Perbedaan Proporsi Asupan Makanan, Aktivitas Fisik, dan Faktor Lainnya Pada Kejadian Kegemukan Siswa SD Islam Al Falaah Tahun 2014 Widya Aprilita Minamilail, Engkus Kusdinar Ahmad Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Kegemukan pada anak terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara energi yang diasup dan energi yang digunakan. Prevalensi kegemukan pada anak di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya perbedaan proporsi asupan makanan, aktivitas fisik, durasi tidur, screen time, kebiasaan konsumsi kudapan, dan kebiasaan sarapan pada kejadian kegemukan pada siswa di SD Islam AlFalaah tahun 2014. Penelitian dilakukan menggunakan desain studi cross sectional pada siswa kelas 4 dan 5 SD Islam Al Falaah dengan jumlah responden 154 yang berusia 10-12 tahun, dipilih menggunakan sistem simple random sampling. Data dianalisis dengan menggunakan uji chi square dan analisis stratifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 35,7% siswa yang dikategorikan gemuk. Ditemukan bahwa ada perbedaan bermakna di tingkat asupan energi pada kejadian kegemukan sebelum dan sesudah dikontrol oleh jenis kelamin (p value = 0,022). Disarankan untuk pihak sekolah memiliki program untuk memantau status gizi (IMT/U) siswa melalui UKS dan melakukan penyuluhan mengenai Gizi Seimbang.
Food Intake, Physical Activity, and Other Factors Proportion Differences of Overweight on Al Falaah Islamic Elementary School Students 2014 Abstract Overweight in children occurs because of an imbalance between energy intake and energy expenditure. In Indonesia, prevalence of overweight in children increases gradually. This study aims to prove proportion differences of food intake, physical activity, sleep duration, screen time, snacking habits, and breakfast habits on overweight of Al-Falaah Islamic Elementary School students in 2014. This study was conducted with a crosssectional design in 4th and 5th grade of Al-Falaah Islamic Elementary School. The subjects were 154 students aged 10-12 years old, chosen by simple random sampling. Data were analyzed using chi square test and stratified analysis. The results showed that there were 35.7% of students who are classified as overweight. There are significant differences in the levels of energy intake on the incidence of overweight before and after controlled by sex (p value = 0.022). It would be advisable for the school to has a program to monitor the nutritional status (BMI/U) students through UKS and do counseling regarding Gizi Seimbang. Keywords: overweight, food intake, physical activity, sleep duration, screen time, snacking habits, breakfast habits, children
Pendahuluan Menurut WHO (2014), kegemukan pada anak jika tidak segera diatasi maka akan berisiko untuk berlanjut sampai usia remaja dan dewasa. Adapun menurut CDC (2014), dampak kegemukan pada anak dapat dibagi menjadi dua yaitu dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang. Dampak jangka pendek pada anak yang bertubuh gemuk akan memiliki kenaikan faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskular, seperti kolesterol tinggi dan tekanan darah tinggi.
Perbedaan proporsi..., Widya Aprilita Minamilail, FKM UI, 2014
Ditambah lagi dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah yang dapat meningkatkan perkembangan resiko penyakit diabetes. Selain itu, ditemukan adanya resiko masalah kesehatan tulang, sleep apnea, dan gangguan psikologis. Dampak jangka panjang pada anak, beresiko mengalami kegemukan pada saat masuk usia dewasa. Selain itu, kegemukan juga berhubungan dengan peningkatan resiko terkena penyakit kanker endometrium, payudara, dan usus. Telah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa kegemukan berhubungan erat dengan kesehatan sistem kardiovaskular. Penelitian yang dilakukan di Eropa pada 26.008 anak (usia 12,6 ± 2,9 tahun) menunjukkan bahwa resiko penyakit kardiovaskular berhubungan dengan kegemukan (I’Allemand et al., 2008). Jauh sebelum itu Freedman et al. (1999), di Amerika, mengungkapkan bahwa kegemukan berhubungan dengan peningkatan faktor resiko penyakit kardiovaskular pada anak usia 5-17 tahun. Penelitian yang sama di China menemukan adanya hubungan antara kegemukan dengan meningkatnya faktor resiko penyakit kardiovaskular pada anak usia 7,5-13 tahun (Zhang et al., 2008). Sebanyak 16,9% anak usia 2-19 tahun di Amerika masuk dalam kategori gemuk (Ogden et al., 2014). Menurut penelitian Marie et al. (2014) di dunia, disebutkan bahwa pada negara berkembang terdapat peningkatan anak dengan status gemuk dan obesitas, yaitu dari 8,1% menjadi 12,9% di tahun 2013 pada anak laki-laki dan 8,4% menjadi 13,4% pada anak perempuan. Di Malaysia, 1 dari 15 anak usia sekolah memiliki status gizi gemuk (Naidu et al., 2013). Di Indonesia juga terjadi peningkatan prevalensi kegemukan pada anak (usia 6-12 tahun). Secara nasional, berdasarkan data Riskesdas (2013) kejadian kegemukan yaitu sebesar 18,8% (2013) dari sebelumnya 9,2% (2010). Menurut data Riskesdas (2013), daerah yang dengan prevalensi gemuk tertinggi yaitu di Jakarta (30,1). Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan pada siswa di SD Islam Al-Falaah, Tangerang Selatan, didapatkan prevalensi kejadian kegemukan sebesar 46%. Sebuah penelitian di Jakarta Selatan menyebutkan bahwa prevalensi kejadian kegemukan pada siswa SD A, yaitu 39% (Rahmawati, 2009). Penelitian lain di Tangerang Selatan menemukan bahwa prevalensi kejadian kegemukan pada siswa SD B sebesar 46,3% (Hayati, 2009). Selain itu, penelitian di Depok mengemukakan bahwa prevalensi kejadian kegemukan di SD C sebesar 43,4% (Swastika, 2012). Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya perbedaan proporsi asupan makanan, aktivitas fisik, durasi tidur, screen time, kebiasaan konsumsi kudapan, dan kebiasaan sarapan pada kejadian kegemukan pada siswa di SD Islam Al-Falaah tahun 2014. Tinjauan Teoritis
Perbedaan proporsi..., Widya Aprilita Minamilail, FKM UI, 2014
