan kewarganegaraan untuk menganalisis kasus pelayanan kebidanan. Keterbatasan penelitian ini karena menggunakan metode potong lintang dan simpulan dalam penelitian ini bahwa kurikulum terintegrasi lebih baik dibandingkan dengan kurikulum konvensional pada mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan. DAFTAR PUSTAKA 1. Direktorat Akademik. Buku Panduan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Tinggi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi; 2008. 2. Harden R.M, The Integration ladder: a tool for curriculum planning and evaluation, medical education: 2000; 34:551. 3. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Panduan Penyusunan Capaian Pembelajaran Lulusan Program Studi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta; 2014. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan.Jakarta: Presiden RI; 2015. 5. Wahyuni A, Ulfah M, Warneri. Perbedaan penerapan model pembelajaran berbasis portofolio dengan metode pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar ekonomi (Skripsi). Pontianak: Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP Untan; 2013. 6. International Confederance of Midwifery (ICM) Council. Model Curriculum Outlines for Professional Education Midwifery. The Netherlands: ICM; 2011.
10
EFEKTIFITAS STRATEGI PEMBELAJARAN MURDER TERHADAP HASIL BELAJAR ASKEB I MAHASISWA KEBIDANAN DI STIKIM
1Ella
Nurlelawati, 2Asmaurika Pramuwidya3Kursih Sulastriningsih 1 Ka STIKes Bhakti Pertiwi Indonesia 2Mahasiswa Program Studi DIV Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju 3. Dosen STIKes Bhakti Pertiwi Indonesia
[email protected] [email protected] Abstrak Strategi pembelajaran MURDER merupakan suatu strategi pembelajaran kooperatif yang terdiri dari Mood (Suasana Hati), Understand (Pemahaman), Recall (Pengulangan), Digest (Penelaahan), Expand (Pengembangan), dan Review (Pelajari Kembali) yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif mahasiswa. Hasil observasi lapangan di STIKIM didapatkan sebanyak 4 mahasiswa dari 6 mahasiswa semester IV dan 6 mahasiswa dari 8 mahasiswa semester II masih belum memahami dengan benar materi-materi yang terdapat pada mata kuliah Askeb I. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektifitas strategi pembelajaran MURDER terhadap hasil belajar mata kuliah Askeb I mahasiswa kebidanan semester II di STIKIM tahun 2013. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan pretest-posttest control grup design. Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa kebidanan semester II, sampel penelitian adalah seluruh mahasiswa kebidanan semester II yang berjumlah 34 orang. Data dianalisis dengan menggunakan program SPSS for windows versi 18.00 dengan uji t-test dan disajikan dalam bentuk tabel. Penelitian menunjukkan rata-rata hasil pre-test dan post-test mahasiswa dengan strategi pembelajaran MURDER (eksperimen) 20.00 dengan P=0,000, hasil pre-test dan post-test pada kelompok kontrol 1,765 dengan P=0,188 dan post-test antara kelompok MURDER dan kontrol adalah P=0,000. Hal ini berarti tidak ada perbedaan hasil belajar pada kelompok kontrol, dan terdapat perbedaan hasil belajar pada kelompok MURDER. Terdapat perbedaan hasil post-test pada kelompoMURDER dan kontrol yang berarti hasil belajar kelompok MURDER lebih baik daripada kelompok kontrol. Dengan demikian penggunaan strategi pembelajaran MURDER lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah Askeb I. Kata Kunci
: Efektifitas, Strategi Pembelajaran MURDER, Hasil Belajar 11
Abstract MURDER learning strategy is an kooperatif learning strategy that consists of Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review. This strategy can increase student cognitive ability.According to observation result in STIKIM, there are 4 of 6 student in sixth semester and 6 of 8 student in second semester still don’t understand about lesson in Askeb I. The aim of this study is to investigate the effectivity of MURDER learning strategy toward the Askeb I subject result by second semester of midwifery student in STIKIM 2013. This study used experimental research with pretest-posttest control grup design. The population of this study are second semester of midwifery student in STIKIM. The sample of this study are all second semester of midwifery student in STIKIM about 34 students. The data will be analyzed by using SPSS program for windows version 18.00 with t-test and presented in the table form. This study shows that the average of student pre-test and post-test result using MURDER strategy is 20.00 with P=0,000, pre-test and post-test result at control group is 1,765 with P=0,188 and post-test of both of them are P=0,000. T-test results show that there is any difference results in control group, and there is difference results in MURDER group. There are difference result in post-test of both of group meaning that learning result of MURDER group is better than control group. So, we can conclude that MURDER learning strategy is more effective to increase the student study result for Askeb I.
Key Word : Effectivity, MURDER Learning Strategy, Learning Result
PENDAHULUAN Pendidikan secara harfiah dapat diartikan sebagai suatu proses dan hasil. Pendidikan (education) adalah suatu usaha untuk melayani manusia dalam hubungannya dengan manusia lain secara terus-menerus tanpa henti dalam kehidupan manusia yang efektif (Crow and Crow, 1948:3). Sedangkan pendidikan secara umum merupakan suatu proses pendewasaan dari suatu individu melalui pengalaman hidupnya masing-masing dimana individu tersebut melakukan berbagai macam aktifitas yang dinamakan dengan pengalaman atau belajar itu dimulai dari berpikir, bergerak, merasa, berbicara, dan lain sebagainya. Melalui 12
upaya pendidikan, manusia distimulasi untuk dapat berpikir, menghargai, dan berbuat. Agar manusia dapat berpikir dan berbuat serta menghargai yang berkualitas, maka manusia dituntut untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi.1 Pendidikan merupakan suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi yang ada pada dirinya, kepribadian, kecerdasan, dan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara (UU SPN Pasal 1 ayat 1). Suatu proses pembelajaran harus berlangsung dengan baik dan kondusif sebagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran di kelas atau ruang kuliah yang membutuhkan pendidik (guru/dosen) yang profesional dibidangnya. Dalam mewujudkan profesional guru atau dosen sangat diperlukan sikap kreatifitas, inovatif yang selalu berorientasi pada memperbaiki dan meningkatkan mutu proses pembelajaran di kelas.2 Belajar merupakan suatu proses kejiwaan atau suatu peristiwa pribadi atau personal yang terjadi di dalam diri setiap individu. Proses belajar itu sendiri, apabila dapat dilakukan dengan baik, maka kelak akan memberikan hasil, yang biasa kita sebut dengan ‘hasil belajar’. Hasil belajar itu tidak akan bisa kita capai jika dalam diri kita sendiri tidak terjadi suatu proses belajar. Jadi, kita tidak usah heran apabila kita merasa tidak mencapai apa-apa jika memang dalam diri kita tidak pernah terjadi proses belajar tersebut. Kalau proses itu berlangsung kurang mantap, hasilnya pun tidak akan memuaskan.3 Kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Belajar mempunyai keuntungan baik bagi individu maupun bagi masyarakat. Bagi individu, kemampuan untuk belajar secara terus-menerus akan memberikan kontribusi terhadap pengembangan kualitas hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat, belajar mempunyai peranan yang penting dalam mentransmisikan budaya dan pengetahuan dari generasi ke generasi.4 13
Dalam pengembangan aspek-aspek pendidikan diwujudkan dengan diberlakukannya kurikulum pendidikan dimana guru atau dosen berpengaruh dalam menentukan keberhasilan proses pembelajaran itu sendiri, akan tetapi tidak mendominasi di dalam proses pembelajaran tersebut. Guru atau dosen berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa untuk dapat aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran, sebagai motivator yang mampu memberikan motivasi kepada siswanya untuk dapat terus menggali potensi yang mereka miliki, sebagai pembimbing yang mampu membimbing siswa baik secara akademik maupun sosial, serta sebagai elevator yang mampu memberikan petunjuk dan arahan terhadap permasalahan yang dihadapi siswa. Berkaitan dengan kurikulum tersebut, diharapkan proses pembelajaran yang masih berpusat pada guru
atau dosen (teacher center) dapat diubah
menjadi proses pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center), agar siswa tidak pasif dan menjadi lebih aktif di dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, seorang guru atau dosen diharapkan mampu untuk menentukan dan memilih strategi pembelajaran yang tepat dimana strategi tersebut dapat membuat peserta didik menjadi lebih aktif. Penggunaan strategi pembelajaran yang kurang tepat dapat menyebabkan siswa menjadi bosan sehingga partisipasi siswa dalam proses pembelajaran kurang.5 Untuk itu perlu dipahami, strategi belajar yang salah dan terus ditajamkan, akan mempengaruhi struktur otak, yang pada akhirnya mempengaruhi cara seseorang beperilaku. Jadi, belajar dihasilkan dari pengalaman dan lingkungan. Dimana terjadi hubungan antara stimulus-stimulus dan respon-respon. Hal ini memberi makna bahwa belajar adalah proses aktif individu dalam membangun pengetahuan dan pencapaian tertentu. Artinya, diperlukan sebuah pendekatan belajar yang lebih memberdayakan siswa. Proses belajar tidak hanya tergantung pada orang lain. Akan tetapi sangat tergantung pada individu yang belajar (student centered). Kesulitan belajar ini sering terjadi pada mahasiswa yang baru duduk di bangku perguruan tinggi, karena mahasiswa tersebut mulai beradaptasi 14
dengan metode pembelajaran baru dengan pendekatan student centered, dimana mahasiswa dituntut aktif dalam proses belajar mengajar (Syaiful, 2009).5 Robinson (1970) dan Fox (1962) menunjukkan bahwa kebanyakan metode membaca buku teks atau buku panduan yang digunakan mahasiswa terlalu pasif. Dalam hal ini, mahasiswa hanya sekedar membaca bab-bab buku tersebut, kemudian
menutup
bukunya
kembali
atau
mereka
membaca
sambil
menggarisbawahi secara sepintas. Dengan cara tersebut, seperti yang dikatakan Calhoun dan Acocella (1990) mahasiswa yang menggunakan metode membaca seperti itu, bagaikan orang yang melamun dan membiarkan bacaan tersebut masuk ke dalam pikirannya dan lebih banyak juga bahan yang dibacanya itu keluar begitu saja dari pikirannya.3 Kata “strategi” berasal dari bahasa Yunani yaitu rencana atau suatu tindakan yang terdiri dari seperangkat langkah yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah atau mencapai tujuan yang diinginkan (Reber, 1988). Michael J. Lawson (1991) mengartikan strategi sebagai suatu prosedur mental yang dapat berbentuk tatanan langkah dengan menggunakan upaya ranah cipta untuk mencapai tujuan tertentu atau tujuan yang ingin dicapainya.7 Dalam dunia pendidikan dan pengajaran modern terdapat cukup banyak strategi-strategi pembelajaran yang khusus dirancang untuk mengajar dengan materi-materi tertentu sehingga dapat mencapai kecakapan yang diinginkan oleh guru atau dosen. Diantara strategi-strategi pembelajaran tersebut salah satunya adalah strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) yang dapat diartikan sebagai Mood (Suasana hati), Understand (Pemahaman),
Recall
(Pengulangan),
Digest
(Penelaahan),
Expand
(Pengembangan), dan Review (Mengulang kembali) yang dikembangkan oleh Hythecker, Dansereau dan Rocklin (Dasilva I, 2006:187). Teknik ini dihasilkan oleh perspektif psikologi kognitif.8,9
15
Ada enam langkah yang digunakan dalam teknik strategi pembelajaran MURDER, yaitu mengatur suasana hati, membaca untuk memahami bacaan, mengingat, menemukan kesalahan, menghubungkan dengan pengalaman, dan mengulang
kembali.
Kelebihan
strategi
pembelajaran
MURDER
(Mood,
Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) adalah dapat memperkuat pemahaman
karena
siswa
harus
menjelaskan,
memperluas,
mencatat
menghubungkan ide-ide utama dengan pengalaman yang didapat. Dalam hal ini, keterampilan dalam memproses suatu informasi yang didapat lebih diutamakan.9 Pemprosesan dari suatu informasi yang didapat, menuntut keterlibatan metakognisi-berpikir dan membuat keputusan berdasarkan pemikiran individu tersebut.
Selain
itu,
langkah
’menghubungkan
dengan
pengalaman’
memungkinkan siswa untuk menghubungkan informasi-informasi yang cukup penting dengan pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa tersebut sebelumnya.10 Strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) merupakan strategi yang dapat membuat siswa aktif dan mandiri dalam memahami materi pelajaran yang mereka pelajari terutama materi yang dianggap sulit oleh mahasiswa tersebut. Salah satu mata kuliah yang dianggap sulit untuk dipahami oleh mahasiswa Kebidanan khususnya mahasiswa semester II adalah mata kuliah Asuhan Kebidanan I (Askeb I). Berdasarkan hasil observasi di lapangan sebanyak 4 mahasiswa dari 6 mahasiswa semester IV dan 6 mahasiswa dari 8 mahasiswa semester II masih belum memahami dengan benar materi-materi yang terdapat pada mata kuliah Asuhan Kebidanan I (Askeb I) khususnya pada materi perubahan anatomi dan adaptasi fisiologis pada ibu hamil trimester I, II, III serta perubahan dan adaptasi psikologis dalam masa kehamilan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) terhadap hasil belajar mata kuliah Asuha Kebidanan I (Askeb I) mahasiswa kebidanan semester II di STIKIM tahun 2013. 16
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen dengan pretestposttest control group design11 yaitu dengan melakukan pre-test dan post-test pada kelas atau kelompok belajar yang menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) sebagai kelompok eksperimen dan tanpa menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) sebagai kelompok pembanding atau kelompok kontrol. Sehingga terdapat dua kelompok dalam penelitian ini. Dilakukan pre-test dan post-test pada kelompok eksperimen atau kelompok
yang
menggunakan
strategi
pembelajaran
MURDER
(Mood,
Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) dan kelompok kontrol atau kelompok yang tanpa menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) adalah untuk menjamin komparabilitas antara kedua kelompok tersebut serta untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan mereka (mahasiswa) pada masing-masing kelompok tentang materi-materi pada mata kuliah Asuhan Kebidanan I (Askeb I) dan kemudian dilakukan penelitian secara statistik. Penelitian mengenai strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) ini dilaksanakan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju (STIKIM) Jakarta pada bulan April-Mei 2013. Populasi merupakan suatu wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang kemudian ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. 11 Populasi dalam penelitian mengenai strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) ini adalah mahasiswa kebidanan semester II Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju tahun 2013.
17
Sampel merupakan bagian atau wakil dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut untuk diteliti.12 Adapun sampel dalam penelitian mengenai strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) ini adalah seluruh mahasiswa kebidanan semester II Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju tahun 2013 yang berjumlah 34 orang. Dalam penelitian mengenai strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) ini, peneliti menggunakan data primer yaitu menggunakan data dari hasil pre-test dan post-test pada kelompok eksperimen atau kelompok yang menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) dan kelompok kontrol atau kelompok yang tanpa menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) pada materi mata kuliah Asuhan Kebidanan I (Askeb I). Peneliti menggunakan soal pre-test dan post-test pada kelompok eksperimen atau kelompok yang menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) dan kelompok kontrol atau kelompok yang tanpa menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) pada materi mata kuliah Asuhan Kebidanan I (Askeb I) sebagai instrumen dalam penelitian. Untuk dapat mengetahui sejauh mana tingkat efektifitas dari penerapan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) pada mata kuliah Asuhan Kebidanan I (Askeb I) dari hasil belajar pada waktu yang berbeda, maka peneliti melakukan beberapa langkah dalam melaksanakan penelitian ini. Adapun langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam penelitian strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) ini yaitu: Langkah yang pertama kali dilakukan peneliti adalah dengan menetapkan kelompok mana yang akan dijadikan kelompok eksperimen dan kelompok mana 18
yang akan dijadikan kelompok kontrol yang dilakukan secara acak. Kelompok yang menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) ditetapkan peneliti sebagai kelompok eksperimen sedangkan kelompok pembanding (kelompok kontrol) atau kelompok yang tanpa menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) ditetapkan peneliti sebagai kelompok kontrol. Langkah kedua yang dilakukan peneliti selanjutnya yaitu dengan memberikan materi mata kuliah Asuhan Kebidanan I (Askeb I) pada mahasiswa. Pemberian materi ini diberikan oleh peneliti kepada masing-masing kelompok tersebut, baik kelompok eksperimen atau kelompok yang menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) maupun kelompok kontrol atau kelompok yang tanpa menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review). Langkah selanjutnya atau langkah ketiga yaitu dengan memberikan soal pre-test pada kedua kelompok tersebut yaitu kelompok eksperimen atau kelompok yang menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) dan kelompok kontrol atau kelompok yang tanpa menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) yang dimana tujuannya adalah agar peneliti dapat mengetahui pengetahuan dan kemampuan awal mahasiswa tersebut sebelum diberikan perlakuan, dalam hal ini diberikan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review). Langkah keempat yang dilakukan selanjutnya yaitu dengan memberikan perlakuan terhadap kelompok eksperimen dengan menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review). Langkah kelima atau langkah terakhir dalam penelitian ini yaitu dengan memberikan post-test untuk kedua kelompok penelitian yaitu kelompok eksperimen atau kelompok yang menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) dan kelompok kontrol 19
atau kelompok yang tanpa menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) dengan tujuan untuk dapat melihat sejauh mana pengetahuan mereka (mahasiswa) tentang materi-materi pada mata kuliah Asuhan Kebidanan I (Askeb I) setelah diberikan perlakuan. Pengolahan data dilakukan oleh peneliti setelah pengumpulan data selesai dilakukan dan kemudian data tersebut akan diolah lebih lanjut dengan cara menggunakan Program Statistic Product For Social and Science (SPSS) versi 18.0. Setelah data yang diperlukan dalam penelitian strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) ini telah terkumpul semua, maka dilakukan tahap selanjutnya yaitu tahap pengolahan data. Tahap-tahap yang dilakukan dalam proses pengolahan data yaitu sebagai berikut: 1) Editing atau penyuntingan data adalah kegiatan yang dilakukan peneliti untuk melakukan pengecekan isian formulir atau daftar soal apakah jawaban yang ada di daftar soal sudah lengkap, jelas, relevan, dan konsekuen, jika ternyata masih ada data yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut maka tidak dilakukan pengolahan data. Pada penelitian ini, peneliti mengecek ulang semua lembar jawaban yang dikumpulkan oleh mahasiswa dan memastikan bahwa mahasiswa tersebut sudah mengisi semua jawaban pertanyaan penelitian pada lembar jawaban yang telah disediakan, 2) Coding atau membuat lembaran kode yaitu kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka atau bilangan. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan nilai murni dari mahasiswa dan memberikan coding pada group atau kelompok dengan ketentuan: coding 1 apabila mahasiswa tersebut menggunakan strategi pembelajaran MURDER atau kelompok eksperimen dan memberikan coding 2 apabila mahasiswa tersebut tidak menggunakan strategi pembelajaran MURDER atau kelompok kontrol, 3) Proccessing atau pemrosesan data yaitu pemrosesan yang dilakukan dengan cara mengentri data dari daftar soal ke komputer dengan paket program komputer, salah satu paketnya adalah SPSS. Setelah dilakukan coding, peneliti kemudian mengentri semua data yang telah didapatkan pada saat 20
penelitian, yaitu dengan mengentri semua nilai murni yang didapat mahasiswa berikut kelompoknya yang telah di coding tersebut, 4) Cleaning atau pembersihan data yaitu kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientri apakah ada kesalahan atau tidak. Setelah data dikumpulkan dan diolah, langkah selanjutnya yang dilakukan yaitu melakukan analisis data. Data ini akan dianalisis secara univariat dan bivariat. Analisis univariat dilakukan oleh peneliti untuk melihat frekuensi dari variabel dependen dan variabel independen dalam penelitian yang dilakukan. Dimana akan dibuat tabel distribusi frekuensi dari semua sebaran variabel yang terdapat dalam penelitian strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) ini. Bentuk dari analisis univariat itu sendiri tergantung dari jenis data dari penelitian yang dilakukan. Untuk data penelitian yang bersifat numerik maka dapat digunakan nilai mean atau rata-rata, median, dan standar deviasi dari data penelitian tersebut. Analisis bivariat dalam penelitian dilaksanakan untuk menguji apakah hipotesa penelitian tersebut ditolak atau gagal ditolak. Analisis pada penelitian strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) ini dilakukan terhadap nilai mean antara hasil pre-test dan post-test pada kelompok eksperimen atau kelompok yang menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) dan kelompok kontrol atau kelompok yang tanpa menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review). Uji statistik yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji t- test yaitu menggunakan
uji
t-dependen
atau
uji
paired
samples
t-test
untuk
membandingkan antara kedua kelompok penelitian yang mempunyai subjek yang sama dan uji t-independen atau uji independent samples t-test untuk membandingkan antara kedua kelompok yang mempunyai subjek yang tidak sama atau berbeda. Pengujian ini menggunakan komputerisasi.13
21
Untuk dapat melihat perbedaan nilai antara hasil pre-test dan post-test dari masing-masing kelompok digunakan uji t-dependen atau uji paired samples ttest yang menghasilkan nilai P yang dapat dilihat pada kolom sig (2-tailed). Pengujian ini menggunakan tingkat kemaknaan () = 0,05, Ho ditolak jika P Value < 0,05 maka secara signifikan ada perbedaan nilai antara hasil pre-test dengan hasil post-test pada kelompok penelitian tersebut dan apabila P Value > 0,05 berarti tidak ada perbedaan nilai antara hasil pre-test dengan hasil post-test pada penelitian tersebut yang dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Ho gagal ditolak. Untuk melihat perbedaan nilai antara hasil post-test dari kedua kelompok dalam penelitian tersebut maka digunakan uji independent samples
t-independen atau uji
t-test yang menghasilkan nilai P yang dapat dilihat pada
kolom sig (2-tailed). Pengujian ini menggunakan tingkat kemaknaan () = 0,05, Ho ditolak jika P Value < 0,05 maka secara signifikan ada perbedaan nilai antara hasil post-test antara kedua kelompok dalam penelitian tersebut dan apabila P Value > 0,05 berarti tidak ada perbedaan nilai antara hasil post-test antara kedua kelompok dalam penelitian tersebut atau bisa dikatakan bahwa Ho gagal ditolak. Uji t inilah yang akan memberikan kesimpulan apakah strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) efektif untuk peningkatan hasil belajar pada mata kuliah Asuhan Kebidanan I (Askeb I). HASIL PENELITIAN Adapun beberapa ketebatasan yang ditemukan peneliti pada saat melakukan penelitian mengenai strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) ini yaitu keterbatasan waktu penelitian atau kurangnya waktu dalam melakukan penelitian mengenai strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review). Hal ini dikarenakan untuk dapat menerapkan suatu strategi pembelajaran dalam proses belajar mengajar diperlukan waktu yang cukup lama agar mahasiswa tersebut benar-benar dapat menerapkan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) yang masih asing atau baru 22
diketahui dan diterima oleh mahasiswa tersebut, sehingga semakin banyak waktu yang digunakan untuk menerapkan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) maka semakin efektif strategi pembelajaran tersebut dalam meningkatkan hasil belajar mahasiswa yang dalam hal ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah Asuhan Kebidanan I (Askeb I). Keterbatasan lainnya yang ditemukan peneliti dalam penelitian strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) yaitu peneliti terkadang mendapatkan kesulitan pada saat membuat mood atau suasana hati mahasiswa menjadi lebih baik pada saat peneliti akan menerapkan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) sehingga mahasiswa lebih mudah menerima pelajaran mata kuliah Asuhan Kebidanan I (Askeb I) karena mood atau suasana hati merupakan langkah awal dari penerapan strategi pembelajaran ini. Kesulitan dalam membuat mood atau suasana hati mahasiswa ini dapat dikarenakan penerapan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) ini lebih sering dilakukan pada saat jam-jam kosong di kampus atau dilakukan diluar jam belajar mahasiswa dimana peneliti mendapatkan kesempatan untuk menerapkan strategi pembelajaran ini pada siang atau sore hari dan terkadang mahasiswa sudah merasa capek dan kurang bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga peneliti perlu melakukan usaha yang lebih ekstra agar dapat membangkitkan suasana hati dan semangat belajar mahasiswa. Setelah peneliti selesai melakukan penelitian, data yang diperoleh oleh peneliti kemudian diolah secara univariat dan bivariat. Hasil penelitian tersebut disajikan dengan menggunakan tabel sebagai berikut:
23
Tabel 1. Distribusi Nilai Hasil Pre-test dan Post-test Kelompok Eksperimen (Menggunakan Strategi Pembelajaran MURDER) pada Mata Kuliah Askeb I Hasil Belajar
Ratarata 68,53 88,53
N
17 Pre-test 17 Post-test Sumber : Hasil olah data komputerisasi
Standar Deviasi 14,659 7,238
Berdasarkan pada tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa hasil analisis terhadap 17 orang responden mahasiswa kebidanan, diperoleh bahwa hasil nilai rata-rata pre-test mahasiswa sebesar 68,53 dan hasil nilai post-test mahasiswa sebesar 88,53. Dapat dilihat bahwa nilai rata-rata post-test mahasiswa mengalami kenaikan nilai yang cukup besar jika dibandingkan dengan nilai ratarata pre-testnya. Dari tabel 2, hasil analisis terhadap 17 orang responden mahasiswa kebidanan, diperoleh bahwa hasil rata-rata pre-test sebesar 66,76 dan post-test sebesar 65,00. Dapat dilihat bahwa nilai rata-rata post-test mahasiswa tidak mengalami kenaikan bahkan nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata pre-testnya.
Tabel 2. Distribusi Nilai Hasil Pre-test dan Post-test Kelompok Kontrol (Tanpa Menggunakan Strategi Pembelajaran MURDER) pada Mata Kuliah Askeb I Hasil Belajar
N
Standar Deviasi 13,913
Rata-rata
1 66,76 7 1 65,00 Post-test 7 Sumber : Hasil olah data komputerisasi Pre-test
13,229
24
Tabel 3. Perbedaan Hasil Pre-test dan Post-test Kelompok Eksperimen (Menggunakan Strategi Pembelajaran MURDER) pada Mata Kuliah Askeb I Hasil N Mean Belajar 20,00 Pre test17 0 Post test Sumber : Hasil olah data komputerisasi
P value
SD 12,99 0
0,000
Dari tabel 3 diatas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata pre-test dan posttest pada kelompok eksperimen yaitu kelompok yang menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) adalah 20,000 dengan standar deviasi 12,990. Hasil uji statistik diketahui bahwa nilai P=0,000, dimana P<0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara nilai pre-test dan post-test pada kelompok eksperimen atau kelompok yang menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review).
Tabel 4. Perbedaan Hasil Pre-test dan Post-test Kelompok Kontrol (Tanpa Menggunakan Strategi Pembelajaran MURDER) pada Mata Kuliah Askeb I Hasil Belajar N Mean Pre test-Post 17 -1,765 test Sumber : Hasil olah data komputerisasi
SD
P value
5,286
0,188
Berdasarkan pada tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata pre test dan post test mahasiswa kebidanan pada kelompok kontrol atau kelompok tanpa menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) adalah 1,765 dengan standar deviasi 5,286. Hasil uji statistik diketahui bahwa nilai P=0,188, dimana P>0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara nilai pre-test dan post-test pada kelompok kontrol atau kelompok tanpa menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review). 25
Tabel 5. Perbedaan Hasil Post-test Kelompok Eksperimen (Menggunakan Strategi Pembelajaran MURDER) dan Post-test Kelompok Kontrol (Tanpa Menggunakan Strategi Pembelajaran MURDER) pada Mata Kuliah Askeb I Hasil Belajar
N
Mean
Mean Difference
Std.Error Difference
P value
Post test EksperimenPost test Kontrol
34
88,5365,00
23,529
3,657
0,000
Sumber : Hasil olah data komputerisasi Berdasarkan pada tabel 5 diatas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata posttest mahasiswa kebidanan pada kelompok eksperimen yaitu kelompok yang menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) adalah 88,53 dan
nilai rata-rata post-test mahasiswa
kebidanan pada kelompok kontrol yaitu kelompok yang tanpa menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) adalah 65,00 dimana nilai rata-rata kelompok eksperimen atau kelompok yang menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) memiliki nilai mean yang lebih besar daripada kelompok kontrol atau kelompok tanpa menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) sehingga dapat dinyatakan bahwa perlakuan yang diberikan kepada mahasiswa kebidanan semester II dalam bentuk strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) pada mata kuliah Asuhan Kebidanan I (Askeb I) efektif dengan perbedaan nilai mean atau rata-rata sebesar 23,529. Hasil uji statistik diketahui bahwa nilai P=0,000, dimana P<0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan nilai post-test hasil belajar mata kuliah Asuhan Kebidanan I (Askeb I) pada mahasiswa kebidanan semester II antara kelompok eksperimen yaitu kelompok yang menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) dan kelompok kontrol yaitu kelompok yang tanpa menggunakan strategi pembelajaran 26
MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) dimana nilai hasil belajar kelompok eksperimen lebih baik daripada nilai hasil belajar kelompok kontrol. PEMBAHASAN Perbedaan Hasil Belajar Dari hasil analisis bivariat yang telah dilakukan peneliti diketahui bahwa nilai mean (rata-rata) antara hasil pre-test dan post-test mahasiswa pada kelompok eksperimen yaitu kelompok yang menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) adalah 20,000 dengan standar deviasinya 12,990. Hasil uji statistik diketahui bahwa nilai P=0,000 dimana P<0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara hasil pre-test dan post-test mahasiswa kebidanan pada kelompok eksperimen yaitu kelompok yang menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) dimana nilai post-test mahsiswa mengalami kenaikan yang cukup besar yaitu 20,000 jika dibandingkan dengan nilai pre-test. Sedangkan nilai mean antara hasil pre-test dan post-test mahasiswa pada kelompok
kontrol
yaitu
kelompok
yang
tanpa
menggunakan
strategi
pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) adalah -1,765 dengan standar deviasinya 5,286. Hasil uji statistik diketahui bahwa nilai P=0,188 dimana P>0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara hasil pre-test dan post-test mahasiswa kebidanan pada kelompok
kontrol
yaitu
kelompok
yang
tanpa
menggunakan
strategi
pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review). Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai mean pre-test dan post-test kelompok eksperimen atau kelompok yang menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) lebih baik daripada kelompok
kontrol
atau
kelompok
yang
27
tanpa
menggunakan
strategi
pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) pada Mata Kuliah Asuhan Kebidanan I (Askeb I). Pada uji analisis bivariat hasil post-test kelompok eksperimen atau kelompok
yang
menggunakan
strategi
pembelajaran
MURDER
(Mood,
Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) dan post-test kelompok kontrol atau kelompok yang tanpa menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) didapat perbedaan mean antara kedua kelompok tersebut adalah 23,529. Hasil uji statistik diketahui bahwa nilai P=0,000 dimana P<0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan nilai mahasiswa kebidanan antara hasil post-test pada kelompok eksperimen yaitu kelompok
yang
menggunakan
strategi
pembelajaran
MURDER
(Mood,
Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) dan kelompok kontrol yaitu kelompok yang tanpa menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) dimana hasil post-test kelompok eksperimen lebih baik daripada hasil post-test kelompok kontrol. Penggunaan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) ini efektif digunakan pada Mata Kuliah Asuhan Kebidanan I (Askeb I) dimana terlihat jelas pada nilai mean post-test pada kelompok eksperimen yaitu kelompok yang menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) sebesar 88,53 dibandingkan dengan nilai post-test kelompok kontrol yaitu kelompok yang tanpa menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) sebesar 65,00 serta perbedaan mean diantara keduanya adalah 23,529. Dapat dikatakan bahwa mahasiswa lebih mudah menerima dan memahami pelajaran menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review). Hal ini sejalan dengan pernyataan I Wayan Santyasa (2008) yang menyatakan bahwa penggunaan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) dapat 28
meningkatkan kognitif mahasiswa terhadap pelajaran karena adanya peran aktif mahasiswa dalam mengikuti kegiatan proses belajar mengajar di kelas.10 Strategi Pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) yang diadaptasi dari buku karya Nelson L.M “Collaborative Problem Solving” merupakan singkatan dari 6 langkah yang harus dilakukan dalam pembelajaran yaitu: Mood atau suasana hati, Understand atau pemahaman, Recall atau pengulangan, Digest atau penelaahan, Expand atau pengembangan, dan Review atau pelajari kembali adalah strategi pembelajaran efektif yang menuntut mahasiswa berperan aktif dalam kegiatan belajar. Aktifitas di setiap langkah dalam strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) ini menarik dan menjadikan mahasiswa lebih termotivasi terutama dalam mengemukakan pendapat mereka kepada kelompoknya dan kepada kelompok yang lainnya serta termotivasi untuk bertanya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.14 Strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) merupakan salah satu dari strategi pembelajaran kooperatif, dimana dalam teori dikatakan bahwa strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri serta dapat menerima umpan balik. Hal ini terlihat dari keaktifan mahasiswa dalam mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya dan dapat memberikan saran atau informasi kepada kelompok lainnya.15 Dengan belajar aktif, mahasiswa dijadikan sebagai subjek dalam belajar bahkan menjadi objek, strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) juga dapat merangsang kemampuan metakognitif mahasiswa sehingga mahasiswa dapat memperdalam pengetahuan mereka dengan lebih bebas sesuai dengan kreatifitas mereka dalam memahami pelajaran (tidak monoton).
