PERAN MODAL SOSIAL DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DESA PASCA TSUNAMI Kasus Pembangunan Perumahan dan Peningkatan Pendapatan Keluarga di Beberapa Desa di Kabupaten Aceh Besar
F A D L I
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peran Modal Sosial dalam Percepatan Pembangunan Desa Pasca Tsunami, Kasus Pembangunan Perumahan dan Peningkatan Pendapatan Keluarga di Beberapa Desa di Kabupaten Aceh Besar adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2007 Yang menyatakan,
F a d l i NRP.A155030031
ABSTRAK FADLI. Peran Modal Sosial dalam Percepatan Pembangunan Desa Pasca Tsunami, Kasus Pembangunan Perumahan dan Peningkatan Pendapatan Keluarga di Beberapa Desa di Kabupaten Aceh Besar (Ernan Rustiadi sebagai Ketua dan D.S. Priyarsono sebagai Anggota Komisi Pembimbing). Modal sosial merupakan faktor krusial yang mendorong percepatan pembangunan desa pasca tsunami di Aceh Besar, disamping modal manusia, modal fisik dan modal ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan stok modal sosial masyarakat di masing-masing desa, menganalisis pengaruh modal sosial terhadap percepatan pembangunan rumah dan menganalisis pengaruh modal sosial terhadap peningkatan pendapatan masyarakat pasca tsunami. Analisis data dilakukan secara deskriptif, uji beda nyata dan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal sosial berpengaruh terhadap percepatan pembangunan desa pasca tsunami di Aceh Besar, terutama terhadap pembangunan perumahan dan peningkatan pendapatan keluarga. Kata kunci: Jaringan, norma, kepercayaan, aksi kolektif, modal sosial, perumahan, pendapatan.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
PERAN MODAL SOSIAL DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DESA PASCA TSUNAMI Kasus Pembangunan Perumahan dan Peningkatan Pendapatan Keluarga di Beberapa Desa di Kabupaten Aceh Besar
F A D L I
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul Tesis
: Peran Modal Sosial dalam Percepatan Pembangunan Desa Pasca Tsunami (Kasus Pembangunan Perumahan dan Peningkatan Pendapatan Keluarga di Beberapa Desa di Kabupaten Aceh Besar)
Nama
: Fadli
NRP
: A155030031
Program Studi : Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Ketua
Dr. Ir. D. S. Priyarsono, MS Anggota
Mengetahui, 2. Ketua Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D
Tanggal Ujian: 15 Mei 2007
3. Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan tesis dengan judul: ”Peran Modal Sosial dalam Percepatan Pembangunan Desa Pasca Tsunami (Kasus Pembangunan Perumahan dan Peningkatan Pendapatan Keluarga di Beberapa Desa di Kabupaten Aceh Besar)”. Tesis ini merupakan tugas akhir pendidikan magister sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr dan Dr. Ir. D. S. Priyarsono, MS, selaku pembimbing sebagai penghargaan tertinggi atas bimbingan, arahan, dan luangan waktunya untuk penulis. Ucapan terima kasih juga kepada Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D selaku ketua program studi dan para stafnya untuk kelancaran dalam proses peyelesaian penulisan tesis ini. Terimakasih kepada para staf pengajar pada PS PWD atas ilmunya, kepada masyarakat Desa Beurandeh, Desa Kajhu, Desa Lamkrut atas bantuannya dan kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan tesis ini. Terima kasih tak terhingga kepada Ayahanda A.Jalil (alm) dan Ibunda Rukmini, kepada Bang Joni, ST, Bang Bukhari, Kakak Dra. Khairiah, Bang Ramli, S.Si, Kak Maryana, S.Si, Dek Zurriyati, S.Ag, Dek Ida Rasyidah, SPd, istri-istri atau suami-suaminya atas segala dorongan dan pengorbanannya, kepada Paman Bapak Ridwan T.A, SH, MM, istri dan anaknya yang telah direpotkan selama ini, kepada ”Adek’s” Nurmaulida, SPd yang telah bersedia mendampingi dan menunggu selama penulisan tesis ini. Terima kasih kepada ketua dan staf Yayasan Samudra Langsa, kepada Rektor, para Pembantu Rektor, Dekan dan para Pembantu Dekan, Staf SBAK Fakultas Pertanian, Universitas Samudra Langsa, atas konstribusi dan izin untuk melanjutkan studi. Terima kasih juga kepada DIKTI atas Beasiswa BPPS, Pemda NAD, Pemkot Langsa, Pemda Aceh Timur atas bantuan yang diberikan kepada penulis selama melaksanakan penelitian dan melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor. Terima kasih kepada Pak Ito, Pak Ramlan, pak Asep, Pak Asdy, Bu Sity, Ibu Utari atas kerjasamanya, rekan-rekan PWD 2003 atas persahabatan dan
”sosial kapital” yang terbangun sejak sama-sama memulai kuliah di PS PWD, juga kepada rekan-rekan PWD 2002, PWD 2004, dan angkatan lainnya. Terima kasih juga kepada saudara-saudara yang tergabung dalam keluarga besar IKAMAPA-Aceh di Bogor. Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, segala kontribusi pemikiran dan saran yang konstruktif sangat diharapkan. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Bogor, Agustus 2007 Fadli
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Idi Cut pada tanggal 31 Desember 1973 dari ayah A. Jalil (alm) dan ibu Rukmini. Penulis merupakan putra ke enam dari delapan bersaudara. Jenjang pendidikan dasar sampai menengah atas ditamatkan di daerah kelahiran penulis, yaitu di Kecamatan Darul Aman Kabupaten Aceh Timur Nanggroe Aceh Darussalam. Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Neg. I Darul Aman dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Univ. Syiah Kuala Banda Aceh melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Unsyiah. Penulis memilih Program Studi dan
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian dan
menamatkannya pada tahun 2000. pada tahun 2003 penulis diterima di Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) dengan Beasiswa BPPS. Sebelum diterima pada Yayasan Samudra Langsa tahun 2002 sebagai tenaga pengajar Fakultas Pertanian Univ. Samudra Langsa, penulis pernah menjadi tenaga ahli bidang ekonomi di Laboratorium Pengolahan Daging dan Ikan Fakultas Peternakan Unsyiah tahun 2001.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR
.................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xiv
PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................. Perumusan Masalah ......................................................................... Tujuan Penelitian ............................................................................ Manfaat Penelitian ...........................................................................
1 5 8 8
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Modal Sosial ……………………………………………. Klasifikasi dan determinan Modal Sosial .......................................... Kepercayaan (Trust) ......................................................................... Jaringan (Network) ........................................................................... Norma (Share Value) ........................................................................ Modal Sosial dan Kesejahteraan Rumah Tangga ...............................
9 11 14 16 19 20
METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran .......................................................................... Metode Penelitian ............................................................................. Lokasi Penelitian ....................................................................... Metode Penarikan Sampel ......................................................... Jenis dan Sumber Data ............................................................... Metoda Analisis Data ......................................................................... Analisis Modal Sosial ………………………………………….. Indeks Komposit Modal Sosial Masyarakat ……………..... Uji Beda Rataan Indeks Modal Sosial ……………………. Analisis korelasi .................................................................... Analisis Peran Modal Sosial terhadap Peluang Masyarakat Memiliki Rumah ......................................................................... Analisis Peran Modal Sosial terhadap Pendapatan Keluarga....... Definisi Operasional, Pengukuran Variabel dan Pengolahan Data ............................................................................................. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian ................................................... Kondisi Pembangunan Desa Pasca Tsunami ..................................... Modal Sosial Masyarakat .............................................................. Modal Sosial Struktural ........................................................... Kepadatan Keanggotaan di dalam Asosiasi Lokal ……… Keragaman Keanggotaan di dalam Asosiasi Lokal …….. Partisipasi dalam Pembuatan Keputusan ………………. Dukungan di dalam Situasi Krisis ……………………… Derajat Pembatasan ……………………………………. Modal Sosial Kognitif ..............................................................
23 26 26 26 26 26 26 27 28 29 30 32 33 39 43 45 47 50 53 55 56 57 57
Derajat Kesetiakawanan ................................................. Kepercayaan ………………………………………….. Kerjasama ……………………………………………… Penyelesaian Konflik ……………………………………. Aksi Kolektif .......................................................................... Tingkat Aksi Kolektif …………………………………. Jenis Kegiatan Kolektif ……………………………….. Kesediaan untuk Berpartisipasi dalam Aksi Kolektif …… Modal Sosial dan Peluang Memiliki Rumah .................................... Modal Sosial dan Pendapatan Keluarga ........................................... Ikhtisar .............................................................................................
59 60 61 61 62 63 64 64 65 71 74
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ........................................................................................... Saran .................................................................................................
81 81
DAFTAR PUSTAKA
...............................................................................
82
..............................................................................................
85
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Halaman 1
Jumlah Desa yang Rusak Akibat Tsunami dalam Setiap Kabupaten/kota di Nanggroe Aceh Darussalam....................................
1
Kerangka Hubungan antara Pendapat Woolcock dan Narayan dengan Pendapat Grootaert dan Van Bastaeler terhadap Modal Sosial .............
12
Definisi Operasional, Pengukuran Variabel dan Tahapan Pengolahan Data ......................................................................................................
33
Keadaan Umum Kabupaten Aceh Besar dengan Jumlah Desa dan Katagori Kerusakannya.……………………………………………….
39
Kondisi Fasilitas Umum Penunjang Kebutuhan Dasar Masyarakat di Setiap Desa Pasca Tsunami ……………………….………………….
44
Uji Beda Rataan Indeks Modal Sosial Masyarakat dan Komponenkomponennya antar Desa …………………………..………………….
46
Uji Beda Rataan Unsur-unsur Modal Sosial Struktural di Desa Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut ………..…………………
49
Kepadatan Keanggotaan di dalam Asosiasi Lokal di Desa Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut …………………..……………………
50
9
Keragaman Keanggotaan di dalam Asosiasi Lokal di setiap Desa ……
53
10
Uji Beda Rataan Unsur-unsur Modal Sosial Kognitif di Desa Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut …………………………..
59
Uji Beda Rataan Unsur-unsur Aksi Kolektif di Desa Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut ………….………………………………….
63
Indeks Modal Sosial Masyarakat Berdasarkan Status Kepemilikan Rumah ……………………………………………………………….
66
Korelasi antara Modal Sosial Masyarakat dengan Kepemilikan Rumah. ……………………………………………………………….
66
14
Klasifikasi dan Kebenaran Prediksi …………………………………
69
15
Hasil Analisis Regresi Logistik dengan Variabel Terikat Status Kepemilikan Rumah dan Tanpa Memasukkan Variabel Keterlibatan NGO ………………………………………………………...…………
69
Hasil Analisis Regresi Logistik dengan Variabel Terikat Status Kepemilikan Rumah dan dengan Memasukkan Variabel Keterlibatan NGO …………………………………………………………………..
71
Hasil Analisis Menggunakan Regresi Linier dengan Variabel Terikat Pendapatan Rumah Tangga …………………………………………..
73
2 3 4 5 6 7 8
11 12 13
16
17
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Kerangka Pemikiran Penelitian
........................................................
25
2
Rata-rata Indeks Modal Sosial Masyarakat dan Komponenkomponennya di tiap-tiap Desa. ..……………………………………..
46
Rata-rata Indeks Unsur-unsur Modal Sosial Struktural di Desa Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut. ……..……………………
48
Rata-rata Indeks Unsur-unsur Modal Sosial Kognitif di Desa Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut. ………..…………………
58
Rata-rata Indeks Unsur-unsur Aksi Kolektif di Desa Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut …………..………………………………….
62
3 4 5
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Karakteristik Responden dan Pendapatannya ……………………………
85
2 Indeks Modal Sosial Masyarakat pada Level Rumah Tangga……………… 87 3 Deskriptif Statistik Indeks Modal Sosial per Desa………………………… 89 4 Descriptive Statistics Indeks Modal Sosial Berdasarkan Kepemilikan Rumah …………………………………………………………………..…
99
5 Korelasi antara Variabel Modal Sosial dengan Kepemilikan Rumah…….. 103 6 Hasil Analisis Regresi Logit (SPSS 10) Pengaruh Modal Sosial Masyarakat terhadap Kepemilikan Rumah Tanpa Memasukkan Faktor NGO ………………………………………………………………………. 109 7 Hasil Analisis Regresi Logit (SPSS 10) Pengaruh Modal Sosial Masyarakat terhadap Kepemilikan Rumah dengan Memasukkan Faktor NGO ………………………………………………………………………. 111 8 Hasil Analisis Regresi (SPSS 10) Pengaruh Modal Sosial Masyarakat terhadap Pendapatan Masyarakat. ………………………………………… 113
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten dari beberapa kabupaten di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang mengalami kerusakan akibat tsunami. Dari 204 desa yang ada, lebih dari 85 desa mengalami kerusakan (Tabel 1). Wilayah Aceh Besar juga termasuk wilayah dengan tingkat kerusakan desa yang paling banyak dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di NAD. Table 1. Jumlah Desa yang Rusak Akibat Tsunami dalam Setiap Kabupaten/Kota di Nanggroe Aceh Darussalam. No
Jumlah Desa
Kabupaten/Kota
Rusak Tidak 15 66 Simeulue 1 14 20 Aceh Singkil 2 187 60 Aceh Selatan 3 Aceh Tenggara 4 373 57 Aceh Timur 5 Aceh Tengah 6 103 59 Aceh Barat 7 116 88 Aceh Besar 8 361 71 Pidie 9 325 63 Bireuen 10 191 23 Aceh Utara 11 87 16 Aceh Barat Daya 12 Gayo Lues 13 92 7 Aceh Tamiang 14 93 13 Nagan Raya 15 101 57 Aceh Jaya 16 16 26 Banda Aceh 17 3 15 Sabang 18 35 2 Langsa 19 61 7 Lhokseumawe 20 Total 650 2.173 Sumber: Buku Rencana Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh dan Nias (2005) Keterangan: DNA = Daerah yang tidak Terkena Bencana Tsunami
Total 81 34 247 DNA 430 DNA 162 204 432 388 214 103 DNA 99 106 158 42 18 37 68 2.823
Kehidupan masyarakat di desa-desa yang mengalami kerusakan pasca tsunami penuh ketidakpastian, masyarakat yang selamat hampir tidak mampu lagi untuk membangun kembali kehidupannya. Namun, rasa empati yang datang dari berbagai pihak, secara pribadi maupun kelompok, yang berada di Indonesia maupun di negara lain dapat membantu masyarakat untuk bangkit kembali. Rasa empati tersebut ditunjukkan melalui berbagai bentuk bantuan untuk membantu memenuhi
kebutuhan
hidup
masyarakat
sehari-hari.
Kebutuhan
utama
masyarakat, yaitu: (1) kebutuhan akan ketersediaan pangan, sandang dan papan,
(2) kebutuhan terhadap sarana pendidikan, dan (3) kebutuhan terhadap sarana kesehatan. Sesuai dengan prioritas program rencana rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana yang tertuang dalam Buku Induk Rencana Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh dan Nias (Anonim 2005), rencana pembangunan di prioritaskan pada pembangunan kembali berbagai sektor kehidupan masyarakat yang telah hancur akibat tsunami. Kebijakan dan strategi dalam proses rehabilitasi pasca bencana didasarkan pada upaya mengentaskan permasalahan yang ditimbulkan oleh tsunami. Dalam bidang fisik, tsunami telah menyebabkan kerusakan infrastruktur dan perumahan dalam skala besar. Hancurnya perumahan serta prasarana dan sarana pemukiman mengakibatkan ratusan ribu penduduk kehilangan tempat tinggal, menurunnya kualitas kesehatan masyarakat, serta rusaknya sistem lingkungan yang berpotensi menimbulkan bencana lingkungan (environment disaster). Dalam bidang ekonomi, tsunami menyebabkan lumpuhnya kegiatan ekonomi. Hampir semua sarana kegiatan ekonomi masyarakat seperti sarana pelayanan masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan nelayan dan pertanian yaitu pelabuhan ikan, pusat-pusat penjualan perikanan dan pertanian, serta saluran irigasi rusak. Rusaknya sarana produksi masyarakat antara lain perahu nelayan dan lahan pertanian. Tidak berfungsinya sistem keuangan termasuk perbankan yang disebabkan oleh rusaknya berbagai sarana perbankan serta hilangnya kegiatan ekonomi yang didukung oleh perbankan. Tidak berjalannya kegiatan usaha yang menyebabkan tingkat pengangguran meningkat. Dalam bidang sosial, kehilangan tokoh-tokoh masyarakat adat dan pemuka agama serta aparatur pemerintah menyebabkan rusaknya tatanan kehidupan sosial masyarakat yang telah terbentuk sebelum tsunami. Berdasarkan
pada
permasalahan
pokok
bidang
infrastruktur
dan
perumahan tersebut, kebijakan yang ditempuh dan strategi yang dijalankan dalam melaksanakan kebijakan pembangunan kembali wilayah-wilayah yang mengalami kerusakan adalah memprioritaskan penyediaan prasarana dan sarana untuk memenuhi kebutuhan dasar, dengan menetapkan prioritas utama pada
pembangunan kembali perumahan, air minum, sanitasi, dan drainase. Selain itu juga membantu dan melaksanakan rehabilitasi dan rekonstruksi perumahan beserta prasarana dan sarana dasar pendukungnya bagi para korban bencana, dengan membantu korban yang ingin kembali ke tempat tinggal semula dalam bentuk incash atau in-kind dan membantu penyediaan perumahan dan prasarana dan sarana dasar pendukungnya bagi korban bencana yang berkeinginan pindah ke tempat baru (resettlement). Kebijakan dan strategi dalam menjawab permasalahan di bidang ekonomi salah satunya adalah memulihkan pendapatan masyarakat melalui penyediaan lapangan kerja dan memberikan pelatihanpelatihan bagi masyarakat yang kehilangan pekerjaan. Untuk memperlancar proses rehabilitasi dan menjalankan kebijakan serta strategi yang telah ditetapkan, maka pemerintah membentuk Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD dan Nias. BRR bertugas untuk membantu percepatan pembangunan kembali wilayah Nanggroe Aceh Darussalam yang rusak akibat tsunami. Dengan dibentuknya BRR, pemerintah berharap proses pembangunan dapat dilakukan secara lebih cepat dan efisien. Tugas BRR yaitu memberikan bantuan kepada masyarakat, mulai dari membantu membangun kembali rumah-rumah masyarakat yang telah hancur dan merehabilitasi rumahrumah yang rusak baik rusak parah maupun rusak ringan, kemudian membantu menyediakan modal-modal usaha bagi masyarakat untuk pemulihan kondisi ekonomi disuatu wilayah serta membantu terhadap bidang-bidang lainnya yang rusak akibat tsunami. Selain itu, BRR juga berfungsi memfasilitasi lembagalembaga non pemerintah baik dari dalam maupun dari luar negeri yang ingin membantu masyarakat di wilayah NAD. Pembangunan kembali wilayah NAD pada umumnya dan wilayah Aceh Besar pada khususnya pasca tsunami hingga bulan juni 2006 belum menunjukkan hasil yang signifikan. Dalam bidang infrastruktur dan perumahan, sebahagian besar masyarakat belum memiliki rumah, mereka masih tinggal dibarak-barak pengungsian. Begitu juga dalam bidang ekonomi, seluruh sarana kegiatan ekonomi masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan nelayan, petani, pedagang dan pengusaha seperti pusat-pusat penjualan perikanan dan pertanian, saluran irigasi serta perahu-perahu nelayan yang mengalami kerusakan belum
dibangun kembali. Para nelayan yang sebelum tsunami bekerja sebagai pencari ikan dilaut, sekarang bekerja sebagai buruh-buruh bangunan yang tidak sesuai dengan profesinya. Belum tersedianya modal-modal usaha yang memadai untuk masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi menyebabkan masyarakat sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya sehari-hari. Pembangunan kembali pasca tsunami bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata untuk setiap wilayah yang mengalami kerusakan melalui pemenuhan kebutuhan hidupnya yang paling mendasar. Bawaan sumberdaya (resource endowment) yaitu sumberdaya alam (natural resources), sumberdaya manusia (human resources), sumberdaya buatan (man-made resources) atau infrastruktur dan sumberdaya sosial (social resources) menjadi sangat penting bagi tercapai tujuan pembangunan tersebut. Akan tetapi, pasca tsunami masyarakat hampir tidak lagi memiliki bawaan sumberdaya yang dimaksud. Namun demikian, stok modal sosial yang masih dimiliki dapat digunakan sebagai modal dalam proses percepatan pembangunan kembali desanya. Percepatan pembangunan pasca tsunami sesungguhnya tidak hanya tergantung dari modal fisik saja namun juga dipengaruhi oleh modal non-fisik yang bersifat tangible maupun intangible. Kalau kapital manusia dan kapital fisik kurang tersedia, maka kapital sosial (modal sosial) menjadi andalan utama untuk pembangunan (Lawang 2004). Sementara itu, Bourdieu (1985) menyatakan bahwa modal sosial (social capital) dan modal budaya (cultural capital) juga merupakan modal pembangunan yang memiliki peran yang sama pentingnya dengan modal ekonomi (economic capital). Modal sosial yang dimiliki masyarakat dapat mendorong percepatan Pembangunan pasca tsunami. Masyarakat yang mampu membangun dan memelihara modal sosial akan memiliki kemudahan membangun dan menjaga kapital-kapital lainnya. Bersama dengan sumberdaya lain, modal sosial dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Tanpa modal sosial aktivitas atau pembangunan ekonomi dan juga Pembangunan fisik seperti Pembangunan rumah bagi korban tsunami akan sulit diwujudkan. Modal sosial selama ini relatif terabaikan untuk tujuan pembangunan, padahal hasil-hasil penelitian yang
dilakukan Putnam (1993), Grootaert (1999), Sabatini (2005) menunjukkan bahwa modal sosial memberi kontribusi yang nyata terhadap peningkatan pendapatan rumah
tangga,
menekan
kemiskinan,
meningkatkan
pertumbuhan
dan
pembangunan ekonomi suatu wilayah. Penelitian tentang modal sosial di daerah pasca bencana belum banyak dilakukan. Penelitian mengenai peran modal sosial dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah-daerah yang mengalami bencana alam khususnya bencana tsunami yang dasyat seperti NAD akan membantu dalam memahami pentingnya faktor-faktor sosial dalam pembangunan kembali masyarakat. Karena itu, sangat diperlukan informasi mengenai keberadaan dan peranan modal sosial dalam Pembangunan perdesaan di Wilayah Naggroe Aceh Darussalam pasca tsunami melalui sebuah penelitian. 1.2. Perumusan Masalah Pemerintah baik pusat maupun daerah bersama-sama masyarakat telah melakukan berbagai upaya untuk membangun kembali wilayah-wilayah yang rusak. Upaya yang dilakukan mulai dari tahap tanggap darurat yaitu menyediakan tempat-tempat untuk pengungsian, makanan, pakaian, membersihkan puing-puing bangunan yang berserakan dan lain sebagainya. Kemudian dalam tahap rehabilitasi pemerintah juga telah
menetapkan kebijakan dan prioritas
pembangunan pada pembangunan kembali infrastruktur dan perumahan dengan membantu membangun kembali seluruh rumah masyarakat disetiap desa yang hancur maupun yang hanya rusak. Selain itu pemerintah juga membantu menyediakan modal-modal usaha untuk menghidupkan kembali perekonomian masyarakat, sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, Pemerintah juga telah membentuk Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD dan Nias. Pembentukan BRR diharapkan dapat mempercepat proses rehabilitasi dan rekonstruksi agar program yang dijalankan bisa lebih efektif, efisien dan merata. Kemudian kehadiran lembaga-lembaga donor non pemerintah (NGO/LSM) dari dalam dan luar negeri juga akan membantu proses rehabilitasi dan rekonstruksi melalui berbagai bentuk bantuan, seperti bantuan modal usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan pembangunan wilayah permukiman dengan membangun kembali rumah-rumah
yang telah hancur dan membangun infrastruktur sebagai sarana pendukung wilayah permukiman tersebut. Banyaknya bantuan dan lembaga/pihak yang membantu baik untuk perumahan maupun membantu menyediakan modal usaha yang digunakan dalam suatu kegiatan ekonomi di masyarakat tidak menjamin percepatan pembangunan desa-desa tersebut dapat terlaksana secara merata. Kesenjangan pembangunan antar desa tetap terjadi. Ada desa yang pembangunannya lebih cepat, ada juga desa-desa yang pembangunannya relatif lambat terutama dalam pembangunan kembali perumahannya. Desa Beurandeh Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar, merupakan salah satu desa yang pembangunan rumahnya relatif lebih cepat dibandingkan dengan desa lain. Hingga bulan juni 2006 semua rumah di desa tersebut sudah selesai dibangun kembali dan masyarakat sudah bisa menempatinya kembali. Sementara itu di desa lain masyarakat masih tinggal di barak-barak pengungsian karena rumah mereka belum selesai dibangun. Desa Beurandeh termasuk dalam katagori rusak sedang (BRR, BPS dan ADB 2006), tetapi kalau dilihat dari kerusakan fisiknya, desa ini juga termasuk rusak parah. Sebahagian besar rumah penduduk hancur, hanya beberapa rumah yang selamat karena letaknya di perbukitan. Selain rumah infrastrukturinfrastruktur lain seperti fasilitas kesehatan yang ada juga ikut hancur. Tidak adanya korban jiwa di desa ini, menyebabkan struktur sosial masyarakat desa tidak mengalami banyak perubahan, karena tokoh-tokoh masyarakat adat, tokoh agama dan pemerintahan masih tetap seperti sebelum terjadi tsunami. Hal tersebut sangat berbeda dengan desa-desa lain yang tergolong dalam katagori rusak berat, dimana banyak terdapat korban jiwa termasuk kehilangan tokoh-tokoh masyarakat yang menjadi pemuka adat dan agama, sehingga struktur sosial masyarakat yang tinggal pasca tsunami mengalami perubahan. Perubahan struktur sosial berdampak pada perbedaan stok modal sosial masyarakat. Perbedaan stok modal sosial masyarakat dimasing-masing desa berpengaruh terhadap percepatan pembangunan desa baik pembangunan infrastruktur dan perumahan maupun pembangunan ekonominya. Aksi kolektif yang dilakukan masyarakat Desa Beurandeh seperti melakukan proses perencanaan pembangunan desa secara partisipatif pasca tsunami yang hasilnya
yaitu salah satunya adalah membentuk kelompok-kelompok usaha yang sesuai dengan bidang dan keahlian masing-masing masyarakat. Dengan telah terbentuknya kelompok-kelompok tersebut menyebabkan banyak pihak yang menawarkan bantuannya untuk percepatan pembangunan desa mereka. Kerjasama tersebut terjadi karena antar sesama masyarakat saling percaya mempercayai. Modal kepercayaan yang ada menjadi modal untuk menarik minat pihak-pihak yang mau memberi bantuan untuk membantu membangun rumah yang merupakan kebutuhan hidup yang paling mendasar bagi masyarakat di desa tersebut. Kepercayaan dan kerjasama tentunya berimplikasi pada adanya modal sosial, karena kepercayaan adalah produk yang sangat penting dari norma-norma sosial kooperatif yang memunculkan modal sosial. Jika masyarakat bisa diandalkan untuk tetap menjaga komitmen, norma-norma saling menolong yang terhormat dan menghindari perilaku oportunistik, maka berbagai kelompok akan terbentuk secara lebih cepat, dan kelompok yang terbentuk itu akan mampu mencapai tujuan-tujuan bersama secara lebih efisien (Fukuyama 1995). Penelitian
Grootaert
(1999)
yang
dilakukan
di
Indonesia
juga
menunjukkan bahwa modal sosial dapat meningkatkan kesejahteraan rumah tangga dan akses masyarakat terhadap lembaga keuangan. Modal sosial terutama komponen rasa saling percaya dan partisispasi masyarakat, juga berperan untuk mencapai tingkat keberhasilan pelaksanaan program-program pembangunan yang lebih baik (Kirwen dan Pierce 2002). Dengan demikian modal sosial dapat berperan untuk mendorong percepatan pembangunan desa pasca tsunami. Dari uraian di atas dapat dirumuskan beberapa masalah yang menyangkut dengan keberadaan modal sosial dan percepatan pembangunan desa pasca tsunami yaitu sebagai berikut: 1. Mengapa terjadi kesenjangan pembangunan terutama pada pembangunan rumah pasca tsunami antara satu desa dengan desa lain. Apakah hal tersebut ada kaitannya dengan perbedaan stok modal sosial masyarakatnya. 2. Sejauhmana modal sosial mempengaruhi percepatan pembangunan rumah pasca tsunami.
3. Apakah modal sosial juga berpengaruh terhadap pemulihan pendapatan masyarakat sebagai upaya pengentasan masalah ekonomi yang ditimbulkan oleh tsunami. 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk menjawab beberapa permasalahan yang terkait dengan percepatan pembangunan desa pasca tsunami dan mendapatkan informasi atau pengetahuan mengenai hubungan/konstribusi modal sosial masyarakat dalam kaitannya dengan proses percepatan pembangunan desa pasca tsunami. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menguraikan perbedaan stok modal sosial masyarakat di masing-masing desa pasca tsunami. 2. Menganalisis pengaruh modal sosial terhadap percepatan pembangunan rumah pasca tsunami 3. Menganalisis pengaruh modal sosial terhadap peningkatan pendapatan masyarakat pasca tsunami. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian-penelitian lebih lanjut tentang modal sosial dan kaitannya dengan pembangunan wilayah terutama wilayah desa baik dalam bidang pembangunan fisik, pembangunan ekonomi, maupun sosial. Selain itu, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai informasi bagi pemerintah daerah di dalam menetapkan kebijakan untuk proses percepatan pembangunan desa khususnya pasca tsunami dan pembangunan desa pada umumnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Modal Sosial Konsep modal sosial memiliki pengertian yang berbeda-beda di kalangan pakar Ilmu Ekonomi dan pakar Ilmu Sosial. Masalah konsep kapital (modal dalam modal sosial) bersumber pada beberapa keterbatasan dan referensi. Konsep kapital dalam referensi ekonomi mempertimbangkan referensi bukan ekonomi yang sering kali terbatas, konsep kapital dalam referensi ilmu sosial terlalu sedikit
mempertimbangkan
referensi
ekonomi,
sehingga
sulit
untuk
mencapai
keseragaman pengertian (Lawang 2004). Menurut Coleman dalam Eko (2004), modal sosial ditetapkan oleh fungsinya. Modal sosial bukan sebuah entitas tunggal, tetapi berbagai macam entitas yang berbeda-beda dengan dua elemen bersama yang terdiri dari beberapa aspek struktur sosial dan memfasilitasi tindakan pelaku-pelaku tertentu dalam struktur itu. Sebagaimana bentuk modal lain, modal sosial adalah produktif, memungkinkan pencapaian tujuan tertentu yang dalam ketiadaannya akan tidak mungkin. Sebagaimana modal fisik dan modal manusia, modal sosial sama sekali tidak fungible tetapi mungkin spesifik untuk aktivitas tertentu. Tidak seperti modal lain modal sosial melekat dalam struktur hubungan antar para pelaku dan di antara para pelaku. Walaupun definisi tersebut tidak begitu jelas, namun kumpulan tindakan, hasil dan hubungan yang berbeda ditetapkan sebagai modal sosial. Modal sosial juga dapat dilihat sebagai sekumpulan asosiasi diantara orang-orang yang mempengaruhi produktivitas komunitas yang mencakup jaringan dan norma sosial. Jaringan dan norma secara empirik saling berhubungan dan memiliki konsekuensi ekonomi yang penting. Modal sosial berperan di dalam menfasilitasi kerjasama dan koordinasi untuk manfaat bersama bagi anggotaanggota asosiasi (Putnam 1993) Paldam dalam Laba (2006), menggambarkan modal sosial sebagai perekat yang menyatukan masyarakat. Paldam membagi pendekatan teoritis terhadap modal sosial kedalam kepercayaan, kerjasama dan jaringan. Kepercayaan memudahkan kerelaan untuk bekerjasama, hubungan yang sama juga berlaku antara kepercayaan dan jaringan. Dalam hal ini definisi dari jaringan akan bermakna ketika ditempatkan dalam kepercayaan-kerjasama. Narayan (1999), memberikan definisi modal sosial sebagai norma dan hubungan sosial yang tertambat didalam struktur sosial masyarakat yang memungkinkan orang-orang untuk mengkoordinasikan tindakan dan mencapai tujuan bersama. Sedangkan Portes (1998), mendefinisikan modal sosial sebagai kemampuan dari para pelaku untuk mendapatkan manfaat melalui keanggotaan di dalam jaringan sosial atau struktur sosial lainnya.
