POTRET SOSIOLOGI POLITIK DALAM KONTEKS HAK ASASI MANUSIA Oleh : A. Fauzi Amiruddin, SH., M.M.* Abstract The values of human rights can be characterized by a balance between rights and obligations and the balance between the interests of individuals with common interests. How can a balance be achieved between the two if the operation is placed just for the sake of politics itself. So consciousness way of playing politics 'progressive', is a manifestation and is present as well as the preservation of basic human rights. Progressive politics a way that not only uses the ratio of interest, but also loaded with kenuranian. This is where we are going the way politics was possessed with a sense of empathy, honesty, commitment and courage. Thus, we will be talking conscience of the people in the wider social space based on the nationality of political sociology. Keywords: progressive politics, the basic human rights, political democracy
sengketa pilkada ke belakang selama
A. Tindakan dan Argumentasi Politik
kontemporer,
dalam
ini. Mobilisasi massa, unjuk rasa
praktiknya oleh kebanyakan orang
seputar pilkada masih menarik minat
dipahami sebagai sikap ambivalensi,
dan terus mendapat sokongan. Di
terkadang dikutuk tetapi sekaligus
berbagai daerah orang makin mudah
diharapkan. Di satu sisi, perilaku
dimobilisir
untuk
politik dari hari ke hari kian rutin
mendukung
ini
dimaknai
menuntut perhatian mulai dari yang
sebagai
cela
ketimbang
menolak dan
keluhuran. Perilaku politik dianggap
mengaku
sebagai
kelompok-kelompok koalisi.
potret
dan
asal-muasal
kericuhan, dagang sapi, identik dengan
oposisi
itu,
Setidaknya
untuk
sampai
sudah
atau
pada
berbagai
perilaku tamak, licik, munafik, dan
orde politik kita lalui, mulai dari orde
hanya sekedar retorik. Bagaimana
lama, orde baru dan terkini orde
tidak, jika diibaratkan politik sebagai
reformasi,
tanaman kehidupan, maka buahnya
menunjukkan
ialah demokrasi
signifikan
terhadap
pertumbuhan
demokrasi
bangsa.
Sebagaimana
Tidaklah
yang kebablasan.
berlebihan
perumpamaan
tadi, jika dihadapkan dengan beberapa
kontes
tetapi
perannya
politik
menyiratkan * Dosen Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung
belum
pada
juga yang
saat
keprihatinan
ini kita
bersama, di saat yang bersamaan
aktor-aktor
politik
mendeklarasikan
berlomba-lomba
partai
politik’.
Lalu,
mengapa
perlu
politiknya
menjelaskan potret sosiologi politik
sebagai ancaman kompetisi di ajang
masyarakat dalam konteks hak asasi
berbagai pemilu. Pilihan politik saat
manusia? Apa yang salah dari cara
ini,
berpolitik kita saat ini, sehingga dirasa
secara
tegas
telah
menenggelamkan budaya politik orde
perlu
baru yang bersifat sentralistik dan
hubungan mata-rantai antara politik
otoritarianisme. Dengan kata lain, di
dan masyarakat, agar tetap berada
massa orde baru kekuasaan secara
pada jalur kearifan dan juga menjaga
keras
hak-hak dasar manusia.
membatasi
pikiran
dan
partisipasi, maka rakyat tidak begitu saja diberikan ruang untuk berpolitik. Paradoks
Ketika
ini
mengutarakan
berbicara
potret
perilaku politik masyarakat, tak luput
menciptakan
juga dengan sikap ingin meluruskan
dugaan bahwa seakan-akan perilaku
pengertian politik yang selama ini
politik
rutinitas
ditafsirkan dalam olok-olok: “manusia
aktor-
adalah binatang politik”. Degradasi ini
aktornya. Inilah kontes politik yang
mewakili kondisi deskriptif politik kita
sering
dari
sehari-hari, yaitu berpolitik berarti
rakyatnya, karena indikator perilaku
berperilaku tamak, licik dan kasar.
