OPTIMALISASI AKTIVASI KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA DENGAN RAGAM SUHU DAN KONSENTRASI AKTIVATOR ZnCl2
ARUMI PITALOKA
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRAK ARUMI PITALOKA. Optimalisasi Aktivasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa dengan Ragam Suhu dan Konsentrasi Aktivator ZnCl2. Dibimbing oleh CHARLENA dan LISNA ROSMAYATI. Karbon aktif tempurung kelapa berpotensi sebagai adsorben karena kemampuan adsorpsi yang tinggi dalam menjerap pengotor. Salah satu kegunaanya adalah pada indusri migas untuk mengeliminasi kandungan merkuri (Hg) dalam gas bumi. Aktivasi karbon aktif dilakukan secara fisika dan kimia. Aktivasi secara fisika dilakukan dengan memragamkan suhu pemanasan, yaitu 650, 700, dan 800 °C. Aktivasi kimia dilakukan dengan menggunakan activator ZnCl2 yang diragamkan dengan konsentrasi 3%, 5%, dan 7% (w/v). Kondisi optimum aktivasi pada penelitian ini ialah karbon aktif dengan perendaman aktivator ZnCl2 pada konsentrasi 7% setelah pemanasan suhu 700 °C, ditunjukkan dengan bilangan iodin sebesar 710.48 mg/g dan daya jerap sebesar 41.96%. Hasil tersebut didukung dengan analisis metode Brunauer, Emmet, and Teller, adsorben dengan diameter lebih kecil mempunyai luas permukaan yang lebih besar dan daya jerap lebih besar. Analisis mikroskop elektron payaran yang di lengkapi EDXA menunjukkan total volume pori terbanyak, yaitu pada karbon aktif dengan perendaman ZnCl2 konsentrasi 7% setelah pemanasan. Semakin besar konsentrasi aktivator kimia ZnCl2, jumlah pori semakin banyak sehingga, kemampuan karbon aktif untuk mengadsorpsi suatu adsorben semakin besar.
ABSTRACT ARUMI PITALOKA. Optimization of Activation on Coconut Shell Activated Carbon under Various Temperatures and ZnCl2 Concentrations as Activator. Supervised by CHARLENA dan LISNA ROSMAYATI. Coconut shell activated carbon could be used as adsorbent for impurities with high capacity absorption. One of its functions is in the oil and gas indusri to eliminate mercury (Hg) in natural gas. Activation of the activated carbon was done by physicals and chemical means. Activation was carried out by heating at temperatures of 650, 700, dan 800 °C. Chemical activation was performed using ZnCl2 in concentration of 3%, 5% and 7% (w/v). The optimum conditions in this study was, immersion in ZnCl2 7% after at 700° C, as indicated by its iodine number of 710.48 mg/g and adsorption capacity of 41.96%. These results are supported by the method of analysis of Brunauer, Emmett and Teller, that adsorbent with smaller diameter has larger surface and absorption capacity. Analysis of electron microscopy microscope equipped with EDXA also showed the highest total pore volume of the activated carbons was that immersed in ZnCl2 7% after heating. The greater the concentration of chemical activators ZnCl2, the highest the number of pores, meaning the higher the adsorption ability of the activated carbon.
OPTIMALISASI AKTIVASI KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA DENGAN RAGAM SUHU DAN KONSENTRASI AKTIVATOR ZnCl2
ARUMI PITALOKA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul : Optimalisasi Aktivasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa dengan Ragam Suhu dan Konsentrasi Aktivator ZnCl2 Nama : Arumi Pitaloka NIM : G44070042
Disetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Charlena, M.Si NIP 19671222 199403 2 002
Dra. Lisna Rosmayati, M.Si NIP 19680905 199403 2 002
Diketahui Ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor,
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS NIP 19501227 197603 2 002
Tanggal lulus :
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Optimalisasi Aktivasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa dengan Ragam Suhu dan Bobot Aktivator ZnCl2. Salawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, dan semoga kita semua menjadi pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Charlena, M.Si dan Ibu Dra. Lisna Rosmayati, M.Si selaku pembimbing yang senantiasa memberikan arahan, dorongan semangat, dan doa kepada penulis selama melaksanakan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf Teknogas di „LEMIGAS‟, Yudha, Risan, Hadi, Bapak Nanang, Bapak Widodo, atas bantuan serta masukan selama penelitian berlangsung. Terima kasih tak terhingga penulis ucapkan kepada Papa Ir. Moch. Dwiyanto, Mama Dra. Sudarmi, Adik Arief, Bude Endang, Om Tris, serta seluruh keluarga atas doa, nasehat, semangat dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada Narendra Wisnu Cakti atas hati, waktu, pikiran, dan semangatnya selalu menemani penulis. Kepada Mutia, Feni, Wahyuni, Pertiwi, Siti, Ardita, Dwi Putri, serta teman-teman seperjuangan di Laboratorium Kimia Anorganik dan Kimia IPB yang telah membantu memberi masukkan dan saran, penulis mengucapkan terima kasih. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Desember 2011
Arumi Pitaloka
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bantul pada tanggal 16 Februari 1990 dari ayah Ir. Moch. Dwi Yanto dan ibu Dra. Sudarmi. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara. Tahun 2007 penulis lulus dari SMAN 3 Tangerang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif organisasi IMASIKA sebagai staf Pengembangan Kimia dan Seni pada tahun 2008/2009 serta menjadi asisten praktikum Kimia Tingkat Persiapan Bersama (TPB) pada tahun ajaran 2009/2010 dan asisten Kimia Lingkungan 2010/2011. Penulis juga pernah mengajar mata kuliah Kimia TPB di bimbingan belajar dan privat mahasiswa “Avogadro”. Selain itu, Penulis sekarang juga sedang menjalankan bisnis di PT. Melia Nature Indonesia. Bulan Juli–Agustus 2009 Penulis melaksanakan magang di Pusat Penelitian dan Pengembangan Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”, bulan JuliAgustus 2010 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di Pusat Pengendalian Dampak Lingkungan (PUSARPEDAL) kawasan PUSPIPTEK dengan judul Penentuan Limit Deteksi Minyak dan Lemak Total dalam Air Sungai Cisadane dengan Metode Gravimetri.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii PENDAHULUAN.......................................................................................... ………………….1 METODE Alat dan Bahan......................................................................................................................... 2 Lingkup Kerja .......................................................................................................................... 2 Tahap Preparasi ................................................................................................................ 2 Tahap Aktivasi Karbon................................................................................................... 2 Tahap Lanjutan Aktivasi Karbon ................................................................................ 2 Tahap Pengujian ............................................................................................................... 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Karbon ..................................................................................................................... 3 Aktivasi Karbon....................................................................................................................... 4 Pengujian Karbon Aktif ........................................................................................................ 4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan .................................................................................................................................... 9 Saran ........................................................................................................................................... 9 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 9 LAMPIRAN ................................................................................................................................ 11
DAFTAR TABEL Halaman 1 Data EDXA massa Zn dan Cl pada karbon aktif suhu optimum 700 °C .............7 2 Hasil analisis BET pada suhu optimum 700 °C ...................................................8
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Struktur grafit ......................................................................................................4 2 Karbon hasil ayakan 70 mesh .............................................................................4 3 Hubungan ragam konsentrasi ZnCl2 dan suhu 650, 700, dan 800 °C terhadap bilangan iodin karbon aktif dengan perendaman ZnCl2 setelah pemanasan…...5 4 Bilangan iodin karbon aktif pemanasan suhu 700 °C dengan perlakuan perendaman ZnCl2 setelah pemanasan, perendaman ZnCl2 sebelum pemanasan, dan perendaman ZnCl2 sebelum dan setelah pemanasan ....................................5 5 Daya jerap karbon aktif pemanasan suhu 700 °C dengan perlakuan perendaman ZnCl2 setelah pemanasan, perendaman ZnCl2 sebelum pemanasan, dan perendaman ZnCl2 sebelum dan setelah pemanasan ...........................................6 6 Pola difraksi sinar-X dispersif energi karbon aktif perendaman ZnCl2 konsentrasi 7% setelah pemanasan ......................................................................7 7 Hasil morfologi karbon aktif perbesaran 50-20 μm dengan perendaman ZnCl2 konsentrasi 3%, 5%, dan 7% ...............................................................................7
