PERAN PEMBELAJARAN IPS DAN PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA Oleh: Muhamad Basori
[email protected] Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan Universitas Nusantara PGRI Kediri
Abstract: Character education policy unveiled by the government in 2010. Wisdom This requires the implementation of character education systematically arranged and integrated to the subjects. The purpose of this study was to describe the atmosphere of the school in support of the implementation of character education, social studies teacher efforts in the implementation of the Social Studies study in character, and difficulties experienced by teachers in implementing the learning Social Studies character. This study used a qualitative approach to the type of research phenomenology. Informants in this study is the principal, curriculum affairs, Social Studies teachers, and students. Data collection is done by triangulation of sources and triangulasi techniques (interviews, observation and documentation). Analysis of the data in this study is inductive using model analysis Miles and Huberman. Activity in the data analysis, namely data reduction, a data display, and conclusion drawing / verification. Outcomes research presented descriptively. The results showed that the school supports the implementation of character education through learning activities, the creation of the school culture, and integrating character education into the curriculum.
Keywords : Character Educational, Social Studies and the Learning Social Studies. Abstrak: Kebijakan pendidikan karakter diresmikan pemerintah pada tahun 2010. Kebijakan ini menghendaki pelaksanaan pendidikan karakter yang disusun secara sistematis dan terintegrasi hingga ke mata pelajaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan suasana sekolah dalam mendukung implementasi pendidikan karakter, upaya guru IPS dalam implementasi pembelajaran IPS berkarakter, dan kesulitan-kesulitan yang dialami guru IPS dalam implementasi pembelajaran IPS berkarakter. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian fenomenologi. Informan dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, urusan kurikulum, guru mata pelajaran IPS, dan siswa. Pengumpulan data dilakukan secara triangulasi sumber dan triangulasi teknik (wawancara, observasi dan dokumentasi). Analisis data dalam penelitian ini bersifat induktif dengan menggunakan analisis model Miles and Huberman. Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Hasil penelitian disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekolah mendukung implementasi pendidikan karakter melalui kegiatan pembelajaran, penciptaan budaya sekolah, dan pengintegrasian pendidikan karakter ke dalam KTSP.
Kata kunci:Pendidikan Karakter, IPS, dan Pembelajaran IPS. PENDAHULUAN yang demokratis di dunia, karena kita
Mencermati kondisi sosio ke-
telah berhasil menyelenggarakan pe-
bangsaan di Indonesia dewasa ini, di
milihan presiden dan wakil presiden
satu sisi boleh berbangga dengan ber-
secara langsung dipilih oleh rakyat,
bagai capaian dan instrument yang ada.
kita sudah melaksanakan pemilihan
Kita dikenal sebagai bangsa dan negara
1
kepala daerah dipilih langsung oleh
mana, pelanggaran HAM dan kekera-
rakyat. Untuk memberantas korupsi,
san terhadap anak dan perempuan yang
kita sudah memiliki KPK, untuk men-
masih sering terjadi, lunturnya nasiona-
gatur pelaksanaan pendidikan kita su-
lisme, lemahnya kemandirian dan jati
dah mempunyai UU No. 20 tahun 2003
diri bangsa, yang kesemuanya masih
tentang Sistem Pendidikan Nasional,
terus menghantui kehidupan masya-
untuk mengawal keimanan dan ketaq-
rakat dan bangsa kita.
waan masyarakat, setiap hari Jum’at
Sementara itu di dalam UU. No
dan Minggu atau hari yang lain selalu
20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pas-
ada upacara peribadatan sesuai dengan
al 3 dijelaskan bahwa pendidikan na-
keyakinan masing-masing, dan masih
sional berfungsi mengembangkan ke-
banyak instrumen-instrumen lain untuk
mampuan dan membentuk watak serta
mengatur kehidupan sosial kemasyara-
peradaban bangsa yang bermartabat
katan, berbangsa dan bernegara. Na-
dalam
mun di sisi lain kita juga risau dan pri-
dupan
hatin. Kita banyak menghadapi masa-
mengembangkan potensi peserta didik
lah sosio kebangsaan yang akut
dan
agar menjadi manusia yang beriman
kompleks. Misalnya, maraknya kena-
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Ma-
kalan dan perkelahian antar remaja
ha Esa, berakhlak mulia, sehat, beril-
atau pelajar, pilkada yang berakhir
mu, cakap, kreatif, mandiri, dan men-
dengan tindak kekerasan, demo yang
jadi warga negara yang demokratis ser-
sering berujung dengan bentrokan,
ta bertanggung jawab. Inilah rumusan
bahkan
panggung-
tujuan pendidikan yang sesungguhnya,
panggung hiburan terbuka atau per-
tujuan pendidikan yang utuh dan sejati.
tandingan sepak bola sering kali di-
Aspek-aspek yang terkandung dalam
hiasi dengan perkelahian dan tinda-
rumusan tujuan pendidikan ini, baik
kan anarkhis dari penonton, lalu lintas
yang terkait dengan tujuan eksistensial,
di jalanan tidak tertib, lunturnya etika
kolektif maupun individual harus dica-
dan budi pekerti, minum-minuman ke-
pai secara utuh melalui proses pendidi-
ras dan narkoba, pelecehan seksual dan
kan dalam berbagai jalur dan jenjang.
