PROFIL DAN PERMASALAHAN UMKM DI PROVINSI JAMBI Haryadi Doktor Ilmu Ekonomi, Tataniaga dan Perdagangan Internasional, Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Jambi, Kampus Pinang Masak, UNJA Mendalo Darat, email:
[email protected]
Studi Potensi dan Pembinaan UMKM di Provinsi Jambi
1.1.
Latar Belakang Dalam perspektif dunia, sudah diakui bahwa usaha Mikro kecil
dan menengah (UMKM) sejak lama telah memainkan suatu peran vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Peran tersebut tidak hanya dirasakan oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju. Di negara maju, UMKM sangat penting tidak saja karena kelompok usaha tersebut menyerap paling banyak tenaga kerja tetapi juga dikarenakan kontribusinya terhadap pembentukan atau pertumbuhan
produk
domestik
bruto
(PDB)
paling
besar
dibandingkan dengan kontribusi dari usaha besar. Piper (1997) menyatakan bahwa sebanyak 12 juta orang atau sekitar 63,2 persen dari jumlah tenaga kerja di Amerika Serikat (AS) bekerja di 350.000 perusahaan. Rata-rata setiap perusahaan memperkerjakan tidak kurang dari 500 orang. Di Amerika Serikat, perusahaanperusahaan seperti itu dikategorikan sebagai UMKM. Menurut Aharoni (1994), jumlah UMKM adalah sekitar 99% dari jumlah unit usaha
di
negara
adidaya
tersebut.
Perusahaan-perusahaan
tersebut merupakan inti dari basis industri di AS (Piper, 1997). Secara umum, peran strategis UMKM juga dapat dilihat di Indonesia. Peran tersebut terlihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang terus meningkat setiap tahun. Berdasarkan hasil survei dan perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS 2008), kontribusi UMKM terhadap PDB (tanpa migas) Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
2
pada Tahun 2007 tercatat sebesar 62,71 persen dan pada Tahun 2008 kontribusinya meningkat menjadi 64,47 persen. Sektor UMKM memiliki jumlah unit usaha yang cukup besar. Pada tahun 2005, UMKM dalam lingkup nasional terdiri dari 44,69 juta unit usaha, dan merupakan 90,9 persen dari pelaku usaha nasional. Pada tahun yang sama, usaha ini mampu menyerap 76,77 persen dari seluruh angkatan kerja di Indonesia. UMKM berperan dalam penyerapan tenaga kerja dan pendistribusian hasil-hasil pembangunan (Kementerian Negara Koperasi dan UMKM, 2007). Mengingat
besarnya
peran
UMKM
tersebut,
maka
pemerintah melalui instansi terkait terutama Kementerian Koperasi dan UKM telah meluncurkan berbagai program bantuan. Kebijakan pemerintah untuk mendorong usaha kecil dan menengah cukup serius. Undang-Undang No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menegaskan bahwa, usaha ini perlu diselenggarakan
secara
menyeluruh,
optimal,
dan
berkesinambungan melalui pengembangan iklim yang kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan, dan pengembangan usaha seluas-luasnya. UMKM diharapkan mampu meningkatkan kedudukan, peran, dan potensinya seperti yang disumbangkan oleh usaha besar dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan. Implementasi dari kebijakan pemerintah salah satunya tercermin dari banyaknya bantuan pemerintah yang dialokasikan untuk pengembangan UMKM dan koperasi. Sejak dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2007, setidak-tidaknya terdapat
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
3
sembilan program perkuatan yang terkait secara langsung dengan perkuatan dana bergulir. Namun demikian, beberapa pengamat ekonomi memiliki sisi pandang yang berbeda tentang UMKM. Bila dilirik dari kiprah sektor UMKM, peran sektor ini ternyata masih relatif tidak sebanding dengan jumlah sektor UMKM. Sebagai sektor terbesar, perannya tergolong masih relatif kecil terhadap PDRB. Kondisi ini ditambah lagi oleh adanya fakta yang menunjukkan bahwa sebagian besar sektor
ini
masih
mengandalkan
pasar
domestik
sebagai
pelemparan hasil produksi. Dengan share yang relatif kecil, dapat dipahami manakala goncangan terhadap sektor ini juga tidak sekuat guncangan yang dialami oleh usaha besar. Menurut sekelompok pengamat, hujah ini adalah salah satu pembenaran dari tidak goncangnya sektor UMKM ketika krisis terjadi pada tahun 1998. Ketangguhan UMKM menghadapi krisis belum bisa dijadikan sebagai tolak ukur untuk mengatakan bahwa UMKM sebagai sektor andalan. Beberapa penyebabnya antara lain adalah: Pertama, sebagian besar usaha kecil menghasilkan barangbarang konsumsi (consumer goods), khususnya yang tidak tahan lama (non-durable consumer goods). Kelompok barang ini dicirikan oleh keanjalan permintaan terhadap perubahan pendapatan (income elasticity of demand) seandainya
terjadi
peningkatan
yang relatif rendah. Artinya, pendapatan
masyarakat,
permintaan atas kelompok barang ini tak akan meningkat banyak; sebaliknya, jika pendapatan masyarakat merosot-sebagai akibat dari krisis maka permintaan tak akan banyak berkurang. Kedua, mayoritas usaha kecil lebih mengandalkan pada non-banking financing dalam aspek pendanaan usaha. Hal ini terjadi karena Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
4
akses usaha kecil pada fasilitas perbankan sangat terbatas. Oleh karena itu, meski perannya dalam penyerapan tenaga kerja cukup besar, namun kontribusinya terhadap ekspor nasional hanya sekitar 14 persen. Ketiga, pada umumnya usaha kecil memiliki modal yang terbatas. Di lain pihak, mengingat struktur pasar yang dihadapi UMKM mengarah pada persaingan sempurna (banyak produsen dan banyak konsumen), tingkat persaingan sangatlah ketat. Akibatnya, yang bangkrut atau keluar dari arena usaha relatif banyak, namun pemain baru yang masuk pun cukup banyak pula. Sehingga pada saat krisis ekonomi terjadi, jumlah UMKM tidak mengalami penurunan yang signifikan. Keempat, terbentuknya usaha-usaha kecil baru, terutama di sektor informal, sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja di sektor formal karena krisis ekonomi yang berkepanjangan. Pertanyaan yang mencuat adalah ”mengapa UMKM hanya mampu bertahan tetapi relatif sulit untuk berkembang”. Meski berbagai macam skim penyaluran dana telah diimplementasikan oleh pemerintah, namun sektor ini tetap saja tidak mampu menggeliat sesuai harapan. Berdasarkan hasil diskusi dengan para pakar dan instansi terkait pada tanggal 20 Agustus 2009 di Balitbangda Provinsi Jambi, diketahui bahwa hampir semua UMKM telah menerima kucuran dana dari berbagai pihak. Agar peran dari UMKM bisa optimal dan dapat memenuhi harapan pemerintah, maka harus dilakukan studi yang mampu memberikan gambaran tentang sejauh mana pemanfaatan bantuan pemerintah oleh koperasi dan UMKM di Provinsi Jambi.
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
5
1.2.
Perumusan Masalah Banyaknya kucuran dana yang dialokasikan oleh pemerintah
terhadap koperasi/UMKM termasuk di provinsi Jambi tak dapat disangkal lagi. Namun demikian, kucuran dana yang besar tersebut belum
mampu
meningkatkan
kinerja
koperasi/UMKM
secara
optimal. Hasil diskusi melalui FGD yang dilakukan oleh Balitbangda pada 20 Agustus 2009 menunjukkan bahwa pemerintah masih menghadapi kendala dalam mengembangkan dan meningkatkan kinerja
koperasi/UMKM.
Secara
spesifik
permasalahan
yang
dihadapi oleh pemerintah provinsi Jambi dalam mengembangkan Koperasi/UMKM adalah sebagai berikut: 1. Belum diketahuinya gambaran umum tentang pemanfaatan bantuan pemerintah dalam pengembangan UMKM di Provinsi Jambi, khususnya Dana Perkuatan yang disalurkan melalui Kementerianan Negara Koperasi dan UKM. 2. Belum teridentifikasinya hambatan yang dihadapi UMKM di Provinsi Jambi dalam pemanfaatan bantuan pemerintah. 3. Belum
tersedianya
pemanfaatan
rumusan-rumusan
mengenai
pola
dana bantuan pemerintah yang ideal bagi
pengembangan UMKM di Provinsi Jambi. 1.3.
Tujuan Studi Secara umum tujuan dari studi ini adalah untuk mengkaji dan
merumuskan pola pemanfaatan bantuan dana pemerintah bagi pengembangan UMKM di Provinsi Jambi. Secara khusus tujuan dari studi ini adalah: 1. Mengetahui gambaran umum tentang pemanfaatan bantuan pemerintah dalam pengembangan UMKM di Provinsi Jambi,
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
6
khususnya
Dana
Perkuatan
yang
disalurkan
melalui
Kementerianan Negara Koperasi dan UKM. 2. Menganalisis hambatan yang dihadapi UMKM di Provinsi Jambi dalam pemanfaatan bantuan pemerintah. 3. Merumuskan dan mengembangkan pola pemanfaatan dana bantuan pemerintah yang ideal bagi pengembangan UMKM di Provinsi Jambi.
1.4. 1.
Output Diketahuinya suatu gambaran umum tentang pemanfaatan bantuan pemerintah dalam pengembangan UMKM di Provinsi Jambi, khususnya Dana Perkuatan yang disalurkan melalui Kementerianan Negara Koperasi dan UKM.
2.
Diperolehnya suatu analisis secara ilmiah mengenai hambatan yang dihadapi UMKM di Provinsi Jambi dalam pemanfaatan bantuan pemerintah.
3.
Diperolehnya
suatu
rumusan
pola
pemanfaatan
dana
bantuan pemerintah yang ideal bagi pengembangan UMKM di Provinsi Jambi.
1.5.
Ruang Lingkup
Untuk membatasi dan memberikan arah yang jelas pada studi ini, maka ruang lingkup kajian difokuskan pada: 1. Wilayah studi adalah Provinsi Jambi 2. Lokasi Penelitian dipilih dengan sengaja tiga 3 kabupaten/kota di Provinsi Jambi yaitu: Kota Jambi, Kabupaten Bungo, dan Kabupaten Kerinci. Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
7
3. Kriteria UMKM didasarkan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008. 4. Faktor
kendala
yang
akan
kelembagaan, dan manajemen,
dianalisis
adalah
modal,
pola pemanfaatan dana
bantuan yang telah dikucurkan
oleh pemerintah, mengenai
ketersediaan
pembinaan,
database,
pola
dan
strategi
pengembangan kedepan.
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
8
2.1.
Konsepsi Usaha Kecil dan Menengah Beberapa kementerian di Indonesia, menerapkan definisi
yang berbeda untuk UMKM. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari kriteria yang ditetapkan oleh masing-masing instansi. Sebagai contoh: (1) usaha kecil menurut Departemen Perindustrian adalah perusahaan yang mempekerjakan 5-10 karyawan, (2) usaha kecil menurut Departemen Perdagangan memiliki modal minimal
adalah perusahan
yang
Rp.500.000, (3) usaha kecil menurut
Departemen Pertanian adalah perusahaan yang memiliki lahan minimal 2 Hektar. Masing-masing departemen mendifinisikan sesuai dengan lingkup departemen terkait. Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2008, Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung
dari
usaha
menengah
atau
usaha
besar.
Sementara itu, Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
9
usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan. Dilihat dari kepemilikan asekt, pemerintah memberikan batasan tentang Usaha kecil yaitu: (1) memiliki kekayaan bersih (aset) bersih lebih dari Rp 50 juta sampai dengan paling banyak Rp 500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, (2), hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta sampai dengan Rp 2,5 milyar, (3) milik warganegara Indonesia, dan (4) berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan. Sementara
Usaha
Menengah
adalah:
Kriteria
Usaha
Menengah adalah sebagai berikut: (1) a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), (2) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak, (3) termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). 2.2. Permasalahan dan karakteristik UMKM Menurut Dwiwinarno (2008), Ada beberapa faktor penghambat berkembangnya UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) antara lain kurangnya modal dan kemampuan manajerial yang rendah. Meskipun permintaan atas usaha mereka meningkat karena terkendala dana maka sering kali tidak bisa untuk memenuhi permintaan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan untuk mendapatkan informasi tentang tata cara mendapatkan dana dan keterbasan kemampuan dalam membuat usulan untuk mendapatkan
dana.
