Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998
POLA PEMELIHARAAN SAPI SPESIFIK LOKASI (PENGGEMBALAAN BERGILIR) DI BAWAH TEGAKAN POHON KELAPA DI SULAWESI TENGAH D. Bvl,o, F .F . MUNIER,
dan Z.
SANNANG
Balai Pengkajian Pertanian Biromaru Jalan Lasoso 62, KotakPos 51, Palu-Sulawesi Tengah ABSTRAK Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah sangat potensial untuk pengembangan ternak
sapi potong (234 .440) ekor tahun 1997 . Daya dukung lahan terhadap pengembangan ternak
ruminansia, tercatat kurang lebili 87 .873 ha lahan ada di bawah tegakan pohon kelapa atau sekitar 5,1% dari total luasan kawasan budidaya di Sulawesi Tengah .
Hasil produksi hijauan TO (7,1 ton/ha); leginninosa (1,4 ton/ha) clan gulma (1,3 ton/ha). Dari
hasil analisa sebelum pembersillan vegetasi adalah (5,9 ; 2,6; 3,1 ton/lia) . Untuk petakan introduksi
Brachiaria decumbens + Desmodium virgates (T1) menunjukkan hasil hijauan B. Decumbens (5,1 ton/ha); D. Virgatus (0,2 ton/ha), rumput alam (0,8 ton/ha) clan gulma (1,9 ton/ha) 90 HST. Sedangkan pada petakan introduksi Setaria splendida (T2), memperlihatkan hasil hijauan segar S. splendida (1,8 ton/ha); D. rensonii (0,0); nlmput alam (1,9 ton/ha) clan gulma (1,9 ton/ha). Dari basil penggembalaan bergilir meminjukkan hasil pertambahan bobot badan harian
masing - masing TI (0,44 kg); T2 (0,46 kg) clan T3 (0,47 kg) per ekor per hari, sedangkan produksi kelapa meningkat pada TI (10,4%) clan T2 (6,4%) atau rata-rata 8,4%/120 hari selama dua kali pengamatan .
Kata kunci : Sapi potong, penggembalaan bergilir, nlmput unggld, pollon kelapa PENDAHULUAN Pembangunan sub sektor peternakan
menlpakan bagian integral daripada pembangunan
sektor Pertanian dalam rangka Pembangunan Nasional . Dengan demikian tujuan pembangunan sub
sektor
peternakan
mengacu
pada
peningkatan
pendapatan
petani
peternak,
membuka
kesempatan bekerja melalui peningkatan populasi clan produksi ternak guna memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor, peningkatan gizi masyarakat melalui penyediaan protein hewani dengan tidak mengabaikan sumber daya alam clan lingkungan .
Oleh sebab itu potensi yang akan dikembangkan dari sub sektor peternakan adalah potensi
produksi
daging, telur clan
susu, potensi
tenaga
kerja ternak
untuk pertanian,
potensi alat
transportasi, potensi limbah pertanian clan industri sebagai sumber pakan ternak serta potensi wilayah yang optimal dari
mampu mendukung pembangunan peternakan . Untuk
pembangunan selunlh potensi di atas,
maka
sudah
memperoleh
menjadi
hasil yang
keharusan dalam
pelaksanaannya agar dilakukan perencanaan secara terpadu clan seimbang dengan keadaan tata ruang clan daya dukung wilayali dalam rangka menjamin kelangsungan pembangunan peternakan
di masa-masa yang akan datang serta menjaga kelestarian lingkungan hidup yang sehat bagi masyarakat . Usaha ternak di daerah Sulawesi Tengah pada umumnya masih menggunakan pola extensif/tradisional clan merupakan usalia sampingan dan belum merupakan suatu cabang usallatani yang
795
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1998
Diharapkan dengan masuknya teknologi produksi yang lebih maju disertai dengan mekanisme pengolahan yang lebih baik, maka peranan ternlc dalam usahatani dapat mengalami peningkatan baik dari segi produktivitas maupun perluasan kesempatan kerja terutama dalam meningkatkan pendapatan peternak . Faktor lain adalah menciptakan iklim ke arah terlaksananya azas panca usaha yaitu tepal bibit, tepat makan, tepat manajemen, tepat pengendalian penyakit clan tepat pemasaran . Selain itu keberhasilan pendapatan tujuan pembangunan peternakan ditentukan oleh peran para penyuluh sebagai motivator dar inovator. Hal ini karena penyuluh secara langsung dapat berkomunikasi dengan petani ternak untuk menggali informasi sebanyak mungkin yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi dalam mengelolah usaha peternakannya. Potensi dan permasalahannya Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah inerupakan propinsi dengan potensi sumber daya alair dan manusia cukup besar, tnempunyai luas daratan sekitar 63,689,2 km2 dengan jutnlah penduduli 1 .856,320, ditumbuhi pohon kelapa seluas 175 .747,1 (BPS, 1994) . Apabila jarzk tanam kelapa 8 a 8 m, dengan radius penyebaran akar pohon 2 meter (NELIAT et al., 1974), maka setiap luas 64 m' masih terdapat 75% tarah kosong tidak dimanfaatkan . Terlihat justru lahan kosong yang tidal termanfaatkan lebih luas, di lain pihak lahan merupakan salah satu faktor pembatas utama dalan usaha pertanian keseluruhan Potensi sumber daya alam mempunyai keragaman yang besar akibat adanya pengaruh dar kombinasi antara tipe iklim clan curah hujan, letak topografi, clan jenis tanah yang ada. Dengat variasi (keragaman) yang besar ini, menpakan suatu potensi yang memungkinkat dikembangkannya komoditas dan aktivitas pertanian (Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan Perkebunan, Peternalcan dan Perikanan) sebagai sumber pengembangan ekonomi di daerah ini . Potensi peternakan yang dimiliki oleh Sulawesi Tengah cukup besar seperti populasi ternak rumput alam, leguminosa, lahan penggembalaan, limbah pertanian, limbah industri dan lain-lain . " " " " " "
Permasalahan yang dihadapi pada sub sektor Peternakan antara lain Kualitas dan kuantitas ternak yang rendah mutunya (kurus), sehingga perlu mendapa perhatian dan penanganan yang sebaik-baiknya . Kualitas clan kuantitas hijauan pakan, untuk mendukung keberadaan ternak ruminansia. Pengendalian penyakit harus mendapat perhatian khusus . sebagian besar ternak adalah milil rzkyat, yang masih dilepas secara bebas, dan diperlukan pengendalian penyakit hewai menular melalui kegiatan vaksinasi dan pengobatan. Pemanfaatan lahan di bawah tegakan pohon kelapa kurang optimal . Sistem pemasaran dan jangkauan pemasaran masih terbatas sehingga harga seekor ternal pada umumnya masih ditentukan oleh pedagang/pengumpul atau kesepakatan antara peternal clan peclagang . Penyediaan sarana clan prasarana penunjang, misalnya pembangunan pasar hewan, rumal potong hewan, timbangan ternak dan lain-lain .
Berbagai masalah tersebut di atas bersifat mendasar dan memerlukan penanganan secar sungguh-sungguh . Untuk itu diperlukan kerangka pemikiran yang strategis sifatnya sert memerlukan kerangka landasan pembangunan daerah Sulawesi Tengah dalam suatu sister penyusunan perencanaan pembangunan yang mengacu kepada pendekatan pembangunan da pengembangan wilayah secara rasional. 796
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998
TINJAUAN PUSTAKA Peningkatan populasi dan produksi sapi untuk mendukung konsumsi daging yang terus meningkat setiap tahunnya memerlukan suplai hijauan pakan. Diperkirakan pada tahun 2000 an diprediksikan dua kali lipat dari kebutuhan hijauan 15 tahun sebelumnya (REMENYI dan Mc WILLIAM, 1986). Berangkat dari asumsi/hipotesis, bahwa sistem pemeliharaan sapi di bawah pohon kelapa (Coconut-Pasture-Cattle System) (CPCS), adalah menguntungkan (SHELTON dan STHR, 1991) ditinjau dari kemampuan memanipulasi faktor-faktor yang bekerja pada sistem tersebut . Batasan keuntungan yang dimaksud, bukan hanya keuntungan yang diperoleh dari peningkatan produksi kelapa dan produksi ternak akan tetapi juga keuntungan dari optimalisasi penggunaan lahan (AMAR, 1997). Sebuah perkebunan kelapa yang menerapkan jarak tanam 8 x 8m degan radius penyebaran per pohon 2 m, (NELLIAT et al., 1974), maka setiap luasan 64mz masih terdapat 75% tanah akar yang selama ini tidak digunakan . Dilain pihak lahan Inerupakan salah satu faktor pembatas kosong dalam usaha pertanian keseluruhan . Pada umumnya kelapa ini bisa mencapai umur 60-80 tahun, sehingga sangat memungkinkan untuk pembangunan pastur penggembalaan permanen dan infrastruktur peternakan lain di bawah pohon kelapa. Walaupun demikian ada permasalahan yang dihadapi ketika memutuskan untuk memelihara sapi di bawah pohon kelapa, misalnya