EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) SEBAGAI PEWARNA, ANTIOKSIDAN, DAN ANTIMIKROBA PADA SOSIS DAGING SAPI
FITRI M MANIHURUK
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Efektivitas Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) sebagai Pewarna, Antioksidan, dan Antimikroba pada Sosis Daging Sapi” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016 Fitri M Manihuruk NIM D151140071
RINGKASAN FITRI M MANIHURUK. Efektivitas Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) sebagai Pewarna, Antioksidan, dan Antimikroba pada Sosis Daging Sapi. Dibimbing oleh IRMA ISNAFIA ARIEF dan TUTI SURYATI. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi efektivitas penambahan ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) pada sosis daging sapi. Ekstrak kulit buah naga merah dihasilkan dengan maserasi menggunakan pelarut pH 5 dan diamati karakteristik melalui uji fitokimia, total fenol, aktivitas antioksidan dan antimikroba. Hasil analisis menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah naga merah memiliki aktivitas antioksidan dan antimikroba alami karena kandungan senyawa fitokimia dan total fenol yang tinggi dalam ekstrak. Ekstrak kulit buah naga merah dengan persentase berbeda (0%, 20%, 30% dan 40%) ditambahkan pada pembuatan sosis dan diamati karakteristiknya melalui analisis fisikokimia, zat gizi, aktivitas antioksidan dan mikrobiologi. Sosis dengan karakteristik terbaik dipilih dan dianalisis stabilitasnya pada penyimpanan dingin (4-8 °C). Data diolah dengan analisis ragam (ANOVA) dan dilanjutkan uji perbandingan berganda menggunakan uji Duncan. Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan ekstrak kulit buah naga merah menurunkan nilai protein dan tesktur sosis daging sapi. Penambahan ekstrak kulit buah naga merah mampu meningkatkan intensitas kecerahan, intensitas warna merah, intensitas warna kuning dan aktivitas antioksidan sosis daging sapi. Aktivitas antioksidan yang meningkat berpengaruh pada penurunan nilai thiobarbituric reactive substance (TBARS) sosis dengan adanya penambahan ekstrak kulit buah naga merah. Sosis dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah juga mempunyai angka lempeng total yang lebih rendah dibanding sosis tanpa penambahan ekstrak kulit buah naga merah. Sosis dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah sebesar 40% memiliki karakteristik fisik lebih baik (nilai tekstur lebih kecil, intensitas warna merah lebih tinggi), aktivitas antioksidan lebih tinggi (aktivitas penghambatan terhadap radikal bebas 1,1-diphenyl, 2-picrylhydrazil (DPPH) dan kapasitas antioksidan lebih tinggi, serta nilai TBARS lebih rendah), serta keberadaan mikroba yang lebih rendah (angka lempeng total lebih sedikit). Penambahan ekstrak kulit buah naga merah 40% pada sosis daging sapi merupakan taraf yang menghasilkan sosis dengan karakteristik terbaik. Pada penyimpanan dingin, penambahan ekstrak kulit buah naga merah pada sosis daging sapi efektif mempertahankan angka lempeng total sampai hari ke-20, tetapi belum efektif menurunkan nilai TBARS. Kata kunci: antimikroba, antioksidan, ekstrak kulit buah naga merah, sosis daging sapi
SUMMARY FITRI M MANIHURUK. Effectivitiveness of the Red Dragon Fruit (Hylocereus polyrhizus) Peel Extract as the Colorant, Antioxidant, and Antimicrobial on Beef Sausage. Supervised by IRMA ISNAFIA ARIEF and TUTI SURYATI. This study aimed to evaluate the effectiveness of red dragon fruit (Hylocereus polyrhizus) peel extract addition on beef sausages. Red dragon fruit peel extracts were obtained by maceration using pH 5 aquadest. Phytochemical characteristics, total phenols, antioxidant and antimicrobial activity were carried out. The analysis indicated d dragon fruit peel extract had antioxidant and antimicrobial activities because of the high phytochemical compounds and total phenols contained in the extracts. Red dragon fruit peel extracts with various percentages (0%, 20%, 30% and 40%) were added on beef sausages. Physicochemical characteristics, nutrients, antioxidant activity and microbiology were carried out. Sausages that had the best characteristic, were selected and analyzed the stability on cold storage (4-8 °C). The data were analyzed using analysis of variance and Duncan’s multiple range test. The results showed that the addition of red dragon fruit peel extract reduced protein contents and texture values of beef sausages. The addition of red dragon fruit peel extract could increase intensity of luminosity, intensity of red color, intensity of yellow color, and antioxidant activity beef sausages. The increased of antioxidant activity could reduce the value of thiobarbituric reactive substance (TBARS) on sausages with the addition of red dragon fruit peel extract. Sausages with addition of red dragon fruit peel extract also had lower total plate count than sausages without addition extract. Sausages with addition of 40% red dragon fruit peel extract had better physical characteristics (smaller texture value, higher red intensity), higher antioxidant activity (higher DPPH scavenging activity and capacity antioxidant, and lower TBARS values), and lower microbes (less total plate count). Beef sausages with the addition of 40% red dragon fruit peel extract was selected as sausages with the best characteristic. In cold storage, the addition of a red dragon fruit peel extract on beef sausages could effectively maintained total plate count until the day-20, but yet effectively reduced TBARS values. Keywords: antimicrobial, antioxidant, beef sausage, red dragon fruit peel extract
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) SEBAGAI PEWARNA, ANTIOKSIDAN, DAN ANTIMIKROBA PADA SOSIS DAGING SAPI
FITRI M MANIHURUK
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Henny Nuraini, MSi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan bulan Agustus 2015 sampai April 2016 ini ialah pengolahan produk peternakan, dengan judul Efektivitas Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) sebagai Pewarna, Antioksidan, dan Antimikroba pada Sosis Daging Sapi. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Irma Isnafia Arief, SPt, MSi dan Dr Tuti Suryati, SPt, MSi selaku dosen pembimbing, memberikan ide penelitian serta saran untuk pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Henny Nuraini, MSi selaku dosen penguji luar komisi, memberikan saran untuk melengkapi dan memperbaiki penulisan tesis ini. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada staf Pascasarjana Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) Fresh Graduate sebagai sponsor dana pendidikan selama menjalani pendidikan pascasarjana. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Kementerian Keuangan, Republik Indonesia sebagai sponsor dana penelitian yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan materi pada penelitian ini. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian ini, staf Laboratorium Terpadu, Bagian Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan; staf Pusat Penelitian dan Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi; serta staf Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga mengungkapkan terimakasih kepada teman-teman Pascasarjana Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan 2014 dan teman-teman Laboratorium Teknologi Hasil Ternak atas segala saran, gagasan, dan pemikiran yang diberikan selama penelitian maupun penulisan tesis ini. Terimakasih kepada kedua orang tua, Manindar Manihuruk dan Puriska Sihombing, kedua saudara Wanny Setia Manihuruk dan Roberd Mulyadi Manihuruk atas doa, semangat, dan materi yang diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat baik kepada masyarakat secara umum dan industri pengolahan daging secara khusus.
Bogor, Agustus 2016 Fitri M Manihuruk
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 2 2 2
2 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Alat Prosedur Penelitian Rancangan Percobaan dan Analisis Data
3 3 3 3 4 8
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Ekstrak Kulit Buah Naga Merah Karakteristik Sosis dengan Penambahan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah Karakteristik Sosis dengan Penambahan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah Selama Penyimpanan Dingin
9 9 13 19
4 SIMPULAN DAN SARAN
23
5 DAFTAR PUSTAKA
23
LAMPIRAN
28
DAFTAR TABEL 1 Hasil uji kualitatif fitokimia ekstrak kulit buah naga merah 2 Hasil uji total fenolik, aktivitas penghambatan terhadap radikal bebas DPPH, dan kapasitas antioksidan ekstrak kulit buah naga merah 3 Diameter zona hambat aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah naga merah 4 Hasil analisis komposisi zat gizi sosis daging sapi dengan persentase penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda 5 Hasil analisis fisik sosis daging sapi dengan persentase penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda 6 Aktivitas penghambatan terhadap radikal bebas DPPH, kapasitas antioksidan, dan nilai TBARS sosis daging sapi dengan persentase penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda 7 Hasil analisis mikrobiologi sosis daging sapi dengan persentase penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda 8 Hasil analisis sosis daging sapi dengan persentase penambahan ekstrak kulit buah naga merah 40% selama penyimpanan dingin
10 11 12 13 15
17 18 20
DAFTAR LAMPIRAN 1 Contoh hasil analisis ragam kadar air sosis daging sapi dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda 2 Contoh hasil analisis ragam intensitas warna kuning sosis daging sapi dengan persentase penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda 3 Contoh hasil analisis ragam kapasitas antioksidan sosis daging sapi dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda
29 29 29
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses pengolahan daging seperti pembuatan sosis biasanya menggunakan bahan tambahan makanan sebagai pembentuk warna merah, antioksidan dan antimikroba. Bahan tambahan makanan yang menghasilkan fungsi tersebut adalah bahan kimia, garam nitrit atau nitrat. Nitrit atau nitrat digunakan untuk mengontrol bakteri patogen yang dapat menyebabkan keracunan makanan pada suatu produk olahan daging. Selain itu, penambahan nitrit atau nitrat pada sosis juga berfungsi menghasilkan warna merah dan mempunyai sifat antioksidan. Hal ini menyebabkan garam nitrit atau nitrat banyak digunakan pada industri produk olahan daging. Menurut BPOM No. 36 Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Pengawet, jumlah maksimum nitrit atau nitrat yang diizinkan terdapat pada produk olahan daging adalah 30 mg kg-1 untuk nitrit dan 50 mg kg-1 untuk nitrat. Nitrit atau nitrat, memiliki fungsi penting pada produk olahan daging, sosis, tetapi penggunaan nitrit atau nitrat dapat menghasilkan senyawa nitrosamin yang bersifat karsinogenik. Pada kondisi tertentu (misalnya suhu tinggi), nitrik oksida (NO), yang terbentuk akibat keberadaan nitrit atau nitrat, dapat bereaksi dengan amin sekunder daging sehingga membentuk nitrosamin (Honikel 2008). Senyawa karsinogenik ini akan terbentuk pada lingkungan asam terutama pada saluran pencernaan, usus manusia (Honikel 2008). Apabila nitrat atau nitrit dikonsumsi melebihi kadar yang ditetapkan dan terus-menerus dapat menimbulkan masalah kesehatan, seperti kanker. Masalah kesehatan yang ditimbulkan ini menyebabkan pembatasan penggunaan nitrit pada produk pangan. Pembatasan penggunaan nitrit dan nitrat juga diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 003 Tahun 2012, yaitu jumlah maksimum nitrit 0.06 mg kg-1 BB atau nitrat 3.7 mg kg-1 BB yang dapat dikonsumsi tanpa menimbulkan efek merugikan pada kesehatan. Penggunaan nitrit atau nitrat sebagai bahan tambahan makanan yang multifungsi diharapkan dapat diganti dengan bahan alami berasal dari buah atau tumbuhan yang banyak diteliti fungsi dan komposisinya. Salah satunya adalah kulit buah naga merah yang masih sangat sedikit pemanfaatannya. Buah naga telah dikembangkan di Indonesia. Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu sentra produksi buah naga di Indonesia. Produksi buah naga Kabupaten Banyuwangi berdasarkan data statistik Dinas Pertanian Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banyuwangi tahun 2016 mencapai 16 631 ton tahun 2013 dan meningkat menjadi 28 819 ton pada tahun 2014. Pemanfaatan buah naga ini hanya terbatas pada buahnya saja, sedangkan kulit buah naga yang mencapai 20-30% dari bobot buah masih belum dimanfaatkan dan dibuang menjadi limbah. Hal ini menunjukkan bahwa kulit buah naga potensial untuk dimanfaatkan dalam pengolahan pangan. Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan potensi dan manfaat kulit buah naga merah karena kandungan senyawa bioaktif dan nilai gizinya. Harivaindaran et al. (2008) telah melakukan analisis potensi zat warna alami pada kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) yang mengandung senyawa penghasil warna merah alami pada suhu dan temperatur optimal. Selain itu, fungsi kulit buah naga merah juga diteliti oleh Nurmahani et al. (2012) sebagai antibakteri pada sembilan bakteri patogen makanan akibat senyawa antibakteri pada kulit buah
2 naga merah tersebut. Aktivitas antioksidan kulit buah naga merah juga telah diteliti oleh Luo et al. (2014) mempunyai beberapa senyawa antioksidan yang berfungsi sebagai antioksidan alami. Selain penambahan bahan tambahan makanan, produk hasil olahan daging seperti sosis, memerlukan penyimpanan suhu dingin untuk mempertahankan kualitasnya, khususnya meminimalkan pertumbuhan mikroorganisme. Sun et al. (2004) menyatakan bahwa keuntungan penyimpanan dingin produk olahan daging adalah menghambat penyebab pembusukan produk, seperti reaksi enzimatik lebih lambat dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Sosis dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah diharapkan memiliki karakteristik yang lebih baik dari aspek warna, antioksidan dan antibakteri. Selain itu dapat memperpanjang umur simpan sosis selama penyimpanan dingin. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut dapat dirumuskan permasalah sebagai berikut: 1. Bagaimana efektivitas ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dilihat dari fungsi sebagai pewarna, antioksidan dan antimikroba alami. 2. Bagaimana pengaruh penambahan ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) pada sosis daging sapi yang disimpan pada suhu dingin, apakah dapat menggantikan fungsi bahan kimia nitrat atau nitrit yang umumnya digunakan pada industri produk olahan daging. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menganalisis efektivitas ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) sebagai pewarna, antioksidan dan antimikroba alami. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan mengevaluasi pengaruh penambahan ekstrak tersebut pada sosis daging sapi selama penyimpanan dingin. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi kepada masyarakat secara umum dan industri pengolahan daging secara khusus mengenai pemanfaatan limbah buah naga merah Hylocereus polyrhizus, yaitu kulitnya, sebagai pengganti penggunaan bahan kimia, garam nitrat atau nitrit. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menganalisis efektivitas ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dengan menguji komponen fitokimia, aktivitas antioksidan, dan antimikrobanya. Ekstrak kulit buah naga merah ini ditambahkan pada pembuatan sosis daging sapi dan mengevaluasi pengaruhnya dengan menganalisis komposisi nutrisi, sifat fisikokimia, dan mikrobiologi sosis tersebut. Efektivitas ekstrak kulit buah naga merah pada sosis dievaluasi melalui sifat fisikokimia dan mikrobiologi selama penyimpanan suhu dingin.
3
2 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2015 hingga April 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu, Bagian Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan dan Pusat Penelitian dan Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, serta Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bahan Bahan utama yang digunakan untuk pembuatan ekstrak kulit buah naga adalah kulit buah naga merah, akuades, dan asam sitrat. Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan sosis dengan penambahan ekstrak kulit buah naga adalah daging sapi dan ekstrak kulit buah naga merah. Bahan lainnya sebagai bahan penunjang antara lain lemak, sodium tripolifospat (STTP), es batu, tepung tapioka, susu skim, bawang putih bubuk, lada putih bubuk, jahe bubuk, ketumbar bubuk, pala bubuk, dan garam. Bahan yang digunakan untuk uji aktivitas antioksidan dan total fenol adalah metanol, pereaksi Folin Ciocalteu, pereaksi natrium karbonat, pereaksi asam galat, dan 1,1-diphenyl, 2-picrylhydrazil (DPPH). Bahan yang digunakan untuk uji aktivitas antimikroba adalah kultur bakteri patogen, media NaCl 0.85%, larutan standar Mc.Farland, dan media mueller-hinton agar (MHA). Bahan untuk analisis fisikokimia adalah propylgallate (PG), ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA), asam klorida (HCl), antibusa, 2-thiobarbituric acid (TBA), dan 1,1,3,3tetraethoxypropane (TEP). Bahan yang digunakan untuk analisis mikrobiologi adalah buffer pepton water (BPW), plate count agar (PCA), eosin methylen blue agar (EMBA), xylose lysine deoxycholate agar (XLDA) (Oxoid LTD, Inggris), baird parker agar (BPA) (DifcoTM, USA), kuning telur, kalium tellurit dan akuades. Alat Peralatan yang digunakan terdiri atas peralatan untuk pembuatan sosis antara lain food processor, stuffer, casing, tali kasur, kompor, panci, termometer, timbangan digital, pisau, spatula, sendok, dan refrigerator. Peralatan lain yang digunakan untuk pembuatan ekstrak kulit buah naga merah adalah pisau, blender, kertas saring, dan vacuum evaporator. Selain itu dibutuhkan peralatan kimia untuk analisis ekstrak kulit buah naga merah dan analisis sosis yang dihasilkan, seperti spektrofotometer (GeneQuant 1300, Swedan), pH meter (Hanna HI 99163, HANNA Instruments, USA), aw meter (Novasiana, Switzerland), Minolta Chroma meter CR 300 (Minolta Co., Ltd.Osaka, Japan), texture analyzer (Stevens-LFRA), dan waterbath.
4 Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri atas tiga tahap seperti pada Gambar 1 Bagan tahapan penelitian. Penelitian tahap I pembuatan ekstrak kulit buah naga merah dan pengujian ekstrak tersebut, penelitian tahap II pengolahan sosis daging sapi yang ditambahkan ekstrak kulit buah naga merah dengan persentase berbeda, dan penelitian tahap III penyimpanan sosis pada suhu dingin. Penelitian Tahap I Ekstraksi kulit buah naga merah dilakukan dengan maserasi modikasi Lourith dan Kanlayavattanakul (2013) menggunakan pelarut aquades pH 5 yang diperoleh dengan penambahan asam sitrat. Buah naga merah dicuci dan dikupas secara manual sebelum kulit dipotong ukuran kecil (2 mm). Potongan kulit dikeringkan pada suhu 50 °C dengan oven dan digiling menjadi bubuk. Bubuk kulit ditambahkan pelarut (1:50) selama 60 menit dan disaring. Larutan dievaporasi dengan vacuum evaporator suhu 60 °C. Ekstrak yang dihasilkan disimpan pada suhu -20 °C. Uji komponen fitokimia dilakukan untuk mengetahui jenis senyawa aktif yang terdapat pada ekstrak kulit buah naga merah yang dihasilkan menurut Baxter et al. (1998). Senyawa yang diuji adalah alkaloid, flavonoid, fenol hidrokuinon, steroid, triterpenoid, tannin, dan saponin. Penentuan total kandungan fenolat dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri menurut Adnan et al. (2011). Sebanyak 100 µL ekstrak kulit buah naga merah dicampur dengan 7.9 mL akuades dan 0.5 mL pereaksi Folin-Ciocalteu (Sigma-Aldrich Co., USA). Setelah 2 menit, 1.5 mL 7.5% pereaksi natrium karbonat ditambahkan dan dihomogenkan. Sampel diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada 765 nm setelah diinkubasi selama 2 jam. Kandungan total fenol dinyatakan sebagai ekuivalen asam galat. Uji aktivitas antioksidan ekstrak kulit buah naga merah diukur dengan menggunakan uji penghambatan terhadap radikal bebas DPPH menurut Adnan et al. (2011). Sebanyak 150 µL ekstrak kulit dengan konsentrasi berbeda dicampur dengan 0.9 mL DPPH (25 mg L-1) dalam larutan metanol. Campuran dibiarkan selama 20 menit dan diukur absorbansinya dengan panjang gelombang 517 nm. Metanol murni digunakan sebagai kontrol. Kontrol disiapkan dengan 100 µL metanol dilarutkan dengan larutan DPPH. Sampel diukur absorbansinya dengan spektrofotemeter pada 517 nm. Aktivitas antioksidan dinyatakan sebagai persentasi penghambatan radikal bebas, yang dihitung dengan rumus. % penghambatan = (A kontrol – A sampel) × 100 / A control Persentase penghambatan yang lebih tinggi menunjukkan aktivitas antioksidan yang lebih baik. Uji aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi sumur untuk mengetahui pola penghambatan ekstrak kulit buah naga merah terhadap bakteri patogen menurut Rohin et al. (2012). Kultur bakteri diinokulasi dalam media NaCl 0.85% sehingga konsentrasi bakteri menjadi 108 cfu mL-1 (dibandingkan dengan larutan standar Mc.Farland). Pengenceran kultur bakteri dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi kultur 106 cfu mL-1. Kultur selanjutnya ditumbuhkan dalam media mueller-hinton agar (DifcoTM, USA) dan diberi lubang sebagai sumur
5 dengan diameter yang telah ditentukan. Ekstrak kulit buah naga merah dimasukkan dalam sumur dan ditutup dengan kertas saring. Cawan disimpan dalam refrigerator selama 2-3 jam dan dilanjutkan dengan inkubasi suhu 37 °C selama 24 jam dan 48 jam. Aktivitas antimikroba ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar sumur dan diukur diameternya (mm). Penelitian Tahap II Pengolahan sosis dilakukan sesuai dengan penelitian oleh Arief et al. (2014). Daging bagian topside ditambahkan 15% lemak, 3.9% garam, 0.8% STTP, dan 20% es batu kemudian digiling dengan food processor selama 30 detik. Selanjutnya, adonan ditambahkan 12% susu skim, 1% bawang putih bubuk, 0.5% lada putih bubuk, 0.5% jahe bubuk, 0.4% ketumbar, 0.2% pala, 30% tepung tapioka, dan 40% es batu berdasarkan 100% daging. Ekstrak kulit buah naga merah ditambahkan 0%, 20%, 30%, dan 40% dalam adonan (diikuti dengan pengurangan persentase es batu). Tahap kedua penggilingan adonan dilakukan selama 90 detik. Adonan dimasukkan dalam casing dengan menggunakan stuffer, kemudian direbus pada suhu 60-65 °C selama 60 menit. Analisis komposisi zat gizi sosis daging sapi yang ditambahkan ekstrak kulit buah naga merah dilakukan dengan mengacu pada AOAC (2005). Analisis meliputi kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat. Kadar karbohidrat diketahui dengan perhitungan by difference dari pengurangan hasil analisis proksimat lainnya, kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Analisis fisikokimia sosis daging sapi yang ditambahkan ekstrak kulit buah naga merah meliputi nilai pH, aw, warna, tekstur, stabilitas emulsi, aktivitas antioksidan dan oksidasi lemak. Analisis aktivitas antioksidan meliputi aktivitas penghambatan tehadap radikal DPPH dan kapasitas antioksidan. Oksidasi lemak dianalisis berdasarkan nilai TBARS berupa data spektrofotometrik. Nilai pH diukur dengan pH meter (Hanna HI 99163, HANNA Instruments, USA), dikalibrasi pada larutan buffer standar pH 4 dan 7. Nilai pH diukur dengan memasukkan probe pH meter ke dalam sosis. Nilai pH akan terbaca pada layar pH meter. Nilai aw (water activity) diukur dengan aw meter (Novasiana, Switzerland). Sampel dihaluskan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian. Prosedur pengukuran nilai aw dilakukan sesuai dengan petunjuk produsen. Pengukuran warna sosis dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah dilakukan dengan menggunakan Minolta Chroma meter CR 300 (Minolta Co., Ltd. Osaka, Japan). Pengukuran warna sosis dilakukan pada tiga permukaan sampel yang berbeda, dengan nilai L*, a*, dan b*. Intensitas kecerahan relatif dinotasikan dengan nilai L* (luminousity), dengan range warna dari hitam (L*= 0) sampai putih (L*= 100), a* dengan range warna dari merah (nilai positif) sampai hijau (nilai negatif), serta b* dengan range warna kuning (nilai positif) sampai biru (nilai negatif). Tekstur diukur dengan alat texture analyzer berdasarkan Baer dan Dilge (2014). Sampel sosis diambil dengan mengukur diameter terlebih dahulu sebesar 2.54 cm sebelum dilakukan pengujian. Prosedur pengukuran tekstur dilakukan sesuai dengan petunjuk produsen.
6 Penelitian tahap I
Pembuatan ekstrak kulit buah naga merah Pengujian ekstrak kulit buah naga merah 1. Uji komponen fitokimia 2. Penentuan total kandungan fenolat 3. Uji aktivitas antioksidan 4. Uji aktivitas antimikroba Pengolahan sosis daging sapi
Penelitian tahap II
Ekstrak kulit buah naga merah (ditambahkan 0%, 20%, 30%, dan 40%) pada sosis Sosis daging sapi dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah Pengujian sosis daging sapi penambahan ekstrak kulit buah naga merah
Komposisi zat gizi 1. Kadar air 2. Kadar abu 3. Kadar protein 4. Kadar lemak 5. Kadar karbohidrat
Fisikokimia 1. Nilai pH 2. Nilai aw 3. Warna 4. Tekstur 5. Stabilitas emulsi 6. Aktivitas antioksidan 7. Bilangan TBARS
Penelitian tahap III
Mikrobiologi 1. Analisis angka total lempeng 2. Analisis Escherichia coli 3. Analisis Salmonella sp. 4. Analisis Staphylococcus aureus
Penyimpanan sosis pada suhu dingin
Pengujian sosis selama penyimpanan dingin pada 0, 5, 10, 15 dan 20 hari
Fisikokimia 1. Nilai pH 2. Nilai aw 3. Stabilitas emulsi 4. Aktivitas antioksidan 5. Bilangan TBARS
Mikrobiologi 1. Analisis angka total lempeng
Gambar 1 Bagan tahapan penelitian
7 Stabilitas emulsi diukur berdasarkan volume minyak dan air yang terukur berdasarkan Zobra et al. (1993). Stabilitas emulsi juga diukur pada sosis yang disimpan selama penyimpanan dingin. Sampel dipanaskan dalam waterbath suhu 80 °C selama 30 menit. Selanjutnya sampel disentrifugasi dengan kecepatan 2 000 rpm selama 15 menit. Volume minyak dan air diukur untuk menentukan stabilitas emulsi (ES) sampel, dengan rumus sebagai berikut. ES1 (%) = volume air (mL) × 10 ES2 (%) = volume minyak (mL) × d × 10 ES (%) = 100 - (ES1 + ES2) Keterangan: d : densitas lemak (g mL-1) ES : stabilitas emulsi
Aktivitas antioksidan dilakukan dengan ekstraksi sampel sosis terlebih dahulu untuk mendapatkan supernatan. Ekstraksi sampel sosis berdasarkan metode yang dilakukan Tangkanakul et al. (2009). Sosis diekstraksi dengan 100% metanol absolut pada suhu ruang dengan perbandingan 1:5. Kertas saring digunakan untuk memisahkan supernatan. Supernatan disimpan dalam botol tertutup dan disimpan pada suhu -20 °C sebelum dilakukan pengukuran aktivitas antioksidan. Uji aktivitas antioksidan berdasarkan Adnan et al. (2011). Bilangan thiobarbituric reactive substances (TBARS) dilakukan untuk menentukan tingkat oksidasi lemak pada sosis dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah diukur menggunakan spektrofotometer dengan metode analisis ekstraksi 2-thiobarbituric acid (TBA). TBARS dianalisis dengan metode destilasi yang dimodifikasi dari Tarladgis et al. (1960). Sampel sosis sebanyak 10 g ditambahkan dengan 50 mL akuades yang telah dicampurkan propylgallate (PG) dan ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) dari Sigma (Sigma Aldrich Co., USA). Sampel dihomogenkan dan ditambahkan 2.5 mL 4N HCl dan beberapa tetes anti buih B (Sigma Chemical Co., St. Louis, Mo., USA). Sampel didestilasi dan 50 mL hasil destilasi dikumpulkan. Hasil destilasi sebanyak 5 mL ditambahkan 0.02 M 2thiobarbituric acid (TBA) dari Merck (Merck KGaA, Germany) dan diinkubasi 100 °C selama 40 menit. Absorbansi diukur menggunakan spektrofotometer (GeneQuant 1300, Sweden) pada 532 nm dan 1,1,3,3-tetraethoxypropane (TEP) digunakan sebagai standar. Nilai TBARS dinyatakan sebagai mg malonaldehid (MDA) per sampel kg, dimana oksidasi lemak dinyatakan berdasarkan jumlah MDA yang terbentuk. Analisis mikrobiologis sampel dilakukan berdasarkan FDA (1998). Sosis ditimbang sebanyak 25 g dan dimasukkan ke dalam 225 mL buffer pepton water (BPW) dan dihomogenkan selama 1 sampai 2 menit. Larutan ini merupakan larutan dengan pengenceran 10-1. Suspensi 1 mL dipindahkan dengan menggunakan pipet steril ke dalam larutan 9 mL BPW untuk mendapatkan pengenceran 10-2. Pengenceran dilanjutkan sampai pengenceran 10-4 dengan cara yang sama. Analisis angka lempeng total dianalis dengan menggunakan suspensi 1 mL dari pengenceran 10-2 sampai 10-4. Suspensi tersebut dimasukkan dalam cawan petri secara duplo. Media plate count agar (DifcoTM, USA) dituang sebanyak 15-20 mL ke dalam cawan dengan suhu 45 °C ± 1 °C. Cawan didiamkan sampai agar menjadi padat dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24-48 jam dengan posisi terbalik.
8 Analisis Escherichia coli dianalis dengan menggunakan suspensi 1 mL dari pengenceran 10-1 sampai 10-3. Suspensi dipipet secara aseptik ke dalam cawan petri secara duplo. Media eosin methylen blue agar (Oxoid LTD, Inggris) dituang sebanyak 15-20 mL ke dalam cawan. Cawan didiamkan sampai agar menjadi padat dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam dengan posisi terbalik. Analisis Salmonella sp. dianalis dengan menggunakan suspensi 1 mL dari pengenceran 10-1 sampai 10-3. Suspensi dipipet secara aseptik ke dalam cawan petri secara duplo. Media xylose lysine deoxycholate agar (Oxoid LTD, Inggris) yang telah didinginkan, dituang sebanyak 15-20 mL ke dalam cawan. Cawan didiamkan sampai agar menjadi padat dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam dengan posisi terbalik. Analisis Staphylococcus aureus dianalisis dengan menggunakan suspensi 1 mL dari penenceran 10-1 sampai 10-3. Suspensi dipipet secara aseptik ke dalam cawan petri secara duplo. Media braid parker agar (DifcoTM, USA) yang dicampur dengan 1% kalium tellurit, 2% kuning telur dan 2% larutan NaCl dituang sebanyak 15-20 mL ke dalam cawan dengan metode pour plate. Cawan didiamkan sampai agar menjadi padat dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam dengan posisi terbalik. Koloni mikroba dihitung berdasarkan Standard Plate Count (SPC) yang mengacu pada BAM (2001) dengan rumus sebagai berikut. cfu mL−1 =
N cawan (n1 + (0.1 × n2 )) × d
Keterangan: N : Jumlah koloni yang berbeda dalam kisaran hitung (25-250 koloni) n1 : Jumlah cawan pertama yang koloninya dapat dihitung n2 : Jumlah cawan kedua yang koloninya dapat dihitung d : Pengenceran pertama yang dihitung
Penelitian Tahap III Hasil analisis karakteristik sosis, baik komposisi gizi, fisikokimia, aktivitas antioksidan dan mikrobiologi, yang terbaik dipilih untuk disimpan pada suhu dingin (± 4 °C) selama 20 hari. Pengamatan dilakukan pada hari ke-0, 5, 10, 15 dan 20 pada karateristik fisikokimia (pH, aw, dan stabilitas emulsi), aktivitas antioksidan (aktivitas penghambatan terhadap DPPH dan kapasitas antioksidan), nilai TBARS, serta mikrobiologi (angka lempeng total). Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan yang digunakan pada penelitian tahap II (pembuatan sosis daging sapi) adalah rancangan acak kelompok (RAK). Perlakuan pada penelitian tahap II adalah penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda (0%, 20%, 30%, 40%) dengan tiga kelompok. Model rancangan adalah sebagai berikut: Yijk = μ + αi + βj + εij
9 Keterangan : Yij = Variabel respon akibat perlakuan penambahan ekstrak kulit buah naga merah ke-i (0%, 20%, 30%, 40%) pada kelompok ke-j (1, 2, 3) µ = Nilai rata-rata kualitas sosis daging sapi αi = Pengaruh penambahan ekstrak kulit buah naga merah ke-i (0%, 20%, 30%, 40%) terhadap kualitas sosis daging sapi βj = Pengaruh kelompok ke-j (1, 2, 3) terhadap kualitas sosis daging sapi εij = Pengaruh galat penambahan ekstrak kulit buah naga merah ke-i (0%, 20%, 30%, 40%) pada kelompok ke-j (1, 2, 3)
Rancangan yang digunakan pada penelitian tahap III (penyimpanan sosis daging sapi) adalah rancangan acak lengkap (RAL). Perlakuan pada penelitian tahap III adalah lama penyimpanan (0, 5, 10, 15, 20 hari) dengan tiga ulangan. Model rancangan adalah sebagai berikut: Yij = μ + αi + εij Keterangan : Yij = Variabel respon akibat perlakuan lama penyimpanan ke-i (0, 5, 10, 15, 20 hari) pada ulangan ke-j (1, 2, 3) µ = Nilai rata-rata kualitas sosis daging sapi αi = Pengaruh lama penyimpanan ke-i (0, 5, 10, 15, 20 hari) terhadap kualitas sosis daging sapi εij = Pengaruh galat lama penyimpanan ke-i (0, 5, 10, 15, 20 hari) pada ulangan ke-j (1, 2, 3)
Data diolah dengan analisis ragam (ANOVA) menggunakan software Statistical Analysis System's Procedures (SAS Institute Inc., Cary, NC, USA, 2002). Jika analisis menunjukkan perlakuan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati, maka dilanjutkan uji perbandingan berganda menggunakan uji Duncan (Matjjik dan Sumertajaya 2013).
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Ekstrak Kulit Buah Naga Merah Ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) yang dihasilkan diuji komponen fitokimianya secara kualitatif untuk mengetahui keberadaan kandungan senyawa organik yang terdapat dalam ekstrak tersebut. Hasil uji menunjukkan bahwa senyawa fitokimia yang terdapat pada ekstrak kulit buah naga merah tersebut antara lain flavonoid, fenol hidrokuinon, steroid, triterpenoid, saponin dan tanin, sedangkan alkaloid tidak terdeteksi pada ekstrak tersebut (Tabel 1). Senyawa organik fenol dan flavonoid terdapat pada hasil uji fitokimia ekstrak kulit buah naga merah. Hasil penelitian Wu et al. (2006) menunjukkan bahwa ekstrak dari kulit buah naga merah memiliki kandungan flavonoid lebih tinggi dibanding ekstrak dari buahnya, sedangkan kandungan fenolnya lebih rendah. Menurut Nurliyana et al. (2010), senyawa polifenol, seperti flavonoid berkorelasi dengan aktivitas antioksidan suatu sampel. Kandungan flavonoid pada ekstrak kulit buah naga merah ini mengindikasikan bahwa ekstrak tersebut dapat berfungsi sebagai antioksidan alami. Ekstrak kulit buah naga merah yang diteliti oleh Wu et
10 al. (2006) memiliki antioksidan lebih baik dibanding ekstrak buahnya karena kandungan fenoliknya lebih tinggi. Tabel 1 Hasil uji kualitatif fitokimia ekstrak kulit buah naga merah Senyawa fitokimia Fenol hidrokuinon Flavonoid Triterpenoid Steroid Saponin Tanin Alkaloid
Hasil ++ ++ ++ ++ ++ + -
Tanda +/- menyatakan keberadaan kandungan senyawa dalam ekstrak
Selain kedua senyawa tersebut, senyawa organik triterpenoid dan steroid juga menunjukkan keberadaan kandungan zat yang tinggi pada pada ekstrak kulit buah naga merah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Amalia et al. (2015) yang menyatakan bahwa hasil uji kualitatif fitokimia kulit buah naga merah menunjukkan hasil positif terhadap pemeriksaan senyawa terpenoid. Luo et al. (2014) menambahkan sebagian besar kandungan ekstrak kulit buah naga merah terdiri atas 29.77% triterpenoid dan 16.46% steroid. Senyawa terpenoid ini diduga memiliki aktivitas antibakteri yang bereaksi dengan protein dinding sel bakteri. Uji kualitatif fitokimia pada ekstrak kulit buah naga merah ini menunjukkan hasil positif pada senyawa saponin. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Amalia et al. (2015), menunjukkan hasil negatif pada uji kualitatif fitokimia senyawa saponin pada ekstrak kulit buah naga merah dengan pelarut nheksana. Hal ini disebabkan karena ekstrak diperoleh dengan maserasi menggunakan pelarut yang berbeda. Menurut Baxter et al. (1998), saponin lebih mudah larut dalam pelarut polar seperti, air dan etanol dibanding pelarut non-polar seperti, n-heksana. Ekstrak kulit buah naga merah pada penelitian ini juga mengandung zat fitokimia yaitu tanin. Senyawa alkaloid tidak terdapat pada ekstrak kulit buah naga merah hasil uji kualitatif fitokimia. Berbeda dengan penelitian Rohin et al. (2012) menyatakan bahwa ekstrak kulit buah naga merah menunjukkan aktivitas antimikroba yang lebih tinggi dibanding ekstrak kulit buah naga putih karena keberadaan tanin lebih banyak pada kulit buah naga merah. Selain senyawa tanin, senyawa organik alkaloid juga ditemukan melimpah pada ekstrak kulit buah naga merah tersebut yang mempengaruhi aktivitas antimikroba kulit buah naga merah (Rohin et al. 2012). Perbedaan keberadaan alkaloid pada kedua ekstrak kulit buah naga merah ini disebabkan adanya perbedaan penggunaan pelarut pada proses maserasi kulit. Pelarut yang digunakan pada maserasi kulit buah naga merah pada penelitian ini adalah akuades sedangkan metanol digunakan pada penelitian Rohin et al. (2012). Selain uji kualitatif fitokimia, penentuan total kandungan fenolik dan uji aktivitas antioksidan juga dilakukan pada ekstrak kulit buah naga merah. Hasil pengujian tersebut disajikan pada Tabel 2. Kandungan fenolik dan kapasitas
11 antioksidan ekstrak kulit buah naga merah berupa data spektrofotometrik dinyatakan sebagai ekuivalen asam galat untuk kandungan fenolik dan ekuivalen vitamin C untuk kapasitas antioksidan. Tabel 2 Hasil uji total fenolik, aktivitas penghambatan terhadap radikal bebas DPPH, dan kapasitas antioksidan ekstrak kulit buah naga merah Peubah Total fenolik (mg EAG 100 g-1) Aktivitas penghambatan terhadap DPPH (%) Kapasitas antioksidan (mg EVC 100 g-1)
Nilai 31.12 ± 1.56 51.35 ± 0.87 321.78 ± 6.29
Total fenolik ekstrak kulit buah naga merah yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wu et al. (2006) yaitu 39.7 ± 5.39 mg EAG 100 g-1. Namun, kandungan fenolik kulit buah naga merah pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Nurliyana et al. (2010) yaitu 28.16 mg EAG 100 g-1. Hal ini disebabkan penggunaan pelarut yang berbeda pada saat maserasi kulit buah naga. Penelitian ini menggunakan akuades sebagai pelarut senyawa bioaktif dalam kulit buah naga merah sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Harivaindaran et al. (2008). Pelarut akuades merupakan pelarut yang disarankan untuk industri pangan karena tidak meninggalkan residu pada hasil ekstraksi sehingga produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi (Kumar et al. 2015). Namun, Wu et al. (2006) menggunakan pelarut aseton 80% dan etanol 70% digunakan sebagai pelarut pada penelitian Nurliyana et al. (2010) untuk menentukan kandungan fenolik kulit buah naga. Total fenol kulit buah naga merah tinggi disebabkan adanya kandungan flavonoid yang cenderung larut di dalam air. Aktivitas antioksidan ekstrak kulit buah naga merah diidentifikasi berdasarkan aktivitas penghambatan terhadap radikal bebas DPPH dan kapasitas antioksidan. Aktivitas penghambatan terhadap radikal bebas DPPH ekstrak kulit buah naga merah pada penelitan ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Fidrianny et al. (2014), baik ekstrak dengan pelarut n-heksana, pelarut etil asetat, dan pelarut etanol, masing-masing 50.14%, 51.34%, dan 52.15%. Kapasitas antioksidan ekstrak kulit buah naga merah pada penelitian ini sebesar 321.78 ± 6.29 mg EVC 100 g-1. Lourith dan Kanlayavattanakul (2013) menyatakan bahwa ekstrak kulit buah naga merah dengan pelarut air memiliki aktivitas antioksidan lebih baik dibandingkan ekstrak dengan pelarut etanol maupun pelarut lainnya. Harivaindaran et al. (2008) dan Shofiati et al. (2014) menyatakan bahwa besarnya aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH dan kapasitas antioksidan berbanding lurus dengan total fenol, salah satu senyawa polifenol yang bersifat antioksidan, dalam kulit buah naga merah. Kandungan fitokimia pada ekstrak kulit buah naga merah (Tabel 1) menunjukkan adanya senyawa fitokimia yang memiliki aktivitas antibakteri sehingga dilakukan pengujian aktivitas antibakteri pada ekstrak kulit buah naga merah penelitian ini. Pengujian aktivitas antibakteri pada ekstrak kulit buah naga merah dilakukan pada lima bakteri patogen, baik bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Bacillus cereus) maupun bakteri Gram negatif (Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Salmonella enterica ser.
12 Typhimurium ATCC 14028, dan Escherichia coli ATCC 25922). Hasil analisis aktivitas antibakteri dilihat berdasarkan diameter zona hambat ekstrak terhadap pertumbuhan bakteri patogen yang digunakan dalam pengujian ini. Diameter zona hambat yang dihasilkan ekstrak kulit buah naga merah dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Diameter zona hambat aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah naga merah Bakteri uji Diameter zona hambat (mm) Staphylococcus aureus ATCC 25923 12.38 ± 2.36 a Bacillus cereus 8.11 ± 2.85 b Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 10.09 ± 0.96 ab Salmonella enterica ser. Typhimurium ATCC 14028 8.25 ± 1.37 b Escherichia coli ATCC 25922 7.70 ± 2.39 b Huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)
Ekstrak kulit buah naga merah menunjukkan adanya penghambatan terhadap aktivitas bakteri Gram positif dan Gram negatif. Perbedaan perlakuan bakteri patogen yang diberikan berpengaruh nyata terhadap diameter zona hambat aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah naga merah (p<0.05). Ekstrak kulit buah naga merah memiliki aktivitas penghambatan terbesar pada bakteri patogen S. aureus ATCC 25923 dengan diameter zona hambatnya memberikan pengaruh yang sama dengan bakteri P. aeroginosa ATCC 27853, tetapi berbeda dengan bakteri patogen lainnya. Diameter zona hambat yang menyatakan aktivitas antibakteri pada bakteri P. aeruginosa ATCC 27853 juga tidak berbeda dengan bakteri E. coli, B. cereus, dan S. enterica ser. Typhimurium ATCC 14028. Bakteri patogen Gram positif, S. aureus ATCC 25923, lebih sensitif terhadap aktivitas antibakteri dari ekstrak kulit buah naga merah. Hal ini didukung oleh Arief et al. (2015) yang menyatakan bahwa bakteri Gram positif lebih rentan dibandingkan bakteri Gram negatif terhadap aktivitas antibakteri. Bakteri Gram positif tidak memiliki dinding lipoprotein seperti bakteri Gram negatif yang mampu membatasi zat antimikroba masuk ke dalam sel bakteri (Tenore et al. 2012). Penelitian Faridah et al. (2015) menunjukkan bahwa kandungan betalians pada ekstrak kulit buah naga merah memiliki aktivitas antibakteri yang lebih baik pada bakteri S. aureus dibanding E. coli. Selain itu, Amalia et al. (2015) juga melakukan uji aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah naga merah pada S. aureus, menyatakan bahwa senyawa antibakteri terpenoid pada ekstrak kulit buah naga merah mampu menghambat pertumbuhan bakteri ini. Luo et al. (2014) menambahkan bahwa kandungan terpenoid terdiri atas β-amirin dan α-amirin, yang menurut hasil isolasi Tahany et al. (2010) terbukti menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus. Diameter zona hambat ekstrak kulit buah naga merah terhadap bakteri patogen P. aeruginosa ATCC 27853 berdasarkan hasil statistik menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan bakteri S. aureus ATCC 25923. Penghambatan terhadap bakteri Gram negatif yang tinggi oleh ekstrak kulit buah naga merah disebabkan oleh senyawa antibakteri pada ekstrak tersebut seperti senyawa fenolik sehingga mampu menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Hal ini didukung oleh pernyataan Tenore et al. (2012) yang menyatakan bahwa ekstrak kulit buah naga merah dengan kandungan asam fenolik yang terurai bersifat polar mampu
13 menembus lapisan lipopolisakarida bakteri Gram negatif, membran semipermeabel bakteri dan bereaksi dengan sitoplasma bakteri. Selain itu, penghambatan terhadap bakteri P. aeruginosa ATCC 27853 tinggi disebabkan penurunan pertumbuhan bakteri ini akibat pH ekstrak kulit buah naga merah yang rendah (pH 5). Bakteri ini dapat tumbuh maksimal pada pH 7.5 – 8.0 dan akan mengalami penurunan pertumbuhan apabila pH kurang dari 7.5 (Charyulu dan Gnanamani 2010). Aktivitas antibakteri kulit buah naga merah juga ditunjukkan pada bakteri patogen S. enterica ser. Typhimurium ATCC 14028 dilihat dari diameter zona hambat yang terbentuk pada media agar yang ditumbuhi bakteri patogen. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurmahani et al. (2012) yang menunjukkan penghambatan bakteri patogen S. thypii oleh ekstrak kulit buah naga merah. Kandungan senyawa organik fenolik pada ekstrak kulit buah delima yang diteliti oleh Choi et al. (2011) mampu menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella. Sifat bakteri Salmonella yang sensitif teradap perubahan pH menyebabkan ekstrak kulit buah naga merah mampu menghambat pertumbuhan bakteri ini. Bakteri Salmonella dapat tumbuh ideal pada pH 6.5 sampai 7.5 (Jay 2012). Bakteri B. cereus dan E. coli ATCC 25922 juga mampu dihambat oleh ekstrak kulit buah naga merah. Aktivitas antibakteri terhadap kedua bakteri ini juga diuji oleh Tahera et al. (2014) menggunakan ekstrak dengan pelarut air, etanol dan methanol. Hasil penelitian tersebut menunjukkan pertumbuahan bakteri B. cereus dan E. coli lebih tinggi dihambat oleh ekstrak dengan pelarut air. Nurmahani et al. (2012) menambahkan kemampuan ekstrak kulit buah naga merah menghambat pertumbuhan bakteri patogen E.coli disebabkan kandungan senyawa organik terpenoid, flavonoid dan tanin yang terdapat pada ekstrak tersebut. Karakteristik Sosis dengan Penambahan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah Karakteristik sosis daging sapi dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah dengan persentase berbeda dianalisis berdasarkan komposisi gizinya. Analisis komposisi gizi sosis ini meliputi meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan karbohidrat. Kadar karbohidrat diketahui dengan perhitungan by difference. Hasil analisis komposisi gizi sosis ini mengacu pada standar Sosis Daging yang ditetapkan oleh BSN 01-3820-1995 (Tabel 4). Tabel 4 Hasil analisis komposisi zat gizi sosis daging sapi dengan persentase penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda Perlakuan Standar 0% ekstrak 20% ekstrak 30% ekstrak 40% ekstrak (BSN 1995) -----------------------------------------%bb------------------------------------------Kadar air 61.67 ± 1.66 61.05 ± 2.31 61.64 ± 0.80 62.29 ± 0.60 Maks. 67 Kadar abu 3.49 ± 0.09 3.46 ± 0.45 3.38 ± 0.15 3.72 ± 0.47 Maks. 3 Kadar protein 11.32 ± 0.57a 11.29 ± 0.79a 10.93 ± 0.62ab 10.46 ± 0.81b Min. 13 Kadar lemak 2.77 ± 1.11 2.14 ± 0.11 3.18 ± 0.62 2.51 ± 0.61 Maks. 25 Karbohidrat 20.51 ± 0.19 21.47 ± 1.44 19.82 ± 1.77 20.51 ± 0.19 Maks. 8 Peubah
Huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05).
14 Kadar air setiap sosis daging sapi yang dihasilkan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh BSN 01-3820-1995 (maksimal 67%). Kadar air sosis daging sapi tidak dipengaruhi oleh perlakuan penambahan ekstrak kulit buah naga merah. Hal ini disebabkan setiap sosis mendapatkan perlakuan yang sama, baik pada bahan yang digunakan (khususnya es batu) maupun proses pematangan (perebusan sosis). Perlakuan penambahan ekstrak kulit buah naga merah yang berbeda diikuti juga dengan pengurangan persentasi es batu yang ditambahkan pada adonan sosis. Kadar abu sosis daging sapi tidak dipengaruhi oleh perlakuan penambahan ekstrak kulit buah naga merah. Kadar abu yang dihasilkan melebihi standar yang ditetapkan oleh BSN (1995) mengenai Sosis Daging. Kadar abu sosis yang tinggi dipengaruhi oleh bahan organik yang digunakan pada pembuatan sosis, seperti tepung tapioka, garam, dan bumbu lainnya yang sebagian besar mengandung mineral. Kadar protein sosis daging sapi nyata dipengaruhi oleh perlakuan penambahan ekstrak kulit buah naga merah (p<0.05). Pengaruh penambahan ekstrak kulit buah naga merah menurunkan kadar protein sosis daging sapi yang dihasilkan. Kadar protein sosis daging sapi yang dihasilkan juga belum memenuhi standar minimum sosis yang telah ditetapkan oleh BSN 01-3820-1995. Kadar protein sosis yang rendah ini dipengaruhi oleh rendahnya kadar protein bahan baku selain daging yang digunakan pada adonan (Nurul et al. 2010). Persentase penambahan bakan baku lemak dan tepung tapioka yang lebih tinggi dibanding penambahan susu skim, sebagai sumber protein, pada adonan juga mempengaruhi kadar protein sosis penelitian ini. Kadar lemak sosis daging sapi penelitian ini memenuhi standar Sosis Daging (BSN 1995), sedangkan kadar karbohidrat tidak memenuhi standar tersebut. Kadar lemak dan karbohidrat tidak dipengaruhi oleh perlakuan penambahan ekstrak kulit buah naga merah. Hal ini disebabkan setiap adonan sosis mendapatkan perlakuan penambahan bahan baku lemak yang sama, baik tanpa penambahan ekstrak maupun dengan penambahan ekstrak. Kadar karbohidrat dipengaruhi oleh kadar air, abu, protein, dan lemak sosis yang diketahui dengan perhitungan by difference. Kadar karbohidrat melebihi standar juga disebabkan penambahan tepung tapioka (sumber karbohidrat) yang tinggi pada setiap adonan. Karakeristik sosis daging sapi pada penelitian ini juga diuji berdasarkan karakteristik fisik sosis pada umumnya. Analisis fisik sosis daging sapi dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah meliputi nilai potensial hidrogen (pH), aktivitas air (aw), tektur, stabilitas emulsi, dan warna sosis daging sapi. Hasil analisis fisik sosis daging sapi dengan perbedaan penambahan ekstrak kulit buah naga merah terdapat pada Tabel 5. Nilai pH sosis daging sapi tidak dipengaruhi oleh perlakuan penambahan ekstrak kulit buah naga merah yang berbeda. Pengaruh perlakuan penambahan ekstrak kulit buah naga merah menurunkan nilai pH sosis daging sapi. Hal ini disebabkan oleh ekstrak kulit buah naga merah yang digunakan pada pembuatan sosis dilarutkan dalam akuadess dengan nilai pH 5. Bahan pelarut dengan pH 5 diperoleh dengan penambahan asam sitrat dalam akuades sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Harivaindaran et al. (2008). Nilai aw sosis daging sapi yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh perlakuan penambahan ekstrak kulit buah naga merah yang berbeda. Pengaruh perlakuan penambahan ekstrak kulit buah naga merah menurunkan nilai aw sosis daging sapi. Hal ini disebabkan persentase
15 penambahan ekstrak kulit buah naga merah pada adonan sosis diikuti dengan persentase pengurangan es batu pada adonan tersebut. Tabel 5 Hasil analisis fisik sosis daging sapi dengan persentase penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda Peubah
Perlakuan 0% ekstrak
20% ekstrak
30% ekstrak
pH 5.80 ± 0.14 5.79 ± 0.12 5.74 ± 0.27 aw 0.90 ± 0.01 0.90 ± 0.00 0.90 ± 0.01 Stabilitas emulsi (%) 100.00 ± 0.00 100.00 ± 0.00 100.00 ± 0.00 Tekstur (kg cm-2) 3.45 ± 0.47a 3.23 ± 0.79ab 2.95 ± 0.68b Warna Intensitas kecerahan (L*) 40.69 ± 1.79ab 39.49 ± 3.63b 41.62 ± 3.05a Intesitas warna merah (a*) 4.46 ± 0.44 4.78 ± 0.35 6.79 ± 3.46 Intensitas warna kuning (b*) 8.77 ± 1.09c 9.39 ± 1.60bc 10.50 ± 2.07ab ºHUE 62.85 ± 5.02 62.54 ± 5.17 58.83 ± 7.40
40% ekstrak 5.72 ± 0.24 0.89 ± 0.01 100.00 ± 0.00 2.89 ± 0.49b 42.60 ± 3.90a 6.82 ± 3.73 11.16 ± 2.65a 59.99 ± 7.59
Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05). L* nilai (+) cerah, nilai (-) gelap; a* nilai (+) merah, nilai (-) hijau; b* nilai (+) kuning, nilai (-) biru
Karakteristik fisik sosis juga diukur dengan parameter stabilitas emulsi. Hasil pengukuran stabilitas emulsi pada sosis kontrol tidak berbeda dengan sosis yang ditambahkan ekstrak kulit buah naga merah, baik persentase penambahan 20%, 30%, atau 40%. Stabilitas emulsi suatu produk sangat dipengaruhi oleh tingkat keempukan daging yang digunakan (Aminlari et al. 2009). Menurut Ayadi et al. (2009), keempukan daging yang semakin baik akan meningkatkan stabilitas emulsi produk. Daging yang digunakan pada penelitian ini berasal dari satu potongan komersial yang sama yaitu topside. Hal ini juga dibuktikan dengan penelitian Aminlari et al. (2009) menggunakan protease aktinidin untuk meningkatkan keempukan daging yang signifikan meningkatkan stabilitas emulsi sosis akibat meningkatnya kemampuan mengikat air oleh protein. Tekstur sosis daging sapi nyata dipengaruhi oleh perlakuan penambahan ekstrak kulit buah naga merah yang berbeda (p<0.05). Pengaruh penambahan ekstrak kulit buah naga merah menurunkan nilai tekstur sosis daging sapi. Nilai tekstur yang semakin kecil menunjukkan nilai kekerasan sosis semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh pengaruh kadar air dan kadar protein sosis yang dihasilkan (Tabel 4). Semakin tinggi persentase penambahan ekstrak kulit buah naga merah, kadar air sosis semakin tinggi tetapi kadar protein sosis semakin rendah (Tabel 4), menyebabkan nilai kekerasan sosis semakin rendah (Tabel 5). Kandungan protein yang semakin tinggi menghasilkan nilai tekstur yang semakin keras (Youssef dan Barbut 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Youssef dan Barbut (2010) menunjukkan bahwa penambahan protein yang semakin tinggi (8% sampai 14%) akan meningkatkan nilai kekerasan disebabkan kandungan protein akan membentuk jaringan yang lebih padat. Savadkoohi et al. (2014) menambahkan penurunan kadar air dan peningkatan kadar protein akan mempengaruhi pembentukan gel yang mengakibatkan peningkatan sifat tekstur yang semakin keras. Kulit buah naga merah yang telah diteliti oleh Harivaindaran et al. (2008) dan Lourith dan Kanlayavattanakul (2013) dinyatakan mempunyai kemampuan sebagai
16 pewarna alami yang dihasilkan oleh pigmen warna merah pada kulit buah (Paull dan Duarte 2012). Hal ini yang menjadi dasar untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak kulit buah naga merah pada warna sosis. Hasil fisikokimia dilakukan pada warna sosis yang meliputi intensitas kecerahan (nilai L*), intensitas warna merah (nilai a*), intensitas warna kuning (nilai b*), dan nilai ºHUE yang menyatakan warna produk yang dihasilkan, terdapat pada Tabel 5. Intensitas kecerahan dan warna kuning nyata dipengaruhi oleh perlakuan penambahan ekstrak kulit buah naga merah (p<0.05), tetapi intensitas warna merah dan warna produk tidak dipengaruhi oleh perlakuan penambahan ekstrak kulit buah naga merah. Nilai derajat HUE sosis hasil penelitian ini berada pada rentang 58.83-62.85 yang menghasilkan warna produk merah kekuningan (ºHUE = 54º-90º). Totosaus (2009) menyatakan bahwa sosis yang ditambahkan pigmen alami betalain sebagai pewarna menghasilkan nilai ºHUE hampir sama dengan sosis dengan penambahan nitrat atau nitrit. Sosis daging sapi dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah memiliki nilai intensitas warna merah berkisar 4.78-6.82, dengan nilai intensitas warna merah sosis kontrol 4.46. Hal ini membuktikan bahwa perlakuan penambahan ekstrak kulit buah naga merah meningkatkan intensitas warna merah sosis daging sapi yang dihasilkan. Peningkatan intensitas warna merah ini disebabkan kulit buah naga merah mengandung zat warna alami penghasil warna merah. Menurut Jamilah et al. (2011) kulit buah naga merah mengandung pigmen betasianin yang menghasilkan zat warna merah alami. Pigmen betasianin ini merupakan hasil ekstraksi dari senyawa betalain (Harivaindaran et al. 2008) dan turunan dari asam betalamat (Daniel 2006). Pigmen ini mampu mempertahankan warna merah pada kondisi asam dengan rentang pH 4-7 (Jamilah et al. (2011), sehingga aplikasi yang dilakukan pada sosis pada penelitian dengan pH 5.72-5.80 tidak mempengaruhi nilai warna merah. Namun, intensitas warna merah sosis dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah ini cukup rendah disebabkan pigmen betasianin mempunyai stabilitas yang rendah yang mempengaruhi warna merah yang dihasilkan. Faridah et al. (2015) menyatakan stabilitas pigmen betasianin menurun seiring dengan meningkatnya suhu pemanasan yang diberikan pada kulit buah naga merah, 70 °C dan 100 °C. Penelitian lain yang berbeda menyatakan bahwa kulit buah naga merah menghasilkan stabilitas warna dari pigmen betasianin yang paling tinggi dengan pemanasan pada suhu 100 °C selama 5 menit (Harivaindaran et al. 2008). Sosis pada penelitian ini direbus pada suhu 60-65 °C selama 60 menit (Arief et al. 2014). Pengaruh pemanasan yang cukup lama akan mempengaruhi warna merah yang dihasilkan akibat terganggunya stabilitas betasianin (Harivaindaran et al. 2008). Pengaruh penambahan ekstrak kulit buah naga merah meningkatkan intensitas warna kuning sosis daging sapi yang dihasilkan. Sosis daging sapi dengan penambahan ekstrak kulit buah naga sebanyak 40% memiliki nilai warna kuning paling tinggi, sedangkan nilai paling rendah pada sosis kontrol (tanpa penambahan ekstrak). Menurut Woo et al. (2011), selain betasianin yang menghasilkan warna merah alami, pigmen betalain mengandung betaxantin yang mampu menghasilkan warna kuning alami. Selain itu, intensitas warna kuning pada sosis lebih tinggi dibanding warna merah disebabkan karena waktu pemanasan cukup lama yang dilakukan pada sosis mempengaruhi pigmen betasianin. Hal ini didukung oleh Herbach et al. (2004) yang menyatakan bahwa pengaruh waktu pemanasan dengan
17 suhu tinggi akan mendegradasi betasianin menjadi pigmen penghasil warna kuning. Ekstrak kulit buah naga merah yang ditambahkan pada sosis berbanding lurus dengan pigmen betasianin dan pemanasan yang dilakukan akan mengubah komposisi betasianin yang tinggi menjadi pigmen penghasil warna kuning yang tinggi. Ekstrak kulit buah naga merah menghasilkan kapasitas antioksidan dengan kandungan beberapa senyawa fitokimia yang berfungsi sebagai antioksidan. Hal ini menjadi dasar untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak kulit buah naga merah terhadap aktivitas antioksidan sosis daging sapi yang dihasilkan. Aktivitas antioksidan diidentifikasi melalui aktivitas penghambatan terhadap radikal bebas DPPH dan kapasitas anitoksidan, serta pengaruhnya terhadap kadar malonaldehida (MDA) yang dianalisis berdasarkan nilai TBARS. Hasil analisis tersebut terdapat pada Tabel 6. Aktivitas penghambatan sosis terhadap DPPH dinyatakan sebagai persentasi dan kapasitas antioksidan berupa data spektrofotometrik dinyatakan dengan mg ekuivalen vitamin C dalam 100 g berat kering sosis, serta nilai TBARS berupa data spektrofotometrik dinyatakan dengan mg dalam kg berat kering sosis. Tabel 6
Aktivitas penghambatan terhadap radikal bebas DPPH, kapasitas antioksidan, dan nilai TBARS sosis daging sapi dengan persentase penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda
Nilai TBARS Aktivitas penghambatan Kapasitas antioksidan terhadap DPPH (%) (EVC mg 100 g-1 BK sosis) (mg kg-1 BK sosis) 0% ekstrak 49.71 ± 0.61 D 108.77 ± 1.57 D 1.28 ± 0.04 a 20% ekstrak 54.76 ± 1.27 C 123.67 ± 3.31 C 1.23 ± 0.53 a 30% ekstrak 60.89 ± 1.08 B 137.49 ± 2.77 B 0.82 ± 0.10 a 40% ekstrak 72.94 ± 0.77 A 165.50 ± 1.93 A 0.77 ± 0.05 a Perlakuan
Huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0.01). Huruf kecil pada kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata (p<0.05).
Aktivitas antioksidan sosis daging sapi, baik aktivitas penghambatan terhadap DPPH maupun kapasitas antioksidan, sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan penambahan ekstrak kulit buah naga merah (p<0.01). Perlakuan penambahan ekstrak kulit buah naga merah meningkatkan aktivitas antioksidan sosis daging sapi. Nurliyana et al. (2010) menyatakan bahwa ekstrak kulit buah naga merah dengan konsentrasi lebih tinggi menghasilkan aktivitas penghambatan terhadap radikal bebas DPPH lebih tinggi. Aktivitas antioksidan paling tinggi terdapat pada sosis dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah 40%, dengan kapasitas antioksidannya sebesar 165.50 ± 1.93 mg 100 g-1 BK sosis dengan 72.94 % mampu menetralkan radikal bebas DPPH. Hal ini disebabkan keberadaan senyawa antioksidan dalam sosis dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah 40% lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya. Beberapa senyawa organik pada ekstrak kulit buah naga merah yang berfungsi sebagai antioksidan, seperti polifenol, mempengaruhi aktivitas antioksidan sosis. Senyawa polifenol, seperti flavonoid sangat berkorelasi dengan aktivitas antioksidan suatu sampel (Nurliyana et al. 2010). Ekstrak kulit buah naga merah yang diteliti oleh Wu et al. (2006) memiliki antioksidan yang tinggi karena kandungan fenoliknya lebih tinggi. Harivaindaran et al. (2008) dan Shofiati et al. (2014) menyatakan senyawa polifenol yang terdapat
18 pada kulit buah naga merah berbanding lurus dengan aktivitas penghambatan radikal bebas DPPH dan kapasitas antioksidan yang dihasilkan. Persentase penambahan ekstrak kulit buah naga merah yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap kadar MDA sosis daging sapi yang dianalisis berdasarkan nilai TBARS. Sosis dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah menghasilkan nilai TBARS lebih kecil dibandingkan sosis tanpa penambahan ekstrak kulit buah naga merah. Nilai ini berkorelasi dengan tingginya aktivitas antioksidan pada sosis tersebut sehingga mampu menghambat reaksi oksidasi pada sosis. Aktivitas antioksidan mempunyai korelasi dengan kandungan fenolik dalam kulit buah naga merah (Wu et al. 2006). Tingginya total senyawa fenolik pada ekstrak kulit buah naga merah yang diteliti oleh Nurliaya et al. (2010) disebabkan adanya kandungan flavonoid sehingga ekstrak dapat berfungsi sebagai antioksidan alami. Ganhào et al. (2011) menambahkan ekstrak buah yang kaya akan senyawa fenolik dan kandungan pigmen tinggi yang ditambahkan pada suatu produk mampu mempengaruhi nilai TBARS produk tersebut. Selain ekstrak kulit buah naga merah, bumbu-bumbu yang digunakan pada pengolahan sosis juga mengandung senyawa fenolik yang berfungsi sebagai antioksidan. Suryati et al. (2014) menyatakan bahwa bumbu-bumbu yang digunakan pada produk olahan daging, dendeng, seperti ketumbar dan bawang putih mempunyai kandungan senyawa fenolik tinggi sehingga dapat menurunkan kadar MDA pada dendeng tersebut. Senyawa fenolik berfungsi sebagai antioksidan dengan menyumbang atom hidrogen kepada radikal bebas sehingga membentuk turunan radikal fenolik yang lebih stabil (Jongberg et al. 2013). Selain berfungsi sebagai antioksidan, ekstrak kulit buah naga merah juga mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme atau berfungsi sebagai antimikroba. Analisis mikrobiologi sosis daging sapi dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah dilakukan untuk mengetahui pengaruh aktivitas penghambatan ekstrak kulit buah naga merah tersebut terhadap mikrobiologi sosis yang dihasilkan. Analisis mikrobiologi sosis ini dilihat berdasarkan angka lempeng total dan bakteri spesifik seperti Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Salmonella sp. Hasil analisis mikrobiologi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7
Hasil analisis mikrobiologi sosis daging sapi dengan persentase penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda
Perlakuan 0% ekstrak 20% ekstrak 30% ekstrak 40% ekstrak ---------------------------log cfu g-1--------------------------Angka lempeng total 2.94 ± 0.22 2.73 ± 0.53 2.65 ± 0.20 2.56 ± 0.14 Escherichia coli negatif negatif negatif negatif Salmonella sp. negatif negatif negatif negatif Staphylococcus aureus negatif negatif negatif negatif Peubah
Angka lempeng total sosis daging sapi tidak dipengaruhi oleh perlakuan penambahan ekstrak kulit buah naga merah. Namun, pengaruh penambahan ekstrak kulit buah naga merah mampu menurunkan angka lempeng total sosis daging sapi. Angka lempeng total sosis daging sapi yang ditambahkan ekstrak kulit buah naga
19 merah juga lebih rendah dibanding angka lempeng total daging sapi yang digunakan pada pembuatan sosis (angka lempeng total daging awal 2.77 log cfu g-1). Penurunan angka lempeng total pada sosis dipengaruhi oleh senyawa antibakteri yang terdapat pada ekstrak kulit buah naga merah. Salah satu senyawa organik yang mempunyai kemampuan menghambat aktivitas bakteri adalah tanin (Rohin et al. 2012). Senyawa organik, tanin, terdapat pada ekstrak kulit buah naga merah yang digunakan pada penelitian berdasarkan hasil uji kualitatif fitokimia. Senyawa organik tersebut mampu menembus membran sel bakteri sehingga pertumbuhannya terhambat (Tenore et al. 2012). Bakteri E. coli, S. aureus, dan Salmonella sp. tidak ditemukan pada hasil analisis mikrobiologi sosis daging sapi baik sosis dengan penambahan maupun tanpa penambahan ekstrak kulit buah naga merah. Jumlah bakteri E. coli yang terdapat pada daging sapi yang digunakan (1.67 log cfu g-1) semakin menurun apabila dibandingkan dengan sosis daging sapi yang dihasilkan. Penurunan jumlah bakteri ini disebabkan oleh perlakuan panas yang diberikan pada sosis saat perebusan. Bakteri E. coli hanya mampu tumbuh pada suhu 7-50 ºC (Adams dan Moss 2008). Bakteri S. aureus dan Salmonella sp. tidak ditemukan pada produk ini salah satunya disebabkan kedua bakteri ini tidak ditemukan pada daging yang digunakan pada penelitian ini. Selain itu, faktor perlakuan panas yang diberikan pada sosis dan nilai pH sosis yang dihasilkan juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri Salmonella sp.. Bakteri Salmonella sp. tidak dapat tumbuh pada pemanasan suhu tinggi 65-74 ºC (Jay 2012) dan bakteri S. aureus hanya mampu tumbuh pada suhu 7-48 ºC serta tumbuh optimum pada suhu 37 ºC (Adams dan Moss 2008). Nilai pH sosis yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 5.72 sampai 5.80, sedangkan Salmonella sp. hanya dapat tumbuh ideal pada pH 6.5 sampai 7.5 (Jay 2012). Karakteristik Sosis dengan Penambahan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah Selama Penyimpanan Dingin Sosis daging sapi dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah sebesar 40% memiliki karakteristik fisik lebih baik (nilai tekstur lebih kecil, intensitas warna merah lebih tinggi), aktivitas antioksidan lebih tinggi (aktivitas penghambatan terhadap radikal bebas DPPH dan kapasitas antioksidan lebih tinggi), dan nilai TBARS lebih rendah), serta keberadaan mikroba lebih rendah (angka lempeng total lebih sedikit). Penambahan ekstrak kulit buah naga merah 40% pada sosis daging sapi dipilih sebagai sosis dengan karakteristik terbaik. Sosis daging sapi tersebut selanjutnya dianalisis stabilitasnya selama penyimpanan di suhu dingin (4-8 °C). Analisis yang dilakukan meliputi nilai pH, aw, stabilitas emulsi, angka lempeng total, aktivitas penghambatan terhadap radikal bebas DPPH dan kapasitas anitoksidan, serta nilai TBARS. Hasil analisis terhadap karakteristik sosis daging sapi tersebut terdapat pada Tabel 8. Hasil analisis sosis daging sapi yang tedapat pada Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai pH dan aw sangat nyata dipengaruhi oleh penyimpanan dingin (p<0.01). Pengaruh perlakuan penyimpanan suhu dingin selama 20 hari menurunkan nilai pH dan aw sosis daging sapi. Penurunan nilai pH dan aw sosis selama penyimpanan dingin disebabkan karena pertumbuhan mikroorganisme semakin meningkat
20 Tabel 8 Hasil analisis sosis daging sapi dengan persentase penambahan ekstrak kulit buah naga merah 40% selama penyimpanan dingin Parameter pH aw Stabilitas emulsi (%) Angka lempeng total (log cfu g-1) Nilai TBARS (mg kg-1 BK sosis) Aktivitas penghambatan DPPH (%) Kapasitas antioksidan (mg EVC 100 g-1 BK sosis)
0 5.86 ± 0.04A 0.89 ± 0.00A 100.00 ± 0.00a 2.91 ± 0.35C
Penyimpanan hari ke5 10 15 5.82 ± 0.02AB 5.82 ± 0.02AB 5.81 ± 0.02B 0.85 ± 0.01B 0.84 ± 0.00C 0.82 ± 0.00D 100.00 ± 0.00a 100.00 ± 0.00a 100.00 ± 0.00a 3.24 ± 0.03BC 3.59 ± 0.50B 5.05 ± 0.09A
2.00 ± 0.37D
3.25 ± 0.21C
5.46 ± 0.58A
42.77 ± 3.40A
32.31 ± 1.76B
29.95 ± 2.96B
182.54 ± 18.29A
133.42 ± 8.15B
124.00 ± 11.34B
Huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0.01). Huruf kecil pada baris yang sama menunjukkan tidak beda nyata (p<0.05).
2.71 ± 0.06C 17.76 ± 5.86C 81.08 ± 11.21C
20 5.67 ± 0.03C 0.82 ± 0.00D 100.00 ± 0.00a 5.25 ± 0.09A 4.27 ± 0.39B 14.03 ± 3.09C 55.59 ± 10.86D
21 selama penyimpanan. Abdalhai et al. (2014) menyatakan bahwa pertumbuhan mikroorganisme akan mempengaruhi karakteristik fisikokimia produk, seperti pH dan aw. Penurunan nilai pH sosis yang disimpan selama empat minggu pada suhu dingin juga dihasilkan pada penelitian yang dilakukan oleh Jin et al. (2015) dengan penambahan ekstrak Caesalpinia sappan L. sebagai bahan adiktif alami. Penelitian lain yang dilakukan oleh El-Nashi et al. (2015) pada sosis daging sapi yang dengan penambahan kulit buah delima selama penyimpanan dingin 12 hari menghasilkan nilai pH yang semakin menurun. Hal ini dikaitkan dengan adanya pemecahan glikogen hingga membentuk asam laktat pada sosis. Penurunan nilai aw sosis daging sapi terjadi sampai pada penyimpanan hari ke-15 dan nilai stabil pada hari ke-20. Penurunan nilai aw juga terjadi pada sosis yang ditambahkan ekstrak rosmarin selama penyimpanan dingin selama 100 hari (Bowser et al. 2014). Penelitian lain yang dilakukan oleh Andrés et al. (2006), pada sosis dengan perlakuan penambahan lemak yang rendah menghasilkan nilai aw yang menurun selama penyimpanan dingin 28 hari. Karakteristik fisik lainnya pada sosis daging sapi adalah stabilitas emulsi yang baik (100%) selama 20 hari penyimpanan dingin. Stabilitas emulsi yang baik selama penyimpanan dingin ini disebabkan adanya penambahan STPP pada adonan sosis daging sapi yang mampu meningkatkan kemampuan protein untuk mengikat lemak dan air (Andrés et al. 2006). Angka lempeng total sosis daging sapi sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan penyimpanan suhu dingin selama 20 hari (p<0.01). Angka lempeng total sosis daging sapi pada penyimpanan hari ke-15 dan ke-20 pada hasil uji statistik tidak berbeda. Pengaruh perlakuan penyimpanan suhu dingin selama 20 hari meningkatkan angka lempang total sosis daging sapi. Namun, nilai angka lempeng total sosis daging sapi yang disimpan pada suhu dingin selama 20 hari masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh BSN (1995) mengenai sosis daging yaitu maksimal 105 koloni g-1 atau 5 log cfu g-1. Angka total lempeng total yang dapat dipertahan sosis daging sapi selama penyimpanan dingin dipengaruhi oleh senyawa antibakteri pada ekstrak kulit buah naga merah sehingga pertumbuhan bakteri dapat dihambat. Senyawa antibakteri pada ekstrak kulit buah naga merah yang mampu menghambat aktivitas bakteri adalah tanin (Rohin et al. 2012), terpenoid (Nurmahani et al. 2012), dan saponin (Amalia et al. 2014). Senyawa antibakteri tersebut mampu menembus sitoplasma bakteri sehingga pertumbuhan bakteri terhambat (Tenore et al. 2012). Peningkatan populasi bakteri selama penyimpanan dingin 60 hari juga dihasilkan pada penelitian Bostan dan Mahan (2011) dengan perlakuan penambahan bahan alami, kitosan. Namun, penambahan pengawet alami, 0.3% plantarisin IIA-1A5, yang dilakukan oleh Kia et al. (2016) mampu mempertahankan kualitas produk olahan daging sampai 20 jam pada suhu kamar, sama dengan kemampuan penambahan 0.3% nitrit. Bostan dan Mahan (2011) dan Andrés et al. (2006) menambahkan jenis bakteri yang umum ditemukan pada produk selama penyimpanan dingin adalah bakteri psikotropik, bakteri yang mampu tumbuh pada suhu dingin. Nilai TBARS sosis daging sapi selama penyimpanan berkisar 2.00-5.46 mg -1 kg BK sosis. Menurut Wójciak et al. (2015), nilai TBARS sebagai indikator ketengikan pada sosis adalah 1.0-2.0 mg kg-1. Apabila kadar air sosis daging sekitar 67% (BSN 1995), maka nilai TBARS tersebut setara dengan 3.03-6.06 mg kg-1 BK
22 sosis. Berdasarkan nilai TBARS tersebut maka nilai TBARS sosis daging sapi dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah pada penyimpanan dingin hari ke-5 memiliki nilai TBARS melebihi indikator ketengikan. Hal ini menyebabkan sosis tidak dapat disimpan lebih lama pada suhu dingin yang kemungkinan disebabkan senyawa antioksidan tidak dapat bekerja pada kondisi tersebut. Nilai TBARS sosis daging sapi sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan penyimpanan dingin selama 20 hari (p<0.01). Pengaruh perlakuan penyimpanan suhu dingin sampai hari ke-10 meningkatkan nilai TBARS sosis daging sapi. Namun, nilai TBARS sosis daging sapi menurun pada penyimpanan suhu dingin hari ke-15. Peningkatan nilai TBARS sosis daging sapi selama 10 hari penyimpanan dingin mungkin disebabkan kemasan sosis yang digunakan bukan kemasan vakum sehingga oksigen dalam kemasan mampu mempercepat reaksi oksidasi lipida selama penyimpanan. Menurut Hur et al. (2013) produk dengan kemasan vakum menghasilkan nilai TBARS lebih rendah selama penyimpanan 7 hari dibanding produk dengan kemasan biasa (ziplock) disebabkan kandungan oksigen lebih rendah pada produk dalam kemasan vakum. Penurunan nilai TBARS sosis daging sapi pada hari ke-15 mungkin disebabkan kandungan senyawa fenol dan flavonoid pada ekstrak kulit buah naga merah yang berfungsi sebagai antioksidan. Senyawa antioksidan seperti fenolik pada kulit buah naga merah mampu menghambat reaksi oksidasi (Wu et al. 2006) dengan mendonorkan atom hidrogen kepada radikal bebas sehingga membentuk ikatan yang lebih stabil (Jongberg et al. 2013). Menurut Jayawardana et al. (2015) penurunan nilai TBARS sosis yang ditambahkan daun Moringa oleifera selama penyimpanan dingin disebabkan penghambatan oksidasi lemak oleh daun Moringa oleifera yang mengandung polifenol yang memiliki efek antioksidan. Georgantelis et al. (2007) menambahkan penurunan nilai TBARS mungkin disebabkan adanya proses penguraian MDA oleh bakteri, seperti Pseudomonas dan enterobacteria yang mampu memanfaatkan senyawa karbonil pada proses metabolisme. Bakteri Pseudomonas tidak diuji pada sosis daging sapi ini, tetapi sosis terlihat berlendir pada penyimpanan suhu dingin hari ke-15. Penampakan lendir pada produk daging tersebut menunjukkan keberadaan dan kerusakan produk akibat bakteri Pseudomonas (Lawrie dan Ledward 2006). Peningkatan nilai TBARS sosis daging sapi pada hari ke-20 disebabkan kandungan senyawa antioksidan yang semakin menurun sehingga tidak mampu menghambat proses oksidasi lemak yang terjadi pada sosis. Aktivitas antioksidan sosis daging sapi, baik aktivitas penghambatan terhadap DPPH maupun kapasitas antioksidannya, sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan penyimpanan dingin selama 20 hari (P<0.01). Aktivitas antioksidan sosis daging sapi semakin menurun selama penyimpanan suhu dingin. Penurunan aktivitas antioksidan ini disebabkan adanya penghambatan terhadap radikal bebas yang dilakukan oleh senyawa antioksidan pada sosis daging sapi, baik dari ekstrak kulit buah naga merah yang ditambahkan maupun bumbu yang digunakan. Senyawa fenolik sebagai antioksidan mampu menyumbang atom hidrogen kepada radikal bebas sehingga membentuk turunan yang lebih stabil dan mempengaruhi nilai TBARS (Ganhão et al. 2011 dan Jongberg et al. 2013). Penurunan aktivitas antioksidan pada sosis daging sapi mungkin disebabkan juga oleh penurunan aktivitas antioksidan ekstrak kulit buah naga selama penyimpanan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ali et al. (2013) menunjukkan penurunan aktivitas antioksidan
23 buah naga selama penyimpanan dingin akibat adanya produksi panas akibat respirasi yang tinggi sehingga terjadi kerusakan struktur sel selama penyimpanan dingin.
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) efektif sebagai antibakteri dan antioksidan alami dengan kandungan senyawa fitokimia yang dimiliki ekstrak tersebut. Penambahan ekstrak kulit buah naga merah pada sosis daging sapi efektif dalam meningkatkan aktivitas antioksidan, menurunkan nilai TBARS, dan menurunkan angka lempeng total. Penambahan ekstrak kulit buah naga merah sampai 40% belum efektif dalam meningkatkan intensitas warna merah sosis daging sapi. Pada penyimpanan dingin selama 20 hari, penambahan ekstrak kulit buah naga merah pada sosis daging sapi efektif mempertahankan jumlah angka lempeng total, tetapi belum efektif menurunkan atau mempertahankan nilai TBARS. Saran Ekstraksi senyawa bioaktif tertentu pada kulit buah naga merah perlu dilakukan untuk mengetahui efektivitas ekstrak tersebut pada suatu produk tertentu, seperti sebagai pewarna alami atau yang lainnya.
5 DAFTAR PUSTAKA Abdalhai MH, Bashari M, Lagnika C, He Q, Sun X. 2014. Effect of ultrasound treatment prior to vacuum and modified atmosphere packaging on microbial and physical characteristics of fresh beef. J Food & Nutr Resh. 2(6):312320.doi:10.12691/jfnr-2-6-8. Adams MR, Moss MO. 2008. Food Microbiology. Ed ke-3. Cambridge (UK): RSC Publishing. Adnan L, Osman A, Hamid AA. 2011. Antioxidant activity of different extracts of red pitaya (Hylocereus polyrhizus) seed. Int J Food Prop. 14:11711181.doi:10.1080/10942911003592787. Ali A, Zahid N, Manickam S, Siddiqui Y, Alderson PG. 2014. Double layer coatings: a new technique for maintaining physico-chemical characteristics and antioxidant properties of dragon fruit during storage. Food & Bioprocess Tech. 7:2366-2374.doi:10.1007/s11947-013-1224-3. Amalia S. Wahdaningsih S, Untari EK. 2015. Antibacterial activity testing of nhexane fraction of red dragon (Hylocereus polyrhizus Britton & Rrose) fruit peel on Staphylococcus aureus ATCC 25923. Traditional Med J. 19(2):9196. Aminlari M, Shekarforoush SS, Gheisari HR, Golestan L. 2009. Effect of actinidin on the protein solubility, water holding capacity, texture, electrophoretic
24 pattern of beef, and on the quality attributes of a sausage product. J Food Sci. 74(3):221-226.doi:10.1111/j.1750-3841.2009.01087.x. Andrés SC, Garcı́a ME, Zaritzky NE, Califano AN. 2006. Storage stability of lowfat chicken sausages. J Food Engineering. 72:311-319.doi:10.1016/j.jfood eng.2004.08.043. [AOAC] Association Official Analitycal Chemistry. 2005. Official Method of Analysis. Ed ke-18. Maryland (US): AOAC Inc. Arief II, Budiman C, Jenie BSL, Andreas E, Yuneni A. 2015. Plantaricin IIA-1A5 from Lactobacillus plantarum IIA-1A5 displays bactericidal activity against Staphylococcus aureus. Beneficial Microbes. 6(4):603-613.doi:10.3920/BM 2014.0064. Arief II, Suryati T. Afiyah DN, Wardhani DP. 2014. Physicochemical and organoleptic of beef sausages with teak leaf extract (Tectona grandis) addition as preservative and natural dye. Int Food Res J. 21(5):2033-2042. Ayadi MA, Kechaou A, Makni I, Attia H. 2009. Influence of carrageenan addition on turkey meat sausages properties. J of Food Engineering. 93:278283.doi:10.1016/j.jfoodeng.2009.01.033. Baer AA, Dilger AC. 2014. Effect of fat quality on sausage processing, texture, and sensory characteristics. Meat Sci. 96:1242-1249. Baxter H, Harbone JB, Moss GP. 1998. Phytochemical Dictionary: A Handbook of Bioactive Compounds from Plants. London (UK): CRC Pr. Bostan K, Mahan FI. 2011. Microbiological quality and shelf-life of sausage treated with chitosan. J Fac Vet Med. 37(2)117-126. Bowser TJ, Mwavita M, Al-Sakini A, McGlynn W, Maness NO. 2014. Quality and shelf life of fermented lamb meat sausage with rosemary extract. The Open Food Sci J. 8:22-31. [BSN] Badan Standar Nasional. 1995. Sosis Daging (SNI 01-3820-1995). Jakarta (ID): Badan Standar Nasional. Charyulu EM, Gnanamani A. 2010. Condition stabilization for Pseudomonas aeruginosa MTCC 5210 to yielad high titers of extra cellular antimicrobial secondary metabolite using esponse surface methodology. Current Resh Bacteriology. 3(4):197-213. Choi J, Kang O, Lee Y, Chae H, Oh Y, Brice O, Kim M, Sohn D, Kim H, Park H, Shin D, Rho J, Kwon D. 2011. In vitro and in vivo antibacterial activity of punica granatum peel ethanol extract against Salmonella. Evidence-Based Complementary & Alternative Med. 1-8.doi:10.1093/ecam/nep105. Daniel M. 2006. Medicinal Plants-Chemistry and Properties. New Delhi (IN): Oxford & IBH Publishing Co. Pvt. Ltd. El-Nashi HB, Fattah AFAKA, Rahman NRA, El-Razik A. 2015. Quality characteristics of beef sausage containing pomegranate peels during refrigerated storage. Annals Agric Sci. 60(2):403-412.doi:10.1016/j.aoas. 2015.10.002. Faridah A, Holinesti R, Syukri D. 2015. Betalains from red pitaya peel (Hylocereus polyrhizus): extraction, spectrophotometric and HPLC-DAD identification, bioactivity and toxicity screening. Pakistan J Nutr. 14(12):976-982. [FDA] Food and Drug Administration. 1998. Bacteriological Analytical Manual. Ed ke-8. Arlington (US): AOAC Inc.