politik diukur melalui insiden-insiden
Padahal paham yang sesungguhnya
hasil, seperti; koruspi politik ‘jabatan
dari konsep zoon politikon adalah
birokrasi di DPR yang berkonotasi
mulia, yaitu bahwa manusia adalah
korupsi’, serta politik uang di setiap
binatang (makhluk) yang berpolitik.
pemilu dan pilkada merupakan potret
Artinya, berbeda dengan binatang,
buram berlatar suram dari sosiologi
manusia memiliki peralatan alamiah
politik masyarakat kita pada akhir-
untuk
akhir ini. Rasionalisasi kesemerawutan
mencapai hidup yang adil. Itulah
kondisi bangsa saat ini, intinya akan
politik. Karena itu “ilmu” tentang
berakhir pada sikap yang sama bahwa
politik disebut sebagai ilmu yang
politik sebagai instrumen bahaya laten
paling utama (the highest of all
yang
sciences), karena politik merupakan
dimaknai
kelembagaan
dan
kehilangan
selalu
ini
tulisan
sebagai perilaku
legitimasi
menciptakan
suasana
dehumanisasi. Kita memang sedang berada dalam konstruksi sosial yang ‘anti
mengorganisir
diri
guna
urusan keadilan umum, melibatkan semua
orang,
dan
untuk
membahagiakan
rakyat.1
seluruh
bahwa
konsepsi
manusia
sebagai
Preskripsi seperti inilah yang mesti
makhluk rasional memiliki kebebasan
dikembalikan dalam cara berpolitik
dan
kita.
dan memiliki tujuan tertinggi yang Menjelaskan perilaku politik
masyarakat tentu saja bukan sekadar
kehendak
menentukan-dirinya,
lebih penting daripada proses sosial dan politik di mana dia terlibat.2
upaya mengoreksi sebuah olok-olok,
Mereduksi makna kebebasan
melainkan suatu upaya besar untuk
yang
menerangkan peristiwa-peristiwa kritis
kebutuhan dasar sebuah masyarakat
dalam
dan
politik, tentu akan melahirkan sumber
dasar-dasar
energi komunikasi antara tindakan dan
merawat
argumentasi. Terbukti cara berpolitik
menghindari
kita tidak akan terlepas dari dialektika
sejarah
kemudian
orde
politik,
mencari
rasionalisasi
untuk
kemanusiaan
dan
berulang-nya
perendahan
terhadap
martabat manusia.
merupakan
bagian
dari
tindakan dan argumentasi sebagai bentuk kehendak politis. Hanya saja,
Problem ini membawa kita
kebebasan yang sudah ada bersama-
pada soal yang amat mendasar dalam
sama pada watak dasar manusia dalam
filsafat
menyelenggarakan
politik,
yaitu
masalah
kontes
politik,
normatifitas sebuah perilaku politik
harus terwadahi melalui argumentasi
masyarakat; apakah kondisi sosio-
sebagai
psikologis
Artinya, tindakan untuk memberikan
yang
penyelenggaraan politik.
perlu sebuah
Filsafat
politik,
bagi kontes oleh
tindakan
argumentasi
warganegara.
berlangsung
dalam
kesetaraan konstitusional. Dengan kata
karenanya, merupakan pembacaan dan
lain,
pencarian gagasan dalam kaitannya
tindakan
dengan
menjaga serta menjamin kenyataan
moralitas
publik.
Pada
kebebasan dan
akhirnya dalam menjelaskan perilaku
hak-hak
politik
konstitusional.
masyarakat
mengeyampingkan
tidak
konsep
bisa
dasar
untuk
melakukan
argumentasi
manusia
tetap
secara
tentang
watak dan tujuan manusia itu sendiri. Dengan begitu, kita akan paham 1
Robertus Robet, Kembalinya Politik “Pemikiran Politik Kontemporer Dari (A)rendt Sampai (Z)izek”, Cipta Lintas Wacana, Jakarta, 2008, hal viii-ix
2
Henry J. Schmandt, Filsafat Politik “Kajian Historis Dari Zaman Yunani Kuno Sampai Zaman Modern” Cet II, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hal 11.
