PSIKOLOGI
PROPOSAL PENELITIAN DANA HIBAH FAKULTAS KEDOKTERAN
STUDI KUALITATIF: KEARIFAN LOKAL DALAM PERILAKU KINERJA PEGAWAI PUSKESMAS APUNG DI PESISIR SUNGAI MAHAKAM KABUPATEN KUTAI BARAT
TIM PENGUSUL: Rahmi Fauzia, M.A, Psikolog (Ketua) Ermina Istiqomah, M.Si, Psikolog (Anggota)
PRODI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2012
HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL DANA HIBAH FAKULTAS KEDOKTERAN 1. a. Judul Penelitian
: Studi Kualitatif : Kearifan Lokal Dalam Perilaku Kinerja Pegawai puskesmas Apung di Pesisir Sungai Mahakam kabupaten Kutai Barat
b. Bidang Ilmu
: Psikologi
c. Katagori penelitian
: Penelitian Dana Hibah Fak. Kedokteran Unlam
2. Ketua Peneliti a. Nama
: Rahmi Fauzia, M.A, Psikolog
b. Jenis kelamin
: Perempuan
c. Golongan Pangkat NIP
: Penata, III/b, NIP 19771222 200812 2 001
d. Jabataan
: Penata Muda
e. Prodi
: Psikologi
f. Fakultas
: Kedokteran
g. Pusat Penelitian
: Universitas Lambung Mangkurat
h. Alamat Instansi
: Jl Jend Ahmad Yani Km 32 Banjarbaru
i. Alamat Rumah
: Jl Bima V no 11A Rt 19 Pemurus Permai B. Masin Telp (0511) 3258200 HP 08156802772
4. Anggota penelitian
: Ermina Istiqomah, M.Si, Psikolog
5. Tenaga Lapangan
: 1 (satu) orang
6. Lokasi Penelitian
: Kabupaten Kutai Barat Kalimantan Timur
7. Lama Penelitian
: 4 (empat) bulan
8. Biaya yang diusulkan
: Rp 10.000.000,-
9. Sumber Dana
: Dana Hibah Fakultas Kedokteran Unlam Banjarmasin, 30 Januari 2012
Mengetahui,
Ketua Peneliti,
Dekan FK dr. H. Hasyim Fachir, Sp.S
Rahmi Fauzia, M.A, Psikolog
NIP. 19560402 198412 1 001
NIP 19771222 200812 2 001
Bab I. Pendahuluan Pendidikan dan kesehatan adalah modal utama bagi suatu negara berkembang untuk menuju menjadi negara yang maju dan sejahtera. Masalah kesehatan telah menjadi pokok utama karena menyangkut sumber daya manusia sebagai penggerak pembangunan. Hal ini mengakibatkan diangkatnya tema kesehatan sebagai masalah penting yang mendapat perhatian dunia, terlebih guna membantu keberhasilan negara-negara yang sedang berkembang untuk mencapai tujuan pembangunan menuju masyarakat maju dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan tersebut diselenggarakan program pembangunan kesehatan secara berkelanjutan, berencana, terarah dan terpadu. Pembangunan kesehatan diantaranya dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk masyarakat ditingkat dasar di Indonesia adalah melalui Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) yang merupakan unit fungsional dari Dinas Kesehatan Kabupaten / Kotamadya yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu wilayah kerja (Pedoman Penilaian Kinerja Puskesmas, 2006). Sesuai dengan UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan di daerah, maka kabupaten / kota dapat menetapkan dan mengembangkan jenis program kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang sudah diukur dengan kemampuan sumber daya termasuk ketersediaan dan kompetensi tenaga pelaksananya, dengan tetap memperhatikan arahan dan kebijakan tingkat propinsi dan pusat, yang dilandasi oleh kepentingan daerah dan nasional termasuk konsensus global / kesepakatan dunia (antara lain penanggulangan penyakit polio, TBC, malaria, diare, kusta, dan lain-lain) (Pedoman Penilaian Kinerja Puskesmas, 2006). Pembangunan kesehatan berdasarkan RPJPN Bidang Kesehatan tahun 2005-2025 diselenggarakan antara lain dengan meningkatkan sumber daya manusia kesehatan. Untuk mendukung hal tersebut disusunlah strategi pembangunan kesehatan yang diantaranya adalah strategi pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan. Dalam SKN 2009, upaya pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan meliputi: upaya perencanaan, pengadaan, pendayagunaan serta pembinaan dan pengawasan SDM kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Pedoman Penilaian Kinerja SDM Kesehatan, 2009).
Budihardjo (2004) mengatakan bahwa strategi SDM berkaitan dengan visi, misi, strategi perusahaan, SBU (Strategy Business Unit), dan strategi fungsional. Strategi SDM mendukung pengelementasian strategi korporat. Strategi tersebut perlu diterjemahkan kedalam semua aktivitas SDM, kebijakan, dan program yang sejalan dengan strategi perusahaan atau organisasi. Untuk menunjang kegiatan dan kinerja di puskesmas diterbitkan kebijakan-kebijakan yang mendukung terciptanya masyarakat Indonesia yang sehat, antara lain Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten / Kota, adalah : 1.
Pasal 1 ayat (6) yang menyatakan bahwa Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota adalah tolok ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan daerah.
2.
Pasal 2 Ayat (1) yang menyatakan bahwa Kabupaten atau Kota wajib menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai Standar Pelayanan Minimal.
3.
Pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa Standar Pelayanan Minimal yang diciptakan, merupakan acuan dalam perencanaan target masing-masing daerah kabupaten/kota. Puskesmas telah melaksanakan kegiatan dengan hasil yang nyata. Namun pada
kenyataannya masih banyak hasil yang belum sesuai harapan. Terlebih dengan sulitnya medan dan jangkauan wilayah penduduk terhadap akses kesehatan membuat puskesmas harus lebih proaktif dalam memberikan layanan kesehatan. Berada di pedalaman dan jauh dari jangkauan transportasi tak serta merta membuat masyarakat di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, kehilangan akses layanan kesehatan. Keadaan geografis yang sebagian besar berupa hutan dan lahan gambut, membuat pemerintah kabupaten setempat menciptakan sebuah inovasi baru yakni Puskesmas Apung. Inovasi pelayanan kesehatan ini sengaja dibuat untuk menjangkau masyarakat yang memang sebagian besar tinggal di pesisir Sungai Mahakam. Maklumlah, jalur transportasi darat di sana masih sangat terbatas karena keadaan medan yang tidak memungkinkan. Di sisi lain, masyarakat lebih memilih jalur sungai sebagai transportasi. Sehingga tidak heran jika sebaran penduduk lebih banyak berada di daerah aliran sungai. Dengan puskesmas terapung yang lokasinya berpindah-pindah memudahkan masyarakat mendapatkan fasilitas kesehatan. Puskesmas terapung ini terbilang lengkap karena bisa melayani kesehatan umum, gigi, ibu dan anak serta keluarga berencana (KB) dan ada dokter spesialis yang datang secara berkala.
