PRAKTEK NIKAH PASCA TALAK BA’IN (Studi Kasus di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah)
SKRIPSI
Disusun guna memenuhi syarat tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I) di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga
Oleh: Reka Anita 21107009
JURUSAN SYARIAH PROGRAM STUDI AL AHWAL ASY SYAKHSIYYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2012
i
ii
PRAKTEK NIKAH PASCA TALAK BA’IN (Studi Kasus di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah)
SKRIPSI
Disusun guna memenuhi syarat tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I) di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga
Oleh: Reka Anita 21107009
JURUSAN SYARIAH PROGRAM STUDI AL AHWAL ASY SYAKHSIYYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2012
iii
iv
v
DEPARTEMEN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) Jl. Stadion 03 telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721 Wibseite: www.stainsalatiga.ac.id E-mail:
[email protected]
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Reka Anita
NIM
: 21107009
Jurusan
: Syari’ah
Program Studi
: Al Ahwal Asy Syakhsiyyah
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atas temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 3 Maret 2012 Yang menyatakan,
Reka Anita
vi
MOTTO
..... ”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS. Al-Baqarah: 286)
”Ketika engkau tidak punya siapa-siapa selain Tuhan, ingatlah bahwa Tuhan lebih dari cukup untukmu” (Penulis)
PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan kepada: Bapak dan Ibu tercinta yang selalu memberikan kasih sayang dan doa untuk keberhasilanku Kepada kakak-kakakku yang selalu mendukungku Sahabat terbaikku (Etty, Febby, mas Hamidun) yang selalu ada di setiap keluh kesahku Teman-teman AHS 07 yang akan selalu di hati Teman-teman kos yang selalu menjadi penyemangatku
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr Wb Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada baginda Rasulullah saw yang selalu kami harapkan syafaatnya. Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan yang dimiliki, sehingga bimbingan, arahan dan bantuan telah banyak penulis peroleh dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku Ketua STAIN Salatiga 2. Bapak Drs. Mahfudz, M.Ag selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya guna membimbing penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini. 3. Bapak Drs. Mubasirun, M.Ag selaku ketua Jurusan Syari’ah STAIN Salatiga. 4. Bapak Illya Muhsin, S.HI., M.Si, selaku ketua program studi Al Ahwal Asy Syakhsiyyah. 5. Seluruh dosen STAIN Salatiga, terima kasih atas ilmu yang diberikannya. 6. Orang tuaku tersayang dan saudara-saudara yang telah turut serta membantu dan memberikan dukungan baik materi maupun non materi.
viii
7. Sahabat-sahabatku
yang
telah
memberikan
dukungannya
hingga
terselesaikannya skripsi ini. 8. Teman-teman AHS ’07 yang penulis sayangi. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah tersebut di atas akan mendapat balasan yang melimpah dari Allah.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Salatiga, 3 Maret 2011
Penulis
ix
ABSTRAK
Reka Anita. 2011. Praktek Nikah Pasca Talak Ba’in (Studi Kasus di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah), Pembimbing: Drs. Machfudz, M.Ag Kata kunci: Nikah dan Talak ba’in Penyebab runtuhnya perkawinan mungkin terhalang oleh keadaan-keadaan yang tidak bisa dibayangkan sebelumnya. Yang menjadikan hubungan rumah tangga hancur (broken home) meski banyak pengarahan-pengarahan, bimbinganbimbingan. Namun suatu kenyataan yang harus diakui dan tidak dapat dipungkiri ketika terjadi kehancuran rumah tangga dan mempertahankannya pun suatu siasia. Namun tidak mustahil seseorang yang sudah melakukan perceraian terkadang ingin kembali lagi kepada istrinya (rujuk). Memang tidak ada salahnya bila seorang suami yang telah bercerai dengan istrinya melakukan nikah kembali. Hal itu sah-sah saja apabila nikah tersebut memenuhi syarat dan rukunnya. Akan tetapi apabila nikah tersebut tidak memenuhi syarat dan rukunnya maka hal tersebut adalah batal. Teknik pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara, pengamatan, serta penelaahan dokumen/studi documenter yang antara satu dengan yang lain saling melengkapi, memperkuat dan menyempurnakan. Subyek penelitian ini adalah warga yang melakukan praktek nikah pasca talak ba’in di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah. Setelah di analisis, ternyata subyek yang di teliti melakukan praktek nikah pasca talak ba’in yang tidak sesuai dengan prosedur hukum agama dan undangundang yang berlaku di negara Indonesia dikarenakan kurangnya pengetahuan. Perhatian untuk pemerintah setempat, praktek nikah pasca talak ba’in yang terjadi di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah yaitu kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat setempat tentang hukum pernikahan yang berlaku. Dampak dalam bidang religius, praktek nikah pasca talak ba’in di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah merupakan perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum agama dan hukum yang berlaku di Indonesia.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ....................................................................................
i
HALAMAN LOGO .........................................................................................
ii
HALAMAN JUDUL........................................................................................ iii PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... iv PENGESAHAN ...............................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................... vi MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................. vii KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii ABSTRAK .......................................................................................................
x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...........................................................
1
B. Rumusan Masalah ...................................................................
6
C. Tujuan Penelitian ......................................................................
6
D. Kegunaan Penelitian .................................................................
6
E. Penegasan Istilah ......................................................................
7
F. Metode Penelitian .....................................................................
8
G. Sistematika Penulisan ............................................................... 15
xi
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Pernikahan/Perkawinan ............................................................ 17 1. Pengertian dan tujuan perkawinan ..................................... 17 2. Rukun dan syarat perkawinan ............................................ 20 3. Prinsip-prinsip perkawinan ............................................... 23 4. Hak dan kewajiban suami istri ........................................... 26 B. Talak ......................................................................................... 28 1. Pengertian talak .................................................................. 28 2. Hukum talak ....................................................................... 30 3. Syarat dan rukun talak ........................................................ 32 4. Macam-macam talak .......................................................... 35 5. Akibat hukum talak ............................................................ 41
BAB III
LAPORAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah ....................... 44 B. Profil Keluarga yang Melakukan Praktek Nikah Pasca Talak Ba’in serta Tanggapan Masyarakat terhadap Praktek Nikah Pasca Talak Ba’in di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah ..... 51 C. Latar Belakang Keluarga dan Proses Terjadinya Nikah Pasca Talak Ba’in ..................................................................... 58
BAB IV
PEMBAHASAN A. Proses Pelaksanaan Praktek Nikah Pasca Talak Ba’in ............. 62
xii
B. Analisis Terhadap Faktor Terjadinya Praktek Nikah Pasca Talak Ba’in ............................................................................... 65 C. Hukum Nikah Pasca Talak Ba’in ............................................. 67 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................. 71 B. Saran ........................................................................................ 72 C. Kata Penutup ............................................................................ 73
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Penduduk Dusun Linggar Galing Berdasarkan Jenis Kelamin. ...................................................................................... 47
Tabel 2
Data Mata Pencaharian Penduduk Desa Linggar Galing Tahun 2011 ................................................................................ 48
Tabel 3
Data Pemeluk Agama di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah ........................... 49
Tabel 4
Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Linggar Galing ................. 50
Tabel 5
Latar Belakang Keluarga yang Malakukan Nikah Pasca Talak Ba’in ................................................................................. 59
Tabel 6
Proses Keluarga yang Melakukan Nikah Pasca Talak Ba’in ...... 60
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Fotocopy KK Pelaku 2. Fotocopy KTP Pelaku 3. Fotocopy Akta Nikah 4. Nota Pembimbing 5. Lembar Konsultasi Skripsi 6. Daftar SKK 7. Surat Ijin Penelitian 8. Daftar Riwayat Hidup
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup tanpa adanya manusia lainnya. Sejak lahir manusia telah dilengkapi dengan naluri untuk hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama dengan orang lain mengakibatkan hasrat yang kuat untuk hidup teratur (Soekanto, 1982: 9). Demikian pula diantara wanita dan pria itu saling membutuhkan, saling mengisi, saling berkaitan, tidak bisa dilepaskan antara satu dengan yang lainnya. Dan rasanya tidak sempurna hidupnya seorang wanita tanpa didampingi seorang pria sekalipun dia beralaskan emas dan permata, demikian sebaliknya tidak akan sempurna hidup seorang pria tanpa kehadiran wanita sebagai pelengkapnya. Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ikatan lahir adalah hubungan formal yang dapat dilihat karena dibentuk menurut undang-undang, yang mengikat kedua pihak dan pihak lain dalam masyarakat sedangkan Ikatan batin adalah hubungan tidak formal yang dibentuk dengan kemauan bersama yang sungguh-sungguh mengikat kedua pihak. Ikatan perkawinan merupakan ikatan suci yang berdasarkan nilai-nilai ketuhanan untuk membentuk keluarga sakinah dan mawaddah. Ikatan
1
2
perkawinan bukan saja ikatan perdata tetapi ikatan lahir batin antara seorang suami dengan seorang isteri. Perkawinan tidak lagi hanya sebagai hubungan jasmani tetapi juga merupakan hubungan batin. Pergeseran ini mengesankan perkawinan selama ini hanya sebatas ikatan jasmani ternyata juga mengandung aspek yang lebih subtantif dan berdimensi jangka panjang. Ikatan yang didasarkan pada hubungan jasmani itu berdampak pada masa yang pendek sedangkan ikatan lahir batin itu lebih jauh. Dimensi masa dalam ini dieksplisitkan dengan tujuan sebuah perkawinan yakni untuk membangun sebuah keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Nuruddin dan Tarigan, 2006: 46). Dalam agama Islam mengajarkan syari‟at perkawinan yang memiliki tujuan untuk mewujudkan ketenangan hidup, ketentraman dan kontinuitas yang menimbulkan rasa kasih sayang antara suami istri. Islam mengatur hubungan ini dengan segala perlindungan-Nya sehingga mencapai tingkatan taat yang tinggi. Islam juga mengatur hubungan antara suami istri dengan syari‟at terbatas dan menegakkan peraturan rumah tangga atas kepemimpinan sang suami. Peraturan inilah yang dapat memelihara dari segala keguncangan yang dialihkan pada bimbingan kasih sayang dan taqwa kepada Allah SWT. Bila perkawinan telah dilangsungkan, maka mereka telah berjanji dan bersedia akan membangun suatu rumah tangga yang damai dan teratur, akan sehidup semati, sesakit dan sesenang, merunduk sama bungkuk, melompat sama tinggi, ke bukit sama mendaki, ke lereng sama menurun, berenang sama basah, terampai sama kering, terapung sama hanyut sehingga mereka menjadi
3
suatu keluarga. Sesaat perkawinan sedang berlansung, kedua pihak kedudukannya akan berubah. Pihak pria menjadi kepala keluarga dan pihak wanita sebagai ibu rumah tangga. Pada saat itulah timbul hak dan kewajiban masing-masing (Djamali, 2005: 158). Dalam kenyataanya, tujuan perkawinan itu banyak tercapai secara tidak utuh. Tercapainya itu baru mengenai pembentukan keluarga atau pembentukan rumah tangga, karena dapat diukur secara kuantitatif. Sedangkan predikat bahagia dan kekal belum, bahkan tidak tercapai sama sekali. Akan tetapi, hubungan lahir itu ada kemungkinan tidak dapat kekal. Pada suatu waktu dapat terjadi putusnya hubungan, baik tidak sengaja maupun sengaja dilakukan karena suatu sebab
yang mengganggu
berlanjutnya hubungan itu. Perkawinan dapat putus, karena: 1. Kematian 2. Perceraian 3. Atas keputusan pengadilan Djamali (2005: 159) juga mengungkapkan “putus karena kematian merupakan suatu proses terakhir dalam melaksanakan kodrat manusia. Namun, putus karena perceraian dan atau atas keputusan pengadilan merupakan sebab yang dicari-cari”. Putusnya hubungan perkawinan yang menimbulkan masalah adalah putusnya hubungan perkawinan karena perceraian dan karena putusan pengadilan. Penyebab runtuhnya perkawinan mungkin terhalang oleh keadaankeadaan yang tidak bisa dibayangkan sebelumnya. Yang menjadikan
4
hubungan rumah tangga hancur (broken home) meski banyak pengarahanpengarahan, bimbingan-bimbingan. Namun suatu kenyataan yang harus diakui dan tidak dapat dipungkiri ketika terjadi kehancuran rumah tangga dan mempertahankannya pun suatu sia-sia. Dalam Islam justru berusaha dengan seoptimal mungkin memperkuat hubungan ini, tidak membiarkan begitu saja tanpa ada usaha. Akan tetapi, apabila permasalahan-permasalahannya logis seperti, menolak karena dengan alasan dari pihak suami atau istri ada yang mandul sedangkan dari pihak yang tidak mandul benar-benar menginginkan keturunan, hal seperti ini Islam memperbolehkan talak/cerai. (Aziz dan Wahab, 2009: 251-252). Hukum talak adalah mubah, seperti yang tertuang dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 231:
Artinya : ”Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, Karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, Maka sungguh ia Telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. janganlah kamu jadikan hukumhukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang Telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. dan bertakwalah kepada Allah serta Ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu” (QS. Al-Baqarah: 231).
