PERBEDAAN MAKNA HIDUP PADA LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WREDHA DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA OLEH Erikca Hesty Ferdian 802012061
TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai citivas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Erikca Hesty Ferdian Nim : 802012061 Program Studi : Psikologi Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jenis Karya : Tugas Akhir Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas karya ilmiah saya berjudul: PERBEDAAN MAKNA HIDUP PADA LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WREDHA DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan, mengalihmedia atau mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis atau pencipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di
: Salatiga
Pada Tanggal : 11 Desember 2015 Yang menyatakan,
Erikca Hesty Ferdian Mengetahui, Pembimbing
Ratriana Y.E. Kusumiati. M.Si., Psi.
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Erikca Hesty Ferdian
Nim
: 802012061
Program Studi
: Psikologi
Fakultas
: Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul: PERBEDAAN MAKNA HIDUP PADA LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WREDHA DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA Yang dibimbing oleh: Ratriana Y.E. Kusumiati. M.Si., Psi Adalah benar-benar hasil karya saya. Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis atau sumber aslinya.
Salatiga, 11 Desember 2015 Yang memberi pernyataan,
Erikca Hesty Ferdian
LEMBAR PENGESAHAN
PERBEDAAN MAKNA HIDUP PADA LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WREDHA DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA Oleh Erikca Hesty Ferdian 802012061
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Disetujui pada tanggal 12 Januari 2016eptemb2015 Oleh: Pembimbing,
Ratriana Y.E. Kusumiati. M.Si., Psi.
Diketahui Oleh,
Disahkan Oleh,
Kaprogdi
Dekan
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS.
Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016
PERBEDAAN MAKNA HIDUP PADA LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WREDHA DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA
Erikca Hesty Ferdian Ratriana Y.E. Kusumiati
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi perbedaan antara makna hidup pada lansia yang tinggal di panti wredha dengan yang tinggal bersama keluarga. Partisipan pada penelitian ini adalah berjumlah 60 orang dan teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Metode pengumpulan data dengan skala Purpose In Life Scale (PIL) yang dikembangkan oleh Crumbaugh dan Maholik (1964). Teknik analisa data yang dipakai adalah dengan uji-t. Dari hasil analisa data diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,012 (p < 0,05), yang berarti ada perbedaan makna hidup yang tinggal di panti wredha dengan yang tinggal bersama keluarga, dimana makna hidup lansia yang tinggal bersama keluarga lebih tinggi daripada lansia yang tinggal di panti wredha. Kata Kunci : makna hidup, lansia
i
Abstract
This study aims to determine the significance of the difference between the meaning of life in the elderly living in nursing homes with living with the family. Participants in this study were of 60 people and the sampling technique used was purposive sampling. Methods of data collection with the scale Purpose In Life Scale (PIL) developed by Crumbaugh and Maholik (1964). Data analysis technique used is the t-test. From the analysis of the data obtained significance value of 0.012 (p <0.05), which means that there are differences in the meaning of life living in nursing homes with living with the family, where the meaning of life of elderly who live with families is higher than the elderly living in nursing homes. Keywords : meaning of life, elderly
ii
1
PENDAHULUAN Sejak ditetapkannya pada tahun 1999 sebagai International Year of Older Persons (IYOP) atau Tahun Lanjut Usia Internasional oleh PBB, masalah Lanjut Usia (Lansia) telah menjadi topik pembicaraan baik di lingkup internasional, regional, dan nasional. Di Indonesia, pemerintah juga telah menetapkan bahwa tanggal 29 Mei 1999 disebut sebagai Hari Lanjut Usia Nasional. Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas (Santi, 2002). Menjadi seseorang yang berarti dalam hidup tampaknya sangat penting saat memasuki periode lansia. Pada masa ini, lansia harus dapat menerima, bersikap positif serta dapat menjalani masa tuanya dengan tenang. Menurut Erikson (2002) pada tahapan perkembangan psikososial, lansia telah memasuki tahap perkembangan yang paling akhir yaitu integrity vs despair. Pada tahap iniditandai dengan adanya kecenderungan ego integrity – despair. Pada masa ini individu masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada tahap ini berarti sudah cukup berhasil melewati tahap-tahap sebelumnya dan yang menjadi tugas pada usia senja ini adalah integritas dan berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan. Tahap ini merupakan tahap yang sulit dilewati menurut pemandangan sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari lingkungan kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap tidak dapat berbuat apa-apa lagi atau tidak berguna. Kesulitan tersebut dapat diatasi jika di dalam diri orang yang berada pada tahap paling tinggi dalam teori Erikson terdapat integritas yang memiliki arti tersendiri yakni menerima hidup dan oleh karena itu juga berarti menerima akhir dari
2
hidup itu sendiri. Namun, sikap ini akan bertolak belakang jika didalam diri mereka tidak terdapat integritas yang mana sikap terhadap datangnya kecemasan akan terlihat. Lansia akan menghadapi berbagai persoalan seperti perasaan kesepian, menurunnya kondisi fisik dan kognitif, perasaan tidak mampu, kematian pasangan atau orang-orang terdekat, hilangnya dukungan sosial dan penurunan kesempatan dalam hal ekonomi karena tidak bekerja atau pensiun (Suprapto, 2013). Penurunan secara fisik, mental dan minat menyebabkan lansia mengurangi aktivitas rutinnya. Dampak buruk bagi lansia adalah lansia akan terisolisir, tidak berkembang dan kesempatan mengaktualisasikan dirinya semakin kecil. Tekanan sosial yang diterima lansia akan mengembangkan munculnya perasaan tidak berguna, bosan, dan rendah diri (Hurlock, 1980). Perasaan bosan merupakan gejala munculnya kevakuman eksistensi atau frustrasi eksistensial (Frankl, 2003). Frustrasi eksistensial adalah sebuah kondisi ketika seseorang merasa kehilangan makna dalam hidupnya. Oleh karena itu setiap individu harus berusaha untuk dapat menemukan makna hidupnya karena hanya dengan adanya tujuan, hidup akan terlihat lebih jelas dan terarah. Banyak lansia memiliki perasaan sudah tidak berguna dan merasa tidak dibutuhkan lagi. Hal ini akan menimbulkan frustrasi yang mengakibatkan perasaan yang rendah diri dan juga merusak kepercayaan diri yang dimiliki. Berbagai persoalan tersebut dapat mempengaruhi lansia dalam memaknai kehidupan.Persoalan makna hidup, menurut Madjid dalam Bastaman (2007) begitu besar dan penting artinya, karena kosongnya makna hidup akan membuat orang tidak tahan terhadap penderitaan dan tidak memiliki rasa harga diri yang kokoh. Frankl (2003) berpendapat bahwa makna hidup satu orang berbeda dengan yang lainnya, dari hari ke hari dan jam ke jam. Masalahnya, karena yang dimaksud bukan
3
makna hidup dalam arti umum melainkan makna hidup dalam arti khusus dari hidup seseorang pada suatu waktu. Yalom (Bastaman, 1996) menjelaskan bahwa pengertian makna hidup di dalamnya terkandung juga tujuan hidup, yakni hal-hal yang perlu dicapai
dandipenuhi.
Sama
halnya
disampaikan
Bastaman
(1996)
yang
mengartikanbahwa makna hidup adalah hal-hal yang dipandang penting, benar , dandidambakan, memberikan nilai khusus serta dapat dijadikan tujuan hidupseseorang. Apabila berhasil ditemukan dan dipenuhi, maka kehidupannya menjadi berarti dan menimbulkan perasaan bahagia. Aktivitas bagi seseorang khususnya usia lanjut, memiliki arti yang sangat penting dan hubungannya erat dengan kebermaknaan hidup dan kepuasan hidup (Haryanto, 2005).Aktivitas-aktivitas tersebut tidak lah terlepas dengan kondisi dimana seseorang tinggal. Sejak awal kehidupan sampai berusia lanjut setiap orang memiliki kebutuhan psikologis dasar (Setiati,2000). Kebutuhan tersebut diantaranya yaitu orang lanjut usia akan membutuhkan rasa nyaman bagi dirinya sendiri, serta rasa nyaman terhadap lingkungan yang ada. Lingkungan sangat erat kaitannya dengan pemenuhan makna hidup seseorang, karena biasanya melalui lingkungan seseorang akan melakukan aktivitas-aktivitas didalam hidupnya. Mengembangkan kehidupan bermakna bukanlah tugas yang ringan, karena pada hakikatnya sama dengan memenangkan perjuangan hidup, yakni mengubah nasib buruk menjadi baik, dan mengubah penghayatan diri dari tidak bermakna menjadi bermakna. Oleh karena itu, usaha ini memerlukan niat yang kuat, seperti pemahaman mendalam tentang makna hidup, kesediaan dan kesadaran pentingnya mengubah sikap terhadap penderitaan, serta dukungan kekeluargaan dan persahabatan dari lingkungan terdekat atau bantuan profesional. Terdapat banyak hal yang dipengaruhi oleh lingkungan terhadap pemaknaan hidup lansia diantaranya cara
4
lansia menemukan tujuan hidupnya, kepuasan hidup yang dimiliki, kebebasan hidup lansia, sikap yang dimiliki lansia dalam menghadapi kematian, pikiran mengenai bunuh diri dan kepantasan hidupnya seperti yang disampaikan oleh Crumbaugh (Koeswara, 1987). Orang yang pertama kali mengemukakan gagasan tentang makna hidup (meaning of life) adalah Frankl (2003) dengan teorinya yang diberi nama Logoteraphy. Dalam logoterapi, manusia dikatakan pada dasarnya memiliki kebebasan berkehendak (the freedom of will), kehendak untuk bermakna (the will to meaning), serta makna hidup (meaning of life). Frankl menyimpulkan bahwa kehidupan yang sehat adalah kehidupan yang penuh makna. Hanya dengan makna yang baik orang akan menjadi insan yang berguna tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain. Menurut Frankl (2003) karakteristik makna hidup meliputi tiga sifat, yaitu: a. Makna hidup sifatnya unik dan personal. Artinya apa yang dianggap berarti bagi seseorang belum tentu berarti bagi orang lain. Bahkan mungkin apa yang dianggap penting dan bermakna pada saat ini oleh seseorang, belum tentu sama bermaknanya bagi orang itu pada saat yang lain. Dalam hal ini makna hidup seseorang dan apa yang bermakna baginya biasanya bersifat khusus, berbeda dengan orang orang lain, dan mungkin dari waktu ke waktu berubah pula. b. Makna hidup sifatnya spesifik dan konkrit. Artinya dapat ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan nyata seharihari dan tidak selalu harus dikaitkan dengan tujuan-tujuan idealis, prestasiprestasi akademis yang tinggi, atau hasil-hasil filosofis yang kreatif.
5
c. Makna hidup sifatnya memberi pedoman dan arah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan Artinya makna hidup seakan-akan menantang (challenging) dan mengundang (inviting) seseorang untuk memenuhinya. Begitu makna hidup ditemukan dan tujuan hidup ditentukan, maka seseorang akan terpanggil untuk melaksanakan dan memenuhinya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukannya pun menjadi lebih terarah. Crumbaugh (Koeswara, 1987) menciptakan PIL Test (The Purpose in LifeTest) berdasarkan pandangan Frankl tentang pengalaman dalam menemukan makna hidup, yang dapat dipakai untuk mengukur seberapa tinggi makna hidupseseorang. Aspekaspek yang digunakan untuk mengukur tinggi-rendahnya maknahidup tersebut, antara lain: a. Tujuan hidup, yaitu sesuatu yang menjadi pilihan, memberi nilai khusus serta dijadikan tujuan dalam hidupnya. b. Kepuasan hidup, yaitu penilaian seseorang terhadap hidupnya, sejauh mana ia bisa menikmati dan merasakan kepuasan dalam hidup dan aktivitas-aktivitas yang dijalaninya. c. Kebebasan, yaitu perasaan mampu mengendalikan kebebasan hidupnya secara bertanggung jawab. d. Sikap terhadap kematian, yaitu bagaimana seseorang berpandangan dan kesiapannya menghadapi kematian. Orang yang memiliki makna hidup akan membekali diri dengan berbuat kebaikan, sehingga dalam memandang kematian akan merasa siap untuk menghadapinya.
6
e. Pikiran tentang bunuh diri, yaitu bagaimana pemikiran seseorang tentang masalah bunuh diri. Bagi orang yang mempunyai makna hidup akan berusaha menghindari keinginan untuk melakukan bunuh diri atau bahkan tidak pernah memikirkannya. f. Kepantasan hidup, pandangan seseorang tentang hidupnya, apakah ia merasa bahwa sesuatu yang dialaminya pantas atau tidak. Hawari dalam Cahyawati, dkk. (2004) menjelaskan bahwa belakangan ini di tengah masyarakat mengalami pergeseran nilai. Mereka menganggap keberadaan lansia sebagai hambatan bagi keluarga serta dianggap merepotkan dan membawa kesulitan tersendiri bagi keluarga sehingga struktur keluarga (nuclear family) tidak memberikan tempat bagi para lansia. Munculnya anggapan tersebut mendorong sebagian masyarakat memandang bahwa panti-panti wredha adalah alternatif yang terbaik untuk dipilih. Panti wredha adalah organisasi sosial atau lembaga sosial masyarakat yang membantu pemerintah dalam menampung dan merawat lansia. Sesuai ketentuan dari pemerintah, dalam hal ini Departemen Sosial, untuk menjadi anggota atau penghuni panti wredhamaka hanya lanjut usia yang lemah dan tak mampu mengurus dirinya sendiri serta mempunyai ketergantungan yang dapat diterima atau dirawat (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999). Terdapat berbagai macam alasan lain yang mendasari seseorang untuk masuk ke dalam panti wredha misalnya atas anjuran dari keluarga, teman, ataupun lingkungan sosialnya serta atas keinginannya sendiri. Banyak para lansia hidup dalam keterasingan, kesepian, isolasi sosial serta tidak tahu harus berbuat apa untuk mengisi masa tuanya itu. Kondisi yang demikian rupa seringkali menimbulkan berbagai macam gangguan mental, salah satunya adalah depresi.
7
Dari beberapa wawancara yang dilakukan penulis terhadap beberapa lansia yang tinggal baik di panti wredha maupun keluarga di Salatiga, mereka mengemukakan bahwa lingkungan mempengaruhi tentang bagaimana mereka menjalani kehidupannya sehari-hari termasuk orang-orang yang berada disekitarnya. Mereka yang tinggal di panti mengaku bahwa dalam menjalani rutinitas sehari-hari, ia tetap bersemangat meskipun tanpa kehadiran keluarga. Sedangkan bagi mereka yang tinggal bersama keluarga, mereka mengaku bahwa dalam menjalani kehidupannya sehari-hari peran keluarga memberi arti tersendiri baginya dan ia percaya bahwa tidak ada yang bisa mengganti peran keluarga selain keluarga itu sendiri. Soepangat (2004) menjelaskan bahwa para lansia yang dititipkan di panti pada dasarnya memiliki dua sisi yaitu negatif dan positif. Diamati dari sisi positif, lingkungan panti dapat memberikan kesenangan bagi si orang tua. Sosialisasi di lingkungan yang memiliki tingkat usia sebaya akan menjadi hiburan tersendiri, sehingga kebersamaan ini dapat mengubur kesepian yang biasanya dialami mereka. Tetapi jauh di lubuk hati, mereka merasa jauh lebih nyaman berada di dekat keluarganya. Jika seorang lansia masuk dan tinggal di panti wredhamaka mereka akan mengalami suatu perubahan di dalam hidupnya, yang paling menonjol adalah perubahan sosial. Jika seorang lansia tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mereka akan merasa kesepian dan kesejahteraan mereka akan menurun. Selain itu, tidak banyak kegiatan yang dilakukan oleh para lansia yang tinggal di panti wredha.Lingkungan dapat memberikan tantangan pada orang lanjut usia untuk menggunakan kemampuankemampuannya yang ada pada dirinya. Menurut Santrock (2002), sahabat memainkan peran yang sangat penting sebagai suatu sistem pendukung untuk orang-orang lanjut. Beberapa kasus, persahabatan dengan orang-orang dewasa yang tidak ada hubungan
8
dengan saudara akan membantu mengembalikan kehangatan dan persahabatan yang secara tradisional disediakan oleh hubungan keluarga. Lansia yang tinggal di panti wredha cenderung lebih mudah mengusir kesepian karena mempunyai banyak teman yang selalu bisa diajak interaksi dan berbagi cerita. Sedangkan Bomar (2004) menjelaskan bahwa dukungan keluarga adalah suatu bentuk perilaku melayani yang dilakukan oleh keluarga baik dalam bentuk dukungan emosi, penghargaan, informasi dan instrumental. Dukungan sosial keluarga mengacu pada dukungan-dukungan yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai suatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga. Dukungan bisa atau tidak digunakan tapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Keluarga inti yang terdiri dari suami, istri maupun anak merupakan sistem pendukung yang berarti sehingga dapat memberikan petunjuk tentang kesehatan mental, fisik dan emosi lanjut usia. Dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Cahyawati,dkk. (2009) tentang “Perbedaan Makna Hidup Pada Lansia Yang Tinggal Di Panti Wredha Dengan Yang Tinggal Bersama Keluarga” menyebutkan bahwa makna hidup lansia yang tinggal bersama keluarga lebih tinggi dari lansia yang tinggal di panti wredha. Tetapi hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Aruna Dubey,et all (2011) tentang “ A Study of Elderly Living in Old Age Home and Within Family Set-up in Jammu” menunjukkan bahwa para lansia kurang puas dengan sikap para generasi muda dalam mendapatkan rasa hormat, cinta dan kasih sayang dari keluarga dan menganggap lansia sebagai beban keluarga sehingga para lansia lebih memilih tinggal di panti wredha sebagai tempat menemukan makna hidup. Selain itu hasil penelitian yang dilakukan oleh Chatijah (2007) tentang “ Perbedaan Kebermaknaan Hidup pada Lanjut Usia yang Tinggal
9
Bersama Keluarga dan Tinggal di Panti Wredha” menyebutkan bahwa tempat tinggal tidak memengaruhi tingkat kebermaknaan hidup pada lanjut usia, baik yang tinggal bersama keluarga maupun tinggal di panti wredha. Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang penelitian dan adanya hasil penelitian yang pro kontra, maka hal tersebut yang menguatkan keingintahuan penulis untuk mengetahui apakah ada perbedaan makna hidup pada lansia yang tinggal di panti wredha dengan yang tinggal bersama dengan keluarga. Penulis beranggapan bahwa ada perbedaan makna hidup pada lansia yang tinggal di panti wredha dengan yang tinggal bersama keluarga.
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode komparatif dan ingin mengukur perbedaan antara makna hidup pada lansia yang tinggal di panti wredha dengan yang tinggal bersama keluarga. Partisipan Partisipan dalam penelitian ini adalah lansia yang berjumlah 60 orang baik yang tinggal di Panti Wredha di Salatiga dan yang tinggal bersama keluarga. Teknik pengambilan sampel partisipan menggunakan teknik purposive sampling dengan melihat karakteristik tertentu, yaitu: 1. Berusia 60 tahun keatas 2. Minimal sudah tinggal di panti wredha atau tinggal bersama keluarga selama 6 bulan 3. Dapat berkomunikasi dengan baik 4. Masih memiliki rutinitas yang dilakukan setiap harinya
10
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan penulis dengan pertama-tama memohon surat persetujuan dari dosen pembimbing untuk mengambil data yang ditujukan kepada ketua yayasan beberapa panti wredha yang dipilih di Salatiga. Kemudian penulis akan menghubungi ketua yayasan beberapa panti wredha yang dipilih di Salatiga untuk memohon izin agar dapat mengambil data dari para lansia yang tinggal di panti wredha dengan menyebarkan angket yang harus diisi, selanjutnya jika izin diberikan maka penyebaran angket sejumlah 30 bagi para lansia yang tinggal di panti wredha dimulai. Penulis memperoleh partisipan lansia sebanyak 18 orang yang tinggal di Panti Wredha Salib Putih Salatiga dan 12 partisipan lansia yang tinggal di Panti Wredha Mandiri Salatiga. Bagi para lansia yang tiggal bersama keluarga, penulis memperoleh partisipan dengan cara meminta izin serta mendatanginya secara langsung ke tempat dimana partisipan yang telah dipilih tinggal, setelah izin diberikan maka penyebaran angket sejumlah 30 bagi para lansia yang tinggal bersama keluarga dimulai. Penulis memperoleh 10 partisipan lansia yang tinggal bersama keluarga di Kipenjawi IV Salatiga, 10 partisipan lansia yang tinggal di Soka sari Salatiga dan 10 partisipan lansia yang tinggal di Tingkir Salatig. Penulis telah menyiapkan 70 skala psikologi yang akan digunakan dengan rincian 60 untuk digunakan dalam penelitian, dan 10 sebagai cadangan apabila ada kesalahan dalam prosedur pengisian ataupun faktor kesalahan lainnya, namun skala psikologi yang terpakai hanya 60 saja. Sesuai dengan rancangan penelitian, dalam pemilihan subjek peneliti menggunakan teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang didasarkan pada kriteria tertentu (Sugiyono, 2010), maka pada saat
mengambil data, penulis
bertanya mengenai kriteria calon responden agar sesuai dengan rancangan penelitian.
11
Dalam pengumpulan data penulis menghadapi kendala, seperti adanya beberapa lansia yang tinggal di panti wredha maupun yang tinggal bersama keluarga mengalami penurunan penglihatan maupun memang dari dulu tidak bisa membaca, maka penulis membantu para lansia tersebut mengisi angket yang sudah ada dengan cara membacakannya. Setelah semua angket terisi maka penulis segera mengelompokkan berdasarkan tempat dimana para lansia tinggal dan mulai memasukkan penilaian dan melaksanakan pengolahan data dengan perhitungan statistik. Kemudian dari skala psikologi yang disebar, semuanya kembali dan semuanya itu bisa dipakai dalam penelitian ini. Data yang diperoleh dalam penelitian kemudian akan diolah menggunakan bantuan program komputer SPSS Statistics 21.0for windows. Alat Ukur Penelitian Teknik Pengumpulan data adalah dengan menggunakan angket yang akan diisi oleh lansia yang tinggal di Panti Wredha di Salatiga dan yang tinggal bersama keluarga. Angket yang akan diberikan berupa skala yaitu skala makna hidup. Skala makna hidup yang digunakan adalah skala Purposive In Life (PIL) yang dikembangkan oleh Crumbaugh & Maholik (1964) berdasarkan pandangan teori dari Frankl. Adapun aspekaspek tersebut adalah : a) Tujuan Hidup b) Kepuasan Hidup c) Kebebasan d) Sikap terhadap kematian e) Pikiran tentang bunuh diri f) Kepantasan hidup. Jumlah item yang diuji untuk skala makna hidup ada 20 item dan item tersebut dikatakan valid apabila koefisien korelasinya
0,30.
Hasil uji reliabilitas dengan menggunakan Alfa Cronbach menunjukkan hasil yang memuaskan dengan hasil perhitungan reliabilitas sebesar 0,898. Berdasarkan hasil uji yang diperoleh maka alat ukur kami dapat dikatakan alat ukur yang reliabel. Hasil yang diperoleh dari dua kali perhitungan atau pengujian menggunakan program
12
komputer SPSS Statistics 21.0. menunjukkan bahwa ada 2 item yang gugur, karena mempunyai nilai corrected item total<0,30 yaitu item 4 dan 13. Dari hasil tersebut maka item yang tersisa adalah 18 item yang dianggap validdanmemilikireliabilitas yang dihitungdenganAlfa Cronbachsebesar 0,898. Standar yang digunakan adalah sebesar 0,30 (Azwar, 2012).
Tehnik Analisis Data Dalam penelitian ini akan dilakukan uji asumsi. Apabila hasil uji asumsi menunjukkan data yang berdistribusi normal serta homogen, maka selanjutnya dilakukan uji-t. Uji-t dilakukan dengan menggunakan SPSS Statistics 21.0 for windows dengan program uji Independent Sample T Test.
HASIL PENELITIAN Uji Asumsi Berdasarkan hasil uji normalitas diperoleh nilai Kolmogorov Smirnov untuk sampel panti sebesar 0,818 hal ini berarti untuk signifikansi panti >0,05 sehingga sampel panti berdistribusi normal. Sedangkan nilai Kolmogorov Smirnov untuk sampel rumah sebesar 0,831 hal ini berarti untuk signifikansi rumah>0,05 sehingga sampel rumah berdistribusi normal. Melihat hasil nilai Kolmogorov Smirnov untuk panti dan rumah bersignifikansi>0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kedua jenis sampel sebaran datanya berdistribusi normal. Hasil uji normalitas dapat dilihat dalam tabel berikut :
13
Tabel 1. Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test PANTI N
RUMAH 30
30
50.83
56.17
8.623
7.264
.149
.152
.119 -.149
.107 -.152
Kolmogorov-Smirnov Z
.818
.831
Asymp. Sig. (2-tailed)
.515
.494
Normal Parametersa
Mean
Std. Deviation Most Extreme Differences Absolute Positive Negative
a. Test distribution is Normal.
Tabel di bawah ini menunjukkan hasil uji homogenitas dengan metode Levene's Test. Nilai Levene ditunjukkan pada baris Nilai based on Mean, yaitu dengan p value (sig) sebesar 0,662 di mana > 0,05 yang berarti terdapat kesamaan varians antar kelompok atau yang berarti homogen.
Tabel 2. Hasil Uji Homogenitas Test of Homogeneity of Variances Makna_Hidup Levene Statistic
df1 ,193
df2 1
Sig. 58
,662
Selanjutnya melaluipendekatan Independent Sample t-test yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang tidak berhubungan, hasil perhitungan Uji-t dapat diketahui nilai signifikansinya adalah sebesar 0,012 (p<0,05). Maka H0 ditolak, dan H1 diterima, yang artinya ada perbedaan makna hidup pada lansia yang tinggal di panti werdha dengan yang tinggal bersama keluarga.
14
Tabel 3. Hasil Uji-t Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F Sig.
Equal variances Makn assumed a_Hid Equal up variances not assumed Berdasarkan
,193
hasil
,662
t-test for Equality of Means
t
df
Sig. Mean Std. (2Differ Error tailed) ence Differ ence
- 58 2,59 1 - 56,3 2,59 74 1
perhitungan
,012 -5,333
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper 2,058 -9,454 -1,213
,012 -5,333
2,058 -9,456 -1,210
variabel,
berikut
adalah
kategorisasi
deskriptifnya. Kategorisasi tersebut digunakan untuk menggolongkan kategorisasi makna hidup pada lansia yang tinggal di panti werdha dengan yang tinggal bersama keluarga. Berdasarkan penggolongan tersebut, didapatkan hasil bahwa makna hidup pada lansia yang tinggal di panti werdha berada pada kategorisasi tinggi dan makna hidup pada lansia yang tinggal bersama keluarga berada pada kategorisasi sangat tinggi. Berikut tabel kategorisasi : Tabel 4.1Kategorisasi Makna Hidup Pada Lansia yang Tinggal di Panti Werdha NO
Interval
Kategorisasi
Mean
F
%
1.
18≤ x < 31,5
Sangat Rendah
2
6,67%
2.
31,5≤ x < 45
Rendah
1
3,33%
3.
45 ≤ x < 58,5
Tinggi
22
73,33%
4.
58,5 ≤ x < 72
Sangat Tinggi
5
16,67%
30
100%
Jumlah x = skor makna hidup
50,83
15
Tabel 4.2Kategorisasi Makna Hidup Pada Lansia yang Tinggal bersama Keluarga NO
Interval
Kategorisasi
Mean
F
%
1.
18≤ x < 31,5
Sangat Rendah
0
0%
2.
31,5≤ x < 45
Rendah
3
10%
3.
45 ≤ x < 58,5
Tinggi
12
40%
4.
58,5 ≤ x < 72
Sangat Tinggi
15
50%
30
100%
56,17
Jumlah x = skor makna hidup
PEMBAHASAN Dari uraian hasil penelitian kami menunjukkan bahwa signifikansi yang diperoleh sebesar0,012 (p<0,05). Yang berarti bahwa ada perbedaan makna hidup pada lansia yang tinggal di panti wredha dengan yang tinggal bersama keluarga, dimana makna hidup lansia yang tinggal bersama keluarga lebih tinggi daripada lansia yang tinggal di panti wredha. Adanya perbedaan makna hidup yang terjadi antara seseorang dengan orang lain, termasuk pada lansia yang tinggal di panti wredha dengan yang tinggal bersama keluarga ini juga dibenarkan oleh Frankl. Menurut Frankl (2003) bahwa makna hidup satu orang berbeda dengan yang lainnya, dari hari ke hari dan jam ke jam. Masalahnya, yang dimaksud bukan makna hidup dalam arti umum melainkan makna hidup dalam arti khusus dari hidup seseorang pada suatu waktu. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Cahyawati,dkk. (2009) tentang “Perbedaan Makna Hidup Pada Lansia Yang Tinggal Di Panti Wredha Dengan Yang Tinggal Bersama Keluarga” yang menyebutkan bahwa makna hidup lansia yang tinggal bersama keluarga lebih tinggi dari lansia yang tinggal
16
di panti wredha. Terdapat banyak keadaan yang dapat membuat para lanjut usia bahagia yaitu ketika mempunyai anak yang berhasil semua, keluarga harmonis, melakukan aktivitas sosial, dapat mandiri, ekonomi cukup, sehat dan usia panjang, masih aktif, anak masih menghormati orang tua dan ketentraman batin. Pada lansia yang tinggal di panti wredha sekalipun mereka masih dapat beraktivitas seperti pada lansia yang tinggal didalam keluarga, mereka tetap mengalami adanya kesepian dan kerinduan terhadap keluarganya. Pada lansia yang tinggal bersama keluarga, mereka cenderung merasa diperlakukan baik oleh lingkungan keluarga, mereka merasa dihargai, mereka merasa pantas untuk hidup, tidak adanya pengabaian dari keluarga dan mereka merasa bahagia dapat tinggal bersama keluarga yang mereka miliki. Para lansia yang tinggal di panti wredha justru merasakan bahwa ada bagian dari dalam hidup mereka yang tidak terpenuhi, yaitu kehadiran keluarga di tengah-tengah kehidupannya.Bomar (2004) menjelaskan bahwa dukungan keluarga adalah suatu bentuk perilaku melayani yang dilakukan oleh keluarga baik dalam bentuk dukungan emosi, penghargaan, informasi dan instrumental. Dukungan sosial keluarga mengacu pada dukungan-dukungan yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai suatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga. Dukungan bisa atau tidak digunakan tapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Keluarga inti yang terdiri dari suami, istri maupun anak merupakan sistem pendukung yang berarti sehingga dapat memberikan petunjuk tentang kesehatan mental, fisik dan emosi lanjut usia. Dukungan seperti inilah yang tidak didapat pada lansia yang tinggal di panti wredha, justru mereka menyatakan bahwa kurangnya kepuasan batin
17
yang dirasakan ketika mereka memperoleh dukungan sosial yang diberikan oleh para teman-temannya ataupun para pengurus panti.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkanhasilpenelitiandiperolehhasilpenelitiansebagaiberikut : 1.
Dari hasil perhitungan Uji-t, dapat diketahui nilai signifikansinya adalah sebesar 0,012 (p<0,05), Maka H0 ditolak, dan H1 diterima, yang artinya ada perbedaan makna hidup pada lansia yang tinggal di panti wredha dengan yang tinggal bersama keluarga.
2.
Makna hidup pada lansia yang tinggal di panti werdha berada pada kategorisasi tinggi dan makna hidup pada lansia yang tinggal bersama keluarga berada pada kategorisasi sangat tinggi. Makna hidup pada lansia yang tinggal di panti wredha sebanyak 22 orang dengan mean sebesar 50,83. Sedangkan pada lansia yang tinggal bersama keluarga sebanyak 12 orang dengan mean sebesar 56,17.
Saran 1.
Bagi Panti Wredha Pihak pengelola panti dalam membantu lansia yang tinggal di panti wredha harus lebih mengupayakan suatu aktivitas yang dapat mendorong para lansia dalam menemukan makna hidup didalam kehidupannya baik melalui kegiatan rohani, pendekatan pribadi dan pemenuhan kebutuhan sosial yang dapat membangkitkan semangat hidup dalam diri lansia .
18
2.
Bagi keluarga: a) Bagi keluarga yang masih memiliki orang tua (lansia) diharapkan dapat merawatnya dengan sebaik-baiknya. b) Antar anggota keluarga harus tetap saling memberi dukungan kepada lansia, agar lansia dapat merasakan makna dalam hidupnya.
3.
Bagi peneliti selanjutnya: a) Memperhatikan kondisi maupun psikis subjek sebelum mengisi skala, sehingga kesalahan
dalam
menjawab
tes
dapat
diminimalisir
sehingga
dapat
menghasilkan hasil yang maksimal. b) Peneliti selanjutnya yang tertarik dengan penelitian ini diharapkan untuk menggunakan metode penelitian kualitatif agar mendapatkan hasil yang akurat dan menghindari adanya kemungkinan faking good.
19
Daftar Pustaka Azwar, S. (2012). Reliabilitas dan validitas ed. ke-4. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bastaman, H.D. (1996). Meraih hidup bermakna, Jakarta: Paramadina. Bastaman, H.D. (2007). Logoterapi: Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Dubey, A.S; Seema, B; etc. (2011). A Study of Elderly Living in Old Age Home and Within Family Set-up in Jammu. Stud Hom Com Sci, 5(2), 93-98. Diunduh pada 25 Agustus 2015, dari https://www.google.co.id/search?sclient=psyab&site=&source=hp&btnG=Se arch&q=A+Study+of+Elderly+Living+in+Old+Age+Home+and+Within+Fa mily+Set-up+in+Jammu Cahyawati, R. dkk. (2009). Perbedaan Makna Hidup Lansia Yang Tinggal Di Panti Werdha Dengan Yang Tinggal Bersama Keluarga, www.psychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal-kuliah/naskah-publikasi00320144.pdf, diakses pada tanggal 25 Agustus 2015. Chatijah, Siti. (2007). Perbedaan Kebermaknaan Hidup Pada Lanjut Usia yang Tinggal Bersama Keluarga dan Tinggal di Panti Wredha. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakartahttps://www.google.co.id/?gws_rd=cr,ssl&ei=5PQMVquxKoTlu QTcl7CIBg#q=kebermaknaan+hidup+chatijah+pdf, diakses pada tanggal 12 September 2015 Crumbaugh,J.,& Maholick,L. 1964. An experimental study of existentialism: The psychometric approach to Frankl’s concept of noogenic neurosis. Journal of Clinical Psychology, 20, 200-207.Diunduh pada 25 Agustus 2015 dari https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&v ed=0CDMQFjACahUKEwiVgsbs8Z7IAhVRJI4KHdrpCHM&url=http%3A %2F%2Ffaculty.fortlewis.edu%2Fburke_b%2FPersonality%2FPILarticle.pdf &usg=AFQjCNHvlYbVLLcEAGuIg68ktIM3mAfROw&sig2=lckWdAnfnnh nuZagabN_Yw Frankl,
V.E. 2003. Logoterapi: Terapi Psikologi Melalui Pemaknaan Eksistensi.Terjemahan M. Murtadlo. Yogyakarta: Penerbit Kreasi Wacana
Hardywinoto dan Tony Setiabudhi, 1999. Panduan Gerontologi: Tinjauan Dari Berbagai Aspek. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama Haryanto, Linda. (2005). Kebermaknaan Hidup Lansia yang Tinggal di Panti Werdha. Skripsi. Salatiga: Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Hurlock, E.B. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga
20
Koeswara, E., 1987. Psikologi Eksistensial. Bandung: Penerbit PT. Eresco Santi, B. 2002. Dana Pensiun: Investasi untuk Hari tua. Jurnal Perempuan (Perempuan Lansia), No.25-2002 Satrock, J.W. 2002. Life Span Development Perkembangan Masa Hidup Jilid 2. Jakarta: Erlangga Sugiyono, (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Suprapto, 2013. Jurnal Konseling logoterapi untuk meningkatkan kebermaknaan hidup lansia. (http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jspp/article/viewFile/1496/1599, Diakses tanggal 12 September 2015 jam 17.00).