PERAN SOSIAL EKONOMI PENGUSAHA KONVEKSI TAS TERHADAP KAUM DHUAFA (Studi Kasus Konveksi Tas Musliadi dan Konveksi Tas Kacus Di RT 04 RW 09 Kelurahan Bintara Bekasi Barat)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)
Oleh :
Ridwan April Amsah 109054000014
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H / 2016
ABSTRAK Ridwan April Amsah Peran Sosial Ekonomi Pengusaha Konveksi Tas Terhadap Kaum Dhuafa Studi Kasus Konveksi Tas Musliadi dan Konveksi Tas Kacus Di RT 04 RW 09 Kelurahan Bintara Bekasi Barat.
Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama bagi masyarakat miskin. Usaha konveksi tas memiliki peranan yang sangat bersar di masyarakat. Usaha kecil yang mampu menyerap tenaga kerja, membuka lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan serta mampu memiliki ketrampilan untuk membuka usaha sendiri. Usaha konveksi tas pada umumnya dikelola dalam bentuk usaha rumah tangga, sehingga perkembangannya selalu dihadapkan dengan permasalahan yang menyangkut bahan baku, tingkat keuntungan, pemasaran serta pemodalan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif, melalui pengamatan langsung dan wawancara terhadap responden. Berdasarkan pengamatan di RT 04 RW 09 Kelurahan Bintara Bekasi Barat tepatnya di Jalan Bintara 14. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pengusaha konveksi tas dalam pemberdayaan masyarakat, untuk mengetahui hasil pemberdayaan yang dilakukan oleh pengusaha konveksi tas terhadap masyarakat sekitar serta untuk mengetahui hambatan pengusaha konveksi tas dalam pemberdayaan masyarakat. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pemberdayaan yang dilakukan pengusaha konveksit tas terhadap para pengrajin tas sangat membantu mereka dalam mendapatkan upah sehingga ada peningkatan kesejahteraan, serta mereka mendapatkan ilmu keterampilan dalam membuat tas.
i
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Segala puji hanya milik Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan karuni-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Karena segala sesuatu yang telah kita mulai wajib kita selesaikan. Karena itu adalah bentuk tanggung jawab kita terhadap diri sendiri. Shalawat serta salam tak lupa penulis panjatkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing ummatnya menuju jalan yang diridhai Allah SWT dan dialan manusia yang membawa risalah kebenaran di akhir zaman. Kiranya perlu penulis sampaikan dari hati yang paling dalam, bahwasanya kelancaran pelaksaan penelitian dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari arahan, bimbingan, dorongan dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada: 1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Dakwah Dan Komunikasi yang mampu memimpin fakultas dengan sangat baik. 2. Bapak Suprapto, PhD selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum Serta Dr. Suhaemi, MA Selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan yang telah menjadi fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi menjadi lebih baik. ii
3. Ibu Wati Nilamsari, M.Si selaku Ketua Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) dan Bapak Drs. M. Hudri, M. Ag. Selaku sekretasi Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) yang telah memberikan banyak ilmu serta motivasi kepada penulis. 4. Segenap jajaran dosen Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis sewaktu penulis berada di bangku kuliah. 5. Pimpinan dan segenap karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memfasilitasi penulis dalam mencari bahan referensi dalam penulisan skripsi. 6. Orang tuaku tercinta Bapak M. Rahim Siregar dan Ibu Masrani Simbolon yang senantiasa mendoakan, memberikan motivasi serta dukungan dan segala sesuatunya sehingga penulis dapat menyesaikan skripsi ini. Serta selalu mendoakan penulis dalam setiap nafasnya untuk menjadi orang yang lebih bertanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan segala nikmat dalam kehidupan. 7. Kepada Kakak dan Abangku yang saya hormati, Delima Sari Siregar, Faisal Siregar, Siti Cholizah Siregar yang tiada henti memberikan dukungannya kepada penulis. 8. Bang Musliadi, Bapak Kacus yang telah memberikan izinnya kepada penulis dalam menyusun skripsi ini. Serta kepada pengrajin Boy, Soheh, Dino, Going, Johar, dan Heri yang telah meluangkan waktu di tengah iii
kesibukannya untuk penulis wawancarai dengan memberikan data serta informasi selama proses penulisan skripsi. 9. Teman-temanku di komunitas Perkumpulan Gitaris Di Facebook (PGDF) yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu karena terlalu banyak. Terima kasih telah memberikan doa dan dukungannya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 10. Teman-temanku di Komunitas Jazz Kemayoran khususnya Om Beben Jazz yang memberikan motivasi serta kata-mutiaranya sehingga penulis semangat
dalam
menjalani
segenap
kegiatan
hingga
mampu
menyelesaikan skripsi ini. 11. Teman-temanku seperjuangan PMI 2009 yang saya cintai yang pernah terlibat bersama dalam belajar di bangku kuliah, semoga kita semua menjadi manusia yang senantiasa selalu bersyukur dan bermanfaat bagi orang lain. 12. Teman-temanku, Metallica Tunggal Icca (MTI) yang saya banggakan Ferry, Fahmi, Rikza, Dede, Mujahid, dan Surya yang selalu support satu sama lain semasa di bangku kuliah ataupun ketika sedang penggarapan skripsi. Saya amat senang memiliki teman seperti kalian semua. Semoga kita sukses semua.
iv
DAFTAR ISI ABSTRAK …………………………………………………………………..…
i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………..
ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….
v
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………
vii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………….
1
A. Latar Belakang ……………………………………………………..
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……………………………
11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………………..
12
D. Metodologi Penelitian ……………………………………………...
13
E. Tinjauan Pustaka ……………………………………………..……
18
F. Sistematika Penulisan ………………………………………………
22
BAB II TINJAUAN TEORITIS …………………………………….………
24
A. Pengertian Peran ……………………………………………………
24
B. Pemberdayaan Masyarakat ………………………………………..
27
1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat ………………………
27
2. Proses Pemberdayaan Masyarakat ……………………………
32
C. Kemiskinan …………………………………………………………....
33
1. Definisi Kemiskinan ………………………………………………
33
2. Batasan Tentang Kemiskinan…………………………………….
37
3. Sebab-Sebab Kemiskinan …………………………………………
43
v
BAB III TEMUAN PENELITIAN ………………………………………….
60
A. Profil Usaha Konveksi Tas di RT 04 RW 09 Kelurahan Bintara Bekasi Barat 1. Profil Usaha ……………………………………………………..
60
2. Latar Belakang Berdirinya Usaha Konveksi Tas di RT 04 RW 09 Kelurahan Bintara Bekasi Barat……….……………………..
60
3. Maksud dan Tujuan Berdirinya Usaha Konveksi Tas ……...
62
BAB IV ANALISIS PERAN PENGUSAHA KONVEKSI TAS DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …………………………
67
A. Peran Pengusaha Konveksi Tas dalam Pemberdayaan Masyarakat…………………………………………………………..
67
B. Hasil Pemberdayaan yang Dilakukan oleh Pengusaha Pembuatan Tas Terhadap Masyarakat Sekitar…………………….
70
C. Penghambat dan Pendukung Pengusaha Konveksi Tas dalam Pemberdayaan Masyarakat…………………………………
72
BAB V PENUTUP …………..………………………………………………
76
A. Kesimpulan……………………………………………………………
77
B. Saran …...……………………………………………………………..
78
DAFTAR PUSTAKA ……………………………..…………………………
80
LAMPIRAN ………………………….………………………………………
84
vi
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Statistik Kemiskinan dan Ketidaksetaraan di Indonesia……....
7
Gambar 2 Tabel informan…………………………………………………...
17
Gambar 3 Tabel Rekapitulasi Karyawan …………………………………….
64
vii
viii
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagian penting dari implementasi syariat Islam adalah mewujudkan kesejahteraan dan keadilan. Dua konsep ini merupakan ajaran pokok dalam Islam. Negara yang sejahtera dan selalu dalam lindungan Allah SWT adalah cita-cita dasar perjuangan umat Islam. Konsep kesejahteraan ini memiliki landasan dalam al-Qur‟an yang secara jelas menyebutkan “sungguh, bagi kaum Saba‟ ada tanda (kebesaran Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebuh di sebelah kanan dan di sebelah kiri, (kepada mereka dikatakan, makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun” (Saba‟:15).1 Masyarakat sejahtera dalam Islam adalah yang memiliki tata kehidupan yang ideal, serba ada, makmur dan terpenuhinya kebutuhan material dan spiritual dengan baik. Gambaran masyarakat sejahtera berdasarkan pandangan ajaran Islam, dalam konteks keindonensiaan dicoba adopsi dalam konstitusi negara Indonesia. Padahal, jika kita perhatikan isi pembukaan UndangUndang Dasar 1945, di situ dengan jelas bahwa diantara tujuan
1
Tantan Hermansah M.Si, Muhtadi M.Si, Dasar-dasar Pengembangan Masyarakat Dalam Islam, (Jakarta: Fidkom UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009) h. 130
1
2
kemerdekaan adalah untuk kesejahteraan umum yang didasarkan pada, antara lain, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam UUD 1945 pasal 34 ayat (1) juga disebutkan: fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Sedangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial menganut konsep ini, sebagaimana tertera pada BAB I Ketentuan Umum pasal 1 ayat 1: Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat memenuhi fungsi sosialnya.2 Dengan demikian, konstitusi negara Indonesia sebenarnya secara substansi, memiliki cita-cita yang sama dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Para pendiri bangsa (founding fathers) ini sadar bahwa kehidupan bernegara tujuannya adalah wujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera. Masyarakat secara material tercukupi dan secara spiritual juga tinggi. Dakwah untuk mewujudkan masyarakat sejahtera agar dapat memfokuskan pada bidang; Pertama,
pendidikan.
Pendidikan
adalah
sumber
untuk
mengahasilkan invidu yang cerdas dan pintar. Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul hanya dapat dilahirkan dan diminculkan melalui 2
Sosial.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2009 Tentang Kesejahteraan
3
pendidikan. Bila suatu bangsa atau negara, pendidikan kurang maju maka hal itu berbanding lurus dengan rendahnya SDM yang dimilikinya. Negara maju, yang memiliki SDM unggul dan produktif, lahir karena kemajuan dan tingkat pendidikan yang bagus. Kedua, ekonomi kerakyatan/mikro. Potret masyarakat menengah ke bawah merupakan jumlah yang terbesar populasinya. Mereka inilah yang perlu diberdayakan secara ekonomi agar memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papannya. Ketiga, kesehatan. Faktor kesehatan masyarakat rendah akan berimplikasi pada rendahnya produktifitas mereka. Oleh karena bidang kesehatan agar menjadi agenda utama yang perlu digarap dalam kegiatankegiatan pemberdayaan tersebut Keempat, penguatan hak-hak asasi dan hak ekonomi sosial serta budaya. Hak-hak mereka yang tidak terlindungi berakibatnya tidak berdaya suatu masyarakat. Penguatan hal ini adalah tugas pemberdayaan lainnya agar hak-hak mereka tidak terlanggar. Kelima, penanggulangan kemiskinan. Tema ini sentral dengan pemberdayaan masyarakat untuk diberantas atau ditanggulangi. Karena kemiskinan menunjukkan ketidakberdayaan masyarakat dalam memenuhi hajat hidupnya. Bila kemiskinan tidak ditangani secara serius akan menimbulkan lost generation, sebagai indikator bahwa keberlangsungan umat manusia menjadi problem serius, karena umat manusia akan punah. Dalam
kaitannya
ini,
program-program
pemberdayaan
masalah
4
kemiskinan secara holistic baik kemiskinan kultural maupun kemiskinan yang structural. Keenam, pembangunan lingkungan. Tema ini menjadi penting, karena planet bumi tempat kita berpijak perlu dirawat dan dilestarikan secara berkelanjutan. Di era globalisasi sekarang ini kemiskinan masih menjadi polemik di negara-negara berkembang. Sulitnya keluar dari jerat kemiskinan membuat sebagian orang merasa pasrah akan kemiskinan, apatis serta mencari jalan pintas untuk keluar dari jerat kemiskinan. Menurut Dharmin Nasution dalam pidato pembukaan AFI Global Policy Forum pada 2010 di Bali, kemiskinan adalah sebuah fenomena multidimensi. Kondisi ini bukan hanya disebabkan oleh hambatan ekonomi, namun mungkin juga terkait dengan hambatan aspek sosial, politik, budaya, dan keamanan dari sebuah komunitas ataupun negara. Fenomena ini dapat dianalogikan seperti puzzle yang belum tersusun rapi. Ada banyak bagian yang belum tersusun untuk membentuk suatu gambar yang konkret. Dalam analogi tersebut, keseluruhan gambar adalah kemiskinan. Kita harus memahami dalam setiap bagian gambar dan bagaimana bagian-bagian tersebut saling berhubungan satu sama lain, sebelum kita dapat „melihat‟ gambar kemiskinan secara keseluruhan. Hanya dengan melihat dan memahami setiap puzzle yang membentuk kemiskinan, kita dapat memulai mengatasi masalah kemiskinan secara strategis.
5
Kemiskinan adalah ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dam kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global yang semestinya setiap bangsa duduk bersama membahas solusi setiap warga di dunia agar bisa terlepas dari jerat kemiskinan. Ada tiga konsep kemiskinan, yaitu kemiskinan absolute, kemiskinan relative dan kemiskinan subyektif. Konsep kemiskinan absolute dirumuskan dengan membuat ukuran tertentu yang kongkret. Ukuran itu lazimnya berorientasi pada kebutuhan hidup dasar minimum anggota masyarakat (sandang, pangan, dan papan). Masing-masing negara mempunyai batasan kemikinan absolute yang berbeda-beda,
sebab
kebutuhan
hidup
dasar
masyarakat
yang
dipergunakan sebagai acuan memang berlainan. Ada gagasan yang ingin memasukan pula kebutuhan dasar kultural seperti pendidikan, keamanan, rekreasi dan sebagainya, di samping kebutuhan fisik. Konsep kemiskinan relative dirumuskan berdasarkan The Idea of Relative Standard, yaitu dengan memperhatikan dimensi tempat dan waktu. Dasar asumsinya adalah kemiskinan di suatu daerah berbeda dengan waktu lainnya, dan kemiskinan pada waktu tertentu berbeda dengan waktu yang lainnya. Konsep kemiskinan semacam ini tidak
6
lazimnya diukur berdasarkan pertimbangan anggota masyarakat tertentu dengan berorientasi pada derajat kelayakan. Sedangkan konsep kemiskinan subyektif dirumuskan berdasarkan perasaan kelompok miskin itu sendiri. Konsep ini tidak mengenal a fixed yardstick, dan tidak memperhitungkan the idea of relative standard. Kelompok yang menurut ukuran kita berbeda di bawah garis kemiskinan. Dan kelompok yang dalam perasaan kita tergolong dalam kondisi tidak layak, boleh jadi tidak menganggap dirinya sendiri secamam itu dan demikian pula sebaliknya.3 Kemiskinan juga merupakan masalah yang takkan ada habisnya untuk dibicarakan, karena masalah kemiskinan ini merupakan hal yang amat pelik dan melalui proses panjang. Kemiskinan adalah masalah kehidupan manusia yang amat mendasar dan beraneka ragam baik dari kebudayaannya, latar belakang, jenis kelamin, pengalaman, dan banyak macam lainnya.4
Tabel berikut ini memperlihatkan angka kemiskinan di Indonesia, baik relatif maupun absolut
3
Sunyoto Usman, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2006) cet. IV, hal. 126-127. 4 Abdul Muiz, MA dkk, Tarbiyyah Menjawab Tantangan, Refleksi 20 Tahun pembaharuan tarbiyyah di Indonesia, (Jakarta, Dep, Kaderisasi DPP Partai Keadilan, Maret 2002), Cet. 1 , hal. 91.
7
STATISTIK KEMISKINAN DAN KETIDAKSETARAAN DI INDONESIA TAHUN 2006-2014:
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
17.8
16.6
15.4
14.2
13.3
12.5
11.7
11.5
11.0
39
37
35
33
31
30
29
29
28
-
0.35
0.35
0.37
0.38
0.41
0.41
0.41
-
Kemiskinan Relatif (% dari populasi) Kemiskinan Absolut (dalam jutaan) Koefisien Gini/ Rasio Gini
Sumber: Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS)
Tabel di atas menunjukkan penurunan kemiskinan nasional secara perlahan. Namun, pemerintah Indonesia menggunakan persyaratan dan kondisi yang tidak ketat mengenai definisi garis kemiskinan, sehingga yang tampak adalah gambaran yang lebih positif dari kenyataannya. Tahun 2014 pemerintah Indonesia mendefinisikan garis kemiskinan dengan perdapatan per bulannya (per kapita) sebanyak Rp. 312,328. Jumlah tersebut adalah setara dengan USD $ 25 yang dengan demikian berarti standar hidup yang sangat rendah, juga buat pengertian orang Indonesia sendiri.