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kegemukan Asupan Energi Asupan energi yang cukup berperan penting pada anak usia sekolah yang nantinya akan berpengaruh untuk mencapai pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan yang maksimal (Brown et al., 2011). Anak penting untuk mendapatkan asupan makanan yang cukup untuk mencapai pertumbuhan yang maksimal. Pada anak perempuan khusunya, dibutuhkan asupan energi yang cukup sebagai tahap persiapan sebelum masuk masa kehamilan (FAO, 2001). Namun, kelebihan asupan energi jika tidak diimbangi dengan pengeluaran energi dapat menyebabkan terjadinya kegemukan (Rahmawati, 2009). Asupan Protein Penelitian di Inggris pada anak yang mengevaluasi pengaruh diet tinggi protein terhadap berat badan menemukan bahwa anak yang diberikan diet tinggi protein mengalami penurunan berat badan sebesar 5,5 ± 2,9 kg (Gately et al., 2006). Sebuah penelitian yang sama oleh Clifton et al. (2009) menunjukkan bahwa diet tinggi protein berpengaruh terhadap pengurangan jumlah lemak abdominal. Asupan Lemak Pada anak usia 6 tahun yang kurus terjadi peningkatan lemak, dimana perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Peningkatan jaringan adiposa yang terjadi sebelum usia 5,5 tahun beresiko untuk memiliki tingkat jaringan adiposa yang tinggi saat dewasa. Peningkatan jumlah sel adiposa terjadi pada anak yang tidak gemuk dan gemuk tetapi cenderung lebih cepat meningkat pada anak yang gemuk (Mahan & Stump, 2008). Asupan Karbohidrat Karbohidrat akan diubah menjadi glukosa di dalam jaringan tubuh. Kemudian akan diserap di epitel jonjot usus melalui pembuluh darah. Kemudian akan dioksidasi untuk menghasilkan energi. Bila kebutuhan energi telah terpenuhi maka glukosa akan disimpan dalam jaringan otot dalam bentuk glikogen yang merupakan zat cadangan dalam tubuh (Irianto, 2010). Aktivitas Fisik Aktivitas fisik berperan penting dalam kesehatan terutama hubungannya dengan berat badan. Aktivitas fisik pada dasarnya dapat meningkatkan penggunaan energi dalam tubuh sehingga
Perbedaan proporsi..., Widya Aprilita Minamilail, FKM UI, 2014
adanya proses pembakaran energi. Pada anak dan
remaja dianjurkan untuk melakukan
aktivitas fisik selama 60 menit per harinya (CDC, 2011). Durasi Tidur Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa durasi tidur berkaitan dengan berat badan. Hal ini dapat disebabkan oleh sekresi hormon yang berhubungan dengan metabolisme dan homeostasis berat badan serta regulasi rasa lapar. Sebuah penelitian mengenai durasi tidur menyebutkan dampak tidur terhadap metabolisme glukosa, aktivasi sistem saraf simpatik, kortisol, serotonin, dan hormon yang mempengaruhi rasa lapar (leptin, ghrelin). Hormon leptin dilepaskan oleh jaringan adiposa yang dipengaruhi oleh penambahan atau pengurangan jumlah kalori serta hipotalamus, yang berdampak terhadap rasa lapar. Ghrelin diproduksi di daerah perut yang menstimulasi rasa lapar. Penelitian menunjukkan durasi tidur yang pendek berhubungan dengan kegemukan karena adanya penurunan leptin dan peningkatan ghrelin. Penambahan berat badan juga terjadi akibat pengaruh lipogenesis. Nocturnal growth hormone (GH) banyak ditemukan pada anak dengan gizilebih. Sekresi NGH terjadi saat tidur terutama waktu malam (Seicean et al., 2007). Screen Time Screeen time adalah waktu yang digunakan di depan layar (TV, video games, dan computer). Screen time masuk dalam kategori aktivitas sedentary yang artinya tidak ada aktivitas fisik hanya duduk di depan layar. Screen time yang terlalu lama dapat mengakibatkan anak susah tidur saat malam, beresiko depresi, dan meningkatkan resiko kegemukan (Kaneshiro, 2013). Kebiasaan Konsumsi Kudapan Aspek negatif dari mengonsumsi kudapan yaitu apabila dikonsumsi berlebihan dapat menyebabkan terjadinya kelebihan asupan energi sehingga dapat mengakibatkan kegemukan. Masalah lain pada mengonsumsi kudapan berkaitan dengan tingkat keamanannya. Penyalahgunaan bahan kimia berbahaya atau penambahan bahan tambahan pangan yang tidak tepat oleh produsen pangan jajanan atau kurangnya higienitas pangan dapat memberikan efek negatif pada tubuh anak. Perilaku produsen pangan ini adalah salah satu contoh rendahnya tingkat pengetahuan produsen mengenai keamanan makanan jajanan. Kebiasaan Sarapan
Perbedaan proporsi..., Widya Aprilita Minamilail, FKM UI, 2014
Kebiasaan sarapan memiliki pengaruh yang erat terhadap kejadian berat badan lebih. Hal ini berkaitan dengan peningkatan jaringan adiposa viseral. Sebuah penelitian di Amerika menyebutkan bahwa pada anak yang rutin sarapan ditemukan tingkat kejadian kegemukan yang rendah dibandingkan yang tidak rutin sarapan (Alexander et al., 2009). Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional yang akan menganalisis pengaruh asupan makanan, aktivitas fisik, lama waktu tidur, screen time, konsumsi sarapan, dan konsumsi kudapan pada kejadian kegemukan siswa di SD Islam Al-Falaah tahun 2014. Penelitian dilakukan pada bulan April-Mei 2014. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 154 responden yang terdiri dari siswa dan siswi kelas 4 dan 5. Pemilihan sample dilakukan dengan cara simple random sampling, yaitu pemilihan sampel secara acak yang menggunakan daftar tabel random secara manual atau dengan komputerisasi (Chandra, 2009). Pengumpulan data dilakukan dengan membagi menjadi dua tahap. Tahap pertama yaitu melakukan pengukuran dan pencatatan berat badan serta tinggi badan anak. Selanjutnya, melakukan wawancara sesuai dengan kuesioner dan food recall 1x24 jam untuk asupan anak. Pada saat melakukan food recall 1x24 jam, digunakan food model sebagai penyeragam takaran makanan. Data food recall 24 jam yang telah dicatat akan diolah dengan menggunakan Nutrisurvey 2005 (versi Indonesia) yang kemudian dilengkapi dengan Nutri Survey 2007 (untuk makanan internasional). Analisis data yang dilakukan yaitu analisis univariat untuk melihat gambaran tiap variabel, analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antar variabel, dan analisis stratifikasi sebagai metode pengontrolan variabel confounder. Hasil Penelitian Status Gizi (IMT/U) Tabel 1. Distribusi Responden berdasarkan Status Gizi (n=154) Status Gizi Tidak Gemuk Gemuk
Jumlah (n) 99 55
Persentase (%) 64,3 35,7
Berdasarkan Tabel 1. menunjukkan bahwa total responden dalam penelitian ini sebanyak 154 siswa. Dimana terdapat 99 responden (64,3%) tergolong gizi normal sedangkan 55 responden (35,7%) tergolong gemuk.
