PERSEPSI MAHASISWA SEMESTER VIII TERHADAP PELAKSANAAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK) DENGAN PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DI PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN UNIMUS
Manuscript
Oleh Moch. Nurul Huda G2A008087
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2012
PERNYATANAAN PERSETUJUAN
Manuscript dengan judul
Persepsi Mahasiswa Semester Viii Terhadap Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Dengan Pendekatan Problem Based Learning (PBL) Di Program Studi S1 Keperawatan Unimus
Telah diperiksa dan disetujui untuk dipublikasikan
Semarang, 28 Agustus 2012
Pembimbing I
Ns. Tri Nurhidayati S.Kep, M.Med.Ed
Pembimbing II
Ir. Agustin Syamsianah M.Kes
PERSEPSI MAHASISWA SEMESTER VIII TERHADAP PELAKSANAAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK) DENGAN PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DI PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN UNIMUS Moch Nurul Huda1, Ns. Tri Nurhidayati2, Ir. Agustin Syamsianah3 Abstkar Pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi telah dilaksanakan diperguruan tinggi. Berbagai metode dalam pendidikan keperawatan telah banyak dikembangkan. Salah satu metode yang mengarahkan mahasiswa untuk berfikir kreatif, kritis, sistematis, dan mempunyai manajemen waktu adalah motode student centered learning (SCL) sebagai implementasi dari KBK melalui pendekatan problem based learning (PBL). Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi persepsi mahasiswa terhadap pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi dengan pendekatan problem based learning (PBL). Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester viii program studi S1 keperawatan UNIMUS tahun 2012. Sampel diambil dengan teknik sampling quota yaitu sebanyak 92 responden. Hasil penelitian menunjukkan tanggapan mahasiswa terhadap pelaksanaan KBK dengan pendekatan PBL adalah baik. Persepsi terhadap tutor sebagian besar baik, yaitu sebanyak 86 orang (93,5%), tutor menstimulus mahasiswa dalam PBL, sebagian tutor masih ada yang membosankan dalam mengajar. Persepsi terhadap group discussion sebagian besar adalah baik, yaitu sebanyak 85 (92,4%), mahasiswa memilih belajar dengan diskusi, sebagian mahasiswa masih ada yang ragu dalam menyampaikan pendapat saat diskusi. Persepsi terhadap fasilitas penunjang problem based learning (PBL) sebagian besar adalah baik yaitu sebanyak 76 orang (82,6%), ruangan yang bersih, rapi membuat nyaman mahasiswa dalam belajar. Berdasarkan penelitian tersebut diharapkan kapada mahasiswa agar tidak ragu-ragu dalam menyampaikan pendapat saat diskusi. Kepada institusi S1 keperawatan untuk dapat memberikan pelatihan atau pengarahan bagaimana menjadi tutor tidak monoton dalam mengajar, melengkapi buku sumber belajar terbaru di perpustakaan, memperlancar akses internet, memperhatikan kelengkapan dalam ruangan seperti: LCD, sound system dan fungsi air condition (AC). Penelitian lanjutan diharapakan untuk mengetahui sejauhmana persepsi mahasiswa terhadap pelaksanaan KBK dengan pendekatan PBL dengan metode yang lain yaitu metode penelitian kualitatif. Kata kunci: Persepsi, Mahasiswa, KBK, Problem based learning,
Abstract The carrying out of competence based curriculum has been performed in university. Various methods of nursing education have been developed. One of the methods which leads the university students to think creatively, criticizely, sistematically, and to have time management in teaching process using student centered learning (SCL) as the implementation of CBC is through problem based learning (PBL) method. Its objective is to explore the university srudents’ perception toward the carrying out of competence based curriculum using problem based learning (PBL) approach. The research design used is descriptive. Population and sample in this research are the viii term university students of S1 nursing study program UNIMUS year 2012. The sample was taken using quota sampling technique as many as 92 respondents. The result of this research shows the university students response toward the carrying out of CBC using PBL approach is good. The perception toward tutor is 86 students (93,5%), tutor stimulates the university students in the PBL, Thera are some tutors still monotonous in teaching. The perception toward group discussion is 85 (92,4%), the university students choose studying together than studying alone. There are some students who are still doubt in delivering their opinion or response in the discussion. The perception toward PBL supporting facility is 76 students (82,6%), the university students choose the tidy and clean room as the comfortable place for studying. Based on the research, it is hoped that university students do not have doubt in delivering idea in the discussion. To S1 nursing institution, it is hoped to be able to give training or instruction how to be tutor who is not monotonous in teaching and pay attention to the facilities and air condition (AC). Further research is hoped to find out how far the university students perception toward the carrying out of CBC using PBL approach, using another method namely qualitative. Key words: perception, university students, CBC, problem based learning Perkembangan
dan
perubahan
yang
terjadi
dalam
kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya. Perubahan secara terus menerus ini menuntut perlunya perbaikan sistem pendidikan nasional termasuk penyempurnaan kurikulum untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman (Depdiknas, 2003).
