HNAMIKA KERUKUNAN HIDUP BERAGAMA DI DAERAH
Laporan Observasi 1979/1980
PROYEK PEMBINAAN KERUKUNAN HIDUP BERAGAMA DEPARTEMEN AGAMA R.I. Jakartfi.
BIBLIOTHEEK KITLV
0054 6448
: § 5 5 ^ 6 6 :~&V2L
'
yr-A/ DINAMIKA KERUKUNAN HIDUP BERAGAMA DI DAERAH
Laporan Observasi 1979/1980
PROYEK PEMBINAAN KERUKUNAN HIDUP BERAGAMA DEPARTEMEN AGAMA R.I.
YOOK
& & enYOUtf*
«M
KATA
PENGANTAR
Assalamu'alaikum w.w. Pelaksanaan Observasi dalam rangka kegiatan Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama telah dilaksanakan sejak tahun 1971—1972, yang dalam tahun anggaran 1979/1980 ini ditujukan kepada 9 (sembilan) daerah penelitian, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kabupaten Aceh Tenggara. Kabupaten Dairi. Kabupaten Tapanuli Utara. Kabupaten Kotawaringin. Kotamadya Surakarta. Kabupaten Tana Toraja. Kabupaten Luwu-Banggai. Kabupaten Maluku Tenggara. Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Di samping melaporkan hasil Observasi dari kesembilan daerah tersebut di atas, kecuali untuk Kabupaten Tana Toraja yang disebabkan hal-hal diluar kemampuan pelaksana tidak dapat disajikan di sini, maka sebagai hasil dari bentuk Observasi yang lebih mendalam, yaitu yang berbentuk Studi Kasus dilaporkan pula hasil dari 2 (dua) daerah yaitu : 1. Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, 2. Kotamadya Banjarmasin, Kalimantan -Selatan. Rangkuman laporan Observasi dan Studi Kasus ini diberi judul : DINAMIKA KERUKUNAN HIDUP BERAGAMA " I DAERAH-DAERAH", yang diharapkan menambah pengetahuan kita bersama tentang keadaan sebagian dari kehidupan beragama didaerah, serta kaitannya dengan usaha meningkatkan kerukunan di antara pemeluk/umat beragama yang bersangkutan. Semoga laporan ini yang seharusnya terbit pada tahun anggaran 1980/ 1981 bermanfaat. Wassalam, Jakarta,
1 Maret 1983.
Pemimpin Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama H. R. Djatiwijono, SH Nip. 150002274
DAFTAR
ISI Halaman
Kata Pengantar Daftar Isi BAB I. : PENDAHULUAN.
BAB II.
BAB III.
BAB IV.
i iii
A. Latar belakang masalah
3
B. Observasi tahun 1980/1981
8
C. Kehidupan Beragama di Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat
11
D. Kehidupan Beragama di Kotamadya Banjarmasin, Kalimantan Selatan
14
: HASIL-HASIL OBSERVASI. A. Kabupaten Tapanuli Utara
21
B. Kabupaten Dairi
32
C. Kabupaten Aceh Tenggara
40
D. Kotamadya Surakarta
55
E. Kabupaten Kotawaringin
63
F. Kabupaten Luwu
70
G. Kabupaten Maluku Tenggara
78
H. Propinsi Nusatenggara Timur
85
: KEHIDUPAN BERAGAMA DI KECAMATAN PANTI, KABUPATEN PASAMAN, SUMATERABARAT. A. Pemilihan Daerah dan Lokasi Penelitian
101
B. Hasil-hasil Penelitian
104
C. Kesimpulan
118
: KEHIDUPAN BERAGAMA DI KOTAMADYA BANJARMASIN, KALIMANTAN SELATAN.
-
A. Gambaran tentang Lokasi Penelitian
123
B. Data Terperinci
126
C. Bentuk Kerukunan
138
D. Pembinaan Keagamaan
159
E. Sikap terhadap Gagasan Kerukunan Hidup Beragama
166
F. Sikap terhadap Pelaksanaan Pembangunan
178
G. Penutup
186
LAMPIRAN : 1. Peta Lokasi Observasi 1979/1980
vii
2. Peta Propinsi Sumatera Barat
ix
3. Peta Kecamatan Panti, Pasaman
xi
—oo—
iv
....
LAMPIRAN
v
PETA LOKASI OBSERVASI
o
Skala . 1 : 10 500.000
%\
PETA PROP. SUMATERA (ARAT
[ ^ P.Pajan Selatan TaAI
L\
/
\\°^ft^, ""'S
/ ö
-v
:
O ?|->tfcf.." '-. û
0 uoo
.-lU<:
—/
. .l„ .«Cki' <Ä.\
L t*.
l
. ,ïo' t«t.
l
!i Cv,
/
-
,
&*.
W
»
^X
-*» »: 01007 «Q3J,
XI
BAB I
PENDAHULUAN
h
P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Dalam masyarakat Indonesia, kehidupan agama mempunyai tempat tersendiri yang utama sebagai konsekwensi logis dari pemenuhan kebutuhan atau keperluan dari kehidupan masyarakat itu sendiri, baik sebagai makhluk Individu maupun sebagai anggota masyarakat yang hidup secara bersama. Kehidupan beragama tersebut telah ada sejak lama, jauhsebelum Indonesia Merdeka, bahwa masyarakat penghuni gugusan kepulauan yang tersebar seluruh nusantara itu telah menganut berbagai agama. Setelah melintasi abad demi abad dengan perkembangan penduduk yang berada di nusantara ini, maka agama-agama yang ada berkembang pula sampai sekarang seperti agama Islam, Kristen, Hindu dan Budha. Sejak proklamasi kemerdekaan, kehidupan agama mendapat tempat utama dalam kehidupan bernegara. Hal ini telah dinyatakan secara tegas dalam UUD. 1945 pasal 29 bahwa kehidupan beragama di Indonesia dijamin oleh Negara. Setiap penduduk sebagai warga negara diberi kemerdekaan untuk memeluk agama masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Negara tidak hanya melindungi dan memberi kebebasan, bahkan mendorong dan memberikan bantuan kepada umat beragama untuk memajukan kehidupan agamanya. Kehidupan beragama di Indonesia tercermin dengan diakuinya eksistensi agama-agama yang ada : Islam, Katholik, Protestan, Hindu dan Budha. Setiap agama itu mempunyai lembaga-lembaga dan organisasi dalam masyarakat sebagai penjabaran dari tuntutan dari ajaran agamaagama tersebut dalam rangka pemenuhan kebutuhan kehidupan beragama. Dengan adanya berbagai lembaga keagamaan dan organisasi khusus yang tersebar di seluruh Indonesia itu merupakan potensi yang besar dalam pembinaan mental spiritual masyarakat Indonesia seutuhnya. Agama yang dianut oleh masyarakat tidak hanya sebagai pemenuhan kebutuhan dalam hidup, tapi lebih jauh lagi sebagai sumber dari kebenaran. Dengan melalui agama itulah ditemukan kebenaran yang diyakini dan dipegangi oleh masing-masing pemeluknya. Dengan kata lain setiap penganut agama tersebut mempercayai kebenaran yang dibawa oleh masing-masing agamanya sebagai suatu kebenaran mutlak. Hal ini meru-
3
pakan suatu keharusan bagi setiap orang yang menganut agama. Tidaklah ada artinya bila seseorang menyatakan menganut suatu agama, bila dalam kenyataannya dia tidak, meyakini kebenaran dari agama tersebut. Bila dilihat dari segi hubungan antara agama dengan orang yang menganutnya atau eksistensi agama bagi seseorang, maka pengertian di atas merupakan suatu kemestian. Dengan dasar pengertian beginilah para penganut agama itu bisa mempertahankan kemurnian agamanya dan juga dengan dasar itu pula mereka memajukan dan mengembangkan agama tersebut. Selanjutnya bila kita lihat dari sudut lain, tanpaknya keabsolutan kebenaran agama yang dianut oleh seseorang itu pula yang menyebabkan timbulnya gejala lain, yakni sikap "fanatisme". Masing-masing penganut agama mendakwakan bahwa ajaran yang dibawa oleh agamanyalah yang , sehingga mereka mengemban tugas suci yang di mana kebenaran agama tersebut perlu disampaikan atau disebar-luaskan pada orang lain, Paham semacam ini diduga ada pada setiap penganut agama walaupun dalam intensitas yang berbeda. Dugaan ini bisa bersifat hipotetis yang perlu diuji kebenarannya dan bisa pula merupakan hasil pengamatan sepintas dari gejala-gejala yang muncul di permukaan. Beberapa kasus-kasus yang terjadi dalam masyarakat, adanya ketegangan-ketegangan antara satu penganut agama dengan agama lain terjadinya interaksi sosial yang negatif sehingga tidak jarang sampai pada derajat konflik yang merusak dan mengganggu perkembangan masyarakat, diduga salah satu penyebabnya adalah karena sikap "fanatisme". Di samping itu mungkin juga hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya seperti berbedanya adat-istiadat, beragamnya kelompok etnis dengan ciri dan sifatnya tersendiri serta lain sebagainya. Selanjutnya jika kita telusuri pula keadaan penganut agama masingmasing, bagaimana hubungan antara penganut agama itu sesamanya atau antara satu golongan/kelompok dengan golongan/kelompok lain dalam suatu agama, kadang-kadang terjadi juga ketegangan-ketegangan sesama mereka sehingga tidak jarang pula meningkat menjadi konflik yang sulit untuk diselesaikan. Salah satu faktor yang mungkin menyebabkan terjadinya hal tersebut bermuara dari ketidak samaan atau berbedanya pemahaman dan interpretasi terhadap beberapa aspek pokok dari ajaran agama itu, disamping adanya faktor-faktor lainnya yang ikut melatar belakangi dan mempengaruhi terjadinya gejala tersebut. Dan memang disadari suatu gejala sosial terjadi disebabkan atau dipengaruhi oleh banyak faktor, walaupun dalam bentuk gejala yang se-
4
derhana sekalipun. Biasanya antara satu faktor dengan faktor lainnya saling berkaitan. Dari sekian banyak faktor itu ada diantaranya yang lebih dominan dari pada yang lain. Maka demikian juga dalam masalah kehidupan agama yang merupakan salah satu bentuk dan aspek pokok dari kehidupan sosial terjadi suatu konflik mungkin disebabkan oleh problematik yang menyangkut dengan agama itu sendiri, sebagai variabel yang dekat dengan masalah tersebut. Ini tidak berarti ajaran-ajaran agama itu yang mendorong terjadinya konflik, tetapi para penganutnyalah yang menyebabkan praktek keagamaan itu menyimpang dari nilai ajaran yang sesungguhnya, sehingga terjadi ekses-ekses yang tidak diingini yang merusak dan menghancurkan masyarakat. Jika kita lihat ajaran-ajaran dari setiap agama itu, tidak satupun dari agama itu yang bertujuan merusak kehidupan masyarakat. Agama itu mengajarkan supaya pemeluknya hidup saling tolong-menolong, bantumembantu satu sama lain dan saling mencintai dan mengasihi. Agama mendorong penganutnya untuk berbuat amal bakti dan melakukan usahausaha yang baik demi terujudnya ketenteraman, keamanan dan kesejahteraan hidup manusia itu sendiri. Dengan kata lain dalam bahasa yang populer didengar bahwa peranan agama sangat penting dalam masyarakat, apalagi dalam masyarakat yang sedang membangun. Agama dapat memberikan dorongan terhadap pembangunan dan juga sekaligus memberi arah serta memberi makna hasil pembangunan itu sendiri. Maka oleh karena itu kehidupan beragama dalam masyarakat yang berdasarkan Pancasila ini mendapat tempat yang khusus. Salah satu tujuan pembinaan yang dilakukan selama ini oleh Pemerintah yang dalam hal ini dilakukan oleh Departemen Agama adalah agar supaya kehidupan beragama itu selalu menuju kepada arah yang positif dan menghindari serta mengurangi ekses-ekses negatif yang akan muncul yang merusak kepada kesatuan dan ketenteraman masyarakat. Dalam hal ini pemerintah telah menggariskan arah pembinaan tersebut sebagaimana telah dicantumkan dalam Pola Umum PELITA III pada Bab IV D tentang Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Sosial Budaya huruf 1 ayat b sebagai berikut : "Kehidupan keagamaan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa makin dikembangkan, sehingga terbina hidup rukun diantara sesama umat beragama, di antara sesama penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan antara sesama umat beragama dan semua penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam 5
usaha memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa dan meningkatkan amal untuk bersama-sama membangun masyarakat". Dalam pelaksanaan dan penjabaran dari pola umum pembinaan kerukunan hidup beragama itu, Departemen Agama telah merumuskan beberapa kebijaksanaan antara lain telah menetapkan arah kerukunan itu pada tiga bentuk : a. Kerukunan intern umat beragama. b. Kerukunan antar umat beragama. c. Kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah. Dalam pembinaan kerukunan hidup beragama itu dilakukanlah beberapa usaha seperti mengadakan musyawarah-musyawarah pada kalangan intern umat beragama. Usaha ini didorong oleh pemerintah agar permasalahan-permasalahan yang akan menjadi ekses-ekses negatif dalam intern umat beragama itu dapat dihindarkan. Dan tidak jarang pula ditemukan terjadi gap antara Pemerintah disatu pihak dengan umat beragama dipihak lain seperti beberapa kebijaksanaan i pemerintah yang ada kurang dipahami atau terdapatnya salah penafsiran terhadap peraturan yang ada, sehingga kadang-kadang mengakibatkan timbul apatisme, sikap passif, tidak ikut berpartisipasi dan lain sebagainya. Maka oleh karena itu diadakanlah pelbagai pendekatan, baik intern umat beragama, antar umat beragama maupun antara umat beragama dengan Pemerintah. Dan adapun pembinaan kerukunan hidup antar umat beragama itu sendiri telah ditempuh beberapa jalan seperti mengadakan dialog atau konsultasi-konsultasi sehingga satu sama lain saling merasa dekat, terjalin komunikasi yang baik antara penganut agama itu. Dan di samping itu juga telah ditempuh usaha lain yakni mengadakan penelitian-penelitian dalam bentuk observasi-observasi ataupun studi-studi kasus, sehingga dengan demikian akan didapatkan data atau informasi yang lebih akurat buat menyusun kebijaksanaan yang tepat dalam pembinaan kerukunan hidup beragama. Adapun sistematika isi laporan ini, yang diberi judul "DINAMIKA KERUKUNAN HIDUP BERAGAMA DI DAERAH-DAERAH" adalah dalam garis besarnya sebagai berikut : 6
Bab I. Bab II.
Pendahuluan. Hasil-hasil Observasi.
Bab III.
Kehidupan beragama di Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat.
Bab IV.
Kehidupan Beragama di Kotamadya Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Lampiran-lampiran. Demikianlah, semoga laporan dalam buku ini dapat bermanfaat kepada para pembaca.
—oo—
7
w
B. PELAKSANAAN OBSERVASI TAHUN 1979/1980. Bahwa pelaksanaan pembangunan Pelita III dan seterusnya adalah pembangunan manusia seutuhnya dalam aktualisasi berusaha keras memenuhi kebutuhan pokok material dan mental spiritual seimbang lahiriyah dan batiniyah sesuai dengan amanat penderitaan rakyat. Tahap-tahap pembangunan yang pragmatis dan realistis antara lain diperlukan suasana yang stabil, aman tenteram dan terwujudnya ketahanan nasional yang mantap. Keikutsertaan umat beragama dalam pembangunan besar faedah dan manfaatnya. Dana bantuan tetap yang sangat diperlukan semua pihak adalah terwujudnya tiga bentuk kerukunan umat beragama, meliputi kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat beragama, dan kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah. Jalur kerukunan itu merupakan salah satu metoda jalan pintas mempercepat laju suksesnya pembangunan itu sendiri. Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama, Departemen Agama R.I. diserahi tugas-kewajiban melaksanakan kebijaksanaan Menteri Agama untuk mengadakan berbagai kegiatan, antara lain melakukan pendekatanpendekatan, penerangan dan penjelasan, pertemuan dan musyawarah, study kasus dan observasi suasana kerukunan hidup umat beragama. Dari bidang kegiatan yang terakhir itu diperlukan pengumpulan data keagamaan melalui kegiatan yang disebut "OBSERVASI", sebagai bahan baku usaha kearah peningkatan pembinaan kerukunan hidup umat beragama sekaligus melangkah melakukan berbagai daya dan upaya guna mencegah dan menghilangkan sumber-sumber timbulnya keresahan dan ketegangan sementara masyarakat dan bangsa Indonesia dari aspect agama. Pengumpulan data pada tahun 1979/1980 diselenggarakan di lokasi observasi meliputi 9 Daerah Tingkat I dan Tingkat II, masing-masing : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 8
Kabupaten Tapanuli Utara. Kabupaten Dairi. Kabupaten Aceh Tenggara. Kotamadya Surakarta. Kabupaten Kotawaringin Timur. Kabupaten Luwu. Kabupaten Tanah Toraja. Kabupaten Maluku Tenggara dan Daerah Tk. I Nusa Tenggara Timur.
Pelaksanaan pengumpulan data di lapangan berlangsung pada bulan September 1979 — Desember 1979. Para observer dibekali Surat Perintah Jalan dan Instrumen Pengumpulan Data Observasi 1979—1980 dari Pimpinan Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama Departemen Agama R.I. menjelajahi ke-9 wilayah lokasi di atas. Para petugas lapangan melakukan pendekatan kepada responden dan memberi penjelasan-penjelasan dasar dan tujuannya. Pendekatan pertama kepada Kepala-kepala Perwakilan Departemen Agama Kabupaten ybs. dan Kepala Perwakilan Departemen Agama Wilayah Propinsi yang sekaligus beliau-beliau itu sebagai responden dan selanjutnya menemui Kepala Bidang intern instansi itu. Hari berikutnya dengan seorang pendamping dari instansi Depag ybs. menemui calon responden lainnya terdiri dari pelbagai pejabat agama yang kompeten/Rohaniawan dari Agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Budha, termasuk Sekte Tridharma dan Khong Hu Cu. Selain itu berkonsultasi dan berdialog dengan para pejabat instansi pemerintah 1-ainnya dan tokoh-tokoh masyarakat yang ada hubungannya dengan data yang diperlukan. Kegiatan pengumpulan data itu setiap lokasi memakan waktu 7 hari. Observers terdiri dari para pejabat Departemen Agama, yang diantaranya adalah sarjana sosial, hukum dan agama yang berpengalaman dan memadai, memiliki disiplin ilmunya masing-masing yang mantap dan seluruhnya Pejabat Negeri Departemen Agama. Data yang bersifat kwalitatif termuat dalam Buku Instrumen Pengumpulan Data O'bserver diprioritaskan pertama dengan jalan dialog, jawaban responden yang cocok ditandai dengan kode tertentu, dan data relevan lainnya diluar jawaban yang telah ditentukan dicatat lembaran belakang. Data yang bersifat kwantitatif, berupa angka-angka praktis tidak dapat dijawab oleh responden seketika. Oleh karena itu para observer mengambil follow up dengan jalan, menyerahkan kepada responden untuk diisi dalam waktu tertentu. Pengumpulan data mempergunakan metoda pengamatan, wawancara dan partisipasi sedemikian rupa dengan maksud usaha semaksimal mungkin kebenaran data yang sesuai dengan kenyataan lapangan. Data yang meragukan diadakan checking up kembali dengan responden dengan jalan surat menyurat dan interlokal. Dalam pengumpulan data, sangat disayangkan bahwa data dari Kabupaten Tana Toraja, tidak dapat disajikan.
Manfaat dari hasil observasi antara lain sebagai berikut : 1.
melahirkan reaksi tanggap bersifat negatif maupun positif sebagai hasil komunikasi dua arah, yaitu antar pejabat pemerintah dengan pejabat agama;rohaniawan sebagai salah satu bahan evaluasi perkembangan tiga kerukunan hidup umat beragama.
2.
Hasil pengolahan data dapat dipergunakan sebagai bahan untuk memahami masalah-masalah yang ada, sehingga dapat mengatasi hal-hal yang mungkin timbul sewaktu-waktu dikemudian hari di samping sebagai bahan promosi kerukunan hidup umat beragama.
3.
menumbuhkan mekanisme kegiatan timbal balik dapat mendorong semangat berpartisipasi membangun mental dan agama.
4.
Sebagai bahan analisa dan penjajagan lebih lanjut kemungkinan pembinaan kerukunan hidup umat beragama melalui kerjasama sosial kemasyarakatan yang lebih luas.
5.
kenyataan data yang terkumpul langsung menunjang pelaksanaan pembangunan nasional maupun daerah yang bersangkutan.
C. KEHIDUPAN BERAGAMA DI KECAMATAN PANTI, KABUPATEN PASAMAN, SUMATERA BARAT. Dengan bersyukur kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, Studi Kasus "Kehidupan dan Kerukunan Hidup Beragama di Panti Sumatera Barat" dapat diselesaikan. Tugas ini merupakan amanah dari Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama Departemen Agama Republik Indonesia kepada Panitia Penyelenggara yang terdiri dari unsur IAIN "Imam Bonjol" dan Kanwil Departemen Agama Propinsi Sumatera Barat, dengan Keputusan nomor 27 th. 1980 tertanggal 16 Nopember 1980. Studi kasus ini lebih dititik beratkan kepada masalah kerukunan hidup beragama yang berkaitan erat dengan program dan proses pembangunan, misalnya usaha apa yang telah dilakukan, siapa pelaku-pelakunya, bagaimana prosedur pelaksanaannya, bagaimana hasilnya serta apa hambatan-hambatan di samping penunjangnya. Masalah ini tentu juga berkaitan dengan kehidupan beragama itu sendiri yang mencakup a.l. mengenai pengertian, penghayatan dan pengamalan masyarakat terhadap ajaran agama yang dianutnya. Sudah menjadi program pemerintah cq. Departemen Agama, bahwa kehidupan dan kerukunan hidup beragama perlu semakin ditingkatkan. Dalam usaha mencapai tujuan studi kasus ini telah diturunkan sejumlah dosen-dosen IAIN untuk melakukan pengamatan dan wawancara dengan sejumlah tokoh masyarakat pada lokasi penelitian. Sebelumnya telah dilakukan hubungan dengan pemerintah daerah tingkat I Sumatera Barat dan pemerintah daerah tingkat II Kabupaten Pasaman, baik dalam rangka mencari informasi dasar dan sumber-sumber data selanjutnya, maupun dalam bentuk legalitas dan fasilitas yang memperlancar jalannya penelitian. Kepada pihak-pihak yang telah membantu terlaksananya studi kasus ini, Panitia Penyelenggara mengucapkan terima kasih. Diharapkan studi ini mencapai sasarannya, baik dalam peningkatan ketrampilan peneliti, maupun dalam arti yang lebih luas, yaitu meningkatkan kehidupan dan kerukunan hidup beragama; dalam rangka menunjang program dan kelancaran pelaksanaan pembangunan bangsa. Disamping itu hasil penelitian ini, semoga dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut, dan sebagai pedoman dalam penyusunan program peningkatan kehidupan dan kerukunan hidup beragama.
11
Tidak kurang pentingnya adalah agar sarjana, calon-calon sarjana Muslim dan seluruh masyarakat tergugah untuk merasa peka dan kritis terhadap masalah-masalah keagamaan, dan berusaha memecahkan permasalahan tersebut secara induktif dengan data yang benar dan cara yang tepat. Studi kasus ini dilandasi oleh suatu pokok pikiran bahwa kehidupan dan kerukunan hidup beragama merupakan bagian penting yang tak dapat dipisahkan dari masalah pembangunan bangsa dan negara. Negara Indonesia yang berfalsafahkan Pancasila, bukan hanya memberi hak hidup bahkan memperhatikan dan mengusahakan peningkatan kehidupan beragama bagi setiap warga negara, menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. Di Indonesia terdapat berbagai agama seperti Islam, Kristen Protestan, Katholik dan Hindu Budha yang pada masing-masingnya terdapat pula kelompok-kelompok kecil atau besar. Agar tujuan pembangunan tercapai, maka proses pembangunan itu perlu dipelihara, di mana partisipasi masyarakat sangat menentukan, sekaligus hal ini berarti bahwa kelancaran pembangunan nasional ikut ditentukan oleh keterlibatan umat beragama dalam proses mutual-need. Untuk itu kehidupan beragama dan kerukunan antar agama-agama, intern umat beragama dan antara umat beragama dan pemerintah perlu ditingkatkan. Panti sebagai salah satu nagari yang penduduknya menganut lebih dari satu agama, dan dalam satu agama terdapat pula beberapa golongan, dengan sendirinya juga perlu mendapat perhatian. Untuk itu perlu diketahui sejauh mana kehidupan beragama sudah mempengaruhi kehidupan masyarakat secara keseluruhan, sehingga menghasilkan nilai-nilai sosial budaya yang langsung atau tidak langsung berkaitan dengan proses pembangunan. Selanjutnya apakah terdapat saling pengertian dan kerjasama yang baik antara berbagai agama yang ada dan atau antara golongangolongan yang terdapat dalam satu agama dan antara umat beragama dengan pemerintah juga perlu dipelajari. Usaha-usaha apa yang telah dilakukan, serta apa hambatan-hambatannya, merupakan hal yang tak dapat dikesampingkan. Inilah semua tujuan dari studi kasus ini. Untuk tercapainya tujuan tersebut, teknik pengumpulan data yang dipakai adalah depth interview kepada sejumlah tokoh masyarakat setempat (tokoh agama, adat, cerdik pandai dan pejabat pemerintah), disamping pengamatan langsung terhadap objek-objek tertentu. Data se-
kunder dari laporan-laporan, penulisan-penulisan, peta-peta dan grafikgrafik juga sangat membantu. Studi ini menemukan bahwa kehidupan beragama masyarakat ratarata masih sederhana, sehingga agama bukan menjadi hambatan atas segala aspek kegiatan hidup mereka sehari-hari. Ini bukan berarti bahwa mereka belum mengerti/tidak menghayati atau belum mengamalkan ajaran agamanya, tetapi pengertian, penghayatan dan pengamalan mereka masih tradisional dan berdasarkan warisan (pada umumnya). Kerukunan hidup beragama cukup baik, dalam arti- mereka yang berbeda agama dan atau berbeda golongan dapat saling berhubungan dan bekerjasama dalam kehidupan sehari-hari dan termasuk dalam kegiatan pembangunan. Mereka dapat beramal menurut agama dan kepercayaannya masing-masing tanpa mengganggu penganut agama yang lain. Perbedaan tetap ada, tetapi perpecahan dapat dihindarkan. Hasil studi ini diharapkan dapat merupakan sumbangan pikiran dan menjadi pedoman dalam usaha peningkatan kehidupan dan kerukunan hidup beragama bagi kehidupan pembangunan yang lebih luas. Adapun para pelaksana Studi Kasus ini didasarkan pada Surat Keputusan Pemimpin Proyek No. 27 tahun 1981 tanggal 16 Nopember 1981 serta setelah memperoleh Rekomendasi dari Pemerintah Daerah Sumatera Barat No. B.66/Sospol/II/82 tertanggal 4 Februari 1982, terdiri atas Staf Pengajar pada IAIN Imam Bonjol Padang, yaitu : (1) Drs. Nursal Saeran, MA (2) Drs. Djaya Sukma, (3) Drs. Ruslan Latief (4) Drs Nazaruddin (5) Drs. A. Tamam Ya'cub (6) Drs. Zainir Naid (7) Drs. Syamsul Bahri (8) Drs. Rustam Pohan (9) Drs. Asnawir (10) Drs. Syafrizal MS (11) Drs. Raichul Amar. Dibimbing, oleh Drs. Soufyan Ras Burhany sebagai Ketua, dengan Konsultan (1) H. Hasnawi Karim (PJ. Rektor IAIN) dan Drs. M. Sanusi Latif. —oo—
13
D. KEHIDUPAN BERAGAMA DI KOTAMADYA BANJARMASIN, KALIMANTAN SELATAN. Studi kasus mengenai "Pembinaan Keagamaan di Kotamadya Banjarmasin" ini dilaksanakan oleh suatu tim peneliti yang terdiri dari tenaga pengajar Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Dakwah IAIN Antasari Banjarmasin yang ditunjuk oleh Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama Departemen Agama RI. yaitu : (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Drs. Drs. Drs. Drs. Drs. Drs. Drs.
Syarhani Suhaili Bahran Noor Haira H.A. Rafi'ie. Muhd. Hamli. Noordiansyah. H. Mahlan AN. dan H. Husnan Budiman.
Studi kasus ini pada dasarnya sudah dimulai kegiatannya pada bulan Januari 1980. Namun dalam kenyataannya kegiatan yang sesungguhnya baru dapat dilaksanakan pada pertengahan bulan Mei 1980. Keterlambatan ini disebabkan beberapa faktor antara lain; di antara tenaga peneliti terlibat dalam kegiatan-kegiatan penataran, dan diantaranya terlibat dalam kepanitiaan Dies Natalis IAIN Antasari Ke—XVI. Konsep yang terbatas naan kembali kan oleh tim diansyah, dan
laporan studi kasus ini telah diseminarkan dalam forum pada tanggal 2 Nopember 1980. Sedangkan penyempurnaskah akhir laporan ini sampai dipublikasikan dilaksanaeditor yang terdiri dari Drs. Syarhani Suhaili, Drs. NoorDrs. Bahran Noor Haira.
Dalam pelaksanaan studi kasus ini tidak lepas dari berbagai bantuan, baik dari instansi pemerintah maupun dari anggota masyarakat. Sehubungan dengan itu ucapan terima kasih disampaikan kepada : 1.
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan yang telah memberikan izin/rekomendasi untuk pengumpulan data di lapangan.
2.
Camat Kecamatan Banjar Timur serta Lurah-lurah pada kelurahan Gedang, Melayu dan Seberang Mesjid.
3.
Semua petugas yang ikut membantu mengumpulkan data di lapang-
an, terutama kepada sdr. Deddy Syamsuddin (Budha), Nyoman Gede Yastina (Hindu), J. Suradi (Katolik), dan Simanjuntak (Protestan). 4.
Anggota masyarakat/responden yang bersedia melayani petugas lapangan, sehingga wawancara dapat dilakukan sebagaimana mestinya.
5.
Rektor IAIN Antasari selaku penasehat, dan Drs. H.M. Asy'ari MA. dan Drs. Analiansyah selaku konsultan.
Isyu tentang kerukunan antar umat beragama ini mulai santer setidaknya setelah terjadi beberapa peristiwa yang dikuatirkan dapat membahayakan persatuan bangsa akibat sentimen sosial dari sekelompok suatu agama terhadap kelompok agama lain sekitar tahun 1967. Peristiwaperistiwa tersebut adalah merupakan akibat dari kegiatan penyebaran agama yang ditujukan kepada pemeluk agama lainnya, karena mana Presiden Soeharto pada tanggal 30 Nopember 1976 menyampaikan keprihatinannya. Adapun timbulnya gangguan terhadap kerukunan hidup umat beragama di Indonesia, menurut Pemerintah dapat bersumber dari berbagai aspek, antara lain : a. Sifat dari masing-masing agama, yang mengandung tugas dakwah/ missi. b. Kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama pihak lain. c. Kurangnya mampu (SIC) pemeluk agama untuk menahan diri sehingga kurang menghormati bahkan memandang rendah pihak lain. d. Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam kehidupan masyarakat. S e b e l u m n y a di Banjarmasin telah diadakan berbagai kegiatan oleh Proyek Pembinaan K e h i d u p a n Beragama — D e p a r t e m e n Agama, yang arah dan tujuannya serupa dengan m a k s u d d i l a k s a n a k a n n y a Studi Kasus ini. Kegiatan-kegiatan yang dimaksud ialah: (1) Dialog A n t a r U m a t Beragama (Maret 1974), (2.) Kegiatan Bersama Antar U m a t Beragama (Januari 1980). (3) Pekan Orientasi A n t a r a U m a t Beragama dengan P e m e r i n t a h (Januari 1982). Dalam pada itu pihak Kantor Wilayah D e p a r t e m e n Agama Kalimantan Selatan pernah pula m e n g i r i m k a n wakil-wakil berbagai pemeluk agama di daerah ini u n t u k diikutsertakan dalam Pekan Orientasi A n t a r a U m a t Beragama dengan Pemerintah y a n g diselenggarakan di Samarinda — Kalimantan Timur (Februari 1980) dan di Palangka Raya — Kalimantan Tengah (Januari 1981). Meskipun tujuan u t a m a Pekan Orientasi t e r s e b u t u n t u k m e m b i n a Kerukunan antara U m a t Beragama dengan Pem e r i n t a h , n a m u n secara tidak langsung juga m e m b i n a k e r u k u n a n antar umat beragama.
15
e. Kecurigaan masing-masing akan kejujuran pihak lain baik intern umat beragama, antar umat beragama, maupun antara umat beragama dengan Pemerintah. f. Perbedaan yang menyolok tentang status sosial, ekonomi dan pendidikan antara berbagai golongan agama. g. Rasa rendah diri dan rasa takut terdesak pada pihak yang lemah. h. Kurang adanya komunikasi antar pemimpin masing-masing umat beragama. i. Kurang saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat yang menyangkut intern beragama, antar umat beragama dan antara umat beragama dengan Pemerintah. j. Kurangnya pemahaman akan peraturan perundangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Berdasarkan pengamatan sepintas, setidak-tidaknya dalam 10 tahun terakhir di Banjarmasin tidak nampak gejala terganggunya kerukunan hidup beragama, khususnya kerukunan antar umat beragama di wilayahwilayah pemukiman yang penduduknya heterogin dilihat dari segi agamanya. Kebenaran hasil pengamatan sepintas ini kiranya perlu diuji dengan penelitian empiris. Bagaimanakah bentuk kerukunan tersebut dan sejauh manakah pembinaan keagamaan yang dilakukan selama ini, baik oleh Pemerintah maupun oleh para pemuka dan pemimpin organisasi masing-masing agama ? Bagaimanakah sikap masyarakat beragama terhadap gagasan menciptakan kerukunan hidup beragama seperti yang telah diintrodusir oleh Pemerintah ? Apakah sikap masyarakat tersebut bertumpu pada ajaran agamanya ? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu dicoba digali dalam realitas sosial melalui Studi Kasus ini. Kerukunan hidup beragama juga merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan Pembangunan Nasional. "Tanpa kerukunan, pembangunan di Indonesia hanya akan merupakan impian sekalipun indah." 3 Pedoman Dasar Kerukunan Hidup Beragama, Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama Departemen Agama, Jakarta, 1980, hal. 38—39. H.A. Mukti Ali, Agama dan Pembangunan di Indonesia, Bahagian I, Biro Hubungan Masyarakat Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta, 1972, hal. 133.
16
Berhasilnya pembangunan tergantung antara lain pada partisipasi seluruh rakyat, sedang hampir seluruh rakyat Indonesia adalah umat beragama. Ini berarti pula bahwa pembangunan di Indonesia menuntut partisipasi seluruh umat beragama. Umat beragama diharapkan turut aktif melaksanakan kegiatan pembangunan sesuai dengan kemampuan yang ada pada mereka demi terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur material dan spiritual. Aktititas masyarakat beragama dalam hal ini ditentukan oleh bagaimana sikapnya terhadap pembangunan itu sendiri. Oleh karenanya perlu dikaji bagaimana sikap masyarakat beragama terhadap pelaksanaan pembangunan dan apakah yang mendasari sikap mereka itu bertolak dari nilai-nilai yang bersumber dari ajaran agama yang dipeluknya. Sikap yang dimaksud disini mencakup pendapat, pandangan, tanggapan, atau pendirian, dan perbuatan nyata dalam bentuk kegiatan.
— oo—
17
BAB II
HASIL-HASIL OBSERVASI
^-
h
HASIL-HASIL
OBSERVASI
A. KABUPATEN TAPANULI UTARA. L Daerah dan Penduduk. Daerah Tk. II Tapanuli Utara geografis terletak antara 1° - 3° L.U. dan antara 98° _ 100° B.T. Dekat garis katulistiwa dan angin muson berubah-rubah. Oleh karena itu banyak curah hujan dan musim hujan lebih panjang daripada musim kemarau. Bermacam-macam fauna dan floura hidup di daerah itu seperti kerbau, sapi, babi, anjing, ayam, sedang tumbuhan-tumbuhan hidup pohon kelapa sawit, jati, kopi, pinus, akasia dll. Permukaan tanah berbukit-bukit dan kota Tarutung di kelilingi bukit-bukit itu, Tarutung, ibu kota Kabupaten di belah sungai yang deras dan ganas, air mengalir dari selatan ke utara. Tiap tahun kota itu dilanda banjir menimpa pemukiman penduduk disebelah timur sehingga mengakibatkan korban harta benda tidak sedikit. Untuk mencegah banjir, kini sudah dibangun tembok beton sepanjang kanan dan kiri sungai yang melintasi kota itu serta yang diperkuat tepian sebelah timur. Jalan Balige yang hancur dan 2 buah jembatan yang telah bobol dilanda banjir kini sudah dibangun kembali. Kabupaten Tapanuli Utara termasuk Propinsi Sumatera Utara, terbagi 27 Kecamatan. Masing-masing Kecamatan : Tarutung, Balige, Porsea, Bahae Jalu, Bahae Jae, Dolok Sanggul, Pakeat, Parlilitan, Sipaholon, Adian Koting, Sipahutan, Garrega, Paritonangan, Siboroborong, Lintonihuta, Muara, Ganjang, Laguboti, Habinsaran, Siloren, LBH Julu, Harian, Pangururan, Onan Runggu, Pa Lipi, dan Simanundo. Jumlah penduduk 682.412 orang, sebagian besar mata pencarian penduduk bertani ladang dan sebagian kecil bersawah. Daerah itu overproduksi sayur-sayuran sehingga dieksport ke Malaysia dan Singapore. Tetapi produksi padi tidak mencukupi kebutuhan penduduk setempat sehingga terpaksa didatangkan dari daerah Kabupaten lain disekitarnya. Hasil lainnya jagung dan biji-bijian lainnya.. Hasil ternak berupa babi, kerbau, kambing dan perikanan darat. Mata pencarian kedua perdagangan antar daerah, tetapi kalah bersaing dengan pedagang dari Padang Pariaman. Mata pencarian lainnya bertenun tradisional, tetapi pemasarannya kalah bersaing hasil produksi mesin di Medan sehingga «-asaran di Tarutung dikuasai pedagang-pedagtng dari Medan dan Surrßft-^ra Barat.
21
Sebagian kecil penduduk sebagai buruh perkebunan, pegawai negeri dan rohaniawan agama. Dapat dilihat dari depan kantor HKBP, bahwa wilayah kota, bukitbukit dan lereng-lerengnya ditaburi gereja dari berbagai Sekte/Aliran Kristen Protestan dan tak ketinggalan gereja Katolik. Mesjid hanya sebuah di Jalan Jenderal Sudirman, di tepian sungai kelihatan kecil mungil dan memang pemeluk agama Islam di kota itu minoritas. Kota Tarutung pusat gereja HKBP, namun komplek gereja Katolik tidak kalah menonjol karena luas dan datar, khusus menyediakan fasilitas tempat untuk kegiatan antar pemeluk agama yang bersifat umum dan khusus. Adat kebiasaan penduduk yang diwariskan nenek moyang masih survival, norma-norma hukum adat inten dan antar marga sangat dita'ati. Beratus-ratus masyarakat marga dengan nama yang berbeda-beda susah dikenal oleh penduduk aseli Tapanuli Utara sendiri. Nama-nama marga itu diambilkan dari nama raja-raja kecil yang cikal bakal membuka hutan untuk pertanian ladang. Perkawinan intern Marga pantang dan dilarang keras dan adanya keharusan kawin ekstern marga. Tradisi memingit gadis dewasa masih dipegang teguh terutama dilakukan oleh Kepala-kepala Adat sekalipun mereka sudah berpendidikan menengah atas dan sekalipun sudah memeluk agama. Gadis-gadis hanya boleh ke luar rumah dan bergaul terbatas dalam lingkungan sekolah dan gereja. Apabila ada keperluan penting seorang gadis diidzinkan pergi dengan ketentuan harus didampingi oleh orang tua atau saudara kandung laki-laki. Kekuasaan keluarga dalam marga menganut sistemmatriachaat, ayah sangat kuasa daripada ibu. Generasi muda suku Batak cenderung ke luar dari Tapanuli tersebar ke seluruh wilayah nusantara dan ke luar negeri. Semangat keluar daerah didorong oleh keberhasilan anggota marga mereka yang telah berhasil usaha material di luar daerah. Sekalipun mereka sudah ke luar daerah namun adat mengharuskan kawin dengan suku Batak dan bagi yang telah kawin dengan suku lain diharuskan calon isterinya masuk salah satu marga suku Batak dengan upacara adat. Apabüa dilanggar mereka dikucilkan dari lingkungan masyarakat adat. Suatu hal yang perlu diperhatikan bahwa suku Batak masih menghormati dan mengagungkan kebesaran raja-raja kecil yang beratus-ratus banyaknya. Akibatnya rasa solidaritasn suku amat tinggi sekalipun mereka sudah berpendidikan maupun beragama. Raja-raja mereka almarhum
dianggap mempunyai kekuatan ga'ib yang diturunkan kepada anak cucu hingga kini, yaitu apa yang disebut karisma. Dengan upacara adat, tulang belulang raja-raja mereka digali kembali dan dikubur ditempat yang baru di tepi jalan besar dan diatasnya dibuatkan patung suami isteri almarhum dengan segala lukisan patung kebesarannya. Cerita menarik dari Diesel Hutahuruk seorang Kepala Desa sekaligus Kepala Adat bahwa puteri raja mereka berasal dari puteri raja Majapahit dengan nama Mapahit-pahit. Marga mereka adalah Hutahuruk dan untuk memperkuat sejarah keturunan itu Diesel Hutahuruk mengambil 2 set silsilah bertuliskan huruf asli Batak lengkap dengan cap dan tanda tangan kerajaan marga Hutahuruk. Di samping itu diperkuat lagi legenda yang berjudul "Permainan Layang-layang antara Raja Batak dan Raja Majapahit". Akhir cerita Raja Majapahit kalah main layang-layang dan terpaksa menyerahkan puteri cantiknya kepada raja Batak marga Hutahuruk. Sesuai dengan sopan santun adat Batak marga Hutahuruk, maka semua keturunan raja marga itu diharuskan menghormati anak turunan raja Majapahit karena nenek moyang atau raja mereka mengambil isteri/permaisuri dari puteri Majapahit. Apabila seorang pria Batak suku marga Hutahuruk kawin dengan suku Jawa keturunan Majapahit merupakan kehormatan dan mereka percaya bahwa keturunannya akan menjadi pemimpin yang berkuasa, disegani, dihormati dan dicintai rakyat. Ada gejala erosi kebudayaan bahwa suku Batak masa kini sudah tidak bergairah mendirikan rumah adat dengan alasan tidak ekonomis dan kurang praktis. Banyak rumah adat mulai dijual, dipak dikirim ke Jepang. Gejala lain generasi muda suku Batak kurang gairah membangun daerahnya sendiri seperti nenek moyang mereka dahulu kerja keras membuka hutan untuk pertanian. Di Kota Tarutung tidak nampak seorangpun yang berpakaian adat. 2. Bidang Keagamaan. Data keagamaan bersumber dari para Rohaniawan dari berbagai agama dan Ka Kanwil Departemen Agama meliputi Rohaniawan Agama, tempat peribadatan, lembaga-lembaga pendidikan, organisasi keagamaan, aliran/tarekat dan sekte agama serta kegiatan umat beragama. a. Pemeluk Agama. Menurut stratifikasi jumlah pemeluk agama 682.412 orang, dan menurut ukuran jumlahnya adalah sebagai berikut :
23
Pertama, pemeluk Agama Kristen Protestan Kedua, pemeluk Agama Islam Ketiga, pemeluk Agama Katholik Keempat, pemeluk Agama Budha Kelima, pemeluk Agama Hindu
379.447 orang 136.482 „ 109.186 „ 379 ,, 172 „
Selain pemeluk agama masih sebanyak 56.746 orang penduduk yang dimasukkan kalsifikasi lain-lain, artinya ada beberapa kemungkinan antara lain sebagian besar penduduk yang hidupnya masih sangat terpencil atau terasing, mungkin memeluk kepercayaan nenek moyang mereka yang disebut Pemalin dan kemungkinan lainnya karena sesuatu hal mereka tidak sempat disensus mengenai agama yang dipeluk nya. Kemungkinan terakhir ialah warga negara Indonesia yang masih memegang teguh kepercayaannya kepada Khong Hu Cu, kaiena tidak semua golongan ini mau masuk agama Budha atau Hindu. b. Rohaniawan Agama. Islam : Sumber data terkumpul dari 3 responden fungsionaris sebagai berikut : Ulama Mubaligh Khotib Guru Pengajian GAH Penyuluh Agama Kec.
