PERANAN PENDIDIKAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS MANUSIA DAN KUALITAS MASYARAKAT INDONESIA MENYONGSONG ABAD KE-21 Oleh : Drs. H. Moh.Hamim, M.Ag
Dosen mata kuliah Metodologi Penelitian, STAI Qomaruddin Gresik
Abstrak Pemikiran-pemikiran yang akan saya sumbangkan kepada segenap civitas akademia STAI Qomaruddin pada umumnya dan para alumni STAI Qomaruddin yang hadir saat ini pada khususnya akan meliputi hal-hal yang berkenan dengan gambaran umumnya dan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara kita pada khususnya pada era menjelang akhir abad ke-20 menyongsong abad ke-21 langkah-langkah awal yang telah kita ambil dalam rangka menyongsong abad ke-21 serta peranan pendidikan tinggi di dalamnya. Kata kunci: kualitas manusia, kualitas masyarakat, pendekatan kultural Gambaran Umum Situasi Dunia dan Posisi Kita di Dalamnya Secara umum dapat dikonstatasikan, bahwa perkembangan peradaban dunia telah mengalami kemajuan-kemajuan yang sangat menakjubkan. Hal-hal yang menakjubkan itu misalnya terjadi dalam perkembangan teknologi komunikasi maupun bioteknologi. Kemajuan besar di bidang teknologi komunikasi dapat dilihat umpamanya dalam bentuk dimungkinkannya orang “berkujung” ke bulan dalam waktu yang cukup pendek yang semula kita pandang sebagai hal yang mustahil dapat terjadi. Terlihat pula dalam bentuk kemampuan manusia untuk mengadakan komunikasi jarak jauh yang dapat bertatap muka secara langsung melalui layar monitor, rekayasa otomatif dirgantara maupun darat yang sangat canggih dan lain sebagainya. Komunikasi dalam bidang bioteknologi dapat dilihat misalnya, dimungkinkannya diperoleh hasil pertanian tanpa tanah yang luas tetapi hasilnya sangat besar. Bahkan akhir-akhir ini muncul pula suatu teknologi rekayasa genetika untuk membentuk seorang manusia yang kemampuan inteligensinya disesuaikan dengan kemampuan penciptanya dan lain sebagainya. Salah satu hal yang dapat disimak dari perkembangan sejarah perjalanan kehidupan peradaban manusia seperti saya uraikan di muka adalah rentang waktu terjadinya kemajuan-kemajuan tersebut berlangsung dalam tempo yang makin cepat. Apabila rentang waktu peradaban manusia yang bersendikan teknologi kerja fisik manusia yang sudah ada sejak awal sejarah manusia berlangsung selama ribuan tahun, maka peradaban yang menggantikannya (peradaban yang berdasarkan atas energi batu bara) yang berawal pada akhir abad ke-XVIII dan berlangsung sampai awal abad ke-XX (jadi hanya dalam tempo 200 tahun) digantikan lebih lanjut oleh suatu peradaban yang berdasarkan atas energi minyak dan listrik yang berlangsung dalam tempo yang lebih singkat lagi, yaitu hanya sekitar 100 tahun. Lebih mengejutkan adalah bahwa terjadinya recovery Jepang dari kehancuran akibat Perang Dunia kedua menjadi “rekayasa” ekonomi dunia baru, berlangsung hanya dalam jangka waktu puluhan tahun. Suatu pertanyaan besar yang dapat muncul di benak kita masing-masing adalah: apakah yang memungkinkan terjadinya proses percepatan kemajuan peradaban manusia seperti itu? Jawaban atas pertanyaan itu ada satu, yaitu karena manusia berhasil menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Bagaimana dengan posisi kita sekarang?
