Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006
ISSN: 14123258
PERAN FISIKAWAN MEDIS DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DI BIDANG KESEHATAN: RADIOTERAPI, RADIODIAGNOSTIK, KEDOKTERAN NUKLIR Djarwani S. Soejoko Departemen Fisika FMIPA UI Depok 16424
[email protected]
PENDAHULUAN
Fisika Medis merupakan ilmu multidisiplin. Di Indonesia karena belum berkembang, tampak seperti ilmu yang masih muda. Padahal di Eropa kontribusi fisika pada diagnostik dan terapi sudah sejak permulaan abad ke 19. Nama “ Medical Physics” pertama kali dipakai oleh Neil Arnott dalam bukunya yang dipublikasikan tahun 1827 [1]. Setelah penemuan sinar X, radioaktivitas, elektron, dan radiasi gamma pada akhir abad ke 19, dimulai era kontribusi fisika dalam bidang medis. Semua riset dan penemuan yang berkaitan dengan radiasi pengion yang disebut ”fisika radiasi” ataupun ”fisika inti” mengawali tumbuhnya ”fisika medis”. Peran fisikawan medis dalam pemanfaatan radiasi pengion di rumah sakit baru dimulai sekitar 86 tahun setelah publikasi Arnott. Pada tahun 1913 the Middlesex Hospital, London adalah rumah sakit pertama yang mempekerjakan seorang fisikawan (Sydney Russ, D. Sc) [1]. Pada tahun yang sama William B. Duane, Ph.D terpilih oleh the Cancer Commission of Harvard University sebagai fisikawan full time di rumah sakit [2]. Selanjutnya dengan perkembangan sains, teknologi, dan ilmu komputer, fisika medis menjadi lebih kompleks, sehingga jumlah dan peran fisikawan medis dalam rumah sakit juga meningkat. Dalam perkembangannya fisika medis menjadi luas cakupannya, dan saat ini dapat dikelompokkan menjadi 3 subbagian; Fisika Radiasi Onkologi atau Fisika Radioterapi, Fisika Diagnostik, dan Fisika Kedokteran Nuklir. Ketiga subbidang dalam praktek berkembang secara paralel yang mengakibatkan tumbuhnya spesialisasi bagi fisikawan medis. Peran fisikawan medis dalam setiap subbidang menjadi berbeda meskipun secara umum terfokus pada optimasi pemanfaatan radiasi pengion untuk pasien dengan mengindahkan keselamatan bagi pasien, staf, maupun lingkungan. Dalam
135
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006
ISSN: 14123258
kesempatan ini akan disampaikan beberapa contoh peran fisikawan medis dalam rumah sakit dalam ketiga subbidang. Organisasi fisikawan medis berperan penting dalam pengembangan ilmu fisika medis. Sebagai kelompok ilmuwan, organisasi akan memberi dukungan pengembangan dan riset, penyebaran informasi sains dan teknologi, membantu pendidikan dan pengembangan profesional fisikawan medis, dan meningkatkan ke kualitas tertinggi layanan pada pasien [3]. Berbagai rekomendasi rinci yang dibuat berdasarkan hasil penelitian dan pengalaman diberikan atau didiseminasikan oleh organisasi bagi para anggotanya. Seringkali peraturan nasional maupun rekomendasi berbagai badan internasional yang berkaitan dengan fisika medis mengacu pada rekomendasi yang dikeluarkan oleh kelompok ilmuwan fisika medis yang sudah mantap, seperti AAPM (American Association of Physicists in Medicine), European Federation of Organisations of Medical Physics (EFOMP) dan IOMP (International Organisations for Medical Physics).