77 orang ; 270 „ 270 „ 180 „ 35 „ -
Jumlah 832 orang. Kristen Protestan : Pendeta Pembantu Pendeta Guru Injil
Jumlah
503 orang ; 1245 „
1748 orang.
Katolik Pastor Kepala 3 orang (WNI), 5 orang (WNA), jumlah 8 orang ; Pastor 5 orang (WNI), 5 orang (WNA), jumlah 10 orang ; 24
Biarawan/Biarawati 9 orang dan 119 orang, jumlah
128 orang
Jumlah
146 orang
Bagi Agama Hindu/Agama Budha tidak ada catatan data. c. Tempat Peribadatan. Islam a. Mesjid b. Mu sh oli a
90 buah ; -
c. Langgar/Surau
— Jumlah
Kristen Protestan a. Gereja b. Rumah Peribadatan Jumlah
90 buah.
1200 buah ; 45 „ 1245 buah.
Katolik a. Gereja
310 buah ;
b. Kapel/Stasi
8 Jumlah
Hindu Budha
„
318 buah. —
d. Lembaga Pendidikan Agama. Islam. (1).
Madrasah Ibtidaiyah 8 buah, kelas 54 buah, murid 584 orang, guru 56 orang dan status sekolah swasta.
(2).
Madrasah Tsanawiyah kelas 1, 2, 3, kelas 6 buah, murid 153 orang, guru 3 orang dan status sekolah swasta. Dibantu 1 orang dan 4 orang guru honor.
(3).
PGA kelas 4, 5, 6, sekolah 1 buah, kelas 3 buah, murid 152 orang, guru 6 orang dan status sekolah Negeri. Tambahan 2 orang guru honor dan 4 orang pegawai. 25
Kristen Protestan. PGAK/P, kelas 1, 2, 3, sekolah 1 buah, kelas - buah, murid 459 orang, guru 11 orang dan status sekolah tidak tercatat. Katolik. Pastor menolak memberikan data. Hindu. Tidak ada catatan data. Budha. Tidak ada catatan data. e. Organisasi Keagamaan. Data bersumber dari Ka Depag, Majelis Ulama dan HKI Tarutung. Islam. a) Majelis Ulama Tapanuli Utara tidak tercatat mengenai Cabang dan Rantingnya. Didirikan tanggal 30 Nopember 1980, Semua kegiatan hari besar Islam, mendo'a pada hari-hari besar Islam dan Negara. b) Persatuan Muslimin Indonesia, Cabang dan Ranting tidak tercatat, kegiatan seperti tersebut sub a) Kristen
Protestan.
Data dari M.P. Lumban Tobing, HKI Tarutung : a). OSIS, Cabang 1 buah di Tarutung. b). PNB HKI, Cabang 1 buah di Tarutung. c). PPA HKI, Cabang 1 buah di Tarutung. d). PN HKI, Cabang 1 buah di Tarutung. Jumlah Ranting sub b ) - d ) sebanyak 126 buah dan pusatnya di Pematang Siantar. Katolik. Menolak mengisi questioner. Hindu. Tidak ada catatan data. Budha. Tidak ada catatan data. f. Kegiatan Khusus Organisasi Keagamaan. (Lembaga Da'wah/Majelis Talim/Lembaga-lembaga lain). Islam.
/
a) Kecamatan Tarutung, frekwensi hari-hari besar Islam dan negara, Pengunjung peserta 630 orang, nama Pimpinan Syamsuddin Harahap BA. b). Kecamatan Balige, frekwensi kegiatan seperti sub a), pengunjung peserta 500 orang, nama pimpinan H.MT Sihaan. c). Kecamatan Porsea, frekwensi kegiatan seperti sub a), Pengunjung peserta 500 orang, nama Pimpinan Kepala KUA setempat. d)-Kecamatan Pahae Julu, frekwensi kegiatan seperti sub a), pengunjung peserta 250 orang nama pemimpin Hasan Paliang. e}. Kecamatan Pahae Jae, frekwensi kegiatan seperti sub a), ratarata pengunjung peserta 1500 orang, nama pemimpin Sabaruddin Ahmad. f). Kecamatan Dolok Sanggul, frekwensi kegiatan seperti sub a), rata-rata pengunjung 300 orang, nama pemimpin Manusir. g). Kecamatan Pakeat, frekwensi kegiatan seperti sub a), nama pemimpin Purba. h). Kecamatan Parlilitan, frekwensi kegiatan seperti sub a), nama pemimpin Kristen Protestan. Tidak ada catatan data. Katolik. Pastor menolak memberikan data. Hindu. Tidak ada catatan data. Budha. Tidak ada catatan data. 3. Kehidupan Beragama. Data diperoleh dari 3 orang responden dan pertanyaan meliputi klasifikasi kehidupan beragama, hubungan intern umat beragama, hubungan antar umat beragama, musyawarah antara umat beragama dengan Pemerintah. a. Klasifikasi Kehidupan Beragama. Keadaan jemaah di tempat peribadatan seperti mesjid, gereja, pura, jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya kapasitasnya bertam-
27
bah. Kegiatan umat beragama banyak dan bervariasi. Suasana kehidupan beragama pada bulan-bulan/hari-hari suci seperti bulan Ramadhan/Idul Fitri/Idul Adha, Natal/Paskah, Galungan dan lainlain meriah dan hikmat. Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Agama meningkat/ bertambah. Pelaksanaan Dakwah dan penyebaran agama secara langsung dan sasarannya khusus untuk pemeluk agama masingmasing serta kegiatannya meningkat. Dapat disimpulkan bahwa kwalitatif kemampuan para pemeluk agama meningkat dan kwantitatif bertambah. b. Kerukunan Intern Umat Beragama Islam. Sesuai dengan data yang bersumber dari responden M. Sihombing, Ketua I, Majelis Ulama Kabupaten Tapanuli Utara, sebagai berikut: -
Jumlah pejabat agama 1032 orang dari berbagai golongan Umat Islam. Mereka bersama-sama merayakan hari-hari besar Islam.
-
Jumlah mesjid 90 buah merupakan tempat ibadah sholat dan kegiatan lainnya dari Persatuan Muslimin Indonesia yang terdiri dari berbagai mazhab dan aliran.
-
Sementara sekolah berstatus Negeri dan Swasta. Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah berstatus Swasta berkembang stabil. Madrasah yang berdomisili di Kecamatan Tarutung dan Kecamatan-kecamatan dibagian selatan Kabupaten Tapanuli Utara dipimpin oleh Persatuan Muslimin Indonesia (informasi H. Ibrahim Gultom, ex Ketua M.U). Hal ini disebabkan salah pengertian bahwa dikira NU sebagai lembaga sosial dan pendidikan telah dilarang dan akibatnya semua Pengurus NU pasif.
- Menurut informasi pendidikan Islam yang diasuh Muhammadiyah masih berjalan wajar ditingkat Kecamatan bagian selatan. Sementara dapat disimpulkan bahwa hubungan intern umat Islam baik dan positif. c. Intern Umat Kristen Protestan. Data diperoleh dari hasil dialog interviewer dengan responden
(responden 2 orang pejabat agama, masing-masing dari Sekretaris Jenderal HKBP Pusat dan MP Lumban Tobing dari HKI Tarutung). — Kota Tarutung adalah pusat HBP, diseluruh pelosok tanah air didirikan gereja HKBP sepanjang ada suku Tapanuli. — Struktur organisasi HKBP teratur rapi dan semua gereja di daerah-daerah tunduk kepada tertib hukum gereja HKBP. — Presiden Philipina, Ferdinan Marcos diakui sebagai suku Batak. — Perkembangan umat Kristen Protestan di daerah itu terdiri dari sekte-sekte dan aliran yang berbeda-beda, tetapi tetap rukun dan tidak ada informasi timbulnya ketegangan antara pemeluknya. — Tidak ada data berdirinya Dewan Gereja Daerah. Sementara dapat disimpulkan bahwa hubungan umat Kristen Protestan di daerah itu kurang mesra dan integrated. d. In tem Umat Katolik Tidak ada data karena pimpinan Gereja menolak untuk mengisi instrumen pengumpulan data observasi 1980—1981 dengan alasan lebih dahulu harus ada idzin dari Uskup di Medan dan pemerintah harus memberikan biaya. e. Hubungan Intern Umat Hindu. Tidak ada catatan data. f. Hubungan Intern Umat Budha. Tidak ada data. 4. Kerukunan Antara Umat Beragama. a. Kerjasama membangun tempat peribadatan dipikul bersama/ swadaya masyarakat dan bantuan luar. (Pemerintah), agama lain/bantuan luar negeri/organisasi. Penyebaran dan bimbingan agama dilahirkan oleh organisasi/lembaga keagamaan yang ada. Bentuk bimbingan yang diberikan berupa ceramah/pidato/khotbah. Kegiatan bersama yang dilakukan dalam masalah politik/sosial/budaya/ekonomi. Kegiatan bersama itu dilakukan atas prakarsa siapa, tidak ada catatan data.
29
b. Tidak pernah terjadi terganggunya pergaulan/hubungan intern umat beragama. Penyebaran/Penyiaran agama kepada suku terasing dilakukan oleh siapa, tidak dapat diketahui karena tidak ada catatan data. Menurut informasi dilakukan oleh para rohaniawan Kristen Protestan karena suku terasing itu sudah dianggap umat Kristen Protestan. Informasi lain mengatakan bahwa mereka telah memeluk agama nenek moyang mereka yang disebut "Pemalin". c. Kode ethik hubungan antara umat beragama diwujudkan saling hormat menghormati dalam pelaksanaan pribadatan dan perkawinan menurut keyakinan agamanya masing-masing. Adat kebiasaan dari berbagai marga dita'ati oleh berbagai pemeluk agama. Dalam pertemuan pesta adat, umat Islam disediakan makanan dan minuman tersendiri terjamin bebas dari daging babi atau anjing. Restoran dan rumah makan di kota Tarutung dilayani oleh pelayan-pelayan yang memeluk agama Islam. Masalah ini semacam ada Konsensus antara pemilik restoran dan rumah makan dengan rokhaniawan Islam. Demikian juga losmen dan hotel menyediakan musholla bagi tamutamu muslim. Sementara dapat disimpulkan bahwa hubungan antara umat beragama baik berkat adanya kode ethik. Konsensus dan hukum adat. Hal yang menonjol bahwa umat Islam di daerah itu sangat sabar dan toleran.
S. Musyawarah Umat Beragama. Di Kabupaten Tapanuli Utara belum pernah diadakan musyawarah antar umat beragama. Apa kesulitan-kesulitan yang menyebabkan belum pernah diadakan musyawarah itu tidak diketahui karena tidak ada catatan data. Wadah/forum/badan kerjasama antar umat beragama, juga belum ada. Sementara dapat disimpulkan bahwa sekalipun belum ada badan musyawarah dan belum pernah diadakan musyawarah antar umat beragama, namun belum pernah terjadi ketegangan dan pertentangan antar umat beragama.
6. Kerukunan Antara Umat Beragama Dengan Pemerintah. Maruli Gul torn, Ka Depag Kabupaten Tapanuli Utara sebagai responden tidak memberikan jawaban atas pertanyaan yang disusun dalam instrumen pengumpulan data observasi. Sama halnya MP Lumban Tobing dari HKI, Tarutung dalam penjelasannya tentang pelaksanaan Ki-putusan Menteri Agama No. 70 & 77 Tahun 1978 dan Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1979, tidak memberikan catatan data. Belum pernah diadakan antara umat beragama dengan Pemerintah, namun suatu sikap dari lembaga-lembaga keagamaan itu aktip dalam penyaluran bantuan yang pernah dan selalu diterima. Tidak ada catatan data bahwa lembaga keagamaan mana/pemerintah yang memberi bantuan. Bantuan itu dalam bentuk tenaga, tempat untuk melaksanakan MTQ ke-XIII dan gotong royong dalam penanggulangan banjir. Ka Depag dan Pemda yang mengetahui dan mengawasi kegiatan bantuan kemanusiaan. Tidak pernah terjadi permasalahan yang timbul akibat sikap pihak-pihak sengaja tidak mengindahkan tata pergaulan hidup keagamaan. Di Tarutung ada suatu komplek gereja yang selalu disediakan untuk menampung kegiatan kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah. Sementara dapat disimpulkan bahwa sekalipun belum pernah diada kan musyawarah antara umat beragama dengan pemerintah, tetapi selalu ada kerjasama kemasyarakatan antara umat beragama dengan Pemerintah. —oo—
31
B. KABUPATEN DAIRI. 1. Daerah dan Penduduk : Daerah Tk. II Dairi termasuk wilayah Propinsi Sumatra Utara. Sebelah Utara dibatasi oleh wilayah Kabupaten Karo, sebelah Selatan dibatasi oleh wilayah Kabupaten Tapanuli Utara, sebelah Barat dibatasi oleh wilayah Kabupaten Aceh Tenggara dan sebelah Timur dibatasi oleh danau Toba. Daerah Dairi geografis terletak antara 2 ° - 4 ° L.U. dan antara 9 8 ° - 9 9 ° B.T. Kawasan itu sangat luas dan sebagian besar terdiri hutan belukar dan sebagian kecil hutan produksi seperti kopi, cengkeh, pinus dan lain-lain. Fauna dan Flora hidup di daerah itu seperti babi, sapi, kambing, kerbau dan floranya seperti di atas. Penduduknya sangat jarang jika dibandingkan dengan luas daerahnya, sebanyak 336.258 orang, Stratifikasi menurut jumlah pemeluk agama sebagai berikut : Pertama, pemeluk Kedua, pemeluk Ketiga, pemeluk Keempat, pemeluk Kelima, pemeluk Mayoritas penduduk
agama Kristen Protestan sebanyak 173.409 orang; agama Islam sebanyak 36.497 orang; agama Katolik sebanyak 25.510 orang; agama Hindu sebanyak 290 orang ; agama Budha sebanyak 552 orang. memeluk agama Kristen Protestan.
Sebagian' besar penduduk bertani, sebagian lainnya karyawan perkebunan, pedagang dan sebagian kecil pegawai Negeri. Masih terdapat suku terasing yang hidup berpindah dari satu tempat ketempat lainnya dengan membuka hutan untuk berladang sementara. Menurut keterangan seorang Kepala Desa, mereka semua sudah termasuk memeluk agama Kristen Protestan karena waktu diadakan sensus sudah dimasukkan memeluk agama itu. Dengan kata lain dianggap sudah tidak ada suku-suku yang hidupnya masih terpencil. 2. Bidang Keagamaan. a. Pemeluk Agama : Di atas telah dicatat bahwa jumlah pemeluk agama sama dengan jumlah penduduk. Masing-masing pemeluk agama : Islam Kristen Protestan
36.497 orang. 173.409 „
Katolik Hindu Budha
25.510 290 552
b. Rohaniawan Agama : Islam : Ulama Mubaligh Khotib Guru Pengajian Guru Agama Honor P3 NTR
370 orang. 119 „ 126 „ 118 „ 40 „ 31 „ Jumlah
Kristen Protestan : Pendeta Pembantu Pendeta Guru Injil Penatua Bibel Brow
804 orang.
81 orang.
Jumlah Katolik : Pastor Kepala Pastor Calon Pastor Biarawan/ Biara wati Penatua
448 2.763
„ „
H
„
3.303 orang.
3 orang WNI dan 1 orang WNA. 1 orang WNI, 1 orang WNA. 6 orang WNI, 1 orang WNA. 365 orang WNI. Jumlah
375 orang WNI, 3 orang WNA.
Hindu : Tidak diperoleh data-data. Budha : Tidak diperoleh data-data. c. Tempat Peribadatan. Islam : Mesjid
138 buah.
33
Musholla L anggar/Surau
15 — Jumlah
Kristen Protestan : Gereja Rumah Peribadatan
,,
153 buah.
453 buah. 87 „ Jumlah
Katolik : Gereja K apel/Stasi
540 orang.
4 buah. 117 „ Jumlah
121 buah.
Hindu : Pura Kahyangan Sanggar
— buah. — „ „
Budha : Vihara Kaica
— Jumlah
1 buah. ,, 1 buah.
d. Lembaga Pendidikan Agama. Islam : 1). Madrasah Ibtidaiyah jumlah 21 buah, jumlah kias 6 buah, jumlah murid 1571 orang dan jumlah guru 76 orang (2 orang guru honor dan 7 orang guru Negeri). Status sekolah swasta. 2). Madrasah Tsanawiyah 1 buah. Status swasta, PGA Kias 1, 2, 3, jumlah kias 7 buah, jumlah murid 388 orang dan jumlah guru 17 orang (7 orang guru honor dan 3 orang guru Negeri). 3). Madrasah Aliyah/PGA, Kias 4, 5, 6, jumlah sekolah 1 buah, status Negeri, kias 3 buah, jumlah murid 138 orang dan jumlah guru 13 orang, pegawai administrasi 5 orang dan 4 orang guru honor. 34
4). Jumlah Pesantren, tidak ada. 5). I.A.I., tidak ada. 6). Bustanul Athfal, tidak ada. 7). Perguruan Tinggi, tidak ada. 8). Diniyah Awalaiyah 1 buah, status swasta, kias 3 buah, murid 75 orang dan guru 1 orang dan 2 orang guru honor. Kristen Protestan. a. PGAK/P, tidak ada. b. S.T. Theoligia, tidak ada. c. SD HKBP l buah, status swasta, kias 6 buah, jumlah murid 210 orang dan jumlah guru 10 orang. d. S.M.P. HKBP, 1 buah, status swasta, klass 7 - 3 , jumlah murid 311 orang dan jumlah guru 13 orang. e. S.M.A. HKBP, 1 buah, status Swasta, kias 7 - 3 buah, jumlah murid-murid 248 orang dan jumlah guru 17 orang. Katolik. a. PGA Katolik, tidak ada. b. Noviciat, suster tidak ada. c. Seminan Menengah, tidak ada. d. Noviciat Broeder, tidak ada. e. Seminari Tinggi, tidak ada. f. Akademi Kataketik, tidak ada. g. Ak. Pen. Katolik, tidak ada. h. ST Filsafat, tidak ada. i. STK Katolik, 1 buah, status swasta, kelas tidak ada, jumlah murid 19 orang dan jumlah guru 3 orang, j . SD Katolik 2 buah, status swasta, kelas 3 buah, jumlah murid 403 orang dan jumlah guru 14 orang. Pegawai administrasi 2 orang. Hindu
tidak ada.
Budha
: tidak ada.
e. Organisasi Keagamaan. Islam : 1). Mejelis Ulama, Cabang 1 buah, didirikan 1963, kegiatan sebagai juru bicara umat Islam dan dipimpin oleh H.M. Maha. i 35
2). Guppi, Cabang 1 buah, Ranting 8 buah, didirikan 1978, Kegiatan dihidang perbaikan pendidikan dan dipimpin oleh H.M. Idris Pantiangan. 3). M.D.L, Cabang 1 buah, Ranting tidak ada, didirikan 1971, kegiatannya dihidang Dakwah Islam dan dipimpin oleh H.M. Maha. 4).P.P.T.I., Cabang 1 buah, Ranting tidak ada, didirikan 1971, kegiatannya dihidang pengembangan Tarikat dipimpin oleh Dj. Qimbang. Kristen Protestan, tidak diperoleh catatan data. Katolik : 1). Legio Maria, kegiatannya di bidang pendalaman Al Kitab. 2)- Wanita Katolik, kegiatannya di bidang masalah keluarga. 3). Muda-mudi, kegiatannya di bidang pembinaan. Hindu
:
tidak diperoleh data.
Budha
:
tidak diperoleh data.
f. Kegiatan Khusus Organisasi Keagamaan. Islam : 1). Majelis Ulama yang beralamat di Jalan Ujung, frekwensinya kegiatan sebagai juru bicara umat Islam bertambah, rata-rata pengunjung bertambah dan dipimpin oleh H.M. Maha. 2). Guppi yang berkantor pada DPD Golkar kegiatannya dalam pembinaan pendidikan Islam frekwensinya naik. Rata-rata pengunjung 100 orang. Dipimpin oleh H.M. Idris Pantiangan. 3).M.D.I. kegiatan khusus da'wah Islam dan frekwensinya tetap. Ratarata pengunjung 125 orang. 4). P.P.T.I. kegiatan khusus pengembangan Tarekat, frekwensi kegiatan tetap. Rata-rata pengunjung 50 orang. Dipimpin oleh Dj. Limbonjj 5). Al Wasliyah kegiatan khusus usaha sosial dan pendidikan, frekwensi kegiatan tetap. Rata-rata pengunjung 50 orang. Dipimpin oleh K. Menak.
36
Kristen Protestan. Kegiatan khusus mamen koor, frekwensi kegiatannya tetap. Pengunjung rata-rata 30 orang. Dipimpin oleh Bibel Bow. Perhari Kamis diadakan paduan suara dipimpin oleh guru/penatua. Katolik. a). Kegiatan khusus Kegio Maria, mendalami isi Al Kitab frekwensi kegiatan tetap. Pengunjung rata-rata 35 orang, dipimpin oleh Suster. b). Kegiatan khusus wanita Katolik yang beralamat tiap gereja, adalah keluarga bahagia. Frekwensinya tetap. Rata-rata pengunjung 25 orang dipimpin oleh Moderator. c).Kegiatan khusus muda-mudi adalah olah raga, frekwensi tetap. Rata-rata pengunjung 120 orang. Dipimpin oleh Pat or. Hindu
—
Budha
-
g. Aliran Tarikat dalam Islam ialah Naksabandiy ah. 3. Kehidupan Beragama. a. Klasifikasi Kehidupan Beragama. 1). Keadaan jumlah di tempat-tempat peribadatan jika dibandingkan dengan kapasitasnya bertambah. 2). Kegiatannya banyak dan bervariasi. 3). Suasana kehidupan beragama pada bulan-bulan/hari-hari suci meriah dan khidmat. 4). Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Agama meningkat dan bertambah. 5). Cara pelaksanaan Dakwah dan penyebaran agama bersifat langsung dan tidak langsung. Sasarannya khusus pemeluk ybs. Perkembangan kegiatannya meningkat. 6). Kegiatan organisasi keagamaan meningkat. b. Kerukunan Intern Umat Beragama. 1). Intern Umat Islam :
37
a). Suasana kerukunan hidup umat beragama Islam di Kabupaten Dairi pada umumnya baik dan positif. Sebagai hasil pengamatan di kota dan di pedesaan nampaknya aman dan tentram. b). Tidak ada masalah-masalah serious yang perlu diselesaikan. Masalah pemeliharaan babi dan anjing liar serta pemotongan dan pengangkutan daging terbuka, mereka dalam hati hanya mengharapkan penertiban dari Pemerintah. c). Adanya Tarekat dalam Islam dianggap wajar. 2). Intern Umat Kristen Protestan : a). Suasana kerukunan Umat Kristen Protestan mantap, dalam menghadapi berbagai sekte dan aliran sangat toleransi. b). Kegiatan mamen koor, paduan suara muda-mudi mendekatkan rasa persatuan generasi muda umatnya. c). Bentuk dan sistim pendidikan KHBP memperkuat suku Batak. 3). Intern Umat Katolik : a). Persatuan dan kesatuan umat Katolik kokoh kuat dalam wadah satu organisasi tunggal dan universal. b. Kesetiaan dan keta'atan pejabatan agama yang lebih rendah kepada yang lebih tinggi (hierarchy) merupakan pembinaan yang terus menerus sehingga melahirkan kerukunan dan solidaritas yang tinggi. 4). Intern Umat Hindu. Tidak ada catatan data. 5). Intern Umat Budha. Umat Budha terdiri dari bangsa Indonesia keturunan Cina sangat rukun dan rasa solidaritasnya tinggi terutama mengenai strategi perdagangan. Kerukunan Antar Umat Beragama. 1)- Suasana kerukunan antar umat beragama baik dan positif dan tidak ada masalah antar pemeluk agama yang perlu dimusyawarahkan. 2). Situasi dan lokasi tempat peribadatan bervariasi dari berbagai agama dan berjauhan.
3).Ada kegiatan bersama antar umat beragama dibidang sosial kemasyarakatan dan seni budaya/Olah raga. 4). Tidak pernah terjadi terganggunya kerukunan hidup/pergaulan /hubungan antar umat beragama. d. Kerukunan Antar Umat Beragama dengan Pemerintah. 1). Para Pejabat Departemen Agama dan para pejabat Pemda/Instansi Vertikal pernah disampaikan penjelasan tentang pelaksanaan Keputusan Menteri Agama No. 70 & 77 Tahun 1978 serta Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1979. 2). Pernah diadakan perte mu an/konsultasi antara Instansi Departemen Agama, Laksusda, Pemda dan Pimpinan Lembaga-lembaga keagamaan. 3). Pertemuan tersebut di atas membicarakan peningkatan pemeliharaan kerukunan hidup antar umat beragama, dan kerjasama dalam menunjang Pembangunan Daerah. 4). Hasil pertemuan itu positif dan memuaskan. oo
I
C. KABUPATEN ACEH TENGGARA. 1. Daerah dan Penduduk. Daerah Tk. II Aceh Tenggara ibukotanya Kotacane, merupakan Kabupaten bagian dari Propinsi Daerah Istimewa Aceh (setingkat Propinsi). Aceh Tenggara dibagi 9 Kecamatan, masing-masing Kecamatan Babusalam. ibukotanya Kotacane, Kecamatan Pulonas (Badar), ibukotanya di Pulonas (Tanah Merah). Kecamatan Bambel, ibukotanya di Bambel. Kecamatan Lawe Alas, ibukotanya di Ngkran. Kecamatan Lawe Sigalagala, ibukotanya di Sigala-gala, Kecamatan Rikit Gaib, ibukotanya di Rikit Gaib. Kecamatan Trangon, ibukotanya di Trangon. Kecamatan Kota Panjang, ibukotanya di Kota Panjang Kecamatan Biang Kejeren, ibukotanya di Biang Kejeren. Letak geografis 3 ° - 4 ° L.U. dan antara 9 7 ° - 9 8 ° B.T. Iklimnya tropis, daerahnya dekat dengan garis katulistiwa. Oleh karena itu banyak curah hujan. Banyak macam-macam fauna dan flora hidup di daerah itu. Permukaan tanah berbukit-bukit, lereng-lereng gunung yang curam. Infra struktur belum memadai. Ada empat Kecamatan yang masih terisoler. Namun tanahnya subur. Dari Kotaraja, Ibu Kota Daerah Istimewa Aceh jaraknya ke Kotacane kira-kira 600 km dan dari Kota Medan jaraknya kira-kira 500 km. Jumlah penduduk Kabupaten Aceh Tenggara sebanyak 159.204 orang. Mata pencahariannya bertani sawah dan ladang, menanam sayur-sayuran, cengkeh, kopi, nanas. Disamping itu mereka beternak kerbau, kambing, ayam dan sapi. Hasil produksi pertanian umumnya dijual ke kota Medan karena transportasi lebih baik dan lebih dekat. Mata pencaharian penduduk lainnya berdagang eceran, sebagian kecil berkoperasi penjual buah markisah ke Medan. Stratifikasi penduduk menurut banyaknya jumlah penduduk sebagai berikut : Islam Kristen Protestan Katolik Hindu Budha
122.493 orang ; 34.881 „ 1.769 „ 61
„
Mayoritas pemeluk Agama Islam, selainnya termasuk suku-suku terasing. Mereka bertempat tinggal di Kecamatan Alas, disebut Suku Alas. hidupnya berpindah-pindah dari satu tempat pindah ketempat lain sambil 40
membakar hutan dan bertani ladang. Mereka termasuk penganut kepercayaan animisme, binatang sapi adalah sumber rejeki mereka. Oleh karena itu sapi bebas berkeliaran kemana-mana dan sangat dihormati disebut dewa Rezeki. Pemeluk agama Kristen Protestan dan Katolik pendatang dari Tapanuli 1937 mencari daerah pertanian yang subur. Karena luasnya daerah dan memang subur penduduk aseli setempat yang agama Islam tidak keberatan dan tidak ada gangguan apapun. Pada 1979 karena pengaruh dari kota Sidikalang Tarutung dan Medan, sementara pemuda yang agama Kristen Protestan khilaf usaha meningkat kerukunan hidup antar umat beragama, akibatnya timbul perbuatan-perbuatan sementara pemuda memotong babi dan anjing dan menjual satenya terang-terangan di tepi jalan sehingga umat Islam penduduk aseli tersinggung dan merasa agama mereka terhina. Apalagi ketahuan ada sementara penduduk yang beragama Islam yang kurang imannya turut makan daging haram dengan gratis. Akibatnya terjadi pembakaran sebuah gereja. Tetapi kini sudah dapat diselesaikan dengan bijaksana secara adat.
Keadaan Keagamaan, a Rohaniawan. 1).I s 1 a m : a. Ulama b. Mubaligh c. Khotib d. Guru Pengajian e. GAH
78 orang (WNI) ; - 78 „
134 177 126 Jumlah
t,
»
593 orang (WNI).
2). Kristen Protestan 3).Katolik : a. Uskup Agung b. Uskup c. Pastor Kepala d. Pastor e. Calon Pastor f. Biarawati
1 orang (WNI) ;
3 orang (WNI) 1 orang (WNAÏ 41
Jumlah 4). Hindu
:
5). Budha
:
4 orang (WNI) 1 orang (WNA).
b. Tempat Peribadatan. 1).I si a). b). c).
am : Mesjid Mushdla Langgar/Surau
125 buah ; 49 236 „ Jumlah
2).Kristen Protestan a). Gereja
71 buah.
3). Katolik : a). Gereja b). Kapel/Stasi
6 buah : 2 „ Jumlah
4).Hindu
:
5). Budha
:
410 buah.
8 buah.
c. Lembaga Pendidikan. 1).I si a m : a). Madrasah Ibtidaiyah, 29 buah, 176 kelas, 3285 murid dan 145 guru, status swasta. b).Madrasah Tsanawiyah, 2 buah, 6 kelas, 338 murid, (PGA Kls. 1, 2, 3), 13 guru, status Negeri dan 1 buah, 2 kelas, 45 murid, I guru, status Swasta. c). Madrasah Aliyah/PGA Kias 4, 5, 6, 1 buah, 3 kelas, 137 murid, II gum, status Negeri. d).Pondok Pesantren, 6 buah, — kelas, 258 murid, 14 gum, status Swasta.
e). I.A.I. I'). I'. l'.
g). Bustanul Athfal h).Diniyah Awalaiyah
:
i). Diniyah Wustha j). Dini> ah Aliyah 2).Kristen Protestan
:
3).Katolik
:
4). Hindu
:
-
5). Budha d. Organisasi Keagamaan. 1). Islam : a). Muhammadiyah, Cabang 1 buah, Ranting 4 buah. didirikan 1950 dan kegiatannya pendidikan, sosial dan dakwah. b).Al-Washliyah. Cabang 1 buah. Ranting kegiatannya Dakwah dan sosial.
-, didirikan 1956,
2). Kristen Protestan : a. Nama organisasi —, Cabang 1 1 buah, Ranting 60 buah, didirikan - , kegiatannya - , Majelis Agama - . 3). Katolik : a. Nama organisasi - . Ranting - , didirikan th. 1 ses. Masehi, kegiatan —, Majelis Agama - , b. 4). Hindu
:
-
5). Budha
:
-
e. Kegiatan Khusus Organisasi Keagamaan (Majelis Ta'lim). Islam : (1) Alamat Kamp. Cinta Damai/Kp. Baru, Kec. Bambel, Frekwensi kegiatan 1 kali, rata-rata pengunjung 200 orang, nama pimpinan
Z. Abidia.
43
(2)
Kp. Biak Mukti, Kec. Bambel, Frekwensi kegiatan 2 kali, rata-rata peserta pengunjung 50 orang, nama pimpinan : Intan Johari.
(3)
Cinta Damai, Kec. Bambel, Frekwensi kegiatan 2 kali, rata-rata peserta pengunjung 46 orang, nama pimpinan Mhd. Saleh.
(4)
Kp. Lw. Kihing, Kec. Bambel, Frekwensi 2 kali, pengunjung peserta rata-rata 30 orang, nama pimpinan Syahidin.
(5)
Kp. Biak Muli Ks., Kec. Bambel, Frekwensi 2 kali, rata-rata peserta pengunjung 35 orang, nama pimpinan Baiduri.
(6)
Kp. Titi Pasir, Kec. Bambel, frekwensi kegiatan 2 kali, ratarata peserta pengunjung 40 orang dan nama pimpinan Kari.
(7)
Kp. Lw. Dua, Kec. Bambel, frekwensi kegiatan 2 kali, ratarata peserta pengunjung 10 orang dan nama pimpinan Pak Dullah. Kp. Simp. Empat, Kec. Babussalam, frekwensi kegiatan 2 kali, rata-rata peserta pengunjung 50 orang dan nama pimpinan Mu'min.
(8)
Kp. Perapat Hulu, Kec. Babussalam, frekwensi kegiatan 2 kali, rata-rata peserta pengunjung 70 orang dan nama pimpinan H. Makjin.
(9)
Kp. Salang Alas, Kec. Babussalam, frekwensi kegiatan 2 kali, rata-rata peserta pengunjung 30 orang dan nama pimpinan Jalai.
(10) Kp. Telaga Makar, Kec. Babussalam, frekwensi kegiatan 2 kali, rata-rata peserta pengunjung 30 orang dan nama pimpinan Abd. Wahid. (11) Kp. Kuta Tinggi, Kec. Babussalam, frekwensi kegiatan 1 kali, rata-rata peserta pengunjung 40 orang dan nama pimpinan Abd. Rajak. (12) Kp. Lawe Sagu, Kec. Babussalam, frekwensi kegiatan 2 kali, rata-rata peserta pengunjung 80 orang dan nama pimpinan Muhur. (13) Kp. Silaturrahim, Kec. Babussalam, frekwensi kegiatan 2 kali,
rata-rata peserta pengunjung 100 orang dan nama pimpinan M. Ali Umar. (14) Kp. Simp. Semadam, Kec. Lw. Si Gala-gala, frekwensi kegiatan 1 kali, rata-rata peserta pengunjung 100 orang dan nama pimpinan Lebe Husin H. (15) Kp. Sebadan Awal, Kec. Lw. Si Gala-gala, frekwensi kegiatan 2 kali, rata-rata peserta pengunjung 111 orang dan nama piman Illiyas. (16) Kp. Bukit Merdeka, Kec. Lw. Si Gala-gala, frekwensi kegiatan 2 kali, rata-rata peserta pengunjung 40 orang dan nama pimpinan M. Adin. (17) Kp. Lw. Beringin, Kec. Lw. Si Gala-gala, frekwensi kegiatan 1 kali, rata-rata peserta pengunjung 35 orang dan nama pimpinan M. Amin. (18). Kp. Lw. Buyur, Kec. Lw. Si Gala-gala. frekwensi kegiatan 2 kali, rata-rata peserta pengunjung 40 orang dan nama pimpinan H. Abu Bakar. (19) Kp. Sem Asal, Kec. Lw. Si Gala-gala, frekwensi kegiatan 2 kali, rata-rata peserta pengunjung 45 orang dan nama pimpinan Karim. (20) Kp. Baiturrahim, Kec. Kuta Panjang, frekwensi kegiatan 2 kali, rata-rata peserta pengunjung 200 orang dan nama pimpinan Nya Raya. (21) Kp. Nurul Huda, Kec. Kuta Panjang, frekwensi kegiatan 2 kali, rata-rata peserta pengunjung 150 orang dan nama pimpinan Salam. (22) Kp. Babaussalam, Kec. Kuta Panjang, frekwensi kegiatan 1 kali, rata-rata peserta pengunjung 200 orang, pimpinannya Lebe Husin. (23) Kp. Rikit Dekat, Kec. Kuta Panjang, frekwensi kegiatan 1 kali, rata-rata peserta pengunjung 100 orang dan pimpinan M. Saleh. (24) Kp. Tampeng, Kec. Kuta Panjang, frekwensi kegiatan 2 kali, rata-rata pengunjung 200 orang dan pimpinan Malim. 45
(25) Kp. Kota, Kec. Kuta Panjang, frekwensi kegiatan 1 kali, ratarata peserta pengunjung 200 orang dan pimpinan Tgk. Umar. (26) Kp, Penosan, Kec. Kuta Panjang, frekwensi kegiatan 2 kali, rata-rata peserta pengunjung 200 orang, pimpinan M. Lanne. (27) Kp. Gegarang, Kec. Kuta Panjang, frekwensi kegiatan 1 kali, rata-rata peserta pengunjung 100 orang, pimpinan M. Sultan. (28) Kp. Akui, Kec. Kuta Panjang, frekwensi 1 kali, rata-rata peserta pengunjung 150 orang, pimpinan Lebe Rahman. (29). Kp. Peprik Gaib, Kec. Kuta Panjang, frekwensi kegiatan 2 kali, rata-rata peserta pengunjung 150 orang dan pimpinan Abdul Kadir. (30). Kp. Kuta Ujung, Kec. Kuta Panjang, frekwensi kegiatan 1 kali, rata-rata peserta pengunjung 100 orang dan pimpinan Abdullah. (31) Kp. Trt. Kute, Kec. Badar, frekwensi kegiatan 2 kali, ratarata peserta pengunjung 100 orang, pimpinan Fatimah. (32) Kp. Kuta Tinggi, Kec. Badar, frekwensi kegiatan 1 kali, ratarata peserta pengunjung 45 orang dan pimpinan Abdul Rajak. (33) Kp. Jongar, Kec. Badar, frekwensi kegiatan 2 kali, rata-rata peserta pengunjung 100 orang dan pimpinan Yamuddin. (34) Kp. Kuta Ujung, Kec. Badar, frekwensi kegiatan 2 kali, ratarata peserta pengunjung 100 orang dan pimpinan Acir Selian. (35) Kp. Alur Buluh, Kec. Badar, frekwensi kegiatan 1 kali, ratarata peserta pengunjung 40 orang dan nama pimpinan Jami 'an Selian. (36) Kp. Natam, Kec. Badar, frekwensi kegiatan 1 kali, rata-rata peserta pengunjung 50 orang dan nama pimpinan Hasanuddin. (37) Kp. Tanjung, Kec. Badar, frekwensi kegiatan 2 kali, rata-rata peserta pengunjung 100 orang dan nama pimpinan Salim Kaharuddin. (38) Kp. Terangon, Kec. Terangon, frekwensi kegiatan 1 kali, rata-rata peserta pengunjung 50 orang dan nama pimpinan Hasan Ar.
(39) Kp. Jabo, Kec. Terangon, frekwensi kegiatan 1 kali, rata-rata peserta pengunjung 40 orang dan nama pimpinan Pang Arif. (40) Kp. Kuning, Kec. Rikit Gaib, frekwensi kegiatan 2 kali, ratarata peserta pengunjung 100 orang dan nama pimpinan Aman Pisah. (41) Kp. Rikit, Kec. Rikit Gaib, frekwensi kegiatan 2 kali, ratarata peserta pengunjung 100 orang dan nama pimpinan M. Amin. (42) Kp. Mangang, Kec. Rikit Gaib, frekwensi kegiatan 2 kali, rata-rata peserta pengunjung 75 orang dan nama pimpinan Hamzah. (43) Kp. Rempelan, Kec. Rikit Gaib, frekwensi kegiatan 2 kali, rata-rata peserta pengunjung 135 orang dan nama pimpinan M. Saleh. (44). Kp. Seneren, Kec. Rikit Gaib, frekwensi kegiatan 2 kali, ratarata peserta pengunjung 150 orang dan nama pimpinan Habibah. (45) Kp. Durin, Kec. Biang Kejeren, frekwensi kegiatan 2 kali, rata-rata peserta pengunjung 35 orang dan nama pimpinan Asnaini. (46) Kp. Penampaam, Kec. Biang Kejeren, frekwensi kegiatan 2 kali, rata-rata peserta pengunjung 100 orang dan nama pimpinan Sy am su din. (47) Kp. Pasir, frekwensi kegiatan 2 kali, rata-rata peserta pengunjung 100 orang dan nama pimpinan Halidin N. (48) Kp. Kuta Batu Pasir, Kec. Lawe Alas, frekwensi kegiatan 1 kali, rata-rata peserta pengunjung 54 orang dan nama pimpinan Conang. (49) Kp. Titi Mas, Kec. Lawe Alam, frekwensi kegiatan 2 kali, rata-rata peserta pengunjung 54 orang dan nama pimpinan Abdul Salam. (50^ Kp. Engran, Kec. Lawe Alas, frekwensi kegiatan 2 kali, ratarata peserta pengunjung 100 orang, nama pimpinan Samadun Munte. 47
(51) Kecamatan Babussalam, frekwensi kegiatan 1 kali, rata-rata peserta pengunjung 120 orang dan nama pimpinan Muhd. Zuubir. (52) Kecamatan Kota Cane, frekwensi kegiatan 1 kali, rata-rata peserta pengunjung 60 orang dan nama pimpinan Jamain
Jamu. (53) Kecamatan Bambel, frekwensi kegiatan 1 kali, rata-rata peserta pengunjung 80 orang dan nama pimpinan A. Saman Desky. (54) Kecamatan Fasbiquk khairat Kuning, frekwensi kegiatan 1 kali, rata-rata peserta pengunjung 70 orang dan nama pimpinan Muhd. Isa. (55) Kecamatan Lw. Sigala-gala, frekwensi kegiatan 1 kali, ratarata peserta pengunjung 55 orang dan nama pimpinan Syamsuddin. (56) Kecamatan Badar, frekwensi kegiatan 1 kali, rata-rata peserta pengunjung 60 orang dan nama pimpinan Hasan Wahidin. (57) Kecamatan Lawe Alas, frekwensi Vegiatan 1 kali, rata-rata peserta pengunjung 60 orang dan nama pimpinan Samadun Mu n the. (58) Kecamatan Blangkejeren, frekwensi kegiatan 1 kali rata-rata peserta pengunjung 80 orang dan nama pimpinan Moh d. Sultan. (59) Kecamatan Kuta Panjang, frekwensi kegiatan 1 kali, rata-rata peserta pengunjung 65 orang dan nama pimpinan Abdulah. (60) Kecamatan Rikit Gaib, frekwensi kegiatan 1 kali, rata-rata peserta pengunjung 50 orang dan nama pimpinan Moh d. Amin. (61) Kecamatan Tarangon, frekwensi kegiatan 1 kali, rata-rata peserta pengunjung 40 orang dan nama pimpinan Ismail Daud. Kristen Protestan : Alamat Kutacane, frekwensi kegiatan baik, rata-rata peserta pengunjung 250 orang tiap gereja dan nama-nama pimpinan/ pembimbing :
(a)
M. Manalu Prebes BKBP ;
(b)
Ds.St. Bakara, Pdt. Resort HKBP.
(c)
Ds.M.Manurung, Pdt. Resort HKBP.
(d)
Ds.AE.Liubong, Pdt. Resort HKBP.
(e)
Ds.M.Nasaban, Pdt. Resort HKBP.
(f)
Pdt. J. Simorangkir, Pdt. Resort HKI.
(g)
Pdt.D.Simangunsong, Pentakosta Indonesia.
(h)
Pdt.P.Pasaribu, Pentakosta Indonesia.
(i)
Pdt.J.Simangonsong, Pentakosta Indonesia.
Ü).
Pdt. K.Simangonsong, Pentakosta Sumatra Utara.
(k)
Pdt.E.Simatupang, Methodis.
0)
Pdt.B.Tampubolon, Gereja Tuhan di Indonesia.
(m)
Pdt.M.Simare-mare, Bethel Injil Sipenuh.
(n)
Pdt.K.Tarigan, Gereja Batak Karo Protestan.
(o)
P d t J . R . Gultom, Gereja Kristen Indonesia.
(P)
Pdt.W. Simanjuntak, Gereja Tabernakel.
Katolik Hindu Budha f. Aliran-aliran Tarekat dan Sekte-sekte Agama. 1. Islam : Naksabandiyah. 2. Kristen Protestan. a. b. c. d. e. f. g. h.
Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) ; Huria Kristen Indonesia (HKI) ; Gereja Kristen Indonesia (GKPI) ; Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) ; Methodist ; Pentakosta di Indonesia ; Pentakosta Indonesia ; Bethel Injil Sepenuhnya. 49
i. Pentakosta Sumatera Utara ; j . Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) ; dan k. Gereja Tabernakel di Indonesia. 3. Katolik
:
4. Hindu 5. Budha
:
3. Kehidupan Beragama. a. Klasifikasi Kehidupan Beragama. 1) I s 1 a m : Keadaan jemaah di tempat peribadatan seperti mesjid jika dibandingkan dengan kapasitasnya bertambah. Kegiatannya banyak dan bervariasi. Suasana kehidupan beragama pada bulan-bulan/hari-hari suci seperti Ramadhan/Idul Fitri/Idul Adha meriah dan hidmat. Mengenai perkembangan Lembaga-lembaga pendidikan Agama semua responden tidak ada yang menjawab. Cara pelaksanaan dakwah dan penyebaran agama bersifat langsung, sasarannya khusus untuk pemeluk ybs. Perkembangan kegiatannya meningkat. Kegiatan organisasi keagamaan tetap. 2) Kristen Protestan : Keadaan jumlah jemaah ditempat peribadatan seperti gereja bertambah. Kegiatannya banyak dan bervariasi. Suasana kehidupan beragama pada bulan-bulan/hari-hari suci seperti natalan/paskah meriah dan hidmat. Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Agama Kristen Protestan belum ada. Cara pelaksanaan dakwah dan penyebaran agama bersifat langsung, sasarannya tidak dijawab oleh responden. Kegiatan organisasi keagamaan tetap. 3). Katolik : Keadaan jumlah jemaah di tempat peribadatan seperti gereja sesuai, dan kegiatannya banyak dan bervariasi. Suasana kehidupan beragama pada bulan-bulan/hari-hari natalan/paskah meriah dan hidmat. Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Agama Katolik tetap. Cara pelaksanaan-pelaksanaan dakwah dan penyebaran agama Katolik bersifat langsung. 50
Sasarannya umum, khusus untuk pemeluk agama ybs. Perkembangan kegiatannya meningkat. Kegiatan organisasi keagamaan Katolik meningkat. 4). Hindu
:
-
5). Budha
:
-
Kerukunan Intern Umat Beragama. 1). Intern Islam : Seorang responden tidak bersedia menjawab pertanyaan, responden lainnya menjawab sebagai berikut : Hubungan kerjasama dalam membangun tempat peribadatan seperti mesjid/musholla dll. atas swadaya kelompok/sekte agama saja. Penyebaran dan bimbingan agama dilahirkan oleh organisasi/lembaga keagamaan yang ada. Bentuk bimbingan yang diberikan berupa ceramah/pidato/khotbah. Kegiatan bersama yang dilakukan dalam masalah perayaan hari-hari besar agama dan untuk menyemarakkan ajaran agama. Kegiatan bersama itu dilakukan atas prakarsa beberapa sekte/kelompok antara lain oleh PHBI, Muhammadiyah dan Al-Washliyah. Tidak pernah terjadi terganggunya pergaulan/hubungan intern umat beragama Islam. 2). Intern Kristen Protestan : Kerjasama dalam membangun tempat peribadatan seperti gereja atas swadaya kelompok/sekte agama saja. Penyebaran dan bimbingan agama dilakukan oleh sekte/kelompok sendiri-sendiri. Bentuk bimbingan yang diberikan ceramah/pidato/ khotbah. Kegiatan bersama yang dilakukan dalam masalah perayaan hari-hari besar agama Kegiatan itu dilakukan atas prakarsa beberapa sekte/kelompok antara lain HKBP, HKI, GKPI, GBKP, GERTU, Gereja Sabernakel, Pentakosta di Indonesia, Pentakosta Indonesia, Methodist, Bethel Injil Sepenuh dan Pentakosta Sumatera Utara. Pernah terjadi terganggunya pergaulan/hubungan intern umat beragama Kristen Protestan. Kejadian itu 1976 dalam masalah perebutan kedudukan dan pengaruh. Pertentangan itu dalam bentuk non pisik. tetapi dapat diatasi dengan kesadaran masing-masing. Penyebaran/penyiaran agama kepada suku terasing dilakukan oleh lembaga agama bersama Pemerintah dan bantuan luar negeri.
51
3). Intern Katolik : Kerjasama dalam membangun tempat peribadatan seperti gereja dipikul bersama dan bantuan luar (Pemerintah). Penyebaran dan bimbingan agama dilahirkan oleh organisasi/lembaga keagamaan yang ada dan Panitia Kateketik/Pastor. Bentuk bimbingan yang diberikan berupa ceramah/khotbah, diskusi/pengarahan dan mass-media. Kegiatan bersama yang dilakukan dalam masalah sosial budaya dan perayaan hari-hari besar agama. Kegiatan bersama itu dilakukan atas prakarsa salah satu sekte/kelompok yang ada. Tidak pernah terjadi terganggunya pergaulan/hubungan intern umat beragama. Penyebaran/penyiaran agama kepada suku terasing dilakukan oleh Pemerintah bersama lembaga-lembaga agama yang ada. 4). Intern Agama Hindu
: —
5). Intern Agama Budha
: —
c. Kerukunan Antar Umat Beragama. 1). Situasi dan lokasi tempat peribadatan bervariasi dari berbagai agama dan berdekatan dan hanya seorang responden menjawab bervariasi dari berbagai agama dan berjauhan. 2). Dua responden menjawab ada kegiatan bersama antar umat beragama, seorang menjawab dalam masalah sosial kemasyarakatan dan seorang lainnya menjawab masalah seni budaya/Olah Raga. Dua responden menjawab tidak ada kegiatan bersama antar umat beragama. Seorang lainnya tidak menjawab. 3). Tiga responden menjawab tidak pernah terjadi terganggunya kerukunan/pergaulan/hubungan antar umat beragama, tetapi tidak menjawab dalam bentuk apa dan dalam masalah apa. Seorang responden menjawab pernah terjadi terganggunya kerukunan/pergaulan/hubungan antar umat beragama dalam bentuk fisik dan dalam masalah politik. Seorang responden lainnya tidak menjawab. Tiga responden tidak menjawab bagaimana dapat diatasi, seorang responden menjawab diatasi dengan tindakan Pemerintah. d. Musyawarah Antar Umat Beragama. 1).Empat responden menjawab belum pernah diadakan musyawarah antar umat beragama dan seorang responden tidak menjawab. Se-
lanjutnya tidak ada masalah yang dibicarakan dan tidak ada hasilnya. 2). Sebab-sebab kesulitan belum pernah diadakan musyawarah antar umat beragama, tiga responden tidak menjawab, seorang menjawab karena tidak ada restu dari yang berwenang, seorang responden menjawab karena kesulitan biaya dan tehnis. 3).Mengenai wadah/badan/forum kerjasama umat beragama di daerah, tiga responden merjawab belum ada dan dua responden lainnya tidak menjawab. 4). Sebab-sebab kesulitan belum adanya wadah/badan/forum kerjasama umat beragama, seorang responden menjawab sebab politis dan dan empat responden lainnya tidak menjawab. e. Kerukunan Antara Umat Beragama Dengan Pemerintah. 1).Penjelasan tentang pelaksanaan Keputusan Menteri Agama No. 70 & 77 tahun 1978 serta Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 1979 pernah disampaikan oleh Para Pejabat Departemen Agama dan Pimpinan Lembaga-lembaga Keagamaan. 2).Tiga responden menjawab belum pernah diadakan pertemuan/konsultasi antara Instansi Departemen Agama, Laksusda, Pemda dan Pimpinan Lembaga-lembaga Keagamaan. Seorang responden menjawab pernah dan masalah yang dibicarakan tentang peningkatan pemeliharaan kerukunan hidup antar umat beragama, seorang responden tidak menjawab. Hasil pertemuan positif dan memuaskan. 3). Seorang responden menjawab masih ada penyiaran agama dilakukan menyimpang dari Keputusan Menteri Agama No. 70 & 77 tahun 1978 serta SKB Mendagri dan Menag No. 1 tahun 1979 khusus kepada setiap orang/masyarakat. Penyiaran itu dilakukan oleh golongan agama Advenus di Kuta-cane dalam bentuk penjualan bukubuku umpama tentang kesehatan dan kesejahteraan rumah tangga. Empat responden lainnya tidak menjawab. 4).Seorang responden menjawab Instansi Pemerintah dengan lembagalembaga keagamaan secara bersama tindakannya sesuai dengan maksud SK Menag dan SKB Mendagri dan Menag tersebut. Empat responden lainnya tidak menjawab. 53
5. Sikap para pemimpin Lembaga keagamaan dalam menghadapi masalah tersebut, tiga responden menjawab acuh dan memperhatikan. Dua responden lainnya tidak menjawab. Langkah-langkah/ bantuan yang diberikan sebagai usaha untuk menyelesaikan permasalahannya, dua responden menjawab aktif mengadakan pengecekan ke bawah, dua responden lainnya tetap tidak menjawab, dan seorang responden menjawab aktif dilaporkan ke atas. 6). Lembaga-lembaga keagamaan aktif dalam penyaluran bantuan yang bersifat kemanusiaan, pendidikan, sosial, ekonomi, dua responden menjawab pernah/sekali-sekali, tetapi tidak menjawab melalui lembaga-lembaga keagamaan mana. Seterusnya menjawab dalam bentuk pendidikan dan santunan. Dua responden menjawab pernah/selalu menerima bantuan, melalui lembaga sosial dan dalam bentuk pantipanti (Yatim, Wardha dll), kesehatan, kemalangan dan musibah. Seorang tidak menjawab pertanyaan. 7). Empat responden tidak menjawab pertanyaan tentang instansi/ lembaga mana yang mengetahui/atau mengawasi kegiatan bantuan kemanusiaan itu. Seorang responden menjawab lembaga sosial. 8). Empat responden menjawab tidak ada gejala-gejala penyimpangan bantuan yang bersifat kemanusiaan untuk usaha penyiaran/pengembangan satu agama. Seorang responden tidak menjawab. 9).Mengenai akibat dan pengaruh bantuan asing (tenaga/uang dll.) dalam penyebaran agama terhadap masyarakat, dua responden menjawab dapat memojokkan agama lain dan sering menimbulkan persaingan yang kurang sehat. Seorang responden menjawab semakin terbinanya kerukunan dan dua responden lainnya tidak menjawab. 10).Tiga responden menjawab pernah terjadi permasalahan yang timbul akibat sikap pihak-pihak yang sengaja tidak mengindahkan tata pergaulan hidup beragama. Dua responden tidak menjawab. 11). Seorang responden menjawab telah diberikan penjelasan atas pelaksanaan bantuan luar negeri itu, sesuai dengan maksud dan arti dari Keputusan Menag dan Keputusan Bersama Mendagri dan Menag Selanjutnya yang bersangkutan mengusulkan supaya dikembalikan bantuan tersebut bila tidak berpedoman pada Kep.Menag No. 70 & 77 dan Kep. Bersama Mendagri dan Menag No. 1 Tahun 1979. Empat responden lainnya tidak menjawab. 54
D. KOTAMADYA SURAKARTA. 1. Daerah dan Penduduk. Daerah Tk. II, Kotamadya Surakarta di Jawa Tengali terletak antara 1°-8°L.S. dan antara 110°—111° B.T. Iklim tropis dan ada 2 musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Ternyata kota Kotamadya Surakarta dilalui aliran sungai bengawan Sala yang sangat terkenal itu. Terkenal kota turis dengan obyek wisatanya seperti bekas Keraton, Mina Padi, Tirtonadi dan dekat dengan Candi Prambanan dan Kalasan. Tanahnya subur namun hampir tiap tahun dilanda banjir, tetapi dengan dibangunnya dam "Gajah Mungkur", banjir dapat diatasi. Jumlah penduduk 461.309 orang, menurut stratifikasi jumlah pemeluk agama-agama sebagai berikut : Islam Kristen Protestan Katolik Hindu Budha
370.712 orang. 57.552 „ 30.912 „ 1.896 „ 1.237 „
2. Keadaan Keagamaan. a. Rohaniawan : Islam : 36 orang. 176 „ 180 „ 214 „
Ulama Mubaligh Khotib GAH Jumlah
606 orang.
Kristen Protestan : 44 orang. 24 „
Pendeta Guru Injil Jumlah
68 orang.
Katolik : Pastor Kepala Pastor WNI „ WNA
8 orang.
55
Calon Pastor Biarawan/Biarawati WNI WNA Broeder Diakon Jumlah Hindu a. Pemangku b. Dharma Duta
25 „ 54 „ 4 „ 15 „ 85 „ 203 orang (WNI/WNA).
10 orang 10 „ Jumlah
20 orang.
Budlia : Tidak diperoleh catatan data. Tempat Peribadatan. Islam : 128 bu all 132 „ 148 „
Mesjid Mu sh oli a Langgar/Surau Jumlah
408 buah.
Kristen Protestan : 31 buah 25 „
Gereja Rumah Ibadat Juml ah
56 buah.
Katolik : 6 buah 11 „ 47 „
Gereja Kapel Stasi Jumlah Hindu : Pura Sanggar
64 bu ali. 1 bu ali 2 „
Juml ali
3 buah.
Budha : Tidak ada catatan data. c. Lembaga Pendidikan. 1). Islam : a). Madrasah Ibtidaiyah Negeri 1 buah, 6 kelas, 145 murid dan 8 guru. b). Madrasah Ibtidaiyah Swasta, 7 buah, 40 kelas, 1.777 murid dan 42 guru. c).MTs/PGA Negeri, 2 buah, 18 kelas, 622 murid, dan 22 guru. d).MTs/PGA Swasta, 2 buah, 9 kelas, 340 murid, 40 guru. e). Aliyah/PGA Negeri, 1 buah, 11 kelas, 447 murid, 30 guru. 0- Aliyah Swasta, 4 buah, 12 kelas, 706 murid dan 47 gum. g)-PGA 6 tahun, 1 buah, 17 kelas, 661 murid dan 47 gum. h).Pondok Pesantren, 8 buah, 993 murid, 47 gum. i). Bustanul Athfal, 77 buah, 100 kelas, 4.500 murid dan 54 gum. j). Diniyah, 7 buah, 13 kelas, 377 murid, 21 gum. 2). Kristen Protestan : PGAK, Kristen Protestan, 1 buah, 3 kelas, 97 murid, 17 gum. 3). Katolik : a.-PGA Katolik, 1 buah, kelas I-IV, 110 murid dan 13 gum. b. Noviciat Suster, 3 buah, kelas I—III, 30 murid dan 10 gum. 4). Hindu : Tidak ada catatan data.
5).Budha : Tidak ada catatan data. 57
3. Kehidupan Beragama. a. Klasifikasi Kehidupan Beragama. Islam : Keadaan tempat-tempat peribadatan bagi umat Islam sudah tidak sesuai lagi dibandingkan dengan jumlah jemaah telah melebihi kapasitasnya dan kegiatannya cukup banyak dan bervariasi. Sementara im pelaksanaan hari-hari besar atau dalam bulan suci Ramadhon penuh khikmat dan meriah, berkat meningkatnya organisasi keagamaan yang ada, terutama di bidang pendidikan Agama. Dakwah dan penyebaran agama dilaksanakan secara langsung, khusus kepada pemeluk agama Islam, dengan Frekwensi kegiatannya cukup meningkat. Kristen Protestan : Jumlah umat Kristen Protestan yang beribadat di tempat-tempat peribadatan dirasakan cukup bertambah dan banyak serta bervariasi kegiatannya. Suasana kehidupan beragama dirasakan cukup khikmat dan meriah terutama pada peringatan hari-hari besar seperti Natal. Perkembangan lembaga-lembaga keagamaan yang ada semakin bertambah, demikian juga kegiatan organisasi keagamaan yang ada. Untuk menyebarkan ajaran Kristen Protestan dilaksanakan dakwah secara langsung kepada jemaatnya yang semakin meningkat perkembangannya. Katolik : Kapasitas peribadatan bagi umat Katolik di Kotamadya Surakarta dirasakan sudah tidak sesuai lagi karena jumlah jemaah yang semakin bertambah. Suasana kehidupan beragama akan sangat terasa dan khikmad terutama dalam perayaan hari suci Natal bagi umat Katolik dengan melaksanakan berbagai kegiatan yang banyak dan bervariasi. Perkembangan lembaga-lembaga pendidikan Katolik dirasakan masih tetap kendati tidak dikatakan sebagai mundur, namun dalam beberapa segi masih tetap dirasakan kemajuannya terutama dalam bidang organisasi. Pelaksanaan dakwah dan penyebaran agama khusus kepada pemeluk agama Katolik yang dilaksanakan secara langsung dengan perkembangan semakin meningkat.
58
Hindu Umat Hindu di Kotamadya Surakarta dalam melaksanakan sangat melimpah jika dibandingkan dengan kapasitasnya. Mereka sangat sederhana tetapi penuh khidmat dalam melaksanakan perayaan hari-hari besar agamanya. Namun sangat disayangkan Lembaga Pendidikan Agama- khusus bagi umat Hindu hingga kini belum ada, kendati kegiatan organisasi keagamaan yang ada dirasakan cukup meningkat. Pelaksanaan dakwah dan penyebaran agama dilakukan secara langsung yang sasarannya umatnya sendiri. Kegiatan pelaksanaan dakwah bagi umat Hindu dirasakan cukup banyak dan semakin meningkat. Budha : Tidak ada catatan data. b. Kerukunan Intern Umat Beragama. Intern Islam : Pembangunan tempat-tempat peribadatan bagi umat Islam dilaksanakan atas biaya yang diperoleh dari swadaya masyarakat dan bantuan dari Pemerintah. Sementara im penyebaran dan penyiaran agama Islam dilaksanakan oleh organisasi-organisasi keagamaan yang ada melalui ceramah-ceramah, pidato, diskusi, mass media, dan lain-lain. Kegiatan bersama intern umat Islam disamping melaksanakan penyiaran dan penyebaran agama juga melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial kemasyarakatan, seperti perayaan hari-hari besar keagamaan, sosial budaya dan lain-lain. Kegiatan im diprakarsai oleh N.U. dan Muhammadiyah. Kristen Protestan : Umat Kristen Protestan melalui organisasi-organisasi keagamaan yang ada memprakarsai kegiatan dalam pembangunan tempat-tempat peribadatan, mengadakan penyiaran dan pengembangan agama yang pelaksanaannya melalui ceramah, khutbah, pidato, diskusi, mass media, melalui paket/bingkisan, kunjungan dari rumah kerumah dll. Sementara itu kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial kemasyarakatan senantiasa dilaksanakan seperti perayaan hari-hari besar keagamaan, menyemarakan ajaran agama, penyebaran agama dan lain-lain. 59
Intern Katolik : Tempat-tempat peribadatan bagi umat Katolik dibangun dibiayai yang diperoleh dari hasil swadaya umatnya sendiri, di samping ada bantuan dari Pemerintah baik Pusat maupun Daerah. Umat Katolik dalam memberikan bimbingan dan pembinaan jiwa keagamaan dilakukan melalui berbagai pidato, ceramah, khutbah, diskusi, simposium, pengarahan, juga melalui mass media. Sementara im di bidang sosial kemasyarakatan juga dilakukan oleh para umat Katolik seperti dalam penyelenggaraan hari-hari besar keagamaan, serta kegiatan penyelenggaraan hari-hari besar keagamaan, serta kegiatan sosial budaya lainnya. Intern Hindu : Bagi umat Hindu di Kotamadya Surakarta, kerukunan intern umatnya masih dirasakan cukup mantap. Dalam pembangunan tempattempat peribadatan dilakukan oleh para jemaatnya secara swadaya di samping dari para dermawan lainnya. Organisasi-organisasi keagamaan yang ada melakukan berbagai kegiatan baik yang menyangkut tentang penyebaran dan penyiaran agama yang dilakukan dengan cara berkhotbah, ceramah dan melalui mass-media, juga melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial kemasyarakatan seperti perayaan hari-hari besar keagamaan, menyemarakkan ajaran-ajaran agama dan lain-lain. Intern Umat Budha : Tidak ada catatan data. c. Kerukunan Antar Umat Beragama. Hubungan antar umat beragama di Kodya Surakarta menunjukkan kerukunan yang dapat dibanggakan sekalipun pada tahun 1977 pernah terjadi terganggunya hubungan non fisik antara umat Islam dan umat Kristen Protestan yang berpokok pangkal dogmatika ajaran intern Kristen Protestan. Hal ini dapat dimaklumi bahwa intern umat Kristen Protestan di daerah im terdapat 26 buah Sekte/aliran dan 5 buah organisasi keagamaan. Letupan masalah keagamaan tersebut di atas dapat diatasi oleh Pemerintah Daerah dengan cepat dan tepat dapat diterima oleh semua pihak. . 60
Situasi dan lokasi tempat peribadatan cukup bervariasi dan saling berdekatan, tetapi pada umumnya berjauhan. Kegiatan bersama dilakukan terbatas dalam masalah sosial kemasyarakatan. d. Musyawarah Antar Umat Beragama. Di Kotamadya'Surakarta belum pernah diadakan musyawarah antar umat beragama, penyelesaian masalah 1977 diprakarsai oleh pihak yang berwenang dan antar umat beragama mendapatkan peringatan serta pengarahan tentang cara dan tehnik kemkunan hidup antar umat beragama sehari-hari. Sebagian besar responden menyatakan di daerah Kotamadya Surakarta belum pernah dibentuk Badan Konsultasi Antar Umat Beragama, namun Rohaniawan Kristen Protestan telah terbentuk dengan pengurus Saudara Drs. Suharto, Sukarso dan M. Alam tanpa menjelaskan apa dan bagaimana struktur organisasi im didirikan dan ketiga Saudara yang dimaksud apa kedudukan dan fungsi dalam Badan Konsultasi im. e. Kerukunan Antara Umat Beragama Dengan Pemerintah . Kebijaksanaan Pemerintah Daerah tentang tatacara penyebaran agama dan bantuan luar negeri kepada lembaga-lembaga keagamaan sesuai dengan Keputusan Menteri Agama No. 70 dan 77 tahun 1978 serta Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 1979. Untuk memasyarakatkan kebijaksanaan-kebijaksanaan Pemerintah yang menyangkut tentang tata kehidupan beragama, para pejabat Departemen Agama dan para pemimpin Lembaga Keagamaan beiusaha untuk memberikan penjelasan kebijaksanaan tersebut di atas. Namun hingga kini antara pejabat Departemen Agama, Laksusda, Pemda dan Lembaga-lembaga keagamaan di Daerah im belum pernah diadakan pertemuan dan konsultasi, karena tidak adanya biaya. Tindakan-tindakan Instansi Pemerintah, Lembaga Keagamaan dan instansi Pemerintah dengan Lembaga Keagamaan secara bersama tidak bertentangan/sesuai dengan maksud SK Menag dan SKB
(.1
Mendagri dan Menag. Sikap para pemimpin Lembaga Keagamaan dalam menghadapi hal ini acuh dan memperhatikan. Kenyataan mereka aktip mengadakan pengecekan kebawah dan menciptakan mekanisme kerjasama dengan aparatur Departemen Agama, Laksusda dan Pemda. Lembaga-lembaga Keagamaan yang aktif/selalu dalam penyaluran bantuan yang bersifat kemanusiaan, pendidikan, sosial adalah Yayasan Kristen unmk Kesehatan Umum, Perhimpunan Pendidikan Kristen Surakarta, Yayasan Pendidikan Kristen Indonesia dan Panti Wredha. Bantuan-bantuan im dalam bentuk kesehatan, pendidikan dan Pantipanti Wredha. Lembaga/Instansi yang mengetahui/atau mengawasi kegiatan bantuan kemanusiaan im adalah Syrode Gereja Kristen Jawa dan Synode Gereja Kristen Indonesia, Synode GKJ lawa Tengah dan G.K.I. Jawa Tengah serta Badan Antar Gereja Kristen Surakarta. Ternyata tidak ada gejala-gejala penyimpangan bantuan yang bersifat kemanusiaan unmk usaha penyiaran/pengembangan suatu agama. Dan tidak pernah ditemui permasalahan yang timbul akibat sikap pihak-pihak yang sengaja tidak mengindahkan tata pergaulan hidup beragama. Lembaga-lembaga Keagamaan Katolik yang pernah/selalu aktif dalam penyaluran bantuan yang bersifat kemanusiaan, pendidikan, sosial dan ekonomi, adalah Yayasan Karya Bakti; Yayasan Pembinaan Katekis Vikep Ska; Yayasan Xaverius; Yayasan Biarawati Ursulin; Yayasan Marsudirini; Yayasan Pengudiuhur; Yayasan Brayat Minulyo; Yayasan Kanisius; Yayasan P. Ilahi; Yayasan Keluarga dan Yayasan Pignatelli, Instansi/lembaga yang mengetahui/atau mengawasi kegiatan bantuan kemanusiaan im adalah M.A.W.I. Sumber bantuan yang bersifat kemanusiaan adalah nasional.
—oo—
62
E. KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR. 1. Daerah dan Penduduk. Daerah Tk. II Kotawaringin Timur, Sampit ibukotanya, Kabupaten im termasuk wilayah kekuasaan Propinsi Kalimantan Tengah. Geografis terletak antara 3 ° - 4 ° L.S. dan antara 111 0 -114° B.T. Iklim tropika basah. Angin muson berubah-ubah karena dekat dengan garis katulistiwa. Musim hujan lebih panjang daripada musim kemarau. Macam-macam fauna dan flora hidup di daerah im. Luas wilayah 55.764 km2, daratan 5.121.400 ha, Rawa 362.000 ha dan sungai/danau 93.000 ha. Batas-batas wilayah : sebelah Timur dibatasi Kabupaten Kapuas dan Kotamadya Palangka Raya; sebelah Utara dibatasi Propinsi Kalimantan Barat; sebelah Barat dibatasi Kabupaten Kotawaringin Barat dan sebelah Selatan dibatasi Lautan Jawa. Kabupaten Kotawaringin Timur dibagi menjadi 24 Kecamatan, 326 buah Desa tersebar di wilayah yang sangat luas. Menumt statistik Kabupaten Kotawaringin Timur jumlah penduduk 249.292 orang. Stratifikasi menumt jumlah pemeluk agama sebagai berikut : Islam 72,73 % (180.110 Kristen Protestan 6,41 % ( 15.959 Hindu, Sekte Kaharingan 19,23 % ( 47.936 Katolik 0,97 % ( 2.417 Budha 0,25% ( 623
orang) orang) orang) orang) ; dan orang).
2. Bidang Keagamaan. a. Rohaniawan. Islam : Ulama Mubaligh Khotib Guru Pengajian GAH
17 orang, 113 „ 232 „ 67 „ 60 ,. Jumlah
489 orang.
63
Kristen Protestan : Pendeta
19 orang.
Katolik : Tidak ada catatan data. Hindu dan Budha : ). Organisasi Keagamaan. Islam : Nahdatul Ulama Muhammadiyah Serikat Islam PPTI GUPPI MDI
2 Cabang. 2 „ 1 » 1 „ 1 „ ,24 Ranting. 1 „ , 1 „ Juml ah
Kristen Protestan : GKE Gereja Tabernakel Pantekosta di Indonesia.
8 Cabang
, 25 Ranting.
8 Resort^
Pantekosta Tabernakel. Katolik : Tidak ada catatan data. Hindu Sekte Keharingan : Majelis Hindu Kahariangan, didirikan tgl. 31 Maret 1980. Budha : Tidak ada catatan data. c. Tempat peribadatan : Islam : Mesjid Musholla Langgar
209 buah. 9 „ 181 „ Jumlah
64
399 buah.
Kristen Protestan : Gereja Rumah Peribadatan
27 buah. 15 „ Jumlah
42 buah.
Katolik : Gereja
5 buah.
Hindu Sekte Kaharingan : Balai Kaharingan
4 buah.
Budha : Tidak ada catatan data. d. Lembaga Pendidikan Agama. Islam : Madrasah Ibtidaiyah Swasta, 27 buah, 103 kelas, 2.462 murid, 84 gum ; Madrasah Tsanawiyah Negeri, 1 buah, 6 kelas, 251 murid, 13 gum. Madrasah Tsanawiyah Swasta, 5 buah, 13 kelas, 271 murid, 36 gum ; P.G.A. Negeri 4 tahun, 1 buah, 5 kelas, 129 murid, 18 gum ; Pondok Pesantren, 13 buah, 1.191 murid, 54 gum ; Bustanul Athfal, 1 buah, 2 kelas, . . . .murid, . . . . gum. Diniyah Awaliyah, 5 buah, 11 kelas, 251 murid, 6 gum. Kristen Protestan : Tidak ada catatan data. Katolik : Tidak ada catatan data. Hindu Sekte Kaharingan : Tidak ada catatan data. Budha : Tidak ada catatan data. 3. Kehidupan Beragama.
65
Islam : Kapasitas tempat peribadatan seperti mesjid, musholla dan langgar bagi umat Islam dirasakan tidak lagi dapat menampung jumlah jemaah yang semakin bertambah, dengan kegiatan yang bervariasi. Suasana kehidupan beragama khususnya bulan-bulan atau harihari suci seperti Romadhon, Idul Fitri, Idul Adha dirasakan cukup meriali serta kliidmat. Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Agama Islam cukup meningkat/bertambah, demikian pula perkembangan organisasi-organisasi Islam. Dalam penyebaran dan pengembangan agama serta dakwah bagi umat Islam dilaksanakan langsung kepada pemeluk agama Islam secara khusus. Kristen Protestan : Gereja sebagai tempat peribadatan bagi Umat Kristen Protestan sudah tidak sesuai lagi kapasitasnya jika dibandingkan dengan jemaatnya yang semakin bertambah, sementara kegiatannya semakin banyak dan bervariasi. Suasana kehidupan keagamaan pada hari-hari suci seperti Natal cukup meriah dan khidmat. Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan bagi umat Kristen Protestan serta kegiatan organisasi-organisasi semakin meningkat dan bertambah. Cara pelaksanaan dakwah dan penyebaran agama bagi umat Kristen Protestan dilaksanakan langsung kepada jemaat khusus sebagai sasarannya. 1. Gereja Kristen Protestan dibangun atas swadaya masyarakat, kelompok agama dan bantuan pemerintah. 2. Organisasi keagamaan, Sekte/Aliran-aliran secara terpisah masing-masing menyebarkan dan mengadakan bimbingan keagamaan kepada jemaahnya melalui ceramah/pidato/khotbah serta mass-media. 3. Kegiatan bersama dapat kerjasama dalam masalah perayaan hari-hari Besar Agama dengan menyemarakkan ajaran agamanya.
66
3. Katolik . Jumlah jemaah umat Katolik pada tempat peribadatan semakin bertambah demikian pula perkembangan kegiatan organisasi keagamaan Katolik dirasakan cukup meningkat. Suasana kehidupan beragama pada saat perayaan hari-hari suci seperti Natal cukup meriah dan khidmat. Perkembangan pendidikan Katolik meningkat, sementara itu pelaksanaan dakwali dan penyebaran agama dilaksanakan secara langsung kepada pemeluk dan jemaat Katolik sebagai sasarannya. Hindu : Tidak ada catatan data. Budha : Tidak ada catatan data. 4. Kerukunan Intern Umat Beragama. a. Intern Islam : 1. Umat Islam dengan bantuan Pemerintah kerjasama membangun tempat-tempat peribadatan seperti mesjid, musholla dll. 2. Pimpinan organisasi keagamaan melaksanakan penyebaran dan bimbingan agama melalui ceramah/khotbah/pidato atau massmedia. 3. Kegiatan bersama umat Islam melaksanakan perayaan hari-hari besar Islam, bulan suci Romadhan, Idul Fitri dan Idul Adha dengan jalan menyemarakkan ajaran agama Islam. 4. 1975, hubungan antar umat Islam terganggu tentang masalah perbedaan interpetasi ajaran agama dan peribadatan yang pada pokoknya persaingan mencari pengaruh dalam suatu mesjid. Namun telah dapat diatasi oleh Pemerintah Daerah dengan jalan musyawarah dengan para Alim Ulama yang ada. b. Intern Kristen Protestan : 1. Gereja Kristen Protestan dibangun atas swadaya masyarakat, kelompok agama dan bantuan pemerintah. 1. Organisasi keagamaan, Sekte/Aliran-aliran secara terpisah masingmasing menyebarkan dan mengadakan bimbingan keagamaan
67
kepada jemaahnya melalui ceramah/pidato/khotbah serta mass media. 3. Kegiatan bersama dapat dilaksanakan dalam masalah perayaan hari-hari besar agama dengan menyemarakkan ajaran agamanya. c. Intern Katolik : 1. Umat Katolik dengan swadaya keijasama membangun gereja dan sumber dananya dari umatnya; 2. Organisasi-organisasi keagamaan yang ada melakukan penyebaran dan bimbingan agama melalui ceramah/pidato/khotbah; dan mass-media lainnya. 3. Pelaksanaan kegiatan bersama untuk melaksanakan perayaan hari-hari Besar Keagamaan dan menyemarakkan ajaran agama dengan jalan membentuk ke-panitiaan. d. Intern Hindu : tidak ada catatan data. e. Intern Budha ; tidak ada catatan data. 5. Kerukunan Antar Umat Beragama. a. Tempat peribadatan antar agama di Kabupaten Kotawaringin Timur terutama di Sampit bervariasi dan saling berdekatan. b. Kerjasama yang masih berkembang ialah kerjasama sosial kemasyarakatan. c. Belum pernah terjadi terganggunya hubungan antar umat beragama, fisik maupun non fisik. d. Antar umat beragama hidup rukun dan bebas menjalankan ajaran agamanya masing-masing. 6. Musyawarah Antar Umat Beragama. a. Musyawarah antar umat beragama belum pemah diadakan karena belum ada biaya. b. Antar Umat Beragama mengharapkan pemerintah mengambil prakarsa mengadakan musyawarah antar umat beragama memberi pedoman berdakwah bagi masing-masing agama. c. Wadah antar umat beragama belum juga dibentuk karena tidak ada biaya dan masalah tehnis.
68
7. Kerukunan Antara Umat Beragama Dengan Pemerintah.: a. Untuk melaksanakan dan mengamankan kebijaksanaan Pemerintah tentang tatacara penyiaran agama dan bantuan luar negeri kepada Lembaga-lembaga Keagamaan di Indonesia sesuai dengan keputusan Menteri Agama No. 70 dan 77 tahun 1978 serta Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 1979, maka para pejabat Departemen Agama serta para pejabat Pemda instansi vertikal lainnya telah memberikan penjelasan-penjelasan kepada para tokoh agama dan umat beragama. b. Namun belum pernah diadakan, pertemuan/konsultasi antara Instansi Departemen Agama, Laksusda, Pemda serta Lembaga-lembaga Keagamaan karena belum ada biaya dan sebab tehnis. c. Bahwa tatacara penyiaran agama dilakukan sesuai dengan pedoman pada Keputusan Menteri Agama No. 70 dan No. 77 tahun 1978 serta Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 1979. d. Tidak ada catatan data tentang kegiatan lembaga keagamaan yang aktif menyalurkan bantuan kepada masyarakat yang bersifat kemanusiaan, pendidikan, sosial dan ekonomi dengan tujuan pengembangan dan penyebaran agama. e. Penyebaran dan penyiaran agama kepada suku-suku terasing atau masyarakat terpencil dilaksanakan bersama antar pemerintah dengan Lembaga-lembaga agama yang ada.
69
F. KABUPATEN LUWU. 1. Daerah dan Penduduk. Daerah Tk. H, Luwu ibukotanya Palopo, salah satu Kabupaten dari Propinsi Sulawesi Selatan yang terluas setelah Kabupaten Bone. Luas 25.149 km2. Permukaan tanah sebagian besar merupakan dataran tinggi dan sebagian lainnya dataran rendah. Letak antara 2 ° - 4 ° L.S. dan antara 119°-122° Bujur Timur. Iklim musom berubah-ubah, banyak curah hujan dan mempunyai musim hujan dan musim kemarau. Tanahnya sangat subur, macam-macam fauna dan flora hidup di daerah itu. Daerah seluas itu dibagi menjadi 16 Kecamatan dan batas-batasnya sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Donggala dan Kabupaten Poso. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Mandai dan Tanah Toraja. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Wajo. Dan sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Buton. Jumlah penduduk 494.506 orang, dan jika dibandingkan luas tanah, maka sangat jarang stmktur pemukiman penduduk. Penduduk aseli suku Bugis yang merupakan mayoritas selain itu suku pendatang dari suku Toraja, Jawa Sunda, Bali dll. Sebagian besar penduduk bercocok — tanam, nelayan, pedagang dan pegawai. Suku Bugis terkenal merantau jauh dengan keuletannya mengarungi-laut dan tidak aneh kalau suku ini banyak bermukim di Palembang, Jambi dan Kalimantan Timur sebagai petani pasang surut. 2. Keadaan Keagamaan. Penduduk Kabupaten Luwu mayoritas suku Bugis dan ternyata menurut stratifikasi jumlah pemeluk agama mayoritas beragama Islam. Dengan modal keyakinan dan semangat Islam itulah jiwa kepahlawanannya menghadapi kesukaran mantap dan tangguh, a. Stratifikasi jumlah pemeluk agama sebagai berikut : Pertama, Kedua,
pemeluk pemeluk testan Ketiga, pemeluk Keempat, pemeluk Kelima, pemeluk 70
agama Islam agama Kristen Proagama Hindu agama Katolik agama Budha
382.754 orang. 86.201 15.000 9.276 403
„ „ „
b. Jumlah Rohaniawan : Islam Ulama Mubaligh Khotib Guru Mengaji GAH Penyuluh Agama Kecamatan Jumlah
Kristen Protestan : Pendeta Pembantu Pendeta Gum Injil GAH Penyuluh Agama Kecamatan Jumlah
125 orang. 594 „ 521 „ 312 „ 150 „ 25 „ 1.727 orang.
66 orang. 36 „ 96 „ 199 „ 81 „ 478 orang.
l
Katolik : Tidak ada catatan data. Hindu dan Budha : Tidak ada catatan data.
1
c. Tempat Peribadatan : Islam : Mesjid MushoUa Surau/Langgar
548 buah. 35 „ 201 „ Jumlah
784 buah.
Kristen Protestan Gereja Permanen Semi Permanen Darurat
24 buah. 14 „ 201 „ Jumlah
239 buah.
Katolik : Tidak ada catatan data. Hindu dan Budha : Tidak ada catatan data. d. Lembaga Pendidikan. 1 ). Islam : Madrasah Ibtidaiyah Negeri Madrasah Ibtidaiyah Swasta Mts N/PGA 4 th. Negeri Mts/PGA 4 th. Swasta Madrasah Aliyah/PGA 6 th. Negeri Madrasah Aliyah/PGA 6 th. Swasta Pondok Pesantren IAIN Bustanul Athfal Diniyah Awaliyah Jumlah
1 buah. 29 1 29 1 1 2 1 1 2 68 buah.
2). Kristen Protestan : PGA Kristen Protestan swasta, 1 buah, 240 murid dan 6 orang guru. Ditutup sejak tahun 1979. 3). Katolik : Tidak ada catatan data. 4).Hindu dan Budha : Tidak ada catatan data. e. Organisasi Keagamaan. 1). Islam : Muhammadiyah, berdiri 1935, 1 cabang, 10 ranting, Persatuan
Mubaligh Luwu (Persamil), berdiri 1972,, 1 Cabang dan 16 Ranting. Remaja Mesjid, berdiri 1981, 1 Cabang, 16 Ranting. HMI, berdiri 1960, 1 Cabang. 2). Kristen Protestan : Gereja Toraja, berdiri 1947, 15 Cabang. GKST berdiri 1947, 3 Cabang. GPIL berdiri 1962, 12 Cabang. GKI berdiri 1947, 1 Cabang. Gereja Pantekosta, berdiri 1960, 9 Cabang. Tabernakel, berdiri 1978, 1 Cabang. Gereja Kibaid, berdiri 1958, 1 Cabang. Gereja Advent, berdiri 1960, 1 Cabang. Gereja Sidang Jemaat Allah, berdiri 1978, 1 Cabang. 3). Katolik : Tidak ada catatan data. 4). Hindu dan Budha : Tidak ada catatan data. f. Kegiatan Khusus Organisasi Keagamaan. Islam : Pengajian, di Palopo, dihadiri oleh tidak kurang dari 500 orang jemaah, dipimpin oleh Drs. M. Iskandar, Yabani BA, Mustamin Ibrahim BA, dan HM. Sa'ad. Kristen Protestan : Loka Karya Pendeta, di Palopo, sekali setahun, dihadiri oleh kurang lebih 195 orang, dipimpin deh Pendeta DS Palisungan BTH. Sidang Synode, di Palopo, empat tahun sekali, dihadiri oleh kurang lebih 200 orang, dipimpin oleh Komisi Usaha Synode Wilayah Gereja Toraja. Katolik : Tidak ada catatan data.
73
Hindu dan Budha : Tidak ada catatan data. g. Aliran-aliran dan Sekte-sekte Agama : a. Calvinisme ; b. Pantekosta ; dan c. Advent. 3. Kehidupan Beragama a. Klasifikasi Kehidupan Beragama. 1). Islam : Jumlah pemeluk agama Islam jika dibandingkan dengan kapasitas tempat peribadatan semakin bertambah, kegiatannya bervariasi terutama pada penyelenggaraan hari-hari besar keagamaan seperti bulan suci Ramadhon, hari Raya Idul Fitri, Idul Adha dan lainlain. Perkembangan lembaga-lembaga pendidikan Agama Islam, kegiatan organisasi-organisasi keagamaan dirasakan cukup meningkat. Demikian halnya di dalam penyelenggaraan penyebaran agama dan dakwah dirasakan cukup meningkat. Pelaksanaan penyebaran agama dan dakwah bersifat langsung yang sasarannya ditujukan kepada pemeluk agama Islam secara khusus. 2). Kristen Protestan : Jumlah Jemaat Kristen Protestan semakin bertambah jika dibandingkan dengan kapasitas tempat peribadatan yang dimilikinya, kegiatannya semakin banyak dan bervariasi. Suasana kehidupan beragama pada hari-hari besar keagamaan, seperti hari Natal, dilaksanakan dengan meriah dan khikmad. Lembaga-lembaga pendidikan agama Kristen Protestan dalam perkembangannya semakin meningkat dan bertambah, demikian pula perkembangan kegiatan organisasi-organisasi keagamaan yang ada dirasakan cukup meningkat. Penyebaran ajaran agama dan dakwah bagi umat Kristen Protestan diselenggarakan secara langsung yang ditujukan khusus kepada pemeluk agama yang bersangkutan yang dirasakan semakin meningkat. 3).Katolik : 74
Tidak ada catatan data. 4. Hindu dan Budha : Tidak ada catatan data. » Kerukunan Intern Umat Beragama 1). Intern Islam : Pemeluk agama Islam yang menduduki posisi mayoritas di Kabupaten Luwu ini, dalam usaha membangun tempat-tempat peribadatan melalui kerjasama dengan swadaya masyarakat, kadang-kadang memperoleh dana bantuan dari Pemerintah Pusat maupun Daerah. Sementara itu Organisasi/Lembaga-lembaga keagamaan yang ada bersama-sama dengan pemerintah melaksanakan penyiaran agama kepada suku-suku terasing atau masyarakat yang terpencil di daerah pedalaman. 2). Intern Kristen Protestan : Usaha untuk membangun tempat peribadatan bagi umat Kristen Protestan dilakukan atas swadaya masyarakat Kristen Protestan itu sendiri, sementara itu penyebaran dan bimbingan agama dilaksanakan di samping deh organisasi-organisasi. lembaga keagamaan yang telah ada, juga dibantu oleh pihak lain melalui ceramah/khotbah/pidato, mass-media, dan juga melalui paket. Umat Kristen Protestan senantiasa kerjasama dalam penyelenggaraan perayaan hari-hari besar keagamaan, menyemarakkan ajaran agama, dan juga penyebaran dan dakwahnya, yang dilakukan deh beberapa sekte/kelompok organisasi seperti gereja Toraja, Gereja Pantekosta, GPIL dan lain-lain. Untuk penyebaran ajaran agama kepada suku-suku terasing atau masyarakat yang terpencil di daerah pedalaman dilakukan kerjasama dengan Pemerintah, sehingga dalam hubungan sehari-hari, belum pernah terjadi peristiwa-peristiwa yang dapat mengganggu kerukunan intern umat Kristen Protestan. 3). Intern Katolik : Tidak ada catatan data. 4). Hindu dan Budha : Tidak ada catatan data.
