Proses Pemurnian Streptomisin Dari Produk Fermentasi Riky* Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesa No. 10, Bandung, Indonesia *Corresponding Author:
[email protected]
Abstrak Streptomyces griceus merupakan salah satu bakteri penghasil antibiotik jenis streptomisin. Streptomisin merupakan antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif maupun bakteri Gram negatif. Streptomisin memiliki peranan yang penting dalam dunia medis. Oleh karena itu, upaya untuk memperoleh streptomisin menjadi hal yang vital untuk dipelajari. Namun hasil fermentasi bakteri Streptomyces griceus tidak hanya mengandung streptomisin, dapat juga mengandung beragam enzim ekstraseluler dan inhibitor. Untuk mendapatkan streptomisin dari larutan hasil fermentasi perlu dilakukan berbagai upaya pemurnian. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan karbon aktif sebagai adsorben, resin penukar ion, kolom kromatografi, dan ekstraksi pelarut.. Penggunaan karbon aktif pada suasana asam ataupun basa dapat meningkatkan perolehan streptomisin sebesar 50 – 60% dibandingkan penggunaan adsorben pada kondisi netral. Resin penukar ion dapat digunakan untuk memurnikan streptomisin dalam bentuk menara yang berisi resin penukar kation. Keunggulan dari penggunaan resin penukar ion adalah dapat digunakan pada proses berulang kali. Kolom kromatografi juga dapat digunakan untuk memurnikan streptomisin, namun terdapat kesulitan untuk memprediksi kapan eluat yang diinginkan keluar dari kolom kromatografi. Pemurnian streptomisin secara kontinu dapat dilakukan dengan ekstraksi pelarut. Kata kunci : streptomisin, pemurnian, karbon aktif, resin penukar ion, kromatografi, ekstraksi
1. Pendahuluan Antibiotik merupakan produk metabolit sekunder yang dihasilkan pada fasa pertumbuhan stasioner oleh beberapa kelompok mikroorganisme [1]. Antibiotik tidak diperlukan untuk pertumbuhan mikroba, tetapi memiliki peranan penting di alam, terutama di bidang kesehatan. Streptomisin merupakan salah satu contoh antibiotik yang dikelompokkan ke dalam [1] golongan aminoglycosides . Streptomisin dapat diperoleh dengan menginokulasi mikroorganisme pada medium yang steril dan membiarkan proses fermentasi terjadi secara aerobik selama 48 – 96 jam[2]. Streptomisin dapat dihasilkan oleh bakteri Streptomyces
griceus maupun bakteri Streptomyces bikiniensis yang tergolong dalam kelompok Actinomycetes [3]. Bakteri ini memiliki bentuk seperti filamen, bersifat aerobik, gram positif, dan banyak ditemukan dalam tanah. Streptomisin dapat dihasilkan melalui proses fermentasi dengan menggunakan beragam substrat seperti tebu, bagas, kulit jeruk dan kulit nenas. Streptomisin merupakan antibiotik yang menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Streptomisin terbagi atas dua jenis, yaitu Streptomisin A dan Streptomisin B [4]. Streptomisin yang digunakan untuk pengobatan adalah Streptomisin A. Pengunaan antibiotik ini dilakukan
Riky, Proses Pemurnian Streptomisin Dari Produk Fermentasi, 2015, 1-10
melalui sistem injeksi. Streptomisin memiliki tingkat toksisitas yang rendah dan dapat digunakan untuk mengatasi infeksi yang resisten terhadap penisilin [5] [6] . Akumulasi streptomisin dalam tubuh manusia dapat menyebabkan serangkaian reaksi alergi seperti bercak-bercak merah pada kulit [7]. Hasil fermentasi bakteri Streptomyces griceus tidak hanya menghasilkan streptomisin, tetapi juga mnghasilkan zat lain seperti mannosidostreptomisin (Streptomisin B), serta beberapa enzim ekstraseluler dan inhibitor. Oleh karena itu, untuk memperoleh streptomisin dari kaldu hasil fermentsai diperlukan beragam proses pemisahan dan pemurnian.