Qualified Medical Physicist Menurut AAPM seorang Fisikawan Medis dikatakan qualified apabila kompeten dalam salah satu atau lebih subbidang fisika medis [3]. I. Fisika Radioterapi. Subbidang ini berkaitan dengan:
1. Aplikasi terapi sinarx, radiasi gamma, berkas elektron dan partikel bermuatan, berkas neutron dan radiasi dari berbagai sumber tertutup lainnya. 2. Berbagai peralatan yang berhubungan dengan produksi, penggunaan, pengukuran dan evaluasi radiasi pengion. 3. Kualitas citra yang dihasilkan dari produksi dan penggunaannya
4. Fisika kesehatan yang berkaitan dengan subbidang ini. II. Fisika Diagnostik Subbidang ini berkaitan dengan
1. Aplikasi diagnostik dengan sinar x, radiasi gamma dari sumber tertutup, radiasi ultrasound, radiasi frekuensi radio dan resonansi magnetik. 2. Berbagai peralatan yang berhubungan dengan produksi, penggunaan, pengukuran dan evaluasi radiasi pengion. 3. Kualitas citra yang dihasilkan dari produksi dan penggunaannya
136
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006
ISSN: 14123258
4. Fisika kesehatan medis yang berkaitan dengan subbidang ini. III. Kedokteran Nuklir Subbidang ini berkaitan dengan 1.
Aplikasi diagnostik dan terapi dengan radionuklda.
2. Berbagai peralatan yang berhubungan dengan produksi, penggunaan, pengukuran dan evaluasi radiasi pengion. 3. Kualitas citra yang dihasilkan dari produksi dan penggunaannya
4. Fisika kesehatan medis yang berkaitan dengan subbidang ini. IV. Fisika Kesehatan Subbidang ini berkaitan dengan
1. Keselamatan dalam penggunaan sinarx, radiasi gamma, berkas elektron ataupun partikel bermuatan lainnya, berkas neutron atau radionuklida dan radiasi dari sumber tertutup untuk diagnostik dan radioterapi, kecuali penggunaan radiasi pada pasien untuk tujuan diagnostik dan terapi.
2. Peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan survei Seseorang tidak diharapkan menyatakan dirinya qualified dalam salah satu subbidang bila yang bersangkutan belum memiliki kompetensi. Kalau di Amerika, seseorang akan dinyatakan kompeten dalam praktek salah satu atau lebih subbidang Fisika Medis bila yang bersangkutan telah memperoleh sertifikat dalam subbidang tersebut yang dikeluarkan oleh salah satu badan berikut [3]. 1.
The American Board of Radiology
2. The American Board of Medical Physics 3. The American Board of Health Physics
4. The American Board of Science in Nuclear Medicine 5. The Canadian College of Physics of Medicine. Bagaimana dengan di Indonesia? Perlu diketahui bahwa UI baru memiliki pendidikan S1 dan S2 Fisika Medis pada tahun 1998 dan tahun 2002. Untuk memberikan clinical training dalam suatu subbidang dibutuhkan beberapa supervisor. Saat ini baru dipersiapkan supervisor dalam bidang radioterapi dengan cara mengirimkan kandidat keluar institusi radioterapi di luar negeri yang memiliki beberapa supervisor. Persiapan supervisor ini penting agar di kemudian hari Fisikawan Medis di Indonesia dapat
137
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006
ISSN: 14123258
memenuhi standar internasional sesuai dengan rekomendasi IAEA. Sebagai contoh rekomendasi IAEA untuk fisikawan medis radioterapi: “ The medical physicist should have at least an advanced university degree in physical science or engineering, at least one year of academic and clinical training in radiation oncology physics, and additional training at least one month in brachytherapy physics at an established centre.....” [4]. Untuk subbidang fisika diagnostik dan fisika kedokteran nuklir direncanakan sistem sertifikasi sama dengan subbidang fisika radioterapi. Diharapkan tahun depan persiapan supervisor sudah dapat dimulai.