75
c. Kerukunan Antar Umat Beragama. Hubungan antar umat beragama di Kabupaten Luwu, antara umat Islam dan non Islam, ternyata menunjukkan kerukunan yang baik positif. Hal ini terbukti sehingga dilaksanakannya observasi di daerah Luwu ini belum pernah terjadi kerusuhan atau peristiwa yang dapat mengganggu kerukunan antar umat beragama. Lokasi tempat peribadatan cukup bervariasi, seperti ada Mesjid, Musholla, langgar, gereja, rumah peribadatan yang lokasi dan tempatnya saling berjauhan. Kegiatan bersama antar umat beragama selalu dilaksanakan dalam masalah-masalah sosial kemasyarakatan, seni bu day a/olah raga. Sementara itu, satu hal yang patut dicontoh ialah dalam pelaksanaan dakwah dan penyebaran agama di daerah transmigran. Pemerintah dalam hal ini Kantor Departemen Agama Kabupaten Luwu bekerja sama dengan organisasi keagamaan yang ada melaksanakan acara "Dakwah Bersama" di daerah transmigran. Para da'i dari masing-masing agama secara rombongan menuju ke daerah sasaran, dan di sana mereka ngumpulkan umatnya masingmasing Islam bertempat di Mesjid, Kristen Protestan dan Katdik di Gereja, demikian pula Hindu dan Budha di tempat peribadatannya masing-masing, dibawah pengawasan dan pengendalian Pemerintah. Apabila acara Dakwah Bersama ini telah usai, maka mereka pun kembali ke tempat masing-masing, demikian pula para Da'i atau Juru Penerangnya. Dengan demikian, maka akan dapat terhindar dari cara-cara berdakwah atau penyebaran ajaran agama yang menyimpang dari peraturan perundangan yang berlaku. d. Musyawarah Antar Umat Beragama. Musyawarah antar umat beragama pernah diadakan di Kabupaten Luwu ini, kendati pun baru bersifat insidental untuk menangani masalah-masalah sosial kemasyarakatan, tukar fikiran/ diskusi masalah keagamaan, mencari kesepakatan dalam menanggulangi masalah sosial serta mengarahkan partisipasi umat beragama dalam pembangunan.
Dengan adanya musyawarah tersebut yang diprakarsai oleh Pemerintah diharapkan akan dapat timbul rasa toleransi keagamaan, serta semakin meningkatnya rasa pertanggung, jawaban umat beragama terhadap pembangunan. Namun demikian, wadah/badan/forum kerjasama umat beragama di Kabupaten Luwu ini belum ada, karena dirasa belum perlu. 'Demikian Ka Kandepag H.M. Asae menyampaikan laporannya. e. Kerukunan Antara Umat Beragama Dengan Pemerintah. Sesuai dengan kebijaksanaan Menteri Agama Republik Indonesia melalui Keputusannya Nomor 70 dan 77 tahun 1978 serta Keputusan Bersama Menteri Agama dengan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 1979, maka isi dan materi dari kebijaksanaan tersebut telah dapat disampaikan kepada masyarakat umat beragama deh para pejabat Pemerintah setempat serta para pemimpin lembaga keagamaan yang ada. Dalam pada itu, pertemuan dan konsultasi antar para aparat pemerintah setempat sering pula dilakukan yang mengikut-sertakan pula dari pihak lembaga-lembaga keagamaan yang ada. Tujuannya jelas untuk meningkatkan kerukunan hidup antar umat beragama serta memupuk kerja sama dalam menunjang pembangunan daerah. Disarankan agar Pemerintah dapat menyadarkan para pemimpin lembaga keagamaan yang ada, kalau sampai terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam melaksanakan dakwah dan penyebaran agama yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku seperti Keputusan Menteri Agama Nomor 70 dan 77 tahun 1978 serta Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 1979 tentang Tata Cara Penyiaran Agama serta Bantuan Luar Negeri Kepada Lembaga Lembaga Keagamaan di Indonesia.
77
G. KABUPATEN MALUKU TENGGARA. 1. Daerah dan Penduduk. Daerah : Daerah Tk. II Maluku Tenggara terdiri dari ratusan pulau terkenal dengan nama kepulauan Aru, ibukota Kabupaten itu Tual. Kecamatan Dobo dikenal daerah 100 pulau, terdiri 142 Kampung. Jarak kampung yang satu dengan lainnya sangat jauh dengan naik perahu memakan waktu 5 jam. Letak geografis daerah itu antara 4 ° - 7 ° L.S. dan antara 132°-136° B.T. Musim kemarau lebih lama daripada musim hujan. Iklim seperti Negara Bagian Victoria, Australia bagian Barat. Pulau-pulau yang besar Waliran, Kola, Kai, Am, Workai dan Dobo. Penduduk : Jumlah penduduk 244.476 orang. Stratifikasi jumlah pemeluk agamaagama : Kristen Protestan Katolik Islam Hindu Budha
134.767 orang. 59.450 „ 49.889 „ 314 „ 56 „
Menurut catatan 1978, diperkirakan masih terdapat suku terasing sebanyak 2.087 orang tersebar di desa-desa Morlasi, Kodanar, Mosidang, Kalaha, Waifual, Seiman, Mahongpulu, Mabalsing, Kumul, Batuley, Semer, Kobrar, Basada, Kaiwalor, Marinu, Kaboseltimur, Gorno-gorno, Mesiang, Apara, Longgar, dan Godo-godo, Mereka belum menganut sesuatu agama tertentu, dikenal masih percaya kepada animisme. Mereka menolak julukan suku terasing. Dengan stratifikasi jumlah pemeluk agama di atas mungkin jumlahnya sudah berkurang, menurut informasi semua suku terasing daerah itu adalah suku Alifuru, kini telah masuk Islam sebanyak 580 orang, Kristen Protestan 156 orang, Katolik 125 orang dan masih tersisa 1.264 orang.
2. Bidang Keagamaan. a Pemeluk Agama : 1. Islam 2. Kristen Protestan 3. Katolik 4. Hindu 5. Budha
49.889 orang. 154.767 „ 59.450 „ 314 „ 56 „ Jumlah
264.476 orang.
b. Rohaniawan 1. Islam : Ulama Mobaligh Khotib Guru Pengajian
3 orang. 10 „ 5 „ 5 „ Jumlah
2. Kristen Protestan : Pendeta Pembantu Pendeta Guru Injil
23 orang.
2 orang. 4 orang. 5 orang Jumlah
3. Katolik : Pastor Kepala Pastor Biarawan/ biarawati
11 orang.
1 orang. 2 „ 5 „ Jumlah
8 orang.
4. Hindu dan Budha : tidak ada catatan data. c. Tempat Peribadatan. 1. Islam : Mesjid
5 buah.
79
Musholla Langgar
7 „ 10 „ Jumlah
2. Kristen Protestan : Gereja Rumah Peribadatan
22 orang. 3 buah
Jumlah 3. Katolik : Gereja Stasi
3 buah.
2 buah. Jumlah
4. Hindu dan Budha
2 buah. tidak terdapat catatan data.
d. Lembaga Pendidikan. 1. Islam : a. MIN, terdiri 1 sekolah, 3 kelas, 100 murid dan 6 guru. b. MIS, terdiri 2 sekolah, 3 kelas, 200 murid dan 10 gum. 2. Kristen Protestan : — 3. Hindu 4. Budha 5. Katolik a. PGAN, 1 sekolah, 3 kelas, 200 murid dan 10 guru. b. PGA, Swasta, 3 sekolah, 3 kelas, 400 murid, 20 guru. e. Organisasi Keagamaan. 1. Islam : Muhammadiyah, berdiri 1960, kegiatannya di bidang Pendidikan. 2. Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Budha tidak ada catatan data. 3. Kehidupan Beragama. a. Klasifikasi Kehidupan Beragama : 80
Jumlah jemaah di tempat peribadatan semakin bertambah, jika dibandingkan dengan kapasitasnya, kegiatannya banyak dan bervariasi. Suasana kehidupan keagamaan pada bulan Suci Ramadhon dan Idul Fitri/Adha nampak hikmat dan meriah. Perkembangan lembaga-lembaga pendidikan agama Islam ada, sedangkan kegiatan organisasi keagamaan Islam tetap belum terasa adanya peningkatan. Pelaksanaan dakwah dan penyebaran agama dilakukan secara langsung bersifat umum namun perkembangan kegiatannya semakin meningkat. 2. Kristen Protestan : Bagi umat Protestan keadaan jumlah jemaah di tempat peribadatannya makin bertambah jika dibandingkan dengan kapasitasnya, kegiatan makin banyak dan bervariasi. Suasana kehidupan beragama' amat meriah dan hikmat terutama pada acara perayaan harihari suci seperti Natal dan Paskah. Perkembangan lembaga-lembaga pendidikan agama semakin meningkat dan bertambah. Kegiatan organisasi keagamaan demikian juga. Sementara itu dalam pelaksanaan dakwah dan penyebaran ajaran Kristen Protestan dilakukan dengan cara langsung sasarannya untuk umum yang semakin meningkat kegiatannya. 3. Katolik. Kapasitas tempat peribadatan bagi umat Katolik jika dibandingkan dengan jumlah jemaat dirasakan sudah tidak sesuai lagi. Kagiatannya yang diselenggarakan banyak dan bervariasi. Suasana kehidupan beragama dirasakan cukup meriah dan khidmat dalam perayaan harihari besar keagamaan seperti perayaan Natal/Paskah. Kegiatan organisasi keagamaan dirasakan tetap tidak meningkat di samping perkembangan lembaga pendidikan agama semakin meningkat dan beitambali. Pelaksanaan penyiaran agama dan dakwah bagi umat Katolik dilakukan secara langsung bersifat umum dengan frekwensi kegiatan semakin meningkat. 4. Hindu dan Budha, tidak ada catatan data. b. Kerukunan Intern Umat Beragama. 1. Intern Islam : Kerjasama intern umat Islam dirasakan cukup baik terutama dalam 81
membangun tempat-tempat peribadatan seperti mesjid/musholla, langgar dan atas biaya dari masyarakat (swadaya masyarakat). Penyebaran dan bimbingan agama dilaksanakan oleh organisasi/lembaga keagamaan yang ada melalui ceramah pidato/khotbah dan lainlain. Beberapa kelompok organisasi keagamaan yang ada memprakarsai kegiatan bersama yang melakukan berbagai aktivitas dalam bidang sosial budaya dan ekonomi. Penyebaran agama kepada suku-suku terasing atau masyarakat yang masih terpencil dilaksanakan melalui kerjasama dengan pemerintah dan lembaga-lembaga agama yang ada. 2. Intern Kristen Protestan. Umat Kristen Protestan kerjasama dalam kegiatan membangun tempat-tempat peribadatan yang pembiayaannya dan pengumpulan dana diperoleh dari swadaya sekte/kelompok yang ada dalam intern umatnya. Organisasi-organisasi/lembaga keagamaan yang ada senantiasa melaksanakan penyebaran dan bimbingan agama melalui ceramah/pidato/ khotbah dan mengadakan kunjungan dari rumah ke rumah. Kelompok-kelompok/sekte intern Kristen Protestan juga melaksanakan berbagai kegiatan yang bersifat sosial kemasyarakatan. Sementara mengenai penyebaran dan penyiaran agama kepada sukusuku terasing atau masyarakat terpencil dilakukan lembaga-lembaga keagamaan yang ada bersama dengan pemerintah. 3. Intern Katolik. Umat Katolik dalam melaksanakan kegiatan pembangunan tempattempat peribadatan melalui pengumpulan dana dari swadaya umatnya. Organisasi/lembaga keagamaan yang ada melakukan penyebaran dan bimbingan kepada umat-melalui berbagai ceramah/khutbah, di samping mengadakan kunjungan dari rumah ke rumah para jemaahnya. Dalam pada itu kelompok/sekte keagamaan yang ada menjadi pemrakarsa kegiatan bersama di bidang sosial budaya dan penyebaran agama kepada suku-suku terasing kerjasama dengan pemerintah. c. Kerukunan Antar Umat Beragama. Tempat peribadatan sebagai cermin tempat kehidupan rukun bagi pemeluk agama lokasinya cukup bervariasi dari berbagai agama dan berjauhan. Kegiatan rukun itu selalu diwujudkan dengan mengadakan ke-
giatan bersama bagi umat beragama dalam bidang kemasyarakatan, sosial budaya dan olah raga, tetapi tidak berarti tidak pernah adanya gangguan dan hambatan. Laporan para petugas pengumpulan data menerangkan bahwa di Maluku Tenggara (Tual) pernah terjadi gangguan berupa keributan antara umat Islam dengan Nasrani pada sa'at menjelang dilangsungkannya Hari Ulang Tahun Kemerdekaan R.I. ke-26 tetapi dapat diatasi oleh pemerintah Daerah. Oleh karena itu mereka menghimbau jangan sampai ada penanganan dari pemerintah Pusat. Kenyataan laporan yang dinyatakan selesai secara tuntas itu masih ada ekor buntutnya berupa implikasi-implikasi hingga kini masih dapat dirasakan. Oleh karena itu diharapkan Pemerintah Pusat dapat mengadakan penelitian lebih lanjut serta mencari jalan pemecahannya seperti mengadakan kegiatan bersama antar umat beragama misalnya bersama-sama menangani satu proyek, yang disponsori oleh Proyek Kerukunan Hidup Beragama. Nampaknya peristiwa itu sebagai sumber pertentangan dalam masalah sosial kemasyarakatan berlanjut sehingga masing-masing pemimpin agama bersama-sama pemerintah melakukan tindakan-tindakan seperlunya. d. Musyawarah Antar Umat Beragama. Di daerah ini belum pernah diadakan musyawarah antar umat beragama karena kesulitan tehnis dan biaya. Sangat diharapkan pemerintah supaya menganjurkan agar diadakan musyawarah itu. Wadah/badan/ forum kerjasama juga belum ada dengan alasan yang sama. e. Kerukunan Antara Umat Beragama Dengan Pemerintah. Keputusan Menteri Agama R.I. No. 70 dan 77 Tahun 1978 serta Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1979 yang mengatur tentang tata cara penyiaran agama dan bantuan luar negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia telah dapat disampaikan pemuka agama oleh pemerintah dan telah diteruskan kepada umatnya. Pertemuan atau konsultasi antara Pejabat Pemerintah setempat (Depag, Laksusda, Pemda dan Pemimpin Lembaga Agama) pernah diadakan dan mengutamakan pembicaraan tentang pentingnya pemeliharaan kerukunan umat beragama dengan hasil yang cukup positif kendati kurang memuaskan. 83
Lin itik iTOiigliadapi masaiali-masidali yang menyangkut pembinaan dan pemeliharaan kerukunan hidUp beragama, para pemimpin agama aktif mengadakan pengecekan dan sangat memperhatikan untuk selanjutnya segera menciptakan mekanisme kerjasama dengan para pejabat setempat. Sementara itu ada lembaga keagamaan yang aktif memberikan bantuan kemanusiaan berupa santunan kepada para jemaat di bawah pengawasan para pejabat Daerah Tk. II. Bantuan itu diperoleh dari Pemerintali Pusat sehingga dapat menimbulkan adanya kekurang harmonisait hubungan antara umat beragama bahkan dapat berakibat anggapan memojokan sesuatu agama, kendatipun frekwensinya sangat jarang. Disarankan dengan adanya tindakan dan kegiatan-kegiatan tersebut agar pemerintah senantiasa mengadakan pengawasan yang ketat serta memberikan sanksi yang tegas terhadap pelanggar yang menyalurkan bantuan dengan dalih bantuan kemanusiaan akan tetapi untuk penyebaran agama, artinya untuk mempengaruhi penduduk yang sudah memeluk agama tertentu berubah memeluk agama lain.
—oo—
H. PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR 1. Daerah dan Penduduk. Daerah Tk. I Nusa Tenggara Timur antara 8°—11° L.S. dan antara 119°—125° B.T. Disebelah Utara dibatasi Daerah Propinsi Maluku, sebelah Selatan dibatasi oleh Samodera Indonesia, sebelah Barat dibatasi oleh Propinsi Nusa Tenggara Barat dan sebelah Timur dibatasi oleh Propinsi Timor Timur. Propinsi itu dibagi menjadi 12 Kabupaten dan 1 Kota Administrasi, masing-masing : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Kotamadya Kupang ; Kabupaten Kupang ; Kabupaten Belu ; Kabupaten Timor Tengah Selatan ; Kabupaten Timor Tengah Utara ; Kabupaten Flores Timur ; Kabupaten Sikka ; Kabupaten Ende ; Kabupaten Ngada ; Kabupaten Manggarai ; Kabupaten Sumba Timur ; Kabupaten Sumba Barat ; dan Kabupaten Alor.
Terdiri ratusan pulau besar dan kecil, pulau-pulau yang besar antara lain Timor, Flores, Sumba dan Alor. Pulau-pulau kecil seperti Sawu, Roti, Semau, Pantar, Lomblen dan Komodo. Lahan pertanian sangat sempit jika dibandingkan dengan karangnya yang tandus itu. Karang-karang anggun seakan-akan tiada terusik oleh tangan-tangan manusia, yang ingin mengekploiter untuk memenuhi kebutuhan primer sehari-hari. Daerah itu sangat kekurangan air karena musim kemarau lebih panjang daripada musim hujan dan pembakaranpembakaran hutan liar masih berlangsung. Iklimnya hampir sama dengan iklim Negara Bagian Victoria Australia, Hidup flora antara lain pohon nipah, enau, cendana, randu, kelapa, nangka, jati dan lain sebagainya. Hidup fauna sapi, kerbau, kambing, bumng kakatua, perkutut, burung betet dan lain sebagainya. Hasil pertanian berupa jagung, sagu, umbi-umbian dan gula nipah. Produksi pertanian daerah itu tidak cukup memenuhi kebutuhan penduduk daerah itu sendiri melainkan ma-
tt 5
sih diperlukan impor dari daerah lain atau import dari luar negeri, seperti gandum dan beras. Hasil galian baru diketahui ialah biji-biji uranium sekalipun kadarnya rendah, terdapat di bukit Setan. Penduduk Propinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 2.494.384 orang terdiri dari berbagai suku dan keturunan asing Portugis dan Belanda. Mata pencaharian penduduk antara lain petani ladang, nelayan tradisional, beternak kambing, sapi dan kerbau. Kerajinan penduduk antara lain tenun tradisional. Banyak bekas kerajaan kecil-kecil dimana anak sulungnya menjadi benteng hukum adat warisan nenek moyang mereka. Hubungan keluarga berdasarkan kesukuan ini sangat kuat dan sifat solidaritasnya masih kuat juga dengan alasan membela nama baik sukunya. 2. Bidang Keagamaan. Stratifikasi jumlah pemeluk Agama sebagai berikut : 1.413.752 orang ;. Pertama, pemeluk agama Katolik Kedua, pemeluk Agama Kristen Protestan 856.088 „ Ketiga, pemeluk Agama Islam 221.615 „ Keempat, pemeluk Agama Hindu 2.062 „ Kelima, pemeluk Agama Budha 867 „ Jumlah rohaniawan masing-masing agama sebagai berikut : a. Rohaniawan Agama : 1. Islam : a. b. c. d. e. f.
Ulama Mubaligh Khotib Guru Pengajian GAH Penyuluh Agama Kecamatan Jumlah
2. Katolik : a. Uskup Agung b. Uskup
86
36 268 571 4 572
orang ; „ orang (WNI) ; orang „
1.551 orang (WNI).
1 orang (WNI) ; 5 „
100 84 66 103 200 543 196
c. Pastor Kepala d. Pastor e. Calon Pastor f. Biarawan/Biarawati Jumlah 3. Kristen Protestan : a. Pendeta
„ „ ,. „ „ „ „
(WNA) ; (WNI) ; (WNA) ; (WNI) ; (WNI) ; (WNA) ;
1.298 orang (WNI/WNA).
401 orang (WNI) ; 10 „ (WNA); 1.179 „ (WNI) ;
b. Pembantu Pendeta c. Guru Injil Jumlah 4. Hindu : a. Pendeta b. Pemangku
.590 orang (WNI/WNA).
12 orang (WNI) Jumlah
S. Budha : a. Badan Pengurus
12 orang (WNI). 9 orang (WNI) ; 2 „ (WNA) ;
Jumlah
I 1 orang (WNI/WNA).
Keterangan : - Sekte Tridhamia dan KJiong Hu Cu termasuk kelompok agama Budha. - Kelompok agama Budha ansieh tidak ada catatan data. b. Tempat peribadatan. 1. Islam. Mesjid Musholla Langgar/Surau
419 bual» 11 158 .. Jumlah
588 bu air. 87
2. Katolik. Gereja Kapel/stasi
487 buah 1.256 „ Jumlah
3. Kristen Protestan. Gereja Rumah Peribadatan Darurat Jumlah 4. Hindu. Pura Kahyangan Sanggar
301 buah 230 „ 1.148 „ 1.679 buah. 8 buah —
Jumlah 5. Budha. Kelenteng Lay
1.743 buah.
8 buah. 1 buah.
c. Lembaga Pendidikan. 1. Islam. a. Madrasah Ibtidaiyah, sekolah 2 buah, status Negeri, kelas tingkat 6, murid 204 orang dan guru 12 orang. Madrasah Ibtidaiyah Swasta, sekolah 27 buah, kelas/tingkat 6, murid 504 orang dan guru 348 orang (153 GRT dan 207 GTT). b. Madrasah Tsanawiyah PGA Kelas 1, 2, 3, status Negeri, sekolah 2 buah, kelas tingkat 3, murid 222 orang, guru 20 orang. Madrasah Tsanawiyah PGA Kelas 1, 2, 3, status swasta, sekolah 11 buah, kelas/tingkat 3, murid 687 orang, dan guru 91 orang (38 GRT dan 23 orang GTT). c. Madrasah Aliyah PGA, Kelas 4, 5, 6, status Negeri, Sekolah 2 buah, kelas tingkat 3, murid 235 orang dan guru 21 orang. Madrasah Aliyah PGA, Kelas 4, 5, 6, status swasta, 2 buah. kelas/tingkat 3, murid 145 orang, gum 23 orang (ditambah 25 GRT dan 19 GTT).
88
d. Pondok Pesantren, status swasta, sekolali 2 buah, kelas/tingkat —, murid 105 orang dan guru 16 orang (2 GRT dan 14 GTT). e. Bustanul Athfal, status swasta, sekolali 1 bualr, kelas/tingkat 2, murid 14 orang, dan guru 4 orang (4 GRT). f. Diniyah Awaliyah, status swasta, sekolah 84 buah, kelas/ tingkat 1, murid 2174 orang dan guru 255 orang, (235 GTT). Keterangan : — GRT = Gum Tetap. - GTT = Gum Tidak Tetap. 2. Katolik. a. PGA Katolik, status swasta, sekolah 2 buah, kelas/tingkat 6, murid 150 orang dan gum 26 orang. b. Noviciat Suster, status swasta, sekolah 4 buah, kelas/tingkat 6, murid 150 orang dan gum 26 orang. c. Noviciat Broeder, status swasta, sekolah 2 buah, kelas/tingkat 6, murid 60 orang dan gum 10 orang. d. Seminari Menengah, status swasta, sekolah 6 buah, kelas/tingkat 18, murid 450 orang dan gum 120 orang (mendidik putera-puteri untuk pendidikan menengah bagi calon Pastor). e. Seminari Tinggi, status swasta, sekolah 2 buah, kelas tingkat 14, murid 200 orang dan guru 30 orang (mendidik puteraputera Indonesia untuk menjadi Pastor). f. Akademi Kataketik, status swasta, sekolah 1 buah, kelas/ tingkat 3, murid 90 orang dan gum 18 orang. g. ST Filsafat, status swasta, sekolah 1 buah, kelas/tingkat 2, murid 40 orang dan gum 15 orang. 3. Kristen Protestan. a. PGAK/P, status swasta, sekolah 3 buah, kelas/tingkat 3, murid 460 orang dan guru 42 orang. b. S.T. Thedogia, status swasta, sekdah 1 buah (yayasan ybs. belum mengirim data). 4. Hindu. Tidak ada catatan data. 89
5. Budha. Tidak ada catatan data. d. Organisasi Keagamaan. 1. Islam : a. Majelis Ulama, Cabang 12 buah, Ranting - , berdiri 1975 dan kegiatan "Fatwa Agama Islam". b. MDI GOLKAR, Cabang 12 buah, Ranting 60 buah, berdiri 25 Oktober 1978, kegiatan Da'wah Islam. c. Guppi Golkar, Cabang 12 buah, Ranting —, berdiri 1976 dan kegiatan bidang pendidikan Islam. d. Muhammadiyah, Cabang 12 buah, Ranting —, berdiri 1960, kegiatan di bidang pendidikan, da'wah dan sosial. e. MDI, Cabang 1 buah, Ranting - , berdiri 1969, kegiatan da'wah. f. HMI, Cabang 1 buah, Ranting - , berdiri - , kegiatan da'wah dan sosial. 2. Katolik : a. Dewan Paroki, kegiatan di bidang agama dan pendidikan, Majelis Agama yang bersangkutan adalah Pastor Paroki. b. Pemuda Paroki, kegiatan di bidang agama dan remaja, Majelis Agama yang bersangkutan adalah Pastor Paroki. c. Kongregasi, kegiatan di bidang Agama dan Majelis Agama ybs. adalah Pastor Paroki. d. Kegerejaan, kegiatan agama dan remaja, ybs. adalah Uskup setempat.
Majelis
Agama
e. Pemuda, mahasiawa dan wanita Katolik kegiatannya di bidang agama dan keluarga sejahtera. Keterangan : Kongregasi Keagamaan adalah : — sarikat St. Masri. — sarikat St. Azza. — sarikat St. Aloysius. — sarikat St. Yosef. — sarikat St. Venesia. 90
— Legis Mesia. (tiap Paroki berdiri sendiri dibawah Uskup). 3. Kristen Protestan : a. GMIT, berdiri 1948, kegiatannya di bidang organisasi, pembiarawan dan pelayanan. Majelis Agama ybs. adalah Sinode. b. GKS, berdiri 15 September 1973, kegiatannya di bidang organisasi, pembiarawan dan pelayanan, Majelis Agama ybs. adalah Aktuarius. c. Kemah Injil, berdiri 10 Agustus 1956, kegiatannya dihidang organisasi, pembiarawan dan pelayanan, Majelis Agama ybs. adalah pimpinan Daerah. d. Adven, berdiri 26 Desember 1953, kegiatannya di bidang organisasi, pembiarawan dan pelayanan Majelis Agama ybs. pimpinan Daerah. e. GBI, berdiri 19 Desember 1972, kegiatannya di bidang organisasi, pembiarawan dan pelayanan. Majelis Agama ybs. adalah Majelis Penghubung. f. GBIS, berdiri 31 Januari 1953, kegiatannya di bidang organisasi, pembiarawan dan pelayanan. Majelis Agama ybs. adalah Majelis Daerah. g. Pantekosta Indonesia, berdiri 4 Juni 1976, kegiatannya di bidang organisasi, pembiarawan dan pelayanan. Majelis Agama ybs. adalah Majelis Daerah. h. Pantekosta Pusat Surabaya, berdiri 21 Desember 1967, kegiatannya di bidang organisasi, pembiarawan dan pelayanan. Majelis Agama ybs. adalah Majelis Daerah. i. GM Musafir, berdiri 26 Juni 1951, kegiatannya di bidang organisasi, pembiarawan dan pelayanan. Majelis Agama ybs. adalah pimpinan pusat. j . Bala Keselamatan, berdiri 12 Pebmari 1960, kegiatannya di bidang organisasi, pembiarawan dan pelayanan. Majelis agama ybs. adalah pimpinan Daerah. k. Sidang Jamaat Allah, berdiri 10 Pebmari 1951, kegiatannya di bidang organisasi, pembiarawan dan pelayanan. Majelis Agama ybs. adalah Pimpinan Daerah. 91
1. G. Wesleyan, berdiri 1975, kegiatannya di bidang organisasi, pembiarawan dan pelayanan. Majelis Agama ybs. adalah Pimpinan Daerah. m. G. Baotis, berdiri 1975, kegiatannya di bidang organisasi, pembiarawan dan pelayanan. Majelis Agama ybs. adalah Pimpinan Daerah. n. G. Tabernakel, berdiri 21 Desember 1957, kegiatannya di bidang organisasi, pembiarawan dan pelayanan. Majelis Agama ybs. adalah Pimpinan Daerah. o. Pantekosta Jüim, berdiri 26 Juni 1967, kegiatannya dihidang organisasi, pembiarawan dan pelayanan Majelis Agama ybs. adalah Pimpinan Daerah.. p. G. Reformeerd, berdiri 26 Juni 1967, kegiatannya dihidang organisasi, pembiarawan dan pelayanan. Majelis Agama ybs. adalah Pimpinan Pusat. q. G. Bebas, berdiri - , kegiatannya dihidang organisasi, pembiarawan dan pelayanan. Majelis Agama ybs. adalah Pimpinan Pusat. r. Pantekosta Kupang, berdiri - , kegiatannya dihidang organisasi, pembiarawan dan pelayanan. Majelis Agama ybs. adalah Pimpinan Daerah. 4. Hindu : a. Parisada Hindu Dharma, Pengurus Nusa Tenggara Timur, berdiri 25 Juli 1967, kegiatannya membimbing umat dalam bidang keagamaan. Majelis Agama ybs. adalah Parisada Hindu Dharma. b. PHD Kabupaten Sumba Timur, sda. c. PHD Kabupaten Timor Tengah Utara, sda. d. PHD Kabupaten Ende, sda. 5. Budha : Tidak ada catatan data. e. Kegiatan Khusus. 1. Islam :
a. Ikatan Khotib, Jl. Konge El Tari No. 149, frekwensi kegiatan tiap hari Jum'at, Rata-rata Pengunjung Peserta 5000 orang. Nama pimpinan/Pembimbing Abdullah A Djawas. b. Wanita Islam, Jl. Kasosi Kupang 16, frekwensi kegiatan insidentil. Rata-rata Pengunjung Peserta 100 orang. Pemimpin/ Pembimbing Ibu Thamrin. c. Al Hidayah, Jl. Trikora 74 Kupang, frekwensi kegiatan insidentil. Pengunjung Peserta 100 orang. Pimpinan Pembimbing Ibu H. Saman A. Tanof. d. Aisyah, Jl. Gunung Nutis Kupang, frekwensi kegiatan insidentil. Rata-rata Pengunjung Peserta 100 orang. Pimpinan/Pembimbing Ibu Hamid Salam Koso. 2. Katolik : a. Pusat Pastoral, Ende, frekwensi kegiatan rutin, rata-rata pengunjung tidak tentu, pimpinan pembimbing Romo Drs. Domi Bal o pr. b. Panitia Pengembangan Iman, Kupang, frekwensi kegiatan rutin, rata-rata pengunjung tidak tentu, pimpinan/pembimbing Romo Drs. An de Wuli p r. c. Lembaga Pengembangan Iman, Atambua. frekwensi kegiatan rutin, rata-rata pengunjung tidak tentu, pimpinan/pembimbing Drs. Saka Bele. d. Panitia Kateliis, Larantuka, frekwensi kegiatan m tin, rata-rata pengunjung tidak tentu, pimpinan/pembimbing Dra. Sp. Gambirila prr. e. Sekretariat Panitia Katelake, Ruteng, frekwensi kegiatan rutin, rata-rata pengunjung tidak tentu, pimpinan/pembimbing P. Rasmulen Sio. f. Institut Pastoral, Weetebula, frekwensi kegiatan rutin, ratarata pengunjung tidak tentu, pimpinan pembimbing Dr. Alfone CSSR. 3. Kristen Protestan : Tidak ada catatan data.
93
4. Hindu : Nama kegiatan —, Kupang, frekwensi kegiatan sebulan sekali, rata-rata pengunjung 30 orang dan pimpinan I Dewa Made Hsa. 5. Budha : Tidak ada catatan data. f. Aliran Tarekat dan Sekte Agama. 1. Islam, Tarekat Naksibandiyah, di Flores Timur. 2. Kristen Protestan, tidak ada catatan data. 3. Katdik, tidak ada catatan data. 4. Hindu, tidak ada catatan data. 5. Budha, tidak ada catatan data. 3. Kehidupan Beragama. Pengumpulan data keagamaan bersumber atas jawaban responden, terdiri dari Rohaniawan agama. Daftar soal jawab tersusun dalam instrumen pengumpulan data observasi 1981—1982. Sumber lain hasil dialog antara interviewer dengan responden dan sementara pejabat pemerintah. Klassifikasi kehidupan beragama sebagai berikut : a. Kwalifikasi Kehidupan Beragama. 1. Umat beragama menjalankan ibadah sesuai dengan kepercayaan agamanya masing-masing berdasarkan pengertian, keinsyafan, kesadaran dan keyakinan yang mendalam ; 2. Dengan meningkatnya pembangunan fisik sebagai sarana pembangunan umat beragama menimbulkan dorongan dan semangat mengembangkan keimanan dan ibadah sebagai akibat sampingannya ialah adanya kompetisi kurang sehat dalam kegiatan penyebar luaskan ajaran agama. 3. Umat Islam dalam kegiatannya lebih banyak menahan diri dan mampu mempersatukan diri dalam dynamika pengembangannya. 4. Suatu hal yang pedu mendapat perhatian ialah semua Rohaniawan Agama kurang mampu mengembangkan kepercayaan dan ajaran agamanya kepada suku-suku terasing yang diperkirakan sebanyak 12.500 orang. 5. Keadaan jumlah Jemaah di tempat peribadatan bertambah dan kegiatannya banyak dan bervariasi. 6. Suasana kehidupan beragama pada bulan/hari-hari suci sederhana dan hikmat sesuai dengan anjuran pemerintah.
94
7. Perkembangan Lembaga-lembaga pendidikan agama tetap. 8. Pelaksanaan da'wah dan penyebaran agama bersifat langsung dan tidak langsung, dan sasarannya umum. Kegiatannya tetap/stabil. 9. Kegiatan organisasi keagamaan meningkat. b. Kerukunan Intern Umat Beragama. 1. Intern Umat Islam. a. Umat Islam semakin kompak dan tebal persatuannya setelah semua fitnah dari oknum yang tidak bertanggung jawab ditindak oleh pihak yang berwajib. b. Masalah seorang da'i dalam da'wahnya menghalalkan umat Islam memakan daging babi dan anjing adalah masalah khilafiah intern umat Islam dan telah diselesaikan sehingga keresahan telah terhapus. c. Dengan adanya keturunan Pangeran Diponegoro dan Pahlawan Nasional yang berasal dari Banten mendorong semangat patriotisme umat Islam untuk berpartisipasi dalam pembangunan. d. Kemkunan hidup intern umat Islam stabil dan kuat tidak mudah diadu-domba oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. 2. Intern Umat Kristen Protestan. a. Perkembangan intern umat Kristen Protestan menimbulkan berbagai aliran/sekte. Pernah terjadi perbedaan interpretasi antara dua aliran tentang permandian. Masalah ini diselesaikan oleh Dewan Gereja Daerah. b. Kemkunan umat beragama intern Kristen Protestan baik dan stabil. 3. Intern Umat Katolik. a. Dengan adanya Uskup Agung di Kupang dan berdirinya Wali Gereja Daerah masalah-masalah intem umat Katolik seperti peristiwa Atambua, Ruteng, Penfui dapat diselesaikan dengan baik. b. Kegiatan pendidikan dan sosial agama Katdik maju pesat berdasarkan kesadaran dan semangat para Rohaniawannya disamping bantuan luar negeri/tenaga asing. 95
c. Suatu hal yang memprihatinkan para Rohaniawan Katolik ialah belum mampunya mengembangkan agamanya kepada suku-suku terasing. d/Dengan telah diselenggarakannya musyawarah intern umat Katolik, maka persatuan dan kesatuan umat Katdik semakin meningkat. e. Harapan Rohaniawan Katolik agar dapat cepat pewarganegaraan Rohaniawan asing sebanyak 383, terdiri Pastor Kepala 84 orang, Pastor 103 orang dan Biarawan/Biarawati 196 orang. 4. Intern Umat Hindu. Tidak ada catatan data. 5. Intern Umat Budha. Tidak ada catatan data. c. Kerukunan Antar Umat Beragama. 1. Hubungan kerjasama dalam membangun tempat peribadatan dipikul bersama di samping swadaya kelompok/sekte agama. 2. Penyebaran dan bimbingan agama dilahirkan deh organisasi/ lembaga keagamaan yang ada dan bantuan luar negeri/tenaga asing. Bentuk bimbingan yang diberikan berupa ceramah/pidato, khotbah, melalui mass media dan paket. 3. Kegiatan bersama yang dilakukan dalam masalah menyemarakkan ajaran agama, dilakukan atas prakarsa beberapa sekte/kelompok antara lain Lembaga Da'wah, pelajar, mahasiswa, ibuibu umat Islam, GMIT, Pantekosta, Betel, Hirarchi, awam dan Pemerintah Daerah. 4. Pernah terjadi terganggunya pergaulan hubungan intern umat beragama mengenai masalah perbedaan interpretasi dalam suatu ajaran agama. Pertentangan itu dalam bentuk non fisik dan dapat diatasi dengan tindakan pemerintah. 5. Penyebaran/penyiaran agama kepada suku terasing dilakukan deh Pemerintah bersama lembaga-lembaga Agama yang ada. d. Kerukunan Antara Umat Beragama dengan Pemerintah. 1. Tanggal 18/11 s/d 21/11-1977 telah diadakan dialog Antar 96
Ummat Beragama ke-II dengan semua ' menjalin komunikasi para ulama, cendikiawan dan tokoh masyarakat dalam rangka membina Kerukunan Hidup Antar Ummat Beragama dan mensukseskan pembangunan nasional" 2. Tanggal 2/12 s/d 5/12-1978 diadakan lokakarya antara Pemerintah Daerah Tk. I Nusa Tenggara Timur dengan LembagaLembaga Keagamaan di Nusa Tenggara Timur. 3. Para pejabat Departemen Agama pernah memberikan penjelasan tentang pelaksanaan Keputusan Menteri Agama No. 70/77 Tahun 1978 serta Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1978. 4. Di Propinsi N.T.T. pernah diadakan pertemuan/konsultasi antara Instansi Departemen Agama, Laksusda, Pemda dan Pimpinan Lembaga-Lembaga Keagamaan. Masalah yang dibicarakan peningkatan pemeliharaan kerukunan hidup antar ummat beragama, kerjasama dalam menunjang pembangunan daerah dan menyelesaikan dan mengatasi konflik antar umat beragama. 5. Hasil pertemuan itu positif dan memuaskan. Oleh karena itu para Pemimpin Lembaga Keagamaan dalam menghadapi masalah itu bersikap acuh dan memperhatikan. 6. Sebagai usaha untuk menyelesaikan masalah perlu diciptakan mekanisme kerjasama dengan aparatur Agama, Laksusda dan Pemda. 7. Pernah/sekali-sekali Lembaga-lembaga Keagamaan mengulurkan bantuan dalam bentuk kesehatan, pendidikan dan panti-panti (Yatim/Werdha dll.). Dan selama ini belum ada gejala penyimpangan bantuan itu. 8. Pengaruh bantuan asing dalam penyebaran agama terhadap masyarakat yalah semakin meningkatnya pembangunan.
—oo—
97
BAB III
KEHIDUPAN BERAGAMA DI PANTI, KABUPATEN PASAMAN SUMATERA BARAT
KEHIDUPAN BERAGAMA DI PANTI, KABUPATEN PASAMAN SUMATERA - BARAT A. Pemilihan Daerah dan Lokasi Penelitian Studi kasus tentang kerukunan hidup beragama ini dilakukan di daerah Pasaman. Daerah ini merupakan suatu Kabupaten yang berada dalam wilayah Propinsi Sumatera Barat yang terletak pada belahan Utara yang berbatasan dengan Propinsi Sumatera Utara. Penetapan daerah Kabupaten Pasaman sebagai daerah penelitian studi kasus karena memang di daerah ini ditemukannya beberapa agama'yang dianut oleh penduduknya yakni agama Islam, Kristen-Protestan, Katholik, Hindu dan Budha. Dan di samping itu daerah Pasaman ini merupakan salah satu daerah yang cukup luas yang mempunyai potensi untuk dikembangkan terutama dalam bidang pertanian, perkebunan dan perikanan. Dan memang dalam Repelita III Sumatera Barat, daerah Kabupaten Pasaman ini dalam pembagian wilayah pembangunan dikatagorikan sebagai wilayah pembangunan A yang termasuk daerah harapan. Dipilihnya daerah Kabupaten Pasaman menjadi sasaran atau objek penelitian karena terdapatnya bermacam-macam agama yang dianut oleh penduduknya yakni agama Islam, Katholik, Protestan, Hindu dan Budha. Menurut data sensus penduduk Kabupaten Pasaman th. 1980 tercatat jumlah penduduk yang beragama Islam 351.391 orang, Katholik 1.450 orang, Kristen 1.284 orang, Hindu 5 orang dan Budha sebanyak 19 orang. Dalam sejarah perkembangan kehidupan beragama di daerah tersebut, pernah terjadi suatu konflik antara penduduk yang beragama Islam (sebagai agama asli penduduk) dengan yang beragama Kristen (agama kaum pendatang) disekitar tahun lima puluhan. Dalam pemilihan lokasi penelitian terdapat dua kecamatan dari 7 kecamatan yang ada yang memungkinkan untuk ditetapkan sebagai sasaran penelitian yakni Kecamatan Pasaman dan Kecamatan Rao Mapat Tunggul, karena hanya di dua tempat itu ditemukan beberapa agama yang dianut oleh penduduknya. Dari antara dua kecamatan tersebut diatas dipilihlah kecamatan Rao Mapat Tunggul sebagai lokasi penelitian disebabkan karena pada kecamatan ini ditemukan jumlah penganut dari agama yang ada (Islam, Kristen dan Katholik) lebih banyak dari pada yang berada pada Kecamatan Pasaman. Dan dalam Kecamatan Rao Mapat Tunggul tersebut telah diadakan pula suatu perwakilan kecamatan yang ditempatkan di Kenagarian Panti yang disebut Kecamatan Perwakilan Panti. Akhirnya Kecamatan Perwakilan Panti inilah yang menjadi sasaran langsung peneliti-
101
an Studi Kasus, karena dalam lokasi inilah banyak bermukin penduduk yang menganut beberapa agama itu. Dan tambahan lagi pada Kecamatan Perwakilan Panti itu pulalah pernah dahulu terjadi konflik antara penduduk yang lain agama, di samping lokasi ini merupakan tempat pusat kegiatan-kegiatan keagamaan dengan ditemukannya beberapa buah Mesjid dan Gereia. Untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan diatas, maka telah ditetapkan beberapa sumber data sebagai berikut : Para Pejabat Pemerintah Para Pemuka Agama Pemuka Masyarakat lainnya, yakni dari kaum adat dan kaum cerdik pandai Anggota masyarakat dari masing-masing penganut agama. Diharapkan dari empat macam jalur sumber data tersebut akan didapatkan gambaran yang lengkap dan lebih jelas tentang masalah kerukunan hidup beragama di Kecamatan Perwakilan Panti itu. Jumlah kongkrit dari sumber data tersebut sebagai berikut : a. Pemuka Agama : - Islam : 4 orang - Kristen : 2 orang - Katholik 1 orang : 7 orang. b.
c.
Pejabat dan pemuka masyarakat (adat dan cerdik pandai) : Pejabat Pemerintah : Sekretaris Daerah Kab. Pasaman, Camat Perwakilan Panti, Kakandepag. Kab. Pasaman. Kasi Penerangan Kab. KUA Kec. Rao dan Wali Nagari Panti : 6 orang. Pemuka adat. cerdik pandai, pemuda : 5 orang. Anggota masyarakat : - Islam : 5 orang - Kristen : 1 orang - Katholik : 1 orang : 7 orang Jumlah responden yang diperoleh : 25 orang
Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data adalah : a Data yang menyangkut dengan gambaran geografi dan demografis lokasi penelitian diperoleh dari pejabat pemerintah dengan menggunakan wawancara, angket dan observasi. b. Data yang berhubungan dengan permasalahan nilai nilai sosial yang
102
c.
mendorong pembangunan diperoleh dari pemuka agama, pemuka masyarakat dan pejabat pemerintah dengan menggunakan wawancara mendalam, Data yang menyangkut dengan sikap masyarakat dalam masalah kerukunan hidup beragama dan permasalahan masyarakat beragama dalam pembangunan diperoleh dari anggota masyarakat, pemuka agama, pemuka masyarakat lainnya, pejabat pemerintah melelui wawancara mendalam.
