PRODUKSI KARBON AKTIF DARI BAMBU ANDONG (GIGANTOCHLOA VERTICILLATA) MENGGUNAKAN ACTIVATING AGENT ZnCl2 DAN CO2 Annisa Yulian1, Mahmud Sudibandriyo2 1. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Adsorpsi merupakan suatu teknik separasi yang cukup populer dan pengaplikasiannya yang cukup banyak di dalam suatu industri. Diperlukan alternatif bahan baku untuk menggantikan batu bara sebagai bahan untuk membuat karbon aktif , maka bambu andong (Gigantochloa Verticillata) bisa jadi salah satu alternatif karena memiliki nilai karbon serta porositas yang cukup tinggi. Metode aktivasi karbon aktif yang dipilih adalah metode aktivasi kimia dengan activating agent yang digunakan adalah ZnCl2 dan CO2. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan temperatur dan waktu aktivasi yang tepat agar bisa memproduksi karbon aktif dengan luas permukaan yang besar. Luas permukaan tertinggi sebesar 1376 m2/g diperoleh dengan aktivasi selama 90 menit dengan suhu 800 oC. Sebagai pembanding, pada penelitian ini juga dilakukan pembuatan karbon aktif dengan metode aktivasi fisika dan diperoleh luas permukaan karbon aktif sebesar 840 m2/g. Kata kunci: Adsorpsi, adsorben, bambu andong, karbon aktif, activating agent
1.
Pendahuluan
ton (Freedonia, 2010).Peningkatan konsumsi karbon aktif ini memacu adanya riset mengenai pembuatan karbon aktif. Saat ini,produksi karbon aktif banyak menggunakan batubara (bituminus coal),tetapi ketersediaanya yang makin menipis dan tidak bisa diperbaharui,maka diperlukan alternatif lain untuk menggantikannya.Maka bambu andong (Gigantochloa Verticillata) bisa jadi salah satu alternatif karena memiliki nilai karbon serta porositas yang cukup tinggi. Pemanfaatan bambu untuk pembuatan karbon aktif sangat berpotensi untuk dimanfaatkan karena Indonesia merupakan negara yang kaya akan tanaman bambu. Dari kurang lebih 1.000 species bambu dalam 80 negara, sekitar 200 species dari 20 negara ditemukan di Asia Tenggara, sedangkan untuk di negara kita sendiri ditemukan sekitar 60 jenis bambu (Dransfield, et al., 1995). Produksi karbon aktif menggunakan bambu sangatlah efektif,ini dikarenakan bambu memiliki kandungan lignin selulosa yang cukup tinggi. Dari sekian banyak bambu yang ada di Indonesia, jenis bambu andong(Gigantochloa Verticillata) keberadaannya cukup berlimpah dan dapat dijumpai di hampir semua wilayah di Indonesia.Kandungan lignoselulosa dari bambu andong(Gigantochloa Verticillata) adalah 49.5 % selulosa; 23,9% lignin; 17,8% pentosa; 1.87 % abu ; dan 0.52% silika (Krisdianto et al., 2000).