Leser (2000), mendefinisikan modal sosial sebagai kesejahteraan atau keuntungan yang terjadi karena adanya hubungan sosial antar individu. Ada tiga dimensi utama yang mempengaruhi perkembangan dari keuntungan itu yaitu struktur hubungan, dinamika interpersonal yang terjadi dalam struktur serta konteks dan bahasa umum yang digunakan individu dalam struktur. Fukuyama (1995), menjelaskan social capital secara sederhana bisa didefinisikan sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Jika anggota-anggota kelompok itu mengharapkan para anggota yang lain akan berperilaku jujur dan terpercaya, maka mereka akan saling mempercayai. Selanjutnya Bank Dunia mendefinisikan modal sosial dalam dua versi yaitu modal sosial merupakan norma, institusi, dan hubungan sosial yang membentuk kualitas interaksi sosial didalam masyarakat dan modal sosial adalah norma, institusi, dan hubungan sosial yang memungkinkan orang dapat bekerjasama (Bank Dunia 1998). Kedua definisi tersebut perbedaannya terletak pada variabel terikatnya. Definisi pertama kualitas interaksi sosial didalam masyarakat menjadi variabel terikat dan pada definisi yang kedua peluang orang untuk melakukan kerjasama sebagai variabel terikatnya. Walaupun definisi modal sosial di kalangan pakar-pakar Ilmu Ekonomi dan pakar-pakar Ilmu Sosial berbeda-beda, akan tetapi secara umum modal sosial memiliki tiga unsur utama,yaitu; (1) Rasa percaya, (2) Norma dan (3) Jaringan kerja. Ketiga unsur utama tersebut dapat digunakan sebagai pendekatan untuk mengukur tingkat modal sosial di dalam suatu wilayah. 2.2. Klasifikasi dan Determinan Modal Sosial Uphoff (1999), membedakan modal sosial ke dalam dua dimensi, yaitu dimensi struktural dan dimensi kognitif. Dimensi struktural bersumber dari peranan dan aturan dalam jaringan suatu organisasi sosial dan hubungan interpersonal, serta prosedur-prosedur dan presenden-presenden, yang didorong oleh faktor dinamis baik vertikal maupun horizontal. Dimensi kognitif bersumber dari norma-norma, nilai-nilai, sikap-sikap dan keyakinan yang hidup di dalam masyarakat sipil oleh dorongan kepercayaan, solidaritas, kerjasama dan
persahabatan. Unsur modal sosial kognitif mempengaruhi/mengarahkan orang pada aksi kolektif yang menghasilkan manfaat bersama, sedangkan unsur-unsur struktural berperan di dalam memperlancar/memfasilitasi aksi kolektif itu. Dimensi-dimensi dari modal sosial struktural dan kognitif harus dikombinasikan untuk mewakili potensi agregat dari aksi kolektif yang mendatangkan manfaat bersama yang telah ada di dalam suatu komunitas (Krishna 2000; Uphoff 1999, diacu dalam Grootaert dan van Bastaeler 2002). Modal sosial juga dapat dinilai pada level mikro, meso, dan makro. Pada level mikro, modal sosial dapat terlihat dalam bentuk jaringan horisontal antara individu dan rumah tangga serta norma-norma yang mengatur hubungan itu dan nilai-nilai yang melandasi jaringan horisontal ini. Pengamatan modal sosial pada level meso mencakup hubungan horisontal dan vertikal di antara kelompok, diilustrasikan dengan pengelompokan asosiasi lokal menurut wilayah. Sedangkan pada level makro, modal sosial dapat diamati di dalam bentuk lingkungan kelembagaan dan politik yang mempengaruhi seluruh kegiatan ekonomi dan sosial, serta kualitas dari pengaturan pemerintah. Pada level makro, modal sosial berkaitan dengan ekonomi kelembagaan yaitu kualitas insentif dan kelembagaan yang merupakan faktor penentu yang utama dari pertumbuhan ekonomi (Grootaert dan van Bastaeler 2002). Woolcock dan Narayan dalam Vipriyanti (2007), menyatakan bahwa ada empat perspektif modal sosial dalam pembangunan ekonomi, yaitu; (1) pandangan komunitarian (the communitiarian view), pandangan ini menyamakan modal sosial dengan organisasi pada level lokal (seperti asosiasi, klub, dan kelompokkelompok warga). Modal sosial diukur secara sangat sederhana yaitu melalui jumlah dan kepadatan suatu organisasi dalam komunitas tertentu, semakin banyak akan lebih baik dan selalu memberikan dampak yang posistif terhadap kesejahteraan masyarakat, (2) pandangan jaringan (the networks view), menekankan pentingnya
asosiasi vertikal dan horisontal antar individu, dan
hubungan di dalam organisasi dan antar organisasi seperti kelompok-kelompok komunitas dan perusahaan. Dalam pandangan ini terdapat dua dimensi dasar dari modal sosial pada level komunitas, yaitu yang dikenal dengan bonding social capital (strong intra community ties) dan bridging social capital (weak extra
community network). Perspektif ini menganggap bahwa masyarakat dapat dicirikan oleh bawaan (endowment) mereka akan kedua dimensi modal sosial tersebut. Perbedaan kombinasi antar kedua dimensi akan mempengaruhi hasil yang diperoleh dari modal sosial, (3) pandangan kelembagaan (the institutionsl view), berpendapat bahwa jaringan kerja komunitas dan masyarakat sipil, secara luas adalah hasil dari keadaan politik, hukum, dan lingkungan kelembagaan. Pandangan ini telah menghasilkan sejumlah metodologi dan fakta empiris yang kuat namun hanya untuk kebijakan makro, (4) pandangan sinergi (the synergy view), menggabungkan pandangan jaringan dan kelembagaan atas dasar asumsi bahwa tidak satupun pelaku pembangunan (pemerintah, swasta dan masyarakat) akan dapat berjalan sendiri di dalam mengakses sumberdaya yang dibutuhkan untuk menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan dan berkeadilan. Modal sosial digunakan sebagai variabel penghubung. Tabel 2. Kerangka Hubungan antara Pendapat Woolcock dan Narayan dengan Pendapat Grootaert dan Van Bastaeler terhadap Modal Sosial Fokus Penilaian Hubungan Horisontal antar Individu atau Asosiasi Lokal Hubungan Horisontal dan Vertikal antar Asosiasi/Kelompok Jaringan Kerja Komunitas Hasil Keadaan Politik, Hukum dan Kelembagaan. Hubungan antara Masyarakat, Pemerintah dan Swasta
Level /perspektif modal sosial Grootaert dan Woolcock dan Van Bastaeler Narayan Mikro
The Communitarian view
Meso
The Network view
Makro
The Institutional view The Synegry view
Sumber: Woolcock dan Narayan (2000); Grootaert dan Van Bastaeler (2002) dalam Vipriyanti (2007)
Pretty dan Ward (2001), menyatakan bahwa modal sosial dibangun dari empat aspek, yaitu; (1) hubungan dari rasa percaya, (2) resiproksitas dan pertukaran, (3) aturan umum, norma dan sangsi, (4) koneksi, kerjasama dan kelompok. Rasa percaya mempermudah kerjasama dan mengurangi biaya transaksi. Rasa percaya dapat dibedakan atas dua tipe yaitu percaya terhadap individu yang dikenal dan percaya terhadap individu yang tidak dikenal yang semakin meningkat karena percaya pada struktur sosial yang dikenal. Membangun rasa saling percaya membutuhkan waktu tetapi mudah sekali hilang. Ketika
masyarakat tidak saling percaya maka kerjasama tidak akan terbangun. Resiproksitas dan pertukaran juga meningkatkan kepercayaan Determinan modal sosial seperti jaringan kerja, norma dan rasa percaya mempengaruhi kinerja pembangunan desa. Jaringan kerja berpengaruh positif jika dampak proteksi terhadap perilaku rent-seeking lebih besar. Norma berdampak posistif jika peluang berkembangnya kreatifitas lebih besar dari peluang menipisnya etika dalam masyarakat. Rasa saling percaya akan mendorong peningkatan kinerja pembangunan bila mampu membangun kerjasama dan mengurangi konflik. Untuk menentukan determinan dari modal sosial perlu memahami keputusan individu dalam melakukan investasi modal sosial. Modal sosial individu ditentukan oleh umur, mobilitas, jarak dan penghasilan dari tingkat ketrampilan. Modal sosial individu ini berkaitan erat dengan human capital. Ketika individu berinvestasi untuk dapat berkomunikasi secara baik maka individu tersebut meningkatkan modal sosial dirinya dan masyarakat. Akan tetapi jika individu tersebut meningkatkan kemampuan dirinya untuk menipu orang lain maka dia meningkatkan modal sosialnya sendiri dan mengurangi modal sosial masyarakat (Glaeser et al. 2001). Determinan modal sosial juga dapat mencakup instabilitas ekonomi dan politik, hubungan patron-client, pendidikan, jenis pekerjaan, adanya collective interest dan legitimasi pasar bagi nilai-nilai bersama (common value). Selain itu pengutan internal dan eksternal juga mempengruhi terjalinnya norma bersama dan jaringan kerja (Christoforou 2003). Tingkat modal sosial dalam suatu masyarakat dapat diukur dari indikator densitas keanggotaan dalam berbagai organisasi sosial, tingkat rasa saling percaya antara individu dalam masyarakat dan persepsi masyarakat terhadap aktivitas yang bersifat saling membantu (Putnam 1995). Perbedaan yang besar dalam keefektifan pemerintahan regional di Italia tidak disebabkan oleh sumberdaya yang dimiliki atau oleh strukturnya melainkan karena perbedaan dalam modal sosial wilayah tersebut (Putnam 1993). Hasil penelitian Putnam di Italia memperlihatkan kesuksesan Italia Utara karena kekayaan sosial dari kehidupan berkelompok, sebaliknya Italia Selatan menglami kemunduran karena “amoral familism” seperti ketidakpercayaan yang dikombinasi dengan ikatan kekeluargaan yang kuat.
Namun demikian ukuran tersebut masih sangat sederhana karena hanya melihat modal sosial dari kehidupan berkelompok saja. Mengukur tingkat stok modal sosial masyarakat di suatu wilayah dapat dilakukan melalui pengukuran hasil (outcome) dari modal sosial itu sendiri. Hasil yang tercipta dari ketersediaan modal sosial yang umumnya digunakan sebagai indikator modal sosial dapat dikelompokkan dalam kelompok proximal indikator maupun distal indikator. Proximal indikator adalah hasil modal sosial yang berhubungan langsung dengan komponen inti dari jaringan kerjasama, rasa percaya dan resiproksitas seperti penggunaan civic engagement sebagai indikator dari jaringan kerja sosial. Distal indikator adalah hasil tidak langsung dari modal sosial seperti indeks harapan hidup, status kesehatan, tingkat kriminalitas, tingkat partisipasi dalam pendidikan, tingkat pengangguran dan tingkat pendapatan rumah tangga (Vipriyanti 2007). 2.3. Kepercayaan (Trust) Kepercayaan adalah rasa percaya yang terjadi antara dua orang atau lebih untuk saling berhubungan. Ada tiga hal inti yang saling terkait dalam kepercayaan, yaitu: (1) Hubungan antara dua orang atau lebih. Termasuk dalam hubungan tersebut adalah institusi, yang dalam hal ini diwakili oleh orang. Seseorang percaya pada institusi tertentu untuk kepentingannya, karena orangorang dalam institusi itu bertindak. (2) Harapan yang akan terkandung dalam hubungan itu, yang kalau direalisasikan tidak akan merugikan salah satu atau kedua belah pihak. (3) Interaksi sosial yang memungkinkan hubungan dan harapan itu terwujud. Dengan ketiga dasar tersebut kepercayaan dapat diartikan sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu atau kedua belah pihak melalui interaksi sosial (Lawang 2004) Percaya berarti seseorang memiliki kerelaan menerima segala resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya berdasarkan pada keyakinan bahwa orang lain akan melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diharapkan dan bertindak saling menguntungkan. Percaya yaitu menerima dan mengabaikan kemungkinan bahwa sesuatu akan tidak benar (Casson dan Godley 2000)
Rasa percaya merupakan dasar dari perilaku moral dimana modal sosial dibangun. Moralitas mengarahkan bagi kerjasama dan koordinasi sosial dari semua aktivitas sehingga manusia dapat hidup bersama dan berinteraksi satu sama lain. Sepanjang adanya rasa percaya, perilaku dan hubungan kekeluargaan maka akan terbangun prinsip-prinsip resiproksitas dan pertukaran. Sebagai alat untuk membangun hubungan, rasa percaya dapat menekan biaya-biaya transaksi yang muncul dalam proses kontak, kontrak dan kontrol. Dengan demikian semua orang tentunya akan lebih menyukai hubungan yang didasari oleh rasa saling percaya dibandingkan dengan hubungan yang oportunistik. Rasa percaya akan mempermudah terbentuknya kerjasama. Semakin kuat rasa percaya pada orang lain semakin kuat juga kerjasama yang terjadi diantara mereka. Kepercayaan sosial muncul dari hubungan yang bersumber pada norma resiprositas dan jaringan kerja dari keterkaitan warga negara. Dengan adanya rasa saling percaya, tidak dibutuhkan aktivitas monitoring terhadap perilaku orang lain agar orang tersebut berperilaku sesuai dengan yang kita inginkan. Kepercayaan dapat dibangun, akan tetapi dapat juga hancur. Demikian juga kepercayaan tidak dapat ditumbuhkan oleh salah satu sumber saja, tetapi seringkali tumbuh berdasarkan pada hubungan teman dan keluarga (Williamson dalam Vipriyanti 2007). Rasa percaya ditentukan oleh homogenitas, komposisi populasi dan tingkat keberagaman. Rasa percaya yang tinggi ditemukan pada wilayah dengan ras dan komposisi populasi yang homogen serta tingkat kebergaman yang rendah. Hasbullah (2006), menyatakan bahwa berbagai tindakan kolektif yang didasari atas rasa saling percaya mempercayai yang tinggi akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai ragam bentuk dan dimensi terutama dalam konteks membangun kemajuan bersama. Ketiadaan rasa saling percaya dalam masyarakat akan mengundang berbagai masalah sosial yang serius. Masyarakat yang kurang memiliki rasa saling percaya akan sulit menghindari berbagai situasi kerawanan sosial dan ekonomi yang mengancam. Semangat kolektifitas dan partisipasi masyarakat untuk membangun bagi kepentingan kehidupan yang lebih baik akan hilang. Lambat laun akan mendatangkan biaya tinggi bagi pembangunan karena masyarakat cenderung bersikap apatis dan hanya menunggu
apa yang diberikan oleh pemerintah dan pihak-pihak lain. Jika rasa saling mempercayai sudah lemah, maka yang akan terjadi adalah sikap-sikap yang menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku, kriminalitas akan meningkat, tindakan-tindakan destruktif dan anarkhis gampang mencuat, kekerasan dan kerusuhan massa akan cepat tersulut. Kurangnya rasa saling percaya juga membuat masyarakat cenderung pasif, sendiri-sendiri dan pada akhirnya muncul perasaan keterisolasian diri. Pada situasi yang demikian masyarakat akan gampang terserang berbagai penyakit kejiwaan seperti kecemasan, putus asa, dan kemungkinan akan melekukan tindakan-tindakan yang fatal bagi dirinya maupun bagi orang lain. 2.4. Jaringan (Network) Lenggono (2004) menjelaskan, pengertian jaringan mengacu pada hubungan sosial yang teratur, konsisten dan berlangsung lama, hubungan tersebut bukan hanya melibatkan dua individu, melainkan juga banyak individu. Hubungan antar individu tersebut akan membentuk jaringan sosial yang sekaligus merefleksikan terjadinya pengelompokan sosial dalam kehidupan masyarakat. Mitchell dalam Lenggono (2004) mengemukakan, bahwa jaringan sosial merupakan seperangkat hubungan khusus atau spesifik yang terbentuk diantara kelompok orang, karakteristik hubungan tersebut dapat digunakan sebagai alat untuk menginterpretasikan motif-motif perilaku sosial dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Sementara Suparlan (1995) mengemukakan, bahwa jaringan sosial merupakan proses pengelompokan yang terdiri atas sejumlah orang (sedikitnya tiga orang) yang masing-masing mempunyai indentitas tersendiri dan dihubungkan melalui hubungan sosial. Setiap individu dapat memasuki berbagai kelompok sosial yang tersedia dimasyarakat dan menjalin ikatan-ikatan sosial berdasarkan unsur kekerabatan, ketetanggaan, dan pertemanan (Barnes dalam Lenggono 2004). Ikatan sosial tersebut dapat berlangsung diantara mereka yang memiliki status sosial-ekonomi yang sepadan atau tidak dan ikatan tersebut merupakan unsur pembentuk sistem kelas. Setiap individu akan melihat dirinya sebagai pusat dari jaringan yang dimilikinya, ikatan sosial yang terbentuk merupakan sarana yang dapat menjembatani hubungan diantara anggota jaringan tersebut. Di dalam jaringan
yang terbentuk tersebut, hubungan sosial dan keanggotaannya dapat melampaui batas teritorial (borderless) dan keberadaan masyarakat yang bersangkutan (Kusnadi 2000). Jika individu mempunyai mobilitas diri yang tinggi untuk melakukan hubungan sosial yang lebih luas, ini berarti individu tersebut akan memasuki sejumlah pengelompokan dan kesatuan sosial sesuai dengan ruang, waktu, situasi dan kebutuhan atau tujuan yang hendak dicapainya. Keanggotaan individu dalam suatu jaringan bersifat fleksibel dan dinamis, karena pada dasarnya setiap individu sebagai makhluk sosial akan selalu terkait dengan jaringan sosial yang kompleks. Bila seorang individu memasuki sejumlah jaringan sosial yang berbeda-beda sesuai dengan konteks khusus atau fungsinya, ia akan merefleksikan struktur sosial yang berbeda pula. Struktur sosial bukan hanya pencerminan adanya keteraturan hubungan dalam suatu jaringan sosial, melainkan juga menjadi sarana untuk memahami batas-batas status dan peran, serta hak dan kewajiban individu yang terlibat dalam hubungan sosial tersebut. Berdasarkan tinjauan hubungan sosial yang membentuk jaringan sosial dalam suatu masyarakat, maka jaringan sosial dapat dibedakan menjadi tiga jenis sebagai berikut: 1. Jaringan kekuasaan, dimana hubungan sosial yang terbentuk bermuatan kepentingan kekuasaan. 2. Jaringan kepentingan, dimana hubungan sosial yang membentuknya adalah hubungan sosial yang bermuatan kepentingan. 3. Jaringan perasaan, dimana jaringan sosial yang terbentuk atas dasar hubungan sosial yang bermuatan peran. Masing-masing jenis jaringan sosial tersebut memiliki logika-situasional yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya (Agusyanto 1996). Jaringan kepentingan terbentuk oleh hubungan yang bermuara pada tujuan tertentu atau tujuan khusus. Bila tujuan yang spesifik atau konkrit, seperti untuk memperoleh pekerjaan, barang dan jasa sudah dicapai oleh pelaku, hubungan kepentingan itupun tidak dilanjutkan lagi. Struktur sosial yang muncul dari jaringan sosial tipe ini bersifat sementara dan terus berubah-ubah, ruang bagi tindakan dan interaksipun lebih didasarkan pada tujuan relasional. Sebaliknya jika
tujuan tersebut tidak konkret dan spesifik atau hampir selalu berulang setiap saat, struktur yang tebentuk relatif stabil atau permanen (Agusyanto 1996). Berdasarkan status sosial-ekonomi individu yang terlibat dalam suatu jaringan, terdapat dua jenis hubungan sosial, yaitu hubungan sosial yang bersifat horizontal dan vertikal. Hubungan yang bersifat horizontal terjadi jika individu yang terlibat di dalamnya memiliki status sosial-ekonomi yang relatif sama, dengan kewajiban dan sumberdaya yang dipertukarkan relatif sama. Sebaliknya, di dalam hubungan yang bersifat vertikal individu-individu yang terlibat di dalamnya tidak memiliki status sosial-ekonomi yang sama atau sepadan. Dasgupta dan Serageldin (2002), mengansumsikan bahwa setiap orang mampu berinteraksi dengan orang lain tanpa harus memilih. Tetapi sesungguhnya, setiap orang memiliki pola tertentu dalam berinteraksi, melakukan pilihan dengan siapa berinteraksi dan dengan alasan tertentu. Jaringan kerja pada awalnya merupakan sistem dari saluran komunikasi (system of communication chanel) untuk melindungi dan mengembangkan hubungan interpersonal. Membangun saluran komunikasi ini membutuhkan biaya yang dikenal dengan biaya transaksi. Keinginan untuk bergabung dengan orang lain, sebagian disebabkan oleh adanya nilai-nilai bersama. Jaringan kerja juga berperan dalam membangun koalisi dan koordinasi. Secara umum dikatakan bahwa keputusan melakukan investasi dalam saluran tertentu disebabkan oleh adanya konstribusi saluran tersebut terhadap kesejahteraan ekonomi individu. Jaringan kerja menekankan pada pentingnya asosiasi vertikal dan horizontal antar manusia dan hubungan inter dan antar asosiasi tersebut. Granovetter (1973), menyatakan bahwa ikatan inter masyarakat (strong ties) diperlukan untuk memberikan identitas pada keluarga dan masyarakat serta tujuan bersama. Pandangan ini juga menganggap bahwa tanpa ikatan antar masyarakat (weak ties) yang menghubungkan berbagai asosiasi sosial, maka ikatan horizontal yang kuat akan menjadi dasar untuk mewujudkan keinginan kelompok yang terbatas. Lawang (2004), mengatakan jaringan sosial apapun harus diukur dengan fungsi ekonomi dan fungsi kesejahteraan sosial sekaligus. Fungsi ekonomi menunjuk pada produktifitas, efisiensi dan efektifitas yang tinggi, sedangkan
fungsi sosial menunjuk pada dampak partisipatif, kebersamaan yang diperoleh dari suatu pertumbuhan ekonomi. Jaringan sosial seperti itu sajalah yang disebut sebagai kapital sosial. Jadi, jaringan teroris, narkoba dan perampok, biarpun mendatangkan untung bagi mereka yang masuk dalam jaringan tersebut, tetap merupakan ancaman bagi masyarakat secara keseluruhan, sehingga jaringan seperti itu bukan merupakan kapital sosial 2.5. Norma (Share Value) Hasbullah (2006), mengartikan norma sebagai sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu. Norma-norma sosial akan sangat perperan dalam mengontrol bentukbentuk perilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Norma-norma tersebut biasanya terinstitusionalisasi dan mengandung sangsi sosial yang dapat mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dari kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya. Aturan-aturan kolektif tersebut biasanya tidak tertulis tetapi dipahami oleh setiap anggota masyarakatnya dan menentukan pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial. Lawang (2004), mengatakan norma tidak dapat dipisahkan dari jaringan dan kepercayaan. Kalau struktur jaringan itu terbentuk karena pertukaran sosial yang terjadi antara dua orang atau lebih, sifat norma kurang lebih sebagai berikut: 1. Norma itu muncul dari pertukaran yang saling menguntungkan, artinya kalau pertukaran itu keuntungan hanya dinikmati oleh salah satu pihak saja, pertukaran sosial selanjutnya pasti tidak akan terjadi. Karena itu, norma yang muncul disini, bukan sekali jadi melalui satu pertukaran saja. Norma muncul karena beberapa kali pertukaran yang saling menguntungkan dan ini dipegang terus menerus menjadi sebuah kewajiban sosial yang harus dipelihara. 2. Norma bersifat resiprokal, artinya isi norma menyangkut hak dan kewajiban kedua belah pihak yang dapat menjamin keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan tertentu. Orang yang melanggar norma ini yang berdampak pada berkurangnya keuntungan di kedua belah pihak, akan diberi sanksi negatif yang sangat keras.
3. Jaringan yang terbina lama dan menjamin keuntungan kedua belah pihak secara merata, akan memunculkan norma keadilan, dan akan melanggar prinsip keadilan akan dikenakan sanksi yang keras juga. 2.6. Modal Sosial dan Kesejahteraan Rumah Tangga Modal sosial berperan secara signifikan dalam berbagai aktivitas ekonomi rumah tangga, aktivitas produksi di bidang pertanian, pendapatan perkapita rumah tangga, ketersediaan lapangan kerja dan proses jual beli serta aktivitas sosial yang meliputi kegiatan kolektif pengawasan hutan, pengelolaan air tanah maupun peningkatan kesehatan anak. Penelitian mengenai peran modal sosial terhadap kesejahteraan rumah tangga di Indonesia telah dilakukan pertama kali oleh Grootaert (1999) di tiga provinsi, yaitu Jambi, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Timur. Penelitian tersebut menganalisis modal sosial pada tingkat mikro (individual, rumah tangga) dan meso (komunitas). Batasan yang digunakan mencakup asosiasi horisontal dan vertikal yang ditujukan untuk menginvestigasi secara empiris hubungan antara modal sosial, kesejahteraan rumah tangga dan kemiskinan khusus untuk kasus di Indonesia, selain itu Grootaert juga memperbandingkan antara peran modal manusia dan modal sosial dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rumah tangga. Analisis yang digunakan adalah analisis peubah ganda (multivariate) untuk mengetahui peran institusi lokal dalam kesejahteraan rumah tangga dan kemiskinan
serta akses terhadap
sumber
permodalan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa peran modal sosial dalam peningkatan kesejahteraan rumah tangga hampir sama dengan peran sumberdaya manusia, dan juga terdapat korelasi positif antara modal sosial dengan kesejahteraan rumah tangga. Rumah tangga dengan modal sosial yang tinggi memiliki pengeluaran perkapita lebih tinggi, memiliki aset dan tabungan lebih banyak dan akses kepada kredit yang lebih baik. Dalam penelitian tersebut determinan modal sosial masih terbatas pada jaringan
kerja
saja
meliputi
kepadatan
keanggotaan
dalam organisasi,
heterogenitas, partisipasi, kehadiran dalam kegiatan kelompok dan orientasi individu. Kirwen dan Pierce (2002) meneliti peran modal sosial khususnya rasa percaya di wilayah konflik dimaluku. Penelitian tersebut ditujukan untuk
mengetahui upaya membangun kembali rasa saling percaya antara masyarakat pasca konflik. Rasa percaya ternyata dapat dibangun melalui mediasi pihak ketiga dan penyediaan ruang-ruang publik untuk melakukan aktivitas bersama. Namun hal yang terpenting adalah penciptaan pengelolaan pemerintahan yang lebih demokratis dan transparan serta memiliki akuntabilitas yang tinggi. Miguel et al. (2002) juga melakukan penelitian modal sosial di Indonesia dengan penekanan pada industrialisasi. Penelitian tersebut menguji dampak industrialisasi pada modal sosial selama kurun waktu 1985 hingg1997. modal sosial diukur berdasarkan aktivitas organisasi sukarela, tingkat rasa percaya, kerjasama informal atau outcome keluarga. Data yang dianalisis berasal dari BPS meliputi data PODES, SUSENAS dan SUPAS. Pengertian modal sosial ditekankan pada modal sosial informal (proporsi pengeluaran perkapita untuk aktivitas sosial dan keagamaan dan persentase aturan adat yang masih ditaati), sedangkan hasilnya (outcome) meliputi indikator tempat tinggal dan tingkat penceraian. Semakin tinggi pengeluaran perkapita untuk aktivitas sosial dan keagamaan berarti semakin kuat hubungan antar individu tersebut. Penekanan khusus diberikan pada masalah migrasi penduduk yang sering kali menghambat upaya penguatan modal sosial. Dua model yang dibangun dibedakan atas model statik dan model dinamis. Model statik tidak mempertimbangkan faktor migrasi sedangkan model dinamik sebaliknya, mempertimbangkan faktor migrasi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa modal sosial ternyata tidak berkaitan dengan industrialisasi sehingga tidak dapat dinyatakan bahwa industrialisasi akan menguatkan atau melemahkan modal sosial. Keterkaitan modal sosial masyarakat dengan kesehatan dianalisis oleh Miller et al. (2003). Penelitian tersebut membandingkan keterkaitan antara modal sosial dan modal manusia dengan kesehatannya. Data yang digunakan adalah family life survei tahun 1993 dan 1997 (FLS1 dan FLS2) yang mencakup data demografi, pendidikan, kesehatan dan tingkat informasi masyarakat di 27 provinsi di Indonesia. Human capital diukur dari tingkat pendidikan sedangkan modal sosial diukur dari jumlah katagori organisasi masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal sosial berhubungan secara positif dengan kesehatan fisik dan mental, sedangkan human capital berhubungan hanya dengan beberapa
kesehatan mental. Kesehatan mental mencakup kesedihan, insomnia, kegelisahan dan sifat tempramental. Penelitian Brata (2004), lebih menekankan pada keterkaitan antara modal sosial dan kredit perdesaan di Yogyakarta. Penelitian tersebut dilakukan di Dukuh Sanden, Prambanan, Yogyakarta dan menyimpulkan bahwa modal sosial memberi dampak yang berbeda-beda terhadap tipe kredit pedesaan yang dapat diakses oleh setiap individu. Aspek modal sosial yang diamati meliputi kepadatan organisasi (jumlah keanggotaan), kehadiran dalam rapat dan partisipasi dalam pengambilan keputusan. Kehadiran anggota dalam pertemuan kelompok berpengaruh positif terhadap jumlah kredit formal yang diperoleh, sedangkan kepadatan organisasi berpengaruh negatif. Selain itu, elit pedesaan memiliki akses yang lebih besar terhadap kredit formal. Penelitian ini bersifat sangat situasional karena tidak mempertimbangkan variabel karakteristik wilayah. Selain itu penggunaan OLS untuk menganalisis dampak sosial tidak mempertimbangkan kemungkinan adanya keterkaitan yang erat antara jumlah dan tipe kredit yang dipinjam dengan tingkat modal sosial seseorang (sifat endogeneity)
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kebijakan dan strategi yang ditetapkan pemerintah dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca tsunami merupakan langkah awal untuk membangun kembali tatanan kehidupan masyarakat yang telah hancur. Kebijakan yang memprioritaskan pada pembangunan kembali perumahan dengan memberi bantuan langsung kepada masyarakat dan memulihkan pendapatan masyarakat melalui penyediaan lapangan kerja dan penyediaan modal usaha, merupakan kebijakan untuk membangun kembali infrastruktur dan membangun kembali ekonomi masyarakat. Pemerintah dengan dibantu oleh lembaga-lembaga non pemerintah akan membangun seluruh rumah yang hancur dan yang rusak oleh tsunami dan memberikan modal-modal usaha bagi masyarakat yang ingin melakukan kembali aktivitas ekonominya.
