Peran Desa Adat Kuta dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (Studi Tentang Eksistensi Desa Adat pada Masyarakat Perkotaan) Gusti Bagus Agung Swandhita, Ni Luh Nym. Kebayantini, Gede Kama Jaya. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini mendeskripsikan tentang perluasan peran yang dilakukan oleh Desa Adat Kuta. Perluasan peran tersebut diwujudkan dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia di Desa Adat Kuta. Teori Sistem Tindakan dari Talcott Parsons digunakan sebagai perangkat analisis dalam melihat fenomena sosial yang terjadi pada peran Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Hasil temuan menunjukkan bahwa Desa Adat Kuta dalam upaya untuk menunjukkan eksistensinya, tidak hanya berpaku pada pakempakem tradisi yang dianut oleh desa adat pada umunya di Bali. Desa Adat Kuta dalam hal ini melakukan perluasan peran dengan mengadakan serangkaian kegiatan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia di Desa Adat Kuta. Wujud peran Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia antara lain dengan mengadakan Festival Seni Budaya Desa serta pengelolaan aset-aset desa adat sehingga memberi keuntungan material yang dapat digunakan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia maupun pembangunan desa. Kata Kunci: Peran, Desa Adat, Peningkatan Sumber Daya Manusia
1.
mempertahankan eksistensinya di mata masyarakat, khususnya pada masyarakat Desa Adat Kuta. Perluasan peran yang dimaksud adalah Desa Adat Kuta sebagai sebuah lembaga tradisional yang berkembang tidak hanya melaksanakan fungsi pokok dari sebuah desa adat yang berkaitan dengan adat, tradisi dan keagamaan, tetapi juga berperan dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia di Desa Adat Kuta. Secara latensi, pengadaan program-program kegiatan Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia tersebut dapat menunjang eksistensi Desa Adat Kuta di mata krama Desa Adat Kuta, sehingga keberadaan Desa Adat Kuta tetap diakui oleh masyarakatnya karena memiliki
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Sebagaimana desa adat lainnya yang ada di Bali, Desa Adat Kuta memiliki fungsi ideal yaitu mengorganisasi kegiatan adat dan keagaaman. Seiring dengan perkembangan wilayah Kuta sebagai destinasi pariwisata favorit di dunia, menjadikan peran Desa Adat Kuta turut mengalami perkembangan. Kondisi ini dikarenakan berbagai perubahan sosial yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat Kuta sebagai imbas dari perkembangan industri pariwisata. Menyikapi perubahan sosial yang terjadi (baik berupa hambatan dan peluang), Desa Adat Kuta dituntut melakukan perluasan peran untuk tetap
1
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk meneliti bagaimana peran desa adat sebagai organisasi kesatuan hukum adat dalam era modern dan global ini berperan dalam mengelola sumber daya manusia di perkotaan sehingga keberadaannya tetap diakui dimata masyarakat. Secara khusus, penelitian ini diharapkan: (1). Dapat memahami dan mendeskripsikan faktor-faktor apa saja yang mendorong Desa Adat Kuta untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia; (2). Mahami dan mendeskripsikan peran Desa Adat Kuta dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia; (3). Memahami dan mendeskripsikan dampak dari adanya peran Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia terhadap kehidupan masyarakat.
kontribusi dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Eksistensi tersebut kemudian menjadi “modal politik” untuk melegitimasi kekuasaan desa adat dalam mengorganisasi warganya. Besarnya tantangan yang muncul seiring dengan perkembangan pariwisata di Kuta, menuntut Desa Adat Kuta untuk dapat memperluas perannya yaitu dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya. Diharapkan melalui perluasan peran yang dilakukan dapat meningkatkan daya saing dalam merebut peluang ekonomi di wilayahnya, serta mampu membangun desanya melalui pengembangan potensipotensi yang dimiliki. Meskipun demikian, Desa Adat Kuta juga tidak meninggalkan fungsi utamanya dalam melaksanakan kegiatan adat dan keagamaan. Ihwal perubahan sosial yang terjadi hingga mendorong Desa Adat Kuta untuk melakukan perluasan peran tersebut merupakan suatu fenomena yang menarik untuk diteliti. Pada penelitian ini diamati bagaimana sebuah desa adat sebagai organisasi kemasyarakatan yang bersifat tradisional dapat menunjukkan eksistensinya pada komunitas masyarakat urban yang rentan terhadap perubahan serta senantiasa melaju kencang kearah modernisasi.
2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Beberapa penelitian sebelumnya telah mengulas mengenai peran desa adat dalam era global. diantaranya adalah penelitian Darmadi (2011) yang berjudul “Representasi Budaya Masyarakat Lokal dan Politik Identitas Desa Adat Kuta dalam Postkolonialitas Kawasan Industri Pariwisata”. Penelitian ini menjelaskan tentang bagaimana representasi budaya masyarakat lokal di Kuta (yang juga di dalamnya menyangkut tentang Desa Adat, sebab Desa Adat juga merupakan representasi dari budaya masyarakat lokal di Kuta) yang berjuang untuk menghadirkan kembali posisi dan peranan masyarakat lokal yang didominasi ruang turistik global. Keberadaan desa adat menjadi suatu barikade dan wadah advokasi bagi permasalahan tadi. Penelitian berikutnya adalah penelitian dari Bao (2012), yang berjudul “Kritik Jurnal: Kuatnya Kekuasaan Ondoafi di Tengah Masyarakat Urban”. Penelitian ini menjelaskan tentang studi mengenai kekuasaan garis keturunan Ondoafi di kota Jayapura, Papua. Ondoafi merupakan pemegang garis
1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1.2.1 Faktor-faktor apa yang mendorong Desa Adat Kuta untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Kuta? 1.2.2 Bagaimana peran Desa Adat Kuta dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Kuta? 1.2.3 Bagaimana pengaruh peran Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia bagi kehidupan masyarakat?
