Prosiding Seminar Nasional
Kerukunan Umat Beragama dalam Perspektif Hukum dan HAM
PERAN DEPARTEMEN AGAMA DALAM PEMBINAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
Drs. H. Mudzakir, MM. Direktur Urusan Agama Islam, Departemen Agama Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh, Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke Subhanallahu hadirat Allah Wata’alla, karena atas karunia dan nikmatnya kita semua dapat berkumpul pada kesempatan yang berbahagia ini yaitu Seminar Nasional dengan judul Kerukunan Umat Beragama dalam perpektif Hukum dan HAM. Semoga kehadiran kita di tempat ini memperoleh ridho Allah Subhanallahu Wata’alla dengan limpahan hidayah dan inayah-Nya. Kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada panitia yang telah mengundang kami sehingga kepada para hadirin sekalian untuk menyampaikan makalah yang berjudul Peran Departemen Agama dalam pembinaan Kerukunan Umat Beragama di Indonesia yang kami paparkan.
I.
Pembinaan dan Pengembangan Kehidupan Beragama.
Kehidupan beragama secara konstitusional ditegaskan dalam rumusan Pancasila pada pembukaan dan pasal 29 UUD 1945, Landasan idiil Pancasila pada sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam penjelasan UUD 1945 sila pertama tersebut adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung makna kewajiban pemerintah dan para penyelenggara negara lainnya untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan dan memegang teguh cita-cita moral yang luhur. Untuk memelihara moral yang luhur tersebut tidak dapat dilepaskan dari usaha untuk membina dan mengembangkan
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Jakarta, 1 OKTOBER 2005
55
Prosiding Seminar Nasional
Kerukunan Umat Beragama dalam Perspektif Hukum dan HAM
kehidupan beragama bangsa Indonesia, bahkan ia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran agama. Dalam pasal 29 UUD 1945 ditegaskan bahwa negara berdasarkan atas ketuhanan YME, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Negara tidak hanya menjamin kebebasan memeluk agama, sekaligus negara menjamin, melindungi, membina, mengembangkan serta memberikan bimbingan dan pengarahan, agar kehidupan beragama boleh berkembang, bergairah, bersemarak serasi dengan kebijaksanaan pemerintah dalam membina kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila. Negara tidak mengatur dan ingin mencampuri urusan syariat dan ibadah-ibadah agama, yang umumnya terbentuk dalam aliran agama masing-masing menurut keyakinan masingmasing yang dijamin sepenuhnya oleh negara. Kehidupan yang kita bangun adalah: kehidupan beragama yang pancasilais sekaligus kehidupan pancasila yang beragama, nilainilai agama tercermin dalam tingkah laku dan perbuatan sehari-hari, kehidupan yang baik lahir dan batin dunia dan akhirat. Kita sadar bahwa bangsa
Indonesia yang ber-Bhinekka Tunggal Ika dalam: 1) Suku bangsa, 2) Bahasa setempat, adat istiadat, 3) Kesenian daerah, 4) Kepercayaan dan agama; Tetap menjadi satu: 1) Bangsa Indonesia, 2) Bahasa Indonesia, 3) Negara Indonesia, 4) Pemerintah RI, dan 5) Ideologi Pancasila. Perbedaan-perbedaan tersebut harus dikelola keserasiannya dipersatukan tidak dipertentangkan, untuk mencapai cita-cita bersama, menuju kebahagian bersama sebagai bangsa. Dalam Islam menuju Izzul Islam Wal Muslimin. Perbedaan agama yang dipeluk bangsa Indonesia, jangan sampai merusak kerukunan hidup bersama, sebab kita memiliki 5 (lima) titik temu: satu bangsa, bahasa, negara, pemerintah dan ideologi Pancasila. Menteri Agama RI H. Alamsyah Ratu Prawiranegara mengatakan Kerukunan hidup
beragama, bukanlah merukunkan ajaran agama masing-masing dalam arti mencampur adukkan ajaran agama, tetapi kerukunan sesama warga negara yang berbeda agama, hidup saling membantu dan tidak saling menganggu. Sikap hidup menciptakan kerukunan, ukhuwah, kesatuan dan persatuan bangsa, dapat terwujud dengan adanya keamanan, kemampuan semua komponen bangsa, dan
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Jakarta, 1 OKTOBER 2005
56
Prosiding Seminar Nasional
Kerukunan Umat Beragama dalam Perspektif Hukum dan HAM
kemampuan mengendalikan diri dari sikap ucapan dan perbuatan yang menyinggung dan merugikan orang lain. II.