A. Sosiologi Politik dan Kearifan Nilai Terlebih dahulu perlu dikemukakan
bahwa
embrio
studi
sosiologi sesungguhnya telah mulai sejak August Comte (1798-1857). Comte mencetuskan istilah “sosiologi” ini dalam bukunya yang terkenal cours de philosophie positivie jilid 4 untuk
dengan
dari
disiplin
sosiologi
pada
ide
mendasar yang menyatakan bahwa seseorang harus menggunakan metodemetode pengamatan yang di pakai ilmu-ilmu alam untuk mempelajari gejala-gejala
sosial.3
Selanjutnya
perkembangan ilmu sosiologi, sejak akhir abad 19 mulai tumbuh pesat seiring
dengan
berkembangnya
derivasi disiplin sosiologi, seperti; sosiologi hukum, sosiologi ekonomi, sosiologi agama, sosiologi politik dan
pengetahuan
Secara
sederhana
sosiologi
berarti studi mengenai masyarakat. Dalam lingkup masyarakat terdapat unit dasar sebagai analisa sosiologis, baik
itu
struktur
politik,
agama,
ekonomi, dan hukum. Dalam ikhtiar untuk melakukan analisa pada konteks
telah
yang
membahas
kelompok-kelompok sosial, dan studi mengenai interaksi-interaksi manusia dan inter-relasinya. Karena itu pusat perhatian sosiologi ialah tingkah-laku manusia dalam konteks sosial.4 Menempatkan
sosiologi
sebagai optik analisa terhadap ilmu politik tidak semudah yang kita duga. Jika
sosiologi
itu
terutama
memperhatikan tingkah-laku manusia dalam konteks masyarakat dan dalam hal ini mencakup segala-galanya, maka jelaslah
ilmu
politik
itu
hanya
menempati beberapa aspek saja dari masyarakat. Terkadang politik hanya identik dengan lembaga-lembaga sosial seperti, badan legislatif, eksekutif, dan partai politik. Serta lebih khusus lagi bahwa perilaku politik terlihat dari cara bekerjanya
sebagainya.
cara
mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu
menunjukkan ilmu tentang masyarakat. Dengan menekankan makna ilmiah
berbagai
politik
melalui
proses
pemilihan legislatif dan eksekutif, maupun interaksi politik antar negara. Karena itu, akan semakin sulit bagi kita untuk menentukan batas-batas dan nilai-nilai ilmu politik, dan kemudian untuk
memfokuskannya
kedalam
sosiologi politik.
kemasyarakatan, para sosiolog modern 3
Soerjono Soekanto, Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal v.
4
Michael Rush dan Phillip Althoff, Pengantar Sosiologi Politik, Cet V, Rajawali Pers, Jakarta, 1995, hal 1.
Perhatian sentral
dari
ilmu
Pada prinsipnya mempelajari
penyelesaian
dari
tingkah-laku politik dan masyarakat
konflik-konflik manusia; atau proses
tidak saja berangkat dari varian konsep
dengan mana masyarakat membuat
di atas, kearifan nilai yang menjadi
keputusan-keputusan
kultur
politik
adalah
ataupun
masyarakat
mengembangkan kebijakan-kebijakan
eksponen
tertentu;
lembaga politik dan idelogi politik
atau
secara
otoritatif
penting
merupakan terbentuknya
mengalokasikan sumber-sumber dan
masyarakat.
nilai-nilai
berupa
dipahami sebagai alur atau peristiwa
pelaksanaan kekuasaan dan pengaruh
dalam kehidupan sosial. ‘Ada’ dalam
di dalam masyarakat.5 Setidaknya hal
politik
itu menjadi aktivitas dan tujuan politik.