8
Namun jika kita menggunakan nilai garis kemiskinan yang digunakan Bank Dunia, yang mengklasifikasikan persentase penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari USD $1.25 per hari sebagai mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan, maka persentase tabel di atas akan kelihatan tidak akurat karena nilainya seperti dinaikkan beberapa persen. Lebih lanjut lagi, menurut Bank Dunia, angka penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari USD $2 per hari mencapai angka 50.6 persen dari jumlah penduduk pada tahun 2009. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia hidup hampir di bawah garis kemiskinan. Laporan lebih anyar lagi di media di Indonesia menyatakan bahwa sekitar seperempat jumlah penduduk Indonesia (sekitar 60 juta jiwa) hidup sedikit di atas garis kemiskinan.
Kemudian, menurut data Bank Dunia yang terakhir kali diperbaharui pada tanggal 7 Oktober 2015 menyatakan bahwa dari 252 juta penduduk Indonesia, saat ini 28,6 juta hidup di bawah garis kemiskinan dan sekitar separuh dari seluruh rumah tangga tetap berada di sekitar garis kemiskinan nasional yang ditetapkan pada Rp 330.776 per bulan (sekitar U$ 22.6).5
Dalam beberapa tahun belakangan ini angka kemiskinan di Indonesia
memperlihatkan
penurunan
yang
signifikan.
Meskipun
demikian, diperkirakan penurunan ini akan melambat di masa depan. 5
http://www.worldbank.org/in/country/indonesia/overview#1 diakses pada tanggal 11 Maret 2016 pada pukul 12:53 WIB
9
Mereka yang dalam beberapa tahun terakhir ini mampu keluar dari kemiskinan adalah mereka yang hidup di ujung garis kemiskinan yang berarti tidak diperlukan sokongan yang kuat untuk mengeluarkan mereka dari kemiskinan. Namun sejalan dengan berkurangnya kelompok tersebut, kelompok yang berada di bagian paling bawah garis kemiskinanlah yang sekarang harus dibantu untuk bangkit. Ini lebih rumit dan akan menghasilkan angka penurunan tingkat kemiskinan yang berjalan lebih lamban dari sebelumnya.6
Walau dalam kenyataannya banyak masyarakat berhasil keluar dari jerat kemiskinan, namun angka tersebut masih terbilang sedikit disbanding dengan jumlah penduduk miskin. Dan dengan adanya fakta tersebut, alangkah bagusnya program-program yang telah dijalankan oleh pemerintah terus ditingkatkan lagi dengan tujuan menurunkan angka penduduk kemiskinan serta pengangguran.
Namun daripada itu, selain mengandalkan program-program pemerintah untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran, alangkah bijaksananya apabila kita terus menggali potensi diri untuk terus melahirkan inovasi-inovasi untuk bangkit jadi jerat kemiskinan.
Salah satu usaha inovatif yang bisa mengantarkan masyarakat ke depan pintu gerbang kesejahteraan bagi pengusaha kecil serta peningkatan
6
http://www.indonesia-investments.com/id/keuangan/angka-ekonomimakro/kemiskinan/item301. diakses pada november 2015
10
pendapatan masyarakat yaitu Usaha Konveksi Tas yang berada di Bintara 14 tepatnya di RT 04 RW 09 Kelurahan Bintara Bekasi Barat.
Bintara 14 atau biasa disebut Kampung Bojong tepatnya di RT 04 RW 09
banyak pengusaha konveksi tas yang mencari peruntungan.
Walaupun masih kelas industri rumah, namun nyatanya usaha ini telah banyak
membantu
warga
sekitar
dalam
usaha
meningkatkan
penghasilannya.
Keberadaan usaha konveksi tas di RT 04 RW 09 Kelurahan Bintara Bekasi Barat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Umumnya usaha ini adalah sebagai tulang punggung ekonomi masyarakat kecil serta produk tas ini banyak diminati oleh masyarakat yang memiliki penghasilan kecil karena harganya yang terjangkau dan kualitasnya bagus. Potensi usaha konveksi tas ini pula dapat meningkatkan pendapatan masyarakat kecil sehingga mereka dapat mengubah nasib mereka kea rah yang lebih baik lagi.
Kemudian, menurut Bang Musliadi sebagai pengusaha konveksi tas, dengan adanya usaha konveksi tas di RT 04 RW 09 Kelurahan Bintara Bekasi Barat dapat memberdayakan masyarakat karena banyak warga sekitar yang ikut menjadi pengrajin tas demi memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dan dengan begitu masyarakat mempunyai pekerjaan dan masalah pengangguran yang ada di wilayah RT 04 RW 09 jumlahnya semakin menurun.
11
Usaha konveksi tas ini memiliki peranan penting di dalam upaya penanggulangan pengangguran, kesempatan usaha dan peningkatan pendapatan keluarga. Usaha konveksi tas umumnya dikelola dalam bentuk usaha rumah tangga, sehingga perkembangannya selalu dihadapkan dengan permasalahan yang menyangkut bahan baku tas, faktor produksi, keuntungan, dan pemasaran.
Dari uraian di atas peneliti mengajukan penelitian dengan judul “Peran Sosial Ekonomi Pengusaha Konveksi Tas Terhadap Kaum Dhuafa Studi Kasus Konveksi Tas Musliadi dan Konveksi Tas Kacus Di RT 04 RW 09 Kelurahan Bintara Bekasi Barat”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini terarah dan tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami isi, maka penulis membatas penelitian ini hanya pada peran sosial ekonomi pengusaha konveksi tas terhadap kaum dhuafa dalam pemberdayaan masyarakat studi kasus di RT 04 RW 09 Kelurahan Bintara Bekasi Barat.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada pembahasan di atas maka penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut:
12
a. Bagaima Peran Sosial Ekonomi Pengusaha Konveksi Terhadap Kaum Dhuafa? b. Bagaimana Hasil Pemberdayaan Yang Dilakukan Oleh Pengusaha Konveksi Terhadap Kaum Dhuafa? c. Bagaimana Hambatan dan Pendukung Pengusaha Konveksi Dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dengan mengacu kepada latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka penulis mempunyai tujuan sebagai berikut:
a. Untuk Mengetahui Peran Sosial Ekonomi Pengusaha Konveksi Tas Terhadap Kaum Dhuafa. b. Untuk Mengetahui Hasil Pemberdayaan Yang Dilakukan Oleh Pengusaha Konveksi Tas Terhadap Masyarakat Sekitar. c. Untuk Mengetahui Hambatan dan Pendukung Pengusaha Konveksi Tas Dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat.
2. Manfaat Penelitian
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian dalam bidang sosial khususnya tentang pemberdayaan masyarakat
13
pada jurusan Pengembangan Masyarakat Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadiakan sebagai bahan masukan oleh pengusaha konveksi tas untuk menekan angka pengangguran. c. Diharapkan dapat mengadakan kerja sama antara pengusaha konveksi tas dengan lembaga atau kelompok terkait sehingga terjalinnya mitra bisnis yang dapat mendatangkan keuntungan ke semua fihak yang terlibat di dalamnya. d. Mendatangkan penanam modal atau stakeholder agar dapat memperbesar produksi usaha sehingga diharapkan dalam jangka panjang usaha ini menjadi usaha besar yang multinasional. e. Bagi kalangan akademisi seperti mahasiswa, dosen dan peneliti merupakan bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut dalam rangka pengembangan sector usaha konveksi.
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan Menurut Kirk dan Miller penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
14
bergabung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.7
Kemudian Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.8
2. Jenis dan Sumber Data
a.
Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung oleh pengumpul data dari responden atau objek penelitian. Data primer ini diperoleh melalui wawancara dan observasi di lokasi konveksi tas.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek yang diteliti. Data sekunder bisa disebut sebagai data tambahan. Data tambahan terdiri dari buku penunjang atau kepustakaan
yang berkaitan
erat
dengan
kemiskinan dan
pemberdayaan masyarakat.
7
Lexy Moleong, M.A., Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011) Cet ke-29, hal 4. 8 Nurul Hidayati, S.Ag., Metodologi Penelitian Dakwah Dengan Pendekatan Kualitatif, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), cet ke-1, hal 8.
15
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindera mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindera lainnya seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit. Oleh karena itu, observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindera mata serta dibantu dengan pancaindera lainnya.9
E.C Wragg menjelaskan bahwa observasi yaitu pengamatan secara sistematis dan analisa yang memegang peranan penting untuk meramalkan tingkah laku sosial, sehingga hubungan antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya menjadi jelas. Menurutnya pula bahwa aspek-aspek yang diamati bersifat pribadi, interaksi verbal, non-verbal, aktivitas, pengaturan, keahlian, professional, saran dan alat yang digunakan afektif, kognitif dan sosiologis.10
Jadi, dalam hal ini penulis memosisikan diri sebagai pengamat dari kegiatan konveksi tas yang dilakukan oleh para pengrajin. Dalam observasi yang, peneliti melakukan kunjungan langsung kepada pihak yang bersangkutan adalah Bang Musliadi, serta Pak
9
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2005) Edisi Pertama, Cet ke-4, hal 133. 10 Nurul Hidayati, S.Ag., Metodologi Penelitian Dakwah Dengan Pendekatan Kualitatif, hal 8.
16
Kacus dalam mensejahterahkan masyarakat melaui usaha konveksi tas. Dengan tujuan agar penulis memperoleh data akurat dan konkrit tentang masalah yang diteliti.
b. Wawancara atau Interview
Wawancara
merupakan
bagian
observasi
pula
karena
wawancara adalah salah satu cara untuk memperoleh data melalui informasi yang didengarnya dengan pancaindera pendengaran, yang sebelumnya dinyatakan terlebih dahulu kepada responden.11
Wawancara (interview) dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi (data) dari responden dengan cara bertanya langsung secara bertatap muka (face to face). Wawancara sering disebut sebagai suatu proses komunikasi dan interaksi.12
Dalam hal ini penulis melakukan informan yang telah tercatat untuk menetapkan calon narasumber antara lain, pengusaha konveksi tas dan pekerja atau pengrajin konveksi tas di RT 04 RW 09 Kelurahan Bintara Bekasi Barat.
Selama di lapangan, penulis melakukan wawancara sebanyak tiga kali yaitu pada tanggal 21 Januari, 25 Januari dan 1 Februari 11
Ibid, hal 39. Bagong Suyanto & Sutinah, Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 70. 12
17
2016 dimana yang menjadi informan dalam hal ini yaitu pihak pemilik usaha konveksi tas dan pengrajin tas. Durasi waktu yang penulis gunakan antara 10 sampai 20 menit.
Alat bantu yang digunakan penulis meliputi alat tulis, buku catatan serta handphone yang digunakan untuk membantu penulis dalam melakukan kegiatan wawancara.
Tabel Informan
18
c. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah data-data yang tertulis yang mengandung keterangan penjelasan serta pemikiran tentang fenomena yang masih aktual. Dalam dokumentasi ini penulis mengumpulkan informasi berupa dari buku-buku, catatan harian, klipin, foto, dan lain-lainnya yang berkaitan dengan pembahasan skripsi penulis.
4. Lokasi Penelitian
Penelitian ini penulis lakukan di Jalan Bintara 14 RT 04 RW 09 Kelurahan Bintara Bekasi Barat. Karena tempat tersebut terjangkau dan tempat tersebut sudah dikenal masyarakat luas.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penyusunan penelitian ini, penulis melakukan kajian kepustakaan agar memperoleh data dari berbagai sumber baik berupa buku maupun karya ilmiah pada penelitian sebelumnya yang serupa dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan yaitu mengenai Peran Pengusaha Konveksi Tas Dalam Pemberdayaan Masyarakat.
Beberapa skripsi yang menjadi acuan penulis untuk memfokuskan penelitian penulis diantaranya adalah:
19
1. Penelitian Ulil Amri (2012)13dalam tulisan skripsinya fokus penelitiannya adalah tentang dinamika usaha konveksi di Mlangi dalam perubahan masyarakat, dan pendidikan. Hasil penelitiannya menemukan bahwa pada kasus usaha konveksi batik muncul dinamika usaha seperti permodalan yang meliputi (milik pribadi, bank, pemerintah, dan pinjam meminjam), strategi pemasaran produk meliputi (survei pasar, meniru model, direct selling atau penjualan langsung), strategi peningkatan kualitas produk meliputi (layanan pasca jual, inovasi produk lebih murah dan berkualitas, strategi ada harga ada rupa, mengenali karakter pembeli, gotong royong, dan tolong menolong). Sedangkan peran konveksi dalam perubahan sosial tenaga kerja adalah pertama, peningkatan perekonomian, kedua¸ peningkatan pendidikan dan pemberdayaan meliputi (kewirausahaan dan keterampilan). 2. Penelitian Muftiaulluthfiyah (2007)14, dalam tulisan skripsinya fokus penelitiannya adalah peran pengrajin batik di Dusun Giriluyo Bantul dalam peningkatan kualitas produksi. Dari hasil penelitiannya menjelaskan bahwa untuk meningkatkan kualitas produksi para pengrajin batik di Giriluyo menciptakan empat langkah atau cara untuk meningkatkan produksinya yakni dengan cara pertama, pelatihan membatik, kedua pembentukan kelompok, ketiga studi banding dan keempat pameran 13
Ulil Amri, “Usaha Konveksi Batik (Studi Perubahan Sosial di Masyarakat Dusun Mlangi, Sleman)”, Skripsi mahasiswa Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Ilmu Dakwah UIN Sunan Kalijaga, Yogyajarta. (Juli 2012) 14 Muftiaulluthfiyahm “Upaya Pengrajin Batik Di Dusun Giriloyo Kelurahan Wukisari Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul Dalam Meningkatkan Kualitas Produksi”, Skripsi mahasiswa Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga (Juli 2007)
20
kerajinan batik. Keempat cara tersebut dinilai berhasil serta mampu meningkatkan pendapatan pengrajin batik di Dusun Wukisari. 3. Penelitian Watik (2005)15, dalam tulisan skripsinya fokus kajiannya adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui penyediaan lapangan kerja dan pelatihan membatik kayu oleh industri batik kayu. Dengan strategi: a) Industri batik kayu dalam menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat agar masyarakat mampu bekerja di industri tersebut. b) Pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh industri batik kayu oleh masyarakat di Desa Krebet. Hasil penelitian ini adalah mengetahui peranan industri batik kayu terhadap masyarakat , strategi yang dilakukan industri batik kayu dalam pemberdayaan
meningkatkan
perekonomian
masyarakat.
Dengan
memperkerjakan mereka dalam sebuah industri, sehingga mereka yang tadinya menganggur tidak bekerja menjadi bekerja di dalam industri batik kayu tersebut. 4. Penelitian Ariffianto (2007)16, fokus kajiannya adalah usaha peningkatan dan pengembangan industri genteng sokka oleh pemerintah setempat dan pengusaha pada aspek produksi, pemasaran, dan sumber daya manusia. Dalam hal ini yang bergerak secara langsung pemerintah dan bagian industri genteng sokka. Mereka bekerja keras untuk mengembangkan
15
Watik, “Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui Industri Batik Kayu di Dusun Krebet Desa Sendangsari Kecamatan Pajangan Kabupaten Bantul”, Skripsi mahasiswa Jurusan PMI Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga (2005) 16 Ariffianto, “Usaha Pengembangan Industri Genteng Sokka Di Desa Bumiharjo Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen”, Skripsi mahasiswa Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta (2007)
21
industrinya agar menjadi industri yang besar sehingga dengan begitu dapat menyerap tenaga kerja yang banyak. Dari situlah masyarakat di lingkungan
industri
genteng
sokka
memperoleh
pekerjaan
dan
mendapatkan penghasilan. Dari pemerintah memberikan pelatihan secara teknis dan setelah itu memberikan tambahan modal kepada pemilik industri genteng sokka. Dan dengan pelatihan yang ada diharapkan mampu mengerjakan dan memproduksi genteng dengan kualitas yang bagus dan kuota yang cukup tinggi. 5. Penelitian Mohammad Amiruddin (2008)17 fokus kajiannya adalah peran koprasi industri kerajinan rakyat sentra kapur terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di Desa Karangasem Margasari Tegal. Diantaranya adalah: a) Pemberdayaan ekonomi lokal dilakukan oleh koprasi industri kerajinan rakyat sentra kapur dalam meningkatkan perekonomian penambang batu kapur dengan cara memberikan peminjaman modal dan pelatihan usaha produktif. b) Mengaktifan masyarakat dalam berbagai kegiatan. Dari berbagai jenis penelitian yang sudah dilakukan di atas jika dikonstruksikan dengan penelitian Peran Sosial Ekomoni Pengusaha Konveksi Tas Terhadap Kaum Dhuafa masih sangat jauh berbeda. Tetapi memiliki maksud yang sama yakni tentang pemberdayaan dan peningkatan ekonomi masyarakat. Dari segi perumusan masalah 17
Mohammad Amirudin, “Pemberdayaan Ekonomi Lokal Melalui Koprasi Industri Kerajinan Rakyat Sentra Kapur”, skripsi mahasiswa Jurusan PMI Fakultas Dakwa UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta (2008)
22
sampai lokasi penelitian pun berbeda. Dan menurut penulis, skripsi yang penulis teliti ini belum pernah dilakukan.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan, penulis membuat kerangka penulisan dengan sistematis yang mana terdiri dari 5 Bab dan dan tiap-tiap terdiri dari beberapa sub bab, diantaranya:
BAB I Pendahuluan
Pada bab ini merupakan pendahuluan, pembahasannya meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II Kajian Teoritis
pada bab ini akan membahas tentang kajian teori, yang terdiri dari Pengertian Peran, pengertian Pemberdayaan Masyarakat serta Proses Pemberdayaan
Masyarakat,
kemudian
dipaparkan
pula
Definisi
Kemiskinan, Batasan Tentang Kemiskinan, dan Sebab-sebab Kemiskinan.