Kebanyakan
usaha
skala kecil
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
dalam
10
menjalankan usaha tanpa adanya perencanaan, pengendalian maupun juga evalusi kegiatan usaha. Karakteristik usaha kecil di Indonesia dapat dipisah menjadi dua bagian. Menurut Setyari (2005), beberapa karakteristik yang paling melekat pada sebagian besar UMKM antara lain: (1) rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) yang bekerja pada sektor UMKM, (2) Rendahnya produktifitas tenaga kerja yang berimbas pada rendahnya gaji dan upah, (3) Kualitas barang yang dihasilkan relatif rendah, (4) mempekerjakan tenaga kerja wanita lebih besar daripada pria, (5) lemahnya struktur permodalan dan kurangnya akses untuk menguatkan struktur modal tersebut, (6) kurangnya inovasi dan adopsi teknologi-teknologi baru, serta (7) kurangnya akses pemasaran ke pasar yang potensial. Selain karakteristik tersebut diatas, menurut Sucherly (2004) beberapa karakteristik usaha ini antara lain: (1) skala usaha kecil baik dilihat dari modal, tenaga kerja, dan pasar, umumnya terdapat di perdesaan, kota kecil atau pinggiran kota besar dengan status kepemilikan pribadi, (2) status usaha milik pribadi dan keluarga, (3) sumber TK berasal dari lingkungan social budaya (etnis atau geografis), (4) pola kerja sering paro waktu atau berupa usaha sampingan, (4) pengelolaan usaha yg sederhana dan terbatas dalam mengadopsi teknologi, (5) sangat tergantung pada sumber modal sendiri, (6) sering tidak memiliki izin usaha dan persyaratan usaha tidak dipenuhi, (7) strategi perusahaan sering tergantung pada lingkungan, (8) manajemen usaha tidak dikelola dengan baik (keuangan, organisasi dll), dan (9) Kebanyakan Uaha kecil merupakan usaha untuk mempertahankan hidup. Karekteristik yang terakhir juga cukup menonjol.
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
11
2.3. Berbagai Jenis-Jenis bantuan Pemerintah Pemerintah telah mengucurkan berbagai jenis bantuan pendanaan bagi UMKM sebagai upaya meningkatkan peran UKM dalam perekonomian. Beberapa jenis bantuan tersebut yang telah dikucurkan baik kepada UMKM maupun kepada koperasi sebagai wadah dari UMKM di provinsi Jambi adalah: 1.
Program pembiayaan produktif Koperasi dan usaha mikro (P3KUM) pola Konvensional Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro (P3KUM) Pola Konvensional Pemerintahan
yang
adalah
dilakukan
rangkaian kegiatan
dalam
bentuk
perkuatan
permodalan KSP/USP-Koperasi untuk mengembangkan usaha mikro anggota Koperasi dengan menggunakan dana bergulir konvensional dalam memperluas
rangka
mengurangi
kemiskinan
dan
kesempatan kerja. Petunjuk teknis untuk P3KUM
pola konvesional diatur dalam peraturan Menteri negara koperasi dan usaha kecil dan menengah Republik Indonesia Nomor : 08/Per/M.KUKM/II/2007 Tujuan Program adalah : (a) memberdayakan usaha mikro melalui
perkuatan
meningkatkan
permodalan
kemampuan
KSP/USP-Koperasi,
sumberdaya
manusia
(b)
dalam
bidang manajemen usaha dan pengelolaan keuangan, (c) memperkuat
peran
dan
posisi
mendukung
upaya
perluasan
KSP/USP-Koperasi kesempatan
kerja
dalam dan
pengentasan kemiskinan.
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
12
Sementara itu sasaran Program P3KUM adalah : a.
tersalurnya
dana
bergulir
kepada
1
(satu)
KSP/USP-
Koperasi yang memenuhi syarat disetiap kecamatan; b. tersalurnya dana bergulir dari KSP/USP-Koperasi kepada usaha mikro anggotanya yang mempunyai usaha produktif; c.
terwujudnya peningkatan modal kerja bagi usaha mikro yang bergerak dibidang pertenakan,
pertanian,
perikanan/nelayan,
industri kerajinan/industri
rumah
tangga,
pedagang kaki lima, warung-warung kecil yang disalurkan oleh KSP/USP-Koperasi dalam bentuk pinjaman; d. terwujudnya peningkatan peran kelembagaan KSP/USPKoperasi
dan peningkatan kemampuan manajemen
usaha; e. terwujudnya perguliran dana dari KSP/USP-Koperasi kepada usaha mikro anggotanya kepada
dan
KSP/USP-Koperasi
dari
lainnya
KSP/USP-Koperasi dalam
rangka
pengembangan usaha mikro; f. terlaksananya program perkuatan permodalan KSP/USPKoperasi melalui pemberian dana bergulir yang menjamin suksesnya penyaluran, pemanfaatan, pengembalian dana serta
terwujudnya
peningkatan
dan pengembangan
usaha ekonomi produktif masyarakat. Untuk mendapatkan dana bantuan pemerintah, KSP/USPKoperasi calon peserta program wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
13
a. KSP dan USP-Koperasi primer Kabupaten/Kota yang telah berbadan hukum dengan melampirkan Foto Copy Akte Pendirian Koperasi yang telah disahkan oleh Pemerintah. b. Koperasi Primer Kabupaten/Kota yang mempunyai kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan telah dikelola secara terpisah (otonom) dari kegiatan usaha lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c. memiliki anggota paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang usaha mikro. d. telah melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) pada tahun buku terakhir. e. KSP/USP-Koperasi
yang
perkuatan permodalan
belum yang
pernah
berasal
dari
menerima Program
Kementerian Negara Koperasi dan UKM. 2.
Program pembiayaan produktif Koperasi dan usaha mikro (P3KUM) Pola Syariah Petunjuk teknis tentang program ini diatur melalui peraturan menteri negara koperasi dan usaha kecil dan menengah Republik Indonesia NOMOR : 06/per/M.KUKMI/I/2007. Program bantuan pemerintah jenis ini merupakan perkuatan permodalan yang dilaksanakan dengan menggunakan prinsip dan aturan syariah. Dengan menggunakan pola ini dana perkuatan disalurkan melalui koperasi dan BMT dengan tujuan untuk membiayai ekonomi produktif. Sasaran Program adalah :
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
14
a. tersalurnya
DBS
dalam
rangka
perkuatan
permodalan
kepada 1 (satu) KJKS/UJKS untuk setiap kecamatan yang memenuhi persyaratan. b. tersalurnya DBS dari KJKS/UJKS kepada para anggotanya yang memenuhi syarat untuk menerima pembiayaan. c. terwujudnya peningkatan modal kerja anggota KJKS/UJKS yang memiliki usaha produktif. d. terwujudnya peningkatan peran kelembagaan KJKS/UJKS dan peningkatan kemampuan manajemen usaha; e. terwujudnya anggotanya
perguliran
dana
dari
KJKS/UJKS
kepada
dan perguliran dana dari KJKS/UJKS kepada
KJKS/UJKS lainnya dalam rangka mengembangkan usaha mikro. f. terlaksananya perkuatan permodalan KJKS/UJKS melalui pemberian dana bergulir yang menjamin sehingga dapat dicapai
sukses
dalam
penyaluran,
pemanfaatan,
pengembalian dana serta terwujudnya peningkatan dan pengembangan usaha ekonomi produktif masyarakat. Secara umum tujuan dan sasaran dari program ini sama saja dengan program pembiayaan pada P3KUM konvensional. Perbedaannya terletak pada pola yang diterapkan dalam menyalurkan bantuan. Sasaran Program adalah 3.
MODAL AWAL PADANAN (MAP) MAP adalah bantuan pemerintah kepada UKM yang ada di dalam sentra yang bersifat bergulir. Juknis mengenai MAP diatut Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
15
melalui Peraturan
Menteri Negara Koperasi Dan Usaha Kecil
Dan Menengah Republik Indonesia Nomor: 30/Per/M.KUKM/VIII /2007. Bantuan ini tidak disalurkan langsung kepada ukm, melainkan melalui koperasi simpan pinjam atau unit simpan pinjam sebuah koperasi yang ada di dalam atau di dekat sentra.
Besar dana map yang disalurkan adalah antara rp
150.000.000,- hingga Rp 350.000.000,- per sentra. Ide penyaluran dana melalui koperasi di wilayah sentra diharapkan memberikan dua manfaat
yaitu (1) dana disalurkan melalui pihak yang
mengenal Daerah/pengusaha yang akan dibantu dengan standar penyaluran dana yang jelas dan (2) dana diharapkan dapat membantu memperbaiki struktur permodalan KSP/USPkoperasi penyalur. Sementara itu, sasaran dari dana MAP adalah: (1) tersedianya dana MAP melalui KSP/USP
koperasi
yang melayani usaha kecil pada sentra/klaster usaha kecil yang ditetapkan, dan (2) meningkatnya usaha bagi sentra/klaster yang diindikasika/USP koperasi.n dengan terjadinya perluasan jangkauan, peningkatan mutu pelayanan, dan kemampuan permodalan KSP Untuk mendapatkan dana MAP, suatu koperasi harus telah memiliki aktivitas setidak-tidaknya selama satu tahun, memiliki kinerja baik, jumlah anggota yang mengajukan pinjaman pertama kali minimal 20 orang, belum mendapatkan bantuan sejenis serta melampirkan neraca rugi laba. 4. Program Perkuatan di Sektor Agribisnis Tujuan program pengembangan pengusaha mikro dan kecil, melalui bantuan perkuatan dana bergulir bagi KSP di sektor
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
16
agribisnis yaitu: (1) meningkatkan aktivitas dan pendapatan pengusaha mikro dan kecil melalui pelayanan simpan pinjam, (2) meningkatkan khususnya
di
kemampuan sektor
dan
agribisnis,
jangkauan (3)
pelayanan
meningkatkan
KSP
kualitas
sumberdaya pengelola KSP, dan meningkatkan akses anggota dan calon anggota untuk memperoleh pelayanan pinjaman dari KSP. Untuk mendapatkan dana bantuan, KSP sektor agribisnis harus memenuhi syarat-syarat khusus sebagai berikut: (1) memiliki anggota minimal 100 (seratus) orang yang bergerak dibidang usaha produktif yang sejenis antara lain: Koperasi primer, petani, peternak, nelayan, produsen, dan pedaga ngan dalam bidang usaha agribisnis, (2) memiliki tunjangan macet maksimal 2%, (3) memiliki modal sendiri minimal sepertiga dari total aset, (4) memiliki fasilitas komputer , (5) predikat hasil audit terakhir adalah wajar tanpa syarat. 5. Program Perempuan Keluarga Sehat dan Sejah tera (PERKASSA) Perkassa adalah program perkuatan permodalam koperasi dan
usaha
mikro
yang
disalurkan
kepada
para
kaum
perempuan. Target akhir dari program ini adalah meningkatnya kesempatan kerja dan berkurangnya angka kemiskinan. Secara khusus tujuan dari program ini adalah: (1) Memberdayakan perempuan
pengusaha
skala
mikro,
(2)
meningkatkan
kemampuan sumberdaya manusia dalam bidang manajemen usaha
dan
pengelola
keuangan
berbasis
syariah,
(3)
memperkuat peran dan posisi KSP/USP dalam mendukung upaya
perluasan
kesempatan
kerja
dan
pengentasan
kemiskinan.
