PENAPISAN ANTIBAKTERI YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI ASAM LAKTAT DARI PRODUK BEKASAM IKAN SELUANG (Rasbora argyrotaenia)
IKMA RATNA PUSPITA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Penapisan Antibakteri yang Dihasilkan oleh Bakteri Asam Laktat dari Produk Bekasam Ikan Seluang (Rasbora argyrotaenia) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2011
Ikma Ratna Puspita C34070096
RINGKASAN
IKMA RATNA PUSPITA. C34070096. Penapisan Antibakteri yang Dihasilkan oleh Bakteri Asam Laktat dari Produk Bekasam Ikan Seluang (Rasbora argyrotaenia). Dibimbing oleh DESNIAR dan KUSTIARIYAH.
Bahan pangan merupakan salah satu kebutuhan utama untuk kelangsungan hidup manusia. Bahan pangan umumnya memiliki masa simpan atau daya awet yang terbatas, terutama pada bahan pangan yang bersifat perishable food atau rentan akan kerusakan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu bahan pengawet alami agar bahan pangan tersebut tidak mudah mengalami perubahan sifat (warna, rasa, bau) dan juga perubahan kandungan gizi didalamnya. Bakteri asam laktat (BAL) merupakan salah satu jenis bakteri yang mampu memproduksi metabolit sebagai senyawa antibakteri. Bakteri asam laktat dinilai tidak berbahaya, sehingga baik digunakan sebagai bahan pengawet alami atau probiotik melawan bakteri patogen. Penelitian ini bertujuan untuk menapis senyawa antibakteri dari tiga isolat bakteri asam laktat (BAL) yang berbeda dan menentukan waktu optimum produksi senyawa antibakteri dari isolat terpilih. Metode penelitian yang dilakukan terdiri atas dua tahap, yaitu tahap pertama penapisan senyawa antibakteri dari tiga isolat BAL, yakni SK(15), SK(16) dan SK(19). Tahapan ini meliputi kultivasi, pemanenan dan uji aktivitas senyawa antibakteri. Tahap kedua adalah produksi senyawa antibakteri dari isolat BAL terpilih. Tahap ini meliputi kultivasi, pengukuran kadar asam laktat dan uji aktivitas senyawa antibakteri dari isolat terpilih. Penapisan isolat SK(15), SK(16) dan SK(19) yang berasal dari produk bekasam ikan seluang menghasilkan senyawa antibakteri berupa asam-asam organik yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji. Berdasarkan penapisan senyawa antibakteri yang dilakukan, SK(15) merupakan isolat dengan hasil terbaik yang ditunjukkan dengan aktivitas zona hambat terbesar di sekeliling sumur pada uji aktivitas senyawa antibakteri. Produksi senyawa antibakteri dari isolat terpilih (SK(15)) menunjukkan bahwa isolat SK(15) menghasilkan aktivitas hambat terhadap pertumbuhan bakteri uji Listeria monocytogenes, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella typhimurium. Aktivitas antimikroba yang diproduksi isolat SK(15) termasuk ke dalam kelompok aktivitas hambat tinggi, sehingga isolat SK(15) memiliki potensi sebagai agen biopreservatif makanan. Aktivitas penghambatan terbaik terjadi pada jam ke-28 yang merupakan fase stasioner dari pertumbuhan bakteri.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PENAPISAN ANTIBAKTERI YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI ASAM LAKTAT DARI PRODUK BEKASAM IKAN SELUANG (Rasbora argyrotaenia)
IKMA RATNA PUSPITA C34070096
SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul
: Penapisan Antibakteri yang Dihasilkan oleh Bakteri Asam Laktat dari Produk Bekasam Ikan Seluang (Rasbora argyrotaenia)
Nama
: Ikma Ratna Puspita
NRP
: C34070096
Departemen
: Teknologi Hasil Perairan
Menyetujui: Pembimbing I
Pembimbing II
Desniar, S.Pi, M.Si
Dr. Kustiariyah, S.Pi, M.Si
NIP. 19701224 199702 2 001
NIP. 19750818 200501 2 001
Mengetahui: Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil. NIP. 19580511 198503 1 002
Disahkan tanggal :
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Ikma Ratna Puspita dilahirkan di Bogor pada tanggal 10 April 1989 dari pasangan bapak Enang Harris dan ibu Liesye Ratnawaty. Penulis merupakan anak ke empat dari empat bersaudara. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SD Negeri Polisi I Bogor (tahun 1995-2001), kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Bogor (tahun 2001-2004). Pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMA Negeri 6 Bogor (tahun 2004-2007). Pada tahun 2007, penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB. Penulis memilih program studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan seperti menjadi Tim Asisten Luar Biasa Iktiologi pada tahun ajaran 2009/2010 dan Tim Asisten Teknologi Pengolahan Tradisional Hasil Perairan pada tahun ajaran 2010/2011. Penulis menyelesaikan penelitian dan
menyusun
skripsi
dibawah
bimbingan Desniar, S.Pi, M.Si dan Dr. Kustiariyah, S.Pi, M.Si yang berjudul “Penapisan Antibakteri yang Dihasilkan oleh Bakteri Asam Laktat dari Produk Bekasam Ikan Seluang (Rasbora argyrotaenia)” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penapisan Antibakteri yang Dihasilkan oleh Bakteri Asam Laktat dari Produk Bekasam Ikan Seluang (Rasbora argyrotaenia)” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Desniar, S.Pi, M.Si dan Dr. Kustiariyah, S.Pi, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis.
2.
Dr. Ir. Iriani Setyaningsih, MS, selaku dosen penguji yang.telah memberikan saran kepada penulis.
3.
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil, selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan.
4.
Dr. Agoes M. Jacoeb, Dipl. Biol., selaku Ketua Komisi Pendidikan Departemen Teknologi Hasil Perairan.
5.
Dr. Dra. Pipih Suptijah, MBA, selaku pembimbing akademik.
6.
Keluarga terutama ayah dan ibu (Enang Harris dan Liesye Ratnawaty), kakak (Erman Budiman Setia, Irni Pratika Murni dan Ekky Rizki Abadi), serta Desy Santhyani, Ferry Januarita, Zalfa, Athar dan Daffa, terima kasih atas segala doa dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis.
7.
Bu Emma, Pak Wahyu, Mbak Dini dan Mbak Lastri atas segala bantuannya selama penulis melakukan penelitian di laboratorium.
8.
Primaditya Ardhianta atas segala dukungan dan bantuan yang diberikan.
9.
Yulianti Sri Rejeki dan Yoga Indra Purnama atas segala kerjasama, bantuan dan kebersamaan yang terjalin selama penelitian.
10. Gian, Dyhart, Nisa, Tiza, Rika, Salman, Adi, Izzati dan Fitri atas segala perhatian dan dukungannya. 11. Seluruh teman-teman THP 44 atas segala kebersamaan selama 3 tahun ini dan kepada seluruh civitas THP atas dukungannya. 12. Sahabat-sahabat penulis Anisah, Asti, Dita, Dwayana, Niny dan Rinjani.
13. Seluruh teman-teman TPB (Anne, Iswaty, Anda, Kosmas, Febri, dkk) dan teman-teman kost Pondok Nuansa Sakinah-Bateng (Asti, Kak Nita, dkk). 14. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.
Bogor, Desember 2011
Ikma Ratna Puspita C34070096
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ...........................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................
xiii
1
PENDAHULUAN .....................................................................
1
1.1
Latar Belakang ..................................................................
1
1.2
Tujuan ...............................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................
3
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Seluang (Rasbora argyrotaenia).....................................................................
3
2.2 Fermentasi Ikan ..................................................................
4
2.3 Bekasam .............................................................................
5
2.4 Penapisan Antibakteri ........................................................
6
2.5 Bakteri Asam Laktat ..........................................................
7
2.6 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat..................................................................................
9
2.7 Senyawa Antibakteri ..........................................................
10
2
2.7.1 2.7.2 2.7.3 2.7.4 2.7.5
Asam laktat.............................................................. Diasetil .................................................................... Karbondioksida (CO2) ............................................. Hidrogen peroksida (H2O2) ..................................... Bakteriosin ..............................................................
10 11 11 11 11
Bakteri Uji ..........................................................................
12
Listeria monocytogenes ........................................... Staphylococcus aureus ............................................ Escherichia coli....................................................... Salmonella typhimurium .........................................
12 13 13 14
METODOLOGI .......................................................................
16
3.1 Waktu dan Tempat .............................................................
16
3.2 Bahan dan Alat ...................................................................
16
3.3 Metode Penelitian...............................................................
16
3.3.1 Kultivasi ................................................................... 3.3.2 Pemanenan ...............................................................
17 17
2.8
2.8.1 2.8.2 2.8.3 2.8.4 3
3.3.3 3.3.4 3.3.5 3.3.6 4
Uji aktivitas senyawa antibakteri ............................. Kultivasi isolat terpilih ............................................. Pengukuran kadar asam laktat. ................................. Uji aktivitas senyawa antibakteri dari isolat terpilih.
18 20 20 21
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................
22
4.1 Penapisan Senyawa Antibakteri ........................................
22
4.1.1 Kultivasi ................................................................... 4.1.2 Uji aktivitas senyawa antibakteri .............................
22 24
Produksi Senyawa Antibakteri dari Isolat BAL Terpilih ...
30
4.2.1 Perubahan densitas optik, pH dan kadar asam laktat isolat terpilih ............................................................ 4.2.2 Uji aktivitas senyawa antibakteri isolat terpilih .......
32 35
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................
40
5.1 Kesimpulan ........................................................................
40
5.2 Saran ..................................................................................
40
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................
41
LAMPIRAN ..............................................................................
44
4.2
5
DAFTAR TABEL Nomor 1 2 3
Halaman
Densitas optik dan pH dari tiga isolat BAL selama inkubasi 24 jam ..................................................................
23
Uji aktivitas senyawa antibakteri dari supernatan bebas sel terhadap bakteri uji .......................................................
25
Perubahan densitas optik, pH, kadar asam laktat dan aktivitas penghambatan (mm) isolat terpilih (SK(15)) ......
31
DAFTAR GAMBAR Nomor 1 2 3 4 5
Halaman
Ikan Seluang (Rasbora argyrotaenia)(Sumber: www.fishbase. us) ...............................................................
3
Diagram alir penapisan senyawa antibakteri dari tiga isolat BAL yang berbeda ...................................................
19
Diagram alir produksi senyawa antibakteri dari isolat terpilih ................................................................................
21
Perubahan densitas optik, pH dan kadar asam laktat selama inkubasi 48 jam pada isolat SK(15) .......................
32
Hubungan antara aktivitas antibakteri dengan lama inkubasi pada isolat terpilih (SK(15)) terhadap bakteri uji Listeria monocytogenes, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella typhimurium ..................
36
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Pembuatan buffer fosfat .....................................................
48
2
Hasil uji aktivitas senyawa antibakteri dari tiga isolat berbeda ...............................................................................
49
3
Contoh perhitungan kadar asam laktat ...............................
50
4
Hasil uji aktivitas senyawa antibakteri isolat terpilih (SK(15)) .............................................................................
51
Uji aktivitas pada kontrol positif dan negatif .....................
54
5
1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Bahan pangan merupakan salah satu kebutuhan utama untuk kelangsungan
hidup manusia. Bahan pangan umumnya memiliki masa simpan atau daya awet yang terbatas, terutama pada bahan pangan yang bersifat perishable food atau rentan akan kerusakan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu bahan pengawet alami agar bahan pangan tersebut tidak mudah mengalami perubahan sifat (warna, rasa, bau) dan juga perubahan kandungan gizi didalamnya. Bakteri asam laktat (BAL) merupakan salah satu jenis bakteri yang mampu memproduksi metabolit sebagai senyawa antibakteri. Bakteri asam laktat dinilai tidak berbahaya, sehingga baik digunakan sebagai bahan pengawet alami atau probiotik melawan bakteri patogen. Bakteri asam laktat menghasilkan senyawa-senyawa seperti asam laktat, asam asetat, H2O2, diasetil dan bakteriosin. Potensi senyawa antibakteri pada bakteri asam laktat ialah sebagai bahan pengawet makanan (Daeschel 1983 diacu dalam Kusmiati dan Malik 2002). Bakteri yang memproduksi asam laktat termasuk ke dalam golongan bakteri Gram-positif, sebagian besar bersifat katalase negatif, tidak membentuk spora, berbentuk batang dan coccus. Golongan bakteri asam laktat ini dapat tumbuh dengan atau tanpa oksigen (Casida 1968 diacu dalam Fauzan 2009). Kelompok bakteri asam laktat terdiri dari famili Micrococcaceae, yaitu spesies dari genus Micrococcus dan Staphylococcus, famili Lactobacillaceae, yaitu spesies dari genus Lactobacillus dan bakteri yang termasuk dalam famili Streptococcaceae, yaitu spesies dari
genus Leuconostoc, Streptococcus,
Pediococcus dan Aerococcus (Fardiaz.1992). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri asam laktat ialah suhu, nilai pH, garam dan karbohidrat (Fauzan 2009). Produk olahan hasil perikanan yang memanfaatkan bakteri asam laktat dalam proses fermentasinya ialah bekasam. Fermentasi ikan merupakan suatu proses penguraian senyawa dari bahan-bahan protein kompleks menjadi senyawasenyawa yang lebih sederhana dalam keadaan yang terkontrol atau diatur (controlled condition). Karena ikan banyak mengandung air (± 80%), maka
2
pertumbuhan mikroorganisme yang sangat berperan dalam proses fermentasi akan terhambat oleh bakteri-bakteri pembusuk. Oleh karena itu, agar proses fermentasi ikan dapat berlangsung, maka diperlukan penambahan garam (NaCl) agar tercipta keadaan yang terkontrol itu (Moeljanto 1992). Bekasam merupakan suatu olahan ikan secara tradisional yang rasanya asam dan banyak dikenal di berbagai daerah di Indonesia, terutama di Jawa Tengah dan Sumatera Selatan. Bekasam ialah hasil proses fermentasi ikan yang digolongkan sebagai penghasil senyawa-senyawa yang secara nyata mempunyai daya awet akibat adanya penambahan garam sebagai bahan pengawet, dalam proses fermentasi juga digunakan nasi atau keraknya sebagai sumber energi mikroorganisme (Moeljanto 1992). Proses pembuatan bekasam sampai saat ini masih dilakukan secara tradisional dengan menerapkan fermentasi spontan, yaitu bakteri yang berperan, pertumbuhannya dirangsang dengan penambahan garam dan sumber karbohidrat dalam kondisi anaerobik (Winarno et al. 1973). Proses pembuatan bekasam biasanya dilakukan penambahan dengan karbohidrat. Sumber karbohidrat yang biasa ditambahkan pada umumnya adalah nasi, beras sangrai atau tape ketan yang proses fermentasinya berlangsung secara anaerobik (Murtini 1992). Penambahan karbohidrat bertujuan untuk merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat akan menguraikan karbohidrat menjadi senyawa-senyawa sederhana, yaitu asam laktat, asam asetat, asam propionat dan etil alkohol. Senyawa-senyawa ini berguna sebagai pengawet dan pemberi rasa asam pada produk bekasam (Rahayu et al. 1992). Bekasam bukan saja merupakan makanan tradisional yang digemari, tetapi juga menjadi contoh pengawetan secara biologis yang luas penggunaanya. Oleh karena itu perlu dilakukan penapisan antibakteri yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat dari bekasam yang bermanfaat sebagai bahan pengawet makanan.