29
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Mailatul Jannah yang menyatakan bahwa strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) telah terbukti dapat meningkatkan kemampuan siswa pada ranah kognitif terutama dalam kemampuan membaca.16 Hal ini juga selaras dengan penelitian Diska Asani (2012), yang berpendapat bahwa strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) efektif meningkatkan partisipasi dan kemampuan berfikir analitis siswa serta menaikkan nilai rata-rata pada siswa. Penelitian lainnya yang terkait yaitu pada penelitian Linda Dewi Permatasari (2011), yang berpendapat bahwa peningkatan hasil belajar mahasiswa dengan menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) lebih baik daripada yang tidak menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) efektif digunakan dalam meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Menurut peneliti, penggunaan strategi pembelajaran kooperatif seperti strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) mahasiswa akan termotivasi untuk mempelajari materi pelajaran karena mahasiswa mencari sendiri hal-hal yang ingin diketahuinya. Selain itu, tanggung jawab yang diberikan kepada mahasiswa akan memacu semangatnya untuk belajar, sehingga materi yang dibaca dan diperoleh oleh mahasiswa melalui usahanya sendiri dapat bertahan lebih lama dalam ingatan mahasiswa ditambah lagi dengan adanya pengulangan. Selain mahasiswa yang berperan aktif, strategi pembelajaran ini dirasa juga lebih efektif pada mahasiswa karena dalam penggunaan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) 30
mahasiswa melakukan usaha belajar yang mandiri dengan usaha yang kecil menghasilkan hasil belajar yang memuaskan. Peran serta guru atau dosen dalam penggunaan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review)
ini dapat
membantu mahasiswa untuk lebih memahami materi dengan mudah, efektif, efisien dan menyenangkan. Selain itu juga dapat meningkatkan motivasi mahasiswa untuk lebih semangat dan antusias dalam belajar baik di tempat perkuliahan maupun di rumahnya masing-masing. Konklusi Dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut dimana hasil analisis terhadap 17 orang responden mahasiswa kebidanan pada kelompok eksperimen yaitu kelompok yang menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) dan 17 orang responden mahasiswa kebidanan pada kelompok kontrol yaitu kelompok yang tanpa menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) diperoleh bahwa hasil rata-rata pre-test pada kelompok eksperimen atau kelompok yang menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) sebesar 68,53 dan posttestnya sebesar 88,53. Sedangkan hasil rata-rata pre-test pada kelompok kontrol atau kelompok tanpa menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) sebesar 66,76 dan post-testnya sebesar 65,00. Dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata post-test mahasiswa kebidanan pada kelompok eksperimen atau kelompok yang menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) mengalami kenaikan yang cukup besar jika dibandingkan dengan nilai rata-rata pre-testnya. Sedangkan nilai rata-rata post-test mahasiswa kebidanan pada
kelompok
kontrol
atau
kelompok
tanpa
menggunakan
strategi
pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) lebih rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata 31
pre-testnya.
Peneliti juga menyimpulkan bahwa ada perbedaan antara hasil pre-test dan hasil post-test pada kelompok eksperimen yaitu kelompok yang menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) yang dibuktikan dengan uji t-test dependen atau uji paired samples t-test dimana didapat nilai P=0,000 dan nilai post-test mengalami kenaikan yang cukup besar yaitu 20,000 jika dibandingkan dengan nilai pre-test. Berbeda dengan kelompok kontrol yaitu kelompok tanpa menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) dimana tidak ada perbedaan antara hasil pre-test dan post-test pada kelompok tersebut. Hal ini dapat dilihat dari nilai P=0,188 dan nilai rata-rata post-test mahasiswa lebih rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata pre-testnya yaitu sebesar 1,76. Berdasarkan hasil uji t-independen atau uji independent samples t-test pada kelompok eksperimen atau kelompok yang menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) dan kelompok kontrol atau kelompok yang tanpa menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) dimana peneliti menyimpulkan bahwa ada perbedaan antara nilai post-test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hal ini dibuktikan dengan nilai P=0,000, yang berarti bahwa nilai
post-test kelompok eksperimen lebih baik daripada nilai
post-test kelompok kontrol. Penggunaan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) ini dikatakan efektif untuk meningkatkan hasil belajar mata kuliah Asuhan Kebidanan I (Askeb I) dimana terdapat perbedaan mean yang cukup besar diantara kedua kelompok ini yaitu sebesar 23,529. Sehingga untuk menarik kesimpulan akhir dari penelitian ini yaitu bahwa penelitian ini menyatakan ada kesesuaian antara hasil yang didapatkan dengan latar belakang pengambilan penelitian ini dimana peningkatan hasil belajar pada mahasiswa sangat dipengaruhi oleh penggunaan strategi pembelajaran yang 32
tepat agar mahasiswa dapat menjadi lebih aktif. Penggunaan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) ini dapat membuat mahasiswa menjadi aktif dan mandiri dalam memahami materi pelajaran yang mereka pelajari terutama materi yang dianggap sulit oleh mahasiswa. Adapun saran yang dapat disampaikan yaitu diharapkan agar mahasiswa dapat menerapkan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) ini pada mata kuliah kognitif lainnya yang dianggap sulit oleh mahasiswa sehingga dapat memudahkan mahasiswa untuk memahami materi-materi tersebut. Dosen juga diharapkan agar dapat menggunakan strategi pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, dan Review) dalam proses pembelajaran di kelas baik pada mata kuliah Asuhan Kebidanan I (Askeb I) maupun pada mata kuliah lainnya untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa dan mendapatkan hasil belajar yang memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA 1. Willis, Sofyan S. Psikologi Pendidikan. Bandung: Alfabeta; 2012. 2. Iskandar. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Referensi (GP Press Group); 2012. 3. Sobur, Alex. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia; 2010. 4. Baharudin dan Esa Nur Wahyuni. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar. Ruzz Media; 2008. 5. Asani, Diska. Efektivitas Strategi Pembelajaran MURDER terhadap Partisipasi dan Kemampuan Berpikir Analitis Siswa SMA Negeri 1 Gombong pada Mata Pelajaran Biologi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret; 2012. 6. Putranti, Tegar Merin. Efektifitas Penggunaan Metode Belajar SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review) terhadap Hasil Belajar Mahasiswa pada Materi Solusio Plasenta dan Plasenta Previa di Program Studi D-III Kebidanan Prima Indonesia Tahun 2011. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju; 2011. 33
7. M, Syah. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya; 2008. 8. Satu, Daniel A. Pembelajaran Kooperatif dan Aplikasinya di Kelas Jurnal Kependidikan Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2008. Palangkaraya: STAKN; 2008. 9. Tarudin. Jurnal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik antara Siswa yang Mendapatkan Pembelajaran Tipe MURDER dan Tipe Jigsaw. Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia; 2012. (Diakses melalui http: repository.upi.edu, tanggal 31-01-2013 pkl. 21.35 WIB). 10. Santyasa, I Wayan. Jurnal Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Kooperatif. Universitas Pendidikan Ganesha; 2008. (Diakses melalui http: //physicsmaster.orgfree.com/Jurnal/Pendidikan/PROBLEM_BASED_LEARNI NG.pdf, tanggal 31-01-2013 pkl. 19.48 WIB). 11. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Method). Bandung: Alfabeta; 2012. 12. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI). Jakarta: PT. Rineka Cipta; 2006. 13. Pusat data dan Informasi Departemen Kesehatan RI. Modul Analisis Data Menggunakan SPSS. Jakarta: Pusat data dan Informasi Departemen Kesehatan RI; 2006. 14. Permatasari, Linda Dewi. Penerapan Strategi Pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Digest, Expand, Review) terhadap Peningkatan Prestasi Belajar Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMAN 10 Malang Sampoerna Academy. Universitas Islam Negeri; 2011. 15. Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana; 2011. 16. Jannah, Mailatul. Jurnal Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif SPIKPU untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Kelas XI IPS 2 SMA Muhammadiyah 1 Bantul. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta; 2011. (Diakses melalui http: eprints.uny.ac.id/Mailatul_Jannah.pdf, tanggal 2801-2013 pkl. 21.56 WIB).
34
HUBUNGAN METODE PEMBELAJARAN, GAYA BELAJAR HASIL BELAJAR METODOLOGI PENELITIAN MAHASISWA DIV KEBIDANAN STIKIM 2011-2012 1Anggarani
Prihantiningsih, 2Kursih Sulastriningsih 1 Dosen STIKes Bhakti Pertiwi Indonesia 2Dosen STIKes Bhakti Pertiwi Indonesia
[email protected],
[email protected] Abstrak Pendidikan dapat diartikan bagaikan lilin yang selalu menerangi kegelapan, apabila lilin itu mati atau habis akan menjadi gelap, jadi pendidikan itu sangat penting supaya seluruh bangsa menjadi terang dalam hal kesejahteraan dan kemajuan bangsa dan Negara, karena pendidikan adalah salah satu upaya menompak Negara yang mana membutuhkan keahlian yang sangat luar biasa agar memajukan Negara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tindakan kelas dilihat dari metode pembelajaran dan gaya belajar dihubungkan dengan hasil belajar mata kuliah metodologi penelitian pada mahasiswa DIV Kebidanan STIKIM tahun Ajaran 2012. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analitik cross sectional.Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa kebidanan di Program Studi DIV Kebidanan STIKIM YIMA tahun akademik 20112012 sebanyak 67 Responden.Pengambilan sampel adalah sebanyak 67 Responden.Analisis data dengan menggunakan analisis bivariat dengan uji Chi Square. Hasil penelitian didapatkan dan tidak terdapat hubungan antara hasil belajar dan dengan metode pembelajaran, ada hubungan antara gaya belajar dan dengan hasil belajar.Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan antara gaya belajar dengan hasil belajar mata kuliah metodologi penelitian pada mahasiswa DIV Kebidanan, Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka diupayakan saat registrasi mahasiswa, dibuatkan kuesioner mengenai gaya belajar sehingga di dalam proses belajar mengajar,dosen dapat memilih dan memakai metode pembelajaran yang tepat dalam menyampaikan materi. Kata Kunci : Gaya Belajar, Metode Pembelajaran,hasil belajar
35
Abstract Education can be interpreted like a candle which always illuminate the darkness, when candles were dead or discharged will be dark, so education is very important so that the whole nation to be a light in terms of welfare and progress of the nation and the State, because education is one of the efforts of the State extraordinary skills in order to advance the state. This study and aims to determine the class action seen from the teaching methods and learning styles associated with learning outcomes research and methodology courses in Midwifery DIV students Doctrine STIKIM year 2012. The method used in this study is a cross sectional Analytical in this study were students of midwifery in Midwifery Studies Program DIV STIKIM Yima 2011-2012 academic year by 67 Responden.Pengambilan sample is by 67 Responden.Analisis data using bivariate analysis using Chi Square.Hasil research showed there was no correlation between learning outcomes with learning methods, there is a relationship between learning styles with the result belajar. Sehingga can with be concluded that there is a relationship between learning styles with learning outcomes research methodology courses in Midwifery DIV students, Based on these results it is pursued in the registration of students, created a questionnaire about learning styles so that in the learning process, teachers can select and use appropriate learning methods in presenting the material. Keywords: Learning Styles, Learning Method, learning outcomes PENDAHULUAN Pendidikan dapat diartikan bagaikan lilin yang selalu menerangi kegelapan, apabila lilin itu mati atau habis akan menjadi gelap, jadi pendidikan itu sangat penting supaya seluruh bangsa menjadi terang dalam hal kesejahteraan dan kemajuan bangsa dan Negara, karena pendidikan adalah salah satu upaya menompak Negara yang di mana membutuhkan keahlian yang sangat luar biasa agar memajukan Negara. Pendidikan adalah proses alami yang harus terjadi pada setiap manusia, pendidikan merupakan usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung masyarakat.1 Dalam tujuan pendidikan nasional berdasarkan Undang-undang No 20 th 2003, tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa pendidikan 36
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan tertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.2 Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan.3 Dalam Proses belajar mengajar diperlukan strategi mengajar, salah satunya adalah menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif. Metode atau teknik penyajian untuk memotivasi anak didik agar mampu menerapkan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan masalah. Sebagai seorang dosen dalam menyajikan pembelajaran harus menggunakan metode yang bervariasi, beberapa alasan mengapa dalam pembelajaran harus menggunakan metode yang bervariasi diantaranya :1). Seringkali sebuah metode mengajar hanya cocok untuk satu jenis materi pelajaran tertentu, 2). Metode mengajar tertentu hanya cocok untuk siswa yang memiliki gaya belajar tertentu, 3). Saat guru berusaha menggunakan beragam metode mengajar dengan berbagai variasi, maka guru secara tidak langsung menjadi model yang memiliki jiwa kreatif, 4). Penggunaan berbagai variasi metode mengajar yang sesuai dengan materi pembelajaran akan membuat siswa memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang materi tersebut, 5). Siswa akan terbantu mengekspresikan berbagai perasaan mereka saat guru menggunakan beragam metode mengajar. Dari hasil penelitian mengenai “Penerapan model Syndicate group
untuk
meningkatkan motivasi dan hasil belajar zat dan wujudnya untuk kelas VII SMP” disimpulkan bahwa menggunakan model syndicate group dapat meningkatkan hasil belajar 33,34 %, sedangkan dengan metode ceramah dapat 37
meningkatkan hasil sebesar 21,56 % dan pembelajaran menggunakan metode ceramah dapat meningkatkan motivasi belajar siswa sebesar 6,06 %. 4 Gaya belajar sesorang adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi.5 Bobby De Potter dan Mike Hernacki (2003) dalam Quantum Teaching telah mengemukakan karakteristik gaya belajar antara lain : gaya belajar visual (Visual Learning), gaya belajar auditorial (Auditory Learning), gaya belajar kinestetik (Kinesthetic Learning).6 Dari hasil penelitian berjudul Pengaruh Gaya Belajar (Visual, Auditory, Kinesthetic)
terhadap
prestasi
belajar
siswa
kelas
1
penjualan
SMK
Muhammadiyah 2 Malang dalam mata pelajaran kewirausahaan tahun ajaran 2007-2008, didapatkan hasil terdapat pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar sebesar 20,6 % dan sisanya 79,4 % prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor lain.7 Dari hasil penelitian yang berjudul Pengaruh Gaya Belajar Terhadap prestasi belajar siswa kelasX SMK Negeri 2 Balikpapan didapatkan hasil terdapat pengaruh gaya belajar visual, Auditori, Kinesthetic terhadap prestasi belajar sebesar 55,8 % dan sisanya 44,2 % prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor lain. 8 Hasil belajar menurut Hamalik (2006) adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Clark dalam Nana Sudjana dan Ahmad Rivaimengungkapkan bahwa Hasil belajar siswa di sekolah 70 % dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan.9 Hasil belajar mahasiswa D IV kebidanan semester ganjil mata kuliah metodologi penelitian dengan nilai C lebih banyak dibandingkan dengan mata kuliah lainnya. Nilai C pada kelas A sebanyak 7 orang (3,47 %) , kelas B sebanyak 30 orang (14,85 %) dan kelas C sebanyak 26 orang (12,87 %), dengan jumlah mahasiswa 202 orang. Gambaran dengan sistem SKS tersebut diketahui melalui Indeks Prestasi (IP). Indeks Prestasi (IP) adalah nilai angka yang menunjukkan prestasi atau
38
kemampuan belajar mahasiswa dalam satu semester. Dengan melihat IP dapat diketahui kemampuan akademmik seorang mahasiswa dalam satu semester. IP semester merupakan nilai rata-rata dari seluruh mata kuliah yang diambil pada semester tersebut. IP semester dapat diperoleh dengan cara membagikan. Jumlah total angka mutu dengan jumlah SKS pada semester tersebut. Angka mutu sendiri diperoleh dengan cara mengalihkan beban SKS dengan nilai mata kuliah yang diraih. Jika nilai mata kuliah tersebut harus di konversikan terlebih dahulu menjadi angka. Guru atau dosen memiliki peran yang sangat penting dalam menetukan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu guru atau dosen harus memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kualitas mengajarnya. Hal ini menuntut untuk perubahan-perubahan dalam mengorganisasian kelas, penggunaan metode mengajar, mengembangkan bahan pelajaran yang baik, pemakaian media pengajar yang tepat guna mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran. Salah satu usaha yang tidak pernah guru/dosen tinggalkan adalah bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen yang ikut ambil bagian dalam mencapai keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Dari sekian banyak kajian metode pembelajaran yang banyak memberikan pemahaman tentang kedudukan metode dalam kegiatan belajar mengajar adalah sebagai berikut: a) Metode Sebagai Alat Motivasi Ekstrisik, yaitu motivasi dari luar yang dapat membangkitkan semangat anak didik. Guru/dosen dituntut untuk pandai mendapatkan suatu bahan untuk dijadikan alat motivasi agar peserta didik tergerak dan mengikuti jalannya proses pengajaran secara serius sehingga tujuan pengajaran tercapai. b) Metode Sebagai Strategi Pengajar, yaitu dalam kegiatan belajar mengajar, tidak semua anak didik mampu berkonsentrasi dalam waktu relative lama. Daya serap mahasiswa terhadap materi yang diberikan juga bermacam-macam, ada yang cepat, ada yang sedang dan ada juga yang lambat, ini tergantung factor intelegensi yang dimiliki setiap mahasiswa. Terhadap perbedaan daya serap anak tersebut, diperlukan
39
strategi pengajaran yang tepat. Ada kelompok mahasiswa yang mudah menyerap bila guru/dosen menggunakan metode demonstrasi atau metode eksperimen. Titik sentral yang harus dicapai oleh setiap kegiatan belajar mengajar adalah tercapaianya tujuan pengajaran. Dengan demikian apapun yang termasuk perangkat program pengajaran dituntut secara mutlak guna untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Untuk selanjutnya dikatakan, guru/dosen sebagai salah satu sumber belajar berkewajiban menyediakan lingkungan belajar yang kreatif bagi kegiatan belajar anak didik dikelas. Salah satu kegiatan yang harus dilakukan guru/dosen adalah melakukan pemilihan dan penentuan metode yang akan digunakan untuk mencapai tujuan pengajaran. Metode mengajar yang guru gunkan dalam setiap kali pertemuan bukanlah asal pakai, tetapi setelah melalui seleksi yang berkesesuaian dengan perumusan tujuan instruksional khusus. Jarang sekali terlihat guru merumuskan tujuan hanya satu rumusan, tetapi pasti guru merumuskan lebih dari satu tujuan. Karena itu, guru pun selalu menggunakan metode yang lebih dari satu. Pemakaian metode yang satu digunakan untuk mencapai tujuan satu, sementara penggunaan metode lain juga digunakan untuk mencapai tujuan yang lain. Jangan dikira bahwa pemilihan metode itu sembarangan. Jangan diduga bahwa penentuan dalam metode itu tanpa harus mempertimbangkan factorfaktor lain. Sebagai suatu cara, metode tidaklah berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh factor-faktor lain. Maka itu, siapa pun yang telah menjadi guru harus mengenal, memahaminya ketika akan melaksanakan pemilihan dan penentuan metode. Bila ada para ahli yang mengatakan bahwa makin baik metode itu, makin efektif pula pencapaian tujuan adalah pendapat yang mengandung nilai kebenaran. Tapi, jangan didukung bila para ahli lain yang mengatakan bahwa semua metode adalah baik dan tidak ada kelemahannya, karena pernyataan tersebut adalah pendapat yang keliru. Setiap metode mempunyai sifat masingmasing,
baik
mengenai
kebaikan-kebaikannya
maupun
kelemahan-
kelemahannya. Guru akan lebih mudah menetapkan metode yang paling serasi 40
untuk situasi dan kondisi yang khusus dihadapinya. Jika memahami sifat-sifat masing-masing metode tersebut. Metode pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa (child centered) sangat menekankan agar proses pembelajaran mengarah pada terbentuknya pribadi secara utuh. Oleh karena itu peranan metode pembelajaran
sangat
penting karena dapat memberikan pengalaman sesuai dengan kebutuhan, baik fisik maupun psikis, disesuaikan dengan bakat dan minat. Mahasiswa melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pada Pembelajaran yang mementingkan perkembangan pribadi mahasiswa secara utuh memang banyak menguntungkan, terutama dari segi mahasiswa itu sendiri. Mereka dapat terbentuk pribadinya. Dapat menyalurkan bakatnya, minat dan kemampuannya. Dan hal yang paling menonjol adalah bahwa mereka dapat mewujudkan diri (aktualitas diri). Namun demikian dari segi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menghambat, karena peranan disiplin ilmu pengetahuan diabaikan. Jika ini berlangsung dengan waktu lama, dapat menyebabkan kemunduran bidang pengetahuan dan teknologi. Melalui berbagai metode pembelajaran, seperti metode proyek yang dilakukan mereka akan memperoleh pengalaman yang berarti bagi kehidupan. Jadi kegiatan apapun pada dasarnya dapat direncanakan, asalkan memberikan kemungkinan kepada mahasiswa dapat belajar secara efektif dalam upaya mencapai tujuan. Metode pembelajaran
dan gaya belajar mahasiswa yang dilakukan
dihubungkan dengan hasil belajar mata kuliah metodologi penelitian pada kelas B, hal ini dikarenakan pada kelas B nilai C lebih banyak dibandingkan kelas A dan C. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui tindakan kelas dilihat dari metode pembelajaran dangaya belajar dihubungkan dengan hasil belajar mata kuliah metodologi penelitian pada mahasiswa D IV Kebidanan STIKIM tahun ajaran 2011-2012.
41
METODE PENELITIAN Penelitian yang digunakan penelitian survey yang bersifat analitik yaitu data yang dikumpulkan dan dideskripsikan secara sistematis,dianalisa dan dicari hubungan variabel independen (Metode pembelajaran dan gaya belajar) dan dependen (hasil belajar). Penelitian ini menggunakan pendekatan crossectional yaitu semua variabel dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto 2002). Berdasarkan pendapat di atas populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa kebidanan di Program Studi D IV Kebidanan STIKIM YIMA tahun akademik 20112012khususnya kelas B sebanyak 67 responden. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang diwakili oleh populasi tersebut.Besarnya sampel apabila subjek kurang dari 100, lebih baik diambil semua.10 Dan apabila subjeknya besar, dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih tergantung dari:Kemampuan antara 10-15% atau 20-25% atau lebih tergantung dari:Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana, Sempit dan luasnya wilayah pengamatan dari setiap objek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data,Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti.Dalam penelitian ini, maka sampel yang diambil sebanyak 67 responden. HASIL PENELITIAN Dalam analisis univariat ini, dijelaskan secara deskriptif frekuensi responden secara keseluruhan mahasiswa semester Ganjil
berdasarkan variabel yang
diteliti yaitumetode pembelajaran meliputi ceramah dan ceramah dan resitasi, gaya belajar yang terdiri dari visual, ,auditori, kinestetik . Adapun hasil Analisis tersebut adalah sebagai berikut dalam bentuk tabel – tabel : gambaran hasil belajar mahasiswa D IV Kebidanan, gambaran metode pembelajaran ceramah dan ceramah dan resitasi, gambaran gaya belajar ( visual, auditori, kinestetik).
42
Tabel 1 Gambaran Hasil Belajar Mahasiswa DIV Kebidanan STIKIM Tahun 2011-2012 Hasil Frekuensi Persentase Belajar 36 53,7 Tidak Baik 31 46,3 Baik 67 100% Jumlah Hasil analisis dari 67 responden yang diteliti ada sebanyak 36 (53,7 %) mahasisswa yang mempunyai hasil belajar tidak baik, sedangkan yang memiliki hasil belajar baik ada sebanyak 31 (46,3 %) mahasiswa .
Tabel 2 Gambaran Metode Pembelajaran ceramah dan ceramah dan resitasi Yang dilakukan di Mahasiswa D IV Kebidanan STIKIM Tahun 2011-2012 Metode Frekuensi Persentase Pembelajaran 7 10,4 Ceramah 60 89,6 Ceramah dan resitasi 67 100 % Jumlah Hasil analisis dari 67 responden yang diteliti ada sebanyak 7 (10,4 %) mahasiswa yang mempunyai metode pembelajaran ceramah, sedangkan yang memiliki metode pembelajaran ceramah dan resitasi
sebanyak 60 (89,6 %)
mahasiswa. Tabel 3 Gambaran Gaya belajar (visual,auditori, kinestetik) Mahasiswa D IV Kebidanan STIKIM TAHUN 2011-2012 Gaya Belajar Visual Auditori Kinestetik Jumlah
Frekuensi 44 7 16 67
Persentase 65,7 10,4 23,9 100 %
Hasil analisis dari 67 responden yang diteliti ada sebanyak 44 (65,7 %) mahasiswa yang mempunyai gaya belajar visual, gaya belajar auditori sebanyak 7 43
(10,4 %) sedangkan yang memiliki gaya belajar kinestetik ada sebanyak 16 (23,9 %).
Tabel 4 Distribusi Responden Mengenai Metode Pembelajaran ceramah dengan Hasil Belajar Mahasiswa D IV Kebidanan STIKIM Tahun 2011-2012
Metode Pembelajaran Ceramah Ceramah dan Resitasi Total
Tidak Baik 5 31 36
Hasil Belajar % Baik
%
Total
71,43 51.7
2 29
28,57 48,3
7 60
100
31
100
67
P Value
OR
0,437
Analisis Bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel independen meliputi Metode Pembelajaran dan gaya belajar mahasiswa dengan variabel dependen Hasil Belajar mahasiswa D IV Kebidanan di STIKIM tahun 2011-2012. Hasil analisis bivariat antara variabel independen dengan variabel dependen dapat dilihat pada tabel di atas. Berdasarkan hasil analisis Dari tabel
diketahui bahwa tidak
terdapat hubungan antara hasil belajar dengan metode pembelajaran yaitu pada metode ceramah, responden sebanyak 5 orang (
71,43 % ) dari 7 orang
mendapatkan hasil belajar yang tidak baik, dan pada metode ceramah dan resitasi didapatkan 31 orang ( 51,7 % ) dari 60 responden yang memilih ceramah dan resitasi mendapatkan hasil belajar yang tidak baik. Dan hasil uji statistik diketahui bahwa nilai p = 0,437 berarti p > 0,05, maka dapat dismpulkan tidak terdapat hubungan antara metode pembelajaran mahasiswa DIV kebidanan di STIKIM tahun 2011-2012.
44
dengan hasil belajar
Berdasarkan hasil analisis tabel Distribusi Responden mengenai
Gaya
Belajar dengan Hasil Belajar mahasiswa D IV Kebidanan STIKIM Tahun 20112012dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara hasil belajar dengan gaya belajar diperoleh bahwa terdapat 18 orang ( 40,9 % ) dari 44 orang mahasiswa dengan gaya belajar visual mendapatkan hasil belajar tidak baik, sedangkan responden dengan gaya belajar auditori terdapat 2 orang ( 28,57 % ) mendapatkan hasil belajar tidak baik dari 7 orang gaya belajar auditori dan gaya belajar kinestetik terdapat 16 orang mendapatkan hasil belajar yang tidak baik. Dan hasil uji statistik diketahui bahwa nilai p = 0,000 berarti p < 0,05, maka dapat disimpulkan ada hubungan antara gaya belajar dangan hasil belajar pada mahasiswa D IV Kebidanan di STIKIM. OR tidak ada dikarenakan tabel yang tertera 2 x 3. Tabel 5 Distribusi Responden mengenai Gaya Belajar dengan Hasil Belajar mahasiswa D IV Kebidanan STIKIM Tahun 2011-2012
Gaya Belajar Visual Auditori Kinestetik Total
Tidak Baik 18 2 16 36
Hasil Belajar % Baik 40.9 28,57 100 53,73
26 5 0 31
%
Total
59,1 71.43 0 46,27
44 7 16 67
P Value
OR
0,000
-
PEMBAHASAN Berdasarkan dari hasil penelitian diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara hasil belajar dengan metode pembelajaran yaitu pada metode ceramah, responden sebanyak 5 orang ( 71,43 % ) dari 7 orang mendapatkan hasil belajar yang tidak baik, dan pada metode ceramah dan resitasi didapatkan 31 orang ( 51,7 % ) dari 60 responden yang memilih ceramah dan resitasi mendapatkan hasil belajar yang tidak baik. Sebagai seorang dosen dalam menyajikan pembelajaran harus menggunakan metode yang bervariasi, beberapa alasan mengapa dalam pembelajaran harus 45
menggunakan metode yang bervariasi diantaranya :1). Seringkali sebuah metode mengajar hanya cocok untuk satu jenis materi pelajaran tertentu, 2). Metode mengajar tertentu hanya cocok untuk siswa yang memiliki gaya belajar tertentu, 3). Saat guru berusaha menggunakan beragam metode mengajar dengan berbagai variasi, maka guru secara tidak langsung menjadi model yang memiliki jiwa kreatif, 4). Penggunaan berbagai variasi metode mengajar yang sesuai dengan materi pembelajaran akan membuat siswa memiliki pemahaman yang lebih
mendalam
tentang
materi
tersebut,
5).