Modal sosial yang terbangun dari rasa saling percaya, jaringan kerja dan norma yang kondusif akan mengurangi biaya kontak, kontrak dan kontrol sehingga dapat meniadakan biaya transaksi yang tinggi. Terbangunnya rasa saling percaya juga akan memudahkan adanya jaringan kerja yang efisien dimana jaringan kerja sosial memberi manfaat pada proses produktif dalam pembangunan wilayah. Modal sosial juga berperan dalam peningkatan pertumbuhan
dan
percepatan
pembangunan
desa
melalui
peningkatan
penyediaan akses masyarakat terhadap bantuan rumah, modal usaha, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Stok modal sosial yang besar akan memfasilitasi terjadinya transaksi antar individu, rumah tangga dan kelompok melalui tiga bentuk, yaitu: a). tersedianya informasi dengan biaya rendah; b). terdapat kemudahan bagi semua pihak untuk mencapai keputusan kolektif; c) berkurangnya perilaku oportunistik dari anggota masyarakat. Disamping itu interaksi sosial dalam suatu struktur sosial yang kuat dapat menjadi alat untuk meredam konflik yang mungkin terjadi di masyarakat yang dapat menghambat proses pembangunan (Narayan 1999). Modal sosial yang kuat akan menekan berkembangnya perilaku oportunistik dari masyarakat. Perilaku oportunistik dapat menghambat proses pembangunan yang efisien dan berkeadilan. Modal sosial yang kuat mampu membangun sistem kontrol masyarakat, sehingga biaya yang akan ditimbulkan dari perilaku oportunistik dapat ditekan (Svendsen dan Svendsen 2004). Stok modal sosial masyarakat dapat memfasilitasi aksi kolektif masyarakat yang kemudian memberikan pengaruh yang kuat terhadap proses percepatan pembanguna desa pasca tsunami. Percepatan pembangunan dapat dilihat dari tingkat pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari, seperti pembangunan rumah dan pemulihan pendapatan keluarga. Dalam hal ini, percepatan pembangunan sangat tergantung dari stok modal sosial serta investasi rumah tangga dalam struktur sosial yang ada di wilayah desanya. Peluang masyarakat untuk lebih cepat memiliki rumah dan peningkatan pendapatan keluarganya sangat tergantung pada stok modal sosial yang dimiliki, karakteristik individu kepala rumah tangga, karakteristik wilayah dan keberadaan pihak-pihak penyedia bantuan baik lembaga pemerintah maupun
lembaga non pemerintah dari dalam maupun luar negeri. Pasca tsunami masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya sendiri untuk membangun kembali rumah-rumahnya yang telah hancur. Pemerintah bekerjasama dengan lembagalembaga non pemerintah akan membantu membangun seluruh rumah yang dibutuhkan masyarakat. Disini masyarakat hanya dibutuhkan kemampuan untuk akses kepada sumber-sumber bantuan yang tersedia. Modal sosial yang tinggi memudahkan masyarakat untuk akses ke sumber-sumber bantuan untuk perumahan
dan
sumber-sumber
pendapatan
tersebut,
seperti
mudah
mendapatkan modal usaha dan pekerjaan. Semakin tinggi stok modal sosial masyarakat disuatu wilayah, peluang masyarakat untuk memiliki rumah semakin besar dan cepat, begitu juga dengan pendapatan. Kesenjangan pembangunan antar desa yang terjadi pasca tsunami diduga berkaitan erat dengan keberadaan modal sosial masyarakat di masing-masing desa tersebut. Desa yang laju pembangunan lebih cepat memiliki stok modal sosial masyarakatnya lebih tinggi, sebaliknya desa yang stok modal sosial masyarakatnya lebih rendah maka laju pembangunannya relatif lebih lamban. Keterkaitan antara modal sosial masyarakat dengan peluang masyarakat untuk lebih cepat memiliki rumah dan peningkatan pendapatan pasca tsunami menjadi landasan utama penelitian ini. Pengembangan model analisis mempertimbangkan adanya sifat keterkaitan antar variabel-variabel tersebut sehingga mempengaruhi pemilihan metode analisis yang digunakan. Metode analisis regresi model logit dapat menjelaskan hubungan saling mempengaruhi antara variabel modal sosial dengan peluang masyarakat untuk lebih cepat memiliki rumah. Sedangkan hubungan saling mempengaruhi antara modal sosial dengan pendapatan masyarakat dijelaskan dengan analisis regresi linier.
Modal Sosial
Jaringan Kerja
Rasa Percaya & Norma
¾ Tingkat interaksi masyarakat tinggi ¾ Tersedia informasi dengan biaya rendah ¾ Jaringan kerja efisien
Mengurangi biaya transaksi
Aksi Kolektif
¾ Mudah mencapai keputusan kolektif ¾ Berkurangnya perilaku oportunistik
Akses terhadap sumber bantuan rumah dan pendapatan lebih cepat
Dapat Lebih cepat memiliki rumah dan Peningkatan pendapatan keluarga
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian 3.2. Metode Penelitian. 3.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Aceh Besar, yaitu di Desa Beurandeh Kecamatan Mesjid Raya, Desa Kajhu Kecamatan Baitussalam dan Desa Lamkrut Kecamatan Lhoknga. Ke tiga desa tersebut sama-sama mengalami kerusakan akibat tsunami. 3.2.2. Metode Penarikan Sampel Desa sampel dalam penelitian ini ditentukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan satu desa semua masyarakatnya sudah memiliki rumah, sedangkan desa yang lain masyarakatnya belum memiliki rumah. Selanjutnya
sampel penelitian adalah rumah tangga yang ditentukan secara eksidental yaitu rumah tangga yang dipilih adalah rumah tangga mana saja yang dijumpai dan bersedia diminta informasinya sesuai dengan data yang dibutuhkan pada saat pengambilan data (Mantra 2004). Jumlah sampel yang diambil yaitu 61 rumah tangga, masing-masing 21 rumah tangga di Desa Kajhu, 20 rumah tangga di Desa Lamkrut dan 20 Rumah tangga di Desa Beurandeh. 3.2.3. Jenis dan Sumber Data Jenis Data yang dikumpulkan meliputi Data Primer dan Data Sekunder. Data sekunder dikumpulkan dari lembaga/instansi yang berkaitan dengan penelitian ini. Sedangkan data primer dikumpulkan melalui wawancara terstruktur dengan menggunakan daftar kuesioner dengan kepala dan anggota rumah tangga. Selain itu juga melalui wawancara dengan pemimpin desa, tokoh masyarakat dan kelompok-kelompok masyarakat yang sedang berkumpul di suatu tempat. 3.3. Metode Analisis Data 3.3.1. Analisis Modal Sosial Analisis data modal sosial masyarakat dilakukan terhadap modal sosial individu pada level rumah tangga. Modal sosial dalam penelitian ini diukur dari: (1) komponen modal sosial struktural, (2) komponen modal sosial kognitif, dan (3) aksi kolektif. Modal sosial struktural diukur dari keanggotaan individu dalam jaringan kerja dan asosiasi lokal yang meliputi indikator input dan indikator output. Indikator input mengukur proses interaksi sosial masyarakat, terdiri dari indikator kepadatan organisasi atau asosiasi, keragaman anggota dan partisipasi dalam pengambilan keputusan. Indikator output mengukur kuantitas dan kualitas interaksi sosial masyarakat, terdiri dari tingkat dukungan dalam situasi krisis dan derajat inklusifitas dalam akses pelayanan. Indikator untuk mengukur modal sosial kognitif adalah kepercayaan dan ketaatan atas norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Aksi kolektif mengukur keluaran (output) dari modal sosial masyarakat. Ada tiga indikator aksi kolektif yang diukur yaitu tingkat aksi kolektif, jenis kegiatan yang dilakukan bersama dan tingkat kemauan masyarakat untuk melakukan aksi kolektif.
3.3.1.1. Indeks Komposit Modal Sosial Masyarakat Indeks modal sosial masyarakat (IMSM) diukur dari nilai rata-rata dari seluruh komponen pembentukan modal sosial yaitu: komponen modal sosial struktural (5 variabel), komponen modal sosial kognitif (4 variabel) dan komponen aksi kolektif (3 variabel). Indeks modal sosial struktural (MSDS) merupakan penjumlahan dari indeks kepadatan keanggotaan di dalam asosiasi lokal (DS1), indeks keragaman keanggotaan di dalam asosiasi lokal (DS2), indeks partisipasi dalam pembuatan keputusan (DS3), indeks dukungan di dalam situasi krisis (DS4) dan indeks derajat pembatasan (DS5). Indeks modal sosial kognitif (MSDK) yaitu jumlah dari indeks derajat kesetiakawanan (DK1), indeks kepercayaan (DK2), indeks kerjasama (DK3) dan indeks penyelasian konflik (DK4). Sedangkan indeks aksi kolektif (MSAK) adalah jumlah dari indeks tingkat aksi kolektif (AK1), indeks jenis kegiatan kolektif (AK2) dan indeks kesediaan berpartisipasi di dalam aksi kolektif (AK3). Penghitungan indeks secara umum dilakukan dengan cara sebagai berikut: Indeks modal sosial =
(nilai teramati – nilai terendah) (nilai tertinggi – nilai terendah)
Berdasarkan bentuk umum di atas, maka indeks komposit modal sosial masyarakat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
IMSM i =
NPMSM i - NPMSM min NPMSM max - NPMSM min
dimana: IMSMi
: Indeks modal sosial masyarakat pada individu (rumah tangga) ke-i
NPMSMi
: Nilai pengamatan modal sosial individu (rumah tangga) ke-i
NPMSM max : Nilai pengamatan tertinggi tangga)
dari modal sosial individu (rumah
NPMSM min : Nilai pengamatan terendah tangga)
dari modal sosial individu (rumah
3.3.1.2. Uji Beda Rataan Indeks Modal Sosial Data modal sosial masyarakat kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis non parametrik. Uji beda dua sampel yang tidak berhubungan dilakukan untuk mengetahui apakah dua populasi memiliki sifat-sifat yang identik, sehingga
dapat didiskripsikan secara rinci apakah ada perbedaan modal sosial masyarakat antara desa yang satu dengan desa lainnya secara agregat maupun disagregat. Selanjutnya uji beda tersebut juga dilakukan terhadap modal sosial pada rumah tangga yang sudah memiliki rumah dengan rumah tangga yang belum memiliki rumah pasca tsunami, yaitu untuk melihat apakah modal sosial masyarakat pada rumah tangga yang sudah memiliki rumah lebih tinggi daripada modal sosial masyarakat pada rumah tangga yang belum meliliki rumah. Adapun hipotesis yang diuji dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Uji Beda Rataan antar Desa. Hipotesis: Ho: µdj = µdk Ha: µdj = µdk Dimana: µdj = rata-rata populasi di desa j µdk = rata-rata populasi di desa k j = 1, 2 dan 3 k = 1, 2 dan 3 Hipotesis awal (H0) menyatakan bahwa rata-rata populasi di desa j identik dengan rata-rata populasi di desa k, artinya tidak ada perbedaan antara modal sosial masyarakat desa j dengan modal sosial masyarakat desa k. Hipotesis alternatifnya adalah rata-rata populasi di desa j tidak identik dengan rata-rata populasi di desa k, artinya modal sosial masyarakat desa j berbeda dengan modal sosial masyarakat desa k. Hipotesis tersebut digunakan untuk masing-masing komponen modal sosial yang diamati. Dasar pengambilan keputusan: - Jika p-value > α/2, maka Ho diterima. - Jika p-value < α/2, maka tidak terdapat cukup bukti untuk menerima Ho. 2. Uji Beda Rataan antara Rumah Tangga yang Sudah Memiliki Rumah dengan yang Belum Memiliki Rumah. Hipotesis: Ho: µr1 = µr0 Ha: µr1 > µr0 Dimana:
µr1
= Rata-rata indeks modal sosial pada rumah tangga yang sudah memiliki rumah = Rata-rata indeks modal sosial pada rumah tangga yang belum memiliki rumah
µr0
Dasar pengambilan keputusan: - Jika p-value > α, maka terima Ho, artinya modal sosial rumah tangga yang sudah memiliki rumah sama dengan modal sosial rumah tangga yang belum memiliki rumah. - Jika p-value < α, maka tidak cukup bukti untuk menerima Ho, artinya modal sosial rumah tangga yang sudah memiliki rumah lebih tinggi dibandingkan dengan modal sosial rumah tangga yang belum memiliki rumah. Sama halnya dengan uji beda rataan antar desa, hipotesis ini juga digunakan untuk masing-masing komponen modal sosial yang diamati. 3.3.1.3. Analisis korelasi Selain uji beda nilai tengah dari indeks komposit modal sosial, untuk mendeskripsikan hubungan antara variabel modal sosial dengan variabel status kepemilikan rumah juga dilakukan analisis korelasi. Analisis korelasi merupakan alat analisis untuk melihat erat-tidaknya kaitan antara variabel modal sosial dengan variabel kepemilikan rumah. Hubungan tersebut di uji dengan menggunakan analisis Korelasi Spearman. Hipotesis: Ho: rs = 0 Ha: rs = 0 Dimana:
rs
= nilai korelasi spearman
Dasar pengambilan keputusan: - Jika p-value > α/2, maka terima Ho, artinya tidak ada hubungan antara modal sosial dengan status kepemilikan rumah - Jika p-value < α/2, maka tolak Ho, artinya ada hubungan antara modal sosial dengan status kepemilikan
3.3.2. Analisis Peran Modal Sosial terhadap Peluang Masyarakat Memiliki Rumah. Secara umum peluang masyarakat untuk lebih cepat memiliki rumah dipengaruhi oleh tingkat pendapatan keluarga dan juga jumlah aset yang dimilikinya. Masyarakat yang memiliki tingkat pendapatan yang tinggi dan didukung oleh kepemilikan aset yang berlimpah akan mampu membangun kembali rumahnya dengan lebih cepat. Pasca tsunami, kedua faktor tersebut jelas kurang berpengaruh terhadap cepat tidaknya masyarakat memiliki rumah, karena kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi untuk membangun kembali infrastruktur dan perumahan adalah pemerintah dengan dibantu oleh lembaga-lembaga non pemerintah dari dalam maupun luar negeri akan membantu membangun kembali seluruh rumah yang hancur maupun yang rusak akibat tsunami, sehingga masyarakat tidak perlu mengeluarkan uang sendiri untuk membangun rumahnya. Dengan demikian, modal sosial masyarakat merupakan salah satu faktor yang diduga dapat mempengaruhi cepat tidaknya suatu komunitas (desa) untuk mendapatkan bantuan rumah tersebut. Selain itu keberadaan lembaga donor dari pihak luar yang memiliki program untuk membantu membangun rumah juga menjadi faktor penting lainnya. Keterlibatan lembaga non pemerintah (NGO) di suatu desa yaitu dilihat dari banyaknya lembaga NGO yang membantu masyarakat untuk membangun rumah. Untuk mengetahui pengaruh modal sosial terhadap peluang masyarakat memiliki rumah pasca tsunami disamping faktor-faktor lainnya, dianalisis dengan menggunakan analisis regresi model logit. Bentuk umum dari analisa regresi model logit (Thomas 1997) adalah:
Pi =
1 + exp [
1 - Pi =
1 (β1 + β2 X 2i + β3 X 3i + ... + βk X ki + εi )]
exp [ (β1 + β2 X 2i + β3 X 3i + ... + βk X ki + εi )] 1 + exp [ (β1 + β2 X 2i + β3 X 3i + ... + βk X ki + εi )]
maka:
ln
Pi = β1 + β2 X 2i + β3 X 3i + ...+ βk X ki + εi 1 - Pi
Berdasarkan model umum di atas, maka model analisis data untuk menjelaskan pengaruh modal sosial terhadap peluang masyarakat memiliki rumah adalah sebagai berikut:
ln
Pi = β0 + β1 IMSM + β2 P _ RT + β3 ASET + β4 NGO_ R + ε 1 - Pi
Pi : Odds ratio yaitu perbandingan probabilitas sukses (terjadinya peristiwa 1 - Pi y=1) dengan probabilitas gagal (terjadinya peristiwa Y = 0) dimana: Pi
= Peluang rumah tangga memiliki rumah (1 = rumah tangga sudah memiliki rumah, 0 = rumah tangga belum memiliki rumah.)
β0
= Intersep
βj
= Koefisien regresi (j=1,2,3 dan 4)
IMSM
= Indeks modal sosial individu (rumah tangga)
P_RT
= Pendapatan rumah tangga (Rp/bln)
ASET
= Jumlah aset yang dimiliki rumah tangga (dalam rupiah)
NGO_R = Jumlah NGO yang terlibat di setiap desa yang bergerak dalam bidang pembangunan rumah bagi masyarakat. Selanjutnya kelayakan model (goodness of fit test) dapat diukur dari nilai chi square pada uji Hosmer and lemeshow. Hipotesis: H0 =
tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati.
Ha = ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati Keputusannya: -
Jika nilai probabilitas > 0,05 maka H0 diterima
-
Jika nilai probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak
3.3.3. Analisis Peran Modal Sosial terhadap Pendapatan Keluarga. Analisis peran modal sosial terhadap pendapatan keluarga berkaitan erat dengan peran modal sosial dalam menciptakan peluang untuk meningkatkan pendapatan
keluarga
pasca
tsunami.
Analisis
ini
dilakukan
dengan
mengasumsikan bahwa modal sosial adalah benar-benar merupakan modal yang terukur yang dimiliki rumah tangga. Modal sosial dapat dikatakan modal karena memiliki ciri-ciri sebagai modal yaitu: modal sosial memerlukan sumberdaya untuk dihasilkan (terutama waktu) dan modal sosial mengalami akumulasi dan dekumulasi. Modal sosial juga dapat diperoleh dalam situasi formal atau informal, seperti modal manusia (sekolah vs belajar). Modal sosial juga dapat dilihat sebagai aset yang tersedia bagi rumah tangga untuk menciptakan pendapatan. Tiap-tiap keputusan di dalam menciptakan pendapatan, rumah tangga harus mengatur semua aset yang dimiliki seperti aset fisik (lahan, peralatan, gedung), modal manusia (tingkat pendidikan dan pengalaman kerja) dan modal sosial. Rumah tangga harus menggabungkan semua aset ini untuk digunakan dalam kegiatan-kegiatan produktif. Pasca tsunami, keterlibatan NGO baik dalam maupun luar negreri dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga juga tidak bisa diabaikan. Aset bawaan (endowment) dari rumah tangga hampir tidak ada, karena sudah hancur akibat tsunami. Masyarakat pasca tsunami praktis bergantung pada pihak donor untuk memenuhi segala kebutuhannya. Untuk menjalankan kembali usaha-usaha yang produktif diperlukan modal finansial, dan ini disediakan oleh lembaga-lembaga donor seperti NGO. Dalam hal ini, peranan NGO diukur dari banyaknya lembaga NGO dalam satu desa yang terlibat dalam kegiatan ekonomi langsung seperti membantu modal usaha, dan tidak langsung seperti membangun rumah. Asumsinya dengan membangun rumah sebagian masyarakat bisa bekerja sebagai buruh bangunan tersebut. Upah yang didapat menjadi sumber pendapatan keluarganya. Hubungan antara modal sosial dan pendapatan rumah tangga di analisis dengan menggunakan regresi linier. Bentuk persamaannya adalah sebagai berikut: Y = β0 + β1 IMSM + β2 UKR + β3 JAR + β4 d _ Pk KR + β5 d _ Pd KR + β6 NGO _ ER + ε Dimana:
Y
= Pendapatan rumah tangga (Rp)
β0
= Intersep
βj
= Koefisien regresi (j=1,2,3,..6)
IMSM
= Indeks modal sosial individu (rumah tangga)
UKR
= Umur kepala rumahtangga (tahun)
JAR
= Jumlah anggota rumah tangga (jiwa)
d_PdKR = Pendidikan kepala keluarga (1= tamat SMA, 0 = tidak tamat SMA) d_PkKR = Pekerjaan kepala keluarga (1 = sudah tetap, 0 = belum tetap) NGO_ER = Banyaknya NGO dalam satu desa yang membantu dibidang ekonomi dan perumahan.
3.4. Definisi Operasional, Pengukuran Variabel dan Pengolahan Data Definisi operasional, pengukuran variabel dan tahapan pengolahan data disajikan di dalam Tabel 3. Tabel 3. Definisi Operasional, Pengukuran Variabel dan Tahapan Pengolahan Data. Variabel
Definisi Operasional
I. Modal Sosial
Indeks komposit dari dimensi struktural, dimensi kognitif dan aksi kolektif Indeks komposit dari rata-rata proporsi A.1 s/d A.5 Jumlah anggota rumah tangga yang terlibat di dalam asosiasi lokal Rata-rata keragaman keanggotaan di dalam 3 asosiasi lokal yang paling penting bagi rumah tangga Rata-rata dari proporsi tingkat partisipasi pembuatan keputusan di dalam 3 asosiasi lokal yang paling penting bagi rumah tangga
A. Dimensi Struktural 1. Kepadatan Keanggotaan 2. Keragaman Keanggotaan
3. Partisipasi di dalam pembuatan keputusan
4. Dukungan dalam situasi krisis
Skala Pengukuran
Tahap 1 Tahap 2 Skala Indeks 0-100 0-1 Skala 0-100
Indeks 0-1
Skala 1-15
Skala 0-100
Indeks 0-1
Skala 1-3 1=sedikit berbeda 2=cukup berbeda 3=sangat berbeda
Skala 0-100
Indeks 0-1
Skala 1-3 1= Pemimpin memutuskan dan menginformasikan kepada anggota 2= Pemimpin menanyakan kepada anggota, tetapi pemimpin yang membuat keputusan sendiri 3= Keputusan diputuskan bersama
Skala 0-100
Indeks 0-1
Skala 0-100
Indeks 0-1
Rata-rata dari proporsi A.4.a dan A.4.b a.
Rata-rata dari proporsi pihak-pihak yang terlibat di dalam menyelesaikan masalah pendidikan
Pengolahan Data
Skala 1-5 1= Tidak seorangpun 2= Pemerintah kabupaten 3= Perkumpulan desa
Skala 0-100
b
5. Derajat Pembatasan a.
b.
B. Dimensi kognitif 1. Kesetiakawanan a
b
2. Kepercayaan a
b
Rata-rata dari proporsi pihak-pihak yang terlibat di dalam menyelesaikan masalah gagal panen, penyakit dan pencurian
Rata-rata dari proporsi A.5.a dan A.5.b Rata-rata dari proporsi 10 sumber perbedaan yang mengkotakkan orang di dalam desa/lingkungan
Proporsi dari 11 jenis fasilitas/jasa dimana anggota rumah tangga tidak dilayani atau dibatasi aksesnya Indeks komposit dari rata-rata proporsi B.1 s/d B.4 Rata-rata dari proporsi B.1.a dan B.1.b Proporsi dari 11 pihak yang pertama sekali memberikan bantuan ketika rumah tangga mengalami musibah Proporsi dari 11 pihak yang pertama sekali memberikan bantuan ketika rumah tangga mengalami kerugian secara ekonomi Rata-rata proporsi dari B.2.a s/d B.2.d Rata-rata dari proporsi penilaian responden tentang saling percaya diantara warga desa dalam hal pinjam meminjam Rata-rata dari proporsi penilaian responden
4= Orang tua murid 5=seisi desa/lingkungan Skala 1-5 1= Rumah tangga sendiri 2= Tetangga saja 3= Pemerintah kabupaten 4= perkumpulan desa 5= seisi desa/lingkungan Interval, Skala 1-3 1= Perbedaan tidak mengkotakkan orang di dalam desa/lingkungan 2= Perbedaan sedikit mengkotakkan orang di dalam desa/lngkungan 3= Perbedaan sangat mengkotakkan orang di dalam desa/lingkungan Ordinal, Skala 0 dan 1 0= Akses dibatasi/tidak dilayani 1= Akses tidak dibatasi/dilayani
Skala 1-11
Skala 1-11
Skala 0 dan 1 0=Tidak saling percaya 1=Saling percaya
Skala 1-3 1= Menjadi lebih buruk
Skala 0-100
Skala 0-100 Skala 0-100
Indeks 0-1
Skala 0-100
Skala 0-100
Indeks 0-1
Skala 0-100 Skala 0-100
Indeks 0-1
Skala 0-100
Skala 0-100 Skala 0-100
Skala 0-100
Indeks 0-1
c
d
3. Kerjasama a
tentang perkembangan saling percaya antar warga di dalam desa setelah tsunami Rata-rata dari proporsi penilaian responden tentang saling percaya antar warga dibandingkan dengan desa lain Rata-rata dari proporsi kepercayaan responden terhadap orang lain untuk menjaga anaknya apabila hendak meninggalkan desa untuk sementara waktu Rata-rata dari proporsi B.3.a s/d B.3.e Rata-rata dari proporsi sikap responden tentang potensi kerjasama yang dimiliki teman di dalam desa
b
Rata-rata dari proporsi kepercayaan responden terhadap orang lain untuk menjaga harta miliknya apabila hendak meninggalkan desa untuk sementara waktu
c
Rata-rata proporsi sikap responden tentang potensi orang lain di dalam desa untuk lebih berkorban bagi kesejahteraan desa daripada kesejahteraan keluarga sendiri Rata-rata dari proporsi sikap responden tentang kesediaan orang lain di dalam desanya untuk mengorbankan waktu terhadap proyek yang tidak bermanfaat langsung bagi keluarganya sendiri Rata-rata dari proporsi sikap responden tentang kesediaan orang lain di
d
e
2= Sama Saja 3= Menjadi lebih baik Skala 1-3 1= Lebih rendah dari desa lain 2= Sama dengan desa lain 3= Lebih tinggi dari desa lain Skala 1-5 1= Tidak seorangpun dapat dipercaya 2= Anggota keluarga yang lain 3= Tetangga 4= Seseorang di desa yang dipercaya 5= Selain 2,3 dan 4 Skala 0 dan 1 0= Tidak memiliki potensi untuk bekerjasama 1= Memiliki potensi untuk bekerjasama Skala 1-5 1= Tidak seorangpun dapat dipercaya 2= Anggota keluarga yang lain 3= Tetangga 4= Seseorang di desa yang dipercaya 5= Selain 2,3 dan 4 Skala 1-4 1= Sangat setuju 2= Setuju 3= Tidak setuju 4= Sangat tidak setuju
Skala 0-100
Skala 0-100
Skala 0-100 Skala 0-100
Skala 0-100
Skala 0-100
Skala 0 dan 1 0= Tidak bersedia 1= Bersedia
Skala 0-100
Skala 0 dan 1 0= Tidak bersedia 1= Bersedia
Skala 0-100
Indeks 0-1
4. Penyelesaian konflik a
b
c
d
e
f
C. Aksi kolektif 1. Tingkat aksi kolektif a
dalam desanya untuk mengorbankan uang terhadap proyek yang tidak bermanfaat langsung bagi keluarganya sendiri Rata-rata dari proporsi B.4.a s/d B.4.f Rata-rata dari proporsi penilaian responden tentang ketentraman di desanya Rata-rata dari proporsi penilaian responden tentang jumlah konflik di desanya dibandingkan dengan desa lain Rata-rata dari proporsi penilaian responden tentang kesediaan warga di desanya untuk menyumbangkan uang bagi tujuan pembangunan desa Rata-rata dari proporsi penilaian responden tentang kesediaan warga di desanya untuk menyumbangkan uang dan waktu bagi tujuan pembangunan desa dibandingkan dengan desa lain Rata-rata dari proporsi penilaian responden tentang keharmonisan hubungan antar warga di desanya Rata-rata dari proporsi penilaian responden tentang keharmonisan hubungan antar warga di desanya dibandingkan dengan desa lain Indeks komposit dari rata-rata proporsi C.1 s/d C.3 Rata-rata dari proporsi C.1.a dan C.1.b Rata-rata dari proporsi keikutsertaan anggota keluarga di dalam musyawarah pembangunan desa pasca tsunami
Skala 0 dan 1 0= Tidak tentram 1= Tentram
Skala 0-100 Skala 0-100
Skala 1-3 1= Lebih banyak 2= Sama 3= Lebih sedikit
Skala 0-100
Skala 0 dan 1 0= Tidak bersedia 1= Bersedia
Skala 0-100
Skala 1-3 1= Lebih sedikit 2= Sama 3= Lebih banyak
Skala 0-100
Skala 0 dan 1 0= Tidak Harmonis 1= Harmonis
Skala 0-100
Skala 1-3 1= Kurang harmonis 2= Sama 3= Lebih harmonis
Skala 0-100
Skala 0-3 0= Tidak pernah 1= Sekali 2= Beberapa kali 3= Sering
Indeks 0-1
Skala 0-100
Indeks 0-1
Skala 0-100 Skala 0-100
Indeks 0-1
b
2. Jenis kegiatan kolektif a
b
3. Kesediaan berpartisipasi di dalam aksi kolektif a
b
c
II. Kepemilikan rumah
III. Karakteristik rumah tangga 1. Anggota rumah tangga 2. Pendidikan
Rata-rata dari proporsi frekuensi kerjasama dengan orang lain untuk kepentingan umum di dalam desa Rata-rata dari proporsi C.2.a dan C.2.b Rata-rata dari proporsi dari 11 jenis kegiatan yang dilakukan secara kolektif Rata-rata dari proporsi dari pengetahuan mengenai 11 jenis kegiatan yang dilakukan secara kolektif di dalam desa Rata-rata dari proporsi C.3.a s/d C.3.c
Skala 1-11
Skala 1-11
Skala 0-100
Skala 0-100 Skala 0-100
Skala 0-100 Skala 1 dan 2 1= Diputuskan oleh kepala desa 2= Seluruh warga ikut mengambil keputusan
Skala 0-100
Skala 1 dan 2 1= Rendah 2= Tinggi
Skala 0-100
Skala 1 dan 2 1= Tidak banyak 2= Banyak
Skala 0-100
Jumlah anggota rumah tangga di masing-masing keluarga Tingkat pendidikan kepala keluarga
Jumlah jiwa
Pekerjaan kepala rumah tangga
4. Umur
Umur kepala rumah tangga Banyaknya NGO yang
Skala 0 dan 1 0= Belum memiliki rumah 1= Sudah memiliki rumah
Skala 0 dan 1 0= Tidak tamat SMA 1= Tamat SMA Skala 0 dan 1 0= Belum tetap 1= Sudah tetap Tahun
Indeks 0-1
Skala 0-100
Rata-rata dari proporsi penilaian responden tentang peluang bagi warga di desa berpartisipasi di dalam pengambilan keputusan untuk proyek pembangunan di desa Rata-rata dari proporsi penilaian responden tentang semangat partisipasi warga di desanya Rata-rata dari proporsi penilaian responden tentang jumlah warga di desa yang memiliki pikiran yang sama untuk menciptakan kenyamanan di desa Status kepemilikan rumah yang sudah siap huni pasca tsunami
3. Pekerjaan
IV. Keterlibatan
Skala 0-3 0= Tidak pernah 1= Sekali 2= Beberapa kali 3= Sering
Indeks 0-1
Nilai 0 dan 1
Nilai 0 dan 1 Nilai 0 dan 1
pihak luar
terlibat di satu desa untuk membantu masyarakat dalam membangun rumah dan pemulihan ekonomi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Aceh Besar terletak di paling ujung NAD, sebelah utara, barat dan selatan berbatasan langsung dengan laut lepas. Karena letak geografis tersebut, maka kerusakan yang ditimbulkan tsunami di daerah ini sangat parah. Sebelas kecamatan dari dua puluh dua kecamatan yang ada termasuk dalam katagori rusak (Tabel 4). Katagori kerusakan dilihat dari adanya sejumlah desa yang rusak, baik rusak sedang maupun rusak berat. Sedangkan kecamatankecamatan yang tidak rusak letaknya bukan di wilayah yang berbatasan langsung dengan laut. Tabel 4. Keadaan Umum Kabupaten Aceh Besar dengan Jumlah Desa dan Katagori Kerusakannya. Katagori Kerusakan
Juml ah Desa
Rusak Berat
Rusak Sedang
Tidak rusak
Lhoong
28
24
-
4
Lhoknga
25
11
7
7
Leupung
6
6
-
-
Indrapuri
52
-
-
52
Kuta Cot Glie
32
-
-
32
Seulimum
47
-
1
46
Kota Jantho
13
-
-
13
Lembah Seulawah
12
-
-
12
Mesjid Raya
13
4
8
1
Darussalam
29
-
2
27
Baitussalam
13
9
2
2
Kuta Baro
54
-
-
54
Montasik
53
-
-
53
Ingin Jaya
55
-
-
55
Kecamatan
Krueng Barona Jaya
12
-
1
11
Suka Makmur
35
-
-
35
Kuta Malaka
15
-
-
15
Simpang Tiga
18
-
-
18
Darul Imarah
32
-
2
30
Darul Kamal
14
-
-
14
Pekan Bada
26
26
-
-
Pulo Aceh
17
14
2
1
Sumber: Diolah dari Data BRR, BPS dan ADB (2006)
Kecamatan Lhoknga, Kecamatan Baitussalam, dan Kecamatan Mesjid Raya adalah 3 kecamatan dari 11 kecamatan yang termasuk dalam katagori rusak di Kabupaten Aceh Besar. Kecamatan Lhoknga dan Kecamatan Baitussalam yaitu kecamatan yang jumlah desa dengan katagori rusak berat lebih banyak dibandingkan dengan katagori rusak sedang, sedangkan Kecamatan Mesjid Raya sebaliknya yang katagori rusak sedang lebih banyak. Desa Kajhu termasuk salah satu desa yang dikatagorikan rusak berat di Kecamatan Baitussalam, begitu juga dengan Desa Lamkrut di Kecamatan Lhoknga. Sedangkan Desa Beurandeh di Kecamatan Mesjid Raya, termasuk dalam katgori rusak sedang.
