PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK Oleh : Tulus Hutagalung
A.
PENDAHULUAN Setelah dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869, arus kunjungan kapal ke Indonesia meningkat dengan drastis sehingga dibutuhkan suatu pelabuhan besar yang baru, karena Pelabuhan Sunda Kelapa pada saat itu dianggap tidak dapat lagi menampung arus kunjungan kapal di masa yang akan datang. Pelabuhan Tanjung Priok mulai dibangun pada tahun 1877 oleh pemerintah Hindia Belanda yang terletak di sebelah Timur dari Sunda Kelapa. Saat ini Pelabuhan Tanjung Priok mempunyai wilayah perairan (di dalam pelabuhan/breakwater) seluas 424 ha dan wilayah daratan seluas 604 ha, dan mempunyai tiga jenis terminal, yaitu terminal penumpang, terminal barang konvensional (bulk dan general cargo) dan terminal peti kemas. Pelabuhan Tanjung Priok memiliki tiga terminal peti kemas. Terminal Peti Kemas (TPK) I mulai beroperasi pada tahun 1980 dan diikuti oleh TPK II pada tahun 1992. Kedua terminal ini sekarang dikelola oleh Jakarta International Container Term inal (JICT) sejak tahun 1999, yaitu perusahaan joint-venture antara Pelindo II dengan Grossbeak Pte Ltd. TPK III yang sekarang disebut TPK Koja dibangun dan dikelola sejak tahun 1997 oleh kerjasama Pelindo II dengan Humpus Terminal Petikemas.
B.
KAJIAN TENTANG PELABUHAN TANJUNG PRIOK Saat ini (2002) sedang dilakukan kajian yang dibiayai oleh JICA berupa “The Study
for Development of Greater Jakarta Metropolitan Ports”, dimana
kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak terkait dalam pengembangan pelabuhan di sekitar Jabotabek termasuk Tanjung Priok sendiri. Berbagai kajian sebelumnya telah dilakukan terhadap Tanjung Priok, di antaranya yang terpenting adalah : -
Port Development Strategy Study for Southern Sumatera and Western Java Region (World Bank, Juli 1996)
-
Studi Kelayakan Rencana Pembangunan Terminal Curah dan Peti Kemas di Pelabuhan Tanjung Priok (ITB, Juni 2002)
PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK.doc
1
Studi yang dilakukan World Bank merekomendasikan pembangunan pelabuhan baru di wilayah Banten untuk mengakomodasi kapasitas penanganan peti kemas yang sudah terbatas di Tanjung Priok. Berbeda
dengan
studi
World
Bank,
ITB
mengajukan
suatu
rencana
pembangunan berskala besar di Tanjung Priok, yang terdiri atas short term (2005), middle term (2010) dan long term (2020). C.
PERMASALAHAN UTAMA DI TANJUNG PRIOK Sebagai pelabuhan yang mempunyai peran penting tidak saja bagi wilayah metropolitan Jakarta tapi juga bagi seluruh Indonesia saat ini dan di masa mendatang, Tanjung Priok menghadapi
berbagai
masalah
besar
yang
bermuara pada : -
pengembangan kapasitas
-
efisiensi/produktivitas
-
lingkungan
1. Kendala Kapasitas a. Wilayah Perairan Pada wilayah perairannya, Tanjung Priok mempunyai kendala dalam olah gerak (maneuvering) kapal keluar masuk pelabuhan. Lalu lintas kapal di seluruh kanal dalam pelabuhan hanya dapat dilakukan satu arah (one way ) dan overlapped dengan kolam putar (turning basin) kapal, sehingga memperbesar waktu tunggu kapal yang akan melakukan bongkar muat. Hanya terdapat satu pintu masuk, pintu Barat (kedalaman 14 m) yang dioperasikan untuk kapal niaga dengan panjang maksimum 300 m . Pintu Timur (kedalaman 5 m) tidak dioperasikan karena dangkal dan saat ini hanya digunakan untuk kapal yang sangat kecil seperti kapal nelayan dan kapal tunda. Kecepatan rata-rata kapal dalam pelabuhan sekitar 1 sampai 2 knots karena harus ditarik oleh kapal tunda, sehingga sebagai contoh kapal yang akan bersandar di Terminal Koja membutuhkan waktu 2 - 2,5 jam dari pintu masuk sampai sandar di dermaga. Menurut para pandu, saat ini rata -rata terjadi 80 kedatangan dan keberangkatan kapal perhari di Tanjung Priok, dan angka ini
PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK.doc
2
akan meningkat menjadi maksimum 120 kapal per hari yang merupakan batas kapasitas yang aman bagi pelabuhan tersebut. Dari uraian tersebut di atas terdapat isu-isu penting yang menyangkut operasi kapal di pelabuhan : • Pengoperasian dua pintu keluar masuk pelabuhan; • Memperbesar ruang gerak kapal di pelabuhan dengan cara menggeser breakwater yang ada sekarang. Dengan adanya keterbatasan ruang gerak kapal tersebut, utilisasi terminal peti kemas JICT dan TPK Koja akan terbatas hanya sampai sekitar setengah dari kapasitas potensialnya. Hasil perhitungan kapasitas dermaga saat ini adalah 3,4 juta TEUs pertahun, dan akan meningkat hanya menjadi sekitar 3,5 – 3,8 juta TEUs setelah selesainya terminal baru pada tahun 2004/2005. Hal ini jauh di bawah perhitungan forecast demand yang mencapai 4 – 4,5 juta TEUs pada 2012 dan 8 – 9 TEUs pada 2025. Jadi penambahan dermaga di JICT dan TPK Koja tidak selalu akan menaikkan kapasitas, karena adanya kendala BOR (Berth Operating Ratio) yang berasal dari kongesti di dalam pelabuhan. b. Jaringan Jalan Buruknya hubungan dengan jaringan jalan kota termasuk jalan tol dan manajemen lalu lintas yang tidak efisien menyebabkan kongesti di dalam dan di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok, yang sangat menghambat pergerakan barang di
pelabuhan.
Hal
ini
sebagian
disebabkan
karena
beberapa
fasilitas
penumpukan barang berada tersebar di dalam dan di sekitar pelabuhan, dan banyak truk/trailer bergerak di antara terminal dan depot-depot tersebut. c.
Wilayah Daratan dan Fasilitas
Tidak terdapat lagi cukup ruang untuk pengembangan dalam wilayah pelabuhan saat ini untuk menyediakan ruang bagi pusat distribusi barang, lapangan penumpukan dan lain -lain, tanpa rekonstruksi dari fasilitas yang ada saat ini. Merupakan masalah kritis saat ini untuk mencari areal untuk menampung muatan tambahan seperti kendaraan ekspor/impor yang akan timbul dari perjanjian AFTA.
PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK.doc
3
2. Isu Efisiensi/Produtivitas a. Tata Guna Tanah Tata guna tanah (land use) yang tidak benar dan penggunaan yang semrawut dari berbagai fasilitas, seperti adanya lalu lintas penumpang dalam areal cargo handling, penanganan gabungan untuk muatan peti kemas dan muatan curah, alokasi depot peti kemas yang tersebar sampai dengan adanya penggunaan untuk
militer
(TNI-AL)
dalam
pelabuhan
menyebabkan
inefisiensi
dan
produktivitas yang rendah dari Pelabuhan Tanjung Priok. b. Operasi Terminal yang Semrawut Kecuali JICT dan TPK Koja, berbagai jenis muatan ditangani di Pelabuhan Tanjung Priok seperti penumpang, general cargo, peti kemas, muatan curah cair dan kering serta muatan berbahaya. Saat ini setiap terminal dikelola dan dioperasikan oleh suatu terminal operator melalui kontrak antara Pelindo II dengan perusahaan swasta. Sistem ini menyebabkan kongesti lalu lintas di dalam dan luar pelabuhan, sementara Pelindo II hanya mengelola alokasi dermaga, pemanduan kapal dan pelayanan kapal tunda dalam usaha jasa pelabuhan. Terdapat inefisiensi dan kondisi biaya tinggi dalam prosedur cargo handling karena kurangnya situasi kompetitif, dimana terdapat beberapa situasi monopoli sementara kompetisi di antara
terminal operator pada dermaga konvensional
tidak jelas dan transparan. c. Prosedur yang Semrawut Prosedur pengiriman dan penerimaan muatan dalam pelabuhan sangat semrawut.
Agen
perusahaan
pelayaran
dan
penerima
barang
harus
memasukkan banyak dokumen ke banyak kantor yang berbeda. Menyangkut kepabeanan (custom clearance), terdapat tiga kantor Bea Cukai dalam pelabuhan. Perusahaan pelayaran dan para pengguna jasa pelabuhan banyak mengeluhkan tentang kurangnya koordinasi di antara ketiga kantor Bea Cukai tersebut, yang menghambat pergerakan muatan dari pelabuhan. d. Terbatasnya Sistem Komputer Pelindo II telah memulai sistem EDI (Electronic Data Interchange), meskipun demikian sistem komputer Pelindo II hanya meliputi manajemen dari kedatangan PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK.doc
4
dan keberangkatan kapal, dan belum meliputi operasi lain dan tugas manajemen seperti
operasi
pada
terminal
konvensional
dan
terminal
peti
kemas.
Perusahaan-perusahaan pelayaran telah mengembangkan sistem komputer mereka di seluruh dunia. e. Sistem Statistik yang Lemah Sistem komputer sangat kompeten dalam pemprosesan data statistik, meskipun demikian Pelindo II tidak dapat memanfaatkan potensi dari sistem ini. Saat ini sistem komputer t idak selalu dapat menyediakan data statistik yang konsisten. f.
Isu-isu Institusional
Merupakan hal yang esensial menciptakan suatu pelabuhan yang lebih berdaya guna dan menarik dalam hal fasilitas dan manajemen/operasi bagi pengguna jasa seperti perusahaan pelayaran, agen perusahaan pelayaran, perusahaan ekspedisi (forwarder), pengirim barang, penerima barang dan lain-lain dalam rangka meningkatkan kegunaan dari pelabuhan serta mendapatkan posisi sebagai salah satu pelabuhan utama di dunia. Untuk itu diperlukan waktu yang cukup, pemahaman yang luas dan sistematis dari kebutuhan pengguna jasa dan mempertimbangkan kebutuhan mereka dalam pengembangan praktis dan manajemen/operasi pelabuhan. Juga diperlukan upaya menyediakan informasi yang berguna bagi pengguna ja sa dan memajukan pelabuhan secara agresif. Semakin keras kompetisi di antara pelabuhan, semakin penting upaya-upaya tersebut. Meskipun demikian tidak ada pejabat yang bertanggung jawab terhadap aktivitas tersebut dalam struktur organisasi Pelindo II. 3. Isu Lingkungan Konservasi dari fasilitas yang baik dan lingkungan merupakan keharusan bagi pelabuhan kota metropolitan untuk kohabitasi yang lebih baik dengan fungsi kota besar. Pelabuhan Tanjung Priok kurang mempertimbangkan masalah ini dan menyebabkan kualitas air yang buruk dalam pelabuhan, kemacetan lalu lintas yang kronis dan masalah drainase kota Jakarta.
PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK.doc
5