berbagai tindakan amoral lainnya, aro-
Kalau hal ini dapat dilakukan, maka
gansi kekuasaan, korupsi ada di mana-
proses pencapaian tujuan pendidikan
tidak
jarang
2
rangka bangsa,
mencerdaskan kehibertujuan
untuk
nasional sedang berlangsung dan bera-
sanakannya ujian nasional (sekalipun
da pada jalur yang benar, sesuai ama-
ada pro dan kontra), program sertifika-
nat UUD 1945 dan UU No. 20 Th.
si guru (yang juga belum sepenuhnya
2003, yang berusaha membangun ka-
memenuhi sasaran sebagai upaya pe-
rakter dan kepribadian bangsa.
ningkatan kualitas), juga ada revisi kurikulum
Namun sayang dalam pelaksa-
2013 tentang Standar Isi, dan Permen
tujuan pendidikan nasional yang beitu tidak
nuhnya dipedomani. Secara
no. 54 tentang Standar Kompetensi Lu-
sepe-
lusan (SKL), termasuk sudah barang
formal
tentu
sebenarnya telah muncul kesadaran
Namun
bahwa misi utama pendidikan tidak
kenyataannya,
IPS.
perbaikan
dengan maksud dan tujuan pembelaja-
lebih
ran IPS. Rumusannya baru,
pragmatis dan masih tetap menekan-
tetapi
esensi substansinya tidak jauh ber-
kan pada penguasaan materi ajar.
beda.
Di lembaga pendidikan formal, pe-
Kurikulum
menitikberatkan
nyelenggaraan pendidikan lebih ba-
itu
masih tetap
pada
penguasaan
materi. Kritikpun kembali terdengar
nyak sebagai proses pengembangan
bahwa pelajaran IPS terlalu sarat mate-
ke-
ri, bersifat kognitif dan hafalan. Kare-
cerdasan intelektual, sehingga pendi-
na berorientasi pada materi ajar, maka
dikan kita lebih bersifat intelektualis-
pembelajaran IPS terjebak pada pros-
tik. Kalau hal ini terus berlangsung bisa
es mengumpulkan informasi dan men-
bias tujuan.
gakumulasi fakta. Karena bersifat ha-
Berbagai upaya untuk memecahkan masalah
pelajaran
lum begitu memuaskan bila dikaitkan
Tetapi dalam kenyataannya penye-
ranah kognisi, dan membangun
mata
tuk bidang IPS pada khususnya be-
otaknya, tetapi juga berkarakter baik.
pendidikan kita
untuk
Standar Isi pada umumnya dan un-
sekedar membuat peserta didik pintar
lenggaraan
dengan dikelua-
rkannya Permendikbud no. 64 tahun
naan pendidikan di lapangan, rumusan
gitu komprehensip
misalnya
falan, pembelajaran IPS menjadi men-
di bidang pendidi-
jemukan, tidak menarik dan dipandang
kan tersebut, terus dilakukan. Sebagai
sebagai beban bagi peserta didik, apa-
contoh adanya peningkatan anggaran
lagi kalau dikaitkan dengan statusnya
pendidikan, pembudayaan IT, adanya
sebagai mata pelajaran yang tidak di-
sekolah berstandar internasional, dilak-
3
UN- kan. Masyarakatpun memandang
negara yang memiliki
kearifan dan
bahwa pelajaran IPS itu tidak penting,
keterampilan sosial, serta warga nega-
juga
tidak banyak manfaatnya dalam
ra yang sadar akan jati dirinya sebagai
kehidupan keseharian. Pelajaran IPS
bangsa. Terkait dengan permasalahan
tidak bisa untuk membangun rumah,
itu maka pada tulisan singkat ini akan
tidak bisa untuk membangun jembatan,
mencoba membahas
topik ”Peran
dan seterusnya. Aliran positivisme dan
Pembelajaran IPS dan
Pembangunan
paham materialisme yang berkembang
Karakter Bangsa”
telah ikut memperkokoh pandangan masyarakat itu.
Hal-hal yang tidak
METODE
observable, dan tidak terukur cende-
Metode penelitian yang dilaku-
rung diabaikan atau tidak dikembang-
kan dalam penelitian ini adalah kuali-
kan.
tatif dengan jenis penelitian fenomenoPerlu disadari bahwa pembelaja-
logi. Pendekatan ini digunakan agar
ran yang berorientasi pada penguasaan
diperoleh data yang orisinal yang ak-
materi ajar,
ber-
hirnya dapat diperoleh pemahaman dan
makna bagi hidup dan kehidupan
makna data yang relative mendalam
warga
tentang fenomena yang diperoleh dila-
menjadi
kurang
belajar. Pembelajaran yang
mengutamakan penguasaan materi ajar
pangan.