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Bagan alir proses aktivasi karbon aktif .............................................................12 2 Pembuatan pelarut dan larutan standar .............................................................13 3 Tabel data analisis penetapan bilangan iodin dan daya jerap karbon aktif .......14 4 Perhitungan standardisasi larutan dalam penetapan bilangan iodin karbon aktif perendaman ZnCl2 setelah pemanasan pada suhu 700 °C .................................16 5 Perhitungan bilangan iodin dan daya jerap karbon aktif...................................18 6 Data SEM dan EDXA karbon aktif dengan perendaman ZnCl2 setelah pemanasan pada suhu optimum 700 °C.............................................................19 7 Data hasil BET karbon aktif perendaman ZnCl2 konsentrasi 7% setelah pemanasan .........................................................................................................22
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang mempunyai areal tanaman kelapa terluas di dunia sekitar ± 3.7 juta ha. Pemanfaatan komoditas kelapa tercatat cukup besar, hampir seluruh bagian kelapa termasuk limbah tempurung kelapa dapat dimanfaatkan menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis. Limbah tempurung kelapa menjadi salah satu teknologi alternatif yang menunjang pertumbuhan industri di Indonesia serta menghasilkan nilai tambah cukup besar dengan dilakukan pengolahan menjadi karbon aktif (Prastowo et al. 2008). Karbon aktif adalah bahan padat yang berpori-pori dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung 85−95% unsur C (Chand et al. 2005). Selain tempurung kelapa, karbon aktif dapat dibuat dari semua bahan yang mengandung karbon, diantaranya: residu pabrik kertas, residu pengolahan minyak, kokas dari batubara, minyak bumi (Haryadi et al. 2005), dan limbah kulit singkong (Sudaryanto et al. 2006). Pemilihan tempurung kelapa sebagai bahan baku karbon aktif atas dasar kualitas karbon yang dihasilkan lebih baik dari pada bahan lain, biayanya relatif lebih murah, dan prosesnya cukup sederhana (Alaerts et al. 1989). Selain itu, pemilihan karbon aktif tempurung kelapa juga didasarkan pada potensinya yang cukup besar. Karbon aktif tempurung kelapa secara luas digunakan dalam berbagai aplikasi dan dimanfaatkan untuk mengatasi permasalahan di berbagai bidang industri (Kismurtono et al. 1999). Khususnya di industri migas, seperti di kepulauan Arun dan Bontang, karbon aktif tempurung kelapa dijadikan adsorben karena adsorpsinya yang tinggi dalam menjerap pengotor (Allwar et al. 2008) sehingga dapat meningkatkan kualitas produksi migas dengan menaikkan harga dan nilai jual produk migas tersebut. Karbon aktif komersial pada umumnya digunakan sebagai adsorben untuk mengeliminasi kandungan merkuri (Hg) dalam gas bumi. Kehadiran merkuri dalam gas bumi sekalipun dalam jumlah yang kecil dinilai merugikan karena dapat menurunkan umur katalis, menyebabkan korosi pada peralatan dan fasilitas proses di industri migas, khususnya pada pipa penukar panas alumunium (Zeng et al. 2004). Pemisahan merkuri dapat dilakukan melalui proses adsorpsi, diantaranya dengan
adsorpsi fisik maupun kimia pada konsentrasi merkuri yang rendah dalam kandungan gas bumi. Beberapa metode dan bahan kimia dapat digunakan untuk impregnasi agar dapat memodifikasi karbon aktif untuk meningkatkan kemampuan adsorpsi. Metode aktivasi yang umum digunakan dalam pembuatan karbon aktif adalah pemanasan (aktivasi secara fisika) dan bahan kimia. Proses aktivasi dilakukan dengan meragamkan perlakuan terhadap suhu aktivasi dan konsentrasi aktivator. Ragam suhu yang digunakan pada penelitian ini yaitu suhu 650, 700, dan 800 °C dialiri gas N2 dengan laju aliran sebesar 150 cm3/menit STP (Alhamed 2006). Aktivator yang dapat digunakan untuk aktivasi karbon aktif secara kimia adalah hidroksida logam alkali, garam-garam karbonat seperti Na2CO3 dan K2CO3 (Adinata et al. 2007), garam-garam klorida seperti NaCl, KCl, CaCl2, MgCl2, AlCl3 (Ioannidou dan Zabaniotou 2007), dan ZnCl2 (Wang et al. 2010), K2HPO4 (Aber et al. 2009), Na2HPO4 (Gercel et al. 2007), dan asam-asam anorganik seperti H2SO4 dan H3PO4 (Gimba et al. 2009). Penelitian ini menggunakan ZnCl2 sebagai aktivator kimia. Penggunaan ZnCl2 diragamkan berdasarkan konsentrasi 3%, 5%, dan 7% (w/v). Penambahan aktivator ZnCl2 bertujuan untuk membentuk pori baru pada karbon aktif sehingga luas permukaan semakin besar dan meningkatkan kemampuan adsorpsi (Zeng et al. 2004). Kemampuan adsorpsi dan kualitas dari karbon aktif dapat diketahui melalui pengujian bilangan iodin mengunakan metode American Water Works Association (AWWA) B604-96, metode tersebut didasarkan pada titrasi iodometri. Pencirian lain dilakukan dengan mengukur volume pori dan luas permukaan adsorben dari adsorpsi isoterm nitrogen yang diukur pada 77K menggunakan metode Brunauer, Emmet, and Teller (BET) (Spahis et al. 2008). Morfologi karbon aktif dapat dilihat menggunakan mikroskop elektron payaran (SEM) yang dilengkapi EDXA untuk melihat dan mengukur Cl yang terikat pada atom karbon. Penelitian ini bertujuan mendapatkan suhu dan konsentrasi aktivator ZnCl2 optimum untuk karbon aktif dari tempurung kelapa, menganalisis kemampuan adsorpsi karbon aktif terhadap iodin dengan mengukur diameter dan volume pori yang dapat dihasilkan dari perlakuan berbeda, mencirikan morfologi dari karbon aktif, dan mengukur gugus Cl yang terikat pada atom karbon.
2
METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan untuk aktivasi meliputi oven, tabung baja, tanur, desikator, neraca analitik, pH meter, cawan penguap dengan tutup, ayakan ukuran 70 mesh, alat gelas, pipet volumetrik 10 mL, 25 mL, dan 50 mL, kertas saring Whatman No. 40. Alat untuk pencirian meliputi BET Sorptometer201APC dan SEM JEOL JSM-6390LA yang dilengkapi dengan JEOL-EDXA. Bahan-bahan yang digunakan meliputi karbon tempurung kelapa komersial berasal dari PT AIM TOPINDO daerah Garut, Jawa Barat, larutan ZnCl2, HCl, H2SO4, KI, I2, Na2S2O7, K2Cr2O7, indikator kanji dan akuades. Lingkup Kerja Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan, pertama yaitu persiapan sampel dan pembuatan larutan standar, kedua yaitu aktivasi sampel, ketiga yaitu pengujian bilangan iodin (AWWA B604-96) dan pencirian sampel karbon dengan BET dan SEM EDXA. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Tahap Preparasi Persiapan Sampel Karbon tempurung kelapa komersial dikeringkan pada suhu 60 °C dan digerus hingga menjadi partikel yang lebih kecil dan halus. Selanjutnya, karbon diayak dengan ayakan ukuran 70 mesh. Tahap Aktivasi Karbon Serbuk karbon ditimbang sebanyak 100 g, kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 90 °C selama ± 1 jam. Setelah kering, sampel dimasukkan ke dalam tabung baja dan dipanaskan dengan tanur hingga mencapai suhu 650, 700, dan 800 °C dengan dialiri gas N2 laju aliran sebesar 150 cm3/menit STP. Selama proses berlangsung laju panas dan aliran nitrogen harus dijaga konstan. Sampel dipertahankan pada suhu 650, 700, dan 800 °C selama 1 jam sebelum didinginkan dibawah aliran N2. Setelah dingin, sampel dicuci secara berurutan dengan larutan HCl 0.5 N, air hangat kemudian air dingin suhu ruang untuk menghilangkan sisa residu organik dan mineral. Pencucian dengan akuades dilanjutkan sampai air pembilas netral (pH
sekitar 7). Aktivasi secara kimia dengan merendam serbuk karbon tempurung kelapa dalam larutan ZnCl2 3%, 5%, 7% (w/v) selama ± 24 jam. Pengeringan dilakukan menggunakan wadah cawan penguap didalam oven selama ± 8 jam pada suhu 100 °C. Sampel kemudian dianalisis bilangan iodinnya. Tahap Lanjutan Aktivasi Karbon Setelah didapat suhu yang optimum, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan perlakuan yang berbeda yaitu perendaman ZnCl2 sebelum aktivasi pemanasan pada suhu optimum. Serbuk karbon direndam dengan larutan ZnCl2 3%, 5%, 7% (w/v) selama ± 24 jam. Campuran (hasil rendaman) dikeringkan dalam pengering oven pada suhu 900 C ± 1 jam. Sampel dimasukkan ke dalam tabung baja dan dipanaskan dengan tanur hingga mencapai suhu optimum dengan dialiri gas N2 150 cm3/menit STP. Sampel tersebut dipertahankan pada suhu yang telah ditentukan tersebut selama 1 jam. Setelah dingin, sampel dicuci secara berurutan dengan 0.5 N HCl, air hangat, lalu air dingin pada suhu ruang. Sampel dikeringkan dengan cawan penguap dalam oven selama + 8 jam pada suhu 100 °C. Setelah itu, dianalisis bilangan iodinnya. Tahap lanjutan dengan perlakuan sampel direndam ZnCl2 sebelum dan setelah pemanasan pada suhu optimum. Sampel direndam kembali dengan dengan larutan ZnCl2 3%, 5%, 7% (w/v) selama ± 24 jam. Campuran (hasil rendaman) dikeringkan dalam pengering oven pada suhu 100 °C ± 8 jam. Selanjutnya, karbon aktif dianalisis bilangan iodinnya dan dibandingkan dengan hasil karbon aktif perendaman ZnCl2 setelah pemanasan.
