0
PERAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) PERS PADANG DALAM PENYELESAIAN KASUS TINDAK PIDANA TERHADAP WARTAWAN PADA PERKARA PIDANA NO.105-K/PM I-03/AL/XI/2012 DI PENGADILAN MILITER I-03 PADANG
JURNAL
Oleh : ERINALDI NPM : 1010005600034
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG 2015
1
PERAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) PERS PADANG DALAM PENYELESAIAN KASUS TINDAK PIDANA TERHADAP WARTAWAN PADA PERKARA PIDANA NO.105-K/PM I-03/AL/XI/2012 DI PENGADILAN MILITER I-03 PADANG ( Erinaldi, NPM: 1010005600034, Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Padang, 2015, 19 Halaman) ABSTRAK Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers (UU Pers) menjamin profesi wartawan dalam menjalankan tugasnya mendapat perlindungan hukum. Namun pada prakteknya, keberadaan wartawan masih belum terlindungi. Hal ini tergambar dari banyaknya kriminalisasi serta intimidasi terhadap wartawan dalam menjalankan tugasnya. Keadaan ini, akhirnya memunculkan inisiatif masyarakat melahirkan LBH Pers Padang yang salah satu perannya memberikan perlindungan hukum bagi wartawan yang mendapatkan tindakan kekerasan dalam menjalankan tugas jurnalistik. Dari latar belakang ini, yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah: bagaimana peran LBH Pers Padang dalam penyelesaian kasus tidak pidana terhadap wartawan pada perkara No. 105-K/PM I-O3/AL/XI/2012? Apa kendala dan upaya LBH Pers Padang dalam memberikan bantuan hukum kepada korban? Adapun tipe penelitian yang dipakai adalah yuridis empiris, dan sifat penelitianya adalah deskriptif analisis. Hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan sesuai dengan metode tersebut diperoleh: LBH Pers Padang merupakan organisasi non pemerintah berbentuk perkumpulan masyarakat yang berinisiatif membantu penegakan hukum sesuai visi misinya yaitu “mewujudkan Jaminan kebebasan pers secara konstitusional serta hak publik untuk berekpresi, berpendapat dan memperoleh informasi”. Khusus dalam proses hukum pada Perkara Pidana No. 105-K/PM I-O3/AL/XI/2012 dimana dalam kasus tersebut, para wartawan menjadi korban tindak pidana yang pelakunya adalah TNI AL, LBH Pers berperan sebagai lembaga yang melekukan advokasi. Adapun kendala yang dihadapi LBH Pers Padang dalam penyelesaian perkara pidana tersebut yakni sulitnya memperoleh informasi untuk keperluan pendampingan karena penegak hukum cenderung menutup-nutupi informasi terkait dengan proses hukum pelaku tindak pidana.
2
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus kekerasan terhadap jurnalis (wartawan) merupakan ancaman bagi profesi wartawan. Walaupun jurnalis secara hukum dlindungi dengan undangundang, namun tidak jarang, mereka tertimpa oleh kekerasan dari pihak lain.. Sebagai salah satu pilar demokrasi, masyarakat memendam ekspektasi yang besar pada profesi satu ini agar mendorong dan mengawal proses reformasi pasca runtuhnya rezim Soeharto. Pers sebagai salah satu pilar demokrasi pernah diungkapkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dalam sebuah diskusi yang diprakarsai Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).1 Meski diakui dan dilindungi dengan undang-undang, jurnalis kerab mendapat tindakan kekerasan saat menjalankan profesinya. Tak jarang konflik kepentingan tak luput dari pekerjaan media yang erat dengan kaitan kehumasan suatu lembaga. Konflik yang timbul terdiri dari berbagai tipe. Paling tidak terdapat lima tipe konflik dalam hubungan media dengan humas yakni, konflik data, konflik kepentingan, konflik hubungan, konflik nilai, dan konflik structural.2 Konflik ini yang melatarbelakangi munculnya aksi kekerasan pada jurnalis mulai dari pemukulan hingga kasus penodongan terhadap wartawan saat menjalankan profesinya menjadi catatan pemberitaan pada sejumlah media di tingkat nasional maupun daerah. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat, tahun 2012 merupakan tahun muram kebebasan berekspresi di tanah air. Sepanjang tahun tersebut, AJI mencatat terjadi 56 kasus kekerasan terhadap jurnalis periode Desember 2011 hingga Desember 2012. Kasus ini belum termasuk 12 kasus kekerasan pada jurnalis yang terjadi di Papua.3 Sejak Undang-undang No. 40 Tahun 2014 Tentang Pers (disebut UU Pers) disahkan, kasus kekerasan terhadap wartawan terus mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut, terlihat pada data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat, terhitung sejak 1996 hingga 2012, jumlah kasus kekerasan terhadap wartawan telam mencapai 967 kasus. Dengan kata lain, setiap tahunnnya telah terjadi 57 kasus kekerasan.4 Angka ini, jelas menjadi preseden buruk bagi penegakan Hukum. Perlindungan hukum terhadap jurnalis, sebenarnya telah dituangkan dalam Pasal 8 UU Pers yang menyatakan “ dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum”. Namun kondisi tersebut bertolak belakang dengan adanya 1
Syofiardi Bachyul JB dkk, 2013, Memahami Hukum Pers, LBH Pers Padang dan Yayasan TIFA, Padang, hal. 1. 2 Littlejohn & Domenici, 2007, Berkawan dengan Media, Pusat Kajian Media dan Budaya Populer Yayasan TIFA, Yogyakarta, hal. 10. 3 AJI Indonesia, 2013, Catatan Akhir Tahun 2012 AJI Indonesia, http://ajiindonesia.or.id/read/article/press-release/168/catatan-akhir-tahun-2012-aji-indonesia.html. Diakses tanggal 3 Maret 2014. 4 Hendra Makmur, dkk, 2013, Melawan Ancaman Kekerasan, LBH Pers Padang dan Yayasan TIFA, Padang, hal. 7.