5
Namun demikian, seseorang yang sudah melakukan perceraian terkadang ingin kembali lagi kepada istrinya (rujuk). Memang tidak ada salahnya bila seorang suami yang telah bercerai dengan istrinya melakukan rujuk kembali. Hal itu sah-sah saja apabila rujuk tersebut memenuhi syarat dan rukunnya. Akan tetapi apabila rujuk tersebut tidak memenuhi syarat dan rukunnya maka hal tersebut adalah batal. Menurut Bab XI pasal 70 (c) Kompilasi Hukum Islam dijelaskan bahwa perkawinan batal apabila : Seseorang menikah bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya, kecuali bila bekas istri tersebut pernah menikah dengan pria lain yang kemudian bercerai lagi ba’da al dukhul dari pria tersebut dan telah habis masa iddahnya. Pengetahuan seseorang tentang hukum pernikahan tidaklah sama antara satu dengan lainnya. Dan hal tersebut terkadang membuat seseorang melakukan nikah dengan istrinya tanpa mengikuti aturan-aturan yang sudah ditetapkan oleh hukum agama maupun undang-undang, maka nikah tersebut hukumnya batal. Dan hal itulah yang terjadi di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah. Berangkat dari latar belakang permasalahan di atas, penulis tertarik untuk meneliti masalah tersebut ke dalam sebuah judul skripsi yang berjudul : “Praktek Nikah Pasca Talak Ba’in (Studi Kasus di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah)”.
6
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana proses pelaksanaan praktek nikah pasca talak bain? 2. Apakah faktor yang mempengaruhi terjadinya praktek nikah pasca talak bain? 3. Bagaimana hukum nikah pasca talak bain?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai setelah penelitian ini selesai adalah: 1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan praktek nikah pasca talak bain. 2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya praktek nikah pasca talak bain. 3. Untuk mengetahui hukum nikah pasca talak bain.
D. Kegunaan Penelitian Manfaat ataupun kegunaan daripada penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut : 1. Secara Teoritis Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya wacana keilmuan khususnya dalam bidang hukum Islam dan juga menambah bahan pustaka bagi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.
7
2. Secara Praktis a. Untuk KUA, agar KUA lebih meningkatkan sosialisasinya kepada masyarakat supaya kejadian yang serupa tidak terjadi lagi. b. Untuk jurusan Syari‟ah, sebagai tambahan referensi dan bahan kajian serta memperkaya wawasan di bidang pernikahan dan perceraian.
E. Penegasan Istilah Agar di dalam penelitian ini tidak terjadi penafsiran yang berbeda dengan maksud penulis, maka penulis akan menjelaskan istilah-istilah di dalam judul ini. Istilah yang perlu penulis jelaskan sebagai berikut: 1. Praktek Nikah Kata nikah dalam bahasa Indonesia adalah kata benda (nomina) yang merupakan kata serapan dari bahasa arab yakni nakaha, yankihu, nikahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, nikah atau perkawinan adalah perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami-istri dengan resmi (Nurhaedi, 2003). Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan berbunyi : “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
8
Jadi praktek nikah adalah pelaksanaan pernikahan untuk hidup bersama antara seorang pria dan seorang wanita yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. 2. Pasca Talak ba‟in Ibnu Hazm berpendapat, talak ba‟in adalah talak tiga kali dengan arti sesungguhnya atau talak sebelum dikumpuli saja. (Sabiq, 1980: 68). Talak ba‟in yaitu suatu bentuk perceraian yang suami tidak boleh kembali lagi kepada mantan istrinya kecuali dengan melalui akad nikah yang baru (Syarifuddin, 2006: 189). Dengan demikian, pasca talak ba‟in adalah setelah perceraian yang ketiga kali dan apabila suami ingin kembali kepada mantan istrinya harus melalui syarat-syarat yang ditentukan.
F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian lapangan (field research) dalam pelaksanaannya menggunakan metode pendekatan kualitatif diskriptif analisis yang umumnya menggunakan strategi multi metode yaitu wawancara, pengamatan, serta penelaahan dokumen/studi documenter yang antara satu dengan yang lain saling melengkapi, memperkuat dan menyempurnakan (Sukmadinata, 2005: 108). Dalam laporan penelitian ini data memungkinkan berasal dari naskah wawancara,
9
catatan lapangan, foto, dan dokumen resmi lainnya seperti akta nikah, kartu keluarga dan KTP. 2. Waktu Penelitian/kehadiran penelitian Penelitian dan pengumpulan data-data di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah ini dengan cara peneliti terjun langsung ke lapangan. Penelitian ini dimulai pada tanggal 15 Agustus 2011 sampai dengan selesainya penelitian yang disertai dengan kegiatan akhir berupa penyusunan skripsi. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah. Adapun alasan pemilihan tempat adalah penelitian di di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah berkaitan dengan upaya peningkatan dan pemahaman pengetahuan mengenai hukum-hukum Islam khususnya hukum nikah secara benar sangatlah penting. Oleh karena itu, sumbangan ilmu pengetahuan tentang hukum nikah dari para ulama‟ dan pemerintah daerah setempat perlu terus dikembangkan, sehingga pengetahuan keagamaan khususnya tentang hukum nikah di masyarakat Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah akan meningkat. 4. Sumber Data Data merupakan suatu fakta atau keterangan dari obyek yang diteliti. Menurut Lofland (1984: 47) dalam Moleong, (2007: 157) sumber
10
data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen lain (sumber data tertulis, foto, dan statistik). Sumber data dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu: a. Data Primer Sumber dan jenis data primer penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan subjek serta gambaran ekspresi, sikap dan pemahaman dari subjek yang diteliti sebagai dasar utama melakukan interpretasi data. Data atau informasi tersebut diperoleh secara langsung dari orang-orang yang dipandang mengetahui masalah yang akan dikaji dan bersedia memberi data atau informasi yang diperlukan. Sedangkan untuk pengambilan data dilakukan dengan bantuan catatan lapangan, bantuan foto atau apabila memungkinkan dengan bantuan rekaman suara handphone. Sementara itu observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung segala aktivitas di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data atau informasi yang diperoleh dari sumber-sumber lain selain data primer. Diantaranya buku-buku literatur, internet, majalah atau jurnal ilmiah, arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi lembaga-lembaga yang terkait dengan penelitian ini. Data tersebut diantaranya buku-buku referensi. Menurut Mestika
11
Zed (2004: 10) buku-buku referensi ialah koleksi buku yang memuat informasi yang spesifik, paling umum serta paling banyak dirujuk untuk
keperluan
cepat.
Yang
termasuk
buku-buku
referensi
diantaranya kamus baik umum atau biografi, buku indeks, buku bibliografi yang berisi informasi buku-buku bidang atau aspek tertentu, dan sebagainya. 5. Prosedur Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data yang diperlukan, digunakan metodemetode sebagai berikut: a. Metode Wawancara Mendalam (depth interview) Dalam metode ini penulis menggunakan teknik interview guide yaitu cara pengumpulan data dengan menyampaikan secara langsung daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya guna memperoleh jawaban yang langsung pula dari seorang responden (Koentjaraningrat, 1986: 138). Dalam penelitian ini wawancara dilakukan secara mendalam yang diarahkan pada masalah tertentu dengan para informan yang sudah dipilih untuk mendapatkan data yang diperlukan. Teknik wawancara yang digunakan ini dilakukan secara tidak terstruktur, dimana peneliti tidak melakukan wawancara dengan struktur yang ketat kepada informan agar informasi yang diperoleh memiliki kapasitas yang cukup tentang berbagai aspek dalam penelitian ini.
12
b. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan cara membaca dan mengutip dokumen-dokumen yang ada dan dipandang relevan. Dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, peraturan rapat, catatan harian dan sebagainya (Arikunto, 1989: 131). Metode ini digunakan untuk memperoleh data sejarah Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah, dan datadata dan informasi lain yang menunjang. c. Metode Observasi atau Pengamatan Metode observasi adalah teknik pengumpulan data dengan pengamatan langsung kepada objek penelitian (Surakhmad, 1994: 164). Metode ini digunakan untuk mengetahui situasi dan kondisi lingkungan di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah. Pengamatan disini termasuk juga didalamnya peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun langsung diperoleh dari data (Moleong, 2007: 174). Observasi ini dilakukan dengan melakukan serangkaian pengamatan dengan menggunakan alat indera penglihatan dan pendengaran secara langsug terhadap objek yang diteliti. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik observasi berperan pasif
13
dimana observasi bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. 6. Metode Analisis Data Metode analisis adalah suatu cara penanganan terhadap objek ilmiah tertentu dengan jalan memilah, memilih antara pengertian yang satu dengan yang lain untuk mendapatkan pengertian yang baru. Data yang berhasil dihimpun akan dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan menerapkan metode berfikir induktif, yaitu suatu metode berfikir yang bertolak dari fenomena yang khusus dan kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum (Daymon, 2008: 369). 7. Pengecekan Keabsahan Data Dalam hal pengecekan keabsahan data penelitian terhadap beberapa kriteria keabsahan data yang nantinya akan dirumuskan secara tepat, teknik pemeriksaanya yaitu dalam penelitian ini harus terdapat adanya kredibilitas yang dibuktikan dengan perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulas, pengecekan sejawat kecukupan referensia, adanya kriteria kepastian dengan teknik uraian rinci dan audit kepastian. Untuk mengetahui apakah data yang telah dikumpulkan dalam penelitian memiliki tingkat kebenaran atau tidak, maka dilakukan pengecekan data yang disebut dengan validitas data. Untuk menjamin validitas data akan dilakukan trianggulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk
14
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2006: 330). Validitas data akan membuktikan apakah data yang diperoleh sesuai dengan apa yang ada di lapangan atau tidak. Dengan demikian data yang diperoleh dari suatu sumber akan dikontrol oleh data yang sama dari sumber yang berbeda. 8. Tahap-Tahap Penelitian a. Penelitian pendahuluan Penulis mengkaji buku-buku yang berkaitan dengan nikah dan buku lain yang berhubungan dengan talak ba‟in. b. Pengembangan desain Setelah penulis mengetahui banyak hal tentang hukum nikah, kemudian penulis melakukan observasi ke objek penelitian untuk melihat secara langsung praktek nikah pasca talak ba‟in di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah. c. Penelitian sebenarnya Penulis melakukan penelitian dengan cara terjun langsung ke lokasi penelitian untuk meneliti secara lebih mendalam tentang kasus yang sebenarnya terjadi mengenai praktek nikah pasca talak bain di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah.
15
G. Sistematika Penulisan Dalam menyusun skripsi ini penulis membagi kedalam beberapa bab dan masing-masing bab mencakup beberapa sub bab yang berisi sebagai berikut: 1. BAB I: Merupakan Pendahuluan yang menjelaskan: A. Latar Belakang Masalah, B. Rumusan Masalah, C. Fokus Penelitian, D. Tujuan Penelitian, E. Manfaat Penelitian, F. Penegasan Istilah, G. Metode Penelitian yang terdiri dari: 1. Pendekatan dan jenis penelitian 2. Waktu penelitian/ kehadiran penelitian 3. Tempat/lokasi penelitian 4. Sumber data 5. Prosedur pengumpulan data 6. Teknik analisis data 7. Pengecekan keabsahan data 8. Tahap-tahap penelitian dan H. Sistematika Penulisan. 2. BAB II: Kajian Pustaka. Menjelaskan A. Pernikahan/Perkawinan yang meliputi (1) Pengertian perkawinan, (2) Hukum perkawinan, dan (3) Syarat perkawinan B. Talak yang membahas tentang (1) Pengertian talak, (2) Hukum talak, (3) Syarat talak, (4) Macam-macam talak, dan (5) Akibat hukum talak. 3. BAB III: Hasil penelitian yang terdiri dari gambaran umum objek penelitian, terdiri dari: A. Gambaran Umum Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah dan B. Profil Kelurga yang Melakukan Praktek Nikah Pasca Talak Ba‟in Serta Tanggapan Masyarakat Terhadap Praktek Nikah Pasca Talak Ba‟in di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah.