Pemurnian gas kerap menjadi masalah yang muncul di industri-industri berkembang di Indonesia.Seperti bau busuk dan asap yang ada pada industri dan pngolahan LNG,juga polutan yang terdapat pada industri pengolahan air serta warna dan rasa yang tidak enak pada industri makanan dan minuman.Metode yang sering digunakan untuk mengatasi masalah industri di atas adalah metode adsorpsi. Adsorpsi merupakan suatu teknik separasi yang cukup populer dan pengaplikasiannya yang cukup banyak di dalam suatu industri.Hal yang paling penting di dalam proses adsorpsi adalah pemilihan jenis adsorben yang baik. Salah satu adsorben yang paling potensial adalah karbon aktif dimana merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung nilai karbon dengan teknik pemanasan pada suhu tinggi (Chand et al., 2005).Keunggulan karbon aktif ini bahan bakunya relatif murah dan mudah didapatkan, serta luas permukaan dari karbon aktif cukup tinggi antara 500 – 1500m2/gram (Sudibandriyo, 2008) sehingga efisiensi adsorpsinya lebih baik. Karbon aktif cukup banyak dijadikan pilihan sebagai adsorben di dunia industri.Sebuah riset memberikan hasil estimasi bahwa pada tahun 2014, konsumsi karbon aktif akan meningkat sampai 1.7 juta
1
Produksi karbon…, Annisa Yulian, FT UI, 2014
Ada cara yang bisa dilakukan untuk menghasilkan karbon yang berpori, yaitu dengan cara dekomposisi termal material organik melalui yang melalui tiga tahapan yaitu; dehidrasi, karbonisasi, dan aktivasi (Benefield et al., 1982).Pada umumnya karbon aktif dibuat melalui proses aktivasi dengan menambahkan bahan-bahan kimia seperti ZnCl2, NaOH, H3PO4 dan uap air pada suhu tinggi. Unsur-unsur mineral dari persenyawaan kimia yang ditambahkan tersebut akan meresap ke dalam arang dan membuka permukaan yang semula tertutup oleh komponen kimia sehingga volume dan diameter pori bertambah besar. Penambahan bahan kimia tersebut dilakukan dengan cara perendaman bahan baku dalam larutan bahan aktivasi selama waktu tertentu (± 8 jam). Perendaman dengan bahan aktivasi ini dimaksudkan untuk menghilangkan atau membatasi pembentukan lignin, karena adanya lignin dapat membentuk senyawa tar dimana akan menutup pori-pori dari karbon aktif sehingga akan mengurangi daya serapnya. Saat ini telah dilakukan penelitian pembuatan karbon aktif dari bambu dengan activating agent H3PO4 dengan dialiri steam atau CO2 dan menghasilkan luas permukaan rata-rata adalah 1250 m2/g (Baksi, 2003). Ditemukan pula pembuatan karbon aktif dari bambu dengan menggunakan H3PO4 pada suhu 600oC dengan waktu aktivasi empat jam dan laju pemanasan 1oC/menit yang dapat menghasilkan luas permukaan cukup besar yakni 2123 m2/g (Ip et al., 2008). Sementara itu, Pujiyanto telah melakukan penelitian dengan menggunakan activating agent KOH dengan bahan baku batubara yang menghasilkan karbon aktif dengan luas permukaan terbesar sebesar 1882 m2/g. Untuk bahan baku batubara pada variasi suhu 600800oC, semakin tinggi suhu maka semakin tinggi luas permukaan. Sedangkan untuk bahan baku material lignoselulosa, semakin tinggi suhu maka semakin rendah luas permukaan yang didapat. Sulitnya mengendalikan suhu dari aktivasi fisika dengan gas N2 juga memicu solusi agar menggunakan aliran gas CO2 dimana penggunaannya membuat sifatnya menjadi endoterm yaitu menyerap panas. Penelitian yang pernah dilakukan adalah aktivasi fisika dengan aliran gas karbon dioksida terhadap karet bekas ban (San Miguel et al., 2003). Dari penelitian terdahulu tersebut, maka akan dilakukan pembuatan karbon aktif dari bambu andong (Gigantochloa Verticillata) pada temperatur 600oC-800 o C dan waktu aktivasi 30-90 menit dengan activating agent ZnCl! dan CO2.Untuk hasil perbandingan, digunakan variabel waktu aktivasi dan temperatur. Dengan penelitian menggunakan bambu andong (Gigantochloa Verticillata) diharapkan dapat memproduksi karbon aktif dengan luas permukaan yang besar dan juga memiliki daya adsorpsi yang besar dengan evaluasi berdasarkan temperatur dan lamanya waktu aktivasi.
2. Metode Penelitian 2.1. Diagram Alir Penelitian Penelitian ini memerlukan diagram alir penelitian guna melaksanakan tahapan-tahapan untuk membuat karbon aktif. Adapun tahapan-tahapan nya yaitu dimulai dari persiapan bahan-bahan sampai pembuatan produk. Detail diagram alir dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 2. 1. Diagram Alir Penelitian.
