PERBEDAAN PERSEPSI MAHASISWA KESEHATAN DAN MAHASISWA NON KESEHATAN TERHADAP ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA
NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Ilmu Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh AHMAD NUGROHO 20120320100
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
ii
1
The Perception Differences between Health Students And Non Health Student Toward People with Mental Disorders
Perbedaan Persepsi Mahasiswa Kesehatan Dan Mahasiswa Non Kesehatan Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa Ahmad Nugroho1, Shanti Wardaningsih. 1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY, 2Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY ABSTRACT
Background:. Mental health disorders have become very serious problems, which happened in 450 million people in the world and more than 28 million people in Indonesia. According RISKESDAS (2013), Yogyakarta is one of province with the most problems with mental disorders. Communities in Indonesia still have negative perceptions about mental disorders as someone dangerous and the something that uncureable, it is due to lack of knowledge about mental disorders. Students as part of the public are generally divided into two, which are health students and non-health students. Health Students in the college gain knowledge about mental health, whereas non-health students get nothing. Objective: To know the perception of health students and non-health students toward people with mental disorders Methods: This research was a non-experimental quantitative with descriptive comparative cross-section design. Respondents consisted of 224 health students with simple random sampling technique and 224 non-health students by cluster sampling. The experiment was conducted in May to June 2016 at the Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Instrument used a questionnaire with Likert scale. Analysis hypotheses Non parametric test used MannWhitney. Results: Characteristics of the respondents in both groups were dominated by female, aged 17-25 years old and Javanese. Results of perception in both groups of students was dominated by good category as much as 178 respondents (79.5%) on health students and 200 respondents (89.3%) on non-health students. The results of the Mann-Whitney test analysis obtained p = 0.004 Conclusion: There are differences in perception between health student and non-health students toward people with mental disorders. Keywords: Health Student, Non-Health Students, People with Mental Disorders, Perception.
2
INTISARI Latar Belakang: Gangguan kesehatan jiwa sudah menjadi masalah yang sangat serius, tidak kurang dari 450 juta di Dunia dan lebih dari 28 juta orang di Indonesia. Menurut Riskesdas (2013) Yogyakarta merupakan salah satu Provinsi dengan masalah gangguan jiwa terbanyak. Masyarakat di Indonesia masih memiliki pandang negatif klien gangguan jiwa sebagai seseorang yang membahayakan dan penyakitnya tidak dapat disembuhkan, hal itu disebabkan kurangnya pengetahuan tentang gangguan jiwa. Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat secara umum dibagi menjadi dua, yaitu mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan. Mahasiswa kesehatan dalam masa kuliah mendapatkan pengetahuan tentang kesehatan mental, sedangkan mahasiswa non kesehatan tidak ada. Tujuan: Untuk mengetahui persepsi mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan terhadap orang dengan gangguan jiwa. Metode Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif non eksperimental yang bersifat descriptive comparative dengan rancangan cross-section. Responden terdiri dari 224 orang pada mahasiswa kesehatan dengan teknik sample random sampling dan 224 orang pada mahasiswa non kesehatan dengan teknik cluster sampling. Penelitian dilaksanakan pada bulan mei hingga juni 2016 di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Alat ukur penelitian ini menggunakan kuisioner dengan skala likert. Analisa hipotesis menggunakan uji Non Parametrik Mann-Whitney. Hasil Penelitian: karakteristik responden pada kedua kelompok mahasiswa didominasi oleh jenis kelamin perempuan, berusia 17-25 tahun dan berasal dari suku jawa. Hasil persepsi pada kedua kelompok mahasiswa didominasi oleh persepsi baik yaitu 178 responden (79,5%) pada mahasiswa kesehatan dan 200 responden (89,3%) pada mahasiswa non kesehatan. Hasil analisis uji Mann-Whitney diperoleh nilai p=0,004. Kesimpulan: Terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan terhadap orang dengan gangguan jiwa.. Kata Kunci: mahasiswa kesehatan, mahasiswa non kesehatan, orang dengan gangguan jiwa, persepsi.
3
PENDAHULUAN Gangguan jiwa
merupakan
suatu
Indonesia mencapai lebih dari 28 juta
perubahan dalam pikiran, prilaku dan
orang, dengan kategori gangguan jiwa
suasana
menimbulkan
ringan 11,6% dari populasi dan menderita
hambatan dalam melaksanakan fungsi
gangguan jiwa berat 0,46% atau 46
psikologis.
mengalami
kejadian per mil. Menurut Riset Kesehatan
gangguan jiwa akan mengalami hambatan
Dasar (2013) Yogyakarta merupakan salah
dalam
satu Provinsi dengan Gangguan jiwa berat
perasaan
yang
Orang
yang
pendidikan,
pekerjaan
dan
pergaulan (Keliat, 2006).
dan
Menurut data dari
World Health
gangguan
mental
emosional
terbanyak. Berdasarkan data rumah sakit
Organization (2011) dalam Puskesmakale
Grhasia
(2012) masalah gangguan kesehatan jiwa
peningkatan penderita gangguan jiwa pada
di seluruh dunia memang sudah menjadi
tahun 2010 yaitu sebanyak 492 jiwa.
masalah sangat serius, tidak kurang dari 450
juta
penderita
Masyarakat
di
Yogyakarta
Indonesia
terjadi
masih
jiwa
memandang negatif klien gangguan jiwa
ditemukan di dunia, dimana sepertiganya
sebagai seseorang yang membahayakan
berdomisi di negara-negara berkembang.
dan penyakitnya tidak dapat disembuhkan.