melainkan ‘ada’ atau situasi di wilayah
Namun
sosial, dan ‘ada’ juga dalam arti
tertentu;
tidak
atau
banyak
orang
Kearfan
bukan
dunia
dapat
keseluruhan,
membantah, bahwa politik ialah seni
kolektif.
mempengaruhi
menunjukkan kearifan nilai kolektifitas
dan
selebihnya
orientasi kekuasaan. Jika
Situasi
nilai
seperti
ini
menjadi tradisi yang sejak lama berada
sosiologi
politik
dalam batas kesadaran dan menjadi
mempelajari mata-rantai antara politik
pilihan
dan masyarakat, dengan demikian
Sebaliknya, masyarakat barat sangat
secara konseptual basis sosio-politik
fanatik
menggunakan
politik,
individualistik-nya, dan tidak sama
partisipasi politik, rekrutmen politik,
dengan nilai yang kita miliki. Maka
komunikasi politik dan pendidikan
tidak heran, ketika perilaku politik
politik sebagai alat baca terhadap
pecah
perilaku politik masyarakat.6 Dimana
masyarakat kita, cenderung situasi ini
konsep
untuk
tidak akan bertahan lama, bila pada
memperluas
saat yang sama masyarakat kita sadar
sosialisasi
tersebut
digunakan
membangun
pengaruh,
keterlibatan
dalam
sistem
politik,
penjaringan regenerasi kader politik,
hidup
masyarakat
dengan
belah
kearifan
diterapkan
kita.
nilai
pada
dan mau berubah berdasarkan kearifan nilai yang dimiliki.
distribusi informasi secara merata dan sampai kepada pembelajaran politik.
B. Masyarakat Politik Kehadiran masyarakat
5 6
Ibid. Ibid.
dapat
politik dilihat
dalam dari
bermacam-macam sudut. Memandang
dan memahami politik, tidak hanya
kepentingan
dalam batas-batas ilmu politik itu
untuk tidak percaya, bahwa masyarakat
sendiri. Jika diamati dalam konteks
sebenarnya dalam kesehariannya selalu
yang luas, politik itu tampak selalu
berpolitik. Sehingga pergulatan antara
bergerak, berubah, mengikuti dinamika
masyarakat dan politik tidak dapat
kehidupan
Penempatan
dihindarkan, sisanya adalah ungkapan
politik dalam konteks yang luas itu
kekecewaan terhadap espektasi politik.
membawa kita kepada pembicaraan
Dalam hal ini, perlu dipertegas tidak
tentang
dalam
setiap masyarakat mempunyai cara
hubungannya dengan lingkungan sosial
pandang yang sama terhadap politik,
dan lebih khusus lagi masyarakat.
baik itu politik secara normatif sampai
Sesungguhnya
kehidupan
cara bekerjanya politik di masyarakat.
berpolitik, faktor dan campur tangan
Semua itu dipahami jika kontes politik
manusia
manusia.
perilaku
dalam
tidak
berkelebat,
politik
baik
masing-masing.
pernah
berhenti
telah menciptakan ekspresi kebebasan,
sebagai
operator
dan
disitulah
muncul
sekat/jarak
maupun sasarannya. Karena peranan
ideologis.
manusia yang terus-menerus itu, kita
masyarakat
perlu
karakter dan ciri khas tersendiri.
lebih
Sulit
memastikan,
bahwa
manusialah aktor penting di belakang kehidupan politik.
Sebab
cara
berpolitik
akan
selalu
memiliki
Bagi
masyarakat
Barat,
mungkin politik dianggap sebagai
Oleh karena itu, kita akan
badly needed. Meski sering membuat
memahami masyarakat yang memiliki
kebebasan
peran
mempertahankan
kehadirannya senantiasa diperlukan.
