POLA PENGASUHAN ANAK PADA KELUARGA PETANI MELAYU DI DESA PUSAKA KECAMATAN TEBAS KABUPATEN SAMBAS Purnasari, Yohanes Bahari dan Amrazi Zakso Program Pendidikan Sosiologi FKIP Universitas Tanjung Pura, Pontianak email:
[email protected] ABSTRACT:The Child Caring In Malay Farmers Family At Pusaka Village Sub Tebas Sambas district. Work as farmers occupied by the parents are nearly 9 hours in the fields and have 2-6 children within itself. The research aims to analyze and determine the child caring was applied Malay farmers family in the village and its influence on social behavior of youth. Form of this research is qualitative research with phenomenology method. Data collection techniques used are interviews, observation, and documentation, while the means of data collection is the interview guide, observation sheets and documentation. Data analysis in this study is qualitative analysis. The results: There are 2 child caring was applied In Malay Farmers Family At Pusaka Village that is democratic and authoritarian. In democratic family, problem solved with the rebuke, explaining and consequences, thus produced a confident teenager, feel welcome in society, cooperate, friendly, always wanted to know. While the authoritarian family, problem solving colored with scold parents even hitting and never give congratulations and gifts if children perform so as to produce a timid teenager, shy, insecure and easily offended. Keywords: Child Caring, Malay farmers Family, children's education ABSTRAK:Pola pengasuhan anak pada keluarga petani Melayu di Desa Pusaka Kecamatan Tebas Kabupaten Sambas. Pekerjaan sebagai petani ditekuni orang tua yang hampir 9 jam di sawah dan memiliki 2-6 anak diasuh sendiri. Penelitian bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui tipe pola asuh yang diterapkan keluarga petani Melayu di desa Pusaka serta pengaruhnya terhadap perilaku sosial remaja. Bentuk penelitian ini penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi sedangkan alat pengumpulan data yaitu panduan wawancara, lembar observasi serta studi dokumentasi. Analisis datanya adalah analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan:Pola pengasuhan yang diterapkan oleh keluarga petani Melayu di desa Pusaka ada 2 yaitu demokratis dan otoriter. Pada keluarga demokratis, masalah diselesaikan dengan menegur, menjelaskan serta konsekuensi sebagai hukuman, sehingga menghasilkan remaja yang percaya diri, merasa diterima di masyarakat, bekerja sama, bersahabat, selalu ingin tahu. Sedangkan pada keluarga yang otoriter, pemecahan masalah diwarnai dengan kebiasaan orang tua marah bahkan memukul dan tidak pernah memberikan ucapan selamat serta hadiah jika anak berprestasi sehingga menghasilkan remaja yang penakut, pemalu, tidak percaya diri dan mudah tersinggung. Kata kunci: Pola Pengasuhan Anak, Keluarga petani Melayu, pendidikan anak
M
anusia selama hidupnya selalu akan mendapat pengaruh dari keluarga, sekolah dan masyarakat luas. Ketiga lingkungan tersebut sering disebut sebagai tripusat pendidikan, yang akan mempengaruhi manusia secara bervariasi. Seperti diketahui, setiap bayi manusia dilahirkan dalam lingkungan keluarga tertentu, yang merupakan lingkungan pendidikan terpenting sampai anak mulai masuk taman kanak- kanak ataupun sekolah. Oleh karena itu keluarga sering dipandang sebagai lingkungan pendidikan pertama dan utama. Untuk mengetahui definisi pendidikan dalam perspektif kebijakan, telah dirumusan secara formal dan operasional, sebagaimana termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, yakni: ”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.” Lingkungan keluarga merupakan pusat pendidikan yang penting dan menentukan, karena itu tugas pendidikan adalah mencari cara membantu para ibu dalam tiap keluarga agar dapat mendidik anak-anaknya dengan optimal. Pada lembaga primer inilah seorang anak mengalami apa yang disebut dengan pengasuhan Keberhasilan seorang anak dalam hubungan sosialnya tergantung pada pola pengasuhan yang diterapkan orang tua dalam keluarga Pada umumnya pengasuhan diwujudkan dalam bentuk merawat, memelihara, mendidik, dan