seperti yang selama ini terjadi, cende-
Penelitian ini berlangsung se-
rung kurang memperhatikan nilai-
lama10 bulan, yaitu sejak bulan Agus-
nilai moral dan pengembangan ka-
tus tahun 2014 sampai bulan Mei tahun
rakter peserta didik. Pembelajaran yang
2015, Penelitian ini berlokasi di SDN
mengabaikan pengembangan karakter
Kepung 2 Kabupaten Kediri Kecama-
telah kehilangan ruh dan esensinya se-
tan Kepung.
bagai proses pendidikan yang sesung-
Subjek dalam penelitian ini
guhnya. Begitu juga pembelajaran IPS
adalah para pelaku pembelajaran; Wa-
telah kehilangan ruhnya sebagai proses
kil Kepala Sekolah selaku penanggung-
pendidikan yang dapat memberikan
jawab bidang akademik di sekolah
sumbangsih terhadap pendidikan ka-
yang dipimpinnya, Guru IPS, dan Sis-
rakter bangsa yakni
wa.
untuk memben-
tuk warga negara yang baik, warga
4
Objek dalam penelitian ini ada-
Membahas tentang IPS dan pem-
lah pelaksanaan pembelajaran IPS di
belajaran IPS, selalu menarik dan me-
SDN Kepung 2 Kecamatan Kepung
nantang. Pasalnya sejak IPS ini ”dige-
Kabupaten Kediri.
lindingkan” sebagai kajian dan mata pelajaran di sekolah pada tahun 1968-
Metode Pengumpulan data dilakukan wawancara, observasi dan do-
an
sampai sekarang,
belum pernah
kumentasi. Analisis data dalam peneli-
tuntas. Masing-masing ahli dapat me-
tian ini bersifat induktif dengan meng-
rumuskan pengertian IPS sesuai den-
gunakan analisis model Miles and Hu-
gan disiplin dan pandangan masing-
berman. Aktivitas dalam analisis data
masing, begitu juga bagaimana cara
yaitu data reduction, data display, dan
membelajarkannya. Soemantri (2001: 92) menegaskan
conclusion drawing/verification. Hasil penelitian disajikan secara deskriptif.
bahwa program pendidikan IPS me-
Keabsahan Data
rupakan
perpaduan
cabang-cabang
Dalam penelitian ini, untuk
Ilmu-ilmu sosial dan humaniora terma-
menentukan keabsahan data, peneliti
suk di dalamnya agama, filsafat, dan
menerapkan teknik triangulasi, penga-
pendidikan. Bahkan IPS juga dapat
matan terus-menerus, member chek,
mengambil aspek-aspek tertentu dari
diskusi dengan teman sejawat, depen-
Ilmu-ilmu kealaman dan teknologi. Apa kriteria dan siapa yang dika-
dabilitas dan konfirmabilitas.
takan sebagai warga negara
Teknik Analisis Data
baik, yang mampu Pengumpulan Data
Penyajian Data
yang
berpikir kritis dan
arif terhadap masalah sosial, memiliki kemampuan berkomunikasi dan kete-
Reduksi Data
rampilan inkuiri,
Kesimpulan/Verifikasi
serta memiliki ko-
mitmen terhadap nilai- nilai kemanusiaan dan pengembangan budaya bang-
Gambar 1. Komponen-komponen Ana-
sa itu? Mereka itu adalah warga negara
lisis Data Menurut Milles dan Huber-
(dan warga dunia) yang: beriman dan
man (2009: 20).
bertaqwa kepada Tuhan YME., setia kepada dasar falsafah dan ideologi negara Pancasila; disiplin mentaati
PEMBAHASAN
5
semua peraturan hukum dan norma-
Mencermati uraian tentang pen-
norma yang berlaku; memenuhi kewa-
gertian dan tujuan IPS, maka pendidi-
jibannya sebagai warga negara; meng-
kan IPS sebenarnya sangat erat kaitan-
hormati dan dapat bekerja sama den-
nya dengan pendidikan karakter. Pen-
gan anggota warga negara dan bangsa
didikan karakter yang dapat dimaknai
yang lain; ikut menumbuhkembangkan
sebagai pendidikan nilai, pendidikan
rasa persatuan dan kesatuan; demokra-
moral atau pendidikan budi pekerti
tis dan bertanggung jawab, memiliki
(Zuchdi, 2008: 5) itu memiliki arah
kemandirian, tenggang rasa, toleransi,
dan tujuan yang sama dengan tujuan
dan
semua
pembelajaran IPS, yakni sama-sama
warga, bangsa, agama dan kebu-
bertujuan agar peserta didik menjadi
dayaan; menggunakan hak-haknya se-
warga negara yang
cara tepat dan proporsional.
secara tegas Gross menyatakan bah-
memahami
perasaan
baik.
Bahkan
Pembelajaran IPS juga diharapkan
wa Values Education as social stu-
dapat melatih peserta didik untuk men-
dies “to prepare students to be
gembangkan kemampuan dan kete-
well-fungtioning citizens in democratic
rampilan seperti berkomunikasi, bera-
society” (Darmadi, 2007: 8). Pendidi-
daptasi, bersinergi, bekerja sama, bah-
kan karakter adalah proses pemberian
kan berkompetisi sesuai dengan adab
bimbingan dan fasilitasi kepada peserta
dan norma-norma yang ada. Selanjut-
didik agar menjadi manusia seutuh-
nya para peserta didik diharapkan
nya, manusia yang berkarakter dalam
menghargai dan merasa bangga terha-
dimensi hati, pikir, raga, serta rasa
dap warisan budaya dan peninggalan
dan karsa. Pendidikan karakter, pendi-
sejarah bangsa, mengembangkan dan
dikan moral, atau pendidikan budi pe-
menerapkan nilai-nilai budi pekerti lu-
kerti itu dapat dikatakan sebagai upaya
hur,
mencontoh nilai-nilai ketelada-
untuk mempromosikan dan menginter-
nan dan kejuangan para pahlawan, para
nalisasikan nilai-nilai utama, atau nilai-
pemuka masyarakat dan pemimpin
nilai positif kepada warga masyarakat
bangsa, memiliki kebanggaan nasional
agar menjadi warga bangsa yang baik,
dan ikut mempertahankan jati diri
warga bangsa yang percaya diri, tahan
bangsa.
uji dan bermoral tinggi, demokratis dan bertanggung jawab.. Dengan demikian
6
pendidikan karakter merupakan proses
atas dasar
pembudayaan dan pemanusiaan. Pen-
hingga menjadi pribadi yang mantap
didikan karakter akan
mengantarkan
dan tahan uji, pribadi-pribadi yang
dengan potensi yang
cendekia, mandiri dan bernurani, tetapi
dimilikinya dapat menjadi insan-insan
juga bersifat kuratif secara personal
yang beradab, dengan tetap berpegang
maupun sosial. Dengan demikian pen-
teguh pada nilai-nilai kemanusiaan,
didikan karakter
nilai-nilai kehambaan dan kekhalifa-
menjadi salah satu langkah untuk me-
han.
nyembuhkan penyakit sosial (Koesoe-
warga belajar
nilai-nilai kebaikan, se-
sebenarnya dapat
ma, 2007: 116).
Dalam pengembangan pendidikan karakter, guru harus juga bekerja sama
Dalam konteks keindonesiaan,
dengan keluarga atau orang tua/wali
pendidikan karakter adalah proses me-
peserta didik. Bahkan menurut Bulach
nyaturasakan sistem nilai kemanu-
(2002: 80), guru dan orang tua perlu
siaan dan nilai-nilai budaya Indone-
membuat kesepakatan tentang nilai-
sia dalam dinamika kehidupan berma-
nilai utama apa yang perlu dibelajarkan
syarakat, berbangsa,
misalnya: respect for self, others, and
Pendidikan karakter bangsa merupa-
property;
self-
kan suatu proses pembudayaan dan
control/discipline. Dalam kaitan ini
transformasi nilai-nilai kemanusiaan
Lickona (2000:48) menyebutkan be-
dan nilai-nilai budaya bangsa (Indone-
berapa nilai kebaikan yang perlu di-
sia) untuk melahirkan insan atau warga
hayati dan dibiasakan dalam kehidupan
negara yang bermartabat dan berpe-
peserta didik agar tercipta kehidupan
radaban tinggi. Karakter bangsa ada-
yang harmonis di dalam keluarga dan
lah sebuah keunikan suatu komunitas
masyarakat. Beberapa nilai itu antara
yang mengandung perekat kultural
lain: kejujuran, kasih sayang, pengen-
bagi
dalian
bangsa
honesty;
diri,
saling
menghar-
dan bernegara.
setiap warga negara. Karakter menyangkut
perilaku
yang
gai/menghormati, kerjasama, tanggung
mengandung core values dan nilai-nilai
jawab, dan ketekunan. Pendidikan ka-
yang berakar pada filosofi Pancasila,
rakter bukan sekedar memiliki dimensi
dan simbol-simbol keindonesiaan se-
integratif, dalam arti mengukuhkan
perti: Sang Saka Merah Putih, sem-
moral
boyan Bhineka Tunggal Ika, lambang
intelektual
peserta
didik
7
Garuda Pancasila,
Lagu
Indonesia
kan dalam kehidupan individu, masya-
Raya (ALPTKI, 2009: 3). Esensi nilai-
rakat dan bangsa.
nilai keindonesiaan ini harus menjadi
Kementrian
yang
bertanggung
tentang
pelaksanaan
bagian penting dalam pengembangan
jawab
pendidikan karakter bangsa. Namun
program ”Pendidikan Budaya dan Ka-
harus diingat bahwa pendidikan karak-
rakter Bangsa”, Kementrian Pendidi-
ter bangsa tidak hanya berurusan den-
kan Nasional pada tahun 2010 telah
gan transformasi dan internalisasi core
menyusun
values dan nilai-nilai keindonesiaan
kan Karakter”, sebagai kerangka pa-
kepada peserta didik, tetapi
radigmatik
pendi-
penuh
”Disain Induk Pendidi-
implementasi
pemban-
dikan karakter bangsa juga merupakan
gunan
proses usaha bersama untuk mencip-
sistem pendindikan. Desain yang di-
takan lingkungan yang kondusif un-
maksud kurang lebih sebagai berikut
tuk berkembangnya nilai-nilai kebai-
ini.
