PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET
SAMSURIZAL
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peran Transformasi Tustin pada Ruang Kontinu dan Ruang Diskret adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2009 Samsurizal NIM G551070131
ABSTRACT SAMSURIZAL. The Role of Tustin Transformation in Continuous and DiscreteTime Systems. Under supervision of TONI BAKHTIAR and NUR ALIATININGTYAS. This thesis studies the role of the so-called Tustin transformation. The continuous-time system can be discretized into that discrete-time system, and viceversa. Tustin transformation is one of the methods that can be used to change continuous into a discrete-time system. It is well-known that the stability region of continuous-time system is located in the left-hand-side of the complex space, while that of the discrete-time system is laid in the unit circle. In this thesis, we demonstrate that Tustin transformation can be exploited in analyzing both of the stability regions. We also derive several corresponding properties of the continuous and discrete-time domain by exploiting Tustin transformation. Keywords: continuous-time systems, discrete-time systems, Tustin transformation, stability region.
RINGKASAN SAMSURIZAL. Peran Transformasi Tustin pada Ruang Kontinu dan Ruang Diskret. Dibimbing oleh TONI BAKHTIAR dan NUR ALIATININGTYAS. Sistem ruang waktu terdiri dari dua bagian, yaitu: sistem ruang kontinu dan sistem ruang diskret. Sistem ruang kontinu dinyatakan dalam persamaan diferensial, sedangkan sistem ruang diskret dinyatakan dalam persamaan beda. Secara umum, solusi dari persamaan diferensial dan persamaan beda lebih sulit ditemukan daripada solusi persamaan aljabar. Oleh karena itu, biasanya persamaan diferensial dan persamaan beda ditransformasikan menjadi fungsi rasional yang merupakan bentuk khusus dari fungsi aljabar. Transformasi Laplace adalah suatu metode yang bermanfaat untuk menemukan penyelesaian dari suatu persamaan diferensial secara lebih mudah, yaitu dengan cara mengubah bentuk suatu persamaan diferensial dalam peubah waktu kontinu menjadi suatu persamaan aljabar dalam peubah kompleks. Persamaan aljabar ini selanjutnya dinyatakan dalam ekspresi fungsi rasional. Sehingga ekspresi fungsi hasil transformasi Laplace disebut juga fungsi transfer atau fungsi alih. Fungsi alih sistem persamaan linear parameter konstan didefinisikan sebagai perbandingan dari transformasi Laplace keluaran (fungsi respon) dan transformasi Laplace masukan (fungsi penggerak) dengan menganggap semua nilai awal adalah nol. Dari fungsi alih tersebut didefinisikan zeros sebagai akar-akar dari persamaan transformasi Laplace keluaran dan poles sebagai akar-akar dari persamaan transformasi Laplace masukan. Poles dikatakan stabil, jika terletak di sebelah kiri sumbu khayal pada bidang s dan selainnya poles dikatakan takstabil. Demikian juga dengan zeros, jika terletak di sebelah kiri sumbu khayal pada bidang s, maka mempunyai fase minimum, selainnya zeros mempunyai fase tidak minimum. Metode lainnya yang bermanfaat untuk mengubah suatu persamaan adalah transformasi–Z. Transformasi–Z dapat mengubah suatu persamaan beda dalam peubah waktu diskret menjadi suatu persamaan aljabar dalam peubah kompleks. Ekspresi hasil fungsi transformasi–Z juga sering dinyatakan dalam bentuk fungsi rasional. Pada fungsi tersebut akar-akar dari pembilang dinamakan zeros dan akarakar dari penyebut disebut poles. Sistem diskret dikatakan stabil, jika poles terletak di dalam lingkaran satuan terbuka dengan pusat titik asal pada bidang z dan selainnya poles dikatakan takstabil. Suatu sistem kontinu dapat didiskretkan sehingga menjadi suatu sistem diskret, demikian juga sebaliknya. Transformasi Tustin adalah salah satu metode yang digunakan untuk mengubah sistem kontinu menjadi sistem diskret. Penelitian ini mengkaji peran transformasi Tustin dalam proses transformasi dari sistem kontinu ke sistem diskret. Dua topik yang menjadi pusat perhatian adalah masalah transformasi daerah kestabilan sistem dan transformasi beberapa sifat yang berlaku di ruang kontinu dan diskret. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah kestabilan sistem ruang kontinu terletak di sebelah kiri sumbu khayal pada bidang s, sedangkan daerah kestabilan sistem ruang diskret terletak di dalam lingkaran satuan terbuka pada bidang z. Dari penelitian ini pun diperoleh hasil bahwa transformasi Tustin dapat mentransformasikan daerah kestabilan sistem ruang kontinu yang terletak di
sebelah kiri sumbu khayal pada bidang s kepada daerah kestabilan sistem ruang diskret yang terletak di dalam lingkaran satuan terbuka dengan pusat titik asal pada bidang z. Peran transformasi Tustin yang lain adalah diperoleh hasil padanan Teorema Redaman Integral Bode, Akibat Redaman Integral Bode, dan Teorema Integral Bode di ruang diskret. Sedangkan di ruang kontinu diperoleh padanan Teorema Poisson–Jensen. Kata-kata kunci: sistem waktu kontinu, sistem waktu diskret, transformasi Tustin, daerah kestabilan.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1.
2.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET
SAMSURIZAL
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Matematika Terapan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Jaharuddin, M.Si.
Judul Tesis Nama NIM
: Peran Transformasi Tustin pada Ruang Kontinu dan Ruang Diskret : Samsurizal : G551070131
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc. Ketua
Dra. Nur Aliatiningtyas, M.Si. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Matematika Terapan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian: 18 Agustus 2009
Tanggal Lulus: 24 Agustus 2009
Kupersembahkan untuk yang tercinta Rima Susiana dan yang tersayang Athiyyah Riri Syahfitri serta Adithiya Darma Dzakwan.
PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. yang telah memberikan nikmat, rahmat dan karunia sehingga tesis yang berjudul Peran Transformasi Tustin pada Ruang Kontinu dan Ruang Diskret dapat diselesaikan pada waktunya. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat: (1) Departemen Agama RI yang telah memberikan tugas belajar di Sekolah Pascasarjana pada Institut Pertanian Bogor periode 2007-2009; (2) Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S. selaku Dekan Sekolah Pascasarjana IPB; (3) Dr. Berlian Setiawaty, M.S. dan Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S. berturutturut selaku Ketua Departemen Matematika FMIPA IPB dan Ketua Program Studi Matematika Terapan Sekolah Pascasarjana IPB; (4) Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc., dan Dra. Nur Aliatiningtyas, M.Si. selaku penguji dan komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan saran; (5) Dr. Jaharuddin, M.Si. selaku penguji di luar komisi pembimbing; (6) Dosen-dosen dan staf administrasi Departemen Matematika FMIPA IPB; (7) Kepala MAN 1 Bandar Lampung beserta pendidik dan tenaga kependidikan; (8) Rekan-rekan BUD Departemen Agama RI pada Sekolah Pascasarjana IPB periode 2007-2009; Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada yang mulia kedua ibunda, yang tercinta isteri dan anak-anak yang senantiasa memberikan dukungan serta do’a untuk keberhasilan penulis. Semoga tesis ini dapat bermanfaat. Amin.
Bogor, Agustus 2009 Samsurizal
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan Sumatera Utara pada tanggal 7 November 1968, merupakan anak pertama dari lima bersaudara pasangan ayahanda Raffiudin dan ibunda Natilah. Pendidikan yang pernah ditempuh penulis: SDN 40 Inpres Tanjungkarang, lulus tahun 1982; SMPN 5 Tanjungkarang, lulus tahun 1985; SMAN 2 Tanjungkarang, lulus tahun 1988. Pendidikan tingkat sarjana ditempuh di program studi Pendidikan Matematika jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, lulus tahun 1993. Dan sejak tahun 2007, penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan studi Program Magister pada program studi Matematika Terapan Sekolah Pascasarjana IPB melalui beasiswa Departemen Pendidikan Agama Republik Indonesia. Penulis pernah bekerja sebagai staf pendidik di SMTI Tanjungkarang mengajar bidang studi Aljabar dan Kalkulus (tahun 1990–1994), staf pengajar Matematika di Lembaga Pendidikan Primagama Cabang Bandar Lampung (tahun 1994–2002), staf pengajar Matematika di Lembaga Pendidikan Prima Quantum (tahun 2002–sekarang) dan staf pendidik di MAN 1 Bandar Lampung mengajar bidang studi Matematika (tahun 1997–sekarang). Penulis pernah mengikuti pelatihan, antara lain: Pelatihan Aktualisasi Guru Bidang Studi Matematika Provinsi Lampung (tahun 2002), pelatihan Komputer EMIS dalam rangka Mendukung Pengajaran Kreatif (tahun 2003), Pelatihan Sosialisai Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Eksakta (tahun 2004), pelatihan Guru Bina MAN Model Se-Indonesia (tahun 2004), dan Workshop Penyusunan Madrasah Development and Investment Plan (tahun 2006).
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. I
xiv
PENDAHULUAN .................................................................................. 1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................. 1.3 Metode Penelitian ............................................................................
1 1 1 2
II LANDASAN TEORI ............................................................................ 2.1 Peubah Kompleks dan Fungsi Kompleks ........................................ 2.2 Fungsi Analitik ................................................................................ 2.3 Transformasi Laplace ...................................................................... 2.4 Fungsi Alih, Zeros, dan Poles Sistem Kontinu ................................ 2.5 Kestabilan Sistem Kontinu .............................................................. 2.6 Transformasi–Z ........................................................................ ....... 2.7 Fungsi Alih, Zero dan Pole Sistem Diskret ..................................... 2.8 Kestabilan Sistem Diskret ............................................................... 2.3 Transformasi Möbius ......................................................................
3 3 3 4 5 6 7 8 8 9
III TRANSFORMASI ............................................................................... 3.1 Transformasi Bilinear ..................................................................... 3.2 Transformasi Tustin ........................................................................
10 10 13
IV DAERAH KESTABILAN SISTEM ................................................... 4.1 Fungsi Alih Sistem Kontinu ........................................................... 4.2 Kestabilan Sistem Kontinu ............................................................. 4.3 Fungsi Alih Sistem Diskret ............................................................ 4.4 Kestabilan Sistem Diskret .............................................................. 4.5 Transformasi Daerah Kestabilan Sistem ........................................
14 14 20 21 23 24
V
PADANAN TEOREMA ..................................................................... 5.1. Padanan Teorema di Ruang Diskret .............................................. 5.2. Padanan Teorema di Ruang Kontinu .............................................
26 26 34
VI SIMPULAN .........................................................................................
37
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
38
LAMPIRAN ................................................................................................
39
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Daerah pada bidang z dengan |z| < 1 ...................................................
11
2
Pemetaan s = T ( z ) =
j+z .................................................................. j−z
11
3
Daerah pada bidang s dengan Im(s) > 0 .............................................
12
4
Pemetaan z = T ( s) =
j−s ................................................................. j+s
13
5
Daerah pada bidang z dengan |z| > 1 ...................................................
14
6
Pemetaan s = T ( z ) =
z −1 ................................................................... z +1
14
7
Daerah kestabilan sistem kontinu ......................................................
21
8
Daerah kestabilan sistem diskret .......................................................
23
9
Daerah pada bidang s dengan Re(s) < 0 .............................................
24
10
Transformasi daerah kestabilan ..........................................................
25
11
Grafik fungsi LHS1 (o) dan RHS1 (x) .................................................
29
12
Grafik fungsi LHS2 (o) dan RHS2 (x) .................................................
32
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Transformasi Laplace beberapa fungsi sederhana ...............................
40
2
Transformasi –Z beberapa fungsi sederhana ........................................
41
3
Notasi dan makna suatu domain ............................................................
42
4
Bukti Teorema 1 ....................................................................................
43
5
Bukti Teorema 2 ....................................................................................
45
6
Penurunan padanan Teorema Redaman Integral Bode di ruang diskret
48
7
Penurunan padanan Akibat Redaman Integral Bode di ruang diskret ..
51
8
Penurunan padanan Teorema Integral Bode di ruang diskret ................
54
9
Penurunan padanan Teorema Poisson-Jensen di ruang kontinu ............
57
10 Beberapa ilustrasi penggunaan padanan Teorema ..................................
61
11 Beberapa program perhitungan dan pembuatan grafik dengan software Mathematica ...........................................................................................
67
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem ruang waktu terdiri dari dua bagian, yaitu: sistem ruang kontinu dan sistem ruang diskret. Sistem ruang kontinu dinyatakan dalam persamaan diferensial, sedangkan sistem ruang diskret dinyatakan dalam persamaan beda. Secara umum, solusi dari persamaan diferensial dan persamaan beda lebih sulit ditemukan daripada solusi persamaan aljabar. Analisis kualitatif terhadap persamaan diferensial dan persamaan beda pun sulit dilakukan. Oleh karena itu, biasanya persamaan diferensial dan persamaan beda ditransformasikan menjadi fungsi rasional yang merupakan bentuk khusus dari fungsi aljabar. Transformasi Laplace adalah suatu metode yang mentransformasikan persamaan diferensial menjadi fungsi rasional, sedangkan untuk mentransformasikan persamaan beda menjadi fungsi rasional digunakan transformasi–Z. Suatu sistem kontinu dapat didiskretkan sehingga menjadi sistem diskret, demikian juga sebaliknya. Beberapa metode yang dapat digunakan dalam proses diskretisasi, antara lain: zero order hold (ZOH), first order hold (FOH), matched pole-zero, backward difference, atau bilinear transformation (Adam et al. 2003). Transformasi bilinear yang sering disebut transformasi Tustin adalah salah satu metode yang akan diteliti perannya dalam proses diskretisasi. Dalam desain IIR (Infinite Impulse Response), pendekatan transformasi Tustin sering sekali digunakan. Desain ini dimulai dengan fungsi transfer analog filter dan menyajikannya dalam pemetaan domain s ke domain z (Tung 2003). Dalam optimisasi, meskipun metode yang digunakan dalam pembahasan-pembahasan sering disajikan untuk sistem waktu kontinu tetapi dengan transformasi Tustin (bilinear) dapat juga diterapkan suatu algoritma optimisasi H2 untuk sistem waktu diskret (Megretski 2004). Penelitian ini akan mengkaji sejauh mana peran transformasi Tustin dalam proses transformasi dari sistem kontinu ke sistem diskret. Dua topik yang menjadi pusat perhatian adalah masalah transformasi daerah kestabilan sistem dan transformasi beberapa sifat yang berlaku di ruang kontinu dan diskret.
2
1.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut: (1) menunjukkan daerah kestabilan sistem ruang kontinu dan daerah kestabilan sistem ruang diskret; (2) menunjukkan peran transformasi Tustin dalam mentransformasikan daerah kestabilan dari sistem ruang kontinu kepada sistem ruang diskret; (3) menurunkan beberapa sifat yang berlaku di ruang kontinu ke ruang diskret dengan menggunakan transformasi Tustin, dan sebaliknya. 1.3 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi pustaka dengan langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut: (1) akan ditunjukkan bahwa daerah kestabilan sistem ruang kontinu terletak di sebelah kiri sumbu khayal pada bidang s; (2) akan ditunjukkan bahwa pada sistem ruang diskret, daerah kestabilannya terletak di dalam lingkaran satuan terbuka dengan pusat titik asal bidang z; (3) akan diperiksa apakah transformasi Tustin dapat mentransformasikan daerah kestabilan sistem ruang kontinu kepada daerah kestabilan sistem ruang diskret; (4) akan diturunkan padanan beberapa sifat yang berlaku di ruang diskret dari sifat-sifat yang berlaku di ruang kontinu dengan menggunakan transformasi Tustin, dan sebaliknya. Adapun sifat-sifat yang akan dicari padanannya adalah Teorema Redaman Integral Bode, Akibat Redaman Integral Bode, Teorema Integral Bode, dan Teorema Poisson–Jensen.
3
II LANDASAN TEORI 2.1 Peubah Kompleks dan Fungsi Kompleks Sebuah bilangan kompleks dapat dinyatakan dalam bentuk z = x + jy,
(2.1)
dengan x dan y adalah bilangan-bilangan real dan j = − 1 . Bilangan x disebut bagian real dari z dan ditulis x = Re(z),
(2.2)
dan bilangan y disebut bagian imajiner dari z dan ditulis y = Im(z).
(2.3)
Konjugat dari bilangan kompleks z = x + jy adalah z = x − jy .
(2.4)
Dalam bentuk polar, z = x + jy dapat dinyatakan sebagai z = |z| (cos θ + sin θ) = |z| e jθ.
(2.5)
(Fisher 1990). Jika bagian real dan/atau bagian imajiner dari bilangan kompleks terdiri dari peubah-peubah, maka bilangan kompleks disebut suatu peubah kompleks. Pada transformasi Laplace, notasi s menyatakan sebuah peubah kompleks, yaitu s = σ + jω
(2.6)
dengan σ bagian real, ω bagian imajiner (Ogata 1997). Sebuah fungsi kompleks F(s) adalah suatu fungsi dari s yang mempunyai bagian real dan bagian imajiner, atau F ( s ) = Fx + jFy
(2.7)
dengan Fx dan Fy adalah kuantitas-kuantitas real (Ogata 1997). 2.2 Fungsi Analitik Definisi 1 Suatu fungsi dari peubah kompleks z adalah analitik pada titik z0, jika fungsi tersebut turunannya ada, tidak hanya pada titik z0, tetapi pada setiap titik z di sekitar z0. Suatu fungsi adalah analitik di daerah R, jika fungsi tersebut analitik pada setiap titik di dalam R (Curchill & Brown 1990).
