PERAN SEKTOR PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN CIANJUR
YOLA NURKAMIL
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peran Sektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2015 Yola Nurkamil NIM A156130174
RINGKASAN YOLA NURKAMIL, Peran Sektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh SETIA HADI dan KUKUH NIRMALA. Pembangunan perikanan merupakan salah satu pembangunan sektoral yang diharapkan mampu memberikan kontribusi secara signifikan terhadap pendapatan daerah, penyerapan tenaga kerja serta pembangunan nasional secara menyeluruh. Sektor perikanan di Kabupaten Cianjur merupakan sumberdaya perikanan yang berpotensi sebagai sektor yang strategis bagi perekonomian Kabupaten Cianjur. Peningkatan peranan sektor perikanan juga harus dilakukan dengan meningkatkan keterkaitannya dengan sektor-sektor lain dalam internal wilayah. Tujuan penelitian ini adalah untuk 1) Mengidentifikasi peran dan potensi sektor perikanan terhadap perkembangan wilayah Kabupaten Cianjur, 2) Mengidentifikasi komoditas unggulan sektor perikanan Kabupaten Cianjur, 3) Menggali persepsi stakeholders terhadap prioritas pembangunan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur, dan 4) Menentukan strategi pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur . Alat analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian adalah analisis input output, analisis sektor unggulan, analisis skalogram, AHP dan A’WOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor perikanan merupakan sektor yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Sektor perikanan memiliki nilai DBL (1,19) yang lebih besar dari nilai DFL (0,39). Hal ini mengindikasikan bahwa sektor perikanan lebih banyak menggunakan output dari sektor lain sebagai input. Sebaliknya, penggunaan output perikanan sebagai input bagi sektor lain yang masih rendah. Kondisi ini dikarenakan output sektor perikanan yang berupa ikan segar langsung dijual untuk memenuhi permintaan akhir sehingga tidak terjadi proses peningkatan nilai tambah pada hasil produksi petani, nilai tambah inilah yang seharusnya menjadi sumber pendapatan bagi petani dan nelayan. Apabila ikan dapat digunakan sebagai input bagi sektor lain lebih besar maka kenaikan output sektor ini akan menimbulkan peningkatan seluruh permintaan antara. Berdasarkan jumlah sarana prasarana perikanan, kecamatan Cilaku, Sukaluyu, Bojongpicung, Ciranjang, Mande, Cugenang dan Cikalong masuk ke dalam hirarki 1. Kecamatan yang masuk ke dalam hirarki 1 pada analisis tingkat pelayanan masuk kedalam hirarki 3. Hal ini menunjukkan kecamatan yang menjadi pusat pelayanan belum tentu merupakan pusat perkembangan sektor perikanan. Di Kecamatan Sukaluyu dan Cugenang ikan Mas, Nila, Jambal dan Tagih adalah komoditas yang bisa dijadikan prioritas pengembangan, Ikan tagih tidak menjadi komoditas unggulan di Kecamatan Cilaku, Ciranjang dan Mande. Kecamatan Mande tidak memiliki komoditas unggulan, hal ini disebabkan karena sektor perikanan di Kecamatan Mande mengandalkan hasil dari waduk Cirata, kondisi waduk Cirata yang semakin menurun menyebabkan hasil produksi perikanan pun menurun sama halnya dengan kecamatan Ciakalongkulon. Stakeholders menjadikan sumberdaya alam menjadi prioritas utama dalam pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur, dan sumber daya air menjadi fokus utamanya. Strategi utama yang dihasilkan dari analisis A’WOT, untuk meningkatkan peran sektor perikanan di Kabupaten Cianjur adalah: (1) Meningkatkan produksi di waduk cirata sebesar 2,3 ton/petak/th dengan
menggunakan ikan nila dan ikan mas sebagai komoditas unggulan tanpa menambah jumlah karamba; (2)Menjadikan minapadi sebagai kegiatan budidaya utama; (3) Melaksanakan kebijakan pemanfaatan pola ruang yang konsisten dan memasukkan sektor perikanan di dalamnya dengan menentukan pusat pengembangan perikanan di Kecamatan Cikalongkulon atau Bojongpicung; (4) Menambah belanja pemerintah dan investasi untuk sektor perikanan; (5) Membangun pasar ikan di kecamatan yang menjadi pusat pengembangan sektor perikanan; dan (6) Mensosialisasikan teknologi IMTA. Kata kunci: input-output, pusat pengembangan, Waduk Cirata
SUMMARY YOLA NURKAMIL, The Role of Fisheries Sector in Regional Development of Cianjur District. Supervised by SETIA HADI and KUKUH NIRMALA Developing fisheries sector is one of sectorial development that hopefully could contribute significantly to local income, labour absorption and to national development in general. Fisheries sector potentially become strategic sector to boost economy in Cianjur District. The increasing role of fisheries sector should be done through engaging other sectors within its region. Aims of this research are (1) to identify the role and potency of fishery resources to the development of Cianjur District; (2) to identify the leading commodity in the fisheries sector in Cianjur District; (3) to find out stakeholders perception on prioritising development of the fisheries sector in Cianjur, and (4) to determine the fisheries sector development strategy in Cianjur District. This research uses analysis of input-output, analysis of the leading sectors, scalogram analysis, AHP and A’WOT as tools of analysis. The result shows fisheries sector potentially to have further expansion in Cianjur District. It has bigger DBL value (1.19) rather than DFL value (0.39). It indicates fisheries sector uses more output from other sector as input. On the other hand, the using of fisheries sector as input for other sector is still low. Because fisheries sector output such as fresh fish is directly sold in order to fulfil ultimate demand. Then process of value added in farmers’ product does not happen while it could increase income for farmers and fisherman. If number of fresh fish used as input grows so it will increase all demand. Based on number of fisheries infrastructure and facility, some sub districts as follows Cilaku, Sukaluyu, Bojongpicung, Ciranjang, Mande, Cugenang and Cikalong are in 1st hierarchy category. Meanwhile these sub districts are in 3rd hierarchy on service level analysis. It means sub district that plays as centre for service does not automatically play as centre for developing fisheries sector. Carp, nile tilapia, jambal and tagih fish are not major commodities in Sukaluyu and Cugenang sub district. Meangile sub district Mande does not have any leading fisheries commodity. It is caused by the high reliance of fisheries production in Cirata reservoir. The declining water quality in this reservoir affects to fisheries production. It is also happen in Ciakalongkulon sub district. Obviously, natural resources have become main priority and water resources as main focus in Cianjur District. Main strategy to increase fisheries sector in Cianjur district, constructed by A’WOT analysis are (1) intensification of fish production in Cirata reservoir as 2.3 ton per plot/year by using nile tilapia and carp fish as core commodities; (2) using rice-fish system (minapadi) as main aquaculture activity. (3) consistency of implementing utilization of spatial planning and fisheries sector in it by establishing centre for fisheries development in Cikalongkulon or Bojongpicung sub district; (4) adding goverment expenditure and investment for fisheries sector; (5) build fish market in sub district which play as centre for fisheries development; and (6) sosialize of IMTA technology. Keywords: input-output, centre for fisheries development, Cirata reservoir.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERAN SEKTOR PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN CIANJUR
YOLA NURKAMIL
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Widiatmaka, DAA
PRAKATA Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah penelitian yang berjudul “Peran Sektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Cianjur” berhasil diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelas Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL). Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr Ir Setia Hadi, MS dan Bapak Dr Ir Kukuh Nirmala, M.Sc sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan dan motivasi pada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. 2. Bapak Dr Ir Widiatmaka, DAA selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan masukan dan koreksinya untuk penyempurnaan tesis ini. 3. Bapak Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB yang telah memberikan masukan dan koreksi bagi penyempurnaan tesis. 4. Bapak Dr Dwi Putro Tejo Baskoro, MScAgr Selaku pimpinan sidang yang telah memberikan masukan dan koreksi untuk penyempurnaan tesis ini. 5. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan bagi penulis. 6. Bupati Kabupaten Cianjur, Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Cianjur, Dinas Pendidkan Kabupaten Cianjur dan SMKPP Negeri Cianjur yang telah memberikan ijin untuk mengikuti tugas belajar pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB. 7. BPS Kabupaten Cianjur, Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan yang telah memberikan data untuk menjadi bahan dalam penelitian ini. 8. Stakeholders yang telah bersedia diwawancara dan mengisi kuesioner dan menerima penulis dengan tangan terbuka. 9. Kelurga yang memberikan dukungan dan kesabarannya. 10. Rekan-rekan PWL 2013, saudara seperjuangan yang selalu bersedia membantu memecahkan setiap masalah yang dihadapi. 11. Seluruh staf pengajar dan manajemen Program Studi PWL IPB.
Bogor, April 2015 Yola Nurkamil
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
Kata kunci: input-output, pusat pengembangan, Waduk Cirata
iii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 3 4 4 4
2 TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah Pusat Pertumbuhan dan Hirarki Wilayah Keterkaitan Sektor Perekonomian Peran Sektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah Penelitian Terdahulu
5 5 6 7 9 11
3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Analisis Data
12 12 13 13
4 KONDISI UMUM WILAYAH Kondisi Geografis dan Administratif Perekonomian Daerah Potensi dan Kondisi Sektor Perikanan Kabupaten Cianjur
28 28 30 31
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Peran dan Potensi Sektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Cianjur
36
Tabel 21 Matrik SWOT
57
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
62 62 62
DAFTAR PUSTAKA
63
LAMPIRAN
13
RIWAYAT HIDUP
15
36
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Tujuan, jenis, sumber data, cara pengumpulan data serta analisis data Struktur dasar transaksi input-output wilayah Nilai Tingkat Kepentingan Unsur-Unsur SWOT Berdasarkan Analisis AHP Matriks Strategi Hasil Analisis SWOT Urutan/Ranking Strategi Pengembangan Sektor Periakanan Kabupaten Cianjur Data PDRB Kabupaten Cianjur Tahun 2010-2012 Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Cianjur Tahun 2010-1012 Perkembangan area budidaya ikan di Kabupaten Cianjur Luas lahan untuk keramba jaring apung (KJA) di lima kecamatan Potensi pengembangan wilayah untuk kolam dan minapadi berdasarkan hasil analisis kesesuaian dan ketersediaan lahan dan komoditas unggulan perikanan Hasil produksi perikanan Kabupaten Cianjur tahun 2008-2012 Pengelompokkam sektor perekonomian di Kabupaten Cianjur berdasarkan nilai IDP dan IDK Produktivitas ikan di setiap wadah budidaya Perbandingan hirarki kecamatan Potensi perikanan di kecamatan yang berada di hirarki 1 Hasil LQ per komoditas ikan di setiap kecamatan Hasil analisis SSA per komoditas ikan di setiap kecamatan Penentuan komoditas unggulan di kecamatan berhirarki 1 Faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur Hasil perhitungan AHP Matrik SWOT Urutan/ranking strategi pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur
12 15 25 26 27 30 31 32 32
33 34 41 46 48 50 51 53 54 55 56 57 58
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3.
Kerangka pemikiran penelitian Tahapan Metode RAS Struktur AHP untuk persepsi stakeholders dalam pengembangan sektor perikanan Kabupaten Cianjur 4. Struktur A'WOT 5. Kerangka analisis penelitian 6. Peta Lokasi Penelitian 7. Jumlah RTP Kabupaten Cianjur tahun 2012 8. Peta potensi pengembangan kolam di Kabupaten Cianjur 9. Peta potensi pengembangan minapadi di Kabupaten Cianjur 10. Indeks keterkaitan langsung ke belakang sektor-sektor perekonomian 11. Indeks keterkaitan langsung ke depan sektor-sektor perekonomian
5 14 23 25 28 29 34 35 35 37 38
12. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor-sektor
perekonomian
39
13. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor-sektor 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
perekonomian Keterkaitan ke belakang sektor perikanan dengan sektor lainnya Multiplier effect output sektor-sektor perekonomian Multiplier effect income sektor-sektor perekonomian Total value-added multiplier sektor-sektor perekonomian Peta perkembangan wilayah perikanan Kabupaten Cianjur Struktur AHP dan hasil prioritasnya Peta Indikatif pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur
40 42 43 44 45 49 54 59
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4.
Tabel IO Kabupaten Cianjur Tahun 2012 Transaksi domestik atas dasar harga produsen (juta Rp.) 18x18 sektor Rekapitulasi perhitungan AHP Variabel-variabel yang digunakan dalam analisis skalogram untuk kelengkapan sarana prasarana umum Variabel-variabel yang digunakan dalam analisis skalogram untuk kelengkapan sarana prasarana perikanan
66 71 72 73
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Dahuri tahun 2002 menyatakan bahwa pembangunan berbasis sumber daya kelautan dan perikanan perlu dijadikan arus utama (mainstream) pembangunan nasional baik secara ekonomi, politik, sosial, maupun budaya. Hal ini dikarenakan beberapa alasan, yaitu: (1) melimpahnya sumber daya kelautan dan perikanan yang kita miliki, dengan sejumlah keunggulan komparatif sekaligus kompetitif yang sangat tinggi; (2) keterkaitan yang kuat (backward dan forward linkages) antara industri berbasis kelautan dan perikanan dengan industri dan aktivitas ekonomi lainnya; (3) merupakan sumber daya yang senantiasa dapat diperbaharui sehingga keunggulan komparatif dan kompetitif ini dapat bertahan lama asal diikuti dengan pengelolaan yang arif; (4) dari aspek politik, stabilitas politik dalam dan luar negeri dapat dicapai jika kita memiliki jaminan keamanan dan pertahanan dalam menjaga kedaulatan perairan; dan (5) dari sisi sosial dan budaya, merupakan penemuan kembali (reinventing) aspek kehidupan yang pernah dominan dalam budaya dan tradisi kita sebagai bangsa maritim. Pelaksanaan pembangunan pada dasarnya memberikan tanggung jawab kepada pemerintah untuk menghasilkan kehidupan masyarakat lebih baik dari sebelumnya menuju masyarakat yang lebih sejahtera, aman dan berkeadilan. Dalam mewujudkan tujuan pembangunan perlu adanya interaksi yang harmonis antara tiga unsur penentu, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat, dengan menggerakkan kegiatan ekonomi rakyat. Kegiatan ekonomi rakyat dapat dilakukan dengan kegiatan ekonomi berbasis potensi lokal yang berkembang di suatu wilayah. Hal ini akan berperan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan menjadi motor penggerak pengembangan wilayah. Konsep pokok dari pengembangan ekonomi lokal merupakan kegiatan pembangunan yang bertumpu kepada kekuatan dari dalam dengan memanfaatkan sumberdaya lokal yang ada. Upaya pengembangan ekonomi lokal harus menjadi perhatian dan penting dilaksanakan oleh daerah. Pengembangan ekonomi lokal dalam mengelola sumberdaya yang ada melibatkan pemerintah daerah dan kelompok-kelompok masyarakat setempat. Keberlangsungan sektor ekonomi tersebut perlu didukung dengan perencanaan wilayah yang efektif dan efisien. Pengembangan wilayah di Kabupaten Cianjur berjalan relatif lambat hal ini mungkin disebabkan kerena tidak tepat memilih sektor yang dijadikan sebagai sektor penggerak. Sumberdaya perikanan memiliki potensi yang besar menjadi sektor utama penggerak perekonomian di Kabupaten Cianjur. Potensi kelautan dan perikanan di wilayah Cianjur selatan belum dimanfaatkan secara maksimal. Waduk Cirata yang terdapat di wilayah utara menghasilkan produksi ikan dari karamba jaring apung (KJA) yang cukup tinggi. Usaha pembenihan, budidaya di kolam dan minapadi juga memiliki potensi yang besar. Melihat besarnya peluang dalam keanekaragaman usaha perikanan, posisi strategis pada jalur lalu lintas yang ramai, strategi pengembangan perikanan yang dipakai adalah pengembangan usaha yang berkaitan erat dengan pemanfaatan sumberdaya perairan, terutama komoditas ikan ekonomis penting/unggulan.
2 Pembangunan Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Cianjur, secara umum bertujuan meningkatkan kesejahteraan, taraf hidup, pendapatan serta kemandirian pembudidaya ikan, nelayan dan pelaku pasca panen serta dalam rangka pencapaian kecukupan pangan asal ikan. Hal ini sejalan dengan visi Kabupaten Cianjur. Pengembangan perikanan berkaitan dengan peningkatan konsumsi ikan per kapita per tahun penduduk dan peningkatan laju pertumbuhan penduduk. Keduanya memerlukan ketersediaan ikan yang lebih banyak pada masa mendatang. Kabupaten Cianjur yang secara geografis maupun klimatologis, merupakan daerah potensial bagi pengembangan perikanan dan kelautan, memegang peranan penting bagi pengembangan agribisnis dan ekonomi regional, karena konstribusinya dalam penyediaan bahan pangan asal ikan serta daya serap tenaga kerja mulai dari sub sistem hulu sampai hilir yang masih menjadi andalan. Upaya penyediaan ikan dapat dilakukan melalui perikanan budidaya. Kondisi sumberdaya alam berupa iklim, lahan dan air di Kabupaten Cianjur sangat mendukung kegiatan budidaya ikan air tawar. Selain itu, budaya masyarakat yang sudah turun temurun dalam budidaya khususnya ikan air tawar menjadikan Kabupaten Cianjur sebagai salah satu sentra kegiatan budidaya ikan air tawar di Provinsi Jawa Barat, dengan produksi terbesar kedua setelah Kabupaten Purwakarta. Kegiatan perikanan di Kabupaten Cianjur didominasi oleh perikanan budidaya ikan air tawar, ditunjukkan oleh adanya usaha budidaya ikan kolam air tenang (KAT), kolam air deras (KAD), karamaba jaring apaung (KJA) di Waduk Cirata dan sawah (minapadi). Produksi perikanan di Kabupaten Cianjur tahun 2012 mencapai 91.671 ton, terdiri atas perikanan budidaya sebesar 91.197 ton (99% dari total produksi ikan) dan perikanan tangkap sebesar 474 ton (1%). Berdasarkan tempat pemeliharaannya, produksi perikanan di KJA di Waduk Cirata pada tahun yang sama menyumbang 49.483,86 ton (54%). Budidaya ikan di kolam mempunyai produksi yang lebih kecil dari KJA yaitu sebesar 35.311,00 ton (39%) dan sawah sebesar 6.256,00 (7%). Sisanya adalah budidaya ikan di tambak dan karamba (BPS 2013). Potensi di atas sangat mendukung dalam menerima rasionalisasi serta modernisasi pembangunan sektor perikanan dan kelautan sekaligus penyangga dari kegiatan perekonomian yang berkembang di kawasan ibukota, terutama dalam penyediaan kebutuhan bahan pangan sumber protein hewani berasal dari ikan, banyaknya produk perikanan Cianjur yang keluar setiap hari mulai dari benih hingga ikan konsumsi, hal ini menunjukan bahwa produk perikanan Kabupaten Cianjur cukup diminati. Banyaknya produk perikanan yang dihasilkan oleh kegiatan budidaya ikan secara kasat mata dapat dilihat dari banyaknya agen dan sub agen pakan yang ada di wilayah Kabupaten Cianjur, karena ada korelasi positif antara ikan yang dihasilkan dengan pakan yang dihabiskan serta benih yang dibutuhkan. Pengembangan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Cianjur terus diupayakan untuk meningkatkan kontribusinya pada pembangunan secara keseluruhan dalam rangka memenuhi ketersediaan bahan pangan protein hewani, menyediakan bahan baku untuk pertumbuhan agroindustri, meningkatkan pendapatan petani ikan dan nelayan, menyediakan lapangan kerja dan berusaha meningkatkan devisa melalui ekspor hasil perikanan serta
3 mendukung pengembangan wilayah dengan tetap memperhatikan kelestarian dan fungsi lingkungan. Pembangunan perikanan budidaya di masa yang akan datang akan semakin penting peranannya dalam penyediaan protein hewani baik untuk memenuhi kebutuhan lokal maupun ekspor dan dari sisi budidaya adalah suatu program intensifikasi pembudidayaan ikan yang akan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap sasaran pembangunan perikanan.
Perumusan Masalah Sektor perikanan dapat menjadi fokus pembangunan Kabupaten Cianjur karena merupakan sektor yang berbasis sumber daya alam dengan potensi yang besar, beragam, serta bersifat dapat diperbaharui/renewable resources. Dukungan sumber daya manusia, sarana dan prasarana perikanan (sumber daya buatan), serta sumber daya sosial menjadikan sektor perikanan memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dalam perekonomian Kabupaten Cianjur. Mengingat besarnya potensi sumber daya perikanan yang dimiliki oleh Kabupaten Cianjur, diharapkan peranan sektor perikanan akan makin penting di masa yang akan datang. Kebijakan pengembangan sektor perikanan juga harus diletakkan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan (sustainability), selain indikator growth (produktivitas, efisiensi, dan pertumbuhan) dan equity (pemerataan, keadilan, dan keberimbangan). Pembangunan perikanan yang berimbang antara growth, equity, dan sustainablity seharusnya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dengan sendirinya menurunkan tingkat kemiskinan. Untuk menjadikan sektor perikanan sebagai sektor yang strategis bagi perekonomian Kabupaten Cianjur, selain melalui peningkatan peranan dan sumbangannya dalam perekonomian, juga harus dilakukan dengan meningkatkan keterkaitan dengan sektor-sektor lain dalam internal wilayah. Keterkaitan sektor perikanan harus ditingkatkan agar mampu menarik sektor-sektor di hulunya (sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang) dan menarik sektor-sektor di hilirnya (sektor yang memiliki keterkaitan ke depan). Semakin kuat keterkaitan sektor perikanan dengan sektor-sektor lain, akan makin besar pula pengaruhnya dalam perkembangan wilayah Kabupaten Cianjur. Oleh karena itu, untuk mengetahui peranan dan sumbangan sektor perikanan dalam perekonomian wilayah serta keterkaitannya dengan sektor lain perlu dilakukan identifikasi sehingga dapat disusun arahan pembangunan yang akurat. Pelibatan masyarakat serta seluruh stakeholder pembangunan akan lebih menjamin pembangunan berjalan dengan lebih baik dan aspiratif. Dalam kaitannya dengan sektor perikanan, stakeholders yang dimaksud adalah masyarakat nelayan atau petani ikan, pihak swasta, pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat. Oleh karena itu dalam menyusun rencana pembangunan sektor perikanan, pendapat dan persepsi seluruh stakeholder yang terlibat harus dapat diketahui. Hasil identifikasi terhadap kondisi dan potensi sektor perikanan, peranan dan keterkaitannya dengan sektor-sektor perekonomian lain serta persepsi stakeholders perikanan disusun arahan pengembangan sektor perikanan Kabupaten Cianjur.
4 Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Seberapa besar peran dan potensi sektor perikanan dalam pengembangan wilayah Kabupaten Cianjur ? 2. Apa komoditas unggulan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur? 3. Bagaimana persepsi stakeholders terhadap prioritas pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur ? 4. Bagaimana strategi pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur ?
Tujuan Penelitian 1. 2. 3. 4.
Tujuan penelitian ini adalah untuk: Mengidentifikasi peran dan potensi sektor perikanan dalam perngembangan wilayah Kabupaten Cianjur Mengidentifikasi komoditas unggulan sektor perikanan Kabupaten Cianjur Menggali persepsi stakeholders terhadap prioritas pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur Menentukan strategi pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur
Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur.