Siswa
akan
terbantu
mengekspresikan berbagai perasaan mereka saat guru menggunakan beragam metode mengajar.11 Banyak metode yang digunakan dalam mengajar. Untuk memilih metodemetode mana yang tepat digunakan dalam menyampaikan materi pelajaran, terlebih dahulu penulis akan menyebutkan macam-macam metode pengajaran. Berikut adalah macam-macam metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam keseharian
dan untuk
mengimplementasikan strategi dalam
pembelajaran. Metode pembelajaran sangat Beranekaragam. Dengan mempertimbangkan apakah suatu metode pembelajaran cocok untuk mengajarkan materi pembelajaran tertentu, tidak adakah metode pembelajaran lain yang lebih sesuai, guru/dosen dapat memilih metode pembelajaran yang efektif untuk mengantarkan mahasiswa mencapai tujuan. Metode pembelajaran menekankan pada proses belajar mahasiswa secara aktif dalam upaya memperoleh kemampuan hasil belajar. Metode pembelajaran yang dipilih tentunya menghindari upaya penuangan ide kepada mahasiswa sebagaimana terjadi dalam pembelajaran dengan pendekatan imposisi. Metode pembelajaran yang dipilh sepatutnya disesuaikan dengan bentuk belajar atau hasil belajar yang diharapakan diperoleh mahasiswa. Masing-masing bentuk belajar menuntut metode pembelajaran tertentu. Metode pembelajaran yang dipilih menekankan pada adanya keaktifan mahasiswa dalam upaya mencapai bentuk hasil belajar tersebut. Dalam praktek, seringkali penggunaan
46
metode pembelajaran tidak berdiri sendiri, tetapi dipadukan dengan metode pembelajaran lain. Metode pembelajaran beraneka ragam. Setiap metode pembelajaran mempunyai keunggulan dan kelemahan dibandingkan dengan yang lain. Tidak ada satu metode pembelajaran pun yang dianggap tepat untuk segala situasi. Suatu metode pembelajaran dapat dianggap tepat untuk suatu situasi, namun tidak tepat untuk situasi lain. Seringkali pembelajaran dilakukan dengan menggunakan berbagai metode pembelajaran secara bervariasi. Dapat pula suatu metode pembelajaran dilaksanakan secara berdiri sendiri. Ini tergantung pada pertimbangan didasarkan situasi belajar mengajar yang relevan dengan Kedudukan Metode Dalam Belajar Mengajar. Metode adalah suatu cara kerja yang sistematik dan umum yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Semakin baik suatu metode semakin efektif pula dalam pencapaiannya. Metode yang bervariasi diperlukan dalam rangka mencapai tujuan. Seorang guru tidak dapat melaksanakan tugasnya bila dia tidak menguasai satupun metode mengajar. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau instruktur. Dalam pengertian lain adalah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, baik secara individual atau secara kelompok, agar pelajaran tersebut dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh siswa yang baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Peranan dan kompetensi guru atau dosen dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal, sebagaimana dikemukakan oleh Adam dan Decey dalam Basic Principle of Student Teaching, antara lain guru atau dosen sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipan, ekspiditor, perencana, supervisor, motivator dan konselor. Guru atau dosen memiliki peran yang sangat penting dalam menetukan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu guru atau dosen harus 47
memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kualitas mengajarnya. Hal ini menuntut untuk segera ada perubahan-perubahan dalam
mengorganisasian
kelas,
penggunaan
dalam
metode
mengajar,
mengembangkan bahan pelajaran yang baik, pemakaian media pengajar yang tepat guna mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran. Salah satu usaha yang tidak pernah guru/dosen tinggalkan adalah bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen yang ikut ambil bagian dalam mencapai keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Dari sekian banyak kajian metode pembelajaran yang banyak memberikan pemahaman tentang kedudukan metode dalam kegiatan belajar mengajar adalah sebagai berikut: a) Metode Sebagai Alat Motivasi Ekstrisik, yaitu motivasi dari luar yang dapat membangkitkan semangat anak didik. Guru/dosen dituntut untuk pandai mendapatkan suatu bahan untuk dijadikan alat motivasi agar peserta didik tergerak dan mengikuti jalannya proses pengajaran secara serius sehingga tujuan pengajaran tercapai. b) Metode Sebagai Strategi Pengajar, yaitu dalam kegiatan belajar mengajar, tidak semua anak didik mampu berkonsentrasi dalam waktu relative lama. Daya serap mahasiswa terhadap materi yang diberikan juga bermacam-macam, ada yang cepat, ada yang sedang dan ada juga yang lambat, ini tergantung factor intelegensi yang dimiliki setiap mahasiswa. Terhadap perbedaan daya serap anak tersebut, diperlukan strategi pengajaran yang tepat. Ada kelompok mahasiswa yang mudah menyerap bila guru/dosen menggunakan metode demonstrasi atau metode eksperimen. Guru/dosen harus memiliki suatu kompetensi berupa keterampilan mengajar, agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu strategi itu adalah guru/dosen harus menguasai tehnik-tehnik penyajian atau biasanya disebut metode mengajar. Dengan demikian, metode mengajar adalah strategi pengajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
c) Metode Sebagai Alat Untuk
Mencapai Tujuan, yaitu tujuan adalah pedoman yang member arah kemana kegiatan belajar mengajar akan dibawa. Guru/dosen tidak bisa membawa 48
kegiatan belajar mengajar menurut sekehendak hatinya dan mengabaikan tujuan yang telah dirumuskan. Kegiatan belajar mengajar yang tidak mempunyai tujuan sama halnya ke pasar tanpa mengetahui apa yang harus dibeli. Menurut Prasetya (2001), metode adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan. Dengan memanfaatkan metode sacara akurat, guru/dosen akan mampu mencapai tujuan pengajaran. Bila tidak, maka akan sia-sia perumusan tujuan yang telah ditentukan.
Dengan
demikian
kegiatan
belajar
mengajar
yang
tanpa
mengindahkan tujuan, apalah artinya. Jadi menggunakan metode yang dapat menunjang kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang efektif untuk mencapai tujuan pengajaran. Pemilihan Metode Penentuan Pembelajaran. Titik sentral yang harus dicapai oleh setiap kegiatan belajar mengajar adalah tercapaianya tujuan pengajaran. Dengan demikian apapun yang termasuk perangkat program pengajaran dituntut secara mutlak guna menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Selanjutnya akan dikatakan, guru/dosen sebagai salah satu sumber belajar berkewajiban menyediakan lingkungan belajar yang kreatif bagi kegiatan belajar anak didik dikelas. Salah satu kegiatan yang harus dilakukan guru/dosen adalah melakukan pemilihan dan penentuan metode yang akan digunakan untuk mencapai tujuan pengajaran. Metode mengajar yang guru gunkan dalam setiap kali pertemuan bukanlah asal pakai, tetapi setelah melalui seleksi yang berkesesuaian dengan perumusan tujuan instruksional khusus. Jarang sekali terlihat guru merumuskan tujuan hanya satu rumusan, tetapi pasti guru merumuskan lebih dari satu tujuan. Karenanya, guru pun selalu menggunakan metode yang lebih dari satu. Pemakaian metode yang satu digunakan untuk mencapai tujuan satu, sementara penggunaan metode lain juga digunakan untuk mencapai tujuan yang lain. Jangan dikira bahwa pemilihan metode itu sembarangan. Jangan diduga bahwa penentuan metode itu tanpa harus mempertimbangkan factor-faktor lain. Sebagai suatu cara, metode tidaklah berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh
49
factor-faktor lain. Maka itu, siapa pun yang telah menjadi guru harus mengenal, memahaminya ketika akan melaksanakan pemilihan dan penentuan metode. Bila ada para ahli yang mengatakan bahwa makin baik metode itu, makin efektif pula pencapaian tujuan adalah pendapat yang mengandung nilai kebenaran. Tapi, jangan didukung bila para ahli lain yang mengatakan bahwa semua metode adalah baik dan tidak ada kelemahannya, karena pernyataan tersebut adalah pendapat yang keliru. Setiap metode mempunyai sifat masingmasing,
baik
mengenai
kebaikan-kebaikannya
maupun
kelemahan-
kelemahannya. Guru akan lebih mudah menetapkan metode yang paling serasi untuk situasi dan kondisi yang khusus dihadapinya. Jika memahami sifat-sifat masing-masing metode tersebut. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi metode pembelajaran :a) Kesesuaian metode pembelajaran dengan tujuan pembelajaran yaitu, metode pembelajaran adalah alat untuk mencapai tujuan, maka tujuan itu harus diketahui dan dirumuskan
dengan
jelas
sebelum
menentukan
dan
memilih
metode
pembelajaran. Misalnya, jika tujuan pembelajaran berkaitan dengan kognitif mahasiswa, maka metode pembelajaran yang digunakan harus berbeda dengan tujuan pembelajaran yang berkaitan dengan psikomotor.Metode pembelajaran untuk kognitif bisa digunakan ceramah atau diskusi, sedangkan metode pembelajaran untuk tujuan psikomotor bisa digunakan demonstrasi dan latihan. b) Kesesuain metode pembelajaran dengan materi pembelajaran yaitu, materi pembelajaran dari masing-masing mata pelajaran tentu saja berbeda-beda. Misalnya materi pelajaran Matematika yang lebih bersifat berpikir logis, akan berbeda dengan materi pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Jasmani yang lebih praktis. Oleh karena itu, metode pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan sifat materi pembelajaran tersebut. Metode dan materi pembelajaran perlu dikuasai oleh guru/dosen karena saling mendukung. Tidak ada istilah bahwa menguasai metode pembelajaran lebih penting dari pada menguasai materi pembelajaran, atau sebaliknya.Jika guru/dosen hanya menguasai metode pembelajaran tanpa menguasai materi pembelajaran, maka yang terjadi adalah 50
guru/dosen melakukan suatu kegiatan yang tidak ada muatan yang dipelajari mahasiswa. Sebaliknya, jika guru/dosen menguasai materi pembelajaran tanpa menguasai metode pembelajaran, maka yang terjadi adalah materi pembelajaran hanya dimengerti sendiri oleh guru/dosen tanpa bisa ditransfer kepada mahasiswa. Metode dan materi pembelajaran dapat dianalogikan dengan dua roda sepeda, roda depan diibaratkan metode pembelajaran dan roda belakang diibaratkan materi pembelajaran. Kedua-duanya diperlukan dan saling mendukung. Roda depan sepeda berfungsi mengarahkan roda belakang sepeda. Metode pembelajaran berfungsi mengarahkan materi pembelajaran agar dapat dipahami oleh mahasiswa. c) Kesesuaian metode pembelajaran dengan kemampuan guru/dosen yaitu seorang guru/dosen dituntut untuk menguasai semua metode pembelajaran. Namun pada saat-saat tertentu kemampuan guru/dosen terbatas, misalnya dalam keadaan sakit, sempitnya alokasi waktu pembelajaran, atau keadaan sakit, sempitnya alokasi waktu pembelajaran, atau keadaan kelas yang tidak memungkinkan. Oleh karena itu guru/dosen dituntut pula cerdik mensiasatinya dengan menggunakan metode yang sesuai dengan kemampuannya. d) Kesesuaian metode pembelajaran dengan kondisi siswa yaitu, kondisi mahasiswa berhubungan dengan usia, latar belakang kehidupan, keadaan tubuh, atau tingkat kemampuan berpikirnya. Mahasiswa yang tingkat berpikirnya tinggi, maka mengikuti metode apapun akan siap. Berbeda dengan mahasiswa yang taraf berpikirnya kurang, maka ketika mengikuti metode diskusi akan mengalami kesulitan, sehingga perlu digunakan metode yang sesuai, seperti ceramah. Kondisi mahasiswanya yang sehat dan segar akan berbeda dengan mahasiswa yang sakit atau kelelahan setelah mengikuti olah raga dalam mengikuti suatu metode pembelajaran. Kondisi mahasiswa yang perlu diperhatikan, apakah mahasiswa belajar secara perorangan, kelompok ataukah klasikal. Metode pembelajaran dengan pendekatan
kelompok
berkenaan
dengan
pembelajaran
suatu
materi
pembelajaran sama dalam waktu bersamaan untuk sekelompok mahasiswa atau ditujukan untuk membimbing kelompok belajar mahasiswa. sedangkan 51
pendekatan individual memungkinkan setiap mahasiswa dapat belajar sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing. Namun demikian, pendekatan kelompok pun harus tetap memperhatikan adanya perbedaan individual pada mahasiswa.hal ini tercermin dalam penetapan penggunaan metode pembelajaran secara variasi disesuaikan dengan tujuan dan materi pembelajaran yang dipelajari. faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan yaitu faktor intern terdiri dari : (1) faktor jasmani (kesehatan dan cacat tubuh), (2) faktor psikologi (intelegensi, Perhatian, minat, bakat, motivasi, kematangan dan kesiapan), (3) faktor kelelahan sedangkan faktor ekstern terdiri: (1) metode belajar, (2) lingkungan keluarga, (3) lingkungan sekolah, dan (4) lingkungan masyarakat.12 Teknik penilaian yang digunakan di sekolah dapat dikategorikan dalam 2 (dua) golongan sebagai berikut: 1) Teknik tes, yang umumnya akan digunakan untuk menilai kemampuan pada siswa yang mencakup pengetahuan dan keterampilan sebagai hasil belajar, bakat khusus (bakat bahasa, bakat teknik, dsb) dan bakat umum, 2) Teknik non tes, yang umumnya digunakan untuk menilai karakteristik-karakteristik lainnya dari siswa misalnya minat, sikap dan kepribadian.13 Dari hasil penelitian Susetiyono (2010) mengenai “Penerapan model Syndicate group
untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar zat dan
70 `wujudnya untuk kelas VII SMP” disimpulkan bahwa menggunakan model syndicate group dapat meningkatkan hasil belajar 33,34 %, sedangkan dengan metode ceramah dapat meningkatkan hasil sebesar 21,56 % dan pembelajaran menggunakan metode ceramah dapat meningkatkan motivasi belajar siswa sebesar 6,06 %. Asumsi peneliti, metode ceramah itu terkadang membosankan dan di dalam kelas tampak guru yang lebih memegang kendali dalam menguasai kelas, peneliti sangat setuju dengan kuesioner responden, yang mana sebagian besar responden memilih ceramah dan resitasi, namun hasil belajar yang terjadi tidak mempunyai arti yang signifikan.14 52
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan antara hasil belajar dengan gaya belajar diperoleh bahwa terdapat 18 orang ( 40,9 % ) dari 44 orang mahasiswa dengan gaya belajar visual mendapatkan hasil belajar tidak baik, sedangkan responden dengan gaya belajar auditori terdapat 2 orang ( 28,57 % ) mendapatkan hasil belajar tidak baik dari 7 orang gaya belajar auditori dan gaya belajar kinestetik terdapat 16 orang mendapatkan hasil belajar yang tidak baik. Gaya Belajar merupakan cara yang konsisten yang lebih disukai seseorang dalam melakukan kegiatan berpikir, menyerap informasi, memproses untuk mengolah dan memahami suatu informasi serta mengingatnya dalam memori. Ciri-ciri gaya belajara). Karakteristik perilaku individu dengan gaya belajar visual : 1). Lebih mudah mengingat apa yang dilihat dari pada yang didengar, 2). Mudah mengingat dengan asosiasi visual, 3). Pembaca yang cepat dan tekun, memiliki hobi membaca, 4). Lebih suka membaca sendiri dari pada dibacakan, 5). Biasa berbicara dengan cepat, karena dia tidak merasa perlu mendengarkan esensi pembicaranya, 6). Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal, kecuali jika dituliskan, dan sering minta bantuan orang lain untuk mengulangi instruksi verbal tersebut, 7). Sering lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain, 8). Pengejaan yang baik, kata demi kata, 9). Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat, karena itu yang akan dilihat orang, 10). Mempunyai kebiasaan rapi dan teratur, karena itu yang akan dilihat orang, 11). Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi, 12).Memiliki kemampuan dalam perencanaan dan pengaturan jangka panjang yang baik, 13).Teliti terhadap rincian, hal-hal kecil yang harus dilakukan, 14). Biasanya tidak terganggu oleh suara rebut, 15). Lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato, 16). Membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah pokok atau proyek, terbiasa melakukan check and recheck sebelum membuat kesimpulan, 17). Lebih suka seni visual daripada music, 18). Suka mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon atau pada saat 53
melakukan rapat. b). Karakteristik perilaku individu dengan cara belajar auditorial: 1). Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada apa yang dilihatnya, 2). Berbicara kepada diri sendiri saat belajar dan bekerja, 3). Senang membaca dengan keras dan mendengarkannya, 4). Berbicara dengan irama terpola, 5). Biasanya jadi pembicara yang fasih, 6). Menggerakkan bibir dan mengucapkan tulisan di buku saat membaca, 7). Suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu dengan panjang lebar, 8). Lebih pandai mengeja dengan keras dari pada menuliskannya,9). Merasa kesulitan dalam menulis tetapi hebat dalam bercerita, 10).Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama, dan warna suara, 11). Mudah terganggu oleh keributan, dia akan sukar berkonsentrasi, 12). Mempunyai masalah dengan pekerjaan yang melibatkan visualisasi, 13).Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik, 14). Lebih menyukai music daripada seni
lukis atau seni
dengan hasil tiga dimensi. c). Karakteristik perilaku individu dengan cara belajar kinestetik : 1). Selalu berorientasi pada fisik dan banyak gerak, 2). Banyak menggunakan isyarat tubuh, 3). Menggunakan jari sebagai penunjuk tatkala membaca, 4). Menghafal dengan cara berjalan dan melihat, 5). Otot-otot besarnya berkembang, 6). Menanggapi perhatian fisik, 7). Tidak dapat duduk diam dalam waktu lama, 8). Menyentuh orang lain untuk mendapatkan perhatian mereka, 9). Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi, 10). Ingin melakukan segala sesuatu, 11). Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang lain, 12). Berbicara dengan perlahan, 13).Suka belajar memanipulasi (mengembangkan data atau fakta) dan praktik, 14). Tidak dapat mengingat letak geografi, kecuali jika ia pernah datang ke tempat tersebut, 15). Menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot, mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca sebagai manifestasi penghayatan terhadap apa yang dibaca, 16). Kemungkinan memiliki tulisan yang jelek, 17).Menyukai permainan yang membuat sibuk. Dampak gaya belajar terhadap pendidikan Dampak gaya belajar terhadap pendidikan secara umum di sini terkait dengan apa yang harus dilakukan guru 54
terhadap materi pembelajaran (kurikulum) pengajaran, dan penelitian sebagai tolok ukur keberhasilan pembelajaran. Terutama yang harus diperhatikan benarbenar oleh guru adalah kesesuaian antara metode pengajaran dan gaya belajar. Guru wajib mengenali gaya belajar setiap siswanya kemudian dilihat mana gaya belajar yang paling dominan, hal itulah yang harus disesuaikan dengan metode pengajarannya. Tentu tidak semua siswa terwakili sesuai gaya belajarnya masing-masing, dalam pemilihan metode tersebut, mengingat berbagai variasi belajar siswa, sehingga mungkin terpenuhi semua. Diharapkan kelompok minoritas ini lambat laun dapat menyesuaikan diri. Dampak dari dalam terdiri dari : 1). Kurikulum Guru
harus
memberikan
penekanan
kepada
intuisi,
perasaan,
penginderaan,dan imajinasi siswa sebagai pelengkap dari peningkatan keterampilan tradisional seperti menganalisis, menalar, dan memecahkan masalah. 2). Pengajaran Guru wajib merencanakan metode gaya siswa, menggunakan berbagai kombinasi
seperti
pada
pengalaman,
refleksi,
konseptualisasi,
dan
eksperimentasi. Guru dapat memperkenalkan berbagai unsur pengalaman ke dalam kelas misalnya dengan bunyi-bunyian, music, gambar visual, gerakangerakan,pengalaman dan bahkan percakapan. 3). Penilaian Guru wajib menerapkan berbagai teknik penilaian yang berfokus kepada pengembangan kapasitas totalis otak (Whole Brain) dan berbagai gaya belajar yang berbeda-beda. Dalam tes bahasa misalnya di samping digunakan tes tulis juga tes lisan serta listening comprehension ( memahami konten dari rekaman ucapan ). Dampak dari luar diri : 1). Keluarga
55
Situasi keluarga sangat berpengaruh pada keberhasilan anak.Pendidikan orang tua status ekonomi, rumah, hubungan dengan orang tua dan saudara, bimbingan orang tua,dukungan orang tua, sangat mempengaruhi prestasi belajar anak. 2). Sekolah Tempat, gedung sekolah, kualitas guru, perangkat kelas, relasi teman sekolah, rasio jumlah murid per kelas, yang mempengaruhi anak dalam proses belajar. 3). Masyarakat Apabila masyarakat sekitar adalah masyarakat yang berpendidikan dan moral yang baik, terutama anak-anak mereka.Hal ini dapat sebagai pemicu anak untuk lebih giat belajar. 4). Lingkungan Di sekitar bangunan rumah, suasana sekitar keadaan lalu lintas dan iklim juga dapat mempengaruhi pencapaian tujuan belajar. Hubungan Gaya Belajar dengan Prestasi Belajar. Karakteristik
gaya belajar seseorang
cukup berpengaruh
terhadap
pencapaian hasil belajarnya. Beberapa hasil riset menunjukkan bahwa murid yang belajar dengan menggunakan gaya belajar mereka yang dominan, ternyata mampu mencapai nilai tes yang jauh lebih tinggi dibandingkan bila mereka belajar. dengan cara yang tidak sejalan dengan gaya belajarnya. Hal ini sesuai dengan pendapat S.Nasution (2003:93) yang mengemukakan bahwa: “setiap metode mengajar bergantung pada cara atau gaya siswa yang belajar, pribadinya serta kesanggupannya”. Dengan demikian, guru dalam mengajar hendaknya memperhatikan gaya belajar atau “ learning style” siswa, yaitu cara siswa bereaksi dan menggunakan stimulus-stimulus yang diterima dalam proses pembelajaran. Menurut Rina Dunn, seorang pelopor di bidanggaya belajar, terdapat banyak variabel yang mempengaruhi cara belajar seseorang diantaranya mencakup faktor-faktor fisik, emosional, sosiologis dan lingkungan.
56
Dari hasil penelitian mengenai Pengaruh Gaya Belajar (Visual, Auditory, Kinesthetic)
terhadap
prestasibelajar
siswa
kelas
1
penjualan
SMK
Muhammadiyah 2 Malang dalam matapelajaran kewirausahaan tahun ajaran 2007-2008, didapatkan hasil terdapat pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar sebesar 20,6 % dan sisanya 79,4 % prestasi belajar dipengaruhi oleh factor lain. Dari hasil penelitian Herma Hidayana (2009) dalam penelitian yangberjudul Pengaruh Gaya Belajar Terhadap prestasi belajar siswa kelas X SMK Negeri 2 Balikpapan didapatkan hasil terdapat pengaruh gaya belajar visual, Auditori, Kinesthetic terhadap prestasi belajar sebesar 55,8 % dan sisanya 44,2 % prestasi belajar dipengaruhi oleh factor lain. Asumsi peneliti,Dampak gaya belajar terhadap pendidikan khusunya hasil belajar terkait dengan apa yang harus dilakukan guru terhadap materi pembelajaran (kurikulum). Terutama yang harus diperhatikan benar-benar oleh guru adalah kesesuaian antara metode pengajaran dan gaya belajar. Guru wajib mengenali gaya belajar setiap siswanya kemudian dilihat mana gaya belajar yang paling
dominan,
hal
itulah
yang
harus
disesuaikan
dengan
metode
pengajarannya, dalam hal ini mata kuliah metodologi penelitian ini harus benarbenar dikuasai mahasiswa, dengan cara memahami mata kuliah ini, maka mahasiswa pada saat penyusunan skripsi tidak lagi mengalami kesulitan. Tentu tidak semua siswa terwakili sesuai gaya belajarnya
masing-masing, dalam
pemilihan metode tersebut, mengingat berbagai variasi belajar siswa, sehingga mungkin terpenuhi semua. Diharapkan kelompok minoritas ini lambat laun dapat menyesuaikan diri. Selain itu menurut peneliti, pada responden yang diteliti gaya belajar visual lebih banyak mendapatkan hasil belajar yang baik,hal ini dikarenakan gaya ini lebih mudah mengingat apa yang dilihat dari pada yang didengar dan yang terpenting seseorang dengan gaya visual selalu bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah pokok atau proyek, sedangkan pada gaya belajar kinestetik, responden tidak ada yang mendapatkan hasil belajar yang baik,hal ini dikarenakan seseorang dengan gaya 57
kinestetik selalu berorientasi pada fisik dan banyak gerak dan lebih menyukai permainan yang membuat sibuk. Berbagai hasil penelitian menunjukkan, bahwa hasil belajar mempunyai korelasi positif dengan kebiasaan belajar. Kebiasaan merupakan cara bertindak yang diperoleh melalui belajar secara berulang-ulang, yang pada akhirnya menjadi menetap dan bersifat otomatis. Perbuatan kebiasaan tidak memerlukan konsentrasi perhatian dan pikiran dalam melakukannya. Kebiasaan dapat berjalan terus, sementara individu memikirkan atau memperhatikan hal-hal lain. Kebiasaan belajar dpat diartikan sebagai cara atau teknik yang menetap pada diri siswa pada waktu menerima pelajaran, membaca buku, mengerjakan tugas, dan pengaturan waktu untuk menyelesaikan kegiatan. 15 Kebiasaan belajar cenderung menguasai perilaku siswa pada setiap kali mereka
melakukan
kegiatan
belajar.Sebabnya
ialah
karena
kebiasaan
mengandung motivasi yang kuat. Pada umumnya setiap orang bertindak berdasarkan force of habitsekalipun ia tahu, bahwa ada cara lain yang mungkin lebih menguntungkan. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan sebagai cara yang mudah dan tidak memerlukan konsentrasi dan perhatian yang besar. Sesuai dengan Law of Effect dalam belajar, perbuatan yang menimbulkan kesenangan cenderung untuk diulang.Oleh karena itu tindakan berdasarkan kebiasaan bersifat mengkukuhkan (reinforcing).16 Cara mengukur Hasil Belajar Sistem pendidikan tinggi di Indonesia berdasarkan sistem kredit semester (SKS), yaitu pengaturan beban belajar, beban mengajar, serta dalam praktikum dilakukan sedemikian rupa sehingga dosen dan mahasiswa, dan maupun penyelenggaraan pendidikan mempunyai tanggung jawab yang sama. Status SKS adalah satuan yang digunakan untuk menyatakan besarnya pengakuan atas keberhasilan usaha kumulatif bagi suatu program tertentu, serta besarnya usaha menyelenggarakan pendidikan bagi tenaga pengajar atau dosen.17
58
Konklusi Penelitian
terhadap
67
responden
mengenai
“Hubungan
Metode
Pembelajaran dan Gaya Belajar terhadap hasil belajar mata kuliah Metodologi Penelitian pada mahasiswa D IV Kebidanan di STIKIM tahun ajaran 2011-2012” bahwa : metode pembelajaran ceramah dan resitasi lebih baik digunakan, sehingga akan mendapatkan hasil yang lebih optimal. Sedangkan gaya belajar lebih dominan atau lebih baik pada gaya belajar visual dibandingkan dengan gaya belajar lainnya, hal ini dikarenakan gaya belajar visual lebih mudah mengingat apa yang dilihat dari pada apa yang didengar.18 Adapun saran yang disampaikan yaitu Untuk metode pembelajaran, diharapkan pengajar lebih banyak memberikan tugas, sehingga mahasiswa lebih terampil.19 Sedangkan untuk gaya belajar diharapkan pengajar ataupun dosen lebih banyak memberikan contoh-contoh yang konkrit sehingga mahasiswa lebih optimal dalam menerima dan menyerap materi yang diberikan oleh dosen/pengajar.20 DAFTAR PUSTAKA 1. Rohani, Ahmad th 1997. Media instruksional edukatif, Rineka Cipta, Jakarta 2. RI. 2003, Undang-undang No. 20 th 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sinar Grafika, Jakarta. 3. Sudjana , N dan Ibrahim th 2007. Media pengajaran, Sinar Baru Algesindo, Bandung 4. Susetiyono. 2010. Penerapan Model Syndicate group untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Zat dan Wujudnya untuk kelas VII SMP Purworejo. 5. De Potter,Bobbi dan MikHernacki. 2010. Quantum Teaching.Bandung:Kaifa 6. De Potter, Bobbi dan Mike Hernacki. 2003. Quantum Learning. Bandung : Kaifa 7. Maulida,Dina.2008.Pengaruh Gaya Belajar (Visual, Auditorial, dan Kinestetik) Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas I Penjualan SMK 59
Muhammadiyah 2 Malang Pada Mata Pelajaran Kewirausahaan Tahun Ajaran 2007 / 2008. 8. Hidayana, Herma.2009.Pengaruh Gaya Belajar Siswa Kelas X SMK Negeri 2 Balikpapan. 9. Sudjana, Nana, th 2005. Dasar- Dasar Proses Belajar Mengajar, Remaja Rosda karya,Bandung. 10. Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek 11. Sardiman, th 2003. Rosdakarya,Bandung
Pengajaran
Terhadap
Siswa.
Remaja
12. Slameto, th 2003. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta 13. Cartono dan Toto Sutarto G.Utari.2006. Penilaian Hasil Belajar Berbasis Standar.Bandung:Prima Press 14. Djaali,H.2007.PsikologiPendidikan.Jakarta: Bumi Aksara 15. Siregar, Nara, th 2010 Teori belajar dan pembelajaran, Ghalia Indonesia, Bogor 16. Cartono dan Toto Sutarto G.Utari.2006. Penilaian Hasil Belajar Berbasis Standar.Bandung: Prima Press 17. De Potter,Bobbi dan QuantumTeaching.Bandung:Kaifa
Mike
Hernacki.2010.