25 Fidrianny I, Sahar NA, Ruslan KW. 2014. Evaluation of antioxidant activities from various extracts of sweet orange peels using DPPH, FRAP assays and correlation with phenolic, flavonoid, carotenoid content. Asian J Pharma & Clin Resh. 7(3):186-190. Ganhào R, Estévez M, Morcuende D. 2011. Suitability of the TBA method for assessing lipid oxidation in a meat system with added phenolic-rich materials Food Chem. 126:772-778.doi:10.1016/j.foodchem.2010.11.064. Georgantelis D, Ambrosiadis I, Katikou P, Blekas G, Georgakis SA. 2007. Effect of rosemary extract, chitosan and alpha-tocopherol on microbiological parameters and lipid oxidation of fresh pork sausages stored at 4 ºC. Meat Sci. 76:172-181.doi:10.1016/j.meatsci.2006.10.026. Harivaindaran KV, Rebecca OPS, Chandran S. 2008. Study of optimal temperature, pH and stability of dragon fruit (Hylocereus polyrhizus) peel for use as potential natural colorant. Pakistan J Biol Sci. 11(18):2259-2263. Herbach KM, Stintzing FC, Carle R. 2004. Impact of thermal treatment on color and pigment pattern of red beet (Beta vulgaris L.) preparations. Food Sci. 69(6):491-498. Honikel KO. 2008. The use and control of nitrate and nitrite for processing of meat products. Meat Sci. 78:68-76.doi:10.1016/j.meatsci.2007.05.030. Hur SJ, Jin SK, Park JH, Jung SW, Lyu HJ. 2013. Effect of modified atmosphere packaging and vacuum packaging on quality characteristics of low grade beef during cold storage. Asian-Australas J Anim Sci. 26(12):1781-1789.doi:10. 5713/ajas.2013.13225. Jamilah B, Shu CE, Kharidah M, Dzulkifly MA, Noranizan A. 2011. Physicochemical characteristics of red pitaya (Hylocereus polyrhizus) peel. Int Food Resh J. 18:279-286. Jay JM. 2012. Modern Food Microbiology. Ed ke-6. Gaithersburg (GER): Aspen Publisher Inc. Jayawardana BC, Liyanage R, Lalantha N, Iddamalgoda S, Weththasinghe P. 2015. Antioxidant and antimicrobial activity of drumstick (Moringa oleifera) leaves in herbal chicken sausages. LWT-Food Sci & Techn. 64:1204-1208.doi:10. 1016/j.lwt.2015.07.028. Jin S, Ha S, Choi J. 2015. Effect of Caesalpinia sappan L. extract on physicochemical properties of emulsion-type pork sausage during cold storage. Meat Sci. 110:245-252.doi:10.1016/j.meatsci.2015.08.003. Jongberg S, Torngren MA, Gunvig A, Skibsted LH, Lund MN. 2013. Effect of green tea or rosemary extract on protein oxidation in Bologna type sausages prepared from oxidatively stressed pork. Meat Sci. 93:538-546.doi:10.1016/ j.meatsci.2012.11.005. Kia KW, Arief II, Sumantri C, Budiman C. 2016. Plantaricin IIA-1A5 from Lactobacillus plantarum IIA-1A5 retards pathogenic bacteria in beef meatball stored at room temperature. Am J Food Tech. 11(1-2):37-43.doi:10. 3923/ajft.2016.37.43. Kumar Y, Yadav DN, Ahmad T, Narsaiah K. 2015. Recent trends in the use of natural antioxidants for meat and meat product. Comprehensive Reviews in Food Sci & Food Safety. 14:796-812.doi:10.1111/1541-4337.12156. Lawrie RA, Ledward DA. 2006. Lawrie’s Meat Science. Ed ke-7. England (UK): CRC Press.
26 Lourith N, Kanlayavattanakul M. 2013. Antioxidant and stability of dragon fruit peel colour. Agro Food Industry Hi-Tech. 24(3):56-58. Luo H, Cai Y, Peng Z, Liu T, Yang S. 2014. Chemical composition and in vitro evaluation of the cytotoxic and antioxidant activities of supercritical carbon dioxide extracts of pitaya (dragon fruit) peel. Chem Central J. 8(1):2-7.doi:10. 1186/1752-153X-8-1. Matjjik AA, Sumertajaya IM. 2013. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID): IPB Pr. Nurliyana R, Syed ZI, Mustapha SK, Aisyah MR, Kamarul RK. 2010. Antioxidant study of pulps and peels of dragon fruits: a comparative study. Int Food Resh J. 17:367-375. Nurmahani MM, Osman A, Abdul HA, Mohamad GF, Pak DMS. 2012. Short communication: Antibacterial property of Hylocereus polyrhizus and Hylocereus undatus peel extracts. Int Food Resh J. 19(1):77-84. Nurul H, Alistair TLJ, Lim HW, Noryati I. 2010. Quality characteristics of Malaysian commercial beef frankfurters. Int Food Resh J. 17:469-476. Paull RE, Duarte O. 2012. Tropical Fruits. Volume ke-2. Wallingford (UK): CABI. Rohim MAK, Bakar A, Ali AM. 2012. Antibacterial activity of flesh and peel methanol fractions of red pitaya, white pitaya and papaya on selected food microorganisms. Int J Pharmacy & Pharmaceutical Sci. 4(3):185-190. Savadkoohi S, Hoogenkamp H, Shamsi K, Farahnaky A. 2014. Color, sensory and textural attributes of beef frankfurter, beef ham and meat-free sausage containing tomato pomace. Meat Sci. 97:410-418.doi: 10.1016/j.meatsci. 2014.03.017. Shofiati A, Andriani MAM, Anam C. 2014. Kajian kapasitas antioksidan dan penerimaan sensoris the celup kulit buah naga (pitaya fruit) dengan penambahan kulit jeruk lemon dan stevia. Teknosains Pangan 3(2):5-13. Sun S, Singh RP, O’ Mahony M. 2004. Quality of meat products during refrigerated and ultra-chilled storage. J Food Quality. 28:30-45. Suryati T, Astawan M, Lioe HN, Wresdiyati T, Usmiati S. 2014. Nitrite residue and malonaldehyde reduction in dendeng-Indonesian dried meat-influenced by spices, curing methods and precooking preparation. Meat Sci. 96:14031408.doi:10.1016/j.meatsci.2013.11.023. Tahany MAA, Hegazy AK, Sayed AM, Kabiel HF, El-Alfy T, El-Komy SM. 2010. Study on combined antimicrobial activity of some biologically active constituents from wild Moringa peregrine Forssk. J Yeast and Fungal Resh. 1(1):015-024. Tahera J, Feroz F, Senjuti JD, Das KK, Noor R. 2014. Demonstration of antibacterial activity of commonly available fruit extracts in Dhaka, Bangladesh. Am J Microbiological Resh. 2(2):68-73.doi:10.12691/ajmr-2-2-5. Tangkanakul P, Auttaviboonkul P, Niyomwit B, Lowvitoon N, Charoenthamawat P, Trakoontivakorn G. 2009. Antioxidant capacity, total phenolic content and nutritional composition of Asian foods after thermal processing. Int Food Resh J. 16:571-580. Tarladgis BG, Watts BM, Younathan MT, Dugan Jr L. 1960. A distillation method for the quantitative determination of malonaldehyde in rancid foods. J the Am Oil Chemists Society. 37:44-48.
27 Tenore GC, Novellino E, Basile A. 2012. Nutraceutical potential and antioxidant benefits of red pitaya (Hylocereus polyrhizus) extracts. J Functional Food. 4:129-136.doi:10.1016/j.jff.2011.09.003. Totosaus A. 2009. Handbook of Processed Meats and Poultry Analysis: Colorants. Nollet LML, Toldrà F, editor. New York (US): CRC Pr. Wójciak KM, Karwowska M, Dolatowski ZJ. 2015. Fatty acid profile, color and lipid oxidation of organic fermented sausage during chilling storage as influenced by acid whey and probiotic strains addition. Sci Agric. 72(2):124131. doi: 10.1590/0103-9016-2014-0110. Woo KK, Ngou FH, Ngo LS, Soong WK, Tang PY. 2011. Stability of betalain pigment from red dragon fruit (Hylocereus polyrhizus). Am J Food and Techology. 6:140-148.doi:10.3923/ajft.2011. Wu L, Hsu H, Chen Y, Chiu C, Lin Y, Ho JA. 2006. Antioxidant and antiproliferative activities of red pitaya. Food Chem. 96:319327.doi:10.1016/j.foodchem.2005.01.002. Youssef MK, Barbut S. 2010. Physicochemical effects of the lipid phase and protein level on eat emulsion stability, texture, and microstructure. J Food Sci. 75(2):108-114.doi:10.1111/j.1750-3841.2009.01475.x. Zobra O, Gokalp HY, Yetim H, Ockerman HW. 1933. Model system evaluations of the effects of different levels of K2HPO4, NaCl and oil temperature on emulsion stability and viscosity of fresh and frozen Turkish style meat emulsion. Meat Sci. 34(2):145-161.doi:10.1016/0309-1740(93)90024-C.
28
LAMPIRAN
29 Lampiran 1 Contoh hasil analisis ragam kadar air sosis daging sapi dengan persentase penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda Sumber keragaman Perlakuan Kelompok Galat Total
db 3 2 6 11
JK 2.314 6.945 11.255 20.515
KT 0.771 3.473 1.876
F hit 0.41*
P-value 0.751
Tanda * menunjukkan hasil analisis tidak berbeda nyata (p>0.05)
Lampiran 2 Contoh hasil analisis ragam intensitas warna kuning sosis daging sapi dengan persentase penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda Sumber keragaman Perlakuan Kelompok Galat Total
db 3 2 6 11
JK 26.765 10.387 3.335 40.486
KT 13.382 3.462 0.556
F hit 6.23*
P-value 0.028
Tanda * menunjukkan hasil analisis berbeda nyata (p<0.05)
Lampiran 3 Contoh hasil analisis ragam kapasitas antioksidan sosis daging sapi dengan persentase penambahan ekstrak kulit buah naga merah berbeda Sumber keragaman Perlakuan Kelompok Galat Total
Db 3 2 6 11
JK 5243.39 10.33 39.37 5293.09
KT 1747.80 5.27 6.56
Tanda * menunjukkan hasil analisis berbeda sangat nyata (p<0.01)
F hit 266.36*
P-value 0.000
30
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Maret 1991 di Kabanjahe, Sumatera Utara. Penulis adalah anak dari pasangan Bapak Manindar Manihuruk dan Ibu Puriska Sihombing. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara, dengan kakak Wanny Setia Manihuruk dan adik Roberd Mulyadi Manihuruk. Penulis memperoleh gelar sarjana pada tahun 2013 sebagai Sarjana Peternakan lulusan Institut Pertanian Bogor di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2014 sebagai mahasiswa Pascasarjana di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Penulis merupakan salah satu penerima Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) Fresh Graduate tahun 2014. Penulis juga memperoleh beasiswa penelitian dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan, Kementrian Keuangan, Republik Indonesia untuk Beasiswa Tesis tahun 2016. Penulis juga berpartisipasi dalam Internasional Seminar on Animal Industry yang diadakan oleh Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor tahun 2015 sebagai panitia.