3
kekerasan terhadap wartawan. Angka kekerasan ini tentu membuat peran pers nasional untuk memberikan informasi pada masyarakat menjadi terkendala. Kasus kekerasan pada jurnalis juga dialami sejumlah jurnalis di Padang. Dalam rentang 2008-2012, di Sumatera Barat saja telah terjadi 12 kasus kekerasan pada jurnalis. Hingga Mei 2013, kasus kekerasan ini bertambah menjadi 13 kasus. Lima kasus menonjol yakni:5 1) Kekerasan oleh anggota TNI Angkatan Darat kepada tiga orang jurnalis di Siteba pada 22 Desember 2008. 2) Kekerasan oleh sejumlah anggota TNI Angkatan Udara terhadap belasan jurnalis di Tunggulo Hitam, pada 23 Juli 2011. 3) Kekerasan terhadap jurnalis yang dilakukan oleh beberapa anggota Marinir TNI Angkatan Laut pada 29 Mei 2012. 4) Kekerasan terhadap jurnalis Padang Ekspres yang dilakukan aktivis LSM di Lubuk Basung, Kabupaten Agam pada 8 Oktober 2012. 5) Ancaman dengan pistol terhadap belasan jurnalis yang meliput razia Satuan Polisi Pamong Praja di Pantai Padang pada 13 Februari 2013. Lahirnya LBH Pers Padang, tak luput dari penegakan hukum yang tidak mampu menyelesaikan kasus-kasus jurnalis secara profesional. Bahkan tak jarang, malah jurnalis yang terkriminalisasi. Peran pemberian bantuan hukum secara inisiatif dan cuma-cuma yang dilakukan LBH Pers Padang tersebut telah pernah dilakukan dalam kasus tindak pidana terhadap wartawan di Padang. Salah satu contoh kasus yang pernah didampingi oleh LBH Pers Padang hingga sampai kepada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap adalah kasus penganiayaan dan menghalang-halangi wartawan dalam melakukan peliputan di Bungus, Padang. Dalam kasus tersebut, peran LBH Pers padang berpengaruh dalam mendorong penyelesaian kasus. Bahkan akibat dari dorongan tersebut, hakim berani memutus kasus tersebut dengan mengunakan UU Pers, padahal sebelumnya belum pernah satupun kasus pers yang diputus dengan mengunakan UU Pers. Atas dasar paran tersebut, penulis tertarik untuk membahas peran LBH Pers Padang, sehingga penulis ingin mengajukan mengajukan proposal dengan judul “PERAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) PERS PADANG DALAM PENYELESAIAN KASUS TINDAK PIDANA TERHADAP WARTAWAN PADA PERKARA PIDANA NO.105-K/PM I-03/AL/XI/2012 DI PENGADILAN MILITER I-03 PADANG”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka rumusan masalah bagi acuan penulisan skripsi ini nantinya yakni:
5
Hendra Makmur, Ibit, hal.42-43.