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
17
Sedangkan sasaran dari program ini adalah: (1) tersalurnya dana bergulir kepada perempuan yang memiliki aktivitas pada usaha mikro dan usaha produktif lainnya, (2) terwujudnya peningkatan modal kerja bagi pengusaha mikro yang bergerak di bidang pertanian, perikanan, peternakan, industri kerajinan rumah tangga, warung, pedagang kecil termasuk pedagangan kaki lima, (3) terwujudnya peningkatan peran kelembagaan dan manajemen usaha koperasi simpan pinjam dan usaha simpan pinjam, (4) semakin kuatnya permodalan koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam melalui pemberian dana bergulir yang
menjamin
suksesnya
pengembalian dana
serta
penyaluran,
terwujudnya
pemanfaatan,
peningkatan
dan
pengembangan usaha ekonomi produktif masyarakat. Untuk mendapatkan dana bantuan program PERKASSA, koperasi penerima harus memenuhi ketentuan-ketentuan antara lain: (1) telah memiliki badan hukum, (2) memiliki anggota paling sedikit 25 orang yang sebagian besar perempuan, (3) telah melakukan paling sedikit satu kali rapat RAT, dan (4) belum pernah
menenrima
bantuan
sejenis.
Jika
syarat
tersebut
terpenuhi barulah koperasi dapat mengalukan usulan kelayakan usaha kepada Dinas koperasi dengan persyaratan-persyaratan lainnya. 6. Program Pembiayaan Wanita Usaha Mandiri (P2WUM) Tujuan
program
itu
meningkatkan
kesejahteraan
melalui
kewirausahaan wanita serta mutu dan kinerja koperasi wanita. Program Pembiayaan Wanita Usaha Mandiri (P2WUM) pada prinsipnya relatif sama dengan program P3KUM, hanya saja
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
18
fokusnya
adalah
wanita.
Tujuan
Program
adalah
:
(a)
memberdayakan usaha mikro yang umumnya pelakunya adalah wanita melalui perkuatan permodalan KSP/USP-Koperasi, (b)
meningkatkan
kemampuan
khususnya wanita dalam
sumberdaya
manusia
bidang manajemen usaha dan
pengelolaan keuangan, (c) memperkuat
peran
dan
posisi
KSP/USP-Koperasi khususnya wanita dalam mendukung upaya perluasan kesempatan kerja dan pengentasan kemiskinan. 7. Prospek MANDIRI Program ini diatur melalui Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia NOMOR: 28/Per/M.KUKM/VII/2007 tentang pedoman program sarjana pencipta kerja mandiri (PROSPEK MANDIRI). Program ini adalah program pemerintah c.q Kementerian Negara Koperasi dan UKM bekerjasama dengan pemerintah Provinsi/DI/Kabupaten /Kota yang dapat diperluas dengan pihak-pihak lain, antara lain Perguruan Tinggi, Dunia Usaha dan Organisasi Kemasyarakatan, yang
dilakukan
melalui
pemberdayaan
dan
penyediaan
fasilitasi berupa peningkatan kualitas sumber daya manusia, dana bergulir dan dukungan bantuan perkuatan lainnya, kepada para sarjana dalam wadah koperasi, untuk melakukan kegiatan usaha pada berbagai bidang/sektor usaha, dalam rangka
menumbuhkan usaha baru (wirausaha baru) dan
penciptaan lapangan kerja. Tujuan program ini ádalah: a.
menciptakan usaha baru (wirausaha baru) yang mampu menciptakan kesempatan kerja, dan mengatasi masalah
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
19
pengangguran, khususnya pengangguran
tenaga kerja
terdidik; b. mengoptimalkan pendayagunaan sumber daya manusia terdidik dalam menggerakkan perekonomian daerah; c.
memanfaatkan teknologi dan sumber daya lokal yang memiliki keunggulan kompetitif.
Sementara itu, sasaran dari program ini adalah: a.
terwujudnya peserta Prospek Mandiri menjadi wirausaha baru,
yang
mampu
menciptakan
dan
memperluas
kesempatan kerja bagi dirinya dan masyarakat disekitarnya; b.
berkembangnya sektor-sektor usaha unggulan, pada daerah-daerah yang menjadi peserta Prospek Mandiri;
c. meningkatnya kualitas sumber daya manusia (SDM) koperasi dan usaha kecil dan menengah.
2.3.
Studi Terhadahulu Tentang Permasalahan dan Pemanfaatan Dana UMKM Alasan klasik yang selalu muncul dari permasalahan UMKM
selalu berkaitan dengan dana (modal usaha). Hasil survey Pusat Studi UMKM UIEU (Mai 2008), menunjukkan tingkat permasalahan dari 30 UMKM yang dibina dengan urutan permasalahan sebagai berikut, keuangan, pemasaran, tenaga kerja, pembinaan, dan produksi. Hal ini menunjukkan bahwa faktor modal usaha bagi
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
20
UMKM
bukan
merupakan
satu-satunya
permasalahan
yang
dihadapi UMKM. Hasil penelitian ini ternyata merubah persepsi yang selama ini terjadi bahwa UMKM hanya dihadapkan pada permasalahan modal. Temuan Pusat Studi UIEU menunjukkan bahwa terdapat berbagai
UMKM
yang
kendalanya
adalah
diluar
sektor
permodalan. Dalam konteks ini yang dibutuhkan oleh UMKM bukan hanya
modal
akan
tetapi
pembinaan.
Tambunan
(2009)
menyebutkan bahwa meski modal mengalir cukup banyak ke UMKM, namun jika tidak diikuti oleh pembinaan terutama tentang bagaimana memanfaatkan bantuan yang diterima maka UMKM akan cenderung tidak berhasil. Lagi-lagi menurut Tambunan, kita baru menciptakan 0,60% UMKM yang berhasil sedangkan kita membutuhkan 2 % sampai 3 % UMKM yang berhasil dari jumlah penduduknya kalau mau disebut sebagai negara maju. Pertanyaan yang muncul adalah: apa penyebab ketidak berhasilan tersebut?, lagi-lagi korupsi dan tidak tepatnya dalam penyaluran dana (perencanaan) serta kurangnya pembinaan terutama tentang pemanfaatan dana. Pengalaman buruk pernah terjadi ketika masalah KLBI (Kredit Likuiditas Bank Indonesia) dimunculkan kira-kira tahun 1996, yang seharusnya kredit tersebut diperuntukkan bagi UMKM, kenyataan +/- 50% disalurkan kepada UMKM-UMKM dadakan yang diciptakan oleh Bank-Bank penyalur KLBI, yang sekarang pemiliknya berada di penjara atau sedang buron di luar negeri. Lalu adalagi yang namanya Program Kemitraan
dan
Bantuan
Lingkungan
(PKBL).
Program
ini
diperuntukkan bagi UMKM untuk menambah modal kerja dan investasi yang bersumber dari 2% keuntungan BUMN.
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
21
Permasalahan
UMKM
juga
diteliti
oleh
Hafsah.
Dalam
penelitiannya Hafsah (2004) meneliti tentang dampak dana bantuan penguatan modal usaha kelompok (PMUK) terhadap peningkatan pendapatan kelompok petani jagung kecamatan wawaykarya kabupaten Lampung Timur. Hafsah menemukan bahwa permasalahan UMKM pada dasarnya dapat dibagi atas 2 bagian besar, yaitu permasalahan internal dan permasalahan eksternal. Menurut Hafsah, permasalahan internal yang dihadapi oleh UMKM dan koperasi sebagai wadah UMKM meliputi: 1. Kurangnya Permodalan Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh
karena
pada
umumnya
usaha
kecil
dan
menengah
merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan pada modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau
lembaga
keuangan
lainnya
sulit
diperoleh,
karena
persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. 2. Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
22
perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya. 3. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, oleh karena produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif.
Berbeda dengan usaha besar
yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik. Sementara itu, faktor eksternal yang menjadi permasalahan koperasi/UMKM adalah: 1. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif Kebijaksanaan
Pemerintah
untuk
menumbuhkembangkan
Usaha Kecil dan Menengah (UKM), meskipun dari tahun ke tahun terus
disempurnakan,
namun
dirasakan
belum
sepenuhnya
kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dengan pengusaha-pengusaha besar. 2. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan. 3. Implikasi Otonomi Daerah Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang
Otonomi Daerah, kewenangan daerah mempunyai
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
23
otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mengalami implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Disamping itu semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut. 2.
Implikasi Perdagangan Bebas AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020
yang berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan rekuensi pasar global dengan standar ualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000) dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu etenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak air oleh negara maju sebagai hambatan Non Tariff Barrier for Trade). Untuk itu maka diharapkan UKM perlu
mempersiapkan
keunggulan
agar
komparatif
mampu
maupun
bersaing
eunggulan
baik
kompetitif
ecara yang
berkelanjutan. 5. Sifat Produk Dengan Lifetime Pendek Sebagian besar
produk industri
kecil
memiliki ciri atau
karakteristik sebagai produk-produk fasion dan kerajinan dengan ifetime yang pendek. 3.
Terbatasnya Akses Pasar
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
24
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional. Upaya untuk Pengembangan UKM Pengembangan hakekatnya
Usaha
Kecil
merupakan
dan
Menengah
tanggungjawab
(UKM)
bersama
pada antara
pemerintah dan masyarakat. Madian (2004) meneliti tentang pengaruh pemberian dana bergulir terhadap pedagang eceran pada pasar tradisional di Kota Medan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengucuran dana bergulir cukup mendorong terjadinya pengembangan usaha pedagang eceran, namun faktor yang paling signifikan ádalah modal awal yang dimiliki oleh para pedagang. Semakin besar modal
awal
maka
semakin
besar
pula
peluang
untuk
mengembangkan usaha. Berbeda dengan hasil-hasil studi yang telah disebutkan diatas, Alverina (2003) justru menemukan bahwa pemberian dana bantuan
perkuatan
melalui
dana
bergulir
belum
mampu
meningkatkan kemampuan ekonomi lokal. Kesembilan usaha yang menjadi objek penelitian tidak mampu untuk memenuhi semua indikator yang ada. Hal ini disebabkan antara lain karena keterbatasan
dalam
menjangkau
sumber
permodalan,
pasar/jaringan terbatas/tidak ada, kualitas/skill SDM rendah, inovasi yang kecil, serta usaha-usaha tersebut bersaing secara sempurna. Studi tentang pemanfaatan dana bergulir juga pernah dilakukan oleh LPM-UPI (2003). Lembaga ini meneliti tentang: (1) kesesuaian antara tujuan target dan sasaran pemberian dana bergulir, (2) keefektifan dan kebermanfaatan efektif dan dapat bermanfaat pada penerima bantuan.
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
25
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat beberapa kasus yang penyaluran dananya tidak sesuai dengan target dan sasaran. Meskipun banyak anggota yang merasakan manfaat dari penyaluran dana tersebut, namun evaluasi terhadap pelaksanaan dan target yang diharapkan belum pernah dilakukan. Masyarakat belum terdorong untuk berupaya meningkatkan kegiatannya. Hal ini disebabkan masih terdapatnya persepsi anggota koperasi/ UMKM bahwa dana tersebut adalah dana pinjaman yang tidak perlu dikembalikan. Penggabelan
(2005)
melakukan
penelitian
terhadap
efektivitas dana bergulir terhadap bagi koperasi dan UMKM. Temuannya menunjukkan hasil yang beragam. Pada umumnya pelaksanaan dana perkuatan di lapangan ada yang sesuai, kurang sesuai, dan tidak sesuai dengan program implementasi administrative. Menurut Panggabean, beberapa indikasi tersebut ditunjukkan oleh: (1) dana yang diterima belum sesuai dengan kualifikasi atau sasaran yang telah ditentukan, (2) koperasi penerima belum menjalankan ketentuan sesuai dengan yang dipersyaratkan, (3) terdapat beberapa penerima bantuan yang kurang jelas kapan berdirinya, (4) terdapat beberapa kasus penyalahgunaan dana untuk kepentingan pribadi, (5) adanya ketidaktetatan penerima bantuan atau kelemahan dalam aspek sleksi penerima bantuan, (6) monitoring dan evaluasi program belum berjalan sebagaimana mestinya. Temuan Penggabean juga menunjukkan bahwa elastisitas (sebagai tolak ukur efektifitas) berada pada kategori sangat rendah. Secara umum temuan lapang mengindikasikan beberapa hal sebagai berikut: Informasi secara acak dari beberapa orang anggota/nasabah menyatakan bahwa bantuan dana telah Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
26
dirasakan sebagai peluang untuk memperkuat modal usaha. Sementara itu, pembinaan oleh bank pelaksana melalui proses pendampingan dan monitoring, walau telah dirumuskan ternyata belum
dilakukan
dengan
baik
sesuai
petunjuk
normatifnya.