16
4. BAB IV: Pembahasan pokok permasalahan dari data hasil temuan-temuan mengenai A. Proses pelaksanaan praktek nikah pasca talak bain, B. Analisis terhadap faktor terjadinya praktek nikah pasca talak ba‟in dan C. Hukum nikah pasca talak ba‟in. 5. BAB V: Bab ini merupakan bab penutup atau bab akhir dari penyusunan skripsi yang penulis susun. Dalam bab ini penulis mengemukakan kesimpulan dari seluruh hasil penelitian, saran-saran ataupun rekomendasi dalam rangka meningkatkan pengetahuan tentang hukum-hukum Islam khususnya hukum nikah di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah.
17
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pernikahan/Perkawinan 1.
Pengertian dan Tujuan Perkawinan
Perkawinan merupakan ikatan suci antara seorang pria dan wanita, yang saling mencintai dan menyayangi. Sudah menjadi kebutuhan hidup mendasar, bila setiap insan akan menikah. Umumnya, setiap orang berniat untuk menikah sekali seumur hidup saja. Tidak pernah terbesit bila dikemudian hari harus bercerai, lalu menikah lagi dengan orang lain, atau memilih untuk tetap sendiri. Namun pada kenyataannya justru bukan demikian. Tidak sedikit pasangan suami-isteri, yang akhirnya harus memilih berpisah alias bercerai. Faktor ketidakcocokan dalam sejumlah hal, berbeda persepsi serta pandangan hidup, paling tidak menjadi beberapa penyebab terjadinya perceraian (Susilo, 2007: 1). Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mendefenisikan perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang m keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan di Indonesia menganut asas monogami terbuka, artinya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri, begitu juga sebaliknya. Kecuali pengadilan memberikan izin kepada seorang pria tersebut, untuk beristeri lebih dari seorang, itupun
17
18
bila dikehendaki oleh pihak-pihak terkait. Serta memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan, baik menurut syarat alternatif maupun kumulatif. Untuk
mendapatkan
pengertian
yang
mendalam
tentang
perkawinan tersebut, maka akan dikemukakan beberapa pengertian perkawinan menurut para ahli dan para sarjana seperti dikutip dibawah ini : a. Hilman Hadikusuma, mengemukakan : “Menurut hukum adat pada umumnya di Indonesia perkawinan itu bukan saja berarti sebagai perikatan perdata tetapi juga merupakan perikatan adat dan sekaligus merupakan perikatan kekerabatan dan ketetanggaan, sedangkan menurut hukum agama perkawinan adalah perbuatan suci (sakramen, samskara) yaitu suatu perikatan antara dua pihak dalam memenuhi perintah dan anjuran Tuhan Yang Maha Esa, agar kehidupan berkeluarga dan berumah tangga serta berkerabat berjalan dengan baik sesuai dengan ajaran agama masing-masing” (Hadikusuma, 1990: 8 dan 10). b. HA. Zahri Hamid, memberikan pengertian perkawinan menurut hukum Islam sebagai berikut : “Pernikahan atau perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga dan untuk berketurunan yang dilaksanakan menurut ketentuan-ketentuan hukum syariat Islam” (Hamid, 1976: 1).
19
Pengertian perkawinan yang telah disebutkan sangatlah berbeda dengan pengertian menurut burgelijke wetboek yang memisahkan hukum perkawinan dengan ketentuan agama. Pasal 26 BW mengatakan bahwa perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Undang-undang hanya memandang perkawinan hanya dari hubungan keperdataan artinya pasal ini hendak menyatakan, bahwa suatu perkawinan yang sah hanyalah perkawinan yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam Kitab Undangundang Hukum Perdata (Burgerlijke Wetboek) dan syarat-syarat serta peraturan agama dikesampingkan (Subekti, 1996: 25). Tujuan perkawinan menurut hukum Islam sebagai berikut : a. Menyalurkan seksual yang baik b. Mendapatkan keturunan c. Membentuk keluarga sakinah
Tujuan Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan ialah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan adanya keluargakeluarga yang bahagia maka pembangunan di Indonesia akan dapat berjalan dengan lancar dan baik, sebab didalam sebuah negara keluarga merupakan unit terkecil dari kelompok masyarakat.
20
2.
Rukun dan Syarat Perkawinan
Susilo (2007: 15) mengemukakan bahwa sebuah perkawinan dapat dilaksanakan bila memenuhi ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut: a. Perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. Sekalipun perkawinan terjalin karena sistem perjodohan, sebelumnya tetap harus mendapat persetujuan dari kedua calon mempelai. b. untuk melansungkan perkawinan, seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin terlebih dahulu, dari kedua orang tuanya yang masih hidup. Apabila kedua orang tuanya yang dimaksud telah meninggal dunia, atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka ijin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas, selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya. Lebih dari itu, dalam sistem perkawinan di Indonesia umur minimal yang diperkenankan untuk melaksanakan perkawinan adalah 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita. c. Calon mempelai pria dan wanita tidak terbukti memiliki: 1) hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas. 2) Hubungan darah dalam garis keturunan menyamping. Yaitu, antara saudara, antara seorang dengan saudara orangtua dan antara seorang dengan saudara neneknya.
21
3) Hubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri. 4) Hubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan. 5) Hubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang. 6) Hubungan lain yang diatur menurut ketentuan agamanya, atau peraturan lain yang berlaku. d. Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain, tidak dapat melakukan perkawinan lagi. Kecuali diperkenankan menurut agamanya, serta mendapat ijin dari pengadilan. Itupun, jika sebelumnya
mendapat
persetujuan
dari
seluruh
pihak
yang
bersangkutan. e. Apabila suami dan isteri yang telah bercerai, kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk yang kedua kalinya, maka diantara mereka tidak boleh dilansungkan perkawinan lagi. Sepanjang hukum masing-masing agama dan kepercayaan yang bersangkutan tidak menentukan lain. Kemudian, perkawinan dinyatakan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan yang bersangkutan. Serta dicatatkan menurut peraturan perundangan yang berlaku. Akibat hukum yang ditimbulkan sebuah perkawinan adalah sebagi berikut:
22
a. Terkait dengan hak dan kedudukan, suami dan isteri adalah seimbang. b. Terkait dengan kedudukan anak, dimana anak adalah sah apabila dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah. c. Terkait dengan harta benda dalam perkawinan. Yaitu, setelah perkawinan akan terjadi percampuran harta yang didapat menjadi harta bersama. Kecuali atas harta bawaan maupun harta perolehan, itupun harus didasarkan pada perjanjian pemisahan harta. Tujuan utama pencatatan perkawinan adalah demi mewujudkan ketertiban administrasi perkawinan dalam masyarakat disamping untuk menjamin tegaknya hak dan kewajiban suami isteri. Hal ini merupakan politik hukum negara yang bersifat preventif untuk mengkoordinasi masyarakatnya demi terwujudnya ketertiban dan keteraturan dalam sistem kehidupan, termasuk dalam masalah perkawinan yang diyakini tidak luput dari berbagai ketidakteraturan dan pertikaian antara suami isteri. Karena itu keterlibatan penguasa/negara dalam mengatur perkawinan dalam bentuk pencatatan merupakan suatu keharusan. Di Indonesia walaupun telah ada peraturan perundang-undangan tentang perkawinan yang secara tegas mengatur masalah keharusan mendaftarkan perkawinan secara resmi pada pegawai pencatat nikah, tetapi tampaknya kesadaran masyarakat akan hukum dan pentingnya suatu pencatatan perkawinan, masih dapat dibilang rendah. Hal ini terlihat dari banyaknya dijumpai prakek nikah sirri yang dilakukan
23
dihadapan Kyai, tengku, modin, ustadz dan sebagainya (Anshary, 2010: 18). Masalah pencatatan perkawinan di Indonesia diatur dalam beberapa pasal peraturan perundang-undangan berikut ini. Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengatur: “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Pencatatan dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) sebagaimana dimaksud oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatat Nikah, Talak dan Rujuk. Sedangkan tata cara pencatatannya berpedoman kepada ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Selanjutnya, Pasal 10 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 1975 menentukan bahwa perkawinan dilaksanakan di hadapan Pegawai Pencatat yang dihadiri oleh dua orang saksi. Fungsi pencatatan disebutkan pada angka 4.b. Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974: “Pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam suratsurat keterangan, suatu akta yang juga di muat dalam daftar pencatatan”. 3.
Prinsip-prinsip Perkawinan
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia merupakan pengembangan dari Hukum Perkawinan yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Kompilasi Hukum Islam tidak dapat
24
lepas dari misi yang diemban oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tersebut, meskipun cakupannya hanya sebatas pada kepentingan umat Islam. Misi tersebut sebagai perkembangan sejarah yang mana bangsa Indonesia, pernah memberlakukan berbagai hubungan perkawinan bagi berbagai golongan warga negara dan berbagai daerah, yaitu : a.
Bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama Islam berlaku hukum agama yang telah direpisir dalam hukum adat;
b.
Bagi orang-orang Indonesia asli lainnya berlaku hukum adat;
c.
Bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama Kristen berlaku huwelijksordonantie cristen Indonesia;
d.
Bagi orang-orang Timur Asing Cina dan warga negara Indonesia keturunan Cina berlaku ketentuan-ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata dengan sedikit perubahan;
e.
Bagi orang-orang Timur Asing lain-lainnya dan warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya tersebut berlaku hukum adat mereka;
f.
Bagi orang-orang Eropa dan warga negara Indonesia keturunan Eropa dan yang disamakan dengan mereka berlaku Kitab UndangUndang Hukum Perdata (Rofiq, 2003: 55). Kompilasi dalam banyak hal merupakan penjelasan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, maka prinsip-prinsip
25
atau asas-asasnya dikemukakan denagn mengacu kepada Undang-undang tersebut. Terdapat 6 asas yang prinsipil dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, diantaranya : a. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi agar
masing-masing
dapat
mengembangkan
kepribadiannya
membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material; b. Dalam Undang-Undang ini ditegaskan bahwa suatu perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu, dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Undang-Undang ini menganut asas monogami. Apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengizinkan seorang suami dapat beristeri lebih dari seorang; d. Undang-Undang perkawinan ini menganut prinsip bahwa calon suami isteri harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan tersebut secara baik tanpa berpikir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat;
26
e. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera, maka undang-undang ini menganut prinsip mempersulit terjadinya perceraian; f. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami isteri. (Rofiq, 2003: 56) 4.
Hak dan Kewajiban Suami Isteri
Keluarga adalah lembaga sosial terkecil dalam masyarakat, keharmonisan keluarga dapat terwujud jika unsur-unsur pembentukan keluarga harmonis itu terpenuhi dengan baik. Dengan adanya perkawinan maka diantara suami dan isteri timbul hak dan kewajiban agar terciptanya rumah tangga yang sakinah mawaddah, sakinah warahmah. Ketika jenjang pernikahan sudah dilewati, maka suami dan istri harus saling memahami berbagai hak dan kewajibannya masing-masing agar tercapai keseimbangan dan keserasian dalam membina rumah tangga yang harmonis. Setiap insan pasti mengharapkan dan merindukan terbentuk keluarga yang aman, damai, tentram dan bahagia atau biasa disebut dengan keluarga sakinah atau "baitii jannatii", semua ini bisa terwujud kalau semua anggota keluarga memahami dan melaksanakan hak-hak dan kewajibannya masing-masing. Hak suami terhadap istri artinya
27
adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh istri kepada suaminya, dan sebalikanya hak istri kepada suami adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh suami kepada istrinya. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 adapun hak dan kewajiban suami isteri adalah sebagai berikut: a.
Suami-isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat.
b.
Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
c.
Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
d.
Suami adalah Kepala Keluarga dan isteri ibu rumah tangga.
e.
Suami-isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
f.
Rumah tempat kediaman yang dimaksudkan dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh suami-isteri bersama.
g.
Suami isteri wajib saling saling cinta mencintai, hormatmenghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.
h.
Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
i.
Isteri wajib mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya.
j.
Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan.
28
B.