Tahap Pengujian Penetapan Bilangan Iodin (AWWA B60496) Sebanyak 0.1 g sampel ditimbang dalam labu Erlenmeyer, lalu ditambahkan 5 mL HCl pekat. Campuran dipanaskan hingga mendidih, dan setelah mendidih dipertahankan hingga 30 detik, lalu dinginkan hingga mendekati suhu ruang. Laruran iodin ditambahkan 100 mL ke dalam campuran lalu dihomogenkan. Setelah itu, disaring dengan kertas saring Whatman. Sebanyak 50 mL
3
filtrat hasil saringan dititrasi dengan larutan Na2S2O7 0.1 N yang telah distandardisasi. Pembuatan pelarut dan larutan standar dalam percobaan ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Titrasi dilakukan hingga mendekati titik akhir (berwana kuning muda seulas). Selanjutnya, ditambahkan tiga tetes indikator kanji ke dalamnya dan dititrasi kembali hingga terjadi perubahan warna dari biru tua menjadi hijau muda. Nilai bilangan iodin dihitung dan daya jerap iodin dalam satuan persen. Nilai bilangan iodin tersebut dapat diketahui dengan tahapan perhitungan menggunakan rumus : nilai bilangan iodin = dengan: = Keterangan : X/m = miligram iodin yang teradsorbsi pergram karbon A = normalitas I2 × 12693 B = normalitas Na2S2O7 × 126.93 Kemampuan daya jerap iodin dapat diukur menggunakan rumus: Daya jerap =
× 100%
Keterangan: b a N 126.9
= volume Na2S2O7 pada titrasi blangko = volume Na2S2O7 pada titrasi sampel = normalitas Na2S2O7 = bobot atom iodin
Pengukuran Diameter Pori Karbon Aktif dengan Brunauer, Emmet, and Teller (BET) Pencirian karbon aktif ditentukan dengan adsorpsi N2 pada −196 °C (77K), menggunakan alat model BET Sorptometer201APC (Zabihi et al. 2010). BET berfungsi untuk mendeteksi permukaan area contoh, menggunakan metode adsorpsi gas N2 pada padatan kemudian data yang diperoleh dihitung menggunakan teori BET. Berikut persamaan BET:
Keterangan: Va = volume gas standar keadaan STP (mL) P = tekanan parsial gas (Pa)
Po = tekanan uap jenuh (Pa) Vm = volume gas pada lapisan tunggal (mL) C = tetapan gas Jika dibuat garfik terhadap P/Po maka akan diperoleh slope S =
dan
intersep I = Harga Vm dapat diperoleh dari S, Vm = Sehingga luas permukaan spesifik dapat dihitung dengan rumus: S= Keterangan: S = luas permukaan spesifik (m2/g) Vm = volume gas lapisan tunggal (mL) m = massa molekul gas (g) N = bilangan Avogadro (6.022 x 1023 mol-1) τ = luas penampang rata-rata suatu molekul gas (0.162 nm2 untuk N2) (European Pharmacopoeia 2005 ). Pengukuran Morfologi Karbon Aktif dengan Mikroskop Elektron Payaran (SEM) dan Sinar-X Dispersif Energi (EDXA) Peralatan yang digunakan adalah SEM JEOL JSM-6390LA yang dilengkapi dengan JEOL-EDXA dan program untuk melihat sampel. SEM adalah jenis mikroskop elektron yang gambar permukaan sampel dengan menembakkan sinar energi tinggi elektron dalam suatu pola raster scan (Prabakaran et al. 2005). Sebagai tahapan persiapan, sampel serbuk karbon direkatkan kedalam wadah khusus lalu dilakukan pengamatan dan pengukuran secara kualitatif dan kuantitatif terhadap sampel yang dianalisis.
HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Karbon Karbon yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari karbon tempurung kelapa komersial. Tempurung kelapa merupakan bagian dari buah tanaman kelapa (Cocus nuciefera L). Tempurung kelapa tergolong dalam kayu keras, didasarkan pada kandungan airnya yang berkisar 6−9%, dihitung dari bobot keringnya (Haryadi et al. 2005). Karbon terbentuk dari tempurung kelapa yang telah mengalami karbonisasi yaitu pemanasan pada suhu tinggi sehingga mempunyai kadar air dan kadar abu yang rendah. Menurut Standar Industri Indonesia (SII) No.0258-79 kadar air
4
untuk karbon aktif maksimum 10% dan kadar abu maksimum 2.5%. Dalam penelitian ini karbon aktif didapatkan kadar air sebesar 6.73% dan kadar abu sebesar 2.08%. Semakin rendah kadar air, luas permukaan karbon semakin besar. Semakin rendah kadar abu, kemurnian dari karbon semakin besar (Zamrudy 2008). Karbon aktif tersusun dari atom-atom karbon yang berikatan secara kovalen membentuk struktur heksagonal datar pada sebuah atom C pada setiap sudutnya (Gambar 1). Karbon aktif memiliki struktur beragam, di antaranya ada yang berbentuk granular, serbuk, serat, dan monolit (Vargas et al. 2010). Komponennya terdiri atas karbon terikat, abu, air, nitrogen, dan sulfur (Sembiring et al. 2003). Pencirian karbon aktif tempurung kelapa yang baik antara lain memiliki pori mikro yang tinggi, pori makro yang rendah, dan kekerasan cukup tinggi (Suzuki et al. 2007). Permukaan dasar Jarak antar lapisan Bagian tepi
Jarak antar lapisan
Gambar 1 Struktur grafit. Persiapan sampel karbon dilakukan dengan pemanasan dan pengayakan. Pemanasan pada suhu 60 °C dilakukan untuk menghilanghan uap air (Haryadi et al. 2005). Pengayakan dengan ayakan ukuran 70 mesh dilakukan untuk memperoleh partikel yang lebih kecil dan halus. Hasil pengayakan 70 mesh dapat dilihat pada Gambar 2. Pemilihan ayakan ukuran sampel 70 mesh didasarkan pada penelitian sebelumnya Priagantina (2010), sampel yang memiliki bilangan iodin yaitu dari ukuran 50, 70, 80, dan 100 mesh, paling optimum adalah sampel berukuran 70 mesh. Ukuran partikel karbon akan mempengaruhi kemampuan penjerapan iodin. Partikel yang lebih halus diharapkan memiliki luas permukaan yang besar sehingga meningkatkan kemampuan adsorpsi.