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB FISIKAWAN MEDIS
1. Radiasi Onkologi atau radioterapi Peran fisikawan medis utamanya dalam evaluasi, pemberian, dan optimasi terapi dengan radiasi. Peranannya mengandung komponen klinis, riset, dan pendidikan. Tanggung jawab utama adalah menyediakan supervisi dan layanan klinis fisika dengan standard tinggi, yang dapat dirinci antara lain sebagai berikut [5]: a) Perencanaan alokasi sumber bersama dengan dokter onkologi radiasi, dan staf lain, termasuk •
Penggunaan, pemilihan dan penggantian peralatan
•
Persyaratan, kewajiban, dan pengangkatan staf
•
Persiapan budget
•
Program operasi
•
Reviu berkelanjutan berbagai kebijaksanaan dan prosedur
b) Aspek fisika semua sumber radiasi (material radioaktif dan pesawat penghasil radiasi) yang dipakai dalam program radioterapi, termasuk: •
Spesifikasi kinerja , penerimaan, dan komisioning pesawat baru
•
Kalibrasi sumber dan perawatan semua informasi yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan
•
Mengembangkan dan merawat program jaminan kualitas, yang menjamin semua pesawat dan peralatan selalu dalam kondisi prima untuk memberikan dosis preskripsi pada pasien dengan ketelitian tinggi.
c) Program keselamatan radiasi (kemungkinan dilakukan bersama dengan petugas keselamatan radiasi), termasuk: •
Mengembangkan program administrasi keselamatan radiasi, termasuk pelaksanaan pengurusan berbagai izin dan lisensi.
138
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006
ISSN: 14123258
•
Program administrasi pemantauan radiasi bagi personil.
•
Supervisi pelaksanaan brakhyterapi (pengaturan dan perawatan sumber)
•
Partisipasi pada badan keselamatan radiasi
•
Kalkulasi shielding untuk renovasi ruangan ataupun pemasangan pesawat baru, tempat penyimpanan sumber radioaktif, fasilitas untuk menangani sumber radioaktif, dan ruang perlakuan brakhiterapi.
d) Aspek fisika perlakuan pasien, termasuk: •
Konsultasi dengan dokter onkologi radiasi mengenai aspek fisika dan radiobiologi pada perlakuan pasien, dan membuat perencanaan perlakuan
•
Akuisisi data dan penyimpanan data perlakuan pasien
•
Kalkulasi distribusi dosis dan pengaturan pesawat untuk perlakuan pasien
•
Desain dan pembuatan berbagai alat bantu dan modifikasi berkas
•
Menjamin ketelitian parameter pesawat yang dipakai untuk perlakuan pasien.
•
Pengukuran in vivo untuk verifikasi dosis yang diberikan
•
Membantu dokter onkologi radiasi dalam evaluasi efisiensi perlakuan dan partisipasi dalam percobaan.
•
Mengembangkan teknik (perangkat keras dan lunak, serta prosedur) untuk memperbaiki pemberian dosis pada pasien.
•
Partisipasi dalam pembicaraan kasus pasien.
•
Pendidikan berkelanjutan pada staf onkologi radiasi
e) Interaksi dengan komunitas fisikawan medis, termasuk: •
Partisipasi pada pertemuan fisikawan medis atau komunitas medis yang lain untuk memperoleh dan menyebarkan berbagai informasi.
•
Partisipasi dalam peer review.
2. Diagnostik Radiologi dan Kedokteran Nuklir Tanggung jawab utama fisikawan medis adalah pada pasien, menjamin berbagai program tersedia untuk fasilitasi produksi citra diagnostik dengan kualitas sesuai dengan teknologi yang ada dan dengan melakukan optimasi keselamatan. Kontribusi fisikawan medis dalam diagnostik antara lain sebagai berikut [6] a). Aspek fisika sistem pencitraan diagnostik, meliputi: •
Spesifikasi kinerja peralatan baru
•
Supervisi tes penerimaan dan verifikasi kinerja pesawat
•
Supervisi kalibrasi, perawatan, perbaikan peralatan.
139
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006
•
ISSN: 14123258
Pengembangan dan melakukan program managemen kualitas pada semua peralatan pencitraan untuk fasilitasi produksi citra dengan kualitas optimum dengan meminimalkan dosis radiasi pada pasien.