membimbing anak. Sikap, perilaku dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anak yang kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak.Anak- anak yang biasanya turut serta dalam mengerjakan pekerjaan di dalam keluarganya, dengan sendirinya mengalami dan mempraktekkan bermacam- macam kegiatan yang amat bermanfaat bagi pendidikan watak dan budi pekerti seperti kejujuran, keberanian, tenggang rasa dan sebagainya. Pola asuh untuk pembentukan kepribadian anak yang baik adalah pola asuh orang tua yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi orang tua juga mengendalikan anak. Sehingga anak yang hidup dalam masyarakat, bergaul dengan lingkungan serta mendapatkan pengaruh-pengaruh dari luar yang mungkin dapat merusak kepribadian, akan dapat dikendalikan oleh orang tua dengan menerapkan sikap-sikap yang baik dalam keluarga serta contoh atau tauladan dari orang tua. Kondisi dan latar belakang keluarga, pekerjaan, pendidikan, tingkat ekonomi, suku dan budaya merupakan beberapa factor penerapan pola asuh dalam keluarga sehingga perilaku dan kepribadian yang terbentuk tiap individu akan berbeda. Desa Pusaka merupakan desa multicultural dan etnis melayu menjadi mayoritas, dengan mata pencaharian sebagai petani. Pekerjaan sebagai petani ditekuni oleh seluruh anggota keluarga khususnya ayah dan ibu.. Selengkapnya data disajikan dalam tabel 1.1 dan table 1.2 berikut:
TABEL 1.1: Data penduduk desa Pusaka berdasarkan etnis sampai dengan Juni 2012 Etnis Jumlah % No (orang) 1 Melayu 2215 88,1% 2 Tionghoa 223 8,87% 3 Jawa 65 2,58% 4 Bugis 11 0,43% Jumlah 2514 100% Sumber: Arsip Kantor Desa Pusaka Kecamatan Tebas TABEL 1.2: Data penduduk desa Pusaka berdasarkan pekerjaan sampai dengan Juni 2012 No Pekerjaan Jumlah Persentase (orang) (%) 1 Petani 1385 59,85 2 PNS (Guru, TNI dan POLRI) 56 2,42 3 Pelajar dan Mahasiswa 890 38,46 Jumlah 2314 100 Sumber: Arsip Kantor Desa Pusaka Kecamatan Tebas Kabupaten Sambas TABEL 1.3: Data penduduk (pelajar dan mahasiswa) desa pusaka dilihat dari aspek pendidikan sampai dengan Juni 2012 No Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 SD 302 33,93 2 SMP 196 22,02 3 SMA 240 26,96 4 Mahasiswa 152 17,07 Jumlah 890 100 Sumber: Arsip Kantor Desa Pusaka Kecamatan Tebas Kabupaten Sambas Banyaknya jumlah remaja (pelajar) melayu di desa Pusaka, yang rata- rata orang tuanya bekerja sebagai petani khususnya petani padi dan jeruk yang mengharuskan menghabiskan waktu hampir 9 jam di sawah dan kebun. pagi hari dimulai pukul 06.30-11.000 dan sore hari mulai pukul 13.00-15.00. Rata- rata keluarga memiliki 2-6 anak yang diasuh sendiri menjadi fenomena yang menarik dalam hubungannya dengan pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik serta memberi pengalaman kepada anak. Kesibukan kedua orang tua sebagai petani sangat berpengaruh bagi remajanya. Karena apabila dilihat keadaan awal di lapangan menunjukkan bahwa di era globalisasi ini desa pusaka sangat terbuka akan budaya baru dari luar sedangkan di ketahui bahwa remaja sangat rentan dengan hal- hal tersebut terkait dengan keingintauannya akan hal- yang baru dan memerlukan perhatian lebih dari orang tua sebagai pengendali dan tameng. Intensitas waktu orang tua bersama anak sangat mempengaruhi proses pembentukan dan pengembangan kepribadian (personality building), karakter, perilaku sosial (social attitude), dan konsep diri (self concept). Didikan dan
pengalaman yang diberikan oleh orang tua kepada anak pada masa awal pertumbuhannya akan menjadi dasar bagi pengembangan dan pembentukan kepribadian pada saat telah menjadi dewasa. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pola asuh anak di desa Pusaka yang kebanyakan masyarakatnya bersuku melayu dan bekerja sebagai petani. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) Tipe- tipe pola asuh yang diterapkan keluarga petani Melayu di desa Pusaka kecamatan tebas. (2) Pengaruh tipe- tipe pola asuh yang diterapkan oleh keluarga petani Melayu terhadap perilaku sosial remaja. Menurut Diana Baumrind (John W. Santrock, 2007:167), ada empat jenis gaya pengasuhan, yaitu (1) Pengasuhan otoritarian ini adalah gaya yang membatasi dan menghukum, di mana orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan dan menghormati pekerjaan dan upaya mereka. Batas dan kendali yang tegas diterapkan kepada anak dan sangat sedikit tawar menawar verbal yang diperbolehkan. Remaja yang orang tuanya otoriter seringkali cemas akan perbandingan sosial, gagal dalam membuat kegiatan, dan memiliki keterampilan komunikasi yang rendah. Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri (withdrawal). (2) Pengasuhan otoritatif, gaya ini mendorong anak untuk mandiri, namun masih menempatkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Tindakan verbal memberi dan menerima dimungkinkan dan orang tua bersifat hangat dan penyayang kepada anak. (3) Pengasuhan yang mengabaikan adalah gaya di mana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. (4) Pengasuhan yang menuruti adalah gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dengan anak dan tidak menaruh banyak tuntutan dan control yang ketat pada mereka. Menurut Dwi Astuti (2010), dalam mengasuh anak, ada beberapa metode yang harus disesuaikan dengan karakteristik anak diantaranya (1) Pemberian rewards/ penghargaan, (2) Disiplin, beberapa teknik disiplin yaitu (a) Memberi batasan (setting limits) dan aturan (rules), (b) Konsekuensi, (c) Mengasingkan/ menghukum anak di luar, (d) Menunjukan perasaan kecewa pada saat anak berlaku salah, (e) Menahan kebebasan anak, (3) Time-out, (4) Role modeling, (5) Encouragement, (6) Attention ignore. Menurut Agus Dariyo (2007:8), “anak ialah mereka yang sedang dalam perkembangan masa prenatal, lahir, bayi, atitama (anak tiga tahun pertama), alitama ( anak lima tahun pertama) dan anak tengah (usia 6-12 tahun).” Menurut Zakiah Daradjat (1977:28), “remaja adalah umur yang menjembatani umur anak- anak dan umur dewasa.” Menurut E. Noor Husniaty (2005: 9), “Remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak- kanak dan masa dewasa, yakni antara usia 12- 21 tahun.” “Pengertian remaja tidak hanya berkisar pada usia melainkan pada perkembangan mental, emosional, sosial dan fisik” menurut Hurlock 1991 (M. Ali dan M. Asrori, 2012:9). Pandangan ini didukung oleh Piaget (M. Ali dan M. Asrori, 2012:9) yang mengatakan bahwa “secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia
dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar” Hurlock (1999: 250) mengemukakan bahwa “perilaku sosial menunjukkan terdapatnya tingkah laku yang sesuai dengan tuntutan sosial atau kemampuan untuk menjadi orang bermasyarakat.” Clemes dan Bean (1995:23), mengatakan beberapa factor yang mempengaruhi perilaku anak untuk bertingkah laku positif adalah (1) Orang tua harus menetapkan peraturan, (2) Orang tua harus berani mengambil keputusan dalam kehidupan anak, (3) Orang tua yang tidak disiplin akan mempunyai anak yang tidak disiplin juga, (4) Orang tua harus dapat mengendalikan anak, (5) Orang tua harus mempuyai kesabaran yang besar dalam menghadapi permainan anak, (6) Orang tua harus bersikap konsisten. Menurut Uyoh Sadulloh (2010:186), “keluarga merupakan suatu lembaga yang terdiri atas suami istri dan anak- anaknya yang belum menikah, hidup dalam sebuah kesatuan kelompok berdasarkan ikatan tertentu.” Sedangkan menurut Hasbullah (2011:38), “Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama karena dalam keluarga inilah anak pertama- tama mendapatkan didikan dan bimbingan serta sebagian besar dari kehidupan anak adalah didalam keluarga.” Keluarga juga merupakan kelompok sosial pertama bagi anak yang mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian anak. Menurut Su’adah (2003:90), Ada dua macam tipe keluarga yang utama saat ini, yaitu keluarga inti dan keluarga besar. Keluarga inti atau kecil yang terdiri dari ayah dan ibu serta anak- anak, ini sangat popular di negara- negara maju. Sedangkan keluarga besar terdiri dari paman, sepupu, kakek, nenek, dan biasanya tiga generasi dalam satu atap dan biasanya ada di negara terbelakang. METODE Bentuk penelitian ini adalah penelitian kualitatif dikarenakan sesuai dengan masalah yang diteliti oleh peneliti. Menurut Lexy J. Moleong (2010:9), “penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan, wawancara atau penelaahan dokumen.” Penggunaan metode kualitatif akan lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyatan jamak serta penajaman pengaruh dan makna terhadap masalah yang diteliti. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode fenomenologi dikarenakan peneliti ingin mengetahui bagaimana fenomena- fenomena berupa pengalaman- pengalaman dan kejadian sesungguhnya yang berkaitan dengan bentuk- bentuk, tipe dan aspek dari pola asuh yang diterapkan oleh keluarga petani melayu di desa Pusaka serta pengaruhnya terhadap perilaku sosial remaja mereka. Sebagaimana yang dikatakan oleh Lexy J. Moleong (2010:15), “fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada focus kepada pengalaman- pengalaman subjektif manusia dan interpretasi- interpretasi manusia.” Dalam penelitian kualitatif jumlah sampel bukan criteria utama, tetapi lebih ditekankan kepada subjek penelitian yang dapat memberikan informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian. Subjek penelitian dipilih dan ditentukan
berdasarkan tujuan penelitian dengan kriteria orang tua (ayah atau ibu) bersuku melayu yang bekerja sebagai petani serta mempunyai anak remaja berusia 12-21 tahun. Dalam penelitian ini yang menjadi instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas maka akan dikembangkan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Observasi digunakan untuk mengamati objek yang akan diteliti yang berkaitan dengan masalah penelitian. Objek yang akan diobservasi diantaranya kondisi/ suasana di dalam keluarga yang berhubungan denga pola pengasuhan serta perilaku sosial remajanya di masyarakat. Wawancara di tujukan kepada subjek penelitian yaitu kedua orang tua ( ayah dan ibu) serta remaja mereka. Wawancara dengan orang tua dilakukan untuk mendapatkan data mengenai pola asuh yang diterapkan yaitu tanggungjawab orang tua dalam membimbing, mendidik, memberi perlindungan dan memenuhi kebutuhan anak dalam kehidupan sehari- hari. Sedangkan wawancara dengan remaja dilakukan untuk mendapatkan keterangan atau data apakah pola asuh yang selama ini diterapkan oleh orang tua mereka berpengaruh terhadap perilaku sosialnya. Wawancara dilakukan di manapun sesuai keinginan dari subjek penelitian dengan waktu yang telah disepakati. Sebagian besar wawancara yang dilakukan peneliti adalah di rumah subjek penelitian. Dokumentasi adalah berupa buku catatan, arsip – arsip dan kamera yang berguna untuk mengambil gambar-gambar objek penelitian yang dianggap penting yaitu suasana didalam rumah yaitu kegiatan- kegiatan yang berhubungan dengan pengasuhan oleh subjek penelitian serta perilaku sosial remaja di masyarakat. Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display dan conclution drawing/verification”.Dalam penelitian ini, pengujian keabsahan data menggunakan teknik sebagai berikut:Observasi lebih tekun, Memperpanjang waktu tinggal, Triangulasi. perpanjangan waktu tinggal dilakukan karena peneliti merasa data yang di dapat belum mencukupi maka peneliti memperpanjang waktu tinggal selama satu minggu. Begitu pula dengan pengamatan atau observasi, peneliti bisa terus melakukan pengamatan terhadap subjek penelitian demi mendapatkan data yang diinginkan. Setelah itu peneliti melakukan triangulasi yang Menurut Sugiyono, (2010:372) triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu”. HASIL Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan pada 7 keluarga dapat dijabarkan sebagai berikut. Orang tua sangat mementingkan kebutuhan anak agar bisa terpenuhi. Semua kebutuhan yaitu kebutuhan sandang, pangan dan pendidikan dipenuhi dari hasil pertanian baik padi maupun jeruk. Untuk itu orang tua bekerja keras untuk memenuhinya. Mulai pagi hari sekitar pukul 05.00 para ibu akan bangun dan menyiapkan makanan untuk sarapan pagi dan menyiapkan perlengkapan sekolah anaknya yang masih kecil dibantu oleh remaja putrinya. Setelah selesai sarapan pagi dan anakanak telah berangkat ke sekolah, sekitar pukul 06.30 baru para ibu siap untuk berangkat ke sawah bersama suami atau menyusul sang suami yang telah berangkat duluan.