Angka yang didapatkan dari beberapa riset
Hal tersebut terjadi karena masyarakat
nasional menunjukkan bahwa penderita
kurang memahami dengan baik penyebab
gangguan jiwa di Indonesia masih banyak
dan cara perawatan pada pasien dengan
dan cenderung mengalami peningkatan
gangguan jiwa. Pandangan negatif yang
(Sulistyorini, 2013).
ada pada masyarakat menyebabkan para
Berdasarkan jumlah
penderita
gangguan
Provinsi
Depkes
(2007)
gangguan
jiwa
total di
penderita gangguan jiwa mendapatkan perlakuan
yang
kurang
layak
dan
4
manusiawi
di
masyarakat
bahkan
dikeluarganya sendiri, seperti dipasung,
dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa.
diacuhkan, dihina, serta mengasingkan
Orang Dengan Gangguan Jiwa yang
anggota keluarganya yang mengalami
selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang
gangguan jiwa. Mereka mengganggap
yang mengalami gangguan dalam pikiran,
bahwa penyebab gangguan jiwa itu terjadi
perilaku, dan perasaan yang dalam bentuk
adalah karena kerasukan setan, hukuman
sekumpulan gejala dan/atau perubahan
pelanggaran sosial atau agama (Torey &
perilaku yang bermakna, serta dapat
Betesda, 2011).
menimbulkan penderitaan dan hambatan
Menurut
Undang-undang
Republik
dalam fungsi orang sebagai manusia. pada
Indonesia nomor 18 tahun 2014 tentang
Pasal 7 ayat 1 menjelaskan lebih lanjut
kesehatan jiwa, pada Pasal 1
yang
upaya promotif Kesehatan Jiwa ditujukan
dimaksud dengan Kesehatan Jiwa adalah
untuk mempertahankan dan meningkatkan
kondisi dimana seorang individu dapat
derajat Kesehatan Jiwa masyarakat secara
berkembang secara fisik, mental, spiritual,
optimal,
dan sosial sehingga individu tersebut
diskriminasi, pelanggaran hak asasi ODGJ
menyadari
sebagai
kemampuan
sendiri,
dapat
menghilangkan
bagian
dari
stigma,
masyarakat,
mengatasi tekanan, dapat bekerja secara
meningkatkan pemahaman dan peran serta
produktif,
memberikan
masyarakat terhadap kesehatan jiwa dan
kontribusi untuk komunitasnya. Orang
meningkatkan penerimaan dan peran serta
Dengan
masyarakat terhadap kesehatan jiwa.
dan
mampu
Masalah
Kejiwaan
yang
selanjutnya disingkat ODMK adalah orang
Menurut Riskesdas 2013 persentase
yang mempunyai masalah fisik, mental,
rumah tangga yang memiliki anggota
sosial, pertumbuhan dan perkembangan,
rumah tangga (ART) dengan gangguan
5
jiwa berat yang pernah dipasung di
yang
indonesia sebesar 14,3 persen. Terdapat
disekitarnya dibandingkan individu yang
1.655
memiliki
menderita
penyakit
keluarga yang menderita gangguan jiwa
Perlakuan
ini
berat. Proporsi RT yang pernah memasung
ketidaktahuan atau pengertian yang salah
ART gangguan jiwa berat sebesar 14,3
dari keluarga atau anggota masyarakat
persen
mengenai gangguan jiwa (Sulistyorini,
rumah
dan
tangga
(RT)
terbanyak
pada
RT
di
perdesaan (Riskesdes, 2013).
lebih
besar
dari
masyarakat
medis
lainnya.
disebabkan
karena
2013).
Pandangan negatif pada kesehatan jiwa
Persepsi orang terhadap orang dengan
dikenal dengan istilah stigma. Stigma
gangguan jiwa berbeda-beda. persepsi
adalah tidak diterimanya seseorang pada
adalah
suatu
kepercayaan
dengan bagaimana seseorang individu
bahwa orang tersebut melawan norma
melihat dan memahami orang lain (Thoha,
yang ada (Sarwano & Meinarno, 2009).
2004). Persepsi seseorang dapat berbeda
Pembentukan
tanpa
satu sama lain meskipun dihadapkan pada
pertimbangan yang memadai terhadap
situasi dan kondisi yang sama. Hal ini
data-data
dipandang dari suatu gagasan bahwa
kelompok
karena
stigma
yang
ada
terjadi
dan
cenderung
berhubungan
seseorang
orang yang menjadi sasaran prasangka,
rangsangan
seperti keanggotaan etnik, keanggotaan
penglihatan, pendengaran, pembauan, dan
gender, dan keanggotaan stratifikasi sosial
perasaan (Sunaryo, 2004). Pemahaman
(Sukana, 2013).
sebagai suatu proses kognitif akan sangat gangguan
jiwa
sering
mendapatkan stigma dan diskriminasi
melalui
suatu
langsung
mengarah pada penekanan keanggotaan
Penderita
menerima
secara
objek
penginderaan,
dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian seorang
pengamat.
Karakteristik
6
kepribadian itu sendiri adalah konsep diri,
berguna
nilai dan sikap, pengalaman di masa
kemanusiaan (Visi & misi UMY).
lampau,
dan
harapan-harapan
terdapat
dalam
dirinya.
yang
bagi
Mahasiswa
umat,
secara
bangsa
umum
dan
dibagi
Karakteristik
menjadi 2, yaitu mahasiswa kesehatan dan
kepribadian yang baik akan cenderung
mahasiswa non kesehatan. Pentingnya
melihat orang lain dari sudut tinjauan yang
memiliki
bersifat positif (Hanurawan, 2010).
mahasiswa
Karakteristik
kepribadian
persepsi
yang
kesehatan
baik
adalah
untuk sebagai
juga
modal penting mereka ketika menjadi
dipengaruhi oleh pendidikan seseorang,
tenaga kesehatan. Hasil penelitian yang
dimana
dilakukan
seseorang
yang
memiliki
oleh
Novita
(2012)
pendidikan yang lebih tinggi seharusnya
menunjukkan bahwa bagi seorang tenaga
memiliki kepribadian yang lebih baik.
kesehatan menjalin hubungan yang baik
Seorang mahasiswa dengan pendidikan
dengan pasien gangguan jiwa merupakan
yang sedang mereka capai seharusnya
suatu kewajiban yang harus dilakukannya.
memiliki karakteristik kepribadian yang
Seorang tenaga kesehatan wajib untuk
baik
memberikan rasa nyaman pada penderita
karena
mereka
adalah
generasi
penerus bangsa.
