PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP OKP YANG MEMBAWA, MEMILIKI, DAN MENYIMPAN SENJATA TAJAM TANPA IZIN BERDASARKAN UU DARURAT RI NO.12 TAHUN 1951 ( Studi Putusan Pengadilan Negeri Binjai No.228/ PID.B/ 2014/ PN.BJ ) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : FAISAL AKBAR PASI NIM : 110200365 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016
1 Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK Faisal Akbar Pasi* Syafrudin Kalo** Marlina***
Memelihara kelangsungan hidup di dalam masyarakat tidaklah mudah. Dalam kehidupan sehari-hari banyak perilaku dari anggota masyarakat tersebut yang dapat meresahkan kehidupan masyarakat lain. Salah satu contoh dari perilaku anggota masyarakat tersebut yang dapat meresahkan masyarakat dalah memiliki, membawa dan menyimpan senjata tajam tanpa izin, yang dimana perilaku ini sangat lah dapat memancing tindak kriminal, salah satunya yang paling memungkinkan adalah terjadinya penganiayaan. Oleh karena itu maka semua pihak harus terlibat untuk menjaga ketertiban di dalam masyarakat. Semua pihak atau lapisan harus ambil andil di dalam menjaga ketertiban di dalam masyarakat, bukan hanya pemerintah saja, meskipun pengaturan tentang membawa senjata tajam ini sudah ada UU yang mengaturnya yaiyu UU Darurat Nomor 12 tahun 1951. Undang undang inilah yang mengatur tentang membawa senjata tajam dan sanksi bagi yang melakukan pelanggaran terhadap senjata tajam. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan penelitian hukum normatif (yuridis normative) yang dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library research). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data-data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer seperti menganalisis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Dan bahan hukum sekunder seperti buku-buku , putusan-putusan pengadilan, serta berbagai majalah, literatur, artikel, dan internet yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini. Hasil penelitian ini menujukan bahwa setiap orang yang melakuakan tindak pidana membawa, memiliki, dan menyimpan senjata tajam tanpa izin harus lah mempertanggungjawabakan prilaku nya tersebut sesuai dengan Undangundang yang mengaturnya agar keberlangsungan kehidupan di dalam masyarakat lebih tenang.
* Mahasiswa Fakultas Hukum Sumatera Utara. ** Staf Pengajar Hukum Pidana, Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. *** Staf Pengajar Hukum Pidana, Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
i Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Segala Puji Syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan Rahmat dan BerkatNya , sehingga penulis mampu menyusun skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan tugas wajib mahasiswa dalam rangka melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini diberi judul “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Okp Yang Membawa, Memiliki, Dan Menyimpan Senjata Tajam Tanpa Izin Berdasarkan UU Darurat RI No.12 Tahun 1951 Untuk Dikaji Sesuai Dengan Putusan Pengadilan Negeri Binjai No.228/ Pid.B/ 2014/ Pn.Bj.” Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa dorongan semangat maupun sumbangan pemikiran. Oleh sebab itu, penulis dalam kesempatan ini ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang memberikan bantuan, yaitu kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan Sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Dr. OK Saidin, S.H, M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H, M.Hum selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
ii Universitas Sumatera Utara
4.
Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H, M.Hum selaku Pembantu Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
5.
Bapak Dr. M. Hamdan, SH., M.Hum selaku ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang selalu memberikan inspirasi beserta dorongan kepada saya dalam penyusunan skripsi ini.
6.
Ibu Liza Erwina S.H, M.Hum selaku sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang selalu memberikan inspirasi beserta dorongan kepasa saya dalam penyusunan skripsi ini.
7. Bapak Prof. Dr. Syafrudin Kalo S.H, M.Hum selaku Staf Pengajar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sebagai Dosen Pembimbing I penulis, yang telah sabar dan ikhlas memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini 8. Ibu Dr. Marlina S.H, M.Hum selaku Staf Pengajar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sebagai Dosen Pembimbing II penulis, yang telah sabar dan ikhlas memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini. 9. Bapak Makdin Munthe SH, M.Hum sebagai Penasehat Akademik yang telah banyak membantu Penulis selama ini dalam menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 10. Seluruh Staf Dosen dan Staf Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pembelajaran dan membimbing Penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
iii Universitas Sumatera Utara
11. Kepada Ayahanda M.Pasi dan Ibunda Syahriani, yang selalu memberikan motivasi, bimbingan moril, serta inspirasi kepada penulis, dan yang telah sabar dan ikhlas membesarkan penulis, sehingga penulis dapat menjadi seperti sekarang ini, dan orang yang selalu menjadi penyemangat bagi penulis. 12. Kepada abang dan adikku tercinta Farhan Akbar Pasi dan Syaza Fadila Pasi yang menjadi penyemangat penulis. 13. Kepada Sahabat-sahabat terbaik saya T.Defri Sitorus Pane, William Fransiscus Hutabarat, Reza Pepayoza dan teman-teman lain yang selalu memberikan dorongan kepada penulis. 14. Kepada sahabat terbaik penulis di Grup A Stambuk 2011, yang sebagai teman seperjuangan dan grup terhebat sepanjang masa. 15. Kepada Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Hukum Pidana (IMADANA). 16. Kepada seluruh teman-teman stambuk 2011 dan teman-teman Jurusan Hukum Pidana 2011
Akhir kata Penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi kemajuan ilmu pengetahuan ilmu hukum. Medan, Maret 2016 Hormat Penulis
Faisal Akbar Pasi NIM : 110200365
iv Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI ABSTRAK ....................................................................................................
i
KATA PENGANTAR .....................................................................................
ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................
v
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................
1
B. Perumusan Masalah ....................................................................
7
C. Tujuan Penulisan.........................................................................
7
D. Keaslian Penulisan ......................................................................
9
E. Tinjauan Pustaka .........................................................................
9
1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana ............................
9
2. Pengertian OKP ..................................................................
15
3. Pengertian Senjata Tajam...................................................
17
F. Metode Penelitian .......................................................................
26
G. Sistematika Penulisan .................................................................
29
BAB II : PENGATURAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ORGANISASI KEMASYARAKATAN PEMUDA (OKP) YANG MEMBAWA, MEMILIKI, DAN MENYIMPAN SENJATA TAJAM TANPA IZIN A. Pengaturan
hukum
tentang
memiliki,
membawa,
dan
menyimpan senjata tajam............................................................ B. Pertanggungjawaban
pidana
terhadap
29
organisasi
kemasyarakatan pemuda (OKP) yang membawa, memiliki, dan menyimpan senjata tajam tanpa izin ...........................................
38
BAB III : PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN NO. 228/ PID.B/ 2014/ PN.BJ Terhadap Pelaku A. Kronologis .................................................................................. B. Fakta-fakta Hukum ..................................................................... C. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum ................................................
45 47 49
v Universitas Sumatera Utara
D. Tuntutan Penuntut Umum ........................................................... E. Putusan Hakim ............................................................................ F. Analisis Putusan No.228/Pid.B/2014/PN.Bj............................... G. Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan Putusan Perkara Pidana Terhadap Pelaku Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) Yang Membawa, Menyimpan, Dan Memiliki Senjata Tajam Tanpa Izin, Dalam Putusan No.228/PID.B/2014/PN.BJ .
53 54 55
60
BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .............................................................................
65
B. Saran ........................................................................................
66
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
67
vi Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Peranan kaum muda di dalam masyarakat sangat penting di dalam pembangunan masyarakat. Untuk dapat mengasah daya kepeloporan dan kepemimpinan serta peran serta aktif dalam pembangunan masyarakat, kaum muda harus diberi stimulan berupa kesempatan yang sebesar-besarnya dalam organisasi-organisasi kemasyarakatan (Ormas) maupun organisasi kepemudaan itu sendiri baik dalam tingkatan lokal maupun nasional. Kegiatan di dalam organisasi kemasyarakatan ini mental, ketangguhan, dan sumbangsih pemikiran seorang pemuda dapat diasah melalui program-program nyata di organisasi tersebut. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak suku, bahasa, agama, etnis, dan ras. Keberagaman latar belakang itu merangsang tumbuhnya kelompok-kelompok di dalam masyarakat, selain itu timbulnya kepentingan masyarakat yang sama dan jiwa gotong royang yang kuat menyebabkan masyarakat membentuk kelompok atau badan yang bertujuan untuk mencapai tujuan tersebut secara gotong royong. Berbagai keberagaman latar belakang ini tumbuhlah organisasi-organisasi untuk menyatukan orang-orang yang mempunyai paham atau pandangan hidup yang sama. Selanjutnya, secara resmi menjelma menjadi sebuah organisasi yang mempunyai visi dan misi tertentu. Basis organisasi ini ada yang di kampus, di kampung, di kecamatan, di gereja, di masjid, di tempat kerja, dan di tempat-tempat lainnya. Ragam asas yang
1 Universitas Sumatera Utara
2
ada dalam organisasi pun ada yang berdasarkan agama, keyakinan, suku, ras, lingkup kerja, sudut pandang, gender, ketokohan, dan lain-lain. Salah satu wadah untuk mengembangkan dan membentuk pemuda yang berkarakter adalah melalui organisasi kepemudaan. Pemuda yang diharapkan oleh masyarakat adalah pemuda yang inovatif dan kreatif, untuk mencapai ini pemuda dapat membentuk dirinya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Organisasi kepemudaan diharapkan menjadi wadah komunikasi dan pemersatu generasi muda, sebagai wadah penempatan diri bagi para pemuda dalam rangka persiapan memasuki kehidupan yang sebenarnya di tengah-tengah masyarakat, wadah untuk memberdayakan potensi dan mendukung kepentingan nasional, serta sebagai wadah untuk mengembangkan kepemimpinan, kewirausahaan, dan kepeloporan.1 “Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat sangat membutuhkan sekali peran pemuda untuk kemajuan kedepannya. Apa arti pemuda? pemuda adalah sosok individu yang masih berproduktif yang mempunyai jiwa optimis, berfikir maju, dan berintelegtual. Dan hal yang paling menonjol dari pemuda ialah dengan cara melakukan perubahan menjadi lebih baik dan menjadi lebih maju. Dengan semangat 45 pemuda bisa merubah segalanya menjadi lebih baik. perubahan hampir selalu di majukan oleh para golongan muda. pemuda merupakan pilar bagi kebangkitan umat. banyak kewajiban pemuda yaitu tanggung jawab. kebaikan akan membuat mereka jaya di duniannya. Perilakau Organisasi kepemudaan dalam beberapa hal kadang-kadang mengabaikan tugas dan kewajibannya. Kehidupan sehari-hari organisasi pemuda tidak dimanfaatkan oleh pemuda sebagai wadah pembinaan dan pengembangan bagi para kaula pemuda dan juga jarang digunakan sebagai wadah penempatan diri bagi para pemuda dalam rangka persiapan memasuki kehidupan yang
1
(http://acepwahyuhermawan79.blog.com/peran-pemuda-dalam-masyarakat.html), yang diakses 18 april 2016, jam 19.02, mengutip “Peran Pemuda dalam Masyarakat”
Universitas Sumatera Utara
3
sebenarnya di tengah-tengah masyarakat. Organisasi kepemudaan seringkali digunakan sebagai wadah untuk melakukan hal-hal yang negatif yang dapat meresahkan masyarakat misalnya terjadi perkelahian antara masyarakat dengan organisasi kepemudaan yang mengambil korban jiwa, juga perkelahian antara organisasi kepemudaan yang satu dengan organisasi lainnya. Organisasi kepemudaan seolah-olah digunakan sebagai wadah memamerkan kekuatan. Sebagian masyarakat menganggap bahwa organisasi kepemudaan itu tempat kumpulan orang-orang yang brutal yang membuat keresahan masyarakat dan merusak generasi muda. Besarnya peran organisasi kepemudaan bukan berarti terlahir tanpa permasalahan. Terdapat indikasi perpecahan gerakan organisasi kepemudaan yang terjadi karena : 1. Adanya kecenderungan untuk membangun interaksi sosial yang hanya berdasarkan pada moment-moment tertentu bukan karena adanya persamaan misi dan tujuan dalam kebersamaan. Hal ini menyeret banyak organisasi kepemudaan kepada fenomena gerakan yang terpecah-pecah dan tidak saling berintegrasi; 2. Adanya kecenderungan untuk bersikap pragmatis dalam merumuskan visi dan orientasi gerakan organisasi kepemudaan yang menyebabkan terkikisnya sikap independen, terkuburnya konsistensi, serta hilangnya komitmen antara anggota Organisasi Kepemudaan. Organisasi kepemudanaan yang ada di Sumatera utara cukup diterima masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya organisasi kepemudaan yang
Universitas Sumatera Utara
4
berkembang dan memiliki cabang di berbagai daerah di Sumatera Utara salah satunya adalah di Binjai sebagai salah satu Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) di bawah naungan KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) sebagai induk organisasi kepemudaan di Indonesia. Menjamurnya organisasi kepemudaan di indonesia menyebabkan konflik yang terjadi di beberapa daerah khusunya di Binjai dimana pernah terjadi pertikaian antara Dua Organisasi Kepemudaan. “Telah terjadi Aksi saling serang antara dua organisasi kepemudaan dari Pemuda Pancasila (PP) dan Ikatan Pemuda Karya (IPK) yang terjadi pada sabtu sore tanggal 22 maret 2014 di jalan diponegoro, kelurahan mencirim, kecamatan Binjai Timur. Akibat bentrokan tersebut beberapa orang mengalami luka-luka, 3 diantaranya yang harus mendapatkan perawatan yang intensif karena mengalami lukan bacok di seputar kepala hingga mata. Bentrokan bermula karena adanya pemasangan plang yang dipasang oleh Ormas Ikatan Pemuda Karya (IPK) di wilayah Pemuda Pancasila (PP), hal tersebut membuat Ormas Pemuda Pancasila (PP) merasa tidak senang dan langsung mencari tau siapa yang menyuruhnya mendirikan plang Ikatan Pemuda Karya (IPK) di dalam basis Pemuda Pancasila (PP), namun hal tersebut langsung mengundang respon dari pihak Ormas Ikatan Pemuda Karya (IPK) dan dengan tak lama berselang rombongan dari Ormas Ikatan Pemuda Karya (IPK) bentrokankan pun tidak dapat di hindari. Hal diatas memperlihatkan bahwa rendahnya kesadaran organisasi kepemudaan akan solidaritas antar sesama organisasi kepemudaan,
yang
Universitas Sumatera Utara
5
