O
''
PROSES PEMURNIAN AIR DENGAN MODIFIKASI FILTRASI KITOSAN
Oleh : Dery Firdaus C34104012
PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN DERY FIRDAUS. C34104012. Proses Pemurnian Air dengan Modifikasi Filtrasi ICitosan. Dibimbing oleh PIF'M SUPTIJAH dan WINARTI ZAHIRUDDIN h r merupakan sumber daya alam yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan digunakan masyarakat untuk berbagai kegiatan sehari-hari, termasuk kegiatan pertanian, perikanan, petemakan, industri, pertambangan, rekreasi, olah raga dan sebagainya. Telah banyak teknologi terapan yang diciptakan para ahli untuk mengatasi permasalahan pencemaran air tersebut, salah satunya adalah dengan penggunaan kitosan untuk mengatasi pencemaran air tersebut. Tujuan penelitian ini,adalah untuk mengetahui kemampuan kitosan dalam menurunkan jumlah bakteri koliform dan konsentrasi besi di dalam air sumur serta pemanfaatannya dalam proses pemurnian air sumur. Penelitian ini dibagi menjadi 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui konsentrasi optimum larutan kitosan dalam mereduksi baktei-i dan konsentrasi besi di dalam air sumur. Konsentrasi larutan kitosan yang diterapkan sebagai perlakuan terdiri dari einpat taraf yaitu : 0 ppm (A), 1 ppm, 5 ppm, dan 10 ppm dengan lama pengadukan 1 menit, diendapkan selama 12 jam dan dilakukan pengamatan TPC dan konsentrasi besi. Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui kemampuan kitosan sebagai filter dalam proses pemurnian air. Filter kitosan yang beihngsi sebagai kolom dalam penelitian ini terdiri dari empat taraf yaitu : 0 gram kitosan (AO), 5 gram kitosan (A1),10 gram kitosan (A2), dan 15 gram kitosan (A3). Untuk mengetahui kualitas air yang dihasilkan maka dilakukan pengamatan yang meliputi TPC, konsentrasi besi, pH, kekeruhan, TSS, dan total koliform. Kandungan TPC dari air sumur yang dihasilkan berkisar antara 1,2 x 1o3 cfdml - 1,9 x lo4 cfdml, konsentrasi besi 0,016 mg/l - 0,14 mgll, pH air 4,4 - 6 3 , kekeruhan air 3,5 NTU - 5 NTU, TSS air 22,5 mg/l - 139 mg/l, dan nilai total koliform 0 MPNIml - 350 x lo2 MPNIml. Penggunaan filter kitosan 5 gram sudah dapat menghasilkan air dengail kualitas yang sesuai dengan syarat kesehatan manusia berdasarkan parameter konsentrasi besi, pH, kekeruhan, dan bakteri kolifoim. Sedangkan untuk parameter TSS, air hasil proses penyaringan dengan filter kitosan 5, 10, dan 15 gram tidak termasuk ke dalam air dengan kualitas yang sesuai syarat kesehatan manusia (siap konsumsi). Hasil analisis ragam menunjukan bahwa faktor jumlah kitosan yang digunakan sebagai filter berpengaruh nyata terhadap nilai TPC, kekeruhan, pH, dan TSS, akan tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap konsentrasi besi d m total koliform. Dari hasil penelitian ini disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut untuk inengetahui keinampuan filter kitosan dalam menurunkan nilai TSS serta membandingkan filter kitosan dengan filter yang sudah ada. Perlu dilakukan pengujian terhadap parameter lain khususnya yang berkaitan dengan kualitas air ininum. Selain itu untuk mengurangi kontaminan bakteri, sebaiknya koloin kitosan haus disterilkan terlebih dahulu serta digunakan kran pada alat penyaringan untuk inengatur kecepatan aliran air agar hasil filtrasi menjadi lebih optimal.
PROSES PEMURNIAN AIR DENGAN MODIFIKASI FILTRASI KITOSAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Peiikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh : Dery Firdaus C 34104012
PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Penelitian
: PROSES
PEMURNIAN AIR DENGAN MODIFIKASI FILTRASI KITOSAN
Nama Mahasiswa
: Dery Firdaus
NRP
: C34104012
Menyetujui,
Komisi Pembimbing Pembimbing I
Peinbiinbing I1
Dra. Pipih Suptiiah, MBA NIP. 131 476 638
Ir. Winarti Zahiruddin, MS NIP. 130 422 706
kanan dan Ilmu Kelautan
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INPORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang bejudul
" Proses
Pemurnian Air dengan Modifiasi Filtrasi Kitosan" adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan manapun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, Agustus 2008
Deiy Firdaus
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat sel-ta hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
dengan judul
" Proses Pemurnian Air dengan Modifikasi Filtrasi Kitosan". Adapun tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sajana di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada : 1. Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA dan Ibu Ir. Winarti Zahiruddin, MS selaku
komisi pembimbing, atas segala bimbingannya dan pengarahannya yang diberikan kepada penulis. 2. Ibu Dra. Ella Salamah, Msi dan Bapak Dr. rer. nat. Ir. Agoes M Jacoeb selaku
dosen penguji, atas segala bimbingan dan pengarahannya yang diberikan kepada penulis.
3. Bapak Dr. rer. nat. Ir. Agoes M Jacoeb selaku pembimbing akademik atas bimbingan dan dorongan semangatnya kepada penulis. 4. Ayah dan Ibu tercinta atas semua dukungan dan kasih sayang yang diberikan
baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis 5. Keluarga besar ayah tercinta atas kasih sayang yang diberikan, baik moril
maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis.
6. Seluruh staf dosen dan TU THP terima kasih atas dukungan dan bantuannya selana ini. 7. Ibu Ema (laboran THP), Ibu Emi (PAU) yang telah memberikan banyak sekali
pembelajaran kepada penulis.
8. Tri Septiarini atas semua kenangan dan perhatiannya yang pemah diberikan kepada penulis.
9. Teman-teman satu bimbingan : Ferry H (Racun) dan Rijal terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya kepada penulis selama melaksanakan penelitian.
10. Teman-teman satu kost-an (Yudha, Gilang, Rijan, dan Opick) terima kasih sudah bisa nlenjadi sahabat-sahabat terbaik buat penulis. 11. THP-ers 41, terima kasih atas kekompakan, kebersamaan dan dukungan selama empat tahun. 12. Heni "La Sapienza" atas semangat dan bantuannya yang telah diberikan kepada penulis. 13. Rizka dan Danti atas semangat, tawa dan doanya yang telah diberikan kepada penulis. 14. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangamlya. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi penyempumaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bemanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Agustus 2008
Dery Firdaus
Penulis dilahiikan di Lebak, pada tanggal 2 Desember 1985. Penulis adalah anak pertama dari 3 bersaudara dari Bapak Drs. M. Effendi HA dan Ibu Solihah. Penulis memulai jenjang formal pada pendidikan Sekolah Dasar Negeri Sipayung 1, Lebak, Banten dan lulus pada tahun 1998.
Penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama
di SLTP Negeri 1 Cipaaw lulus pada tahun 2001, dan melanjutkw pendidikm Tingkat Menengah Atas di SMU Negeri 1 Rangkasbitung, Banten dan lulus pada tahun 2004. Penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 2004 dan diterima sebagai mahasiswa Fakultas Pe&anm dm I h u Kelautan pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Selama menjalani pendidikan akademik penu!i~ pentah mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Tekno!ogi Hasil Perikanan pada tahun 2005/2006. Penulis juga aktif di organisasi mahasiswa daerah sebagai seksi kernanan. Selain
itu penulis juga pemah mengadaltan
kegiatan seminar " Revitalisasi Perikanan dan Kehutanan" di daerah Serang pada T
h 2006 sebagai koordinator @anspo&qi dan logistik. Dalam bidqg
akademik penulis juga merupakan asisten dosen pada mata kuliah Penanganan Hasi! Perairan (2007),
dm Tekno!ogi Pengembangan .. Kitin dan Kiltosan (2008).
Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, penulis wlakukan p e n e l i t i ~dengm judul
" Proses
remumian Air dengan
Modifikasi Filtrasi Kitosan" sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sxjana pada F&u!tas
Perikanan dan Illnu i(e!autan, Institut Pertmim Bogor.
DAFTAR IS1 Halaman DAFTAR TABEL ...........................................................................................
ix
DAF'TAR GAMBAR.......................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................
xi
.
1 PENDAHULUAN .......................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................
1
1.2. Tujuan ...............................................................................................
3
2.TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................
4
2.1. Limbah Udang .................................................................................. 4 2.2. Air .....................................................................................................
5
2.3. Sifat Fisika dan Kiinia Kitin Kitosan ................................................
7
. .
2.4. Isolasi IGtosan ...................................................................................
9
2.5. Kitosan Sebagai Penjemih dan Pemurni Air ....................................
11
2.6. Pengolahan Air .................................................................................
12
3 METODOLOGI..........................................................................................
16
.
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................
16
3.2. Alat dan Bahan ..................................................................................
16
..
3.3. Metode Penehtlan ............................................................................. 3.3.1. Proses penjernihan air .............................................................. 3.3.2. Proses penyaingan air ............................................................. .. 3.3.3. Analisls kualitas air.................................................................. (1). Uji kekeruhan ................................................................ (2). Uji pH ................................................................................. (3). Uji total suspended solids (TSS) ........................................ (4). Uji konseiltrasi besi ............................................................ (5). Uji totalplate count (TPC) ................................................ (6). Uji total bakteri koliform ...................................................
..
3.4. Analisls Statistik ...............................................................................
23
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
24
.. 4.1. Penelitlan Pendahuluan..................................................................... ..
24
.
4.2. Penelitlan Utama ............................................................................... 4.2.1. Nilai TPC ................................................................................. 4.2.2. Nilai konsentrasi besi .......................................................... 4.2.3.Nilaikekeruhan ....................................................................
27 27 30 31
4.2.4. Nilai pH .................................................................................... 4.2.5. Nilai TSS.................................................................................. 4.2.6. Nilai total bakteri koliform ......................................................
34 36 38
5 KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
41
.
5.1. Kesimpulan .......................................................................................
41
DAF'TAR PUSTAKA......................................................................................
43
LAMPIRAN ....................................................................................................
46
...
Vlll
DAFTAR TABEL No .
Teks
Halaman
1. Komposisi kimia kepala dan kulit udang....................................................
4
2. Baku mutu air..............................................................................................
6
3. Standar mutu kitosan ..................................................................................
11
4. Nilai konsentrasi besi air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda ..................................................................................................
30
DAFTAR GAMBAR
No .
Teh
Halaman
1. Struktur kimia kitin dan kitosan (Sandford et a1. 1989) ............................. 7 2. Reaksi demineralisasi (Bastaman 1989) ....................................................
9
3 . Skema isolasi kitosan dari kulit udang (Suptijah et a1. 1992) .................... 10
.
.
4. Skema proses penjem~hanair ..................................................................... 18
5. Skema proses penyaingan air ..............................................................
18
6 . Desain alat penyaringan air.........................................................................
19
7 . Histogram log jumlah bakteri air sumur dengan perlakuan konsentrasi larutan kitosan yang berbeda ...................................................
24
8. Histogram konsentrasi besi air sumur dengan perlakuan konsentrasi lamtan kitosan yang berbeda ...............................................
26
9 . Histogram log jumlah bakteri air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda ..................................................................................
28
10. Histogram persentase penurunan log jumlah bakteri dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda .........................................................
29
11. Histogram nilai kekeruhan air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda ..........................................................................
32
12. Histogram persentase penuman nilai kekeruhan air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda ............................................ 33 13. Histogram nilai pH air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda ...............................................................................................
34
14. Histogram persentase peningkatan nilai pH air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda .........................................................
35
15. Histogram nilai TSS air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda ............................................................................................... 36 16. Histogram persentase penurunan nilai TSS air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda .........................................................
37
17. Histogram nilai total bakteri kolifom~air sumur dengal perlakuan filter kitosan yangberbeda .........................................................................
38
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Data mentah nilai TPC air sumur dengan perlakuan konsentrasi larutan kitosan yang berbeda ...................................................................... 2. Tabel analisis ragam nilai TPC air sumur dengan perlakuan
konsentrasi larutan kitosan yang berbeda ................................................... 3. Tabel uji Tukey TPC air sumur dengan perlakuan konsentrasi larutan kitosan yang berbeda. ....................................................................
4. Data mentah nilai konsentrasi besi air sumur dengan perlakuan konsentrasi larutan kitosan yang berbeda ...................................................
5. Tabel analisis ragam nilai konsentrasi besi air sumur dengan perlakuan konsentrasi larutan kitosan yang berbeda .................................. 6. Data mentah nilai TPC air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda ...............................................................................................
7. Tabel analisis ragam nilai TPC air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda ..........................................................................
8. Tabel uji Tukey TPC air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda ............................................................................................... 9. Tabel persentase penurunan log jumlah bakteri air sumur ......................... 10. Tabel analisis ragam nilai konsentrasi besi air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda ......................................................... 11. Tabel persentase penurunan nilai konsentrasi besi air sumur..................... 12. Data mentah nilai kekeruhan air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda ..........................................................................
13. Tabel analisis ragam kekeruhan air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda .......................................................................... 14. Tabel persentase penurunan nilai kekei-uhan air sumur ..............................