1.3
Tujuan Penelitian
2
keturunan yang ditarik dari melalui garis lurus dari pendiri kampong dan anak lakilaki sulung Ondoafi sebelumnya. Penelitian ini berbicara mengenai bagaimana Ondoafi ini mengaktualisasikan modal kekuasaannya dalam konteks perubahan masyarakat dan bagaimana Ondoafi merawat modal kekuasaannya agar tetap kuat ditengah masyarakat urban. Selain dua penelitian diatas, terdapat buku yang ditulis oleh Suryawan (2012) yang berjudul Sisi Dibalik Bali, Politik Identitas, Kekerasan dan Interkoneksi Global. Buku tersebut membahas mengenai kompleksitas persoalan yang terjadi akibat adanya kebersinggungan Bali dengan berbagai faktor regional, global, dan interkoneksi sejarah, politik, budaya, industri pariwisata serta aspek lainnya. Secara garis besar buku tersebut mengulas mengenai dilema kehidupan masyarakat Bali yang disatu sisi (dengan politik identitas lokalnya) didorong untuk mempertahankan kultur yang telah dikonstruksi bagi kemolekan citranya demi industri pariwisata. Namun disisi lain dengan adanya fenomena globalisasi, masyarakat Bali juga pada akhirnya bergerak menuju modernitas yang mana pariwisata menjadi salah satu faktor pendorong modernitas ini. Penelitian Darmadi, Bao dan Suryawan memiliki kemiripan dengan penelitian yang dilakukan penulis. Kemiripan tersebut adalah bahwa penelitian yang disebut diatas samasama membahas tentang berbagai bentuk adaptasi yang dilakukan oleh suatu komunitas adat serta upaya yang dilakukan dalam mempertahankan eksistensinya pada era global. Perbedaan dari ketiga penelitian diatas dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah dalam penelitian ini penulis menjelaskan bahwa wijud adaptasi dilakukan dengan perluasan peran yaitu adanya upaya dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. 2.2.
2.2.1. Peran Desa Adat Kuta Peran Desa Adat Kuta merupakan aksi-aksi ataupun tindakan untuk merealisasikan harapan-harapan dan cara mendapatkan hak-hak tertentu sesuai dengan tupoksi atau fungsi dari sebuah kesatuan masyarakat adat di Kuta yang disebut Desa Adat Kuta. 2.2.2. Peningkatan Kualitas Peningkatan kualitas merupakan suatu proses dalam menaikkan derajat, nilai atau standar dari suatu objek kearah yang lebih baik. Penambahan nilai tersebut dapat diindentifikasi dengan cara membandingkan objek tersebut dengan objek lain yang memiliki kesamaan sifat. 2.2.3. Sumber Daya Manusia Dalam penelitian ini penulis menggunakan konsep sumber daya manusia mikro. Menurut Nawawi (dalam Makmur, 2007: 58) menyatakan bahwa pengertian SDM perlu dibedakan secara makro dan mikro. Pengertian SDM Secara sederhana pengertian SDM dalam arti mikro dapat dijelaskan sebagai orang yang menjadi anggota suatu organisasi atau pekerja pada suatu perusahaan yang disebut tenaga kerja, personil, karyawan, pekerja, pegawai, dan lain-lain. Dalam perspektif penulis, sumber daya manusia yang dikelola oleh desa adat dalam hal ini tidak hanya orangorang yang memasuki usia angkatan kerja, namun dalam realitasnya, penulis banyak menemukan bahwa anak-anak usia 15 tahun kebawahpun banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan adat meskipun porsi tugas dan tanggung jawabnya kecil. 2.3. Landasan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Sistem Tindakan (action system) dari Talcott Parsons yang digunakan dalam menganalisis peran Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia di Desa Adat Kuta. Secara singkat dapat dikatakan bahwa tindakan
Kerangka Konsep 3
peningkatan kualitas sumber daya manusia ditunjukkan pada beberapa peran Desa Adat Kuta yaitu dalam pelaksanaan kompetisi Jegeg Bungan Desa dan penerbitan Majalah “Kuta Kita”. Konsep berikutnya adalah sistem kultural yaitu sistem tindakan yang dikonstruksi dengan seperangkat normanorma dan nilai yang diaplikasikan pada aktor sehingga para aktor termotivasi untuk bertindak sesuai dengan nilai dan norma yang telah diciptakan. Konsep ini diaplikasikan dalam peran Desa Adat Kuta dalam Festival Seni dan Budaya Desa, lomba ogoh-ogoh, parade gong kebyar anak-anak, penyelenggaraan Pasar Majelangu serta memfasilitasi kegiatan berkesenian di Desa Adat Kuta. Sistem sosial merupakan suatu sistem tindakan yang dibentuk dari sejumlah aktor-aktor individual yang saling berinteraksi dalam suatu lingkungan fisik untuk mengoptimalkan kepuasan dari aktor-aktor yang terlibat. Pengoptimalan tersebut tidak terlepas dari status dan peran aktor dalam suatu kultur. Sistem kepribadian merupkan suatu bentuk sistem tindakan yang muncul dengan membentuk konstruksi tujuan dari sebuah sistem sehingga aktor dengan segala sumber daya yang ada termobilisasi untuk mencapai tujuan dari sistem tersebut. Dalam peran Desa Adat Kuta yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, konsep ini ditunjukkan dalam kompetisi jegeg bungan desa serta memfasilitasi kegiatan berolah raga di Desa Adat Kuta.
dilihat sebagai satuan realitas sosial yang paling kecil dan fundamental. Komponen-komponen dasar dari satuan tindakan adalah tujuan, alat, kondisi dan norma. Apabila mengacu pada konteks peran Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia, dapat dilihat bahwa peran berkorelasi dengan tindakan. Sebagaimana diungkapkan oleh Pareek (1985: 1), bahwa peran merupakan aksiaksi atau tindakan untuk merealisasikan harapan-harapan dari seseorang yang menjadi bagian dari suatu sistem sosial. Analisis teori sistem tindakan ini mengarah pada keteraturan pola, perubahan sosial serta peran-peran aktor dalam struktur dan sistem sosial. Selain itu, menurut Parsons (dalam Poloma, 2007: 169), fokus teori sistem tindakan lebih mengarah pada konsep tindakan rasional yaitu untuk mencapai tujuan atau sasaran (organisasi atau kepemimpinan) dengan sarana-sarana yang paling tepat (kepemimpinan yang berbobot atau kualitas sumber daya personil organisasi). Berdasarkan hal tersebut, Parson mengemukakan beberapa konsep yang terjadi dalam sebuah lingkungan masyarakat dalam teori sistem tindakan ini. Konsep tersebut terdiri dari organisme perilaku (organisme behavioral), sistem kultural, sistem sosial dan sistem tindakan. Konsep-konsep dari teori sistem tidakan tersebut diaplikasikan dalam menganalisis fungsi dan peran dari berbagai bagian dalam struktur masyarakat, bagaimana bagian-bagian dalam struktur ini berhubungan, kemudian bagaimana proses yang terjadi ketika interaksi antar aktor dalam struktur ini terjadi. Organisme perilaku merupakan salah satu bentuk sistem tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi yang dilakukan dengan menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternal individu ataupun mengubah lingkungan eksternal untuk disesuaikan dengan kebutuhan serta kepribadian individu. Analisis konsep organisme perilaku ini dalam peran Desa Adat Kuta pada upaya
3.
METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif yang meringkaskan dan menggambarkan realitas peran Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Penelitian ini berlokasi di Desa Adat Kuta yang terletak di Kelurahan Kuta, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Penelitian dilakukan dengan mengklasifikasi jenis dan sumber data, dimana jenis data 4
enjadi 4 yaittu berdasarrkan digollongkan me bentu uk data yaitu y jenis data kualiitatif (beru upa hasil wawanca ara, rekam man video o, suara dan d gamba ar) serta data d kuan ntitatif (be erupa datta-data yang y menu unjukkan angka seperrti tabel, gra afik, dan sebagainya a). Selain itu jenis data d juga dibedaka an atas keutamaan nnya seba agai acuan dalam pe enelitian. Je enis data tersebut adalah a data a primer (datadata yang dipe eroleh langssung dari hasil h wawa ancara dan n observassi di lapang gan) dan data sekkunder (da ata-data yang y diperroleh dari buku, b jurnall, situs internet maup pun dokum men kepustakaan yang y berhubungan dengan d pe enelitian yang y dilakkukan oleh penulis). p penentuan Teknik inform man dilakkukan seccara purp posif dim mana inform man ditentu ukan oleh penulis p den ngan melih hat karakte eristik popu ulasi, kapassitas dan seberapa s b besar keterkkaitan inform man deng gan data yang y dibutu uhkan penulis. Berkkenaan den ngan itu pe enulis mem milih meng ggunakan teknik t peng gumpulan data d deng gan wa awancara mendallam, obse ervasi berstrruktur dan dokumentas d si. Setelah seluruh data dipero oleh kemudian data--data diana alisis meng ggunakan teknik t analisis data yang y terdirri dari redukksi data (me encari, mem milih dan merangkum m data-data a yang pen nting kemu udian dicarii polanya), penyajian data d (pem maparan da ata yang te elah dirangkkum dan direduksi) serta a penariikan kesim mpulan.
4. Sisi Utara U berbatasan de engan Desa Adat A Legian n dan Desa Adat Denpassar
Gambar 4.2 Peta Wilayah W Des sa Adat Kuta Keteran ngan: A. Banjar B Pengabetan B. Banjar B Pela asa C. Banjar B Pering D. Banjar B Pem mamoran E. Banjar B Pande Mas F. Banjar B Tem macun G. Banjar B Tega al H. Banjar B Buni & Teba Sa ari I. Banjar B Jaba a Jero J. Banjar B Anya ar & Mertaja ati K. Banjar B Segara Wilayah Desa Ada at Kuta me emiliki pottensi ekono omi yang b beragam. Hal H ini dika arenakan keadaan k ge eografisnya yang san ngat mend dukung. L Letaknya yang berrada di dattaran renda ah dan me emiliki pan ntai yang landai men njadikan wilayah Des sa Adat Kuta K sejak dahulu me enjadi tem mpat berla abuhnya p para pedag gang. Keb banyakan pedaga ang ters sebut berrjualan di sekitar s wila ayah Desa Adat Kutta terutama a sepanjan ng Pantai Kuta. Keu unggulan la ain yang dimiliki oleh Desa Ada at Kuta ada alah letakn nya yang sa angat dek kat dengan Bandar Ud dara Ngurah Rai dan n dekat juga den ngan Denp pasar seb bagai pusatt pemerinta ahan di Pro ovinsi Bali. Hal terrsebut me enjadikan posisi p sa Adat Ku uta ini sang gat strategis s dan Des menjadi daera ah yang selalu dilewati oleh turis dan warga pend datang lainnya. Berrdasarkan kondisi k dan n letaknya yang stra ategis men njadikan Desa Adat Kuta memiliki poten nsi dari sekktor industrri dan
4. AN PEMBAHASAN HASIL DA 4.1. Gambarran Umu um Dae erah Penelitia an Desa Adatt Kuta merupakan sa alah a yang g terletak di satu desa adat amatan Kutta, Badung. Luas wila ayah Keca Desa a Adat Kuta adalah 6.391.933 m2 deng gan batas-batas desa antara a lain: 1. Sisi Tim mur berbattasan den ngan Desa Pa amogan 2 Sisi Selatan berba 2. atasan den ngan dat Tuban Desa Ad 3 Sisi Ba 3. arat berbattasan den ngan Samude era Indonesiia
5
8) pariwisata Kuta kian menggeliat ketika Presiden Soekarno membangun Hotel Bali Beach di Sanur pada tahun 1963, kemudian direhabilitasinya Bandar Udara Ngurah Rai menjadi Bandara Internasional pada tahun 1967. Keadaan tersebut menjadikan wilayah Desa Adat Kuta semakin hari semakin dipadati oleh wisatawan. Hal tersebut mendorong masyarakat Desa Adat Kuta (yang pada awalnya lebih banyak bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan) untuk secara masif beralih ke industri pariwisata. Peralihan mata pencaharian masyarakat Desa Adat Kuta secara masif dari sektor agraris ke industri dan jasa pariwisata menyebabkan terjadinya transformasi mata pencaharian di Kuta. Dapat dilihat bahwa telah terjadi transformasi mata pencaharian pada masyarakat Desa Adat Kuta dengan berdasarkan pada data yang didapat melalui literatur (dokumentasi) dan observasi serta wawancara yang dilakukan di lapangan. Pada Eka Likita Desa Adat Kuta (2013: 7) dijelaskan bahwa dahulu di Desa Adat Kuta hanya terdapat masyarakat adat yang berstatus ngarep yang kesehariannya bekerja sebagai petani dan nelayan. Seiring dengan perkembangan wilayah Desa Adat Kuta yang berkembang menjadi daerah pariwisata, masyarakat mengalami perkembangan yang begitu pesat baik dari segi mata pencaharian maupun sosial budaya masyarakatnya. Karena perkembangan wilayah Desa Adat Kuta yang berkembang menjadi daerah pariwisata, secara otomatis menyebabkan Desa Adat Kuta secara perlahan berkembang menjadi wilayah urban yang mayoritas masyarakatnya berkecimpung di sektor industri dan jasa pariwisata. Walaupun wilayah Desa Adat Kuta dikatakan daerah pariwisata favorit di dunia, tidak semua masyarakat Desa Adat Kuta bekerja disektor pariwisata. Beberapa masyarakat masih berkecimpung di sektor agraris, namun meskipun demikian tetap saja bersinggungan dengan ranah pariwisata. Hal tersebut dibuktikan dengan masih