4
1. Bagaimana peran LBH Pers Padang terhadap penyelesaian kasus tindak pidana terhadap wartawan dalam perkara pidana No. 105-K/PM IO3/AL/XI/2012 ? 2. Apa kendala LBH Pers Padang dalam memberikan perlindungan hukum kepada wartawan sebagai korban tindak pidana dalam perkara No. 105K/PM I-O3/AL/XI/2012 ? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, ada pun tujuan penulis dari penelitian ini yakni: 1. Untuk mengetahui peran LBH Pers Padang terhadap penyelesaian kasus tindak pidana terhadap wartawan dalam perkara pidana No. 105-K/PM IO3/AL/XI/2012. 2. Untuk mengetahui kendala LBH Pers Padang dalam memberikan perlindungan hukum kepada wartawan sebagai korban tindak pidana dalam perkara No. 105-K/PM I-O3/AL/XI/2012. D. Manfaat Penelitian Beranjak dari rumusan masalah dan tujuan penelitian di atas, ada pun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini nantinya yakni: 1. Secara Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumbangan pemikiran dalam bidang ilmu hukum, terutama hukum pers terkait bagaimana LBH Pers melaksanakan fungsinya untuk menyelesaikan kasus-kasus pers sesuai dengan aturan hukum khusus yang mengatur profesi tersebut yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. b. Hasil penelitian bisa dijadikan sebagai bahan referensi bagi pembaca yang ingin mengkaji lebih jauh terkait peran dan upaya LBH Pers Padang dalam mendorong penyelesaian kasus kekerasan terhadap wartawan. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini nantinya diharapkan memberi manfaat bagi pihak terkait, terutama LBH Pers Padang, dan menjadi masukan bagi lembaga tersebut dalam menangani masalah-masalah serupa dalam perjalanan organisasi tersebut ke depan. b. Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi masyarakat sebagai pengetahuan dalam bidang hukum terutama hukum pers. E. Metode Penelitian Ada pun metode penelitian yang akan digunakan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini yakni sesuai dengan uraian berikut: 1. Tipe Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis empiris. Penelitian yuridis empiris adalah penelitian hukum mengenai
5
pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.6 Penelitian yuridis empiris merupakan penelitian lapangan di mana data materi pokok dalam penelitian ini diperoleh langsung di tempat penelitian. Prosedur yang digunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu dan kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer dilapangan. Pengunaan metode yuridis empiris dalam penelitian ini yaitu dengan mengumpulan dan penemuan data atau informasi dari LBH Pers Padang dan menghubungkannya dengan hukum positif yang berlaku. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan ini yakni penelitian yang bersifat deskriptif analisis yang merupakan bentuk dari memaparkan kondisi atau keadaan yang sedang terjadi dengan tujuan memberikan gambaran terkait data penelitian sehingga mampu menggali hal-hal yang bersifat ideal dan mengaanalisanya berdasarkan teori hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penulis mengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa.7 Dalam hal ini , penulis akan berusaha mendeskripsikan sesuatu gejala, peristiwa, kejadian terkait dengan peran LBH Pers Padang dalam menegakan hukum pers pada kasus kekersan terhadap wartawan di Padang. 3. Jenis Data Untuk mengumpulkan data pada penelitian menggunakan jenis data, yaitu sebagai berikut:
ini,
penulis
1) Data primer Data primer adalah data yang diperbolehkan secara langsung dari hasil penelitian lapangan, baik yang berebntuk wawancara dan observasi yang dilakukan penulis di LBH Pers Padang. 2) Data sekunder Dengan mengadakan studi/penelitian kepustakaan akan diperoleh data awal untuk dipergunakan dalam penelitian lapangan8, dan
6
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum , Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal. 134 7 Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, 1987, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta, hal. 4. 8 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Semarang, 1988, cetakan ke-3, hal. 44
6
data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yakni: a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum ini merupakan kekuatan hukum mengikat seperti norma dan kaidah dasar peraturan perundangundangan seperti: a) Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tengang Pers b) Undang-undang Nomer 18 Tahun 2003 Tentang Advokat c) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum b. Bahan hukum Sekunder Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan primer yang terdiri dari peraturan-peraturan dan ketentuan lain seperti: - Putusan hakim - Berita acara c. Bahan Hukum Tersier. Bahan hukum tersier bermanfaat untuk memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum skunder dan primer berupa: a. Kamus Hukum dan Kamus Bahasa Indonesia b. Buku literature. c. Hasil karya ilmiah para ahli yang relevan dengan penelitian ini. d. Hasil-hasil penelitian dari sejumlah lembaga yang berkaitan dengan penelitian ini. e. Buku penunjang lainnya. f. Media cetak, elektronik, dan online untuk memperkaya penelitian penulis. g. Buku penunjang lainnya. 4. Teknik Pengumpulan Data Ada pun metode pengumpulan data yang digunakan penulis pada penelitian ini yakni: a. Studi Dokumen9 Studi dokumen adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang relevan dengan penelitian ini serta melakukan tinjauan pustaka dari sejumlah literature untuk mendukung penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan literatur yang berkaitan dengan peran LBH Pers, Pers, serta bentuk9
Soejono Soekanto, 2006, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hal 201.
7
bentuk kekerasan yang menghadang jurnalis dalam menjalankan profesinya. b. Wawancara Wawancara yaitu melaksanakan dengan cara melakukan komunikasi langsung atau tatap muka dengan responden.10 Dalam hal ini komunikasi dan tatap muka dengan Direktur LBH Pers Padang dan juga dengan wartawan lokal yang menjadi korban kekerasan untuk menggali peristiwa kekerasan yang mereka alami dalam perkara pidana tersebut. Wawancara akan dilakukan terhadap advokat pada LBH Pers Padang, wartawan yang menjadi korban kekerasan, Oknum TNI AL. Dalam penelitian ini, narasumber ditetapkan dengan menggunakan metode pengambilan sampel secara nonrandom sampling di mana pemilihan elemen sampel tidak secara acak, tidak objektif tetapi subjektif.11 Penentuan sampel ini dilakukan dengan purposive sampling yaitu pemilihan sampel dengan sengaja. Berdasarkan pertimbangan tertentu disesuaikan dengan kedudukannya. Sampel yang dijadikan responden adalah Direktur LBH Pers Padang sebanyak 1 (satu) orang dan wartawan yang menjadi korban sebanyak 1 (satu) orang. Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan secara semiterstruktur di mana penulis menyiapkan sebagian pertanyaan utama dan mengembangkannya saat wawancara dengan narasumber dilakukan. 5. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan cara editing dengan memeriksa data yang diperoleh dari hasil wawancara dan studi dokumen untuk menjamin apakah sudah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan. II. KAJIAN PUSTAKA A . Tinjauan Tentang Advokat dan LBH Pers Padang Advokat dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Padang merupakan dua sisi yang berbeda yang memiliki kesamaan fungsi yakni pemberi bantuan hukum. Istilah bantuan hukum itu sendiri dipergunakan sebagai terjemahan dari dua istilah yang berbeda yaitu ‘Legal Aid’ dan ‘Legal Asistance’. Istilah Legal Aid biasanya dipergunakan untuk menunjukan pengertian bantuan hukum dalam arti sempit berupa pemberian jasa-jasa di bidang hukum kepada seseorang yang terlibat 10 11
Koentjaraningrat, 1993, Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta, hal. 129. Ibid.