15. Data mentah nilai pH air dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda ............................................................................................... 16. Tabel analisis ragam pH air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda ............................................................................................... 17. Tabel uji Tukey pH air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda ............................................................................................... 18. Tabel persentase peningkatan nilai pH air sumur ....................................... 19. Data mentah nilai TSS air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda ...............................................................................................
20. Tabel analisis ragam TSS air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda ...............................................................................................
54
21. Tabel uji Tukey TSS air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda ...............................................................................................
55
22. Tabel persentase peningkatan nilai TSS air sumur .....................................
55
23. Data mentah nilai total bakteri koliform air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda ....................................................
56
24. Tabel analisis ragam total bakteri koliform air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda ..................................................... 56 25. Tabel uji Tukey total bakteri koliform air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda ..........................................................................
56
26. Tabel perbandingan hasil analisis kualitas air ............................................
57
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan digunakan masyarakat untuk berbagai kegiatan sehari-hari, termasuk kegiatan pertanian, perikanan, petemakan, industri, pertambangan, rekreasi, olah raga dan sebagainya. Dewasa ini, masalah utama sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan manusia yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik terus menurun khususnya untuk air minum. Hal ini terutama disebabkan karena kerusakan lingkungan. Mulai dari perambahan hutan, pengalihan fungsi lahan hijau yang merupakan daerah tangkapan air dan lahan pertanian mei~jadipeinukiman, industri dan kegiatan lain yang berdampak negatif terhadap suinber daya air, antara lain menyebabkan penuiulan kualitas air. Tetapi untuk keperluan tertentu, dibutuhkan air yang memiliki persyaratan yang sesuai untuk kesehatan. Manusia membutuhkan air untuk kelangsungan hidupnya sehingga keberadaan air sangat mutlak diperlukan. Air bersih di alam dipergunakan untuk berbagai keperluan. Sebagian air tersebut kembali lagi ke alam, tetapi sudah dalam keadaan kotor dan tercemar. Tanpa adanya proses pengolahan yang memadai, air yang sudah tercemar tersebut dapat membebani bahkan melampaui kesanggupan alam untuk membersihkannya lagi. Air yang tercemar tersebut merupakan masalah yang cukup serius jika penanganannya tidak dilakukan dengan benar. Air yang telah mengalami pengolahan akan dapat dimanfaatkan oleh manusia sebagai air bersih dan bahkan dapat dikonsumsi untuk diminum sehari-hari. Penceinaran air dapat disebabkan oleh air buangan nunah tangga, cemaran yang dihasilkan dari industri, dan juga akibat penggunaan pupuk dan pestisida. Cemaran tersebut dapat mengkontaminasi organisme dan lingkungamya baik dalmn bentuk larutan, koloid maupun bentuk partikel lainnya. Efek lain yang dapat ditimbulkan dari pencemaran air yaitu dapat menyebabkan penyakit terhadap manusia itu sendiri, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sebagai akibat penggunaan air minum yang tidak memenuhi syarat kesehatan, setiap tahun di Indonesia diperkirakan lebih dari 3,5 juta anak di bawah usia tiga tahun terserang penyakit saluran pencernaan dan diare dengan jumlah kematian 3% atau 105.000 jiwa. Adanya senyawa kimia berbahaya yang terlarut dalam air dapat berakibat fatal jika kadarnya sangat berlebih atau bila hanya sedikit berlebih pada penggunaan jangka panjang mungkm tertimbun dan menimbulkan efek merugikan kesehatan (Raini 2004). Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum (Menteri Kesehatan 2002 diacu dalam Yuliarti 2006). Pada dasarnya, sumber air minum yang dapat dimanfaatkan dapat digolongkan menjadi 3 jenis yaitu air hujan, air tanah dan air permukaan. Air tanah merupakan sumber air bagi inasyarakat pedesaan dalam bentuk mata air atau sumur. Air sumur yang terdapat di dalam tanah sudah mengalami beberapa penyaringan oleh lapisan tanah dan pada sumur dengan kedalaman minimal tiga meter, bakteri saprofilik tidak dapat hidup sehingga air bebas dari pencemaran bakteri (Sudibyo 1982 diacu dalam Yuliarti 2006). Air bersih yang siap dikonsumsi tersebut hatus dilakukan beberapa pengujian mengenai syarat baku mutu air. Tetapi didalam penelitian ini hanya dilakukan beberapa pengujian syarat baku mutu air diantaranya adalah konsentrasi besi, total kolifonn, total padatan tersuspensi, pH dan kekeruhan. Kitosan dihasilkan salah satunya dari limbah kulit udang. Limbah yang berasal dari pembekuan udang bervariasi, tetapi pada umumnya berkisar antara 30-75% dari berat udang tergantung jenisnya (Moelyanto 1984 diacu dalam Prantommy 2005). Swanson et al. (1980) diacu dalam Prantommy (2005) mengatakan bahwa limbah padat yang berasal dari pengolahan udang berkisar antara 65-85%. Produksi udang pada tahun 2005 mencapai 280.629.000 kg (BPS 2006). Hal ini berarti pada tahun 2005 diperoleh limbah udang 182.408.850 - 238.534.650 kg.
Jumlah limbah udang yang besar ini sangat
potensial untuk dimanfaatkan sebagai kitosan. Kitosan tersebut dapat digunakan
untuk berbagai keperluan industri salah satunya adalah untuk mendapatkan air bersih yang siap dikonsumsi. Selain itu kitosan juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengawet, koagulan, pengkelat, pengabsorbsi, penstabil, pembentuk film,
penjemih, flokulan, antibakteri, dan antifungal (Shahidi 1999 diacu dalam Suptijah 2006). Telah banyak teknologi terapan yang diciptakan para ahli untuk mengatasi permasalahan pencemaran air tersebut, salah satunya adalah dengan penggunaan kitosan untuk mengatasi pencemaran air tersebut. Salah satu sifat kitosan adalah dapat menyerap bahan-bahan organik maupun senyawa logam karena khitosan memiliki gugus aktif dan berat molekul yang besar sehingga dapat menggumpalkan (koagulasi) senyawa-senyawa organik maupun senyawa logam yang terkandung didalam air. Kitosan sebagai suatu polimer dapat berperan sebagai anti bakteri dimana kitosan tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif (Muzzarelli 1982). Dalam penelitian ini dilakukan proses pemurnian air sumur dengan menggunakan filter kitosan, sehinggajumlah zat pencemar yang terdapat di dalam air sumur dapat dikurangi sampai batas yang dipersyaratkan untuk kesehatan. 1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk : 1). Mengetahui kemampuan kitosan dalam menurunkan jumlah bakteri
koliform dan konsentrasi besi di dalam air sumur. 2). Mengetahui kemampuan kitosan didalam proses pemurnian air sumur.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Udang
Tubuh udang terdiri dari bagian kepala (chepalothorax, yaitu gabungan kepala-dada-perut) dan bagian ekor. Bagian kepala merupakan 36 - 49 % dari seluruh berat badan. Bagian daging berkisar 24
-
41 % dari berat badan,
sedangkan sisanya ( 23 - 27 % ) berupa kulit ekor ( Zaitsev et al. 1969 diacu dalam Masduki 1996 ). Secara umum limbah udang merupakan bagian-bagian dari tubuh udang yang tidak dinlanfaatkan dalam suatu pengolahan. Untuk keperluan ekspor, bagian udang yang dibekukan adalah mulai dari bagian badan hingga bagian ekor, sedangkan bagian kepala dan kulit pada dada ( chepRalotorax ) mentpakan bagian yang dibuang ( Arlius 1998 ). Di Indonesia saat ini terdapat sekitar 170 perusahaan pengolahan udang dengan kapasitas produksi sekitar 500.000 tor per tahun. Dari proses pembekuan udang dalan bentuk udang beku headless atau peeled untuk ekspor, 60 - 70 % dari berat udang menjadi limbah ( bagian kulit dan kepala ). Kepala dan kulit udang tersebut mengandung protein sebesar 16,6 % dan air sebesar 18,6 % ( Suparno dan Nurcahyo 1984 diacu dalam Sari 2003 ). Komposisi kimia kepala
dan kulit udang dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Koinposisi kimia kepala dan kulit udang Komposisi
Jumlah ( % ) Air 81,60 Protein 16,60 Lemak 0,20 Abu 0,50 Karbohidrat 0,lO Sumber : Suparno dan Nurcahyo ( 1984 ) diacu dalam Sari ( 2003 ).
Suptijah et al. ( 1992 ) menyatakan bahwa limbah udang dapat dikategorikan menjadi 3 jenis berdasarkan jenis pengolahannya, yaitu : 1). Kepala udang yang biasanya merupakan hasil samping industri pembekuan udang tanpa kepala.
2). Kulit udang yang biasanya merupakan hasil samping industri pembekuan
udang kelas mutu 2 atau industri pengalengan udang.
3). Campuran keduanya yang biasanya berasal dari industri pengalengan udang. 2.2. Air
Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi hidup dan kehidupan manusia, ha1 ini karena 60-70 % berat badan manusia terdiri dari air. Air dalam kehidupan mauusia sangat penting, baik untuk kegiatan sehari-hari maupun proses fisiologis dalam tubuh, seperti pelamt yang sangat efisien, sebagai elektrolit dan bersifat amphotir, merawat integritas sel dan menjaga kestabilan suhu tubuh. Oleh karena itu penyediaan air yang cukup, baik kuantitas maupun kualitas sangat diperlukan (Entjang 1993 diacu dalam Masduki 1996). Air merupakan unsur utama bagi kehidupan manusia di planet ini. Manusia mampu bertahan hidup tanpa makan d d a n beberapa minggu, tetapi tanpa air manusia akan mati dalam beberapa hari saja. Ddam bidang kehidupan ekonomi modem, air juga mempakan ha1 utama untuk budidaya pertanian, industri, pembangkit tenaga listrik, dan transportasi. Air merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup. Bila manusia, hewan, dan tumbuhan kekurangan air, maka akan mati. Pokoknya, pengaruh air sangat luas bagi kehidupan, khususnya air untuk makan dan minum ( h o n i m b 2007). Sumber air untuk keperluan manusia dibedakan dalam tiga golongan (Sumali 1995 diacu dalam Masduki 1996), yaitu : 1). Air hujan : yaitu air yang dikuinpulkan dari atap kemudian disaring dengan
saringan pasir atau yang sengaja dalam suatu wadah yang besar terbuat dari beton semen. Kualitas air ini sangat tergantung pada tingkat pencemaran udara oleh kegiatan industri atau kendaraan bermotor. 2). Air perrnukaan : yaitu air yang berasal dari danau, rawa, kolam, sungai dan
dari badan air atau reservoir lainnya. Tingkat kebersihan air ini sangat tergantung pada pencemaran aliran air dan sanitasi oleh masyarakat. Saluran pennukaan dan pembuangan tinja Cfeces) manusia dan hewan ke dalam air merupakan sumber kontaminasi utama. 3). Air dalam tanah : yaitu air yang diperolell melalui pengumpulan air diatas
lapisan impermeable batuan (air tanah dangkal) atau dibawah lapisan
impermeable batuan (air tanah dalam), debit air ini sangat tergantung pada musim dan kontaminasi dapat terjadi melalui rembesan dari permukaan tanah. Syarat
air
minum
berdasarkan
keputusan
Menteri
Kesehatan
No. 907 / MENKES I SK I VII I 2002 harus bebas dari bahan-bahan anorganik dan organik. Dengan kata lain kualitas air minum hatus bebas bakteri, zat kimia, racun, limbah berbahaya dan lain sebagainya. Parameter kualitas air minum yang berhubungan langsung dengan kesehatan sesuai Permenkes tersebut adalah berhubungan dengan mikrobiologi, seperti bakteri E.coli dan total koliform. Selain itu kualitas air juga berhubungan dengan kandungan senyawa kimia organik berupa arsenik, flourida, kroinium, kadmium, nitrit, sianida dan selenium. Sedangkan parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan manusia antara lain adalah bau, wanla, jumlah zat padat terlanrt (TDS), kekeruhan, rasa, dan suhu. Untuk parameter kimiawi berupa aluminium, besi, khlorida, mangan, pH, seng, sulfat, tembaga, sisa khlor dan ammonia (BPPT 2007). Baku mutu air dapat terlihat pada Tabel 2 berikut (Men.Kes RI 2002 diacu dalam Suriansyah 2005). Tabel 2. Baku mutu air
Pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Ciri-ciri air yang sudah tercemar sangat bervariasi tergantung dari jenis air dan polutannya atau komponen yang mengakibatkan tercemamya lingkungan perairan. Beberapa parameter air yang biasa diuji untuk menentukan tingkat polusi air diantaranya : nilai pH, suhu, warna, jumlah padatan, iulai Biological Oxygen Demand ( BOD ) / Chemical Oxygen Demand ( COD ), pencemaran mikroorganisme pathogen, kandungan minyak, kandungan logam berat, dan kandungan bahan radioaktif ( Fardiaz 1992 ). 2.3. Sifat Fisika dan Kimia Kitin Kitosan
Kitin merupakan polimer linear yang mempunyai berat molekul besar dari unit 2-asetamida-2-deoksi-D- glucopiranol (atau suatu N-asetil D-glukosrunin) (Oinum 1992 diacu dalam Masduki 1996). Menurut Rudal (1981) yang dikutip oleh Bastaman (1989), kitin adalah polisakarida yang membentuk kristal. Di alam terdapat tiga bentuk kristal kitin yang dibedakan berdasarkan susunan rantai molekul yang membangun kristalnya. Jenis-jeiris kitin itu adalah sebagai berikut: 1) a kitin yang meinpunyai susunan rantai anti paralel. 2)
p kitin yang mempunyai susunan rantai paralel.