Selain menggunakan karbon aktif, pemurnian streptomisin dapat juga dilakukan dengan menggunakan bantuan resin penukar ion. Resin penukar ion terdiri dari sebuah matriks tak mudah larut yang terbuat dari polimer organik. Umumnya resin penukar ion memiliki bentuk bulat dan memiliki poros yang banyak. Resin penukar ion memiliki sisi aktif pada permukaannya yang dapat membentuk kesetimbangan dengan ion yang ada dalam larutan [10]. Sisi aktif ini memiliki ion yang dapat ditukar seperti H+, OH-, Na+, atau Cl-. Ketika ditempatkan dalam larutan yang memiliki ion dengan afinitas yang tinggi terhadap sisi aktif dari resin, terjadi pertukaran ion pada sisi aktif dari resin. Sama seperti karbon aktif, resin penukar ion dapat digunakan untuk menghilangkan pengotor yang tidak diinginkan.
Gambar 1. Poros karbon aktif [8] Proses pemurnian streptomisin banyak menggunakan bantuan karbon aktif sebagai adsorben. Karbon aktif merupakan suatu material dengan porositas yang tinggi. Karena memiliki jumlah pori yang sangat besar, karbon aktif sering digunakan sebagai adsorben untuk menghilangkan pengotor. Penggunan karbon aktif akan diikuti dengan proses elusi dan presipitasi untuk mendapatkan endapan streptomisin. Zat yang biasa digunakan untuk mengendapkan streptomisin adalah aseton ataupun eter. Selain kedua zat tersebut, zat pewarna Naphthol Blue-Black juga diketahui dapat menghasilkan garam streptomisin yang sukar larut [9].
Gambar 2. Resin penukar ion [11]
Cara lain yang dapat digunakan untuk memurnikan streptomisin adalah menggunakan proses ekstraksi pelarut. Selain itu, pemurnian streptomisin dapat juga dilakukan dengan prinsip kromatografi [12].
2. Pemurnian dengan Karbon Aktif
2
Riky, Proses Pemurnian Streptomisin Dari Produk Fermentasi, 2015, 1-10
Streptomisin dapat diperoleh dari kaldu hasil fermentasi setelah melalui berbagai tahap pemisahan dan pemurnian. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan streptomisin dari kaldu hasil fermentasi adalah dengan menggunakan bantuan karbon aktif. Proses pemurnian yang digunakan adalah sebagi berikut [13] : 1. Adsorpsi dengan karbon aktif dilakukan pada pH 6 – 8 dengan penambahan 1 – 2 % (v/v) asam fosfat 2. Readsorpsi eluat dari karbon aktif pada pH 7 3. Elusi dengan acidified methanol 4. Evaporasi pada tekanan rendah 5. Presipitasi streptomisin dengan penambahan aseton pada eluat Tabel 1. Efek pH Terhadap Efisiensi Adsorpsi Streptomisin [13]
pH adsorpsi
Streptomisin dalam kultur filtrat setelah adsoprsi (μg/ml)
Efisiensi adsorpsi (%)
4
67
53
5
30
80
6
< 11
> 93
7
< 11
> 93
8
< 11
> 93
Jenis karbon aktif yang paling cocok digunakan untuk adsorpsi streptomisin dari filtrat kultur adalah Farnell 14 [13]. Perbandingan jumlah arang dan filtrat kultur yang digunakan adalah 1 % (w/v) . Filtrat kultur yang digunakan adalah 148 μg/ml. Pada pH kurang dari 6, pigmen adsorpsi meningkat sementara total padatan dan streptomisin yang teradsorpsi berkurang. Pada pH 2, diperoleh filtrat bebas pigmen tanpa adanya adsorpsi streptomisin yang signifikan. Efek dari pH kultur filtrat terhadap efisiensi