menyebabkan beberapa anggota mengalami luka-luka akibat benda tajam yang dipergunakan dalam bentrokan tersebut. Kementerian pemuda dan olahraga (2015) menyebutkan berbagai masalah yang kini dihadapi oleh Organisasi Kepemudaan di Indonesia secara umum sebagai berikut : 1. Jumlahnya semakin banyak tetapi tidak diimbangi dengan kualitas SDMnya. 2. Idealismenya pengurus dan anggota mulai terkikis oleh pragmatisme 3. Cenderung lebih berorientasi pada kepentingan publik dari pada sosial 4. Belum mampu mandiri dan masih bergantung pada berbagai pihak 5. Belum mampu berperan maksimal dalam merespon permasalahan sosial 6. Masih berorientasi pada kuantitas daripada kualitas anggota organisasi 7. Amanat Anggaran Dasar/anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang tidak dijalankan secara konsisten. Salah satu kejahatan yang meresahkan masyarakat adalah kejahatan dengan menggunakan senjata tajam. Kejahatan ini banyak macamnya, misalnya tindak pidana pembunuhan, penganiayaan berat, pencurian dengan pemberatan, pengancaman, penculikan, dan sebagainya. Kesemua jenis tindak pidana ini diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana di Indonesia. Kejahatan yang terjadi di masyarakat merupakan sebuah pelanggaran terhadap hukum positif yaitu hukum pidana. Kejahatan dan pelanggaran yang diatur dalam Kitab Undangundang Hukum Pidana bisa dilihat sebagai hukum pidana objektif yaitu suatu tindak pidana yang digolongkan menurut ketentuan-ketentuan hukum itu sendiri dan hukum pidana subjektif yaitu ketentuan-ketentuan di dalam hukum mengenai hak penguasa menerapkan hukum. Maraknya persebaran senjata tajam di kalangan sipil adalah sebuah fenomena global. Tidak tertatanya pengawasan terhadap kepemilikan senjata tajam baik legal maupun illegal yang dimiliki oleh masyarakat umum, aparat
Universitas Sumatera Utara
6
kepolisian dan TNI, merupakan salah satu penyebab timbulnya kejahatankejahatan dengan penyalahgunaan senjata tajam di Indonesia. Banyaknya korban tewas adalah warga sipil. Di Indonesia, pasti angka tentang perdagangan senjata tajam, legal maupun illegal sulit diperoleh, meski peredarannya di masyarakat sipil dipastikan meningkat tajam. Karena alasan administrasi kepemilikan senjata api kurang tertib diawasi, maka aparat kepolisian tidak tahu pasti berapa banyak senjata tajam yang beredar di masyarakat, karena kepemilikan senjata tajam illegal sulit sekali untuk dilacak.2 Kepemilikan senjata tajam di indonesia sendiri masih belum bisa diatasi meskipun pemerintah telah mengatur perundang-undangannya sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 tentang Mengubah “Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen” (Stbl. 1948 Nomor 17) dan UU Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun 1948 (“UU Drt. No. 12/1951”) yang berbunyi: “Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-, steek-, of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun. Berdasarkan uraian diatasa penulis hendak menganalisis bagaiamana pertanggungjawaban yang dengan sengaja mempunyai dan memiliki senjata tajam tanpa izin, karena pada saat ini maraknya kejahatan yang menggunakan senjata
2
Majalah Kompas, terbitan tanggal 22 Februari 2016, mengutip “peredaran senjata illegal”, hal.10
Universitas Sumatera Utara
7
tajam di Organisasi Kepemudaan membuat khawatir di berbagai kalangan masyarakat, sehingga penulis tertarik untuk membahasnya dengan judul “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Okp Yang Membawa, Memiliki, Dan Menyimpan Senjata Tajam Tanpa Izin Berdasarkan UU Darurat Ri No.12 Tahun 1951 Untuk Dikaji Sesuai Dengan Putusan Pengadilan Negeri Binjai No.228/ Pid.B/ 2014/ Pn.Bj.”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan
Uraian
diatas,
maka
penulisan
yang
berjudul
“Pertanggungjawaban Pidana Terhadap OKP yang Membawa, Memiliki dan Menyimpan Senjata Tajam Tanpa Izin Berdasarkan UU Darurat RI No. 12 Tahun 1951” merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaturan hukum dan pertanggungjawaban pidana terhadap organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) yang membawa, memiliki dan menyimpan senjata tajam tanpa izin. 2. Bagaimana
pertimbangan
Hakim
dalam
menjatuhkan
Putusan
No.228/PID.B/2014/PN.BJ terhadap pelaku
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini dapat di uraikan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
8
1) Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang membawa, memiliki dan menyimpan senjata tajam. 2) Bagaimana
pertanggungjawaban
kemasyarakatan pemuda (OKP)
pidana
terhadap
organisasi
yang membawa, memiliki dan
menyimpan senjata tajam tanpa izin. 3) Bagaimana pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan perkara pidana terhadap pelaku organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) yang membawa, memiliki dan menyimpan senjata tajam tanpa izin, dalam putusan No.228/PID.B/2014/PN.BJ. 2. Manfaat Penulisan 1) Secara teoritis Diharapkan menjadi bahan untuk mengembangkan wawasan dan untuk memperkaya khasana ilmu pengetahuan, menambah, dan melengkapi pembendaharaan, dan koleksi ilmiah serta memiliki kontribusi pemikiran yang menyoroti dan membahas mengenai Pertanggungjawaban Pidana Terhadap OKP yang membawa, memiliki dan menyimpan senjata tajam tanpa izin Berdasarkan UU Darurat RI No. 12 Tahun 1951. 2) Secara Praktis a. Memperoleh gambaran tentang Organisasi Kepemudaan (OKP). b. Memberikan sumbangan pikiran dan kajian kepada para pembaca dan masyarakat tentang Pertanggungjawaban Pidana Terhadap OKP yang Membawa, Memiliki dan Menyimpan Senjata Tajam tanpa Izin Berdasarkan UU Darurat RI No.12 Tahun 1951.
Universitas Sumatera Utara
9
D. Keaslian Penulisan Skripsi ini Berjudul “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap OKP yang Membawa, Memiliki dan Menyimpan Senjata Tajam tanpa Izin Berdasarkan UU Darurat RI No.12 Tahun 1951”. Berdasarkan Penelusuran yang telah dilakukan di perpustakaan dan Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara tidak ditemukan pokok pembahasan yang sama dengan judul yang sama. Bila ternyata terdapat judul serta permasalahan yang sama sebelum skripsi ini dibuat, saya bertanggung jawab sepenuhnya.
E. Tinjauan Kepustakaan 1.
Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana sudah muncul sejak zaman Revolusi Prancis, pada masa itu tidak saja manusia yang dapat pertanggungjawaban tindak pidana bahkan hewan atau benda mati lainya pun dapat di pertanggungjwabkan
tindak
pidana.
Seseorang
tidak
saja
mempertanggungjawabkan tindak pidana yang di lakukanya, akan tetapi perbuatan orang lain juga dapat di pertanggungjawabkan karena pada masa itu hukuman tidak hanya terbatas pada pelaku sendiri tetapi juga di jatuhkan pula pada keluarga atau teman-teman pelaku meskipun mereka tidak melakukan tindak pidana. Hukuman yang di jatuhkanya atas atau jenis perbuatan sangat berbeda-beda yang di sebabkan oleh wewenang yang mutlak dari seorang hakim untuk menentukan bentuk dan jumlah hukuman.
Universitas Sumatera Utara
10
Masa setelah revolusi prancis pertanggungjawaban pidana di dasarkan atas dasar falsafah kebebasan berkehendak yang di sebut dengan teori tradisionalisme ( mashab taqlidi), kebebasan berkehendak di maksud bahwa seorang dapat di mintai pertanggungjawaban pidana atas dasar pengetahuan dan pilihan, menurut teori ini seseorang yang pada usia tertentu dapat memisahkan dan membedakan mana yang di katakana perbuatan baik dan mana yang tidak baik.3 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ”tanggung jawab” adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu (kalau terjadi apa-apa, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya). Pidana adalah kejahatan. Terdapat beberapa pengertian tentang pertangunggjawaban pidana. Pertanggungjawaban pidana di dalam bahasa asing disebut sebagai toerekenbaarheid, criminal responbility,dan criminal liability. Bahwa pertanggungjawaban pidana dimaksudkan untuk
menentukan apakah
seseorang tersangka/terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana (crime) yang terjadi atau tidak. Dengan perkataan lain apakah terdakwa akan dipidana atau dibebaskan. Jika ia dipidana, harus ternyata bahwa tindakan yang dilakukan itu bersifat melawan hukum dan terdakwa mampu bertanggung jawab. Kemampuan tersebut memperlihatkan kesalahan
3
S.R Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapanya,Cet IV, ( Jakarta :Alumni Ahaem-Peteheam,1996),hlm .245
Universitas Sumatera Utara
11
dari petindak yang berbentuk kesengajaan atau kealpaan. Artinya tindakan tersebut tercela tertuduh menyadari tindakan yang dilakukan tersebut.4 Hal pertama yang perlu diketahui mengenai pertanggungjawaban pidana adalah bahwa pertanggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindakan pidana. Moeljatno mengatakan, orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau tidak melakukan perbuatan pidana.5 Situasi dimana orang yang telah melakukan perbuatan itu kemudian juga dipidana, tergantung pada soal, apakah dia dalam melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau tidak. Akan lebih pasti orang yang melakukan perbuaan pidana itu memang mempunyai kesalahan, maka tentu dia akan dipidana. Tetapi, manakala dia tidak mempunyai kesalahan walaupun dia telah melakukan perbuatan yang terlarang dan tercela, dia tentu tidak dipidana. Asas yang tidak tertulis “tidak dipidana jika tidak ada kesalahan” merupakan dasar daripada dipidananya si pembuat. Dapat disimpulkan, pertanggungjawaban pidana pertama-tama tergantung pada dilakukannya tindak pidana). Nyatalah bahwa hal dipidana atau tidaknya si pembuat bukanlah bergantung pada apakah ada perbuatan pidana atau tidak, melainkan pada apakah siterdakwa tercela atau tidak karena tidak melakukan tindak pidana.6
4
(http://www.zamrolawfirm.com/publikasi/esai/18-perbuatan-pidana-danpertanggungjawaban-pidana) diakses pada tanggal 22 februari 2016, jam 11.48, mengutip “Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana” 5 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta:Rineka Cipta, 1993,hal 155 6 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta : Aksara Baru, 1983, hal 75
Universitas Sumatera Utara
12
Roeslan Saleh1 menyatakan bahwa: 7 “Dalam membicarakan tentang pertanggungjawaban pidana, tidaklah dapatdilepaskan dari satu dua aspek yang harus dilihat dengan pandanganpandangan falsafah. Satu diantaranya adalah keadilan, sehingga pembicaraan tentang pertanggungjawaban pidana akan memberikan kontur yang lebih jelas. Pertanggungjawaban pidana sebagai soal hukum pidana terjalin dengan keadilan sebagai soal filsafat”. Jadi perbuatan yang tercela oleh masyarakat itu dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya, artinya celaan yang objektif terhadap perbuatan itu kemudian diteruskan kepada si terdakwa.”
Pertanggungjawaban pidana ditentukan berdasar pada kesalahan pembuat (liability based on fault), dan bukan hanya dengan dipenuhinya seluruh unsur suatu tindak pidana. Dapat disimpulkan bahwa kesalahan ditempatkan sebagai faktor penentu pertanggungjawaban pidana dan tidak hanya dipandang sekedar unsur mental dalam tindak pidana. Konsepsi yang menempatkan kesalahan sebagai faktor penentu pertanggungjawaban pidana, juga dapat ditemukan dalam common law sistem, berlaku maksim latin yaitu octus non est reus, nisi mens sit rea. Suatu kelakukan tidak dapat dikatakan sebagai suatu kejahatan tanpa kehendak jahat, pada satu sisi doktrin ini menyebabkan adanya mens rea merupakan suatu keharusan dalam tindak pidana. Konsep “pertanggungjawaban” dalam Hukum Pidana itu merupakan konsep sentral yang dikenal dengan ajaran kesalahan. Istilah ajaran kesalahan dalam bahsa latin dikenal dengan sebutan mens rea. Doktin mens rea dilandaskan pada suatu perbuatan tidak mengakibatkan seseorang bersalah
7
Roeslan Saleh, Pikiran-pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana, (Jakarta : Ghalia Indonesia), 1982, hal. 10
Universitas Sumatera Utara
13
kecuali jika pikiran orang itu jahat. Dalam bahasa Inggris doktrin tersebut dirumuskan dengan an act does not make a person guilty, unless the mind is legally blameworthy. Berdasarkan asas tersebut, ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk dapat memidana seseorang, yaitu ada perbuatan lahiriah yang terlarang/perbuatan pidana (actus reus),dan ada sikap batin jahat/tersela (mens rea).8 Pertanggungjawaban pidana diartikan sebagai diteruskannya celaan yang obyektif yang ada pada perbuatan pidana dan secara subjektif yang ada memenuhi syarat untuk dapat dipidana karena perbuatannya itu, Dasar adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dapat dipidananya pembuat adalah asas kesalahan. Ini berarti bahwa pembuat perbuatan pidana hanya akan dipidana jika ia mempunyai kesalahan dalam melakukan perbuatan pidana tersebut. Kapan seseorang dikatakan mempunyai kesalahan menyangkut masalah pertanggungjawaban pidana. Disebabkan oleh itu pertanggungjawban pidana adalah pertanggungjawaban orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Tegasnya, yang dipertanggungjawabkan orang itu adalah tindak pidana yang dilakukannya. Terjadinya pertanggungjawaban pidana karena telah ada tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang. Pertanggungjawaban pidana pada hakikatnya merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana untuk bereaksi terhadap pelanggaran atas “kesepakatan menolak” suatu perbuatan tertentu.9
8
Hanafi, “Reformasi Sistem Pertanggungjawaban Pidana”, Jurnal Hukum, Vol.6 No.11 tahun 1999, hal.27. 9 Mahrus Ali, Dasar-dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika), 2012, hal.156
Universitas Sumatera Utara
14
Didalam hal kemampuan bertanggungjawab bila di lihat dari keadaan batin orang yang melakukan perbuatan pidana merupakan masalah kemampuan bertanggungjawab dan menjadi dasar yang penting untuk menentukan adanya kesalahan, yang mana keadaan jiwa orang yang melakukan perbuatan pidana haruslah sedemikian rupa sehingga dapat dikatakan normal, sebab karena orang yang normal, sehat inilah yang dapat mengatur tingkah lakunya sesuai dengan ukuran – ukuran yang di anggap baik oleh masyarakat.10 Sementara bagi orang yang jiwanya tidak sehat dan normal, maka ukuran – ukuran tersebut tidak berlaku baginya tidak ada gunanya untuk di adakan pertanggungjawaban, sebagaimana di tegaskan dalam ketentuan Bab III Pasal 4 KUHP yang berbunyi sebagai berikut :11 1. Barang siapa mengerjakan sesuatu perbuatan, yang tidak dapat di pertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal tidak boleh di hukum 2. Jika nyata perbuatan itu tidak dapat di pertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya karena sakit berubah akal maka hakim boleh memerintahkan menempatkan di di rumah sakit gila selamalamanya satu tahun untuk di periksa. 3. Yang di tentukanya dalam ayat di atas ini, hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tingi dan pengadilan negeri
Mengenai kemampuan bertanggungjawab sebenarnya tidak secara terperinci di tegaskan oleh pasal 44 KUHP. Hanya di temukan beberapa pandangan para sarjana, misalnya Van Hammel yang mengatakan, orang
10
Sutrisna, I Gusti Bagus, “Peranan Keterangan Ahli dalam Perkara Pidana ( Tijauan terhadap pasal 44 KUHP),” dalam Andi Hamzah(ed.), Bunga Rampai HUkum Pidana dan Acara Pidana ( Jakarta :Ghalia Indonesia ,1986), hlm. 78 11 R. Soesilo, Op.Cit, hlm. 60-61
Universitas Sumatera Utara
15
yang mampu bertanggungjawab harus memenuhi setidaknya 3 (tiga) syarat, yaitu : (1) dapat menginsafi (mengerti) makna perbuatannya dalam alam kejahatan, (2) dapat menginsafi bahwa perbuatanya di pandang tidak patut dalam pergaulan masyarakat, (3) mampu untuk menentukan niat atau kehendaknya terhadap perbuatan tadi. Sementara itu secara lebih tegas, Simons mengatakan bahwa mampu bertanggungjawab adalah mampu menginsafi sifat melawan hukumnya perbuatan dan sesuai dengan ke insafan itu menentukan kehendaknya. Adapun menurut Sutrisna, untuk adanya kemampuan beranggungjawab maka harus ada dua unsur yaitu : (1) kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan buruk, yang sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum; (2) kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi.