karakter
bangsa,
melalui
Tabel 1. Desain Induk Pendidikan Karakter sebagai Kerangka Paradigmatik Tahap Tahap perencanaan
Deskripsi (1) filosofis- agama, Pancasila, UUD 1945, UU No.20 Tahun 2003, beserta ketentuan perundangan-undangan turunannya; (2) teoritis misalnya teori pendidikan, pendekatan psikologis, nilai dan moral, sosial budaya; (3) pertimbangan empiris, berupa pengalaman dan praktik terbaik dari tokoh dan lembaga, satuan pendidikan, pesantren, dll. Proses ini melalui tiga pilar pendidikan, yakni satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Pada masingmasing pilar ada dua pendekatan, intervensi dan habituasi. Intervensi, dikembangkan suasana interaksi belajar mengajar. Pendekatan habituasi dilakukan dengan menciptakan kondisi yang kondusif, seperti yang telah dipraktikan melaui proses intervensi. Evaluasi program untuk perbaikan berkelanjutan, yang sengaja dirancang dan dilaksanakan untuk mendeteksi aktualisasi karakter pada diri peserta didik untuk
Tahap Implementasi
Tahap Evaluasi
8
mengetahui bahwa proses pembudayaan dan pemberdayaan karakter itu sudah berhasil baik atau belum. Dengan demikian pengembangan
memperhatikan pengembangan kepri-
pendidikan karakter sebenarnya sebagai
badian. Pendidikan kita lebih berpe-
upaya kembali ke hakikat pendidikan
gang pada paradigma “belajar untuk
yang sesungguhnya, seperti diama-
mengerjakan soal ujian dari pada
natkan oleh UU Sisdiknasdidikan ini,
ujian untuk belajar (belajar hidup). Ku-
baik yang terkait dengan tujuan eksis-
rikulum yang dipandang sebagai kom-
tensial, kolektif maupun individual ha-
ponen vital dan strategis dalam keselu-
rus dicapai secara utuh melalui proses
ruhan sistem pendidikan, nampaknya
pendidikan dalam berbagai jalur dan
belum menjadi instrumen efektif bagi
jenjang. Kalau hal ini dapat dila-
terwujudnya pendidikan nasional yang
kukan,
ideal,
maka
proses
pencapaian
karena masih kental dengan
tujuan pendidikan nasional sedang ber-
“content oriented” . Kurikulum Ting-
langsung dan berada pada jalur yang
kat Satuan Pendidikan (KTSP) juga
benar, sesuai amanat UUD 1945 dan
masih akrab dengan paradigma esensia-
UU No. 20 Th. 2003.
lisme (Lasmawan, 2014: 1).
Namun sayang dalam pelaksa-
Ujian Nasional (UN) yang sebe-
naan pendidikan di lapangan, rumusan
narnya merupakan program peningka-
tujuan pendidikan nasional yang begi-
tan kualitas pendidikan,
tu komprehensip itu tidak sepenuh-
hal tertentu telah
nya
daya nerabas, kurang sistematis yang
dipedomani.
Penyelenggaraan
dalam
melahirkan
halbu-
pendidikan kita lebih pragmatis den-
dapat membawa dampak
gan tetap menekankan pada pengua-
lan nilai-nilai moral dan kemanusiaan.
saan materi ajar. Di lembaga pendidi-
Begitu juga sertifikasi guru yang sebe-
kan formal, pendidikan lebih banyak
narnya untuk meningkatkan profesio-
sebagai
ra-
nalisme guru dan kualitas pembelaja-
membangun
ran, belum sepenuhnya memenuhi ha-
nah
proses kognisi,
pengembangan dan
rapan.
kecerdasan intelektual, sehingga pendi-
Harus disadari bahwa reali-
dikan kita lebih bersifat intelektualistik. Pendidikan kita cenderung
pendangka-
tas
kurang
9
pendidikan
seperti
dijelaskan
di atas, sebenarnya sangat erat kaitan-
gani
nya dengan kebijakan pembangunan di
tidak dapat
masa Orde Baru. Setelah memasuki era
mengatasi krisis yang terjadi di Indo-
Orde Baru, terjadilah berbagai peruba-
nesia. Sebab pendidikan yang merupa-
han dalam tatanan kehidupan berma-
kan strategi pembudayaan dan pema-
syarakat dan bernegara. Orde Baru mu-
nusiaan masa depan tidak ditata untuk
lai menggulirkan paradigma pemban-
itu.
gunan
yang
menitikberatkan
pada
kulaitas
kehidupan
manusia,
berperan banyak dalam
Problematika
lain,
mengapa
pembangunan fisik dan ekonomi. Hal-
pendidikan karakter itu stagnan
hal yang yang tidak berhubungann
kurang diperhatikan sekolah, karena
langsung dengan persoalan ekonomi,
menyangkut teknik penilaian. Pendidi-
materi, dan uang umumnya tidak me-
kan karakter yang terkait dengan aspek
narik, dan tidak marketable. Masyara-
nilai, moral dan kepribadian, sangat
kat cenderung berilaku pragmatis dan
sulit untuk diukur. Sebagai akibat dari
mengorbankan idealisme sebagai war-
kuatnya
ga bangsa. Bidang pendidikan yang
telah membawa kebiasaan bahwa ta-
merupakan kegiatan investasi masa
gihan-tagihan penyelenggaraan pendi-
depan yang
dikan lebih bersifat akademik, dapat
tidak secara langsung
dan
pengaruh aliran positivisme,
dapat dinikmati, kurang mendapatkan
dikuantifikasikan,
porsi sebagaimana mestinya.