8
perkara secara cuma-cuma atau gratis khususnnya bagi mereka yang kurang mampu. Sedangkan pengertian Legal Asistance dipergunakan untuk menunjukkan pengertian bantuan hukum oleh para Advokat yang mempergunakan honorarium.12 1. Pengertian dan Hak Advokat Kata advokat secara etimologis berasal dari bahasa latin advocare yang berarti to defend to one’s aid to vouch or warrant. Sedangkan dalam bahasa Inggris advokat bararti to sepak in favhour of or depend by argumen, to support, indicate, or recomanded publicy.13 Secara terminologi, terdapat beberapa pengertian advokat yang didefenisikan oleh para ahli hukum, organisasi, peraturan perundang-undangan yang pernah ada sejak masa kolonial hingga sekarang. Merujuk kepada Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat memberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan advokat adalah “orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang”.14 Keberadaan advokat sebagai salah satu penegak hukum diatur dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Undang-undang mewajibakan advokat untuk memberikan jasa hukum secara cuma-cuma seperti yang tertuang dalam Pasal 22 ayat (1). Dalam menjalankan fungsinya sebagai penegak hukum, advokat memiliki kode etik dan pengawasannya dilakukan Dewan Kehormatan Organisasi sesuai Pasal 26. 2. LBH Pers Padang dan Sejarah Pendiriannya Latar belakang lahirnya LBH Pers Padang, berlandaskan dengan kemerdekaan mengeluarkan pendapat dan pikiran serta hak memperoleh informasi. Sebagai negara yang demokratis konstitusional harus menjunjung tinggi kebebasan mengeluarkan pikiran, pendapat dan mengartikulasikan dalam bentuk suatu aksi dan dijamin dalam Konstitusi (UUD 1945) Republik Indonesia.15 Program kerja yang akan dilakukan oleh LBH PERS padang adalah:16 1. Pemberian bantuan hukum untuk mendorong berjalannya kebebasan pers, kebebasan berekpresi, berpendapat dan memperoleh informasi
12
Abdurrahman, Aspek Aspek Bantuan Hukum Di Indonesia, Cendana Press, Yogyakarta, 1983, hal.17-18 13 Frans Hendra Winarta, 2000, Kamus Bahasa Inggris, Rajawali Press, Jakarta, hal 200. 14 Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat. 15 Profil LBH Pers Padang, http://lbhperspadang.org, di akses pada tanggal 12 Agustus 2014, pukul 20.20 WIB. 16 Lbhperspadang.org, Op. Cit.
9
2. Memberikan pendidikan hukum pers bagi jurnalis dan stakeholder terkait guna mendukung terlaksananya kebebasan pers dan kebebasan berekpresi, berpendapat serta memperoleh informasi 3. Advokasi Kebijakan yang tidak pro terhadap kebebasan pers dan kebebasan berekpresi, berpendapat serta keterbukaan informasi 4. Penelitian, kampanye dan pengembangan jaringan untuk mendukung kebebasan pers dan kebebasan berekpresi, berpendapat dan keterbukaan informasi 5. Penguatan kapasitas /sumberdaya lembaga untuk mendorong terciptanya lembaga yang professional B. Tinjauan Umum Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari kata Belanda yakni strafbaarfeit yang tidak terdapat penjelasannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam Bahasa Latin, tindak pidana muncul dari persamaan kata delik yang berasal dari kata delictum. Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang (tindak pidana).17 Menurut sejumlah ahli, strafbaarfeit diartikan sebagai bentuk pelanggaran terhadap norma yang dilakukan secara sengaja atau tidak yang maksud dari penjatuhan hukuman itu untuk menjaga ketertiban. Seperti rumusan Pompe terkait strafbaarfeit: 1.
Pengertian Tindak Pidana dan Jenis Tindak Pidana
Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undangundang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan.18 Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memiliki unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, di mana penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.19 2.