2. Pengertian OKP (Organisasi Kepemudaan) Kata “organisasi” mempunyai dua pengertian umum. Pengertian pertama menandakan suatu lembaga atau kelompok fungsional seperti organisasi perusahaan, rumah sakit, perwakilan pemerintah atau suatu kumpulan
olahraga.
Pengertian
kedua
berkenaan
dengan
proses
pengorganisasian, sebagai suatu cara dimana kegiatan organisasi dialokasikan dan ditugaskan di antara para anggotanya agar tujuan organisasi dapat
Universitas Sumatera Utara
16
tercapai dengan efisien. Menurut James A.F. Stoner, organisasi adalah dua orang atau lebih yang
bekerja sama dalam cara yang terstruktur untuk
mencapai sasaran spesifik atau sejumlah sasaran. Jadi organisasi merupakan sekumpulan orang yang bekerja sama dengan sistem tertentu dalam rangka mencapai suatu tujuan Sebuah organisasi dapat terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti penyatuan visi dan misi serta tujuan yang sama dengan perwujudan eksistensi sekelompok orang tersebut terhadap masyarakat. Organisasi yang dianggap baik adalah organisasi yang dapat diakui keberadaannya oleh masyarakat disekitarnya, karena memberikan kontribusi seperti; pengambilan sumber daya manusia dalam masyarakat sebagai anggota-anggotanya sehingga menekan angka pengangguran. Berdasarkan data Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2005-2025 yang dilakukan BPS berdasarkan pada SUPAS 2005, jumlah pemuda tahun 2009 mengalami pasang surut. Pada tahun 2009, jumlah pemuda sebanyak 62,77 juta jiwa. Angka tersebut terus mengalami kenaikan sampai dengan tahun 2011 menjadi 62,92 juta jiwa. Dilihat dari jumlahnya yang mencapai 62,92 juta jiwa, pemuda merupakan salah satu kekuatan terbesar bagi bangsa Indonesia. Jumlah ini merupakan populasi yang sangat besar, karena itu pemuda memiliki posisi yang strategis bagi bangsa Indonesia.
Jumlah angka yang
sebesar itu, pemuda terbagi dalam
berbagai organisasi, baik organisasi kepemudaan seperti KNPI yang telah tersusun rapi dari tingkat pusat hingga ke daerah maupun yang lainnya (Sholehuddin 2008: 10)
Universitas Sumatera Utara
17
Organisasi kepemudaan adalah lembaga nonformal yang tumbuh dan eksis dalam masyarakat antara lain ikatan remaja masjid, kelompok pemuda (karang taruna) dan sebagainya. Pengertian lain menyatakan organisasi kepemudaan adalah organisasi sosial wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh, dan untuk masyarakat terutama generasi muda di desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat yang bergerak dibidang usaha kesejahteraan sosial. Organisasi
kepemudaan
diorientasikan
untuk
menjadi
organisasi
pelayanan kemanusiaan penyelenggara usaha kesejahteran sosial yang memiliki pendekatan dan standar pada pendekatan pekerja sosial yang memadai.
Pada dasarnya organisasi kepemudaan memiliki tujuan terarah yang sesuai dengan program kerja dari organisasi tersebut, namun secara khusus yang terlihat pada saat sekarang sangat berbeda bila dibandingkan dengan tujuan dari organisasi kepemudaan yang ada pada awal kemerdekaan. Fakta ini sesuai dengan kemajuan zaman yang dinamis dengan kinerja dan program pemerintah yang bekuasa. Satu organisasi terbentuk berdasarkan atas suatu perencanaan yang memiliki visi dan misi serta memiliki aturan yang mengikat atau berbadan hukum. 3.
Pengertian Senjata Tajam Salah satu kejahatan yang meresahkan masyarakat adalah kejahatan
dengan menggunakan senjata tajam. Kejahatan ini banyak macamnya, misalnya tindak pidana pembunuhan, penganiayaan berat, pencurian dengan pemberatan,
Universitas Sumatera Utara
18
pengancaman, penculikan, dan sebagainya. Kesemua jenis tindak pidana ini diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana di Indonesia. Kejahatan yang terjadi di masyarakat merupakan sebuah pelanggaran terhadap hukum positif yaitu hukum pidana. Kejahatan dan pelanggaran yang diatur dalam Kitab Undangundang Hukum Pidana bisa dilihat sebagai hukum pidana objektif yaitu suatu tindak pidana yang digolongkan menurut ketentuan-ketentuan hukum itu sendiri dan hukum pidana subjektif yaitu ketentuan-ketentuan didalam hukum mengenai hak penguasa menerapkan hukum. Pengertian senjata tajam dalam Kamus Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminta memberikan pengertian sebagai berikut: a.
Senjata diartikan: Alat perkakas yang gunanya untuk berkelahi atau berperang (Keris,
Tombak), Tajam diartikan: 1)
Bermata tipis, halus, dan mudah mengiris, melukai dsb (tentang Pisau, Pedang, dsb);
2)
Runcing,berujung lancip.
tidak memberikan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan senjata tajam, tetapi hanya menggolongkan senjata tajam yaitu: 1)
Senjata pemukul;
2)
Senjata penikam atau;
3)
Senjata penusuk.
Universitas Sumatera Utara
19
Senjata adalah suatu alat yang digunakan untuk melukai, membunuh, atau menghancurkan suatu benda. Senjata dapat digunakan untuk menyerang maupun untuk mempertahankan diri, dan juga untuk mengancam dan melindungi. Apapun yang dapat digunakan untuk merusak (bahkan psikologi dan tubuh manusia) dapat dikatakan senjata. Senjata bisa sederhana seperti pentungan atau kompleks seperti peluru kendali balistik. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pada penjelasan Pasal 15 ayat (2) huruf e dijelaskan bahwa pengertian senjata tajam adalah senjata penikam, senjata penusuk, dan senjata pemukul, tidak termasuk barangbarang yang nyata-nyata dipergunakan untuk pertanian, atau untuk pekerjaan rumah tangga, atau untuk kepentingan melakukan pekerjaan yang sah, atau nyata untuk tujuan barang pusaka, atau barang kuno, atau barang ajaib sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 12/Drt/1951. Indonesia memang dikenal memiliki beragam jenis kebudayaan, dan termasuk juga berbagai jenis dan ragam senjata tajam yang telah menjadi simbol masing -masing daerah tersebut, dalam disebutkan antara lain :12 a.
Provinsi
DI
Aceh/Nanggro
Aceh
Darussalam/NAD,
Senjata
Tradisional : Rencong. b. Provinsi Sumatera Utara /Sumut, Senjata Tradisional : Piso Surit, Piso Gaja Dompak. c. Provinsi Sumatera Barat /Sumbar Senjata Tradisional : Karih, Ruduih, Piarit. 12
(www.organisasi.org, 14 April 2010), yang diakses pada tanggal 24 Mei 2016, pukul 22.34, mengutip “Jenis senjata tajam adat Indonesia”
Universitas Sumatera Utara
20
d. Provinsi Riau, Senjata Tradisional : Pedang Jenawi, Badik Tumbuk Lado e. Provinsi Jambi, Senjata Tradisional : Badik Tumbuk Lada f. Provinsi Sumatera Selatan/Sumsel, Senjata Tradisional : Tombak Trisula g. Provinsi Lampung, Senjata Tradisional : Terapang, Pehduk Payan h. Provinsi Bengkulu, Senjata Tradisional : Kuduk, Badik, Rudus i. Provinsi DKI Jakarta, Senjata Tradisional : Badik, Parang, Golok j. Provinsi Jawa Barat/Jabar, Senjata Tradisional : Kujang k. Provinsi Jawa Tengah/Jateng, Senjata Tradisional : Keris. l. Provinsi DI Yogyakarta/Jogja/Jogjakarta, Senjata Tradisional : Keris Jogja. m. Provinsi Jawa Timur/Jatim, Senjata Tradisional : Clurit n. Provinsi Bali, Senjata Tradisional : Keris o. Provinsi Nusa Tenggara Barat/NTB, Senjata Tradisional : Keris, Sampari, Sondi. p. Provinsi Nusa Tenggara Timur/NTT, Senjata Tradisional : Sundu q. Provinsi Kalimantan Barat/Kalbar, Senjata Tradisional : Mandau r. Provinsi Kalimantan Tengah/Kalteng, Senjata Tradisional : Mandau, Lunjuk Sumpit Randu. s. Provinsi Kalimantan Selatan /Kalsel, Senjata Tradisional : Keris, Bujak Beliung. t. Provinsi Kalimantan Timur/Kaltim, Senjata Tradisional : Mandau u. Provinsi Sulawesi Utara /Sulut, Senjata Tradisional : Keris, Peda, Sabel.
Universitas Sumatera Utara
21
v. Provinsi Sulawesi Tengah/Sulteng, Senjata Tradisional : Pasatimpo. w. Provinsi Sulawesi Tenggara/Sultra, Senjata Tradisional : Keris x. Provinsi Sulawesi Selatan/Sulsel, Senjata Tradisional : Badik y. Provinsi Maluku, Senjata Tradisional : Parang Salawaki/Salawaku, Kalawai. z. Provinsi Irian Jaya/Papua, Senjata Tradisional : Pisau Belati Bahkan untuk beberapa daerah tertentu, menjelaskan bahwa terdapat lebih dari satu jenis senjata tajam yang bahkan biasanya merupakan kewajiban dalam kegiatan-kegiatan adat seperti :13 a. Punta adalah senjata tajam jenis tusuk, dengan panjang sekitar 15-20cm. Senjata ini lebih berfungsi sebagai senjata pusaka yang menjadi simbol strata sosial pada waktu itu, karena senjata tajam ini tidak pernah digunakan untuk bertarung. Di Jawa Barat mungkin dikenal sebagai Kujang, namun Kujang lebih variatif dari segi bentuk dan motif ciung. b. Beliung adalah sejenis kapak dengan mata menyilang kearah gagang pegangan, umumnya digunakan sebagai perkakas untuk membuat kayu. Beliung Gigi Gledek merupakan jenis kapak dengan mata kapak terbuat dari batu, merupakan teknik pembuatan senjata sisa peninggalan zaman batu baru di Betawi yang masih tersisa antara abad 1-3M. Beberapa tokoh yang diketahui pernah menggunakan ini sebagai senjata andalannya adalah Batara Katong (Wak Item) dan Salihun pemimpin kelompok Si Pitung. Beliung digunakan Salihun sebagai sarana dalam
13
Gusman Natawijaya , Adat di Indonesia, Bandung : Refika Aditama, 2008, hal.75
Universitas Sumatera Utara
22
melakukan aksi perampokan maupun pelarian dengan memanjat pagar tembok. c. Cunrik merupakan senjata tradisional para perempuan Betawi, biasa digunakan oleh para resi perempuan yang tidak ingin menonjolkan kekerasan dalam pembelaan dirinya, terbuat dari besi kuningan dengan panjang kurang dari 10cm. Salah seorang resi perempuan yang terkenal menggunakan cunrik ini adalah Buyut Nyai Dawit, pengarang Kitab Sanghyang Shikshakanda Ng Karesiyan (1518). Dimakamkan di Pager Resi Cibinong. d. Golok Gobang, adalah golok yang berbahan tembaga, dengan bentuk yang pendek. Panjang tidak lebih dari panjang lengan (sekitar 30cm) dan diameter 7cm. Bentuk Golok Gobang yang pada ujung (rata) dan perut melengkung ke arah punggung golok, murni digunakan sebagai senjata bacok. Di Jawa Barat model Golok Gobang ini dinamakan Golok
Candung.
Bentuk
gagang
pegangan
umumnya
tidak
menggunakan motif ukiran hewan, hanya melengkung polos terbuat dari kayu rengas. Masyarakat Betawi tengah menyebutnya dengan istilah “Gagang Jantuk”. Bilah golok gobang polos tanpa pamor atau wafak yang umum dipakai sebagai golok para jawara, dengan diameter 6cm yang tampak lebih lebar dari golok lainnya. e. Golok jenis ini adalah golok tanding dengan ujung yang lancip, panjang bilah sekitar 40cm, dengan diameter 5-6cm. Umumnya golok Ujung Turun ini menggunakan wafak pada bilah dan motif ukiran hewan pada
Universitas Sumatera Utara
23
gagangnya. Gagang dan warangka golok lebih sering menggunakan tanduk, hal ini dimaksudkan sebagai sarana mengurangi beban golok ketika bertarung. Di Jawa Barat golok jenis ini merupakan perpaduan antara jenis Salam Nunggal dan Mamancungan. f. Golok Betok adalah golok pendek yang difungsikan sebagai senjata pusaka yang menyertai Golok Jawara, begitupun Badik Badik yang berfungsi hanya sebagai pisau serut pengasah Golok Jawara. Kedua senjata tajam ini digunakan paling terakhir manakala sudah tidak ada senjata lagi di tangan. g. Orang Betawi menyebutnya sebagai Siku, karena bentuknya yang terdiri dari dua batang besi baja yang saling menyiku atau menyilang. Ujung tajam menghadap ke lawan. Dalam setiap permainan siku selalu digunakan berpasangan. Dalam istilah lain senjata tajam jenis ini disebut Cabang atau Trisula. Berikut adalah beberapa jenis senjata tajam yang dapat dipergunakan untuk melakukan kejahatan, antara lain:14 a. Parang Parang adalah senjata tajam yang terbuat dari besi biasa. Bentuknya relatif sederhana tanpa pernak pernik. Kegunaannya adalah sebagai alat potong atau alat tebas (terutama semak belukar) kala penggunanya keluar masuk hutan. Parang juga digunakan untuk pertanian. Parang juga merupakan senjata khas orang
14
(http://suryacomm.blogspot.com/2013/12/10-jenis-senjata-tradisional-di.html).