3) y kitin yang mempunyai tiga rantai dan dua diantaranya tersusun paralel.
Kitin mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun, tidak l m t dalam air, asam anorganik ewer dan asam-asam organik tetapi l m t dalam l m t a n dimetilasetaida dan lithium klorida (Omum 1992 diacu dalam Masduki 1996). Struktur kimi kitin dan kitosan dapat dilihat pada Gambar 1.
Garnbar 1. Struktur kimia kitin dan kitosan ( Sandford et al. 1989 ).
Kitosan merupakan produk deasetilasi kitin, yang merupakan polimer rantai panjang glukosamin (2-amino-2-deoksiglukosa). Berat molekul kitosan tergantung dari degradasi yang terjadi pada proses pembuatan kitosan (Knorr 1982 diacu dalam Masduki 1996). Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial meinpunyai potensi dalam berbagai bidang dan industri. Kitin merupakan bahan dasar dalam bidang biokimia, enzimologi, obat-obatan, pertanian, pangan gizi, mikrobiologi, industri manbran (film), tekstil, kosmetik dan lain-lain (Krissetina 2004). Kitosan digunakan dalam berbagai industri, antara lain sebagai perekat kualitas tinggi, pemurnian air minum, sebagai senyawa pengkelat, meningkatkan zat warna dalam industri kertas, tekstil dan pulp. Kitosan juga dapat digunakan sebagai pengangkut (carrier) obat dan koinponen alat-alat operasi seperti sarung tangan, benang operasi dan membran pada operasi plastik (Angka dan Suhartono 2000). Penampilan fungsional kitosan ditentukan oleh sifat fisik dan kimiawinya. Seperti halnya dengan polisakarida lain, kitosan memiliki kerangka gula tetapi dengan sifat yang unik karena poliiner ini memiliki gugus amin bermuatan positif sedangkan polisakarida lain uinumnya bersifat netral atau bermuatan negatif ( Angka dan Suhartono 2000 ).
Menurut Knorr (1982), kitosan mempunyai gugus amino bebas sebagai polikationik, pengkelat dan pembentuk dispersi dalam larutan asam asetat. 01num (1992) diacu dalam Masduki (1996) menambahkan bahwa gugus amino bebas inilah yang memberikan banyak kegunaan pada kitosan. Bila dilarutkan dalam asam, kitosan akan menjadi polimer kationik dengan struktur linear sehingga dapat digunakan dalam pembentuk film atau immobilisasi dalam beberapa reagen biologi termasuk enziin. Sandford et al. (1989) menambahkan bahwa selain sebagai bahan flokulan, kitosan juga dapat berfungsi sebagai pengkelat logamlogam berat yang beracun seperti Fe, Cu, Cd, Ag, Pb, Cr, Ni, Mn, Co, Zn, dan bahan-bahan radioaktif seperti uranium. Kitosan meiniliki sifat reaktivitas kiinia yang tinggi sehingga mmnpu mengikat air dan ininyak. Hal ini didukung oleh adanya gugus polar dan non polar yang dikandungnya. Karena kemampuan tersebut, kitosan dapat digunakml
sebagai bahan pengental atau pembentuk gel yang sangat baik, sebagai pengikat, penstabil, dan pembentuk tekstur (Bneski 1987). 2.4. Isolasi Kitosan
Kitosan diperoleh dari kitin melalui proses deasetilasi. Ekstraksi kitin dari kulit udang dilakukan dalam dua tahap, yaitu demineralisasi dan deproteinasi. Tahap demineralisasi dilakukan untuk menghilangkan mineral yang terkandung dalam kulit udang. Tahap demineralisasi dapat dilakukan dengan mencampurkan bahan dengan HC1 1 N dengan perbandingan 1 : 7 pada pemanasan 90 'C selama satu jam. Reaksi demineralisasi dapat dilihat pada Gambar 2. CaC03 + 2HCl
+ CaC12 + H2C03 Hz0 + C02
H2CO3 CaCO3 + 2HC1 Ca3(P04)+ 6HC1
---t
CaC12 + Hz0 + C02 3CaClz + 2H3P04
Gambar 2. Reaksi demineralisasi menurut Bastaman ( 1989 ). Proses demineralisasi akan berlangsung sempuma dengan mengusahakan agar konsentrasi asmn yang digunakan serendah mungkin dan disertai pengadukan yang konstan, karena dengan pengadukan yang konstan diharapkan asan berkonsentrasi rendah tersebut dapat bereaksi sempurna dengan bahan baku yang digunakan ( Karmas 1982 ). Tahap deproteinasi bertujuan untuk menfilangkan protein yang terdapat dalam kulit udang. Deproteinasi dilakukan dengan mencampurkan bahan dengan larutan NaOH 3,5 % dengan perbandingan 1 : 10, yang dipanaskan pada suhu 9 0 ' ~selama satu jam. Kitin yang dihasilkan kemudian dideasetilasi dengan larutan NaOH pekat dengan perbandingan 1 : 20 seliuna dua jam pada suhu 1 4 0 ' ~ untuk mendapatkan kitosan (Suptijah et a1 . 1992). Skema isolasi kitosan dapat dilihat pada Gambar 3.
Limbah Kulit Udang
I Pencucian
a Penghancuran
Demineralisasi (90°c, 1 jam, 1 : 7 HCl 1 N) I
f
Pemisahan dan pencucian
Deproteinasi (90°c, 1 jam, 1 : 10 NaOH 3,5 N)
C
Deasetilasi (140°c, 2 jam, 1 : 20 NaOH 50 %)
1
4 Pemisahan dan pencucian (aquades hingga pH netral)
Gambar 3. Skelna isolasi kitosan dari kulit udang (Suptijah et al. 1992).
Kitosan yang dihasilkan setelah proses deasetilasi dengan menggunakan lautan basa mamiliki derajat deasetilasi yang berbeda-beda tergantung dari banyaknya gugus asetil yang terbuang. Standar mutu kitosan yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Standar mutu kitosan (Protan Laboratories Inc) Sifat
Parameter
Ukuran partikel Butirankubuk Kadar air (% berat kering) 510% Kadar abu ( % berat kering) 5 2Yo Derajat deasetilasi 2 70 % Warna larutan Jernih Viskositas - Rendah < 200 - Medium 200 - 799 800 - 2000 - Tinggi - Ekstratinggi > 2000 Sumber : Suptijah et al. (1992) diacu dalam Masduki (199 2.5. Kitosan sebagai Penjernih dan Pemurni Air
Kitosan dapat digunakan dalam mesin pengolahan air sebagai bagian dari proses filtrasi. Kitosan menyebabkan partikel sedimen yang halus untuk berikatan. Kitosan juga dapat menghilangkan phospor, logam berat dan minyak dari air. Proses filtrasi pasir dapat inenghilangkan kekeruhan air lebih dari 50 %. Sedangkan jika proses filtrasi pasir ditambahkan dengan kitosan dapat men&langkan kekeruhan sekitar 99 % (Anoniinc2007). Kekeruhan sangat sering disebabkan oleh adanya partikel-partikel koloid tanah liat yang dihasilkan akibat erosi tanah. Warna bisa dihasilkan dari bentuk koloid besi dan mangan atau yang lebih umum akibat adanya komponenkomponen organik akibat kerusakan vegetasi (Tolman 1937 diacu dalam Masduki 1996). Beberapa senyawa alami seperti gum, selulosa, protein dan senyawasenyawa polimer sintetik lainnya dapat digunakan sebagai koagulan. Senyawasenyawa polimer ini berukuran molekul yang besar dan memiliki gugus reaktif sepanjang rantainya. Polimer kationik dapat inenstabilisasikan muatan negatif dari partikel-partikel koloid. Dengan menggunakan dosis 0,5 - 1,5 m d L polimer kationik efektif sebagai koagulan. Untuk menghasilkan keefektifan yang sarna
dibutuhkan 10 - 20 kali jumlah alumunium
!fat sebagai koagulan (Benefield
et al. 1982 diacu dalam Masduki 1996).
Banyak sekali proses d m teknoloa
igunakan untuk menghilangkan
kontaminan dari air, untuk meningkatkan dan I elindungi kualitas air. Teknologi yang paling luas penggunaannya dalam pen2 ~ h a nair adalah kombinasi dari koagulasi, flokulasi dan sedimentasi dan juga fi' mi (Kalibbala 2007). Dalam suasana asam gugus amino
.bas dari kitosan (NH2) akan
terprotonasi membentuk gugus amino katio~:. (NH3) (Sandford et al. 1989). Kation dari kitosan akan bereaksi dengan aii
1
elektrolit (Hirano 1989). Kalibbala (2007)
ambahkan bahwa kitosan juga
11;
dapat digunakan untuk mengikat ion logam dab
polimer membentuk komplek
1 larutan
netral dan inembentuk
komplek anion dalam lamtan asam. Kemamp~: ~oagulasidan flokulasi ini dapat digunakan unntu mentreatment suspensi parti!, at (organik dan inorganik) dan juga mentreatment material organik terlai
sehingga kitosan dikatakan
mernpunyai kemampuan antimikrobia (Kalibba 2007). Kitosan dapat dipadukan dengan kon . len lain menghasilkan kitosan
Graft Kopolimer sebagai resin poliamin yang
;
porosity ) dan dapat digunakan sebagai adsorb
~npunyaiporositas tinggi ( high pada penanganan limbah logarn
berat ( Kawamura et al. 1993 ). Kitosan mempunyai kapasitas gug~. fungsional yang tinggi, laju pengikatan yang cepat dan penyaringan yang
~ i kuntuk beberapa ion logam.
Kitosan juga mempunyai kapasitas sebagat
i@er untuk ion
disebabkan kandungan grup amino yang tinggi
1
IT.
Hal ini
n grup amino bebasnya tersedia
untuk modifikasi kimia. Pengaturan pH lam,
i
dibutuhkan untuk adsorpsi ion logam berat.
zngaruh pH yang rendah akan
dan regenerasi kitosan layak
mengurangi penyerapan ion logam ke dalain itosan karena bersaing dengan ion H untuk menempati grup amino bebas ( Ma.
dan Randall 1978 ).
2.6. Pengolahan Air
Tujuan pengolahan air adalah untuk ik
lhilangkan bahan pengotor yang
ada di dalam air dan secara efisien dapat berfiu si untuk memproduksi air jernih yang tidak berasa, tidak berbau, aman dan n;. lyegarkan. Salah satu langkah penting dalam pengolahan air adalah penghilc lgan kekeruhan dan warna air.
Kekeruhan dan wama di dalam air disebabkan oleh adanya partikel-partikel padatan di dalam air yang berukuran 10 nm sampai dengan 10 pm sehingga partikel-partikel tersebut sulit untuk diendapkan.
Partikel-partikel pengotor
tersebut dapat diendapkan setelah dilakukan proses penetralan muatan dan peningkatan ukuran terlebih dahulu. Proses bergabungnya komponen yang lebih kecil membentuk komponen yang lebih besar dan mungkm menggumpal dan juga terjadinya proses penetralan inuatan-inuatan partikel pengotor dikenal dengan koagulasi, dan pembentukan flok-flok dari partikel-partikel kecil disebut flokulasi (Suprihatin 2001 diacu dalam Ismayana dan Setyaningsih 2005). Kekeruhan dapat disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi yang bervariasi dari ukuran koloid sampai disperse kasar, tergantung dari derajat turbulensinya. Pengukuran kekeruhan dapat membantu menentukan jumlah bahan kimia yang dibutuhkan dalam pengolahan air (Saeni 1989 diacu dalam Watironna 2005). Total padatan tersuspensi (Total Suspended Solids / TSS) adalah bahanbahan tersuspensi berupa kotoran yang terdapat di air seperti lumpur. Nilai TSS untuk air sumur antara (1,7-0,67 mg/l) lebih rendah dari air permukaan, karena TSS air permukaan terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, teiutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa kedalam air permukaan (Effendi 2003 dalam Suriansyah 2005). Untuk mendapatkan air yang baik dan memenuhi syarat, air hams diolah terlebih dahulu. Pengolahan air dapat dilakukan secara alami atau buatan. Pengolahan alami hanya digunakan jika air mentah belum tercemar oleh bahan kimia dan mikroorganisme yang berasal dari hujan (Entjang 1993 diacu dalam Masduki 1996). Pengolahan air secara buatan yang banyak mengandalkan campur tangan manusia dikenal ada dua cara (Entjang 1993 diacu dalam Masduki 1996). 1). Complete treatment process ( proses pengolahan lengkap ) yaitu pengolahan air yang ineliputi baik fisik, kimiawi maupun mikrobiologis. Pengolahan cara iili dilakukan terhadap air sungai dan air sumur yang keruh atau kotor. 2). Partial treatment process ( proses pengolahan sebagian ) yaitu pengolahan hanya untuk aspek tertentu, kimiawi atau mikrobiologis saja. Pengolahan ini
biasanya dilakukan untuk mata air yang sangat jernih atau air dari sumur dalam atau dangkal yang jernih. Proses pengolahan air secara lengkap terdapat tiga tingkat pengolahan (Sumali 1993 diacu dalam Masduki 1996), yaitu : 1). Pengolahan secara fisik ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan
kotoran-kotoran kasar, penyisihan lumpur dan pasir serta mengurangi kadar zat-zat organik yang ada dalam air baku. 2). Pengolahan secara kimiawi, yaitu pengolahan dengan menggunakan zat-zat kimia untuk membantu proses pengolahan selanjutnya. Bahan-bahan yang digunakan antara lain tawas dan kapur dalan proses pelunakan atau zat pengendap (koagulan) laimlya. 3). Pengolahan secara bakteriologis, bertujuan untuk
membunuh
atau
men&langkan bakteri parasit atau bakteri patogen yang diperkirakan ada dalam air mentah. Pada pengolahan air (purifikasi) buatan, air mengalami tiga proses (Entjang 1993 diacu dalam Masduki 1996), yaitu : 1). Proses koagulasi. 2). Proses filtrasi. 3). Proses desinfeksi. Bakteri, virus dan binatang lainnya merupakan polutan penting dan pada dasarnya selalu ada di dalam air, termasuk di dalam air tanah. Masalah akan timbul jika terdapat organisme patogen yaitu organisme penyebab penyakit. Apabila jenis organisme ini terdapat di dalam sistem distribusi air bersih, inaka akan menimbulkan bahaya epidemi. Oleh karena itu, di dalam air minum tidak boleh
inengandung
organisme
patogen
(Rott
1989
diacu
dalam
Ismayana dan Setyaningsih 2005). Menurut Beni 2003 diacu dalam Widiyanti 2006, proses pengolahan air sungai menjadi air bersih atau air minum secara u n u n dapat diterangkan sebagai berikut : 1). Pengambilan air baku (water intake) merupakan tahap pengambilan air sungai yang akan diproduksi di instalasi.