beberapa jenis rumput produksinya akan menurun jika pencahayaan berkurang, maka perlu adanya pemilihan dan penetapan jenis rumput dan leguminosa yang tahan naungan (WONG, 1991) . Hal lain yang perlu diingat ialah bahwa setiap bentuk intercropping akan mengakibatkan persaingan akan unsur hara dan air, tetapi dalam manajemen pemeliharaan kelapa selalu dianjurkan tanaman penutup tanah (cover crops) (SUHARDIONO, 1995), yang fimgsinya sebagai penghalang pertumbuhan gulma. Tanaman penutup tanah yang umum pada perkebunan kelapa di Indonesia adalah Axonopus compressus, Paspalurn conyugatum, dan Centrosonra pubescens, (RiKA et al., 199l), (KALiGIS dan SUMOLANG, 1991). Walaupun jenisjenis tanaman tersebut tahan terhadap penggembalaan berat (STHR dan SHELTON, 1991), produksi bahan kering yang diperoleh sangat rendah (SMITH dan WHITEMAN, 1983). Begitu pula pertumbuhan bobot badan sapi yang dihasilkan (RIKA et al., 1995; KALIGIS ett al., 1995 . Untuk inenanggulangi penurunan produksi kelapa akibat persaingan nutrisi, maka REYNOLDS (1988) menyarankan adanya pemupukan yang teratur . Pola manajemen penggembalaan yang teratur dengan perhitungan stocking rate, maka RIKA et al. (1981) melaporkan bahwa produksi kelapa nyata lebih tinggi ketika stocking rate yang diterapkan lebih tinggi pada pastur unggul yang diberi pupuk. Hal ini disebabkan hijauan yang digunakan lebih banyk, sehingga siklus hara meningkat . BAHAN DAN METODE Lahan di bawah pohon kelapa seluas 3 ha dibagi menjadi 3 (tiga) petakan (paddock) perlakuan dengan 2 (dua) ulangan . Sebanyak 16 (enam belas) ekor ternak sapi milik petani, digembala, mengikuti pola sebagai berikut Pola yang - TO - T1 - T2 - T3 -
diuji adalah 4 perlakuan ckin 4 ulangan Kelapa + Sapi (Pola tradisional) Kelapa + Sapi + RuInput alain + Konsentrat + Mineral Kelapa + Sapi + Brachiaria decumbens + Desnrodium virgatus + Konsentraf + Mineral Kelapa + Sapi + Setaria splendida + Desnrodium rensonii + Konsentrat + Mineral 797
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1998
Petakan T2 dan T3 diolah secara sempurna kemudian ditanami dengan Brachiaria e Setaria sp, sedangkan petakan T1 hanya dibersihkan dari vegetasi, dan rumput alam dipelM sebagai pasture . Empat ekor sapi digembalakan (grazing) pada masing-masing petakan setei hijauan siap, selama 60 hari kemudian digilir ke petakan yang lain (Rotation Grazing System) . Tiap petakan disediakan shade (kandang naungan), bak air minum dan tempat konsentrat . Evaluasi terhadap bobot badan sapi dilakuan setiap 30 hari, dan produksi hijauan setiap hari, sedangkan produksi kelapa setiap kali panen . Parameter yang diamati adalah pertambahan bobot badan harian, produktivitas hijau pakan, produksi kelapa per tahun, nilai ekonomi pola yang diuji, respons petani terhadap pola ya diuji . Tujuan Tujuan dari pada pola pengkajian ini adalah Pemanfaatan lalkan di bawah pohon kelapa secara optimal Meningkatkan kualitas dan kuantitas hijauan pakan ternak Memperkenalkan jenis hijauan pakan yang berkualitas tinggi kepada petani Meningkatkan pendapatan petani dari hasil produksi kelapa dan produksi ternak Memperolah informasi bagaimana cara memelihara ternak (ruminwisia) yang sesuai di bav tegakan pohon kelapa Sasaran Sasaran dari pola pengkajian ini adalah pengguna teknologi seperti Petani kelapa yangjuga adalah petani ternak Penyalur teknologi PPL, dan kelembagaan masyarakat lainnya HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi lahan di bawah tegakan pohon kelapa di Sulawesi Tengah _+ 87.873 ha (Brs, 19<, atau 75% dari luasan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai usaha komoditi lain (NELLIET et e 1995). Dari hasil kajian Pola Pemeliharaan Sapi Spesifik Lokasi (Penggembalaan Bergilir) ya telah dicoba selama 6 (enam) bulan di Kecamatan Sirenja Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengi diperoleh hasil sebagai berikut Produksi hijauan pakan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap produksi hijauan dalam petakan rumput alam (T1 Paddock Native), setelah pembersihan vegetasi dan pemberian pupuk Urea (200), TSP (100) d Kcl (100) kg/ha/thn, menunjukkan produksi rumput alam meningkat 19,1% (7,1 ton/) leguminosa alam dan gulma masing-masing turun 53,2% (1,4 ton/ha), 58,5% (1,3 ton/) dibanding produksi sebelum perlakuan . Untuk jenis Brachiaria decumbens + Desmodium virgatus pada petakan T2 (Padda Brachiaria) memberi hasil produksi hijauan secar Brachiaria (5,1 ton/ha), Desmodium virga 798