Universitas Sumatera Utara
24
Melayu di kampung-kampung pada zaman dahulu. Sedangkan masyarakat Melayu di Jawa dan Sumatra menjadikan parang sebagai salah satu senjata pertempuran. b. Badik Badik atau badek adalah pisau dengan bentuk khas yang dikembangkan oleh masyarakat Bugis dan Makassar. Badik bersisi tajam tunggal atau ganda, dengan panjang mencapai sekitar setengah meter. Seperti keris, bentuknya asimetris dan bilahnya kerap kali dihiasi dengan pamor. Berbeda dari keris, badik tidak pernah memiliki ganja (penyangga bilah). Menurut pandangan orang Bugis Makassar, setiap jenis badik memiliki kekuatan sakti (gaib). Kekuatan ini dapat memengaruhi kondisi, keadaan, dan proses kehidupan pemiliknya. Sejalan dengan itu, terdapat kepercayaan bahwa badik juga mampu menimbulkan ketenangan, kedamaian, kesejahteraan dan kemakmuran ataupun kemelaratan, kemiskinan dan penderitaan bagi yang menyimpannya. Sejak ratusan tahun silam, badik dipergunakan bukan hanya sebagai senjata untuk membela diri dan berburu tetapi juga sebagai identitas diri dari suatu kelompok etnis atau kebudayaan. Badik ini tidak hanya terkenal di daerah Makassar saja, tetapi juga terdapat di daerah Bugis dan Mandar dengan nama dan bentuk berbeda. c. Keris Keris adalah senjata tikam golongan belati dengan banyak fungsi budaya yang dikenal di kawasan Nusantara bagian barat dan tengah. Bentuknya khas dan mudah dibedakan dari senjata tajam lainnya karena tidak simetris di bagian pangkal yang melebar, seringkali bilahnya berlikuliku, dan banyak di antaranya memiliki pamor, yaitu guratan-guratan logam cerah pada helai bilah. Pada masa
Universitas Sumatera Utara
25
lalu keris berfungsi sebagai senjata dalam duel/peperangan, sekaligus sebagai benda pelengkap sesajian. Pada penggunaan masa kini, keris lebih merupakan benda aksesori dalam berbusana, memiliki sejumlah simbol budaya, atau menjadi benda koleksi yang dinilai dari segi estetikanya. d. Golok Golok adalah pisau besar dan berat yang digunakan sebagai alat berkebun sekaligus senjata yang jamak ditemui di Asia Tenggara. Hingga saat ini kita juga bisa melihat golok digunakan sebagai senjata dalam silat. Ukuran, berat, dan bentuknya bervariasi tergantung dari pandai besi yang membuatnya. e. Celurit Celurit, atau Sabit adalah alat pertanian berupa pisau melengkung Celurit, atau Sabit adalah alat pertanian berupa pisau melengkung menyerupai bulan sabit. Meskipun memiliki bentuk yang sama, secara bahasa Arit cenderung bersifat sebagai alat pertanian, sedangkan Celurit lebih mengacu pada senjata tajam. Celurit juga merupakan senjata khas dari suku Madura, Indonesia dan biasa digunakan sebagai senjata carok. Senjata ini sudah melegenda sebagai senjata yang biasa digunakan oleh tokoh yang bernama Sakera. Masyarakat Madura akan “mengisi” celurit dengan khodam dengan cara merafalkan doa-doa sebelum melakukan carok. f. Tombak Tombak dalam bahasa Makassar disebut juga “Poke” adalah senjata tajam yang bentuknya panjang yang ujungnya runcing dan tajam. Jenis senjata tajam ini
Universitas Sumatera Utara
26
berfungsi sebagai alat untuk melakukan suatu pekerjaan, biasanya digunakan untuk berburu. g. Pedang Pedang adalah sejenis senjata tajam yang memiliki bilah panjang.pedang dapat memiliki dua sisi tajam atau hanya satu sisi tajam saja. Dibeberapa kebudayaan jika dibandingkan senjata lainyapedang biasanya memiliki prestise lebih atau paling tinggi.bilah pedang biasanya dibuat dari logam keras seperti besi atau baja. Meski begitu terdapat pedang dari emas yang digunakan sebagai hiasan saja. h. Panah Panah adalah jenis senjata tajam yang dibuat dari batang besi atau besi bekas yang dibuat sebagai senjata. Dan menggunkan ketapel sebagai pendorong. Di Makassar Ketapel Panah cukup populer di kalangan masayarakat, Karena mudah dibuat dan harganya pembuatanya juga terbilang cukup murah, maka dari itu mulai dari kalangan anak-anak sampai orang dewasa mudah untuk mendapatkanya, dan belakangan ini cukup banyak digunakan sebagai alat kejahatan maupun sebagai alat perang.
F. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan hal yang utama di dalam suatu upaya untuk mencapai suatu tujuan hukum tertentu, sehubung dengan hal tersebut maka dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
27
1.
Jenis Penelitian Jenis penelitian hukum yang dialakukan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian Hukum yang Yuridis Normatif dinamakan juga dengan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal dan dibantu
dengan
hasil
wawancara
dengan
Majelis
Hakim
untuk
mempertanyakan apa saja yang menjadi dasar pertimbangan bagi hakim dalam mengambil Putusan di Pengadilan dalam perkara tersebut. Dalam hal penelitian hukum normatif, penulis melakukan terhadap perundang-undangan dan bahan hukum yang berhubungan dengan judul skrpsi penulis ini yaitu “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Okp Yang Membawa, Memiliki, Dan Menyimpan Senjata Tajam Tanpa Izin Berdasarkan UU Darurat Ri No.12 Tahun 1951 Untuk Dikaji Sesuai Dengan Putusan Pengadilan Negeri Binjai No.228/ Pid.B/ 2014/ Pn.Bj.” 2.
Sifat Penelitian Penelitian ini memiliki sifat sebagai penelitian deskriptif, yang menyajikan, menggambarkan dan memaparkan mengenai gejala-gejala dan fakta-fakta yang terjadi dimasyarakat. Menurut Soejono Soekanto, penelitian deskriptif adalah “Suatu penelitian yang dimaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka penyusunan teori baru” 15
15
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2008, hlm 43
Universitas Sumatera Utara
28
3.
Data dan sumber data Data yang diperlukan dalam penelitian ini sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian , dibagi kedalam dua jenis data yaitu : 1. Data Primer Data primer yaitu data empiris yang berumber dari pengetahuan dan pengalaman responden yang diperoleh langsung dari responden dilapangan melalui wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini. 2. Data Sekunder Data sekunder yaitu pada umumnya merupakan data-data normatif yang dijadikan sebagai landasan teori dalam menjawab permasalahan penelitian, yang sumbernya diperoleh dari kajian kepustakaan, referensi-referensi hukum, peraturan perundang-undangan dan sumber lainnya yang relevan dengan penelitian ini.
4.
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, seperti Peraturan perundang-undangan, buku, pendapat sarjana, majalah hukum yang berkaitannya dengan skripsi yang penulis buat.
5. Analisis Data Analisis Data Analisis data yang dilakukan penulis dalam penulisan skripsi ini dengan cara kualitatif, yaitu menganalisis melalui data lalu diolah dalam pendapat atau tanggapan dan data-data sekunder yang diperoleh dari pustaka
Universitas Sumatera Utara
29
kemudian dianalisis sehingga diperoleh data yang dapat menjawab permasalahan dalam skripsi ini.
7. Sistematika Penulisan Skripsi ini diuraikan dalam 5 (lima) bab dan tiap tiap bab terbagi atas beberapa sub-sub bab untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut : BAB I
:
Pendahuluan Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang latar belakang,
perumusan
masalah,
tujuan
penelitian,
keaslian
penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitan dan sistematika penulisan. BAB II
:
Pengaturan Dan Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) Yang Membawa, Memiliki, Dan Menyimpan Senjata Tajam Tanpa Izin Bab ini berisikan satu Sub-bab yaitu mengenai Bagaimana pengaturan hukum tentang memiliki, membawa, dan menyimpan senjata tajam serta Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap
organisasi
kemasyarakatan
pemuda
(OKP)
yang
membawa, memiliki, dan menyimpan senjata tajam tanpa izin. Sub-bab Yang kedua berisi tentang Undang–Undang yang mengatur tentang membawa, memiliki, dan menyimpan senjata tajam tanpa izin
Universitas Sumatera Utara
30
BAB III
:
Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Perkara No.228/Pid.B/2014/PN.BJ Terhadap Pelaku Bab ini berisi dua sub-bab. Sub-bab pertama berisikan tentang Bagaimana pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan perkara pidana terhadap pelaku organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) yang membawa, menyimpan, dan memiliki senjata tajam tanpa izin, dalam putusan No. 228/PID.B/2014/PN.BJ. Sub-bab yang kedua berisikan tentang analisis putusan No.228/PID.B/ 2014/PN.BJ
BAB IV : Kesimpulan dan Saran Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari permasalahan dan Saran dari penulis.
Universitas Sumatera Utara
BAB II Pengaturan Dan Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) Yang Membawa, Memiliki, Dan Menyimpan Senjata Tajam Tanpa Izin A. Pengaturan hukum tentang memiliki, membawa, dan menyimpan senjata tajam
Persoalan Kriminalitas khususnya membawa ataupun menggunakan senjata tajam memang sangat meresahkan masyarakat, sebab rasa aman dan ketertiban yang didambakan menjadi terancam. Menghindari keadaan yang kacau dan untuk melindungi ketertiban masyarakat, maka pemerintah membuat peraturan perundang-undangan membawa senjata tajam, dengan mencantumkan dengan lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 78 tentang Undang-undang darurat Nomor 12 Tahun 1951, terkhusus pada Pasal 2 yang mengatur tentang senjata tajam. Terciptanya Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang termuat dalam Lembaran Negara tahun 1951 Nomor 78 tersebut, maka para pembuat Undang-undang menganggap bahwa berdasarkan asas yang menyatakan “semua orang dianggap mengetahui atau paham Undang-undang”.16 Kenyataannya anggapan para pembuat Undang-undang keliru sebab masih banyak dari pelaku yang terlibat penyalahgunaan senjata tajam belum mengetahui
16
(http://www.suarapembaruan.com/last/index.html), diakses pada tanggal 30 April 2016, jam 21.46 mengutip “Ketertiban Umum di Masyarakat”
31 Universitas Sumatera Utara
32
dan paham peraturan tersebut terutama pada Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang menyatakan :17 ”Dalam pengertian senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk dalam pasal ini, tidak termasuk barang-barang yang nyata-nyata dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian, atau untuk pekerjaanpekerjaan rumah tangga atau untuk kepentingan melakukan dengan sah pekerjaan atau yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang pusaka atau barang kuno atau barang ajaib (merkwaardigheid).”
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari Soedarto, yang menyatakan bahwa:18 “Dewasa ini diragukan sekali adagium yang fiktif itu, sebab kenyataanya tidaklah mungkin orang mengetahui semua aturan dalam undang-undang. Saya tidak yakun bahwa seorang penjahat pun tahu akan segala peraturan meskipun itu menyangkut jabatannya. Adilkah kalau kita mengharapkan dari rakyat biasa untuk mengetahui segala aturan dalam undang-undang. Saya tidak yakin bahwa seorang pejabat pun tahu akan segala peraturan meskipun itu menyangkut jabatannya.”
Terlepas dari semua anggapan diatas, maka tidak berarti bahwa hak-hak setiap warga Negara dibatasi, apabila ternyata Senjata Tajam tersebut digunakan akan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sah, seperti yang kita ketahui Senjata Tajam biasa digunakan oleh penjagal sapi, dan pedagang pisau dipasar, para petani di Sawah-sawah anggota Pramuka, Pejabat Pemerintah yang menjalankan tugas seperti Pamong Praja, Hansip dan sebagainya. Padahal diketahui bahwa barang-barang tersebut adalah senjata tajam, tapi Undang-Undang darurat memberikan pengecualian seperti yang termuat dalam Pasal 2 ayat (2). Lagipula biasanya pelanggaran peraturan Undang-Undang 17 18
Pasal 2 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung:Alumni, 1984, hal.12
Universitas Sumatera Utara
33
Darurat tersebut dapat diketahui setelah terjadi tindak pidana lain, seperti pembunuhan dan penganiayaan, serta serta perkelahian yang menggunakan senjata tajam terjadi. Dimana diketahui bersama perbuatan tersebut dikenal dengan nama concursus, yakni penggabungan dua tindak pidana. Tetapi kenyataannya berbagai kasus Kejahatan seperti Pembunuhan dan Penganiayaan,
Perampokan,
serta
Perkelahian
yang
dilakukan
dengan
menggunakan senjata yang lazim digunakan untuk melakukan pekerjaan rumah. Berdasarkan beberapa kenyataan tersebut maka sesuai pernyataan dengan Andi hamzah, bahwa alat-alat atau senjata tajam seperti:19 a.
Barang pusaka, barang kuno atau barang ajaib;
b.
Alat untuk pekerjaan rumah;
c.
Alat untuk keperluan pertanian.
Bila digunakan untuk melakukan kejahatan maka dapat dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 2 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Hal ini dapat kita lihat pada pernyataan dibawah ini: “Barang pusaka, barang kuno, barang ajaib sangat relatif. Karena justru barang-barang itu menjadi fungsi, sebagai senjata dan sebagai unuk melakukan pekerjaan. Bahkan didaerah barang-barang itulah banyak kali dipakai sebagai senjata dalam melakukan delik pembunuhan, penganiayaan dan sebagainya.”
Dalam praktek apabila barang itu telah dipakai melakukan delik seperti tersebut diatas maka diterapkan dalam undang-undang ini. Pembahasan di atas ditegaskan bahwa tidak ada pengecualian terhadap alat atau barang bila digunakan sebagai Senjata dalam suatu aksi Kejahatan, seperti 19
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta:PT. Rineka Cipta, 2004, hal.34
Universitas Sumatera Utara
34
Pembunuhan, Perampokan, atau Perkelahian dsb tetap akan dikenakan sebagai sanksi Pidana. Apalagi perbuatan tersebut sangat merugikan Masyarakat dan jelas-jelas telah diancam dengan Hukuman Pidana. Fenomena tawuran yang sering terjadi di negeri ini, khususnya di daerah Medan sudah sampai pada level yang sangat mengkhawatirkan. Tidak dapat kita pungkiri, bahwa sudah berapa orang pelajar yang menjadi korban dari kejadian tersebut, tidak hanya korban luka-luka, bahkan ada yang sampai meninggal dunia. Penyebabnya belum diketahui secara pasti, apakah yang menjadi pemicu utama fenomena tersebut. Mencermati isi dari Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang menyatakan sebagai berikut:20 “Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau
mempunyai
dalam
miliknya,
menyimpan,
mengangkut,
menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-, steek-, of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya sepuluh tahun.” Salah satu unsur dari pasal ini adalah “tanpa hak” yang mengacu pada kepemilikan senjata tajam. Dari sini maka akan muncul pertanyaan, sebenarnya bagaimana memperoleh hak atas senjata tajam.
20
UU Darurat, Op.Cit, Pasal 2 ayat 1
Universitas Sumatera Utara
35
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia, baik dari yang paling tinggi hingga yang paling bawah, kita tidak akan menemukan sebuah regulasi yang mengatur tentang pemberian izin atas kepemilikan senjata tajam. Berbeda dengan senjata api, yang regulasi kepemilikannya diatur dengan jelas dalam Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Tapi perlu juga dicermati, dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, disebutkan: “Dalam pengertian senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk dalam pasal ini, tidak termasuk barang-barang yang nyata-nyata dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian, atau untuk pekerjaanpekerjaan rumah tangga atau untuk kepentingan melakukan dengan syah pekerjaan atau yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang pusaka atau barang kuno atau barang ajaib (merkwaardigheid).” Dapat kita lihat pengecualian dari ketentuan pasal di atas yang diberikan undang-undang ini. Senjata tajam yang dipergunakan guna pertanian atau untuk pekerjaan rumah tangga atau melakukan pekerjaan lainnya. Jika dicontohkan secara sederhana, seorang petani yang membawa celurit untuk membersihkan rumput di sawah, tidak bisa dikenakan ancaman pidana membawa senjata tajam tanpa hak, karena dalam hal ini senjata tajam tersebut digunakan untuk pertanian dan pekerjaan si petani tersebut.21
21
(https://www.facebook.com/notes/t-aditya-kurniawan/legalisme-membawa-senjatatajam/10151217491783830), diakses pada tanggal 30 April 2016, jam 21.46 mengutip Aditya Kurniawan “Legalisme Membawa Senjata Tajam”
Universitas Sumatera Utara
36
Penjelasan dari uraian yang telah kami jelaskan di atas, bahwa setiap orang yang membawa senjata tajam tanpa hak dapat dikenakan ancaman pidana. Oleh sebab itu, jika tidak untuk keperluan pekerjaan, lebih baik tidak membawa senjata tajam ketika bepergian. Adapun alasan-alasan untuk jaga diri, tidak dapat diterima sebagai alasan pembenar apabila suatu ketika tertangkap membawa senjata tajam. Dengan demikian, kiranya setiap orang dapat bersikap bijak untuk mencegah agar tidak terjerat dengan ancaman pidana membawa senjata tajam tanpa hak. Membawa senjata tajam apalagi menggunakannya tanpa memiliki hak/ izin merupakan suatu tindak pidana karena telah melanggar ketentuan Undangundang, disebabkan karena telah ada ketentuan yang mengatur tentang senjata tajam yakni Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951 Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut : “Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau
mempunyai
dalam
miliknya,
menyimpan,
mengangkut,
menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-, steek-, of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya sepuluh tahun.” Dasar hukum kepemilikan senjata tajam adalah maklumat Kapolri Nomor Pol : MAK/03/X/1080 tanggal 1 Oktober 1980 Pasal 2 mengenai penyimpanan benda berupa senjata tajam/benda pusaka.