18. De Potter, Bobbi dan Mike Hernacki. 2003. Quantum Learning. Bandung : Kaifa 19. Djaali,H.2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta :Bumi Aksara 20. Nana, th 2005. Dasar- Dasar Proses Belajar Mengajar, Remaja Rosda karya,Bandung
60
SMALL GRUP DISCUSSION BERBASIS JEJARING SOSIAL: METODE PEMBELAJARAN ALTERNATIF BAGI MAHASISWA PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN KOMUNITAS Artika Nurrahima Departemen Keperawatan Universitas Diponegoro
[email protected]
Abstrak Lahan praktik pembelajaran profesi ners stase keperawatan komunitas pada umumnya tidak berada di area sekitar kampus. Hal tersebut menjadi kendala bagi mahasiswa dalam melakukan bimbingan dengan pembimbing akademik. Mahasiswa tidak bisa setiap saat melakukan diskusi dengan pembimbing seperti pada tahap pembelajaran akademik. Metode pembelajaran alternatif yang dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun tanpa dibatasi oleh jarak dan waktu bisa menjadi salah satu alternatif solusi dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keuntungan, kendala dan harapan mahasiswa terhadap metode small grup discussion berbasis jejaring sosial. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Data diperoleh dari 10 informan yang menjadi anggota whatsapp group pembelajaran keperawatan komunitas. Data hasil wawancara tidak terstruktur dianalisa menggunakan metode colaizzi. Hasil penelitian meliputi 3 tema. Pertama, metode small grup discussion berbasis jejaring sosial merupakan media yang efektif dan efisien dalam proses pembelajaran profesi ners stase komunitas. Kedua, kendala yang dihadapi antara lain: mahasiswa tidak online secara bersamaan,gangguan sinyal, dan kuota data habis. Ketiga, harapan: whatsapp group dapat terus digunakan dan dikembangkan dalam proses pembelajaran dengan menambah penggunaan voice note untuk mempermudah proses diskusi dan didahului dengan kontrak waktu dengan anggota whatsapp group pada saat diskusi online. Whatsapp group dapat menjadi metode alternatif pembelajaran yang efektif dan efisien bagi mahasiswa profesi ners, tidak hanya terbatas pada stase komunitas. Pembimbing akademik dapat menggunakan whatsapp group untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas proses bimbingan mahasiswa profesi ners tanpa terbatas jarak dan waktu. Kata Kunci : small group discussion, metode pembelajaran berbasis jejaring sosial, mahasiswa profesi ners
61
Abstract The practice of community nursing for the students of the nursing professional program generally does not occur in the campus area. This situation may cause difficulties for the students related to the supervision they receive from their academic supervisors. The students will find it hard to have a face-toface discussion with their supervisors as once they had during their learning in the baccalaureate program. An alternative teaching method which can be carried out anytime and anywhere without the restrictions of time and distance can be a solution to improve the quality of learning. This study aimed to identify the advantages, constraints, and expectations of students towards the social networking-based small group discussion. This study employed a qualitative method with a phenomenological approach and involved 10 informants who were the members of the WhatsApp group of the community nursing. The data were collected using the unstructured interviews and analyzed by the Colaizzi method. The results identified three themes: the advantages, constraints and students’ expectations. The social networking-based small group discussion was evident as an effective and efficient medium for the teaching and learning process of the nursing professional program, particularly of the community nursing. The obstacles encountered during the implementation of this method included the non-simultaneous online status of the students, signal interference and the over-due internet connection package. The informants of this study expected that the WhatsApp group could be continuously used and developed in the learning process by utilizing the voice notes to ease the process of discussion. In addition, a time contract with all group members should also be made prior to the discussion. Based on the findings, it was concluded that the WhatsApp group could be an alternative method of learning which was effective and efficient for the students of the nursing professional program. The academic supervisors can use the WhatsApp group to improve the quality and quantity of supervision without the restrictions of time and distance. Key Words: small group discussions, social networking-based learning method, students of nursing professional program
PENDAHULUAN Tahap pembelajaran profesi ners merupakan tahap pendidikan yang berada pada setting klinik. Salah satu mata kuliah yang berada pada setting tersebut adalah 62
mata kuliah keperawatan komunitas. Pada stase keperawatan komunitas, mahasiswa berinteraksi langsung dengan masyarakat untuk mengelola masalah kesehatan prioritas yang muncul. Selain itu, asuhan keperawatan yang diberikan mahasiswa juga menitik beratkan pada upaya kesehatan bersifat promotif dan preventif. Salah satu kendala dalam pembelajaran profesi ners stase komunitas adalah lokasi praktik yang yang jauh dari kampus. Lokasi yang jauh menyebabkan bimbingan yang diberikan oleh pembimbing akademik kurang intensif jika dibandingkan proses bimbingan pada tahap akademik. Mahasiswa tidak setiap saat dapat berdiskusi dan berkonsultasi dengan pembimbing akademik. Jansson, I, Ene, K.W (2016) menyatakan bahwa mahasiswa akan merasa stress jika mereka memiliki waktu yang terbatas untuk bertanya dan berdiskusi dengan pembimbing. Hal ini menjadi kekhawatiran tersendiri bagi mahasiswa, mengingat masalah yang dihadapi pada tahap praktik klinik lebih beragam dibandingkan tahap akademik. Metode pembelajaran yang tidak terbatas oleh jarak dan waktu seperti elearning dapat menjadi salah satu alternatif solusi permasalahan yang dihadapi mahasiswa. Menurut Syahreni, E & Waluyanti, F.T (2007) pembimbing harus pandai memilih metode pembelajaran klinik yang efektif, efisien, dan meminimalkan stress mahasiswa Pembelajaran dengan e- learning memiliki banyak keuntungan. Mahasiswa profesi ners yang berlokasi jauh dari kampus dapat dengan leluasa berdiskusi dengan pembimbing setiap waktu mereka menemukan kendala di lahan praktik. Bimbingan dapat dilakukan dengan lebih intensif, tidak terbatas saat pembimbing akademik melakukan bimbingan di lahan praktik saja. Salah satu inovasi pembelajaran dengan media e- learning adalah metode small group discussion berbasis whatsapp group. Menurut Morley, D.A (2014) jejaring sosial facebook group merupakan alat komunikasi antara mahasiswa dan 63
pembimbing pada saaat praktik klinik. Metode whatsapp group pilih karena tren yang terjadi saat ini , mahasiswa akan lebih cepat mengakses berbagai informasi yang bersumber dari jejaring sosial. Mackay,BJ, Anderson,J, Harding, T (2017) menyatakan bahwa peralatan komunikasi yang bersifat mobile sangat mendukung proses pembelajaran klinik mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keuntungan, kendala dan harapan mahasiswa terhadap metode small grup discussion berbasis jejaring sosial pada mahasiswa profesi ners stase keperawatan komunitas. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Sebanyak 10 mahasiswa profesi ners yang menjadi anggota Whatsapp group pembelajaran keperawatan komunitas dipilih menjadi informan dengan teknik purposive sampling. Data diperoleh dari hasil wawancara tidak terstruktur yang dilakukan oleh peneliti. Analisis data menggunakan metode Colaizzi. HASIL PENELITIAN Peneliti menemukan tiga tema: Tema 1 : Keuntungan metode small grup discussion berbasis Whatsapp group dalam pembelajaran mahasiswa profesi ners Semua informan menyatakan bahwa small grup discussion berbasis Whatsapp group memiliki berbagai keuntungan dalam proses pembelajaran profesi ners stase komunitas. Tema ini menghasilkan tiga sub tema, yaitu: mempermudah proses bimbingan dan konsultasi, metode pembelajaran yang efektif, dan memperoleh informasi dengan cepat. Enam dari sepuluh informan menyatakan bahwa Whatsapp group mempermudah proses bimbingan dan konsultasi. “Mempercepat proses konsultasi sehinga penugasan lebih cepat direvisi dan memudahkan berkomunikasi dengan dosen karena dosen memfasilitasi setiap saat kita membutuhkan bimbingan” (I3).
64
“Saya merasa sangat terbantu dalam komunikasi dan menghubungi dosen pembimbing, sehingga kami merasa tidak sulit dan dapat bertanya setiap saat bila menemukan problem di lapangan” (I8). “Sangat menguntungkan terutama dalam hal komunikasi, meskipun tidak bisa bertatap muka secara langsung namun dosbing selalu member respon positif dan membimbing dengan jelas melalui Whatsapp group” (I10). Enam dari sepuluh informan menyatakan bahwa Whatsapp group merupakan media pembelajaran yang efektif dan efisien. “Grup WA memang efektif secara waktu dan penyampaian informasi yang cepat karena semua mahasiswa akan membuka informasi di media social yang mungkin akan lebih sering dibuka mahasiswa” (I2). “Saya rasa lebih efektif dan efisien ketika ada suatu hambatan yang membuat tidak bisamelakukan proses diskusi secara langsung”(I6). Empat dari sepuluh informan menyatakan bahwa melalui Whatsapp group mahasiswa dapat memperoleh informasi dengan cepat. “ Mendapatkan informasi dengan cepat meskipun terkadang kita bertanya diluar jam kerja, akan tetapi dari pihak dosen dapat membalasnya dengan cepat” (I4). “Menurut saya grup WA ini efektif secara waktu dan penyampaian informasi yang sewaktu waktu ada informasi yang butuh respon cepat, grup ini sangat membantu, karena hampir semua mahasiswa akan membuka informasinya di media sosial” (I7). Tema 2 : Kendala metode small grup discussion berbasis Whatsapp group dalam pembelajaran mahasiswa profesi ners stase komunitas. Tema ini menghasilkan tiga sub tema, yaitu: sulit sinyal, paket data atau internet habis, waktu on line tidak bersamaan. Tujuh dari sepuluh informan menyatakan bahwa proses pembelajaran ini terkendala ketika mahasiswa berada di kawasan sulit sinyal. “Kendala ketika di kawasan susah signal karena jaringan” (I1). 65
“Kendalanya saat sedang susah sinyal” (I 5). Lima dari sepuluh informan menyatakan bahwa tidak memiliki paket adata atau internet merupakan salah satu kendala dalam small grup discussion berbasis Whatsapp group. “Kendala ketika kebetulan tidak mempunyai paketan” (I4). “Kendalanya saat sedang susah sinyal dan jika sedang tidak ada paket internet” (I5). Dua dari sepuluh informan menyatakan bahwa diskusi melaui Whatsapp group kurang optimal jika waktu on line tidak bersamaan. “Jika ada beberapa mahasiswa yang tidak online maka penyampaian informasinya akan sulit” (I2). Tema 3: Harapan terhadap penerapan metode small grup discussion berbasis Whatsapp group dalam pembelajaran mahasiswa profesi ners. Tema ini menghasilkan 3 sub tema, yaitu: diskusi on line tetap berlanjut, intensitas diskusi on line ditambah, pemanfaatan fasilitas voice note. Empat dari sepuluh informan menyatakan bahwa pemanfaatan diskusi on line sebaiknya terus berlanjut. “Semoga tidak hanya kami yang merasakan keuntungan memiliki grup WA bersama dosen
pembimbing stase,
namun
grup lain juga dapat
merasakannya, sehingga kegiatan ini terus berlanjut hingga kelompokkeompok yang lain” (R8). “Bisa terus digunakan sebagai media komunikasi yang baik antara dosen dan mahasiswa, karena sangat membantu” (R10). Dua dari sepuluh informan menyatakan bahwa intensitas diskusi online sebaiknya ditingkatkan. “Intensitas diskusi ditingkatkan kembali dan mempertahankan bimbingan yang sudah baik bu” (I1). Dua dari sepuluh informan menyatakan bahwa pemanfaatan fasilitas voice note diperlukan untuk menghindari salah persepsi dari informasi yang diterima. 66
“Mungkin bisa memanfaatkan voice note pada WA ketika perlu diskusi yang lebih panjang karena terkadang membaca tulisan membuat salah persepsi” (I3). PEMBAHASAN Jarak antara kampus dengan lahan praktik klinik profesi ners stase keperawatan komunitas, menjadi kendala bagi mahasiswa dan dosen dalam melakukan proses pembelajaran. Proses diskusi yang idealnya dilakukan setiap saat ketika mahasiswa mengalami kendala di lapangan menjadi tidak optimal. Penerapan media diskusi yang bersifat online dapat menjadi salah satu alternatif pilihan metode pembelajaran selain metode pembelajaran yang bersifat face to face. Hal ini sependapat dengan Kala,S., Isaramalai, S., Pohthong, A (2010) bahwa media pembelajaran e- learning misalnya diskusi grup on line memudahkan mahasiswa berbagi ide, bertanya, kolaborasi penyelesaian masalah, dan meningkatkan pengetahuan. Pendapat tersebut senada dengan Nurkamid,, M., Dahlan, M., Susanto, A., dan dan Khotimah, T (2010) bahwa situs jejaring sosial yang berkembang saat ini dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran elearning. Small grup discussion berbasis whatsapp group memiliki berbagai keuntungan dalam menunjang proses pembelajaran profesi ners stase komunitas. Pertama, mahasiswa memperoleh informasi lebih cepat. Pertukaran infornasi antar mahasiswa maupun antara pembimbing dengan mahasiswa yang diperoleh dari hasil diskusi dapat menambah pengetahuan mahasiswa terkait penyelesaian masalah dan penerapan asuhan keperawatan komunitas di masyarakat. Pendapat yang sama disampaikan oleh Watson, B., Cooke, M., dan Walker, R (2016) bahwa group discussion pada jejaring sosial mempermudah pertukaran informasi dan meningkatkan pengetahuan mahasiswa. Menurut Kala,S., Isaramalai, S., Pohthong, A (2010) media e- learning seperti diskusi grup online
67
memudahkan mahasiswa saling bertukar ide, bertanya, berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah serta meningkatkan pengetahuan. Kedua, Small grup discussion berbasis whatsapp group merupakan metode pembelajaran yang efektif. Menurut Santyasa, I.W (2007) kriteria media pembelajaran efektif adalah berorientasi kekinian dan mudah utuk dilakukan. Mahasiswa pada saat ini cenderung menggunakan jejaring social sebagai media komunikasi. Komunikasi antar pembimbing dan mahasiswa menjadi lebih mudah melalui whatsapp group terutama pada saat dosen tidak dapat melakukan bimbingan secara langsung di lahan praktik. Hal ini sependapat dengan Morley, DA (2014) bahwa diskusi grup online berbasis jejaring sosial merupakan salah satu alat komunikasi antara mahasiswa dengan dosen pada saat praktik klinik. Mahasiswa dapat melakukan diskusi dengan dosen kapanpun, bahkan di luar jam kerja. Dimanapun tempat praktik mahasiswa, mereka dapat berdiskusi dengan pembimbing tanpa harus meluangkan waktu khusus di luar jam praktik untuk melakukan bimbingan dengan pembimbing di
kampus. Senada dengan hal
tersebut, Suyanto, AH (2005) menyatakan salah satu keuntungan e- learning adalah komunikasi tanpa jarak dan waktu. Mackay,BJ, Anderson,J, Harding, T (2017) menyatakan bahwa mobile smart phone mempunyai dampak positif bagi pembelajaran karena dapat diakses dimanapun dan kapanpun. Ketiga, mempermudah proses bimbingan dan konsultasi. Melalui media tersebut, mahasiswa mendapatkan feedback yang cepat dari pembimbing apabila terdapat kendala di lahan praktik. Kendala yang terjadi misalnya: mahasiswa kesulitan dalam menentukan intervensi keperawatan yang paling tepat berdasarkan hasil penelitian terkini. Pembimbing memberikan feedback dengan cepat terkait hasil penelitian terkini, sehingga mahasiswa dapat mempelajari dan mempersiapkan diri sebelum memberikan intervensi kepada klien di masyarakat. Diskusi online memungkinkan diikuti oleh banyak peserta, sehingga pembimbing tidak perlu mengulang ulang informasi yang diberikan. Pembimbing cukup satu kali 68
memyampaikan informasi, maka secara otomatis semua mahasiswa yang tergabung dalam whatsapp group akan menerima informasi yang sama. Meskipun diskusi online whatsapp group memiliki banyak kelebihan, sebaiknya proses bimbingan tetap dilakukan secara langsung untuk menghindari kesalahan persepsi. Diskusi secara langsung memudahkan mahasiswa dapat menangkap informasi secara verbal dan non verbal. Twomey, A (2004) menyatakan bahwa penggunaan bahasa non verbal dalam pembelajaran berbasis web tidak dapat terlihat oleh mahasiswa. Membaca kata-kata dalam forum diskusi online memungkinkan dipersepsikan berbeda- beda oleh mahasiswa. Whatsapp group digunakan ketika terdapat kendala dalam melakukan diskusi secara langsung. Pimmer, C, Brysiewicz, P., Linxen, S., Walters, F., Chipps, J., dan GrÖhbiel, U (2014) sependapat dengan hal tersebut, mobile learning bukan pengganti metode pembelajaran formal akan tetapi merupakan metode pembelajaran tambahan. Penggunaan small group discussion berbasis whatsapp group tidak terlepas dari beberapa kendala. Sinyal yang kurang baik, paket data habis, dan waktu online yang tidak bersamaan dapat mengganggu proses diskusi online. Martyn, J., Larkin, K., Sander, T., Yuginovich, T. Proctor, RJ (2014) berpendapat bahwa salah satu kendala pembelajaran menggunakan alat komunikasi nirkabel adalah konektivitas yang kurang. Hal senada disampaikan Suyanto, AH (2005) kendala pembelajaran e- learning adalah keterbatasan fasilitas internet. Waktu online yang tidak bersamaan menyebabkan informasi yang diterima datang secara tidak bersamaan. Mahasiswa yang terlambat online akan membaca beberapa topik dalam satu waktu diskusi. Hal ini dapat menyebabkan kebingungan dalam memaknai informasi selama proses diskusi. Menurut Twomey, A (2004) banyak topik dalam satu waktu dapat menimbulkan kesalah pahaman, sehingga mahasiswa tidak dapat mengikuti proses diskusi. Harapan mahasiswa terhadap penggunaan small group discussion berbasis whatsapp group adalah: tetap berlanjut, intensitas diskusi online ditambah, dan 69
penggunaan fasillitas voice note. Metode pembelajaran ini memberikan banyak keuntungan bagi mahasiswa selama menjalani praktik profesi ners stase keperawatan komunitas. Proses bimbingan dan diskusi menjadi lebih efektif dan efisien, tidak terbatas jarak dan waktu, sehingga harapannya metode ini dapat terus digunakan tidak hanya terbatas pada stase komunitas, tapi juga pada stasestase lain selama menjalani praktik profesi ners. Hal tersebut selaras dengan hasil penelitian Wu, TT (2014) bahwa mahasiswa merasakan kepuasan dalam penggunaan mobile smartphone, serta berharap metode tersebut tetap digunakan sebagai media pembelajaran dalam pendidikan keperawatan. SIMPULAN Small grup discussion berbasis whatsapp group merupakan salah satu alternatif metode pembelajaran yang efektif dan efisien pada tahap profesi ners. Proses bimbingan dan konsultasi menjadi lebih mudah dan mahasiswa dapat mengakses informasi dengan lebih cepat. Kendala dalam konektivitas dan waktu online yang tidak bersamaan dapat mengganggu proses pembelajaran dengan metode tersebut. Metode ini disarankan sebagai tambahan dalam metode pembelajaran, selain metode pembelajaran face to face. DAFTAR PUSTAKA (APA) Jansson, I., Ene K.W., 2016. Nursing students’ evaluation of quality indicators during learning in clinical practice. Nurse Education in Practice. 20, 17-22. Kala, S., Isaramalai, S., Pohthong, A., 2010. Electronic learning and constructivism: A model for nursing education. Nurse Education Today. 30, 61-66. Mackay,B.J., Anderson, J., Harding, T., 2017. Mobile technology in clinical teaching. Nurse Education in Practice. 22, 1- 6. Martyn, J., Larkin, K., Sander, T., Yuginovich, T., Proctor, R.J., 2014. Distance and devices — Potential barriers to use of wireless handheld devices. Nurse Education Today.34, 457–461.
70
Morley, D.A., 2014. Supporting student nurses in practice with additional online communication tools. Nurse Education in Practice. 14, 69- 75. Nurkamid, M., Dahlan, M., Susanto, A., Khotimah, T., 2010. Pemanfaatan aplikasi jejaring sosial facebook untuk media pembelajaran. http://eprints.umk.ac.id. Pimmer, C., Brysiewicz, P., Linxen, S., Walters, F., Chipps, J., GrÖhbiel, U., 2014. Informal mobile learning in nurse education and practice in remote areas—A case study from rural South Africa. Nurse Education Today 34, 1398–1404. Santyasa, I.W., 2007. http://scholar.google.co.id.
Model-
model
pembelajaran
inovatif.
Suyanto, A.H., 2005. Mengenal e- learning. http://scholar.google.co.id. Syahreni, E., Waluyanti, F.T., 2007. Pengalaman mahasiswa S1 keperawatan program reguler dalam pembelajaran klinik. Jurnal Keperawatan Indonesia, vol 11,2, 47-53. Twomey, A., 2004. Web-based teaching in nursing: lessons from the literature. Nurse Education Today. 24, 452–458. Watson, B., Cooke, M., Walker, R., 2016. Using Facebook to enhance commencing student confidence in clinical skill development: A phenomenological hermeneutic study. Nurse Education Today. 36, 64–69. Wu, T.T., 2014. Using smart mobile devices in social-network-based health education practice: A learning behavior analysis. Nurse Education Today. 34, 958–963.
71
PEMANFAATAN HASIL UJI KOMPETENSI NASIONAL PERAWAT DALAM SISTEM PENJAMINAN MUTU PERGURUAN TINGGI Paulus Subiyanto1, Ignatius Gonggo Prihatmono2 Akademi Keperawatan Panti Rapih Yogyakarta1 Akademi Keperawatan Panti Rapih Yogyakarta 2 E-mail : paulus_subiyanto @yahoo.co.id 1,
[email protected] 2 Abstrak Hasil uji kompetensi lulusan menjadi tolok ukur pencapaian standar kompetensi kerja yang diharapkan dunia kerja. Hasil uji kompetensi tersebut merupakan outcome dari rangkaian pendekatan proses pendidikan yang tidak lepas dari input, proses dan output yang harus selalu dijaga kualitasnya dalam SPMI. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran hubungan hasil uji kompetensi lulusan (indikator outcome) dengan hasil TPA (indikator input) dan Indeks IPK (indikator output). Penelitian bersifat deskriptif korelatif dengan metode analisis data sekunder dari hasil uji kompetensi lulusan, hasil TPA, dan IPK pada lulusan prodi DIII Keperawatan Akper Panti Rapih Yogyakarta. Hasil uji stastistik dengan Pearson Chi Square antara hasil uji kompetensi lulusan dengan TPA, df: 3 dan p: 0,05 diperoleh p: 0.005. Adapun hasil uji antara hasil uji kompetensi lulusan dengan IPK, diperoleh p: 0.000. Terdapat hubungan yang bermakna antara hasil uji kompetensi lulusan dengan IPK dan TPA. Terdapat kecenderungan semakin tinggi IPK dan TPA semakin tinggi tingkat kelulusan uji kompetensi. Hasil penelitian ini memberikan penegasan bahwa sebagai sebuah rangkaian proses maka penjaminan mutu internal harus dilakukan sejak awal dari input saat seleksi mahasiswa baru, proses dan output penyelenggaran pendidikan agar hasil outcome terjamin kualitasnya. Kata Kunci : IPK, sistem penjaminan mutu internal, TPA, uji nasional. ,
kompetensi
UTILIZATION OF THE NATIONAL COMPETENCE NURSES TEST IN HIGHER EDUCATION QUALITY ASSURANCE SYSTEM Abstract
The results of national competence test of graduates to be the benchmark attainable standard of job competencies expected world of work. The results of 72
the national competency test is the outcome of a series of educational process approach that can not be separated from the input, process and output quality that must be maintained in the Internal Quality Assurance System. This study was carried out to get an overview of relations graduate competence test results (outcome indicators) with the results of academic potensial test or TPA (input indicators) and the GPA (output indicator). The study was descriptive correlative with the method of secondary data analysis of test results of the competence of graduates, the results of academic potensial test (TPA) and GPA in graduate study program of Nursing DIII at Panti Rapih Nursing Academy in Yogyakarta. The results of the statistical test Chi Square Pearson between national competence test of graduates' with TPA, df: 3 and p: 0.05 was obtained p: 0005. The results test between results national competence test of graduates with a GPA, obtained p: 0.000. There is a significant correlation between the results of the national competency test of graduates with a GPA and TPA. There is a tendency of the higher GPA and TPA to higher in graduation rates national competency test. The results provide confirmation that the process as a series of internal quality assurance must be done since the beginning of the current input student selection, process and output delivery of education so that the results of the outcome of assured quality. Key Words : GPA, internal quality assurance system, National Competency test, TPA. PENDAHULUAN Persoalan utama kualitas perawat lulusan Diploma III Keperawatan disebabkan oleh mayoritas program studi ini adalah terakreditasi C, bahkan ada yang belum terakreditasi, atau akreditasinya sudah kadaluwarsa (PDPT, BAN-PT, Kemenkes, Data Primer, 2013). Dalam rangka implementasi program penjaminan mutu dan standarisasi kompetensi kerja lulusan yang diharapkan dunia kerja, peningkatan layanan keperawatan, keamanan dan keselamatan pasien, maka dalam rangka memenuhi UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pasal 44, Direktorat Jendral
Pendidikan
Tinggi
Kementerian
Pendidikan
memberlakukan uji kompetensi nasional sejak tahun 2013.
73
dan
Kebudayaan,
Hasil uji kompetensi lulusan menjadi tolok ukur pencapaian standar kompetensi kerja yang diharapkan dunia kerja. Hasil uji kompetensi tersebut merupakan outcome dari rangkaian pendekatan proses pendidikan yang tidak lepas dari input, proses dan output yang harus selalu dijaga kualitasnya dalam Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI). Lulusan DIII Keperawatan yang lulus uji kompetensi, akan diberikan sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh Perguruan Tinggi, bekerjasama dengan organisasi profesi. Lebih lanjut sertifikat tersebut digunakan sebagai syarat mendapatkan Surat Tanda Regisrasi (STR), sebagai mana ketetapan dari Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), agar dapat bekerja secara legal di seluruh wilayah Republik Indonesia. Sejak tahun 2010 Akper Panti Rapih pada program studi Diploma III Keperawatan telah menerapkan Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT) untuk menjamin standarisasi pencapaian kompetensi lulusan. Selama enam kali pelaksanaan uji kompetensi nasional, tingkat kelulusan rata-rata lulusan mencapai 97,18% dengan total peserta 425. Terdapat variasi tingkat kelulusan setiap tahun. Angka kelulusan tertinggi adalah mencapai 100% pada Ukom periode September 2013, periode Juli 2014, dan April 2016, sedangkan tingkat kelulusan terendah adalah 92, 13% (10 dari 117 peserta) pada ukom periode Oktober 2016. Penelitian dilakukan untuk mendapatkan gambaran hubungan hasil uji kompetensi lulusan (indikator outcome) dengan hasil Test Potensi Akademik atau TPA (indikator input) dan Indeks Prestasi Kumulatif atau IPK (indikator output) mahasiswa prodi DIII Keperawatan Akper Panti Rapih guna memperbaiki dan meningkatkan SPM-PT.
74
METODE PENELITIAN Studi ini bersifat deskriptif korelatif dengan metode analisis data sekunder dari hasil uji kompetensi lulusan,
hasil TPA, dan IPK pada lulusan prodi DIII
Keperawatan sejak uji kompetensi nasional pertama kali dilakukan periode bulan September 2013 sampai dengan periode Oktober 2016. Penelitian dilakukan di Akper Panti Rapih Yogyakarta yang telah terakreditasi LAM-PT Kes dengan peringkat B. Total sampel peserta uji kompetensi nasional sejumlah 424 lulusan, dan sampel yang dilakukan TPA sejumlah 189 lulusan. Adapun TPA sebagai alat pengukur kemampuan dasar keilmuan (akademis) untuk memprediksi prestasi belajar yang akan dicapai, meliputi test verbal, kuantitatif, dan analitik atau logika. Sedangkan IPK yang merupakan nilai prestasi yang dicapai mahasiswa atas learning outcome pada mata kuliah yang terdiri atas pembelajaran teori di kelas, di laboratorium, dan klinik rumah sakit (lima rumah sakit dengan akreditasi JCI yang secara khusus hanya dapat digunakan untuk mempraktikkan mahasiswa Akper panti Rapih) serta komunitas dengan total 117 SKS dengan rasio teori 30% dan praktik 70%. Responden yang lulus maupun tidak lulus uji kompetensi nasional dilacak IPK yang dicapai selama masa studi, demikian juga TPA yang dicapai pada saat seleksi penerimaan mahasiswa baru. Hasil uji kompetensi dikatagorikan menjadi dua ; lulus dan tidak lulus. Hasil TPA dikategorikan dalam ; rendah (ASR-AR), cukup (R-RR), baik (C-LC) dan unggul (T-Ist). Indeks Prestasi Kumulatif dikategorikan dalam ; cukup memuaskan (2,00-2,75), memuaskan (2,76-2,99), sangat memuaskan (3,00-3,50), dan dengan pujian (3,51-4,00).
Analisis statistik untuk melakukan uji korelasi pada
penelitian ini adalah Chi-Square, dengan p < 0,05 menunjukkan adanya hubungan yang signifikan.
75
HASIL PENELITIAN Tabel 1 Tabulasi Silang Hasil Uji kompetensi Nasional dan Kategori TPA (n=189) Hasil Ujiko mnas
Test Potensi Akademik (TPA) Cuk % Ba % Ung % Tot up ik gul al
Ren dah
%
Lulus
33
Tidak Lulus
6
84, 94 6 15, 3 4
96, 51 9 0 3,1
10 2 0 0,0 0 0
10 180 0 0,0 9 0
%
p* 0,005
95, 2 4,8
10 97 10 51 10 2 10 189 10 0 0 0 0 0 * uji pearson chi square untuk data numerik dan kategorik Total
39
Hasil tabulasi silang tabel 1 antara hasil uji kompetensi nasional (ujikomnas) dan kategori TPA didapatkan bahwa dari 189 peserta yang dilakukan TPA pada saat seleksi penerimaan mahasiswa baru 180 peserta atau 95,24% lulus ujikomnas, dan 9 peserta atau 4,76% tidak lulus. Terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi hasil TPA mahasiswa semakin tinggi angka kelulusan ujikomnas, sebaliknya semakin kecil hasil TPA mahasiswa saat seleksi mahasiswa baru semakin rendah angka kelulusan ujikomnas. Hasil TPA baik dan unggul kemungkinan lulus ujikomnas sebesar 100%, hasil TPA cukup menurun menjadi 96,9% dan hasil TPA rendah semakin menurun menjadi 84,6%. Melalui uji statistik Pearson Chi Square didapatkan p : 0,005, dengan demikian terdapat hubungan yang signifikan antara hasil TPA dan hasil ujikomnas. Semakin tinggi hasil TPA semakin tinggi pula kemungkinan lulus ujikomnas.
76
Tabel 2 Tabulasi Silang Hasil Uji kompetensi Nasional dan Kategori IPK (n=424) Hasil Ujiko mnas
Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) CM
%
Lulus
4
Tidak Lulus
2
66, 76 7 33, 4 3
M
%
SM %
95, 24 0 4 4 5,0
DP
98, 89 4 1 1,6
Tot al
%
% 98, 413 9 11 1,1
p* 0,000
97, 4 2,6
10 80 10 24 90 10 424 0 0 8 0 * uji person chi square untuk data numerik dan kategorik Ket : CM : cukup memuaskan, M: memuaskan, SM: sangat memuaskan, DP: dengan pujian Total
6
Hasil tabulasi silang tabel 2 antara hasil uji kompetensi nasional (ujikomnas) dan kategori IPK didapatkan bahwa dari 424 peserta, 413 peserta atau 97,4% lulus ujikomnas, dan 11 peserta atau 2,6% tidak lulus ujikomnas. Terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi IPK mahasiswa semakin tinggi prosentase kelulusan ujikomnas, sebaliknya semakin kecil IPK yang dicapai mahasiswa semakin rendah angka kelulusan ujikomnas. Indeks prestasi kumulatif (IPK) dengan pujian
kemungkinan lulus ujikomnas sebesar 98,9%, IPK sangat
memuaskan menurun menjadi 98,4%, IPK memuaskan semakin menurun menjadi 95,0%, dan IPK cukup memuaskan semakin turun lagi menjadi 66,7%. Melalui uji statistik Pearson Chi Square didapatkan p : 0,000 dengan demikian terdapat hubungan yang signifikan antara hasil IPK dan hasil ujikomnas. Semakin tinggi hasil IPK semakin tinggi pula kemungkinan lulus ujikomnas. PEMBAHASAN Perawat adalah salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia, garda terdepan untuk mencegah kejadian yang tidak diinginkan (KTD) dalam rangka mencapai 77
keamanan dan keselamatan pasien selama dilakukan perawatan. UU tentang Keperawatan No 38 Tahun 2014 Pasal 16 menyatakan bahwa mahasiswa keperawatan pada semester akhir masa pendidikan vokasi dan profesi harus mengikuti Uji Kompetensi secara nasional (ayat 1), yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekerjasama dengan organisasi profesi, lembaga pelatihan, atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi (ayat 2). Uji kompetensi sebagaimana dimaksud ditujukan untuk mencapai standar kompetensi lulusan yang memenuhi standar kompetensi kerja (ayat 3). Dalam upaya meningkatkan standarisasi kompetensi perawat baru lulus (entry level practice) dalam uji kompetensi ini diharapkan dapat menjadi alat untuk memberi umpan balik pada mutu penyelenggaraan pendidikan keperawatan. Agar alat uji kompetensi
tersebut sesuai dengan standar diperlukan
seperangkat rambu-rambu instrumen pengembangan alat uji yang disebut Cetak Biru Uji atau Blue Print Kompetensi Perawat Indonesia (Kariasa, dkk, tanpa tahun) Blue print uji kompetensi perawat Indonesia dikembangkan oleh Komponen 2 HPEQ project melalui serangkaian kegiatan bersama stakeholders yang terdiri dari unsur pemerintah (Departemen Kesehatan, MTKI, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit), unsur pengguna lulusan (PERSI dan ARSADA), unsur organisasi profesi (PPNI), dan
unsur asosiasi pendidikan keperawatan (AIPNI dan AIPDIKI).