Bentuk Pertanggung Jawaban Pidana
Walaupun Konsep berprinsip bahwa pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menutup kemungkinan adanya pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability) dan 17
Sudarsono, Kamus Hukum, Cetakan Kelima, Jakarta, P.T.Rineka Cipta, 2007, hal. 92. Andi Hamzah, 2001, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia Jakarta. hal. 22. 19 P.A.F. Lamintang, Op. Cit. hal, 16. 18
10
pertanggungjawaban yang ketat (strict liability). Masalah kesesatan (error) baik kesesatan mengenai keadaannya (error facti) maupun kesesatan mengenai hukumnya sesuai dengan konsep alasan pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana kecuali kesesatannya itu patut dipersalahkan.20 Pertanggungjawaban pidana diterapkan dengan pemidanaan, yang bertujuan untuk untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat menyelesaikan konflik yang ditimbulkan tindak pidana memulihkan keseimbangan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang baik dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana. Kesalahan tersebut terdiri dari dua jenis yaitu kesengajaan (opzet) dan kelalaian (culpa), Sesuai teori hukum pidana Indonesia, kesengajaan terdiri dari tiga macam, yaitu sebagai berikut:21 a) Kesengajaan yang bersifat tujuan. b) Kesengajaan secara keinsyafan kepastian. c) Kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan. 3. Proses Penyelesaian Tindak Pidana Proses dan mekanisme penyelesaian perkara pidana menurut KUHAP meliputi 3 (tiga) tahapan, sebagai berikut : 1. Tahap pemeriksaan di tingkat penyidikan 2. Tahap penuntutan 3. Tahap pemeriksaan di sidang pengadilan C.
1.
Tinjauan Umum Tentang Pers Istilah pers berasal dari kata persen bahasa Belanda atau press bahasa Inggris, yang berarti menekan yang merujuk pada mesin cetak kuno yang harus ditekan dengan keras untuk menghasilkan karya cetak pada lembaran kertas.22 Pengertian Pers dan Pengaturannya
Pengaturan terkait pers, dimulai dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Tentang Pers. UU ini kemudian ditambah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1967 tentang Penambahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers. Kemudian, setelah reformasi, keberadaan pers semakin berkembang sehingg lahirnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (disebut UU Pers). 20
Nawawi Arief,Barda, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. hal. 23. 21 Moeljatno, 1993, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, hal, 46. 22 Edy Susanto, Hukum Pers di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hal. 19.
11
UU ini secara langsung mengganti Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1967.23 Pengertian pers dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers secara tegas menyebutkan bahwa “Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia” 2.
Sejarah dan Pengertian Kemerdekaan Pers
Pers dalam perspektif sejarah di tanah air telah dimulai jauh sebelum undang-undang yang menjadi tonggak lahirnya kebebasan pers didengungkan. Wina Armada mengatakan, pers cetak mulai berkembang pesat pada permulaan abad keduapuluh yang memperlihatkan batasan antara surat kabar yang dikelola orang Belanda, Cina, atau Indonesia belum terlihat jelas. Namun setelah kemerdekaan, batas itu hilang karena surat kabar kelolaan Cina atau Belanda sudah dilarang secara resmi, sehingga dalam kenyataannya secara informal terjadi “pertemuan” ketiganya dalam “pers Indonesia”.24 Asas dari pers itu sendiri yakni, demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Demokrasi atau democracy ialah the belief freedom and equality between people, or a system og government based on this belief , in which power is either held by elected representatives or directly by the people themselves.25 Sedangkan keadilan diyakini berasal dari kata adil atau equal yang diartikan sebagai, the same ini amount, number of size, or the same in importance and deserving the same treatment.26 Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata adil diartikan tidak berat sebelah; tidak memihak. Keadilan merupakan sifat (perbuatan, perlakuan) yang adil.27 Sedangkan supremasi hukum diartikan di mana hukum merupakan kekuasaan tertinggi (teratas).28 3.
Pengertian dan Pengaturan Tentang Wartawan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, wartawan diartikan sebagai orang yang pekerjaannya mencari dan menyusun berita untuk dimuat di surat kabar, majalh, radio, atau televisi. Pada Cambridge International English Dictionary, 23
Edy Susanto, Ibit, hal.1. Wina Armada, 1989, Wajah Hukum Pidana Pers, Pustaka Kartini, Jakarta, hal. 22-23. 25 Togi Simanjuntak, Ibit, hal.364 26 Op.cit.,hal.464 27 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Balai Pustaka, Jakarta, hal.872. 28 Ibid. 24
12
dikatakan, A journalist is a person who writes news stories or articles for a newspaper or magazine, or who broadcasts on radio or television. Dalam UU Pers, wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.29
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.
Peran LBH Pers Padang Dalam Penyelesaian Kasus Tindak Pidana Terhadap Wartawan Dalam Perkara Pidana No. 105-K/PM IO3/AL/XI/2012.
