1
POTENSI EKSTRAK KULIT DAN DAGING BUAH SALAK SEBAGAI ANTIDIABETES
FAHRIZAN MANDA SAHPUTRA
PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
2
ABSTRAK FAHRIZAN MANDA SAHPUTRA. Potensi Ekstrak Kulit dan Daging Buah Salak sebagai Antidiabetes. Dibimbing oleh EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH dan SULISTIYANI. Masyarakat mempercayai khasiat kulit buah salak sebagai antidiabetes. Akan tetapi belum dilakukan penelitian ilmiah pada buah salak sebagai antidiabetes. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan khasiat antidiabetes pada daging dan kulit buah salak varietas Pondoh dengan tempat tanam yang berbeda. Daging dan kulit buah salak diekstraksi dengan pelarut etanol 70% menggunakan metode refluks. Ekstrak daging dan kulit buah salak diuji dengan metode analisis fitokimia dan daya hambatnya terhadap enzim α-glukosidase dengan metode spektrofotometer pada panjang gelombang 400nm. Penentuan kadar air basah sampel pada kulit muda, kulit tua, daging muda dan daging tua masing-masing diperoleh sebesar 87.59% (Yogyakarta), 97.08% (Balikpapan), 75.24% (Yogyakarta), 94.52% (Balikpapan), 93.58% (Yogyakarta), 98.50% (Balikpapan), 94.68% (Yogyakarta), 98.27% (Balikpapan). Rendemen ekstrak yang diperoleh dari sampel pada kulit muda, kulit tua, daging muda dan daging tua masing-masing diperoleh sebesar 7.90% (Yogyakarta), 7.27% (Balikpapan), 7.84% (Yogyakarta), 7.38% (Balikpapan), 51.54% (Yogyakarta), 62.61% (Balikpapan), 67.16% (Yogyakarta), 50.85% (Balikpapan). Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak daging dan kulit buah salak mengandung flavanoid, tanin, alkaloid dan hidrokuinon. Pada uji penghambatan enzim, sampel ekstrak buah salak Pondoh dari Yogyakarta tidak menunjukkan adanya penghambatan. Ekstrak salak Pondoh dari Balikpapan mampu menghambat enzim α-glukosidase diatas 0%. Sebagai pembanding digunakan larutan Glukobay 1% yang menunjukkan penghambatan terhadap enzim sebesar 75.67%.
Kata kunci: salak, inhibitor α-glukosidase, uji fitokimia.
3
ABSTRACT FAHRIZAN MANDA SAHPUTRA. The Potency of Salak Skin and Flesh Extract as Antidiabetic. Under the direction of EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH and SULISTIYANI. Local people in Indonesia believe that Salak fruit have peculiar property for antidiabetic. Study activity of Salak fruit as antidiabetic have not been determined yet. The research objective is to analyze inhibitory effect of skin and flesh from Salak fruit variety Pondoh extract from different on α-glucosidase enzyme activity. Flesh and skin from Salak Pondoh were extracted with ethanol solution of 70% using reflux method. Extract from the flesh and the skin were used for phytochemical assay and used for α-glucosidase inhibit test with spectrophotometer method at 400nm. The yield percentages of water mass from Yogyakarta and Balikpapan on immature skin, mature skin, immature flesh and immature flesh were 87.59% (Yogyakarta), 97.08% (Balikpapan), 75.24% (Yogyakarta), 94.52% (Balikpapan), 93.58% (Yogyakarta), 98.50% (Balikpapan), 94.68% (Yogyakarta), 98.27% (Balikpapan) respectively. The yield percentages of the crude extracts were 7.90% (Yogyakarta), 7.27% (Balikpapan), 7.84% (Yogyakarta), 7.38% (Balikpapan), 51.54% (Yogyakarta), 62.61% (Balikpapan), 67.16% (Yogyakarta), 50.85% (Balikpapan) respectively. The result of the phytochemical analysis indicates that the extracts contained flavonoids, tannin, alkaloid and hydroquinon. Salak Pondoh crude extract from Yogyakarta have no inhibitory activity after evaluated on inhibition test against α-glucosidase enzyme. Salak Pondoh crude exrtact from Balikpapan was potent inhibitors for αglucosidase enzyme although with just up to 0% and lower than 50%. As comparison solution were used Glucobay solution of 1% which had inhibition against α-glucosidase enzyme over 75.67%.
Keywords: snake fruits, α-glucosidase inhibitors, phytochemical analysis.
4
POTENSI EKSTRAK KULIT DAN DAGING BUAH SALAK SEBAGAI ANTIDIABETES
FAHRIZAN MANDA SAHPUTRA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biokimia
PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
5
Judul Nama NRP
: Potensi Ekstrak Kulit dan Daging Buah Salak Sebagai Antidiabetes : Fahrizan Manda Sahputra : G44102031
Disetujui
Drs. Edy Djauhari, M.Si. Ketua
drh. Sulistiyani, M.S.c. Ph. D Anggota
Diketahui
Drh. Hasim DEA, Ph.D Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Tanggal Lulus :
6
PRAKATA Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Potensi Ekstrak Kulit dan Daging Buah Salak Sebagai Antidiabetes. Karya ilmiah ini dilaksanakan di Pusat Studi Biofarmaka – Institut Pertanian Bogor (PSB-IPB) sejak bulan Juli hingga Desember 2007 Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kapada semua pihak yang telah membantu. Terima kasih penulis ucapkan kepada pembimbing Drs. Edy Djauhari Purwakusumah, M.Si dan drh. Sulistiyani, M.Sc., Ph.D atas bimbingan dan dorongannya selama penelitian serta penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Abdul Basith dan Ibu Illah Sailah yang memberikan ide atas karya ilmiah ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada para staf PSB-IPB, Ibu Nunuk, Mbak Salina atas bimbingannya, juga teman-teman seangkatan di Biokimia, Febri, Liga dan Fauzi, anak-anak sancang dalam, Ryan, Made, Eko, Ogi dan Galih atas kebersamaan dan dukungan selama penelitian, teman-teman asrama Aceh Leuser, Ryan, Arifka, Nauval, Iqbal, Hakim, Oji serta Kak Waras yang telah memberikan banyak informasi dan bimbingan mengenai α-glukosidase. Ungkapan terima kasih tak terhingga disampaikan kepada orangtua, Dwi, Kiki, dan Una atas do’a dan kasih sayangnya. Penghargaan yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Hilyatuzzahrah yang telah banyak memberikan bantuan serta motivasi yang tiada duanya. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Mei 2008
Fahrizan Manda Sahputra
7
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lhokseumawe pada tanggal 14 Februari 1984 dari ayah Krisman dan Ibu Farida Hanum. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Tahun 2002 penulis lulus dari SMU YAPENA Kabupaten Aceh Utara dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama kuliah penulis aktif di bebrapa kelembagaan seperti Ikatan Mahasiswa Kimia (IMASIKA) periode 2002/2003 dan 2003/2004, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Tingkat Persiapan Besama periode 2002/2003 dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) periode 2003/2004, Ikatan Keluarga Mahasiswa Kimia Indonesia (IKA HIMKI). Penulis juga pernah menjadi operator Laboratorium Komputer Kimia ”Chem-net” pada tahun 2003. Pada bulan Juli sampai Agustus 2006 penulis melakukan Praktik Lapangan di Di Laboratorium Pengujian Nutrisi Pusat Penelitian Biologi Lembaga ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, Bogor dengan judul Analisis Proksimat dan Energi Total Rayap dan Kroto sebagai Pakan. .
8
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .........................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
vi
PENDAHULUAN............................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Salak (Salacca Edulis Reinw) ............................................... Diabetes Melitus .................................................................................. Inhibitor Enzim α-Glukosidase .............................................................
2 3 3
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat .................................................................................. Metode ..............................................................................................
4 4
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi................................................................................... Uji Fitokimia ..................................................................................... Daya Hambat Enzim α-glukosidase ...................................................
6 7 8
KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................
9
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
9
LAMPIRAN ....................................................................................................
12
9
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Hasil analisis kadar air kulit dan daging buah salak varietas Pondoh Yogyakarta dan Balikpapan .......................................................................