Pengembangan kurikulum pendidikan tinggi setidaknya harus mempunyai empat pilar pendidikan yang sesuai dengan ketetapan UNESCO yaitu : (i) learning to know, (ii) learning to do, (iii) learning to be, dan (iv) learning to live together, serta belajar sepanjang hayat (learning troughout life) UNESCO (1998, dalam Dirjen Dikti, 2008).
Konsep Learning to know mahasiswa belajar pengetahuan yang penting sesuai dengan jenjang pendidikan yang diikiuti. Learning to do adalah mengembangkan ketrampilan dengan memadukan pengetahuan yang dikuasai dengan latihan (law of practice), sehingga terbentuk suatu keterampilan yang mampu memecahkan masalah dan tantangan kehidupan. Learning to be bertujuan untuk belajar menjadi individu yang utuh, memahami arti hidup dan tahu apa yang terbaik dan apa yang sebaiknya dilakukan, agar dapat hidup dengan baik. Learning to live together yaitu dapat memahami arti hidup dengan orang lain, saling menghormati dan menghargai, serta memahami tentang adanya saling ketergantungan (interdependency). Begitu juga dengan mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa dimasa kini, "melalui keempat pilar pendidikan ini diharapkan mahasiswa tumbuh menjadi individu yang utuh, yang menyadari hak dan kewajiban, serta menguasai ilmu dan teknologi untuk bekal hidupnya" (Dantes, 2009).
Hal ini sesuai dengan SK Mendiknas NO. 232/U/2002 bahwa kurikulum di perguruan tinggi telah diubah dari kurikulum berbasis isi (content) menjadi kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Kompetensi (dalam keputusan Mendiknas No 045/U/2000 Ps. 2) adalah seperangkat tindakan cerdas yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas dibidang pekerjaan tertentu. Kurikulum
berbasis kompetensi adalah kurikulum
yang disusun
berdasarkan elemen-elemen kompetensi yang dapat menghantarkan peserta didik untuk mencapai kompetensi utama, kompetensi pendukung,
dan kompetensi lain sebagai method of inquiry yang diharapkan (Tarmidi, 2010).
Berbagai motode dalam pendidikan keperawatan telah banyak diteliti. Salah satu pembelajaran yaitu dengan metode SCL (student centered learning) merupakan salah satu pilihan dalam implementasi KBK (Tarmidi, 2010). Salah satu metode yang mengarahkan mahasiswa untuk berfikir kreatif, kritis, sistematis, dan mempunyai manajemen waktu dalam proses pembelajaran dengan motode SCL (student centered learning ) sebagai implementasi dari KBK adalah melalui pendekatan PBL (problem based learning).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2006) tentang pembelajaran problem based learning mengatakan bahwa metode PBL efektif meningkatkan kompetensi siswa. Penelitian lain juga dilakukan oleh Wahyuningsih (2011) tentang pembelajaran problem based learning pada mahasiswa S1 Keperawatan UNDIP, "Bahwa Penerapan PBL diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa keperawatan terhadap kasuskasus keperawatan sehingga dapat menghasilkan lulusan yang kreatif, mampu bekerja sama, berpikir kritis dan memiliki ketrampilan serta komunikasi".
Penelitian yang dilakukan di Middlebex University tentang keefektifan metode PBL mendapatkan fakta bahwa metode ini digunakan secara luas sebagai metode pilihan untuk pendidikan profesional, seperti pendidikan dokter, keperawatan, dan kebidanan Middelebex University (2002, dalam Wahyuningsih, 2011). Hal serupa juga dilakukan oleh vs Singaram, Dolmans, Lachman, van der Vlunten (2008) di University of KwaZuluNatal dalam penelitianya yang berjudul “Perceptions of Problem Based Learning (PBL) Group Effectiveness in a Socially Culturally Diverse Medical Student”
bahwa keseluruhan mahasiswa pada umumnya
mempunyai pandangan yang positf tentang group kecil dalam belajar atau yang sering disebut dengan small group discussion.
Penerapan KBK di perguruan tinggi sudah mencapai 60% dari 372 perguruan tinggi di Indonesia yang diwakili oleh 800 peserta ketika mengikuti pelatihan KBK (Dirjen Dikti 2008). Tahun 2008 semua Program Studi S1 Keperawatan di Indonesia mulai menerapkan kurikulum berbasis kompetensi sesuai dengan kebijakan AIPNI (Asosiasi Institusi Pendidikan Nurse Indonesia), akan tetapi belum semua program studi S1 keperawatan menerapkannya (Aipni, 2010).
Sistem pembelajaran dengan problem based learning (PBL) juga diterapkan dibeberapa perguruan tinggi kesehatan maupun non kesehatan. Pendataan yang dilakukan oleh penulis di perguruan tinggi kesehatan wilayah Jawa Tengah, sekitar 80 % telah menerapkan KBK dengan problem based learning (PBL) dalam proses pembelajarannya. Program Studi S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Semarang yang merupakan bagian dari FIKKES UNIMUS adalah lembaga pendidikan tinggi yang juga menerapkan sistem pembelajaran dengan menggunakan problem based learning (PBL) dalam proses pembelajaran. Pelaksanaan KBK dengan PBL ini sudah diterapkan mulai tahun 2008 sampai sekarang (SK. Rektor No. 204/UNIMUS, 2008).