BAB III Temuan Penelitian
Pada bab ini akan dijelaskan tentang gambaran umum profil usaha konveksi tas yaitu latar belakang serta maksud dan tujuan.
23
BAB IV Temuan Dan Analisis
bab ini membahas menganai hasil dan temuan data, yaitu peran pengusaha konveksi tas dalam memberdayakan masyarakat, hasil pemberdayaan yang dilakukan oleh pengusaha konveksi tas serta hambatan dan pendukung pengusaha konveksi tas dalam pemberdayaan masyarakat.
BAB V Penutup
bab ini membahas mengenai kesimpulan dan saran yang didapatkan dari hasil dan temuan data yang telah dianalisis.
24
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Peran Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran adalah beberapa tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat dan harus dilaksanakan.18 Sedangkan menurut N. Gross W Masson dan A.W. Mc Eachen sebagaimana dikutup David Berru mendefinisikan peran sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menepati kedudukan sosial tertentu. 19 Harapan-harapan tersebut merupakan imbangan dari norma-norma sosial dan oleh karena ini dapat dikatakan bahwa peranan-peranan itu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat, maksudnya adalah kita diwajibkan melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaan kita, di dalam keluarga, dan di dalam peranan-peranan lainnya. Sebagaimana pernyataan di atas, bahwa ada hubungan erat antara peranan dan kedudukan seseorang di dalam masyarakat. Seseorang memiliki peran di dalam masyarakat dikarenakan ia memiliki kedudukan penting di dalam masyarakat.
18
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: BalaI Pustaka, 1998) hal. 667. 19 David Berry, Pokok-pokok Pikiran Dalam Sosiologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), cet ke-3 hal. 99.
24
25
Tidak bisa dipungkuri lagi bahwasanya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa melepaskan sikap ketergantungan pada makhluk atau manusia lainnya. Pada posisi semacam ini peranan sangat menentukan kelompok sosial masyarakat. Diharapkan masing-masing dari masyarakat agar menjalankan peranannya yaitu menjalankan hak serta kewajibannya sesuai kedudukannya dalam masyarakat dimana ia tinggal. Selain itu menurut Bruce J. Cohen peran atau role memiliki beberapa bagian, yaitu: a. Peranan nyata (Anacted Role) adalah suatu cara yang betulbetul dijalankan seseorang dalam melaksanakan suatu peranan. b. Peranan yang dianjurkan (Prescribed Role) adalah cara yang diharapkan masyarakat dari kita dalam menjalankan peranan tertentu. c. Konflik peranan (Role Conflick) adalah suatu kondisi yang dialami seseorang yang menduduki suatu status atau lebih yang menuntut harapan dan tujuan peranan yang saling bertentangan satu sama lain. d. Kesenjangan Peranan (Role Distance) adalah Pelaksanaan Peranan secara emosional. e. Kegagalan Peran (Role Failure) adalah kagagalan seseorang dalam menjalankan peranan tertentu.
26
f. Model peranan (Role Model) adalah seseorang yang tingkah lakunya kita contoh, tiru, diikuti. g. Rangkaian atau lingkup peranan (Role Set) adalah hubungan seseorang dengan individu lainnya pada saat dia sedang menjalankan perannya. h. Ketegangan peranan (Role Strain) adalah kondisi yang timbul bila seseorang mengalami kesulitan dalam memenuhi harapan atau tujuan peranan yang dijalankan dikarenakan adanya ketidakserasiaan yang bertentangan satu sama lain. Pengertian Peranan diungkapkan oleh Soerjono Soekanto yaitu Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Pendapat lain dikemukakan oleh Livinson yang dikutip oleh Soerjono Soekanto bahwa: a. Peranan meliputi norma – norma yang diungkapkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, b. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi, c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting sebagai struktur sosial masyarakat.
27
Di dalam peranan terdapat dua jenis harapan, pertama, adalah harapan-harapan masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajibankewajiban dari pemegang peran. Kedua, harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang perang terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan perannya atau kewajiban-kewajibannya.20 Dalam pandangan David Berry, peranan-peranan dapat dilihat sebagai bagian dari struktur masyarakat sehingga struktur masyarakat dapat dilihat sebagai pola-pola peranan yang saling berhubungan. Pendapat lain Alvin L.Bertran yang diterjemahkan oleh soeleman B. Taneko bahwa peranan adalah pola tingkah laku yang diharapkan dari orang yang memangku status atau kedudukan tertentu.
B. Pemberdayaan Masyarakat 1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Istilah pemberdayaan adalah terjemahan dari bahasa Inggris yaitu empowerment, dasar katanya adalah power yang mempunyai arti kekuasaan atau keberdayaan21. Empowerment, dalam bahasa Indonesia memiliki arti pemberdayaan, yaitu sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan
20
ibid hal. 101. Edi Suharto, Membangun Masyarakat, Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2005), cet ke-1 h.57 21
28
Eropa.22 Secara teknis, istilah pemberdayaan dapat disamakan atau setidaknya diserupakan dengan istilah pengembangan. Bahkan dua istilah ini dalam batas-batas tertentu bersifat interchangeable atau dapat dipertukarkan. Shardlow mengatakan bahwa pengertian yang ada mengenai pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan dengan keinginan mereka.23 Salah satu cara memahami pengertian suatu konsep adalah melalui definisinya. Sehubungan dengan hal tersebut, pemberdayaan masyarakat (community development) ternyata mempunyai banyak definisi. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan tulisan Hayden yang menyajikan sejumlah definisi yang berbeda yang berlaku dalam berbagai negara. Ia menyajikan definisi pemberdayaan masyarakat yang berlaku di Inggris, Amerika Serikat, Kanada, India, Rhodesia dan juga definisi yang digunakan Perserikatan
Bangsa
Bangsa
(PBB).
Sebagai
contoh
definisi
pemberdayaan masyarakat menurut PBB adalah suatu proses yang merupakan usaha masyarakat sendiri yang diintegrasikan dengan otoritas pemerintah guna memperbaiki kondisi sosial ekonomi dan cultural komunitas. Mengintegrasikan komunitas ke dalam kehidupan nasional dan mendorong kontribusi komunitas yang lebih optimal bagi kemajuan
22
Moh. Ali Aziz dkk, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: PT.LkiS Pelangi Askara, 2005(, cet ke-1, h.169 23 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Lembaga Universitas Indonesia 2003) h. 54
29
nasional. Definisi tersebut, juga definisi lain yang senada, pada umumnya mendapat kritik paling tidak dalam hal adanya unsur patronase yang terkandung di dalamnya. Penilaian semacam itu muncul karena dalam definisi tersebut terkesan adanya orientasi yang lebih mengarah pada kepentingan masyarakat makro dibandingkan kepentingan komunitas. Di samping itu juga dirasakan hubungan antara komunitas dengan otoritas pemerintah (dan juga badan-badan pembangunan non-pemerintah) bersifat vertical. Seolah-olah otoritas di luar komunitas yang lebih memiliki sumber daya, penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan skill, sehingga berposisi sebagai pihak pemberi sedangkan komunitas sebagai pihak penerima. Sebagai bahan perbandingan, menurut Christenson dan Robinson pemberdayaan masyarakat adalah sebagai suatu proses dimana masyarakat yang tinggal pada lokasi tertentu mengembangkan prakarsa untuk melaksanakan suatu tindakan sosial (dengan atau tanpa intervensi) untuk mengubah situasi ekonomi, sosial, kultural dan atau lingkungan mereka. Dari rumusan tersebut terlihat kesan bahwa definisi Christenson dan Robinson hendak menyatakan bahwa dalan pemberdayaan masyarakat intervensi bukanlah merupakan hal yang mutlak, justru yang lebih penting adalah
prakarsa
dan
partisipasi
masyarakat
dakan
proses
yang
berlangsung. Dalam hal ini, maka partisipasi masyarakat kegiatan usaha konveksi tas bisa menjadi media dan sarana bagi masyarakat untuk
30
menjalankan partisipasinya dengan tujuan untuk mengubah situasi ekonomi, sosial, kultural dan lingkungan mereka. Walaupun terkesan adanya beberapa variasi dalam definisi yang ada dengan masing-masing memberikan penekanan pada aspek yang berbeda, tetapi pada tujuannya selalu mengacu pada beberapa prinsip. Prinsip-prinsip tersebut adalah fokus perhatian ditujukan kepada komunitas atau masyarakat sebagai suatu kebulatan, berorientasi pada kebutuhan
dan
permasalahan
komunitas
atau
masyarakat,
dan
mengutamakan prakarsa, partisipasi dan swadaya masyarakat. Masyarakat dalam konteks pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat atau community dalam bahasa Inggris atau juga komunitas. Secara etimologis community berasal dari kata communitat yang berakar pada comunete atau common.24 Masyarakat adalah sekelompok orang yang memiliki perasaan yang sama atau menyatu satu sama lain karena mereka saling berbagi identitas, kepentingan-kepentingan yang sama, perasaan memiliki dan biasanya satu tempat yang sama. Ditempatkanya masyarakat sebagai fokus perhatian dan dilihat sebagai suatu kebulatan lebih dimungkinkan mengingat berbagai ciri dan karakteristik yang terkandung dalam konsep komunitas tersebut. Conyers adanya tiga kriteria dalam pengertian komunitas. Pertama, konsep komunitas memiliki komponen-komponen fisik, yang menggambarkan adanya kelompok manusia yang hidup di daerah tertentu dan saling 24
H. Roesmidi, dan Riza Risyanti, Pemberdayaan Masyarakat, (Sumedang:Alqaprint, 2006) cet ke-1, hal 4.
31
mengadakan interaksi. Kedua, anggota-anggota komunitas pada umumnya memiliki beberapa ciri khas yang sama yang menyebabkan timbulnya identifikasi mereka sebagai sebuah kelompok. Ketiga, suatu komunitas pada umumnya memiliki keserasian dasar dalam hal perhatian dan aspirasi. Dipandang
dalam
terminologi
yang
digunakan,
konsep
pemberdayaan masyarakat juga sering dikatakan mengandung potensi kontradiksi. Hal ini disebabkan karena dalam konsep komunitas terkandung tida elemen penting yaitu lokalitas (local ecology), kehidupan sosial yang terorganisasi dan solidaritas sosial. Dipihak lain, dalam konsep pemberdayaan (development) terkandung unsur perubahan kondisi sosial ekonomi. Unsr-unsur yang terkandung dalam kedua konsep tersebut dapat berjalan seiring dan saling mendukung, tetapi dapat juga sebaliknya. Sebagai contoh hubungan yang tidak saling mendukung adalah, perubahan kehidupan ekonomi dalam suatu masyarakat dapat melemahnya solidaritas sosial. Menanggapi
permasalah
tersebut,
para
pengembangnya
mengatakan bahwa strategi pemberdayaan masyarakat justru ingin mengintegrasikan dan mesinergikan unsur-unsur dari dua konsep tersebut. Dengan kata lain dapat dijelaskan, bahwa dalam pemberdayaan masyarakat terkandung pembangunan ekonomi sekaligus pembangunan manusia dan relasi sosialnya dalam posisi saling mendukung.
32
Pembangunan ekonomi tanpa pembangunan aspek manusianya tidak dapat disebut sebagai pemberdayaan masyarakat. Penjelasan yang senada diuraikan oleh Sanders dalam rangka menjelaskan hubungan sekaligus perbedaan antara community development dan community organization. Ia mengurai konsep community development dengan menggunakan analogi nama orang barat yang pada umumnya mengandung first name dan surname. Dalam hal ini community sebagai first name dan development sebagai surename. Community sebagai firstname sebetulnya yang dimaksud adalah community organization yang di dalamnya memberikan penekanan pada partisipasi masyarakat dan perencanaan sosial, sedangkan development sebagai surname
yang dimaksud adalah economic
development yang mengandung unsur peningkatan produktifitas dan efisiensi, distribusi sumber daya dan perbaikan kondisi ekonomi. Dengan demikian, community development adalah community organization yang mengandung unsur pembangunan ekonomi atau community development adalah pembangunan ekonomi yang juga mempunyau watak sosial atau watak sebagai pembangunan manusia.
2. Proses Pemberdayaan Masyarakat Proses pemberdayaan sendiri bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar meningkatkan taraf hidupnya, mengoptimalkan sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumber daya alam maupun sumber
33
daya manusia.25 Pemberdayaan sebagai suatu proses merupakan suatu yang berkesinambungan dimana komunitas atau kelompok masih ingin melakukan perubahan serta perbaikan dan tidak hanya terpaku pada satu program saja.26 Proses pemberdayaan masyarakat terdiri dari lima tahap, antara lain: a. Menghadirkan kembali pengalaman yang dapat memberdaya guna dan tidak memberdayakan b. Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan tidak pemberdayaan c. Mengidentifikasi masalah d. Mengidentifikasi teknis daya yang bermakna. e. Mengembangkan rencana-rencana aksi dan mengimplementasi kan.27 C. KEMISKINAN 1.
Definisi Kemiskinan Kemiskinan bukanlah fenomena yang baru di dalam kehidupan
sosial. Ia merupakan fenomena sosial yang selalu menjadi atribut-atribut negara-negara dunia ketiga. Fenomena ini juga merupakan kebalikan dari kondisi yang dialami oleh negara-negara maju yang memiliki atribut sebagai negara modern. Jika diamati, seolah-olah kemiskinan identik dan
25
Nana Minarti, Stadium General Jurusan PMI Pemberdayaan dan Penanggulangan Kemiskinan, (Jakarta:15 Maret 2007) 26 Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-pemikiran dalam Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi UI 2002), seri ke-2, h.173 27 Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Syafe‟I, Pengembangan Masyarakat Islam Dari Ideologi, Strategi sampai Tradisi, h.25
34
selalu melekat di dalam struktur negara-negara dunia ketiga dan menjadi problem yang cukup serius untuk mendapatkan penaganan dari pada penyelengara negara. Dan walau telah banyak upaya yang dilakukan oleh para penyelengara negara untuk mengentaskan kemiskinan bagaikan mengurai benang kusut yang sulit dicari penyelesaiannya.28 Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa masalah kemiskinan yang membelenggu sebagian besar masyarakat dari periode ke periode tetap menjadi “pekerjaan rumah” bagi pembuat keputusan setiap penyelenggara negara terutama di negara-negara kawasan Asia, Amerika Latin dan Afrika. Dan walah telah banyak kajian tentang gejala kemiskinan dari berbagai sudut pandang, akan tetapi pembahasan ini seolah-olah menegaskan bahwa kemiskinan bagian dari kodrat Tuhan yang tidak dapat diselesaikan.29 “Seandainya kemiskinan itu berwujud seseorang manusia, maka niscaya akan aku bunuh kemiskinan tersebut” (kalam Ali bin Abi Thalib Karamallahu Wajhah). Dari penggalan kata-kata hikmah tersebut, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya kemiskinan itu sangat berbahaya. Kemiskinan itu dapat mengancam iman seseorang. Kemiskinan itu dapat diartikan sebagai berikut: “tiadanya kemampuan untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan pokok”. Maksudnya
28
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2010) h. 787 29 Ibid
35
kemiskinan ini adalah ketidakmampuan seseorang untuk memperoleh kehidupan yang layak Kata “Miskin” berasal dari bahasa Arab yaitu Maskanah atau dapat pula berasal dari kata faqir yang berarti orang miskin atau orang fakir.30 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata miskin diartikan sebagai tidak berharta benda, serba kekurangan atau susah. Sedangkan faqir dapat diartikan sebagai orang yang serba kekurangan atau sangat miskin. Secara termonologi, kemiskinan dapat diartikan sebagai “situasi penduduk” (sebagai penduduk) yang hanya dapat memenuhi kebutuhan makanan, pakaian, dan perumahan yang sangat diperlukan untuk mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum.31 Kemiskinan diartikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.32 Kemiskinan menurut pendapat umum dikategorikan dalam tiga unsur: 1. Kemiskinan yang disebabkan aspek badaniah, biasanya orang-orang tersebut tidak bisa berbuat maksimal sebagaimana manusia lainnya yang sehat jasmaniah. Karena cacat badaniah misalnya, dia lantas berbuat atau bekerja secara tidak wajar, seperti mengemis dan minta30
Ahmad Warson Munawir, Kamus Besar Bahasa Indonesia Al-Munawir, (Yogyakarta:Unit Pengadaan Buku-Buku Ilmiyyah Pon-Pes Al-Munawir, 1984), h. 690. 31 Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran, (Bandung: Mizan), h. 448 32
Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 326.