2). Proses pengendapan pendahuluan &re sedimentation) mempakan tahap
pengendapan pendahuluan dari kotoran-kotoran (partikel padatan) yang dapat mengendap secara alamiah. 3). Proses pembubuhan bahan koagulan (coagulation).
4). Proses pengendapan (sedimentation) mempakan tahap pengendapan flok. Efluen yang masih mengandung flok-flok tersebut dapat mengendap karena berat jenisnya lebih besar dari berat jenis air. 5). Proses filtrasi filtration) inempakan tahap penyaringan flok-flok yang masih
halus.
6). Netralisasi mempakan tahap peinbubuhan larutan kapur yang bertujuan untuk mengatur derajat keasaman air. 7). Proses khlorinasi (chlorination) inerupakan tahap pembubuhan larutan kaporit
atau liquid gas chlor sebagai desinfektan untuk inembunuh bakteri patogen.
8). Clear well inerupakan tempat penampungan air bersih untuk kemudian didistribusikan.
3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2008. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Perikanan dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perikanan, Departemen Teknologi Hasil Perairan serta Laboratoriuin Mikrobiologi dan Biokimia, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. 3.2. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam proses penjernihan air sumur adalah air sumur, lamtan kitosan yang berasal dari limbah kulit udang. Bahan kimia yang digunakan untuk membuat larutan kitosan pada proses penjenlihan air adalah asam asetat (CH3COOH), dan untuk penyaringan air digunakan serbuk kitosan dan glass woll. Alat yang digunakan dalarn proses penjernihan air suinur adalah tabung elenmeyer, pengaduk, botol kaca 300 ml, timbangan digital, beaker glass dan aluminium foil. Sedangkan alat yang digunakan untuk proses penyaringan air adalah botol air mineral, tabung elenmeyer, aluminium foil, selang air, seperangkat alat untuk analisis kualitas air, pH meter, atomic absorption spectroscopy ( AAS ), dan alat turbidimeter. 3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menjernihkan air sumw dengan perlakuan penarnbahan kitosan 1 pprn (Al), 5 ppm (A2), dan 10 ppm (A3) serta tanpa kitosan sebagai kontrol (A4). Volume air sumw yang akan dijenihkan sebanyak 1 liter dengan lama pengadukan 1 inenit. Air tersebut selanjutnya didiamkan selama 12 jam. Kemudian dilakukan pengujian TPC dan konsentrasi besi sampai didapatkan hasil terbaik yaitu penurunan jurnlah bakteri dan konsentrasi besi yang paling signifikan dalam sampel air. Kemudian sampel yang menunjukan penurunan jwnlah bakteri dan konsentrasi besi yang paling signifikan dari penelitian pendahuluan digunakan dalam penelitian utama.
Pada penelitian utama dilakukan proses penyaringan air dengan menggunakan kitosan serbuk sebagai filter. Air yang digunakan dalam penelitian utama adalah hasil terbaik dari penelitian pendahuluan. Filter yang digunakan berupa kolom yang berisi kitosan : 0 g, 5 g, 10 g, dan 15 g dengan panjang kolom masing-masing 15 cm (filter kitosan 5 g), 30 cm (filter kitosan 10 g) dan 35 cm (filter kitosan 15 g) Setiap percobaan diulang sebanyak 2 kali. Alat yang digunakan sebagai tempat untuk menyusun serbuk kitosan yaitu berupa selang air dengan diameter 1,7 cm. Air yang telah disaring menggunakan filter kitosan kemudian diuji kualitasnya, meliputi pH, total koliform, kekeruhan, TSS ( Total Suspended Solids), konsentrasi besi serta penghitungan TPC. 3.3.1. Proses penjernihan air
Proses penjernihan air sumur dilakukan menggunakan kitosan yang dilarutkan dengan asam asetat 1 % merupakan tahap penelitian pendahuluan. Air sumur yang akan dijemihkan tersebut kemudian ditambahkan larutan kitosan dan dilakukan pengadukan secara konstan. Setelah diaduk, air sumur tersebut didiamkan sampai terjadi proses flokulasi dan koagulasi, sehingga didapat air yang jernih. Setelah zat pengotor yang terdapat di dalam air sumur tersebut mengendap, maka air sumur yang sudah jemih dipisahkan dari endapan zat pengotor untuk dilakukan proses penyaringan deilgan inenggunakan filter kitosan. Air yang sudah jeinih
tersebut kemudian dilakukan pengujian TPC dan
konsentrasi besi sampai didapatkan hasil terbaik yaitu jumlah bakteri dan konsentrasi besi terendah. Secara skematis proses penjemihan air dapat dilihat pada Gambar 4. 3.3.2 Proses penyaringan air
Air hasil penjernihan dengan menggunakan konsentrasi larutan kitosan terbaik dialirkan ke dalam kolom yang sudah berisi kitosan serbuk 5, 10 dan 15 gram blv. Kemudian filtrat air yang keluar dari kolom kitosan tersebut
ditampung dalam tabung elenmeyer dan dilakukan beberapa pengujian kualitas air yaitu pH, total bakteri koliform, kekeruhan, TPC, TSS ( Total Suspended Solids), dan konsentrasi besi. Secara skematis proses pemurnian air dapat dilihat pada Gambar 5.
Larutan kitosan 1 , 5 dan 10 ppm
Pengadukan selama 1 menit
/
Flokulasi daul koagulasi selama 12 jam
I
0 Air jernih
1
Uji TPC dan Konsentrasi besi
I
Gambar 4. Skema proses penjemihan air
Air jernih hasil koagulasi
1 Filtrasi dengan kitosan ( 0,5, 10, daul15 gram)
I
1 Penampungan hasil filtrasi
I
(3 Air minum
Analisis kualitas air : -Kekeruhan Konsentrasi besi - Total kolifonn -TS S -pH - TPC
-
Ganlbar 5. Skema proses penyaringan air.
Desain alat penyaringan ini terdiri dari selang air yang berdiameter 1,7 cm dengan panjang 40 cm. Kemudian pada bagian bawah selang air tersebut disumbat oleh glass woll. Serbuk kitosan yang akan digunakan sebagai filter air dimasukan ke dalam selang air sesuai dengan kebutuhan. Berikut ini merupakan desain alat yang digunakan dalam proses penyaringan air sumur dapat dilihat pada Gambar 6. Air hasil penjemihan
1 lL
Kitosan
Glass woll
Air hasil penyaringan U.~..--.
Gambar 6. Desain alat penyaringan air 3.3.3 Analisis kualitas air
Analisis kualitas air terdiri dari tiga parameter yaitu parameter fisik, kimia, dan biologi. Parameter fisik meliputi kekeruhan, dan Total Suspended Solids (TSS). Parameter kimia meliputi pH, dan konsentrasi besi. Sedangkan untuk parameter inikrobiologis meliputi total bakteri koliform. Logam yang terdapat dalam perairan memiliki banyak jenis dengan konsentrasi yang berbeda-beda tergantung dari kondisi sumber air tersebut. 3.3.3.1. Uji kekeruhan (Anonima 1991) Sebanyak 5 ml blanko (air akuabides) dan sampel air dituang ke dalam botol kaca spektrofotometer. Alat DR2010 kemudian diaktikan. Selanjutnya,
kode
program
pemeriksaan
kekeruhan
(750)
dimasukkan
ke
dalam
spektrofotometer alat DR2010 dan panjang gelombang diatur pada 860 nm. Kemudian blanko yang sudah berada di dalam cuvet dimasukkan ke dalam alat spektrofotometer dan hasilnya dapat dilihat pada monitor. Setelah itu, dimasukkan sampel yang sudah berada didalam cuvet ke dalam alat spektrofotometer dan hasilnya dapat dibaca pada monitor. Setelah semua sampel terukur, kemudian hasil pengkuran sampel dibandingkan dengan hasil pengukuran blanko. Setiap kali pembacaan nilai kekeruhan sampel, hendaknya peinbacaan blanko dilakukan terlebih dahulu. Hasil nilai kekeruhan air dinyatakan dalam satuan NTU (Nephelometric Turbidity Unit). 3.3.3.2. Uji pH (Anonims 1991)
pH meter dikalibrasi terlebih dal~ulusebelum dipakai. Langkah pertama adalah mencuci elektroda dengan akuades dan dikeringkan dengan tisu yang lembut. Selanjutnya, elektroda dimasukkan ke dalam beaker glass yang berisi larutan buffer pertama ( larutan yang mempunyai pH 4 ) dan dilakukan pembacaan pH sampai pH meter menunjukkan angka yang sesuai dengan pH buffer. Pembacaan pH larutan buffer kedua ( larutan yang mempunyai pH 7 ) dan ketiga (larutan yang mempunyai pH 14) dilakukan secara berurutan dengan langkah yang sama seperti pada pembacaan larutan buffer yang pertama. Langkah selanjutnya adalah elektroda dicuci dengan akuades dan dikeringkan dengan tisu yang lembut. Setelah pH meter dikalibrasi, pH meter siap digunakan untuk mengukur sampel air. Pertama, elektroda diletakkan ke dalam beaker glass yang berisi sampel air dan elektroda diputar perlahan dalam beaker glass. Selanjutnya, pH meter dibiarkan selama kurang lebih satu menit dan nilai pH dapat dibaca pada monitor. Elektroda tersebut diangkat dan dikeringkan, kemudian dimasukkan kembali ke dalam sampel yang sama. Pembacaan pH sampel dilakukan setelah monitor pada pH meter menunjukkan angka yang stabil. 3.3.3.3. Uji TSS (total suspended solids) (Anonima 1991)
Total padatan tersuspensi diteiltukan dengan menggunakan kertas saring biasa. Kertas saring dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada suhu 103-105 OC, didinginkan dalam desikator dan ditiinbang (B gram). Sampel disaring, kemudian
filtrat dan residu dikeringkan dalam oven 103-105 OC selama 2 jam, setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A gram). Jumlah total suspended solids dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
TSS (,~IL)
=
(A - B) x ml sampel 1000
3.3.3.4. Uji konsentrasi besi (Anonima1991)
Sampel air yang akan diinjek ke dalam alat AAS sebelumnya dilakukan proses destruksi. Sampel air tersebut dimasukan ke dalam labu kjeldahl dan kemudian ditambahkan HzS04 pekat dan HN03 pekat secara beitahap. Selanjutnya sampel air dipanaskan perlahan-lahan hingga larutan berwarna gelap. Setelah larutan berwarna gelap, kemudian ditambahkan kembali HN03 pekat dan dipanaskan hingga laiutan berwarna bening. Setelah beiwarna bening, sampel didinginkan d m ditambahkan air deionisasi. Apabila larutan sampel mengandung logam Fe, inaka larutan akan mei~jaditidak beiwama atau menjadi kuning inuda. Pemanasan dilanjutkan kembali hingga larutan sampel mengeluarkan asap. Setelah proses pemanasan selesai, lautan sampel didiamkan hingga dingin dan ditambahkan air deionisasi lalu dididihkan hingga berasap. Setelah larutan dingin, kemudian disaring dan diencerkan menggunakan labu takar. Hasil pengenceran dimasukan ke dalam botol transparan dan larutan tersebut sudah siap untuk diinjek ke dalam alat AAS. Program pemeriksaan konsentrasi besi diatur terlebih dahulu pada alat
Atomic Absorption Spectroscopy ( AAS ). Selanjutnya, alat AAS diaktifkan (digunakan panjang gelombang 525 nm) dan dilakukan kalibrasi dengan larutan standar besi sebesar 0,l ppm, 0,2 ppm, 0,3 ppm, 0,4 ppm, dan 0,5 ppm secara berurutan. Setelah terbentuk kurva linear dari larutan standar besi, kemudian sampel yang akan diukur konsentrasi besinya diinjek ke dalam alat AAS dan hasil pengukuran dapat dilihat pada monitor. Setelah didapatkan hasilnya, kemudian hasil pengukuran tersebut diplotkan pada kurva linear larutan besi standar. Hasil konsentrasi besi yang didapat dalam satuan ppm atau mgll.