Universitas Sumatera Utara
37
Adapun tata cara memperoleh surat keterangan dari kepolisian adalah sebagai berikut : 1. Melengkapi kelengkapan admistrasi yaitu : a. Fotocopy kartu penduduk b. Fotocopy kartu keluarga c. Surat keterangan dokter d. Surat keterangan hasil psikologi e. Surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) f. Surat pernyataan permohonan g. Rekomendasi dari Kapoltabes/Resta/Res setempat h. Pas foto berukuran 3x4 cm sebanyak 6 lembar dan 2x3 cm sebanyak 5 lembar (latar merah) 2. Mengikuti wawancara tentang maksud tujuan memperoleh surat keterangan kepemilikan. Penggunaan senjata tajam ditinjau dari Undang-Undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 tentang Senjata Tajam dan Api Seperti penulis yang telah utarakan di atas bahwa perbuatan dapat dikatakan suatu tindak pidana, apabila perbuatan itu mengandung 4 (empat) unsur penting yaitu sebagai berikut : a.
Perbuatan itu melawan hukum;
b.
Perbuatan itu merugikan masyarakat;
c.
Perbuatan itu dilarang oleh aturan pidana;
d.
Pelaku perbuatan itu diancam dengan pidana.
Universitas Sumatera Utara
38
Suatu perbuatan belum mempunyai atau belum mencocoki keempat unsur itu, maka belum dikatakan bahwa perbuatan tersebut adalah suatu tindak pidana. Jelaslah disini bahwa memiliki, membawa senjata tajam apalagi menggunakan merupakan suatu tindak pidana karena telah melanggar ketentuan Undangundang, disebabkan karena telah ada ketentuan yang mengatur tentang senjata tajam yakni Undang-Undang Nomor 12 tahun 1951 Pasal 2 ayat (1).
B. Pertanggungjawaban Pidana terhadap Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) yang membawa, memiliki, dan menyimpan senjata tajam tanpa izin. 1. Unsur-unsur Tindak Pidana membawa, memiliki dan menyimpan senjata tajam tanpa izin Setelah melihat dasar hukum Undang-Undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 Pasal 2 (ayat 1 dan 2) tentang delik membawa, memiliki, dan menyimpan senjata tajam tanpa izin maka terlebih dahulu diuraikan unsur-unsurnya agar dapat ditentukan apakah perbuatan tersebut harus di pertanggungjawabkan atau tidak oleh si pelaku yang dimana unsur-unsurnya sebagai berikut : a. Barang siapa. Di dalam setiap rumusan pasal-pasal KUHPidana maupun tindak pidana, unsur “barang siapa” merupakan sebuah kata yang penting didalam melihat kesalahan dan pertanggungjawaban pidana. Sebagai sebuah kata “barang siapa”
Universitas Sumatera Utara
39
maka memerlukan kajian yang cukup serius dalam asas kesalahan dan pertanggungjawaban pidana dalam upaya pembuktian.22 Sebagai contoh pasal 362 KUHP tindak pidana pencurian, adanya katakata “barang siapa…”. Sedangkan tindak pidana diluar KUHP dikenal istilah “setiap orang…”. Kedua istilah ini baik “barang siapa” maupun “setiap orang” mempunyai
konotasi
yang
sama
didalam
melihat
kesalahan
dan
pertanggungjawaban. Artinya langsung menunjuk kepada perseorangan seseorang dalamnkonotasi biologis. Atau dengan kata lain adalah pertanggungjawaban manusia sebagai person (naturalijk persoon). Upaya pembuktian di dalam prosesnya, unsur “barang siapa/setiap orang” tidak serta merta langsung menunjuk kepada perseorangan (naturalijk persoon). Apabila meninjau pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHPidana) Indonesia yang dianggap sebagai subyek hukum pidana hanyalah orang perseorangan dalam konotasi biologis yang alami (naturlijkee person). Selain itu, KUHPidana juga masih menganut asas “sociates delinquere non potest” dimana badan hukum atau korporasi dianggap tidak dapat melakukan tindak pidana. b. Tanpa hak. Dengan melihat rumusan kata-kata tanpa hak dalam delik ini, tersirat suatu pengertian bahwa tindakan/perbuatan sipelaku/Terdakwa adalah bersifat melawan hukum, walaupun didalam delik ini tidak dirumuskan unsur ”bersifat
22
lbhmawarsaron.or.id/eng/index.php?option=com_content&view=article&id=131:izinkepemilikansenjata-tajam&catid=58&Itemid=212
Universitas Sumatera Utara
40
melawan hukum” (dalam hal ini menganut bersifat melawan hukum militer materiil). Perumusan kata-kata ”Tanpa hak” dalam delik ini, sudah dipastikan bahwa tindakan seseorang (baik militer atau non militer) sepanjang menyangkut masalahmasalah senjata api, munisi atau bahan peledak harus ada izin dari pejabat yang berwenang untuk itu. Pengertian “Tanpa Hak” berarti pada diri seseorang (si Pelaku/Terdakwa) tidak ada kekuasaan, kewenangan, pemilikan, kepunyaan atas sesuatu (dalam hal ini senjata, munisi atau bahan peledak). Dengan demikian bahwa kekuasaan, kewenangan, pemilikan, kepunyaan itu baru ada pada diri seseorang (si Pelaku/Terdakwa) setelah ada izin (sesuai Undang-undang yang membolehkan untuk itu).23 Unsur Memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya,
menyerahkan,
atau
mencoba
menyerahkan,
menguasai,
membawa, mempunyai persediaan padanya, atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengankut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk.
23
Makalah Hukum. Pengadilan militer indonesia. (Blogspot.Com/2011/10/Uu-No-12-
Drt.Html)
Universitas Sumatera Utara
41
Pengertian dari dengan memasukan ke Indonesia adalah membawa masuk, mendatangkan sesuatu (dalam hal ini senjata api, munisi atau bahan peledak) dari luar wilayah (dari negara asing)kedalam wilayah negara RI.24 Setelah diuraikan unsur-unsur dari tindak pidana membawa, memiliki, dan menyimpan senjata tajam tanpa izin maka dapat ditentukan bahwa perilaku atau perbuatan si pelaku tersebut merupakan suatu tindak pidana yang dimana si pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban yang dilakukan si pelaku mau tidak mau harus dilakukan oleh si pelaku agara si pelaku dapat sadar terhadap perbuatan yang telah dilakukannya dan si pelaku tidak mau mengulangi lagi perbuatannya tersebut yang dimana agar teori dari pemidanaan itu dapat tercapai. 2.
Pertanggungjawaban Pidana OKP yang membawa, memilki dan membawa senjata tajam tanpa izin. Organisasi Kepemudaan Masyarakat (OKP) merupakan subjek hukum,
karena organisasi merupakan kumpulan-kumpulan dari beberaapa orang. Apabila OKP ini melakukan suatu tindak pidana maka dapat diminta pertanggungjawaban nya karena sudah memenuhi unsur-unsur dari tindak pidana, hal ini yang melakukan tindak pidana tersebut pasti sudah merupakan anggota dari organisasi ini. Secara umum pertanggungjawaban yang dilakukan dilakukan oleh perorangan yang melakukan tindak pidana ini, akan tetapi karena si pelaku melakukan tindak pidananya ketika dia sedang berada didalam organisasinya maka dapat diminta
24
Ibid
Universitas Sumatera Utara
42
juga pertanggungjawabannya secara lebih menyeluruh kepada organisasinya tersebut. Ketentuan di dalam Undang-undang tidak ada secara jelas pengaturan tentang pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh suatu organisasi tetapi hanya mengatur tentang peroarangan ataupun “barangsiapa”, jadi secara tidak langsung pertanggungjawaban ini hanya dikenakan kepada si pelaku saja, tetapi mungkin dapat juga pertanggungjawabnnya ditangung oleh bersama-sama oleh organisasi tersebut. Pengaturan mengenai tentang membawa senjata tanpa izin mungkin sudah dapat kita lihat jelas di dalam UU Darurat Nomor 12 tahun 1951 yang telah dibahas diatas, akan tetapi didalam kasus ini membawa senjata tajam tanpa izin tersebut mengakibatkan kerusuhan dan tindak kekerasan yang dimana adanya korban. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai pedoman legalitas pelaksanaan hukum pidana telah mengaturnya dalam berbagai pasal mengenai kekerasan sebagai tindak pidana dan dilakukan lebih dari satu orang, meskipun tidak secara tertera kekerasan tersebut akibat membawa senjata tajam. Antara lain dalam Pasal 170 KUHP, yang mengatur tentang penyerangan dengan tenaga bersama Terhadap Orang Atau Barang, yang padanannya di dalam Ned. W.v.S. (KUHP Belanda) terdapat dalam Artikel 141. Pasal 170 KUHP berbunyi:25
25
Dalam Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP,( Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal. 5
Universitas Sumatera Utara
43
1. "Barangsiapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. 2. Yang bersalah diancam : a) Dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika is dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka; b) Dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun jika kekerasan mengakibatkan luka berat; c) Dengan pidana paling lama dua belas tahun jika kekerasan mengakibatkan maut". 3. Pasal 89 tidak diterapkan Bagian inti delik dalam pasal ini adalah: (1) melakukan kekerasan; (2)di muka umum atau terang-terangan (openlijk) (3) bersama-sama; (4) ditujukan kepada orang atau barang. Menurut Noyon, Langemeijer dan Remmelink, yang termuat dalam Komentar Artikel 141 Sr, menjelaskan bahwa yang dilarang ialah perbuatan kekerasan yang merupakan tujuan dan bukan merupakan alat atau daya upaya untuk mencapai suatu kekerasan, yang dilakukan biasanya merusak barang atau menganiaya atau dapat pula mengakibatkan sakitnya orang atau rusaknya barang walaupun dia tidak bermaksud menyakiti orang atau merusak barang. 16 Misalnya perbuatan melempar batu kepada kerumunan orang atau kepada suatu barang, mengobrakabrik barang dagangan hingga berantakan, atau membalikkan kendaraan. Jadi, biasanya kelompok atau massa yang marah dan beringas, tanpa pikir akibat perbuatannya, mereka melakukan tindakan kekerasan, sehingga terjadi kerusuhan, kebakaran, orang lain luka atau bahkan mati. Undang-undang Darurat nomor 12 tahun 1951 pengaturan tentang membawa senjata tajam tanpa izin dapat kita lihat jelas di dalam pasal 2 ayat 1 yang berbunyi : “Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau
Universitas Sumatera Utara
44
mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag, steek, of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.” Penjelasan di dalam pasal tersebut sudah tertera dengan jelas bahwa si pelaku tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan hukum maksimal 10 tahun. Akan tetapi belum ada secara pasti bagaimana hukuman yang akan diterima si pelaku dengan kondisi ketika dia membawa senjata tajam tersebut, oleh karena itu perbuatan si pelaku perlu dikaitkan dengan Undang-undang yang lain seperti KUHP agar lebih tercapai dengan tepat pertanggungjawaban yang harus dilakukan oleh si pelaku
Universitas Sumatera Utara
BAB II Pengaturan Dan Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) Yang Membawa, Memiliki, Dan Menyimpan Senjata Tajam Tanpa Izin A. Pengaturan hukum tentang memiliki, membawa, dan menyimpan senjata tajam
Persoalan Kriminalitas khususnya membawa ataupun menggunakan senjata tajam memang sangat meresahkan masyarakat, sebab rasa aman dan ketertiban yang didambakan menjadi terancam. Menghindari keadaan yang kacau dan untuk melindungi ketertiban masyarakat, maka pemerintah membuat peraturan perundang-undangan membawa senjata tajam, dengan mencantumkan dengan lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 78 tentang Undang-undang darurat Nomor 12 Tahun 1951, terkhusus pada Pasal 2 yang mengatur tentang senjata tajam. Terciptanya Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang termuat dalam Lembaran Negara tahun 1951 Nomor 78 tersebut, maka para pembuat Undang-undang menganggap bahwa berdasarkan asas yang menyatakan “semua orang dianggap mengetahui atau paham Undang-undang”.16 Kenyataannya anggapan para pembuat Undang-undang keliru sebab masih banyak dari pelaku yang terlibat penyalahgunaan senjata tajam belum mengetahui
16
(http://www.suarapembaruan.com/last/index.html), diakses pada tanggal 30 April 2016, jam 21.46 mengutip “Ketertiban Umum di Masyarakat”
31 Universitas Sumatera Utara
32
dan paham peraturan tersebut terutama pada Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang menyatakan :17 ”Dalam pengertian senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk dalam pasal ini, tidak termasuk barang-barang yang nyata-nyata dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian, atau untuk pekerjaanpekerjaan rumah tangga atau untuk kepentingan melakukan dengan sah pekerjaan atau yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang pusaka atau barang kuno atau barang ajaib (merkwaardigheid).”
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari Soedarto, yang menyatakan bahwa:18 “Dewasa ini diragukan sekali adagium yang fiktif itu, sebab kenyataanya tidaklah mungkin orang mengetahui semua aturan dalam undang-undang. Saya tidak yakun bahwa seorang penjahat pun tahu akan segala peraturan meskipun itu menyangkut jabatannya. Adilkah kalau kita mengharapkan dari rakyat biasa untuk mengetahui segala aturan dalam undang-undang. Saya tidak yakin bahwa seorang pejabat pun tahu akan segala peraturan meskipun itu menyangkut jabatannya.”
Terlepas dari semua anggapan diatas, maka tidak berarti bahwa hak-hak setiap warga Negara dibatasi, apabila ternyata Senjata Tajam tersebut digunakan akan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sah, seperti yang kita ketahui Senjata Tajam biasa digunakan oleh penjagal sapi, dan pedagang pisau dipasar, para petani di Sawah-sawah anggota Pramuka, Pejabat Pemerintah yang menjalankan tugas seperti Pamong Praja, Hansip dan sebagainya. Padahal diketahui bahwa barang-barang tersebut adalah senjata tajam, tapi Undang-Undang darurat memberikan pengecualian seperti yang termuat dalam Pasal 2 ayat (2). Lagipula biasanya pelanggaran peraturan Undang-Undang 17 18
Pasal 2 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung:Alumni, 1984, hal.12
Universitas Sumatera Utara
33
Darurat tersebut dapat diketahui setelah terjadi tindak pidana lain, seperti pembunuhan dan penganiayaan, serta serta perkelahian yang menggunakan senjata tajam terjadi. Dimana diketahui bersama perbuatan tersebut dikenal dengan nama concursus, yakni penggabungan dua tindak pidana. Tetapi kenyataannya berbagai kasus Kejahatan seperti Pembunuhan dan Penganiayaan,
Perampokan,
serta
Perkelahian
yang
dilakukan
dengan
menggunakan senjata yang lazim digunakan untuk melakukan pekerjaan rumah. Berdasarkan beberapa kenyataan tersebut maka sesuai pernyataan dengan Andi hamzah, bahwa alat-alat atau senjata tajam seperti:19 a.
Barang pusaka, barang kuno atau barang ajaib;
b.
Alat untuk pekerjaan rumah;
c.
Alat untuk keperluan pertanian.
Bila digunakan untuk melakukan kejahatan maka dapat dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 2 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Hal ini dapat kita lihat pada pernyataan dibawah ini: “Barang pusaka, barang kuno, barang ajaib sangat relatif. Karena justru barang-barang itu menjadi fungsi, sebagai senjata dan sebagai unuk melakukan pekerjaan. Bahkan didaerah barang-barang itulah banyak kali dipakai sebagai senjata dalam melakukan delik pembunuhan, penganiayaan dan sebagainya.”
Dalam praktek apabila barang itu telah dipakai melakukan delik seperti tersebut diatas maka diterapkan dalam undang-undang ini. Pembahasan di atas ditegaskan bahwa tidak ada pengecualian terhadap alat atau barang bila digunakan sebagai Senjata dalam suatu aksi Kejahatan, seperti 19
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta:PT. Rineka Cipta, 2004, hal.34
Universitas Sumatera Utara
34
Pembunuhan, Perampokan, atau Perkelahian dsb tetap akan dikenakan sebagai sanksi Pidana. Apalagi perbuatan tersebut sangat merugikan Masyarakat dan jelas-jelas telah diancam dengan Hukuman Pidana. Fenomena tawuran yang sering terjadi di negeri ini, khususnya di daerah Medan sudah sampai pada level yang sangat mengkhawatirkan. Tidak dapat kita pungkiri, bahwa sudah berapa orang pelajar yang menjadi korban dari kejadian tersebut, tidak hanya korban luka-luka, bahkan ada yang sampai meninggal dunia. Penyebabnya belum diketahui secara pasti, apakah yang menjadi pemicu utama fenomena tersebut. Mencermati isi dari Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang menyatakan sebagai berikut:20 “Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau
mempunyai
dalam
miliknya,
menyimpan,
mengangkut,
menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-, steek-, of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya sepuluh tahun.” Salah satu unsur dari pasal ini adalah “tanpa hak” yang mengacu pada kepemilikan senjata tajam. Dari sini maka akan muncul pertanyaan, sebenarnya bagaimana memperoleh hak atas senjata tajam.
20
UU Darurat, Op.Cit, Pasal 2 ayat 1
Universitas Sumatera Utara
35
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia, baik dari yang paling tinggi hingga yang paling bawah, kita tidak akan menemukan sebuah regulasi yang mengatur tentang pemberian izin atas kepemilikan senjata tajam. Berbeda dengan senjata api, yang regulasi kepemilikannya diatur dengan jelas dalam Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Tapi perlu juga dicermati, dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, disebutkan: “Dalam pengertian senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk dalam pasal ini, tidak termasuk barang-barang yang nyata-nyata dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian, atau untuk pekerjaanpekerjaan rumah tangga atau untuk kepentingan melakukan dengan syah pekerjaan atau yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang pusaka atau barang kuno atau barang ajaib (merkwaardigheid).” Dapat kita lihat pengecualian dari ketentuan pasal di atas yang diberikan undang-undang ini. Senjata tajam yang dipergunakan guna pertanian atau untuk pekerjaan rumah tangga atau melakukan pekerjaan lainnya. Jika dicontohkan secara sederhana, seorang petani yang membawa celurit untuk membersihkan rumput di sawah, tidak bisa dikenakan ancaman pidana membawa senjata tajam tanpa hak, karena dalam hal ini senjata tajam tersebut digunakan untuk pertanian dan pekerjaan si petani tersebut.21
21
(https://www.facebook.com/notes/t-aditya-kurniawan/legalisme-membawa-senjatatajam/10151217491783830), diakses pada tanggal 30 April 2016, jam 21.46 mengutip Aditya Kurniawan “Legalisme Membawa Senjata Tajam”
Universitas Sumatera Utara
36
Penjelasan dari uraian yang telah kami jelaskan di atas, bahwa setiap orang yang membawa senjata tajam tanpa hak dapat dikenakan ancaman pidana. Oleh sebab itu, jika tidak untuk keperluan pekerjaan, lebih baik tidak membawa senjata tajam ketika bepergian. Adapun alasan-alasan untuk jaga diri, tidak dapat diterima sebagai alasan pembenar apabila suatu ketika tertangkap membawa senjata tajam. Dengan demikian, kiranya setiap orang dapat bersikap bijak untuk mencegah agar tidak terjerat dengan ancaman pidana membawa senjata tajam tanpa hak. Membawa senjata tajam apalagi menggunakannya tanpa memiliki hak/ izin merupakan suatu tindak pidana karena telah melanggar ketentuan Undangundang, disebabkan karena telah ada ketentuan yang mengatur tentang senjata tajam yakni Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951 Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut : “Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau
mempunyai
dalam
miliknya,
menyimpan,
mengangkut,
menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-, steek-, of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya sepuluh tahun.” Dasar hukum kepemilikan senjata tajam adalah maklumat Kapolri Nomor Pol : MAK/03/X/1080 tanggal 1 Oktober 1980 Pasal 2 mengenai penyimpanan benda berupa senjata tajam/benda pusaka.
Universitas Sumatera Utara
37
Adapun tata cara memperoleh surat keterangan dari kepolisian adalah sebagai berikut : 1. Melengkapi kelengkapan admistrasi yaitu : a. Fotocopy kartu penduduk b. Fotocopy kartu keluarga c. Surat keterangan dokter d. Surat keterangan hasil psikologi e. Surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) f. Surat pernyataan permohonan g. Rekomendasi dari Kapoltabes/Resta/Res setempat h. Pas foto berukuran 3x4 cm sebanyak 6 lembar dan 2x3 cm sebanyak 5 lembar (latar merah) 2. Mengikuti wawancara tentang maksud tujuan memperoleh surat keterangan kepemilikan. Penggunaan senjata tajam ditinjau dari Undang-Undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 tentang Senjata Tajam dan Api Seperti penulis yang telah utarakan di atas bahwa perbuatan dapat dikatakan suatu tindak pidana, apabila perbuatan itu mengandung 4 (empat) unsur penting yaitu sebagai berikut : a.
Perbuatan itu melawan hukum;
b.
Perbuatan itu merugikan masyarakat;
c.
Perbuatan itu dilarang oleh aturan pidana;
d.
Pelaku perbuatan itu diancam dengan pidana.
Universitas Sumatera Utara
38
Suatu perbuatan belum mempunyai atau belum mencocoki keempat unsur itu, maka belum dikatakan bahwa perbuatan tersebut adalah suatu tindak pidana. Jelaslah disini bahwa memiliki, membawa senjata tajam apalagi menggunakan merupakan suatu tindak pidana karena telah melanggar ketentuan Undangundang, disebabkan karena telah ada ketentuan yang mengatur tentang senjata tajam yakni Undang-Undang Nomor 12 tahun 1951 Pasal 2 ayat (1).
B. Pertanggungjawaban Pidana terhadap Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) yang membawa, memiliki, dan menyimpan senjata tajam tanpa izin. 1. Unsur-unsur Tindak Pidana membawa, memiliki dan menyimpan senjata tajam tanpa izin Setelah melihat dasar hukum Undang-Undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 Pasal 2 (ayat 1 dan 2) tentang delik membawa, memiliki, dan menyimpan senjata tajam tanpa izin maka terlebih dahulu diuraikan unsur-unsurnya agar dapat ditentukan apakah perbuatan tersebut harus di pertanggungjawabkan atau tidak oleh si pelaku yang dimana unsur-unsurnya sebagai berikut : a. Barang siapa. Di dalam setiap rumusan pasal-pasal KUHPidana maupun tindak pidana, unsur “barang siapa” merupakan sebuah kata yang penting didalam melihat kesalahan dan pertanggungjawaban pidana. Sebagai sebuah kata “barang siapa”
Universitas Sumatera Utara
39
maka memerlukan kajian yang cukup serius dalam asas kesalahan dan pertanggungjawaban pidana dalam upaya pembuktian.22 Sebagai contoh pasal 362 KUHP tindak pidana pencurian, adanya katakata “barang siapa…”. Sedangkan tindak pidana diluar KUHP dikenal istilah “setiap orang…”. Kedua istilah ini baik “barang siapa” maupun “setiap orang” mempunyai
konotasi
yang
sama
didalam
melihat
kesalahan
dan
pertanggungjawaban. Artinya langsung menunjuk kepada perseorangan seseorang dalamnkonotasi biologis. Atau dengan kata lain adalah pertanggungjawaban manusia sebagai person (naturalijk persoon). Upaya pembuktian di dalam prosesnya, unsur “barang siapa/setiap orang” tidak serta merta langsung menunjuk kepada perseorangan (naturalijk persoon). Apabila meninjau pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHPidana) Indonesia yang dianggap sebagai subyek hukum pidana hanyalah orang perseorangan dalam konotasi biologis yang alami (naturlijkee person). Selain itu, KUHPidana juga masih menganut asas “sociates delinquere non potest” dimana badan hukum atau korporasi dianggap tidak dapat melakukan tindak pidana. b. Tanpa hak. Dengan melihat rumusan kata-kata tanpa hak dalam delik ini, tersirat suatu pengertian bahwa tindakan/perbuatan sipelaku/Terdakwa adalah bersifat melawan hukum, walaupun didalam delik ini tidak dirumuskan unsur ”bersifat
22
lbhmawarsaron.or.id/eng/index.php?option=com_content&view=article&id=131:izinkepemilikansenjata-tajam&catid=58&Itemid=212
Universitas Sumatera Utara
40
melawan hukum” (dalam hal ini menganut bersifat melawan hukum militer materiil). Perumusan kata-kata ”Tanpa hak” dalam delik ini, sudah dipastikan bahwa tindakan seseorang (baik militer atau non militer) sepanjang menyangkut masalahmasalah senjata api, munisi atau bahan peledak harus ada izin dari pejabat yang berwenang untuk itu. Pengertian “Tanpa Hak” berarti pada diri seseorang (si Pelaku/Terdakwa) tidak ada kekuasaan, kewenangan, pemilikan, kepunyaan atas sesuatu (dalam hal ini senjata, munisi atau bahan peledak). Dengan demikian bahwa kekuasaan, kewenangan, pemilikan, kepunyaan itu baru ada pada diri seseorang (si Pelaku/Terdakwa) setelah ada izin (sesuai Undang-undang yang membolehkan untuk itu).23 Unsur Memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya,
menyerahkan,
atau
mencoba
menyerahkan,
menguasai,
membawa, mempunyai persediaan padanya, atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengankut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk.
23
Makalah Hukum. Pengadilan militer indonesia. (Blogspot.Com/2011/10/Uu-No-12-
Drt.Html)
Universitas Sumatera Utara
41
Pengertian dari dengan memasukan ke Indonesia adalah membawa masuk, mendatangkan sesuatu (dalam hal ini senjata api, munisi atau bahan peledak) dari luar wilayah (dari negara asing)kedalam wilayah negara RI.24 Setelah diuraikan unsur-unsur dari tindak pidana membawa, memiliki, dan menyimpan senjata tajam tanpa izin maka dapat ditentukan bahwa perilaku atau perbuatan si pelaku tersebut merupakan suatu tindak pidana yang dimana si pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban yang dilakukan si pelaku mau tidak mau harus dilakukan oleh si pelaku agara si pelaku dapat sadar terhadap perbuatan yang telah dilakukannya dan si pelaku tidak mau mengulangi lagi perbuatannya tersebut yang dimana agar teori dari pemidanaan itu dapat tercapai. 2.