Meski puskesmas ini berada di dalam kapal, tapi peralatan yang dimiliki terbilang cukup lengkap seperti ada alat USG, peralatan bedah minor, laboratorium serta peralatan rontgen portable yang standarnya sama seperti pelayanan kesehatan di darat. Dari segi pelayanan, puskesmas apung tidak kalah dengan puskesmas di darat. Pasalnya, di sana juga sudah tersedia peralatan bedah minor, yang bisa melayani khitan serta peralatan rontgen portable. Didukung para tenaga medis dengan 2 dokter umum, 1 dokter gigi, 1 bidan, 4 perawat, dan sejumlah ahli kesehatan masyarakat. Dalam kurun waktu sebulan, puskesmas apung berlayar selama 20-24 hari tergantung kondisi cuaca. Menjaring rata-rata 1200 pasien dari 50 kampung di daerah liran sungai Mahakam yang dilalui. http://liranews.com/mdgs/mdgsnews/kesehatan/3943-puskesmas-apung-kesehatan Puskesmas sebagai garda terdepan layanan kesehatan tingkat primer dalam sub sistem kesehatan. Puskesmas memiliki peran yang sangat strategis sebagai institusi pelaksana teknis, sehingga dituntut memiliki kemampuan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan primer melalui peningkatan kinerja SDM nya (Pedoman Penilaian Kinerja SDM Kesehatan di Puskesmas, 2009). Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan / program / kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi (Mahsun, 2009). Wirawan (2009) menegaskan bahwa kinerja pegawai merupakan hasil sinergi sejumlah faktor, Faktor-faktor tersebut adalah faktor lingkungan internal organisasi, faktor lingkungan eksternal, dan faktor internal pegawai. Faktor internal karyawan bersinergi dengan faktor internal organisasi dan faktor eksternal organisasi. Sinergi ini mempengaruhi perilaku kerja karyawan yang kemudian mempengaruhi kinerja karyawan. Kinerja karyawan kemudian menentukan kinerja organisasi (Wirawan, 2009). Sebagaimana dikatakan Follett dan Bernand bahwa konsep manusia sebagai pribadi adalah faktor kunci penentu kesuksesan atau kegagalan pencapaian tujuan organisasi (dalam Endang, 2009). Rowe, dkk (2005) menjelaskan bahwa di negara-negara berkembang tenaga kesehatan merupakan hal sangat penting bagi suatu intervensi di bidang kesehatan. Kinerja yang tidak optimal dari tenaga kesehatan dapat menimbulkan permasalahan yang sangat luas.
Faktor lingkungan eksternal organisasi adalah keadaan, kejadian atau situasi dilingkungan ekternal organisasi yang mempengaruhi kinerja karyawan.. Budaya masyarakat merupakan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan (Wirawan, 2009). Dalam konsep yang paling dominan kebudayaan dapat dimaknai sebagai fenomena material, sehingga menurut faham ini pemahaman dan pemaknaan kebudayaan lebih banyak dicermati sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1980).
Sejalan dengan
pengertian tersebut
maka tingkah laku manusia sebagai anggota
masyarakat akan terikat oleh kebudayaan yang terlihat wujudnya dalam berbagai pranata yang berfungsi sebagai mekanisme kontrol bagi tingkah laku manusia (Geertz, 2007). Kearifan lokal atau yang sering disebut local wisdom dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu (Ridwan, 2007). Kearifan lokal secara substansial merupakan norma yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertindak dan berperilaku seharihari. Oleh karena itu, kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya (Geertz, 2007). Sebagaimana diketahui puskesmas apung dengan keunikannya baik dalam segi layanan dan sasaran jangkauan pelayanan kesehatan, yaitu didaerah pesisir sungai dan pedalaman, tentu memiliki kearifan lokal tersendiri dalam mendukung kinerja pegawai dalam memberikan pelayanan. Mengingat pentingnya kebijakan atau kearifan lokal dalam perilaku individu sebagai pegawai di puskesmas, maka perlu dikaji kearifan lokal apa saja yang ada dan mendasari perilaku pegawai puskesmas apung dalam memberikan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dianalisis kearifan lokal apa yang mendasari perilaku kinerja pegawai Puskesmas Apung KM Mook Manaar Bulatn di pesisir sungai Mahakam Kabupaten Kutai Barat. Penelitian disini menggunakan judul; Studi Kualitatif: Kearifan Lokal dalam Perilaku Kinerja Pegawai Puskesmas Apung di Pesisir Sungai Mahakam Kabupaten Kutai Barat.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang yaitu, Puskesmas Apung KM Mook Manaar Bulant dengan keunikannya baik dalam segi layanan dan sasaran jangkauan pelayanan kesehatan, yaitu didaerah pesisir Sungai Mahakam dan pedalaman, tentu memiliki kearifan lokal tersendiri dalam mendukung kinerja pegawai dalam memberikan pelayanakesehatan. Disisi lain harapan puskesmas sebagai garda terdepan layanan kesehatan tingkat primer dalam subsistem kesehatan memiliki peran yang sangat strategis sebagai institusi pelaksana teknis, sehingga dituntut memiliki kemampuan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan primer melalui peningkatan kinerja SDM-nya (Pedoman Penilian Kinerja SDM Kesehatan di Puskesmas, 2009). Rowe, dkk (2005) menjelaskan bahwa di negara-negara berkembang tenaga kesehatan merupakan hal sangat penting bagi suatu intervensi di bidang kesehatan. Kinerja yang tidak optimal dari tenaga kesehatan dapat menimbulkan permasalahan yang sangat luas. Pada penelitiannya Demaio (2011) menyimpulkan pentingnya peran budaya setempat dalam promosi kesehatan di dalam setiap aspek lingkungan dan sosial budaya. Pengetahuan setempat atau kearifan lokal, ketika saling menghargai dan terintegrasi didalam setiap kebijakan kesehatan dapat berperan sebagai katalisator kuat bagi perubahan perilaku. Demaio menyarankan sangat penting kearifan lokal dihargai sebagai “opini ahli” dalam memecahkan suatu permasalahan populasi tertentu. Wahyuni dan Kusmono (2010) mengatakan bahwa budaya sebagai kearifan lokal akan mewarnai perilaku karyawan dalam mengembangkan soft skill dan hard skill mereka. Mengingat pentingnya kebijakan atau kearifan lokal dalam mempengaruhi perilaku individu, maka perlu ditelaah kearifan lokal dalam perilaku kerja. Oleh karena itu dalam penelitian disini perlu dikaji kearifan lokal apa yang ada dan mendasari kinerja pegawai Puskesmas Apung di pesisir sungai Mahakam Kabupaten Kutai Barat. Peneliti merumuskan permasalahan dalam pertanyaan penelitian: Bagaimana kearifan lokal yang ada dan mendasari perilaku kinerja pegawai Puskesmas Apung di pesisir Sungai Mahakam Kabupaten Kutai Barat?