dengan cara memberikan sapaan, pujian,
Mahasiswa adalah orang yang terdaftar
dan melakukan hubungan saling percaya
dan menjalani pendidikan diperguruan
terhadap pasien dan keluarga pasien.
tinggi (Salim & Salim, 2002). UMY
Tenaga kesehatan harus melaksanakan
memiliki
komunikasi terapeutik, hal yang sangat
tujuan
terwujudnya
sarjana
muslim yang berakhlak mulia, cakap,
ditekankan
yaitu
pendekatan
petugas
percaya diri, mampu mengembangkan
kesehatan kepada pasien, sehingga petugas
ilmu pengetahuan dan teknologi serta
kesehatan dapat membimbing pasien untuk
7
menjalani hubungan yang baik dengan
pertolongan (Sowadi, 1999 dalam Pratama,
orang yang ada di dekatnya.
2013).
Manfaat memiliki persepsi baik untuk
Dari hasil studi pendahuluan dari 10
mahasiswa non kesehatan adalah menjadi
mahasiswa kesehatan, 8 sudah memilik
salah satu support social untuk masyarakat
persepsi baik dan 2 masih merasa takut
terutama untuk penderita gangguan jiwa
terhadap orang dengan gangguan jiwa,
dan
menganggap mereka berbahaya dan dapat
dapat
membantu
para
penderita
gangguan jiwa dan keluarga untuk mencari
melakukan
pertolongan
mendapatkan
mahasiswa non kesehatan, 5 merasa takut
pelayanan kesehatan jiwa dan terhindar
terhadap orang dengan gangguan jiwa,
dari diskriminasi dan adanya labeling
menganggap orang dengan gangguan jiwa
(Sukmianti, 2014). Mahasiswa perlu tahu
berbahaya
tentang
kekerasan, menganggap mereka jorok, 3
dalam
stigma
masyarakat,
yang
berkembang di
dan
Hasil
dapat
dari
10
melakukan
mahasiswa
hanya merasa takut karena menganggap
kesehatan. Stigma bersifat merugikan,
mereka berbahaya dan 2 sudah memiliki
sehingga mahasiswa perlu memberikan
persepsi yang baik. mahasiswa kesehatan
pengetahuan
memiliki persepsi lebih baik dibandingkan
kepada
terutama
kekerasan.
tentang
masyarakat
gangguan agar
jiwa
penderita
mahasiswa
non
kesehatan
karena
gangguan jiwa dan keluarga tidak lagi
pengetahuan yang mereka miliki terhadap
mengalami diskriminasi dan merasa malu
orang dengan gangguan jiwa.
untuk memeriksakan keadaanya dengan
Berdasarkan uraian diatas, peneliti
harapan agar penderita gangguan jiwa
tertarik
untuk
tidak
dengan
judul
terlambatkan
mendapatkan
melakukan “Gambaran
penelitian Persepsi
Mahasiswa Kesehatan Dan Mahasiswa
8
Non
Kesehatan
Muhammadiyah
Universitas
Yogyakarta
Terhadap
Tabel mahasiswa
1
menunjukan
kesehatan
84
bahwa responden
Orang Dengan Gangguan Jiwa”.
(37,5%) berjenis kelamin laki-laki dan 140
METODE
responden
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
perempuan, sedangkan mahasiswa non
non
bersifat
kesehatan 89 responden (39,7%) berjenis
descriptive comparative dengan rancangan
kelamin laki-laki dan 135 responden
cross-section. Responden terdiri dari 224
(60,3%) berjenis
orang pada mahasiswa kesehatan dengan
Selanjutnya hasil perhitungan responden
teknik sample random sampling pada
berdasarkan usia terbanyak adalah berusia
mahasiswa
pada
17-25 tahun dengan jumlah 224 responden
mahasiswa non kesehatan dengan teknik
(100%) pada mahasiswa kesehatan dan
cluster sampling. Penelitian dilaksanakan
223 responden (99,5%) pada mahasiswa
pada bulan mei hingga juni 2016 di
non
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
perhitungan responden berdasarkan suku
Analisa hipotesis menggunakan uji Non
terbanyak adalah suku jawa pada kedua
Parametrik Mann-Whitney dengan nilai
kelompok, yaitu 151 responden (67,4%)
p<0,05 berarti Ha diterima dan Ho ditolak.
pada
HASIL PENELITIAN
responden (61,6%) pada mahasiswa non
eksperimental
kesehatan
yang
dan
224
(62,5%)
kesehatan.
mahasiswa
berjenis
kelamin
kelamin perempuan.
Kemudian
kesehatan
hasil
dan
138
kesehatan. Tabel 1 Distribusi frekuensi karakteristik responden (n=448) Mahasiswa Kesehatan Karakteristik Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan
Jumlah (n)
Persentase %
84 140
37,5 62,5
Mahasiswa Non Kesehatan Jumlah (n) Persentase % 89 135
39,7 60,3
9
Mahasiswa Kesehatan Karakteristik Usia sekarang a. 17-25 tahun b. >25 tahun Suku a. Jawa b. Melayu c. Sunda d. Lain-lain
Mahasiswa Non Kesehatan Jumlah (n) Persentase %
Jumlah (n)
Persentase %
224
100
223 1
99,5 0,4
151 35 21 17
67,4 15,6 9,4 7,6
138 33 19 34
61,6 14,7 8,5 15,2
Sumber: Data Primer (2016)
Sedangkan hasil persepsi mahasiswa non
Tabel 2.1 menunjukan bahwa hasil
kesehatan berdasarkan jenis kelamin laki-
persepsi mahasiswa kesehatan berdasarkan
laki adalah persepsi baik berjumlah 73
jenis kelamin laki-laki adalah persepsi baik
responden (32,6%), persepsi sangat baik
berjumlah 62 responden (27,7%), persepsi
berjumlah 16 responden (7,1%) dan
sangat baik berjumlah 22 responden
berdasarkan jenis kelamin perempuan
(9,8%) dan berdasarkan jenis kelamin
adalah
perempuan adalah persepsi baik berjumlah
responden (56,7%), persepsi sangat baik
116 responden (51,8%), persepsi sangat
berjumlah 8 responden (3,6%).