Aktivasi Karbon Aktivasi sampel karbon bertujuan untuk menghilangkan senyawa nonkarbon sehingga diperoleh unsur karbon murni, memperbesar pori dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekulmolekul permukaan sehingga karbon mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Proses aktivasi dilakukan dengan meragamkan perlakuan terhadap suhu aktivasi dan konsentrasi aktivator ZnCl2. Ragam suhu aktivasi karbon 650, 700, dan 800 °C dimaksudkan untuk mengetahui suhu yang optimum untuk karbon aktif tempurung kelapa sebagai adsorben. Pemanasan pada suhu 650, 700, dan 800 °C dengan dialiri gas N2 150 cm3/menit STP dimaksudkan agar selama karbonisasi, dapat optimal pembentukkan pori karbon dan mencegah dekomposisi bahan organik menjadi CO2 dan H2O, serta menghindari terjadinya reaksi karbon dengan O2 (Hu et al. 2009). Pencucian karbon setelah aktivasi dilakukan untuk menghilangkan sisa residu organik, kontaminan, mineral dan sisa-sisa logam yang tertinggal dalam rongga pori. Oksida logam yang tertinggal didalam pori dapat mempengaruhi daya jerap karbon aktif pada senyawa tertentu (Setianingsih et al. 2008). Kemampuan adsorpsi juga akan meningkat bila pH diturunkan yaitu dengan menambah asam-asam mineral, karena kemampuan asam mineral akan mengurangi ionisasi asam organik tersebut (Sembiring et al. 2003). Perbedaan konsentrasi ZnCl2 dalam aktivasi karbon dimaksudkan untuk mengetahui konsentrasi optimum aktivator kimia. Penggunaan ZnCl2 sebagai aktivator kimia sangatlah penting karena selain dapat menghasilkan pori-pori baru yang mampu meningkatkan kemampuan adsorpsi merkuri, perendaman dengan ZnCl2 juga dapat menghasilkan terbentuknya ikatan C-Cl dimana gugus Cl tersebut dapat mengikat merkuri (Hg) secara ikatan kimia menjadi HgCl atau HgCl2 (Zeng et al. 2004). Pengujian Karbon Aktif
Gambar 2 Karbon hasil ayakan 70 mesh.
Karbon yang telah diaktifkan, akan memiliki pori-pori yang terbuka dan daya jerapnya tinggi. Karbon hasil aktivasi ditentukan bilangan iodin dan daya jerap iodin menggunakan metode AWWA B604-96. Karbon yang telah diaktivasi akan
5
mengadsorpsi iodin yang ditambahkan, sisa iodin yang tidak teradsorpsi oleh karbon akan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat yang telah di standardisasi. Larutan standar dan pelarut yang digunakan ditunjukkan dalam Lampiran 2. Titik akhir titrasi ditandai dengan warna I2 yang hilang yaitu kuning seulas setelah ditambahkan dengan indikator kanji, berubah dari warna biru tua menjadi tidak berwarna. Volume larutan tiosulfat yang tercatat digunakan untuk menentukan kemampuan karbon aktif tersebut dalam menyerap iodin. Reaksi yang terjadi dalam proses titrasi tersebut (Vogel 1989) : I2 + 2S2O32-
ZnCl2, karena sifat dari proses adsorpsi eksotermik (Zeng et al. 2004). Akibatnya adsorben tidak dapat mengadsorpsi iodin dengan maksimal sehingga daya jerapnya menurun.
2I- + S4O62-
Daya adsorpsi karbon aktif terhadap iodin mengindikasikan kemampuan karbon aktif untuk mengadsorpsi komponen dengan bobot molekul rendah (Suzuki et al. 2007). Hasil penentuan bilangan iodin serta daya jerap setelah aktivasi dengan ragam suhu dan konsentrasi ZnCl2 dapat dilihat pada Lampiran 1. Gambar 3 menunjukkan hubungan antara konsentrasi ZnCl2, suhu, dan hasil pengujian bilangan iodin dengan perendaman setelah aktivasi. Semakin tinggi konsentrasi ZnCl2 dan suhu aktivasi bilangan iodinnya semakin tinggi. Peningkatan suhu aktivasi mampu meningkatkan daya jerap karbon aktif terhadap iodium. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suhu, maka semakin banyak pelat-pelat karbon yang bergeser yang akan mendorong senyawa hidrokarbon tar dan senyawa organik lainnya untuk keluar pada saat aktivasi (Pari 2004). Karbon aktif dengan kemampuan menyerap iodin yang tinggi berarti memiliki luas permukaan yang lebih besar dan juga memiliki struktur mikropori dan mesopori yang lebih besar (Suzuki et al. 2007). Dalam pekerjaan ini diketahui bahwa aktivasi pada suhu 700 °C merupakan suhu paling optimum dibandingkan suhu 600 °C dan 800 °C. Terlihat dalam Gambar 3, aktivasi pada suhu 800 °C memiliki nilai bilangan iodin yang lebih kecil dibandingkan pada suhu 700 °C. Hal tersebut disebabkan aktivasi dengan pemanasan pada suhu yang tinggi lebih dari suhu 700 °C akan merusak beberapa dinding pori pada karbon dan menimbulkan oksida logam yang akan menutupi dinding pori pada permukaan karbon (Allwar et al. 2008). Selain itu, pada suhu 800 °C jumlah iodin yang teradsorpsi mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya konsentrasi larutan
Gambar 3 Hubungan ragam konsentrasi ZnCl2 dan suhu = 650 °C; = 700 °C; - = 800 °C terhadap bilangan iodin karbon aktif dengan perendaman ZnCl2 setelah pemanasan. Perlakuan kondisi aktivasi optimum juga dilakukan pada suhu optimum 700 °C dengan membandingkan nilai bilangan iodin karbon aktif yang diberi perlakuan perendaman sebelum pemanasan, perendaman setelah pemanasan, serta perendaman sebelum dan setelah pemanasan. Ragam konsentrasi ZnCl2 juga diterapkan pada setiap perlakuan (Gambar 4).
Gambar 4 Bilangan iodin karbon aktif pemanasan suhu 700 °C dengan perlakuan = perendaman ZnCl2 setelah pemanasan; = perendaman ZnCl2 sebelum pemanasan; = = perendaman ZnCl2 sebelum dan setelah pemanasan.
6
Hasil karbon aktif perendaman ZnCl2 sebelum pemanasan didapat bilangan iodinnya lebih rendah dari perlakuan karbon aktif dengan perendaman ZnCl2 setelah pemanasan (Lampiran 3), karena pori karbon aktif belum terbuka ketika dilakukan perendaman ZnCl2 terlebih dahulu, sehingga penjerapan iodin kurang maksimal. Sedangkan, hasil aktivasi dengan perendaman ZnCl2 sebelum dan setelah pemanasan memiliki hasil lebih besar dibandingkan perendaman ZnCl2 sebelum pemanasan. Hal tersebut dikarenakan ikatan karbon dengan larutan ZnCl2 lebih banyak dalam produk akan tetapi akan membuat dinding pori dari karbon rapuh karena terbentuk pori yang terlalu banyak sehingga kemampuan menjerap iodin kurang maksimal. Perbandingan dari ketiga perlakuan karbon aktif, yaitu perendaman ZnCl2 setelah pemanasan, perendaman ZnCl2 sebelum pemanasan, dan perendaman ZnCl2 sebelum dan setelah pemanasan ternyata bilangan iodin dan daya jerap lebih maksimal pada kondisi perendaman ZnCl2 setelah pemanasan, karena karbon yang dihasilkan dari aktivasi kimia lebih tinggi daripada aktivasi fisika (Suzuki et al. 2007). Efek penggunaan bahan kimia mampu meningkatkan jumlah pori-pori. Menurut Zhang et al. (2005), aktivasi karbon aktif tempurung kelapa dengan aktivator ZnCl2 bertujuan untuk menambah porositas karbon aktif yang akan terbentuk, sehingga luas permukaan lebih besar dan daya jerapnya meningkat. Berikut hubungan daya jerap iodin terhadap konsentrasi larutan ZnCl2 (Gambar 5).
Gambar 5 Daya jerap karbon aktif pemanasan suhu 700 °C dengan perlakuan = perendaman ZnCl2 setelah pemanasan; = = perendaman ZnCl2 sebelum pemanasan; = perendaman ZnCl2 sebelum dan setelah pemanasan.