Bab II Tinjauan Pustaka
Mengkaji teori-teori yang relevan sangat diperlukan dalam suatu penelitian. Mengkaji teori yang relevan dengan masalah yang dirumuskan merupakan langkah awal untuk mencapai jawaban atas suatu permasalahan. a. Kinerja Pegawai 1. Pengertian Kinerja Jika dilihat dari asal katanya, kata kinerja adalah terjemahan dari kata performance, berasal dari akar kata “to perform” dengan beberapa “entries” yaitu: (1) melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute); (2) memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar ( to discharge of fulfill; as vow); (3) melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete an understaking); dan (4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is expected of a person machine). (The Scribner-Bantam English Distionary dalam Veithzal Rivai dan Ahmad Fawzi Moh. Basri, 2005) Menurut Mohamad Mahsun dalam bukunya Pengukuran Kinerja Sektor Publik (2006), menyebutkan “Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategi planning suatu organisasi”. Bernadin dan Rusell dalam Gomes (2001), mendifinisikan kinerja sebagai catatan hasil yang dicapai dari suatu fungsi (pekerjaan) tertentu atau aktifitas selama suatu periode tertentu. Nawawi (2001) dengan menggunakan istilah ‘karya’ memberikan batasan kinerja sebagai hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat fisik/material maupun non fisik/non material. Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja dapat dipandang sebagai catatan hasil baik yang berupa material (output) ataupun non material (perilaku) yang dicapai dalam pelaksanaan satu atau lebih fungsi atau pekerjaan/aktifitas dalam suatu organisasi selama suatu periode waktu tertentu. Batasan ini disatu pihak mempertegas makna kinerja sebagai output, dan di pihak lain dipandang pula sebagai proses yakni menunjuk pada tampilan perilaku atau sikap pegawai (individu) yang merupakan suatu proses di dalam pelaksanaan pekerjaan atau tugasnya. 2. Pengertian Pegawai Menurut A.W. Wiidjaja dalam buku Administrasi Kepegawaian (1995) “Pegawai merupakan tenaga kerja manusia, jasmaniah maupun rohaniah (mental dan fikiran), yang senantiasa
butuhkan dan karena itu menjadi salah satu modal pokok dalam badan usaha kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu (organisasi)”. Istilah Pegawai mengandung pengertian sebagai berikut: 1) Menjadi anggota suatu usaha kerja sama (organisasi) dengan maksud memperoleh balas jasa/imbalan kompensasi atas jasa yang telah diberikan. 2) Berada di dalam sistem kerja yang sifatnya lugas/pamrih. 3) Berkedudukan sebagai “penerima kerja” dan berhadapan dengan “pemberi kerja” (majikan). 4) Kedudukan sebagai “penerima kerja” itu diperoleh setelah melalui proses penerimaan. 5) Dan akan menghadapi saat pemberhentian (pemutusan hubungan kerja antara “pemberi kerja” dengan “penerima kerja” (A.W. Widjaja, 1995:15). Pengertian Pegawai Negeri menurut Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagai berikut “Pegawai adalah setiap Warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau, diserahi tugas Negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku” Dari rumusan di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pegawai adalah tenaga kerja manusia yang menjadi anggota suatu organisasi, mempunyai wewenang dalam suatu jabatan tertentu yang bertanggungjawab akan sebuah tugas untuk mencapai tujuan (organisasi), dan berhak mendapatkan balas jasa/imbalan kompensasi atas jasanya. 3. Pengertian Kinerja Pegawai Menurut Anwar Prabu Mangkunegara dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan (2000) mengemukakan pengertian kinerja pegawai sebagai berikut ”Kinerja pegawai adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Menurut Veithzal Rivai dan Ahmad Fawzi Moh. Basri dalam bukunya Performance Apprasial. (2005) “Pada hakikatnya kinerja pegawai merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya sesuai dengan standar dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan itu”, sedangkan Veithzal Rivai (2006) mengatakan bahwa ”Kinerja pegawai merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan”.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan standar dan kriteria yang ditetapkan untuk mencapai tujuan organisasi. Dari pemaparan di atas pula, maka dapat dikatakan bahwa kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan tertentu yang hendak dicapai selama periode waktu yang telah ditentukan organisasi. 4. Faktor-faktor Kinerja Menurut Gibson dkk (1987) terdapat 3 (tiga) variabel yang mempengaruhi perilaku kinerja, yaitu variabel individu, variabel organisasi, dan variabel psikologi. Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja personel. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas. Wirawan (2009) menegaskan bahwa kinerja pegawai merupakan hasil sinergi sejumlah faktor, Faktor-faktor tersebut adalah faktor lingkungan internal organisasi, faktor lingkungan eksternal, dan faktor internal pegawai. Faktor-faktor internal karyawan bersinergi dengan faktorfaktor lingkungan internal organisasi dan faktor-faktor lingkungan eksternal organisasi. Sinergi ini mempengaruhi perilaku kerja pegawai yang kemudian mempengaruhi kinerja pegawai. Kinerja pegawai kemudian menentukan kinerja organisasi (Wirawan, 2009). Pada penelitian disini mengacu pada faktor kinerja yang dikemukakan oleh Wirawan (2009), yaitu kinerja pegawai merupakan hasil sinergi sejumlah faktor, Faktor-faktor tersebut adalah faktor lingkungan internal organisasi, faktor lingkungan eksternal, dan faktor internal pegawai. b. Puskesmas Salah satu bentuk reformasi bidang kesehatan adalah dikeluarkannya Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat. Sesuai Kepmen RI No : 128/Menkes/SK/II/2004 dalam Trihono, berikut pengertian Puskesmas. Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Sebagai unit pelaksana teknis (UPTD) dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas berperan
menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Penanggungjawab utama penyelenggara seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah dinas kesehatan kabupaten/kota, sedangkan Puskesmas bertanggungjawab hanya untuk sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya. Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan. Tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah ( desa/kelurahan ). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. ( Trihono : 2005 ). Khatrin Mende dan Debora Tydecks (2003), pengertian Puskesmas adalah Pusat Kesahatan