1.2
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menapis senyawa antibakteri dari tiga isolat
bakteri asam laktat (BAL) yang berbeda dan menentukan waktu optimum produksi senyawa antibakteri dari isolat terpilih sebagai bahan pengawet makanan alami.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Seluang (Rasbora argyrotaenia) Ikan seluang merupakan ikan khas perairan rawa, walaupun sebagian kecil
lainnya dapat ditemukan pula di daerah aliran sungai. Penyebaran ikan seluang meliputi wilayah Afrika dan Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam (Priyono 2011). Ikan seluang yang termasuk dalam Genus Rasbora spp. ini terdiri dari sekitar 70 spesies, salah satunya ialah Rasbora argyrotaenia. Klasifikasi ikan seluang (Rasbora argyrotaenia) (Bleeker 1850 diacu dalam Fishbase 2010) ialah sebagai berikut. Filum
: Chordata
Sub Filum
: Vertebrata
Kelas
: Actynopterygii
Sub Kelas
: Neopterygii
Ordo
: Cypriniformes
Famili
: Cyprinidae
Genus
: Rasbora
Spesies
: Rasbora argyrotaenia
Gambar 1 Ikan seluang (Rasbora argyrotaenia) (Sumber : www.fishbase.us)
Ikan seluang memiliki ciri morfologi berupa bentuk tubuh yang pipih, bersisik tipis, berwarna putih kekuningan dan mempunyai sepasang mata jernih, pada beberapa spesies terdapat garis kehitaman di bagian tengah badan. Ikan ini banyak ditemukan di sungai berair jernih dan rawa, biasanya ikan seluang memakan zooplankton, serangga, cacing tanah dan crustacea. Ikan seluang hidup
4
berkoloni dan bergerak bebas di permukaan air, namun ketika suhu air naik terutama pada musim kemarau, ikan seluang tidak berada pada permukaan air karena tidak tahan terhadap peningkatan suhu air. Sejumlah spesies ikan seluang dapat dijadikan ikan hias karena keindahan warnanya (Sobri 2008). Kisaran pH pada habitat ikan seluang ialah sebesar 6,0-7,5. Panjang maksimum tubuh ikan seluang dewasa ialah 14cm. Ikan betina dewasa biasanya berperut bulat dan berukuran sedikit lebih besar dari jantan. Ikan seluang berkembang biak seperti ikan cyprinid lain pada umumnya, dimana setelah pemijahan telur yang dihasilkan tersebut akan ditinggalkan oleh induk seluang (Duffill 2007). Ikan seluang (Rasbora argyrotaenia) merupakan jenis ikan seluang yang jarang dimanfaatkan sebagai ornamental fish. Ikan jenis ini juga tidak tersedia secara teratur dalam dunia perdagangan. Ikan seluang memiliki daerah distribusi yang luas. Ikan seluang tersebar dari sungai Mekong dan sungai Chao Phraya serta Mae Klong di bagian barat Thailand. Selain itu, ikan ini juga banyak ditemukan di Kamboja, Semenanjung Malaysia dan Cina. Distribusinya meluas lebih lanjut ke arah selatan Filipina dan Kepulauan Sunda termasuk bagian dari Malaysia, Indonesia dan Brunei Darussalam. Ikan dapat bervariasi dalam warna dan polanya tergantung pada wilayah hidupnya masing-masing (Duffill 2007).
2.2
Fermentasi Ikan Pengolahan ikan dengan cara fermentasi merupakan cara pengawetan
tradisional di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya, dimana prosesnya relatif mudah dan murah (Rahayu et al. 1992). Fermentasi adalah proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerobik, yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat dipecah dalam proses fermentasi terutama adalah karbohidrat, sedangkan asam amino hanya dapat difermentasi oleh beberapa jenis bakteri tertentu (Fardiaz 1992). Adanya bakteri fermentasi tersebut tidak hanya memberikan rasa yang khas pada produk perikanan, tetapi juga membuat produk tahan terhadap pembusukan dan perkembangbiakan bakteri yang merugikan (Rose 1982 diacu dalam Fauzan 2009). Hal tersebut dikarenakan selama proses fermentasi, protein ikan akan terhidrolisis menjadi asam-asam amino dan peptida, kemudian asam-asam amino akan terurai lebih lanjut menjadi
5
komponen-komponen lain yang berperan dalam membentuk citarasa produk (Adawyah 2007). Perubahan kimia dalam bahan pangan terjadi dalam proses fermentasi yang disebabkan oleh aktivitas enzim. Enzim yang berperan tersebut dapat dihasilkan oleh mikroorganisme atau telah ada dalam bahan pangan. Fermentasi ikan dibedakan menjadi empat golongan berdasarkan prosesnya, yaitu fermentasi menggunakan kadar garam tinggi, asam organik, asam mineral dan fermentasi dengan menggunakan bakteri asam laktat (Rahayu et al. 1992). Fermentasi asam laktat dapat terjadi sebagai akibat aktivitas bakteri asam laktat yang dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu bakteri asam laktat homofermentatif dan heterofermentatif (Adawyah 2007). Penggunaan bakteri asam laktat dalam proses fermentasi merupakan cara yang relatif mudah, murah dan aman. Bakteri tersebut dapat dirangsang pertumbuhannya dengan melakukan penambahan sumber karbohidrat dan garam dalam jumlah yang optimum pada kondisi anaerobik. Fermentasi tersebut hanya dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba pada substrat organik yang sesuai. Peranan substrat yang terpenting adalah sebagai sumber energi bagi metabolisme sel, sebagai bahan pembentuk sel dan produk metabolisme (Rachman 1989 diacu dalam Fauzan 2009).
2.3
Bekasam Bekasam adalah produk ikan fermentasi tradisional yang pada awalnya
diolah oleh penduduk yang bermukim di Muara Sungai Bengawan Solo dan Surabaya, tetapi kemudian menyebar ke Jawa Tengah, Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah. Produk tersebut di Kalimantan Tengah disebut dengan wadi (Moeljanto 1992). Bekasam pada umumnya berasal dari ikan air tawar atau payau. Pada dasarnya, semua ikan air tawar dapat diolah menjadi bekasam, tetapi setiap daerah mempunyai pertimbangan tersendiri dalam memilih jenis ikan air tawar yang digunakan sebagai bahan mentah. Ikan yang telah umum digunakan untuk pengolahan bekasam adalah ikan lele, ikan mas, bader, nila dan mujair (Afrianto dan Liviawaty 1989). Pembuatan bekasam pada prinsipnya terdiri atas tiga tahap, yaitu proses penggaraman, penambahan karbohidrat dan dilanjutkan dengan fermentasi. Pengolahan bekasam dilakukan dengan menambahkan sumber karbohidrat dalam
6
kondisi anaerobik. Karbohidrat didekomposisi melalui proses fermentasi menjadi gula-gula sederhana dan kemudian dikonversi menjadi alkohol dan asam yang berperan sebagai pengawet dan memberikan rasa dan bau spesifik pada bekasam. Dalam proses pembuatan bekasam secara tradisional pada umumnya digunakan garam untuk mencegah terjadinya pembentukan ammonia dari senyawa nitrogen dan untuk menyeleksi mikroba (Murtini 1992). Penambahan karbohidrat pada pembuatan bekasam bertujuan untuk merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat (Rahayu et al. 1992). Proses pembuatan bekasam sampai saat ini masih dilakukan secara tradisional dengan menerapkan fermentasi spontan, yaitu bakteri yang berperan pertumbuhannya dirangsang dengan penambahan garam dan sumber karbohidrat dalam kondisi anaerobik (Winarno et al. 1973). Bekasam memiliki ciri khas rasa yang asam dan salah satu kekhasan dari produk ini adalah rasanya yang tidak terlalu asin, sehingga diharapkan dapat meningkatkan jumlah konsumsi atau intake protein yang berasal dari produk perikanan (Rahayu et al. 1992).
2.4
Penapisan Antibakteri Penapisan merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui
adanya senyawa antibakteri dari BAL. Penapisan dibagi ke dalam dua metode, yakni metode penapisan secara langsung dan tidak langsung. Metode penapisan secara tidak langsung diantaranya adalah metode the spot on the lawn, dimana pada metode ini bakteri yang diduga menghasilkan senyawa antibakteri dititikkan ke dalam media agar dan diinkubasi selama 12 jam untuk menumbuhkan koloni tunggal dari bakteri tersebut. Koloni bakteri yang tumbuh tersebut kemudian dilapisi dengan media agar yang telah berisi organisme uji yang sensitif dan diinkubasi kembali untuk menghasilkan suatu zona penghambatan. Pada metode secara langsung, bakteri uji dan bakteri yang diduga menghasilkan senyawa antibakteri ditumbuhkan secara bersamaan dan efek antagonis yang ditunjukkan tergantung pada terdifusinya zat penghambat yang dihasilkan pada fase pertumbuhan dari bakteri penghasil senyawa antibakteri ke dalam media. Metode ini diantaranya ialah metode difusi sumur agar. Metode ini dilakukan dengan memasukkan supernatan dari bakteri yang diduga menghasilkan antibakteri ke
7
dalam sumur pada media agar yang telah diinokulasikan dengan bakteri uji (DeiVuyst dan Vandamme 1994b diacu dalam Nurmalis 2008). Aktivitas penghambatan oleh senyawa antibakteri ditunjukkan dengan adanya zona bening di sekeliling sumur. Zona bening tersebut terdiri atas dua macam, yaitu zona bening dengan batas tepi lingkaran yang tegas dan jelas, serta zona bening dengan tepi lingkaran yang keruh. Pada kasus senyawa antibakteri dari BAL, zona bening dengan batas tepi lingkaran yang jelas dan tegas disebabkan oleh adanya aktivitas bakteriosin, karena bakteriosin memiliki sifat single hit inactivation yang artinya satu molekul bakteriosin akan membunuh satu sel bakteri indikator. Zona bening dengan tepi lingkaran yang keruh disebabkan oleh adanya aktivitas asam. Keruhnya zona bening tersebut disebabkan semakin rendahnya konsentrasi asam yang terdapat dalam supernatan yang mengakibatkan turunnya aktivitas penghambatan terhadap bakteri uji (Ray 1996 diacu dalam Nurmalis 2008).
