KARAKTERISASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI PRODUK FERMENTASI IKAN (BEKASAM)
DESNIAR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Karakterisasi Bakteri Asam Laktat dari Produk Fermentasi Ikan (Bekasam)” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Agustus 2012 Desniar NIM G3611070011
ABSTRACT DESNIAR. Characterization of Lactic Acid Bacteria from Fermented Fish Product (Bekasam). Under supervisions of IMAN RUSMANA, ANTONIUS SUWANTO, and NISA RACHMANIA MUBARIK. Bekasam is an Indonesian fermented fish product that has sour taste and mostly contain lactic acid bacteria (LAB). This study aimed to obtain and characterize LAB isolates from bekasam and to study their potency in inhibiting the growth of pathogenic bacteria, i.e. Escherichia coli, Salmonella typhimurium ATCC 14028, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, and Listeria monocytogenes. LAB were isolated from bekasam using MRSA media supplemented with CaCO3 0.5%. Incubation was done at 37°C for 48 hours. The pure cultures were verified as LAB based on morphological and biochemical characteristics. LAB were obtained, then they were selected for their antimicrobial activity and further the determination of their antimicrobial compounds. Identification for the selected isolates was based on 16S rDNA sequences, followed by production of organic acids. From eight bekasam samples, total of LAB was 1.4 x108-9.0x108 CFU/g. Seventy four isolates were successfully isolated. It was found that 62 isolates (84%) belonged to LAB. Twenty three isolates could inhibit the growth of the five pathogenic bacteria in vitro. The highest inhibition zone was on S. aureus. However, neutralized supernatant of the LAB culture did not inhibit the growth of the pathogenic bacteria. While, cell free supernatant at pH 5 and 6 from 11 isolates did inhibit the growth of the pathogenic bacteria. BI(3), BP(3), BP(20) and SK(5) isolates growed in MRSB medium in vitro, They produced H2O2 concentrations are much smaller than the production of organic acids. The highest of antimicrobial activity was SK(5) isolates. Pellet of protein precipated from fourth isolates showed inhibitory zone against pathogenic bacteria, this inhibition is thought to have come from the bacteriocin, but will need more detailed testing. BI (3), BP (3) and BP (20) isolates showed antimicrobial activity of precipitated protein against E. coli, L. monocytogenes, and S. typhimurium, respectively, with concentration of ammonium sulfate at 40%, 10% and 70-80%, respectively. While SK (5) isolates showed antimicrobial activity only against S. typhimurium with concentration of ammonium sulfat at 40%, 60% and 70%. Molecular identification based on 16S rDNA sequence revealed that BI(3), BP(3), and BP(20) isolates were Pediococcus pentosaceusi IE 3 with similarity of 98%, 97%, and 98%, respectively. While SK(5) isolates showed 93% similarity to Lactobacillus plantarum subsp. plantarum NC 8. Productivity of organic acids from BI(3) isolates was the best than the other three isolates. The dominant organic acid content of BP (3) and SK (5) isolates were lactic acid while the BI (3) and BP (20) isolates were acetic acid. Thus BI (3), BP (3), BP (20) and SK (5) showed antimicrobial activity which could be useful in food preservation.
Keywords: bekasam, characterization, lactic acid bacteria,
RINGKASAN
DESNIAR. Karakterisasi Bakteri Asam Laktat dari Produk Fermentasi Ikan (Bekasam). Dibimbing oleh IMAN RUSMANA, ANTONIUS SUWANTO, dan NISA RACHMANIA MUBARIK. Indonesia kaya akan produk-produk olahan tradisional. Salah satunya adalah bekasam. Bekasam adalah produk fermentasi ikan yang rasanya asam dan banyak mengandung bakteri asam laktat (BAL). Sebagian besar dari produk fermentasi ikan ini belum dipelajari secara terperinci, sehingga hampir tidak ada laporan ilmiah yang berhubungan dengan bekasam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan dan mengkarakterisasi BAL asal bekasam dan mengetahui potensinya sebagai penghasil senyawa antimikrob terhadap bakteri patogen yang berhubungan dengan makanan, yaitu Escherichia coli, Salmonella typhimurium ATCC 14028, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus dan Listeria monocytogenes. Sampel bekasam dilakukan analisis kimia (pH, kadar garam dan total asam) dan mikrobiologi (total bakteri aerob dan total bakteri asam laktat). BAL asal bekasam diisolasi dari cawan hasil penghitungan total BAL menggunakan medium MRSA yang ditambah dengan CaCO3 0,5%. Inkubasi dilakukan pada 37°C selama 48 jam. Kultur murni diverifikasi sebagai BAL berdasarkan karakteristik morfologi dan biokimia. BAL yang didapatkan kemudian diseleksi kemampuannya dalam menghasilkan antimikrob menggunakan metode double layer dan difusi sumur agar. Kemudian dipilih 4 isolat dan ditentukan substansi senyawa antimikrob yang dihasilkannya. Identifikasi untuk isolat terpilih berdasarkan pada sekuen 16S rDNA. Terakhir dilakukan produksi total asam dan menentukan kandungan asam organik yang dihasilkan oleh isolat terpilih. Total BAL dari delapan sampel bekasam ialah 1,4 x 108 – 9,0 x 108 CFU/g. Tujuh puluh empat isolat telah berhasil diisolasi dari bekasam. Ditemukan 62 isolat (84%) termasuk ke dalam kelompok BAL. Duapuluh tiga isolat darinya dapat menghambat kelima bakteri patogen. Indeks penghambatan yang paling besar ialah pada S. aureus. Akan tetapi supernatan bebas sel yang dinetralkan dari kultur BAL tidak menghambat pertumbuhan kelima bakteri patogen. Sedangkan supernatan bebas sel dengan pH 5 dan 6 dari 11 isolat dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Hasil ini menunjukkan bahwa penghambatan oleh BAL terhadap bakteri patogen karena asam organik dan selain asam organik yang dihasilkannya. Isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(5) yang ditumbuhkan dalam medium MRSB secara in vitro menghasilkan H2O2 dengan konsentrasi yang jauh lebih kecil daripada produksi asam organik. Aktivitas antimikrob tertinggi pada isolat SK(5). Endapan dari hasil pengendapan protein keempat isolat menghasilkan zona hambat terhadap bakteri patogen, hambatan ini kemungkinan berupa antimikrob peptida atau bakteriosin, akan tetapi perlu pengujian lebih rinci dan mendalam. Isolat BI(3), BP(3) dan BP(20) menunjukkan aktivitas antimikrob dari endapan proteinnya masing-masing terhadap L. monocytogenes, E. coli, dan S. typhimurium, dengan masing-masing pengendapan pada konsentrasi amonium sulfat 40%, 10% dan 70-80%. Sedangkan isolat SK(5) aktivitas antimikrobnya
hanya terhadap S. typhimurium pada konsentrasi ammonium sulfat 40%, 60% dan 70%. Substansi antimikrob yang dihasilkan oleh isolat BAL ini terutama adalah asam organik. Hal ini membuktikan bahwa asam organik ini menjadi faktor utama dalam pengawetan dan pemberi rasa asam pada bekasam. Hasil penelitian ini merupakan yang pertama dilaporkan tentang BAL pada produk bekasam yang ada di Indonesia dan potensi antimikrobnya. Identifikasi molekuler berdasarkan sekuen 16S rDNA menunjukkan bahwa isolat BI(3), BP(3) dan BP(20) adalah Pediococcus pentosaceus IE 3 dengan kemiripan masing-masing 98%, 97% dan 98%. Sedangkan isolat SK(5) menunjukkan kemiripan 93% dengan Lactobacillus plantarum subsp. plantarum NC 8. Produktivitas total asam organik terbaik ialah pada isolat BI(3). Kandungan asam organik yang dominan pada isolat BP(3) dan SK(5) ialah asam laktat sedangkan isolat BI(3) dan BP(20) ialah asam asetat. Dengan demikian isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(5) berpotensi untuk digunakan dalam pengawetan makanan.
Kata kunci: bekasam, bakteri asam laktat, karakterisasi
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KARAKTERISASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI PRODUK FERMENTASI IKAN (BEKASAM)
DESNIAR
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji pada Ujian Tertutup
: Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc (Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB) Dr. Ir. Fitri Fegatella Pokphand, Jakarta)
(PT.
Charoen
Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. drh. Idwan Sudirman (Staf Pengajar Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, FKH, IPB ) Dr. Jimmy Hariantono (PT. Yakult)
HALAMAN PENGESAHAN Judul Disertasi :
Karakterisasi Bakteri Asam Laktat dari Produk Fermentasi Ikan (Bekasam)
Nama
:
Desniar
NIM
:
G361070011
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si. Ketua
Prof. Dr. Ir. Antonius Suwanto, M.Sc. Anggota
Dr. Nisa Rachmania M, M.Si. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Mikrobiologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Gayuh Rahayu
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.
Tanggal Ujian : 25 Juli 2012
Tanggal Lulus :…………….
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2009 ini ialah bakteri asam laktat, dengan judul Karakterisasi Bakteri Asam Laktat dari Produk Fermentasi Ikan (Bekasam). Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si, dan Prof. Dr. Ir. Antonius Suwanto, M.Sc serta Dr. Nisa Rachmania M, M.Si selaku komisi pembimbing yang tak henti-hentinya memberikan masukan, motivasi dan semangat kepada penulis sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Karmawati, Ibu Yauma, dan Ibu Siti para pengolah bekasam di Sumatera Selatan dan Bapak Fakhrul Rozi dan Bapak Nazirin dari DKP Sumatera Selatan serta Ibu Warmi pengolah bekasam di Indramayu, Bu Ika, Alim, Santi dan Barlian yang telah membantu penulis selama pengambilan sampel. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Imran di Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan, Bogor yang telah membantu penulis dalam penelitian serta Mbak Ari, Pepi, Bu Ema, Bu Butet dan dini serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman seperjuangan Pak Puji dan Bu Ratih atas bantuan, semangat dan kebersamaannya. Kepada teman-teman di Departemen THP, FPIK, IPB yang selalu memberi doa, dorongan dan semangat untuk segera menyelesaikan studi S3 ini penulis ucapkan terima kasih atas semuanya. Ungkapan terima kasih yang tak tehingga juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, Suami, adikku Eva serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
Bogor, Agustus 2012
Desniar
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 Desember 1970 sebagai anak kedua dari pasangan Basri (Almarhum) dan Rohanis. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan IPB, lulus pada tahun 1995. Pada tahun 1998, penulis diterima di Program Studi Bioteknologi pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2003. Selanjutnya, penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan program doktor pada program studi Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, diperoleh pada tahun 2007 melalui program Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, sejak tahun 1998. Bidang penelitian yang menjadi kompetensi penulis adalah Mikrobiologi dan Bioteknologi Hasil Perairan. Karya ilmiah berjudul Aktivitas bakteriosin dari bakteri asam laktat asal bekasam telah diterbitkan dalam Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, yang dipublikasikan oleh Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia dan Senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat asal bekasam yang akan diterbitkan dalam jurnal Akuatika, Universitas Pajajaran. Artikel lain berjudul Chracterization of lactic acid bacteria isolated from bekasam masih pada tahap review kedua yang akan diterbitkan dalam Emirates Journal of Food and Agriculture. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
xiii
DAFTAR TABEL ...................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
xvi
PENDAHULUAN Latar Belakang ............................................................................ Tujuan Penelitian ........................................................................ Manfaat Penelitian ...................................................................... TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat dalam Fementasi ...................................... Metabolisme Karbohidrat oleh BAL ........................................... Fermentasi Ikan: Bekasam .......................................................... Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh BAL....................... Isolasi Bakteriosin ....................................................................... Mekanisme Antimikrob yang Dihasilkan oleh BAL .................. Aplikasi BAL dan Senyawa Antimikrob yang Dihasilkannya dalam Pengawetan Makanan ....................................................... BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... Bahan dan Alat ............................................................................ Prosedur Penelitian ..................................................................... Analisis Mikrobiologi dan Kimia Sampel Bekasam, Isolasi dan Verifikasi BAL ............................................................................ Seleksi dan dan Uji Aktivitas Antimikrob yang Dihasilkan oleh BAL ..................................................................................... Penentuan Substansi Antimikrob yang Dihasilkan oleh BAL .... Karakterisasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat ................... Produksi Asam dan Kandungan Asam Organik yang Dihasilkan oleh BAL .....................................................................................
1 3 4
5 8 14 17 24 26 29
33 33 30 34 37 38 40 41
HASIL Bakteri Asam Laktat dari Bekasam ............................................ Aktivitas Antimikrob dari Isolat BAL ........................................ Substansi Senyawa Antimikrob dari BAL .................................. Karakterisasi dan Identifikasi Isolat BAL ................................... Produksi Asam Organik dan Aktivitas Antimikrobnya Selama Pertumbuhan Isolat BAL.............................................................
43 45 46 50 55
PEMBAHASAN Bakteri Asam Laktat asal Bekasam dan Aktivitas Antimikrob yang Dihasilkannya ..................................................................... Substansi Antimikrob dari Isolat BAL ........................................ Karakterisasi dan Identifikasi Isolat BAL ................................... Produksi Asam Organik dan Aktivitas Antimikrobnya Selama Pertumbuhan ...............................................................................
61 66 71 77
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ...................................................................................... Saran ............................................................................................
85 85
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
87
LAMPIRAN ............................................................................................
95
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Embden–Meyerhof–Parnas pathway yang digunakan oleh BAL homofermentatif .............................................................................
10
2
Jalur fosfoketolase yang digunakan oleh BAL heterofermentatif..
11
3
Jalur alternatif piruvat ....................................................................
13
4
Tingkatan molekul air disekitar residu hidrofobik pada permukaan suatu protein ...................................................................................
24
Skema dua tahap yang terlibat dalam mekanisme aksi dari bakteriosin klass IIa (Drider et al. 2006) ......................................
27
6
Bagan alir tahapan penelitian .........................................................
35
7
Sampel bekasam yang digunakan dalam penelitian .......................
43
8
Hasil isolasi isolat penghasil asam dari bekasam menggunkan CaCO3 sebagai indikator ...............................................................
44
Deteksi aktivitas antimikrob dari isolat BAL terhadap bakteri uji dengan metode double layer. .........................................................
45
Konsentrasi asam laktat dan konsentrasi H2O2 yang dihasilkan oleh isolat BI(3), BP(3) , BP(20), dan SK(5) pada 24 jam, 48 jam, dan 72 jam inkubasi ......................................................................
47
Aktivitas antimikrob dari isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(5) dengan lama inkubasi 24, 48 dan 72 jam terhadap lima bakteri uji
47
Aktivitas antibakteri dari supernatan isolat BI(3) (10a), BP(3) (10b), BP(20) (10c) dan SK (5) (10d). ...........................................
48
Aktivitas antibakteri dari endapan isolat BI(3), BP(3), BP(20), dan SK (5). .....................................................................................
49
Zona hambat dari endapan isolat BP(20) dan BI(3) terhadap E. coli pada kosentrasi ammonium sulfat 10-80%. .......................
49
Konsentrasi protein dari supernatan dan endapan pada isolat BI(3), BP(3), BP(20), dan SK (5) .............................................................
50
16
Morfologi koloni dan sel isolat BI(3), BP(3), BP(20 ), dan SK(5)
51
17
Gel agarosa yang menunjukkan pita potongan DNA dari gen penyandi 16S rRNA hasil amplifikasi PCR ...................................
54
Dendogram pohon filogenetik isolat BAL dengan bootstrap dan disejajarkan dengan isolat Genbank ...............................................
55
Hubungan perubahan pH dan optical dencity (OD) dengan lama inkubasi selama 48 jam pertumbuhan pada isolat BI(3), BP(3), BP(20), dan SK(5)..........................................................................
56
5
9 10
11 12 13 14 15
18 19
20 21
Hubungan lama inkubasi dengan konsentrasi total asam yang dihasilkan oleh isolat BI(3), BP(3), BP(20), dan SK(5) .................
58
Hubungan zona hambat yang dihasilkan oleh isolat BI(3), BP(3), BP(20), dan SK(5) dengan lama inkubasi 48 jam terhadap bakteri uji L. monocytogenes, S. typhimurium, E. coli, B. cereus, dan S. aureus ........................................................................................
59
DAFTAR TABEL Halaman 1
Bakteriosin bakteri asam laktat dan karakteristik utamanya (Parada et al. 2007).........................................................................
22
2
Karakteristik bekasam dengan parameter kimia dan mikrobiologinya
44
3
Jumlah bakteri asam laktat yang diisolasi dari bekasam dengan karakteristik mofologi dan biokimianya .........................................
45
Kisaran zona hambat dan indeks penghambatan pada masingmasing bakteri uji ...........................................................................
46
5
Karakterisasi isolat BI(3), BP(3), BP(20), dan SK(5) ....................
52
6
Hasil uji fermentasi gula dengan API 50 CHL ...............................
53
7
Perbandingan hasil identifikasi menggunakan API 50 CHL dan sekuen 16S rRNA dari isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(5) .....
54
Kecepatan pertumbuhan maksimum (µmax) , laju pembentukan produk (qp) dan waktu generasi (g) isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(50)......................................................................................
57
Kandungan asam organik setelah inkubasi 48 jam pada isolat BI(3), BP(3), BP(20), dan SK(5) ..............................................................
58
4
8
9
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Kurva standar protein dengan Bovine Serum Albumin (BSA) ............
97
2 Hasil verifikasi isolat BAL ..................................................................
97
3 Hasil seleksi dan uji aktivitas antimikrob dengan metode double layer
100
4
Hasil seleksi dan uji aktivitas senyawa antimikrob supernatan tanpa dinetralkan dan yang dinetralkan dengan metode difusi sumur agar terhadap lima bakteri uji.......................................................................
5 Hasil seleksi dan uji aktivitas antimikrob dengan perlakuan supernatan yang tidak dintralkan dan ditetapkan pada pH 5 dan 6 ......................
103 106
6 Pengukuran pH, OD660, konsentrasi asam laktat, dan konsentrasi H2O2 pada kultur MRSB dari empat isolat BAL setelah inkubasi 24, 48, dan 72 jam ...................................................................................... 7 Gambar zona hambat dari keempat isolat dengan inkubasi 24, 48 dan 72 jam terhadap L. Monocytogenes ......................................................
108
8 Hasil uji API KIT CHL 50 pada isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(5) dengan lama inkubasi 48 jam ....................................................
109
9 Pertumbuhan dan pembentukan produk asam pada keempat isolat selama fase eksponensial .....................................................................
109
108
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia kaya akan produk-produk indigineous olahan tradisional. Salah satunya adalah bekasam. Bekasam merupakan produk fermentasi ikan Indonesia yang rasanya asam, banyak dikenal di daerah Jawa Tengah, Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan. Proses pembuatan bekasam umumnya masih menggunakan proses fermentasi secara spontan dengan bahan baku ikan air tawar, garam dan sumber karbohidrat seperti nasi atau tape dengan lama fermentasi sekitar 4-10 hari. Sebagian besar dari produk fermentasi ikan ini belum dipelajari secara terperinci, sehingga hampir tidak ada laporan ilmiah yang berhubungan dengan bekasam. Bakteri asam laktat (BAL) merupakan mikroorganisme dominan yang ditemukan dalam produk fermentasi ikan (Ostergaard et al. 1998).
BAL
memainkan peran penting di dalam fermentasi makanan yang menyebabkan perubahan aroma dan tekstur bersamaan dengan pengaruh pengawetan dengan hasil peningkatan daya awet pada produk akhir (Hugas 1998). Bakteri asam laktat ini mempunyai potensi besar dalam menghasilkan senyawa antimikrob. Sebagaimana yang telah dilaporkan bahwa BAL dapat memproduksi beberapa metabolit yang mempunyai aktivitas sebagai antimikrob seperti asam organik (asam laktat dan asetat), hidrogen peroksida, diasetil dan bakteriosin (Ross et al. 2002, Diop et al. 2007, Galvez et al. 2007). BAL telah dilaporkan ada pada produk fermentasi ikan Thailand seperti pla-ra, pla-chom, plaa-som dan som-fak. Bakteri asam laktat yang dominan pada produk pla-ra dan pla-chom yaitu Lactobacillus acidipiscis sp. nov dan Weissella thailandensis sp. nov (Tanasupawat et al. 2000), pada produk plaa-som, yaitu Pediococcus
pentosaceus,
Lactabacillus
alimentarius/farciminis,
Weisella
confusa, L. plantarum dan Lactococcus garviae (Paludan-Muller et al. 2002) Lactobacillus spp., Pediococcus spp., Aerococcus spp., Carnobacterium spp., dan Enterococcus spp. (Kopermsub et al. 2006), dan pada produk som-fak, yaitu Lactococcus lactis subsp. lactis, Leuconostoc citreum, Lactobacillus paracasei subsp. paracasei, Weisella confusa, L. plantarum, L. pentosus dan P. pentosaceus
2
(Paludan-Muller et al. 1999). Weissella cibaria 110 (plaa-som) menghasilkan bakteriosin yang dikenal sebagai weissellicin 110 (Srionnual et al. 2007), dan plantaricin W yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum PMU33 (som-fak) (Noonpakdee et al. 2009). Bakteriosin yang berasal dari BAL atau BAL yang menghasilkan bakteriosin secara umum dianggap aman untuk konsumsi manusia. Oleh karena itu bakteriosin dari BAL berpotensi
sebagai
pengawet makanan alami
(biopreservatif). Hugas (1998) menyatakan bahwa saat ini sistem biopreservatif seperti kultur BAL bakteriosinogenik dan/atau bakteriosinnya telah diterima dan dikembangkan sebagai pendekatan baru untuk mengendalikan mikroorganisme patogen dan pembusuk. Selain menghasilkan bakteriosin BAL juga berpotensi menghasilkan senyawa antimikrob lain seperti asam organik (terutama asam laktat), diasetil dan hidrogen peroksida. Berbagai jenis asam organik beserta komponennya digunakan sebagai bahan tambahan pangan (food additives) yang dapat dimasukkan secara langsung pada makanan manusia. Asam organik ini faktanya adalah preservatif yang paling umum digunakan dalam makanan, memiliki status GRAS (generally recognized as safe), dan memiliki spektrum yang luas sebagai agen antibakteri. Asam organik efektif untuk mengawetkan makanan karena selain aktivitas antibakteri, mereka juga bertindak sebagai penambah rasa asam (acidulants) (Theron & Lues 2011). Beberapa bakteri asam laktat memproduksi H2O2 dalam kondisi pertumbuhan aerobik. H2O2 adalah bahan pengoksidasi yang kuat dan dapat bersifat antimikrob terhadap bakteri, jamur, dan virus (juga bakteriofag). Dalam kondisi anaerobik, sangat sedikit H2O2 yang diharapkan akan dihasilkan oleh galur tersebut (Ray 2004). Asam laktat adalah asam organik yang banyak digunakan dalam aplikasi industri secara luas. Asam laktat juga merupakan asam hidroksi yang diklasifikasikan sebagai GRAS oleh FDA (Food Drug Administration) dan sangat sering digunakan dalam makanan sebagai penambah rasa asam, bahan flavor, bahan bufer pH, dan tentu saja sebagai pengawet. Meskipun asam laktat juga memilki aplikasi yang luas dalam farmaceutikal, industri kulit, dan tekstil, akan
3
tetapi pada tahun 1995 pernah dilaporkan bahwa di USA 85% asam laktat digunakan dalam makanan dan aplikasi yang berkaitan dengan makanan (Theron & Lues 2011). Asam laktat adalah produk akhir yang banyak dari fermentasi karbohidrat oleh BAL. Akan tetapi, dapat dihasilkan secara komersial dengan sintesis kimia dan fermentasi. Sintesis kimia menghasilkan campuran dari dua isomer sedangkan selama fermentasi bentuk murni optik dari asam laktat dihasilkan. Kira-kira 90% total asam laktat dunia diproduksi dengan fermentasi bakteri. Total nilai pasar asam organik pada tahun 2009 sebesar 3 juta $ (Theron & Lues 2011). Akan tetapi informasi aspek mikrobiologi fermentasi bekasam masih terbatas karena belum dipelajari secara terperinci dan hampir tidak ada laporan ilmiah yang behubungan dengan bekasam khususnya bekasam hasil olahan dari pengolah lokal yang ada di Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui dan mendapatkan isolat BAL dari bekasam dan menggali potensinya dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang berhubungan dengan makanan. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian secara umum ialah untuk mendapatkan BAL asal bekasam dan mengetahui potensinya sebagai
penghasil senyawa antimikrob
terhadap bakteri patogen yang berhubungan dengan makanan. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengisolasi dan menyeleksi BAL dari bekasam sebagai penghasil antimikrob. 2. Memproduksi dan mengkarakterisasi substansi senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh isolat BAL asal bekasam. 3. Mengkarakterisasi dan mengidentifikasi isolat BAL terpilih secara morfologis, fisiologis dan genetik. 4. Produksi asam dari isolat BAL terpilih dan menguji aktivitas antimikrobnya terhadap bakteri patogen serta menentukan kandungan asam organik yang dihasilkannya.
4
Manfaat Penelitian Isolat BAL yang diperoleh sebagai penghasil antimikrob setelah melalui uji aktivitas terhadap bakteri patogen yang berhubungan dengan makanan dapat diaplikasikan lebih lanjut pada berbagai produk pangan baik segar ataupun olahan, khususnya bahan baku dan produk hasil perairan sebagai biopreservatif. Isolat BAL tersebut juga dapat dimanfaatkan bagi pengolahan produk fermentasi khususnya fermentasi ikan untuk menghasilkan produk dengan mutu yang lebih baik dan lebih higienis. Isolat BAL penghasil asam laktat dapat dikembangkan untuk produksi asam laktat yang dapat diaplikasikan lebih lanjut pada industri makanan, pakan hewan, farmasi, tekstil, kimia, dan plastik.