Desa Kajhu Desa Kajhu memiliki luas 600 Ha, termasuk desa pantai dengan topografi datar dan berada pada ketinggian rata-rata 5 meter di atas permukaan laut. Sebelum tsunami jumlah penduduknya mencapai 4.506 jiwa, terdiri atas 2.426 laki-laki dan 2.080 perempuan yang tersebar dalam 1.276 kepala keluarga. Masyarakat Desa Kajhu sebelum tsunami relatif sejahtera, keluarga miskin hanya 10 %, rumah permanen yang dimiliki masyarakat adalah 92 % dan penggunaan listrik 99 % dari PLN. Sumber air utama untuk minum, cuci dan mandi adalah sumur dan dibeli. Selain itu, penghasilan utama masyarakat bukan di sektor pertanian, persentase keluarga di sektor pertanian hanya 26 % saja. Sementara itu, Penggunaan lahan 123 Ha adalah untuk sawah, 321 Ha untuk ladang, 118 Ha untuk pemukiman dan lainnya 46 Ha (BRR, BPS dan ADB 2006).
Sebelum tsunami Desa Kajhu juga memiliki fasilitas pendidikan dan kesehatan. Fasilitas pendidikan yaitu mulai dari Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, sedangkan fasilitas kesehatan yaitu terdapat Puskesmas Pembantu, Praktek Bidan, Posyandu dan Polindes. Selain itu juga memiliki kelompok dan fasilitas olah raga dan seni seperti lapangan dan kelompok sepak bola dan bola volly serta kelompok seni dibidang tarian. Bidang sosial, budaya dan keagamaan, di Desa Kajhu terdapat mesjid, surau/langgar, kelompok PKK, majlis taklim, kegiatan arisan, gotong royong dan pengumpulan zakat dan sodakah, kelompok pertanian, kegiatan penyuluhan pertanian dan lembaga adat. Desa Kajhu juga dihuni oleh berbagai macam etnis dan suku, akan tetapi manyoritasnya adalah suku aceh (BRR, BPS dan ADB 2006). Desa Kajhu termasuk dalam katagori rusak berat, karena seluruh rumah dan infrastruktur dasar yang ada hilang. Begitu juga dengan fasilitas pendidikan, kesehatan, olah raga dan seni, fasilitas keagamaan, sosial dan budaya, fasilitas transportasi, komunikasi dan informasi dan tempat-tempat usaha mengalami rusak berat bahkan hancur. Jumlah penduduk hanya 2.776 jiwa dengan jumah keluarga 807 keluarga. Kehidupan masyarakat pasca tsunami masih sangat rentan, masyarakat sampai dengan bulan juni 2006 masih tinggal di barak-barak pengungsian karena belum memiliki rumah.
Desa Lamkrut Desa Lamkrut yang berada di Kecamatan Lhoknga, termasuk dalam katagori rusak berat akibat tsunami. Desa Lamkrut tidak termasuk jenis desa pantai, letaknya sekitar 1 Km dari bibir pantai, akan tetapi desa ini memiliki ketinggian rata-rata hanya 3 meter diatas permukaan laut dengan topografi yang datar dan tipe umum lokasi termasuk dataran. Kondisi tersebut menyebabkan Desa Lamkrut mengalami kerusakan yang cukup parah. Seperti halnya Desa Kajhu, infrastruktur desa dan fasilitas pendidikan, kesehatan, sosial, budaya, keagamaan, olah raga dan seni, komunikasi dan informasi serta rumah penduduk semuanya hancur diterjang stunami.
Sebelum tsunami, mata pencaharian utama penduduk Desa Lamkrut sebahagian besar di sektor pertanian pada sub sektor padi/palawija. Jumlah penduduk sebelum tsunami mencapai 1.161 jiwa, laki-laki 627 jiwa dan perempuan 534 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 309 kepala keluarga. Persentase keluarga di sektor pertanian yaitu 82 %, dan keluarga yang memiliki rumah permanen sebanyak 52 % dari seluruh keluarga yang ada. Selain itu, 93 % rumah tangga sudah menggunakan listrik dari PLN, sementara itu kebutuhan utama air untuk minum, mandi dan cuci berasal dari sumur (BRR, BPS dan ADB 2006). Masyarakat desa ini tergolong relatif miskin, karena jumlah rumah tangga yang miskin mencapai 61 %. Di Desa Lamkrut, fasilitas transportasi sangat mudah, karena desa ini dilintasi oleh jalan raya utama yaitu jalan provinsi menuju ke wilayah barat selatan NAD. Fasilitas umum lainnya juga cukup tersedia, di desa ini terdapat puskesmas, tempat praktek dokter, posyandu dan toko obat dan fasilitas pendidikan dari sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA). Walaupun fasilitas umum untuk komunikasi seperti WARTEL dan INTERNET tidak tersedia, namun masyarakat Desa Lamkrut tidak memiliki kesulitan untuk malakukan komunikasi, karena jaraknya yang tidak terlalu jauh dari pusat ibu kota Provinsi NAD. Selain itu juga terdapat kelompok dan fasilitas keagamaan, sosial dan budaya, seperti mesjid, surau/langgar, kelompok PKK, majelis taklim, karang taruna, kegiatan arisan, gotong royong dan pengumpulan zakat, infaq dan sodakah, dan juga kelompok tani. Dari 480 Ha luas wilayah yang dimiliki Desa Lamkrut, sebanyak 37 Ha digunakan untuk lahan sawah, 185 Ha untuk ladang, 128 Ha perkebunan, 37 Ha untuk pemukiman dan 93 Ha untuk lainnya (BRR, BPS dan ADB 2006). Sama dengan Desa Kajhu, 20 % dari luas wilayah Desa Lamkrut adalah wilayah pemukiman. Jumlah penduduk yang tersisa pasca tsunami di Desa Lamkrut hanya 827 jiwa dari 201 kepala keluarga. Kehidupan masyarakat belum begitu baik, masyarakat yang kehilangan rumah belum bisa menempati rumah-rumah yang dibangun dari bantuan pihak luar (lembaga pemerintah dan lembaga non
pemerintah) karena belum selesai dibangun. Masyarakat desa yang dulunya bekerja di perusahaan swasta seperti di pabrik semen belum dapat bekerja kembali karena tempat kerjanya rusak berat. Begitu juga dengan petani, lahanlahan sawah yang dimilikinya belum dapat diusahakan karena masih ada pengaruh zat-zat garam bekas tsunami.
Desa Beurandeh Desa Beurandeh merupakan salah satu desa diantara 12 desa di Kecamatan Mesjid Raya yang menjadi korban tsunami. Letaknya kurang lebih 20 km dari kota Banda Aceh. Beurandeh termasuk desa wilayah pesisir yang letaknya persis di pinggir pantai dan di kaki bukit. Karena letaknya persis di pinggir pantai, maka desa ini juga mengalami kerusakan yang sangat parah. Secara umum kerusakan Desa Beurandeh dikatagorikan ke dalam katagori rusak sedang, karena walaupun pemukiman penduduk, tempat-tempat usaha, fasilitas kesehatan dan lain sebagainya hampir hancur total, akan tetapi masyarakatnya banyak yang selamat dan ada juga rumah yang tidak rusak, ini dikarenakan letak desa mereka di kaki bukit. Jumlah penduduk di Desa Beurandeh sebelum tsunami sebanyak 336 jiwa dari 68 kepala keluarga, dengan jumlah laki-laki 165 jiwa dan jumlah perempuan 171 jiwa. Sebahagian besar masyarakatnya mengandalkan hasil laut untuk memperoleh pendapatan (memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari) dan sebahagian kecil dari hasil pertanian (tambak dan kebun) dan peternakan. Sumber penghasilan utama masyarakatnya yaitu di sektor pertanian pada sub sektor perikanan laut. Jumlah keluarga di sektor tersebut sebesar 70 %. Jumlah keluarga miskin sebanyak 15 keluarga (22 %). Masyarakat Desa Beurandeh hanya sebahagian kecil saja (34 %) yang menggunakan sumber penerangan listrik dari PLN. Sumber air utama untuk mandi dan cuci masyarakat menggunakan air sumur, sedangkan untuk minum harus membeli ke tempat lain (BRR, BPS dan ADB 2006). Berbeda dengan Desa Kajhu dan Desa Lamkrut, Desa Beurandeh tidak memiliki fasilitas pendidikan, akan tetapi masyarakat tidak sulit untuk akses ke pendidikan karena fasilitas pendidikan mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Atas dapat dijangkau dengan jalan kaki. Untuk fasilitas kesehatan terdapat posyandu dan polindes. Sedangkan kelompok dan fasilitas
keagamaan, sosial dan budaya, masyarakat memiliki surau/langgar, kelompok PKK, kegiatan gotong royong, kontak tani nelayan andalan (KTNA) dan kelompok usaha ternak (BRR, BPS dan ADB 2006). Masyarakat Desa Beurandeh yang ramah dan kompak menyebabkan banyak NGO yang masuk dan bertahan lama di desa tersebut. Aparat desa dan masyarakat menerima semua NGO yang masuk ke desa mereka walau hanya sekedar mencari data dan tidak membawa bantuan baik berupa uang maupun materi, masyarakat tetap menghargainya asalkan tidak membawa misi-misi yang dapat merusak aqidah masyarakat desanya. Kehidupan masyarakat Desa Beurandeh pasca tsunami relatif lebih baik dibandingkan dengan Desa Kajhu dan Desa Lamkrut. Seluruh rumah yang hancur saat tsunami sudah dibangun dan masyarakat sudah bisa menempatinya kembali. Dengan modal kekompakan dan keramahan yang dimiliki masyarakatnya, desa ini memiliki daya tarik bagi NGO, sehingga Desa Beurandeh merupakan desa pertama masuk NGO yang membawa program pembangunan rumah.
4.2. Kondisi Pembangunan Desa Pasca Tsunami Tahap rehabilitasi yang ditetapkan pemerintah berakhir hingga Desember 2006. Namun tingkat pembangunan desa di Kabupaten Aceh Besar sampai Juni 2006 belum menunjukkan peningkatan yang signifikan. Kondisi sosial ekonomi masyarakat masih sangat rentan, masyarakat masih tinggal dibarak-barak pengungsian karena belum memiliki rumah (rumah siap huni). Dari tiga desa tersebut, hanya Desa Beurandeh yang semua masyarakatnya sudah memiliki rumah. Disamping itu, masyarakat juga belum bisa melakukan aktivitasnya sesuai dengan aktivitas yang dilakukan sebelum tsunami. Masyarakat petani belum bisa bertani karena terkendala dengan masalah modal, begitu juga dengan masyarakat nelayan. Dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat bekerja sebagai buruh-buruh bangunan yang bukan merupakan profesinya. Sebanyak 36,7 % kepala keluarga di wilayah penelitian memiliki pekerjaan yang tidak tetap yang sesuai dengan pekerjaannya sebelum tsunami. Tabel. 5. Kondisi Fasilitas Umum Penunjang Kebutuhan Dasar Masyarakat di setiap Desa Pasca Tsunami Jenis Fasilitas
Desa Kajhu
Desa Lamkrut
Desa Beurandeh
Infrastruktur dan Perumahan 1. Rumah 2. Kantor Desa 3. Balai Pertemuan Fasilitas Pendidikan 1. TK 2. SD 3. SMP 4. SMU 5. Tempat Pelatihan Fasilitas Kesehatan dan Kebersihan 1. Posyandu 2. Polindes 3. Pos Obat Desa 4. Puskesmas 5. Puskesmas Pembantu 6. Tempat Praktek Dokter 7. Tempat Praktek Bidan 8. Toko Obat 9. MCK Fasilitas Olah Raga dan Hiburan 1. Lapangan Bola Kaki 2. Lapangan Bola Volly 3. Penyewa VCD Fasilitas Agama, Sosial dan Budaya 1. Mesjid 2. Surau/Langgar 3. Tempat Pengajian Fasilitas Telekomunikasi dan Informasi 1. Telepon Umum Koin 2. Wartel Fasilitas Perdagangan dan Industri 1. Restoran 2. BPR 3. Koperasi
0 1 0*)
4 0 0*)
127 0*) 1*)
0 1**) 1**) 0*) 0*)
0*) 2**) 1**) 1**) 0*)
0*) 0*) 0*) 0*) 1*)
1 0 0 0*) 1**) 0 0 0 1
1 1*)**) 0*) 1**) 0*) 0 0*) 0 1
1 1 0*) 0*) 0*) 0*) 0*) 0*) 1
0 1 0
0 0 0*)
1*) 1*) 0*)
1 0 1*)
1 1 0*)
0*) 1 1**)
0 0
0*) 1*)
0*) 0*)
0*) 0*) 1
0 0 1
0*) 0*) 0*)
Sumber: BRR, BPS dan ADB (2006) dan data primer diolah **) Sementara/Darurat *) Sebelum tsunami tidak ada
Lebih dari 50 % fasilitas umum dari berbagai bidang yang ada sebelum tsunami di tiap-tiap desa sampai sekarang belum dibangun kembali. Sejumlah fasilitas, seperti pada bidang pendidikan, walaupun sudah ada dan proses belajarmengajar juga sudah berjalan, baik di Desa Lamkrut maupun di Desa Kajhu, akan tetapi sekolah-sekolah tersebut belum memiliki gedung yang permanen seperti sebelum tsunami. Selain fasilitas pendidikan, sejumlah fasilitas kesehatan juga sama yaitu belum memiliki gedung yang permanen seperti sebelum tsunami. Fasilitas kesehatan yang ada sekarang sifatnya sementara/darurat (Tabel 5). Namun demikian, ada juga beberapa fasilitas umum tersebut yang dulu sebelum tsunami tidak ada, sekarang sudah ada. Seperti balai pertemuan, tempat pelatihan, lapangan bola kaki dan lapangan bola volly di Desa Beurandeh; wartel dan polindes di Desa Lamkrut; dan tempat pengajian di Desa Kajhu.
4.3. Modal Sosial Masyarakat Desa Modal sosial masyarakat yang tinggi dicirikan oleh adanya rasa saling percaya antar masyarakat, tingginya kerapatan jaringan kerja, interaksi sosial antar masyarakat kuat, adanya pertukaran informasi yang bermanfaat, intensitas kerjasama yang tinggi, serta kepatuhan terhadap norma dan nilai-nilai bersama untuk mewujudkan harapan bersama dan juga berkurangnya sifat oportunistik individu. Modal sosial akan mendorong terjadinya suatu proses pembangunan yang beretika dan bermoral yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan melalui distribusi pembangunan yang merata dan berkelanjutan. Partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan yang mempunyai tujuan untuk kebaikan bersama, tingkat toleransi dan tingkat kriminalitas juga merupakan indikator modal sosial dalam suatu masyarakat (Stone 2001). Desa Beurandeh memiliki stok modal sosial masyarakat yang paling tinggi, disusul kemudian Desa Kajhu dan yang paling rendah yaitu di Desa Lamkrut (Gambar 2). Begitu juga dengan komponen modal sosial dimensi struktural, modal sosial dimensi kognitif dan aksi kolektif. Tinggi rendahnya tingkat modal sosial tersebut tentunya berkaitan dengan perbedaan tingkat rasa percaya, kerjasama, interaksi sosial masyarakat dan lain sebagainya di masing-
Rata-rata Indeks
masing desa. Modal Sosial Masyarakat (IMSM) Modal Sosial Struktural (MSDS) Modal Sosial Kognitif (MSDK) Aksi Kolektif (MSAK)
0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
Beurandeh
Kajhu
Lamkrut
Desa
Gambar 2. Rata-rata Indeks Modal Sosial komponennya di Tiap-tiap Desa.
Masyarakat
dan
Komponen-
Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara modal sosial masyarakat Desa Beurandeh dengan Desa Kajhu, begitu juga antara Desa Beurandeh dengan Desa Lamkrut dan antara Desa Kajhu dengan Desa Lamkrut
(Tabel 6). Rataan komponen modal sosial struktural menunjukkan bahwa modal sosial struktural di Desa Beurandeh tidak berbeda nyata dengan modal sosial struktural di Desa Kajhu. Akan tetapi, modal sosial struktural di Desa Beurandeh sangat berbeda nyata dengan modal sosial struktural di Desa Lamkrut. Keadaan yang sama juga ditunjukkan pada masyarakat kajhu dan lamkrut, modal sosial masyarakat kajhu lebih tinggi dibandingkan dengan modal sosial struktural masyarakat lamkrut. Tabel 6. Uji Beda Rataan Indeks Modal Sosial Masyarakat dan Komponenkomponennya antar Desa P-value (Mann-Whitney) Beurandeh Beurandeh Kajhu Modal Sosial vs Kajhu
vs Lamkrut
vs Lamkrut
Modal Sosial Masyarakat (IMSM)
0.006
0.000
0.002
Modal Sosial Struktural (MSDS)
0.291
0.000
0.004
Modal Sosial Kognitif (MSDK)
0.008
0.000
0.059
Aksi Kolektif (MSAK)
0.014
0.000
0.130
Uji beda rataan juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara komponen modal sosial kognitif di Desa Beurandeh dengan Desa Kajhu, begitu juga dengan Desa Beurandeh dan Desa Lamkrut. Akan tetapi, antara kajhu dengan lamkrut tidak berbeda nyata. Sedangkan untuk aksi kolektif, perbedaan ditunjukkan oleh Desa Beurandeh dan Desa Kajhu dan antara Desa Beurandeh dan Desa Lamkrut. Sementara itu, aksi kolektif yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Kajhu dapat dikatakan sama dengan aksi kolektif yang dilakukan oleh masyarakat Desa Lamkrut. Selanjutnya tiap-tiap komponen modal sosial akan dideskripsikan secara kualitatif berdasarkan unsur-unsur pembentukannya. Pendeskripsian dilakukan dengan tujuan untuk melihat unsur-unsur mana saja dari tiap-tiap komponen modal sosial yang berbeda nyata dan yang tidak berbeda nyata ditiap-tiap desa satu persatu.
4.3.1. Modal Sosial Struktural Komponen modal sosial struktural terdiri atas indikator input dan indikator output. Unsur-unsur pembentuk modal sosial struktural yang termasuk
dalam indikator input yaitu keanggotaan di dalam jaringan dan asosiasi lokal yang meliputi kepadatan keanggotaan di dalam organisasi atau asosiasi, keragaman keanggotaan dan partisipasi dalam pembuatan keputusan. Indikator input merupakan komponen modal sosial yang dijadikan ukuran untuk mengukur proses interaksi sosial. Interaksi sosial dalam kapital sosial sangat penting, karena kapital sosial itu selalu dilihat dalam hubungannya dengan kegiatan bersama, kelompok atau jaringan, dimana interaksi sosial merupakan media yang paling utama. Interaksi sosial di dalam masyarakat dilihat dari adanya tindakan sosial yang dilakukan secara kolektif untuk mencapai tujuan bersama yang dibatasi oleh institusi tertentu sehingga nilai dan normanya jelas dan hubungan yang terkandung didalamnya jelas pula (Lawang 2004). Tingkat dukungan di dalam situasi krisis dan derajat tingkat keinklusifan di dalam akses ke pelayanan (derajat pembatasan) merupakan indikator outputnya. Jika indikator input untuk mengukur proses interaksi sosial yang terjadi, maka indikator output adalah untuk mengukur kuantitas dan kualitas dari interaksi sosial tersebut. Asumsinya bahwa semakin tinggi derajat interaksi sosial, maka kuantitas dan kualitas interaksi sosial masyarakat sebagai output semakin tinggi pula. Komponen modal sosial struktural di Desa Lamkrut berbeda nyata dengan di Desa Beurandeh dan Desa Kajhu, akan tetapi komponen modal sosial struktural di Desa Beurandeh tidak berbeda nyata dengan di Desa Kajhu (Tabel 6). Secara agregat temuan ini dapat dijelaskan bahwa derajat interaksi sosial di Desa Beurandeh tidak lebih tinggi dibandingkan dengan di Desa Kajhu, akan tetapi, derajat interaksi sosial di Desa Beurandeh lebih tinggi dibandingkan dengan di Desa Lamkrut dan derajat interaksi sosial di Desa Kajhu juga lebih tinggi dibandingkan dengan di Desa Lamkrut. Sayangnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa derajat interaksi sosial yang tinggi tidak selalu menghasilkan kualitas dan kuantitas interaksi yang tinggi pula. Gambar 3 menunjukkan bahwa antara derajat interaksi sosial dengan kualitas dan kuantitas interaksinya (indikator output) tidak selalu sesuai dengan yang diasumsikan.
Kepadatan keanggotaan Keragaman keanggotaan partisipasi dalam pembuatan keputusan Dukungan di dalam situasi krisis Derajat pembatasan
Rata-rata Indeks
1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
Beurandeh
Kajhu
Lamkrut
Desa
Gambar 3 Rata-rata Indeks Unsur-unsur Modal Sosial Struktural di Desa Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut. Kepadatan dan keragaman keanggotaan di dalam asosiasi lokal di Desa Beurandeh tidak berbeda nyata dengan di Desa Kajhu, sedangkan antara beurandeh dengan lamkrut dan kajhu dengan lamkrut berbeda nyata (Tabel 7), namun, perbedaan antara kajhu dengan lamkrut tidak setinggi perbedaan antara beurandeh dengan lamkrut. Selanjutnya, partisipasi dalam pembuatan keputusan di dalam asosiasi lokal antara beurandeh dan kajhu, beurandeh dan lamkrut serta kajhu dan lamkrut masing-masing berbeda nyata, tingkat partisipasi dalam pembuatan keputusan paling tinggi di Desa Beurandeh dan paling rendah di Desa Lamkrut. Untuk unsur dukungan di dalam situasi krisis yang merupakan salah satu dari dua indikator output, hanya antara kajhu dan lamkrut yang tidak berbeda. Sementara itu, unsur derajat pembatasan antara beurandeh, kajhu dan lamkrut adalah sama. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingginya modal sosial dimensi struktural
masayarakat Desa Beurandeh hanya pada proses interaksinya saja
(indikator input), akan tetapi kuantitas dan kualitas interaksi (indikator output) masih rendah. Interaksi sosial yang terjadi dengan keterlibatan anggota-anggota rumah tangga di dalam berbagai asosiasi lokal yang merupakan jaringan kerja (nertwork) tidak didasarkan atas rasa percaya terhadap pimpinan atau anggota lain dalam asosiasi tersebut melainkan karena keharusan (diwajibkan oleh NGO untuk membentuk kelompok). Kondisi tersebut berbeda dengan apa yang seharusnya terjadi yaitu, tingginya interaksi sosial masyarakat pada proses akan menghasilkan kualitas dan kuantitas interaksi yang lebih tinggi pula.
Tabel 7. Uji Beda Rataan Unsur-unsur Modal Sosial Struktural di Desa Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut P-value (Mann-Whitney) Modal Sosial
Beurandeh Vs Kajhu
Beurandeh Vs Lamkrut
Kajhu Vs Lamkrut
Kepadatan Keanggotaan (DS1)
1.000
0.004
0.011
Keragaman Keanggotaan (DS2)
0.804
0.015
0.041
Partisipasi dalam Pembuatan Keputusan (DS3)
0.014
0.000
0.023
Dukungan di dalam Situasi Krisis (DS4)
0.003
0.000
0.235
Derajat Pembatasan (DS5)
0.093
0.218
0.557
Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa tingginya interaksi sosial masyarakat di Desa Beurandeh, masih sebatas pada hubungan (relation) dengan kadar norma dan institusi yang rendah. Interaksi yang terjadi hanya karena ada tuntutan dari pihak luar (NGO/LSM) agar lebih mudah memperoleh berbagai bantuan. Sehingga proses interaksi sosial yang mereka miliki belum berfungsi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas interaksi sosialnya.
4.3.1.1. Kepadatan Keanggotaan di dalam Asosiasi Lokal Kepadatan keanggotaan di dalam asosiasi lokal di ukur dari keterlibatan anggota rumah tangga di dalam sejumlah organisasi atau asosiasi lokal. Dalam penelitian ini ada 15 kelompok asosiasi lokal yang digunakan untuk mengukur kepadatan keanggotaannya. Secara umum keterlibatan masyarakat yang paling tinggi yaitu pada asosiasi/organisasi/kelompok wanita dan keagamaan, disusul kemudian secara berturut-turut organisasi tani/nelayan, pendidikan, swadaya masyarakat, jasa dan remaja (Tabel 8). Organisasi wanita yang paling menonjol adalah kelompok PKK. PKK merupakan organisasi yang sudah ada sejak lama disetiap desa dan setiap perempuan atau ibu rumah tangga secara aktif maupun tidak aktif akan menjadi anggotanya. Desa Beurandeh memiliki persentase keterlibatan wanita dalam assosiasi ini paling tinggi, karena di desa ini seluruh rumah tangga masih
memiliki anggota rumah tangga yang lengkap yaitu masih ada bapak, ibu dan anak. Berbeda dengan kondisi di Desa Beurandeh, di Desa Kajhu dan di Desa Lamkrut banyak keluarga yang anggota rumah tangganya sudah tidak lengkap karena korban tsunami, banyak keluarga yang kehilangan ibu rumah tangga dan anak perempuannya. Selain itu, organisasi ini juga lebih mudah untuk dijalankan, karena telah terstruktur dan menjadi bagian dari kelembagaan desa di setiap desa. Tabel 8. Kepadatan Keanggotaan di dalam Asosiasi Lokal di Desa Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Jenis Asosiasi Tani/Nelayan Jasa Produksi Lainnya Pedagang Pengurus Desa/Dusun/RW/RT Keagamaan Organisasi Politik Organisasi Panglima Laot Jasa Keuangan Pendidikan Kesehatan Wanita Remaja Swadaya Masyarakat. Kelompok Warga
Kajhu 9.52 19.05 9.52 9.52 14.29 76.19 0.00 0.00 14.29 57.14 0.00 80.95 28.57 28.57 23.81
Kepadatan Keanggotaan (%) Lamkrut Beurandeh Rata-rata 30.00 65.00 34.84 10.00 20.00 16.35 5.00 0.00 4.84 0.00 15.00 8.17 5.00 85.00 5.00 0.00 0.00 15.00 0.00 85.00 10.00 5.00 0.00
15.00 100.00 0.00 0.00 0.00 15.00 20.00 100.00 10.00 20.00 5.00
11.43 87.06 1.67 0.00 4.76 29.05 6.67 88.65 16.19 17.86 9.60
Selain asosiasi wanita, asosiasi keagamaan juga merupakan asosiasi yang paling banyak di ikuti oleh masyarakat di Desa beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut. Kondisi sosial masyarakat yang tinggal di daerah dengan penerapan syariat islam, maka kebutuhan spiritual akan nilai-nilai islam menjadi kewajiban bagi setiap umat manusia. Disamping pendidikan atau memperdalam pengetahuan agama diwajibkan bagi setiap pemeluk agama, asosiasi keagamaan juga memberikan kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya menjalin hubungan (interaction) dengan sesama warga. Pasca tsunami, kondisi mental masyarakat begitu menurun, sehingga masayarakat membutuhkan sebuah wadah untuk pengamalan nilai-nilai keagamaan. Dengan memahami nilai-nilai spiritual tersebut membuat masyarakat lebih bisa menerima apa yang telah terjadi sebagai sebuah cobaan. Nilai-nilai spiritual yang didapat masyarakat menjadi motivasi
bagi masyarakat desa untuk bangkit dan membenahi diri mereka untuk membangun kembali apa yang telah rusak. Agama juga memiliki kedudukan sentral dalam memperlemah atau memperkuat dimensi modal sosial (Hasbullah 2006). Agama berguna dalam memperkaya dimensi spiritual dalam kehidupan, dimana agama memberikan inspirasi terhadap perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat. Agama juga mengajarkan masyarakat untuk menjunjung tinggi keadaban dan mengutamakan silaturrahmi (interaction) antar individu, kelompok dan lingkungannya juga mengajarkan untuk tidak berprasangka jahat kepada orang lain. Dengan demikian jelas keterlibatan masyarakat dalam asosiasi keagamaan akan memberikan dampak terhadap peningkatan modal sosial melalui jaringan (Network) dan kepercayaan (trust). Asosiasi atau kelompok tani/nelayan adalah asosiasi dengan keterlibatan anggota keluarga masyarakat terbanyak setelah asosiasi wanita dan keagamaan. Kelompok tani/nelayan yang ada yaitu kelompok petani palawija dan holtikultura, kelompok nelayan dan kelompok petani peternak. Letak geografis Desa Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut yang berada di wilayah pantai dan dekat pantai, maka umumnya penduduk memiliki pekerjaan sebagai petani atau nelayan, kecuali di Desa Kajhu. Desa Kajhu, walaupun desanya termasuk wilayah desa pantai, tetapi profesi masyarakatnya sangat beragam. Keterlibatan masyarakat dalam kelompok tani/nelayan paling banyak di Desa Beurandeh, kemudian Desa Lamkrut dan paling sedikit di Desa Kajhu, karena persentase petani/nelayan di Desa Kajhu lebih sedikit. Pasca tsunami masyarakat ikut terlibat dalam kelompok-kelompok tani/nelayan dengan tujuan untuk lebih mudah mengajukan modal usaha kepada pihak-pihak luar. Masayarakat bahkan diharuskan untuk membentuk kelompok-kelompok usaha yang sesuai dengan pekerjaannya sebelum tsunami untuk mendapatkan bantuan modal usaha. Asosiasi yang selanjutnya yaitu asosiasi dibidang pendidikan. Desa kajhu adalah desa yang paling banyak keterlibatan anggota rumah tangganya dalam asosiasi pendidikan, lebih setengah anggota rumah tangga terlibat di dalam asosiasi ini. Dilihat dari pekerjaan masyarakatnya, Desa Kajhu merupakan desa
yang dihuni oleh masyarakat dari berbagai kelompok pekerjaan, terutama sebagai tenaga pengajar. Jika di desa lain yang terlibat dalam asosiasi pendidikan hanyalah anak-anaknya yang masih sekolah, akan tetapi di Desa Kajhu orang tuanya juga banyak yang ikut terlibat. Keadaan tersebut memberikan kontribusi yang signifikan terhadap keterlibatan masyarakat Desa Kajhu dalam asosiasi pendidikan yang ada di wilayah penelitian secara umum. Selanjutnya
keterlibatan
anggota
rumah
tangga
juga
di
dalam
asosiasi/kelompok remaja yaitu organisasi remaja mesjid dan kelompok olahraga seperti kelompok klub bola kaki dan bola volly, asosiasi jasa yaitu tukang ojek, sopir labi-labi, kelompok swadaya masyarakat yaitu dengan menjadi tenaga pekerja untuk LSM/NGO yang dipekerjakan di desa masing-masing atau di luar desanya. Tingkat keterlibatan anggota rumah tangga di dalam berbagai asosiasi lokal, dilihat dari nilai rata-rata indeks kepadatan keanggotaannya antara Desa Beurandeh dan Desa Kajhu tidak ada perbedaan yang nyata. Akan tetapi antara Desa Beurandeh dan Desa Lamkrut dan antara Desa Kajhu dengan Desa Lamkrut berbeda nyata (Tabel 7). Tingginya tingkat keterlibatan anggota rumah tangga di dalam berbagai asosiasi lokal di Desa Beurandeh dibandingkan dengan Desa Lamkrut karena karena beberapa faktor, diantaranya yaitu faktor pekerjaan masyarakatnya, pendidikan dan kondisi keluarga pasca tsunami. Kondisi keluarga masyarakat di Desa Beurandeh yang masih utuh, memungkinkan setiap anggota keluarganya ikut terlibat dalam setiap organisasi/asosiasi/kelompok yang ada atau paling kurang ada satu anggota rumah tangga yang ikut dalam satu asosiasi. Keterlibatan masyarakat Desa Beurandeh di dalam berbagai asosiasi menandakan bahwa proses interaksi sosial masyarakat di desa tersebut semakin kuat. Interaksi yang berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama akan menghasilkan kualitas dan kuantitas interaksi yang lebih tinggi, sehingga akan menjadi modal untuk pembentukan modal sosial dikemudian hari.