persepsi
baik
berjumlah
127
baik berjumlah 24 responden (10,7%). Tabel .2.1 hasil persepsi mahasiswa terhadap orang dengan gangguan jiwa berdasarkan karakteristik jenis kelamin Persepsi Karakteristik Mahasiswa Kesehatan Jenis Kelamin : - Laki-laki - Perempuan Mahasiswa Non Kesehatan Jenis Kelamin : - Laki-laki - Perempuan
Sumber: Data Primer (2016)
Sangat Baik
%
Baik
%
22 24
9,8% 10,7%
62 116
27,7% 51,8%
16 8
7,1% 3,6%
73 127
32,6% 56,7%
10
Tabel 2.2 menunjukan hasil persepsi mahasiswa
berdasarkan
usia,
pada
hanya satu yang berusia >25 tahun. Mahasiswa non kesehatan yang berusia
mahasiswa kesehatan yang berusia 17-25
17-25
tahun memiliki persepsi baik berjumlah
berjumlah 199 responden (88,9%) dan
178 responden (79,5%) dan persepsi
memiliki persepsi sangat baik berjumlah
sangat baik berjumlah 46 responden
24 (10,7%). Mahasiswa non kesehatan
(20,5%).
dengan usia >25 tahun yang berjumlah 1
Mahasiswa
kesehatan
100%
berusia 17-25 tahun. Sedangkan
pada
tahun
memiliki
persepsi
baik
responden (0,4%) memiliki persepsi baik. mahasiswa
non
.
kesehatan 99,5% berusia 17-25 tahun dan
Tabel 2.2 hasil persepsi mahasiswa terhadap orang dengan gangguan jiwa berdasarkan karakteristik usia Persepsi Karakteristik Mahasiswa Kesehatan Usia : - 17-25 tahun - >25 tahun Mahasiswa Non Kesehatan Usia : - 17-25tahun - >25 tahun
Sangat Baik
%
Baik
%
46
20,5%
178
79,5%
24
10,7%
199 1
88,9% 0,4%
Sumber. Data Primer (2016) responden Tabel 2.3 menunjukan hasil persepsi mahasiswa
berdasarkan
mahasiswa
kesehatan
Suku
Melayu
memiliki persepsi baik berjumlah 25
pada
responden (11,2%) dan persepsi sangat
banyak
baik berjumlah 10 responden (4,5%). Suku
berasal dari suku Jawa, memiliki persepsi
Sunda memiliki persepsi baik berjumlah
baik berjumlah 120 responden (53,6%) dan
19 responden (8,5%) dan persepsi sangat
persepsi
baik berjumlah 2 responden (0,9%).
sangat
baik
suku.
(13,8%).
paling
berjumlah
31
11
Mahasiswa berasal dari suku lain yang ada
(12,5%)
di
baik
berjumlah 5 responden (2,2%). Suku
berjumlah 14 responden (6,2%) dan
Sunda memiliki persepsi baik berjumlah
persepsi
18 responden (8%) dan persepsi sangat
Indonesia
memiliki
sangat
baik
persepsi
berjumlah
3
responden (1,3%). Sedangkan
dan
persepsi
sangat
baik
baik berjumlah 1 responden (0,4%).
pada
mahasiswa
non
Mahasiswa berasal dari suku lain yang ada
kesehatan paling banyak juga berasal dari
di
suku
berjumlah 31 responden (13,8%) dan
jawa,
memiliki
persepsi
baik
Indonesia
memiliki
berjumlah 123 responden (55%) dan
persepsi
persepsi
responden(1,3%).
sangat
baik
berjumlah
15
sangat
baik
persepsi
berjumlah
baik
3
responden (6,7%). Suku Melayu memiliki persepsi baik berjumlah 28 responden Tabel 2.3 hasil persepsi mahasiswa terhadap orang dengan gangguan jiwa berdasarkan karakteristik suku Karakteristik Mahasiswa Kesehatan Suku : - Jawa - Melayu - Sunda - Lain-lain Mahasiswa Non Kesehatan Suku : - Jawa - Melayu - Sunda - Lain-lain
Persepsi Baik
Sangat Baik
%
%
31 10 2 3
13,8% 4,5% 0,9% 1,3%
120 25 19 14
53,6% 11,2% 8,5% 6,2%
15 5 1 3
6,7% 2,2% 0,4% 1,3%
123 28 18 31
55% 12,5% 8% 13,8%
Sumber. Data Primer (2016) Tabel 3 Hasil uji dengan Mann-Whitney
kesehatan dan mahasiswa non kesehatan
Test diperoleh nilai p = 0,004 dengan arti,
terhadap orang dengan gangguan jiwa.
ada
perbedaan
persepsi
mahasiswa
12
Tabel 3 Hasil Analisis Mann-Whitney perbedaan persepsi mahasiswa kesehatan dan mahasiswa kesehatan terhadap orang dengan gangguan jiwa (N=448) Kelompok Mahasiswa
Persepsi Sangat Baik Baik 46 178 24 200
Mahasiswa Kesehatan Mahasiswa non Kesehatan
n
Mean
224 224
235,50 213,50
Std. Deviation
P.value
0,363
0,004
Sumber. Data Primer (2016) PEMBAHASAN hati, dan anggapan bahwa wanita itu
Karakteristik (Jenis kelamin) Hal pertama yang menjadi sorotan
lemah.
dalam pembentukan persepsi perempuan
Kemudian, sikap dan perilaku yang
yang cenderung berada di kategori baik
hanya anggapan tersebut telah menjadi
berhubungan dengan fenomena Gender
panutan
Stereotyping.