5
TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat dalam Fermentasi Bakteri asam laktat (BAL) umumnya didefinisikan sebagai kelompok penghasil asam laktat, %G+C rendah, tidak berspora, Gram positif batang dan kokus, bersifat fermentatif, katalase negatif, anaerob fakultatif, tidak motil dan toleran terhadap asam. Bakteri asam laktat dibedakan dari bakteri Gram positif lain yang juga menghasilkan asam laktat (seperti, Bacillus, Listeria, dan Bifidobacterium) berdasarkan atas sejumlah perbedaan (Hutkins 2006), antara lain sebagian besar mesofilik, tetapi ada beberapa yang dapat tumbuh pada suhu 4 oC atau suhu tinggi (45 oC), pH pertumbuhan 4,0–4,5, tetapi galur tertentu dapat toleran dan tumbuh pada pH di atas 9,0 atau pH rendah 3,2 (Bamforth 2005). Ada 16 genus BAL, 12 diantaranya aktif di dalam konteks makanan (Bamforth 2005). Bakteri asam laktat biasanya diketahui aman berdasarkan status yang diberikan oleh Generally Regarded As Safe (GRAS), dan mempunyai peran penting dalam pengawetan makanan dan produk fermentasi. Bakteri ini dapat digunakan sebagai mikrobiota kompetitif alami atau sebagai kultur starter spesifik di bawah kondisi yang terkendali (Cintas et al. 2001; Papagianni et al. 2006). Bakteri asam laktat mempunyai potensi yang besar untuk digunakan dalam biopreservasi karena bakteri ini aman untuk dikonsumsi dan selama penyimpanan bakteri ini secara alami mendominasi mikrobiota dari beberapa makanan (Stiles 1996). Bakteri asam laktat merupakan dasar biologi dari banyak makanan fermentasi. Bakteri ini memainkan peran penting di dalam fermentasi makanan yang menyebabkan perubahan aroma dan tekstur bersamaan dengan pengaruh pengawetan yang menghasilkan peningkatan daya awet pada produk akhir (Stiles 1996; Hugas 1998). Kontribusi yang paling penting dari bakteri ini ialah untuk mengawetkan kualitas nutrisi bahan baku dan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan patogen (Diop et al. 2007). Hambatan ini karena BAL dapat memproduksi beberapa metabolit seperti asam organik (asam laktat dan asetat), hidrogen peroksida, diasetil dan bakteriosin (Ross et al. 2002; Diop et al. 2007; Galvez et al. 2007). Selain itu BAL juga merupakan sumber bermacam-macam
6
enzim
seperti
enzim
malolaktik,
proteolitik,
peptidolitik,
glikosidase,
pendegradasi polisakarida, urease, fenoloksidase, dan lipase (Matthews et al. 2004). Bakteri asam laktat digunakan dalam makanan fermentasi karena kemampuannya untuk melakukan metabolisme gula dan membuat produk akhir asam laktat dan asam yang lainnya. Ada dua jalur fermentatif, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Jalur homofermentatif, lebih dari 90% substrat gula di ubah menjadi asam laktat. Berlawanan dengan jalur heterofermentatif menghasilkan kurang lebih 50% asam laktat dan 50% sebagai asam asetat, etanol dan karbon dioksida. Bakteri asam laktat mempunyai satu atau dua jalur ini (yaitu obligat homofermentatif atau obligat heterofermentatif), meskipun ada beberapa spesies yang mempunyai metabolisme yang memerlukan keduanya (fakultatif homofermentatif) ( Ross et al. 2002; Hutkins 2006). Kelompok homofermentatif terdiri dari Lactocococcus, Pediococcus, Enterococcus, Streptococcus dan beberapa Lactobacillus menggunakan Embden– Meyerhof–Parnas pathway untuk merubah 1 mol glukosa menjadi 2 mol laktat. Sedangkan bakteri heterofermentatif menghasilkan jumlah laktat, CO2, dan etanol dengan molar yang sama dari glukosa menggunakan jalur heksosa monophosphat atau pentose, dan menghasilkan hanya setengah energi dari kelompok homofermentatif. Anggota kelompok ini meliputi Leuconostoc, Weissella dan beberapa Lactobacillus (Ross et al. 2002). Bakteri asam laktat homofermentatif sering digunakan dalam pengawetan makanan karena memproduksi asam laktat dalam jumlah besar dan mampu menghambat bakteri penyebab kebusukan makanan dan bakteri patogen lainnya, sedangkan bakteri heterofermentatif lebih ditujukan kepada pembentukan flavor dan komponen aroma, seperti asetaldehida dan diasetil (Fardiaz 1989). Bakteri asam laktat homofermentatif meliputi Lactococcus lactis, Streptococcus thermophilus, Lactobacillus helveticus, dan L. delbrueckii subsp. bulgaricus (digunakan sebagai organisme starter produk susu); Pediococcus sp. (digunakan dalam kultur sosis); and Tetragenococcus (digunakan dalam kecap kedelai). Beberapa BAL heterofermentatif juga digunakan dalam fermentasi makanan, yaitu meliputi L. mesenteroides subsp. cremoris dan Leuconostoc lactis
7
(digunakan dalam fermentasi susu), L. mesenteroides subsp. mesenteroides dan Leuconostoc kimchii (digunaka dalam fermentasi sayuran), O. oeni (digunakan dalam fermentasi anggur) dan Lactobacillus sanfranciscensis (digunakan dalam roti sourdough) (Hutkins 2006). Isolasi BAL dari produk fementasi telah banyak dilakukan. Bakteri ini ada secara alami dengan mikroorganisme lain dan bertanggungjawab untuk pengasaman dan pematangan. Selain itu ada khamir dan bakteri lain juga diisolasi, akan tetapi jumlahnya lebih sedikit daripada BAL. Bakteri asam laktat paling banyak tersebar luas dan merupakan mikroorganisme yang diinginkan dalam fermentasi makanan. Bakteri ini mengubah karbohidrat yang ada menjadi asam laktat, dengan jumlah asam asetat yang kecil, menghasilkan penurunan pH (Tanasupawat & Visessanguan 2008). Kelly et al. (1996) telah melakukan isolasi BAL dari berbagai bentuk makanan yang dijual siap saji (daging, ikan dan produk susu), dan isolat penghasil bakteriosin yang khusus ditemukan dalam produk ini adalah spesies Lactobacillus dan Leuconostok. Sedangkan pada produk buah dan sayuran sebagian besar isolat penghasil bakteriosin yang ditemukan adalah Lactococcus. Coventry et al. (1997) juga telah melakukan isolasi BAL dari 72 sampel produk susu dan daging diperoleh 663.533 koloni, yang terdeteksi rata-rata 0,2% penghasil bakteriosin. Isolasi juga dilakukan terhadap 40 sampel ikan dan sayuran diperoleh 83.000 koloni yang terdeteksi rata-rata 3,4 % penghasil bakteriosin. Isolat penghasil bakteriosin dikarakterisasi dengan reaksi biokimia dan dengan profil enzim restriksi DNA dan identifikasi taksonomi menunjukkan spesies Lactobacillus, Carnobacterium dan Lactococcus berdasarkan pada sekuen 16S rDNA. Dewan & Tamang (2007) juga melakukan isolasi BAL dari 58 sampel produk susu fermentasi yang dikumpulkan dari tempat yang berbeda di India, Nepal dan Bhutan diperoleh 128 isolat BAL. Berdasarkan karakteristik fenotip meliputi uji gula API, BAL yang dominan diidentifikasi sebagai Lactobacillus bifermentans, L. paracasei subsp. pseudoplantarum, L. kefir, L. hilgardii, L. alimentarius, L. paracasei subsp. paracasei, L. plantarum, Lactococcus lactis subsp. lactis, L. lactis subsp. cremoris dan Enterococcus faecium. Bakteri asam
8
laktat ini menghasilkan spektrum enzim yang luas dan menunjukkan aktivitas galaktosidase, leusine-acrylamidase dan phosphatase yang tinggi. Bakteri asam laktat juga telah ditemukan sebagai mikroorgansime dominan dalam beberapa produk fermentasi ikan (Ostergaard et al. 1998), seperti telah diisolasi di dalam fish sauce, yaitu Lactobacillus sp. (Ijong & Ohta 1995), L. acidipiscis dan Weissella thailandensis (Tanasupawat et al. 2000), Tetragenococcus halophilus dan Tetragenococcus muriaticus (Thongsanit et al. 2002) dan Lactobacillus dan Lactococcus lactis (Miao-xia et al. 2009). Selain BAL dalam fish sauce di Thailand (nam-pla) juga ditemukan archaea ekstrim halofilik, Halobacterium salinarum (Thongthai et al. 1992) dan bakteri ekstrim halofilik, Lentibacillus halophilus sp.nov (Tanasupawat et al. 2006). Isolasi BAL dari dari produk fermentasi ikan plaa-som di Thailand juga telah dilakukan oleh Paludan-Muller et al. (2002), yaitu P. pentosaceus, L. alimentarius/farciminis, Weisella confusa, L. plantarum dan Lactococcus garviae. Selain itu BAL juga telah telah diisolasi dari bahan baku dan selama proses fermentasi som-fak
oleh Paludan-Muller et al. (1999), meliputi
Lactococcus lactis subsp. lactis, Leuconostoc citreum, L. paracasei subsp. paracasei, Weisella confusa, L. plantarum, L. pentosus dan P. pentosaceus. Tanasupawat et al. (1998) menyatakan bahwa ada 47 galur BAL homofermentatif berbentuk batang dan 5 heterofermentatif bentuk bulat yang diisolasi dari 4 jenis fermentasi ikan (pla-ra, pla-chom, kung-chom dan hoi-dong). Diop et al. (2007) telah berhasil mengisolasi 220 galur BAL dari 32 sampel makanan fermentasi tradisional di Sinegal. Metabolisme Karbohidrat oleh BAL BAL mempunyai dua jalur utama fermentasi heksosa, yaitu fermentasi homolaktik, dengan kata lain glikolisis (Embden-Meyerhof-Parnas pathway) dan fermentasi heterolaktik yaitu jalur 6-fosfoglukonat/fosfoketolase (6-PG/PK). Berdasarkan kedua jalur fermentasi utama ini BAL dibagi ke dalam tiga kategori metabolism, yaitu homofermentatif obligat, heterofermentatif obligat dan fakultatif
heterofermentatif.
BAL
homofermentatif
obligat
hanya
dapat
memfermentasi gula dengan glikolisis, sedangkan BAL heterofermentatif obligat
9
hanya menggunakan jalur 6-PG/PK dan BAL fakultatif heterofermentatif mempunyai kemampuan untuk menggunakan kedua jalur (Aarnikunnas 2006). Tahap pertama glikolisis adalah fosforilasi glukosa menjadi fruktosa 1,6difosfat (FDP) dan memisahkannya menjadi dihidroksiasetonfosfat (DHAP) dan giseraldehid-3-fosfat (GAP), (bentuk DHAP juga dirubah menjadi GAP). GAP kemudian dirubah menjadi piruvat melalu jalan yang meliputi dua tahap fosforilasi level substrat. Terakhir, piruvat direduksi menjadi asam laktat oleh laktat dehidrogenase (LDH) menggunakan NADH sebagai kofaktor. Dalam glikolisis reduksi kofaktor NADH adalah dioksidasi ulang menjadi NAD+ dan kemudian kesetimbangan redoks dihasilkan (Gambar 1). Dalam glikolisis (jalur Embden-Meyerhof-Parnas), dibawah kondisi normal, yaitu gula tidak dibatasi dan oksigen dibatasi, satu molekul glukosa secara teori difermentasi menjadi dua molekul asam laktat yang menghasilkan perolehan bersih dua molekul ATP (adenosin trifosfat) (Axelsson 2004). Tahap pertama fosforilasi glukosa pada jalur 6-PG/PK sama seperti glikolisis. Tahap jalur kuncinya adalah dehidrogenase glukosa-6 P menjadi 6-fosfoglukonat, dekarboksilasinya diikuti oleh pemisahan silulosa-5-fosfat kedalam GAP dan asetil fosfat oleh fosfoketolase. GAP dimetabolisme menjadi asam laktat melalui jalur yang sama dengan glikolisis. Tanpa penambahan aseptor elektron, asetil fosfat kembali direduksi menjadi etanol melalui asetil CoA dan asetaldehid (Gambar 2). Pada jalur 6-PG/PK, produk akhirnya tidah hanya asam laktat, tetapi CO2 dan etanol juga dihasilkan. Secara teori, pada jalur 6-PG/PK perolehan bersih ATP adalah satu mol ATP/mol glukosa, dimana hanya setengah dari yang dihasilkan pada glikolisis (Axelsson 2004).
10
Gambar 1 Embden–Meyerhof–Parnas pathway yang digunakan oleh BAL homofermentatif. Garis putus-putus menunjukkan bagian oksidasireduksi NAD/NADH dari pathway (Hutkins 2006).
11
Gambar 2 Jalur fosfoketolase yang digunakan oleh BAL heterofermentatif (Hutkins 2006). Beberapa BAL mampu memfermentasi gula pentosa dan permease khusus digunakan untuk memasukkan gula pentosa ke dalam sel. Di dalam sel, pentosa difosforilasi dan dirubah menjadi ribulosa-5-fosfat atau silulosa-5-fosfat oleh epimerase dan isomerase. Senyawa ini kemudian dimetabolisme oleh setengah
12
bagian bahwa jalur 6-PG/PK. Fermentasi pentosa menghasilkan produk akhir yang berbeda dibandingkan dengan fermentasi heksosa melalui jalur 6-PG/PK. Tidak ada tahap dekarboksilasi yang dibutuhkan dan tidak ada CO2 yang terbentuk. Karena reaksi dehidrogenasi tidak diperlukan dalam reaksi yang menghasilkan produk perantara silulosa-5-fosfat, redukasi asetil fosfat menjadi etanol menjadi berlebihan. Sebaliknya asetil fosfat digunakan oleh enzim asetat kinase dalam suatu tahap fosforilasi level substrat menghasilkan asetat dan ATP. Fermentasi pentosa menghasilkan produksi jumlah molar yang sama dari asam laktat dan asam asetat (Axelsson 2004). BAL diketahui mampu merubah metabolismenya dalam merespon berbagai macam kondisi, yang mengakibatkan pola produk akhirnya berbeda daripada yang tampak dengan fermentasi glukosa dibawah kondisi normal. Piruvat mempunyai posisi kunci dalam fermentasi dimana mampu menghasilkan NAD+ supaya melanjutkan fermentasi. Tergantung pada kondisi tertentu, piruvat dapat digunakan dalam cara laternatif lain daripada mereduksinya menjadi laktat (Gambar 3). Kemampuan menggunakan jalur piruvat yang berbeda ini adalah spesifik galur (Hutkin 2006, Axelsson 2004).
Ada beberapa situasi yang memungkinkan jalur alternatif piruvat, yaitu pertama, glikolisis ialah subjek untuk beberapa tingkat regulasi, seperti ketika substrat fermentasi yang terbatasi, fluks glikolitik cenderung berkurang (Axelsson, 2004). Secara khusus, ketika konsentrasi fruktosa-1 ,6-difosfat rendah, aktivitas laktat dehidrogenase dikurangi. Kemudian, piruvat terakumulasi. Pada saat yang sama bahwa aktivitas laktat dehidrogenase menurun, enzim piruvatformat liase, diaktifkan. Enzim ini memisahkan piruvat untuk membentuk format dan asetil CoA. Asetil CoA kemudian direduksi menjadi etanol atau terfosforilasi menjadi asetil fosfat (kedua reaksi melepaskan CoA). Yang penting, asetil fosfat dapat digunakan sebagai bagian dari reaksi fosforilasi tingkat substrat (melalui asetat kinase), yang menghasilkan pembentukan ATP (Hutkins 2006). Terutama, jalur ini digunakan oleh beberapa galur dari Lb. casei dan Lc. lactis, yang dikultur dalam kondisi anaerob secara kontiniu dengan pembatasan substrat, sehingga mengakibatkan perubahan dari homolaktat menjadi heterofermentatif. Produk akhir yang terbentuk adalah laktat, asetat, format, dan etanol. Produk ini terbentuk
13
dengan jumlah maksimum pada penurunan kecepatan pertumbuhan menurun, yaitu
pada
dilution
rate
yang
lebih
rendah
dalam
kultur
kontinius
(Axelsson 2004).
Gambar 3 Jalur alternatif piruvat. Keterangan: 1. Diasetil sintase, 2. asetolaktat sintase, 3. piruvat-format liase, 4. Piruvat dehidrogenase, 5. Piruvat oksidase dan 6. Asetat kinase (Axelsson 2004). Di bawah lingkungan aerobik, piruvat-format liase tidak aktif, dan jalur lainnya yang menjadi aktif. Dalam jalur piruvat dehidrogenase, misalnya, piruvat didekarboksilasi oleh piruvat dehidrogenase, sehingga asetat dan CO2 yang terbentuk. NADH yang biasanya mereduksi piruvat juga dioksidasi langsung oleh molekul oksigen ketika lingkungannya aerob, sehingga penyediaannya tidak
14
tersedia untuk reaksi laktat dehidrogenase. Secara khusus, piruvat dapat berfungsi sebagai substrat untuk α-asetolaktat sintase untuk membentuk α-asetolaktat. Asetolaktat kemudian lebih jauh dioksidasi untuk membentuk diasetil, yang memiliki sifat aroma yang diinginkan (Hutkins 2006). Fermentasi Ikan : Bekasam Selain pengeringan, fermentasi adalah metode pengawetan yang paling tua didunia. Fermentasi menjadi populer dengan gambaran peradaban karena tidak hanya mengawetkan makanan tetapi juga memberikan bermacam-macam rasa, bentuk, dan sensasi rasa lainnya. Perlahan orang menyadari nilai nutrisi dan terapeutik dari makanan dan minuman fermentasi yang membuat makanan fermentasi saat ini menjadi lebih populer (Prajapati & Nair 2003). Sebagai sebuah proses, fermentasi terdiri atas transformasi sederhana bahan baku menjadi produk yang memiliki nilai tambah dengan menggunakan fenomena pertumbuhan mikroorganisme dan/atau aktivitasnya pada bermacammacam substrat. Ini berarti bahwa pengetahuan tentang mikroorganisme menjadi penting untuk memahami proses fermentasi (Prajapati & Nair 2003). Makanan fermentasi terus menerus popular, karena beberapa alasan, yaitu dapat meningkatkan daya awet, nilai nutrisi, fungsionalitas dan sifat-sifat organoleptik, unik serta dapat meningkatkan nilai ekonomi (Hutkins 2006). Makanan
fermentasi
mengandung
bermacam-macam
komponen
fungsional yang berasal dari bahan atau yang terbentuk selama fermentasi. Keuntungan makanan fermentasi yang dapat mendukung kesehatan yaitu (Tanasupawat & Visessanguan 2008): 1. Meningkatkan digestibility (daya cerna) 2. Meningkatkan bioavailability 3. Meningkatkan kandungan mikronutrisi seperti, vitamin dan kofaktor 4. Sifat-sifat probiotik dan prebiotik 5. Produk mikrob seperti, enzim, metabolit dan bioaktif peptida yang dikeluarkan setelah pencernaan protein makanan secara enzimatik. Fermentasi ikan merupakan suatu teknik pengolahan ikan secara tradisional yang biasa dilakukan masyarakat nelayan Indonesia di samping
15
penggaraman, pemindangan, pengeringan dan pengasapan. Fermentasi ikan menggunakan garam dengan konsentrasi tinggi untuk menyeleksi mikrob tertentu dan menghambat pertumbuhan mikrob yang menyebabkan kebusukan sehingga hanya mikrob tahan garam yang hidup. Jenis mikrob yang ada sangat menentukan senyawa-senyawa yang terbentuk dalam produk fermentasi. Akan tetapi fermentasi ikan dengan menggunakan sumber karbohidrat seperti bekasam, pada umumnya membutuhkan garam dalam jumlah yang rendah dibandingkan dengan fermentasi yang menggunakan ikan dan garam saja (Murtini et al. 1997). Produk fermentasi ikan Indonesia memiliki bentuk, bahan baku dan tipe fermentasi yang beragam serta umumnya masih menggunakan proses fermentasi secara spontan. Sebagian besar dari produk fermentasi ikan ini belum dipelajari secara terperinci, oleh karena itu informasi ilmiah yang berhubungan dengan produk tersebut sulit ditemukan. Studi lanjut dengan mengidentifikasi BAL yang terlibat dalam fermentasi disarankan untuk meningkatkan kualitas produk yang dapat dicapai dengan penggunaan BAL yang terpilih (Irianto & Irianto 2009). Bekasam merupakan salah satu produk olahan fermentasi ikan yang rasanya asam, banyak dikenal di daerah Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan bekasam pada umumnya ialah ikan air tawar, garam dan bahan tambahan berupa karbohidrat seperti nasi, tepung tapioka, beras sangrai dan tape ketan. Hasil fermentasi inilah yang akan menjadi bahan pengawet ikan dan memberikan rasa aroma yang khas. Bahan makanan ini biasanya dibumbui lagi dengan cabai dan gula, sebelum disajikan sebagai lauk-pauk (Murtini et al. 1997). Proses pembuatan bekasam diawali dengan menyiangi ikan kemudian direndam terlebih dahulu dalam larutan garam 16% selama dua hari (48 jam). Ikan yang telah digarami kemudian ditiriskan, selanjutnya ditambah dengan sumber karbohidrat (misalnya nasi atau tape ketan). Ikan yang telah ditambah karbohidrat kemudian dimasukan ke dalam stoples plastik dan ditutup rapat untuk difermentasi selama satu minggu atau lebih. Secara prinsip pengolahan bekasam di berbagai daerah Indonesia ialah sama, akan tetapi terdapat beberapa perbedaan, misalnya setelah ikan dibersihkan ada yang langsung dicampur dengan garam dan nasi, dan ada pula yang direndam terlebih dahulu dengan garam beberapa hari
16
baru ditiriskan dan diberi nasi, kemudian dimasukkan kedalam plastik, diikat dan disimpan dalam wadah tertutup misalnya toples/tong, setelah itu difermentasi selama kurang lebih satu minggu (Irianto & Irianto 2009). Burongisda adalah produk sejenis bekasam yang berasal dari Philipina. Burongisda ini dibuat dari campuran ikan air tawar, nasi, garam dan angkak (beras merah sebagai pewarna).
Proses fermentasi burongisda berlangsung
selama satu minggu sampai daging ikan menjadi lembut serta rasa dan bau asam mulai berkembang. Bakteri asam laktat yang dominan pada produk ini ialah Leuconostoc mesenteroides, Pediococcus cereviciae, dan Lactobacillus plantarum (Olympia 1992). Som-fak, plaa-som, pla-ra dan pla-chom ialah produk sejenis bekasam yang berasal dari Thailand. Som-fak adalah produk fermentasi yang terdiri atas fillet ikan, garam (2-5 %), nasi (2-12 %), dan irisan bawang putih (4 %) yang dicampur dan dibungkus dengan daun pisang atau kantong plastik kemudian difermentasi pada suhu 30 oC selama 2-5 hari. Mikroflora yang akan mendominasi yaitu BAL. Lactococcus lactis subsp.lactis, Leuconostoc citreum, Lactobacillus paracasei subsp. paracasei, Weisella confusa, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus pentosus dan Pediococcus pentosaceus telah diisolasi dari bahan baku dan selama proses fermentasi som-fak (Paludan-Muller et al. 1999). Plaa-som terdiri dari ikan air tawar, garam, nasi dan bawang putih Bakteri asam laktat yang diisolasi dari produk ini ialah Pediococcus pentosaceus, Lactabacillus alimentarius/farciminis, Weisella confusa, L. plantarum dan Lactococcus garviae (Paludan-Muller et al. 2002). Kopersumb et al. (2006) juga mengisolasi bakteri asam laktat dari produk plaa-som, yaitu Lactobacillus spp., Pediococcus spp., Aerococcus spp., Cornobacterium spp. dan Enterococcus spp. Pla-ra dan pla-chom ialah produk fermentasi ikan yang terdiri atas ikan, garam, dan tepung nasi
panggang akan tetapi pada
pla-chom
ditambah dengan bawang putih (Tanasupawat & Visessanguan 2008). Lactobacillus acidipiscis sp. nov dan Weissella thailandensis sp. nov telah diisolasi dari fermentasi ikan (pla-ra dan pla-chom) (Tanasupawat et al. 2000).
17
Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh BAL Karena metabolisme fermentatifnya, BAL menghasilkan asam organik, yaitu substansi antimikrob yang penting. Substansi antimikrobial lainnya yang dihasilkan BAL adalah hidrogen peroksida, CO2, diasetil dan bakteriosin (Ouwehand & Vesterlund 2004) Asam Organik. Asam organik merupakan sunstansi antimikrob yang telah digunakan paling lama dan paling luas dan telah menyediakan suatu keamanan dalam pengawetan makanan (Ouwehand & Vesterlund 2004). Ross et al. (2002) menyimpulkan dari beberapa laporan bahwa beberapa asam organik seperti asam laktat, asetat dan propionat dihasilkan sebagai produk akhir yang memberikan lingkungan asam sehingga tidak menguntungkan untuk pertumbuhan beberapa mikroorganisme patogen dan pembusuk. Pengaruh antimikrob dari asam organik umumnya mengganggu potensial membran sel, menghambat transpor aktif, mengurangi pH intraseluler, dan penghambatan bermacam-macam fungsi metabolik. Asam organik mempunyai aksi yang luas dan dapat menghambat bakteri Gram positif dan Gram-negatif, khamir dan kapang. Asam organik lemah memiliki sejarah yang cukup panjang sebagai pengawet makanan karena sifat aktivitas antibakterinya. Asam organik ini faktanya adalah preservatif yang paling umum digunakan dalam makanan, berstatus GRAS, memiliki spektrum yang luas sebagai bahan antibakteri. Asam organik sangat efektif untuk mengawetkan makanan karena selain aktivitas antibakteri, mereka juga bertindak sebagai penambah rasa asam (acidulants). Asam organik dapat mengurangi pertumbuhan bakteri dengan menurunkan pH dari produk makanan ke tingkat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Theron & Lues 2011). Menurut Alakomi et al. (2000) bahwa sifat antimikrob asam laktat karena rendahnya pH. Asam laktat pada konsentrasi 5mM atau pH 4 dapat menyebabkan gangguan pada permeabilitas membran luar bakteri Escherichia coli O157:H7, Pseudomonas aeruginosa, and Salmonella enterica serovar typhimurium. Efek antimikrob dari asam asetat, propionat dan laktat adalah karena molekul andisosiasinya. Konstanta disosiasinya (pKa) lah 4,8 untuk asam asetat,
18
4,9 untuk asam propionat dan 3,8 untuk asam laktat. Dengan demikian, sebagian besar pH makanan (5.0 dan di atasnya), fraksi tak terdisosiasi dari ketiga asam ini bisa sangat rendah, dan paling rendah adalah untuk asam laktat. Efektivitas antimikrob asam laktat lebih rendah mungkin karena pKanya rendah (Ray 2004). Setiap bakteri memiliki ketahanan masing-masing terhadap jenis asam organik yang berbeda. L. monocytogenes memiliki kerentanan yang lebih besar terhadap asam laktat dibandingkan dengan asam asetat. E. coli dan S. typhimurium memiliki kerentanan yang tinggi terhadap asam laktat dan asam asetat. B. cereus yang merupakan golongan bakteri Gram positif memiliki kerentanan yang tinggi terhadap asam laktat dan asam propionat (Theron & Lues 2011). Charlier et al. (2009) menyatakan bahwa S. aureus akan bertambah rentan terhadap asam apabila terjadi peningkatan kadar garam. Bakteri S. aureus juga sangat peka terhadap aktivitas asam asetat. Hidrogen Peroksida. Beberapa BAL menghasilkan kondisi
pertumbuhan
aerob
dan
karena
kekurangan
H2O2 di bawah katalase
selular,
pseudokatalase atau peroksidase, BAL ini melepaskannya ke dalam lingkungan untuk mencegah dirinya sendiri dari antimikrobnya. Beberapa galur BAL dapat memproduksi H2O2 pada kondisi pertumbuhan yang cocok. H2O2 cukup menyebabkan bakteriostatik (6-8 µg/ml) tapi jarang bersifat bakterisidal (30-40 µg/ml). Hidrogen peroksida merupakan agen pengoksidasi kuat dan dapat menjadi antimikroba terhadap bakteri, jamur dan virus (juga bakteriofage). Pada kondisi anaerob, sangat sedikit H2O2 yang dapat dihasilkan dari strain ini. Aksi antibakteri ini dihasilkan dari sifat pengoksidasi kuat dan kemampuannya untuk merusak komponen selular, khususnya membran. Karena sifat oksidasinya, maka dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan dalam mutu pangan, seperti diskolorasi pada daging yang diproses, sehingga penggunaannya terbatas dalam pengawetan pangan (Ray 2004). Aktivitas H2O2 terhadap bakteri Gram positif, termasuk BAL, umumnya bakteristatik, sedangkan beberapa bakteri Gram negatif lebih cepat terbunuh (Ouwehand & Vesterlund 2004). Karbon Dioksida. Karbon dioksida terutama dibentuk selama fermentasi asam
laktat
heterofermentatif,
tetapi
juga
beberapa
jalur
metabolisme
menghasilkan CO2 selama fermentasi. CO2 mempunyai pengaruh antimikrob
19
ganda. Bentuk ini membuat lingkungan anaerob dan CO2 dalam lingkungannnya sendiri mempunyai aktivitas antimikrob. Mekanisme aktivitas ini tidak diketahui, tetapi dinytakan bahwa dekarboksilasi secara enzimatik dihambat dan bahwa akumulasi CO2 di lipid bilayer menyebabkan disfungsi permeabilitas membrane. Pada konsentrasi rendah CO2 dapat merangsang pertumbuhan beberapa mikroorganisme sedangkan pada konsentrasi tinggi dapat mencegah pertumbuhan. Karena aktivitas antimikrobnya, CO2 sekarang umum digunakan sebagai komponen dari modified atmosphere packages. Bakteri Gram negatif dilaporkan lebih sensitif terhadap CO2 daripada bakteri Gram positif (Ouwehand & Vesterlund 2004). Diasetil. Diasetil dihasilkan oleh beberapa spesies BAL dalam jumlah yang banyak terutama melalui metabolism sitrat. Beberapa studi menunjukkan bahwa diaseti bersifat antibakteri terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif. Bakteri Gram negatif lebih sensitif pada pH 5,0 atau lebih rendah. Diasetil efektif pada konsentrasi 0,1 - 0,25%. Studi terakhir menunjukkan bahwa kombinasi dengan panas, diasetil lebih bakterisidal daripada digunakan sendiri.
Aksi
antimikrobnya dihasilkan oleh penginaktifan beberapa enzim penting. Grup dikarboksil (-CO-CO-) bereaksi dengan arginin dalam enzim dan memodifikasi situs katalitiknya (Ray 2004). Diasetil dihasilkan oleh spesies dan galur dari genus Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus, dan Streptococcus sama seperti organism lainnya. Ketika heksosa dimetabolisme, pembentukan diasetil akan ditekan. Akan tetapi, asetil dapat diproduksi lebih jika sitrat dimetabolisme. Sitrat dirubah melalui piruvat menjadi diasetil (Ouwehand & Vesterlund 2004). Bakteriosin. Bakteriosin didefinisikan sebagai antimikrob peptida yang disintesis oleh ribosom dan dapat membunuh bakteri yang berhubungan erat dengan penghasil bakteriosin. Umumnya terdiri atas 12-45 residu asam amino (Cleveland et al. 2001; Moncheva 2001; Galvez et al. 2007). Sebagian bakteriosin dari BAL adalah kationik, hidrofobik atau molekul amphifilik yang terdiri atas 20-60 residu asam amino (Chen & Hoover 2003). Beberapa BAL menghasilkan keragaman bakteriosin yang tinggi, sangat aktif terhadap patogen, dan berpotensi sebagai preservatif makanan (Cleveland et al. 2001).
20
Galvez et al. (2007) menyatakan bahwa bakteriosin dari BAL atau BAL yang
menghasilkan bakteriosin secara umum dianggap aman untuk konsumsi
manusia dan dan dapat diaplikasikan dalam pengawetan makanan. Penggunaan bakteriosin dalam industri makanan dapat membantu untuk mengurangi penambahan pengawet kimia sama seperti mengurangi intensitas perlakuan panas, dan pada akhirnya akan menghasilkan makanan yang lebih awet secara alami dan lebih kaya akan sifat-sifat organoleptik dan nutrisinya. Bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat telah banyak diisolasi dan dipelajari, antara lain ialah plantaricin D dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum BFE 905 (Franz et al.
1998); amylovorin L471 dihasilkan oleh
Lactobacillus amylovorus DCE 471 (Callewaert el al. 1999); propionicin T1 yang dihasilkan oleh Propionibacterium thoenii (Faye et al. 2000); sakacin G yang dihasilkan oleh Lactobacillus sake 251 (Simon et al. 2002); lactococcin Q yang dihasilkan oleh Lactococcus lactis QU 4 (Zendo et al. 2007);
lacticin Q yang
dihasilkan oleh Lactococcus lactis QU 5 (Fujita et al. 2007); paraplantaricin C7 yang dihasilkan oleh Lactobacillus paraplantarum C7 (Lee et al.