3.3.3.5. Uji totalplate count (TPC) (Fardiaz 1987)
Pembuatan larutan contoh dilakukan dengan cara mencampurkan 10 ml sampel dengan 90 ml larutan garam fisiologis sampai larutan menjadi homogen sehingga terbentuk pengenceran lo-'. Pengenceran dilakukan dengan cara mengambil 1 ml larutan contoh yang sudah homogen dengan pipet steril, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan garam fisiologis sehingga terbentuk pengenceran lo", kemudian larutan tersebut dikocok sampai homogen. Pengenceran dilakukan menurut kebutuhan penelitian. Masing-masing tabung pengenceran dipipet sebanyak 1 ml larutan contoh dan dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo menggunakan pipet steril. Media agar ditambahkan ke dalam setiap cawan petri sebanyak 10 ml dan digoyangkan sampai merata. Setelah agar membeku, cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik dalam inkubator bersuhu 35 OC. Jumlah koloni mikroba dalam cawan petri dihitung dengan pemilihan cawan petri yang mempunyai koloni antara 30-300 koloni. Hasil yang dilaporkan hanya terdiii dari dua angka, yaitu angka pertama dan angka kedua setelah koma kemudian dikalikan dengan satu per faktor pengencerannya. Jika angka yang ketiga sama atau lebih besar dari 5, maka dibulatkan satu angka lebih tinggi dari angka kedua. Jumlah koloni dapat dihitung sebagai berikut: Koloni per ml atau gram =
koloni x
1 Faktor pengenceran
3.3.3.6. Uji total bakteri koliform (Fardiaz 1987)
Pembuatan larutan contoh dilakukan dengan cara mencampurkan 10 ml sampel dengan 90 ml larutan garam fisiologis sainpai larutan menjadi hornogen sehingga terbentuk pengenceran 10.'. Kemudian dipipet sebanyak 1 ml dari larutan pengenceran lo-' dan dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 9 ml media lactose broth dan tabung durham sebanyak 3 buah tabung . Pengenceran kedua dilakukan dengan cara mengambil sebanyak 1 ml larutan contoh yang sudah homogen dari pengenceran lo-' dengan pipet steril, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 in1 larutan garam fisiologis sehingga terbentuk pengenceran 10'. Kemudian dipipet sebanyak 1 ml dari larutan pengenceran 10"
dan dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 9 ml media lactose broth dan tabung durham sebanyak 3 buah tabung. Pengenceran ketiga dilakukan dengan cara mengambil sebanyak 1 ml larutan contoh yang sudah homogen dari pengenceran 10.' dengan pipet steril, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan garam fisiologis sehingga terbentuk pengenceran lo9. Kemudian dipipet sebanyak 1 ml dari larutan pengenceran lo5 dan dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 9 in1 larutan lactose broth dan tabung durham sebanyak 3 buah tabung. Kemudian tabung- tabung tersebut diinkubasi selama 24-48 jam. Perhitangan jumlah bakteri dilakukan dengan metode MPN yaitu dengan cara melihat kemungkinan terdapatnya bakteri koliform pada setiap tabung yang berisi media lactose broth yang ditandai dengan terbentuknya gas di dalarn tabung durham. Kemudian untuk mengetahui jumlah bakteri koliform, jumlah tabung yang menghasilkan gas tersebut disesuaikan dengan tabel jumlah bakteri kolifonn per inl. Nilai MPN count dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : MPN count = Nilai MPN x
1 Pengenceran tabung yang di tengah
3.4. Analisis Statistik
Analisis statistik terhadap data hasil analisis kimia dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor. Faktor perlakuan yang digunakan adalah kitosan serbuk yang digunakan sebagai filter pada tahap permumian air yaitu sebanyak Al, A2 dan A3 dengan 2 kali ulangan. Model umum rancangannya adalah (Steel dan Tonie 1989)
Keterangan : Yij
= hasil pengamatan untuk perlakuan penambahan khitosan ke-i ulangan k-j
P
= nilai tengah umuin
Ai
= pengaruh perlakuan filter khitosan ( i = 1,2,3
Eij
= galatlsisaan perlakuan
)
filter khitosan ke-i ulangan ke-j
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk mencai konsentrasi larutan kitosan terbaik dalam menurunkan jumlah bakteri dan konsentrasi besi yang paling signifikan yang terdapat di dalam air sumur. Proses penurunan jumlah bakteri dan konsentrasi besi yang terdapat di dalam air sumur terjadi karena sifat larutan kitosan sebagai pengikat dan pengkelat sehingga terjadi koagulasi. Koagulasi adalah proses bergabungnya koinponen yang lebih kecil membentuk komponen yang lebih besar dan mungkin menggumpal dan juga terjadinya proses penetralan muatan-muatan partikel pengotor (Suprihatin 2001 diacu dalan Ismayana dan Setyaningsih 2005). Koagulasi meliputi dua tahap yaitu pendestabilan partikel dan pengangkutan partikel. Pada penelitian pendahuluan ini dicoba konsentrasi larutan kitosan 0, 1, 5, dan 10 ppm terhadap 1 liter air sumur dengan lama pengadukan 1 menit dan lama pengendapan 12 jam. Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk melihat jumlah bakteri dan konsentrasi besi di dalam air setelah proses penjemihan. Jumlah bakteri di dalam air sumur disajikan pada Gambar 7.
II
Kontrol
1 ppm
Perlakuan
I
Gambar 7. Histogram log jumlah bakteri air sumur dengan perlakuan konsentrasi larutan kitosau berbeda. Nilai jumlah bakteri awal yang terdapat pada air suinur adalah 4,5 x lo4 cfu/ml. Kanudian setelah diberi perlakuan dengan penambahan larutan kitosan terjadi penurunan jumlah bakteri. Air sumur dengan perlakuan lamtan
kitosan 1 pprn mengandung jumlah bakteri sebesar 5,6 x
lo3 cftdml.
Pada
perlakuan penambahan larutan kitosan 5 dan 10 pprn nilai jumlah bakteri inenurun menjadi 5,l x
lo3 cftdml dan 4,3 x lo3 cftdml.
Dari Gambar 7 dapat dikatakan bahwa jumlah bakteri air sumur yang diberi larutan kitosan lebih sedikit dibandingkan kontrol. Dibandingkan dengan air sumur tanpa perlakuan, jumlah bakteri pada air sumur dengan perlakuan larutan kitosan 1 pprn menunjukan penurunan yang signifikan dengan nilai log bakteri sebesar 3,75 ( 5,6 x
lo3 cfdrnl) (Gambar 7, Lampiran 3 ). Akan tetapi
jumlah bakteri dalam air sumur dengan perlakuan kitosan 1 ppm, 5 pprn dan 10 pprn tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. Kitosan yang digunakan sebagai koagulan mampu mengkoagulasi bakteri yang terdapat di dalam air sumur sehingga bakteri tersebut dapat terendapkan bersama zat pengotor lainnya. Proses penghambatan bakteri oleh kitosan ini disebabkan karena perbedaan keelektronegatifan pennukaan bakteri (Tsai dan Su 1999 diacu dalam Suptijah 2006). Sedangkan mekanisme penghambatan bakteri oleh kitosan adalah kitosan dapat berikatan dengan protein membran sel, diantaranya adalah glutamat yang merupakan komponen membran sel. Selain berikatan dengan protein membraner, kitosan berikatan pula dengan pospholipid membraner, terutama fosfatidil kolin (PC) sehingga menyebabkan permeabilitas inner membran (IM) meningkat dan dengan adanya peningkatan permeabilitas IM memberi jalan yang mudah untuk keluarnya cairan sel (Simpson 1997 diacu dalam Suptijah 2006). Berdasarkan analisis ragam pada taraf nyata 5 % (Lampiran 2) dapat dikatakan bahwa penambahan larutan kitosan 1 ppm, 5 pprn dan 10 pprn menunjukan pengaruh nyata terhadap jumlah bakteri air surnw. Semakin tinggi konsentrasi kitosan yang digunakan, semakin rendah jumlah bakteri air sumur tersebut (Gambar 7). Berdasarkan uji Tukey pada taraf nyata 5 % (Lampiran 3), terlihat bahwa perlakuan dengan menggunakan konsentrasi kitosan berpengaruh nyata terhadap jumlah bakteri pada air sumur. Perlakuan konsentrasi kitosan 0 pprn dengan perlakuan konsentrasi 1,5, dan 10 ppin inenunjukan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah bakteri air sumur. Hal ini menunjukan bahwa kitosan dapat mereduksi jumlah bakteri yang terdapat di dalam air sumur. Tetapi antara
perlakuan konsentrasi 1,5, dan 10 pprn menunjukan pengaiuh yang tidak berbeda nyata terhadap jumlah bakteri air sumur. Hal ini diduga karena didalam air terdapat logam divalent seperti M$
yang dapat menurunkan aktivitas antibakteri
dari kitosan (Tsai dan Su 1999 diacu dalam Suptijah 2006). Kitosan menunjukan aktivitas antibakteri yang lebih h a t pada konsentrasi 100 mg/l diantaranya inenghanbat perturnbuhan Xanthomonas sp (Liu et al. 2007). Hasil pengujian konsentrasi besi di dalam air sumur disajikan pada Gambar 8.
kontrol
1 ppm
5 ppm
10 ppm
Perlakuan
Giunbar 8. Histogram konsentrasi besi air sumur dengan perlakuan konsentrasi larutan kitosan berbeda. Dari Gambar 8 terlihat bahwa konsentrasi besi air sumur tanpa perlakuan sebesar 0,14 mg/l. Kemudian setelah diberi perlakuan larutan kitosan terjadi penurunan konsentrasi besi. P e n m a n konsentrasi besi terbesar di dalam air sunur adalah perlakuan dengan larutan kitosml 1 ppin dengan nilai 0,08 mg/l. Akan tetapi konsentrasi besi pada air sumur dengan perlakuan larutan kitosan 5 pprn dan 10 pprn lebih besar dibandingkan dengan perlakuan larutan kitosan 1 pprn masing-masing sebesar 0,09 mg/l. Hal ini diduga karena grup amin dan karboksil yang terdapat pada kitosan 5 pprn dan 10 pprn sudah banyak inengikat koinponen lain sehingga permukaan kitosan yang kosong relatif lebih sedikit maka konsentrasi besi yang dapat diikat lebih kecil bila dibandingkan dengan konsentrasi kitosan 1 ppm. Menurunnya konsentrasi besi di dalam air sumur, menunjukan larutan kitosan tersebut mampu mengikat kanduilgan besi yang berada di dalam air sumur. Selain sebagai bahan flokulan, kitosan juga dapat berfungsi sebagai
pengkelat logam-logam berat yang beracun seperti Fe, Cu, Cd, Ag, Pb, Cr, Ni,
Mn, Co, Zn, dan bahan-bahan radioaktif seperti uranium (Sandford et al. 1989). Berdasarkan analisis ragam pada taraf nyata 5 % terlihat bahwa perlakuan larutan kitosan 1 ppm, 5 ppm dan 10 ppm menunjukan pengaruh nyata terhadap konsentrasi besi air sumur (Lampiran 5). Berdasarkan uji Tukey pada taraf nyata 5 %, dapat diketahui bahwa perlakuan koilsentrasi kitosan 0 ppm dengan perlakuan konsentrasi 1, 5, dan 10 ppm menunjukan pengaruh yang berbeda nyata terhadap konsentrasi besi di dalam air sumur. Sedangkan antara perlakuan konsentrasi kitosan 1, 5, dan 10 ppm tidak menunjukan pengaruh yang berbeda nyata terhadap konsentrasi besi. Hal ini diduga karena terjadi proses pengikatan antara grup amin dan karboksil yang terdapat pada larutan kitosan dengan ion logam air sumur yang disebabkan oleh perbedaan keelektronegatifan dua grup tersebut sehingga luas permukaan kitosan tiap perlakuan yang digunakan sebagai pengkelat logam relatif sama. 4.2 Penelitian Utama Penelitian utama ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas kitosan sebagai filter untuk menurunkan jumlah bakteri koliform dan konsentrasi besi sebagai upaya dalam proses pemurnian air. Hasil terbaik pada penelitian pendahuluan yaitu penambahan larutan kitosan yang dapat menurunkan jumlah bakteri dan konsentrasi besi paling signifikan pada air sumur digunakan dalam penelitian utama. Pada penelitian utama ini digunakan filter kitosan (sebagai kolom) : 0 gram (AO), 5 gram (Al), 10 gram (A2), dan 15 gram (A3). Air sumur yang sudah diendapkan dengan konsentrasi kitosan terbaik yaitu 1 ppm, kemudian disaring dengan
filter kitosan dan hasil penyaringan (filtrat) tersebut dianalisis
yang meliputi kekeruban, TSS, pH, total koliform, dan konsentrasi besi serta pen&tungan TPC. 4.2.1 Nilai TPC Bakteri yang terdapat pada air sumur sangat banyak sekali jenisnya. Air yang telah siap untuk dikonsumsi harus aman dari kontaminasi bakteri patogen. Bakteri patogen tersebut dapat dengan mudah berkembang biak pada media air sehingga mudah sekali penyebarannya dan ha1 tersebut berkaitan dengan kesehatan manusia sebagai konsumen.