Agama dan Kehidupan Beragama di Indonesia
1. Kenyataan sosial budaya menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Bangsa yang agamis, bangsa yang percaya terhadap Tuhan YME. 2. Kehidupan bangsa Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan kehadiran dan perkembangan kehidupan sosial budaya. Bangsa Indonesia sangat dipengaruhi dan diwarnai oleh nilai-nilai agama. 3. Agama merupakan ketentuan Tuhan YME yang mengandung nilai-nilai luhur, mulia, suci yang dihayati, diamalkan oleh pemeluk-pemeluknya dan didakwahkan kepada umat, dan berpengaruh besar terhadap keberhasilan usaha pembangunan nasional. 4. Peranan/fungsi agama sangat penting mempengaruhi suksesnya pembangunan yaitu sebagai: a. Faktor motivatif: yaitu agama memberi dorongan batin/motif, akhlak dan moral yang mendasari citacita dalam seluruh aspek hidup dan kehidupan, termasuk usaha dalam pembangunan nasional.
b. Faktor kreatif/inovatif, yaitu memberikan dorongan semangat untuk bekerja kreatif, produktif dengan penuh dedikasi, untuk membangun kehidupan dunia yang lebih baik dan kehidupan akhirat yang baik dan selamat dan agama mendorong pembaharuan dan penyempurnaan tatanan kehidupan (inovatif). c. Faktor integratif, yaitu agama mengintegrasikan dan menyerasikan segenap aktivitas manusia, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat. Keserasian antara mengejar kebaikan dunia dan kebaikan akhirat dan agama sebagai faktor integratif individual dan integratif sosial. Dengan agama, manusia mampu menghadapi berbagai tantangan dan gangguan yang menggoyahkan individu maupun dalam masalah sosial. Dan agama sebagai faktor pemantapan stabilitas dan ketahanan nasional mampu mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia. Serta terwujudnya kerukunan intern umat beragama dan kokohnya ukhuwah (persaudaraan) umat beragama. d. Faktor sublimatif, yaitu
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Jakarta, 1 OKTOBER 2005
57
Prosiding Seminar Nasional
Kerukunan Umat Beragama dalam Perspektif Hukum dan HAM
agama sebagai mensyahdukan, mengkuduskan segala perbuatan manusia dan didasari keikhlasan, ketulusan dan penuh pengabdian karena keyakinan bahwa perbuatan yang baik merupakan bagian pelaksanaan ibadah insan terhadap Allah SWT. e. Agama sebagai faktor sumber inspirasi budaya bangsa Indonesia, seperti cara berpakaian yang menutup aurat, sopan dan indah, Tuhan mencintai yang indah/keindahan, maka lahirlah budaya yang bernafaskan agama dan ditanamkan kehidupan yang jauh dari syirik atau kemusyrikan, ternyata budaya bangsa Indonesia tercermin pada eksistensi lima agama besar di Indonesia. Dalam membangun kehidupan beragama sasaran utama adalah: 1. Makin membudayanya nilainilai agama 2. Makin mantapnya kerukunan hidup antar inter dan antar umat beragama 3. Makin kokohnya ideologi Pancasila Dalam pokok-pokok pikiran ke-4 Pembukaan UUD 1945 ialah Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab oleh karena itu UUD 1945 mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara, untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Penjelasan pembukaan UUD 1945 itu tidak dapat dilepaskan dari Agama, serta usaha membina dan mengembangkan kehidupan beragama bangsa kita. Maka perlu ditingkatkan/dimantapkan iman akhlak, budi pekerti luhur, serta amal yang terkandung dalam ajaran Agama, kesusilaan dan moral sehingga nilai-nilai Agama, nilai-nilai luhur tercermin dalam tutur kata, sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. III. Peningkatan Partisipasi Umat Beragama dalam Pembangunan Nasional Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila yang hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Pembangunan Agama tidak terpisahkan/integral dari pembangunan nasional secara keseluruhan. Suksesnya pemba-