Sekitar jam 10.30 sang ibu pulang ke rumah duluan untuk mempersiapkan makan siang, sementara sang suami masih bekerja di sawah atau di kebun. Selain mempersiapkan makan siang biasanya sang ibu yang tidak mempunyai remaja putri akan mengerjakan pekerjaan rumah misalnya mencuci pakaian, merapikan rumah dan lain- lain. Bagi para ibu yang memiliki usaha sampingan seperti berjualan baju bekas ( lelong), kue camilan seperti kerupuk dan lain-lain, kegiatan tersebut dilakukan pada siang hari, hanya sekitar jam 12.00 para tetangganya ada di rumah karena jam 13.00 atau jam 14.00 mereka akan berangkat bekerja di sawah lagi. Setelah berjualan biasanya para ibu akan mengerjakan, menanam atau merumput kebun sayur di bantu oleh remaja putra atau putrinya, karena remaja mereka baru pulang dari sekolah jam 14.00. Bila dilihat dari keseharian para keluarga diketahui bahwa hubungan yang terjadi antara remaja dan orang tua sangat tergantung kepada sikap orang tua apakah mereka ingin memahami dan mendekatkan diri kepada anak- anaknya. Karena biasanya orang tua hanya akan bertemu dengan anak ketika pagi dan malam hari, dan bagi sebagian remaja yang mau membantu orang tuanya mereka akan menyusul ke sawah setelah pulang dari sekolah, makan siang dan istirahat sebentar . Jika orang tua tidak pandai memamfaatkan waktu maka anak- anak mereka akan kurang mendapat perhatian apalagi bagi remaja pria yang sering keluar malam. Karena kurangnya waktu bersama dan perhatian yang diberikan yang sering menjadi penyebab pertengkaran antara remaja dan orang tuanya. Belum lagi karena kegiatan ekstra kurikuler di sekolah dan kegiatan keagamaan yang diikuti orang tua yang menyita waktu kebersamaan mereka. Oleh karena itu para remaja tidak sempat untuk menceritakan masalah- masalah pribadi kepada orang tuanya. Kebiasaan orang tua yang selalu memarahi bahkan memukul ketika anak melakukan kesalahan menjadi suatu hal yang biasa pada beberapa keluarga. Ditambah lagi dengan orang tua yang seringkali lupa untuk mengucapkan selamat kepada anaknya apabila anak berprestasi. Hal- hal tersebut membuat anak- anak takut dan menyimpanrasa marah dan benci pada orang tuanya Untung saja kegiatan kemasyarakatan di desa Pusaka selalu dilakukan dengan gotong royong. Hal ini bisa memjadi alternative bagi orang tua untuk membantu anak- anaknya bersosialisasi dengan lingkungannya serta mengajarkan nilai- nilai dan norma yang berlaku, dikarenakan keikutsertaan para remaja dalam kegiatan- kegiatan kemasyarakatan yang mengharuskan mereka untuk berperan aktif. PEMBAHASAN 1. Bagaimana tipe- tipe pola asuh anak yang diterapkan keluarga petani melayu di desa Pusaka kecamatan Tebas saat ini. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan pola pengasuhan yang diterapkan oleh keluarga petani melayu di desa Pusaka terbagi menjadi dua yaitu otoriter dan demokratis. (a) Pola pengasuhan otoriter, dilihat dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan, dapat digambarkan bahwa orang tua di desa Pusaka mempunyai kecenderungan untuk tidak memberi
kebebasan kepada anaknya berperilaku seperti yang diinginkannya, membuat aturan-aturan yang harus dituruti anak, akan menghukum anak dengan hukuman fisik, apabila aturan-aturan yang buat dilanggar, akan melontarkan kata-kata yang menyakitkan hati jika anak mengecewakan, menyuruh anak untuk melakukan sesuatu dengan suara yang keras. Begitu juga dengan pemenuhan keinginan anak, misalnya dalam memilih sekolah yang akan di masuki. Orang tua yang akan menentukan sekolah mana dan jurusan apa yang seharusnya ditekuni oleh sang anak. Orang tua sangat menghendaki anak menuruti keinginannya dalam segala hal misalnya dalam berteman, orang tua sangat protektif terhadap anak. Jika teman- temannya dilihat tidak baik menurut pandangannya (orang tua) maka tanpa ragu- ragu orang tua akan melarang anaknya untuk berteman. Dan seperti yang dikatakan Diana Baumrind “pengasuhan otoritarian ini adalah gaya yang membatasi dan menghukum, di mana orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan dan menghormati pekerjaan dan upaya mereka.” Kesibukan kedua orang tua yang bekerja sebagai petani yang hampir sembilan jam berada di sawah dan kebun dan memiliki anak lebih dari satu serta tidak memiliki pengasuh ini mempengaruhi pola pengasuhan otoriter yang di terapkan orang tua. Dan hal tersebut sesungguhnya memberi dampak yang sangat besar pada pertumbuhan dan perkembangan anak khususnya emosi. Anak usia remaja khususnya memerlukan penanganan yang tepat dan perhatian yang lebih dari orang tua karena mereka berada pada suatu masa perkembangan yang kompleks. Seperti yang di katakan oleh Hurlock “Pengertian remaja tidak hanya berkisar pada usia melainkan pada perkembangan mental, emosional, sosial dan fisik.” Cara berfikir remaja yang cenderung egosentris dan sulit untuk memahami pola pikir orang lain menyebabkan sering terjadi konflik antara remaja dan orangtua. Hal ini juga disebabkan karena kurangnya komunikasi antara orang tua dan remaja merreka. Dalam pemberian hukuman kedua orang tua sangat berlebihan yaitu apabila anak berbuat kesalahan orang tua tidak ragu untuk membentak- bentak bahkan memukuli anak. Sedangkan apabila anak patuh maka orang tua tidak memberikan hadiah karena sudah dianggap sewajarnya bila anak menuruti kemauan orang tua. (b) Pola pengasuhan demokratis, dari hasil wawancara yang dilakukan, orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis, cenderung mempunyai kebiasaan mengajarkan kepada anak agar segera minta maaf apabila melakukan kesalahan, tidak melarang anak untuk bergaul dengan siapapun, membuat aturan yaitu setiap pagi dan malam hari harus makan bersama, memberi hadiah kepada anak jika mereka meraih prestasi, tidak melarang anak untuk bergaul dengan teman lawan jenisnya dengan batas yang sewajarnya yang dibuktikan dengan kesediaan orang tua mendengar masalah percintaan yang sedang dihadapi oleh anak, memberi kepercayaan kepada anak untuk menentukan cita-citanya yaitu membebaskan anak memilih sekolah yang diinginkannya dengan memberi berbagai pandangan. Orangtua berusaha untuk mencapai keberhasilan tanpa melakukan pemaksaan dalam mengasuh anak.
Seperti yang dikatakan Diana Baumrind “Gaya ini mendorong anak untuk mandiri, namun masih menempatkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Tindakan verbal memberi dan menerima dimungkinkan dan orang tua bersifat hangat dan penyayang kepada anak.” Tetapi kedua orang tua agak lebih sedikit memaksakan kehendaknya kepada sang anak hanya saja tidak disertai dengan kekerasan fisik yang dapat mengganggu psikologis anak. Semua ini dapat dilihat ketika anak berbuat salah, orang tua tetap menahan diri untuk tidak melakukan tindak kekerasan melainkan hanya memberi nasehat dan saran serta konsekuensi kepada anak misalnya uang jajan atau uang bensin dikurangi. Sesuai dengan yang dikatakan Dwi Astuti yaitu pola asuh demokratis (authoritative) di mana orang tua memberi batasan yang tinggi namun juga memberi toleran dan penjelasan sesuai pola pikir anak, serta memberikan konsekuensi yang bersifat naluriah kepada anak apabila mereka melakukan kesalahan. Pada keluarga yang menerapkan pola pengasuhan demokratis, pebagian waktu antara pekerjaan dan keluarga tidak menjadi masalah. Kesibukan yang dimiliki tidak menjadi alasan bagi orang tua untuk menelantarkan anak-anaknya. Mereka membagi waktu sebaik mungkin untuk menemani anak- anaknya, orang tua berusaha untuk mendekatkan diri dengan anak remajanya. Karena mereka menyadari bahwa anak remaja mereka berada pada masa perkembangan yang sulit untuk dipahami oleh anak. Kedekatan antara orang tua dan anak dapat dilihat ketika ayah atau ibu siap mendengarkan sang anak membicarakan masalah yang dihadapainya baik itu masalah sekolah ataupun masalah pribadi misalnya hubungan pertemanan dan perkembangan biologis. Selain itu masing- masin keluarga punya waktu kebersamaan yang berbeda- beda misalnya ketika selesai sholat magrib, dan yang paling penting adalah waktu makan, karena itu merupakan waktu yang terbaik pada masing- masing keluarga, dimana seluruh anggota keluarga akan berkumpul dan itu merupakan salah satu peraturan yang telah ditetapkan. Semua bimbingan dalam pembentukan kepribadian dilakukan setiap saat. Anak- anak akan selalu di ingatkan tentang baik buruknya suatu perbuatan serta apa yang boleh dilakukan maupun tidak. Anak akan diberi kebebasan untuk menemukan nilai- nilai mereka sendiri tetapi tetap selalu dikontrol oleh orang tua. 2. Bagaimana tipe- tipe pola asuh yang diterapkan oleh keluarga petani melayu dapat mempengaruhi perilaku sosial remaja. Pola pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua sangat mempengaruhi perilaku sosial remaja. Menurut Rezky, “perilaku anak adalah apa yang dilihat dan diserap dan diserap dari orang tua, anak merekam segala sesuatu yang dilakukan oleh orang tuanya, jauh lebih mudah diingat dibandingkan dengan kata- kata saja, baik perilaku positif maupun perilaku negative orang tuanya”. (a) Perilaku sosial remaja pada keluarga yang menerapkan Pola pengasuhan otoriter, peneliti menyimpulkan bahwa pola pengasuhan otoriter yang diterapkan di tunjukan dari cara orang tua yaitu ayah dan ibu berinteraksi dengan anak mereka sangat kaku. Hal ini menyebabkan anak tidak begitu terbuka dengan orang tuanya, seperti terlihat ketika anak mengalami masalah khususnya yang berkaitan dengan emosi misalnya percintaan, anak lebih memilih untuk berdiam diri dibandingkan
menceritakan masalahnya kepada ayah atau ibunya, hal ini dikarenakan orang tua tidak begitu menanggapi apalagi membantu atau memberi jalan keluar, bahkan anak akan di marahi karena di anggap belum waktunya untuk pacaran. Remaja yang orang tuanya menerapkan pola pengasuhan otoritatif cenderung menjadi anak yang penakut, pemalu, tidak percaya diri dan mudah tersinggung ini diakibatkan oleh kebiasaan orang tua yang selalu memarahi bahkan memukul anak jika anak berbuat kesalahan sehingga anak tidak berani untuk mencoba sesuatu. Seperti yang dikaakan oleh Clemes, “anak yang menjadi masalah kemungkinan terjadi akibat dari tidak berfungsinya system sosial dilingkungan tempat tinggalnya. Dengan kata lain perilaku anak meruapakan reaksi atas perlakuan lingkungan terhadap dirinya.” (b) Perilaku sosial remaja pada keluarga yang menerapkan Pola pengasuhan demoratis, dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa setiap aspek dalam pola pengasuhan telah dilakukan dengan baik oleh kedua orang tua. Tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan primer bagi anak dilakukan dengan semua kemampuan yang dimiliki oleh orang tua. Oleh sebab itu kedekatan antara anak dengan orang tua sangat terlihat khsususnya ketika anak bersedia membantu orang tua bekerja di sawah dan kebun tanpa adanya rasa terpaksa. Begitu pula ketika anak disuruh menjaga adikadiknya, karena orang tua harus bekerja. Hal tersebut menumbuhkan sikap mandiri serta kepedulian terhadap orang lain dalam diri anak. Anak- anak akan selalu diajarkan untuk berinteraksi dengan masyarakat, karena di desa Pusaka nilai kegotong-royongan masih sangat terasa. Gotong royong dilakukan dalam kegiatan-kegiatan yang besar misalnya acara pesta perkawinan, khitanan, acara pemberian nama pada anak (tepung tawar) dll. Untuk semua kegiatan tersebut keikutsertaan anak khususnya anak remaja sangat di wajibkan, anak remaja dianggap memiliki peranan yang penting dalam semua kegiatan tersebut karena selain tenaganya dibutuhkan hal tersebut juga merupakan salah satu usaha dalam meneruskan dan melestarikan kebudayaan. Dengan semua kegiatan kemasyarakatan yang diikuti oleh remaja. menumbuhkan sikap percaya diri dalam bergaul, merasa diterima di dalam masyarakat, mau bekerja sama, bersahabat, bersikap sopan dan memiliki rasa ingin tahunya yang tinggi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : (1) Pola pengasuhan yang di terapkan oleh keluarga petani melayu di desa pusaka bermacam-macam yaitu otoritatif atau demokratis dan otoriter. Kecendrungan orang tua dalam menerapkan pola pegasuhan dipengaruhi oleh intensitas waktu kebersamaan bersama keluarga. Pekerjaan sebagai petani menyita waktu yang sangat banyak yaitu hampir sembilan jam dalam sehari. Yaitu mulai dari pukul 07.00-11.00 di pagi hari dan pukul 13.0017.30 di sore hari. Sedangkan pada malam hari ketika sudah berada dirumah orang tua akan memanfaatkan waktu yang ada untuk beristirahat. (2) Pada keluarga yang menggunakan pola pengasuhan otoriter, interaksi yang terjadi antar keluarga terlihat sangat sedikit dan kaku. Interaksi antara orang tua dan anak