Talak 1. Pengertian talak
Talak diambil dari kata “itlak” اطالق, artinya melepaskan atau meninggalkan. Dalam istilah agama, talak adalah melepaskan ikatan perkawinan, rusaknya hubungan perkawinan (Abidin, dkk, 1999: 9). Langgengnya kehidupan dalam ikatan perkawinan merupakan suatu tujuan yang sangat diutamakan dalam Islam. Akad nikah diadakan untuk selamanya dan seterusnya agar suami istri bersama-sama dapat mewujudkan rumah tangga sebagai tempat berlindung, menikmati curahan kasih sayang dan dapat memelihara anak-anaknya sehingga mereka tumbuh dengan baik. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ikatan antara suami istri adalah ikatan yang paling suci dan
paling
kokoh, sehingga tidak ada suatu dalil yang lebih jelas menunjukkan tentang kesuciannya yang begitu agung selain Alah sendiri yang menamakan ikatan perjanjian antara suami istri dengan kalimat ميثقاغليظا “perjanjian yang kokoh” (Sabiq, 1980: 7). Sebagaimana disbeutkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
Artinya : dan mereka (isteri-isterimu) Telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat (QS. An-Nisa‟ : 21). Begitu kokoh dan kuatnya hubungan antara suami istri, maka tidak sepantasnya apabila hubungan tersebut dirusak dan disepelekan. Setiap
29
usaha untuk menyepelekan hubungan pernikahan dan melemahkan sangat
dibenci
oleh
islam,
karena
ia
merusak
kebaikan
dan
menghilangkan kemashlahatan antara suami istri. Oleh karena itu, apabila terjadi perselisihan antara suami istri, sebaiknya bisa diselesaikan hingga tidak terjadi perceraian. Karena bagaimanapun, baik suami maupun istri tidak menginginkan hal ini terjadi. Lebih-lebih sebuah hadis menjelaskan bahwa meskipun talak itu halal, tetapi sesungguhnya perbuatan itu dibenci oleh Allah SWT. Rasulullah saw, bersabda:
ِِ ِعنِ اب ِن عمرِ اَ ِن رسو ُل .ق ُِ َللاِ الطال ِ ِضِ اْحلَالَِِل اِ َل ِ صل ى َ َللاُ َعلَْي ِِو َو َسل َِم ق ُ َاَبْغ: ِال َ للا ُْ َ ََ ُ ْ َ ()رواه ابو داود واحلاكم وصححو Artinya : Dari ibnu umar, bahwa Rosulullah saw, bersabda, “perbuatan halal yang sangat benci Allah Azza Wajalla adalah talak.” (H.R. Abu Daud dan Hakim, dan sudah disahkan olehnya) Siapapun orangnya yang akan merusak hubungan antara suami istri, dia tidak akan memperoleh tempat terhormat dalam Islam. Kadangkadang ada sebagian istri yang dimadu oleh suaminya, meminta agar suaminya menceraikan madunya. Perbuatan semacam ini dilarang keras oleh Islam. Nabi Muhammad SAW mengancam hal semacam ini terjadi. Sebagaimana dalam hadisnya yang artinya: Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah seorang perempuan minta agar saudaranya diceraikan, karena ingin menghabisi bijananya dan dikawini.
30
Sesungguhnya hanyalah ia akan mendapatkan apa yang menjadi takdirnya saja (Abidin, dkk, 1999: 11-12). 2. Hukum talak
Tentang hukum talak ini, para ahli fiqih berbeda pendapat. Pendapat yang paling benar di antara semua itu yaitu yang mengatakan “terlarang”, kecuali karena alasan yang benar (darurat). Darurat yang memperbolehkan talak yaitu bila suami meragukan kebersihan tingkah laku istrinya, atau sudah tidak punya cinta dengannya. Sebab soal hati hanya terletak pada genggaman Allah. Tetapi jika tidak ada alasan apapun, maka bercerai yang demikian berarti kufur terhadap nikmat Allah, berlaku jahat kepada istri. Maka karena itu dibenci dan terlarang. Talak itu adakalanya wajib, adakalanya haram, dan adakalanya sunnah. a. Talak wajib Talak wajib yaitu talak yang dijatuhkan kepada pihak hakam (penengah), karena perpecahan antara suami istri yang sudah berat. Ini jika hakam berpendapat bahwa talaklah jalan satu-satunya menghentikan perpecahan. Begitu pula talak perempuan yang di ’ila’ sesudah berlalu waktu menunggu empat bulan. Karena Allah berfirman :
31
Artinya : “Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jika mereka ber'azam (bertetap hati untuk) talak, Maka Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui” (QS. Al Baqarah: 226227). b. Talak haram Talak haram yaitu talak tanpa alasan. Dia diharamkan karena merugikan bagi suami dan istri, dan tidak ada kemaslahatan yang mau dicapai dengan perbuatan talaknya itu. Jadi, talaknya haram. Nabi Muhammad saw bersabda:
ِضِاْحلَالَِلِاِ َلِللاِِالطالَ ُق ُ َاَبْغ Artinya: “Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak.” Talak itu dibenci bila tidak ada suatu alasan yang benar, sekalipun Nabi saw menanamkan talak sebagai perbuatan halal. Karena ia merusakkan perkawinan yang mengandung kebaikan-kebaikan yang dianjurkan oleh agama, karena itu talak seperti ini dibenci. c. Talak sunnah Talak sunnah yaitu dikarenakan istri mengabaikan kewajibannya kepada Allah, seperti shalat dan sebagainya, padahal suami tidak mampu memaksanya agar istri menjalankan kewajiban tersebut, atau istri kurang rasa malunya. Imam Ahmad berkata: Tidak patut memegang istri seperti ini. Karena hal itu dapat mengurangi keimanan suami, tidak membuat aman ranjangnya dari perbuatan rusaknya, dan dapat melemparkan kepadanya
32
anak yang bukan dari darah dagingnya sendiri. Dalam keadaan seperti ini suami tidak salah untuk bertindak keras kepada istrinya, agar ia mau menebus dirinya dengan mengembalikan maharnya untuk bercerai. Allah berfirman:
Artinya: “dan janganlah kamu (suami) menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata” (QS. An-Nisa: 19). 3. Syarat dan rukun talak a. Syarat sah jatuh talak Talak yang dijatuhkan oleh suami bisa dianggap sah apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: 1) Orang yang menjatuhkan talak itu sudah mukallaf, baligh dan berakal sehat. Nabi bersabda:
ٍ ِ ِ ِ َ ُِعْنو ِِجائٌِز َ َِعلَْي ِو َِو َسل َمِق َ ُِصلىِللا َ ُِىَريْ َرَة َِرض َىِللا ُ َع ْنِاَِِب َ ب َ ِ ُك ُّلِطَالَق:ال ِّ ِعنِالن
ِ )ىِع ْقلِ ِوِ(رواهِالرتمذى َ َِعل َ ب ُ إلِِالطالَ ُقِاْملَْع ُد ْو ُدِاْملَْغلُ ْو
33
Artinya: Dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi saw. Beliau bersabda, “semua talak itu dibolehkan agama kecuali talaknya orang yang sudah berubah akalnya”. (HR. Tirmidzi) 2) Talak itu hendaknya dilakukan atas kemauan sendiri Hukum talak yang dijatuhkan karena dipaksa adalah tidak sah. Adapun syarat-syarat orang terpaksa adalah (a) orang yang memaksa itu betul-betul dapat melakukan ancaman/bukan sekedar gertakan (b) orang yang dipaksa tidak dapat melakukan perlawanan (c) orang yang terpaksa telah yakin bahwa orang yang memaksa pasti membuktikan ancaman yang telah dinyatakan (d) orang yang memaksa tidak bermaksud meniatkan bahwa ia menjatuhkan talak. Bila diniatkan maka sesungguhnya jatuhlah talaknya. 3) Talak itu dijatuhkan sesudah nikah yang sah (Abidin, dkk, 1999: 5558). b. Rukun talak Beberapa hal yang menjadi rukun talak antara lain: 1) Kata-kata talak. Dalam hal ini terdapat dua persoalan yaitu kata-kata talak mutlak dan kata-kata talak muqayyad (terbatas). Kata-kata talak mutlak terbagi menjadi dua, yaitu kata-kata yang tegas (sharih) dan kata-kata yang tidak tegas (sindiran). Kata-kata yang tegas artinya lafal yang digunakan itu terus terang menyatakan perceraian. Misalnya suami berkata kepada istrinya engkau telah aku ceraikan atau aku telah menjatuhkan talak untukmu, atau dengan katakata lain yang diambil dari kata dasar talak. Untuk kata-kata talak tidak
34
tegas (sindiran) artinya lafal yang tidak ditetapkan untuk perceraian tetapi bisa berarti talak dan lainnya. Misal: suami berkata kepada istrinya “engkau terpisah” maksudnya berpisah dari suami, aau “perkaramu ada di tanganmu sendiri” artinya istri bertanggung jawab atas dirinya sendiri terlepas dari suaminya, atau “engkau haram bagiku” artinya bisa haram sebagai istri atau haram untuk menyakitinya (Abidin, dkk, 1999: 58-59) . Sedangkan kata-kata terbatas (muqayyad) terdiri atas dua macam, yaitu kadang-kadang berupa pembatasan dengan kata-kata syarat dan terkadang dengan pilihan kata-kata pengecualian (istisna). Pembatasan bersyarat kadang digantungkan pada kehendak orang yang mempunyai pilihan, atau kepada salah satu dari perbuatan-perbuatan yang akan datang, atau pada munculnya sesuatu yang belum diketahui menjadi terwujud (Abidin, dkk, 1999: 61-62). 2) Orang (suami) yang menjatuhkan talak Syarat suami yang menjatuhkan talak adalah (a) berakal sehat, (b) dewasa dan merdeka, (c) tidak dipaksa, (d) tidak sedang mabuk, (e) tidak main-main atau bergurau, (f) tidak pelupa, (g) tidak dalam keadan bingung, (h) masih ada hak untuk mentalak (Abidin, dkk, 1999: 66). 3) Istri yang dapat dijatuhi talak Mengenai istri yang dapat dijatuhi talak, fuqaha sepakat bahwa mereka harus (a) perempuan yang dinikahi dengan sah, (b) perempuan yang masih dalam ikatan nikah yang sah atau ismah, (c) belum habis
35
masa iddah-nya, pada talak raj’i, (d) tidak sedang haid, atau suci yang dicampuri (Abidin, dkk, 1999: 66). 4.
Macam-Macam Talak Secara garis besar ditinjau dari segi boleh atau tidaknya rujuk kembali, talak dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Talak raj'i Talak raj'i yaitu talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istrinya yang dijatuhkan bukan sebgai ganti dari mahar yang dikembalikannya, dan sebelumnya ia belum pernah menjatuhkan talak kepadanya sama sekali atau baru sekali saja. Firman Allah SWT :
Artinya : Wahai nabi? apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar), dan hitunglah waktu iddah itu, serta bertakwalah kepada allah tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumahnya dan janganlah (diizinkan) keluar kecuali jika mereka mengerjakan perbuatan keji yang jelas. Itulah hukum-hukum Allah, dan barang siapa melanggar hukum-hukum Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dzalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barang kali setelah itu allah mengadakan suatu ketentuan yang baru. (QS. At-Thalak : 1)
36
Suami boleh merujuk istrinya kembali yang telah ditalak sekali atau dua kali selama mantan istrinya itu masih dalam masa iddah Dalam ayat lain Allah SWT berfirman :
Artinya : Talak (yang dapat dirujuki) itu dua kali, (setelah itu suami) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik (QS. AlBaqoroh: 229). b. Talak ba‟in Talak ba‟in yaitu suatu bentuk perceraian yang suami tidak boleh kembali lagi kepada mantan istrinya kecuali dengan melalui akad nikah yang baru (Syarifuddin, 2006: 189). Fuqoha‟ sependapat bahwa talak ba‟in terjadi karena belum terdapatnya pergaulan suami istri karena ada bilangan talak tertentu, dan karena adanya penerimaan ganti pada khulu’. Talak ba‟in dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1) Talak ba‟in sughra Talak ba‟in sughra yaitu talak yang terjadi kurang dari tiga kali, keduanya tidak hak rujuk dalam masa iddah, akan tetapi boleh dan bisa menikah kembali dengan akad nikah baru. Talak bain sughra begitu diucapkan dapat memutuskan hubungan suami istri. Karena ikatan perkawinannya telah putus, maka istrinya kembali menjadi orang asing bagi suaminya. Oleh karena itu, ia tidak
37
boleh bersenang-senang dengan perempuan itu apalagi sampai menggaulinya. Dan jika salah satunya meninggal sebelum atau sesudah masa iddah maka yang lain tidak dapat memperoleh warisannya. Akan tetapi, pihak perempuan masih berhak atas pembayaran mahar yang tidak diberikan secara kontan, sebelum ditalak atau sebelum suami meninggal sesuai yang telah dijanjikan. Mantan suami boleh dan berhak kembali kepada mantan istri yang telah ditalak ba‟in sughra dengan akad nikah dan mahar baru, selama ia belum menikah dengan laki-laki lain. Jika laki-laki ini telah merujuknya, maka ia berhak atas sisa talaknya yang ada, misalkan baru ditalak dua kali berarti masih ada sisa talak satu kali lagi (Abidin, dkk, 1999: 34-35). Adapun yang termasuk ke dalam bagian talak ba‟in sughra adalah : a)
Talak karena fasakh, yang dijatuhkan oleh hakim di Pengadilan Agama Fasakh artinya membatalkan ikatan perkawinan karena syarat-syarat yang tidak terpenuhi, atau karena ada hal-hal lain yang datang kemudian dan membatalkan perkawinan, seperti talak karena murtad.