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Jakarta, 1 OKTOBER 2005
58
Prosiding Seminar Nasional
Kerukunan Umat Beragama dalam Perspektif Hukum dan HAM
ngunan nasional akan membantu keberhasilan pembangunan di bidang agama. Sebaliknya keberhasilan pembangunan agama akan menunjang suksesnya pembangunan secara keseluruhan. Berhasilnya pembangunan nasional dan pembangunan di sektor Agama tergantung pada partisipasi, kesadaran, tekad, semangat dari seluruh rakyat Indonesia termasuk umat Islam/ umat beragama. Umat Islam yang merupakan penghuni terbesar negeri RI yang banyak menikmati/ merasakan hasil pembangunan nasional serta wanita sangat penting dalam keberhasilan pembangunan nasional. Peranan Ulama/Kyai, pemuka agama, pimpinan ormas Islam dan Tokoh masyarakat adalah: 1. Menerjemahkan nilai-nilai dan norma-norma agama, dalam kehidupan masyarakat. 2. Menterjemhakan dan mengkomunikasikan gagasan-gagasan pembangunan dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh rakyat/masyarakat. 3. Memberikan pendapat, saran dan kriteria pembangunan, terhadap gagasan dan pelaksanaan pembangunan bangsa. 4. Mendorong dan membimbing masyarakat dan umat beragama untuk meningkatkan partisipasinya untuk mensukseskan pembangunan nasional.
Pembangunan nasional diupayakan menghindari pengaruh negatif yang dibawa oleh pengaruh budaya asing dengan gejala makin berkembangnya komersialisasi budaya, kebudayaan, krisis akhlak dan perbuatan munkar lainnya, dekadensi moral, liberalisme, sekulerisme yang bertentangan dengan nilai-nilai agama dan Pancasila yang berdampak mengancam kelangsungan pembangunan nasional dan merusak kepribadian bangsa dan sering ada issue, umat beragama dianggap golongan yang tidak merespon pembangunan. Hal tersebut tidak benar, justru agama mendorong kepada segenap pemeluknya/umatnya untuk melaksanakan pembangunan. Dan issue tersebut merupakan tantangan umat Islam dan umat beragama yang perlu dijawab dengan peningkatan peran sertanya dalam Pembangunan Nasional. IV. Beberapa Masalah yang Sering Menimbulkan Ketegangan dalam Kemitraan Umat Beragama Umat beragama, masingmasing berkewajiban membina dan memantapkan pengamalan ajaran agama masing-masing dan berupaya menyebarkan agama dan ajarannya dengan berbagai cara dan hal tersebut sering menimbulkan kesalah-pahaman, timbul pertentangan dan
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Jakarta, 1 OKTOBER 2005
59
Prosiding Seminar Nasional
Kerukunan Umat Beragama dalam Perspektif Hukum dan HAM
menyinggung perasaan umat yang berbeda agama. Maka pemerintah mengeluarkan peraturanperaturan untuk ditaati, agar tidak terjadi pertentangan, permusuhan sesama umat yang berakibat goyahnya persatuan dan kerukunan umat yang berdampak pada ketidak-stabilan nasional dan kerawanan sosial kemasyarakatan. Lebih-lebih kita menghadapi krisis ekonomi dan tantangan kehidupan sosial budaya masyarakat dalam menghadapi globalisasi di segala bidang menjelang dan pascapemilu. V.
Peraturan yang pemerintah
dibuat
1. Keputusan Menteri Agama (KMA) RI Nomor 44 Tahun 1978 tanggal 23 Mei 1978 tentang pedoman Dakwah dan Kuliah Subuh melalui Radio. Dalam KMA nomor 44 Tahun 1978 tersebut bahwa pelaksanaan dakwah dan kuliah subuh melalui radio tidak memerlukan izin terlebih dahulu tetapi cukup memberitahukan kepada Kepala KUA dan Polsek setempat. a. Tidak menganggu stabilitas nasional. b. Tidak menganggu jalannya pembangunan nasional. c. Tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Dakwah, khutbah, atau
ceramah disampaikan kepada umat, agar dilaksanakan sesuai dengan hakekat dakwah agama yang bertujuan: a. Menyampaikan ajaran agama kepada masyarakat. b. Mengajak umat kepada jalan yang benar sesuai ajaran agamanya. c. Meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan YME. d. Memperkokoh iman. e. Meningkatkan penghayatan dan pengamalan ajaran agama. f. Menciptakan kebahagian hidup lahir batin dan akhirat. Dakwah diarahkan untuk membantu terciptanya stabilitas nasional dalam mencapai: a. Kokohnya persatuan bangsa b. Semakin memantapkan kerukunan umat beragama c. Suksesnya pembangunan nasional d. Terwujudnya stabilitas nasional dengan mantap dan kondisi nasional yang kondusif. Dalam masalah dakwah yang berkaitan dengan politik: a. Pemerintah pada prinsipnya tidak melarang membicarakan masalah politik dalam dakwah. Khutbah/ceramah agama, sepanjang pembahasan tersebut merupakan pengkajian, pemikiran
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Jakarta, 1 OKTOBER 2005
60
Prosiding Seminar Nasional
Kerukunan Umat Beragama dalam Perspektif Hukum dan HAM
politik secara ilmiah, perbandingan dengan ajaran agama. b. Dijaga lontaran kata/ pembicaraan dalam dakwah/ khutbah/ceramah yang dapat menimbulkan perasaan pihak lain seperti menghina, menghasut, atau menfitnah, mencaci maki dan lain-lain. c. Forum dakwah/ceramah/ khutbah tidak dijadikan ajang/sarana pelaksanaan politik praktis, untuk membina, menghimpun opini negatif terhadap siapapun. d. Tidak membahas/membicarakan faham/aliran furu’yah-khilafiah dalam meredam pertentangan yang tidak berkesudahan dan berusaha mencari kesamaan-kesamaannya. 2. Masalah Pendirian Tempat Ibadah. Dalam pendirian tempat ibadah mentaati Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 01Ber/mdn/mag/1969, tanggal 13 September 1969 tentang pelaksanaan tugas aparat pemerintahan dalam mengembangkan dan ibadah agama oleh pemelukpemeluknya. Isi dari SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tersebut ialah: a. Pemerintah memberi kesempatan seluas-luasnya
penyebaran agama dan pelaksanaan ibadah oleh pemeluk-pemeluknya. b. Kepala daerah membimbing dan mengawasi pelaksanaan penyebaran agama dan ibadah dengan ketentuan: c. Setiap pendirian tempat ibadah harus mendapat izin dari kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk olehnya. Izin diberikan setelah mempertimbangkan: • Pendapat Dep. Agama/ Kanwil/Kandepag • Planologi • Kondisi dan keadaan setempat • Bila perlu kepala daerah minta pendapat ormas keagamaan, ulama, rohaniawan setempat. (pasal 4) d. Jika timbul perselisihan antara umat beragama, baik yang terkait pendirian tempat ibadah, dakwah/ khutbah/ceramah agama, kepala daerah segera mengadakan penjelasan yang adil dan tidak memihak (pasal 5). Untuk melengkapi persyaratan pendirian tempat ibadah diperkuat dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 648 Th 1979 tentang penetapan kembali prosedur dan ketentuan permohonan tempat ibadah dan kegiatan Agama dalam wilayah DKI.
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Jakarta, 1 OKTOBER 2005
61
Prosiding Seminar Nasional
Kerukunan Umat Beragama dalam Perspektif Hukum dan HAM
Syarat tambahan permohonan izin pendirian tempat ibadah, yaitu: • Keterangan tertulis dari Lurah setempat mengenai lokasi tanah, benar ada di wilayahnya. Daftar jumlah umat yang akan menggunakan rumah ibadah yang berdomisili di sekitarnya. • Daftar jumlah umat yang akan menggunakan rumah ibadah tersebut. • Surat keterangan tentang status tanah dari Kepala Kantor Agraria setempat. • Peta situasi dari Dinas Tata Kota setempat • Rencana gambar bangunan tempat ibadah. • Daftar susunan pengurus atau panitia tempat ibadah tersebut. 3. Keputusan Menteri Agama RI No. 70 Tahun 1978 tanggal 1 Agustus 1978 tentang pedoman penyiaran agama. Dalam upaya menegakkan kerukunan umat beragama dan menjaga stabilitas nasional, maka pengembangan dan penyiaran agama agar dilaksanakan dengan semangat kerukunan, saling menghargai, hormatmenghormati penuh toleransi antar dan intern umat beragama. Penyiaran agama tidak dibenarkan untuk: a. Ditujukan pada orang-
orang yang telah memeluk suatu agama yang lain. b. Dilakukan dengan bujukan/ pemberian materiil, uang, pakaian, makanan, minuman, obat-obatan, bantuan beasiswa, dan lain-lain agar orang tersebut tertarik untuk memeluk suatu agama. c. Dilakukan dengan cara penyebaran pamflet, buletin, majalah, bukubuku, dan sebagainya. Di daerah-daerah rumahrumah kediaman orang/ umat beragama lain. d. Dilakukan dengan cara-cara masuk/keluar dari rumah ke rumah orang yang telah memeluk agama lain dengan dalih apapun. VI. Kerukunan Intern umat beragama Kehidupan intern umat beragama sering terjadi gejala yang kurang mantap dan acap kali menimbulkan pertentangan dan perpecahan seperti dalam intern umat Islam, perbedaan faham dalam masalah khilafiah sering menimbulkan pertentanganpertentangan, pertengkaran, perpecahan sampai perebutan masjid, mushola untuk menerapkan syariat agama sesuai dengan aqidah keyakinannya dan masingmasing merasa benar dan hal tersebut meretakkan kerukunan dan ukhuwah islamiyah. Maka
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Jakarta, 1 OKTOBER 2005
62
Prosiding Seminar Nasional
Kerukunan Umat Beragama dalam Perspektif Hukum dan HAM
pertentangan yang mungkin timbul antara pemuka/ pemimpin agama yang bersifat pribadi, jangan sampai meng-akibatkan pecahnya diantara para pengikutnya, lebih bahaya lagi pecahnya bersifat doktrin. Segala persoalan yang timbul di lingkungan intern umat beragama, hendaknya dapat diselesaikan dengan semangat kerukunan, persaudaraan/ukhuwah islamiyah dengan semangat kekeluargaan sesuai dengan ajaran agama.
Demikian beberapa hal yang yang dapat kami sampaikan untuk topik Peran Departemen Agama dalam Pembinaan Kerukunan Umat Beragama. Semoga dapat menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan ukhuwah Islamiyah, Basyariah, Wathoniyah dalam Negara Kesatuan RI. Semoga Allah SWT selalu membimbing kita ke jalan yang benar. Amien.
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Jakarta, 1 OKTOBER 2005
63