eksistensi politik. Bila demikian, peran
Tanpa politik, maka aturan-aturan
yang dilakoni oleh setiap masyarakat
kolektif sulit diperoleh. Sebagai zoon
tentu berangkat dari premis yang sama,
politicon, kehadiran politik sungguh
bahwa faktor kepentingan menjadi
diperlukan. Tapi deferensiasi peran dan
agenda
argumentasi
struktur sudah tercipta sedemikian
kontes politik. Dibalik kepentingan
rupa, belenggu atau pengaruh politik
tersimpan kehendak tingkat kebutuhan
dapat dikurangi hingga batas yang
masyarakat, baik itu secara personal
paling minimal.7
maupun
dalam
tindakan
dan
kelompok.
individu
terbelenggu,
Sehingga
pemenuhan kehendak akan membentuk peran berdasarkan temperatur tingkat
7
Syarofin Arba, Demitologisasi Politik Indonesia, CIDESINDO, Jakarta, 1998, hal x.
Mungkin dalam setiap pemilu
sesuai lagi dengan cara berpolitik pada
saja terjadi fenomena politik secara
masyarakat tertentu.
massal. Itu pun tidak harus dilakukan
Lalu,
oleh
semua
orang
memperoleh
hak
Kelihatannya,
memilih
yang
sudah memilih.
atau
tidak
masyarakat
salahkah yang
ingin
berpolitik yang berseberangan dengan keyakinannya.
anggota
mendapatkan
yang
mencoba
meloloskan diri dari “belenggu” cara
sudah menjadi hak asasi dari tiap masyarakat
ketika
Keyakinan
untuk hak-hak
bersangkutan. Orang pun tidak terlalu
konstitusionalnya
mempersoalkan seberapa jauh politik
obyektif maupun sebaliknya. Situasi
berperan dalam masyarakat. Justru jika
ini
politik
menampilkan
disalahgunakan
masyarakat
baik
menunjukkan
dalam
politik
ekspersi
akan
kebebasan
akan dengan mudah mengecamnya.
dalam
Karena kedaulatan ada di tangan
Seperti apa yang dituliskan dimuka,
rakyat, mereka pula yang kelak akan
masyarakat
menetukan arah politik selanjutnya.
berkelebatnya politik, maka faktor
Hampir semua watak politik modern
menyerahkan
kemajemukan
arti
perbedaan.
adalah
tempat
kebutuhan akan melahirkan varian
legitimasi
kepentingan yang berbeda. Dibalik itu
rakyat.
rupanya tersimpan kerumitan antara
Kedaulatan rakyat menjadi senjata
masyarakat dan politik, salah satunya
pamungkas
cermin cara berpolitik yang berbeda
kedaulatan
di
tangan
untuk
menjalankan
membuat,
dan
bahkan
dan
menjadikan
perilaku
politik
terfragmentasi
kepada
mematahkan/merobohkan manifestasi
masyarakat
politik yang sengaja dibebankannya.
kepentingan tertentu.
Manifestasi
politik
merupakan
tindakan dan argumentasi yang sengaja
C. Relasi Politik dan Kebebasan Kebebasan
dibuat dan sengaja pula dijalankan sebagai
wujud
pilihan
hidup
yang
fundamental
sebagai
sesuatu
dalam
politik,
berdemokrasi. Namun pada waktu
keduanya memiliki relasi pengakuan
yang
untuk
terhadap keberadaannya. Bagi politik,
melepaskan diri dari ikatan yang
tanpa adanya kebebasan tidak mungkin
dibuatnya,
skema-skema
ada politik dan politik tanpa kebebasan
manifestasi politik itu sudah tidak
sama sekali bukan politik. Dinamisasi
sama
ia
berusaha
manakala
antara politik dan kebebasan akan
selalu berjalan, dan mungkin saja
kritik dengan suara lantang yang
saling
ditujukan kepada pemerintah, hal ini
menuntut
atau
juga
menunjukkan minatnya terhadap orde
disebabkan
politik tertentu. Seperti yang kita
mengemukakan pendapat di muka
ketahui, berbagai orde politik telah
umum tidak dijamin pada waktu itu.