Log jumlah bakteri pada air dengan perlakuan filter kitosan disajikan pada Gambar 9.
kontrol
FK 5 gram FK 10 gram FK 15 gram
Perlakuan I
I
Gambar 9. Histogram log jumlah bakteri air suinur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda Juinlah bakteri yang terdapat pada air sumur yang sudah disaring dengan filter kitosan dalam penelitian ini berkisar antara log 3,08 cfu/ml sampai dengan log 4,28 cfufml atau sebesar 1,2 x lo3 cWm1 sampai dengan 1,9 x lo4 cfu/ml. Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat bahwa nilai jumlah bakteri pada perlakuan filter kitosan 0 gram (kontrol) yaitu 1,9 x lo4 cfu/ml. Jumlah bakteri yang terdapat pada air sumur tersebut semakin menurun seiring dengan banyaknya jumlah kitosan yang digunakan sebagai filter. Penurunan jumlah bakteri air sumur terbesar pada perlakuan filter kitosan 15 gram dengan nilai jumlah bakteri sebesar 1,2 x lo3 cfu/ml (lampiran 6). Semakin banyak serbuk kitosan yang digunakan sebagai filter, maka semakin banyak interaksi antara air dengan kitosan sehingga bakteri yang tertahan pada filter tersebut cendeiung lebih banyak. Penurunan jumlah bakteri ini disebabkan karena terjadi proses pengikatan dinding sel bakteri oleh kitosan. Kitosan tersebut inemiliki grup NH2 yang merupakan gugus reaktif yang dapat berikatan dengan gugus bermuatan pada dinding sel bakteri. Terjadinya proses pengikatan ini disebabkan oleh perbedaan keelektronegatifan antara kitosan dengan gugus bermuatan pada peimukaan sel bakteri (Tsai dan Su 1999 diacu dalam Suptijah 2006). Dari perhitungan analisis ragam pada taraf nyata 5 % (Lampiran 7), dapat
diketahui bahwa perlakuan dengan menggunakan filter kitosan menunjukan
pengaruh nyata terhadap nilai log jumlah bakteri. Hal ini berarti perlakuan filter kitosan inempengaruhijumlah bakteri air sumur. Dari hasil uji Tukey pada taraf nyata 5 % ( Lampiran 8), dapat dikatakan bahwa perlakuan filter kitosan 0, 5, 10, dan 15 gram menunjukan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah bakteri air sumur. Hal ini diduga karena kitosan memiliki sifat sebagai pengkelat sehingga mampu mengikat sejumlah besar bakteri yang terdapat didalam air. Kitosan meiniliki grup amin yang reaktif. Muatan positif pada kitosan akan berikatan dengan molekul bennuatan negatif pada pennukaan sel bakteri sehingga permeabilitas sel meningkat dan meyebabkan mudahnya material yang terdapat di dalam sel keluar (Tsai dan Su 1999 diacu dalam Chung dan Chen 2004). Persentase penurunan log jumlah bakteri pada setiap perlakuan disajikan pada Ganbar 10.
n
FK 5 gram
FK 10 gram
FK 15 gram
Perlakuan
Gambar 10. Histogram persentase penurunan log jumlah bakteri dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda. Besamya p e n m a n bakteri oleh filter kitosan inenunjukan tingkat efektifitas kitosan sebagai filter air. Seinakin banyak jumlah kitosan yang digunakan sebagai filter seinakin sedikit nilai log jumlah bakteri. Persentase penurunan log jumlah bakteri terbesar terdapat pada perlakuan dengan menggunakan filter kitosan 15 gram yaitu sebesar 17,87 % dari nilai log jumlah bakteri awal (Lampiran 9). Sedangkan penurunan log jumlah bakteri terkecil terdapat pada perlakuan dengan menggunakan filter kitosan 5 gram yaitu sebesar 8 % dari nilai log jumlah bakteri awal.
4.2.2 Nilai konsentrasi besi
Mineral Fe yang terdapat di dalam air tanah sebagian besar dipengamhi oleh jenis lumpur yang terdapat didasar permukaan. Kandungan logam (Fe) pada air menyebabkan waina air menjadi kuning dan rasa air yang kurang enak. Salah satu kondisi geologis yang mempengaruhi kualitas air secara kimia adalah adanya unsur besi dan mangan yang berlebihan dalam lapisan tanah tempat sumber air berada. Kadar besi pada perairan alami berkisar antara 0,05-0,2 mg/l, pada air tanah dalam dengan kadar oksigen rendah dapat mencapai 100 mg/l (Raini 2004). Nilai konsentrasi besi di dalam air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai konsentrasi besi air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda. Perlakuan A0 A1 A2 A3
Konsentrasi Besi (mgll) 0,14 < 0,016 < 0,016 < 0,016
Ket : A0 = Filter kitosan 0 gram (kontrol) A1 =Filter kitosan 5 gram A2 = Filter kitosan 10 gram A3 = Filter kitosan 15 gram. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi besi kontrol (0 gram) sebesar 0,14 mg/l. Sedangkan nilai konsentrasi besi pada air sumur dengan perlakuan filter kitosan 5, 10 dan 15 gram masing-masing sebesar < 0,016 mg/l. Penyaringan air menggunakan filter kitosan (5, 10 dan 15 gram) ternyata dapat mereduksi kandungan besi di dalam air sumur. Nilai konsentrasi besi ini sangat kecil sekali dan berada dibawah standar kandungan besi yang dapat terdeteksi oleh alat (minimum 0,016 mg/l). Rendahnya nilai konsentrasi besi ini karena filter kitosan mampu untuk mengikat komponen besi yang ada di dalam air sumur. Selaiil sebagai bahan flokulan, kitosan juga dapat berfungsi sebagai pengkelat logam-logam berat yang beracun seperti Fe, Cu, Cd, Ag, Pb, Cr, Ni, Mn, Co, Zn, dan bahan-bahan radioaktif seperti uranium (Sandford et aL 1989).
Mengacu pada keputusan Menteri Kesehatan RI tahun 2002, kualitas air minum dilihat dari nilai konsentrasi besi adalah maksimal 0,30 mdl. Sedangkan nilai konseiltrasi besi dari air sumur dengan perlakuan filter kitosan berbeda memiliki nilai dibawah 0,016 mdl.
Hal ini berarti bahwa air yang
dihasilkan melalui penyaringan menggunakan kolom kitosan ( 5, 10 dan 15 gram) dapat mereduksi kandungan Fe dan air yang telah diproses tersebut dapat inemenuhi kriteria sebagai air minum. Dari perhitungan analisis ragarn pada taraf nyata 5 % (Lampiran lo), dapat diketahui bahwa perlakuan dengan menggunakan filter kitosan 5, 10, dan 15 gram menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap nilai konsentrasi besi air sumur. Hal ini berarti perlakuan filter kitosan memberikan pengaruh relatif sama terhadap kandungan Fe air. Akan tetapi apabila perlakuan tersebut dibandingkan dengan kontrol sangat berbeda nyata. Hal ini menunjukan bahwa kitosan mampu mengabsorb konseiltrasi besi yang terdapat di dalam air sumur. Tingginya tingkat absorbsi logam (Fe) dari dalam air sumur oleh kitosan menyebabkan kandungan besi menjadi sedikit. Persentase penurunan nilai konsentrasi besi di dalam air oleh filter kitosan lebih dari 89 % (Lampiran 11). Hal iili disebabkan karena filter kitosan yang digunakan mampu mengikat sisa konsentrasi besi yang masih terdapat didalam air. 4.2.3 Nilai kekeruhan
Kejeinihan air ditentukan oleh tinggi rendahnya kekeruhan (turbidity) dalam air. Kekeruhan air pada umumnya timbul sebagai akibat adanya pengotoran baik oleh tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar maupun partikel-partikel kecil yang tersuspensi lainnya. Kekeruhan paling sering disebabkan oleh partikel-partikel koloid tanah liat yang dihasilkan akibat erosi tanah (Tolinan 1937 diacu dalam Masduki 1996). Kekeruhan yalg terdapat di dalam air dapat diendapkan dengan cara koagulasi. Koagulasi adalah proses bergabungnya komponen yang lebih kecil membentuk komponen yang lebih besar dan mungkin inenggumpal dan juga terjadinya proses penetralan muatan-inuatan partikel pengotor (Suprihatin 2001 diacu dalam Ismayana dan Setyaningsih 2005). Koagulasi meliputi dua tahap yaitu pendestabilan partikel da11 pengangkutan partikel (Maiau 1987).
kontrol
FK 5 gr
FK 10 gr
FK 15 gr
Perlakuan
Gambar 11. Histogram nilai kekeruhan air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda Berdasarkan Gambar 11 dapat dilihat bahwa perlakuan penggunaan filter kitosan (5, 10 dan 15 gram) menyebabkan nilai kekeruhan air sumur mengalami penurunan.
Kontrol
nilai kekeruhan sebesar
5 NTU.
air
sumur yang
digunakan memiliki
Perlakuan yang menyebabkan air sumur
memiliki nilai kekeruhan terkecil adalah kolom filter kitosan 15 gram, yaitu 3,5 NTU. Nilai kekeruhan air semakin menurun seiring dengan peningkatan kepadatan kitosan yang digunakan sebagai filter. Hal ini diduga karena kitosan yang digunakan sebagai filter mampu mengikat komponen penyebab kekeruhan yang terdapat pada air sumur. Mekanisme pengikatan kotoran oleh kitosan adalah dengan cara adsorpsi dan jembatan antar partikel.
Bila molekul polimer
bersentuhan dengan partikel koloid, maka beberapa gugusnya akan teradsopsi pada permukaan partikel dan sisanya tetap berada dalanl larutan ( Benefield et al. 1982 diacu dalam Masduki 1996 ). Mengacu pada keputusan Menteri Kesehatan RI tahun 2002 mengenai kualitas air minum dilihat dari nilai kekeruhannya adalah maksimal 5 NTU. Sedangkan nilai kekeruhan air surnur dari setiap perlakuan filter kitosan memiliki nilai kekeruhan dibawah 5 NTU. Berdasarkan nilai kekeruhannya, air yang dihasilkan melalui penyaringan dengan inenggunakan filter kitosan 5, 10 dan 15 gram sudah memenuhi kriteria sebagai air minum, dengan nilai NTU berturut-turut 4,5+0,71 ,4+0 ,dan 3,5+0,71.
Dan perhitungan analisis ragam pada taraf nyata 5 % (Lampiran 13), dapat dikatakan bahwa perlakuan filter kitosan 5, 10 dan 15 gram menunjukan pengamh yang tidak nyata terhadap nilai kekeruhan air sumur. Hal ini berarti perlakuan filter kitosan ~nemberikan pengamh yang sama terhadap nilai kekeruhan air sumur. Persentase p e n m a n nilai kekeruhan pada setiap perlakuan disajikan pada Gambar 12.
$ ;: I
i
0 FK 5 gr
FKlOgr
FK15gr
Perlakuan
I
Gambar 12. Histogram persentase penurunan nilai kekeruhan air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda Tingginya tingkat pengikatan partikel pengotor oleh kitosan pada air menyebabkan keke~uhanair semakin menurun seining dengan peningkatan jumlah kitosan sebagai filter. Persentase p e n m a n nilai kekeruhan air sumur terbesar adalah penggunaan filter kitosan 15 gram yaitu sebesar 30 % dari total kekeruhan awal. Sedangkan persentase penurunan kekeruhan terkecil adalah perlakuan penggunaan filter kitosan 5 gram yaitu sebesar 10 % dari total kekeruhan awal (Lampiran 14).
Filter kitosan yang paling efektif dalam menurunkan tingkat
kekeiuhan air sunur adalah filter kitosan dengan bentuk kolom panjang dan diameter kecil. Hal ini karena semakin panjang koloin yang digunakan berarti interaksi antara air sumur dengan serbuk kitosan lebih banyak, sehingga zat pengotor yang ada di dalam air sumur lebih banyak yang tertahan oleh filter kitosan.