2.5
Bakteri Asam Laktat Bakteri yang memproduksi asam laktat termasuk ke dalam golongan
bakteri Gram-positif, sebagian besar bersifat katalase negatif, tidak membentuk spora, berbentuk batang dan coccus. Golongan bakteri asam laktat ini dapat tumbuh dengan atau tanpa oksigen (Casida 1968 diacu dalam Fauzan 2009). Berdasarkan produk akhir dari metabolisme glukosa, bakteri asam laktat dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Bakteri asam laktat yang termasuk homofermentatif dapat mengubah 95 % dari glukosa atau heksosa lainnya menjadi asam laktat. Karbondioksida dan asamasam volatil lainnya juga dihasilkan, tetapi dalam jumlah sedikit. Beberapa contoh bakteri asam laktat yang bersifat homofermentatif adalah Streptococcus, Pediococcus, Aerococcus dan beberapa spesies Lactobacillus. Asam laktat merupakan salah satu metabolit utama dari bakteri asam laktat. Namun pada bakteri heterofermentatif, bakteri asam laktat juga memproduksi asam asetat dan sebagian asam propionat dalam jumlah besar. Asidifikasi (pengasaman) yang diakibatkan asam organik meningkatkan aktivitas antibakterial, baik asam laktat maupun substansi inhibitor lain seperti bakteriosin
8
(Theron dan Lues 2011). Bakteri asam laktat heterofermentatif mengubah glukosa dan heksosa lainnya menjadi asam laktat, etanol, asam asetat, asam format dan CO2 dalam jumlah yang hampir sama. Beberapa contoh bakteri asam laktat heterofermentatif adalah Leuconostoc dan beberapa spesies Lactobacillus. Bakteri heterofermentatif tidak mempunyai enzim fruktosadifosfat aldolase, transaldolase dan transketolase yang berperan dalam tahap glikolisis. Bakteri homofermentatif dapat menghasilkan energi sebesar dua kali energi yang dihasilkan oleh bakteri heterofermentatif dari sejumlah substrat yang sama (Fardiaz 1988). Bakteri asam laktat yang banyak terdapat pada bekasam adalah Lactobacillus coryneformis, Lactobacillus
spp.,
Lactobacillus
spp.,
Pediococcus
sp.,
Lactobacillus
coryneformis dan Pediococcus damnosus (Sugiyono et al. 1999). Bakteri asam laktat dapat mengubah karbohidrat menjadi asam laktat dalam kondisi anaerob dan proses ini dapat dibagi menjadi tiga tahapan. Pada tahap awal, zat pati dari sumber karbohidrat akan dihidrolisa menjadi maltosa oleh α dan β amilase yang merupakan enzim ekstraseluler pada mikroorganisme, kemudian molekul maltosa ini akan dipecah menjadi glukosa oleh maltase dan pada tahap terakhir bakteri asam laktat akan mengubah glukosa menjadi asam laktat dan sejumlah kecil bahan lain seperti asam asetat, asam propionate dan etanol (Fardiaz 1988). Sejauh ini telah diketahui bahwa keberadaan bakteri asam laktat tidak bersifat patogen dan aman bagi kesehatan sehingga sering digunakan dalam industri pengawetan makanan, minuman dan berpotensi sebagai produk probiotik. Beberapa kriteria penting untuk karakter fisiologi yang merupakan seleksi
kelayakan
bakteri
sebagai
produk
probiotik
antara
lain
uji
pertumbuhan/resistensi bakteri probiotik pada pH rendah (Hardiningsih et al. 2005). BAL dapat berfungsi sebagai pengawet makanan karena mampu memproduksi asam organik, menurunkan pH lingkungannya dan mengeksresikan senyawa yang mampu menghambat mikroorganisme patogen seperti H2O2, diasetil, CO2, asetaldehid, d-isomer asam-asam amino dan bakteriosin (Hardy 1975 diacu dalam Kusmiati dan Malik 2002).
9
2.6
Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat Proses fermentasi sangat dipengaruhi oleh adanya pertumbuhan bakteri
asam laktat. Oleh karena itu, perlu dibuat kondisi yang ideal bagi pertumbuhan bakteri tersebut. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri asam laktat antara lain adalah suhu, nilai pH, kadar garam dan karbohidrat. Suhu akan berpengaruh terhadap pertumbuhan sel dan juga pembentukan produk oleh mikroba. Hal ini berhubungan dengan jenis mikroba yang dominan selama fermentasi (Fardiaz 1988). Berdasarkan suhu (minimum, optimum dan maksimum) untuk pertumbuhannya mikroba dibedakan atas tiga grup, yakni psikrofilik, mesofilik dan termofilik. Nilai pH medium merupakan salah satu parameter penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Bakteri pada umumnya tumbuh dengan baik pada pH sekitar 6,5-7,5. Bakteri yang berperan dalam fermentasi silase adalah bakteri asam laktat. Perubahan pH selama proses fermentasi terjadi karena asam yang dihasilkan. Nilai pH optimum untuk pertumbuhan bakteri asam laktat adalah 3-8 (Djakffar et al. 1996 diacu dalam Nur 2005). Bakteri asam laktat juga mampu mempertahankan pH sitoplasma lebih alkali daripada pH ekstraseluler (Hutkins dan Nannen 1993 diacu dalam Hardiningsih et al. 2005). Asam laktat yang dihasilkan akan menurunkan nilai pH pada lingkungan pertumbuhannya. Menurut Hardiningsih et al. (2005), bakteri asam laktat mempunyai toleransi pH dengan rentang yang luas. Garam sering digunakan dalam proses fermentasi ikan. Pada umumnya jumlah garam yang ditambahkan dalam pembuatan bekasam berkisar antara 15-20 % dari berat ikan segar (Murtini 1992). Kebutuhan garam untuk pertumbuhan optimum mikroorganisme bervariasi, tergantung dari sifat dinding sel dan tekanan osmotik internalnya (Fardiaz 1992). Karbohidrat merupakan sumber energi bagi bakteri asam laktat. Penambahan karbohidrat akan membuat lingkungan yang baik bagi pertumbuhan bakteri tersebut. Selama fermentasi, karbohidrat akan diuraikan menjadi senyawa-senyawa yang sederhana seperti asam laktat, asam asetat, asam propionat dan etil alkohol. Senyawa-senyawa ini yang meyebabkan rasa asam pada produk dan dapat berfungsi sebagai pengawet (Rahayu et al. 1992).
10
2.7
Senyawa Antibakteri Senyawa antibakteri pada bakteri asam laktat memiliki potensi sebagai
bahan pengawet makanan. Bakteri asam laktat menghasilkan senyawa-senyawa tertentu selain asam laktat dan asam asetat (asam organik) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain. Senyawa-senyawa tersebut diantaranya H2O2, diasetil dan bakteriosin dalam jumlah yang relatif sedikit dibandingkan dengan produksi asam organik (Daeschel 1983 diacu dalam Kusmiati dan Malik 2002). 2.7.1 Asam laktat Asam laktat merupakan molekul yang larut dalam air. Mekanisme antimikroba asam laktat berdasarkan pada teori chemiosmotic dan pH homeostasis. Ketika asam laktat yang diproduksi disekresikan ke lingkungan, beberapa molekul terdisosiasi menjadi H+ dan anion, sementara yang lain tidak terdisosiasi. Salah satu faktor yang berperanan terhadap terdisosiasi atau tidaknya suatu molekul adalah pH lingkungan dan pK (tetapan keseimbangan). Hal ini menyebabkan
peningkatan
proton
transmembran
yang
pada
akhirnya
menyebabkan gradien proton. Perbedaan ini menyebabkan proton lebih cepat masuk ke dalam sel sehingga meningkatkan kebutuhan energi untuk mempertahankan pH alkali dalam sel (Ray 1992). Aktivitas antibakteri dari asam laktat selain memaksa zat antibakteri lain masuk, juga memiliki perannya tersendiri. Asam yang masuk melalui plasma membran sel akan terdisosiasi menjadi kation dan anion toksik. Membran sel akan luruh dan menyebabkan transportasi sel terganggu. Selain itu aktivitas air bebas (water activity) dan metabolisme sel seperti glikolisis juga akan terganggu (Theron dan Lues 2011). Asam laktat mampu melemahkan permeabilitas bakteri Gram-negatif dengan merusak membran luar bakteri Gram-negatif. Pelindung dari permeabilitas membran luar berupa lapisan lipopolisakarida yang terletak pada permukaan membran dirusak oleh asam laktat sehingga substrat antimikroba yang lain yaitu diasetil, bakteriosin, hidrogen peroksida dan laktoperidase sistem dapat berpenetrasi ke dalam membran sitoplasma (Alokomi et al. 2000).
11
2.7.2
Diasetil Bakteri Gram-negatif lebih sensitif terhadap diasetil daripada bakteri
Gram-positif. Diasetil pada 344 µg/ml dapat menghambat strain Listeria, Salmonella, Yersinia, E. coli dan Aeromonas (Jay 1982 diacu dalam Ammor et al. 2006). Diasetil diproduksi oleh strain dalam semua genera dari BAL oleh fermentasi sitrat. Diasetil menghambat pertumbuhan bakteri Gram-negatif yang bereaksi dengan pemanfaatan arginin (Jay 1986 diacu dalam Ammor et al. 2006). 2.7.3
Karbon dioksida (CO2) Karbon dioksida diproduksi terutama oleh BAL heterofermentatif. Karbon
dioksida memainkan peranan penting dalam membuat lingkungan anaerobik yang menghambat enzimatik dekarboksilase, dan akumulasi CO 2 membran lipid bilayer dapat menyebabkan disfungsi permeabilitas (Eklund 1984 diacu dalam Ammor et al. 2006). Karbon dioksida secara efektif dapat menghambat banyak mikroorganisme perusak makanan, terutama bakteri psikrotropik Gram-negatif (Farber 1991 diacu dalam Ammor et al. 2006). 2.7.4 Hidrogen peroksida (H2O2) Hidrogen peroksida merupakan prekursor untuk produksi bakterisidal radikal bebas seperti superoksida (O2-) dan radikal hidroksil (OH-) yang dapat merusak DNA (Byczkowski dan Gessner 1988 diacu dalam Ammor et al. 2006). Hidrogen peroksida diproduksi oleh bakteri asam laktat sebagai hasil dari aksi flavoprotein
oksidase
atau
nikotinamida
adenine
dinukleotida
(NADH)
peroksidase. Efek antimikroba dari H2O2 adalah hasil dari oksidasi grup sulfhydryl yang menyebabkan denaturasi sejumlah enzim, dan dari peroksidase membran lipid meningkatkan permeabilitas membran (Kong dan Davison 1980 diacu dalam Ammor et al. 2006). 2.7.5. Bakteriosin Bakteriosin adalah senyawa protein yang dieksresikan oleh bakteri yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri lain terutama yang memiliki kekerabatan erat secara filogenik (Hardy 1975 diacu dalam Kusmiati dan Malik 2002). Mekanisme aktivitas bakterisidal bakteriosin adalah sebagai berikut: (1) molekul bakteriosin kontak langsung dengan membran sel, (2) proses kontak ini mampu mengganggu potensial membran berupa destabilitas membran sitoplasma
12
sehingga sel menjadi tidak kuat, dan (3) ketidakstabilan membran mampu memberikan dampak pembentukan lubang atau pori pada membran sel melalui proses gangguan terhadap PMF (Proton Motive Force) (Gonzalez et al. 1996 diacu dalam Usmiati 2007). Bakteriosin dapat diproduksi oleh Lactococcus, Lactobacillus dan Pediococcus
yang berasal dari berbagai bahan makanan, misalnya nisin
diproduksi oleh
Lactococcus lactis,
pediosin AcH dihasilkan Pediococcus
acidilactic. Beberapa kelebihan bakteriosin sehingga potensial digunakan sebagai biopreservatif, yaitu karena bukan termasuk bahan toksik dan mudah mengalami degradasi oleh enzim proteolitik karena merupakan senyawa protein, tidak membahayakan mikroflora usus karena mudah dicerna oleh enzim saluran pencernaan, dapat mengurangi penggunaan bahan kimia sebagai pengawet pangan, penggunaannya fleksibel dan stabil terhadap pH dan suhu yang cukup luas sehingga tahan terhadap proses pengolahan yang melibatkan asam dan basa, serta kondisi panas dan dingin (Cleveland et al. 2001 diacu dalam Usmiati dan Marwati 2007).
2.7
Bakteri Uji Bakteri uji merupakan bakteri yang digunakan dalam pengujian aktivitas
senyawa antibakteri. Bakteri uji sangat berperan dalam penentuan efektifitas daya hambat suatu senyawa antibakteri. Bakteri uji yang digunakan tersebut terdiri atas bakteri Gram-positif (Listeria monocytogenes dan Staphylococcus aureus) dan bakteri Gram-negatif (Escherichia coli dan Salmonella typhimurium). 2.7.1 Listeria monocytogenes Listeria monocytogenes merupakan Gram-positif, psikrotropik, fakultatif anaerobik, tidak berspora, motil, batang pendek. Pada kultur segar, selnya terkadang membentuk rantai pendek. Listeria monocytogenes tumbuh pada kisaran 1-44 oC, dengan suhu pertumbuhan optimum 35-37 oC. Pada suhu 7-10 oC, dapat memperbanyak diri dengan sangat cepat. Bakteri ini memfermentasi glukosa tanpa menghasilkan gas. Sel ini cukup resisten terhadap pembekuan, pengeringan, kadar garam tinggi, dan pH ≥5. Listeria monocytogenes sensitif terhadap suhu pasteurisasi (71,7 oC selama 15 detik atau 62,8 oC selama 30 menit)
13
(Ray 2000). Listeria monocytogenes yang bersifat patogen biasanya terdapat pada daging unggas dan sapi serta olahannya, dapat bertahan pada pH, aw dan suhu rendah, sehingga berbahaya untuk produk beku. Masalah yang dihadapi akibat infeksi L. monocytogenes yaitu 63% bakterimia dan 26% bermasalah dengan sistem syaraf (Veclerc et al. 2002 diacu dalam Usmiati dan Marwati 2007). 2.7.2
Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus merupakan bakteri fakultatif anaerob, Gram-positif
dan berbentuk kokus yang tersusun bergerombol seperti sekelompok anggur. Staphylococcus aureus membentuk koloni dengan warna kuning keemasan dan termasuk ke dalam katalase positif (artinya dapat menghasilkan enzim katalase) dan mampu mengubah hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air dan oksigen. Kebanyakan S. aureus merupakan koagulase positif yang berarti mampu memproduksi protein, yakni enzim (Corning 2011). Staphylococcus aureus dapat bertambah dengan cepat pada beberapa tipe media dengan aktif melakukan metabolisme, melakukan fermentasi karbohidrat dan menghasilkan bermacammacam pigmen dari warna putih hingga kuning gelap (Jawetz et al. 2001). Staphylococcus aureus mempunyai 4 karakteristik khusus, yaitu faktor virulensi
yang menyebabkan
penyakit
berat,
faktor
differensiasi
yang
menyebabkan penyakit yang berbeda pada sisi atau tempat berbeda, faktor persisten bakteri pada lingkungan dan manusia yang membawa gejala karier, dan faktor resistensi terhadap berbagai antibiotik yang sebelumnya masih efektif. Staphylococcus aureus dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti jerawat, selulitis folikulitis, bisul dan abses. Selain itu juga dapat menyebabkan penyakit yang mengancam kehidupan seperti pneumonia, meningitis, osteomielitis, endokarditis, bakterimia dan toxic shock syndrome (TSS). Beberapa strain S..aureus juga dapat menghasilkan enterotoksin yang merupakan agen penyebab S. aureus gastroenteritis. Gejala-gejala gastroenteritis ialah seperti mual, muntah, diare dan nyeri perut (Corning 2011). 2.7.3 Escherichia coli Eschericia coli merupakan bakteri Gram-negatif, motil, tidak berspora, berbentuk batang dan anaerobik fakultatif. E. coli bersifat aerob atau kualitatif anaerob, dapat tumbuh pada media buatan. Bakteri ini umumnya hidup pada
14
rentang suhu 20-40ºC dengan suhu optimum 37ºC, tumbuh baik pada pH 7,0 tapi tumbuh juga pada pH yang lebih tinggi. E.coli mengandung enterotoksin dan atau faktor
virulensi
lainnya,
termasuk invasiveness
dan
faktor
kolonisasi,
menyebabkan penyakit diare. E.coli juga penyebab utama infeksi urin dan infeksi nosomical
termasuk
septisemia
dan
meningitis.
Dari
sekian
ratus
strain E.,coli yang teridentifikasi, hanya sebagian kecil yang bersifat patogen (Holt et al. 1994). Industri kimia banyak mengaplikasikan teknologi fermentasi yang memanfaatkan bakteri E..coli, misalnya dalam produksi obat-obatan (insulin, antiobiotik), high value chemicals (1-3 propanediol, lactate). Escherichia coli tersebar di seluruh dunia dan ditularkan bersama air atau makanan yang terkontaminasi oleh feses. Strain pathogen E. coli dapat menimbulkan penyakit diare berdarah, pembengkakan dan kelainan ginjal, demam, kelainan syaraf, bahkan kematian (Veclerc et al. 2002 diacu dalam Usmiati dan Marwati 2007). 2.7.4 Salmonella typhimurium Salmonella typhimurium termasuk ke dalam bakteri Gram-negatif, tidak berspora, fakultatif anaerobik dan motil. Salmonella yang bersifat mesofilik memiliki suhu pertumbuhan optimum 35-37oC, tetapi umumnya memiliki range pertumbuhan pada suhu 5-46 oC. Salmonella mati pada suhu dan waktu pasteurisasi, sensitif pada pH rendah dan tidak membelah diri pada aw 0,94, khususnya jika dikombinasikan pH ≤5.5. Selnya dapat bertahan pada suhu beku dan kondisi kering dalam jangka panjang (Ray 2000). Salmonella typhimurium merupakan salah satu bakteri penyebab diare dan gangguan pencernaan lainnya (Ajizah 2004). Selain sebagai bakteri patogen, bakteri ini juga merupakan jenis bakteri pembusuk (Okolocha and Ellerbroek 2005 diacu dalam Usmiati 2007) sehingga dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius (Deumier and Collignan 2003 diacu dalam Usmiati 2007). Salmonella dapat menyebabkan gastroenteritis, demam enteric (thypoid dan parathypoid), septicemia (mikroorganisme berkembangbiak dalam aliran darah), diare, nausea dan muntah. Daging ayam dan olahannya dilaporkan sebagai media penyebaran penyakit salmonellosis (Usmiati 2007). Strain bakteri
Salmonella, seperti
S..enteritidis dan S. typhimurium merupakan penyebab utama terjadinya
15
salmonellosis yang paling sering dilaporkan. Di Amerika Serikat sekitar 50% kejadian salmonellosis pada manusia disebabkan oleh bakteri Salmonella dengan strain S. enteritidis, S. typhimurium dan juga S. heidelberg (Ajizah 2004).
3
3.1
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai Agustus
2011 bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan 2, Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium Bioteknologi Molekuler, Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium FKH Terpadu Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Petanian Bogor.
3.2
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat bakteri asam
laktat (BAL) SK(15), SK(16) dan SK(19) yang diisolasi dari produk bekasam ikan seluang, media nutrient agar (NA), nutrient broth (NB), de Mann Rogosa sharpe agar (MRSA), de Mann Rogosa sharpe broth (MRSB), Mueller Hinton agar (MHA), bakteri uji seperti Listeria monocytogenes, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella typhimurium, NaOH, (NH4)2SO4, NaH2PO4, NA2HPO4, aquades, alkohol 70%, fenolftalein, spiritus, millipore filter, kertas pH, kapas, alumunium foil, cling wrap, plastik tahan panas, korek api dan label. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, tabung reaksi, tabung ulir, botol schott, erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, pipet pasteur, pipet mikro, ose, sudip, kompor listrik, kertas buram, rak tabung reaksi, timbangan digital, tabung eppendorf, sentrifuse, spektrofotometer, inkubator, pH meter, holder, syringe, vortex, autoclave, shaker water bath, refrigerator dan clean bench.
3.3
Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan terdiri atas dua tahap, yaitu (1)
penapisan senyawa antibakteri dari tiga isolat BAL, yakni SK(15), SK(16) dan SK(19) dan (2) produksi senyawa antibakteri dari isolat BAL terpilih. Tahap pertama bertujuan untuk menyeleksi isolat BAL yang menghasilkan senyawa antibakteri terbaik. Tahapan ini meliputi kultivasi, pemanenan dan uji aktivitas
17
senyawa antibakteri. Tahap kedua bertujuan untuk menentukan waktu optimum produksi senyawa antibakteri dari isolat terpilih. Tahap ini meliputi kultivasi isolat terpilih, pengukuran kadar asam laktat dan uji aktivitas senyawa antibakteri dari isolat terpilih. 3.3.1 Kultivasi Tahap
awal
kultivasi
dilakukan
dengan
mempersiapkan
media
pertumbuhan untuk bakteri asam laktat (BAL). Refresh isolat BAL atau proses peremajaan biakan dilakukan dengan menggoreskan isolat BAL dari gliserol ke media MRSA miring dan diinkubasi pada keadaan semi anaerob dengan suhu 37oC selama 48 jam. Pembuatan inokulum dilakukan dengan mengambil 1 ose BAL dari MRSA miring kemudian diinokulasikan dalam 10 ml MRSB. Setelah itu diinkubasi dengan shaker water bath pada suhu 37oC selama 18 jam hingga OD660 inokulum mencapai 0,6-0,8. Sebanyak 10% inokulum diinokulasikan dalam medium produksi (MRSB) dengan volume kerja 90 ml dalam botol schott. Kemudian media MRSB tersebut diinkubasi dengan water bath shaker pada suhu 37oC selama 24 jam. Pegamatan yang dilakukan adalah pengukuran pH dan OD awal (sebelum inkubasi dengan shaker water bath) dan pengukuran pH dan OD akhir (setelah diinkubasi selama 24 jam). 3.3.2 Pemanenan Setelah kultur diinkubasi selama 24 jam dilakukan tahap pemanenan. Kultur disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm dengan suhu 4oC selama 15 menit. Proses sentrifugasi akan menghasilkan pemisahan antara supernatan dan biomassa. Supernatan tersebut kemudian diberi tiga perlakuan, yaitu (1) tanpa dinetralkan, (2) dinetralkan dengan NaOH 1 N dan (3) dinetralkan kemudian diendapkan dengan (NH4)2SO4 sebesar 50%. Tahap purifikasi parsial bakteriosin (presipitasi protein) ini akan menghasilkan ekstrak endapan (Purwanti 2003). Kemudian supernatan dengan perlakuan (1) dan (2) difiltrasi dengan menggunakan milipore filter dengan ukuran pori 0,2 µm sehingga diperoleh supernatan bebas sel. Supernatan pada perlakuan (3) diendapkan selama 24 jam dalam refrigerator. Supernatan tersebut kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm dengan suhu 4oC selama 30 menit. Kemudian endapan
18
yang diperoleh dilarutkan dengan larutan buffer fosfat 0,1 M dengan pH 7 (Lampiran 1). Penambahan substrat kasar bakteriosin dengan buffer fosfat bertujuan agar mengurangi bahan pengekstrak yang terikat pada molekul protein (Wijaya 2002 diacu dalam Magdalena 2009). 3.3.3
Uji aktivitas senyawa antibakteri Isolat bakteri uji berupa Listeria monocytogenes, Escherichia coli dan
Salmonella typhimurium disegarkan kembali dalam media NA miring selama 18.jam. Kemudian bakteri indikator diinokulasi dalam 10 ml NB dan diinkubasi dengan shaker water bath pada suhu 37oC selama 18 jam. Sebanyak 20 µl bakteri uji dengan OD 0,6-0,8 dipindahkan ke dalam 20 ml media MHA cair dengan suhu media 40oC. Campuran media MHA cair dan bakteri uji dituangkan ke dalam cawan petri steril. Uji potensi senyawa antibakteri dari bakteri asam laktat dilakukan dengan menggunakan metode difusi sumur agar (agar well diffusion). Media agar yang telah padat dibuat sumur dengan menggunakan pipet Pasteur steril berdiameter 5 mm. Kemudian sebanyak 50 µl supernatan steril dimasukkan ke dalam masing-masing sumur yang telah dibuat, lalu diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Kemudian dilakukan pengukuran diameter zona bening pada masing-masing bakteri indikator. Zona bening yang dihasilkan di sekeliling sumur menunjukkan adanya daya hambat. Areal penghambatan diukur berdasarkan diameter areal bening yang terbentuk di sekitar sumur (Hilmi dan Yusuf 2000 diacu dalam Nurmalis 2008). Diagram alir penapisan senyawa antibakteri dari tiga isolat BAL yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 2.
19
Isolat BAL
Refresh isolat BAL dalam MRSA, inkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam
Inokulasi dalam 10 ml MRSB, shaker pada suhu 37oC selama 18 jam Kultivasi dalam 90 ml MRSB, shaker pada suhu 37oC selama 24 jam; ukur OD dan pH (awal dan akhir kultivasi)
Kultur disentifugasi 10.000 rpm pada suhu 4oC selama 15 menit Biomassa
Supernatan
Tidak dinetralkan
Dinetralkan dengan NaOH
Filtrasi dengan millipore filter
Filtrasi dengan millipore filter
Supernatan aktif asam (A)
Supernatan aktif setelah dinetralkan (N)
Dinetralkan dengan NaOH dan diendapkan dengan (NH4)2SO4 50% Sentifugasi 10.000 rpm suhu 4oC; 30 menit Endapan ditambahkan larutan buffer fosfat Supernatan aktif hasil pengendapan (E)
Uji aktivitas senyawa antibakteri Gambar 2 Diagram alir penapisan senyawa antibakteri dari tiga isolat BAL yang berbeda.
20
3.3.4
Kultivasi isolat terpilih Tahap awal produksi senyawa antibakteri dari isolat BAL terpilih
dilakukan dengan melakukan refresh isolat BAL terpilih atau proses peremajaan biakan. Proses ini dilakukan dengan menggoreskan isolat BAL dari gliserol ke media MRSA miring dan diinkubasi pada keadaan semi anaerob dengan suhu 37oC selama 48 jam. Kemudian dilakukan pembuatan inokulum dengan mengambil 1 ose BAL dari MRSA miring dan diinokulasikan dalam 30 ml MRSB. Setelah itu diinkubasi dengan shaker water bath pada suhu 37oC selama 18 jam hingga OD660 inokulum mencapai 0,6-0,8. Sebanyak 10% inokulum diinokulasikan dalam 22 buah tabung ulir berisi medium produksi (MRSB) dengan volume kerja 12 ml. Kemudian media MRSB tersebut diinkubasi dengan shaker water bath pada suhu 37oC. Pegamatan yang dilakukan adalah pengukuran pH dan OD per 4 jam selama 48 jam. Kultur yang telah diamati tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm dengan suhu 4oC selama 15 menit. Proses sentrifugasi akan menghasilkan supernatan. Supernatan tersebut kemudian difiltrasi dengan menggunakan millipore filter berukuran pori 0,2 µm. 3.3.5
Pengukuran kadar asam laktat Kadar asam laktat pada supernatan BAL diuji dengan metode analisis total
asam tertitrasi. Dalam penentuan kadar asam laktat digunakan larutan baku standar NaOH 0,1091 N dari indikator fenolftalein. Masing-masing supernatan dilarutkan dengan pewarna fenolftalein, kemudian dititrasi dengan menggunakan NaOH hingga warna larutan supernatan berubah menjadi kemerahan. Adanya aktivitas bakteri asam laktat selama proses produksi memungkinkan kandungan asam laktatnya meningkat. Adapun pengukuran kadar asam laktat dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
% Asam laktat = V NaOH x N NaOH x 90 x FP x 100% Bobot Sampel Keterangan: V NaOH N NaOH FP Bobot sampel
: Volume NaOH yang terpakai (ml) : Normalitas NaOH yang terukur (0,1091 N) : Faktor Pengencer (1) : Bobot sampel yang terukur (1000 mg)
21
3.3.6
Uji aktivitas senyawa antibakteri dari isolat terpilih Uji aktivitas senyawa antibakteri dari isolat terpilih dilakukan dengan
menggunakan metode difusi sumur agar (agar well diffusion), sama halnya dengan pengujian pada tahap penapisan senyawa antibakteri. Namun, terdapat empat bakteri yang diujikan, yaitu Listeria monocytogenes, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella typhimurium. Pengukuran diameter zona bening dilakukan per waktu produksi pada masing-masing bakteri uji. Diagram alir produksi senyawa antibakteri dari isolat terpilih dapat dilihat pada Gambar 3.