2007);
weisellicin cibaria 110 yang dihasilkan oleh Weissella cibaria 110 yang diisolasi dari produk fermentasi ikan Thai plaa-som (Srionnual et al. 2007), plantaricin W yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum PMU33 yang diisolasi dari produk fermentasi ikan bakteriosin
baru
som-fak (Noonpakdee et al. 2009) dan plantaricin ASM1 yaitu yang
dihasilkan
oleh
Lactobacillus
plantarum
A-1
(Hata et al. 2010). Diop et al. (2007) menyatakan bahwa dari total 220 galur BAL yang diisolasi dari 32 sampel makanan fermentasi tradisional di Sinegal diperoleh dua penghasil bakteriosin terbaik, Lactococcus lactis subsp. lactis dan Enterococcus faecium, dari 12 isolat penghasil bakteriosin yang telah diidentifikasi berdasarkan pada analisis sekuens 16S rDNA. Bakteriosin yang dihasilkan oleh kedua isolat baru ini menunjukkan aktivitas antimikrob terhadap Listeria monocytogenes dan Bacillus coagulans sedangkan yang dihasilkan oleh Lactococcus lactis hanya mempunyai aktivitas terhadap Bacillus cereus. Bakteriosin yang dihasilkan oleh BAL memiliki beberapa sifat-sifat yang cocok untuk pengawet makanan: (i) umumnya diketahui sebagai bahan yang
21
aman; (ii) tidak aktif dan tidak beracun bagi sel eukariot; (iii) tidak aktif oleh enzim protease, mempunyai sedikit pengaruh pada mikrobiota lambung; (iv) biasanya toleran terhadap pH dan panas; (v) mempunyai spektrum antimikrob yang relatif luas terhadap beberapa patogen yang berasal dari makanan dan bakteri pembusuk; (vi) model aksi antibakterialnya berlangsung pada membran sitoplasma bakteri: tidak resisten silang dengan antibiotik, dan (vii) determinan genetiknya biasanya disandikan oleh plasmid (Galvez et al. 2007). Bakteriosin dari BAL diklasifikasikan ke dalam empat kelas berdasarkan strukturnya, yaitu kelas I, II, III dan IV. Kelas I dan II adalah bakteriosin dengan berat molekul kecil, terutama hidrofobik dan merupakan peptida tahan panas. Kelas I disebut juga lantibiotik, yaitu dimodifikasi pascatranslasi, sedangkan Kelas II, bakteriosin non-lantibiotik, yang dibagi dalam tiga subkategori: Kelas IIa adalah bakteriosin seperti pediosin dengan pengaruh antilisteria yang kuat; Kelas IIb bakteriosin yang mengandung dua peptida, keduanya dibutuhkan untuk aktivitas antimikrob penuh dan Kelas IIc bakteriosin yang disekresikan oleh secdependent mechanism. Kelas III adalah bakteriosin dengan berat molekul yang besar, protein yang labil terhadap panas. Kelas IV adalah bakteriosin kompleks, yang terdiri atas separuh protein dan ditambah satu atau lebih tambahan yang bukan protein, seperti gugus lemak atau karbohidrat
yang dibutuhkan untuk
aktivitas (De Vuyst & Leroy 2007). Parada et al. (2007) telah mengumpulkan dari beberapa hasil penelitian bahwa ada sejumlah bakteriosin dari BAL yang berbeda yang diklasifikasikan berdasarkan karakteristik biokimia dan genetiknya (Tabel 1). Bakteriosin BAL kelas I dan II yang paling banyak dipelajari, karena kedua kelas ini yang paling berlimpah dan kandidat yang paling menonjol untuk aplikasi industri (Moncheva 2001). Bakteri asam laktat juga mampu menghasilkan substansi lain, yang dikenal sebagai substansi seperti bakteriosin (bacteriocin-like substances/BLS). Salah satu contoh adalah reuterin, dihasilkan oleh beberapa galur Lactobacillus reuteri selama fermentasi anaerob dari gliserol. Molekul ini larut air, aktif dengan range pH yang luas dan resisten terhadap enzim proteolitik dan lipolitik, merupakan senyawa yang cocok untuk pengawetan makanan (Parada et al. 2007).
22
Tabel
1
Bakteriosin bakteri (Parada et al. 2007)
Spesies Bakteriosin penghasil Lactococcus Nisin lactis subsp. lactis
asam
laktat
dan
Spektrum aksi
karakteristik
utamanya
Karakteristiknya
Bakteri Gram-positif
Kelas I lantibiotik, 3,5 kDa, 34 asam amino, digunakan secara komersial
Clostridium sp Listeria monocytogenes Staphylococcus aureus Streptococcus dysgalactiae Enterococcus faecalis Propionibacterium acne Streptococcus mutans
Kelas I dua- komponen lantibiotik, 4,2 kDa, stabil terhadap panas, aktif di bawah kondisi asam dan pH secara fisiologi.
Lactobacillus
Kelas II bakteriosin, kirakira. 5 kDa, spektrum aksi sempit
Acidocin CH5
Bakteri Gram-positif Lactobacillus
Kelas II bakteriosin, membentuk kumpulan berat molekul tinggi
Lactacin F
Lactobacillus fermentum Enterococcus faecalis Lactobacillus delbrueckii Lactobacillus helveticus
Kelas II bakteriosin, 6,3 kDa, 57 asam amino, stabil terhadap panas pada 121° C selama 15 menit
Lactacin B
Lactobacillus debrweckii Lactobacillus helveticus Lactobacillus.bulgaricus. Lactococcus lactis.
Kelas III bakteriosin, 6,3 kDa, stabil terhadap panas terdeteksi hanya dalam kultur yang dipelihara di antara pH 5,0-6,0
Lactobacillus amylovorus
Lactobin A
Lactobacillus acidophilus Lactobacillus delbrueckii
Kelas II bakteriosin, 4,8 kDa, 50 asam amino, spektrum aktivitasnya sempit
Leuconostoc gelidum
Leucocin A
Lactobacillus Enterococcus faecalis Listeria monocytogenes
Kelas II bakteriosin, 3,9 kDa, 37 asam amino, stabil pada nilai pH rendah, tetap setelah pemanasan (100°C selama 20 menit)
Leuconostoc mesenteroides
Mesentericin Y105
Enterococcus faecalis Listeria monocytogenes
Kelas II bakteriosin, 3,8 kDa, 37 residu asam amino, stabil terhadap panas (60°C selama 120 menit pada pH 4,5)
Lacticin 3147
Lactococcus Lactococcin lactis subsp. B cremoris Lactobacillus acidophilus
23
Lanjutan Tabel 1 Bakteriosin bakteri asam laktat dan karakteristik utamanya (Parada et al. 2007) Spesies penghasil Pediococcus acidilactici
Bakteriosin
Spektrum aksi
Karakteristiknya
Pediocin F
Bakteri Gram-positif
Kelas II bakteriosin, 4,5 kDa, sensitif terhadap enzim proteolitik, resisten terhadap panas dan pelarut organik, aktif di bawah kisaran pH yang luas
Pediocin PA-1
Listeria monocytogenes
Kelas II bakteriosin, 4,6 kDa, 44 asam amino
Pediocin AcH
Gram-positif dan Gram- Kelas II bakteriosin, 4,6 kDa, negatif 44 asam amino, spektrum Bakteri di bawah kondisi aksi luas stress
Pediococus pentosaceous
Pediocin A
Lactobacillus Lactococcus Leuconostoc Pediococcus Staphylococcus Enterococcus Listeria Clostridium
Kelas II bakteriosin, 2,7 kDa, sensitif terhadap enzim proteolitik dan stabil terhadap panas (10 menit 100°C)
Enterococcus faecium
Enterocin A
Listeria monocytogenes Pediococcus
Kelas II bakteriosin, 4,8 kDa, 47 residu asam amino, stabil terhadap panas
Lactobacillus sake
Lactocin S
Lactobacillus Leuconostoc Pediococcus
Kelas I bakteriosin, 3,7 kDa, aktif antara pH 4,5 dan 7,5
Sakacin P
Listeria monocytogenes
Kelas II bakteriosin, 4,4 kDa, stabil terhadap panas
Lactobacillus curvatus
Curvacin A
Listeria monocytogenes Enterococcus faecalis
Kelas II bakteriosin, 4,3 kDa
Lactobacillus helveticus
Helveticin J
Lactobacillus bulgaricus Lactococcus lactis
Kelas III bakteriosin, 37 kDa, spektrum aksi sempit, sensitif terhadap enzim proteolitik, pengurangan aktivitas setelah 100° C selama 30 menit
24
Isolasi Bakteriosin Bakteriosin disekresikan ke dalam medium kultur, oleh karena itu sebagian besar strategi dimulai dengan tahap pemekatan bakteriosin dari supernatan kultur, dengan beberapa metode seperti pengendapan dengan amonium sulfat, metode adsorpsi-desorpsi dan ekstraksi dengan pelarut organik (etanol atau aseton) (Pingitore et al. 2007). Bakteriosin merupakan protein alami sehingga dapat dikonsentratkan dengan aplikasi metode salting-out, menggunakan amonium sulfat. Dalam prosedur ini garam padat ditambahkan ke dalam sampel secara perlahan sampai persentase amonium sulfat jenuh yang diinginkan tercapai (Pingitore et al. 2007). Salting out sangat tergantung kepada hidrofobisitas protein, sedangkan salting tergantung pada distribusi serangan permukaan dan interaksi polar dengan pelarut. Tipe protein dalam larutan mempunyai bidang hidrofobik pada permukaannya. Gaya ini kontak dengan pelarut cairan yang menyebabkan suatu tingkatan molekul air, secara efektif membekukannya disekitar rantai sisi (Scopes 1994) (Gambar 4).
Gambar 4 Tingkatan molekul air di sekitar residu hidrofobik pada permukaan suatu protein. Secara alami garam menjadi sangat penting disini, garam inilah yang secara aktual berikatan dan berinteraksi langsung dengan protein yang mempunyai efek destabilitas. Garam optimum adalah yang mendorong dehidrasi dari daerah polar (dan dehidrasi dari daerah hidrofobik) pada protein tanpa interaksinya secara langsung. Konsentrasi tinggi sering dibutuhkan untuk menyebabkan salting out, kelarutan garam adalah sesuatu yang penting untuk diperhatian. Kelarutan ini dipengaruhi oleh pH dan suhu. Kelarutan garam
25
biasanya paling tinggi pada pH sekitar 7. Kelarutan protein umumnya menurun apabila terjadi peningkatan suhu. Aplikasi penting dari prosedur salting out tidak hanya untu sampel fraksionasi, akan tetapi juga mnekonsentratkannya. Salting out dengan penambahan amonium sulfat yang cukup untuk mengendapkan semua protein adalah satu cara yang efisien dilakukan ini, menyediakan sampel tidak terlalu encer untuk dimulai (Scopes 1994). Metode adsorpsi-desorpsi dikembangkan oleh Yang et al. (1992) bersandarkan pada sifat beberapa bakteriosin untuk mengadsorpi sel penghasil pada pH netral dan diikuti dengan ekstraksi pada pH rendah (pH 2-2,5). Akan tetapi aktivitas bakteriosin dengan metode ini tidak lebih dari 10%. Namun satu keuntungan metode ini ialah kontaminasi proteinnya lebih rendah dibandingkan dengan pengendapan menggunakan ammonium sulfat.
Pengembangan metode
adsorpsi-desorpsi dilakukan oleh Coventry et al. (1996) dengan cara bakteriosin diekstrak dari media fermentasi dengan mengadsorpsi ke dalam Micro-Cel (bahan antilengket diatomite kalsium silikat yang food grade) kemudian dilanjutkan desorpsi dengan pelarut organik, surfaktan, bufer fosfat dan bahan pengkelat. Tingkat desorpsi yang paling tinggi (100 %) dicapai dengan peningkatan konsentrasi surfaktan. Pengendapan bakteriosin yang merupakan protein dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut organik seperti etanol atau aseton. Pelarut organik seperti etanol atau aseton di dalam ekstrak cair yang mengandung protein mempunyai beragam pengaruh, yang dikombinasikan sehingga menghasilkan pengendapan protein. Pengaruh yang paling penting adalah pengurangan aktivitas air. Pengendapan dengan pelarut organik efek hidrofobisitas memiliki pengaruh yang kecil. Pengendapan justru terjadi karena adanya interaksi elektrostatik antara muatan yang berlawanan pada permukaan bakteriosin. Interaksi tersebut menyebabkan bakteriosin berada pada kondisi isoelektrik, kemudian beragregasi dan pada akhirnya mengendap. Pengendapan dengan pelarut organik juga dipengaruhi oleh ukuran molekul. Molekul yang lebih besar membutuhkan persentase pelarut organik yang lebih rendah untuk mengendapkannya. Pengendapan dengan pelarut organik ini biasanya dilakukan untuk mengisolasi
26
protein-protein kaya akan residu hidrofobik yang lokasinya disekitar membran (protein plasma) (Scopes 1994). Mekanisme Antimikrob yang Dihasilkan oleh BAL Aksi antimikrob dari asam organik lemah dihasilkan oleh kombinasi aksi dari molekul tidak terdisosiasi dan ion yang disosiasi. Mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri oleh asam organik diawali ketika asam lemah ditambahkan ke dalam lingkungan (dalam makanan), tergantung pada pH makanan, pK asam, dan suhu, beberapa molekul disosiasi dan molekul tidak terdisosiasi. Pada pH sebagian besar makanan (pH 5-8), molekul asam organik biasanya dalam bentuk disosiasi, akibatnya [H+] dalam lingkungan (makanan) meningkat, hal ini mempengaruhi gradien proton transmembran sel mikrob. Untuk mengatasi ini, sel akan mentranspor proton melalui pompa proton, yang menyebabkan kehabisan energi dan penurunan pH internal. Struktur pada permukaan sel, membran luar atau dinding sel, membran dalam atau membran sitoplasma, dan periplasma juga dikenai oleh [H+]. Hal ini dapat berpengaruh merugikan ikatan ion makromolekul yang kemudian dapat mempengaruhi struktur tiga dimensinya dan beberapa fungsi terkait. Secara keseluruhan perubahan ini dapat mempengaruhi transpor nutrisi dan pembangkitan energi, dann akhirnya mempengaruhi pertumbuhan mikrob (Ray 2004). Asam organik lemah yang digunakan dalam makanan bervariasi keefektifan antimikobnya karena perbedaan pKa-nya. Asam dengan pK yang lebih tinggi secara proposional jumlah molekul tidak terdisosiasi lebih tinggi pada pH makanan dan lebih bersifat antimikrob. Sama halnya pada pH yang lebih rendah dan konsentrasi yang lebih tinggi suatu asam lebih bersifat antimikrob. Kelarutan asam dalam air juga penting untuk pengaruh yang diinginkan (Ray 2004). Pengaruh bakterisidal dari hidrogen peroksida adalah karena sifatnya sebagai
pengoksidasi kuat yang dapat berpengaruh pada sel bakteri; grup
sulfihidril dari protein sel dan lipid membran dapat dioksidasi. Juga, beberapa dari hidrogen peroksida, menghasilkan reaksi penghilangan oksigen, kemudian membuat kondisi lingkungan anaerob yang tidak cocok untuk organisme tertentu.
27
Aktivitas terhadap bakteri Gram positif, termasuk BAL, adalah umumnya bakteristatik, sedangkan beberapa Gram negatif dibunuh dengan cepat (Ouwehand & Vesterlund 2004). Mekanisme penghambatan oleh bakteriosin ada dua tahap. Tahap pertama, bakteriosin berinteraksi dengan struktur permukaan sel, seperti membran dan/atau molekul reseptor. Tahap kedua bakteriosin membuat permeabilisasi membran melalui pembentukan lubang (Gambar 5). Pengikatan awal dipengaruhi oleh komposisi membran, muatan membran, dan adanya struktur molekul target (reseptor). Tahap kedua dipengaruhi oleh komposisi membran, struktur C-terminal pada bagian
membran yang terpermeabilisasi dan adanya protein
imunitas (Drider et al. 2006). Bakteriosin kelas IIa
1.Interaksi dengan docking/memotong
2. Permeabilisasi membran
Gambar 5 Skema dua tahap yang terlibat dalam mekanisme aksi dari bakteriosin klass IIa (Drider et al. 2006). Bakteriosin memiliki mekanisme aksi yang berbeda diantaranya: perubahan aktivitas enzim; penghambatan germinasi spora dan menginaktifkan pembawa anion melalui pembentukan pore (lubang) selektif dan tidak selektif (Parada et al. 2007).
Sebagian besar bakteriosin adalah amphiphilik dan kationik. Berdasarkan karakteristik amphiphiliknya bakteriosin, ada dua mekanisme berbeda yang dapat menerangkan aksi permeabilisasi membrannya. Bakteriosin beraksi dengan satu komplek porasi dimana monomer bakteriosin berikatan, menyisip dan
28
beroligomer dalam membran sel membentuk lubang dengan permukaan residu hidrofilik pada sisi dalam dan permukaan residu hidrofobik dari daerah hidrofobik molekul fosfolipid dalam interior membran (Drider et al. 2006). Hal yang sama juga disampaikan oleh Cleveland et al. (2001) bahwa terjadinya interaksi elektrostatik antara molekul bakteriosin yang bermuatan positif dengan
grup
fosfat bermuatan negatif pada membran sel diduga berkontribusi dalam memulai pengikatan dengan membran target. Asosiasi bagian hidrofobik bakteriosin dengan hidrofobik membran yang akhirnya membentuk lubang. Beberapa bakteriosin (seperti: nisin) aktif pada sel dan lipid bilayer, sedangkan yang lain meliputi lactococcin A, lactacin F dan pediocin PA-1 hanya aktif pada seluruh sel atau vesicle (gelembung) membran, yang membutuhkan reseptor untuk
menggunakan aksi antimikrobnya. Sampai saat ini, tidak ada
reseptor bakteriosin yang diidentifikasi, juga tidak ada domain aktif dari molekul bakteriosin yang diidentifikasi sebagai situs pengikatan reseptor (Rotriguez et al. 2002). Hal yang sama dan sedikit berbeda juga dinyatakan oleh Eijsink et al. (1998) bahwa pada bakteriosin kelas I, nisin tidak membutuhkan reseptor pada membran sel, karena nisin mengenali komposisi fosfolipid sel. Lactococin A dan lactoestrepcin membutuhkan pengikatan terhadap reseptor spesifik. Pada bakteriosin kleas IIa, daerah ujung amino berperan penting didalam kemampuannya mengenali komponen membran sel dan mereka beraksi terhadap permeabilisasi membran dari sel targetnya. Sebaliknya Ennahar et al. (2000) menyatakan bahwa studi model aksi dari bakteriosin ini menunjukkan bahwa aktivitas antimikrob tidak membutuhkan suatu reseptor spesifik dan aktivitas antimikrob ditingkatkan dengan menentukan potensial membran. Bakteriosin
dapat
memiliki
mekanisme
aksi
bakterisidal
atau
bakteriostatik pada sel sensitif, dan perbedaan ini secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti dosis bakteriosin dan tingkat purifikasinya serta kondisi fisiologi sel indikator dan kondisi percobaan (Cintas et al. 2001). Bakteriosin klass I dan II menggunakan mekanisme aksi yang sama. Peptida berikatan dengan membran plasma melalui interaksi elektrostatik dengan fosfolipid bermuatan negatif. Sehingga bakteriosin ini masuk ke dalam membran dengan satu reorientasi yang tergantung pada potensial membran, yang
29
digerakkan oleh pH dan komposisi fosfolipid. Monomer bakteriosin membentuk kumpulan protein yang menghasilkan pembentukan lubang dengan konsekuensi kehilangan ion (terutama kalium dan magnesium), kehilangan proton motive force, serta keluarnya ATP dan asam amino. Proton motive force mempunyai peran pokok dalam mensintesis ATP, transpor aktif dan pergerakan sel; oleh karena itu sintesis makromolekul terhambat, sama seperti produksi energi, yang akhirnya mengakibatkan kematian sel (Bruno & Montville 1993) Aplikasi BAL dan Senyawa Antimikrob yang Dihasilkannya dalam Pengawetan Makanan Asam laktat, asetat dan propionat yang dihasilkan oleh BAL termasuk generally regarded as safe (GRAS) dan digunakan dalam beberapa makanan sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan flavor dan daya awet serta sebagai tindakan pencegahan keamanan terhadap mikroorganisme yang tidak diinginkan. Asam ini dan garamnya digunakan dalam makanan pada level 1-2%. Asam asetat umumnya bersifat bakteriostatik pada 0,2% tetapi bersifat bakteriosidal diatas 0,3%, dan lebih efektif terhadap bakteri Gram-negatif. Akan tetapi pengaruh ini tergantung pH dan pengaruh bakterisidal lebih nyata pada pH rendah (dibawah 4,5). Asam propionat dan garamnya digunakan dalam makanan sebagai bahan fungistatik, tetapi mereka juga efektif mengontrol dan mengurangi viabilitas bakteri Gram-positif dan Gram-negatif. Bakteri Gram-negatif lebih sensitif pada pH 5,0 dan dibawahnya, pada level asam 0,1-0,2%. Asam laktat dan garamnya digunakan dalam makanan lebih untuk peningktan flavor daripada untuk pengaruh antibakterinya, khususnya ketika digunakan diatas pH 5,0. Akan tetapi studi terakhir menunjukkan bahwa asam laktat mempunyai pengaruh antibakteri yang nyata ketika digunakan dalam makanan pada level 1-2%; pada pH 5 atau lebih pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif dikurangi, yang menunjukkan aksi bakteriostatik meningkat. Pada pH dibawah 5, asam laktat dapat mempunyai pengaruh bakterisidal khususnya terhadap bakteri Gram negatif. Asam laktat tidak mempunyai pengaruh fungistatik dalam lingkungan makanan (Ray 2004).
30
Hidrogen peroksida dengan konsentrasi 6 - 8 µg/ml dapat menyebabkan bakteriostatik, tetapi aksi bakterisidal jarang (30 - 40 µg/ml). Hidrogen peroksida adalah bahan pengoksidasi kuat dan dapat bersifat antimikrob terhadap bakteri, jamur, dan virus (juga bakteriophage). Hidrogen peroksida diperbolehkan pada bahan baku susu refrigerasi dan bahan telur cair (25 ppm) untuk mengontrol bakteri pembusuk dan patogen. Sebelum pasteurisasi, katalase (0,1- 0,5 g/1000 lb [455 kg] ) ditambahkan untuk menghilangkan residu H2O2 (Ray 2004). Asam organik dapat diaplikasikan pada bahan makanan seperti daging, permen, buah-buahan, sayuran, susu dan produk susu, soft drink, sport drink, dan lain-lain. Contohnya Salmon slices diberi perlakuan dengan garam organik yang berbeda juga mengandung jumlah bakteri penghasil H2S yang lebih rendah selama penyimpanan. Penghambatan bakteri ini secara sempurna telah dilaporkan juga pada fillet ikan cod segar setelah aplikasi penyemprotan 10% buffer asetat selama penyimpanan 12 hari pada suhu 7oC (Theron & Lues 2011). Beberapa bakteriosin BAL memiliki aplikasi yang potensial dalam pengawetan makanan. Penggunaan bakteriosin dalam industri makanan dapat membantu mengurangi penambahan pengawet kimia sama dengan pengurangan intensitas perlakuan panas, yang dapat menghasilkan makanan lebih awet secara alami dan lebih kaya dengan sifat-sifat organoleptik dan nutrisi. Hal ini dapat menjadi satu alternatif untuk mencukupi peningkatan permintaan konsumen untuk keamanan makanan, fresh-tasting, ready-to-eat, makanan dengan proses yang minimal dan juga untuk pengembangan produk makanan ‘baru’ (seperti sedikit asam atau dengan kandungan garam yang lebih rendah). Penggunaan secara komersial yang sudah ada adalah nisin dan pediosin PA-1/AcH, bakteriosin lain (seperti lactisin 3147, enterosin AS-48 atau variasin) juga memiliki perspektif yang menjanjikan (Galvez et al. 2007). Bakteriosin dengan spektrum luas memiliki potensi lebih luas, sedangkan bakteriosin dengan spektrum sempit dapat digunakan lebih spesifik untuk secara selektif menghambat bakteri tertentu yang sangat berbahaya dalam makanan seperti Listeria monocytogenes tanpa mempengaruhi mikrobiota yang tidak berbahaya. Bakteriosin dapat ditambahkan ke makanan dalam bentuk konsentrat sebagai pengawet makanan, lebih memperpanjang masa simpan, bahan tambahan
31
makanan, atau dapat dihasilkan in situ dengan starter bakteriosigenik, penambah dan pencegah kultur (Hugas 1998; Chen & Hoover 2003; Galvez et al. 2007). Bakteriosin yang diimobilisasi dapat juga ditemukan aplikasinya untuk pengembangan
pengemasan
makanan
yang
mengandung
bioaktif
(Galvez et al. 2007). Scannella et al. (2000) menyatakan bahwa imobilisasi nisin dan lacticin 3147 pada bahan pengemas mampu mergurangi Listeria innocua sebesar ≥2 log unit pada produk keju dan daging babi dan Staphylococcus aureus sebesar ~1.5 log unit pada keju dan ~2.8 log unit pada daging babi. Iseppi et al. (2008) juga malakukan penelitian terhadap Enterocin 416K1, yang dihasilkan oleh Enterococcus casseliflavus IM 416K1, yang dijebak dalam pelapis hybrid organik–anorganik yang diaplikasikan pada film LDPE (low-density polyethylene) untuk pengemas makanan. Semua perlakuan yang diberi enterocinactivated coatings mempunyai aktivitas anti-listeria yang bagus. Selama evaluasi antibakteri secara quantitatif jumlah sel L. monocytogenes menurun 1.5 log unit dibandingkan kontrol. Semua sampel makanan yang dikemas dengan film significant menurunkan jumlah sel L. monocytogenes selama 24 jam dibandingkan dengan kontrol. Beberapa bakteriosin menunjukkan pengaruh additif atau sinergis ketika penggunaannya dikombinasikan dengan bahan antimikrob lain, meliputi pengawet kimia, senyawa fenolik alami, dan protein antimikrob lainnya. Kombinasi bakteriosin dan perlakuan fisik seperti proses tegangan tinggi (pulsed electric fields) juga memiliki peluang bagus untuk pengawetan makan yang lebih efektif (Galves et al. 2007). Chen & Hoover (2003) menyatakan bahwa karena adanya keterbatasan bakteriosin dalam aplikasi makanan beberapa peneliti telah mencoba teknologi tinggi untuk meningkatkan daya awet dan meningkatkan keamanan makanan. Cara yang digunakan adalah mengkombinasikan bakteriosin dengan panas, bahan pengkelat, senyawa antimikrob atau bakteriosin lain.
33
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 - April 2012, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah produk fermentasi ikan, yaitu bekasam. Bahan baku diperoleh dari Panganjang, Kabupaten Indramayu (Jawa Barat), Indralaya dan Desa Sungai Pasir, Kabupaten Ogan Komiring Ilir, dan Kayu Agung, Kabupaten Ogan Ilir (Sumatera Selatan). Bakteri indikator yang digunakan untuk pengujian aktivitas antimikrob meliputi Escherichia coli, Salmonella typhimurium ATCC 14028, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, dan Listeria monocytogenes. Media yang digunakan untuk analisis mikrobiologi dan pertumbuhan BAL serta untuk uji aktivitas adalah Plate Count Agar (PCA), Nutrient Agar (NA), Nutrien Broth (NB), Man Rogosa Sharpe Agar (MRSA), Man Rogosa Sharpe Broth (MRSB), Mueller Hinton Agar (MHA) dan Sulfid Indol Motility (SIM). Bahan kimia yang digunakan untuk analisis adalah kalium khromat 5 %, AgNO3 0,1 N, Lugol, kristal ungu, Paradimethylanilin Oxalat 1 g, alkohol 96 %, safranin, malacite green, 3 % H2O2, 3 % KOH, NaOH, CaCO3, K2HPO4, KH2PO4. Medium CHL 50 (Carbohydrate, Lactobacillus), mineral oil serta bahan-bahan untuk isolasi DNA dan untuk PCR. Alat-alat penelitian meliputi mikroskop, oven, inkubator, sentrifuse, autoklaf, spektrofotometer, alat PCR, water bath shaker, vortex mixer, pH meter, clean bench, jarum inokulasi, pipet tetes, bunsen, pipet volumetrik, alumunium foil, API Kit, erlenmeyer, botol scott, dan alat-alat gelas lainnya.