36
minta, sedangkan yang menyangkut aspek mental, biasanya mereka disifati rasa malas untuk bekerja secara wajar sebagaimana mesti manusia lainnya. 2. Kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam, mereka yang terkena bencana alam umumnya tidak memiliki tempat tinggal bahkan sumber daya alam yang mereka miliki pun termakan bencana alam. 3. Kemiskinan buatan disebut juga kemiskinan struktural, yang ditimbulkan oleh struktur-struktur ekonomi, sosial, dan kultur serta politik. Kemiskinan ini biasa disebut kemiskinan nasib atau dianggap sebagai takdir Tuhan.33 Dalam hal ini taraf kehidupan seseorang tergantung pada taraf kehidupan yang berlaku pada umumnya dalam kelompok tersebut. Nabil Subhi Ath-Thawil, menerangkan kemiskinan sebagai tiadanya kemampuan seseorang untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan pokoknya.34 Muhammad Abd. Qadir Abu Faris memberikan pengertian kemiskinan sebagai berikut; miskin adalah orang yang memiliki pekerjaan dan penghasilannya hanya bisa menutupi setengan lebih sedikit dari penghasilannya.35
33
Ibid , hlm. 328-329. Nabil Subhi Ath-Thawil, Kemiskinan dan Keterbelakangan di Negara-negara Muslim,(Bandung: Mizan, 1985), cet ke 1, h. 36. 35 Muhammad Abd. Qadir Abu Faris, Kajian Kritis Pendayagunaan Zakat¸alih bahasa oleh Husin Al Munawwar, (Semarang: Dina Utama, 1993), h. 1 34
37
Ali Yafie berpendapat, miskin adalah barang siapa yang memiliki harta benda atau mata pencaharian tetap, hal mana salah satunya atau kedua-duanya hanya menutupi setengah lebih sedikit dari kebutuhannya.36 Selain itu juga kemiskinan dapat didefinisikan menjadi dua bagian yaitu kemiskinan relatif dan kemiskinan absolute. Kemiskinan relatif dapat dinyatakan dalam berapa persen dari pendapatan nasional yang diterima oleh penduduk dengan kelas pendapatan tertentu dibandingkan dengan proporsi pendapatan nasional yang diterima oleh kelompok penduduk dengan kelas pendapatan lainnya. Sedangkan kemiskinan absolute dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana tingkat pendapatan absolute dari satu orang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Artinya masyarakat tersebut jarang menikmati kehidupan yang layak. Kemiskinan
merupakan
masalah
yang
amat
pelik
untuk
dibicarakan, karena ia menyangkut beberapa aspek-aspek yang patut diperhatikan, diantaranya; Pertama, kemiskinan itu bersifat multi dimensial. Artinya, karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka kemiskinan pun memiliki banyak aspek. Jika dilihat dari kebijakan umum, ia meliputi aspek primer yang berupa miskin akan asset-asset, organisasi sosial politik, pengetahuan dan keterampilan, dan aspek sekunder yang berupa miskin akan jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dan informasi.
36
Ali Yafie, Menggagas Fiqih Sosial, (Bandung: Mizan, 1994), h. 170
38
Kedua, aspek-aspek kemiskinan saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini berarti bahwa, kemajuan dan kemunduran pada salah satu aspek dapat memengaruhi kemajuan dan kemunduran pada aspek lainnya. Ketiga, bahwa yang miskin sesungguhnya adalah manusianya, baik secara individual maupun kolektif. Kita sering mendengar perkataan kemiskinan pedesaan (rural property), kemiskinan perkotaan (urban property) dan sebagainya, namun ini bukan berarti desa atau kotanya yang mengalami kemiskinan, tetapi orangnya. 2. Batasan Tentang Kemiskinan Kemiskinan lazimnya digambarkan sebagai gejala kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Sekelompok anggota masyarakat dikatakan berada di bawah garis kemiskinan jika pendapatan kelompok anggota masyarakat ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian dan tempat tinggal. Kemiskinan merupakan tema sentral dari perjuangan bangsa, sebagai inspirasi dasar dan perjuangan akan kemerdekaan bangsa dan motivasi fundamental dari cita-cita menciptakan masyarakat adil dan makmur. Garis kemiskinan, yang menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok, dapat dipengaruhi oleh tiga hal: (1) persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang
39
diperlukan, (2) posisi manusia di dalam lingkungan sekitar, dan (3) kebutuhan objektif manusia untuk dapat hidup secara manusiawi.37 Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, adat-istiadat, dan system nilai yang dimiliki. Dalam hal inilah maka garis kemiskinan dapat tinggi atau rendah. Berkaitan dengan posisi manusia dalam lingkungan sosial, bukan kebutuhan pokok yang menentukan, melainkan bagaimana posisi pendapatnya di tengah-tengah masyarakat sekitarnya. Kebutuhan objektif manusia untuk dapat hidup secara manusiawi ditentukan oleh komposisi pangan apakah bernilai gizi cukup dengan protein dan kalori, sesuai dengan tingkat umut, jenis kelamin, sifat pekerjaan, keadaan iklim dan lingkungan alam yang dialaminya. Dengan demikian, maka mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan memiliki cirri-ciri sebagai berikut: 1. Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal dan keterampilan. 2. Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha. 3. Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar karena harus membantu orang tua cari tambahan penghasilan. 37
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2010) h. 789
40
4. Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas (self employed), berusaha apa saja. 5. Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai keterampilan.38 Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas mengemukakan batasan kemiskinan sebagai keadaan di mana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Sebagian orang memahami istilah kemiskinan secara subjektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluative, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Jika dikaitkan dengan negara, maka istilah “negara berkembang” biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang “miskin” Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara, di antaranya: 1. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
38
M. Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial, (Bandung: Refika Suditama, 1986), h. 228
41
2. Gambaran tentang kebutuhan sosial. Termasuk keterkucilan sosial,
ketergantungan,
dan
ketidakmampuan
untuk
berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada binga ekonomi. 3. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna “memadai” di sini sangat berbebda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.39 Kemiskinan berbeda dengan ketimpangan distribusi pendapatan (inequality). Perbedaan ini sangat perlu ditekankan. Kemiskinan berkaitan erat dengan standar hidup yang absolut dari bagian masyarakat tertentu, sedangkan ketimpangan mengacu pada standar hidup relative dari seluruh masyarakat. Adapun kemiskinan menurut Kuncoro, didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup minimum. Definisi ini menyiratkan tiga pertanyaan dasar, yaitu: (1) bagaimanakan mengukur standar hidup? (2) apa yang dimaksud dengan standar hidup minimum? (3) seperti apa indicator sederhana yang mampu mewakili masalah kemiskinan yang begitu rumit? Untuk memahami lebih jauh persoalan kemiskinan ada baiknya memunculkan beberapa kosa kata standar dalam kajian kemiskinan sebagai berikut: 39
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2010) h. 793
42
1. Poverty line (garis kemiskinan). Yaitu tingkat konsumsi rumah tangga minimum yang dapat diterima secara sosial. Ia biasanya dihitung berdasarkan income yang dua pertiganya digunakan untuk “keranjang pangan” yang dihitung oleh ahli statistik kesejahteraan sebagai persediaan kalori dan protein utama yang murah. 2. Absolute and relative poverty (kemiskinan absolut dan relatif). Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang jatuh di bawah standar konsumsi minimum dan karenanya tergantung pada kebaikan
(karitas/amal).
Adapun
yang
relatif
adalah
kemiskinan yang eksis di atas garis kemiskinan absolut yang sering dianggap sebagai kesenjangan antara kelompok miskin dan kelompok nonmiskin berdasarkan income relatif. 3. Deserving poor adalah kaum miskin yang mau peduli dengan harapan orang-orang nonmiskin, bersih, bertanggung jawab, mau menerima pekerjaan apa saja demi menerima upah yang ditawarkan. 4. Target population (populasi sasaran) adalah kelompok orang tertentu yang dijadikan sebagai objek dan kebijakan serta program pemerintah. Mereka dapat berupa rumah tangga yang dikepalai perempuan, anak-anak, buruh tani yang tak punya lahan, petani tradisional kecil, korban perang dan wabah , serta penghuni kampung kumuh perkotaan.
43
Friedman juga merumuskan kemiskinan sebagai minimnya kebutuhan dasar sebagaimana yang dirumuskan dalam konferensi ILO Tahun 1976. Kebutuhan dasar menurut konferensi ini dirumuskan sebagai berikut:40 1. Kebutuhan minimum dari suatu keluarga akan konsumsi privat (pangan, sandang dan papan). 2. Pelayanan esensial atas konsumsi kolektif yang disediakan oleh dan untuk komunitas pada umumnya (air minum sehat, sanitasi, tenaga listrik, angkutan umum, dan fasilitas kesehatan dan pendidikan). 3. Partisipasi masyarakat dalam pembuatan keputusan yang memengaruhi mereka. 4. Terpenuhinya tingkat absolut kebutuhan dasar dalam kerangka kerja yang lebih luas dari hak-hak dasar manusia. 5. Penciptaan lapangan kerja (employment) baik sebagai alat maupun tujuan dari strategi kebutuhan dasar. 3. Sebab-Sebab Kemiskinan Hingga saat ini, perdebatan tentang apa yang menjadi penyebab kemiskinan bagi seseorang atau kelompok orang belum mencapai kata sepakat. Hanya, dari beberapa pendapat jika disimpulkan ada tiga faktor yang menyebabkan kemiskinan. Tiga faktor ini yaitu (1) kemiskinan yang
40
Ibid
44
disebabkan handicap badaniah ataupun mental seseorang; (2) kemiskinan yang sebabkan oleh bencana alam; dan (3) kemiskinan buatan. Faktor pertama di atas merupakan penyebab kemiskinan secara klasik di mana kemiskinan selalu dikaitkan dengan struktur budaya masyarakat setempat, di mana budaya dijadikan sebagai alasan penyebab sekelompok manusia di tempat miskin. Misalnya, mitos budaya Jawa malas dengan image masyarakat Jawa mangan ora mangan sing penting kumpul (makan atau tidak yang penting kumpul), alon-alon watone kelakon (pelan-pelan yang penting sampai), tuna satak bathi sanak (rugi materiil tidak apa-apa yang penting dapat persaudaraan), narima ing pandu (menerima kodrat), dan sebagainya kerap dikaitkan dengan faktor penyebab mengapa masyarakat Jawa kebanyakan miskin. Selain budaya yang dituding sebagai biang kemiskinan, faktor klasik lain yang dianggap penting dalam memberikan andil bagi terciptanya kemiskinan di antaranya sifat malas, penyakit dan cacat fisik. Memang tidak menolak kemungkinan bahwa faktor fisik yang berupa cacat badaniah, penyakit, kemalasan menyebabkan seseorang tidak produktif alasan ini masih dapat diterima secara rasional akan tetapi, jika persoalannya menyangkut keadaan di mana seseorang bekerja keras di berbagai sektor usaha, misalnya berdagang mengalami kebangkrutan karena labilnya sistem perekonomian suatu negara, petani gagal panen akibat terserang hama penyakit tanaman, seseorang tetap miskin karena bekerja di instansi tertentu akibat dari rendahnya gaji, apakah faktor
45
badaniah masih relevan dijadikan sebagai faktor penyebab kemiskinan. Kenyataan ini telah menjadi bagian dari realitas sosial yang dapat dilihat di dalam kehidupan sehari-hari. Jika kemiskinan timbul dari bencana alam dapat diterima sebagai sebuah kenyataan karena bencana alam memang berakibat rusaknya aset berharga milik masyarakat seperti tempat tinggal, harta benda, dan gagalnya panen. Maka tidak demikian dengan faktor badaniah dalam kasus perbedaan jumlah pendapatan dengan beratnya pekerjaan atau beban pekerjaan. Dalam kasus ini, faktor badaniah tidak dapat dijadikan sebagai biang kemiskinan. Kenyataan ini (kesenjangan antara beban kerja dan pendapatan) yang dijadikan alasan bagi penganut paham Neo-Marxisme di mana kemiskinan yang terjadi di masyarakat erat kaitannya dengan faktor struktur masyarakat ini sendiri, di mana mayoritas masyarakat mengalami ketidakberdayaan ketika berhadapan dengan kenyataan hidup yang ada. Seseorang guru honorer, misalnya yang setiap hari berangkat mengajar di sekolah, kemudian besaran gaji yang diterimanya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, maka kemiskinan yang demikian ini lebih tepat dikatakan sebagai kemiskinan buatan atau struktural. Kemiskinan buatan atau struktural, disebabkan beberapa hal yang bersifat struktural, di antaranya: pertama, struktur ekonomi timpang, artinya struktur ekonomi yang ada di dalam masyarakat secara tidak adil tidak memberikan kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk
46
mendapatkan aset ekonomi. Artinya di dalam struktur ekonomi ada sekelompok kecil orang memiliki kemampuan mendapatkan aset ekonomi secara berlebihan, sementara di pihak lain banyak anggota masyarakat yang hanya memiliki kesempatan yang sangat kecil untuk mendapatkan aset ekonomi. Kenyataan di atas sering ditudingkan oleh Marx di mana ketimpangan antara borjuis dan proletar akibat dari eksploitasi buruh yang tidak manusiawi sehingga bentuk ketimpangan ini memberikan andil bagi ketidakadilan di bidang ekonomi. Ketidakadilan ini tampat dalam pola pembagian aset ekonomi dengan aset kaum borjuis yang semakin besar dan kehidupan yang bertambah mewah. Adapun kondisi buruh makin tak berdaya menghadapi ketidakadilan sosial dan menjadi semakin miskin. Karena sumber permasalahan dari kemiskinan ini yaitu struktur ekonomi, maka persoalan ini tidak dapat dilihat dari aspek kemiskinannya, melainkan harus dilihat dari aspek struktural (hubungan antar komponenkomponen yang saling berkaitan di dalam sistem). Oleh sebab itu, permasalahan struktural yang penting adalah pola-pola relasi antarkomponennya. Dengan demikian, untuk mengubah taraf ekonomi masyarakat bukan dengan merombak ekonomi akan tetapi, sistemnya. Artinya kemiskinan bukan persoalan yang berdiri sendiri, melainkan ada hubungan antar-variable yang meliputi keseluruhan tata susunan di dalam sistem itu sendiri.
47
Selo Seomardjan mendefinisikan kemiskinan struktural sebagai kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat, karena struktur sosial masyarakat ini memungkinkan golongan masyarakat ini tidak ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka.41 Secara teoritis, kemiskinan struktural dapat diartikan sebagai suasana kemiskinan yang dialami oleh masyarakat yang penyebab utamanya bersumber pada struktur sosial yang berlaku sedemikian rupa sehingga keadaan kelompok yang termasuk golongan miskin tampak tidak berdaya untuk mengubah hidupnya. Struktur sosial telah mengurung dan mengekang mereka ke dalam suasana kemiskinan secara turun temurun selama bertahun-tahun. Sedangkan menurut Kartasasmita hal ini disebut “accidental poverty” yaitu kemiskinan karena dampat dari kebijaksanaan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Masalahmasalah kemiskinan tersebut di atas menurut Nurkese sebagai “lingkaran setan kemiskinan” yang meliputi enam unsur, yaitu: keterbelakangan, kekurangan modal, investasi rendah, tabungan rendah, pendapatan rendah, dan produksi rendah. Kemiskinan struktural biasanya terjadi di dalam masyarakat di mana terdapat perbedaan yang tajam antara mereka yang hidup melarat dan mereka yang hidup dalam kemewahan dan kaya raya. Kelompok miskin ini biasanya jumlahnya mayoritas dan posisinya tidak memiliki 41
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2010) h. 803
48
kemampuan apa-apa untuk memperbaiki nasibnya. Adapun kelompok masyarakat kaya yang berjumlah minoritas memiliki kemampuan memonopoli dan mengontrol berbagai bidang kehidupan, terutama dari segi ekonomi dan politik. Selama golongan minoritas ini masih menguasai berbagai kehidupan masyarakat, selama ini pula diperkirakan struktur sosial yang berlaku akan bertahan. Ciri-ciri utama kemiskinan struktural, yaitu:42 1. Tidak terjadi atau jarang terjadi mobilitas sosial vertikal. Mereka yang hidup di dalam kemiskinan, sedangkan mereka yang hidup di dalam kemewahan akan tetap kaya dan tetap menikmati kekayaan dan kemewahannya. Hal ini terjadi sebab dalam analisis pendekatan struktural, kungkungan hasrat untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Struktur sosial yang berlaku telah melahirkan berbagai corak rintangan yang menghalangi kelompok miskin untuk maju. Umpamanya kelemahan ekonomi tidak memungkinkan mereka untuk memperoleh pendidikan yang berarti agar dapat melepaskan diri dari kemelaratan. Dengan keterbasan dan ketidakmampuan modal dan keterampilan menyebabkan mereka tidak memiliki peluang untuk usaha dalam rangka mengubah statusnya sebagai kelompok miskin.
42
Ibid
49
2. Timbulnya ketergantungan yang kuat antara si miskin terhadap kelas sosial ekonomi di atasnya. Ketergantungan inilah yang selama ini berperan besar dalam memerosotkan kemampuan si miskin untuk bergaining dalam dunia hubungan sosial yang sudah timpang antara pemilik tanah dan penggarap tanah, antara majikan dan buruh, dan sebagainya. Buruh tidak memiliki kemampuan untuk menetapkan upah, pedagang kecil tidak bisa mendapatkan harga yang layak atas barang yang mereka jual belikan. Pendek kata kelompok miskin relatif tidak dapat berbuat apa-apa atas eksploitasi dan proses marginalisasi yang dialaminya karena mereka tidak memiliki alternatif pilihan utnuk menentukan nasib ke atas yang lebih baik.