Data yang diperoleh dari lapangan baik hasil observasi, angket maupun hasil wawancara mendalam diperoleh melalui beberapa tahap sebagai berikut : a. Data yang diperoleh dari angket, terutama data sekunder yang menyangkut dengan gambaran geografis dan demografis diedit dan diklasifikasikan serta dimana perlu diadakan tabulasi. Kemudian disajikan data tersebut dalam bentuk uraian reskriptif dan disana-sini dilakukan interprestasi. b. Data yang diperoleh dari wawancara mendalam terutama yang menyangkut dengan nilai sosial, permasalahan pembangunan dan sikap tentang kerukunan hidup beragama diedit dan kemudian diklasifikasikan serta selanjutnya dicari hubungan satu sama lain. Pengungkapan dan penyajian data dengan menggunakan analisa kwalitatif. Pelaksanaan Studi Kasus ini memakan waktu selama 6 bulan, sejak dari persiapan sampai pada laporan akhir dengan melalui proses sebagai berikut : a. Persiapan dan Penjajakan. - Langkah pertama setelah kerangka acuan Studi Kasus ini diterima dari Pimpinan Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama Departemen Agama Jakarta, disusunlah Tim Pelaksana untuk Studi Kasus ini. - Kemudian diadakan beberapa kali diskusi/pertemuan Tim Pelaksana Studi untuk membicarakan dan menyusun suatu kerangka desain penelitian. - Setelah kerangka desain penelitian disusun dilakukanlah studi penjajakan ke Bappeda Kantor Gubernur. Kanwil Departemen Agama. Pemda Kabupaten Pasaman. Kedapag Kabupaten Pasaman dan Kecamatan Perwakilan Panti. Studi penjajakan ini bertujuan : terutama dalam rangka penetapan lokasi penelitian disamping mempertajam aspek-aspek masalah yang akan diteliti di lapangan. - Berikutnya setelah kembali dari Studi penjajakan, kembali diada103
kan diskusi Tim untuk penyempurnaan kerangka desain dan penetapan lokasi penelitian serta penyusunan instrumen penelitian. - Sebelum turun ke lapangan dipersiapkan perizinan penelitian dari Kantor Gubernur Sumatera Barat dan Pemda Tk. II Kabupaten Pasaman serta rekomendasi dari Kanwil Departemen Agama Sumatera Barat. - Couching para petugas lapangan. Selanjutnya dilakukan Penelitian di lapangan dengan : - Menghubungi para pejabat pemerintah untuk mendapatkan gambaran situasi lapangan dan sekaligus cheking terhadap beberapa sumber data yang akan dihubungi. - Pengumpulan data di lapangan dimulai dengan mendapatkan data sekunder dari para pejabat dan melakukan wawancara mendalam dari semua responden. - Para petugas lapangan dilokasi penelitian, mengadakan pengamatan/observasi terhadap objek studi dengan mencatat segala gejala yang relevan. Sedang pada tahap terakhir dilakukan pengolahan dan penyusunan Laporan berbentuk. - Data yang telah terkumpul dari masing-masing petugas lapangan diedit, dan beberapa informasi yang masih kurang disempurnakan kembali ke lapangan. - Selanjutnya dilakukanlah pengolahan, pengklasifikasikan, penyajian data, analisa dan interpretasi serta dirumuskanlah beberapa kesimpulan. Kemudian diadakan diskusi Tim tentang draf t laporan dan selanjutnya disusunlah laporan akhir. - Terakhir adalah proses perbanyakan hasil laporan dan pengiriman.
Hasil Penelitian. 1. Geografi dan Demografi Lokasi Penelitian Kabupaten Pasaman. Lokasi penelitian adalah Kecamatan Perwakilan Panti, pecahan dari Kecamatan Rao Mapat Tunggul terletak dalam daerah Kabupaten Pasaman. Kabupaten Pasaman terletak antara 0,54'LU-0,H'LS dan 99°. 11' 100°. 22' BT, berbatasan dengan (1) Lautan Indonesia di sebelah Barat, (2) Propinsi Riau di Timur, (3) Propinsi Sumatera Utara di Utara dan (4) Kabupaten Agam di sebelah Selatan. Luas daerah secara keseluruhan lebih kurang 7.865,7 km2, terbagi
atas 8 Kecamatan yaitu : (1) Bonjol, (2) Lubuk Sikaping, (3) Perwakilan Panti, (4) Rao MapaJ Tunggul (5) Talamau, (6) Pasaman, (7) Lembah Malintang dan (8) Sei Beramas dan terbentang diatas ketinggian antara 14 - 450 m dari permukaan laut. yang tertinggi adalah Kecamatan Lubuk Sikaping dan Talamau (450 m) dan yang terendah Kecamatan Sei Beramas (14 m). Perwakilan Panti dan Rao Mapat Tunggul terletak di tengah pada ketinggian 215 m dan luasnya lebih kurang sepertiga dari luas Kabupaten Pasaman. Iklim ratarata sedang, sebagian besar ditumbuhi hutan dan tanah persawahan atau daerah pertanian. Penduduknya berjumlah : 360.149 orang terdiri dari 179.596 laki-laki, dan 180.553 .perempuan. Penyebaran penduduk menurut Kecamatan dan agamanya adalah sebagai berikut : Tabel 1 : Penduduk Pasaman
Agama
Islam
Hmdu Budha
Kristen
Katholik
Jumlah
Kecamatan Bonjol
39.656
10
36
-
Lubuk Sikaping
.10.742
24
98
4
4
30.872
Perw. Panti & Rao
88.240
171
670
-
-
89.081
39.702
Mapat Tunggul Talamau
42.853
8
7
-
Pasaman
76.500
1.227
451
1
7
78.266
Lembah Malintang
45.991
2
18
-
46.011
Sei Beramas
33.329
8
4
-
8
33.349
JUMLAH
351.391
1.450
1.284
5
19
360.149
42.868
Sumber : Sensus Penduduk Pasaman 1980. hal. 96
Kecamatan Perwakilan Panti. Kecamatan ini didirikan bulan Nopember 1964 dan diresmikan tanggal 16 Januari 1965, terdiri dari 3 negari yaitu : (1) Panti, (2) Padang Gelugur dan (3) Sontang. Sebelah Utara berbatasan dengan KecamatanRao, sebelah Selatan dengan Kecamatan Lubuk Sikaping, sebelah barat dengan Kecamatan Talamau dan disebelah Timur dengan Kecamatan Rao dan Kabupaten 50 Kota. Lebih kurang 20 km, dilalui oleh jalan lintas Sumatera dari Bukittinggi ke Medan Luas daerahnya lebih kurang separah luas Kecamatan Rao dan Perwakilan Panti (keduanya 2.240, 7 km2 data khusus Panti belum ada). Terletak pada ketinggian rata-rata 105
200 m diatas permukaan lain, sebagian besar terdiri persawahan ( 7.736 Ha) yang seluruhnya diairi oleh curahan hujan, disamping hutan dan tanah pertanian lainnya. 95% penduduk adalah petani. Penduduk berjumlah 40 ribu orang, sebagian besar beragama Islam. Penduduk asli suku Minang merupakan bagian terbesar dan penduduk pendatang suku Batak berasal dari Tapanuli, yang masuk ke Panti tahun 1952. Perincian penduduk menurut negari dan agamanya adalah sebagai berikut : Tabel 2 : Penduduk Kecamatan Perwakilan Panti
Islam
Agama
Katholik
Kristen
Jumlah
Lain-lain
Negari Panti Sontang Padang Gelugur JUMLAH
18.548
597
4 701
-
17.264
11
162
-
-
40.513
608
162
(98.13)
(8,47)
(0,40)
19.307 4.701 17.275
_
41.283 (100.00)
Sumber : Hasil Sensus tahun 1981
Dari tabel tersebut, kelihatan bahwa 98,13% penduduk Panti adalah beragama Islam. Penduduk non Islam sebagian besar beragama Kristem Protestan (HKBP) yang seluruhnya berasal dari Tapanuli. Non Islam tersebut menumpuk di negari Panti, disekitar pasar (pusat keramaian). Mengenai fasilitas pendidikan, dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3 : Sarana Pendidikan di Kec. Perwakilan Panti
No.
Sekolah
Status
Jumlah
1.
SD
Negeri & Swasta
20
2.
SMP.
Negen & Swasta
4
3.
S*MA
Swasta
1
Ktr
4.
Tsanawiyah
Swasta
5.
Ibtidaiyah
Swasta
2 3
JUMLAH
30
Tabel tersebut menggambarkan bahwa sarana pendidikan agama formal masih sangat terbatas dan baru merupakan usaha Swasta, yang seluruhnya untuk umat Islam. Fasilitas untuk kegiatan beragama atau tempat peribadatan adalah sebagai berikut : Tabel 4 : Sarana Peribadatan di Kec. Perwakilan Panti
Negari
Panti
Sontang
Padang Gelugur
Jumlah
Agama Islam:
67
19
77
163
-Mesjid
37
10
48
95
-Langgar
30
9
29
68
Kristen :
4
4
- Gereja Protestan
3
-
- Gereja katholik
1
77
167
JUMLAH
71
19
3 1
Melihat angka-angka tabel 4, dan dibandingkan dengan angka-angka dalam tabel 2, maka akan kelihatan bahwa bagi setiap 249 orang penduduk beragama Islam terdapat 1 tempat peribadatan, sedangkan bagi penganut Kristen terdapat 1 tempat peribadatan untuk setiap 193 orang penduduk. Kalau hanya mesjid yang dihitung, perbandingan jumlah mesjid dengan jumlah penduduk adalah satu berbanding 426 ( 1 : 426 ).
Kehidupan Beragama Telah dijelaskan sebelumnya bahwa seluruh penduduk Panti telah beragama, sebagian besar beragama Islam (98,13%). Sisanya beragama Kristen 78,66% diantaranya penganut Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang seluruhnya suku Batak dan berasal dari Tapanuli Utara, yang ber agama Kristen Katholik bercampur antara orang Batak dan pendatang lainnya, begitu juga penganut Pantekosta dan Advent yang baru beberapa orang saja. Penduduk asli semuanya beragama Islam (asli menurut daerah/suku). 107
Masyarakat beragama Islam tersusun dari tiga induk organisasi yaitu Perti, NU dan Muhammadiyah. Perti merupakan bagian terbesar, sekaligus penganut Thariqat Naqsyabandiyah dan pencinta suluk. NU dibawa oleh pendatang dari Utara dan Muhammadiyah dikem- r bangkan oleh pendatang dari Selatan (perantau dekat dari daerah diluar Pasaman dan masih dalam daerah Sumatera Barat). Masing-masing masyarakat beragama tersebut beramal, beribadat dan berbuat sesuai dengan tuntutan dan tuntunan agamanya masingmasing. Orang Islam ke mesjid dan mushalla dan orang Kristen ke gereja. Penganut Islam berpuasa dibulan Ramadhan dan pemeluk Kristen puasa pula menurut ketentuan yang berlaku bagi mereka. Orang Islam tidak makan babi dan tidak minum tuak, sebaliknya orang Kristen yang sekaligus orang Batak makan babi dan anjing dan minum tuak. Khusus mengenai minum tuak, ada pemuda Islam yang ikut terpengaruh. Dalam transaksi jual beli babi hasil buruan, ada juga orang-orang Islam yang terlibat sebagai penjual. Menurut informasi (hasil wawancara) dari tokoh-tokoh agama ketua agama tersebut dan juga hasil pengamatan di lokasi itu, nampaknya pengetahuan dan penghayatan masyarakat terhadap agamanya masih sangat sederhana/dangkal. Sehubungan dengan itu pengamalan mereka (khususnya bidang peribadatan) adalah berdasarkan warisan semata dan peminatnya sebagian besar adalah orang-orang yang terbilang sudah tua, sedangkan generasi muda kurang bergairah atau kurang acuh. Bila diperhatikan kegiatan umat Islam misalnya sewaktu wirid-wirid agama, sembahyang Jum'at dan sembahyang berjama'ah harian, pengunjungnnya sangat terbatas dan kebanyakan mereka yang sudah tua-tua. Dalam hal ini pengikut sembahyang Jum'at masih lumayan jumlahnya, tetapi semuanya adalah kaum laki-laki. Sembahyang tarwih pada bulan Ramadhan sampai dengan hari yang ke 20 boleh dikatakan masih cukup ramai, dan pada waktu sembahyang tahunan tanggal 1 Syawal tetap bersemarak, sedangkan shalat Idul Adhha , agak kurang sedikit dibandingkan dengan Idul Fithri. Wirid-wirid khusus remaja juga ada, tetapi baru bersifat insidental, belum terencana atau belum teratur dan jumlah serta jenis pengunjungnyapun bervariasi; kadang-kadang ramai kadang-kadang tidak, adakalanya banyak wanita, seringkali banyak anak-anak dan sebagainya. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain faktor ekonomi atau kehidupan masyarakat yang sangat sederhana sehingga waktunya banyak tersita di ladang atau sumber penghidupan lainnya. Disamping itu faktor pendidikan yang rata-rata rendah, juga cukup berpengaruh terhadap kesadaran dan kemampuan daya serap mereka. Faktor lain yang tak kurang pentingnya adalah keterbatas-
an tenaga penggerak dan dana pengelolaan. Ulama dan muballigh setempat kalau sudah terus-menerus tentu bisa membosankan jama'ah (umumnya khatib Jum'at adalah orang yang diangkat oleh nagari menurut alur dan patut sesuai dengan persyaratan agama), sedangkan kemampuan untuk mendatangkan tenaga dari luar terbatas sekali, baik yang akan mengurusnya maupun soal biayanya. Memperhatikan pengunjung Gereja, juga belum sesuai dengan yang diharapkan, masih banyak yang baru terdaftar saja sebagai penganut Kristen, tetapi belum mampu berbuat mengamalkan agamanya bahkan datang ke Gerejapun belum sempat. Pengetahuan dan penhayatan mereka terhadap ajaran agamanya sangat minim. Hasil wawancara dengan beberapa orang yang mengaku sebagai pemeluk Kristen menunjukkan mereka belum tahu apa-apa tentang agama Kristen walaupun yang sangat pokok sekalipun, dan sekaligus juga mengakui belum berbuat apa-apa kecuali ikut-ikutan pada acara keramaian tertentu seperti sewaktu Natal, tahun baru dan upacara lain yang ada keramaiannya. Disamping acara gereja sekali seminggu, untuk masyarakat Protestan disediakan kesempatan belajar 2 kali seminggu, tetapi pengunjungnnya belum memuaskan. Bagi masyarakat Katholik khususnya anak-anak sekolah, juga diadakan hari tertentu (sekali seminggu) untuk belajar agama dengan guru yang sudah disediakan sengaja untuk tugas tersebut, tetapi karena satu dan lain hal jalannya belum lancar (faktor tenaga dan dana ikut menentukan). Menurut keterangan sementara tokoh dan anggota masyarakat, perhatian dan pembinaan pemerintah (dalam hal ini Departemen Agama) terhadap kehidupan beragama masyarakat masih sangat terbatas dan atau belum merata. Walaupun kehidupan beragama cukup aman, namun agama belum lagi menjadi dasar dan alat ukur memilih dan menilai sikap dan tingkah laku dalam hidup sehari-hari. Hubungan antara yang satu dengan lainnya lebih banyak didasarkan kepada keperluan dan ikatan matenl disamping peranan kesukuan dan kedaerahan. Pembiayaan tempat-tempat peribadatan dan kegiatan-kegiatan keagamaan sebagian besar bersumber dari dan diatur oleh masyarakat sendiri, misalnya dengan mengumpulkan dan menyalurkan infak, sedeqah, waqaf, dan atau zakat harta. Pengaturan pelaksanaan kegiatan-kegiatan keagamaan umumnya oleh masyarakat sendiri melalui beberapa pengurus yang mereka tunjuk atau mereka pilih bersama. Khusus bagi umat Protestan, untuk pembiayaan rumah peribadatan dan kegiatan keagamaan mereka, setiap anggota membayar Rp. 300,00 perbulan. Kegiatan peribadatan dilaksanakan dua kau seminggu yaitu hari Kamis malam dan hari Minggu pagi.
3.
Kerukunan Hidup Beragama Berdasarkan informasi dari berbagai pihak seperti pejabat pemerintah, tokoh masyarakat (tokoh agama Islam dan Kristen, tokoh adat dan cerdik pandai) serta beberapa orang anggota masyarakat setempat, kerukunan hidup beragama cukup mantap. Masing-masing penganut agama bebas menjalankan/mengamalkan ajaran agamanya sesuai dengan aliran yang dianutnya sendiri. Belum pernah ada, agama sebagai alasan untuk tidak bergaul satu sama lainnya atau perbedaan agama dan atau aliran tidak menyebabkan permusuhan dan perpecahan dalam masyarakat itu secara keseluruhan. Tetapi perasaan tidak senang terhadap sikap dan perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran agamanya, apalagi bila dilakukan secara demonstratif, tetap ada dan sewaktu-waktu dapat meluap, namun secepatnya dapat diatasi secara kemasyarakatan. a ' ' Kerukunan Intern Umat Beragama. 1). Intern Umat Beragama Islam. Di Panti, umat beragama Islam terdiri dari 3 kelompok yaitu Perti, NU dan Muhammadiyah. Perti adalah kelompok terbesar dan merupakan aliran penduduk asli, yang umumnya juga pencinta suluk dan penganut paham Tariqat Naqsyabandi. Mereka oleh sementara orang, bahkan termasuk oleh penganut itu sendiri, sering juga disebut dengan kaum tua atau kaum kuno. NU adalah paham yang datang kemudian, masuk dari Utara dibawa oleh perantau Tapanuli selatan. Dalam masalah keagamaan khususnya mengenai peribadatan antara NU dan Perti boleh dikatakan hampir sama, cuma saja NU tidak pemeluk tariqat dan juga tidak mengerjakan suluk. Muhammadiyah dibawa ke Panti oleh perantau yang berasal dari arah Selatan yaitu perantau-perantau dalam daerah Sum.Barat sendiri diluar atau sebelah Selatan dari Kabupaten Pasaman, misalnya dari 50 Kota, Agam, Tanah Datar dan Pariaman. Pada mulanya ketiga organisasi itu merupakan organisasi sosial keagamaan yang secara organisatoris, berhubungan dengan cabang, daerah, wilayah dan pusat organisasi itu masing-masing. Kemudian sewaktu partai sedang laris, NU dan Perti merupakan partai politik Islam, sedangkan Muhammadiyah tetap merupakan organisasi Islam non partai, tetapi kebanyakan menjadi simpatisan dari partai Islam Masyumi (dulu) atau Parmusi (kemudian). Sejak beberapa tahun belakangan ini sampai sekarang, boleh
110
dikatakan ketiga organisasi itu tidak mempunyai kegiatan lagi, tetapi papan nama dan pengaruhnya masih ada. Khusus mengenai organisasi politik, masyarakat beragama Islam setempat menyesuaikan dengan perkembangan, ada yang masih bertahan dalam partai politik Islam (PPP) ada yang menjadi anggota Golongan Karya dan juga ada yang PDI. Jumlahnya masing-masing tidak dapat diketahui, karena disamping masalah tersebut peka, juga karena organisasi-organisasi itu sendiri tidak mempunyai catatan mengenai hal itu. Khusus PPP papan namanyapun tidak kelihatan dalam daerah Panti tersebut. Yang dapat diketahui adalah adanya beberapa orang calon Golkar dan PPP untuk DPR daerah tingkat II Pasaman yang berdomisili di Panti. Mengenai pengamalan agama, perbedaan-perbedaan hanya tampak pada masalah-masalah khilafiyah yang pada dasarnya hanya menyangkut soal peribadatan sunat atau diluar yang wajib. Misalnya Shalat Tarwih antara 20 dan 8. pakai qunut atau tidak pada Shalat Subuh, menjaharkan atau mensirkan Basmalah sewaktu sembahyang Jahar dan memulai puasa antara mengikut guru berdasarkan melihat bulan langsung atau mengikut almanak/hisab atau pengumuman pemerintah. Perbedaan yang lain adalah dalam masalah suluk dan tariqat dimana sebagian besar penduduk merupakan pencinta, penganut dan simpatisannya, disamping sebagian lainnya menganggap suluk dan tariqat itu tidak penting bahkan tidak perlu dilakukan sama sekali, karena dapat menghambat kemajuan, mempersempit cara berpikir dan diantara kegiatan suluk ada yang dianggap sebagai menganiaya diri misalnya mengurangi makan dan sebagainya. Namun demikian walaupun terdapat perbedaan pendapat dan pendirian di tengah-tengah masyarakat dalam hal pengertian, penghayatan dan pengamalannya terhadap segelintir ajaran agama, tidak menimbulkan keretakan, permusuhan atau persaingan tidak sehat. Dalam kehidupan sehari-hari pada berbagai hubungan dan kegiatan khususnya yang berkaitan dengan acara dan upacara keagamaan kelihatan seolah-olah tidak ada perbedaan sama sekali. Tidak ada yang disebut daerah, negari atau lokasi aliran tertentu, bahkan tidak ada negari yang dikatakan dominasi Perti, NU atau Muhammadiyah. Seterusnya tidak ada pula yang dinamakan dengan mesjid khusus
111
Perti, mushalla hanya untuk NU atau sekolah/madrasah untuk orang-orang Muhammadiyah. Walupun ada satu dua sekolah dan mesjid atau mushalla yang diberi nama diujungnya dengan organisasi yang mendirikannya, tetapi itu hanya sekedar historis dan bukti serta objek dari 4cegiatan organisasi sosml tersebut. Tidak ada halangan bagi organisasi selain yang mendirikan dan mengurusnya untuk memanfaatkan atau menikmati kegiatan tertentu itu, Kegiatan yang arahnya meniadakan atau memperkecil arti pendirian, pendapat dan amal kelompok lain, juga belum pernah memperlihatkan wajahnya. Pada hari Jum'at misalnya semua jama'ah di sekitar mesjid tersebut datang sembahyang ke mesjid itu, mengikuti khatib dan imam yang ada walaupun berbeda dengan pendiriannya yang biasa (misalnya ia berpendirian bahwa basmalah jahar atau sebaliknya, sedangkan imam berbeda dengannya, maka yang bersangkutan terus sebagai makmum tanpa merasa shalatnya kurang sempurna hingga perlu diulang kembali dan atau harus keluar meninggalkan jama'ah. Begitu juga dalam pelaksanan sembahyang berjamaah lainnya. Bila waktu subuh imamnya berqunut makmum yang biasa tak berqunut juga mengikuti imam dan sebaliknya kalau imam tak berqunut, sedangkan makmum biasanya tidak, mereka terus saja tanpa mengulang atau menambah dengan sujud sahwi. Pada waktu sembahyang tarwih di bulan Ramadhan kerukunan tersebut kelihatan lebih mantap lagi, karena kedua model imam dan jamaah baik pemegang 20 atau penganut 8, dapat mengerjakan shalat tersebut pada waktu dan tempat yang sama, bahkan dengan imam yang sama. Kalau imamnya dari yang "dua puluh" jamaah yang "delapan" bila telah selesai tarwihnya menunggu sampai yang lain selesai dan kemudian shalat witir bersama-sama. Bila imamnya dari kelompok delapan, sehabis tarwih mundur ke belakang dan berganti imam untuk melanjutkan sisanya, kemudian shalat witir bersama dengan imam yang terakhir. Begitulah seterusnya dapat diciptakan suasana hidup beragama yang bersatu dalam perbedaannya dan atau walaupun teoritisnya berbeda dapat bersatu dalam perakteknya. Belum kelihatan kecerderungan adanya ikatan perkawinan hanya untuk yang sealiran. Dapat ditambahkan bahwa semenjak beberapa tahun belakangan ini boleh dikatakan tidak ada lagi kegiatan keti-
ga kelompok tersebut secara administratif organisatoris Kebanyakan tinggal papan nama dan umumnya dalam masyarakat sudah terjadi saling pengertian dan usaha kearah itu terus semakin digiatkan terutama oleh pihak pemerintah khususnya melalui pejabat keagamaan Kantor Departemen Agama Kabupaten dan Kantor Urusan Agama Kecamatan. Kegiatan pembinaan kehidupan dan kerukunan intern umat beragama Islam disalurkan melalui wirid-wirid (remaja, kaum ibu dan umum) baik mingguan, tengah bulanan atau bulanan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat (bervariasi). Pada hari-hari besar Islam diadakan tablikh akbar untuk umum dan biasanya gurunya didatangkan dari luar daerah itu. 2). Kerukunan Intern Umat Beragama Kristen. Telah disinggung sebelumnya bahwa umat Kristen di Panti hampir seluruhnya berasal dari arah Utara yaitu dari Tapanuli Utara. Mereka datang ke Panti adalah merantau untuk mencari hidup dan kemudian setelah jumlah mereka dirasa cukup melakukan kegiatan keagamaan secara berkelompok, barulah kegiatan agama Kristen tersebut memperlihatkan dirinya. Yang duluan masuk adalah Kristen Protestan (HKBP) yaitu sekitar tahun 1955, tetapi seorang responden penganut Protestan dan termasuk tokoh masyarakat setempat yang sehari-hari bertugas pada Dinas Penghijauan Panti (Maruhun Hutabarat) menerangkan bahwa masuknya Protestan tersebut adalah pada tanggal 5 Agustus 1956. Agama tersebut dibawa ke Panti oleh orang-orang bersuku Batak (Tapanuli Utara) dan seluruh penganutnya juga bersuku Batak, tidak ada dari suku atau daerah lain. Agama Katholik datang tahun 1959, juga dibawa oleh orang Tapanuli Utara, tetapi penganutnya ada juga yang berasal dari Jawa. Aliran lain adalah Pantekosta, tetapi penganutnya hanya bebarapa orang saja, sedangkan aliran Advent dan Kalam Kudus pernah masuk, tetapi tidak berkembang. Yang banyak kegiatan dan pesat perkembangannya adalah Kristen Protestan, disebabkan terutama karena mereka sesuku dan sedaerah asal, sehingga ikatan kesukuan lebih menonjol (sesuai dengan pengakuan mereka sendiri) yang sekaligus merupakan hal yang menguntungkan bagi pelaksanaan kegiatan dan pengembangan agama. Pimpinan agama tertinggi umat Protestan disebut Eporus dan berkedudukan di Tarutung. Pemuka dan pendetanya semuanya bersuku Batak. Pimpinan agama Katholik berkedudukan di Padang, berasal dari Jawa. Pemuka agama (guru agama Katholik) setempat berasal dari Tapanuli dan pastornya (3 orang), berasal dari dan berkebangsaan Itali.
113
Protestan lebih menyerupai organisasi kesukuan atau kedaerahan yang masing-masing punya Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sendiri, tidak dapat bergabung begitu saja antara satu dengan lainnya. Misalnya HKBP khusus untuk orang-orang Kristen Protestan dari Batak, sedangkan untuk orang-orang Nias ada lagi ikatannya, begitu juga yang lain. Katholik dimana saja hanya satu jenis dan berpusat di Roma. Baik penganut atau tokoh penganut Protestan dan Katholik, mengetahui dan mengakui adanya perbedaan prinsipil antara keduanya (antara Protestan dan Katholik) yang tidak dapat digabungkan sama sekali. Masing-masing berpendirian dan beramal menurut alirannya sendirisendiri, dan tidak pernah bersatu dalam amal apapun, karena mereka merasa bahwa konsep dasar kedua agama tersebut sangat berbeda. Pandangan Protestan terhadap Katholik dan sebaliknya sama dengan pandangan keduanya masing-masing terhadap agama Islam. Walupun demikian dalam kehidupan sehari-hari, baik yang bersifat umum atau khusus keagamaan, tidak pernah terjadi perbenturan atau persaingan tidak sehat antara mereka. Yang dianggap sama adalah Hari Natal dan Tahun Baru, namun mereka memperingatinya sendiri-sendiri. Jadi antara kedua aliran tersebut tetap rukun, dalam arti masing-masing berbuat menurut pahamnya dan belum pernah dan tidak akan mungkin bersatu dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan. Katholik punya gereja sendiri dengan waktu dan cara peribadatan sendiri pula. demikian pula Protestan. Belum pernah orang Katholik mengikuti peribadatan di Gereja Protestan dan sebaliknya. Antara Katholik dan Protestan yang sama-sama bersuku Batak, terjadi hubungan kekeluargaan yang mesra, karena bagi mereka rasa kesukuan dan kedaerahan lebih menonjol dari yang lain (jadi hubungan tersebut bukan didasarkan kepada atau didorong oleh agama). 4. Kerukunan Antar Umat Beragama. Sudah jelas bahwa antara Islam, Protestan dan Katholik terdapat berbedaan yang prinsipil, tidak mungkin dapat bersatu dan disatukan dalam masalah dan kegiatan agama. Mereka bisa bersatu saling membantu dalam hal kegiatan sosial kemasyarakatan yang tidak didasari oleh agama, misalnya hubungan pergaulan sehari-hari dalam transaksi jual-beli, saling mengundang sewaktu kenduri, bersama-sama turun menghadapi musibah (kebakaran dan sebagainya) dan keluar bersama! sama bergotong-royong dan atau sama-sama berpartisipasi dalam pem1 bangunan masyarakat desa dimana mereka berada. Dari sejarahnya Islam merupakan agama yang paling tua, berikut Protestan dan termuda Katholik. Berdasarkan jumlah penganut dan persi kegiatan keagamaan yang ada, juga berurut besarnya dari Islam Protestan dan Katholik. Karena Islam mayoritas dan sekaligus adalah 114
penduduk asli, sedangkan Kristen minoritas dan semuanya pendatang (perantau) dari luar, pada mulanya memang terjadi perasaan tidak senang dari pihak Islam, dan mengajukan keberatan sewaktu berdirinya Gereja pertama pada tahun 1957. Pada waktu itu hampir terjadi benturan pisik, tetapi kemudian atas prakarsa pemerintah daerah dapat diamankan. Yang dirasa tidak wajar oleh pihak Islam, adalah bahwa sewaktu mereka datang, mereka mengaku beragama Islam dan menjadi kemenakan dan seorang Datuk Kepala Adat setempat. Dengan sendirinya diharapkan sikap dan tingkah laku mereka sama dengan kemenakan-kemenakan lainnya yang beragama Islam dan bersuku Minangkabau. Jadi dengan keadaan yang semacam itu tidak ada kekhawatiran dari penduduk asli. Tetapi kemudian setelah mereka membawa keluarganya dan jumlahnya sudah cukup banyak, tiba-tiba mereka mendirikan Gereja tanpa setahu masyarakat Islam. Hal ini dianggap melanggar perjanjian, dan menyinggung perasaan umat Islam, apalagi waktu itu belum ada program kerukunan hidup beragama, disamping falsafah negara Pancasila-pun belum menjadi pengetahuan dan kesadaran masyarakat. Semenjak terjadi kasus yang pertama tahun 1957 itu, sampai sekarang tidak pernah ada lagi, walaupun perasaan tidak senang umat Islam masih ada, terhadap kegiatan umat Kristen yang demonstratif misalnya membawa babi hasil buruan secara terbuka, menjual dan minum tuak sampai mabuk yang sering melibatkan pemuda Islam. Tetapi perasaan tidak senang itu dapat disalurkan secara wajar dan tidak menimbulkan ekses negatif dalam arti benturan pisik atau rusaknya hubungan pergaulan dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan pengajaran dan penyebaran agama Kristen dilakukan di Gereja dan hanya untuk penganut Kristen sendiri, tidak pernah diluar gereja misalnya kepada penganut Islam dan atau dengan mempergunakan cara-cara terselubung lainnya. Pada mulanya memang kegiatan memberikan kredit barang-barang oleh pedagang Kristen kepada siapa saja yang mau, dikaitkan dengan kegiatan Missi Kristen, tetapi kemudian sudah merupakan kegiatan dagang semata. Hubungan persaudaraan antara keluarga Kristen dan keluarga Islam berjalan baik apalagi kalau mereka sesuku, sedaerah atau semarga. Adalah biasa bila keluarga Kristen kenduri mereka mengundang keluarga tetangga atau kawannya yang Islam dengan menyediakan makanan khusus yang tidak bertentangan dengan agama Islam. Bahkan ada yang disiapkan bahan mentah lengkap dengan peralatannya, kemudian dipersilahkan dan diberi tempat untuk dimasak sendiri oleh tamu yang beragama Islam tersebut di rumah familinya yang beragama Kristen yang kenduri itu. Biasanya tempat masak dan makan juga disedia-
115
kan tersendiri. Kalau yang kenduri itu beragama Islam tetangganya yang beragama Kristen juga diundang, dan penganut Kristen itu sendiri mau datang ke rumah tetangganya yang muslim sewaktu kenduri, hari raya dan pada kesempatan lainnya bila diundang atau diajak. Sudah pernah terjadi hubungan perkawinan antara yang beragama Kristen dengan penduduk setempat yang beragama Islam. Baru tercatat tiga wanita Islam yang dikawini oleh laki-laki Kristen, tetapi kemudian ketiga laki-laki itu memeluk Islam, dan juga ada satu lakilaki Islam yang kawin dengan wanita Kristen, yang kemudian menurut informasi ia juga pindah agama masuk Kristen. Berbagai pihak mengakui bahwa kerukunan tersebut terjadi demikian rupa tanpa ada yang merencanakan atau juga bukan merupakan hasil musyawarah karena memang musyawarah antar umat beragama ini belum pernah ada di Panti itu sendiri. Hal ini disebabkan karena disamping wadahnya belum ada, juga urgensinya tidak begitu terasa. Bila ada masalah baru. pemuka masyarakat bersama pemerintah turun tangan dan kebetulan masalah itu sendiri cukup terkendali. 5. Kerukunan Antara Umat Beragama dengan Pemerintah. Berdasarkan informasi dari berbagai tokoh masyarakat menurut agama dan fungsinya dalam masyarakat tersebut, rakyat setempat cukup patuh (tanpa menyebut agamanya), mudah menerima anjuran dan ajakan pemerintah dalam berbagai hal yang ada hubungannya dengan ketertiban, keamanan dan pembangunan pada umumnya. Tingkat penerimaan dan partisipasi mereka sangat ditentukan oleh kwantitas dan kwalitas dari ajakan itu, tingkat kecerdasan masyarakat serta keadaan perekonomian mereka. Tidak kurang pentingnya adalah contoh teladan serta pembinaan dari pejabat yang berwenang. Pada dasarnya masyarakat Panti tidak mudah terpancing oleh issue yang berbau sara atau bentuk adu domba perpecahan lainnya. Belum pernah ada sabotase terhadap kegiatan pemerintah khususnya dalam pelaksanaan program pembangunan di negari itu. Bila ada ajakan untuk bergotong-royong, sebagian besar masyarakat keluar berbondong-bondong dan bekerja bersama-sama pada lokasi dan objek yang teleh ditentukan. Partisipasi mereka terhadap kegiatan pembangunan dan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya, tidaklah berdasarkan nilainilai dari atau dorongan ajaran agama. Pemerintah sering memberikan bantuan/sumbangan kepada masyarakat untuk peningkatan kehidupan beragama mereka, misalnya peningkatan kwalitas sarana peribadatan, kwalitas sarana pendidikan agama pada madrasah-madrasah dan mesjid-mesjid/mushalla dan pada se-
116
kolah-sekolah selain madrasah. Pembinaan kehidupan dan kerukunan hidup beragama dilakukan dengan penyuluhan-penyuluhan yang bersifat dorongan-dorongan melalui pertemuan-pertemuan atau wirid-wirid yang ada. Secara khusus pembinaan ini dikelola oleh Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kantor Urusan Agama Kecamatan bekerja sama dengan pemerintah daerah. Pejabat pemerintah sering mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama dan pemuka-pemuka masyarakat membicarakan masalah kelancaran pembangunan umumnya dan kehidupan beragama khususnya. Antara lain telah dilakukan Penataran P4 terhadap para Ulama dan Muballigh. Agak sedikit berbeda keterangan pejabat pemerintah dengan tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat dimana tokoh agama menganggap perhatian pemerintah belum begitu banyak terhadap kehidupan beragama. Bantuan yang diberikan masih terbatas yakni bila diminta dan biasanya yang diberikan tidak sebanyak yang dibutuhkan. Pembinaan yang terancana dan terarah dari pemerintah belum dirasakan masyarakat (menurut pengakuan tokoh masyarakat). Terjadinya kerukunan hidup intern dan antar umat beragama adalah atas kesadaran mereka sendiri, tanpa anjuran atau pemberitahuan atau pengarahan dari pihak tertentu, jadi belum berhubungan langsung dengan Keputusan Menteri Agama no. 70 dan no. 77 tahun 1978 dan keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri no. l t h . 1979. Menurut pemerintah, terbatasnya bantuan material dan pembinaan terkontrol tersebut adalah karena keterbatasan dana dan tenaga yang ada pada pemerintah sendiri, tetapi hal itu tidaklah merupakan alasan untuk kurang memperhatikan kehidupan beragama masyarakat. Ada beberapa orang muballigh yang sebagai uraian dalam ceramah-ceramah atau khotbahnya dianggap tidak sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah. Setelah orang yang bersangkutan dipanggil, dimintai keterangannya ternyata mereka itu berbicara atas nama diri mereka sendiri, bukan atas dorongan pihak tertentu dan hal itu terjadi adalah karena kekurangan pengetahuan mereka. Sesudah mereka diberi penjelasan seperlunya mengenai kebijaksanaan pemerintah khususnya mengenai bahaya dan akibat dari berbicara dan berbuat yang illegal. Penjelasan tersebut diiringi dengan nasehat-nasehat dan nampaknya mereka yang dipanggil tersebut dengan cepat dapat menyesuaikan diri (menurut pejabat yang memanggil). Khususnya mengenai kegiatan agama Kristen pihak pemerintah tidak begitu mengetahui secara mendetail karena disamping jumlahnya sedikit, masalah yang muncul boleh dikatakan tidak ada. juga karena mereka sendiri tidak pernah melaporkan kegiatannya itu kepada pemerintah. Laporan mereka adalah hanya kepada induk organisasi atau pe-
117
mimpin agama yang lebih tinggi. Disinyalir adanya bantuan asing dari luar negari terutama melalui Pastor asing, tanpa setahu pemerintah daerah, tetapi karena laporannya tidak ada, sulit untuk membuktikannya, sehingga pemerintah (pejabat) berada dalam status sedang mempelajari. C.
Kesimpulan Sesuai dengan tujuan penelitan, maka studi ini dilaksanakan pada Kecamatan Perwakilan Panti Kabupaten Pasaman Sumatera Barat, karena pada lokasi tersebut bermukim penduduk yang menganut agama Islam, Kristen Protestas dan Katholik, yang jumlahnya masing-masing dipandang cukup untuk memungkinkan pelaksanaan penelitian, sebagai suatu studi kasus tentang kehidupan dan kerukunan hidup beragama. Jumlah penduduk daerah ini adalah 41.283 orang, yang terdiri dari 40.513 orang beragama Islam, 608 orang Kristen Protestan, dan 162 orang Katholik, sedangkan pada lokasi lain hanya beberapa orang saja penganut selain Islam. Agama Islam merupakan agama penduduk asli, (Pasaman), sedangkan agama Kristen Protestan dan Katholik dibawa oleh pendatang dari daerah Utara, yang semuanya bersuku Batak dari Tapanuli Utara. Propinsi Sumatera Utara. Kedatangan mereka ini ke Panti, bukanlah didasarkan atas dorongon dan tujuan penyebaran/penyiaran agama mereka, tetapi latar belakang adalah berusaha memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari, dengan perkataan lain yaitu atas dasar dorongan ekonomi. Karena kedatangan mereka tidak bermotivkan agama, mereka diterima dengan baik oleh masyarakat setempat, bahkan diberi tanah, dan diangkat sebagai kemenakan. Sedangkan dalam perbedaan ajaran agama masing-masing selalu diutamakan saling pengertian dan musyawarah, sehingga tidak ada hambatan. Masing-masing penganut agama beramal dan beribadat sesuai dengan tuntunan dan tuntutan agama mereka. Namun demikian pengertian, penghayatan dan pengamalan mereka terhadap agamanya masing-masing berjalan lancar sesuai dengan kondisinya, sangat sederhana dan dangkal. Kegairahan dan ketekunan beragama dikalangan mereka terutama yang beragama Islam sebagian besar baru tergambar dikalangan generasi tua. Setiap tokoh agama menyadari dan merasa prihatin terhadap hal ini. Secara umum kehidupan beragama cukup aman dan serasi. Hubungan antara satu dengan yang lain baik seagama maupun berlainan agama lebih banyak didasarkan kepada keperluan/kebutuhan perekonomian dan ikatan kekeluargaan, kesukuan ataupun kedaerahan. Kerukunan hidup beragama cukup mantap, dalam arti bahwa masing-masing penganut agama bebas menjalankan dan mengamalkan agama mereka masing-masing. Belum per-
118
nah terjadi agama dijadikan sebagai penyebab suatu permusuhan dan perpecahan dalam masyarakat dan golongan atau berbeda golongan dalam agama yang sama. Kehidupan intern umat beragama berjalan dengan serasi, walaupun ada perbedaan-perbedaan disana-sini. Perbedaan ini terbatas pada masalah khilafiyah (untuk kalangan Islam). Tetapi tidak pernah menyebabkan terjadinya perpecahan dan permusuhan antara sesama mereka. Demikian juga dikalangan Kristen Protestan dan Katholik, walau secara jelas dan tegas adanya perbedaan yang mendasar antara keduanya, tetapi tidak muncul berupa perbenturan dan persaingan tidak sehat. Satu sama lain tetap rukun dan bantu-membantu. Dalam pembiayaan dan pengelolaan tempat beribadat serta kegiatan keagamaan, sebagian besar bersumber dari partisipasi masing-masing penganut agama. Khusus bagi penganut Kristen Protestan sudah ada semacam pengaturan iyuran setiap bulan bagi setiap pemeluk untuk kepentingan dan kegiatan keagamaan. Para penganut agama mudah menerima anjuran dan ajakan pemerintah dalam berbagai hal yang berhubungan dengan pembangunan, ketertiban dan keamanan. Kerukunan antara pemerintah dan umat beragama dapat diciptakan. Pemerintah sendiri walaupun dalam dana yang terbatas, sudah memberikan bantuan dan sumbangan untuk peningkatan kwalitas sarana peribadatan/pendidikan agama, mushalla dan mesjid. Pembinaan kehidupan dan kerukunan hidup beragama juga dilakukan dengan penyuluhan-penyuluhan, terutama melalui pengajianpengajian atau wirid-wirid dan kesempatanlaiinya (hari-hari besar agama dan nasional). Saran-saran Berdasarkan penemuan studi ini, dan dihubungkan dengan tujuan pembangunan khususnya dalam masalah kehidupan dan kerukunan hidup beragama dapat disarankan antara lain sebagai berikut : a.
Kerukunan antara umat beragama, intern umat beragama dan antara umat beragama dengan pemerintah di Kecamatan Panti perlu dipertahankan dan dibina peningkatannya secara terus menerus dan terencana. Untuk itu perlu usaha-usaha konkrit atau badan-badan khusus yang mengelola masalah kerukunan ini yang bersifat konsultatif.
119
Pemuka-pemuka dari semua agama yang ada perlu menyadari dan meningkatkan peranan mereka dalam pembinaan kehidupan dan kerukunan hidup beragama di daerah ini. Dalam hal ini perlu ada usaha yang kontiniu dan teratur untuk meningkatkan pengertian dan penghayatan masyarakat terhadap agama terutama agama yang dianutnya sendiri. Badan-badan pemerintah dan organisasi-organisasi sosial keagamaan mempuanyai arti dan peranan yang menentukan, karena itu badan-badan dan organisasi-oraganisasi tersebut perlu meningkatkan atau ditingkatkan aktifitasnya yang tidak terlepas dari program pembangunan dan dalam pembinaan kerukunan kehidupan beragama. Kerukunan hidup beragama, dan kerukunan umat beragama dengan pemerintah yang sudah berjalan dengan baik, agar lebih ditingkatkan lagi yaitu dengan meningkatkan kesadaran setiap penganut agama, bahkan disamping ia penganut agama, ia juga sebagai warga negara yang berdasarkan Pancasila, dimana penganut agama lain juga berhak hidup dan dihidupkan. Dalam hal ini contoh teladan sangat diperlukan dari pihak pejabat pemerintah dan tokoh masyarakat.