Beberapa faktor penyebab di antaranya adalah mekanisme tanggungjawab, prosedur dan materi bimbingan oleh bank pelaksana tidak termonitor oleh Pokja Keuangan Kabupaten/Kota. Dalam memfasilitasi program dana bergulir, bank pelaksana tampaknya harus melabelkan diri sebagai “konsultan” KSP/USP Koperasi. Sedangkan pembinaan itu memerlukan effort yang tidak mudah dan beban biaya yang tidak ringan. Hal ini mengingat keragaman kinerja dan prestasi KSP/USP Koperasi terpilih, serta sebaran wilayah KSP/USP Koperasi yang secara lokasional sangat luas. Selanjutnya, masih terdapat perbedaan persepsi mengenai lingkup pembinaan oleh bank pelaksana. Di satu sisi, bank pelaksana beranggapan hanya terlibat pada awal perguliran. Di sisi lain, pembinaan dirancang dengan mencakup seluruh aspek manajemen,
termasuk
pengembangan
kelembagaan
dan
sumberdaya manajerialnya. Program pendampingan belum berlangsung sebagaimana dimaksud dalam Juknis terutama di daerah luar Pulau Jawa dan wilayah remote, sehingga praktis proses pengembangan kapasitas dan potensi KSP/USP Koperasi tidak ditemukan. Pada program tahun 2003 dan 2004, untuk pola PKPS-BBM dan Syariah, perguliran dana hanya sebesar Rp. 50 juta sehingga tidak sesuai dengan kompleksitas usaha UKM (pada program 2005 jumlahnya telah ditingkatkan menjadi sebesar Rp. 100 - Rp. 150 juta). Sistem administrasi
pembukuan
simpan
pinjam
belum
sepenuhnya
diaplikasikan dengan tertib sehingga perlu menjadi perhatian Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
27
dalam
proses
pembinaan
dan
pendampingan
di
masa
mendatang. Output program dana bergulir dari pola PKPS-BBM tahun 2003–2004 relatif kurang memenuhi harapan dibandingkan dengan dua pola lainnya termasuk mengenai ketidaktepatan pihak yang dilayani
(anggota
dan
non
anggota),
sistem
dan
disain
administrasinya. Bentuk ketertiban yang diharapkan sulit ditemukan, karena umumnya pelayanan dilakukan lebih berbentuk layanan harian. Sementara untuk pola Syariah, walaupun pinjaman dana umumnya dapat kembali, namun mekanisme penetapan nasabah dan pembuatan akad masih secara sepihak atau bahkan tanpa akad tertulis. Oleh karena itu, program pendampingan harus mencakup aktivitas tranformasi dari bentuk konvensional harus dengan sesuai konsep Syariah.
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
28
Jenis dan Sumber Data Kajian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung maupun tidak langsung dengan pihak-pihak terkait. Pihak-pihak dimaksud antara lain adalah koperasi, instansi terkait serta pemilik UMKM. Informasi dari instansi terkait menyangkut jenis dana yang telah dikucurkan dan pola pembinaan yang dilaksanakan, sedangkan informasi yang dibutuhkan dari UMKM adalah pola dan strategi UMKM mengelola dana yang diberikan oleh berbagai pihak termasuk pemerintah. Sementara itu, data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait. Instansi-instansi tersebut antara lain: Dinas Perindustrian Provinsi Jambi, Badan Perencanaan Pembangangunan Daerah Provinsi Jambi, Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi serta dinas-dinas yang melakukan pembinaan terhadap UMKM. Metode Pengambilan Sampel Penentuan sampel dilakukan secara
purposive sampling
dengan menetapkan secara sengaja lokasi penelitian. Sesuai dengan judul penelitian, fokus penelitian sebenarnya adalah usaha mikro, kecil dan menengah. Namun demikian, karena UMKM tersebut berada dalam wadah koperasi maka penelitian juga Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
29
dilakukan terhadap koperasi. Responden yang dijadikan sampel para pemilik UMKM dan lembaga tempat UMKM tersebut bernaung yaitu Koperasi. Koperasi dan UMKM yang akan dijadikan sampel adalah Koperasi dan UMKM yang telah pernah menerima dana bantuan pemerintah bagi pengembangan UMKM. Pemilihan sampel didasarkan kepada wilayah. Berdasarkan
berbagai
pertimbangan terpilih tiga kabupaten/kota yang akan dijadikan sebagai lokasi penelitian. Ketiga kabupaten/kota tersebut adalah Kota Jambi, Kabupaten Bungo, dan Kabupaten Kerinci. Kabupaten /kota terpilih didapat dengan beberapa pertimbangan antara lain banyaknya koperasi, akses mendapatkan informasi, banyaknya lembaga
penerima
bantuan
dana
pemerintah
bagi
pengembangan UMKM, dan pertimbangan dana. Studi ini tidak mengutamakan baik kuantitas responden maupun kualitas responden sehingga data yang diperoleh dalam kuesioner mempunyai nilai objektivitas yang tinggi. Untuk koperasi, yang
dijadikan
responden
adalah
pengurus
koperasi
yang
umumnya merupakan ketua koperasi. Sementara itu, untuk pelaku UMKM, responden yang diambil adalah anggota koperasi yang langsung terjun dan bergerak dalam usaha kecil dan menengah. Pendekatan Penelitian dan Analisis Metode penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah studi kepustakaan (Library Research) dan Studi Lapangan (Field Researc). Studi lapangan dilakukan melalui survey. Koperasi dan UKM yang disurvey ditampilkan pada lampiran 1. pendekatan gamblang
ini
diharapkan
mengenai
kondisi
akan
diperoleh
yang
Dengan
informasi
sesungguhnya
yang
(existing
condition) mengenai objek penelitian. Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
30
1. Untuk mendapatkan suatu kajian yang mendalam mengenai UMKM maka di dalam studi ini dilakukan wawancara langsung dengan pihak-pihak terkait antara lain: (1) pengurus koperasi yang merupakan wadah organisasi bagi pelaku UMKM dan anggota koperasi sebagai pelaku UMKM, (2) anggota koperasi yang merupakan pelaku langsung dari UMKM. Tahapan Kegiatan Kegiatan dilakukan secara bertahap dengan menggunakan beberapa pendekatan sesuai dengan jenis dan sumber data yang diperlukan untuk menyusun model solusi alternatif, dan secara ringkas disajikan pada bagan berikut:
PERSIAPAN (4 minggu)
RENCANA KERJA
SURVEY LAPANGAN
SURVEY PENDAHULUAN
DESAIN KUISONER
TABULASI DATA
KUISONER
PENYESUAIAN RENCANA KERJA
ANALISIS DATA
PELAKSANAN (8 minggu) TINGKAT KABUPATEN
ANALISIS DATA
KONSULTASI PUBLIK
TINGKAT PROVINSI
ANALISIS DATA
DRAFT HASIL
SEMINAR HASIL FINALISASI (4 minggu)
FINALISASI LAPORAN
LAPORAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Gambar 1. Tahapan Kegiatan
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
31
4.1.
Karakteristik Responden Sebagaimana
telah
disebutkan
sebelumnya
bahwa
responden dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu: Koperasi dan UKM. Sesuai dengan judul penelitian, fokus penelitian sebenarnya adalah usaha kecil menengah. Namun demikian, karena UKM tersebut umumnya berada dalam wadah koperasi, maka penelitian juga dilakukan terhadap koperasi. Jumlah koperasi yang disurvey adalah 32. Keseluruhan koperasi yang disurvey tersebut merupakan koperasi yang telah pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah, bahkan tiga diantaranya telah pernah menerima bantuan sebanyak 2 kali. Tabel 1. Distribusi Sampel Menurut Jenis Program Bantuan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jenis Program
Jumlah Koperasi/LKM
P3KUM Konvesional P3KUM Syariah MAP Perkassa P2WUM Agribisnis TPU Santri Prospek Mandiri Lain-lain Jumlah
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
12 2 2 1 1 2 4 2 9 32
32
Fokus penelitian adalah koperasi yang pernah menerima bantuan sejak periode 2004 sampai 2009. Bantuan tersebut tersebar dalam berbagai jenis seperti P3KUM, P2WUM, Perkassa, Agribisnis, MAP, TPU Santri, Prospek Mandiri dan lain-lain. Jumlah Koperasi/LKM yang disurvey berdasarkan wilayah kabupaten/kota dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel tersebut dapat diketahui bahwa 12 Koperasi berada di Kota Jambi, 12 Koperasi di Kabupaten Bungo, dan 8 Koperasi terdapat di Kabupaten Kerinci. Diantara koperasi-koperasi tersebut, koperasi yang telah menerima dana bantuan pemerintah sebanyak dua kali terdapat di Kabupaten Bungo sebanyak 1 Koperasi dan di Kabupaten Kerinci 2 Koperasi. Tabel 2. Jumlah Koperasi yang Disurvey berdasarkan Wilayah Kabupaten
Jumlah Koperasi/LKM
Kota Jambi Kabupaten Bungo Kabupaten Kerinci Jumlah
12 12 8 32
Untuk mendapatkan hasil yang lebih tepat, akurat dan sesuai dengan tujuan penelitian, dilakukan wawancara dengan pengurus koperasi dengan menggunakan pedoman wawancara. Selain itu penggalian informasi dilakukan pula dengan mewawancarai pelaku UKM juga dengan menggunakan pedoman wawancara. Untuk menggali informasi secara mendalam diupayakan agar wawancara dapat dilakukan dengan ketua koperasi secara langsung sebagai representasi dari pengurus koperasi. upaya ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa ketua koperasi adalah pihak yang diyakini cukup banyak mengetahui kelancaran dan
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
33
kendala yang dihadapi oleh koperasi. Namun demikian, target ini tidak seratus persen berhasil, karena beberapa ketua koperasi tidak berhasil ditemui sehingga wawancara dengan pengurus koperasi dilakukan terhadap yang mewakili ketua antara lain wakil ketua, sekretaris dan bendahara. Selanjutnya, untuk mendapatkan informasi yang seimbang maka dilakukan pula wawancara terhadap anggota koperasi. Untuk anggota koperasi, responden yang dipilih adalah mereka yang terlibat langsung sebagai pelaku UKM. Pada tahap awal direncanakan bahwa akan diambil 2 responden untuk setiap koperasi dan dilakukan secara acak kepada pelaku UKM. Pertimbangan ini dilakukan agar informasi yang diperoleh bisa lebih seimbang dan akurat. Namun demikian dalam pelaksanaan di lapangan, target untuk mewawancarai pelaku UKM tidak tercapai karena tidak semua peserta berada di tempat. Hasil survey juga menunjukkan bahwa responden memiliki tingkat
pengetahuan
yang
baik
tentang
koperasi
yang
dipimpinnya. Kenyataan ini diindikasikan oleh 27 responden atau 84 persen merupakan ketua koperasi, dan 7 atau 16 persen responden merupakan sekretaris atau bendahara koperasi. Selanjutnya, seluruh anggota yang dijadikan responden adalah merupakan pelaku usaha dan sekaligus sebagai anggota koperasi. Koperasi yang disurvey memiliki umur yang berbeda-beda sesuai dengan tahun berdirinya. Berdasarkan hasil survey, 11 koperasi berdiri antara tahun 2000 sampai dengan 2006, 7 koperasi berdiri antara tahun 1996-1999, 4 koperasi berdiri antara tahun 19901995, dan 6 koperasi berdiri antara tahun 1980-1985. Hasil survey sekaligus menunjukkan bahwa sebagian besar koperasi tersebut berumur lebih dari 10 tahun (Tabel 4). Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
34
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa koperasi yang disurvey adalah koperasi yang mendapatkan bantuan pemerintah sejak tahun 2004. Berdasarkan hasil survey (Tabel 4), 10 koperasi menerima bantuan pada tahun 2004, 2 koperasi menerima pada bantuan pemerintah pada tahun 2005, 9 koperasi menerima pada tahun 2006, dan selebihnya menerima pada tahun 2007. Hasil survey juga menunjukkan bahwa terdapat 3 koperasi yang menerima bantuan dua kali, 1 koperasi menerima bantuan pemerintah pada tahun yang berbeda yakni pada tahun 2004 dan 2007, 2 koperasi bahkan menerima dana 2 kali pada tahun yang sama yakni 1 koperasi menerima 2 kali pada tahun tahun 2004, dan 1 koperasi lagi menerima 2 kali pada tahun 2007. Tabel 4. Bantuan Pemerintah yang diterima Koperasi/UMKM Tahun 2004 2005 2006 2007 halmuJ
Jumlah Koperasi 10 2 9 14 35
Persen 29,6 5,7 25,7 40,00 100,000
Responden yang merupakan pelaku UKM memiliki rentang umur antara 35 Tahun sampai dengan 70 tahun (Tabel 5). Ini berarti umur responden untuk pelaku UKM adalah 35 tahun dan tertua adalah 70 tahun. Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Umur rumU )nuhaT( 35-40 41-45 46-49 50 nuhat sataek
Jumlah 17 15 4 6
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
Persen 40,47 35,70 9,5 14,28 35
Total
42
100,00
Dari rentang umur responden pelaku UMKM, sebagian besar berumur antara 35 sampai dengan 40 tahun yakni sebanyak 17 responden, diikuti oleh responden yang berumur antara 41-45 tahun sebanyak 15 orang, responden yang berumur antara 46 sampai dengan 49 tahun sebanyak 4 responden, dan responden yang
berumur 50 tahun keatas sebanyak 6 responden. Dari
sejumlah responden yang berumur 50 tahun keatas, 2 orang diantaranya berumur 70 tahun. Hasil survey ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada usia yang sangat produktif dan tergolong muda. Sebagian besar responden atau 77 persen berada pada usia 35 sampai dengan 45 tahun. 4.2.
Pemanfaatan Dana Bantuan Pemerintah Pada Koperasi di Provinsi Jambi Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dana
yang dikucurkan oleh pemerintah digunakan kepada kegiatan yang cukup beragam. Fakta empiris menunjukkan bahwa sebagian besar koperasi/UKM telah menggunakan dana tersebut sesuai rencana, dan sebagian lagi menggunakan tidak sesuai dengan rencana awal. Sebagian besar koperasi yang bergerak disektor pertanian telah menggunakan dana pinjaman untuk kegiatan produktif di bidang
pertanian,
begitu
pula
dengan
koperasi/UKM
yang
bergerak di sektor peternakan, kegiatan tersebut telah pula digunakan dan dimanfaatkan untuk kegiatan yang sesuai dengan rencana awal. Namun demikian, karena berbagai hal yang mengganjal
dana
perkuatan
yang
diterima
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
tidak
dapat 36
dimanfaatkan secara maksimal. Faktor penyebabnya antara lain adalah karena faktor alam, hama penyakit, gagal panen, dan lain sebagainya. Disamping ada koperasi yang menjalankan kegiatan sesuai rencana, terdapat pula koperasi/UKM yang relatif belum mampu memanfaatkan dan menggunakan dana bantuan pemerintah secara optimal. Contoh dari koperasi/UKM semacam ini adalah koperasi yang sumberdaya manusianya tidak cukup handal untuk bidang tersebut. Misalnya, dana yang diberikan kepada para sarjana yang baru tamat harus dialokasikan bagi penggemukan sapi dan berternak ikan, padahal tidak semua sarjana penerima adalah sarjana peternakan. Dampaknya adalah perkembangan dana koperasi/UKM yang diperoleh dari pinjaman tersebut relatif lambat perkembangannya, bahkan pada beberapa koperasi malah terjadi kredit macet. Selain
itu,
terdapat
pula
koperasi/UKM
yang
tidak
memanfaatkan dana tersebut sesuai dengan rencana semula. Dana
yang
semula
dikucurkan
untuk
membantu
anggota
koperasi/UKM dalam melaksanakan kegiatan produktif ternyata tidak dilakukan oleh sebagian koperasi/UKM. Sebagian dari anggota koperasi/UKM justru meminjam dana untuk kebutuhan konsumtif, seperti membangun rumah dan membeli kenderaan. Bantuan yang diberikan oleh pemerintah baik dalam bentuk hibah maupun pinjaman ternyata banyak yang tidak mencapai sasaran yang diinginkan. Sebagai contoh,
beberapa kegiatan
usaha yang semula diharapkan akan berhasil karena dianggap produktif,
ternyata
setelah
dijalankan
malah
mengalami
kegagalan. Akbatnya, jangankan modalnya berkembang akan tetapi yang terjadi justru modal yang sudah ada malah hilang. Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
37
Contoh dari kegagalan seperti ini terjadi pada koperasi yang menjalankan kegiatan produksi seperti peternakan dan tanaman pangan, perbengkelan. Akibatnya pinjaman yang seharusnya menjadi dana bergulir justru menjadi kredit macet. Temuan
menunjukkan
bahwa
hanya
sebagian
dari
koperasi/UKM yang berhasil dalam menjalankan aktivitasnya sesuai dengan tujuan program pemerintah. Namun demikian, sebagian besar dari koperasi ternyata gagal dalam mengelola dana yang dikucurkan oleh pemerintah tersebut. Kegagalan dalam mengelola dana yang dikucurkan mengakibatkan belum ada satupun koperasi yang telah mengembalikan modal sebesar 100 persen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil saja yang baru menyetor angsuran pinjaman. Berdasarkan hasil wawancara dengan para pengurus serta anggota koperasi, kondisi ini terjadi disebabkan oleh beberapa hal antara lain: Pertama, tidak adanya aturan berupa tindakan yang tegas dari pemerintah mengenai konsekuensi dari dana yang dipinjamkan tersebut. Ketiadaan sanksi ataupun tindakan yang tegas terhadap para anggota koperasi yang umumnya adalah pemilik UKM untuk mengembalikan modal, menyebabkan mereka berprinsip “yang penting rebut dulu dana bantuan tersebut” dan relatif kurang peduli apakah dana tersebut berbetuk hibah atau pinjaman. Kedua, sebagian besar UKM tidak memiliki arah yang jelas dalam mengelola dana yang dikucurkan oleh pemerintah. Kondisi ini dialami oleh beberapa UKM yang disurvey. UKM seperti ini tidak memiliki pertimbangan yang matang serta pengetahuan yang cukup dalam mengembangkan usahanya. Kondisi ini kemudian menyebabkan
kerugian
dalam
berusaha.
Dampak
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
akhirnya 38
adalah para anggota koperasi yang juga pelaku UKM tidak mampu mengembalikan dana pinjaman. Ketiga,
para
anggota
koperasi/UKM
tidak
memiliki
pengetahuan yang cukup dalam menjalankan kegiatan yang seharusnya cukup produktif. Akan pengetahuan
dan
tetapi karena kurangnya
pengalaman dibidang
tersebut sehingga
kegiatan tersebut berbuah kegagalan. Kondisi seperti ini terjadi misalnya pada kegiatan pengembangbiakan ulat sutra, dan kegiatan penggemukan sapi oleh para sarjana yang baru tamat. Dampaknya adalah modal yang telah dikeluarkan tidak bisa dikembalikan lagi. Kondisi seperti ini menyebabkan terjadinya kredit macet. Keempat, tingkat bunga pinjaman yang dikenakan oleh koperasi terhadap anggotanya relatif tinggi. Pada sebagian koperasi yang bergerak pada kegiatan simpan pinjam, tingkat bunga yang dikenakan bahkan mencapai 2 persen per bulan. Tingkat bunga seperti ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan tingkat bunga bank. Kondisi ini menyebabkan banyak diantara anggota
yang
tidak
mampu
mengembalikan
pinjamannya.
Dampak akhirnya adalah kredit macet sehingga koperasi tidak mampu dalam megembalikan pinjaman. Kelima, pemerintah relatif kurang selektif dalam menyalurkan dana perkuatan kepada koperasi. Perdefinisi, dana perkuatan pada dasarnya bertujuan untuk memperkuat modal yang sudah ada.
Namun
menjadikan terungkap
kenyataannya
dana dari
tersebut
hasil
beberapa sebagai
wawancara
koperasi/UKM
modal
dengan
awal. para
justru
Fakta
ini
responden
(pengurus koperasi). Ketika ditanya kenapa dana pinjaman belum dikembalikan ke pemerintah, sebagian besar menjawab bahwa Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
39
karena
ketidakmampuan
untuk
membayar
serta
tidak
ada
tindakan atau sangsi bagi yang tidak mengembalikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa karakteristik UKM penerima bantuan pemerintah di Provinsi Jambi. Pertama, umumnya UKM di provinsi Jambi memiliki wadah berupa koperasi. Para pemilik UKM umumnya adalah anggota koperasi. Dengan adanya bantuan kepada koperasi, maka para pelaku UKM mendapatkan akses berupa kemudahan dalam memperoleh dana
bagi
pengembangan
usahanya.
Secara
teoritis,
perkembangan UKM bersinergi dengan perkembangan koperasi. Keduanya memiliki hubungan kausalitas. Jika koperasi yang merupakan tempat bernaungnya para pelaku UKM menunjukkan progres, maka para pelaku UKM akan dengan mudah pula meningkatkan volume usahanya. Kondisi ini terutama disebabkan oleh adanya kemudahan akses untuk mendapatkan tambahan modal. Untuk tipikal UKM semacam ini adalah UKM yang pelakunya merupakan anggota dari koperasi simpan pinjam (KSP). Intinya, jika koperasi tersebut adalah koperasi simpan pinjam, maka UKM milik anggotanya akan relatif cepat berkembang dibanding yang lain. Kedua, UKM yang pemiliknya tidak memiliki wadah koperasi. UKM semacam ini harus bergerak sendiri untuk mengembangkan modalnya. Untuk pelaku UKM yang tidak memiliki modal realtif cukup dan masih tergantung ke pihak lain, ketiadaan wadah tempat meminjam
modal
menyebabkan
UKM
tersebut sulit
berkembang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa UKM yang mendapatkan
pinjaman
modal
dari
koperasi
relatif
cepat
berkembang dibanding UKM semacam ini.
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
40
Ketiga, beberapa koperasi
baru aktif setelah memperoleh
pinjaman ataupun bantuan dari pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa koperasi yang disurvey baru memiliki
aktivitas
setelah
mendapatkan
kucuran
dana
dari
pemerintah. Sebelum mendapatkan kucuran dana, koperasi tersebut relatif tidak memiliki aktivitas sama sekali. Seiring dengan hal tersebut, UKM juga baru berkembang setelah mendapatkan dana dari koperasi. Keempat, UKM memiliki usaha yang relatif bisa berkembang jika koperasi tempat pemilik UKM tersebut bernaung adalah koperasi yang berstatus jelas. Koperasi seperti ini biasanya merupakan koperasi yang bernaung dibawah suatu instansi seperti koperasi pegawai negeri atau koperasi yang berada dalam suatu perusahaan misalnya koperasi milik perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan. Lebih jelas mengenai pemanfaatan dana bantuan pemerintah pada koperasi berdasarkan jenis program dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
KUM Konvensional Program Pembiayan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro
(P3KUM) merupakan dana perkuatan permodalan bergulir yang disalurkan melalui USP/KSP koperasi untuk pengembangan usaha mikro. Dari 12 koperasi sampel yang menerima program ini 10 koperasi memanfaatkan bantuan untuk kegiatan simpan pinjam dalam bentuk uang tunai bagi para anggotanya, sedangkan 2 koperasi menetapkan penggunaan dana tersebut untuk usaha penggemukan sapi.
Sejauh ini hanya 8 koperasi yang masih
mampu mengelola bantuan secara baik sehingga mempunyai prospek dalam mengembalikan dana untuk perguliran.
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
Empat
41
koperasi
yang
tidak
mampu
mengembangkan
bantuan
disebabkan oleh manajemen koperasi yang memang tidak baik sejak dari awal.
Dengan kondisi seperti itu ada indikasi bahwa
anggota yang meminjam bantuan memang tidak memiliki niat untuk membayar pinjamannya. 2.
P3KUM Syariah Dari dua koperasi penerima dana P3KUM pola syariah
terdapat satu BMT (Baitul Mal wa Tamwil) yang memang sejak awal telah menjalankan kegiatan dengan pola syariah, yaitu BMT Serambi Madinah dan satu lagi adalah KUD yang sesungguhnya tidak menerapkan pola syariah, yaitu KUD Jitu Mekar Jaya. Sejauh ini kedua penerima dapat mengelola bantuan dengan baik dan sudah mencicil pinjamannya secara tepat waktu. Hanya saja dari volume kegiatan kedua koperasi ini, nilai bantuan yang diberikan sebesar Rp 50 juta dirasakan terlalu kecil. Sebagai contoh untuk BMT Serambi Madinah, saat ini melayani anggota sebanyak 1.025 orang yang sebagian besar adalah pedagang pasar, dengan modal mencapai Rp 2,5 milyar. umum
telah
memberikan
Dana yang tersedia ini secara
manfaat
yang
nyata
terhadap
pengembangan UMKM. 3.
Modal Awal Padanan Modal Awal dan Padanan (MAP) adalah dana stimulan dari
pemerintah untuk disalurkan dalam bentuk pinjaman kepada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam sentra/klaster melalui Koperasi Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam Koperasi.
Dari dua
koperasi penerima dana ini sebenarnya tidak satupun koperasi
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
42
yang memiliki anggota yang berada pada sentra / klaster. Malah, pemanfaatan dana oleh koperasi Fauna Lestari digunakan untuk pengembangan usaha mikro, yaitu untuk pengadaan ternak sapi. Selain itu koperasi ini adalah KPN Dinas Peternakan Kabupaten Bungo, yang sebenarnya tidak memenuhi persyaratan sebagai penerima dana MAP. Sejauh ini hanya koperasi Fauna Lestari yang berhasil mengembangkan dana bantuan dengan baik dan telah mencicil pinjamannya. Sementara itu koperasi Pandai Besi saat ini sudah tidak jelas lagi kegiatannya, sejak usaha anggotanya terhenti karena penertiban penebangan kayu liar diintensifkan pemerintah. Dengan demikian sangat sulit diharapkan koperasi ini akan mampu mencicil pinjamannya. 4.
Perkassa dan P3WUM Program Perkassa (Perempuan Keluarga Sehat Sejahtera)
dan P3WUM (Program Pemberdayaan Wanita Usaha Mandiri) merupakan
dana
perkuatan
yang
disalurkan
khusus
untuk
pengembangan UMKM perempuan. Kedua penerima dana ini adalah koperasi yang dikelola oleh Dharma Wanita.
Dengan
demikian anggota dan penerima manfaat dari bantuan ini adalah wanita. Hanya saja tidak ada aturan dari koperasi dalam menyalurkan dana tersebut untuk pengembangan usaha para anggotanya. Justru yang menjadi prioritas adalah anggota yang mampu mengembalikan pinjaman, sekalipun untuk kegiatan konsumtif, bukan anggota yang ingin mengembangkan usaha produktif. 5.
Sektor Agribinis
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
43
Dana Perkuatan Sektor Agribisnis hanya dilaksanakan pada tahun 2004 dan 2005 dengan nilai bantuan antara Rp 500 juta s/d Rp 1 milyar. Dari dua koperasi sampel yang menerima dana ini satu hanya
satu
koperasi,
yaitu
Kaya
Makmur,
mengembangkan dana ini dengan baik.
yang
mampu
Koperasi ini memiliki
anggota tetap 163 orang dan anggota tidak tetap sebanyak 1.005 orang. Saat ini modal yang dimiliki koperasi ini mencapai Rp 24 milyar dengan SHU tahun 2008 sebesar Rp 191 juta. Sementara itu bantuan yang disalurkan kepada KUD Margo Mukti sangat diragukan dapat berkembang dengan baik. Dari dana sebesar Rp 500 juta yang disalurkan ternyata terdapat sekitar 20 orang anggota yang sama sekali tidak mengangsur pinjamannya, dengan nilai mencapai Rp 300 juta.
Bahkan pada tahun 2008
koperasi ini tidak lagi melakukan RAT. Ada kesan bahwa besarnya nilai tunggakan ini dikarenakan sebagian besar anggota merasa tidak mempunyai konsekuensi apa-apa jika tidak mengangsur pinjamannya. 6.
TPU Santri TPU (Tempat Praktek Usaha) Santri merupakan bantuan dana
yang diberikan kepada pondok pesantren untuk mengembangkan tempat praktek dan usaha bagi santrinya.
Secara administratif
dana ini disalurkan melalui Koppontren tetapi pada praktiknya tidak ada kaitan antara Koppontren dengan pengelolaan dana ini. Koppontren yang digunakan adalah koperasi guru pesantren yang bergerak dikegiatan simpan pinjam dan penjualan keperluan sehari-hari santri.
Dari empat pesantren penerima dana, dua
pesantren yang sudah memperlihatkan arah pemanfaatan yang
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
44
jelas
yaitu
Al
Hidayah
dan
Tarbiyah
Islamiah.
Model
pengembangan bengkel sepeda motor yang dikembangkan oleh PP Al Hidayah memperlihatkan prospek yang baik sebagai suatu unit usaha.
Hanya saja masih sangat diragukan untuk dapat
berperan sebagai tempat praktek santri.
Sedangkan model
pengembangan usaha konveksi yang dikembangkan oleh PP Tarbiyah Islamiah, lebih banyak manfaatnya sebagai tempat praktek santri serta dapat juga menjadi salah satu sumber penghasilan pesantren. 7.
Prospek Mandiri Prospek Mandiri (Program Sarjana Pencipta Kerja Mandiri)
merupakan program penyediaan dana bergulir dan dukungan bantuan perkuatan lainnya, kepada para sarjana dalam wadah koperasi,
untuk
melakukan
kegiatan
usaha
pada
berbagai
bidang/sektor usaha, dalam rangka menumbuhkan usaha baru (wirausaha baru) dan penciptaan lapangan kerja. diberikan
kepada
koperasi
peserta
Dana ini
program
untuk
mengembangkan usaha yang diusulkan oleh masing-masing daerah. Untuk Provinsi Jambi diusulkan kegiatan pengembangan ikan Patin dan sapi penggemukan. Dari dua koperasi penerima dana ini dengan jumlah anggota awal 52 orang, saat ini keduanya tidak berjalan baik. Malah jumlah anggota yang masih aktif hanya sebagian
kecil
saja.
Sedangkan
usaha
ikan
Patin
dan
penggemukan sapi yang dilaksanakan praktis tidak berjalan lagi karena tidak memberikan keuntungan. Secara umum kegagalan program ini sesungguhnya bermula dari rancangan awal program itu sendiri.
Memaksakan peserta
program, yaitu para sarjana yang berasal dari latar belakang Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
45
berbeda, untuk mengelola usaha dengan komoditas tertentu, yaitu ikan Patin dan penggemukan sapi, bukanlah cara yang ideal untuk mengembangkan
kewirausahaan.
Apalagi
disertai
dengan
adanya berbagai aturan yang mengikat seperti harus dikelola sendiri
oleh
peserta
(tidak
boleh
menyewa
tenaga
kerja)
menjadikan usaha yang dikembangkan tidak lagi berorinetasi bisnis. Walhasil, dana dan asset yang tersisa saat ini tinggal sekitar 75% saja. Seharusnya dalam jangka lima tahun dana yang diterima ini sudah dapat dilunasi oleh penerima. Selain itu dari pelaksanaan program ini tidak melibatkan kabupaten / kota sehingga hampir tidak ada dukungan yang diberikan oleh pemerintah daerah dalam menunjang program ini. 8.
Lain-lain Dana
Perkuatan
yang
masuk
ke
dalam
kategori
ini
digunakan untuk berbagai kegiatan sesuai dengan usulan masingmasing koperasi penerima. Kegiatan usaha yang dikembangkan adalah: ternak itik (3 koperasi); sapi (2 koperasi); ikan keramba (1 koperasi); benang sutera (1 koperasi); pabrik kelapa sawit mini (1 koperasi) dan industri serat rami (1 koperasi). Dari sembilan koperasi penerima dana ini hanya dua koperasi yang masih menjalankan usahanya dengan menggunakan dana perkuatan tersebut yaitu koperasi Fauna Lestrai dan Depati Parbo.
Kedua koperasi ini
mengembangkan ternak sapi. Sedangkan kegiatan koperasi lainnya sudah tidak ada lagi, bahkan ada yang koperasinyapun sudah tidak ada lagi. Satu paket kegiatan yang diberikan kepada koperasi Sawit Mitra Usaha berupa pembangunan pabrik kelapa sawit mini senilai Rp 3 milyar, ternyata tidak dapat dilaksanakan karena dianggap tidak efisien. Seluruh Dana Perkuatan yang telah Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
46
disalurkan kepada koperasi saat ini telah dikembalikan ke pusat melalui Bank penyalur. Beberapa
catatan
berkenaan
dengan
kegagalan
pemanfaatan dana untuk kegiatan kelompok ini antara lain karena program
bersifat
dropping
ditetapkan oleh pusat.
dengan
komoditas
yang
telah
Walaupun secara adminsitratif koperasi
diharsukan membuat proposal dengan komoditas yang telah ditetapkan tersebut. Dengan kondisi seperti ini maka pemerintah daerah terpaksa menyediakan koperasi yang dibutuhkan dengan membentuk koperasi baru atau menggunakan KPN. Dari sembilan koperasi penerima program ini tiga diantaranya adalah KPN. Selain itu pengadaan barang yang dilakukan oleh koperasi ternyata “ditumpangi”
oleh
oknum
pusat
sehingga
koperasi
hanya
menerima barang, bukan dana perkuatan. Oleh sebab itu ditemui kualitas barang yang tidak memenuhi standar seperti halnya bibit itik tua, yang kemudian terpaksa diterima oleh koperasi. Dengan kondisi seperti maka jelas pengembangan usaha yang didanai oleh program ini menjadi tidak rasional lagi sebagai suatu usaha bisnis.
4.3.
Hambatan Pengembangan UMKM di Provinsi Jambi
Berdasarkan karakteristik responden dan kinerja sampel yang mendapatkan dana perkuatan yang diuraikan diatas, dapat diidentifikasi sejumlah permasalahan yang diyakini menjadi faktor penghambat pengembangan bantuan dalam memenuhi sasaran yang diharapkan. Secara garis besar faktor penghambat tersebut meliputi: a. Modal
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
47
Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal adalah salah satu faktor penghambat berkembangnya koperasi dan UKM. Beberapa koperasi mengeluhkan akan minimnya modal yang dimiliki. Oleh karena itu, kucuran dana dari pemerintah masih diperlukan oleh sebagian koperasi. Namun demikian, hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa sebagian koperasi lagi menyatakan bahwa Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa koperasi yang kekurangan modal. a. Sumberdaya Manusia. Secara keseluruhan koperasi yang disurvei sesungguhnya telah mendapatkan bantuan dari pemerintah bahkan beberapa koperasi malah telah menerima bantuan pemerintah sebanyak 2 kali. Namun demikian, berdasarkan hasil survey ternyata sebagian besar dari koperasi tersebut tidak mengalami perkembangan yang berarti. Ini berarti bahwa modal tidak menjadi satu-satunya penyebab relatif lambannya perkembangan koperasi dan UMKM. Temuan dilapangan menunjukkan bahwa secara umum sumberdaya manusia yang dimiliki oleh koperasi penerima bantuan masih relatif rendah. Dengan kualitas sumberdaya manusia yang relatif rendah maka pemahaman terhadap koperasi dan UKM yang dikelolapun masih sangat minim. Permasalahan sumberdaya manusia juga kelihatan dari cara koperasi mengelola bantuan yang diterima. Sebagai contoh, dari 12 koperasi yang menerima program P3KUM konvesional, hanya delapan yang masih mampu mengelola bantuan secara baik. Temuan juga menunjukkan bahwa masih banyaknya koperasi yang tidak melaksanakan RAT dan tidak membuat laporan tahunan.
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
48
Hasil wawancara dengan responden baik itu para pengelola koperasi maupun anggota koperasi menunjukkan bahwa masih banyak para anggota koperasi yang tidak memahami hak dan kewajibannya sebagai anggota. Ketidak-tahuan ini diperkirakan sebagai
salah
satu
penyebab
banyaknya
koperasi
yang
tidak/belum mengansur pinjaman. Para anggota banyak yang beranggapan
bahwa
dana
bergulir
yang
diberikan
oleh
pemerintah adalah bantuan yang tidak harus dikembalikan. Temuan dilapangan ini konsisten dengan Hapsah (2004). Menurut Hapsah, sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Dengan demikian, persoalan kualitas sumberdaya manusianya sering kali terabaikan. Keterbatasan sumberdaya manusia baik dari segi pendidikan formal maupun dari sisi pengetahuan dan ketrampilan berpengaruh
terhadap manajemen pengelolaan
usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. b. Seleksi Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar penyaluran dana bantuan pemerintah UMKM melalui koperasi belum melalui suatu metode perekrutan atau seleksi yang benar. Beberapa koperasi penerima bantuan belum memenuhi kriteria sesuai dengan petunjuk teknis program yang dikucurkan. Bahkan pada beberapa lokasi ditemukan koperasi penerima bantuan yang baru berdiri dan beraktivitas saat mereka mengetahui akan ada pemberian bantuan. Ini berarti bahwa koperasi tersebut adalah koperasi dadakan yang muncul pada saat bantuan akan dikucurkan.
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
49
Meski tidak semuanya merupakan koperasi dadakan, namun beberapa koperasi penerima bantuan yang sesungguhnya sudah lama
berdiripun
sebenarnya
ada
yang
belum
memenuhi
persyaratan untuk mendapatkan bantuan. Walaupun beberapa koperasi tersebut telah lama berdiri, namun koperasi tersebut sebenarnya hanya tinggal nama saja sedangkan aktivitas tidak ada sama sekali. Padahal, berdasarkan petunjuk teknis untuk hampir semua program bantuan, setiap koperasi penerima harus memiliki laporan tahunan dan melaksanakan RAT paling tidak dalam 1 tahun terakhir. Kenyataannya, walaupun laporan tahunan dibuat, namun laporan tersebut kebanyakan hanya sebatas untuk memenuhi persyaratan mendapatkan bantuan saja. Hal yang sama juga terjadi pada RAT. Beberapa koperasi hanya menyusun laporan RAT sebagai persyaratan saja. Lemahnya aspek seleksi ini juga diduga juga berkaitan dengan lunaknya persyaratan yang diberikan oleh pemerintah kabupaten. Instansi terkait di masing-masing kabupaten biasanya berupaya agar bantuan banyak mengalir ke koperasi/UKM di wilayah mereka. Hal ini disebabkan oleh adanya pemahaman bahwa salah satu indikator keberhasilan instansi adalah banyaknya program dan bantuan pemerintah yang berhasil disalurkan kepada lembaga
koperasi
dan
UKM
yang
berada
di
wilayahnya.
Keberhasilan menggaet dana yang besar dianggap sebagai suatu prestasi. Temuan juga menunjukkan bahwa terdapat beberapa koperasi yang antara pengelola dana dan penerima bantuan tidak memiliki kaitan sama sekali. Sebagai contoh adalah koppontren yang dimiliki oleh para guru pada salah satu pondok pasantren. Koperasi ini sebenarnya bergerak dalam usaha simpan pinjam dan Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
50
penjualan keperluan sehari-hari, sementara dana yang diterima adalah bantuan pemerintah untuk tempat praktek usaha santri. c. Aspek Perencanaan Temuan menunjukkan bahwa sebagian besar koperasi/UKM yang menerima bantuan tidak memiliki perencanaan yang matang mengenai program yang akan dilakukan. Indikasi ini terlihat dari sedikitnya koperasi/UKM yang mampu mengelola dana dengan baik. Sebagai contoh, dana yang disalurkan ke sektor agribisnis tidak semuanya berhasil dikelola dengan baik. Contoh nyata adalah Koperasi Margo Mukti yang mendapat bantuan Rp.500 juta rupiah, ternyata gagal dalam mengelola dana yang cukup besar tersebut. Temuan menunjukkan bahwa sejak tahun 2008 koperasi ini bahkan tidak pernah lagi melakukan RAT. Tidak dimilikinya perencanaan yang matang juga ditunjukkan oleh Koppontren. Dari empat penerima dana bantuan, hanya 2 yang sudah memperlihatkan pemanfaatan secara jelas. Namun demikian, jika ditelusuri lebih lanjut, ada keraguan akan prospek dari aktivitas yang dilakukan oleh Koppontren tersebut. Sebagai contoh, koppontren Tarbiyah Islamiah.
TPU pada koppontern ini
hanya bisa digunakan untuk tempat praktek santri tetapi tidak prospektif
untuk
dikembangkan
sebagai
usaha
yang
menguntungkan. Argumen ini cukup berasalasan mengingat TPU tersebut terletak di dalam pondok, sehingga jauh dari jangkauan para konsumen yang membutuhkan pelayanan. Lemahnya
aspek
perencanaan
ini
juga
diakui
oleh
Tambunan (2009). Menurut Tambunan, lemahnya perencanaan menyebabkan koperasi/UKM tidak mampu menyelaraskan antara tujuan pemberian dana oleh pemerintah dengan sasaran yang Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
51
diinginkan. Kondisi ini terjadi karena koperasi/UKM tidak mampu memanfaatkan dana yang diberikan oleh pemerintah. Hal senada juga diungkapkan oleh Hapsah (2004) dan Alverina (2003). Alverina bahkan menyimpulkan bahwa pemberian dana perkuatan belum mampu meningkatkan kemampuan ekonomi lokal. d. Aspek pembinaan Temuan
juga
menunjukkan
bahwa
pembinaan
terhadap
koperasi/UMKM penerima bantuan masih relatif kurang. Faktor penyebabnya adalah karena tenaga penyuluh dari departemen atau instansi terkait relatif masih kurang. Dampak dari kurangnya pembinaan
adalah
sulitnya
koperasi/UMKM
mencapai
keberhasilan. Pembinaan yang rutin tentunya sangat membantu dalam mengurangi resiko terjadi penyimpangan pemanfaatan bantuan secara lebih dini.
Sebagai contoh ditemui sejumlah
koperasi yang tidak melaksanakan RAT tetapi oleh pemerintah setempat tidak dilakukan pembinaan secara seksama. Selain itu disinyalir ada sejumlah koperasi yang pemanfaatan bantuannya hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Hal seperti ini seharusnya dapat
dihindari
apabila
pembina
di
lapangan
melakukan
komunikasi yang baik dengan anggota koperasi secara rutin. Kurangnya pembinaan merupakan salah satu faktor penghambat berkembangnya koperasi dan UMKM. Menurut Tambunan (2009) meski modal yang dimiliki oleh UKM, namun jika tidak diikuti oleh pembinaan terutama tentang bagaimana memanfaatkan bantuan yang diterima, maka UMKM akan cenderung tidak berhasil. Pendapat Tambunan (2009) konsisten dengan hasil penelitian dari Pusat Studi UIEU (2008). Menurut hasil penelitian ini, pembinaan yang relatif kurang Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
52
merupakan salah satu penghambat perkembangan koperasi dan UMKM. e. Aspek Pengawasan Faktor
lain
perkembangan
yang
menyebabkan
koperasi/UMKM
yang
relatif
lambannya
mendapat
bantuan
pemerintah adalah kurangnya aspek pengawasan. Indikasi ini ditandai oleh relatif jarangnya aparatur yang berkunjung ke koperasi dan UKM. Pemerintah cenderung lunak terhadap koperasi dan UMKM. Peran pemerintah sepertinya hanya sampai kepada pengucuran dana. Relatif jarang aparatur mengontrol ke lapangan untuk mengetahui apakah koperasi dan UKM tersebut telah berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Temuan dilapangan menunjukkan bahwa beberapa koperasi justru telah melakukan hal yang tidak selaras lagi dengan petunjuk teknis dari bantuan. Kondisi ini menyebabkan tujuan dan sasaran pemberian bantuan tidak tercapai. Kurangnya pengawasan diikuti pula oleh tidak adanya aturan berupa sanksi mengenai konsekuensi dari pelaksanaan yang menyimpang
dan
penunggakan
dana
yang
dipinjamkan.
Ketiadaan sanksi ini umumnya menyebabkan koperasi anggotanya
cenderung
berprinsip
bahwa
bantuan
dan
tersebut
adalah gratis sehingga tidak ada dorongan untuk memajukan koperasi dan UMKM tersebut. Sebagian dari anggota koperasi justru meminjam dana untuk kebutuhan konsumtif. Koperasi penerima bantuan
juga
menerapkan
tingkat
bunga
pinjaman
yang
dikenakan oleh koperasi terhadap anggotanya relatif tinggi. Pada sebagian koperasi yang bergerak pada kegiatan simpan pinjam, tingkat bunga yang dikenakan bahkan mencapai 2 % per- bulan.
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
53
Tingkat bunga seperti ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan tingkat bunga bank. f. Aspek Kebijakan Pemerintah Pemerintah menyalurkan
masih kredit
mengasumsikan
menerapkan kepada
bahwa
pola
koperasi.
permasalahan
top-down
dalam
Pemerintah
masih
yang
dihadapi
oleh
koperasi sama, padahal tidak semua koperasi menghadapi permasalahan yang sama. Selama ini, pemerintah seakan-akan mengasumsikan bahwa titik lemah dari koperasi dan UKM
adalah masalah modal. Dalam
kenyataannya,
koperasi
tidak
semua
mengalami
masalah
kurangnya modal. Pada beberapa kabupaten terdapat koperasi yang mempunyai modal yang cukup kuat. Sebagai contoh, koperasi serba usaha BMT serambi madinah yang telah memiliki modal
mencapai
Rp.
2,5
milyar.
Koperasi
semacam
ini
sesungguhnya tidak lagi menghadapi persoalan modal. Yang diperlukan oleh koperasi semacam ini adalah arahan dan binaan agar bisa berkembang dengan baik dan semakin maju. Disamping itu, Penyediaan Dana Perkuatan koperasi hendaknya tidak menggunakan target tahun anggaran sehingga masingmasing pemerintah daerah tidak “dipaksa” untuk menyiapkan sejumlah koperasi calon penerima bantuan dalam waktu yang singkat. Kebijakan seperti itu dapat memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk lebih leluasa untuk menseleksi koperasi yang benar-benar layak.
4.4.
Pola Pengembangan Ideal
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
54
Dari gambaran kinerja dan hambatan pengembangan dana perkuatan
yang
telah
dilaksanakan
oleh
koperasi
sampel,
sebagaimana dijelaskan diatas maka pola penyediaan Dana Perkuatan
untuk
UMKM
melalui
koperasi
hendaknya
memperhatikan hal-hal berikut: a. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Seperti telah disebutkan sebelumnya, umumnya sumberdaya manusia yang mengelola koperasi masih relatif sangat rendah, baik dari sisi pendidikannya maupun dari segi pengetahuannya tentang bagaimana mengelola koperasi secara baik. Agar koperasi/UMKM penerima bantuan dapat mengelola dana secara baik, maka pemerintah harus meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Salah satu caranya adalah dengan memberikan kesempatan kepada pengurus koperasi untuk mengikuti pendidikan dan latihan baik itu latihan kepemimpinan maupun pelatihan pengelolaan keuangan. Pemerintah dapat Dengan demikian, diharapkan koperasi-koperasi penerima pula memberikan pengetahuan tentang bagai mana melkukan fungsi manajemen seperti perencanaan, organizing, actuating, dan controlingl. Diharapkan melalui pelatihan semacam ini bantuan
yang
diberikan
pemerintah
dapat
berkembang
dengan baik sehingga tujuan dan sasaran dan harapan pemerintah akan bisa tercapai. b. Melakukan seleksi yang ketat dan objektif. Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang tepat dalam hal pemberian
bantuan
kepada
koperasi,
pemerintah
harus
melakukan suatu seleksi yang relatif ketat. Seleksi yang ketat dimaksudkan agar koperasi-koperasi yang nantinya menerima bantuan adalah koperasi yang betul-betul memenuhi kriteria Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
55
sesuai dengan yang ditetapkan dan dipersyaratkan dalam juknis masing-masing program bantuan. Dengan cara seperti ini tidak akan adalagi koperasi dadakan yang baru muncul pada saat
bantuan
pemberian
akan
dikucurkan.
Keberhasilan
bantuan
hendaknya
tidak
program
hanya
diukur
berdasarkan besarnya dana yang disalurkan, akan tetapi harus pula memperhatikan ketepatan dalam memberikan bantuan. c. Salah satu strategi yang dapat dilakukan agar seleksi dapat berjalan secara tepat adalah dengan cara melakukan visitasi kepada koperasi/ukm yang diusulkan oleh pemerintah daerah. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, pemerintah daerah seringkali
berupaya
agar
koperasi
di
daerah
mereka
mendapatkan bantuan dalam jumlah besar, sehingga sering mengabaikan persyaratan, bahkan agar koperasi-koperasi di daerah mereka terlihat memenuhi syarat, maka pemerintah daerah ikut memeberikan rekomendasi kepada koperasi/UKM yang secara objektif belum layak dan eligible untuk menerima bantuan.
Penyaluran
Dana
perkuatan
hendaknya
tidak
dilakukan berdasarkan kuota per-wilayah kabupaten / kota tetapi berdasarkan kuota provinsi.
Dengan sistem ini maka
akan lebih besar peluang bagi provinsi untuk memilih koperasi terbaik sebagai calon penerima bantuan. d. Melakukan pembinaan secara berkesinambungan Agar koperasi penerima bantuan bisa berkembang dan mampu mengembalikan pinjaman yang diberikan, maka pemerintah harus melakukan pembinaan secara terus menerus dan berkesinambungan. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan cara memberikan pemahaman Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
56
kepada pemilik dan anggota koperasi bahwa koperasi yang mereka kelola adalah milik bersama. Pemerintah juga harus memberikan
pemahaman
bahwa
koperasi
harus
dikembangkan melalui proses yang lebih partisipatif, tidak dengan sistem dadakan. Koperasi tidak bisa ditumbuhkan dengan hanya mengumpulkan sejumlah orang ke dalam suatu organisasi, tanpa menumbuhkan rasa kebersamaan dan ikatan sosial
di
antara
para
anggotanya.
Untuk
itu
pola
pengembangan koperasi yang dilakukan secara bertahap melalui suatu proses yang alami diharapkan akan menghasilkan koperasi yang tangguh. Disamping itu, pembinaan yang berkesinambungan oleh pemerintah daerah terhadap koperasi penerima Dana Perkuatan. menghindari
adanya
Pembinaan ini penting untuk
penyimpangan
dari
penggunaan
bantuan yang diberikan secara lebih dini.
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
57
5.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dana yang dikucurkan oleh pemerintah digunakan oleh koperasi/UMKM untuk kegiatan yang cukup beragam. Tidak semua koperasi/UMKM menggunakan dana sesuai tujuan program
bantuan
pemerintah
dan
rencana
awal
koperasi/UMKM bersangkutan. 2. Modal
bukanlah
satu-satunya
faktor
penghambat
berkembangnya koperasi. Faktor-faktor lain yang juga menjadi penghambat berkembangnya koperasi penerima bantuan adalah kualitas sumberdaya manusia, seleksi, perencanaan, pembinaan, pengawasan, serta kebijakan pemerintah. 3. Semua koperasi/UMKM yang mendapatkan bantuan dana khususnya
pinjaman
dari
pemerintah
ternyata
belum
mengembalikan dana tersebut secara total. Meski sudah ada yang mencicil, namun cicilan tersebut masih relatif kecil dibandingkan dengan dana yang dipinjam. 4. Sebagian besar dari koperasi/UMKM yang memperoleh bantuan dari pemerintah gagal dalam meningkatkan kinerjanya. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: tidak adanya arah program koperasi yang jelas, kurangnya pengetahuan dalam
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
58
menjalankan aktivitas, kesulitan dalam mengembalikan tingkat bunga pinjaman, serta seleksi awal dari pemerintah ketika dana pinjaman tersebut dikucurkan. 5. Banyak pola-pola bantuan teknik yang kurang efektif, antara lain karena penerapan pola umum tersebut secara atas-bawah (top-down) kurang mempertimbangkan aspek kelayakannya menurut kondisi spesifik obyek binaan di lapangan, serta kurang konsistennya
dukungan
sumberdaya
dan
lemahnya
manajemen. 6. Belum
efektifnya
mekanisme
bawah-atas
(bottom-up)
di
lapangan. Kucuran dana yang diberikan oleh pemerintah belum mengakomodir kebutuhan yang betul-betul real dari koperasi/UMKM. 5.2. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan kesimpulan di atas, rekomendasi kebijakan yang dapat dikemukakan agar pemanfaatan dana bantuan pemerintah terhadap UMKM di Provinsi Jambi dapat optimal adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah
perlu
melakukan
pembinaan
yang
berkesinambungan agar Koperasi/UMKM bisa mengembangkan usahanya
sesusai
dengan
tujuan
pemerintah.
Bentuk
pembinaan yang dapat dilakukan antara lain adalah melalui pembinaan
manajemen
administrasi,
kelembagaan,
dan
kewirausahaan terutama kepada koperasi/UMKM yang belum berhasil meningkatkan kinerjanya. 2. Pemerintah perlu memperhatikan kondisi koperasi/UMKM yang akan diberikan bantuan dan memilah-milah jenis bantuan sesuai dengan kebutuhan koperasi/UMKM di lapangan. Pola Top Down Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
59
sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan. Tidak semua koperasi menghadapi persoalan yang sama dan tidak semua koperasi membutuhkan bantuan yang sama. Oleh karena itu, perlu dilakukan inventarisasi
kebutuhan koperasi/UMKM. Dengan
demikian, diharapkan bantuan yang diberikan bisa tepat sasaran. 3. Pemerintah juga harus memilah koperasi/UMKM yang perlu dibantu. Tidak semua koperasi harus dibantu. Sebagai contoh, koperasi yang sudah maju dan memiliki manajemen yang sudah baik tidak lagi dibantu secara finansial. Koperasi/UMKM seperti ini
harus
didorong
untuk
mentransfer
pengetahuan
dan
pengalamannya kepada koperasi yang belum maju.
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
60
Daftar Pustaka Anonim, 2008a. Kebijakan Pembagungan UMKM Departement Industri dan Perdagangan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 2008b.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Depkumdang dan HAM, Jakarta Asian Development Bank (2001), Small Scale Business Enterprise, AD B Report. Manila. BPS. (2008). Badan Pusat Statistik. Biro Pusat Statistik, Jakarta. BPS. (2008). Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi Haryadi, Saparuddin, Hodijah (2008), Pola Pembinaan Usaha Kecil Menengah di Kabupaten Sarolangun. Kerjasama Universitas Jambi dan Pemerintah Kabupaten Sarolangun. Sarolangun. Hafsah, M.J. 2004, upaya pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM), Infokop Nomor 25 Tahun XX Naisbitt, John, Global Paradox, New York : Avon Books, 1993 Prawiranegara AS, 1998, Kebijaksanaan Pembinaan Pengusaha Kecil Khususnya Tentang Organisasi Usaha di Indonesia”, dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial, Pengusaha Kecil : Penting dan Kompleksitas Masalahnya, Jakarta : PAU-IS-UI, November 1994 Sucherly (2003), Peranan Manajemen Pemasaran Stratejik dalam Menciptakan Keunggulan Posisional serta Implikasinya terhadap Kinerja Organisasi Bisnis dan Non Bisnis (Pendekatan 5-A). Orasi Ilmiah. Universitas Padjajaran, Bandung. Tambunan, Mangara (2004) Melangkah ke depan UMKM dalam Perekonomian Indonesia di masa depan, Makalah pada Debat Ekonomi ESEI, 2004, Jakarta Convention Centre, 15-16 September 2004.
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
61
Lampiran
KOPERASI /LKM SAMPEL KEGIATAN SURVEY PEMANFAATAN BANTUAN PEMERINTAH BAGI UKM Program
Nama Koperasi/LKM
P3KUM Konvensi onal
1. KUD Gunung Tujuh 2. Kop. Jaya Bersama 3. KUD Depati Parbo 4. Kop. Karya Bersama 5. Kop. Tenun Songket 6. KUD Sinar Kerakap 7. Koppas Bungo Dani 8. KUD Sari Mukti 9. KUD Pelayangan 10. Kop. Mitra Sejati S 11. Kop. Kharisma 12. Kop. Swakerta 1. KSU Serambi Madinah 2. KUD Jitu Mekar Jaya 1. Kop Fauna Lestari 2. Kop. Pandai Besi 1. Kopwan Bhakti Ibu 2. Koperasi Ibu
Kab. Kerinci Kab. Kerinci Kab. Kerinci Kab. Kerinci Kab. Bungo Kab. Bungo Kab. Bungo Kab. Bungo Kota Jambi Kota Jambi Kota Jambi Kota Jambi Kab. Kerinci Kab. Bungo Kab. Bungo Kota Jambi Kab. Bungo Kab. Kerinci
2007 2006 2007 2006 2007 2006 2007 2006 2007 2007 2007 2006 2006 2006 2004 2004 2007 2006
Nilai (Rp. Jt) 100 50 100 50 100 50 100 100 100 100 100 100 50 50 350 350 100 100
1. 2. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kab. Kerinci Kota Jambi Kab. Kerinci Kab. Bungo Kota Jambi Kota Jambi Kota Jambi Kota Jambi Kab. Kerinci Kab. Kerinci Kab. Bungo Kab. Bungo Kab. Bungo Kab. Bungo Kab. Bungo Kota Jambi Kota Jambi
2005 2005 2006 2007 2007 2007 2007 2007 2004 2007 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004
500 500 200 200 200 200 837 837 900 250 5.428 200 3.000 250 2.122 100 100
P3KUM Syariah MAP PERKASS A dan P2WUM Agribisnis TPU Santri
Prospek Mandiri Lain-lain
KUD Margo Mukti Kop. Kaya Makmur PP Nurul Haq PP Tarbiyah Islamiah PP Al Hidayah PP As’ad Kop. Bina Cipta Mandiri Kop. Mandiri Bersama Koppontren Nurul Haq KUD Depati Parbo Kop. Fauna Lestari Kop. Usaha Niaga Kop. Sawit Mitra Usaha Kop. Bungo Serumpun Kop. Wana Lestari Kop. Usahatani Kop. Harapan Bintang
Lokasi
Kajian Pemanfaatan Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan UMKM
Tahun
62