Perbedaan proporsi..., Widya Aprilita Minamilail, FKM UI, 2014
Asupan Makanan Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan Asupan Makanan (n=154) Asupan Makanan
Jumlah (n)
Persentase (%)
Energi Total Cukup
148
96,1
Lebih
6
3,9
Cukup
126
81,8
Lebih
28
18,2
Cukup
132
85,7
Lebih
22
14,3
Cukup
149
96,8
Lebih
5
3,2
Protein
Lemak
Karbohidrat
Untuk mempermudah proses analisis, asupan makanan dikategorikan menjadi dua bagian yaitu cukup dan lebih pada tiap variabel. Sebanyak 148 responden (96,1%) mengonsumsi energi total cukup (kurang dari sama dengan 100% AKG) dan 6 responden (3,9%) mengonsumsi energi total lebih (lebih dari 100% AKG). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden tergolong mengonsumsi energi total cukup. Berdasarkan Tabel 2. diperoleh hasi bahwa jumlah responden yang mengonsumsi protein cukup sebanyak 81,8% dan sisanya yaitu 18,2% mengonsumsi protein lebih. Untuk lemak, sebesar 85,7% mengonsumsi lemak cukup dan 14,3% mengonsumsi lemak lebih. Jumlah responden yang mengonsumsi karbohidrat cukup yaitu sebanyak 96,8% dan sisanya mengonsumsi karbohidrat lebih yaitu 3,2%. Aktivitas Fisik Tabel 3. Distribusi Responden berdasarkan Aktivitas Fisik N 154
Min-Max 0,33-1,67
Mean+SD 0,86±0,31
Median 0,8
Berdasarkan Tabel 3. didapatkan bahwa skor terendah yaitu 0,33 dan tertinggi yaitu 1,67. Skor rata-rata dari keseluruhan responden yaitu sebesar 0,86 dengan standar deviasi 0,31. Durasi Tidur
Perbedaan proporsi..., Widya Aprilita Minamilail, FKM UI, 2014
Tabel 4. Distribusi Responden berdasarkan Durasi Tidur (n=154) Durasi Tidur Sesuai Rekomendasi Tidak Sesuai Rekomendasi
Jumlah (n) 32 122
Persentase (%) 20,8 79,2
Berdasarkan Tabel 4. didapatkan hasil sebagian besar responden memiliki durasi tidur yang tidak sesuai rekomendasi yaitu 79,2% sedangkan 20,8% memiliki kebiasaan durasi tidur yang sesuai rekomendasi. Screen Time Tabel 5. Distribusi Responden berdasarkan Screen Time (n=154) Screen Time Sesuai Rekomendasi Tidak Sesuai Rekomendasi
Jumlah (n) 67 87
Persentase (%) 43,5 56,5
Berdasarkan Tabel 5. diperoleh hasil responden yang memiliki kebiasaan screen time sesuai rekomendasi (<2 jam/hari) sebesar 43,5% (67 responden) dan yang tidak sesuai rekomendasi (≥2 jam/hari) sebesar 56,5% (87 responden). Diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki kebiasaan screen time yang tidak sesuai rekomendasi. Kebiasaan Konsumsi Kudapan Tabel 6. Distribusi Responden berdasarkan Kebiasaan Konsumsi Kudapan (n=154) Kebiasaan Konsumsi Kudapan Tidak Rutin Rutin
Jumlah (n) 106 48
Persentase (%) 68,8 31,2
Berdasarkan Tabel 6. diperoleh hasil responden rutin mengonsumsi kudapan secara rutin sebanyak 31,2% dan sisanya 68,8% mengonsumsi kudapan secara tidak rutin. Diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki kebiasaan konsumsi kudapan secara tidak rutin. Kebiasaan Sarapan Tabel 7. Distribusi Responden berdasarkan Kebiasaan Sarapan (n=154) Kebiasaan Sarapan Tidak Rutin Rutin
Jumlah (n) 33 121
Persentase (%) 21,4 78,6
Berdasarkan Tabel 7. diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki kebiasaan sarapan yang rutin. Sebanyak 78,6% responden memiliki kebiasaan sarapan rutin sedangkan sisanya 21,4% memiliki kebiasaan sarapan yang tidak rutin.