adsorpsi streptomisin dapat dilihat pada Tabel 1. Adsorpsi streptomisin dapat dilakukan dengan mengalirkan kaldu hasil fermentasi ke dalam static charcoal beds maupun dengan charcoal suspensions. Efisiensi adsoprsi melalui kedua metode tersebut tidak jauh berbeda. Static charcoal beds dapat digunakan untuk proses adsorpsi yang berulang tanpa adanya akumulasi padatan yang berarti. Satu bed dapat digunakan untuk tujuh kali proses adsorpsi. Setelah tersuspensi selama 30 menit, dilakukan filtrasi dengan membilas bed dengan air yang dilanjutkan dengan pembilasan dengan metanol netral. Tujuan pembilasan dengan metanol netral adalah untuk menghilangkan material tak aktif dan menurunkan kadar air dalam charcoal bed. Kegagalan dalam menghilangkan air pada charcoal bed akan menghasilkan endapan streptomisin hidroklorida yang lengket. Elusi dipengaruhi oleh suspensi dari karbon aktif yang telah dibilas dalam metanol yang mengandung 2% (v/v) HCl (pH 1,5 – 2,0) dengan pengadukan selama 30 menit. pH larutan dicek setelah diaduk selama 15 menit, usahakan agar pH mencapai 1,5 (tambahkan asam bila perlu). Karbon aktif yang telah terpakai kemudian dipisahkan dengan filtrasi dan charcoal bed dibilas 3 kali dengan 5 volume acid-methanol. pH eluat dibuat mencapai 6 dengan menambahkan 80% (w/v) soda kaustik. Kalsium fosfat yang terbentuk kemudian diendapkan. Eluat yang telah difiltrasi dan dinetralkan kemudian dipekatkan hingga mencapai 1/8 volume awal melalui proses evaporasi tekanan rendah pada 30 - 40 oC yang dilanjutkan dengan proses filtrasi. Material tak aktif seperti natrium klorida dibuang pada saar pemekatan. Penambahan aseton sebanyak 5 kali volume konsentrat akan menghasilkan endapan putih berupa streptomisin
3
Riky, Proses Pemurnian Streptomisin Dari Produk Fermentasi, 2015, 1-10
hidroklorida. Endapan ini kemudian disaring dan dikeringkan pada tekanan rendah. Kehilangan streptomisin pada proses pemurnian tidak lebih dari 1% . Efisiensi keseluruhan proses ini dimulai dari filtrat kultur hingga menjadi endapan sebesar 40%. 3. Pemurnian dengan Karbon Aktif pada Asam Pada metode ini, larutan streptomisin yang ingin dimurnikan diproses pada kondisi asam (pH 1 – 4) dengan karbon aktif. Dengan metode ini, pengotor seperti pirogen akan teradsorp ke permukaan karbon aktif sementara streptomisin tetap tertinggal di dalam larutan [14]. Jika pH yang digunakan lebih dari 4, akan terjadi sedikit kehilangan streptomisin akibat teradsorp oleh karbon aktif[15]. Pemisahan pengotor dari filtrat kultur streptomisin dengan karbon aktif dalam kondisi asam sebaiknya diikuti oleh proses adsorpsi oleh karbon aktif pada kondisi netral. Kemudian proses ini dilanjutkan dengan elusi oleh larutan alcoholic-acid. Asam yang digunakan pada proses ini dapat berupa mineral nonoksidatif atau asam karboksilat organik. Pada larutan yang telah diasamkan, ditambahkan sebanyak 1 – 5% (% berat) karbon aktif dan dilakukan pengadukan selama 15 menit. Karbon aktif kemudian difiltrasi dan dibilas dengan air (sebanyak ¼ volume larutan awal). Cake yang terbentuk lalu dibuang. Filtrat yang terbentuk diatur hingga mencapai pH 6,6 dengan menambahkan 30% natrium hidroksida. Segala endapan yang terbentuk pada proses ini dipisahkan dengan filtrasi. Kemudian ditambahkan sebanyak 1 – 5% karbon aktif ke dalam filtrat yang dihasilkan. Streptomisin akan teradsorp ke dalam karbon aktif. Karbon aktif selanjutnya dibilas dengan air atau alkohol dan ditambahkan metanol atau