BAB IV
KEHIDUPAN BERAGAMA DI KOTA MADYA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN
KEHIDUPAN BERAGAMA DI KOTAMADYA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN A. GAMBARAN TENTANG LOKASI PENELITIAN Studi Kasus ini bertujuan memperoleh pemahaman tentang dasar-dasar sikap para pemeluk agama di Kotamadya Banjarmasin terhadap gagasan dan kegiatan yang menyangkut kerukunan hidup beragama serta Pembangunan Nasional. Diharapkan hasilnya akan dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Agama- untuk menentukan kebijakan dan strategi pembinaan umat beragama. Selain tujuan seperti dikemukakan di atas, Studi Kasus ini dimaksudkan pula sebagai wahana kegiatan bersama antar eksponen perbagai agama dalam usaha lebih mengenal dan mengkaji masalah sosial keagamaan, Pengkajian ini diharapkan pula akan dapat memberikan sumbangan informasi yang berarti bagi dunia ilmu pengetahuan. Kotamadya Banjarmasin yang luasnya 72 km^ terbagi atas empat kecamatan atau 49 kelurahan/desa dan berpenduduk 382.916 jiwa (Sensus Penduduk 1980). Distribusi penduduk menurut agama yang dipeluknya tergambar dalam Tabel I. Tabel I Distribusi Penduduk Kotamadya Banjarmasin Menurut Agama Dilihat Per Kecamatan No. 1. 2. 3. 4.
Islam
Kristen
Hindu
Budha
Jumlah
Utara Selatan Barat Timur
57.200 95.024 106.309 103.898
220 2.035 5.566 5.157
2 38 150 106
5 1.267 1.536 4.403
57.427 98.364 113.561 113.564
Jumlah Seluruhnya
362,431
12.978
298
7.211
382.916
Kecamatan Banjar Banjar Banjar Banjar
Sumber :
Laporan Kerja (Progress Report) Keterangan Pertanggungan jawaban Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Banjarmasin Tahun 1980/1981.
Sasaran Studi Kasus ini ialah pembinaan keagamaan, yang dalam hal ini difokuskan kepada kerukunan antar umat beragama di kalangan masyarakat di Kotamadya Banjarmasin. Sesuai dengan Buku Pedoman Pelaksanaan Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama 1981/1982 Bagian Ketiga mengenai Studi Kasus, maka Studi Kasus ini dilaksanakan se-
123
cara sampling. Dari semua Kecamatan di Kotamadya ini diambil satu sampel kecamatan, kemudian dari sampel tadi diambil lagi tiga sampel kelurahan yang saling berbatasan. Pemilihan kedua tingkat sampel ini dilakukan secara porpusif, dengan mempertimbangkan banyaknya penganut setiap jenis agama dan banyaknya jenis rumah ibadat menurut agama yang ada sehingga dapat dipandang representatif untuk memperoleh gambaran mengenai kehidupan beragama di Kotamadya Banjarmasin pada waktu sekarang ini. Sebagai sampel kecamatan terpilih Kecamatan Banjar Timur. Dari 13 kelurahan di kecamatan ini, yang terpilih sebagai sampel kelurahan ialah : Kelurahan Melayu, Kelurahan Seberan Mesjid, dan Kelurahan Gedang. Distribusi penduduk menurut agamanya pada ketiga kelurahan tersebut di atas dapat dilihat dalam tabel II. Dalam S t u d i - g u s ini ada tiga jenis responden, yaitu; anggota masyarakat biasa, pi g § a agama atau pemimpin organisasi agama, dan pejabat Pemerintah s 3 pat. Anggota masyarakat biasa yang dijadikan responden ialah penduduk yang berusia dewasa dan menganut salah satu agama yang diakui oleh Pemerintah. Dalam satu keluarga hanya satu orang anggota'yang dijadikan responden. Tabel II Distribusi Penduduk Kelurahan-Kelurahan Melayu, Seberang Mesjid, dan Gedang Menurut Agamanya No.
Agama
1
Islam
2
Protestan
3
Katolik
4
Hindu/Budha
Jumlah Seluruhnya
KELURAHAN Melayu Seberang Mesjid 9.543 (1.908 K) 445 (89 K) 691 (138 K) 1.436 (287 K)
7.685 (1..537K) 227 (45 K) 147 (29 K) 509 (101 K)
12.155 (1.422 K)
8.568 (1.712 K)
Gedang
6.581 (1.316 K) 579 (115 K) 528 (105 K) 301 (60 K)
Total
24.079 (4.761 K) 1.251 (249 K) '1.366 (272 K) 2.246 (448 K)
7.989 (1.596 K)
K = Keluarga Sumber : Kantor Kelurahan yang bersangkutan Besar sampel responden untuk setiap jenis agama ditetapkan secara kwota, dengan jatah masing-masing sebagai berikut :
Tabel III Distribusi Responden Anggota Masyarakat dan Pemuka Agama Menurut Agamanya Masing-masing Islam
Protestan
Anggota Masyarakat Pemuka Agama
50 3
15 2
15 2
10 1
20 2
110 10
Jumlah
53
17
17
11
22
120
Jenis Responden
Katolik Hindu
Budha Jumlah
Dari jatah seperti tersebut dalam Tabel II, sembilan responden masyarakat Hindu dan seorang responden anggota masyarakat Katolik tidak berhasil diwawancarai. Yang disebut pertama karena tidak berhasil menemukan alamatnya, sedang yang disebut kedua karena keteledoran Team Peneliti. Dengan demikian maka responden anggota masyarakat Hindu cuma satu orang dan responden anggota masyarakat Katolik 14 orang. Penentuan jumlah sampel responden untuk tiap kelurahan dilakukan secara proporsional, sedang penarikan sampel tersebut secara insidental. Adapun pejabat Pemerintah setempat yang dijadikan responden (informan) ialah camat dan kepala-kepala kelurahan 'yang menjadi lokasi penelitian ini. Gejala utama yang diamati melalui Studi Kasus ini ialah kerukunan antar umat beragama. Untuk itu jenis-jenis data yang digali meliputi : - hubungan antar umat beragama - gangguan masyarakat kerukunan antar umat beragama - sikap masyarakat dan pemuka agama terhadap kerukunan antar umat beragama. - sikap masyarakat dan pemuka agama terhadap pembangunan, dan alasanalasan yang melatar belakangi sikap terhadap kerukunan - pembinaan kehidupan beragama - jenis kegiatan dan suasana keagamaan, dan - perkembangan jemaah pada tempat-tempat peribadatan. Data tentang sikap terhadap pembangunan digali sehubungan dengan tujuan penelitian seperti telah dikemukakan di atas. Segenap data yang diperlukan diperoleh dari sumber berikut : 1. anggota m asy arakat, 2. pemuka agama, dan 3. pejabat pemerintah setempat. Terhadap anggota masyarakat dilakukan wawancara dengan kuesioner sebagai pedoman, sedang terhadap pemuka agama dan pejabat pemerintah dilakukan wawancara biasa. Dalam penelitian ini juga digunakan teknik ob125
servasi terhadap obyek-obyek tertentu dengan maksud melengkapi informasi yang diperoleh dari wawancara. Sumber dan teknik pengumpulan data yang dipergunakan untuk setiap jenis data secara terperinci disajikan dalam Tabel IV Kiranya perlu dilaporkan, bahwa sebelum kegiatan utama Studi Kasus ini dilakukan, telah diadakan observasi terlibat terhadap para peserta Pekan Orientasi Antara Umat Beragama dengan Pemerintah bulan Januari 1982 di Banjarmasin. Tabel IV Jenis, Sumber, dan Teknik Pengumpulan Data NO. 1. 2. 3. 4.
Jenis Kuantitas, kualitas, dan lokasi tempat ibadat Perkembangan jamaah pada tempat ibadat Jenis kegiatan dan suasana keagamaan Pembinaan kehidupan beragama
5.
Hubungan antar umat beragama
6.
Gangguan terhadap kerukunan antar umat beragama
Teknik WK O
Sumber
W
Pemuka Agama
v
-
v
Pemuka Agama
v
-
-
Pemuka Agama
v
-
-
Pemuka Agama Masyarakat Pejabat Pemuka Agama Masyarakat Pejabat Pemuka Agama Masyarakat Pejabat
v
v 7
v
v
v
v
v
B. DATA TERPERINCI 1. Kelurahan Melayu, a. Geografis. Kelurahan Melayu termasuk dalam wilayah Kecamatan Banjar Timur, luas wilayahnya 51.68 H.A. yang meliputi 28 rukun tetangga. Kelurahan ini berbatasan sebelah Utara dengan Kelurahan Sungai Jingah, sebelah Timur dengan Kelurahan Sungai Bilu/Kuripan, sebelah Selatan dengan Kelurahan Sungai Baru, dan sebelah Barat dengan Kelurahan Gedang. Dalam wilayah ini dilintasi oleh 3 buah jalan utama yang panjangnya 3 km. Pada umumnya wilayah ini berawa dan sebagian kecil terdiri tanah per-
126
kebunan. Curah hujan berkisar antara 2000 - 3000 mm/tahun. Tanahnya terletak dalam posisi lebih kurang 0,16 cm dibawah permukaan laut. Oleh sebab itu bila musim kemarau air sungai menjadi asin. b. Demografis. Jumlah penduduk Kelurahan Melayu sebanyak 12.115 jiwa, yang terdiri 6.174 laki-laki dan 5.941 perempuan. Menurut status kewarga negaraan dari jumlah penduduk di atas warga negara Indonesia berjumlah 11.621 jiwa (termasuk 30 % keturunan Cina), dan 524 jiwa warga negara asing. Jumlah penduduk menurut agama yang dianut di Kelurahan ini dapat dilihat pada tabel V Dari tabel tersebut nampak bahwa mereka yang menganut agama Islam berjumlah 9.543 jiwa (78.77 %), penganut agama Protestan 691 jiwa (5.70 %), penganut ag^ma Katolik 445 jiwa (3,67 %), penganut agama Hindu 1 jiwa (0.00 %), dan penganut agama Budha 1.434 jiwa (11.84 %). Tabel V Jumlah Penduduk Menurut Agama yang Dianut Di Kelurahan Melayu No.
Agama
1. 2. 3. 4. 5.
Islam Protestan Katolik Hindu Budha Jumlah
Jumlah Absolut 9.543 691 445 1 1.435 12.115
Jumlah Relatif 78.77 5.70 3.67 0.00 11.84 100
% % % % % %
c. Pendidikan. Keadaan pendidikan penduduk kelurahan Melayu nampak tergambar pada tabel VI. Dari tabel tersebut jelas menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk kelurahan Melayu telah mengecap pendidikan (27.85 %). Di Kelurahan Melayu ini terdapat beberapa bangunan sekolah formal yang terdiri dari; 9 buah gedung sekolah- dasar negeri, 3 buah gedung madrasah, swasta, 1 buah gedung sekolah lanjutan tingkatan pertama, 1 buah gedung sekolah menengah lanjutan tingkatan atas, dan 3 buah gedung perguruan tinggi umum.
/
127
Tabel VI Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikannya
No. 1. 2. 3. 4.
Tingkat Pendidikan Tidak sekolah/tidak tamat S.D. Tamat Sekolah Dasar Tamat SLP/SLA Tamat Perguiruan Tinggi
Jumlah Absolut 94 3000 200 80
orang orang orang orang
Jumlah Relatif 2,78 % 88,92 % 5,93'%' 2,37 %
d. Kehidupan Agama. Penganut agama yang terdapat di Kelurahan Melayu sebagaimana disebutkan terdahulu adalah Islam 78,77 %, Protestan (5,70 % ) , Katolik (3,67 % ) , Hindu (0,00 % ) , dan Budha (11,84 % ) . Kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh masing-masing kelompok agama disamping kegiatan (pergi kelanggar-mesjid bagi pemeluk agama Islam, kegereja pada setiap minggu bagi pemeluk agama Protestan dan katolik, ke-Vihara bagi pemeluk agama Budha), juga kegiatan-kegiatan lain yang dikelola oleh masing lembaga keagamaan; seperti kegiatan pengajian agama, yasinan, pendidikan agama non formal bagi pemeluk agama Islam. Lembaga-lembaga keagamaan yang ada di Kelurahan Melayu ini sebanyak 20 buah; yang terdiri 14 buah lembaga keagamaan dari Islam, 1 buah lembaga keagamaan dari Protestan, dan 5 buah lembaga keagamaan dari agama Budha. Mengenai jumlah tempat ibadah di kelurahan ini berjumlah 26 buah; yang terdiri 1 buah mesdjid, 19 buah langgar, 1 buah gereja, dan 5 buah Vihara/Tempel. e. Lembaga Sosial. Hubungan masyarakat di wilayah ini nampak dalam berbagai kegiatan yang dimotori oleh lembaga-lembaga sosial yang ada di wilayah ini. Lembaga-lembaga tersebut adalah; 1 organisasi tolong menolong, 1 organisasi P3K/palang merah remaja, 28 organisasi rukun kematian, dan 1 buah BKIA. Dari data di atas dan informasi yang diperoleh dalam wawancara lembaga-lembaga sosial tersebut digerakkan oleh warga masyarakat yang terdiri dari berbagai macam penganut agama yang ada di wilayah ini.
128
f. Kehidupan ekonomi. Jenis-jenis kegiatan ekonomi penduduk kelurahan Melayu dapat dilihat dari komposisi jenis pekerjaan penduduk kelurahan yang bersangkutan seperti nampak pada tabel III. Dari tabel tersebut nampak bahwa kegiatan ekonomi yang -gak menonjol adalah jenis perburuhan. Sedangkan pegawai negeri, ABRI menduduki tempat kedua. Di Kelurahan Melayu ini terdapat 2 buah home industri; yaitu 1 buah penggilingan tahu, dan 1 buah industri minuman. Tabel VII Distribusi Penduduk Kelurahan Melayu Menurut Jenis Pekerjaannya
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Pekerjaan Petani Peternak Tukang kayu Tukang cukur Tukang jahit Montir Radio/TV. Pegawai negeri/ABRI Pedagang Buruh Purnawirawan/Pensiun Jumlah
Jumlah Absolut 150 10 185 15 45 15 415 50 1500 112
orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang
2497 orang
Jumlah Relatif 6,00 % 40 % 7,40 % 60 % 1,80 % 60 % 16,61 % 2,00 % 60,07 % 4,48 % 100
%
2. Kelurahan Seberang Mesjid, a. Geografis Kelurahan Seberang Mesjid termasuk salah satu kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Banjar Timur dengan luas wilayahnya 30.75 H.A. Di Kelurahan ini wilayahnya dibagi dalam 19 rukun tetangga. Batas-batas wilayahnya; sebelah utara berbatasan dengan sungai Martapura, sebelah Selatan berbatasan dengan kelurahan Gedang, sebelah Timur berbatasan dengan kelurahan Melayu dan sungai Martapura, dan sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Martapura. Kelurahan ini dilintasi oleh 7 buah jalan; 4 buah jalan dalam keadaan beraspal, 2 buah jalan berbatu, dan 1 buah jalan biasa. Disamping itu ada 7 buah jembatan.
129
Tanahnya pada umumnya berawa, dan sebagian kecil saja tanah perkebunan. Curah hujan berkisar antara 1500 sampai 2000 mm/tahun. Daerah ini terletak dalam posisi lebih kurang 0.16 cm di bawah permukaan laut. b. Demografis Jumlah penduduknya 8568 jiwa, yang terdiri 4301 laki-laki dan 4267 perempuan. Diantara jumlah penduduk tersebut terdapat 121 orang warga negara Indonesia, dan 6 orang warga negara asing. Jumlah penduduk menurut agama yang dianut di-kelurahan seberang Mesjid dapat dilihat pada tabel VIII Dari tabel tersebut menunjukkan jumlah penganut agama Islam 7685 jiwa (89,69%), penganut agama Protestan 147 jiwa (1,72%), penganut agama Katolik 227 jiwa (2,65%), dan penganut agama Budha 509 jiwa (5,94%). Sedangkan penganut agama Hindu tidak ada dalam kelurahan ini. TABEL VIII Jumlah Penduduk Menurut Agama Yang Dianut di Kelurahan Seberang Mesjid
NO.
AGAMA Islam Protestan Katolik Hindu Budha
1. 2. 3. 4. 5. JUM'
\H
JUMLAH ABSOLUT
JUMLAH RELATIF
7685 147 227 — 509
89,69 % 1,72% 2,65 % 0% 5,94 %
8568
100%
C. Pendidikan. Keadaan pendidikan kelurahan Seberang Mesjid nampak tergambar pada tabel IX. Dari tabel ini menunjukkan bahwa sebagian besar mereka hanya mendapat pendidikan sekolah dasar, dan sebagian kecil dari mereka yang pernah menduduki tingkat perguruan tinggi. Bahkan kalau dilihat secara keseluruhan adalah mereka yang tidak tamat sekolah dasar ataupun tidak pernah bersekolah yang jumlah lebih banyak.
130
Di-kelurahan ini terdapat 3 buah gedung sekolah dasar negeri 4 buah gedung sekolah dasar inpres, 6 buah madrasah negeri/swasta, dan 2 buah gedung sekolah lanjutan tingkat pertama. TABEL IX Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
NO. 1. 2. 3. 4. 5.
TINGKAT PENDIDIKAN Tidak pemah sekolah/ tidak tamat SD. Tamat SD/Sederajat Tamat SLP/sederajat Tamat SLA/sederajat Tamat Perguruan Tinggi J u m l a h
JUMLAH
JUMLAH
ABSOLUT
RELATIF
3822
70,22 %
1000 350 250 21
18,37% 6,43 % 4,59 % 0,39 %
5443
100 %
d. Kehidupan Agama. Sebagaimana diutarakan terdahulu bahwa penganut agama Islam 89, 69 %, Protestan 1,72 %, Katolik 2,65 %, dan Budha 5,94 %. Kegiatan keagamaan disamping pelaksanaan ibadah rutin yang dilakukan oleh masing penganut agama, juga adanya kegiatan-kegiatan yang digerakkan oleh lembaga keagamaan seperti pengajian, yasinan yang dikelola oleh pemeluk agama Islam. Jumlah lembaga keagamaan dari Islam ini berjumlah 13 buah langgar yang tersebar dibeberapa wilayah rukun tetangga, Lembaga keagamaan dari lembaga luar dari Islam nampaknya belum ada diwilayah ini. e:. Lembaga Sosial. Lembaga yang bergerak dihidang sosial diwüayah ini digerakkan oleh pemeluk agama Islam. Lembaga tersebut bergerak dalam suatu wadah yang bernama rukun kematian. Lembaga ini nampaknya ada pada setiap wilayah rukun tetangga yaitu sebanyak 19 buah rukun kematian. Disamping
131
itu ada juga 1 buah panti asuhan. Panti asuhan ini bergerak dalam menyantuni anak-anak tergolong tidak mempunyai orang tua (bapak Ibu atau bapak/ibu). f. Kehidupan Ekonomi. Jenis-jenis kegiatan ekonomi penduduk kelurahan seberang Mesjid dapat dilihat dari komposisi jenis pekerjaan yang nampak pada tabel X. Dari tabel ini menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi yang lebih menonjol adalah pegawai negeri/ABRI dan buruh. Kegiatan ekonomi lainnya nampakdatif sangat sedikit TABEL X Distribusi Penduduk Kelurahan Seberang Mesjid Menurut Jenis Pekerjaan No.
Pekerjaan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Peternak Tukang cukur Tukang Jahit Tukang emas Tukang radio/TV Penggergajian Dukun Kampung
Jumlah Absolut
Jumlah Relatif
Pedagang Buruh Purnawirawan/pensiunan
4 1 5 2 2 3 5 497 10 485 21
0,39 % 0,10% 0,48 % 0,19 % 0,19% 0,29 % 0,48 % 48,02 % 0,97% 46,86 % 2,03 %
JUMLAH
1035
Pegawai negeri sipil/ABRI.
100
%
3. Kelurahan Gedang. a. Geografis. Kelurahan Gedang termasuk dalam lingkungan wilayah Kecamatan Banjar Timur, dengan luas wilayahnya 31,1 H.A., yang meliputi 18 rukun tetangga. Kelurahan ini berbatasan sebelah Utara dengan Kelurahan Seberang Mesjid dan Kelurahan Melayu, sebelah Selatan berbatasan dengan 132
Sungai Baru, sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Martapura, dan sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Melayu. Keadaan tanahnya pada umumnya dalam keadaan berawa. Curah hujan berkisar antara 1500-2000 mm/tahun. Wilayah ini terletak dalam posisi lebih kurang 0.16 cm dibawah permukaan laut. b. Demografis. Jumlah penduduknya berjumlah 8.879 jiwa, yang terdiri 4497 lakilaki dan 4382 perempuan. Jumlah penduduk menurut agama yang dianut dapat dilihat dalam tabel XI. Dari tabel tersebut tergambar mereka yang menganut agama Islam berjumlah 6.753 jiwa (76,06%), yang menganut agama Protestan 471 jiwa (5,30%), yang menganut agama Katolik 468 jiwa (5,27%), dan yang menganut agama Budha 1.187 jiwa (13.37%). TABEL XI Jumlah Penduduk Menurut Agama Yang Dianut di Kelurahan Gedang Na 1. 2. 3. 4.
Agama
Jumlah Absolut
Jumlah Relatif
islam Protestan Katolik Budha
6.753 47i 468 1.187
76.06 % 5,30 % 5,27 % 13,37 %
JUMLAH
8.879
100,00 %
c. P e n d i d i k a n . Tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan dan Gedang dapat dilihat pada tabel XII. Dari tabel tersebut tergambar bahwa sebagian besar masyarakat hanya berpendidikan sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama, bahkan cukuo banvak di antara mereka yang masih belum pernah mengecap pendidikan secara formal. Sarana pendidikan yang terdapat dikelurahan ini berjumlah 10 buah, yang terdiri 3 buah gedung sekolah dasar, 2 buah gedung sekolah lanjutan tingkat pertama, 1 buah gedung sekolah lanjutan
133
tingkat atas, dan kesemua sarana tersebut berstatus negeri. Disamping itu ada 4 buah sekolah yang berstatus swasta; yaitu 1 buah gedung Madrasah dan 3 buah gedung sekolah taman kanak-kanak. TABEL XII Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah Absolut
1. 2. 3. 4. 5.
Tidak pernah sekolah Tamat sekolah dasar Tamat S.L.T.P. Tamat S.L.T.A. Pendidikan Jenis lain
1776 3107 2220 1332 444
20% 35 % 25 % 15 % 5%
JUMLAH
8879
100%
Jumlah Relatif
d. Kehidupan Beragama. Penganut agama dalam masyarakat kelurahan Gedang terdiri dari penganut agama Islam 76,06 %, penganut agama Protestan 5,30 %, penganut agama Katolik 5,27 %, dan penganut agama Budha 13,37 %. Sedangkan penganut agama Hindu tidak ditemukan penganutnya dalam wilayah ini. Kegiatan keagamaan yang bersifat rutin seperti pelaksanaan ibadat/ kebaktian (di-mesjid, langgar, gereja, dan vihara) dapat dikatakan berjalan dengan baik. Setiap tempat ibadat/kebaktian selalu ada pemuka agama (ulama, pendeta, pimpinan vihara) yang memimpin kebaktian tersebut. Sarana ibadat/kebaktian diwilayah ini nampaknya sudah cukup memadai jumlahnya. Sarana tersebut terdiri 1 buah mesjid, 7 buah langgar, 1 buah vihara, 1 buah gereja umat Protestan, dan 1 buah gereja umat Katolik. e. Lembaga Sosial. Hubungan sosial kemasyarakatan dalam wilayah ini nampaknya cukup baik. Hal tersebut dilihat adanya sifat kegotong royongan di antara masyarakat yang terdiri dari bermacam penganut agama.
134
Hanya saja dari pihak masyarakat non pribumi terasa masih kurang sifat kegotong royongan mereka, terutama dalam gotong royong yang memerlukan tenaga. Kelompok-kelompok yang bergerak dalam bidang sosial ini terhimpun dalam suatu organisasi yang bernama rukun kematian. Kelompok rukun kematian diwilayah ini berjumlah 11 kelompok. Disamping itu ada satu kelompok kerukunan kematian Tionghoa yang dinamakan "Perpek". f. Kehidupan Ekonomi. Jenis-jenis kegiatan ekonomi penduduk kelurahan Gedang tergambar dalam tabel XIII. Dari tabel ini menunjukkan bahwa yang paling menonjol adalah dalam bidang perburuhan. Sedangkan pedagang dan pegawai negeri/ABRI menduduki urutan kedua dan ketiga. TABEL XIII Distribusi Penduduk Kelurahan Gedang Menurut Jenis Pekerjaan Jumlah Absolut 93 16 4 3 11
No.
Pekerjaan
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Petani Peternak Perikanan Penggergajian Pencari hasil hutan Perusahaan bidang jasa a. Dukun kampung b. Tukang kayu c. Tukang batu d. Tukang cukur e. Tukang jahit f. Tukang emas g. Montir Radio/TV Pegawai negeri/ABRI Pedagang Buruh Purnawirawan/pensiunan
5 7 10 9 31 18 14 167 322 2119 29
JUMLAH
2858
7. 8. 9. 10.
Jumlah Relatif
135
Secara keseluruhan populasi umat beragama ditiga daerah kelurahan yang menjadi lokasi studi Kasus ini adalah sbb. :
TABEL XIV Distribusi Agama Penduduk Ditiga Kelurahan Melayu, Gedang dan Seberang Mesjid Jumlah Penganut No. A g a m a 1. 2. 3. 4. 5.
Islam Protestan Katolik Hindu Budha JUMLAH
Melayu
Seb. Mesjid
Gedang
Total
9.543 691 445 1 1.435
7.685 147 227
6.753 471 468
509
1.187
23.981 1.309 1.140 1 3.131
12.115
8.568
8.879
29.562
Dari segi asal daerah, penduduk tiga daerah kelurahan itu selain berasal dari suku Banjar sendiri, juga ada banyak yang berasal dari Jawa/Madura, Tionghoa. Yang terakhir ini (Tionghoa), dapat dikatakan cukup besar jumlahnya dibandingkan yang bermukim dikelurahan-kelurahan lain, dan ini dapat difahami karena sebagian daerah Kelurahan Gedang dan Seberang Mesjid itu dahulunya dikenal pula dengan sebutan Pacinan. Untuk kepentingan umat beragama itu, ditiga kelurahan tersebut terdapat beberapa banyak tempat peribadatan. Jelasnya adalah sbb. :
136
TABEL XV Tempat-tempat Peribadatan Diilsa Kelurahan Gedang, Seberang Mesjid daii Melayu No. Jenis Tempat Ibadat
1. 2. 3. 4.
Mesjid Langgar Gereja Vihara
Banyaknya Total
Melayu
Seberang Mesjid
1 19 1 5
_ 13 -
1 7 2 1
2 39 3 6
26
13
11
50
Gedang
Dilihat pada segi luas daerah, maka keadaan permukiman penduduk ditiga kelurahan tersebut cukup padat. Luas ketiga daerah tersebut, berdasar monografi masing-masing kelurahan adalah sbb. : No. Kelurahan 1. 2. 3.
Melayu Gedang Seb. Mesjid Total
Luas Daerah
Penduduk
Rata-rata
51,68 ha 31,10 ha 30,75 ha
12.115 jiwa 8.879 jiwa 8.568 jiwa
234/ha 285 /ha 278 /ha
113,53 ha
29.562 jiwa
260 /ha
Dari keadaan yang cukup padat itu penduduk yang berasal dari keturunan Tionghoa sudah tidak lagi tinggal mengelompok, mereka juga banyak ditemukan tinggal di gang-gang (bukan hanya ditempattempat yang menghadap jalan raya). Umumnya mereka adalah pedagang. Lebih dari itu pula orang-orang yang berasal dan Jawa/ Madura yang kendati beragama lain dari masyarakat kebanyakan, namun mereka pada umumnya tinggal pada berbagai tempat perkampungan atau digang-gang itu. Semua ini memungkinkan terjadinya intraksi yang begitu tinggi frekwensinya. —oo—
137
C. BENTUK KERUKUNAN Untuk memberikan gambaran tentang wujud kerukunan yang ada ai tiga kelurahan sampel itu, ada tiga segi pokok dalam kehidupan umat beragama disana, yang menjadi perhatian pokok dalam studi kasus ini. 1. Segi hubungan pergaulan sehari-hari. 2. Segi pelaksanaan ibadah / ajaran agama masing-masing dan perayaan Hari Besar Agama. 3. Segi hubungan kerjasama sosial. 1. Segi Hubungan Pergaulan Sehari-hari. Dalam segi ini studi diarahkan kepada tiga hal pula, yaitu; Pertama, hubungan teman/tetangga (persahabatan) dengan penganut agama lain, Kedua, sikap dan perhatian terhadap acara-acara atau kegiatan terutama yang mengenai syklus kehidupan pada rumah tangga orang yang tidak seagama. Ketiga, percakapan-percakapan mengenai agama dengan orang/tetangga yang tidak seagama Adanya hubungan perasahabatan, teman dan pergaulan bertetangga dengan pihak-pihak yang tidak seagama diartikan memberi isyarat adanya suasana yang sehat keterbukaan seorang penganut agama terhadap penganut agama lain. Hal itu juga dapat mencerminkan adanya keinginan untuk tidak memisahkan rumpun pergaulan, walaupun dari segi agama masing-masing terdapat banyak perbedaan. Dari 100 orang responden, telah dapat diperoleh datasbb. ^tabel XVI). Dalam tabel XVI dapat dikatakan bahwa lebih'dari 80% dari responden yang beragama Islam mengaku ada mempunyai sahabat/ teman/tetangga yang bukan seagama. Hanya hubungan dengan umat Hindu yang sedikit (hanya 14%) tetapi hal ini disebabkan karena populasi umat Hindu yang memang amat kecil jumlahnya.
138
pemuka agama tadi. Keagungan hari-hari atau bulan suci menurut agama masing-masing tampak dapat semakin dihayati. Pemuka agama Katolik memberikan keterangan bahwa hal itu dilatar belakangai oleh adanya suasana semakin membaik, dalam hubungan warga masyarakat, baik dengan pihak-pihak yang seagama maupun yang beragama lain, yang selama ini banyak diusahakan oleh pemerintah. Dengan ditambahkan oleh pemuka agama Protestan dan Budha, informa itu menyebutkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap agamanya dapat dikatakan telah semakin bertambah, sehingga kegiatan-kegiatan pada hari ataupun bulan yang suci tampak semakin semarak. Pemuka agama Budha mengatakan pula ada suasana tenteram yang mendukung keadaan tersebut. b Hubungan Antar Warga Masyarakat Berkenaan dengan Hari Besar (Raya) Agama yang Bukan Anutannya. Tibanya hari-hari besar agama (hari raya) telah merupakan saat yang selalu saja disambut meriah oleh warga masyarakat penganut agama itu. Terasa ada kebahagiaan bagi mereka yang beruntung mengalami hari-hari raya itu. Saling memberi ucapan selamat menjadi sangat lazim. Pada fasal 1 telah dikemukakan bahwa prosentasi responden yang ada punya hubungan persahabatan/teman/tetangga dengan pihak yang bukan seagama adalah cukup besar. Berkenaan dengan tibanya hari-hari besar agama (hari raya) hubungan itu dapat kelihatan lebih menonjol; berupa adanya kesediaan sebagian besar responden untuk berhadir dirumah para tetangga atau teman yang tidak seagama, sehubungan dengan hari raya (hari besar) agama mereka. Kesediaan itu digambarkan dalam tabel berikut ini (tabel No. XIX). Dari tabel XIX kelihatan bahwa para responden pada umumnya pernah melakukan kunjungan kerumah-rumah teman atau tetangganya yang tidak seagama sehubungan dengan tibanya hari raya agama mereka. Yang mengaku tidak pernah sama sekali melakukan hal tersebut hanya 20 % dari seluruh responden (N = 100), dan ini semua dari kalangan yang beragama Islam. Tentang kasus ketidak-pernahan ini ditemukan beberapa alasan yang didistribusi sebagaimana dalam tabel berikut ini (Tabel No. XX).
139
TABEL XVI TSTRIBUSI ADA TIDAKNYA HUBUNGAN/TEMAN/TETANGGA DENGAN ORANG YANG BUKAN SEAGAMA ISLAM
PENGANUT AGAMA
ss es , j js; TP +
Islam
SS CS J JS TP + 9 19 10
6
HINDU
KATOLIK
PROTESTAN
6
SS CS J JS TP + 8
13 12 8
Protestan
13 -
-
1
3
3
8
3
8
3
.
-
i
-
-
-
10
20
9
4
-
-
-
9
3
1
6
14
1
15
9
3
-
2 15
15
1 1 3 20
5
50
.
1 3
9
14 -
1 2 5
9 1 -
9 18
14
15
1 Budha
. . .
1
15 Hindu
44
14 3
1 -
1 3
SS CS J SS TP. +
50
4 -
14 Katolik
1
50 1 6
-
BS CS J JS TP + 1
9
50
BUDHA
8
6 2
1
1 - 2 3 20
14 20
.
.
.
i
Dari umat Katolik yang diwawancarai ditemukan pula, bahwa 86% dari mereka mempunyai sahabat/teman/tetangga yang bukan seagama itu, walaupun tidak ada dari mereka yang mempunyai hubungan itu dengan penganut agama Hindu dari sebab seperti tersebut di atas. Responden yang beragama Protestan seluruhnya (100 %) mengaku ada mempunyai hubungan seperti itu, sedangkan responden yang beragama Budha 100 % menyatakan punya sahabat/ teman/tetangga yang beragama Islam, 85 % yang punya hubungan seperti itu dengan penganut agama Katolik dan Protestan, hanya 30 % yang ada punya hubungan sahabat/teman/tetangga yang beragama Hindu. Hal di atas menampakkan tidak adanya kesenjangan dalam hubungan ketetanggaan para.warga masyarakat di tiga kelurahan sampel itu, khususnya antara kelompok mayoritas deng-n kelompok minoritas. Mengenai sikap dan perhatian terhadap acara-acara dan kegiatan (terutama yang meyangkut syklus kehidupan) dirumah-rumah tetangga yang tidak seagama, digambarkan berdasarkan distribusi pernah tidaknya, atau sering tidaknya responden menghadiri acara-acara ataupun kegiatan seperti pesta perkawinan, kenduri/selamatan, kematian dan sebagainya yang kejadiannya berlangsung dirumah tetangga yang bukan seagama, yang kesemuanya itu dapat dilihat dalam tabel XVII.
Pada tabel XVII memperlihatkan bahwa dari responden beragama Islam ternyata 58 % sampai 64 % yang pernah datang menghadiri acara/kegiatan seperti tersebut diatas pada rumah-rumah tetangga yang bukan seagama. Responden beragama Protestan 50 % yang pernah melakukan hal itu dirumah tetangga yang beragama Islam dan Budha. Tetapi 100 % dari mereka pernah hadir dirumah-rumah tetangga yang beragama Katolik untuk hal-hal seperti di atas.
141
TABEL XVII DISTRIBUSI KEHADIRAN DALAM ACARA-ACARA PERKAWINAN KENDURI/SELAMATAN, ATAUPUN MELAYAT KEMATIAN PADA RUMAH TETANGGA YANG BUKAN SEAGAMA
PENGANUT
ISLAM
PROTESTAN
KATOLIK
HINDU
BUDHA
AGAMA SS
CS
J JS
SS
TP +
Islam
CS
6
3
J S TP
17 5
3
+
19
SS
CS 5
!
JS
14 6
4
TP
6
2
4 7
1 7
3
3
3 1
-
-
1 -
-
4
5
3
4
8
_
4
_
_
_
8 4
1
49
CS 6
J
JS
16 7 3
TP
13
-
-
-
50 3
15
_
_ _
_
i 1
-
9
7
1 3
2
2 - 7 14
-
8
3 -
_
_
_
4 15
_ 1 1
20
+
18
15
i
20
SS
14 -
2 6
+
50
5 - 2
1 -
20
TP
15
-
7 - 1
1
3
1 Budha
J JS
14
15 Hindu
CS
50
14 Katholik
SS
21
50 Protestan
+
-
-
-
20 20
93 % dari responden beragama Katolik pernah hadir kerumah tetangga yang beragama Islam untuk hal (acara seperti itu). 70 % yang pernah datang kerumah orang-orang Budha dan Protestan. Adapun responden beragama Budha ternyata 95 % yang pernah hadir untuk acara/hal seperti itu dirumah-rumah tetangga yang beragama Islam, 85 % yang pernah datang kerumah orang Katolik. 70 % yang pernah datang kerumah orang Protestan.
Dari pernyataan para responden itu. ternyata kesudian untuk datang/hadir pada acara-acara keluarga terutama yang menyakut syklus kehidupan, seperti pesta perkawinan, kenduri/selamatan, melayat kematian dsb.. pada tetangga yang bukan seagama ternyata prosentasi yang pernah adalah cukup besar. Bahkan dalam kategori kehadiran mereka itu diungguli frekwinsi sering sekali dan cukup sering, baru kemudian kategori jarang. Suasana demikian ini diartikan memberi isyarat bahwa semua pihak (dari kelompok umat yang berbeda agama) pada dasarnya cukup mementingkan keutuhan hubungan masyarakat, khususnya yang setetangga. Kemudian perihal tidak pernah atau tidak hadirnya responden pada kegiatan-kegiatan dimaksud pada rumah-rumah tetangga yang bukan seagama, tercatat oleh pengumpul data bahwa faktor utamanya adalah karena tetangga yang beragama lain yang disebutkan dalam pertanyaan tidak ada dalam lingkungan responden. Faktor yang kedua ialah, karena acara yang disebut dalam pertanyaan yang diajukan tidak pernah terjadi atau tidak diselenggarakan dilingkungan responden itu, kendati tetangga yang beragama lain itu ada disana.
Tetapi dari kalangan responden yang tidak pernah berhadir dalam kegiatan seperti dimaksudkan diatas, ada juga yang disebabkan karena merasa tidak diundang. Barang kali sikap demikian dapat dinilai agak negatif; sebab pengundangan itu sebenarnya tidak lazim dalam lingkungan tetangga kecuali hanya untuk acara perkawinan atau kenduri dan selamatan. Adapun yang bersandar kepada alasan terlarang oleh agama hanya ada 2 orang, atau 2 % (N = 100).
143
Karena itu, walaupun kasus ketidak hadiran atau tidak pernah hadir dalam acara-acara perkawinan, kenduri/selamatan, atau juga melayat kematian dsb. dirumah-rumah tetangga yang bukan seagama juga ada dan boleh dikata agak banyak, namun faktor penyebabnya bukanlah karena sikap yang negatif terhadap agama lain atau terhadap penganutnya. Informasi dari pihak kecamatan, tiga kepala kelurahan, dan sepuluh pemuka agama juga memberikan gambaran suasana yang bersih dari masalah-masalah perselisihan antara tetangga yang berbeda agama dilingkungan mereka, yang bisa memunculkan ekses-ekses dalam hubungan sosial sesama warga masyarakat. Pertanyaan mengenai pengalaman melakukan percakapan yang mengenai agama dengan pihak-pihak yang bukan seagama mendapat jawaban sebagaimana tergambar dalam tabel XVIII. Dari tabel XVIII diketahui 22 % dari responden beragama Islam pernah bercakap-cakap dengan teman atau tetangga yang beragama Katolik dan Protestan. Sedangkan dengan pihak-pihak yang beragama Budha 18 %. Responden beragama Protestan 28 % yang pernah melakukan percakapan mengenai agama dengan pihak-pihak yang beragama Islam dan Budha, 43 % dengan orang Katolik. Responden beragama Katolik 20 % yang pernah melakukan hal itu dengan pihak yang beragama Islam, 13 % dengan pihak yang beragama Protestan, dan 27 % dengan orang Budha. Sedangkan dari responden yang beragama Budha ada 45 % yang pernah melakukan hal tersebut dengan pihak yang beragama Islam dan Katholik, 30 % dengan orang Protestan. Percakapan dengan orang Hindu atau sebaliknya, tidak adu yang pernah, disebabkan populasi penganut agama Hindu yang amat kecil dalam tiga kelurahan sempel itu.
TABEL XVIII PERCAKAPAN MENGENAI AGAMA DENGAN PIHAK YANG BUKAN SEAGAMA
\ PENGANUT
KATOLIK
PROTESTAN
ISLAM
= BUDHA
HINDU
AGAMA
SS CS J JS TP +
SS CS J JS TP + 2
Islam
2 4
3
SS CS 2
39
J JS TP + 3 3
3
-
2 2 -
-
-
2
-
1 12
-
1
-
-
-
-
-
-
-
1
6 2
-
20
2
3
-
20
1
-
-
14
3
3 2
41 50
-
-
-
-
15
1 1
1 1 14
-
-
-
-
-
4 -
11 15
-
1
2 5
2
-
11 20
-
-
-
1 1
1 -
1 14
e s j j s TP +
15
1 -
11
ss
14 -
1
1 Budha
-
15 -
1
+
50 -
1 13
15 Hindu
TP
14
14 Katholik
JS
50
- 3 1 2 8 '
10
CB J
50
50 Protestan
SS
39
-
-
-
20 20
à
Dari kenyataan di atas, dapat dikatakan bahwa prosentasi percakapan yang menyinggung persoalan agama dengan teman atau tetangga yang tidak seagama ternyata kecil sekali. Tetapi hal ini tidak dapat terus diartikan bahwa hubungan di antara tetangga/teman yang berbeda-beda agama itu kurang baik. Petugas pengumpul data mencatat bahwa faktor utama yang menyebabkan hal di atas adalah kekhawatiran kalau-kalau pihak kedua dalam percakapan itu (yang beragama lain) akan salah terima, atau salah tanggap sehingga memancing emosinya. Pernyataan tidak mampu untuk melakukan pertanyaan yang sebaik-baiknya, sebenarnya juga dilatar belakangi oleh kekhawatiran semacam ini. Demikian juga pernyataan bahwa hal itu tak ada gunanya. Pernyataan bahwa percakapan begitu terlarang oleh agama hanya 1 %. Semua itu dapat diartikan adanya sikap hati-hati dalam dan untuk melakukan pembicaraan-pembicaraan yang menyangkut agama dengan pihak-pihak yang tidak seagama, agar suasana yang ada dapat tetap terpelihara. Dari uraian mengenai ketiga segi dalam kehidupan sehari-hari itu dapatlah dikatakan, bahwa dalam kehidupan masyarakat beragama, khususnya di tiga kelurahan sampel tsb. tidak ditemukan sesuatu kesenjangan hubungan antara sesama warga masyarakat yang berbeda-beda agama. Sebagian besar penganut agama yang dijadikan responden dapat dan terbuka untuk bergaul dengan pihak-pihak yang tidak seagama. Perhatian terhadap hal-hal yang penting dalam kehidupan teman/tetangga yang bukan seagama itu, terutama yang menyangkut syklus kehidupan mereka tetap dipentingkan, terlihat dari besarnya prosentasi responden yang sudi berhadir dalam acaraacara perkawinan, kenduri/selamatan ataupun melayat kematian dirumah-rumah tetangga/teman yang bukan seagama. Kalaupun ada yang tidak pernah ikut menghadiri hal seperti itu, ini juga tidaklah karena faktor kebencian, sentimen, ataupun sikap negatif lainya, baik terhadap agama lain itu, maupun terhadap penganutnya. Boleh jadi tingkat kerukunan antar umat beragama itu dapat dikatakan tinggi jika frekwensi percakapan yang mengenai agama dengan pihak-pihak yang bukan seagama itu juga tinggi. Tetapi .kecilnya prosentasi percakapan seperti itu yang ada ditiga kelurahan sampel, juga belum dapat dikatakan sebagai indikasi keadaan yang sebaliknya. Ini disebakan karena faktor yang melatar belakanginya ternyata adalah adanya kehati-hatian untuk memelihara suasana yang telah ada dan dirasakan baik. 2.
146
Segi Pelaksanaan Ibadah/Ajaran Agama serta Perayaan Hari Besar Agama.