Aspek-
dan dapat diukur secara nyata. Dengan
aspek moral dan karakter yang meru-
alasan objektivitas, maka dikembang-
pakan unnsur fundamental dari kegia-
kan instrumen penilaian (soal-soal tes)
tan pembangunan, menjadi terabaikan.
yang juga mendekati “kepastian”, mi-
Oleh karena itu krisis ekonomi dan
salnya soal dengan pilihan ganda. Me-
moneter menjadi berkepanjangan, se-
nekankan penilaian pendidikan yang
hingga berlanjut menjadi krisis multi-
semata-mata pada kemampuan akade-
dimensional yang kemudian bermeta-
mik-intelektualistik
morfosis menjadi krisis intelektual dan
keseluruhan proses pendidikan yang
hati nurani atau krisis akhlak dan mor-
hanya pada satu dimensi, dan sering
al (Soedarsono, 2009: 115). Bidang
mengabaikan aspek yang fundamental
pendidikan yang sebenarnya merupa-
dalam kehidupan, yakni pengemban-
kan aspek fundamental dalam menan-
gan karakter. Makna pribadi seseorang
10
selalu observable,
telah
meredusir
bagaikan sekumpulan barang produksi
lebih
yang dapat dikuantifikasi dan distanda-
(ALPTKI, 2009: 2).
risasi (Koesoema. 2007: 120 dan 277).
didominasi
Dalam
ranah kognitif
mendeisain
kurikulum
Persoalan tersebut perlu men-
pendidikan IPS, termasuk dalam proses
dapatkan perhatian secara seksama
pembelajarannya, harus juga berangkat
oleh semua pihak yang bertanggung
dari hakikat dan karakter peserta didik,
jawab dalam bidang pendidikan. Pen-
bukan berorientasi pada materi semata.
didikan IPS yang dikatakan
Pendekatan esensialisme sudah saatnya
sebagai
pendidikan nilai harus dilakukan re-
untuk dimodifikasi dengan
vitalisasi. Pendidikan tanpa perspektif
konstruksi sosial yang mengacu pada
pendidikan nilai, tanpa menekankan
teori pendidikan interaksional (Sukma-
pada pengembangan karakter peserta
dinata, 1996: 6). Sesuai dengan tuntu-
didik, akan
kehilangan esensinya
tan zaman dan perkembangan kehidu-
sebagai proses pendidikan yang seja-
pan masyarakat, pembelajaran IPS ha-
ti. Perlu pemikiran dan upaya untuk
rus dikembalikan sesuai dengan khitah
memposisikan esensi serta hakikat
konseptualnya yang bersifat terpadu
pendidikan secara tepat. Program pen-
yang menekankan pada interdisipliner
didikan IPS atau mata pelajaran apa-
dan trasdisipliner, dengan pembelaja-
pun juga harus menempatkan UU Sis-
ran yang kontekstual dan transformatif,
diknas sebagai rujukan normatif ter-
aktif dan partisipatif dalam perpektif
tinggi bagi penyelenggaraan system
nilai-nilai sosial kemasyarakatan. Se-
pendidikan nasional secara
utuh. Pe-
suai dengan maksud dan tujuannya,
nyelenggaraan pendidikan selama ini
pembelajaran IPS harus memfokuskan
telah kehilangan ruh dan aspek mora-
perannya pada upaya mengembang-
litas, sehingga tidak jarang melahir-
kan pendidikan untuk menjamin ke-
kan kultur yang tidak sehat.
langsungan
cullah
Mun-
hidup
teori re-
masyarakat
dan
lingkungannya. Pembelajaran IPS di-
perilaku ketidakjujuran da-
lam pendidikan, seperti yang terjadi
arahkan untuk
kasus pada UN, ijazah palsu, perjo-
pelaku sosial yang berdimensi per-
kian, plagiat, lemahnya internalisasi
sonal (misalnya, berbudi luhur, dis-
nilai pendidikan
terfragmenta-
iplin, kerja keras, mandiri), dimensi
sinya ranah-ranah pendidikan yang
sosiokultural (misalnya, cinta tanah
dan
11
melahirkan pelaku-
air,
menghargai
dan
melestarikan
kap
objektif terhadap
diri sendiri,
karya budaya sendiri, mengembangkan
aktualisasi diri, kreativitas diri, keman-
semangat kebangsaan dan kesetiaka-
dirian itu sendiri, termasuk bagaima-
wanan sosial, kepedulian terhadap
na menumbuhkembangkan
lingkungan), dimensi spiritual (misal-
kerti luhur, disiplin dan kerja keras
nya, iman dan taqwa, menyadari bahwa
serta sebagai makhluk ciptaan Tuhan
alam semesta adalah ciptaan Tuhan
YME, sehingga perlu menumbuhkem-
Yang Maha Pencipta),
bangkan dan memantapkan keimanan
dan dimensi
intelektual (misalnya, cendekia, terampil, semangat untuk maju).
budi pe-
dan ketaqwaannya.
Ter-
Kompetensi sosial adalah ke-
kait dengan ini Lasmawan (2014: 2-3)
mampuan dasar yang berkaitan dengan
menjelaskan adanya tiga kompetensi
pengembangan
dalam pembelajaran IPS, yakni kom-
makhluk sosial dan makhluk yang ber-
petensi personal, kompetensi sosial dan
budaya. Sejumlah kompetensi dasar
kompetensi intelektual.
yang dikembangkan adalah kesadaran
kesadaran
sebagai
Kompetensi personal merupa-
dirinya sebagai anggota masyarakat
kan kemampuan dasar yang berkaitan
sehingga perlu saling menghormati
dengan pembentukan
dan mengharagai; pemahaman dan
dan
pengem-
bangan kepribadian diri peserta di-
kesadaran
dik sebagai makhluk individu yang
bermasyarakat dan berbangsa;
merupakan hak dan tanggung jawab
mampuan berkomunikasi dan kerja
personalnya. Orientasi dasar pemben-
sama antara sesama; sikap pro- sosial
tukan dan pengembangan kompetensi
atau altruisme; kemampuan dan kepe-
personal ini ditekankan
pada upaya
dulian sosial termasuk lingkungan;
pengenalan diri dan pembangunan ke-
memperkokoh semangat kebangsaan,
sadaran diri peserta didik sebagai pri-
pemahaman tentang perbedaan dan ke-
badi/individu dengan segala potensi,
sederajatan dalam Kompetensi inte-
keunikan dan keutuhan pribadinya
lektual, merupakan kemampuan berpi-
yang dinamis. Sejumlah kompetensi
kir yang didasarkan pada adanya ke-
yang personal ke-IPS-an yang perlu
sadaran atau keyakinan atas sesuatu
dikembangkan misalnya,
pembentu-
yang baik yang bersifat fisik, sosial,
kan konsep dan pengertian diri, si-
psikologis, yang memiliki makna ba-
12
atas
kesantunan
hidup ke-
gi dirinya maupun orang lain. Ke-
ran, budaya nerabas dan tidak disip-
mampuan dasar intelektual ini berkai-
lin, semau gue dan rendahnya kepe-
tan dengan pengembangan jati diri pa-
dulian terhadap lingkungan, sampai
ra peserta didik
pada merosotnya rasa keindonesiaan.
sebagai
mahkluk
berpikir yang daya pikirnya untuk
Bahkan Brooks dan Goble
menerima dan memproses serta mem-
gaskan bahwa berbagai bentuk kejaha-
bangun pengetahuan, nilai dan sikap,
tan dan perilaku-perilaku lain yang ti-
serta tindakannya baik dalam kehidu-
dak betanggung jawab itu kini menga-
pan personal maupun sosialnya. Ke-
lami
mampuan mengidentifikasi
masalah
yang begitu sangat mengkhawatirkan,
sosial, merumuskan masalah sosial dan
bahkan telah merembes ke berbagai
memecahkan masalah itu sebagai ciri
relung kehidupan
penting dalam kemampuan berpikir.
hingga melahirkan proses reproduksi
Ketiga komptensi dengan berbagai ni-
sosial (Koesoema, 2007: 117). Masya-
lai yang terkandung di dalamnya itulah
rakat pada posisi terancam oleh berba-
yang yang harus dibangun melalui
gai tindak kekerasan, vandalisme, ke-
pembelajaran IPS, sehingga melahir-
jahatan di jalanan, munculnya geng-
kan pelaku- pelaku sosial yang mum-
geng remaja, kehamilan di luar nikah,
puni. Para pelaku sosial itu harus da-
pemerkosaan, kabur dari sekolah, ke-
pat membangun sikap dan perilaku
hancuran kehidupan rumah tangga,
dengan berbagai dimensinya, mema-
hilangnya
hami hak dan kewajibannya, kemudian
sayang. Kalau kita ingin memban-
memiliki kepekaan untuk memahami,
gun bangsa yang berkarakter, maka
menyikapi dan ikut berpartisipasi da-
masalah- masalah sosio-kebangsaan itu
lam memecahkan masalah-masalah so-
harus segera diatasi.
sio-kebangsaan yang ada. Beberapa
itu harus juga dilakukan pengkondisian
masalah sosio-kebangsaan sebagaima-
secara tepat dan komprehensip, terma-
na sudah disinggung di muka seperti:
suk menciptakan lingkungan belajar
berbagai bentuk anarkhisme dan tin-
yang kodusif-edukatif dan sudah ba-
dak kekerasan , perilaku amoral dan
rang tentu ada kebijakan pemerintah
lunturnya budi pekerti, korupsi, kolu-
yang
si dan nepotisme, serta
ketidakjuju-
13
peningkatan
rasa
dan
percepatan
masyarakat,
hotmat
mendukung
mene-
se-
dan kasih
Seiring dengan
program-program
pengembangan karakter bangsa terse-
teladanan, proses pembelajaran dikem-
but.