Kedua, struktur politik yang menyangkut rendahnya political will pemerintah atau rendahnya kualitas kebijakan pemerintah dalam menata struktur ekonomi negara. Berbagai laporan ekonomi yang dikemukakan pemerintah di mana pendapatan nasional dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan hanyalah berupa data-data kuantitatif. Akan tetapi, kenyataan yang ada, rakyat selalu dibayang-bayangi oleh berbagai kebijakan ekonomi yang tidak memihak kepadanya. Kenaikan tarif dasar listrik dan BBM yang sering kali memicu tingginya inflasi sering kali diambil dengan penuh optimisme dapat dikendalikannya tingkat inflasi.
50
Akan tetapi, kenyataan yang ada tidaklah sesederhana dari apa yang dibayangkan pemerintah. Jika dari berbagai laporan dinyatakan bahwa pendapatan nasional mengalami kenaikan sedang di pihak lain kenaikan tarif pelayanan publik seperti tarif dasar listrik, harga BBM, dan tarif tol selalu dijadikan alasan untuk menutupi defisit anggaran belanja. Pembangunan selalu ditujukan untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Karena ini berbagai program pemerintah selalu ditujukan untuk mengentaskan kemiskinan dan dilaksanakan secara berkesinambungan dari satu periode ke periode lain. Di masa Presiden Soeharto misalnya, kita mengenal adanya program Inpres Desa Tertinggal. Kemudian di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kita meyaksikan program Bantuan Tunai dan PNPM Mandiri. Sayangnya program-program itu belum dapat mengubah jumlah kemiskinan di negeri ini. Ketiga, faktor budaya di mana konsep pemikiran narima ingpandum (menerima takdir apa adanya dengan sabar) sebenarnya bukan falsafah yang menjadikan budaya kemiskinan. Konsep pemikiran ini adalah bentuk reaksi masyarakat kenyataan dalam kondisi pesimisme, di mana dalam berbagai situasi mulai dari masa penjajahan hingga adab milenium ini tidak kunjung berubah nasibnya. Stagnasi nasib inilah akhirnya menimbulkan pesemisme yang besar hingga menganggap kemiskinan adalah takdir yang seolah-olah sudah tidak mungkin diubahnya. Dengan demikian, konsep narima ing pandun tidak lebih hanyalah penenangan jiwa di dalam ketidakberdayaan menghadapi
51
kuatnya struktur yang dianggap sudah tidak akan mampu dihadapi sekalipun dengan takdir. Struktur yang egois ini telah memunculkan gerakan millenarisme dengan konsep ”Ratu Adil” (pemimpin yang adil) sebagai Imam Mahdi yang akan membawa kesejahteraan dan keadilan di dalam struktur masyarakat. Dengan demikian, Ratu Adil adalah tidak lebih dari halusinasi rakyat tertindas yang mengharapkan hadirnya keadilan dan kemakmuran. Selain itu, kemiskinan banyak dihubungkan dengan beberapa hal berikut ini: 1. Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin. 2. Penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dan pendidikan keluarga. 3. Penyebab subbudaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari, atau dijalankan dalam lingkungan sekitar. 4. Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi. 5. Penyebab
struktural,
yang
memberikan
alasan
kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
bahwa
52
Menurut Arifin Noor ada beberapa hal yang menyebabkan kemiskinan, antara lain:43 1. Pendidikan Yang Rendah Dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan yang diperlukan dalam
kehidupannya.
keterampilan
yang
Keterbataan
dimiliki
pendidikan
menyebabkan
atau
keterbatasan
kemampuan untuk masuk ke dalam dunia kerja. Atas dasar kenyataan di atas si miskin tidak dapat berbuat apa-apa untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. 2. Malas Bekerja Sikap
malas
merupakan
suatu
masalah
yang
cukup
memprihatinkan, karena masalah ini menyangkut mentaliter dan kepribadian seseorang. Adanya sikap malas ini seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk berkerja atau bersikap pasif dalam kehidupannya (sikap bersndar pada nasib). Sikap malas ini cenderung untuk menggantungkan hidupnya pada orang lain, baik pada keluarga, atau saudara. 3. Keterbatasan Sumber Alam Kemiskinan akan melanda suatu masyarakat apabila sumber daya alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Sering dikatakan oleh para ahli bahwa itu 43
https://febrinter.files.wordpress.com/2016/04/pembahasan.docx diakses pada
tanggal 23 Juni 2016 pukul 8:25 WIB
53
miskin karena dasar alamiyahnya. Misalnya, tanah berbatu – batu tidak menyimpan kekayaan mineral dan sebagainya yang berakibat pada kesejahteraan masyarakat sekitar. 4. Terbatasnya Lapangan Kerja Keterbatasan
lapangan
kerja
membawa
konsekwensi
kemiskinan bagi masyarakat secara ideal banyak orang yang mengatakan
bahwa
seseorang
atau
masyarakat
harus
mampumenciptakan lapangan kerja baru, tetapi secara factual hal tersebut kecil kemungkinannya, karena adanya keterbatasan kemampuan baik yang berupa skill atau modal. 5. Keterbatasan Modal merupakan kenyataan yang ada di negara-negara yang sedang berkembang, kenyataan tersebut membawa kemiskinan pada sebagian besar masyarakat di negara tersebut. miskin
sebab
mereka
tidak
mempunyai
44
modal
Seorang untuk
melengkapi alat maupun bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan memperoleh penghasilan. Keterbatasan modal bagi negaranegara berkembang dapat diibaratkan sebagai suatu lingkaran yang tak berujung pangkal baik dari segi permintaan akan modal maupun dari segi penawaran akan modal.
44
Arifin Noor, ilmu Sosial Dasar, (CV Pustaka Setia, 1997), h. 289
54
6. Beban Keluarga Semakin banyak anggota keluarga akan semakin banyak atau meningkat pula tuntutan atau beban kehidupan yang harus dipenuhi. Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi dengan usaha peningkatan pendapatan sudah pasti akan menimbulkan kemiskinan karena mereka memang berangkat dari kemiskinan yang akan melanda dirinya dan bersifat latent.45 Dalam konsep ekonomi misalnya, studi kemiskinan terkait dengan konsep standar hidup, pendapatan dan distribusi pendapatan. Standar kehidupan masyarakat yang ada yang bersifat umum. Selain itu juga dinilai dari segi pendapatannya, jika pendapatannya jauh lebih besar dari kebutuhannya maka ia disebut makmur. Sementara ilmuwan sosial yang lainnya tidak ingin berhenti pada konsep-konsep tersebut, malainkan mengaitkannya dengan konsep kelas, stratifikasi sosial, struktur sosial, dan bentuk-bentuk diferensiasi sosial lainnya. Konsep taraf hidup misalnya, tidak cukup dilihat dari segi pendapatam, akan tetapi juga perlu melihat faktor pendidikan, kesehatan, perumahan, dan kondisi sosial lainnya. Kenyataan tersebut mengakibatkan pendekatan yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan juga bervariasi.
45
Ibid, h. 290
55
Ada tiga konsep kemiskinan, yaitu kemiskinan absolute, kemiskinan relative dan kemiskinan subyektif. Konsep kemiskinan absolute dirumuskan dengan membuat ukuran tertentu yang kongkrit. Ukuran itu lazimnya berorientasi pada kebutuhan hidup dasar minimum anggota masyarakat (sandang, pangan, dan papan). Masing-masing negara mempunyai batasan kemikinan absolute yang berbeda-beda,
sebab
kebutuhan
hidup
dasar
masyarakat
yang
dipergunakan sebagai acuan memang berlainan. Ada gagasan yang ingin memasukan pula kebutuhan dasar kultural seperti pendidikan, keamanan, rekreasi dan sebagainya, di samping kebutuhan fisik. Konsep kemiskinan relative dirumuskan berdasarkan The Idea of Relative Standard, yaitu dengan memperhatikan dimensi tempat dan waktu. Dasar asumsinya adalah kemiskinan di suatu daerah berbeda dengan waktu lainnya, dan kemiskinan pada waktu tertentu berbeda dengan waktu yang lainnya. Konsep kemiskinan semacam ini tidak lazimnya diukur berdasarkan pertimbangan anggota masyarakat tertentu dengan berorientasi pada derajat kelayakan. Sedangkan konsep kemiskinan subyektif dirumuskan berdasarkan perasaan kelompok miskin itu sendiri. Konsep ini tidak mengenal a fixed yardstick, dan tidak memperhitungkan the idea of relative standard. Kelompok yang menurut ukuran kita berbeda di bawah garis kemiskinan. Dan kelompok yang dalam perasaan kita tergolong dalam kondisi tidak
56
layak, boleh jadi tidak menganggap dirinya sendiri semacam itu dan demikian pula sebaliknya.46 Hardiman mengemukakan tiga pendekatan yaitu garis kemiskinan, indicator kesejahteraan dan pengukuran ketimpangan.47 Adanya berbagai variasi pendekatan dalam pengukuran tersebut sekaligus juga menunjukan bahwa kemiskinan dapat dilihat secara Absolut dan Relatif. Secara absolute maksudnya tingkat kemiskinan diukur dengan standar tertentu, sehingga kemudian dapat dikatakan bahwa mereka yang taraf hidupnya di bawah standar yang ditentukan tersebut dikatakan miskin. Sebaliknya mereka yang hidupnya di atas standar dinyatakan tidak miskin, maksudnya tingkat kemiskinan diukur dengan standar tertentu, sehingga kemudian dapat dikatakan bahwa mereka yang taraf hidupnya di bawah standar yang ditentukan tersebut dikatakan miskin dan mereka yang hidupnya di atas standar dinyatakan tidak miskin. Secara relative, kemiskinan tidak semata-mata diukur dengan menggunakan standar yang baku, melainkan juga dilihat dari seberapa jauh peningkatan taraf hidup lapisan terbawah telah terjadi dibandingkan dengan masyarakat yang lain, juga dibandingkan dengan kenaikan tuntutan kebutuhan hidup yang berkembang sejalan dengan perkembangan kehidupan masyarakat.48
46
Sunyoto Usman, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2006) cet. IV, hal. 126-127. 47 Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), cet ke 1, h. 117. 48 Ibid, h. 120
57
Oleh karena kompleksitas masalah kemiskinan ini terkait erat dengan hampir seluruh aspek kehidupan manusia, maka analisa atau kajian mengenai penyebab terjadinya kemiskinan akan meliputi berbagai segi; sosial, politik, budaya, ekonomi, juga lingkungan alam dan sebagainya. Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa dari segi sebabnya, kemiskinan dapat dibedakan antar kemiskinan temporer atau kemiskinan aksidental dan kemiskinan structural. Kemiskinan temporer adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh cacat jasmani atau jiwa akibat malapetaka yang telah menimpa seseorang.49 Sehingga mereka tidak optimal dalam bekerja untuk memenuhi segala kehidupan hidupnya dan akibatnya ia mengalami apa yang namanya kemiskinan alamiyyah. Sedangkan
kemiskinan
struktural
adalah
kemiskinan
yang
ditimbulkan dari keadaan struktur sosial yang eksploitatif dalam pola hubungan atau interaksi pada institusi-institusi ekonomi, politik, agama, keluarga, budaya dan sebagainya.50 Maka kemiskinan yang timbul dalam suatu masyarakat, bukan semata-mata dari faktor dirinya, misalnya kurang pendidikan atau kurangnya asupan kalori makanannya, melainkan dari eksploitasi.51
49
Hidayat Natmaja, Masalah Kemiskinan Ditinjau Dari Ajaran Islam, (Yogyakarta:PLP2M, 1985), h. 109 50 Gunnar Myrdal, Bangsa-bangsa Kaya dan Miskin¸(Jakarta: PT. Gramedia, 1980), cet ke 2, h. 35 51 M. Dawan Rharjo, Essei-essei Ekonomi Politik, (Jakarta: LP3ES, 1983), H. 196
58
Sebagaimana Sayyid Qutb telah memberikan pengertian bahwa manusia adalah khalifah Allah di muka bumi-Nya; telah dikuasakan-Nya. Untuk membangun dan meningkatkan taraf kehidupan padanya penuh kesuburan and kemakmuran agar ia setelah itu dapat menikmati keindahan dan kesegarannya, dan bersama dengan itu mensyukuri Allah SWT yang telah mengaruniakan nikmat itu padanya. Manusia tidak mungkin dapat mencapai sebagian dari semua itu bila mana seluruh hidupnya dilewatinya hanya demi memperoleh sesuap nasi saja, walaupun yang demikian itu cukup baginya. Lebih-lebih lagi jika ia harus menghabiskan hidupnya tanpa memperoleh kecukupan.52 Sedangkan Syekh Tantawi Jauhari, juga memberikan pengertian bahwa kata kemiskinan itu berasal dari kata maskanah
yang identik
dengan kata faqir dan faqatun yang berarti susah.53 Dari beberapa pendapat di atas dapatlah disimpulkan, bahwa jika ada suatu penduduk yang mengalami hidup dalam keadaan yang serba kekurangan dalam memperoleh segala kebutuhan pokoknya yang disebabkan masalah ekonomi maka penduduk tersebut dapat dikatakan penduduk miskin. Kemiskinan menurut ilmu sosiologi diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat memelihara dirinya sendiri sesuai
52 53
Sayyid Qutb, Al Adalah al Ijtimaiyyah, (1962), cet 1, h. 48 Syekh Tantawi Jauhari, Tafsir Al-Jawahi, (Mesir: Mustafa Baadi, 1350 H), h. 75.
59
dengan taraf kehidupan kelompoknya dan juga tidak bisa mengoptimalkan seluruh kemampuan fisik dan mentalnya.54
54
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Mizan). H. 406
60
BAB III TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Profil Usaha Konveksi Tas di RT 04 RW 09 Kelurahan Bintara Bekasi Barat. 1. Profil Usaha a) Nama
: Musliadi Gultom Collection
Tahun Berdiri : 2010 Bentuk Usaha
: Konveksi Tas
Karyawan
: 15 orang
b) Nama
: Azhari Efendi Lubis
Tahun
: 2005
Bentuk Usaha : Konveksi Tas Karyawan
: 15
2. Latar Belakang Berdirinya Usaha Konveksi Tas di RT 04 RW 09 Kelurahan Bintara Bekasi Barat Usaha konveksi tas merupakan usaha rumahan yang sangat menjanjikan karena dapat menjadi tulang punggung bagi ekonomi masyarakat kecil, serta yang harganya murah membuat tas ini laku di pasaran.
Bang Musliadi
selaku pemilik usaha konveksi
mengatakan:
60
tas
61
“…usaha konveksi tas ini lebih menjanjikan, harganyapun terjangkau bagi mereka yang berpenghasilan rendah tapi menginginkan tas murah yang berkualitas…”55 Usaha konveksi tas di Kelurahan Bintara Bekasi Barat tepatnya di Jalan Bintara 14 RT 04 RW 09 sudah lama berjalan dan menginginkan usaha tersebut turun ke anak-anaknya kelak. Seperti yang dikatakan Bang Musliadi selaku informan sebagai berikut: “mudah-mudahan usaha ini bisa sampe anak cucu, biar ada yang nerusin usaha ini. Dan semoga semakin besar”. Senada yang dikatakan Pak Kacus, sebagai berikut: “saya pengen usaha ini bertahan lama sampe anak cucu saya”.56 Pada saat sekarang ini ekonomi masyarakat semakin menurun, akibat dari pada perekonomian tersebut banyak masyarakat yang memikirkan untuk bisa bertahan hidup, karena sulitnya mencari lapangan pekerjaan. Di lain hal permintaan atas tas-tas yang besar di masyarakat menjadi alasan untuk membuat usaha konveksi tas. Jadi muncullah ide untuk membuat lapangan pekerjaan yang dapat menghidupi perekonomian masyarakat. Oleh karena itu dipilihlah usaha konveksi tas, karena usaha ini bisa dikatakan sangat menjanjikan. Seperti yang dikatakan Bang Musliadi, sebagai berikut: “…banyaknya permintaan tas-tas semacam ini di masyarakat, karena tas-tas ini memiliki model seperti tas-tas mahal. Jadinya orang-orang lebih memilih tas semacam ini”. 55
Wawancara Pribadi dengan Bang Musliadi, Pengusaha Konveksi Tas, (Bekasi Barat, 21 Januari 2016), pukul 20:40 WIB. 56 Wawancara Pribadi dengan Pak Kacus, Pengusaha Konveksi Tas, (Bekasi Barat, 21 Januari 2016), pukul 19:40 WIB.
62
Melihat kondisi masyarakat yang seperti itu, menjadikan usaha ini sangat menguntungkan. Dimana masyarakat yang tidak mampu membeli tas mahal bisa membeli tas serupa dengan harga yang sangat murah. Dilihat dari kasus tersebut, sasaran pasarnya adalah masyarakat menengah ke bawah.