Rasa tenteram dan suasana saling menghormati adalah merupakan keadaan yang jelas amat diperlukan dalam kehidupan beragama, karena hal itu memungkinkan bagi umat beragamu untuk melaksanakan ajaran agamanya masing-masing dengan sebaik-baiknya, yang sekaligus berarti pelaksanaan dari pada sila pertama falsafah negara Republik Indonesia. Pancasila. Dalam studi kasus ini, upaya penggambaran suasana yang ada di Kotamadya Banjaramasin. didasarkan kepada datu-datu yang menyangkut : a. Keadaan Jamaah-jamaah peribadatan dan pelaksanaan ajaran agama, terutama sehubungan dengan bulan-bulan suci atau hari besar agama. b. Hubungan antar Warga Masyarakat berkenaan dengan hari-hari besar (hari Raya) agama yang bukan anutannya. c. Gangguan yang ada dirasakan sehubungan dengan peribadatan/ pelaksanaan ajaran agama. Berikut ini ada uraian dari data-data yang didapatkan sehubungan dengan ketiga hal tersebut di utus. u. Keadaan Jamaah-jamaah Peribadatan- dan Pelaksanaan Ajaran Agama Terutama Sehubungan dengan Bulan-bulan Suci atau Hari Besar Agama. Dari informasi sepuluh orang pemuka agama-agama yang ada di daerah sampel dapat dikemukakan disini bahwa keadaan jamaah mereka, pada tempat-tempat peribadatan masing-masing, sekarang ini dapat dikatakan lebih maju lagi, terutama jika dibandingkan dengan suasana pada lima atau enam tahun yang lalu. Para pemuka agama Islam. Katolik dan Budha, mengatakan bahwa peningkatan itu terjadi karena terasa meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap ajaran agama anutan mereka masingmasing. Pemuka agama Protestan dan juga satu dari pemuka agama Budha melihat adanya peran yang lebih aktif dari pada para pemuka agama yang membawa kepada adanya peningkatan tersebut di atas. Ada pula pemuka agama Hindu dan sebagian dari pemuka agama Islam yang dijadikan informan yang mengemukakan faktor lain, yakni pertumbuhan penduduk (terutama dengan banyaknya pendatang baru dari Pulau Jawa dsb.). Tetapi juga dikemukakan, peningkatan tersebut juga terjadi karena terjadinya perpindahan-perpindahan agama, terutama dari Kong Hu Chu kepada Katolik ataupun Protestan. Peningkatan juga nampak dalam kegiatan-kegiatan keagamaan (peribadatan) sehubungan dengan bulan-bulan suci ataupun hari-hari besar agama. Demikian ini menurut pernyataan sepuluh 147
1
TABEL XIX DISTRIBUSI KUNJUNGAN KEPADA TEMAN ATAU TATANGGA YANG BUKAN SEAGAMA BERKENAAN DENGAN HARI RAYA MEREKA
BUDHA
HINDU
KATOLIK
PROTESTAN
ISLAM
PENGANUT AGAMA SS
CS
J
JS
TP+
6
Islam 7
Protestan Katholik
SS CS J SS TP +
3
4 7
Hindu
_
_
Budha
8
6
2
25
1 -
3 j
11 3 5
1 1 _
_
5 - 1
-
4 -
1 5
2 _
SS CS J JS TP + 9
7 4
7
2
5
5 4 1
40
25
1
-
-
1 -
3 4 6
-
-
-
15
9
13
4 -
-
-
2
2 5
1
3 4
-
5 -
SS CS J JS TP +
14
2 - 3
1 8 _ _
SS CS J JS TP +
-
1 26 -
4 -
7 7
-
1
TABEL XX ALASAN TIDAK PERNAH BERKUNJUNG KEPADA TEMAN/TETANGGA YANG TIDAK SEAGAMA BERKENAAN DENGAN HARI RAYA MEREKA DISTRIBUSI PIHAK YA MG BERALASAN NO.:
A L A S A N
ISLAM
PROTESTAN
TOTAI
KATOLIK
HINDU
BUDHA
-
-
-
-
1
-
-
-
-
1
5
-
-
-
-
5
Merasa segan
4
-
-
-
-
4
Merasa tidak patut, malu dan merendahkan agama sendiri.
7
6
S i b u k
1
-
-
-
-
1
7
Tak ada jawaban
1
-
-
-
-
1
20
-
-
-
-
20
Terlarang menurut ajaran agama yang dianut
1
Tidak ada gunanya 3
Tak mengetahui adanya kegiatan/kebiasaan itu dilingkungannya
4 5
1
T O T A L
\
7
"
Dari- data di atas, tampak bahwa kasus tidak pernah berkunjung kerumah teman/tetangga yang bukan seagama berkenaan dengan hari raya agama mereka itu lebih disebabkan oleh faktor perasaan tidak patut, malu dan merendahkan agama sendiri 35 % (N = 20). 25 % yang disebabkan tidak mengetahui kebiasaan itu ada dilingkungannya, 20 % karena merasa segan, atau karena hubungan perkenalan yang kurang akrab. Alasan karena hal tersebut dilarang oleh agama hanya 5 %, demikian pula yang beralasan karena kesibukan. Tetapi dari catatan lapangan dapat dikemukakan adanya hubungan kurang akrab yang menyertai alasan nomor 3 dan 4. Sehubungan dengan itu didapatkan keterangan bahwa ada sejumlah 18 orang responden Muslim (36%) yang pernah menerima undangan dari tetangga yang beragama Protestan dan 17 orang (34%) yang pernah menerima undangan dari tetangga yang beragama Katolik dan Budha yang mengundang kehadiran dalam acara-acara dalam rangka hari besar agama mereka (pengundang). Distribusi tentang ini lebih jelas termuat dalam tabel XXI
149
1
TABEL XXI DISTRIBUSI PENERIMAAN UNDANGAN UNTUK PERAYAAN HARI BESAR (HARI RAYA) AGAMA LAIN
PEMELUK
PROTESTAN
ISLAM
KATOLIK
BUDHA
HINDU
AGAMA SS CS
J
JS
Islam
SS CS J JS TP + 4
Protestan
1 4
Katholik
-
5
1 4
1 -
3 9
11 3
1 6
8
2
32
-
-
2
2
1 5
9
2 5
I
SS CS J JS TP + 48
33
1 6 -
13
-
-
-
1
12
-
3 5 2
10
ss e s J JS TP + 1
,
10 2
I
15
2 - 3 2 8
15
-
1 -
2
_ _ __
- - - - -
4 1
SS CS J JS TP +
1 2 -
-
Hindu Budha
TP.+
-
-
-
-
19
33
12
Tetapi dari responden beragama Islam yang menerima undangan tersebut ada 5 orang yang samasekali tak pernah memenuhinya (10%). Gambaran tersebut dapat dilihat dalam tabel XXII. TABEL XXII DISTRIBUSI KESEDIAAN MEMENUHI UNDANGAN UNTUK PERAYAAN HARI BESAR (HARI RAYA) AGAMA LAIN
PEMELUK
TIDAK PERNAH SAMA SEKALI
LEBIH BANYAK TAK MENGHA DIRI
KADANG KADANG MENGHA DIRI
HAMPIR SELALU MENGHA DIRI
SELALU MENGHADIRI
1
Islam
5
3
6
5
Protestan
-
-
8
4
-
3
2
-
-
1
-
-
4
9
3
22
20
4
Khatolik Hindu
-
Budha
-
JUMLAH
5
3
Tampak bahwa responden-responden beragama Protestan, Katholik dan Budha yang pernah mendapat undangan ataupun tidak pernah, tidak ada yang sama sekali tidak pernah melakukan kunjungan dimaksud. Adapun responden beragama Islam yang sama sekali tidak pernah mengunjungi penganut agama lain sehubungan dengan hari raya mereka walaupun telah diundang, (10%) termasuk dalam jumlah ini responden yang beralasan kerena terlarang oleh agama. Selebihnya adalah dari unsur yang beralasan malu atau merasa direndahkan tadi, yang dapat dikatakan didukung pula oleh hubungan yang kurang akrab. Kenyataan lain yang juga perlu diperhatikan ialah pernah tidaknya responden kedatangan tamu atau menerima bingkisan dari penganut agama lain sehubungan dengan hari raya agamanya (responden itu). Gambaran tersebut dapat dilihat pada tabel XXIII. Pada tabel XXIII tampak 36 % sampai 40 % dari responden beragama Islam yang tidak pernah kedatangan tamu atau menerima bingkisan dari penganut agama lain sehubungan dengan hari 151
raya agama yang dianut responden itu (Islam). Keadaan ini kelihatan seimbang dengan apa yang digambarkan terdahulu (dari tabel No. II), dimana disana kelihatan juga 40 % dari responden beragama Islam yang tidak pernah berkunjung kepada teman/tetangga yang beragama lain sehubungan dengan hari raya agama mereka. Pada tabel ini juga kelihatan ada 43 % responden yang beragama Protestan yang tidak pernah kedatangan tamu ataupun menerima bingkisan dari orang Katolik sehubungan dengan hari raya agama mereka, dan sebaliknya ada 33 % dari responden Katolik yang tidak pernah kedatangan tamu yang beragama Protestan atau menerima bingkisan dari mereka. Adanya distribusi yang agak berimbang itu, baik antara yang beragama Islam dengan yang bukan muslim, maupun antara Protestan dan Katolik dapat memperkuat dugaan bahwa faktor utamanya tidak bersifat keagamaan, tetapi soal hubungan yang kurang akrab.
TABEL XXIII PERNAH TIDAKNYA RESPONDEN KEDATANGAN TAMU ATAU MENERIMA BINGKISAN DARI PENGANUT AGAMA LAIN SEHUBUNGAN DENGAN HARI RAYA AGAMA ANUTAN SENDIRI
PEMELUK AGAMA
ISLAM
SS
CS
j
JS
TPf
PROTESTAN
SS
CS J SS TP 4
Islam
17 5
Protestan
7
1 1 2
3
Katholik
3
7
1
Hindu
-
1 -
-
-
-
-
-
Budha
4
8
1
1
2
3
5
1 3
6
6 IX
KATOLIK
+
ss e s j 6
4
4
ss TP +
1 1 9
CS
J
SS T P
SS CS
J SS
TP +
4
20
-
-
-
1 33
-
6
-
-
-
-
14
3
-
-
-
-
8
-
4
2
2 7
-
-
-
-
__!___ 2
+
1 -
2 5 -
SS
BUDHA
16 4 7
-
HINDU
4
4 5 5
-
-
1- 6
7
18 3 3
19
1 3 - 7
1
Berdasarkan kenyataan di atas, dapat dikatakan bahwa hubungan antar warga masyarkat berkenaan dengan hari besar (hari raya) agama yang bukan anutannya tidak menampakkan adanya semacam ketegangan dalam kehidupan sosial. Tetapi juga ada tercatat bahwa kekurang akraban dalam hubungan responden dengan penganut agama lain umum sekali disebabkan oleh faktor kesibukan kerja masing-masing. Gangguan-gangguan yang Ada Dirasakan Sehubungan dengan Peribadatan/Pelaksanaan Ajaran Agama. Untuk mengetahui ada tidaknya gangguan itu. tim berusaha mengumpulkan pernyataan dari 100 orang responden; tentang apakah mereka ada merasakan sesuatu bentuk gangguan yang berasal dari penganut agama lain, baik sengaja atau tidak, sehubungan dengan sesuatu kegiatan pelaksanaan ajaran agamanya. Dari mereka diperoleh jawaban sebagaimana tergambar dalam tabel XXIX. Pada tabel XXIX tampak hanya ada 4 % dari responden yang menyatakan ada merasakan sesuatu gangguan sehubungan dengan kegiatan peribadatannya (pelaksanaan ajaran agama). Yang menyatakan ada merasakan terganggu itu ialah responden yang beragama Budha, dalam hal ini 5 % dari mereka (N = 20), kemudian responden beragama Islam, yakni 6 %, (N = 50). Responden muslim ini mengaku ada merasa tergangu dari oknum yang beragama Protestan dan Budha. Gangguan ] ang dirasakan oleh responden muslim ini tercatat berupa : 1. Bunyi tape ree orde r/radio dari rumah tetangga pada saat-saat adanya ibadah keagamaan. 2. Penyelenggaraan pesta-pesta tertentu yang agak terbuka, dengan minuman dan makanan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dan begitu gampang terlihat oleh tetangga lain yang beragama Islam. Dua wujud gangguan ini begitu dirasakan oleh responden karena lingkungan tempat tinggal yang agak sempit (dalam gang).
TABEL XXIX PERNYATAAN TENTANG GANGGUAN YANG ADA DIRASAKAN DARI PIHAK PENGANUT AGAMA LAIN SEHUBUNGAN DENGAN KEGIATAN PERIBADATAN/PELAKSANAAN AJARAN AGAMA
PEMELUK
ISLAM SS
CS
J
JS
TP +
Islam
PROTESTAN
SS CS -
Protestan
-
-
-
-
14
Katholik
-
-
-
-
15
Hindu
_
_
_ _
Budha
-
-
-
i
1 19
J -
-
JS -
-
TP +
2 48
-
KATOLIK
SS CS -
HINDU
J JS TP -
-
-
49
_ _
_
_
15
5
-
-
-
-
-
-
-
1 19
+
BUDHA
SS CS J JS TP _
_
_ -
+
SS CS J
40
-
1 -
2
45
-
-
-
15
-
-
-
-
15
-
-
-
-
15
1 -
-
1 19
-
-
-
1 19
-
- 15 -
-
JS TP
-
-
-
1
+
Sedangkan gangguan yang pernah dirasakan oleh responden yang beragama Budha adalah berupa semacam olok-olokan. Berdasarkan kenyataan yang ada dalam ketiga segi dalam kehidupan keagamaan itu, maka dapat dikatakan bahwa pelaksanaan ibadah dan perayaan hari besar agama (hari raya) ditiga kelurahan itu khususnya cukup mendapat pengertian dari pihak penganut agama lain. Bahkan apa yang ada sekarang ini dari segi kehidupan beragama itu tampak ada suasana yang mendukung dan memberi keleluasaan yang lebih luas untuk melakukannya dengan sebaik-baiknya, hingga terasa pula adanya peningkatanpeningkatan. Kesenjangan yang mungkin terdapat dalam kehidupan beragama dalam masyarakat tidaklah bersumber dari keyakinan keagamaan mereka, tetapi oleh faktor hubungàft yang memang kurang akrab, yang disebabkan kesibukan-kesibukan yang berbeda. Hal-hal yang tampak mengganggu dapat dikata hampir tidak ada, dan kalaupun ada namun kecil sekali. Inipun juga tidak berpangkal dari sesuatu benturan keyakinan dalam masyarakat. Hubungan Kerjasama Sosial/Kemasyarakatan. Wujud kerukunan yang ada dalam daerah penelitian juga dilihat pada segi hubungan kerjasama sosial/kemasyarakatan yang melibatkan banyak orang dalam kalangan masyarakat yang menganut agama yang berbeda-beda. Ada lima jenis kegiatan yang lazim dilakukan dalam daerah sampel, yang dipertanyakan kepada responden yang berbeda-beda agama itu, jawaban yang diperoleh tergambar pada tabel XXX.
TABEL XXX DISTRIBUSI KEIKUT SERTAAN DALAM KEGIATAN KERJASAMA SOSIAL/KEMASYARAKATAN SS No.
I.
2.
CS
J
JS
II' AGAMA ANUTAN
SS
KATAGORI CS J
JS
TP
Memeperbaiki Gang
Isla m
II
211
6
6
7
/Jalanan
Protestan
3
7
2
-
14
Katolik
1
7
2 3
2
2
15
Hindu
-
-
1
-
-
1
Budha
6
9
4
1
20
Islam
9
17
5
4
15
50
1
7
2
1
14
Katolik
1
6
3 2
1
5
15
Hindu
-
-
1
-
Budha
5
8
3
-
16
Islam
8
22
5
5
10
50
4
6
3
1
-
14
-
7
3
2
3
15
-
-
-
1
1
9
7
1
-
17
KEGIATAN
Membangun Pos
Ronda RT/Kelurahan Protestan
3.
Menolong Orang
Sakit atau kena Misibah Protestan Katolik Hindu Budha 4.
5.
TOTAL
50
1
Merayakan Hari
Islam
33
15
-
1
1
50
Besar Nasional
Protestan
1
7
2
4
-
14
Katolik Hindu Budha
2
8
2
1
10
5
Islam
7
17
6
h
14
50
1
5
3
-
5
14
Katolik
2
4
4
2
3
15
Hindu
-
n
-
-
1
1
7
2
-
20
Menjadi Keamanan
/Ketertiban Imgkunga n Protestan
Budha
3 3
15 19
157
Tabel XXX di atas memperlihatkan bahwa sebagian besar warga masyarakat ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan sosial/kemasyarakatan, kendati agama mereka berbeda-beda. Prosentasi yang tak pernah ikut da^am kerjasama perbaikan gang/jalan hanya 10 %. Dalam kegiatan-kegiatan jenis lain prosentasi yang tak pernah ikut itu tak melebihi dari 16,7 % (rata-rata). Ini adalah prosentasi tertinggi dari responden yang tak pernah ikut kerjasama dimaksud, Prosentasi ini terjadi dalam jenis kegiatan kerjasama untuk menjaga keamanan/ketertiban lingkungan. Tetapi dari catatan pengumpul data dapat diketengahkan bahwa ada sebagian responden yang menyatakan tidak pernah ikut dalam kerjasama menjaga keamanan/ketertiban lingkungan disebabkan karena sudah biasa baginya dalam hal tersebut dilaksanakan oleh putranya yang sudah dewasa. Prosentasi yang tak pernah kerjasama dalam jenis kegiatan lain ialah 14 % dalam kerjasama membangun Pos Ronda RT/Kelurahan, 6% dalam kerjasama menolong orang sakit/kena musibah, dan 4,5 % dalam menyangkut hari besar Nasional. Dari data itu dapat dikemukakan bahwa dalam suasana kehidupan masyarakat di daerah sampel, tak ditemukan sesuatu wujud isolasi (pemisahan) yang memungkinkan lemahnya hubungan kerjasama, kendati dalam masyarakat tersebut terdapat perbedaan-perbedaan agama atau kepercayaan.
Adapun keikut sertaan responden (yang mengaku pernah) dalam kegiatan-kegiatan kerjasama sosial itu tergambar dalam tabel XXXI. TABEL XXXI. BENTUK-BENTUK PARTISIPASI DALAM KERJASAMA SOSIAL/KEMASYARAKATAN BENTUK / WUJUD PARTISIPASI NO
AGAMA ANU I AN
TENAGA
PEMBERIAN DANA/METERIAL
FIKIRAN
1. 2.
Islam Protestan Katolik Hindu B u d il a I O I A L
44 13 12 1 IX XX
49 14 14 1 19 97
31 12 111 1 17 71
3. 4. 5.
158
Dan tabel XXXI tampak bahwa wujud partisipasi yang paling populer dilakukan adalah dalam bentuk pemberian dana keuangan/material. Sedangkan urutan kedua adalah dalam bentuk tenaga (ikut langsung dalam gotong royong). Besarnya distribusi untuk kedua bentuk partisipasi dalam kerja sama ini memberi gambaran bahwa hal tersebut umumnya dilakukan serempak (kedua-keduanya). Partisipasi dalam wujud sumbangan pemikiran juga cukup banyak yang melakukannya. Partisipasi dalam bentuk pemberian dana keuangan (material) yang lebih banyak dilakukan itu masih sering menjadi sumber keluhan dalam kalangan masyarakat. Ini disebabkan pihak masyarakat merasakan cara tersebut tidak menjamin hubungan yang baik dan kurang tahu menahu. Tetapi perwujudan partisipasi yang bisa menimbulkan kesan seperti ini, hanya jika partisipasi tersebut melulu dan selalu dengan uang saja. Dan dapat dikatakan hal yang seperti ini tak seberapa banyak ditemukan, walaupun tercatat bar wa pada semua kelurahan ada terjadi. D.
PEMBINAAN KEAGAMAAN Pembinaan keagamaan yang menjadi fokus dalam studi kasus ini ialah kegiatan yang menyangkut usaha mewujudkan suasana rukun dalam kehidupan warga masyarakat yang menganut agama-agama yang berlainan, termasuk pula kerukunan mereka sebagai pemeluk agama dengan pemerintah. Aspek pokok yang diteliti sebenarnya ialah sejauh mana pihak pemuka agama dan aparat pemerintahan di tiga kelurahan sampel telah mengambil langkah dan upaya untuk membina kehidupan yang rukun, baik dalam hubungan antar dan intern umat beragama, maupun antara umat beragama itu dengan pemerintah. 1.
Pembinaan Keagamaan oleh Pemuka/Organisasi Agama. Di daerah sampel telah sejak lama diselenggarakan beberapa bentuk dan forum kegiatan keagamaan yang selain peribadatan pokok sehari-hari/mingguan. Kegiatan-kegiatan tersebut pada umumnya dimanfaatkan sebagai wadah untuk membina jiwa keagamaan dan kepatuhan kepada agama. Umpamanya dari kalangan umat Islam ada kegiatan acara yasinan, pembacaan shalawat Burdah, Tadarus Al Qura'an, pelajaran agama untuk anak-anak dan pengajian untuk orang dewasa yang semua ini dilaksanakan rutin, tidak hanya pada satu tempat tapi ada dibebarapa tempat baik di Mesjid^ Mushalla ataupun di rumah-rumah. Dalam kalangan umat Protestan di tiga kelurahan yang diteliti ada juga ceramah agama, dalam kalangan umat Katolik ada acara Do'a bersama. Ceramah dan diskusi ajaran agama ada dalam kalangan umat Hindu, sedang pada kalangan umat Budha ada pula pendidikan/pengajaran khusus yang bersifat keagamaan.
159
Tentang pelopor atau penggerak kearah kegiatan-kegiatan itu ada sepuluh orang pemuka yang memberikan informasi/pernyataan sebagaimana yang tergambar dalam tabel XXXII. TABEL XXXII PENGGERAK KEGIATAN KEAGAMAAN DI TIGA KELURAHAN SAMPEL UNSUR PENGGERAK NO
KEGIATAN
PEMUKA AGAMA
ORGANISASI AGAMA
PEMUKA MASYARAKAT
PEMBINAAN KEAGAMAAN
1.
Islam
1
2.
Protestan
2
3.
Katolik
2
2
4.
Hindu
I
-
5.
2
-
Budha
1
1
-
TOTAL
7
3
2
Berdasarkan tabel ini tampak bahwa yang paling banyak berperan dalam menggerakkan masyarakat kearah kegiatan keagamaan tersebut ialah unsur pemuka agama. Demikian juga dalam segi pembinaan yang umumnya menyertai adanya kegiatan-kegiatan keagamaan tersebut sebagian besar dilakukan oleh para pemuka agama. Dari sepuluh informan (dari unsur pemuka agama) dikemukakan hanya satu yang menjawab bahwa pembinaan keagamaan dilakukan oleh organisasi agama (Budha). Secara khusus, untuk pembinaan kerukunan umat beragama menurut informasi unsur pemerintah kelurahan dan kecamatan adalah sebagaimana tergambar dalam tabel XXXIII.
160
TABEL XXXIII DISTRIBUSI PELAKU PEMBINAAN KERUKUNAN HIDUP UMAT BERAGAMA PELAKU AKTIF NO.
INFORMAN
AGAMA
ORGANISASI AGAMA
LAIN-LAIN
1.
LURAH MELAYU
+
+
-
2.
LURAH GADANG
+
-
-_
3
LURAH SEBERANG MESJID
+
-
-
4.
UNSUR KECAMATAN
-
-
-
3
1
-
TOTAL
Dari tabel XXXIII tampak bahwa yang paling banyak berperan dalam pembinaan kerukunan hidup umat beragama adalah para pemuka agama. Penilaian unsur pemerintah terhadap peran pemuka agama ini dapat dilihat pada tebel XXXIV. TABEL XXXIV PENILAIAN TERHADAP PERANAN PEMUKA AGAMA DALAM PEMBINAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA. K A T E G O R I NO
PENILAIAN
BESAR SEKALI
CUKUP SEKALI
KURANG
1.
LURAH MELAYU
+
-
2.
LURAH GADANG
-
+
LURAH SEBERANG MESJID
-
+
UNSUR KECAMATAN
-
-
+
I
2
1
3.
TOTAL
_
Adapun penilaian dari pihak responden digambarkan dalam tabel XXXV. Dari penilaian pihak aparat pemerintahan di tiga kelurahan sampel serta kecamatan dan juga dari penilaian para responden (70 %) dapat dikemukakan bahwa para pemuka agama di daerah penelitian itu telah cukup besar peranannya dalam upaya membina kerukunan hidup umat beragama itu. Peran itu dilakukan dalam berbagai kesempatan dan kegiatan keagamaan yang telah biasa dilaksanakan oleh masyarakat setempat dan biasanya cara yang mereka tempuh adalah sebagaimana digambarkan dalam tabel XXXVI. 161
Dan tebel XXXVI jelaslah bahwa cara dan media yang banyak ditempuh adalah pendidikan (formal), kemudian ceramah, berikutnya diskusi. Pengajian hanya lazim dalam kalangan orang Islam, sedangkan pemuka agama Hindu hanya menempuh cara mengunjungi rumahrumah penganut Hindu. Dengan data di atas dapat disimpulkan bahwa para pemuka agama pada umumnya adalah berperan besar dalam kegiatan pembinaan keagamaan di daerah penelitian. Mereka aktif menggerakkan masyarakat untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan, dan membina keagamaan masyarakat itu lewat kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan sendiri. Khusus dalam soal pembinaan kerukunan umat beragama, para pemuka agama lebih banyak berperan aktif dan dinilai cukup besar. Dan 70 % dari respondenpun menilai para pemuka agama itu juga berperanan besar dalam hal membina kerukunan tersebut. Menurut informasi, para pemuka agama Islam dan Protestan juga benar-benar turun tangan jika terjadi hal-hal yang bisa mengganggu hubungan antar umat beragama itu, seperti pernah dalam adanya kegaduhan anak-anak didekat sebuah tempat yang sedang berlangsung sesu.atu kebaktian.
Tabel XXXV Penilaian Responden Terhadap Peranan Pemuka agama Dukun Pembinaan Kerukunan Umat Beragama
K a t a go r i NO 1 2 3 4 5
Agama Anutan Responden/Penilai Islam Protestan Katolik Hindu Budha Total
162
BS
SS
Biasa
Sedikit
SS
T. Jawab
1 3
15 4
4 2
14 3
2 2
14 15 1
2
7
7
1 18
3 30
T o t a l 50" 14 15 1 20 100
Tabel XXXVI Distribusi Cara & Media yang Digunakan Para Pemuka Agama Pembinaan keagamaan
Informan Pemuka Agama Pemuka Agama Pemuka Agama Pemuka Agama Pemuka Agama
Cara dan Media yang Digunakan Ceramah Pengajian 3 3 2
Islam Protestan Katolik Hindu Budha
2 7
3
Total Diskusi 1 2 -
Pendidikan 3 2 2
2 5
2 9
Kunjungan 1 1
2. Pembinaan Keagamaan oleh Pemerintah. Secara umum kegiatan-kegiatan masyarakat dalam bidang kcagamaan di tiga kelurahan sampel adalah tumbuh dari inisiatif masyarakat itu sendiri, yang digerakkan oleh para pemuka agama, dapat dikatakan dalam hal itu unsur pemerintah hampir tidak ada berperan. Tetapi para pemuka agama itu memberikan informasi yang menyatakan bahwa mereka selalu memperoleh kebebasan dan bahkan dukungan untuk mewujudkan inisiatif mereka dalam bidang pembinaan keagamaan tersebut. Sebenarnya kegiatan-kegiatan yang dilakukan pemerintah dalam bidang pembinaan keagamaan ini telah amat banyak juga. Telah diketahui dengan adanya Departemen Agama, maka banyaklah program dan rencana untuk pembinaan dimaksud. Studi kasus ini memperhatikan kegiatan-kegiatan yang memang telah dilaksanakan di daerah penelitian, dan lebih khusus lagi menyangkut pembinaan kerukunan umat beragama. Secara nasional pemerintah telah menetapkan bahwa suasana rukun antar dan intern umat beragama harus dapat diwujudkan dalam kehidupan bangsa Indonesia, dan bahkan juga suasana rukun antar umat beragama itu dengan pemerintah. Hal ini telah dimuat dalam
163
GBHN, dan telah ada pula berbagai langkah dan upaya, terutama pada tingkat nasional dan daerah, sebagaimana juga dituangkan dalam berbagai surat dan peraturan, seperti SK. Menteri Agama RI nomor 70 dan 77 tahun 1978, SK. bersama Menteri Agama dengan Menteri Dalam Negeri namor 1 tahun 1979, juga surat edaran Menteri Agama RI nomor 432 tahun 1971. Heterogenitas penganut agama di tiga kelurahan sampel itu sebenarnya cukup besar, dan ada banyak pemuka agama di sana'. Tetap, para kepala kelurahan memberikan pengakuan, bahwa hanya ada satu kelurahan (Gedang) yang secara resmi dan khusus, telah memberikan penjelasan mengenai surat-surat tersebut di atas, khususnya yang menyangkut SK. dan SKB. Menteri tersebut di atas maupun iura surat edaran. Fakta lain yang diperhatikan pula ialah pertemuan dengan para pemuka agama yang pernah diselenggarakan oleh unsur pemerintahan di kelurahan dan kecamatan. Dalam hal ini diperoleh jawaban sebagaimana tergambar dalam tabel XXXVII. Tabel XXXVII Distribusi Pelaksanaan Pertemuan Konsultasi Unsur Pemerintahan di Kelurahan/Kecamatan Dengan Pemuka Agama
NO.
1 2 3 4
Unsur Pemerintahan
Kelurahan Gedang Kelurahan Melayu Kelurahan seberang Mesjid Kecamatan
Tatap Muka
Bentuk Pertemuan Pertemuan Tetap Per 3 Bulan
1 -
1
-
-
Dari tabel XXXVII kelihatan bahwa kelurahan Gedang pernah menyelenggarakan suatu acara tatap muka, yang merupakan sarana yang sekali untuk penyampaian penjelasan tentang edaran dan SK Menteri Agama itu tadi. Tetapi selain kelurahan Gedang ini masih ada kelurahan lain yang pernah menyelenggarakan pertemuan rutin dalam tiga bulan sekali. Walaupun tak pernah pertemuan itu dilakukan khu-
164
sus untuk menyampaikan penjelasan mengenai Surat Edaran dan Keputusan Menteri Agama seperti di atas, tapi hal-hal yang searah dengan itu telah pula dapat dilakukan dalam forum tersebut. Satu kelurahan lagi dan pihak pemerintah kecamatan tak pernah melakukan hal demikian itu. Dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah formal yang khusus sebagai kegiatan ke arah pembinaan kerukunan umat beragama dan kecamatan. Tetapi dapat diakui bahwa berbagai hal dan kesempatan yang tidak khusus, pemikiran serta himbauan kearah itu sering juga dimunculkan oleh para unsur pemerintahan tersebut. Pada segi pembangunan tempat-tempat ibadah swadaya masyarakat tampak telah begitu tinggi, sehingga kepeloporan unsur pemerintahan tak nampak. Informasi 10 PA dapat dilihat pada tabel XXXVIII.
Tabel XXXVIII Distribusi Sumber Dana Pembangunan Tempat-Tempat Peribadatan
No.
Informan
1
Pemuka Islam Pemuka Protestan. Pemuka Katolik Pemuka Hindu Pemuka Budha Total
2
3 4 5
Sumber Dana Utama Swadaya Yayas- Bantuan Bantuan KeusMasyara- an. Luar Pemerin- kupan Total kat. Negeri tah. Agama 3
-
-
-
3
2
-
-
-
-
2
-
-
-
-
2
2
1
-
-
-
-
1
2 8
-
-
-
2
2 10
Agama
Agama Agama Agama
Dari tebel XXXVIII jelas bahwa swadaya masyarakat dalam sektor keagamaan khususnya yang menyangkut pembangunan tempat-tempat peribadatan telah demikian besar. Walaupun demikian, tercatat pengakuan bahwa dengan itu tak berarti pihak pemerintah tidak lagi ikut memperhatikan. Secara insidentil pemerintah masih memberikan
165
bantuan dan dukungan material/finansial untuk kelancaran peribadatan dan pembinaan keagamaan itu Dari data di atas, dapat dikemukakan bahwa kegiatan dan pembinaan keagamaan, di tiga kelurahan sampel itu cukup banyak yang telah dilakukan, dan hal itu umumnya dilakukan oleh para pemuka agama. Pemuka agama juga merupakan pihak yang paling banyak berperan, baik dalam penggerakkan masyarakat untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan, maupun juga dalam upaya mewujudkan dan memelihara kerukunan dalam kehidupan umat beragama. Adapun pihak pemerintah dalam hal ini tidaklah berperan langsung baik dalam menggerak masyarakat untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan, maupun untuk melakukan pembinaan keagamaan itu serta untuk menciptakan suasana rukun tersebut. Yang dimaksud dengan pihak pemerintah disini ialah aparat pemerintahan kelurahan dan kecamatan. Tetapi diakui bahwa pemerintah telah memberikan kebebasan dan keleluasaan yang cukup bagi masyarakat penganut agama untuk mewujudkan inisiatif dibidang keagamaan mereka masing-masing, sepanjang tidak berbenturan dengan garis kebijaksanaan yang telah ditentukan. Dari tiga kelurahan yang diteliti ada tiga modus langkah yang dilakukan sehubungan dengan kehidupan antar dan interri umat beragama, yaitu; pertemuan pertriwulan dengan para pemuka agama, pertemuan tatap muka, dan ada pula pihak pemuka agama yang datang kepada pihak pemerintah/kelurahan untuk berkonsultasi tentang hal-hal yang dirasa perlu. Dari segi ini yang tampak adalah pihak pemerintah hanya memberi pengarahan bagi para pemuka agama, sedangkan yang langsung kepada masyarakat penganut agama hanyalah para pemuka agama itu.
SIKAP TERHADAP GAGASAN KERUKUNAN HIDUP BERAGAMA 1. Sikap Masyarakat Terhadap 3 Gagasan Pemerintah dalam Membina Kerukunan Hidup Beragama. Terhadap tiga gagasan kerukunan .hidup beragama yang dicanangkan Pemerintah sekarang ini yaitu : Kerukunan Intern Umat beragama, Kerukunan Antar Umat Beragama dan Kerukunan Antara Umat Beragama dengan Pemerintah, dilingkungan ini mendapat tanggapan yang positif sekali dari masyarakat penganut kelima agama (Islam, Protestan. Katolik. Hindu dan Budha). Dari data yang dikumpulkan diperoleh gambaran sebagai berikut : a Sikap terhadap gagasan membina Kerukunan Intern Umat beragama. Secara moral gagasan ini mendapat dukungan sepenuhnya dari
semua pemeluk agama dilingkungan ini. Pemeluk kelima agama ternyata 87 % (n = 100) menyatakan setuju/setuju sekali, sedangkan selebihnya 3 % menyatakan netral. Dengan demikian tak ada seorang respondenpun yang menyatakan kurang/tidak setuju. Jika dilihat masing-masing pemeluk agama, maka data pemeluk agama Islam terdapat 86 % (n = 50) menyatakan setuju/setuju sekali, selebihnya menyatakan netral (14 % ) . Pemeluk agama Protestan bahkan 100 % (n = 14) menyatakan setuju sekali, sedangkan pemeluk agama Katolik 93 % (n = 15) menyatakan setuju/setuju sekali dan 7 % menyatakan netral. Selanjutnya pemeluk agama Hindu dan Budha 100 % setuju/setuju sekali. Gambaran ini dapat terlihat pada tabel XXXIX. Tabel XXXIX Sikap Terhadap Gagasan Untuk Membina Kerukunan Intern Umat Beragama Pemeluk Agama Islam Protestan Katolik Hindu Budha Total
S.S 38 14 10
Catatan : S.S = Setuju Sekali S. = Setuju N. = Netral
1Ü
72
S 10
N 2
K.S.
4 1 10 25
1
-
3
-
T.S T o t a l 50 14 15 1 20 100
K.S. = Kurang Setuju T.S. = Tidak Setuju
b. Sikap terhadap gagasan untuk membina Kerukunan Antar Umat Beragama. Tidak berbeda dengan gagasan untuk membina kerukunan hidup Intern Umat Beragama, terhadap gagasan Kerukunan Hidup Antar Umat Beragamapun mendapat dukungan dari semua pemeluk agama dilingkungan ini. Hal ini dapat dilihat pada tabel XL berikut ini.
167
Tabel XL Sikap Terhadap Gagasan Untuk Membina Kerukunan Antar Umat Beragama Pemeluk Agama Islam Protestan Katolik Hindu Budha Total
S.S 36 14 10 11 71
S
N 2 -
12 5
2
1
9 27
K.S -
T.S T o t a 1 50 14 15 1 20 — 100
Dari tabel XL di atas tergambar bahwa pemeluk agama diling kungan ini ternyata 98 % (n = 100) menyatakan setuju/setuju sekali sedangkan selebihnya yaitu 2 % menyatakan netral. Dengan demikian tak ada seorangpun dari pemeluk kelima agama yang menyatakan kurang/ tidak setuju. Jika dilihat masing-masing pemeluk agama maka dari pemeluk agama Islam terdapat 96 % (n = 50) menyatakan setuju/setuju sekali, sedangkan yang 14 % menyatakan netral. Pemeluk agama Protestan bahkan 100 % (n = 14) menyatakan setuju sekali, sedangkan pemeluk agama Katolik, Hindu dan Budha kesemuanya (100 %) menyatakan setuju/setuju sekali. c. Sikap terhadap gagasan untuk membina Kerukunan Antara Umat Beragama dengan Pemerintah. Kiranya terhadap gagasan inipun semua penganut agama dilingkungan ini mempunyai sikap sangat positif. Pada tabel XLI berikut ini kita melihat gambaran sikap masyarakat tersebut. Tabel XLI Sikap Terhadap Gagasan Untuk Membina Kerukunan Antara Umat Beragama dengan Pemerintah Pemeluk Agama Islam Protestan Katolik Hindu Budha Total
168
S.S. 38 12 12 11 73
10 2 3 1 9 25
N 2 2
K.S _ _ -
TS" _ -
Total 50 14 15 1 ' 20 100
Dari tabel XLI di atas dapat dilihat bahwa pemeluk kelima agama dilingkungan ini terdapat 98 % (n = 100) menyatakan setuju/setuju sekali, dan 2 % sisanya menyatakan netral. Maka dengan demikian tak seorangpun dari responden yang menyatakan kurang/tidak setuju. Kalau dilihat dari masing-masing pemeluk agama maka dari pemeluk agama Islam terdapat 96 % (n = 50) menyatakan setuju/setuju sekalidan 4 % menyatakan netral, sedangkan pemeluk agama Protestan, Katolik, Hindu dan Budha kesemuanya 100 % menyatakan setuju/setuju sekali. Dengan gambaran tabel XXXIX, XL dan XLI di atas maka ketiga gagasan mengenai kerukunan baik Intern Umat Beragama, atau Antar Umat Beragama, ataupun Antara Umat Beragama dengan Pemerintah mendapat dukungan penuh dari masyarakat pemeluk kelima agama dilingkungan- ini. Hal ini sesuai pula dengan hasil wawancara dengan ketiga lurah ditiga Kelurahan ini yang mengatakan bahwa semua pemeluk agama dilingkungan ini sangat menunjang kerukunan hidup beragama. Kemudian dalam rangka sikap mereka terhadap kerukunan ini terlihat juga pada sikap para pemeluk kelima agama dilingkungan ini mengenai : Penyebaran sesuatu agama kepada pemeluk agama lain dan Pengaturan kehidupan beragama oleh Pemerintah. d. Penyebaran sesuatu agama kepada pemeluk agama lain. Tentang penyebaran agama kepada pemeluk agama lain nampaknya pemeluk empat agama yaitu Islam, Katolik, Hindu dan Budha sebagian besar bersikap tidak menyetujui, hanya pemeluk agama Protestan yang lebih banyak netral dan yang menyetujui. Agamaagama pada umumnya mempunyai ajaran bagi pemeluknya untuk menyebarkan agama kepada pemeluk agama lain, akan tetapi sebagian besar penganutnya yang ada di tiga kelurahan sampel memberikan pernyataan tidak setuju. Pada tabel XLII berikut memperlihatkan gambaran mengenai sikap para pemeluk agama tersebut. Tabel XLII Sikap Terhadap Penyebaran Sesuatu Agama Kepada Pemeluk Agama Lain Pemeluk Agama Islam Protestan Katolik Hindu Budha Total
S.S
S 2
N 4 10 1 _
2
15
-
K.S 4 1 1 3 9
T.S 42 1 13 1 17 74
Total 50 14 15 1 20 100 169
Tabel XLII di atas menunjukkan bahwa pemeluk kelima agama dilingkungan ini sebagian besar 83 % (n = 100) tidak menyetujui/kurang setuju dibolehkannya penyebaran sesuatu agama kepada pemeluk agama lain. Selebihnya 15 % menyatakan netral dan hanya 2 % yang menyetujui. Kalau dilihat perpemeluk agama maka pemeluk agama Islam 84%, Katolik 86%, Hindu 100% dan Budha 85% tidak menyetujui, sedangkan Protestan yang terbanyak 71% menyatakan netral disamping 14% yang menyetujui. Besarnya prosentase yang tak setuju ini. selain didasari oleh keperluan akan rasa tenteram dalam beragama, juga dapat diartikan sebagai isyarat bahwa masyarakat beragama itu merasa perlu memlihara suasana yang telah ada. penyiaran agama kepada pemeluk agama lain selalu mengganggu kerukunan. e. Pengaturan kehidupan beragama oleh Pemerintah. Dalam hal pembinaan/pemeliharaan hidup beragama semua pemeluk kelima agama menyatakan sikap tidak menyetujuinya, jika dalam hal itu tidak diatur oleh pemerintah lebih-lebih pemeluk agama Protestan. Hindu dan Budha seluruh responden menyatakan tidak setuju. Ini boleh jadi mereka memperkirakan bahwa jika pembinaan/pemeliharaan hidup beragama tidak diatur oleh pemerintah, bisa menyebabkan terganggunya kerukunan hidup beragama. Oleh karenanya mutlak diperlukan penanganan pemerintah dalam hal ini. Keadaan ini nampak terlihat pada tabel XLIII berikut. Tabel XLIII Tanggapan Jika Kehidupan Beragama Tidak Diatur Pemerintah Pemeluk Agama Islam Protestan Katolik Hindu Budha Total
170
S.S
S 1
N 3
1
-
-
K.S 1
1
3
2
T.S 45 14 14 1 20 94
Total 50 14 15 1 20 100
Dan tabel XLIII di atas dapat dilihat bahwa pemeluk kelima agama dilingkungan ini sebagian besar (94 %) tidak menyetujui jika pembinaan/pemeliharaan hidup beragama samasekali tidak diatur oleh pemerintah, selebihnya yaitu 3 % menyatakan netral dan hanya 1 % vans setuju. ' 6 Kalau dilihat dari masing-masing -pemeluk agama maka pemeluk agama Islam (84 %), Protestan (100 %), Katolik (93 %), Hindu (100 %) dan Budha (100 %) tidak menyetujuinya. Dengan gambaran tersebut menjelaskan sikap masyarakat pemeluk kelima agama dilingkungan ini menganggap perlunya turut campur pemerintah dalam menangani pembinaan/pemeliharaan kerukunan hidup beragama, agar benar-benar kerukunan hidup beragama dalam masyarakat dapat lebih terjamin. f. Dasar-dasar Sikap. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pertanyaan yang diajukan mengenai apa yang menjadi dasar sikap responden terhadap gagasan untuk membina kerukunan hidup beragama baik Intern ataupun Antar Umat Beragama, juga Antara Umat Beragama dengan Pemerintah, yang kemudian hasil jawaban tersebut dikategorikan menjadi 4 kategori yaitu : a. Anjuran agama, b. Kerukunan/persatuan, c. Pembangunan, maka diperoleh gambaran sebagai berikut : (1). Dasar sikap terhadap gagasan kerukunan Intern Umat Beragama. Dari pemeluk agama Islam, Protestan dan Katolik sebagian besar mereka mendasarkan sikap mereka pada anjuran agama, sedangkan Hindu dan Budha lebih banyak mendasarkan sikap mereka pada alasan persatuan. Keadaan ini dapat dilihat pada tabel XLIV berikut ini. Tabel XLIV Dasar Sikap Terhadap Gagasan Kerukunan Intern Umat Beragama
No. 1 2 3 "J
Dasar Sikap Anjuran agama Dari kerukunan/persatuan bangsa. Untuk kelancaran Pembangunan Total
Agama Responden Islam Protestan Katolik Hindu Budha 27 ' 9 4 19 4'50
5
1
9
14
1
7 20
171
r
Tabel XLIV di atas menunjukkan bahwa pemeluk kelima agama sebagian besar (52 %) mendasarkan sikap mereka terhadap gagasan kerukunan Intern Umat Beragama dengan alasan anjuran agama, kemudian (36 %) berdasarkan alasan Kerukunan/persatuan dan selebihnya (12 %) mendasarkan pada alasan Pembangunan. Jika dilihat dari masing-masing pemeluk agama maka sebagian besar dari pemeluk agama Islam (54 % ) , Protestan (86 %) dan katolik (60 %) mendasarkan pada alasan anjuran agama, sedangkan pemeluk agama Hindu dan Budha pada alasan Kerukunan/persatuan. (2). Dasar sikap terhadap gagasan Kerukunan Antar Umat Beragama. Berbeda dengan dasar sikap responden terhadap gagasan Kerukunan Intern Umat Beragama, maka dasar sikap mereka pada gagasan kerukunan Antar Umat Beragama yang terbanyak adalah alasan Kerukunan/persatuan, hal ini seperti nampak pada tabel XLV berikut ini.