etanol untuk membentuk slurry dan dilanjutkan dengan filtrasi. Streptomisin kemudian dielusi dari karbon aktif dengan menambahkan air dan asam organik atau mineral nonoksidatif yang kuat sampai pH mencapai 1 – 4 ( diharapkan mencapai pH 2,2 ). Hasil elusi kemudian difiltrasi . Filtrat yang dihasilkan dipekatkan dengan proses pemanasan pada 50 oC. Streptomisin kemudian diperoleh dari konsentrat dengan presipitasi. Melalui metode ini, produk yang dihasilkan 50 – 60% lebih besar dari produk yang dihasilkan dengan metode pemurnian konvensional. 4. Pemurnian dengan Karbon Aktif pada Basa Proses ini dilaksanakan pada pH 8 -11 dengan bantuan karbon aktif [16]. Proses selanjutnya adalah menyaring adsorbat karbon aktif-streptomisin, membilas cake sampai netral, lalu mengelusi streptomisin dari karbon aktif menggunakan asam mineral maupun asam alifatik lemah. Kondisi basa bertujuan agar streptomisin dapat teradsorp dengan lebih cepat dibandingkan dengan kondisi netral. Selain itu kondisi basa juga mengurangi jumlah pengotor teradsorp ke dalam karbon aktif. Untuk hasil yang lebih baik, sebaiknya larutan hasil fermentasi diproses dengan kondisi pH asam agar pengotor yang terdapat dalam larutan teradsorp ke dalam karbon aktif dan menyisakan streptomisin di dalam larutan. Agar larutan memiliki pH antara 8 – 11, dilakukan penambahan basa seperti KOH, NaOH, Ba(OH)2, maupun Ca(OH)2. Sebanyak 1- 5% (% berat) karbon aktif ditambahkan ke dalam larutan dan dilakukan pengadukan. Kemudian adsorbat dibilas dengan air sampai mencapai pH 7 -7,5. Volume air yang
4
Riky, Proses Pemurnian Streptomisin Dari Produk Fermentasi, 2015, 1-10
digunakan sekitar ¼ volume filtrat. Karbon aktif kemudian direaksikan dengan alkohol alifatik lemah (asam format, asam propionat), difiltrasi, dan dielusi dengan mengatur pH mencapai 2 3 melalui penambahan mineral nonoksidatif yang kuat seperti HCl. Karbon aktif kemudian difiltrasi dan filtrat yang dihasilkan dipekatkan dengan pemanasan pada temperatur 50oC. Jika pada proses elusi digunakan asam mineral maka sebelum dipekatkan larutan harus dinetralkan terlebih dahulu. Hal ini dapat dilakukan dengan penambahan asam maupun melewatkan larutan pada resin penukar ion. Konsentrat yang dihasilkan kemudian dilarutkan dalam metanol dan ditambahkan aseton untuk memebentuk endapan streptomisin. Rasio aseton terhadap metanol yang digunakan adalah 10 : 1 (perbandingan volume). Streptomisin yang dihasilkan pada metode ini 50 - 60% lebih banyak dibandingkan dengan metode konvensional. 5. Resin Penukar Ion Selain memanfaatkan karbon aktif, pemurnian streptomisin dapat juga dilakukan dengan memanfaatkan resin penukar ion [17] [18] . Resin penukar ion yang digunakan memiliki gugus asam karboksilat. Resin jenis ini dapat menghasilkan streptomisin dengan tingkat kemurnian yang cukup tinggi. Resin ini juga memiliki selektivitas yang tinggi terhadap streptomisin dibandingkan dengan zat lain yang terdapat dalam kaldu fermentasi [19]. Adsorpsi streptomisin pada resin penukar kation terkarboksilasi dapat terjadi secara maksimum pada pH 7 -8. Adsorpsi maksimum dapat juga terjadi bila pH larutan awal berkisar antara 7 – 8 dan resin yang digunakan telah terkonversi sebagian dalam bentuk garam yang mudah melepas kation seperti ion natrium, kalium, maupun amonium.