Pengembangan Blue print mengacu pada standar profesi perawat Indonesia yang telah ditetapkan, proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dan karakteristik peran perawat baru lulus (entry level practice)
bagi lulusan
Diploma III keperawatan dan lulusan Ners (Kariasa, dkk, tanpa tahun). Uji kompetensi nasional bagi yang lulus diberikan sertifikat kompetensi sebagai pengakuan kompetensi atas prestasi lulusan yang sesuai dengan keahlian dalam cabang ilmunya dan/atau memiliki prestasi di luar program studinya (UU no 12 Tahun 2012, pasal 44 ayat 1). UU No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan pasal 44 dan UU tentang Keperawatan No 38 Tahun 2014 pasal 18 juga 78
menyatakan bahwa setiap tenaga kesehatan yang menjalankan praktik wajib memiliki STR (ayat 1), dan salah satu persyaratan untuk memiliki STR adalah memiliki sertifikat kompetensi (ayat 3). Hasil penelitian ini didapatkan bahwa TPA mahasiswa dengan kategori baik dan unggul kemungkinan lulus ujikomnas sebesar 100%, hasil TPA kategori cukup, menurun menjadi 96,9% dan hasil TPA kategori rendah semakin menurun menjadi 84,6%. Hasil tabulasi silang tersebut dikuatkan melalui uji statistik Pearson Chi Square dengan didapatkan p : 0,000 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara hasil TPA dan hasil ujikomnas. Hasil penelitian ini menguatkan tentang asumsi dasar dari penggunaan TPA yaitu bahwa semakin tinggi skore TPA calon mahasiswa diprediksikan akan dapat meraih prestasi belajar yang lebih baik. Tes Potensi Akademik ini merupakan alat pengukur kemampuan dasar akademik untuk mengetahui kesiapan seseorang mempelajari pengetahuan pada jenjang perguruan tinggi (Sugiyanto, dkk, 1999). Temuan hasil penelitian yang didapatkan bahwa mahasiswa dengan hasil TPA kategori cukup tetapi angka kelulusan ujikomnas mencapai 96,9%, dan hasil TPA kategori
rendah
tetapi
angka
kelulusan
ujikomnas
mencapai
84,6%
menunjukkan proses pembelajaran yang signifikan yang telah terjadi di program studi Akper Panti Rapih. Dalam hal ini kualifikasi input (TPA) yang rendah dan cukup melalui proses pembelajaran yang baik didukung kualitas maupun kuantitas sumber daya manusia (dosen dan tenaga kependidikan) dan sarana pendukung yang baik dapat pula menghasilkan indikator outcome (hasil ujikomnas) yang baik pula. Peringkat akreditasi B yang diberikan LAM-PT Kes tentu ikut mewarnai hasil uji kompetensi yang dicapai Akper Panti Rapih. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa ada hubungan yang positif antara skor TPA dengan prestasi belajar (IPK). Semakin tinggi skor TPA semakin baik pula prestasi belajarnya (Muslimin, 2012; 79
Santosa, 2013). Dalam hasil ini, ujikomnas bagi lulusan DIII Keperawatan sebagai indikator outcome yang saat ini dilakukan dengan Paper Based Test (PBT) berbasis Cognitive Based Test dapat pula dikatakan sebagai prestasi belajar mahasiswa. Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa Indeks prestasi kumulatif (IPK) dengan pujian
kemungkinan lulus ujikomnas sebesar 98,9%, IPK sangat
memuaskan menurun menjadi 98,4%, IPK memuaskan semakin menurun menjadi 95,0%, dan IPK cukup memuaskan semakin turun lagi menjadi 66,7%. Melalui uji statistik Pearson Chi Square didapatkan p : 0,000 dengan demikian terdapat hubungan yang signifikan antara hasil IPK dan hasil ujikomnas. Semakin tinggi hasil IPK (indikator output) semakin tinggi pula kemungkinan lulus ujikomnas (indikator outcome). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prestasi belajar yang dinyatakan dalam IPK sebagai hasil prestasi belajar mahasiswa program studi DIII Keperawatan atas proses pembelajatan yang diterima di kelas, laboratorium, klinik rumah sakit (di lima rumah sakit dengan akreditasi JCI yang hanya dapat digunakan oleh mahasiswa dari Akper Panti Rapih), dan komunitas dengan beban 117 SKS dengan rasio 30% teori dan 70% praktik, mampu menjamin dan meningkatkan angka kelulusan ujikomnas sebagai indikator outcome. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Issac Amankwas , Annabella Agyemang-Dankwah and Danial Boateng (2015) bahwa IPK/CGPA (Cummulative Grade Point Avarage)
mempunyai korelasi positif yang kuat terhadap
penampilan yang dala ujian lisensi perawata di Ghana, IPK/CGPA dapat menjadi prediktor yang baik untuk penampilan dalam ujian lisensi perawat di Ghana.
80
SIMPULAN Terdapat hubungan yang bermakna antara hasil uji kompetensi nasional lulusan dengan TPA dan IPK yang dicapai pada akhir masa studi. Terdapat kecenderungan semakin tinggi TPA dan IPK yang dicapai semakin tinggi tingkat kelulusan ujikomnas. Hasil penelitian ini memberikan penegasan bahwa sebagai sebuah rangkaian proses maka penjaminan mutu internal harus dilakukan sejak awal dari input saat seleksi mahasiswa baru, proses dan output penyelenggaran pendidikan agar hasil outcome terjamin kualitasnya. SARAN Seleksi penerimaan mahasiswa baru menggunakan TPA perlu tetap dilakukan sebagai dasar dari proses pembelajaran yang akan diberikan. Untuk menjamin dan menjaga kualitas lulusan dan tingkat kelulusan ujikomnas yang tinggi, alternatif yang mungkin dilakukan adalah meningkatkan standar atau batas kelulusan TPA dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru dan/atau semakin meningkatkan proses pembelajaran yang dilakukan prodi DIII Keperawatan Akper Panti Rapih. Capaian IPK mahasiswa di akhir masa studi dalam kategori cukup memuaskan (2,00-2,75) dengan kemungkinan lulus ujikomnas sebesar 66,7%, perlu mendapatkan persiapan dan pembekalan tambahan sebelum ujikomnas dilaksanakan agar angka kelulusan ujikomnas semakin dapat ditingkatkan. Capaian IPK mahasiswa dalam kategori memuaskan, sangat memuaskan, dan dengan pujian dengan kemungkinan lulus ujikomnas ≤ 95% perlu pula mendapatkan persiapan dan pembekalan khususnya pada faktor eksternal. Faktor motivasi ekstrinsik, lingkungan fisik belajar, keadaan ekonomi keluarga, dan faktor jasmani memiliki pengaruh yang signifikan dalam menentukan prestasi belajar mahasiswa (Oktavianingtyas, 2013). 81
DAFTAR PUSTAKA Issac Amankwa, Anabella Agyemang-Dankwah, and Danial Boateng. (2015). Previous education, Sociodemograpich Characteristic , and Nursing Cummulative Grade Point. Publising Corporation Nursing Research and Practice. Volume 2015, Article ID 682479, 8 pages, hhtp://dx.org/10.1155/2015/682479 Kariasa, I Made, dkk (tanpa tahun). Blue Print Uji Kompetensi Perawat Indonesia Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158 : Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi. 10 Agustus 2012 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298 : Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan. 17 Oktober 2014. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 307 : Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan. 17 Oktober 2014. Muslimin, Zidni Immawan. (2012). Prestasi Belajar Mahasiswa Ditinjau dari Jalur Penerimaan Mahasiswa Baru, Asal Sekolah, dan Skor Tes Potensi Akademik. Jurnal Penelitian Psikologi, Vol. 04, No. 01, 381-393 Oktavianingtyas, Ervin. (2013). Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jember. Kadikma, Vol.4 No.2, hal 13-26, Agustus 2013. PDPT, BAN-PT, Kemenkes, Data Primer (2013). Santosa, Agus Budi (2013). Seleksi Calon Mahasiswa Baru terhadap Kualitas Lulusan. Cakrawala Pendidikan, Volume 16, Nomor 1, April 2013. Sugiyanto dan Mulandari, N. (1999). Mencari Prediktor Prestasi Belajar melalui Seleksi Mahasiswa Baru Universitas Wangsa Manggala. Laporan Penelitian. Yogyakarta: fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala.
82
IDENTIFIKASI KELULUSAN UKNI BERDASARKAN HASIL TRY OUT DI STIKES RAJAWALI BANDUNG TAHUN 2016
Lisbet Octovia Manalu1, Arie Joseph Pitono2 1STIKES Rajawali Bandung 2STIKES Rajawali Bandung
[email protected] [email protected] Abstrak
Uji Kompetensi merupakan salah satu instrumen yang di wajibkan pemerintah untuk memastikan kualitas lulusan yang berkualitas. Pada uji kompetensi terdapat suatu proses untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap tenaga kesehatan sesuai dengan standar profesi. Try out bertujuan untuk mempersiapkan calon lulusan yang akan menghadapi uji kompetensi pada tahap akhir kelulusan dan juga TO uji kompetensi merupakan bagian dari siklus uji kompetensi yang sangat diperlukan sebagai upaya untuk memberikan pengalaman dan mempersiapkan mental serta berlatih mahasiswa dalam menghadapi Uji Kompetensi yang terstandar. Tujuan penelitian, untuk mengidentifikasi proporsi peserta yang lulus UKNI berdasarkan hasil Try Out. Metode rancangan penelitian ini adalah studi cross-sectional, dengan sampel seluruh lulusan STIKES Rajawali yang mengikuti TO XI 30-31 Juli 2016 dan UKNI 23-24 September 2016 sebanyak 114 orang (total sampling). Analisis hubungan nilai TO dengan hasil UKNI menggunakan uji chi square. Hasil Terdapat hubungan antara Nilai TO dengan hasil UKNI ( p < 0,001 ). Sebanyak 86,4 % peserta yang lulus UKNI memiliki nilai TO lebih tinggi atau sama dengan nilai kelulusan UKNI. Sementara 87,9 % peserta yang tidak lulus UKNI memiliki nilai TO lebih rendah dari nilai kelulusan UKNI. Kesimpulan, TO dapat mengidentifikasi 86,4 % peserta yang lulus UKNI dan 87,9 % yang tidak lulus UKNI Kata Kunci : kualitas, Try Out, Uji Kompetensi
83
PENDAHULUAN Kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang yang mencakup atas pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas dengan standar kinerja (performance) yang ditetapkan. Standar kompetensi perawat merefleksikan atas kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh individu yang akan bekerja di bidang pelayanan keperawatan (PPNI Indonesia, 2005). International Council of Nurses atau yang disingkat ICN mendefinisikan kompetensi yang digunakan dalam kerangka kerja untuk perawat adalah tingkat kemampuan yang harus dimiliki seorang perawat untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang ditunjukkan melalui penerapan pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja yang dipersyaratkan (ICN, 199:4). Perawat akan mampu mengerjakan suatu tugas/ pekerjaan (task skills), mengorganisasikan
agar
pekerjaan
tersebut
dapat
dilaksanakan
(task
management skills), memutuskan apa yang harus dilakukan bila terjadi sesuatu yang berbeda dengan rencana semula (contigency management skills) dengan menguasai kompetensi tersebut (Nursalam, 2008). Kompetensi perawat inilah yang akan berorientasi terhadap kualitas kinerja yang akan menjamin mutu pelayanan keperawatan. Uji Kompetensi merupakan salah satu instrumen yang di wajibkan pemerintah untuk memastikan kualitas lulusan yang berkualitas. Pada uji kompetensi terdapat suatu proses untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap tenaga kesehatan sesuai dengan standar profesi. Try out bertujuan untuk mempersiapkan calon lulusan yang akan menghadapi uji kompetensi pada tahap akhir kelulusan dan juga TO uji kompetensi merupakan bagian dari siklus uji kompetensi yang sangat diperlukan sebagai upaya untuk memberikan pengalaman dan mempersiapkan mental serta berlatih mahasiswa dalam menghadapi Uji Kompetensi yang terstandar. Guna mengetahui apakah perawat Uji Kompetensi Ners Indonesia (UKNI) yang diadakan menimbulkan beberapa permasalahan, permasalahan tersebut antara lain masalah sosialisasi dan pembekalan; masalah penyusunan soal dan penentuan batas minimal UKN; masalah waktu, tempat, dan penyelenggara UKN; 84
masalah mekanisme metode UKN; masalah pembiayaan UKN; masalah pengumuman via online; masalah mekanisme retaker; dan masalah standarisasi STR secara Internasional. Salah satu permasalahan yang muncul pada UKNI adalah mengenasi sosialisasi dan pembekalan. Sosialisasi dan pembekalan kepada mahasiswa dapat dilakukan berupa try out maupun pembekalan. Pembekalan kepada mahasiswa keperawatan ini dapat dilakukan sejak awal kuliah sehingga mahasiswa lebih siap dalam menghadapi UKNI (HPEQ student, 2013). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Try Out sebagai prediktor kelulusan UKNI melalui penilaian proporsi peserta yang lulus UKNI yang memiliki nilai Try Out tinggi (lebih tinggi atau sama dengan nilai kelulusan UKNI) dan proporsi peserta yang tidak lulus UKNI yang memiliki nilai Try Out rendah (lebih rendah dari nilai kelulusan UKNI). Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai dasar perencanaan kegiatan Try Out dan UKNI yang akan datang. METODE PENELITIAN Rancangan penelitian ini adalah studi cross-sectional, dengan menggunakan data sekunder hasil Try Out dan hasil UKNI lulusan STIKES Rajawali. Sampel pada penelitian ini adalah seluruh lulusan STIKES Rajawali yang mengikuti Try Out XI pada tanggal 30-31 Juli 2016 dan mengikuti UKNI pada tanggal 23-24 September 2016 sebanyak 114 orang (total sampling). Variabel pada penelitian ini adalah: (1) Nilai Try Out, sebagai variabel bebas, dan (2) Hasil UKNI, sebagai variabel terikat. Nilai hasil Try Out yang berupa data numerik dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu (1) lebih besar daripada atau sama dengan nilai kelulusan UKNI (= nilai Try Out tinggi) dan (2) lebih kecil daripada nilai kelulusan UKNI (= nilai Try Out rendah), sementara variabel Hasil UKNI terdiri atas dua kategori : lulus dan tidak lulus. Hubungan kedua variabel dianalisis menggunakan uji chi square.
85
Proporsi lulusan yang lulus UKNI yang memiliki nilai Try Out tinggi dapat dianggap sebagai nilai sensitivitas “alat uji” (Try Out) terhadap “keadaan sebenarnya” (hasil UKNI). Nilai sensitivitas ini pada penelitian klinis digunakan untuk menjawab pertanyaan “Seberapa besar orang yang menderita penyakit akan teridentifikasi ?” (Porta, et al, 2008), sehingga pada penelitian ini nilai sensitivitas dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan “Seberapa besar lulusan yang lulus UKNI dapat teridentifikasi melalui Try Out ?” Sementara, proporsi lulusan yang tidak lulus UKNI yang memiliki nilai Try Out rendah dapat dianggap sebagai nilai spesifisitas “alat uji” (Try Out) terhadap “keadaan sebenarnya” (hasil UKNI). Nilai spesifisitas ini pada penelitian klinis digunakan untuk menjawab pertanyaan “Seberapa besar orang yang tidak menderita penyakit akan teridentifikasi ?” (Porta, et al, 2008), sehingga pada penelitian ini nilai spesifisitas dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan “Seberapa besar lulusan yang tidak lulus UKNI dapat teridentifikasi melalui Try Out ?” HASIL PENELITIAN Gambaran (ukuran kecenderungan sentral dan ukuran penyebaran) Nilai Try Out masing-masing kategori Hasil UKNI tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Deskripsi Nilai Try Out Kelompok Lulus UKNI dan Kelompok Tidak Lulus UKNI Hasil UKNI Lulus Tidak Lulus
n 81 33
Rerata 53,70 42,04
Nilai Try Out Simpanga Maksimu Median Minimum n Baku m 53,89 5,59 38,89 65,56 41,67 4,50 31,67 52,78
Tabel 1 menunjukkan bahwa rerata Nilai Try Out kelompok Lulus UKNI adalah 53,70 dan rerata Nilai Try Out kelompok Tidak Lulus UKNI adalah 42,04. Hubungan antar variabel tercantum pada Tabel 2. 86
Tabel 2. Tabel Silang Variabel Nilai Try Out dengan Variabel Hasil UKNI
Nilai Try Out
Tinggi Rendah Total
n 70 11 81
Hasil UKNI Lulus Tidak Lulus % n % 94,6 4 5,4 27,5 29 72,5 71,1 33 28,9
p < 0,001
Tabel 2 menunjukkan bahwa, berdasarkan uji chi square, terdapat hubungan antara Nilai Try Out dengan hasil UKNI ( p < 0,001 ). Dari penghitungan selanjutnya didapatkan bahwa sebesar 86,4 % ( 70 / 81 ) lulusan yang lulus UKNI memiliki nilai Try Out tinggi, dan sebesar 87,9 % ( 29 / 33 ) lulusan yang tidak lulus UKNI memiliki nilai Try Out rendah.
PEMBAHASAN Untuk mengukur standar kompetensi perawat dan memperoleh sertifikat kompetensi, perawat diharuskan mengikuti Uji Kompetensi. Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan perilaku peserta didik pada perguruan tinggi bidang kesehatan. Uji kompetensi diselenggarakan untuk menghasilkan tenaga kesehatan yang kompeten sesuai dengan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi kerja (PBM no. 36 tahun 2013). Uji kompetensi merupakan bagian dari penilaian hasil belajar mahasiswa di bidang kesehatan dan dibagi dalam dua tahap yaitu uji tertulis dan uji praktek. Berdasarkan Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal DIKTI, uji kompetensi ini dapat dilaksanakan pada tahap akhir setelah menyelesaikan seluruh tahap pendidikan sebagai exit exam dimana hal tersebut harus memperhatikan pentingnya lingkungan akademik profesional. (DIKTI, 2013). Tetapi setelah melihat hasil uji kompetensi yang sudah dilakukan pada mahasiswa DIII kebidanan, DIII keperawatan dan Ners, ternyata masih diperlukan adanya perbaikan pada sistem pendidikan. Oleh karena itu, pada
87
tanggal 18 Juni 2014 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Pendidikan
Tinggi
mengeluarkan
surat
edaran
nomor
529/E.E3/DT/2014 tentang Status Uji Kompetensi bagi Mahasiswa Program Studi DIII Kebidanan, DIII Keperawatan dan Ners yang berisi tentang belum digunakannya uji kompetensi untuk menentukan kelulusan atau sebagai exit exam (DIKTI, 2014). Sebesar 86,4 % lulusan yang lulus UKNI memiliki nilai Try Out tinggi, hal ini dapat berarti bahwa 86,4 % lulusan yang lulus UKNI dapat teridentifikasi melalui Try Out (sensitivitas). Sementara, sebesar 87,9 % lulusan yang tidak lulus UKNI memiliki nilai Try Out rendah, hal ini dapat berarti bahwa 87,9 % lulusan yang tidak lulus UKNI dapat teridentifikasi melalui Try Out (spesifisitas). Idealnya, untuk dapat dikatakan sebagai prediktor yang sempurna, kedua keadaan di atas (sensitivitas dan spesifisitas) harus memiliki nilai 100%. Artinya, tidak ada lulusan yang lulus UKNI memiliki nilai Try Out rendah (“false negative”) dan tidak ada lulusan yang tidak lulus UKNI memiliki nilai Try Out tinggi (“false positive”). Namun untuk mendapatkan keadaan ideal tersebut hampir tidak dimungkinkan pada keadaan nyata, sehingga haruslah ditentukan salah satu dari kedua keadaan mana yang akan ditingkatkan, karena biasanya sensitivitas berbanding terbalik dengan spesifisitas (Gordis, 2009). Pada keadaan ini, dengan pertimbangan bahwa lebih baik lulusan mendapatkan nilai Try Out yang rendah namun lulus UKNI dibandingkan dengan lulusan mendapat nilai Try Out yang tinggi namun tidak lulus UKNI, maka terdapat kecenderungan untuk memilih meningkatkan nilai spesifisitas dibandingkan meningkatkan nilai sensitivitas. Dengan demikian, harus dilakukan usaha-usaha yang dapat menurunkan angka “false positive”, seperti sedikit meningkatkan tingkat kesulitan soal Try Out. Pada penelitian ini, “false positive” terjadi pada 4 orang lulusan yang memiliki nilai Try Out berselisih kurang dari 1%, 2%, 3%, dan 6% dari nilai kelulusan UKNI. Sehingga, dengan peningkatan nilai Try Out 3% dari nilai kelulusan UKNI dapat mengurangi “false positive” sebesar 75%. 88
Angka “false negative” pada penelitian ini adalah sebesar 13,6%. Hal ini kemungkinan dapat diakibatkan karena kedua uji ini tidak dilakukan pada saat yang bersamaan, namun terdapat rentang waktu sekitar dua bulan antara pelaksanaan Try Out dengan pelaksanaan UKNI, sehingga lulusan yang memiliki nilai Try Out rendah akan secara otomatis berusaha untuk meningkatkan kemampuannya pada saat UKNI. SIMPULAN Try Out dapat mengidentifikasi 86,4 % lulusan yang lulus UKNI dan 87,9 % yang tidak lulus UKNI. SARAN Bagi pengelola (penentu kebijakan UKNI) agar pada pelaksanaan UKNI yang akan datang dapat sedikit meningkatkan tingkat kesulitan soal Try Out, sehingga diharapkan dapat menurunkan kejadian “False Positive” (lulusan yang tidak lulus UKNI namun memiliki nilai Try Out tinggi). Bagi peserta Try Out yang telah mendapatkan nilai lebih tinggi atau sama dengan nilai kelulusan UKNI disarankan untuk setidaknya memiliki kemampuan 3% lebih tinggi dari nilai batas lulus, sehingga memperkecil peluang untuk tidak lulus UKNI. DAFTAR PUSTAKA Dikti. 2013. Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta : Ditjen DIKTI DIKTI. 2014. Peningkatan Kemampuan Lulusan Pendidikan Tinggi Kesehatan Melalui Uji Kompetensi. Gordis, L. (2009). Epidemiology, Fourth Edition. Philadelphia : Saunders Elsevier. HPEQ Project (Health Professional Education Quality Project).2013.Panduan penyelenggaran ujian OSCE : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. International Council of Nurses (1965). Position statements. Geneva: ICN. 89
Nursalam. 2008. Konsep keperawatan.Jakarta.
dan
penerapan
metodologi
penelitian
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2005. Standar kompetensi perawat Indonesia. Jakarta. Porta, M., Greenland, S., Last, J. M. (Eds.). (2008). A Dictionary of Epidemiology, Fifth Edition. Oxford : Oxford University Press.
90
ANALISIS HASIL TRY OUT UJI KOMPETENSI NERS BERBASIS PDCA DI PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER Dodi Wijaya¹, Lantin Sulistyorini², Wantiyah³ 1,2,3 Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) Universitas Jember Email :
[email protected] Abstrak Mahasiswa Keperawatan pada akhir proses pendidikan harus mengikuti Uji Kompetensi Nasional sesuai dengan amanat UU 38 Tahun 2014 pasal 16. Mahasiswa Keperawatan sebelum mengikuti Uji Kompetensi Nasional akan mengikuti Try out Uji Kompetensi Ners. Try out dilaksanakan sebagai alat bagi institusi penyelenggara pendidikan keperawatan melakukan penjaminan mutu terhadap kualitas penyelenggaraan pendidikan keperawatan, namun terkadang penjaminan mutu terhadap luaran pendidikan kurang optimal dilaksanakan oleh karena itu proses PDCA (Plan- Do- Check- Action) perlu diterapkan untuk menjamin luaran yang diinginkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan keterlibatan dosen dalam pengendalian mutu dengan hasil try out Uji Kompetensi Ners dengan pendekatan PDCA. Penelitian ini berjenis deskriptif analitik pendekatan cross sectional, Sampel berjumlah 160 peserta try out nasional Uji Kompetensi Ners PSIK Universitas Jember periode ke-7 sampai dengan ke-11 dengan menggunakan teknik total sampling. Alat pengumpul data menggunakan data primer hasil try out nasional Uji Kompetensi Ners dari AIPNI dan lembar observasi keterlibatan dosen dalam membimbing try out Uji Kompetensi Ners. Analisis menggunakan uji T Independen dengan tingkat kemaknaan 95% (α ≤ 0,05). Rata- rata nilai hasil try out nasional Uji Kompetensi Ners PSIK Universitas Jember periode ke-7 sampai dengan ke-11 yaitu 54,56. Mayoritas (100%) dosen memiliki keterlibatan dalam pengendalian mutu hasil try out melalui bimbingan soal uji kompetensi Ners. Analisis statistik didapatkan p = 0,000. Ada hubungan yang signifikan keterlibatan dosen dalam pengendalian mutu dengan hasil try out Uji Kompetensi Ners dengan pendekatan PDCA. Temuan ini penulis merekomendasikan kepada Ketua, Sekretaris I bidang Akademik, dan Dosen PSIK Universitas Jember, agar pengendalian mutu proses pembimbingan try out Uji Kompetensi Ners berbasis PDCA dapat diterapkan demi peningkatan hasil pencapaian kelulusan Uji Kompetensi Ners Indonesia. Kata Kunci : Try out, Uji Kompetensi Ners, PDCA
91
ANALYSIS ON THE RESULT OF PDCA-BASED NERS COMPETENCY TRY-OUT TEST AT THE SCHOOL OF NURSING, UNIVERSITY OF JEMBER Abstract All nursing students are obliged to take National Competency Test as mandated by Act number 38, 2014 article 16. This test is taken at the end of their learning process. Nursing students are subject to take the Ners competency try-out test before attending National Competency Test. The try-out test is conducted as the means for the respective Nursing Department to provide quality assurance regarding the nursing education they conduct. However, the quality assurance of the output of the nursing education is given less-optimum attention. Therefore, the PDCA (Plan-Do-Check-Action) process is urgently needed so as to assure the expected output fulfilled. The objective of this research is to analyze the correlation of the lecturer’s involvement in the quality control and the result of the Ners try-out test by using PDCA approach. This research is designed as a descriptive-analytical one, by employing cross-sectional approach. As many as 160 test-takers of the Ners try-out test conducted at School of Nursing, University of Jember, covering the 7th to 11th period, are taken as the sample of this research by employing total sampling technique. The data collection instruments include primary data of the Ners try-out test conducted by AIPNI and the observation sheet of lecturer’s involvement in conducting mentoring session of the Ners try-out test. The analysis of this research employs T Independen test with the reliability of 95% (α ≤ 0,05). The mean of the Ners tryout test conducted at School of Nursing, University of Jember, covering the 7 th to 11th period is 54,56. Majority (100%) of the lecturers show involvement in the quality control attempt by conducting mentoring session of the Ners try-out test. The statistical analysis reveals that p = 0,000. This translates as there is a significant correlation between the lecturer’s involvement in the quality control attempt and the result of the Ners try-out test by using PDCA approach. This finding allows the researcher to recommend that the Head of School of Nursing, University of Jember and The Academic Affair Secretary, as well as the entire lecturers of the School of Nursing, University of Jember implement the quality control on the mentoring session of the PDCA-based Ners try-out test in order to improve the passing grade achievement on the Indonesia Ners Competency Test, respectively. Key Words: Try-Out test, Ners Competency test, PDCA
92
PENDAHULUAN Pendidikan tinggi bidang kesehatan dalam upaya menjamin mutu pendidikan tinggi dan sesuai dengan amanah UU No.12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, pemerintah telah menyelenggarakan sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi bidang kesehatan, yang salah satu kebijakan utamanya adalah penyelenggaraan uji kompetensi secara nasional (Ristek dikti, 2016). Pendidikan tinggi keperawatan salah satu penyelenggara pendidikan di bidang kesehatan telah menyelenggarakan uji kompetensi secara nasional yang dikenal dengan Uji Kompetensi Ners Indonesia (UKNI). UKNI adalah ujian yang dilaksanakan setelah mahasiswa menyelesaikan seluruh rangkaian pendidikan profesi Ners. Sesuai dengan UU 38 tahun 2014 pasal 16 ayat 3 menyebutkan tujuan uji kompetensi dilaksanakan untuk mencapai standar kompetensi lulusan yang memenuhi standar kompetensi kinerja yang dalam hal ini adalah kompetensi Ners generalis. UKNI diharapkan dapat mengurangi perbedaan kualitas lulusan Ners di Indonesia. UKNI merupakan bagian dari upaya standardisasi registrasi dan izin praktik bagi Ners generalis yang akan memberikan pelayanan kesehatan di Indonesia. UKNI dari segi tantangan global diharapkan mampu menyaring Ners generalis
di
Indonesia
yang
kompeten
untuk
memberikan
pelayanan
keperawatan/kesehatan secara komprehensif kepada masyarakat, dengan prinsip utama keselamatan pasien. UKNI dari segi pendidikan diharapkan dapat mendorong perbaikan kurikulum dan proses pembelajaran di tiap institusi pendidikan, dan menjadi dasar pembinaan mutu pendidikan bidang kesehatan yang menjadi tanggung jawab Kementerian (Ristek dikti, 2016). UKNI diselenggarakan setiap dua kali dalam setahun yang diselenggarakan oleh Kemenristek Dikti bekerjasama dengan organisasi profesi (PPNI). Sebelum melaksanakan UKNI terlebih dahulu dilaksanakan try out UKNI secara nasional yang diselenggarakan oleh Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI). Try out uji kompetensi Ners dilaksanakan sebagai alat bagi institusi penyelenggara pendidikan keperawatan melakukan penjaminan mutu terhadap 93
kualitas penyelenggaraan pendidikan keperawatan. Penjaminan mutu terhadap kualitas penyelenggaraan pendidikan keperawatan perlu dilakukan mengingat angka kelulusan UKNI masih fluktuatif. Data yang dihimpun dari AIPNI menyebutkan angka kelulusan UKNI periode Juni 2014 sebesar 57,81%, periode November 2014 sebesar 46,2%, periode Mei 2015 sebesar 45,5%, periode September 2015 sebesar 53,61%, dan periode April 2016 sebesar 42,31%. Angka tersebut menunjukkan tingkat kelulusan peserta UKNI masih tergolong 50%. Oleh karena itu pentingnya try out uji kompetensi Ners diikuti oleh intitusi pendidikan keperawatan untuk dapat digunakan oleh institusi dan individu sebagai alat prediksi awal untuk menyusun strategi belajar dan pembimbingan kepada peserta didik agar lebih terarah dan spesifik. Try out uji kompetensi Ners juga dapat digunakan sebagai penjaminan mutu terhadap evaluasi kekuatan dan kelemahan institusi pendidikan keperawatan dalam capaian kompetensi yang diharapkan dari peserta didik. Penjaminan mutu pendidikan keperawatan oleh instistusi penyelenggara pendidikan keperawatan perlu dilakukan sebagai upaya menjaga public accountability atau menjaga kepercayaan masyarakat akan lulusan perawat yang berkualitas dan kompeten terhadap tugas dan wewenangnya dalam memberikan layanan keperawatan/ kesehatan. Penjaminan mutu pendidikan keperawatan dilakukan sebagai arah ide, konsep, dan mekanisme penjaminan mutu (internal) pendidikan tinggi keperawatan yang dikelola dapat terarah sesuai dengan visi misi setiap institusi penyelenggara pendidikan keperawatan. Penjaminan mutu pendidikan
keperawatan
seyogyanya
dilakukan
secara
berkelanjutan.