dilalui oleh negara ini, tetapi politik
kebebasan
Insiden
seperti
untuk
ini
justru
dan kebebasan memiliki ruang hidup
membuat politik terbelenggu dengan
sendiri. Sehingga impian bangsa ini
kekuasaan yang absolut. Apa jadinya
semakin tidak sabar ingin melihat
politik jika tidak diberikan ruang
politik tidak lagi menjadi tawanan oleh
kebebasan? Jawaban ini telah kita
penguasa pada jaman orde baru. Pada
rasakan bersama pada orde politik
intinya memiliki cita-cita bersama
sebelumnya. Saat ini orde politik kita
untuk bebas menuju orde politik
berusaha untuk mencari jati dirinya.
selanjutnya, yang menjamin hak-hak
Wajah politik modern yang selalu
asasi manusia.
mengedepankan penghargaan terhadap
Tidak
dapat
dipungkiri,
hak
asasi
manusia,
tetapi
justru
lahirnya orde politik reformasi terlihat
terkadang politik sering melahirkan
adanya dinamisasi politik yang pesat di
pelanggaran kemanusiaan.
Indonesia.
Tonggak
yang
Pelanggaran hak asasi manusia
mengawali secara dramatik dinamisasi
terjadi dalam iklim demokrasi yang
tersebut
Presiden
lebih berfokus pada hak, ketimbang
Soeharto pada 21 Mei 1998 dari kursi
kebebasan. Konsep hak asasi manusia
kekuasaan yang telah didudukinya
yang demikian ini terjadi sejak adanya
selama tigapuluh dua tahun.8 Dari
pergeseran paradigma dari paham “hak
aspek politik cukup banyak perubahan
kodrat
yang terjadi selama ini. Betapa tidak,
menekankan ide kebebasan kepada
tirani kekuasaan pada masa orde baru
paham “hak kodrat modern” yang lebih
membuat kehidupan demokrasi politik
menekankan ide hak itu sendiri.9
menjadi tawanan serta terkondisikan
Pergeseran
dengan instruksi penguasa. Sehingga
mempengaruhi konsep dan praktik
jarang sekali kita dapat mendengar
demokrasi itu sendiri. Kalau pada
yaitu
penting
jatuhnya
konsep
tradisonal”
ini
tradisional
yang
pada
yang
lebih
gilirannya
terutama
8
Munafrizal Manan, Pentas Politik Indonesia Pasca Orde Baru, IRE Press, Yogyakarta, 2005, hal 29.
9
Robertus Robet, Politik…Op.,Cit. hal 4.
Kembalinya
diwakili oleh Aristoteles, manusia di
sebagai bagian dari hak, melainkan
lihat sebagai makhluk sosial (zoon
sebagai ruang pemenuhan hak. Jika
politikon), maka konsep modern yang
makna
terutama diwakili
Hobbes
seperti itu, kebebasan bukan lagi
manusia
makhluk
sebagai
melihat
kebebasan
yang
kebebasan,
mencari kepentingan diri sendiri, dan
kekacauan.
tidak
dipahami
melainkan
terjadi
kebebasan hanya bermakna sejauh itu bermanfaat
untuk
memuaskan
kepentingan diri sendiri.10 Konsep dan praktik demokrasi
D. Tipologi Berpolitik dalam Keseimbangan HAM Berbagai fenomena cara berpolitik yang dihadapi bangsa ini,
yang diajukan oleh paham tradisional
menunjukkan
lebih melihat hak manusia pada jalinan
makin kompleks, baik dalam ranah
kelindan kebebasan satu sama lain,
teoretis maupun ranah paraktis. Hal
sementara paham modern lebih melihat
tersebut telah memacu perkembangan
hak
berbagai ide dan pandangan untuk
manusia
individual
sebagai
tanpa
tuntutan
perkembangan
memperhatikan
menyikapinya.