Melihat dan membandingkan kemajuan-kemajuan yang berhasil dicapai oleh bangsa-bangsa lain di dunia seperti saya uraikan di muka, maka secara jujur kita harus berani mengatakan bahwa bangsa kita masih tertinggal jauh. Di lain pihak perlu disadari pula bahwa seperti pernah saya kemukakan pada kesempatan berbeda, lebih kurang dalam waktu 5-10 tahun dari sekarang atau pada sekitar dasawarsa akhir abad ke-20, masyarakat, bangsa dan negara kita akan menghadapi berbagai tantangan yang makin berat pula, baik karena perkembangan keadaan internal kita sendiri maupun karena dampak atau pengaruh atas perkembangan yang terjadi ditingkat eksternal (Global/dunia ataupun regional). Secara internal dapatlah antara lain kita perhatikan terjadinya pertumbuhan demografi yang secara kuantitatif telah telah diatur pertumbuhannya sehingga akan dapat dimanfaatkan sebagai aset nasional yang regional. Meskipun demikian, sebagai potensi dinamik, perkembangan kependudukan itu tampaknya masih akan dibawa serta masalahmasalah besar, baik dari segi struktur, komposisi, pesebarannya maupun dari segi dampaknya terhadap perkembangan sosial politik dan sosial ekonomi, maupun sosial budaya, proses persatuan dan kesatuan bangsa, lapangan pekerjaan, pendidikan, kesehatan, pembangunan hukum, penyediaan sandang papan dan lain sebagainya. Dengan kata lain dapat saya sebutkan bahwa perkembangan demografi di Indonesia pada masa mendatang akan tetap menjadi masalah tersendiri, bahkan akan makin kompleks, makin dinamis dan makin majemuk sifatnya. Munculnya permasalahan-permasalahan internal maupun eksternal seperti saya uraikan tadi menuntut kita semua untuk memberikan jawabannya secara konsepsional dan aktual serta operasional. Karena itulah, maka kita harus terus menerus mengejar ketertinggalan kita itu. Dalam kaitan ini mungkin adanya mempersoalkan: mengapa kita harus bersusah payah mengejar ketertinggalan kita toh memiliki wilayah sendiri yang cukup luas dengan kekayaan alam melimpah. Terhadap pertanyaan ini, hendaknya kita menyadari, bahwa karena kekayaan alam kita itu sebagian besar masih bersifat potensial. Karena pemanfaatannya secara optimal dan berdaya guna masih harus disertai dengan upaya-upaya penggalian dan pengelolaan lebih lanjut. Lagi pula perlu selalu diingat, bahwa kekayaan alam kita pada suatu ketika akan habis juga, atau setidak-tidaknya makin berkurang dari waktu ke waktu. Oleh karenanya harus dipikirkan penggantinya. Hal ini semua hanya akan dapat dilakukan oleh bangsa yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai. Sementara itu, konstitusi kita, khususnya penjelasan pasal 32, mengamanatkan pula bahwa masyarakat, bangsa dan negara bukanlah masyarakat, bangsa dan negara yang tertutup, sebaliknya terbuka terhadap peradaban dan perkembangan yang terjadi di dunia luar kita. Lebih dari itu, tujuan didirikannya negara kasatuan republik Indanesia itupun bukanlah hanya untuk kepentingan intern kita sendiri, sebaliknya kita juga ingin berjuang. Untuk kemajuan dan perkembangan dunia internasional berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Sehubungan dengan masalah ini, pertanyaan lanjutan yang dapat diajukan adalah sudahkah kita menyiapkan diri mengejar ketertinggalan seperti saya sebutkan di muka? Jawaban atas pertanyaan ini dapat diberikan secara positif dengan penuh kelegaan dengan mengatakan kita sudah menyiapkan langkah-langkah seperlunya. Mengenai hal ini akan diuraikan lebih lanjut seperti ini. Peningkatan Kualitas Manusia dan Kualitas Masyarakat Indonesia Sebagai Langkah Awal Menyongsong Abad Ke-21