Pertanggungjawaban Pidana OKP yang membawa, memilki dan membawa senjata tajam tanpa izin. Organisasi Kepemudaan Masyarakat (OKP) merupakan subjek hukum,
karena organisasi merupakan kumpulan-kumpulan dari beberaapa orang. Apabila OKP ini melakukan suatu tindak pidana maka dapat diminta pertanggungjawaban nya karena sudah memenuhi unsur-unsur dari tindak pidana, hal ini yang melakukan tindak pidana tersebut pasti sudah merupakan anggota dari organisasi ini. Secara umum pertanggungjawaban yang dilakukan dilakukan oleh perorangan yang melakukan tindak pidana ini, akan tetapi karena si pelaku melakukan tindak pidananya ketika dia sedang berada didalam organisasinya maka dapat diminta
24
Ibid
Universitas Sumatera Utara
42
juga pertanggungjawabannya secara lebih menyeluruh kepada organisasinya tersebut. Ketentuan di dalam Undang-undang tidak ada secara jelas pengaturan tentang pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh suatu organisasi tetapi hanya mengatur tentang peroarangan ataupun “barangsiapa”, jadi secara tidak langsung pertanggungjawaban ini hanya dikenakan kepada si pelaku saja, tetapi mungkin dapat juga pertanggungjawabnnya ditangung oleh bersama-sama oleh organisasi tersebut. Pengaturan mengenai tentang membawa senjata tanpa izin mungkin sudah dapat kita lihat jelas di dalam UU Darurat Nomor 12 tahun 1951 yang telah dibahas diatas, akan tetapi didalam kasus ini membawa senjata tajam tanpa izin tersebut mengakibatkan kerusuhan dan tindak kekerasan yang dimana adanya korban. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai pedoman legalitas pelaksanaan hukum pidana telah mengaturnya dalam berbagai pasal mengenai kekerasan sebagai tindak pidana dan dilakukan lebih dari satu orang, meskipun tidak secara tertera kekerasan tersebut akibat membawa senjata tajam. Antara lain dalam Pasal 170 KUHP, yang mengatur tentang penyerangan dengan tenaga bersama Terhadap Orang Atau Barang, yang padanannya di dalam Ned. W.v.S. (KUHP Belanda) terdapat dalam Artikel 141. Pasal 170 KUHP berbunyi:25
25
Dalam Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP,( Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal. 5
Universitas Sumatera Utara
43
1. "Barangsiapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. 2. Yang bersalah diancam : a) Dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika is dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka; b) Dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun jika kekerasan mengakibatkan luka berat; c) Dengan pidana paling lama dua belas tahun jika kekerasan mengakibatkan maut". 3. Pasal 89 tidak diterapkan Bagian inti delik dalam pasal ini adalah: (1) melakukan kekerasan; (2)di muka umum atau terang-terangan (openlijk) (3) bersama-sama; (4) ditujukan kepada orang atau barang. Menurut Noyon, Langemeijer dan Remmelink, yang termuat dalam Komentar Artikel 141 Sr, menjelaskan bahwa yang dilarang ialah perbuatan kekerasan yang merupakan tujuan dan bukan merupakan alat atau daya upaya untuk mencapai suatu kekerasan, yang dilakukan biasanya merusak barang atau menganiaya atau dapat pula mengakibatkan sakitnya orang atau rusaknya barang walaupun dia tidak bermaksud menyakiti orang atau merusak barang. 16 Misalnya perbuatan melempar batu kepada kerumunan orang atau kepada suatu barang, mengobrakabrik barang dagangan hingga berantakan, atau membalikkan kendaraan. Jadi, biasanya kelompok atau massa yang marah dan beringas, tanpa pikir akibat perbuatannya, mereka melakukan tindakan kekerasan, sehingga terjadi kerusuhan, kebakaran, orang lain luka atau bahkan mati. Undang-undang Darurat nomor 12 tahun 1951 pengaturan tentang membawa senjata tajam tanpa izin dapat kita lihat jelas di dalam pasal 2 ayat 1 yang berbunyi : “Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau
Universitas Sumatera Utara
44
mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag, steek, of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.” Penjelasan di dalam pasal tersebut sudah tertera dengan jelas bahwa si pelaku tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan hukum maksimal 10 tahun. Akan tetapi belum ada secara pasti bagaimana hukuman yang akan diterima si pelaku dengan kondisi ketika dia membawa senjata tajam tersebut, oleh karena itu perbuatan si pelaku perlu dikaitkan dengan Undang-undang yang lain seperti KUHP agar lebih tercapai dengan tepat pertanggungjawaban yang harus dilakukan oleh si pelaku
Universitas Sumatera Utara
BAB III Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan No.228/Pid.B/2014/PN.BJ Terhadap Pelaku
A. Kronologis Kasus ini terjadi pada hari Selasa tanggal 25 Maret 2014 sekira pukul 00.15 wib, atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Maret tahun 2014 bertempat di Jalan Gang Patok Kel. Bhakti Karya Kec. Binjai Selatan Kota Binjai, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Binjai, Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-steek-of stootwapen), yang dimana perbuatan ini dilakukan oleh dua terdakwa yaitu ANGGA PRAMAN Alias ANGGA dan HERDIANSA alias UJE. Kedua terdakwa ini kedapatan menyimpan senjata tajam ketika saksi YASMIN PURBA, saksi IRFAN FRANDENI dan saksi ANANDA GINTING beserta rekan-rekannya yang lain dari Polres Binjai sedang melakukan sweeping untuk mencegah atau mengantisipasi terulang kembali bentrokan antara OKP Pemuda Pancasila (PP) dan OKP Ikatan Pemuda Karya (IPK) yang terjadi pada hari Sabtu Sore tanggal 22 Maret 2014 di Wilayah Kec. Binjai Timur, kemudian saksi-saksi bersama anggota lainnya melakukan sweeping
45 Universitas Sumatera Utara
46
di salah satu lokasi yang diduga sebagai tempat berkumpulnya OKP Pemuda Pancasila (PP) yaitu di Gg. Patok Kel. Bhakti Karya Kec. Binjai Selatan menemui atau mendapati sekelompok pemuda dan setelah dilakukan pemeriksaan ditempat tersebut saksi-saksi menemukan 2 (dua) orang laki-laki yang menguasai membawa atau menyimpan senjata tajam tanpa izin, setelah ditanyai mengaku bernama ANGGA PRAMANA Als ANGGA dan HERDIANSA Als UJE, pada saat itu terdakwa-terdakwa ditangkap sedang duduk-duduk di pinggir jalan dan terdakwa ANGGA PRAMANA Als ANGGA disita barang bukti berupa 1 (satu) bilah senjata tajam jenis pisau belati yang panjangnya lebih kurang 15 (lima belas) cm terbuat dari besi bergagang kayu warna hitam dan bersarungkan kayu berwarna hitam, barang bukti tersebut disita dari pinggang sebelah kiri terdakwa, sedangkan terdakwa HERDIANSA Als UJE disita barang bukti berupa 1 (satu) bilah senjata tajam jenis pisau belati yang panjangnya sekitar 30 (tiga puluh) cm bersarungkan kayu yang dibalut dengan selasiban warna hitam barang bukti tersebut disita dari pinggang sebelah kiri terdakwa, dimana senjata tajam tersebut adalah milik masing-masing terdakwa. Ketika diintrogasi kedua terdakwa mengakui bahwa tujuan kedua terdakwa membawa senjata tajam jenis pisau belati tersebut adalah untuk jaga diri pada saat jaga malam dirumah ketua Acong (bos kedua terdakwa), selanjutnya terdakwa-terdakwa beserta barang bukti diamankan ke Polres Binjai untuk proses hukum lebih lanjut karena terdakwa-terdakwa memiliki/membawa sebilah pisau tersebut tidak ada mendapat ijin dari pihak yang berwenang.
Universitas Sumatera Utara
47
B. Fakta-fakta Hukum 1. Keterangan Saksi c. Saksi Yasmin Purba -Bahwa saksi tidak kenal dengan terdakwa,kenal setelah tertangkap -Bahwa Pada hari Selasa tanggal 25 Maret 2014 sekira pukul 00.15 benar telah melakukan sweeping dan menangkap kedua terdakwa telah tertangkap membawa senjata tajam berupa pisau belati tanpa ada izin. -Bahwa saat ditanyakan oleh saksi, Terdakwa-Terdakwa mengatakan bahwa senjata tajam tersebut dibawa oleh mereka untuk berjaga diri dari serangan orang -Bahwa senjata tersebut tidak ada kaitannya dengan pekerjaan Terdakwa -Bahwa Terdakwa-Terdakwa membawa senjata tersebut pada waktu malam hari d. Saksi Irfan Fraendeni -Bahwa saksi tidak kenal dengan terdakwa,kenal setelah tertangkap -Bahwa Pada hari Selasa tanggal 25 Maret 2014 sekira pukul 00.15 benar telah melakukan sweeping dan menangkap kedua terdakwa
Universitas Sumatera Utara
48
telah tertangkap membawa senjata tajam berupa pisau belati tanpa ada izin. -Bahwa saat ditanyakan oleh saksi, Terdakwa-Terdakwa mengatakan bahwa senjata tajam tersebut dibawa oleh mereka untuk berjaga diri dari serangan orang -Bahwa senjata tersebut tidak ada kaitannya dengan pekerjaan Terdakwa -Bahwa Terdakwa-Terdakwa membawa senjata tersebut pada waktu malam hari 2. Keterangan Terdakwa Bahwa Terdakwa di persidangan telah memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut : -Bahwa Terdakwa-Terdakwa pada hari Selasa tanggal 25 Maret 2014 sekira pukul 00.15 Wib di jalan Gang Patok Kel.Bhakti Karya Kec.Binjai Selatan, Kota Binjai pada saat Terdakwa-Terdakwa hendak menaiki sepeda motor Terdakwa-Terdakwa ditangkap oleh Polisi saat Polisi sedang melakukan razia atau sweeping; -Bahwa pada saat itu Terdakwa-Terdakwa membawa senjata tajam berupa 1 (satu) bilah pisau belati yang panjangnya lebih kurang 15 cm bergagang kayu hitam yang diselipkan dipinggang sebelah kiri Terdakwa ANGGA PRAMANA ALS ANGGA dan pada
Universitas Sumatera Utara
49
Terdakwa HERDIANSAH ALS UJE ditemukan 1 (satu) bilah senjata tajam jenis pisau belati yang panjangnya lebih kurang 30 cm bersarungkan kayu yang dibakut dengan selasiban warna hitang juga diselipkan dipinggang Terdakwa sebelah kiri; -Bahwa menurut Terdakwa-Terdakwa senjata tajam tersebut mereka bawa untuk berjaga-jaga diri dari orang jahat; -Bahwa senjata tersebut tidak ada kaitannya dengan pekerjaan Terdakwa 3. Alat bukti Barang bukti berupa : -1(satu)bilah senjata tajam jenis belati yang panjangnya sekitar 30 (tiga puluh) cm bersarungkan kayu yang dibalut dengan salasiban warna hitam dan -1 (satu) bilah senjata tajam jenis pisau belati yang panjangnya sekitar 15 (lima belas) cm terbuat dari besi bergagangkan kayu bersarungkan kayu hitam C. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Surat dakwaan merupakan dasar atau landasan pemeriksaan perkara dalam sidang di pengadilan. JPU harus bersikap cermat/teliti terutama yang berkaitan dengan penerapan peraturan perundangundangan yang berlaku agar tidak terjadikekurangan dan atau kekeliruan yang mengakibatkan batalnya surat
Universitas Sumatera Utara
50
dakwaan atau unsur-unsur dalam dakwaan tidak berhasil dibuktikan. JPU juga harus mampu merumuskan unsur-unsur tindak pidana/delik yang didakwakan secara jelas, dalam artian rumusan unsur-unsur delik harus dapat dipadukan dan dijelaskan dalam bentuk uraian fakta perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Dengan kata lain uraian unsur-unsur delik yang dirumuskan dalam pasal yang didakwakan harus dapat dijelaskan/digambarkan dalam bentuk fakta perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Sehingga dalam uraian unsurunsur dakwaan dapat diketahui secara jelas apakah terdakwa dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan tersebut sebagai pelaku (pleger), pelaku peserta (medepleger), penggerak (uitlokker), penyuruh (doen pleger) atau hanya sebagai pembantu. Ketentuan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang selanjutnya disebut KUHAP, tidak pernah diatur berkenaan dengan bentuk dan susunan dari surat dakwaan. Sehingga dalam praktek hukum,masing-masing JPU dalam menyusun surat dakwaan pada umumnyadipengaruhi oleh strategi dan rasa seni sesuai dengan pengalaman prakteknya masing-masing, namun demikian tetap berdasarkan pada persyaratan yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP. Pelaksanaan di dalam praktek hukum dikenal beberapa bentuk surat dakwaan yaitu surat dakwaan tunggal, surat dakwaan subsider, surat dakwaan alternatif, surat dakwaan alternatif, surat dakwaan kumulatif, dan surat dakwaan kombinasi.
Universitas Sumatera Utara
51
Dakwaan JPU dalam perkara ini merupakan dakwaan tunggal yaitu melanggar Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang dimana unsur-unsurnya sebagai berikut : 1. Unsur setiap orang Berdasarkan ketentuan di dalam perundang-undangan yang dimaksud dengan “setiap orang” adalah sama dengan penegertian “barang siapa” sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah subyek hukum yang dapat berupa perorangan maupun badan hukum yang diwakili oleh person yang menampakkan daya berfikir sebagai persyaratan mendasar kemampuan bertanggungjawab, yang berdasarkan ketentuan dalam Pasal 44 ayat (1) Kuhp dapat diketahui bahwa orang yang yang dipandang mampu mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukannya adalah orang yang sehat akal pikirannya; Perkara ini orang yang diajukan ke persidangan karena didakwa melakukian tindak pidana adalah berupa orang yaitu Terdakwa ANGGA PRAMANA ALS ANGGA dan pada Terdakwa HERDIANSAH ALS UJE sesuai dengan identitasnya dalam Surat Dakwaan dan terdakwa juga membenarkan identitasnya dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum tersebut, sehingga Majelis Hakim berpendapat bahwa terdakwa sebagai tercantum dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum adalah perkara a quo adalah benar dan bukan orang lain dari padanya sehingga tidak terjadi error in persona, dengan demikian unsur setiap orang ini telah terpenuhi
Universitas Sumatera Utara
52
2. Unsur dengan sengaja membawa, memiliki, dan menyimpan senjata tajam tanpa izin Unsur dengan tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba, memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk” dengan tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba, memperolehnya,
menyerahkan
atau
mencoba
menyerahkan,
menguasai,
membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai daklam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata. Berdasarkan bukti-bukti yang ada di persidangan terdakwa telah terbukti membawa dan menyimpan senjata tajam berupa 1(satu)bilah senjata tajam jenis belati yang panjangnya sekitar 30 (tiga puluh) cm bersarungkan kayu yang dibalut dengan salasiban warna hitam dan 1 (satu) bilah senjata tajam jenis pisau belati yang panjangnya sekitar 15 (lima belas) cm terbuat dari besi bergagangkan kayu bersarungkan kayu hitam. Dari uraian tersebut maka unsur membawa, menyimpan, dan memiliki senjata tajam tanpa izin telah terpenuhi. Berdasarkan pembuktian unsur-unsur di atas, kemudian dikaitkan dengan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan maka dapat disimpulkan bahwa dakwaan JPU sudah terbukti yaitu Pasal 2 ayat 1 UU Darurat Nomor 51 tahun
Universitas Sumatera Utara
53
1951 yang dimana terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana membawa, menyimpan dan memiliki senjata tajam tanpa izin Setelah semua unsur-unsur tindak pidana berhasil dibuktikan,maka selanjutnya Hakim mempertimbangkan alasan-alasan pengecualian, yaitu keadaan yang memberatkan dan yang meringankan; Setelah semua unsur-unsur tindak pidana berhasil dibuktikan,maka selanjutnya Hakim mempertimbangkan alasan-alasan pengecualian, yaitu keadaan yang memberatkan dan yang meringankan; Keadaan yang memberatkan : -Perbuatan terdakwa sangat meresahkan mayarakat Keadaan yang meringankan : -Terdakwa
mengakui
terus
terang
perbuatannya
sehingga
tidak
mempersulit persidangan -Terdakwa belum pernah dihukum D. Tuntutan Penuntut Umum Tuntutan Penuntut Umum merupakan permohonan Penuntut Umum kepada Hakim ketika hendak mengadili suatu perkara. Adapun tuntutan Penuntut Umum yang pada pokoknya meminta Hakim Pengadilan Negeri Binjai adalah sebagai berikut : 1. Menyatakan Terdakwa ANGGA PRAMANA ALS ANGGA dan Terdakwa HERDIANSAH Als UJE terbukti secara sah dan meyakinkan
Universitas Sumatera Utara
54
bersalah melakukan Tindak pidana “membawa, memiliki dan atau menyimpan senjata tajam tanpa izin” sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 2 ayat (1) dari Undang-undang No.12/DRT/1951 tentang senjata tajam dalam dakwaan tunggal tersebut; 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa ANGGA PRAMANA ALS ANGGA dan Terdakwa HERDIANSAH Als UJE dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dengan perintah Terdakwa tetap berada dalam tahanan; 3. Menetapkan barang bukti berupa 1(satu)bilah senjata tajam jenis belati yang panjangnya sekitar 30 (tiga puluh) cm bersarungkan kayu yang dibalut dengan salasiban warna hitam 1 (satu) bilah senjata tajam jenis pisau belati yang panjangnya sekitar 15 (lima belas) cm terbuat dari besi bergagangkan
kayu
bersarungkan
kayu
hitam
Dirampas
untuk
dimusnahkan; 4. Menetapkan agar Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.2.000,(duaribu Rupiah). E. Putusan Hakim Dalam perkara Nomor.228/Pid.B/2014/PN.BJ Hakim memutuskan : MENGADILI 1. Menyatakan Terdakwa ANGGA PRAMANA ALS ANGGA dan Terdakwa HERDIANSAH ALS UJE telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Tanpa hak membawa senjata Tajam;
Universitas Sumatera Utara
55
2. Menjatuhkan pidana kepada pada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara masing-masing selama 4 (empat) bulan dan 25 (Dua Puluh lima) hari; 3. Menetapkan lamanya masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; 4. Menetapkan barang bukti berupa: - 1(satu)bilah senjata tajam jenis belati yang panjangnya sekitar 30 (tiga puluh) cm bersarungkan kayu yang dibalut dengan salasiban warna hitam; - 1 (satu) bilah senjata tajam jenis pisau belati yang panjangnya sekitar 15 (lima belas) cm terbuat dari besi bergagangkan kayu bersarungkan kayu hitam; Dirampas untuk dimusnahkan 5. Membebankan para Terdakwa membayar biaya perkara masing-masing sebesar Rp. 2.000,-(Duaribu Rupiah). F. Analisis Putusan No.228/Pid.B/2014/PN.BJ Berdasarkan hasil penelitian penulis, bahwa penerapan hukum pada putusan No.228/Pid.B/2014/PN.BJ sudah tepat yakni : ”Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) UU Drt No. 12 tahun 1951`(LN No. 78/ Tahun 1951)” Bahwa karena terdakwa didakwa dalam surat dakwaan tunggal maka Majelis Hakim tidak perlu memilih dakwaan mana yang akan dipertimbangkan
Universitas Sumatera Utara
56
terlebih dahulu yang dipandang dan terbukti berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan tersangka telah terbukti melakukan tindak pidana barangsiapa membawa, menyimpan dan memiliki senjata tajam tanpa dilengkapi ijin dari pihak yang berwenang, sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 2 ayat (1) UU Drt No. 12 Tahun 1951 (LN No. 78 Tahun 1951) yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : a. Unsur barangsiapa; Bahwa unsur barangsiapa menunjuk kepada orang sebagai subjek hukum yang dapat dipertanggungjawabkan atas segala perbuatannya. Penuntut
Umum
telah menghadapkan terdakwa,
yakni
ANGGA
PRAMANA ALS ANGGA dan Terdakwa HERDIANSAH ALS UJE dimana dalam pemeriksaan di persidangan terdakwa telah menyatakan mengerti maka isi surat dakwaan serta identitas terdakwa sesuai dengan surat dakwaan, oleh karenanya tidak terdapat sesuatu petunjuk bahwa akan terjadi kekeliruan sebagai subjek atau pelaku tindak pidana. Bahwa orang yang diajukan sebagai terdakwa dalam pemeriksaan persidangan sehat jasmani dan rohani, tidak sedang dibawah pengampuan, mampu merespon jalannya persidangan dengan baik, sehingga terdakwa dinilai mampu bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Maka unsure barangsiapa telah terpenuhi.
