PERSEPSI PETANI KABUPATEN BANTUL DI YOGYAKARTA TERHADAP VARIETAS UNGGUL KEDELAI DENGAN PENERAPAN PTT Arif Anshori, Eko Srihartanto dan Sudarmaji Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Kabupaten Bantul merupakan salah satu daerah penghasil kedelai di DI Yogyakarta setelah Kabupaten Gunungkidul. Untuk menjamin diterapkannya teknologi dengan pendekatan PTT, Kabupaten Bantul melaksanakan SLPTT kedelai. Penelitian bertujuan mengkaji pelaksanaan SLPTT, keragaan hasil kedelai dan persepsi petani terhadap teknologi PTT kedelai di Kabupaten Bantul. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Nopember 2013. Data yang dikumpulkan meliputi produktivitas kedelai di lokasi non-SLPTT, SLPTT dan LL. Kondisi pola dan waktu tanam digali melalui wawancara dengan petani, pemandu dan pengecekan lapangan. Wawancara secara terstruktur dilakukan terhadap petani kunci untuk mengetahui persepsi terhadap teknologi PTT kedelai dan varietas unggul kedelai. Analisis data dilakukan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan kedelai di Kabupaten Bantul tidak ditanam serentak, menyesuaikan ketersediaan air, berbeda antara sawah irigasi, sawah tadah hujan dan tegalan. Petani menerapkan komponen teknologi PTT kedelai tidak secara keseluruhan, bergantung pada kesepakatan dengan pemandu, agroekosistem dan sarana pertanian. Petani setuju dengan komponen teknologi PTT kedelai. Beberapa petani kurang setuju pembuatan saluran drainase, pemberian mulsa jerami dan panen saat 95% daun sudah menguning. Produktivitas kedelai tertinggi terdapat pada LL, diikuti SL dan non-SL. Varietas Anjasmoro, Burangrang, Detam-2, Ijen, Panderman, Tanggamus dan Wilis lebih adaptif dan memberikan hasil lebih tinggi. Petani kedelai di Kabupaten Bantul menyukai kedelai berbiji besar seperti Anjasmoro, Argomulyo dan Burangrang. Varietas Gema disukai karena berumur pendek. Varietas Tanggamus dan Wilis (biji sedang) disukai karena produktivitas tinggi. Kata kunci: persepsi, kedelai, PTT
ABSTRACT Farmers Perceptions in Bantul DI Yogyakarta on Superior Variety of Soybean with Integrated Crop Management. Bantul Regency is one of the producers of soybean in D.I. Yogyakarta after Gunungkidul Regency. To ensure the application of technology with Integrated Crop Management approach, Bantul Regency implement Integrated Crop Management Field School of soybean. The research aims to examine, the implementation of the Integrated Crop Management Field School, soybean yield variability and farmers' perceptions of the soybean Integrated Crop Management technology in Bantul regency. The research was conducted in April to November 2013. Data collection of soybean productivity for the location of the nonIntegrated Crop Management Field School, Integrated Crop Management Field School and Field Laboratory. Conditions of cropping patterns and time explored through interviews with farmers, guides and ground Check. Structured interviews conducted on farmers key to determine the Integrated Crop Management technology perceptions and in particular for soybean varieties. The data were analyzed descriptively. The results showed soybean planted in Bantul not simultaneously, customize availability of water, differ between irrigated land, rainfed lowland and upland. Farmers applied soybean Integrated Crop Management technology
142
Anshori et al.: Persepsi Petani Kabupaten Bantul terhadap Varietas Unggul Kedelai dengan Penerapan PTT
components as a whole, depending on the agreement with the guide, agroecosystems and agricultural inputs. Farmers agree with Integrated Crop Management technology components of soybean. Some farmers do not agree manufacture drainage, straw mulch and harvest when 95% of leaves yellow. The highest soybean productivity in the Field Laboratory followed by Field School and non-Field School. Anjasmoro, Burangrang, Detam-2, Ijen, Panderman, Tanggamus and Wilis varieties more adaptive and give higher yields. Soybean farmers in Bantul like soybean large seed such as Anjasmoro, Argomulyo and Burangrang. Gema preferred because of short lived. Tanggamus and Willis is preferred because of the high productivity. Keywords: perception, soybean, integrated crop management
PENDAHULUAN Pemerintah bertekad meningkatkan produktivitas kedelai nasional menuju swasembada. Pengalaman menunjukkan bahwa produksi kedelai lebih ditentukan oleh areal tanam dari pada tingkat produktivitas. Namun demikian, peluang peningkatan produksi melalui perbaikan teknologi masih terbuka lebar, mengingat produktivitas kedelai di tingkat petani masih rendah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu diterapkan teknologi produksi yang efisien secara berkelanjutan. Teknologi yang diperlukan harus sesuai dengan kondisi biofisik lahan, sosial ekonomi masyarakat, dan kelembagaan petani. Sistem produksi tersebut merupakan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Prinsip PTT mencakup empat unsur yaitu integrasi, interaksi, dinamis dan partisipatif (Kementerian Pertanian 2010). Komponen teknologi dalam PTT mencakup teknologi dasar yang bersifat relatif umum dan teknologi pilihan yang lebih bersifat spesifik lokasi (Departemen Pertanian 2008). Kabupaten Bantul merupakan salah satu penghasil kedelai di D.I. Yogyakarta setelah Kabupaten Gunungkidul (BPS DI Yogyakarta 2012). Untuk menjamin diterapkannya teknologi dengan pendekatan PTT, Kabupaten Bantul melaksanakan SLPTT kedelai. Petani yang tergabung dalam SLPTT membangun Laboratorium Lapang (LL) sebagai wahana belajar dan mencoba teknologi, diskusi teknologi dan pemecahan masalah secara berkala serta fasilitasi bahan bacaan yang terkait dengan PTT.
METODE PENELITIAN Penelitian terhadap pelaksanaan dan hasil SLPTT kedelai dilaksanakan di Kabupaten Bantul DI Yogyakarta pada bulan April sampai November 2013. Pengumpulan data produktivitas kedelai dilakukan di lokasi non-SLPTT, SLPTT dan LL. Kondisi pola dan waktu tanam digali melalui wawancara dengan petani, pemandu dan pengecekan lapangan. Wawancara terstruktur dilakukan terhadap petani kunci untuk mengetahui persepsi terhadap teknologi PTT kedelai dan varietas unggul kedelai. Analisis data dilakukan secara deskriptif (Creswell 2010).
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada lahan sawah, kedelai umumnya ditanam pada musim kemarau setelah tanam padi. Pada lahan tegalan kedelai umumnya ditanam pada musim hujan (Kementerian
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
143
Pertanian, 2011). Di Kabupaten Bantul, kedelai ditanam pada lahan sawah dan tegalan serta terjadi fluktuasi luas panen kedelai (Badan Pusat Statstik Kabupaten Bantul, 2008– 2012). Fluktuasi luas panen kedelai disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (a) ketersediaan lahan, (b) curah hujan, (c) permintaan produk kedelai, (d) harga kedelai dan (e) serangan organisme pengganggu tanaman. Produktivitas yang cenderung berfluktuasi menunjukkan adanya intensifikasi dalam budidaya.
Pola Tanam Di Kabupaten Bantul, kedelai tidak ditanam serempak, menyesuaikan dengan kondisi pola dan waktu tanam, lingkungan atau agroekosistem setempat. Gambar 1 merupakan visualisasi pola dan waktu tanam di Kab. Bantul.
Gambar 1. Rerata curah hujan bulanan tahun 2007–2011 di Kabupaten Bantul (Kecamatan Pundong) dan kaitannya dengan Pola Tanam sebagian besar petani.
Sebagian besar lahan pertanian di Kabupaten Bantul merupakan sawah irigasi, namun terdapat juga lahan sawah tadah hujan dan tegalan. Gambar 1, menunjukkan rerata curah hujan bulanan di Kabupaten Bantul (Kecamatan Pundong) tahun 2007 sampai 2011, dengan curah hujan tahunan rata-rata 2.078,2 mm. Terdapat enam bulan basah (>200 mm) antara bulan November sampai April dan empat bulan kering (<100 mm) antara Juni–September. Pada lahan sawah irigasi pola dan saat tanam ditentukan oleh ketersediaan air irigasi. Musim tanam ke-1, sekitar bulan Desember sampai Maret, petani menanam padi. Kedelai ditanam pada musim tanam ke-2 setelah padi pada bulan April sampai Mei. Pada lahan sawah tadah hujan dan tegalan, petani menanam menyesuaikan curah hujan. Kondisi ini dilakukan oleh sebagian petani Kecamatan Dlingo, Imogiri serta sebagian petani pada 144
Anshori et al.: Persepsi Petani Kabupaten Bantul terhadap Varietas Unggul Kedelai dengan Penerapan PTT
lahan-lahan yang merupakan daerah tinggi yang tidak terjangkau irigasi. Kedelai biasa ditanam pada musim tanam ke-2, menyesuaikan ketersediaan air. Iklim suatu daerah akan berpengaruh terhadap pola dan waktu tanam. Ketepatan dalam memilih waktu tanam berpengaruh terhadap keberhasilan usaha tani kedelai, terutama untuk daerah-daerah tadah hujan, karena dapat menghindarkan tanaman dari cekaman kekeringan dan gangguan hama penyakit. Dalam masa pertumbuhan tanaman, hama dan penyakit yang menyerang tanaman kedelai sangat banyak dan beragam, sehingga pengendalian hama dan penyakit secara terpadu harus dilakukan. Ketidaktepatan waktu tanam kedelai dapat menurunkan hasil atau bahkan kegagalan panen, karena tanaman kedelai peka terhadap lingkungan tumbuh. Ketersediaan air diperlukan pada masa awal pertumbuhan, berbunga dan pengisian polong. Selain itu harus dibuat saluran drainase untuk membuang air yang berlebih.
Teknologi Budidaya Kedelai dengan Pendekatan PTT Komponen teknologi budidaya kedelai dibedakan menjadi teknologi dasar dan pilihan. Komponen teknologi dasar sangat dianjurkan untuk diterapkan di semua areal pertanaman kedelai. Penerapan komponen teknologi pilihan disesuaikan dengan kondisi, kemauan dan kemampuan petani. Komponen teknologi diterapkan mulai saat perencanaan, penataan tanaman, pengelolaan hara, pemeliharaan tanaman dan panen serta pascapanen. Tabel 1 menunjukkan komponen teknologi PTT kedelai di kabupaten Bantul. Tabel 1. Teknologi budidaya kedelai dengan pendekatan PTT di Kabupaten Bantul D.I. Yogyakarta. No. Komponen teknologi Teknologi dasar 1 Varietas unggul baru 2 3 4
Benih Saluran drainase Pengaturan populasi tanaman
5 Pengendalian OPT Teknologi Pilihan 1 Penyiapan lahan 2 Pemupukan 3 Pemb pupuk organik 4 Pengairan periode kritis 5 Panen dan pascapanen
Diperkenalkan Anjasmoro, Argomulyo, Burangrang, Detam-1, Detam-2, Gema, Gepak Kuning, Ijen, Panderman, Tanggamus, Wilis Bermutu dan berlabel, daya berkecambah > 80% 2–3 m; 20 x 30 cm Jarak tanam 40 x 20 cm, 2–3 benih per lubang Prinsip-prinsip PHT Tanpa olah tanah; Tugal NPK 200 kg/ha, pupuk daun 2 ton/ha sebelum tanam padi pada MH-1, atau saat tanam Irigasi 2–3 minggu sekali 95% polong coklat dan daun berwarna kuning
Tiga komponen penting teknologi yang masuk dalam kategori perencanaan yaitu varietas unggul baru, benih bermutu dan berlabel serta penyiapan lahan. Varietas unggul baru dan benih bermutu dan berlabel merupakan komponen teknologi dasar yang potensial diadopsi petani. Penyiapan lahan merupakan komponen teknologi pilihan yang tergantung pada kondisi sumberdaya setempat. Di Kabupaten Bantul petani menanam kedelai dengan sistem tanpa olah tanah.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
145
Penataan tanaman terdiri dari dua komponen teknologi, yaitu pembuatan saluran drainase dan pengaturan populasi tanaman, keduanya merupakan komponen teknologi dasar. Benih ditanam dengan jarak tanam 40 x 20 cm, dengan 2–3 benih per lubang. Saluran drainase dibuat dengan jarak 2–3 m dengan dimensi 20 x 30 cm. Pengelolaan hara terdiri dari dua komponen teknologi pilihan yaitu pemupukan anorganik dan pemberian bahan organik. Pupuk organik diberikan sebelum tanam padi pada MH-1 atau sebelum tanam kedelai dengan dosis, 2 t/ha. Bahan organik juga diberikan sebagai penutup lubang saat tanam kedelai. Pupuk anorganik NPK diberikan pada saat kedelai berumur 10–15 hari dengan dosis 200 kg/ha. Pemeliharaan tanaman terdiri dari dua komponen teknologi yaitu pengairan pada periode kritis dan pengendalian organisme pengganggu tanaman secara terpadu. Pengairan dilakukan pada fase pembungaan dan pengisian polong, atau 2–3 minggu sekali memperhatikan kondisi kelengasan tanah. Pengendalian organisme pengganggu tanaman secara terpadu meliputi identifikasi jenis penyakit, menentukan tingkat kerusakan tanaman serta taktik dan teknik pengendalian yang dapat berupa mengusahakan tanaman selalu sehat, pengendalian hayati, penggunaan varietas tahan, pengendalian secara fisik dan mekanis, dan penggunaan pestisida kimia. Panen dilakukan saat tanaman sudah masak, atau pada umur 70–90 hari. Panen dilakukan jika tanaman kedelai sudah masak, saat 95% polong telah berwarna coklat atau daun berwarna kuning. Pascapanen kedelai meliputi penjemuran, pengeringan, pembijian, pembersihan dan penyimpanan biji.
Persepsi Petani terhadap Teknologi PTT Kedelai Komponen teknologi PTT kedelai yang diterapkan di Kabupaten Bantul merupakan hasil kesepakatan bersama antara petani dan pemandu. Komponen teknologi yang tertera dalam tabel 2 tidak semua diterapkan oleh petani. Pemupukan organik, pembuatan saluran air setiap 2–3 m, pemupukan anorganik NPK dosis 200 kg/ha, penggunaan mulsa jerami dan jarak tanam yang teratur merupakan komponen teknologi yang tidak sepenuhnya diterapkan. Pemupukan organik tidak sepenuhnya diterapkan karena seringkali terkendala oleh persediaan yang terbatas. Saluran drainase setiap jarak 2–3 m, dianggap mengurangi luas lahan yang dapat ditanami. Mulsa jerami terkendala oleh kebutuhan jerami untuk pakan ternak. Pada dasarnya petani menyetujui teknologi PTT kedelai, namun belum sepenuhnya diterapkan. Tabel 2 menunjukkan persepsi petani tentang teknologi PTT kedelai.
Persepsi Petani terhadap Varietas Unggul Kedelai Di Kabupaten Bantul, referensi petani tentang varietas unggul kedelai tergolong rendah. Beberapa varietas yang sudah dikenal petani secara luas adalah Wilis dan Grobogan. Varietas Wilis dikenal luas karena secara khusus pernah diperkenalkan dan ditanam secara massal di Kabupaten Bantul. Varietas Grobogan dikenal karena selalu digunakan sebagai varietas unggul dalam program SLPTT kedelai. Sebanyak 11 varietas unggul kedelai dicoba dan diperkenalkan dalam kegiatan pendampingan SLPTT kedelai oleh BPTP Yogyakarta pada tahun 2013 di Kabupaten Bantul. Di samping pengenalan varietas, diharapkan dapat diketahui tingkat adaptasinya di Kabupaten Bantul. Varietas tersebut adalah Anjasmoro, Argomulyo, Burangrang, Detam-1,
146
Anshori et al.: Persepsi Petani Kabupaten Bantul terhadap Varietas Unggul Kedelai dengan Penerapan PTT
Detam-2, Gema, Gepak Kuning, Ijen, Panderman, Tanggamus dan Wilis. Gambar 2 menunjukkan produktivitas kededai pada pengenalan varietas di Kabupaten Bantul. Tabel 2. Persepsi petani Kab. Bantul terhadap teknologi PTT kedelai. Teknologi PTT kedelai Varietas unggul baru Benih bermutu dan berlabel Saluran drainase Jarak tanam 2 – 3 biji per lubang Pengendalian gulma terpadu Pengendalian hama terpadu Pengendalian penyakit terpadu Mulsa jerami Tanam tugal Pemupukan sesuai kebutuhan Pemberian pupuk organik Pengairan pada periode kritis Panen saat 95% daun kuning Tebal pengeringan biji 25 cm
Kurang Tidak Tidak tahu Jumlah setuju setuju --------------------------------- ( % ) ---------------------------------100 100 100 100 50 40 10 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 10 80 10 100 100 100 100 100 100 100 100 100 80 20 100 100 100
Setuju
Gambar 2. Produktivitas (t/ha) varietas unggul kedelai di Kab. Bantul tahun 2013.
Demplot pengenalan varietas dilaksanakan di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Bambanglipuro dan Srandakan, lahan sawah irigasi, ditanam pada MH-2 bulan Mei sampai Agustus 2013. Secara umum, produktivitas kedelai dalam pengenalan varietas berhasil baik. Produktivitas dihitung berdasarkan berat biji kering hasil ubinan 2,5 m x 2,5 m. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
147
Varietas unggul kedelai mempunyai karakter yang beragam terkait dengan potensi hasil, umur panen, ukuran biji, warna biji, ketahanan terhadap cekaman biotik atau abiotik dan daya adaptasi. Pemahaman petani terhadap hal tersebut akan berpengaruh terhadap kesukaan dan selanjutnya menentukan terhadap pilihan varietas. Tabel 3 menunjukkan persepsi petani terhadap beberapa varietas unggul kedelai yang diperkenalkan. Tabel 3. Persepsi petani Kab. Bantul terhadap beberapa varietas unggul kedelai. Varietas Anjasmoro Argomulyo Burangrang Detam-1 Detam-2 Gema Gepak Kuning Ijen Panderman Tanggamus Wilis
Suka Kurang suka Tidak suka Tidak tahu Jumlah ----------------------------------------- ( % ) --------------------------------------100 100 100 100 100 100 60 40 100 60 40 100 80 10 10 100 50 10 40 100 50 10 40 100 85 15 100 90 10 100 90 10 100
Varietas yang cenderung adaptif dan memberikan hasil tinggi adalah Anjasmoro, Burangrang, Detam-2, Ijen, Panderman, Tanggamus dan Wilis. Namun petani kedelai Kabupaten Bantul lebih menyukai varietas yang berbiji besar. Kedelai hitam kurang disukai karena memerlukan pemasaran khusus, yang biasanya diserap oleh industri kecap. Tanggamus dan Wilis disukai karena hasilnya tinggi, walaupun berbiji sedang. Gema disukai karena umurnya sangat pendek.
KESIMPULAN Varietas unggul kedelai varietas Anjasmoro, Argomulyo dan Burangrang disukai petani Kabupaten Bantul DI Yogyakarta dan menerapkan komponen teknologi PTT secara selektif, sehingga mendukung program SLPTT.
DAFTAR PUSTAKA BPS Daerah Istimewa Yogyakarta. 2012. Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka. BPS Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta. BPS Kabupaten Bantul. 2008–2012. Kabupaten Bantul dalam angka. BPS Kabupaten Bantul. Bantul. Creswell, J.W. 2010. Research Design : Pendekatan kualitatif, kuantitatif dan mixed. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Departemen Pertanian. 2008. Panduan pelaksanaan sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (SLPTT) kedelai. Departemen Pertanian. Jakarta. Kementerian Pertanian. 2010. Pedoman Umum PTT Kedelai. Kementerian Pertanian, 2011. Teknologi produksi kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar. Kementerian Pertanian. Jakarta.
148
Anshori et al.: Persepsi Petani Kabupaten Bantul terhadap Varietas Unggul Kedelai dengan Penerapan PTT