2.2. Prosedur Penelitian A. A. Persiapan Bambu yang akan digunakan sebagai bahan baku harus terlebih dahulu digerus sehingga ukurannya lebih kecil dan dapat melewati penyaring ukuran 125 mesh. Ukuran partikel yang lebih kecil ini akan memperluas area permukaan arang bambu sehingga pori-pori yang teraktivasi akan semakin banyak. B. B. Karbonisasi dan Aktivasi Pada tahap karbonisasi, maka bambu harus digerus dan dibuat sampai berupa potongan dan serutan kecil yang kemudian di furnace pada suhu 400oC selama dua jam. Hal ini bertujuan untuk memperbesar luas permukaan sehingga semakin banyak pori-pori yang teraktivasi. Setelah proses karbonisasi maka hasil arang bambu tersebut dilanjutkan dengan proses aktivasi. Untuk mengetahui pengaruh penambahan activating agent, maka proses ini dibagi menjadi dua, yakni aktivasi kimia (dengan activating agent) serta aktivasi fisika (tanpa activating agent). C.
2
Prosedur Pengambilan Sampel Sampel tetap didiamkan pada reaktor dengan keadaan furnace dimatikan untuk memasuki proses
Produksi karbon…, Annisa Yulian, FT UI, 2014
pendinginan sampel. Setelah pendinginan, maka sampel dikeluarkan dari reaktor dan dicuci menggunakan air distilasi sehingga zat-zat pengotor yang masih menempel pada sampel akan hilang. Pengeringan sampel untuk menghilangkan kandungan air dari pencucian dilakukan di oven. Sampel yang sudah siap disimpan dalam desikator untuk menjaga kekeringannya. Sampel yang siap diukur luas permukaannya akan terlebih dahulu ditimbang karena pengukuran luas permukaannya per satu gram. Pengukurannya menggunakan alat Autosorb 6B produksi Quantachrome. Dengan alat tersebut luas permukaan sampel karbon aktif dapat langsung diketahui.
yang didapat bambu yang awalnya berwarna coklat muda sudah berubah seluruhnya menjadi hitam. Hal ini dapat menunjukan bahwa hasil karbonisasi yang didapat ialah arang dari bambu yang digunakan sebagai bahan baku. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil karbonisasi yang dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Hasil Proses Karbonisasi
2.3. Prosedur Analisis
Sebelum dilakukan proses karbonisasi , terdapat perhitungan massa dari bambu yang akan dikarbonisasi. Bambu sebelum dan setelah dikarbonisasi ditimbang untuk mendapatkan yield karbon dalam bambu. Hasil yield karbon dalam bambu dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Adsorpsi iodin telah banyak dilakukan untuk menentukan kapasitas adsorpsi karbon aktif. Angka iodin didefinisikan sebagai jumlah miligram iodin yang diadsorpsi oleh satu gram karbon aktif. Daya serap/adsorpsi karbon aktif terhadap iodin mengindikasikan kemampuan karbon karbon aktif untuk mengadsorpsi komponen dengan berat molekul rendah. 3.
Tabel 3.1 Neraca Massa Karbon dan Arang dari Bambu
Hasil dan Pembahasan
Massa
Massa yang
Bambu
hilang
(gram)
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah bambu dapat digunakan sebagai alternatif bahan baku karbon aktif serta pengaruh dari variasi waktu aktivasi ZnCl2 dan variasi suhu terhadap luas permukaan karbon aktif yang dihasilkan. Karakterisasi yang dilakukan pada penelitian ini ialah bilangan iod untuk mengetahui luas permukaan dari karbon aktif yang dihasilkan. 3.1. Pembuatan Karbon Aktif dari Bambu 3.1.1. Hasil Proses Karbonisasi Proses karbonisasi bambu pada penelitian ini dilakukan peningkatan suhu secara bertahap sehingga mencapai suhu 400°C. Pemilihan suhu karbonisasi ini didasarkan atas komponen yang terdapat pada bambu. Kandungan utama pada bambu adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin, dimana terjadi penghilangan kadar air yang masih terdapat di bambu pada suhu 120150°C, kemudian terjadi karbonisasi hemiselulosa pada suhu 200-250°C, selanjutnya pada suhu 280-320°C terjadi karbonisasi selulosa, dan pada suhu 400°C terjadi karbonisasi lignin (Girrard,1992). Oleh karena itu, dengan karbonisasi pada suhu 400°C, dapat disimpulkan bahwa kandungan air dan komponenkomponen seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang terdapat di dalam bambu diperkirakan sudah hilang sehingga diperoleh kadar karbon yang paling optimum dan terjadi pembentukan dasar porositas pada karbon atau terbukanya pori-pori karbon. Dari hasil
(gram)
Massa Arang (gram)
Yield Karbon Arang (%)
70
41,58
28,42
40,6
70
40,11
29,89
42,7
70
40,74
29,26
41,8
70
39,62
30,38
43,4
70
40,32
29,68
42,4
70
40,53
29,47
42,1
70
41,37
28,63
40,9
70
40,95
29,05
41,5
70
40,18
29,82
42,6
70
39,83
30,17
43,1
rata rata
42,11
Dari proses karbonisasi bambu yang ditunjukkan pada tabel di atas, didapatkan hasil rata-rata karbon pada arang bambu yang terbentuk ialah sebesar 42,11 % dari massa total karbon yang terdapat dalam bambu yang digunakan dalam proses karbonisasi. Kandungan karbon yang didapat sesuai pada literatur yang menyatakan bahwa komposisi bambu setelah karbonisasi adalah 40,57 % arang, 7,72% ter, dan 36,19% piroligneous.
3
Produksi karbon…, Annisa Yulian, FT UI, 2014
proses aktivasi adalah hal yang perlu diperhatikan terkait dengan bahan baku yang digunakan, untuk menghasilkan karbon aktif dengan kualitas maksimal. Jumlah dan struktur pori yang dihasilkan bergantung pada suhu yang digunakan pada saat proses aktivasi. Suhu yang terlalu rendah akan mengakibatkan reaksi berjalan lambat dan reaksi yang berlangsung belum optimal. Akibat dari reaksi yang belum optimal ini adalah sedikitnya pembukaan pori-pori lama dan pembentukkan pori-pori yang baru. Sedangkan apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi, maka akan menyebabkan rusaknya pori-pori karbon dan akan merusak struktur karbon. Dengan demikian, untuk menghindarinya saat proses aktivasi, maka pada penelitian ini digunakan variasi suhu sebesar 600 oC,700 o C, dan 800 oC. Sama halnya dengan pemilihan suhu yang digunakan, waktu aktivasi juga mempengaruhi luas permukaan karbon aktif yang dihasilkan nantinya. Waktu aktivasi tidak boleh terlalu singkat dan tidak boleh terlalu lama. Jika digunakan waktu aktivasi yang terlalu singkat, maka besar kemungkinan aktivasi karbon belum mencapai kondisi optimum. Sementara itu, jika waktu aktivasi terlalu lama dapat terjadi kehilangan bahan baku seluruhnya atau karbon habis bereaksi. Oleh karena itu, waktu aktivasi yang pada umumnya digunakan ialah minimal 30 menit dan maksimal 2 jam. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan karbon aktif ini ialah bambu. Bambu yang sudah dicacah dan diserut memiliki serat-serat yang halus sehingga juga dihasilkan karbon yang halus. Dengan demikian, untuk menghindari habisnya karbon saat proses aktivasi, maka pada penelitian ini digunakan variasi waktu aktivasi antara 30 menit,60 menit, dan 90 menit. Tabel 3.3 menunjukkan hasil pengamatan selama proses aktivasi untuk semua sampel pada penelitian ini.
3.1.2. Hasil Pencampuran dengan Activating Agent Tabel 3.2 Hasil Pencampuran Larutan Activating Agent dengan Arang Bambu
Activating agent
ZnCl2
Perbandingan massa activating agent/arang
1:1
Massa activating agent (gram)
20.02
Massa arang (gram)
20.01
Massa Bahan Baku + Larutan activating
220.02
agent (gram) Massa slurry yang terbentuk (gram)
132.00
Air yang Menguap (%)
40.01
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada saat proses pemanasan campuran menjadi slurry, air dalam larutan activating agent tidak dapat menguap seluruhnya, sehingga sebelum dimasukkan ke dalam reaktor, slurry tersebut di oven selama 15 menit pada suhu 200oC untuk mengurangi kandungan air pada slurry. Walau hal ini tidak menjadi masalah dalam proses aktivasi karena aktivasi menggunakan suhu yang tinggi (600oC,700oC,800oC) dengan kenaikan suhu yang bertahap sehingga pada saat proses kenaikan suhu, air dapat menguap seluruhnya. 3.1.3. Hasil Proses Aktivasi Setelah proses pencampuran dengan activating agent selesai dilakukan, maka proses selanjutnya yang dilakukan ialah proses aktivasi. Pada penelitian ini aktivasi yang dilakukan adalah aktivasi termal menggunakan gas karbon dioksida (CO2). Hasil yang diperoleh dimasukkan dalam reaktor untuk diaktivasi. Kemudian reaktor ditutup rapat untuk menghindari kehadiran oksigen. Pada Gambar 3.2 menunjukkan reaktor yang digunakan pada proses aktivasi.
Tabel 3.3 Tabel Hasil Pengamatan selama Proses Aktivasi Suhu( OC ) 30
Waktu
Proses yang
(menit)
Terjadi
5
Mengalirkan
Keterangan gas
CO2 dalam reaktor
Uap air mulai keluar dari
30 – 200
10
200 – 400
20
400 – 600
10
600/700/800
30/60/90
600/700/
Gambar 3.2 Reaktor untuk Aktivasi pada Pembuatan Karbon aktif
800 – 200
reaktor ditandai dengan
dinaikkan
keluarnya asap putih
secara
bertahap
Bertambahnya asap putih yang keluar Asap putih sudah tidak keluar lagi
Proses
aktivasi
30
Produksi karbon…, Annisa Yulian, FT UI, 2014
-
berlangsung Suhu pada reaktor
Proses aktivasi dilakukan dengan variasi suhu dan variasi laju alir. Penentuan suhu yang digunakan pada
4
Suhu pada reaktor
diturunkan bertahap
secara
Tetap mengalirkan gas CO2
Mematikan 200 – 30
30
reaktor
Mengeluarkan
sampel
dan menutup aliran
dari reaktor setelah suhu
gas CO2
tidak panas lagi.
Dari hasil pengamatan pada proses aktivasi, penggunaan activating agent menimbulkan asap putih. Berbeda halnya dengan aktivasi fisika, pada proses aktivasi fisika tidak timbul banyak asap putih. Hal ini dikarenakan pada proses aktivasi ini hanya dimasukan arang bambu tanpa ada reaksi kimia apapun. Terjadi pengurangan massa ketika arang dikeluarkan dari reaktor. Hal ini terjadi karena saat proses aktivasi terjadi pengikisan karbon untuk proses pembentukan pori-pori yang baru pada arang. Slow increasing temperaure pada saat aktivasi dimaksudkan untuk memaksimalkan depolimerisasi dari lignin,hemiselulosa dan selulosa menjadi karbon (Murti, 2008). Sehingga saat aktifasi berlangsung pada suhu tertentu diharapkan yang tersisa Jenis Aktivasi
Kimia (activating agent ZnCl2 dengan perbandin g-an massa 1:1)
Fisika
Suhu (0C)
Waktu aktivasi (menit)
Massa sebelum aktivasi (gram)
Massa sesudah aktivasi (gram)
Massa yang berkurang (%)
600
30
102,56
30,46
70,3
600
60
111,75
30,95
72,3
600
90
107,06
33,51
68,7
700
30
105,87
33,98
67,9
700
60
109,45
33,05
69,8
700
90
111,54
33,35
70,1
800
30
105,87
32,93
68,9
800
60
104,29
30,77
70,5
800
90
108,81
30,36
72,1
700
30
20,01
14,87
25,7
aktivasi ini terjadi reaksi antara karbon dengan gas karbon dioksida melalui reaksi yang bersifat endotermis. 3.1.4. Proses Pencucian dan Hasil Karbon Aktif setelah Pengeringan Sesuai dengan tujuan dari proses pencucian ini, yaitu untuk menghilangkan hasil reaksi dan sisa activating agent, maka setelah proses pencucian ini terjadi pengurangan massa dari karbon aktif yang keluar dari reaktor (sebelum dicuci) dan massa karbon aktif yang telah dicuci dan dikeringkan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.5. Tabel 3.5 Hasil Proses Pencucian dan Pengeringan
Jenis aktivasi
Suhu (°C)
600 Kimia (activating agent ZnCl2 dengan perbandin gan massa 1:1)
700
800
Fisika
700
Waktu Aktivasi (menit)
Massa Karbon Aktif (Gram)
Massa Setelah Pencucian (Gram)
Yield Karbon Aktif (%)
30
30,46
11,21
36,8
60
30,95
8,88
28,7
90
33,51
7,84
23,4
30
33,98
10,74
31,6
60
33,05
8,36
25,3
90
33,35
7,07
21,2
30
32,93
9,78
29,7
60
30,77
7,35
23,9
90
30,36
5,40
17,8
30
14,87
12,22
82,2
Dapat dilihat pada tabel 3.5 bahwa semakin tinggi suhu makan yield karbon aktif yang dihasilkan akan semakin rendah, hal ini menandakan bahwa variasi suhu yang semakin tinggi menyebabkan reaksi antara karbon dan aktivator akan semakin optimal. Begitu juga dengan semakin lama waktu aktivasi, yield yang dihasilkan juga semakin rendah, hal ini dikarenakan variasi waktu yang semakin lama menyebabkan reaksi yang terjadi juga akan semakin lama. Setelah selesai proses pencucian dan pengeringan, maka telah didapat karbon aktif yang murni. Proses selanjutnya yang dilakukan ialah karakterisasi luas permukaan dari karbon aktif yang dihasilkan. Metode karakterisasi yang digunakan adalah analisa menggunakan metode Bilangan Iod.
hanya karbon saja. Dari Tabel 3.4 dapat dilihat perubahan massa sebelum aktivasi dan setelah aktivasi. Tabel 3.4 Hasil Proses Aktivasi
Pada Tabel 3.4 dapat dilihat bahwa massa yang keluar dari reaktor lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah awal massa bahan baku yang digunakan. Hal ini disebabkan pada saat proses aktivasi terjadi reaksi antara CO2 serta activating agent dengan karbon sehingga setelah keluar dari reaktor ada massa yang berkurang. Semakin besar jumlah massa yang berkurang, maka semakin banyak reaksi yang terjadi. Jika reaksi yang terjadi semakin banyak, pori-pori yang terbentuk juga akan semakin banyak. Pori-pori yang terbentuk inilah yang nantinya menentukan luas permukaan dari karbon aktif. Namun, reaksi ini juga diharapkan tidak menghabiskan karbon yang ada karena tujuan dari reaksi ini ialah membentuk pori-pori pada karbon. Jika reaksi yang terjadi terlalu banyak, maka besar kemungkinan struktur pori yang terbentuk menjadi rusak. Hal tersebut dapat menghasilkan luas permukaan yang rendah pada karbon aktif. Pada proses
3.2. Analisis Luas Permukaan Analisis penentuan angka iodin pada karbon aktif menggunakan karbon aktif yang dioven terlebih dahulu pada suhu 110oC untuk memastikan tidak adanya kandungan air yang terdapat pada pori karbon aktif sehingga kemampuan adsorpsi karbon aktif terhadap
5
Produksi karbon…, Annisa Yulian, FT UI, 2014
iodin lebih optimal. Karbon aktif yang sudah kering dan mempunyai berat konstan selanjutnya diinteraksikan dengan larutan iodin 0,1 N sebanyak 50 ml yang ditutup dengan alumunium foil. Pada proses interaksi ini terjadi peristiwa adsorpsi antar adsorben berupa karbon aktif dengan adsorbat berupa larutan iodin. Selanjutnya campuran antara larutan iodin dan karbon aktif dikocok selama 15 menit menggunakan stirer agar terjadi kontak antara kedua jenis bahan tersebut. Pada proses inilah terjadi peristiwa adsorpsi antara karbon aktif selaku adsorben dengan larutan iodin selaku adsorbat. Kemudian campuran tersebut di sentrifuge untuk memisahkan kembali cairan dan padatan karbon aktif. Larutan iodin sisa adsorpsi tersebut kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N. Mula-mula sampel berwarna cokelat kemerahan, kemudian dilakukan titrasi sampai terbentuk warna kuning samar. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna kuning pucat pada larutan iodin. Karbon aktif yang mempunyai daya serap yang tinggi terhadap iodin berarti memiliki luas permukaan yang lebih besar dan struktur mikro dan mesoporous yang lebih besar (Jankowska, 1991). Gambar 3.3 menunjukkan hasil larutan yang diperoleh sebelum dan sesudah titrasi.
Hasil pengujian bilangan iod yang merepresentasikan luas permukaan karbon aktif yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.6 berikut. Tabel 3.6 Hasil Pengujian Bilangan Iodin Karbon Aktif
Jenis Aktivasi
Suhu (°C)
600
Kimia (activating agent ZnCl2 dengan perbandingan massa 1:1)
700
800
Fisika
700
Waktu Aktivasi (menit)
Iodin yang terserap (mg/gram )
30
783
60
825
90
846
30
909
60
931
90
1036
30
1079
60
1206
90
1248
30
761
Luas Permukaan Spesifik (m2/gram) 863 910 933 1003 1026 1143 1190 1329 1376 840
Luas permukaan (m2/g) .
Bilangan Iod yang bisa di analisa berdasarkan data yang telah diambil diatas dapat dilihat pada gambar 3.5 dan 3.6
Gambar 3.3 Larutan Sebelum Dititrasi (Kiri) dan Larutan Setelah Dititrasi (Kanan)
Setelah itu, larutan iod tersebut ditambahkan 5 tetes larutan kanji 1% sebagai indikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan warna biru pada larutan telah hilang dan larutan berubah warna menjadi bening. Kemudian, data jumlah volume natrium tiosulfat yang terpakai selama titrasi digunakan untuk perhitungan bilangan iod. Hasil sebelum dan sesudah titrasi kedua ditunjukkan pada Gambar 3.4.
1300 1200 1100 1000 900 800 700
30
60
90
Waktu(Menit)
Ak/vasi Fisika
600 C
700 C
800 C
L.
Gambar 3.5 Hubungan Antara Lama Waktu Aktivasi dan Luas Permukaan Karbon Aktif
1500 1400 1300 1200 1100 1000 900 800 700
600
700
Suhu (oC)
Gambar 3.4 (a) Larutan Ketika Diteteskan Larutan Kanji, (b) Larutan Setelah Ditambahkan Larutan Kanji (Sebelum Titrasi Tahap II), dan (c) Larutan Setelah Dititrasi
6
800
Ak/vasi Fisika
30 menit
60 menit
90 menit
Produksi karbon…, Annisa Yulian, FT UI, 2014
pada penelitian ini cukup rendah bila digunakan untuk proses aktivasi fisika. Pada umumnya, untuk proses aktivasi fisika digunakan suhu di atas 900oC sedangkan pada penelitian ini hanya pada suhu 700 oC. Sehingga luas permukaaan yang dihasilkan pada proses aktivasi fisika terbilang cukup rendah. Suhu aktivasi yang lebih rendah tetapi tetap menghasilkan karbon aktif dengan luas permukaan yang tinggi adalah keunggulan dari proses aktivasi kimia.
Gambar 3.6 Hubungan Antara Suhu Aktivasi dan Luas Permukaan Karbon Aktif
Gambar 3.5 dan Gambar 3.6 menunjukkan hubungan suhu aktivasi dan lamanya waktu aktivasi terhadap luas permukaan karbon aktif yang direpresentasikan dengan bilangan iod. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa untuk setiap variasi suhu sebesar 600 oC, 700 oC, 800 oC pada setiap lamanya waktu aktivasi yang sama, terjadi kenaikan bilangan iod yang berarti bahwa luas permukaan karbon aktif juga semakin besar seiring dengan meningkatnya suhu dan lamanya waktu aktivasi. Peningkatan luas permukaan terjadi karena suhu aktivasi yang semakin tinggi mengakibatkan proses interaksi antara karbon dari bahan baku dengan CO2 semakin sering sehingga karbon yang terkikis oleh CO2 juga semakin banyak dan juga sebanding dengan semakin lamanya waktu aktivasi. Pengikisan karbon oleh CO2 yang semakin banyak tersebut mengakibatkan pembentukan micropores dan mesopores pada karbon juga meningkat sehingga luas permukaan karbon aktif yang direpresentasikan dengan bilangan iod akan semakin besar. Disamping itu, dari grafik juga terlihat bahwa untuk setiap variasi lamanya waktu aktivasi sebesar 30 menit, 60 menit, dan 90 menit pada suhu yang sama, terjadi kenaikan bilangan iod yang berarti bahwa luas permukaan karbon aktif juga semakin besar seiring dengan meningkatnya waktu aktivasi. Hal ini terjadi karena semakin lama waktu aktivasi, reaksi yang terjadi akan semakin banyak sehingga akan mengikis karbon aktif sehingga akan memperbesar luas permukaan dari karbon aktif itu sendiri. Dari dua grafik di atas terlihat besar luas permukaan karbon aktif yang direpresentasikan dengan bilangan iodin dari semua sampel yang diuji. Hasil bilangan iodin tertinggi, yaitu sebesar 1248 mg/g dengan luas permukaan spesifik 1376 m2/g dicapai oleh karbon aktif dengan aktivasi kimia dengan suhu 800 0C selama 90 menit. Sedang untuk bilangan iodin karbon aktif yang dihasilkan dengan aktivasi fisika cukup rendah, yaitu 761 mg/g dengan luas permukaan spesifik 840 m2/g . Bilangan yang dihasilkan ini cukup rendah dikarenakan untuk proses aktivasi fisika diperlukan suhu yang sangat tinggi untuk menghasilkan luas permukaan yang tinggi untuk dapa tterjadi pembentukan pori-pori pada karbon. Suhu aktivasi yang digunakan
4.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian pembuatan karbon aktif dari bambu dengan aktivasi kimia menggunakan ZnCl2 dan dialiri gas CO2, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Karbon aktif berbahan baku bambu andong dengan aktivasi menggunakan ZnCl2 dan CO2 mampu menghasilkan luas permukaan terbesar 1376 m2/gram. Hasil ini diperoleh dari metode aktivasi kimiawi dengan ZnCl2 dengan suhu aktivasi 800oC dan waktu aktivasi selama 90 menit. 2. Pembuatan karbon aktif dari bambu dengan metode aktivasi kimia dengan ZnCl2 dapat menghasilkan luas permukaan 56% lebih tinggi dibandingkan metode aktivasi fisika. (840 m2/gram banding 1376 m2/gram) 3. Semakin tinggi suhu aktivasi, luas permukaan yang diperoleh semakin tinggi. Pada suhu aktivasi 600oC luas permukaan tertinggi sebesar 933 m2/gram dan pada suhu aktivasi 800oC luas permukaan tertinggi sebesar 1376 m2/gram. 4. Semakin lama waktu aktivasi, luas permukaan yang diperoleh semakin tinggi. Untuk waktu aktivasi selama 30 menit luas permukaan tertinggi ialah 933 m2/gram dan untuk waktu aktivasi selama 90 menit luas permukaan tertinggi ialah 1376 m2/gram. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pembimbing yang bersedia mendukung demi terlaksananya penelitian ini.
Treatment. New Jersey: Prentice-Hall, Englewood Cliffs.
Daftar Pustaka [1] Baksi, Soumitra Biswas & S Mahajan. (2003). Activated Carbon from Bamboo-Technology Development towards Commercialisation. BAMTECH-2003. March 12-13, Guwahati, India [2] Benefield, L. D., Judkins, J. F., dan Weand, B, L. (1982). Process Chemistry for Water and Wastewater
[3] hoy, K.K.H., Barford, J.P., McKay, G. (2005). Production of Activated Carbon from Bamboo Scaffolding Waste—Process Design, Evaluation and Sensitivity Analysis,Chemical Engineering Journal 109, 147–165 [4] S Jankowska, H., Swiatkowski, A., Choma, J. (1991). Active Carbon. New York: Ellis Horwood.
7
Produksi karbon…, Annisa Yulian, FT UI, 2014
2
Produksi karbon…, Annisa Yulian, FT UI, 2014