PERBEDAAN PERFORMANS ANAK KELINCI LOKAL PERIODE PRA-SAPIH YANG INDUKNYA DIBERI PAKAN KOMPLIT MENGANDUNG BUNGKIL INTI SAWIT DAN BUNGKIL KELAPA
SKRIPSI B. SIENA ADITA HENDRA H.
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN B. SIENA ADITA HENDRA H. D24053807. 2009. Perbedaan Performans Anak Kelinci Lokal Periode Pra-Sapih yang Induknya Diberi Pakan Komplit Mengandung Bungkil Inti Sawit dan Bungkil Kelapa. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Didid Diapari, MS Periode pra-sapih merupakan periode yang penting dan sangat menentukan performans kelinci selanjutnya. Anak periode pra-sapih memerlukan air susu yang baik kualitasnya dan cukup jumlahnya. Induk kelinci memerlukan ransum yang baik untuk dapat menghasilkan susu berkualitas baik dalam jumlah yang cukup bagi pertumbuhan optimal anaknya. Ransum yang baik adalah ransum yang mampu memenuhi kebutuhan induk kelinci untuk hidup pokok dan berproduksi yaitu produksi susu dan pemulihan setelah melahirkan. Untuk dapat menghasilkan ransum yang baik maka diperlukan bahan penyusun yang baik pula. Bungkil inti sawit merupakan salah satu sumber protein potensial untuk menggantikan bungkil kelapa sebagai sumber protein konvensional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan bungkil inti sawit sebagai pengganti bungkil kelapa dan mengetahui performans anak kelinci yang induknya diberi pakan mengandung bungkil inti sawit dengan hijauan yang berbeda. Ransum yang digunakan pada penelitian ini adalah kombinasi antara bungkil kelapa, bungkil inti sawit, rumput lapang, daun lamtoro dan daun ubi jalar. Ransum perlakuan R1 mengandung rumput lapang dan bungkil kelapa,ransum perlakuan R2 mengandung rumput lapang, daun lamtoro dan bungkil kelapa. Ransum perlakuan R3 mengandung rumput lapang, daun ubi jalar dan bungkil kelapa. Ransum perlakuan R4 mengandung rumput lapang, daun lamtoro dan bungkil inti sawit sedangkan ransum perlakuan R5 mengandung rumput lapang, daun ubi jalar dan bungkil inti sawit. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dimana ternak dikelompokkan berdasarkan jumlah anak yang dilahirkan yaitu kelompok 1 ternak dengan jumlah anak 3-5 ekor dan kelompok 2 ternak dengan jumlah anak 6-8 ekor. Data dianalisa menggunakan ANOVA dan perbedaan yang ada diuji lanjut dengan Uji Lanjut Duncan. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata untuk perlakuan ransum pakan pada konsumsi bahan kering induk, bobot lahir anak, bobot anak umur tiga minggu dan rataan pertambahan bobot badan anak. Kelompok ternak memberikan pengaruh dimana anak pada kelompok 1 (3-5 ekor) memiliki bobot lahir, bobot umur tiga minggu dan rataan pertambahan bobot badan anak lebih besar dibandingkan dengan anak pada kelompok 2 (6-8 ekor). Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah ransum yang mengandung bungkil inti sawit memberikan performans yang setara dengan bungkil kelapa. Kelompok ternak mempengaruhi performans anak dimana kelompok yang memiliki jumlah anak yang lebih sedikit memiliki bobot lebih besar pada bobot lahir anak, bobot anak umur tiga minggu dan rataan pertambahan bobot badan anak. Kata-kata kunci:pra-sapih,bungkil inti sawit,performans
ABSTRACT Performance Differences Local Pre-Weaned Kits Which Doe Fed Complete Ration Containing Palm Kernel Cake and Copra Meal B.S.A.H.Hariyawan, Nahrowi and D. Diapari Pre-wean is an important phase in raising rabbit. One of the problems in pre-wean phase is that rabbits in lactating period do not get enough nutrition to produce milk to support weaning kits maximum growth. This can lead to low productivity in rabbit farm. Complete ration is the solution for this problem. The objective of this experiment was to investigate kits performance differences which doe fed complete ration containing palm kernel cake and copra meal. The experimental diets were: R1 (complete ration containing copra meal and field grass), R2 (complete ration containing copra meal, field grass and Leucaena leucocehepala), R3 (complete ration containing copra meal, field grass and Ipomoea batatas L), R4 (complete ration containing palm kernel cake, field grass and Leucaena leucochepala), and R5 (complete ration containing palm kernel cake, field grass and Ipomoea batatas L). A block randomized design was used in this research with five treatments and two blocks. The blocks were the kit from the doe, block 1 was doe with 3-5 kits and block 2 was doe with 6-8 kits. Data were analyzed with Analysis of Varian (ANOVA) and any significant differences on treatments were tested further using Duncan test. The result of the experiment showed that all treatments did not affect does dry matter intake, kits birth weight, three weeks kits weight, and kits daily average gain. Blocks did affect the kits birth weight, three weeks kits weight, and kits daily average gain where kits on block one gave more weight than in block two. The conclusion of this experiment was ration containing palm kernel cake gave equal performance with ration containing copra meal. Keywords: pre-weaning, palm kernel cake, performance
PERBEDAAN PERFORMANS ANAK KELINCI LOKAL PERIODE PRA-SAPIH YANG INDUKNYA DIBERI PAKAN KOMPLIT MENGANDUNG BUNGKIL INTI SAWIT DAN BUNGKIL KELAPA
B. SIENA ADITA HENDRA H. D24053807
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PERBEDAAN PERFORMANS ANAK KELINCI LOKAL PERIODE PRA-SAPIH YANG INDUKNYA DIBERI PAKAN KOMPLIT MENGANDUNG BUNGKIL INTI SAWIT DAN BUNGKIL KELAPA
Oleh B. SIENA ADITA HENDRA H. D24053807
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 16 Oktober 2009
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc NIP 19620425 198603 1 002
Dr. Ir. Didid Diapari, M.Si NIP. 19620617 199002 1 001
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr NIP. 19670107 199103 1 003
Dr. Ir. Idat G. Permana, M.Sc.Agr NIP. 19670506 199103 1 001
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Solo pada tanggal 22 Mei 1987 dari pasangan Bapak Thomas dan Ibu Harsitarini. Penulis mengawali pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Katolik Strada Sanjaya pada tahun 1993 yang diselesaikan pada tahun 1999. Pendidikan lanjutan pertama dimulai oleh penulis pada tahun 1999 dan diselesaikan pada tahun 2002 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Katolik Mater Dei. Penulis kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Katolik Mater Dei pada tahun 2002 dan lulus pada tahun 2005. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Penulis masuk pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2006 setelah penulis menyelesaikan masa TPB (Tingkat Persiapan Bersama). Semasa kuliah penulis aktif dalam Organisasi Tim Pendamping Mahasiswa Katolik sebagai Penanggung Jawab Materi periode 2006-2007 dan sebagai Koordinator Pendamping pada periode 2007-2008.
KATA PENGANTAR Halleluya, puji Tuhan. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Yang Maha Esa atas segala karunia dan rahmatnya-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul Perbedaan Performans Anak Kelinci Lokal Periode Pra-Sapih yang Induknya Diberi Pakan Komplit Mengandung Bungkil Inti Sawit dan Bungkil Kelapa. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan mulai bulan April hingga Juli 2009 bertempat di Peternakan Kelinci Komplek Laladon Indah, Jalan Bukit Asam Ujung 1 No. 31 Bogor. Periode pra-sapih merupakan periode penting pada pertumbuhan kelinci yang akan mempengaruhi periode selanjutnya pada kelinci. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performans anak kelinci periode hingga disapih yang induknya diberi pakan komplit yang mengandung bungkil inti sawit dengan jenis hijauan berbeda. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut berperan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, 16 Oktober 2009
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN
....................................................................................
ii
ABSTRACT .........................................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP
...........................................................................
vii
KATA PENGANTAR ..........................................................................
viii
DAFTAR ISI
.......................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR
........................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
xiii
PENDAHULUAN ................................................................................
1
Latar Belakang ......................................................................... Perumusan Masalah .................................................................. Tujuan ......................................................................................
1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................
3
Kelinci ...................................................................................... Pertumbuhan Kelinci ................................................................ Konsumsi ................................................................................. Kebutuhan Ransum .................................................................. Ransum Komplit ...................................................................... Rumput Lapang ....................................................................... Lamtoro (Leucaena leucochepala) ........................................... Daun Ubi Jalar (Ipomea batatas L) ........................................... Bungkil Kelapa ........................................................................ Bungkil Inti Sawit ..................................................................... Bobot Lahir dan Bobot Umur Tiga Minggu ............................
3 4 4 5 6 7 8 9 9 10 11
METODE .............................................................................................
13
Lokasi dan Waktu .................................................................... Materi ....................................................................................... Ternak ................................................................................... Kandang dan Peralatan ......................................................... Ransum Penelitian ................................................................ Rancangan Percobaan ............................................................... Perlakuan .............................................................................. Model .................................................................................. Peubah yang Diamati ........................................................... Analisis Data ........................................................................ Prosedur .................................................................................... Pembuatan Ransum Komplit ................................................ Formulasi Ransum Komplit .............................................
13 13 13 13 13 14 14 15 15 16 16 16 16
Persiapan Hijauan ............................................................ Pencetakan Pelet .............................................................. Persiapan Kandang ............................................................... Persiapan Kelinci Induk ...................................................... Perkawinan Kelinci Induk ................................................... Masa Kehamilan .................................................................. Masa Menyusui ...................................................................
16 16 16 17 17 17 17
HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................
18
Induk ........................................................................................ Konsumsi Bahan Kering Induk ............................................ Konsumsi Bahan Kering Induk Mingguan ........................... Bobot Badan Induk Mingguan ............................................. Bobot Badan Anak .................................................................... Bobot Lahir Anak ................................................................. Bobot Mingguan Anak ......................................................... Bobot Umur Tiga Minggu .................................................... Pertambahan Bobot Badan Harian Anak .............................
18 18 19 20 21 21 22 23 25
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ Kesimpulan ............................................................................... Saran ........................................................................................... UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................ DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... LAMPIRAN ........................................................................................
27 27 27 28 29 33
ix
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Kebutuhan Zat Makanan Kelinci ..............................................
6
2. Kandungan Zat Makanan Rumput Lapang ...............................
7
3. Kandungan Zat Makanan Lamtoro (Leucaena leucochepala) ...
8
4. Komposisi Zat Makanan Daun Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) .
9
5. Komposisi Nutrien Bungkil Kelapa dan Bungkil Inti Sawit .....
10
6. Komposisi Ransum Komplit .....................................................
13
7. Kandungan Zat Makanan Ransum Perlakuan ...........................
14
8. Rataan Konsumsi Bahan Kering Induk Harian ........................
18
9. Rataan Bobot Lahir Anak .........................................................
21
10. Rataan Bobot Anak Umur Tiga Minggu ...................................
23
11. Komposisi Zat Pakan Ransum Broiler Finisher dan Rumput Lapang .....................................................................................................
25
12. Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian Anak ......................
25
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Ternak Kelinci ..........................................................................
2.
Presentase Produk Utama dan Hasil Samping Pengolahan
3
Minyak Sawit ..............................................................................
10
3.
Konsumsi Bahan Kering Induk selama Masa Laktasi ..............
19
4.
Grafik Rataan Bobot Badan Induk Mingguan ..........................
20
5.
Grafik Rataan Bobot Mingguan Berdasarkan Perlakuan ............
22
6.
Grafik Rataan Bobot Mingguan Berdasarkan Kelompok .........
23
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
1.
Halaman
Anova Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering Induk ...........................................................................................
34
2.
Anova Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Lahir Anak ..........
34
3.
Anova Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Anak Umur Tiga Minggu ..............................................................................
4.
5.
34
Anova Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan Harian Anak ..............................................................................
34
Persentase Konsumsi Induk per Bobot Badan .........................
35
PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan usaha pemeliharaan ternak banyak ditentukan oleh pakan yang diberikan disamping faktor pemilihan bibit dan tata laksana pemeliharaan yang baik. Agar kelinci dapat berproduksi tinggi, maka perlu dipelihara secara intensif dengan pemberian pakan yang memenuhi syarat, baik kualitas maupun kuantitas. Menurut Ensminger et al. (1990), kelinci yang hanya diberi hijauan tidak akan mampu berproduksi secara maksimum sehingga keberadaan pakan konsentrat menjadi suatu keharusan. Periode pra-sapih merupakan periode penting yang menentukan performa kelinci selanjutnya. Apabila pada periode ini pertumbuhan kelinci tidak optimal maka kelinci akan sulit mencapai produksi maksimalnya. Agar anak kelinci pada periode pra-sapih dapat tumbuh dengan optimum maka perlu mendapatkan air susu yang berkualitas dari induknya. Induk sendiri menggunakan masa pra-sapih ini juga sebagai masa pemulihan kondisi tubuh pasca melahirkan sehingga diperlukan pakan yang berkualitas agar induk dapat mengembalikan kondisi tubuhnya setelah melahirkan dan menghasilkan air susu yang berkualitas bagi pertumbuhan anaknya. Pakan komplit merupakan salah satu solusi bagi induk untuk mendapatkan pakan yang berkualitas karena pakan komplit sudah mengandung semua zat makanan yang dibutuhkan bagi kelinci induk untuk mengembalikan kondisi tubuhnya dan juga menghasilkan air susu yang berkualitas bagi anaknya. Pakan komplit berbasis bahan pakan lokal untuk kelinci periode laktasi belum pernah ditemukan di Indonesia sehingga dibutuhkan penelitian untuk mengetahui pengaruh pakan komplit terhadap performans anak kelinci periode pra-sapih. Salah satu masalah yang menyebabkan hal ini adalah terbatasnya bahan baku sumber protein bagi ransum komplit sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mencari bahan baku lokal sumber protein yang murah dan banyak tersedia. Salah satu hasil samping pertanian yang berpotensi untuk digunakan sebagai pakan kelinci adalah bungkil inti sawit. Berdasarkan Biro Pusat Statistik (2007), Indonesia menghasilkan minyak sawit (CPO) 11,8 juta ton dengan hasil sampingnya yaitu bungkil inti sawit yang dihasilkan sekitar 1,16 juta ton. Selain itu bungkil inti sawit belum banyak digunakan oleh industri lain sehingga penggunaanya untuk
pakan tidak bersaing. Bungkil inti sawit memiliki kandungan protein kasar sebesar 20% (McNab dan Boorman, 2002) sehingga bungkil inti sawit diharapkan dapat menggantikan keberadaan bungkil kelapa sebagai sumber protein konvensional selama ini. Adeniji dan Omonijo (2004) telah meneliti penggunaan bungkil inti sawit pada ransum kelinci periode lepas sapih sebagai pengganti bungkil kacang tanah dan hasilnya tidak mempengaruhi konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan rasio pakan terhadap pertambahan bobot badan. Adeniji dan Omonijo (2004) selanjutnya menyatakan bahwa bungkil inti sawit dapat digunakan hingga 7,5% dalam ransum tanpa memberi pengaruh buruk bagi performans kelinci. Perumusan Masalah Untuk mencapai pertumbuhan optimal pada periode sapih diperlukan pakan yang berkualitas agar induk mampu mengembalikan performans tubuh sekaligus menghasilkan susu yang berkualitas bagi anak kelinci. Peternak lokal kurang memperhatikan makanan bagi induk kelinci periode sapih yang dapat mengakibatkan kurang maksimalnya produksi susu induk. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan suatu pakan yang mampu memenuhi kebutuhan kelinci induk untuk mengembalikan performans tubuh dan menghasilkan susu yang berkualitas. Pada penelitian ini ternak kelinci induk masa laktasi diberikan pakan komplit yang disusun sesuai dengan National Research Council (NRC) 1977 kebutuhan kelinci laktasi. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui susunan ransum pakan komplit berbentuk pelet yang terbaik bagi pertumbuhan anak kelinci. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Mengetahui perbedaan performans anak kelinci lokal periode pra-sapih yang induknya diberi pakan komplit mengandung bungkil inti sawit dan bungkil kelapa.
2
TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan sebagai penghasil daging, kulit/bulu, hewan percobaan, dan hewan untuk dipelihara (Church, 1991). Kelinci termasuk hewan herbivor non-ruminan yang memiliki sistem pencernaan monogastrik dengan perkembangan sekum seperti rumen ruminansia, sehingga kelinci disebut pseudo-ruminansia (Cheeke et al., 1982). Klasifikasi kelinci menurut Lebas et al. (1986) adalah sebagai berikut : Kingdom
: Animal
Phylum
: Chordata
Sub phylum
: Vertebrata
Ordo
: Logomorph
Family
: Lepotidae
Sub family
: Leporine
Genus
: Oryctolagus
Species
: Oryctolagus cuniculus
Gambar 1. Ternak Kelinci Bangsa kelinci yang biasanya paling banyak digunakan sebagai hewan penelitian paramedis adalah New Zealand White. Kelinci ini memiliki beberapa keunggulan antara lain: sifat produksi tinggi, tidak dibutuhkan banyak biaya dalam pemeliharaan, siklus hidup yang pendek, daya tahan yang lebih kuat terhadap penyakit, adaptif terhadap lingkungan yang baru, dan tidak memerlukan tempat yang luas. Kelinci New Zealand White ini termasuk dalam bangsa medium yang memiliki bobot hidup antara 3,5-4 kg (Lebas et al., 1986) dan mencapai bobot dewasa pada umur 5-6 bulan (Cheeke et al., 1982). Kelinci dapat menggunakan protein hijauan secara efisien, reproduksi tinggi, efisiensi pakan tinggi, hanya membutuhkan makanan dalam jumlah sedikit dan
kualitas dagingnya cukup tinggi (Farrel dan Raharjo, 1984). Kelinci merupakan ternak yang mempunyai potensi reproduksi tinggi, laju pertumbuhan cepat, periode kebuntingan yang pendek bila dibandingkan dengan ternak lain, seperti sapi, kerbau, babi, kecuali unggas (Cheeke et al., 1982). Seekor induk kelinci mampu beranak 4-5 kali dalam setahun dengan masa kebuntingan 30-35 hari serta satu periode kelahiran dapat memberikan 6-8 ekor anak (Rismunandar, 1981). Pertumbuhan Kelinci Maynard et al., (1979) menyatakan bahwa bobot badan adalah salah satu ukuran yang baik untuk menyatakan pertumbuhan. Selanjutnya dinyatakan bahwa pertumbuhan adalah pertambahan jumlah dan pembesaran sel-sel tubuh dalam satuan waktu tertentu yang sifatnya khas bagi setiap jenis hewan. Aitken dan Wilson (1962) serta Ghany et al., (1970) menyatakan bahwa bobot badan kelinci adalah 2 kali lipat dari bobot lahir pada minggu pertama dan 3 kali lipat pada minggu ke-3 setelah dilahirkan. Selanjutnya dinyatakan bahwa selama air susu masih merupakan makanan pokok, rata-rata pertambahan badannya 10-20 gr per hari dan pada umur 3 minggu sampai 8 minggu rata-rata pertambahan bobot badannya mencapai 30-50 gr per hari. Setelah umur 10-12 minggu pertambahannya menjadi konstan. Konsumsi Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak atau sekelompok ternak selama periode tertentu dan ternak tersebut mempunyai akses bebas pada pakan dan tempat makan. Menurut Parakkasi (1999) konsumsi pakan merupakan faktor esensial untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan kadar zat makanan dalam ransum untuk memenuhi hidup pokok dan produksi. Konsumsi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal, faktor eksternal dan lingkungan. Faktor internal berasal dari dalam ternak itu sendiri, faktor eksternal berasal dari pakan sedangkan faktor lingkungan berhubungan dengan lingkungan sekitar dimana ternak tersebut hidup. Konsumsi pakan dipengaruhi oleh palatabilitas, sedangkan palatabilitas pakan tergantung pada bau, rasa, tekstur dan temperatur pakan yang diberikan (Church dan Pond, 1988). Parakkasi (1999) menyatakan bahwa konsumsi ditentukan oleh ; (1) berat atau besar badan, (2) jenis
4
makanan (bahan makanan yang berdaya cerna tinggi), (3) umur dan kondisi ternak, (4) kadar energi dari bahan makanan, (5) stress dan (6) sex atau jenis kelamin. Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi ransum pada ternak kelinci adalah temperatur lingkungan, kesehatan, bentuk ransum, imbangan zat makanan, cekaman, bobot badan, kecepatan pertumbuhan dan yang paling utama adalah energi (NRC, 1977). Menurut Cheeke (1987), konsumsi ransum akan meningkat bila kandungan energi ransum rendah. Ternak kelinci lebih menyukai ransum dalam bentuk pellet dibandingkan ransum bukan pellet (Harris et al., 1983). Menurut Poole (1987), kebutuhan konsumsi bahan kering ransum pellet pada kelinci adalah sebanyak 5 persen dari bobot badan. Pemberian ransum sebaiknya lebih banyak diberikan sore hari dibanding pemberian siang atau pagi hari karena kelinci termasuk binatang malam (Templeton, 1968;Rismunandar, 1981). Kelinci memperlihatkan kemampuan mencerna protein dan lemak dengan baik tetapi tidak demikian halnya dengan serat kasar (Lang, 1981). Kandungan serat dalam ransum juga mempengaruhi konsumsi bahan kering kelinci. Kandungan serat yang tinggi dalam ransum akan mempersingkat penahanan partikel ransum tersebut di dalam saluran pencernaan dan kemudian dengan cepat partikel yang tidak dapat dicerna dikeluarkan bersama feses keras, sehingga pada akhirnya memperbesar kesempatan untuk mengkonsumsi ransum berikutnya. Kebutuhan Ransum Menurut Gillespie (2004) kelinci merupakan hewan monogastrik yang memiliki perut sederhana dan merupakan hewan herbivora. Kelinci memiliki sekum yang besar oleh karena itu bisa mengkonsumsi lebih banyak hijauan dibandingkan dengan ternak monogastrik lainnya seperti babi dan unggas. Ransum yang tidak mencukupi akan memperlambat pertambahan bobot hidup harian dan memperkecil efisiensi penggunaan ransum (Lebas et al., 1986). NRC (1977) menyatakan bahwa kebutuhan hidup pokok ternak kelinci memerlukan bahan kering 3-4% dari bobot badan. Kebutuhan zat makanan untuk kelinci pada periode laktasi berdasarkan NRC (1977) adalah 2500 kkal/kg DE, 1012% serat kasar, 15-17% protein kasar, 2% lemak, 0,75% kalsium, dan 0,5%
5
phosphor. Ransum yang kurang mengandung serat kasar atau kelebihan akan mengakibatkan enteritis (Farrel and Raharjo, 1984). Ensminger (1991) menyatakan bahwa kebutuhan zat makanan kelinci pada saat laktasi adalah 24-26% protein kasar, 3-6% lemak, 12-16% serat kasar, sedangkan Cheeke (1987) menyatakan untuk periode laktasi, kelinci bunting membutuhkan 2700 DE kkal/kg, 70% TDN, 18% protein kasar, 12% serat kasar, dan 5% lemak kasar. Kebutuhan zat makanan kelinci pada berbagai fase dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kebutuhan Zat Makanan Kelinci Status Fisiologis Kelinci
Zat Makanan Pertumbuhan DE (kkal /kg)
Pemeliharaan
Bunting Laktasi
2500
2200
2500
2700
TDN (%)
65
55
58
70
Protein Kasar (%)
15
13
18
18
Lemak (%)
3
3
3
5
Serat Kasar (%)
14
15-16
14
12
Kalsium (%)
0.5
0.6
0.8
1.1
Phospor (%)
0.3
0.4
0.5
0.8
Sumber : Cheeke (1987)
Ransum Komplit Ransum merupakan campuran jenis pakan yang diberikan kepada ternak setiap hari pada waktu tertentu selama umur hidupnya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi tubuhnya. Ransum yang sempurna harus mengandung zat-zat gizi yang seimbang, disukai ternak dan dalam bentuk yang mudah dicerna oleh saluran pencernaan (Ensminger et al., 1990). Ransum komplit merupakan pakan yang cukup gizi untuk hewan tertentu dalam tingkat fisiologi, dibentuk atau dicampur untuk diberikan sebagai satu-satunya makanan dan memenuhi kebutuhan pokok atau produksi, atau keduanya tanpa tambahan bahan atau substansi lain kecuali air (Tillman et al., 1997). Menurut Ensminger et al., (1990), beberapa keuntungan yang diperoleh dari penggunaan ransum komplit adalah antara lain :1) meningkatkan efisisensi
6
pemberian pakan 2) ketika hijauan yang kurang palatabel disuplementasi dengan konsentrat sehingga konsumsi meningkat, begitu pula sebaliknya jika ketersediaan konsentrat terbatas dapat digunakan hijauan sebagai campuran 3) campuran ransum komplit
dapat
memudahkan
ternak
untuk
mendapatkan
pakan
lengkap.
Keistimewaan ransum komplit adalah semua bahan-bahan pakan yakni hijauan, bijian, konsentrat, suplemen protein, mineral, dan vitamin dicampur bersama menjadi satu dan diberikan kepada ternak sebagai pakan tunggal. Pemakaian hijauan dan konsentrat dapat bervariasi dan dalam penyusunannya dapat dicari bahan yang sesuai dengan nilai ekonomis. Rumput Lapang Rumput lapang merupakan campuran dari beberapa jenis rumput lokal yang umumnya tumbuh secara alami dengan daya produksi dan kualitas rendah. Meskipun demikian, rumput lapang mudah didapat, murah, dan pengelolaannya mudah (Wiradarya, 1989). Rumput lapang banyak terdapat di sekitar sawah, pegunungan, tepi jalan, dan semak-semak. Rumput ini tumbuh liar sehingga memiliki mutu yang kurang baik untuk pakan ternak (Aboenawan, 1991). Syarat-syarat rumput sebagai bahan makanan ternak antara lain (1) mempunyai manfaat yang tinggi sebagai bahan makanan, (2) mudah dicerna alat pencernaan dan (3) tersedia dalam keadaan yang cukup. Rumput mengandung zat-zat makanan yang bermanfaat bagi ternak seperti air, lemak, bahan ekstrak tanpa–N, serat kasar, mineral (terutama phosphor dan garam dapur) serta vitamin (Lubis, 1963). Tabel 2. Kandungan Zat Makanan Rumput Lapang Zat Makanan
Rumput Lapang
Air (%)
10,84
Abu (%)
13,98
Protein Kasar (%)
10,10
Lemak Kasar (%)
0,93
Serat Kasar (%)
37,15
Bahan Ekstrak Tanpa N (%)
27,00
Calsium (%)
0,51
Phospor (%)
0,33
Energi Bruto (Kkal/kg)
3460
Sumber : Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2008)
7
Lamtoro (Leucaena leucochepala) Lamtoro (Leucaena leucochepala) merupakan tanaman legume pohon serba guna. Lamtoro umumnya ditanam sebagai tanaman pagar dan tanaman pelindung untuk tanaman komersial. Legum pohon ini produktif menghasilkan hijauan, tahan pemotongan, dan penggembalaan berat, dan sebagai pakan tambahan bermutu tinggi. (Soeseno dan Soedaharoedjian, 1992). Tanaman lamtoro merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk menutup kekurangan jumlah ataupun mutu hijauan pada musim paceklik (Siregar, 1983). Tanaman lamtoro dapat diberikan kepada ternak berupa hijauan segar, kering, tepung, silase, dan pellet. Menurut Soeseno dan Soedaharoedjian (1992), hijauan lamtoro sangat baik sebagai pakan ternak, dikarenakan daun lamtoro kaya akan protein, karoten, vitamin, dan mineral. Tabel 3. Kandungan Zat Makanan Daun Lamtoro (Leucaena leucochepala)
Zat Makanan
Lamtoro
Air (%)
10,54
Abu (%)
8,60
Protein Kasar (%)
23,32
Lemak Kasar (%)
4,47
Serat Kasar (%)
15,98
Bahan Ekstrak Tanpa N (%)
37,09
Calsium (%)
1,86
Phospor (%)
0,25
Energi Bruto (Kkal/kg)
4393
Sumber : Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2008)
Daun Ubi Jalar (Ipomea batatas L) Menurut Rukmana (1997), tanaman ubi jalar (Ipomea batatas L) termasuk tanaman semusim yang memiliki susunan tubuh utama terdiri dari batang, ubi, daun, buah, dan biji. Batang tanaman ini tidak berkayu, berbentuk bulat dengan gabus di bagian tengahnya dan berwarna hijau atau ungu. Bentuk ubi jalar bervariasi sesuai dengan varietasnya, yaitu bulat, lonjong, atau runcing. Daun berbentuk bulat sampai lonjong dengan tepi rata, berlekuk dangkal, sampai belekuk dalam. Daun berukuran
8
lebar, menyatu, ada pula yang bersifat menjari. Daun biasanya berwarna hijau tua atau hijau kekuningan (Najiyati dan Danarti, 2000). Menurut Sudaryanto et al. (1984), dari beberapa hijauan yang dimanfaatkan oleh ternak kelinci, konsumsi daun ubi jalar segar merupakan yang tertinggi, yaitu 379,50 g/ekor/hari pada kelinci jantan dan 389,85 g/ekor/hari pada kelinci betina. Efisiensi pakan yang paling baik juga terlihat pada perlakuan dengan pemberian ransum yang mengandung daun ubi jalar, baik untuk kelinci jantan maupun kelinci betina. Tabel 4. Komposisi Zat Makanan Daun Ubi Jalar (Ipomea batatas L) Zat Makanan
Daun Ubi Jalar
Air (%)
11,54
Abu (%)
12,68
Protein Kasar (%)
22,57
Lemak Kasar (%)
1,02
Serat Kasar (%)
21,49
Bahan Ekstrak Tanpa N (%)
30,7
Calsium (%)
0,79
Phospor (%)
0,38
Energi Bruto (Kkal/kg)
3552
Sumber : Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2008)
Bungkil Kelapa Bungkil kelapa merupakan limbah yang diambil dari daging kelapa setelah diekstrak atau dikeringkan. Bungkil kelapa dapat digunakan untuk mensuplai sebagian protein yang diperlukan untuk ternak (Pond et al., 1995). Tillman et al. (1997) menyatakan bahwa bungkil kelapa memiliki komposisi kimia yang bervariasi, akan tetapi kandungan nutrisi yang utama adalah protein kasar sebesar 21,6% sehingga bungkil kelapa termasuk sumber protein untuk ternak. Kandungan serat kasarnya dari bungkil kelapa cukup tinggi, yaitu sekitar 15% dan ini merupakan sifat dari bungkil atau ampas bahan makanan yang berasal dari tumbuhan. Komposisi nutrien dari bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 5.
9
Tabel 5. Komposisi Nutrien Bungkil Kelapa dan Bungkil Inti Sawit Bungkil Kelapa1 86 6,4 21,6 10,2 12,1 49,7
Komponen Bahan Kering (%) Abu (%) Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) BETN (%)
Bungkil Inti Sawit2 91 6 14,8 14 23 42,2
Sumber : 1. Tillman et al. (1997). 2. Sue (2005)
Bungkil Inti Sawit Bungkil inti sawit (BIS) adalah hasil samping dari proses ekstraksi inti sawit. Bahan ini diperoleh dengan cara proses kimia atau dengan cara mekanik (Mirwandhono dan Siregar, 2004). Persentase produk utama dan hasil samping kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 2. Tandan Buah Sawit Segar
Tandan
Serat
Minyak
Inti Sawit
Cangkang
Kosong
Mesokarp
Sawit
(5%)
(7%)
Sawit
(13 %)
(20-22%)
(23%)
Lumpur Sawit (2%)
Minyak Inti Sawit ( 45- 46%)
Bungkil Inti Sawit (45-46%)
Gambar 2. Persentase Produk Utama dan Hasil Samping Pengolahan Minyak Sawit Sumber : Elizabeth dan Ginting (2003)
Untuk setiap hektar kebun kelapa sawit, maka akan diperoleh limbah lumpur sawit sebanyak 840–1260 kg dan 567 kg bungkil inti sawit (Sianipar et al., 2003). Sebuah pabrik minyak sawit yang kapasitas mesinnya dapat memproses 800 ton buah
10
sawit segar/hari akan menghasilkan 5 ton lumpur sawit kering dan 6 ton bungkil inti sawit kering per hari (Horne et al., 1994) BIS mengandung serat kasar yang tinggi dan sekitar 20% protein kasar (McNab dan Boorman, 2002). Menurut Elisabeth dan Ginting (2003), BIS kurang disarankan sebagai bahan baku pakan ternak non-ruminansia karena kandungan serat kasar pada BIS lebih tinggi dibandingkan bahan baku sumber protein lainnya. Menurut Adeniji (2004), ransum yang mengandung bungkil inti sawit tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, serta konversi ransum. Peningkatan level penggunaan bungkil inti sawit (12,5; 25; 37,5; dan 50 %) dalam ransum mengakibatkan penurunan level bobot badan akhir kelinci. Persentase penggunaan bungkil inti sawit sebagai pengganti bungkil kacang tanah dalam ransum yang optimal dan direkomendasikan sebagai pakan untuk kelinci lepas sapih adalah 37,5 % dari total bungkil kacang tanah atau 7,5% dari total ransum (Adeniji, 2004). Bobot Lahir dan Bobot Umur Tiga Minggu Berdasarkan faktor nutrisi, Fernandez et al., (1995) menyatakan bahwa korelasi antara makanan yang masuk terakhir kebuntingan dengan litter size sangat kecil. Herman (1989) menyatakan bobot lahir anak berkisar antara 38-95 gr dengan rataan 55 g dana ada hubungan dengan lama kebuntingan. Moerfiah dan Diwyanto (1985) menyatakan bahwa bobot lahir kelinci New Zealand White murni adalah 67,7 g, sedangkan persilangan antara kelinci New Zealand White dan kelinci lokal adalah 49,9 g. Litter size perkelahiran akan sangat berpengaruh terhadap bobot anak yang dilahirkan. Afifi et al., (1989) menyatakan bahwa rata-rata bobot lahir untuk setiap individu akan turun dengan meningkatnya litter size, tetapi bobot lahir total akan meningkat. Kelinci muda mulai mengkonsumsi ransum padat setelah berumur antara 19 sampai 20 hari. Menurut Cheeke et al., (1982) penyapihan dilakukan pada umur anak kelinci 28 hari. Penyapihan anak kelinci pada umur 6-7 minggu menghasilkan yang terbaik (Arrington dan Kelly, 1976). Menurut Rommers et al., (2001) perbedaan pertumbuhan karena pengaruh litter size sebelum penyapihan pada anak kelinci dapat diketahui pada umur 21-30 hari.
11
Bobot hidup kelinci muda umur tiga minggu memberikan perkiraan yang baik terhadap total laktasi karena berkaitan erat dengan produksi susu pada masa laktasi 0-21 hari yang berhubungan erat dengan total produksi susu (r=0,92) (Herman, 1989; Lebas et al., 1986). Kelinci peranakan New Zealand White yang tidak diketahui periode kebuntingannya menghasilkan rataan nilai bobot umur tiga minggu sebesar 196,7 ± 74 g (Suryani, 2002).
12
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2009 hingga Juli 2009. Lokasi penelitian bertempat di Peternakan Kelinci Komplek Laladon Indah Bogor, Jalan Bukit Asam Ujung 1 No. 31 Bogor. Materi Ternak Penelitian ini menggunakan 52 ekor anak dan 10 ekor induk kelinci peranakan New Zealand White. Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan adalah kandang bertingkat sistem batere individual yang terbuat dari bambu. Kandang yang dipakai sebanyak 10 dengan ukuran panjang 75 cm, lebar 60 cm dan tinggi 100 cm. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum. Peralatan lain yang digunakan adalah timbangan untuk mengukur bobot badan kelinci. Ransum Penelitian Ransum penelitian yang digunakan merupakan ransum komplit yang disusun sesuai dengan kebutuhan kelinci induk masa laktasi. Bahan pakan yang digunakan terdiri dari hijauan dan konsentrat. Komposisi ransum komplit masing-masing perlakuan dan kandungan zat makanan ransum penelitian dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7. Tabel 6. Komposisi Ransum Komplit Perlakuan R2 R3 R4 R5 -------------------------------------%-----------------------------------Rumput lapang 30 20 20 20 20 Daun Lamtoro 10 10 Daun Ubi Jalar 10 10 Jagung 24,5 24,5 24,5 24,5 24,5 Dedak Padi 15 15 15 15 15 Bungkil Kedelai 20 20 20 20 20 Bungkil Kelapa 5 5 5 Bungkil Inti Sawit 5 5 Tepung Ikan 3 3 3 3 3 Premix* 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 DCP 1 1 1 1 1 CPO 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 NaCl 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 Jumlah 100 100 100 100 100 Keterangan : * Premix menggunakan premix untuk kelinci periode laktasi PT. Trow Nutrition - International Bahan Makanan
R1
Tabel 7. Kandungan Zat Makanan Ransum Perlakuan Perlakuan
BK
Abu
PK
SK
LK
BETN
TDN*
-----------------------------------------------%------------------------------------R1
88,72
9,57
19,03
13,47
4,40
42,25
71,64
R2
88,31
9,05
18,31
14,12
3,58
43,25
70,55
R3
88,86
7,10
19,49
12,66
5,05
44,56
75,22
R4
88,78
8,08
18,73
14,50
3,53
43,94
70,88
R5
87,43
8,45
20,00
10,26
4,33
44,39
75,86
Keterangan :R1=Ransum Komplit Mengandung Rumput Lapang dan Bungkil Kelapa, R2=Ransum Komplit Mengandung Rumput Lapang, Daun Lamtoro dan Bungkil Kelapa, R3=Ransum Komplit Mengandung Rumput Lapang, Daun Ubi Jalar dan Bungkil Kelapa, R4=Ransum Komplit Mengandung Rumput Lapang, Daun Lamtoro, dan Bungkil Inti Sawit, R5=Ransum Komplit Mengandung Rumput Lapang, Daun Ubi Jalar dan Bungkil Inti Sawit.
* TDN berdasarkan rumus TDN = 25,6 + 0,53 PK + 1,7 LK – 0,474 SK + 0,732 BETN (Noviana, 2004). BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen TDN = Total Digestible Nutrient LK = Lemak Kasar PK = Protein Kasar SK = Serat Kasar Sumber : Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2009)
Rancangan Percobaan Perlakuan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 2 kelompok. Kelinci induk dikelompokkan berdasarkan jumlah anak saat lahir yaitu : 1). Kelompok induk kelinci dengan jumlah anak 3-5 ekor, 2). Kelompok induk kelinci dengan anak 6-8 ekor. Perlakuan yang diberikan yaitu: R1 = Ransum komplit mengandung bungkil kelapa & rumput lapang R2 = Ransum komplit mengandung bungkil kelapa, rumput lapang & daun lamtoro R3 = Ransum komplit mengandung bungkil kelapa, rumput lapang & daun ubi jalar R4 = Ransum komplit mengandung bungkil inti sawit, rumput lapang & daun lamtoro R5 = Ransum komplit mengandung bungkil inti sawit, rumput lapang & daun ubi jalar
14
Model Model matematik yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Yij = µ+τi+βj+εij Keterangan : Yij
= Nilai variabel hasil pengamatan
= Rataan umum
τi
= Efek perlakuan ransum komplit ke-i
βj
= Efek kelompok ke-j
ij
= Error (gallat) perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Peubah yang Diamati Peubah yang akan diukur adalah : 1. Konsumsi Bahan Kering Induk Selama Masa Laktasi Didapat dengan cara mengukur konsumsi bahan kering induk selama masa laktasi. 2. Konsumsi Bahan Kering Induk Mingguan Didapat dengan cara mengukur konsumsi bahan kering induk setiap minggunya selama masa laktasi. 3. Bobot Badan Induk Mingguan Didapat dengan cara menimbang bobot badan induk setiap minggu selama masa laktasi. 4. Rataan Bobot Lahir Anak Didapat dengan cara menimbang bobot anak saat lahir. 5. Rataan Bobot Anak Mingguan Didapat dengan cara menimbang bobot badan anak kelinci setiap minggunya. 6. Rataan Bobot Anak Umur Tiga Minggu Didapat dengan cara menimbang bobot badan anak pada umur tiga minggu. 7. Rataan Pertambahan Bobot Badan Anak
15
Didapat dengan cara mengurangi bobot badan anak umur tiga minggu dengan bobot lahir anak kelinci. Analisis Data Data hasil penelitian yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA) dan apabila ada perbedaan pengaruh diantara perlakuan maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan (Mattjik dan Sumertajaya,2002). Prosedur Pembuatan Ransum Komplit Formulasi Ransum Komplit Ransum komplit diformulasi terlebih dahulu dengan program WinFeed 2.8 sesuai dengan NRC 1977 untuk kebutuhan kelinci periode laktasi. Persiapan Hijauan Hijauan yang digunakan sebagai bahan baku ransum komplit adalah rumput lapang, daun lamtoro dan daun ubi jalar. Hijauan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur di bawah sinar matahari selama 3 hari hingga kadar air bahan mencapai ± 20% (kering matahari) kemudian digiling halus hingga hijauan berbentuk tepung atau mash dengan saringan berukuran 2 mm. Pencetakan Pelet Bahan hijauan yang telah digiling dan berbentuk tepung dicampur dengan konsentrat (jagung, bungkil kedelai, bungkil kelapa, bungkil inti sawit, dedak padi, tepung ikan), DCP, CPO, NaCl dan Premix sesuai dengan formula pada Tabel 6. Bahan campuran tersebut dimasukkan ke dalam mesin pengaduk atau mixer agar semua bahan tersebut tercampur dengan rata. Tahap selanjutnya adalah pelleting yakni memasukkan semua bahan yang telah tercampur ke dalam mesin pelet dengan ukuran 3 mm. Pelet yang dihasilkan kemudian diangin-anginkan dan dimasukkan ke dalam karung sesuai dengan perlakuan. Persiapan Kandang Kandang yang digunakan dibersihkan terlebih dahulu kemudian disiapkan tempat makan dan minum di dalamnya. Masing-masing kandang ditempati seekor kelinci indukan.
16
Persiapan Kelinci Induk Persiapan kelinci induk yang digunakan dalam penelitian ini dimulai dengan pemilihan kelinci dara umur 8 bulan dengan bobot badan 1930,20±162,29 gram. Kelinci induk tersebut diadaptasi dengan pakan pelet selama 1 minggu dengan cara penggantian bertahap pakan perlakuan dengan pakan asal. Perkawinan Kelinci Induk Kelinci jantan yang digunakan untuk pengawinan sebanyak 2 ekor dengan bobot 2144,67±111,50 gram. Kelinci jantan yang akan mengawini kelinci betina dimasukkan ke dalam kandang kelinci calon induk, kemudian ditunggu hingga terjadi kopulasi. Kopulasi dilakukan sebanyak 3 kali untuk memperbesar kemungkinan kehamilan, setelah 3 kali kopulasi maka kelinci jantan dikembalikan ke kandangnya untuk diistirahatkan sehari. Proses yang sama diulang keesokan harinya menggunakan kelinci jantan yang sama untuk kelinci calon indukan lainnya. Masa Kehamilan Selama masa kehamilan, kelinci diberi pakan ransum komplit sesuai dengan perlakuan dan air minum ad libitum. Pemberian pakan dilakukan pada pagi hari pk. 07.00 WIB dan sore hari pk.16.00 WIB dengan jumlah pakan lebih banyak pada sore hari. Air minum diganti pada pagi hari dan ditambahkan pada sore hari. Pengukuran konsumsi dilakukan tiap pagi dan sore hari. Masa Menyusui Sehari sebelum kelinci induk melahirkan, kotak beranak berukuran 40x40x20 cm3 yang telah dibersihkan dimasukkan ke dalam kandang agar kelinci induk beranak dalam kotak beranak tersebut. Bobot induk dan anak kelinci kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital 5 kg. Penimbangan bobot badan induk dan anak kelinci kemudian dilakukan tiap minggu hingga anak kelinci berumur 1 bulan (lepas sapih). Anak berada pada kandang yang sama dengan induknya hingga anak kelinci berumur 4 minggu. Kotak beranak dikeluarkan 3 minggu setelah beranak. Pemberian pakan dan air minum sama dengan masa kehamilan yaitu ad libitum dan diberikan 2 kali sehari pada pagi hari pk 07.00 WIB dan sore hari pk 16.00 WIB.
17
HASIL DAN PEMBAHASAN Induk Konsumsi Bahan Kering Induk Konsumsi bahan kering induk selama masa laktasi untuk masing-masing perlakuan adalah 136,90±22,20, 168,98±10,48, 122,57±10,55, 183,03±17,07 dan 136,93±36,21 gr/ekor/hari. Berdasarkan data rataan konsumsi dan bobot badan kelinci dapat diketahui bahwa konsumsi bahan kering ransum dalam penelitian ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Templeton (1968) dimana kebutuhan bahan kering ransum per ekor per hari untuk ternak yang sedang tumbuh atau induk yang sedang menyusui dan betina atau pejantan dewasa adalah 5,8-6,7% dari bobot hidupnya. Konsumsi bahan kering induk pada penelitian ini sebesar 6% dari bobot badan (Lampiran 5). Konsumsi bahan kering induk disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Rataan Konsumsi Bahan Kering Induk Harian Perlakuan Kelompok
Rataan±SD R1
R2
R3
R4
R5
-------------------------------------------gr/ekor/hari--------------------------------1 2 Rataan
121,21
176,39
130,03
195,10
162,54
157,05±31,09
152,60
161,57
115,11
170,96
111,33
142,31±27,37
136,90±22,20 168,98±10,48 122,57±10,55 183,03±17,07 136,93±36,21
Konsumsi bahan kering ransum pada semua perlakuan tidak berbeda nyata. Kesamaan konsumsi bahan kering ini dapat diartikan bahwa tiap ransum perlakuan memiliki kandungan zat nutrisi yang sebanding atau tidak berbeda nyata antar perlakuan satu dengan yang lainnya. Bungkil inti sawit dan bungkil kelapa ternyata memiliki kemampuan yang setara sebagai sumber protein dalam pakan kelinci periode laktasi ini. Pengaruh pengelempokkan berdasarkan jumlah anak tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi bahan kering induk. Hal ini berarti bahwa jumlah anak tidak berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering induk.
Konsumsi Bahan Kering Induk Mingguan Grafik konsumsi pada Gambar 3 menunjukkan bahwa konsumsi induk meningkat setiap minggu pada perlakuan ransum komplit mengandung bungkil inti sawit, rumput lapang dan daun lamtoro (R4), perlakuan ransum komplit mengandung bungkil kelapa, rumput lapang dan daun lamtoro (R2) dan perlakuan ransum komplit mengandung bungkil inti sawit, rumput lapang dan daun ubi jalar (R5) mengalami peningkatan konsumsi tiap minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ketiga laktasi. Keadaan yang berbeda ditunjukkan oleh perlakuan ransum komplit mengandung bungkil kelapa dan rumput lapang (R1) dan perlakuan ransum komplit mengandung bungkil kelapa, rumput lapang dan daun lamtoro (R3) yang konsumsinya meningkat pada minggu kedua kemudian menurun pada minggu ketiga 250,00 R1 R2 R3 R4 R5
Konsumsi Induk (gr)
230,00 210,00 190,00 170,00 150,00 130,00 110,00 90,00 1
2 Minggu Laktasi
3
Gambar 3. Grafik Rataan Konsumsi Bahan Kering Induk selama Masa Laktasi
Induk kelinci membutuhkan zat makanan pada periode laktasi untuk kebutuhan hidup pokok dan produksi susu, terutama pada minggu ketiga dimana produksi mencapai puncaknya (Portsmouth, 1997) sehingga dibutuhkan zat makanan paling besar pada minggu ketiga laktasi. Kondisi ini terjadi pada perlakuan ransum komplit mengandung bungkil kelapa, rumput lapang dan daun lamtoro (R2) dan perlakuan ransum komplit mengandung bungkil inti sawit, rumput lapang dan daun ubi jalar (R5) dimana puncak konsumsi terjadi pada minggu ketiga sehubungan dengan tingginya kebutuhan induk sesuai produksi susu dan kebutuhan hidup pokok.
19
Bobot Badan Induk Mingguan Bobot badan induk mengalami peningkatan hingga minggu kedua laktasi kecuali pada perlakuan ransum komplit mengandung bungkil kelapa, rumput lapang dan daun lamtoro (R3) dan ransum komplit mengandung bungkil kelapa dan rumput lapang (R1) dimana induk kelinci mengalami penurunan bobot badan pada minggu kedua. Secara umum semua induk kelinci mengalami penurunan bobot badan pada minggu ketiga kecuali induk dengan perlakuan ransum komplit mengandung bungkil kelapa, rumput lapang dan daun lamtoro (R2). 2600 2500 R1 Bobot Induk
2400 R2 2300 R3 2200 R4 2100 R5 2000 1900 0
1
2
3
Minggu Laktasi Gambar 4. Grafik Rataan Bobot Badan Induk Mingguan
Bobot induk dengan perlakuan ransum komplit mengandung bungkil inti sawit, rumput lapang dan daun lamtoro (R4) meningkat tiap minggu hingga minggu ketiga. Peningkatan bobot ini sejalan dengan meningkatnya konsumsi bahan kering induk (Gambar 3) hingga pada puncaknya pada minggu ketiga. Penurunan bobot pada minggu ketiga yang terjadi pada semua induk kecuali pada induk dengan perlakuan ransum komplit mengandung bungkil inti sawit, rumput lapang dan daun lamtoro (R4) diduga berkaitan erat dengan kebutuhan hidup pokok dan produksi induk. Pada minggu ketiga induk kelinci berada pada fase puncak produksi susu (Portsmouth, 1997) sehingga kebutuhan makanan induk meningkat dan mencapai puncaknya. Pada masa ini kelinci induk membutuhkan zat makanan yang tinggi untuk memenuhi kebutuhannya dan bila kurang terpenuhi maka performans induk akan kurang maksimal dan dapat dilihat dengan penuruan bobot
20
badan induk. Ransum perlakuan selain ransum komplit mengandung bungkil inti sawit, rumput lapang dan daun lamtoro (R4) ternyata kurang mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi induk sehingga induk mengalami penurunan bobot badan pada minggu ketiga. Bobot Badan Anak Bobot Lahir Anak Bobot lahir anak cenderung berbeda (P<0,1) pada kelompok ternak. Keadaan ini sesuai dengan pernyataan Rommers et al., (2001) dimana semakin banyak anak yang dilahirkan maka semakin rendah bobot lahir tiap anak. Tabel 9 menunjukkan bahwa anak pada induk dengan jumlah anak 3-5 ekor (kelompok 1) memiliki kecenderungan untuk memiliki bobot lahir lebih besar bila dibandingkan anak pada induk dengan jumlah anak 6-8 ekor (kelompok 2) sesuai dengan Rommers et al., (2001). Tabel 9. Rataan Bobot Lahir Anak Perlakuan
Kelompok R1
R2
R3
Rataan±SD R4
R5
--------------------------------------gr/ekor----------------------------------1
83,25±24,14
46,25±3,59
49,50±2,65
55,20±8,64
60,00±5,29 58,84±14,63A
2
43,43±5,80
40,83±4,26
43,5±3,94
41,75±6,27
44,00±6,69
Rataan
63,34±28,16
43,54±3,83
46,50±4,24
48,48±9,51
52,00±11,31
42,70±1,35B
Keterangan : Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan kecenderungan untuk berbeda (P<0,1)
Bobot lahir anak memiliki rataan 43,54±3,83 hingga 63,34±28,16 gram dan lebih kecil dengan yang dilaporkan Herman (1989) dimana bobot lahir anak berkisar antara 28-95 gram dengan rataan 55 gram. Hal ini diduga disebabkan oleh performans induk dimana induk yang digunakan merupakan kelinci dara dan kelahiran ini merupakan kelahiran pertama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rathor et al., (2000) dimana induk pada periode kelahiran pertama memiliki performa reproduksi yang rendah dan akan meningkat pada kelahiran kedua dan mencapai puncaknya pada kelahiran ketiga. Fernandez (1995) menyatakan bahwa korelasi antara makanan yang masuk saat terakhir kebuntingan dengan memiliki korelasi sangat kecil dengan litter size.
21
Hal ini berarti faktor nutrisi tidak terlalu mempengaruhi bobot lahir anak sehingga bobot lahir anak tidak berbeda nyata untuk tiap perlakuan. Bobot Mingguan Anak Bobot badan anak mengalami pertambahan selama masa laktasi. Gambar 5 menunjukkan bobot anak pada minggu pertama dua kali lipat dari bobot lahir dimana rata-rata bobot lahir sebesar 50,77±12,97 gram/ekor dan bobot minggu pertama sebesar 116,75±25,84 gram/ekor. Bobot minggu ketiga mencapai lima kali lipat dari bobot lahir yaitu sebesar 282,35±85,86 gram/ekor. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aitken dan Wilson (1962) dan Ghany et al., (1970) dimana bobot badan kelinci dua kali lipat dari bobot lahir pada minggu pertama dan tiga kali lipat pada minggu ketiga setelah dilahirkan. Keadaan ini berarti bahwa semua ransum perlakuan mencukupi kebutuhan induk untuk menghasilkan susu yang baik bagi anaknya. 400,00 350,00 Bobot Individu (gr)
300,00 250,00
R1 R2 R3 R4 R5
200,00 150,00 100,00 50,00 0,00 0
1
2 3 Umur (Minggu) Gambar 5. Grafik Rataan Bobot Mingguan Anak Berdasarkan Perlakuan
Gambar 6 menunjukkan bobot badan mingguan individu anak berdasarkan kelompok dimana anak pada induk dengan jumlah anak 3-5 ekor (kelompok 1) menunjukkan bobot badan individu yang lebih tinggi dibandingkan dengan induk dengan jumlah anak 6-8 ekor (kelompok 2). Perbedaan bobot ini diduga disebabkan oleh perbedaan jumlah anak sekelahiran dimana anak dengan bobot lahir yang rendah pada kelompok ternak dengan jumlah anak 3-5 ekor (kelompok 1) memiliki bobot mingguan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak dengan bobot lahir yang lebih besar pada kelompok ternak dengan jumlah anak 6-8 ekor (kelompok 2).
22
Hal ini berarti bahwa jumlah anak sekelahiran mempengaruhi bobot mingguan individu anak. 350,00
Bobot Individu (gr)
300,00 250,00 200,00 150,00 Kelompok 1 100,00
Kelompok 2
50,00 0,00 0
1
Minggu Laktasi
2
3
Gambar 6. Grafik Rataan Bobot Mingguan Anak Berdasarkan Kelompok
Bobot Umur Tiga Minggu Bobot hidup kelinci muda umur tiga minggu memberikan perkiraan yang baik terhadap total laktasi karena berkaitan erat dengan produksi susu pada masa laktasi 0-21 hari yang berhubungan erat dengan total produksi susu (Herman, 1989; Lebas et al., 1986). Data bobot anak umur tiga minggu disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Rataan Bobot Anak Umur Tiga Minggu Perlakuan
Kelompok R1
R2
R3
Rataan±SD R4
R5
--------------------------------------------gr/ekor----------------------------------------1
227,50±64,42
368,74±71,53 248,25±55,18 347,60±22,09
449,00±35,79
328,22±91,03A
2
230,50±15,50
277,00±45,98 156,54±29,63 220,00±20,53
298,33±9,61
236,47±55,15B
Rataan
229,00±2,12
322,87±64,87 202,40±64,85 283,80±90,23
373,67±106,54
Keterangan : Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Bobot individu anak umur tiga minggu tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini berarti bahwa produksi susu seragam untuk setiap perlakuan pakan. Keadaan ini disebabkan oleh kandungan nutrisi ransum tiap perlakuan yang tidak berbeda (Tabel 7) sehingga anak kelinci pada umur tiga minggu memiliki bobot yang
23
seragam. Meskipun demikian terdapat kecenderungan bahwa pada kelinci induk yang diberi perlakuan pakan ransum komplit mengandung bungkil inti sawit, rumput lapang dan daun ubi jalar (R5) serta ransum komplit mengandung bungkil kelapa, rumput lapang dan daun lamtoro (R2) anaknya memiliki bobot umur tiga minggu yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Tabel 10). Bobot umur tiga minggu menunjukkan perbedaan yang nyata pada kelompok ternak. Induk yang memiliki anak 3-5 ekor (kelompok 1) memiliki rataan bobot umur tiga minggu lebih besar bila dibandingkan dengan induk yang memiliki anak 6-8 ekor (kelompok 2). Perbedaan ini disebabkan oleh jumlah susu yang dihasilkan induk tidak bertambah dengan bertambahnya jumlah anak sehingga jumlah susu yang dikonsumsi oleh anak berbeda dimana anak pada induk yang memiliki jumlah anak 3-5 ekor (kelompok 1) mengkonsumsi susu induk lebih banyak dibandingkan dengan anak pada induk yang memiliki anak 6-8 ekor (kelompok 2). Hal ini sesuai dengan pernyataan Suryani (2002) yang menyatakan bahwa jumlah anak berkorelasi negatif dengan bobot umur tiga minggu. Anak yang dipelihara dalam jumlah yang banyak oleh induk yang sama juga diduga mengalami kompetisi dalam konsumsi susu sehingga pertumbuhannya lebih rendah daripada anak yang dipelihara dalam jumlah yang kecil. Bobot umur tiga minggu anak pada penelitian ini berkisar antara 156,50449,00 gr dengan rataan 202,40±64,85 hingga 373,67±106,54 gr. Hasil ini lebih besar daripada yang dilaporkan oleh Suryani (2002) yaitu sebesar 92,00-355,00 gr dengan rataan 196,7±74,6 gr. Hal ini berarti bahwa ransum komplit yang digunakan dalam penelitian ini lebih baik bila dibandingkan dengan ransum yang digunakan Suryani (2002) yang berupa ransum ayam broiler finisher dan rumput lapang. Komposisi zat pakan ransum yang digunakan Suryani (2002) dapat dilihat pada Tabel 11.
24
Tabel 11. Komposisi Zat Makanan Ransum Broiler Finisher dan Rumput Lapang Analisis Proksimat Zat Pakan Ransum
Rumput Lapang
-----------------------------------%-----------------------------Kadar Air
9-11
75,50
Protein Kasar
14-16
8,82
Serat Kasar
4-6
32,50
Lemak
4-6
1,46
Abu
4-6
14,30
Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian Anak Rataan pertambahan bobot badan harian anak menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada perlakuan. Kondisi ini berarti bahwa tiap ransum perlakuan mampu memberikan pertambahan bobot badan yang setara antara perlakuan pada anak kelinci. Pertambahan bobot badan anak yang setara ini dapat pula diartikan bahwa tiap ransum perlakuan mampu mencukupi kebutuhan induk untuk memproduksi susu secara setara. Bungkil inti sawit memiliki kemampuan yang setara dengan bungkil kelapa dalam memproduksi susu induk dan menghasilkan pertambahan bobot badan anak. Pertambahan bobot badan harian anak dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian Anak Kelompok
Perlakuan R1
R2
R3
R4
R5
Rataan±SD
---------------------------------------gr/ekor/hari--------------------------------1
8.42
15.36
9.46
13.92
18.52
13,14 ± 4,19A
2
8.91
11.25
5.90
8.49
12.11
9,33 ± 2,45B
Rataan
8,66 ± 0,35 13,30 ± 2,91 7,68 ± 2,52 11,21 ± 3,84 15,32 ± 4,53 Keterangan : superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Perbedaan pertambahan bobot badan anak antar kelompok terjadi karena jumlah anak berkorelasi negatif dengan bobot sapih anak. Hal tersebut diduga berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan anak dimana anak yang dipelihara induk yang memiliki jumlah anak yang banyak memiliki pertambahan bobot badan
25
lebih kecil bila dibandingkan dengan anak yang dipelihara induk yang memiliki jumlah anak yang sedikit. Rataan pertambahan bobot badan harian anak sebesar 8,66 ± 0,35 hingga 15,32 ± 4,53 gr/ekor/hari sesuai dengan pernyataan Aitken dan Wilson (1962) dan Ghany et al., (1970) dimana selama air susu masih merupakan makanan pokok, ratarata pertambahan bobot badannya adalah 10-20 gr/ekor/hari. Hal ini berarti bahwa ransum perlakuan telah mampu memenuhi kebutuhan kelinci periode laktasi.
26
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Bungkil inti sawit menghasilkan performans yang setara dengan bungkil kelapa pada anak kelinci periode pra-sapih yang induknya diberi pakan komplit mengandung bungkil kelapa dan bungkil inti sawit. Saran Bungkil inti sawit disarankan digunakan sebagai bahan pakan lokal sumber protein pada ransum komplit berbasis bahan pakan lokal untuk kelinci induk periode laktasi.
UCAPAN TERIMA KASIH Halleluya, Puji Tuhan Allah Semesta Alam yang menciptakan muka bumi dan segala isinya. Atas berkat rahmat bimbinganNya saja penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr.Ir Nahrowi M.Sc dan Dr.Ir. Didid Diapari MS selaku pembimbing skripsi atas bimbingan, nasihat dan saran yang diberikan sehingga skripsi ini dapat menjadi baik adanya. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Ir. Lilis Khotijah MS selaku dosen pembahas seminar, Prof.Dr.Ir. Wiranda G. Piliang dan Ir. Maman Duldjaman MS selaku dosen penguji sidang atas saran-saran yang diberikan. Ucapan terima kasih yang penulis rasa tidak cukup penulis haturkan kepada kedua orang tua dan keluarga penulis, atas semua doa, bimbingan, cinta kasih dukungan dan nasihat yang membentuk penulis menjadi seperti ini. Semoga penulis mampu membalas cinta kasih yang begitu besar yang sudah penulis rasakan. Kepada Franco, Candra, Elga, Roy, Dimyati dan Muhamad Toha, penulis ucapkan terima kasih banyak atas bantuannya selama penelitian di kandang. Kepada Budiman Tua Simarmata, penulis ucapkan terima kasih atas segala dukungan, dorongan, contoh dan bantuan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Kepada teman-teman pendamping, khususnya Budi, Adi, Silver, Manto, Agnes, Leny, dan Dessy penulis ucapkan syukur dan terima kasih atas kebersamaan dan penghiburan yang telah kalian berikan. Kepada keluarga Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, teman-teman sekelas, dosen dan staf, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bimbingan, bantuan, kebersamaan, peluang dan keceriaan yang sudah diberikan pada penulis. Banyak sekali pelajaran dan teman yang penulis dapatkan dari penulisan skripsi ini. Penulis yakin pelajaran ini berguna bagi penulis dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membutuhkan. Akhir kata penulis mohon maaf atas semua kesalahan yang telah diperbuat baik sengaja maupun tidak, secara verbal maupun non verbal. Bogor,16 Oktober 2009
Penulis
DAFTAR PUSTAKA Aboenawan, L. 1991. Pertambahan berat badan, konsumsi ransum dan total digestible nutrient (TDN) pellet isi rumen dibanding pellet rumput pada domba jantan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Adeniji, A.A. and O.A. Omonijo. 2004. The replacement value of palm kernel cake for groundnut cake in the diets of weaner rabbits. Livestock Production Science 85, 287–291. Afifi, E.A., M. E. Emara dan A. E. H. Kadry. 1989. Birth weight in purebred and crosbred rabbits. J. Appl. Rabbit Research. 10:133-137. Aitken, F.C., and W.K. Wilson. 1962. Rabbit Feeding for Meat and Fur. 2nd Edition, Commonwealth Agricultural Buereau, Farnham Royal Bucks England, pp.207-209. Arrington, L.R. and K.C. Kelly.1976. Domestic Rabbit Biology and Production. A University of Florida Book. The University Press of Florida Gainesville. P:52. Biro Pusat Statistik. 2007. Estates Production by Crops, Indonesia, 1995 - 2007 (Ton). Indonesia. Cheeke, P.R. 1987. Rabbit Feeding and Nutrition. Academic Press. San Diego. Cheeke, P.R., N.M. Patton and G.S. Templeton. 1982. Rabbit Production. The Interstate Printer and Publisher, Inc.Denville, Illinois. Cheeke, P.R., N.M. Patton, S.D. Lukefahr, and J.I. McNitt. 1987. Rabbit Production. The Interstate Printer and Publisher, Inc. Denville, Illinois. Church, D. C and W. G. Pond. 1988. Basic Animal Nutrition and Feeding. 3rd Edition. John Wiley & Sons, Inc., Canada. Church, D. C. 1991. Livestock feeds and Feeding. 3rd Ed. Prentice Hall International. New Jersey. Elizabeth, J. Dan S. P. Ginting. 2003. Pemanfaatan hasil samping industri kelapa sawit sebagai bahan pakan ternak sapi potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Ensminger, M. E. 1991. Animal Science (Animal Agricultures). 9th Ed. Interstate Publishers, Inc. Danville, Illinois. Ensminger, M.E., J.E. Oldfield dan W.Heinemann. 1990. Feeds and Nutrition. 2nd Ed. The Ensminger Publishing Co., Clovis Farrel, D. J. and Y. C. Raharjo. 1984. The Potential for Meat Production from Rabbit. Central Research Institute for Animal Science. Bogor. Fernandez, J. Carmona, C. Cervera, C. Sabater and E. Blas. 1995. Effect of diet composition on the production of rabbit breeding does housed in a traditional building and at 300 C. J. Anim. Sci. And Technology. 52: 289-297.
Ghany, M.A., A.L. Badreldin, M. M. Shafei and M. Hanafi, (1970). Some factor affecting body weight on Giza rabbits. Journal of Animal Production, Vol. X, Number 1, United Arab Republic, pp. 121-123. Gillespie, R. James. 2004. Modern Livestock and Poultry Production Seventh Edition. Delmar Learning. Clifton Park. New York. Harris, D. J., P. R. Cheeke and N. M. Patton. 1983. Feed preference and growth performance of rabbits versus unpelleted diets. J. Appl. Rabbit Res. 6 (1) :15– 17. Herman, R. 1989. Produksi Kelinci. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Horne, P.M., K.R. Pond and L.P. Batubara. 1994. Strategies for utilizing improve forage for developing sheep enterprises in North Sumatera and Aceh. Paper Presented at the Seminar Produksi Peternakan Domba di Sumatera Utara dan Prospek Pengembangannya Mendukung Segitiga Pertumbuhan Utara. Pusat Penelitian karet, Sei Putih, March 21, 1994. North Sumatera. Lang, J. 1981. The Nutrition of the Commercial Rabbit. Part I, Physiology, Digestible and Nutient Requirement, Nutrition Abstracts and Review, Series B, No.4 Vol. 51, April 1981, Commonwealth Bureau of Nutritional, pp. 207215. Lebas, F., P. Coudert, R. Rouvier and H. De Rochambeau. 1986. The Rabbit Husbandry, Health and Production. Food and Agriculture Organization of the United Nation. Rome. Italy. Lubis, D. A. 1963. Ilmu Makanan Ternak. PT. Pembangunan Jakarta. Mattjik, A. H. dan M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan MINITAB. IPB Press. Bogor. Maynard, L. A., J. K Loosly, H. F. Hintz and R. G. Werner, (1979) Animal Nutrition. 7th Edition, Tata McGraw Hill Publishing Company Limited, New Delhi, pp. 417-419. McNab, J. M. And K. N. Boorman. 2002. Poultry Feedstuffs: Supply, Composition, and Nutritive Value. CABI Publishing, Oxfordshire. Mirwandhono, E. Dan Z. Siregar. 2004. Pemanfaatan hidrolisat tepung kepala udang dan limbah kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger, Rhizopus oligosporus dan Thricoderma viridae dalam ransum ayam pedaging. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Moerfiah dan Diwyanto, K. 1985. Performans Produksi Berbagai Jenis Kelinci dan Persilangannya (Reproduksi, Litter Size, dan Bobot Lahir). Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak, Departemen Pertanian. Ciawi. Bogor. Najiyati. S. dan Danarti. 2000. Palawija, Budidaya, dan Analisis Usaha Tani. PT. Penebar Swadaya, Jakarta. National Research Council. 1977. Nutrient Requirement of Rabbits. No. 9 and 2nd Ed. National Academy of Sciences. Washington D. C.
30
Noviana, N. 2004. Suplementasi ransum yang mengandung ikatan ampas kecap dengan tembaga dan seng untuk produksi susu sapi perah. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. University of Indonesia Press. Jakarta. Pond, W.G., D.C. Church and K.R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding 4th Edition. John Wiley and Sons, New York. Poole, T. B. 1987. UFAW Handbook on The Care Management of Laboratory Animals. 6th Ed. Universities for Animal Welfare, Longman Scientific and Technical. Portsmouth, J. 1997. The Nutrition of Rabbit. In Haresign, W., H. Swan and D. Lewis (Eds). Nutrition and Climatic Environment. (Eds). Butterworths, London. Rathor, Y.S., Y.P. Thaker, N.K. Manuja, S. Katoch and K. Gupta. 2000. Performance of different meat rabbit breeds for litter traits. Indian Vet. J. 77: 592-594. Rismunandar. 1981. Meningkatkan Konsumsi Protein dengan Beternak Kelinci. Cetakan Ke-7. Penerbit C. V. Sinar Baru. Bandung. Rommers, J.M., R Meijerhof and J.P.T.M. Noordhuizen. 2001. The effect of litter size before weaning of subsequent body development feed intake and reproductive performance of young rabbit does. J. Anim. Sci. 79: 1973-1982. Rukmana R. 1997. Ubi jalar : budidaya dan pascapanen. Kanisius, Yogyakarta. Sianipar, J., L.P. Batubara, Simon P. Ginting, Kiston Simanihuruk dan Andi Tarigan. 2003. Analisis potensi ekonomi limbah dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit sebagai pakan kambing potong. Laporan Hasil Penelitian. Loka Penelitian Kambing Potong Sungai Putih, Sumatera Utara. Siregar, M. E. 1983. Pemanfaatan Hijauan Lamtoro sebagai Pakan Ternak. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Soeseno, O. H. dan Soedaharoedjian. 1992. Sifat-sifat silvika dan agronomi/ silvikultur Leucaena leucochepala. Prosiding Seminar Nasional Lamtoro I, Jakarta 23-25 1992. Sudaryanto, B., Y. C. Rahardjo dan M. Rangkuti. 1984. Pengaruh beberapa hijauan terhadap performan kelinci di pedesaan. Ilmu dan Peternakan. Puslitbangnak. Bogor Sue, T.T. 2005. Quality and characteristics of Malaysian palm kernel cakes/expellers. Palm Oil Development. Malaysian Palm Oil Board. Kuala Lumpur. Suryani, I. 2002. Studi pertumbuhan kelinci peranakan New Zealand White sejak lahir sampai dewasa. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Templeton, G. S. 1968. Domestic Rabbit Production. 4th Ed. The Interstate Printerstand Publisher, Inc. Danville. Illnois.
31
Tillman, A. D., S. Reksohadiprodjo dan H. Hartadi. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Cetakan keempat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wiradarya, T. R. 1989. Peningkatan produktivitas ternak domba melalui perbaikan efisiensi nutrisi rumput lapang. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
32
LAMPIRAN
Lampiran 1. Anova Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering Induk SK Perlakuan Kelompok Eror Total Keterangan:
Db 4 1 4 9 db Fhit F0,05 F0,01
JK 5091.25 543.22 1773.09 7407.55
KT 1272.81 543.22 443.27
Fhit 2.87 1.23
F0.05 6.39 7.71
F0.01 15.98 21.20
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 2. Anova Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Lahir Anak SK Perlakuan Kelompok Eror Total Keterangan:
Db 4 1 4 9 db Fhit F0,1 F0,05 F0,01
JK 470,58 651,09 392,87 1514,54
KT 117,65 651,09 98,22
F0,1 4,11 4,54
Fhit 1,20 6,63
F0.05 6,39 7,71
F0.01 15,98 21,20
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 10% (α = 0,1) = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 3. Anova Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Anak Umur Tiga Minggu SK Perlakuan Kelompok Eror Total Keterangan:
Db 4 1 4 9 db Fhit F0,05 F0,01
JK 38449,25 21046,07 6867,18 66362,50
KT 9612,31 21046,07 1716,79
Fhit 5,60 12,26
F0.05 6,39 7,71
F0.01 15,98 21,20
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 4. Anova Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan Harian Anak SK Perlakuan Kelompok Eror Total Keterangan:
db 4 1 4 9 db Fhit F0,05 F0,01
JK 80.35 36.18 14.01 130.54
KT 20.09 36.18 3.50
Fhit 5.73 10.33
F0.05 6.39 7.71
F0.01 15.98 21.20
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
34
Lampiran 5. Persentase Konsumsi Induk per Bobot Badan Minggu
1
2
3
Rata-Rata
Rata-Rata Bobot Induk
2351
2376
2347
2358±15,57
Rata-Rata Konsumsi
108,09
169,99
170,98
149,69±36,03
Konsumsi/Bobot Induk (%)
5%
7%
7%
6%
35