Hasil pengakajian data awal melalui wawancara yang dilakukan terhadap 10 mahasiswa S1 Keperawatan tentang proses pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi dengan pendekatan problem based learning di program studi S1 Keperawatan UNIMUS pada tanggal 24 November 2011 didapatkan data sebagai berikut: (i) Dua orang mahasiswa beranggapan baik atau positif tentang proses PBL karena membantu dalam pemahaman kasus yang diberikan oleh tutor, diskusi dalam kelompok berjalan baik, meskipun masih ada fasilitas penunjnag dalam PBL kurang. (ii) Empat
orang mahasiswa mengatakan cukup baik proses PBL. Mahasiswa dapat memahami kasus, diskusi dalam kelompok berjalan cukup dinamis, namun disisi lain juga masih ada pembagian tugas dalam kelompok yang kurang merata, fasilitas PBL masih kurang memberikan manfaat belajar secara optimal. (iii) Empat orang mahasiswa yang lain beranggapan buruk atau negatif tentang proses PBL. Mahasiswa belum memahami kasus secara mendalam, diskusi dalam kelompok terasa jenuh, kurang efektif terhadap waktu, fasilitas PBL belum bisa dimanfaatkan dengan baik karena peralatan-peralatan dalam ruangan dalam kondisi yang tidak baik.
Beberapa fenomena yang dialami mahasiswa tersebut, membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang persepsi mahasiswa S1 keperawatan terhadap pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dengan pendekatan problem based learning (PBL) di Universitas Muhammadiyah Semarang. Adapaun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi persepsi
mahasiswa S1 keperawatan terhadap
pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi dengan pendekatan problem basaed learning.
METODOLOGI Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengekplorasi persepsi mahasiswa S1 keperawatan terhadap pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi dengan pendekatan problem based learning. Sampel adalah mahasiswa semester viii program studi S1 keperawatan dengan jumlah sampel sebanyak 92 responden. Penelitian dilakukan di Universitas Muahammadiyah Semarang program studi S1 keperawatan. Alat pengumpul data menggunakan kuesioner yang telah dilakukan uji coba sebelumnya. Proses penelitian berlangsung dari minggu ke-1 Juli sampai dengan minggu ke-4 Juli 2012. Data dianalisis secara univariat.
HASIL Hasil penelitian diperoleh jenis kelamin responden sebagian besar adalah perempuan yaitu 64 (69,4%), dan yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 28 (30,4%). Umur responden rata-rata adalah 21,88 tahun, dengan umur termuda adalah 20 tahun dan umur tertua adalah 28 tahun. Mahasiswa ini mayoritas beragama islam sebanyak 92 (100%). Sebagian besar bertempat tinggal di kost yaitu sebanyak 64 (69,6%), di rumah 18 (19,6%), di kontrakan 7 (7,6%), dan tinggal di asrama 3 (3,3%). Mereka juga berasal dari beberapa suku/daerah, diantaranya: jawa sebanyak 76 (82,6%), ambon 5 (5,4%), sulawesi 6 (6,5%), melayu 2 (2,2%), madura 1 (1,1%), sunda 1 (1,1%), dan NTB 1 (1,1%). Hasil analisis univariat diperoleh bahwa persepsi mahasiswa tentang pelakasanaan kurikulum berbasis kompetensi dengan pendekatan problem based learning sebagian besar adalah baik, persepsi terhadap tutor baik, persepsi terhadap group discussion baik, persepsi terhadap fasilitas penunjang PBL adalah baik. Tabel 1 Distribusi frekuensi persepsi mahasiswa S1 Keperawatan semester viiiUniversitas Muhammadiyah Semarang terhadap tutor (fasilitator), Tahun 2012 (n=92) Persepsi mahasiswa terhadap tutor
Frekuensi (f)
Persentase (%)
Baik Buruk
86 6
93,5 6,5
Jumlah
92
100
Diagram 1 120 100 80
79
85.9
78 62
67.3
30
40 13
20
32.6 35
96.7
89
79
85.8
62.4
57
60
84.8
61
38
35
14.1
14
15.2 3
3.3
13
66.3 38
14.1
0 P1
p2
p3
p4
Sangat setuju & Setuju
100 80
79
70 54 38
40
13
58.7 41.3
76.1
79
p7
85.9 69
60.8
56 36
p6
Tidak setuju & Sangat tidak setuju
85.8
60
20
p5
75
67
72.9
39.1 22
14.1
24
23
13
25 25
27.2
14.2
0 p8
p9
p10
Sangat setuju & Setuju
p11
p12
p13
p14
Tidak setuju & Sangat tidak setuju