Secara ringkas, proses pemurnian streptomisin berlangsung sebagai berikut. Streptomisin dipisahkan dari kaldu fermentasi dengan mengalirkan kaldu fermentasi melewati resin penukar ion. Kemudian resin dicuci dengan asam dan diregenerasi dengan basa untuk digunakan kembali pada proses selanjutnya. Oleh karena itu tidak diperlukan pelarut organik dan resin penukar ion dapat digunakan secara berulang. Dalam praktek industri, pemurnian streptomisin menggunakan resin penukar ion dapat dilakukan dengan memanfaatkan menara adsorpsi [20]. Jumlah menara adsorpsi yang dibutuhkan minimal berjumlah dua untuk memastikan proses adsorpsi berlangsung dengan lebih baik. Sebelum diumpankan ke dalam menara adsorpsi, pH kaldu hasil fermentasi terlebih dahulu agar berada pada kisaran 7 – 8. Menara pertama mengandung resin penukar kation terkarboksilasi dalam bentuk garam dan menara kedua mengandung resin penukar kation dalam bentuk asam bebas. Kaldu hasil ferementasi dialirkan terus sampai resin dalam menara pertama mengadsorp streptomisin sebesar 50 – 100%. Pada proses ini, kemungkinan terdapat 2-15% streptomisin yang tidak terserap oleh menara pertama. Streptomisin yang tidak terserap ini akan diserap pada menara kedua. Akibatnya sebagian resin pada menara kedua akan terkonversi menjadi resin garam. Setelah proses adsorpsi berakhir, menara pertama akan dilepaskan dari aliran dan streptomisin dielusi dari resin mengunakan asam (larutan HCl). Resin penukar ion terkarboksilasi memiliki afinitas yang tinggi terhadap ion H+ sehingga streptomisin dapat dipisahkan secara langsung pada keadaan asam. Proses elusi ini menyebabkan resin dalam menara pertama akan terkonversi menjadi resin asam bebas yang dapat digunakan pada menara kedua.
5
Riky, Proses Pemurnian Streptomisin Dari Produk Fermentasi, 2015, 1-10
Proses ini akan menguntungkan jika dilaksanakan dengan tiga menara resin penukar kation. Ketiga menara ini diisi dengan resin penukar kation dengan jumlah yang sama. Larutan hasil fermentasi kemudian dialirkan ke dalam menara. Setelah proses adsorpsi selesai, menara pertama akan dilepas dari aliran dan menara kedua akan berfungsi sebagai menara pertama dan menara ketiga akan berfungsi sebagai menara kedua. Streptomisin kemudian dielusi dari resin pada menara pertama dan akanmenghasilkan resin asam bebas. Resin asam bebas ini akan berfungsi sebagai menara kedua yang selanjutnya akan dipasang dengan menar ketiga. Proses ini dapat dilakukan secara berulang. 6. Kolom Kromatografi Metode yang digunakan untuk pemurnian streptomisin adalah menggunakan prinsip kolom kromatografi [21]. Proses adsorpsi dilakukan dalam kolom kromatografi. Adsorben yang dapat digunakan cukup beragam, dimulai dari karbon aktif, acidwashed charcoal, alumina, dan acidwashed alumina [22]. Adsorben kemudian disusun dalam kolom kromatografi dengan jumlah sekitar 10 – 30 gram adsorben untuk setiap gram garam antibiotik yang akan diproses. Pelarut yang hendak digunakan untuk proses elusi dimasukkan ke dalam kolom dan dibiarkan sampai tersisa sekitar 1 – 2 mm lapisan pelarut. Garam antibiotik lalu dilarutkan dalam pelarut yang cocok dan kemudian dialirkan ke dalam kolom dari bagian atas kolom. Ketika larutan antibiotik telah berada dalam adsorben, ke dalam kolom ditambahkan pelarut baru. Eluat yang dihasilkan kemudian ditambahkan dengan 5cc aseton atau eter untuk menguji
keberadaan padatan. Jika telah terbentuk padatan, maka eluat akan ditampung tiap selang waktu tertentu. Pengambilan eluat dapat dilakukan dengan mudah jika terbentuk pita warna dalam kolom kromatografi. Jika tidak terbentuk pita warna, maka perlu dilakukan beberapa run dengan mengambil eluat pada selang waktu tertentu dan menentukan jumlah produk yang diinginkan pada tiap fraksi eluat. Antibiotik kemudian diisolasi dari eluat dengan menambahkan aseton atau eter sehingga terbentuk endapan antibiotik. Endapan yang terbentuk kemudian dipisahkan dari pelarut dan dimurnikan dengan prosedur konvensional 7. Ekstraksi Pelarut Metode pemurnian menggunakan karbon aktif memiliki beberapa kekurangan, diantaranya adalah kesulitan dalam mengelusi semua streptomisin yang teradsorp oleh karbon aktif. Pada proses presipitasi, terdapat streptomisin yang hilang karena terlalu terlarut ataupun mengandung terlalu banyak pengotor untuk dimurnikan kembali. Streptomisin dapat dipisahkan dari komponen lain dalam hasil fermentasi dengan mengubah bentuknya menjadi garam karboksilat [23]. Hal ini dilakukan dengan menambahkan natrium, kalium, maupun amonium ke dalam kaldu hasil fermentasi. Larutan yang dihasilkan kemudian diekstraksi dengan pelarut organik seperti alkohol beratom karbon 4 – 6. Ekstrak alkohol kemudian dibilas dengan air atau larutan logam alkali halida untuk menghasilkan garam streptomisin yang terlarut dalam alkohol. Garam
6
Riky, Proses Pemurnian Streptomisin Dari Produk Fermentasi, 2015, 1-10
streptomisin dapat dipisahkan dari larutan dengan menambahkan asam sulfat atau asam klorida.
dengan tingkat kemurnian yang lebih tinggi dalam bentuk streptomisin benzoat. Proses pemurnian streptomisin dengan ekstraksi pelarut dapat juga dilakukan sesuai dengan mengikuti skema pada Gambar 6. Larutan hasil fermentasi Streptomyces griceus dimasukkan ke dalam kolom A bersamaan dengan larutan natrium stearat pada aliran 2 yang berpapasan secara counter current. Sisa feed dibuang melalui aliran 14 dan menghasilkan larutan yang mengandung
Gambar 5. Solvent Extraction of Streptomycin [23]
Proses ekstraksi pelarut dari streptomisin dapat dilihat pada Gambar 5. Aliran 1 menyatakan aliran hasil fermentasi beserta natrium benzoat yang mengalir ke bagian bawah kolom A. n-butanol (aliran 7) dialirkan secara counter current terhadap aliran 1. Sebagian besar streptomisin akan terekstraksi ke dalam pelarut beserta sebagian kecil pengotor. Larutan pelarut akan keluar dari kolom A pada bagian atas (aliran 2) dan masuk ke kolom B melalui bagian bawah. Aliran 2 akan mengalami kontak dengan aliran 4 (berupa air maupun larutan garam) yang akan mengekstraksi pengotor (termasuk natrium benzoat) yang masih terkandung dalam aliran 2. Hasil ekstraksi keluar dari kolom B melalui aliran 5 dan dialirkan kembali ke kolom A dari bagian atas. Dengan mengatur jumlah natrium benzoat, laju alir butanol, aliran 1 dan aliran 4, sebagian besar pengotor dapat dipisahkan dan dikeluarkan melalui aliran 3. Aliran 6 akan mengandung ekstrak pelarut yang mengandung streptomisin
Gambar 6. Solvent Extraction of Streptomycin [23]
ekstrak streptomisin dan pengotor organik pada aliran 3. Pada aliran 3 jga terdapat kelebihan natrium stearat . Aliran 3 kemudian diumpankan ke dalam kolom B pada bagian bawah dan mengalir ke atas secara counter current terhadap aliran 4 yang mengandung natrium klorida. Aliran 5 mengandung banyak pengotor seperti streptomisin B serta sebagain kecil streptomisin dan streptidin memasuki kolom C pada bagian atas. Aliran 5 ini bersifat counter current terhadap larutan 6 yang mengandung natrium stearat dalam
7
Riky, Proses Pemurnian Streptomisin Dari Produk Fermentasi, 2015, 1-10
pelarut. Aliran 7 yang mengandung streptomisin dalam jumlah yang besar diumpankan kembali ke dalam kolom B. Aliran 8 yang keluar dari kolom C mengandung banyak pengotor dan sebagian kecil streptomisin. Aliran 9 yang meninggalkan kolom B mengandung streptomisin dalam bentuk streptomisin stearat dan sedikit natrium stearat serta streptidin. Pada kolom D dan E, sebagian besar dari natrium stearat dihilangkan dengan meminimalkan kehilangan streptomisin. Air digunakan sebagai larutan pengekstrak pada kolom D. Pada kolom E digunakan pelarut berupa alkohol alifatik. Pada kolom D, sebagian besar natrium stearat terkestraksi ke dalam air. Aliran 10 kemudian diumpakan ke dalam kolom E untuk mengekstrak streptomisin ke dalam pelarut menghasilkan aliran 11 yang diumpankan kembali ke dalam kolom D. Aliran 13 membawa natrium stearat yang terekstraksi pada kolom D dan kolom E. Aliran 12 yang keluar dari kolom D akan terbebas dari natrium stearat serta pengotor organik seperti streptomisin B dan mengandung streptomisin stearat yang memiliki tingkat kemurnian tinggi. Penambahan 1/10 volume air dan asam sulfida yang cukup akan menghasilkan pH sekitar 3 – 6. Hal ini menyebabkan streptomisin dan streptidin terekstraksi ke dalam larutan. Streptidin dapat dipisahkan sebagai garam sulfat yang tak larut dalam air. Streptomisin sulfat dapat diisolasi. Untuk produksi eluat streptomisin pada konsentrasi konstan secara kontinu, dapat digunakan tujuh kolom adsorpsi yang melibatkan kontak langsung antara dua aliran serta resirkulasi penukar ion dalam setiap kolom [24].
8. Kesimpulan Metode yang paling umum digunakan dalam permurnian streptomisin adalah pemanfaatan karbon aktif sebagai adsorben. Untuk meningkatkan perolehan streptomisin, maka penggunaan karbon aktif dapat dilakukan pada suasana asam maupun basa sehingga diperoleh pengingkatan perolehan streptomisin sebesar 50 – 60% dari metode konvensional. Namun penggunaan karbon aktif sebagai adsorben memiliki kekurangan diantaranya harga yang relatif mahal. Setelah digunakan, karbon aktif sulit untuk digunakan kembali sebagai adsorben pada operasi selanjutnya karena proses regenerasi yang lumayan kompleks. Selain itu proses ini juga cenderung mahal karena kapasitas adsorpsi karbon aktif yang rendah. Untuk mengatasi kekurangan dari proses pemurnian menggunakan karbon aktif, digunakan resin penukar ion terkarboksilasi sebagai adsorben. Penggunan resin penukar ion dapat diaplikasikan ke dalam dua sampai 3 kolom menara yang berisi resin penukar ion.. Resin penukar ion dapat dielusi dengan asam dan dibersihkan dengan basa sehingga dapat digunakan untuk proses selanjutnya. Metode ini memiliki keunggulan karena dapat digunakan untuk proses adsorpsi secara terus-menerus. Selain itu, resin penukar ion terkarboksilasi juga memiliki selektivitas yang tinggi terhadap streptomisin sehingga tingkat perolehan streptomisin dari kaldu fermentasi akan lebih besar jika dibandingkan dengan penggunaan karbon aktif sebagai adsorben. Pemurnian streptomisin dapat juga dilakukan dengan prinsip kromatografi. Adsorben yang digunakan dapat berupa
8
Riky, Proses Pemurnian Streptomisin Dari Produk Fermentasi, 2015, 1-10
karbon aktif maupun alumina. Namun metode ini memiliki kelamahan. Kelemahan dari metode ini adalah kesulitan dalam menentukan kapan eluat yang diinginkan keluar dari kolom kromatografi (jika tidak ada perubahan yang dapat diamati). Ekstraksi pelarut dapat digunakan untuk memisahkan streptomisin dari pengotor yang ada pada larutan. Keunggulan dari proses ekstraksi streptomisin dari pelarut adalah dapat dilaksanakan secara kontinu. Oleh karena itu, jika proses pemurnian streptomisin dilakukan secara batch, maka proses pemurnian yang paling menguntungkan adalah pemanfaatan resin penukar ion terkarboksilasi sebagai adsorben. Jika ingin dilakukan proses pemurnian secara kontinu, maka metode pemurnian yang paling tepat adalah dengan ekstraksi pelarut.