Konsentrasi aktivator ZnCl2 dari 3%, 5%, dan 7% pada pemanasan suhu 700 °C terlihat mengalami peningkatan cukup signifikan, semakin besar konsentrasi larutan ZnCl2, semakin besar bilangan iodin dan daya jerapnya. Hal tersebut dikarenakan ketika aktivasi pemanasan pada suhu 700 °C pori karbon terbentuk dan terbuka dengan sempurna terlihat pada Gambar 7, sehingga ketika dilakukan perendaman ZnCl2 dapat memenuhi pori tersebut dengan ikatan Cl (Zeng et al. 2004). Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu yang sifat adsorpsinya selektif, bergantung pada besar pori-pori dan luas permukaan. Daya jerap karbon aktif sangat besar, yaitu 25–1000% terhadap bobot karbon aktif (Sembiring et al. 2003). Menurut Pari (2004), besarnya daya jerap terhadap iodin berkaitan dengan terbentuknya pori pada karbon aktif. Selain itu juga berhubungan dengan pola struktur mikropori yang terbentuk dan mengindikasikan besarnya diameter pori karbon aktif tersebut yang mampu dimasuki oleh molekul dengan diameter kurang dari 10Å. Terlihat dari hasil BET ukuran diameter karbon aktif pada penelitian ini lebih dari 100 Å (Tabel 1), sehingga akan mampu mengadsorpsi iodin. Daya jerap karbon aktif dengan perendaman ZnCl2 setelah pemanasan pada konsentrasi 3%, 5%, dan 7% berturut-turut 25.41%, 28.20%, dan 41.96%. Semakin meningkatnya konsentrasi ZnCl2, daya jerap terhadap iodin makin besar . Semakin besar daya jerap iodin berarti karbon tersebut memiliki luas permukaan dan pori yang lebih besar, sehingga daya jerap paling optimum yaitu konsentrasi ZnCl2 7% dengan perendaman setelah pemanasan sebesar 41.96% memiliki standar deviasi 0.0000. Hasil penelitian ini memiliki bilangan iodin terbesar yaitu 710.48 mg/g. Bilangan iodin ini telah sesuai dengan standar minimum yang ditetapkan oleh AWWA B604-96 yaitu sebesar 500 mg/g. Selain itu, standar minimum juga ditetapkan oleh SII No.025879 yaitu sebesar 20% (200 mg/g). Morfologi karbon aktif dalam pekerjaan ini dicirikan dengan menggunakan SEM yang dilengkapi penganalisis sinar-X dispersif energi (EDXA). EDXA yang digunakan untuk menganalisis unsur dalam bahan. Analisis dilakukan secara kualitatif dan komposisi bahan dapat diperoleh dengan memantau sinar-X yang dihasilkan dari interaksi elektron dengan spesimen (Abdullah et al. 2008). Berikut hasil dispersif EDXA karbon aktif
7
pada kondisi padaTabel 1.
optimum
dapat
dilihat
Tabel 1 Data EDXA massa Zn dan Cl pada karbon aktif suhu optimum 700 °C Konsentrasi ZnCl2 (b/v) (%)
Zn
Cl
3%
2.42
1.48
5%
1.93
1.60
7%
20.50
4.58
(b)
edx_7%_4
150 135
Counts
120 C 105 90 75 60 Cl
45 30 15
Zn Zn
Si
Cl
1.00
2.00
3.00
Zn Zn
0 0.00
(a)
Massa (%)
Gambar 6 menunjukkan pola difraksi kandungan Zn dan Cl pada permukaan karbon aktif dengan perendaman aktivator ZnCl2 setelah pemanasan pada suhu optimum 700 °C. Terlihat bahwa kandungan Cl terbanyak pada konsentrasi ZnCl2 terbesar yaitu 7%. Namun, dibandingkan dengan kandungan % massa Zn, % massa Cl lebih sedikit dikarenakan Zn tidak hanya berasal dari ZnCl2, Zn juga diindikasikan berasal dari ZnO hasil pembakaran pada karbon yang tidak sempurna sehingga bereaksi dengan oksigen. Pola difraksi hasil EDXA pada konsentrasi ZnCl2 lainnya dapat dilihat pada Lampiran 6. 165
karbon aktif dengan perendaman ZnCl2 konsentrasi 7% setelah pemanasan (Tabel 2).
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00 10.00
keV
Gambar 6 Pola difraksi sinar-X dispersif energi karbon aktif dengan perendaman ZnCl2 konsentrasi 7% setelah pemanasan. Hasil analisis SEM untuk melihat morfologi karbon aktif dapat dilihat pada Gambar 6. Terlihat semakin besar konsentrasi ZnCl2 jumlah pori semakin banyak, kemampuan karbon aktif untuk menjerap semakin besar ditampilkan pada Gambar 7. Total volume pori terbanyak yaitu pada
c (c)
Gambar 7 Hasil morfologi karbon aktif perbesaran 50-20 μm dengan perendaman ZnCl2 konsentrasi 3% (a), 5% (b), dan 7% (c) setelah pamanasan. Pencirian selanjutnya pada penelitian ini menggunakan metode Brunauer, Emmet, dan Teller (BET) yang merupakan teknik untuk memperkirakan luas permukaan sebagai suatu parameter yang erat hubungannya dengan kemampuan adsorpsi suatu adsorben. Persamaan BET digunakan dalam menentukan luas permukaan karbon aktif dari adsorpsi isoterm nitrogen yang diukur pada 77K (Spahis et al. 2008). Analisis BET bertujuan untuk mengetahui karakter fisik dari karbon yang memiliki kemampuan optimum sebagai adsorben. Ciri fisik yang dianalisis yaitu ukuran diameter pori dan total volume pori, sehingga diharapkan luas permukaan akan dapat diperkirakan. Sampel karbon yang akan dianalisis harus bersih dari kontaminan seperti air dan minyak, sehingga perlu dilakukan pembersihan permukaan (degassing) sebelum sampel dianalisis. Proses pembersihan permukaan berlangsung selama 14 jam dengan cara menyimpan sampel dalam sel gelas yang kemudian dipanaskan dengan aliran gas nitrogen dalam kondisi vakum. Hasil analisis BET ditunjukkan pada Tabel 2.
8
Tabel 2 Hasil analisis BET pada karbon aktif suhu optimum 700 °C Ragam Diameter Pori Total Volume Perlakuan Pori (Å) (cc/g) 3%* tidak 0.0002618 terdeteksi 5%* 228.547 0.001048 7%* 160.242 0.007596 7%** 105.790 0.009671 7%*** 262.725 0.005042 Keterangan: *: perendaman ZnCl2 setelah pemanasan **: perendaman ZnCl2 sebelum pemanasan ***: perendaman ZnCl2 sebelum dan setelah pemanasan.
Karbon aktif dari tempurung kelapa biasanya berbentuk granular yang sangat keras dengan diameter pori berkisar 20−500 Å, tipe pori lebih halus (mesopori), dan digunakan dalam fase gas sebagai penyerap uap (Setianingsih et al. 2008). Tabel 2 menunjukkan analisis BET pada suhu optimum 700 °C yaitu perendaman ZnCl2 konsentrasi 3% setelah pemanasan ukuran diameter pori tidak terdeteksi. Karbon aktif pada perendaman ZnCl2 konsentrasi 5% setelah pemanasan memiliki diameter pori sebesar 228.547 Å lebih besar dibandingkan dengan diameter pori pada perendaman ZnCl2 konsentrasi 7% setelah pemanasan sebesar 160.242 Å. Diameter pori terbesar yaitu pada karbon aktif dengan perendaman ZnCl2 sebelum dan setelah pemanasan yaitu sebesar 262.725 Å dan diameter terkecil pada karbon aktif perendaman ZnCl2 konsentrasi 7% sebelum pemanasan sebesar 105.790 Å. Ukuran diameter suatu adsorben yang lebih kecil ternyata lebih efektif dalam proses adsorpsi dibandingkan dengan diameter yang besar. Diameter pori berbanding terbalik dengan luas permukaan. Hal tersebut disebabkan karena adsorben dengan diameter lebih kecil mempunyai luas permukaan yang lebih besar dan menyebabkan daya jerap lebih besar (Purnama dan Setiati 2004). Karbon aktif perendaman ZnCl2 konsentrasi 7% sebelum pemanasan diharapkan memiliki luas permukaan yang besar. Total volume pori pada perendaman ZnCl2 konsentrasi 7% setelah pemanasan yaitu 0.007596 cc/g lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi ZnCl2 3% dan 5% (Lampiran 7). Zhang et al. (2005) menyatakan bahwa luas permukaan BET berbanding lurus dengan volume adsorben. Semakin besar luas permukaan, volume pori dan daya jerap semakin besar. Rata-rata
volume pori meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi larutan ZnCl2 (Zeng et al. 2004). Hu et al. (2005) menyatakan bahwa karbon aktif sebagai adsorben memiliki porositas tinggi dan luas permukaan yang besar. Luas permukaan karbon aktif berkisar antara 300–2000 m2/g dan volume pori lebih besar dari 30 cm3/100 g. Total volume pori terbesar pada karbon aktif perendaman ZnCl2 konsentrasi 7% sebelum pemanasan yaitu 0.009671 cc/g dengan diameter pori terkecil yaitu 105.790 Å. Hasil dari analisis karakter fisik karbon aktif pada penelitian ini didapatkan porositas yang rendah. Hal tersebut diduga preparasi awal karbon aktif kurang maksimal, ketika perendaman ZnCl2 kurang proses pengadukan sehingga penjerapan ZnCl2 kurang maksimum, masih ada karbon yang tidak teraktifkan sempurna. Karbon aktif juga dibiarkan terlalu lama dalam suhu ruang karena efektivitas dari adsorben tidak akan berlangsung lama. Kondisi karbon aktif dengan perendaman ZnCl2 setelah pemanasan yang diharapkan memiliki total volume pori lebih besar ternyata lebih rendah. Hal tersebut diduga ketika dialirkan gas nitrogen (analisis BET) pada pori karbon yang berfungsi untuk membersihkan dan mengosongkan pori, pori karbon masih tertutup dengan oksida logam Zn, sehingga nitrogen tidak dapat masuk kedalam pori dengan sempurna. Keberadaan abu hasil oksida logam yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan poripori karbon aktif sehingga luas permukaan karbon aktif menjadi berkurang (Scroder dan Elisabeth 2006). Menurut Zeng et al. (2004), Peresapan aktivator ZnCl2 berlebih akan menurunkan luas permukaan BET sehingga volume pori dari sampel karbon aktif akan semakin kecil dikarenakan penyumbatan porositas internal dengan masuknya molekul ZnCl2. Selain itu juga menyebabkan korosi di mana karbon aktif yang terbentuk menjadi rusak. Hal tersebut dibuktikan dari hasil EDXA pada Tabel 1 bahwa massa Zn (%) lebih besar daripada massa Cl (%). Terdapat oksida logam ZnO yang cukup banyak pada karbon aktif dengan konsentrasi 3%, 5%, dan 7% dengan perendaman setelah pemanasan (Lampiran 6). Karbon aktif yang paling optimum penjerapannya akan diaplikasikan sebagai adsorben yang akan mengeliminasi kandungan Hg dalam gas bumi. Kehadiran merkuri dalam gas bumi dalam jumlah yang kecil tetap merugikan karena dapat
9
menyebabkan korosi pada peralatan dan fasilitas proses di industri migas. Berikut ini merupakan reaksi pengikatan aktivator kimia ZnCl2 pada karbon aktif ketika diaplikasikan untuk menjerap merkuri menurut Zeng et al. (2004): ZnCl2 + CnHxOy → Zn + [Cl2− CnHxOy] Hg0 + [Cl]ˉ → [HgCl]+ + 2e Hg0 + 2[Cl]ˉ → [HgCl2] + 2e [HgCl2] + 2[Cl]ˉ → [HgCl4]2– ZnCl2 berikatan dengan karbon , sehingga gugus dari Cl akan mengisi pori dalam karbon. Cl fungsional grup akan meng adsorpsi kontaminan dalam gas bumi seperti merkuri berbentuk Hg° yaitu merkuri yang teroksidasi dalam bentuk merkuri oksida (HgO). Cl yang ditambahkan berlebih sehingga akan terbentuk ragam kompleks, [HgCl]+, [HgCl2], dan [HgCl4]2–.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Aktivasi karbon aktif tempurung kelapa yang optimum, yaitu pada perendaman aktivator ZnCl2 dengan konsentrasi 7% setelah pemanasan pada suhu 700 °C, dengan bilangan iodin sebesar 710.48 mg/g dan daya jerap sebesar 41.96%. Hasil pencirian dengan SEM dan EDXA membuktikan karbon aktif dengan perendaman ZnCl2 konsentrasi 7% setelah pemanasan memiliki kandungan Cl terbesar, yang nantinya akan digunakan untuk mengikat merkuri dalam gas bumi. Hasil pencirian dengan BET menunjukkan hasil yang berbeda, karbon aktif dengan perendaman ZnCl2 konsentrasi 7% sebelum pemanasan memiliki total volume pori terbesar berbanding lurus dengan luas permukaan. Semakin besar konsentrasi activator ZnCl2, semakin besar kemampuan mengadsorpsi suatu adsorben. Saran Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menyempurnakan aktivasi karbon aktif menggunakan metode ini dengan memaksimalkan tahapan preparasi, seperti pengadukan saat merendaman ZnCl2 dan penyimpanan karbon aktif jangan terlalu lama karena karbon aktif mempunyai masa efektivitas. Perlu dilakukan juga pengujian luas permukaan karbon aktif serta adsorpsi merkuri pada gas bumi.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah M, Virgus Y, Nirmin, Khairurrijal. 2008. Sintesis nanomaterial. J Nanosains Nanoteknol 1:33-57. Aber S, Khataee A, Sheydaei M. 2009. Optimization of activated carbon fiber preparation from Kenaf using K2HPO4 as chemical activator for adsorption of phenolic compounds. Bioresour Technol 100:6586-6591. Adinata D, Daud W, Aroua MK. 2007. Preparation and characterization of activated carbon from palm shell by chemical activation with K2CO3. Bioresour Technol 98:145-149. Alaerts GJ, Jitjaturun V, Kelderman P. Use of coconut shell based activated carbon for chromium (VI) removal. Water Science Technol 1701-1704. Alhamed YA. 2006. Activated carbon from dates' stone by ZnCl2 activation. JKAU: Eng. Sci 17:75–100. Allwar, Noor M, Asri M. 2008. Textural characteristics of activated carbons prepared from oil palm shells activated with ZnCl2 and pyrolysis under nitrogen and carbon dioxide. Journal of Physical Science 19:93-104. [AWWA] American Association B604. Activated Carbon.
Water Works 1996. Granular
Chand B, Roop, Meenakshi G. 2005. Activated Carbon Adsorption. New York: Lewis. European Pharmacopoeia 20926. 2005. Spesific Surface Area by Gas Adsorption. Gercel O, Ozcan A, Ozcan AS, Gercel HF. 2007. Preparation of activated carbon from a renewable bio-plant of Euphorbia rigida by H2SO4 activation and its adsorption behavior in aqueous solutions. Appl Surface Sci 253:4843-4852. Gimba CE, Ocholi O, Egwaikhide PA, Muyiwa T, Akporhonor E. 2009. New raw material for activated carbon. I. Methylene blue adsorption on activated carbon prepared from Khaya senegalensis fruits. Cien Inv Agraria 36:107-114. Haryadi W, Muchalal, Cahyono NR. 2005. Preparation of activated carbon from silk
10
cotton wood and coconut shell by pyrolisis with ceramic furnace. Indones J Chem 5:121-124. Hu C, Zhou J, He S, Luo Z, Cen K. 2009. Effect of chemical activation of an activated carbon using zinc chloride on elemental mercury adsorption. Fuel Processing Technology 90:812-817. Ioannidou O, Zabaniotou A. 2007. Agricultural residues as precursors for activated carbon production. Renewable & Sustainable Energy Reviews 11:19662005. Kismurtono M, Sumarsono, Kurniadi M. 1999. Pembuatan arang aktif dari tempurung kelapa dan kayu lamtorogung dengan cara aktivasi kukus. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional III Kimia dalam Pembangunan Hotel Santika, Yogyakarta, 20-21 April 1999. Bandung: LIPI Bandung, hlm 590-599. [MSDS] Material Safety Data Sheet Number Z2280. 2009. Zinc Chloride. Pari G. 2004. Kajian Struktur Arang Aktif dari Serbuk Gergaji Kayu sebagai Adsorben Emisi Formaldehida Kayu Lapis [Disertasi Program Doktor]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Prabakaran K, Balamurunga A, Rajeswari S. 2005. Development of calcium phosphate bases apatie from Hen‟s eggshell. Bull Mat Sci 28:115-119. Prastowo B, Allorerung D, Mahmud Z. 2008. Peluang kelapa untuk pengembangan produk kesehatan. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian 4:298-315. Priagantina B. 2010. Kondisi optimum pembuatan arang aktif dari tempurung kelapa sebagai adsorben [skripsi]. Bogor: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri, Akademi Kimia Analisis. Purnama H, Setiati. 2004. Adsorpsi limbah tekstil sintesis dengan jerami padi. Jurnal Teknik Gelagar 15:1-9. Scroder, Elisabeth. 2006. Experiment on the Generation of Activated Carbon from Biomass. German: Institute for Nuclear Energy Technologies Forschungs Karlsruhe. Sembiring, Meiliata T, Sinaga T. 2003. Pengenalan dan proses pembuatan arang
aktif [tesis]. Medan: Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara. Setianingsih T, Hasanah U, Darjito. 2008. Study of NaOH- activation temperature influence toward character of mesoporous carbon based on textile sludge waste. Indones J Chem 8:348-352. Spahis N, Addoun A, Mahmoudi H, Ghaffour N. 2008. Purification of water by activated carbon prepared from olive stones. Desalination 222:519-527. Sudaryanto Y, et al. 2006. High surface area activated carbons prepared from cassava peel by chemical activation chemical engineering. Widya Mandala Surabaya Catholic University. hlm 734-739. Suzuki RM, Andrade AD, Sousa JC, Rollemberg. 2007. Preparation and characterization of activated carbon from rice bran. Biores Technol 98:1985-1991. Vargas DP, Giraldo L, Moreno JC. 2010. Preparation and characterization of activated carbon monoliths with potential application as phenol adsorbents. EJournal of Chemistry 7:531-539. Vogel. 1989. Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis 5th. London: Longman Group Limited. Wang Jun, et al. 2010. Preparation of activated carbon from a renewable agricultural residue of pruning mulberry shoot. African Biotechnology 9:27622767. Zabihi M, Haghighi AA, Ahmadpour A. 2010. Studies on adsorption of mercury from aqueous solution on activated carbons prepared from walnut shell. Journal of Hazardous Materials 174:251-256. Zamrudy W. 2008. Pembuatan karbon aktif dari ampas biji jarak pagar (Jatropha curcas Linn). Jurnal Teknologi Separasi 2:1978-1989. Zeng H, Jin F, Guo J. 2004. Removal of elemental mercury from coal combustion flue gas by chloride-impregnated activated carbon. Fuel 83:143-146. Zhang FS, Nriagu JO, Itoh H. 2005. Mercury removal from water using activated carbon derivated from organic sewage sludge. Water Research 389-395.
11
LAMPIRAN
12
Lampiran 1 Diagram alir proses aktivasi karbon aktif
Persiapan sampel (Karbon digerus dan diayak dengan ukuran 70 mesh)
Aktivasi sampel karbon dengan perendaman aktivator ZnCl2 konsentrasi 3%, 5%, dan 7% (w/v) setelah pemanasan pada masing- masing perlakuan suhu 650 °C, 700 °C, dan 800°C
Setelah diperoleh suhu optimum, aktivasi lanjutan dilakukan dengan perlakuan yang berbeda
Aktivasi sampel karbon dengan perendaman aktivator ZnCl2 konsentrasi 3%, 5%, dan 7% (w/v) sebelum pemanasan pada suhu 700 °C
Aktivasi sampel karbon dengan perendaman aktivator ZnCl2 konsentrasi 3%, 5%, dan 7% (w/v) sebelum dan setelah pemanasan pada suhu 700 °C
Pengeringan dalam oven selama 8 jam pada suhu 100 °C
Karakterisasi sampel karbon aktif
Bilangan iodin
BET
SEM
13
Lampiran 2 Pembuatan pelarut dan larutan standar
Pembuatan larutan zink klorida 3% ZnCl2 ditimbang sebanyak 15 gram, kemudian dilarutkan ke dalam labu ukur 500 mL dengan akuades sampai tanda tera dan dihomogenkan.
Pembuatan larutan asam klorida 0.5 N Sebanyak 41.45 mL larutan HCl 37% dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 mL dan diencerkan dengan akuades sampai tanda tera, lalu dihomogenkan.
Pembuatan larutan iodin 0.0471 N I2 ditimbang sebanyak 5.9 gram dilarutkan dengan akuades dan ditambahkan KI sebanyak 57.0 gram sedikit demi sedikit sampai larut, kemudian masukkan ke dalam labu ukur 1000 mL dilarutkan dengan akuades sampai tanda tera lalu dihomogenkan.
Pembuatan larutan natrium tiosulfat 0.1 N Na2S2O3•5H2O ditimbang 25 gram kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 1000 mL lalu ditambahkan 0.015 gram Na2CO3, kemudian dilarutkan dengan akuades sampai tanda tera.
Standardisasi natrium tiosulfat K2Cr2O7 ditimbang sebanyak 0.4900 gram, lalu dimasukan ke dalam labu takar 100 mL. Sebanyak 25 mL larutan K2Cr2O7 dimasukkan ke dalam erlenmeyer kering. Selanjutnya ditambahkan 15 mL HCl pekat dan 10 mL KI 20 %. Titrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga mendekati titik akhir (hingga berwarna kuning muda) dan ditambahkan indikator kanji. Kemudian dititrasi kembali hingga terjadi perubahan warna dari biru tua menjadi hijau muda.
Standardisasi iodium Sebanyak 25 mL larutan I2 dititrasi dengan larutan Na2S2O3 yang telah distandardisasi hingga mendekati titik akhir (hingga berwarna kuning muda) dan ditambahkan indikator kanji. Kemudian dititrasi kembali hingga terjadi perubahan warna dari biru tua menjadi hijau muda.
14
Lampiran 3 Tabel data analisis penetapan bilangan iodin dan daya jerap karbon aktif Data analisis bilangan iodin dan daya jerap karbon aktif dengan perendaman ZnCl2 setelah pemanasan Suhu