4.3.1.2. Keragaman Keanggotaan di dalam Asosiasi Lokal Tingkat keragaman keanggotaan di dalam asosiasi lokal diukur dari keragaman anggota dari 3 asosiasi lokal yang dianggap penting bagi anggota rumah tangga. Penilaian keragaman anggota menggunakan tujuh kriteria yaitu
kekerabatan, agama, jenis kelamin, partai politik, pekerjaan, umur dan pendidikan. Tiga asosiasi yang di anggap penting dan paling banyak dimasuki anggota rumah tangga di Desa Kajhu berturut-turut yaitu 1) kelompok wanita dan keagamaan, 2) organisasi pendidikan, lembaga swadaya masyarakat dan kelompok jasa, dan 3) jasa keuangan, kelompok remaja dan kelompok warga. Sementara itu, di Desa Lamkrut adalah 1) kelompok keagamaan, 2) kelompok wanita dan 3) kelompok tani/nelayan, sedangkan di Desa Beurandeh adalah 1) kelompok keagamaan, 2) kelompok wanita, dan 3) kelompok tani/nelayan. Tabel 9. Keragaman Keanggotaan di dalam Asosiasi Lokal di tiap Desa No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Jenis Asosiasi Tani/Nelayan Jasa Produksi Lainnya Pedagang Pengurus Desa/Dusun/RW/ RT Keagamaan Organisasi Politik Org.Panglima Laot Jasa Keuangan Pendidikan Kesehatan Wanita Remaja Swadaya Masyarakat Kelompok Warga
Kajhu Asosiasi Keragaman (%) (%) 9.52 100.00 14.29 66.67 9.52 83.34 4.76 66.67 9.52 57.14 0.00 0.00 14.29 28.57 0.00 57.14 14.29 28.57 14.29
100.00 36.11 0.00 0.00 100.00 94.45 0.00 36.11 77.78 100.00 44.44
Lamkrut Asosiasi Keragaman (%) (%) 30.00 77.78 10.00 83.34 5.00 100.00 0.00 0.00 5.00 85.00 5.00 0.00 0.00 5.00 0.00 75.00 5.00 5.00 0.00
100.00 35.29 100.00 0.00 0.00 100.00 0.00 35.55 100.00 100.00 0.00
Beurandeh Asosiasi Keragaman (%) (%) 60.00 94.45 10.00 83.34 0.00 0.00 15.00 100.00 10.00 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5.00 65.00 5.00 20.00 0.00
100.00 35.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00 43.59 100.00 83.33 0.00
Secara umum di ketiga desa tersebut kelompok/asosiasi yang diangggap penting
dan
paling
banyak
dimasuki
anggota
rumah
tangga
adalah
asosiasi/kelompok keagamaan, kelompok wanita dan kelompok tani/nelayan (Tabel 9). Kondisi tersebut menggambarkan bahwa kebutuhan masyarakat akan nilai spiritual keagamaan yang dianut bagi setiap anggota rumah tangga sangatlah penting. Nilai spiritual menjadi modal (kepercayaan dan jaringan) bagi masyarakat untuk bangkit dan membangun kembali desanya secara bersamasama. Selain itu, pentingnya masyarakat bergabung dalam kelompok wanita, kelompok tani/nelayan, lembaga swadaya masyarakat dan kelompok jasa yaitu untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk kehidupan yang lebih layak pasca tsunami. Jaringan yang terbentuk dari kelompok-kelompok tersebut akan memudahkan masyarakat terhadap akses ke sumber-sumber bantuan dan sekaligus
membangun kepercayaan pihak-pihak luar yang akan berinvestasi untuk pembangunan desa mereka. Keragaman keanggotaan di dalam asosiasi lokal, tidak ada perbedaan yang nyata antara Desa Beurandeh dan Desa Kajhu. Perbedaan yang nyata yaitu antara Desa Beurandeh dan Desa Lamkrut dengan Desa Kajhu dan Desa Lamkrut. Keragaman keanggotaan dalam asosiasi lokal yang paling tinggi yaitu di Desa Beurandeh dan yang paling rendah di Desa Lamkrut (Tabel 7). Banyaknya keterlibatan anggota rumah tangga di Desa Beurandeh dalam asosiasi tani/nelayan menjadi penyumbang terbesar terhadap tingginya keberagaman keanggotaan di dalam asosiasi lokal di desa tersebut, karena asosiasi tani/nelayan merupakan salah satu asosiasi lokal dengan keragaman keanggotaan yang tinggi. Sedangkan di Desa Lamkrut anggota rumah tangganya lebih banyak terlibat di dalam asosiasi keagamaan dan wanita, kedua asosiasi itu tingkat keragamannya paling rendah (Tabel 9). Keragaman keanggotaan di dalam asosiasi lokal memiliki dampak yang positif dan negatif terhadap modal sosial. Dampak positif karena memudahkan anggota kelompok/asosiasi untuk saling percaya satu sama lain, berbagi informasi dan mencapai kesepakatan/membuat keputusan. Dampak negatif, karena lebih sedikit manfaat yang diperoleh dari pertukaran informasi, sehingga proses pengambilan keputusan di tingkat desa menjadi lebih sulit (Grootaert and van Bastaeler 2002). Keragaman organisasi yang tumbuh dan berkembang dalam suatu wilayah berkaitan dengan kemampuan serta keahlian yang dimiliki oleh anggota masyarakat di wialayah tersebut. Misalnya di Desa Beurandeh, keikutsertaan masyarakat di dalam kelompok pendidikan tidak sebanyak dalam kelompok tani/nelayan. Masyarakat Desa Beurandeh lebih banyak terlibat dalam kelompok tani/nelayan karena masyarakat umumnya bekerja sebagai petani dan nelayan.
4.3.1.3. Partisipasi Dalam Pembuatan Keputusan Partisipasi dalam pembuatan keputusan dinilai dari sejauhmana proses pembuatan keputusan dari 3 asosiasi lokal yang dianggap penting bagi anggota rumah tangga, apakah dalam suatu organisasi setiap keputusan ditentukan sendiri oleh pemimpinya, melalui musyawarah tetapi yang memutuskan adalah
pemimpinnya atau keputusan diambil dari hasil musyawarah anggotanya. Jika suatu keputusan yang diambil dari hasil musyawarah seluruh anggota asosiasi/organisasi, maka organisasi tersebut menganut pola yang demokratis. Asosiasi atau organisasi yang menganut pola demokratis diasumsikan akan lebih efektif dibandingkan dengan pola lainnya. Namun demikian, tidak semua masyarakat menganggap bahwa pola demokratis akan lebih efektif. Di Kabupaten Lembata Provinsi Nusa Tenggara Timur, desa-desa terbentuk dari interaksi yang berulang-ulang, dan di bawah pengaruh kepemimpinan lokal dan tuntunan sejarah, beberapa komunitas asli (indigenous community) yang berdekatan kemudian membentuk sebuah desa (Laba 2006). Dengan demikian kepemimpinanan lokal terutama dalam asosiasi agama dan suku masih sangat mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Masyarakat masih berkeyakinan bahwa keputusan yang dibuat oleh pemimpinnya merupakan keputusan yang terbaik bagi kepentingan bersama. Kepercayaan itu tentunya merupakan hasil dari interaksi masyarakat dengan pemimpinnya dalam waktu yang lama dan kemudian membuahkan pemimpin yang layak dipercaya (worthly) oleh anggota asosiasi. Indeks partisipasi dalam pembuatan keputusan di Desa Beurandeh lebih tinggi dibandingkan dengan di Desa Kajhu dan di Desa Lamkrut (Tabel 7). Uji beda rataan menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang sangat nyata antara beurandeh dengan kajhu, beurandeh dengan lamkrut dan kajhu dengan lamkrut. Dengan demikian, asosiasi/organisasi/kelompok yang ada di Desa Beurandeh dapat dikatakan menganut pola yang lebih demokratis, sehingga proses pembuatan keputusan di dalam kelompok akan lebih efektif. Masyarakat di Desa Beurandeh lebih banyak terlibat dalam kelompokkelompok tani/nelayan sebagai salah satu dari 3 asosiasi/kelompok yang dianggap penting bagi rumah tangga di bandingkan dengan masyarakat di Desa Kajhu dan Desa Lamkrut. Asosiasi/kelompok tersebut dibentuk atas dasar kebutuhan untuk memenuhi persayaratan yang di wajibkan oleh pihak-pihak yang akan membantu masyarakat pasca tsunami, dan proses pembentukannya juga dilakukan oleh pihak-pihak tersebut sehingga setiap proses pengambilan keputusan dalam
kelompok harus melalui musyawarah anggotanya. Hal inilah yang menyebabkan tingkat partisipasi dalam pembuatan keputusan lebih tinggi atau lebih demokratis.
4.3.1.4. Dukungan di Dalam Situasi Krisis Dukungan di dalam situasi krisis ini mengukur sejauhmana peranan komunitas dalam mengatasi situasi krisis yang dialami oleh masyarakat dalam komunitas tersebut. Ada dua situasi krisis yang dilihat, pertama situasi krisis masalah dalam bidang pendidikan dan yang kedua situasi krisis masalah dalam ekonomi (gagal panen), kesehatan (penyakit menular) dan masalah pencurian. Masalah pendidikan, kegagalan panen, penyakit dan pencurian merupakan masalah yang secara langsung berpengaruh terhadap menurunnya kualitas kehidupan manusia. Indeks dukungan di dalam situasi krisis di Desa Beurandeh Lebih tinggi di bandingkan di Desa Lamkrut, juga Desa Beurandeh lebih tinggi dibandingkan dengan Desa Kajhu, akan tetapi antara Desa Kajhu dengan Desa Lamkrut relatif sama (Tabel 7). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peranan komunitas dalam mengatasi situasi krisis yang dialami masyarakat di Desa Beurandeh lebih tinggi dibandingkan dengan peranan komunitas yang ada di Desa Kajhu dan Desa Lamkrut dalam hal yang sama. Bagi masyarakat Desa Beurandeh, pentingnya dukungan terhadap sesama manusia yang mengalami krisis adalah sama pentingnya dengan keterlibatan masyarakat dalam asosiasi agama.
4.3.1.5. Derajat Pembatasan Derajat pembatasan dilihat dari: 1) apakah perbedaan dalam aspek pendidikan, kesejahteraan/materi yang dimiliki, kepemilikan lahan, ststus sosial, jenis kelamin, generasi, penduduk asli dengan pendatang, partai politik yang diikuti, agama dan etnik menyebabkan pengkotakan-pengkotakan terhadap rumah tangga dalam lingkungan atau desa; 2) apakah rumah tangga dibatasi atau dikucilkan terhadap pelayanan di dalam memperoleh pendidikan, kesehatan, bantuan perumahan, latihan kerja atau ketrampilan, kredit atau modal usaha, transportasi, pembagian air, kebersihan lingkungan, penyuluhan, hukum atau penyelesaian konflik dan keamanan. Indeks derajat pembatasan di Desa Beurandeh tidak beda nyata dibandingkan dengan di Desa Lamkrut dan Desa Kajhu. Masalah pengotakan-
pengotakan dan pengucilan terhadap rumah tangga di dalam lingkungan di ketiga desa relatif sama (Tabel 7). Sumber utama pengotakan orang di dalam komunitas di ketiga desa tersebut adalah perbedaan di dalam status penduduk sebagai pendatang yaitu bukan penduduk asli desanya. Penduduk pendatang sering dinomorduakan dalam setiap kegiatan yang dilakukan dan ketika ada bantuanbantuan. Selain itu perbedaan generasi, antara generasi tua dengan generasi muda. Generasi muda kurang diperhitungkan dalam setiap pengambilan keputusan menyangkut kebijakan-kebijakan strategis di desa seperti dalam hal pembangunan desa. Selanjutnya status sosial dan kekayaan yang dimiliki oleh masyarakat juga menjadi sumber pengotakan. Pada sisi lain, sumber pembatasan terhadap pelayanan atau rumah tangga dibatasi atau tidak mendapat pelayanan terutama terhadap akses rumah tangga untuk memperoleh kredit, latihan kerja/ketrampilan dan bantuan perumahan.
4.3.2. Modal Sosial Kognitif Dimensi sruktural dari modal sosial yaitu melihat bagaimana proses, kualitas dan kuantitas interaksi sosial masyarakat yang diukur dari keterlibatannya dalam asosiasi lokal. Tingkat kepadatan, keragaman keanggotaan dalam asosiasi dan partisipasi dalam pengambilan keputusan merupakan proses interaksi. dukungan dalam situasi krisis dan derajat pembatasan merupakan kualitas dan kuantitas interaksinya. Oleh karena itu, dimensi sruktural memfasilitasi masyarakat untuk melakukan aksi kolekif (output dari modal sosial) Berbeda dari dimensi sruktural, dimensi kognitif dari modal sosial yaitu berfungsi dalam menggerakkan dan menuntun aksi kolektif yang dilakukan masyarakat agar tercapai manfaat bersama. Indikator Pendekatan terhadap dimensi kognitif dari modal sosial adalah kepercayaan dan ketaatan atas normanorma yang berlaku dimasyarakat. Pendekatan ini meliputi tiga indikator yaitu: kesetiakawanan, kepercayaan, kerjasama dan penyelesaian konflik. Dimensi kognitif dari modal sosial masyarakat secara agregat tertinggi di Desa Beurandeh dan terendah di Desa Lamkrut. Akan tetapi secara disagregat, hanya dua unsur pembentuknya yang kelihatan berbeda yaitu derajat kesetiakawanan
dan
kepercayaan,
dimana
secara
berturut-turut
derajat
kesetiakawanan dan tingkat kepercayaan masyarakat yang tertinggi yaitu di Desa
Beurandeh dan yang paling rendah di Desa Lamkrut. Sedangkan unsur kerjasama dan penyelesaian konflik relatif sama pada ketiga desa tersebut (Gambar 4). Temuan di atas menggambarkan bahwa modal sosial masyarakat Desa Beurandeh yang terbentuk dari jaringan kerja dengan keterlibatan anggota rumah tangga dalam berbagai asosiasi lokal dapat menggerakkan dan menuntun aksi kolektif
Rata-rata Indeks
masyarakat untuk mencapai tujuan bersama. 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
Derajat kesetiakawanan Kepercayaan Kerjasama Penyelesaiam konflik
Beurandeh
Kajhu
Lamkrut
Desa
Gambar 4. Rata-rata Indeks Unsur-unsur Modal Sosial Kognitif di Desa Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa unsur derajat kesetiakawanan, walaupun indeks rata-ratanya lebih tinggi di Desa Beurandeh akan tetapi tidak berbeda nyata dengan Desa Kajhu. Perbedaan yang signifikan yaitu antara Desa Beurandeh dengan Desa Lamkrut dan antara Desa Kajhu dengan Desa Lamkrut. Untuk unsur kepercayaan, perbedaan yang sangat signifikan yaitu antara Desa Beurandeh dengan Desa Lamkrut, sedangkan yang lainnya bisa dikatakan sama. Selanjutnya, unsur kerjasama dan penyelesaian konflik tidak ada perbedaan yang signifikan pada ketiga desa tersebut (Tabel 10) Tabel 10. Uji Beda Rataan Unsur-unsur Modal Sosial Kognitif di Desa Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut P-value (Mann-Whitney) Modal Sosial
Beurandeh Vs Kajhu 0.076
Beurandeh Vs Lamkrut 0.004
Kajhu Vs Lamkrut 0.048
Kepercayaan (DK2)
0.081
0.000
0.449
Kerjasama (DK3)
0.404
0.402
0.784
Derajat Kesetiakawanan (DK1)
Penyelesaian Konflik (DK4)
0.990
0.105
0.197
4.3.2.1. Derajat Kesetiakawanan Kesetiakawanan merupakan suatu aspek dari modal sosial kognitif yang sejalan dengan aspek dukungan dalam situasi krisis pada dimensi struktural. Aspek saling mendukung pada dimensi struktural melihat bagaimana masyarakat desa atau lingkungan akan bersatu untuk menghadapi suatu keadaan krisis yang mempengaruhi semua orang. Kesetiakawanan dalam dimensi kognitif melihat sejauh mana komunitas atau lingkungan mau memberikan bantuan kepada individu dari suatu peristiwa naas yang menimpanya. Tingkat kemauan masyarakat Desa Beurandeh untuk membantu individu yang mengalami kesulitan sama dengan tingkat kemauan masyarakat Desa kajhu, akan tetapi solidaritas masyarakat di kedua desa tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan solidaritas masyarakat di Desa Lamkrut (Tabel 10). Masyarakat di Desa Beurandeh dan Desa Kajhu sangat mengerti, bahwa dengan saling menolong maka kehidupan sosial masyarakat akan semakin baik, dimana masyarakat tidak merasa hidup di desa hanya sendirian tetapi meliliki banyak teman. Kesetiakawanan merupakan suatu bentuk kerjasama untuk membangun nilai-nilai kepercayaan dalam pembentukan modal sosial yang menjadi faktor pendukung terhadap percepatan pembangunan desanya. Tingginya solidaritas masyarakat di Desa Beurandeh sudah ditunjukkan dari tingkat dukungan masyarakat dalam situasi krisis pada komponen modal sosial struktural. Kedua unsur variabel pembentukan modal sosial ini memiliki hubungan yang positif. Adanya pengkotakan-pengkotakan di dalam masyarakat tidak mengurangi keinginan masyarakat untuk saling membantu, karena pengkotakan yang terjadi hanya sebatas perbedaan seperti pengkotakan antara generasi tua dengan generasi muda, generasi muda jarang diikutkan dalam pengambilan keputusan untuk mengatasi suatu masalah yang terjadi di desa, dan pengkotakan tersebut tidak dianggap sebagai suatu masalah yang dapat menggangu hubungan antar sesama masyarakat. Dengan demikian keinginan masyarakat untuk membantu individu yang mengalami kesulitan di desanya tetap tinggi.
4.3.2.2. Kepercayaan Rasa percaya sosial merupakan bagian dari karakteristik individu, yang menyangkut optimisme, keyakinan pada kerjasama, bahwasanya individu dapat menerima perbedaan dan hidup bersama dengan penuh kedamaian. Kepercayaan adalah suatu konsep abstrak yang sulit diukur, karena mungkin akan diartikan berbeda-beda diantara masing-masing orang. Namun demikian, pendekatannya difokuskan pada kepercayaan yang tergenaralisasi, taraf dimana seseorang percaya kepada orang lain secara penuh (seperti: kebanyakan orang-orang di desa umumnya jujur dan dapat dipercaya atau orang-orang tertarik hanya pada kesejahteraan keluarganya sendiri) dan tingkat kepercayaan yang ada dalam konteks transaksi-transaksi yang spesifik, seperti percaya dalam hal
pinjam-
meminjam, atau menjaga anak atau harta orang lain ketika mereka tidak berada di tempat. Tingkat kepercayaan dalam komunitas terhadap sesama warga relatif sama antara masyarakat beurandeh dengan masyarakat kajhu dan masyarakat kajhu dengan masyarakat lamkrut. Perbedaan tingkat kepercayaan yang sangat signifikan yaitu antara masyarakat beurandeh dengan masyarakat lamkrut. Tingkat kepercayaan yang ditunjukkan masyarakat di Desa Beurandeh lebih tinggi daripada tingkat kepercayaan yang ditunjukkan oleh masyarakat di Desa Lamkrut (Tabel 10). Luas desa yang relatif kecil dan jumlah penduduk yang relatif sedikit serta sifat kekeluargaan yang melekat dimasyarakat Desa Beurandeh memudahkan masyarakatnya untuk saling kenal satu sama lain. Sifat saling kenal ini yang oleh Lawang (2004) dijadikannya sebagai alasan untuk menjawab mengapa orang saling percaya. Disamping itu juga kepercayaan akan timbul karena adanya interaksi sosial. Proses interaksi sosial yang terjadi antara sesama warga di Desa Lamkrut ternyata lebih rendah, hal ini menyebabkan tingkat kepercayaan yang terbangun dalam komunitas warganya juga rendah. Tingkat kepercayaan masyarakat yang rendah menyebabkan proses pembangunan di Desa Lamkrut berjalan sangat lamban dibandingkan dengan Desa Beurandeh, karena masyarakatnya sulit untuk melakukan kerjasama.
4.3.2.3. Kerjasama
Kerjasama adalan sebuah gambaran untuk mengukur tingkat kepercayaan, yang dilihat dari kemauan masyarakat untuk melakukan sesuatu secara bersamasama untuk kepentingan komunitasnya. Dalam penelitian ini yang diukur yaitu semangat kerjasama, siapa yang dapat diajak bekerja sama, kesediaan untuk bekerjasama dan pengorbanan baik uang maupun waktu untuk melakukan kerjasama. Kerjasama yang terjadi antar masyarakat di Desa Beurandeh dilihat dari indeksnya relatif lebih tinggi daripada kerjasama yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Kajhu dan Desa Lamkrut (Gambar 4). Uji statistik terhadap rataan indeks unsur kerjasama, menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara beurandeh dengan kajhu, beurandeh dengan lamkrut dan juga kajhu dengan lamkrut (Tabel 10). Relatif tingginya tingkat kerjasama masyarakat di Desa Beurandeh dikarenakan tingkat kepercayaan antar masyarakat desa tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan desa lain.
4.3.2.4. Penyelesaian Konflik Adanya konflik disuatu desa dapat dilihat dari kehidupan masyarakatnya, apakah masyarakat merasa tentram tinggal di desa tersebut atau tidak, apabila masyarakat merasa tidak tentram, maka di desa tersebut ada konflik. Konflik juga dapat dinilai dari tingkat keharmonisan masyarakat dalam menjalin hubungan diantara sesama masyarakat. Desa yang tidak mempunyai konflik hubungan antar masyarakat sangat hormonis, baik itu dirasakan oleh masyarakat desanya sendiri maupun ketika dibandingkan dengan desa tetangganya. Adanya konflik di desa atau lingkungan atau di wilayah yag lebih luas menunjukkan kurangnya kepercayaan antar sesama masyarakat disuatu wilayah. Penyelesaian konflik dalam hal ini dinilai dari situasi konflik yang ada dikomunitas/desa dan bagaimana cara menyelesaiakannya. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam meyelesaikan konflik antara Desa Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut (Tabel 10).
4.3.3. Aksi Kolektif Indikator aksi kolektif merupakan variabel untuk mengukur keluaran (output) dari modal sosial masyarakat. Aksi kolektif hanya akan terjadi jika terdapat modal sosial yang signifikan di suatu desa atau daerah. Ada tiga bentuk
informasi yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini berkenaan dengan aksi kolektif tersebut yaitu: tingkat aksi kolektif, jenis kegiatan yang dikerjakan secara kolektif dan tingkat kemauan masyarakat untuk melakukan aksi kolektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum aksi kolektif Desa Beurandeh berbeda nyata dengan Desa Kajhu, Desa Beurandeh berbeda sangat nyata dengan Desa Lamkrut, akan tetapi Desa Kajhu dengan Desa Lamkrut tidak ada perbedaan yang nyata seperti yang sudah ditunjukkan dalam Tabel xx. Aksi kolektif masyarakat yang paling tinggi yaitu di Desa Beurandeh dan yang paling rendah adalah di Desa Lamkrut. Kondisi aksi kolektif masyarakat dilihat dari masing-masing unsur pembentukannya ditunjukkan dalam Gambar 6.
Rata-rata Indeks
0.7
Tingkat aksi kolektif
0.6 0.5
Jenis kegiatan kolektif
0.4 0.3 0.2
Kesediaan berpartisipasi dalam aksi kolektif
0.1 0 Beurandeh
Kajhu
Lamkrut
Desa
Gambar 5. Rata-rata Indeks Unsur-unsur Aksi Kolektif di Desa Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut. Selanjutnya, uji beda rataan menunjukkan bahwa tingkat aksi kolektif, hanya antara Desa Kajhu dengan Desa Lamkrut yang tidak berbeda secara signifikan, sedangkan jenis kegiatan kolektif, hanya Desa Beurandeh yang sama dengan Desa Kajhu (Tabel 11). Kesediaan untuk berpartisipasi dalam aksi kolektif, perbedaan yang signifikan terdapat pada Desa Beurandeh dengan Desa Lamkrut. Tabel 11. Uji Beda Rataan Unsur-unsur Aksi Kolektif di Desa Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut Modal Sosial Tingkat Aksi Kolektif (AK1)
P-value (Mann-Whitney) Beurandeh Beurandeh Kajhu Vs Vs Vs Kajhu Lamkrut Lamkrut 0.029 0.002 0.375
Jenis Kegiatan Kolektif (AK2)
0.368
0.001
0.010
Kesediaan untuk Berpartisipasi dalam Aksi Kolektif (AK3)
0.076
0.047
0.948
4.3.3.1. Tingkat Aksi Kolektif Tingkat aksi kolektif adalah banyaknya tindakan yang dilakukan secara kolektif oleh masyarakat dalam rangka mencapai tujuan bersama. Tingkat aksi kolektif dinilai dari intensitas ikut serta rumah tangga dalam perencanaan pembangunan desa dan intensitas kerjasama dengan orang lain untuk kepentingan umum di desa mereka. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa dan kerjasamanya untuk kepentingan umum yang bermanfaat bagi seluruh masyarakat desa, lebih tinggi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Beurandeh dibandingkan dengan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kajhu dan masyarakat Desa Lamkrut. Sedangkan partisipasi dan intensitas kerjasama dalam hal yang sama antara masyarakat Desa Kajhu sama dengan Masyarakat Desa Lamkrut (Tabel 11). Pasca tsunami Desa Beurandeh pernah beberapa kali melaksanakan proses perencanaan pembangunan desa dan umumnya seluruh masyarakat ikut terlibat di dalamnya. Begitu juga dengan kerjasama yang mereka lakukan untuk kepentingan umum, intensitasnya lebih lebih sering pasca tsunami, misalnya dalam pelaksanaan pembangunan rumah pasca tsunami, masyarakat terlibat langsung didalamnya yaitu mulai dari menggambar bentuk rumah yang mereka inginkan, juga mengerjakan sendiri secara gotong royong dalam pelaksanaan pembangunan rumah tersebut, sedangkan pihak yang membantu hanya menyediakan materialmaterial yang dibutuhkannya saja. Tingkat aksi kolektif yang lebih tinggi yang dilakukan masyarakat di Desa Beurandeh, memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk akses kepada bantuan rumah lebih cepat dibandingkan dengan desa-desa lain. Keterlibatan masyarakat Desa Beurandeh di dalam berbagai asosiasi lokal menjadi modal masyarakat desa untuk saling kerjasama dalam berbagai hal.
4.3.3.2. Jenis Kegiatan Kolektif Indikator jenis kegiatan kolektif dalam penelitian ini diukur dari keikutsertaan anggota rumah tangga dalam berbagai jenis kegiatan kolektif.
Kegiatan-kegiatan tersebut yaitu aktif di dalam suatu perkumpulan, melakukan kontak dengan orang berpengaruh di pemerintahan, membangun media berkaitan dengan masalah, aktif dalam kampanye pemilu, ikut kerja bakti/gotong royong, bertemu anggota DPRD kabupaten, ikut dalam pertemuan pemerintah, berdiskusi dangan orang lain tentang suatu masalah, melaporkan suatu masalah kepada polisi/pengadilan, menyumbang uang/barang dan menjadi sukarelawan organisasi amal. Secara statistik (Tabel 11) dapat disimpulkan, jenis kegiatan kolektif yang diikuti oleh anggota rumah tangga di Desa Beurandeh dan Desa Kajhu relatif sama tingginya sedangkan yang apling rendah yaitu di Desa Lamkrut. Sedikitnya ada 4 jenis kegiatan kolektif yang dilakukan masyarakat di Desa Beurandeh dan Desa Kajhu pasca tsunami, sedangkan di Desa Lamkrut sejumlah anggota rumah tangga hanya melakukan kurang dari 3 jenis kegiatan kolektif tersebut.
4.3.3.3. Kesediaan untuk Berpartisipasi dalam Aksi Kolektif Kesediaan berpartisipasi mengukur sejauhmana kondisi lingkungan (semangat partisipasi secara umum di dalam komunitas) mendukung kesediaan anggota rumah tangga untuk ikut di dalam kegiatan pembangunan desa serta menciptakan ketentraman di dalam komunitas Kesediaan untuk berpartisipasi dalam aksi kolektif dinilai dari: (1) cara pengambilan keputusan untuk proyekproyek pembangunan desa apakah seluruh masyarakat harus dilibatkan atau hanya diputuskan oleh pemimpinnya saja, (2) semangat partisipasi masyarakat dan (3) banyaknya orang yang memiliki pikiran yang sama dalam memciptakan ketentraman di desanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesediaan berpartisipasi dalam aksi kolektif, hanya Desa Beurandeh dengan Desa Lamkrut saja yang yang berbeda secara signifikan (Tabel 11). Kesediaan partisipasi dalam aksi kolektif masyarakat beurandeh lebih tinggi daripada masyarakat lamkrut. Perbedaan ini terutama pada semangat partisipasi dan jumlah orang yang mempunyai pemikiran yang sama dalam menciptakan ketentraman di desanya. Semangat partisipasi masyarakat beurandeh lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat lamkrut, begitu juga dengan jumlah orang yang mempunyai pemikiran yang sama dalam menciptakan ketentrman desanya dimana orang-orang di Desa Beurandeh lebih banyak yang
mempunyai pemikiran yang sama terhadap hal tersebut dibandingkan orang-orang di Desa Lamkrut.
4.4. Modal Sosial dan Peluang Memiliki Rumah Secara umum modal sosial masyarakat yang sudah memiliki rumah lebih tinggi dibandingkan dengan modal sosial masyarakat yang belum memiliki rumah pasca tsunami. Begitu juga dengan komponen modal sosial struktural, kognitif dan aksi kolektif, ketiga komponen modal sosial tersebut nilainya lebih tinggi pada rumah tangga yang sudah memiliki rumah. Akan tetapi jika dilihat dari setiap unsur pembentukannya, tidak semua unsur berbeda nyata. Kepadatan keanggotaan di dalam asosiasi lokal dari komponen modal sosial struktural, tidak berbeda nyata antara rumah tangga yang sudah memiliki rumah dengan rumah tangga yang belum memiliki rumah. Kemudian juga unsur kerjasama dan penyelesaian konflik dari komponen modal sosial kognitif, tidak ada perbedaan yang nyata antara rumah tangga yang sudah memiliki rumah dengan rumah tangga yang belum memilki rumah. Sementara itu, indeks derajat pembatasan malah lebih kecil pada rumah tangga yang belum memiliki rumah (Tabel 12).
Tabel 12. Indeks Modal Sosial Masyarakat Berdasarkan Status Kepemilikan Rumah Status Kepemilikan Rumah P-value No Variabel Modal Sosial Sudah Belum A. 1. 2. 3. 4. 5. B. 1. 2. 3. 4. C. 1. 2.
Modal Sosial Masyarakat Dimensi Struktural Kepadatan Keanggotaan Keragaman Keanggotaan Partisipasi dalam Pembuatan Keputusan Dukungan dalam Situasi Krisis Derajat Pembatasan Dimensi Kognitif Derajat Kesetiakawanan Kepercayaan Kerjasama Penyelesaian Konflik Aksi Kolektif Tingkat Aksi Kolektif Jenis Kegiatan Kolektif
0.799 0.664 0.533 0.684 0.910 0.734 0.119 0.641 0.306 0.661 0.737 0.536 0.719 0.643 0.476
0.521 0.531 0.455 0.550 0.726 0.532 0.192 0.388 0.143 0.451 0.652 0.502 0.530 0.452 0.365
0.0000 0.0032 0.1077 0.0388 0.0005 0.0000 0.0001 0.0029 0.0012 0.0907 0.3705 0.0003 0.0018 0.0209
3.