(2014)
pembentukan persepsi dan penerimaan
Gender
dengan baik. Hal tersebut didukung oleh
Stereotyping tampak bukan lagi menjadi
Wolf (1991) yang mengatakan bahwa
akar dalam pembentukan persepsi dan
persepsi manusia dapat terbentuk oleh
panutan perempuan dalam berperilaku.
suatu anggapan terhadap dirinya yang
Gender
kemudian
mengungkapkan
Travis bahwa
Stereotyping
yang
awalnya
hanyalah sebuah julukan atau anggapan tentang bagaimana seharusnya wanita
sikap
wanita
dapat
serta
menjadi
memicu
sikap
atau
perilaku jika diterapkan. Selain itu, Wolf (1991) dalam bukunya
bertindak dan berpikir, sekarang tampak
menjelaskan,banyak
menjadi sesuatu yang harus dilakukan oleh
mencapai kecantikan tertinggi. Mencapai
perempuan seperti, memiliki penerimaan
kecantikan tertinggi juga harus melalui
yang baik, persepsi yang luas, kelembutan
pandangan
dan
perempuan
persepsi
orang
ingin
lain
sehingga, perempuan harus mewujudkan
13
persepsi yang baik dari dirinya bahkan
dan mahasiswa non kesehatan. Responden
kepada orang dengan masalah kesehatan
pada usia 17-25 tahun juga menunjukkan
dan mental.
hasil yang mendominasi pada kategori
Kemudian, pembentukan persepsi yang baik tidak lepas dari dukungan orang tua
persepsi baik pada mahasiswa kesehatan dan pada mahasiswa non kesehatan.
dalam pembentukan sikap di masa tumbuh
Depkes RI (2009) mengkategorikan
kembang. Anak perempuan menunjukkan
usia 17-25 tahun sebagai periode usia
angka pertentangan dengan orang tua yang
remaja akhir. Laursen & Hartl (2013)
lebih rendah dibandingkan dengan anak
mengungkapkan, remaja akhir atau Late
laki-laki. Hal tersebut akhirnya membantu
Adolescence telah menunjukkan prubahan
anak perempuan memiliki waktu yang
perkembangan
lebih baik dengan orang tua dalam
sekitar, perubahan perkembangan dalam
mempelajari pengertian dan penerimaan
hal autonomi dan individual, identifikasi
tentang
dan eksplorasi mendalam, kematangan
orang
lain
sehingga
dalam
mempersepsikan orang lainpun cenderung
kognitif,
lebih baik (Smith, Elsey, & Tomphson,
terhadap
2013). Hal tersebut tampak menjadi latar
kematangan fisik.
belakang kenapa perempuan memiliki
mengenai
perubahan lingkungan
orang-orang
dalam
persepsi
sosial
dan
Kemudian, Hawk, Keijsers, Branje,
persepsi yang baik tentang orang lain
Graff,
termasuk orang dengan gangguan jiwa.
menambahkan, dalam hal dimensi empati
Karakteristik (Usia)
dan
Hasil
perhitungan
Wied,
penerimaan
&
Meuse
terhadap
(2013)
lingkungan
responden
sosial, remaja akhir menunjukkan skor
berdasarkan usia terbanyak adalah berusia
yang lebih tinggi dibandingkan remaja
17-25 tahun pada mahasiswa kesehatan
awal. Hal ini tampak sesuai dengan teori
14
yang
telah
disebutkan
di
paragaf
jawa pada kedua kelompok mahasiswa.
sebelumnya mengenai adanya perubahan
Responden
dalam persepsi terhadap lingkungan sosial.
mendominasi persepsi dengan kategori
Selain itu, persepsi pada usia remaja
baik pada mahasiswa kesehatan dan
akhir tidak lepas terbentuk dari adanya
pada
suku
jawa
juga
mahasiswa non kesehatan.
komunikasi yang baik dengan orang tua
Hasil yang didapatkan pada penelitian
pada awal perkembangn remaja. Keijsers
ini
&
mengungkapkan,
Indonesia masih menunjukkan tingginya
komunikasi yang baik dengan orang tua
fenomena pemasungan anggota keluarga
pada usia remaja awal telah memberikan
dengan gangguan jiwa yang diawali
efek perubahan yang baik dalam hal
dengan adanya persepsi negatif atau
penghargaan terhadap diri sendiri dan
stigma
orang lain pada masa remaja akhir. Baik
indonesia
remaja laki-laki dan perempuan yang
Prabandari, & Marchira, 2016). Persepsi
memiliki komunikasi yang baik dengan
negatif
orang tua menunjukkan perilaku yang dan
anggapan
persepsi yang lebih baik terhadap orang
merupakan penyakit yang memalukan, aib,
lain. Oleh karena itu, hal ini kembali
bagi
mendukung hasil penelitian dimana remaja
berpendapat
akhir memiliki perspsi yang lebih baik dari
(Rahman & Krishendrijanto, 2014).
Paulin
(2013)
usia lain.
yang
dengan
beredar
fakta
di
masyarakat
(Mamnuah,
yang
muncul
bahwa
keluarga,
bahwa,
Nurjanah,
dapat
berupa
gangguan
bahkan
sebagai
jiwa
ada
yang
sampah
sosial
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Karakteristik (Suku) Hasil
bertentang
perhitungan
responden
berdasarkan suku terbanyak adalah suku
Republik melaporkan
Kementrian Indonesia bahwa
Kesehatan
(2013)
memang
provinsi
Daerah
15
Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah
penerimaan lebih besar. Oleh karena itu,
menunjukkan prevalensi gangguan jiwa
hal ini tampak jelas bahwa suku responden
berat terbanyak pada penduduk Indonesia
pada
1,7 per mil. Fakta tingginya masalah
mengambil peran dalam pembentukan
gangguan jiwa di dua provinsi suku jawa
persepsi.
terbanyak tersebut kembali menunjukkan
persepsi
tingginya
mahasiswa non kesehatan terhadap
angka
pemasungan
diperkirakan mencapai
yang
angka 20.000-
30.000 kejadian (Aji, 2016).