Ruang Lingkup Penelitian Identifikasi peran sektor-sektor perekonomian dalam pengembangan suatu wilayah merupakan faktor kunci dalam penentuan kebijakan pengembangan suatu sektor. Salah satu sektor yang penting adalah sektor perikanan. Peran sektor perikanan dalam pengembangan wilayah Kabupaten Cianjur dapat dilihat dengan menganalisis keterkaitannya terhadap sektor-sektor lain. Hasil produksi yang tinggi menunjukkan bahwa sektor perikanan bisa dijadikan sektor penggerak di Kabupaten Cianjur. Kotribusi sektor perikanan terhadap PDRB Kabupaten Cianjur pada tahun 2012 sebesar 2,2%. Nilai tersebut relatif besar bila dibadingkan denga Kabupaten Lain. Laju pertubuhan PDRB perikan memimilik nilai paling tinggi dibandingkan dengan sektor lain, yaitu sebesar 9,82%. Hal tersebut perlu dicermati, karena mengindikasikan terjadinya kebocoran wilayah di sektor perikanan. Diperlukan data akurat untuk membuktikan hal tersebut.Analisis Input Ouput dapat menunjukan terjadi tidaknya kebocoran sektor perikanan di Kabupaten Cianjur. Pusat pelayanan perikanan perlu dibangun agar perkembangan sektor perikanan bisa lebih terarah dan terkontrol. Penentuan pusat pelayan dilakukan dengan mengidentifikasi sarana prasarana yang dimiliki oleh setiap kecamatan untuk dianalisis dengan menggunakan analisis skalogram. Selain itu analisis yang
5 digunakan antara lain adalah analisis LQ (Location Quotient) dan SSA (Shift Share Analysis) untuk mendapatkan komoditas perikanan yang memiliki keunggulan, baik keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif. Komoditas yang unggul apabila dibudidayakan pada lahan yang sesuai akan memberikan keuntungan bagi pembudidaya. Secara rinci kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.
Peran Sektor Perikanan terhadap Pengembangan Wilayah Kabupaten Cianjur
Keterkaitan Sektor Perikanan terhadap sektor lainnya
Kelengkapan Sarana Prasarana Sektor Perikanan di Kecamatan
komoditas unggulan perikanan setiap kecamatan
Persepsi Stakeholders : Pemerintah Petani Ikan Ilmuwan Swasta
Strategi Pengembangan Sektor Perikanan di Kabupaten Cianjur Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah
Berdasarkan Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah sebagai ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Rustiadi et al. (2011) berpandangan bahwa kerangka klasifikasi konsep wilayah yang mampu menjelaskan berbagai konsep wilayah yang dikenal selama ini adalah: (1) wilayah homogen (uniform); (2) wilayah sistem/fungsional; dan (3) wilayah perencanaan/pengelolaan (planning region atau programming region). Perencanaan pembangunan menurut Riyadi dan Bratakusumah (2004) merupakan upaya untuk memilih dan menghubungkan fakta-fakta serta menggunakan asumsi-asumsi tentang masa yang akan datang dengan jalan
6 menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pada umumnya suatu perencanaan mengandung beberapa hal pokok yang meliputi: (1) Adanya asumsi-asumsi yang didasarkan pada fakta-fakta yang ada, (2) Adanya alternatif-alternatif atau pilihan-pilihan sebagai dasar penentuan kegiatan yang akan dilakukan, (3) Adanya tujuan yang dicapai sebagai sarana atau alat untuk mencapai tujuan tersebut, (4) Bersifat memprediksi sebagai langkah untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan perencanaan, (5) Adanya kebijaksanaan sebagai hasil keputusan yang harus dilaksanakan. Pembangunan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan untuk mencapai hasil yang lebih baik di masa yang akan datang. Sebagai proses yang bersifat terpadu, pembangunan dilaksanakan berdasarkan potensi lokal yang dimiliki, baik potensi sumber daya alam, manusia, buatan, maupun sumber daya sosial. Pembangunan juga merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Tujuan akhir pembangunan adalah tercapainya kesejahteraan bagi masyarakat (Rustiadi et al. 2011). Perencanaan dapat dilakukan dengan pendekatan sektoral dan pendekatan regional. Pendekatan sektoral memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada diwilayah tersebut, sedangkan pendekatan regional memperhatikan penggunaan ruang untuk kegiatan produksi barang dan jasa, memprediksi arah konsentrasi kegiatan, memperkirakan kebutuhan fasilitas untuk masing-masing konsentrasi kegiatan dapat dihubungkan secara efisien. Pendekatan pembangunan wilayah harus tergabung antara pendekatan sektoral dan pendekatan regional (Tarigan, 2005). Pusat Pertumbuhan dan Hirarki Wilayah Dalam kaitannya dengan strategi pengembangan wilayah, perlu diidentifikasi wilayah-wilayah yang menjadi pusat pertumbuhan yang mampu menggerakkan ekonomi wilayah di sekitarnya. Melalui pendekatan konsep wilayah nodal, dapat diketahui wilayah yang menjadi pusat-pusat pertumbuhan dan seberapa besar dampaknya dalam memberikan multiplier effect terhadap wilayah lainnya. Menurut Tarigan (2005), suatu wilayah atau kawasan dapat dijadikan sebagai pusat pertumbuhan apabila memenuhi kriteria sebagai pusat pertumbuhan, baik secara fungsional maupun secara geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan merupakan lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (daerah belakangnya). Secara geografis, pusat pertumbuhan merupakan lokasi dengan fasilitas dan kemudahan yang mampu menjadi pusat daya tarik (pole of attraction) serta menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi dan masyarakat pun memanfaatkan fasilitas yang ada di lokasi tersebut. Wilayah sebagai pusat pertumbuhan pada dasarnya harus memiliki ciri antara lain : hubungan internal dari berbagai kegiatan atau adanya keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya, keberadaan sektor-sektor yang saling terkait
7 menciptakan efek pengganda yang mampu mendorong pertumbuhan daerah belakangnya, adanya konsentrasi geografis berbagai sektor atau fasilitas yang menciptakan efisiensi, serta terdapat hubungan yang harmonis antara pusat pertumbuhan dengan daerah belakangnya. Menurut Panuju (2012), berdasarkan konsep wilayah nodal, pusat maupun hinterland suatu wilayah memiliki ciri khas dimana inti mengatur proses berjalannya interaksi dari komponen sel dan hinterland mendukung keberlangsungan hidup sel dan mengikuti pengaturan yang dibangun oleh inti. Jika suatu wilyah dianalogikan sebagai sebuah sel, maka dalam wilayah kota utama yang menjadi inti dari wilayah memiliki fungsi penting yang berperan besar dalam mempengaruhi jalannya interaksi dalam berbagai hinterland. Pusat memiliki daya tarik kuat bagi elemen di hinterland. Daya tarik tersebut secara harfiah berupa berbagai layanan yang didukung fasilitas dan infrastruktur yang lengkap. Proses-proses penting tersebut terdiri dari proses-proses transaksi dan peningkatan nilai tambah produksi. Industri dan jasa sebagai aktifitas yang berperan besar dalam peningkatan nilai tambah akan berkembang pesat di inti (kota) dengan fasilitas yang lengkap tersebut. Sebaliknya, hinterland sebagai pendukung berlangsungnya proses di pusat memiliki keunggulan sumberdaya dasar untuk mendukung proses peningkatan nilai tambah di pusat. Keterkaitan Sektor Perekonomian Optimalisasi pengembangan sektor perikanan untuk mendorong peningkatan ekonomi masyarakan salah satunya bisa didekati dengan analisis input-output untuk meningkatkan keterkaitan antar sektor ekonomi dengan cara menarik sektor-sektor yang ada di hulu maupun di hilirnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Bekhet dan Abdullah (2010), bahwa beberapa implikasi kebijakan diusulkan untuk membantu para pengambil keputusan di bidang perencanaan ekonomi terutama pada pelaksanaan kebijakan yang berhubungan dengan keterkaitan antar sektor ekonomi. Secara institusional keterpaduan sektoral tidak hanya mencakup hubungan antar lembaga sektoral pemerintahan tetapi juga antara pelaku-pelaku ekonomi (swasta dan masyarakat) secara luas dengan latar sektoral yang berbeda (Rustiadi et al. 2011). Akibat keterbatasan sumber daya yang tersedia, maka dalam suatu perencanaan pembangunan diperlukan adanya skala prioritas pembangunan. Dimensi sektor pembangunan memiliki skala prioritas didasarkan atas pemahaman bahwa: (1) setiap sektor memiliki sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran-sasaran pembangunan (penyerapan tenaga kerja, pendapatan wilayah dan lain-lain); (2) setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda; dan (3) aktivitas sektoral tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat dan terkait dengan sebaran sumberdaya alam, buatan (infrastruktur) dan sosial yang ada. Untuk melihat suatu wilayah yang berkembang adalah dengan adanya keterkaitan antar sektor ekonomi wilayah, dimana terjadi transfer input dan output barang maupun jasa secara dinamis dan terbuka. Untuk melihat transfer input dan output barang dan jasa antar sektor dapat dipakai tabel input-output (I-O). Melalui model I-O dapat ditunjukkan seberapa besar aliran keterkaitan antar sektor dalam
8 suatu ekonomi. Dari hubungan ekonomi yang sederhana ini jelaslah kelihatan pengaruh yang bersifat timbal balik antara sektor tersebut. Suatu wilayah dapat berkembang melalui berkembangnya sektor-sektor unggulan di wilayah tersebut yang pada akhirnya akan mendorong berkembangnya sektor-sektor lainnya yang selanjutnya sektor sektor tersebut akan turut berkembang dan mendorong sektorsektor terkait sehingga membentuk keterkaitan antar sektor.Menurut Nugroho dan Dahuri (2012), kelebihan penerapan pendekatan model I-O, antara lain: 1. Memberikan deskripsi detail mengenai pertumbuhan ekonomi dengan melihat ketergantungan antar sektor dan sumber dari ekspor maupun impor; 2. Mampu menghitung besaran output dari setiap sektor dan kebutuhan inputnya pada permintaan akhir tertentu; 3. Dapat menelusuri setiap perubahan permintaan akhir; 4. Mampu mengintegrasikan perubahan teknologi dan harga melalui perubahan koefisien teknologi. Menurut Hirschman, 1958 dalam Muflikhati et al. (1996) keterkaitan (linkage) merupakan aplikasi dari Model Input-Output (I-O) yang penting dalam pembangunan perekonomian. Industri (sektor) yang satu terkait dengan sektor lain dalam dua kaitan, yaitu kaitan ke depan (forward linkage) dan kaitan ke belakang (backward linkage). Kaitan ke depan menunjukkan besarnya output yang dijual kepada sektor lain terhadap total output sektor tersebut. Sedangkan kaitan ke belakang menunjukkan hubungan antara banyaknya pembelian dari sektor lain terhadap keseluruhan input sektor tersebut. Bagi perencana daerah penggunaan model I-O menurut Daryanto dan Hafizrianda (2010) dapat mendatangkan keuntungan dalam beberapa hal antara lain: (1) dapat memberikan deskripsi lebih rinci mengenai perekonomian nasional ataupun perekonomian regional dengan menguantifikasikan ketergantungan antar sektor dan asal (sumber) dari ekspor dan impor; (2) untuk suatu perangkat permintaan akhir dapat ditentukan besaran output dari setiap sektor dan kebutuhannya akan faktor produksi dan sumber daya; (3) dampak perubahan permintaan terhadap perekonomian baik yang disebabkan oleh swasta maupun pemerintah dapat ditelusuri dan diramalkan secara terperinci; dan (4) perubahanperubahan permintaan terhadap harga relatif dapat diintegrasikan ke dalam model melalui perubahan koefisien teknik. Model I-O dapat juga dijadikan sebagai alat pengambil keputusan dalam merencanakan pembangunan sektoral. Dari hasil analisis I-O dapat diputuskan sektor-sektor yang dijadikan sebagai leading sector atau sektor pemimpin dalam pembangunan ekonomi. Dengan memfokuskan pembangunan pada sektor-sektor yang menjadi pemimpin maka target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dapat dicapai dengan lebih baik. Suatu sektor yang terindikasi sebagai pemimpin dianggap memiliki kemampuan daya sebar dan kepekaan yang sangat tinggi dalam suatu perekonomian, sehingga efek yang diberikan bersifat ganda (Daryanto dan Hafizrianda, 2010). Menurut Setiono (2010), model analisa Input-Output mampu menyajikan gambaran rinci mengenai struktur ekonomi dan hubungan antar sektor dalam perekonomian wilayah pada suatu waktu tertentu. Dengan menggunakan model Input-Output, perencanaan ekonomi dapat menerapkan beberapa kemungkinan skenario pembangunan dan menilai berbagai dampak yang akan terjadi untuk masing-masing skenario.
9 Secara metodologi tabel I-O mempunyai beberapa keterbatasan hal ini dikarenakan model I-O yang dilandasi oleh asumsi-asumsi dasar sebagai berikut: (Rustiadi et al. 2009) 1) Asumsi homogenitas yang mensyaratkan bahwa tiap sektor hanya memproduksi suatu jenis output yang seragam (homogenity) dengan sruktur input tunggal dan antar sektor tidak dapat saling mensubstitusi. 2) Asumsi linieritas/proporsionalitas yang mensyaratkan bahwa dalam proses produksi, hubungan antara input dan output merupakan fungsi linier atau berbanding lurus (proporsionality), yang berarti perubahan tingkat output tertentu akan selalu didahului oleh perubahan pemakaian input yang sebanding. 3) Asumsi aditivitas, yaitu efek keseluruhan dari kegiatan produksi di berbagai sektor merupakan penjumlahan (additivity) dari proses produksi masingmasing sektor secara terpisah. Dengan kata lain, di luar sistem input-output semua pengaruh dari luar diabaikan. Jika dikaitkan dengan pelaksanaan otonomi daerah yang memiliki kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan sendiri pembiayaan pembangunan daerah, model I-O penting sebagai landasan analisis perencanaan pembangunan daerah. Dengan analisis I-O, keterkaitan antar sektor-sektor ekonomi dapat dilihat, sehingga pada saat penetapan alokasi anggaran pembangunan sektoral, pada akhirnya dapat membangkitkan efek sebar yang tinggi dalam mewujudkan pembangunan. Dalam hal kontribusi PDRB, suatu sektor yang memiliki kontribusi ekonomi sangat besar, belum tentu memiliki efek sebar yang besar pula dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi wilayah. Padahal dampak pembangunan ekonomi suatu sektor tidak cukup hanya dilihat dari kemampuannya menciptakan PDRB, namun yang lebih penting adalah bagaimana sektor tersebut mampu menggerakkan seluruh roda perekonomian wilayah. Maka model I-O sangat diperlukan untuk memotret fenomena semacam ini (Daryanto dan Hafizrianda 2010). Peran Sektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah Menurut UU Nomor 45 Tahun 2009, perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Undang – undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menegaskan bahwa beberapa tujuan pengelolaan perikanan adalah meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil, meningkatkan penerimaan dan devisa negara, mendorong perluasan dan kesempatan kerja. Pengelolaan sumber daya merupakan upaya penting dalam menjaga kesinambungan sumber daya. Hal ini bertujuan agar sumber daya perikanan tetap dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang. Pembangunan perikanan merupakan salah satu pembangunan sektoral yang diharapkan mampu memberikan kontribusi secara signifikan terhadap pendapatan daerah, penyerapan tenaga kerja serta pembangunan nasional secara menyeluruh. Cukup beralasan jika sektor ini menjadi salah satu prioritas pembangunan karena sektor perikanan didukung oleh dua komponen utama yang menjadi tulang punggung pengembangannya, yaitu komponen biofisik dan sosial ekonomi.
10 Komponen biofisik, perairan Indonesia memiliki potensi sumber daya perikanan (potensi perikanan air tawar dan laut) yang beragam jumlahnya, dan masingmasing sumber daya tersebut memiliki nilai penting baik dari sisi pasar domestik maupun pasar internasional. Komponen sosial ekonomi, secara sosial sebagian besar penduduk Indonesia (kurang lebih 60%) hidup di wilayah pesisir (dengan pertumbuhan rata-rata 2% per tahun). Hal ini disebabkan secara administratif sebagian besar kota dan kabupaten terletak di kawasan pesisir. Implikasi dari sisi ekonomi, industri kelautan dan perikanan menjadi andalan sektoral yang menyerap lebih dari 16 juta tenaga kerja secara langsung (PKSPL 2002). Namun disisi lain, pembangunan perikanan secara umum mempunyai keterbatasan-keterbatasan antara lain : (1) miskinnya masyarakat pada kawasan usaha perikanan, (2) kemampuan sumber daya manusia yang rendah sebagai akibat kurangnya sentuhan pendidikan formal walaupun kaya dengan pengetahuan tradisional, (3) sumber daya alam hayati tidak dimanfaatkan secara efisien dan efektif, (4) lingkungan laut maupun daratnya mengalami kerusakan serius, dan (5) kesenjangan pembangunan selama ini antara pembangunan berbasis lautan dan daratan (Dahuri 2003). Pengelolaan sektor perikanan masih terjadi tumpang tindih kebijakan yang seringkali menimbulkan konflik kewenangan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pengelolaan wilayah-wilayah perikanan ditangani lebih dari satu instansi dan kewenangan terpisah yang tentu saja memiliki kepentingan yang berbeda. Padahal hubungan ekologis-biologis dan ekonomi daerah pesisir, pantai dan laut saling terkait satu dengan yang lainnya. Kurangnya koordinasi antar pelaku pengelola terlihat dalam berbagai kegiatan pembangunan sektor perikanan yang dilakukan secara sektoral oleh masing-masing pihak. Penyebab lemahnya koordinasi diakibatkan oleh belum adanya sistem atau lembaga yang mampu mengkoordinasikan setiap kegiatan pengelolaan sumber daya perikanan. Akibatnya sektor perikanan yang memiliki keterkaitan kedepan dan kebelakang dengan sektor-sektor perekonomian lainnya tidak tumbuh dan berkembang secara optimal (Dahuri 2003). Tujuan pokok dari pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana dimaksud dalam UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom adalah untuk mempercepat perkembangan ekonomi daerah. Cara yang efektif dan efisien untuk membangun ekonomi daerah adalah melalui pendayagunaan berbagai sumber daya ekonomi yang dimiliki daerah. Pada saat ini sumber daya ekonomi yang dimiliki dan siap didayagunakan untuk pembangunan ekonomi daerah adalah sumber daya agribisnis seperti sumber daya alam. Perikanan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah peradaban manusia dari sejak zaman prasejarah, zaman batu (tone age), hingga zaman modern sekarang ini. Bahkan sejak sejak zaman manusia purba (Homo Erectus dan Australophiticus) ikan telah menjadi menu makanan manusia purba tersebut (Zuggarrmudi et al., 1995 dalam Fauzi, 2010). Perikanan di zaman modern tidak meninggalkan peranan utamanya sebagai pemenuhan kebutuhan pangan, khususnya protein hewani sebagaimana telah dilakukan sejak zaman prasejarah. Sektor perikanan menyediakan rata-rata paling tidak 15 persen protein hewani per kapita kepada lebih dari 2,9 miliar penduduk dunia (Fauzi, 2010).
11 Acherson dalam Fauzi (2010) mengatakan bahwa 200 juta ternak dibutuhkan untuk mensubsidi kebutuhan protein dari ikan tersebut. Serta data FAO menunjukkan hampir 1 milyar penduduk dunia yang umumnya tinggal di negara berkembang sangat menggantungkan protein hewaninya dari hasil perikanan laut. Peranan ekonomi pada sektor perikanan juga dapat dilihat dari kontribusinya terhadap lapangan pekerjaan. Perikanan baik secara langsung maupun tidak langsung memainkan peranan penting bagi jutaan orang yang bergantung hidupnya pada sektor perikanan. Data FAO tahun 2009 diperkirakan 43,5 juta orang tahun 2006 secara langsung terlibat dalam kegiatan perikanan baik sebagai pekerja penuh maupun paruh waktu. Perikanan telah menjadi “mesin pertumbuhan” ekonomi regional dibeberapa negara yang secara “budaya” sudah menjadikan ikan sebagai bagian hidup mereka (Fauzi, 2010) Penelitian Terdahulu Susanto (2011) meneliti Peranan Sektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Belitung. Berdasarkan parameter keterkaitan ke belakang (DBL, DIBL, dan IDP), keterkaitan ke depan (DFL, DIFL, dan IDK), serta multiplier effect (multiplier output, NTB, dan pendapatan), maka sektor perikanan tidak termasuk sektor unggulan di Kabupaten Belitung. Hasil analisis terhadap lima faktor yang berpengaruh dalam penentuan kegiatan pembangunan perikanan berdasarkan persepsi stakeholders sektor perikanan di Kabupaten Belitung, mendapatkan prioritas: (1) Sumber Daya Ikan (SDI) dengan skor penilaian 0,565; (2) Sumber Daya Manusia (SDM) dengan skor 0,144; (3) Pasar dengan skor 0,134; (4) Sarana dan Prasarana (Sarpras) skor 0,100; dan (5) Biaya dengan skor 0,057. Kegiatan prioritas untuk dikembangkan di Kabupaten Belitung adalah perikanan tangkap (skor 0,583), budidaya perikanan (skor 0,218), dan pengolahan hasil perikanan (skor 0,199). Pangabean (2013) meneliti tentang Studi Peran Subsektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah di Kota Sibolga. Hasil analisis direct forward linkage dan direct backward linkage, subsektor perikanan secara total memiliki keterkaitan sektoral yang masih rendah. Nilai daya sebar ke belakang (backward linkages effect ratio) perikanan tangkap memiliki kekuatan sebesar 0,7116 dan perikanan budidaya sebesar 1,1086. Nilai derajat kepekaan (forward linkages effect ratio), perikanan tangkap memiliki nilai kekuatan sebesar 0,9296 dan perikanan budidaya sebesar 0,6857. Hasil multiplier effect output perikanan tangkap adalah 1,1013 (peringkat keenam belas) sedangkan perikanan budidaya sebesar 1,7158 (peringkat keempat); multiplier effect nilai tambah bruto perikanan tangkap sebesar 1,0771 (peringkat keenam belas) dan perikanan budidaya sebesar 2,3445 (peringkat kedua); multiplier effect pendapatan perikanan tangkap sebesar 1,0807 (peringkat kelima belas) sedangkan perikanan budidaya sebesar 14,4339 (peringkat kesatu). Mengacu pada semua parameter multiplier effect tersebut, pengaruh penggandaan yang signifikan subsektor perikanan terhadap sektorsektor lain di kota Sibolga yang paling tinggi adalah perikanan budidaya. Hasil analisis terhadap lima faktor yang berpengaruh dalam penentuan kegiatan pembangunan perikanan berdasarkan persepsi stakeholders subsektor perikanan di kota Sibolga, mendapatkan prioritas: (1) Sumber daya manusia dengan skor
12 penilaian 0,270; (2) Sarana dan prasarana dengan skor 0,226; (3) Modal dengan skor 0,214; (4) Sumber daya ikan dengan skor 0,208; dan (5) Pasar skor 0,081. Untuk prioritas kegiatan pengembangan di Kota Sibolga adalah perikanan tangkap (skor 0,431), pengolahan hasil perikanan (skor 0,352), dan budidaya perikanan (skor 0,217). Menurut stakeholders skala prioritas pembangunan subsektor perikanan di kota Sibolga adalah pengembangan kegiatan perikanan tangkap dari sisi peningkatan kualitas sumber daya manusianya.
3
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian Tujuan, jenis, sumber data dan cara pengumpulan serta analisis data disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Tujuan, jenis, sumber data, cara pengumpulan data serta analisis data No
Tujuan
1.
Mengidentifikasi potensi dan peranan sektor perikanan dalam pembangunan wilayah Kabupaten Cianjur
2.
3.
4.