terjadi hanya ketika waktu makan malam dan membicarakan hal- hal seputar sekolah. Sedangkan perkembangan emosi anak sangat tidak ditekankan, (3) Pada keluarga yang menerapkan pola pengasuhan demokratis, pemecahan dan penyelesaian masalah antara orang tua dan remajanya dilakukan dengan cara menegur, memberi penjelasan serta memberi konsekuensi sebagai hukuman. Konsekuensi yang diberikan misalnya ketika anak tidak menjaga adiknya maka adiknya akan menangis dan itu akan lebih merepotkan lagi. Dan jelas terlihat bahwa orang tua berusaha untuk tidak melakukan kekerasan fisik dalam menghukum anak. Sedangkan pada keluarga yang menerapkan pola pengasuhan otoriter, pemecahan masalah diwarnai dengan kebiasaan orang tua yang selalu memarahi bahkan memukul anak jika anak berbuat kesalahan. 4) Pada keluarga yang menggunakan pola pengasuhan otoriter, anak yang penakut, pemalu, tidak percaya diri dan mudah tersinggung. sedangkan pada keluarga yang menerapkan pola pengasuhan demokratis, remaja tumbuh dengan sikap percaya diri dalam bergaul, merasa diterima di dalam masyarakat, mau bekerja sama, bersahabat, bersikap sopan dan memiliki rasa ingin tahunya yang tinggi, mandiri serta peduli terhadap orang lain. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka ada beberapa saran yang dapat penulis sampaikan setelah melaksanakan penelitian ini yaitu sebagai berikut (1) Sebaiknya orang tua tetap menerapkan pola pengasuhan demokratis dengan menjalin hubungan dan komunikasi yang baik dengan anak, memberi kebebasan kepada anak untuk mengambil keputusan yang disertai dengan pandangan dari orangtua, sehingga anak dapat bersikap lebih dewasa, tahu mana yang benar dan salah, tahu mana yang bermanfaat dan tidak bermanfaat. (2) Orang tua sebaiknya tidak menunjukkan kekerasan kepada anak dengan memberi hukuman fisik yang dapat melukai badan ketika anak melakukan kesalahan tetapi sebaiknya memberikan penjelasan dan pendekatan agar anak tidak merasa tertekan atas aturan yang diberikan oleh orang tua. (3) Sebagai oang tua seharusnya bisa memberikan contoh yang baik dan memotivasi anak untuk menjadi anak yang berkepribadian yang baik. DAFTAR RUJUKAN Agus Dariyo. (2007). Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama (Psikologi Atita). Bandung: PT. Refika Aditama Clemes, Harris & Bean, Reynold. (1995). Cara Mendisiplinkan Anak Tanpa Merasa Bersalah, Jakarta: Bina Rupa Aksara. Dwi Astuti. (2010). PENGASUHAN : Teori, Prinsip dan Aplikasinya. (Online). (http://paudpn.wordpress.com/2010/10/16/pengasuhan-teoriprinsip-dan-aplikasinya/ , Juni 2012) E. Noor Husniaty. (2005). Menjadi Remaja Kreatif dan Mandiri. Yogyakarta: Dozz Publisher Hasbullah. (2011). Dasar- Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Grafindo Persada
Hurlock, E.B. (1999), Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Edisi Ke- 5), Jakarta: Erlangga Moleong. Lexy. J. (2010), Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset Muhammad Ali dan Muhammad Asrori. (2012), Psikologi Remaja, Jakarta: PT. Bumi Aksara Santrock John W. (2007), Perkembangan Anak, edisi ketujuh, jilid dua, (Mila Rachmawati dan Anna Kuswanti); Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama Su’adah. (2005), Sosiologi Keluarga, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Uyoh Sadulloh. (2010), Pedagogik ( Ilmu Mendidik ), Bandung: Alfabeta Zakiah Daradjat. (1977), Pembinaan Remaja. Jakarta: Bulan Bintang