Penjaminan mutu berkelanjutan dapat dilaksanakan dengan adanya komitmen setiap penyelenggara pendidikan keperawatan bahwa mutu lulusan harus ditingkatkan secara berkelanjutan. Hasil dari try out uji kompetensi Ners dapat dijadikan
bahan
bagi
institusi
penyelenggara
pendidikan
keperawatan
melakukan penjaminan mutu berkelanjutan terhadap luaran pendidikan, namun pada kenyataannya penjaminan mutu luaran pendidikan kurang optimal dilaksanakan. Kondisi ini bisa disebabkan karena kurangnya kebijakan yang 94
harus ditindaklanjuti dengan menyikapi hasil evaluasi mutu lulusan dan menyusun strategi yang fokus terhadap kualitas lulusan. Penjaminan mutu (quality assurance) berkelanjutan pendidikan tinggi keperawatan dapat dilakukan melalui berbagai model manajemen kendali mutu. Salah satu manajemen yang dapat digunakan adalah model PDCA (plan, do, check, action) yang akan menghasilkan pengembangan mutu yang berkelanjutan (continuous improvement) atau kaizen mutu pendidikan tinggi di Perguruan Tinggi (Depdiknas, 2003). PDCA merupakan proses berpikir sistematis dan struktural tentang sebuah akar permasalahan untuk dicarikan solusi sehingga dapat menjadi standarisasi baru untuk proses perbaikan berkelanjutan (Rangkayo, 2013). PDCA menganut empat langkah berulang dalam akronim Plan Do Check Act. PDCA yang baik adalah PDCA yang memiliki proses perencanaan dan tindak lanjut jelas dan stimulan, sedangkan PDCA yang benar adalah PDCA yang dilakukan proses evaluasi dan monitoring terhadap aktivitas dan kinerja yang dilakukan. Kaitan hasil try out UKNI dapat dijadikan evaluasi terhadap akar permasalahan keberhasilan capaian hasil UKNI dan dapat dicarikan solusi yang tepat
sebagai
bentuk
penjaminan
mutu
penyelenggaraan
pendidikan
keperawatan yang berkelanjutan. Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) Universitas Jember merupakan merupakan perguruan tinggi negeri (PTN) yang berada di kota Jember. Kabupaten Jember sendiri berada di Jawa Timur bagian timur. PSIK Universitas Jember, didirikan sejak tahun 2005, dalam perkembangannya, PSIK Universitas Jember saat ini menjadi sebuah program studi yang terakreditasi B. Memasuki usia ke-12 PSIK berdiri, tentunya telah banyak perubahan yang terjadi ditengah semakin kuatnya tekanan dan pengaruh globalisasi, perkembangan IPTEK, maupun perkembangan dunia keperawatan itu sendiri. Kondisi ini menuntut adanya penjaminan mutu penyelenggaraan pendidikan tinggi sehingga dapat menghasilkan output yang bermutu berdaya saing tinggi yang siap bersaing di tataran global, relevan dengan kebutuhan masyarakat terutama sektor pendidikan dan kesehatan. PSIK Universitas Jember turut memiliki peran dalam 95
mencetak tenaga kesehatan yang profesional guna menjawab kebutuhan kesehatan masyarakat, hal ini merupakan sebuah tantangan namun juga menjadi sebuah peluang, mengingat Kabupaten Jember dan Karisidenan Besuki, serta wilayah lainnya telah memiliki banyak sentral pelayanan kesehatan yang membutuhkan tenaga - tenaga kesehatan yang profesional guna mendukung pelayanan kesehatan/ keperawatan yang bermutu. Pelayanan keperawatan yang bermutu tentunya turut didukung oleh tenaga perawatan yang memiliki kompetensi keilmuan keperawatan professional, yang dilahirkan melalui serangkaian proses pendidikan yang bermutu tinggi. Lulusan Ners PSIK Universitas Jember telah mengikuti UKNI, terhitung sejak periode Juni 2014 sampai dengan September 2016. Hasil UKNI lulusan Ners PSIK Universitas Jember periode Juni 2014 peserta lulus 100%, periode November 2014 peserta lulus 100%, periode Mei 2015 peserta lulus 98%, periode September 2015 peserta lulus 97%, periode April 2016 peserta lulus 97%, periode September 2016 peserta lulus 95%. Data ini menunjukkan tingkat kelulusan UKNI lulusan Ners PSIK Universitas Jember semakin menurun meskipun masih diatas 70% tingkat kelulusan yang diharapkan Borang Akreditasi Ners, namun hasil ini perlu menjadi bahan evaluasi terhadap penjaminan mutu luaran pendidikan keperawatan yang berkelanjutan. Evaluasi penjaminan mutu berkelanjutan dapat dilakukan dengan berbasis PDCA dimana titik pointnya adalah keterlibatan dosen dalam pengendalian mutu hasil try out Uji Kompetensi Ners melalui bimbingan intensif belajar mahasiswa menghadapi try out Uji Kompetensi Ners dan UKNI . Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan keterlibatan dosen dalam pengendalian mutu dengan hasil try out Uji Kompetensi Ners dengan pendekatan PDCA. METODE PENELITIAN Penelitian ini berjenis deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian yaitu lulusan Ners PSIK Universitas Jember yang mengikuti try out Uji Kompetensi Ners ke-7 sampai dengan ke-11 (periode September 2014 96
sampai dengan periode Juli 2016). Sampel berjumlah 160 peserta try out nasional Uji Kompetensi Ners dari PSIK Universitas Jember. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Alat pengumpul data menggunakan data primer hasil try out nasional Uji Kompetensi Ners dari AIPNI dan lembar observasi keterlibatan dosen dalam membimbing try out Uji Kompetensi Ners. Analisis statistik menggunakan uji T Independen dengan tingkat kemaknaan 95% (α ≤ 0,05). HASIL PENELITIAN Penjaminan mutu luaran pendidikan keperawatan yang berkelanjutan terhadap hasil try out Uji Kompetensi Ners berbasis PDCA dengan langkah- langkah sebagai berikut : Tabel 1. Langkah- langkah PDCA hasil try out Uji Kompetensi Ners di PSIK Universitas Jember pada bulan September 2014 s.d Juli 2016 Plan Rencanakan 1. Mengidentifikasi permasalahan 2. Menganalisis permasalahan 3. Membuat sasaran dan proses Do Kerjakan 1. Melakukan apa yang telah direncanakan 2. Mencoba potensi solusi yang mungkin Check Cek 1. Mengukur sejauh mana efektiftas solusi 2. Menganalisa kemungkinan dapat ditingkatkan perbaikan dalam berbagai cara Action Tindak 1. Menyusun rencana perbaikan Lanjuti 2. Menyusun rencana tindak lanjut Tabel 1 menunjukkan langkah- langkah yang ditempuh dalam menganalisis hasil try out Uji Kompetensi Ners di PSIK Universitas Jember meliputi Plan – Do – Check – Action. Langkah- langkah tersebut tergambar dalam siklus kendali mutu berbasis PDCA sebagai berikut : Plan
Act
Do
97
Check Gambar 1. Siklus kendali mutu berbasis PDCA di PSIK Universitas Jember pada bulan September 2014 s.d Juli 2016 Gambar 1 menerangkan bahwa, penjaminan mutu hasil try out Uji Kompetensi Ners di PSIK Universitas Jember harus dilakukan secara terus-menerus agar dapat menghasilkan mutu lulusan yang diharapkan. Adapun siklus kendali mutu berbasis PDCA tersebut menuangkan hasil sebagai berikut : Tabel 2. Hasil tahapan Plan dalam siklus PDCA di PSIK Universitas Jember pada bulan September 2014 s.d Juli 2016 Plan 1. Kurangnya pemahaman Lulusan Ners PSIK Universitas Jember dalam menyelesaikan soal- soal Uji Kompetensi Ners 2. Kurangnya pembimbingan dari dosen PSIK Universitas Jember dalam menyelesaikan soal- soal Uji Kompetensi Ners 3. Sasaran 100% Lulusan Ners mencapai nilai try out Uji Kompetensi Ners diatas Nilai Batas Lulus (NBL) 4. Lakukan try out Uji Kompetensi Ners dilingkungan PSIK Universitas Jember dalam waktu satu hari 5. Lakukan pembahasan soal- soal try out Uji Kompetensi Ners dilingkungan PSIK Universitas Jember dalam waktu dua hari 6. Lakukan sosialisasi aplikasi CBT dalam waktu satu hari dilaksanakan 2 minggu sebelum Uji Kompetensi Ners Tabel 3. Distribusi frekuensi tahapan Do (keterlibatan dosen dalam pengendalian mutu hasil try out Uji Kompetensi Ners) di PSIK Universitas Jember pada bulan September 2014 s.d Juli 2016 (n= 19) Variable TO KePeriode Frequency Percent Keterlibatan Dosen Baik 19 100 27 September 7 2014 Kurang 0 0 Baik 19 100 8 2 Mei 2015 Kurang 0 0 Baik 19 100 9 8 Agustus 2015 Kurang 0 0 10
16 Januari 2016
11
30 Juli 2016
Baik Kurang Baik
19 0 19 98
100 0 100
Kurang
0
0
Hasil analisis univariat pada tabel 3 menunjukkan mayoritas keterlibatan dosen dalam pengendalian mutu hasil try out Uji Kompetensi Ners tergolong baik. Hasil ini menunjukkan bahwa dosen telah memiliki komitmen yang baik dalam menjamin mutu hasil try out Uji Kompetensi Ners. Komitmen yang baik dalam tahap ini menandakan adanya keinginan dari seluruh civitas akademika PSIK Universitas Jember bahwa hasil Uji Kompetensi Ners dapat lulus 100%. Tabel 4. Rerata tahapan Check hasil try Out Uji Kompetensi Ners di PSIK Universitas Jember pada bulan September 2014 s.d Juli 2016 (n= 160) TO Periode Institusi Kode Jumlah Nilai Standa Nilai Nilai KeSoal Peserta Rerat r Tertingg Terenda a Deviasi i h 7 27 Sept PSIK UNEJ 9 13 53,2 4,5 60,0 46,7 2014 Data 9 2889 43,2 8,1 69,4 15,6 Statistik Nasional 8 2 Mei PSIK UNEJ 1 19 54,3 5,0 61,7 43,9 2015 Data 1 1898 45,7 8,5 70,0 19,4 Statistik Nasional PSIK UNEJ 2 20 53,0 4,1 61,7 45,6 Data 2 1881 46,8 7,8 73,3 18,9 Statistik Nasional PSIK UNEJ 3 20 54,0 4,9 62,2 45,6 Data 3 1897 44,9 8,0 66,7 19,4 Statistik Nasional 9 8 PSIK UNEJ 1 37 50,8 5,0 60,6 39,4 Agustus Data 1 3096 43,2 7,6 63,3 15,6 2015 Statistik Nasional 10 16 PSIK UNEJ 1 16 52,6 5,2 61,1 43,9 Januari Data 1 2325 45,1 7,2 66,7 21,7 2016 Statistik Nasional PSIK UNEJ 2 17 57,1 3,2 64,4 52,2 Data 2 2332 46,2 8,9 71,1 16,1 Statistik Nasional 11 30 Juli PSIK UNEJ 1 9 59,1 3,9 66,7 51,7 99
2016
Data 1 3221 48,4 8,6 71,7 14,4 Statistik Nasional PSIK UNEJ 2 9 57,0 3,7 61.7 50,6 Data 2 3258 49,1 8,7 72,2 17,2 Statistik Nasional Sumber :Data Primer Hasil Try Out UKNI ke-7 sampai dengan ke-11 PSIK Universitas Jember Tabel 4 menjelaskan tentang Tahapan Check Hasil Try Out Uji Kompetensi Ners di PSIK Universitas Jember periode bulan September 2014 sampai dengan periode Juli 2016 menunjukkan bahwa 5 periode try out UKNI yang diikuti lulusan Ners PSIK Universitas Jember menunjukkan rata-rata nilai try out UKNI sebesar 54,56. Angka ini lebih tinggi 80% dibandingkan rata-rata hasil try out UKNI secara nasional. Rata- rata tertinggi yang diperoleh lulusan Ners PSIK Universitas Jember selama 5 periode, terletak pada periode try out UKNI ke-11 pada tanggal 30 Juli 2016 dengan nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 59,1 lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata nasional sebesar 49,1. Tabel 4 menunjukkan pula bahwa hasil nilai tertinggi yang diperoleh lulusan Ners PSIK Universitas Jember dalam mengikuti try out UKNI belum tertinggi secara nasional. Tabel 5. Analisis hubungan keterlibatan dosen dalam pengendalian mutu dengan hasil try out Uji Kompetensi Ners dengan pendekatan PDCA pada bulan September 2014 s.d Juli 2016 Variabel N Mean SD SE t df p value OR 95% CI Keterlibatan 19 53,29 2,188 1,183 0,275 23,75 0,000 0,190 dosen 0,845 dengan hasil try out UKNI Hasil analisis tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata keterlibatan dosen dalam pengendalian mutu dengan hasil try out Uji Kompetensi Ners diantara 53,29 dengan SD 2,1888. Hasil analisis uji statistik disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara keterlibatan dosen dalam pengendalian mutu dengan hasil try out Uji Kompetensi Ners ( p value = 0,000, CI= 0,190; 0,845). 100
Tabel 6. Hasil tahapan Action dalam siklus PDCA di PSIK Universitas Jember pada bulan September 2014 s.d Juli 2016 Action 1. Memperbanyak bank soal try out UKNI di lingkungan internal PSIK Universitas Jember 2. Mengadakan item review soal-soal try out UKNI di lingkungan internal PSIK Universitas Jember 3. Merubah proses pembimbingan soal-soal try out UKNI dengan model Cara Belajar Ners Aktif (CBNA) dengan pembimbingan yang lebih intensif. 4. Menambah waktu pembahasan soal-soal try out UKNI di lingkungan internal PSIK Universitas Jember PEMBAHASAN Penjaminan mutu merupakan proses penetapan dan pemenuhan standar mutu
pengelolaan
secara
konsisten
dan
berkelanjutan.
Perkembangan
penjaminan mutu dalam penyelenggaraan pendidikan adalah penjaminan (Assurance) terhadap kualitas yang bertujuan antara lain membantu perbaikan dan peningkatan secara terus-menerus dan berkesinambungan melalui praktek yang terbaik dan mau mengadakan inovasi (Saputra, 2011). Undang-undang No.12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi berdampak terhadap pengelolaan penyelenggaraan pendidikan. Di satu sisi kebijakan otonomi pendidikan sangat berpengaruh positif terhadap berkembangnya perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan yang berbasis kepada kebutuhan dan tantangan yang dihadapi dimasyarakat. Keragaman potensi sumberdaya pendidikan dimasing- masing perguruan tinggi menyebabkan mutu keluaran lulusan sangat bervariasi. Oleh karena itu, standarisasi mutu regional dan nasional merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam upaya penjaminan mutu berkelanjutan dan peningkatan mutu pendidikan (Moerdiyanto, 2010) Upaya
penjaminan
mutu
berkelanjutan
dapat
dilakukan
dengan
pendekatan PDCA (Plan- Do- Check- Action) yang merupakan suatu proses pemecahan masalah empat langkah iteratif yang umum digunakan dalam pengendalian kualitas. Kaitan hasil try out Uji Kompetensi Ners dalam pendekatan PDCA yaitu cara yang digunakan untuk menggali kelemahan dan pemecahan masalah terkait keberhasil mutu lulusan Ners dalam mengikuti Uji 101
Kompetensi Ners. Berdasarkan tabel 3 menunjukkan hasil mayoritas (100%) dosen memiliki keterlibatan kategori baik dalam pengendalian mutu hasil try out Uji Kompetensi Ners. Hasil ini menunjukkan bahwa civitas akademika di PSIK Universitas Jember memiliki komitmen yang baik untuk menghantarkan lulusan Ners berhasil dalam Uji Kompetensi Ners melalui proses pembimbingan intensif try out Uji Kompetensi Ners. Komitmen yang baik dari civitas akademika PSIK Universitas Jember tentunya di dukung karena faktor iklim kerja yang kondusif, suasana akademisi yag mendukung, serta adanya dukungan pemangku kebijakan di internal PSIK Universitas Jember. Menurut Rangkayo (2013) menyebutkan bahwa komitmen yang baik dari seluruh komponen yang terlibat dalam PDCA merupakan langkah awal yang baik untuk mencapai tujuan yang diharapkan sesuai apa yang direncanakan. Tahapan Plan dalam siklus ini merencanakan dosen terlibat dalam proses pembimbingan intensif selama try out Uji Kompetensi Ners di internal PSIK Universitas Jember dengan harapan hasil try out Uji Kompetensi Ners nasional dan hasil Uji Kompetensi Ners dapat 100% lulus atau di atas nilai batas lulus. Hal ini berarti apa yang telah di Plan- kan sejalan dengan hasil yang diharapkan. Tabel 4 menunjukkan hasil Try Out Uji Kompetensi Ners di PSIK Universitas Jember periode bulan September 2014 sampai dengan periode Juli 2016 (5 periode) yang diikuti lulusan Ners PSIK Universitas Jember mendapatkan hasil rata-rata nilai try out UKNI sebesar 54,56. Angka ini lebih tinggi 80% dibandingkan rata-rata hasil try out UKNI secara nasional, namun nilai tertinggi yang diperoleh lulusan Ners PSIK Universitas Jember dalam mengikuti try out UKNI belum tertinggi secara nasional. Hasil ini menunjukkan adanya keberhasilan dalam tahan Check sesuai dengan Plan yang telah disusun. Menurut Jufina (2012) perencanaan yang baik akan memberikan dampak output/ hasil yang baik pula. Hasil ini menunjukkan bahwa perencanaan yang telah disusun dalam tahap Plan sudah dapat dikatakan berhasil baik. Hal ini sejalan dengan tabel 5 yang menunjukkan hasil statistik p value 0,000 yang artinya ada hubungan yang signifikan antara keterlibatan dosen dalam 102
penjaminan mutu dengan hasil try out Uji Kompetensi Ners. Keberhasilan dalam program ini tentunya tidak lepas dari manajemen penjaminan mutu dengan pendekatan PDCA. Hal ini perlu dilakukan agar penyelenggaraan pendidikan keperawatan dapat mengukur tingkat keberhasilan dan kualitas lulusan sesuai dengan indeks kinerja institusi yang telah disusun. Manajemen PDCA dilakukan sebagai upaya penjaminan mutu berkelanjutan sebuah intitusi pendidikan keperawatan. Menurut Jufina (2012) menjelaskan bahwa siklus PDCA tidak hanya sekedar alat, namun merupakan sebuah konsep atau gambaran proses perbaikan yang berkelanjutan. Siklus PDCA dapat ditanamkan menjadi budaya organisasi suatu akademisi untuk menjamin keberlangsungan kualitas sebuah akademik. Hal terpenting dalam proses PDCA adalah pada langkah “act”. Hal ini dikarenakan pada tahap ini merupakan tahap terakhir penyelesaian suatu masalah serta merupakan langkah awal dalam menemukan dan menyelesaikan masalah selanjutnya. Hal inilah yang menjadikan siklus PDCA sebagai suatu tindakan perbaikan yang berkelanjutan. Pelaksanaan implementasi PDCA menjadi wewenang dan tanggung jawab bagi seluruh civitas akademika dalam hal ini mengawal suksesnya peserta didik /lulusan Ners mengikuti Uji Kompetensi Ners. Wewenang dan tanggung jawab tersebut bukan sekedar kumpulan semua aktivitas yang harus dijalankan namun tetap perlu diharmonisasikan atau diseimbangkan. Tujuan dari Siklus PDCA ini adalah untuk melakukan perbaikan di dalam penyelenggaraan pendidikan keperawatan secara terus menerus. Jangan sampai wewenang dan tanggungjawab ini terlalu berat untuk dijalankan atau tidak dapat dijalankan karena tidak sesuai dengan fungsinya.
103
SIMPULAN Analisis hasil try out Uji Kompetensi Ners berbasis PDCA di PSIK Universitas Jember menunjukkan bahwa mayoritas dosen memiliki keterlibatan dalam pengendalian mutu dalam kategori baik. Hasil try out Uji Kompetensi Ners lulusan PSIK Universitas Jember selama 5 periode mendapatkan rata-rata 54,56. Uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara keterlibatan dosen dalam pengendalian mutu dengan hasil try out Uji Kompetensi Ners dengan pendekatan PDCA di PSIK Universitas Jember ( p value = 0,000, CI= 0,190; 0,845). Hasil ini merekomendasikan merekomendasikan kepada Ketua, Sekretaris I bidang Akademik, dan Dosen PSIK Universitas Jember, agar pengendalian mutu proses pembimbingan try out Uji Kompetensi Ners berbasis PDCA dapat diterapkan demi peningkatan hasil pencapaian kelulusan Uji Kompetensi Ners Indonesia. Ucapan terima kasih kepada : Ketua PSIK Universitas Jember, Sekretaris I, Dosen PSIK Universitas Jember, Bagian Profesi Ners PSIK Universitas Jember dan Lulusan Ners Angkatan 11 sampai angkatan 15 PSIK Universitas Jember. DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Pedoman Penjaminan Mutu (Quality Assurance) Pendidikan Tinggi. Jakarta: Depdiknas. Jufina. (2012). Implementasi PDCA dalam Continuous Improvement Perusahaan. Diakses 10 Januari 2017 jam 15.45 WIB melalui http://indosdm.com Moerdiyanto. (2010), Strategi Pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Diakses 10 Januari 2017 jam 15.15 WIB melalui http://indosdm.com Rangkayo. (2013). Memahami Konsep PDCA sebagai Model mencari Akar Masalah. Diakses 12 Januari 2017 Jam 20.23 WIB melalui http://www.adln.lib.unair.ac.id Ristek Dikti (2016). Siaran Pres. No. 08/SP/HM/BKKP/IV/2016. diakses 12 Januari 2017 jam 21.15 WIB melalui http://ristekdikti.go.id/implementasi-uji-kompetensi-nasional-bidangkesehatan-sebagai-langkah-konkrit-penjaminan-mutu-pendidikan-tinggikesehatan/ 104
Saputra S. (2011). Penjaminan Mutu Pendidikan Melalui PDCA. Diakses 11 Januari 2017 Jam 21.35 WIB melalui http://gears99.blogspot.co.id/2012/04/penjaminan-mutu-pendidikan.
105
CORE COMPETENCIES ON CARE OF THE DYING, DEAD AND BEREAVED FOR UNDERGRADUATE NURSING STUDENTS: A SCOPING REVIEW Hana Rizmadewi Agustinaa, Karen Coxb, Christine Moffattc and Bridget Johnstond aPhD student at Nottingham Care Centre for the Advancement Research into Supportive, Palliative and End of Life Care (NCARE) , School of Health Sciences, University of Nottingham, United Kingdom. bProfessor of Cancer and Palliative Care, Nottingham Care Centre for the Advancement Research into Supportive, Palliative and End of Life Care (NCARE), School of Health Sciences, University of Nottingham, United Kingdom. cProfessor of Clinical Nursing, Derby Teaching Hospitals NHS Foundation Trust, School of Health Sciences, University of Nottingham, United Kingdom d Florence Nightingale Foundation Professor of Clinical Nursing Practice Research, School of Medicine, Dentistry & Nursing, College of Medical, Veterinary & Life Sciences, University of Glasgow, United Kingdom. Correspondence:
[email protected] Abstract Few studies about the analysis of core competencies and curricula, prior to developing specific education on palliative and end of life care for preregistration nursing students particularly in the limited-resource settings. Aim This study aimed to map the international core competencies related to care of the dying, dead and bereaved for undergraduate nursing education. Searched was conducted for eight months from May to November 2016 using electronic databases and popular search engines. Using controlled vocabulary, English language documents from January 1990 to December 2015 were retrieved and then included in the review, yielding a sample of 11 documents. Findings highlighted sixteen core competencies obtained from various organisations/institutions related to the development of palliative and end of life care. The institutions were identified majority located in the rich-resources countries meanwhile little known in the resources-poor countries. The reviewed core competencies have demonstrated the integration of cognitive, affective and psychomotor aspects in delivering palliative and end of life care. The present challenges are mostly related to what is the best educational strategies should be delivered as well as what are outcome measures and how those can be accurately measured. Further research is needed to compare and contrast the national core competencies of undergraduate nursing programme with the international competences as a benchmark, can help to illuminate the gaps and potential 106
solution to develop more comprehensive and applicable competencies prior to develop a new course or training. Key Words: care of the dying, competency, dying and death, bereavement care, end of life care, palliative care, preregistration student nurses, and undergraduate education.
KOMPETENSI INTI PERAWATAN MENJELANG KEMATIAN, SAAT KEMATIAN DAN BERDUKA (CARE OF THE DYING, DEAD AND BEREAVED) UNTUK MAHASISWA S1-KEPERAWATAN
Abstrak Beberapa penelitian tentang analisis kompetensi inti dan kurikulum, sebelum mengembangkan pendidikan khusus tentang perawatan paliatif dan menjelang akhir kehidupan (palliative dan end of life care) bagi mahasiswa keperawatan tingkat sarjana khususnya dinegara dengan keterbatasan sumber daya. Tujuan Studi literatur ini bertujuan untuk memetakan kompetensi inti perawatan menjelang kematian, paska kematian dan berduka untuk pendidikan keperawatan sarjana. Pencarian dilakukan selama delapan bulan dari bulan Mei sampai December 2016 dengan menggunakan CINAHL, Medline, PsyInfo, EMBASE, Web of Science, AMED, ASSIA, dan ERIC. Mesin pencari yang popular seperti Google, EThOS, dan proQuest juga digunakan untuk mencari artikel nonpenelitian. Dengan menggunakan kosakata yang spesifik, peneliti berhasil mengumpulkan dokumen yang berbahasa Inggris dari bulan Januari 1990 sampai Desember 2015. Sebanyak 11 dokumen telah terkumpul sesuai dengan kriteria inklusi yang selanjutnya dilakukan analisis konten secara kualitatif. Hasil kajian ini menemukan enam belas kompetensi inti terkait dengan perawatan sakaratul maut, paska kematian dan berduka. Mayoritas institusi yang mengembangkan kompentensi inti berlokasi di negara dimana perawatan paliatif dan menjelang kematian sudah lebih berkembang dibanding negara lainnya. Kompetensi inti yang ditelaah menunjukkan adanya integrasi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik dalam memberikan perawatan paliatif dan menjelang akhir kehidupan. Tantangan lain yang perlu diantisipasi terkait dengan strategi pendidikan yang harus disampaikan serta hasil pengukuran dan bagaimana keluaran tersebut dapat diukur secara akurat. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk membandingkan kompetensi nasional inti pendidikan sarjana 107
Keperawatan dengan kurikulum internasional, untuk mengembangkan kompetensi yang lebih komprehensif sebelum membuat suatu program pendidikan atau pelatihan yang baru tentang perawatan paliatif dan menjelang kematian. Kata Kunci: kompetensi, perawatan paliatif, perawatan menjelang kematian, pendidikan tinggi, sakaratul maut, sarjana Keperawatan. INTRODUCTION A lack of palliative care and end of life care (PEOLC) education has contributed in the development of apprehension feeling and reluctances to deal with dying and death among nurses and student nurses (Costello, 2006; Mallory, 2003). They may also contributing to prolonging the suffering of dying persons due to inappropriate communication, a lack of compassion or unresolved personal issues about death and dying (de Araujo et al., 2005; Hallifax, 2011). In addition, the presence of personal death anxiety and fear of death may lead to students’ avoidance to care for the dying patients and their families (Allchin, 2006; Ek et al., 2013). Thus, research suggests that palliative and end of life care education positively influences student nurses’ attitudes toward death and caring for dying persons (Gallagher et al., 2014; Mallory, 2003). An early introduction and extensive exploration of death issues along with practical experience is necessary in undergraduate nursing programs in order to adequately prepare nurses to provide supportive care to dying persons and their families (Jacono et al., 2011). It is argued that the establishment of a stand-alone palliative care and end of life care course could be more beneficial than an integration of material throughout the curriculum and highlights the need for the development of competencies to guide a curriculum (Jacono et al., 2011). Hence, nursing education providers needs to evaluate and improve their standard of competencies in order to prepare the students to provide good quality of care for dying people and their families. Yet, established core competencies from western countries may not reflect culture, beliefs, values and the actual needs of stakeholders in non108
western countries. Therefore, we conducted this scoping review to exploring what are the core competencies relating to the care of the dying, dead and bereaved
during
their preregistration training
period.
Findings are
expected to contribute to further development of the body of knowledge in palliative and end of life care education particularly in developing countries.
METHOD A scoping review in this study is defined as a preliminary assessment of available literature underpinning a specific topic (Arksey and O’Malley, 2005). This systematic framework assists the researchers to identify and review the available literature with breadth and depth (Pesut et al., 2014). A scoping review method was selected because little is known (Fang et al., 2016) about the core competencies of undergraduate nursing students pertaining to palliative and end of life care in the recent publications. According to Arksey and O’Malley (2005), there were five steps involved in this study namely: 1) identifying the initial research question; 2) identifying relevant studies; 3) study selection; 4) charting the data, and 5) collating, summarizing and reporting the results (Arksey and O’Malley, 2005; Fang et al., 2016; Pesut et al., 2014). The researcher has in advance identified four specific questions about educational issues as follows: 1) what are core competencies related to the care of the dying, dead and bereaved for undergraduate nursing students?; 2) how the core competencies are translated into the curriculum, 3) what are the measurements of core competencies, and 4) are there any gaps between countries in related to palliative care and end of life core competencies?. After obtaining the articles or related documents, we checked their titles and abstracts and later the full texts to see if the inclusion criteria were met. We included quantitative, qualitative, mixed methods, published and unpublished manuscripts. Other grey literature is included when it is matched with the inclusion criteria. Since this study only involved information about and analysis 109
of opened-accessed documents, an ethical approval was not necessary to be obtained from the institution (Pereira et al., 2016). All English qualitative, quantitative, mixed methods, grey literature were included in this scoping review (Fang et al., 2016) to explore the extent, depth and breadth of available literature in order to answer the proposed research questions (Mazzotta, 2016). The search strategy process is described in diagram 1. Table 1. Inclusion and exclusion criteria Inclusion
Exclusion
Published/created between 2000-2015 Not published/created between 19902015 Focuses on end-of-life/palliative care
Not focused on end-of-life/palliative
education
care education
Involved undergraduate nursing
Not involved undergraduate nursing
students
students
Contact person available in the website
Contact person not available in the website
Contact person responded and
Contact person do not response or
provided required materials
rejects to provide required materials
Available free-of-charge
Require a fee
Resources written in English
No abstract or summary is written in English
Furthermore, searching for all available undergraduate nursing curricula was conducted using major databases such as CINAHL, EMBASE, Medline, PsyINFO, ASSIA, and Web of Sciences for journal articles published from January 1990 to December 2015. Another search engines such as ProQuest, ETHOS, Google and Google Scholars were used to search any thesis, manuscripts, guidelines and other grey literatures related to the search terms. The eligibility criteria for the core competencies are relatively broad to include all potential resources. In this 110
study, the key terms were employed namely: palliative care, end of life care, death and dying, bereavement care and bereaved, hospice care, and terminal care in combination with core competencies, outcomes, and undergraduate nursing students. In this review, we proposed clear search terms as mentioned in the below table.
Table 2. Search terms used in electronic databases and search Search terms Care
Palliative care, end of life care, terminal care, hospice care, bereavement care
Competency
Competent, competenc*, outcome*, performance*,
Nursing
Teaching, classroom-based, clinical teaching, training
education Undergraduate
Bachelor degree, pre-registration, pre-licensure, precertification
Prior to scoping the literature, we used the list of countries of palliative care services and education providers from the International Association of Hospice and Palliative Care (IAHPC) and the Asia-Pacific Palliative and Hospice Care Network (APHN) to guide me finding the eligible institutions in Asia. We have also contacted the ELNEC organisation in the U.S to provide the lists of the country developed the end of life care education for undergraduate nurses in Asian countries (Malloy, 2016). The next step focused on clustering the information gathered from all available undergraduate
nursing
curricula.
Furthermore,
baseline
data are
extracted including years of publication, source, country, author, institution, and the name of programmes, the purpose of undergraduate curricula, topics, 111
teaching strategies, assessment methods, duration of programmes, and effectiveness study if any. A descriptive content analysis was further conducted towards the open-accessed documents and responses given to the email request. Descriptive tabulation was performed to cluster the obtained data. Documents were
analysed using
a
deductive
content
analysis
to examine contents related to palliative and end of life care core competencies. Data analysis and synthesis were made guided by the review aims and results are
Identification
presented under themes.
Records identified through database searching CINAHL, Medline, PsyInfo, ASSIA, AMED, EMBASE, Web of Sciences (n = 264)
Additional records identified through other sources (Google, Google Scholar, ETHOS, ProQuest, IAHPC, ELNEC, APHN and others), (n = 143)
Eligibility
Screening
Records after duplicates removed (n = 121)
Records screened (n = 98)
Records excluded (n =70)
Full-text articles assessed for eligibility (n = 28)
1. Did not involve preregistration nursing students. 2. Not related to palliative and end of life care.
Studies included in this review (n=11)
Inclusion
Published article (n=3) Organisation (n=7)
1. Did not specifically contain competencies related to palliative and end of life care. 2. Contact persons have rejected to give further information. 3. Not written in English
Hand search (n=1) (n=17)
112 Diagram 1. Search strategy
Full-text articles excluded:
RESULT To the best knowledge of authors, this is the first scoping review has ever done to evaluate core competencies of care of the dying, dead and bereaved for undergraduate nursing students. Furthermore, the author has identified 11 organisations that provided information about core competencies in the articles or their websites. Thus, the literature searches yielded so far are 11 documents from different countries such as Asia and Pacific (Hongkong, Japan, India, Singapore, and Australia), United States, Canada, Columbia, Europe, and Sub Saharan Africa. The most common competencies as found in the files were summarised in table 3. Overall, this study has identified four broad themes namely: nursing role in palliative and end of life care, core competencies, learning outcomes and/or learning objectives, and outcome measurements. 3.1.1 Nursing roles in palliative care approach The Canadian Nurses Association (CNA), the Canadian Hospice Palliative Care Association (CHPCA) and the Canadian Hospice Palliative Care Nurses Group (CHPC-NG) believed that:
Initiating communication that reflects people’s values and health-care wishes;
Honoring the values and health-care wishes of persons and supporting families;
Advocating for and supporting persons in their experience of living and dying;
Providing comprehensive, coordinated, compassionate and holistic care to persons and their families;
Attending to pain and other symptom relief and to psychosocial, grief and bereavement support to maximize a person’s quality of life and death;
Providing a compassionate and therapeutic presence to persons and families, including support for grief and bereavement, throughout the dying process; and 113
Advocating for resources that support persons and families in choosing their preferred environment for a peaceful and dignified death.
(CAN, CHPCA, and CHPC-NG, 2015) 3.1.2 Core competencies in palliative and end of life care We have also identified several documents contained learning outcomes instead of using the terminology of core competencies. Thus, the terminologies are used interchangeably here. Indeed, there is a considerable confusion in the literature regarding the meaning of the term competence and the relationships between competences or competencies and learning outcomes (Kennedy, Hyland and Ryan, 2009). Adam (2004) comments some people poses narrow view that competence is skills acquired by training. Similarly, Brown and Knight (1995) stated that ‘competence probably replaces, albeit at a more sophisticated level, the concept of skills. However, The UK training agency (1989) refines competence is a wide concept which embodies the ability to transfer skills and knowledge to the new situation and planning of work (Training Agency UK, 1989). The concept of competence is further described by Miller et al. (1988) using nursing as a focus area. They propose two definition of competence which is described as ‘the ability to perform nursing tasks’ in the narrow view. In a broader view, competence is a ‘psychological construct’ requiring the evaluation of the nurse’s ability to integrate cognitive, affective and psychomotor skills when delivering nursing care (Miller et al., 1988). Furthermore, the author has summarised sixteen themes learning outcomes and then clustered the outcomes based on domain of competences following Bloom taxonomy (1956).
114
Table 3. Summaries of international core competencies of palliative and end of life care
No .
1
Core Competencies
Palliative care and health care policy 2 Effective communication 3 Provide nursing care plan 4 Symptom management 5 Care of imminent dying 6 Care of dead body 7 Bereavement care 8 Cultural sensitivity 9 Spiritual care 10 Ethics and laws in decision making 11 Psychosocial and
Palliu m India (2013 ) (1)
Hongk ong Council of Nursin g (2013) (2)
√
Sources Lien ELNEC PCC4U EAPC AACN/ Foundat Japan Austral Europe ELNEC ion (2013 ia (2013) US Singapo ) (2010) (2015) re (2015)
IAHPC (2015 )
APCA Africa (2013)
CAHP ALCP C Colombi Canad a (2016) a (2011 )
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
115
12 13 14
15 16
economics considerations Managing family and caregiver Self-care management Interprofessional teamwork in coordinating care for patients and family Professional development Evidence-based practices and research development
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
-
-
-
-
√
√
-
√
√
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
-
√
-
√
√
√
-
-
-
√
-
-
-
-
-
√
√
-
-
-
√
-
116
3.1.3 Learning outcomes related to palliative and end of life care In this review, the author has identified sixteen potential learning outcomes from the documents. The learning outcomes are further paired with the domain of learning that consists of cognitive, affective and psychomotor (Bloom, 1956). Table 4. Summarised learning outcomes Domain of learning No. 1 2 3
4
5
6
7
8
Potential Learning Outcomes Cognitive
Affective
Psychomotor
√
√
-
√
√
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
-
√
√
-
Understands philosophy and concept of palliative and end of life care, dying and death. Identifies environmental issues and financial impacts of current illness to the patient and family. Recognises and responds to the unique needs for palliative and end of life care among patients and their families of various populations. Establishes effective and compassionate communication with dying patients, family and other health professionals. Demonstrates knowledge and skill in holistic, family-centered nursing care of persons at end-oflife who are experiencing pain and other symptoms. Assess, plan, and treat patients’ physical, psychological, social and spiritual needs to improve quality of life for dying patients and their families. Recognises ethical, cultural and spiritual values and beliefs about serious illness, dying and death, as well as moral distress and dilemmas. Educate the patient, family, health care team members, and the 117
9
10 11
12 13
14
15 16
public about palliative and end of life care issues. Demonstrate respect for the patient and family values, preferences, goals of care, and shared decision-making at end of life. Provide culturally sensitive care for patients and their families at the end of life. Demonstrates the ability to attend to psychosocial and practical issues such as planning for home death and after death care. Evaluate patient and family outcomes from palliative and end of life care. Implement self-care strategies to support coping with suffering, loss, moral distress and compassion fatigue. Recognises the needs to have an interprofessional collaboration for providing the best quality end of life care. Recognises the needs to improve individual capacity and professionalism. Identifies evidence-based practices in palliative and end of life care to develop further research in order to improve the quality of services.
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
-
√
√
-
√
-
-
√
-
-
Outcomes measures Various instruments were utilised to measure the learning outcomes which have focused on assessing knowledge, attitudes and perceived skills. Most curriculum developers used self-reported instruments to measure students’ outcomes (Divlaslaya et al., 2014; Hwang et al., 2005; Jo et al., 2009; Jo and An, 2013; Kim et al., 2015; Wong, 2015) where only two studies combined the instruments 118
together with qualitative interviews (Hwang et al., 2005; Takenouchi et al., 2013). Others used a qualitative interpretive method to evaluate students’ journal after given educational interventions (Liu et al., 211; Mok et al., 2002; Wong et al., 2001). However, reports on clinical or patients’ outcome were not reported in all studies.
Table 5. Outcomes measures, methods and utilisation Outcome
Quantitative
Qualitative
measures Knowledge of Modified Instrument palliative and end of Palliative Care Quiz for Nurses (PCQN) life care Death anxiety Death Anxiety Scale (DAS) (Templer, 1970) Fears of death Collet-Lester Fear of Death Scale Attitudes towards FATCOD-B (Frommelt, 2001) care of the dying Attitudes towards Death Attitude Profile (DAP-R) death (Wong et al., 2009) Attitudes towards death (Inumiya, 2002) Meaning of life Meaning of Life Scale (C-PIL) Positive Meaning towards Life (CPML) Perceived Communication Assessment Tool (CAT) communication (Makoul et al., 2007) skills Perceived selfModified instrument competence Semantic Differential Ratings of Life and Death (SD-Life and SD-Death) (Wong et al., 2009)
119
Interview Interview Interview Interview Interview
Reflective journal Reflective journal Reflective journal
DISCUSSION The majority developed countries have developed their national palliative care and end of life care core competencies guidelines. However, there is a discrepancy in terms of utilised jargons (Jacono et al., 2011). Most of them specifically mention the core competencies; however, others used learning outcomes and/or objectives to guide the course developers to create contents and educational strategies for their students. This situation may lead to greater variances in terms of quantity and quality of given educational intervention (Pesut et al., 2014). Essentially, the absence of guidelines may lead to greater variances in terms of quantity and quality of given educational intervention (Pesut et al., 2014). The unstandardised syllabuses and teaching methods may resulted from unclear competencies or learning outcomes (Gillan et al., 2013). Therefore, more clear definition is needed prior to developing a particular curriculum for undergraduate students. However, the ‘fuzziness’ of competences disappears in the clarity or learning outcomes because the term describes what students are expected to know, understand, and/or able to demonstrate at the end of a module or programme (Kennedy et al., 2009, p.15). Thus, the authors define the term of competence as ‘a cluster of related knowledge, skills and attitudes that affect a major part of an individual role or responsibility, which correlates with professional performance, and which can be measured against well-accepted standards, and improved via training and development’ (Gamondi et al., 2013, p.89). There are proliferation studies regarding core competencies development in palliative and end of life care. In Canada, Jacono et al. (2011) have identified eleven core competencies in palliative and end of life care incorporated into undergraduate nursing curriculum across countries. Meanwhile, the European Association of Palliative Care (EAPC) has launched the white paper of palliative care core competencies for nurses in 2013. They propose ten core competencies that guide curriculum developers in the European universities to develop 120
palliative care courses (Gamondi et al., 2013). More recently The American Association of College of Nursing (AACN) has published seventeen competencies of care of peacefully death as the new core competencies related to palliative and end of life care that should be embedded in undergraduate nursing curriculum in the United States (AACN, 2015). Similarly, the Hongkong Nursing Council (2005) has declared their position statement about the importance of providing end of life care education for nurses. They adopted the former AACN core competencies for undergraduate nursing students (AACN, 2005). This policy has mandated the nursing schools to insert end of life care in their generic curricula (Mak, 2010). Although palliative and end of life care has incorporated into a new curriculum for undergraduate nursing students in Indonesia (AINEC, 2016), the national core competencies on PEOLC has not determined. Several authors use the terms of ‘palliative care’, ‘end of life care’, ‘death education’, ‘dying and death education’ and ‘care of terminal illnesses’. The inconsistency in
the utilisation of palliative
care
and
end
of
life
care
terminologies remains unresolved (Russell, 2015). Many health professionals have in fact associated palliative care with ‘caring for a person approaching death’ in the Chinese cultural setting (Gao, 2012) as well as in Indonesia (Enggune et al., 2014). In the U.K, Watts (2014) found undergraduate nursing students have difficulties to differentiate between palliative and end of life care. This view might hinder the development of palliative care services in the country so that clarifying perception about palliative care and end of life care is essential. Hence, more operational definition is needed to develop a new specific curriculum relating to dying and death. In our study, we propose the definition of care of the dying, dead and bereaved as ‘to assist persons and their families who are facing imminent death to have best quality of life possible until the end of their life, to assist in handle deceased body and to provide supports for bereaved family regardless of their psychosocial and cultural background’ (AACN, 2008; ICN, 1997; Izumi and Nagae, 2012; Standards of Nurses’ Competencies of Indonesia, 2014; WHO, 2002). 121
Thus, a lack of understanding of global trends and issues about the care of the dying, dead and bereaved both in academic and practice settings is persisted. It is paramount important to consider other countries’ perspectives as a curriculum framework especially if there are limited resources in the institution (Ury et al., 2002). Nevertheless, the concept of ‘competence’ is complex and has a varied definition (Pereira et al., 2011). Competence consists of integrated pieces of knowledge, skills and attitudes that can be used to carry out a professional task successfully (Gamondi et al., 2013). The absence or unclear competencies may lead
to
the difficulty
to determine the
best
teaching-learning
approach
to achieve the competencies at the end of an educational programme. Therefore, it is recommended to conduct a review of pre-established core competencies on the care of the dying, dead and bereaved before moving further to improve an existing curriculum or developing a new specific one (Jacono et al., 2011). This can be followed by conducting a gap analysis (Fater, 2013) to compare the international core competencies with the national or local competencies. This method aims to identify gaps in terms of cognitive, affective and psychomotor aspects contained in the recent curriculum. Thus, results will inform the curriculum developer to adjust or improve the curricular component prior to the implementation of the new curriculum in a particular institution. Furthermore, seeking a consensus about core competencies and curriculum components involving experts in palliative care and end of life care can help the institution to improve their curriculum in the future (Kizawa et al., 2011; Pastrana et al., 2016). Findings highlighted more emphasis on cognitive measurement than behaviour and psychomotor components in the curricula. Thus, Lippe and Carter (2015) suggested the future end of life care curriculum should measure outcomes directly to learning, such as competency in providing care of the dying and imminent death to the patient and families, knowledge and transfer from classroom to clinical settings. However, not all students have opportunities to care for dying patients and their families especially when palliative or hospice unit is absence in the learning environment (Edu-Gual et al., 2014; Liu et al., 122
2011). Hence, nurse educators must assess learning outcomes to determine the effect of education on students who are not necessarily interested in the topics (Gillan et al., 2013; Lippe and Carter, 2015). In addition, they must ensure those who are not directly exposed to the situation, still receive the benefit of such education and experience supportive learning situation (Poultney et al., 2013). This issue warrants further examination in the limited-resources countries such as Indonesia.
Limitation Studies There are a number of limitations of this scoping review that need to be mentioned. In this study, the search strategy included control vocabularies, limited databases and other online resources, and relatively small number of publications or documents related to this topic. The review was not restricted to English full-texts publications only since the authors have used non-English literature provided abstracts or executive summaries written in English. However, the full-texts of non-English documents were not further reviewed which might contribute to the less comprehensive analysis. Also, the focus of this paper was on core competencies and learning outcomes related to the care of the dying, dead and bereaved for undergraduate nursing students. The author also cannot weigh the selected papers because of various methodologies were utilised. Nevertheless, this scoping review aims to be a comprehensive but not exclusive review of the current available evidence-based palliative care and end of life care competencies for undergraduate student nurses. CONCLUSION AND RECOMMENDATION The literature has highlighted the proliferation studies of core competencies development related to palliative and end of life care across the world. Findings demonstrated that the majority of countries have specific guidelines to deliver palliative care and end of life care education for nurses and student nurses. However, few studies reported the development of core competencies in 123
palliative and end of life care in the lower-middle income countries. Basically, the wide diversity and complexity of palliative and end of life care, combined with lack of core competencies, will create difficulties in determining the best evidences-based in both practice and academic settings. Therefore, reviewing pre-established core competencies might help the nurse practitioners and educators to develop palliative care course or training that meet global perspectives. Developing core competences related to care of the dying, dead and bereaved based on local context is important. This issue can be a further research agenda involving multi stakeholders’ perspectives.
Acknowledgement This scoping review was conducted as a part of PhD project entitled ‘Care of the Dying, Dead and Bereaved: Developing the Curriculum for Undergraduate Nursing Students in a Public University in Indonesia’. This research project is registered in the Nottingham Centre for the Advancement Study into Palliative Care, Supportive Care and End of Life Care (NCARE), the School of Health Sciences of University of Nottingham, United Kingdom. We would particularly like to thank to the Ministry of Research, Technology and Higher Education of the Republic of Indonesia to fully fund this PhD study. We also would thank to all contributors who shared their valuable information and ideas to the development of this study.
REFERENCES Abudari, G., Zahreddine, H., Hazeim, H and Al Assi M. et al. (2014) Knowledge of and attitudes towards palliative care among multinational nurses in Saudi Arabia International Journal of Palliative Nursing 20(9): pp. 435-441. Arksey H, O’Malley L. (2005) Scoping studies: towards a methodological framework. International Journal of Social Research Methodology 8(1): pp. 19–32 124
Bassah, N., Seymour, J., and Cox, K. (2014) A modified systematic reviewed of research evidence for pre-registration nurses in palliative care BMC Palliative Care 13:56 Bassah, N., Seymour, J., and Cox, K. (2016 ) A qualitative evaluation of the impact of a palliative care course on preregistration nursing students’ practice in Cameroon BMC Palliative Care 15:37 Brown, S., Black, F., Vaidya, P., Shresthamet, S. et al. (2007) Palliative Care Development: The Nepal Model. Journal of Pain and Symptom Management 33(5): pp. 573-577. Chang Gung University School of Nursing (2016) Undergraduate Nursing Curriculum. Chang Gung University School of Nursing. Taiwan Chen Y, Ben KSD, Fortson BL & Lewis J (2006) Differential dimensions of death anxiety in nursing students with and without nursing experience. Death Studies 30, 919–929. Chow S.K.Y., Wong, L.T.W, et al. (2014). The impact and importance of clinical learning experience in supporting students in end-of-life care: Cluster Analysis. Nurse Education in Practice 14: pp. 532-537. Condon, B.B., Grimsley, C., Kelley, T., et al. (2014) End of life and Beyond as Hidden Curriculum. Nursing Science Quarterly 27(1): pp. 23-28. Costello J. (2006) Dying well: nurse’s experiences of “good and bad” deaths in the hospital. Journal of Advanced Nursing 54: pp. 594–601. Divyalasya TVS, Vasundara K, Pundarikaksha HP. (2014) Impact of educational session on knowledge and attitude toward palliative care among undergraduate medical, nursing and physiotherapy students: a comparative study. International Journal of Basic Clinical Pharmacology 3: pp. 442446. End of Life Issues (2013) The Hongkong Polytechnic University School of Nursing Syllabus. Available at http://sn.polyu.edu.hk/en/programmes/syllabus/undergraduate_program me/. Accessed on 30 June 2016 End-of-Life Nursing Education Consortium (ELNEC) (2012) History, Statewide Effort and Recommendations for the Future: Advancing Palliative Nursing Care [Online]. Available At: http://www.aacn.nche.edu/elnec/publications/ELNEC [Accessed January 30th 2015]. 125
European Association for Palliative Care (EAPC) (2004) A guide for the development of Palliative Care Nurse Education in Europe [Online]. Available At: http://www.eapcnet.eu/ [Accessed December 20th 2014]. Faculty of Nursing Universitas Padjadjaran (2015) Curriculum for Undergraduate Nursing Education. Available at www.fkep.unpad.ac.id. Accessed on 10 January 2016 Fakultas Keperawatan Universitas Esa Unggul (2014) Kurikulum Pendidikan Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners. Jakarta Indonesia. Available at http://www.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/2016/08/KurikulumIlmu-Keperawatan.pdf. Accessed on 15 September 2016 Fang, ML, Sixsmith J., Sinclair, S and Horst, G. (2016) A knowledge synthesis of culturally and spiritually sensitive end-of-life care: findings from a scoping review. BMC Geriatrics 16: pp. 1-14. Fater, K. H. (2013). Gap analysis: a method to assess core competency development in the curriculum. Nursing Education Perspectives 34: p. 101 Gamondi, C., Larkin, P and Payne.S (2013) Core competencies in palliative care: an EAPC White Paper on palliative care education – part 2. European Journal of Palliative Care 20 (2) Gao, W (2012) Palliative Care in China: Current Status and Future Directions. Journal of Palliative Care Medicine 2: p. 113. doi:10.4172/21657386.1000e113 Gillan PC, van der Riet PJ, Jeong S. (2014) End of life care education, past and present: a review of the literature. Nurse Education Today 34(3): pp. 331342. Higher Education Commission Islamabad (2011) Curriculum of Nursing 4-Year Degree Programme. Islamabad Pakistan. Available at http://www.pnc.org.pk/admin/uploaded/HEC%20BSN%204%20Year.pdf. Accessed on 17 September 2016 Hirakawa Y, Masuda Y, Uemura K, et al. (2005) National survey on the current status of programs to teach end of- life care to undergraduates of medical and nursing schools in Japan. Nippon Ronen Igakkai Zasshi 42: pp. 540– 545.
126
Huang HL, Chang JY, Sun FK & Ma WF (2010) Nursing students’ experiences of their first encounter with death during clinical practice in Taiwan. Journal of Clinical Nursing 19: pp. 2280–2290. Hwang HL, Huey-Shyan and Chen WT (2005) Evaluation of Life and Death Studies Course on Attitudes toward Life and Death among Nursing Students. Kaohsiung Journal Medical Science 21: pp. 552–560. Huijer, Has, Dimassi, H and Abboud, S. (2009) Perspectives on palliative care in Lebanon: Knowledge, attitudes, and practices of medical and nursing specialties. Palliative and Supportive Care 7: pp. 339–347. Initiation of Palliative Care for Nurses (2016) Lien Foundation Singapore. Available at https://ww.duke-nus.edu.sg/lcpc/education/initiation-topalliative-care-for-nurses. Accessed on 10 September 2016 Jacono, B., Young, L., Baker, C., et al. (2011) Developing Palliative Care Core Competencies for the Education of Entry Level Baccalaureate Prepared Canadian Nurses. International Journal of Nursing Education Scholarship 8 (1) Jo, K., Doorenbos, A.Z., Ju An, G. (2009). Effect of an end-of-life care education program among Korean nurses. Journal of Hospice and Palliative Nursing 11 (4), 230–238 Jo, K. and An, G.J. (2015). Effect of end-of-life care education using humanistic approach in Korea. Collegian 22(1): pp. 91-7. Kaohsiung Medical University College of Nursing (2015) Available at http://fonursing.kmu.edu.tw/index.php/en-GB/curriculum. Accessed on 10 September 2016 Kerala University School of Health Sciences Four-year BSc Nursing (2010) Available at http://kuhs.ac.in/files/syllabus/2010_11/BScNurs/nu_1011_corrected_file. pdf. Accessed on 18 September 2016 Kiang Wu Nursing College (2016) Undergraduate Nursing Program Description. Kiang Wu Nursing College. Macau. Available at http://www2.kwnc.edu.mo/?page_id=5761. Accessed on 12 October 2016 Kim, SH and Kim, DH (2015) Development and Evaluation of Death Education Program for Nursing Students. Korean Academic Fundamental Nursing 22 (3): pp. 277-286.
127
Kim SH. (2015) A Meta-Analysis of Effectiveness of Death Education. Korean Journal Hospice Palliative Care 18 (3): pp. 196-207. Kizawa Y, Tsuneto, S, Tamba, K., Takamiya, Y. et al. (2011) Development of a nationwide consensus syllabus of palliative medicine for undergraduate medical education in Japan: A modified Delphi method Palliative Medicine 26(5): pp. 744–752. Kwang HY, Yong HK, Sang YA. et al. (2014) A Study on Factors Affecting the Need for Preparation Education for Well-dying of University Students International Journal of Bio-Science and Bio-Technology 6 (6): pp.6778 Liu Y-C, Su P-Y, Chen C-H, et al. (2011) Facing death, facing self: nursing students’ emotional reactions during an experiential workshop on life-and-death issues. Journal of Clinical Nursing 20(5-6): pp. 856-863. Macaden SC, Salins N, Muckaden M, Kulkarni P, Joad A, Nirabhawane V, et al. (2014) End of life care policy for the dying: Consensus position statement of Indian association of palliative care. Indian Journal of Palliative Care 20(3):171-81. Macau Polytechnic Institute School of Health Sciences (2016). Undergraduate Nursing Programme. Macau Polytechnic Institute School of Health Sciences. Macau Available at http://www.ipm.edu.mo/sciences/en/bsn_course_description.php. Accessed on 12 October 2016 Mak, M. H. J. (2010). Quality insights of university students on dying, death, and death education—A preliminary study in Hong Kong. Omega: Journal of Death and Dying 62(4): pp. 387–405. Mallory JL. (2003) The impact of a palliative care educational component on attitudes toward care of the dying in undergraduate nursing students. Journal Professional Nursing. 19(5): pp. 305-312. Miyashita, M (2013) the Syllabus of Palliative Care for Cancer Patients and Their Families. Tohoku University Japan (Personal communication). Moon H., Cha S., and Jung, S. (2015) Effects of a Well-dying Program on Nursing Students. Korean Journal Hospice and Palliative Care 18(3): pp. 188195.
128
Mok, E., Lee, W.M., Wong, F.K. (2002). The issue of death and dying: employing problem based learning in nursing education. Nurse Education Today 22: pp. 319–329. Naifeh Khoury M. (2008) Palliative care education in Lebanon: Past endeavours and future outlook. Journal of Medical Lebanon 56(2): pp. 83-85. Nair S, Tarey SD, Barathi B, Mary TR, Mathew L, Daniel SP. (2016) Experience in strategic networking to promote palliative care in a clinical academic setting in India. Indian Journal of Palliative Care 22: pp. 3-8. Nursing Council of Hong Kong (2012) Core-Competencies for Registered Nurses (General). Nursing Council of Hong Kong. Pastrana, T, Wenk, R and De Lima, L. (2016) Consensus-Based Palliative Care Competencies for Undergraduate Nurses and Physicians: A Demonstrative Process with Colombian Universities Journal of Palliative Medicine 19(1): pp. 76-82. Palliative Care Curriculum for Undergraduates (PCC4U) (2011) How to use PCC4U modules. The National Palliative Care Program. The National Palliative Care Program. The Australian Government Department of Health and Ageing, Canberra Available at http://www.pcc4u.org/index.php/learning-modules/how-touse-the-pcc4umodules). Accessed on 14th July 2012 Pesut B, Sawatzky R, Stajduhar KI, McLeod B, Erbacker L, Chan EKH. Educating nurses for palliative care: a scoping review. Journal of Hospice Palliative Nursing. 2014;16(1):47-54. Pereira SM and Hernández-Marrero, P. (2016) Palliative care nursing education features more prominently in 2015 than 2005: Results from a nationwide survey and qualitative analysis of curricula. Palliative Medicine 30(9): pp. 884–888. Punjwani R, Khatoon A, Dias JM, Kurji ZA, Siddiqui DF, et al. (2015) Palliative Care in Nursing - Where are we in Pakistan? Journal of Palliative Care Medicine S5: S5-002. doi:10.4172/2165-7386.1000S5-002 Rafic Hariri School of Nursing & The Salim El-Hoss Bioethics and Professionalism Program (2015). Lebanon. Available at https://www.aub.edu.lb/registrar/Documents/catalogue/undergraduate10 -11/hson.pdf. Accessed on 10 October 2016
129
Rajiv Gandhi University Department of Nursing (2014). Available at file:///D:/Curriculum%20evaluation/Asia/India/Rajiv%20Gandhi%20Univ ersity%20Nursing%20Syllabus.html. Accessed on 15 November 2016 Singapore Nursing Board (2012) Core Competencies of Registered Nurse. Singapore Nursing Board. Schiessl C, Walshe, M, Wildfeuer, S., Larkin, P. et al. (2013) Undergraduate Curricula in Palliative Medicine: A Systematic Analysis Based on the Palliative Education Assessment Tool. Journal of Palliative Medicine 16 (1): pp. 20-30. SGT University Faculty of Nursing (2016) Undergraduate Nursing Syllabus. Available at http://www.sgtuniversity.ac.in/faculty-ofnursing/pages/nursing-foundation-for-basic-bsc-nursing-1st-year. Accessed on 19 September 2016 Shanmugasundaram, S., O'Connor, M & Sellick, K. (2010) Culturally competent care at the end of life- A Hindu perspective. End of Life Care 4 (1): pp. 2631. Smith-Stoner M, Hall-Lord ML, Hedelin B, and Petzall K. (2011) Nursing students’ concerns about end of life in California, Norway, and Sweden. International Journal Palliative Nursing 17(6): 271-277. Takenouchi et al. (2013) Evaluation of the End-of-Life Nursing Education Consortium – Japan Faculty Development Program. Validity and Reliability of the ‘End-of-Life Nursing Education Questionnaire’. Journal of Hospice and Palliative Nursing 13(6): pp 368-375 Tang, C. S. K., Wu, A. M. S., & Yan, E. C. W. (2002). Psychosocial correlates of death anxiety among Chinese college students. Death Studies 26: pp. 491–499. The WHO Collaborating Centres at Trivandrum and Calicut (2013) Modules on Palliative Care/for national implementation. India. The Tamil Nadu Dr.M.G.R. Medical University (2011) Regulation and Syllabus for B.Sc Degree Course in Nursing (Basic) 2010 – 2011. Available at http://www.psgnursing.ac.in/wp-content/uploads/2012/06/bscregulations.pdf. Accessed on 17 September 2016 Velayudhan Y, Ollapally M, Upadhyaya V, Nair S, Aldo M. (2004) Introduction of palliative care into undergraduate medical and nursing education in India: A critical evaluation. Indian Journal of Palliative Care 10: pp. 55-60
130
Wong, F.K.Y., Lee, W.M., Mok, E. (2001). Educating nurses to care for the dying in Hong Kong. Cancer Nursing 24 (2): pp. 112–121. Wong, WY (2015). The Concept of Death and the Growth of Death Awareness among University Students in Hong Kong: A Study of the Efficacy of Death Education Programmes in Hong Kong Universities. OMEGA: Journal of Death and Dying 20(0): pp. 1–25. Zou, M, O’Connor, M, Peters, L and Jiejun, W. (2013) Palliative Care in Mainland China. Asia Pacific Journal of Health Management 8 (1): pp. 9-13.
131
PENJAMINAN MUTU INTERNAL LULUSAN PSPA STFB MELALUI CBT & OSCPE
Rahmat Santoso Sekolah Tinggi Farmasi Bandung Jl. Soekarno Hatta No. 754 Bandung E-mail:
[email protected] Abstrak
Sebagai perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan profesi Apoteker, Sekolah Tinggi Farmasi Bandung (STFB) sejak tahun 2012 telah menerapkan exit exam. Rangkaian ujian profesi Apoteker adalah: Sidang Praktek Kerja Profesi (PKPA), Sidang Komprehensif, Ujian Penelusuran Pustaka, Cognitive Best Tested (CBT), dan Objectic Structure Clinical & Pharmaceutical Exam (OSCPE). Walaupun belum dikenal istilah try out CBT, formatif CBT, bahkan sumatif CBT, STFB telah memulai pentingnya menjaga mutu lulusan tenaga profesi dengan penjaminan mutu internal. Metode penelitian menggunakan analisis deskriftif, menggunakan data retrospektif peserta ujian program profesi angkatan X sampai dengan XIV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum persentase kelulusan dari uji kompetensi dengan metode OSCPE lebih baik, dibandingkan persentase kelulusan dengan metode CBT. Retaker pada penjaminan mutu internal dapat mengulang pada ujian CBT dan atau OSCPE, dengan kurun waktu 2n+1. Pada tataran eksternal, tanggal 30 Januari 2017 telah dilakukan sumatif CBT untuk pertama kalinya secara nasional. Penentuan kelulusan peserta program profesi apoteker di STFB untuk angkatan X sampai dengan XIV, berdasarkan hasil uji kompetensi dengan metode CBT dan OSCPE internal. Kata Kunci: Penjaminan mutu internal, CBT, OSCPE (keywords)
132
COMPREHENSIVE COMPUTER BASED TESTING SEBAGAI PREDIKSI KELULUSAN UJIAN KOMPETENSI MAHASISWA PENDIDIKAN PROFESI DOKTER DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA Yeny Dyah Cahyaningrum1, Fitria Siwi Nur Rochmah2, Milda Khoiriana3 1Medical Education Unit, Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia 2Departemen Parasitologi, Faklutas Kedokteran Universitas Islam Indonesia 3Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia E-mail:
[email protected] Abstrak Penilaian komprehensif dibutuhkan mahasiswa kedokteran dalam mencapai kompetensi seorang dokter. Dalam penilaian komprehensif ini dibutuhkan pendekatan yang mendekati konsep/kerja seorang dokter dalam praktik klinisnya. Pendidikan klinik yang dalam prosesnya menggunakan pendekatan keilmuan departemen. Dia akhir rotasi stase perlu dilakukan penilaian pendekatan system yang lebih komprehensif. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui korelasi antara nilai Computer Based Testing (CBT) Komprehensif yang telah dilakukan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) terhadap kelulusan UKMPPD. Penelitian ini diawali dengan penyusunan blueprint ujian yang mengacu pada capaian kompetensi dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI). CBT komprehensif dilakukan pada 194 dokter muda yang telah selesai mengikuti stase tahap klinik selama periode tahun 2016. Mereka mengikuti CBT komprehensif 2 minggu-1 bulan setelah stase pendidikan klinik selesai. CBT ini diberikan dalam bentuk 200 soal Multiple Choice Questions (MCQs) yang disusun berdasarkan blue print ujian dan direview struktur soalnya. Sebulan setelah CBT, mahasiswa mengikuti ujian kompetensi mahasiswa pendidikan profesi dokter. Hasil skor CBT komprehensif dan skor UKMPPD dianalisis menggunakan Pearson Correlation. Hasil dari r: 0.7 (p<0,05). Korelasi yang kuat dari skor CBT Komperehnsive dan UKMPPD ini menunjukkan bahwa kemampuan kognitif mahasiswa terbentuk dari proses pembelajaran yang telah dilakukan pada tahap pre klinik dan klinik. Pembelajaran dengan pendekatan departement based akan memberikan pembekalan mahasiswa berbasis keilmuan. Di akhir stase, penilaian yang bersifat komprehensif akan dapat mengembalikan keilmuan yang sifatnya lebih holistik. Hal ini akan mendukung pencapaian kompetensi mahasiswa sebagai seorang dokter. Kata Kunci : Prediksi, komprehensif, MCQs
133
KEPUASAN IBU SEBAGAI EVALUASI KOMPETENSI ASUHAN BALITA MAHASISWA PRODI D.IV KEBIDANAN MELALUI KELUARGA ASUH DI DESA CIPACING DAN CIKERUH 2016 Sefita Aryuti Nirmala1, Tina Dewi Judistiani2, Ranti Febriani3 1. Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat FK.Unpad 2. Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat FK.Unpad 3. Prodi D.IV Kebidanan FK.Unpad E-mail :
[email protected] /
[email protected] Abstrak Angka Kematian Neonatal dalam 5 tahun terakhir tetap sama yaitu 19/1000 kelahiran, sementara Angka Kematian Pasca Neonatal terjadi penurunan dari 15/1000 menjadi 13/1000 kelahiran hidup. Angka kematian balita juga mengalami penurunan dari 44/1000 menjadi 40/1000 kelahiran hidup. Kondisi ibu sebelum dan selama kehamilan menentukan kondisi bayinya. Fakta yang ada di Indonesia juga masih minimnya pengetahuan ibu mengenai pola asuh anak. Tantangan ke depan adalah mempersiapkan calon ibu untuk hamil sehat, melahirkan di pelayanan kesehatan, konseling kebutuhan bayi dan balita serta pola asuh yang benar. Inovasi proses belajar mengajar yang dilakukan Prodi D.IV Kebidanan FK.Unpad untuk membantu ibu melalui program keluarga asuh. Selain strategi utamanya penguatan upaya promotif, preventif serta pemberdayaan keluarga, mahasiswa dapat mengaplikasikan kompetensi asuhan balita dibawah pengawasan dosen dan bidan desa. Salah satu bentuk evaluasi pada kompetensi mahasiswa dengan melakukan penelitian kepuasan pada ibu keluarga asuh. Tujuannya untuk mengetahui kepuasan berdasarkan dimensi bukti fisik, ketanggapan, kehandalan, jaminan dan empati mengenai asuhan balita yang diberikan oleh mahasiswa. Melalui pendekatan potong lintang, populasi pada penelitian ini adalah keluarga asuh yang memiliki balita di Desa Cikeruh dan Desa Cipacing, dengan sampel total sampling 46 ibu keluarga asuh. Pengumpulan data menggunakan data primer. Hasil penelitian secara umum diperoleh 52,2% ibu merasa puas dan 47,8% ibu tidak puas. Berdasarkan dimensi kepuasan ibu mengenai bukti fisik 60,9% merasa puas, mengenai ketanggapan 58,7% merasa puas, mengenai kehandalan 58,7% merasa puas, mengenai jaminan 52,2% merasa puas dan mengenai empati 52,2% merasa puas. Simpulan evaluasi kompetensi asuhan balita yang diberikan pada keluarga asuh yaitu ibu merasa puas. Kata Kunci : Asuhan Balita, Evaluasi, Kepuasan, Kompetensi
134
PENINGKATAN KOMPETENSI PENJAHITAN LUKA PERINEUM MENGGUNAKAN LOW COST MODEL BERBAHAN KAIN FLANNEL BAGI MAHASISWA KEBIDANAN Rery Kurniawati Danu Iswanto1 1Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Banten, email:
[email protected] Abstrak Kompetensi penjahitan luka perineum pascasalin harus dimiliki bidan. Akan tetapi, terdapat keterbatasan model yaitu mahasiswa dilatih menggunakan bantalan kapas yang kurang representative secara bentuk dan bahan. Hal tersebut berakibat terhadap kurangnya kompetensi mahasiswa dalam praktik penjahitan perineum. Penelitian ini menguji dan menghasilkan model yang representatif dan low cost untuk pembelajaran kompetensi penjahitan luka perineum. Tujuannya mengetahui efektifitas penggunaan model jahit luka perineum berbahan flannel pada mahasiswa Jurusan Kebidanan Poltekkes Banten. Penelitian menggunakan desain eksperimental dengan metode postest design. Sampel terdiri dari 11 mahasiswa sebagai kelompok model dan 14 mahasiswa sebagai kelompok non model. Analisis data menggunakan uji Mann Whitney. Hasil penelitian menunjukkan rerata kompetensi penjahitan perineum pada kelompok model lebih tinggi (83) dari pada kelompok non model (74). Hasil uji statistik didapatkan p=0.002 artinya ada perbedaan bermakna pada kompetensi kedua kelompok tersebut. Pada tingkat kepercayaan diri responden dalam melakukan penjahitan perineum baik pada kedua kelompok mempunyai rerata yang sama (4) dengan p=0.651. Dan pada lama waktu penjahitan diketahui rerata kelompok model sedikit lebih cepat (20 menit) daripada kelompok non model (22 menit) dengan p=0.978. Tidak ada perbedaan bermakna pada kedua variable tersebut. Penelitian menunjukkan model uji hasilnya lebih baik dalam meningkatkan kompetensi penjahitan luka perineum. Hal ini karena bentuk model mirip bentuk luka perineum. Penelitian ini sesuai pernyataan Hammound (2008) bahwa media pembelajaran dengan tingkat kenyataan tinggi membuat mahasiswa tertarik dalam proses pembelajaran. Model berbahan flannel juga murah dan dapat dijahit berulang sehingga ekonomis bagi mahasiswa. Disarankan penelitian lanjutan tentang media yang efisien sehingga waktu dan kepercayaan diri lebih baik. Kata Kunci: Model, Low cost, Kompetensi Penjahitan, Perineum.
135
PERAN MATRIKULASI DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN AKADEMIK MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG Ieva Baniasih Akbar1, Siska Nia Irasanti2, Ike Rahmawaty3 1Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung 2Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung 3Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung E-mail:
[email protected] Abstrak Capaian pembelajaran mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT) dan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang merupakan kerangka penjenjangan yang menyandingkan, menyetarakan dan mengintegrasikan antara luaran bidang pendidikan formal, nonformal, informal, atau pengalaman kerja dalam rangka pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan diberbagai sektor sesuai pasal 29 UU No.12 Tahun 2012. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan metode Problem Based Learning (PBL) yang digunakan FK Unisba mendorong mahasiswa untuk belajar aktif, mandiri dan mempunyai komunikasi yang baik, sehingga mahasiswa memerlukan proses adaptasi dengan lingkungan akademik baru, penyetaraan pemahaman tentang materi serta meningkatkan kematangan dari segi intelektual dan emosional agar tidak memiliki hambatan selama menjalankan kegiatan akademik di FK yang cukup berat dan lama. Matrikulasi merupakan program adaptasi dan pengenalan materi selama 2 minggu sebelum kegiatan akademik berlangsung. Program Matrikulasi mulai dilaksanakan sejak Tahun Akademik (TA) 2013/2014. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai peran dan keberhasilan program Matrikulasi dalam meningkatkan kemampuan akademik mahasiswa dalam Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) pada tahun pertama pembelajaran. Metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan melibatkan 1317 sampel, yaitu mahasiswa yang masuk FK Unisba Tahun Akademik 2007/2008 sampai dengan 2015/2016. Statistik yang digunakan adalah uji t-test tidak berpasangan. Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata IPK mahasiswa tahun pertama sebelum dilaksanakan matrikulasi adalah 2,74 dan sesudah diadakan matrikulasi 2,83. Terdapat perbedaan bermakna untuk IPK antara sebelum dan sesudah dilaksanakan program Matrikulasi dengan p<0,001. IPK Tahun Pertama mahasiswa setelah dilaksanakan matrikulasi lebih tinggi dibandingkan sebelum dilaksanakan matrikulasi. Hasil tersebut dapat memperlihatkan bahwa program matrikulasi dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan akademik mahasiswa. Kata Kunci : KBK, Matrikulasi, PBL
136
NILAI TRY OUT SEBAGAI FAKTOR PREDIKTOR HASIL UJI KOMPETENSI NASIONAL LULUSAN NERS STIKES RAJAWALI BANDUNG
Istianah1, Arie Joseph Pitono2 1STIKES Rajawali Bandung 2STIKES Rajawali Bandung
[email protected] [email protected] Abstrak Tantangan pendidikan keperawatan cukup besar seiring dengan era globalisasi dan Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) memacu persaingan lulusan keperawatan yang kompeten. Predikat kompeten diperoleh melalui Uji Kompetensi Ners Indonesia (UKNI). Kelulusan UKNI merupakan syarat mengurus surat tanda registrasi (STR) perawat, yang merupakan legalitas perawat bekerja dalam pelayanan kesehatan. Mengingat pentingnya kelulusan UKNI, maka institusi pendidikan Ners melaksanakan metode evaluasi kesiapan mahasiswa dalam menghadapi UKNI. Try Out (TO) nasional dilaksanakan secara serentak sebagai tahap persiapan mahasiswa menghadapi UKNI. Tujuan penelitian, untuk mengetahui nilai prediksi positif dan nilai prediksi negatif TO terhadap hasil UKNI. Rancangan penelitian ini adalah studi cross-sectional, dengan sampel seluruh lulusan STIKES Rajawali yang mengikuti TO XI sebanyak 114 orang (total sampling). Analisis hubungan nilai TO dengan hasil UKNI menggunakan uji chi square. Terdapat hubungan antara nilai TO dengan hasil UKNI ( p < 0,001 ). Lulusan dengan nilai TO lebih tinggi atau sama dengan nilai kelulusan UKNI memiliki peluang 3,4 kali lebih besar ( IK 95% = 2,1 – 5,7 ) untuk lulus UKNI dibandingkan dengan lulusan dengan nilai TO lebih rendah dari nilai kelulusan UKNI. Disimpulkan TO memiliki nilai prediksi positif sebesar 94,6 % dan nilai prediksi negatif sebesar 72,5 % terhadap hasil UKNI. Kata Kunci: Ners, Try out, Uji Kompetensi.
137
ANALISIS HASIL UJI KOMPETENSI NASIONAL SEBAGAI BAHAN PERBAIKAN PROSES PEMBELAJARAN PADA PROGRAM NERS, DIPLOMA III KEPERAWATAN DAN DILPLOMA III KEBIDANAN Hartiah Haroen1, Made Kariasa2, Pramita Iriana3 ,Yeti Irawan4 dan Zaeni Dahlan5 1Fakultas Keperawatan, Universitas Padjadjaran 2Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia 3Poltekes 3 Jakarta 4Yeti Irawan 5Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kementrian Kesehatan. Abstrak Uji kompetensi nasional tenaga Kesehatan dilakukan sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan kualitas pendidikan tenaga kesehatan di Indonesia yang bertujuan untuk menjaga mutu pendidikan Karena dapat memberikan masukan untuk perbaikan proses pembelajaran, kurikulum dan manajemen institusi. Analisis hasil uji kompetensi nasional ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran ketercapaian uji kompetensi nasional berdasarkan “Blue Print” uji komepetensi masing-masing profesi. Data uji kompetensi nasional 2013 di analisis melalui serangkaian diskusi yang melibatkan PPSDM, organisasi profesi dan WHO Indonesia. Hasil analisis menunjukan bahwa ketiga program studi memperlihakan hasil yang sangat bervariarif pada ketercapaian hasil uji kompetensi nasional sesuai dengan blue print. Tinjauan 1 samapai dengan tinjauan 7 pada masing-masing program studi sebagai berikut ; Program Ners, Etika keperawatan, aspek kognitif, keperawatan anak,tahap diagnose keperawatan, aspekkuratif, KDM seks dan Askep system pernafasan. Sedangkan, program Diploma 3 Hasilnya, Pengembangan profesi, aspek Konatif, Askep Jiwa, tahap perencanaan, upaya preventive, KDM nilai dan keyakinan serta askep system endokrin. Untuk program pendidikan Bidan, hasil tertinggi pada Aspek landasan ilmiah praktek kebidanan, aspek kognitif, pada siklus bersalin, kegawat daruratan, tahap implemetasi asuhan kebidanan pada tahap individu dan pada seting pelayanan klinik unit kesehatan. Bila melihat hasil analisis, gambaran menarik terlihat pada hasil ners dan diploma 3 keperawatan pada aspek area kompetensi, dimana proram ners paling tinggi pada etika dan paling rendah pada pengembangan profesi. Gambaran sebaliknya terlihat pada program diploma 3 keperawatan, paling tinggi penegmbangan profesi dan paling rendah etik. Hasil analisis ujian kompetensi nasional ini dapat memberikan masukan pada pengembagan kurikulum pendidikan ners, perawat dan bidan agar sesuai dengan peran dan fungsi nya ketika nanti peserta didik lulus dan menjadi tenaga kesehatan. 138
Key words: Uji Kompetensi Nasional, proses pembelajaran
139
FAKTOR-FAKTOR PREDIKSI KEBERHASILAN UJI KOMPETENSI NASIONAL Yakobus Siswadi1, Christine L. Sommers2, Grace Solely Houghty3 1,2,3 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Pelita Harapan Jakarta E-mail:
[email protected] Abstrak Profesi keperawatan Indonesia memasuki babak baru pada tahun 2014 dengan disahkanya Undang-Undang Keperawatan dan salah satu pelaksanaan dari UU tersebut adalah pelaksanaan ujian kompetensi ners untuk semua lulusan perawat. Keuntungan dari uji komptensi ners bukan hanya untuk diri perawat tetapi berimplikasi juga pada klien dan pelayanan keperawatan karena pelayanan keperawatan dilakukan oleh perawat yang berkualitas. Pelaksanaan uji komptensi menghadapi beberapa tantangan seperti fasilitas, masalah tehnik (koneksi internet, kelistrikan dll), tingkat kelulusan dan nilai kelulusan yang rendah. Tingkat dan nilai kelulusan menjadi salah satu perhatian dari seluruh penyelenggara pendidikan keperawatan karena hasil ini menjadi potret tentang institusinya. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang bisa memprediksi keberhasilan dalam uji komptensi nasional. Desin: penelitian adalah descriptive kuantitative. Partisipan dalam penelitian adalah lulusan program ners Fakultas Keperawatan Universitas Pelita Harapan yang mengikuti uji kompensi ners pada bulan September 2016. Hasil: tingkat kelulusan uji kompetensi ners adalah 98% dari 49 partisipan. Uji statistic menunjukan tidak ada hubungan yang significant (p< .5) antara variable usia, jenis kelamin, jenis program, iBT skor, IPK akademik, IPK profesi, daerah asal, pelatihan analisa soal dan tray out dengan uji komptensi ners. Kesimpulan: Penilitian lebih lanjut perlu dilakukan dengan melibatkan responden lebih luas dari segi jumlah dan institusi sehingga dapat memberikan gambaran lebih jauh tentang uji komptensi nasional. Kata Kunci : Faktor prediksi, Uji Kompetensi Nasional
140
HUBUNGAN INDEKS PRESTASI KUMULATIF (IPK) PROFESI DOKTER DAN NILAI UJIAN KOMPREHENSIF DENGAN KELULUSAN FIRSTAKER UJI KOMPETENSI MAHASISWA PROGRAM PROFESI DOKTER (UKMPPD)
Raden Ayu Tanzila1, Putri Zalika2 1,2 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang Email:
[email protected] Abstrak Ukuran mahasiswa dalam menyelesaikan sebuah pendidikan tinggi dinyatakan dalam bentuk Indeks Prestasi Kumulatif (IPK). Penentuan kelulusan mahasiswa profesi dokter saat ini ditentukan dalam Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD). Saat ini masih cukup banyak mahasiswa fakultas kedokteran di Indonesia yang mengikuti UKMPPD namun belum dapat lulus UKMPPD sebagai lulusan firstaker. Salah satu bentuk evaluasi mahasiswa profesi dokter di FK Universitas Muhammadiyah Palembang sebelum mengikuti UKMPPD adalah Ujian Komprehensif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara IPK Profesi Dokter dan nilai Ujian Komprehensif terhadap kelulusan firstaker UKMPPD. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain potong-lintang, sampel yang digunakan adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang angkatan 2008. Data dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil penelitian didapatkan korelasi yang signifikan antara IPK dan kelulusan UKMPPD dengan nilai p = 0,008 (p<0,05) serta didapatkan korelasi yang signifikan antara nilai Ujian Komprehensif dengan kelulusan UKMPPD dengan nilai p=0,010 (p<0,05). Sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan IPK Profesi Dokter dan nilai Ujian Komprehensif terhadap kelulusan firstaker UKMPPD. Perlu pembahasan lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang mempengaruhi kelulusan firstaker UKMPPD. Kata Kunci: IPK, UKMPPD, firstaker, Ujian Komprehensif
141
PENGARUH KARAKTERISTIK PENGUJI TERHADAP DERAJAT KESESUAIAN ANTAR PENGUJI OSCE DI PRODI D3 KEBIDANAN FK.UNPAD Tina Dewi Judistiani1, Khalidatunnur Andriani2, Yuni Susanti Pratiwi3 4. Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat FK.Unpad 5. Prodi D.IV Kebidanan FK.Unpad 6. Departemen Fisiologi FK.Unpad E-mail :
[email protected] Abstrak Reliabilitas ujian Objective Structured Clinical Examination (OSCE) dapat ditingkatkan dengan menilai derajat kesesuaian antar-penguji dalam memberikan penilaian ujian.Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis derajat kesesuaian antar-penguji OSCE dan menganalisis pengaruh karakteristik penguji terhadap derajat kesesuaian antar penguji OSCE.Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian potong silang. Sampel penelitian ini adalah seluruh dosen tetap bidan berjumlah 16 orang, 10 mahasiswa Program Studi D3 Kebidanan FK Unpad semester 6 dan 2 orang pasien simulasi. Analisis penelitian untuk melihat derajat kesesuain antar-penguji menggunakan Fleiss Kappa sedangkan untuk melihat pengaruh karakteristik penguji terhadap derajat kesesuaian antar-penguji digunakan uji t tidak berpasangan, uji Mann-Whitney dan uji Kruskal-Wallis. Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat perbedaan derajat kesesuaian antar-penguji OSCE (nilai kappa <0,4), karakteristik penguji yaitu pengalaman klinik, pengalaman menjadi pengajar keterampilan yang diujikan, keikutsertaan dalam standardisasi OSCE dan pengalaman menguji OSCE berpengaruh terhadap derajat kesesuaian antar-penguji (p <0,005), sedangkan masa kerja penguji dan pengalaman dalam merancang pojok uji yang dinilai tidak berpengaruh terhadap derajat kesesuaian antar-penguji OSCE. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat perbedaan derajat kesesuaian antar-penguji di Program Studi D3 Kebidanan FK Unpad dan karakteristik penguji yang berpengaruh terhadap derajat kesesuaian antar-penguji adalah pengalaman klinik, pengalaman menjadi pengajar keterampilan yang diujikan, keikutsertaan dalam standardisasi OSCE dan pengalaman menguji OSCE. Kata Kunci : Derajat kesesuaian, OSCE, penguji
142
HUBUNGAN HASIL BELAJAR ANTARA KETERAMPILAN LABORATORIUM DENGAN KETERAMPILAN KLINIK BLOK INTRA NATAL CARE (INC) PRODI D.IV KEBIDANAN FK.UNPAD 2017 Lani Gumilang1, Sefita Aryuti Nirmala2, Tina Dewi Judistiani3 1Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat FK.Unpad 2Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat FK.Unpad 3Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat FK.Unpad E-mail:
[email protected] Abstrak Salah satu kompetensi mahasiswa kebidanan adalah memberikan asuhan persalinan. Persiapan dalam memberikan asuhan persalinan selain didapatkan melalui kegiatan perkuliahan juga melalui kegiatan laboratorium dan praktik klinik. Pentingnya kemahiran asuhan persalinan pada laboratorium diharapkan berdampak pada kemahiran keterampilan pada praktik klinik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan hasil belajar antara keterampilan laboratorium dengan keterampilan klinik Blok Intra Natal Care pada mahasiswa Prodi D.IV Kebidanan. Metode penelitian yang digunakan adalah observasional analitik yang dilakukan di Prodi D.IV Kebidanan UNPAD pada bulan Agustus 2016-Januari 2017. Sampel penelitian ini dipilih dengan teknik total sampling yang terdiri dari 41 mahasiswa. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa dokumentasi evaluasi pembelajaran blok INC kemudian ditabulasi dan dianalisa dengan korelasi Pearson, yang dilakukan dengan komputer program SPSS versi 20. Hasil penelitian diketahui 100% mahasiswa kebidanan UNPAD semester III memiliki keterampilan laboratorium dengan predikat A. Sedangkan untuk keterampilan klinik diperoleh 24.31% predikat A dan 75.69% dengan predikat B++. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson tidak terdapat hubungan yang bermakna hasil belajar antara keterampilan laboratorium dengan keterampilan klinik blok INC Prodi D.IV Kebidanan FK.Unpad dengan nilai p value = 0.153 > α 0.05 dengan besar korelasi 0.227. Simpulan dari penelitian ini tidak terdapat hubungan hasil belajar antara keterampilan laboratorium dengan keterampilan klinik blok INC. Kata kunci :Hasil belajar, keterampilan laboratorium, keterampilan klinik
143
UJI KOMPETENSI PERAWAT DAN ASAS KEWENANGAN PERAWAT D.III DAN S.1/NERS DALAM MELAKSANAKAN ASUHAN KEPERAWATAN Lucia Ariyanthi Stiikes Rajawali Bandung Abstrak Pelayanan keperawatan menurut Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan bahwa yang berhak memberi asuhan keperawatan adalah yang mempunyai keahlian dan kewenangan berdasarkan ilmu keperawatan. Saat ini belum semua institusi pendidikan keperawatan mempunyai standarisari jaminan mutu yang sama sehingga kompetensi perawat masih belum terstandar, baik lulusan perawat diploma III maupun S.1/Ners mengenai kewenangannya dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang dilakukan dengan cara mencari hubungan sebab akibat dari ketentuan mengenai uji kompetensi perawat dengan asas kewenangan. Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder baik dari buku maupun jurnal, oleh karenanya penelitian yang digunakan adalah studi pustaka, kemudian dianalisis secara deduktif. Ketentuan uji kompetensi sudah diamanatkan dalam Undang-undang namun belum secara tegas membedakan antara uji kompetensi perawat D. III (vokasi) dan perawat S.1/Ners sehingga menyisakan persoalan yang mendasar tentang batasan standarisasi uji kompetensi. Uji kompetensi perawat mengandung aspek pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Uji kompetensi sebagai sarat untuk registrasi dan legialasi mendapat Surat Tanda Registrasi (STR). Asas kewenangan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagai alat ukur peningkatan kinerja berupa jaminan mutu, pendidikan, penilaian kinerja, dan etik. Dalam Permenkes Nomor 1796 Tahun 2011, tentang Registrasi Tenaga Kesehatan memiliki keterkaitan dengan pengaturan pelaksanaan uji kompetensi perawat. Dibutuhkan peraturan petunjuk pelaksanaannya sebagai pelengkap dalam mengatur tatacara dan materi uji kompetensi secara mendasar dan terukur.
144
CLINICAL REASONING IN THIRD-YEAR MEDICAL STUDENTS’ OSCE Diani Puspa Wijaya Faculty of Medicine, Islamic University of Indonesia E-mail:
[email protected] Abstract Clinical reasoning is one of the clinical skill competencies that must be owned by a doctor so it needs to be studied and tested. The OSCE is one method of assessment that can be used to assess the achievement of clinical reasoning. OSCE in the third year at Faculty of Medicine Islamic University of Indonesia (FM IUI) has been using clinical case OSCE so that can be used to assess clinical reasoning skill in addition to others clinical skills such as physical examination and clinical procedural skills. This study aimed to evaluate the clinical reasoning skills of students in the third year of the OSCE exam at FM IUI. The cross sectional study method was used in this study. OSCE test result semesters 5 and 6 of the academic year 2015/2016 collected. Clinical reasoning skills of students in OSCE obtained from the score of the diagnosis ability in clinical case OSCE station. The difference between clinical reasoning skill on each OSCE station and its correlation with the written test on the corresponding block were analyzed. There are differences between clinical reasoning skill in OSCE stations semester 5 and 6. There was no relationship between the score of clinical reasoning skills at the OSCE with the written test achievement on the corresponding block. The clinical reasoning skills on the OSCE semesters 5 and 6 do not illustrate the clinical reasoning skills of third-year medical students in this study. This study supports the need for further development of the assessment of clinical reasoning skills on the OSCE for medical students. Key Words :Clinical reasoning, OSCE, medical student
145
PROFIL KESIAPAN DOKTER MUDA DALAM OSCE KOMPREHENSIF DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
Fuad Khadafianto1, Yeny Dyah Cahyaningrum2 1MEU FK UII 2MEU FK UII E-mail:
[email protected] Abstrak Kompetensi dan profesionalisme seorang dokter akan ditunjukkan dalam kontektual penanganan pasien. Untuk dapat menghasilkan dokter yang memiliki karakter tersebut, diperlukan penilaian yang dapat menilai hal tersebut. Objective Structural Clinical Examination (OSCE) merupakan alat ukur yang dapat menilai beberapa kompetensi yang secara komprehensif dimiliki oleh dokter muda. Tujuan Mengetahui kesiapan keterampilan klinis dokter muda dalam penilaian yang komprehensif setelah selesai pendidikan tahap klinik Metode Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner menggunakan skala Likert’s 1-10 dan pertanyaan terbuka. Kuesioner diisi oleh 55 dokter muda. Sebanyak 43 orang (78,18 %) menyatakan kasus yang diujikan sesuai dengan kompetensi dokter umum. Terkait tindakan prosedural yang diujikan, diperoleh data 38 orang (69,09%) menyatakan baik (sudah pernah pernah dilakukan pada pendidikan klinik). Hasil ini didukung oleh data kualitatif dari kuesioner yang menyebutkan kemampuan yang sudah dikuasai meliputi komunikasi, cuci tangan, pemasangan ET, pemeriksaan fisik (jantung, pulmo, abdomen dan kulit). Terkait kasus ujian didapatkan data 42 orang (76,36 %) merasakan sudah mendapatkan pada proses pendidikan klinik. Hasil ini didukung data kualitatif kuesioner yang menyatakan kasus yang sudah dikuasai meliputi diagnosis kasus DM, meningitis, kasus station saraf, THT, endokrin, jiwa, interna dan obsgyn. : Kesiapan kompetensi mahasiswa terkait dengan keterampilan prosedural dalam OSCE cukup baik. Tindakan procedural dan kasus yang sesuai kompetensi sebagian besar (74,54%) sudah sesuai dan pernah didapatkan di pendidikan klinik. Kata Kunci :Keterampilan klinis, dokter muda, OSCE
146
MODEL PEMBIMBINGAN UKMPPD INTEGRATIF FK UNISBA TAHUN 2016 Santun Bhekti Rahimah 11, Ieva B Akbar 22, Ratna Dewi Indi1,Miranti Kania Dewi1 1Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung E-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Uji kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD) dilaksanakan dengan computer based test (CBT) dan Objective Structured Clinical Examination (OSCE). Banyak faktor yang mempengaruhi performa mahasiswa pada saat ujian, salah satunya adalah kesiapan mahasiswa. Kelulusan UKMPPD bukan saja penting buat peserta tetapi juga bagi fakultas, sebagai bahan evaluasi dan peningkatan profil fakultas. Sejak 2012 FK Unisba konsisten memberikan pembimbingan bagi mahasiswa dan tahun 2016, model pembimbingannya lebih integratif. Kajian ini bersifat deskritif yang memperlihatkan bagaimana model pembimbingan UKMPPD FK Unisba tatahun 2016 yang dilihat dari angka kelulusan first taker yang cukup meningkat signifikan. Pembimbingan dilaksanakan oleh fakultas dengan melibatkan dosen preklinik, proceptor, alumni serta peserta. Mahasiswa dibagi menjadi dua (2) kelompok besar untuk pemberian materi dan dipecah menjadi kelompok yang kecil untuk pembahasan soal dan pembimbingan ketrampilan klinik. Topik pembimbingan meliputi materi CBT dan OSCE. Pembimbingan UKMPPD dilaksanakan pada dalam kurun waktu satu bulan dan dilaksankaan di FK Unisba ataupun rumah sakit jejaring. Akhir pembimbingan dilaksanakan try out internal untuk CBT maupun OSCE. Keberhasilan pembimbingan dilihat dari angka kelulusan first taker dan angka kelulusan total dari tahun 2014-2016. Pembimbingan 2016 diikuti oleh seluruh calon peserta dengan angka kehadiran diatas 80%. Pembimbingan dilaksanakan lebih komperensif dan integratif. Hasil pembimbingan dapat dilihat dari kenaikan angka kelulusan first taker baik untuk CBT, OSCE dan kelulusan total tahun 2016 untuk angkatan 2010. Kelulusan first taker CBT terdapat kenaikan sekitar 27, 93%, , OSCE sebesar 0,33% dan kelulusan total fist taker sebesar 25, 63%. Pembimbingan UKMPPD harus dikembangkan agar mendapatkan model terbaik untuk meningkatkan kesiapan mahasiswa dalam menghadapi UKMPPD. Pembimbingan diharapkan dapat meningkatkan angka kelulusan mahasiswa dalam menghadapi UKMPPD. Kata Kunci: Pembimbingan, integratif, UKMPPD
147
ANALISIS KUALITAS SOAL BERBASIS VIGNETTE DI PENDIDIKAN TINGGI KEPERAWATAN DI KOTA PEKANBARU
Venny Elita1, Riri Novayelinda2, dan Wan Nishfa Dewi3 1,2,3 Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Riau E-mail:
[email protected] Abstrak Pendidikan tinggi keperawatan secara umum menjadikan penilaian sebagai bagian dari kegiatan akademik untuk mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Orientasi dan pendekatan yang digunakan pendidikan tinggi keperawatan dalam evaluasi akhir pembelajaran dengan menggunakan soal multiple choices berbasis vignette karena tipe ini mampu menguji kemampuan aplikasi ilmu dan kemampuan mengambil keputusan sesuai kasus yang diberikan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis yang bertujuan untuk menganalisis kualitas dan karakteristik soal berbasis vignette di pendidikan tinggi keperawatan di Kota Pekanbaru. Penelitian ini dilakukan di tiga institusi pendidikan tinggi keperawatan yang ada di Pekanbaru. Populasi dalam penelitian ini adalah soal mata kuliah inti keperawatan pada semester 2, 4, dan 6 yang digunakan pada ujian tulis selama bulan Juli-September 2016. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik random sampling. Untuk mengidentifikasi karakteristik soal vignette dalam penelitian ini diidentifikasi berdasarkan level kompetensi kognitif, tingkat kesulitan soal, indeks diskriminasi, dan kualitas soal vignette. Kualitas soal diidentifikasi berdasarkan instrumen panduan evaluasi soal vignette. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa secara umum soal ujian pada institusi pendidikan tinggi keperawatan di Kota Pekanbaru memiliki tipe soal vignette. Tetapi, soal yang sudah menggunakan vignette belum semuanya memenuhi kriteria sehingga beberapa soal vignette harus direvisi. Dari 7 soal Mata Kuliah yang dianalisa, lebih dari sebagian yang dapat digunakan (60,78%), sedangkan yang lain harus direvisi (15,29%) dan diganti (23,92%). Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan kepada institusi pendidikan tinggi keperawatan untuk meningkatkan kualitas soal vignette dengan pelatihan regular terkait teknis penyusunan soal berbasis vignette di tiap institusi pendidikan berdasarkan bidang keilmuan. Kata Kunci : Analisis soal, keperawatan, vignette
148