Mengidentifikasi komoditas unggulan sektor perikanan Kabupaten Cianjur Menggali persepsi stakeholders terhadap prioritas pembangunan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur Menentukan strategi pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur
Data yang dikumpulkan Tabel I-O Kabupaten Cianjur tahun 2010 yang di RAS ke tahun 2012 Data sarana prasarana kecamatan umum dan yang berkaitan dan mendukung dengan perikanan Data Produksi Ikan tahun 2008 dan tahun 2013
Sumber Data BPS, Bappeda, Disnakanla
Analisis Data Analisis InputOutput
Keluaran
Analisis Skalogram
Informasi potensi sektor perikanan
Disnakanla Kabupaten Cianjur
LQ, SSA
Informasi Komoditas Unggulan
Kuisioner
responden / primer
AHP
Informasi prioritas pembangunan sektor perikanan dari stakeholders
Kuisioner
responden / primer
A’WOT
Strategi pengembangan sektor perikanan
Informasi peran sektor perikanan
Penelitian dilakukan di Kabupaten Cianjur. Kabupaten Cianjur memiliki luas 361.944 ha dengan 32 kecamatan. Penelitian dilaksanakan pada Bulan Juli
13 2014 hingga Bulan Oktober 2014, diawali dengan penyusunan proposal, pengumpulan, pengolahan dan analisis data, serta diakhiri dengan penulisan hasil penelitian. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tabel Input Output 2010, data PDRB Kabupaten Cianjur Tahun 2012, Data Kelengkapan sarana prasaran umum dan sarana prasarana perikanan, data produksi ikan di Perairan umum tahun 2008 dan 2012, Peta RTRW Kabupaten Cianjur periode tahun 2011-2031, hasil wawancara dan hasil kuesioner. Alat yang digunakan adalah kamera, blangko kuesioner dan laptop dengan software ArcGis, Gams dan MS Office. Metode Analisis Data Pengolahan data menggunakan lima macam metode analisis, yaitu; Analisis Input-Output (I-O) , Analisis Location Quotient (LQ), Shift Share Analysis (SSA), skalogram, Analytical Hierarcy Process (AHP) dan AWOT. Analisis Input-Output (I-O) Analisis I-O secara teknis dapat menjelaskan karakteristik struktur ekonomi wilayah yang ditunjukkan dengan distribusi sumbangan sektoral serta keterkaitan sektoral perekonomian wilayah. Peran suatu sektor tidak hanya dilihat dari besarnya sumbangan sektoral pada PDRB suatu wilayah. Peran sektoral juga bisa dilihat dengan analisis I-O. Tabel I-O yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tabel I-O Kabupaten Cianjur tahun 2010 yang bersumber dari Bappeda Kabupaten Cianjur (Bappeda 2010) yang di RAS ke tahun 2012. Tujuan utama dari metode RAS adalah untuk menyeimbangkan kolom dan baris pada tabel input-output dengan cara memperbarui atau merevisi tabel ini (Trinh dan Phong 2013). Metode RAS merupakan suatu metode untuk memperkirakan matriks koefisien input yang baru pada tahun t “A(t)” dengan menggunakan informasi koefisien input tahun dasar “A(0)”, total permintaan tahun antara t, dan total input antara tahun t. Secara matematis metode RAS dapat diuraikan sebagai berikut: Andaikan matriks koefisien input pada tahun dasar proyeksi adalah A(0) = {aij(0)}, i,j = 1,2....n, matriks koefisien input untuk tahun proyeksi t diperkirakan dengan rumus A(t) = R A(0) S, dimana R = matriks diagonal yang elemenelemennya menunjukkan pengaruh substitusi, dan S = matriks diagonal yang elemen-elemennya menunjukkan pengaruh fabrikasi. Pengaruh substitusi menunjukkan seberapa jauh suatu komoditas dapat digantikan oleh komoditas lain dalam proses produksi. Pengaruh fabrikasi menunjukkan seberapa jauh suatu sektor dapat menyerap input antara dari total input yang tersedia. Tahapan metode RAS dapat dilihat pada Gambar 2. Andaikan ri dan sj berturut-turut merupakan elemen matriks diagonal R dan S. Misalkan pula Xij(0) adalah input antara sektor j yang berasal dari output sektor i pada tahun dasar. Untuk menjaga konsistensi hasil estimasi ri dan sj, perlu ditambahkan dua persamaan pembatas seperti tertera di bawah ini :
14 𝑛
𝑟𝑖 𝑥𝑖𝑗 0 𝑠𝑗 = 𝑏𝑖 , 𝑖 = 1,2, … , 𝑛 𝑖=1
dan
𝑛
𝑟𝑖 𝑥𝑖𝑗 0 𝑠𝑗 = 𝑘𝑖 , 𝑖 = 1,2, … , 𝑛 𝑖=1
dimana: bi = jumlah permintaan antara sektor i pada tahun t kj = jumlah input antara sektor j pada tahun t Tabel Input Output Kabupaten Cianjur Tahun 2010 (21x21 sektor)
Proses Agregasi menjadi Tabel Input Output Kabupaten Cianjur Tahun 2010 (18x18 sektor)
Kabupaten Cianjur - Konversi Data PDRB menjadi Total Input (Kabupaten Cianjur Tahun 2012) berdasarkan proporsi Data PDRB dan Total Input Kabupaten Cianjur Tahun 2010 - Data Permintaan Akhir
Sumber : Diadopsi dan dimodifikasi dari Sumunaringtyas 2010
Matrik Koefisien Teknis Tabel Input Output Kabupaten Cianjur Tahun 2010 (18x18 sektor)
Metode RAS
Tabel Input Output Kabupaten Cianjur Tahun 2012 (18x18 sektor)
Gambar 2 Tahapan Metode RAS Kendala yang dihadapi dalam penyusunan tabel I-O regional adalah masalah ketersediaan data ekspor dan impor. Metode non-survei lebih diutamakan karena mudah dan tidak membutuhkan banyak biaya. Metode location quotient (LQ) sederhana sangat bermanfaat dalam penyusunan tabel I-O regional terutama bila data ekspor dan impor tidak tersedia. Metode ini menunjukkan perbandingan output sektor i terhadap total output di regional dengan proporsi output sektor yang sama terhadap total output secara nasional. Dengan demikian jika nilai LQ lebih besar dari satu menunjukkan surplus sektor i dalam arti beberapa produknya dapat diekspor ke daerah lain. Sebaliknya jika nilai LQ kurang dari satu maka produknya harus didatangkan (diimpor) dari daerah atau dari negara lain.
15 1. Struktur Tabel I-O Dalam model I-O pengaruh interaksi ekonomi dapat diklasifikasikan kedalam tiga jenis yaitu: (1) pengaruh langsung; (2) pengaruh tidak langsung; dan (3) pengaruh total. Pengaruh langsung atau direct effect merupakan pengaruh yang secara langsung dirasakan oleh suatu sektor yang output-nya digunakan sebagai input dalam produksi sektor yang bersangkutan. Pengaruh tidak langsung atau indirect effect menunjukkan pengaruh tidak langsung yang dirasakan oleh suatu sektor yang output-nya tidak digunakan sebagai input dalam sektor yang bersangkutan. Sedangkan pengaruh total adalah pengaruh secara keseluruhan dalam perekonomian dimana sektor yang bersangkutan berada. Berdasarkan ketiga pengaruh diatas, dengan model I-O kita bisa menelusuri ke mana saja output dari suatu sektor itu didistribusikan dan input apa saja yang digunakan oleh sektor tersebut. Analisis yang dilakukan terhadap Tabel I-O adalah analisis keterkaitan dan angka pengganda sektoral. Hasil perhitungan ini menghasilkan koefisien teknis (matriks A) dan invers matriks Leontief (matriks B) yang selanjutnya diolah kembali sehingga diperoleh data mengenai keterkaitan sektoral dan angka pengganda (multiplier). Struktur dasar tabel transaksi input-output wilayah disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Struktur dasar transaksi input-output wilayah Output
Internal Wilayah Sektor produksi dalam wilayah (permintaan antara)
Sektor produksi dalam wilayah (input antara) Input primer (nilai tambah)
Eksternal Wilayah
Internal Wilayah
Input
Total Input
1 2 : i : : n W T V
1 X11 X21
2
... ...
...
Permintaan akhir Dalam wilayah C G I C1 G1 I1 C2 G2 I2
Eksternal wilayah E E1 E2
Total Output
j X1j X2j
... ...
N X1n X2n
Xij
...
...
Ci
Gi
Ii
Ei
Cn CW
Gn GW
In IW
En EW
CT CV
GT GV
IT IV
ET EV
X1 X2 : Xi : : Xn W T V
Xn1 W1 T1 V1
Wj Tj Vj
Xnn Wn Tn Vn
M M1
Mj
Mn
CM
GM
IM
-
M
Xn
C
G
I
E
X
X1
...
Xj
...
Sumber : Rustiadi et al. (2011) Keterangan: i,j : sektor ekonomi xij : banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j Xi : total permintaan akhir sektor i Xj : total input sektor i Ci : konsumsi rumah tangga terhadap sektor i
16 Gi : konsumsi pemerintah terhadap sektor i Ii : pembentukan modal tetap (investasi) di sektor i, output sektor i yang menjadi barang modal Ei : ekspor barang dan jasa sektor i Mj : impor sektor j Wj : upah dan gaji dari sektor j Tj : surplus usaha sektor j Vj : PDB (Produk Domestik Bruto), dimana Vj = Wj + Tj
2. Analisis yang Berkaitan dengan I-O Analisis yang dilakukan terhadap Tabel I-O adalah analisis keterkaitan dan angka pengganda sektoral. Hasil perhitungan ini menghasilkan koefisien teknis (matriks A) dan invers matriks Leontief (matriks B) yang selanjutnya diolah kembali sehingga diperoleh data mengenai keterkaitan sektoral dan angka pengganda (multiplier). Koefisien teknologi sebagai parameter yang paling utama dalam analisis I-O secara matematis diformulasikan sebagai rumus berikut: 𝑎𝑖𝑗 =
𝑥 𝑖𝑗 𝑥𝑗
atau 𝑥𝑖𝑗 = 𝑎𝑖𝑗 , 𝑋𝑗
dimana : ɑij = rasio antara banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j (xij) atau disebut pula sebagai koefisien input Beberapa parameter teknis dalam analisis I-O, adalah: 1) Keterkaitan langsung ke belakang atau direct backward linkage (DBL) yang menunjukkan efek permintaan suatu sektor terhadap perubahan tingkat produksi sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung (Rustiadi et al. 2011). Indeks keterkaitan langsung ke belakang dianalisis dengan menggunakan matriks koefisien. 𝒏 𝒊 𝒂𝒊𝒋
DBLj =
dimana: ɑij = rasio antara banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j (xij) atau disebut pula sebagai koefisien input untuk mengukur secara relatif (perbandingan dengan sektor lainnya) terdapat ukuran normalized DBL𝑗∗ yang merupakan rasio antar kaitan langsung ke belakang sektor j dengan rata-rata backward linkage sektorsektor lainnya. DBLj* =
𝐷𝐵𝐿𝑗 1 𝑛
𝑗
𝐷𝐵𝐿𝑗
=
𝑛 .𝐷𝐵𝐿𝑗 𝑗
𝐷𝐵𝐿𝑗
Nilai DBLj* > 1 menunjukkan bahwa sektor j memiliki kaitan ke belakang yang kuat dalam pengertian memiliki pengaruh langsung yang kuat terhadap pertumbuhan sektor-sektor lain. 2) Keterkaitan langsung ke depan (direct forward linkage) (DFL) yang menunjukkan banyaknya output suatu sektor yang dipakai oleh sektorsektor lain (Rustiadi et al. 2011). Indeks keterkaitan langsung ke depan dianalisis dengan menggunakan matriks koefisien.
17 𝑛 𝑗
𝑎𝑖𝑗 dimana : ɑij = rasio antara banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j (xij) atau disebut pula sebagai koefisien input DFLi =
Normalized D𝐹L𝑖 atau D𝐹L𝑖 ∗ dirumuskan sebagai berikut: DFLi* =
𝐷𝐹𝐿𝑖 1 𝑛
𝑖 𝐷𝐹𝐿𝑖
=
𝑛 .𝐷𝐹𝐿𝑖 𝑖 𝐷𝐹𝐿𝑖
3) Keterkaitan ke belakang langsung dan tidak langsung (indirect backward linkage) (DIBL) yang menunjukkan pengaruh tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir satu unit sektor tertentu yang dapat meningkatkan total output seluruh sektor perekonomian. Parameter ini menunjukkan kekuatan sektor dalam mendorong seluruh sektor perekonomian. (Rustiadi et al. 2011). DIBLj = 𝑛𝑖 𝑏𝑖𝑗 Dimana bij = elemen inverse matriks Leontief 4) Daya sebar ke belakang atau indeks daya penyebaran/ IDP (backward linkages effect ratio) yang menunjukkan kekuatan relatif permintaan akhir suatu sektor dalam mendorong pertumbuhan produksi total seluruh sektor perekonomian. IDP j = 1
𝑖 𝑏𝑖𝑗
𝑏 𝑛 𝑖 𝑗 𝑖𝑗
=
𝑛.
𝑖 𝑏𝑖𝑗
𝑖 𝑗 𝑏𝑖𝑗
dimana : bij : elemen inverse matriks Leontief Besaran nilai IDPj dapat sama dengan 1; lebih besar dari 1 atau lebih kecil dari 1. Jika IDPj = 1, hal tersebut berarti bahwa daya penyebaran sektor j sama dengan rata-rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi. Nilai IDPj > 1 menunjukkan bahwa daya penyebaran sektor j berada di atas rata-rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi dan sebaliknya jika IDPj < 1 menunjukkan daya penyebaran sektor j lebih rendah dari rata-rata daya penyebaran seluruh sektor perekonomian. 5) Keterkaitan ke depan langsung dan tidak langsung atau indirect forward linkage (DIFL), yaitu peranan suatu sektor dapat memenuhi permintaan akhir dari seluruh sektor perekonomian. Apabila permintaan akhir tiap sektor perekonomian meningkat satu unit, dengan demikian maka sektor (i) menyumbang pemenuhan sebesar nilai DIFL (Rustiadi et al. 2011). 𝑛 𝑗
𝑏𝑖𝑗 dimana: bij = elemen inverse matriks Leontief DIFLi =
6) Indeks derajat kepekaan/IDK atau sering disebut derajat kepekaan saja (forward linkages effect ratio) menjelaskan pembentukan output di suatu
18 sektor perekonomian. Ukuran ini digunakan untuk melihat keterkaitan ke depan (forward linkage). IDKi = 1 𝑛
𝑖 𝑏 𝑖𝑗 𝑖
𝑗
=
𝑏 𝑖𝑗
𝑛. 𝑖
𝑖 𝑏 𝑖𝑗 𝑗
𝑏 𝑖𝑗
dimana : bij = elemen inverse matriks Leontief Jika IDKi = 1, hal tersebut berarti bahwa derajat kepekaan sektor i sama dengan rata-rata derajat kepekaan seluruh sektor ekonomi. Nilai IDKi > 1 menunjukkan bahwa derajat kepekaan sektor i berada di atas rata-rata derajat kepekaan seluruh sektor ekonomi dan sebaliknya jika IDKi < 1 menunjukkan derajat kepekaan sektor i lebih rendah dari rata-rata derajat kepekaan seluruh sektor perekonomian. 7) Multiplier adalah koefisien yang menyatakan kelipatan dampak langsung dan tidak langsung dari meningkatnya permintaan akhir suatu sektor sebesar satu unit terhadap produksi total semua sektor ekonomi suatu wilayah. a. Output Multiplier (OM) yaitu dampak peningkatan permintaan akhir
atas output sektor j terhadap peningkatan total output seluruh sektor di wilayah penelitian. Angka yang diperoleh sama dengan angka keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang seperti yang telah diuraikan di atas. O
M j bij i
dimana : bij = elemen inverse matriks Leontief b. Income multiplier (IM), yaitu dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga di suatu wilayah dengan formula sebagai berikut: 𝑊=𝑤𝑋 dimana : W = matriks income 𝑤 = matriks diagonal koefisien income X = matriks output, 𝑋=(𝐼−𝐴)−1.𝐹𝑑 c. Total value added multiplier (VM), yaitu dampak meningkatnya permintaan akhir atas output sektor j terhadap peningkatan PDRB wilayah penelitian. 𝑉=𝑣𝑋 dimana : V = matriks NTB 𝑣 = matriks diagonal koefisien NTB X =matriks output, 𝑋=(𝐼−𝐴)−1.𝐹𝑑
19 Analisis Skalogram Penentuan sentra usaha perikanan dilakukan dengan menggunakan analisis hierarki perkembangan wilayah berdasarkan metode skalogram. Analisis ini digunakan untuk menentukan hirarki pusat-pusat perikanan dan keberadaan kotakota kecil menengah dalam mendukung penentuan lokasi pusat minapolis/pelayanan. Bahdori et al. (2012) menggunakan metode ini untuk menentukan prioritas daerah berdasarkan indikator kesehatan di Provinsi Golestan, Iran Utara. Dalam metoda ini, seluruh fasilitas umum yang berhubungan dengan sektor perikanan yang dimiliki oleh setiap kecamatan didata dan disusun dalam satu tabel. Menurut Saefulhakim 2004 dalam Tar (2010), tahap-tahap dalam penyusunan skalogram adalah sebagai berikut : 1. Menyusun fasilitas sesuai dengan penyebaran dan jumlah fasilitas di dalam unit-unit wilayah. Fasilitas yang tersebar merata di seluruh wilayah diletakkan dalam urutan paling kiri dan seterusnya sampai fasilitas yang terdapat paling jarang penyebarannya di dalam seluruh unit wilayah yang ada diletakkan dikolom tabel paling kanan. Angka yang ditulis adalah jumlah fasilitas yang dimiliki setiap unit wilayah. 2. Menyusun wilayah sedemikian rupa dimana unit wilayah yang mempunyai ketersediaan fasilitas paling lengkap terletak di susunan paling atas, sedangkan unit wilayah dengan ketersediaan fasilitas paling tidak lengkap terletak di susunan paling bawah. 3. Menjumlahkan masing-masing unit fasilitas secara horizontal, baik jumlah, jenis fasilitas maupun jumlah unit fasilitas yang tersebar di seluruh unit wilayah. 4. Menjumlahkan masing-masing unit fasilitas secara vertikal sehingga diperoleh jumlah unit fasilitas yang tersebar di seluruh unit wilayah. 5. Dari hasil penjumlahan ini diharapkan diperoleh urutan, posisi teratas merupakan sub wilayah yang mempunyai fasilitas terlengkap, sedangkan posisi terbawah merupakan sub wilayah dengan ketersediaan fasilitas umum paling tidak lengkap. 6. Setelah diperoleh hasil dari penyusunan skalogram pada butir 2, dihitung nilai standar deviasi dari keseluruhan jumlah penduduk yang ada di seluruh wilayah. Nilai ini akan digunakan untuk menghitung nilai sentralitas dan mengelompokkan unit wilayah dalam kelas-kelas yang dibutuhkan. Sebagai contoh kelompok yang diperoleh berjumlah 3, yaitu kelompok I dengan tingkat perkembangan tinggi, kelompok II dengan tingkat perkembangan sedang dan kelompok III dengan tingkat perkembangan rendah. 7. Selanjutnya ditetapkan suatu konsensus misalnya jika suatu kecamatan memiliki jumlah jenis, jumlah unit sarana prasarana dan kepadatan penduduk yang lebih besar atau sama dengan (standar deviasi + nilai rata-rata) maka dikategorikan kecamatan kelompok I, kemudian jika suatu kecamatan memiliki jumlah jenis, jumlah unit sarana prasarana dan kepadatan penduduk antara standar deviasi sampai (standar deviasi+nilai rata-rata) maka dikategorikan kecamatan kelompok II dan jika suatu kecamatan memiliki jumlah jenis, jumlah unit sarana prasarana dan kepadatan penduduk ini kurang dari standar deviasi maka dikategorikan kecamatan kelompok III. Secara matematis kelompok tersebut adalah : 1) kelompok I ≥µ + standar deviasi (tingkat perkembangan tinggi); µ + standar deviasi > kelompok II ≥
20 standar deviasi (tingkat perkembangan sedang); dan 3) kelompok III < µ (tingkat perkembangan rendah). Analisis Sektor Basis (LQ) Analisis LQ dapat menjawab sejauh mana aktivitas industri tertentu terkonsentrasi dalam suatu wilayah sekaligus mencerminkan locational advantage (Nugroho dan Dahuri 2012). Hasil analisis LQ menjelaskan apakah suatu sektor telah dapat memenuhi kebutuhan wilayah itu sendiri, kurang atau justru lebih/surplus. Sektor yang surplus ini adalah sektor yang dikatakan sebagai sektor basis dan memiliki potensi ekspor. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah bahwa: (1) kondisi geografis relatif seragam; (2) pola-pola aktifitas bersifat seragam; dan (3) setiap aktifitas menghasilkan produk yang sama. Hasil LQ menunjukkan keunggulan komparatif suatu wilayah. keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu daerah mampu memproduksi barang dan jasa lebih banyak dengan biaya yang lebih murah daripada daerah lainnya. Koefisien lokasi dimaksudkan untuk mengukur relatif derajat spesialisasi suatu industri (atau kelompok industri) yang dimiliki oleh suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah yang lebih luas. Analisis LQ dalam penelitian ini dilakukan terhadap nilai produksi komoditas perikanan perairan umum Kabupaten Cianjur tahun 2012 yang bersumber dari data BPS dan Disnakanla Kabupaten Cianjur. Rumus perhitungan LQ (Rustiadi et al. 2011): 𝑿𝒊𝒋
LQij =
𝑿.𝒋
𝑿𝒊.