•
Bertanggung jawab pada semua peralatan untuk kontrol kualitas, dan pengukuran eksposi pada pasien.
•
Penentuan dosis pada berbagai prosedur radiologi
•
Menjamin penggunaan teknik radiologi yang baik oleh penata roentgen
b). Menetapkan dan melaksanakan program keselamatan radiasi •
Mengembangkan program keselamatan radiasi
•
Administrasi pemantauan radiasi bagi personil sehingga selalu mengikuti program ALARA (as low as reasonably achievable)
•
Supervisi persiapan, penanganan, dan pembuangan radionuklida.
•
Partisipasi dengan komisi keselamatan radiasi yang lain
•
Partisipasi pengembangan kriteria persetujuan bagi pengguna radiasi baru.
•
Penentuan shielding ruangan baru ataupun yang direnovasi untuk peralatan radiasi pengion, radiofrekuensi dan medan magnet.
•
Desain berbagai alat shielding
•
Fasilitasi keperluan berkaitan dengan peraturan dan sertifikasi.
•
Tanggapan terhadap kondisi darurat
•
Riview kebijakan dan prosedur berkaitan dengan keselamatan radiasi, tahap tindakan, dan fungsi pekerja keselamatan radiasi.
c). Optimasi prosedur pencitraan klinis yang antara lain meliputi: •
Konsultasi dengan staf lain mengenai aspek radiobiologi pemeriksaan pasien.
•
Pemantauan eksposi radiasi pada pasien.
•
Optimasi prosedur pencitraan
•
Penentuan dosis organ pada pasien pada pasien khusus (contoh pada wanita hamil)
•
Membantu dokter dalam melaksanakan prosedur pengukuran kuantitatif
•
Desain dan pembuatan alat bantu pemeriksaan.
•
Membantu staf lain dalam evaluasi efesiensi pemeriksaan.
•
Pendidikan awal pada staf dalam penggunaan teknologi baru
•
Konsultasi dengan pasien mengenai eksposi radiasi.
d). Partisipasi dalam perencanaan untuk alokasi sumber
140
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006
ISSN: 14123258
•
Penggunaan, pemilihan dan penggantian peralatan
•
Persyaratan, kewajiban, dan pengangkatan staf
•
Persiapan budget
•
Program operasi
•
Review berkelanjutan berbagai kebijaksanaan dan prosedur
e). Partisipasi dalam program pendidikan f). Interaksi dengan komunitas fisikawan medis, termasuk: •
Partisipasi pada pertemuan fisikawan medis atau komunitas medis yang lain untuk memperoleh dan menyebarkan berbagai informasi.
•
Partisipasi dalam peer review.
Di bawah ini diberikan contoh tanggung jawab fisikawan medis yang lebih rinci dalam QA radioterapi yang diberikan oleh AAPM [7]:
1. Kalibrasi pesawat terapi, menjamin bahwa pesawat terapi dan sumber radiasi dikalibrasi mengikuti protokol yang telah ditentukan.
2. Spesifikasi peralatan terapi. Fisikawan medis membantu menentukan spesifikasi pesawat dan peralatan yang akan dibeli. Disamping itu fisikawan medis ikut serta dalam desain fasilitas memenuhi persyaratan keselamatan radiasi.
3. Tes penerimaan, komisioning dan QA. Fisikawan medis bertanggung jawab dalam tes penerimaan, komisioning , kalibrasi, dan QA secara periodik pesawat terapi. Khususnya fisikawan medis harus menyatakan bahwa pesawat terapi dan sistem perencanaan mempunyai kinerja sesuai dengan spesifikasinya, menyediakan semua data berkas, menentukan prosedur QA, toleransi yang diperbolehkan, dan frekuensi tes. 4. Pengukuran dan analisis data berkas. Dalam komisioning tidak hanya koleksi data, namun juga evaluasi kualitas data dan kesesuaian data yang akan digunakan dalam layanan klinis. 5. Pembuatan semua tabel yang digunakan dalam klinis.