jasa pariwisata yang dominan. Dengan kondisi pariwisata yang baik di wilayah Desa Adat Kuta, membuat masyarakat Desa Adat Kuta dapat memanfaatkan kondisi tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya dengan berjualan cindera mata, menyewakan penginapan, membuka kedai, rumah makan dan lain sebagainya. Disamping sektor pariwisata Desa Adat Kuta juga memiliki potensi dibidang agraris dan perikanan. Hal ini dikarenakan daerah Desa Adat Kuta yang berada dekat dengan pantai. Dengan menempatkan pariwisata sebagai core business dari masyarakat Desa Adat Kuta akhirnya menjadikan segala sektor mata pencaharian menjadi terkait dengan pariwisata. Sebagai contoh misalnya para nelayan di sekitaran Pantai Kuta kini perannya tidak hanya dalam hal mencari ikan di laut, namun para nelayan juga dapat menyewakan perahunya atau mengantarkan para turis ke tengah laut untuk memancing, bermain selancar atau sekedar berfoto. Selain itu para nelayan juga menyewakan papan selancar, dan pancing bagi para wisatawan. Berdasarkan data tersebut, maka dapat dikatakan bahwa tindakan sosial yang dilakukan oleh masyarakat Desa Adat Kuta dilandasi oleh sistem sosial yang ada di masyarakat. Hal tersebut ditunjukkan dengan keberadaan nelayan (sebagai aktor) yang melakukan interaksi dengan aktor lainnya (turis, prajuru Desa Adat Kuta, krama yang tidak berprofesi sebagai nelayan) dalam sebuah lingkungan fisik. Interaksi yang terjadi diarahkan untuk mengoptimalkan kepuasan dari para aktor yang terlibat. Fenomena diatas menunjukkan bahwa sektor pariwisata mendominasi sektor mata pencaharian di Desa Adat Kuta. Masyarakat lebih banyak memilih bekerja pada sektor industri pariwisata dikarenakan industri pariwisata lebih menjanjikan dibandingkan dengan sektor mata pencaharian lainnya. Selain itu bekerja pada sektor industri pariwisata terkesan lebih modern dan praktis. Menurut Artha, Musna dan Sujaya (2010: 6
sebelumnya bekerja di sektor agraris. Adanya peralihan mata pencaharian tentunya mengharuskan krama Desa Adat Kuta untuk menyiapkan diri pada sektor industri dan jasa pariwisata sehingga potensi ekonomi yang ada di wilayah Desa Adat Kuta dapat dimanfaatkan secara baik oleh masyarakat Desa Adat Kuta. Adanya pergeseran yang mempengaruhi aspek sosial-budaya tersebut yang membuat Desa Adat Kuta terdorong untuk melakukan perluasan peran dengan mengadakan kegiatankegiatan yang mengarah pada peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk masyarakat Desa Adat Kuta.
adanya kelompok nelayan di wilayah Desa Adat Kuta. Data yang ditunjukkan dalam monografi Kelurahan Kuta, dapat diketahui bahwa pada tahun 2013 terdapat sebanyak 233 orang yang bekerja di sektor agraris, pegawai negeri sebanyak 238 orang dan 5.377 orang yang bekerja di sektor industri dan jasa. Dari data tersebut jika dibandingkan dengan Eka Likita Desa Adat Kuta, maka dapat dengan jelas dilihat bahwa wilayah Kuta kini mengalami transformasi ekonomi dari sektor pertanian dalam arti luas atau agraris ke sektor industri dan jasa. Transformasi ekonomi tersebut tentunya mempengaruhi aspek sosialbudaya dan (tentunya) ekonomi masyarakat Desa Adat Kuta. Constandse (dalam Sinulingga, 1999: 3) menyebutkan bahwa peralihan mata pencaharian yang terjadi di Kuta dapat dikatakan juga sebagai peralihan status suatu wilayah dari desa menjadi perkotaan. Keadaan masyarakat yang tumbuh dalam lingkungan urban atau perkotaan tentunya berbeda dengan masyarakat yang tumbuh dan berkembang di wilayah pedesaan yang dikatakan lebih banyak berkerja pada sektor agraris. Masyarakat adat yang berkerja di sektor agraris mempunyai peluang berinteraksi dan bersosialisasi (dalam ruang sosial adat) lebih banyak ketimbang masyarakat yang saat berkerja di sektor industri dan jasa seperti yang terjadi pada wilayah perkotaan. Hal tersebut terjadi karena masyarakat perkotaan memiliki etos kerja yang tinggi serta sering kali diikat oleh sistem kerja yang mengharuskan setiap tenaga kerjanya untuk bekerja sesuai dengan standar dan durasi waktu yang ditentukan perusahaan. Permasalahan lain yang muncul dengan adanya transformasi mata pencaharian tersebut adalah masalah kualitas pendidikan dan sumber daya manusia. Peralihan core business dari sektor agraris ke industri dan jasa yang berlangsung secara cepat tersebut tentunya membutuhkan penyesuaian bagi krama Desa Adat Kuta yang
4.2.
Faktor-faktor yang Mendorong Desa Adat Kuta untuk Melakukan Upaya Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Berdasarkan hasil wawancara dengan Bendesa Adat Kuta, Bapak I Wayan Swarsa dan Ketua LPD Desa Adat Kuta, Bapak I Gede Buhda Artha, S.E., M.M., yang dikompilasi dengan hasil observasi dan penilian penulis terhadap situasi di lapangan dapat dikatakan bahwa secara garis besar terdapat beberapa hal yang mendorong Desa Adat Kuta untuk melaksanakan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, faktor-faktor tersebut antara lain: 1. Keberadaan Desa Adat Kuta sebagai daerah tujuan wisata favorit di dunia, 2. Terjadinya peralihan lahan dan mata pencaharian di wilayah Desa Adat Kuta, 3. Kompleksitas persaingan masyarakat pada wilayah perkotaan dengan komposisi masyarakat yang heterogen, 4. Adanya aset-aset dan kekayaan Desa Adat Kuta yang harus dikelola oleh dan krama Desa Adat Kuta yang memiliki kompetensi serta kualitas untuk kemajuan dan kemakmuran krama Desa Adat Kuta,
7
Keberhasilan LPD Desa Adat Kuta dalam meraih kepercayaan krama Desa Adat Kuta untuk menabung dan meminjam uang di LPD Desa Adat Kuta menunjukkan adanya suatu sistem sosial yang dikelola oleh sejumlah aktor-aktor yang terintegrasi dalam sistem untuk mencapai kesejahteraan masyarakat Desa Adat Kuta. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Parsons (dalam Ritzer & Goodman, 2012: 124).