Kesediaan Berpartisipasi di dalam Aksi Kolektif
0.645
0.526
0.0114
Selanjutnya, hasil uji korelasi menunjukkan bahwa secara agregat modal sosial masyarakat desa komponen modal sosial struktural, komponen modal sosial kognitif dan komponen aksi kolektif berkorelasi posistif dengan kepemilikan rumah. Secara disagregat, hanya unsur kepadatan keanggotaan, keragaman keanggotaan dan derajat pembatasan dari komponen modal sosial struktural, unsur kerjasama dan penyelesaian konflik dari komponen modal sosial kognitif yang tidak berkorelasi secara signifikan dengan kepemilikan rumah (Tabel 13). Tabel 13. Korelasi Antara Modal Sosial Masyarakat dengan Kepemilikan Rumah. No
A. 1. 2. 3. 4. 5. B. 1.
Variabel Modal Sosial
Modal Sosial Masyarakat Dimensi Struktural Kepadatan Keanggotaan Keragaman Keanggotaan Partisipasi dalam Pembuatan Keputusan Dukungan dalam Situasi Krisis Derajat Pembatasan Dimensi Kognitif Derajat Kesetiakawanan
Koefisien Korelasi 0.555 0.353 0.169 0.233 0.437 0.510 -0.219 0.482 0.371
P-value.
Koefisien Korelasi 0.398 0.174 0.440 0.445 0.389 0.265
P-value.
0.300
0.019
(2-tailed)
0.000 0.005 0.194 0.071 0.000 0.000 0.090 0.000 0.003
Tabel 13. Lanjutan No 2. 3. 4. C. 1. 2. 3.
Variabel Modal Sosial Kepercayaan Kerjasama Penyelesaian Konflik Aksi Kolektif Tingkat Aksi Kolektif Jenis Kegiatan Kolektif Kesediaan Berpartisipasi di dalam Aksi Kolektif
(2-tailed)
0.002 0.179 0.737 0.000 0.002 0.039
Dimensi kognitif dan aksi kolektif memiliki tingkat korelasi yang lebih besar dibandingkan dengan dimensi struktural. Tinginya derajat kesetiakawanan dan kepercayaan serta tingkat aksi kolektif mempermudah rumah tangga untuk
memperoleh bantuan dari pihak luar untuk lebih cepat membangun rumah-rumah mereka. Sedangkan derajat pembatasan, kerjasama dan penyelesaian konflik bukan merupakan determinan utama bagi rumah tangga sebagai penentu dalam hal memiliki rumah. Hasil uji korelasi tersebut memperkuat hasil uji beda rataan antara modal sosial masyarakat pada rumah tangga yang sudah memiliki rumah dengan modal sosial masyarakat pada rumah tangga yang belum memiliki rumah. Modal sosial masyarakat yang lebih tinggi memiliki peluang memiliki rumah semakin besar. Keberagaman anggota di dalam asosiasi lokal yang dimasuki anggota rumah tangga, pola pengambilan keputusan untuk tujuan pembangunan desa yang lebih demokratis, dan dukungan di dalam situasi krisis yang lebih tinggi akan menghasilkan proses, kualitas dan kuantitas interaksi sosial masyarakat lebih berkembang. Demikian juga dengan derajat kesetiakawanan dan kepercayaan. Kepercayaan menjadi modal bagi masyarakat desa untuk bekerjasama dengan pihak-pihak luar yang akan membantu membangun rumah-rumah mereka. Demikian juga dengan aksi kolektif yang dilakukan masyarakat terutama partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan sosial yang berhubungan dengan peningkatan pembangunan desa juga medorong para pemberi bantuan untuk mengalokasikan program kerja mereka ke wilayah tersebut. Selain itu, kegiatan yang dilakukan secara kolektif dapat mengurangi biaya yang harus dikelurkan untuk membangun rumah bagi setiap kelurganya. Peluang masyarakat memiliki rumah tidak hanya dipengaruhi atau disebabkan oleh modal sosial saja sebagai faktor tunggal, akan tetapi juga merupakan konstribusi/dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang lebih kompleks. Faktor-faktor tersebut yaitu seperti karakteristik individu kepala keluarga (umur, pekerjaan, tingkat pendidikan), karakteristik rumah tangga (penghasilan keluarga, jumlah aset rumah tangga dan pengeluaran keluarga), karakteristik wilayah (kerapatan penduduk, letak gografis, jarak dari pusat kota terdekat), dan keterlibatan pihak luar yang memberi bantuan untuk membangun rumah (NGO dalm dan luar negeri) Analisis terhadap faktor-faktor yang terkait/berhubungan dengan peluang masyarakat memiliki rumah yaitu menggunakan analisis regresi model logit
dengan variabel tidak bebas berupa variabel biner yaitu masyarakat yang sudah memiliki rumah (1) dan belum memiliki rumah (0). Sedangkan variabel-varibel bebasnya pada analisis pertama yaitu indeks komposit modal sosial masyarakat, pendapatan rumah tangga dan jumlah aset yang dimiliki rumah tangga. Pada analisis kedua, selain ketiga variabel bebas tersebut juga dimasukkan variabel keterlibatan sejumlah NGO dalam kegiatan pembangunan rumah. Kelayakan model regresi dapat dilihat dari nilai chi square pada uji Hosmer and Lemeshow, jika nilai probabilitas > 0,05 maka Ho diterima dan jika nilai probabilitas < 0.05 maka Ho ditolak. Jika Ho diterima, artinya tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati, dan jika Ho ditolak artinya ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. Hasil analisis pada model yang pertama ini terbukti, model regresi yang digunakan untuk melihat pengaruh modal sosial dan variabel lainnya terhadap peluang masyarakat memiliki rumah adalah layak. Nilai goodness of fit test yang diukur dengan nilai chi square pada uji Hosmer and Lemeshow menunjukkan angka probabilitas 0.971 artinya model menerima Ho. Menerima Ho berarti tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. Selain kelayakan, kemampuan model untuk memprediksi peluang masyarakat untuk memiliki rumah dan peluang belum memiliki rumah juga sangat baik, yaitu masing-masing 68,2 % dan 82,4 % (Tabel 14). Tabel 14. Klasifikasi dan Kebenaran Prediksi dari Model Logit. Observed Belum Ada Rumah Sudah Ada Rumah Overall Percentage
Predicted Rumah Belum Ada Rumah Sudah Ada Rumah 32 7 7 15
Percentage Correct 82.1 68.2 77.7
Hasil analisis regresi logit menunjukkan bahwa Indeks modal sosial masyarakat memberikan peluang secara signifikan bagi masyarakat untuk lebih cepat memiliki rumah (Tabel 15). Modal sosial berpengaruh secara positif terhadap peluang masyarakat memiliki rumah pada taraf 99,9 %. Sementara itu, Pendapatan dan jumlah aset rumah tangga menunjukkan angka negatif. Pasca
tsunami masyarakat yang bertempat tinggal pada daerah yang mengalami kerusakan akibat tsunami tidak menggunakan pendapatan dan aset rumah tangganya untuk membangun rumah mereka seperti yang banyak dilakukan oleh masyarakat dalam kondisi normal. Pemerintah dan lembaga non pemerintah sudah menyediakan bantuan untuk pembangunan kembali seluruh rumah bagi masyarakat yang rumahnya hancur atau rusak oleh tsunami. Oleh karena itu, pendapatan dan jumlah aset rumah tangga yang ada tidak digunakan untuk membangun kembali rumah-rumahnya yang telah rusak. Masyarakat sepenuhnya berharap pada bantuan-bantuan yang telah disediakan tersebut. Tabel 15. Hasil Analisis Regresi Logistik dengan Variabel Terikat Status Kepemilikan Rumah dan Tanpa Memasukkan Variabel Keterlibatan NGO Koefisien Variabel P-Value Regresi Indeks Modal Sosial Masyarakat (IMSM) 12.450 0.001 Pendapatan Rumah Tangga (P_RT) -0.042 0.070 Aset Rumah Tangga (ASET)
-0.001
0.658
Constant
-8.281
0.002
Memiliki rumah merupakan salah satu indikator kesejahteraan bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Investasi dari modal sosial terbukti memberikan kemudahan tersebut. Makin tinggi modal sosial masyarakat makin tinggi pula peluangnya memiliki rumah. Proses, kualitas dan kuantitas interaksi sosial yang lebih baik yang dilakukan masyarakat memberikan dampak positif terhadap peningkatan kerjasama dan membangun kepercayaan. Begitu juga dengan intensitas dalam melaukan aksi kolektif, membangun kerjasama dan saling percaya antar sesama masyarakat di dalam komunitas akan menumbuhkan nilainilai kepercayaan. Nilai kepercayaan inilah yang menjadi modal bagi masyarakat untuk lebih mudah akses terhadap bantuan untuk membangun rumah. Tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi merupakan ukuran kuatnya modal sosial masyarakat yang terbangun, sehingga partisipasi juga memberikan konstribusi terhadap peluang masyarakat untuk lebih cepat memiliki rumah pasca tsunami. Di Desa Beurandeh misalnya, dalam proses membangun rumah masyarakat diminta membuat sendiri gambar rumah yang akan dibangun secara
partisipatif dan kemudian masyarakat juga membangun sendiri rumah-rumah tersebut, sementara pihak pemberi bantuan hanya menyediakan material dan biaya yang dibutuhkan. Partisipasi tersebut menyebabkan masyarakat lebih cepat memiliki rumah. Selain itu, modal keramahan dan kekompakan yang dimiliki masyarakat di Desa Beurandeh juga menjadi modal dalam menarik minat pihakpihak luar sebagai penyedia bantuan untuk membangun rumah agar mereka mau mengalokasikan bantuannya kepada masyarakat di Desa Beurandeh. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa modal sosial masyarakat benar-benar modal untuk mempercepat proses rehabilitasi dan rekonstruksi dalam membangun kembali desa-desa terutama pembangunan di bidang infrastruktur perumahan pasca tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam. Hasil analisis selanjutnya yaitu dengan memasukkan variabel keterlibatan pihak NGO sebagai variabel bebas yang diduga juga ikut mempengaruhi peluang masyarakat untuk lebih cepat memiliki rumah selain variabel modal sosial. Hasilnya adalah setelah dimasukkan variabel keterlibatan NGO dalam model, variabel modal sosial masyarakat tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap status kepemilikan rumah oleh masyarakat (Tabel 16). Sedangkan variabel NGO, biarpun memiliki pengaruh yang signifikan, tetapi nilainya negatif. Banyaknya NGO secara kuantitas yang membantu membangun rumah dalam satu desa tidak menjamin masyarakat untuk lebih cepat memiliki rumah, semakin banyak NGO yang terlibat semakin rendah peluang masyarakat untuk mendapatkan rumah yang lebih cepat. Hasil ini dapat dijelaskan secara naratif yaitu apabila dalam satu desa terdapat banyak NGO yang akan membantu pada satu jenis kegiatan yang sama seperti semuanya membantu membangun rumah, yang pertama harus dilakukan adalah menyamakan program diantara beberapa lembaga tersebut menjadi sama. Menyamakan seluruh program dari seluruh NGO yang akan membantu tersebut sangat sulit dilakukan karena terbentur pada tujuan proyek dan sistem pelaksanaannya yang berbeda-beda dari masing-masing lembaga tersebut. Akibatnya semakin banyak jumlah NGO yang terlibat dalam pembangunan kembali rumah masyarakat semakin lambat pembangunan rumah tersebut selesai.
Tabel 16. Hasil Analisis Regresi Logistik dengan Variabel Terikat Status Kepemilikan Rumah dan dengan Memasukkan Variabel Keterlibatan NGO Koefisien Variabel P-Value Regresi Indeks Modal Sosial Masyarakat (IMSM) 3.711 0.436 Pendapatan Rumah Tangga (P_RT) -0.006 0.810 Aset Rumah Tangga (ASET)
-0.006
0.592
Keterlibatan NGO (NGO_R)
-1.383
0.001
Constant
2.697
0.522 0.018
Hosmer and Lemeshow Test
Nilai chi square pada uji Hosmer and Lemeshow, pada persamaan model logit dengan memasukkan keterlibatan pihak NGO sebagai variabel bebasnya yaitu lebih kecil dari 0.05, maka model tersebut kurang layak untuk menggambarkan hubungan antara variabel terikat yaitu peluang memiliki rumah dengan variabel bebasnya yaitu modal sosial masyarakat, pendapatan rumah tangga, aset rumah tangga dan keterlibatan NGO dalam membantu membangun rumah bagi masyarakat desa pasca tsunami.
4.5. Modal Sosial dan Pendapatan Keluarga Pendapatan merupakan salah satu indikator kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi pendapatan, tingkat kesejahteraannya juga semakin tinggi. Pendapatan keluarga secara umum bisa dipengaruhi oleh tingkat pendidikan kepala keluarga, pekerjaan kepala keluarga, umur kepala keluarga, jumlah anggota rumah tangga, aset yang dimiliki rumah tangga dan lain sebagainnya. Pasca tsunami, pendapatan keluarga tidak hanya dipengaruhi oleh faktorfaktor yang tersebut di atas. Pasca tsunami banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan juga aset rumah tangganya, sehingga kondisi ini sangat mepengaruhi dalam meningkatkan pendapatan keluarganya. Akan tetapi, pasca tsunami masyarakat masih memiliki modal sosial yang selama ini sering tidak diperhitungkan
sebagai
faktor
yang
dapat
mempengaruhi
peningkatan
kesejahtertaan masyarakat terutama untuk peningkatan pendapatan keluarga, padahal hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa modal sosial dapat mempengaruhi peningkatan pendapatan tersebut. Selain itu, keterlibatan berbagai pihak baik itu pihak dari lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah
yang menyediakan berbagai bentuk bantuan, juga menjadi faktor penting dalam memulihkan pendapatan masyarakat pasca tsunami. Model yang digunakan untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi pendapatan keluarga pasca tsunami adalah model regresi linier. Selain memasukkan variabel-variabel yang secara umum digunakan sebagai faktor yang mempengaruhi pendapatan keluarga, juga memasukkan indeks modal sosial masyarakat dan keterlibatan berbagai pihak sebagai penyedia bantuan dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi di NAD sebagai variabel bebasnya. Dengan memasukkan indeks modal sosial masyarakat, maka dapat dilihat seberapa besar pengaruh modal sosial terhadap pemulihan pendapatan masyarakat pasca tsunami. Hasil pengujian hipotesis terhadap model analisis regresi linier menunjukkan nilai probabilitas < 0,05, maka model regresi linier tersebut layak digunakan untuk memprediksi hubungan modal sosial dan faktor-faktor lainnya terhadap pendapatan keluarga pasca tsunami (Tabel 17). Hasil analisis menunjukkan bahwa pendapatan keluarga dipengaruhi secara nyata oleh indeks modal sosial masyarakat pada taraf nyata 95 %. Modal sosial memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pendapatan keluarga sebagaimana pengaruhnya terhadap peluang masyarakat memiliki rumah pasca tsunami. Modal sosial merupakan salah satu faktor yang dapat memudahkan masayarakat untuk memulihkan pendapatannya. Kerjasama dan saling percaya sebagai unsur modal sosial memberi peluang masyarakat untuk memperoleh keuntungan secara kolektif, seseorang pecaya kepada orang lain karena ada tujuannya yaitu untuk mendapat keuntungan (Lawang 2004). Contoh masyarakat desa Beurandeh, dengan modal kepercayaan dan kerjasama yang dimilikinya, masyarakat lebih cepat untuk medapat bantuan rumah. Pembangunan rumah tersebut tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat terhadap rumah saja, juga membuka peluang kerja, sehingga dengan upah yang diperoleh dari kerja tersebut dapat menjadi sumber pendapatan bagi rumah tangga. Tabel 17. Hasil Analisis Menggunakan Regresi Linier dengan Variabel Terikat Pendapatan Rumah Tangga Indikator Konstanta
Koefisienregresi
P-Value
-22.706
0.192
Indeks Modal Sosial Masyarakat (IMSM)
32.721
0.011
9.780E-02
0.711
Pekerjaan Kepala Rumah Tangga (d_PkKR)
9.169
0.098
Pendidikan Kepala Rumah Tangga (d_PdKR)
10.267
0.060
Jumlah Anggota Rumah Tangga (JAR)
-0.843
0.589
Keterlibatan NGO (NGO_ER)
1.870
0.170
R Square
0.260
Adjusted R Square
0.178
Umur Kepala Rumah Tangga (UKR)
F Statistik
0.010
Selain itu, tingkat pendidikan kepala keluarga juga berpengaruh terhadap pemulihan pendapatan masyarakat pasca tsunami walaupun tidak begitu signifikan. Tingkat pendidikan kepala keluarga minimal SMA memberi pengaruh yang positif kepada peningkatan pendapatannya. Hal tersebut merupakan hal yang logis, mengingat pendidikan kepala keluarga yang sudah tamat SMA akan memudahkan
dalam
melakukan
berbagai
kegiatan.
Sedangkan
variabel
keterlibatan NGO (d_NGO) memiliki tanda positif artinya bahwa jumlah NGO yang terlibat dalam bidang ekonomi dan perumahan dalam satu desa meningkatkan
pendapatan
masyarakat.
Sumber
peningkatan
dapat
pendapatan
masyarakat yang berkaitan dengan jumlah NGO yang terlibat yaitu terutama pada pembangunan fisik seperti pembangunan rumah. Sedangkan pada bidang ekonomi, modal usaha yang disalurkan belum mendapatkan hasil mengingat waktunya yang belum begitu lama sehingga usaha masyarakat belum memberikan hasil sesuai yang diharapkan.
4.6. Ikhtisar Keterkaitan pembangunan desa pasca tsunami dan modal sosial yaitu modal sosial dapat memfasilitasi terjadinya proses pembangunan desa yang lebih cepat. Penggunaan modal sosial yang tepat akan meningkatkan akses setiap orang untuk memperoleh pengetahuan, pendidikan, kesehatan, kenyamanan, perumahan dan kesempatan kerja sehingga kehidupannya akan lebih sejahtera. Modal sosial
memfasilitasi orang untuk bekerja secara bersama-sama (collective action) untuk mencapai tujuan bersama. Modal sosial memang bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi tercapainya tingkat kesejahteraan rumah tangga dan pembangunan wilayah yang tinggi. Banyak faktor-faktor yang juga menjadi kendala utama seperti ketersediaan sumberdaya alam fisik serta sumberdaya manusia. Namun penelitianpenelitian tentang modal sosial yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa modal sosial dapat mempengaruhi tercapainya tingkat kesejahteraan masyarakat dan pembangunan wilayah yang tinggi, khususnya pembangunan ekonomi suatu wilayah. Salah satu alasan terjadinya kesenjangan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi wilayah di beberapa negara berkembang adalah ketiadaan modal sosial yang positif (Narayan dan Pritchett 1999; Grootaert dan Van Bastelaer 2001). Secara umum dinyatakan bahwa negara, wilayah dan komunitas dengan modal sosial yang lebih besar memiliki peluang yang lebih besar untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Hingga saat ini, telah banyak penelitian dan tulisan ilmiah yang berhasil menunjukkan bahwa modal sosial berperan dalam peningkatan kesejahteraan rumah tangga dan pertumbuhan ekonomi wilayah (Putnam 1993; Kajanoja dan Simpura 2000, dalam Vipriyanti 2007). Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa modal sosial masyarakat di Desa Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut berbeda nyata. Modal sosial masyarakat Desa Beurandeh lebih tinggi daripada modal sosial masyarakat Desa Kajhu, modal sosial masyarakat Desa Beurandeh juga lebih tinggi daripada modal sosial masyarakat Desa Lamkrut dan modal sosial masyarakat Desa Kajhu lebih tinggi daripada modal sosial masyarakat Desa Lamkrut. Begitu juga dengan komponen modal sosial struktural, kognitif dan aksi kolektifnya. Hasil ini sesuai dengan apa yang dikatakatan Knack dan Keefer (1997) bahwa modal sosial memang sangat bervariasi dan berbeda-beda antar wilayah demikian pula dengan dampaknya. Pasaca tsunami, modal sosial dapat memfasilitasi terjadinya proses pembangunan desa yaitu pembangunan perumahan yang lebih cepat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal sosial dapat mempengaruhi pembangunan
rumah lebih cepat. Modal sosial masyarakat pada rumah tangga yang sudah memiliki rumah lebih tinggi dibandingkan dengan modal sosial masyarakat pada rumah tangga yang belum memiliki rumah. Semakin tinggi modal sosial masyarakat semakin cepat mereka memiliki rumah. Tingginya modal sosial masyarakat disuatu wilayah dicirikan oleh tingginya aksi kolektif masyarakat di wilayah tersebut. Aksi kolektif merupakan indikator untuk mengukur keluaran (output) dari modal sosial. Aksi kolektif hanya akan terjadi jika terdapat modal sosial yang signifikan disuatu desa atau wilayah, baik komponen modal sosial struktural maupun komponen modal sosial kognitifnya. Unsur modal sosial kognitif mempengaruhi atau mengarahkan orang pada aksi kolektif yang menghasilkan manfaat bersama, sedangkan unsur modal sosial struktural berperan di dalam memperlancar/menfasilitasi aksi kolektif itu (Uphoff 1999). Modal sosial juga dapat diukur dari komponen interaksi sosial, interksi sosial yang tinggi akan menumbuhkan rasa saling percaya (Collier 1998). Masyarakat yang memiliki modal sosial yang tinggi dicirikan oleh adanya ikatan yang kuat (dimensi struktural), kerjasama, rasa percaya dan resiprositas serta norma saling berbagi (dimensi kognitif) yang sangat efektif untuk menekan adanya sikap oportunis. Sebagian besar indikator modal sosial merupakan sikap seseorang atau sekelompok orang terhadap orang lain atau objek tertentu seperti rasa percaya, tolong-menolong, kesetiakawanan, rasa aman, dan jaringan kerja. Indikator modal ditunjukkan oleh perilaku sosial individu dalam suatu masyarakat yang mencakup seberapa besar rasa percaya terhadap orang lain, seberapa luas jaringan kerja serta seberapa kuat individu tersebut menaati norma yang berlaku. Komponen modal sosial kognitif masyarakat pada rumah tangga yang sudah memiliki rumah lebih tinggi dibandingkan dengan pada rumah tangga yang belum memiliki rumah. Unsur modal sosial kognitif inilah yang telah mangarahkan masyarakat pada aksi kolektif yang menghasilkan manfaat bersama yaitu lebih cepat memiliki rumah. Norma, nilai, sikap dan keyakinan yang tumbuh di
masyarakat
oleh
dorongan
kepercayaan,
solidaritas,
kerjasama
dan
persahabatan menjadi unsur penting dalam komponen modal sosial kognitif tersebut.
Rataan indikator rasa percaya (Dimensi kognitif) menunjukkan bahwa rasa percaya masyarakat pada rumah tangga yang sudah memiliki rumah lebih tinggi dibandingkan dengan rasa percaya pada rumah tangga yang belum memiliki rumah. Rendahnya rasa percaya tersebut dapat mempengaruhi interaksi sosial yang seharusnya terbangun. Padahal interaksi sosial sangat diperlukan masyarakat dalam kondisi masyarakat yang masih memerlukan bantuan orang lain untuk membenahi kehidupannya. Interaksi sosial pada rumah tangga yang belum memiliki rumah memang lebih rendah dibandingkan dengan pada rumah tangga yang sudah memiliki rumah. Rata-rata indeks komponen modal sosial struktural yang merupakan ukuran interaksi sosial masyarakat, pada rumah tangga yang belum memiliki rumah secara nyata lebih rendah dibandingkan dengan pada rumah tangga yang sudah memiliki rumah. Rasa percaya masyarakat pada rumah tangga yang sudah memiliki rumah yang lebih tinggi menyebabkan aksesnya menjadi lebih luas. Menurut Fukuyama (1995), rasa percaya akan meningkatkan kekuatan dan daya saing, juga memungkinkan terjadinya proses pertukaran tanpa rasa takut akan terjadi kecurangan (levi 1996 diacu dalam Vipriyanti 2007). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa rasa percaya berkorelasi positif dan nyata terhadap belumsudahnya masyarakat memiliki rumah, artinya rasa percaya yang tinggi menyebabkan masyarakat lebih cepat memiliki rumah. Suatu kelompok atau komunitas yang masing-masing anggotanya memiliki rasa percaya yang tinggi dikatakan kaya akan modal sosial. Ahli sosiologi, antropologi dan ilmu politik menyatakan bahwa rasa percaya memiliki peranan penting berkaitan dengan pelaksanaan aktivitas bersama (colective action). Kuat lemahnya modal sosial dalam suatu masyarakat dapat diukur melalui tinggi rendahnya tingkat rasa percaya antar masyarakat yang juga tergambarkan melalui partisipasi masing-masing anggota dalam aktivitas bersama dan intensitas kegiatan tersebut. Oleh karena itu seringkali dikatakan bahwa rasa percaya atau modal sosial adalah barang publik (public good), setiap anggota memiliki kesempatan memanfaatkannya namun seringkali tidak merasa berkewajiban untuk memeliharanya. Salah satu upaya untuk menjaga modal sosial adalah melalui sikap tolong-menolong antar anggota masyarakat. Hasil analisis Putnam (1993),
Fukuyama (1995) dan Grootaert (1999), yaitu partisipasi dan rasa percaya masyarakat di wilayah maju lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah belum berkembang, demikian pula dengan kesediaan membantu menjaga anak dan rumah. Tingginya rasa percaya, besarnya partisipasi dan kuatnya sikap saling bantu merupakan indikasi kuatnya modal sosial. Selain rasa percaya, jaringan kerja (dimensi struktural) juga menjadi komponen utama modal sosial. Modal sosial digambarkan dari kepadatan jaringan kerja masyarakat yaitu jumlah organisasi yang ada dalam suatu masyarakat dimana seseorang terlibat di dalamnya. Semakin tinggi kepadatan jaringan kerja masyarakat, semakin luas jaringan kerjanya. Jaringan kerja informal ditunjukkan oleh kepadatan keanggotaan di dalam asosiasi lokal yaitu banyaknya anggota rumah tangga yang terlibat dalam organisasi/asosiasi lokal tersebut. Jumlah
keterlibatan
anggota
rumah
tangga
dalam
berbagai
organisasi/asosiasi lokal pada rumah tangga yang sudah memiliki rumah relatif tinggi dibandingkan pada rumah tangga yang belum memiliki rumah, akan tetapi uji beda rataan menunjukkan perbedaannya tidak signifikan. Dengan demikian, jaringan kerja bukan merupakan faktor yang berpengaruh bagi rumah tangga yang sudah memiliki rumah untuk lebih cepat memiliki rumahnya. Hasil uji statistik juga menunjukkan kepadatan keanggotaan di dalam organisasi/asosiasi tidak berkorelasi positif terhadap faktor kepemilikan rumah tersebut. Keragaman keanggotaan dan partisipasi dalam pembuatan keputusan di dalam asosiasi lokal juga mempengaruhi interaksi sosial masyarakat. Rata-rata indeks keragaman keanggotaan dan partisipasi dalam pembuatan keputusan yang rendah, mengakibatkan proses interaksi sosial masyarakat pada rumah tangga yang belum memiliki rumah lebih rendah dibandingkan dengan pada rumah tangga yang sudah memiliki rumah. Begitu juga dengan tingkat dukungan dalam situasi krisis yang menjadi ukuran kualitas interaksi sosial masyarakat, pada rumah tangga yang belum memiliki rumah tingkat dukungan ini lebih rendah, sehingga kualitas interaksi yang terjadi juga lebih rendah. Proses interaksi dan kualitas interaksi sosial masyarakat yang rendah berpengaruh terhadap aksi kolektif masyarakat, komponen modal sosial struktural tersebut tidak dapat memperlancar/menfasilitasi
aksi kolektif pada rumah tangga yang belum
memiliki rumah. Kondisi tersebut menjadi penghambat bagi masyarakat untuk lebih cepat memiliki rumah. Norma juga salah satu unsur modal sosial utama selain rasa percaya dan jaringan kerja. Norma merupakan sumber bagi komponen modal sosial kognitif yang dapat mengarahkan/menuntun masyarakat untuk melakukan aksi kolektif. Dalam penelitian ini norma yang memiliki pengaruh terhadap cepat tidaknya masyarakat memiliki rumah adalah norma saling memolong. Norma saling menolong yaitu dilihat dari derajat kesetiakawanan, dimana masyarakat (komunitas) mau memberikan bantuan kepada individu-individu yang mengalami musibah maupun kerugian dibidang ekonomi seperti gagal panen. Pada komunitas rumah tangga yang sudah memiliki rumah, norma ini lebih tinggi dibandingkan pada komunitas rumah tangga yang belum memiliki rumah. Intensitas ikut serta anggota rumah tangga dalam perencanaan pembangunan desa, melakukan kerjasama dengan orang lain untuk kepentingan bersama, keaktifan anggota rumah tangga dalam berbagai perkumpulan, cara pengambilan keputusan untuk pembangunan desa, semangat partisipasi serta banyaknya orang yang memiliki pikiran yang sama dalam menjaga ketentraman desa merupakan unsur aksi kolektif. Aksi kolektif menjadi faktor utama dalam proses percepatan pembangunan desa pasca tsunami. Seperti dijelaskan sebelumnya, tingginnya modal sosial masyarakat disuatu wilayah dicirikan oleh tingginya aksi kolektif masyarakat di wilayah tersebut. Cepat tidaknya membangun desa tergantung pada tinggi rendahnya modal sosial yang dimilikinya. Aksi kolektif pada komunitas rumah tangga yang sudah memiliki rumah secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan pada komunitas rumah tangga yang belum memiliki rumah. Semua unsur aksi kolektif, juga secara signifikan lebih tinggi pada komunitas rumah tangga yang sudah memiliki rumah. Tingginya aksi kolektif masyarakat di suatu wilayah, menyebabkan masyarakat di wilayah tersebut lebih mudah akses kesumber bantuan untuk perumahan, sehingga masyarakatnya akan lebih cepat dapat memiliki rumah. Modal sosial juga berpengaruh terhadap pembangunan desa yaitu dalam membangun kembali ekonomi masyarakatnya. Kebijakan dan strategi yang
ditetapkan pemerintah dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi untuk membangun kembali ekonomi adalah salah satunya memulihkan pendapatan masyarakat melalui penyediaan lapangan kerja dan memberikan pelatihanpelatihan bagi masyarakat yang pekerjaannya hilang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pendapatan keluarga dipengaruhi secara nyata oleh indeks modal sosial masyarakat. Modal sosial memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pendapatan keluarga sebagaimana pengaruhnya terhadap peluang masyarakat memiliki rumah pasca tsunami. Modal sosial merupakan salah satu faktor yang dapat memudahkan masayarakat untuk memulihkan pendapatannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa modal sosial dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat pasca tsunami melalui peningkatan pendapatannya. Kerjasama dan saling percaya antar sesama masyarakat maupun dengan lembaga di dalam dan di luar komunitas masyarakat sebagai unsur utama modal sosial. Sering melakukan kerjasama dan tingkat kepercayaan yang tinggi memberi peluang masyarakat untuk memperoleh keuntungan secara kolektif. Aktivitas bersama yang dihasilkan dari adanya interaksi sosial yang intensif dapat meningkatkan produktifitas ekonomi. Masyarakat dalam suatu komunitas kecil, yang mampu membangun interaksi dan komunikasi personal yang intensif, memungkinkan untuk memilih individu-individu yang dapat dipercaya. Norma bersama dan resiprositas yang terbangun dalam komunitas mendorong terjadinya pengelolaan sumberdaya bersama (common resource) secara lebih efisien seperti sistem irigasi dan tanah desa (Ostrom dalam North 1990). Namun norma dan kelompok horisontal dapat pula menjad penghambat ketika kelompok tersebut mengisolasi anggotanya dari pengaruh eksternal maupun mengurangi akses individu lainnya. Knowles (2005) menyatakan bahwa modal sosial dapat beperan sebagai rem dalam pembangan ekonomi yang membatasi perkembangan teknologi dan ide-ide baru. Sander dalam Vipriyanti (2007) menyatakan bahwa jaringan kerja sosial dan adanya norma yang bersifat resiprokal adalah inti dari berbagai collective good seperti rasa aman, kesehatan dan kebahagiaan penduduk, pendidikan yang efektif, demokrasi yang responsif dan kesejahteraan anak.