4
2.3 Transformasi Laplace Transformasi Laplace adalah suatu metode yang bermanfaat untuk menemukan penyelesaian dari suatu persamaan diferensial dengan lebih mudah, yaitu dengan cara mengubah bentuk suatu persamaan diferensial menjadi suatu persamaan aljabar dalam peubah kompleks. Definisi 2 Misalkan f adalah suatu fungsi dari waktu t sedemikian sehingga f(t) = 0 untuk t < 0, dan s adalah suatu peubah kompleks, maka transformasi
Laplace dari f(t) didefinisikan: ∞
L { f (t )} = F ( s ) = e − st f (t ) dt .
∫
(2.8)
0
Transformasi Laplace suatu fungsi f(t) dikatakan ada, jika integral (2.8) konvergen untuk suatu nilai s, jika tidak demikian maka transformasi Laplace dikatakan tidak ada (Ogata 1997). Definisi 3 (Kontinuitas Sebagian-Sebagian) Suatu fungsi f dari t dikatakan kontinu sebagian-sebagian pada interval [a ,b] , jika: (i) interval
[a ,b]
dapat dibagi menjadi subinterval-subinterval berhingga
banyaknya yang menyebabkan f (t ) kontinu pada subinterval-subinterval tersebut, (ii) limit kiri dan limit kanan dari f (t ) pada setiap ujung subinterval bernilai hingga (Andrews 1991). Definisi 4 (Terbatas Eksponensial) Suatu fungsi f mempunyai eksponen berorder α, jika terdapat konstanta M > 0 dan α sedemikian sehingga untuk beberapa t0 ≥ 0 , berlaku f (t ) ≤ Meα t ; t ≥ t0 .
(Schiff 1999).
5
Sifat-sifat transformasi Laplace
(1) Sifat linear. Jika L { f1 (t )} = F1 ( s ) dan L { f 2 (t )} = F2 ( s ) , maka untuk suatu konstanta c1 dan c2 berlaku: L {c1 f1 (t ) + c2 f 2 (t )} = c1F1 ( s ) + c2 F2 ( s ) .
(2.9)
(2) Sifat pergeseran. Jika L
{ f (t )} = F ( s ) , maka berlaku: L {eat f (t )} = F (s − a) .
(2.10)
(3) Transformasi Laplace dari turunan fungsi. Jika f (t ), f& (t ), &f&(t ) adalah
fungsi-fungsi
yang
kontinu
dan terbatas
eksponensial, maka berlaku:
dan Secara
umum,
L { f& (t )} = sF ( s) − f (0) ,
(2.11)
L { &f&(t )} = s 2 F ( s ) − sf (0) − f& (0) .
(2.12)
jika
f (t ),
df (t ) d 2 f (t ) d ( n −1) f (t ) d n f (t ) , , , , K dt dt 2 dt ( n −1) dt n
adalah
fungsi-fungsi yang kontinu dan terbatas eksponensial, maka berlaku: ⎧⎪ d n f (t ) ⎫⎪ df (0) d n − 2 f (0) d n −1 f (0) = s n F ( s ) − s n −1 f (0) − s n − 2 −L− s − L ⎨ n ⎬ dt ⎪⎩ dt ⎪⎭ dt n − 2 dt n −1
dengan F ( s ) = L
(2.13)
{ f (t )}.
(4) Transformasi Laplace dari integral fungsi. Jika L
{ f (t )} = F ( s ) , maka: ⎧t ⎫ F ( s) ⎪ ⎪ . L ⎨ f (u ) du ⎬ = s ⎪⎩ 0 ⎪⎭
∫
(2.14)
(Ogata 1997). 2.4 Fungsi Alih, Zeros, dan Poles Sistem Kontinu
Kegunaan dari transformasi Laplace adalah mengubah suatu persamaan diferensial menjadi suatu persamaan aljabar. Persamaan aljabar ini selanjutnya dinyatakan dalam ekspresi fungsi rasional. Sehingga ekspresi fungsi hasil
6
transformasi Laplace disebut juga fungsi transfer atau fungsi alih. Fungsi alih sistem persamaan linear parameter konstan didefinisikan sebagai perbandingan dari transformasi Laplace keluaran (fungsi respon) dan transformasi Laplace masukan (fungsi penggerak) dengan menganggap semua nilai awal adalah nol, dinyatakan dalam bentuk: H (s) =
Y ( s ) b0 s m + b1s m −1 + L + bm −1s + bm = n ; n≥m U (s) s + a1s n −1 + L + an −1s + an
(2.15)
dengan Y(s) dan U(s) tidak memiliki faktor persekutuan (Ogata 1997). Jika pembilang (numerator) dan penyebut (denominator) dari H(s) pada persamaan (2.15) masing-masing difaktorkan, serta keduanya tidak memiliki faktor persekutuan (coprime), maka persamaan tersebut dapat diubah menjadi
H (s) =
Y ( s) K ( s − z1)( s − z2 )L( s − zm ) = ; dengan n ≥ m . U ( s) ( s − p1)( s − p 2 )L( s − pn )
(2.16)
Zeros dan poles berturut-turut didefinisikan sebagai akar-akar dari persamaan Y(s) = 0 dan U(s) = 0. Sehingga s = zi dengan i = 1,2, …, m disebut zeros dari H(s), dan s = pi dengan i = 1,2, …, n disebut poles dari H(s). Jika Re(pi) < 0, maka poles dikatakan stabil, dan selainnya poles dikatakan takstabil. Jika Re(zi) < 0, maka zeros mempunyai fase minimum, dan selainnya zeros mempunyai fase tidak minimum (Seron et al. 1997). 2.5 Kestabilan Sistem Kontinu
Diberikan sistem persamaan linear fungsi masukan dan fungsi keluaran sebagai berikut:
x& (t ) = Ax(t ) + Bu(t )
(2.17)
y(t ) = Cx(t ) + Du(t ) .
(2.18)
Sistem persamaan (2.16) dan (2.17) dapat ditulis dalam simbol ∑ = ( A, B, C , D) dengan A ∈ R nxn , B ∈ R nxm , C ∈ R rxn , dan D ∈ R rxm . Adapun x ∈ R n adalah state dari sistem, u ∈ Rm adalah fungsi masukan (input), dan y ∈ R r adalah fungsi keluaran (output).
7 Definisi 5 Suatu sistem persamaan linear ∑ = ( A, B, C , D) adalah
(1) stabil, jika lim sup x(t ) < ∞ t →∞
untuk setiap penyelesaian x(t) dari x&(t ) = Ax(t ) ; (2) stabil asimtotik, jika lim x(t ) < 0 t →∞
untuk setiap penyelesaian x(t) dari x& (t ) = Ax(t ) ; (3) takstabil, jika sistem tidak stabil (Lewis 2004). Sistem
∑ = ( A, B, C, D) dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi alih berikut H (s) =
Y (s) = C ( sI − A)−1 B + D U ( s)
(2.19)
dengan U(s) menyatakan fungsi masukan dan Y(s) menyatakan fungsi keluaran. 2.6 Transformasi–Z
Seperti halnya transformasi Laplace, transformasi–Z pun merupakan suatu metode yang bermanfaat untuk mengubah suatu persamaan. Transformasi–Z mengubah suatu persamaan beda dalam peubah waktu diskret menjadi suatu persamaan aljabar dalam peubah kompleks. Definisi 6 (Transformasi–Z Dua Sisi).
Transformasi–Z dari barisan bilangan x(k) dengan k = 0, ±1, ±2, ... didefinisikan: ∞
X ( z ) = Z ( x( k ) ) = ∑ x(k ) z − k . k = −∞
(2.20)
(Ogata 1995). Sifat-sifat transformasi–Z
Misalkan x(k) dapat ditransformasi–Z kan dan x(k) = 0 untuk k = –1, –2, …. (1) Sifat linear. Misalkan x(k) dapat dibentuk oleh kombinasi linear x(k) = c1 f1 (k) + c2 f2(k). Jika F1(z) dan F2(z) berturut-turut adalah transformasi–Z dari f1(k) dan f2(k), serta c1 dan c2 adalah skalar, maka transformasi–Z dari x(k) adalah X(z) = c1 F1(z) + c2 F2(z).
(2.21)
8
(2) Perkalian dengan ak. Jika X (z ) adalah transformasi–Z dari x (k ) , maka:
(
)
⎛z⎞ ⎝a⎠
Z a k x(k ) = X ⎜ ⎟ .
(2.22)
(3) Teorema pergeseran. Jika X (z ) adalah transformasi–Z dari x (k ) dan k = 0,1, 2,L, maka:
Z (x ( k − n) ) = z − n X ( z )
(2.23)
⎛
n −1
⎞
⎝
k =0
⎠
Z (x( k + n) ) = z n ⎜⎜ X ( z ) − ∑ x( k ) z − k ⎟⎟ .
dan
(2.24)
(Ogata 1995). 2.7 Fungsi Alih, Zeros, dan Poles Sistem Diskret
Seperti hasil fungsi pada transformasi Laplace, ekspresi hasil fungsi transformasi–Z juga sering dinyatakan dalam bentuk fungsi rasional berikut: b z m + b1 z m −1 + L + bm −1 z + bm H d ( z) = 0 n ; n≥m z + a1 z n −1 + L + an −1 z + an
(2.25)
(Seron et al. 1997). Pada persamaan (2.25) akar-akar dari pembilang dinamakan zeros dan akarakar dari penyebut disebut poles. 2.8 Kestabilan Sistem Diskret
Diberikan suatu persamaan beda P
∑
k =0
Q
Ak yk + n =
∑ Bk uk + n , n = 0,1, 2,L .
(2.26)
k =0
P dan Q adalah bilangan-bilangan bulat tak negatif; A0, …, AP dan B0, …, BQ adalah bilangan-bilangan real atau kompleks. Barisan-barisan bilangan {uk} dan {yk} berturut-turut disebut fungsi masukan (input) dan fungsi keluaran (output) sistem. Adapun y0, …, yP–1 adalah syarat awal yang ditentukan (Fisher 1990). Dengan asumsi bahwa syarat awal adalah nol, yaitu y0, …, yP–1 = 0, masukan (input) untuk u0, …, uQ–1 = 0, dan P ≥ Q maka bentuk eksplisit transformasi–Z dari persamaan (2.26) adalah
9
Yd(z) = Hd(z)Ud(z) H d (z ) =
dengan
∑Qk= 0 Bk z k ∞ f k . = ∑ ∑ kP= 0 Ak z k k = 0 z k
(2.27) (2.28)
(Fisher 1990). Definisi 7 Diberikan sistem persamaan linear fungsi masukan {uj} dan fungsi
keluaran {yn} sebagai berikut: yn =
n
∑ f k un − k .
(2.29)
k =0
Sistem persamaan linear ini adalah stabil, jika diberikan fungsi masukan yang terbatas menghasilkan fungsi keluaran yang terbatas juga (Fisher 1990). 2.9 Transformasi Möbius Definisi 8 Suatu transformasi
az + b ; (ad ≠ bc) (2.30) cz + d dengan a, b, c, dan d adalah bilangan-bilangan kompleks disebut transformasi s = T ( z) =
pecahan linear atau dikenal dengan transformasi Möbius (Churchill & Brown 1990).
10
III TRANSFORMASI 3.1 Transformasi Bilinear
Dari persamaan (2.30), yaitu s = T ( z ) =
az + b d ; (ad ≠ bc). Jika z ≠ − , cz + d c
maka persamaan tersebut dapat dikalikan dengan cz + d, sehingga diperoleh czs + ds = az + b.
Selanjutnya persamaan di atas, dikurangkan dengan az + b, maka diperoleh czs – az + ds – b = 0.
Dengan memisalkan A = c, B = –a, C = d, dan D = –b, maka persamaan (2.30) dapat ditulis dalam bentuk Azs + Bz + Cs + D = 0; (AD ≠ BC).
(3.1)
Jadi persamaan (2.30) dapat ditulis dalam bentuk persamaan (3.1), demikian juga sebaliknya. Karena bentuk persamaan (3.1) adalah linear dalam z dan s, maka transformasi pecahan linear atau transformasi Möbius disebut juga transformasi bilinear. Sebagai ilustrasi akan ditunjukkan bahwa s = T ( z ) = = {z ∈ : |z| < 1} pada daerah
daerah
s = T ( z) =
+
= {s ∈ : Re(s) > 0}. Transformasi
j+z adalah transformasi Möbius dengan a = 1, b = j, c = –1, dan j−z
d = j. Untuk menunjukkan bahwa daerah
daerah
+
j+z memetakan j−z
= {z ∈ : |z| < 1} dipetakan pada
= {s ∈ : Re(s) > 0} oleh s = T ( z ) =
invers dari s = T (z ) , yaitu z = T −1( s) =
j+z , maka terlebih dahulu dicari j−z
j ( s − 1) . s +1
Pada Gambar 1, andaikan z adalah sembarang titik di dalam lingkaran satuan pada bidang z, maka |z| < 1. Dengan mensubstitusikan z =
j ( s − 1) , maka s +1
j ( s − 1) < 1 sehingga diperoleh s +1 j ( s − 1) < s + 1 .
(3.2)
11
Im
Bidang z ●z
1 Re
Gambar 1 Daerah pada bidang z dengan |z| < 1. Dengan mensubstitusikan s = σ + jω ke persamaan (3.2), kemudian bagian real dan bagian imajinernya dikelompokkan, maka diperoleh
− ω + j (σ − 1) < (σ + 1) + jω .
(3.3)
Selanjutnya dengan menghitung jaraknya, maka
ω 2 + (σ − 1)2 < (σ + 1)2 + ω 2 , sehingga diperoleh
σ > 0 atau Re(s) > 0.
(3.4)
Dengan demikian dapat ditunjukkan bahwa s = T ( z ) =
j+z memetakan daerah j−z = {z ∈ : |z| < 1}
di dalam lingkaran satuan terbuka dengan pusat titik asal; pada daerah di sebelah kanan sumbu khayal;
+
= {s ∈ : Re(s) > 0}, seperti
yang dapat dilihat pada Gambar 2. Im
Bidang z
1
s=
j+z j−z
jω
Bidang s
σ
Re
Gambar 2 Pemetaan s = T ( z ) =
j+z . j−z
12
Ilustrasi di atas menunjukkan pemetaan dari bidang z ke bidang s dari suatu transformasi Möbius. Berikut ini akan diberikan pula ilustrasi dari bidang s ke bidang z dari transformasi Möbius lainnya. Akan ditunjukkan bahwa z = T ( s) =
j−s memetakan daerah Im(s) > 0 pada j+s j−s adalah transformasi j+s
daerah di dalam lingkaran satuan |z| < 1. z = T ( s) =
Möbius dengan a = –1, b = j, c = 1, d = j. Untuk menunjukkan bahwa daerah Im(s) > 0 dipetakan pada daerah di dalam lingkaran satuan |z| < 1 oleh
z = T ( s) =
j−s , maka terlebih dahulu dicari invers dari z = T (s) , yaitu j+s
s = T −1( z ) =
j (1 − z ) . 1+ z jω
Bidang s ●s
σ
Gambar 3 Daerah pada bidang s dengan Im(s) > 0. Pada Gambar 3, andaikan s adalah sembarang titik di daerah Im(s) > 0, maka
ω > 0 , sehingga 2ω > −2ω . Dengan menambahkan σ 2 + ω 2 + 1 pada kedua sisi, maka diperoleh
σ 2 + (ω + 1) 2 > σ 2 + (ω − 1) 2 .
(3.5)
Persamaan (3.5) merupakan representasi jarak dari
atau
σ + j (ω + 1) > σ + j (ω − 1) .
(3.6)
(σ + jω ) + j > (σ + jω ) − j
(3.7)
Dengan mensubstitusi s = σ + jω =
j (1 − z ) ke dalam persamaan (3.7), maka 1+ z
j (1 − z ) j (1 − z ) +j > −j, 1+ z 1+ z sehingga diperoleh
z < 1.
(3.8)
13
j−s memetakan daerah di j+s
Dengan demikian dapat ditunjukkan bahwa z = T ( s) =
atas sumbu real; Im(s) > 0 pada daerah di dalam lingkaran satuan terbuka denganpusat titik asal; z < 1 , seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4. jω
Bidang s
z=
Bidang z
Im
j−s j+s
σ
1
Gambar 4 Pemetaan z = T ( s) =
Re
j−s . j+s
3.2 Transformasi Tustin
Dari persamaan 2.30, yaitu s = T ( z ) =
az + b ; (ad ≠ bc). Jika dipilih b = –1 cz + d
dan a = c = d = 1, maka transformasi Möbius menjadi
s = T ( z) =
z −1 . z +1
(3.9)
Bentuk transformasi pada persamaan (3.9) ini disebut dengan transformasi Tustin. Dengan demikian, transformasi Tustin
merupakan bentuk khusus dari
transformasi Möbius. Berikut ini akan diberikan ilustrasi dari transformasi Tustin, yaitu akan ditunjukkan bahwa s = T ( z ) =
z −1 memetakan daerah z +1
C
= {z ∈ : |z| > 1} pada
daerah + = {s ∈ : Re(s) > 0}. Untuk menunjukkan bahwa daerah
C
= {z ∈ :
|z| > 1} dipetakan pada daerah + = {s ∈ : Re(s) > 0} oleh s = T ( z ) = maka terlebih dahulu dicari invers dari z = T (s) , yaitu z = T −1( s) =
1+ s . 1− s
z −1 , z +1
14
Im
Bidang z ●z
1
Re
Gambar 5 Daerah pada bidang z dengan |z| > 1. Pada Gambar 5, andaikan z adalah sembarang titik di daerah |z| > 1.Dengan mensubstitusikan z =
1+ s 1+ s > 1 sehingga diperoleh , maka 1− s 1− s 1+ s > 1− s .