6
2 Rendemen daging dan kulit salak hasil pemekatan dengan rotavapor ..........
7
3 Data agroklimat Yogyakarta dan Balikpapan tahun 2003 (BPS 2004)..........
7
4 Absorbansi ekstrak kulit dan daging salak pondoh ......................................
8
5 persen inhibisi α-glukosidase ekstrak kulit dan daging buah salak ..............
8
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Buah Salak .................................................................................................
2
2 Struktur Acarbose......................................................................................
4
3 Struktur Miglitol .........................................................................................
4
4 Reaksi Degradasi Glikogen ........................................................................
4
5 Grafik Absorbansi ekstrak kulit dan daging salak pondoh ...........................
9
6 Grafik persen inhibisi α-glukosidase ekstrak kulit dan daging buah salak ...
9
10
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Tahap penelitian ........................................................................................
13
2 Diagram alir uji aktivitas penghambatan α-glikosidase ..............................
14
3 Sistem reaksi enzim untuk satu sampel dengan volume total 8 ml` ............
15
4 Data statistik persen rendemen ekstrak kulit dan daging buah salak varietas pondoh daerah asal tanam Yogyakarta dan Balikpapan ..................
16
5 Tabel hasil uji ANOVA dan Duncan rendemen ekstrak kulit dan daging buah salak ..................................................................................................
17
6 Data statistik persen inhibisi α-glukosidase dan absorbansi ekstrak kulit dan daging buah salak dan larutan standar glukobay 1% .............................
18
7 Tabel uji ANOVA dan Duncan persen inhibisi α-glukosidase ekstrak.........
19
8 Tabel uji ANOVA dan Duncan absorbansi ekstrak kulit dan daging buah salak dan larutan standar glukobay 1% .......................................................
20
9 Tabel persen kadar air dan bobot kering kulit dan daging buah salak .........
21
10 Hasil uji fitokimia ekstrak daging dan kulit buah salak .............................
22
11 Gambar hasil analisis fitokimia ................................................................
23
11
PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, banyak terjadi perubahan yang signifikan pada kehidupan manusia, termasuk di Indonesia, terutama dalam memilih gaya hidup dan salah satunya adalah makanan. Saat ini makanan banyak menjadi penyebab penyakit-penyakit yang tergolong sangat sulit untuk disembuhkan, salah satunya adalah diabetes melitus. Diabetes menyebar lebih cepat di Asia. Tahun 2003 dieprkirakan 89 juta jiwa penduduk asia menderita diabetes. India dengan 32.7 juta penderita, RRC dengan 22.6 juta penderita, Pakistan dengan 8.8 juta penderita dan Jepang dengan 7.1 juta penderita. Tahun 2025 penderita diabetes diperkirakan akan mencapai 170 juta jiwa. 100 juta penderita berasal dari India dan RRC (Sustrani et al 2006). Pada tahun 1995 Indonesia berada pada peringkat tujuh dengan jumlah penderita diabetes. Tahun 2025 Indonesia diperkirakan naik ke peringkat lima terbanyak dan jika diperparah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi maka bukan tidak mungkin Indonesia menjadi peringkat pertama (Tandra 2007). Hal ini menunjukkan bahwa diabetes melitus merupakan penyakit beresiko tinggi. Diabetes menurut WHO (1999) adalah gangguan metabolik yang terkarakterisasi bertingkat seperti hiperglikemia kronis dengan kekacauan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, yang disebabkan kerusakan pada sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya. Diabetes melitus kronis hampir tidak dapat disembuhkan. Penyakit ini juga dapat berdampak pada berbagai komplikasi penyakit lainnya, seperti kebutaan, kehilangan berat badan secara drastis kelumpuhan bahkan sampai kepada kematian (Neal 2002). Penyebab diabetes dapat disebabkan sedikit atau tidak dihasilkannya hormon insulin yang membawa glukosa ke dalam sel. Penyebab lain dapat juga dikarenakan ketidakmampuan reseptor sel dalam merespon insulin untuk membawa glukosa ke dalam sel. Diabetes dalam dunia kedokteran dapat diatasi dengan menggunakan obat, baik secara oral atau dengan injeksi ke dalam pembuluh darah. Inhibitor enzim α-glukosidase (selanjutnya disebut IAG) merupakan salah satu obat bagi penderita diabetes melitus yang diberikan secara oral. Obat ini membantu tubuh mengabsorpsi gula lebih lambat dengan menghambat kerja enzim α-glukosidase pada sel untuk menjaga agar gula darah tetap rendah. Obat ini harus dimakan setiap kali
penderita mengkonsumsi makanan. Ada dua tipe IAG yang memiliki prinsip kerja sama, yaitu acarbose (merek dagang Precose) dan miglitol (merek dagang Glyset). Penggunaan obat sintetis memiliki kelemahan yaitu adanya efek samping pada lambung (Neal 2002). Untuk itu dicari alternatif lain yang mampu mengatasi masalah tersebut dan tentunya secara alami. Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah, terutama dari segi jumlah tanaman obat yang sebagian besar belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Tanaman salak (Salacca Edulis Reinw) merupakan salah satunya. Buah ini merupakan buah khas dari Indonesia yang dapat ditemukan hampir di setiap daerah. Sebagai buah yang tergolong digemari oleh masyarakat, ternyata salak tidak hanya diambil untuk dimakan daging buahnya saja, tetapi juga bagian lain dari buah tersebut seperti kulit dan bijinya (Nazaruddin & Kristiawati 1992). Sebagian masyarakat percaya dan pernah mencoba meminum air seduhan kulit salak untuk mengurangi penyakit diabetes. Akan tetapi penelitian ilmiah yang membuktikan akan potensi serta senyawa aktif yang ada pada kulit salak belum dilakukan. Senyawa aktif tersebut salah satunya IAG. Hal ini dapat menjadi topik yang menarik untuk diteliti. Penelitian sebelumnya tentang salak lebih terfokus pada dagingnya, seperti kandungan senyawa kimia yang menyebabkan aroma manis pada daging buah dan cara mengatasi agar salak tidak cepat busuk. Daging buah salak mengandung kadar kalsium yang cukup tinggi. Jika memang kulit salak dapat dibuktikan mempunyai potensi antidiabetes secara ilmiah, diduga karena terdapat IAG, maka salak di masa yang akan datang akan menjadi buah yang dapat dimanfaatkan secara optimal, yaitu sebagai makanan dari daging buahnya dan sebagai obat pada kulitnya. Hal ini akan menambah jumlah jenis tanaman obat di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya khasiat antidiabetes pada ekstrak daging dan kulit salak (Salacca Edulis Reinw) dengan mengukur persen inhibisi enzim α-glukosidase menggunakan metode spektrofotometri. Hipotesis dari penelitian ini adalah terjadinya penghambatan terhadap sistem reaksi in vitro enzim α-glukosidase oleh ekstrak kulit dan daging buah salak. Hasil penelitian ini pada akhirnya diharapkan dapat memberikan informasi
12