Perbedaan proporsi..., Widya Aprilita Minamilail, FKM UI, 2014
Jenis Kelamin Tabel 8. Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin (n=154) Kebiasaan Sarapan Laki-laki Perempuan
Jumlah (n) 80 74
Persentase (%) 51,9 48,1
Berdasarkan Tabel 8. diketahui bahwa jumlah responden laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda. Sebanyak 51,9% responden berjenis kelamin laki-laki sedangkan sebanyak 48,1% berjenis kelamin perempuan. Perbedaan Proporsi Asupan Makanan pada Kejadian Kegemukan Tabel 9. Distribusi Asupan Energi pada Kejadian Kegemukan (n=154)
Asupan Energi Cukup Lebih
Gemuk Tidak n 98 1
Ya
% 66,2 16,7
n 50 5
% 33,8 83,3
Pvalue = 0,022 OR = 9,8 95% CI= 1,12-86,16
Berdasarkan Tabel 9. ditunjukkan bahwa kelompok responden yang gemuk banyak ditemukan pada responden dengan asupan energi lebih, yaitu sebanyak 83,3%. Sedangkan terdapat 2% responden dengan asupan energi cukup yang tidak gemuk. P value untuk asupan energi adalah 0,022 yang artinya ada perbedaan yang bermakna terhadap kejadian kegemukan pada siswa dengan asupan energi cukup dan siswa dengan asupan energi lebih. Odd ratio untuk asupan energi adalah sebesar 9,8 yang artinya responden dengan asupan energi lebih mempunyai kecenderungan sebesar 9,8 kali lebih besar untuk gemuk dibandingkan dengan responden yang asupan energinya cukup. Asupan energi memiliki perbedaan yang bermakna pada kejadian kegemukan. Oleh karena itu, asupan energi dilanjutkan ke analisis stratifikasi. Hasil analisis stratifikasi asupan energi dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 10. Distribusi Asupan Energi pada Kejadian Kegemukan Berdasarkan Analisis Stratifikasi Gemuk Asupan Energi Laki-Laki Perempuan
Cukup Lebih Cukup Lebih
Tidak n 45 0 53 1
Ya % 58,4 0 74,6 33,3
n 32 3 18 2
% 41,6 100 35,4 66,7
Perbedaan proporsi..., Widya Aprilita Minamilail, FKM UI, 2014
P value = 0,08 (laki-laki) P value = 0,17 (perempuan)
Berdasarkan Tabel 10, menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna terhadap kejadian kegemukan antara siswa dengan asupan energi cukup dan siswa dengan asupan energi lebih pada laki-laki dapat dilihat dari p-value = 0,08 (p<0,05). Sedangkan, pada responden perempuan tidak memiliki perbedaan yang bermakna bermakna dapat dilihat dari p-value = 0,17 (p>0,05). Pada responden laki-laki sebanyak 100% responden dengan asupan energi lebih masuk dalam kategori gemuk. Pada reponden perempuan, sebanyak 66,7% responden yang asupan energinya lebih masuk dalam kategori gemuk. Tabel 11. Distribusi Asupan Protein pada Kejadian Kegemukan (n=154) Asupan Protein Cukup Lebih
Gemuk Tidak n 85 14
Ya % 67,5 50
n 41 14
% 32,5 50
Pvalue = 0,127 OR = 2,073 95% CI = 0,9-4,75
Diketahui pada Tabel 11. bahwa kelompok responden yang gemuk dengan asupan protein lebih sebanyak 50% dan responden yang gemuk dengan asupan protein cukup sebanyak 32,5%. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p value = 0,127 (p>0,05) yang berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kejadian kegemukan antara siswa dengan asupan protein cukup dan siswa dengan asupan protein lebih.Odd ratio untuk asupan protein adalah sebesar 2,073 yang artinya responden dengan asupan protein lebih mempunyai kecenderungan sebesar 2,073 kali lebih besar untuk gemuk dibandingkan dengan responden yang asupan proteinnya cukup. Tabel 12. Distribusi Asupan Lemak menurut Status Kegemukan (n=154) Asupan Lemak Cukup Lebih
Gemuk Tidak n 88 11
Ya % 66,7 50
n 44 11
% 33,3 50
Pvalue = 0,204 OR = 2,0 95% CI = 0,80-4,97
Ditunjukkan pada Tabel 12. bahwa responden yang gemuk dengan asupan lemak lebih sebanyak 50% dan responden yang gemuk dengan asupan lemak cukup sebanyak 33,3%. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p value = 0,204 yang artinya secara statidtik tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap kejadian kegemukan antara siswa dengan asupan
Perbedaan proporsi..., Widya Aprilita Minamilail, FKM UI, 2014
lemak cukup dan siswa dengan asupan lemak lebih. Nilai odd ratio 2,0 artinya responden yang asupan lemaknya lebih berpeluang 2,0 kali mengalami kegemukan dibandingkan dengan responden yang asupan lemaknya cukup. Tabel 13. Distribusi Asupan Karbohidrat pada Kejadian Kegemukan (n=154) Gemuk
Asupan Karbohidrat
Tidak n 98 1
Cukup Lebih
Ya % 65,8 20
n 51 4
% 34,2 80
Pvalue = 0,055 OR = 7,7 95% CI = 0,83-70,56
Berdasarkan Tabel 13. diketahui bahwa kelompok respoden yang gemuk dengan asupan karbohidrat lebih sebanyak 80% dan responden yang gemuk dengan asupan karbohidratnya cukup sebanyak 34,2%. Berdasarkan hasil uji statistik ditemukan p value = 0,055 yang artinya secara statistik tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap kejadian kegemuka antara siswa dengan asupan karbohidrat cukup dan siswa dengan asupan karbohidrat lebih. Nilai odd ratio 7,7 artinya responden yang asupan karbohidratnya lebih berpeluang 7,7 kali mengalami kegemukan dibandingkan dengan responden yang asupan lemaknya cukup. Perbandingan Proporsi Aktivitas Fisik pada Kejadian Kegemukan Tabel 14. Distribusi Aktivitas Fisik pada Kejadian Kegemukan (n=154) Variabel Gemuk Tidak Ya
n
Mean
SD
T (t-test)
99 55
0,8642 0,8505
0,32474 0,29492
0,259
P value = 0,796
Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada 55 responden yang gemuk memiliki skor rata-rata aktivitas fisik sebesar 0,8505. Sedangkan 99 responden yang tidak gemuk memiliki skor ratarata 0,8642. Dari hasil uji statistik dapat kita simpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara aktivitas fisik dari responden yang gemuk dibandingkan dengan yang tidak gemuk (nilai p=0,796). Perbedaan Proporsi Durasi Tidur pada Kejadian Kegemukan Tabel 15. Disitribusi Durasi Tidur pada Kejadian Kegemukan (n=154) Gemuk Durasi Tidur
Tidak
Ya
n
%
n
%
Sesuai Rekomendasi
24
75
8
25
Tidak Sesuai Rekomendasi
75
61,5
47
38,5
Perbedaan proporsi..., Widya Aprilita Minamilail, FKM UI, 2014
P value OR 95% CI
= 0,225 = 1,88 = 0,78-4,52