balikan kepada fitrahnya sebagai proses pendidikan, dikembangkan model-
PENUTUP
model
Pembelajaran IPS yang secara
partisipatif,
konseptual ideal merupakan studi inte-
aktif-
kreatif-inovatif dengan
taan lingkungan pendidikan yang kon-
masih menghadapi problem dalam pe-
dusif-edukatif, misalnya dipajang ber-
laksanaan pembelajaran di lapangan.
bagai ketentuan, prosedur, slogan-
Para pendidik IPS merasa kebingungan
slogan yang mampu memberikan moti-
dan kadang kurang bersemangat ka-
vasi dan semangat dalam hidup dan
rena IPS dipandang oleh masyarakat
kehidupan yang lebih berkarakter, per-
mata pelajaran yang tidak
lu penataan berita dan penyiaran di
penting. Para peserta didikpun menjadi
berbagai media massa, baik di media
kurang begitu tertarik dengan mata pe-
cetak maupun elektronik, perlu dilaku-
lajaran IPS. Dengan demikian dapat
kan kerja sama dengan orang tua/wali
dipastikan bahwa pembelajaran IPS
dan masyarakat sekitar, dan adanya po-
menjadi tidak optimal, sehingga tujuan
litical will dari pemerintah.
pembelajaran IPS yang sesungguhnya
Saran dari adanya penelitian ini
sebagai bagian dari proses pembentu-
yaitu agar sekolah meningkatkan ber-
kan karakter tidak dapat tercapai. Oleh
bagai program untuk mengembangkan
karena itu perlu dilakukan revitalisasi
nilai-nilai karakter yang belum optimal
dengan melakukan berbagai upaya.
sesuai dengan indikator sekolah dan
Misalnya, perlu dilakukan telaah kuri-
kelas. Dalam hal pengintegrasian ka-
kulum, yang semula pengembangannya
rakter dalam pembelajaran, sekolah
berbasis materi, diubah berbasis kom-
diharapkan lebih berperan serta dalam
petensi dan karakter. Mengembangkan
membantu guru yang kesulitan dalam
proses pembelajaran yang aktif, partisipatif dan kontekstual.
yang
berbagai program pembiasaan, pencip-
gratif mengenai kehidupan masyarakat,
sebagai
pembelajaran
menerapkan pendidikan karakter dalam
Untuk me-
pembelajaran, serta melakukan moni-
mantapkan peran pembelajaran IPS
toring dan evaluasi secara berkala.
dalam pembentukan karakter bangsa
Guru IPS diharapkan membuat format
ini perlu juga didukung dengan bebe-
perencanaan dan penilaian karakter wa-
rapa hal, diantaranya perlu adanya ke-
14
day : ProQuest Education Journal. April, 2000, http://webcache.google usercontent.com., diunduh, 20 April 2010.
laupun belum ada format yang paten. Guru IPS disarankan untuk melakukan pembelajaran IPS sesuai dengan perencanaan dalam RPP dan mengembangkan metode belajar berkelompok. Pe-
Miles, M.B. & Huberman, A.M. (2009). Qualitative data analisis: an expended sourcebook. Second Edition. Callifornia: Sage Publications.
doman atau panduan pelaksanaan pendidikan karakter hendaknya lebih disempurnakan lagi agar pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelaja-
Sukmadinata, Nana Syaodih, 1996. “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi dalam Era Globalisasi: Suatu Kajian”, Makalah, disajikan dalam Seminar tentang Sistem Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi Menyongsong Era Global oleh PusbangkurandikBalitbangdikbud. Jakarta: Balitbangdikbud.
ran dapat berjalan dengan baik. DAFTAR RUJUKAN ALPTKI, 2009. Pemikiran tentang Pendidikan Karakter dalam Bingkai Utuh Sistem Pendidikan Nasional, Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Somantri, M. Nurman. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Rosda Karya.
Bulach, Cletus R., 2002. “Implement ing a Character Education Curriculum and Assessing Its Impact on Student Behavior”: ProQuest Education Journal, Dec.2002., http://www.jstor.org/pss/30189 797, diunduh, 22 April 2010.
Soemarno Soedarsono, 2009. Karakter Mengantarkan Bangsa dari Gelab Menuju Terang. Jakarta: Kompas Gramedia. Lasmawan, Wayan. 2014. “Merekonstruksi Ke-IPS-an Berdasarkan Paradigma Teknohumanistik”. Makalah, disajikan pada Seminar tentang Pendidikan IPS oleh FIS Undiksa, 30 0ktober, 2014.
Zuchdi, Darmiyati. 2008. Humani sasi Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan Yang Manusiawi. Jakarta: Bumi Aksara. Koesoema, Doni A. 2007. Pendidikan Karakter, Jakarta: Grasindo. Darmadi, Hamid, (2007). Konsep Da sar Pendidikan Moral, Bandung: Alfabeta. Lickona, Thomas, 2000. “Talks About Character Education”, wawancara oleh Early Chilhood To-
15