Salah satu sikap awal yang sangat positif dari bangsa kita di dalam upayanya mengejar ketertinggalannya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi seperti saya uraikan di muka adalah adanya tekad untuk meningkatkan kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia sebagaimana tercemin dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1988 tentang GBHN, khususnya adalah dalam rumusan Bab IV. POLA UMUM PELITA KELIMA, A. PENDAHULUAN No. 2 dan dalam Bab IV. Bidang AGAMA DAN KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA, SOSIAL BUDAYA, dalam sektor Pendidikan huruf a. Rumusan yang terdapat dalam GBHN itu secara langsung menegaskan bahwa untuk kurun waktu pelaksanaan pembangunan nasional jangka panjang 25 tahun kedua, kita telah bertekad membangun kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia. Sosok manusia dan masyarakat yang maju, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat rohani dan jasmani. Kesemuanya itu haruslah terjadi dalam suasana tenteram lahir dan batin, dalam tata kehidupan masyarakat, bangsa negara yang berdasarkan Pancasila, dalam suasana kehidupan bangsa Indonesia yang serba berkesinambungan dan selaras dalam hubungan antara sesama manusia, manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam lingkungan, manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Atau dengan kata lain dapat disebut pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Cita-cita untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang bekualitas yang telah diputuskan menjadi sasaran utama pelaksanaan pembangunan nasional jangka panjang 25 tahun kedua, saya pandang sebagai keputusan yang sangat tepat dan strategis ditinjau dari berbagai segi. Ditilik dari wawasan kebangsaan, yang merupakan kristalisasi dari proses pengamalan Pancasila, ketetapan/keputusan itu bertolak dari asumsi bahwa suatu ideologi perjuangan selalu membutuhkan kekuatan pengemban dan pengembang yang tangguh, yaitu manusia dan masyarakat yang berkualitas. Ditinjau dari segi perkembangan demokrasi, maka bangunan demokrasi hanya bisa tegak dengan baik apabila didukung oleh suatu sistem perekonomian dan sistem kemasyarakatan yang terbuka, maju dan berkualitas tinggi. Dengan demikian, keputusan untuk menjadikan peningkatan kualitas manusia dan kualitas masyarakat secara sasaran pembangunan nasional jangka panjang 25 tahun kedua juga sangat relevan. Dari pengalaman selama ini dalam pembinaan kehidupan demokrasi, khususnya pada kurun waktu Orde Baru, ternyata harus melewati tahapan-tahapan tertentu. Tahapan tersebut adalah: Pertama; Pemerintah memelopori dan sekaligus melaksanakan gerakan pembaruan kehidupan politik nasional. Struktur politik nasional kita secara tuntas. Kedua; Pemerintah melaksanakan pembangunan politik dengan meningkatkan dan memperluas partisipasi rakyat. Ketiga; terampilnya rakyat secara swakarya mengembangkan nilai-nilai demokrasi itu dengan bimbingan pemerintah yang bersifat Tut Wuri Handayani. Untuk mewujudkannya diperlukan sarana dan kondisi Poleksosbud yang terbebas dari beban-beban primordial, ketertutupan dan saling curiga. Dari dimensi peraturan tahapan ini memerlukan perubahan sikap yang fundamental dari setiap aparatur untuk tidak menempatkan diri sebagai penguasa, tetapi sebagai pamong/pelayan/abdi masyarakat. Ciri-ciri Kualitas Manusia Jika diletakkan pada ruang lingkup pembangunan jangka panjang, maka ciri-ciri
kualitas manusia dapat dijabarkan meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Kualitas pribadi, yang menyangkut ciri-ciri pribadi seseorang baik dalam bentuk fisiknya seperti tercemin dalam kesegaran jasmani, kecukupan gizi, timbangan berat dan tinggi serta kesehatan fisiknya, maupun dalam bentuk non-fisiknya seperti kecerdasan, ketahanan mental dan kemandirian. 2. Kualitas spiritual, menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Pencipta yang termuat dalam ciri intinya takwa. 3. Kualitas bermasyarakat, menyangkut hubungan sesama manusia seperti solidaritas sosial, ketahanan sosial, tanggung jawab dan disiplin sosial. 4. Kualitas keserasian dalam lingkungan, menyangkut sikap dan wawasan dalam hubungan dengan lingkungan alam. 5. Kualitas berbangsa, menyangkut hubungan dengan bangsa-bangsa lain, antara lain ciri rasa kebangsaan, disiplin nasional dan ketahanan budaya. 6. Kualitas kekaryaan, yang diperlukan sebagai manusia pembangunan untuk mengejar kebahagiaan lahiriyah maupun rohaniah, dengan ciri-ciri antara lain etika kerja, disiplin kerja, keswadayaan dan wawasan masa depan. Dalam hubungan ini maka “kualitas fisik” manusia lebih konkret, karena memuat ciri-ciri yang bisa dijabarkan dalam makna kuantitif, seperti status gizi cukup dengan timbangan berat dan tinggi badan manusia Indonesia yang tepat, tingkat kesakitan yang turun, yang bisa dicapai melalui ikhtisar kesegaran jasmani olahraga, menu makanan dan ikhtiar kesehatan. Kualitas non-fisik manusia lebih abstrak sifatnya. Kualitas kepribadian adalah ciri yang melekat pada pribadi seseorang. Masalah masyarakat internasional yang multi etnis menyebabkan sulit mengukur kualitas pribadi ini. Dalam kualitas pribadi adalah penting, yakni: 1. Ketaatan pada prinsip moral dan agama; 2. Efesiensi waktu, tenaga dan biaya; 3. Persatuan bangsa; 4. Sikap Inovatif dan orientasi masa depan; 5. Sikap sosial dalam hubungan antar manusia; 6. Kemandirian; 7. Pengendalian diri. Pendidikan dilingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat perlu memperhitungkan kemajuan etnis manusia Indonesia kini. Dalam kualitas dan non-fisik ini maka spiritual memegang peranan dominan. Pembangunan yang dilaksanakan ditanah air kita harus memperkuat kualitas spiritual manusia internasional. Inti agama adalah menegakan iman kepada Tuhan. Dan melalui iman kepada Tuhan, manusia membangun individualistasnya sebagai mahluk yang bebas. Dan, dengan kebebasan itu ia memiliki kesempatan membentuk dan mengembangan kepribadiannya. Untuk mengembangkan kepribadiannya manusia memerlukan cara untuk mencapai kualitas spriritual utama yang dalam Islam disebut “Takwa”.kata kunci spiritual ini adalah “takwa” yang terdapat dan tumbuh dalam memadukan kehidupan umum bermasyarakat dan kehidupan adalah interaksi yang dilakukan dengan mengindahlan kontak sosial tertentu yang mempunyai fungsi tertentu pula. Kontak sosial harus dilihat secara keseluruhan. Dan ini berkaitan dengan sifat masyarakat Indonesia yang majemuk. Kualitas masyarakat menyangkut masyarakat hubungan antar manusia dalalm ruang sosial dan budaya. Perekembangan kualitas ini membuka kemungkinan perkembangan yang seimbang antara kehidupan manusia di satu pihak dan kelestarian sistem nilai kehidupan ini di lain pihak.
1. 2. 3. 4.
Dalam rangka kualitas bermasyarakat, perlu dikembangan dan tolok ukur dari: Solidaritas; Keadilan; Ketahanan sosial; Tanggung jawab dan disiplin sosial. Dalam hubungan ini, maka faktor pendidikan, baik di rumah, sekolah maupun dalam masyarakat, memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas bermasyarakat. Kualitas kekaryaan adalah abstraksi dari kerja atau profesionalisasi dari kerja. Dan kerja ini perlu dilihat dalam proses dinamika interaksi sosial sosio-kultural. Antara kualitas kekaryaan dengan “kebutuhan mencapai hasil” (need for achevement) terdapat hubungan yang jelas. Semakin tinggi dorongan untuk berprestasi, semakin besar kemampuan. Dan dorongan berprestasi bergandengan erat dengan tingkat pendidikan. Semakin tinggi pendidikan, semakin besar dorongan untuk berprestasi. Memang luas, dan beragam komponen kualitas fisik dan non-fisik manusia ini, dan oleh karena itu harus menjadi fokus dari kebijaksanaan kependudukan. Kebijakan penduduk tidak bisa berhenti pada segi kuantitasnya saja, tetapi juga mencakup segi kualitas, seperti penigkatan mutu fisik dan nonfisiknya. Jadi, kebijaksanaan pengendalian jumlah penduduk perlu kita laksanakan. Dalam hal ini progam kebijaksanaan pengendalian tingkat kelahiran melalui progam Keluarga Berencana. Di samping itu, dikembangkan pula kebijaksanaan peningkatan kualitas penduduk, baik dalam makna fisik maupun non-fisiknya, dengan tujuan agar faktor kependudukan Indonesia berubah dari beban menjadi pendorong pembangunan. Syarat Utama Pembangunan Kualitas Manusia dan Kualitas Masyarakat Sebagaimana tadi saya katakan, salah satu sarana yang harus dibina dalam upaya mengingkatkan kualitas manusia masyarakat Indonesia adalah pendidikan, yang di samping ditujukan untuk membentuk kepribadian, juga menjamin penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk dapat mendidik tenaga potensial, terlebih dahulu diupayakan agar perumbuhan fisik dan mental anak-anak berlangsung dengan baik, dalam arti sejak dini memeperhatikan status gizinya, dan pemeliharaan kehidupan keluarga yang tentrame dengan sedini mungkin juga menanamkan pendidikan dan kehidupan beragama kedalam kehidupan diri anak. Menanamkan kebiasaan melaksanakan kehidupan beragama dalam diri anak sedini mungkin, merupakan goresan “huruf-huruf pertama” dari karakter pribadi seorang anak di atas “kertas” jiwanya. Ilmu pengetahuan dan teknologi memang merupakan perangkat pokok dari kebudayaan, untuk penguasaannya diperlukan proses pendidikan. Proses pendidikan itu sendiri terjadi dalam dunia pendidikan, baik pendidikan dasar dan menengah maupun dalam pendidikan tinggi yang dilaksanakan oleh institusiinstitusi pendidikan baik negeri maupun swasta. Perguruan tinggi swasta sebagai citra pemerintah dibina berdasarkan asas (Pola tunggal pembinaan) yang sama seperti perguruan tinggi negeri. Patut kita camkan bahwa perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah dan yang diselenggarakan oleh masyarakat merupakan satu kesatuan integral yang perlu kita gerakkan untuk mencapai sasaran pembangunan pendidikan tinggi, sesuai
kebijakan nasional. Dalam kaitan ini pembinaan masa depan perguruan tinggi diarahkan pada tiga sasaran pokok yaitu: 1. Meningkatkan mutu pendidikan. 2. Memperhatikan masa depan mahasiswa yang kita pertaruhkan sebagai penerus perjuangan dan kemajuan bangsa dan negara 3. Mewujudkan kewibawaan perguruan tinggi sebagai pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang didambakan oleh masyarakat. Kehadiran Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Qomaruddin Bungah Gresik di tengah-tengah kiprahnya pembangunan nasioanal saat ini merupakan salah satu sarana dan wahana bagi bangsa Indonesia untuk berperan serta dalam proses akselerasi dalam pencapaian tujuan pembangunan melalui pendekatan pendidikan yang konsepsional, di mana peluang-peluang bagi pendalaman dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terbuka luas, sejalan dengan pemenuhan tuntutan kebutuhan tenaga terampil berbagai sektor pengembangan. Namun tentunya dengan tetap mengacu pada pola dan kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah sebagaimana yang saya sebutkan di atas. Saudara-saudara para mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Qomaruddin, sebagai generasi penerus bangsa mempunyai kesempatan luas untuk mempersiapkan diri sebaik-baiknya dengan menggali dan memperolaeh ilmu pengetahuan di kampus ini dengan memanfaatkan segala fasilitas yang tersedia, dan memanfaatkan waktu seefisien mungkin. Saudara-saudara sebenarnya harus benar-benar lebih merasa beruntung karena di samping saudarasaudara akan dapat menggali, membina, mendalami dan meneliti ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditawarkan ataupun dipilih oleh masing-masing sesuai dengan bakat dan kemampuan, tetapi juga secara implisit saudara-saudara dapat mendalami ilmu pengetahuan keagamaan, sesuai dengan nama lembaga ini STAI Qomaruddin, tentunya akan dapat mendalami agama Islam dengan sebaikbaiknya. Pembinaan STAI Qomaruddin ini dilakukan oleh Kopertais dan Departemen Agama. Penyelenggaraan suatu sistem pendidikan nasional yang mampu menghasilkan manusia yang berkualitas, dalam arti memiliki kepribadian yang mandiri, kemampuan profesional, dan wawasan kebangsaan, bukan hanya mungkin terpelihara kelangsungannya jika didukung oleh suasana kehidupan politik yanga stabil/dinamis, susana kehidupan ekonomi yang sehat dan menjamin peningkatan kesejahteraan rakyat secara merata, dan suasana budaya keterbukaan yang dinamis dan bertanggung jawab bagi kreativitas dan perubahan, tetapi juga dengan dibekali keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Pengamalan pancasila didalam kehidupan politik, ekonomi dan kebudayaan, harus dapat kita wujudkan secara luas dan konsisten, sehingga nilai-nilai yang kita tanamkan melalui forum pendidikan formal itu dapat dikomunikasikan dan dikembangkan lebih jauh di dalam praktik kemasyarakatan. Dengan demikian antara nilai-nilai ideal yang kita bina di sektor pendidikan dengan nilai-nilai yang secara nyata hidup dalam masyarakat dapat dihindarkan. Penutup Perjalanan yang kita lalui di dalam upaya mewujudkan cita-cita perjuangan kita untuk kurun waktu 25 tahun mendatang akan dihadapkan pada masalah-masalah yang bersifat majemuk dan kompleks. Karena itu, pemupukan rasa persatuan dan kesatuan bangsa tetap merupakan faktor mutlak. Apalagi
karena kualitas manusia dan kualitas masyarakat itu juga akan diisi oleh kecenderungan profesionalisme dan spesialisasi, yang di dalamnya dapat terkandung bibit-bibit disintegrasi dan individualisme. Untuk menghadapinya diperlukan pendekatan kultural yang dipadukan secara harmonis, dengan peningkatan kehidupan beragama dengan keimmanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Kita insya Allah akan mewujudkan kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang mampu mengatasi segala permasalahan yang kita hadapi, dengan tetap bertumpu pada wawasan kebangsaan, wawasan nusantara, persatuan dan kesatuan, kemajuan dan demokrasi. Itulah pokok-pokok pikiran yang dapat saya sampaikan tentang kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang kita cita-citakan.
DAFTAR PUSTAKA Alfian. Tingkah Laku Politik dan Masalah Integrasi Nasional di Indonesia. (Ulasan buku R. Williem Liddle Etynechity), sinar Darussalam. No, 55. 1974 Daien Indra Kusuma, Amir, Evaluasi Pendidikan, Lembaga Penerbitan IKIP Malang, Malang, 1979. Derajat, Zakiyah, Ilmu Agama Bulan Bintang, Jakarta, 1973 Gerungan, W.A. Psychology Sosial, Pt. Eresco. Bandung, Jakarta, Tanpa Tahun Gazali, M.A, Sekolah dan Masyarakat, Ganaco NV. Bandung, 1978 Koncoroningrat, Aneka Warna Manusia dan Kebudayaan Indonesia Dalam pembangunan, Indonesia Jembatan, Jakarta. 1971 ___________, kecurigaan adalah Hambatan bagi Integrasi, Pisma, No. 8 LP3ES, Jakarta, 1976 ___________, Metode-metode Penelitian Masyarakat. PT. Gramedia, Jakarta. 1977 Soeryosumantri, Jujun, Keguruan PPBS dan Contoh Penerapannya dalam Pengembangan Pendidikan Tinggi di Indonesia, BP3K, Jakarta, 1975 Siswojo, Sistem Planning, IKIP, Jakarta, 1975