4.2.4 Nilai pH
Nilai pH pada air sumur merupakan salah satu parameter yang hams diuji. Nilai ini menunjukan seberapa besar tingkat keasaman dari air sumur tersebut. Nilai pH medium sangat mempengaruhi jenis jasad renik yang tumbuh. Pada umumnya bakteri mempunyai pH optimum sekitar 6,5 - 7,5. Bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik pada pH dibawah 5,O dan diatas 8,5 (Fardiaz 1992). Hasil pengukuran pH air sumur dengan perlakuan filter kitosan disajikan pada Gambar 13.
kontrol
FK5 gr
FK 10 gr
FK 15 gr
Perlakuan
Gambar 13. Histogram nilai pH air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda Berdasarkan Gambar 13, dapat dilihat bahwa kontrol air sumur tanpa perlakuan melalui filter kitosan memiliki nilai pH yang terendah yaitu 4,4 dimana nilai tersebut tergolong kedalam asam. Rendahnya nilai pH kontrol air sumur tanpa perlakuan tersebut diduga disebabkan oleh banyaknya ion H+yang terdapat di dalam air sumur sehingga menyebabkan pH air asam. Sedangkan nilai pH tertinggi terdapat pada air sumur dengan perlakuan filter kitosan 15 gram yaitu sebesar 6 3 . Nilai pH air sumur cenderung ineningkat seiring dengan banyaknya jumlah kitosan yang digunakan sebagai filter. Hal ini diduga bahwa kitosan mampu untuk mengikat ion-ion H' yang terdapat di dalam air. Kitosan memiliki gugus amin1 NH yang reaktif dan gugus hidroksil yang banyak serta kemampuannya inembentuk gel maka kitosan dapat berperan sebagai komponen reaktif, pengkelat, pengikat, pengabsorbsi, penstabil, penjernih, flokulan, dan koagulan ( Shahidi 1999 diacu dalam Suptijah 2006). Selain itu juga, naiknya pH air setelah proses filtrasi menggunakan filter kitosan diduga kareila keinungkman terjadi reaksi interaksi antara air dengan
sisa NaOH yang terperangkap dalam partikel kitosan yang menyebabkan pH air cenderung meningkat. Surat keputusan Menteri Kesehatan RI tahun 2002, mengatakan bahwa persyaratan pH untuk air minum maksimal 6,5
-
8,5. Sedangkan nilai pH dari
air sumur yang telah disaring menggunakan filter kitosan berada pada kisaran 6,7
-
63. Hal ini berarti air sumur yang telah diproses tersebut mempunyai
nilai pH yang memenuhi kriteria sesuai persyaratan air minum. Dari perhitungan analisis ragam pada taraf nyata 5 % (Lampiran 16), dapat diketahui bahwa perlakuan filter kitosan memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai pH air. Hal ini berarti perlakuan filter kitosan mempengamhi nilai pH air sumur. Dari hasil uji Tukey pada taraf nyata 5 % (Lampiran 17), dapat diketahui bahwa perlakuan filter kitosan 0 gram (tanpa kitosan) dengan filter kitosan 5, 10 dan 15 gram menunjukan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai pH air sumur. Hal ini menuiljukan bahwa filter kitosan memberikan pengaruh terhadap nilai pH air sumur. Tetapi antara perlakuan filter kitosan 5, 10 dan 15 gram tidak menunjukan penga-uh yang berbeda nyata terhadap nilai pH air sumur. Peningkatan nilai pH air diduga karena filter kitosan lebih efektif dalam pengikatan ion-ion H+ yang masih terdapat didalam air sumur. Ion H+ tersebut diduga akan berikatan dengan gugus amin yang bermuatan negatif pada kitosan. Persentase peningkatan nilai pH pada setiap perlakuan disajikan pada Gambar 14.
I I
Perlakuan
I I
Gambar 14. Histogram persentase peningkatan nilai pH air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda
Peningkatan nilai pH pada air yang disaring dengan menggunakan filter kitosan cukup besar. Dari Gambar 14 dapat dilihat bahwa persentase peningkatan nilai pH dari setiap perlakuan filter kitosan lebih dari 50%. Peningkatan pH terbesar terdapat pada
air sumur dengan perlakuan
menggunaakan filter kitosan 15 gram yaitu sebesar 54,55 % (Lampiran 18). 4.2.5 Nilai TSS (total suspended solids)
Total padatan tersuspensi (Total Suspended Solids / TSS) adalah bahanbahan tersuspensi berupa kotoran yang terdapat di dalam air seperti lwnpur. Nilai TSS untuk air sumur berkisar antara 0,67 - 1,7 mg/l lebih rendah dari air permukaan dengan nilai berkisar antara 2,34 - 3,67 mg~l,karena
TSS
air permukaan terdiri atas lwnpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke dalam air pennukaan (Effendi 2003 diacu dalam Suriansyah 2005). Nilai TSS air sumur dengan perlakuan filter kitosan disajikan pada Gambar 15.
kontrol
FK 5 gr
FK 10 gr
FK 15 gr
Perlakuan
Gambar 15. Histogram nil& TSS air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda Berdasarkan Gambar 15, dapat dilihat bahwa air sumur tanpa perlakuan (kontrol) memiliki nilai TSS yang cukup tinggi yaitu sebesar 139 mg/l. Sedangkan nilai TSS air sumur pada perlakuan filter kitosan 5, 10 dan 15 g m n lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai TSS kontrol, yaitu berkisar antara 22,5
-
132,5 mg/l. Tingginya nilai TSS pada kontrol menunjukan banyaknya
padatan tersuspensi di dalam air sumur tersebut. Nilai TSS terendah terdapat pada perlakuan filter kitosan 15 gram yaitu sebesar 22,5 mg/l. Menurunnya jumlah
padatan terlarut ini diduga karena kitosan yang digunakan sebagai filter marnpu mengikat padatan tersuspensi yang terdapat di dalam air sumur. Mekanisme pengikatan kotoran oleh kitosan adalah dengan cara adsorpsi dan terbentuknya jembatan antar partikel. Bila molekul polimer bersentuhan dengan partikel koloid, maka beberapa gugusnya akan teradsorpsi pada perrnukaan partikel dan sisanya tetap berada dalarn larutan ( Benefield et al. 1982 diacu dalam Masduki 1996 ). Keputusan Menteri Kesehatan RI tahun 2002, menetapkan persyaratan nilai TSS air minwn adalah nol. Nilai TSS terkecil dari air sumur yang dihasilkan melalui proses penyaringan menggunakan kitosan (5, 10 dan 15 gram) yaitu sebesar 22,5 mgll. Hal ini berarti air yang dihasilkan mempunyai nilai TSS yang tidak meinenuhi kriteria sebagai air minum. Aka11 tetapi air tersebut masih dapat digolongkan ke dalam kriteria air kelas 1 yaitu mempunyai nilai TSS sebesar < 50 mgll. Dari perhitungan analisis ragam pada taraf nyata 5 % (Lampiran 20), dapat dikatakan bahwa perlakuan filter kitosan inenunjukan pengauh yang nyata terhadap nilai TSS air suinur. Hal ini berarti proses penyaringan air menggunakan filter kitosan akan mempengaruhi nilai TSS air sumur. Dari hasil uji Tukey pada taraf nyata 5 % ( Lampiran 21J, dapat diketahui bahwa perlakuan filter kitosan 15 gram dengan perlakuan filter kitosan 0, 5 dan 10 gram menunjukan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai TSS air sumur. Hal ini diduga karena air yang disaring dengan filter kitosan 15 gram lebih efektif dalam pengikatan padatan tersuspensi sehingga kandungan padatan tersuspensi air cendemg lebih kecil. -
-
83,81
a
FK5gr
FKlOgr
FK15gr
Perlakuan
Gambar 16. Histogram persentase penurunan nilai TSS air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda
Berdasarkan Gambar 16, dapat dilihat bahwa persentase penurunan nilai TSS pada air sumur yang disaring dengan menggunakan filter kitosan cukup besar terutama pada perlakuan dengan menggunakan filter kitosan 15 gram yaitu sebesar 83,75 % (Lampiran 22). Persentase penurunan nilai TSS air sumur pada perlakuan filter kitosan 15 gram lebih besar bila dibandingkan dengan nilai persentase penurunan pada perlakuan lainnya. 4.2.5 Nilai total bakteri koliform
Kolifonn merupakan suatu grup bakteri heterogen, berbentuk batang pendek dengan ukuran 0,5 - 1,O x 1,O
-
3,O pm, dan teimasuk bakteri
gram negatif. Secara garis besar bakteri tersebut memiliki sifat-sifat non motil atau motil, memiliki flagela peritrikus yaitu flagela yang secara merata tersebar diseluruh pesmukaan sel, berfimbrie atau tidak, asporogenous dan berkapsul atau tidak ( Supardi dan Sukamto 1999 diacu dalam Sirindon 2008). Hal yang ~nenjadidasar pemikiran penggunaan total baktefi kolifonn sebagai metode untuk menguji keamanan air adalah bahwa kelompok bakteri ini terdapat dalam juinlah banyak pada isi perut manusia dan makhluk berdarah panas lainnya. Hal Ini berarti apabila air terkontaminasi oleh feses, maka akan terdeteksi sejumlah kolifonn wahupun setelah dilakukan sekian banyak pengenceran terhadap air tersebut ( Lesinanto 2004). Jumlah total bakteri kolifonn air sumur dengan perlakuan filter kitosan disajikan pada Gambar 17.
kontrol
1
Perlakuan
1
Gambar 17. Histogram nilai total bakteri koliform air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda
Berdasarkan Gambar 17, dapat dilihat bahwa air sumur tanpa perlakuan filter kitosan memiliki nilai total bakteri kolifonn yang sangat besar yaitu 3,5 x lo4 MPNIml. Sedangkan untuk air yang diberi perlakuan filter kitosan 5, 10
dan 15 gram memiliki nilai total bakteri koliform nol. Hal ini berarti perlakuan penyaringan menggunakan filter kitosan mampu untuk mengikat bakteri kolifonn yang terdapat di dalam air. Kitosan juga memiliki sifat sebagai absorben sehingga mampu menyerap sejumlah besar bakteri. Kitosan memiliki grup NH2 yang merupakan sisi reaktif yang akan berikatan dengan sel. Terjadinya proses pengikatan ini disebabkan oleh perbedaan keelektronegatifan antara kitosan dengan pennukaan sel bakteri (Tsai dan Su 1999 diacu dalam Suptijah 2006). Muatan positif pada kitosan akan berikatan dengan molekul bennuatan negatif pada permukaan sel bakteri sehingga permeabilitas sel meningkat dan meyebabkan mudabnya material yang terdapat di dalam sel keluar (Tsai dan Su 1999 diacu dalam Cl~ungdan Chen 2004). Kitosan dapat berikatan dengan protein membran sel, diantaranya adalah glutamat yang mempakan komponen membran sel. Selain berikatan dengan protein membraner, kitosan berikatan pula dengan phospolipid membraner, terutama fosfatidil kolin (PC) sehingga menyebabkau penneabilitas inner inembran (IM) meningkat dan dengan adanya peningkatan penneabilitas IM memberi jalan yyan mudah untuk keluarnya cairan sel (Simpson 1997 diacu dalam Suptijah 2006). Besanlya perseutase p e n m a n jumlah bakteri koliform yang terdapat di dalam air sebesar 100 % dari jumlah total bakteri kolifonn. Penurunan jumlah bakteri kolifonn yang sangat drastis ini menunjukan bahwa di dalam air yang sudah diberi perlakuan dengan menggunakan filter kitosan tidak terdapat bakteri kolifoim. Keputusan Menteri Kesehatan RI tahun 2002 menetapkan bahwa nilai total kolifonn air minum adalah 1101 MPNIml. Sedangkan nilai total kolifonn dari air yang dihasilkan dari penelitian sebesar no1 MPNIml. Hal tersebut menunjukan bahwa air yang dihasilkan melalui proses penyaringan menggunakan kitosan mempunyai nilai total bakteri kolifonn yang memenuhi kriteria sebagai air minum.
Dari perhitungan analisis ragam pada taraf nyata 5 % (Lampiran 24), dapat dikatakan bahwa perlakuan filter kitosan menunjukan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai total koliform air. Hal ini berarti perlakuan filter kitosan mempengaruhi nilai total bakteri koliform air sumur. Dari hasil uji Tukey pada taraf nyata 5 % ( Lampiran 25), dapat dikatakan bahwa perlakuan filter kitosan 0 gram dengan perlakuan filter kitosan 5, 10 dan 15 gram menunjukan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai total bakteri koliform. Hal ini diduga karena air yang disaring dengan menggunakan filter kitosan sangat efektif dalam mengikat bakteri kolifonn di dalam air sumur. Sedangkan antara perlakuan filter kitosan 5, 10 dan 15 gram menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap nilai total bakteri koliform di dalam air. Hal ini menunjukan bahwa filter kitosan 5 gram sudah mampu untuk mengikat bakteri kolifonn dari air sumur.
5. KJ3SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Pada penelitian pendahuluan dilakukan proses penjernihan air sumur yang menerapkan prinsip koagulasi. Penggunaan l m t a n kitosan sebagai absorben, diutamakan untuk mengikat kotoran, bakteri serta konsentrasi besi yang terdapat di dalam air sumur. Larutan kitosan 1 ppm merupakan perlakuan optimum yang dapat untuk menurunkan jumlah bakteri dm1 konsentrasi besi air sumur. Air sumur yang dijemihkan dengan penambahan larutan kitosan 1 ppm mempunyai nilai TPC sebesar 5,6 x lo3 cfu/ml dan konsentrasi besi sebesar 0,08 mfl. Kemampuan kitosan sebagai filter dalam upaya pemurnian air sangat efektif. Hal ini terlihat dari beberapa parameter kualitas air minum seperti besi terlarut, kekeruhan, pH, dan bakteri kolifonn yang meinenuhi kriteria sebagai air minum. Tetapi untuk parameter kimia TSS tidak memenuhi kriteria sebagai air minum karena nilainya masih tinggi yaitu 22,5 mg/l. Filter kitosan yang efektif untuk menghasilkan air minum yang sesuai dengan persyaratan Menteri Kesehatan tahun 2002 adalah sebesar 15 gram, kecuali untuk parameter TSS. Kandungan TSS dalam air sumur dengan perlakuan filter kitosan ternyata masih cukup tinggi (22,5 infl), belum memenuhi standar air minum yang dipersyaratkan yaitu sebesar 0 mg/l. Kemampuan filter kitosan dalam menurunkan jumlah bakteri koliform dan konsentrasi besi di dalam air sangat balk. Hal ini terlihat dari nilai total bakteri koliform yang bemilai no1 dan nilai konsentrasi besi < 0,016 mg/l. 5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari metode yang mampu menurunkan nilai TSS sehingga dihasilkan air yang memenuhi standar air minum. Untuk menurunkan nilai TSS perlu dibuat desain filter yang tinggi tapi ramping agar aliran air yang melewati kolom lebih lambat sehingga waktu kontak antara air dengan kitosan lebih lama. Perlu dilakukan penelitian untuk membandingkan efektivitas penggunaan filter kitosan dengan filter air yang sudah ada. Disamping itu perlu juga dilakukan analisis parameter kualitas air minurn lainnya, antara lain kandungan air raksa,
timbal, nilai BOD, nilai COD, klorin bebas, oksigen terlarut, mangan, arsen, belerang serta fecal coli. Untuk mengurangi kontaminasi bakteri, sebaiknya kolom kitosan hams disterilkan terlebih dahulu. Selain itu disarankan agar digunakan kran pada alat penyaringan untuk mengatur kecepatan aliran air agar hasil filtrasi menjadi lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA Angka SL, Suhartono MT. 2000. Pemanfaatan Limbah Hasil Laut. Bioteknologi Hasil Laut. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB. [Anonima]. 1991. Modul Pelatihan Analisa Kualitas Air. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. [Anonimb].2007. Pencemaran Air. www.walhi.or.id/air. [I8 November 20081. [Anonimc]. 2007. Chitosan: Manufacture and Properties. www.wikiuedia.com. [I 8 November 20071. [AOAC] Association of Official Analytical Chemysts. 1984. Washington DC: OfJicial Method ofAnalysis. 14" Edition. Arlius.
1998. Mempelajari ekstraksi khitosan dari kulit udang dan pemanfaatannya sebagai koagulasi protein limbah pengolahan pindang tongkol (Euthynnus afinis) [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, IPB.
Bastaman S. 1989. Studies of Degradation and Extraction of Chitin and Chitosan from Prawn Shells. The Departement of Mechanical, Manfacturing, Aeronautical and Chemical Engineling. The Queen's Univ. Belfast. [BPPT] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2007. Air Bersih Beba5 Bakteri dan Zat Kimia. www.walhi.or.id/air [20 November 20071. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Perkembangan Ehpor Hasil Perikanan. www.BPS.co.id [20 November 20071. Brzeski MM. 1987. Chitin and Chitosan Putting Waste to Good Use. J InfoJish International (5). P. 31-33. Chung YC, Chen CY. 2004. Antibacterial Characteristics and Activity of Acid Soluble Chitosan. JSci Direct. Fardiaz S. 1987. Mikrobiologi Pangan. Bogor: Lembaga Sumber Informasi. IPB. Fardiaz S. 1992. Polusi Air dun Udara. Bogor: PAU Pangan dan Gizi. IPB. Hirano S. 1989. Productioil and Application of Chitin and Chitosan in Japan. Di dalam : Sandford, P. Gudmund Skjak-Break. Thorleif Anthonsen, Editor. Chitin and Chitosan: Sources, Chemistry, Boichemistry, Physical Properties, and Application. New York : Elsevier Applied Science.
Isinayana A, Setyaningsih D. 2005. Kajian desain parameter proses sarana pengolahan air bersih skala kecil untuk institusi pendidikan pada lingkar kampus IPB. [laporan penelitian]. Bogor : Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA, IPB. Kalibbala HM. 2007. Application of Indigenousmaterials in Drinking WaterTreatment. JRoyal Inst of Tech 32(2):5-6. Karmas E. 1982. Meat Poultry and Seafood Technology Recent Development of Food Science. New Jerssey: Rutgers University. Kawamura M, Mitsuhashi H, Tanibe H, Yoshi. 1993. Adsorption of Metal Ions on Polyaminated Highly Poronschitosan Chelatin Resin. Ind. Eng. Chem. Res 32: 386-391. Knoi-r D. 1982. Function Properties of Chitin and Chitosan. J. Food Scie. 47(2): 593-595. Krissetina
H. 2004. Khitin dan Khitosan dari www.suaramerdeka.com [6 ~&uari20061.
Limbah
Udang.
Lesmanto SK. 2004. Mempelajari temuan kolifonn pada sistempostmix dispenser di PT Coca Cola distribution Indonesia [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Liu N, Chen XG, Park HJ, Liu CG, Meng XH. 2007. Effect of MW and Concentration of Chitosan on Antibacterial Activity of Escherchia coli. JSci Direct 60-65. Malau APS. 1987. Pengolahan Air Buangan Pencelupan dengan Cara Koagulasi Menggunakan Aluminium Sulfat. Bandung : Institut Teknologi Tekstil. Masduki. 1996. Mempelajari efektivitas kitosan dari limbah udang untuk penjernihan air sungai [skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Masri MS, Randall VG. 1978. Chitosan and Chitosan Derivatives for Removal of Toxic Metallic Ions fiom Manufacturing Plant Waste Streams. Di dalam : Muzzarelli RAA, Parsier ER, Editor. Cambridge : Proe. 1 st Intern Con$ Chitin/ChitosanMIT Sea Grant. Muzzarelli RAA. 1982. Chitin and its Derivatives: New Trend of Applied Research. UK : Perganon Press. Prantomrny.
2005. Pemanfaatan khitosan dari kulit udang windu (Penaeus monodon) untuk pengolahan liinbah cair [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
Raini M. 2004. Kualitas Fisik dan Kimia Air PAM di Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi tahun 1999-2001 [artikel]. www. kompas.com [6 Januari 20071. Sandford P, Gudmund Skjak-Break, Thorleif Anthonsen. 1989. Chitin and Chitosan: Sources, Chemistry, Biochemistry, Physical Properties, and Application. New York: Elsevier Applied Science. Sari WK. 2003. Meinpelajari peinbuatan bubuk flavor dari limbah kepala udang windu (Penaeus monodon) [skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Sirindon M. 2008. Analisis koliform dalam susu segar sebagai parameter sanitasi peternakan [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Steel RGD, Torrie JH. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. Penerjemah : Soemantri B. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Suptijah P. 2006. Deskripsi Karakteristik Fungsional dan Aplikasi Kitin Kitosan. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Suptijah P, Salamah E, Sumaryanto H, Punvaningsih S, Santoso J. 1992. Pengaruh berbagai metode isolasi kitin kulit udang terhadap mutunya. [laporan penelitian]. Bogor: Jurusan ~ k i ~ ~ o l a hHasil an Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Suriansyah. 2005. Karakteristik Air PDAM Kabupaten Banjar. JEnviro Scientae l(1) ha1 15-17. Watironna RS. 2005. Pengaruh musim terhadap kuantitas, kontinuitas dan kualitas air di peiusahaan daerah air minum (PDAM) kota Sukabumi [skripsi]. Bogor: Departemen Manajeinen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, P B . Widiyanti. 2006.. Studi kualitas air baku dan produksi di instalasi pengolahan air Cibinong kabupaten Bogor selama tahun 2003-2004 [skripsi]. Bogor : Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Yuliarti A. 2006. Kaiian mutu fisikokimia dan mikrobiologi air minum p e r u m a h a n " ~Badak ~ Natural Gas Liquefaction [skipsi]. Bogor: Departemen Ilinu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB.
Lampiran 1. Data mentah nilai TPC air sumur dengan perlakuan konsentrasi larutan kitosan yang berbeda.
B = Air + kitosan 1 ppm. C = Air + kitosan 5 ppm. D =Air + kitosan 10 ppm. Larnpiran 2. Tabel analisis ragam nilai TPC air swnur dengan perlakuan konsentrasi lautan kitosan yang berbeda. ANOVA
-
TPC ..
Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
1,367 ,007 1,373
df
Mean Square
3 4 7
,456 ,002
F
273.138
Sip.
,000
Lampiran 3. Tabel uji Tukey TPC air sumur dengan perlakuan konsentrasi larutan kitosan yang berbeda. Multiple corn par is on^ Deoendent Variable: TPC
'. The mean differenceis significant at the .05 level. TPC
Periakuan Larutan khitosan 10 ppm Larutan khitosan 5 ppm Larutan khitosan 1 ppm Kontrol Sig.
I I I
I N 2
1
Subset for alpha = .05 1 2 3,6300 1 3,7100 3,7500 4,6460 ,132 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Lampiran 4. Data mentah nilai konsentrasi besi air sumur dengan perlakuan konsentrasi larutan kitosan. Perlakuan Fe (mgll) Kontrol (air + 0 ppm kitosan) 0,14 Air + 1 oom kitosan 0.08 0,09 Air + 5 ppm kitosan Air + 10 ppin kitosan 0,09 Lampiran 5. Tabel analisis ragam nilai konsentrasi besi air sumur dengan perlakuan konsentrasi larutan kitosan yang berbeda. ANOVA
.FeSum of Squares Between Groups Within Groups Total
,004 ,000 ,004
Mean Square
df
3 4 7
,001 ,000
F
Siq.
Lampiran 6. Data mentah nilai TPC air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda.
Ket : A0 = Air dengan filter kitosan 0 gram. A1 = Air dengan filter kitosan 5 gram. A2 = Air dengan filter kitosan 10 gram. A3 =Air dengan filter kitosan 15 gram. Lampiran 7. Tabel analisis ragam nilai TPC air suinur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda. ANOVA
TPC
Lampiran 8. Tabel uji Tukey TPC air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda. Multiple Comparisons Dependent Variable: TPC Tukey HSD
I
I
I
I
*.The mean difference is significant at the .05 level.
TPC Tukey H S ~
I Periakuan Filter khitosan 15 gram Filter khitosan 10 gram Filter khitosan 5 gram Kontrol Sig.
Subset for a i ~ h a= .05
N
2 2 2 2
1 3,0800
2
3
4
1
3,3200 3,4500 1,000
1,000
1,000
4,2775 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Lampiran 9. Tabel persentase penurunan log jumlah bakteri air sumur.
Kontrol K h 10 K h 15
3,32 3,08
11,47 17,87
Contoh perhitungan. Persentase penurunan = [(nilai kontrol - nilai akhir)/nilai kontrol] x 100 % = [(3,75 - 3,45)/3,75] x 100 % =8%
Lampiran 10. Tabel analisis ragam nilai konsentrasi besi air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda. ANOVA
.Fe-
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares ,004 ,000 ,004
df
3 4
Mean Square ,001 ,000
F
Sig.
7
Lampiran 11. Tabel persentase penurunan nilai konsentrasi besi air sumur. Perlakuan Kontrol
< 0,016 < 0,016 < 0,016
Lrunpiran 12. Data inentah nilai kekeruhan air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda.
Lampiran 13. Tabel analisis ragmn kekeruhan air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda. ANOVA
- -- -
Kekertlhan . . .. . .. ..
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 2.500 1,000 3,500
df
Mean Square 3 4 7
,833 ,250
F
3.333
Sig.
,138
Multiple Comparisons Dependent Variable: Kekeruhan Tllke" Hsn
Kekeruhan
Subset for alpha Perlakuan Filter khitosan 15 gram Filter khitosan 10 gram Filter khitosan 5 gram Kontrol Sig.
I
N 2
I
1
1 3.5000
,124
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000
Lrunpiran 14.Tabel persentase p e n m a n nilai kekeruhan air sumur. Kontrol
15
3'5
20,oo 30,OO
Lampiran 15. Data mentah nilai pH air dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda. Nilai pH 4,41 4,3 8 6,74 A1 6,65 6,75 A2 6,72 6,77 A3 6,76 Ket : A0 = Air dengan filter kitosan 0 gram. A1 = Air dengan filter kitosan 5 gram. A2 = Air dengan filter kitosan 10 gram. A3 =Air dengan filter kitosan 15 gram.
Perlakuan A0
Lampiran 16. Tabel analisis ragam pH air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda. ANOVA
.. Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 8,294 ,005 8,299
df 3
4 7
Mean Square 2,765 ,001
F 2211,667
Sig. ,000
Lampiran 17. Tabel uji Tukey pH air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda. Multiple Comparisons Dependent Variable: pH
'. The mean difference is significant at the .05 level.
Tukey H S 8
I Perlakuan Kontrol FK 5 gram FK 10 gram FK 15 gram Sig.
I I
( N 2
1
Subset for alpha = .05 1 2 4,4000 6.7000 6,7500 6,8000 1,000 ,146
1
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Lampiran 18.Tabel persentase peningkatan nilai pH air sumur. Perlakuan Kontrol
52,27 52,27 54,55
Lampiran 19. Data inentah nilai TSS air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda
Lampiran 20. Tabel analisis ragam TSS air sumur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda. ANOVA
TSS
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 18277.375 139,500 18416,875
df 3 4 7
Mean Square 6092,458 34.875
F 174,694
Sig. ,000
Lampiran 21. Tabel uji Tukey TSS air surnur dengan perlakuan filter kitosan yang berbeda. Multiple Comparisons Dependent Variable: TSS 7..,,-.. UC,.
-.The mean difference is significant at the .05 level.
TSS
Tukey H S ~ Perlakuan Filter khitosan 15 gram Filter khitosan 10 gram Filter khitosan 5 gram Kontrol
II I
I
Subset for alpha = .05
N
I
2 ( 2 2 2
1 22,5000
I
1
2
,244 1,000 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Lampiran 22.Tabel persentase peningkatan nilai TSS air surnur. Kontrol
83,81
Tukey H S ~ Perlakuan Filter khitosan 5 gram Filter khitosan 10 gram Filter khitosan 15 gram Kontrol Sig.
I
N 2
2 2 2
Subset for alpha = .05 1 2 ,0000 1 ,0000 ,0000 36000,OO 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000
Lampiran 26. Tabel perbandingal hasil analisis kualitas air.