34
Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri atas 5 tahapan, yaitu: (1) analisis mikrobiologi dan kimia sampel bekasam, isolasi dan verifikasi BAL, (2) seleksi dan uji aktivitas senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh BAL, (3) Penentuan substansi antimikrob yang dihasilkan oleh BAL, (4) Karakterisasi dan identifikasi isolat BAL, dan (5) Produksi asam dan kandungan asam organik yang dihasilkan oleh BAL. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 6. Analisis Mikrobiologi dan Kimia Sampel Bekasam, Isolasi, dan Verifikasi BAL Delapan sampel bekasam diambil langsung dari pengolah lokal skala kecil di 4 lokasi. Kedelapan sampel dilakukan analisis mikrobiologi meliputi penghitungan total mikrob aerob dan total bakteri asam laktat, dan analisis kimia meliputi pengukuran pH, kadar NaCl dan kadar asam laktat sampel bekasam. Total Mikrob Aerob dan Total BAL (Veljovic et al. 2007). Jumlah sel diukur menggunakan metode penghitungan cawan pada medium PCA untuk total bakteri aerob dan MRSA yang ditambah dengan CaCO3 0,5% untuk total BAL. Prosedur kerjanya sebagai berikut: membuat media PCA dan MRSA, kemudian disterilisasi dalam autoclave selama 15 menit pada tekanan 1 atm dengan suhu 121 °C. Setelah disterilisasi, suhu media dipertahankan 50 °C dalam oven untuk menjaga agar media tidak membeku. Sebanyak 10 g sampel bekasam yang sudah dihomogenkan dilarutkan ke dalam 90 ml larutan garam fisiologis steril sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Larutan tersebut dipipet 1 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung l yang berisi 9 ml larutan fisiologis steril untuk mendapatkan pengenceran 10-2, demikian seterusnya sampai pengenceran 10-8. Masing-masing pengenceran dipipet 1 ml dan dipindahkan ke dalam cawan petri steril. Setiap pengenceran dipindahkan ke dalam 2 cawan petri steril (duplo). Kemudian ke dalam setiap cawan petri ditambahkan 15 ml media PCA atau MRSA. Setelah media PCA dan MRSA membeku cawan petri disimpan dengan posisi terbalik di dalam inkubator untuk media PCA sedangkan untuk media MRSB diinkubasi dengan kondisi mikroaerofilik pada suhu 37 °C selama 48 jam. Untuk menghitung jumlah koloni digunakan rumus sebagai berikut:
35
Analisis mikrobiologi dan kimia sampel bekasam
Isolasi dan verifikasi BAL Isolat BAL murni Seleksi dan uji aktivitas senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh BAL menggunakan mikrob uji bakteri Gram positif dan Gram negatif Isolat BAL penghasil antimkrob
Uji aktivitas senyawa antimikrob dari supernatan bebas sel yang dinetralkan dan tanpa dinetralkan (kultur)
Isolat BAL terpilih I
Uji aktivitas senyawa antimikrob dari supernatan bebas sel (kultur), supernatan bebas sel pH 5 dan pH 6
Isolat BAL terpilih II
Penentuan substansi senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh BAL meliputi total asam, hidrogen peroksida, dan bakteriosin
Karakterisasi (morfologi, fisiologi, pertumbuhan dan pola fermentasi gula dengan API KIT CHL 50) dan identifikasi BAL (APILAB Software dan 16S rRNA)
Produksi asam dan kandungan asam organik yang dihasilkan oleh BAL
Jenis isolat BAL penghasil asam terbaik
Gambar 6 Bagan alir tahapan penelitian.
36
Jumlah koloni per gram sampel = Jumlah koloni per cawan x
Pengukuran pH, Total Asam, dan Kadar Garam (NaCl). Pengukuran pH menggunakan pH meter. Kadar garam dan asam laktat menggunakan metode titrasi. Pengukuran total asam (AOAC 1995) dilakukan dengan cara sebanyak 10 gram sampel bekasam dihancurkan dengan menggunakan mortar. Sampel yang telah homogen dilarutkan dengan akuades dalam gelas piala sampai tanda tera 100 ml. Kemudian sampel didiamkan selama 30 menit dan diaduk. Larutan yang berisi sampel tersebut disaring dan di pipet sebanyak 10 ml untuk dimasukkan ke dalam beaker glass, ke dalam larutan tersebut ditambahkan 2-3 tetes fenoftalein dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai warna berubah menjadi merah muda. Persentase total asam yang terbentuk dihitung berdasarkan rumus : % Total asam = Keterangan: V NaOH N NaOH FP Bobot sampel 90
x 100%
= Volume NaOH yang terpakai = Normalitas NaOH yang terukur (0,1091) = Faktor Pengencer (1) = 1000 mg = BM Asam laktat
Pengukuran kadar garam (NaCl) dari sampel ditetapkan berdasarkan metode Mohr (AOAC 1995). Sebanyak 5 g sampel dimasukkan ke dalam cawan porselin untuk diabukan pada suhu 600 oC selama 12 jam. Abu yang diperoleh tersebut dilarutkan dengan aquades sampai volumenya mencapai 100 ml dan kemudian disaring. Hasil dari penyaringan tersebut dipipet sebanyak 10 ml ke dalam beaker glass 50 ml, kemudian ditambahkan 3 ml K2CrO4 (kalium khromat) 5 %. Beaker glass dititrasi dengan larutan perak nitrat (AgNO3) 0,2 N. Titik akhir titrasi tercapai setelah terbentuk endapan perak khromat (Ag2CrO4) yang berwarna oranye atau jingga. Rumus yang digunakan untuk menghitung kadar NaCl yaitu: Kadar NaCl (%) =
,
x 100%
37
Keterangan: V AgNO3 N AgNO3 FP 58,5
= jumlah perak nitrat yang dibutuhkan dalam titrasi (ml) = Normalitas AgNO3 adalah 0,1 N = faktor pengenceran = bobot setara NaCl
Isolasi dan Verifikasi BAL. Isolasi BAL dilakukan dari hasil penghitungan total BAL dengan memilih 20-30 koloni. Isolasi menggunakan metode cawan gores menggunakan medium MRSA ditambah dengan CaCO3 0,5 %. Kemudian diinkubasi dengan kondisi mikroerofilik pada suhu 37oC selama 48 jam. Isolat murni dilakukan verifikasi untuk menentukan bahwa isolat termasuk kedalam kelompok BAL. Verifikasi meliputi pewarnaan Gram, bentuk sel, motilitas, uji katalase, pewarnaan spora, produksi gas dari glukosa dengan menggunakan MRSB yang ditambah 1 % glukosa yang mengandung tabung durham yang dibalikkan pada 37oC selama 48 jam. Isolat BAL disimpan dalam media MRSB yang mengandung gliserol 20% (v/v) dan disimpan di dalam freezer (Tanasupawat et al. 1998, Paludan-Muller et al. 2002, Kopermsub et al. 2006, Veljovik et al. 2007). Seleksi dan Uji Aktivitas Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh BAL Senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh BAL ditentukan dengan metode double layer terhadap bakteri uji Eschericia coli, Salmonella typhimurium ATTC 14038, Basillus cereus, Staphylococcus aureus dan Listeria monocytogenes (Nurhasanah 2004). Sebanyak 50 µl bakteri uji (kepadatan sel 108 CFU/ml) disuspensikan dalam 50 ml media NA (kandungan agar-agar 0,75%) dituang sekitar 10 ml pada permukaan media MRSA yang sudah diinokulasikan isolat bakteri asam laktat. Nutrient Agar yang sudah padat kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Bakteri yang memiliki kemampuan dalam menghasilkan senyawa antimikrob menunjukkan zona bening (zona hambatan) di sekitar koloni. Indeks penghambatan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Indeks penghambatan = Isolat BAL penghasil antimkrob diperoleh pada tahap ini. Kemudian isolat BAL diuji aktivitas antimikrobnya menggunakan metode difusi sumur agar.
38
Isolat dikultivasi dalam media MRSB kemudian diinkubasi pada kondisi mikroerofilik selama 24 jam pada suhu 37oC . Supernatan bebas sel diperoleh dengan melakukan sentrifugasi kultur cair pada kecepatan 8260 x g (10000 rpm) selama 10 menit pada suhu 4oC dengan sentrifuge Jouan CR 3. Supernatan bebas sel diberi dua perlakuan yaitu tanpa dinetralkan dan dinetralkan (pH 7±0,24) dengan menambahkan NaOH 1N. Kemudian disaring menggunakan mikrofilter dengan diameter saringan 0,22 µm. Uji aktivitas antimikrob menggunakan metode difusi sumur agar. Sebanyak 20 µl kultur bakteri uji diinokulasikan dalam 20 ml media MHA, dan setelah beku dibuat sumur menggunakan pipet Pasteur steril (diameter 5 mm). Sebanyak 70 µl supernatan bebas sel dimasukan ke dalam sumur. Semua cawan diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37°C. Zona penghambatan ditentukan dengan pengukuran zona bening disekitar sumur (modifikasi Diop et al. 2007). Pada tahap ini diperoleh isolat BAL terpilih I. Isolat BAL terpilih I ditumbuhkan dalam medium MRSB yang diinkubasi pada suhu 37oC selama 18 jam dengan kondisi mikroerofilik. Supernatan bebas sel diperoleh dengan melakukan sentrifugasi kultur cair pada kecepatan 8260 x g selama 10 menit pada suhu 4oC dengan sentrifuge Jouan CR 3. Supernatan bebas sel diberi tiga perlakuan yaitu supernatan bebas sel (kultur), supernatan bebas sel dengan pH 5 dan pH 6, dengan menambahkan NaOH 1N. Sebagai kontrol positif adalah larutan asam laktat pada pH 4, 5 dan 6. Kemudian disaring menggunakan mikrofilter dengan diameter saringan 0,22 µm. Uji aktivitas antimikrob menggunakan metode difusi sumur agar (modifikasi Diop et al. 2007). Pada tahap ini diperoleh isolat BAL terpilih II. Penentuan Substansi Antimikrob yang Dihasilkan oleh BAL Isolat BAL terpilih II ditumbuhkan dalam medium MRSB pada suhu 37oC dengan kondisi mikroaerofilik selama 24, 48, dan 72 jam. Parameter yang diamati selama pertumbuhan adalah pH dengan menggunakan pH meter dan densitas optik pada panjang gelombang 660 nm. Supernatan bebas sel diperoleh dengan melakukan sentrifugasi kultur cair pada kecepatan 8260 x g selama 10 menit pada suhu 4oC dengan sentrifuge Jouan CR 3. Supernatan bebas sel diuji konsentrasi asam laktat dan H2O2 dengan metode titrasi serta aktivitas antimikrobnya (Modifikasi Omemu & Faniran 2011). Uji aktivitas antimikrob
39
dilakukan dengan metode difusi sumur agar (modifikasi Diop et al. 2007). Selain itu dilakukan juga produksi bakteriosin. Perkiraan Kuantitatif Total Asam (AOAC 1990). Sebanyak 25 ml supernatan bebas sel ditetesi dengan 3 tetes phenolptalein sebagai indikator. Kemudian dilakukan titrasi dengan menggunakan NaOH 1N secara perlahan sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda (pink). Setiap mL dari NaOH 1N equivalen dengan 90.08 mg asam laktat. Total asam dihitung dalam bentuk asam laktat. Perkiraan Kuantitatif H2O2 (AOAC 1990). Sebanyak 25 ml larutan asam sulfat ditambahkan ke dalam 5 ml supernatan bebas sel.
Kemudian
dilakukan titrasi dengan kalium permanganate 0,1 N. Setiap mL
kalium
permanganat 0,1 N equivalen dengan 1,701 mg hidrogen peroksida. Hilangnya perubahan warna sampel menunjukkan titik akhir titrasi. Produksi Bakteriosin.
Isolat BAL terpilih II ditumbuhkan dalam
medium produksi MRSB 150 ml, kemudian diinkubasi suhu 37oC, selama 24 jam dengan kondisi mikroaerofilik. Supernatan bebas sel diperoleh dengan melakukan sentrifugasi kultur cair pada kecepatan 8260 x g selama 10 menit pada suhu 4oC dengan sentrifuge Jouan CR 3. Supernatan yang diperoleh dipisahkan dengan metode salting out dengan menambahkan amonium sulfat. Sebanyak 100 ml supernatan bebas sel diendapkan secara bertahap dengan menambahkan amonium sulfat mulai dari konsentrasi (0-10%) sampai konsentrasi akhir (70-80%) pada suhu 4oC. Penambahan dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan menggunakan pengaduk magnet dengan kecepatan lambat. Endapan protein dipisahkan dari cairannya
dengan melakukan sentrifugasi pada kecepatan
8260 x g selama15 menit pada suhu 4oC dengan sentrifuge Jouan CR 3 (Scopes 1994). Endapan yang diperoleh dilarutkan dalam 0,1 M bufer fosfat pH 7 dengan volume ± 2 ml. Kemudian masing-masing diuji aktivitas penghambatan pada bakteri uji E. coli, S. typhimurium ATCC 14028, dan L. monocytogenes dengan menggunakan metode difusi sumur agar (modifikasi Diop et al. 2007). Supernatan pengendapan juga diukur aktivitasnya. Supernatan dan hasil pengendapan diukur kadar proteinnya menggunakan metode Bradford, dengan
40
kurva standar untuk protein menggunakan Bovine Serum Agar (BSA) (Lampiran 1). Karakterisasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat Karakterisasi isolat meliputi morfologi, fisiologi dan pertumbuhan. Pengamatan morfologi meliputi morfologi koloni yang ditumbuhkan pada media MRSA ditambah dengan CaCO3 0,1% dan bromotimol biru sebagai indikator asam (Kopermsub et al. 2006), pewarnaan Gram dan spora, uji katalase, produksi gas dari glukosa, dan motilitas. Pertumbuhan pada suhu 10, 30, 37, dan 45oC, pada konsentrasi NaCl 2, 4, 7, 10, 15, dan 20% serta pertumbuhan pada pH media 2, 4,4, 6, 8 dan 9,6 menggunakan media MRSB (Tanasupawat et al. 1998). Pola fermentasi gula ditentukan menggunakan uji kit API 50 CHL (API system, Bio-Mereux, France). Isolat diidentifikasi menggunakan APILAB Plus software versi 3.3.3. dari BioMerieux. Identifikasi isolat secara molekuler dilakukan berdasarkan sekuens 16S rDNA. Ekstraksi Genom. Ekstraksi genom dilakukan dengan menggunakan kit dari Qiagen yaitu QIAamp DNA mini Kits no katalog 51304. Prosedur ekstraksinya dilakukan sesuai protokol perusahaan sebagai berikut: Sebanyak 1,5 mL kultur bakteri umur 24 jam disentrifugasi selama 10 menit pada 5000 x g. Pelet bakteri kemudian disuspensikan dalam 180 µl bufer ATL ditambah dengan 20 µl proteinase K, divorteks. Campuran diinkubasikan selama 30 menit pada suhu 56oC.
Campuran dihomogenkan dan buang drop dari dalam tutup.
Kemudian ke dalam campuran ditambah 200 µl bufer AL kemudian divorteks, diinkubasi pada suhu 70oC selama 10 menit. Campuran dihomogenkan dan ditambahkan 200 µl etanol (96-100%), divorteks 15 menit. Kemudian Campuran dihomogenkan. Setelah itu dipindahkan ke QIAamp mini spin column. Kemudian disentrifuse pada 6000 x g selama 1 menit. QIAamp mini spin column ditempatkan ke dalam 2 ml collection tube yang bersih dan buang tabung yang mengandung filtrat. Secara hati-hati buka QIAamp mini spin column, cairan dibuang dan ditambah dengan 500 µl bufer AW1. Kemudian disentrifuse pada 6000 x g selama 5 menit. Column dikeringkan dan ditambah dengan 500 µl bufer AW2. Kemudian disentrifuse kembali dengan kondisi yang sama selama 2 menit. Column dipindahkan ketabung yang baru dan ditambah dengan 50 µl bufer AE.
41
Kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 1 menit dan setelah itu disentrifuse pada 6000 x g selama 1 menit. Amplifikasi Gen 16S rRNA dengan PCR (Polymerase Chain Reaction). Amplifikasi menggunakan PCR dengan primer universal untuk prokariot menurut Marchesi et al. (1998) yaitu 63F (5’CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC3’) dan 1387R (5’GGG CGG WTG GTA CAA GGC3’) serta DNA polymerase GoTaq master Mix (Promega). Kondisi PCR sebagai berikut: denaturasi awal dilakukan pada suhu 95oC selama 5 menit, diikuti 30 siklus pada suhu 94oC selama 30 detik, 50oC selama 1 menit, 72oC selama 2 menit dan selanjutnya pemanjangan akhir pada suhu 72oC selama 5 menit dan 20oC selama 10 menit. Produk PCR dikonfirmasi dengan elektroforesis menggunakan 1% gel agarosa dan 1 x buffer TAE. Hasil PCR disekuen menggunakan ABI Prism 3100-Avant Genetic Analyzer (Applied biosystems, USA). Analisis sekuen DNA dilakukan menggunakan program BioEdit, dan Bank Gen NCBI (The National Centre for Biotechnology
Information)
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov)
menggunakan
program BLASTN (Basic Local Alignmen Search Tool untuk nukleotida). Selanjutnya dibuat pohon filogenetik dengan menggunakan program MEGA (Molecular Evolutionary Genetics Analysis) versi 4. Produksi Asam dan Kandungan Asam Organik yang Dihasilkan oleh BAL Isolat BAL terpilih II ditumbuhkan dalam medium produksi MRSB, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam dengan kondisi mikroaerofilik. Pengamatan dilakukan setiap 4 jam selama 48 jam inkubasi. Parameter yang diamati meliputi biomassa yang dihitung sebagai 660 nm dari data optical dencity, menggunakan spektrofotometer (UV 2500 Labomend Inc.) pH yang diukur menggunakan pH meter (eutech instruments), konsentrasi asam laktat dengan metode titrasi (AOAC 1990), jumlah sel dengan metode hitungan cawan (Fardiaz 1989) , dan uji aktivitas antimikrob dengan metode difusi sumur agar (modifikasi Diop et al. 2007). Supernatan bebas sel dengan umur inkubasi 48 jam dilakukan analisis komposisi asam organiknya menggunakan metode High Performance Liquid Chromathografy (Bevilacgua & Califano 1989 diacu dalam Adnan 1997). Sebanyak 2 mL supernatan bebas sel diencerkan menggunakan bufer asetonitril sampai 50 mL. Bufer asetonitril dibuat dengan mengatur pH.
42
Sebanyak 0,4% larutan asetonitril (v/v) dalam 0,5% (v/v) larutan (NH4)2HPO4 dalam air dengan H3PO4 sehingga pHnya 2,24. Kondisi HPLC sebagai berikut. Kolom yang digunakan adalah kolom C8 dengan phase mobilnya bufer asetonitril dengan kecepatan alir 0,5 ml/menit pada suhu ruang. Sampel yang diinjeksikan sebanyak 20 µL dengan detektor UV-Vis pada panjang gelombang 282 nm.
43
HASIL
Bakteri Asam Laktat dari Bekasam Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah produk fermentasi ikan (bekasam) yang diperoleh langsung dari pengolah lokal asal Indralaya, Kab. Ogan Ilir; Kayu Agung, dan Desa Sungai Pasir,
Kab. Ogan Komiring Ilir
(Sumatera Selatan) dan Panganjang, Kab. Indramayu (Jawa Barat) (Gambar 7). Kedelapan sampel ini dikarakterisasi dengan mengukur parameter kimia dan mikrobiologinya (Tabel 2)
BP.4
NS.4
BP.8
SS.8
SI.7
SK.7
PS.8
BI.8
Keterangan: BP.4 dan BP.8 : bekasam ikan sepat (Trichogaster trichopterus) fermentasi 4 dan 8 hari SI.7 : bekasam ikan seluang (Rasbora sp.) fermentasi 7 hari BP.4; BP.8 dan SI 7 berasal dari Indralaya, Kab. Ogan Ilir (Sumatera Selatan) SK.7 : bekasam ikan seluang (Rasbora sp.) fermentasi 7 hari SK.7 berasal dari Kayu Agung, Kab. Ogan Komiring Ilir (Sumatera Selatan) NS.4 : bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) fermentasi 4 hari SS.8 : bekasam ikan sepat(Trichogaster trichopterus) fermentasi 8 hari PS.8 : bekasam ikan patin (Pangasius hipothalmus) fermentasi 8 hari NS.4; SS.8; dan PS.8 berasal dari Desa Sungai Pasir, Kec. Cengal, Kab. Ogan Komiring Ilir (Sumatera Selatan) BI.8 : bekasam ikan bandeng (Chanos chanos) fermentasi 8 hari BI.8 berasal dari Panganjang, Kab. Indramayu (Jawa Barat)
Gambar 7 Sampel bekasam yang digunakan dalam penelitian.
44
Tabel 2 Karakteristik bekasam dengan parameter kimia dan mikrobiologinya Lokasi Kode No pengambilan sampel sampel 1
BP.4
2
BP.8
3
SI.7
4
SK.7
5
NS.4
6
SS.8
7
PS.8
8
BI.8
Jenis ikan
Indralaya, Kab. Ogan Ilir (Sumatera Selatan)
ikan sepat ikan sepat ikan seluang
Kayu Agung, Kab. Ogan Komiring Ilir (Sumatera Selatan) Desa Sungai Pasir, Kab. Ogan Komiring Ilir (Sumatera Selatan) Panganjang, Kab. Indramayu (Jawa Barat)
Lama fermenpH tasi (hari)
KonsenTotal trasi asam garam (%) (%)
Total mikrob aerob (CFU/g)
Total BAL (CFU/g)
Isolat yang diperoleh
4
4,60
2,34
2,41
1,7x108
4,0x108
14
8
3,62
3,45
2,41
1,2x108
3,2x108
4
7
3,71
7,28
2,41
6,6x106
1,4x108
10
ikan seluang
7
3,60
4,62
1,43
1,2x108
5,0x108
7
ikan nila
4
5,30
td
1,13
4,2x108
9,0x108
7
8
4,45
td
2,50
5,6x107
4,8x108
12
8
4,23
td
1,67
4,3x107
4,7x108
5
8
4,09
4,01
2,20
4,8x107
2,7x108
15
ikan sepat ikan patin ikan bandeng
Total
74
Keterangan: td= tidak diukur
Isolasi BAL dilakukan dengan menggunakan medium MRSA+CaCO3 5%. Isolat penghasil asam dari sampel bekasam kemudian dimurnikan berdasarkan kemampuannya
untuk
menghasilkan
asam
dari
aktivitas
fermentasinya
menggunakan CaCO3 0,5% sebagai indikator bakteri penghasil asam di dalam agar (Gambar 8). Tujuh puluh empat isolat bakteri penghasil asam yang diperoleh kemudian diuji karakteristik morfologi dan biokimianya untuk menentukan jumlah isolat yang termasuk ke dalam kelompok BAL (Tabel 3).
Gambar 8 Pertumbuhan bakteri penghasil asam dari bekasam pada media MRSA yang mengandung CaCO3 sebagai indikator.
45
Tabel 3 Jumlah bakteri asam laktat yang diisolasi dari bekasam dengan karakteristik morfologi dan biokimianya Kode
Kode
Jumlah
sampel
isolat
isolat
1
BP.4
BP (1-20)
2
BP.8
3
SI.7
4
No
Morfologi sel
Jumlah isolat dengan Sifat biokimia KataHomoTidak Tidak lase fermen berspora motil negatif tatif 14 13 14 13
Bulat
Batang
Garm positif
14
7
7
14
BP(21-30)
4
0
4
4
3
SI(1-15)
10
9
1
10
SK.7
SK(1-20)
7
3
4
7
5
NS.4
NS(1-17)
7
0
7
6
SS.8
SS(1-17)
12
2
7
PS.8
PS(1-17)
5
0
8
BI.8
BI(1-20)
15
Total
74
4
4
10
4
10
10
4
7
6
7
7
6
7
7
7
7
7
7
10
12
12
12
12
9
12
5
5
5
5
5
5
5
13
2
15
15
12
15
14
12
34
40
74
73
63
74
69
62
Sebanyak 62 isolat BAL yang diisolasi dari bekasam dilakukan pengujian untuk aktivitas antimikrob terhadap lima bakteri uji yang berhubungan dengan penyakit yang berasal dari makanan (Gambar 9).
B
C
D
E
Gambar 9 Deteksi aktivitas antimikrob dari isolat BAL terhadap bakteri uji dengan metode double layer. Keterangan: E. coli (A); S. typhimurium (B); L. monocytogenes (C); B. cereus (D) dan S. aureus (E). Hasil seleksi terhadap 62 isolat BAL diperoleh 23, 17, 10, 5 dan 6 isolat yang masing-masing menghambat lima, empat, tiga, dua dan satu bakteri uji (Lampiran 3). Kisaran zona penghambatan dan indeks penghambatan tertinggi pada S. aureus (Tabel 4).
13
4
Aktivitas Antimikrob dari Isolat BAL
A
Jumlah BAL
3
46
Tabel 4 Kisaran zona hambat dan indeks penghambatan pada masing- masing bakteri uji No.
Bakteri uji
Jumlah isolat yang menghambat 56 (90%)
Zona hambat (mm) 2 -29
Indeks penghambatan (IP) 0,3 – 5,4
2 S. typhimurium
49 (79%)
3 -38
0,4 – 5,4
3 E. coli
45 (73%)
4 -32
0,3 – 4,0
4 B. cereus
44 (71%)
2 - 33
0,3 – 4,7
5 S. aureus
41 (66%)
2 - 44
0,2 – 6,1
1 L. monocytogenes
Tahapan berikutnya, hanya ada 53 isolat BAL yang dapat tumbuh dengan baik. Supernatan bebas sel yang dinetralkan ( pH 7 ± 0,24) dari 53 isolat BAL ini semuanya tidak menunjukkan adanya zona hambat terhadap kelima bakteri uji. Ada 9 isolat BAL (17%) pada supernatan bebas sel yang tidak dinetralkan tidak menunjukan zona hambat dengan kisaran pH kultur 4,57 – 5,71. Sebanyak 44 isolat BAL (83%) pada supernatan bebas sel yang tidak dinetralkan menunjukkan zona hambat berkisar 6 - 15 mm dengan kisaran pH kultur 3,53 - 4,27. Sedangkan kontrol positif larutan asam laktat (medium MRSB) dengan pH 4 menghasilkan zona hambat berkisar 8 - 12 mm, dan pada pH 5 dan 6 tidak menunjukkan adanya zona hambat pada kelima bakteri uji (Lampiran 4). Tahap berikutnya dari 53 isolat BAL yang menunjukkan aktivitas antimikrob yang besar dari supernatan bebas sel yang tidak dinetralkan dipilih 25 isolat BAL (isolat BAL terpilih I). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 11 isolat (44%) dari 25 isolat ini yang menunjukkan zona hambat pada supernatan bebas sel dengan pH 5 dan atau 6 dengan zona hambat yang lebih kecil (7 - 12 mm) dibandingkan dengan supernatan bebas sel tanpa perubahan pH (7 - 14 mm) (Lampiran 5) . Ada 4 isolat terpilih (isolat BAL terpilih II) dari 11 isolat ini yang dilanjutkan pada tahap berikutnya untuk mengetahui substansi antimikrob yang dihasilkannya. Substansi Senyawa Antimikrob dari BAL Substansi senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh isolat BAL terpilih II ditentukan dengan mengukur konsentrasi total asam dan H2O2 serta aktivitasnya
47
terhadap kelima bakteri uji. Substansi antimikrob berupa bakteriosin juga ditentukan beserta aktivitas antimikrobnya terhadap tiga bakteri uji. Konsentrasi dan Aktivitas Asam Organik dan Hidrogen Peroksida. Secara kuantitatif konsentrasi total asam dan H2O2 dari senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh keempat isolat BAL berbeda dan cenderung meningkat bersamaan dengan waktu inkubasi (Gambar 10). Aktivitas antimikrob yang dihasilkan oleh keempat isolat BAL menunjukkan perbedaan terhadap kelima bakteri uji. Aktivitas antimikrob tertinggi ialah pada isolat SK(5) terhadap S. aureus (Gambar
25
Konsentrasi H2O2 (g/L)
Konsentrasi total asam (g/L)
11 dan Lampiran 7). 20 15 10 5 0 BI(3)
BP(3) BP(20) SK(5)
0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 BI(3)
BP(3)
BP(20)
SK(5)
Isolat BAL
Isolat BAL
(b)
(a)
Gambar 10 Konsentrasi total asam (a) dan konsentrasi H2O2 (b) yang dihasilkan oleh isolat BI(3), BP(3) , BP(20) dan SK(5) pada 24 jam ( ), 48 jam ( ), dan 72 jam ( ) inkubasi. Zona penghambatan (mm)
16 12 8
SA LM
4
EC BC
0
ST 24
48 BI(3)
72
24
48 BP(3)
72
24
48
72
24
BP(20)
48 SK(5)
72 K(4)
Isolat BAL dengan inkubasi 24, 48 dan 72 jam
Gambar 11 Aktivitas antimikrob dari isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(5) dengan lama inkubasi 24, 48 dan 72 jam terhadap lima bakteri uji. (SA = S. aureus, LM = L. monocytogenes, EC = E. coli, BC = B. cereus dan ST = S. typhimurium, K(4) = kontrol positif larutan asam laktat pH 4.
48
Aktivitas Bakteriosin. Setiap isolat menunjukkan penghambatan spesifik pada bakteri uji tertentu. Supernatan dari hasil pengendapan protein pada keempat isolat terpilih menunjukkan adanya aktivitas antimikrob terhadap ketiga bakteri uji pada semua konsentrasi amonium dengan zona hambat sekitar 3,0 - 10,0 mm (Gambar 12). Sedangkan pada endapan menunjukkan aktivitas antimikrob terhadap ketiga bakteri uji pada konsentrasi amonium tertentu (Gambar 13). Misalnya aktivitas antimikrob endapan dari isolat BI(3) dan BP(20) pada konsentrasi amonium sulfat 0-80% terhadap E. coli (Gambar 14). Hasil pengukuran protein dari supernatan dan endapan keempat isolat menunjukkan hasil yang berbeda (Gambar 15). 10 Zona hambat (mm)
Zona hambat (mm)
10 8 6 4 2
8 6 4 2 0
0
10 20 30 40 50 60 70 80
10 20 30 40 50 60 70 80
Konsentrasi amonium sulfat (%)
Konsentrasi amonium sulfat (%)
(10b)
(10a) 10 Zona hambat (mm)
Zona hambat (mm)
10 8 6 4 2
8 6 4 2 0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 Konsentrasi amonium sulfat (%)
(10c)
10 20 30 40 50 60 70 80 Konsentrasi amonium sulfat (%)
(10d)
Gambar 12 Aktivitas antimikrob dari supernatan isolat BI(3) (10a), BP(3) (10b), BP(20) (10c) dan SK (5) (10d). Keterangan: ♦=L. monocytogenes, ■ = S. typhimurium, ● = E.coli.