Partisipasi
memberi
pengaruh
yang
nyata
dan
positif
terhadap
kesejahteraan rumah tangga. Grooteart (2001) menyatakan bahwa partisipasi menyebabkan akses masyarakat teradap sumber finansial menjadi lebih besar sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan. Nahapiet dan Goshal (1998) diacu dalam Vipriyanti (2007) juga menyatakan bahwa semakin luas jaringan kerja akan menguatkan akses terhadap ketersediaan informasi, pemberdayaan kontrak dan tujuan-tujuan bersama. Putnam (1993) menyatakan bahwa wilayah dengan modal sosial yang kuat akan lebih sejahtera dibandingkan dengan wilayah yang memiliki modal sosial yang lemah. Akan tetapi dalam penelitian ini, pendapat Putnam tersebut tidak dapat dibuktikan jika kesejahteraan dilihat dari tingkat pendapatan masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendapatan masyarakat di Desa Burandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut tidak berbeda, sementara itu tingkat modal sosial masyarakat di ketiga desa tersebut berbeda nyata.
V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Secara umum (agregat) dapat disimpulkan bahwa stok modal sosial masyarakat antara satu desa dengan desa lainnya pasca tsunami memiliki perbedaan yang sangat nyata, akan tetapi secara disagregat hanya ada beberapa komponen pembentukan modal sosial yang berbeda nyata. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh tingkat kerusakan desa, desa dengan katagori rusak berat stok modal sosialnya lebih rendah dibandingkan dengan desa yang rusak ringan. Perbedaan stok modal sosial tersebut sangat berpengaruh terhadap percepatan pembangunan perumahan dan peningkatan pendapatan masyarakat desa pasca tsunami. Semakin tinggi stok modal sosialnya, proses percepatan pembangunan semakin cepat. Modal sosial menjadi penentu percepatan pembangunan desa pasca tsunami, modal sosial dapat mendorong masyarakat untuk melakukan kerjasama (collective action) untuk mencapai tujuan bersama yaitu membangun kembali desa mereka yang telah hancur akibat tsunami.
5.2. Saran Untuk mendorong percepatan pembangunan desa pasca tsunami, maka disarankan agar penguatan modal sosial masyarakat harus ditingkatkan. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui kebijakan yang dapat memperluas jaringan kerja, penguatan norma, meningkatkan rasa percaya dan mendorong masyarakat desa untuk melakukan aksi kolektif.
DAFTAR PUSTAKA Agusyanto R. 1996. Dampak Jaringan-Jaringan Sosial dalam Organisasi: Kasus PAM Jaya DKI Jakarta [tesis]. Depok. Program Pascasarjana Universitas Indonesia. [Anonim]. 2005. Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Aceh dan Nias, Sumatera Utara. Buku Utama. http://www.indonesia.sk/wni/press/aceh/Rencana_induk_R2WANS.pdf. Bourdieu P. 1985. The Form of Capital. In John Richardson (ed.), Hand Book of Theory and Research for The Sociology of Education. Greenwood Press. Brata AG. 2004. Social Capital and Credit in A Javanese Village. Research Institute University of Atmajaya. Yogyakarta. BRR, BPS dan ADB. 2006. Kerangka Peta NAD dan Nias [Compact Disc]. Banda Aceh. Casson M, Godley A. 2000. Cultural Factors in Economic Growth. Germany. Springer-Verlag Berlin-Heidelberg. Collier P. 1998. Social Capital and Poverty. World Bank SCI Working Paper:4 http://www.iris.umd.edu/adass/proj/soscap.asp. Cristoforou A. 2003. Social Capital and Economic Growth: The Case of Greece. London School of Economic: Paper for The 1st PhD Symposium on Social Science Research in Greece of The Hellenic Observatory. European Institute.
[email protected]. Dasgupta P, Serageldin I. 2002. Social Capital: A Multi Faceted Perspective. World Bank. Washington DC. Eko S. 2004. Modal Sosial, Desentralisasi dan Demokrasi Lokal. Analisis CSIS 33 (3):299-326. Fukuyama F. 1995. Trust: the Social Virtues and the Creation of Prosperity. The Free Press. New York. Glaeser EL, Laibson D, Sacerdote B. 2001. The Economic Approach to Social Capital. Harvard Institute of Economic Research Discussion Paper Number
1916. Harvard University Cambridge. Massachusetts. http://post.economics.harvard.edu/hier/2001/papers/2001list.html. Granovetter MS. 1973. The Strength of Weak Ties. American Journal of Social 78:1360-80. Grootaert C. (1999). Social Capital Household Welfare and Poverty in Indonesia. Policy Research Working Paper No. 2148. The World Bank Social Development Department. Grootaert C. 2001. Does Social Capital Help the Poor?. A Synthesis of Findings from the Local Level Institutions Studies in Bolivia, Burkina Faso and Indonesia. Local Level Institutions Working Paper No. 10, Social Development Department. World Bank. Washington DC. Grootaert C, van Bastelaer T. 2001. Understanding and Measuring Social Capital: A Multidisiplinary Tool for Practitioners. The World Bank. Washington DC Grootaert C, van Bastelaer T. 2002. The Role of Social Capital in Development : An Empirical Assessment. Cambridge University Press. Cambridge UK. Gylfason T. 1999. Principles of Economic Growth. Oxford University Press. Hasbullah J. 2006. Social Capital: Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia. MR-United Press Jakarta. Jakarta. Kirwen EL, Pierce LI. 2002. Rebuilding Trust and Social Capital in Maluku, Indonesia. Prepared for the USAID DG Partners Conference December 2002. Knack S, Keefer P. 1997. Does Social Capital Have An Economic Payoff. A cross-country Investigation. The Quarterly Journal of Economic 112:1251-88. Knowles S. 2005. The Future of Social Capital in Economics Development Research. A paper for WIDER Jubilee Conference. Helsinki. Kusnadi. 2000. Nelayan Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Humaniora Utama Press. Bandung. Laba K. 2006. Dampak Pemekaran Kabupaten terhadap Akumulasi Stok Modal Sosial dan Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Pesisir: Kasus Wilayah Pesisir Teluk Lewoleba Kabupaten Lembata NTT [draf tesis]. Bogor. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Lawang RMZ. 2004. Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologik suatu Pengantar. FISIP UI PRESS. Jakarta. Lenggono PS. 2004. Modal Sosial dalam Pengelolaan Tambak: Studi Kasus pada Komunitas Petambak di Desa Muara Pantuan Kecamatan Anggana Kabupaten Kutai Kartanegara [tesis]. Bogor. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Lesser LE. 2000. Knowledge and Social Capital: Foundation and Aplication. Butterworth Heinemann. United States of America.
Mantra IB. 2004. Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Miller LD, Scheffler R, Lam S, Rosenberg R, Rupp A. 2003. Social Capital and Health in Indonesia. Robert Wood Johnson Foundation dan WHO for Financial Support.
[email protected]. Minguel E, Gertler P, Levine DI. 2002. Did Industrialization Destroy Social Capital in Indonesia. Harvard University dan World Bank.
[email protected]. Narayan D. 1999. Bonds and Bridges: Social Capital and Poverty. Property Group, Prem World Bank July 1999. Narayan D, Pritchett L.1999. Cent and Sociability. Household Income and Social Capital in Rural Tanzania. Economic Development and Cultural Change 47 (8): 871-986. North DC. 1990. Institutions, Institutional Change and Economic Performance. Cambridge University Press. Cambridge. Portes A. 1998. Social Capital. Its Origins and Aplication in Modern Sociology. Annual Review of Sociology 24. Pretty J, Ward H. 2001. Social Capital and the Environment. World Development 29 (2): 209-227 Putnam RD. 1993. Making Democracy Work: Civic Tradition in Modern Italy. Princeton University Press. Princeton. New Jersey. Putnam RD.1995. Bowling Alone. America’s Declining Social Capital. Journal of Democracy 6 (1): 65-78. Sabatini F. 2005. The Empirics of Social Capital and Economic Development: A Critical Perspective. Department of Public Economics and SPES Development Studies Research Centre. University of Rome La Sapienza, and Department of Economics. University of Casino. http:/www.feem.it/feem/pub/publications/Wpapers/default.htm. Stone W. 2001. Measuring Social Capital. Towards a Theoretically Informed Measurement Framework for Researching Social Capital in Family and Community Life. Research Paper No. 24 Australian Institute of Family Studies. Melbourne. http:/www.aifs.gov.au/institute/pubs/stone2.html. Suparlan P. 1995. Kemiskinan di Perkotaan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Svendsen GLH, Svendsen GT. 2004. The Creation and Destruction of Social Capital: Entrepreneurship Co-operative Movements and Institutional. Edward Elgar. Cheltenham UK. Thomas R.L. 1997. Modern Econometrics. Department of Economics. Manchester Metropolitan University. Addison Wesley Longman Limited. England. Uphoff N. 1999. Understanding Social Capital: Learning from the Analysis and Experience of Participation, in Dagasputa and I. Seregaldin (eds). Social Capital: A Multifaced Perspective, World Bank, Washington, DC.
Vipriyanti NU. 2007. Analisis Keterkaitan Modal Sosial dan Pembangunan Ekonomi Wilayah: Studi Kasus di Empat Kabupaten di Bali [draf disertasi]. Bogor. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. World Bank. 1998. The Initiative on Defining Monitoring and Measuring Social Capital. Overview and Program Description. Social Development Family. Environmentally and Socially Sustainable Development Network.
Lampiran 1. Karakteristik Responden dan Pendapatannya Responden
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Kajhu 1 Kajhu 2 Kajhu 3 Kajhu 4 Kajhu 5 Kajhu 6 Kajhu 7
25 31 55 25 20 34 32
Wiraswasta Jualan Tukang Becak Wiraswasta Menjahit Wiraswasta Wiraswasta
Kajhu 8
34
Kajhu 9 Kajhu 10 Kajhu 11 Kajhu 12 Kajhu 13 Kajhu 14 Kajhu 15 Kajhu 16 Kajhu 17 Kajhu 18 Kajhu 19 Kajhu 20 Kajhu 21 Lamkrut 1 Lamkrut 2 Lamkrut 3 Lamkrut 4 Lamkrut 5 Lamkrut 6
32 50 28 40 37 46 26 34 56 35 26 22 38 43 70 57 28 42 33
S1 SMP SD SMA SMA SMP SMA Tidak Sekolah SMP SD D2 D3 D3 SMA S1 S1 SMA S2 S1 SMA SD SMA SR Tidak Tamat SMA SMA SMP
Lamkrut 7
47
SMA
Lamkrut 8
31
SMA
Lamkrut 9
50
SMA
Lamkrut 10
55
SMP
Lamkrut 11
60
SD
Lamkrut 12
43
Tidak Tamat
Lamkrut 13
42
MTsN
Lamkrut 14
33
MIN
Lamkrut 15 Lamkrut 16 Lamkrut 17 Lamkrut 18 Lamkrut 19 Lamkrut 20
40 55 28 22 35 23
AKPER SD SMA SMP SMP SD
Nelayan Wiraswasta Mekanik PNS Jualan Wiraswasta PNS Wiraswasta Wiraswasta PNS PNS PNS Petani Petani Peg. Swasta Petani Petani PNS Jualan nelayan Karyawan Swasta Karyawan Swasta Petani Ibu Rmh Tangga Petani Operator Alat Berat Jualan Karyawan Swasta PNS Petani Sopir Sopir Jualan Petani
Pendapatan 6.000.000 900.000 750.000 1.500.000 500.000 1.100.000 1.200.000
Komposisi keluarga 1 6 4 1 2 2 4
950.000
2
1.000.000 1.500.000 1.100.000 1.950.000 1.900.000 1.600.000 4.500.000 14.000.000 1.320.000 7.400.000 4.750.000 1.250.000 1.300.000 700.000 1.450.000 1.350.000 1.450.000 2.000.000 1.700.000
1 6 6 5 3 3 3 4 2 4 3 3 4 3 3 5 5 4 3
1.325.000
6
1.200.000
3
1.300.000
6
800.000
2
1.100.000
7
2.280.000
7
3.000.000
4
3.000.000
2
1.300.000 2.000.000 1.500.000 1.350.000 1.750.000 1.200.000
3 5 3 2 4 1
Lampiran 1. Lanjutan Responden
Umur
Pendidikan
Beurandeh 1
35
Beurandeh 2 Beurandeh 3 Beurandeh 4 Beurandeh 5 Beurandeh 6
56 40 38 29 46
Tidak Sekolah SD SMP SMA SD SD
Beurandeh 7
52
SD
Beurandeh 8 Beurandeh 9 Beurandeh 10 Beurandeh 11 Beurandeh 12
30 28 32 42 29
SMP SD SMP SPK SD
Beurandeh 13
37
SMP
Beurandeh 14
43
Beurandeh 15
36
Beurandeh 16 Beurandeh 17 Beurandeh 18 Beurandeh 19 Beurandeh 20
40 26 29 35 29
SD Tidak Sekolah SD SMP SMP SMP SMP
Pekerjaan
Pendapatan
Komposisi keluarga
Nelayan
1.350.000
10
Jualan Nelayan Wiraswasta Jualan Petani Tukang Rumah Nelayan Nelayan Jualan PNS Petani Tukang Rumah Nelayan
2.900.000 1.800.000 1.200.000 1.600.000 1.200.000
9 6 5 5 4
1.900.000
6
1.200.000 1.450.000 1.500.000 4.300.000 1.000.000
5 3 4 4 3
1.800.000
7
1.600.000
5
Nelayan
1.000.000
5
Nelayan Nelayan Petani Petani Wiraswasta
1.100.000 1.500.000 900.000 1.000.000 3.200.000
6 2 4 5 3
Lampiran 2. Indeks Modal Sosial Masyarakat pada Level Rumah Tangga Modal Sosial pada Level Rumah Tangga Dimensi Struktural Dimensi Kognitif
Aksi Kolektif
Indeks Kapital Sosial Struktural
Indeks Kapital Sosial Kognitif
Indeks Kapital Sosial Aksi Kolektif
Indeks Kapital Sosial Masyarak
No Urut
Responden DS1
DS2
DS3
DS4
DS5
DK1
DK2
DK3
DK4
AK1
AK2
AK3
MSDS
MSDK
MSAK
IMSM
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kajhu 1 Kajhu 2 Kajhu 3 Kajhu 4 Kajhu 5 Kajhu 6 Kajhu 7 Kajhu 8 Kajhu 9 Kajhu 10 Kajhu 11 Kajhu 12
0.43 0.57 0.43 0.00 0.43 0.43 0.71 0.43 0.00 0.71 0.57 0.71
0.87 0.62 0.62 0.00 0.63 0.50 0.62 0.50 0.00 0.75 0.62 0.75
1.00 1.00 0.89 0.00 0.89 0.78 1.00 0.78 0.00 0.89 0.89 0.89
0.49 0.44 0.44 0.33 0.71 0.71 0.69 0.71 0.62 0.89 0.71 0.27
0.60 0.13 0.13 0.00 0.00 0.00 0.00 0.13 0.13 0.13 0.22 0.09
0.14 0.00 0.29 0.29 0.29 0.14 0.29 0.00 0.14 0.29 0.14 0.14
1.00 0.76 0.76 0.24 0.10 0.10 0.88 0.61 0.10 0.15 0.46 0.85
0.83 0.00 0.07 0.49 0.95 0.76 0.66 1.00 0.86 0.66 0.86 0.76
0.34 0.45 0.45 0.58 1.00 0.79 0.51 0.58 0.72 0.65 0.24 0.31
0.83 0.33 0.33 0.50 0.33 0.17 0.50 0.50 0.00 0.50 0.67 0.50
0.47 0.24 0.12 0.18 0.35 0.59 0.59 0.41 0.29 0.29 0.71 0.24
0.33 0.56 0.56 0.33 0.85 0.85 0.52 0.67 0.67 0.85 0.33 0.37
0.77 0.61 0.55 0.00 0.58 0.52 0.68 0.56 0.11 0.76 0.67 0.60
0.68 0.11 0.29 0.31 0.69 0.41 0.69 0.62 0.43 0.39 0.37 0.55
0.66 0.43 0.38 0.38 0.62 0.65 0.65 0.63 0.36 0.66 0.69 0.42
0.84 0.50 0.46 0.00 0.71 0.54 0.76 0.65 0.05 0.75 0.78 0.56
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
Kajhu 13 Kajhu 14 Kajhu 15 Kajhu 16 Kajhu 17 Kajhu 18 Kajhu 19 Kajhu 20 Kajhu 21 Lamkrut 1 Lamkrut 2 Lamkrut 3 Lamkrut 4 Lamkrut 5 Lamkrut 6 Lamkrut 7 Lamkrut 8 Lamkrut 9 Lamkrut 10 Lamkrut 11 Lamkrut 12 Lamkrut 13 Lamkrut 14 Lamkrut 15 Lamkrut 16 Lamkrut 17 Lamkrut 18 Lamkrut 19 Lamkrut 20 Beurandeh 1 Beurandeh 2 Beurandeh 3 Beurandeh 4 Beurandeh 5 Beurandeh 6 Beurandeh 7 Beurandeh 8 Beurandeh 9 Beurandeh 10 Beurandeh 11 Beurandeh 12 Beurandeh 13 Beurandeh 14 Beurandeh 15 Beurandeh 16 Beurandeh 17 Beurandeh 18 Beurandeh 19 Beurandeh 20
0.29 0.43 0.71 0.86 0.43 0.71 0.86 0.43 0.86 0.29 0.29 0.57 0.29 0.29 0.43 0.71 0.43 0.43 0.29 0.57 0.43 0.29 0.29 0.29 0.43 0.43 0.43 0.29 0.00
0.25 0.62 1.00 0.75 0.87 0.87 0.75 1.00 0.87 0.25 0.25 0.75 0.25 0.37 0.50 0.75 0.62 0.75 0.37 0.50 0.87 0.25 0.75 0.25 0.62 0.75 0.50 0.25 0.00
0.56 0.56 0.89 1.00 0.67 0.89 0.89 0.89 0.89 0.56 0.56 1.00 0.56 0.56 0.78 0.89 0.78 0.89 0.56 0.67 0.78 0.56 0.56 0.56 0.78 0.89 0.89 0.56 0.00
0.74 0.27 0.24 0.71 0.44 0.62 0.74 0.62 0.62 0.53 0.51 0.44 0.36 0.71 0.44 0.71 0.00 0.60 0.62 0.09 0.68 0.71 0.71 0.27 0.44 0.51 0.71 0.18 0.62
0.59 0.68 0.64 1.00 0.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.27 0.00 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13 0.91 0.00 0.00 0.46 0.26 0.00 0.47 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.43 0.14 0.14 0.14 0.14 0.29 0.29 0.14 0.00 0.00 0.14 0.00 0.29 0.29 0.14 0.00 0.00 0.00 0.14 0.14 0.29 0.14 0.14 0.00 0.00 0.00 0.14 0.14 0.14
0.51 0.51 0.95 0.00 0.39 0.39 0.39 1.00 0.39 0.51 0.39 0.39 0.39 0.51 0.15 0.39 0.63 0.22 0.15 0.39 0.49 0.46 0.46 0.51 0.39 0.15 0.51 0.51 0.39
0.66 0.83 0.19 0.59 0.92 0.92 0.15 0.92 0.92 0.92 1.00 0.58 1.00 0.44 0.66 1.00 0.59 0.32 0.49 1.00 0.93 0.44 0.86 0.41 0.32 0.49 0.78 0.41 0.58
0.27 0.14 0.11 0.72 0.89 0.79 0.51 0.58 0.72 0.51 0.58 0.38 0.62 0.45 0.65 0.58 0.45 0.45 0.38 0.38 0.38 0.00 0.35 0.07 0.58 0.45 0.65 0.58 0.45
0.50 0.50 1.00 0.33 0.50 0.83 0.83 0.33 0.17 0.67 0.33 0.33 0.50 0.33 0.33 0.33 0.50 0.83 0.33 0.83 0.33 0.00 0.67 0.17 0.33 0.33 0.33 0.50 0.50
0.29 0.35 0.59 0.65 0.76 0.65 0.59 0.35 0.47 0.24 0.29 0.47 0.29 0.12 0.29 0.29 0.24 0.53 0.59 0.18 0.18 0.18 0.35 0.00 0.06 0.35 0.35 0.41 0.18
0.52 0.22 0.37 0.63 0.81 0.52 0.70 0.37 0.22 0.52 0.52 0.52 0.48 0.37 0.67 0.52 0.67 0.52 0.52 0.67 0.52 0.70 0.70 0.00 0.52 0.52 0.85 0.52 0.19
0.52 0.56 0.79 1.00 0.61 0.69 0.73 0.65 0.73 0.39 0.32 0.64 0.31 0.43 0.49 0.72 0.41 0.81 0.38 0.38 0.72 0.43 0.49 0.38 0.49 0.56 0.55 0.24 0.07
0.45 0.32 0.20 0.24 0.69 0.71 0.18 0.85 0.53 0.49 0.58 0.18 0.67 0.36 0.31 0.50 0.35 0.00 0.09 0.47 0.56 0.03 0.43 0.00 0.16 0.05 0.56 0.34 0.29
0.51 0.41 0.81 0.65 0.86 0.82 0.88 0.40 0.31 0.56 0.44 0.52 0.50 0.29 0.51 0.44 0.55 0.77 0.57 0.68 0.39 0.32 0.70 0.00 0.33 0.47 0.62 0.57 0.31
0.50 0.46 0.85 0.89 0.77 0.85 0.81 0.70 0.62 0.44 0.34 0.58 0.40 0.33 0.42 0.68 0.37 0.84 0.36 0.43 0.69 0.26 0.65 0.11 0.37 0.46 0.60 0.26 0.03
0.43
0.75
1.00
0.62
0.00
0.00
0.85
1.00
0.58
0.50
0.35
0.52
0.62
0.74
0.54
0.71
0.71
0.62
0.89
0.91
0.00
0.43
0.76
0.15
0.45
0.67
0.24
0.70
0.70
0.41
0.65
0.75
0.43
0.62
1.00
0.80
0.82
0.43
0.39
0.83
1.00
0.33
0.41
0.70
0.84
0.85
0.58
0.94
1.00
0.62
1.00
0.73
0.05
0.29
0.88
1.00
0.38
0.83
0.47
0.52
0.77
0.80
0.74
0.91
0.43
0.62
1.00
0.62
0.00
0.00
0.76
1.00
0.65
0.50
0.71
0.33
0.59
0.73
0.62
0.72
0.43
0.50
1.00
0.51
0.00
0.29
0.63
0.66
0.38
0.83
0.71
0.85
0.53
0.50
1.00
0.75
0.86
0.75
0.78
0.91
0.00
0.43
0.76
0.51
0.58
0.83
1.00
0.52
0.74
0.66
0.98
1.00
0.43
0.62
1.00
0.73
0.00
0.57
1.00
0.66
0.62
0.67
0.41
1.00
0.62
0.96
0.86
0.87
0.43
0.75
1.00
0.80
0.73
0.00
0.39
0.92
0.58
0.33
0.18
0.70
0.85
0.46
0.47
0.80
0.43
0.62
1.00
0.51
0.05
0.57
0.76
0.58
0.45
0.83
0.35
0.89
0.57
0.70
0.86
0.74
0.86
0.62
0.89
0.36
0.00
0.14
0.76
0.86
0.65
0.67
0.71
0.85
0.60
0.73
0.93
0.75
0.43
0.75
1.00
1.00
0.00
0.57
0.39
0.58
0.51
1.00
0.59
0.67
0.71
0.54
0.94
0.93
0.71
0.87
0.78
0.60
0.00
0.29
1.00
0.93
0.65
0.50
0.41
0.52
0.66
0.96
0.57
0.75
0.57
0.75
0.89
0.80
0.05
0.14
0.76
0.41
0.38
0.83
0.47
0.52
0.68
0.36
0.74
0.82
0.57
0.87
0.89
0.80
0.26
1.00
0.63
0.93
0.38
0.33
0.71
0.70
0.77
1.00
0.71
0.95
0.43
0.75
1.00
0.82
0.19
0.29
0.49
0.41
0.38
0.50
0.53
0.37
0.72
0.29
0.55
0.72
0.43
0.62
1.00
0.89
0.00
0.00
0.76
0.92
0.58
0.83
0.47
0.85
0.65
0.65
0.89
0.87
0.43
0.50
1.00
0.71
0.00
0.14
0.63
1.00
0.45
0.83
0.53
0.70
0.58
0.63
0.85
0.80
0.71
0.87
0.89
0.78
0.00
0.29
0.61
0.07
0.69
0.50
0.29
0.37
0.73
0.34
0.45
0.71
0.29
0.37
0.67
0.85
0.00
0.43
0.39
1.00
0.73
0.83
0.41
0.70
0.46
0.80
0.80
0.75
42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61
Input
Output
Input
Output
Output
Lampiran 3. Deskriptif Statistik Indeks Modal Sosial per Desa
Descriptive Statistics Variable DS1_Kajh DS2_Kajh DS3_Kajh DS4_Kajh DS5_Kajh DK1_Kajh DK2_Kajh DK3_Kajh DK4_Kajh AK1_Kajh AK2_Kajh AK3_Kajh MSDS_Kaj MSDK_Kaj MSAK_Kaj IMSM_Kaj DS1_Lamk DS2_Lamk DS3_Lamk DS4_Lamk DS5_Lamk DK1_Lamk DK2_Lamk DK3_Lamk DK4Lamkr AK1_Lamk AK2_Lamk AK3_Lamk MSDSLamk MSDK_Lam MSAK_Lam IMSM_Lam DS1_Bran DS2_Bran DS3_Bran DS4_Bran DS5_Bran DK1_Bran DK2_Bran DK3_Bran DK4_Bran AK1_Bran AK2_Bran AK3_Bran MSDS_Bra MSDK_Bra MSAK_Bra IMSM_Bra
N 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Mean 0.5238 0.6410 0.7738 0.5719 0.2286 0.1838 0.5019 0.6667 0.5405 0.4833 0.4371 0.5357 0.6043 0.4624 0.5800 0.6214 0.3735 0.4800 0.6695 0.4920 0.1575 0.1065 0.3995 0.6610 0.4470 0.4235 0.2795 0.5250 0.4605 0.3210 0.4770 0.4310 0.5505 0.6720 0.9340 0.7375 0.1075 0.3150 0.6800 0.7210 0.5535 0.6570 0.4975 0.6490 0.6695 0.6555 0.7365 0.8120
Median 0.4300 0.6300 0.8900 0.6200 0.1300 0.1400 0.4600 0.7600 0.5800 0.5000 0.4100 0.5200 0.6100 0.4300 0.6300 0.7000 0.3600 0.5000 0.6150 0.5200 0.1300 0.1400 0.3900 0.5850 0.4500 0.3300 0.2900 0.5200 0.4300 0.3450 0.5050 0.4100 0.4300 0.6200 1.0000 0.7900 0.0000 0.2900 0.7600 0.8450 0.5800 0.6700 0.4700 0.7000 0.6700 0.6800 0.7400 0.7750
Tr Mean 0.5337 0.6558 0.8026 0.5726 0.2000 0.1805 0.5021 0.6842 0.5389 0.4816 0.4368 0.5358 0.6153 0.4605 0.5784 0.6400 0.3756 0.4850 0.6883 0.5072 0.1244 0.1022 0.4006 0.6611 0.4606 0.4244 0.2778 0.5361 0.4628 0.3194 0.4872 0.4306 0.5400 0.6778 0.9450 0.7439 0.0739 0.2944 0.6783 0.7417 0.5383 0.6561 0.4872 0.6472 0.6711 0.6567 0.7378 0.8072
Variable DS1_Kajh DS2_Kajh DS3_Kajh DS4_Kajh DS5_Kajh DK1_Kajh DK2_Kajh
Min 0.0000 0.0000 0.0000 0.2400 0.0000 0.0000 0.0000
Max 0.8600 1.0000 1.0000 0.8900 1.0000 0.4300 1.0000
Q1 0.4300 0.5600 0.7250 0.4400 0.0000 0.1400 0.1950
Q3 0.7100 0.8700 0.8900 0.7100 0.4600 0.2900 0.8050
StDev 0.2440 0.2767 0.2863 0.1852 0.2944 0.1140 0.3230 0.3103 0.2441 0.2462 0.1868 0.2067 0.2151 0.2079 0.1786 0.2411 0.1478 0.2438 0.2187 0.2171 0.2301 0.1031 0.1356 0.2498 0.1711 0.2060 0.1491 0.1841 0.1750 0.2134 0.1743 0.1987 0.1917 0.1310 0.0971 0.1593 0.2390 0.2523 0.1924 0.2922 0.1571 0.2054 0.1961 0.1863 0.1009 0.2129 0.1746 0.0928
SE Mean 0.0532 0.0604 0.0625 0.0404 0.0642 0.0249 0.0705 0.0677 0.0533 0.0537 0.0408 0.0451 0.0469 0.0454 0.0390 0.0526 0.0330 0.0545 0.0489 0.0485 0.0515 0.0230 0.0303 0.0559 0.0383 0.0461 0.0333 0.0412 0.0391 0.0477 0.0390 0.0444 0.0429 0.0293 0.0217 0.0356 0.0534 0.0564 0.0430 0.0653 0.0351 0.0459 0.0438 0.0416 0.0226 0.0476 0.0390 0.0207
DK3_Kajh DK4_Kajh AK1_Kajh AK2_Kajh AK3_Kajh MSDS_Kaj MSDK_Kaj MSAK_Kaj IMSM_Kaj DS1_Lamk DS2_Lamk DS3_Lamk DS4_Lamk DS5_Lamk DK1_Lamk DK2_Lamk DK3_Lamk DK4Lamkr AK1_Lamk AK2_Lamk AK3_Lamk MSDSLamk MSDK_Lam MSAK_Lam IMSM_Lam DS1_Bran DS2_Bran DS3_Bran DS4_Bran DS5_Bran DK1_Bran DK2_Bran DK3_Bran DK4_Bran AK1_Bran AK2_Bran AK3_Bran MSDS_Bra MSDK_Bra MSAK_Bra IMSM_Bra
0.0000 0.1100 0.0000 0.1200 0.2200 0.0000 0.1100 0.3100 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.1500 0.3200 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0700 0.0000 0.0000 0.0300 0.2900 0.3700 0.6700 0.3600 0.0000 0.0000 0.3900 0.0700 0.3800 0.3300 0.1800 0.3300 0.4600 0.2900 0.4500 0.7100
1.0000 1.0000 1.0000 0.7600 0.8500 1.0000 0.8500 0.8800 0.8900 0.7100 0.8700 1.0000 0.7100 0.9100 0.2900 0.6300 1.0000 0.6500 0.8300 0.5900 0.8500 0.8100 0.6700 0.7700 0.8400 1.0000 0.8700 1.0000 1.0000 0.8200 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 0.8500 1.0000 1.0000 1.0000
0.5400 0.3250 0.3300 0.2900 0.3500 0.5550 0.3000 0.4050 0.5000 0.2900 0.2500 0.5600 0.3800 0.0000 0.0000 0.3900 0.4400 0.3800 0.3300 0.1800 0.5200 0.3800 0.1075 0.3450 0.3325 0.4300 0.6200 0.8900 0.6200 0.0000 0.1400 0.5200 0.5275 0.3975 0.5000 0.3650 0.5200 0.5925 0.4700 0.5725 0.7425
0.9200 0.7200 0.5850 0.5900 0.6850 0.7300 0.6850 0.6750 0.7950 0.4300 0.7500 0.8625 0.7025 0.2275 0.1400 0.5100 0.9275 0.5800 0.5000 0.3500 0.6700 0.5575 0.4975 0.5700 0.5950 0.7100 0.7500 1.0000 0.8425 0.0500 0.4300 0.7600 0.9825 0.6500 0.8300 0.6800 0.8125 0.7375 0.8000 0.8825 0.9000
Mann-Whitney Confidence Interval and Test IMSM_Kaj N = 21 Median = 0.7000 IMSM_Lam N = 20 Median = 0.4100 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.2100 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0901,0.3600) W = 560.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0020 The test is significant at 0.0020 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test MSDS_Kaj N = 21 Median = 0.6100 MSDSLamk N = 20 Median = 0.4300 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1800 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0700,0.2700) W = 552.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0038 The test is significant at 0.0038 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test MSDK_Kaj N = 21 Median = 0.4300 MSDK_Lam N = 20 Median = 0.3450 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1300 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-0.0100,0.2800) W = 514.0
Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0586 The test is significant at 0.0585 (adjusted for ties) Cannot reject at alpha = 0.05
Mann-Whitney Confidence Interval and Test MSAK_Kaj N = 21 Median = 0.6300 MSAK_Lam N = 20 Median = 0.5050 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.0900 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-0.0300,0.2100) W = 499.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.1303 The test is significant at 0.1302 (adjusted for ties) Cannot reject at alpha = 0.05
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DS1_Kajh N = 21 Median = 0.4300 DS1_Lamk N = 20 Median = 0.3600 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1400 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0000,0.2800) W = 539.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0110 The test is significant at 0.0084 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DS2_Kajh N = 21 Median = 0.6300 DS2_Lamk N = 20 Median = 0.5000 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.2500 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0001,0.3699) W = 520.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0406 The test is significant at 0.0382 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DS3_Kajh N = 21 Median = 0.8900 DS3_Lamk N = 20 Median = 0.6150 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1100 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-0.0000,0.3299) W = 527.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0249 The test is significant at 0.0204 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DS4_Kajh N = 21 Median = 0.6200 DS4_Lamk N = 20 Median = 0.5200 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.0600 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-0.0300,0.1800) W = 487.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.2353 The test is significant at 0.2304 (adjusted for ties) Cannot reject at alpha = 0.05
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DS5_Kajh N = 21 Median = 0.1300 DS5_Lamk N = 20 Median = 0.1300 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.0000 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-0.0401,0.1301) W = 464.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.5573 The test is significant at 0.5384 (adjusted for ties) Cannot reject at alpha = 0.05
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DK1_Kajh
N =
21
Median =
0.1400
DK1_Lamk N = 20 Median = 0.1400 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1400 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0000,0.1500) W = 517.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0475 The test is significant at 0.0333 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DK2_Kajh N = 21 Median = 0.4600 DK2_Lamk N = 20 Median = 0.3900 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.0700 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-0.0700,0.3000) W = 470.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.4494 The test is significant at 0.4435 (adjusted for ties) Cannot reject at alpha = 0.05
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DK3_Kajh N = 21 Median = 0.7600 DK3_Lamk N = 20 Median = 0.5850 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.0250 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-0.1599,0.2499) W = 452.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.7842 The test is significant at 0.7836 (adjusted for ties) Cannot reject at alpha = 0.05
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DK4_Kajh N = 21 Median = 0.5800 DK4Lamkr N = 20 Median = 0.4500 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1000 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-0.0700,0.2100) W = 491.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.1967 The test is significant at 0.1940 (adjusted for ties) Cannot reject at alpha = 0.05
Mann-Whitney Confidence Interval and Test AK1_Kajh N = 21 Median = 0.5000 AK1_Lamk N = 20 Median = 0.3300 Point estimate for ETA1-ETA2 is -0.0000 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-0.0000,0.1700) W = 475.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.3752 The test is significant at 0.3562 (adjusted for ties) Cannot reject at alpha = 0.05
Mann-Whitney Confidence Interval and Test AK2_Kajh N = 21 Median = 0.4100 AK2_Lamk N = 20 Median = 0.2900 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1700 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0500,0.2900) W = 540.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0098 The test is significant at 0.0094 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test AK3_Kajh N = 21 Median = 0.5200 AK3_Lamk N = 20 Median = 0.5200 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.0000 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-0.1500,0.1500) W = 444.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.9480 The test is significant at 0.9470 (adjusted for ties) Cannot reject at alpha = 0.05
Mann-Whitney Confidence Interval and Test IMSM_Bra N = 20 Median = 0.7750 IMSM_Kaj N = 21 Median = 0.7000 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1500 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0400,0.2499) W = 525.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0062 The test is significant at 0.0061 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test MSDS_Bra N = 20 Median = 0.6700 MSDS_Kaj N = 21 Median = 0.6100 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.0400 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-0.0300,0.1100) W = 461.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.2908 The test is significant at 0.2905 (adjusted for ties) Cannot reject at alpha = 0.05
Mann-Whitney Confidence Interval and Test MSDK_Bra N = 20 Median = 0.6800 MSDK_Kaj N = 21 Median = 0.4300 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1950 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0500,0.3400) W = 522.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0078 The test is significant at 0.0078 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test MSAK_Bra N = 20 Median = 0.7400 MSAK_Kaj N = 21 Median = 0.6300 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1600 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0501,0.2800) W = 515.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0137 The test is significant at 0.0136 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DS1_Bran N = 20 Median = 0.4300 DS1_Kajh N = 21 Median = 0.4300 Point estimate for ETA1-ETA2 is -0.0000 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-0.1399,0.1400) W = 420.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 1.0000 The test is significant at 1.0000 (adjusted for ties) Cannot reject at alpha = 0.05
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DS2_Bran N = 20 Median = 0.6200 DS2_Kajh N = 21 Median = 0.6300 Point estimate for ETA1-ETA2 is -0.0000 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-0.1300,0.1201) W = 410.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.8043 The test is significant at 0.7991 (adjusted for ties) Cannot reject at alpha = 0.05
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DS3_Bran N = 20 Median = 1.0000 DS3_Kajh N = 21 Median = 0.8900 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1100 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0000,0.1101) W = 514.5
Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0142 The test is significant at 0.0094 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DS4_Bran N = 20 Median = 0.7900 DS4_Kajh N = 21 Median = 0.6200 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1600 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0700,0.2900) W = 533.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0033 The test is significant at 0.0032 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DS5_Bran N = 20 Median = 0.0000 DS5_Kajh N = 21 Median = 0.1300 Point estimate for ETA1-ETA2 is -0.0800 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-0.1299,-0.0001) W = 355.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0925 The test is significant at 0.0703 (adjusted for ties) Cannot reject at alpha = 0.05
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DK1_Bran N = 20 Median = 0.2900 DK1_Kajh N = 21 Median = 0.1400 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1400 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0000,0.2800) W = 488.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0761 The test is significant at 0.0668 (adjusted for ties) Cannot reject at alpha = 0.05
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DK2_Bran N = 20 Median = 0.7600 DK2_Kajh N = 21 Median = 0.4600 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.2400 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0001,0.3699) W = 487.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0806 The test is significant at 0.0776 (adjusted for ties) Cannot reject at alpha = 0.05
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DK3_Bran N = 20 Median = 0.8450 DK3_Kajh N = 21 Median = 0.7600 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.0650 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-0.0899,0.1700) W = 452.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.4039 The test is significant at 0.4018 (adjusted for ties) Cannot reject at alpha = 0.05
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DK4_Bran N = 20 Median = 0.5800 DK4_Kajh N = 21 Median = 0.5800 Point estimate for ETA1-ETA2 is -0.0000 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-0.1400,0.1400) W = 421.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.9896 The test is significant at 0.9895 (adjusted for ties) Cannot reject at alpha = 0.05
Mann-Whitney Confidence Interval and Test AK1_Bran
N =
20
Median =
0.6700
AK1_Kajh N = 21 Median = 0.5000 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1700 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0001,0.3299) W = 504.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0285 The test is significant at 0.0239 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test AK2_Bran N = 20 Median = 0.4700 AK2_Kajh N = 21 Median = 0.4100 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.0600 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-0.0600,0.1800) W = 455.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.3682 The test is significant at 0.3658 (adjusted for ties) Cannot reject at alpha = 0.05
Mann-Whitney Confidence Interval and Test AK3_Bran N = 20 Median = 0.7000 AK3_Kajh N = 21 Median = 0.5200 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1450 95.1 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0000,0.2900) W = 488.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0761 The test is significant at 0.0734 (adjusted for ties) Cannot reject at alpha = 0.05
Mann-Whitney Confidence Interval and Test IMSM_Bra N = 20 Median = 0.7750 IMSM_Lam N = 20 Median = 0.4100 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.3800 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.3000,0.4800) W = 597.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0000 The test is significant at 0.0000 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test MSDS_Bra N = 20 Median = 0.6700 MSDSLamk N = 20 Median = 0.4300 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.2200 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.1300,0.3000) W = 550.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0002 The test is significant at 0.0002 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test MSDK_Bra N = 20 Median = 0.6800 MSDK_Lam N = 20 Median = 0.3450 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.3300 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.1800,0.4700) W = 552.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0001 The test is significant at 0.0001 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test MSAK_Bra N = 20 Median = 0.7400 MSAK_Lam N = 20 Median = 0.5050 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.2500 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.1401,0.3700) W = 552.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0001 The test is significant at 0.0001 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DS1_Bran N = 20 Median = 0.4300 DS1_Lamk N = 20 Median = 0.3600 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1400 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0001,0.2800) W = 518.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0035 The test is significant at 0.0020 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DS2_Bran N = 20 Median = 0.6200 DS2_Lamk N = 20 Median = 0.5000 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.2500 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0000,0.3700) W = 500.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0149 The test is significant at 0.0128 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DS3_Bran N = 20 Median = 1.0000 DS3_Lamk N = 20 Median = 0.6150 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.2200 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.1100,0.4400) W = 565.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0000 The test is significant at 0.0000 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DS4_Bran N = 20 Median = 0.7900 DS4_Lamk N = 20 Median = 0.5200 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.2000 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.1101,0.3601) W = 547.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0002 The test is significant at 0.0002 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DS5_Bran N = 20 Median = 0.0000 DS5_Lamk N = 20 Median = 0.1300 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.0000 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-0.1299,-0.0000) W = 364.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.2184 The test is significant at 0.1767 (adjusted for ties) Cannot reject at alpha = 0.05
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DK1_Bran N = 20 Median = 0.2900 DK1_Lamk N = 20 Median = 0.1400 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1500 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0001,0.2900) W = 516.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0043 The test is significant at 0.0032 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DK2_Bran N = 20 Median = 0.7600 DK2_Lamk N = 20 Median = 0.3900 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.2500 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.2201,0.3700) W = 551.0
Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0001 The test is significant at 0.0001 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DK3_Bran N = 20 Median = 0.8450 DK3_Lamk N = 20 Median = 0.5850 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.0700 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-0.0800,0.2701) W = 441.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.4017 The test is significant at 0.3982 (adjusted for ties) Cannot reject at alpha = 0.05
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DK4_Bran N = 20 Median = 0.5800 DK4Lamkr N = 20 Median = 0.4500 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.0700 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-0.0000,0.1999) W = 470.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.1046 The test is significant at 0.0995 (adjusted for ties) Cannot reject at alpha = 0.05
Mann-Whitney Confidence Interval and Test AK1_Bran N = 20 Median = 0.6700 AK1_Lamk N = 20 Median = 0.3300 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1700 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.1600,0.3401) W = 524.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0021 The test is significant at 0.0015 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test AK2_Bran N = 20 Median = 0.4700 AK2_Lamk N = 20 Median = 0.2900 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1800 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.1199,0.3000) W = 538.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0006 The test is significant at 0.0005 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test AK3_Bran N = 20 Median = 0.7000 AK3_Lamk N = 20 Median = 0.5200 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1500 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0000,0.1800) W = 484.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0468 The test is significant at 0.0400 (adjusted for ties)
Lampiran 4. Descriptive Statistics Indeks Modal Sosial Berdasarkan Kepemilikan Rumah
Descriptive Statistics Variable IMSM_sdh MSDS_Sdh MSDK_sdh MSAK_sdh DS1_sdh DS2_sdh DS3_sdh
N 22 22 22 22 22 22 22
Mean 0.7991 0.6636 0.6409 0.7191 0.5332 0.6845 0.9100
Median 0.7500 0.6700 0.6550 0.7250 0.4300 0.6850 1.0000
Tr Mean 0.7965 0.6645 0.6405 0.7215 0.5220 0.6910 0.9230
StDev 0.0978 0.1041 0.2089 0.1818 0.1920 0.1324 0.1254
SE Mean 0.0209 0.0222 0.0445 0.0388 0.0409 0.0282 0.0267
DS_sdh DS5_sdh DK1_sdh DK2_sdh DK3_sdh DK4_sdh AK1_sdh AK2_sdh AK3_sdh IMSM_blm MSDS_blm MSDK_blm MSAK_blm DS1_blm DS2_blm DS3_blm DS4_blm DS5_blm DK1_blm DK2_blm DK3_blm DK4_blm AK1_blm AK2_blm AK3_blm
22 22 22 22 22 22 22 22 22 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39
0.7336 0.1186 0.3059 0.6614 0.7368 0.5364 0.6427 0.4764 0.6455 0.5213 0.5305 0.3882 0.5290 0.4551 0.5497 0.7256 0.5246 0.1921 0.1426 0.4508 0.6521 0.5015 0.4518 0.3651 0.5264
0.7550 0.0000 0.2900 0.6950 0.8600 0.5450 0.6700 0.4400 0.7000 0.5000 0.5600 0.3700 0.5200 0.4300 0.6200 0.7800 0.6000 0.1300 0.1400 0.3900 0.6600 0.5100 0.5000 0.3500 0.5200
0.7390 0.0895 0.2865 0.6580 0.7570 0.5225 0.6405 0.4650 0.6435 0.5303 0.5374 0.3880 0.5314 0.4580 0.5554 0.7514 0.5354 0.1594 0.1383 0.4423 0.6674 0.5029 0.4511 0.3631 0.5326
Variable IMSM_sdh MSDS_Sdh MSDK_sdh MSAK_sdh DS1_sdh DS2_sdh DS3_sdh DS_sdh DS5_sdh DK1_sdh DK2_sdh DK3_sdh DK4_sdh AK1_sdh AK2_sdh AK3_sdh IMSM_blm MSDS_blm MSDK_blm MSAK_blm DS1_blm DS2_blm DS3_blm DS4_blm DS5_blm DK1_blm DK2_blm DK3_blm DK4_blm AK1_blm AK2_blm AK3_blm
Min 0.6500 0.4600 0.2900 0.3900 0.2900 0.3700 0.5600 0.3600 0.0000 0.0000 0.3900 0.0700 0.3500 0.3300 0.1800 0.3300 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
Max 1.0000 0.8500 1.0000 1.0000 1.0000 0.8700 1.0000 1.0000 0.8200 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 0.8900 1.0000 0.8500 0.8800 0.8600 1.0000 1.0000 0.8900 1.0000 0.4300 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 0.7600 0.8500
Q1 0.7200 0.5875 0.4525 0.5650 0.4300 0.6200 0.8625 0.6200 0.0000 0.1400 0.4825 0.5625 0.3800 0.5000 0.3500 0.5200 0.3700 0.3900 0.2000 0.4000 0.2900 0.2500 0.5600 0.4400 0.0000 0.0000 0.2400 0.4400 0.3800 0.3300 0.2400 0.3700
Q3 0.8800 0.7325 0.8000 0.8675 0.7100 0.7500 1.0000 0.8275 0.0850 0.4300 0.7600 0.9475 0.6500 0.8300 0.6200 0.7375 0.7500 0.6800 0.5600 0.6500 0.5700 0.7500 0.8900 0.7100 0.2600 0.2900 0.5100 0.9200 0.6500 0.5000 0.5300 0.6700
0.1521 0.2409 0.2429 0.1928 0.2828 0.1594 0.2075 0.2004 0.1797 0.2429 0.2104 0.2239 0.1832 0.2182 0.2710 0.2631 0.2046 0.2657 0.1149 0.2586 0.2808 0.2178 0.2290 0.1879 0.1967
Mann-Whitney Confidence Interval and Test IMSM_sdh N = 22 Median = 0.7500 IMSM_blm N = 39 Median = 0.5000 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.2700 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.1600,0.3700) W = 968.0
0.0324 0.0514 0.0518 0.0411 0.0603 0.0340 0.0442 0.0427 0.0383 0.0389 0.0337 0.0358 0.0293 0.0349 0.0434 0.0421 0.0328 0.0425 0.0184 0.0414 0.0450 0.0349 0.0367 0.0301 0.0315
Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 > ETA2 is significant at 0.0000 The test is significant at 0.0000 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test MSDS_Sdh N = 22 Median = 0.6700 MSDS_blm N = 39 Median = 0.5600 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1150 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0400,0.1999) W = 864.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 > ETA2 is significant at 0.0032 The test is significant at 0.0032 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test MSDK_sdh N = 22 Median = 0.6550 MSDK_blm N = 39 Median = 0.3700 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.2550 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.1201,0.3800) W = 930.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 > ETA2 is significant at 0.0001 The test is significant at 0.0001 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test MSAK_sdh N = 22 Median = 0.7250 MSAK_blm N = 39 Median = 0.5200 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1900 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0800,0.2901) W = 911.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 > ETA2 is significant at 0.0003 The test is significant at 0.0003 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DS1_sdh N = 22 Median = 0.4300 DS1_blm N = 39 Median = 0.4300 Point estimate for ETA1-ETA2 is -0.0000 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0000,0.1400) W = 765.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 > ETA2 is significant at 0.1077 The test is significant at 0.0972 (adjusted for ties) Cannot reject at alpha = 0.05
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DS2_sdh N = 22 Median = 0.6850 DS2_blm N = 39 Median = 0.6200 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1200 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-0.0000,0.2501) W = 800.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 > ETA2 is significant at 0.0388 The test is significant at 0.0362 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DS3_sdh N = 22 Median = 1.0000 DS3_blm N = 39 Median = 0.7800 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1100 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.1100,0.2199) W = 900.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 > ETA2 is significant at 0.0005 The test is significant at 0.0004 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DS4_sdh N = 22 Median = 0.7550 DS4_blm N = 39 Median = 0.6000 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1800 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0901,0.2900) W = 943.5
Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 > ETA2 is significant at 0.0000 The test is significant at 0.0000 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DS5_sdh N = 22 Median = 0.0000 DS5_blm N = 39 Median = 0.1300 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.0000 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-0.1300,0.0000) W = 576.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 > ETA2 Cannot reject since W is < 682.0
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DK1_sdh N = 22 Median = 0.2900 DK1_blm N = 39 Median = 0.1400 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1500 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0001,0.2901) W = 866.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 > ETA2 is significant at 0.0029 The test is significant at 0.0021 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DK2_sdh N = 22 Median = 0.6950 DK2_blm N = 39 Median = 0.3900 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.2400 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0999,0.3700) W = 885.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 > ETA2 is significant at 0.0012 The test is significant at 0.0011 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DK3_sdh N = 22 Median = 0.8600 DK3_blm N = 39 Median = 0.6600 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.0800 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-0.0301,0.2401) W = 771.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 > ETA2 is significant at 0.0907 The test is significant at 0.0898 (adjusted for ties) Cannot reject at alpha = 0.05
Mann-Whitney Confidence Interval and Test DK4_sdh N = 22 Median = 0.5450 DK4_blm N = 39 Median = 0.5100 Point estimate for ETA1-ETA2 is -0.0000 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-0.0700,0.1300) W = 704.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 > ETA2 is significant at 0.3705 The test is significant at 0.3696 (adjusted for ties) Cannot reject at alpha = 0.05
Mann-Whitney Confidence Interval and Test AK1_sdh N = 22 Median = 0.6700 AK1_blm N = 39 Median = 0.5000 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1700 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0000,0.3300) W = 876.5 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 > ETA2 is significant at 0.0018 The test is significant at 0.0013 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test AK2_sdh AK2_blm
N = N =
22 39
Median = Median =
0.4400 0.3500
Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1200 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0000,0.2300) W = 818.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 > ETA2 is significant at 0.0209 The test is significant at 0.0204 (adjusted for ties)
Mann-Whitney Confidence Interval and Test AK3_sdh N = 22 Median = 0.7000 AK3_blm N = 39 Median = 0.5200 Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.1500 95.0 Percent CI for ETA1-ETA2 is (0.0000,0.1801) W = 834.0 Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 > ETA2 is significant at 0.0114 The test is significant at 0.0104 (adjusted for ties)
Lampiran 5 Korelasi antara Variabel Modal Sosial dengan Kepemilikan Rumah
Nonparametric Correlations
Correlations RUMAHIMSMMSDSMSDKMSAK DS1 DS2 DS3 DS4 DS5 DK1 DK2 DK3 DK4 AK1 AK2 AK3 Spearm RUM Correlatio1.000 .555* .353* .482* .445* .169 .233 .437* .510*-.219 .371* .398* .174 .044 .389* .265* .300* Sig. (2-ta N
. .000 .005 .000 .000 .194 .071 .000 .000 .090 .003 .002 .179 .737 .002 .039 .019 61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
IMSCorrelatio .555*1.000 .837* .471* .761* .604* .611* .694* .544* .065 .342* .294* .139 .127 .541* .678* .295* Sig. (2-ta .000 N
61
. .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .619 .007 .021 .286 .329 .000 .000 .021 61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
MSDCorrelatio .353* .837*1.000 .211 .377* .737* .796* .693* .472* .270* .155 .208 -.021 .057 .226 .452* .036 Sig. (2-ta .005 .000 N
61
61
. .103 .003 .000 .000 .000 .000 .035 .233 .108 .873 .661 .080 .000 .783 61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
MSDCorrelatio .482* .471* .211 1.000 .390* .160 .193 .282* .244 -.248 .365* .401* .728* .398* .247 .318* .260* Sig. (2-ta .000 .000 .103 N
61
61
61
. .002 .217 .136 .028 .058 .054 .004 .001 .000 .002 .055 .012 .043 61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
MSACorrelatio .445* .761* .377* .390*1.000 .375* .245 .427* .320*-.197 .326* .189 .125 .092 .758* .739* .531* Sig. (2-ta .000 .000 .003 .002 N
61
61
61
61
. .003 .057 .001 .012 .129 .010 .145 .335 .479 .000 .000 .000 61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
DS1Correlatio .169 .604* .737* .160 .375*1.000 .652* .552* .171 -.055 .079 .268*-.023 .084 .241 .413* .059 Sig. (2-ta .194 .000 .000 .217 .003 N
61
61
61
61
61
. .000 .000 .188 .671 .545 .037 .863 .518 .062 .001 .652 61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
DS2Correlatio .233 .611* .796* .193 .245 .652*1.000 .491* .168 .098 .025 .214 .007 .042 .154 .364*-.071 Sig. (2-ta .071 .000 .000 .136 .057 .000 N
61
61
61
61
61
61
. .000 .197 .453 .849 .098 .955 .749 .236 .004 .587 61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
DS3Correlatio .437* .694* .693* .282* .427* .552* .491*1.000 .299*-.010 .038 .347* .018 .055 .251 .419* .230 Sig. (2-ta .000 .000 .000 .028 .001 .000 .000 N
61
61
61
61
61
61
61
. .019 .941 .770 .006 .892 .673 .051 .001 .074 61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
DS4Correlatio .510* .544* .472* .244 .320* .171 .168 .299*1.000 -.093 .415*-.037 .062 .179 .123 .241 .323* Sig. (2-ta .000 .000 .000 .058 .012 .188 .197 .019 N
61
61
61
61
61
61
61
61
. .478 .001 .775 .635 .168 .343 .061 .011 61
61
61
61
61
61
61
61
61
DS5Correlatio-.219 .065 .270*-.248 -.197 -.055 .098 -.010 -.093 1.000 -.123 -.081 -.088 -.321*-.188 -.131 -.153 Sig. (2-ta .090 .619 .035 .054 .129 .671 .453 .941 .478 N
61
61
61
61
61
61
61
61
61
. .344 .536 .499 .012 .146 .314 .241 61
61
61
61
61
61
61
61
DK1Correlatio .371* .342* .155 .365* .326* .079 .025 .038 .415*-.123 1.000 .111 -.083 .067 .279* .151 .240 Sig. (2-ta .003 .007 .233 .004 .010 .545 .849 .770 .001 .344 N
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
. .396 .527 .609 .029 .244 .063 61
61
61
61
61
61
61
DK2Correlatio .398* .294* .208 .401* .189 .268* .214 .347*-.037 -.081 .111 1.000 .001 -.326* .375* .090 -.114 Sig. (2-ta .002 .021 .108 .001 .145 .037 .098 .006 .775 .536 .396 N
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
. .994 .010 .003 .488 .383 61
61
61
61
61
61
DK3Correlatio .174 .139 -.021 .728* .125 -.023 .007 .018 .062 -.088 -.083 .001 1.000 .294* .027 .143 .115 Sig. (2-ta .179 .286 .873 .000 .335 .863 .955 .892 .635 .499 .527 .994 N
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
. .022 .839 .272 .378 61
61
61
61
61
DK4Correlatio .044 .127 .057 .398* .092 .084 .042 .055 .179 -.321* .067 -.326* .294*1.000 -.188 .158 .320* Sig. (2-ta .737 .329 .661 .002 .479 .518 .749 .673 .168 .012 .609 .010 .022 N
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
. .147 .225 .012 61
61
61
61
AK1Correlatio .389* .541* .226 .247 .758* .241 .154 .251 .123 -.188 .279* .375* .027 -.188 1.000 .402* .086 Sig. (2-ta .002 .000 .080 .055 .000 .062 .236 .051 .343 .146 .029 .003 .839 .147 N
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
. .001 .512 61
61
61
AK2Correlatio .265* .678* .452* .318* .739* .413* .364* .419* .241 -.131 .151 .090 .143 .158 .402*1.000 .148 Sig. (2-ta .039 .000 .000 .012 .000 .001 .004 .001 .061 .314 .244 .488 .272 .225 .001 N
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
. .256 61
61
AK3Correlatio .300* .295* .036 .260* .531* .059 -.071 .230 .323*-.153 .240 -.114 .115 .320* .086 .148 1.000 Sig. (2-ta .019 .021 .783 .043 .000 .652 .587 .074 .011 .241 .063 .383 .378 .012 .512 .256 N
61
61
61
61
61
**.Correlation is significant at the .01 level (2-tailed). *.Correlation is significant at the .05 level (2-tailed).
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
61
. 61
Lampiran 6. Hasil Analisis Regresi Logit (SPSS 10) Pengaruh Modal Sosial Masyarakat terhadap Kepemilikan Rumah Tanpa Memasukkan Faktor NGO
Logistic Regression Case Processing Summary a
Unweighted Cases Selected Cases Included in Analysis
N
Percent 100.0
61
Missing Cases Total Unselected Cases Total
0
.0
61
100.0
0
.0
61
100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding Original Value Belum ada rumah
Internal Value 0
Sudah ada rumah
1
Block 0: Beginning Block Classification Table a,b Predicted RMH Step 0
Observed RMH
Belum ada rumah
Belum ada rumah 39
Sudah ada rumah 0
Sudah ada rumah
22
0
Percentage Correct 100.0 .0
Overall Percentage
63.9
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500
Variables in the Equation B Step 0
Constant
S.E. -.572
.267
Wald 4.610
df
Sig. 1
.032
Variables not in the Equation
Step 0
Variables
IMSM
Score 18.767
P_RT ASET Overall Statistics
Block 1: Method = Enter
df
Sig. 1
.000
.472
1
.492
1.117
1
.291
23.277
3
.000
Exp(B) .564
Omnibus Tests of Model Coefficients
Step 1
Step
Chi-square 33.671
df
Sig. 3
.000
Block
33.671
3
.000
Model
33.671
3
.000
Model Summary
Step 1
Cox & Snell R Square .424
-2 Log likelihood 46.092
Nagelkerke R Square .581
Classification Table a Predicted RMH Observed RMH
Step 1
Belum ada rumah
Belum ada rumah 32
Sudah ada rumah 7
Percentage Correct 82.1
Sudah ada rumah
7
15
68.2
Overall Percentage
77.0
a. The cut value is .500
Variables in the Equation
Step 1
a
IMSM
B 12.450
S.E. 3.703
Wald 11.305
P_RT
-.042
.023
ASET
-.001
.003
-8.281
2.617
Constant
a. Variable(s) entered on step 1: IMSM, P_RT, ASET.
df 1
Sig. .001
Exp(B) 255155.656
3.288
1
.070
.959
.196
1
.658
.999
10.013
1
.002
.000
Lampiran 7. Hasil Analisis Regresi Logit (SPSS 10) Pengaruh Modal Sosial Masyarakat terhadap Kepemilikan Rumah dengan Memasukkan Faktor NGO
Logistic Regression Case Processing Summary a
Unweighted Cases Selected Cases Included in Analysis
N
Percent 100.0
61
Missing Cases Total Unselected Cases Total
0
.0
61
100.0
0
.0
61
100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding Original Value Belum ada rumah
Internal Value 0
Sudah ada rumah
1
Block 0: Beginning Block Classification Table a,b Predicted RMH Step 0
Observed RMH
Belum ada rumah
Belum ada rumah 39
Sudah ada rumah 0
Sudah ada rumah
22
0
Percentage Correct 100.0 .0
Overall Percentage
63.9
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500 Variables in the Equation B Step 0
Constant
S.E. -.572
.267
Wald 4.610
df
Sig. 1
.032
Variables not in the Equation
Step 0
Variables
IMSM
Score 18.767
P_RT ASET NGO_R Overall Statistics
df
Sig. 1
.000
.472
1
.492
1.117
1
.291
49.031
1
.000
49.125
4
.000
Exp(B) .564
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients
Step 1
Step
Chi-square 60.022
df
Sig. 4
.000
Block
60.022
4
.000
Model
60.022
4
.000
Model Summary
Step 1
Cox & Snell R Square .626
-2 Log likelihood 19.741
Nagelkerke R Square .858
Classification Table a Predicted RMH Observed RMH
Step 1
Belum ada rumah
Belum ada rumah 39
Sudah ada rumah 0
Percentage Correct 100.0
Sudah ada rumah
2
20
90.9
Overall Percentage
96.7
a. The cut value is .500
Variables in the Equation B Step 1
a
IMSM
3.711
S.E. 4.765
P_RT
-.006
ASET
-.006
NGO_R Constant
Wald .607
df 1
.436
Exp(B) 40.903
.025
.058
1
.810
.994
.012
.287
1
.592
.994
-1.383
.435
10.109
1
.001
.251
2.697
4.216
.409
1
.522
14.833
a. Variable(s) entered on step 1: IMSM, P_RT, ASET, NGO_R.
Sig.
Lampiran 8. Hasil Analisis Regresi (SPSS 10 ) Pengaruh Modal Sosial Masyarakat terhadap Pendapatan Masyarakat.
Regression Variables Entered/Removed b
Model 1
Variables Removed
Variables Entered NGO_ER, D_PKKR, D_PDKR, JAR, a UKR, IMSM
Method . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: P_RT
Model Summary
Model 1
R .510a
R Square .260
Std. Error of the Estimate 18.1814
Adjusted R Square .178
a. Predictors: (Constant), NGO_ER, D_PKKR, D_PDKR, JAR, UKR, IMSM
ANOVA b Model 1
Regression
Sum of Squares 6274.140
df 6
Mean Square 1045.690 330.563
Residual
17850.378
54
Total
24124.519
60
F
Sig. .010a
3.163
a. Predictors: (Constant), NGO_ER, D_PKKR, D_PDKR, JAR, UKR, IMSM b. Dependent Variable: P_RT Coefficients a
Unstandardized Coefficients Model 1
B -22.706
Std. Error 17.198
32.721
12.374
9.780E-02
D_PKKR JAR
(Constant)
Standardized Coefficients Beta
t
Sig. -1.320
.192
.396
2.644
.011
.262
.053
.373
.711
9.169
5.438
.214
1.686
.098
-.843
1.552
-.079
-.543
.589
D_PDKR
10.267
5.343
.250
1.921
.060
NGO_ER
1.870
1.344
.221
1.391
.170
IMSM UKR
a. Dependent Variable: P_RT