𝑿..
dimana: Xij= total nilai produksi komoditas perikanan ke-i di kecamatan j (kg) Xi.= total nilai produksi sektor perikanan di kecamatan j (kg) X.j= total nilai produksi komoditas ke-i perikanan ke-i di Kabupaten Cianjur (kg) X..= total nilai produksi sektor perikanan di Kabupaten Cianjur (kg) Interpretasi hasil analisis LQ adalah sebagai berikut: Jika nilai LQ>1, menunjukkan terjadinya konsentrasi produksi perikanan 1. budidaya di tingkat kecamatan secara relatif dibandingkan dengan total kabupaten atau terjadi pemusatan aktivitas di kecamatan dan mengindikasikan potensi ekspor ke wilayah lainnya; 2. Jika nilai LQ=1, maka pada kecamatan mempunyai aktivitas perikanan budidaya setara dengan kabupaten; 3. Jika nilai LQ<1, maka kecamatan mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas perikanan budidaya kabupaten. Shift-Share Analysis (SSA) Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi keunggulan komparatif suatu wilayah atau suatu sektor dan menghitung seberapa besar share sektor-sektor atau kecamatan terhadap pertumbuhan sektor-sektor yang bersesuaian di tingkat Kabupaten Cianjur. Dengan melihat nilai share dapat diketahui sektor ataupun
21 wilayah (kecamatan) yang dapat memberikan kontribusi (keunggulan kompetitif) terhadap pertumbuhan wilayah yang lebih luas (Kabupaten Cianjur). Indikator yang digunakan dalam SSA adalah luas area dari setiap komoditas dari sektor perikanan pada dua titik waktu. Analisis dibagi menjadi tiga komponen, yaitu komponen pertumbuhan regional (kabupaten), komponen pertumbuhan proporsional, dan komponen pertumbuhan pangsa lokal (kecamatan) sehingga besar perubahan produksi sama dengan penjumlahan dari ketiga komponen tersebut. Adapun tahapan-tahapan perhitungannya adalah sebagai berikut : 1. Menghitung besarnya pergeseran/perubahan secara agregat di tingkat regional (regional agregat shift-share), yaitu pertumbuhan luas area tingkat regional/kabupaten (RASS). Hasil perhitungan ini dapat menunjukkan maju atau lambatnya perubahan perekonomian di tingkat Kabupaten Cianjur 2. Menghitung besarnya pergeseran secara sektoral, tanpa memperhatikan lokasi (proportional shift-share), yaitu rasio luas area per komoditas dari sektor perikanan tahun akhir san tahun awal minus rasio luas areal kabupaten tahun akhir dan tahun awal (PSS). Hasil perhitungan ini akan diketahui sektor-sektor yang relatif maju atau lamban di Kabupaten Cianjur. 3. Menghitung komponen pertumbuhan pangsa lokal (different shift-share) yaitu rasio luas area setiap komoditas dari sektor perkebunan rakyat di setiap kecamatan tahun akhir dan tahun awal (DSS). Dari hasil perhitungan ini akan diketahui komoditas-komoditas yang relatif maju atau lambat di setiap kecamatan ataupun kecamatan-kecamatan yang relatif maju atau lambat dalam setiap sektor. Secara matematis ketiga komponen tersebut dapat ditulis sebagai berikut : SSA =
𝑿..(𝒕𝟏)
−𝟏 + 𝑿..(𝒕𝟎)
𝑿𝟏(𝒕𝟏)
𝑿..(𝒕𝟏)
− 𝑿..(𝒕𝟎) + 𝑿𝟏(𝒕𝟎)
𝑿𝒊𝒋(𝒕𝟏)
𝑿.𝒊(𝒕𝟏)
− 𝑿.𝒊(𝒕𝟎) 𝑿𝒊𝒋(𝒕𝟎)
dimana : X.. = Nilai total produksi komoditas i di Kabupaten Cianjur (kg) Xij = Nilai produksi komoditas i tertentu di Kecamatan j (kg) X.i = Nilai total produksi komoditas i tertentu di Kabupaten Cianjur (kg) t1 = Nilai tahun akhir t2 = Nilai tahun awal Analytical Hierarcy Process (AHP) Kebijakan merupakan dasar pelaksanaan kegiatan atau pengambilan keputusan dengan maksud membangun landasan yang jelas dalam mengambil keputusan dan langkah yang akan dilaksanakan. Analisis kebijakan merupakan analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa, sehingga dapat memberikan landasan bagi para pembuat kebijakan dalam mengambil keputusan. Analisis kebijakan juga didefinisikan sebagai setiap analisis yang menghasilkan informasi sehingga dapat menjadi dasar bagi pengambil kebijakan atau keputusan, yang selanjutnya dapat dimanfaatkan pada tingkat politik dalam rangka pemecahan masalah publik. Salah satu model analisis data yang dapat digunakan untuk menelaah kebijakan adalah AHP. Model ini banyak digunakan pada pengambilan keputusan dengan banyak kriteria perencanaan, alokasi sumber daya dan penentuan prioritas
22 strategi yang dimiliki pengambil keputusan dalam situasi konflik. Dalam perkembangannya metode ini tidak saja digunakan untuk penentuan prioritas pilihan dengan banyak kriteria (multikriteria) tetapi dalam penerapannya telah meluas sebagai metode alternatif untuk menyelesaikan bermacam-macam masalah. Hal ini dimungkinkan karena metode AHP dapat digunakan dengan cukup mengandalkan intuisi atau persepsi sebagai masukan utamanya, namun intuisi atau persepsi tersebut harus datang dari orang yang mengerti permasalahan, pelaku dan pembuat keputusan yang memiliki cukup informasi dan memahami masalah keputusan yang dihadapi. Analytical Hierarchy Process (AHP), dalam Bahasa Indonesia disebut dengan istilah Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analisis Jenjang Keputusan (AJK). AHP pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematik dari Universitas Pittsburgh, Amerika Serikat pada tahun 1970-an. AHP pada dasarnya didesain untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu, melalui suatu prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu skala referensi di antara berbagai set alternatif. Analisis ini ditujukan untuk suatu model permasalahan yang tidak mempunyai struktur. Biasanya analisis ditetapkan untuk memecahkan masalahmasalah yang terukur (kuantitatif), masalah yang memerlukan pendapat (judgement) maupun pada situasi yang kompleks atau tidak berkerangka, pada situasi dimana data, informasi statistik sangat minim atau tidak ada sama sekali dan hanya bersifat kualitatif yang didasarkan oleh persepsi, pengalaman atau intuisi. AHP sebagai kerangka yang memungkinkan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan kompleks dengan cara menyederhanakan permasalahan dan mempercepat proses pengambilan keputusan. AHP banyak digunakan pada pengambilan keputusan untuk banyak kriteria perencanaan, alokasi sumber daya, dan penentuan prioritas dari strategi-strategi yang dimiliki dalam situasi konflik (Saaty 1991). Keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah (Saaty 1991): 1) Kesatuan: AHP memberi model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk beragam persoalan yang tidak terstruktur. 2) Kompleksitas: AHP memadukan ancangan deduktif dan ancangan sistem berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks. 3) Saling ketergantungan: AHP dapat menangani saling ketergantungan elemenelemen dalam satu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier. 4) Penyusunan hierarki: AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat. 5) Pengukuran: AHP memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang terwujud untuk mendapatkan prioritas. 6) Konsistensi: AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas. 7) Sintesis: AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif. 8) Tawar menawar: AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka.
23 9) Penilaian dan konsensus: AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang representatif dari penilaian yang berbeda-beda. 10) Pengulangan proses: AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan. Kerangka AHP untuk Persepsi stakeholders terhadap prioritas pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada Gambar 3. Pengembangan Sektor Perikanan di Kabupaten Cianjur
Level 1
Level 2
SDA
SDB
SDS
Level 3
Tanah
Sumber Daya Air
Agroklimat
Pasar
Modal
Infrastruktur
Masyarakat
Pemerintah
Gambar 3 Struktur AHP untuk persepsi stakeholders dalam pengembangan sektor perikanan Kabupaten Cianjur Keterangan : SDA : Sumber Daya Alam SDB : Sumber Daya Buatan SDS : Sumber Daya Sosial Analisis A’WOT A’WOT merupakan metode yang menunjukkan bagaimana AHP dan SWOT dapat digunakan dalam proses penentuan suatu strategi (Leskinen et al. 2006). Penetuan strategi pengembangan sektor perikanan Kabupaten Cianjur dilakukan dengan menggunakan metode ini. Menurut Leskinen et al. (2006) A’WOT merupakan metode yang menunjukan bagaimana analisis AHP dan SWOT dapat diverifikasi dan digunakan selanjutnya dari proses strategi. Metode A’WOT yang diterapkan dalam penelitian ini menggunakan AHP untuk menentukan pembobotan dalam analisis SWOT. Tujuannya adalah untuk mengurangi subjektivitas penilaian faktor-faktor internal dan eksternal baik menyangkut kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (SWOT) dalam pengambilan suatu keputusan strategi. A’WOT dalam menentukan prioritas kebijakan dilakukan secara rasional berdasarkan fakta dan persepsi responden (expert). Analisis AHP maupun analisis SWOT biasa digunakan untuk marumuskan kebijakan. Bila dilihat dari subjektivitasnya maka analisis AHP lebih baik dari analisis SWOT, oleh karena itu dengan menggabungkan kedua teknik analisis AHP
Swasta
24 dan SWOT diharapkan dapat saling menyempurnakan dan meminimalkan tingkat subjektivitas dari suatu kebijakan yang dihasilkan (Rosdiana, 2011) Menurut Nasdian et al. (2008) metode SWOT disebut juga metode analisis situasi yang digolongkan ke dalam faktor lingkungan internal (Kekuatan dan Kelemahan) atau sering dikatakan dampak secara langsung dan faktor eksternal (Peluang dan Ancaman) atau dampak secara tidak langsung. Kedua faktor tersebut memberikan dampak positif yang berasal dari peluang dan kekuatan serta dampak negatif yang berasal dari ancaman dan kelemahan. Analisis A’WOT untuk mengetahui strategi pengembangan yang dapat dilakukan untuk menetukan strategi pengembangan perusahan manufaktur (Gorener et al. 2012). Matriks SWOT dapat mengambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki (Rangkuti 2009). Penggabungan analisis AHP dengan analisis SWOT ini dikarenakan analisis SWOT terlalu kualitatif. Apabila dikuantifikasikan, tidak jelas berapa bobot antara masing-masing komponen SWOT. Demikian juga bobot antar faktor dalam komponen tersebut, perlu dibuat prioritasnya sehingga dalam menentukan strategi mana yang menjadi prioritas akan lebih mudah apabila menggabungkan SWOT dan pembobotannya diperoleh dari hasil wawancara dengan responden yang berkompeten. Gorener et al. (2012) menjelaskan 3 tahapan dalam metode A’WOT yaitu: a. Tahap pertama adalah membuat daftar faktor-faktor internal dan eksternal yang pentingsebagai rencana strategi, untuk penyusunan analisis SWOT. Faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan, dan faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman. b. Tahap kedua menerapkan teknik AHP untuk memperoleh bobot masingmasing group SWOT. c. Tahap ketiga menggunakan teknik AHP untuk memperoleh bobot perbandingan masing-masing faktor dalam group SWOT. Selanjutnya, urutan prioritas faktor keseluruhan diperoleh dengan mengalikan bobot faktor dengan bobot group SWOT. Bahan dan data yang digunakan dalam analisis A’WOT merupakan nilai kepentingan kriteria dan tingkat kepentingan faktor yang tersaji. Data penilaian berdasarkan pertimbangan kebijakan dilakukan secara purposive sampling yang mewakili unsur Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cianjur, petani ikan, nelayan, dosen dan swasta. Nilai skor yang diperoleh dari kuesioner tersebut diolah dengan menggunakan Software MS. Excel. Tahapan proses A’WOT hampir sama dengan AHP konvensional, dimana terdapat modifikasi dalam menetapkan tujuan, faktor dan alternatif pilihan. Tujuan yang ditetapkan merupakan pemilihan prioritas strategi pengembangan untuk masing-masing komoditas unggulan, sedangkan faktor dan alternatif-alternatif merupakan hasil dari analisis SWOT. Struktur dalam penentuan prioritas pemilihan strategi pengembangan sektor perikanan Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada Gambar 3.
25 SWOT
Kekuatan (S)
Kelemahan (W)
Peluang (O)
S1
W1
O1
T1
S2
W2
O2
T2
S3
W3
O3
T3
S4
W4
O4
T4
S5
W5
O5
T5
Ancaman (T)
Gambar 4 Struktur A'WOT Tabel 3 Nilai Tingkat Kepentingan Unsur-Unsur SWOT Berdasarkan Analisis AHP Grup SWOT
Kekuatan (S)
Kelemahan (W)
Peluang (O)
Ancaman (T)
Prioritas Grup
Faktor SWOT
Faktor Prioritas dalam Grup
Faktor Prioritas
(S1) (S2) (S3) (S4) (S5) (W1) (W2) (W3) (W4) (W5) (O1) (O2) (O3) (O4) (O5) (T1) (T2) (T3) (T4) (T5)
Selanjutnya dengan hasil yang diperoleh dari teknik analisis AHP, kemudian dihitung bobot dari masing-masing unsur SWOT. Setelah masingmasing unsur SWOT diketahui nilainya, maka unsur-unsur tersebut dihubungkan
26 keterkaitannya untuk memperoleh beberapa strategi (SO, ST, WO, WT). Pembobotan unsur-unsur SWOT dapat dilihat pada Tabel 3. Menurut Oreski (2012), langkah selanjutnya dalam pengembangan dengan menggunakan metode AHP SWOT adalah menentukan strategi menggunakan matriks SWOT. Matrik SWOT pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur dijabarkan dalam Tabel 4. Strategi pengembangan pada matriks SWOT dihasilkan dari penggunaan dan penggabungan unsur-unsur kekuatan untuk mendapatkan peluang (SO), penggunaan kekuatan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (ST), pengurangan kelemahan yang ada dengan memanfaatkan peluang yang ada (WO) dan pengurangan kelemahan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (WT). Lebih lanjut Oreski menambahkan bahwa kekuatan dan peluang merupakan unsur maxi dan kelemahan dan ancama merupakan mini. Strategi SO disebut juga maxi-maxi strategy, strategi ST adalah maxi-mini strategy, strategi WO adalah mini-maxi strategy, dan strategi WT adalah mini-mini strategy. Tabel 4 Matriks Strategi Hasil Analisis SWOT Eksternal Peluang (Opportunity) … N Internal Kekuatan (Strenght) (SO) - 1 (SO) - 2 … ... n (SO) – n Kelemahan (Weaknesses) … n
(WO) - 1 (WO) - 2 ... (WO) – n
Ancaman (Threats) … N (ST) - 1 (ST) - 2 … (ST) - n (WT) - 1 (WT) - 2 ... (WT) - n
Penentuan prioritas strategi dilakukan dengan penjumlahan bobot yang berasal dari keterkaitan unsur-unsur SWOT yang terdapat dalam rumusan strategi. Kemudian jumlah bobot tersebut diurutkan/ranking. Urutan/ranking tertinggi merupakan prioritas strategi pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur. Format perhitungan uratan/ranking strategi pengembangan sektor perikanan dapat dilihat pada Tabel 5. Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa aaaaaaaaaaaaaaaaa aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
27 Tabel 5 Urutan/Ranking Strategi Pengembangan Sektor Periakanan Kabupaten Cianjur No Jumlah Keterkaitan Ranking Unsur SWOT Bobot Strategi SO S1, S2, S., Sn , O1, O2, On SO1 S1, S2, Sn, O1, O2, On SO2 S1, S2, S4, Sn, O1, O2, On SO3 Strategi ST S1, S2, Sn, T1, T2,Tn ST1 S1, S2, Sn, T1, T2,Tn ST2 S1, S2, Sn, T1, T2,Tn ST3 Strategi WO W1, W2, Wn, O1, O2, On WO1 W1, W2, Wn, O1, O2, On WO2 W1, W2, Wn, O1, O2, On WO3 Strategi WT W1, W2, Wn, T1, T2, Tn WT1 W1, W2, Wn, T1, T2, Tn WT2 W1, W2, Wn, T1, T2, Tn WT3
Kerangka Analisis Penelitian Identifikasi peran sektor-sektor perekonomian dalam pengembangan suatu wilyah merupakan faktor kunci dalam penentuan kebijakan pengembangan suatu sektor. Salah satu sektor yang penting adalah sektor perikanan. Peran sektor perikanan dalam pengembangan wilayah Kabupaten Cianjur dapat dilihat dengan menganalisis keterkaitannya terhadap sektor-sektor lain. Secara rinci kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 5. Hasil produksi yang tinggi menunjukkan bahwa sektor perikanan bisa dijadikan sektor penggerak di Kabupaten Cianjur. Akan tetapi hasil produksi tersebut hanya menyumbang sebagian kecil dari nilai PDRB Kabupaten Cianjur. Hal tersebut perlu dicermati, karena mengindikasikan terjadinya kebocoran wilyah di sektor perikanan. Diperlukan data akurat untuk membuktikan hal tersebut. Analisis I-O dapat menunjukan terjadi tidaknya kebocoran sektor perikanan di Kabupaten Cianjur. Pusat pelayanan perikanan perlu dibangun agar perkembangan sektor perikanan bisa lebih terarah dan terkontrol. Penentuan pusat pelayan dilakukan dengan mengidentifikasi sarana prasarana yang dimiliki oleh setiap kecamatan untuk dianalisis dengan menggunakan analisis skalogram. Selain itu analisis yang digunakan antara lain adalah analisis LQ (Location Quotient) dan SSA (Shift Share Analysis) untuk mendapatkan komoditas perikanan yang memiliki keunggulan, baik keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif.
28 Komoditas yang unggul apabila dibudidayakan pada lahan yang sesuai akan memberikan keuntungan bagi pembudidaya.
Tabel I-O Tahun 2010
Data Sarana Prasarana Perikanan
Wawancara stakeholders
Nilai Produksi Ikan
RAS
Analisis Skalogram
AHP
Analisis LQ dan SSA
Tabel I-O Tahun 2012
Analisis I-O
Potensi Sektor Perikanan
Peran Sektor Perikanan
Persepsi Stakeholder
Komoditas Unggulan tiap Kecamatan
Identifikasi peran dan potensi sektor perikanan terhadap pembangunan wilayah Kabupaten Cianjur
Kuesioner Stakeholder
A’WOT
Strategi Pengembangan Sektor Perikanan
Gambar 5 Kerangka analisis penelitian
4
KONDISI UMUM WILAYAH Kondisi Geografis dan Administratif
Kabupaten Cianjur di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Purwakarta, sebelah selatan dengan Samudera Hindia. Pada sisi barat berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi, sisi timur berbatasan dengan Kabupaten Bandung, Bandung Barat dan Garut. Kabupaten Cianjur terdiri atas 32 kecamatan, 354 desa dan 6 kelurahan serta mencakup 2.746 Rukun Warga dan 10.384 Rukun Tangga. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 6. Kabupaten Cianjur dibagi kedalam 3 wilayah pengembangan, yaitu wilayah Cianjur bagian utara, bagian tengah dan bagian selatan. Wilayah Cianjur bagian utara merupakan daerah pegunungan dan dataran yang banyak digunakan untuk
29 areal perkebunan dan persawahan. Wilayah Cianjur bagian tengah merupakan daerah yang berbukit-bukit dengan struktur tanah yang labil sehingga sering terjadi longsor. Wilayah Cianjur bagian selatan merupakan daerah dataran rendah dengan banyak bukit yang diselingi oleh pegunungan yang melebar sampai ke daerah pantai Samudera Indonesia. Seperti halnya daerah Cianjur bagian tengah, bagian selatan pun tanahnya labil. Luas wilayah Cianjur bagian selatan paling tinggi (40,80% dari total luas wilayah) dibandingkan dengan bagian utara dan bagian tengah. Jumlah desa di wilayah Cianjur utara 177 desa dan 6 kelurahan (108.320 ha), wilayah Cianjur tengah 94 desa (105.945 ha) dan wilayah selatan 83 desa (147.679 ha).
Gambar 6 Peta Lokasi Penelitian Jumlah penduduk Kabupaten Cianjur pada tahun 2012 mencapai 2.210.267 jiwa terdiri atas 1.143.256 jiwa laki-laki dan 1.067.011 jiwa perempuan (BPS 2012). Berdasarkan hasil sensus penduduk yang dilaksanakan oleh BPS Kabupaten Cianjur tahun 2010, laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Cianjur sebesar 1,09% per tahun. Penyebaran penduduk secara keseluruhan tidak merata. Penduduk cenderung berorientasi di wilayah Cianjur bagian utara yang merupakan pusat pemerintahan dan perekonomian seperti kawasan pertanian, pariwisata, perdagangan dan jasa. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Cianjur (160.992 jiwa). Beberapa kecamatan yang memiliki jumlah penduduk cukup besar yaitu Karangtengah (136.484 jiwa), Cibeber (117.710 jiwa) dan Cipanas (106.258 jiwa). Kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil
30 adalah Kecamatan Campakamulya sebesar 23.934 jiwa. Kepadatan penduduk Kabupaten Cianjur pada tahun 2012 mencapai 611 jiwa/km2. Beberapa kecamatan yang memperlihatkan kepadatan penduduk cukup tinggi antara lain Kecamatan Cianjur (6.172 jiwa/km2), Karangtengah (2.819 jiwa/km2), Pacet (2.376 jiwa/km2) dan Ciranjang (2.190 jiwa/km2). Kecamatan Naringgul merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah yaitu 162 jiwa/km2. Perekonomian Daerah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Cianjur merupakan kabupaten yang didominasi oleh sektor pertanian. Struktur perekonomian Kabupaten Cianjur yang digambarkan oleh distribusi PDRB (Pendapatan Domestik Regional Bruto) atas dasar harga berlaku menunjukkan bahwa sektor pertanian masih dominan dan memberikan kontribusi yang cukup besar. Namun demikian, kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB dari tahun ke tahun semakin menurun. Pada tahun 2008 kontribusinya mencapai 39,82%, kemudian menurun hingga 37,38% pada tahun 2011. Sektor kedua yang memberikan kontribusi pendapatan yang cukup besar adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 27,07 % dan sektor yang paling kecil memberikan sumbangannya bagi PDRB Kabupaten Cianjur adalah sub sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 0,12%. Distribusi PDRB Kabupaten Cianjur atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha tahun dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Data PDRB Kabupaten Cianjur Tahun 2010-2012 Lapangan Usaha Pertanian - Tanaman bahan makanan - Perkebunan - Peternakan - Kehutanan - Perikanan Pertambangan dan penggalian Pengolahan Listrik, Gas dan air bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, persewaan dan perusahaan Jasa-jasa PDRB
2010 2.807.932,47 87.451,60 510.567,93 27.342,41 177.813,21 9.680,54 234.148,73 68.368,26 269.278,65 2.237.943,89 612.602,64 432.210,10 824.542,28 7.639.661,34
2011
2012
2.779.347,86 93.656,23 565.175,34 37.246,10 189.747,39 10.462,88 254.916,18 73.569,53 291.521,86 2.409.712,72 658.282,99 447.484,77
2.887.420,60 97.351,37 605.165,17 34.005,96 208.372,40 10.211,81 270.596,70 76.681,38 316.366,86 2.550.617,09 694.780,66 470.758,18
882.385,29 8.693.509,13
912.437,24 9.134.765,41
Sumber : BPS Cianjur 2013
Distribusi persentase PDRB sektor pertanian tahun 2012 sebesar 37,06%, terdiri dari tanaman bahan pangan (26,90%), peternakan (6,51%), perikanan (2,20%), perkebunan (1,08%) dan kehutanan (0,37%). Jenis komoditas yang diusahakan pada sektor tanaman bahan pangan antara lain padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedelai dan kacang hijau. Selain itu, telah dikembangkan tanaman sayuran berupa cabe merah, tomat, wortel dan bawang daun. Komoditas yang telah dikembangkan pada ektor peternakan antara lain sapi potong, sapi
31 perah, domba, itik, ayam buras, kambing dan ayam ras petelur/pedaging. Produksi utama hasil ternak adalah susu, daging dan telur. Sektor perkebunan yang berkembang di Kabupaten Cianjur meliputi 19 (sembilan belas) komoditas, diantaranya teh, karet, kelapa dan karet. Secara umum, perkebunan yang ada merupakan perkebunan rakyat, disamping terdapat juga perkebunan swasta dan perkebunan negara. Sektor perikanan di Kabupaten Cianjur berkembang melalui perikanan tangkap, perikanan budidaya maupun pengolahan. Jenis ikan yang dibudidayakan antara lain ikan mas, ikan nila, ikan patin, ikan lele, ikan gurame dan ikan tagih, ditambah dengan perikanan tangkap dari laut yang terdiri dari kakap merah, tongkol, banjar, tenggiri dan layur. Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Cianjur tahun 2012 pada sektor perikanan memiliki nilai paling tinggi sebesar 9,82 kemudian sektor bangunan 8,52, sedangkan sektor kehutanan mengalami penurunan sebesar 8,70 dan sektor pertambangan dan penggalian sebesar 2,40. Laju pertumbuhan PDRB dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Cianjur Tahun 2010-1012 Lapangan Usaha Pertanian - Tanaman bahan makanan - Perkebunan - Peternakan - Kehutanan - Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan air bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, persewaan dan perusahaan Jasa-jasa PDRB
2010 1,45 3,02 6,84 19,39 0,15 -2,18 6,07 9,06 8,00 7,15 2,89 7,66 5,57 4,53
2011
2012
-1,02 7,09 10,70 36,22 6,71 8,08 8,87 7,61 8,26 7,68 7,46 3,53
3,89 3,95 7,08 -8,70 9,82 -2,40 6,15 4,23 8,52 5,85 5,54 5,20
7,02 4,74
3,41 5,08
Sumber : BPS Cianjur 2013
Potensi dan Kondisi Sektor Perikanan Kabupaten Cianjur Potensi perikanan di Kabupaten Cianjur mencakup perikanan darat dan perikanan laut. Perikanan darat dilakukan melalui budidaya ikan air tawar di kolam, karamba, sawah dan perairan umum. Potensi perikanan darat terdapat hampir diseluruh kecamatan di Kabupaten Cianjur. Potensi terbesar terdapat di Waduk Cirata untuk perairan umum. Perikanan laut dikembangkan melalui penangkapan di Kecamatan Agrabinta, Sindang barang dan Cidaun. Budidaya ikan laut belum berkembang, karena terbatasnya infrastruktur menuju wilyah tersebut. Kabupaten Cianjur memilki garis pantai sepanjang 75 km dengan batasan ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif) Kabupaten Cianjur 4 mil dengan laut
32 diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan untuk kabupaten. Ketersediaan areal atau lahan merupakan hal penting dalam kegiatan budidaya perikanan selain ketersediaan air yang cukup untuk budidaya. Perkembangan areal budidaya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Perkembangan area budidaya ikan di Kabupaten Cianjur Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Kolam air deras (unit) 68 69 70 60 45
Keramba (m2) 2.780 2.781 2.998 2.610 1.348
Kolam Jaring Apung (Petak) 22.800 22.800 22.800 21.500 21.500
Pembenihan (Ha) 265,36 272,65 283,38 283,36 219,70
Kolam Air Tenang (Ha) 1.281 1.325 1.691 1.743 1.744
Mina Padi (Ha)
Tambak (Ha)
13.762 14.525 13.789 13.410 12.980
24,68 21,50 18,73 11,10 10,10
Sumber : BPS Cianjur 2013
Gambaran potensi pengembangan kolam dan minapadi di setiap wilayah bagian Kabupaten Cianjur adalah: a. Wilayah Cianjur bagian utara: potensi pengembangan kolam dan minapadi terdapat pada lahan kelas S1, S2 dan S3. b. Wilayah Cianjur bagian tengah: potensi pengembangan kolam pada kelas lahan S2 dan S3 dan minapadi pada lahan kelas S1 dan S3. c. Wilayah Cianjur bagian selatan: potensi pengembangan kolam pada lahan kelas S2 dan S3, sedangkan potensi untuk minapadi tidak tersedia. (Cahyaningrum 2014) Tabel 9 Luas lahan untuk keramba jaring apung (KJA) di lima kecamatan No Kecamatan 1 Cikalongkulon 2 Ciranjang 3 Haurwangi 4 Mande 5 Sukaluyu Luas lahan untuk KJA Luas lahan untuk perairan tawar Luas lahan perairan tawar non KJA
(a) (b) (b-a)
Luas KJA (ha) 706 289 107 1.245 71 2.418 4.388 1.970
Sumber: Peta Penggunaan Lahan tahun 2011 (Bappeda Kabupaten Cianjur 2011)
Waduk Cirata memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan budidaya air tawar di KJA. Luas lahan untuk KJA dapat dilhat pada Tabel 9. Hasil produksi ikan dari kolam air tenang pada tahun 2012 mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2011, dari 29.847 ton menjadi 35.311 ton. Sedangkan untuk minapadi mengalami penurunan dari 7.703 ton pada tahun 2011 menjadi 6.256 ton pada tahun 2012. Hal ini dimunkinkan karena banyaknya sawah yang berubah menjadi kolam air tenang dan terjadinya alih fungsi lahan sawah menjadi terbangun. Potensi pengembangan wilayah untuk kolam dan minapadi berdasarkan hasil analisis kesesuaian dan ketersediaan lahan dan komoditas unggulan perikanan dapat dilihat pada Tabel 10.