5. Menunjukkan eksistensi desa adat di mata masyarakat Kuta. 4.3.
Peran-peran Desa Adat Kuta dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Peran-peran Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas diuraikan sebagai berikut: 4.3.1
Pengelolaan dan Pemberdayaan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Keberadaan Lembaga Perkreditan Desa di Desa Adat Kuta sangat besar kontribusinya bagi kemajuan dan pelaksanaan kegiatan dan programprogram Desa Adat Kuta khususnya yang berkenaan dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia di Desa Adat Kuta. Sebagian dana dari Desa Adat Kuta yang digunakan untuk kegiatan adalah bersumber dari LPD. Selain itu LPD juga melaksanakan program-program yang secara langsung berhubungan dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Programprogram tersebut antara lain memberikan beasiswa kepada siswa dari Desa Adat Kuta yang kurang mampu dan berprestasi, pemberian kursus tari gratis bagi siswa, pembinaan olahraga berprestasi, pembinaan seni dan kreativitas pemuda, santunan kematian, mendukung pelaksanaan upacara adat berupa Ngaben dan Nyekah masal, meningkatkan kualitas pegawai yang seluruhnya merupakan krama Desa Adat Kuta dengan mengadakan Pendidikan Kilat (Diklat) serta menguliahkan seluruh pegawainya hingga lulus S1 di Universitas Hindu Indonesia (UNHI), menerbitkan media cetak sebagai media informasi dan edukasi bagi krama Desa Adat Kuta, mengadakan pelatihan untuk pemangku, mengadakan lomba-lomba dalam rangka HUT dan Gebyar LPD Desa Adat Kuta untuk meningkatkan daya saing dan kualitas krama Desa Adat Kuta, hingga membeli aset-aset yang hak pemanfaatannya diserahkan kepada Desa Adat Kuta (Artha, Musna Sujaya, 2010: 73).
4.3.2
Festival Seni Budaya Desa Festival Seni Budaya Desa merupakan ajang tahunan yang digelar oleh Desa Adat Kuta dalam rangka menyambut Hari Raya Nyepi. Festival ini erat kaintannya dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Hal tersebut ditunjukkan dengan berbagai rangkaian kegiatan yang menunjukkan upaya edukasi dan elaborasi potensi budaya dan ekonomi masyarakat, disamping upaya untuk mempertahankan budaya, tradisi dan kesenian tradisional. Apabila dianalisis menggunakan teori sistem tindakan dari Parsons, maka fenomena diatas dapat digolongkan dalam konsep sistem kultural. Hal yang mengindikasikan adanya konsep sistem kultural dalam kegiatan Festival Seni Budaya Desa Adat Kuta adalah adanya upaya pemeliharaan pola. Pola yang dimaksud dalam hal ini adalah tradisi dan budaya khususnya kesenian Bali. (Ritzer & Goodman, 2012: 129). Rangkaian kegiatan dari Festival Seni Budaya Desa ini terdiri dari kompetisi Jegeg Bungan Desa, lomba ogoh-ogoh, parade gong kebyar anakanak dan pasar majelangu. 1.
Kompetisi Jegeg Bungan Desa Kompetisi Jegeg Bungan Desa merupakan ajang kecantikan yang diadakan oleh Desa Adat Kuta dalam rangkaian Festival Seni Budaya Desa.
Kompetisi
mengakselerasi
kemampuan generasi muda, khususnya para pemudi sehingga bisa meningkatkan kualitas dirinya dan mampu bersaing untuk menghadapi tantangan hidup kedepannya.
8
ini
Dengan diberikannya dana aspirasi sebagai hadiah bagi pemenang lomba ogoh-ogoh diharapkan dapat mendorong dan menjadi daya ungkit kembali bagi para pemuda di Desa Adat Kuta untuk dapat lebih berkreatifitas dan meningkatkan kualitas serta hasil kreatifitasnya tersebut. Sebagai bentuk apresiasi terhadap karya sekaa teruna Desa Adat Kuta, seluruh ogoh-ogoh yang diikutsertakan dalam lomba ogoh-ogoh tersebut di pamerkan di Pantai Kuta pada puncak acara Festival Seni Budaya Desa Adat Kuta tahun 2015. Apabila dianalisis dengan teori sistem tindakan Parsons, maka konsep sistem kultural dapat diaplikasikan dalam fenomena ini. Hal tersebut dapat diidentifikasi dari adanya unsur pemeliharaan pola tradisi serta dikonstruksikannya seperangkat norma dan nilai yang aplikasikan pada para pemuda (yang dalam hal ini menjadi aktor), sehingga para pemuda terdorong untuk memenuhi standar norma dan nilai yang ditetapkan, sebagaimana yang disebutkan oleh Parsons (dalam Ritzer & Goodman, 2012: 122)
Dalam kompetisi ini, para kontestan yang mewakili tiap-tiap banjar mendapatkan pelatihan dan seminarseminar yang menambah pengetahuan dan pengalaman kontestan. Pelatihan tersebut diberikan dengan harapan agar para kontestan dapat memenuhi standar “cantik” (atau jegeg dalam bahasa Bali) sesuai dengan indikator yang ditentukan panitia dalam penilaian kompetisi. Berdasarkan konsep sistem kepribadian dalam analisis teori tindakan sosial Parsons, dapat dilihat bahwa ada sebuah konstruksi sistem sehingga terwujud citra dan karakter yang yang diinginkan bagi efektifitas peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam penyelenggaraan kompetisi jegeg bungan desa ini. Parsons mengungkapkan (dalam Ritzer & Gooodman, 2012: 121), bahwa sistem kepribadian menekankan fungsi pencapaian tujuan dengan menetapkan tujuan sistem dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapainya. 2.
Lomba Ogoh-ogoh Ogoh-ogoh merupakan boneka raksasa yang diarak keliling desa untuk menyambut hari raya Nyepi. Di Desa Adat Kuta arak-arakan ogoh dilaksanakan secara semarak dalam bentuk lomba yang diadakan dalam rangkaian Festival Seni Budaya Desa. Desa Adat Kuta memberikan dana pembinaan kepada masing-masing sekaa teruna sebesar Rp. 15.000.000 (lima belas juta rupiah) untuk pembuatan ogoh-ogoh. Dana pembinaan tersebut merupakan wujud peran Desa Adat Kuta dalam mengembangkan kualitas sumber daya manusia di Desa Adat Kuta dalam bidang kesenian. Diharapkan dengan bantuan dana tersebut kemampuan berkreasi masyarakat Desa Adat Kuta dapat lebih ditingkatkan. Untuk pemenang lomba ogohogoh diberikan dana aspirasi oleh Desa Adat Kuta sebesar 6 juta rupiah untuk juara I, 4,5 juta rupiah untuk juara II, 3 juta rupiah untuk juara III, 2 juta rupiah untuk juara IV, 1,75 juta untuk juara V dan 1,5 juta rupiah untuk juara VI.
3.