lain
apalagi
menentukan secara sosiologis tentang
bersama.11 Dalam konteks di atas,
bagaimana cara berpolitik kita saat ini
semakin
intensnya
modern
yang
kepentingan
yang
Desakan
yang
untuk
kontes
politik
menjadi lebih terasa manakala ketika
terbukanya
katup
melihat betapa politik itu semakin
kebebasan politik menyusul banyak
memegang peranan sebagai kerangka
terjadinya
kehidupan sosial masyarakat modern.
antara
ketidakramahan
politik
dan
hak
kembali dasar
Harus diakui kebelakangan ini,
kemanusiaan. Watak liberal sebagai
bahwa cukup banyak prestasi politik
taradisi asal paham politik modern
kita yang berjalan tidak memuaskan.
adalah bentuk pendangkalan terhadap
Kemudian tidak jarang juga layar kaca,
kearifan paham politik bangsa kita.
media cetak dan media elektronik
Tentu kearifan ini, berangkat dari nilai
tampil memberi kabar pada masyarakat
kolektifitas, dimana memahami makna
luas
kebebasan
disandarkan
pada
berpolitik kita selama ini. Kebijakan
kesetaraan
konstitusional.
Artinya,
politik disisi lain tidak saja dapat
kebebasan semestinya tidak saja dilihat 10
Ibid. 11 Ibid.
mengenai
diterima
dengan
kegagalan
tangan
cara
terbuka,
terkadang hanya menjadi komoditi politik untuk dijadikan bahan cerita
rakyat.
Sudah
menjadi
kebiasaan
Salah satu perwujudan moral
ketika terjadi konflik politik, selalu
tersebut adalah pada waktu dibicarakan
masyarakat pada tingkat level bawah
kesadaran
menjadi
kesinambungan antara
mesin
berkepanjangan.
konflik
yang
Sengketa
pilkada
paham
cara
berpolitik
kepentingan
sebagai
melemahkan
untuk
dirinya
maluku utara adalah satu dari sekian
sendiri, kemudian di arahkan untuk
banyak konflik politik yang sampai
membangun makna kebebasan yang
detik ini tidak menemui jalan terang,
disandarkan
hal ini disebabkan para elite politik
konstitusional. Moral politik ingin
dengan sengaja melakukan proses
mendorong cara kita berpolitik tidak
pembiaran terhadap konflik itu, agar
pernah
gejolak yang terjadi dapat membuat
berhenti,
kekacauan. Dalam hal ini diperlukan
melakukan sesuatu menuju kepada
progresifitas
keadaan demokrasi politik yang lebih
berpolitik,
dan agar
kesenjangan
yang
kesadaran dapat
cara
menekan
melebar
mengenal
kesetaraan
waktu
melainkan
untuk
selalu
ingin
baik.
antara
harapan dan kenyataan.
pada
Salah satu cara berpolitik yang sangat merisaukan adalah ketika secara
Kata kuncinya adalah berani
mutlak
berpegangan
pada
peran
tidak kita untuk membebaskan diri dari
kepentingan antagonis. Cara dan peran
faham bahwa politik tidak hanya
yang demikian itu merupakan hal yang
sekedar
banyak
pemenuhan
kepentingan
dilazimkan
dalam
kontes
dirinya sendiri, akan tetapi politik
politik kita saat ini. Cara berpolitik
dapat
tersebut
menjamin
interaksi
sosial
hanya
melihat
manusia
masyarakat menjadi humanis dengan
sebagai market politik atau selebihnya
penuh kesadaran bahwa kepentingan
objek kepentingan. Di sinilah letak
pemenuhan hak-hak dasar manusia
gagalnya
adalah segalanya. Sehingga jika kita
masyarakat kita jika melihatnya dalam
bertanya bagaimana moral politik itu
konteks hak asasi manusia.
potret
perilaku
politik
bekerja, kandungan nilai moral ini
Pada dasarnya, nilai-nilai hak
adalah kepedulian yang tidak kunjung
asasi manusia dapat ditandai dengan
berhenti,
keseimbangan
mengenai
bagaimana
antara
hak
dan
mendorong politik untuk memberikan
kewajiban serta keseimbangan antara
jalan yang lebih baik dan lebih baik
kepentingan
perseorangan
lagi kepada bangsanya.
kepentingan
umum
dengan
(masyarakat).