penelitian
ini
mahasiswa
tidak
tampak
kesehatan
dan
orang dengan gangguan jiwa Tabel 4.3 menunjuk bahwa Hasil uji
Kemudian, walaupun responden pada
dengan Mann-Whitney Test diperoleh nilai
penelitian ini didominasi oleh suku jawa,
p = 0,004 dengan arti, ada perbedaan
faktor latar belakang pendidikan masih
persepsi antara mahasiswa kesehatan dan
tampak
pembentukan
mahasiswa non kesehatan terhadap orang
persepsi mahasiswa terhadap orang dengan
dengan gangguan jiwa. Rata-rata hasil
gangguan jiwa. Hasil penelitian yang
persepsi mahasiswa kesehatan berdasarkan
dilakukan oleh Syarniah, Rizani & Sirait
persepsi internal adalah 695 dan persepsi
(2014)
eksternal
berperan
dalam
mengungkapkan,
terdapat
adalah
653,
sedangkan
hubungan yang bermakna antara latar
mahasiswa non kesehatan berdasarkan
belakang pendidikan dengan pembentukan
persepsi internal adalah 660 dan persepsi
persepsi dan penerimaan. Masyarakat yang
eksternal adalah 635. Berdasarkan hasil
memiliki latar belakang pendidikan tinggi
tersebut dapat dilihat bahwa persepsi
lebih dapat menerima hal baru baik yang
mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non
berhubungan dengan masalah disekitar,
kesehatan lebih dipengaruhi oleh persepsi
dengan kata lain, memiliki koping dan
internal. Menurut Thoha (2003) persepsi
16
internal dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu
perasaan,
kepribadian
individu,
Faktor pertama yang mempengaruhi persepsi
adalah
pengetahuan,
karena
prasangka, keinginan atau harapan, proses
menurut Azwar (2011) pengetahuan yang
belajar dan motivasi. Hal ini terjadi karena
dimiliki akan mempermudah seseorang
adanya rangsangan yang berasal dari
untuk mempersepsikan sesuatu sehingga
dalam individu menjadi objek dalam
dapat menilai secara langsung dari apa
dirinya sendiri.
yang dilihat hingga terwujud dalam suatu
Persepsi
mahasiswa
tindakan. Hal tersebut didukung oleh
dibandingkan
Valerie (2011) yang menyatakan bahwa
mahasiswa non kesehatan. Menurut Thoha
semakin tinggi pengetahuan seseorang
(2003) persepsi eksternal dipengaruhi oleh
mengenai gangguan jiwa maka tingkat
beberapa faktor, yaitu informasi yang
toleransi terhadap orang dengan gangguan
diperoleh,
jiwa pun semakin tinggi. Hal tersebut
kesehatan
eksternal lebih
baik
pengetahuan
dan
ketidak
asingan suatu objek. Persepsi eksternal
diperkuat
terjadi karena adanya
dilakukan
rangsangan yang
melalui oleh
penelitian
Rezeki
(2015)
yang yang
datang dari luar individu, dan hal ini lah
menyatakan bahwa pemberian penyuluhan
yang
mahasiswa
kesehatan jiwa bisa mengubah persepsi
kesehatan dan mahasiswa non kesehatan
siswa terhadap orang dengan jiwa karena
berbeda.
menurut hasil penelitian Syaharia (2008),
antara
membuat
persepsi
Adanya mahasiswa
mahasiswa
non
perbedaan
persepsi
kesehatan kesehatan
dan
tersebut
stigma (persepsi negatif) gangguan jiwa secara
umum
ditimbulkan
oleh
disebabkan oleh berbagai faktor yaitu;
keterbatasan pemahaman yang diakibatkan
pengetahuan, penerimaan, pengalaman dan
kurangnya pengetahuan mengenai etiologi
situasi.
(penyebab) gangguan jiwa. Nursalam &
17
Efendi
(2008)
pemahaman gangguan
mengatakan
mengenai jiwa
orang
dapat
bahwa,
kesehatan dan mahasiswa non kesehatan
dengan
adalah
diperoleh
di
pendidikan tinggi dibidang kesehatan. Kemudian,
perbedaan
faktor
berhubungan
penerimaan dengan
yang
karakteristik
kepribadian yang terdiri dari konsep diri,
persepsi
nilai, sikap dan harapan-harapan yang
mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non
terdapat dalam dirinya. Karena menurut
kesehatan
Hanurawan
berhubungan
dengan
fakta
(2010)
seseorang
yang
bahwa mahasiswa kesehatan lebih banyak
memiliki konsep diri (self concept) yang
memiliki
orang
tinggi cenderung melihat orang lain dari
dengan gangguan jiwa yang mereka
sudut tinjauan yang bersifat positif dan
dapatkan pada saat kuliah. Hal tersebut
optimistik dibandingkan seseorang yang
didukung oleh hasil pada penelitian ini
memiliki konsep diri yang buruk, nilai dan
yang
sikap juga berpengaruh pada pendapat
pengetahuan
menunjukan
kesehatan
lebih
tentang
bahwa
banyak
mahasiswa menunjukkan
seseorang terhadap
orang lain,
serta
persepsi sangat baik yaitu sebanyak 46
harapan-harapan sering kali memberikan
responden (20,5%) sedangkan mahasiswa
semacam kerangka dalam diri seseorang
non
untuk menentukan penilai terhadap orang
kesehatan
(10,7%).
hanya
Oleh
24
karena
responden itu
dapat
disimpulkan bahwa, mahasiswa kesehatan
lain ke arah tertentu. Nilai
dan
sikap
seseorang
tidak
memiliki persepsi lebih baik dibandingkan
terlepas dari pengetahuan yang dimiliki,
mahasiswa non kesehatan mengenai orang
hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian
dengan gangguan jiwa.
yang dilakukan oleh Sulistyorini (2013)
Faktor kedua yang mendukung adanya perbedaan
persepsi
antara
mahasiswa
yang menyatakan bahwa pengetahuan sangat berpengaruh terhadap pembentukan
18
sikap
seseorang.