Distribusi frekuensi jawaban persepsi mahasiswa S1 keperawatan semester viii Universitas Muhammadiyah Semarang terhadap tutor (fasilitator) Tahun 2012 (N=92)
Tabel 2 Distribusi frekuensi persepsi mahasiswa S1 Keperawatan semester viii Universitas Muhammadiyah Semarang terhadap peserta diskusi (group discussion), Tahun 2012 (n=92) Persepsi mahasiswa terhadap Group discussion
Frekuensi (f)
Persentase (%)
Baik Buruk
85 7
92,4 7,6
Jumlah
92
100
Diagram 2 100
94.5
87
80
64.1
59
60
6
67
60.9
56
27.2
25 11.9
11
5.5
72.8
39.1
36
35.9
33
40 20
88.1
81
0 p15
p16
p17
Sangat setuju & setuju
100
80
58 34
40 15
69.6
63 64
p19
Tidak setuju & Sangat tidak setuju
83.7
77
60
20
p18
78.3
72
85.9
79
56.5
52 40
36.9 28
16.3
43.5
30.5 20
21.7 13
14.1
0 p20
p21
p22
Sangat setuju & setuju
p23
p24
p25
Tidak setuju & Sangat tidak setuju
Distribusi frekuensi jawaban persepsi mahasiswa S1 keperawatan semester viii Universitas Muhammadiyah Semarang terhadap peserta diskusi (group discussion) Tahun 2012 (N=92)
Tabel 3 Distribusi frekuensi persepsi mahasiswa S1 keperawatan semester viii Universitas Muhammadiyah Semarang terhadap fasilitas penunjang dalam PBL (problem based learning), Tahun 2012 (n=92) Persepsi mahasiswa terhadap fasilitas dalam PBL
Frekuensi (f)
Persentase (%)
Baik Buruk
76 16
82,6 17,4
Jumlah
92
100
Diagram 3
100 80
76.1
70
60
46 46 50 50
40
57.6 57
53 39
42.4
38.1
35
29.3
27
23.9
22
70.7
65
61.9
85.9
79
13
20
14.1
0 p26
p27
p28
p29
Sangat setuju & Setuju
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
58 34
63
70
73
79.3
78
p33
19
20.6
p34
Sangat setuju & Setuju
84.8
69.6
64
24
p31
Tidak setuju & Sangat tidak setuju
62
37 22
p32
76
p30
28
31
30.4 14
p35
p36
66.3
73
79.4
33.6 19
15.2
p37
p38
Tidak setuju & Sangat tidak setuju
Distribusi frekuensi jawaban persepsi mahasiswa S1 keperawatan semester viii Universitas Muhammadiyah Semarang terhadap fasilitas
20.7
penunjang PBL Tahun 2012 (N=92)
PEMBAHASAN Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar persepsi mahasiswa terhadap tutor adalah baik yaitu sebanyak 86 (92,5%). Hal ini dikarenakan sebagian besar item-item yang diajukan dalam pernyataan mendapatkan tanggapan yang positif dari mahasiswa. Item 1, Sebagaian besar mahasiswa beranggapan baik bahwa tutor menstimulus mahasiswa untuk merangkai kata-kata sendiri dalam pembelajaran. Mahasiswa harus dapat mengolah kata-kata yang sulit dipahami menjadi bahasa yang mudah dimengerti bagi dirinya sendiri dan orang yang mendengarnya khususnya bagi masyarkat awam.
Item 2, sebagian besar mahasiswa merasa bosan dengan penyampaian tutor yang monoton. Hal ini bukan hanya cara penyampaian, akan tetapi berkaitan dengan gaya tutor mengajar, apakah otoriter, atau datar-datar saja dalam menanggapi diskusi mahasiswa, atau bisa disebabkan sifat pendiam tutor sampai-sampai diskusi tidak kondusif tetapi totor hanya mendiemkan saja. Sikap tutor terhadap mahasiswa hendaknya bersikap kolegial, bukan lagi bersikap paternalistik (Harsono, 2008).
Item 3, 7, 9, 10, 12, dan 14 sebagaian besar mahasiswa beranggapan baik, bahwa seorang tutor tidak hanya berdiam diri saat diskusi berlangsung maupun diskusi sedang tidak kondusif, akan tetapi memantau, dan mengarahkan tujuan pembelajaran, tidak bersikap otoriter, tidak marah saat mahasiswa ribut sendiri, mesikpun demikian sebagian kecil mahasiswa juga masih ada yang menganggap buruk.
Item 5, tutor menstimulus mahsiswa untuk mencari serta mendaptkan berbagai sumber belajar dikarenakan dalam berdiskusi terkadang hanya mengandalkan sumber belajar seadanya, padahal buku maupun sumber
yang digunakan dalam pembelajaran sudah tersedia dimodul atau sudah diberitahukan oleh tutor selaku fasilitator. Dalam hal ini sudah menjadi tugas seorang tutor untuk selalu memotivasi dan memberikan stimulus kepada mahsiswa dalam meningkatkan pengetahuan yang mendalam dari berbagai referensi. Harsono (2008) mengatakan seorang tutor harus dapat memfasilitasi mahasiswa,
dan
mengaktifkan
memberikan
saran
kelompok yang
diskusi,
besifat
mendorong
membantu
dalam
pembelajaran.
Item 4, 6, 11, dan 13 sebagian besar mahasiswa beranggapan baik, bahwa tutor menstimulus mahasiswa untuk merumuskan tujuan belajar dengan benar, menerapkan pengetahuan yang dimiliki mahasiswa pada masalah (kasus) yang dibahas dalam diskusi, tutor termotivasi berperan sebagai fasilitator
dan juga
memberikan
hak
kepada
mahasiswa
untuk
mengevaluasi kinerja kelompok, akan tetapi anggapan buruk sabagian kecil mahasiswa yang lain menunjukkan masih ada dari beberapa tutor yang belum sesuai dengan yang diharapkan mahasiswa sesuai dengan peranya sebagai fasilitator.
Hasil penelitian persepsi tentang tutor ini didukung oleh penelitian Barman, Jaafar dan Mastura (2006) tentang sesi pelaksanan PBL, yang menyatakan bahwa 42% mahasiswa berpendapat bahwa tutor efekatif memfasilitasi mahasiswa dalam disukusi. Tanggapan mahasiswa yang berbeda tersebut tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran sepeti yang di sampaikan oleh Purwanto (1999), diantaranya adalah perasaan, sikap, minat mahasiswa, gaya kepemimpinan guru dalam mengajar, shingga minat, sikap, perasaan, serta
minat, mahasiswa
terhadap tutor akan menentukan baik buruknya persepsi.
Hasil penelitian juga diperoleh sebagian besar persepsi mahasiswa terhadap peserta diskusi adalah baik yaitu sebanyak 87 (92,5%). Hal ini
dikarenakan sebagian besar item-item yang diajukan dalam pernyataan mendapatkan tanggapan yang positif dari mahasiswa. Item nomor 15, menunjukkan mahasiswa lebih memilih belajar bersama atau dalam kelompok daripada belajar secara individu. Hal ini dikarenakan mahasiswa merasa lebih mudah dalam penyelesaian tugas-tugas yang diberikan oleh tutor baik itu tugas individu maupun tugas kelompok, serta banyak manfaat yang didapatkan. Menurut Harsono (2008), manfaat dari belajar diskusi dalam kelompok adalah: mahasiswa dapat bekerjasama menyelesaikan kasus-kasuk atau topik yang menjadi pembahasan di dalam diskusi maupun diluar jam diskusi. Diskusi juga melatih mahasiswa untuk bersikap mengahrgai pendapat orang lain, bersikap kritis terhadap literatur, dan melatih ketrampilan presentasi, sehingga diskusi mampu meningkatkan kompetesi juga membekali sikap yang baik.
Item 16, 17, 18, 19, 20, dan 21 sebagaian besar mahasiswa beranggapan baik, bahwa mahasiswa memilih aktif daripada berdiam diri saat diskusi berlangsung, ketua kelompok tidak bersikap otoriter dalam memimpin diskusi,
mahasiswa
tidak
diperbolehkan
berbicara
sendiri-sendiri,
melainkan berbicara di forum diskusi dan berdebat didalam diskusi bukanlah untuk mencari pemenang, tetapi mencari solusi dari setiap permasalahan (kasus) yang telah dibahas, sehingga terbentuklah kelompok yang dapat bekerja sama secara afektif dan efisien.
Item nomor 22, sebagian besar beranggapan buruk, hal ini menunjukkan mahasiswa masih ragu-ragu dalam menyampaikan pendapat atau tanggapan di dalam kelompok diskusi. Hal ini dapat disebabkan oleh rasa malu, dan rasa kurang percaya diri karena belum mengusai materi, dan dapat juga karena merasa sungkan dan dianggap paling pintar dalam kelompok. Rasa ragu itu seharusnya tidak melekat pada diri mahasiswa jika mengetahui peran dan tugas sebagai peserta diskusi. Harsono (2008)
menyebutkan tugas dan peran peserta diskusi dalam pembelajaran PBL diantaranya: mencatat sumber belajar yang dijadikan rujukan dalam topik yang akan dibahas, saling mengajak seluruh teman untuk berpartisipasi aktif, mempertahankan dinamika kelompok. Poin penting yang harus diperhatikan dalam dinamika kelompok adalah semua perserta berlatih bergantian tugas agar semua peserta merasakan semua perannya masingmasing.
Item nomor 25, sebagian mahasiswa beranggapan buruk, hal ini menunjukkan dalam pembelajaran PBL, tugas-tugas yang diberikan oleh tutor banyak yang belum terselesaikan dikarenakan waktu yang terlau singkat untuk mengerjakan, dan dapat juga karena banyaknya jadwal mata kuliah yang berdekatan waktu atau bersamaan, sehingga terkadang tugas belum selesai atau hanya seadannya saja. Managemen waktu dan sistem pembelajaran PBL harus dapat
selaras dan seimbang antara tugas,
tanggungjawab, dan waktu yang diberikan kepada mahasiswa.
Jika hal tersebut dapat berjalan dengan baik, bukan hal yang mustahil peningkatan kecakapan dan kompetensi akan dicapai seperti yang disampaikan oleh Santoso (2006) dalam penelitiannya sebanyak 39 responden, didapatkan hasil yang signifikan bahwa pembelajaran prblem based learning efektif meningkatkan kompetensi siswa. Maulinar (2011) juga mengatakan bahwa PBL bermanfaat dalam pemahaman kasus serta membantu
dalam
pemahaman
ilmu
dasar.
PBL
juga
dapat
mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalaman dalam beraktifitas secara nyata. Penelitian ini juga mendapat dukungan dari penelitian sebelumnya oleh vs Singaram, Dolmans, Lachman, van der Vlunten (2008) di University of KwaZulu-Natal dalam penelitianya yang berjudul “Perceptions of Problem Based Learning (PBL) Group Effectiveness in a Socially Culturally Diverse Medical Student” bahwa keseluruhan mahasiswa pada
umumnya mempunyai pandangan yang positif atau baik tentang group kecil dalam belajar atau yang sering disebut dengan small group discussion.
Hasil penelitian diperoleh sebagian besar persepsi mahasiswa terhadap peserta diskusi adalah baik yaitu sebanyak 77 (82,8%). Hal ini dikarenakan sebagian besar item-item yang diajukan dalam pernyataan mendapatkan tanggapan yang positif dari mahasiswa. Ada bebebrapa item yang harus diperhatikan dari hasil penelitian berdasarkan distribusi jawaban persepsi mahasiswa yaitu:
Item nomor 26 sebagian besar mahasiswa beranggapan baik bahwa sumber belajar cukup untuk mendukung proses pembelajran PBL, sebagian mahasiswa yang lain menganggap sumber belajra belum cukup, hal ini dapat dikarenakan ada beberapa buku sumber yang belum tersedia di perpustakaan. Pernyataan ini didukung oleh pernyataan item 36, bahwa sebagian besar mahasiswa menyatakan salah satu buku sumber belum tersedia di perpustakaan. Seharusnya sumber buku di perpustakaan cukup untuk mendukung pembelajaran. Item 27 berkaitan dengan item 26, sebagian mahasiswa menyatakan sulit untuk mendapatkan sumber belajar yang telah ditetapkan oleh tutor, sebagian yang lain tidak kesulitan. Kesulitan semacam ini dapat dikarenakan memang tidak ada di perpustakaan dan dapat juga kerena text book dengan bahasa asing, sehingga mahasiswa perlu menerjemahkan atau mencari buku di luar kampus.
Item 29, menunjukkan sebagian besar buku sumber belajar sudah kuno, beberapa buku-buku yang kuno atau terbitan lama bisa ditambahi dengan buku-buku yang baru dan relevan. Sumber belajar yang dirasa kurang cukup juga dapat dikarenakan internet acces yang terkadang troubel, putus jaringan, lambat loading sehingga tidak dapat diakses secara maksimal
untuk mencari referensi, seperti penyataan mahasiswa pada item 28 menunjukkan sebagian besar baik, tetapi mahasiswa yang lain masih ada yang beranggapan buruk terhadap akases internet.
Item nomor 31 sebagian besar mahasiswa beranggapan buruk, hal ini menunjukkan kondisi failitas ruangan yaitu pendingin ruangan atau AC (air condition) yang mati akan mengganggu proses pebelajaran mahasiswa karena rasa panas atau hawa pengap akan selalu menemani mereka saat berada dalam ruangan. Perlu penulis jabarkan bahwa maksud dari AC mati ini bukan semata-mata pendinginnya yang mati, tetapi dapat juga terjadi memang karena kondisinya yang kurang baik, atau AC tidak hidup disebabkan tidak adanya remoute control atau ketidak seimbangan antara jumlah mahasiswa dengan jumlah ketersedianan AC disetiap ruangan, sehingga suasana ruangan menjadi pengap dan tidak nyaman. Hal ini seseuai dengan teori yang diungkapkan oleh Harsono (2008) yang mengatakan pendingin ruang (air condition) sangat ideal jika dapat diapasang di setiap ruangan belajar.
Item 32, menunjukkan bahawa sebagian besar mahasiswa sulit mendapatkan ruangan saat akan melaksanakan diskusi, sehingga berpengaruh
terhadap
efesiensi
waktu
dan
jadwal
perkulaiahan
selanjutnya. Managemen waktu dan penempatan ruangan antar kelompok diskusi sangat dibutuhkan, supaya mahasiswa dapat berproses sesuai dengan jadwal yang telah di tetapkan. Diskusi kelompok memerlukan ruangan kecil yang cukup nyaman 8-10 orang lengkap dengan meja, kursi, papan tulis, penerangan yang cukup (Harsono, 2008). Jika satu angkatan terdiri dari 123 mahasiswa maka ruangan yang diperlukan untuk diskusi kelompok minimal sebanyak 12 ruangan. Selaras dengan yang disampaikan Harsono (2008), item 30 menunjukkan bahwa ruangan diskusi memiliki meja, kursi, sound system, pendingin ruangan, LCD dan penerangan yang memadai.
Item 33, sebagian besar mahasiswa menyatakan bahwa LCD yang ada di ruangan kabur/buram, terkadang tidak dapat berfungsi, sehingga mengganggu proses pembelajaran khususnya saat akan presentasi ataupun reporting di kelas. Mahasiswa sebagai pemakai harus segera melaporkan kepihak akademik, dan akademik mestinya harus segera menindak lanjuti untuk menyedikan LCD sementara yang dapat dipinjam, kemudian LCD yang terpasang segera diperbaiki dan dipantau secara berkala.
Item nomor 34, bahwa ruangan yang bersih dan rapi membuat mahasiswa senang dan nyaman dalam belajar. Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu budaya atau lingkungan seperti yang dikatakan Rakhmat (2004) bahwa budaya merupakan segala sesuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial oleh para anggota masyarakat. Budaya mahasiswa yang bersih dan sehat tentu tidak mau jika ruangan yang digunakan dalam diskusi ataupun belajar terlihat kotor dan berantakan, sehingga semangat dan minat mereka menjadi turun. Harsono (2008) mengatakan ruangan diskusi yang nyaman baik di dalam ruangan atau luar ruangan akan sangat membantu mahasiswa membantu melakukan aktifitas akademiknya.
Item 35, sebagian besar mahasiswa menyatakan bahwa diskusi diluar ruangan dapat membantu mahasiswa dalam menyelesaiakan tugas kelompok. Item 37, menunjukkan bahawa mahasiswa masih membawa buku sumber yang kurang relevan, keaktifan individu dan motivasi untuk belajar sangat dibutuhkan, sehingga buku sumber yang dibawa diharapkan adalah sumber buku yang terpercaya. Item 38, sebagian besar mahasiswa menyatakan sulit untuk mendaptkan sound system, meskipun diruang tersedia, terkadang tidak berfungsi dengan baik, tidak lengkap, sehingga mahasiswa disibukkan untuk mencari sound system diluar ruangan, sehingga akan menganggu proses pembelajaran PBL.
PENUTUP Hasil penelitian yang dilakukan di pada mahasiswa semester program studi S1 keperawatan viii di Universitas Muhammadiyah Semarang diperoleh rata-rata umur responden 21.88 tahun, sebagian besar responden adalah perempuan, semua beragama islam, sebagia besar tinggal di kos, dan mayoritas berasal dari suku/daerah jawa. Hasil analisis statistik diperoleh bahwa persepsi mahasiswa terhadap tutor (fasilitator) dalam proses pembelajaran problem based learning (PBL) adalah baik. Namun, ada beberapa item yang ternyata masih mendatkan respon buruk. sebagian tutor masih ada yang membosankan dalam mengajar. Persepsi terhadap group discussion sebagian besar adalah baik, mahasiswa memilih belajar dengan diskusi, sebagian mahasiswa masih ada yang ragu dalam menyampaikan pendapat saat diskusi. Persepsi terhadap fasilitas penunjang problem based learning (PBL) sebagian besar adalah baik, ruangan yang bersih, rapi membuat nyaman mahasiswa dalam belajar.
Mengingat hasil penelitian ini sangat penting untuk proses pembelajaran problem based learning bagi mahasiswa, maka peneliti menyarankan kepada: Institusi S1 keperawatan untuk memberikan pelatihan dan pengarahan kepada tutor, bagaimana menjadi fasilitator yang manarik, kreatif dan inovatif yang sesuai dengan tugas dan perannya sebagai tutor, memperkaya buku-buku sumber belajar yang ada diperpustakaan dengan buku-buku terbaru sesuai dengan sumber rujukan yang ditetapkan, mempermudah akses internet meningformasikan selalu kepada mahasiswa jika ada perubahan terkait dengan akses internet, memfasilitasi air conditioner (AC) pada setiap ruangan dengan remoute control, menyediakan seperangkat sound system di dalam ruangan serta LCD yang nyaman dipakai di dalam ruangan. kepeda mahasiswa agar memanfaatkan segala sumber belajar yang dimiliki oleh institusi untuk menunjang proses pembelajaran baik yang ada di perpustakaan, dari dosen, maupun internet yang dapat diakses setiap hari. Selama dalam proses belajar janganlah
takut atau ragu untuk mengungkapkan pendapat, karena semua sama-sama belajar, dan persiapkanlah penguasaan materi sebelum memulai diskusi karena hal ini akan memudahkan dalam pembahasan dalam kasus-kasus yang telah diberikan oleh tutor.
1. Moch Nurul Huda: Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Fikkes Universitas Muhammadiyah Semarang. 2. Ns. Tri Nurhidayati, S.Kep, M.Med.Ed: Staf Dosen Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang 3. Ir. Agustin Syamsianah: Dosen Jurusan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang
KEPUSTAKAAN Aipni. (2010). Sitem Pendidikan Tinggi Keperawatan di Indonesia. http://www.ziddu.com/download/9244402/AIPNIKURIKULUM.rev isi2.ppt.html. Diunduh pada tanggal 25 November 2011. All, A. C., & Brandon, A. F. (2010). Constructivism theory analysis and application to curricula : Nursing Education Perspectives. 31.2. From Gale Education, Religion and Humanities Lite Package. http://go.galegroup.com/ps/i.do?&id=GALE%7CA225247238&v= 2.1&u=kpt06025&it=r&p=GPS&sw=w. Diunduh pada tanggal 20 Maret 2012. Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Azwar, S. (2010). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Barman, A., Jaafar, R., & Mastura, I. (2006). Problem-Based Learning As Perceived By Dental Students In Universiti Sains Malaysia. Malaysian Journal of Medical Sciences, Vol. 13, No. 1, January 2006 (63-67). Bollela, V. R., da Costa, C., Gabara, MHC., & Lima, R. CP (2009). Students and tutors' social representations of assessment in problem-based learning tutorials supporting change. BMC Medical Education 9.30. From Gale Education, Religion and Humanities Lite Package. Cahyani, N., Marchira, C. R., & Sumarni, P. (2008). Hubungan Persepsi Mahasiswa terhadap Tutorial dengan Prestasi Belajar Blok 16 “Endocrine and Metabolism di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Jurnal Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia Vol. 3, No. 3: 115-122.
Dantes, N. (2009). “Penyusunan dan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) diperguruan tinggi”. Lokakarya, 18 November 2009. Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Depdiknas. (2003). Pelayanan Profesional Kurikulum 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Balitbang Depkes. Dirjen Dikti Diknas. (2008). Buku Panduan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Tinggi (Sebuah Alternatif Penyusunan Kurikulum. Jakarta: Dirjen Dikti. Dolmans, D & Ginns, P. (2005). A short questionnaire to evaluate the effectiveness of tutors in PBL: validity and reliability. Medical Teacher, 27,6, 534-538 . Elisabeth, R. (2006). Evaluation of Pilot PBL Implementation at The Faculty of Medicine Atma Jaya Catholic University. Jurnal Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia Vol. 1, No. 3: 69-76. http://go.galegroup.com/ps/i.do?&id=GALE%7CA202451753&v =2.1&u=kpt06025&it=r&p=GPS&sw=w. Diunduh pada 20 Maret 2012. Ghozali, I. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Harsono. (2008). Pengantar Problem Based Learning. Yogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM. Hidayat, A. A. (2008). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. Iwise2. (2011). Likert Scale. http://www.iwise2.com/sites/default/ files/secured_wm_likert_scale_themed_v4.pdf. Diunduh
pada
tanggal 18 April 2012. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 045/U/2000 Ps. 2 tenatang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi.
Maulinar, I. (2011). PBL (Problem Based Learning) sebagai Metode Perkuliahan Kedokteran yang Efektif. Medical Department Faculty of Medicine. Syiah Kuala University. Banda Aceh. Notoatmodjo, S. (2010). Motodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Peneltian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Purwanto, H. (1999). Pengantar Prilaku Manusia Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. Rakhmat, J. (2004). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Santoso, S. (2006). Efektivitas Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kompetensi Mahasiswa Pada Mata Ajaran Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan Lanjut Dan Pasca Persalinan. Penelitian Kesehatan Seri 24. JKPKBPPK. Santrock, JW. (2009). Psikologi Pendidikan. edisi 3. Buku 1. Jakarta : Salemba Humanika. Somantri, A., & Muhibbin, S. M. (2006). Aplikasi Statistika Dalam Penelitian. Bandung: Pustaka setia. Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Perawat. Jakarta: EGC Surat Keputusan Rektor Unimus. (2008). Penetapan Kurikulum Program Studi Keperawatan (S1) Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan. Nomor 204. Unimus. Tarmidi. (2010). Peranan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Terhadap Pembentukan Soft Skill Mahasiswa. Fakultas Psikologi USU
Medan.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3653/1/10E00546. pdf. Diunduh pada tanggal 20 Maret 2012.
vs Singaram., Dolmans, DHJM., Lachman, N., & van der Vleuten, CPM (2008). Perceptions of Problem-Based Learning (PBL) Group Effectiveness in a Socially-Culturally Diverse Medical Student Population. http://www.educationforhealth.net/. Diunduh pada tanggal 5 Maret 2012. Wade, C & Tavris, C. (2007). Psikologi. (edisi 9). Erlangga. Diterjemahkan oleh : Benedictine Widyasinta. Wahyuningsih, I. S. (2011). Pengalaman Mahasiswa S1 Keperawatan dalam Metode Pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Program
Pasca
Sarjana.
Thesis.
Universitas
Diponegoro.
Semarang. Widayatun, T. R (1999). Ilmu Prilaku M.A. 104. Buku Pegangan Mahasiswa Akper. Sagung Seto.