Tabel 15. menunjukan bahwa 38,5% responden yang gemuk memiliki durasi tidur yang tidak sesuai rekomendasi dalam sehari. Sementara itu, responden yang gemuk yaitu 25% memiliki durasi tidur yang sesuai rekomendasi dalam sehari. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa responden yang gemuk dengan durasi tidur tidak sesuai rekomendasi memiliki persentase lebih besar dibandingkan responden dengan durasi tidur sesuai rekomendasi. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,225 (p > 0,05). Hal ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap kejadian kegemukan antara siswa dengan durasi tidur sesuai dan siswa dengan durasi tidur sesuai secara statistik. Nilai Odds ratio sebesar 1,88 berarti responden yang memiliki durasi tidur tidak sesuai rekomendasi memiliki resiko 1,88 kali lebih besar untuk gemuk dibandingkan dengan responden yang durasi tidurnya sesuai rekomendasi. Perbedaan Proporsi Screen Time pada Kejadian Kegemukan Tabel 16. Distribusi Screen Time pada Kejadian Kegemukan (n=154) Gemuk Screen Time Tidak Ya n % n % Sesuai Rekomendasi 43 64,2 24 35,8 Tidak Sesuai Rekomendasi 56 64,4 31 35,6 P value = 1,00 OR = 0,99 95% CI = 0,51-1,92
Dari Tabel 16. menunjukkan bahwa responden dengan screen time sesuai rekomendasi terdapat 35,8% yang gemuk dan responden dengan screen time tidak sesuai rekomendasi terdapat 35,6% yang gemuk. Hasil uji statistik menghasilkan p value = 1,00 (p> 0,05), yang artinya secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara siswa dengan screen time sesuai rekomendasi dan siswa dengan screen time tidak sesuai rekomendasi terhadap kejadian kegemukan. Nilai odd ratio 0,99 artinya responden dengan screen time yang tidak sesuai dengan rekomendasi berpeluang 0,99 kali mengalami status kegemukan dibandingkan dengan responden yang sesuai rekomendasi. Perbedaan Proporsi Kebiasaan Konsumsi Kudapan pada Kejadian Kegemukan Tabel 17. Distribusi Kebiasaan Konsumsi Kudapan pada Kejadian Kegemukan (n=154) Kebiasaan Konsumsi Kudapan
P value
Tidak Rutin Rutin = 0,55
Gemuk Tidak Ya n % n % 66 62,3 40 37,7 33 68,8 15 31,3
Perbedaan proporsi..., Widya Aprilita Minamilail, FKM UI, 2014
OR 95% CI
= 0,75 = 0,36-1,55
Tabel 17. menunjukkan bahwa 31,3% responden yang gemuk memiliki kebiasaan konsumsi kudapan yang rutin dalam seminggu terakhir. Sedangkan, responden yang gemuk yaitu 37,7% memiliki kebiasaan konsumsi kudapan yang tidak rutin dalam seminggu terakhir. Dari hasil tersebut dapat diketahui responden yang gemuk dengan konsumsi kudapan tidak rutin memiliki persentase lebih besar dibandingkan responden dengan konsumsi kudapan rutin. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,55 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara siswa dengan konsumsi kudapan rutin dan siswa dengan konsumsi kudapan tidak rutin terhadap kejadian kegemukan. Didapatkan nilai odds ratio sebesar 0,75 artinya responden yang rutin mengonsumsi kudapan beresiko sebesar 0,75 kali lebih besar untuk mengalami kegemukan dibandingan dengan responden yang tidak rutin mengonsumsi kudapan. Perbedaan Proporsi Kebiasaan Sarapan pada Kejadian Kegemukan Tabel 18. Distribusi Kebiasaan Sarapan pada Kejadian Kegemukan (n=154) Kebiasaan Sarapan
P value OR 95% CI
Rutin Tidak Rutin = 0,128 = 1,979 = 0,9-4,32
Gemuk Tidak Ya n % n % 82 67,8 39 32,2 17 51,5 16 48,5
Dari Tabel 18. menunjukkan bahwa responden dengan kebiasaan sarapan rutin terdapat 48,5% yang gemuk dan responden dengan kebiasaan sarapan tidak rutin terdapat 32,2% yang gemuk. Hasil uji statistik menghasilkan nilai p = 0,128 yang artinya tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap kejadian kegemukan pada siswa dengan kebiasaan sarapan rutin dan siswa dengan kebiasaan sarapan tidak rutin. Nilai odds ratio 1,979 artinya responden dengan kebiasaan sarapan tidak rutin memiliki peluang sebesar 1,979 kali mengalami kegemukan dibandingkan dengan responden yang rutin sarapan. Pembahasan Gemuk Data status gizi didapatkan dengan mengukur berat badan, tinggi badan, dan usia responden yang kemudian diperoleh data IMT/U. Data ini kemudian dikategorikan berdasarkan Kemenkes 2010 mengenai Status Gizi Anak. Seperti penelitian lain yang sudah dilakukan
Perbedaan proporsi..., Widya Aprilita Minamilail, FKM UI, 2014
oleh Emirza (2012) dan Putri (2009) dinyatakan bahwa status gizi anak dinilai menggunakan perbandingan dengan standar z skor. Berdasarkan hasil penelitian pada siswa SD Islam Al Falaah, didapatkan persentase siswa yang gemuk sebesar 35,7%. Hasil ini lebih kecil dari penelitian Shah et al. (2013) di India, yang menunjukkan jumlah anak yang gemuk sebesar 44,5%. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor perbedaan ras. Diketahui bahwa adanya perbedaan kecepatan metabolisme tubuh dari tiap individu yang dipengaruhi oleh ras. Dimana ras kulit putih pada masa pubertas memiliki kecepatan metabolisme yang lebih cepat dibandingkan dengan sebaya mereka dari ras kulit hitam (Wahyu, 2009). Penelitian Putri (2009) menunjukkan nilai yang lebih kecil yaitu sebesar 28%. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jumlah sampel dan karakteristik responden. Pada penelitian tersebut melibatkan 132 responden yang berusia 10-12 tahun di SD Vianney, Jakarta Barat. Perbedaan Proporsi Asupan Makanan pada Kejadian Kegemukan Asupan makan terdiri dari asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat. Berdasarkan hasil analisis bivariat melalui uji chi square didapatkan hasil adanya perbedaan proporsi asupan energi pada kejadian kegemukan. Kegemukan terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi, sehingga terjadi kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak (Hidayati et al., 2011) Penelitian ini didukung penelitian terdahulu oleh Vertikal (2012) mengenai kegemukan pada siswa SD Negeri Pondok Cina 1. Disebutkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara asupan energi dengan kegemukan. Hal yang sama juga ditemukan oleh Emirza (2012) dalam penelitiannya mengenai kelebihan berat badan. Dilaporkan bahwa terdapat perbedaan asupan energi terhadap kejadian kelebihan berat badan. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya mengenai kegemukan. Akan tetapi penelitian Farhani (2010) melaporkan bahwa tidak ada perbedaan asupan energi terhadap kejadian kegemukan. Adapun perbedaan hasil ini disebabkan oleh perbedaan jumlah sampel. Dalam penelitian ini melalui analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square menunjukkan tidak adanya perbedaan asupan protein, lemak, dan karbohidrat terhadap kejadian kegemukan. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu oleh Wang et al.(2003) dan Swastika (2012) bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan lemak dan karbohidrat terhadap kejadian kegemukan. Namun, dalam penelitian Swastika (2012) disebutkan bahwa asupan protein berhubungan secara statistik dengan kejadian kegemukan. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah sampel dan perbedaan metode
Perbedaan proporsi..., Widya Aprilita Minamilail, FKM UI, 2014
pengambilan data asupan makan. Begitu juga terdapat perbedaan hasil penelitian oleh Daryono (2003) mengenai status kegemukan menyebutkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara asupan protein, lemak, dan karbohidrat terhadap kejadian kegemukan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik responden. Perbedaan karakteristik responden dapat dilihat dari perbedaan lokasi pengambilan data dimana Daryono (2003) mengambil lokasi penelitian di Jambi. Akan tetapi dalam penelitian ini ditemukan kecenderungan siswa dengan asupan lemak, protein, dan karbohidrat lebih beresiko gemuk dibandingkan dengan yang asupan lemak, protein, dan karbohidratnya cukup. Dari hasil penelitian juga ditemukan siswa yang gemuk dengan asupan energi cukup (33,8%), asupan protein cukup (32,5%), asupan lemak cukup (33,3%), dan asupan karbohidrat cukup (34,2%). Hal ini dapat terjadi karena adanya pengaruh faktor lain terhadap kejadian kegemukan pada siswa, seperti aktivitas fisik yang kurang, durasi tidur kurang, screen time yang tinggi, ruti mengonsumsi kudapan, atau tidak rutin sarapan. Perbedaan Proporsi Aktivitas Fisik pada Kejadian Kegemukan Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keseimbangan energi. Dalam penelitian ini aktivitas fisik diukur dengan menggunakan metode PAQ C (physical Activity Questioner for Children). Beredasarkan analisis bivariat menggunakan uji chi square dihasilkan bahwa tidak adanya perbedaan proporsi aktivitas fisik pada kejadian kegemukan. Hal ini sejalan dengan penelitian Ayu (2013) mengenai status gemuk di Bogor yang melaporkan bahwa tidak adanya hubungan antara akivitas fisik dengan kegemukan. Begitu juga dengan Swastika (2012) yang menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata anak yang gemuk dan tidak gemuk. Hasil penelitian yang sama oleh Putri (2009) bahwa tidak ada perbedaan proporsi aktivitas fisik pada kejadian kegemukan. Hasil ini berbeda dengan penelitian Alves et al. (2009) yang menunjukkan bahwa adanya hubungan yang siginifikan antara aktivitas fisik dengan overweight dan obesitas pada anak di Brazil. Sebuah penelitian
pada anak oleh Nyberg et al (2011) menunjukkan bahwa di
Amerika Latin memiliki jumlah anak yang gemuk tinggi dan kebiasaan aktivitas yang rendah. Hal ini disebutkan karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan, budaya, pola asuh dan sosioekonomi yang membentuk kebiasaan anak dengan pola hidup sedentari. Perbedaan ini dapat terjadi karena rata-rata tingkat aktivitas fisik di SD Islam Al Falaah sama tetapi asupan energinya berbeda sehingga terjadi ketidak seimbangan energi yang
Perbedaan proporsi..., Widya Aprilita Minamilail, FKM UI, 2014
menyebabkan banyaknya anak yang gemuk. Selain itu dipengaruhi juga oleh perbedaan jumlah sampel dan ras pada penelitian lain. Perbedaan Proporsi Durasi Tidur pada Kejadian Kegemukan Berdasarkan analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square didapatkan hasil tidak adanya perbedaan proporsi durasi tidur pada kejadian kegemukan. Demikian pula sebuah penelitian lain oleh Shi et al. (2010) memenunjukkan hasil yang sama yaitu tidak adanya perbedaan durasi tidur pada kejadian kegemukan. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Daryono (2003) yang melaporkan bahwa secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara waktu tidur dengan kegemukan. Akan tetapi terdapat kecenderungan siswa yang durasi tidurnya tidak sesuai rekomendasi lebih banyak yang gemuk dibandingkan dengan siswa yang durasi tidurnya sesuai rekomendasi. Penelitian yang dilakukan oleh Jong et al. (2012), Nixon et al. (2008), dan Lumeng et al (2007) melaporkan bahwa durasi tidur yang pendek merupakan faktor resiko peningkatan kasus kegemukan pada anak. Hal ini dikarenakan kurang tidur dapat menyebabkan penurunan jumlah leptin serta peningkatan jumlah kortisol dan grehlin yang mempengaruhi rasa lapar (Chaput et al., 2011). Perbedaan Proporsi Screen Time pada Kejadian Kegemukan Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi screen time pada kejadian kegemukan. Hal ini sejalan dengan Rahmawati (2009) yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kedua variabel ini. Namun terdapat kecenderungan anak yang screen time tidak sesuai rekomendasi akan mengalami kegemukan dibandingkan yang sesuai rekomendasi. Wong (2002) dan Tarras (1989) dalam Daryono (2003) menyebutkan semakin lama screen time semakin sedikit waktu yang digunakan untuk beraktivitas lain karena screen time menggantikan waktu untuk berolah raga maupun aktivitas lain. Menurut Laurson et al (2008), screen time erat kaitannya dengan rendahnya aktivitas fisik yang dapat berpengaruh pada kejadian kegemukan. Penelitian Maher et al. (2012) menunjukkan bahwa peningkatan screen time dapat meningkatkan resiko kegemukan. Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan asupan energi karena adanya kebiasaan mengemil saat screen time. Perbedaan Proporsi Kebiasaan Konsumsi Kudapan pada Kejadian Kegemukan Kebiasaan mengonsumsi kudapan pada anak merupakan hal umum yang dapat ditemui di berbagai tingkat sosial ekonomi masyarakat. Anak yang terbiasa melewatkan sarapan pagi,
Perbedaan proporsi..., Widya Aprilita Minamilail, FKM UI, 2014
kudapan berfungsi sebagai makanan yang pertama kali masuk ke saluran pencernaan, sehingga kudapan merupakan hal yang penting bagi anak (Syafitri, 2009). Oleh karena itu, kebiasaan konsumsi kudapan berpengaruh terhadap kecukupan gizi anak yang berujung pada status gizi. Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan kebiasaan kudapan pada anak yang gemuk. Hal ini sejalan dengan penelitian Daryono (2003) dan
Rahmawati (2009) bahwa tidak ada hubungan antara
kebiasaan konsumsi kudapan dengan kegemukan. Begitu juga dengan penelitian Sulistyanto (2010) yang menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan konsumsi kudapan dengan kegemukan pada anak. Namun ada kecenderungan anak yang terbiasa mengonsumsi kudapan secara rutin yang gemuk dibandingkan yang tidak rutin mengonsumsi kudapan. Hasil penelitian Marbun (2002) menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan konsumsi kudapan dengan kegemukan. Aspek negatif dari kebiasaan konsumsi kudapan yaitu apabila dikonsumsi secara berlebihan maka akan berdampak dalam peningkatan asupan energi yang berujung pada kegemukan (Aprillia, 2011). Adanya perbedaan hasil ini dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah sampel dan karakteristik responden. Perbedaan Proporsi Kebiasaan Sarapan pada Kejadian Kegemukan Berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji chi square dibuktikan bahwa tidak adanya perbedaan bermakna kebiasaan sarapan pada kejadian kegemukan. Hasil ini sama dengan penelitian Emirza (2012) yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan
yang
signifikan antara kebiasaan sarapan dengan kegemukan. Meskipun hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan namun terdapat kecenderungan responden yang tidak rutin sarapan mengalami kegemukan. Penelitian Ortega et al. (1998) menunjukkan bahwa adanya perbedaan kebiasaan sarapan dan kejadian kegemukan. Disebutkan bahwa sarapan pagi berhubungan dengan asupan total energi perhari yang tinggi, pemilihan makanan yang tidak adekuat, serta jangka panjang dapat menyebabkan kegemukan. Begitu juga dengan penelitian oleh Vanelli et al. (2005) yang menemukan prevalensi anak yang gemuk lebih tinggi pada kelompok yang jarang sarapan. Anak yang terbiasa melewatkan waktu sarapan akan berpengaruh terhadap pola makan dan asupan makronutriennya. Sebuah penelitian di Kanada menyebutkan anak yang terbiasa melewatkan waktu sarapan memiliki kecenderungan untuk mengonsumsi kudapan dan memilih makanan yang tinggi karbohidrat di waktu makan siang sehingga total asupan per harinya lebih banyak dibandingkan dengan anak yang tidak terbiasa melewatkan waktu
Perbedaan proporsi..., Widya Aprilita Minamilail, FKM UI, 2014
sarapan (Dubois et al., 2007). Sebuah penelitian lain oleh Alexander et al.(2009) melaporkan bahwa kebiasaan melewatkan sarapan dapat meningkatkan jaringan lemak viseral yang mengakibatkan obesitas sentral.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan, yaitu siswa SD Islam Al Falaah tahun 2014 yang tergolong gemuk sebesar 35,7% (z skor IMT/U Kemenkes 2010) dan terdapat perbedaan asupan energi terhadap kejadian kegemukan pada siswa laki-laki sedangkan perbedaan tersebut tidak terjadi pada siswi perempuan.
Saran Bagi SD Islam Al Falah , yaitu memanfaatkan fasilitas UKS berupa timbangan dan mikrotoa yang ada untuk dapat memantau status gizi siswa dengan menggunakan standar IMT berdasarkan umur. Petugas UKS dapat memanfaatkan karyawan sekolah yang kemudian akan mengukur serta mencatat perkembangan status gizi siswa. Program ini dapat dilaksanakan 1 kali tiap 3 bulan. Serta, memberikan penyuluhan kepada siswa mengenai Gizi Seimbang. Salah satu caranya adalah dengan mengadakan program membawa bekal makanan dari rumah secara berkala. Dimana kelas yang muridnya paling banyak membawa bekal yang berkualitas akan diberikan reward. Serta diadakan penyuluhan mengenai Gizi Seimbang 1 kali tiap awal tahun pelajaran oleh guru olahraga. Bagi Peneliti Lain, yaitu melakukan penelitian dengan jumlah variabel independen yang lebih lengkap dengan jumlah sampel yang lebih banyak serta sosial ekonomi yang lebih beragam. Serta, peneliti sebaiknya menggunakan instrument penelitian yang lebih lengkap seperti food model untuk mengurangi bias dalam penelitian.
Daftar Referensi Alexander, K. E., Ventura , E. E., Sprujit-Metz, D., Weigensberg, M. J., Goran, M. I., & Davis, J. N. (2009). Association of Breakfast Skipping With Visceral Fat and Insulin Indices. Obesity, 17, 1528-1533. Alves, et al. (2009). Overweight and Physical Inactivity in Children Living in Favelas in The Metropolitan Region of Recife, Brazil. Jornal de Pediatria, 85, 67-71 Aprillia. (2011). Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Makanan Jajanan pada Anak Sekolah Dasar. Program Studi Ilmu Gizi .Skripsi. FK UNDIP
Perbedaan proporsi..., Widya Aprilita Minamilail, FKM UI, 2014
Ayu, Pratiwi Rahma. (2013). Hubungan Pola Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik Anak Sekolah dengan Status Gizi Lebih di Daerah Perkotaan dan Perdesaan Bogor. Skripsi. IPB Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013). Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Brown, J. E., Isaac, J. S., Krinke, U. B., Lechtenberg, E., Murtaugh, M. A., & Sharbaugh, C. (2011). Nutrition Through the Life Cycle. Belmont, USA: Wadsworth. Centers for Disease Control and Prevention. (2011). Physical Activity for a Healthy Weight. 3 Juli 2014. http://www.cdc.gov/healthyweight/physical_activity/index.html Centers for Disease Control and Prevention. (2012). Basics About Childhood Obesity. 3 Juli 2014. http://www.cdc.gov/obesity/childhood/basics.html Centers for Disease Control and Prevention. (2014). Childhood Obesity Facts. 3 Juli 2014. http://www.cdc.gov/healthyyouth/obesity/facts.htm Chandra, Budiman. 2009. Biostatistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta. EGC Chaput, J.-P., Lambert, M., Gray-Roland, K., Mcgrath, J. J., Tremblay, M. S., O'Loughlin, J., et al. (2011). Short Sleep Duration Is Independently Associated With Overweight and Obesity in Quebec Children. Canadian Journal of Public Health, 102, 369-374. Clifton et al. (2009). High Protein Diets Decrease Total and Abdominal Fat and Improve CVD Risk Profile in Overweight and Obese Men and Women With Elevated Triacylglycerol. Nutr Metab Cardiovasc Dis, 19, 548-554. Daryono. (2003). Hubungan antara Konsumsi Makanan, Kebiasaan Makan dan Faktor-Faktor Lain dengan Status Gizi Anak Sekolah di SD Islam AL Falah Jambi. Tesis. FKM UI. Dubois, et al. (2007). Breakfast Skipping is Associated with Differences in Meal Patterns, Macronutrient Intakes, adm Overweight Among Pre-School Children.Public Health Nutrition, 12(1), 19-28 Emirza, Phellia. (2012). Hubungan Asupan Makanan dan Faktor Lainnya Terhadap Kejadian Kelebihan Berat Badan pada Remaja Berumur 10-12 Tahun di SD Islam Harapan Ibu Tahun 2012. Skripsi. FKM UI. Farhani, D. (2010). Hubungan Pola Makan dan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Gizi Lebih pada Siswa Sekolah Dasar Terpilih di Depok Tahun 2010. Skripsi. FKM UI. Food and Agriculture Organization. (2001). Human Energy Requirements. 3 Juli 2014. ftp://ftp.fao.org/docrep/fao/007/y5686e/y5686e00.pdf Freedman et al. (1999). The Relation of Overweight to Cardiovascular Risk Factors Among Children and Adolescents: The Bogalusa Heart Study.Pediatrics, 103, 1175-1182. Gately, Paul J. et al. (2006). Does a High-Protein Diet Improve Weight Loss. Obesity, 15, 1527-1534.
Perbedaan proporsi..., Widya Aprilita Minamilail, FKM UI, 2014
Hayati, Nurjanah. (2009).Faktor-Faktor Perilaku yang Berhubungan dengan Kejadian Obesitas di kelas 4 dan 5 SD Pembangunan Jaya Bintaro, Tangerang Selatan tahun 2009. Skripsi. FKM UI. Hidayati et al. (2011). Obesitas pada anak. Surabaya: FK UNAIR I'Allemand et al. (2007). Cardiovascular Risk in 26,008 European Overweight Children as Established by a Multicenter Database. Obesity Journal, 16(7), 1672-1679. Irianto et al.(2010).Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung: CV Yrama Widya Jong et al. (2012). Association Between Sleep Duration and Overweight: the Importance of Parenting. International Journal of Obesity, 36, 1278-1284. Kaneshiro, (2013). Screen Time and Children. 21 Juni http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/patientinstructions/000355.htm
2014.
Laurson, et al. (2008). Combined Influence of Physical Activity and Screen Time Recommendations on Childhood Overweight. The Journal of Pediatrics, 153, 209-214. Lumeng, et al. (2007). Shorter Sleep Duration Is Associated With Increased Risk for Being Overweight at Ages 9 to 12 Years. Pediatrics, 120, 1020-1029. Maher, et al. (2012). Screen Time is More Strongly Associated than Physical Activity with Overweight and Obesity in 9-16 Year Old Australian.Acta Paediatrica, 101. Marbun, Rosmida M.(2002). Hubungan Konsumsi Makanan, Kebiasaan Jajan dan Pola Aktivitas Fisik dengan Status Gizi siswa. Tesis. FKM UI. Marie et al.(2014).Global, Regional, and National Prevalence of overweight and Obesity in Children and Adults during 1980-2013: A Systematic Analysis for the Dlobal Burden of Disease Study 2013.The Lancet.3 Juli 2014.http://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(14)604608/abstract Naidu et al.(2013). Overweight Among Primary School Age Children in Malaysia. Asia Pac J Clin Nutrition, 22(3), 408-415. Nixon, et al. (2008) Short Sleep Duration in Middle Childhood: Risk Factors and Consequences. Journal Sleep. 31(1), 71-78 Nyberg et al. 2011. A healthy School Start-Parental Support to Promote Healthy Dietary Habits and Physical Activity in Children: Design and Evaluation of A ClusterRandomised Intervention. 3 Juli 2014. http://www.biomedcentral.com/14712458/11/185 Ogden et al. (2014).Prevalence of Chilhood and Adult Obesity in the United States, 20112012.JAMA,311,806-814. 3 Juli 2014. http://jama.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=1832542 Ortega, et al.(1998). Difference in the breakfast habits of overweight/obese and normal weight schoolchildren. Europe Pubmed Central, 68(2), 125-132
Perbedaan proporsi..., Widya Aprilita Minamilail, FKM UI, 2014
Rahmawati. (2009). Aktivitas Fisik, Konsumsi Makanan Cepat Saji (Fast Food), dan Keterpaparan Media serta Faktor-Faktor Lain yang Berhubungan dengan Kejadian Obesitas pada Siswa SD Islam Al Azhar 1 Jakarta Selatan Tahun 2009. Skripsi. FKM UI. Seicean, A., Redline, S., Seicean, S., Kirchner, H. L., Gao, Y., Sekine, M., et al. (2007). Association between short sleeping hours and overweight in adolescents: results from a US Suburban. Sleep Breath, 11, 285-293. Shah, et al.(2013). Determinants of overweight and obesity among school children in Mehsana District, India. Annals of Tropical Medicine and Public Health, 6, 408-412. Shi et al. (2010). Short Sleep Duration ad Obesity Among Australian Children. 3 Juli 2014. http://www.biomedcentral.com/1471-2458/10/609 Sulistyanto, et al. (2010). Kontribusi Makanan Jajanan terhadap Tingkat Kecukupan Energi dan Protein serta Status Gizi dalam Kaitannya dengan Prestasi Belajar. Media Medika Muda, 4. Swastika, Maria IV. (2012). Hubungan jenis kelamin, karakteristik ibu dan faktor lain dengan status gizi lebih pada siswa SD Mardiyuana Depok tahun 2012. Skripsi. FKM UI. Syafitri. (2009). Kebiasaan Jajan Siswa Sekolah Dasar.Jurnal Gizi dan Pangan, 4,167-175. Vanelli, et al.(2005) Breakfast habits of 1202 Northern Italian Children Admitted to A Summer Sport School. Breakfast Skipping is Associated with Overweight and Obesity. Acta Biomed, 76, 79-85 Vertikal, Luh Anggi. (2012). Aktivitas Fisk, Asupan Energi, dan Asupan Lemak Hubungannya dengan Gizi Lebih pada Siswa SD Negeri Pondok Cina 1 Depok Tahun 2012. Skripsi. FKM UI. Wahyu, G. Ginanjar. (2009). Obesitas Pada Anak. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka Wang et al. (2003).The Relationship Between BMI and Intae of Energy and Fat in Australian Youth: A Secondary Analysis of the National Nutrition Survey 1995. Nutrition & Dietetics, 60, 23-29. World
Health Organization. (2014). Obesity and Overweight. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/
3
Juli
2014.
Zhang et al. (2008). Cardiovascular Risk Factors in Overweight and Obese Chinese Children. European Journal of Nutrition, 47, 244-250.
Perbedaan proporsi..., Widya Aprilita Minamilail, FKM UI, 2014