33 Tabel 10 Potensi pengembangan wilayah untuk kolam dan minapadi berdasarkan hasil analisis kesesuaian dan ketersediaan lahan dan komoditas unggulan perikanan Luas lahan sesuai dan tersedia (ha) Kolam Minapadi S1+S2 S3 S1+S2 S3 a. Wilayah Cianjur bagian utara 1 Bojongpicung 191 2.328 457 2 2 Cianjur 73 62 3 Cikalongkulon 888 248 2.968 4 Cipanas 554 372 5 Ciranjang 201 2.004 12 6 Haurwangi 400 1.394 199 13 7 Karangtengah 273 1.095 6 3 8 Mande 1.504 55 1.876 9 Pacet 294 314 198 10 Sukaluyu 718 1.447 113 11 Sukaresmi 486 1.132 363 12 Warungkondang 347 197 Jumlah (a) 4.426 7.708 8.783 579 b. Wilayah Cianjur bagian tengah 13 Campaka 608 1.330 14 Campakamulya 413 665 15 Kadupandak 702 2 1 1.396 16 Pagelaran 936 33 1.533 17 Sukanagara 15 1.810 18 Takokak 3.026 2 15 680 19 Tanggeung 647 4 30 442 Jumlah (b) 6.347 10.978 41 46 c. Wilayah Cianjur bagian selatan 20 Agrabinta 2.000 5.929 21 Cibinong 2.202 4.836 22 Cidaun 1.896 2.249 23 Cikadu 388 1.730 24 Naringgul 353 3.288 25 Sindangbarang 3.214 1.076 Jumlah (c) 10.053 18.295 Jumlah (a+b+c) 20.826 36.981 8.824 625 Sumber : Cahyaningrum (2013) No.
Kecamatan
Komoditas Unggulan Perikanan
Mas, Nila Lele Mas, Lele, Gurame Mas, Lele Nila, Lele, Gurame Lele Mas, Nila, Lele Lele, Gurame Mas, Lele Nila, Lele, Gurame Mas, Nila, Lele Mas, Nila, Lele Mas Mas Mas, Nila Mas, Nila Mas Mas Mas Mas Mas Mas, Nila Mas Mas Mas -
Produksi ikan tertinggi diperoleh dari KJA mencapai 49.484 ton di tahun 2012, hasil ini merupakan hasil dari KJA di waduk Cirata. Hasil produksi perikanan tahun 2008 – 2012 dapat dilihat pada tabel 11.
34 Tabel 11 Hasil produksi perikanan Kabupaten Cianjur tahun 2008-2012 Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Kolam Perairan Air Keramba Tambak Umum Deras (ton) (ton) (ton) (ton) 78 74 58 231 72 85 54 255 80 92 34 267 17 101 192 297 17 16 113 314
Laut (ton) 360 328 154 33 160
Kolm Air Tenang (ton) 8.882 11.676 13.231 29.847 35.311
Mina Padi (ton)
KJA (ton)
13.043 14.866 11.998 7.703 6.256
17.135 33.866 39.121 42.816 49.484
Sumber : Bappeda Kabupaten Cianjur
Jumlah rumah tangga perikanan (RTP) yang ada di Kabupaten Cianjur adalah 30.086 RTP, yang terdiri dari kegiatan pembenihan sebanyak 864 orang, perikanan kolam air tenang sebanyak 4.940 orang, kolam air deras sebanyak 28 orang, perikanan sawah sebanyak 22.321 orang, KJA sebanyak 885 orang, karamba sebanyak 721 orang, tambak 22 orang, nelayan sebanyak 158 orang dan yang melakukan penangkapan di waduk sebanyak 2.147. Jumlah distribusi RTP disajikan pada Gambar 7. 25000 20000 15000 10000 5000 0
Sumber : Disnakanla Kabupaten Cianjur
Gambar 7 Jumlah RTP Kabupaten Cianjur tahun 2012 Peta potensi pengembangan untuk kolam disajikan pada Gambar 8 dan untuk minapadi disajikan pada Gambar 9.
35
Sumber: Cahyaningrum 2013
Gambar 8 Peta potensi pengembangan kolam di Kabupaten Cianjur
Sumber: Cahyaningrum 2013
Gambar 9 Peta potensi pengembangan minapadi di Kabupaten Cianjur
36
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peran dan Potensi Sektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Cianjur Analisis Input – Output (I-O) Analisis I-O menunjukkan peran sektor perikanan dalam pengembangan wilayah Kabupaten Cianjur, Lee dan Yoo (2014) melakukan analisis I-O untuk melihat peran sektor perikanan tangkap dan budidaya dalam perekonomian nasional Korea. Analisis ini memberikan informasi mengenai keterkaitan struktural antar sektor perekonomian sebagai arahan dalam menetapkan sektorsektor prioritas di dalam pembangunan wilayah (Rustiadi et al. 2011). Sektor perikanan merupakan sektor prospektif dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani pada masa mendatang. Perlu disadari bahwa keberadaan sektor perikanan tidak dapat berdiri sendiri. Sektor perikanan memerlukan sektor lain, demikian juga sebaliknya. Oleh karena itu, pengembangan sektor perikanan perlu diarahkan agar tercipta keterkaitan dengan sektor lain melalui peningkatan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan.
Keterkaitan Sektoral Analisis keterkaitan (linkages analysis) menyatakan tingkat ketergantungan antar sektor dan sejauh mana sektor tertentu dipengaruhi oleh dan mempengaruhi sektor lainnya. Kaitan antar sektor dapat diidentifikasi berdasarkan arah penggunaan output dan input sebagai kaitan ke depan (forward linkages) dan ke belakang (backward linkages). Sektor-sektor yang memiliki keterkaitan ke depan yang kuat akan mampu mendorong perkembangan sektor-sektor di depannya (sektor hilir). Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang yang kuat akan menarik aktivitas sektor-sektor di belakangnya (sektor hulu) melalui peningkatan output pada sektor tersebut. Keterkaitan antar sektor yang kuat mengurangi ketergantungan sektor tersebut terhadap impor sehingga dapat memperkecil kemungkinan terjadinya kebocoran wilayah. Beberapa keterkaitan yang dapat diperoleh melalui analisis I-O, yaitu: 1. Keterkaitan Langsung ke Belakang (Direct Backward Linkage/DBL) Indeks keterkaitan ke belakang sektor perikanan menempati urutan ke-7 dari seluruh sektor perekonomian, dengan nilai DBL 1,19 yang artinya jika ada peningkatan dari permintaan akhir sektor perikanan sebanyak Rp. 1.000.000,00 maka diperkirakan output perekonomian wilayah akan naik sebanyak Rp.1.190.000,00. DBL tertinggi adalah sektor peternakan sebesar 3,77. Indeks keterkaitan langsung ke belakang disajikan pada Gambar 10.
37 Peternakan
3.7679
Bangunan/Konstruksi
3.3100
Jasa Sosial kemasyarakatan serta jasa lainnya
2.2336
Pengangkutan
2.0247
Perkebunan
1.8344
Listrik
1.7422
Perikanan
1.1892
Komunikasi
0.6719
Air bersih
0.4278
Kehutanan
0.3663
Hotel dan Restoran
0.1548
Tanaman Bahan Makanan
0.1390
Perdagangan Besar dan Eceran
0.0658
Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya
0.0353
Pemerintahan Umum dan Pertahanan
0.0230
Pertambangan tanpa migas dan penggalian
0.0136
Usaha Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan
0.0003
Industri Tanpa Migas
-
0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00
Gambar 10 Indeks keterkaitan langsung ke belakang sektor-sektor perekonomian 2. Keterkaitan Langsung ke Depan (Direct Forward Linkage/DFL) Hasil analisis keterkaitan langsung ke depan menunjukkan bahwa sektor yang memiliki DFL teratas adalah sektor perdagangan besar dan eceran (6,05), industri tanpa migas (2,36), usaha sewa bangunan dan jasa perusahaan (1,80), pemerintahan umum dan pertahanan (1,34) dan banguan/ kontruksi (0,96). Sektor ini mampu menarik peningkatan nilai output dari sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Cianjur lebih besar dibanding sektor lainnya. Gambar 11 menyajikan indeks keterkaitan langsung ke depan sektor-sektor perekonomian hasil analisis I-O. Sektor perikanan mempunyai nilai DFL sebesar 0,39 dan berada pada urutan ke-12 dari seluruh sektor perekonomian. Nilai tersebut menunjukkan bahwa apabila terjadi pemenuhan permintaan sebesar Rp 1.000.000,00, maka total output sektor perikanan yang digunakan untuk memenuhi seluruh permintaan antara adalah sebanyak Rp 390.000,00 dan sisanya sebanyak Rp. 610.000,00 digunakan untuk memenuhi permintaan akhir.
38
Perdagangan Besar dan Eceran
6.053
Industri Tanpa Migas
2.361
Usaha Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan
1.798
Pemerintahan Umum dan Pertahanan
1.338
Tanaman Bahan Makanan
1.186
Bangunan/Konstruksi
0.962
Hotel dan Restoran
0.831
Peternakan
0.789
Pengangkutan
0.646
Jasa Sosial kemasyarakatan serta jasa …
0.499
Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya
0.443
Perikanan
0.386
Perkebunan
0.215
Listrik
0.145
Komunikasi
0.142
Pertambangan tanpa migas dan penggalian
0.116
Kehutanan
0.079
Air bersih
0.013 -
1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000
Gambar 11 Indeks keterkaitan langsung ke depan sektor-sektor perekonomian Sektor perikanan memiliki nilai DBL (1,19) yang lebih besar dari nilai DFL (0,39). Hal ini mengindikasikan bahwa sektor perikanan lebih banyak menggunakan output dari sektor lain sebagai input. Sebaliknya, penggunaan output perikanan sebagai input bagi sektor lain yang masih rendah. Kondisi ini dikarenakan output sektor perikanan yang berupa ikan segar langsung dijual untuk memenuhi permintaan akhir sehingga tidak terjadi proses peningkatan nilai tambah pada hasil produksi petani, nilai tambah inilah yang seharusnya menjadi sumber pendapatan bagi petani dan nelayan. Apabila ikan dapat digunakan sebagai input bagi sektor lain lebih besar maka kenaikan output sektor ini akan menimbulkan peningkatan seluruh permintaan antara. Kecilnya nilai DFL mengindikasikan terjadinya kebocoran wilayah. 3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang (Direct Indirect Backward Linkage/DIBL) Nilai DIBL tertinggi adalah sektor peternakan (1,78). Sektor tersebut mempunyai pengaruh tidak langsung yang lebih tinggi yang dapat meningkatkan output seluruh sektor perekonomian. Hal ini dimungkinkan karena peternakan
39 banyak dilakukan oleh masyarakat secara tradisional (skala rumah tangga). Sektor perikanan sendiri mempunyai nilai DIBL sebesar 1,26 yang berarti jika terjadi kenaikan permintaan akhir pada sektor perikanan Kabupaten Cianjur sebesar 1,00 rupiah, sementara permintaan akhir pada sektor lainnya tidak berubah, maka output perekonomian Kabupaten Cianjur akan meningkat sebesar Rp. 1,26. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang disajikan pada Gambar 12. Peternakan Bangunan/Konstruksi Perkebunan Jasa Sosial kemasyarakatan serta… Pengangkutan Listrik Perikanan Komunikasi Kehutanan Air bersih Hotel dan Restoran Tanaman Bahan Makanan Perdagangan Besar dan Eceran Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Pemerintahan Umum dan Pertahanan Pertambangan tanpa migas dan… Usaha Sewa Bangunan dan Jasa… Industri Tanpa Migas 0.0
1.78 1.62 1.46 1.43 1.40 1.33 1.26 1.13 1.09 1.08 1.03 1.03 1.01 1.01 1.00 1.00 1.00 1.00 0.5
1.0
1.5
2.0
Gambar 12 Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor-sektor perekonomian 1.
Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan (Direct Indirect Forward Linkage/DIFL)
Sektor perikanan memiliki nilai DIFL sebesar 1,08 yang berarti bahwa jika terjadi kenaikan permintaan akhir pada sektor perikanan sebanyak Rp.1.000.000,00 akan meningkatkan pasokan input antara secara menyeluruh dalam wilayah Kabupaten Cianjur sebanyak Rp 1.080.000,00. Sektor perikanan memiliki nilai DIFL sebesar 1,08, lebih kecil dibandingkan nilai DIBL sebesar 1,26. Nilai tersebut masih rendah dalam struktur perekonomian di Kabupaten Cianjur dilihat berdasarkan urutan, yaitu urutan 12 untuk DIFL dan urutan ketujuh untuk DIBL. Hal ini berarti bahwa sektor perikanan lebih sedikit digunakan sebagai input oleh sektor lain, dibandingkan dengan menggunakan input dari sektor lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan disajikan pada Gambar 13.
40
Perdagangan Besar dan Eceran
2.24
Industri Tanpa Migas
1.48
Usaha Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan
1.37
Pemerintahan Umum dan Pertahanan
1.27
Tanaman Bahan Makanan
1.25
Bangunan/Konstruksi
1.19
Hotel dan Restoran
1.17
Peternakan
1.16
Pengangkutan
1.13
Jasa Sosial kemasyarakatan serta jasa …
1.10
Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya
1.09
Perikanan
1.08
Perkebunan
1.04
Komunikasi
1.03
Listrik
1.03
Pertambangan tanpa migas dan penggalian
1.02
Kehutanan
1.02
Air bersih
1.00
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
Gambar 13 Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor-sektor perekonomian Derajat kepekaan merupakan hubungan yang terjadi antara input dengan barang jadinya. Sektor yang mempunyai derajat kepekaan tinggi memberikan indikasi bahwa, sektor tersebut mempunyai keterkaitan ke depan atau memiliki daya dorong yang cukup kuat terhadap sektor yang lainnya. Adapun indeks derajat kepekaan memberikan indikasi bahwa, sektor-sektor yang mempunyai indeks derajat kepekaan lebih besar dari 1, berarti derajat kepekaan sektor tersebut di atas rata-rata derajat kepekaan secara keseluruhan. Daya penyebaran dapat disebut juga sebagai hubungan keterkaitan ke belakang (backward linkage). Pada dasarnya daya penyebaran merupakan hubungan yang terjadi dengan bahan mentah ataupun bahan bakunya. Sektor yang mempunyai daya penyebaran yang tinggi memberikan indikasi bahwa, sektor tersebut mempunyai keterkaitan ke belakang atau memiliki ketergantungan atau kepekaan yang tinggi terhadap sektor yang lainnya. Adapun indeks daya penyebaran yang kuat memberikan indikasi bahwa sektor-sektor yang mempunyai indeks daya penyebaran lebih besar dari 1, berarti daya peyebaran sektor tersebut di atas rata-rata daya penyebaran secara keseluruhan. Sektor tersebut mempunyai keterkaitan ke belakang atau memiliki ketergantungan atau kepekaan yang tinggi terhadap sektor yang lainnya.
41
Tabel 12 Pengelompokkam sektor perekonomian di Kabupaten Cianjur berdasarkan nilai IDP dan IDK IDP>1 I IDK>1
III 2 3 5 IDK<1 8 10 13 18
Perkebunan Peternakan Perikanan Listrik Bangunan/ kontruksi Pengangkutan Jasa sosial kemasyarakatan
IDP<1 II 1 7 11 16 17 IV 4 6 9 12 14 15
Tanamana Bahan Makanan Industri Non Migas Perdagangan Besar dan Eceran Usaha Sewa Bangunan Pemerintahan Umum Dan Pertahanan Kehutanan Pertambangan tanpa Migas dan Penggalian Air Bersih Hotel dan Restoran Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya
Berdasarkan hasil analisis, kelompok IDP dan IDK sektor-sektor perekonomian dibagi menjadi: 1. Kelompok I adalah sektor-sektor yang menpunyai IDP dan IDK diatas ratarata (>1). 2. Kelompok II adalah sektor-sektor yang mempunyai IDP di bawah rata-rata (<1) dan IDK diatas rata-rata (>1). 3. Kelompok III adalah sektor-sektor yang mempunyai IDP di atas rata-rata (>1) dan IDK di bawah rata-rata (<1). 4. Kelompok II adalah sektor-sektor yang mempunyai IDP dan IDK di bawah rata-rata (<1) ( Dwiastuti 2008). Pengelompokan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Cianjur berdasarkan nilai IDP dan IDK dapat dilihat pada Tabel 12. Dari hasil analisis, sektor perikanan menempati kuadran ketiga dalam pengelompokkan tersebut, karena memiliki nilai IDP lebih besar dari satu dan nilai IDK kurang dari satu. Dilihat dari IDK, sektor perikanan mamiliki kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulu (penyedia input) yang terkait langsung maupun tidak langsung kebelakang. Dengan kata lain, sektor perikanan mampu meningkatkan output sektor lainnya sebagai input bagi sektor itu sendiri. Berdasarkan hasil analisis I-O, belum ada sektor yang bisa dijadikan sebagai sektor strategis untuk menigkatkan perekonomian di Kabupaten Cianjur karena belum ada sektor yang memiliki nilai IDK dan IDP lebih besar dari 1. IDP sektor perikanan memiliki nilai kemampuan diatas rata-rata untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor hulu yang digunakan sebagai input untuk sektor perikanan. Sektor perikanan masih kurang memiliki kemempuan untuk mendorong sektor-sektor hilir yang menggunakan output sektor perikanan sebagai input produksinya. Keterkaitan kedepan sektor perikanan hanya dengan sektor perdagangan besar dan eceran dan sektor perikanan itu sendiri. Upaya pengembangan perikanan memerlukan keterkaitan dengan sektor lainnya, baik
42 keterkaitan ke depan maupun ke belakang. Informasi mengenai sektor yang berkaitan dengan sektor perikanan sangat diperlukan. Gambar 14 menyajikan keterkaitan ke belakang sektor perikanan dengan sektor lainnya.
Jasa Sosial kemasyarakatan serta… 0.0005 Pemerintahan Umum dan… 0.0004 Usaha Sewa Bangunan dan Jasa…
0.0023
Bank dan Lembaga Keuangan …
Pengangkutan
0.0126 0.0042
Hotel dan Restoran
0.0079
Perdagangan Besar dan Eceran
0.0701
Bangunan/Konstruksi
0.0159
Listrik
0.0007
Industri Tanpa Migas
0.0062
Kehutanan
0.0032
Peternakan
0.0096
Tanaman Bahan Makanan
0.0137 0.0
0.0
0.0
0.1
0.1
Gambar 14 Keterkaitan ke belakang sektor perikanan dengan sektor lainnya Sektor perikanan memiliki keterkaitan ke belakang yang lebih banyak (11 sektor) dibandingkan dengan keterkaitan ke depan (1 sektor). Keterkaitan ke belakang menunjukkan kegiatan sektor yang menyediakan input bagi sektor perikanan atau kemampuan sektor perikanan untuk menarik sektor-sektor dibelakangnya (sektor hulu). Keterkaitan ke depan menunjukkan kegiatan sektor lain yang menggunakan output dari sektor perikanan atau kemampuan sektor perikanan untuk mendorong sektor yang ada di depannya (sektor hulu). Sektor yang berkembang adalah sektor yang memiliki keterkaitan yang tinggi dengan sektor lainnya baik ke depan maupun ke belakang. Sektor-sektor yang mempunyai keterkaitan ke belakang dengan perikanan yaitu: (1) Usaha sewa bangunan dan jasa perusahaan (menyediakan wadah budidaya); (2) bank dan lembaga keuangan lainnya (menyediakan permodalan); (3) Pengangkutan (mengangkut sarana produksi perikanan); (4) hotel dan restoran; (5) perdagangan besar dan eceran (menyediakan sarana produksi perikanan); (6) Bangunan/ konstruksi (menyediakan infrastruktur seperti jalan dan jaringan sungai); (7) Listrik (sumber energi); (8) industri tanpa migas (pabrik pembuatan pakan); (9) kehutanan (menyediakan sumber air); (10) peternakan (kotoran ternak ayam yang digunakan untuk pemupukan di kolam); (11)Tanaman dan bahan makanan (sawah sebagai media minapadi/sebagian tanaman yang digunakan untuk pakan); (12) Jasa sosial kemasyarakatan serta jasa lainnya (menyediakan jasa tenaga kerja harian); dan (13) Pemerintahan umum dan
43 pertahanan (penyedia perijinan dan keamanan). Sektor-sektor yang mempunyai keterkaitan ke depan dengan perikanan yaitu hanya sektor jasa sosial kemasyarakatn dan jasa lainnya. Sektor perikanan di Kabupaten Cianjur belum menjadi sektor strategis karena memiliki nilai IDP lebih besar dari satu dan nilai IDK kurang dari satu. 1.