Parade Gong Kebyar Anak-anak Gong Kebyar merupakan salah satu jenis musik gamelan Bali yang paling umum dimainkan di kalangan masyarakat Bali. Dengan adanya pelibatan elemen anak-anak dalam kegiatan ini diharapkan dapat menekankan arti pentingnya pelestarian budaya. Selain itu, dengan diperkenalkannya anak-anak pada musik gamelan sejak kecil diharapkan dapat membantu perkembangan otak, meningkatkan kemapuan anak-anak bersosialisasi dan bekerja dalam tim. Bentuk pelestarian budaya dan tradisi dalam kegiatan Parade Gong Kebyar anak-anak ini merupakan bentuk aplikasi dari konsep sistem kultural dari teori sistem tindakan Parsons. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya sebuah upaya dari Desa Adat Kuta untuk mempertahankan tradisi dan budaya sebagai pola yang selama ini telah berlaku dalam masyarakat. Selain itu
9
saling berinteraksi untuk memuaskan masyarakat Desa Adat Kuta. Interaksi yang dilakukan oleh aktor-aktor tersebut melahirkan beberapa regulasi terkait dengan penyelenggaraan Pasar Majelangu pada tahun 2015 yaitu dengan memberlakukan tarif yang berbeda bagi krama adat dengan krama tamiu. Pembedaan tarif tidak hanya didasarkan pada diferensiasi status aktor yang terlibat (krama adat dengan krama tamiu) namun juga berdasarkan lokasi stand yang disewa.
adanya upaya pemahaman yang dilakukan oleh Desa Adat Kuta bahwa masyarakat Desa Adat Kuta harus berupaya untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan sedari kanak-kanak menunjukkan bahwa terdapat sebuah konstruksi nilai dan norma yang ingin diaplikasikan kepada masyarakat Desa Adat Kuta sehingga masyarakat bertindak sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku. 4.
Pasar Majelangu Pasar Majelangu merupakan pasar rakyat yang dibuka dalam rangkaian Festival Seni Budaya Desa Adat Kuta. Penyelenggaraan Pasar Majelangu merupakan suatu bentuk pelaksanaan tradisi di Desa Adat Kuta. Dalam penyelenggaraan tradisi Pasar Mejelangu ini terdapat sebuah pengembangann yaitu terdapat pemberlakuan tarif penyewaan stand yang berbeda antara krama adat dengan krama tamiu. Bentuk penyelenggaraan Pasar Majelangu sebagai pelaksanaan tradisi di Desa Adat Kuta merupakan suatu bentuk konsistensi serta upaya mempertahankan tradisi dan nilai budaya. Konsistensi dari Desa Adat Kuta untuk tetap menajalankan Pasar Majelangu sebagai tradisi yang telah dilaksanakan sejak berpuluh tahun yang lalu menunjukkan bahwa terdapat sistem kultural yang berlaku dalam penyelenggaraan Pasar Majelangu tersebut. Adanya sebuah pola tradisi yang dipertahankan merupakan ciri dari adanya sistem kultural dalam penyelenggaraan Pasar Majelangu. Pemberlakuan tarif yang berbeda dari dalam hal penyewaan stand merupakan upaya dari Desa Adat Kuta untuk mendorong potensi ekonomi yang dimiliki oleh masyarakat Desa Adat Kuta serta memanfaatkan peluang dari lahan yang tersedia sebagai stand di areal pantai kuta dengan memungut biaya penyewaan stand. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat sebuah sistem sosial yang dibentuk oleh aktoraktor yang bertindak sebagai panitia bersaama Prajuru Desa Adat Kuta yang
4.3.3
Menerbitkan Media Lokal Desa Adat Kuta memiliki sebuah media cetak lokal yang bernama “Kuta Kita” yang diterbitkan secara berkala oleh LPD Desa Adat Kuta. Konteks penerbitan media lokal dengan upaya peningkatan kualitas SDM terletak pada perannya dalam mengakomodasi minat dan bakat jurnalistik krama, memberi informasi dan edukasi kepada krama sehingga termotivasi untuk meningkatkan kualitas diri. Majalah “Kuta Kita” mendorong lingkungan eksternal yaitu krama Desa Adat Kuta untuk beradaptasi dengan nilai yang dikonstruksi dari berita dalam majalah tersebut. Edukasi dan motivasi tersebut kemudian membentuk sebuah pola pikir yang memotivasi krama Desa Adat Kuta untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh tim redaksi (aktor). 4.3.4
Memfasilitasi Kegiatan Berkesenian dan Berolah Raga Salah satu upaya Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah dengan memfasilitasi kegiatan berkesenian pada masingmasing banjar di Desa Adat Kuta. Kegiatan berkesenian dianggap mampu meningkatkan kualitas mental dan kemampuan berpikir seseorang. Selain itu, dengan beraktifitas dalam hal kesenian warga dapat bersosialisasi secara lebih intensif sehingga dapat meningkatkan integrasi masyarakat Desa Adat Kuta. Aktivitas Desa Adat Kuta dalam memfasilitasi kegiatan berkesenian antara lain adalah dengan memberikan
10
(dilaksanakan oleh LPM Kelurahan Kuta bekerjasama dengan Desa Adat Kuta) mendorong krama Desa Adat Kuta untuk mencapai tujuan yang telah dikonstruksi dalam sistem di Desa Adat Kuta. Hal ini sesuai dengan konsep sistem kepribadian dari teori sistem tindakan Parsons.