Sesuai dengan kronologi kasus, Peran LBH Pers Padang Dalam Perkara Pidana No. 105-K/PM I-O3/AL/XI/2012 yakni mengacu pada sistem yang dianut oleh Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, maka tahapan-tahapan yang harus dilalui secara sistematis dalam peradilan pidana adalah:30 a) Tahap Penyidikan oleh kepolisian b) Tahap Penuntutan oleh kejaksaan c) Tahap pemeriksaan di pengadilan oleh Hakim d) Tahap pelaksanaan Putusan (eksekusi) oleh kejaksaan dan lembaga pemasyarakatan Melihat kasus Perkara Pidana No. 105-K/PM I-O3/AL/XI/2012 merupakan Kewenangan dari pengadilan militer, untuk itu proses dan tahap pemeriksaannya pastinya sesuai dengan hukum acara peradilan militer. Mengacu kepada Hukum acara pidana militer dapat disimpulkan dan disusun sebagai berikut :31 a) Bagian pertama tentang Penyidikan. - Paragraf 1 Penyidik dan Penyidik Pembantu ( diataur pada Pasal 6974) - Paragraf 2 Penangkapan dan Penahanan (diataur pada Pasal 75-81) - Paragraf 3 Penggeledahan dan Penyitaan (diataur pada Pasal 82-95) - Paragraf 4 Pemeriksaan Surat (diataur pada Pasal 96-98) - Paragraf 5 Pelaksanaan Penyidikan (diataur pada Pasal 99-121) b) Bagian kedua tentang Penyerahan Perkara. (diataur pada Pasal 122-131) c) Bagian ketiga tentang Pemeriksaan Disidang Pengadilan - Paragraf 1 Persiapan Persidangan (diataur pada Pasal 132-136) - Paragraph 2 Penahanan (diataur pada Pasal 137-138) - Paragraph 3 Pemanggilan (diataur pada Pasal 139-140) d) Bagian keempat tentang Acara Pemeriksaan Biasa
29
Pasal 1 angka 4 UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Andi Sofyan, 2012, Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar, Rangkang Education, Yogyakarta, hal. 28. 31 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer. 30
13
-
Paragraph 1 Pemeriksaan dan Pembuktian (diataur pada Pasal 141181) - Paragraph 2 Penuntutan dan Pembelaan (diataur pada Pasal 182) - Paragraph 3 Penggabungan Perkara Gugatan Ganti Rugi (diataur pada Pasal 183-187) - Paragraph 4 Musyawarah dan Putusan (diataur pada Pasal 188-197) e) Bagian kelima tentang Acara Pemeriksaan Koneksitas (diataur pada Pasal 198-203) f) Bagian keenam tentang Acara Pemeriksaan Khusus (diataur pada Pasal 204-210) g) Bagian ketujuh tentang Acara Pemeriksaan Cepat (diataur pada Pasal 211-214) h) Bagian kedelapan tentang Bantuan Hukum (diataur pada Pasal 215-218) i) Bagian kesembilan tentang Upaya Hukum Biasa. - Paragraph 1 Pemeriksaan Tingkat Banding (diataur pada Pasal 219230) - Paragraph 2 Pemeriksaan Tingkat Kasasi (diataur pada Pasal 231244) j) Bagian kesepuluh tentang Bantuan Hukum LUar Biasa - Paragraph 1 Pemeriksaan Tingkat Kasasi demi Kepentingan Umum (diataur pada Pasal 245-247) - Paragraph 2 Pemeriksaan Peninjauan Kembali Putusan yang Sudah Mendapatkan Kekuatan Hukum Tetap (diataur pada Pasal 248-253) k) Bagian kesebelas tentang Pelaksanaan Putusan Pengadilan (diataur pada Pasal 254-261) l) Bagian keduabelas tentang Pengawasan dan Pengamatan Pelaksanaan Putusan Pengadilan (diataur pada Pasal 262-263) m) Bagian ketiga belas tentang Berita Acara (diataur pada Pasal 264) Melihat kepada UU No. 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer tersebut, secara umum proses kasusnya dapat di bagi sebagai berikut: a.
Tahap Penyidikan32
b.
Tahap Penyerahan Perkara33
c.
Tahap Pemeriksaan dalam Persidangan
32
Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti-bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Lihat Pasal 1 angka 16 UU No. 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer. 33 Penyerahan perkara adalah tindakan Perwira Penyerah Perkara untuk menyerahkan perkara pidana kepada Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum yang berwenang, dengan menuntut supaya diperiksa dan diadili dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini. Pasal 1 angka 22 UU No. 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer.
14
d.
Tahap Pelaksanaan Putusan
Dari keseluruhan tahap proses penyelesaian perkara pidana di bawah peradilan militer tersebut, khususnya dalam perkara No. Perkara Pidana No. 105K/PM I-O3/AL/XI/2012 yaitu perkara yang menyangkut tindak pidana terhadap wartawan. LBH Pers bukan lembaga penegak hukum yang berwenang seperti polisi, jaksa ataupun hakim. LBH Pers Padang merupakan lembaga perkumpulan yang memiliki struktur anggota terdiri dari:34 1. Advokat atau pengacara publik 2. Paralegal 3. Jurnalis 4. Akademisi 5. Individu lainnya Sesuai dengan Anggaran Dasar serta fungsi kelembagaan, LBH Pers Padang berperan sebagai kuasa hukum korban jurnalis.35 Adapun langkah-langkah penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan dilakukan sebagai berikut:36 a)
b)
c) d)
e)
f)
34
Pengumpulan informasi, yaitu membuat kronologi, menentukan pihakpihak yang terlibat, baik korban dan pelaku maupun saksi mata, serta mengumpulkan bukti-bukti. Verifikasi untuk menentukan: - Kasus kekerasan yang terjadi berhubungan dengan kegiatan jurnalistik atau tidak; - Wartawan murni menjadi korban kekerasan atau turut berkontribusi pada terjadinya kekerasan. Identifikas keperluan korban, antara lain kondisi kesehatan, keselamatan, dan kemungkinan evakuasi korban atau keluarganya. Pengambilan kesimpulan dan rekomendasi: - langkah litigasi - langkah nonlitigasi. Langkah koordinasi baik tingkat lokal maupun tingkat nasional yang melibatkan organisasi profesi, media tempat wartawan bekerja, Dewan Pers, kepolisian, LSM Media, atau LSM HAM. Pengumpulan dana untuk penangananan jika diperlukan. Proses evakuasi korban atau keluarganya harus didahulukan dalam penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan jika kondisi mengharuskan demikian.
Pasal 12 Anggaran Dasar Lembaga Bantuan Hukum Pers Padang, Op.Cit. Wawancara bersama Roni Saputra, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pers Padang di Kantor LBH Pers Padang Pada tanggal 30 Desember 2014. 36 Wawancara bersama Roni Saputra, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pers Padang di Kantor LBH Pers Padang Pada tanggal 1 Januari 2015. . 35
15
Berdasarkan ketentuan kelembagaan AD/ART yang menyatakan bahwa LBH Pers Padang berperan sebagai berikut:37 1) Memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada jurnalis dan pekerja pers; 2) Melakukan pendidikan dan pelatihan bantuan hukum; 3) Melakukan penelitian, kampanye dan pengembengan jaringan. Dalam penyelesaian kasus, LBH Pers Padang pendampingan cenderung berupa pengawalan terhadap proses hukum dari luar (eksternal) proses hukum.38 Berdasarkan hasil analisis tersebut, LBH Pers Padang memberikan saran kepada penegak hukum untuk menggunakan UU Pers terutama pasal 18 ayat 1 tersebut. Melalui media massa, LBH Pers Padang mengkampanyekan dan mengiring isu kasus untuk mempergunakan UU Pers. Selain itu, peran LBH Pers Padang juga sebagai kontrol penegakan hukum.39 B.
Kendala dan Upaya LBH Pers Padang Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Kepada Wartawan Sebagai Korban Tindak Pidana Dalam Perkara No. 105-K/PM I-O3/AL/XI/2012
Dalam penanganan kasus di lapangan, menurut Direktur LBH Pers Padang terdapat beberapa kendala dalam pendampingan kasus tersebut yaitu sebagai berikut: 40 Terkait dengan penanganan kasus secepatnya. Sebagai kuasa korban penanganan kasus sangat diinginkan untuk cepat terlaksana, namun proses hukum yang dilakukan oleh para penagak hukum cenderung memiliki alasan untuk menunda setiap langkah proses hukum sehingga proses hukum menjadi lama penyelesaianya. LBH Pers Padang tidak memiliki kewenangan untuk memerintahkan para penegak hukum untuk memprasos. Tetapi hanya melakukan advokasi melalui media dan kampanye untuk mendorong kasus tersebut. Kemudian, setiap proses yang dilakukan oleh Polisi Militer Padang dan Oditur Militer, cenderung merahasiakan setiap langkah hukum. Sebagai kuasa hukum 37
Pasal 10, Anggaran Dasar Lembaga Bantuan Hukum Pers Padang, Op.Cit. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) memang tidak mengatur mengenai pendampingan korban oleh advokat. Adapun yang diatur dalam KUHAP adalah pendampingan hukum bagi tersangka atau terdakwa selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan (lihat Pasal 54). 39 Seperti kejadian di Provinsi Riau diama seorang wartawan yang sedang mengambil gambar atas kejadian jatuhnya pesawat TNI AU di pukul oleh seorang TNI AU. Namun proses hukum tidak berajan sebagaimana mestinya dan dituntut tidak menggunakan UU Pers. Lihat. http://www.tempo.co/read/news/2013/09/17/058514241/Riau-Pos-Sesalkan-Vonis-Hakim-TakPakai-UU-Pers. 40 Wawancara dengan Roni Saputra, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pers Padang di Kantor LBH Pers Padang Pada tanggal 6 Januari 2015. 38
16
korban, hampir tidak mendapat informasi dari para penegak hukum. Padahal sebagai kuasa hukum korban, harus tahu proses hukumnya”.
IV.