3. Maksud Dan Tujuan Berdirinya Usaha Konveksi Tas Maksud
dibukanya
usaha
konveksi
tas
adalah
untuk
meningkatkan ekonomi masyarakat yang berkelanjutan sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhannya di dalam kehidupan seharihari. Tujuan didirikannya usaha konveksi tas ini adalah sebagai berikut: a. Untuk memperoleh keuntungan finansial. Seperti yang dijelaskan salah satu informan; Pak Kacus selaku pemilik usaha konveksi tas, mengatakan sebagai berikut: “usaha yang keuntungannya lumayan”57 Memperoleh laba usaha adalah salah satu tujuan mutlak dalam menggeluti usaha. Tanpa memperhitungkan laba jelas usaha akan kandas di tengah jalan. b. Tabungan di masa depan. 57
Wawancara Pribadi dengan Pak Kacus, Pengusaha Konveksi Tas, (Bekasi Barat, 21 Januari 2016), pukul 19:40 WIB.
63
Usaha menjadi tabangunan di masa depan maksudnya adalah menjadikan usaha ini turun temurun menjadi usaha keluarga yang berkelanjutan. Seperti halnya yang dikatakan Bang Musliadi, sebagai berikut: “mudah-mudahan usaha ini bisa sampe anak cucu, biar ada yang nerusin usaha ini. Dan semoga semakin besar”.
c. Menciptakan Tenaga Kerja Seperti yang dikatakan Pak Kacus, sebagai berikut: “dari segi penghasilan masyarakat bertambah, terus masyarakat yang sebelumnya menganggur menjadi punya pekerjaan.”
Namun, jika pengrajin tas tersebut bekerja tidak hanya untuk mencari uang tapi mencari ilmu, kemungkinan membuka usaha konveksi tas terbuka luas serta menciptakan tenaga kerja bagi dirinya sendiri. Seperti yang dikatakan Bang Musliadi sebagai berikut: “ya karena usaha konveksi tas ini lebih menjanjikan, soalnya saya dulu saya pernah jadi karyawan konveksi tas…” “Kalo boleh cerita begini, kadang-kadang kan anak sekarang beda pemikirannya, anak muda sekarang kan sekarang pikirannya yang penting duit, bukan ilmu yang dicari, beda waktu kami dulu, kami nyari ilmunya, karena ilmunya mahal. Bisa diterapkan untuk membuka usaha.”
64
d. Membuka Lapangan Kerja Seperti yang dijelaskan oleh Bang Musliadi, sebagai berikut: “membuka lapangan kerja untuk orang-orang. Karena di sini banyak yang cuma lulusan SD dan SMP”.
Dari kutipan di atas jelas bahwa usaha konveksi tas bisa untuk mengurangi angka pengangguran.
Tabel Rekapitulasi Karyawan Konveksi Tas No
Nama
Status
Pendapatan
Kebutuhan
Kategori
Per Bulan
Dasar
Sosial Ekonomi
1
Boy
Menikah
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
2
Soleh
Menikah
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
3
Dino
Menikah
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
4
Akim
Menikah
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
5
Doni
Menikah
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
6
Iyan
Bujangan
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
7
Eman
Menikah
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
8
Elan
Bujangan
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
9
Ale
Bujangan
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
10
Aput
Menikah
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
65
11
Toto
Menikah
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
12
Endam
Menikah
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
13
Supendi
Menikah
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
14
Toni
Menikah
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
15
Rendi
Bujangan
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
16
Dino
Menikah
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
17
Going
Menikah
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
18
Johar
Menikah
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
19
Sapta
Menikah
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
20
Arief
Menikah
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
21
Lukman
Bujangan
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
22
Agus
Menikah
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
23
Imam
Menikah
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
24
Awi
Menikah
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
25
Rizal
Menikah
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
26
Anyun
Menikah
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
27
Aray
Menikah
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
28
Bagja
Menikah
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
29
Nandar
Menikah
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
30
Ikin
Menikah
2000.000,-
Tercukupi
Miskin
66
Kriteria
miskin
menurut
Bank
Dunia
adalah
penduduk
yang
berpengehasilan dibawah US$ 2 perhari, jika mengikuti kurs rupiah sekarang jumlahnya sekitar Rp. 26.410. Sedangkan pendapatan penduduk Indonesia yang ditetapkan pemerintah tiap bulan dipatok di angka Rp. 330.776 per orang tiap bulan atau sekitar US$ 22.60.58 Jadi, jika melihat tabel di atas pendapatan pengrajin tas tersebut telah memenuhi kriteria pendapatan yang baik menurut hitung-hitungan pemerintah. Dengan pendapatan sekitar Rp. 2000.000 tiap bulannya, para pengrajin bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Untuk tempat tinggal saja mereka rata-rata menginap di tempat konveksi tas. Dengan demikian, rata-rata pengrajin tas tidak perlu mengeluarkan biaya untuk sewa atau mengontrak rumah. Sedangkan untuk makan, ngopi dan rokok rata-rata mereka mengeluarkan biaya sekitar Rp. 250.000 per minggu.
58
http://www.worldbank.org/in/country/indonesia/overview# diakses pada tanggal 6 April 2016 pukul 10:18 WIB.
67
BAB IV ANALISIS PERAN SOSIAL EKONOMI PENGUSAHA KONVEKSI TAS TERHADAP KAUM DHUAFA A. Peran Sosial Ekonomi Pengusaha Konveksi Tas Terhadap Kaum Dhuafa Berdasarkan latar belakang berdirinya usaha konveksi di RT 04 RW 09 kelurahan Bintara Bekasi Barat yang telah dibahas pada bab sebelumnya, bahwa usaha rumahan yang sangat menjanjikan karena dapat menjadi tulang punggung bagi ekonomi masyarakat kecil, serta yang harganya murah membuat tas ini laku di pasaran sehingga permintaan akan tas lumayan tinggi. Peran sosial ekonomi pengusaha konveksi tas yang dimaksudkan di sini adalah adanya perbaikan dari segi kehidupan suatu individu yang terlibat dalam proses kreatif yang dijalankan oleh pengusaha tas. Dan daripada itu, sosial di sini maksudnya adalah suatu hubungan yang menghasilkan suatu perubahan kepada pengusaha dan pengrajin tas. Dengan demikian, salah satu manfaat peran ini adalah terciptanya lapangan pekerjaan serta terkikisnya angka pengangguran. Sedangkan peran ekonomi adalah adanya perubahan dalam segi pendapatan yang diterima dari peran pengusaha konveksi tas. Keberadaan usaha konveksi tas dalam kehidupan masyarakat hingga saat ini terbukti masih diperlukan, utamanya dalam upaya mendorong laju pertumbuhan usaha kecil yang pada umumnya masih menjadi sandaran 67
68
hidup masyarakat kecil. Serta mendorong upaya pemerintah dalam pengentasan kemiskinan yang kian tahun angkanya kian bertambah serta menciptakan
lapangan
pekerjaan.
Pasalnya
bagi
mereka
yang
berpendidikan rendah sangat sulit untuk mencari pekerjaan, dan dengan adanya usaha konveksi tas ini, masyarakat yang tadinya mengganggur dapat bekerja dan memiliki penghasilan yang tetap. Keberadaan para pengrajin tas menjadi unsur penting dalam menciptakan generasi-generasi yang maju dan sukses. Walaupun mereka tidak mempunyai pendidikan yang tinggi, tapi mereka memiliki kemampuan daya kreatifitas tinggi. Menciptakan tenaga kerja yang mampu memberdayakan dirinya sendiri, meningkatkan hajat hidup keluarga serta mampu bersaing demi kemajuan bangsa. Dalam upaya memberdayakan masyarakat, salah satunya adalah peningkatan penghasilannya. Seperti halnya para pengrajin tas, mereka bekerja membuat tas selain dapat penghasilan tapi mereka dapa ilmu serta keterampilan dalam pembuatan tas. Ilmu itu yang nantinya akan digunakan bila mereka akan membuka usaha konveksi sendiri. Seperti yang dikatakan Bang Musliadi sebagai berikut: “soalnya saya dulu saya pernah jadi karyawan konveksi tas…” Lanjut Bang Musliadi, dia berkata sebagai berikut: “Kalo boleh cerita begini, kadang-kadang kan anak sekarang beda pemikirannya, anak muda sekarang kan sekarang pikirannya yang penting duit, bukan ilmu yang dicari, beda waktu kami dulu, kami nyari ilmunya, karena ilmunya mahal. Bisa diterapkan untuk membuka usaha.”
69
Dari uraian di atas, jelas bahwa ilmu yang didapat di tempat kerja dapat berguna di kemudian hari jika ingin membuka usaha konveksi sendiri. Hal tersebut pula dapat menjadikan angka pengangguran semakin berkurang. Maka dari itu, untuk menekan jumlah pengangguran alangkah baiknya usaha-usaha kecil lebih digalakkan lagi di kemudian hari, agar bagi mereka yang berpendidikan rendah dan sulit mendapatkan kerja bisa bekerja sesuai kodratnya sebagai manusia. Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan kepada para pengrajin tas seperti yang dijelaskan oleh salah satu informan; Boy selaku pengrajin tas, ia mengatakan sebagai berikut: “terbantu banget, karena saya Cuma lulusan SMP untuk cari kerja yang mengandalkan otak itu susah. Ada kerjaan kaya gini udah bersyukur.” 59
Hal senada diutarakan oleh salah satu informan, Soheh salah satu pengrajin tas mengatakan sebagai berikut: “Alhamdulillah cukup terbantu, semenjak saya bekerja di sini saya memiliki penghasilan sendiri untuk keluarga dan kirim-kirim ke kampung”60 Usaha ini merupakan usaha kecil yang sangat dibutuhkan oleh orangorang kecil, orang-orang yang berpendidikan hanya sampai SD maupun SMP. Usaha semacam inilah yang hanya mereka bisa, tidak ada
59
Wawancara Pribadi dengan Boy, Pengrajin Tas, (Bekasi Barat, 25 Januari 2016), pukul 19:19 WIB. 60 Wawancara Pribadi dengan Soheh, Pengrajin Tas, (Bekasi Barat, 25 Januari 2016), pukul 19:30WIB.
70
keterampilan lain yang bisa mereka andalkan. Maka dari itu upaya penanggulangan tingkat pengangguran tidak hanyak ditujukan bagi mereka yang bergelar sarjana. Dengan membuka usaha-usaha kecil seperti konveksi tas telah sangat membantu mereka dalam upaya peningkatan kualitas hidup di masa yang akan datang. No 1
Peran Pengusaha Bidang Sosial 1. Terciptanya lapangan kerja 2. Terkikisnya pengangguran
Indikator 1. Banyak tenaga kerja trampil. 2. Konveksi tas mampu menampung para pengrajin
3. Meningkatkan ketrampilan
tas. Tiap konveksi tas (konveksi tas Musliadi dan konveksi tas Kacus masingmasing terdapat 15 orang pengrajin tas. 3. Ketrampilan dalam membikin tas dengan kualitas bagus.
71
Bidang Ekonomi 1. Meningkatkan pendapatan masyarakat 2. Meningkatkan daya beli masyarakat
1. Memiliki
pendapatan
tetap Rp. 2000.000,per bulan 2. Mampu kebutuhan
membeli sekunder
(sandang, pangan, sewa kontrakan)
B. Hasil Pemberdayaan Yang Dilakukan Oleh Pengusaha Pembuatan Tas Terhadap Kaum Dhuafa.
Bentuk upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh pengusaha konveksi tas adalah
upaya dalam menanggulangi permasalahan
kemiskinan serta mengurangi angka pengangguran di RT 04 RW 09 Kelurahan Bintara Bekasi Barat. Bentuk pemberdayaan yang dilakukan adalah untuk membekali para pengrajin tas dengan keterampilan yang nantinya dapat dimanfaatkan untuk menopang kehidupannya kelak. Di dalam pemberdayaan masyarakat, menghasilkan sesuatu sesuai harapan adalah cita-cita bersama. Hasil yang baik akan menentukan masa depan yang diinginkan. Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan kepada para pengrajin tas seperti yang dijelaskan oleh salah satu informan; Dino selaku pengrajin tas, ia mengatakan sebagai berikut:
72
“karena susah cari kerjaan lain, dan ingin menafkahi keluarga. Cuma kerjaan ini yang bisa saya andalkan, semenjak kerja sebagai pengrajin tas saya bisa menghidupi anak dan isteri.”61 Dan dijelaskan juga oleh salah satu informan; Going selaku pengrajin tas, ia mengatakan sebagai berikut: “Alhamdulillah terbantu banget dengan adanya usaha seperti ini. Usaha yang sangat dibutuhkan orang-orang kaya kita, yang sekolahnya ga jelas. Mau nyari kerja susah.”62 Kemudia dijelaskan kembali oleh salah satu informan; Heri selaku pengrajin tas, ia mengatakan sebagai berikut: “alasannya jadi pengrajin tas cari yang penghalisannya agak lumayan besar, kalo kerja selain ini agak kurang pendapatannya. Tapi alasan lain yak arena pendidikan cuma sampe SMP, mau kerja apa aja, tidak pilih-pilih kerjaan. Adanya seperti ini ya disukuri dan senang udah diberi pekerjaan”.63 Kemudian kembali dijelaskan oleh salah satu informan; Johar selaku pengrajin tas, ia mengatakan sebagai berikut: “rasanya gimana ya, ini kan untuk menafkahi keluarga jadinya ya enak ga enak, enaknya ya punya gaji buat dikirim ke kampung, bisa makan dan jajan anak 2 orang. Ga enaknya ya jam kerjanya yang pangjang dari pagi sampai malam. Tapi ga apa apa demi keluarga kerja apa aja yang penting halal… Zaman sekarang susah cari kerja, udah punya kerjaan kaya gini sangat terbantu dari segi ekonomi.”64 Maka dari itu, dengan terdapatnya usaha konveksi tas, di Jl. Bintara 14 RT 04 RW 09 Kelurahan Bintara Bekasi Barat telah menjadikan masyarakat
khususnya
pengrajin
tas
memiliki
penghasilan
serta
61
Wawancara Pribadi dengan Dino, Pengrajin Tas, (Bekasi Barat, 25 Januari 2016), pukul 19:19 WIB. 62 Wawancara Pribadi dengan Going, Pengrajin Tas, (Bekasi Barat, 1 Februari 2016), pukul 16:20 WIB. 63
Wawancara Pribadi dengan Heri, Pengrajin Tas, (Bekasi Barat, 1 Februari 2016), pukul 16:30 WIB. 64 Wawancara Pribadi dengan Johar, Pengrajin Tas, (Bekasi Barat, 1 Februari 2016), pukul 16:20 WIB.
73
keterampilan yang telah dibekali dalam rangka upaya meningkatkan kualitas hidup mereka. Dengan meningkatkan kualitas hidup mereka, diharapkan mereka juga mampu memahami diri serta potensi yang ada dalam dirinya, kemudian memiliki tanggung jawab atas apa yang ia lakukan, dan memiliki kekuatan dalam kaitannya dengan melakukan kerjasama. Kemudian daripada itu akan lebih baik jika mereka menjadi mandiri dalam melakukan usaha, dapat memproduksi tas sendiri serta dapat menjadikan usahanya sebagai mata pencaharian masyarakat miskin lainnya.
No 1
Proses Pemberdayaan 1. Menstimulasi, mendorong atau
Indikator 1. Mampu memahami diri
memotivasi pengrajin tas agar
dan potensi yang ada dalam
mempunyai kemampuan atau
dirinya.
keberdayaan.
2. Memiliki tanggung jawab atas yang ia lakukan. 3. Memiliki kekuatan dalam kaitannya dengan melakukan kerja sama.
1. Memberikan pelatihan terhadap pengrajin tas.
1. Mampu membuat tas dengan kualitas yang
74
bagus. 2. Mampu bersaing atau berkompetisi dalam hal meningkatkan kualitas maupun kuantitas tas.
C. Hambatan
dan
Pendukung
Pengusaha Konveksi
Tas
Dalam
Pemberdayakan Masyarakat 1. Hambatan Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap informan, bahwasanya usaha konveksi tas ini memiliki peranan yang sangat vital dalam upaya pemerataan kesempatan kerja, kesempatan usaha serta peningkatan pendapatan masyarakat. Dalam upaya melakukan suatu peluang usaha setiap orang akan dihadapkan yang namanya kendala atau hambatan yang dapat menjadi batu sandungan yang dapat menghambat suatu program usaha. Hambatanhambatan tersebut juga dikeluhkan oleh pengusaha konveksi tas di Jl. Bintara 12 RT 04 RW 09 Kelurahan Bintara Bekasi Barat yang dalam berlangsungnya kegiatan mengalami beberapa hambatan. Usaha konveksi tas sangat bergantung dari bahan baku tas yaitu semi kulit yang diimport. Bahan baku semi kulit tersebut susah didapatkan
75
karena harus menunggu sampai bahan tersebut diimport. Akibatnya produksi menjadi terhambat sedangkan para pengrajin harus tetap digaji. Akibatnya ada beberapa pengrajin yang kabur mencari kerjaan lain karena harus mencari pemasukan. Seperti yang dijelaskan oleh salah satu informan; Bang Musliadi, ia mengatakan sebagai berikut: “kadang-kadang kan bahan bahan import susah didapat, tidak ada dan kosong. Nunggu beberapa bulan baru bisa didapat. Dan kalau bahan bakunya kosong, ada aja pengrajinnya pada kabur mencari ke tempat lain. Karena kerja di sini tidak ada ikatan apa-apa.”65 Dari uraian di atas terlihat, usaha seperti ini sangat menginginkan agar bahan baku mudah didapat agar proses produk berjalan lancer tidak tersedak-sendak. Karena hal tersebut mengakibatkan menurunnya jumlah barang yang akan dijual, dan apabila barang yang dijual sedikit imbasnya dirasakan oleh para pengrajin. Dalam hal ini pengrajin bisa pergi begitu saja meninggalkan tempat kerjanya untuk mencari pekerjaan lain. Dan dampaknya juga berimbas kepada pengusaha konveksi, ia kekurangan tenaga kerja karena para pekerja telah pergi. Kemudia dijelaskan juga oleh Pak Kacus, ia mengatakan sebagai berikut: “kendala paling Cuma bahan baku yang kadang susah didapat, terus harganya mahal. Saya pun agak susah mematok harga, murah rugi, kalo dimahalin dikit ga laku.”66
65
Wawancara Pribadi dengan Musliadi, Pengrajin Tas, (Bekasi Barat, 21 Januari 2016), pukul 20:40 WIB 66 Wawancara Pribadi dengan Musliadi, Pengrajin Tas, (Bekasi Barat, 21 Januari 2016), pukul 19:40 WIB
76
Usaha konveksi tas yang berada di RT 04 RW 09 Kelurahan Bintara Bekasi Barat dikelola dalam bentuk usaha rumah tangga, sehingga perkembangannya selalu dihadapkan oleh permasalah bahan baku, tenaga kerja serta alat produksi yang masih tradisional atau manual. Pemerintah tidak menyediakan sarana dan prasarana untuk menunjang proses produksi seperti mesin jahit elektronik yang bisa menjahit lebih cepat dan efisien. Dan apabila hambatan-hambatan tersebut sudah teratasi, maka proses produksi akan berjalan lancar tanpa menemui berbagai hambatan. 2. Pendukung Selain ada hambatan yang telah dipaparkan di atas, tentunya ada juga faktor pendukung yang menjadikan usaha ini terus menuju arah yang lebih baik. Seperti yang diutarakan bang Musliadi di bawah ini, ia mengatakan: “satu-satunya faktor pendukung yang ada itu adalah hanya kesungguhan para pekerja, maksudnya adalah modal dicari bisa, kalopun habis atau bangkrut itu bisa dicari lagi, nah sedangkan para pengrajin apabila ia bekerja dengan sungguh-sungguh maka hasilnya akan baik. Karena kan di sini syaratnya hanya mau bekerja keras, gigih itu semua untuk apa? Ya untuk kebaikan kita bersama. Karena pengalaman saya pernah ada pengrajin yang tiba-tiba kabur, yang kaburpun banyak dan itu bikin usaha ini macet. Ada juga yang izin pulang kampung karena lebaran, tapi malah ngga balik-balik lagi ke sini. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwasanya kerja keras, kegigihan adalah modal awal untuk menggapai apa yang diinginkan. Dengan seperti itu konveksi tas pun akan menjadi usaha yang dapat menampung lebih banyak tenaga kerja karena sudah pasti proses produksi akan semakin pesat lagi.
77
BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan studi dokumen dalam
menjawab perumusan masalah yang telah diuraikan pada bab sebelumnya yaitu “Bagaimana peran pengusaha konveksi tas dalam pemberdayaan masyarakat, bagaimana hasil pemberdayaan yang dilakukan oleh pengusaha konveksi tas terhadap masyarakat sekitar dan bagaimana hambatan pengusaha konveksi tas dalam pemberdayaan masyarakat” dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Pengusaha konveksi tas telah melaksanakan perannya dengan baik dan bermanfaat. Peran yang dijalankan oleh pengusaha konveksi tas dalam pemberdayaan masyarakat khususnya terhadap para pengrajin tas dengan cara memberikan ilmu serta keterampilan dalam usaha pembuata tas. Sehingga di kemudian hari ia mampu membuka usahanya sendiri dengan modal ilmu yang ia dapatkn, menciptakan tenaga kerja yang terampil, ahli, ulet serta teliti serta membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan sehingga mereka mampu berkompetisi menjalani hidup, serta berguna bagi keluarganya. b. Faktor penghambat pengusaha konveksi tas dalam menjalankan perannya adalah sulit mendapatkan bahan baku, bahan baku 77
78
mahal, serta alat yang digunakan masih tradisional dan kurangnya alat produksi. c. Usaha konveksi tas sangat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat khususnya para pengrajin tas, sehingga mereka mendapatkan banyak manfaat yang bisa berguna di kemudia hari seperti ilmu. Serta upaya pengusaha konveksi tas dalam mengurangi angka pengangguran serta memberantas kemiskinan. B. Saran Dari berbagai infomasi yang penulis dapatkan dari observasi dan wawancara yang dilakukan, terdapat beberapa permasalah yang menjadi catatan bagi penulis dimana hal tersebut menjadi dasar penulis untuk memberikan saran atau masukan untuk memajukan usaha konveksi tas di Jl. Bintara 14 RT 04 RW 09 Kelurahan Bintara Bekasi Barat, yaitu: 1. Melakukan kerjasama ke berbagai pihak agar pemasarannya semakin luas dan pembelinya semakin banyak. 2. Hendaknya pengusaha konveksi tas berani ambil resiko dengan membuat merek tas sendiri agar produksi tasnya semakin bertambah maju. Dengan menggunakan merek sendiri, dengan kualitas yang bagus dan harga yang terjangkau, bisa jadi di masa yang akan datang merek tas tersebut mampu bersaing dengan merek tas yang sudah terkenal.
79
3. Jam kerja pengerajin tas diatur ulang agar kerjanya lebih maksimal. 4. Menjaga kebersihan lingkungan dengan membuang limbah tas atau potongan-potongan di tempat yang seharusnya. Serta menjaga kebersihan tembok, tidak mencoret-coret. 5. Pemerintah
lebih
memperhatikan
usaha-usaha
rumahan
semacam ini agar segala bentuk hambatan yang ada dapat dikurangi, mulai dari ketersediaan bahan baku, harga-harga bahan baku pemberian tambahan modal.
80
Daftar Pustaka 1. Daftar Buku
Abu Farisi, Abd Qadir, Muhammad Kajian Kritis Pendayagunaan Zakat¸(alih bahasa oleh Husin Al Munawwar, Semarang, Dina Utama, 1993) Adi Isbandi Rukminto, Pemikiran-pemikiran dalam Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi UI 2002), cet ke – 2. Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, Lembaga Universitas Indonesia (2003). Abdul Muiz, MA dkk, Tarbiyyah Menjawab Tantangan, Refleksi 20 Tahun pembaharuan tarbiyyah di Indonesia, Jakarta, Dep, Kaderisasi DPP Partai Keadilan, Maret (2002), Cet ke – 1. Ahmadi, Abu, Ilmu Sosial Dasar, Rineka Cipta, Jakarta, 2009 Aziz, Moh. Ali, Rr Suhartini, dkk, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat, Yogyakarta: PT.LkiS Pelangi Askara, (2005), cet ke-1. Berry, David. Pokok-pokok Pikiran Dalam Sosiologi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, (1995), cet ke-3. Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana, (2005) Edisi Pertama, Cet ke-4. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: BalaI Pustaka, (1998). Hermansah, Tantan, dkk, Dasar-dasar Pengembangan Masyarakat Dalam Islam, Jakarta: Fidkom UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (2009). Hidayati, Nurul. Metodologi Penelitian Dakwah Dengan Pendekatan Kualitatif, Jakarta: UIN Jakarta Press, (2006), cet ke-1. Jauhari, Tantawi, Syekh, Tafsir Al-Jawahi, Mustafa Baadi, Mesir, 1350 H Moleong, J Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, (2011) Cet ke-29.
81
Munawir, Warson Ahmad, Kamus Besar Bahasa Indonesia Al-Munawir, Unit Pengadaan Buku-Buku Ilmiyyah Pon-Pes Al-Munawir, Yogyakarta, 1984 Myrdal, Gunnar, Bangsa-bangsa Kaya dan Miskin, PT. Gramedia, cet ke 2 , Jakarta, 1980 Nabil Subhi Ath-Thawil, Kemiskinan dan Keterbelakangan di Negara-negara Muslim, Mizan, Bandung, 1985 Nana
Minarti, Stadium General Jurusan PMI Pemberdayaan Penanggulangan Kemiskinan, Jakarta:15 Maret (2007).
dan
Nanih, Machendrawaty, Nanih dan Safe‟I Agus Ahmad. Pengembangan Masyarakat Islam Dari Ideologi, Strategi sampai Tradisi,Bandung: PT Remaja Rosdakarya, (2011), Cet ke-1. Natmaja, Hidayat, Masalah Kemiskinan Ditinjau Dari Ajaran Islam, PLP2M, Yogyakarta, 1985 Noor, Arifin, ilmu Sosial Dasar, CV Pustaka Setia, 1997 Qutb, Sayyid, Al Adalah al Ijtimaiyyah fil Islam, cet ke 1, Jakarta, 1964 Raharjo, Dawan, M, Essei-essei Ekonomi Politik, LP3ES, Jakarta, 1983 Roesmidi dan Riza Risyanti. Pemberdayaan Masyarakat, Sumedang:Alqaprint, (2006) cet ke-1. Shihab, Quraish, Wawasan Al-Quran, Mizan, Bandung Soehartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, (2011), Cet ke-8. Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Mizan, Jakarta Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan, Pustaka Jaya, Jakarta, (1995), Cet ke 1, Suharto, Edi. Membangun Masyarakat, Memberdayakan Rakyat, Bandung: PT. Refika Aditama (2005), cet ke-1. Suyanto, Bagong & Sutinah. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan Jakarta: Kencana, (2007).
82
Usman, Sunyoto Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, (2006) cet ke-IV. Yafie, Ali, Menggagas Fiqih Sosial, Mizan, Bandung, 1994 Sumber Dokumen Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. BAB I Ketentuan Umum pasal 1 ayat 1. Pidato pembukaan DR. Darmin Nasution, Gubernut Bank Indonesia AFI Global Policy Forum 2010 Bali, 27 September 2010. Ulil Amri, “Usaha Konveksi Batik (Studi Perubahan Sosial di Masyarakat Dusun Mlangi, Sleman)”, Skripsi mahasiswa Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Ilmu Dakwah UIN Sunan Kalijaga, Yogyajarta. (Juli 2012) Muftiaulluthfiyahm “Upaya Pengrajin Batik Di Dusun Giriloyo Kelurahan Wukisari Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul Dalam Meningkatkan Kualitas Produksi”, Skripsi mahasiswa Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga (Juli 2007) Watik, “Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui Industri Batik Kayu di Dusun Krebet Desa Sendangsari Kecamatan Pajangan Kabupaten Bantul”, Skripsi mahasiswa Jurusan PMI Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga (2005) Ariffianto, “Usaha Pengembangan Industri Genteng Sokka Di Desa Bumiharjo Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen”, Skripsi mahasiswa Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta (2007) Mohammad Amirudin, “Pemberdayaan Ekonomi Lokal Melalui Koprasi Industri Kerajinan Rakyat Sentra Kapur”, skripsi mahasiswa Jurusan PMI Fakultas Dakwa UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta (2008)
Sumber Website http://www.indonesia-investments.com/id/keuangan/angka-ekonomimakro/kemiskinan/item301. diakses pada november 2015 http://www.worldbank.org/in/country/indonesia/overview#1 Daftar Informan
83
Wawancara Pribadi dengan Bang Musliadi, Pengusaha Konveksi Tas, (Bekasi Barat, 21 Januari 2016), pukul 20:40 WIB. Wawancara Pribadi dengan Pak Kacus, Pengusaha Konveksi Tas, (Bekasi Barat, 21 Januari 2016), pukul 19:40 WIB. Wawancara Pribadi dengan Boy, Pengrajin Tas, (Bekasi Barat, 25 Januari 2016), pukul 19:19 WIB. Wawancara Pribadi dengan Going, Pengrajin Tas, (Bekasi Barat, 1 Februari 2016), pukul 16:20 WIB. Wawancara Pribadi dengan Johar, Pengrajin Tas, (Bekasi Barat, 1 Februari 2016), pukul 16:20 WIB. Wawancara Pribadi dengan Musliadi, Pengrajin Tas, (Bekasi Barat, 21 Januari 2016), pukul 20:40 WIB Wawancara Pribadi dengan Heri, Pengrajin Tas, (Bekasi Barat, 1 Februari 2016), pukul 16:30 WIB. Wawancara Pribadi dengan Dino, Pengrajin Tas, (Bekasi Barat, 1 Februari 2016), pukul 16:30 WIB.
PEDOMAN WAWANCARA PENGUSAHA KONVEKSI TAS 1. Sudah berapa lama usaha konveksi tas ini berjalan? 2. Kenapa anda memilih usaha ini? 3. Maksud dan tujuan membuka usaha ini? 4. Dari mana modal membuka usaha ini? 5. Kendala apa yang ditemukan dalam usaha ini? 6. Apa faktor pendukung usaha ini? 7. Jumlah pekerja? 8. Darimana pekerja didapatkan? 9. Apa sayarat untuk bekerja di sini? 10. Apa ada perizinan dari pemerintah setempat? 11. Apa saja bahan baku pembuatan tas? 12. Berapa harga bahan baku? 13. Saran kepada pemerintah terhadap usaha ini? 14. Masa depan usaha ini bagaimana?
PENGRAJIN TAS 1. Sudah berapa lama menjadi pengrajin tas di sini? 2. Bagaimana rasanya menjadi pengrajin tas di sini? 3. Apakah anda terbantu dengan usaha ini? 4. Apa alasan menjadi pengrajin tas? 5. Berapa penghasilan anda setiap bulan/ 6. Memasarkan tas ini di mana? 7. Sudah berkeluarga? 8. Punya anak berapa? 9. Apakah kebutuhan sehari-hari tercukupi? 10. Kendala dalam membuat tas? 11. Anda lulusan apa/ 12. Upah yang didapat berapa? 13. Darimana anda berasal?
No 1
Wawancara Kepada Pengusaha Konveksi Tas Verbatim/direc data Inference Personal Jurnal Nama : Musliadi Berdasarkan Salah satu alasan Penelitian tanggal : 21 Januari 2016 pengamatan di membuka konveksi tas Pukul : 20:40 WIB lapangan rata-rata adalah karena usaha yang Usia: 35 pekerja berasal dari menjanjikan serta sesuai Lokasi : Rumah Bang Musliadi daerah Jawa. dengan kebiasaan atau Seperti Pemalang. keahlian. Karena T: Sudah berapa lama menjalani Sedangkan Pemilik sebelumnya pernah usaha konveksi tas? usaha atau bekerja di konveksi, J: Ya, mau jalan 5 tahun. pengusaha berasal selama bekerja banyak dari Sumatera menyerap ilmu dan T: kenapa memilih usaha konveksi Utara. akhirnya berniat untuk tas? membuka usahanya J: ya karena usaha konveksi tas ini sendiri. lebih menjanjikan, soalnya dulu saya pernah jadi karyawan konveksi tas. Kemudian saya membuka usaha sendiri setelah memiliki ilmu dari pekerjaan sebelumnya. Usaha seperti ini juga dapat dijadikan sebagai tulang punggung bagi mereka yang memiliki pendidikan rendah. Kemudian banyaknya permintaan tas-tas semacam ini di masyarakat, karena tas-tas ini memiliki model seperti tas-tas mahal. Jadinya orang-orang lebih memilih tas semacam ini. Kalo boleh cerita begini, kadangkadang kan anak sekarang beda pemikirannya, anak muda sekarang kan sekarang pikirannya yang penting duit, bukan ilmu yang dicari, beda waktu kami dulu, kami nyari ilmunya, karena ilmunya mahal. Bisa diterapkan untuk membuka usaha. T: Apa maksud dan tujuan usaha konveksi tas? J: yang pasti untuk masa depan keluarga, serta membuka lapangan kerja untuk orang-orang. Karena di sini banyak yang cuma lulusan SD dan SMP. Kebutuhan akan tas murah pun menjadi alasan juga. Karena lumayan banyak peminatnya.
T: apa dampak keberadaan usaha konveksi tas ini? J: dari segi penghasilan masyarakat bertambah, terus masyarakat yang sebelumnya menganggur menjadi punya pekerjaan. T: Darimana modal membuka usaha konveksi tas? J: kalo modal pertamanya sih dari simpanan atau istilahnya tabungan. T: apa kendala yang ditemukan dalam usaha konveksi atau pemasarannya? J: kadang-kadang kan bahan bahan import susah didapat, tidak ada dan kosong. Nunggu beberapa bulan baru bisa didapat. Kalau di pemasarannya ok-ok aja, yang penting kualitasnya bagus. T: dimana tas dipasarkan dan sasaran pembeli? J: di pasar senen. Masyarakat biasa. Dan biasanya Biasanya juga dikirim ke daerah-daerah semacam reseller atau langganan. Biasanya dikirim ke Sulawesi, sumatera. T: ada berapa jumlah pekerja di sini? J: sekarang sekitar 20 orang T: darimana pekerja ini didapatkan? J: kalo masalah karyawan itu dapat dari tawaran-tawaran temannya. Biasanya orang jawa. T: apa syarat bekerja di sini? J: minimal bisa itung-itungan. Ada niat dan kemauan untuk berusaha. Karena anak jaman sekarang ini susah kalo kerja duitnya kecil. Maunya yang gaji besar, padahal pendidikannya kecil. Jadi di sini ga boleh gengsi.
T: apakah ada izin usaha? J: tidak ada, hanya izin RT saja T: bahan baku J: dari semi kulit T: Saran untuk pemerintah buat industry rumah? J: sarannya buat pemerintan yang pasti harga harga yang naik mohon diturunin, masalahnya banyak usaha kecil banyak yang gulung tikar gara gara kendala di modal. Sementara bahan bahan mahal, harga pemasarannya turun atau berkurang. T: harga bahan baku J: biasanya per yar, 1 yar 90 cm harganya 30 ribu rupiah. T: Harga tasnya? J: dijual kalo saya 40 ribu. T: tas apa saja yang dibuat? J: ya hanya tas-tas perempuan, karena perempuan yang suka tas murah tapi kualitas bagus. T: ngga ada tas cowo atau anak anak? J: ngga ada T: Penghasilan tiap bulan? J: tidak menentu, karena banyak itung-itungannya. Missal Gaji dirata-rata dalam hitungan 10 lusin yang dikeluarin untuk gaji karyawan 100 ribu. Berarti dalam 1 lusin dikeluarin 10 ribu. Itu termasuk transport, makan, listrik itu semua udah dikeluarin. Kalo dirata-rata gaji karyawan Rp 500.000,-/minggu. T: masa depan usaha ini seperti apa? J: mudah-mudahan usaha ini bisa sampe anak cucu, biar ada yang nerusin usaha ini. Dan semoga
semakin besar.
2
Nama : Pak Kacus Penelitian tanggal : 21 Januari 2016 Pukul : 19:40 WIB Usia: 52 Lokasi : Rumah Pak Kacus T: Sudah berapa lama menjalani usaha konveksi tas? J: kurang lebih sudah 15 tahun. T: kenapa memilih usaha konveksi tas? J: usaha yang keuntungannya lumayan dan karena usaha ini sesuai dengan keterampilan saya, selain itu abang saya juga pernah memiliki usaha seperti ini, jadi saya sudah punya ilmunya. T: kenapa tidak usaha yang lain? J: karena abang saya dulu pernah punya usaha kaya gini, jadinya saya ikut-ikutan abang saya. T: Apa maksud dan tujuan usaha konveksi tas? J: pertama, keterampilan saya itu membuat tas, jadinya saya mencoba untuk menjadi diri saya. Mencoba mennafkahi keluarga, dan bisa membantu orang-orang yang berpendidikan rendah untuk bisa kerja menghasilkan uang. T: Darimana modal membuka usaha konveksi tas? J: modal dari tabungan sendiri, serta pinjam-pinjam sama kerabat. T: apa kendala yang ditemukan dalam usaha konveksi atau pemasarannya? J: kendala paling Cuma bahan baku yang kadang susah didapat, terus harganya mahal.
T: dimana tas dipasarkan dan sasaran pembeli? J: di pasar senen. Biasanya yang beli ibu-ibu, karena ini tas palsu ya yang beli dari golongan bawah. Tapi kalo ada orang kaya yang beli ya ga apa apa. T: ada berapa jumlah pekerja di sini? J: sekarang sekitar 30 orang T: darimana pekerja ini didapatkan? J: pekerja di sini biasanya orang Jawa yang merantau, mereka dapat cerita dari teman-temannya yang kerja di sini. Terus mereka melamar kerja. T: apa syarat bekerja di sini? J: syaratnya mau kerja, rajin, ga malas-malasan. Karena kerja di sini waktunya panjang, dari pagi sampai malam, kalo malas-malasan tas yang dibuat hanya sedikit. Karena saya jarang mantau ke lokasi konveksinya. T: Apa merasa tersaingi dengan barang dagangan di toko-toko atau mall? J: ga ada perasaan itu. Semua udah ada peminatnya masing-masing. Kalo punya duit banyak beli aja tas yang mahal dan bermerek terkenal. T: apakah ada izin usaha? J: tidak ada izin. T: bahan baku? J: dari semi kulit atau bahan baku imitasi yang nantinya dibuat tas yang berkualitas. T: Saran untuk pemerintah buat industry rumah? J: sarannya agar usaha seperti ini lebih diperhatikan dari segi bahan baku. Agar bahan baku mudah
didapat dan harganya tidak mahal. T: harga bahan baku? J: bahan baku biasanya itungannya per yar, 1 yar 90 cm harganya 30 ribu rupiah. T: Harga tasnya? J: harganya sekitar 40 ribuan. T: tas apa saja yang dibuat? J: tidak ada jenis tas, disini Cuma buat tas-tas perempuan. T: Penghasilan tiap bulan? J: tidak menentu, karena penghasilan ditentukan dari penjualan tas, jadi total pastinya tidak menentu. T: Bagaimana masa depan usaha konveksi tas ini? J: saya pengen usaha ini bertahan lama sampe anak cucu saya.
No 1
Wawancara Kepada Pengrajin Konveksi Tas Verbatim/direct data Inference Pengrajin Tas Pengrajin di sini sebagian besar berasal Nama: Boy dari Pemalang. Dan Usia: 26 sebelumnya sudah Tanggal penelitian: 25 januari mempunya pengalaman 2016 bekerja di tempat lain. Pukul: 19:19 WIB Serta mereka bekerja di Lokasi: Tempat Konveksi tas sini karena ajakan teman T: sudah berapa lama jadi pengrajin tas? J: sudah sekitar 2 tahun setengah, sebelumnya pernah bekerja di tempat lain selama 4 tahun T: bagaimana rasanya bekerja sebagai pengrajin tas? J: bersyukur aja punya kerjaan dan penghasilan. enaknya kalau kita punya kemauan keras untuk bikin banyak tas, kita banyak penghasilan. Karena upah diitung dari jumlah tas. 1 lusin ada jatah upah 1 orang sebesar 10 ribu. Kalau puluhan lusin bisa dapet banyak. T: Apakah terbantu dengan usaha ini? J: terbantu banget, karena saya Cuma lulusan SMP untuk cari kerja yang mengandalkan otak itu susah. Ada kerjaan kaya gini udah bersyukur. T: Apa saja yang didapat selama bekerja sebagai pengrajin tas? J: selain penghasilan, di sini saya juga dapat ilmu cara-cara membuat tas yang nantinya bisa saya gunakan kalo punya modal. T: alasan menjadi pengrajin tas? J: ya pertama karena mungkin lulusan sekolah tidak bagus. Sedangkan bekerja di sini ngga memandang lulusan mana.
Personal Jurnal Mereka bekerja sebagai pengrajin tas karena tidak ada keterampilan lain. Selain itu tingkat pendidikan mereka rata-rata hanya sampai tingkatan SMP.
T: berapa pengeluaran setiap bulan? J: kalo di sini itunganya mingguan. Untuk makan, rokok dan ngopi. Sekitar 250 ribu seminggu T: upah yang diterima tiap bulan? J: sekitar 1 juta. T: sudah berkeluarga? J: sudah T: punya anak? J: belum, karena baru menikah T: tinggal di rumah sendiri atau ngontrak? J: ngontrak rumah T: apakah sebutuhan selama 1 bulan tercukupi? J: tercukupi, karena belum punya anak. Dan bisa nabung juga untuk anak nanti. T: kendala dalam membuat tas? J: dalam membuat pola agak susah, karena bisa dibilang ini kan tas OB (Obral) tas tas tiruan atau replica. Kadang model dari tas asli susah untuk dibuat mirip. T: abang lulusan apa? J: Cuma lulusan SMP T: berasal dari mana? J: pemalang
2
T: kenapa bisa sampai di sini? J: ada yang ngajak, karena dulu paman saya pernah bekerja seperti ini juga Pengrajin Tas Nama: Soheh Usia: 27 Tanggal penelitian: 25 januari 2016 Pukul: 19:25 WIB Lokasi: Tempat Konveksi tas
T: sudah berapa lama jadi pengrajin tas? J: sudah 2 tahun lebih T: sebelumnya bekerja apa? J: berdagang keliling jual roti, kopi. T: bagaimana rasanya bekerja sebagai pengrajin tas apa bedannya dengan berdagan? J: walau jam kerjanya panjang tapi pendapatan lumayan tercukupi, kalo berdagang kadang kadang dagangan ga abis, ga ada penghasilan. T: Apakah terbantu dengan usaha ini? J: Alhamdulillah cukup terbantu, semenjak saya bekerja di sini saya memiliki penghasilan sendiri untuk keluarga dan kirim-kirim ke kampung T: Apa saja yang didapat selama bekerja sebagai pengrajin tas? J: semenjak bekerja di sini saya mendapat ilmu yang banyak. Saya kan Cuma lulusan SMP, jadi saya mencoba untuk menguasai keterampilan bikin. T: alasan menjadi pengrajin tas? J: alasannya pengen cari-cari pengalaman, pengen punya ketrampilan lain selain berjualan T: berapa pengeluaran setiap bulan? J: tidak menentu karena disini dibayar tiap minggu 250 ribu. T: upah yang diterima tiap bulan? J: sekitar 1 juta. T: sudah berkeluarga? J: sudah
T: punya anak? J: anak 2 T: tinggal di rumah sendiri atau ngontrak? J: ngontrak rumah T: apakah sebutuhan selama 1 bulan tercukupi? J: untuk sekarang Alhamdulillah tercukupi T: kendala dalam membuat tas? J: kadang bahan baku habis, dan susah dicari di toko. Dan akhirnya kami tidak produksi. T: abang lulusan apa? J: lulusan SMP T: berasal dari mana? J: Pemalang, disini pemalang.
rata2
T: awalnya sudah kenal temanteman di sini? J: ngga kenal, Cuma beda beda desa. T: kenapa bisa sampai di sini? J: kesini diajak sama temen.
3
T: apa saran untuk pemerintah terhadap pengrajin tas? J: kalo bisa harga bahan baku ngga mahal, usaha-usaha kecil lebih diperhatikan. Pengrajin Tas Nama: Dino Usia: 34 tahun Tanggal penelitian: 25 januari 2016 Pukul: 19:35 WIB Lokasi: Tempat Konveksi tas T: sudah berapa lama jadi pengrajin tas? J: kalo di sini sekitar 2 tahun T:
bagaimana
rasanya
bekerja
sebagai pengrajin tas? J: enak ga enak, dijalanin aja. Ga enaknya karena waktu kerjanya yang panjang, enaknya kalo rajin produksi banyak Alhamdulillah penghasilan meningkat. T: Apakah terbantu dengan usaha ini? J: terbantu, kalo di sini sistimnya borongan, jadi kalo produksinya banyak makin terbantu. T: alasan menjadi pengrajin tas? J: karena susah cari kerjaan lain, dan ingin menafkahi keluarga. Cuma kerjaan ini yang bisa saya andalkan, semenjak kerja sebagai pengrajin tas saya bisa menghidupi anak dan isteri. T: berapa pengeluaran setiap bulan? J: tiap bulan paling buat kirimkirim ke kampung, 2 minggu sekali T: upah yang diterima tiap bulan? J: pokonya Alhamdulillah cukup lah untuk keluarga dan kirim kirim ke kampung T: sudah berkeluarga? J: sudah T: punya anak? J: baru 1 T: tinggal di rumah sendiri atau ngontrak? J: tinggal numpang sama bos T: apakah sebutuhan selama 1 bulan tercukupi? J: Alhamdulillah terbantu T: kendala dalam membuat tas? J: kendalanya paling cuma waktunya yang panjang, butuh tenaga yang fit karena dari pagi
sampe malam. T: abang lulusan apa? J: SD T: berasal dari mana? J: Pemalang
4
T: kenapa bisa sampai di sini? J: diajak temen Pengrajin Tas Nama: Going Usia: 39 Tanggal penelitian: 1 februari 2016 Pukul: 16:20 WIB Lokasi: Tempat Konveksi tas T: sudah berapa lama jadi pengrajin tas? J: di sini hampir 4 tahun T: bagaimana rasanya bekerja sebagai pengrajin tas? J: ya gimana ya, biasa aja sih, kewajiban orang itu kan kerja jadi punya kerjaan sangat senang daripada nganggur. T: Apakah terbantu dengan usaha ini? J: Alhamdulillah terbantu banget dengan adanya usaha seperti ini. Usaha yang sangat dibutuhkan orang-orang kaya kita, yang sekolahnya ga jelas. Mau nyari kerja susah. T: alasan menjadi pengrajin tas? J: karena jujur saya cuma lulusan SD, dan di kampung saya mayoritas tukang tas. Jadi pas merantau saya kerja di pembuatan tas. T: berapa pengeluaran setiap bulan? J: tidak menentu, karena tinggal sama bos, paling penguaran makan, rokok, pulsa sama kirim kirim ke
kampung. T: upah yang diterima tiap bulan? J: di sini patokannya per minggu sekitar 1 juta lebih per orang, tapi itu masih kotor belum diitung makan, rokok dll. Jadinya sekitar 500 ribu seminggu T: sudah berkeluarga? J: sudah T: punya anak? J: anak 3 T: tinggal di rumah sendiri atau ngontrak? J: tinggal di tempat pembuatan tas, biar irit uang T: apakah sebutuhan selama 1 bulan tercukupi? J: Alhamdulillah tercukupi. Bisa menafkahi anak dan isteri. T: kendala dalam membuat tas? J: kendala kadang sulit membuat pola tas yang susah, kalo makin lama bikinnya kita ga punya duit karena ga ada tas yang dijual. Jadinya kendalanya itu saja pola yang susah dibuat. T: abang lulusan apa? J: Cuma lulusan SD T: berasal dari mana? J: Pemalang
5
T: kenapa bisa sampai di sini? J: diajak temen Pengrajin Tas Nama: Johar Usia: 33 Tanggal penelitian: 2 februari 2016 Pukul: 16:30 WIB Lokasi: Tempat Konveksi tas T: sudah berapa lama jadi pengrajin
tas? J: sudah mau tiga tahun T: bagaimana rasanya bekerja sebagai pengrajin tas? J: rasanya gimana ya, ini kan untuk menafkahi keluarga jadinya ya enak ga enak, enaknya ya punya gaji buat dikirim ke kampung, bisa makan dan jajan anak 2 orang. Ga enaknya ya jam kerjanya yang pangjang dari pagi sampai malam. Tapi ga apa apa demi keluarga kerja apa aja yang penting halal. T: Apakah terbantu dengan usaha ini? J: ya Alhamdulillah banget terbantu. Zaman sekarang susah cari kerja, udah punya kerjaan kaya gini sangat terbantu dari segi ekonomi. T: alasan menjadi pengrajin tas? J: karena ga ada keahlian lain. Cuma lulusan SMP dan untuk menafkahi keluarga di kampung. T: upah yang diterima tiap bulan? J: tiap bulan di atas 2 juta alhamdulillah T: sudah berkeluarga? J: sudah T: punya anak? J: anak 2 T: tinggal di rumah sendiri atau ngontrak? J: tinggal di sini tempat konveksi T: apakah sebutuhan selama 1 bulan tercukupi? J: alhamduliallah tercukupi, buat makan, jajan anak, buat dikirim ke kampung. T: kendala dalam membuat tas?
J: T: abang lulusan apa? J: aku lulusan SMP
6
T: berasal dari mana? J: Pemalang Pengrajin Tas Nama: Heri Usia: 26 Tanggal penelitian: 1 februari 2016 Pukul: 16:40 WIB Lokasi: Tempat Konveksi tas T: sudah berapa lama jadi pengrajin tas? J: kalo di sini sudah 1 tahun setengah. T: sebelumnya kerja dimana? J: sebelumnya kerja di daerah kota, jual tas-tas sekolah T: bagaimana rasanya bekerja sebagai pengrajin tas? J: ya beginilah untuk menghidupkan anak isteri, T: Apakah terbantu dengan usaha ini? J: alhadulillah terbantu, karena tidak ada ketrampilan yang lain T: alasan menjadi pengrajin tas? J: alasannya cari yang penghalisannya agak lumayan besar, kalo kerja selain ini agak kurang pendapatannya. T: berapa pengeluaran setiap bulan? J: kalo tiap bulan ga pernah dirinci T: upah yang diterima tiap bulan? J: sama aja kaya yang lain, itu pun dibagi 2 itupun dibagi 2, jadinya masing-masing dapat 500 ribu perminggu.
T: sudah berkeluarga? J: sudah T: punya anak? J: 2 T: tinggal di rumah sendiri atau ngontrak? J: tinggal di tempat konveksi tas. T: apakah sebutuhan selama 1 bulan tercukupi? J: Alhamdulillah dicukup-cukupin aja T: kendala dalam membuat tas? J: kalo musim hujan sepi pasarannya. T: abang lulusan apa? J: SMP T: berasal dari mana? J: Pemalang T: kenapa bisa sampai di sini? J: karena temen-temen pada kerja disini, terus diajak.
DOKUMENTASI