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998
(0,2 ton/ha), rumput alam (0,8 ton/ha) dan gulma (1,9 ton/ha) . Pada umur 90 hari setelah tanam produksi bahan segar dari Setaria splendida + Desmodium rensonii adalah (1,8 ton/ha), Desmodium rensonii (0,0), rumput alam (1,9 ton/ha) dan gulma (1,9 ton/ha). Produksi hijauan yang diperoleh disini rata-rata sangat rendah bila dibandingkan dengan laporan SIREGAR (1972) hal ini dapat terjadi akibat dari adanya musim kemarau yang panjang pada saat kajian ini berlangsung. Tabel 1. Rata-rata produksi bahan segar dari masuig-masuig lujauan (ton/ha) Perlakuan
Kode
Paddock Native Paddock Brachiria decumbens Paddock setaria splendida Sebelum pengolahan
(TO) (TI)
Brachiaria decumbens 1,5
Produksi Bahan Segar, masing-ma_cing hijauan ton/ha Setaria Rumput Desmodium Desmodium splendida alam virgatus rensonii 7,1 0,8 0,2 -
Gulma
Legum alam 1,4 -
1,3 1,9
(T2)
-
1,8
1,9
-
-
-
1,9
Kontrol
-
-
5,96
-
-
2,63
1,13
Pertambahan bobot badan harian Hasil pengamatan terhadap pertalnbahan bobot badan sapi selama kajian berlangsung, dapat disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata pertambalian bobot badan harian temak pada ntasing-masuig perlak ian (kg/ekor/hari) Perlakuan
Kode temak
To Pola Petatu
A l (-) A2 (+) A3 (+) A4 (-) B1 (-) B2(-) B3 (+) B4 (+) CI (-) C2 (+)
T1 PetakanRwnput Alatn 12 Petakan
Brachiaria
T3 Petakan Setaria
Keterangan
C3 C4 DI D2 D3 D4
(-) (+) (-) (-) (+) (+)
Bobot Badan per waktti penitnbangan (kg) 60 hai i
Bobot awal 165 192 204 176 235 230 303 249 198,5 215 196 229 159,7 167,3 157,0 188,4
I 173,6 200,7 212,2 181,4 247,1 241,2 316,6 252,9 212,3 226,0 195,5 233,8 166,8 175,3 190,7 196,1
II 177,3
206,6 216,8 158,3 254,6 250,8 324,5 264,7 220,9 236,5 206,5 241,0 179,4 189,8 199,3 207,7
(-) Betina (+)Jantan liuruf yang sama pada tabel rata-rata menunjukkan tidak berbeda nyata
III 183,1
212,0 221,0 191,7 263,4 259,1 330,3 276,6 231,0 247,7 211,2 251,5 191,1 198,0 209,8 217,9
Rata-rata 0,29 a
0,44 b
0,46 b
0,47 b
79 9
Seminar NasionalPeternakan dan Veteriner 1998
Rata-rata pertambahan bobot badan ternak sapi yang digembala secara bebas di bawah poho: kelapa tanpa perlakuan TO (Pola Petani) dapat mencapai 0,29 kg/ekor/liari sedangkan pad perlakuan T1 (petakan rumput alam) dapat mencapai pertambahan bobot badan 0,44 kg/ekor pe hari. Pada petakan T2 (Brachiaria) memberi hasil 0,46 per ekor per hari sedangkan petakan T (Setaria) sebesar 0,47 per ekor per hari. Untuk perlakuan T1, T2, T3 tidak ada perbedaan yang nyata . Hal ini bisa disebabkan ole karena setiap ternak perlakuan pada masing-masing petakan mendapat konsentrat yang terdiri dai 2 kg dedak padi + 0,25 kg bungkil kelapa + 2,0 gram mineral pikuten per ekor per hari. Faktor lai ialah bahwa produksi jenis rumput introduksi (Brachiaria clan Setaria) sangat rendah oleh karen tekanan musim kemarau yang berkepanjangan (1997 - 1998). Disini nampak peranan dari konsentrat dan mineral, sebab dibandingkan dengan TO (pol petani); ada perbedaan yang nyata (T<0,0005) . Produksi kelapa
Hasil pengamatan selama pola kajian dilaksanakan (2 kali pengamatan) yang berselang ± (empat) bulan ternyata rata-rata produksi kelapa dapat naik 8,4 % per pohon pada petakan T2 da T3. Hal ini disebabkan oleh pengaruh pengolahan lahan dan pemberian pupuk seperti yan disarankan REYNOLDS (1981) . Pengambilan sampel produksi kelapa plda lokasi pengkajia disajikan pada Tabel 3 . Tabel 3.