Berbagai
bentuk
kesehatan dan mahasiswa non kesehatan
kesalahan sikap dalam merespon kehadiran
adalah faktor pengalaman. Hal tersebut
penderita gangguan jiwa terjadi akibat
sangat
konstruksi pola berpikir yang salah akibat
diungkapkan oleh Walgito (2010) yang
ketidaktahuan publik, sehingga hal ini
menyatakan bahwa persepsi itu sifatnya
kembali
latar
individual dan subjektif, jadi meskipun
sumber
objek yang dipersepsi (stimulus) sama,
berhubungan
belakang
dengan
pembentukan
sesuai
dengan
tetapi
antara mahasiswa kesehatan dan non
pengalaman dari setiap individu berbeda-
kesehatan seperti yang telah dijelaskan
beda maka akan menimbulkan persepsi
diatas. Hal ini sejalan dengan teori Toha
yang berbeda antara satu orang dengan
(2003) bahwa persepsi terjadi melalui
orang yang lain. Hal tersebut diperkuat
proses interpretasi. Interpretasi merupakan
oleh
suatu aspek kognitif dari persepsi yang
Wiharjo (2014) yang menyatakan bahwa
sangat penting yaitu proses memberikan
persepsi setiap orang terhadap orang
arti kepada stimulus yang diterimanya.
dengan gangguan jiwa sangat bervariasi.
Aspek kognitif ini memerlukan kejelasan
Ada yang mempersepsikan positif, akan
informasi.
tingkat
tetapi juga masih ada sebagian yang
maka
berpersepsi negatif dikarenakan pernah
pengetahuan
tinggi
seseorang
memungkinkan
seseorang
juga
penelitian
mendapatkan
dan
yang
pengetahuan dan informasi yang berbeda
Semakin
perasaan
teori
yang
pengalaman-
dilakukan
pengalaman
yang
oleh
tidak
mendapatkan kejelasan informasi yang
menyenangkan dengan penderita gangguan
lebih lengkap.
jiwa semisalnya diganggu dan dikasari.
Faktor ketiga yang mendukung adanya perbedaan
persepsi
antara
mahasiswa
Pengalaman informasi
tidak dan
terlepas pengetahuan
dengan yang
19
didapatkan. Pada penelitian ini, mahasiswa
terhadap prilaku dirinya sendiri maupun
kesehatan memiliki pengetahuan tentang
terhadap orang lain.
kesehatan
mental
memiliki
Hal tersebut diperkuat oleh hasil
pengalaman untuk berinteraksi dengan
penelitian yang dilakukan oleh Syarniah,
orang dengan gangguan jiwa, sehingga hal
Rizani & Sirait (2014) yang menyatakan
tersebut
persepsi
bahwa masyarakat yang tidak bekerja tentu
mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non
kurang terpapar dengan lingkungan luar
kesehatan berbeda.
yang lebih luas. Situasi ini kurang
yang
dan
membuat
Faktor keempat yang mendukung adanya
perbedaan
persepsi
antara
mendukung untuk peningkatan informasi yang
positif
bagi
individu
tersebut.
mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non
Dengan demikian masyarakat yang tidak
kesehatan adalah faktor situasi. Karena
bekerja dapat mengalami kurang informasi
menurut Hanurawan (2010) bahwa situasi
tentang konsep pasung pada penanganan
merupakan salah satu faktor utama yang
klien gangguan jiwa di masyarakat. Hal
mempengaruhi
inilah yang dapat membuat persepsi
pembentukan
persepsi.
Situasi dipandang sebagai keseluruhan
masyarakat
faktor yang dapat mempengaruhi perasaan
tentang
individu pada ruang dan waktu tertentu.
gangguan
Pada suatu situasi, tempat suatu stimulus
masyarakat yang Mempunyai lingkungan
yang muncul, memiliki konsekuensi bagi
kerja yang lebih luas dan bergaul dengan
terjadinya
yang
individu lain yang mempunyai pendidikan
berbeda. Cara individu mendefinisikan
lebih tinggi. Situasi dan kondisi ini tentu
suatu
dapat
interpretasi-interpretasi
situasi
memiliki
konsekuensi
yang
kurang
mendukung
tindakan
pasung
pada
jiwa.
Sebaliknya
mempengaruhi
informasi
klien pada
dan
kemampuan persepi seseorang yang dapat
20
menghasilkan persepsi yang lebih tidak
paling banyak berasal dari suku jawa.,
mendukung khususnya tentang tindakan
hasil persepsi mahasiswa kesehatan dan
pasung pada klien gangguan jiwa.
mahasiswa non kesehatan didominasi oleh
Konsep ini sejalan dengan pernyataan
persepsi
baik
yaitu
responden
dilihat secara kontekstual yang berarti
kesehatan dan 200 responden (89,3%)
dalam situasi mana persepsi itu timbul
untuk mahasiswa non kesehatan, Terdapat
perlu pula mendapat perhatian. Situasi
perbedaan persepsi yang signifikan antara
merupakan faktor yang turut berperan
mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non
dalam penumbuhan persepsi seseorang.
kesehatan
Faktor situasi juga tidak dapat terlepas
gangguan jiwa dibuktikan dengan hasil Uji
oleh pengetahuan yang dimiliki, sesuai
Mann-Whitney
dengan penelitian ini dimana mahasiswa
(p=0,004)
memiliki
dibandingkan
persepsi
dengan
kesehatan karenakan
lebih
mahasiswa
baik
Peneliti
terhadap
untuk
178
Siagian (2004) bahwa persepsi harus
siswa
(79,5%)
berjumlah
mahasiswa
orang
dengan
menunjukan
berharap
tidak
nilai
ada
lagi
non
mahasiswa, baik kesehatan maupun non
hal yang telah
kesehatan yang memiliki anggapan atau
dijelaskan diatas.
persepsi negatif terhadap orang dengan
KESIMPULAN DAN SARAN
gangguan jiwa. Peneliti juga berharap agar
Berdasarkan
hasil
dan
penelitian ini dapat dikembangkan lebih
pembahasan pada penelitian ini dapat
baik kedepannya dan memperdalam semua
disimpulkan
faktor yang berhubungan persepsi terhadap
beberapa
penelitian
hal,
yaitu
mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan paling banyak berjenis kelamin perempuan, rata-rata berusia 21 tahun dan
orang dengan gangguan jiwa.
21
DAFTAR RUJUKAN Aji, H. P. (2016). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan dan Sikap Keluarga dan Masyarakat Yang Terhadap Pasien Pasca Pasung di Tawangsari. Karya Tulis Ilmiah Strata satu, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta. Azwar, S. (2011). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Edisi ke-2. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Kesehatan. Depkes. (2007). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. (2009). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta. Hanurawan, F. (2010). Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Hawk, S. T., Keijsers, L., Branje, S. J., Graff, J. V., Wied, M. d., & Meuse, W. (2013). Examining the Interpersonal Reactivity Index (IRI) Among Early and Late Adolescents. Journal of Personality Assessment Vol.95 Issue 1 , 96-106 Keijsers, L., & Paulin, F. (2013). Developmental changes in parent– child communication throughout adolescence. Journal of Developmental Psychology Vol 49, Issue 12 , 2301-2308. Keliat, B.A. dkk. (2006). Menanti Empati terhadap Orang dengan Gangguan Jiwa. Pusat Kajian dan Tindakan Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI-RSCM. Jakarta. Laursen, B., & Hartl, A. C. (2013). Understanding loneliness during adolescence: Developmental changes that increase the risk of perceived social isolation. Journal
of Adolecence Volume 36, Issue 6 , 1261-1268. Mamnuah, Nurjanah, I., Prabandari, Y. S., & Marchira, C. R. (2016). Literature Reviw of Mental Health Recovery in Indonesia. GSTF Journal of Nursing and Health Care (JNHC) Vol.3 No.2, June , 20-25. Novita, M. (2012). Peran Perawat Dalam Meningkatkan Kemampuan Bersosialisasi Pada Penderita Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, Medan. Nursalam & Efendi, F. (2008). Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Pratama, D.S. (2013). Hubungan Edukasi Terhadap Stigma Tentang Gangguan Jiwa Pada Kader Kesehatan. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu, FKIK UMY, Yogyakarta. Pusat Penelitian dan Perkembangan Depkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar (2013). Diunduh 30 oktober 2015 dari www.litbang.depkes.go.id Puskesmakale. (2012). Penderita Gangguan Jiwa Hampir 450. Diakses dari http://puskesmasmakale.blogspot.c om/2016/02/who-penderitagangguan-jiwa-hampir-450.html. Rahman, E. S., & Krishendrijanto. (2014). Pemberdayaan Mantan Penderita Gangguan Jiwa. Electronic Journal of Social and Political Sciences Vol.1 No.1 , 74-82. Rezeki, Z. (2015). Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Jiwa Terhadap Persepsi Siswa Tentang Orang Dengan Gangguan Jiwa Di MAN Darussalam Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar [Abstrak]. http://etd.unsyiah.ac.id/index.php?p =show_detail&id=15718 diakses pada tanggal 7 agustus 2016 pukul 17.30
22
Salim, P & Salim, Y. (2002). Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta : Modern English Press. Sarwono, S.W., & Meinarmo, E.A. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta : Salemba Medika. Siagian, S.P. (2004). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta. Smith, K. E., Elsey, L. H., & Tomphson, M. (2013). Barriers to, and facilitators of, parenting programmes for childhood behaviour problems: a qualitative synthesis of studies of parents' and professionals' perception. Journal of European Child+Adolescent Psychiatri Vol 22, Issue 11 , 653-670. Sukana, M. (2013). Persepsi Keluarga Pelaku Bunuh Diri tentang Stigma Sosial Di Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu, Stikes Ahmad Yani, Yogyakarta. Sukmianti, F. (2014). Hubungan Persepsi Keluarga Terhadap Stigma Masyarakat Dengan Perilaku Perawatan Pada Anggota Keluarga Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas Mlati II Kabupaten Sleman. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu, FKIK UMY, Yogyakarta. Sulistyorini, N. (2013). Hubungan pengetahuan tentang gangguan jiwa terhadap sikap masyarakat kepada penderita gangguan jiwa diwilayah kerja puskesmas colomadu 1. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Sunaryo. (2004). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC. Syaharia, A.R.H. (2008). Stigma Gangguan Jiwa Perspektif Kesehatan Mental Islam. Tesis, Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Yogyakarta. Syarniah, Rizani, A & Sirait, E. (2014). Studi Deskriptif Persepsi Masyarakat Tentang Pasung pada Klien Gangguan Jiwa Berdasarkan
Karakteristik Demografi di Sungai Arpat Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar. Jurnal Skala Kesehatan. Vol. 5 no. 2. Thoha, M. (2003). Perilaku Organisasi : konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers. Thoha, M. (2004). Perilaku Organisasi : konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Torrey, F.E., & Betesda, M.D. (2011). The assosiation of stigma with violance. American Psyciatric Assosiation. 168 : 325. Travis, C. B. (2014). Women and Health Psychology: Volume I: Mental Health. New York: Psychology Press Taylor and Francis Group. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa.http://webcache.googleuserco ntent.com/search?q=cache:tsRkhhz a2aMJ:binfar.kemkes.go.id/%3Fwp dmact%3Dprocess%26did%3DMj AxLmhvdGxpbms%3D+&cd=5&h l=id&ct=clnk&gl=id diakses tanggal 15 april 2016. Valerie, S., dkk. (2011). Public perceptions, knowledge and stigma towards people with schizophrenia. Journal of Public Mental Health, Vol. 10 Iss: 1. Visi & Misi UMY http://www.umy.ac.id/profil/visimi si diakses tanggal 30 mei 2016. Walgito, B. (2010). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi offset. Wiharjo, F.E. (2014). Hubungan Persepsi dengan Sikap Masyarakat terhadap Penderita Skizofrenia di Surakarta. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Wolf, N. (1991). The Beauty Myth: How Images of Beauty are used Againts Women. New York: Vintage.