b)
Talak pakai iwad (ganti rugi), atau talak tebus berupa khuluk Talak ini terjadi bila istri tidak cocok dengan suami, kemudian ia minta cerai dan suaminya bersedia membayar ganti rugi kepada istri sebagai iwad. Adapun besarnya iwad maksimal
38
sebesar apa yang pernah diterima oleh istri. Khulu’ bisa lewat hakim di Pengadilan Agama atau hakamain. c)
Talak karena belum dikumpuli Istri yang ditalak dan belum digauli, maka baginya tidak membawa iddah. Jadi bila ingin kembali maka harus akad nikah baru lagi (Abidin, 1999: 35). Allah SWT berfirman:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya (QS. Al-Ahzab: 49). 2) Talak ba‟in kubra Talak ba‟in kubra yaitu talak yang terjadi sampai tiga kali penuh dan tidak ada rujuk dalam masa iddah maupun dengan nikah baru, kecuali dalam talak tiga sesudah ada tahlil. Hukum talak ba‟in kubra sama dengan ba‟in sughra, yaitu memutuskan hubungan perkawinan dan suami tidak ada hak untuk rujuk kembali, kecuali setelah perempuan itu menikah lagi dengan laki-
39
laki lain dan telah digaulinya, tanpa ada niat tahlil kemudian bercerai. Allah SWT berfirman:
Artinya: “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain” (QS. Al-Baqarah: 230). Yang termasuk jenis talak ba‟in kubra adalah sebagai berikut:
a) Talak li’an Talak li’an yaitu talak yang terjadi karena suami menuduh istri berbuat zina, atau suami tidak mengakui anak yang dikandung oleh istrinya. Kemudian suami bersumpah sampai lima kali. Dalam hal ini tidak hak untuk rujuk dan menikah lagi. b) Talak tiga Bagi istri yang ditalak sampai tiga kali, tidak ada hak untuk rujuk pada masa iddah talak yang ketiga, maupun hak pernikahan baru setelah habis masa iddah. Mantan suami bisa kembali dengan pernikahan baru, apabila: (1) Mantan istri telah menikah dengan laki-laki lain (2) Telah digauli oleh suami yang kedua (3) Sudah dicerai oleh suami yang kedua
40
(4) Telah habis masa iddahnya Perempuan yang bertalak ba‟in kubra setelah menikah lagi dengan laki-laki lain, kemudian bercerai lagi dan menikah lagi dengan mantan suami yang pertama sesudah habis masa iddah-nya, maka ulama fiqih sepakat bahwa mereka berdua berarti telah mulai lembaran baru. Dan pihak laki-laki berhak atas tiga talak lagi. Karena suami yang kedua telah bercerai maka berarti telah menghapuskan lembaran pertama. Jika perempuan itu telah kembali dengan mantan suami pertama dengan akad baru, maka akad baru ini menimbulkan lembaran baru pula. Adapun bagi perempuan yang bertalak ba'in sughra apabila menikah dengan laki-laki lain sesudah habis masa iddahnya, lalu bercerai kemudian menikah lagi dengan bekas suaminya yang pertama, maka menurut pendapat Imam Abu Hanifah dan Abu Yusuf hukumnya adalah sama dengan perempuan yang bertalak ba'in kubra, yaitu berulang kali lembaran baru dari pihak lakilakinya berhak atas tiga talak lagi. Akan tetapi menurut Muhammad (Mazhab Hanafi) bahwa perempuan yang kembali kepada mantan suaminya yang pertama hanya berlaku talak sisanya. Jadi, hukumnya sama dengan perempuan yang bertalak raj'i, atau yang dinikahi oleh laki-laki tadi dengan akad baru sesudah terjadinya talak ba'in sughra (Abidin, dkk, 1999: 36-37). 5.
Akibat Hukum Talak
a. Hukum talak raj'i
41
Talak raj'i tidak melarang mantan suami berkumpul dengan mantan istrinya sebab akad perkawinannya tidak hilang kecuali persetubuhan. Talak ini tidak menimbulkan akibat-akibat hukum selanjutnya selama masih dalam masa iddah istrinya. Apabila masa iddah telah habis, maka tidak boleh rujuk dan berarti perempuan itu telah tertalak ba'in. Bila salah seorang meninggal dalam masa iddah, yang lain menjadi ahli warisnya dan mantan suami tetap wajib memberi nafkah kepadanya, selama masa iddah ini zhar, illa' dan talak suaminya berlaku. Jika terjadi kematian, maka mahar yang akan dibayarkan kemudin tidak halal diterima oleh mantan istri, tetapi ia halal menerima sisa mahar yang belum dibayarkan, bila masa iddahnya habis. Rujuk adalah salah satu hak bagi laki-laki dalam masa iddah, ia tidak berhak membatalkannya (Abidin, dkk, 1999: 68). Alasan Imam Syafi'i tentang talak memutuskan perkawinan adalah mengikuti pandapat para sahabat sebab iddah berarti masa memilih dianggap sah kalau dinyatakan dengan ucapan dan perbuatan, yang mana tersirat ayat. Dalam firman Allah disebutkan:
Artinya : dan suami-suaminya yang berhak merujuknya dalam menanti itu...... (QS Al-Baqoroh: 228) Imam Syafi'i berpendapat bahwa rujuk hanya diperbolehkan dengan ucapan terang dan jelas dimengerti. Tidak boleh rujuk dengan rangsanganrangsangan nafsu birahi. Menurut Imam Syafii bahwa “talak itu
42
memutuskan hubungan perkawinan”. Menurut Abu Hanifah dan Imam Malik merujuk itu bisa dengan perkataan. Misalnya: suami mengatakan “ku rujuk
istriku”
dan
bisa
dengan
perbuatan
(http://alislamu.com/index.php?option=com_content&task=view&id=439&I temid=) diakses tanggal 15 Desember 2011. Menurut Ibnu Hazm: jika ia merujuk tanpa saksi bukan disebut rujuk. Dalam firman Allah disebutkan:
....
Artinya : “apabila mereka telah mendekati akhir masa iddahnya, maka rujuklah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil diantara kamu....” (QS At-Thalaq : 2)
b. Hukum talak ba'in sughra Hukum talak ba'in sughra memutuskan tali suami istri saat talak diucapkan karena ikatan perkawinannya telah putus. Mantan suami berhak untuk kembali kepada mantan istrinya yang tertalak ba'in sughra dengan akad nikah baru, dan mahar baru selama ia belum menikah dengan laki-laki lain. Jika laki-laki ini telah merujuknya ia berhak terhadap sisa talaknya (Abidin, dkk, 1999: 70).
c. Hukum talak ba'in kubra Hukum talak ba'in kubra sama dengan talak ba'in sugra yaitu memutuskan hubungan tali perkawinan antara suami dan istri tapi talak ba'in
43
kubra tidak menghalalkan bekas suami merujuknya kembali kecuali sesudah bekas istri itu menikah dengan laki-laki lain dan telah bercerai sesudah dikumpulinya tanpa adanya niat nikah tahlil (Abidin, dkk, 1999: 71). Allah SWT berfirman:
Artinya : “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain” (QS. Al-Baqarah: 230).
44
BAB III HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah Desa Linggar Galing adalah desa terpencil dan merupakan daerah perbukitan.
Sebagian
besar
penduduknya
adalah
sebagai
petani.
Perekonomian di desa ini merata, tidak ada yang mencolok dalam segi ekonomi. Dalam hal pendidikan para orang tua kurang memperhatikan pendidikan anak-anaknya, oleh karena di desa ini hanya terdapat 1 madrasah, jadi banyak anak-anak yang sekolah di luar desa. Dalam hal agama pun mereka masih sangat kurang. Banyak anak-anak usia sekolah yang menikah dan menjadi pengangguran. Para orang tua pun seakan tidak peduli dengan keadaan tersebut, yang ada di benak mereka hanya bagaimana caranya untuk mencari nafkah. Desa Linggar Galing merupakan desa yang tertinggal, itu dibuktikan dengan belum adanya aliran listrik yang masuk di daerah ini. Ketika hendak menuju ke desa ini pun harus melewati jalan yang sangat buruk, terlebih jika pada musim penghujan karena jalan menuju ke desa tersebut belum di aspal. Namun terlepas dari itu semua ternyata di desa ini mempunyai daya tarik tersendiri karena suasana alam di desa ini masih asri dan alami. Hamparan kebun karet dan kelapa sawit serta area persawahan milik masyarakat setempat membuktikan bahwa suasana alami masih terjaga desa ini,
44
45
masyarakatnya pun ramah dan sopan. Mengenai rasa sosial masyarakat di Desa Linggar Galing sama seperti halnya masyarakat desa pada umumnya, kegotong royongan di desa ini masih terjaga dengan baik. Struktur organisasi desa linggar galing Kec. Pondok Kubang Kab. Bengkulu Tengah Kepala Desa
BPD
SAFARMANDI
Sekretaris Desa NISMAINI
Kasi Pemerintahan
Kasi Sosial
Kasi Pertanian
SAHIDIN
MARLAN
HARYADI
Kadus I
Kadus II
Kadus III
Kadus IV
KHAIRUDIN
UTSMAN
SAHIDIN
SELAMET RIYADI
46
Struktur Organisasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Ketua MUSLIM
Sekretaris
Bendahara
HERMAN
ELI SIDARNI
Anggota I
Anggota II
HAMDAN
JAIFAN
1. Kondisi geografis Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah mempunyai luas wilayah kurang lebih 12.000 Km2 dengan pembagian wilayah 3.500 km2 sebagai pemukiman, 125 Ha merupakan persawahan serta 1.300 Ha sebagai ladang. Posisi desa ini terletak di Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah dan merupakan daerah perbukitan yang udaranya sangat panas serta kondisi tanah yang gersang. Desa ini berbatasan langsung dengan wilayah desa lainnya. Adapun batas-batasnya adalah : a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Sidodadi dan Desa Bintang Selatan Kecamatan Pondok Kubang.
47
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sri Kuncoro dan Desa Dusun Baru Kecamatan Pondok Kubang. c. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Tanjung Berdanah dan Desa Talang Tengah Kecamatan Pondok Kubang. d. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Talang Pauh dan Desa Panca Mukti Kecamatan Pondok Kubang. Desa ini terdiri dari tiga dusun yaitu Dusun Linggar Galing, Dusun Pir dan Dusun Senawar. Adapun Dusun Linggar Galing itu sendiri terletak di wilayah perbukitan. 2. Kondisi penduduk, sosial dan ekonomi Jumlah penduduk Linggar Galing sekitar 1. 400 jiwa yang terdiri dari 750 perempuan dan 650 laki-laki. untuk lebih jelasnya dan lebih rinci diklarifikasikan jumlah pendidik berdasarkan jenis kelamin dengan tabel berikut: Tabel 1. Penduduk Dusun Linggar Galing Berdasarkan Jenis Kelamin No
Jenis kelamin
Jumlah
1
Laki-laki
650
2
Perempuan
750
Jumlah
1.400
Data monografi kependudukan Desa Linggar Galing, November 2011
48
Sesuai letak wilayahnya yang jauh dari kota, maka mata pencaharian sebagian besar masyarakatnya adalah sebagai petani dan buruh. Rata-rata penduduknya disamping mempunyai lahan sawah, juga mempunyai perkebunan. Lahan itulah yang menjadi sumber penghidupan masyarakat di dusun Linggar Galing. Adapun jumlah penduduk menurut mata pencaharian mereka dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 2. Data Mata Pencaharian Penduduk Desa Linggar Galing Tahun 2011 No Jenis Pekerjaan Jumlah 1
PNS
3
2
TNI
-
3
Polri
-
4
Pegawai Swasta
5
Pensiunan
-
6
Pengusaha
-
7
Buruh Bangunan
-
8
Buruh Industri
-
9
Buruh Tani
530
10
Petani
555
11
Peternakan
-
13
Lain-lain
-
Jumlah
20
1.108
Data monografi kependudukan Desa Linggar Galing, November 2011
49
3. Kondisi keagamaan Berdasarkan pengamatan awal, tampak masyarakat Desa Linggar Galing termasuk masyarakat yang mayoritas beragama Islam. Hal ini terbukti dari jumlah penganut agama Islam yang terpapar dalam tabel di bawah ini: Tabel 3. Data Pemeluk Agama di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupeten Bengkulu Tengah No Kelompok agama
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1
Islam
600
675
1.275
2
Kristen
60
65
125
3
Katolik
-
-
4
Hindu
-
-
5
Budha
-
-
6
Konghucu
-
-
Jumlah keseluruhan
1.400
Data monografi kependudukan Desa Linggar Galing, November 2011
Desa Linggar Galing yang merupakan lokasi dalam penelitian ini sebagian besar penduduknya beragama Islam, banyaknya penduduk yang beragama Islam di desa ini mewarnai kehidupan mereka, akan tetapi kurangnya sarana dan prasarana yang terdapat di lokasi ini mengakibatkan kurangnya pengetahuan tentang ajaran agama Islam. Sarana dan prasarana yang kurang tersedia diantaranya mushola, masjid dan majelis ta‟lim.