6. Penentuan prosedur kalkulasi dosis yang digunakan oleh institusi. 7.
Penentuan perencanaan dan prosedur perlakuan bersama dengan dokter onkologi radiasi dan anggota lainnya.
8. Perencanaan perlakuan. Fisikawan medis menentukan distribusi dosis dalam pasien bersama dengan dokter onkologi radiasi.
141
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006
ISSN: 14123258
9. Penentuan prosedur QA. Fisikawan medis harus me review secara periodik, misalnya tahunan prosedur QA. 10. Supervisi perawatan pesawat terapi
11. Pendidikan. Fisikawan medis mempunyai tanggung jawab memberi training kepada staf lain maupun mahasiswa mengenai fisika radioterapi beserta perkembangannya. Peran dan tanggung jawab fisikawan medis di Indonesia masih jauh dari yang dituliskan di atas. Dalam subbidang radioterapi, beberapa butir sudah dilaksanakan. Sebagai gambaran, beberapa rumah sakit yang dilengkapi dengan linac, pada umumnya telah memiliki beberapa peralatan untuk QA, disamping dosimeter absolut dan dosimeter relatif. Tidak demikian dengan subbagian diagnostik dan kedokteran nuklir, yang hampir seluruh butir belum dilaksanakan. Padahal jumlah pengguna dan peralatan diagnostik jauh lebih banyak dibanding dengan dalam subbidang radioterapi. Kenapa demikian? Karena diagnostik berkaitan dengan dosis relatif lebih rendah, sehingga memperoleh prioritas juga lebih rendah. Namun penyebab utama sebetulnya adalah belum tersedia fisikawan medis yang qualified beserta berbagai peralatan terutama untuk jaminan kualitas.
KESIMPULAN
Peran dan tanggung jawab fisikawan medis dalam pemanfaatan tenaga nuklir di bidang kesehatan di negara maju telah tertata baik dan bahkan telah banyak menghasilkan inovasiinovasi baru dalam bidangnya. Di Indonesia karena jumlah tenaga fisikawan medis masih sangat terbatas, belum dapat melaksanakan peran dan tanggung jawabnya secara penuh. Saat ini kita semua, termasuk BAPETEN dan BATAN, sedang berusaha keras, tahap demi tahap, agar fisikawan medis dapat melaksanakan peran dan tanggung jawabnya sesuai dengan kemajuan sains dan teknologi pada zamannya.
142
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006
ISSN: 14123258
REFERENSI
1. Arnott N., Elements of Physics or Natural Philosophy, General and Medical, 3nd ed. (longman, Rebs, Orme, Brown and Green; and T. and G Underwood, London, England, 1828); reviewed by L. H. Lanzl, Med. Phys. 20, 1571 – 1572, 1993.
2. Del Regato J. A, Radiological Physicists, American Institute of Physics for the American Association of Physicists in Medicine 1985, pp 19.
3. American Association of Physicists in Medicine, Membership Directory 2006. 4. IAEATECDOC1040, Design and implementation of a radiotherapy programme: clinical, medical physics, radiation protection and safety aspects, IAEA, Vienna, 1998.
5. American Association of Physicists in Medicine Report No. 38, The role of a physicist in radiation oncology, American Institute of Physics, New York, 1993. 6. American Association of Physicists in Medicine Report No. 42, The role of the clinical medical physicist in diagnostic radiology, Woodbury, 1994.
7. Kutcher G. J., Coia L., Gillin M., Hansen W. F., Leibel S., Morton R. J., Palta J. R., Purdy J. A., Reinstein L. E., Svenson G. K., Weller M., and Wingfield L., Comprehensive QA for radiation oncology: Report of AAPM Radiation Therapy Committee Task Group 40, Med. Phys. 21 (4), p 581 – 618, 1994.
143