Rata-rata produksi kelapa yang dapat di panen (buah/pohon/120 hari)
Waktu panen Awal perlakuan
Rata-rata 120 han sesudah perlaktian
Rata-rata Persentase
Kelapa sampel S1 S2 S3 S4 S5 S6 S1 S2 S3 S4 S5 S6
TI6 7 8 lA 14 9,8 8 9 13 5 9 15 9,8 3,0
Bwduksi buah /pohon 12 "- ' 13 9 , -. 4 ,._
.
' 14 8 4 8,6 7 15 11 8 7 9 9,5 10,4
T3 6 12 8 7 9 5 7,8 9 7 9 8 9 8 8,5 6,4
Pola yang dikaji setelah dihitung mempunyai nilai ekonomis yang dapat memberi tambaha penghasilan bagi petani kelapa, melalui produksi pertambahan bobot ternak maupun dari kenaiko produksi kelapa itu sendiri. Rata-rata kenaikan bobot badan sapi pada perlakuan sebesar 0,46 kg jika dibandingkan po petani 0,29 kg, maka kenaikannya sebesar 0,19 kg/ekor/hari atau 0,19 x Rp 5.000,- = Rp 950,-. 800
Seminar NasionalPeternakan dan Veteriner 1998
Biaya tambahan
- Dedak padi 2 kg - Bungkil kelapa 0,25 kg - Obat-obatan Total
= =
2 x Rp 125,0,25 x Rp 200,-
Rp 250,Rp 50,50,Rp 350,-
Keuntungan sebesar Rp 650/ekor/hari. Kenaikan produksi kelapa sebesar 8,4% /pohon/ 120 hari = 8,4% x 8,2 = 0,68 x Rp 300,- = Rp 206/pohon/120 hari . Kenaikan hasil yang diperoleh dari produksi kelapa setiap tahun adalah 3 x Rp 206,- = Rp 618/pohon. KESIMPULAN a
Pola pemeliharaan sapi di bawah areal perkebunan kelapa, dapat memanfaatkan lahan secara optimal.
"
PendapaLmi petani meningkat, baik dari hasil produksi ternak, maupun produksi kelapa.
a
Biaya produksi kelapa (penrbersihan vegetasi, clan penuipukan) dapat ditekan.