Multiplier Multiplier adalah koefisien yang menyatakan kelipatan dampak langsung dan tidak langsung dari meningkatnya permintaan akhir suatu sektor sebesar satu unit terhadap aspek-aspek tertentu sektor ekonomi suatu wilayah (Rustiadi et al. 2011). Analisis ini dapat dilakukan terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja. Analisis ini ingin melihat seberapa jauh perubahan-perubahan dalam output pendapatan dan tenaga kerja sebagai akibat perubahan permintaan suatu sektor. Penelitian ini menggunakan angka pengganda (multiplier) berupa pengganda tipe I yang memposisikan permintaan akhir rumah tangga sebagai exogenous dimana rangsangan konsumsi rumah tangga ikut mempengaruhi sistem ekonomi dan output secara keseluruhan (Nugroho dan Dahuri 2012). Analisis pengganda yang dilakukan terdiri dari angka pengganda output (output multiplier), angka pengganda pendapatan (income multiplier) dan angka pengganda NTB (total value added multiplier). a. Output Multiplier (Angka Pengganda Output) Hasil analisis angka pengganda output disajikan pada Gambar 15. Peternakan Bangunan/Konstruksi Perkebunan Jasa Sosial kemasyarakatan serta … Pengangkutan Listrik Perikanan Komunikasi Kehutanan Air bersih Hotel dan Restoran Tanaman Bahan Makanan Perdagangan Besar dan Eceran Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Pemerintahan Umum dan Pertahanan Pertambangan tanpa migas dan … Usaha Sewa Bangunan dan Jasa … Industri Tanpa Migas 0.0
1.78 1.62 1.46 1.43 1.40 1.33 1.26 1.13 1.09 1.08 1.03 1.03 1.01 1.01 1.00 1.00 1.00 1.00 1.0
2.0
Gambar 15 Multiplier effect output sektor-sektor perekonomian
44 Sektor peternakan memperoleh angka pengganda output paling tinggi yaitu 1,78 lebih besar dari sektor bangunan/kontruksi (1,62). Perikanan memiliki output multiplier yang lebih rendah 1,26. Nilai tersebut diartikan apabila permintaan akhir sektor perikanan meningkat Rp. 1.000.000,00, maka pengaruh langsungnya terhadap total output perekonomian Kabupaten Cianjur adalah sebesar Rp.1.260.000,00. Nilai multiplier output sektor perikanan dalam kelompok sektor primer lebih besar dari tanaman bahan pangan, kehutanan dan perkebunan dan hanya lebih kecil dari peternakan. b. Income Multiplier (Angka Pengganda Pendapatan) Sektor bangunan/kontruksi merupakan pengganda pendapatan terbesar di Kabupaten Cianjur. Peningkatan permintaan akhir atas output sektor bangunan/kontruksi akan memberikan peningkatan total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan yang paling tinggi. Sementara itu, sektor perikanan berada pada urutan 7 dengan nilai 1,33. Angka ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan Rp.1.000.000,00 permintaan akhir output untuk sektor perikanan akan meningkatkan pendapatan rumah tangga sebesar Rp.1.330.000,00. Beberapa sektor primer memiliki nilai Income Multiplier cukup tinggi, hal ini menunjukkan bahwa sektor primer memiliki potensi untuk dikembangkan karena dengan meningkatkan nilai tambahnya, dapat meningkatkan pendapatan untuk masyarakat/rumahtangga. Hasil analisis angka pengganda pendapatan disajikan pada Gambar 16.
Bangunan/Konstruksi
3.50
Peternakan
2.24
Pengangkutan
1.70
Jasa Sosial kemasyarakatan serta jasa …
1.63
Listrik
1.41
Perkebunan
1.38
Perikanan
1.33
Kehutanan
1.13
Komunikasi
1.12
Air bersih
1.08
Tanaman Bahan Makanan
1.03
Hotel dan Restoran
1.01
Perdagangan Besar dan Eceran
1.01
Pertambangan tanpa migas dan …
1.01
Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya
1.01
Pemerintahan Umum dan Pertahanan
1.01
Usaha Sewa Bangunan dan Jasa … Industri Tanpa Migas
1.00 1.00
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0
Gambar 16 Multiplier effect income sektor-sektor perekonomian
45 c. Total Value-Added Multiplier (PDRB Multiplier) Dalam Tabel I-O, diasumsikan Nilai Tambah Bruto (PDRB) berhubungan dengan output secara linear (Rustiadi et al. 2011). Hasil analisis PDRB Muliplier disajikan pada Gambar 17. Hasil analisis menunjukkan bahwa dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor peternakan mengakibatkan peningkatan terhadap PDRB yang paling tinggi. Sementara itu, sektor perikanan memiliki nilai 1,27. Angka ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan Rp.1.000.000,00 permintaan akhir output untuk sektor perikanan akan meningkatkan PDRB sebesar Rp.1.270.000,00 .
Peternakan
3.15
Bangunan/Konstruksi
2.46
Jasa Sosial kemasyarakatan serta…
1.66
Pengangkutan
1.57
Perkebunan
1.49
Listrik
1.45
Perikanan
1.27
Komunikasi
1.14
Air bersih
1.08
Kehutanan
1.07
Hotel dan Restoran
1.03
Tanaman Bahan Makanan
1.03
Perdagangan Besar dan Eceran
1.01
Bank dan Lembaga Keuangan …
Pemerintahan Umum dan Pertahanan
1.01 1.00
Pertambangan tanpa migas dan …
1.00
Usaha Sewa Bangunan dan Jasa …
1.00
Industri Tanpa Migas
1.00 0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
Gambar 17 Total value-added multiplier sektor-sektor perekonomian Sektor perikanan merupakan sektor primer (berbasis sumber daya alam) akan berkelanjutan dan berdampak besar terhadap ekonomi wilayah apabila memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor yang lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Rustiadi et al. (2011), roda perekonomian dapat bersinergi dengan baik dengan adanya keterkaiatan. Makin kuat keterkaitan antar sektor, makin kecil ketergantungan sektor tersebut terhadap impor, sekaligus memperkecil kebocoran
46 wilayah yang mengalir ke wilayah lainnya, sehingga nilai tambah yang dihasilkan dapat dinikmati oleh masyarakat di wilayahnya sendiri. Analisis keterkaitan antar sektor pada dasarnya melihat dampak output dan kenyataan bahwa sektor-sektor dalam perekonomian tersebut saling mempengaruhi. Upaya yang dapat dilakukan dalam mewujudkan sektor perikanan sebagai salah satu sektor strategis di Kabupaten Cianjur adalah dengan meningkatkan keterkaitan sektor perikanan dengan sektor-sektor lainnya pada sektor hilirnya. Hal ini bertujuan untuk menciptakan nilai tambah produksi terutama dengan sektor industri non migas dan sektor perdagangan besar dan eceran. Sektor indutri non migas yang merupakan sektor sekunder dan sektor perdagangan yang merupakan sektor tersier adalah sektor lanjutan dari penunjang sektor primer yang cenderung berkaitan pada sumber daya manusia, modal, teknologi dan bahan baku yang berasal dari sektor primer. Dengan memiliki keterkaitan k edepan yang kuat terhadap sektor tanpa migas terutama pada subsektor makanan dan minuman, diharapkan sektor perikanan akan menjadi sektor strategis yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah Kabupaten Cianjur. Hal ini bisa dilakukan dengan cara meningkatkan keterkaitan dengan subsektor makanan dan minuman misalnya dengan upaya pengembangan indutri kecil dan menengah andalan seperti : (a) kerupuk ikan, (b) pengeringan ikan, (c) bakso dan sosis ikan dan (d) nuget ikan. Potensi Perikanan di Kabupaten Cianjur Potensi perikanan di Kabupaten Cianjur dapat dilihat dari nilai produktivitas menurut tempat pemeliharaannya. Data produktivitas ikan tahun 2012 disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Produktivitas ikan di setiap wadah budidaya Tempat Pemeliharaan Pembenihan KAT KAD Sawah KJA Karamba Tambak Sungai Waduk Laut
Luas area 219,70 1.744,32 45,00 12.980,00 21.500,00 1.348,00 11,10 224,00 4.200,00 75,00
ha ha unit ha petak m2 ha km ha km
Produksi 9.741.615.830,00 35.311,00 17,48 6.156,00 4.948,39 16,30 113,20 69,91 243,93 160,04
Produktivitas ekor ton ton ton ton ton ton ton ton ton
44.340.536,32 20,24 0,39 0,47 0,23 0,01 10,20 0,31 0,06 2,13
ekor/ha ton/ha ton/unit ton/ha ton/petak ton/m2 ton/ha ton/km ton/ha ton/km
Sumber : Disnakanla 2012
Produktivitas optimum KJA diperoleh di tahun 1995 dengan nilai 2,3 ton/petak/tahun. Tahun 2012 turun menjadi 0,23 ton/petak/tahun. Perkembangan budidaya ikan sistem KJA di lingkungan perairan waduk awalnya berdampak positif terhadap peningkatan produksi ikan air tawar dan pendapatan petani ikan. Keuntungan yang tinggi membuat para investor masuk untuk berinvestasi. Akan tetapi di sisi lain, peningkatan jumlah unit kerja yang tidak terkendali dapat menimbulkan masalah penurunan produksi per satuan unit kerja. Kematian ikan
47 yang terjadi di waduk Cirata sebagai akibat kurangnya konsumsi oksigen di lingkungan perairan karena kejadian pengkayaan bahan organik sehingga terjadi umbalan. Dampak negatif tersebut timbul karena beberapa faktor lainnya, antara lain kurang diperhatikannya daya dukung lingkungan perairan, tata letak KJA, dan kurang memperhatikan prinsip-prinsip teknologi budidaya ikan sistem KJA yang tepat guna pada perairan waduk, terutama pengelolaan dan teknik pemberian pakan terhadap ikan yang dipelihara. Peningkatan produktivitas KJA dapat dilakukan dengan cara menerapkan teknologi IMTA (Integrated Multi Tropic Aquaculture). Produktivitas pada wadah pemeliharaan lain sudah mendekati produktivitas optimum, hanya perlu penyuluhan kembali pada petani untuk menjadikan minapadi sebagai kegiatan utama dalam budidaya. Budidaya ikan sistem minapadi dapat menambah penghasilan petani, kaena selain dari hasil panen padi, petani memperoleh penghasilan tambahan dari budidaya ikan. Sistem minapadi ini membutuhkan modal lebih sedikit, karena tidak perlu menyediakan wadah budidaya untuk ikan. Jumlah RTP perikanan di Kabupaten Cianjur hanya 5,38% jauh lebih kecil dibandingkan jumlah RTP pertanian sebesar 46,1%. Sementara itu bila dilihat dari hasil produksi padi dalam satu tahun hanya 18 ton/ha. Sedangkan produksi ikan di KJA dalam satu tahun sebesar 234,4 ton/ha (BPS Cianjur 2013). Pengambilan keputusan untuk menentukan wilayah pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur dilakukan dengan menggunakan Analisis Hirarki Pengembangan Wilayah (metode skalogram). Analisis ini digunakan untuk menentukan hirarki pusat-pusat kegiatan wilayah. Menurut Budiharsono (2001) bahwa semakin besar jumlah penduduk, akan semakin banyak jumlah unit fasilitas dan jumlah jenis fasilitas pada suatu pusat pelayanan, maka semakin tinggi pula hirarki dari pusat pelayanan tersebut. Dalam analisis skalogram, wilayah hirarki 1 mengindikasikan bahwa wilayah tersebut memiliki tingkat perkembangan yang baik, sementara wilayah hirarki II memiliki tingkat perkembangan sedang dan wilayah hirarki III memiliki tingkat perkembangan yang rendah. Hasil analisis skalogram berdasarkan tingkat pelayanan Kecamatan Leles, Cianjur, Tanggeung dan Cipanas masuk kedalam hirarki satu, 12 kecamatan masuk ke dalam hirarki dua dan sisanya hirarki tiga. Berdasarkan jumlah sarana prasarana perikanan, kecamatan Cilaku, Sukaluyu, Bojongpicung, Ciranjang, Mande, Cugenang dan Cikalong masuk ke dalam hirarki satu. Kecamatan yang masuk ke dalam hirarki satu pada analisis tingkat pelayanan masuk kedalam hirarki tiga. Hal ini menunjukkan kecamatan yang menjadi pusat pelayanan belum tentu merupakan pusat perkembangan sektor perikanan. Hasil perbandingan Hirarki kecamatan dapat dilihat pada tabel 14. Kecamatan yang berada di hirarki satu untuk pusat sektor perikanan sebagian besar berada di hirarki tiga pada pusat pelayanan umum, sementara kecamatan yang termasuk kedalam hirarki satu pada pusat pelayanan umum semuanya masuk ke dalam hirarki tiga pada pemusatan sektor perikanan. Peningkatan peran sektor perikanan dapat dilakukan dengan memperbaiki sarana prasarana umum yang berada di Kecamatan yang menjadi pusat sektor perikanan. Sarana prasarana yang diperbaiki merupakan sarana pendukung untuk sektor perikanan. Dangan perbaikan dan penambahan saran prasarana umum diharapkan dapat meningkatkan pengembangan sektor perikanan di pusat perkembangan wilayah perikanan. Peta perkembangan wilayah perikanan dapat dilihat pada gambar 18.
48 Tabel 14 Perbandingan hirarki kecamatan Kecamatan Cilaku Sukaluyu Bojongpicung Ciranjang Mande Cugenang Cikalongkulon Cibeber Warungkondang Gekbrong Karangtengah Agrabinta Leles Sindangbarang Cidaun Naringgul Cibinong Cikadu Tanggeng Pasirkuda Kadupandak Cijati Takokak Sukanagara Pagelaran Campaka Campaka Mulya Haurwangi Cianjur Pacet Cipanas Sukaresmi
Perikanan Hirarki 1 Hirarki 1 Hirarki 1 Hirarki 1 Hirarki 1 Hirarki 1 Hirarki 1 Hirarki 2 Hirarki 2 Hirarki 2 Hirarki 2 Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 3
Umum Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 2 Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 2 Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 3 Hirarki 1 Hirarki 2 Hirarki 2 Hirarki 3 Hirarki 2 Hirarki 2 Hirarki 1 Hirarki 3 Hirarki 2 Hirarki 2 Hirarki 2 Hirarki 3 Hirarki 2 Hirarki 2 Hirarki 2 Hirarki 3 Hirarki 1 Hirarki 3 Hirarki 1 Hirarki 2
49
Gambar 18 Peta perkembangan wilayah perikanan Kabupaten Cianjur Kecamatan yang masuk ke dalam hirarki satu untuk pusar perkembangan sektor perikanan memiliki kelengkapan sarana prasarana perikanan yang lebih lengkapan dibandingkan kecamatan yang berada di Hirarki 2 dan hirarki 3. Kecamatan ini berpotensi untuk dijadikan pusat perkembangan sektor perikanan. Kendala yang dihadapi adalah rendahnya kelengkapan sarana prasarana umum. Sarana prasarana umum merupakan pendukung untuk kelancaran proses pengembangan sektor perikanan. Sarana transportasi yang baik memudahkan distribusi saran prasarana budidaya perikanan dan pemasaran. Tersedianya pasar ikan juga memudahkan dalam memasarkan hasil produk perikanan. Potensi perikanan yang dimiliki oleh kecamatan yang berada di hirarki 1 dapat dilihat pada tabel 15.
50 Tabel 15 Potensi perikanan di kecamatan yang berada di hirarki 1 Potensi Perikanan
Kecamatan Hirarki 1 Cilaku
Sukaluyu
Bojongpicung
Ciranjang
Mande
Cugenang
Cikalongkulon
Jumlah Rumah Tangga Perikanan
2282
2545
2759
2348
3794
2459
4035
Jumlah Kelompok Tani Ikan
13
-
17
34
22
2
15
Jumlah Irigasi
12
1
3
5
8
320
900
4900
410
350
460
340
5110
8900
9900
11015
6800
6800
9000
-
-
-
-
-
1600
-
70981
80275
122350
80897
72817
101275
118062
-
7800
-
225900
1665200
-
234300
-
-
-
5500
2200
2700
2200
900
600
800
1700
1500
900
1100
0
15000
-
105000
180000
-
120000
19
22
115
14
23
40
18
Luas Wadah Pembenihan Luas Kolam Air Tenang/ KAT (ha) Lus Kolam Air Deras/ KAD (ha) Luas Sawah (ha) Jumlah Kaam Jaring Apung (Petak) Luas Karamba (m2) Panjang Sungai (km) Luas Waduk (ha) Jumlah pembenih (orang)
Komoditas Unggulan di Setiap Kecamatan Keunggulan Komparatif di Setiap Kecamatan Berdasarkan hasil analisis LQ yang disajikan pada Tabel 16 terlihat bahwa semua jenis ikan yang dianalisis merupakan komoditas basis dengan sebaran kecamatan yang beragam. Kecamatan Pasirkuda, Kadupandak dan Sukanagara merupakan kecamatan yang tidak mempunyai keunggulan komparatif karena memiliki nilai LQ < 1 pada semua komoditas yang dianalisis. Nilai LQ >1 memberikan petunjuk bahwa kecamatan tersebut memiliki locational advantages dan berpotensi untuk memasarkan kelebihan hasil produksinya ke daerah lain. Komoditas-komoditas ini cukup sesuai dengan kondisi agroklimat sehingga dapat dikatakan merupakan komoditas unggulan dan banyak diminati oleh masyarakat setempat untuk dibudidayakan. Hasil perhitungan LQ dapat digunakan sebagai indikator dalam pengembangan perikanan budidaya di wilayah kecamatan dilihat berdasarkan pemusatan aktifitasnya.
51 Tabel 16 Hasil LQ per komoditas ikan di setiap kecamatan Kakap No
Kecamatan
Mas
Nila
Jambal
Tagih
Tongkol
Banjar
Tenggiri
Layur
merah 1
Agrabinta
0.04
0.05
0.06
0.06
4.35
4.96
5.08
3.33
1.02
2
Leles
0.40
0.48
0.68
0.39
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
3
Sindangbarang
0.00
0.05
0.05
0.04
1.85
3.25
3.09
2.87
2.69
4
Cidaun
0.02
0.02
0.02
0.02
2.67
1.80
1.84
2.44
3.16
5
Naringgul
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
6
Cibinong
1.83
1.10
1.66
1.21
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
7
Cikadu
1.71
1.47
1.24
1.18
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
8
Tanggeng
0.54
0.82
2.36
2.55
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
9
Pasirkuda
0.97
0.87
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
10
Kadupandak
0.81
0.97
0.88
0.83
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
11
Cijati
1.05
1.19
0.76
0.73
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
12
Takokak
1.08
1.17
1.14
0.85
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
13
Sukanagara
0.80
0.76
0.40
0.67
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
14
Pagelaran
1.34
1.12
3.88
3.58
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
15
Campaka
1.09
0.93
1.42
0.36
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
16
Campaka Mulya
2.99
0.99
1.54
2.19
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
17
Cibeber
2.32
1.41
0.95
1.41
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
18
Warungkondang
1.56
1.79
1.53
1.27
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
19
Gekbrong
0.82
0.89
2.93
2.40
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
20
Cilaku
1.08
1.92
1.22
0.43
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
21
Sukaluyu
2.51
1.80
0.77
1.08
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
22
Bojongpicung
2.05
1.08
1.71
1.77
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
23
Haurwangi
1.35
1.20
4.43
7.77
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
24
Ciranjang
1.70
1.87
1.73
1.71
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
25
Mande
1.50
1.56
1.48
1.38
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
26
Karangtengah
1.15
1.98
1.92
2.63
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
27
Cianjur
1.05
1.08
2.09
0.72
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
28
Cugenang
1.30
1.60
0.41
0.94
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
29
Pacet
1.06
1.96
0.46
0.38
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
30
Cipanas
1.02
1.03
1.15
0.85
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
31
Sukaresmi
1.41
1.46
0.83
1.09
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
32
Cikalongkulon
2.03
2.18
2.73
2.81
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Produksi Ikan Mas di Kabupaten Cianjur masih dominan walaupun data yang digunakan adalah data produksi perairan umum. Secara geografis, sebaran komoditas basis Ikan Mas ini hampir ada di semua wilayah bagian Cianjur. Tingginya produksi diperairan umum menunjukkan bahwa ikan mas sesuai dengan kondisi agroklimat disebagian besar kecamatan. Selain itu, pembudidaya ikan banyak yang memilih untuk budidaya Ikan Mas karena sudah biasa dibudidayakan secara turun temurun. Tingginya permintaaan dari konsumen juga menyebabkan petani banyak yang membudidayakan ikan ini. Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa ikan mas merupakan komoditas basis di 22 kecamatan.