Masyarakat
(
Puskesmas
)
adalah
satuan
organisasi
fungsional
yang
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,merata,dapat diterima dan dijangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan (http://www.suedostasien.uni-bonn.de). Dari rumusan di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa puskesmas adalah suatu unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan dijangkau oleh masyarakat. c. Kearifan lokal 1. Pengertian Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum
maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Gobyah (dalam Sartini, 2003) mengatakan bahwa kearifan lokal (local genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal. Geriya (dalam Sartini, 2003) mengatakan bahwa secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara tradisional. Kearifan lokal adalah nilai yang dianggap baik dan benar sehingga dapat bertahan dalam waktu yang lama dan bahkan melembaga. Kearifan lokal, atau dalam bahasa asing sering juga dikonsepsikan sebagai kebijaksanaan setempat “local wisdom” atau pengetahuan setempat “local knowledge” atau kecerdasan setempat “local genious, merupakan pandangan hidup, ilmu pengetahuan, dan berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat setempat dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Kearifan lokal di berbagai daerah di seluruh Nusantara merupakan kekayaan budaya yang perlu diangkat kepermukaan sebagai bentuk jati diri bangsa. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Jero Wacik, dalam sambutannya pada Simposium Internasional IX Pernaskahan Nusantara di Baubau, tanggal 5 Agustus 2005 mengatakan, kearifan lokal yang terdapat di berbagai daerah di Nusantara, seharusnya diangkat dan dihargai sebagai salah satu acuan nilai dan norma untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini (
[email protected]). Local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Dalam disiplin Antropologi dikenal istilah local genius. Local genius ini merupakan istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales. Menurut Haryati, local genius adalah cultural identity, identitas dan kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan
bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri. Moendardjito mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Gobyah menjelaskan bahwa kearifan lokal (local genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi pada suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meski pun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal. Pada penelitian disini menggunakan konsep kearifan lokal Geriya yang mengatakan bahwa secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara, dan perilaku yang melembaga secara tradisional. Kearifan lokal adalah nilai yang dianggap baik dan benar sehingga dapat bertahan dalam waktu yang lama dan bahkan melembaga (Sartini, 2009). d. Kearifan lokal dan perilaku kerja Teezzi, Marchettini, dan Rosini (dalam Ridwan, 2007) mengatakan bahwa kearifan lokal biasanya tercermin dalam kebiasaan hidup masyarakat yang telah berlangsung lama. Kelangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai itu menjadi pegangan kelompok masyarakat tertentu yang biasanya akan menjadi bagian hidup tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka sehari-hari. Budaya sebagai kearifan lokal akan mewarnai perilaku karyawan dalam mengembangkan soft skill dan hard skill dari berbagai jenis pekerjaan yang harus dilakukan oleh seorang karyawan. Dapat disimpulkan apabila perencanaan dan pengembangan SDM didasarkan pada kearifan lokal dari aspek budaya akan terarah pada tujuan akhirnya yang hendak dicapai (Wahyuni, 2010). Pada penelitiannya Demaio (2011) juga menyimpulkan pentingnya peran budaya setempat dalam promosi kesehatan di dalam setiap aspek lingkungan dan sosial budaya. Pengetahuan setempat atau kearifan lokal, ketika saling menghargai dan terintegrasi didalam setiap kebijakan kesehatan dapat berperan sebagai katalisator kuat bagi perubahan perilaku.
Demaio menyarankan sangat penting kearifan lokal dihargai sebagai “opini ahli” dalam memecahkan suatu permasalahan populasi tertentu.
Kerangka Teoritis Prinsip teori dalam penelitian ini mengunakan teori Kurt Lewin adalah bahwa perilaku manusia itu dilihat dalam konteksnya. Hal ini berarti bahwa perilaku manusia bukan sekedar respons dan stimulus, tetapi produk dari berbagai gaya psikologis yang disebut ruang hayat (life space). Perilaku merupakan hasil interaksi antara “person” (diri orang) dengan environment (lingkungan). Rumus Lewin tentang perilaku adalah B = f(P,E). bahwa perilaku merupakan fungsi dari person (diri orang) dan lingkungannya (environment). Menurut Lewin, perilaku manusia harus dilihat dari konteksnya (Notoatmojdo, 2010). Berdasarkan model teori Kurt Lewin, yang dimodifikasi oleh Wirawan (2009), maka dapat digambarkan kerangka teoritis penelitian sebagai berikut : Lingkungan Eksternal Organisasi : . Kearifan Lokal
Faktor Internal karyawan
Lingkungan internal organisasi
Perilaku kerja karyawan
Kinerja Karyawan
Gambar 2.2. Kinerja pegawai merupakan hasil sinergi dari sejumlah faktor. Faktor-faktor tersebut adalah faktor lingkungan internal organisasi, faktor lingkungan eksternal (budaya kearifan lokal), dan faktor internal karyawan atau pegawai.
Bab III. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian disini ini adalah mengetahui, menguraikan dan menerangkan kearifan lokal yang ada dan mendasari perilaku kinerja pegawai Puskesmas Apung di pesisir Sungai Mahakam Kabupaten Kutai Barat. Hal ini penting untuk dikaji mengingat budaya sebagai kearifan lokal akan mewarnai perilaku karyawan dalam mengembangkan soft skill dan hard skill mereka. 2. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian disini adalah diperolehnya temuan hasil penelitian mengenai kearifan lokal yang ada dan mendasari perilaku kinerja pegawai Puskesmas Apung di pesisir Sungai Mahakam Kabupaten Kutai Barat, sehingga dapat dimanfaatkan untuk acuan bagi strategi pengembangan SDM, efektifitas pelayanan dan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan.
Bab IV. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif yaitu menggambarkan atau melukiskan keadaan yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara (Notoatmojo, 2010). 2. Variabel Penelitian 1. Indentifikasi Variabel Dalam hal ini variabel yang diteliti adalah a. Kearifan Lokal b. Perilaku Kinerja Pegawai Puskesmas
2. Definisi Operasional No
Variabel
Definisi
1.
Kearifan Lokal
2.
Perilaku Kinerja perilaku nyata yang ditampilkan setiap Pegawai Puskesmas pegawai sebagai prestasi kerja yang dihasilkan olehnya sesuai dengan perannya dalam organisasi Puskesmas
Kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara, dan perilaku yang melembaga secara tradisional, bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakat lokal setempat
3. Responden Penelitian Pegawai Puskesmas Apung KM Mook Banaar Bulant Kabupaten Kutai Barat dijadikan sampel atau responden pada penelitian ini yang akan diobservasi, wawancara dan diberikan angket mengenai perilaku kinerja yang berkaitan dengan
kearifan lokal yang ada dan
berpengaruh di wilayah tempat kerjanya. Responden dari penelitian ini antara lain, 1 orang kepala puskesmas, 1 orang sekretaris, 1 orang bendahara, 1 orang kepala divisi beserta 1 orang sekretaris divisi yang terdiri dari divisi kesehatan ibu dan anak dan KB, peningkatan gizi masyarakat, laboratorium, tata usaha, apoteker, P2M & surveilan, puskesmas pembantu, lansia, mata, jiwa, malaria & ISPA, paru, kesehatan remaja, pengobatan radisional, peningkatan perbaikan gizi. 4. Teknik pengumpulan data 1. Cara pengumpulan data a. Observasi Hal ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan dan pencatatan secara langsung perilaku kinerja yang sesuai dan tidak sesuai. b. Wawancara Yaitu mengadakan tanya jawab secara langsung dengan responden, ahli budaya, serta unsur terkait untuk memperoleh informasi dilakukan.
yang berkaitannya dengan penelitian yang
c. Studi pustaka Metode ini digunakan untuk untuk mendapatkan data-data yang lebih jelas melalui teori dalam buku dan ebook internet yang digunakan sebagai panduan atau acuan serta pegangan sehubungan dengan penulisan ini. 2. Jenis Data a. Data primer adalah data yang berasal dari berbagai hasil observasi lapangan, angket, wawancara dengan responden dan ahli budaya, serta unsur-unsur terkait, b. Data sekunder adalah data yang diambil dari Puskesmas Apung KM Mook Manaar Bulant Kabupaten Kutai Barat. 3. Alat dan Bahan Alat dan bahan penelitian berupa : a. Formulir observasi b. Koesioner c. Alat tulis d. Tape recorder e. Camera digital f. Handycam
5. Pengolahan dan Analisa Data Pengolahan data dilakukan dengan berbagai tahap yaitu : a. Editing Meneliti dan pemilahan data dilakukan untuk mengetahui apakah data tersebut cukup baik untuk proses penelitian selanjutnya. b. Coding
Mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para responden kedalam kategori dengan cara member tanda atau kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban. c. Tabulasi Mentabulasi hasil data yang diperoleh sesuai dengan item pertanyaan. d. Memo dan draft insight untuk analisis data merupakan refleksi konseptual peneliti mengenai arti konseptual data. Analisa data dengan metode analisis kualitatif, yaitu analisis tematik sebagai dasar analisis penelitian kualitatif. Analisis tematik merupakan suatu proses yang digunakan dalam mengolah informasi kualitatif dan memungkinkan penerjemahan gejala atau informasi kualitatif menjadi data kualitatif. Analisis tematik dapat menghasilkan daftar tema, model tema atau indikator yang kompleks. Tema tersebut dapat mendeskripsikan fenomena dan interpretasi fenomena.Tematema dapat diperoleh secara induktif dari informasi / data mentah dan secara deduktif dari teori atau penelitian sebelumnya (Beyatzis, 1998). 6. Lokasi, Waktu dan Jadwal Penelitian 1.
Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah wilayah Propinsi Kalimantan Selatan.
2.
Waktu penelitian Waktu yang diperlukan untuk penelitian ini dimulai dari bulan Pebruari
sampai dengan
bulan Mei 2012. 3. Jadwal penelitian No 1.
Kegiatan
Pebr Mart Aprl
Mei
Pendahuluan Pengurusan ijin, Penentuan peta wilayah penelitian, Pembuatan instrumen
2.
Penelusuran Dokumen
3.
Penelitian lapangan Observasi, wawancara, angket
X X X
X
4.
Analisis Data
X
5
Penulisan laporan dan Publikasi
X
Bab V. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data bahwa Puskesmas Apung yang beroperasi di pesisir Sungai Mahakam Kabupaten Kutai Barat memiliki 26 orang karyawan yang tersebar di berbagai divisi dan unit yaitu Kepala Puskesmas, Pelayanan Kesehatan Umum, Pelayanan Kesehatan Gigi, Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak, Farmasi, Laboratorium, Kesekretariatan, Crew Kapal, dan Dapur. Para karyawan tersebut bekerja berdasarkan jadwal pelayaran Puskesmas Apung yaitu tiap 2 minggu sekali. Selama 2 minggu, Puskesmas Apung akan berlayar menyusuri kampungkampung yang ada di sepanjang pesisir Sungai Mahakam. Kurang lebih 50 kampung yang mereka jadwalkan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Warga yang menghuni 50 kampung tersebut berasal dari berbagai suku seperti, Dayak, Bugis, Banjar dan Jawa. Suku Dayak dan Banjar menjadi mayoritas penghuni kampung tersebut. Selama ini, tidak ada kesulitan berarti yang dialami oleh para karyawan untuk menjalin komunikasi dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan terhadap para warga tersebut. Hal ini disebabkan, beberapa dari karyawan Puskesmas Apung ada yang berasal dari suku Dayak, Bugis dan Jawa, sehingga memudahkan saat menjalin komunikasi dengan warga. Biasanya, para tenaga kesehatan di Puskesmas Apung akan menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar, dan apabila ada kesulitan dalam hal komunikasi, maka salah satu dari karyawan yang berasal dari suku yang sama akan membantu untuk menjadi perantara memberikan pengertian kepada warga dan tenaga kesehatan. Sebelum Puskesmas Apung beroperasi, warga terbiasa memelihara kesehatan dengan cara tradisional, dengan menggunakan herbal-herbal tertentu. Semenjak puskesmas beroperasi, warga memperoleh pengetahuan mengenai cara memelihara kesehatan dengan cara yang lebih modern, meskipun pemeliharaan secara herbal masih mereka lanjutkan. Terhadap kebiasaan masyarakat tersebut, tenaga kesehatan tidak menganggap hal tersebut sebagai persoalan. Mereka memahami hal tersebut sebagai salah satu cara masyarakat tradisional untuk memelihara kesehatan. Dengan diberikannya informasi mengenai pemeliharaan kesehatan, warga menjadi lebih faham mengenai cara memelihara kesehatan secara lebih baik. Disamping
itu, pihak tenaga kesehatan memahami bahwa hal tersebut bisa disinergikan dengan pemeliharaan kesehatan secara modern. Hampir sebagian besar nilai-nilai yang berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan yang dimiliki oleh warga setempat tidak terlalu menyimpang, kecuali seperti mengikat benang hitam pada kaki ibu hamil. Alasannya adalah nilai-nilai tradisional tersebut masih bisa dilogika oleh mereka. Persoalan yang selama ini dialami oleh tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas Apung terkait dengan mekanisme kerja mereka di kapal. Mereka harus berada di kapal selama kurang lebih 14 hari, dan terkadang sampai 18 hari, sangat tergantung dengan kondisi air laut yang memiliki pola pasang surut. Tidak jarang mereka mengalami kandas saat berlayar karena air surut, sehingga harus menunggu sampai air pasang kembali pada sore harinya agar mereka dapat mencapai lokasi. Pola kerja yang demikian seringkali membuat mereka mengalami kebosanan karena selama berhari-hari menjalani pelayaran. Untuk mengatasi kebosanan, mereka menciptakan permainanpermainan yang dapat menghibur seperti bulu tangkis, yang dilakukan di daratan yang tercipta dari surutnya air laut. Pernah juga mereka mengalami konflik internal, disebabkan kesalahfahaman saat menjalin komunikasi. Berdasarkan hasil pengumpulan data dengan menggunakan Tes Grafis, diperoleh indikasi, bahwa sebagian dari karyawan mengalami tingkat stres yang cukup tinggi. Meskipun demikian, mereka cukup mampu untuk mengatasi persoalan tersebut. Para karyawan pernah memperoleh Pelatihan Pelayanan Prima. Menurut mereka, pelatihan tersebut sangat bermanfaat untuk menunjang kinerja mereka sebagai pelayan bagi masyarakat. Selama ini perbedaan asal suku diantara para karyawan tidak membuat mereka mengalami kendala dalam menjalin relasi, bahkan menjadi modal untuk saling membantu saat menghadapi kendala komunikasi dengan warga kampung.
2. Pembahasan Manusia tidak luput dari lingkungannya, begitu pula kinerja sebagai wujud perilaku seseorang akan dipengaruhi oleh lingkungan disekitarnya. Hal ini sejalan dengan teori yang menyebutkan bahwa perilaku merupakan hasil interaksi antara “person” (diri orang) dengan environment (lingkungan).
Rumus Lewin tentang perilaku adalah B = f(P,E). bahwa perilaku
merupakan fungsi dari person (diri orang) dan lingkungannya (environment). Menurut Lewin, perilaku manusia harus dilihat dari konteksnya (Notoatmojdo, 2010). Berdasarkan hasil temuan diatas tampak bahwa para pegawai puskesmas Apung yang beroperasi di pesisir Sungai Mahakam Kabupaten Kutai Barat tersebut bekerja berdasarkan jadwal pelayaran Puskesmas Apung yaitu tiap 2 minggu sekali. Hal ini sesuai dengan kearifan lokal di wilayah tersebut dimana waktu bekerja disesuaikan dengan kondisi geografis wilayah. Hal ini sejalan dengan pendapat I Ketut Gobyah dalam “Berpijak pada Kearifan Lokal” bahwa Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas (dalam Sartini, 2003). Disini pola kinerja pegawai mengikuti kearifan lokal yang terbentuk akibat kondisi geografis wilayah. Dimana selama 2 minggu, Puskesmas Apung akan berlayar menyusuri kampung-kampung yang ada di sepanjang pesisir Sungai Mahakam sebagai waktu operasional kerja. Tak jarang mereka harus berada di kapal selama kurang lebih 14 hari, dan terkadang sampai 18 hari, sangat tergantung dengan kondisi air laut yang memiliki pola pasang surut. Kurang lebih 50 kampung yang mereka jadwalkan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Dari satu kampung kekampung berikutnya yang hanya bisa dilalui oleh transportasi air yaitu kapal, sehingga membuat kinerja para pegawai di Puskesmas Apung menyesuaikan dengan kondisi geografis wilayah kerja, yaitu menyusuri dari satu kampung ke kampung berikutnya selama 2 minggu waktu kerja mereka sebelum para pegawai kembali pulang. Warga yang menghuni 50 kampung tersebut berasal dari berbagai suku seperti, Dayak, Bugis, Banjar dan Jawa. Suku Dayak dan Banjar menjadi mayoritas penghuni kampung tersebut. Selama ini, tidak ada kesulitan berarti yang dialami oleh para pegawai untuk menjalin komunikasi dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan terhadap para warga tersebut. Hal ini disebabkan, beberapa dari pegawai Puskesmas Apung ada yang berasal dari suku Dayak, Bugis dan Jawa, sehingga memudahkan saat menjalin komunikasi dengan warga. Biasanya, para tenaga kesehatan di Puskesmas Apung akan menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar, dan apabila ada kesulitan dalam hal komunikasi, maka salah satu dari pegawai yang berasal dari suku yang sama akan membantu untuk menjadi perantara memberikan pengertian kepada warga dan tenaga kesehatan. Hal ini merupakan kearifan lokal yang muncul dalam memecahkan suatu masalah, khususnya masalah keanekaragaman bahasa di wilayah kerja mereka.
Hal ini sejalan dengan pendapat Demaio (2011) yang menyimpulkan pentingnya peran budaya setempat dalam promosi kesehatan di dalam setiap aspek lingkungan dan sosial budaya. Demaio menyarankan sangat penting kearifan lokal dihargai sebagai “opini ahli” dalam memecahkan suatu permasalahan populasi tertentu. Artinya dengan menggunakan kearifan lokal atau kebijakan banyak bahasa pengantar selain bahasa Indonesia yang disesuaiakan dengan kesukuan pasien yang beraneka ragam. Diharapkan dan akan dapat membantu memecahkan suatu permasalahan populasi tertentu, dalam hal ini masalah komunikasi pasien dan para pegawai Puskesmas Apung, sehingga tidak terdapat kesulitan dalam menjalin komunikasi dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan terhadap para warga tersebut. Pola kerja yang tidak standar sebagaimana puskesmas di darat, dimana mereka perlu waktu 2 miggu untuk berlayar dan tak jarang mereka harus berada di kapal selama kurang lebih 14 hari, dan terkadang sampai 18 hari, sangat tergantung dengan kondisi air laut yang memiliki pola pasang surut. Hal yang demikian seringkali membuat mereka mengalami kebosanan karena selama berhari-hari menjalani pelayaran. Hal ini dapat memicu stres pegawai yang terungkap dari hasil tes grafis dimana rata-rata tingkat stres mereka tergolog cukup tinggi. Untuk mengatasi kebosanan, mereka menciptakan permainan-permainan yang dapat menghibur seperti bulu tangkis, yang dilakukan di daratan yang tercipta dari surutnya air laut. Artinya untuk mengarasi kebosanan dan kejenuhan para pegawai membuat permainanpermainan atau olah raga yang dapat menghibur. Hal ini merupak nilai-nilai yang mereka terapkan di dalam bekerja sebagai pegawai Puskesmas Apung. Sebagaimana dijelaskan Teezzi, Marchettini, dan Rosini (dalam Ridwan, 2007) bahwa kearifan lokal akan tercermin dalam nilainilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai itu menjadi pegangan kelompok masyarakat tertentu yang biasanya akan menjadi bagian hidup tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka sehari-hari.
Bab VI. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian disini dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal yang mendasari atau terdapat didalam kinerja pegawai Puskesmas Apung Kabupaten Kutai Barat adalah sebagai berikut:
a.
Pola kinerja pegawai mengikuti kearifan lokal yang terbentuk akibat kondisi geografis wilayah. Dimana selama 2 minggu, Puskesmas Apung akan berlayar menyusuri kampung-kampung yang ada di sepanjang pesisir Sungai Mahakam sebagai waktu operasional kerja. Tak jarang mereka harus berada di kapal selama kurang lebih 14 hari, dan terkadang sampai 18 hari, sangat tergantung dengan kondisi air laut yang memiliki pola pasang surut.
b.
Para tenaga kesehatan di Puskesmas Apung akan menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar, dan tetapi bila ada kesulitan dalam hal komunikasi terhadap pasien, maka salah satu dari pegawai yang berasal dari suku yang sama akan membantu untuk menjadi perantara memberikan pengertian kepada pasien/warga dan tenaga kesehatan. Hal ini merupakan kearifan lokal yang muncul dalam memecahkan suatu masalah, khususnya masalah penguasan dan keanekaragaman bahasa di wilayah kerja mereka.
c.
Pola kerja yang tidak standar sebagaimana puskesmas di darat, dimana mereka perlu waktu 2 miggu untuk berlayar dan tak jarang mereka harus berada di kapal selama kurang lebih 14 hari, dan terkadang sampai 18 hari, sangat tergantung dengan kondisi air laut yang memiliki pola pasang surut memicu stres dan kebosanan pada para pegawai puskesmas Apung. Untuk mengatasi hal ini muncul kearifan untuk mengarasi kebosanan dan kejenuhan para pegawai dengan membuat permainan-permainan yang dapat menghibur. Hal ini merupak nilai-nilai yang mereka terapkan di dalam bekerja sebagai pegawai Puskesmas Apung. Nilai-nilai itu menjadi pegangan kelompok dan menjadi bagian tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka sehari-hari.
2. Saran Berdasarkan hasil temuan penelitian yang telah dilakukan pada pegawai Puskesmas Apung di Pesisir Sungai Mahakam Kabupaten Kutai Barat, maka disarankan: a. Adanya kekhususan dan peran kearifan lokal dalam kinerja pegawai disarankan instansi atau organisasi untuk lebih memperhatikan dan menerapkan kearifan lokal pada masing-masing lokal wilayah kerja untuk membantu kinerja para pegawai atau anggota kelompok mereka. b. Perlu dibuat penelitian lebih lanjut, baik pada wilayah penelitian tentang upaya yang harus dilakukan dalam menciptakan kinerja efektif, ataupun penelitian baru untuk mencari dan menggali kearifan lokal yang ada dan mendasari perilaku
seseorang dalam bertingkah laku dan atau dalam kinerja di sektor dan budaya yang berbeda. Bab VII. Personil Penelitian 1. Ketua Penelitian a. Nama b. Jenis kelamin c. Golongan Pangkat NIP d. Jabatan e. Prodi f. Fakultas g. Instansi h. Alamat Instansi i. Alamat Rumah
: Rahmi Fauzia, S.Psi., M.A, Psikolog : Perempuan : Penata, III/b, NIP 19771222 200812 2 001 : Penata muda : Psikologi : Kedokteran : Universitas Lambung Mangkurat : Jl Jend Ahmad Yani Km 32 Banjarbaru : Jl. Kayutangi 2 Kompleks Kejaksaan Rt. 19 No. 47 Banjarmasin. Telpon: 05117157028 j. Email :
[email protected] h. Mata kuliah yang diampu: - Psikologi Abnormal - Metodologi Penelitian Kualitatif 2. Anggota Penelitian a. Nama b. Jenis kelamin c. Golongan Pangkat NIP d. Jabataan e. Prodi f. Fakultas g. Instansi h. Alamat Instansi i. Alamat Rumah
: Ermina Istiqomah, M.Si, Psikolog : Perempuan : Penata, III/b, NIP 19700919 200501 2 002 : Lektor : Psikologi : Kedokteran : Universitas Lambung Mangkurat : Jl Jend Ahmad Yani Km 32 Banjarbaru : Jl Bima V no 11A Rt 19 Pemurus Permai B. Masin Telp (0511) 3258200 HP 08156802772 j. Email :
[email protected] h. Mata kuliah yang diampu: - Psikologi Industri dan Organisasi - Psikologi Kepribadian
Bab VIII. Rincian Dana Penelitian No Uraian Kegiatan 1. Bahan habis pakai - Kertas HVS A4 80 gram @ Rp 30.000,- Catridge hitam @Rp 160.000,- Catridge warna @Rp 180.000,- Flasdisk 8G 2 bh @Rp 200.000,- Pulpen 1 box @Rp 20.000,- Kertas karton 10 lbr @Rp 2.000,- Steples 2 bh @Rp 6.000,- Isi steples 5box @Rp 2.500,- Klip kertas 5 box @Rp 2.000,- Spidol warna 1 box @Rp 25.000,- Map plastik 20 bh @Rp 2.500,- CD RW 1 dos @Rp 150.500,TOTAL 2.
3. 4. 5. 6.
volume
Jumlah
8 rim 1 buah 1 buah 2 buah 1 box 10lbr 2 buah 5box 5box 1box 1box 1dos
Rp 240.000,Rp 160.000,Rp 180.000,Rp 400.000,Rp 20.000,Rp 20.000,Rp 12.000,Rp 12.500,Rp 10.000,Rp 25.000,Rp 50.000,Rp 150.500,Rp 1.280.000,-
2 set 1 set 1 set 1 unit 1 set 1 unit Paket UL
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
1 paket
Rp 1.750.000,Rp 4.600.000,-
Transportasi, 2 orang peneliti tiket pesawat PP 2 orang Banjarmasin-Balikpapan @Rp 1.200.000,Konsumsi, 2 Peneliti & 1 orang tenaga lapangan, 3 orang @Rp 20.000,- x 7 hari Penjilidan Laporan Publikasi ilmiah dalam bentuk jurnal dan seminar (dlm juta an mba) Jumlah total
Rp 2.400.000,-
Peralatan - Sewa digital recorder @Rp 150.000,- Sewa Handycam 3 bulan @Rp 150.000,- Sewa Kamera digital 3 bulan @ Rp 100.000,- Sewa Komputer 3 bulan @Rp 200.000,- Sewa LCD 3 kali @Rp 250.000,- Sewa Printer - Beli paket internet unlimited utk penelusuran pustaka 3 bulan @Rp 100.000,- Sewa program analisis data kualitatif TOTAL
Rp
300.000,450.000,300.000,600.000,750.000,150.000,300.000,-
420.000,-
Rp 500.000,Rp 800.000,Rp 10.000.000,-
DAFTAR PUSTAKA Barata, Atep A. (2006). Dasar-Dasar Pelayanan Prima: Persiapan Membangun Budaya Pelayanan Prima Untuk Meningkatkan Kepuasan Dan Loyalitas Pelanggan. Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia. Jakarta Budihardjo, Andreas., (2004). Peran Strategi SDM Menghadapi Persaingan Global. Bagian Psikologi Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta Brucetracey J., MichaelC., Sturman, & Michael J. Tews. (2007). Ability versus Personality: Factors that Predictor Employee Job Performance. Journal of Human Resource, Volume 48, Issue 3, 313-322 Dahourou D, Kone D, Mullet E, (1995). Prediction of Performance from Motivation and ability Information in Burkina Faso Adolescents. The Journal of Psychology, 129(4),417-431 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Penilaian Kinerja Puskesmas. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Best Practise : Badan Mutu Pelayanan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Pedoman Penilaian Kinerja Sumber Daya Manusia Kesehatan Di Puskesmas. Pusat Perencanaan Dan Pendayagunaan SDM Kesehatan Badan Pengembanganj Dan Pemberdayaan SDM Kesehatan Demaio, Alessandro., (2011). Local Wisdom And Health Promotion: Barrier Or Catalyst? Asia Pacific Journal Of Publict Health, Vol. 23(2), pg 127-132 Fort A.L. & Voltero L. (2004). Factors Affecting the Performance of Maternal Healt Care Providers in Armenia. Human Resource for Health. Http;//www.human-resourcehealth.com/content Keputusan Menteri Kesehatan No 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang standar Pelayanan minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota Notoatmodjo, Soekidjo., (2003). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Rineka Cipta, Jakarta Ridwan, Nurma A., (2007). Landasan Keilmuan Kearifan Lokal. Ibda, Vol. 5, No. 1, Jan-Jun 2007, hlm 27-38
Rivai, Veithzal., Basri, Ahmad FM., Sagala, Ela J., Murni, Silviana., (2008). Performance Appraisal: Sistem Yang Tepat Untuk Menilai Kinerja Karyawan Dan Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. Ed ke-2. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta Rowe, Alexander K., de Savigny, Don., Lanata, Claudio F., Victoria, Cesar G., (2005). How Can We Achieve And Maintain High-Quality Performance Of Health Workers In LowResource Setting? ProQuest Biology Journals. The Lancet, Vol. 366, Sep 17, 2005, pg 1026-1035 Sartini, (2004). Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafati. Jurnal Filsafat, Jilid 37 No. 2 Schuler R.S. & Jackson S.E., (1999). Manajemen Sumber Daya Manusia, Menghadapi abad ke 21, Edisi ke 6 Jilid 2. Jakarta. Erlangga Simamora, H., (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia. Ed ke-3. Bagian Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Yogyakarta Stepen P. Robbins. (1996). Organization Behaviour. NewJersey: Prentice-Hall International.Inc Undang Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 pasal 9 tahun 2003 Undang Undang RI No 36 tahun 2009 tentang kesehatan Wahyuni, Dewi U., Kusmono, Teman., (2010). Perencanaan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Berbasiskan Kearifan Lokal Pada Aspek Budaya Dan Motivasi Sebagai Unsur Dalam Hubungan Industrial. Jurnal Mitra Ekonomi Dan Manajemen Bisnis, Vol. 1, No. 1, April 2010, hlm 11-26 Wirawan, (2009). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia: Teori, Aplikasi dan Penelitian. Salemba Empat, Jakarta http://liranews.com/mdgs/mdgs-news/kesehatan/3943-puskesmas-apung-kesehatan
Lampiran Biodata Peserta FGD
Nama
:
Tempat dan tanggal lahir
:
Usia
:
Jenis kelamin
:
Agama
:
Status pernikahan
:
Jumlah anak
:
Pendidikan terakhir
:
Jabatan saat ini
:
Lama bekerja
:
Alamat
:
No telpon/HP
:
Guidance Interview Tata tertib wawancara: 1. Sediakan nametag berupa kode (A, B, C, dst) yang cukup besar agar mudah dilihat saat di –shoot handycam. Kode tersebut menunjukkan nama yang diwawancarai 2. Pewawancara membuka pertemuan dengan memperkenalkan diri terlebih dahulu 3. Pewawancara menyampaikan maksud dan tujuan dari dilaksanakannya kegiatan wawancara 4. Pewawancara menyampaikan teknis kegiatan wawancara dan lama pelaksanaan wawancara 5. Pewawancara membagikan lembar identitas diri kepada peserta 6. Setiap peserta yang akan menjawab pertanyaan, mengemukakan pendapat, bertanya, dan lain sebagainya, hendaknya mengucapkan kode dirinya untuk memudahkan proses transfer verbatim
Wawancara meliputi aspek: 1. Bekerja di puskesmas terapung, kearifan local yang bagaimana yang diperlukan untuk para tenaga kesehatan? 2. Yang bekerja di puskesmas terapung memerlukan nilai-nilai apa sehingga bisa mensupport tugas-tugas sebagai tenaga kesehatan? 3. Bekerja di kapal asumsinya melelahkan, aspek apa saja yang diperlukan sehingga mampu memotivasi mereka bekerja untuk melayani masyarakat? 4. Dalam situasi kerja yang berbeda dari kondisi pada umumnya, hal penting apa saja yang diperlukan oleh pegawai puskesmas apung?
Spesifikasi dari aspek: 1. Jenis pelayanan apa saja yang selama ini telah diberikan kepada para pasien? 2. Bagaimana tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan yang telah diberikan? 3. Bagaimana sikap kerja yang telah diperlihatkan oleh pegawai puskesmas terapung?
4. Kendala apa saja yang selama ini dihadapi oleh para pegawai sehingga kinerja yang diharapkan belum tercapai? 5. Bagaimana dengan system evaluasi terhadap kinerja dari pegawai? 6. Atas dasar apa seorang calon pegawai memutuskan untuk bekerja di puskesmas terapung? 7. Nilai-nilai apa saja yang diyakini dan dipegang oleh para pegawai sehingga mereka mempertahankan kinerja di puskesmas terapung?