50
Untuk memahami praktek nikah pasca talak bain di kalangan msayarakat di Desa Linggar Galing, tidak ada salahnya jika memahami kondisi keagamaan mereka secara lebih mendalam. Berdasarkan pengamatan dan informasi dari data-data tertulis, diperoleh kesimpulan bahwa sebagian besar penduduk Desa Linggar Galing beragama Islam, dibuktikan dengan adanya 3 masjid yakni: Masjid al Hidayah, Masjid Al Jihad, dan Masjid Muthaqin, serta satu mushola dan satu madrasah. 4. Kondisi Pendidikan Adapun jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan mereka dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Linggar Galing No
Jenis Pendidikan
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
1
Tidak sekolah
75
135
210
2
TK
8
7
15
3
Belum tamat SD
120
150
270
4
Tidak tamat SD
170
185
355
5
Tamat SD
35
40
75
6
Tamat SMP
40
25
65
7
Tamat SMU
100
12
112
8
Tamat D2
2
-
2
9
Sarjana ke atas
1
-
1
Jumlah keseluruhan
1.105
51
Rendahnya pendidikan mayoritas masyarakat Desa Linggar Galing mungkin disebabkan karena pendidikan dianggap tidak begitu penting dan letak geografis yang jauh dari kota, sehingga informasi yang mereka dapatkan kurang, di samping itu mayoritas penduduknya adalah petani tradisional sehingga mereka kurang mengetahui informasi penting atau perubahan zaman.
B. Profil Kelurga yang Melakukan Praktek Nikah Pasca Talak Ba’in Serta Tanggapan Masyarakat Terhadap Praktek Nikah Pasca Talak Ba’in di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah Dalam sub bab ini peneliti hanya akan mendeskripsikan tiga keluarga yang melakukan praktek nikah pasca talak ba‟in di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah. Data ini diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan para pelaku pada bulan Agustus 2011. Dalam hal ini peneliti sengaja menyamarkan nama asli untuk melindungi privasi keluarga tersebut. 1. Profil Eko dan Santi (Nama samaran) Eko dan Santi beragama Islam, menikah sekitar tahun 2001 di KUA Kecamatan Pondok Kelapa, tetapi surat nikah mereka hilang. Mereka menikah ketika Eko berumur 22 tahun dan Santi berumur 23 tahun. Mereka dikaruniai 3 orang anak. Anak pertama Eko dan Santi
52
masih duduk di Sekolah Dasar sedang 2 anak yang lainnya belum sekolah, sekarang Eko berusia 32 tahun dan Santi berusia 33 tahun. Latar belakang pendidikan pasangan suami isteri tidaklah tinggi, mereka hanya lulusan sekolah dasar saja. Hal ini dikarenakan orang tua mereka beranggapan bahwa pendidikan bukanlah sesuatu hal yang perlu diprioritaskan terutama bagi seorang anak perempuan, dan dalam hal pendidikan keagamaan pun mereka sangat minim. Hal tersebut dikarenakan lingkungan dan keluraga yang kurang memperhatikan pendidikan agama. Setelah menikah pasangan ini masih tinggal di rumah orang tua suami (Eko). Namun setelah mereka mempunyai seorang anak, mereka baru menempati rumah sendiri. Pada awal perkawinan, kehidupan rumah tangga Eko dan Santi dalam keadaan yang rukun dan tentram. Akan tetapi setelah usia perkawinan mereka menginjak 2 tahun, kehidupan rumah tangga mereka sering diwarnai pertengkaran. Terkadang hanya masalah yang kecil sering diperdebatkan sehingga berakhir pada pertengkaran. Hal tersebut membuat hubungan mereka renggang dan keharmonisan rumah tangga mereka menjadi berkurang, dan pada pertengahan tahun 2003 Santi memutuskan untuk pergi dari rumah dan kembali kepada orang tuanya. Menurut hasil wawancara yang kami lakukan dengan Santi, latar belakang terjadinya pertengkaran mereka adalah permasalahan ekonomi. Santi merasa kesal dengan perilaku suaminya yang jarang memberikan
53
uang belanja, dan kalaupun dia memberi uang belanja itupun tidak dapat mencukupi untuk keperluan sehari-hari. Setiap mereka bertengkar, Eko (suami Santi) selalu bersikap kasar terhadap istrinya, hal ini dikuatkan oleh keterangan yang diberikan tetangga mereka bahwa Eko sering bertengkar dengan istrinya dan suara teriakannya terdengar sampai kepada tetangga-tetangga terdekat mereka. Hal yang lebih parah lagi ternyata Eko sudah mentalak istrinya berulang-ulang (lebih dari tiga kali), dikarenakan sang istri sering memancing pertengkaran kepada Eko, bahkan pada saat Eko baru pulang dari kerja. Perilaku Santi yang kurang baik itu sebenarnya sudah mendapat peringatan dari suaminya, akan tetapi hal tersebut tidak memberikan dampak apapun bagi Santi, bahkan semakin hari pertengkaran itu semakin menjadi-jadi. Santi memilih untuk meninggalkan rumah suaminya dengan alasan bahwa Eko (suaminya) sudah menjatuhkan ikrar talak sampai 3 kali terhadapnya, sehingga hubungan perkawinan mereka telah putus menurut syari‟at agama Islam. Perpisahan Eko dan Santi sudah berjalan selama kurang lebih satu tahun, akan tetapi mereka belum melaporkannya kepada Pengadilan Agama/KUA setempat. Setelah selama 1 tahun berpisah, ternyata mereka berkeinginan untuk bersatu kembali, dan pada tahun 2004 rencana mereka untuk bersatu kembali terwujud dengan melangsungkan akad nikah baru. Saat kami tanya tentang tata cara nikah dan talak menurut peraturan yang
54
ada di Indonesia, ternyata mereka berdua tidak mengetahui sedikitpun, bahkan undang-undang tentang perkawinan yang ada di Indonesia pun mereka tidak tahu. 2. Profil Bagas dan Ayu (Nama samaran) Bagas adalah pemuda desa Linggar Galing. Keluarga suami termasuk keluarga beragama islam dan mereka termasuk keluarga yang kuat beribadah. Keluarga suami berprofesi sebagai petani. Latar belakang pendidikan tamat SD dan tidak pernah belajar agama. Istri lahir di kabupaten Purbalingga yang juga berasal dari keluarga petani, dari segi ekonomi mereka merupakan keluarga yang sederhana, sehingga mereka tidak mampu menyelesaikan pendidikan walaupun setingkat SD. Dalam hal beragama ayu tergolong orang yang biasa-biasa saja. Pasangan ini menikah pada tahun 2002, pada awal pernikahan mereka harmonis namun ketika usia perkawinan menginjak usia kurang lebih 3 tahun hubungan mereka sering diwarnai dengan perbedaan pendapat dan pertengakaran. Ayu merasa kesal dengan Bagas yang sering berkata kasar dan acapkali menghina keluarga Ayu, karena keluarga Ayu merupakan keluarga yang sangat sederhana. Puncak pertengkaran terjadi pada tahun 2005 yakni ketika kesabaran istri sudah mulai hilang. Ayu akhirnya meminta cerai dan Bagas pun mengiyakan permintaan Ayu. Kata-kata talak pun keluar dari mulut Bagas dan pada saat itu pula terjadi ikrar talak sampai tiga kali. Hal
55
tersebut sering terjadi berulang-ulang, tetapi mereka tidak pernah mendaftarkan perceraiannya ke Pengadilan Agama. Setelah kurang lebih selama satu bulan, kemudian Ayu pulang ke rumah orang tuanya. Hal ini disampaikan oleh Dodi yang merupakan tetangga dekat pelaku. Setelah hampir 8 bulan mereka berpisah lebih tepatnya pisah ranjang, tiba-tiba mereka rukun kembali. Hal tersebut menjadi perhatian masyarakat sekitar sehingga menuai beragam pendapat dari masyarakat sekitar. Ketika wawancara ini dilakukan, mereka telah hidup bersama kembali, mereka mengaku bersama kembali karena masih cinta. Oleh karena itu mereka berkeinginan untuk rujuk kembali. Sebelum
mereka
bersama
lagi
sebenarnya
mereka
telah
melaksanakan akad nikah yang baru yang hanya disaksikan oleh kerabat dekat dan orang tua. Perihal mereka digunjing oleh tetangga dan sebagian masyarakat yang masih mempercayai bahwa talak yang diucapkan suami dalam keadaan apapun adalah sah. Mereka mengaku tidak mau ambil pusing yang penting mereka bisa rukun kembali.
3. Profil Anjas dan Intan (Nama samaran) Anjas adalah seorang jejaka yang usianya sekitar 29 tahun lahir di desa Linggar Galing, semasa kecil hidupnya dihabiskan untuk membantu orang tua berkeja menggarap sawah. Karena keluarga Anjas adalah sebuah keluarga yang keadaan ekonominya sangat sederhana, ia hanya
56
mengenyam pendidikan setingkat SD sehingga pengetahuannya hanya sebatasnya saja begitu pula dengan pengetahuannya tentang agama. Orang tua Anjas tidak begitu memperhatikan pendidikan anak-anaknya karena terlalu sibuk mencari nafkah untuk memnuhi kebutuhan keluarga. Bagitu juga dengan latar belakang pendidikan Intan yang tidak jauh berbeda dengan nasib Anjas. Dia hanya sekolah sampai tamat SD dan tidak bisa melanjutkan pendidikan karena terjepit masalah ekonomi. Setelah menikah, Anjas dan Intan Masih manumpang di rumah orang tua Anjas di desa Linggar Galing. Setelah pernikahan mencapai usia sekitar 5 bulan, Anjas dan Intan dipercayai untuk menggarap sawah milik orang tua Anjas. Karena jarak antara rumah dengan sawahnya cukup jauh, maka mereka pun membuat rumah di dekat area persawahan tersebut. Di sana mereka bercocok tanam. Mereka dikarunia 1 orang anak laki-laki yang berusia 3 tahun. Setelah perkawinan berusia sekitar satu setengah tahun, rumah tangga mereka sering diwarnai pertengkaran dikarenakan penghasilan mereka yang seadanya. Maklum saja, Anjas hanya bekerja sebagai petani yang hanya menunggu panen. Penghasilan mereka tidak tetap dan kadang hasil panen yang mereka dapat dijual untuk membayar hutang. Hal inilah yang sering memicu pertengkaran diantara mereka. Setiap Intan meminta sesuatu dan Anjas tidak bisa membelikan atau tidak bisa memenuhi permintaan sang istri, maka hal ini memicu pertengkaran. Setiap pertengkaran, Intan selalu meminta cerai dari Anjas karena Intan
57
berpendapat bahwa suaminya tidak bisa menafkahi dirinya. Hal tersebut membuat Anjas marah dan membalas ucapan Intan dengan ucapan talak. Alasan Anjas mengucapkan kata talak karena Anjas marah dan hanya memngikuti permintaan istrinya. Berulang kali kata talak itu diucapkan oleh Anjas setelah bertengkar dengan istrinya. Menurut penuturan kakaknya yang bernama Suparman, dia sering mendengar kata talak dari mulut Anjas berkali-kali, kalau dihitung jumlahnya lebih dari tiga kali. Kemudian Intan memutuskan pulang kerumah ibunya, dan puncaknya pada pertengkaran terakhir istri akhirnya memutuskan untuk pergi dari rumah meninggalkan suami. Namun, setelah kurang lebih 1 tahun dari perceraian tersebut, Anjas berniat untuk rujuk dengan Intan dan Intan mengiyakan keinginan Anjas untuk rujuk kembali dengannya dan mereka melaksanakan akad baru yang dihadiri oleh keluarga dekat saja. Perbuatan suami istri tersebut menuai beragam penilaian dari masyarakat dan tetangga sekitar. Raman sebagai tetangga terdekat dari rumah Anjas menganggap hubungan perkawinan mereka sebenarnya telah putus karena telah mengucap kata talak terhadap istrinya, dan itu bukan hanya sekali atau dua kali tetapi berkali-kali. Sementara tetangga Anjas yang lain hanya mendiamkan saja tanpa komentar apapun, bahkan bersikap acuh.