Isolat BAL Refresh isolat BAL dalam MRSA, inkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam Inokulasi dalam 30 ml MRSB, shaker pada suhu 37oC selama 18 jam Kultivasi dalam MRSB, shaker pada suhu 37oC selama 24 jam; ukur OD dan pH per 4 jam selama 48 jam Kultur disentifugasi 10.000 rpm pada suhu 4oC selama 15 menit
Biomassa
Pengukuran kadar asam laktat
Supernatan
Uji aktivitas senyawa antibakteri
Gambar 3 Diagram alir produksi senyawa antibakteri dari isolat terpilih.
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penapisan antibakteri perlu dilakukan untuk mengetahui potensi senyawa antibakteri dari bakteri asam laktat dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji. Daya hambat suatu senyawa antibakteri dapat diketahui dengan melakukan uji aktivitas menggunakan metode difusi sumur agar. Metode ini sering digunakan sebagai bioassay untuk penentuan jenis senyawa antibakteri yang dihasilkan. Aktivitas hambatan terhadap pertumbuhan bakteri patogen yang diujikan tampak sebagai zona bening di sekeliling sumur agar. 4.1
Penapisan Senyawa Antibakteri Tahap penapisan senyawa antibakteri bertujuan untuk menyeleksi isolat
BAL yang menghasilkan senyawa antibakteri terbaik. Tahapan ini meliputi kultivasi, pemanenan dan uji aktivitas senyawa antibakteri. Penapisan senyawa antibakteri dilakukan dengan menggunakan tiga isolat bakteri asam laktat yang berbeda, yakni isolat BAL SK(15), SK(16) dan SK(19). 4.1.1
Kultivasi Kultivasi sel bakteri merupakan proses peningkatan konsentrasi beberapa
atau semua komponen suatu populasi dan biasanya secara mutlak ditentukan oleh macam pengukuran yang digunakan untuk memantau proses tersebut. Pengukuran sering digunakan untuk mencerminkan pertambahan jumlah atau massa sel. Faktor lingkungan baik biotik maupun abiotik sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup mikroorganisme (Hadiutomo 1988). Istilah pertumbuhan umum digunakan untuk bakteri dan mikroorganisme lain dan biasanya mengacu pada perubahan di dalam hasil panen (pertambahan jumlah dan atau massa melebihi yang ada di dalam inokulum asalnya) (Pelczar dan Chan 2005). Tahap
awal
kultivasi
dilakukan
dengan
mempersiapkan
media
pertumbuhan untuk BAL. Pengukuran pertumbuhan perlu dilakukan untuk mengetahui peningkatan densitas BAL yang ditunjukkan dengan nilai absorbansi. Hasil pengukuran densitas optik dan pH pada awal dan akhir kultivasi (setelah diinkubasi selama 24 jam) pada setiap isolat yang dikerjakan dapat dilihat pada Tabel 1.
23
Tabel 1 Densitas optik dan pH dari tiga isolat BAL selama inkubasi 24 jam. Isolat BAL
Awal Kultivasi
Akhir Kultivasi
OD
pH
OD
pH
SK(15)
0,15
6
3,61
4
SK(16)
0,11
6
3,19
4,5
SK(19)
0,10
6
2,64
4,5
Pertumbuhan bakteri dapat diartikan sebagai penambahan jumlah sel bakteri, ukuran bakteri yang semakin besar atau substansi atau massa bakteri dalam koloni semakin banyak (Hadiutomo 1988). Densitas optik pada awal kultivasi akan mempengaruhi besarnya nilai absorbansi pada akhir kultivasi. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai OD pada awal kultivasi untuk ketiga isolat berada pada kisaran 0,10-0,15. Pada akhir kultivasi nilai OD mengalami kenaikan untuk ketiga isolat. Densitas optik isolat SK(15), SK(16) dan SK(19) pada akhir kultivasi secara berturut-turut ialah 3,61; 3,19 dan 2,64. Perubahan nilai OD ini menunjukkan adanya pertumbuhan sel BAL pada masingmasing isolat. Perbedaan nilai OD akhir kultivasi pada masing-masing isolat ini dapat disebabkan karena respon isolat BAL yang berbeda-beda terhadap kesesuaian lingkungan pada media pertumbuhannya. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri asam laktat antara lain adalah suhu, nilai pH, kadar garam dan karbohidrat (Fardiaz 1992). Secara umum, kebutuhan mikroorganisme untuk pertumbuhan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni kebutuhan fisik dan kebutuhan kimiawi. Aspek-aspek fisik dapat mencakup suhu, pH, dan tekanan osmotik, sedangkan kebutuhan kimiawi meliputi air, sumber karbon, nitrogen oksigen, mineralmineral dan faktor penumbuh (Pelczar dan Chan 2005). Selain itu, besarnya nilai absorbansi pada awal kultivasi juga akan mempengaruhi besarnya nilai absorbansi pada akhir kultivasi, dimana pada awal kultivasi isolat SK(15) memiliki nilai OD yang lebih tinggi. Hal tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan BAL, sehingga isolat SK(15) memiliki nilai OD akhir kultivasi terbesar dibandingkan dengan isolat SK(16) dan SK(19). Perbedaan nilai OD dan pH pada akhir kultivasi untuk
24
ketiga isolat BAL juga diduga karena masing-masing isolat BAL tersebut menghasilkan senyawa antibakteri yang berbeda-beda kandungannya. Derajat keasaman atau pH digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Tingkat keasaman dipengaruhi adanya konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam pelarut air. Pengukuran pH dilakukan secara duplo pada masing-masing isolat BAL pada awal kultivasi dan akhir kultivasi (setelah diinkubasi selama 24 jam). Tingkat keasaman isolat SK(15), SK(16) dan SK(19) pada awal kultivasi memiliki nilai pH yang sama, yakni 6 dan pada akhir kultivasi nilai pH pada ketiga isolat berada pada kisaran 44,5. Berdasarkan Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa nilai pH untuk ketiga isolat mengalami penurunan pada akhir kultivasi, sedangkan nilai OD mengalami peningkatan. Meningkatnya densitas BAL selama kultivasi, maka akan meningkatkan pula aktivitas metabolismenya. Hasil metabolisme ini sebagian besar berupa asam laktat yang mampu menurunkan nilai pH pada lingkungan pertumbuhannya. Asam laktat dapat bersifat mengawetkan bahan pangan (Winarno 1994). Efek bakterisidal dari asam laktat berkaitan dengan penurunan pH lingkungan menjadi 3 sampai 4,5 sehingga pertumbuhan bakteri lain termasuk bakteri pembusuk akan terhambat (Amin dan Leksono 2001 diacu dalam Rostini 2007). Bakteri asam laktat menghasilkan senyawa-senyawa tertentu selain asam laktat dan asam asetat (asam organik), senyawa-senyawa tersebut diantaranya H2O2, diasetil dan bakteriosin dalam jumlah yang relatif sedikit dibandingkan dengan produksi asam organik (Daeschel 1983 diacu dalam Kusmiati dan Malik 2002). Nilai pH medium merupakan salah satu parameter penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Bakteri asam laktat merupakan mikroba yang mempunyai kemampuan dalam menciptakan respon terhadap keasaman medium (Lunggani 2007). 4.1.2
Uji aktivitas senyawa antibakteri Uji aktivitas senyawa antibakteri dilakukan untuk mengetahui kemampuan
isolat bakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji. Bakteri asam laktat mampu menghasilkan senyawa asam laktat, asam asetat, asam format, asam suksinat, etanol, hidrogen peroksida, dan diasetil maupun bakteriosin yang
25
bersifat antagonistik dan mampu menghambat pertumbuhan bakteri lain. Supernatan bebas sel yang diberi perlakuan tidak dinetralkan (A), dinetralkan (N), serta dinetralkan dan diendapkan dengan (NH4)2SO4 (E) diuji aktivitasnya terhadap bakteri uji Listeria monocytogenes, Escherichia coli dan Salmonella typhimurium sebanyak 50 µl. Hasil pengujian aktivitas senyawa antibakteri dapat dilihat pada Tabel 2 dan Lampiran 2.
Tabel 2 Uji aktivitas senyawa antibakteri dari supernatan bebas sel terhadap bakteri uji. Diameter Zona Hambat (mm) Isolat BAL
Tidak Dinetralkan (pH 4-4,5)
Dinetralkan pH (6,5-7)
Diendapkan pH (6,5-7)
LM
EC
ST
LM
EC
ST
LM
EC
ST
SK(15)
7
6
6
-
-
-
-
-
-
SK(16)
3
5
7
-
-
-
-
-
-
SK(19)
-
2
3
-
-
-
-
-
-
Keterangan: diameter zona bening sudah termasuk hasil pengurangan diameter sumur LM : Listeria monocytogenes EC : Escherichia coli ST : Salmonella typhimurium (-) : tidak menghasilkan zona hambat
Uji aktivitas senyawa antibakteri dari ketiga isolat BAL asal supernatan bebas sel yang diujikan menunjukkan bahwa dari ketiga isolat BAL SK(15), SK(16) dan SK(19) memiliki daya hambat terhadap ketiga bakteri uji, kecuali SK(19) tidak memiliki daya hambat terhadap L. monocytogenes (supernatan bebas sel yang tidak dinetralkan). Supernatan bebas sel yang dinetralkan, serta dinetralkan dan diendapkan dengan (NH4)2SO4 tidak menunjukkan adanya daya hambat atau zona bening di sekitar sumur. Perlakuan supernatan bebas sel yang tidak dinetralkan bertujuan untuk mempertahankan kondisi asam yang terbentuk dari senyawa asam-asam organik. Perlakuan supernatan bebas sel yang dinetralkan bertujuan untuk menghilangkan pengaruh antibakteri dari asam organik, sehingga zat antibakteri yang aktif berupa senyawa organik. Perlakuan supernatan bebas sel yang dinetralkan dan diendapkan dengan (NH4)2SO4
26
bertujuan untuk mengendapkan protein yang terdapat pada supernatan, dimana senyawa protein yang dieksresikan oleh BAL tersebut berupa bakteriosin Ion-ion (NH4)2SO4 pada konsentrasi rendah akan melindungi molekul protein dan mencegahnya bersatu, sehingga akan meningkatkan kelarutan protein. Amonium sulfat lebih mampu mengendapkan protein enzim dibandingkan dengan etanol dan aseton (Wijaya 2002 diacu dalam Magdalena 2009). Tipe protein yang mampu larut dalam larutan garam rendah ialah globulin. Protein tipe globulin ini dapat diendapkan dengan melakukan penambahan dengan amonium sulfat. Proses pengendapan protein globulin terjadi akibat adanya pengendapan isoelektrik ketika dilakukan penambahan garam. Kelarutan protein jenis globulin ini akan menurun seiring dengan penurunan konsentrasi garam. Distribusi residu hidrofilik dan hidrofobik pada permukaan molekul protein adalah fitur yang menentukan proses kelarutan tersebut, dimana ketika molekul air di sekitar residu hidrofobik berada pada permukaan protein maka akan menyebabkan terjadinya interaksi hidrofobik. Agregasi hidrofobik pada permukaan protein terjadi karena adanya konsentrasi garam yang tinggi. Ion garam yang cenderung lebih mendominasi
akan
menyebabkan
molekul
air
yang
tersedia
secara
bebas menjadi sedikit, sehingga akan terjadi penarikan molekul air dari rantai samping hidrofobik (Scopes 1994). Aktivitas penghambatan yang negatif pada supernatan bebas sel yang diberi perlakuan dinetralkan, serta dinetralkan dan diendapkan dengan (NH4)2SO4 dikarenakan adanya proses penambahan NaOH yang menyebabkan terjadinya perubahan nilai pH dari asam (pH 4-4,5) menjadi netral (pH 6,5-7). Sehingga pengaruh asam-asam organik berupa asam laktat dan asam asetat yang terdapat pada supernatan bebas sel menjadi hilang. Selain efek penambahan NaOH, aktivitas penghambatan yang negatif pada supernatan bebas sel yang diberi perlakuan dinetralkan dan diendapkan dengan (NH4)2SO4 juga diduga karena konsentrasi protein yang terendapkan terlalu kecil. Pada penelitian ini konsentrasi (NH4)2SO4 yang digunakan pada tahap purifikasi parsial bakteriosin (presipitasi protein) hanya sebesar 50%. Menurut Purwanti (2003), tahap purifikasi parsial bakteriosin (presipitasi protein) dengan penambahan (NH4)2SO4 sebesar 50% mampu menghasilkan ekstrak endapan, namun jumlah protein yang terendapkan
27
tersebut bergantung pada karakteristik isolat bakteri asam laktat terseleksi yang digunakan. Daya hambat yang terjadi pada supernatan bebas sel yang tidak dinetralkan (tingkat keasaman tinggi) terhadap bakteri uji menunjukkan bahwa supernatan yang digunakan cenderung menghasilkan asam-asam organik. Hal ini diperkuat dengan tidak adanya zona hambat yang terbentuk di sekeliling sumur pada supernatan bebas sel yang dinetralkan. Asam-asam organik yang terbentuk ini berkaitan erat dengan penurunan pH yang terjadi pada akhir kultivasi (Tabell1). Asam organik berupa asam laktat yang terbentuk berasal dari hasil metabolisme bakteri asam laktat. Menurut Khunajakr et al. (2008), strain bakteri asam laktat dengan kemampuan untuk memproduksi asam organik dapat berpotensi sebagai aplikasi probiotik maupun sebagai pengawet makanan alami. Asam laktat mampu melemahkan permeabilitas bakteri uji terutama pada bakteri uji jenis Gram-negatif dengan merusak bagian membran luar bakteri. Menurut Alakomi et al. (2000), asam laktat merupakan molekul yang larut dalam air sehingga mampu menembus ke dalam periplasma bakteri Gram-negatif melalui protein porin pada membran luarnya. Pelindung dari permeabilitas membran luar berupa lapisan lipopolisakarida yang terletak pada permukaan membran dirusak oleh asam laktat sehingga substrat antimikroba yang lain yaitu diasetil, bakteriosin, hidrogen peroksida dan lactoperidase system dapat berpenetrasi ke dalam membran sitoplasma. Asam organik banyak digunakan sebagai aditif dalam pengawetan pangan (Roller 2003). Aksi antimikroba dari asam organik terutama berdasarkan pada kemampuannya dalam mereduksi pH pangan dalam fase air. Ketika nilai pH <4, asam menghambat pertumbuhan bakteri. Asam dapat juga menyebabkan kerusakan sel dan meningkatkan kemungkinan kehilangan viabilitas. Molekul yang tidak terdisosiasi dan ion terdisosiasi dapat menyebabkan kerusakan selular (Ray 2000). Keefektifan antibakteri dari asam organik pada pangan bergantung pada tipe asam yang digunakan, konsentrasi dan aplikasi metode. Efektivitas juga dipengaruhi oleh suhu, pH, aw, oksigen, garam dan antibakteri lainnya (Roller 2003).
28
Isolat BAL SK(15) dan SK(16) mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji L. monocytogenes, E. coli dan S. typhimurium. Berdasarkan hasil uji aktivitas senyawa antibakteri pada Tabel 2 menunjukkan bahwa isolat SK(15) merupakan isolat yang menghasilkan daya hambat yang lebih baik dibandingkan dengan SK(16) dengan diameter zona hambat pada L. monocytogenes, E. coli dan S..typhimurium masing-masing sebesar 7 mm, 6 mm dan 6 mm. Senyawa antibakteri dari isolat SK(16) menghasilkan diameter zona hambat pada L..monocytogenes, E. coli dan S..typhimurium masing-masing sebesar 3 mm, 5 mm dan 7 mm. Berbeda dengan isolat SK(19), dimana potensi senyawa antibakteri hanya mampu menghambat bakteri uji E. coli dan S. typhimurium dengan diameter zona hambat pada masing-masing bakteri uji sebesar 2 mm dan 3 mm, sedangkan pada bakteri uji L..monocytogenes tidak dihasilkan zona bening di sekitar sumur. Berdasarkan Tabel 2, aktivitas hambatan senyawa antibakteri dari isolat SK(15) terhadap L. monocytogenes lebih besar apabila dibandingkan dengan E..coli dan S. typhimurium. Sedangkan pada isolat SK(16) efektivitas penghambatan yang lebih baik pada pengujian dengan bakteri S. typhimurium. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri uji L. monocytogenes lebih sensitif terhadap aktivitas senyawa antibakteri yang terkandung pada isolat SK(15). Isolat SK(15) memiliki potensi sebagai agen biopreservatif makanan. Menurut Einarsson dan Lauzon (1995) diacu dalam Sutoyo (1998) senyawa antibakteri dengan aktivitas spesifik dan mempunyai efek hambatan pertumbuhan terhadap patogen yang menular melalui makanan (food borne pathogen) seperti Listeria spp., dapat diaplikasikan sebagai biopreservatif dalam industri makanan. Isolat BAL SK(16) memiliki efektivitas penghambatan yang lebih baik pada pengujian dengan bakteri uji S. typhimurium dan E. coli. Hal ini diduga karena bakteri uji yang berasal dari golongan Gram-negatif lebih sensitif terhadap aktivitas senyawa antibakteri yang dihasilkan isolat SK(16), dibandingkan dengan bakteri uji yang berasal dari golongan Gram-positif. Daya hambat terhadap bakteri uji dapat disebabkan karena isolat SK(16) membentuk asam-asam organik seperti asam laktat, asam asetat dan asam butirat. Adanya asam-asam organik (pH 4-4,5) menyebabkan pertumbuhan bakteri yang diujikan, yakni L. monocytogenes,
29
E..coli dan S..typhimurium menjadi terhambat. Asam laktat memiliki efek antibakteri terbatas ketika digunakan dalam pangan pada tingkat 1-2%, bahkan pada pH 5 atau lebih. Pertumbuhan bakteri Gram-positif dan Gram-negatif berkurang, diindikasikan oleh meningkatnya aksi bakteriosin. Asam laktat memiliki efek bakterisidal pada pH dibawah 5, khususnya pada bakteri Gramnegatif (Ray 2000). Isolat BAL SK(19) memiliki efek penghambatan yang lebih tinggi terhadap bakteri uji E. coli dan S. typhimurium. Hal tersebut diduga karena senyawa antibakteri yang diproduksi oleh isolat SK(19) memiliki kandungan asam laktat yang tinggi sehingga menghasilkan efek penghambatan hanya terhadap bakteri uji Gram-negatif. Asam laktat dan diasetil yang diproduksi oleh BAL memiliki efek penghambatan yang lebih tinggi terhadap bakteri Gramnegatif daripada bakteri Gram-positif. Bakteriosin yang diproduksi oleh BAL memiliki efek penghambatan yang lebih tinggi terhadap bakteri Gram-positif, sedangkan hidrogen peroksida mempunyai daya aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram negatif (Salmonella dan Pseudomonas) dan bakteri Gram-positif, seperti Staphylococcus (Holzapfel et al. 1995 diacu dalam Nurmalis 2008). Kandungan diasetil pada senyawa
antibakteri juga dapat menghambat
pertumbuhan bakteri patogen. Bakteri Gram-negatif lebih sensitif terhadap diasetil daripada bakteri Gram-positif. Diasetil menghambat pertumbuhan bakteri Gramnegatif yang bereaksi dengan pemanfaatan arginin (Jay 1986 diacu dalam Ammor et al. 2006). Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi terhadap bakteri uji E. coli dan S..typhimurium dibandingkan dengan L. monocytogenes juga berkaitan dengan perbedaan antara bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif yang didasarkan pada perbedaan struktur dinding selnya. Bakteri Gram-negatif mengandung lipid, lemak atau substansi seperti lemak dalam persentase lebih tinggi daripada yang dikandung bakteri Gram-positif. Dinding sel berupa peptidoglikan pada bakteri Gram-negatif cenderung lebih tipis dibandingkan dengan bakteri Gram-positif, yakni berkisar antara 2-7 nm (terletak diantara membran dalam dan luar) (Pelczar dan Chan 2005). Kandungan lipid, protein, dan lipopolisakarida pada membran luar bakteri Gram-negatif tersebutlah yang menyebabkan permeabilitas sel bakteri
30
Gram-negatif akan lebih mudah rusak ketika terkena pH rendah dibandingkan dengan bakteri Gram-positif. Bakteri asam laktat merupakan mikroba yang mempunyai kemampuan dalam menciptakan respon terhadap keasaman medium. Mekanisme penghambatan komponen antimikroba ini terhadap mikroba target adalah dengan cara destabilisasi dari membran sitoplasma (Lunggani 2007). Efektivitas BAL dalam menghambat bakteri pembusuk dipengaruhi oleh kepadatan, strainnya, serta komposisi media (Jeppensen dan Huss 1993 diacu dalam Rostini 2007). Selain itu, produksi substansi penghambat dari BAL dipengaruhi oleh media pertumbuhan, pH, dan temperatur lingkungan (Ahn dan Stiles 1990 diacu dalam Rostini 2007). Berdasarkan uji aktivitas senyawa antibakteri yang telah dilakukan menunjukkan bahwa isolat SK(15) merupakan isolat BAL yang menghasilkan daya hambat terbaik apabila dibandingkan dengan isolat SK(16) dan SK(19). Hal tersebut ditunjukkan dengan keefektifannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji L. monocytogenes, E..coli dan S. typhimurium dengan diameter zona bening yang paling besar.
4.2
Produksi Senyawa Antibakteri dari Isolat BAL Terpilih Tahap ini bertujuan untuk mengetahui waktu optimum pertumbuhan dan
produksi senyawa antibakteri dari isolat BAL terpilih (SK(15)). Tahap produksi senyawa antibakteri meliputi kultivasi, pengukuran kadar asam laktat dan uji aktivitas senyawa antibakteri. Pengamatan yang dilakukan ialah pengukuran OD, perubahan pH dan pengukuran kadar asam laktat setiap 4 jam selama 48 jam. Isolat terpilih (SK(15)) kemudian diuji aktivitasnya terhadap bakteri uji Listeria monocytogenes, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella typhimurium. Hasil pengukuran OD, pH, kadar asam laktat dan diameter zona hambat dapat dilihat pada Tabel 3.
31
Tabel 3 Perubahan densitas optik, pH, kadar asam laktat (%) dan aktivitas penghambatan (mm) isolat terpilih (SK(15)). Lama Inkubasi (jam) 0 4 8 12 16 20 24 28 32
pH
OD
5,76 5,23 4,25 3,97 3,95 3,93 3,91 3,91 3,91
0,45 1,07 3,60 4,63 4,90 6,00 6,05 5,90 5,20
44 48
3,91 3,91
5,20 5,10
Konsentrasi kontrol positif asam asetat (%)
Kadar Asam Laktat (%) 1,67 2,78 4,94 5,06 5,16 5,19 5,08 5,01 4,96
Diameter Zona Hambat (mm) LM 5 5 5 5 7 8 7
SA 6 6 7 7 7 7 6
EC 4 5 6 6 5 7 7 6
ST 4 6 6 6 6 6 8 7
4,96 4,91 0,20 0,40
5 5 2 3
6 5 1 4
6 6 1 2
6 5 1 2
0,60 0,80 1
2 5 6
5 6 8
4 6 7
3 6 8
Keterangan: diameter zona bening sudah termasuk hasil pengurangan diameter sumur LM : Listeria monocytogenes SA : Staphylococcus aureus EC : Escherichia coli ST : Salmonella typhimurium (-) : tidak menghasilkan zona hambat
Tabel 3 menunjukkan perubahan densitas optik, pH dan kadar asam laktat selama inkubasi 48 jam pada isolat terpilih (SK(15)) dan aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji L. monocytogenes, S. aureus, E. coli dan S. typhimurium. Isolat SK(15) mengalami penurunan nilai pH selama masa inkubasi yang seiring dengan peningkatan nilai OD hingga jam ke-24, kemudian nilai pH cenderung stabil hingga akhir masa inkubasi yang seiring dengan penurunan nilai OD. Hasil pengukuran kadar asam laktat berkaitan erat dengan nilai pH yang terukur, dengan meningkatnya kadar asam laktat maka akan menyebabkan pH medium menjadi asam. Aktivitas antibakteri isolat SK(15) memiliki daya hambat terhadap bakteri uji E. coli dan S. typhimurium pada jam ke-4. Bakteri uji L. monocytogenes dan
32
S..aureus baru mengalami aktivitas penghambatan pada jam ke-8. Uji aktivitas senyawa antibakteri yang dilakukan terhadap isolat terpilih SK(15) menunjukkan bahwa diameter zona hambat terbaik terjadi pada waktu inkubasi di jam ke-28. 4.2.1
Perubahan densitas optik, pH dan kadar asam laktat isolat terpilih Pengamatan densitas optik, perubahan pH dan pengukuran kadar asam
laktat dilakukan setiap 4 jam sekali selama inkubasi 48 jam. Pengamatan densitas optik dan perubahan pH dilakukan dengan mengukur nilai absorbansi dan tingkat keasaman media pertumbuhan isolat terpilih, sedangkan pengukuran kadar asam laktat diuji dengan metode analisis total asam tertitrasi. Pengukuran kadar asam laktat dilakukan dengan menggunakan larutan baku standar NaOH 0,1091 N dari indikator fenolftalein. Titrasi NaOH dilakukan hingga warna larutan supernatan berubah menjadi kemerahan. Kurva pertumbuhan, perubahan pH dan kadar asam
7
7
6
6
5
5
4
4
3
3
2
2
1
1
0
0 0
4
8
12
16
20
24
28
32
44
Kadar asam laktat (%)
Densitas optik dan pH
laktat isolat terpilih (SK(15)) dapat dilihat pada Gambar 4.
48
Lama inkubasi (jam)
Gambar 4 Perubahan densitas optik ( ), pH ( ) dan kadar asam laktat ( ) selama inkubasi 48 jam pada isolat SK(15). Gambar 4 menunjukkan tidak adanya fase adaptasi pada pola pertumbuhan isolat SK(15). Hal ini diduga karena fase adaptasi pada isolat SK(15) terjadi dengan sangat cepat. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya peningkatan nilai OD pada awal waktu inkubasi, yakni pada jam ke-0 menuju jam ke-4. Hal ini diduga karena media yang digunakan pada proses inokulum sama dengan media yang digunakan pada saat kultur bakteri (Suhandana 2010). Pembelahan sel belum terjadi pada fase adaptasi karena pada fase ini beberapa enzim belum disintesis. Jumlah sel pada fase adaptasi cenderung tetap, namun terkadang menurun. Bakteri
33
mungkin tidak memerlukan fase adaptasi apabila sel ditempatkan dalam media dan lingkungan yang sama seperti media dan kondisi lingkungan pada proses sebelumnya (Fardiaz 1992). Walaupun pada fase ini populasi sel pertumbuhannya tidak meningkat atau lamban, namun sel individu secara metabolik aktif dalam rangka peningkatan kandungan dan persiapan untuk pembelahan (Cowan dan Talaro 2006). Fase adaptasi merupakan suatu fase dimana bakteri yang baru dipindahkan ke dalam suatu medium akan mengalami penyesuaian dengan substrat dan kondisi lingkungan sekitarnya. Lamanya fase ini bervariasi tergantung dari kecepatan penyesuaian dengan lingkungan di sekitarnya. Fase pertumbuhan logaritmik (pertumbuhan cepat dan konstan) terjadi pada waktu inkubasi setelah jam ke-0 hingga jam ke-20 (Gambar 4). Proses metabolisme pada fase pertumbuhan logaritmik ini sangat pesat. Hal tersebut dikarenakan adanya nutrisi yang berlimpah dan kondisi media yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri, sehingga sintesis bahan sel sangat cepat dan konstan. Fase ini menunjukkan kecepatan membelah diri paling tinggi, waktu generasinya pendek dan konstan. Selama fase ini metabolisme paling pesat dikarenakan nutrisi yang berlimpah, jadi sintesis bahan sel sangat cepat dan konstan pula. Keadaan ini terus berlangsung sampai nutrien habis atau telah terjadi penimbunan atas hasil metabolisme yang bersifat racun yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan. (Hidayat et al. 2006). Fase stasioner ditunjukkan dengan pertumbuhan bakteri yang melambat dan pertumbuhannya cenderung tetap. Fase stasioner terjadi pada jam ke-20 hingga jam ke-28. Bakteri mampu hidup dan tumbuh karena dapat menyerap cairan tercerna ekstraseluler dari bahan organik yang ada disekitarnya, pencernaan bahan organik tersebut dilakukan melalui dinding sel masuk ke membran sitoplasma yang bersifat permeabel selektif. Ketika memasuki fase stasioner pertumbuhan bakteri akan melambat. Faktor yang mempengaruhi lambatnya pertumbuhan pada fase ini diantaranya ialah nutrisi yang terkandung dalam medium sudah sangat berkurang dan hasil metabolisme yang mungkin beracun, sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Jumlah bakteri yang dihasilkan pada fase ini sama dengan jumlah bakteri yang mati sehingga jumlah sel bakteri yang hidup menjadi konstan (Hidayat et al. 2006).
34
Fase penurunan terjadi pada waktu inkubasi jam ke-32 hingga akhir waktu inkubasi (48 jam). Penurunan nilai OD ini diduga karena pada fase penurunan sel mulai rentan mengalami kematian karena bakteri kehabisan nutrien dan kondisi lingkungannya yang sudah tidak sesuai. Kondisi lingkungan yang sudah tidak sesuai ini dapat terjadi akibat adanya zat-zat beracun dari hasil metabolisme bakteri selama diinkubasi. Perubahan nilai pH pada Gambar 4 menunjukkan tingkat keasaman yang relatif mengalami penurunan. Terjadi penurunan nilai pH yang cukup drastis dari jam ke-0 hingga jam ke-24, dimana terjadi penurunan nilai dari 5,76 menjadi 3,91 (Tabel 3). Penurunan nilai pH tersebut berkaitan erat dengan pertumbuhan isolat BAL SK(15). Penurunan nilai pH tersebut disebabkan oleh meningkatnya aktivitas metabolisme bakteri karena jumlah sel BAL yang terus bertambah (pertumbuhan tinggi). Hasil dari aktivitas metabolisme ini sebagian besar berupa asam laktat yang menyebabkan terciptanya kondisi asam sehingga akan menurunkan nilai pH pada lingkungan pertumbuhannya. Menurut Amin dan Leksono (2001) diacu dalam Rostini (2007), efek bakterisidal dari asam laktat berkaitan dengan penurunan pH lingkungan menjadi 3 sampai 4,5 sehingga pertumbuhan bakteri lain termasuk bakteri pembusuk akan terhambat. Setelah inkubasi 24 jam hingga jam ke-48 nilai pH cenderung stabil, yaitu 3,91. Pertumbuhan bakteri dan produksi asam laktat akan melambat dan cenderung tetap ketika memasuki fase stasioner, sehingga nilai pH tidak lagi mengalami penurunan. Penggunaan nutrien atau substrat oleh bakteri pada fase stasioner
tidak
dipergunakan
untuk
pertumbuhan,
tetapi
lebih
banyak
dipergunakan untuk metabolisme sekunder dalam menghasilkan metabolit lain diantaranya bakteriosin (Usmiati dan Marwati 2007). Kadar asam laktat mengalami peningkatan dari jam ke-0 hingga jam ke-20 lama inkubasi. Setelah itu, kadar asam laktat mulai mengalami penurunan dan cenderung stabil, yakni pada kisaran 5,075%-4,910% (Tabel 3). Kadar asam laktat yang terukur ini berkaitan erat dengan pertumbuhan dan nilai pH selama masa inkubasi. Ketika memasuki fase pertumbuhan logaritmik terjadi peningkatan nilai OD dan persentase kadar asam laktat, sedangkan nilai pH mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan pada fase logaritmik, terjadi peningkatan sel yang pesat
35
sehingga pertumbuhan bakteri menjadi cepat dan aktivitas metabolismenya menjadi tinggi. Hasil dari aktivitas metabolisme ini merupakan asam-asam organik, salah satunya berupa asam laktat sehingga dengan meningkatnya kadar asam laktat tersebut, maka akan menyebabkan pH medium menjadi asam. Ekstraseluler produk tertinggi dihasilkan pada jam ke-20 yang merupakan fase stasioner dari pola pertumbuhan isolat SK(15). Pertumbuhan jasad renik pada fase stasioner, yakni pada jam ke-20 hingga jam ke-28 akan menjadi lambat karena nutrisi yang terkandung dalam medium sudah sangat berkurang, sehingga dalam kondisi lingkungan yang tidak sesuai tersebut menyebabkan terjadinya produksi metabolit sekunder dengan persentase yang lebih tinggi. Persentase kadar asam laktat ketika memasuki fase akhir stasioner akan mengalami penurunan hingga terjadinya fase decline. Menurut Hardy (1975) diacu dalam Kusmiati dan Malik (2002), asam laktat merupakan salah satu metabolit utama dari bakteri asam laktat. Asam organik yang biasanya diasosiasikan dengan bakteri asam laktat adalah asam laktat, asam propionat dan asam asetat yang diproduksi dalam jumlah yang kecil. Asam laktat telah menunjukkan adanya aktivitas antibakteri melawan bakteri pembentuk spora, akan tetapi memiliki efek yang kecil terhadap fungi. Asamasam organik mampu menurunkan pH lingkungan dan mengeksresikan senyawa yang mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen. Menurut Hwang et al. (2011), metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat seperti asam laktat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti komposisi media (sumber karbohidrat, konsentrasi gula, dan faktor pertumbuhan), keberadaan oksigen, tingkat pH, dan konsentrasi metabolit sekunder dari produk. 4.2.2
Uji aktivitas senyawa antibakteri isolat terpilih Uji potensi senyawa antibakteri dari bakteri asam laktat dilakukan dengan
menggunakan metode penapisan secara langsung yang sering disebut dengan metode difusi sumur agar (agar well diffusion). Uji aktivitas senyawa antibakteri dari isolat terpilih dilakukan untuk mengetahui kemampuan isolat BAL SK(15) dalam
menghambat
pertumbuhan
bakteri
uji
Listeria
monocytogenes,
Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella typhimurium. Pengujian ini dilakukan berdasarkan waktu inkubasi per 4 jam selama 48 jam. Hubungan
36
antara aktivitas antibakteri dengan lama inkubasi pada isolat terpilih (SK(15))
Diameter zona hambat (mm)
terhadap bakteri uji dapat dilihat pada Gambar 6 dan Lampiran 4.
8 6 4 2 0 0
4
8
12
16
20
24
28
32
44
48
Lama inkubasi (jam)
Gambar 6 Hubungan antara aktivitas antibakteri dengan lama inkubasi pada isolat terpilih (SK(15)) terhadap bakteri uji Listeria monocytogenes ( ), Staphylococcus aureus ( ), Escherichia coli ( ) dan Salmonella typhimurium ( ). Berdasarkan Gambar 6, dapat disimpulkan bahwa senyawa antibakteri pada isolat terpilih (SK(15)) ketika diujikan terhadap bakteri L. monocytogenes, S..aureus, E. coli dan S. typhimurium pada waktu inkubasi di jam ke-0 tidak menunjukkan adanya aktivitas penghambatan. Hal ini dapat disebabkan karena pada jam ke-0 supernatan bebas sel yang diujikan mengandung kadar asam organik yang relatif masih rendah, sehingga belum mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji. Selain itu, pada jam ke-0 pertumbuhan bakteri asam laktat belumlah optimal, karena pada waktu inkubasi tersebut bakteri baru mengalami fase pertumbuhan awal. Kandungan asam laktat isolat SK(15) pada waktu inkubasi di jam ke-0 ialah sebesar 0,1670% dengan nilai pH yang relatif masih tinggi, yakni 5,76 (Tabel 3). Asam laktat memiliki efek bakterisidal pada pH dibawah 5, khususnya pada bakteri Gram-negatif (Ray 2000). Aktivitas penghambatan oleh senyawa antibakteri baru terjadi pada jam ke-4 pada bakteri uji E. coli dan S. typhimurium, dimana kedua bakteri uji tersebut merupakan jenis bakteri Gram-negatif. Hal tersebut diduga karena senyawa antibakteri yang diproduksi oleh isolat SK(15) memiliki kandungan asam laktat
37
yang tinggi sehingga menghasilkan efek penghambatan hanya terhadap bakteri uji Gram-negatif. Kandungan
asam laktat
dan diasetil
menghasilkan efek
penghambatan hanya terhadap bakteri uji Gram-negatif. Asam laktat dan diasetil yang diproduksi oleh BAL memiliki efek penghambatan yang lebih tinggi terhadap
bakteri
Gram-negatif
daripada
bakteri
Gram-positif,
sehingga
pertumbuhan dari bakteri uji Gram-positif tidak menunjukkan adanya hambatan (Holzapfel et al. 1995 diacu dalam Nurmalis 2008). Menurut Alakomi et al. (2000), asam laktat mampu melemahkan permeabilitas bakteri Gram-negatif dengan merusak membran luar bakteri Gram-negatif. Asam laktat merupakan molekul yang larut dalam air sehingga mampu menembus ke dalam periplasma bakteri Gram-negatif melalui protein porin pada membran luarnya, sehingga substrat antimikroba dapat berpenetrasi ke dalam membran sitoplasma. Senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh isolat bakteri asam laktat SK(15) pada jam ke-8 mampu menghambat pertumbuhan keempat bakteri yang diujikan, yakni L. monocytogenes, S. aureus, E. coli dan S. typhimurium. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan bakteri pada jam ke-8 ini sudah memasuki fase pertumbuhan logaritmik (Gambar 4), dimana pada fase tersebut pertambahan jumlah sel sangat pesat, sehingga hasil aktivitas metabolisme dari bakteri (berupa asam-asam organik) juga akan meningkat. Asam laktat merupakan salah satu jenis asam organik yang diproduksi oleh bakteri asam laktat. Kadar asam laktat isolat SK(15) pada jam ke-8 ini mengalami peningkatan, yakni sebesar 4,939% dengan nilai pH yang mulai rendah, yakni 4,25 (Tabel 3). Hal tersebut menyebabkan aktivitas hambat terhadap keempat bakteri uji yang tidak tahan terhadap asam. Kadar asam laktat yang dihasilkan oleh BAL dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti komposisi media (sumber karbohidrat, konsentrasi gula, dan faktor pertumbuhan), keberadaan oksigen, tingkat pH, dan konsentrasi metabolit sekunder dari produk. Bakteri asam laktat menggunakan jalur fermentasi untuk menghasilkan energi selular dan memproduksi asam organik. Hal tersebut menyebabkan terjadinya penurunan pH pada media di sekitar lingkungan pertumbuhannya (Theron dan Lues 2011). Mekanisme antimikroba asam laktat berdasarkan pada teori chemiosmotic dan pH homeostasis. Ketika asam laktat yang diproduksi disekresikan ke lingkungan, beberapa molekul terdisosiasi
38
menjadi H+ dan anion, sementara yang lain tidak terdisosiasi. Salah satu faktor yang berperan penting terhadap terdisosiasi atau tidaknya suatu molekul adalah pH lingkungan dan pK (tetapan keseimbangan) (Ray 1992). Berdasarkan Gambar 6, aktivitas penghambatan senyawa antibakteri optimum terjadi pada jam ke-28, dimana bakteri uji L. monocytogenes dan S..typhimurium mengalami penghambatan pertumbuhan dengan diameter zona bening sebesar 8 mm. Sedangkan pada bakteri uji S. aureus dan E. coli diameter zona bening yang dihasilkan ialah sebesar 7 mm. Bakteri memasuki fase akhir stasioner pada jam ke-28 (Gambar 4), pertumbuhan bakteri pada fase ini cenderung melambat bahkan mulai menunjukkan sedikit penurunan. Memasuki waktu inkubasi di jam ke-32 aktivitas penghambatan senyawa antibakteri yang dihasilkan isolat SK(15) terhadap pertumbuhan bakteri uji mengalami penurunan hingga jam ke-48. Pada waktu inkubasi tersebut, bakteri berada pada fase decline, dimana pertumbuhan bakteri mengalami penurunan dan sel bakteri mulai rentan mengalami kematian. Selain itu, kondisi lingkungan yang sudah tidak sesuai mengakibatkan munculnya zat-zat beracun yang berasal dari hasil metabolisme bakteri pada fase sebelumnya. Hal tersebut menyebabkan aktivitas penghambatan oleh isolat SK(15) menjadi tidak optimum, sehingga diameter zona bening di sekeliling sumur yang dihasilkan pun semakin kecil. Kontrol positif berfungsi untuk membandingkan aktivitas antibakteri dengan isolat yang diteliti. Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini ialah asam asetat dengan konsentrasi 0,20%, 0,40%, 0,60%, 0,80% dan 1%. Asam asetat merupakan senyawa organik yang mengandung gugus asam karboksilat. Asam asetat termasuk ke dalam golongan asam lemah yang bersifat korosif. Setiap bakteri uji memiliki ketahanan masing-masing terhadap jenis asam organik yang berbeda-beda. Bakteri uji L..monocytogenes memiliki kerentanan yang lebih tinggi terhadap asam laktat dibandingkan dengan asam asetat. Bakteri uji S..aureus memiliki toleransi ketahanan asam yang paling tinggi dibandingkan dengan bakteri uji lainnya. Escherichia coli dan Salmonella typhimurium memiliki kerentanan yang tinggi terhadap asam laktat dan asam asetat (Theron dan Lues 2011). Berdasarkan pengujian yang dilakukan, isolat SK(15) memiliki aktivitas antibakteri yang hampir setara dengan aktivitas antibakteri pada asam
39
asetat dengan kisaran konsentrasi 0,80%-1%. Uji aktivitas pada kontrol positif (asam asetat) dapat dilihat pada Lampiran 5. Bakteri asam laktat digunakan sebagai biopreservatif alami karena zat metabolit sekunder yang dihasilkannya cenderung tidak berbahaya dan memiliki efek inhibitor pada bakteri lain, seperti bakteri enteropatogenik. Efek inhibitor utama terjadi pada jalur metabolisme utama bakteri asam laktat, yakni jalur fermentasi (Theron dan Lues 2011). Senyawa antibakteri dengan aktivitas spesifik dan mempunyai efek hambatan pertumbuhan terhadap patogen yang menular melalui
makanan
(food
borne
pathogen)
dapat
diaplikasikan
sebagai
biopreservatif dalam industri makanan (Einarsson dan Lauzon 1995 diacu dalam Sutoyo 1998). Aktivitas penghambatan senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh isolat SK(15) terhadap keempat bakteri uji, yakni Listeria monocytogenes, Staphylococcus
aureus,
Escherichia
coli
dan
Salmonella
typhimurium
menunjukkan bahwa isolat SK(15) menimbulkan efek penghambatan yang cukup efektif. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 3, dimana diameter zona bening yang terbentuk di sekeliling sumur cukup besar. Menurut Hilmi dan Yusuf (2000) diacu dalam Nurmalis (2008), aktivitas antimikroba yang diproduksi BAL dengan zona penghambatan > 3mm termasuk ke dalam kelompok aktivitas hambat tinggi. Dengan demikian, isolat SK(15) memiliki potensi sebagai agen biopreservatif makanan.
5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Penapisan isolat SK(15), SK(16) dan SK(19) yang berasal dari produk bekasam ikan seluang menghasilkan senyawa antibakteri berupa asam-asam organik (asam laktat) yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji. Senyawa antibakteri jenis protein (bakteriosin) diduga tidak terendapkan pada tahap purifikasi parsial bakteriosin (presipitasi protein) dengan penggunaan konsentrasi (NH4)2SO4 50%. Isolat SK(15) merupakan isolat dengan hasil terbaik yang ditunjukkan dengan aktivitas zona hambat terbesar di sekeliling sumur pada uji aktivitas senyawa antibakteri dibandingkan dengan isolat SK(16) dan SK(19), sehingga isolat SK(15) merupakan isolat terpilih pada tahap produksi senyawa antibakteri. Isolat SK(15) menghasilkan aktivitas hambat terhadap pertumbuhan bakteri uji Listeria monocytogenes, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella typhimurium. Aktivitas penghambatan terbaik terjadi pada jam ke-28 yang merupakan fase stasioner dari pertumbuhan bakteri. Aktivitas antimikroba yang diproduksi isolat SK(15) termasuk ke dalam kelompok aktivitas hambat tinggi, sehingga isolat SK(15) memiliki potensi sebagai agen biopreservatif makanan.. 5.2 Saran Penggunaan konsentrasi (NH4)2SO4 yang berbeda pada tahap purifikasi parsial bakteriosin perlu dilakukan untuk menghasilkan konsentrasi endapan protein yang lebih besar. Selain itu, perlu dilakukan karakterisasi isolat BAL SK(15) dan pengujian dengan metode TPC untuk mengetahui efektifitas senyawa antibakteri yang dihasilkan isolat SK(15) dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen, sehingga senyawa antibakteri SK(15) dapat diaplikasikan secara langsung sebagai bahan pengawet makanan alami.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara. Afrianto E dan Liviawaty E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta: Kanisius. Ajizah A. 2004. Sensitivitas Salmonella typhimurium terhadap ekstrak daun Psidium guajava L. Bioscientiae. 1: 31-38 Alakomi H, Skytta E, Saarela M, Mattila-Sandhol T, Latva-Kala K dan Helander I. 2000. Lactic acid permeabilizes gram negative bacteria by disrupting the outer membrane. J. Appl and Environ Microbiol. 66(5):2001-2005. Ammor S, Tauveron G, Dufour E, Chevallier I. 2006. Antibacterial activity of lactic acid bacteria against spoilage and pathogenic bacteria isolated from the same meat small-scale facility:1-Screening and characterization of the antibacterial compound. J. Food Control. 17:454-461. Corning D. 2011. What is Staphylococcus aureus. http://www.news-medical.net/ health/What-is-Staphylococcus-Aureus.aspx. [15 Agustus 2011] Cowan M dan Talaro K. 2006. Microbiology: A System Approach. New York: Mc Graw Hill Company. Duffill M. 2007. Rasbora argyrotaenia - Silver Rasbora. http://www.seriouslyfish. com/profile.php?genus=Rasbora&species=argyrotaenia&id=728 [20 September 2011] Fardiaz S. 1988. Fisiologi Fermentasi. Bogor: PAU-IPB. Lembaga Sumberdaya Informasi-IPB. _______. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Fauzan A. 2009. Isolasi dan karakterisasi bakteri dari ikan laut dalam serta screening potensinya sebagai penghasil senyawa antibakteri [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Fishbase. 2010. Rasbora argyrotaenia. http://www.fishbase.us/summary/Rasboraargyrotaenia.html. [20 September 2011] Hadiutomo RS. 1988. Metode-Metode untuk Bakteriologi. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Hardiningsih R, Napitupulu R, Yulinery T. 2005. Isolasi dan uji resistensi beberapa isolat Lactobacillus pada pH rendah. Biodiversitas. 7(1):15-17. Hidayat N, Padaga MC dan Suhartini S. 2006. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta: Andi.
42
Holt J, Krieg N, Sneath P, Staley J, Williams S. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Ninth edition. Maryland: Williams &Wilkins. Hwang C, Chen J, Huang Y, Mao Z. 2011. Biomass production of Lactobacillus plantarum LP02 isolated from infant feces with potential cholestrol lowering ability. Af. J. of Microbiology 10(36): 7010-7020. Jawetz E, Melnick G dan Adelberg C. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi I. Surabaya: Salemba Medika. Khunajakr N, Wongwicharn A, Moonmangmee D, Tantipaiboonvut S. 2008. Screening and identification of lactic acid bacteria producing antimicrobial compunds from pig gastrointestinal tracts. Sci. Tech. J. 8(1):8-17. Kusmiati dan Malik A. 2002. Aktivitas bakteriosin dari bakteri Leuconostoc mesentroides Pbac1 pada berbagai media. Bulletin Kesehatan. 6(1):1-7. Lunggani A. 2007. Kemampuan bakteri asam laktat dalam menghambat pertumbuhan dan produksi aflatoksin B2 Aspergillus flavus. Bioma. 9(2):45-51. Magdalena L. 2009. Produksi dan karakterisasi bakteriosin asal Lactobacillus fermentum 2B2 serta aktivitas antimikrobanya terhadap bakteri patogen. [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta: Penebar Swadaya. Murtini J. 1992. Bekasam ikan mas. Jakarta: Penelitian pascapanen perikanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan hal.135-139. Nur H. 2005. Pembentukan asam organik oleh isolat bakteri asam laktat pada media ekstrak daging buah durian (Durio zibethinus Murr.). Bioscientiae. 2(1):15-24. Nurmalis L. 2008. Produksi senyawa antimikroba dari bakteri asam laktat produk fermentasi kecap ikan [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pelczar M dan Chan E. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL. Penerjemah. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Priyono E. 2011. Ikan Seluang. http://ikangalo.wordpress.com/2011/07/06/ikanseluang/. [20 September 2011] Purwanti H. 2003. Produksi bakteriosin dari isolat bakteri asam laktat teriseleksi M-6-15. [laporan praktik kerja lapang]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
43
Rahayu W, Ma'oen S, Suliantari dan Fardiaz S. 1992. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Ray B, Daeschel. 1992. Food Biopreservative of Microbial Origins. Tokyo: CRC Press. Ray B. 2000. Fundamental Food Microbiology (Third edition). New York: CRC Press. Roller S. 2003. Natural Antimicrobials for The Minimal Processing of Foods. Boca Raton: CRC Press. Rostini I. 2007. Peranan bakteri asam laktat (Lactobacillus plantarum) terhadap masa simpan filet nila merah pada suhu rendah [skripsi]. Jatinangor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjajaran. Scopes R. 1994. Protein Purification Principles and Practice (Third edition). New York: Springer-Verlag. Sobri A. 2008. Analisis tingkat kematangan dan indeks kematangan gonad ikan seluang (Rasbora argyrotaenia) [skripsi]. Palembang: Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya. Sugiyono, Irianto H, Indriati N, Amini S, Rahayu U, Sabarudin dan Suarga E. 1999. Isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat dari produk cincalok. Jakarta: Bagian Proyek Penelitian dan Pengembangan Perikanan Slipi. Balai Penelitian Perikanan Laut. Suhandana M. 2010. Pemanfaatan jeroan ikan tongkol sebagai bahan baku pembuatan pepton secara enzimatis [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sutoyo. 1998. Penapisan bakteri asam laktat asal berbagai sumber bahan hewani dan nabati dalam menghasilkan bakteriosin [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Theron M, Lues J. 2011. Organic Acids and Food Preservation. United States: CRC Press. Usmiati S. 2007. Penggunaan bakteriosin untuk mempertahankan kesegaran daging ayam. http://litbang.deptan.go.id [3 Maret 2011]. Usmiati S dan Marwati T. 2007. Seleksi dan Optimasi Proses Produksi Bakteriosin dari Lactobacillus sp. Jurnal Pascapanen. 4(1):27-37. Winarno F, Fardiaz S dan Daulay D. 1973. Indonesian fermented foods. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Winarno F. 1994. Sterilisasi Komersial Produk Pangan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN
45
Lampiran 1 Pembuatan buffer fosfat
Bahan: • Na2HPO4 0,1 M sebanyak 1,779 gr dilarutkan hingga 100 ml dengan menggunakan aquades (A). • NaH2PO4 0,1 M sebanyak 1,560 gr dilarutkan hingga 100 ml dengan menggunakan aquades (B).
Buffer fosfat dibuat dengan mencampurkan larutan Na2HPO4 (A) dan NaH2PO4n(B): 61,1 ml (A) + 38,9 ml (B) → pH 7
46
Lampiran 2 Hasil uji aktivitas senyawa antibakteri dari tiga isolat berbeda
a.
Isolat SK(15)
L. monocytogenes
b.
S. typhimurium
E. coli
S. typhimurium
E. coli
S. typhimurium
Isolat SK(16)
L. monocytogenes
c.
E. coli
Isolat SK(19)
L. monocytogenes
47
Lampiran 3 Contoh perhitungan kadar asam laktat Pengukuran kadar asam laktat dapat dihitung dengan menggunakan rumus: % Asam laktat = V NaOH x N NaOH x 90 x FP x 100% Bobot Sampel
Contoh perhitungan pada waktu inkubasi jam ke-0: V NaOH
: 1,7 ml
N NaOH
: 0,1091 N
90
: bobot ekuivalen asam laktat
FP
:1
Bobot sampel : 1000 mg
% Asam laktat = 1,7 ml x 0,1091 N x 90 x 1 x 100% 1000 = 16,6923 x 100% 1000 = 1,66923% ~ 1,67%
48
Lampiran 4 Hasil uji aktivitas senyawa antibakteri isolat terpilih (SK(15)) a.
b.
Bakteri uji Listeria monocytogenes
Jam ke-0, 4 dan 8
Jam ke-12, 16 dan 20
Jam ke-24, 28 dan 32
Jam ke-44 dan 48
Bakteri uji Staphylococcus aureus
Jam ke-0, 4 dan 8
Jam ke-12, 16 dan 20
49
Jam ke-24, 28 dan 32
c.
Jam ke-44 dan 48
Bakteri uji Escherichia coli
Jam ke-0, 4 dan 8
Jam ke-12, 16 dan 20
Jam ke-24, 28 dan 32
Jam ke-44 dan 48
50
d.
Bakteri uji Salmonella typhimurium
Jam ke-0, 4 dan 8
Jam ke-24, 28 dan 32
Jam ke-12, 16 dan 20
Jam ke-44 dan 48
51
Lampiran 5 Uji aktivitas pada kontrol positif dan negatif a. Bakteri uji Listeria monocytogenes
b. Bakteri uji Staphylococcus aureus
c.__Bakteri uji Escherichia coli
d. Bakteri uji Salmonella
typhimurium