Keseimbangan
antara
aspek
peran/aktor politik maupun sistemnya
kemanusiaan
dan
aspek
sama-sama
progresif.
Dengan
kemasyarakatan mengandung makna
pandangan ini, cara berpolitik kita
antara hak-hak perorangan (individu)
dapat menampilkan makna arti yang
di
progresif, jika politik itu hadir dapat
satu
pihak
kemasyarakatan pihak.12
dan
hak-hak
(sosial)
Dengan
di
lain
menjaga keseimbangan antara hak
perkataan
lain,
kemanusiaan dan hak kemasyarakatan,
bagaimana bisa dapat
diwujudkan
dan bukan berarti sebaliknya.
keseimbangan antara keduanya jika
Salah
satu
kerisauaan
bekerjanya politik hanya ditempatkan
sebagai
untuk kepentingan dirinya sendiri.
kurangnya
Kesadaran
nilai
berpolitik untuk turut memecahkan
politik
problem-problem besar bangsa dan
merupakan manifestasi dan sekaligus
negara kita. Cara berpolitik yang
hadir sebagai pelestari hak-hak dasar
menempatkan pemenuhan kepentingan
manusia.
untuk dirinya sendiri, sudah waktunya
yang
progresifitas
meliputi
semestinya
Jika kita berbicara pada ranah tipologi,
maka
kesadaran
bangsa,
yaitu
kita
kesadaran
terhadap cara
kita
untuk ditinjau kembali. Selama ini,
cara
potret sosiologi politik yang demikian
berpolitik ‘progresif’ dijalankan ke
itu tidak mampu untuk memecahkan
dalam tipe berpolitik dengan nurani.
problem sosial. Suatu cara berpolitik
Cara
yang
berpolitik
menggunakan melainkan
itu rasio
hanya
kepentingan,
dilakukan
progresif
untuk
perlu
menembus
kemandegan. Maka bukan penglihatan
kenuranian. Di sinilah cara berpolitik
yang harus ditutup atas potret politik
kita akan dirasuki dengan rasa empati,
masyarakat kita saat ini, melainkan
kejujuran, komitmen dan keberanian.
secara
Dengan demikian maka kita akan
menumbuhkan kesadaran berpolitik
berbicara nurani rakyat dalam ruang
dengan nurani dan sekaligus hadir
sosial yang lebih luas. Keadaan akan
sebagai
menjadi
manusia.
ideal
sarat
berwatak
dengan
12
juga
tidak
manakala
baik
Barda Nawawi Arief, Perlindungan HAM dalam Hukum Positif di Indonesia, Himpunan Naskah Lokakarya Nasional Tentang HakHAM, Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Luar Negeri, Jakarta, 1992, hlm 89.
progresifitas
pelestari
hak-hak
untuk
asasi
Referensi Barda Nawawi Arief, Perlindungan HAM dalam Hukum Positif di Indonesia, Himpunan Naskah Lokakarya Nasional Tentang Hak-HAM, Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Luar Negeri, Jakarta, 1992. Henry J. Schmandt, Filsafat Politik “Kajian Historis Dari Zaman Yunani Kuno Sampai Zaman Modern” Cet II, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005. Munafrizal Manan, Pentas Politik Indonesia Pasca Orde Baru, IRE Press, Yogyakarta, 2005. Michael Rush dan Phillip Althoff, Pengantar Sosiologi Politik, Cet V, Rajawali Pers, Jakarta, 1995. Robertus Robet, Kembalinya Politik “Pemikiran Politik Kontemporer Dari (A)rendt Sampai (Z)izek”, Cipta Lintas Wacana, Jakarta, 2008. Soerjono Soekanto, Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002. Syarofin Arba, Demitologisasi Politik Indonesia, CIDESINDO, Jakarta, 1998.