58
Ketika Anjas ditanya tanggapannya mengenai penilaian masyarakat terhadap perbuatan mereka, Anjas menjawab "biarkan saja orang berkomentar apapun yang penting saya tidak merugikan mereka. Dan kalau saya pribadi merasa biasa saja dan nyaman dengan keadaan ini, bahkan Intan juga merasakan begitu." Menurut keterangan yang didapat dari Intan dan tetangga, sebenarnya pada awalnya Anjas dan Intan merasa terganggu dengan komentar masyarakat yang miring terhadap mereka. Tetapi, lambat laun mereka telah terbiasa sehingga sehingga mereka tetap nyaman dan bersikap biasa. Menurut hasil wawancara yang dilakukan terhadap pasangan ini. Keduanya mengaku tidak paham dan tidak mengetahui aturan mengenai talak dan ketentuan rujuk menurut undang-undang perkawinan ataupun aturan agama Islam. Anjas berkata, "walaupun agama kami islam akan tetapi kami tidak begitu paham mengenai ajaran islam." Bahkan menurut keterangan dari tetangga, Anjas jarang melaksanakan salat lima waktu ataupun menjalankan puasa Ramadhan.
C. Latar Belakang Keluarga dan Proses Terjadinya Nikah Pasca Talak Ba'in Dari tiga keluarga yang menjadi subyek penelitian, tidak semua keluarga yang merupakan penganut agama yang taat. Dari hasil penelitian
59
yang telah dilakukan, ditemukan indikasi bahwa semua keluarga yang menjadi subyek penelitian rata-rata berpendidikan rendah. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata keluarga yang melakukan nikah pasca talak ba'in ini disebabkan oleh masalah ekonomi sehingga mengakibatkan timbulnya pertengkaran dan terlontar kata-kata talak dari mulut suami. Dari pihak suami ada yang mengaku tidak sengaja ketika mengucap talak karena terbawa emosi. Latar belakang keluarga yang melakukan nikah pasca talak ba'in dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 5. Latar belakang keluarga yang melakukan nikah pasca talak ba'in No 1
Subyek Eko dan
Agama Islam
Pendidikan terakhir SD
Pekerjaan Petani
Keterangan -
Santi
Pengetahuan agama kurang
-
Tidak taat beragama
-
Kurang mengetahui hukum dan tata cara perkawinan (nikah dan rujuk)
2
Bagas dan
Islam
SD
Petani
Ayu
-
Taat beragama
-
Kurang mengetahui hukum dan tata cara perkawinan (nikah dan rujuk)
3
Anjas dan Intan
Islam
SD
Petani
-
Rajin bekerja
-
Pemahaman agama
60
kurang -
Kurang mengetahui hukum dan tata cara perkawinan (nikah dan rujuk)
Adapun proses 3 keluarga yang melakukan nikah pasca talak ba‟in dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 6. Proses Keluarga yang Melakukan Nikah Pasca Talak Ba‟in No
1
Subyek
Eko dan
Tahun Nikah
2001
Santi
2
Bagas dan Ayu
2002
Proses Perpisahan
Proses Pernikahan Baru
Istri meninggalkan
Permintaan dari
rumah karena suami
suami; dengan
mengucapkan talak
cara sederhana
kepada istrinya lebih
yaitu hanya nikah
dari 3 kali, latar
sirri dengan
belakang perceraian
mengundang
adalah permasalahan
kerabat dekat dan
ekonomi
tetangga
Istri meninggalkan
Permintaan dari
rumah karena suami
suami; dengan
mengucapkan talak
cara sederhana
kepada istrinya lebih
yaitu hanya nikah
dari 3 kali, latar
sirri dengan
belakang perceraian
mengundang
adalah permasalahan
kerabat dekat dan
ekonomi
tetangga
61
3
Anjas dan Intan
2008
Istri meninggalkan rumah
Permintaan dari
karena suami
suami; dengan
mengucapkan talak kepada
cara sederhana
istrinya lebih dari 3 kali,
yaitu hanya nikah
latar belakang perceraian
sirri dengan
adalah permasalahan
mengundang
ekonomi
kerabat dekat dan tetangga
Semua data ini diperoleh melalui wawancara langsung dengan pelaku, pengamatan, serta terlibat langsung dengan pelaku sehingga data yang diperoleh valid dan dapat dipertanggung jawabkan.
62
BAB IV PEMBAHASAN
A. Proses Pelaksanaan Praktek Nikah Pasca Talak Ba’in Pernikahan yang sukses dalam rangka membangun rumah tangga yang bahagia adalah idaman setiap insan. Bahkan, jika ada surga di dunia, maka surga itu adalah pernikahan. Sebaliknya, jika ada neraka di dunia, maka itu adalah rumah yang penuh prselisihan dan pertengkaran di antara suami istri. Jika dalam sebuah rumah tangga antara suami istri bisa mengelolanya dengan baik maka keluarga tersebut bisa menjadi surga bagi mereka. Namun sebaliknya rumah tangga bisa menjadi neraka bagi mereka apabila tidak ada manajemen yang baik dalam rumah tangga. Dengan demikian, diibaratkan sebuah bangunan, maka agar rumah tangga bisa berdiri dengan kokoh, tidak mudah terpengaruh oleh ancaman yang dapat membinasakan eksistensinya perlu adanya dasar yang kuat pula dasar tersebut meliputi tiga faktor : 1. Manusiawi Dalam memilih obyek hendaknya memperhatikan larangan, kondisi sebenarnya yang diharapkan adalah dewasa dan sehat. 2. Agama Bagi pemeluk agama yang baik, setiap kali ia menghadapi persoalan, ia akan menyelesaikannya sesuai dengan ketentuan agamanya.
62
63
3. Niat Niat atau kesengajaan untuk melakukan sesuatu perbuatan, memegang peranan penting dalam setiap perbuatan manusia. Sesuatu perbuatan akan mendapat nilai baik atau buruk ditentukan oleh niat pelakunya (Suparno, 1982: 32). Fenomena terkadang berbicara lain, Perjalanan hidup dalam berumah tangga tentunya tidak semulus yang diharapkan, gangguan-gangguan pasti datang sebagai ujian bagi suami istri sehingga rumah tangga itu mengalami kekacauan. Perkawinan yang diharapkan sakinah mawadah warahmah ternyata harus kandas ditengah jalan karena seribu satu permasalahan yang timbul didalam keluarga. Islam menyikapinya dengan memberi solusi perceraian bagi keluarga yang tidak dapat dipertahankan. Perceraian merupakan obat terakhir untuk mengakhiri pertentangan dan pergolakan yang terjadi antara suami istri. Perceraian laksana karantina penyakit, maka keluarga yang dilanda pertengkaran dan percekcokan serta rasa benci antara suami istri harus mencapai jalan keluar yang layak untuk tidak melukai dan menyakiti kedua belah pihak. Akan tetapi
bila mengingat kenangan-kenangan manis
dalam
perkawinan, terkadang membuat pasangan suami isteri berharap perkawinan mereka bisa langgeng, hal tersebut terkadang juga berlaku bagi pasangan yang sudah bercerai. Bila sudah menyangkut masalah cinta dan kehidupan yang pernah diarungi bersama, pertengkaran-pertengkaran seakan sudah tidak
64
dipikirkan lagi. Hal tersebut yang melatarbelakangi proses nikah pasca talak ba‟in. Namun yang disayangkan, pemahaman keagamaan tentang masalah hukum perkawinan sering tidak diindahkan oleh para pelaku yang melaksanakan nikah pasca talak ba‟in di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah. Hukum agama dan negara seakan dinomer sekiankan jika sudah menyangkut masalah cinta. Dan pada akhirnya mereka hanya melaksanakan nikah kembali tanpa melalui prosedur yang sesuai dengan hukum agama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Padahal dalam hukum fiqih munakahat dijelaskan bahwa untuk kasus dalam pembahasan ini termasuk dalam kategori talak ba‟in. talak ba‟in sendiri terdiri atas dua jenis, yaitu ba‟in kubro dan ba‟in sugro. Talak ba‟in kubro dapat diupayakan rujuk, namun harus melalui penghalalan (muhalil). Dalam hal muhalil, maka si muhalil wajib kumpul dengan istrinya secara hakiki tanpa rekayasa. Muhalil tidak boleh disertai dengan mut‟ah. Dalam hal sang istri ingin mengajukan gugatan, maka hal utama yang harus dipersiapkan oleh sang istri adalah surat gugatan. Sedangkan untuk cerai talak, kurang lebih sama. Namun yang perlu dipersiapkan oleh sang suami bukan gugatan, melainkan permohonan untuk melegalkan talak yang sudah terucap. Sedangkan untuk Ba‟in Sugro terlepas dari adanya masa masa iddah atau tidak, tetap harus melalui akad nikah untuk rujuk dan harus melewati prosesi pernikahan sebagaimana awal menikah dulu. Mantan suami boleh dan
65
berhak kembali kepada mantan istri yang telah ditalak ba‟in sughra dengan akad nikah dan mahar baru, selama ia belum menikah dengan laki-laki lain. Jika laki-laki ini telah merujuknya, maka ia berhak atas sisa talaknya yang ada, misalkan baru ditalak dua kali berarti masih ada sisa talak satu kali lagi (Abidin, dkk, 1999: 34-35).
B. Analisis Terhadap Faktor Terjadinya Praktek Nikah Pasca Talak Bain Nikah pasca talak bain yang terjadi di desa Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah terjadi karena berbagai macam faktor, Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Faktor keinginan untuk menikah kembali Keinginan untuk menikah kembali dikarenakan mereka sudah pernah menajalin hubungan dalam ikatan tali perkawinan. Kenangankenangan manis di dalam perkawinan yang dahulu sering menimbulkan keinginan untuk segera menikah kembali. Keinginan untuk menikah kembali juga terjadi dikarenakan mereka telah mempunyai anak. Bila sudah berbicara mengenai anak, maka yang ada hanya canda tawa dan kerianggembiraan. Pemberian kasih sayang amatlah penting bagi perkembangan anak. Rasa kasih sayang yang dicurahkan oleh orang-orang di sekeliling anak merupakan dasar pembentukan watak si anak kelak. Ungkapan kasih sayang secara verbal bukanlah hal yang boleh diremehkan. Merasa kasihan terhadap nasib anaknya yang kurang mendapatkan kasih sayang dari orang tua
66
apabila mereka berpisah. Hal ini menjadi salah satu faktor mengapa mereka menghendaki untuk nikah kembali. 2. Faktor pendidikan Faktor pendidikan juga memiliki pengaruh besar. Semakin tinggi ilmu seseorang biasanya semakin bijak dalam bersikap. Seseorang yang berpendidikan tentu akan berfikir rasional dan lebih matang untuk menentukan sikap. Dari data yang di peroleh, pelaku yang melakukan praktek nikah pasca talak bain di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah hanyalah berpendidikan SD dan SMP saja. Kurangnya
sosialisasi
dari
dinas
terkait
tentang
hukum
pernikahan dan perceraian juga mempengaruhi praktek nikah pasca talak bain tersebut, karena daerah tempat penelitian ini merupakan daerah yang terisolisir dan kurang mendapat perhatian dari pemerintah setempat. 3. Faktor agama Faktor Agama juga memiliki pengaruh besar. Mereka yang tidak paham tentang Agama terutama masalah fiqih munakahat akan dengan mudah terjerumus. Pengetahuan keagamaan para pelaku pelaku yang melakukan praktek nikah pasca talak bain di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah masih sangat kurang. Hal tersebut terbukti bahwa masyarakat di daerah ini pada umumnya sudah disibukkan pada urusan dunia. Mulai dari pagi hari mereka berangkat ke
67
ladang/sawah dan baru pulang ke rumah jika petang sudah menjelang, sehingga waktu untuk belajar ilmu agama sangat minim sekali. Jadi penanaman nilai-nilai agama sangat dibutuhkan terutama di daerah ini untuk membentengi anak agar menjadi yang terbaik.