"
Kajian ini perlu dilanjutkan . DAFTAR PUSTAKA
AMAR, A.L . 1997 Agroforestry : Mengubah Kompetisi menjadi Persahabatan dalam Penggunaan Lahan. Pidato Ilmialr pada Dies Natalis Universitas Tadulako XVI, Tanggal 20 September 1997 . Universitas Tadulako Palu . ANONIMOUS. 1994 . Propinsi Sulawesi Tengah Dalam Angka, Kantor Statistik BPS Sulawesi Tengah . ANONIMOUS. 1994 . Kabupaten Donggala Dalam Angka, Kantor Statistik BPS Kabnpaten Donggala . ANONIMOUS. 1996 . Propinsi Sulawesi Tengah Dalam Angka, Kantor Statistik BPS Sulawesi Tengah. BLAIR, G.J, P.W . ORCHARD and M. Mc . CASKILL. 1985 . Soil and climatic constraints to forage production . in BLAIR et al (eds) Forages in South East Asean and South Pasific Agriculture . Proseding of an International Workshop . ACIAR Proceedings Series No . 12 . Canberra, Australia. BULo, D., F. FACHRUDDINMUNIER, J. LIMaONGAN dan Z. SANNANG. 1997 . Baseline survei potensi pakan lokal untuk penggemukan sapi potong di Sulawesi Tengah . Proseding, Seminar Hasil-hasil Pengkajian Teknologi Pertanian Biromani Palu 17 - 18 Pebnrari 1997 . Sulawesi Tengah . pp . 100 - 118. KALIGIs, D.A . dan C . SUMOLANG . 1991 . Forage Species for Coconut Plantatiton in North Sulawesi . In H. M. SHELTON and W.W STIIR Ed . Forages for Plantation Crop . Canberra, Australia. LARAGA, I. 1997 . Program pembangrnran sub sektor petenrakan di Propinsi Sulawesi Tengah . Prosiding, Seminar hasil-hasil Pengkajian Teknologi Pertanian Biromanl, Pahl, 17 - 18 Pebruari 1997 . Sulawesi Tengah . pp. 26 - 38 . KALIGIS, D.A . and C . SUMOLANG . 1991 . Forage special for coconut plantation in North Sulawesi . In Forages for Plantation crops. ACIAR Proceedings No . 32 . Me ILROY, R.J . 1976 . Pengantar Budidaya Padang Rtmrput Tropika. Terjemahan Tim Penerjemah Fakultas Petenrakan IPB. Pradya Paramita, Jakarta. NELLIET, E.V. K.V . BAVAPPA, and P.V . R Nair . 1974 . Multi storied cropping a new dimention. In : Multiple Cropping for Coconut Plantation. World Crops 262-266. RIKA, I.K ., I.M . NITIS, and L.R . HUMPHREY . 1981 . Etlect of stocking rate on cattle growth, pasture production and coconut yield in Bali . Tropical Grasslands 15 : 149-157.
801
Seminar Nasional Peternakan dam Veteriner 1998
RiKA, I.K ., MENDRA M.G. OKA., NuHAYA, and M. GuSTI OKA. 1991 . New forage species for coconut plantation in Bali . In H. M. St-ELTON and W.W. STuR Eds. Forage for Plantation Crops . Canberra, Australia. ACIAR Proceedings No . 32 :41114 . RiKA, I.K ., I. N. KACA, W.W STUR, and H.M . SHELTON . 1995 . Pasture establisment and grazing management in bali, observation, in Bali . B. F. MULLEN and H.M SHELTON, Eds. Integrated of Ruminant's in to Plantation System in South East Asia . Canberra, Australia . ACIAR Proceedings No . 12 :1-6 . PRAwiRADipuTRA, B.R ., M.E . SIREGAR dan T. MANURUNG . 1979 . Komposisi botanis padang rumput alam di tiga daerah penggembalaan di Sulawesi Selatan. Bulletin LPP No . 32 .
REYNOLDS, S.G . 1981 . Grazing trials under coconuts in Western Samoa, FAO Plant Production and Protection . Tropical Grassland 153 - 10 . REMENYI, J.V. and J.R . Me. WILLIAM. 1986 . Ruminan t production trends in south east asia and the south pasific and the need for forage . in G.J . Blair, D.A . I Vory and T.R . Evans Eds. Forages in South East Asia and South Pasific Agriculure. Canberra, Australia. ACIAR Proceedings No . 64 . 53-54 .
SHELTON, H. M. and W. W. STuR . 1991 . Oportunitie s for integration of ruminants in plantation crops of south east Asia and Pasific. In H.M . SHELTON and W.W . STuR Eds. Forage for Plantation Crops. Canberra Australia . ACIAR Proceedings No . 32 . 5-9 . SUHARDIYONO, L. 1995 . Tanaman Kelapa, Budidaya darr Penianfaatannya . Penerbit Kanisius . Yogyakarta .
SIREGAR, M.E . 1972 . Hasil Survey htventarisasi Forage dam Pasture Crops tuttuk Pengembangan Peternakan di Irian Barat, Laporan LPP Bogor. WONG, C.C . 1991 . Shade Tolerance of Troopccal Forage a Recew, in H.M . SHELTON and W.W . Stur Eds. Forages for Plantation Cops . Canberra, Australia. ACIAR Proceedings No . 32 . 64-69. WHITEMAN, P.C . 1973 . Tropical pasture development potential for livestock production in Indonesia. Proc . 3nd World Conference of Animal Production . Melbourne, Australia .