49
10 Zona hambat (mm)
Zona hambat (mm)
10 8 6 4 2
8 6 4 2 0
0 10
10
20 30 40 50 60 70 80 Konsentrasi amonium sulfat (%)
20 30 40 50 60 70 80 Konsentrasi amonium sulfat (%)
(11b)
(11a) 10 Zona hambat (mm)
Zona hambat (mm)
10 8 6 4 2
8 6 4 2 0
0 10
20
30
40
50
60
70
10
80
Konsentrasi amonium sulfat (%)
20 30 40 50 60 70 80 Konsentrasi amonium sulfat (%)
(11d)
(11c)
Gambar 13 Aktivitas antimikrob dari endapan isolat BI(3) (11a), BP(3) (11b), BP(20) (11c) dan SK (5) (11d). Keterangan: ♦=L. monocytogenes, ■ = S. typhimurium, ● = E.coli.
30%
20% 30%
10%
40% 80%
80%
40%
20% 10%
70% 50% 70%
50% 60%
BP(20)
60%
BI(3)
Gambar 14 Zona hambat dari endapan isolat BP(20) dan BI(3) terhadap E. coli pada kosentrasi amonium sulfat 10-80%.
50
1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 10 20 30 40 50 60 70 80
Konsentrasi protein (g/L)
Konsentrasi protein (g/L)
1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 10 20 30 40 50 60 70 80
Konsentrasi amonium sulfat (%)
Konsentrasi amonium sulfat (%)
1
(13b) Konsentrasi protein (g/L)
Konsentrasi protein (g/L)
(13a)
0.8 0.6 0.4 0.2 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Konsentrasi amonium sulfat (%)
(13c)
1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Konsentrasi amonium sulfat (%)
(13d)
Gambar 15 Konsentrasi protein dari supernatan ( ) dan endapan ( ) pada isolat BI(3) (13a), BP(3) (13b), BP(20) (13c), dan SK (5) (13d). Karakterisasi dan Identifikasi Isolat BAL Karakterisasi keempat isolat yang ditumbuhkan pada media MRSA+ CaCO3 0,1% dan bromotimol biru sebagai indikator asam menunjukkan koloni berwarna kuning dan dikelilingi oleh zona bening, dan keempat isolat merupakan bakteri Gram positif (Gambar 16). Karakterisasi berdasarkan pewarnaan endospora, uji katalase, produksi gas dari glukosa, dan motilitas serta pertumbuhan pada berbagai suhu, konsentrasi NaCl, dan pH media hampir sama pada keempat isolat meskipun ada sedikit perbedaan (Tabel 5).
51
BI(3)
BP(3)
BP(20)
SK(5) Gambar 16 Morfologi koloni dan sel isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(5). Berdasarkan hasi uji fermentasi gula dan identifikasi menggunakan API 50 CHL (API system, Bio-Mereux, France) menunjukkan bahwa isolat BI(3), BP(3) dan BP(20) sebagai Pediococcus pentosaceus 1 dengan kemiripan sebesar 99,9%. Meskipun secara fisiologi isolat BI(3) tidak dapat memfermentasi gula ke 48 yaitu kalium 2-keto-glukonat (Lampiran 8). Isolat SK(5) yang berbentuk batang ialah Lactobacillus plantarum 1 dengan kemiripan sebesar 99,9% (Tabel 6 dan 7).
52
Tabel 5 Karakterisasi isolat BI(3), BP(3), BP(20), dan SK(5) Isolat No. 1 2 3 4 5 6
7
8
Karakterisasi BI(3) Gram dan Positif, bentuk sel kokus Endospora Tidak ada Katalase Negatif Produksi gas Negatif dari glukosa Motilitas Non motil Pertumbuhan pada suhu 10oC + 30oC ++++ ++ 37oC + 45oC Pertumbuhan pada NaCl 2% +++ 4% ++ 7% + 10% 15% 20% Pertumbuhan pada pH 2,0 4,4 +++ 6,0 +++ 8,0 +++ 9,6 -
BP(3) Positif, kokus Tidak ada Negatif Negatif
BP(20) Positif, kokus Tidak ada Negatif Negatif
SK(5) Positif, batang Tidak ada Negatif Negatif
Non motil
Non motil
Non motil
+ ++ +++ +
+ ++++ +++ +
+ ++++ ++++ +
+++ +++ + -
+++ ++ + -
++++ ++++ +++ -
+++ ++++ ++++ -
+++ ++++ ++++ -
++++ ++++ ++++ -
Keterangan: Peningkatan nilai OD660 selama 24 jam inkubasi. - : tidak tumbuh, + = 0.100 – 1.000 ++ = 1.000 - 2.000, +++ = 2.000 –3.000, ++++ = 3.000 - 4.500.
Analisis molekuler terhadap gen penyandi 16S rRNA dari isolat-isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(5) memberikan hasil bahwa pita potongan DNA hasil amplifiksi menggunakan PCR yang terlihat pada gel elektroforesis berada diantara pita 1000-1500 pasangan basa (base pair = bp) (Gambar 17). Berdasarkan analisis BLASTN dari urutan nukleotida yang didapatkan dari hasil sekuensing dengan data 16S rRNA yang ada di bank data NCBI diketahui bahwa isolat BI(3) (1346 basa), BP(3) (1314 basa), BP(20) ( 1361 basa) dan SK(5) (1395 basa) memiliki kemiripan masing-masing 98%, 97%, 98% dengan Pediococcus pentosaceus IE-3 dan 93% dengan Lactobacillus plantarum subsp plantarum NC 8 (Tabel 7).
53
Tabel 6 Hasil uji fermentasi gula dengan API 50 CHL No. Attribut Gula BI(3) BP(3) 0 Control 1 GLY Glycerol 2 ERY Erythritol 3 DARA D-Arabinose 4 LARA L-Arabinose + + 5 RIB D-Ribose + + 6 DXYL D-Xylose + + 7 LXYL L-Xylose 8 ADO D-Adonitol 9 MDX Methyl-β-D-Xylopyranoside 10 GAL D-Galaktose + + 11 GLU D-Glucose + + 12 FRU D-Fructose + + 13 MNE D-Mannose + + 14 SBE L-Sorbose 15 RHA L-Rhamnose 16 DUL Dulcitol 17 INO Inositol 18 MAN D-Mannitol 19 SOR D-Sorbitol 20 MDN Methyl-α-D-Mannopyranoside 21 MDG Methyl-α-D-Glucopyranoside 22 NAG N-Acetyl Glucosamine + + 23 AMY Amygdalin + + 24 ARB Arbutin + + 25 ESC Esculin Ferric Citrate + + 26 SAL Salicin + + 27 CEL D-Cellobiose + + 28 MAL D-Maltose + + 29 LAC D-Lactose (bovine origin) 30 MEL D-Melibiose 31 SAC Saccharose (Sucrose) 32 TRE D-Trehalose + + 33 INU Inulin 34 MLZ D-Melezitose 35 RAF D-Raffinose 36 AMD Amidon (Starch) 37 GLYG Glycogen 38 XLT Xylitol 39 GEN Gentiobiose + + 40 TUR D-Turanose D-Lyxose 41 LYX 42 TAG + + D-Tagatose 43 DFUC D-Fucose 44 LFUC L-Fucose 45 DARL D-Arabitol 46 LARL L-Arabitol 47 GNT Potassium Gluconate 48 2KG + Potassium 2-keto-Gluconate 49 5KG Potassium 5-keto-Gluconate Keterangan : + = dapat memfermentasi, - = tidak dapat memfermentasi
BP(20) + + + + + + + + + + + + + + + + + + -
SK(5) + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + -
54
1500 bp 1000 bp
Gambar 17 Gel agarosa yang menunjukkan pita potongan DNA dari gen penyandi 16S rRNA hasil amplifikasi PCR. Lajur 1: isolat BI(3), 2: isolat BP(3), 3: isolat BP(20), 3: isolat SK(5), dan 1 kb: marker. Tabel 7 Perbandingan hasil identifikasi menggunakan API 50 CHL dan sekuen 16S rRNA dari isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(5) Isolat
API 50 CHL
16S rRNA
Kode akses NCBI BLAST
BI(3)
Pediococcus pentosaceus 1 (99,9%)
Pediococcus pentosaceus IE-3 (98%)
CAHU01000036.1
BP(3)
Pediococcus pentosaceus 1 (99,9%)
Pediococcus pentosaceus IE-3 (97%)
CAHU01000036.1
BP(20)
Pediococcus pentosaceus 1 (99,9%)
SK(5)
Lactobacillus plantarum 1 (99,9%)
Pediococcus pentosaceus IE-3 (98%) Lactobacillus plantarum subsp. plantarum NC 8 (93%)
CAHU01000036.1 AGR101000003.1
Selanjutnya berdasarkan sekuen 16S rRNA kelompok BAL dan Gram positif penghasil asam bukan BAL yang diperoleh dari bank data NCBI maka dibuat
konstruksi
(Gambar 18).
pohon
filogenetik
menggunakan
program
MEGA4
55
Isolat BI(3) 66 Isolat BP(3) 96 Pediococcus pentosaceus IE-3 97 Isolat BP(20) Pediococcus acidilactici MA18/5M contig6 66 99 Pediococcus acidilactici 7 4 cont1.26 Lactobacillus malefermentans KCTC 3548 Isolat SK(5) 99 100 72 77
Lactobacillus plantarum subsp. plantarum Tetragenococcus halophilus strain IAM 16 Enterococcus faecium E1162 Carnobacterium funditum strain: NBRC 155 Lactococcus lactis subsp. lactis strain Oenococcus oeni strain LTf100 2 Weissella cibaria strain MGD4-4
100 Lactobacillus hilgardii ATCC 8290 Enterococcus casseliflavus ATCC 12755 100 62 45
Pediococcus acidilactici DSM 20284 Lactobacillus mali KCTC 3596 Lactobacillus buchneri ATCC 11577 Actinomyces sp
0.6
0.4
0.2
0.0
Gambar 18 Dendogram pohon filogenetik isolat BAL dengan bootstrap dan disejajarkan dengan isolat Genbank.
Produksi Asam Organik dan Aktivitas Antimikrobnya Selama Pertumbuhan Isolat BAL Berdasarkan karakterisasi substansi antimikrob isolat BAL terpilih maka dapat disimpulkan bahwa yang memberikan efek antimikrob terbesar adalah dihasilkannya senyawa asam organik. Tahap berikutnya dilakukan produksi asam laktat selama fermentasi 48 jam dan karakterisasi terhadap asam organik yang dihasilkan serta penentuan kinetika pertumbuhannya. Perubahan pH dan Log Jumlah Sel (CFU/mL) Selama Pertumbuhan Isolat BAL. Secara umum perubahan pH dan log jumlah sel (CFU/mL) selama pertumbuhan keempat isolat BAL terpilih memiliki pola yang sama (Gambar 19).
56
Eksponenssial
Stasionerr
12
Log jumlah sel (CFU/mL)
7 6
10
pH
5 4
8
3 2
6 0
4
8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48
BI(3 3)
7
Stasionner
12
6 10
pH
5 4
8
3 2
6 0
4
Log jumlah sel (CFU/mL)
Lama iinkubasi (jam)
BP P(3)
8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48
7
Stasionner
12
6 10
pH
5 4
8
3 2
6 0
4
Log jumlah sel (CFU/mL)
Lama in nkubasi (jam)
BP(20)
8 12 16 20 24 2 28 32 36 40 44 48
Stasionner
7
12
6 10
pH
5 4
8
3 2
6 0
4
Log jumlah sel (CFU/mL)
Lama in nkubasi (jam)
S SK(5)
8 12 16 20 24 28 32 3 36 40 44 48 Lama in nkubasi (jam)
U/mL) (■) deengan Gambar 19 Hubunngan perubahhan pH (♦) ddan log jumllah sel (CFU lama inkubasi seelama 48 jam m pertumbuhhan pada isoolat BI(3), BP(3), BP(2 20), dan SK(5).
57
Selama fase pertumbuhan eksponensial mikroorganisme tumbuh dengan laju pertumbuhan spesifik yang maksimum (µmax). Laju pertumbuhan ini diikuti dengan laju pembentukan produk (asam organik) yang sebanding dengan laju pertumbuhan spesifik (Tabel 8). Ketika logaritma dari konsentrasi jumlah sel (ln Xt) diplotkan dengan waktu (t) akan diperoleh grafik garis lurus dengan kemiringan (slope) sebesar (µ) dan dalam persamaaan garis lurus tersebut nilai slope merupakan µmax dari isolat tersebut. Demikian juga dengan pembentukan produk (Lampiran 9). Tabel 8 Kecepatan pertumbuhan spesifik maksimum (µmax), laju pembentukan produk (qp) dan waktu generasi (g) isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(50) µmax (jam-1)
qp (g L-1jam-1)
g (jam)
BI(3)
0,47
0,59
1,48
BP(3)
0,43
0,62
1,61
BP(20)
0,60
0,71
1,16
SK(5)
0,48
0,59
1,44
Isolat
Produksi dan Kandungan Asam Organik yang Dihasilkan oleh Isolat BAL. Produksi asam laktat selama 48 jam pada keempat isolat juga menunjukkan pola yang sama seperti perubahan pH dan pertumbuhan (Gambar 20). Produksi asam laktat meningkat dengan tajam dari awal pertumbuhan sampai jam ke-16 dan ke-20 inkubasi. Akan tetapi keempat isolat menghasilkan kandungan asam organik yang berbeda (Tabel 9).
58
Konsentrasi total asam (g/103 log CFU)
2.2 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0
4
8
12
16
20
24
28
32
36
40
44
48
Lama inkubasi (jam)
Gambar 20 Hubungan lama inkubasi dengan konsentrasi total asam yang dihasilkan oleh isolat BI(3)(♦), BP(3)(■), BP(20)(▲), dan SK(5)(●). Tabel 9 Kandungan asam organik setelah inkubasi 48 jam pada isolat BI(3), BP(3), BP(20), dan SK(5) No.
Jenis asam organik
BI(3)
Konsentrasi (ppm) BP(3) BP(20)
SK(5)
1
Asam format
ttd
180,90
ttd
188,09
2
Asam fumarat
ttd
139,50
ttd
141,15
3
Asam asetat
739,11
230,54
628,48
249,65
4
Asam propionat
ttd
ttd
ttd
Ttd
5
Asam tartarat
ttd
ttd
ttd
Ttd
6
Asam sitrat
ttd
ttd
ttd
Ttd
7
Asam oksalat
200,94
19,50
53,07
230,88
8
Asam laktat
119,71
747.47
115,50
778,26
9
Asam askorbat
ttd
8,01
ttd
13,74
Keterangan: ttd = tidak terdeteksi, limit deteksi alat 0,01 ppm.
Aktivitas Senyawa Antimikrob Selama Pertumbuhan dari Keempat Isolat. Aktivitas antimikrob umumnya dihasilkan mulai jam ke-4 inkubasi tergantung pada jenis isolat dan bakteri uji. Secara umum zona pada keempat isolat
menunjukkan
bahwa
penghambatan
meningkat
seiring
dengan
meningkatnya waktu inkubasi. Dengan zona hambat optimum umumnya setelah 24 jam inkubasi (Gambar 21).
59
Zona hambat (mm)
15 12
BI(3) 9 6 0
4
8
12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 Lama inkubasi (jam)
Zona hambat (mm)
15 12
BP(3) 9 6 0
4
8
12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 Lama inkubasi (jam)
Zona hambat (mm)
15 12
BP(20) 9 6 0
4
8
12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 Lama inkubasi (jam)
Zona hambat (mm)
15
SK(5)
12 9 6 0
4
8
12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 Lama inkubasi (jam)
Gambar 21 Hubungan zona hambat yang dihasilkan oleh isolat BI(3), BP(3), BP(20), dan SK(5) dengan lama inkubasi 48 jam terhadap bakteri uji L. monocytogenes (LM= ♦) S. typhimurium (ST= ■), E. coli (EC= ▲), B. cereus (BC= X) dan S. aureus (SA= ●).
61
PEMBAHASAN
Bakteri Asam Laktat asal Bekasam dan Aktivitas Antimikrob yang Dihasilkannya Delapan sampel bekasam yang diambil dari 4 lokasi mengandung kadar garam 2,34% - 7,28% dan total asam 1,13% - 2,50%. Bekasam termasuk dalam fermentasi berkadar garam rendah dengan penggunaan garam berkisar 15% - 25% dan sumber karbohidrat dari nasi sekitar 30% - 50%. Perbedaan konsentrasi garam dan total asam pada kedelapan sampel disebabkan berbedanya kandungan jumlah garam dan nasi yang diberikan pada fermentasi bekasam. Hal ini disebabkan pengolahan bekasam pada setiap daerah berbeda, masing-masing sesuai dengan kebiasaan turun temurun dan masih dilakukan dengan fermentasi secara spontan. Misalnya pada pengolah lokal di Indralaya (Sumsel) penggunaan garam dan nasi dicampur secara bersamaan dengan perbandingan ikan:garam:nasi ialah 10:2:1 dengan lama fermentasi 7 hari, berbeda halnya dengan pengolah lokal di Indramayu (Jabar), pertama ikan direndam dengan garam selama 3 hari, kemudian ditiriskan dan ditambah nasi disusun berlapis dengan ikan, kemudian difermentasi selama 4-6 hari. Penambahan garam dan adanya asam yang dihasilkan oleh BAL dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Hal ini ditunjukkan dari jumlah total mikrob aerob yang lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah total BAL. Total BAL dari masing-masing sampel yaitu sekitar 1,4x108 – 9,0x 108 CFU/g. Total asam yang dihasilkan oleh BAL menyebabkan rendahnya pH sampel, yaitu 3,60 – 5,30. Semakin lama fermentasi nilai pH sampel juga semakin rendah (Tabel 4). Hal ini karena terbentuknya asam organik selama pertumbuhan BAL. Sumardi (2008) menyatakan total asam yang terbentuk selama fermentasi bekasam ikan mas meningkat dari 0,45% dengan pH 6,36 pada hari ke-3 menjadi 1,17% dengan pH 5,20 pada hari ke-10 lama fermentasi. Hasil yang sama juga dinyatakan oleh Yahya (1997) bahwa total asam meningkat 0,20% dengan pH 5,22 pada hari ke-1 menjadil fermentasi bekasam ikan mujair.
0,55% dengan pH 3,68 pada hari ke-7 lama
62
Penambahan CaCO3 dalam medium agar-agar untuk isolasi bertujuan sebagai indikator bakteri penghasil asam (Gambar 8). CaCO3 akan larut di sekitar koloni bakteri jika dihasilkan cukup asam dan hasil ini ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening di sekeliling koloni karena larutnya CaCO3 (Kopermsub et al. 2006). Pada penelitian ini diperoleh 74 isolat bakteri penghasil asam. Dari 74 isolat diperoleh 46% bakteri Gram positif dengan bentuk sel kokus dan 54% bakteri Gram positif bentuk sel batang. Semua isolat tidak motil dan 99% bakteri tidak membentuk endospora. Sebanyak 63 isolat menunjukkan uji katalase negatif dan 69 isolat tidak menghasilkan gas dari fermentasi glukosa (homofermentatif). Berdasarkan karakteristik morfologi dan biokimia ini dapat disimpulkan bahwa 62 isolat (84%) termasuk ke dalam kelompok BAL (Lampiran 2). Bakteri asam laktat umumnya didefinisikan sebagai kelompok penghasil asam laktat, %G+C rendah, tidak berendospora, Gram positif batang dan kokus, bersifat fermentatif, katalase negatif, anaerob fakultatif, tidak motil dan toleran terhadap asam (Hutkins 2006). Kopermsub et al. (2006)
menyatakan bahwa dari 90 isolat bakteri
penghasil asam yang diisolasi dari plaa-som (produk fermentasi ikan seperti bekasam) 79% isolat adalah bakteri Gram positif berbentuk batang dan 21% berbentuk kokus. Ada 80 isolat dari 90 isolat yang dikonfirmasi termasuk ke dalam kelompok BAL. Lima genus diidentifikasi sebagai Lactobacillus spp. (79%); Pediococcus spp. (18%), Aerococcus spp. (3%) dan yang lain adalah Carnobacterium spp. dan Enterococcus spp. Yahya et al. (1997) melaporkan bahwa isolat BAL selama fermentasi bekasam
ikan
mujair
(Oreochromis
mossambicus)
adalah
Leuconostoc
mesenteroides yang diisolasi dari sampel 1-7 hari. Lactobaccilus acidophilus dari hari kelima sampai ketujuh, L. plantarum dan L. fermentans pada hari pertama, L. buchneri, L reuteri pada hari ketiga, P. pentacaseus, L. lactis, L. coryniformis pada hari kelima, sedangkan Streptococcus raffinolactis, L delbrueckii, L. halotolerans, L. bifermentans, L. tolerans, P. acidilactici, L. bulgaricus, Leu. dextranicum diisolasi pada sampel pada hari ketujuh. Ada empat isolat yang memiliki aktivitas antimikrob terhadap Staphylococcus aureus FNCC 0047 yaitu
63
Lactobacillus plantarum-IB2,
L. fermentum-IB5,
L. acidophillus IIIB5 dan
P. acidilactici-IVB2. Bakteri Gram positif berbentuk batang secara umum lebih dominan pada semua sampel, kecuali sampel bekasam ikan seluang (Rasbora sp.) asal Indralaya dan bekasam ikan bandeng (Chanos chanos) asal Panganjang yang lebih dominan adalah Gram positif berbentuk bulat. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan bahan baku (ikan). Pengolahan bekasam masih menggunakan proses fermentasi secara spontan sehingga bakteri yang mendominasi dalam proses fermentasi ikan ini adalah bakteri yang bersifat indigenous yang berasal dari habitat masing-masing bahan baku (ikan). Hal ini nampak dari bekasam ikan sepat asal Indralaya lebih dominan bakteri Gram positif berbentuk batang dibandingkan dengan bekasam ikan seluang dari tempat yang sama lebih dominan bakteri Gram positif berbentuk bulat. Ringo (2004) menyatakan bahwa BAL adalah bagian mikrobiota asli dari hewan air. Jenis BAL ini juga bervariasi tergantung pada spesies ikan dan lokasi geografisnya. Itoi et al. (2008) melaporkan bahwa galur halotoleran Lactococcus lactis subsp lactis telah berhasil diisolasi dari pencernaan beberapa spesies ikan laut, yang ditangkap di Shimoda, Shizuoka, Jepang. Nair dan Surendran (2005) juga telah mengisolasi bakteri asam laktat dari bermacam-macam sampel ikan segar dan beku serta udang. Tigabelas spesies Lactobacillus diidentifikasi di antara 64% isolat. Di antaranya L. plantarum adalah spesies yang dominan. Sedangkan isolat Lactobacillus yang lain tidak dapat ditetapkan kedalam beberapa spesies dengan skema taksonomi yang ada. Menurut Kopermsub et al. (2006) karakteristik makanan fermentasi bervariasi dengan bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan yang dapat menyebabkan diversitas mikrobiotanya. Sebagaimana yang diteliti oleh PaludanMuller et al. (1999) bahwa BAL telah disolasi dari bahan baku (ikan, nasi, bawang putih dan daun pisang) dan selama proses fermentasi som-fak (produk ikan fermentasi bergaram rendah Thailand). Lactococcus lactis subsp. lactis dan Leuconostoc citreum biasanya dijumpai pada fish fillet dan minced fish, Lactobacillus paracasei subsp.paracasei dengan boiled rice dan Weisella confusa dengan campuran bawang putih dan daun pisang. Selain itu Lactobacillus
64
plantarum, L. pentosus dan P. pentosaceus juga diisolasi dari bahan baku. Suksesi spesies Lactobacillus homofermentatif asidurik, didominasi oleh L. plantarum/pentosus, yang ditemukan selama fermentasi. Hampir semua isolat (61 isolat) BAL memberikan zona hambat terhadap bakteri uji, artinya semua isolat BAL mempunyai aktivitas antimikrob. Masingmasing isolat memiliki kemampuan yang berbeda-beda terhadap kelima bakteri uji. Aktivitas penghambatan dari substansi antimikrob yang berbeda terhadap spesies bakteri patogen yang berbeda adalah berbeda. Aktivitas antimikrob BAL terutama disebabkan oleh asam organik yang dihasilkan dari metabolisme glukosa. Ray (2004) menyatakan bahwa mikroorganisme berbeda sensitifitasnya terhadap asam organik yang berbeda. Khamir dan kapang terutama sensitif terhadap asam propionat dan sorbat, dan bakteri lebih sensitif terhadap asam asetat. Pada penelitian ini, nilai total asam pada semua sampel berkisar pada 1,13 - 2,50% dengan kisaran pH 3,60 - 5,30. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Alvarado et al. (2006) bahwa dari 94 isolat BAL yang diisolasi dari makanan tradisional Meksiko hanya 25 galur yang menghasilkan aktivitas antimikrob paling sedikit terhadap satu bakteri indikator patogen. Sebagian besar aktivitas penghambatan yang ditunjukkan oleh isolat BAL berhubungan dengan pengurangan pH oleh asam organik. Di antara 62 isolat ada 56 isolat (90%) BAL yang menghasilkan zona hambat terhadap L. monocytogenes, sedangkan isolat BAL yang menghambat pertumbuhan S. typhimurium, E. coli, B. cereus, dan S. aureus masing-masing sebanyak 49 (79%), 45 (73%), 44 (71%), dan 41(66%). Umumnya bakteri Gram negatif lebih sensitif terhadap pH rendah daripada bakteri Gram positif (Ray 2004). Berbeda dengan hasil penelitian hampir 90% isolat dapat menghambat L. monocytogenes, hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa bakteri Gram negatif
seperti
Salmonella
mempunyai
faktor
penentu
genetik
yang
memungkinkan mereka untuk tumbuh pada konsentrasi asam yang lebih tinggi (pH yang lebih rendah). Toleran asam ini berhubungan dengan produksi berlebih dari satu grup protein (protein stress) dari galur ini (Ray 2004).
65
Supernatan bebas sel yang dinetralkan dari 53 isolat tidak menghasilkan zona hambat pada kelima bakteri uji. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas penghambatan isolat BAL disebabkan oleh rendahnya pH supernatan (3,53 – 4,27) karena kandungan asam organik. Paludan-Muller et al. (2002) menyatakan bahwa peran utama BAL ialah untuk memecah karbohidrat sehingga menyebabkan terjadinya penurunan pH. Hal ini penting untuk menghambat bakteri pembusuk dan patogen dan menjamin keamanan produk. Asam organik (terutama asam laktat) merupakan faktor pengawet utama pada produk fermentasi ikan. Alvarado et al. (2006) menyatakan bahwa sekitar 26,6% galur BAL yang diisolasi mepunyai aktivitas penghambatan terhadap paling sedikit satu bakteri patogen, tetapi hanya satu galur (1,0%) yang menunjukkan kapasitas produksi bakteriosin. Hasil penelitian pada tahap ini menunjukkan bahwa isolat BAL yang ada pada bekasam adalah isolat yang mampu bertahan sampai akhir fermentasi, karena isolat ini diisolasi dari bekasam yang diperoleh langsung dari pengolah lokal yang ada di Indonesia. Secara umum dapat disimpulkan bahwa keawetan bekasam yang ada di Indonesia disebabkan oleh terutama asam organik yang dihasilkan oleh BAL yang ada pada produk bekasam. Muller et al. (2009) menyatakan bahwa untuk mendeteksi pengaruh penghambatan karena asam laktat yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum LP31 maka supernatan bebas sel (SBS) ditetapkan pada pH 5. Hasil yang diperolehnya menunjukkan bahwa aktivitas antimikrob dari SBS stabil pada pH 5 - 5,5, sebagian atau total tidak aktif pada masing-masing pH 6 dan 7, pada pH 4 - 5 aktivitas penghambatan meningkat karena adanya penambahan efek asam. Oleh karena itu, senyawa ini dikarakterisasi lebih lanjut sebagai bakteriosin. Hasil seleksi terhadap 25 isolat BAL menunjukkan ada 11 isolat yang menghasilkan zona hambat dari supernatan bebas sel dengan pH 5 dan atau 6. Sedangkan kontrol positif larutan asam laktat (medium MRSB) dengan pH 4 menghasilkan zona hambat berkisar 8 - 12 mm, dan pada pH 5 dan 6 tidak menunjukkan adanya zona hambat pada kelima bakteri uji. Hasil yang sama juga didapatkan oleh Alakomi et al. (2000) bahwa aktivitas antimikrob asam laktat ditunjukkan pada konsentrasi asam laktat 5mM atau pada pH 4. Hal ini
66
menunjukkan bahwa supenatan bebas sel dengan pH 5 atau 6 yang menghasilkan zona hambat bukan berasal dari asam organik khususnya asam laktat. Dengan kata lain bahwa sebelas isolat ini diduga sebagai penghasil antimikrob yang bukan hanya merupakan asam organik (khususnya asam laktat). Sehingga pada tahap berikutnya dipilih 4 isolat BAL (isolat BAL terpilih II) yaitu isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(5) dari 25 isolat
untuk mengetahui subtansi senyawa
antimikrobnya. Substansi Antimikrob dari Isolat BAL Keempat isolat ditumbuhkan selama 24, 48 dan 72 jam inkubasi. Secara umum konsentrasi total asam dan H2O2 pada keempat isolat cenderung meningkat dengan bertambahnya waktu inkubasi kecuali pada isolat BP(3) cenderung menurun untuk produksi total asam. Hal yang sama juga dihasilkan dari penelitian Olaoye & Onilude (2011), yang menunjukkan produksi asam laktat meningkat seiring dengan waktu inkubasi (6-48 jam) untuk semua isolat yang diuji. Sedangkan produksi H2O2 cenderung stabil akan tetapi setelah 24 jam inkubasi cenderung menurun. Adeniyi et al. (2006) menyatakan dari lima bakteri asam laktat yang diuji secara umum produksi asam laktat meningkat dari 12-36 jam inkubasi, kemudian cenderung menurun sampai 72 jam inkubasi. Sedangkan untuk produksi H2O2 setelah inkubasi 12 jam cenderung menurun pada semua isolat BAL yang diuji. Total asam meningkat seiring dengan peningkatan waktu inkubasi sehingga menghasilkan pH yang lebih rendah, akan tetapi BAL masih dapat tumbuh. Hal ini tampak dari hasil pengukuran pH pada jam ke- 24, 48, dan 72 jam sama yaitu pH 4, akan tetapi OD untuk pertumbuhan sudah menurun setelah 24 jam inkubasi (Lampiran 6). Secara
umum
aktivitas
antimikrob
keempat
isolat
lebih
tinggi
(9 - 14,5 mm) dibandingkan dengan kontrol positif larutan asam laktat pada pH 4 (8 - 10,5 mm). Aktivitas antimikrob isolat SK(5) paling tinggi dibandingkan dengan isolat lainnya yaitu sebesar 14,5 mm terhadap S. aureus pada jam ke-24. (Gambar 11 dan Lampiran 7). Aktivitas antimikrob yang dihasilkan keempat isolat memiliki pola yang berbeda. Pada isolat BI(3) aktivitas tertinggi pada jam ke-72 lama inkubasi, hal ini
67
berkorelasi positif dengan hasil analisis total asam dan H2O2 tertinggi juga pada jam ke-72 lama inkubasi. Sedangkan untuk BP(3) dan BP(20) memiliki pola yang hampir sama, yaitu aktivitas cenderung stabil pada jam ke-24, ke-48, dan ke-72 lama inkubasi. Berbeda halnya dengan isolat SK(5) aktivitas antimikrob tertinggi dihasilkan pada jam ke-24 lama inkubasi. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh jumlah dan jenis substansi antimikrob yang dihasilkan oleh keempat isolat. Hal ini terbukti pada tahap berikutnya bahwa isolat SK(5) menghasilkan jenis asam organik yang lebih banyak dibandingkan dengan isolat BP(3) dan BP(20), dan konsentrasinya lebih tinggi dibandingkan dengan tiga isolat lainnya. Alvarado et al. (2006) meyatakan bahwa penurunan nilai pH yang diakibatkan oleh aktivitas pengasaman adalah berhubungan dengan jumlah dan tipe asam organik yang dihasilkannya, serta bervariasi tergantung sumber karbohidrat yang digunakannya. Hasil ini menunjukkan bahwa pada keempat isolat aktivitas antimikrob berasal dari kandungan asam organik (asam laktat) yang dihasilkannya dan juga dari senyawa antimikrob lainnya seperti H2O2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bakteri S. aureus, L. monocytogenes, dan E. coli secara umum lebih sensitif terhadap senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh keempat isolat BAL hasil isolasi tersebut. Spesies yang memfermentasi glukosa yang utama menghasilkan asam laktat adalah homofermentatif. Keempat isolat adalah termasuk kelompok homofermentatif, berdasarkan uji produksi gas dari fermentasi glukosa. Sehingga diduga dominan asam organik yang dihasilkannya adalah asam laktat. Asam organik adalah komponen organik dengan kelengkapan asam dan mengandung karbon, seperti komponen organik lainnya. Kebanyakan asam organik memiliki keuntungan karena ukurannya yang relatif kecil sehingga dapat bergerak dengan bebas antara sel dengan sel. Efek antibakteri dari asam bahwa asam terdisosiasi menjadi ion hidrogen dan anion toksik yang mampu mengganggu fungsi fisiologi sel dan mendestabilisasi protein sel (Theron & Lues 2011). Akan tetapi pada keempat isolat juga terdeteksi adanya H2O2 dengan konsentrasi yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan total asam, dan diduga hambatan yang dihasilkan oleh supernatan bebas sel pada keempat isolat juga disebabkan oleh H2O2 yang dihasilkannya. Beberapa BAL menghasilkan H2O2 di
68
bawah kondisi pertumbuhan aerob dan karena kekurangan katalase selular, pseudokatalase atau peroksidase, BAL ini melepaskannya ke dalam lingkungan untuk mencegah dirinya sendiri dari antimikrobnya. Pada kondisi anaerob, sangat sedikit H2O2 yang dapat dihasilkan dari galur ini. Aksi antibakteri ini dihasilkan dari sifat pengoksidasi kuat dan kemampuan galur untuk merusak komponen selular, khususnya membran. Karena sifat oksidasinya, maka dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan dalam mutu pangan, seperti diskolorasi pada daging yang diproses, sehingga penggunaannya terbatas dalam pengawetan pangan (Ray 2004). Potensi antimikrob lain yang dapat dihasilkan oleh BAL adalah bakteriosin. Bakteriosin adalah antimikrob peptida yang disintesis oleh ribosom dan dapat membunuh bakteri yang berhubungan erat dengan penghasil bakteriosin. Keempat isolat juga menunjukkan adanya dugaan bakteriosin yang dihasilkannya. Hal ini nampak dari hasil pengujian aktivitas antimikrob dari endapan hasil pengendapan protein supernatan bebas sel dengan amonium sulfat pada konsentrasi bertingkat dari 0-10% sampai 70-80%, yaitu menunjukkan adanya aktivitas antimikrob. Akan tetapi supernatan hasil pengendapan protein juga menunjukkan aktivitas antimikrob. Hal ini juga menunjukkan bahwa aktivitas antimikrob disebabkan oleh kandungan asam yang ada dalam supernatan. Secara umum dari hasil penelitian menunjukkan bahwa S. typhimurium lebih sensitif terhadap supernatan dari isolat BI(3) dan BP(20), dimana terjadi peningkatan penghambat dengan meningkatnya konsentrasi amonium sulfat sampai 60-70%. Sedangkan E. coli dan L. monocytogenes menunjukkan pola yang sama pada isolat BI(3) dan BP(20) yaitu cenderung stabil. Supernatan dari isolat SK(5) dan BP(3) menunjukan pola penghambatan yang sama pada ketiga bakteri uji, yaitu cenderung menurun penghambatannya seiring dengan peningkatan konsentrasi amonium sulfat. Kecuali L. monocytogenes cenderung meningkat penghambatannya seiring dengan peningkatan konsentrasi amonium sulfat pada isolat BP(3). Endapan dari keempat isolat menunjukkan penghambatan pertumbuhan pada ketiga bakteri uji kecuali pada isolat SK(5) hanya menghambat pertumbuhan bakteri S. typhimurium. Umumnya zona hambat dari endapan semakin besar
69
dengan semakin tingginya konsentrasi amonium sulfat (Gambar 14). Endapan isolat BI(3), BP(3) dan BP(20) dapat menghambat pertumbuhan ketiga bakteri uji pada konsentrasi amonium masing-masing 40%, 10% dan 70-80%. Sedangkan isolat SK(5) hanya menghambat pertumbuhan S. typhimurium pada konsentrasi amonium 40%, 60% dan 70%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa endapan protein pada keempat isolat menghasilkan aktivitas antimikrob terhadap bakteri E. coli dan S. typhimurium yang merupakan bakteri Gram negatif. Kalau aktivitas ini diduga berasal dari bakteriosin, maka hal ini berlawanan dengan kaedah umum yang menyatakan bahwa bakteriosin adalah antimikrob peptida yang disintesis oleh ribosom dan dapat membunuh bakteri yang berhubungan erat dengan penghasil bakteriosin. Dengan kata lain bakteri asam laktat atau bakteri Gram positif lebih sensitif terhadap bakteriosin. Akan tetapi dugaan ini perlu dilakukan pengujian lebih lanjut karena endapan protein yang dihasilkan belum dilakukan pemurnian sehingga ada kemungkinan aktivitas yang dihasilkannya bukanlah berasal dari bakteriosin, tetapi oleh senyawa lain seperti antibiotik peptida. De Vuyst & Leroy (2007) menyatakan bahwa aktivitas bakteriosin terhadap bakteri Gram negatif seperti E. coli dan Salmonella telah dilakukan, akan tetapi biasanya hanya ketika integritas dari membran luar diberi perlakuan, contohnya setelah diberi tekanan atau perlakuan pH rendah, adanya bahan detergen atau pengkelat atau setelah pulsed electric field atau perlakuan tekanan tinggi. Pengendapan protein dengan amonium sulfat pada konsentrasi 0-80 % menunjukkan variasi aktivitas antimikrob pada ketiga bakteri uji dari masingmasing isolat BAL (Gambar 15). Bahan yang terendapkan sebelum 25% saturasi umumnya adalah unsur/elemen dan unsur preaggregated atau protein dengan berat molekul sangat tinggi. Persentase protein yang terendapkan akan semakin tinggi dengan adanya peningkatan konsentrasi amonium sulfat, dengan konsentrasi maksimum 40-60% (Scopes 1994). Pada penelitian ini konsentrasi protein tertinggi dari endapan pada keempat isolat terjadi pada pengendapan dengan amonium sulfat 30% (Gambar 15). Sedangkan untuk bakteriosin
70
umumnya ialah pada pengendapan di atas 50%, karena bakteriosin termasuk kelompok peptida dengan berat molekul rendah (Pingitore et al. 2007) Secara umum konsentrasi protein pada keempat isolat menunjukkan pola yang sama yaitu konsentrasi supernatan lebih kecil (0,051 -0,159 g/L) dibandingkan dengan endapan (0,014 – 0,870 g/L) (Gambar 15). Akan tetapi aktivitas antimikrobnya cenderung sama pada ketiga bakteri uji dengan zona hambat sekitar 3 – 10 mm (Gambar 12). Konsentrasi protein dari endapan isolat BP(3) dan SK(5) lebih kecil (0,021 – 0,376 g/L) dibandingkan dengan isolat BI(3) dan BP(20) (0,014 - 0,870 g/L ) (Gambar 15). Aktivitas antimikrob dari endapan isolat BP(3) secara umum hanya menghambat L. monocytogenes
dan SK(5)
hanya S. typhimurium, berbeda dengan isolat BI(3) dan BP(20) menghambat ketiga bakteri uji (Gambar 13) Pengendapan dengan penambahan garam netral adalah metode yang paling umum digunakan untuk fraksionasi protein dengan pengendapan. Protein yang diendapkan tidak didenaturasi dan aktivitasnya diambil kembali dengan melarutkan kembali pelet (endapan) hasil sentrifugasi. Penambahan garam ini dapat menstabilkan protein terhadap denaturasi, proteolisis atau kontaminasi bakteri. Salting out tergantung pada hidrofobik alami permukaan protein. Kelompok hidrofobik lebih banyak pada interior protein tetapi beberapa berlokasi pada permukaan, seringnya di bagian patches. Patches hidrofobik pada satu molekul protein dapat berinteraksi dengan yang lain. Kemudian, protein dengan patches hidrofobik yang lebih besar akan berkumpul dan mengendap sebelum patches yang lebih kecil, menghasilkan fraksinasi. Agregat (kumpulan) yang terbentuk adalah campuran dari beberapa protein dan ini akan mempengaruhi konsentrasi garam yang dibutuhkan untuk mengendapkan protein yang diinginkan (Harris 2001). Bagian hidrofobik di dalam molekul bakteriosin merupakan hal yang diperlukan untuk aktivitasnya dalam menghambat bakteri sensitif karena inaktivasi mikroorganisme oleh bakteriosin tergantung pada interaksi hidrofobik antara sel-sel bakteri dengan molekul-molekul bakteriosin (Parada et al. 2007). Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antimikrob terhadap berbagai senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh BAL maka dapat disimpulkan bahwa isolat BAL terpilih menghasilkan senyawa antimikrob berupa asam organik
71
(terutama asam laktat), hidrogen peroksida dan peptida. Akan tetap hasil penelitian dari tahap seleksi sampai tahap penentuan susbtansi senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh BAL menunjukkan bahwa secara umum senyawa antimikrob yang dominan pada keempat isolat adalah asam organik. Kemudian tahap selanjutnya dilakukan produksi asam organik ini selama pertumbuhan dan aktivitas antimikrob yang dihasilkannya serta menentukan kandungan asam organik yang dihasilkan oleh keempat isolat ini. Sebelumnya dilakukan karakterisasi dan identifikasikasi keempat isolat. Karakterisasi dan Identifikasi Isolat BAL Karakterisasi keempat isolat yang ditumbuhkan pada media MRSA+ CaCO3 0,1% dan bromotimol biru sebagai indikator asam menunjukkan koloni berwarna kuning dan dikelilingi oleh zona bening (Gambar 16). Hal ini karena adanya indikator bromotimol biru (perubahan dari biru menjadi kuning dengan perubahan pH) dan CaCO3 (yang larut karena adanya asam sehingga di sekeliling koloni isolat terbentuk zona bening) dalam agar MRS. Keempat isolat merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat dan batang, tidak berendospora, tidak motil, katalase negatif, dan bersifat homofermentatif (Tabel 7). Karakteristik fenotip berguna sebagai titik awal untuk uji yang lebih dalam. Meskipun morfologi dipandang meragukan sebagai karakteristik kunci dalam taksonomi bakteri, akan tetapi masih penting dalam deskripsi genus BAL. Oleh karena itu BAL dapat dibagi menjadi sel berbentuk batang (Lactobacillus dan Carnobacterium) dan kokus (semua genus yang lain). Satu pengecualian yaitu Weissella yang merupakan genus pertama dalam grup BAL dengan definisi dapat meliputi kokus dan batang. Lebih jauh pembelahan sel dalam dua bagian tegak lurus dalam satu plane, yang menimbulkan bentuk tetrat, dan ini digunakan dalam pembedaan kokus. Genus pembentuk tetrat adalah Aerococcus, Pediococcus, dan Tetragenococcus (Axelsson 2004). Salah satu karakteristik yang digunakan dalam pembedaan genus BAL adalah mode fermentasi glukosa di bawah kondisi standar, yaitu konsentrasi glukosa dan factor pertumbuhan tidak terbatas dan oksigen yang tersedia dibatasi. Di bawah kondisi ini, BAL dapat dibagi menjadi dua grup, homofermentatif yang mengubah glukosa paling banyak secara kuantitatif menjadi asam laktat dan
72
heterofermentatif yang memfermentasi glukosa menjadi asam laktat, etanol/asam asetat dan CO2. Leuconostocs, Oenococcus, Weissella, dan subgrup Lactobacillus adalah heterofermentatif dan semua BAL yang lain adalah homofermentatif (Axelsson 2004). Berdasarkan uji produksi gas dari fermentasi glukosa, keempat isolat bersifat homofermentatif. Keempat isolat dapat tumbuh baik pada NaCl 2-4%, sedangkan pada 7% pertumbuhan kurang bagus kecuali pada isolat SK(5) masih tumbuh dengan baik. Hal ini berkorelasi positif dari hasil analisis kimia pada sampel bekasam yaitu untuk isolat BI(3), BP(3) dan BP(20) konsentrasi garamnya adalah 2,34 – 4,01%, sedangkan untuk isolat SK(5) adalah 4,62%. Keempat isolat juga dapat tumbuh baik pada pH 4,4 – 8, meskipun keempat isolat ini diisolasi dari sampel bekasam dengan kisaran pH 3,62 – 4,60. Keempat isolat juga tumbuh baik pada suhu 30-37oC. Hal ini juga berhubungan dengan kondisi proses fermentasi bekasam yang dilakukan pada suhu ruang. Hasil yang sama juga dihasilkan oleh Tanasupawat et al. (1998) dari 4 grup BAL, satu grup dapat tumbuh pada NaCl 4-8%, 2 grup 4-10% dan satu grup 4-12%. Dua grup dapat tumbuh pada pH 4-8,5, satu grup hanya pada pH 4,5 dan satu grup pada pH 7,5-8. Pertumbuhan pada suhu tertentu digunakan terutama untuk membedakan antara beberapa kokus. Pertumbuhan Enterococcus pada suhu 10oC dan 45oC, Lactococcus dan Vagococcus pada 10oC tetapi tidak pada 45oC. Streptococcus umumnya tidak tumbuh pada 10oC sedangkan pertumbuhan pada 45oC tergantung pada spesies. Demikian juga pada Pediococcus dapat tumbuh pada 10oC dan 45oC tergantung spesies. Toleran terhadap garam (6,5% NaCl) juga digunakan untuk membedakan antara kokus. Toleran terhadap garam yang ekstrem (18% NaCl) dibatasi untuk genus Tetragenococcus. Toleran terhadap kondisi asam dan basa juga digunakan. Aerococcus, Carnobacteria, Enterococcus, Tetragenococcus dan Vagococcus dikarakter dengan pertumbuhan pada pH yang relatif tinggi, meskipun tidak semua dapat tumbuh pada standar uji pH 9,6 (Axelsson 2004). Berdasarkan karakteristik morfologi dan pertumbuhan pada keempat isolat ini dapat diduga bahwa isolat BI(3), BP(3) dan BP(20) adalah genus Pediococcus, dan isolat SK(5) adalah genus Lactobacillus. Klasifikasi pada level genus yang paling akurat adalah dengan sekuensing 16S rRNA. Selain itu karakteristik
73
biokimia masih penting untuk klasifikasi awal untuk mempelajari tentang sifatsifat dari galur. Beberapa karakteristik yang juga digunakan dalam klasifikasi pada tingkat spesies adalah toleransi terhadap garam dan pH, pertumbuhan pada suhu tertentu dan konfigurasi asam laktat yang dihasilkan. Karakteristik lain yang digunakan dalam karakterisasi fenotip/biokimia dari galur adalah kisaran fermentasi karbohidrat, arginin hidrolisis, pembentukan asetoin, toleransi bile, tipe hemolisis, dan produksi polisakarida ekstraseluler. Pediococcus dan Lactobacillus adalah termasuk dua genus dari tujuh genus BAL yang digunakan secara langsung dalam makanan fermentasi. P. acidilactici dan P. pentosaceus secara alami ada dalam bahan pangan. Pediococcus memiliki kisaran suhu pertumbuhan optimum 25oC - 40oC, tetapi beberapa spesies dapat tumbuh pada suhu 50oC. Beberapa Pediococcus juga dibedakan dari BAL yang lain karena kemampuannya toleran terhadap lingkungan asam yang tinggi (pertumbuhan pada pH 4,2) dan garam yang tinggi (tumbuh pada 6,5% NaCl). Sebagian besar genus Lactobacillus adalah mesofilik, genus ini juga mengandung spesies yang pisikotropik, termodurik atau termofilik. Suhu optimum pertumbuhannya 30oC - 45oC. Beberapa spesies menunjukkan toleran terhadap garam dan tekanan osmotik yang tinggi dan aktivitas air yang rendah. Toleran asam adalah sifat umum dari Lactobacillus dan beberapa juga toleran terhadap etanol atau garam empedu. Sebagian besar spesies adalah aerotoleran, sedangkan yang lain membutuhkan kondisi yang lebih anaerob obligat (Hutkins 2006). Identifikasi keempat isolat dilanjutkan dengan melihat sifat fisiologinya dalam memfermentasi berbagai macam sumber karbohidrat dengan menggunakan API KIT 50 CHL (Lampiran 8). Berdasarkan Uji fermentasi gula dan identifikasi menggunakan API 50 CHL (API system, Bio-Mereux, France) dapat disimpulkan bahwa isolat BI(3), BP(3) dan BP(20) adalah Pediococcus pentosaceus 1 dengan kemiripan sebesar 99,9%. Meskipun secara fisiologi isolat BI(3) tidak dapat memfermentasi gula ke 48 yaitu kalium 2-keto-glukonat. Isolat SK(5) yang berbentuk batang adalah Lactobacillus plantarum 1 dengan kemiripan sebesar 99,9% .
74
Papagianni & Anastasiadou (2009) menyatakan bahwa sebagian besar galur P. pentosaceus dapat memfermentasi glukosa, ribosa, galaktosa, arabinosa, dan fruktosa menjadi DL laktat . Sedikit galur yang mampu memfermentasi laktosa dan silosa dan beberapa diketahui memiliki aktivitas katalase. Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian ini dari hasil uji API KIT CHL 50 menunjukkan bahwa keempat isolat dapat memfementasi L-arabinosa, D-ribosa, D-silosa, D-galaktosa, D-glukosa, D-fruktosa, D-manosa, D-selobiosa, dan D-maltosa akan tetapi keempat isolat tidak dapat memfermentasi D-laktosa. Keempat isolat tidak memiliki aktivitas katalase. Kopermsub et al. 2006 menyatakan bahwa BAL yang dominan dalam produk plaa-som adalah Lactobacillus pp. (79%) dan Pediococcus spp. (18%). Sebaliknya Paludan-Muller et al. (2002) mendapatkan bahwa isolat BAL yang dominan dari plaa-som adalah P. pentosaceus (42%). Akan tetapi Paludan-Muller et al. (1999) juga telah mendapatkan bahwa L. plantarum, L. pentosus dan P. pentosaceus diisolasi dari bahan baku som-fak. Suksesi asidurik, spesies Lactobacillus homofermentatif selama proses fermentasi som-fak didominasi oleh L. plantarum/pentosus. Bahkan Noonpakdee et al. (2009) mendapatkan bahwa L. plantarum PMU 33 yang diisolasi dari som-fak menghasilkan bakteriosin yang identik dengan plantarisin W. Sedangkan Shin et al. (2008) menyatakan bahwa P. pentosaceus K23-2 yang diisolasi dari kimchi menghasilkan bakteriosin, yang memilki karakteristik mirip dengan bakteriosin klass IIa. Dari 4 isolat BAL terpilih tiga isolat merupakan genus Pediococcus dan satu isolat adalah Lactobacillus. Hasil ini hampir sama dengan bakteri yang dominan pada produk plaa-som (Paludan-Muller et al. 2002, Kopermsub et al. 2006 ) dan som-fak (Paludan-Muller et al. 1999). Hal ini menunjukkan secara umum bahwa dalam produk fermentasi ikan, khususnya bekasam mengandung jenis BAL yang sama meskipun asal atau tempat pengolahan bekasam berbeda. Artinya isolat BAL ini mempunyai peran khusus dalam proses fementasi. Saat ini belum ada yang melaporkan bahwa kedua genus ini ada dalam produk bekasam yang berasal dari pengolah lokal yang ada di Indonesia. Dengan kata lain Pediococcus ada pada sampel bekasam dari Indralaya (BP(3) dan BP(20)) dan
75
Indramayu (BI(3)). Pediocoocus dapat ditemui pada beragam habitat, meliputi bahan tanaman, susu, air garam, urin hewan dan bir (Hutkins 2007). Berdasarkan studi sebelumnya P. pentasaceus dan L. plantarum diketahui bahwa substansi antimikrobnya adalah asam laktat, H2O2 dan diacetil (Adeniyi et al. 2006; Rebecca et al. 2008). Selain itu P. pentasaceous (Wu et al. 2004; Shin et al. 2008) dan L. plantarum (Muller et al. 2009; Noonpakdee et al. 2009) juga telah dilaporkan menghasilkan bakteriosin. Verifikasi terhadap identifikasi berdasarkan fisiologi dilakukan dengan identifikasi secara melekuler. Analisis molekuler terhadap gen penyandi 16S rRNA dari isolat-isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(5) memberikan hasil bahwa pita potongan DNA hasil amplifiksi menggunakan PCR yang terlihat pada gel elektroforesis berada di antara pita 1000-1500 pasangan basa (base pair = bp) (Gambar 17). Berdasarkan analisis BLASTN dari urutan nukleotida yang didapatkan dari hasil sekuensing dengan data 16S rRNA yang ada di bank data NCBI diketahui bahwa isolat BI(3), BP(3), BP(20), dan SK(5) memiliki kemiripan masing-masing 98%, 97%, 98% dengan Pediococcus pentosaceus IE-3 dan 93% dengan Lactobacillus plantarum subsp plantarum NC 8. Hasil ini sama dengan hasil pengujian dengan menggunakan API KIT CHL 50 (Tabel 9). Berdasarkan persen kemiripan sekuen 16S rDNA isolat BI(3), BP(3) dan BP(20) dengan P. pentocaceus, terdapat kemungkinan bahwa ketiga isolat termasuk ke dalam genus Pediococcus. Menurut Madigan et al. (2009) bahwa perbedaan urutan basa dalam 16S rRNA lebih dari 5% berarti merupakan genus yang baru, sehingga kesamaan 95% masih menunjukkan berada dalam satu genus. Berdasarkan hal ini maka isolat SK(5) kemungkinan bukan merupakan genus Lactobacillus. Berdasarkan hasil uji fermentasi gula maka isolat BI(3), BP(3), dan BP(20) identik kecuali hanya satu gula yang tidak dapat difermentasikan oleh BI(3) (Tabel 8). Selain itu secara penampakan pertumbuhan dalam medium cair dalam kondisi mikroaerofilik penampakannya sama, kecuali untuk isolat BI(3) juga berbeda. Hasil identifikasi dengan API CHL 50 sama dengan identifikasi berdasarkan 16S rRNA. Berbeda halnya dengan isolat SK(5), hasil identifikasi berdasarkan dua metode diatas sama yaitu L. plantarum akan tetapi berdasarkan
76
identifikasi 16S rRNA kemiripannya sangat kecil yaitu hanya 93%. Berdasarkan hal ini maka dapat disimpulkan bahwa isolat BI(3), BP(3) dan BP(20) kemungkinan besar termasuk dalam satu spesies yaitu Pediococcus pentosaceus sedangkan isolat SK(5) kemungkinan adalah spesies baru yang memiliki sifat fisiologis dan morfologis yang mirip dengan Lactobacillus. Akan tetapi perlu dilakukan pengujian yang lebih detail untuk menentukan spesies dari isolat SK(5) ini. Papagianni & Anastasiadou (2009) menyatakan bahwa genom keseluruhan dari
P. pentosaceus ATCC 25745 telah disekuen dan terdiri dari 1832387
nukleotida yang tersusun dalam satu pola sirkuler. Genome mempunyai 1755 protein yang disandikan oleh gen dan 72 gen RNA dengan kandungan GC 37,4%. Mayo et al. (2008) menyatakan bahwa L. plantarum WCFS1 adalah koloni tunggal yang diisolasi daru L.plantarum NCIMB 8826, yang berasal dari air liur manusia. Genom galur WCFS1 genom BAL yang paling besar dianalisis lebih jauh. Genom ini terdiri dari satu kromosom sirkuler dan tiga plasmid (1,9, 2,3 dan 3,6 kbp). Genomnya berukuran 3,3 Mb dengan kandungan GC 44.5%, dan mengandung 3052 gen yang menandikan protein, lima operon rrn, yang terdistribusi rata disekeliling kromosom dan 62 gen tRNA. Genus Lactobacillus adalah genus yang paling besar dalam grup BAL, sangat heterogen mencakup sifat fenotip, biokimia dan fisiologinya bervariasi sangat besar. Heterogenitas diwakili oleh kisaran mol % G+C dari DNA spesies yang terdapat dalam genus. Kisaran in adalah 32-55%, dua kali rentang yang biasanya diterima untuk satu genus tunggal. Heterogenitas dan jumlah spesies yang besar karena definisi genus, secara esensial adalah BAL berbentuk batang. Cara yang klasik untuk membedakan spesies Lactobacillus adalah pola fermentasi gula, konfigurasi asam laktat yang dihasilkannya, hidrolisis arginin, persyaratan pertumbuhan dan pertumbuhan pada suhu tertentu. Karakteristik ini masih digunakan, tetapi klasifikasi yang tepat membutuhkan juga analisis peptidoglikan, mobilitas elektroforetik LDH, mol % G+C DNA dan studi homolog DND-DNA. Bahkan teknik PCR yang berbeda dan sekuensing fragmen PCR secara langsung (contohnya gen rRNA) juga menawarkan kemungkinan baru untuk identifikasi dan klasifikasi Lactobacillus dan BAL lainnya secara cepat (Axelsson 2004).
77
Produksi Asam organik dan Aktivitas antimikrobnya Selama Pertumbuhan Log jumlah sel (CFU/mL) menunjukkan fase pertumbuhan yang dialami oleh satu mikroorganisme. Fase pertumbuhan memiliki pola yang sama pada keempat isolat (Gambar 19). Fase pertumbuhan diawali dengan fase lag (adaptasi), akan tetapi keempat isolat tidak menunjukkan adanya fase ini. Cohen (2011) menyatakan bahwa hal ini disebabkan oleh jika bakteri dalam kondisi pertumbuhan eksponensial dipindahkan ke medium baru yang sama dengan medium awal, semua kondisi yang lain juga sama, maka tidak ada waktu adaptasi. Pada penelitian ini sebelum ditumbuhkan dalam medium produksi dilakukan pembuatan inokulum dengan media dan kondisi pertumbuhan yang sama dengan medium produksi yang ditumbuhkan selama 18 jam (fase eksponensial). Pertumbuhan pada keempat isolat mulai terjadi pada jam ke-0 hingga jam ke-16. Fase ini disebut dengan fase eksponensial (fase log). Cohen (2011) menyatakan bahwa ketika nutrisi esensial tidak terbatas, pertumbuhan kultur dengan kecepatan yang konstan dan kecepatan pertumbuhan akan proporsional terhadap
densitas
kultur.