Daftar Pustaka [1] J. Mamatha, B. Sudipa, M. Mahesh, Production of Streptomycin From Streptomyces Griceus Under Solid State Fermentation, & Its Production Enhancement by Mutation and Analysis by HPLC, World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. (2014) 907-922. [2] R.C. Daniel, M. Kalamsoo. Process for Production of Streptomycin Using Fermentation Solubles. U.S. Patent (1946) 2,504,067. [3] R.G. Benedict, L.A. Lindenfelser, F.H. Stodola, and D.H. Traufler. Studies on Streptomyces Griseocarneus and the Production of Hydroxystreptomycin. Northern Regional Research Laboratory, Illinois. 1951
[4] H. Val and R. Jeff. Determination of Streptomycin and Impurities Using HPAE-PAD [5] E.C. Charter, R.K. Clark Jr., S.R. Dickman, Y.H. Loo, P.S. Skell, W.A. Strong, Isolation and Purification of Streptomycin. University of Illinois (1945) [6] Jr.H.W. Rhodehamel, W.B. Fortune and Jr.S.L. McCormick. A Solvent Extraction for Purifying Streptomycin. 1951 [7] J.J. Li, M. Yang, D.Q. Huo, C.J. Hou, X.L. Li, G.M. Wang and D. Feng. Molecularly Imprinted Polymers on the Surface of Silic Microspheres via Sol-Gel Method for the Selective Extraction of Streptomycin in Aqueous Samples. College of Bioengineering, Chongqing University. Chongqing. 2012 [8] Planet Power. Biochar from Biomass Gasification (Pyrolysis) Available : http://www.treepower.org/biochar/m ain.html , diakses pada & November 2015 pukul 21.09 WIB [9] P.R. Peter, A.S. Isaiah, and H. Jackson. Recovery of Streptomycin from Fermentation Broths. U.S. Patent (1951) 2,538,847 [10] C. Zaharia, D. Suteu, D.Bilba. The Recovery of Streptomycin From Industrial Effluents. Transilvania University of Brasov. 2009. [11] Aquamart. Cat Ion Exchanged Resin Available : http://www.aquamart.com.pk/product /cat-ion-exchanged-resin/ , diakses pada 7 November 2015 pukul 21.23 WIB [12] J.V.B. Milton, N.W. Arne, H.D. William, H. Roberta and F.C. George. Extraction and Purification
9
Riky, Proses Pemurnian Streptomisin Dari Produk Fermentasi, 2015, 1-10
of Streptomycin With a Note on Streptothricin. The Upjohn Company Research Laboratories. Kalamazoo. 1946 [13] T.J. Woodthorpe and D.M. Ireland, A Method for Extracting and Purifying Streptomycin Suitable for LargeScale Production. The Wellcome Physiological Research Laboratories, Beckenham, Kent (1947) [14] E.H. Eugene, Linden, and T. Max. Pyrogen Removal from Streptomycin Salts. U.S. Patent (1950) 2,532,403 [15] D.B. Robert and T. Max. Selective Carbon Adsoprtion of Impurities from Acidic Streptomycin Solutions. U.S. Patent (1946) 2,521,770 [16] A.B. William, Plainfield and D.B. Robert. Purification and Recovery of Streptomycin. U.S. Patent (1951) 2,540,238 [17] B.F. Oliver, Liverpool and A.K. Murray. Purification of Streptomycin. U.S. Patent (1956) 2,754,295 [18] R.B. Charles, B. Bernard, Westfield, L.B Wilbur, and B. New. Process for the Purification of Streptomycin. U.S. Patent (1956) 2,765,302 [19] E.H. Eugene, B.N.J. Brook, P. Irvin. Purification of Streptomycin by Carboxylic Acid Type Ion Exchange Resins. U.S. Patent (1951) 2,541,420 [20] J.T. Roy, G.H. Key. Two Tower Process for Recovery of Streptomycin Employing CationExchange Resins. U.S. Patent (1950) 2,528,188 [21] L.P. Robert, N.J. Plainfield. Chromatographic Purification of Streptomycin and Streptothricin Hydrochloride. U.S.Patent (1951) 2,540,284
[22] P.M. George. Purification of Streptomycin Salts by Means of Alumina. Wellcomb Research Laboratories. 1946 [23] E.J. Goet, Bronx, and J.T. Roy. Solvent Extraction of Streptomycin (1954) U.S. Patent 2,676,960 [24] N.I. Gel’perin, L.M. Klyueva, and L.L Stremovskii. Investigation of the Continuous Extraction of Streptomycin in a Multisection Column with a Semiliquid Layer of Ion Exchanger.
10