sumbangan kepada sekaa-sekaa gong ataupun sanggar kesenian, bekerja sama dengan komunitas Kuta Photographer Community, serta mengadakan festival gong kebyar antar banjar se-Desa Adat Kuta yang ditampilkan secara bergilir dalam rangkaian kegiatan Festival Seni Budaya Desa Adat Kuta. Setiap sekaa gong yang terlibat dalam kegiatan tersebut diberi uang pembinaan sebesar Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah). Bentuk aktifitas Desa Adat Kuta dalam memfasilitasi kegiatan berkesenian merupakan suatu bentuk upaya dalam mendukung dan mempertahankan nilai-nilai tradisi dan kebudayaan. Hal tersebut sesuai dengan konsep sistem kultural dalam teori sistem tindakan Parsons. Dengan adanya dukungan berupa bantuan dana dan penyelenggaraan event kesenian dan kebudayaan seperti Festival Seni dan Budaya Desa Adat Kuta dengan beragam rangkaian kegiatannya yang juga bernafaskan kesenian dan kebudayaan merupakan suatu bentuk upaya untuk mendorong masyarakat Kuta agar lebih aktif dalam berpartisipasi dalam pelestarian dan pengembangan budaya. Dalam hal kegiatan berolah raga, Desa Adat Kuta turut memberikan sumbangan pada setiap kompetisi olah raga yang diselenggarakan oleh desa adat. Disamping itu, Desa Adat Kuta juga memiliki aset berupa lapangan sepak bola “Gelora Samudra” guna menunjang aktivitas olah raga masyarakatnya, sehingga masyarakat dapat menjadi lebih sehat serta dapat lebih meningkatkan produktivitasnya. Melalui aktifitas Desa Adat Kuta dalam kaitannya dengan memfasilitasi kegiatan berolah raga, Desa Adat Kuta mendorong masyarakat agar melakukan kegiatan untuk meningkatkan kualitas kesehatannya. Dapat dilihat bahwa ada sebuah konstruksi tujuan untuk hidup sehat yang ingin diaplikasikan oleh Desa Adat Kuta kepada krama Desa Adat Kuta. Adanya konstruksi tujuan yang ditunjang dengan pengadaan fasilitas serta penyelenggaraan turnamen
4.3.5 Pengelolaan Aset-aset Desa Adat Kuta Desa Adat Kuta memiliki sejumlah aset-aset berupa tanah, bangunan dan lembaga resmi yang dapat memberikan keuntungan bagi Desa Adat Kuta apabila dikelola dengan baik. Aset – aset tersebut dijelaskan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 4.3: Jumlah Aset Tanah, Bangunan dan Lembaga Milik Desa Adat Kuta No
Banyaknya
1 2 3 4
Pasar Seni I 201 blok Pasar Seni II 27 blok Pasar Senggol 2 areal Ruko Jalan 18 blok Singosari 5 Pantai Kuta 1 areal Sumber: Kompilasi Data Eka Likita Desa Adat Kuta (2013). Aset-aset berupa kios-kios dan lapak di pasar dikontrakkan oleh desa adat kepada krama. Hal tersebut tentunya memberikan peluang usaha bagi krama sehingga turut juga meminimalisir jumlah pengangguran di Kuta. Desa Adat Kuta juga memiliki aset berupa Pantai Kuta yang telah dikenal di dunia karena keindahan pemandangan matahari tenggelam dan ombaknya yang digemari oleh para peselancar. Karena keberadaannya yang sudah dikenal dan menjadi simbol pariwisata Bali, maka banyak pihak yang mengadakan eventevent (acara seremonial) di areal Pantai Kuta. Tidak jarang juga areal Pantai Kuta dijadikan lokasi pengambilan gambar dalam sebuah film maupun sinema elektronik. Mengingat demikian 11
Nama Aset
antara lain kompetisi Jegeg Bungan Desa Adat Kuta, upaya LPD Desa Adat Kuta dalam meningkatkan kualitas pegawainya dengan menguliahkan pegawainya hingga strata 1, fungsi edukasi juga dilakukan dengan diterbitkannya majalah “Kuta Kita”. Dampak dari adanya kompetisi Jegeg Bungan Desa adalah memberikan dorongan bagi remaja putri bahkan anakanak perempuan di Desa Adat Kuta untuk mempersiapkan dirinya agar kemudian hari dapat tampil dalam ajang jegeg bungan Desa Adat Kuta. Selain itu dengan diselenggarakannya kompetisi jegeg bungan Desa Adat Kuta para kontestan mendapatkan banyak pengalaman dan ilmu pengetahuan baru seperti pelatihan rias, cara berjalan di catwalk, praktik dan pengetahuan tentang table manner, seminar tentang kecantikan, seminar kesehatan dan seminar politik, sehingga para kontestan mendapat ilmu pengetahuan baru. Dengan diterbitkannya majalah “Kuta Kita” sebagai media informasi dan edukasi, masyarakat dapat mengetahui secara lebih mendetail tentang kondisi Desa Adat Kuta. Selain itu masyarakat mendapatkan inspirasi dalam membangun usaha dan memperoleh informasi tentang berbagai hal yang dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat. Selain berdampak dalam bidang pendidikan, peran Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia juga memberi dampak dalam bidang sosial budaya. Dampak dalam bidang sosial budaya ini meliputi aspek kesenian, adat, kehidupan sosial masyarakat, dan religiusitas masyarakat. Kesenian merupakan aspek yang tidak dapat terlepas dari rangkaian aktivitas adat dan keagamaan di Bali. Dari beberapa bidang kesenian yang diperlombakan ataupun dikembangkan oleh Desa Adat Kuta dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia seperti gamelan gong kebyar, fotografi, tari, baleganjur, ogoh-ogoh dan sebagainya dirasakan beberapa dampaknya oleh masyarakat.
banyaknya kegiatan di Pantai Kuta, maka Desa Adat Kuta berinisiatif untuk memungut retribusi dari pengadaan kegiatan di Pantai Kuta yang ditetapkan atas persetujuan Bendesa Adat Kuta bersama dengan prajuru Desa Adat Kuta lainnya. Dalam menjaga ketertiban dan administrasi pengelolaan Pantai Kuta, Desa Adat Kuta kemudian membentuk sebuah tim pengelola pantai yang dikenal dengan Satgas (satuan tugas) Pantai Kuta yang terdiri dari 50 orang. Wujud pengelolaan Pantai Kuta yang dilakukan oleh Satgas Pantai Kuta adalah adanya pengelolaan terhadap pedagangpedagang asongan dan pedagang kaki lima yang berjualan di wilayah Pantai Kuta dimana jumlahnya ditentukan rp. 15.000 untuk krama adat dan Rp. 75.000 untuk krama tamiu yang dibayarkan setiap bulan. Pengelolaan aset-aset dan kekayaan desa adat tentunya tidak terlepas dari adanya interaksi aktor-aktor dalam Desa Adat Kuta untuk mengoptimalisasi kepuasan dari aktor dan stakeholder lainnya. Masing-masing aktor berperan sesuai dengan posisinya dalam struktur. Misalnya Kepala Pasar Seni Desa Adat Kuta berperan sesuai dengan tupoksinya, Kepala LPD Desa Adat Kuta juga berperan sebagaimana tupoksi yang telah ditentukan, demikian juga halnya dengan Bendesa Adat Kuta tetap unmelaksanakan tupoksinya, namun segenap aktor-aktor tersebut berinteaksi dalam mewujudkan kepuasan krama Desa Adat Kuta. Hal tersebut sesuai dengan konsep sistem sosial dalam teori sistem tindakan Parsons. 4.4.
Dampak Peran Desa Adat Kuta dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia bagi Kehidupan Masyarakat
4.4.1
Dampak di Bidang Sosial – Budaya dan Pendidikan Peran-peran Desa Adat Kuta yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang tergolong dalam bidang pendidikan
12
berbagai aset-aset Desa Adat Kuta. Aset-aset tersebut antara lain LPD Desa Adat Kuta, pasar seni, pasar sengol, ruko serta Pantai Kuta. Secara garis besar, pengelolaan sumber daya ekonomi desa tersebut memberi pemasukan bagi Desa Adat Kuta. Pemasukan tersebut kemudian dikelola sehingga dapat dijadikan modal dalam membangun desa maupun kualitas sumber daya manusianya. Disisi lain krama juga merasakan dampaknya yaitu berupa pemasukan ekonomi yang dapat menunjang kualitas kehidupannya sehari-hari.