Kurva
pertumbuhan
menjadi
eksponensial.
Pommerville (2011) menyatakan fase log terjadi ketika semua sel dalam kultur mengalami pembelahan biner. Setiap generasi yang dilalui, jumlah sel bertambah dua kali lipat dan grafik meningkat dalam bentuk garis lurus atau grafik logaritmik. Akan tetapi jika dilihat dari kecepatan pertumbuhan spesifik maksimum maka isolat BP(20) memiliki µmax paling besar (0,60 jam-1) yang berarti isolat ini dapat mencapai kecepatan pertumbuhan paling tinggi dalam medium MRSB dibandingkan tiga isolat lainnya. Waktu generasi dalam medium MRSB pada isolat BP(20) ialah 1,16 jam lebih singkat dibandingkan dengan ketiga isolat lainnya. Kecepatan pertumbuhan seiring dengan peningkatan produksi asam oleh isolat. Kecepatan pembentukan produk tertinggi pada isolat BP(20). Hal ini membuktikan bahwa laju pembentukan produk sebanding dengan laju pertumbuhan sel bakteri. Akan tetapi tidak selalu sebanding dengan produksi optimum, dimana produksi total asam (g/103 log CFU) isolat BI(3) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan isolat BP(20) (Gambar 20), padahal jika dilihat dari
78
kurva pertumbuhannya isolat BI(3) pertumbuhannya lebih rendah. Laju konsentrasi nutrien yang tinggi dan terakumulasinya eksresi hasil metabolisme akan mempengaruhi pertumbuhan. Akhirnya fase pertumbuhan memasuki fase stasioner (Gambar 19). Kurva pertumbuhan mengalami kecenderungan fase stasioner pada jam ke-16 hingga akhir inkubasi 48 jam pada keempat isolat. Cohen (2011) menyatakan bahwa jika kondisi nutrisi esensial hilang selama pertumbuhan, medium menjadi terlalu asam atau terlalu basa maka kecepatan pertumbuhan akan menurun dan mendekati nol. Dengan kata lain akumulasi substansi toksik akan dapat menghambat pembelahan sel (jumlah sel hidup tetap konstan). Ketika pertumbuhan bakteri terjadi, maka terjadi perubahan pH, dimana pH pada keempat isolat cenderung menurun dari jam ke-0 inkubasi sampai jam ke-16 inkubasi, setelah itu pH cenderung stabil sampai akhir inkubasi (48 jam) (Gambar 19). Hal ini menunjukkan bahwa ketika sel mengalami pertumbuhan eksponensial, terjadi peningkatan sel yang pesat sehingga pertumbuhan bakteri menjadi cepat dan aktivitas metabolismenya menjadi tinggi. Hasil dari aktivitas metabolisme ini merupakan asam-asam organic yang menyebabkan pH medium menjadi asam. Hal ini nampak pada produksi total asam per log jumlah sel meningkat tajam dari jam ke-0 sampai ke-20 inkubasi pada isolat BP(20) dan SK(5), sampai jam ke-28 untuk isolat BI(3), dan sampai jam ke-36 inkubasi pada isolat BP(3) (Gambar 20). Produksi asam tertinggi adalah pada isolat BI(3) meskipun pertumbuhannya paling rendah dibandingkan dengan ketiga isolat lainnya. Passos et al. (1994) menyatakan bahwa produksi asam laktat signifikan terjadi selama pertumbuhan, dan juga pada fase stasioner. Persentase asam yang dihasilkan setelah pertumbuhan berhenti adalah satu fungsi dari komposisi medium. Sampai 51% asam laktat dihasilkan setelah pertumbuhan berhenti ketika NaCl tidak ada dalam medium, sedangkan tidak lebih dari 18% total asam laktat dihasilkan setelah pertumbuhan berhenti dengan adanya NaCl, mungkin karena suatu peningkatan kecepatan kematian sel.
79
Hasil pengukuran pH pada medium pertumbuhan menunjukkan penurunan sampai pH di bawah 4 pada keempat isolat dalam 24 jam inkubasi. Hal ini bermanfaat sebagai faktor antogonisme terhadap bakteri pembusuk dan patogen yang berhubungan dengan produk makanan. Medium kultur (MRSB) yang digunakan untuk pertumbuhan BAL menunjukkan zona hambat pada aktivitas pengasamannya. Isolat SK(5) menunjukkan penurunan pH yang paling tinggi yaitu 3,21. Alvarado et al. (2006) menyatakan bahwa penurunan pH diakibatkan oleh aktivitas pengasaman yang dipengaruhi oleh jumlah dan jenis asam organik yang dihasilkan. Pada penelitian ini isolat SK(5) menghasilkan 6 jenis asam organik dengan total konsentrasi asam organik paling tinggi dibandingkan dengan tiga isolat lainnya. Menurut Alvarado et al. (2006) galur BAL spesifik harus dipilih secara hati-hati untuk setiap sistim makanan yang mendukung secara in situ produksi asam sebagai bagian dari metoda pengawetan secara alami. Produksi asam meningkat dengan waktu inkubasi untuk semua isolat dengan produksi tertinggi sebesar 2,075 g/103 log CFU untuk isolat BI(3) dalam 28 jam inkubasi. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Olaoye & Onilude (2011) bahwa produksi asam laktat meningkat dengan waktu inkubasi untuk semua isolat dengan produksi tertinggi 23,37 dan 28,02 (g/107 CFU) untuk P. pentosaceus INT02 dan P. pentosaceus INT01 masing-masing dalam 42 jam inkubasi. Keempat isolat bersifat fermentasi homolaktik, dengan menggunakan jalur glikolisis (Embden-Meyerhof-Parnas pathway) dalam memfermentasi glukosa menghasilkan asam laktat. Glikolisis dikarakterisasi dengan pembentukan fruktosa-1,6 difosfat (FDP), yang dibagi oleh FDP aldosa ke dalam dihidroksiasetonfoafat (DHAP) dan gliseraldehid-3-fofat (GAP). GAP (dan DHAP melalui GAP) kemudian diubah menjadi piruvat dalam satu sekuen metabolik meliputi fosforilasi pada taraf substrat pada dua kondisi (Gambar 1). Di bawah kondisi normal, yaitu kelebihan gula dan membatasi kelebihan oksigen, piruvat akan direduksi menjadi asam laktat oleh NAD+-dependent lactate dehydrogenase (nLDH), dengan demikian bentuk NADH direoksidasi selama tahap glikolitik terakhir. Keseimbangan redoks kemudian dihasilkan, asam laktat sebagai satu-satunya poduk akhir (90%) (Axelsson 2004). Akan tetapi hasil ini
80
berbeda dengan hasil analisis kandungan asam organik pada keempat isolat (Tabel 11). Kandungan asam organik yang dihasilkan oleh keempat isolat setelah inkubasi 48 jam dianalisis dengan HPLC menunjukkan hasil yang beragam baik jumlahnya maupun jenisnya. Isolat BI(3) dan BP(20) memiliki 3 jenis asam organik yang terdeteksi sama dengan jumlah yang dominan adalah asam asetat, yaitu masing-masing 69,7% dan 78,9% sedangkan asam laktat masing-masing hanya 11,3% dan 14.5%. Berbeda dengan isolat BP(3) dan SK(5) memiliki 6 jenis asam organik yang terdeteksi sama dengan jumlah yang dominan adalah asam laktat, yaitu masing-masing 56,4% dan 48,6% sedangkan asam asetat masingmasing hanya 17,4% dan 15,6% (Tabel 9). Axelsson (2004) menyatakan bahwa secara teori fermentasi homolaktik menghasilkan 2 mol asam laktat dan 2 ATP per mol glukosa yang dikonsumsi. Dalam prakteknya nilai teori ini kadang dihasilkan. Faktor konversi 0,9 dari gula menjadi karbon produk akhir adalah umum dan mungkin ini menggambarkan suatu penggabungan karbon gula ke dalam biomassa, sekalipun faktor pertumbuhan itu banyak (seperti asam amino, nukleotida dan vitamin) karena sering digunakan media yang kaya (seperti MRSB). Adanya kandungan asetat yang tinggi pada isolat BI(3) dan BP(20) diduga sebagian berasal dari media pertumbuhannya secara in vitro dalam medium MRSB. Medium MRSB adalah media yang kaya mengandung glukosa (20 g/L), pepton (10 g/L), lab-lemco powder (8 g/L), ekstrak khamir (4 g/L), sorbitol monooleat (1 mL/L), dipotasium hidrogen fosfat (2,0 g/L), sodium asetat 3H2O (5 g/L), triamonium sitrat (2,0 g/L), MgSO4.7H2O) (0,2 g/L), dan MnSO4.4H2O (0,05 g/L). Menurut Axelsson (2004) media yang kompleks ini juga berkontribusi terhadap kesetimbangan fermentasi yang lain dan pembentukan produk akhir yang lain, terutama asam asetat, karena senyawa seperti asam organik, asam amino dan residu gula dapat mengubah fermentasi. Adanya oksigen mungkin juga mempunyai pengaruh yang nyata pada metabolisme. Kemungkinan lain adalah terdeteksinya asetat karena berasal dari media MRSB yang juga mengandung asetat. Analisis kandungan asam organik dengan HPLC menggunakan supernatan bebas sel. Bobillo & Marshall (1991) menumbuhkan galur L. plantarum yang
81
berbeda pada medium MRS dan melaporkan bahwa pada kultur dengan aerasi, asam asetat dihasilkan disamping laktat dengan proporsi tergantung pada keasaman medium
dan konsentrasi NaCl, dengan tidak adanya asetat yang
terdeteksi pada pH 4,5 dengan adanya garam. Pada kultur anaerob, asetat dihasilkan hanya pada lingkungan basa pH 7,5 atau lebih. Papagianni
&Anastasiadou
(2009)
menyatakan
bahwa
galur
P. pentosaceus yang memiliki sistim pseudokatalase ditemukan lebih efisien untuk merubah glukosa menjadi piruvat dibawah kondisi aerob. Sistim oksidasi laktat dari P. pentosaceus adalah inducible dan membantu sel untuk memperoleh energi dari oksidasi laktat menjadi asetat. Di bawah kondisi aerob, L-(+)-laktat dioksidasi menjadi CO2 dan asetat dalam jumlah molar yang sama, sedangkan dibawah kondisi anaerob, konversi L-(+)-laktat menjadi D-(-)-laktat tanpa produksi asetat. Secara in vivo, adanya asam organik dalam makanan sebagai akibat metabolisme dari senyawa dengan masa molekul besar seperti karbohidrat, lemak dan protein. Asam organik ini memainkan peran penting dalam rasa dan aroma dari produk susu dan beberapa menggunakan level asam organik untuk memonitor aktifitas starter dan pertumbuhan bakteri. Sanchez-Machado et al. (2008) melakukan fermentasi limbah udang yang ditambahkan dengan 5% inokulum komersial BAL homofermentatif dan 10% gula. Pada awal fermentasi pH ditetapkan 6,0 dengan 2M asam sitrat, 5M asam asetat dan 5M asam laktat. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa fraksi massa asam laktat meningkat setelah 8 jam fermentasi tetapi untuk asam asetat dan sitrat menunjukkan fraksi massa yang lebih tinggi hanya pada jam ke-4 kemudian menurun sampai akhir fermentasi. Asam laktat terdeteksi pada sampel yang diasamkan dengan ketiga jenis asam, akan tetapi asam asetat dan asam sitrat tidak terdeteksi pada sampel yang diasamkan dengan asam laktat. Hal ini membuktikan bahwa gula yang ditambahkan dimetabolisme oleh BAL homofermentatif menghasilkan asam laktat. Asam laktat fraksi massanya sekitar 5,4 mg/g massa kering sampai 388,0 mg/g. Asam asetat dan asam sitrat hanya terdeteksi pada sampel yang diasamkan dengan asam ini. Asam asetat fraksi massanya sekitar 5,0 – 57,3 mg/g
82
massa kering, dan asam sitrat fraksi massanya sekitar 5,4 – 92,7 mg/g massa kering. Axelsson (2004) mengelompokkan P. pentosaceus dan L. plantarum dalam metabolisme heterofermentatif fakultatif. Hal ini didukung dengan pernyataan Mayo et al. (2008) bahwa konsisten dengan klasifikasi L. plantarum sebagai BAL heterofermentatif fakultatif, genomnya menyandikan semua enzim yang dibutuhkan untuk jalur glikolisis dan fosfoketolase. Lebih jauh L. plantarum menyandikan potensi piruvat berlebihan yang besar, menimbulkan produk akhir fermentasi yang bervariasi. Lebih dari 200 protein ekstraseluler diduga disandikan oleh genom L. plantarum, yang diasumsikan berikatan dengan perkembangan sel. Di bawah kondisi anaerob, L. plantarum menghasilkan laktat sebagai produk akhir utama fermentasi melalui reduksi piruvat glikolitik oleh NAD-dependent lactate dehydrogenases (nLDHs). Ketika pertumbuhannya ada oksigen, L. plantarum memfermentasi glukosa menjadi laktat sampai glukosa menjadi terbatas. Asam laktat yang dihasilkan kemudian dirubah menjadi asetat bersamaan dengan H2O2, CO2 dan produksi ATP. NAD-dependent lactate dehydrogenases adalah yang bertanggung jawab untuk penggunaan laktat selama fase stasioner dari pertumbuhan L. plantarum pada kondisi aerob (Goffin et al. 2004). Pada hasil penelitian ini juga terdeteksi H2O2 dan asetat pada keempat isolat. Akan tetapi pada isolat SK(5) asam laktat masih dominan dibandingkan dengan asam asetat. Kemungkinan lain adalah adanya sitrat dalam medium pertumbuhan keempat isolat (MRSB) juga mempengaruhi produk asam organik lain selain asam laktat yang dihasilkan. Sitrat juga digunakan sebagai aseptor elektron dalam degradasi laktat secara anaerob, yang dapat dilakukan oleh beberapa galur L. plantarum. Metabolisme ini sangat lambat dan dapat hanya dilihat setelah inkubasi yang lama. Kenyataannya tidak ada pertumbuhan yang terjadi tetapi sel melakukan metabolisme dimana hal ini nampak dari hasil analisis HPLC secara signifikan kandungan ATP lebih tinggi dari pada sel kontrol. Ini adalah poin penting dari metabolisme ini untuk bertahan hidup dan pemeliharaan. Produk kometabolisme laktat dan sitrat adalah asam suksinat, asetat, format, dan CO2.
83
Hal ini menunjukkan beroperasinya dua jalur asam suksinat dan piruvat-format liase (Axelsson 2004). Uji aktivitas antimikrob yang dihasilkan oleh keempat isolat selama pertumbuhan 48 jam menunjukkan bahwa produksi senyawa antimikrob mulai pada jam ke-4, ke-8, ke-12, dan ke-16, masing-masing tergantung jenis isolat dan terhadap bakteri uji tertentu. Isolat BI(3) menghasilkan senyawa antimikrob mulai jam ke-12 inkubasi yang dapat menghambat bakteri uji LM (L. monocytogenes), ST (S. typhimurium), EC (E. coli), dan BC (B. cereus), sedangkan untuk bakteri uji SA (S. aureus) pada jam ke-16 inkubasi. Penghambatan tertinggi terjadi pada bakteri uji LM dan SA (Gambar 21). Isolat BP(3) menghasilkan senyawa antimikrob mulai jam ke-4 inkubasi terhadap SA, jam ke-8 inkubasi terhadap LM, EC, dan BC, dan jam ke-12 terhadap ST. Penghambatan tertinggi terjadi pada bakteri uji LM dan BC. Isolat BP(20) menghasilkan senyawa antimikrob mulai jam ke-8 inkubasi terhadap kelima bakteri uji. Penghambatan tertinggi terjadi pada bakteri uji SA. Isolat SK(5) menghasilkan senyawa antimikrob mulai jam ke-4 inkubasi terhadap ST, BC dan SA, sedangkan terhadap bakteri uji LM dan EC dihasilkan pada jam ke 8 inkubasi. Penghambatan tertinggi terjadi pada bakteri uji BC (Gambar 21). Zona penghambatan tertinggi dihasilkan oleh isolat SK(5) terhadap bakteri uji B. cereus pada jam ke 36 inkubasi. Hasil ini menunjukkan bahwa substansi antimikrob yang dihasilkan oleh isolat SK(5) adalah asam organik. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis komponen asam organik pada isolat SK(5), baik jumlah dan jenisnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tiga isolat yang lain. Beberapa asam organik menunjukkan pengaruh sinergis ketika digunakan dengan kombinasi yang cocok (misalnya asam asetat dengan laktat) atau dengan pengawet yang lainnya (misalnya asam laktat dengan nisin atau pediosin AcH) (Axelsson 2004). Asam sitrat dan askorbat, efektif dalam menghambat pertumbuhan dan produksi toksin C. botulinum tipe B dalam makanan yang dikemas fakum. Kombinasi sodium laktat (1,8%) dan sodium asetat (0,25%) telah ditemukan secara sempurna dapat mencegah pertumbuhan L. monocytogenes selama penyimpanan (Threon & Lues 2011).
84
Aktivitas antimikrob tertinggi yang dihasilkan oleh keempat isolat adalah terhadap bakteri Gram positif. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antimikrob tidak hanya disebabkan oleh asam organik yang di hasilkannya, akan tetapi juga ada kontribusi dari senyawa antimikrob lainnya seperti dugaan bakteriosin atau senyawa antimikrob peptida lainnya. Bakteri Gram negatif lebih sensitif terhadap asam organik dibandingkan bakteri Gram positif. Akan tetapi sebaliknya bakteri Gram positif seperti LM, SA dan BC yang sekerabat dengan BAL juga lebih sensitif terhadap bakteriosin yang dihasilkan oleh BAL. Galvez et al. (2007) menyatakan bahwa bakteriosin adalah antimikrob peptida yang disintesis oleh ribosom dan dapat membunuh bakteri yang berhubungan erat dengan penghasil bakteriosin.
85
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Enam puluh dua bakteri asam laktat yang diisolasi dari bekasam yang berasal dari pengolah lokal di Indralaya, Kayu Agung dan Desa Sungai Pasir (Sumatera Selatan) dan Indramayu (Jawa Barat) mempunyai potensi sebagai antimikrob terhadap bakteri patogen asal makanan. Substansi antimikrob yang dihasilkan oleh isolat BAL ini terutama adalah asam organik. Hal ini membuktikan bahwa asam organik ini menjadi faktor utama dalam pengawetan dan pemberi rasa asam pada bekasam. Hasil penelitian ini merupakan yang pertama dilaporkan tentang BAL pada produk bekasam yang ada di Indonesia dan potensi antimikrobnya. Pediococcus galur BI(3), BP(3), dan BP(20) serta Lactobacillus galur SK(5) dapat menghasilkan senyawa antimikrob yang dominan ialah asam organik (asam laktat, asam asetat dan yang lainnya) selain itu juga dapat menghasilkan H2O2, dan kemungkinan antimikrob berupa peptida atau bakteriosin. Produktivitas total asam organik terbaik ialah pada isolat BI(3). Kandungan asam organik yang dominan pada isolat BP(3) dan SK(5) ialah asam laktat sedangkan isolat BI(3) dan BP(20) ialah asam asetat. Saran Dari hasil penelitian ini telah diperoleh senyawa antimikrob dominan yang dihasilkan oleh BAL asal bekasam adalah asam organik, sedangkan antimikrob berupa peptida atau bakteriosin masih kecil potensinya. Oleh karena itu disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut senyawa peptida atau bakteriosin dari BAL asal bekasam daerah lain. Untuk mengetahui kemungkinan antimikrob berupa bakteriosin disarankan untuk melakukan metode sebagai berikut: pertama, penghilangan pengaruh asam pada supernatan, kemudian dilakukan pengendapan protein dan dialisis. Bakteri indikator untuk uji aktivitas bakteriosin berupa bakteri Gram positif yang kekerabatannya dekat dengan BAL penghasil bakteriosin perlu dilakukan.
86
Produksi asam organik hasil penelitian ini belum optimum, masih perlu dilakukan optimasi produksi asam organik dari BAL asal bekasam dalam kondisi yang cocok seperti pH, suhu, substrat untuk mencapai aktivitas antimikrob yang maksimal.
87
DAFTAR PUSTAKA Aarnikunnas J. 2006. Metabolic engineering of lactic acid bacteria and characterization of novel enzymes for the production of industrially important compounds. [dissertation]. Helsinki : Fakulty of Veterinary Medicines. University of Helsinki. Adeniyi BA, Ayeni FA, Ogunbanwo ST. 2006. Antogonistic activities of lactic acid bacteria isolated from Nigerian fermented dairy foof against organisms implicated in urinary tract infection. Biotechnology 5: 183-188. Adnan M. 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan. Yogyakarta: Penerbit ANDI. hlm 109-120. Alakomi HL et al. 2000. Lactic acid permeabilizes gram negative bacteria by disrupting the outer membrane. Appl Environ Microbiol 66:2001-2005. Alvarado S, Garcia Almandarez BE, Martin SE, Regalado C. 2006. Foodassociated lactic acid bacteria with antimicrobial potential from tradisional Mexican foods. Microbiologia 48:206-268. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1990. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemists. Virginia: Association of Official Analytical Chemist Inc. Arlington. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemists. Virginia: Association of Official Analytical Chemist Inc. Arlington. Axelsson L. 2004. Lactic acid bacteria: classification and physiology. Di dalam Salminen S, Wright SV, Ouwehand A, editor. Lactic Acid Bacteria. Microbiological and Functional Aspects Third edition, Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, Inc. hlm 19-68. Bamforth CW. 2005. Food, Fermentation and Micro-organisms. University of California. Blackwell Science Ltd. hlm 31-33.
Iowa:
Bobillo M, Marshall VM. 1991. Effect of salt and culture aeration on lactate and acetate production by Lactobacillus plantarum. Food Microbiol 8:153-160. Bruno MEC, Montville TJ. 1993. Common mechanistic action of bacteriocins from lactic-acid bacteria. Appl Environ Microbiol 59: 3003-3010. Callewaert R et al. 1999. Characterization and production of amylovorin L471, a bacteriocin purified from Lactobacillus amylovorus DCE 471 by a novel three-step method. Microbiology 145: 2559–2568. Chen H, Hoover DG. 2003. Bacteriosins and their food apllications. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety 2: 82-100. Charlier C, Cretenet M, Even S, Le-Loir Y. 2009. Interactions between Staphylococcus aureus and lactic acid bacteria: and old story with new perspective. Int J Microbiol 131: 30-39.
88
Cintas LM, Herranz C, Hernández PE, Casaus MP, Nes LF. 2001. Review: Bacteriocins of lactic acid bacteria. Food Sci Tech In 7: 281-305. Cleveland J, Montville TJ, Nes IF, Chikindas ML. 2001. Bacteriocins: safe, natural antimicrobials for food preservation [review]. Int J Food Microbiol 71: 1–20. Cohen GN. 2011. Microbial Biochemistry. Ed. ke-2. London: Springer Science. hlm 7-10. Coventry MJ, Gordon JB, Alexander M, Hickey MW, Wan J. 1996. A foodgrade process for isolation and partial purification of bacteriocins of lactic acid bacteria that uses diatomite calcium silicate. Appl Environ Microbiol 62: 1764-1769. Coventry MJ et al. 1997. Detection of bacteriocins of lactic acid bacteria isolated from foods and comparison with pediocin and nisin. J Appl Microbiol 83: 248–258. Dewan S, Tamang JP. 2007. Dominant lactic acid bacteria and their technological properties isolated from the Himalayan ethnic fermented milk products. Antonie van Leeuwenhoek 92:343–352. De Vuyst L, Leroy F. 2007. Bacteriocin from lactic acid bacteria: production, purification, and food applications. Review. J Mol Microbiol Biotechnol 13: 194-199. Diop MB et al. 2007. Bacteriocin producers from traditional food products. Biotechnol Agron Soc Environ 11: 275–281. Drider D, Fimland G, Héchard Y, McMullen LM, Prévost H. 2006. The continuing story of class IIa bacteriocins. Microbiol Molecular Biol Rev 70: 564–582. Ennahar S, Sashihara T, Sonomoto K, Ishizaki A. 2000. Class IIa bacteriocins: biosynthesis, structure and activity. FEMS Microbiol Rev 24: 85- 106. Fardiaz S. 1989. Petunjuk Laboratorium. Analisis Mikrobiologi Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Institut Pertanian Bogor. Faye T, Langsrud T, Nes IF, Holo H. 2000. Biochemical and genetic characterization of propionicin T1, a new bacteriocin from Propionibacterium thoenii. Appl Environ Microbiol 66: 4230–4236. Franz CMAP, Toit MD, Olasupo NA, Schillinger U, Holzapfel WH. 1998. Plantaricin D, a bacteriocin produced by Lactobacillus plantarum BFE 905 from ready-to-eat salad. Lett Appl Microbiol 26: 231-235. Fujita K et al. 2007. Structural analysis and characterization of lacticin Q, a novel bacteriocin belonging to a new family of unmodified bacteriocins of Gram-positive bacteria. Appl Environ Microbiol 73: 2871–2877. Gálvez A, Abriouel H, López RL, Omar NB. 2007. Bacteriocin-based strategies for food biopreservation. Int J Food Microbiol 120: 51–70.
89
Goffin P, Lorquet F, Kleerebezem M, Hols P. 2004. Major role of NADdependent lactate dehydrogenases in aerobic lactate utilization in Lactobacillus plantarum during early stationary phase. J Bacteriol 186: 6661–6666. Harris ELV. 2001. Concentration of the extract. Di dalam: Roe S., editor. Protein Purification Techniques. Ed. ke-2. New York: Oxford Universiy Press. hlm 135-139. Hata T, Tanaka R, Ohmomo S. 2010. Isolation and characterization of plantaricin ASM1: A new bacteriocin produced by Lactobacillus plantarum A-1. Int J Food Microbiol 137 : 94–99. Hugas M. 1998. Bacteriocinogenic lactic acid bacteria for the biopreservation meat and meat products. Meat Sci 49: S139-S150. Hutkins RW. 2006. Microbiology and Technology of Fermented Foods. Lowa: IFT Press. Blackwell Publishing Ltd. hlm 3-49. Ijong FG, Ohta Y. 1995. Microflora and chemical assestment of an Indonesia traditional fermented fish souce “bekasang”. J Fac Appl Biol Sci 34: 95100 Irianto HE, Irianto G. 2009. Tradisional fermented fish products in Indonesia. http://www.apfic.org/Archive/symposia/1998/05.pdf. [3 Mar 2009]. Iseppi R et al. 2008. Anti-listerial activity of a polymeric film coated with hybrid coatings doped with Enterocin 416K1 for use as bioactive food packaging. [short communication] Int J Food Microbiol 123 : 281–287. Itoi S et al. 2008. Isolation of halotolerant Lactococcus lactis subsp. lactis from intestinal tract of coastal fish. Int J Food Microbiol 121: 116–121. Kelly WJ, Asmundson RV, Huang CM. 1996. Isolation and characterization of bacteriocin-producing lactic acid bacteria from ready-to-eat food products. Int J Food Microbiol 33: 209-218. Kopermsub P, Vichitphan S, Yunchalard S. 2006. Lactic acid bacteria isolated from Plaa-som, a Thai fermented fish product. Thai J Biotechnol 7: 32-39. Lee et al. 2007. Characterization of paraplantaricin C7, a novel bacteriocin produced by Lactobacillus paraplantarum C7 isolated from kimchi. J Microbiol Biotechnol 17: 287–296. Madigan TM, Martinko JM, Dunlap PV, Clark DP. 2009. Biology of Microorganisms. Ed ke-12. San Francisco: Pearson Benyamin Cummings. Marchesi JR et al. 1998. Design and evaluation of useful bacterium-specific PCR primers that amplify genes coding for Bacterial 16S rRNA. Appl Environ Microbiol 64: 795-799. Matthews A et al. 2004 Lactic acid bacteria as a potential source of enzymes for use in vinification. Appl Environ Microbiol 70: 5715–5731. Mayo B, Sinderen D, Ventura M. 2008. Genome analysis of food grade lactic acid-producing bacteria: from basics to applications. Current Genomics 9: 169-183.