Tabel XLV Dasar Sikap Terhadap Gagasan Kerukunan Antar Umat Beragama
No. 1 2 3
Dasar Sikap Anjuran agama Demi kerukunan/persatuan bangsa. Untuk kelancaran Pemban in Total
Agama Responden Islam Protestan Katolik Hindu Budha - ' 1 4 131" 1 34
10
14
1
17
76
14
15
1
2 20
5 100
350
j
19
Dari tabel XLV di atas dapat dilihat bahwa pemeluk kelima agama sebagian besar (76 %) mendasarkan sikap mereka terhadap gagasan Kerukunan Antar Umat Beragama dengan alasan Kerukunan/persatuan, kemudian (19 %) mendasarkan alasan pada anjuran agama, selanjutnya (5 %) mendasarkan pada alasan Pembangunan. Jika diperhatikan dua alasan yang dominan dalam tabel tersebut yaitu alasan Kerukunan/persatuan, dan alasan pada ajaran agama,
172
maka dapat pula dikatakan bahwa latar belakang dan sikap responden terhadap pembinaan kerukunan itu adalah merupakan wujud nyata dari pada falsafah hidup bangsa Indonesia yang Pancasila. Bila dilihat dan masing-masing pemeluk agama maka sebagian besar dari pemeluk agama Islam (68 % ) , Protestan (71 % ) , Katolik (93 % ) , Hindu (100 %) dan Budha (85 %) mendasarkan pada alasan Kerukunan/persatuan. (3). Dasar sikap terhadap gagasan Kerukunan Antar Umat Beragama dengan Pemerintah. Rupa-rupanya dasar sikap responden terhadap gagasan Kerukunan Antar Umat Beragama dengan Pemerintah tidak berbeda dengan dasar sikap mereka terhadap gagasan Kerukunan Antar Umat Beragama yaitu didasari alasan Kerukunan/persatuan, jelasnya lihat tabel XLVI. Tabel XLVI Dasar Sikap Terhadap. Gagasan Kerukunan Antara Umat Beragama dengan Pemerintah
No. 1 2 3
Dasar Sikap Anjuran agama Demi kerukunan/persatuan bangsa. Untuk kelancaran Total
Agama Responden Islam Protestan Katolik Hindu Budha 1 6 1 26 18 50
11 2 14
14
1
15
1
12 8 20
Total 8 64 28 100
Pada tabel XLVI di atas dapat menunjukkan bahwa pemeluk kelima agama sebagian besar (64 %) mendasarkan sikap mereka dengan alasan Kerukunan/Persatuan, kemudian (28 %) mendasarkan alasan Pembangunan, selanjutnya (8 %) alasan Anjuran agama. Dilihat dari masing-masing pemeluk agama maka pemeluk agama Islam sebagian besar (52 % ) , Protestan (79 %) Katolik (84 % ) , Hindu (100 %) dan Budha (60 %) mendasarkan sikap mereka dengan alasan Kerukunan/persatuan. Dengan melihat tabel XLIV, XLV dan XLVI nampaknya mengenai dasar sikap terhadap gagasan Kerukunan Intern Urnat Beragama lebih banyak didasari alasan Ajaran Agama, akan tetapi mengenai Kerukunan Antar Umat Beragama dan Kerukunan Antara Umat beragama dengan Pemerintah lebih banyak didasari alasan
173
Kerukunan/persatuan. Kedua faktor ini dapat dikatakan sebagai wujud nyata dari penghayatan falsafah bangsa yaitu Pancasila. h. Peranan Pemuka Agama. Dalam rangka pembinaan kerukunan para pemuka agama mempunyai peranan yang cukup menentukan terutama dalam memberikan pandangan keagamaan dan juga sikap mereka sebagai penutan masyarakat. Oleh karenanya pandangan dan sikap mereka sangat mempengaruhi pandangan dan sikap masyarakat. Dengan demikian bagaimana peranan pemuka agama (Islam, Protestan, Katolik, Hindu dan Budha) terhadap pembinaan/pemeliharaan Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama menurut penilaian masing-masing pemeluk agama dapat dilihat pada tabel XLVII. Tabel XLVII Penilaian Mengenai Peranan Pemuka Agama Dalam Pembinaan/ Pemeliharaan Kerukunan Antar Umat Beragama Pemeluk Agama Islam Protestan Katolik Hindu Budha Total
Bi 4 1
S 14 3
S.S 2
3
B 19 4
2 6
7 30
7 12
1 18
3 8
B.S. 1
Catatan : B.S = Banyak sekali B = Banyak Bi = Biasa
3i
M Total 10 50 14 15 15 1 1 20 26 100
S. = Sedikit S.S = Sedikit Sekali M = Missing
Pada tabel XLVII di atas dapat dilihat bahwa secara keseluruhan pemeluk kelima agama menilai bahwa peranan pemuka agama dalam pembinaan/pemeliharaan kerukunan Antar Umat Beragama terdapat 37 % (n = 100) memberikan penilaian Banyak/banyak sekali, sedangkan 26 % menilai sedikit/sedikit sekali. 13 % menilai biasa dan selebihnya tidak dapat memberikan penilaian. Jika dilihat dari masing-masing agama maka 40 % (n = 50) responden dari pemeluk agama Islam menilai peranan pemuka agama dalam pembinaan/pemeliharaan kerukunan Antar Umat Beragama dalam pembinaan/pemeliharaan kerukunan Antar Umat Beragama banyak/banyak sekali. 32 % menilai sedikit/sedikit sekali. 8 % meni-
174
lai biasa dan selebihnya yaitu 20 % tidak memberikan jawaban. Dari responden pemeluk agama Protestan 50 % (n = 14) dari mereka menilai banyak/banyak sekali, 43 % menilai sedikit/sedikit sekali dan 7 % menilai biasa. Dari responden pemeluk agama Katolik dan Hindu tidak memberikan penilaian terhadap peranan pemuka agama, hal ini tidak berarti bahwa pemuka agama mereka tidak berperan dalam pembinaan/pemeliharaan kerukunan Antar Umat Beragama, akan tetapi disebabkan karena memang kegiatan mereka dilingkungan ini tidak nampak, lebih-lebih agama Hindu karena anggota mereka terlalu sedikit. Selanjutnya dari responden pemeluk agama Budha 45% (N = 20) dari mereka menilai peranan pemuka agama mereka dalam pembinaan/pemeliharaan kerukunan Antar Umat Beragama banyak/banyak sekali, 20 % menilai sedikit/sedikit sekali dan selebihya yaitu 35 % menilai biasa. Dari gambaran data tersebut di atas secara keseluruhan dapat dinilai bahwa peranan pemuka agama cukup besar dalam pembinaan/ pemeliharaan kerukunan Antar Umat Beragama dilingkungan ini. Hal ini terbukti bahwa yang memberikan penilaian banyak/banyak sekali ternyata lebih besar dari pada yang memberi penilaian sedikit/ sedikit sekali. Ini sesuai pula dengan penilaian pejabat kelurahan/ kecamatan yang menyatakan bahwa peranan pemuka agama dilingkungan ini cukup besar dalam membina dan memelihara kerukunan hidup beragama terutama lewat khotbah/ceramah-ceramah serta nasehat keagamaan lainnya. i. Penilaian Terhadap Kerukunan yang Ada. Terhadap kerukunan hidup umat Beragama baik Intern Umat Beragama, ataupun Antar Umat Beragama atau Antara Umat Beragama dengan Pemerintah dilingkungan ini mendapat penilaian masyarakat kelima agama pada umumnya baik/baik sekali dan tidak ada seorangpun yang menilai tidak baik. Dari data yang dikumpulkan diperoleh gambaran sebagai berikut : (1). Penilaian terhadap Kerukunan Intern Umat Beragama Pemeluk kelima agama dilingkungan ini memberikan penilaian tehadap kerukunan Intern Umat Beragama sangat menggembirakan seperti terlihat pada tabel XLVIII berikut ini.
175
Tabel XLVIII Penilaian Terhadap Kerukunan Intern Umat Beragama Pemeluk Agama Islam Protestan Katolik Hindu Budha Total
B.S 22 10 2 1 7 42
C.B 20 4 10
B 7
K.B 1
T.B
3 2 12
11 45
-
-
2
Total 50 14 15 1 20 100
Dari data di atas tergambar bahwa pemeluk kelima agama terdapat 87 % (N = 100) menilai bahwa kerukunan Intern Umat Beragama dilingkungan ini baik sekali/cukup baik, sedang yang menilai biasa terdapat 12 % dan hanya 2 % yang menilai kurang baik, dan tidak seorangpun yang menilai tidak baik. Kalau dilihat dari masing-masing pemeluk agama maka dari agama Islam 84 % (N = 50) menilai baik sekali/cukup baik 14 % menilai Biasa dan 2 % menilai kurang baik dan tidak ada yang menilai tidak baik. Dari pemeluk agama Protestan 100 % (N = 14) memberikan penilaian baik sekali/cukup baik, demikian pula pemeluk agama Hindu. Dari pemeluk agama Budha 90 % (N = 20) memberikan penilaian baik sekali/cukup baik, 10 % menilai biasa dan tidak ada seorangpun yang menilai kurang/tidak baik. (2). Penilaian terhadap Kerukunan Antar Umat Beragama. Terhadap kerukunan Antar Umat Beragama seluruh responden tidak ada satupun yang memberikan penilaian kurang/tidak baik. Dengan demikian Kerukunan Antar Umat Beragama dilingkungan ini cukup mantap. Gambaran ini dapat dilihat pada tabel XLIX berikut ini. Tabel XLIX Penilaian Terhadap Kerukunan Antar Umat Beragama Pemeluk Agama Islam Protestan Katolik Hindu Budha Total 176
B.S 15 10 1 5 31
C.B 18 3 9 1 44
B
K.B
T.B
-
-
17 1 5 2 25
-
— > —
Total 50 14 15 1 20 100
Pada tabel XLIX di atas menggambarkan bahwa pemeluk kelima agama 75 % (N = 100) memberikan penilaian baik sekali/cukup baik terhadap kerukunan Antar Umat Beragama dilingkungan ini, 25 % menilai biasa dan tidak seorangpun yang memberikan penilaian kurang/tidak baik. v Jika dilihat dari masing-masing pemeluk agama maka pemeluk agama Islam 84 % (N = 50) memberikan penilaian baik sekali/cukup baik, 14 % menilai biasa dan 2 % menilai kurang baik. Dari pemeluk agama Protestan 93 % (N = 14) memberikan penilaian baik sekali/cukup baik dan 7 % menilai biasa. Pemeluk agama Katolik 67 % (N = 15) memberikan penilaian baik sekali/cukup baik, dan selebihnya (33 %) menilai biasa, sedang pemeluk agama Hindu menilai cukup baik. Dari pemeluk agama Budha 90 % (N = 20) menilai baik sekali/ cukup baik dan selebihnya 10 % menilai biasa. (3). Penilaian terhadap Kerukunan Antar Umat Beragama dengan Pemerintah. Terhadap kerukunan Antar Umat Beragama dengan Pemerintah dilingkungan ini nampaknya menurut penilaian responden dari pemeluk kelima agama juga sangat menggembirakan, hal ini seperti tergambar pada tabel L berikut ini. Tabel L Penilaian Terhadap Kerukunan Antar Umat Beragama Dengan Pemerintah Pemeluk Agama Islam Protestan Katolik Hindu Budha Total
B.S 19 10 2 6 37
C.B 26 l 3 11 1 13 54
K.B
T.B
5 1 1
1
-
1 8
1 1
-
B
Total 50 14 15 1 20 100
177
Dari tabel L di atas nampaklah bahwa pemeluk kelima agama dilingkungan ini memberikan penilaian terhadap kerukunan Antar Umat Beragama dengan Pemerintah sangat membesarkan hati karena 91 % (N = 100) memberikan penilaian baik sekali/cukup baik, 8 % menilai biasa dan hanya 1 % yang menilai kurang baik serta tidak ada yang menilai tidak baik. Jika dilihat dari masing-masing pemeluk agama maka dalam pemeluk agama Islam 90 % (N = 50) memberikan penilaian baik sekali/cukup baik dan selebihnya menilai biasa. Dari pemeluk agama Protestan 93 % (N = 14) menilai baik sekali/cukup baik dan selebihnya 7 % menilai kurang baik, sedangkan pemeluk agama Hindu menilai cukup baik. Dari pemeluk agama Budha 95 % (N = 20) menilai baik sekali/ cukup baik. dan sisanya 5 % menilai biasa. Dari gambaran tabel-tabel mengenai penilaian terhadap bentuk kerukunan yaitu kerukunan Intern Umat Beragama, kerukunan Antar Umat Beragama dan kerukuan Antara Umat Beragama dengan Pemerintah dilingkungan ini cukup baik. Hal ini sesuai dengan keterangan pejabat di Kecamatan dan di Kelurahan yang menyatakan bahwa keadaan kerukunan Umat Beragama dilingkungan ini cukup baik dan tidak pernah ditemui permasalahan yang timbul akibat sikap pihak-pihak yang sengaja tidak mengindahkan tata pergaulan antar Umat Beragama, bahkan terlihat adanya kerjasama seperti gotong royong, memberikan sumbangan uang pada perayaan Hari Besar Nasional', menjaga keamanan kampung dan sebagainya. F. SIKAP TERHADAP PELAKSANAAN PEMBANGUNAN 1. Sikap Masyarakat dalam Pelaksanaan Pembangunan dalam Bidang Mental/Spiritual. Dari GBHN telah jelas bahwa pembangunan sektor keagamaan adalah merupakan suatu program pokok dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Pada umumnya, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan pembangunan sektor tersebut telah sampai pula keseluruh pelosok tanah air, demikian pula di tiga kelurahan yang telah dijadikan sampel area untuk studi kasus ini. Pembangunan sektor ini, yang meliputi pembangunan sarana-sarana peribadatan dan juga pembinaan mental/keagamaan lainnya, menurut informasi pihak yang berwenang telah pula dilakukan di tiga Kelurahan tersebut. Di segi pembangunan sarana-sarana peribadatan direalisasi berupa pemberian bantuan keuangan terhadap proyek-proyek pembangunan atau rehabilitasi dan peningkatan tempat-tempat periba-
178
datan. Selain itu juga bantuan yang berupa pengadaan kitab-kitab suci. Menurut informasi dari pihak kantor urusan Agama Kecamatan Banjar Timur, bantuan-bantuan seperti itu telah diberikan oleh pemerintah kepada sebagian besar tempat-tempat peribadatan yang ada diwilayahnya. baik yang dimiliki oleh umat Islam, maupun agama-agama lain. Kegiatan-kegiatan lain yang langsung mengarah kepada pembinaan mental keagamaan direalisasikan dalam bentuk bimbingan dan pengarahan untuk segala kegiatan dakwah dan penyebaran agama, menggairahkan kehidupan beragama, kesadaran melakukan zakat, pelaksanaan Undang-undang Perkawinan, urusan hajji. pembinaan kerukunan hidup antar umat beragama dan sebagainya. Selain itu. kegiatan-kegiatan di sektor keagamaan ini ada pula yang diarahkan untuk menunjang usaha ningkatan KB. penyuluhan gizi masyarakat, kesejahteraan keluarga dsb.. termasuk pula pembinaan penghayatan atas falsafah negara Pancasila. Semua ini merupakan kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah di Kotamadya Banjarmasin, dan khususnya di tiga Kelurahan. Mengenai sikap masyarakat terhadapgagasan mengenai kerukunan hidup antar umat beragama di Bab V sudah dipaparkan secara khusus. Sedangkan terhadap gagasan-gagasan umum dalam pembangunan sektor keagamaan, terutama dalam segi pembangunan sarana peribadatan, perhatian dan harapan masyarakat kepada pemerintah adalah besar sekali. Menurut informasi dari kantor Urusan Agama Kecamatan Banjar Timur dan beberapa pemuka agama, hampir semua panitia yang dibentuk oleh masyarakat untuk membangun tempat peribadatan pada dua atau tiga tahun terakhir ini mengharap dan memintakan perhatian pihak pemerintah untuk melancarkan proyek-proyek mereka itu. Demikian juga dropping kitab-kitab suci (terutama Al-Qur'an) terasa sekali belum dapat memenuhi keinginan pihak masyarakat yang membutuhkannya. Dari besarnya harapan kepada pihak pemerintah seperti itu, dapat diartikan sebagai pandangan yang sangat positif dari pihak masyarakat terhadap gagasan-gagasan pembangunan tersebut. Pandangan yang positif itu. walaupun dalam kenyataan belum dapat dipenuhi oleh pemerintah secara memuaskan (karena keterbatasan dana yang tersedia) namun terasa lebih positif lagi, karena adanya kesadaran masyarakat untuk tidak membebankan persoalan itu hanya pada pundak pemerintah. Swadaya dari pihak masyarakat untuk masalah seperti ini begitu besar. Pada segi pembinaan mental keagamaan atau segala bentuk usaha/ kegiatan untuk meningkatkan kesadaran dan kegairahan beragama, masyarakat di tiga Kelurahan yang menjadi lokasi studi kasus ini cukup
179
terbuka untuk menerima segala gagasan dan langkah yang dilakukan, apakah gagasan itu berasal dari masyarakat sendiri atau dari unsur/pihak pemerintah. Dapat disimpulkan kap mereka dalam segi ini cukup terbuka terhadap gagasan-gagasan pembangunan sektor keagamaan tersebut (oleh pemerintah). 2. Sikap Masyarakat dalam Pelaksanaan Pembangunan di Bidang Fisik/ Material. Pembangunan di bidang fisik/material ini meliputi segi-segi sandang, pangan, papan dan juga sosial seperti pendidikan, kesehatan dsb. Pada umumnya masyarakat telah memiliki pengertian yang cukup tentang gagasan-gagasan pembangunan seperti itu, oleh karena hal tersebut langsung menyangkut kebutuhan hidup mereka. Tanggapan negatif yang bisa diberikan oleh masyarakat sehubungan dengan gagasan tersebut pada umumnya adalah karena adanya kecurigaan yang berkembang terhadap kejujuran para pelaksananya. Usaha pemerintah untuk memeratakan pembangunan tersebut te Iah sampai pula dirasakan oleh masyarakat di tiga kelurahan yang menjadi sampel - area studi kasus ini, baik yang diselenggarakan oleh pihak pemda tingkat II Propinsi, maupun yang merupakan proyek departemen (pusat), dan juga inpres. Di antara gagasan pembangunan yang telah dan sedang direalisir di daerah penelitian itu ialah; pembangunan pasar, gedung dan sarana pendidikan lainnya, jembatan kampung yang ratusan panjangnya (untuk warga masyarakat di pesisir sungai), jalanan, dan di bidang non-physik telah dilaksanakan pula kegiatan untuk meningkatkan keterampilan kerja para warga masyarakat, berupa ketrampilan memasak, sulam menyulam, jahit menjahit, ketrampilan ker ja disegi .reparasi sepeda motor dan radio, dan sebagainya. Dalam hubungan itu peran serta dari masyarakat ternyata cukup besar. Alasan utama dari pernyataan ini ialah besarnya swadaya masyarakat, baik dalam rangka penggunaan subsidi desa seperti pembangunan jalanan, balai desa, serta sebuah sekolah taman kanak-kanak yang berlokasi di kelurahan Seberang Mesjid. Selain itu juga ada sebuah jalan andi Kelurahan Gedang, dan Sekolah Madrasah yang sepenuhnya dibiayai oleh dana yang berasal dariswadaya masyarakat. Selain dari pada itu, alasan yang bisa dikemukakan ialah adanya kehati-hatian semua golongan masyarakat beragama dalam melaksanakan tindakan dan perbuatan yang menyangkut orang/penganut agama lain. Sebagai contoh banyaknya responden yang tidak mau bercakapcakap yang menyangkut agama/kepercayaan lain yang dianut oleh pihak kedua dalam percakapannya itu, karena khawatir akan timbul suasana yang tidak sehat di antara sesama mereka. Sikap mereka yang demikian menumbuhkan situasi yang memang sangat diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan pembangunan.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa pada dasarnya sikap masyarakat di tiga kelurahan sampel terhadap pelaksanaan pembangunan itu begitu-positif. Heterogenitas masyarakat disana ternyata tak pernah menimbulkan masalah yang menghambat kelancaran pembangunan. Demikian ini seperti dinyatakan dalam informasi yang diberikan oleh semua lurah dalam wilayah studi kasus ini. Sikap positif dari masyarakat itu. terhadap gagasan-gagasan pembangunan dapat pula terlihat jelas dari adanya peran-serta pada pemuka agama, yang mendorong masyarakat untuk ikut aktif dalam usaha membangun bangsa atau masyarakatnya. Mengenai peran serta pemuka agama itu akan diketengahkan dalam fasal berikut. 3. Peranan Pemuka Agama. Untuk memperoleh gambaran tentang peranan pemuka agama dalam pelaksanaan pembangunan sekarang ini. maka dalam studi kasus ini telah diperoleh keterangan dari dua segi : a. Penilaian pemerintah (tiga orang lurah dan salah seorang aparat kecamatan) terhadap peranan pemuka agama dalam membina umat untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan. b. Penilaian dari 100 responden terhadap peranan pemuka agama dalam mendorong masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan. a. Penilaian pemerintah terhadap peranan pemuka agama dalam membina umat untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan. Keikut sertaan seluruh lapisan masyarakat dalam pembangunan sangat diperlukan pada saat sekarang ini. Lebih-lebih lagi dengan kehadiran pemuka agama di dalam suatu masyarakat sangat diperlukan peranannya untuk ikut serta mengajak masyarakat dalam berpartisipasi pada pembangunan. Untuk mengetahui sejauh mana keterlibatan para pemuka agama dalam pembangunan, maka dalam penelitian ini telah dihimpun keterangan dan penilaian dari tiga orang lurah dan satu orang dari aparat Kecamatan terhadap peranan pemuka agama itu sendiri. Dalam tabelLI berikut ini menggambarkan besar kecilnya keterlibatan pemuka agama dalam pembangunan.
181
Tabel LI Distribusi Penilaian Pemerintah Terhadap Peranan Pemuka Agama dalam Mendorong Masyarakat untuk Berpartisipasi pada Pembangunan
NO.
Aparat Pemerintah
1 2 3 4
Unsur Lurah Lurah Lurah
Kecamatan Melayu Gedang seb. Mesjid
Besar Sekali
P e n i 1a Cukup Sekali
a n Kurang
+ + + +
Keterangan : + = Penilaian Dalam tabel LI di atas memberikan gambaran adanya peranan pemuka agama yang cukup besar. Penilaian yang positif terhadap keterlibatan pemuka agama dalam pembangunan ini semuanya diberikan oleh ketiga orang lurah yang secara langsung dapat mengamati kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemuka agama. Akan tetapi sepanjang pengamatan dari unsur kecamatan peranan pemuka agama di wilayah Kecamatan Banjar Timur masih dirasakan kurang. Informasi lebih jauh dari Lurah Seberang Mesjid dan Lurah Gedang menjelaskan; bahwa pemuka agama (Islam) dilingkungannya cukup sering menyisipkan dalam pengajian-pengajian agama ajakan kepada masyarakat untuk ikut dalam pembangunan. Demikian pula keterangan yang diperoleh dari Lurah Melayu, bahwa pemuka agama (Islam-Protestan-Katolik-Budha) sangaj besar peranan mereka dalam pembangunan. Lebih jauh dijelaskan bahwa pemuka agama yang terhimpun dalam wilayah kelurahan tersebut benar-benar mendapat pengarahan untuk ikut serta mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Pengarahan terhadap pemuka agama itu secara rutin diberikan sekali dalam triwulan di kantor kelurahan. Menurut Lurah Melayu iniperanan pemuka agama dalam pembangunan sangat besar adanya.
182
b. Penilaian 100 responden terhadap peranan pemuka agama dalam mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Kehadiran pemuka agama ditengah-tengah masyarakat sudah barang tentu akan menjadi penuntun masyarakat itu sendiri. Hal ini berarti bahwa peranan pemuka agama cukup besar pengaruhnya dalam masyarakat. Dari pemuka agama inilah sangat diharapkan keterlibatan mereka untuk memacu dan mendorong masyarakat kearah hidup yang lebih berarti. Dalam hal pembangunan yang sedang digalakkan pemerintah sekarang ini misalnya, dorongan dan ajakan yang berasal dari pemuka agama kepada masyarakat sangat besar artinya untuk ikut serta mensukseskan usaha tersebut. Untuk mengetahui sejauhmana peranan pemuka agama itu berperanan dalam pembangunan, maka berdasarkan hasil penemuan di tiga kelurahan sampel dalam tabel LII tergambar penilaian seratus orang responden umat beragama terhadap besar kecilnya peranan pemuka 'agama itu.
TABEL LII Distribusi Penilaian Responden Terhadap Peranan Pemuka Agama Dalam Mendorong Masyarakat Untuk Berpartisipasi Pada Pembangunan
NO. — 1 2 3 4 5
Pemeluk Agama
B. sekali 1
Islam Protestan Katolik Hindu Budha Total
Banyak i
0 3 0 0 1 4
14 0 0 ft 23
P e n i l a i a n Cukup Sedi- Sedikit kit 1 r 4 8 14 3 0 0 0 0 0 0 5 ft 9 17 21
TA
Missing
15 1 1ft
Dari gambaran tabel Lil di atas nampak dan hasil penelitian terhadap 50 orang responden beragama Islam menunjukkan sebagian besar (80 %) dan mereka menilai pemuka agama itu berperanan.
183
dan selebihnya tidak memberikan penilaian. Hal ini bisa membawa pengertian bahwa 10 orang responden itu belum bisa memberikan penilaian tentang ada tidaknya peranan pemuka agama. Adapun 40 orang responden yang memberikan penilaian itu pada umumnya menilai banyak dan cukup dari pemuka agama yang berperanan, kendatipun ada sebagian kecil yang hanya menilai sedikit dan sedikit sekali yang berperanan. Kemudian dari 14 orang responden beragama Prostestan ditemukan dari kesemua responden itu menilai pemuka agama ikut berperanan dalam pembangunan secara tidak langsung; yaitu dengan mengajak dan mendorong masyarakat ikut berpartisipasi dalam usaha tersebut. Dari sejumlah respondenitu ada yang memberikan penilaian peranan pemuka agama besar sekali, banyak, sedikit, dan sedikit sekali (masing-masing 21 % ) , serta 16 % dari responden yang lainnya menilai cukup berperanan.
Dari 15 orang responden beragama Katolik diperoleh keterangan dari mereka bahwa pemuka agama mereka belum pernah mengadakan kegiatan kerohanian di wilayah penelitian ini. Akan tetapi menurut mereka di luar kelurahan sampel ini, baik ditingkat kecamatan, Kotamadya maupun tingkat propinsi para pemuka agama cukup berperanan dalam pembangunan. Hal ini dapat dimengerti bahwa pemuka agama mereka dalam membina umatnya tidak mengambil tempat di wilayah (kelurahan) penelitian. Justeru itulah ke 15 responden tidak dapat memberikan penilaian ada tidaknya pemuka agama mereka mengajak umatnya ditingkat kelurahan untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Demikian pula halnya dengan responden beragama Hindu, dimana di wilayah sampel hanya ditemukan satu orang responden saja. Menurut dia, bahwa pemuka agamanya dapat dikatakan belum pernah mengadakan pembinaan keagamaan dan lain-lainnya ditingkat kelurahan, terutama pada ketiga kelurahan sampel. Oleh karena itu yang bersangkutan tidak dapat memberikan penilaian pemuka agamanya berperan sampai ketingkat kelurahan untuk mengajak masyarakat ikut berpartisipasi dalam pembangunan. Sedangkan 20 orang responden beragama Budha ternyata kedua puluh responden itu memberikan penilaian bahwa pemuka agama
mereka ditingkat kelurahan cukup berperanan dalam mendorong masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan. Dalam tabel di atas menunjukkan 30 % dari mereka menilai banyak pemuka agama mereka yang berperanan. 25 % menilai cukup berperanan, 30 % menilai sedikit pemuka agama yang berperanan. Sedangkan yang lainnya 5 % menilai banyak sekali, dan 10 % menilai sedikit sekali yang berperanan. Berdasarkan penilaian 100 orang responden yang tergambar dalam tabel LII di atas. maka pemuka agama cukup berperanan ditingkat kelurahan dalam rangka ikut mengajak masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan. Dalam tabel tersebut di atas menggambarkan lebih 74 % dari mereka mengatakan pemuka agama berperanan ditingkat kelurahan. Bahkan penilaian dalam katagori banyak dan cukup lebih tinggi prosentasinya. Sedangkan selebihnya disamping 10 % orang responden yang tidak memberikan penilaian terdapat 15 % yang mengatakan bahwa pemuka agama hanya sampai di tingkat kecamatan melibatkan diri dalam mengajak masyarakat dalam pembangunan. Dari uraian mengenai kedua segi penilaian yang diberikan oleh unsur pemerintah dan 100 orang responden dari berbagai agama dapat ditarik kesimpulan, bahwa pemuka agama cukup berperan ditingkat kelurahan dalam keikut sertaan mereka mengajak serta mendorong masyarakat untuk berpartisipasi pada pembangunan. Sikap para pemuka agama itu sebagai golongan yang besar pengaruhnya dalam masyarakat memberi arti pula telah timbulnya sikap positif yang menyeluruh dari segenap warga masyarakat terhadap gagasangagasan pembangunan yang kini semakin dikembangkan.
185
G. P E N U T U P Sebagaimana ditegaskan, studi kasus ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman tentang dasar-dasar sikap masyarakat beragama terhadap gagasan dan kegiatan yang menyangkut kerukunan hidup beragama serta pembangunan nasional. Untuk itu terlebih dahulu telah dikemukakan gambaran mengenai suasana kehidupan masyarakat penganut agama dalam hubungan di antara'mereka sesama warga masyarakat, serta kegiatankegiatan pembinaan keagamaan yang dilaksanakan di kalangan mereka. 1. Gambaran suasana kehidupan masyarakat beragama. Segi-segi yang diperhatikan ialah : a. Hubungan pergaulan sehari-hari masyarakat penganut agama dalam segala hubungan mereka dengan warga masyarakat lainnya yang tidak seagama. b. Segi pelaksanaan ibadah/ajaran agama masing-masing. c. Hubungan kerja sama sosial/kemasyarakatan. Dalam segi hubungan pergaulan sehari-hari, walaupun masyarakat di tiga kelurahan yang menjadi lokasi studi kasus ini sangat hetherogen, namun tak ada ditemukan sesuatu bentuk kesenjangan hubungan dalam sesama mereka, khususnya antara kelompok minoritas dengan kelompok mayoritas. 80 % dari responden beragama Islam menyatakan ada mempunyai teman/tetangga yang bukan seagama. Protestan yang besar juga ditemukan berkenaan dengan perhatian responden terhadap hal-hal yang dialami/dilakukan oleh teman/tetangganya yang bukan seagama,- itu, umpamanya besarnya prosentasi responden yang bersedia atau pernah menengok/menghadiri acara-acara tetangga/teman yang tidak seagama sehubungan dengan sesuatu hal dalam syklus kehidupan mereka, seperti adanya kelahiran, perkawinan selamatan/kenduri, tertimpa penyakit, atau kematian. Ada sejumlah kecil responden yang tidak pernah melakukan hal itu, tetapi bukanlah karena faktor yang dapat dikatakan negatif. Faktor itu yang terutama ialah karena tetangga yang beragama yang disebut dalam pernyataan yang diajukan kepadanya memang tidak ada di lingkungannya, atau karena acara yang dimaksud tidak dilaksanakan disana, serta karena tidak diundang. Hanya 2 % yang tidak pernah melakukan kunjungan seperti dimaksud karena alasan dilarang oleh agama. Perselisihan-perselisihan yang berpangkal dari masalah-masalah keagamaan tak pernah terjadi. Ada sedikit sekali responden yang mengaku pefnah mempercakapkan hal-hal yang menyangkut agama/kepercayaan teman/tetangganya yang tidak seagama. Latar belakang utama dari keadaan ini ialah adanya kekhawatiran pihak orang akan salah terima atau salah tanggap sehingga menimbulkan suasana yang kurang sehat. Juga ada alasan karena tidak mampu membuat pertanyaan-pertanyaan yang me-
nyangkut persoalan itu. Inipun dapat difahami sebagai indikasi dari pada kekhawatiran tersebut diatas. Selebihnya adalah karena merasa tidak ada gunanya. Semua ini adalah pernyataan yang menyangkut rasa kehati-hatian warga masyarakat untuk memelihara suasana hubungan sesama mereka. Pada segi pelaksanaan ibadah/ajaran-ajaran agama ataupun perayaan hari-hari besar agama (hari raya) ternyata pengertian dari pihak-pihak yang beragama lain adalah cukup besar. Tak ditemukan hal-hal yang dirasakan oleh pihak masyarakat beragama sebagai mengurangi keluasan mereka untuk berkegiatan di bidang keagamaan mereka masing-masing. Bahkan ada sebagian besar responden yang menyatakan pernah berkunjung kerumah-rumah teman/tetangganya yang tak seagama dalam rangka hari besar agama mereka itu. Hanya 20 % dari responden (N = 100) yang tidak pernah melakukan hal itu, yang semua ini adalah dari responden yang beragama Islam. Kasus ketidak pernahan ini tidaklah berpangkal dari faktor-faktor yang bersumber dari rasa antipati terhadap agama atau penganut agama lain itu, tetapi lebih disebabkan karena hubungan yang memang sebelumnya kurang akrab dari banyaknya kesibukan masing-masing. Faktor hubungan yang kurang akrab ini jelas dari adanya kenyataan bahwa ada sekitar 36 sampai 40 % responden muslim yang tak pernah kedatangan tamu beragama (ain sehubungan dengan hari raya agamanya (Islam). Hal ini cocok pula dengan kenyataan di segi lain. yaitu bahwa ada 40 % responden muslim yang tak pernah sama sekali berkunjung kerumah teman atau tetangganya yang tidak seagama sehubungan dengan hari besar agama (hari raya) mereka. Kondisi yang seimbang begini juga ditemukan antara pihak Protestan dan Katolik. Gangguan-gangguan sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan ibadah/ajaran agama hanya ada dirasakan oleh 4 % responden (N = 100). Tetapi dari beberapa faktor pengganggu itu tidak ada yang berpangkal dari sesuatu perbenturan keyakinan ataupun perselisihan lainnya, dan bukan pula terjadi karena sesuatu kesengajaan. Memang ada gangguan semacam olok-olok yang dirasakan oleh penganut agama Budha, tetapi hal demikian tidaklah bersumber dari suatu kesadaran karena lebih disebabkan oleh sifat kurang dewasa. Hal lain yang juga diperhatikan ialah hubungan kerjasama dalam masyarakat. Pada kenyataannya sebagian sangat besar warga masyarakat itu ikut aktif dalam berbagai kegiatan bersama, kendati agama yang mereka anut berbeda-beda. Tingkat keabsenan tertinggi dalam segi ini terjadi dalam kegiatan pengamanan lingkungan pada malam hari (Jaga Malam Bergiliran). Yang absen dalam kegiatan ini mencapai 16,7 %. Namun itu tidak berarti mereka sama sekali tidak berpartisipasi, sebab sering terjadi
187
seorang kepala keluarga menugaskan kepada putra atau keluarganya yang sudah dewasa untuk melaksanakan tugas giliran tersebut. Demikian pula dalam kegiatan memperbaiki jalanan umum di kelurahan, yang absen mencapai 10 %. Pada dasarnya dari segi kegiatan sosial kemasyarakatan ini tidak ada ditemukan sesuatu wujud pengelompokan tersendiri (isolasi) yang memungkinkan lemahnya hubungan kerjasama kemasyarakatan. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan bersama/kemasyarakatan ini kebanyakan terwujud dalam bentuk pemberian dana/keuangan. Setelah itu yang berupa tenaga (langsung) dan pemikiran. Kekecewaan sering muncul terhadap seseorang warga masyarakat yang keikut sertaannya selalu saja hanya dengan pemberian dana keuangan. Hal demikian tampak dirasakan belum memenuhi keinginan masyarakat. Dari semua segi yang diamati itu tadi, tampak bahwa heterogenita masyarakat agama dapat memberikan kekuatan dan keutuhan masyarakat itu oleh adanya saling pengertian dan tenggang rasa di antara mereka yang berbeda-beda keyakinan dan tradisinya. 2. Pembinaan Keagamaan. Kegiatan-kegiatan yang bersifat keagamaan pada umumnya telah banyak dilaksanakan di daerah lokasi studi kasus ini, dan dalam hal itu peran paling banyak adalah dilakukan oleh para pemuka agama. Mereka aktif menggerakkan masyarakat untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan ke arah itu, dan membina keagamaan masyarakat lewat kegiatan-kegiatan yang mereka selenggarakan sendiri. Kegiatan-kegiatan yang digerakkan oleh organisasi keagamaan ada terdapat di kalangan umat Protestan, Katolik dan Budha. Dalam hal ini peranan pihak Pemerintah, terutama unsur pemerintahan kecamatan dan kelurahan, di samping yang bersifat langsung, juga memberikan pengarahan-pengarahan kepada para pemuka agama yang ada dilingkungannya, yaitu agar mereka dapat berperan lebih banyak serta lebih baik lagi dalam membina masyarakat di sektor keagamaan tersebut. 3. Sikap Terhadap Gagasan Kerukunan Umat Beragama. Sikap setuju terhadap gagasan pembinaan kerukunan intern umat beragama didapatkan sebanyak 87 % dari responden muslim, 100 % dari responden Protestan, 93 % dari responden Katolik, dan 100 % dari responden beragama Hindu dan Budha. Yang bersikap netral ditemukan sebanyak 14 % dari responden beragama Islam, dan 7 % dari responden Katolik. Namun sikap netral ini belum dapat diartikan tidak setuju. . Terhadap gagasan untuk membina kerukunan antar umat beragama ternyata ditanggapi dengan sikap setuju dan setuju sekali oleh hampir se-
mua responden. Hanya 4 % yang bersikap netral, dan ini dari kalangan responden beragama Islam. Hal yang sama juga ditemukan dalam sikap masyarakat beragama dengan pemerintah. Untuk mempertegas sikap mereka ini dikemukakan pula tanggapan masyarakat terhadap upaya untuk menyebarkan agama kepada orang yang sudah menganut agama lain, dan tanggapan mereka terhadap adanya pengaturan kehidupan agama oleh pemerintah. Dalam hal ini ternyata 83 % dari seluruh responden yang tidak setuju atau kurang setuju dengan adanya upaya untuk menyebarkan agama kepada orang yang sudah menganut agama lain, yang bersikap netral sebanyak 15 %, dan yang setuju 2 %. Sikap setuju ini ditemukan dari kalangan responden beragama Protestan. Demikian pula sikap netral tadi, 10 % terdapat dalam kalangan umat Protestan. Mengenai adanya pengaturan kehidupan beragama oleh pemerintah, juga ada sikap setuju dari sebagian besar responden. Sikap setuju masyarakat beragama terhadap gagasan untuk membina kerukunan hidup intern beragama itu pada umumnya didasarkan pada alasan ajaran agama (52%), karena alasan kerukunan/persatuan (36 % ) , dan selebihnya (12 %) karena alasan untuk kelancaran pembangunan. Dalam sikap masyarakat terhadap gagasan untuk membina kerukunan hidup antar umat beragama, alasan yang paling dominan ialah untuk kerukunan/persatuan (76 % ) . Setelah itu ialah alasan anjuran agama (19 % ) , dan alasan kelancaran pembangunan sebanyak 5 %. Faktor yang dominan disini juga menonjol dalam latar belakang sikap masyarakat terhadap gagasan untiïk membina kerukunan hidup umat beragama dengan pemerintah (64 % ) , kemudian 28 % karena alasan pembangunan dan 8 % karena alasan anjuran agama. Sikap yang didasarkan pada alasan anjuran agama dan kerukunan/ persatuan yang menempati urutan terbanyak dalam dasar-dasar sikap terhadap gagasan pembinaan kerukunan hidup umat beragama itu dapat pula dikatakan sebagai perwujudan nyata dari falsafah negara Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa dan Persatuan Indonesia yang telah lama meresap dalam kehidupan masyarakat. Kesadaran mereka untuk bersikap seperti tersebut di atas diiringi pula oleh kesadaran mereka terhadap suasana yang ada, dimana 87 % (N = 100) menilai hubungan intern umat beragama adalah baik atau baik sekali, 75 % yang menilai suasana hubungan antar umat beragama baik atau baik sekali (rukun), sedangkan hubungan antar umat beragama dengan pemerintah dinilai baik/baik sekali oleh 91 % dari seluruh responden. 4. Sikap Terhadap Pelaksanaan Pembangunan, a. Pembangunan di bidang mental/spiritual. Walaupun kegiatan di bidang keagamaan ini telah banyak juga di-
189
laksanakan di kotamadya Banjarmasin khususnya di daerah lokasi studi kasus ini, namun masih terasa bahwa apa yang telah diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat untuk menunjang kegiatan keagamaan mereka belum lagi dapat memenuhi harapan-harapan masyarakat. Adanya harapan-harapan masyarakat ini memperlihatkan sikap positif mereka terhadap gagasan-gagasan di sektor ini. Walaupun swadaya masyarakat di sektor keagamaan ini telah demikian besar, tunjangan dari pihak pemerintah masih juga sangat diharapkan oleh mereka, b. Pembangunan di bidang physik/material. Swadaya masyarakat di bidang inipun cukup besar. Dan kesadaran mereka untuk menumbuhkan suasana yang baik guna lancarnya kehidupan dan pelaksanaan pembangunan, terlihat langsung dari dasar-dasar sikap mereka terhadap gagasan kerukunan umat beragama tadi. Semua ini memberi arti bahwa mereka ikut memperhatikan kelancaran kegiatan di bidang ini. Demikian pula para pemuka agama, partisipasi mereka juga cukup besar, dan diharapkan lebih besar lagi untuk menjaga keharmonisan antar masyarakat agama yang hetherogen itu. Akhirnya, patut pula dikemukakan disini, bahwa kendati telah ada kesimpulan yang bisa ditarik dari studi kasus ini, namun terasa juga adanya berbagai kelemahan yang dialami, yang perlu diperhatikan untuk penelitian selanjutnya. Kelemahan itu ialah; Pertama, sampel responden yang menjadi tidak tepat (untuk kelompok umat Hindu) yang dikarenakan data tentang penganut agama itu di kantor pemerintah kecamatan dan kotamadya digabungkan di bawah satu kelompok Hindu/Budha. Ternyata di lokasi yang dominan adalah penganut Budha, sedangkan Hindu hanya 1 orang. Kedua, masa aktif tim bertepatan menjelang pelaksanaan kampanye pemilu 1982; hal ini menyebabkan petugas pengumpul data dan instrumennya kurang leluasa, dan izin untuk pelaksanaan yang sangat terbatas.
190