52 Ikan Nila juga merupakan ikan yang banyak dibudidayakan di Kabupaten Cianjur. Selain produksi dari perairan umum, media pemeliharaan dapat berupa kolam, KJA maupun sawah melalui minapadi. Ikan nila mempunyai keunggulan komparatif di 20 kecamatan dan banyak terdapat di wilayah Cianjur bagian utara. Ikan Jambal dan ikan tagih saat ini dapat menjadi alternatif untuk dikembangkan di Kabupaten Cianjur. Kedua jenis ikan ini, walaupun tidak tersebar pada semua kecamatan, akan tetapi menunjukkan jumlah lokasi dengan keunggulan komparatif yang cukup tinggi. Seperti halnya ikan nila, keunggulan komparatif ikan jambal dan ikan tagih banyak terdapat di wilayah Cianjur utara. Komoditas ikan air tawar lebih banyak menjadi sektor basis di Cianjur bagian utara. Komoditas air laut yang dianalisis yaitu ikan kakap merah, ikan tongkol, ikan banjar, Ikan tenggiri dan Ikan laut memiliki keunggulan komparatif di tiga kecamatan yaitu kecamatan Agrabinta, Sindangbarang dan Cidaun. Ketiga kecamatan ini merupakan kecamatan yang memiliki wilayah yang berbatasan langsung dengan laut, sehingga komoditas air laut hanya dihasilkan dari ketiga kecamatan ini. Keunggulan Kompetitif di Setiap Kecamatan Perhitungan analisis SSA dilakukan untuk melengkapi analisis LQ. Nilai SSA yang digunakan adalah nilai pergeseran diferensial. Hasil analisis SSA menjelaskan kemampuan berkompetisi (competitiveness) pada aktifitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau perubahan aktifitas dalam cakupan wilayah lebih luas. Ikan Mas memperoleh nilai positif di 12 kecamatan, sedangkan ikan nila memperoleh nilai positif di 15 kecamatan. Hal ini menunjukan bahwa terjadi peningkatan hasil tangkapan ikan nila dan Ikan mas di kecamatan tersebut di tahun 2012, bila dibandingkan dengan tahun 2008. Komoditas ikan laut bernilai positif di Kecamatan Sindangbarang. Nilai positif menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor perikanan di Kecamatan tersebut didukung oleh peranan keunggulan internal wilayah khususnya dari komoditas ikan tersebut. Terjadi penurunan hasil tangkapan di Kecamatan Cidaun disebabkan oleh penambangan pasir besi. Kondisi laut menjadi tidak bisa diprediksi dan tidak stabil. Para nelayan mengeluhkan seringnya terjadi umbalan akibat penambangan pasir di laut, sehingga ikan tidak berada di wilayah yang bisa dijangkau oleh kapal nelayan. Ikan pindah ke daerah yang lebih jauh ( ke tengah laut), sementara kapal nelayan tidak mampu menjangkau daerah tersebut, karena kapal yang digunakan masih kapal-kapal sederhana. Hasil analisis SSA dapat dilihat pada Tabel 17. Hasil analisis skalogram menunjukkan beberapa kecamatan yang berpotensi dijadikan sebagai pusat pengembangan sektor perikanan, dan hasil analisis LQ dan SSA menjadi dasar untuk memilih komoditas apa yang bisa dikembangkan di Kecamatan tersebut. Ikan mas merupakan komoditas unggulan di empat kecamatan, ikan nila di tiga kecamatan, ikan jambal di lima kecamatan dan ikan tagih di empat kecamatan. Di Kecamatan Sukaluyu dan Cugenang keempat komoditas bisa dijadikan prioritas pengembangan, Ikan tagih tidak menjadi komoditas unggulan di Kecamatan Cilaku, Ciranjang dan Mande. Kecamatan Mande tidak memiliki
53 komoditas unggulan, hal ini disebabkan karena sektor perikanan di Kecamatan Mande mengandalkan hasil dari waduk Cirata, kondisi waduk Cirata yang semakin menurun menyebabkan hasil produksi perikanan pun menurun Penetuan komoditas apa yang menjadi prioritas untuk dikembangkan dapat di lihat pada Tabel 18. Tabel 17 Hasil analisis SSA per komoditas ikan di setiap kecamatan Kakap No
Kecamatan
Mas
Nila
Jambal
Tagih
Tongkol
Banjar
Tenggiri
Layur
Merah 1
Agrabinta
-0.25
0.06
0.10
0.29
0.98
0.46
1.30
0.36
-3.84
2
Leles
0.42
0.62
1.62
0.55
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
3
Sindangbarang
0.00
-0.07
0.06
0.01
1.45
1.26
3.07
3.13
11.44
4
Cidaun
-0.55
-0.19
-0.14
-0.12
-0.39
-0.26
-0.67
-0.47
-0.76
5
Naringgul
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
6
Cibinong
-0.81
-0.27
0.28
-0.13
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
7
Cikadu
0.29
0.06
-0.06
-0.12
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
8
Tanggeng
1.60
-0.05
0.10
0.30
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
9
Pasirkuda
-0.23
2.13
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
10
Kadupandak
-0.18
0.05
-0.04
-0.12
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
11
Cijati
0.54
0.56
-0.04
0.15
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
12
Takokak
-0.08
0.01
0.14
-0.16
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
13
Sukanagara
3.44
2.71
1.03
0.94
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
14
Pagelaran
-1.02
-1.00
-0.43
0.53
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
15
Campaka
0.39
0.69
1.81
-0.11
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
16
Campaka Mulya
0.31
1.24
0.40
0.66
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
17
Cibeber
1.67
0.14
-0.14
0.41
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
18
Warungkondang
0.14
0.30
0.14
0.02
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
19
Gekbrong
4.36
1.25
0.55
0.38
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
20
Cilaku
7.83
0.16
0.14
-0.06
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
21
Sukaluyu
5.08
4.32
0.12
0.24
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
22
Bojongpicung
0.75
-0.27
0.40
0.71
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
23
Haurwangi
-0.92
-0.87
0.03
-0.60
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
24
Ciranjang
-0.37
-0.24
0.10
-0.21
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
25
Mande
-0.22
-0.15
-0.19
-0.09
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
26
Karangtengah
-0.32
-0.19
-0.24
0.18
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
27
Cianjur
0.36
0.32
2.23
-0.04
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
28
Cugenang
0.52
0.41
0.08
0.05
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
29
Pacet
1.13
2.83
-0.01
0.05
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
30
Cipanas
-0.17
-0.10
-0.03
-0.30
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
31
Sukaresmi
0.07
0.57
-0.04
-0.57
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
32
Cikalongkulon
-0.17
-0.03
-0.08
0.29
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Kab. Cianjur
23.61
15.00
7.88
3.13
2.05
1.46
3.70
3.01
6.84
54 Tabel 18 Penentuan komoditas unggulan di kecamatan berhirarki 1 Kecamatan Cilaku Sukaluyu Bojongpicung Ciranjang Mande Cugenang Cikalongkulon
Mas LQ 1,08 2,51 2,05 1,70 1,50 1,30 2,03
Nila SS 7,83 5,08 0,75 -0,37 -0,22 0,52 -0,17
LQ 1,92 1,80 1,08 1,87 1,56 1,60 2,18
SS 0,16 4,32 -0,27 -0,24 -0,15 0,41 -0,03
Jambal LQ SS 1,22 0,14 0,77 0,12 1,71 0,40 1,73 0,10 1,48 -0,19 0,41 0,08 2,73 -0,08
Tagih LQ SS 0,43 -0,06 1,08 0,24 1,77 0,71 1,71 -0,21 1,38 -0,09 0,94 0,05 2,81 0,29
Persepsi Stakeholder terhadap Prioritas Pengembangan Sektor Perikanan di Kabupaten Cianjur Berdasarkan keseluruhan hasil analisis, kriteria pengembangan sektor perikanan menurut persepsi stakeholders menunjukkan bahwa perlu mengutamakan pengembangan SDA (0,45) dibandingkan kriteria lainnya (SDB dan SDS). Prioritas pengembangan SDA adalah Sumber Daya Air (0,41) dibandingkan Tanah dan Agroklimat. Air merupakan faktor penting dalam pengembangan usaha perikanan karena merupakan media tempat ikan hidup. Kualitas air menentukan keberhasilan produksi yang dilakukan. Kontrol terhadap sumber air yang digunakan perlu terus dilakukan secara berkelanjutan. Hasil AHP dapat dilihat pada Gambar 19. Pengembangan Sektor Perikanan di Kabupaten Cianjur
Level 1
Level 2
SDB 0,26
SDA 0,45
SDS 0,29
Level 3
Tanah 0,27
Sumber Daya Air 0,41
Agroklimat 0,32
Pasar 0,36
Modal 0,34
Infrastruktur 0,30
Masyarakat 0,46
Pemerintah 0,23
Swasta 0,31
Gambar 19 Struktur AHP dan hasil prioritasnya Untuk SDB yang menjadi alternatif pembangunan adalah pasar (0,36) dibandingkan modal dan infrastuktur, sedangkan untuk SDS yang menjadi alternatif pembangunan adalah masyarakat (0,46) dibandingkan dengan pemerintah dan swasta. Masyarakat sebagai pelaku utama dalam mengembangkan sektor perikanan, harus memiliki kemampuan yang baik di bidang perikanan. Perlu diadakan pelatihan untuk meningkatkan sumber daya manusia agar proses pengembangan sektor perikanan berlangsung sesuai dengan harapan.
55 Strategi Pengembangan Sektor Perikanan di Kabupaten Cianjur Strategi pengembangan sektor perikanan dirumuskan melalui analisis A’WOT yang merupakan kombinasi antara metode AHP dan SWOT. Menurut Kajanus et al. (2004) A’WOT merupakan metode hibrid yang menggabungkan metode SWOT dengan metode AHP. Identifikasi faktor strategi internal dan eksternal diperoleh melalui wawancara responden dan studi literatur (Tabel 19). Kombinasi dari seluruh faktor yang ada akan menghasilkan strategi yang diinginkan. Strategi yang dihasilkan tidak mungkin dilaksanakan secara bersamaan, perlu adanya prioritas untuk menentukan strategi mana yang harus diterapkan terlebih dahulu. Nilai penjumlahan dari keterkaitan tiap faktor dalam SWOT yang akan menentukan urutan dari strategi tersebut. Semakan banyak faktor yang terkait dalam pemebantukan suatu strategi, maka nilai prioritas strategi tersebut akan semakin besar. Tabel 19 Faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur No S1 S2 S3 S4 S5
Faktor internal Kekuatan Ketersediaan air mendukung Mempunyai sentra pembenihan dan budidaya Masyarakat sudah terbiasa melakukan kegiatan perikanan Dapat dibudidayakan dalam lahan sempit Adanya kelompok petani ikan
Kelemahan W1 Kurangnya tenaga ahli dan penyuluh perikanan W2 Lokasi budidaya terpencar W3 Belum berkembangnya industri pengolahan ikan
O1 O2 O3 O4 O5
T1 T2 T3
W4 Kulaitas sumber daya manusia perikanan yang masih rendah
T4
W5 Infrastruktur belum merata
T5
Faktor eksternal Peluang Permintaan komoditas ikan terus meningkat Adanya peras serta swasta dalam menyediakan saprokan Dekat dengan daerah pemasaran Rentang harga tinggi sehingga dapat menjangkau semua kalangan Pendidikan non formal (pelatihan, seminar dan lain-lain) masih terbuka Ancaman Tercemarnya sumberdaya air Alih fungsi lahan Tengkulak karena modal pembudidaya dan nelayan masih terbatas Kebijakan pemerintah yang kurang mendukung seperti kenaikan BBM menyebabkan biaya produksi akan naik Persaingan usaha dengan daerah lain
Hasil perbandingan antara faktor dalam SWOT dapat dilihat pada Tabel 20. Untuk Kekuatan, ketersediaan air menjadi prioritas utama dengan nilai 0,13. Untuk kelemahan, kualitas SDM perikanan yang masih rendah menjadi prioritas utama dengan nilai 0,05. Untuk peluang, faktor dekat dengan daerah pemasaran merupakan prioritas utama dengan nilai 0,06 dan untuk ancaman terdapat dua prioritas utama yaitu faktor tercemarnya sumber daya air dan faktor tengkulak karena modal pembudidaya dan nelayan terbatas dengan nilai 0,05.
56 Tabel 20 Hasil perhitungan AHP Grup SWOT
Kekuatan
Kelemahan
Peluang
Ancaman
Prioritas Grup
0,39
0,19
0,25
0,18
Faktor Prioritas dalam Grup
Faktor Prioritas
(S1) Ketersedianaan air (S2) Mempunyai sentra pembenihan dan budidaya (S3) Masyarakat sudah terbiasa melakukan kegiatan perikanan (S4) Dapat dibudidayakan dilahan sempit
0,34
0,13
0,26
0,10
0,09
0,04
0,14
0,05
(S5) Adanya kelompok petani ikan (W1) Kurangnya tenaga ahli dan penyuluh perikanan
0,18
0,07
0,16
0,03
(W2) Lokasi budidaya terpencar (W3) Belum berkembanganya industri pengolahan ikan (W4) Kualitas SDM perikanan yang masih rendah
0,24
0,05
0,14
0,03
0,27
0,05
(W5) Infrastruktur belum merata (O1) Permintaan komoditas ikan terus meningkat (O2) Adanya peran serta swasta dalam penyediaan saprokan (O3) Dekat dengan daerah pemasaran (O4) Rentang harga tinggi sehingga dapat menjangkau semua kalangan (O5) Pendidikan non formal (pelatihan, seminar, dan laian-lain) masih terbuka (T1) Tercemarnya sumberdaya air (T2) Alih fungsi lahan (T3) Tengkulak karena modal pembudidaya dan nelayan terbatas (T4) Kebijakan pemerintah yang kurang mendukung seperti kenaikan BBM yang menyebabkan biaya produksi akan naik (T5) Persaingan usaha dengan daerah lain
0,19
0,04
0,18
0,05
0,18
0,05
0,22
0,06
0,15
0,04
0,09
0,02
0,30
0,05
0,17
0,03
0,30
0,05
0,16
0,03
0,07
0,01
Faktor SWOT
57 Analisis SWOT menghasilkan strategi dalam meningkatkan peran sektor perikanan dalam pengembangan wilayah Kabupaten Cianjur. Hasil matriks SWOT perikanan Kabupaten Cianjur disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 Matrik SWOT Faktor Internal
Faktor Eksternal
PELUANG (O) 1. Permintaan komoditas ikan terus meningkat 2. Adanya peran serta swasta dalam penyediaan saprokan; 3. Dekat dengan daerah pemasaran 4. Rentang harga tinggi sehingga dapat menjangkau semua kalangan; 5. Pendidikan non formal (pelatihan, seminar dan lain-lain) masih terbuka;
ANCAMAN (T) 1. Tercemarnya sumberdaya air; 2. Alih fungsi lahan; 3. Tengkulak karena modal pembudidaya dan nelayan terbatas; 4. Kebijakan pemerintah yang kurang mendukung seperti kenaikan BBM yang menyebabkan biaya produksi akan naik; 5. Persaingan usaha dengan daerah lain
KEKUATAN (S) 1. Ketersediaan air, 2. Mempunyai sentra pembenihan dan budidaya; 3. Masyarakat sudah terbiasa melakukan kegiatan perikanan; 4. Dapat dibudidayakan dalam lahan sempit; 5. Adanya kelompok petani ikan
KELEMAHAN (W) 1. Kurangnya tenaga ahli dan penyuluh perikanan 2. Lokasi budidaya terpencar 3. Belum berkembangannya industri pengolahan ikan 4. Kualitas SDM perikanan yang masih rendah; 5. Infrastruktur belum merata
SO 1. Meningkatkan produksi di waduk cirata sebesar 2,3 ton perpetak/th dengan menggunakan ikan nila dan ikan mas sebagai komoditas unggulan, tanpa menambah jumlah karamba (S1-5;O1-5) 0,61 2. Menciptakan kerjasama kelompok petani ikan dengan pihak swasta dalam pengadaan saprokan (S5,O2) 0,12 3. Menjadikan minapadi sebagai kegiatan budidaya utama (S15;O1-4) 0,59
WO 1. Bekerjasama dengan pihak swasta untuk mendirikan industri pengolahan ikan untuk meningkatkan nilai keterkaitan ke depan sektor perikanan.(O1-4, W1,3) 0,26 2. Mengadakan pelatihan non formal khususnya pasca panen untuk meningkatatkan SDM perikanan (O5, W1,3,4) 0,13 3. Membangun pasar ikan di kecamatan yang menjadi pusat pengembangan sektor perikanan (O14,W2,5) 0,29 4. Menambah belanja pemerintah dan investasi untuk sektor perikanan.(O1-3,W2,3,5) 0,39
ST 1. Mengendalikan kualitas air dengan melakukan budidaya yang ramah lingkungan (S1, T1)0,18 2. Memperkuat kelompok petani ikan untuk membuka akses permodalan (S5;T3) 0,23 3. Melaksanakan kebijakan pemanfaatan pola ruang yang konsisten dan memasukkan sektor perikanan di dalamnya dengan menentukan pusat pengembangan perikanan di Kecamatan Cikalongkulon atau Bojongpicung (S1,2,4,;T1-2,4-5) 0,40
WT 1. Mensosialisasikan teknologi IMTA (W1-5;T5) 0,29 2. Melakukan pengelolaan kualitas air di waduk Cirata dengan teknologi polikultur (T1-4;W2,5)0,25 3. Membangun dan memperbaiki infrastruktur di Kecamatan yang menjadi pusat pengembangan sektor perikanan (W1,2,5;T1,2,5)0,21
Prioritas strategi utama yang dirumuskan untuk pengembangan perikanan Kabupaten Cianjur berdasarkan matriks SWOT, yaitu: (1) Meningkatkan produksi di waduk cirata sebesar 2,3 ton perpetak/th dengan menggunakan ikan nila dan ikan mas sebagai komoditas unggulan tanpa menambah jumlah karamba; (2)
58 Menjadikan minapadi sebagai kegiatan budidaya utama; (3) Melaksanakan kebijakan pemanfaatan pola ruang yang konsisten dan memasukkan sektor perikanan di dalamnya dengan menentukan pusat pengembangan perikanan di Kecamatan Cikalongkulon atau Bojongpicung; (4) Menambah belanja pemerintah dan investasi untuk sektor perikanan; (5) Membangun pasar ikan di kecamatan yang menjadi pusat pengembangan sektor perikanan; dan (6) Mensosialisasikan teknologi IMTA. Penentuan prioritas strategi dilakukan dengan penjumlahan bobot yang berasal dari keterkaitan unsur-unsur SWOT yang terdapat dalam rumusan strategi. Kemudian jumlah bobot tersebut diurutkan/ranking. Urutan tertinggi merupakan prioritas strategi pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur. Urutan tertinggi merupakan prioritas strategi untuk pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur. Hasil urutan strategi pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada tabel 22. Tabel 22 Urutan/ranking strategi pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur No Unsur SWOT Strategi SO SO1 SO2 SO3 Strategi ST ST1 ST2 ST3 Strategi WO WO1 WO2 WO3 WO4 Strategi WT WT1 WT2 WT3
Keterkaitan
Jumlah Bobot
S1,S2,S3,S4,S5,O1,O2,O3,O4,O5 S5,O2 S1,S2,S3,S4,S5,O1,O2,O3,O4
0,61 0,12 0,59
1 12 2
S1,T1 S5, T3 S1, S2, S4, T1, T2,T4,T5
0,18 0,23 0,40
10 8 3
W1,W2,W3,O1,O2,O3,O4 W1, W3, W4, O5 W2, W5,O1,O2,O3,O4 W1,W2,W3,O2,O3,O5
0,26 0,13 0,29 0,39
6 11 5 4
W1, W2, W3,W4,W5, T5 W2, W5,T1, T2, T3,T4 W1, W2, W5, T1, T2, T5
0,29 0,25 0,21
5 7 9
Ranking
Analisis AWOT menghasilkan strategi pengembangan untuk sektor perikanan di Kabupaten Cianjur. Beberapa daerah menjadi prioritas pengembangan untuk teknik budidaya tertentu. Dari strategi yang dirumuskan, dihasilkan peta indikatif untuk pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur. Peta tersebut dapat dilihat pada gambar 20.
59
Minapadi dan pembenihan KJA Kolam
Gambar 20 Peta Indikatif pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur Dalam proses pengembangan wilayah, sangat penting memandang keterpaduan sektoral, spasial, serta keterpaduan antar pelaku pembangunan dalam wilayah. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional yang sinergis antar sektor pembangunan, sehingga setiap sektor kegiatan pembangunan dalam kelembagaan sektoral dilaksanakan dalam kerangkan pembangunan wilayah. Salah satu bentuk terjadinya kegagalan pemerintah yang umum adalah kegagalan menciptakan keterpaduan sektoral yang sinergis, dalam kerangka pembangunan wilayah (Rustiadi et al. 2011). Strategi utama untuk mengembangkan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur adalah meningkatkan produksi di waduk cirata sebesar 2,3 ton/petak/th dengan menggunakan ikan nila dan ikan mas sebagai komoditas unggulan, tanpa menambah jumlah karamba. Potensi Waduk Cirata masih sangat besar untuk pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur. Kondisi perairan waduk saat ini semakin menurun. Kondisi ini disebabkan karena limbah yang dibuang di aliran sungai ciliwung, sedimentasi DAS dan cara budidaya yang tidak ramah lingkungan. Penerapan teknologi budidaya yang ramah lingkungan dapat membantu untuk mengembalikan produksi KJA di Waduk Cirata. Teknologi IMTA merupakan salah satu cara yang bisa diterapkan disana. Perlu sosialisasi pada pelaku usaha untuk menerapkannya. Teknologi ini juga dilakukan oleh Wang et al. (2012) yang memanfaatkan sisa pakan dari budidaya salmon di KJA, untuk budidaya rumput laut dan kerang. Perbaikan kualitas air harus menjadi prioritas sesui dengan hasil AHP. Stakeholder menjadikan sumberdaya alam
60 menjadi prioritas utama dalam pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur, dan sumber daya air menjadi fokus utamanya. Kabupaten Cianjur memiliki sumber daya alam yang cocok untuk sektor perikanan. Ketersedianaan air yang cukup menjadi syarat mutlak untuk mengembangkan sektor perikanan, terutama untuk kegiatan budidaya. Hasil A’WOT yang menunjukkan bahwa ketersediaan air merupakan kekuatan paling tinggi dalam melaksanakan pengembangan sektor perikanan, namun disisi lain ancaman penurunan kualitas air akibat dari alih fungsi lahan yang terjadi secara besar-besaran. Perlunya di pilih kecamatan sebagai pusat sektor perikanan, bertujuan untuk mengantisipasi ancaman yang ada, dan pengembangan sektor perikanan menjadi lebih fokus. Prioritas kedua adalah menjadikan minapadi sebagai kegiatan utama. Jumlah RTP yang bekerja di sawah sebanyak 22.321. Jumlah ini merupakan potensi yang besar untuk budidaya sistem minapadi. Selama ini sistem minapadi belum berkembang. Ikan hanya ditanam saat sawah sudah panen dan belum ditanami lagi. Strategi ketiga yaitu melaksanakan kebijakan pemanfaatan pola ruang yang konsisten dan memasukkan sektor perikanan di dalamnya dengan menentukan pusat pengembangan perikanan di Kecamatan Cikalongkulon atau Bojongpicung. Luas area yang sesuai untuk budidaya di kolam paling luas terdapat di Kecamatan Cikalongkulon, yaitu 3.856 ha, sedangkan untuk minapadi kesesuaian lahan paling luas terdapat di Kecamatan Bojongpicung yaitu 2.328 ha (Cahyaningrum 2014). Pengembangan sektor perikanan harus dilakukan dalam kerangka pengembangan wilayah. Pengembangan sektor perikanan yang dilakukan harus mempertimbangkan alokasi penggunaan lahan untuk sektor lainnya. Rencana pengembangan perikanan yang ada di dalam RTRW Kabupaten Cianjur menyebutkan bahwa perikanan dapat dilakukan di semua kecamatan, akan tetapi alih fungsi lahan yang terjadi mengancam keberadaan sektor perikanan khususnya budidaya kolam dan minapadi. Seharusnya kebijakan pemanfaatan pola ruang sejalan dengan upaya pengembangan usaha sektor perikanan, dengan memasukkan dua kecamatan sebagai pusat pengembangan sektor perikanan dalam RTRW. Dua kecamatan ini memiliki potensi paling besar untuk dijadikan pusat pengembangan sektor perikanan. Ancaman lainnya yaitu peningkatan jumlah penduduk akan semakin menggeser keberadaan kolam dan sawah sebagai salah satu wadah untuk budidaya. Budidaya ikan di perairan umum akan menjadi alternatif utama dalam pengembangan sektor perikanan. Ancaman yang ada di perairan umum adalah tercemaranya sumber daya air, hal ini dapat diatas dengan memilih jenis ikan yang memiliki toleransi tinggi terhadap penurunan kualitas air. salah satu contohnya yaitu ikan Nila. Hasil Analisis LQ dan SSA ikan Nila menjadi komoditas unggulan di beberapa kecamatan yang di Kabupaten Cianjur. Di Kecamatan yang masuk kedalam Hirarki 1 dalam analisis skalogram ikan tersebut menjadi komoditas basis. Dengan adanya pusat pengembangan perikanan, kondisi air bisa lebih terkontrol, alih fungsi lahan bisa ditekan, sehingga perbaikan sarana prasarana umum yang dilakukan tidak mengancam keberadaan lahan sektor perikanan. Strategi keempat Membangun pasar ikan di kecamatan yang menjadi pusat pengembangan sektor perikanan. Strategi ini mendukung strategi ketiga, dengan adanya pasar, kegiatan akan lebih terpusat. Pasar didirikan di Kecamatan yang menjadi pusat sektor perikanan dengan tujuan mendekatkan pasar dengan bahan baku, mengingat produk yang dihasilkan oleh sektor ini mudah rusak.
