FATWA MUI PROVINSI JAMBI … 43
Fatwa MUI Provinsi Jambi dan Pengaruhnya pada Penyuluh Agama Islam di Provinsi Jambi Bambang Husni Nugroho Fakultas Ushuluddin IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi Abstrak: Penelitian ini dimaksudkan untuk menggambarkan tipologi fatwa, proses sosialisasi dan efek fatwa MUI Provinsi Jambi pada penyuluh agama Islam di Provinsi Jambi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mengambil empat subjek penelitian di dua Kabupaten/Kota dalam Provinsi Jambi. Dari penelitian ini diketahui bahwa selain fatwa yang dikeluarkan melalui prosedur resmi, terdapat pula fatwa yang ditelurkan secara individual di MUI Provinsi Jambi. Selain itu, tidak terstrukturnya proses sosialisasi fatwa berakibat pada rendahnya pemahaman dan bahkan resistensi dari penyuluh agama Islam di Provinsi Jambi sendiri. Kata-kata Kunci: Fatwa, MUI Provinsi Jambi, Penyuluh Agama Islam.
Pendahuluan Secara umum di Indonesia, sebuah konsorsium yang dipandang memiliki otoritas menelurkan fatwa hukum, yang fatwa tersebut memiliki efek keberlakuan meluas tanpa memandang asal Ormasadalah Majelis Ulama Indonesia (selanjutnya disebut MUI). Dibentuk pada 26 Juli 1975, dengan anggota 26 Propinsi, termasuk Jambi.i Dalam perjalanannya sebagai organisasi Ulama di level nasional, MUI kerap dituding sebagai perpanjangan tangan pemerintah dan alat legitimasi atas segala kebijakan pemerintah. Dan dalam sejarah fatwanya, MUI hampir tidak mampu berdaya menghadapi tekanan pemerintah. Demikian disinyalir oleh Atho’ Mudzhar.ii Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
44 BAMBANG HUSNI NUGROHO
Bahkan belakangan, setelah rezim Orde Baru tak lagi berkuasa, fatwa MUI masih tetap dianggap tak memiliki efek signifikan bagi masyarakat. Hingga dalam International Conference of Fatwa tahun 2012, Menko Kesra—Agung Laksono—menyatakan gagasan tentang pentingnya fatwa dapat disahkan oleh negara dan diproses secara konstitusional sebagai Undang-undang yang berlaku mengikat.iii Sebagian besar masyarakat Jambi, di sisi lain, adalah masyarakat Islam. Setidaknya itu digambarkan dalam lambang Provinsi Jambi yang memuat masjid dalam latar utamanya.iv Pernyataan itu juga dibuktikan dengan data jumlah pemeluk agama Islam di 10 Kabupaten/Kota se-Provinsi Jambi yang memang menempati angka jauh lebih besar ketimbang pemeluk agama lainnya. Dari total 3.156.000 (tiga juta seratus lima puluh enam ribu) jiwa penduduk Provinsi Jambi, pemeluk agama Islam menempati angka 2.994.783 (dua juta sembilan ratus sembilan puluh empat ribu tujuh ratus delapan puluh tiga) jiwa atau sebanyak kira-kira 94,5 %.v Secara kuantitatif, sebagai sebuah lembaga fatwa, MUI Provinsi Jambi tergolong amat produktif dalam mengeluarkan fatwa. Dalam rentang tahun 2010 hingga akhir 2013 saja, MUI Provinsi Jambi telah mengeluarkan 506 fatwa tentang kehalalan produk dan delapan fatwa tentang masalah akidah, aliran keagamaan, ibadah serta bidang sosial dan budaya.vi Namun dalam penciuman lapangan yang dilakukan peneliti, didapatkan fakta-fakta yang tampak kontradiktif. Misalnya seperti apa yang dinyatakan oleh M. Amin, seorang penyuluh agamaIslam ternama di Provinsi Jambi, yang berkeliling dari masjid ke masjid di dalam Provinsi Jambi selama sembilan tahun terakhir: “Dalam posisi saya sebagai dai yang berkeliling dari masjid ke masjid di dalam wilayah Provinsi Jambi selama sembilan tahun terakhir, tidak pernah ada masyarakat yang bertanya atau mengkonfirmasi mengenai fatwa MUI Provinsi Jambi. Fatwa yang memang berasal dari MUI Provinsi Jambi, saya belum pernah mendengarnya.”vii
Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
FATWA MUI PROVINSI JAMBI … 45
Demikian pula Hasbullah, menyampaikan hal senada: “Saya belum pernah mendengar fatwa apapun yang berasal dari MUI Provinsi Jambi.”viii Di lain pihak, Sekretaris Umum MUI Provinsi Jambi menyatakan: “Fatwa-fatwa yang diterbitkan telah disosialisasikan dalam Rapat Kerja Tahunan para pengurus MUI Kabupaten/Kota dan Provinsi Jambi. Selain itu, salinan fatwa-fatwa tersebut juga dikirimkan ke pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Jambi. Tembusan yang sama juga dikirimkan pada para pengurus MUI Kabupaten/Kota seProvinsi Jambi.”ix\ Fakta lapangan yang tampak kontradiktif ini memunculkan sebuah pertanyaan teoritis yang besar, apakah fatwa MUI Provinsi Jambi berpengaruh terhadap penyuluh agama Islam di Provinsi Jambi? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata fatwa diartikan sebagai jawab (keputusan, pendapat) yg diberikan oleh mufti tentang suatu masalah; atau nasihat orang alim; pelajaran baik; petuah. Sedangkan pekerjaannya disebut sebagai berfatwa atau memfatwakan.x Secara etimologi, kata fatwa berasal dari bahasa Arab alfatwa. Menurut Ibn Manzhu>r, kata ini merupakan bentuk mashdardari kata fata>, yaftu>, fatwa>yang bermakna “muda,” “baru,” “penjelasan” dan “penerangan.” Pendapat ini senada dengan yang dilontarkan al-Fayumi. Dia menyebutkan bahwa al-fatwa berasal dari kata al-fata yang berarti “pemuda yang kuat.” Sehingga seorang yang berfatwa disebut sebagai mufti>karena orang tersebut diyakini mempunyai kekuatan dalam memberikan penjelasan dan jawaban terhadap permasalahan yang dihadapkan padanya sebagaimana kekuatan yang dimiliki seorang pemuda. Sedangkan menurut al-Jurja>ni>, fatwa berasal dari kata alfatwa>atau al-futya> yang berarti “jawaban terhadap suatu permasalahan (musykila>t) dalam bidang hukum.” Sehingga fatwa
Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
46 BAMBANG HUSNI NUGROHO
dalam pengertian ini juga diartikan sebagai memberikan penjelasan (al-iba>nah).xi Al-Zamakhsyari> (W. 538 H) mendefinisikan fatwa sebagai “penjelasan hukum syara’ tentang suatu masalah atas pertanyaan seseorang atau kelompok. Al-Sya>thibi> menyatakan bahwa fatwa dalam arti ifta’ berarti “keterangan-keterangan tentang hukum syara’ yang tidak mengikat untuk diikuti.”xii Yu>suf al-Qardha>wi> mendefinisikan fatwa sebagai “keterangan mengenai hukum syara’dalam suatu persoalan sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh mustafti>(peminta fatwa) baik secara perorangan atau kolektif.xiii Nico J. G. Kaptein menyebutkan bahwa kata dalam bentuknya yang paling mendasar, ada dua unsur fatwa: 1. Sebuah pertanyaan yang diajukan kepada ulama tentang sebuah topik tertentu oleh seorang atau beberapa orang mukmin guna mendapatkan pendapat dan pandangan ulama tersebut tentang topik tersebut menurut pandangan Islam. Orang-orang yang mengajukan pertanyaan ini disebut mustafti>. Sedangkan proses pengajuan pertanyaannya dinamakan istifta>’. 2. Jawaban yang diberikan ulama atas pertanyaan tersebut (fatwa). Dan ulama yang memberikan jawaban tersebut dinamakan mufti>.xiv Menurutnya pula, ada empat tipologi fatwa: (1) fatwa-fatwa tradisionalis; (2) fatwa-fatwa modernis; dan (3) fatwa-fatwa kolektif dan (4) pendapat ulama yang tampak serupa dengan fatwa.xv Ketika menjelaskan tentang fatwa-fatwa tradisionalis, Kaptein mencontohkan pada sebuah kumpulan fatwa yang berjudul Muh}imma>t al-Nafa>’is fi> Baya>n as’ila>t al-Hadi>ts. Kumpulan fatwa ini diproduksi pada perempat terakhir abad ke-19, dan sebagian besarnya dikeluarkan oleh mufti Syafi’iyyah Mekkah, Ah}mad Dah}la>n (w. 1886). Kumpulan fatwa ini dirujuk oleh Kaptein karena ia dikeluarkan sebagian besarnya atas adanya permintaan fatwa dari kaum muslimin di daerah MalayaIndonesia.xvi Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
FATWA MUI PROVINSI JAMBI … 47
Kumpulan fatwa ini memuat banyak hal. Di antaranya adalah masalah ritual, mawa>rits, muna>kah}a>t, makanan, etika perilaku, kebiasaan setempat (adat), dan pola hubungan dengan pemerintah Belanda yang non-muslim.xvii Ketika menjelaskan tentang fatwa-fatwa modernis, Kaptein merujuk pada fatwa yang diproduksi pada sekitar era 1930-an. Contoh yang diajukannya adalah fatwa-fatwa Ah}mad H{assa>n (w. 1958). Fatwa-fatwa H{assa>n sebagian besarnya termuat dalam Majalah Pembela Islam, yang diterbitkan dan dikelola oleh PERSIS (Persatoean Islam) di mana H{assa>n adalah ketua umumnya. Majalah ini memuat sebuah bagian khusus tentang konsultasi masalah keagamaan, dan termasuk di dalamnya beberapa masalah sosial kemasyarakatan pula. Bagian itu bertajuk Soeal Djawab. Selain perbedaan era, faktor yang menjadi karakteristik utama dari fatwa-fatwa modernis adalah bahwa para peminta fatwa tidak lagi merujuk pada mufti Mekkah untuk mendapat jawaban atas pertanyaan mereka. Alih-alih melakukan itu, mereka justru mempercayakan pertanyaan mereka untuk dijawab oleh sebuah otoritas fiqh (baca: ulama) di negeri sendiri. Di samping itu, aspek bahasa juga menjadikan fatwa modernis menjadi berbeda dengan fatwa tradisionalis. Ketika fatwa tradisionalis ditulis dalam bahasa Arab atau menggunakan tulisan Arab Melayu, fatwa modernis yang dikeluarkan H{assa>n malah menggunakan tulisan latin dan menggunakan bahasa Indonesia. Bahkan belakangan, fatwa-fatwa tersebut diterjemahkan ke bahasa Sunda.xviii Dalam penjelasannya mengenai fatwa-fatwa kolektif, Kaptein mengambil fakta dari apa yang dilihatnya pada tiga organisasi besar. Tiga organisasi tersebut adalah Nahdlatul Ulamaxix dengan lembaga Bahts al-Matsa>’il,xx Muhammadiyah dengan lembaga Majelis Tarjih, dan Majelis Ulama Indonesia dengan Komisi Fatwa. Dalam penjelasan mengenai pendapat ulama yang tampak serupa dengan fatwa, Kaptein merujuk pada apa yang terdokumentasi dalam rubrik Taushiyah yang terdapat dalam majalah Mimbar Ulama, yang merupakan corong MUI kepada khalayak. Kaptein menyatakan bahwa meski dirilis oleh MUI sekalipun, pendapat-pendapat ulama tersebut lebih banyak Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
48 BAMBANG HUSNI NUGROHO
berkenaan tentang masalah politik, berbeda dengan tipologi fatwa modern dan kolektif yang lebih bernuansa ritual.xxi Uniknya, penamaan pendapat-pendapat yang berkesan sporadis ini memiliki ragam yang cukup berwarna. Adakalanya ia diistilahkan sebagai tadzkirah, adakalanya ia disebut pernyataan sikap, kadang disebut sebagai himbauan, amanat, dan dapat pula berupa sumbangan pemikiran.xxii Berbeda dengan umumnya fatwa MUI, proses produksi tadzkirah, pernyataan sikap, himbauan, amanat dan sumbangan pemikiran tidaklah melalui prosedur yang seketat fatwa MUI pada umumnya. Karenanya, posisi otoritas keberlakuan hal-hal di atas tidaklah dianggap sama dengan fatwa. Perbedaan lainnya adalah pada motif produksinya. Jika fatwa MUI lahir umumnya disebabkan karena adanya pertanyaan ataupun permintaan dari pihak lain, maka tadzkirah, pernyataan sikap, himbauan, amanat dan sumbangan pemikiran lahir akibat adanya kejadian tertentu yang menuntut adanya reaksi ulama.xxiii Senada dengan pengklasifikasian Kaptein, Agustianto, seorang anggota Pleno Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam tulisannya “Rekonstruksi Fatwa Ekonomi Syariah” sebagaimana dikutip oleh Tim Kajian Fatwa menyebut bahwa ada dua jenis fatwa: (1) fatwa/ijtihad jama>’i>yang dilakukan secara kolektif dan dalam sifatnya lebih mendekati ijma>’ (2) fatwa/ijtihad fardhi>yang dilakukan ulama secara individu.xxiv Di antara penelitian yang mendiskusikan MUI adalah penelitian M. Atho’ Mudzhar yang berupa disertasi berjudul Fatwas of the Council of Indonesia Ulama: a Study of Islamic Legal Thought in Indonesia 1975-1988. Penelitian ini dirilis tahun 1993xxv. Dari judulnya, diketahui bahwa rentang masa penelitian ini jelas berbeda dengan penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti. Mudzhar membatasi pada tahun 1975-1988, dan peneliti membatasi pada tahun 2010-2013. Tulisan M. B. Hooker yang berjudul Indonesian Islam: Social Change Through Contemporary Fata>wa>(2003) juga adalah sebuah karya yang tak dapat diabaikan ketika mendiskusikan fatwa MUI. Hooker menampilkan diskusi menarik tentang fatwa atas Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
FATWA MUI PROVINSI JAMBI … 49
beberapa hal. Di antaranya adalah mengenai kewajiban ritual seseorang dalam Islam, diskusi mengenai status dan kewajiban seorang wanita dalam Islam serta bagaimana pandangan fatwa atas sains modern, khususnya berkenaan dengan bidang medis.xxvi Berikutnya adalah penelitian Nico J. G. Kaptein berjudul The Voice of ‘Ulama>’: Fatwas and Religious Authority in Indonesia (2004). Bahasan mengenai tipologi fatwa yang ada di Indonesia sangat representatif. Diskusi mengenai itu bahkan dijadikan kerangka teori dalam penelitian ini.xxvii Berikutnya adalah rentetan penelitian atas fatwa-fatwa MUI tertentu, umumnya membahas tentang metodologi perumusan fatwanya dan uji kesahihan atas istidla>l yang dilakukan MUI. Misalnya tulisan Nadirsyah Hosen bertajuk Religion and Indonesian Constitution: A Recent Debate (2005), membahas tentang pasal 29 dalam amandemen UUD 1945 dan polemik yang ada di dalamnya.xxviii Demikian pula tulisan Micael Laffan berjudul The Fatwa> Debated? Shu>ra> in One Indonesian Context (2005), yang lebih banyak mendiskusikan tentang Nahdlatul Ulama dengan Bahtsul Masa’il-nya.xxixMoch. Nur Ichwan juga membuat riset yang baik mengenai MUI, penelitiannya ‘Ulama>’, State and Politics: Majelis Ulama Indonesia after Suharto dipublikasikan pada tahun 2005.xxx Muhammad Abdun Nasir dan Asnawi juga menghasilkan publikasi penelitian mengenai MUI yang diberi judul The Majelis Ulama’s Fatwa> on Abortion in Contemporary Indonesia (2011).xxxiDemikian pula Bahrul Ulum yang mengetengahkan judul Fatwa of the Council of Indonesian Ulama on Golput (Vote Abstention): A Study of Contemporary Islamic Legal Thought in Indonesia, 2009 yang dirilis pada tahun 2011.xxxiiSalah satu penelitian terbaru yang membahas tentang MUI dihasilkan oleh Mu’im Sirry yang bertajuk Fatwas and Their Controversy: The Case of the Council of Indonesian Ulama (MUI) yang dipublikasikan pada Februari 2013.xxxiii Berbeda dengan semua penelitian yang disebutkan di atas, penelitian ini tidaklah membahas mengenai fatwa MUI dari sudut istidla>l, bukan pula mendiskusikan mengenai metodologi dan metode pengambilan keputusan dalam perumusan fatwa. Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
50 BAMBANG HUSNI NUGROHO
Penelitian ini lebih menajamkan pembahasan pada aspek pengaruh fatwa MUI pada masyarakat. Dan karena keterbatasan waktu dan dana, juga agar lebih mengerucutkan pembahasan, penelitian ini hanya membahas mengenai fatwa MUI Provinsi Jambi, dan bukannya meneliti MUI secara nasional. Fatwa yang diteliti pengaruhnya hanyalah fatwa mengenai masalah akidah, aliran keagamaan, ibadah serta bidang sosial dan budayayang diproduksi mulai Januari 2012 hingga Desember 2013. Sebagai sebuah penelitian, usaha ini memiliki dua tujuan: untuk memaparkan tentang proses perumusan dan sosialisasi fatwa di MUI Provinsi Jambi dan menggambarkan persepsi penyuluh agama Islam di Provinsi Jambiterhadap fatwa MUI Provinsi Jambi. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif, karena metode inilah yang dirasa tepat untuk mengungkapkan gejala holistik-konstektual dengan latar alami seraya memanfaatkan peneliti sendiri sebagai instrumen kunci dalam penelitian.xxxiv Model pendekatan yang digunakan adalah sosiologis.xxxv Metode penyajian data yang digunakan bersifat deskriptifanalitis. Dikatakan deskriptif karena peneliti akan memaparkan apa adanya (latar alami) dari temuan lapangan. Dikatakan analitis karena penulis juga berusaha menemukan pengaruh fatwa MUI Provinsi Jambi atas penyuluh agama Islam di Provinsi Jambi. Penelitian ini juga diharapkan mampu memetakan tipologi fatwa— yang mungkin saja unik dan spesifik—yang ada dan beredar di Jambi. Pada area, penelitian mengambil sampel dua Kabupaten/Kota dalam Provinsi Jambi, yaitu Kabupaten Muaro Jambi dan Kota Jambi. Subyek penelitian adalah para pengurus MUI Provinsi Jambi, utamanya ketua dan anggota Komisi Fatwa. Namun untuk melihat persepsi penyuluh agama Islam di Provinsi Jambi atas fatwa yang diproduksi, penulis mengambil empat penyuluh agama Islam Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
FATWA MUI PROVINSI JAMBI … 51
sebagai subyek penelitian. Keempat penyuluh agama Islam ini diberi kode PAF-1, PAF-2, PAF-3 dan PAF 4. Teknik purposive digunakan dalam sampling untuk mendapatkan sampel yang dapat digeneralisasi dan dipandang mewakili seluruh populasi. Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diterima dari informan dan secara langsung menjawab pertanyaan penelitian. Data primer diambil dari hasil wawancara dengan para pengurus MUI Provinsi Jambi, utamanya para ketua dan anggota Komisi Fatwa. Hasil wawancara dari penyuluh agama Islam juga dianggap sebagai data primer jika berkenaan dengan persepsi mereka atas fatwa MUI Provinsi Jambi. Data sekunder dalam penelitian ini misalnya diambil dari situs resmi MUI Pusat mengenai prosedur resmi penerbitan fatwa, dokumentasi fatwa MUI Provinsi Jambi, foto dan buku-buku teks yang menambah pengayaan informasi . Data penelitian dikumpulkan dengan tiga cara: observasi, wawancara dan dokumentasi. Hal-hal yang diobservasi pada penelitian ini adalah gejala yang terjadi di lapangan dalam hal perumusan fatwa, sosialisasinya dan respon masyarakat atasnya.Metode wawancara digunakan untuk mendapatkan data mentah mengenai hal-hal yang menjadi pertanyaan penelitian. Dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data yang tak dapat diperoleh melalui metode observasi ataupun wawancara. Misalnya mengenai prosedur penerbitan fatwa, salinan fatwa-fatwa yang diproduksi dan berita acara sidang Komisi Fatwa. Dalam teknik analisis, peneliti menggunakan teknik Miles dan Huberman sebagaimana dikutip oleh Sugiyono sebagai berikut: 1. Reduksi Data (Data Reduction) 2. Penyajian Data (Data Display) 3. Verifikasi Data (Conclusion Drawing)xxxvi Pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan teknik perpanjangan keikutsertaan di mana peneliti benar-benar melibatkan diri dengan masyarakat dalam hal mengamati dan mengetahui respon mereka atas fatwa MUI Provinsi Jambi.Triangulasi data juga dilakukan untuk mencari kecocokan
Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
52 BAMBANG HUSNI NUGROHO
data antara wawancara dengan observasi dan dokumentasi yang diperoleh. Tipologi Fatwa MUI Provinsi Jambi Secara resmi, jika dibagi menurut variasi isinya, ada dua tipe fatwa yang dikeluarkan oleh MUI Provinsi Jambi. yaitu: 1. Fatwa yang berkenaan dengan masalah akidah, aliran keagamaan, ibadah serta bidang sosial dan budaya; 2. Fatwa yang berkenaan dengan masalah kehalalan produk. Tapi apa yang ditemukan di lapangan dalam riset ini menunjukkan hasil yang lebih dari pada itu. Ternyata fatwa MUI Provinsi Jambi juga dapat dibedakan menurut prosedur fatwanya. Ada dua macam pembagian fatwa di MUI Provinsi Jambi jika dilihat dari aspek ini: 1. Fatwa yang dikeluarkan melalui prosedur resmi fatwa; 2. Fatwa yang secara individu dikeluarkan oleh salah satu individu pengurus MUI Provinsi Jambi—utamanya Komisi Fatwa, tidak melalui prosedur resmi fatwa, namun difahami masyarakat sebagai fatwa MUI Provinsi Jambi. Keberadaan fatwa nomor (2) di atas tidak dipungkiri oleh Rahmadi: “Tampaknya memang ada dua model fatwa di MUI Provinsi Jambi: Jika diminta melalui surat resmi, produksi fatwa biasanya akan melalui prosedur resmi pula, yaitu melalui rapat atau sidang Komisi Fatwa. Tapi jika pertanyaan itu diajukan secara lisan atau langsung oleh seseorang, misalnya dalam sebuah dialog publik, atau dapat pula terjadi ketika (unsur pengurus) MUI sedang menjadi narasumber dalam sebuah acara, atau ada wartawan yang bertanya dalam sebuah wawancara, jawaban yang diberikan adalah jawaban langsung. (Kendatipun) jawaban langsung, (ia) tetap didasarkan pada metode fiqh atau ushul fiqh yang baku.”xxxvii Lebih lanjut Rahmadi menyatakan: “Itu menjadi persoalan sejak dari dulu. Ketika seseorang menjadi Ketua MUI—yang mana hal itu juga terjadi pada Pak Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
FATWA MUI PROVINSI JAMBI … 53
Leman (Prof. KH. Sulaiman Abdullah, Ketua Umum MUI Provinsi Jambi sebelumnya).Ketika dia mengeluarkan fatwa, sangat sulit dibedakan apakah fatwa yang dikeluarkannya adalah fatwa pribadi sebagai dirinya sendiri ataukah fatwa kolektif dalam kapasitasnya sebagai Ketua MUI.”xxxviii Hal itu juga dibenarkan oleh A. Tarmizi, ketua Komisi Fatwa MUI Provinsi Jambi: “Individu yang bertanya mengenai masalah fiqh pada saya, saya menjawabnya tidak dalam kapasitas sebagai Ketua Komisi Fatwa. Saya menjawabnya atas nama pribadi. Karena untuk melahirkan fatwa resmi Komisi Fatwa, harus melalui prosedur yang resmi pula. Harus ada permohonan dari masyarakat. Atau ada kondisi riil di masyarakat yang menuntut adanya fatwa. Tapi kadangkala masyarakat sendiri yang memahaminya keliru, menyangka itu pernyataan saya sebagai Ketua Komisi Fatwa, padahal tidak.” xxxix Keterangan-keterangan di atas menjadi bukti nyata adanya fatwa dalam tipologinya yang lain di MUI Provinsi Jambi. Yaitu fatwa yang secara individu dikeluarkan oleh salah satu unsur MUI Provinsi Jambi—utamanya Komisi Fatwa, tidak melalui prosedur resmi fatwa, namun difahami masyarakat sebagai fatwa MUI Provinsi Jambi. Sosialisasi Fatwa MUI Provinsi Jambi Dalam proses sosialisasinya, fatwa MUI Provinsi Jambi terindikasi tidak disosialisasikan secara terstruktur. Hal itu terlihat ketika peneliti mencoba mengonfirmasi ke Bagian Kesra Pemerintah Kota Jambi, sumber peneliti menyatakan bahwa tidak pernah ada fatwa yang ditembuskan oleh MUI Provinsi Jambi ke Bagian Kesra Pemerintah Kota Jambi.xl Pernyataan ini diperkuat oleh petugas penerima surat di Bagian Kesra Pemerintah Kota Jambi.xli Lebih lanjut, peneliti mencoba menelusuri keberadaan arsip fatwa MUI Provinsi Jambi pada Ketua Komisi Fatwa MUI Kota Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
54 BAMBANG HUSNI NUGROHO
Jambi, namun yang bersangkutan juga menyatakan bahwa tidak pernah ada fatwa apapun yang ditembuskan dari MUI Provinsi Jambi. Begitupun dalam Raker, tidak ada fatwa yang dipublikasikan.xlii Demikian pula ketika dikonfirmasi dengan Bagian Kesra Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi, juga didapat fakta bahwa tidak pernah ada fatwa MUI Provinsi Jambi yang ditembuskan ke pemerintah Kabupaten Muaro Jambi.xliii Dalam penelusuran peneliti kemudian di sekretariat MUI Kabupaten Muaro Jambi, dinyatakan pula oleh Zamzami, Sekretaris Umum MUI kabupaten Muaro Jambi, bahwa yang bersangkutan belum pernah mendengar delapan fatwa yang berkenaan dengan masalah akidah, aliran keagamaan, ibadah serta bidang sosial dan budaya yang diterbitkan oleh MUI Provinsi Jambi.xliv Seluruh data di atas tampak mengindikasikan bahwa fatwa MUI Provinsi Jambi tidak disosialisasikan secara terstruktur. Persepsi penyuluh agama Islam di Provinsi Jambi Mengenai fatwa MUI Provinsi Jambi Untuk menjelaskan bagian ini, peneliti mengambil sampel empat orang Penyuluh Agama Fungsional Kementerian Agama Republik Indonesia. Keempat Penyuluh Agama Fungsional tersebut diberi kode PAF-1, PAF-2, PAF-3 dan PAF-4. PAF-1 adalah seorang perempuan bernama Rina Hirfina. Berusia 37 tahun. Dia bertugas sebagai penyuluh agama Islam fungsional Kementerian Agama di Kantor Urusan Agama Kecamatan Sakernan, Kabupaten Muaro Jambi. PAF-2 adalah seorang lelaki bernama Solman. Berusia 41 tahun. Dia bertugas sebagai penyuluh agama Islam fungsional Kementerian Agama di Kantor Urusan Agama Kecamatan Jaluko, Kabupaten Muaro Jambi. PAF-3 adalah seorang lelaki bernama Ridwan Jalil. Berusia 42 tahun. Dia bertugas sebagai penyuluh agama Islam fungsional Kementerian Agama di Kantor Urusan Agama Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi.
Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
FATWA MUI PROVINSI JAMBI … 55
PAF-4 adalah seorang lelaki bernama Zuirman. Berusia 55 tahun. Dia bertugas sebagai penyuluh agama Islam fungsional Kementerian Agama di Kantor Urusan Agama Kecamatan Kota Baru, Kota Jambi. Pemahaman Mengenai Keberadaan Organisasi MUI Provinsi Jambi PAF-1 mengaku pernah mendengar mengenai MUI Provinsi Jambi dan kiprahnya di masyarakat. Sekalipun ketika diajukan pertanyaan mengenai apa kegiatan MUI Provinsi Jambi yang pernah diketahuinya, dia tidak bisa menjawabnya. PAF-2 mengaku pernah mendengar mengenai MUI Provinsi Jambi. Menurutnya MUI Provinsi Jambi adalah lembaga yang sangat berguna ketika Ramadhan tiba untuk menetapkan awal dan akhir Ramadhan, serta untuk menetapkan jadwal shalat dan imsa>kiyyah. PAF-2 juga mendengar tentang kiprah MUI Provinsi Jambi dalam safari-safari dakwah Ramadhan ke daerah-daerah di dalam Provinsi Jambi. PAF-3 sudah lama mendengar tentang MUI Provinsi Jambi. Dia juga mampu menyebutkan berbagai peran MUI Provinsi Jambi. Dia juga adalah pengurus MUI Kecamatan Kota Baru Kota Jambi. PAF-4 juga acapkali mendengar mengenai eksistensi MUI Provinsi Jambi. Tapi dia juga tidak pasti mengenai apa saja kiprah MUI Provinsi Jambi. Pemahaman Mengenai Keberadaan Produk Hukum MUI Provinsi Jambi PAF-1 mengaku pernah mendengar tentang produk hukum yang berasal dari MUI Provinsi Jambi. Menurutnya produk hukum dimaksud adalah fatwa halal (fatwa mengenai kehalalan produk). Ketika dia diminta menyebutkan dua fatwa MUI Provinsi Jambi mengenai kehalalan produk, dia tidak dapat menyebutkannya. Adapun fatwa mengenai masalah akidah, aliran keagamaan, ibadah serta bidang sosial dan budaya, Dia belum pernah mendengarnya. PAF-2 mengaku hanya mendengar produk hukum mengenai jadwal shalat dan jadwal imsa>kiyyah pada bulan Ramadhan setiap Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
56 BAMBANG HUSNI NUGROHO
tahunnya. Adapun fatwa mengenai masalah akidah, aliran keagamaan, ibadah serta bidang sosial dan budaya, Dia belum pernah mendengarnya. Diakui bahwa inipun adalah salah satu keresahannya. Pernah beberapa kali, dia menemukan beberapa kelompok pengajian yang menurutnya “sedikit berbeda” dari cara pengajian yang selama ini diketahuinya. Perbedaan ini menimbulkan resistensi dari masyarakat. Dia sudah laporkan ini dengan MUI, dan dia mengharapkan MUI menyikapinya dengan fatwa. Tetapi hingga saat ini, tidak juga ada respon dari MUI berkenaan dengan hal ini. Dia tidak yakin apakah MUI ternyata sudah menerbitkan fatwa mengenai hal tersebut. Karena sekalipun demikian, fatwa mengenai hal itu belum pernah didengarnya. PAF-3 mengaku tidak pernah mendengar produk hukum apapun dari MUI Provinsi Jambi dalam periode kepengurusan yang sekarang. Dia menjawab ini dengan yakin. Menurutnya ini terjadi karena kurangnya sosialisasi. Padahal menurutnya penyuluh agama seperti dia wajib tahu tentang fatwa-fatwa tersebut, karena para penyuluh agama adalah ujung tombak dakwah yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dan umat. PAF-4 mengaku pernah mendengar beberapa produk hukum dari MUI Provinsi Jambi, meski tidak ingat apa saja produk-produk hukum dimaksud. Menurutnya ini terjadi karena fatwa-fatwa itu hanya diterbitkan, tapi tidak disosialisasikan kepada masyarakat. Sama seperti PAF-3, dia juga berpendapat bahwa penyuluh agama adalah orang yang harus tahu mengenai fatwa-fatwa MUI tersebut. Persepsi Penyuluh Agama Islam terhadap Fatwa MUI Provinsi Jambi Pada bagian ini, peneliti hanya mengambil satu sampel fatwa dari delapan fatwa yang ada, yaitu Fatwa Nomor 07 tahun 2012 tentang Hukum Penghormatan Terhadap Bendera. Fatwa ini dipilih dengan beberapa pertimbangan: 1. Fatwa ini relatif baru; 2. Fatwa ini relatif lebih memungkinkan timbulnya perdebatan karena sedikit banyak berkenaan dengan akidah masyarakat.
Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
FATWA MUI PROVINSI JAMBI … 57
Ketika ditanya apakah subyek penelitian pernah mendengar tentang fatwa tentang Hukum Penghormatan Terhadap Bendera, PAF-1, PAF-2 dan PAF-4 mengaku belum pernah mendengarnya. Hanya PAF-3 yang mengaku pernah mendengarnya. Sekalipun demikian, dia mengaku tidak ingat lagi tentang isi fatwa dimaksud. Ketika ditunjukkan salinan Fatwa Nomor 07 tahun 2012 tentang Hukum Penghormatan Terhadap Bendera, baik PAF-1, PAF2 dan PAF-4 kembali mengonfirmasi keterangannya bahwa mereka belum pernah mendengar mengenai fatwa dimaksud. Adapun PAF-3, ketika salinan Fatwa Nomor 07 tahun 2012 tentang Hukum Penghormatan Terhadap Bendera ditunjukkan padanya, dia mengaku pernah mendengar mengenai ini walaupun tak ingat isi fatwanya. Setelah diberi waktu membaca dan memahami, PAF-1, PAF-3 dan PAF-4 menyatakan kesepakatannya dengan isi fatwa yang menyatakan bahwa orang mukmin boleh hukumnya melakukan penghormatan terhadap bendera. Berbeda dengan tiga subyek penelitian lainnya, PAF-2 menyatakan ketidaksepakatannya dengan isi fatwa. Ini tetap ditegaskannya sekalipun dia telah dipersilakan membaca dan memahami fatwa dimaksud. Menurutnya, penghormatan terhadap bendera rentan berpengaruh pada akidah seorang mukmin. Karena itulah, penghormatan terhadap bendera seyogyanya tidak diperbolehkan bagi seorang mukmin. Cinta pada tanah air, menurutnya, dapat dimanifestasikan dalam berbagai hal tanpa harus memberi penghormatan terhadap bendera. Berfikir benar, bekerja benar sudah lebih dari cukup untuk membuktikan kecintaan kepada tanah air. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa fatwa MUI Provinsi Jambi nampak tidak tersosialisasi dengan baik pada para penyuluh agama Islam di Provinsi Jambi. Dan bahkan setelah fatwa ditunjukkan pada mereka, tidak seluruh penyuluh agama Islam itu sepakat dan sependapat dengan isi fatwa MUI Provinsi Jambi.
Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
58 BAMBANG HUSNI NUGROHO
Kesimpulan Secara resmi, jika dibagi menurut variasi isinya, ada dua tipe fatwa yang dikeluarkan oleh MUI Provinsi Jambi,yaitu Fatwa yang berkenaan dengan masalah akidah, aliran keagamaan, ibadah serta bidang sosial dan budaya serta Fatwa yang berkenaan dengan masalah kehalalan produk. Tapi apa yang ditemukan di lapangan dalam riset ini menunjukkan hasil yang lebih dari pada itu. Ternyata fatwa MUI Provinsi Jambi juga dapat dibedakan menurut prosedur fatwanya. Ada dua macam pembagian fatwa di MUI Provinsi Jambi jika dilihat dari aspek ini, yaitu fatwa yang dikeluarkan melalui prosedur resmi fatwa dan fatwa yang secara individu dikeluarkan oleh salah satu individu pengurus MUI Provinsi Jambi—utamanya Komisi Fatwa, tidak melalui prosedur resmi fatwa, namun difahami masyarakat sebagai fatwa MUI Provinsi Jambi. Begitupun dalam proses sosialisasinya, terindikasi bahwa fatwa MUI Provinsi Jambi tidak disosialisasikan secara terstruktur. Dari empat subjek penelitian yang diteliti untuk menelisik persepsi Penyuluh Agama Islam mengenai fatwa MUI Provinsi Jambi, diketahui bahwa fatwa MUI Provinsi Jambi nampak tidak tersosialisasi dengan baik pada para penyuluh agama Islam di Provinsi Jambi. Dan bahkan setelah fatwa ditunjukkan pada mereka, tidak seluruh penyuluh agama Islam itu sepakat dan sependapat dengan isi fatwa MUI Provinsi Jambi. Ini harusnya menjadi keprihatinan tersendiri bagi para pengambil kebijakan, akademisi dan utamanya para individu pengurus MUI Provinsi Jambi. Seharusnya MUI Provinsi Jambi menganggarkan sebuah pos dana khusus untuk sosialisasi. Jika ini dirasa cukup sulit, alternatif solusi dapat berupa melibatkan media dalam kepengurusan MUI, bisa dalam bentuk nota kesepahaman, sehingga diharapkan mereka dapat membantu dalam urusan sosialisasi fatwa. Dengan kata lain, kesigapan pengurus MUI untuk melihat celah kerjasama dengan segala pihak yang diperlukan adalah sebuah keniscayaan.
Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
FATWA MUI PROVINSI JAMBI … 59 Catatan: i Sejarah pembentukan MUI dapat dilihat pada M. Atho’ Mudzhar, Fatwas of the Council of Indonesia Ulama: a Study of Islamic Legal Thought in Indonesia 19751988 (Jakarta: INIS, 1993), hh. 45-54. Dapat pula dibandingkandenganhttp://mui.or.id/mui/tentang-mui/profil-mui/profil-mui.html, diakses tanggal 6 Maret 2014. ii Atho’ Mudzhar menggolongkan fatwa tentang kebolehan Jeddah dan bandara King Abdul Aziz sebagai tempat miqat; Keluarga Berencana secara umum; keabsahan penggunaan IUD (intrauterine device/spiral KB) sebagai beberapa fatwa MUI yang mendapat pengaruh terbesar dari pemerintah, di samping beberapa fatwa MUI lainnya. M. Atho’ Mudzhar, Fatwas of the Council...hh. 119-126.Penelitian Atho’ Mudzhar atas MUI menjadi salah satu model penelitian fiqh yang kerangka kerja dan alur fikirnya dianggap spesifik dan orisinil. Selain Mudzhar, Harun Nasution dan Noel J. Coulson juga dianggap sebagai trendsetter model penelitian di bidang ini. Lihat Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), hh. 300-314. iii http://www.suaraummat.com/menko-kesra-gagas-fatwa-ulama-perlu-mendapatpengesahan-dari-negara, diakses tanggal 8 Mei 2013. iv Lihat pengertian lambang daerah Provinsi Jambi dalam Jambi dalam Angka 2012 (Jambi: BPS Provinsi Jambi, 2013), h. 11, pdf. v Ibid, h. 200. vi Wawancara dengan M. Yusuf Mu’az, Sekretaris Umum MUI Provinsi Jambi, tanggal 5 Februari 2014; dokumentasi MUI Provinsi Jambi. vii Wawancara dengan M. Amin, penyuluh agama Islam, tanggal 4 Februari 2014. viii Wawancara dengan Hasbullah, penyuluh agama Islam, tanggal 5 Februari 2014. ix Wawancara dengan M. Yusuf Mu’az, Sekretaris Umum MUI Provinsi Jambi, tanggal 25 Februari 2014. x Kamus Besar Bahasa Indonesia Versi Luar Jaringan. (Versi 1.5.) [Software Komputer]. Indonesia: Ebsoft. xi Ma’ruf Amin, Fatwa dalam Sistem Hukum Islam (Jakarta: Elsas, 2008), h. 19. xii Ibid. xiii Ibid. h. 20. xiv Nico J.G. Kaptein, “The Voice of ‘Ulama>’: Fatwas and Religious Authority in Indonesia”, Archives de Sciences Sociales des Religions, 125 (2004), h. 116, pdf.; Ragam pengertian dan diskusi mengenai mufti>dan fatwa> dapat dilihat pada Muhammad Khalid Masud, et.al., “Muftis, Fatwas and Islamic Legal Interpretation,” dalam Islamic Legal Interpretation: Muftis and Their Fatwas, Muhammad Khalid Masud, Brinkley Messick dan David S. Powers (eds.), (London: Harvard University Press, 1996), pdf, hh. 3-32; Penjelasan lebih lanjut mengenai ifta>‘ dan ijtihad dalam teori hukum golongan Sunni dapat dibaca pada Wael B. Hallaq, “Ifta’ and Ijtihad in Sunni Legal Theory: A development Account,” dalam Islamic Legal Interpretation..., hh. 33-44. xv Lihat penjelasan selengkapnya dalam Nico J.G. Kaptein, “The Voice of ‘Ulama>’..., hh. 116-124.
Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
60 BAMBANG HUSNI NUGROHO xvi
Hubungan Mekkah-Nusantara dalam hal transfer ilmu dan pemikiran tampaknya telah cukup kental bahkan semenjak beberapa abad sebelumnya. Lihat Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Jakarta: Prenada Media, 2005). xvii Nico J.G. Kaptein, “The Voice of ‘Ulama>’..., hh. 116-117. xviii Nico J.G. Kaptein, “The Voice of ‘Ulama>’..., hh. 118-120. Metodologi Ahmad Hassan dalam pemikiran hukumnya dapat dibaca dalam Akh. Minhaji. Ahmad Hassan and Legal Reform in Indonesia [disertasi Ph.D dari Institute of Islamic Studies McGill University, 1997], hh. 119-290, pdf. xix Mengenai kiprah NU sebagai sebuah organisasi massa yang kemudian justru melebarkan sayap dengan meletakkan punggawa dan kadernya di kancah politik dapat ditemukan dalam Kang Young Soon, Antara Tradisi dan Konflik: Kepolitikan Nahdlatul Ulama (Jakarta: UI-Press, 2008). xx Studi kasus atas Bahtsul Masail misalnya dapat dilihat pada Achmad Kemal Riza, Continuity and Change in Islamic Law in Indonesia: The Case of Nahdlatul Ulama Bahtsul Masail in East Java [Tesis M.A. dari Department of Asian Studies The Australian National University, 2004], pdf. xxi Nico J.G. Kaptein, “The Voice of ‘Ulama>’..., h. 122. xxii Ibid. xxiii Ibid. xxiv Tim Kajian Fatwa, Kajian tentang Fatwa DSN-MUI mengenai Penerapan Prinsipprinsip Syariah di Bidang Pasar Modal [Laporan Penelitian yang diterbitkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2011], h. 7. pdf. xxv M. Atho’ Mudzhar, Fatwas of the Council... xxvi M.B. Hooker, Indonesian Islam: Social Change Through Contemporary Fata>wa>(New South Wales: Allen & Unwin, 2003, pdf. xxvii Nico J.G. Kaptein, “The Voice of ‘Ulama>’: Fatwas and Religious Authority in Indonesia”, Archives de Sciences Sociales des Religions, 125 (2004), hh. 115-130, pdf. xxviii Nadirsyah Hosen, “Religion and Indonesian Constitution: A Recent Debate,” Journal of Southeast Asian Studies, 36/3 (2005), hh. 419-440, pdf, doi: 10.1017/S0022463405000238. Lebih lanjut dapat pula membaca Nadirsyah Hosen, Syari<’ah and Constitutional Reform in Indonesia (1999-2002) [disertasi Ph.D dari Faculty of Law, National University of Singapore, 2005], pdf. xxix Michael Laffan, “The Fatwa> Debated? Shu>ra> in One Indonesian Context,” Islamic Law and Society, 12/1 (2005), hh. 93-121, pdf. xxx Moch. Nur Ichwan, “‘Ulama>’, State and Politics: Majelis Ulama Indonesia after Suharto,” Islamic Law and Society, 12/1 (2005), hh. 45-72, pdf. xxxi Muhammad Abdun Nasir dan Asnawi, “The Majelis Ulama’s Fatwa> on Abortion in Contemporary Indonesia,” The Muslim World, 101 (2011), hh. 33-52, pdf. xxxii Bahrul Ulum, “Fatwa of the Council of Indonesian Ulama on Golput (Vote Abstention): A Study of Contemporary Islamic Legal Thought in Indonesia, 2009,” Miqot, 35/2 (2011), hh. 391-406.
Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
FATWA MUI PROVINSI JAMBI … 61 xxxiii
Mu’im Sirry, “Fatwas and Their Controversy: The Case of the Council of Indonesian Ulama (MUI),” Journal of Southeast Asian Studies, 44/1 (2013), hh. 100-117, pdf, doi: 10.1017/S0022463412000641. xxxiv Lihat penjelasan mengenai model pendekatan kualitatif dalam Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2011), hh. 205-277; Bandingkan dengan Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana, 2009); Untuk mengenal ragam paradigma berfikir dalam penelitian kualitatif lihat Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2002); Lihat juga Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999). xxxv Setidaknya ada tujuh pendekatan yang dapat dilakukan dalam studi agama: Pendekatan antropologis; pendekatan feminis; pendekatan fenomenologis; pendekatan filosofis; pendekatan psikologis; pendekatan sosiologis; pendekatan teologis. Pendekatan sosiologis dipilih karena bersesuaian dengan kategori-kategori sosiologis yang beberapa di antaranya adalah stratifikasi sosial, seperti kelas dan etnisitas; kategori biososial, seperti seks, gender, perkawinan, keluarga masa kanakkanak dan usia; pola organisasi sosial meliputi politik, produksi ekonomis, sistemsistem pertukaran dan birokrasi; dan yang terakhir adalah proses sosial, seperti formasi batas, relasi intergroup, interaksi personal, penyimpangan dan globalisasi. Lihat Michael S. Northcott, “Sociology Approach,” dalam Aneka Pendekatan Studi Agama, Peter Connolly (ed.), diterjemahkan dari judul aslinya Approaches to the Study of Religion oleh Imam Khoiri, (Yogyakarta: LkiS, 2009), h. 283. Bandingkan dengan Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion, diterjemahkan dari judul yang sama oleh Ali Noer Zaman, (Yogyakarta: Qalam, 2001). xxxvi Lihat Sugiyono, Metode Penelitian..., hh. 243-253; Cocokkan dengan Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, Qualitative Data Analysis, A Sourcebook of New Methods (New Delhi: Sage publications Ltd., 1984); Bandingkan dengan Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif..., hh. 153-248; Lihat pula David Evans dan Peter Gruba, How to Write a Better Theses (Melbourne: Melbourne University Press, 2002), hh. 83-102. xxxvii Wawancara dengan Rahmadi, anggota Komisi Fatwa MUI Provinsi Jambi, tanggal 10 Februari 2014. xxxviii Wawancara dengan Rahmadi, anggota Komisi Fatwa MUI Provinsi Jambi, tanggal 10 Februari 2014. xxxix Wawancara dengan A. Tarmizi, Ketua Komisi Fatwa MUI Provinsi Jambi, tanggal 15 Februari 2014. xl Wawancara dengan Abbas, Kepala Sub Bagian Agama, Bagian Kesra Pemerintah Kota Jambi, tanggal 22 Mei 2014. xli Wawancara dengan Ida Maryanti, Petugas penerima surat pada Bagian Kesra Pemerintah Kota Jambi, tanggal 22 Mei 2014. xlii Wawancara dengan Hermanto Harun, Ketua Komisi Fatwa MUI Kota Jambi, tanggal 29 Mei 2014. xliii Pernyataan Supri Hardi, Kabag Kesra Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi. Dikonfirmasi oleh Hidayatullah, Kepala Sub Bagian Agama, Bagian Kesra Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi, diperkuat oleh pernyataan Rini Puspita Dewi, Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
62 BAMBANG HUSNI NUGROHO petugas penerima surat di Bagian Kesra Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi. Seluruh wawancara dengan ketiga sumber di atas dilakukan pada tanggal 19 Agustus 2014. xliv Wawancara dengan Zamzami, Sekretaris Umum MUI Kabupaten Muaro Jambi, tanggal 19 Agustus 2014.
Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
FATWA MUI PROVINSI JAMBI … 63
Daftar Pustaka Amin, Ma’ruf. Fatwa dalam Sistem Hukum Islam (Jakarta: Elsas, 2008) Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Jakarta: Prenada Media, 2005) Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana, 2009) Evans, David dan Peter Gruba, How to Write a Better Theses (Melbourne: Melbourne University Press, 2002) Faisal, Sanapiah. Format-format RajaGrafindo Persada, 1999)
Penelitian
Sosial
(Jakarta:
Fatwa, Tim Kajian. Kajian tentang Fatwa DSN-MUI mengenai Penerapan Prinsip-prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal [Laporan Penelitian yang diterbitkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2011], pdf. Hooker, M.B.Indonesian Islam: Social Change Through Contemporary Fata>wa>(New South Wales: Allen & Unwin, 2003, pdf. Hosen, Nadirsyah. “Religion and Indonesian Constitution: A Recent Debate,” Journal of Southeast Asian Studies, 36/3 (2005), hh. 419440, pdf, doi: 10.1017/S0022463405000238. Hosen, Nadirsyah. Syari<’ah and Constitutional Reform in Indonesia (1999-2002) [disertasi Ph.D dari Faculty of Law, National University of Singapore, 2005], pdf. Ichwan, Moch. Nur. “‘Ulama>’, State and Politics: Majelis Ulama Indonesia after Suharto,” Islamic Law and Society, 12/1 (2005), hh. 45-72, pdf.
Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
64 BAMBANG HUSNI NUGROHO
Jambi dalam Angka 2012 (Jambi: BPS Provinsi Jambi, 2013), pdf. Kaptein, Nico J.G. “The Voice of ‘Ulama>’: Fatwas and Religious Authority in Indonesia”, Archives de Sciences Sociales des Religions, 125 (2004), hh. 115-130, pdf. Laffan, Michael. “The Fatwa> Debated? Shu>ra> in One Indonesian Context,” Islamic Law and Society, 12/1 (2005), hh. 93-121, pdf. Masud, Muhammad Khalid, et.al. Islamic Legal Interpretation: Muftis and Their Fatwas, Muhammad Khalid Masud, Brinkley Messick dan David S. Powers (eds.), (London: Harvard University Press, 1996), pdf. Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman.Qualitative Data Analysis, A Sourcebook of New Methods (New Delhi: Sage publications Ltd., 1984) Minhaji, Akh. Ahmad Hassan and Legal Reform in Indonesia [disertasi Ph.D dari Institute of Islamic Studies McGill University, 1997], pdf. Mudzhar, M. Atho’.Fatwas of the Council of Indonesia Ulama: a Study of Islamic Legal Thought in Indonesia 1975-1988 (Jakarta: INIS, 1993). Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2002) Nagata, Judith A. “What is Malay? Situational Selection of Ethnic Identity in a Plural Society ,“ American Ethnologist, 1/2, (1974), hh. 331-350, pdf . Nasir, Muhammad Abdun dan Asnawi, “The Majelis Ulama’s Fatwa> on Abortion in Contemporary Indonesia,” The Muslim World, 101 (2011), hh. 33-52, pdf. Nata, Abuddin.Metodologi Studi Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008). Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
FATWA MUI PROVINSI JAMBI … 65
Northcott, Michael S. “Sociology Approach,” dalam Aneka Pendekatan Studi Agama, Peter Connolly (ed.), diterjemahkan dari judul aslinya Approaches to the Study of Religion oleh Imam Khoiri, (Yogyakarta: LkiS, 2009) Pals, Daniel L.Seven Theories of Religion, diterjemahkan dari judul yang sama oleh Ali Noer Zaman, (Yogyakarta: Qalam, 2001). Riza, Achmad Kemal. Continuity and Change in Islamic Law in Indonesia: The Case of Nahdlatul Ulama Bahtsul Masail in East Java [Tesis M.A. dari Department of Asian Studies The Australian National University, 2004], pdf. Sahidah,Ahmad. “Finding Malay Islamic Identity trough Manuscript: A Textual Criticism of Bahr Al-Lahut,” British Journal of Arts and Social Sciences, 11/1 (2012), hh. 51-59, pdf. Siddique, Sharon dan Leo Suryadinata. “Bumiputra and Pribumi: Economic Nationalism (Indiginism) in Malaysia and Indonesia,” Pacific Affairs, 54/4 (1982), hh. 662-687, pdf. Sirry, Mu’im. “Fatwas and Their Controversy: The Case of the Council of Indonesian Ulama (MUI),” Journal of Southeast Asian Studies, 44/1 (2013), hh. 100-117, pdf, doi: 10.1017/S0022463412000641. Soon, Kang Young. Antara Tradisi dan Konflik: Kepolitikan Nahdlatul Ulama (Jakarta: UI-Press, 2008). Sugiyono.Metode Penelitian (Bandung: Alfabeta, 2011)
Kuantitatif,
Kualitatif
dan
R&D
Ulum, Bahrul. “Fatwa of the Council of Indonesian Ulama on Golput (Vote Abstention): A Study of Contemporary Islamic Legal Thought in Indonesia, 2009,” Miqot, 35/2 (2011), hh. 391-406.
Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
66 BAMBANG HUSNI NUGROHO
Software Komputer Kamus Besar Bahasa Indonesia Versi Luar Jaringan. (Versi 1.5.) [Software Komputer]. Indonesia: Ebsoft. Internet http://mui.or.id/mui/tentang-mui/profil-mui/profil-mui.html http://www.suaraummat.com/menko-kesra-gagas-fatwa-ulama-perlumendapat-pengesahan-dari-negara. http://jambi.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=126429 http://www.metrojambi.com/v1/lensa/gallery/8-peresmian-kantor-muiprovinsi-jambi.html http://mui.or.id/mui/homepage/berita/berita-singkat/kh-sahal-wafat.html http://mui.or.id/mui/tentang-mui/ketua-mui/kh-hasan-basri.html Informan/Wawancara A. Tarmizi, Ketua Komisi Fatwa MUI Provinsi Jambi; Bahrul Ulum, Anggota Komisi Fatwa MUI Provinsi Jambi; Hasbullah, pendakwah; M. Amin, pendakwah; M. Yusuf Mu’az, Sekretaris Umum MUI Provinsi Jambi; Rahmadi, Anggota Komisi Fatwa MUI Provinsi Jambi; Ridwan Jalil, Penyuluh Agama Islam Fungsional Kementerian Agama Kota Jambi; Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014
FATWA MUI PROVINSI JAMBI … 67
Rina Hirfina, Penyuluh Agama Islam Fungsional Kementerian Agama Kabupaten Muaro Jambi; Solman, Penyuluh Agama Islam Fungsional Kementerian Agama Kabupaten Muaro Jambi; Zuirman, Penyuluh Agama Islam Fungsional Kementerian Agama Kota Jambi.
Media Akademika, Vol. 29. No.1, Januari 2014