90
Miao-xia Z, Xiao-ling L, Xue-gong LI, Jian-hang HE. 2009. Correlation between strains of lactic acid bacteria in fish sauces and the major characteristics of fish sauces [abstrak]. Modern Food Sci Technol. Moncheva P. 2001. Biactive metabolite from bacteria-bacteriocins of lactic acid bacteria. Di dalam: Kujumdzieva A (Ed.). Vocational Training in Biotechnology innovation and Environment Protection. Bulgaria: National bank for industrial microorganisms and cell culture. hlm 51-63. Muller DM, Carrasco MS, Tonarelli GG, Simonetta AC. 2009. Characterization and purification of a new bacteriocin with a broad Inhibitory spectrum produced by Lactobacillus plantarum lp 31 strain isolated from dryfermented sausage. J Appl Microbiol 106: 2031-2040. Murtini JT, Yuliana E, Nurjanah, Nasran S. 1997. Pengaruh penambahan bakteri starter asam laktat pada pembuatan bekasam ikan se pat (Trichogaster trichopterus) terhadap mutu dan daya awetnya. J Penel Perik Indones 3: 71-82. Nair PS, Surendran PK. 2005. Biochemical characterization of lactic acid bacteria isolated from fish and prawn. J Cul Collect 4: 48-52. Noonpakdee W, Jumriangrit P, Wittayakom K, Zendo J. 2009. Two-peptide bacteriocin from Lactobacillus plantarum PMU 33 strain isolated from som-fak, a Thai low salt fermented fish product. J Mol Biol Biotechnol 17: 19-25. Nurhasanah. 2004. Produksi bakteriosin pada berbagai tingkat aeasi dan uji kestabilan bakteriosin dari bakteri asam laktat galur M6-15. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Olaoye OA, Onilude AA. 2011. Quantitative estimation of antimicrobials produced by lactic acid bacteria isolated from Nigerian beef. Int Food Research J 18: 1155-1161. Olympia MSD. 1992. Fermented fish products in the Philippines. Di dalam Application of Biotechnology to Traditional Fermented Foods. Washington: National Academy Press. hlm 134-136. Omemu AM, Faniran OW. 2011. Assessment of the antimicrobial activity of lactic acid bacteria isolated from two fermented maize products – ogi and kunnu-zaki. Malay J Microbiol 17: 124-128. Ostergaard A et al. 1998. Fermentation and spoilage of som-fak a Thai low-salt fish product. Trop Sci 38: 105-112. Ouwehand AC, Vesterlund S. 2004. Antimicrobial components from lactic acid bacteria. Di dalam Salminen S, Wright SV, Ouwehand A, editor. Lactic Acid Bacteria. Microbiological and Functional Aspects. Ed. ke-3, Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, Inc. Hlm 389-403. Paludan-Muller C, Huss HH, Gram L. 1999. Characterization of lactic acid bacteria isolated from a Thai low-salt fermented fish product and the role of garlic as substitute for fermentation. Int J Food Microbiol 46:219–229.
91
Paludan-Muller C, Madsen M , Sophanodora P, Gram L, Møller PL. 2002. Fermentation and microflora of plaa-som, a Thai fermented fish product prepared with different salt concentrations. Int J Food Microbiol 73: 61–70. Papagianni M, Avramidis N, Filioussis G, Dasiou D, Ambrosiadis I. 2006. Determination of bacteriocin activity with bioassays carried out on solid and liquid substrates: assessing the factor “indicator microorganism” Microb Cell Fact 5:1-14. Papagianni M, Anastasiadou S. 2009. Pediocins: the bacteriocins of Pediococci. Sources, production, properties and applications [review]. Microbial Cell Factories 8: 1-16. Parada JL, Caron CR, Medeiros ABP, Soccol CR. 2007. Bacteriocins from lactic acid bacteria: purification, properties and use as biopreservatives. Brazil Arch Biol Technol Int J 50: 521-542. Passos FV, Fleming HP, Ollis DF, Felder RM, McFeeters MF. 1994. Kinetics and modeling of lactic acid production by Lactobacillus plantarum. Appl Environ Microbiol 60: 2627–2636. Pingitore EV, Salvucci E, Sesma F, Nader-Macias ME. 2007. Different strategies for purification of antimicrobial peptides from lactic acid bacteria (LAB). Dalam: Vilas AM, editor. Communicating Current Research and Educational Topics and Trend in Apllied Microbiology. hlm 557-568. Pommerville JC. 2011. Alcamo’s Fundamental of Microbiology: Ed. ke-9. Massachusetts: Jones and Barlett Publishers. hlm. 136-137. Prajapati JB, Nair BM. 2003. The history of fermented foods. Dalam: Farnworth ER, editor. Handbook of Fermented Functional Foods. Ed. ke-2. Boca Raton London New York: CRC Press Taylor & Francis Group. hlm 1-3. Ray B. 2004. Fundamental Food Microbiology. Ed. ke-3. New York: CRC Press. hlm 225-231, 483-490.
Rebecca AO, Mobolaji BO, Janet OO. 2008. Production and characterization of antimicrobial agents by lactic acid bacteria isolated from fermented foods. Int J Microbiol 4: 1937-8289. Ringo E. 2004. Lactic acid bacteria in fish and fish farming. Di dalam Salminen S, Wright SV, Ouwehand A, editor. Lactic Acid Bacteria. Microbiological and Functional Aspects. Third edition, Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, Inc. hlm 581-589. Rodríguez JM, Martínez MI, Kok J. 2002. Pediocin PA-1, a wide-spectrum acteriocin from lactic acid bacteria. Critic Rev Food Sci Nutr 42: 91–121. Ross RP, Morgan S, Hill C. 2002. Preservation and fermentation: past, present and future. Int J Food Microbiol 79:3-16. Sánchez-Machado DI, López-Cervantes J, Martínez-Cruz O. 2008. Quantification of organic acids in fermented shrimp waste by HPLC. Food Technol Biotechnol 46: 456–460.
92
Scannella AGM, Hill C, Ross RP, Marxe S, Hartmeiere W, Arendt EK. 2000. Development of bioactive food packaging materials using immobilised bacteriocins Lacticin 3147 and Nisaplin. Int J Food Microbiol 60 : 241–249. Scopes R. 1994. Protein Purification Principles and Practice. Ed. ke-3. New York: Springer-Verlag. hlm 76-85.
Shin MS, Han SK, Ryu JS, Kim KS, Lee WK. 2008. Isolation and partial characterization of a bacteriocin produced by Pediococcus pentosaceus K23-2 isolated from Kimchi. J App Microbiol 105: 331-339. Simon L, Fremaux C, Cenatiempo Y, Berjeaud JM. 2002. Sakacin G, a new type of antilisterial bacteriocin. Appl Environ Microbiol 68: 6416–6420. Srionnual S, Yanagida F, Lin LH, Hsiao KN, Chen Y. 2007. Weissellicin 110, a newly discovered bacteriocin from Weissella cibaria 110, isolated from Plaa-Som, a fermented fish product from Thailand. Appl Environ Microbiol 73: 2247–2250. Stiles ME. 1996. Biopreservation by lactic acid bacteria. Antonie van Leeuwenhoek 70: 331-345. Sumardi RS. 2008. Keragaman mikroorganisme selama proses fermentasi bekasam ikan mas (Cyprinus carpio) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Tanasupawat S, Okada S, Komagata K. 1998. Lactic acid bacteria found in fermented fish in Thailand. J Gen Appl Microbiol 44:193–200. Tanasupawat S, Shida O, Okada S, Komagata K. 2000. Lactobacillus acidipiscis sp. nov. And Weissella thailandensis sp. nov., isolated from fermented fish in Thailand. Inter J System Evol Microbiol 50: 1479–1485. Tanasupawat S et al. 2006 Lentibacillus halophilus sp. nov., from fish sauce in Thailand. Inter J System Evol Microbio 56: 1859–1863. Tanasupawat S, Visessanguan W. 2008. Thai fermented foods: microorganisms and their health benefits. Dalam: Farnworth ER, editor. Handbook of Fermented Functional Foods. Edisi. ke-2. Boca Raton: CRC Press Taylor & Francis Group. hlm 495-512. Theron MM, Lues JFR. 2011. Organic Acids and Food Preservation. New York: CRC Press. hlm 273. Thongsanit J, Tanasupawat S, Keeratipibul S, Jatikavanich S. 2002. Characterization and identification of Tetragenococcus halophilus and Tetragenococcus muriaticus strains from fish sauce (nam-pla). Jpn J Lactic Acid Bact 13: 46-52. Thongthai C, Mcgenity TJ, Suntinanalert P, Grant WD. 1992. Isolation and characterization of an extremely halophilic archaeobacterium from traditionally fermented Thai fish sauce (nam-pla). Lett Appl Microbiol 14: 111-114.
93
Veljovic K et al. 2007. Preliminary characterization of lactic acid bacteria isolated from Zlatar cheese. J Appl Microbiol 103: 2142–2152. Wu CW, Yin LJ, Jiang ST. 2004. Purification and characterization of bacteriocin from Pediococcus pentosaceus ACCEL 4. J Agric Food Chem 52:11461151. Yahya, Wibowo J, Darmadji P. 1997. Karakterisasi bakteri asam laktat dan perubahan kimia pada fermentasi bekasam ikan mujair (Tilapia mossambica). BBPS-UGM 10 (1B): 105-116. Yang R, Johnson MC, Ray B. 1992. Novel method to extract large amounts of bacteriocins from lactic acid bacteria. Appl Environ Microbiol 58: 3355– 3359. Zendo T, Koga S, Shigeri Y, Nakayama J, Sonomotol K. 2006. Lactococcin Q, a novel two-peptide bacteriocin produced by Lactococcus lactis QU 4. Appl Environ Microbiol 72: 3383–3389.
LAMPIRAN
97
Lampiran 1 Kurva standar protein dengan Bovine Serum Albumin (BSA) 0.5
OD 595 nm
0.4 y = 3.171x + 0.014 R² = 0.992
0.3 0.2 0.1
0.14
0.13
0.12
0.11
0.10
0.09
0.08
0.07
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0
0.01
0
Konsentrasi BSA (mg/mL)
Lampiran 2 Hasil verifikasi isolat BAL Hasil verifikasi isolat BP No
Isolat
Bentuk sel
Gram
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
BP(1) BP(3) BP(4) BP(6) BP(7) BP(8) BP(9) BP(10) BP(11) BP(12) BP(13) BP(17) BP(19) BP(20) BP(21) BP(25) BP(27) BP(29)
Bulat,diplo Bulat Bulat Bulat,diplo Batang Bulat Batang Batang Batang Bulat,diplo Batang Batang Batang Bulat Batang Batang Batang Batang
+ + + + + + + + + + + + + + + + + +
Endospora Katalase _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ + _ _ _
_ _ _ + _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Motilitas _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Produksi gas dari fermentasi glukosa _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ + _ _ _ _ _
98
Hasil verifikasi isolat SK dan SI No.
Isolat
Bentuk sel
Gram
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
SK(5) SK(12) SK(13) SK(15) SK(16) SK(17) SK(19) SI(3) SI(7) SI(8) SI(9) SI(10) SI(11) SI(12) SI(13) SI(14) SI(15)
Bulat,diplo Batang Batang Batang Batang Kokus Kokus Kokus Kokus Bulat,diplo Kokus Batang Kokus Kokus Kokus Kokus Kokus
+ + + + + + + + + + + + + + + + +
Endospora Katalase _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
_ + _ _ _ _ _ _ + _ _ _ + + + + +
Motili- Produksi gas tas dari fermentasi glukosa _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Hasil verifikasi isolat NS, SS, dan PS No.
Isolat
Bentuk sel
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
NS(5) NS(6) NS(9) NS(14) NS(16) NS(16.2) NS(17) SS(1) SS(3) SS(5) SS(6) SS(7) SS(8) SS(10) SS(12) SS(13) SS(14) SS(16) SS(17) PS(13) PS(14) PS(15) PS(16) PS (17)
Batang Batang Batang Batang Batang Batang Batang Batang Batang Batang Kokus,diplo Batang Batang Kokus,diplo Batang Batang Batang Batang Batang Batang Batang Batang Batang Batang
Gram + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
Endospora Katalase _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Motili- Produksi gas tas dari fermentasi glukosa _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ + _ _ _ + _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ + _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
99
Hasil verifikasi isolat BI No.
Isolat
Bentuk sel
Gram
Endospora
Katalase
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
BI(1) BI(2) BI(3) BI(4) BI(5) BI(6) BI(7) BI(8) BI(9) BI(10) BI(11) BI(12) BI(13) BI(14) BI(15)
Bulat Bulat, diplo Bulat, diplo Bulat, diplo Bulat Bulat, diplo Bulat, diplo Bulat, diplo Bulat Bulat Bulat Bulat, diplo Batang Bulat Batang
+ + + + + + + + + + + + + + +
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
_ _ _ _ + _ _ _ + + _ _ _ _ _
Motilitas _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Produksi gas dari fermentasi glukosa _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ + _ _
Keterangan: Spora : + (berspora), - (tidak berspora) Motilitas : + (motil), - (tidak motil) Produksi gas dari fermentasi Glukosa: + (dapat memfermentasi glukosa, terbentuk gas dalam tabung durham) - (tidak dapat memfermentasi glukosa, tidak terbentuk gas dalam tabung durham)
100
Lampiran 3 Hasil seleksi dan uji aktivitas antimikrob dengan metode double layer Hasil seleksi dan uji aktivitas antimikrob dari BAL asal bekasam yang menghambat kelima bakteri uji No
Isolat
S.aureus
1
BP(1)
Ø zona bening (mm) 16
2
BP(3)
3
B. cereus IP 2.00
Ø zona bening (mm) 19
16
2.00
BP(8)
11
4
BP(10)
5
E. coli IP
L. monocytogenes Ø zona IP bening (mm) 27 4,50
3,17
Ø zona bening (mm) 18
12
1,20
20
4,00
23
3,29
6
1,00
1,22
22
2,75
16
2,00
17
2,13
25
3,57
18
2,57
24
4,00
26
2,89
18
2,57
23
2,30
SK(5)
13
0,65
10
1,00
25
2,50
20
2,00
14
3,00
6
SK(19)
12
1,50
23
3,29
30
3,00
25
1,67
19
2,40
7
SI(12)
1,5
1,50
13
1,86
18
2,40
8
1,14
12
1,50
8
SI(13)
5
2,50
27
3,38
15
1,86
17
0,86
15
3,00
9
SI(14)
18
2,57
13
1,86
18
2,57
5
0,71
7
0,89
10
SS(5)
10
1,43
32
4,00
17
1,31
32
4,00
13
1,86
11
SS(8)
3
0,60
30
4,29
6
1,20
22
2,75
29
4,83
12
SS(10)
17
1,70
19
3,17
5
1,00
6
1,20
23
3,29
13
NS(5)
11
2,20
33
4,71
16
1,60
22
3,67
23
3,29
14
NS(9)
4
0,80
30
3,00
20
2,00
32
4,00
29
4,83
15
NS(16)
13
1,86
28
4,00
6
1,20
28
4,00
15
3,57
16
PS(16)
7
1,40
28
4,00
10
1,00
25
6,00
27
5,40
17
BI(1)
44
5,50
5
1,00
6
1,20
8
1,14
13
1,86
18
BI(2)
43
6,14
19
3,17
15
1,00
23
1,86
23
3,29
19
BI(3)
15
1,50
6
1,20
25
2,50
8
1,60
5
1,00
20
BI(4)
5
0,71
6
1,20
6
1,20
10
2,00
5
1,00
21
BI(5)
2
0,40
5
1,00
7
1,40
8
1,60
5
1,00
22
BI(6)
4
0,80
12
1,50
23
2,33
25
5,00
6
1,20
23
BI(7)
2
0,40
13
1,08
6
1,20
6
1,20
5
1,00
Keterangan: IP : Indeks Penghambatan
IP
S. typhimurium Ø zona IP bening (mm) 13 1,86
1,50
101
Hasil seleksi dan uji aktivitas antimikrob dari BAL asal bekasam yang menghambat empat bakteri uji No
Isolat
S.aureus
1
BP(4)
Ø zona bening (mm) -
2
BP(6)
3
B. cereus IP -
Ø zona bening (mm) 15
-
-
BP(12)
-
4
BP(19)
5
E. coli IP
IP
S. typhimurium Ø zona IP bening (mm) 8 1,14
L. monocytogenes Ø zona IP bening (mm) 14 2,33
3,00
Ø zona bening (mm) 12
1,50
12
1,50
22
2,44
7
0,88
18
2,57
-
17
3,40
15
2,14
12
1,50
14
1,75
-
-
10
0,67
32
4,00
27
3,38
18
2,57
NS(6)
-
-
7
1,40
5
0,25
22
2,75
13
1,86
6
SI(7)
-
-
23
3,29
23
3,29
15
2,14
25
3,50
7
BI(15)
12
1,50
-
-
6
1,20
26
4,00
8
1,14
8
SI(9)
23
3,29
-
-
27
3,38
15
3,00
18
2,57
9
SK(16)
4
0,24
-
-
7
1,40
20
4,00
15
2,50
10
BI(8)
3
0,60
-
-
5
1,00
7
1,40
5
1,00
11
BP(7)
20
2,00
22
2,75
-
-
15
1,50
14
2,33
12
BP(20)
17
2,50
17
2,50
-
-
25
3,57
20
2,50
13
NS(14)
25
3,71
24
3,00
-
-
12
1,50
18
1,50
15
NS(17)
10
1,43
23
2,75
-
-
10
1,43
8
1,43
16
SS(13)
6
0,86
24
3,00
-
-
17
2,13
13
1,86
17
SI(11)
5
0,50
25
2,50
12
2,75
-
-
23
3,00
18
BI(10)
7
0,89
2
0,25
8
0,80
-
-
13
1,86
19
SI(15)
10
1,43
15
1,50
8
1,14
6
0,67
-
-
Keterangan: IP : Indeks Penghambatan
Hasil seleksi dan uji aktivitas antimikrob dari BAL asal bekasam yang menghambat tiga bakteri uji No
Isolat
S.aureus
1
BP(21)
Ø zona bening (mm) -
2
BP(27)
3
B. cereus IP
E. coli IP -
Ø zona bening (mm) 14
IP 2,33
S. typhimurium Ø zona IP bening (mm) 18 2,57
L. monocytogenes Ø zona IP bening (mm) 14 2,37
-
Ø zona bening (mm) -
-
-
-
-
31
3,10
12
4,00
17
2,13
BI(11)
-
-
-
-
7
1,40
6
1,20
12
2,40
4
BP(29)
-
-
28
4,00
-
-
22
2,75
20
2,86
5
SK(12)
-
-
9
1,50
-
-
6
1,00
2
0,25
6
SS(6)
-
-
8
0,70
4
0,67
-
-
12
1,50
102 7
BI(9)
-
8
BP(9)
-
9
SK(15)
7
10
SS(3)
20
-
9
1,50
5
0,70
-
-
8
1,10
8
0,67
32
4,00
-
-
23
3,29
0,88
20
2,50
-
-
3
0,43
-
-
2,86
-
-
-
-
20
2,00
8
1,14
Keterangan: IP : Indeks Penghambatan
Hasil seleksi dan uji aktivitas antimikrob dari BAL asal bekasam yang menghambat dua bakteri uji No
Isolat
S.aureus
1
BP(13)
Ø zona bening (mm) -
2
BP(17)
3
B. cereus IP -
Ø zona bening (mm) -
-
-
BP(25)
-
4
SI(3)
5
PS(14)
E. coli IP
S. typhimurium Ø zona IP bening (mm) 38 5,43
L. monocytogenes Ø zona IP bening (mm) 20 3,29
-
Ø zona bening (mm) -
-
-
-
-
24
4
18
2,57
-
-
-
-
-
29
4,83
17
3,4
-
-
-
-
9
1,5
-
-
12
2,5
20
2
-
-
-
-
-
-
15
3
IP -
Keterangan: IP : Indeks Penghambatan
Hasil seleksi dan uji aktivitas antimikrob dari BAL asal bekasam yang menghambat satu bakteri uji No
Isolat
S.aureus
1
SK(13)
Ø zona bening (mm) 7
2
PS(13)
4
B. cereus IP 0,88
Ø zona bening (mm) -
13
1,86
BI(12)
-
5
BI(13)
6
BI(14)
E. coli IP
L. monocytogenes Ø zona IP bening (mm) -
-
Ø zona bening (mm) -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
6
1,5
-
-
-
-
11
2,2
-
-
-
-
10
1
-
-
-
-
-
-
-
-
Keterangan: IP : Indeks Penghambatan
IP
S. typhimurium Ø zona IP bening (mm) -
-
Lampiran 4 Hasil seleksi dan uji aktivitas senyawa antimikrob supernatan tanpa dinetralkan dan yang dinetralkan dengan metode difusi sumur agar terhadap lima bakteri uji
No.
pH netral 7.38 6.73 6.97 6.75 7.39 6.69 6.78 6.82 6,68 6.76 6.92 7.04 7.45 6.75 6.94 6.72 6.74 6.76 6.86 7.06 6.81
Zona hambat (mm) dari supernatan asam LM ST EC BC SA 5 5 6 5 3 6 5 6 5 3 6 5 6 4 3 9 6 7 6 4 8 6 9 6 4 7 5 5 6 4 10 2 7 6 4 8 4 8 7 4 2 2 4 2 4 1 3 4 3 4 2 3 4 5 5 2 4 5 4 5 4 4 9 5 5 5 5 6 4 6 4 2 5 3 5 10 5 8 7 5 4 4 5 2 4 5 5 3 5 5
Zona hambat (mm) dari superntanan netral LM ST EC BC SA -
103
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Isolat asam NS(5) 3.87 NS(6) 3.75 NS(14) 3.75 NS(16.2) 3.66 NS(17) 3.57 SK(5) 3.53 SK(15) 3.63 SK(16) 3.54 SK(19) 4.27 SI(3) 3.98 SI(8) 3.89 SI(9) 3.95 PS(13) 3.81 PS(14) 3.86 PS(15) 3.92 PS(16) 4.95 SS(3) 3.57 SS(6) 5.28 SS(10) 4.15 SK(12) 5.02 BP(1) 3.98
104
Lanjutan lampiran 4. No. 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Isolat BP(3) BP(4) BP(6) BP(7) BP(8) BP(12) BP(19) BP(20) BP(25) BP(29) BI(1) BI(2) BI(3) BI(4) BI(6) BI(7) BI(8) BI(9) BI(10) BI(11) BI(12) BI(13) BI(14)
asam 4.02 5.71 4.04 3.77 4.03 4.03 4.04 3.93 3.80 3.73 3.89 3.91 3.89 4.12 4.07 3.95 3.86 5.36 4.88 3.91 3.91 3.62 3.96
pH netral 7.01 6.78 7.05 6.88 7.16 7.11 7.32 6.76 6.78 6.78 6.84 7.25 6.68 6.93 7.06 6.71 7.01 6.69 7.00 7.28 6.86 7.14 6.68
Zona hambat (mm) dari supernatan asam LM ST EC BC SA 5 5 5 5 6 6 4 6 4 5 4 4 5 5 6 4 4 3 3 6 4 4 3 3 6 3 4 3 3 5 7 4 3 4 7 7 4 3 6 7 7 5 4 5 10 5 4 6 6 8 5 5 6 5 7 6 6 6 5 7 4 4 6 4 5 4 5 5 5 5 5 4 6 8 5 4 5 6 7 5 4 6 6 6 5 5 6 6 6 5 8 6 8 8 8 5 6 8 6 6
Zona hambat (mm) dari superntanan netral LM ST EC BC SA -
Lanjutan lampiran 4. No. 45 46 47 48 49 50 51 52 53
Isolat BI(15) NS(9) NS(16) BI(5) BP(9) SS(8) SI(7) SI(10) SI(11)
asam 3.91 3.60 4.57 4.03 3.97 4.07 4.81 4.14 4.80
pH netral 6.68 7.30 6.68 6.93 7.45 7.10 6.74 7.46 6.97
Zona hambat (mm) dari supernatan asam LM ST EC BC SA 6 6 5 6 5 8 6 7 6 8 4 6 6 4 4 3 6 6 4 4 6 7 6 5 4 3 4 6 4 4 -
Zona hambat (mm) dari superntanan netral LM ST EC BC SA -
Keterangan: LM : L. monocytogenes, ST : S. typhimurium, EC : E. coli, BC : B. cereus, SA : S. aureus, - : negatif, tidak menghasilkan zona bening
105
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Isolat SS (8) BP(1) BP (8) SS (10) SK (5) SK (19) NS (5) PS (16) BI (2) BI (1) BP (10) BP(19) BP(20) BI(6) BI(15) SS(8) BP(3) BP(7)
pH kultur 18 jam 4,5 4,5 4,0 4,5 4,0 4,5 4,0 4,0 4,5 4,5 4,0 4,5 4,0 4,5 4,5 4,0 4,0 4,0
L. monocytogenes SBS SBS SBS pH 5 pH 6 10 8 10 10 11 11 10 10 11 8 8 8 7 10
Aktivitas hambat senyawa antibakteri (mm) S. typhimurium E. coli S. aureus SBS SBS SBS SBS SBS SBS SBS SBS SBS pH 5 pH 6 pH 5 pH 6 pH 5 pH 6 10 10 10 9 10 10 11 10 10 _ 12 10 11 12 _ _ 11 11 12 10 9 10 10 10 _ 10 9 10 9 9 8 8 8 9 10 10 9 11 9 9 9 10 9 9 10 10 8 8 10 7 7 7 7 7 8 9 9 7 -
B. cereus SBS SBS SBS pH 5 pH 6 8 8 8 9 10 9 10 8 8 9 7 -
106
Lampiran 5 Hasil seleksi dan uji aktivitas antimikrob dengan perlakuan supernatan yang tidak dintralkan dan ditetapkan pada pH 5 dan 6
Lanjutan lampiran 5 No. 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Isolat SK(15) SS(3) SS(5) BP(6) SI(3) BI(3) PS(14) K(4) K(5) K(6)
pH kultur 18 jam 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,5 4 5 6
L. monocytogenes SBS SBS SBS pH 5 pH 6 11 10 11 9 8 7 8 -
Aktivitas hambat senyawa antibakteri (mm) S. typhimurium E. coli S. aureus SBS SBS SBS SBS SBS SBS SBS SBS SBS pH 5 pH 6 pH 5 pH 6 pH 5 pH 6 10 12 12 7 8 7 8 11 11 11 7 7 7 7 11 10 10 7 8 7 10 8 8 10 10 7 7 8 9 11 7 6 10 12 -
SBS 12 11 11 9 8 11 -
B. cereus SBS SBS pH 5 pH 6 7 -
Keterangan : SBS= Supernatan Bebas Sel
107
108
Lampiran 6 Pengukuran pH, OD660, konsentrasi asam laktat, dan konsentrasi H2O2 pada kultur MRSB dari empat isolat BAL setelah inkubasi 24, 48, dan 72 jam Parameter
Lama inkubasi (jam)
BI(3)
BP(3)
BP(20)
SK(5)
24
4
4
4
4
48
4
4
4
4
72
4
4
4
4
24
2.526
3.462
3.555
3.765
48
1.653
2.607
2.893
3.627
72
1.695
3.048
2.973
4.074
Asam
24
17.020 ± 0.000
17.838 ± 0.231
16.692 ± 0.463
20.620 ± 0.463
laktat
48
17.838 ± 0.694
17.511 ± 0.694
17.838 ± 2.546
21.765 ± 1.620
(g/L)
72
19.638 ± 1.851 16.850 ± 0.694
18.983 ± 0.926
21.684 ± 1.967
24
0.060 ± 0.004
0.071 ± 0.004
0.068 ± 0.000
0.068 ± 0.000
48
0.068 ± 0.008
0.071 ± 0.004
0.074 ± 0.008
0.065 ± 0.012
72
0.079 ± 0.000
0.074 ± 0.000
0.079 ± 0.008
0.077 ± 0.004
pH
OD660
H2O2 (g/L)
Lampiran 7 Zona hambat dari keempat isolat dengan inkubasi 24, 48 dan 72 jam terhadap L. monocytogenes 2
3
1
1
1
2
2 4
K6
24 jam
K6
K5
K6
3
3 K4
K5
K5 K4
K4 4
48 jam
Keterangan: 1= Isolat BI(3), 2= Isolat BP(3), 3= isolat BP(20), dan 4= isolat SK(5) K4 = larutan asam laktat (medium MRSB) pH 4, K5 = larutan asam laktat (medium MRSB) pH 5, dan K6 = larutan asam laktat (medium NRSB) pH 6
4
72 jam
109
Lampiran 8 Hasil uji API KIT CHL 50 pada isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(5) dengan lama inkubasi 48 jam
BI(3)
BP(3)
BP(20)
SK(5)
20
27 y= 0.47x + 16.34 R2= 0.97
25
18
23
16
21
14 12
19 y= 0.59x + 7.36 R2= 0.99
17 15 0
4
8
12
10
Total asam (g/L)
Pertumbuhan (Ln jumlah BAL mL‐1)
Lampiran 9 Pertumbuhan (○) dan pembentukan produk asam (■) pada keempat isolat selama fase eksponensial
8 16
Lama inkubasi (jam)
27
20
y= 0.43x + 17.87 R2= 0.91
25
18
23
16
21
14
19
12
y= 0.62x + 7.36 R2= 0.97
17
10
15
Total asam (g/L)
Pertumbuhan (Ln jumlah BAL mL‐1)
BI(3)
8 0
4 8 12 Lama inkubasi (jam)
16
BP(3)
110
y= 0.71x + 8.51 R2= 0.98
0
Pertumbuhan (Ln jumlah BAL mL‐1)
20 18 16 14 12 10 8
y= 0.60x + 16.87 R2= 0.98
27
4 8 12 Lama inkubasi (jam)
16
BP(20) 20
y= 0.48x + 18.60 R2= 0.93
25
18
23
16
21
14
19
12
y= 0.59x + 9.49 R2= 0.99
17
Total asam (g/L)
27 25 23 21 19 17 15
10
15
Total asam (g/L)
Pertumbuhan (Ln jumlah BAL mL‐1)
8 0
4 8 12 Lama inkubasi (jam)
16
SK(5)
111
Lampiran 10 Hasil analisis kandungan asam organik dari supernatan bebas sel isolat BI(3), BP(3), BP(20), dan SK(5) dengan menggunakan HPLC Hasil HPLC isolat BI(3)
112
Lanjutan lampiran 10 Hasil HPLC isolat BP(3)
113
Lanjutan lampiran 10 Hasil HPLC isolat BP(20)
114
Lanjutan lampiran 10 Hasil HPLC isolat SK(5)