Universitas Sumatera Utara
57
a. Unsur tanpa hak; Bahwa dalam pertimbangannya unsur ini tidak terlepas dari pertimbangan unsur berikutnya, sehingga nantinya dapat diketahui, apa yang menyebabkan suatu perbuatan itu menjadi dilarang oleh UndangUndang. Sementara itu yang dimaksud dengan “tanpa hak” adalah setiap perbuatan yang dilakukan telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dan dapat diartikan pula tidak mempunyai sehingga perbuatan yang bersangkutan menjadi bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau hukum yang berlaku. Bahwa apabila uraian diatas dikaitkan dengan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan berdasarkan dengan keterangan saksi-saksi, keterangan
terdakwa
beserta
barang
bukti
yang
diperlihatkan
dipersidangan, maka menurut Majelis Hakim telah terpenuhi unsur ini oleh karena terdakwa tidak memiliki surat izin atau tidak dapat diperlihatkan surat izin untuk memiliki atau membawa senjata penikam atau penusuk tersebut. Bahwa dengan demikian perbuatan Terdakwa telah memenuhi unsur ini menurut hukum. b. Unsur memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata penikam atau senjata penusuk;
Universitas Sumatera Utara
58
Bahwa unsur ini mengandung beberapa kualifikasi perbuatan yang bersifat Alternatif, artinya sudah cukup bila salah satu perbuatan saja terbukti dan tidak seluruh Alternatif perbuatan tersebut dibuktikan. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan bahwa benar terdakwa telah menguasai miliknya senjata penikam atau senjata penusuk berupa sebilah badik sebagaimana pengakuan terdakwa dan keterangan saksi-saksi di persidangan, dimana senjata tajam tersebut bukanlah termasuk alat-alat pertanian atau benda pusaka atau alat-alat yang sering digunakan dalam keperluan rumah tangga serta tidak ada hubungannya dengan pekerjaan terdakwa, sehingga oleh karenanya menurut Majelis Hakim perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur ini. Bahwa dari rangkaian uraian pertimbangan hukum tersebut diatas, Majelis Hakim berkeyakinan bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi seluruh unsurunsur sebagaimana dalam surat Dakwaan. Menurut Penulis dakwaan penuntut umum tersebut adalah sudah tepat karna para terdakwa hanya terbukti memiliki, membawa dan menyimpan senjata tajam tanpa izin. Yang dimana pengaturan hukumnya sudah tertera jelas di pasal 2 UU darurat no.12 tahun 1951. Perbuatan si terdakwa ini memang harus dihukum meskipun perbuatan dari terdakwa belum ada menimbulkan korban atau pihak yang dirugikan. Akan tetapi dampak dari tindak pidana membawa senjata tajam adalah meresahkan
Universitas Sumatera Utara
59
masyarakat serta dapat menimbulkan banyak kerugian baik bagi si pembawa ataupun orang lain. Pada masyarakat tentu saja akan merasa cemas dan panik apabila melihat seseorang membawa senjata tajam, sehingga berpikir untuk menjauh dan menghindar dari orang tersebut. Dari sisi lain pula membawa senjata tajam tanpa dilengkapi dengan izin dari pihak yang berwenang atau tanpa alasan dan tujuan yang sesuai dengan undang-undang yang mengaturnya merupakan tindak pidana yang dapat merugikan diri si pembawa yaitu akan dijerat hukum sesuai dengan perundangundangan. Walaupun si pembawa hanya menyimpan dan tidak menggunakan senjata tajam tersebut. Hukuman Hakim terhadap terdakwa dalam putusannya yaitu 4(empat) bulan 25 hari memang dapat dikategorikan hukuman yang lumayan ringan. Menurut penulis bahwa hakim dalam mengambil putusannya mungkin melihat tidak ada korbannya dari tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa. Memang mungkin hukuman 4 bulan penjara ini tidak dapat menjamin membuat si terdakwa jera atas perbuatan yang dilakukannya. Akan tetapi Putusan hakim sepatutnya haruslah memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak. Secara yuridis, berapapun sanksi pidana yang dijatuhkan oleh hakim tidak menjadi permasalahan selama tidak melebihi batas maksimum dan minimum sanksi pidana yang diancam dalam pasal yang bersangkutan, melainkan yang menjadi persoalan adalah apa yang mendasari atau apa alasan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan
Universitas Sumatera Utara
60
berupa sanksi pidana sehingga putusan yang dijatuhkan secara obyektif dapat diterima dan memenuhi rasa keadilan. Demi mencapai keadilan tersebut maka hakim harus mempertimbangkan semua hal untuk dapat menjamin keadilan. Apabila hakim membuat hukuman yang lebih berat lagi kepada si terdakwa, memang hal tersebut mungkin dapat membuatb si terdakwa jera dan tidak mau melakukannya lagi tetapi itu membuat si terdakwa merasa tidak mendapat keadilan karena perbuatannya yang dilakukannya tidaklah menimbulkan koraban. Hukuman yang diterima si terdakwa menurut penulis sudahlah tepat untuk membalas perbuatan si terdakwwa yang menggangu ketertiban umum dan membuat resah masyarakaat di sekitarnya. F. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Perkara Pidana Terhadap Pelaku Organisasi Kemasyarakaatan Pemuda (OKP) Yang Membawa, Memiliki, Menyimpan Senjata Tajam Tanpa Izin, Dalam Putusan No.228/Pid.B/2014/PN.BJ Putusan Hakim biasa disebut putusan pengadilan, menurut Pasal 1 (11) KUHAP putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas bahkan lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Oleh karena itu putusan yang diambil oleh hakim berdasarkan pada fakta-fakta yang terbukti di pengadilan.
Universitas Sumatera Utara
61
Ketentuan Pasal 183 KUHAP menggariskan sebagai berikut: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya” Putusan Hakim merupakan aspek penting dalam menyelesaikan perkara pidana. Putusan Hakim dapat dikatakan sebagai mahkota suatu perkara pidana. Oleh karena itu, dalam membuat putusan hakim haruslah berhati-hati. Putusan Hakim dalam perkara pidana memiliki tiga bentuk, antara lain putusan bebas, lepas dari segala tuntutan dan putusan pemidanaan. Putusan bebas (vrijspraak), diambil jika salah satu unsur dalam pasal yang didakwakan tidak terbukti. Hal ini diatur dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang menegaskan bahwa: “Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.” Putusan
lepas
dari
segala
tuntutan
hukum
(onslag
van
alle
rechtsvervolging), diputuskan jika perbuatan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, tetapi perbuatan tersebut bukanlah merupakan tindak pidana. Hal ini diatur dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP yang menegaskan bahwa:
Universitas Sumatera Utara
62
“Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.” Ketentuan Pasal 185 ayat (6) KUHAP menetukan; “Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan: a. Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain; b. Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain; c. Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk member keterangan tertentu; d. Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.” Dalam sepanjang persidangan Majelis Hakim tidak menemukan adanya hal-hal yang dapat melepaskan perbuatan terdakwa dari pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pemaaf maupun sebagai alasan pembenar, oleh karenanya Majelis Hakim berkesimpulan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tersebut harus dipertanggungjawabkan kepadanya, oleh karena terdakwa mampu bertanggung jawab, maka terdakwa harus dinyatakan bersalah atas tindak pidana yang didakwakan terhadap diri pada terdakwa yang kemudian harus dijatuhi pidana.
Universitas Sumatera Utara
63
Oleh karena menurut Majelis perbuatan Terdakwa yang terbukti adalah Dakwaan Tunggal telah terbukti dengan tetap memperhatikan keadilan hukum, keadilan social, maka menurut Majelis Hakim terhadap lamanya pidana yang akan dijatuhkan kepada para terdakwa tersebut telah memnuhi rasa keadilan. Terdapat tiga aspek yang harus diperhatikan dalam pengambilan keputusan yakni, secara yuridis yaitu melihat peraturan yang berlaku, dari segi sosiologis yaitu melihat pandangan masyarakat dan psikologis yaitu seperti rasa keadilan. Dalam mengambil putusan hakim haruslah memperlihatkan aturan hukum dan mempertimbangkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum, fakta-fakta di persidangan yang terungkap mengenai keterangan saksi, barang bukti, keadaan terdakwa, efek dari perbuatan terdakwa, ditambah putusan hakim yang diambil berdasarkan keyakinan hakim. Namun pada dasarnya penghukuman bertujuan untuk efek jera dimana mempertimbangkan fakta pada persidangan dan masalahnya. Sebelum menjatuhkan pidana terdakwa, maka perlu dipertimbangkan terlebih dahulu hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan pada diri terdakwa; Hal-hal yang memberatkan : - Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat Hal-hal yang meringankan : - Terdakwa berterus terang dipersidangan
Universitas Sumatera Utara
64
- Terdakwa sopan dalam persidangan - Terdakwa masih muda dan tidak mengulangi lagi perbuatannya Karena para terdakwa telah ditahan secara sah, maka sesuai pasal 22 ayat (4) KUHAP, lamanya tahanan yang telah dijalani oleh terdakwa harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Hal ini sudah sesuai dengan tuntutan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum sebagaimana yang didakwakan yaitu pasal 2 ayat (1) UU Drt. Nomor 12 Tahun 1951 LN. No. 78/1951. Dalam menyusun surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum wajib mempertimbangkan keadaan-keadaan si pembuat tindak pidana, apa dan bagaimana pengaruh perbuatan pidana yang dilakukan dan pengaruh tindak pidana bagi terpidana dimasa yang akan datang serta banyak lagi keadaan lainnya sehingga nantinya akan menjadi bahkan rujukan yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh hakim dalam menjatuhkan pidana. Selain itu dalam menerapkan hukum yang akan digunakan dalam kasus ini, haruslah terpenuhi tujuan dari pemidanaan yakni akibat melakukan kejahatan maka seseorang akan dihukum nantinya. Hukuman tersebut adalah merupakan balasan dari apa yang telah dilakukannya sehingga diharapkan dengan adanya hukuman ini dapat menjadi pelajaran dan pembinaan bagi seseorang yang dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana. Dari dakwaan yang didakwakan terhadap terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak membawa senjata tajam.
Universitas Sumatera Utara
65
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas, maka yang dapat penulis simpulkan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Pengaturan
dan
pertanggungjawaban
pidana
terhadap
Organisasi
Kemasyarakatan Pemuda (OKP) Yang Membawa, Memiliki, Dan Menyimpan Senjata Tajam Tanpa Izin dapat kita lihat di Undang-Undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 tepatnya di pasal 2 ayat (1) yang berbunyi : “Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-, steek-, of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.” 2. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku dalam Putusan Nomor : 228/Pid.B/2014/PN.BJ telah sesuai. Berdasarkan penjabaran keterangan saksi, keterangan terdakwa dan barang bukti serta adanya pertimbangan-pertimbangan yuridis, hal-hal yang meringankan dan
Universitas Sumatera Utara
66
memberatkan terdakwa, serta memperhatikan undang-undang yang berkaitan dan diperkuat dengan keyakinan hakim. B. Saran 1. Bahwa sepatutnya wakil kita di bangku Legislatif dan Yudikatif untuk mungkin meninjau ulang UU tersebut terutama dengan hal kekiniannya, tata bahasa dan perkembangan definisi yang menurut saya berkaitan erat dengan segala macam pengartian yang masih debateable dan pemimpin di tingkat eksekutif untuk memperjelas peraturan turunannya dan menurut penulis agar pemerintah juga berupaya untuk membuat perundang-undangan yang baru tentang senjata tajam karena UU nomor 12 tahun 1951 ini sudah terlalu lama dan belum dapat mengikuti sesuai dengan perkembangan zaman sekarang 2. Putusan yang ringan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim bisa saja membuat pelaku tidak merasakan efek jerah dan dapat sewaktu-waktu mengulangi perbuatannya kembali. Oleh sebab itu, disini diperlukan keseriusan dan kehati-hatian oleh penegak hukum baik oleh Jaksa sebagai penuntut umum yang menyusun surat dakwaan dan tuntutan agar menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara. Maupun bagi hakim agar putusan tersebut dapat mengandung nilainilai keadilan dan kemanfaatan hukum.
Universitas Sumatera Utara
67
DAFTAR PUSTAKA Buku : S.R Sianturi, 1996, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapanya,Cet IV, Jakarta : Alumni Ahaem-Peteheam, Moeljatno, 1993, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta Roeslan Saleh, 1983, Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta : Aksara Baru Roeslan Saleh, 1982, Pikiran-pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta : Ghalia Indonesia Mahrus Ali, 2012, Dasar-dasar Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika Gusman Natawijaya, 2008, Adat di Indonesia, Bandung : Refika Aditama Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press Sudarto, 1984, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni Andi Hamzah, 2004, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta : PT. Rineka Cipta Andi Hamzah, 2009, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP, Jakarta : Sinar Grafika
Undang-undang : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata tajam
Universitas Sumatera Utara
68
Internet : http://acepwahyuhermawan79.blog.com/peran-pemuda-dalam-masyarakat.html) http://www.zamrolawfirm.com/publikasi/esai/18-perbuatan-pidana-danpertanggungjawaban-pidana http://suryacomm.blogspot.com/2013/12/10-jenis-senjata-tradisional-di.html http://www.suarapembaruan.com/last/index.html https://www.facebook.com/notes/t-aditya-kurniawan/legalisme-membawasenjata-tajam/10151217491783830 lbhmawarsaron.or.id/eng/index.php?option=com_content&view=article&id=131:i zin-kepemilikansenjata-tajam&catid=58&Itemid=212
Universitas Sumatera Utara