KESIMPULAN DAN PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Mengacu kepada proses hukum dalam Perkara No. 105-K/PM IO3/AL/XI/2012 dimana dalam kasus tersebut, para wartawan menjadi korban tindak pidana yang pelakunya adalah TNI AL, LBH Pers berperan sebagai lembaga yang mengadvokasi kasus agar dapat berjalan sesuai aturan hukum. Dalam melakukan advokasi, LBH Pers Padang menjadi kuasa hukum bagi korban wartawan secara sukarela, melakukan pengawasan terhadap penegakan hukum serta mengkampanyekan hal-hal yang dianggap keliru atau tidak sesuai dengan aturan hukum. 2. Kendala yang dialami oleh LBH Pers Padang dalam menjalankan perannya pada proses hukum sebagaimana dalam Perkara No. 105-K/PM I-O3/AL/XI/2012 yakni sangat susah untuk melakukan pendampingan korban dari sisi informasi. Para penegak hukum cenderung menutupnutupi informasi yang terkait dengan proses hukum pelaku tindak pidana. B. Saran Terkait dengan saran yang dapat penulis berikan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Melihat keberadaan LBH Pers Padang adalah berdasarkan inisiatif masyarakat yang terdiri dari perkumpulan para advokat dan masyarakat sipil lainnya untuk menjaga agar terujutnya kemerdekaan pers secara hukum. Peran LBH Pers Padang sebagai kuasa hukum sebaiknya mendapat akses oleh penegak hukum. Para penegak hukum sebagai pelaku dalam menegakkan hukum sebaiknya menjadikan LBH Pers Padang sebagai partner kerja dalam proses penegakan hukum yang terkait Pers. 2. Perlu regulasi yang jelas terhadap peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) khususnya LBH Pers Padang sebagai kuasa hukum korban. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) tidak mengatur mengenai pendampingan korban oleh advokat. Dengan Tidak diaturnya status kuasa hukum korban, prilakuprilaku sewena-wena oleh penegak hukum dalam menjalankan penegakan hukum akan susah terkontrol oleh korban serta kuasanya. Padahal prilaku menyimpang para oknum penegak hukum sering terjadi dan ini perlu dikontrol oleh korban dan kuasanya agar penegakan dapat adil sesuai hukum yang berlaku.
17
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU Agus Sudibyo, 2012, Mematuhi Etik Menjaga Kebebasan Pers, (AJI Padang dan Yayasan TIFA, Padang). Alex Sobur, 2001, Etika Pers Profesionalisme dengan Nurani, (Humaniora Utama Press, Bandung). Andi Hamzah, 2001, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, (Ghalia Indonesia Jakarta). Andi Sofyan, 2012, Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar, (Rangkang Education, Yogyakarta), hal. 28. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka, Jakarta). Edy Susanto dkk, 2010, Hukum Pers di Indonesia, (Rineka Cipta, Jakarta). Frans Hendra Winarta, 2000, Kamus Bahasa Inggris, (Rajawali Press, Jakarta). Hendra Makmur, dkk, 2013, Melawan Ancaman Kekerasan, (LBH Pers Padang dan Yayasan TIFA, Padang). Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, 2005, Jurnalistik, Teori dan Praktek, (Penerbit Remaja Rosda Karya, Bandung). Jacob Oetama, 1987, Perspektif Pers Indonesia, (LP3ES, Jakarta). J. Supranto, 2003, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, (Rineka Cipta, Jakarta). Koentjaraningrat, 1993, Metode Penelitian Masyarakat, (Gramedia, Jakarta). Lukas Luwarso dkk, 2008, Mengelola Kebebasan Pers, (Dewan Pers, Jakarta), hal.3. Littlejohn & Domenici, 2007, dalam Berkawan dengan Media, (Pusat Kajian Media dan Budaya Populer Yayasan TIFA, Yogyakarta). Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, 1987, Metode Penelitian Survei, (LP3ES : Jakarta). Moeljatno, 1993, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana, (Bina Aksara, Jakarta).
18
Nawawi Arief,Barda, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, (PT. Citra Aditya Bakti, Bandung). P.A.F. Lamintang, 1996, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. (PT. Citra Adityta Bakti. Bandung). Ronny Hanitijo, 1998, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Ghalia Indonesia, Semarang). Smith Edward C, 1986, Sejarah Pembredelan Pers di Indonesia, (Pustaka Grafiti, Jakarta). Soejono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, (UI Press, Jakrta). ----------------------, 2001, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Rajawali Press, Jakarta). ----------------------, 2006, Pengantar Penelitian Hukum, (UI Press: Jakarta). Syofiardi Bachyul JB dkk, 2013, Memahami Hukum Pers, (LBH Pers Padang dan Yayasan TIFA, Padang). Sudarsono, 2007, Kamus Hukum, (PT. Rineka Cipta, Jakarta) Togi Simanjuntak, 1995, Wartawan Terpasung Intervensi Negara di Tubuh PWI, (Institute Studi Arus Informasi, Jakarta). Wina Armada, 1989, Wajah Hukum Pidana Pers, (Pustaka Kartini, Jakarta).
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum Peraturan Dewan Pers Nomor: 5/Peraturan-DP/IV/2008 Tentang Standar Perlindungan Profesi Wartawan.
19
Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-Dp/Ii/2010 Tentang Standar Kompetensi Wartawan. Putusan Pengadilan Militer, Putusan Nomor : 105-K / PM I-03 / AL / XI / 2012. Anggaran Dasar Lembaga Bantuan Hukum Pers Padang
C. WEBSITE www.ajiindonesia.or.id., Catatan Akhir Tahun 2012 AJI Indonesia, diakses tanggal 3 Maret 2014. www.hukumonline.com., Dasar Hukum Pendirian Organisasi Di Bidang Sosial, diakses tanggal 3 Januari 2015. www.jimlyschool.com, Mengatur Kebebasan Berserikan Dalam UndangUndang, diakses tanggal 3 Januari 2015. www.lbhperspadang.org., Profil LBH Pers Padang, diakses tanggal 12 Agustus 2014 www.tempo.co., Riau Pos Sesalkan Vonis Hakim Tak Pakai UU Pers, diakses tanggal 4 Januari 2015.