Konsentrasi ZnCl2 (b/v)
Bobot Sampel
Volume Blanko
Volume Titran
Bilangan Iodin
Daya Jerap
RataRata
(°C)
(%)
(gram)
(mL)
(mL)
(mg/g)
(%)
(%)
3%
0.1011
22.00 22.00
20.65 20.68
164.06 155.70
17.08 16.70
16.89
0.2687
5%
0.1011
22.00
20.60
177.98
17.71
18.02
0.4525
22.00
20.55
191.90
18.35
22.00
20.35
248.07
20.92
20.73
0.2687
22.00
20.38
239.70
20.54
22.00
20.00
346.40
25.41
25.41
0.0000
22.00 22.00
20.00 19.80
346.40 401.51
25.41 27.89
22.00
19.75
415.45
28.52
28.20
0.4454
22.00
18.70
710.48
41.96
41.96
0.0000
22.00
18.70
710.48
41.96
22.00
20.15
303.87
23.45
23.45
0.0000
22.00
20.15
303.87
23.45
22.00
20.25
275.97
22.19
22.51
0.4454
22.00
20.20
289.92
22.82
22.00
20.40
234.36
20.30
20.62
0.4500
22.00
20.35
248.32
20.93
650 °C
7% 3% 700 °C
0.1007
5%
0.1009
7%
0.1006
3% 800 °C
0.1009
5% 7%
0.1009 0.1009 0.1008
SD
Data analisis bilangan iodin dan daya jerap karbon aktif dengan perendaman ZnCl2 sebelum pemanasan pada suhu 700 °C Konsentrasi ZnCl2 (b/v)
Bobot Sampel
Volume Blanko
Volume Titran
Bilangan Iodin
(%)
(gram)
(mL)
(mL)
(mg/g)
(%)
21.25
19.35
356.51
24.23
3%
0.1009 21.25
19.35
356.51
24.23
21.25
19.10
425.83
27.36
21.25
19.15
411.82
26.73
21.25
18.60
567.55
33.83
21.25
18.55
581.59
34.47
5%
7%
Daya Jerap Rata-Rata (%) 24.23
0.1011
27.05
0.1008
34.15
15
Lanjutan Lampiran 3 Data analisis bilangan iodin dan daya jerap karbon aktif dengan perendaman ZnCl2 sebelum dan setelah pemanasan pada suhu 700 °C Konsentrasi ZnCl2 (b/v)
Bobot Sampel
Volume Blanko
Volume Titran
(%)
(gram)
(mL)
(mL)
(mg/g)
(%)
21.25
19.65
272.59
20.42
3%
0.1008 21.25
19.65
272.59
20.42
21.25
18.55
583.33
34.57
21.25
18.60
569.24
33.93
21.25
18.40
624.35
36.42
21.25
18.45
610.29
35.78
5%
7%
Bilangan Iodin Daya Jerap
Rata-Rata (%) 20.42
0.1005
34.25
0.1007
36.10
16
Lampiran 4 Perhitungan standardisasi larutan dalam penetapan bilangan iodin karbon aktif perendaman ZnCl2 setelah pemanasan pada suhu 700 °C
Standardisasi natrium tiosulfat Volume titrasi 1 = 24.80 mL Volume titrasi 2 = 24.80 mL Konsentrasi Na2S2O7
=
= = 0.4329 mgek/mL
= 0.1008 mgek/mL
B = konsentrasi Na2S2O7 × 126.93 = 0.1008 mgek/mL × 126.93 = 12.7945
Standardisasi larutan iodium Volume titrasi 1 = 11.70 mL Volume titrasi 2 = 11.68 mL Konsentrasi iodium 1
=
Konsentrasi iodium
=
= 0.0472 mgek/mL
Konsentrasi iodium 2
=
= 0.0471 mgek/mL
Konsentrasi iodium rata-rata = A = konsentrasi iodium x 12693 = 0.0471 mgek/mL x 12693 = 597.8403
= 0.0471 mgek/mL
17
Lanjutan Lampiran 4 Perhitungan standardisasi larutan dalam penetapan bilangan iodin karbon aktif perendaman ZnCl2 sebelum pemanasan pada suhu 700 °C
Standardisasi natrium tiosulfat Volume titrasi 1 = 24.65 mL Volume titrasi 2 = 24.65 mL Konsentrasi Na2S2O7
= = = 0.4057 mgek/mL
= 0.1014 mgek/mL
B = konsentrasi Na2S2O7 × 126.93 = 0.1014 mgek/mL ×126.93 = 12.8707
Standardisasi larutan iodium Volume titrasi 1 = 11.35 mL Volume titrasi 2 = 11.35 mL Konsentrasi iodium
=
Konsentrasi iodium
=
= 0.0460 mgek/mL
A = konsentrasi iodium ×12693 = 0.0460 mgek/mL ×12693
= 583.878
18
Lampiran 5 Perhitungan bilangan iodin dan daya jerap karbon aktif
Contoh perhitungan bilangan iodin Sampel 70 mesh dengan suhu pemanasan 700 0C pada konsentrasi ZnCl2 7%. Bobot sampel Volume titran A B
= = = =
C=
0.1006 gram 18.70 mL 597.8403 12.7945 =
= 0.0377 mgrek/mL
tidak ada faktor koreksi
=
= = 710.4828 Bilangan iodin =
D
Bilangan iodin = 710.4828 mg/g
Contoh perhitungan kemampuan daya jerap iodium
Sampel 70 mesh dengan suhu pemanasan 700 0C pada konsentrasi ZnCl2 7%. Bobot sampel = 100.6 miligram Volume titran = 18.70 mL Volume blanko = 22.00 mL Konsentrasi natrium tiosulfat = 0.1008 mgrek/mL
Daya jerap =
Daya jerap
x 100 %
= = 41.96 %
x 100 %
19
Lampiran 6 Data SEM dan EDXA karbon aktif dengan perendaman ZnCl2 setelah pemanasan pada suhu optimum 700 0C
Karbon aktif dengan konsentrasi ZnCl2 3% Title : IMG1 -----------------------Instrument : 6390(LA) Volt : 20.00 kV Mag : x 850 Date : 2011/09/20 Pixel : 512 x 384 Acquisition Parameter Instrument : 6390(LA) Acc. Voltage : 20.0 kV Probe Current: 1.00000 nA PHA mode : T3 Real Time : 32.02 sec Live Time : 30.00 sec Dead Time : 6 % Counting Rate: 1294 cps Energy Range : 0 - 20 keV
004
50 50 µm µm 1000 900
edx_3%_2 C
800 700
Counts
600 500 400
Si
300 O
200
Zn
Al
Cl
Zn
100
Cl
K
Zn
K
Zn
0 0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
keV
ZAF Method Standardless Quantitative Analysis(Oxide) Fitting Coefficient : 0.6440 Total Oxide : 24.0 Element (keV) mass% Error% Mol% Compound C K 0.277 86.48 0.39 97.20 C O 5.16 Al K 1.486 1.54 0.94 0.39 Al2O3 Si K 1.739 2.80 1.08 1.35 SiO2 Cl K 2.621 1.48 0.48 0.56 Cl K K 3.312 0.60 0.80 0.10 K2O Zn K 8.630 1.94 6.17 0.40 ZnO Total 100.00 100.00
mass% 86.48
Cation 0.00
K 84.0662
2.92 5.99 1.48 0.72 2.42 100.00
4.26 7.42 0.00 1.14 2.21 15.02
2.5599 5.2689 3.3966 1.3369 3.3714
20
Lanjutan Lampiran 6
Karbon aktif dengan konsentrasi ZnCl2 5% Title : IMG1 --------------------------Instrument : 6390(LA) Volt : 20.00 kV Mag : x 650 Date : 2011/09/20 Pixel : 512 x 384 Acquisition Parameter Instrument : 6390(LA) Acc. Voltage : 20.0 kV Probe Current: 1.00000 nA PHA mode : T3 Real Time : 32.05 sec Live Time : 30.00 sec Dead Time : 6 % Counting Rate: 1357 cps Energy Range : 0 - 20 keV
003
50 50 µm µm 1500 1350
edx_5%_2 C
1200 1050
Counts
900 750 600 450 300
Zn Zn
150
Al
Si
Cl Cl Zn
Zn
0 0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
keV
ZAF Method Standardless Quantitative Analysis(Oxide) Fitting Coefficient : 0.7057 Total Oxide : 24.0 Element (keV) mass% Error% Mol% Compound C K 0.277 91.67 0.42 98.22 C O 2.84 Al K 1.486 0.79 1.17 0.19 Al2O3 Si K 1.739 1.54 1.33 0.71 SiO2 Cl K 2.621 1.60 0.59 0.58 Cl Zn K 8.630 1.55 7.76 0.31 ZnO Total 100.00 100.00
mass% 91.67
Cation 0.00
K 90.7772
1.49 3.30 1.60 1.93 100.00
3.96 7.43 0.00 3.21 14.59
1.1432 2.5556 3.2107 2.3133
21
Lanjutan Lampiran 6
Karbon aktif dengan konsentrasi ZnCl2 7% Title : IMG1 --------------------------Instrument : 6390(LA) Volt : 20.00 kV Mag : x 1,200 Date : 2011/09/20 Pixel : 512 x 384 Acquisition Parameter Instrument : 6390(LA) Acc. Voltage : 20.0 kV Probe Current: 1.00000 nA PHA mode : T3 Real Time : 30.38 sec Live Time : 30.00 sec Dead Time : 1 % Counting Rate: 257 cps Energy Range : 0 - 20 keV
010
25 25 µm µm
edx_7%_4 165 150 135 120
C
Counts
105 90 75 60 Cl
45 Zn
30
Zn
15
Si
Zn
Cl
Zn
0 0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
keV
ZAF Method Standardless Quantitative Analysis(Oxide) Fitting Coefficient : 0.7986 Total Oxide : 24.0 Element (keV) mass% Error% Mol% Compound C K 0.277 73.10 0.37 93.67 C O 5.00 Si K 1.739 0.85 0.65 0.47 SiO2 Cl K 2.621 4.58 0.25 1.99 Cl Zn K 8.630 16.47 3.00 3.88 ZnO Total 100.00 100.00
mass% 73.10
Cation 0.00
K 48.0299
1.82 4.58 20.50 100.00
2.33 0.00 19.35 21.67
1.7005 12.7719 37.4976
22
Lampiran 7 Data hasil BET karbon aktif perendaman ZnCl2 konsentrasi 7% setelah pemanasan
23
Lanjutan Lampiran 7 Data hasil BET karbon aktif perendaman ZnCl2 konsentrasi 7% sebelum pemanasan