(3.10)
Dengan mensubstitusi s = σ + jω ke dalam persamaan (3.10), maka
1+
z −1 z −1 > 1− , z +1 z +1
(3.11)
z > 1.
sehingga diperoleh
(3.12)
Dengan demikian dapat ditunjukkan bahwa z = T ( s) = luar lingkaran satuan terbuka dengan pusat titik asal;
z −1 memetakan daerah di z +1 C
= {z ∈ : |z| > 1} pada
daerah di sebelah kanan sumbu khayal; + = {s ∈ : Re(s) > 0}, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 6. Im
Bidang z
1
s=
z −1 z+1
jω
Bidang s
σ
Re
Gambar 6 Pemetaan s = T ( z ) =
z −1 . z +1
15
IV DAERAH KESTABILAN SISTEM 4.1 Fungsi Alih Sistem Kontinu
Diberikan sistem persamaan linear masukan dan keluaran sebagai berikut:
x& (t ) = Ax(t ) + Bu(t )
(4.1)
y(t ) = Cx(t ) + Du(t ) .
(4.2)
Persamaan–persamaan (4.1) dan (4.2) dapat ditulis dalam simbol
∑ = ( A, B, C, D)
dengan A ∈ R nxn , B ∈ R nxm , C ∈ R rxn , dan D ∈ R rxm . Adapun x ∈ R n adalah
state dari sistem, u ∈ Rm adalah masukan (input), dan y ∈ R r adalah keluaran (output). Selanjutnya akan ditunjukkan hubungan antara sistem ∑ = ( A, B, C , D) dengan fungsi alih hasil transformasi dengan menggunakan transformasi Laplace. Dengan menggunakan sifat (1) dan sifat (3) dari transformasi Laplace, maka persamaan (4.1) dapat ditransformasi menjadi
sX (s) − x(0) = AX (s) + BU (s) . Diasumsikan bahwa syarat awal fungsi masukan, yaitu x(0) = 0, maka
sX (s) = AX (s) + BU (s) . Kemudian kita kelompokkan X(s), sehingga diperoleh
sX (s) − AX (s) = BU (s) . Agar peubah kompleks s dengan matriks A dapat dioperasikan, maka s harus dikalikan terlebih dahulu dengan matriks identitas, kemudian hasilnya dapat dikurangkan dengan matriks A, sehingga
(sI − A) X (s) = BU (s) . Selanjutnya untuk memperoleh X(s), maka invers dari sI – A dikalikan dari kiri dengan BU(s) sehingga diperoleh
X ( s) = (sI − A)−1 BU (s)
(4.3)
Adapun persamaan (4.2) dengan menggunakan sifat (1) dari transformasi Laplace dapat ditransformasi menjadi
Y (s) = CX (s) + DU (s) Dengan mensubstitusi persamaan (4.3) ke dalam persamaan (4.4), maka
(4.4)
16
Y (s) = C ( sI − A)−1 BU ( s) + DU ( s) . Kemudian U(s) dikelompokkan, maka
Y (s) = [C (sI − A)−1 B + D] U (s) sehingga diperoleh
Y (s) = C ( sI − A)−1 B + D U ( s) Misalkan H ( s ) =
Y (s) , dengan U(s) menyatakan fungsi masukan (input) dan Y(s) U (s)
menyatakan fungsi keluaran (output). Maka sistem
∑ = ( A, B, C, D) dapat
dinyatakan dalam bentuk fungsi alih berikut
H ( s ) = C ( sI − A)−1 B + D
(4.5)
Sebagai ilustrasi untuk memperoleh fungsi alih dari suatu sistem ruang kontinu, misalkan suatu sistem translasi mekanik memenuhi persamaan diferensial berikut:
m &y&(t ) + f y& (t ) + k y(t ) = x(t )
(4.6)
dengan m = massa benda, f = koefisien gesekan viskos, k = konstanta pegas. Andaikan gaya x(t) sebagai masukan dan perpindahan y(t) dari massa sebagai keluaran, serta ditentukan bahwa syarat awal sama dengan nol, sedemikian rupa sehingga y(0) = y& (0) = 0 , maka dengan menggunakan sifat (1) dan sifat (3) dari transformasi Laplace persamaan diferensial (4.6) dapat diubah menjadi persamaan aljabar berikut
m[s 2Y (s) − sy(0) − y& (0)] + f [ sY ( s) − y(0)] + kY (s) = X ( s) . Kemudian dengan mensubstitusikan syarat awal, yaitu y(0) = y& (0) = 0 , maka
ms2Y (s) + fsY ( s) + kY ( s) = X ( s) . (ms 2 + fs + k )Y ( s) = X ( s) sehingga diperoleh fungsi alih berikut
Y (s) 1 = 2 . X ( s ) ms + fs + k
(4.7)
17
Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa persamaan (4.6) dapat diubah menjadi persamaan (4.7) dengan menggunakan sistem
∑ = ( A, B, C, D) .
Pertama kita misalkan y1 = y dan y2 = y& , maka
y&1 = y2 dan y& 2 = &y& = −
1 k f y1 − y2 + x . m m m
Kemudian diubah ke dalam bentuk matriks, maka
1⎞⎛ y1 ⎞ ⎛ 0 ⎞ ⎛ y&1 ⎞ ⎛ 0 ⎟⎜ ⎟⎟ + ⎜⎜ 1 ⎟⎟ x . ⎜⎜ ⎟⎟ = ⎜⎜ k f ⎟⎜ ⎝ y& 2 ⎠ ⎝ − m − m ⎠⎝ y2 ⎠ ⎝ m ⎠ Persamaan ini dapat ditulis y& = Ay + Bx
1⎞ ⎛ 0 ⎛0⎞ ⎟ ⎜ ⎟ dengan A = ⎜⎜ k f ⎟ dan B = ⎜ 1 ⎟ . ⎝− m − m ⎠ ⎝m⎠ Selanjutnya kita misalkan bahwa fungsi keluarannya adalah: (1) jika u = y = y1, maka
⎛y ⎞ u = (1 0)⎜⎜ 1 ⎟⎟ + (0) x , ⎝ y2 ⎠ sehingga u = Cy + Dx dengan C = (1 0) dan D = (0). Jika A, B, C, dan D disubstitusi ke persamaan (4.5), maka fungsi alih dari fungsi masukan X(s) dan fungsi keluaran U(s) adalah
⎛s U ( s) = (1 0)⎜ k ⎜ X ( s) ⎝m
−1 ⎞ f ⎟ s+ m⎟ ⎠
−1
⎛0⎞ ⎜ 1 ⎟ + (0) ⎜ ⎟ ⎝m⎠
⎛ s + f 1 ⎞⎛ 0 ⎞ ⎜ ⎟⎜ ⎟ + (0) m = (1 0) f ⎜ −k ⎟⎜ 1 ⎟ k s ( s + m ) − (−1) m ⎝ m s ⎠⎝ m ⎠ 1
⎛ s + f 1 ⎞⎛ 0 ⎞ ⎜ ⎟⎜ ⎟ + (0) m = (1 0) f ⎜ −k ⎟⎜ 1 ⎟ 2 k s + m s + m ⎝ m s ⎠⎝ m ⎠ 1
⎛ s + f 1 ⎞⎛ 0 ⎞ ⎜ ⎟⎜ ⎟ + (0) m = (1 0) 2 1 ⎜ k ms + fs + k ⎝ − m s ⎟⎠⎜⎝ m ⎟⎠ m
18
⎛ ms2 + f = (1 0 )⎜ ms −+kfs +k ⎜ 2 ⎝ ms + fs +k
m ms 2 + fs + k ms ms 2 + fs + k
⎞⎛ 0 ⎞ ⎟⎜ ⎟ + (0) ⎟⎜⎝ m1 ⎟⎠ ⎠
⎛ ms + f =⎜ 2 ⎜ ms + fs + k ⎝
⎞⎛ 0 ⎞ ⎟⎜ 1 ⎟ + (0) ms 2 + fs + k ⎟⎠⎜⎝ m ⎟⎠ m
U ( s) 1 = 2 . X ( s) ms + fs + k Karena dimisalkan u = y , maka U(s) = Y(s) sehingga diperoleh fungsi alih
Y (s) 1 = 2 . X ( s) ms + fs + k (2) jika u = y& = y2 , maka
⎛y ⎞ u = (0 1)⎜⎜ 1 ⎟⎟ + (0) x , ⎝ y2 ⎠ sehingga u = Cy + Dx dengan C = (0 1) dan D = (0). Jika A, B, C, dan D disubstitusi ke persamaan (4.5), maka fungsi alih dari fungsi masukan X(s) dan fungsi keluaran U(s) adalah
⎛s U (s) = (0 1)⎜⎜ k X ( s) ⎝m
−1 ⎞ ⎟ s + mf ⎟⎠
−1
⎛0⎞ ⎜⎜ 1 ⎟⎟ + (0) ⎝m⎠
= (0 1)
⎛ s + f 1 ⎞⎛ 0 ⎞ ⎜ ⎟⎜ ⎟ + (0) m f ⎜ −k ⎟⎜ 1 ⎟ k s( s + m ) − (−1) m ⎝ m s ⎠⎝ m ⎠
= (0 1)
⎛ s + f 1 ⎞⎛ 0 ⎞ ⎜ ⎟⎜ ⎟ + (0) m f ⎜ −k ⎟⎜ 1 ⎟ 2 k s + m s + m ⎝ m s ⎠⎝ m ⎠
= (0 1)
⎛ s + f 1 ⎞⎛ 0 ⎞ ⎜ ⎟⎜ ⎟ + (0) m 1 2 ⎜ k ms + fs + k ⎝ − m s ⎟⎠⎜⎝ m ⎟⎠
1
1
m
⎛ msms2 ++fsf+k = (0 1)⎜ −k ⎜ 2 ⎝ ms + fs +k
m ms 2 + fs + k ms ms 2 + fs + k
⎞⎛ 0 ⎞ ⎟⎜ ⎟ + (0) ⎟⎜⎝ m1 ⎟⎠ ⎠
⎛ −k =⎜ 2 ⎜ ms + fs + k ⎝
⎞⎛ 0 ⎞ ⎟⎜ 1 ⎟ + (0) ms + fs + k ⎟⎠⎜⎝ m ⎟⎠
ms
2
19
U (s) s = 2 . X ( s ) ms + fs + k Karena dimisalkan u = y& , maka U(s) = sY(s), maka
sY ( s ) s = 2 X ( s ) ms + fs + k sehingga diperoleh fungsi alih
Y ( s) 1 = 2 . X ( s) ms + fs + k (3) jika u = &y& = −
⎛ k u = ⎜− ⎝ m
−
k f 1 y1 − y2 + x , maka m m m
f ⎞⎛ y1 ⎞ ⎛ 1 ⎞ ⎟⎜ ⎟ + ⎜ ⎟ x m ⎠⎜⎝ y2 ⎟⎠ ⎝ m ⎠
⎛ k Sehingga u = Cy + Dx dengan C = ⎜ − ⎝ m
−
f ⎞ ⎛1⎞ ⎟ , dan D = ⎜ ⎟ m⎠ ⎝m⎠
Jika A, B, C, dan D disubstitusi ke persamaan (4.5), maka fungsi alih dari fungsi masukan X(s) dan fungsi keluaran U(s) adalah
U (s) ⎛ k = ⎜− X (s) ⎝ m
f ⎞⎛ s − ⎟⎜⎜ k m ⎠⎝ m
−1 ⎞ ⎟ s + mf ⎟⎠
−1
⎛0⎞ ⎛ 1 ⎞ ⎜⎜ 1 ⎟⎟ + ⎜ ⎟ ⎝m⎠ ⎝m⎠
⎛ k = ⎜− ⎝ m
−
⎛ s + f 1 ⎞⎛ 0 ⎞ 1 f ⎞ ⎜ ⎟⎜ ⎟ + ⎛ 1 ⎞ m ⎜ ⎟ ⎟ 1 m ⎠ s ( s + f ) − (−1) k ⎜ − k s ⎟⎜⎝ m ⎟⎠ ⎝ m ⎠ m ⎝ ⎠ m m
⎛ k = ⎜− ⎝ m
−
⎛ s + f 1 ⎞⎛ 0 ⎞ 1 f ⎞ ⎜ ⎟⎜ ⎟ + ⎛ 1 ⎞ m ⎟ ⎜ ⎟ 1 m ⎠ s2 + f s + k ⎜ − k s ⎟⎜⎝ m ⎟⎠ ⎝ m ⎠ m ⎝ ⎠ m m
⎛ k = ⎜− ⎝ m
−
⎛ s + f 1 ⎞⎛ 0 ⎞ f ⎞ m ⎜ ⎟⎜ ⎟ + ⎛ 1 ⎞ m ⎟ 2 ⎜ ⎟ 1 ⎜ k m ⎠ ms + fs + k − s ⎟⎜⎝ m ⎟⎠ ⎝ m ⎠ ⎝ m ⎠
⎛ k = ⎜− ⎝ m
⎛ ms + f f ⎞⎜ ms 2 + fs + k − ⎟⎜ −k m ⎠⎜ 2 ms + fs + k ⎝
m ⎞ ⎟ 0 ms 2 + fs + k ⎛⎜ ⎞⎟ ⎛ 1 ⎞ ⎟⎜ 1 ⎟ + ⎜ ⎟ ms ⎟⎝ m ⎠ ⎝ m ⎠ 2 ms + fs + k ⎠
20
⎛ − k (ms + f ) kf =⎜ + 2 2 ⎝ m( ms + fs + k ) m( ms + fs + k )
− km m( ms 2 + fs + k )
+
⎞⎛⎜ 0 ⎞⎟ ⎛ 1 ⎞ ⎟ 1 +⎜ ⎟ m( ms + fs + k ) ⎠⎜⎝ m ⎟⎠ ⎝ m ⎠ − fms 2
⎞ ⎛1⎞ ⎛ − fs −k ⎟+ + =⎜ ⎜ m(ms 2 + fs + k ) m(ms 2 + fs + k ) ⎟ ⎜⎝ m ⎟⎠ ⎠ ⎝ ⎛ ⎞ ⎛ ms 2 + fs + k ⎞ − fs − k ⎟ ⎟+⎜ =⎜ ⎜ m(ms 2 + fs + k ) ⎟ ⎜ m(ms 2 + fs + k ) ⎟ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎛ ⎞ ms 2 ⎜ ⎟ = ⎜ m(ms 2 + fs + k ) ⎟ ⎝ ⎠
U (s) s2 = 2 . X ( s ) ms + fs + k Karena dimisalkan u = &y& , maka U(s) = s2Y(s), maka
s 2Y ( s ) s2 = 2 X (s) ms + fs + k sehingga diperoleh fungsi alih
Y ( s) 1 = 2 . X ( s) ms + fs + k Dari hasil di atas, maka dapat ditunjukkan bahwa dengan menggunakan sistem
∑ = ( A, B, C, D) persamaan diferensial m &y&(t ) + f y& (t ) + k y(t ) = x(t ) dapat diubah menjadi fungsi alih
1 Y (s) = 2 . X ( s ) ms + fs + k Dari ilustrasi di atas dapat dilihat bahwa untuk memperoleh fungsi alih yang merupakan bentuk khusus dari persamaan aljabar dapat menggunakan sistem
∑ = ( A, B, C, D) atau dapat juga dengan menggunakan transformasi Laplace. 4.2 Kestabilan Sistem Kontinu
Daerah kestabilan sistem ruang kontinu, akan lebih mudah dicari dengan menentukan letak poles fungsi alih yang diperoleh dari hasil transformasi Laplace dibandingkan menemukan akar-akar ciri dari suatu persamaan diferensial.
21 Teorema 1 Diberikan sistem H(s) yang memiliki poles p1, p2, …, pn, maka
pernyataan-pernyataan berikut berlaku: (1) sistem H(s) stabil, jika dan hanya jika Re(pi) ≤ 0 untuk semua i = 1, 2, …, n; (2) sistem H(s) stabil asimtotik, jika dan hanya jika Re(pi) < 0 untuk semua
i = 1,2,…, n; (3) sistem H(s) takstabil, jika dan hanya jika Re(pi) > 0 untuk semua
i = 1, 2, …, n. Berikut ini adalah daerah kestabilan sistem pada ruang kontinu. Pada Gambar 7, dapat dilihat bahwa daerah yang diarsir merupakan daerah kestabilan sistem ruang kontinu. Daerah tersebut terletak di sebelah kiri sumbu khayal pada bidang s. jω
Bidang s
σ
Gambar 7 Daerah kestabilan sistem kontinu. 4.3 Fungsi Alih Sistem Diskret
Diberikan suatu persamaan beda P
∑
Q
Ak yk + n =
k =0
∑ Bk uk +n , n = 0,1, 2,L .
(4.8)
k =0
P dan Q adalah bilangan-bilangan bulat tak negatif; A0, …, AP dan B0, …, BQ adalah bilangan-bilangan real atau kompleks. Barisan bilangan {uk} dan {yk} berturut-turut disebut fungsi masukan (input) dan fungsi keluaran (output) sistem. Dengan menggunakan sifat (1) dan sifat (2) dari transformasi–Z, maka persamaan (4.8) dapat diubah menjadi P
Q
k =0
k =0
∑ Ak Z ( yk + n ) = ∑ Bk Z (uk + n ), n = 0,1, 2,L
22
sehingga diperoleh P
∑ Ak z
k =0
⎛
k⎜
⎜ ⎝
Y ( z) −
P −1
∑ yk z
⎞
−k ⎟
⎟ ⎠
k =0
Q
=
∑ Bk z
⎛
k⎜
k =0
⎜ ⎝
U ( z) −
Q −1
⎞
k =0
⎠
∑ uk z −k ⎟⎟ .