ilmiah mengenai khasiat antidiabetes Tanaman salak (Salacca Edulis Reinw) secara in vitro sehingga dapat dijadikan dasar pengembangan Tanaman salak (Salacca Edulis Reinw) menjadi fitofarmaka. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Salak (Salacca Edulis Reinw) Konon, tanaman salak berasal dari pulau Jawa. Kemudian pada masa penjajahan, bijibiji salak dibawa para saudagar dari satu pulau ke pulau lain hingga menyebar ke seluruh Indonesia, bahkan sampai ke Filipina, Brunei dan Muangthai (Nazaruddin & Kristiawati 1992). Tanaman salak (Salacca Edulis Reinw) adalah tanaman yang termasuk dalam suku Palmae (Arecaceae) yang tumbuh berumpun. Menurut Wikipedia Indonesia (2007) klasifikasi salak (Salacca Edulis) yaitu Kerajaan Plantae, Kelas Magnoliophyta, Ordo Liliopsida, Famili Arecales, Genus Salacca dan Spesies Salacca Zalacca. Tanaman ini banyak digemari karena rasa daging buahnya yang bermacam-macam tergantung dari mana asal buah tersebut. Daging buahnya dapat berasa manis, manis agak asam, manis agak sepat, atau manis bercampur asam dan sepat. Rasa buahnya yang unik ini agak mirip dengan kombinasi rasa dari apel, nanas dan pisang. Ciri khas dari buah salak adalah kulitnya yang bersisik seperti ular dengan warna coklat kehitaman, sehingga buah ini dikenal oleh orang barat dengan nama snake fruit. Pada umumnya buah salak berbentuk bulat atau bulat telur terbalik dengan bagian ujung runcing dan terangkai rapat dalam tandan buah yang muncul dari ketiak pelepah daun. Biji buah salak bewarna coklat berbentuk persegi dan berkeping satu. Dalam satu buah salak mengandung 1-3 biji. Lembaganya tidak tahan dalam lingkungan yang kering sehingga biji salak yang akan dikecambahkan harus langsung dibungkus plastik (Nazaruddin & Kristiawati 1992). Tanaman salak memiliki tinggi umumnya tidak lebih dari 4,5 meter, dengan batang yang pendek dan hampir tidak kelihatan karena ruas-ruasnya yang padat juga pelepah daun yang tersusun rapat. Tanaman ini hidup dengan baik di daerah dengan curah hujan rata-rata 200-400 mm/bulan. Daun tanaman salak tersusun dengan pelepah bersirip terputus-putus dan panjangnya sekitar 2,5-7 meter. Kebutuhan suhu rata-rata harian berkisar 20-30o C. Tanah yang netral, tidak asam dan tidak basa, bagus untuk tanaman
salak. Umumnya pH tanah yang optimal sekitar 6,0-7,0. Ketinggian tanah yang sesuai untuk tanaman salak adalah 0-700 meter dari permukaan laut. Yang terbaik adalah berkisar antara 1-400 meter di atas permukaan laut. Tanah yang berada di kemiringan,, lereng bukit, atau lembah masih memungkinkan untuk ditanami salak (Nazaruddin & Kristiawati 1992). Salak memiliki bermacam-macam varietas. Diantaranya adalah salak Pondoh. Menurut jenisnya salak Pondoh terdiri atas lima macam, yaitu salak Pondoh hitam, salak Pondoh merah, salak Pondoh merah-hitam, salak Pondoh merah-kuning dan salak Pondoh kuning (Nazaruddin & Kristiawati 1992). Salak pondoh merupakan varietas yang populer di indonesia sebagai buah komersial. Ditemukan dan ditanam pada tahun 1980-an di Provinsi Yogyakarta. Diberi nama Pondoh karena dagingnya berwarna putih dan manis seperti pondoh atau pucuk kelapa yang masih terbungkus pelepah (Nazaruddin & Kristiawati 1992). Pada tahun 1999 di Yogyakarta, produksi salak ini meningkat 100% selama 5 tahun mencapai 28.666 ton (Supriadi et al 2002 dan Wijaya et al 2005). Menurut Wijaya et al (2005) keunggulan dari salak pondoh ini adalah intensitas aromanya yang sangat kuat dan rasanya yang manis. Diduga komponen kimia penyebab aroma tersebut adalah asam karboksilat dan metil esternya. Salak ditanam untuk diperoleh buahnya, yang dapat langsung dikonsumsi setelah ranum. Di Indonesia, buahnya yang sudah matang dapat dijadikan manisan dan asinan. Buah yang belum matang dapat digunakan dalam rujak, yaitu semacam salad pedas terdiri dari campuran buah-buahan yang belum matang. Biji salak pondoh yang masih muda dapat dimakan. Batang pohon salak dapat disusun dan ditanam dalam jarak yang rapat sehingga membentuk pagar pelindung yang tidak tergoyahkan. Daunnya yang tajam dan runcing juga dapat digunakan dalam pembuatan pagar. Daunnya yang masih muda dapat digunakan sebagai atap. Bagian dari tangkai daunnya yang berkulit daun dapat digunakan untuk membuat tikar (Schuiling & Mogea 1992).
Gambar 1 Buah salak
13
Diabetes Melitus Menurut WHO (1999) diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolik yang terkarakterisasi bertingkat seperti hiperglikemia kronis dengan kekacauan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan kerusakan pada sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya. Menurut National Center for Complementary and Alternative Medicine (2005) diabetes melitus merupakan suatu kondisi kronis ketika tubuh tidak mampu mengubah makanan menjadi energi sebagaimana mestinya. Tubuh tidak dapat menghasilkan insulin atau tidak dapat merespon insulin seperti pada keadaan normal. Hal ini mengakibatkan terjadinya penumpukan glukosa di dalam darah. Setelah makan, pankreas manusia normal akan memproduksi sejumlah insulin untuk memindahkan glukosa dalam aliran darah menuju sel. Sel akan menggunakan glukosa untuk energi dan pertumbuhan. Pada manusia yang terkena diabetes melitus, pankreas hanya menghasilkan sedikit insulin atau bahkan tidak sama sekali (NDIC 2006). Penderita diabetes melitus dapat diketahui gejala-gejalanya sebagai berikut, yaitu memiliki sejarah penyakit diabetes dalam keluarga, mengantuk, gatal-gatal, pandangan buram, berat badan yang berlebih, mati rasa atau rasa sakit pada anggota tubuh bagian bawah, mudah lelah, infeksi kulit khususnya pada kaki, kencing terus menerus, haus yang tidak seperti biasanya, rasa lapar yang tinggi, turunnya berat badan secara cepat, mudah marah dan mual-mual serta mudah muntah. Seseorang tidak perlu merasakan semua tanda-tanda di atas, tetapi satu atau dua gejala sudah dapat dijadikan indikator (Powel 2000). Menurut Pranadji et al (1999) tanda-tanda diabetes melitus yaitu poliuria, polidipsia, lemas, berat badan turun, ketouria dan kenaikan gula darah puasa ≥140 mg/dl. Gangguan metabolisme karbohidrat pada sel menyebabkan glukosa dibuang percuma melalui urin (glukosuria). Glukosa menarik cairan ke dalam air kemih sehingga volume air kemih berlebihan dan penderita akan sering terasa ingin kencing (poliuria). Kondisi ini selanjutnya akan menyebabkan penderita akan merasa haus sehingga banyak minum (polidipsia). Untuk kebutuhan energi pada penderita diabetes melitus, sel menggunakan lemak sebagai bahannya. Produk akhir dari metabolisme lemak adalah badan keton dan senyawa ini dibuang melalui air seni sehingga air seni beraroma badan keton dan disebut dengan ketouria.
Inhibitor Enzim α-Glukosidase Enzim α-glukosidase membantu dalam pemecahan rantai polisakarida pada ikatan α(1-6) pada setiap titik percabangan yang tidak dapat dipecahkan oleh enzim fosforilase. Produk dari aktivitas enzim ini adalah polimer (α1-4) tak bercabang dan satu glukosa Gambar 4). Reaksi ini terjadi setelah aktivitas glikogen fosforilase dan glikogen transferase terjadi (Nelson & Cox 2004). Perkembangan yang terus meningkat pada ilmu pengetahuan dan teknologi dalam dunia biokimia dan kedokteran, memberikan dampak pada penemuan senyawa baru yang dapat menghambat α-glikosidase secara tepat guna dan cepat. Senyawa ini disebut dengan inihbitor α-glukosidase (IAG), yang mempunyai aplikasi yang sangat luas, seperti informasi mekanisme kerja enzim αglikosidase. Hal ini dapat terjadi karena bentuk dan fungsi senyawa IAG yang mirip terhadap enzim α-glukosidase. Senyawa IAG juga berperan dalam pencarian bahan aktif terapi kimia (chemotherapeutic agents) pada dunia kedokteran untuk mengatasi berbagai penyakit yang disebabkan oleh karbohidrat, seperti diabetes melitus, kanker, HIV, hepatitis, dan beberapa jenis hiperlipoprotein serta kegemukan (Liu et al 2006). Dalam dua dekade ini telah banyak dilakukan penelitian untuk mencari dan mengembangkan inhibitor α-glukosidase. Saat ini telah dilaporkan banyak inhibitor α-glukosidase yang baru dan efektif, seperti acarbose (Gambar 2) dan voglibose pada mikroorganisme serta 1deoxynojirimycin dari tanaman Liu et al 2006). Acarbose (merek dagang Precose) dan miglitol (merek dagang Glyset) adalah inhibitor α-glukosidase. Pada prinsipnya mekanisme kerja kedua inhibitor hampir sama yaitu memperlambat pemecahan disakarida, polisakarida dan karbohidrat kompleks lainnya menjadi monosakarida. Pembuatan glukosa secara enzimatis dan absorpsi glukosa selanjutnya ditunda, dan nilai glukosa darah setelah makan, yang tinggi pada pasien diabetes tipe II, dapat dikurangi dengan IAG. Perbedaan antara keduanya adalah bahwa pada miglitol (Gambar 3) absorpsi terjadi secara sistematis dan tidak dimetabolisme di dalam tubuh, akan tetapi diekskresikan oleh ginjal. IAG tidak mencegah absorpsi karbohidrat dan gula kompleks, tetapi mereka menunda absorpsinya. Kelemahan dari agen inhibitor ini adalah harus dimakan bersama makanan dan mempunyai efek samping pada pembentukan gas di perut (Neal 2002).
14
Menurut Chiasson et al (2002), Suatu percobaan menunjukkan, konsumsi 100 mg acarbose sebanyak tiga kali sehari, mampu mengurangi 26 % progresi pasien diabetes pada masa Impaired Glucose Tolerance, yaitu kondisi metabolisme antara keadaan glukosa darah normal dan diabetes.
Gambar 4 Reaksi degradasi glikogen
BAHAN DAN METODE
Gambar 2 Struktur Acarbose
Gambar 3 Struktur miglitol
Bahan dan Alat Buah salak varietas Pondoh diperoleh dari perkebunan salak desa Turi, Kabupaten Sleman, Yogyakarta dan dari perkebunan salak desa Sungai Waheng, kota Balikpapan, Balikpapan Timur. Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah akuades, etanol 70% (v/v), kloroform, amoniak, H2SO4 pekat, pereaksi Dragendorf, pereaksi Meyer, pereaksi Wagner, metanol 30%, NaOH 10% (b/v), eter, pereaksi Lieberman Burchard, etanol 75%, enzim αglukosidase, p-nitrofenil-α-D-glukopiranosa, buffer fosfat (pH 7.0), larutan Na2CO3. Alat-alat yang digunakan adalah kondensor dan labu untuk refluks, rotary vapour evaporator, oven, spektrofotometer UV, penangas air, Spektrofotometer, alat timbang serta alat-alat kaca. Metode Analisis Pendahuluan (Kadar Air)(Sahputra 2006) Cawan porselin dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 3 jam dan didinginkan dalm desikator selama 1 jam, kemudian ditimbang sehingga diperoleh bobot kering cawan, kemudian ditambahkan sampel sebanyak 2,5 gram. Setelah itu cawan berisi sampel dikeringkan di oven listrik dengan suhu 105oC selama 3 jam, kemudian diangkat
15
dan disimpan dalam desikator selama 1 jam, dan ditimbang bobot cawan setelah pengeringan. Pengeringan berulang dilakukan sampai diperoleh bobot yang konstan, ketika bobot pada saat pengeringan (sampel dalam cawan) tidak mengalami kenaikan bobot setelah pengeringan pertama . Bobot kering diperoleh dengan persamaan : BK (%) = (BC + SOK) – BC x 100% BSS Dengan BK= bobot kering, BC= bobot cawan, SOK= sampel oven konstan dan BSS= bobot sampel segar. Adapun kadar air diperoleh dengan persamaan : Kadar air (%) = 100% - Bobot Kering (%) Ekstraksi Kulit Salak Buah salak varietas Pondoh dibersihkan serta dikupas kulitnya dari daging buahnya. Daging buah dipotong kecil dan tipis. Kulit dan daging buah salak dimasukkan ke dalam oven. Hasil pengeringan berupa simplisia kering dihaluskan dan diekstraksi dengan metode refluks. Simplisia kering sebanyak 20 gram diekstraksi dengan 200 mL pelarut etanol 70% selama 2 jam pada suhu 70 ºC menggunakan refluks. Ekstrak yang diperoleh kemudian disaring dengan kertas saring. Ekstrak yang telah disaring diuapkan dengan rotary vapour evaporator pada suhu 50 ºC dan dioven pada suhu 40 ºC maka diperoleh ekstrak kasar. Uji Inhibisi α-glukosidase (Sutedja 2003) Larutan enzim dibuat dengan melarutkan 1.0 mg α-glukosidase dalam buffer fosfat (pH 7.0) yang mengandung bovin serum albumin. Sebelum digunakan, sebanyak 1 mL larutan enzim tersebut diencerkan 25 kali dengan buffer fosfat (pH 7.0). Campuran reaksi terdiri dari 250 µL p-nitrofenil α-D-glukopiranosa sebagai substrat, 490 µL buffer fosfat (pH 7.0) dan 10 µL larutan sampel dalam DMSO. Setelah campuran reaksi diinkubasi selama 5 menit, 250 µL larutan enzim ditambahkan dan selanjutnya diinkubasi selama 15 menit. Reaksi enzim dihentikan dengan penambahan 1000 µL natrium karbonat dan p-nitrofenol yang dihasilkan dibaca absorbansinya pada 400 nm. Sampel yang di uji dilarutkan dalam pelarut DMSO dengan konsentrasi 1%. Larutan stándar yang dibuat dengan konsentrasi yang sama dengan larutan sampel, dengan melarutkan tablet Acarbose (Glucobay) dalam akuades dan HCl 2N
kemudian disentrifus, selanjutnya supernatan digunakan untuk membuat larutan stándar. Persen inhibisi dapat dihitung dari persamaan: [(C – S)/ C] x 100%. Dengan S= absorbansi sampel (S1-S0 dengan S1= absorbansi sampel dengan penambahan enzim dan S0= absorbansi sampel tanpa penambahan enzim) dan C= absorbansi kontrol (DMSO), tanpa sampel (kontrol-blanko). Analisis Fitokimia Analisis fitokimia yang dilakukan dalam penelitian ini hanya dilakukan secara kualitatif, analisis ini dilakukan untuk mengetahui senyawa-senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak kulit salak. Analisis fitokimia dilakukan berdasarkan metode Harborne (1987). Senyawa yang diidentifikasi adalah alkaloid, flavonoid, saponin, steroid dan triterpenoid, fenolik hidrokuinon, serta tanin. Uji Flavonoid dan Senyawa Fenolik Hidrokuinon. Sebanyak 0.1 gram ekstrak sampel ditambahkan 5 mL metanol 30% lalu dipanaskan selama 5 menit. Filtrat ditambahkan dengan 5 tetes NaOH 10% atau H2SO4 pekat. Terbentuknya warna merah karena penambahan NaOH menunjukkan adanya senyawa fenolik hidrokuinon sedangkan warna merah yang terbentuk pekat karena penambahan H2SO4 menunjukkan adanya flavonoid. Sebagai pembanding digunakan bauh pinang. Uji Tanin. Sebanyak 0.1 gram ekstrak sampel ditambah dengan 5 mL akuades kemudian dididihkan selama 5 menit. Selanjutnya dilakukan penyaringan dan filtrat yang didapat ditambahkan dengan 5 tetes FeCl3 1%. Jika terbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin. Pembanding yang digunakan adalah daun teh. Uji Steroid dan Triterpenoid. 0.1 gram ekstrak sampel ditambahkan 5 mL etanol 30% lalu dipanaskan dan disaring. Filtrat diuapkan, lapisan eter ditambah dengan pereaksi Lieberman Buchard (3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat). Terbentuk warna hijau atau biru menunjukkkan adanya steroid dan warna merah atau ungu menunjukkan adanya senyawa triterpenoid. Pembanding yang digunakan adalah daun som jawa. Uji Saponin. Sebanyak 0.1 gram ekstrak sampel ditambah dengan 5 mL akuades lalu dipanaskan 100 0C selama 5 menit. Kemudian dikocok selama 5 menit. Busa yang terbentuk setinggi tidak kurang dari 1 cm dan tetap
16
stabil setelah didiamkan selama 15 menit menunjukkan adanya saponin. Pembanding yang digunakan adalah buah klerak. Uji Alkaloid. Sebanyak 0.1 gram ekstrak ditambahkan dengan 5 mL kloroform dan 3 tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan H2SO4 2 M. Bagian atas (asam) diambil dan ditambahkan pereaksi Dragendrof, Mayer, dan Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan merah dengan penambahan pereaksi Dragendrof, endapan putih dengan pereaksi Mayer, dan endapan coklat dengan pereaksi Wagner. Pembanding yang digunakan adalah daun tapak dara. HASIL DAN PEMBAHASAN Buah salak yang digunakan adalah buah muda dan tua dari varietas pondoh dengan daerah tanam berbeda, yaitu Yogyakarta dan Balikpapan. Ciri dari buah yang muda adalah kulit luar terlihat berwarna gelap , sedangkan buah yang tua warna kulit kecoklatan. Umumnya buah yang masih muda lebih kecil daripada buah yang telah tua. Bagian buah salak yang digunakan adalah kulit luar dan daging buah salak. Setelah kulit dan daging dipisahkan keduanya dimasukkan segera ke dalam oven untuk dikeringkan dan mencegah pembusukan. Jangka waktu pengeringan pada kedua bagian buah sangat berbeda. Kulit salak selama 3 hari sudah kering dan dapat dihaluskan, sedangkan daging buah salak selama seminggu belum kering dan tidak dapat dihaluskan. Agar tidak terjadi kerusakan pada senyawa biomelekul di dalam daging salak karena pemanasan yang terlalu lama, maka daging buah salak di keluarkan dari oven tanpa dihaluskan dan disimpan pada suhu ruang di dalam tempat tertutup kedap udara. Hasil analisis kadar air daging dan kulit buah salak segar dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Hasil analisis kadar air basah kulit dan daging buah salak varietas Pondoh Yogyakarta dan Balikpapan (%) Yogyakarta Balikpapan Kulit Muda
87,596
97,083
Kulit Tua
75,239
94,519
Daging Muda
93,579
98,499
Daging Tua
94,680
98,268
Hasil analisis menunjukkan bahwa salak varietas Pondoh dari Yogyakarta dan Balikpapan memiliki kadar air yang sangat tinggi pada kulit muda, kulit tua, daging muda dan daging tua dan data kedua jenis salak tidak berbeda jauh. Akan tetapi salak varietas Pondoh Balikpapan rata-rata seluruh bagian buah mampu menyimpan air yang lebih banyak. Hal tersebut menunjukkan bahwa salak varietas Pondoh dari Yogyakarta dan Balikpapan dapat mudah busuk jika disimpan terlalu lama. Kandungan air dalam bahan makanan menentukan kesegaran dan daya tahan bahan tersebut (Winarno 1997). Semakin tinggi kadar air maka kualitas bahan tersebut makin rendah. Kadar air harus dipertahankan serendah mungkin agar tidak melebihi 10% untuk mencegah pembusukan (Sahwan 2002). Kadar air dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Walaupun spesies yang sama tetapi berbeda tempat penanaman mempengaruhi kadar air. Faktor lingkungan itu seperti pH, suhu tanah serta curah hujan. Balikpapan memiliki tingkat kelembaban udara rata-rata yang tinggi dan suhu udara rata-rata yang rendah, yaitu masing-masing sebesar 85% dan 24.4oC (www.balikpapan.go.id). Sedangkan tingkat kelembaban rata-rata dan suhu udara rata-rata Yogyakarta masing-masing sebesar 24.7% dan 27.2oC. Hasil Ekstraksi Hasil ekstraksi yang disajikan pada tabel 2 dapat diketahui bahwa perbedaan tempat tanam tidak mempengaruhi jumlah rendemen yang dihasilkan. Masing-masing kulit dan daging salak baik Yogyakarta dan Balikpapan memiliki persen rendemen tidak berbeda nyata (lampiran 5), akan tetapi perbedaan jumlah rendemen sangat berbeda pada bagian buah yang dipakai. Perbedaan ini sangat nyata karena setiap bagian tanaman memiliki fungsi fisiologis yang berbeda, sehingga meghasilkan jumlah metabolit yang berbeda pula (Suprapto ETS 2003). Perbedaan bobot dan kadar air basah tidak mempengaruhi jumlah rendemen yang dihasilkan. Pada tabel 1 dan tabel 2 memperlihatkan nilai yang sangat berbeda terhadap kadar air dan persen rendemen kedua varietas. Rataan persen rendemen (kulit dan daging) salak varietas Pondoh dari Yogyakarta lebih besar daripada rataan kadar air basahnya. Hal ini karena jumlah rendemen suatu sampel tergantung pada jenis pelarut yang digunakan. Kadar air yang rendah belum tentu memiliki rendemen yang rendah pula.
17
Tabel 3 Data agroklimat Yogyakarta dan Balikpapan tahun 2003 (BPS 2004) Curah hujan Tekanan udara rata-rata Suhu udara rata-rata Daerah o (mm/bln)
(mb)
( C)
Kelembaban relatif (%)
Yogyakarta
1834.3
1009.71
29.87
67.20
Balikpapan
3310.3
1009.57
28.67
80.98
Tabel pada lampiran 9 menunjukkan kadar air kering ekstrak daging dan kulit buah salak . Perbedaan persen rendemen menunjukan perbedaan jumlah senyawa-senyawa metabolit sekunder yang terekstrak pada sampel. Jika rendemen tinggi maka ini menunjukkan sifat senyawa sampel yang hampir sama dengan pelarut (Markham 1975). Dari hasil uji ANOVA pada lampiran 5 dapat disimpulkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap hasil rendemen yang diperoleh. Hal ini karena F-hitung lebih besar dari pada F-tabel. Perbedaan agrobiofisik dan iklim tempat tanam mampu mempengaruhi jumlah rendemen yang dihasilkan walaupun jenis varietas buah sama (Ekawati RA 2007). Data pada tabel 3 dapat disimpulkan bahwa daerah Yogyakarta dan Balikpapan tidak berada dalam iklim ideal untuk pertumbuhan tanaman salak. Akan tetapi suhu udara rata-rata pada keduanya masih dalam suhu ideal untuk pertumbuhan salak. Ekstraksi sampel kering dilakukan dengan metode refluks. Metode ini dipilih karena selain mudah dilakukan, juga berdasarkan prinsip pemanasan. Pada umumnya masyarakat mengkonsumsi tanaman obat dengan mengeringkannya lalu merebusnya dan meminum air rebusannya. Pelarut yang digunakan adalah etanol 70%. Penggunaan etanol 70% sebagai pengekstrak karena pelarut ini memiliki dua gugus yang berbeda kepolarannya, yaitu gugus hidroksil yang bersifat polar dan gugus alkil yang bersifat nonpolar. Sehingga pelarut ini sudah cukup mampu mengekstrak senyawa bioaktif yang bersifat polar dan semi-polar termasuk flavanoid. Keuntungan lainnya adalah lebih Tabel 2 Rendemen daging dan kulit salak hasil pemekatan dengan rotavapor (%) Yogyakarta
Balikpapan
Kulit Muda
7.904231
7.267036
Kulit Tua
7.837904
7.376254
Daging Muda
51.54189
62.61114
Daging Tua
67.16493
50.85435
aman dan memiliki titik didih rendah. Hasil refluks setelah disaring dengan kertas saring diperoleh ciri-ciri warna larutan coklat pekat dan bau yang menyengat. Uji Fitokimia Hasil uji fitokimia pada sampel daging dan kulit salak menunjukkan bahwa senyawa flavanoid dan tanin lebih dominan daripada senyawa fitokimia lainnya untuk kedua daerah serta mengandung sedikit senyawa alkaloid. Daging dan kulit kedua daerah tidak memiliki senyawa saponin, steroid serta triterpenoid. Pada lampiran 11 dapat diketahui bahwa daging dan kulit tua buah salak varietas Pondoh daerah Yogyakarta memiliki senyawa flavanoid yang lebih banyak daripada daerah Balikpapan. Varietas Pondoh daerah Yogyakarta juga memiliki kandungan senyawa tanin yang banyak untuk setiap bagian buahnya. Perbedaan jumlah senyawa flavanoid dan tanin pada kedua varietas diduga karena perbedaan lingkungan tempat tanaman ditanam. Kandungan metabolit yang disekresikan oleh tanaman tergantung pada variasi genetik individual dan kondisi geografis tempat tumbuh (Kardono 2003). Penelitian Sugiwati (2005) menyebutkan bahwa ekstrak buah mahkota dewa pada berbagai pelarut menunjukkan adanya senyawa golongan fenol, tanin, flavanoid dan steroid-triterpenoid dan mampu menghambat enzim α-glukosidase . Kandungan senyawa flavanoid dan tanin pada buah salak juga tertulis pada penelitian Muchtady (1978) yang menyatakan bahwa karakterisasi rasa buah salak varietas Bongkok terindikasi dengan adanya flavanoid, alkaloid, terpenoid, kuinon, tanin dan katekin tanin A. Akan tetapi studi senyawa aktivitas sebagai antidiabetes di dalam buah salak belum dilakukan. Penelitian atas beberapa varietas buah salak menunjukkan adanya senyawa asam askorbat, asam sitrat, asam adipoit, asam malat, karotenoid dan likopena (Setiawan et al. 2001; Leong & Shui 2002; Muchtady 1978; Suter 1988)
18
Daya Hambat Enzim α-glukosidase Hasil uji daya hambat enzim α-glukosidase dan absorbansi ekstrak daging dan kulit buah salak dan larutan standar glukobay dengan konsentrasi 1% b/v dapat dilihat pada tabel 4 dan 5. Grafik persen penghambatan pada gambar 6 menunjukkan tidak adanya penghambatan enzim α-glukosidase pada ekstrak buah salak dari Yogyakarta. Hal ini karena rataan persen (ekstrak daging dan kulit) inhibisi pada sampel tersebut dibawah 0%. Pada ekstrak buah salak dari Balikpapan masih terdapat penghambatan akan tetapi lebih rendah dari larutan standar dan lebih kecil dari 50%. Grafik absorbansi pada gambar 5 dapat disimpulkan adanya peningkatan aktivitas enzim oleh sampel buah salak dari Yogyakarta. Hal ini karena nilai absorbansi pada sampel lebih besar dari absorbansi kontrol yaitu reaksi enzim tanpa penghambatan. Menurut Wikipedia (2008) koenzim adalah senyawa organik non-protein yang terfosforilasi yang mampu meningkatkan aktivitas enzim. Salah satu jenis koenzim adalah golongan vitamin yang larut air seperti vitamin C dan B12. Penelitian sebelumnya mennyebutkan bahwa senyawa yang terdapat pada beberapa varietas salak salah satunya adalah asam askorbat (vitamin C) (Setiawan et al. 2001; Leong dan Shui 2002; Muchtady 1978; Suter 1988 dalam Priyatno et al. 2006) Penelitian lain terhadap buah salak ekstrak air, etanol, dan etil asetat salak varietas Bongkok menunjukan adanya penghambatan terhadap DPPH dari asam askorbat. Hal ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak salak varietas Bongkok memiliki aktivitas antioksidan (Priyatno et al 2006). Sugiwati (2005) meneliti bahwa ektrak n-butanol, ekstrak etil asetat, ekstrak metanol, ekstrak air dan ekstrak air rebusan mampu menghambat enzim α-glukosidase dengan persen inhibisi yang berbeda-beda. Ekstrak n-butanol 50 ppm memiliki aktivitas inhibisi paling tinggi sebesar 69,90%. Penghambatan menurun terjadi berturut-turut pada ekstrak etil asetat (42,27%) dan ekstrak metanol (37,09%) dan ektrak air rebusan (33,01%) dan yang paling rendah yaitu pada ekstrak air yaitu sebesar 0,41%. Lelono (2004) melaporkan bahwa ekstrak metanol herba sambiloto dengan konsentrasi 1% b/v dan 10% b/v tida menunjukkan adanya penghambatan terhadap enzim α-glukosidase. Akan tetapi ekstrak herba sambiloto mampu menurunkan kadar glukosa darah pada tikus hiperglikemia sehingga herba sambiloto dianggap memiliki potensi antidibetik hipoglikemia.
Tabel 4 Absorbansi ekstrak kulit dan daging salak pondoh Yogyakarta
Balikpapan
Kulit Muda
1,512
0,829
Kulit Tua
1,405
1,097
Daging Muda
1,859
1,178
Daging Tua
1,866
1,091
Tabel 5 Persen inhibisi α-glukosidase ekstrak kulit dan daging buah salak Yogyakarta Balikpapan (%) (%) -27.4874 30.10118 Kulit Muda Kulit Tua
-18.4654
7.546374
Daging Muda
-56.7032
0.716695
Daging Tua
-57.2934
8.052277
Hasil analisis ANOVA dan Duncan pada lampiran 7 dapat disimpulkan bahwa setiap perlakuan pada sampel sangat berbeda nyata dan perlakuan tidak berpengaruh nyata pada ekstrak sampel. Sebagai pembanding dipakai larutan standar glukobay 1% b/v yang menunjukkan penghambatan 75.67%. Glukobay digunakan sebagai pembanding karena merupakan inhibitor yang mudah dipakai dan didapat. Penelitian Tadera (2006) menyebutkan bahwa flavanoid golongan flavonol, flavon, flavanon, isoflavon dan sianidin mampu menghambat aktivitas enzim α-glukosidase dan α-amilase. Perbedaan persen penghambatan antara ekstrak sampel pada dua daerah tanam yang berbeda yang sangat nyata dapat disebabkan oleh banyak faktor. Selain agrobiofisik dan iklim, jenis dan lama penggunaan pupuk juga dapat memberikan pengaruh terhadap sampel yang di uji. Rianti (2003) melaporkan bahwa pemakaian pupuk Nitrogen mampu menurunkan pertumbuhan bibit tanaman pada waktu tertentu. Pemakaian pupuk Kalium juga berpengaruh nyata terhadap peningkatan pertumbuhan bibit tanaman pada waktu tertentu. Pada penelitian ini enzim α-glukosidase akan menghidrolisis p-nitrofenil-α-Dglukopiranosida menjadi p-nitrofenol dan glukosa. Jumlah p-nitrofenol yang dihasilkan dihitung dengan metode spektrofotometri, karena p-nitrofenol memberikan warna kuning. Semakin besar aktivitas inhibisi
19
tetapi dengan penelitian lebih lanjut, ekstrak kulit dan daging buah salak akan diteliti potensinya menurunkan kadar glukosa darah dengan merangsang pembentukan insulin oleh pankreas (hipoglikemia). KESIMPULAN DAN SARAN
Gambar 5 Absorbansi ekstrak kulit dan daging salak pondoh ekstrak daging dan kulit salak terhadap kerja enzim α-glukosidase, jumlah p-nitrofenol yang dihasilkan akan semakin sedikit, absorban yang dihasilkan semakin kecil. Enzim α-glukosidase merupakan enzim yang terlibat pada proses katabolisme polisakarida yaitu degradasi glikogen. Setelah enzim α-glukosidase bekerja, reaksi lanjutan dari degradasi glikogen oleh enzim fosforilase baru dapat terjadi. Jika enzim α-glukosidase dapat dihambat maka katabolisme polisakarida dapat dihambat juga. Sehingga mengurangi tingkat kadar glukosa darah pada penderita diabetes. Kondisi tingginya kadar glukosa darah pada penderita diabetes dikenal dengan hiperglikemia. Pada kondisi hiperglikemia insulin gagal mempromosikan glukosa darah kedalam sel untuk digunakan dalam berbagai kebutuhan sel. Hiperglikemia dapat ditanggulangi dengan berbagai cara, seperti merangsang sel β pada lagerhans untuk memproduksi insulin, atau dapat juga dengan menghambat proses katabolisme polisakarida. Senyawa yang dapat menghambat aktivitas αglukosidase dengan mencegah kenaikan gula darah dari pemecahan polisakarida menunjukan adanya potensi antidiabetes (Lelono 2004). Ekstrak kulit dan daging buah salak dari Yogyakarta tidak menunjukkan potensi sebagai antidiabetik hiperglikemia. Akan
Kesimpulan Hasil penelitian menunjukan salak varietas Pondoh dari Yogyakarta dan Balikpapan memiliki kadar air yang tinggi (di atas 10%). Ekstrak kulit dan daging buah salak dari Yogyakarta tidak menunjukan aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase, sehingga tidak memiliki potensi antidiabetik hiperglikemia. Ekstrak salak varietas Pondoh dari Balikpapan mampu menghambat enzim α-glukosidase diatas 0%. Perbedaan tempat tanam mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang berbeda pula. Larutan pembanding glukobay mampu menghambat enzim α-glukosidase sebesar 75.67%. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan metode uji in-vivo hiperglikemia dengan menggunakan terapi terhadap hewan coba untuk mengetahui potensi ekstrak sebagai antidiabetes. Selain itu juga perlu dilakukan penelitian pada ekstrak salak dengan berbagai varietas, terutama pada varietas salak yang tidak memiliki nilai komersil seperti salak varietas Bongkok. Ekstraksi salak juga salak juga perlu dilakukan dengan metode yang berbeda dan beragam pelarut untuk mendapatkan hasil optimasi ekstrak pada analisis antidiabetes DAFTAR PUSTAKA Chiasson J et al. 2002. Acarbose for prevention of type 2 diabetes melitus : the stop – NIDDM Randomized. Medical Progress 359 : 2072-2077 Clark T, Holman JR. 2006. Diabetes: How early – and agressively – to Intervine. Medical Progress 45 :1416-1420
Gambar 6 Persen inhibisi α-glukosidase ekstrak kulit dan daging buah salak
Ekawati RA. 2006. Potensi antioksidan daun salam (Eugenia polyantha Wight.) pada lingkungan agrobiofisik yang berbeda [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
20
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Ed ke-2. Penerjemah Padmawinata K. Bandung: ITB. Kardono LBS. 2003. Kajian kandungan Kimia mahkota dewa (Phaleria marcocarpa). Di dalam: Prosiding Pameran Produk Obat Tradisional dan Seminar Sehari Mahkota Dewa. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi dan Obat Tradisional Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan. Karen SLM. 2005. What’s new in the treatment of type 2 diabetes. Medical Progress vol 32 no 9. Lelono RAA. 2004. Uji hipoglikemik dan uji daya hambat aktivitas enzim α-glukosidase ekstrak sambiloto sebagai antidiabetes [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Leong LP, Shui G. 2002. An investigation of antioxidant capacitiy of fruit in Singapore markets. J. Food Chem 76: 69-75. Liu
et al. 2006. Synthesis and pharmacological activities of xanthone derivatives as α-glucosidase inhibitors. Biorganic and Medical Chemistry 14: 5683-5690
Markham KR. 1975. Isolation Technique for Flavanoids. Di dalam : JB Harbone, TJ Marby, H Marby, editor. The Flavanoid, Part 2. New York : Academy Press
Nazaruddin dan Kristiawati. 1992. 18 Varietas Salak. Jakarta: Penebar Swadaya. Neal MJ. 2002. Medical Pharmacology a Glance. New York: Blackwell Science. Nelson D L, Cox M M. 2004. Lehnimger: Principles of Biochemistry. New York: W H Freeman Publisher Pranadji DK, Martianto DH, Subandriyo VU. 1999. Perencanaan Menu untuk Penderita Diabetes Melitus. Jakarta: Penebar Swadaya. Priyatno LHA et al. 2006. Aktifitas antioksidan ekstrak daging buah salak varietas Bongkok (Salacca Edulis Reinw.). Acta Pharmaneutica Indonesia vol XXXI no 1 Powel DR, 2000. 365 Tips Hidup Sehat. Jakarta: Pustaka Delapratasa. Rianti E. 2003. Pengaruh pemupukan nitrogen dan kalium terhadap pertumbuhan vegetatif pepaya (Carica Papaya L) pada umur bibit yang berbeda [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sahputra FM. 2006. Analisis proksimat dan energi total ryap dan kroto sebagai pakan [laporan praktek lapangan]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Sahwan AD. 2002. Pakan Ikan dan Udang. Jakarta: Penebar Swadaya.
Muchtady D. 1978. Perubahan Fisiko Kimia Buah Salak Kalengan Selama Penyimpanan. Sekolah Pascasarjana. Bogor: IPB.
Setiawan BAS, David WGD. 2000. Carotenoid content of selected Indonesian fruits. J. Food Comp and Anal. 14: 169176.
National Center for Complementary and Alternative Medicine. 2005. Treating Type 2 Diabetes with Dietary Supplements. http://nccam.nih.gov. [Februari 2007]
Schuiling DL dan Mogea JP. 1992. Salacca Zalacca (Gaertner) Voss dalam PROSEA 2: Edible Fruit and Nuts. Bogor: Prosea Foundation.
National Diabetes of Information Clearinghouse. 2006. Your Guide to Diabetes: Type 1 and Type 2. http://diabetes.niddk.nih.gov [Februari 2007]
21
Sugiwati S. 2005. Aktivitas antihiperglikemik dari ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) sebagai inhibitor alfa-glukosidse in-vitro dan invivo pada tikus putih [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Suprapto ETS. 2003. Pengaruh pemupukan nitrogen dan kalium Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Bibit Salak Gula Pasir (Salacca Zalacca (Gaetner)) Voss.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Supriadi et al. 2002. Changes in the volatile compounds and in the chemical and physical properties of snake fruit (Salacca edulis Reinw) Cv. pondoh during maturation. Journal Agriculture and Food Chemistry 50: 7627-7633 Sustrani L, et al. 2006. Diabetes. Jakarta: Gramedia Utama. Sutedja L. 2003. Bioprospecting tumbuhan Obat Indonesia Sebagai Sediaan Fitofarmaka Antidiabetes. Laporan Kemajuan Tahap II Riset Unggulan Terpadu, Pusat Penelitian Kimia-LIPI. Suter IK. 1988. Telaah Sifat Buah Salak Bali Sebagai Dasar Pembinaan Mutu Hasil. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor Tadera et al. 2002. Inhibiton of α-glucosidase and α-amylase by flavonoids. J. Nutr Sci Vitamiol Chem 52: 149-153. Tandra H. 2007. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wijaya CH et al. 2005. Identification of potent odorants in different cultivars of snake fruit [Salacca zalacca (Gaert.) Voss] using gas chromatography-olfactometry. Journal Agriculture and Food Chemistry 53:1637-1641 Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
World Health Organization. 1999. Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus and its Complications. http://whqlibdoc.who.int/hq/1999 [Februari 2007]
22
LAMPIRAN
23
Lampiran 1 Tahap penelitian
Kulit Salak
Daging Buah Salak
Ekstraksi dengan etanol 70% Selama 2 jam, 70ºC Saring
Filtrat
Rotavapour 50ºC Oven 40ºC
Ekstrak kasar
Uji Aktivitas Penghambatan α-Glukosidase
Uji Fitokimia (Harborne 1987)
24
Lampiran 2 Uji aktivitas penghambatan α-glukosidase 250 µl 20 mM pnitrofenil-Dglukopiranosa
10 µl larutan sampel 1% bobot/volume dalam dimetil sulfoksida (DMSO)
490 µl bufer fosfat (pH 7,0)
prainkubasi pada 37°C selama 5 menit Hasil prainkubasi inkubasi pada 37°C selama 15 menit
1000 µl larutan 200 mM Na2CO3
p-nitrofenol
Spektrofotometer λ = 400
250 µl
1,0 mg α-glukosidase dalam bufer fosfat pH 7,0 yang mengandung 200 mg bovine serum albumin
25
Lampiran 3 Sistem reaksi enzim untuk satu sampel dengan volume total 8 ml Blanko (µL)
Kontrol (µL)
S0 (µ L)
S1 (µL)
Sampel
-
-
40
40
DMSO
40
40
-
-
Buffer
1960
1960
1960
1960
Substrat
1000
1000
1000
1000
o
Inkubasi pada suhu 37 C, selama 5 menit Buffer
1000
-
1000
-
Enzim
-
1000
-
1000
Inkubasi pada suhu 37oC, selama 15 menit Na2CO3
4000
4000
4000
4000
Daging tua
Daging muda
Kulit tua
Kulit muda
Daging tua
Daging muda
Kulit tua
Sampel Kulit muda
Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Bobot sampel (g) 20,014 20,057 20,089 20,041 20,179 20,032 20,022 20,013 20,489 20,132 20,011 20,217 20,324 20,019 20,051 20,333 20,025 20,131 20,001 20,023 20,137 20,020 20,294 20,417
Bobot ekstrak (g) 1,991 1,671 1,091 2,152 1,367 1,203 5,844 11,109 14,328 13,925 12,769 13,852 1,896 1,2266 1,2723 1,818 1,2861 1,3619 16,036 10,382 11,239 16,059 12,548 2,148
Contoh perhitungan : Persen rendemen = Bobot ekstrak x 100% = 1,991 x 100% = 9,947 Bobot sampel 20,014
Balikpapan
Yogyakarta
Daerah tanam
Rendemen (%) 9,947 8,333 5,432 10,736 6,774 6,004 29,186 55,509 69,932 69,167 63,810 68,518 9,329 6,127 6,345 8,941 6,423 6,765 80,173 51,851 55,810 80,213 61,828 10,521 50,854
62,611
7,376
7,267
67,165
51,542
36,1187
15,337
1,366
1,789
2,924
20,66055
2,539471
2,287724
7,904
7,838
Standar Deviasi
Rata-rata rendemen (%)
Lampiran 4 Data statistik persen rendemen ekstrak kulit dan daging buah salak varietas pondoh daerah asal tanam Yogyakarta dan Balikpapan
26
16
27
Lampiran 5 Hasil uji ANOVA dan Duncan rendemen ekstrak kulit dan daging buah salak ANOVA Jumlah kuadrat Perlakuan 15864,224
Derajat bebas
Kuadrat tengah
F hitung
F tabel (5%)
7
2266,318
9,102
2,66
248,992
Galat
3983,872
16
Total
19848,096
23
Duncan Subset for alpha = .05 Ulangan
Perlakuan
1
2
Kulit muda Balikpapan
3
7,267000
Kulit tua Balikpapan
3
7,376233
Kulit tua Yogyakarta
3
7,837900
Kulit muda Yogyakarta
3
7,904233
Daging tua Balikpapan
3
50,854367
Daging muda Yogyakarta
3
51,541867
Daging muda Balikpapan
3
62,611133
Daging tua Yogyakarta
3
67,164933
Sig.
0,965
0,261
Daging tua
Daging muda
Kulit tua
Kulit muda
Daging tua
Daging muda
Kulit tua
Kulit muda
Sampel 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
ulangan
70,152
81,197
-56,830
Persen inhibisi (%) -10,371 -44,604 -28,921 -8,010 -68,465 -44,941 -63,322 -51,265 59,865 0,337 17,454 -2,361 -28,246 29,680 72,934
Rata-rata (%)
75,674
8,052
0,717
7,546
30,101
-57,293
-56,703
-18,465
-27,487
persen
inhibisi
7,810
91,757
40,960
14,011
42,092
8,526
16,634
14,786
24,206
Standar Deviasi
Contoh Perhitungan: Persen inhibisi = (Kontrol negatif - Absorbansi) x 100% = (1,186 – 1,309) x 100% = -10,371 Kontrol negatif 1,186
Kontrol Negatif
Kontrol Positif (glukobay 1%)
Balikpapan
Yogyakarta
Daerah tanam
1,309 1,715 1,529 1,281 1,998 1,719 1,937 1,794 0,476 1,182 0,979 1,214 1,521 0,834 0,321 1,86 0,223 0,354 1,186 1,186
Absorbansi
0,093 0,000
1,186
1,088
0,486
0,166
0,499
0,101
0,197
0,175
0,287
Standar Deviasi
0,289
1,178
1,097
0,829
1,866
1,859
1,405
1,512
Rata-rata Absorbansi
Lampiran 6 Data statistik persen inhibisi α-glukosidase dan absorbansi ekstrak kulit dan daging buah salak dan larutan standar glukobay 1%
28
18
29
Lampiran 7 Uji ANOVA dan Duncan persen inhibisi α-glukosidase ekstrak kulit dan daging buah salak dan larutan standar glukobay 1% ANOVA Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah
F hitung
F tabel (5%)
Perlakuan
28380,173
8
3547,522
2,404
3,23
Galat
13280,076
9
1475,564
Total
41660,249
17
Duncan Perlakuan
Ulangan
Subset for alpha = .05 1
2
Daging tua Yogyakarta
2
-57,293450
Daging muda Yogyakarta
2
-56,703200
Kulit muda Yogyakarta
2
-27,487350
Kulit tua Yogyakarta
2
-18,465400
-18,465400
Daging muda Balikpapan
2
0,716700
0,716700
Kulit tua Balikpapan
2
7,546350
7,546350
Daging tua Balikpapan
2
8,052250
8,052250
Kulit muda Balikpapan
2
30,101200
30,101200
Larutan standar (glukobay 1%)
2
Sig.
75,674550 0,069
0,052
30
Lampiran 8 Uji ANOVA dan Duncan absorbansi ekstrak kulit dan daging buah salak dan larutan standar glukobay 1% ANOVA Jumlah Derajat Kuadrat F hitung F tabel kuadrat bebas tengah (5%) Perlakuan 3,996 9 ,444 2,377 0,097 Galat 1,868 10 ,187 Total 5,864 19
Duncan Subset for alpha = .05
Perlakuan
Ulangan
Larutan standar (glukobay 1%)
2
0,288500
Kulit muda Balikpapan
2
0,829000
Daging tua Balikpapan
2
1,090500 1,090500
Kulit tua Balikpapan
2
1,096500 1,096500
Daging muda Balikpapan
2
1,177500 1,177500
Kontrol
2
1,186000 1,186000
Kulit tua Yogyakarta
2
1,405000
Kulit muda Yogyakarta
2
1,512000
Daging muda Yogyakarta
2
1,858500
Daging tua Yogyakarta
2
1,865500
Sig.
1
0,088
2
0,82900
0,057
31
Lampiran 9 Persen kadar air dan bobot kering kulit dan daging buah salak
Balikpapan
Yogyakarta
Daerah tanam
Perlakuan
Kadar air kering (%)
Bobot kering (%)
Kulit Muda
38,232
61,768
Kulit Tua
65,705
34,295
Daging Muda
37,385
62,615
Daging Tua
43,167
56,833
Kulit Muda
4,739
95,261
Kulit Tua
4,885
95,115
Daging Muda
7,587
92,413
Daging Tua
8,646
91,354
Tanin
Alkaloid
+
Daging Tua
+
Kulit Muda
+
+++
Daging Tua
Daging Muda
++
Daging Muda
++
+++
Kulit Tua
Kulit Tua
+
++++
+
++
-
++
++
+
++
++
++++
+
+
+
+
+
+
+
+
++++
+
+
+
+
+
+
+
+
++++
-
-
-
-
-
-
-
-
++++
Daun Som Jawa
-
-
-
-
-
-
-
-
++++
Buah Klerak
Hidrokuinon Steroid & Triterpenoid Saponin
Buah Pinang Daun Teh Daun Tapak Dara Buah Pinang
Kulit Muda
Kontrol Positif
Yogyakarta
Balikpapan
Flavanoid
Lampiran 10 Hasil uji fitokimia ekstrak daging dan kulit buah salak
32
22
23
Lampiran 11 Hasil analisis fitokimia Alkaloid
Mayer Wagner Dragendorf
Dari kiri ke kanan : KMY-DTY-DMY-DTK-DMK-KTY-KMK-KTK Flavanoid
Dari kiri ke kanan : DMK-DTK-DTY-DMY-KTY-KMK-KMY-KTK Hidrokuinon
DMY
KTY
KMY
DTK
DMK
KMK
KTK
DTY
34
Lampiran 12 Hasil analisis fitokimia (lanjutan) Saponin
KTK
DTY
DTK
DMY
KMY
KTY
KMK
KMY
Steroid
Dari kiri ke kanan : KTY-KMY-DTY-DMK-KMK-DMY-DTK-KTK Tanin
Dari kiri ke kanan : DMK-DTY-DMY-DTK-KMY-KTK-KTY-KMK Keterangan : DMY : Daging muda Yogyakarta DTY : Daging tua Yogyakarta KMY : Kulit muda Yogyakarta KTY : Kulit tua Yogyakar
DMK DTK KMK KTK
: Daging muda Balikpapan : Daging tua Balikpapan : Kulit muda Balikpapan : Kulit tua Balikpapan