61 Strategi selanjutnya adalah menambah belanja pemerintah dan investasi untuk sektor perikanan. Tabel I-O yang di simulasi dengan meningkatkan belanja pemerintah sebesar satu milyar rupiah dan investasi sebanyak lima milyar rupiah, meningkatkan output sektor perikanan sebanyak 40%, dari 5% manjadi 45%. Bentuk belanja pemerintah yaitu memberi bantuan modal, menambah tenaga penyuluh dan memperbaiki infrastuktur di pusat pengembangan sektor perikanan. Investasi yang bisa dilakukan adalah membangun pasar ikan, membangun pabrik pengolahan ikan, dan memperbaiki KJA yang sudah ada. Hasil analisis I-O diketahui bahwa keterkaitan ke depan sektor perikanan dengan sektor lainnya masih kecil, hal ini mengindikasikan terjadinya kebocoran wilayah. Hasil dari sektor perikanan berupa bahan mentah langsung dijual ke daerah lain, tanpa mengalami peningkatan nilai tambah di Kabupaten Cianjur, sehingga daerah lain yang merasakan manfaat nilai tambah dari sektor perikanan ini. Dampak pengganda output, pendapatan dan PDRB sektor perikanan juga masih rendah. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk mengembangkan sektor perikanan adalah melalui peningkatan keterkaitan dengan sektor lainnya. Apabila keterkaitan ke depan sektor perikanan ditingkatkan maka akan semakin banyak sektor yang menggunakan output dari sektor perikanan sehingga permintaan terhadap produk perikanan ikut naik. Hasil tangkapan dan budidaya tidak dijual langsung tetapi mengalami proses peningkatan nilai tambah sebelum dijual keluar. Sektor yang berpotensi menggunakan input dari produk perikanan di Kabupaten Cianjur adalah industri pengolahan (industri tanpa migas), pariwisata (jasa), hotel, restoran dan lain-lain. Industri pengolahan belum berkembang di Kabupaten Cianjur. Kegiatan ini bertujuan untuk menambah/meningkatkan nilai jual dan daya tahan hasil produksi perikanan. Ikan merupakan produk yang cepat mengalami pembusukan sehingga industri pengolahan sangat diperlukan. Pertumbuhan sektor industri lebih difokuskan pada industri non migas yang menggunakan bahan baku dari sektor primer, khususnya sektor perikanan. Dengan memiliki keterkaitan ke depan yang kuat, diharapkan sektor perikanan bisa menjadi sektor strategis di Kabupaten Cianjur. Strategi lainnya yaitu memperkuat kelompok petani ikan untuk membuka akses permodalan. Petani dan nelayan dengan skala usaha rumah tangga banyak mengandalkan modal dari tengkulak. Modal yang diberikan oleh tengkulak dengan bunga tinggi, sehingga bukan menjadi solusi hanya menambah sulit kehidupan petani dan nelayan. Tengkulak di daerah pantai mengharuskan nelayan menjual hasil tangkapannya kepada mereka dengan harga yang ditentukan oleh tengkulak, sehingga nelayan tidak memperoleh keuntungan yang maksimal dari hasil tangkapannya. Bantuan permodalan untuk petani dan nelayan di Kabupaten Cianjur cukup banyak. Kendala yang terjadi adalah penyaluran pinjaman modal yang tidak tepat sasaran, dan banyaknya petani yang belum bergabung dalam kelompok sehingga menyulitkan mereka untuk mendapatkan bantuan.
62
6
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Berdasarkan hasil analisis yang sudah dilakukan pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa : 1. Peran sektor perikanan di Kabupaten Cianjur masih rendah dan sektor perikanan bukan sektor strategis dalam pengembangan wilayah Kabupaten Cianjur. Kecamatan yang berpotensi dijadikan pusat pengembangan sektor perikanan adalah Kecamatan Cilaku, Sukaluyu, Bojongpicung, Ciranjang, Mande, Cugenang dan Cikalongkulon. Kecamatan Mande berpotensi untuk pengembangan KJA di Waduk Cirata, Kecamatan Bojongpicung untuk Minapadi dan Kecamatan Cikalongkulon untuk Kolam. 2. Hasil analisis LQ dan SSA untuk kecamatan yang berada di hirarki satu menunjukkan Ikan mas merupakan komoditas unggulan di empat kecamatannyaitu Kecamatan Cilaku, Kecamatan Sukaluyu dan Kecamatan Cugenang. Ikan nila di tiga kecamatan yaitu Kecamatn Cilaku, Kecamatan Sukaluyu dan Kecamatan Cugenang. Ikan jambal di lima kecamatan yaitu Kecamatan Cilaku, Kecamatan Sukaluyu, Kecamatan Bojongpicung, Kecamatan Ciranjang dan Kecamatan Cugenang. Ikan tagih di empat kecamatan yaitu Kecamatan Sukaluyu, Kecamatan Bojongpicung, Kecamatan Cugenang dan Kecamatan Cikalongkulon. 3. Berdasarkan hasil AHP, kriteria pengembangan sektor perikanan menurut persepsi stakeholders menunjukkan bahwa perlu mengutamakan pengembangan SDA (0,45) dibandingkan kriteria lainnya (SDB dan SDS). Prioritas pengembangan SDA adalah Sumber Daya Air (0,41) dibandingkan Tanah dan Agroklimat. Air merupakan faktor penting dalam pengembangan usaha perikanan karena merupakan media tempat ikan hidup. Kualitas air menentukan keberhasilan produksi yang dilakukan. Kontrol terhadap sumber air yang digunakan perlu terus dilakukan secara berkelanjutan. 4. Strategi utama untuk pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur adalah (1) Meningkatkan produksi di waduk cirata sebesar 2,3 ton perpetak/th dengan menggunakan ikan nila dan ikan mas sebagai komoditas unggulan tanpa menambah jumlah karamba; (2) Menjadikan minapadi sebagai kegiatan budidaya utama; (3) Melaksanakan kebijakan pemanfaatan pola ruang yang konsisten dan memasukkan sektor perikanan di dalamnya dengan menentukan pusat pengembangan perikanan di Kecamatan Cikalongkulon atau Bojongpicung; (4) Menambah belanja pemerintah dan investasi untuk sektor perikanan; (5) Membangun pasar ikan di kecamatan yang menjadi pusat pengembangan sektor perikanan; dan (6) Mensosialisasikan teknologi IMTA. Saran 1.
Melihat hasil analisis tabel I-O yang menunjukkan bahwa rendahkan keterkaitan langsung kedepan sektor perikanan, perlu diciptakan diversivikasi usaha pasca panen atau pengolahan. Hal ini sesuai dengan analisis A’WOT
63
2.
yang menunjukkan bahwa usaha pengolahan sebagai salah satu kelemahannya. Berdasarkan hasil analisis skalogram perlu dibangun kecamatan sebagai pusat sektor perikanan (hirarki 1) dengan memasukkannya ke dalam RTRW sehingga ancaman alih fungsi lahan dapat ditekan.
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2013. Provinsi Jawa Barat dalam Angka. Bandung (ID) : BPS Provinsi Jawa Barat. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur. 2013. Kabupaten Cianjur dalam Angka. Cianjur (ID): BPS Kabupaten Cianjur. Bahadori M, Shams L, Sadeghifar J, Hamouzadeh P, Nejato M. 2012. Classification of Health Structural Indicators Using Skalogram Model in Golestan Province, Northern Iran. Iranian J Publ Health. Vol : 41:58-65. Bekhet AH dan Abdullah A. 2010. Energi Use in Agricultur Sector : Inpur-Output Analysis. International Business Research 3. Vol 3: 111-121. Budiharsono S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta (ID) : Pradnya Paramita. Cahyaningrum W. 2013. Arahan Pengembangan Perikanan Budidaya Air Tawar untuk mendukung Pengembangan Wilayah (Studi Kasus Kabupaten Cianjur). [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Dahuri R. 2002. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Dahuri R. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Bahan Orasi Ilmiah Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor (ID): Koleksi IPB Daryanto A, Hafizrianda Y. 2010. Analisis Input-Output dan Social Accounting Matrix untuk Pembangunan Ekonomi Daerah. Bogor (ID): IPB Press. David FR. 2009. Manajemen Strategis Konsep. Sunardi D, penerjemah; Wuriarti P, editor. Jakarta (ID): Penerbit Salemba Empat. Terjemahan dari : Strategic Management 12th Edition. Dwiastuti R, Nuhfil H, Reda W. Penetuan Sektor Kunci Perbangunan Pertanian Indonesia: Pendekatan Input Output Nasional 2005. Agrise Volume III. ISSN: 1412-1425. Fauzi A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan. Isu, Sintesis dan Gagasan. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Fauzi A, Anna S. 2005. Permodelan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan untuk Analisis Kebijakan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Fauzi A. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Teori dan Aplikasi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Fauzi A. 2010. Ekonomi Perikanan. Teori, Kebijakan dan Pengelolaan. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.
64 Gorener A, Kerem T, Korkmaz U. 2012. Applicantion of Combined SWOT and AHP: A Case Study for a Manufacturing Firm. Procedia Social ang Behavioral Sciences. Vol 58: 1525-1534. Hendayana R. 2003. Aplikasi Metode Location Quotient (LQ) dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Informatika Pertanian. 12: 1-21. Kajanus M. Kangas J, Kurtilla M. 2004. The Use Value Focused Thinking and The A’WOT Hybrid Method in Tourism Management. Tourism Management. Vol 24: 499-509. Lee M dan Yoo S. 2014. The Role of The Capture Fisheriea and Aquaculture Sectors in the Korean National Economy : An Input-Output Analysis. Marine Policy. Vol: 448-456. Leskinen AL, Leskinen P, Kurttila M, Kangas J, Kajanus M. 2006. Adapting Modern Strategic Decision Support Tools in The Participatory Strategic Process-A Case Study of A Forest Research Station. Journal of Forest Policy and Economics 8: 267-278. Marimin. 2008. Teknik dan Aplikasi: Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta (ID): Penerbit Grasindo. Nasdian, Setiawan B, Skandar D. 2008. Analisis Potensi dan Pengelolaan Perikanan dalam Perspektif Ketahanan Pangan di Wilayah Pesisir Kabupaten Lampung Barat. Jurnal Gizi dan Pangan. 3 (3):149-155. Nugroho I dan Dahuri R. 2012. Pembangunan Wilayah: Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Jakarta (ID): LP3ES. Oreski D. 2012. Strategi Development by Using SWOT-AHP. TEM Journal. Vol 1: 283-291. Pangabean MA. 2013. Studi Peran Subsektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah di Kota Sibolga. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Panuju DR dan Rustiadi E. 2012. Teknik Analisis Perencanaan Pengembangan Wilayah. Bogor (ID): Bagian Perencanaan Pengembangan Wilayah. Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan. Institut Pertanian Bogor. [PKSPL]. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan – IPB. 2002. Strategi Dasar Pembangunan Kelautan di Indonesia. Bogor (ID): Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan dan P3O-LIPI. Rangkuti F. 2009. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta (ID) : PT Gramedia Pustaka. Riyadi dan Bratakusumah DS. 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustakan Utama. Rustiadi E, Saefulhakim S, dan Panuju DR. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta (ID): Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia. Saaty TL. 1991. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin; Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks (terjemahan). Jakarta (ID): PT. Pustaka Binaman Pressindo. Saaty TL. 1980. How to Make Decision : The Analytical Hierarchy Process. European Journal of Operational Research 48:9-26. Setiono DNS. 2010. Ekonomi Pengembangan Wilayah Teori dan Aplikasi. Jakarta (ID): Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Susanto. 2011. Peranan Sektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Belitung. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
65 Tar H. 2010. Arahan Pengembangan Kawasan Minapolitan Mandeh Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat. [Tesis]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Tarigan R. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta (ID): PT. Bumi Aksara. Trinh B, Phong NV. 2013. A Short Note on RAS Method. Advances in Management adn Applied Economics. Vol. 3: 133-137. Wang X, Olsen LM, Reitan KI, Olsen Y. 2012. Discharge of Nutrient Wastes from Salmon Farms: Environmental Effects, and Potential for Ingrated Multi-Trophic Aquaculture. Aquaculture Environment Interactions. Vol 2: 267-283.
66 Lampiran 1 Tabel IO Kabupaten Cianjur Tahun 2012 Transaksi domestik atas dasar harga produsen (juta Rp.) 18x18 sektor
Tanaman Bahan Makanan
SEKTOR
Tanaman Bahan Makanan Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan tanpa migas dan penggalian Industri Tanpa Migas Listrik Air bersih Bangunan/Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran Hotel dan Restoran Pengangkutan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Usaha Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa Sosial kemasyarakatan serta jasa lainnya
Total Pengeluaran Input Antara Impor Upah Gaji Surplus Usaha Penyusutan Pajak Tidak Langsung Nilai Tambah Bruto (NTB)-tanpa impor Total Permintaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 190 200 201 202 203 204 209 210
1 123.750,82
Perkebunan
2
Peternakan
3 686.598,94 632,02 402.284,22
3.591,30
34.256,09 36.453,38 369,11
3.865,92
20.743,54
22.061,12 1.296,74
378,38 17.091,53 554,45 1.276,38
81.341,16 1.816.379,99 2.672,88 107.977,62
1.397,83 155.387,40 14.959,42 1.743.931,47 4.121.163,77 51.202,35 58.347,52
88.839,73 56.497,32 7.550,60 15.572,72 418,66 7.857,77 2.799,67 11.823,03 10.440,41 293.622,01 2.900,00 292.108,41 268.578,69 17.501,12 5.352,95
5.974.645,11 6.144.991,93
583.541,17 880.063,18
1.446.607,21 4.605.376,26
3.480,78
8.403,74 17.845,33 8.622,09 3.156.115,86 2.653,19 855.952,22 571.605,70 14.432,71 4.616,59
67 Lanjutan Lampiran 1.
Kehutanan
4
242,01
Perikanan
5 8.547,64
Pertambangan tanpa migas dan penggalian
Industri Tanpa Migas
Listrik
Air bersih
6
7
8
9
5.973,37 2.026,90 43.101,16
209,02 11,29
3.905,71 422,22
2.172,74 392,80 1.148,10 258,75 10,56 134,50 837,22 41,56 478,84 5.937,39 312,81 21.386,11 54.117,65 5.798,73 1.571,58 82.874,08 89.124,27
9.968,39 43.819,14 4.948,45 2.642,99 7.854,15 1.440,81 223,72 342,77 135.217,41 2.085,45 155.133,09 312.057,84 13.616,80 7.044,77 487.852,50 625.155,36
6.953,17 29.181,36 6.960,69
46,28
18,39
64,67 676,17 10.660,22 11.968,18 1.646,66 1.183,07 25.458,13 26.198,97
0,00 113.512,80 316.074,47 323.277,25 72.975,04 38.438,18 750.764,94 864.277,74
4,60 44.409,86 725,93 1.605,31 420,58 2.199,87 5.597,78 6.590,52 1.995,34 106.645,00 5.949,62 61.400,07 79.996,04 82.260,69 298,74 223.955,54 336.550,16
134,09 24,84 21,29 19,29 132,35 20,61 13,43 3,41 36,08 408,36 4,23 817,97 95,66 3.793,65 2.979,37 1.377,62 1.447,23 9.597,88 10.511,51
68 Lanjutan Lampiran 1.
Bangunan/Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran
10
11
Hotel dan Restoran
12 4.819,85
Pengangkutan
Komunikasi
Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya
13
14
15
15.148,66 873,97 385.654,76 160,10 167,32 4.868,03 534.965,41 104.222,88 37.514,80 5.860,94 13.935,93 73.282,34 23.210,48 16.301,50 1.216.167,11 14.672,57 543.501,41 175.038,49 41.297,35 29.458,41 789.295,65 2.020.135,33
3.637,06
1.155,20 49.970,25 226,41 54.988,92 58.391,84 1.489.170,49 2.550.757,44 196.054,28 242.553,50 4.478.535,71 4.591.916,47
827,11 100.543,61 111,72 762,68 61,00 200,75 315,01 19.030,76 18.398,36 148.244,25 315,60 84.423,81 500,43 78.386,34 369,63 6.181,79 405,77 48.397,65 5.814,03 122.041,40 13.234,29 357.309,07 189,93 115.695,28 45.362,73 1.081.217,39 18.130,63 31.171,89 579.894,96 946.020,28 862.417,55 89.037,69 48.124,42 683.513,88 57.722,35 105.171,94 1.548.159,28 1.823.743,79 1.611.652,64 2.936.133,07
703,35 199,97 35,45 29,34 1.038,48 1.598,24 1.778,98 4.782,57 4.794,76 19.409,63 2.850,89 1.419,83 38.641,48 3.284,50 84.218,28 128.542,73 55.170,50 6.328,62 274.260,14 316.186,12
190,85
1.908,54
2.099,39 12.611,36 131.895,32 163.818,85 13.851,05 2.659,78 312.225,00 326.935,75
69 Lanjutan Lampiran 1.
Usaha Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan
Pemerintahan Umum dan Pertahanan
16
17
34,43
5.226,61
3.693,52
34,43 8.920,12 18.981,46 40.896,23 77.599,27 1.974.928,65 404.593,09 0,00 41.173,77 108.978,51 23.210,24 0,00 546.576,37 2.083.907,16 565.592,26 2.133.723,51
Jasa Sosial kemasyarakatan serta jasa lainnya
Total Permintaan Output Antara
Pengeluaran Rumah Tangga
Pengeluaran Pemerintah
18 41.628,22 28,56 6.383,56 608,69 1.777,22
180 865.345,46 34.916,67 454.685,83 18.395,36 44.878,38 7.827,15 659.166,44 11.669,30 663,76 213.860,25 2.807.982,62 252.034,81 263.954,04 22.542,47 107.289,28 419.573,45 510.439,37 174.219,03 6.869.443,67 346.135,48 9.742.709,62 10.414.954,64 1.505.743,71 604.188,60 22.267.596,58 29.483.175,73
301 4.623.558,00 243.556,56 3.933.633,04 64.803,22 546.355,85 54,75 44.922,53 269.767,77 9.546,32 2.135,75 702.707,76 1.256.721,30 1.255.009,90 288.615,45 130.575,73 142.067,94 634.345,11 385.491,74 14.533.868,71
302 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 987.367,49 6.780,44 994.147,94
82.201,63 1.719,05 177,96 6.892,83 126.613,14 43.853,26 16.426,29 4.494,35 8.633,07 132.351,52 77.084,06 17.330,98 568.204,40 4.849,88 455.041,26 295.004,31 56.768,22 18.783,13 825.596,92 1.398.651,20
70 Lanjutan Lampiran 1.
Pembentukan Modal Tetap Bruto 303 0,00 0,00 105.179,17 0,00 0,00 0,00 18.198,91 0,00 0,00 1.804.139,33 119.893,07 0,00 37.646,88 0,00 0,00 0,00 0,00 106.547,70 2.191.605,07
Perubahan Stok Modal
304 120.557,32 6.383,39 0,00 469,83 0,00 6.338,59 9.355,06 0,00 0,00 0,00 55.895,11 0,00 18.088,24 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 217.087,54
Ekspor Barang dan Jasa
305 535.531,15 595.206,56 111.878,22 5.455,86 33.921,13 11.978,48 132.634,80 55.113,09 301,44 0,00 905.437,91 102.896,53 1.361.434,02 5.028,20 89.070,74 3.950,86 1.571,54 725.612,28 4.677.022,81
Total Permintaan Akhir
Total Permintaan
309 5.279.646,47 845.146,52 4.150.690,42 70.728,91 580.276,98 18.371,82 205.111,30 324.880,86 9.847,75 1.806.275,08 1.783.933,85 1.359.617,83 2.672.179,03 293.643,65 219.646,47 146.018,81 1.623.284,14 1.224.432,17 22.613.732,06
310 6.144.991,93 880.063,18 4.605.376,26 89.124,27 625.155,36 26.198,97 864.277,74 336.550,16 10.511,51 2.020.135,33 4.591.916,47 1.611.652,64 2.936.133,07 316.186,12 326.935,75 565.592,26 2.133.723,51 1.398.651,20 29.483.175,73
71 Lampiran 2 Rekapitulasi perhitungan AHP
Kriteria
1
2
3
1,00 0,58 0,66 2,23
1,73 1,00 1,14 3,87
1,52 0,88 1,00 3,40
Alternatif
1
2
3
Tanah (1) SD Air (2) Agroklimat (3) Jumlah
1,00 1,52 1,18 3,70
0,66 1,00 0,78 2,44
0,85 1,28 1,00 3,13
Alternatif
1
2
3
Jumlah
1,00 1,06 0,87 2,93
0,94 1,00 0,82 2,76
1,15 1,23 1,00 3,38
Alternatif
1
2
3
Masyarakat (1) Pemerintah (2) Swasta (3) Jumlah
1,00 0,51 0,68 2,19
1,95 1,00 1,33 4,28
1,47 0,75 1,00 3,22
SDA (1) SDB (2) SDS (3) Jumlah
Modal (1) Pasar (2) Infrastruktur (3)
dinormalkan 1 2 3 0,45 0,45 0,45 0,26 0,26 0,26 0,29 0,29 0,29 1,00 1,00 1,00
dinormalkan 1 2 3 0,27 0,27 0,27 0,41 0,41 0,41 0,32 0,32 0,32 1,00 1,00 1,00
dinormalkan 1 2 3 0,34 0,34 0,34 0,36 0,36 0,36 0,30 0,30 0,30 1,00 1,00 1,00
dinormalkan 1 2 3 0,46 0,46 0,46 0,23 0,23 0,23 0,31 0,31 0,31 1,00 1,00 1,00
prioritas
A*w'
A*w'/w'
0,45 0,26 0,29
1,34 0,77 0,88 M= Cl=
3,00 3,00 3,00 3,00 0,00
prioritas
A*w'
A*w'/w'
0,27 0,41 0,32 1,00
0,81 1,23 0,96 M= Cl=
3,00 3,00 3,00 3,00 0,00
prioritas
A*w'
A*w'/w'
0,34 0,36 0,30
1,02 1,09 0,89 M= Cl=
3,00 3,00 3,00 3,00 0,00
prioritas
A*w'
A*w'/w'
0,46 0,23 0,31 1,00
1,37 0,70 0,93 M= Cl=
3,00 3,00 3,00 3,00 0,00
72 Lampiran 3 Variabel-variabel yang digunakan dalam analisis skalogram untuk kelengkapan sarana prasarana umum 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Panjang Jalan Kabupaten Panjang Jalan Desa Jumlah TK Jumlah SD Jumlah SMP Jumlah SMA Jumlah SMK Jumlah MI Jumlah MTs Jumlah MA Jumlah Puskesmas Jumlah Puskesmas Pembantu Jumlah Rumah Sakit Jumlah Rumah Sakit Bersalin Jumlah Poliklinik Jumlah Praktek Dokter Jumlah Praktek Bidan Jumlah Poskesdes Jumlah Polindes Jumlah Posyandu Jumlah Apotek Jumlah Tempat Ibadah Jumlah Industri Makanan Jumlah Pasar Tanpa Bangunan Jumlah Minimarket Jumlah Toko/ Warung Jumlah Warung/ Kedai Makanan Jumlah Restoran/ Rumah Makan Jumlah Hotel Jumlah Penginapan Jumlah KUD Jumlah Kopinkra Jumlah Kospin Jumlah Koperasi Lain Jumlah Bank Umum Jumlah BPR
73
Lampiran 4 Variabel-variabel yang digunakan dalam analisis skalogram untuk kelengkapan sarana prasarana perikanan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Jumlah Rumah Tangga Perikanan Jumlah Kelompok Tani Ikan Jumlah Irigasi Luas Wadah Pembenihan Luas Kolam Air Tenang/ KAT (ha) Lus Kolam Air Deras/ KAD (ha) Luas Sawah (ha) Jumlah Kaam Jaring Apung (Petak) Luas Karamba (m2) Luas Tambak (ha) Panjang Sungai (km) Luas Waduk (ha) Panjang Pantai (km) Jumlah pembenih (orang)
74
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cianjur, Jawa Barat pada tanggal 22 April 1980 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Idang Hamdan Kamil dan Ibu Lies Nuraeni. Penulis menikah pada tahun 2004 dengan Rizwan Taupik Effendi, ST dan dikaruniai 3 (tiga) orang putra; Fazel Muhammad Rizwan, Khalil Zafran Putrana Rizwan dan Ziaul Haq Rizwan. Tahun 1998 penulis lulus dari SMA Negeri I Cianjur. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2013 penulis diterima pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) IPB dengan bantuan pembiayaan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas). Penulis diterima sebagai PNS pada tahun 2006 dan ditempatkan di SMK Negeri Pertanian Pembangunan Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat.