PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 239-256
KARAKTERISASI BUDIDAYA NILAM DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA PADA KAWASAN HUTAN Oleh : Asep Hidayat1 & Eko Sutrisno2
ABSTRAK Nilam merupakan tanaman yang memiliki prospek potensial bagi sektor kehutanan. Tanaman ini dapat ditanam dengan sistem penanaman tumpangsari dengan jenis tanaman hutan lainnya. Nilai fungsi lahan hutan akan meningkat sebesar 130% dengan adanya tumpangsari nilam dalam kurun waktu 4 tahun. Lokasi penanaman/budidaya merupakan faktor non genetis sebagai salah satu faktor penting penentu tinggi rendahnya mutu dan rendemen minyak nilam yang dihasilkan. Untuk menggambarkan karakteristik budidaya nilam dipilih tiga propinsi di Sumatera (Riau, Sumater Barat dan Dairi). Karakterisasi budidaya dibedakan atas letak/lokasi budidaya, teknik budidaya dan teknik pemanenan/pasca panen. Secara umum karakteristik budidaya pada 3 lokasi terpilih adalah sama, hanya ada perbedaan pada cara panen/pasca panen dan desain alat suling yang digunakan. Budidaya tanaman nilam sangat cocok bila digunakan sebagai jenis tumpangsari karena siklus produksi berumur 3-4 tahun. Bila dikelola dengan baik, satu siklus tanaman nilam pada luasan satu hektar dapat menghasilkan sekitar 900 kg minyak nilam yang bernilai sekitar 225 juta rupiah. Kata kunci : Nilam, karakteristik budidaya
I. PENDAHULUAN Nilam merupakan tanaman yang memiliki prospek potensial bagi sektor kehutanan. Tanaman ini dapat ditanam dengan sistem penanaman tumpangsari dengan jenis tanaman hutan lainnya. Nilai fungsi lahan hutan akan meningkat sebesar 130% dengan adanya tumpangsari nilam dalam kurun waktu 4 tahun jika dibanding bila lahan hutan hanya ditanam monokultur berupa tegakan pinus yang baru dapat dipanen kayunya setelah berumur 31 tahun (Sumadiwangsa 2004). 1 2
Peneliti pada Loka Litbang Hasil Hutan Bukan Kayu, Kuok, Riau Teknisi pada Loka Litbang Hasil Hutan Bukan Kayu, Kuok, Riau 233
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 239-256
Nilam merupakan tanaman yang butuh kondisi ruang terbuka. Hingga kini masih dianut paham bahwa tanaman nilam yang ditanam di bawah naungan memberikan rendemen hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan yang ditanam di tempat terbuka (Imran, 1994). Berdasarkan hasil penelitian Hendalastuti et.al (2006) menunjukkan bahwa kegiatan tumpangsari nilam di bawah tegakan dapat dilakukan selama intensitas naungan berkisar sekitar 34,35%. Hal ini memungkinkan tanaman nilam dikembangkan dengan sistem tumpangsari baik dengan tanaman keras maupun tanaman musiman. Lokasi penanaman/budidaya merupakan faktor non genetis sebagai salah satu faktor penting penentu tinggi rendahnya mutu dan rendemen minyak nilam yang dihasilkan. Beberapa faktor lingkungan akan mempengaruhi bagian tanaman dalam memproduksi atau membentuk kelenjar minyak. Intensitas cahaya matahari, karakteristik tapak tumbuh dan iklim merupakan faktor luar yang akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman nilam. Proses pertumbuhan yang berlainan sebagai hasil input lingkungan yang berlainan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan morfologis maupun fisiologis tanaman. Sebagai hasil perpaduan pertumbuhan morfologis maupun fisiologis yang berbeda maka diduga akan mempengaruhi mutu dan rendemen minyak nilam. Karakteristik budidaya nilam yang dilakukan secara sederhana oleh para petani pada 3 propinsi di Sumatera akan sangat menentukan kandungan dan kualitas minyak nilam yang dihasilkan. Tulisan ini menggambarkan karakteristik budidaya nilam yang dilakukan oleh petani setempat pada masing-masing lokasi budidaya.
II. KONDISI UMUM LOKASI BUDIDAYA A. Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau Secara administratif, lokasi penelitian berada di Desa Danau Rambai, Kecamatan Batang Gangsal, Kabupaten Indragiri Hulu- Riau. Desa ini merupakan penghasil minyak nilam terbesar dibanding delapan desa lainnya yang berada dalam wilayah kerja Kecamatan Batang Gansal. Jarak dari ibukota Propinsi (Pekanbaru) sekitar 250 km. Ketinggian tempat berkisar antara 50-350 mdpl dengan curah hujan antara 2.000-2.200 mm per tahun. Wilayah desa sebagian bergelombang dan sebagian rata dan merupakan dataran rendah.
234
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 239-256
Petani nilam sebagian besar merupakan eksodus dari Aceh. Mereka menanam nilam diantara tanaman sawit. Petani masih bertahan pada lahan yang sama sampai 2-3 rotasi tanam selama tanaman sawit masih berumur dibawah 3 tahun. Serangan penyakit budog akan memaksa petani untuk menghancurkan seluruh tanaman nilam meskipun lahan penanaman masih dianggap produktif. B. Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat Lokasi budidaya dilakukan di Kampung Baru Jorong Pinagar - Kabupaten Pasaman Barat yang umumnya areal tanam terletak di kaki bukit dengan kemiringan sekitar 15-20%. Suhu rata-rata siang hari berkisar pada 28oC dan pada malam hari berkisar antara 22-26oC. Ketinggian areal penanaman berkisar mulai dari 300 – 650 mdpl. Areal penanaman nilam berdampingan dengan areal penanaman padi huma, jagung, dan beberapa jenis tanaman hortikultura lainnya serta menjadi tanaman bawah pada tegakan durian atau pohon buah lainnya. Untuk tiap satu areal tanam, biasanya petani menggunakan ukuran pancang dimana 1 pancang adalah 10mx10m. C. Kabupaten Dairi, Sumatera Utara Areal penanaman di Desa Bongkares, Kecamatan Lima Sipunggapungga Kabupaten Dairi – Sumatera Utara juga berada di areal perbukitan dengan jarak sekitar 25 km dari ibukota kabupaten. Ketinggian areal penanaman mulai dari 300-800 m dpl. Suhu pada malam hari berkisar dari 20-23oC sedangkan pada siang hari berkisar antara 27-30oC. Areal penanaman umumnya berada di bawah tegakan kopi. Untuk tiap satu areal tanam, biasanya petani menggunakan ukuran rante di mana 1 rante merupakan areal dengan luas 400m2. Umumnya petani memiliki areal tanam lebih dari 25 rante (1 ha) setiap orangnya. III. TEKNIK BUDIDAYA A.
Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau Bibit tanaman nilam berasal dari hasil stek pucuk dan batang. Bibit dipilih yang
berukuran seragam dan terbebas dari hama penyakit. Pengolahan lahan dimulai dengan kegiatan pembersihan areal tanam. Areal tanam dibersihkan dari gulma, alang-alang, dan tumbuhan bawah. Pengolahan tanah
235
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 239-256
dilakukan secara menyeluruh meliputi pembersihan lahan, pembalikan tanah, penggemburan, pengapuran, dan pemupukan. Rangkaian kegiatan pengolahan tanah dan tersebut dilakukan satu minggu sebelum kegiatan penanaman dilaksanakan. Jarak tanam yang digunakan adalah 1 x 0,5 m.
Gambar 1. Hamparan lahan nilam di Indragiri Hulu, Riau Perlakuan dasar yang diberikan kepada setiap tanaman adalah pemberian pupuk NPK dengan dosis tertentu dilakukan dengan periode waktu yang tidak pasti. Umumnya pemberian pupuk tersebut hanya dilakukan jika tanaman memperlihatkan pertumbuhan yang kerdil. Untuk mengatasi serangan hama daun, pemberian insektisida digunakan secara insidental. B. Kabupaten Pasaman Barat, Propinsi Sumatera Barat Pengolahan tanah sebelum penanaman dilakukan untuk mendapatkan sifat fisik tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman. Persiapan areal tanam dilakukan petani dengan menggunakan cangkul. Persiapan areal tanam yang pertama dilakukan adalah pembersihan lahan dari gulma yang dilanjutkan denggan penggemburan tanah. Untuk menggarap areal penanaman seluas 1 pancang (10 x 10 m) biasanya petani membutuhkan 1 hari orang kerja, tetapi pada beberapa lokasi lapangan dengan kondisi yang agak sulit maka diperlukan 2-3 hari orang kerja.
236
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 239-256
Gambar 2. Hamparan lahan nilam di Pasaman Barat, Sumatera Barat Petani nilam melakukan penanaman langsung di lapangan mengikuti kontur tanah dan mereka tidak melakukan pembibitan di persemaian. Alat yang digunakan untuk membuat lubang tanam yaitu dengan menggunakan tugalan atau cangkul. Penanaman biasanya dilakukan pada awal musim hujan dengan jarak tanam yang digunakan adalah 0,5 x 0,5 m. Penyulaman dilakukan sampai tanaman berumur 2 bulan. Bahan stek diambil dari batang induk yang sudah berumur 6 bulan dengan panjang bahan stek sekitar 10-15 cm. Batang induk nilam dipilih dari tanaman yang memiliki rendemen nilam yang tinggi berdasarkan pengalaman petani.
Jenis nilam tersebut
dikenal dengan nama ’nilam udang’ yaitu dengan ciri khas yang menonjol adalah daun berwarna keunguan dengan bulu-bulu tebal yang halus.
Gambar 3. Penanaman stek langsung di areal tanam
237
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 239-256
Pemupukan akan dilakukan jika petani melihat ada indiksi pertumbuhan tanaman nilam yang agak lambat. Umumnya, tanaman nilam yang dipupuk bisa dipanen 2 bulan lebih cepat dari tanaman nilam tanpa pemupukan. Tanaman nilam yang tanpa pemupukan biasanya dipanen pada umur 6 bulan setelah tanam (BST), namun tanaman nilam yang dipupuk bisa dipanen pada 4 BST. Petani melakukan penanaman nilam dengan menggunakan sistem tumpangsari. Durian umumnya dipilih sebagai tanaman keras, di lapangan biasanya penutupan tajuknya tidak terlalu rapat yaitu hanya 1-3 pohon/pancang. Tanaman pengisi lainnya yang dipilih petani adalah kacang tanah dan cabe. C. Kabupaten Dairi, Propinsi Sumatera Utara Petani nilam di Kabupaten Dairi juga melakukan penanaman nilam di daerah yang berbukit. Tanah diolah dengan mengikuti kontur tanah dan membuat lubang tanam. Tahap awal kegiatan tidak terlalu berbeda dengan petani nilam di Kab. Pasaman Barat yaitu dengan melakukan penggemburan. Areal penanaman dibersihkan dari gulma kemudian digemburkan sambil membuat gundukan-gundukan tanah (berbentuk larikan) dengan ketinggian 15-20 cm.
Diantara gundukan tanah itu dibuat parit sebagai
drainasenya.
Gambar 4. Tanaman nilam umur 2 bulan di Dairi-Sumatera Utara Persiapan areal penanaman membutuhkan waktu 1-2 hari untuk setiap rante (400 m2). Penanaman dilakukan langsung di lubang tanam yang dibuat dengan sistem tugalan. Kegiatan penanaman biasanya dilakukan pada sore hari sekitar pukul 4 sore.
238
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 239-256
Dengan kondisi iklim yang dimiliki, proses pengembunan pada malam hari sangat berguna dalam menjaga kelembaban bibit. Bahan stek diambil dari batang induk dengan ukuran sekitar 15-20 cm. Penanaman dilakukan dengan posisi stek miring 45o dengan jarak tanam 0,5 x 0,5 m. Penanaman dengan posisi miring umum dilakukan petani pada areal penanaman yang berada di dataran tinggi dengan asumsi agar air embun yang terbentuk tidak tergenang pada stek yang dapat menyebabkan pembusukan. Kegiatan penyulaman dilakukan sampai tanaman berumur 2 bulan. Kegiatan pemeliharaan tidak dilakukan secara frekuentif namun secara insidental jika gulma sudah mulai banyak. Pemupukan dilakukan 1 kali untuk 1 kali masa panen dan hal ini juga tergantung kondisi tanah. Jenis pupuk yang digunakan biasanya pupuk organik kotoran ternak dan daun kacang-kacangan yang dibusukkan. Penanaman dilakukan di bawah tegakan kopi tetapi tidak terlalu rapat dan pada beberapa kasus ditanami dengan kelapa sebagai batas antar blok.
IV. PEMANENAN DAN PASCA PANEN A. Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau Pemanenan dilakukan pada awal musim kemarau pada usia 4-4,5 BST. Pemanenan dilakukan pagi hari hingga siang hari dengan menggunakan alat berupa gunting dan parang. Bagian tanaman yang dipanen adalah seluruh bagian tanaman nilam dengan meninggalkan 1-2 cabang dari batang induknya. Bahan nilam yang disuling diambil mulai dari pangkal cabang yang terdapat daun hingga daun muda (batang dan daun pada sembarang rasio perbandingan). Bahan tanaman yang telah dipanen kemudian ditumpuk di sekitar tanaman pokok dan selanjutnya diangkut untuk dilakukan pengeringan lanjutan. Setelah itu baru dikumpulkan untuk dirajang dengan ukuran 3-4 cm, makin kecil fraksi rajangan maka hasil akan lebih banyak. Perajangan dilakukan petani dengan asumsi bahwa minyak yang didapatkan akan lebih banyak. Selain itu juga, secara teknis dengan perajangan akan memudahkan penyusunan bahan nilam siap suling di dalam ketel suling.
239
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 239-256
Gambar 5. Teknik penumpukan nilam setelah dipanen B. Kabupaten Pasaman Barat, Propinsi Sumatera Barat Pemanenan dilakukan pada awal musim kemarau pada usia nilam rata-rata 6 BST. Lima bulan kemudian akan dilakukan panen ke dua dan 5 bulan berikutnya dilakukan panen ke tiga. Pemanenan dilakukan pagi hari hingga siang hari yaitu dari jam 10.00 – 11.00. Alat yang digunakan adalah gunting atau parang. Bagian tanaman yang dipanen adalah seluruh bagian tanaman induk nilam dengan meninggalkan 1-2 cabang dari batang induknya. Bahan nilan yang disuling diambil mulai dari pangkal cabang yang terdapat daun hingga daun muda (batang dan daun pada sembarang rasio perbandingan). Bahan tanaman yang telah dipanen kemudian diletakkan disamping batang induknya untuk dijemur (tidak dipindahkan dari areal penanaman).
Penjemuran
biasanya dilakukan hanya 1 hari saja karena pemanenan dilakukan pada musim kemarau. Setelah pemanenan dilakukan pagi hari maka dilanjutkan dengan penjemuran sampai sore hari. Setelah itu baru dikumpulkan untuk dirajang dengan ukuran 3-4 cm, makin kecil fraksi rajangan maka hasil akan lebih banyak. Kegiatan penyulingan biasanya dilakukan keesokan harinya. C. Kabupaten Dairi, Propinsi Sumatera Utara Pemanenan dilakukan pada awal musim kemarau pada usia nilam rata-rata 6 BST. Tiga bulan kemudian akan dilakukan panen ke dua dan 4-5 bulan berikutnya
240
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 239-256
dilakukan panen ke tiga. Pemanenan dilakukan pagi hari hingga siang hari yaitu dari jam 07.00 – 09.00 WIB. Alat yang digunakan adalah sabit. Setelah panen ketiga biasanya dilakukan pembongkaran tanaman untuk diganti dengan tanaman baru. Bagian tanaman yang dipanen adalah seluruh bagian tanaman atas (batang muda dan daun). Bahan nilam yang disuling juga bagian batang muda dan daun, biasanya 5 pasang dari atas karena berdasarkan pengalaman mereka sendiri, bagian ini memiliki kadar minyak yang lebih tinggi dibanding bagian-bagian lainnya. Bahan tanaman yang telah dipanen kemudian dimasukkan ke dalam karung untuk dilakukan pengeringan. Pengeringan biasanya dilakukan petani 1-2 hari dengan cara penjemuran dibawah terik matahari langsung di halaman rumah mereka. Petani di daerah ini tidak melakukan perajangan, mereka hanya melakukan penyortiran batang muda dan daun bagian atas yang akan dijemur dengan perbandingan fraksi batang muda dan daun 1 : 3. Bianya mereka mengambil 3-5 pasang daun beserta batang bagian atas.
Gambar 7. Bagian tanaman nilam yang dipanen dan dikeringkan
V. PENYULINGAN A. Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau Prinsip kerja penyulingan yang digunakan adalah metode uap dan air. Bahan diletakkan di atas saringan dan tidak berhubungan langsung dengan air tetapi berhubungan dengan uap. Bagian-bagian utama komponen penyulingan adalah sebagai berikut :
241
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 239-256
1. Ketel suling Ketel suling dibuat dari besi dengan memanfaatkan drum. Ketel suling berbentuk silinder dan berdiameter 80 cm dan tinggi 1,8 m. Kapasitas ketel suling mencapai lebih dari 50 kg bahan nilam kering. Ketel suling dilengkapi dengan tutup yang bisa ditutup dan dibuka. Saringan diletakkan diantara bahan suling dan air. Waktu yang diperlukan untuk melakukan 1 kali penyulingan rata-rata adalah 7 jam. 2. Pipa pendingin Pipa pendingin berfungsi untuk mengembunkan uap air dan minyak.
Pipa
pendingin yang digunakan berbentuk pipa panjang berdiameter 15 cm. Pipa ini berada diantara ketel suling dan penampung hasil. Pipa pendingin dimasukkan ke dalam bak air berukuran 2 x 6 m. Sirkulasi air dalam bak hampir dipastikan tidak ada karena selama proses penyulingan tidak terjadi penambahan air ke dalam bak. 3. Penampung hasil Alat penampung berfungsi untuk menampung hasil suling yang keluar dari pipa pendingin. Alat ini terbuat dari jeligen yang dibelah dua dengan dua buah lubang pada bagian atas dan bawah, penampung hasil diletakkan pada ujung pipa pendingin. Minyak nilam memiliki berat jenis yang lebih kecil dibanding dengan air sehingga berada di bagian atas dan dikeluarkan melalui lubang dibagian dibagian atas, sedangkan air dibuang melalui lubang yang berada di bagian bawah.
Gambar 8. Ketel penyulingan, boiler, penampung minyak dan bak pendingin
242
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 239-256
B. Kabupaten Pasaman Barat, Propinsi Sumatera Barat Prinsip kerja penyulingan yaitu dengan menggunakan metode uap dan air. Bahan ditempatkan di atas saringan dan tidak berhubungan langsung dengan air tetapi berhubungan dengan uap. Bagian-bagian utama komponen penyulingan adalah sebagai berikut : 1. Ketel suling Ketel suling dibuat dari besi dengan memanfaatkan drum. Satu set alat suling hanya memiliki 1 ketel suling. Ketel suling berbentuk silinder dan berdiameter 50 cm dan tinggi 1 m. Daya tampung ketel suling ini adalah 2 karung nilam kering ( 1 karung nilam kering memiliki bobot 30-36 kg). Ketel suling dilengkapi dengan tutup yang bisa ditutup dan dibuka. Saringan diletakkan diantara bahan suling dan air. Waktu yang diperlukan untuk melakukan 1 kali penyulingan rata-rata adalah 5 jam. 2. Pipa pendingin Pipa pendingin berfungsi untuk mengembunkan uap air dan minyak. Pipa pendingin yang digunakan berbentuk pipa panjang berdiameter 10 cm. Pipa ini berada diantara ketel suling dan penampung hasil dan berbentuk seperti huruf ”L”. Pada sebagian pipa dialirkan air yang cukup secara kontinyu selama proses penyulingan berlangsung, sebagian lagi dibenamkan ke dalam genangan air. 3. Penampung hasil Alat penampung berfungsi untuk menampung hasil suling yang keluar dari pipa pendingin. Alat ini terbuat dari kaleng yang dilengkapi 2 buah keran yang terdapat di bagian atas dan bawah. Minyak nilam memiliki berat jenis yang lebih kecil dibanding dengan air sehingga, minyak akan berada di bagian atas. Minyak nilam dikeluarkan melalui keran yang terletak dibagian atas, sedangkan air dibuang melalui keran yang berada di bagian bawah.
243
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 239-256
Gambar 9. Kegiatan penyulingan C. Kabupaten Dairi, Propinsi Sumatera Utara Prinsip kerja penyulingan sama yaitu dengan menggunakan metode uap dan air. Bahan ditempatkan di atas saringan dan tidak berhubungan langsung dengan air tetapi berhubungan dengan uap. Bagian-bagian utama komponen penyulingan adalah sebagai berikut : 1. Ketel suling Ketel suling dibuat dari besi dengan memanfaatkan drum. Satu set alat suling bisa memiliki ketel suling sampai 2 buah.
Ketel suling berbentuk silinder dan
berdiameter 40 cm dan tinggi 1,5 m. Karena ketel suling terdiri dari 2 buah drum maka daya tampung ketel suling mencapai lebih dari 100 kg bahan nilam kering. Ketel suling dilengkapi dengan tutup yang bisa ditutup dan dibuka. Saringan diletakkan diantara bahan suling dan air. Waktu yang diperlukan untuk melakukan 1 kali penyulingan ratarata adalah 3 jam. 2. Pipa pendingin Pipa pendingin berfungsi untuk mengembunkan uap air dan minyak. Pipa pendingin yang digunakan berbentuk pipa panjang berdiameter 15 cm. Pipa ini berada diantara ketel suling dan penampung hasil dan berbentuk seperti huruf ”L”. Pada sebagian pipa dialirkan air yang cukup secara kontinyu selama proses penyulingan berlangsung, sebagian lagi dibenamkan ke dalam genangan air. 3. Penampung hasil Alat penampung berfungsi untuk menampung hasil suling yang keluar dari pipa pendingin. Alat ini terbuat dari kaleng yang dilengkapi 2 buah keran yang terdapat
244
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 239-256
di bagian atas dan bawah. Minyak nilam memiliki berat jenis yang lebih kecil dibanding dengan air dan oleh karenanya pada kaleng penampung, minyak akan berada di bagian atas. Minyak nilam dikeluarkan melalui keran yang terletak dibagian atas, sedangkan air dibuang melalui keran yang berada di bagian bawah.
Gambar 10. Ketel penyulingan, penampung minyak dan botol kemasan
VI.
NILAI EKONOMI TANAMAN NILAM Sebagai tanaman penghasil minyak atsiri yang bernilai ekonomi tinggi, nilam bisa
menjadi alternatif untuk meningkatkan ekspor nonmigas. Minyak nilam telah tercatat sebagai penyumbang terbesar devisa negara ketimbang minyak atsiri lainnya. Volume ekspor minyak nilam periode 1995 - 1998 mencapai 800 - 1.500 ton, dengan nilai devisa US$. 18 - 53 juta. Sementara data terbaru menyebutkan nilai devisa dari ekspor minyak nilam sebesar US$. 33 juta atau 50% dari total devisa ekspor minyak atsiri Indonesia. Secara keseluruhan Indonesia memasok lebih dari 90% kebutuhan minyak nilam dunia. Berdasarkan laporan Market Study Essential Oils and Oleoresin, produksi nilam dunia mencapai 500 - 550 ton per tahun. Produksi Indonesia sekitar 450 ton per tahun, kemudian disusul Cina (50 - 80 ton per tahun). Produk atsiri dunia yang didominasi Indonesia antara lain nilam, serai wangi, minyak daun cengkih dan kenanga. Sebelum diekspor, minyak nilam biasanya ditampung oleh agen eksportir. Harga minyak nilam di pasaran lokal (di tingkat agen eksportir) berkisar Rp 200.000,- sampai dengan Rp
245
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 239-256
250.000,- per kg (di New York, US$. 14 - 23,5). Negara tujuan ekspor meliputi Singapura, India, Amerika Serikat , Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, Swiss, dan Spanyol. Minyak nilam Indonesia sangat digemari pasar Amerika dan Eropa, terutama digunakan untuk bahan baku industri pembuatan minyak wangi (sebagai pengikat bau atau fixative parfum), kosmetik, dll. Komponen utama minyak nilam (diperoleh dari penyulingan daun nilam) berupa patchoully alcohol (45 - 50%), sebagai penciri utama. Bahan industri kimia penting lain meliputi patchoully camphor, cadinene, benzaldehyde, eugenol , dan cinnamic aldehyde. Sebuah referensi menyebutkan, minyak nilam bisa untuk bahan antiseptik, antijamur, antijerawat, obat eksim, kulit pecah-pecah, ketombe, serta bisa mengurangi peradangan. Bahkan dapat juga membantu mengurangi kegelisahan dan depresi atau membantu penderita insomnia (gangguan susah tidur). Oleh sebab itu, minyak ini sering dipakai untuk bahan terapi aroma. Tanaman Nilam selain minyak nilamnya yang bermanfaat, di India daun kering nilam juga digunakan sebagai pengharum pakaian dan permadani. Bahkan air rebusan atau jus daun nilam kabarnya dapat diminum sebagai obat batuk dan asma. Remasan akar dapat digunakan untuk mengobati rematik, dengan cara dioleskan pada bagian yang sakit, bahkan juga manjur untuk obat bisul dan pening kepala. Demikian pula remasan daun nilam dapat digunakan sebagai obat dengan jalan dioleskan pada bagian yang sakit.
VII.
PROSPEK BUDIDAYA PENGEMBANGAN NILAM Pada komunitas masyarakat sekitar hutan, menanam tanaman pertanian dilahan
hutan merupakan hal yang umum. Jenis tanaman yang digarap biasanya hanya untuk dikonsumsi dan umumnya merupakan tanaman palawija seperti padi, cabe, jagung dan lainnya. Untuk meningkatkan nilai lahan hutan dan juga perekonomian masyarakat sekitar hutan maka pemilihan komoditas bernilai tinggi untuk ditanam di areal hutan dengan sistem tumpangsari atau agroforestry merupakan terobosan yang seyogyanya mulai dipikirkan secara serius. Adapun beberapa komoditi bernilai tinggi yang dapat ditanam adalah lada, kapolaga, kumis kucing dan nilam. Menurut Sumadiwangsa (2004), tanaman nilam sangat cocok bila digunakan sebagai jenis tumpangsari karena siklus produksi berumur 3-4 tahun, dan bernilai ekonomis tinggi. Di beberapa tempat tanaman nilam telah digunakan sebagai jenis
246
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 239-256
tumpangsari seperti di Kuningan, Tasikmalaya dan Purbalingga tetapi masih dengan teknologi lokal. Di Kuningan hasil nilam dari luasan satu hektar baru mencapai sekitar 40 juta rupiah, padahal bila dikelola dengan cara yang memadai satu siklus tanaman nilam pada luasan satu hektar dapat menghasilkan sekitar 900 kg minyak nilam yang bernilai sekitar 225 juta rupiah. Nilai yang tinggi ini sudah tentu akan meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan. Pengelolaan yang memadai adalah penerapan teknologi tepatguna pada semua tahap budidaya seperti persiapan lahan, pemilihan bibit, penanaman, pemeliharaan tanaman, panen, pasca-panen dan penyulingan dengan peralatan serta cara yang memadai. Hal yang sampai sekarang masih merupakan kendala untuk pelaksanaan pengelolaan yang memadai adalah biaya investasi yang cukup tinggi sehingga secara perorangan, petani sulit untuk menjangkau atau merealisasikannya. Keberadaan demplot usaha nilam di lahan hutan dengan penerapan IPTEK tepat guna untuk semua aspek tahap usaha dengan bimbingan instansi pemerintah yang kompeten baik pusat maupun daerah merupakan langkah yang sangat arif dalam membina dan meningkatkan perekonomian masyarakat terutama masyarakat sekitar hutan yang selama ini memiliki kesan ’terpinggirkan’. Keterlibatan para pihak terkait (multistakeholder) dalam melakukan penelitian, pembinaan, dan pengembangan akan mempertinggi tingkat keberhasilan kegiatan.
Dalam hal ini, keterlibatan instansi
penelitian akan memberikan input teknologi baik dari segi aspek budidaya, pasca panen, maupun pengolahan dan dampak sosial ekonomi. Sedangkan bimbingan dan dukungan dari pemerintah daerah dalam hal ini dinas-dinas terkait baik dinas kehutanan, pertanian, maupun industri dan perdagangan
diharapkan dapat menjadi subjek pembina dan
pembimbing teknis di lapangan yang bersentuhan langsung dengan petani nilam. Dengan kerjasama yang solid maka demplot akan berguna sebagai percontohan yang nyata dan juga dapat digunakan sebagai sarana penelitian, pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat peminat usaha nilam di kawasan hutan.
VIII. KESIMPULAN Perbedaan karakteristik budidaya nilam pada 3 lokasi budidaya dapat dilihat pada Lampiran 1. Secara umum ketiga lokasi budidaya memiliki karaketristik budidaya yang relatif sama. Perbedaan hanya terdapat pada cara panen/pasca panen dan desain alat suling yang digunakan.
247
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 239-256
Nilam sebagai tanaman penghasil minyak atsiri yang memberikan kontribusi terbesar devisa Negara disbanding dengan minyak atsiri lainnya. Oleh karena itu pengembangan nilan dengan sistem tumpangsari atau agroforestry merupakan terobosan baru untuk peningkatan nilai lahan hutan dan perekonomian masyarakat sekitar hutan.
DAFTAR PUSTAKA Hendalastuti, H.R., A. Hidayat dan D. Frianto. ……. Pengaruh Naungan dan Pupuk Kandang terhadap pertumbuhan Tanaman serta Jumlah dan Mutu daun Nilam. Draft tulisan ilimiah dikoreksi oleh dewan redaksi Jurnal Hutan dan Konservasi Alam. Puslit Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. (Belum terbit) Imran. 1994. Pengaruh peubah lingkungan fisik terhadap pertumbuhan, Hasil, dan kandungan minyak nilam.
Tesis Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
(tidak diterbitkan). Sumadiwangsa, E. S. 2004. Peningkatan Produktivitas dan Kualitas HHBK. UKP Badan Litbang Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor. Sumadiwangsa, E.S, dan F. Mas’ud. 2003. Prospek Pengelolaan Hutan Melalui Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu. Seminar Nasional UC UGM. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta 18 Mei 2002.
248
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 239-256
Lampiran 1. Perbedaan karakteristik budidaya nilam pada 3 lokasi budidaya Asal Lokasi Budidaya No A.
Kriteria Letak
Pasaman Barat (Sumbar) Kaki Bukit Kemiringan : 10-15% : siang = ± Suhu 280C : Malam = ± 22-260C
B.
Budidaya 1 Pola Budidaya
2 Jenis Nilam Pengolahan 3 Lahan 4 Sumber Bibit 5 Pembibitan
C.
Sistem Tumpang Sari - T. Musiman : Padi, Jagung - Tanaman Keras : Durian Pogosteon cablin, Benth
Ada Stek Tidak ada Mengikuti Garis 6 Cara Tanam Kontur 7 Musim Tanam Musim Hujan 8 Penyulaman Ada 9 Pemupukan Ada Lihat kondisi tanah dan tanaman Pemanenan dan Pasca Panen 1 Waktu Panen Musim Kemarau Jam
2 3 4 5
Umur Panen I Umur Panen II Umur Panen III Bagian yang dipanen
6 Alat Panen 7 Peremajaan 8 Teknik Pengeringan
: 10-11 WIB 6 BST 5 BSP I 5 BSP II Seluruh bagaian tanaman dengan menyisakan 1-2 cabang batang induk Sabit/Guntung Stek Ada (setelah 3 kali panen)
Dairi (Sumut)
Kritang (Riau)
Perbukitan Kemiringan : ≤15% : siang = Suhu ± 280C
Perbukitan Kemiringan : ≤15% : siang = Suhu ± 280C : Malam : Malam = = ± 220 ± 22-26 C 260C
Sistem Tumpang Sari Sistem Tumpang Sari - Tanaman Keras : - Tanaman Keras : Kopi Kelapa Sawit Pogosteon cablin, Benth
Pogosteon cablin, Benth
Ada Stek Tidak ada Mengikuti Garis Kontur Musim Hujan Ada Ada Lihat kondisi tanah dan tanaman
Ada Stek Ada Mengikuti Garis Kontur Musim Hujan Ada Ada Lihat kondisi tanah dan tanaman
Musim Kemarau : 07-09 Jam WIB 6 BST 3 BSP I 4-5 BSP II Daun dan batang muda
Musim Kemarau : 09-11 Jam WIB 6 BST 3,5 BSP I 3,5-4 BSP II Seluruh bagain tanaman dengan menyisakan 20-25 cm batang dari leher akar Sabit/Guntung Stek Ada (setelah 3 kali panen)
Sabit/Guntung Stek Ada (setelah 3 kali panen)
Dijemur disamping Dijemur langsung batang induk selama 1 dibawah terik hari matahari selama 1 hari
Dijemur disamping batang induk dan lapangan terbuka selama 1 hari
249
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 239-256
Asal Lokasi Budidaya No
Kriteria 9 Perajangan 10 Penyulingan
D.
Lainnya 1 Harga alat suling 2 Sewa alat suling Harga jual 3 minyak
Pasaman Barat (Sumbar) Ada, 3-4 cm Sistem Uap Kapasitas : ± 25 Kg Pipa pendingin dari besi Rp 1.000.000
Dairi (Sumut) Tidak ada Sistem Uap Kapasitas : ± 100 Kg Pipa pendingin dari almunium
Kritang (Riau) Ada, 2-3 cm Sistem Uap Kapasitas : ± 50 Kg Pipa pendingin dari almunium
Rp 10.000/1x suling
Rp 1.500.000 2 0ns minyak/1x suling
Rp 2.500.000 Rp 45.000/1x suling
Rp 207.000
Rp 205.000
Rp 170.000
250