Diasumsikan bahwa syarat awal y0, …, yP–1 = 0, input u0, …, uQ–1 = 0, dan P ≥ Q, maka P
Q
∑ Ak z Y ( z) = ∑ Bk z kU ( z) k
k =0
k =0
Q
Y ( z) =
∑ Bk z
k
∑ Ak z
k
k =0 P
U ( z) .
k =0 Q
Misalkan H d ( z ) =
∑ Bk z
k
∑ Ak z
k
k =0 P
, maka bentuk eksplisit transformasi–Z dari persamaan
k =0
(4.8) adalah Y(z) = Hd (z)U(z), sehingga
H d ( z) =
Y ( z) . U ( z)
(4.9)
Sebagai ilustrasi untuk memperoleh fungsi alih dari suatu sistem ruang diskret, disajikan dua contoh berikut: (1) Jika diberikan persamaan beda linear
yn + 2 yn +1 = un , n = 0,1, 2,L, y0 = 0 ,
(4.10)
dengan un fungsi masukan (input) dan yn fungsi keluaran (output), maka transformasi–Z persamaan di atas adalah
Y(z) +2(zY(z) – zy0) = U(z). Karena y0 = 0, maka diperoleh (1 + 2z)Y(z) = U(z) sehingga diperoleh fungsi alih sistem ruang diskret sebagai berikut:
Y ( z) 1 = . U ( z) 1 + 2 z
(4.11)
Dari persamaan (4.11) dapat kita lihat bahwa sistem hanya memiliki satu
pole, yaitu p = − 12 dan tidak memiliki zero.
23
(2) Diberikan persamaan beda berikut:
x(k+2) + 3x(k+1) + 2x(k) = 0; x(0) = 0, x(1) = 1,
(4.12)
maka dengan metode transformasi–Z persamaan tersebut dapat diubah menjadi:
(z 2 X ( z) − z 2 x(0) − zx(1))+ 3(zX ( z) − zx(0)) + 2 X ( z) = 0 .
Karena x(0) = 0 dan x(1) = 1, maka diperoleh ( z 2 + 3 z + 2) X ( z ) = z
sehingga diperoleh fungsi alih sebagai berikut: X ( z) =
z . ( z + 2)( z + 1)
(4.13)
Dari persamaan (4.13) dapat dilihat bahwa sistem sistem memiliki satu zero, yaitu z = 0 dan dua pole, yaitu p1 = –1 dan p2 = –2. 4.4 Kestabilan Sistem Diskret
Untuk menentukan daerah kestabilan pada sistem ruang diskret akan digunakan poles fungsi alih yang diperoleh dari hasil transformasi–Z. Teorema 2 Suatu persamaan beda linear pada persamaan (4.8) dengan fungsi alih
sistem Hd yang diberikan pada persamaan (4.9) adalah stabil jika dan hanya jika semua pole-nya terletak di dalam cakram terbuka {z : |z| < 1} (Fisher 1990). Berikut ini adalah daerah kestabilan sistem pada ruang diskret. Pada Gambar 8, dapat dilihat, bahwa daerah yang diarsir merupakan daerah kestabilan sistem ruang diskret terletak di dalam lingkaran satuan terbuka dengan pusat titik asal pada bidang z. Im
Bidang z
1 Re
Gambar 8 Daerah kestabilan sistem diskret.
24
4.5 Transformasi Daerah Kestabilan Sistem
Sudah ditunjukkan bahwa daerah kestabilan pada sistem ruang kontinu terletak pada daerah di sebelah kiri sumbu khayal bidang s. Demikian pula daerah kestabilan sistem ruang diskret sudah ditunjukkan terletak di dalam lingkaran satuan pada bidang z. Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa transformasi Tustin dapat membawa daerah kestabilan pada sistem ruang kontinu kepada daerah kestabilan sistem ruang diskret. Untuk menunjukkan bahwa transformasi Tustin dapat membawa daerah kestabilan pada sistem ruang kontinu kepada daerah kestabilan sistem ruang diskret, lihat Gambar 9. jω
Bidang s
s●
0
σ
Gambar 9 Daerah pada bidang s dengan Re(s) < 0. Andaikan s adalah sembarang titik di daerah Re(s) < 0, maka σ < 0 , sehingga 2σ < −2σ . Dengan menambahkan σ 2 + ω 2 + 1 pada kedua sisi, maka diperoleh
(σ + 1) 2 + ω 2 < (σ − 1) 2 + ω 2 .
(4.14)
Persamaan (4.14) merupakan representasi jarak dari
atau
(σ + 1) + jω < (σ − 1) + jω .
(4.15)
(σ + jω ) + 1 < (σ + jω ) − 1
(4.16)
Dengan mensubstitusi s = σ + jω =
z −1 ke dalam persamaan (4.16), maka z +1
z −1 z −1 +1 < −1 , z +1 z +1 sehingga diperoleh
z < 1.
(4.17)
25
Dengan demikian, dapat ditunjukkan bahwa transformasi Tustin dapat membawa daerah kestabilan pada sistem ruang kontinu kepada daerah kestabilan sistem ruang diskret, seperti yang terlihat pada gambar 10. jω
Bidang s
s=
σ
z −1 z +1
Im
Bidang z
1
Re
Gambar 10 Transformasi daerah kestabilan dari kontinu ke diskret.
26
V PADANAN TEOREMA Pada bab IV sudah ditunjukkan peran transformasi Tustin dalam mentransformasikan daerah kestabilan dari sistem kontinu ke sistem diskret. Pada bab V akan ditunjukkan peranan transformasi Tustin yang lain, yaitu peranannya dalam menurunkan padanan beberapa sifat yang berlaku di ruang diskret dari sifat-sifat yang berlaku di ruang kontinu, dan sebaliknya. 5.1 Padanan Teorema di Ruang Diskret Teorema 3 (Redaman Integral Bode) +
Andaikan g(s) adalah fungsi analitik di
memenuhi g(jω) = g1(ω) + jg2(ω) dan
g ( s) = g ( s ) (simetrik konjugat), maka
lim s ( g ( s ) − g (∞) ) =
s →∞
1 ∞
π
∫ (g1(ω ) − g1(∞) ) dω .
(5.1)
−∞
Teorema ini sudah dibuktikan benar (lihat Seron et al. 1997). Selanjutnya dengan menggunakan transformasi Tustin akan dicari padanannya di ruang diskret. Untuk memperoleh padanan g(s), transformasi Tustin s =
z −1 disubstitusi z +1
⎛ z −1⎞ ke dalam g(s), maka f ( z ) = g ⎜ ⎟ sehingga padanan g(s) adalah f (z), dan ⎝ z + 1⎠ akibatnya padanan g ( s) = g ( s ) adalah f ( z ) = f ( z ) . Karena g(s) adalah fungsi analitik di
+
, maka f (z) adalah fungsi yang analitik di
C
.
Kemudian untuk memperoleh padanan g(jω) = g1(ω) + jg2(ω), maka digunakan fungsi alih. Misalkan H(s) adalah fungsi alih sistem kontinu dan Hd(z) adalah fungsi alih sistem diskret. Dengan menggunakan transformasi Tustin s=
z −1 ⎛ z −1⎞ jθ , maka H d ( z ) = H ⎜ ⎟ . Kemudian dengan mensubstitusikan z = e , z +1 ⎝ z + 1⎠
⎛ e jθ − 1 ⎞ ⎟ = H ( j tan θ ) = H ( jω ) dengan ω = tan θ , sehingga maka H d (e jθ ) = H ⎜ jθ 2 2 ⎜ e +1⎟ ⎝ ⎠ padanan g(jω) = g1(ω) + jg2(ω) adalah f (e jθ) = f1(θ) + jf2(θ).
27
Selanjutnya untuk memperoleh padanan lim s ( g ( s ) − g (∞) ) =
s →∞
dari transformasi Tustin s =
1 ∞
∫ (g1(ω ) − g1(∞) )dω ,
π
−∞
z −1 , jika s → ∞ , maka z → −1 sehingga θ → π . z +1
1 ⎛ ⎞ Kemudian ω = tan θ2 didiferensialkan terhadap θ, maka dω = ⎜ ⎟dθ . ⎝ 1 + cosθ ⎠ Untuk batas-batas integral ditentukan dari ω = tan θ2 . Jika ω = –∞, maka θ = –π dan jika ω = ∞, maka θ = π. Dengan demikian, padanan dari lim s ( g ( s ) − g (∞) ) =
s →∞
adalah
1 ∞
∫ (g1(ω ) − g1(∞) ) dω
π
−∞
1 ⎛ z −1⎞ lim ⎜ ⎟( f ( z ) − f (−1) ) = π z → −1⎝ z + 1 ⎠ ⎛ f ( z ) − f (−1) ⎞ 1 − 2 lim ⎜ ⎟= z +1 z → −1⎝ ⎠ π
π
⎛
1
⎞
∫ ( f1(θ ) − f1(π ))⎜⎝ 1 + cosθ ⎟⎠dθ
−π
π
⎛ f1(θ ) − f1(π ) ⎞ ⎟ dθ . 1 + cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
Dengan menggunakan dalil L’Hospital, maka ⎛ f ′( z ) − 0 ⎞ 1 − 2 lim ⎜ ⎟= 1 z →−1⎝ ⎠ π sehingga diperoleh
f ′(−1) =
π
⎛ f1(θ ) − f1(π ) ⎞ ⎟ dθ 1 + cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
−1 2π
π
⎛ f1(θ ) − f1(π ) ⎞ ⎟ dθ . 1 + cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
Jadi, padanan Teorema 3 di ruang diskret adalah Andaikan f (z) adalah fungsi analitik di
C
memenuhi f (e jθ) = f1(θ) + jf2(θ) dan
f ( z ) = f ( z ) (simetrik konjugat), maka −1 f ′(−1) = 2π
π
⎛ f1(θ ) − f1 (π ) ⎞ ⎟ dθ . 1 + cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
Penurunan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6.
(5.2)
28
Sebagai ilustrasi akan ditunjukkan bahwa f (z ) =
di
C
−1 memenuhi f ′(−1) = 2π
π
3z + 1 ; p ∈ (–1, 1) analitik z− p
⎛ f1(θ ) − f1(π ) ⎞ ⎟ dθ . 1 + cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
Pertama, dihitung nilai dari f ′(−1) . Dari fungsi f ( z ) = f ′(z ) = −
3p +1 ( z − p)
2
, sehingga diperoleh f ′(− 1) = −
Misalkan LHS1 = f ′(− 1) , maka LHS1 = −
−1 Berikutnya, dihitung nilai dari 2π
1+ 3p (1 + p) 2
1+ 3p
.
; p ∈ (–1, 1).
(1 + p )2 π
⎛ f1 (θ ) − f1(0) ⎞ ⎟ dθ . Untuk keperluan 1 + cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
itu, substitusikan z = e jθ = cosθ + j sin θ ke dalam fungsi f ( z ) = f ( e jθ ) = f ( e jθ ) =
3e jθ + 1 e
jθ
−p
=
3z + 1 , maka z− p
3z + 1 , z− p
maka
3(cosθ + j sin θ ) + 1 (cosθ + j sin θ ) − p
(3 − p) + (1 − 3 p ) cosθ 1 − 2 p cosθ + p
2
+j
− (1 + 3 p ) sin θ
,
1 − 2 p cosθ + p 2
sehingga diperoleh bentuk f (e jθ ) = f1(θ ) + j f 2 (θ ) dengan f1(θ ) =
(3 − p) + (1 − 3 p) cos θ 1 − 2 p cosθ + p
Jika θ = π, maka f1( π) =
Misalkan RHS1 =
RHS1 =
−1 2π
π
2
3 − p −1+ 3 p 1+ 2 p + p
2
dan f 2 (θ ) = =
− (1 + 3 p) sin θ 1 − 2 p cos θ + p 2
.
2 . 1+ p
⎛ f1(θ ) − f1(π ) ⎞ ⎟ dθ , maka 1 + cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
3 p2 − 2 p −1 2( p + 1)π
π
⎛ ⎞ 1 ⎜ ⎟ dθ ; p ∈ (–1, 1). ⎜ 1 − 2 p cosθ + p 2 ⎟ ⎠ −π ⎝
∫
Nilai-nilai dari LHS1 dan RHS1 masing-masing dihitung secara terpisah dengan menggunakan software Mathematica 7. Selanjutnya hasil keduanya dinyatakan dalam bentuk grafik, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 11.
29
Gambar 11 Grafik LHS1 (o) dan RHS1 (x). Pada gambar 11, dapat dilihat bahwa nilai-nilai LHS1 yang dilambangkan dengan “o” dan nilai-nilai dari RHS1 yang dilambangkan dengan “x” keduanya saling berhimpit. Hal ini menunjukkkan bahwa f ′(−1) =
−1 2π
π
3z + 1 ⎛ f1 (θ ) − f1(0) ⎞ ; p ∈ (–1, 1). ⎟ dθ untuk f (z ) = 1 + cosθ ⎠ z− p
∫ ⎜⎝
−π
Akibat 1 (Redaman Integral Bode)
Andaikan g(s) adalah fungsi analitik di
+
memenuhi g(jω) = g1(ω) + jg2(ω) dan
g ( s) = g ( s ) (simetrik konjugat), maka g ′(0) =
∞
⎛ g1(ω ) − g1(0) ⎞ ⎟ dω . 2 π ω ⎠ −∞ 1
∫ ⎜⎝
(5.3)
Teorema ini sudah dibuktikan benar (lihat Seron et al. 1997). Selanjutnya dengan menggunakan transformasi Tustin akan dicari padanannya di ruang diskret. Untuk memperoleh padanan g(s), transformasi Tustin s =
z −1 disubstitusi z +1
⎛ z −1⎞ ke dalam g(s), maka f ( z ) = g ⎜ ⎟ sehingga padanan g(s) adalah f (z), dan ⎝ z + 1⎠ akibatnya padanan g ( s) = g ( s ) adalah f ( z ) = f ( z ) . Karena g(s) adalah fungsi analitik di
+
, maka f (z) adalah fungsi yang analitik di
C
.
Kemudian untuk memperoleh padanan g(jω) = g1(ω) + jg2(ω), maka digunakan fungsi alih. Misalkan H(s) adalah fungsi alih sistem kontinu dan Hd(z) adalah fungsi alih sistem diskret. Dengan menggunakan transformasi Tustin
30
s=
z −1 ⎛ z −1⎞ jθ , maka H d ( z ) = H ⎜ ⎟ . Kemudian dengan mensubstitusikan z = e , z + 1 z +1 ⎝ ⎠
⎛ e jθ − 1 ⎞ ⎟ = H ( j tan θ ) = H ( jω ) dengan ω = tan θ , sehingga maka H d (e jθ ) = H ⎜ jθ 2 2 ⎜ e +1⎟ ⎝ ⎠ padanan g(jω) = g1(ω) + jg2(ω) adalah f (e jθ) = f1(θ) + jf2(θ). Selanjutnya untuk memperoleh padanan g ′(0) = dari transformasi Tustin s =
∞
⎛ g1(ω ) − g1(0) ⎞ ⎟ dω , 2 π ω ⎠ −∞ 1
∫ ⎜⎝
z −1 , jika s → 0 , maka z → 1 sehingga θ → 0 . z +1
1 ⎛ ⎞ Kemudian ω = tan θ2 didiferensialkan terhadap θ, maka dω = ⎜ ⎟dθ . ⎝ 1 + cosθ ⎠ Untuk batas-batas integral ditentukan dari ω = tan θ2 . Jika ω = –∞, maka θ = –π dan jika ω = ∞, maka θ = π. 2 ⎛ z −1⎞ ⎛ z −1⎞ Karena f ( z ) = g ⎜ g ′⎜ ⎟ , maka f ′( z ) = ⎟ . Untuk z = 1, maka 2 ⎝ z + 1⎠ ⎝ z +1⎠ ( z + 1) f ′(1) =
1 g ′(0) sehingga g ′(0) = 2 f ′(1) . Dengan demikian, padanan dari 2 g ′(0) =
adalah
sehingga diperoleh
2 f ′(1) =
f ′(1) =
∞
⎛ g1(ω ) − g1(0) ⎞ ⎟ dω 2 π ω ⎠ −∞ 1
∫ ⎜⎝
π ⎛
⎞ 1 ⎞ ⎜ f1(θ ) − f1(0 ) ⎟⎛ ⎟dθ ⎜ 2 ⎜ ⎟ θ π ⎝ 1 + cosθ ⎠ (tan ) −π ⎝ 2 ⎠ 1
1 2π
∫
π
⎛ f1(θ ) − f1(0 ) ⎞ ⎟dθ . 1 − cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
Jadi, padanan Akibat 1 di ruang diskret adalah Andaikan f (z) adalah fungsi analitik di
C
memenuhi f (e jθ) = f1(θ) + jf2(θ) dan
f ( z ) = f ( z ) (simetrik konjugat), maka 1 f ′(1) = 2π
π
⎛ f1(θ ) − f1(0) ⎞ ⎟ dθ . 1 − cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
Penurunan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7.
(5.4)
31
Sebagai ilustrasi akan ditunjukkan bahwa f (z ) =
di
C
1 memenuhi f ′(1) = 2π
π
3z + 1 ; p ∈ (–1, 1) analitik z− p
⎛ f1(θ ) − f1(0) ⎞ ⎟ dθ . 1 − cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
Pertama, dihitung nilai dari f ′(1) . Dari fungsi f ( z ) = f ′(z ) = −
3p +1 ( z − p)
, sehingga diperoleh f ′(1) = −
2
LHS 2 = f ′(1) , maka LHS 2 = −
Misalkan
1 Berikutnya, dihitung nilai dari 2π
1+ 3p (1 − p ) 2
1+ 3p (1 − p )2
π
.
; p ∈ (–1, 1).
⎛ f1(θ ) − f1(0) ⎞ ⎟ dθ . Untuk keperluan 1 − cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
itu, substitusikan z = e jθ = cosθ + j sin θ ke dalam fungsi f ( z ) = f ( e jθ ) = f ( e jθ ) =
3e jθ + 1 e
jθ
−p
=
3z + 1 , maka z− p
3z + 1 , z− p
maka
3(cosθ + j sin θ ) + 1 (cosθ + j sin θ ) − p
(3 − p) + (1 − 3 p ) cosθ 1 − 2 p cosθ + p
2
+j
− (1 + 3 p ) sin θ
,
1 − 2 p cosθ + p 2
sehingga diperoleh bentuk f (e jθ ) = f1(θ ) + j f 2 (θ ) dengan f1(θ ) =
(3 − p) + (1 − 3 p) cos θ 1 − 2 p cosθ + p
Jika θ = 0, maka f1 (0) =
Misalkan RHS2 =
RHS2 =
1 2π
π
2
3 − p +1− 3 p 1− 2 p + p
2
dan f 2 (θ ) = =
− (1 + 3 p) sin θ 1 − 2 p cos θ + p 2
.
4 . 1− p
⎛ f1(θ ) − f1(0) ⎞ ⎟ dθ , maka 1 − cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
3 p2 + 4 p + 1 2( p − 1)π
π
⎛ ⎞ 1 ⎜ ⎟ dθ ; p ∈ (–1, 1). ⎜ 1 − 2 p cos θ + p 2 ⎟ ⎠ −π ⎝
∫
Nilai-nilai dari LHS2 dan RHS2 masing-masing dihitung secara terpisah dengan menggunakan software Mathematica 7. Selanjutnya hasil keduanya dinyatakan dalam bentuk grafik, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 12.
32
O : LHS2 X : RHS2
Gambar 12 Grafik LHS2 (o) dan RHS2 (x) Pada gambar 11, dapat dilihat bahwa nilai-nilai LHS2 yang dilambangkan dengan “o” dan nilai-nilai dari RHS2 yang dilambangkan dengan “x” keduanya saling berhimpit. Hal ini menunjukkkan bahwa 1 f ′(1) = 2π
π
3z + 1 ⎛ f1(θ ) − f1(0) ⎞ ; p ∈ (–1, 1) pada ⎟ dθ untuk f (z ) = 1 − cosθ ⎠ z− p
∫ ⎜⎝
−π
C
.
Teorema 4 (Integral Bode)
Andaikan g(s) adalah fungsi analitik di
+
memenuhi g(jω) = g1(ω) + jg2(ω) dan
g ( s) = g ( s ) (simetrik konjugat), maka ∞
⎛ g (s) ⎞ 1 g ( jω ) ⎟⎟ = lim s log⎜⎜ log dω . g (∞ ) s →∞ ⎝ g (∞ ) ⎠ π − ∞
∫
(5.5)
Teorema ini sudah dibuktikan benar (lihat Seron et al. 1997). Selanjutnya dengan menggunakan transformasi Tustin akan dicari padanannya di ruang diskret. Untuk memperoleh padanan g(s), transformasi Tustin s =
z −1 disubstitusi z +1
⎛ z −1⎞ ke dalam g(s), maka f ( z ) = g ⎜ ⎟ sehingga padanan g(s) adalah f (z), dan ⎝ z + 1⎠ akibatnya padanan g ( s) = g ( s ) adalah f ( z ) = f ( z ) . Karena g(s) adalah fungsi analitik di
+
, maka f (z) adalah fungsi yang analitik di
C
.
Kemudian untuk memperoleh padanan g(jω) = g1(ω) + jg2(ω), maka digunakan fungsi alih. Misalkan H(s) adalah fungsi alih sistem kontinu dan Hd(z) adalah fungsi alih sistem diskret. Dengan menggunakan transformasi Tustin
33
s=
z −1 ⎛ z −1⎞ jθ , maka H d ( z ) = H ⎜ ⎟ . Kemudian dengan mensubstitusikan z = e , z 1 + z +1 ⎠ ⎝
⎛ e jθ − 1 ⎞ ⎟ = H ( j tan θ ) = H ( jω ) dengan ω = tan θ , sehingga maka H d (e jθ ) = H ⎜ jθ 2 2 ⎜ e +1⎟ ⎝ ⎠ padanan g(jω) = g1(ω) + jg2(ω) adalah f (e jθ) = f1(θ) + jf2(θ). Selanjutnya untuk memperoleh padanan ∞
⎛ g (s) ⎞ 1 g ( jω ) ⎟⎟ = dω , lim s log⎜⎜ log g (∞ ) s →∞ ⎝ g (∞ ) ⎠ π − ∞
∫
dari transformasi Tustin s =
z −1 , jika s → ∞ , maka z → −1 . Kemudian z +1 1 ⎛ ⎞ ⎟dθ . Untuk batas⎝ 1 + cosθ ⎠
ω = tan θ2 didiferensialkan terhadap θ, maka dω = ⎜
batas integral: jika ω = –∞, maka θ = –π dan jika ω = ∞, maka θ = π. Dengan demikian, padanan dari ∞
⎛ g ( s) ⎞ 1 g ( jω ) ⎟⎟ = lim s log⎜⎜ log dω g (∞ ) s →∞ ⎝ g (∞ ) ⎠ π − ∞
∫
π
adalah
f ( e jθ ) ⎛ 1 ⎞ ⎛ z − 1 ⎞ ⎛ f ( z) ⎞ 1 ⎟⎟ = lim ⎜ log ⎟dθ ⎜ ⎟ log⎜⎜ f (−1) ⎝ 1 + cos θ ⎠ z → −1⎝ z + 1 ⎠ ⎝ f (−1) ⎠ π −π
∫
1 ⎛ z −1⎞ lim ⎜ ⎟(log f ( z ) − log f (−1) ) = π z → −1⎝ z + 1 ⎠ ⎛ log f ( z ) − log f (−1) ⎞ 1 − 2 lim ⎜ ⎟= z +1 z → −1⎝ ⎠ π
π
log
f ( e jθ ) ⎛ 1 ⎞ ⎟dθ ⎜ f (−1) ⎝ 1 + cosθ ⎠
log
f ( e jθ ) ⎛ 1 ⎞ ⎟dθ . ⎜ f (−1) ⎝ 1 + cosθ ⎠
∫
−π
π
∫
−π
Dengan menggunakan dalil L’Hospital, maka π
⎛ f ′( z ) ⎞ 1 f ( e jθ ) ⎟⎟ = log − 2 lim ⎜⎜ f (−1) z → −1⎝ f ( z ) ⎠ π −π
∫
f ′(−1) − 1 = f (−1) 2π
π
∫
−π
1 ⎞ ⎛ ⎟dθ ⎜ θ 1 cos + ⎠ ⎝
f ( e jθ ) 1 ⎞ ⎛ dθ ⎟ log ⎜ f (−1) ⎝ 1 + cosθ ⎠
34
Jadi, padanan Teorema 4 di ruang diskret adalah Andaikan f (z) adalah fungsi analitik di
C
memenuhi f (e jθ) = f1(θ) + jf2(θ) dan
f ( z ) = f ( z ) (simetrik konjugat), maka f ′(−1) − 1 = f (−1) 2π
π
∫
−π
f ( e jθ ) 1 ⎞ ⎛ dθ . ⎟ log ⎜ f (−1) ⎝ 1 + cosθ ⎠
(5.6)
Penurunan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8. 5.1 Padanan Teorema di Ruang Kontinu Teorema 5 (Poisson–Jensen)
Andaikan f(z) adalah fungsi analitik pada dari f di
C
. Jika z ∈ log f (z ) =
C
C
dan di (i = 1, 2, …., nz) adalah zeros
dan f ( z ) ≠ 0 , maka π
nd ⎛ ze jθ + 1 ⎞ ⎟ log f (e jθ ) dθ − log 1 − d i z . Re⎜ jθ ⎜ ze − 1 ⎟ π z − di ⎝ ⎠ i =1 0
1
∑
∫
(5.7)
Teorema ini sudah dibuktikan benar (lihat Ash 1991). Selanjutnya dengan menggunakan invers transformasi Tustin akan dicari padanannya di ruang kontinu. Untuk memperoleh padanan f(z), maka transformasi Tustin s = inversnya, yaitu z =
z −1 dicari z +1
1+ s , kemudian disubstitusi ke dalam f(z), sehingga 1− s
⎛1+ s ⎞ g (s) = f ⎜ ⎟ . Diperoleh padanan f(z) adalah g(s). Karena f(z) adalah fungsi ⎝1− s ⎠ analitik di maka e jθ =
C
, maka g(s) adalah fungsi yang analitik di
+
. Karena z =
1 + jω sehingga 1 − jω ⎛ ⎜ ⎛ ze jθ + 1 ⎞ ⎟ = Re⎜ Re⎜ jθ ⎜ ze − 1 ⎟ ⎜ ⎝ ⎠ ⎝
(11+−ss ) ⎛⎜⎝ 11+− jjωω ⎞⎟⎠ + 1 ⎞⎟ ⎛ 1 + jωs ⎞ ⎟, ⎟ = Re⎜ (11+−ss ) ⎛⎜⎝ 11+− jjωω ⎞⎟⎠ − 1 ⎟⎠ ⎜⎝ s + jω ⎟⎠
⎛ ze jθ + 1 ⎞ ⎟ adalah Re⎛⎜ 1 + jωs ⎞⎟ . diperoleh padanan Re⎜ ⎜ s + jω ⎟ j θ ⎜ ze − 1 ⎟ ⎠ ⎝ ⎝ ⎠
1+ s 1− s
35
Untuk mencari padanan log f (e jθ ) , akan digunakan fungsi alih. Misalkan
Hd(z) adalah fungsi alih sistem diskret dan H(s) adalah fungsi alih sistem kontinu. Dengan invers transformasi Tustin z =
1+ s ⎛1+ s ⎞ , maka H ( s) = H d ⎜ ⎟ . Substitusi 1− s ⎝1− s ⎠
⎛1− ω2 ⎛ 1 + jω ⎞ 2ω ⎞⎟ ⎟⎟ = H d ⎜ s = jω, maka H ( jω ) = H d ⎜⎜ j + = H d (e jθ ) dengan 2 2⎟ ⎜ 1 j ω − 1+ ω ⎠ ⎠ ⎝ ⎝1+ ω
cosθ =
1− ω2
2ω 2ω sehingga dan θ θ . Diperoleh padanan = = sin tan 1+ ω2 1+ ω2 1 − ω2
log f (e jθ ) adalah log g ( jω ) . Selanjutnya untuk memperoleh padanan π
⎛ ze jθ + 1 ⎞ ⎟ log f (e jθ ) dθ , Re⎜ jθ ⎜ ze − 1 ⎟ π ⎝ ⎠ 0
1
tan θ =
2ω 1− ω
2
∫
⎛ 2 ⎞ didiferensialkan terhadap ω, maka dθ = ⎜ ⎟dω . ⎝1+ ω2 ⎠
Selanjutnya dicari padanan dari
nd
1− d z
∑ log z − dii
.
i =1
( )
1+ c nc 1 − ⎛⎜ 1− ci ⎞⎟ 11+− ss 1− diz log log ⎝ i ⎠ = z − d 1+ s − ⎛ 1+ ci ⎞ i ⎜ ⎟ i =1 i =1 1− s ⎝ 1− ci ⎠ nd
∑
∑
=
nc
( )
c +s
∑ log cii − s . i =1
nd
n
c c +s 1− diz . Jadi, diperoleh padanan dari adalah log i log z − di ci − s i =1 i =1
∑
Untuk batas-batas integral diambil dari tan θ = dan jika θ = π, maka ω = ∞
∑
2ω 1− ω2
. Jika θ = 0, maka ω = 0
36
Dengan demikian, padanan dari log f (z ) =
π
nd ⎛ ze jθ + 1 ⎞ ⎟ log f (e jθ ) dθ − log 1 − d i z Re⎜ jθ ⎜ ze − 1 ⎟ π z − di ⎠ ⎝ i =1 0
1
∑
∫
∞
n
c ⎛ 1 + jωs ⎞ c +s ⎛ 2 ⎞ ⎟⎟ log g ( jω ) ⎜ log g (s ) = Re⎜⎜ ω log i d − ⎟ 2 π ci − s ⎝1+ ω ⎠ ⎝ s + jω ⎠ i =1 0
1
adalah
log g (s ) =
∑
∫
∞
n
c ⎛ 1 + jωs ⎞ log g ( jω ) c +s ⎟⎟ Re⎜⎜ ω log i . d − 2 π s + jω ⎠ 1 + ω c − s ⎝ i i =1 0
2
∑
∫
Jadi, padanan teorema 5 di ruang kontinu adalah Andaikan g(s) adalah fungsi analitik pada dari g di
+
. Jika s ∈
+
+
dan ci (i = 1, 2, …., nz) adalah zeros
dan g (s ) ≠ 0 , maka ∞
n
c ⎛ 1 + jωs ⎞ log g ( jω ) c +s ⎟⎟ log g (s ) = Re⎜⎜ ω log i d − . 2 π s + jω ⎠ 1 + ω ci − s ⎝ i =1 0
2
∫
∑
Penurunan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9.
(5.8)
37
VI SIMPULAN Dari penelitian ini diperoleh beberapa hasil yang dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) daerah kestabilan pada sistem ruang kontinu terletak pada daerah di sebelah kiri sumbu khayal bidang s, sedangkan daerah kestabilan sistem ruang diskret terletak di dalam lingkaran satuan bidang z; (2) transformasi Tustin dapat membawa daerah kestabilan pada sistem ruang kontinu kepada daerah kestabilan sistem ruang diskret; dan (3) dengan menggunakan transformasi Tustin diperoleh padanan Teorema Redaman Integral Bode, Akibat Redaman Integral Bode, Teorema Integral Bode di ruang diskret dan Teorema Poisson–Jensen di ruang kontinu.
38
DAFTAR PUSTAKA Adam T, Dadvandipour S, and Futas J. 2003. Influence of Discretization Method on the Digital Control System Performance. Hungary: University of Miskolc. Andrews LC. 1991. Introduction to Differential Equations with Boundary Value Problems. New York: Harper Collins Publisher Inc. Ash RB. 1971. Complex Variables. New York: Academic Press Inc. Curchill RV. and Brown J.W. 1990. Complex Variables and Applications Fifth Edition. Singapore: McGraw-Hill Publishing Company. Fisher SD. 1990. Complex Variables Second Edition. California: Wadsworth Inc. Lewis AD. 2004. A Mathematical Approach to Classical Control. Canada: Department of Mathematics & Statistics Queen’s University. Megretski A. 2004. Multivariable Control Systems. Department of Electrical Engineering and Computer Science, Massachusetts Institute of Technology. Mursita D. 2005. Matematika Lanjut untuk Perguruan Tinggi. Bandung: Penerbit Rekayasa Sains. Ogata K. 1997. Modern Control Engineering Third Edition. New Jersey: Prentice Hall. Inc. Ogata K. 1995. Discrete Time Control System Second Edition. New Jersey: Prentice Hall. Inc. Ogata K. 1985. Teknik Kontrol Automatik (Sistem Pengaturan) Jilid 2. Leksono E. Penerjemah; Departemen Fisika–Teknik ITB Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Modern Control Engineering. Schiff JL. 1999. The Laplace Transform: Theory and Applications. New York: Springer. Seron MM, Braslavsky JH, and Goodwin GC. 1997. Fundamental Limitations in Filtering and Control. London: Springer. Tung KY. 2002. Aplikasi Interface Sptools dalam Mendesain IIR dan FIR Digital Filter. Jakarta: Fakultas Teknik Jurusan Elektro, Universitas Kristen Krida Wacana Tanjung Duren 4.
39
LAMPIRAN
40
Lampiran 1 Transformasi Laplace beberapa fungsi sederhana. No
f (t )
1.
1
2.
t n ; n = 0 ,1, 2 ,3, ....
3.
e at
4.
Sin at
5.
Cos at
6.
Sinh at
7.
Cosh at
F (s ) = L { f (t )}
1 s n! s n +1 1 s−a a
s2 + a2 s s2 + a2 a s2 − a2 s s2 − a2
Domain dari F (s ) s>0 s>0
s>a s>0
s>0 s> a s> a
41
Lampiran 2 Transformasi–Z beberapa fungsi sederhana. x(n )
X ( z ) = Z [{x(n )}]
Domain dari X ( z )
⎧1 ; n = 0 ,1, 2 ,3, ... u (n ) = ⎨ ⎩0 ; n < 0. ⎧1 ; n = 0 δ(n ) = ⎨ ⎩0 ; n ≠ 0.
z z −1
z >1
3.
A u (n )
4.
a n u (n )
5.
e − An u (n )
Az z −1 z z−a z
6.
Cos(An) u(n)
7.
Sin(An) u(n)
No 1. 2.
1
z − e− A z 2 − (cos A ) z
z 2 − (2 cos A) z +1 z
2
(sin A) z − (2 cos A) z +1
z >1 z >a z > e− A z >1 z >1
42
Lampiran 3 Notasi dan makna suatu domain. Notasi +
–
= {s ∈ : Re(s) > 0}
= {s ∈ : Re(s) < 0}
+
= {s ∈ : Re(s) ≥ 0}
–
= {s ∈ : Re(s) ≤ 0}
= {z ∈ : z < 1} C
= {z ∈ : z > 1 }
= {z ∈ : z ≤ 1 } C
= {z ∈ : z ≥ 1}
Makna Daerah terbuka di sebelah kanan sumbu khayal pada bidang s. Daerah terbuka di sebelah kiri sumbu khayal pada bidang s. Daerah tertutup di sebelah kanan sumbu khayal pada bidang s. Daerah tertutup di sebelah kiri sumbu khayal pada bidang s. Daerah terbuka di dalam lingkaran satuan pada bidang z. Daerah terbuka di luar lingkaran satuan pada bidang z. Daerah tertutup di dalam lingkaran satuan pada bidang z. Daerah tertutup di luar lingkaran satuan pada bidang z.
43
Lampiran 4 Bukti Teorema 1. Teorema 1 Diberikan sistem H(s) yang memiliki poles p1, p2, …, pn, maka pernyataanpernyataan berikut berlaku: (1) sistem H(s) stabil, jika dan hanya jika Re(pi) ≤ 0 untuk semua i = 1, 2, …, n; (2) sistem H(s) stabil asimtotik, jika dan hanya jika Re(pi) < 0 untuk semua
i = 1,2,…, n; (3) sistem H(s) takstabil, jika dan hanya jika Re(pi) > 0 untuk semua
i = 1, 2, …, n. Bukti: Dari persamaan
H (s) =
Y ( s) b0 s m + b1s m −1 + L + bm −1s + bm = ; n≥ m. U (s) s n + a1s n −1 + L + an −1s + an
Misalkan U ( s ) = s n + a1s n −1 + L + an −1s + an = 0 Dengan asumsi bahwa akar-akar pi dari U(s) bernilai real atau kompleks dan tidak terjadi penghapusan pole dan zero, maka fungsi alih H(s) dapat dituliskan b s m + b1s m −1 + L + bm −1s + bm ; n≥m menjadi H ( s ) = 0 n s + a1s n −1 + L + an −1s + an b b b b0 ⎛⎜ s m + b1 s m −1 + L + mb −1 s + bm ⎞⎟ 0 0 0 ⎠ ; n≥m = ⎝ n n −1 + L + an −1s + an s + a1s
=
K ( s − z1 )( s − z2 )L ( s − zm ) ; n≥m ( s − p1 )( s − p2 )L ( s − pn ) m
K ∏ ( s − zi )
H ( s ) = ni =1 ; n≥m. ∏ ( s − pi ) i =1
Jika U(s) memiliki poles yang berbeda, maka H(s) dapat diuraikan menurut pecahan parsial sebagai berikut:
44
H ( s) =
Kn K1 K2 + +L+ s − p1 s − p2 s − pn
dengan Ki adalah konstanta dan merupakan residu dari pole s = pi. Kemudian dengan mengalikan kedua ruas suku dengan s – pi, maka H ( s )( s − pi ) =
K1 K2 Kn ( s − pi ) + ( s − pi ) + L + ( s − pi ). s − p1 s − p2 s − pn
Selanjutnya dengan mensubstitusi s = pi, maka diperoleh
⎤ ⎡ K K2 Kn ( s − pi ) + L + ( s − pi )⎥ = ⎢ 1 ( s − pi ) + s − p2 s − pn ⎦ s = pi ⎣ s − p1 [H ( s)(s − pi )]s = pi = Ki .
[H ( s)(s − pi )]s = pi
Dapat kita lihat bahwa semua suku yang diuraikan bernilai nol, kecuali Ki. Jadi residu Ki diperoleh dari Ki = [H ( s )( s − pi )]s = p i
Karena y = f(t) merupakan fungsi bernilai real, maka p1, p2 dan K1, K2 saling konjugat. Untuk kasus ini hanya perlu menghitung K1 atau K2. Berdasarkan definisi invers transformasi Laplace dan dengan memperlihatkan bahwa L
-1
⎛ Ki ⎞ ⎜⎜ ⎟⎟ = y (t ) ⎝ s − pi ⎠
maka diperoleh y (t ) = K i e p i t
dengan pi adalah akar-akar dari U(s) dan nilai Ki tergantung pada syarat awal dan lokasi zero (akar-akar dari Y(s)). Dengan demikian dapat ditunjukkan bahwa 1) jika Re (pi) < 0, maka lim K i e pit = 0 , t →∞
2) jika Re (pi) = 0, maka lim K i e pi t = K i , dan t →∞
3) jika Re (pi) > 0, maka lim K i e pi t = ∞ . t →∞
Jadi, teorema 1 terbukti.
45
Lampiran 5 Bukti Teorema 2. Teorema 2 Suatu persamaan beda linear pada persamaan P
Q
k =0
k =0
∑ Ak yk + n = ∑ Bk uk + n , n = 0,1, 2,L
dengan fungsi alih sistem H d (z ) =
∑Qk= 0 Bk z k ∞ f k = ∑ ∑ kP= 0 Ak z k k = 0 z k
adalah stabil jika dan hanya jika semua pole-nya terletak di dalam cakram terbuka {z : |z| < 1} (Fisher 1990) Bukti: Misalkan semua pole dari Hd terletak di dalam cakram terbuka {z : |z| < 1}, maka ada bilangan r0 < 1 sedemikian sehingga semua pole dari Hd terletak di dalam cakram {z : |z| ≤ r0}; hal ini karena Hd hanya mempunyai suatu bilangan terbatas dari pole-polenya. Oleh sebab itu, Hd adalah fungsi analitik pada himpunan {z : |z| > r0}, termasuk pada ∞. Dengan demikian Hd mempunyai suatu deret kuasa, memusat pada ∞, yaitu: A A H d (z ) = A0 + 1 + 22 + L, z > r0 . z z
Di pihak lain, Hd mempunyai deret kuasa (dalam z–1) yang dinyatakan pada
∑Qk= 0 Bk z k ∞ f k = ∑ , H d (z ) = ∑ kP= 0 Ak z k k = 0 z k ∞
sehingga Aj = fj untuk j = 0, 1, 2, …. Jadi, deret
fj
∑z j =0
j
konvergen di luar
lingkaran z = r0 dan berdasarkan sifat dasar deret kuasa, adalah konvergen mutlak di suatu lingkaran dengan radius yang lebih besar dari r0. Secara khusus, hal ini mempertahankan pada lingkaran z = 1 . Sebagai konsekwensinya, S=
∞
∑ fn
n=0
46
adalah terbatas. Sekarang, misalkan bahwa uk ≤ M untuk setiap k. Maka yn =
n
n
k =0
k =0
∑ uk f n − k ≤ ∑ uk
fn−k ≤
n
∑M
n
∑ fn−k
fn−k ≤ M
k =0
≤ MS ,
k =0
untuk setiap n = 0, 1, 2, …. Oleh karena itu, sistem linear adalah stabil. Sebaliknya, andaikan bahwa sistem linear yn =
n
∑ f k un−k ; n = 0,1, 2, ....
k =0
adalah stabil. Pertama kita dapat menyatakan bahwa {yn} adalah barisan terbatas (| yn | ≤ M untuk setiap n), maka transformasi–Z dari {yn} memenuhi ∞
Yd ( z ) =
yn
∑z
n =0
n
≤
∞
yn
∑z
n =0
n
=
∞ y ∞ ∞ M 1 n M ≤ = n n n n =0 z n =0 z n=0 z
∑
∑
∑
⎛ z ⎞ ⎟; z > 1 . = M ⎜⎜ ⎟ 1 z − ⎠ ⎝
Secara khusus, fungsi Yd(z) adalah analitik pada daerah {z : |z| > 1} sehingga Yd(z) merupakan deret kuasa dalam z–1 adalah konvergen mutlak. Karena Yd(z) = Hd(z)Ud(z), maka Hd tidak memiliki poles di dalam daerah {z: |z| > 1}; hanya memilih u0 = 1 dan uj = 0, j = 0, 1, 2, …. Selebihnya, jika Hd telah memiliki sebuah pole pada suatu titik λ, |λ| = 1, maka H d (z ) =
G(z )
(z − λ )m
,
dengan G analitik di sekitar λ, G(λ) ≠ 0, dan m ≥ 1. Misalkan uk = λk, k = 0, 1, 2, …; maka U d (z ) = 1 +
z λ2 + 2 +L = . z z z−λ
λ
Dengan transformasi-Z keluaran {yn} berkoresponden dengan masukan terbatas menghasilkan Yd(z) = Hd(z)Ud(z); |z| > 1
= G (z )z
1 ( z − λ )m +1
: z > 1, z di sekitar λ.
Kemudian
Yd ( z ) ≥
1 2
G (λ )
( z − λ )m +1
: z > 1, z di sekitar λ.
47
Dengan memisalkan z = λt, t > 1, maka diperoleh 1 2
G (λ )
Yd (λt ) ≥
Mt , t −1
Yd (λt ) ≥
(t − 1)m +1
.
Hal ini bertentangan dengan estimasi
dari hasil di atas, jika t mendekati 1. Disimpulkan bahwa Hd tidak memiliki poles pada z = 1 , sehingga semua pole dari Hd terletak di dalam cakram {z: |z| < 1}.
48
Lampiran 6 Penurunan padanan Teorema Redaman Integral Bode di ruang diskret. Teorema 3 (Redaman Integral Bode) memenuhi g(jω) = g1(ω) + jg2(ω) dan
+
Andaikan g(s) adalah fungsi analitik di g ( s) = g ( s ) (simetrik konjugat), maka lim s( g ( s ) − g (∞) ) =
s →∞
1 ∞
π
∫ (g1(ω ) − g1(∞) )dω .
−∞
Teorema ini sudah dibuktikan benar (lihat Seron et al. 1997). Selanjutnya dengan menggunakan transformasi Tustin akan dicari padanannya di ruang diskret. Untuk memperoleh padanan g(s), transformasi Tustin s =
z −1 disubstitusi z +1
⎛ z −1⎞ ke dalam g(s), maka f ( z ) = g ⎜ ⎟ sehingga padanan g(s) adalah f (z), dan ⎝ z + 1⎠ akibatnya padanan g ( s) = g ( s ) adalah f ( z ) = f ( z ) . Karena g(s) adalah fungsi analitik di
+
, maka f (z) adalah fungsi yang analitik di
C
.
Kemudian untuk memperoleh padanan g(jω) = g1(ω) + jg2(ω), maka digunakan fungsi alih. Misalkan H(s) adalah fungsi alih sistem kontinu dan Hd(z) adalah fungsi alih sistem diskret. Dengan menggunakan transformasi Tustin s=
z −1 , maka z +1 ⎛ z −1⎞ H d ( z) = H ⎜ ⎟. ⎝ z +1⎠
Kemudian dengan substitusi z = e jθ , maka ⎛ e jθ − 1 ⎞ ⎟. H d ( e jθ ) = H ⎜ jθ ⎜ e +1⎟ ⎝ ⎠ ⎛ j θ2 ⎛ j θ2 − jθ ⎞ ⎞ ⎜ e ⎜⎜ e − e 2 ⎟⎟ ⎟ ⎜ ⎠⎟ = H⎜ θ ⎝ θ θ j ⎛ j −j ⎞⎟ ⎜ e 2 ⎜⎜ e 2 + e 2 ⎟⎟ ⎟ ⎟ ⎜ ⎠⎠ ⎝ ⎝
49 ⎛ j θ2 − jθ ⎜e −e 2 = H⎜ θ θ ⎜ e j 2 + e− j 2 ⎝
⎞ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠
⎛ 2 j sin θ ⎞ 2⎟ = H⎜ ⎜ 2 cos θ ⎟ 2 ⎠ ⎝ ⎛ = H ⎜⎜ ⎜ ⎝
⎛ sin θ ⎞ ⎞ 2 ⎟⎟ j⎜ ⎜ cos θ ⎟ ⎟⎟ 2 ⎠⎠ ⎝
= H ( j tan θ ) 2
H d ( e jθ ) = H ( j ω )
dengan ω = tan θ2 , sehingga diperoleh padanan g(jω) = g1(ω) + jg2(ω) adalah f (e jθ) = f1(θ) + jf2(θ).
Selanjutnya untuk memperoleh padanan lim s ( g ( s ) − g (∞) ) =
s →∞
dari transformasi Tustin berikut s =
1 ∞
π
∫ (g1(ω ) − g1(∞) )dω ,
−∞
z −1 , z +1
jika s → ∞, maka z + 1 → 0 sehingga z → –1 e jθ → –1
cosθ + j sinθ → –1
θ → π. Kemudian ω = tan θ2 didiferensialkan terhadap θ, maka dω 1 2 θ = sec 2 dθ 2 =
=
sehingga diperoleh
1 2 cos2 θ2 1 1 + cosθ
50
1 ⎛ ⎞ dω = ⎜ ⎟dθ . + 1 cos θ ⎝ ⎠ Untuk batas-batas integral ditentukan dari ω = tan θ2 . Jika ω = –∞, maka θ = –π dan jika ω = ∞, maka θ = π. Dengan demikian, padanan dari lim s ( g ( s ) − g (∞) ) =
s →∞
adalah
1 ∞
∫ (g1(ω ) − g1(∞) ) dω
π
1 ⎛ z −1⎞ lim ⎜ ⎟( f ( z ) − f (−1) ) = π z → −1⎝ z + 1 ⎠
−∞
π
⎛
1
⎞
∫ ( f1(θ ) − f1(π ))⎜⎝ 1 + cosθ ⎟⎠dθ
−π
π
⎛ f ( z ) − f (−1) ⎞ 1 lim ( z − 1)⎜ ⎟= z +1 z → −1 ⎝ ⎠ π
⎛ f1(θ ) − f1(π ) ⎞ ⎟ dθ 1 + cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
⎛ f ( z ) − f (−1) ⎞ 1 lim ( z − 1) lim ⎜ ⎟= z +1 z → −1 z → −1⎝ ⎠ π
π
⎛ f1(θ ) − f1(π ) ⎞ ⎟ dθ 1 + cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
⎛ f ( z ) − f (−1) ⎞ 1 − 2 lim ⎜ ⎟= z +1 z → −1⎝ ⎠ π
π
⎛ f1(θ ) − f1(π ) ⎞ ⎟ dθ . 1 + cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
Dengan menggunakan dalil L’Hospital, maka ⎛ f ′( z ) − 0 ⎞ 1 − 2 lim ⎜ ⎟= 1 z →−1⎝ ⎠ π − 2 f ′(−1) =
sehingga diperoleh
f ′(−1) =
1
π
π
⎛ f1(θ ) − f1(π ) ⎞ ⎟ dθ 1 + cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
π
⎛ f1(θ ) − f1(π ) ⎞ ⎟ dθ 1 + cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
−1 2π
π
⎛ f1(θ ) − f1(π ) ⎞ ⎟ dθ . 1 + cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
Jadi, padanan teorema 3 di ruang diskret adalah: Andaikan f (z) adalah fungsi analitik di
C
memenuhi f (e jθ) = f1(θ) + jf2(θ) dan
f ( z ) = f ( z ) (simetrik konjugat), maka f ′(−1) =
−1 2π
π
⎛ f1(θ ) − f1(π ) ⎞ ⎟ dθ . 1 + cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
51
Lampiran 7 Penurunan padanan Akibat Redaman Integral Bode di ruang diskret. Akibat 1 (Redaman Integral Bode) Andaikan g(s) adalah fungsi analitik di
+
memenuhi g(jω) = g1(ω) + jg2(ω) dan
g ( s) = g ( s ) (simetrik konjugat), maka g ′(0) =
∞
⎛ g1(ω ) − g1(0) ⎞ ⎟ dω . 2 π ω ⎠ −∞
1
∫ ⎜⎝
Teorema ini sudah dibuktikan benar (lihat Seron et al 1997). Selanjutnya dengan menggunakan transformasi Tustin akan dicari padanannya di ruang diskret. Untuk memperoleh padanan g(s), transformasi Tustin s =
z −1 disubstitusi z +1
⎛ z −1⎞ ke dalam g(s), maka f ( z ) = g ⎜ ⎟ sehingga padanan g(s) adalah f (z), dan ⎝ z + 1⎠
akibatnya padanan g ( s) = g ( s ) adalah f ( z ) = f ( z ) . Karena g(s) adalah fungsi analitik di
+
, maka f (z) adalah fungsi yang analitik di
C
.
Kemudian untuk memperoleh padanan g(jω) = g1(ω) + jg2(ω), maka digunakan fungsi alih. Misalkan H(s) adalah fungsi alih sistem kontinu dan Hd(z) adalah fungsi alih sistem diskret. Dengan menggunakan transformasi Tustin s=
z −1 , maka z +1 ⎛ z −1⎞ H d ( z) = H ⎜ ⎟. ⎝ z +1⎠
Kemudian dengan substitusi z = e jθ , maka ⎛ e jθ − 1 ⎞ ⎟. H d ( e jθ ) = H ⎜ jθ ⎜ e +1⎟ ⎠ ⎝ ⎛ j θ2 ⎛ j θ2 − jθ ⎞ ⎞ ⎜ e ⎜⎜ e − e 2 ⎟⎟ ⎟ ⎜ ⎠⎟ = H⎜ θ ⎝ θ θ j ⎛ j −j ⎞⎟ ⎜ e 2 ⎜⎜ e 2 + e 2 ⎟⎟ ⎟ ⎟ ⎜ ⎠⎠ ⎝ ⎝
52 ⎛ j θ2 − jθ ⎜e −e 2 = H⎜ θ θ ⎜ e j 2 + e− j 2 ⎝
⎞ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠
⎛ 2 j sin θ ⎞ 2⎟ = H⎜ ⎜ 2 cos θ ⎟ 2 ⎠ ⎝ ⎛ = H ⎜⎜ ⎜ ⎝
⎛ sin θ ⎞ ⎞ 2 ⎟⎟ j⎜ ⎜ cos θ ⎟ ⎟⎟ 2 ⎠⎠ ⎝
= H ( j tan θ ) 2
H d ( e jθ ) = H ( j ω )
dengan ω = tan θ2 , sehingga diperoleh padanan g(jω) = g1(ω) + jg2(ω) adalah f (e jθ) = f1(θ) + jf2(θ).
Selanjutnya untuk memperoleh padanan g ′(0) =
1
π
∞
⎛ g1(ω ) − g1(0) ⎞ ⎟ dω , 2 ω ⎠ −∞
∫ ⎜⎝
dari transformasi Tustin berikut s =
z −1 , z +1
jika s → 0, maka z – 1 → 0 sehingga z→1 e jθ → 1
cosθ + j sinθ → 1
θ → 0. Kemudian ω = tan θ2 didiferensialkan terhadap θ, maka dω 1 2 θ = sec 2 dθ 2 dω 1 = dθ 2 cos 2 θ 2
= sehingga diperoleh
1 1 + cosθ
53
1 ⎛ ⎞ dω = ⎜ ⎟dθ . θ 1 + cos ⎝ ⎠ Perhatikan transformasi Tustin berikut s =
z −1 . z +1
Jika s = 0, maka z – 1 = 0 sehingga z=1 e jθ = 1 jθ = 0
θ = 0. 2 ⎛ z −1⎞ ⎛ z −1⎞ Karena f ( z ) = g ⎜ g ′⎜ ⎟ , maka f ′( z ) = ⎟ 2 ⎝ z +1⎠ ⎝ z + 1⎠ ( z + 1) f ′(1) =
1 g ′(0) 2
g ′(0) = 2 f ′(1) .
sehingga
Untuk batas-batas integral ditentukan dari ω = tan θ2 . Jika ω = –∞, maka θ = –π dan jika ω = ∞, maka θ = π. Dengan demikian, padanan dari g ′(0) =
adalah
2 f ′(1) =
∞
⎛ g1(ω ) − g1(0) ⎞ ⎟ dω 2 π ω ⎠ −∞ 1
∫ ⎜⎝
π ⎛
⎞ 1 ⎞ ⎜ f1(θ ) − f1(0) ⎟⎛ ⎜ ⎟dθ π ⎜ (tan θ ) 2 ⎟⎝ 1 + cosθ ⎠ −π ⎝ 2 ⎠ 1
∫
1 f ′(1) = 2π
sehingga diperoleh
f ′(1) =
1 2π
π ⎛ ⎞ 1 ⎞ ⎜ f1(θ ) − f1(0) ⎟⎛⎜ dθ − 1 cos θ ⎜ ⎟⎝ 1 + cosθ ⎟⎠ 1+ cos θ ⎠ −π ⎝
∫
π
⎛ f1(θ ) − f1(0) ⎞ ⎟dθ . 1 − cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
Jadi, padanan Akibat 1 di ruang diskret adalah: Andaikan f (z) adalah fungsi analitik di
C
memenuhi f (e jθ) = f1(θ) + jf2(θ) dan
1 f ( z ) = f ( z ) (simetrik konjugat), maka f ′(1) = 2π
π
⎛ f1(θ ) − f1(0) ⎞ ⎟ dθ . 1 − cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
54
Lampiran 8 Penurunan padanan Teorema Integral Bode di ruang diskret Teorema 4 (Integral Bode) Andaikan g(s) adalah fungsi analitik di
+
memenuhi g(jω) = g1(ω) + jg2(ω) dan
g ( s) = g ( s ) (simetrik konjugat), maka ∞
⎛ g (s) ⎞ 1 g ( jω ) ⎟⎟ = lim s log⎜⎜ log dω . ( ∞ ) g g (∞ ) π s →∞ ⎝ ⎠ −∞
∫
(5.5)
Teorema ini sudah dibuktikan benar (lihat Seron et al 1997). Selanjutnya dengan menggunakan transformasi Tustin akan dicari padanannya di ruang diskret. Untuk memperoleh padanan g(s), transformasi Tustin s =
z −1 disubstitusi z +1
⎛ z −1⎞ ke dalam g(s), maka f ( z ) = g ⎜ ⎟ sehingga padanan g(s) adalah f (z), dan ⎝ z + 1⎠ akibatnya padanan g ( s) = g ( s ) adalah f ( z ) = f ( z ) . Karena g(s) adalah fungsi analitik di
+
, maka f (z) adalah fungsi yang analitik di
C
.
Kemudian untuk memperoleh padanan g(jω) = g1(ω) + jg2(ω), maka digunakan fungsi alih. Misalkan H(s) adalah fungsi alih sistem kontinu dan Hd(z) adalah fungsi alih sistem diskret. Dengan menggunakan transformasi Tustin s=
z −1 , maka z +1
⎛ z −1⎞ H d ( z) = H ⎜ ⎟. ⎝ z +1⎠ Kemudian dengan substitusi z = e jθ , maka ⎛ e jθ − 1 ⎞ ⎟. H d ( e jθ ) = H ⎜ jθ ⎜ e +1⎟ ⎝ ⎠ ⎛ j θ2 ⎛ j θ2 − jθ ⎞ ⎞ ⎜ e ⎜⎜ e − e 2 ⎟⎟ ⎟ ⎜ ⎠⎟ = H⎜ θ ⎝ θ j2⎛ j2 − j θ2 ⎞ ⎟ ⎜ e ⎜⎜ e + e ⎟⎟ ⎟⎟ ⎜ ⎝ ⎠⎠ ⎝
55
⎛ j θ2 − jθ ⎜e −e 2 = H⎜ θ θ ⎜ e j 2 + e− j 2 ⎝
⎞ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠
⎛ 2 j sin θ ⎞ 2⎟ = H⎜ ⎜ 2 cos θ ⎟ 2 ⎠ ⎝ ⎛ = H ⎜⎜ ⎜ ⎝
⎛ sin θ ⎞ ⎞ 2 ⎟⎟ j⎜ ⎜ cos θ ⎟ ⎟⎟ 2 ⎠⎠ ⎝
= H ( j tan θ ) 2
H d ( e jθ ) = H ( j ω )
dengan ω = tan θ2 , sehingga diperoleh padanan g(jω) = g1(ω) + jg2(ω) adalah f (e jθ) = f1(θ) + jf2(θ).
Selanjutnya untuk memperoleh padanan ∞
⎛ g (s) ⎞ 1 g ( jω ) ⎟⎟ = lim s log⎜⎜ log dω , ( ∞ ) g g (∞ ) π s →∞ ⎝ ⎠ −∞
∫
dari transformasi Tustin berikut s =
z −1 , jika s → ∞, maka z → –1 z +1
Kemudian ω = tan θ2 didiferensialkan terhadap θ, maka dω 1 2 θ = sec 2 dθ 2
=
= sehingga diperoleh
1 2 cos2 θ2 1 1 + cosθ
1 ⎞ ⎛ dω = ⎜ ⎟dθ . ⎝ 1 + cosθ ⎠
Perhatikan transformasi Tustin s =
z −1 . z +1
Jika s = ∞, maka z + 1 = 0 sehingga z = –1. Untuk batas-batas integral ditentukan dari ω = tan θ2 .
56
Jika ω = –∞, maka θ = –π dan jika ω = ∞, maka θ = π. Dengan demikian, padanan dari ∞
⎛ g ( s) ⎞ 1 g ( jω ) ⎟⎟ = lim s log⎜⎜ log dω g (∞ ) s →∞ ⎝ g (∞ ) ⎠ π − ∞
∫
π
adalah
1 f ( e jθ ) ⎛ ⎛ z − 1 ⎞ ⎛ f ( z) ⎞ 1 ⎞ ⎟⎟ = lim ⎜ log ⎟ log⎜⎜ ⎜ ⎟dθ f (−1) ⎝ 1 + cosθ ⎠ z → −1⎝ z + 1 ⎠ ⎝ f (−1) ⎠ π −π
∫
1 ⎛ z −1⎞ lim ⎜ ⎟(log f ( z ) − log f (−1) ) = π z → −1⎝ z + 1 ⎠
π
1 f ( e jθ ) ⎛ ⎞ ⎟dθ ⎜ f (−1) ⎝ 1 + cosθ ⎠
log
1 f ( e jθ ) ⎛ ⎞ ⎜ ⎟dθ f (−1) ⎝ 1 + cosθ ⎠
log
f ( e jθ ) f (−1)
log
1 f ( e jθ ) ⎛ ⎞ ⎟dθ . ⎜ f (−1) ⎝ 1 + cosθ ⎠
log
1 f ( e jθ ) ⎛ ⎞ ⎜ ⎟dθ f (−1) ⎝ 1 + cosθ ⎠
−π
⎛ log f ( z ) − log f (−1) ⎞ 1 lim ( z − 1)⎜ ⎟= z +1 z → −1 ⎝ ⎠ π ⎛ log f ( z ) − log f (−1) ⎞ 1 lim ( z − 1) lim ⎜ ⎟= z +1 z → −1 z → −1⎝ ⎠ π ⎛ log f ( z ) − log f (−1) ⎞ 1 − 2 lim ⎜ ⎟= z +1 z → −1⎝ ⎠ π
∫
log
π
∫
−π
π
∫
−π
π
∫
−π
1 ⎞ ⎛ ⎟dθ ⎜ 1 cos θ + ⎠ ⎝
Dengan menggunakan dalil L’Hospital, maka ⎛ log f ( z ) − log f (−1) ⎞ 1 − 2 lim ⎜ ⎟= z +1 z → −1⎝ ⎠ π
π
∫
−π
π
⎛ f ′( z ) ⎞ 1 1 f ( e jθ ) ⎛ ⎞ ⎟⎟ = log − 2 lim ⎜⎜ ⎟dθ ⎜ f (−1) ⎝ 1 + cosθ ⎠ z → −1⎝ f ( z ) ⎠ π −π
∫
f ′(−1) − 1 = f (−1) 2π
π
∫
−π
f ( e jθ ) 1 ⎞ ⎛ dθ ⎟ log ⎜ f (−1) ⎝ 1 + cosθ ⎠
Jadi, padanan Teorema 4 di ruang diskret adalah: Andaikan f (z) adalah fungsi analitik di
C
memenuhi f (e jθ) = f1(θ) + jf2(θ) dan
f ( z ) = f ( z ) (simetrik konjugat), maka f ′(−1) − 1 = f (−1) 2π
π
∫
−π
1 f ( e jθ ) ⎛ ⎞ dθ . ⎜ ⎟ log f (−1) ⎝ 1 + cosθ ⎠
(5.6)
57
Lampiran 9 Penurunan padanan Teorema Poisson–Jensen di ruang kontinu. Teorema 5 (Poisson–Jensen) Andaikan f(z) adalah fungsi analitik pada dari f di
C
. Jika z ∈
C
C
dan di (i = 1, 2, …., nz) adalah zeros
dan f ( z ) ≠ 0 , maka
π
nd ⎛ ze jθ + 1 ⎞ 1 − di z jθ ⎜ ⎟ . log f (z ) = Re log f (e ) dθ − log θ j ⎜ ⎟ z − di π − 1 ze ⎝ ⎠ i = 1 0
1
∑
∫
Teorema ini sudah dibuktikan benar (lihat Ash 1991). Selanjutnya dengan menggunakan invers transformasi Tustin akan dicari padanannya di ruang kontinu. Untuk memperoleh padanan f(z), maka transformasi Tustin s =
z −1 dicari z +1
inversnya yaitu s ( z + 1) = z − 1 sz + s = z − 1
sz − z = − s − 1
( s − 1) z = − s − 1 z=
− s −1 s −1
Sehingga diperoleh invers transformasi Tustin adalah z =
1+ s , kemudian 1− s
⎛1+ s ⎞ disubstitusi ke dalam f(z), sehingga g ( s ) = f ⎜ ⎟ . Diperoleh padanan f(z) ⎝1− s ⎠ adalah g(s). Karena f(z) adalah fungsi analitik di analitik di
C
, maka g(s) adalah fungsi yang
+
.
Selanjutnya z =
1+ s 1 + jω maka e jθ = sehingga 1 − jω 1− s ⎛ ⎜ ⎛ ze jθ + 1 ⎞ ⎟ = Re⎜ Re⎜ ⎜ ze jθ − 1 ⎟ ⎜ ⎠ ⎝ ⎝
(11+−ss ) ⎛⎜⎝ 11+− jjωω ⎞⎟⎠ + 1 ⎞⎟ ⎟ (11+−ss ) ⎛⎜⎝ 11+− jjωω ⎞⎟⎠ − 1 ⎟⎠
⎛ (1 + s )(1 + jω ) + (1 − s )(1 − jω ) ⎞ ⎟⎟ = Re⎜⎜ ⎝ (1 + s )(1 + jω ) − (1 − s )(1 − jω ) ⎠
58
⎛ (1 + jω + s + jωs ) + (1 − jω − s + jωs ) ⎞ ⎟⎟ = Re⎜⎜ ⎝ (1 + jω + s + jωs ) − (1 − jω − s + jωs ) ⎠ ⎛ 2 + 2 j ωs ⎞ ⎟⎟ = Re⎜⎜ ⎝ 2 jω + 2 s ⎠ ⎛ 1 + jωs ⎞ ⎟⎟ . = Re⎜⎜ ⎝ s + jω ⎠ ⎛ ze jθ + 1 ⎞ ⎟ adalah Re⎛⎜ 1 + jωs ⎞⎟ . Diperoleh padanan Re⎜ ⎜ s + jω ⎟ ⎜ ze jθ − 1 ⎟ ⎝ ⎠ ⎠ ⎝ Untuk mencari padanan log f (e jθ ) , kita akan digunakan fungsi alih. Misalkan Hd(z) adalah fungsi alih sistem diskret dan H(s) adalah fungsi alih sistem kontinu. Dengan menggunakan invers transformasi Tustin z =
1+ s , maka 1− s
⎛1+ s ⎞ H (s) = H d ⎜ ⎟. ⎝1− s ⎠ Kemudian dengan substitusi s = jω, maka ⎛ 1 + jω ⎞ ⎟⎟ . H ( jω ) = H d ⎜⎜ ⎝ 1 − jω ⎠ ⎛ ⎛ 1 + jω ⎞⎛ 1 + jω ⎞ ⎞ ⎟⎟⎜⎜ ⎟⎟ ⎟⎟ = H d ⎜⎜ ⎜⎜ ⎝ ⎝ 1 − jω ⎠⎝ 1 + jω ⎠ ⎠
⎛ 1 + 2 jω − ω 2 ⎞ ⎟ = Hd ⎜ ⎜ 1+ ω2 ⎟ ⎝ ⎠ ⎛1− ω2 2ω ⎞⎟ = Hd ⎜ + j ⎜1+ ω2 1 + ω 2 ⎟⎠ ⎝ = H d (cosθ + j sin θ ) H ( jω ) = H d (e jθ )
dengan cosθ =
1− ω2
2ω 2ω sin = tan = θ θ dan sehingga . Diperoleh 1+ ω2 1 + ω2 1 − ω2
padanan log f (e jθ ) adalah log g ( jω ) . Selanjutnya untuk memperoleh padanan
59 π
⎛ ze jθ + 1 ⎞ ⎟ log f (e jθ ) dθ , Re⎜ jθ ⎜ ⎟ π ⎝ ze − 1 ⎠ 0 1
tan θ =
2ω 1− ω2
∫
didiferensialkan terhadap ω, maka sec2 θ
dθ 2(1 − ω 2 ) − 2ω (−2ω ) = dω (1 − ω 2 )2 2
⎛ 2 − 2ω 2 + 4ω 2 ⎞⎛ 1 − ω 2 ⎞ ⎟⎜ ⎟ dω dθ = ⎜ ⎜ (1 − ω 2 )2 ⎟⎜ 1 + ω 2 ⎟ ⎝ ⎠⎝ ⎠ ⎛ 2 + 2ω 2 ⎞ (1 − ω 2 ) 2 ⎟ =⎜ dω ⎜ (1 − ω 2 ) 2 ⎟ (1 + ω 2 ) 2 ⎝ ⎠ =
2(1 + ω 2 ) (1 − ω 2 ) 2 (1 − ω 2 ) 2 (1 + ω 2 ) 2
dω
sehingga diperoleh ⎛ 2 ⎞ dθ = ⎜ ⎟dω . ⎝1+ ω2 ⎠ Selanjutnya dicari padanan dari
nd
1− d z
∑ log z − di i
.
i =1
( )
1+ c 1 − ⎛⎜ 1− ci ⎞⎟ 11+− ss 1 − di z = log ⎝ i ⎠ log z − d 1+ s − ⎛ 1+ ci ⎞ i ⎜ ⎟ i =1 i =1 1− s ⎝ 1− ci ⎠ nc
nd
∑
∑
=
nc
( )
(1 − c )(1 − s ) − (1 + c )(1 + s )
∑ log (1 − cii )(1 + s) − (1 + cii )(1 − s) i =1
=
nc
(1 − s − c + c s ) − (1 + s + c + c s )
∑ log (1 + s − cii − cii s) − (1 − s + cii − cii s) i =1
=
nc
∑ log
− 2s − 2ci 2s − 2ci
nc
c +s
i =1
=
∑ log cii − s . i =1
60
Jadi, diperoleh padanan dari
nd
∑ i =1
n
log
c 1 − di z c +s . adalah log i z − di c − s i i =1
∑
Untuk batas-batas integral diambil dari tan θ =
2ω 1− ω2
. Jika θ = 0, maka ω = 0 dan
jika θ = π, maka ω = ∞ Dengan demikian, padanan dari π
nd ⎛ ze jθ + 1 ⎞ 1− diz jθ ⎜ ⎟ log f (z ) = Re log f (e ) dθ − log j θ ⎜ ⎟ z − di π ⎝ ze − 1 ⎠ i =1 0
1
adalah
log g (s ) =
∑
∫
∞
n
c ⎛ 1 + j ωs ⎞ c +s ⎛ 2 ⎞ ⎟⎟ log g ( jω ) ⎜ − Re⎜⎜ ω log i d ⎟ 2 + ci − s π ⎝1+ ω ⎠ ⎝ s jω ⎠ i =1 0
1
∑
∫
∞
n
c ⎛ 1 + jωs ⎞ log g ( jω ) c +s ⎟⎟ . − log g (s ) = Re⎜⎜ ω log i d 2 s + jω ⎠ 1 + ω ci − s π ⎝ = 1 i 0
2
∑
∫
Jadi, padanan teorema 5 di ruang kontinu adalah: Andaikan g(s) adalah fungsi analitik pada dari g di
+
. Jika s ∈
+
+
dan ci (i = 1, 2, …., nz) adalah zeros
dan g (s ) ≠ 0 , maka ∞
n
c ⎛ 1 + jωs ⎞ log g ( jω ) c +s ⎟⎟ − log g (s ) = Re⎜⎜ ω log i d . 2 ci − s π s + jω ⎠ 1 + ω ⎝ = 1 i 0
2
∫
∑
(5.8)
61
Lampiran 10 Beberapa ilustrasi penggunaan padanan Teorema. Sebagai ilustrasi akan ditunjukkan bahwa f (z ) = 1 2π
memenuhi f ′(1) =
π
3z + 1 ; p ∈ (–1, 1) analitik di z− p
C
⎛ f1(θ ) − f1 (0) ⎞ ⎟ dθ . 1 − cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
Pertama, dihitung nilai dari f ′(−1) . Diketahui bahwa f ( z ) = f ′( z ) =
3z + 1 , maka z− p 3( z − p ) − (3 z + 1)
sehingga diperoleh f ′(− 1) = −
=
( z − p)2 1+ 3p ( −1 − p )
2
=−
Misalkan LHS1 = f ′(− 1) , maka LHS1 = −
− 3p −1
3p +1 , = − ( z − p)2 ( z − p)2
1+ 3p (1 + p ) 2
1+ 3p (1 + p ) 2
.
; p ∈ (–1, 1).
Selanjutnya dengan menggunakan software Mathematica 7 dihitung nilai-nilai dari LHS1. Berikutnya, dihitung nilai dari
−1 2π
π
⎛ f1(θ ) − f1(0) ⎞ ⎟ dθ . 1 + cos θ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
Untuk keperluan itu, terlebih dahulu substitusikan z = e jθ = cosθ + j sin θ ke dalam fungsi f ( z ) = f ( e jθ ) =
3e jθ + 1 e
jθ
−p
=
3z + 1 maka z− p 3(cosθ + j sin θ ) + 1 (cosθ + j sin θ ) − p
⎛ (3 cosθ + 1) + 3 j sin θ ⎞⎛ (cosθ − p ) − j sin θ ⎞ ⎟⎟⎜⎜ ⎟⎟ = ⎜⎜ ⎝ (cosθ − p ) + j sin θ ⎠⎝ (cosθ − p ) − j sin θ ⎠
62 ⎛ (3 cosθ + 1)(cosθ − p) + (3 cosθ + 1)(− j sin θ ) + 3 j sin θ (cosθ − p ) + 3 j sin θ (− j sin θ ) ⎞ ⎟ =⎜ 2 2 ⎜ ⎟ − − (cos θ p ) ( j sin θ ) ⎝ ⎠ ⎛ 3 cos2 θ + (1 − 3 p) cosθ − p − 3 j sin θ cosθ − j sin θ + 3 j sin θ cosθ − 3 pj sin θ + 3 sin 2 θ ⎞ ⎟ =⎜ ⎜ ⎟ cos2 θ − 2 p cosθ + p 2 + sin 2 θ ⎝ ⎠
⎛ (3 − p) + (1 − 3 p) cos θ + j (−1 − 3 p ) sin θ ) ⎞ ⎟ =⎜ ⎜ ⎟ 1 − 2 p cos θ + p 2 ⎝ ⎠
f (e jθ ) =
(3 − p ) + (1 − 3 p) cos θ 1 − 2 p cos θ + p
2
+j
− (1 + 3 p ) sin θ
,
1 − 2 p cos θ + p 2
sehingga diperoleh bentuk f (e jθ ) = f1(θ ) + j f 2 (θ ) dengan f1(θ ) =
(3 − p) + (1 − 3 p) cos θ 1 − 2 p cosθ + p
dan f 2 (θ ) =
2
− (1 + 3 p) sin θ 1 − 2 p cos θ + p 2
.
Jika θ = π, maka cos θ = –1, sehingga f1( π) = f1( π) =
3 − p −1+ 3 p 1+ 2 p + p
=
=
−1 2π −1 2π
−1 = 2π −1 = 2π
=
2+ 2p (1 + p )
2
=
2(1 + p) (1 + p ) 2
2 . 1+ p
−1 Misalkan RHS1 = 2π −1 RHS1 = 2π
2
π
⎛ f1(θ ) − f1(π ) ⎞ ⎟ dθ , maka 1 + cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
(3− p ) + (1−3 p ) cos θ − 1+2p ⎞⎟ π ⎛⎜ 1− 2 p cos θ + p 2
∫ ⎜⎜
−π ⎜ ⎝
π
⎛
(3− p ) + (1−3 p ) cosθ
∫ ⎜⎝ (1− 2 p cosθ + p
2
−π
π
)(1+ cosθ )
−
⎞ 2 ⎟ dθ (1+ p )(1+ cosθ )
⎛ ((3− p ) + (1−3 p ) cosθ ) )(1+ p )
∫ ⎜⎝ (1− 2 p cosθ + p
−π
⎟ dθ ⎟⎟ ⎠
1 + cosθ
2
)(1+ cosθ )(1+ p )
⎠
−
2(1− 2 p cosθ + p 2 )
⎞ ⎟ dθ
(1− 2 p cosθ + p 2 )(1+ cosθ )(1+ p ) ⎠
π
⎛ (3− p )(1+ p ) + (1−3 p )(1+ p ) cosθ ⎞ 2 − 4 p cosθ + 2 p 2 − ⎜ ⎟ dθ 2 2 (1− 2 p cosθ + p )(1+ cosθ )(1+ p ) (1− 2 p cosθ + p )(1+ cosθ )(1+ p ) ⎠ ⎝ −π
∫
π
⎛ 3+ 2 p − p 2 + (1− 2 p −3 p 2 ) cosθ − 2 + 4 p cosθ − 2 p 2 ⎞ ⎜ ⎟ dθ (1− 2 p cosθ + p 2 )(1+ cosθ )(1+ p ) ⎝ ⎠ −π
∫
63
=
−1 2π
=
−1 2π
−1 = 2π −1 = 2π =
RHS1 =
−1 2π
π
⎛ 3+ 2 p − p 2 + cosθ − 2 p cosθ −3 p 2 cosθ − 2 + 4 p cosθ − 2 p 2 ⎞ ⎟ dθ (1− 2 p cosθ + p 2 )(1+ cosθ )(1+ p ) ⎠ −π
∫ ⎜⎝
π
⎛ 1+ 2 p −3 p 2 + cosθ + 2 p cosθ −3 p 2 cosθ ⎞ ⎟ dθ (1− 2 p cosθ + p 2 )(1+ cosθ )(1+ p ) ⎠ −π
∫ ⎜⎝
π
⎛ (1+ 2 p −3 p 2 ) + (1+ 2 p −3 p 2 ) cosθ ⎞ ⎜ ⎟ dθ (1− 2 p cosθ + p 2 )(1+ cosθ )(1+ p ) ⎠ ⎝ −π
∫
π
⎛ ⎞ (1+ 2 p −3 p 2 )(1+ cosθ ) ⎜ ⎟ dθ 2 ⎝ (1− 2 p cosθ + p )(1+ cosθ )(1+ p ) ⎠ −π
∫
π
⎛
⎞ ⎟ dθ
1+ 2 p −3 p 2
∫ ⎜⎝ (1−2 p cosθ + p
−π
3 p2 − 2 p −1 2( p + 1)π
π ⎛
2
)(1+ p ) ⎠
1
⎞
∫ ⎜⎜⎝ 1 − 2 p cosθ + p 2 ⎟⎟⎠ dθ ; p ∈ (–1, 1).
−π
Kemudian dengan menggunakan software Mathematica 7 dihitung nilai-nilai dari RHS1. Hasil perhitungan dari LHS1 dan RHS1 dinyatakan pada gambar 1.
Gambar 1 Grafik LHS1 (o) dan RHS1 (x). Pada gambar 1, dapat dilihat bahwa kedua grafik fungsi adalah saling berhimpit. Dengan demikian, dapat ditunjukkan bahwa −1 f ′(−1) = 2π
π
3z + 1 ⎛ f1(θ ) − f1(0) ⎞ ; p ∈ (–1, 1). ⎟ dθ untuk f (z ) = z− p 1 + cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
64
Ilustrasi lainnya akan ditunjukkan bahwa f (z ) = −1 memenuhi f ′(−1) = 2π
π
3z + 1 ; p ∈ (–1, 1) analitik di z− p
C
⎛ f1(θ ) − f1(π ) ⎞ ⎟ dθ . 1 + cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
Pertama, dihitung nilai dari f ′(−1) . Diketahui bahwa f ( z ) = f ′( z ) =
3z + 1 , maka z− p 3( z − p ) − (3 z + 1)
=−
( z − p) 3p +1 ( z − p)2
sehingga diperoleh f ′(1) = −
2
3z − 3 p − 3z − 1 ( z − p)
2
=
− 3p −1 ( z − p) 2
,
1+ 3p (1 − p ) 2
.
LHS 2 = f ′(1) , maka LHS 2 = −
Misalkan
=
1+ 3p (1 − p )2
; p ∈ (–1, 1).
Selanjutnya dengan menggunakan software Mathematica 7 dihitung nilai-nilai dari LHS2. 1 Berikutnya, dihitung nilai dari 2π
π
⎛ f1(θ ) − f1(0) ⎞ ⎟ dθ . 1 − cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
Untuk keperluan itu, terlebih dahulu substitusikan z = e jθ = cosθ + j sin θ ke dalam fungsi f ( z ) = f ( e jθ ) =
3e jθ + 1 jθ
=
3z + 1 maka z− p 3(cosθ + j sin θ ) + 1 (cosθ + j sin θ ) − p
e −p ⎛ (3 cosθ + 1) + 3 j sin θ ⎞⎛ (cosθ − p ) − j sin θ ⎞ ⎟⎟⎜⎜ ⎟⎟ = ⎜⎜ ⎝ (cosθ − p ) + j sin θ ⎠⎝ (cosθ − p ) − j sin θ ⎠
65 ⎛ (3 cosθ + 1)(cosθ − p ) + (3 cosθ + 1)(− j sin θ ) + 3 j sin θ (cosθ − p) + 3 j sin θ (− j sin θ ) ⎞ ⎟ =⎜ 2 2 ⎜ ⎟ − − (cos θ p ) ( j sin θ ) ⎝ ⎠ ⎛ 3 cos2 θ + (1 − 3 p) cosθ − p − 3 j sin θ cosθ − j sin θ + 3 j sin θ cosθ − 3 pj sin θ + 3 sin 2 θ ⎞ ⎟ =⎜ ⎜ ⎟ cos2 θ − 2 p cosθ + p 2 + sin 2 θ ⎝ ⎠
⎛ (3 − p) + (1 − 3 p) cos θ + j (−1 − 3 p ) sin θ ) ⎞ ⎟ =⎜ ⎜ ⎟ 1 − 2 p cos θ + p 2 ⎝ ⎠
f (e jθ ) =
(3 − p ) + (1 − 3 p) cos θ 1 − 2 p cos θ + p
2
+j
− (1 + 3 p ) sin θ
,
1 − 2 p cos θ + p 2
sehingga diperoleh bentuk f (e jθ ) = f1(θ ) + j f 2 (θ ) dengan f1(θ ) =
(3 − p) + (1 − 3 p) cos θ 1 − 2 p cosθ + p
dan f 2 (θ ) =
2
− (1 + 3 p) sin θ 1 − 2 p cos θ + p 2
.
Jika θ = 0, maka f1(0) = f1(0) =
3 − p +1− 3 p 1− 2 p + p
=
=
1 2π 1 2π
1 = 2π 1 = 2π
=
4−4p (1 − p)
2
=
4(1 − p) (1 − p) 2
4 . 1− p
1 Misalkan RHS2 = 2π 1 RHS2 = 2π
2
π
⎛ f1(θ ) − f1(0) ⎞ ⎟ dθ , maka 1 − cosθ ⎠
∫ ⎜⎝
−π
(3− p ) + (1−3 p ) cos θ − 1−4p ⎞⎟ π ⎛⎜ 1− 2 p cos θ + p 2
∫ ⎜⎜
−π ⎜ ⎝
π
⎛
(3− p ) + (1−3 p ) cosθ
∫ ⎜⎝ (1−2 p cosθ + p
2
−π
π
)(1− cosθ )
−
⎞ 4 ⎟ dθ (1− p )(1− cosθ )
⎛ ((3− p ) + (1−3 p ) cosθ ) )(1− p )
∫ ⎜⎝ (1− 2 p cosθ + p
−π
⎟ dθ ⎟⎟ ⎠
1 − cosθ
2
)(1− cosθ )(1− p )
⎠
−
4(1− 2 p cosθ + p 2 )
⎞ ⎟ dθ
(1− 2 p cosθ + p 2 )(1− cosθ )(1− p ) ⎠
π
⎛ (3− p )(1− p ) + (1−3 p )(1− p ) cosθ ⎞ 4 −8 p cosθ + 4 p 2 − ⎜ ⎟ dθ 2 2 (1− 2 p cosθ + p )(1− cosθ )(1− p ) (1− 2 p cosθ + p )(1− cosθ )(1− p ) ⎠ ⎝ −π
∫
π
⎛ 3− 4 p + p 2 + (1− 4 p + 3 p 2 ) cosθ − 4 +8 p cosθ − 4 p 2 ⎞ ⎜ ⎟ dθ (1− 2 p cosθ + p 2 )(1− cosθ )(1− p ) ⎝ ⎠ −π
∫
66
=
1 2π
=
1 2π
1 = 2π 1 = 2π =
RHS2 =
1 2π
π
⎛ 3− 4 p + p 2 + cosθ − 4 p cosθ + 3 p 2 cosθ − 4 +8 p cosθ − 4 p 2 ⎞ ⎟ dθ (1− 2 p cosθ + p 2 )(1− cosθ )(1− p ) ⎠ −π
∫ ⎜⎝
π
⎛ −1− 4 p −3 p 2 + cosθ + 4 p cosθ + 3 p 2 cosθ ⎞ ⎟ dθ (1− 2 p cosθ + p 2 )(1− cosθ )(1− p ) ⎠ −π
∫ ⎜⎝
π
⎛ − (1+ 4 p + 3 p 2 ) + (1+ 4 p + 3 p 2 ) cosθ ⎞ ⎜ ⎟ dθ (1− 2 p cosθ + p 2 )(1− cosθ )(1− p ) ⎠ ⎝ −π
∫
π
⎛ ⎞ − (1+ 4 p + 3 p 2 )(1− cosθ ) ⎜ ⎟ dθ 2 ⎝ (1− 2 p cosθ + p )(1− cosθ )(1− p ) ⎠ −π
∫
π
⎛
⎞ ⎟ dθ
1+ 4 p + 3 p 2
∫ ⎜⎝ (1− 2 p cosθ + p
−π
1+ 4 p + 3 p2 2( p − 1)π
π ⎛
2
)( p −1) ⎠
1
⎞
∫ ⎜⎜⎝ 1 − 2 p cosθ + p 2 ⎟⎟⎠ dθ ; p ∈ (–1, 1).
−π
Kemudian dengan menggunakan software Mathematica 7 diperoleh nilai-nilai dari RHS2. Hasil perhitungan dari LHS2 dan RHS2 dinyatakan pada gambar 2.
Gambar 2 Grafik LHS2 (o) dan RHS2 (x). Pada gambar 2, dapat dilihat bahwa kedua grafik fungsi adalah saling berhimpit. Dengan demikian, dapat ditunjukkan bahwa f ′(1) =
1 2π
π
3z + 1 ⎛ f1(θ ) − f1(0) ⎞ ; p ∈ (–1, 1) pada ⎟ dθ untuk f (z ) = 1 − cosθ ⎠ z− p
∫ ⎜⎝
−π
C
.
67
Lampiran 11 Beberapa program perhitungan dan pembuatan grafik dengan software Mathematica.
68
69
70
71
72