Dampak yang timbul dari diadakannya parade Gong Kebyar anakanak adalah terarahnya kegiatan anakanak Desa Adat Kuta pada kegiatan yang positif dan terhindar dari pergaulan bebas. Anak-anak dapat mengenal budaya khususnya kesenian Gong Kebyar sejak dini, dengan begitu kebudayaan dan kesenian Bali dapat dilestarikan dan diperkenalkan sedini mungkin kepada anak-anak. Diselenggarakannya parade gong kebyar anak-anak pada festival seni budaya Desa Adat Kuta juga telah memberi ruang bagi anak-anak Desa Adat Kuta untuk menunjukkan kemampuannya dalam berkesenian.
5.
KESIMPULAN Seiring dengan perkembangan Desa Adat Kuta dari segi ekonomi, sosial dan budaya, mengharuskan Desa Adat Kuta untuk melakukan perluasan peran. Perluasan peran tersebut berupa pelaksanaan fungsi-fungsi desa adat yang tidak hanya terpaku pada fungsi pokok desa adat yaitu untuk mengorganisasi kegiatan adat dan keagamaan, namun juga menyangkut peran-peran sekunder lainnya yang tidak diatur sebagai fungsi pokok dari sebuah desa adat. Perkembangan industri pariwisata di Kuta merupakan hulu dari munculnya faktor-faktor lain yang mendorong Desa Adat Kuta untuk melakukan perluasan peran yaitu dengan melakukan berbagai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Perkembangan industri pariwisata yang begitu cepat mendrong perkembangan berbagai sektor di Kuta (terutama sektor ekonomi). Perkembangan tersebut memacu masyarakat dan Desa Adat Kutan untuk mempersiapkan kualitas sumber daya manusianya sehingga bisa mempertahankan eksistensinya ditengah gempuran globalisasi yang hadir melalui perkembangan industri pariwisata tersebut. Berkembangnya aset-aset desa adat seperti LPD Desa Adat Kuta, juga mendorong Desa Adat Kuta untuk melakukan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusianya. Hal tersebut
4.4.2
Dampak di Bidang Kesehatan Kesehatan merupakan salah satu aspek yang diperhatikan dalam melihat kualitas sumber daya manusia. Peranperan Desa Adat Kuta dalam mensponsori kegiatan olah raga dan menyediakan fasilitas lapangan olah raga memberi dampak bagi kesehatan masyarakat Kuta. Dampak dari adanya peran-peran tersebut antara lain memberi ruang bagi krama adat yang ingin memiliki hobi atau ingin mengembangkan bakat dalam bidang olah raga tertentu, krama adat memiliki wadah untuk meningkatkan kualitas kesehatan serta kebugaran fisik dan jasmani. Selain itu, dengan adanya fasilitas olah raga yang disediakan oleh desa adat dan banjar adat di Kuta memberi peluang bagi tiap individu untuk dapat lebih intensif dalam bersosialisasi pada ruang lingkup masyarakat Desa Adat Kuta, dengan diadakannya kompetisi olah raga mendorong masyarakat Desa Adat Kuta untuk dapat bersaing dan berkompetisi secara sehat sehingga prestasi krama Desa Adat Kuta dapat ditingkatkan. 4.4.3
Dampak di Bidang Ekonomi Dampak dari peran Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia yang terkait dengan bidang ekonomi ditunjukkan melalui peran-peran Desa Adat Kuta dalam pengelolaan
13
Pareek, Udai. 1985. Mendayagunakan Peran-peran Keorganisasian: Tinjauan Atas Teori Motivasi dan Efektivitas Peran untuk Mengoptimalkan Potensi Karyawan. Jakarta: PT Pertja
perlu dilakukan mengingat nilai ekonomis aset yang kian membesar dan harus dikelola oleh krama yang memiliki kualitas di bidangnya. Secara garis besar peran-peran Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas dapat disimpulkan bahwa diantara peran-peran yang dilakukan oleh Desa Adat Kuta, peran dalam hal pengelolaan dan pengembangan aset merupakan peran yang menjadi fokus Desa Adat Kuta. Dengan berkembangnya aset-aset tersebut, diharapkan dapat mengakselerasi peningkatan kualitas krama dan memberi keuntungan materiil bagi Desa Adat Kuta yang dapat digunakan untuk pembangunan fisik desa serta pembangunan kualitas sumber daya manusia krama desa adat. Secara garis besar, peran Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia memberi dampak dalam bidang sosial budaya, pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Adanya dampak-dampak tersebut menunjukkan bahwa peran Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah fungsional dan cukup efektif dalam mendorong peningkatan kualitas krama dan lebih luas lagi kualitas pembangunan di Desa Adat Kuta. Dengan adanya perluasan peran oleh Desa Adat Kuta yaitu dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia ini, Desa Adat Kuta telah berhasil mempertahankan eksistensinya, sehingga keberadaannya tetap diakui oleh masyarakat. Hal tersebut terlihat dengan beberapa kegiatan dan event besar yang menarik perhatian masyarakat hingga diliput oleh stasiun televisi nasional. 6.
Poloma, Margaret M. 2007. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajawali Press. Ritzer, G., dan Goodman, D.J. 2012. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana. Sinulingga, Budi D. 1999. Pembangunan Kota, Tinjauan Regional dan Lokal. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Suryawan, I Ngurah. 2012. Sisi Dibalik Bali: Politik Identitas, Kekerasan dan Interkoneksi Global. Denpasar: Udayana University Press. Tesis: Darmadi, I G.N Agung Eka. 2011. Representasi Budaya Masyarakat Lokal dan Politik Identitas Desa Adat Kuta dalam Poskolonialitas Kawasan Industri Pariwisata. Denpasar: Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. Publikasi Institusi: Artha, Musna, Sujaya. 2010. Mitra Utama Membangun Desa: Profil LPD Desa Adat Kuta. Kuta: LPD Desa Adat Kuta ________. 2013. Eka Likita Desa Adat Kuta. Badung: Desa Adat Kuta.
DAFTAR PUSTAKA
Makmur, Syarif. 2007. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Efektivitas Organisasi (Kajian Penyelenggaraan Pemerintahan Desa). Jakarta: Rajagrafindo Persada.
________. 2013. Data Monografi Desa dan Kelurahan. Badung: Kelurahan Kuta
14
Internet: Bao, Bonefaus (2010) Kuatnya Kekuasaan Ondoafi di Tengah Masyarakat Urban. Diakses pada tanggal 14 Desember 2013 dari http://azia – fisip11.web.unair.ac.id/ artikel detail47772-essay-politik-JURNAL-KUATNYAKEKUASAAN-ONDOAFI-DI-TENGAHMASYARAKAT-URBAN.html
15
16