C. Hukum Nikah Pasca Talak Ba’in Talak ba‟in kadang-kadang terjadi dengan bilangan talak kurang dari tiga, dan ini terjadi pada istri yang belum digauli tanpa diperselisihkan lagi, dan pada istri yang menerima khulu’ dengan terdapat perbedaan pendapat didalamnya. Hukum ruju’ setelah talak tersebut sama dengan nikah baru. Mazhab empat sepakat bahwa hukum wanita seperti itu sama dengan wanita lain (bukan istri) yang untuk mengawinkannya kembali disyaratkan adanya akad. Hanya saja dalam hal ini selesainya „iddah tidak dianggap sebagai syarat. 1. Talak ba‟in karena talak tiga kali Mengenai istri yang ditalak tiga kali, para ulama mengatakan bahwa ia tidak halal lagi bagi suaminya, kecuali si istri menikah dengan orang lain, dengan syarat si istri sudah di tiduri oleh suami tersebut. Dan pasangan suami istri tersebut bercerai. Kemudian sang suami pertama merujuknya kembali dengan acara akad nikah baru. Sa‟id Al-Musyyab berbeda sendiri pendapatnya dengan mengatakan bahwa istri yang ditalak tiga kali boleh kembali kepada suaminya yang pertama dengan akad nikah
68
yang sama, ia berpendapat bahwa nikah yang dimaksudkan adalah untuk semua akad nikah. Bagi istri yang ditalak sampai tiga kali, tidak ada hak untuk rujuk pada masa iddah talak yang ketiga, maupun hak pernikahan baru setelah habis masa iddah. Mantan suami bisa kembali dengan pernikahan baru, apabila: (5) Mantan istri telah menikah dengan laki-laki lain (6) Telah digauli oleh suami yang kedua (7) Sudah dicerai oleh suami yang kedua (8) Telah habis masa iddahnya Perempuan yang bertalak ba‟in kubra setelah menikah lagi dengan laki-laki lain, kemudian bercerai lagi dan menikah lagi dengan mantan suami yang pertama sesudah habis masa iddah-nya, maka ulama fiqih sepakat bahwa mereka berdua berarti telah mulai lembaran baru. Dan pihak laki-laki berhak atas tiga talak lagi. Karena suami yang kedua telah bercerai maka berarti telah menghapuskan lembaran pertama. Jika perempuan itu telah kembali dengan mantan suami pertama dengan akad baru, maka akad baru ini menimbulkan lembaran baru pula. Adapun bagi perempuan yang bertalak ba'in sughra apabila menikah dengan laki-laki lain sesudah habis masa iddahnya, lalu bercerai kemudian menikah lagi dengan bekas suaminya yang pertama, maka menurut pendapat Imam Abu Hanifah dan Abu Yusuf hukumnya adalah sama dengan perempuan yang bertalak ba'in kubra, yaitu berulang kali lembaran
69
baru dari pihak laki-lakinya berhak atas tiga talak lagi. Akan tetapi menurut Muhammad (Mazhab Hanafi) bahwa perempuan yang kembali kepada mantan suaminya yang pertama hanya berlaku talak sisanya. Jadi, hukumnya sama dengan perempuan yang bertalak raj'i, atau yang dinikahi oleh laki-laki tadi dengan akad baru sesudah terjadinya talak ba'in sughra (Abidin, 1999: 36-37). 2. Nikah muhallil Nikah muhallil atau nikah tahlil adalah perkawinan yang dilakukan untuk menghalalkan orang yang telah melakukan talak tiga untuk segera kembali kepada istrinya. Dalam hal ini Fuqaha berselisih pendapat mengenai nikah muhallil. Yakni jika seorang laki-laki mengawini seorang perempuan dengan syarat (tujuan) untuk menghalalkannya bagi suami yang pertama. Menurut Imam Malik nikah tersebut sudah rusak, sedangkan menurut imam Syafi‟i dan Abu Hanifah perpendapat bahwa nikah muhallil dibolehkan, dan niat untuk menikah itu tidak mempengaruhi syahnya. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Daud dan segolongan fuqaha. Mereka berpendapat bahwa pernikahan tersebut menyebabkan kehalalan istri yang di ceraikan tiga kali. Bila seseorang telah menceraikan istrinya sampai tiga kali, baik dalam satu masa atau berbeda masa, si suami tidak boleh lagi kawin dengan bekas istrinya itu kecuali bila istrinya itu telah menikah dengan laki-laki lain, kemudian bercerai dan habis pula iddahnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 230:
70
Artinya: kemudian jika suami mentalaknya (setelah telak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya kecuali bila dia telah kawin dengan suani lain. Suami yang telah mentalak istrinya tiga kali itu sering ingin kembali lagi kepada bekas istrinya itu. Kalau ditunggu cara yang biasa menurut ketentuan perkawinan, mungkin menunggu waktu yang lama. Untuk mempercepat maksudnya itu ia mencari seseorang laki-laki yang akan mengawini bekas istrinya itu secara pura-pura, biasanya dengan suatu syarat bahwa setelah berlangsung akad nikah segera diceraikannya sebelum sempat digaulinya. Ini berarti kawin akal-akalan untuk cepat menghentikan suatu yang diharamkan. Perkawinan tahlil ini tidak menyalahi rukun yang telah ditetapkan, namun karena niat orang yang mengawini itu tidak ikhlas dan tidak untuk maksud sebenarnya, perkawinan ini dilarang oleh Nabi dan pelakunya baik laki-laki yang menyuruh kawin atau laki-laki yang menjadi penghalal itu dilaknat Rasul Allah. Terlebih lagi bila lahir anak dari pasangan yang melakukan nikah tahlil yang pada dasarnya mereka tidak saling mencintai satu sama lain. Jadi nasib anaknya yang menjadi korban. Hak asuh anak dari pasangan nikah tahlil pun tidak jelas sehingga masa depan si anak akan lebih tidak menentu terutama mengenai status ayah dan ibu kandungnya.
71
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa proses pelaksanaan nikah pasca talak bain haruslah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku yaitu untuk Talak ba‟in kubro dapat diupayakan nikah baru, namun harus melalui penghalalan (muhalil). Dalam hal muhalil, maka si muhalil wajib kumpul dengan istrinya secara hakiki tanpa rekayasa dan muhalil tidak boleh disertai dengan mut‟ah. Dalam hal sang istri ingin mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama, maka hal utama yang harus dipersiapkan oleh sang istri adalah surat gugatan. Sedangkan untuk Ba‟in Sugro terlepas dari adanya masa iddah atau tidak, tetap harus melalui akad nikah untuk rujuk dan harus melewati prosesi pernikahan sebagaimana awal menikah dulu. Mantan suami boleh dan berhak kembali kepada mantan istri yang telah ditalak ba‟in sughra dengan akad nikah dan mahar baru, selama ia belum menikah dengan laki-laki lain. Adapun kasus yang terjadi di Desa Linggar Galing Kec. Pondok Kubang Kab. Bengkulu Tengah adalah para pelaku dalam melaksanakan praktek nikah pasca talak bain tidak sesuai dengan hukum Islam dan peraturan pemerintah yang berlaku. Mereka bercerai dengan pasangannya dan tidak melaporkannya ke KUA setempat, dan proses nikahnya kembali pun tidak melalui muhalil, mereka menikah kembali seperti pasangan yang belum
71
72
pernah menikah, padahal mereka pernah menikah dan bercerai walaupun tidak melalui proses di KUA. Faktor penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan yang mencukupi tentang hukum pernikahan serta kurangnya perhatian dari pemerintah setempat tentang hal-hal yang terkait dalam bidang pernikahan dan perceraian yang diantaranya meliputi rukun dan syarat nikah, bagaimana proses perceraian, dan bagaimana apabila melakukan pernikahan kembali pasca perceraian.
B. Saran 1. Bagi Pemerintah a. Bagi KUA Kec. Pondok Kubang diharapkan lebih intens lagi dalam memberikan penyuluhan dan pengarahan kepada masyarakat tentang hukum pernikahan, dikarenakan pengetahuan masyarakat tentang hukum-hukum pernikahan yang ada di Indonesia masih rendah sekali. b. Bagi Pengadilan Agama Kab. Bengkulu Tengah diharapkan dapat memantau dan memberikan pengarahan kepada KUA-KUA yang berada di bawah naungannya mengenai upaya pelestarian perkawinan dan hukum-hukum yang menyangkut tentang perkawinan dan perceraian. c. Bagi Kementrian Agama diharapkan open-minded dalam melakukan kerja sama dengan Pengadilan Agama mengenai sosialisasi dan
73
menjelaskan tentang bagaimana tata cara nikah dan cerai menurut undang-undang (hukum) yang berlaku di Indonesia. 2. Masyarakat Bagi masyarakat Desa Linggar Galing Kec. Pondok Kubang Kab. Bengkulu Tengah diharapkan belajar mengerti dan memahami syariat agama
Islam
terutama hukum-hukum
yang menyangkut
tentang
perkawinan. Sehingga agar tetap berpegang teguh pada syariat Islam dan selalu beribadah kepada Allah swt. Dengan demikian kita akan terhindar dari dosa atas perbuatan yang kita lakukan sendiri.
C. Kata Penutup Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Taufiq dan Hidayah-Nya serta bimbinganNya kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Rangkaian dan deskripsi kata yang penulis laporkan ini hanyalah bukti titipan Allah, bukan semata-mata hasil “kemampuan” penulis yang dianggap mampu membuat serta merampungkan skripsi. Akan tetapi, wujud kesalahan dan ketidaksempurnaan yang ada pada skripsi ini adalah sebagai bukti kongkrit kebodohan penulis. Sebagai insan dho’if, penulis mohon maaf kepada semua pihak dan mengharap masukan-masukan untuk kesempurnaan skripsi ini. Saran dan revisi dari berbagai pihak sangat kami nantikan sepanjang hayat penulis guna menjadikan “karya yang berlumur kritik” yang akhirnya bermakna dan bermanfaat.
74
Kami menyadari bahwa penulisan skripsi ini pasti terdapat kekurangan dan kekeliruan, meskipun sebenarnya sudah diusahakan semaksimal mungkin kemampuan yang ada namun disadari kemampuan dan pengetahuan yang ada memang sangat terbatas dan sangat jauh dari kesempurnaan. Akhirnya penulis berharap semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khusunya dan para pembaca pada umumnya serta menjadi amal kebaikan yang diridhoi Allah SWT. Amien.
75
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Slamet, H. Aminudin. 1999. Fiqih Munakahat II. Bandung: PT. Pustaka Setia Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bina Aksara Azzam, Abdul Aziz Muhammad, Adul Wahhab Sayyed Hawwas. 2009. Fiqh Munakahat (Khittah, Nikah dan Talak). Jakarta: Amzah Daymon, Kristina. 2008, Metode-Metode Riset Kualitatif dalam Publik Relation dan Marketing Communication. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka Depag RI. 1994. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: CV Adi Gafika. Djamali, Abdoel. 2005. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers Hadikusuma, Hilman. 1990. Hukum Perkawinan Indonesia menurut Perundangan Hukum Adat Hukum Agama. Bandung: CV Mandar Maju Hamid, Zahri. 1976. Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan di Indonesia. Bandung:Bina Cipta Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Cet. VI. Jakarta: Aksara Baru M. Anshary MK. 2010. Hukum Perkawinan di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Mestika, Zed. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Moleong, J. Lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Nurhaedi, Dadi. 2003. Nikah di Bawah Tangan: Praktik Nikah Sirri Mahasiswa Jogja. Yogyakarta: Saujana Nuruddin, Amir dan Azhari Akmal Tarigan. 2006. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Rofiq, Ahmad. 2003. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada Sabiq, Sayyid. 1980. Fikih Sunnah 8. Bandung: PT. Alma‟arif Soekanto, Soejono. 1982. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: CV Rajawali Subekti, R. 1996. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Intermesa: Jakarta
76
Sukmadinata, Saudih. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Suparno. 1982. Cinta dan Keserasian dalam Rumah Tangga Muslim. Semarang: Wicaksana Surakhmad, Winarno. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito Susilo, Budi. 2007. Prosedur Gugatan cerai. Yogyakarta: Pustaka Yustisia Syarifuddin, Amir. 2006. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Prenada Media
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Reka Anita
Tempat, tanggal lahir : Padang Siring, 23 Maret 1988 Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Meranti No. 4 Sawah Lebar Baru Bengkulu
Pendidikan
:
Organisasi
1. SD Darat Sawah 1
(Lulus Tahun 2000)
2. SMP Negeri 18 Bengkulu
(Lulus Tahun 2003)
3. SMA PGRI Bengkulu
(Lulus Tahun 2006)
4. STAIN Salatiga
(Masuk Tahun 2007)
: Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kota Salatiga
Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya.