PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN KANTOR KEMENTERIAN AGAMA DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
Perpustakaan Nasional: katalog dalam terbitan (KDT)
peran pemerintah daerah dan kantor kementerian agama dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama/Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang Dan Diklat, Kementerian Agama RI edisi I, Cet. 1 …… Jakarta, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI xxxi + 261 hlm; 14,8 x 21 cm
ISBN : 978-979-797-360-5 Hak Cipta pada Penerbit Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, termasuk dengan cara menggunakan mesin fotocopy, tanpa izin sah dari penerbit
Cetakan Pertama, Nopember 2013
PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN KANTOR KEMENTERIAN AGAMA DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
Editor: Bashori A. Hakim Desain cover dan Lay out, oleh: Zabidi
Penerbit: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Jl. MH. Thamrin No. 6 Jakarta Telp./Fax. (021) 3920425, 3920421 www.puslitbang1.balitbangdiklat.go.id
KATA PENGANTAR KEPALA PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN uji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya yang tiada terhingga, sehingga kami dapat merealisasikan ”Penerbitan Naskah Buku Kehidupan Keagamaan”. Penerbitan buku tahun 2013 ini merupakan hasil penelitian Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI pada tahun 2012. Buku hasil penelitian yang diterbitkan sebanyak 8 (delapan) naskah. Buku-buku yang dimaksud sebagai berikut: 1. Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia. 2. Efektivitas Pengawasan Fungsional bagi Peningkatan Kinerja Aparatur Kementerian Agama. 3. Menelusuri Makna di Balik Fenomena Perkawinan di
Bawah Umur dan Perkawinan Tidak Tercatat. 4. Perilaku Komunitas Muslim Perkotaan dalam Mengonsumsi Produk Halal. 5. Pandangan Pemuka Agama terhadap Kebijakan Pemerintah Bidang Keagamaan. 6. Pandangan Pemuka Agama terhadap Ekslusifisme Agama di Berbagai Komunitas Agama.
iii
7. Masyarakat Membangun Harmoni: Resolusi Konflik dan Bina Damai Etnorelijius di Indonesia. 8. Peran Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama. Kami berharap penerbitan naskah buku hasil penelitian yang lebih banyak menyampaikan data dan fakta ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan khazanah sosial keagamaan, serta sebagai bahan masukan bagi para pengambil kebijakan tentang pelbagai perkembangan dan dinamika sosial keagamaan. Di samping itu, diharapkan pula buku-buku ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi berbagai pihak tentang informasi kehidupan keagamaan di Indonesia. Dengan selesainya kegiatan penerbitan naskah buku kehidupan keagamaan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI yang telah memberikan kepercayaan, arahan dan sambutan bagi terbitnya buku-buku ini. 2. Para pakar yang telah sudi membaca dan memberikan prolog atas buku-buku yang diterbitkan. 3. Para peneliti sebagai editor yang telah menyelaraskan laporan hasil penelitian menjadi buku, dan akhirnya dapat hadir di depan para pembaca yang budiman. 4. Kepada semua fihak yang telah memberikan kontribusi bagi terlaksananya program penerbitan naskah buku kehidupan keagamaan ini. 5. Tim Pelaksana Kegiatan, sebagai penyelenggara.
iv
Apabila dalam penerbitan buku ini masih ada hal-hal yang perlu perbaikan, kekurangan dan kelemahannya baik dari sisi substansi maupun teknis, kami mohon maaf dan berharap masukan serta saran untuk penyempurnaan dan perbaikan buku-buku yang kami terbitkan selanjutnya dan semoga bermanfaat. Semoga bermanfaat. Jakarta, Oktober 2013 Kepala, Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Prof. Dr. H. Dedi Djubaidi, M.Ag. NIP. 19590320 198403 1 002
v
vi
Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan...
SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENTRIAN AGAMA RI Pemerintah Daerah termasuk Kantor Kementerian Agama di daerah mempunyai peran sentral dalam pembinaan dan pemeliharaan kerukunan umat beragama di daerah masing-masing. Peran tersebut semakin jelas sejak diundangkannya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 22 Undangundang tersebut disebutkan bahwa salahsatu tugas Pemerintah Daerah adalah melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan “kerukunan nasional” serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selanjutnya dalam Pasal 27 Ayat (1) disebutkan bahwa salahsatu kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah “memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat”. Kedua pasal dari UU No. 32 Tahun 2004 di atas kiranya cukup menjadi dasar acuan bahwa pemerintah daerah mempunyai kewajiban dan kewenangan untuk memelihara kerukunan dan ketentraman masyarakat termasuk kerukunan umat beragama di wilayahnya. Kewenangan terhadap pemeliharaan kerukunan umat beragama oleh pemerintah daerah itu semakin jelas dengan diterbitkannya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri –yang selanjutnya dikenal dengan sebutan PBM- Nomor 9 & 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat.
vii
Sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI
Penelitian yang berupaya mengungkap tentang kepedulian dan perhatian pemerintah daerah terhadap pemeliharaan kerukunan umat beragama di wilayahnya, yang dilakukan oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan ini kiranya penting untuk disimak. Oleh karena itu, selaku Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama kami menyambut baik atas penerbitan buku berisi hasil penelitian di atas sebagai upaya untuk menyebarluaskan informasi tentang dinamika peran berbagai pemerintah daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama yang menjadi kewajiban dan kewenangannya di daerah masing-masing. Harapan kami, untuk mengetahui varian upaya pemerintah daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama secara lebih komprehensif, agar pada tahun mendatang penelitian serupa dilakukan pula di daerah-daerah lain, terutama daerah yang masyarakatnya heterogen, baik dari segi agama maupun budaya. Semoga bermanfaat. Jakarta, Oktober 2013 Pgs. Kepala Badan Litbang dan Diklat
Prof. DR. H. Machasin, MA. NIP. 19561013 198103 1 003
viii
Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan...
PROLOG PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN KANTOR KEMENTERIAN AGAMA DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Oleh: Prof. Dr. H. M. Ridwan Lubis
M
etode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Oleh karena itu, setiap kegiatan penelitian berlangsung maka kegiatan tersebut akan mengacu kepada empat kata kunci di atas yaitu ilmiah, data, tujuan dan kegunaan. Penelitian secara ilmiah mempunyai pengertian didasarkan kepada ciri keilmuan yang rasional, empiris dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara yang dilakukan dapat diamati oleh indera manusia sehingga orang lain dapat melakukan hal yang sama. Sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian menggunakan langkahlangkah tertentu yang bersifat logis. Selanjutnya kriteria yang dapat disebut sebagai sebuah data adalah manakala ia bersifat valid yaitu menunjukkan derajat ketepatan antara hal yang terdapat dalam obyek penelitian dengan data yang dikumpulkan oleh peneliti. Data yang dikumpulkan guna Guru Besar Jurusan Perbandingan Agama pada Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan pernah menjabat Kepala Puslitbang Kehidupan Beragama Kemenag (2005-2007)
ix
Prolog
mengetahui validitas-nya dapat dilakukan pengujian melalui reliabilitas dan obyektifitas. Reliabilitas bermakna adanya konsistensi atau keajegan dalam interval waktu tertentu sedang obyektifitas adalah bahwa terjadi kesamaan informasi yang diperoleh berkenaan dengan interpersonal agreement yaitu kesepakatan antar banyak orang. Kata kunci ketiga yaitu tujuan penelitian berarti bahwa setiap penelitian paling tidak memiliki tiga tujuan yaitu penemuan sesuatu yang baru; pembuktian terhadap asumsi atau dugaan sebelumnya atau juga pengembangan terhadap temuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Selanjutnya, kegunaan penelitian dimaksudkan bahwa pekerjaan penelitian bukanlah pekerjaan yang tidak memiliki manfaat. Setiap penelitian berguna sebagai upaya memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah. Kata memahami artinya adalah menuntun masyarakat untuk memperoleh pemahaman yang benar terhadap adanya suatu kejadian sehingga dimungkinkan dapat dilakukan rekayasa intervensi berikutnya. Kegunaan memecahkan adalah untuk memperoleh jawaban terhadap sesuatu fakta yang menjadi teka-teki yang mengarah kebuntuan pemikiran masyarakat termasuk dalam penyusunan strategi pembangunan. Sedang mengantisipasi adalah untuk membantu melakukan persiapan langkah kebijakan yang akan ditempuh selanjutnya.1 Buku ini berisi hasil penelitian tentang Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama di Indonesia dengan fokus kajian di 8 daerah penelitian provinsi dan kabupaten/kota.
1
x
Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, Bandung, Penerbit Alfabeta, 2009, hal. 1
Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan...
Sekarang marilah kita mencoba menelusuri laporan penelitian tentang Peran Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama yang dilakukan oleh Tim Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama yang memilih delapan lokasi penelitian yaitu Provinsi Kepulauan Riau dan Kota Tanjung Pinang, Provinsi Kalimantan Tengah dan Kota Palangkaraya, Provinsi Bali dan Kota Denpasar, Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kota Kendari, Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Kota Kupang, Provinsi Papua dan Kota Jayapura, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat dan Kota Bandung. Agar laporan penelitian ini memberikan kesan sebagai sebuah tema besar yang kemudian dipilah kepada delapan wilayah penelitian maka sebaiknya perlu dijelaskan bahwa penentuan lokasi penelitian bukan dilakukan secara sambil lalu akan tetapi melalui pertimbangan yang logis dan rasional yang diharapkan akan dapat menggambarkan keutuhan penyajian tema besar tersebut dalam berbagai temuan fakta di lapangan. Secara menduga-duga, kita dapat memahami bahwa latar belakang pemilihan lokasi penelitian itu dapat dilihat dari beberapa sisi. Pertama, tipologi daerah yang mengalami kecepatan pertumbuhan angka sumber daya manusia dan kemudahan akses perlintasan batas negara. Hal ini dapat dilihat pada kasus penelitian di Kepulauan Riau di Sumatera karena berbatasan langsung dengan negara tetangga Singapura dan Papua yang berbatasan dengan Papua New Guini. Hal ini penting dipahami mengingat bahwa perkembangan global di masa depan batas antar negara menjadi sangat relative (borderless state) yang berdampak pada interaksi agama dan budaya. Dampaknya tentu adalah
xi
Prolog
kemungkinan terjadinya “pemaksaan” sebuah konsep budaya pada sebuah negara oleh negara yang lain. Kedua, daerah penelitian yang memiliki tipologi adat yang dominan sehingga di satu sisi ia dapat berperan sebagai alternatif perekat antar kemajemukan sosial namun pada sisi yang lain ia juga dapat berdampak negatif yaitu terjadinya relativitas fanatisme nilai pada agama anutannya oleh karena terjadinya over dosis terhadap ide kerukunan sehingga terkesan melampaui batas-batas yang mencakup dua klaim agama yaitu klaim kebenaran (truth claim) dan klaim keselamatan (salvation claim). Akibatnya, agama menjadi kehilangan makna sebagai sebuah pedoman hidup. Kasus inilah yang tampil dalam penelitian di Kalimantan Tengah yang terkenal dengan Kaharingan sebagai agama lokal masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah. Namun pada sisi yang lain juga, sesungguhnya penelitian ini ingin menggugah perhatian para pembaca sekaligus pengambil kebijakan terhadap masa depan administrasi keagamaan di Indonesia khususnya pada tiga kelompok agama: agama mondial, agama timur dan agama lokal. Ketiga, kawasan yang sesungguhnya sedang mengalami dinamika keagamaan seperti di Sulawesi Tenggara. Secara tradisional, dua agama yang cukup dominan yang menjadi anutan masyarakat yaitu Islam dn Kristen. Akan tetapi sebagai dampak dari program transmigrasi yang memindahkan penduduk dari daerah yang padat yaitu Bali, Nusa Tenggara Barat dan Jawa maka terjadilah perubahan konfigurasi demografis sebagai sebuah tantangan pembangunan.2 Provinsi Sulawesi Tenggara termasuk daerah yang mengalami perubahan konfigurasi demografis karena menjadi 2
Lihat Prof. Dr. Sondang P Siagian, Administrasi Pembangunan, Konsep, Dimensi dan Strateginya, Jakarta, Bumi Aksara, 2008, hal. 18.
xii
Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan...
tujuan transmigrasi. Program tersebut membawa kenyataan baru bahwa umat Hindu adalah menjadi penganut agama nomor dua terbanyak di Provinsi Sulawesi Tenggara. Keempat, Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sebagai representasi dari daerah yang secara mayoritas dihuni oleh penganut agama Kristen dan Katolik dan kemudian disusul oleh Islam. Akan tetapi dengan ciri daerah yang terdiri dari banyak kepulauan baik yang besar maupun kecil tentulah daerah tersebut akan mengalami persoalan ketika akan menerapkan pesan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan 8 Tahun 2006 tentang ketentuan pendirian rumah ibadat terutama berkaitan dengan jumlah minimal calon pengguna rumah ibadat yang akan didirikan. Akan tetapi karena kuatnya semangat nasionalisme pada daerah tersebut sebagai warisan historis yang mereka dapatkan dari berbagai pengalaman masa lalu maka kemajemukan itu sendiri tidak menjadi persoalan. Masalah kemudian adalah langkah kebijakan apa yang harus dilakukan Pemerintah Daerah tentang langkah kompromi antara ketentuan nasional (das sollen) dan kenyataan faktual daerah (das sein). Kelima, daerah yang cukup dikenal secara internasional karena potensi wisatanya namun memiliki jumlah penganut agama yang tergolong kecil untuk ukuran nasional yaitu Provinsi Bali. Di tengah tuntutan tetap terpeliharanya stabilitas sosial guna mendukung posisi Bali sebagai tempat pelancongan, konvensi sehingga dapat menarik masuknya devisa nasional akan tetapi juga tetap membuka peluang diberikannya ruang gerak yang sama bagi unsur kemajemukan sosial baik agama maupun budaya. Pemerintah Provinsi Bali mengeluarkan Peraturan Gubernur No. 11 Tahun 2006 sebagai kebijakan untuk memelihara stabilitas daerah yang terkesan
xiii
Prolog
menyulitkan kelompok umat bukan Hindu untuk mendirikan rumah ibadat. Keenam, daerah yang sering disorot oleh media massa maupun pengamat asing adalah Provinsi Jawa Barat yang ditengarai sebagai daerah yang menunjukkan gejala intoleransi dalam kehidupan beragama. Memang hal ini masih perlu pembuktian lebih lanjut. Masyarakat Jawa Barat sendiri tidak merasa adanya hal yang demikian karena mereka berpandangan bahwa kebijakan yang mereka lakukan adalah berjalan di atas tradisi sudah baku yang mereka alami. Sebaliknya, masyarakat luar berpandangan bahwa apakah orang yang bukan berasal dari Jawa Barat tidak diberi peluang untuk bisa tampil beda dari apa yang telah menjadi suatu kebiasaan bagi masyarakat lokal. Ketujuh, dari semua lokasi penelitian yang disebut di muka maka yang paling mendapat perhatian adalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai ibukota negara, sebagai pusat kegiatan politik, bisnis dan merupakan representasi potret dari Indonesia. Sebagai kota yang tumbuh menjadi megapolitan tentulah mau tidak mau, masyarakatnya akan terlibat dengan berbagai macam proses sosial. Hal ini berakibat adanya saling mempengaruhi baik agama maupun budaya. Melihat potret Jakarta tentulah tidak bisa disamakan dengan potret Jakarta puluhan tahun yang lalu ketika penduduknya relatif masih homogen. Pemukimanpemukiman tradisional yang dahulunya dihuni oleh etnis lokal, Betawi, sebagian besar sekarang tinggal menjadi kenangan. Hal itu kemudian berdampak bahwa pada lahan yang telah ditinggalkan tumbuh berbagai bangunan baru termasuk bangunan rumah ibadat. Persoalannya kemudian adalah bagaimana Pemerintah Daerah Jakarta merumuskan kebijakan di tengah gemuruhnya derap pembangunan.
xiv
Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan...
Dari berbagai laporan penyajian data yang termuat dalam laporan peneitian ini maka persoalan-persoalan besar tentang kerukunan hidup umat beragama mencakup berbagai hal. Pertama, implementasi tata perundang-undangan khususnya Undang Undang No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menyisakan kesulitan dalam implementasinya. Perumusan kebijakan pembangunan bidang keagamaan adalah termasuk dari lima urusan pemerintahan yang masih dipegang oleh Pemerintah Pusat. Dari kelima unsur itu maka termasuk urusan keagamaan berada di dalamnya. Pemerintah Pusat kemungkinan berpandangan bahwa urusan keagamaan adalah persoalan yang amat sensitif dan sewaktu-waktu apabila salah dalam mengambil kebijakan akan berdampak yang lebih luas. Oleh karena masalah agama sekalipun ia adalah persoalan yang bersifat batiniyah akan tetapi sewaktuwaktu dapat berubah menjadi ledakan konflik sosial. Oleh karena itu, Pemerintah Pusat tetap berharap dapat mengendalikan administrasi pembangunan bidang keagamaan. Secara substansi, Pemerintah Daerah diharapkan hanya meneruskan kebijakan pusat tanpa melakukan rekayasa. Persoalannya kemudian adalah kondisi setiap daerah baik geografis maupun budaya tidak sama dan kemajemukan itu telah dipahami, dihayati dan menjadi kenyataan dalam kehidupan sehari-hari. Kebijakan urusan keagamaan di atas maka dampaknya terjadi ketimpangan di daerah karena belum berhasil melakukan keterpaduan antara Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dengan instansi Kementerian Agama sehingga wadah Dewan Penasehat FKUB yang menjadi penopang mekanisme kerja FKUB sebagai wujud kerjasama menjadi kurang berfungsi. Karena banyaknya urusan yang dibebankan kepada Pemda maka urusan agama
xv
Prolog
sebagai urusan pusat tidak menjadi prioritas dalam administrasi pembangunan. Dalam kaitan ini, sesungguhnya dapat disiasati manakala pimpinan puncak di dua kementerian tersebut mengambil kebijakan lanjutan dalam penguatan kerukunan umat beragama. Langkah tersebut adalah memberikan tambahan amunisi kepada pimpinan daerah Kementerian Agama di daerah berupa pernyataan kesepakatan (MoU) guna mengatasi kesenjangan birokratis tersebut agar keberadaan FKUB lebih efektif karena memperoleh dukungan birokrasi maupun instansi lainnya di daerah. FKUB masih dihadapkan kepada tugas penyelesaian perselisihan, sosialisasi untuk membangun kesamaan pemahamn masyarakat di lapisan akar rumput. Kedua, kehadiran rumah ibadat pada dasarnya adalah bangunan biasa yang sama dengan bangunan lainnya. Akan tetapi opini telah terbentuk dalam masyarakat bahwa rumah ibadat memiliki fungsi yang lain yaitu sebagai bukti hukum (de jure) maupun bukti fakta (de facto) kehadiran umat beragama yang lain di daerah tertentu. Artinya, kehadiran rumah ibadat memiliki dampak sosiologis-psikologis-politis. Masyarakat yang tidak terbiasa melihat adanya rumah ibadat dalam bentuk yang lain maka akan membuka reaksi baik terhadap kelompok yang satu agama apalagi yang berbeda agama. Secara formal, telah ada aturan terhadap rencana pendirian rumah ibadat. Namun dalam kenyataan di lapangan realisasi peraturan pendirian rumah ibadat tersebut tidak semudah yang dibayangkan. Sekalipun semua persyaratan formal telah terpenuhi akan tetapi hal tersebut belum menjadi jaminan akan terwujud pembangunan rumah ibadat dengan mulus. Diperlukan pendekatan yang lebih substansial lagi yaitu menyelesaikan urusan yang terkait dengan aspek sosiologis-
xvi
Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan...
psikologis dan politis tersebut. Oleh karena itu, pendekatan terhadap masyarakat melalui meja perundingan yang difasilitasi oleh tokoh atau pemuka masyarakat yang memiliki potensi representatif serta aspiratif. Representatif artinya pemuka agama yang tergabung dalam FKUB sadar bahwa diriya adalah mewakili seluruh kepentingan umat beragama yang berada di provinsi/kabupaten/kota tersebut. Aspiratif artinya bahwa pemuka agama bersedia menampung segala aspirasi masyarakat yang terkait dengan urusan keagamaan dan sosial lainnya guna disalurkan kepada pihak terkait dan sekaligus dicarikan solusinya. Mencari tokoh yang memiliki kapasitas demikian disadari tidaklah mudah karena memerlukan pembibitan, kaderisasi, pelatihan, dan pemberdayaan. Disadari bahwa FKUB yang sudah ada masih belum dapat berbuat banyak akibat dari kurang lancarnya program konsolidasi serta persoalan solidaritas di antara mereka. Ketentuan PBM yang menyatakan bahwa rekomendasi tentang usul IMB rumah ibadat hendaklah diputuskan melalui rapat secara musyawarah/mufakat akan tetapi pada kenyataannya masih cukup sulit. Lemahnya solidaritas di kalangan para pemuka agama pada dasarnya merupakan kelanjutan dari belum terselesaikannya pemahaman masyarakat tentang pengertian dari semangat misi pada setiap agama. Pemerintah Daerah maupun Kemenag secara umum juga belum melihat hal itu sebagai prioritas pembangunan oleh karena penanganan yang serba tanggung terhadap program pemeliharaan kerukunan umat beragama. Akibatnya, sudah diduga bahwa format relasi di antara umat beragama masih terpola pada konstruk mayoritas dan minoritas. Padahal beragama dimulai dari hati dan kemudian baru kepada amal perbuatan. Akan tetapi dalam
xvii
Prolog
kenyataannya, masyarakat masih memahami bahwa letak keberagamaan itu adalah pada angka nominal jumlah penganut suatu agama. Sebutan mayoritas dan minoritas secara jujur harus diakui bahwa hal itu hanyalah sebuah pengandaian angka statistik sebagai bahan penyusunan kebijakan pelayanan terhadap pengamalan ajaran agama. Inti persoalannya adalah perlunya rumusan paradigma keberagamaan di Indonesia agar pemahaman terhadap misi agama tetap sejalan dengan nasionalisme. Kedua, di antara Pemerintah Daerah termasuk Kemenag memang sudah ada yang memberikan perhatian terhadap pemeliharaan kerukunan umat beragama akan tetapi masih bersifat artifisial khususnya berkaitan aspek pembangunan fisik. Dalam pandangan kita, hal yang paling diperlukan dalam hal pelayanan publik adalah merumuskan kebijakan yang akan memberikan penguatan bagi keberadaan FKUB termasuk berbagai Peraturan Daerah yang akan memudahkan terwujudnya program kerukunan. Tokoh-tokoh agama akan lebih mudah melakukan sosialisasi program kerukunan beragama di masyarakat manakala pembangunan aspek lain sejalan dengan penguatan nilai dan moral masyarakat. Sebaliknya apabila pernyataan tokoh agama berbeda dengan kenyataan maka wibawa mereka akan tergerus dan akhirnya mereka kehilangan peranan sebagai panutan. Demikian juga Pemerintah Daerah hendaklah memandang kemajemukan sosial pada dasarnya adalah merupkan proses dinamika menuju kepada pembentukan keseimbangan baru. Oleh karena itu, tidak selayaknya manakala ada Pemerintah Daerah yang berpandangan bahwa daerah boleh mengambil kebijakan sekalipun bertentangan secara substansial dengan kesepakatan yang diambil seluruh wakil majelis-majelis umat
xviii
Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan...
beragama yang telah dikukuhkan pemerintah melalui PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006. Kasus ini ditemukan dalam Peraturan Gubernur Bali No 11 Tahun 2006.3 Adanya upaya sebagian daerah yang berusaha menonjolkan identitas kedaerahannya merupakan gejala yang perlu dicermati secara seksama karena akan berpeluang menjadi faktor penghambat kerukunan umat beragama.4 Ketiga, kearifan lokal yang terdapat di berbagai daerah pada dasarnya adalah menjadi faktor positif dalam mewujudkan kelestarian kehidupan masyarakat yang rukun. Akan tetapi perlu diingat bahwa kearifan lokal itu pada umumnya terbentuk ketika masyarakat masih berada pada fase agraris. Hal inilah yang terjadi pada tradisi huma betang di Kalimantan Tengah, manyamo braya di Bali demikian juga di daerahdaerah lainnya. Kondisi masyarakatnya yang relatif masih homogen, sekalipun ada kemajemukan akan mudah menghayati prinsip kearifan local. Masyarakat pendatang, karena jumlahnya relatif masih kecil, dapat dengan cepat melakukan penyesuaian dengan tradisi masyarakat setempat. Akan tetapi sekarang suasananya sudah berbeda. Masyarakat setempat melihat masyarakat pendatang sebagai saingan dan oleh karena itu mereka sikapi secara defensif sekaligus membangun kekuatan simbol-simbol budaya termasuk agama. Sebaliknya masyarakat pendatang sesuai dengan 3
Dalam kasus yang lain juga, data yang tidak termauk dalam penelitian ini, Peraturan Gubernur Aceh Tahun 2007 yang mentapkan bahwa calon pengguna rumah ibadah paling sedikit 150 orang sekalipun dalam PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006 dinyatakan bahwa jumlah itu paling kurang hanya 90 orang penduduk setempat.
4
Di antara faktor penghambat kerukunan umat beragama dengan merujuk dari laporan di Kalimantan Tengah adalah (1) penyalahgunan simbol-simbol agama (2) penyiaran agama terhadap orang yang sudah beragama, dan (3) penguatan identitas politik relasi etnisitas dan religiositas, lihat laporan M Yusuf Asry, hal. 68
xix
Prolog
potensi dinamika dan kreatifitas yang mereka bawa dari lingkungan asalnya tidak terdorong untuk segera melakukan proses adaptasi maupun akomodasi terhadap kultur lokal guna terbentuknya keseimbangan baru, akan tetapi memperkuat sikap yang selektif sehingga terbentuklah sikap yang saling menjauh antara pendatang dengan penduduk lokal.5 Persoalan lain, dorongan modernisasi di berbagai bidang maka term-term budaya yang dimiliki masyarakat agraris-tradisional hampir tidak lagi relevan dengan perkembangan modernitas. Oleh karena itu mengharapkan kearifan lokal dapat berperan efektif guna menjawab persoalan modernitas pembangunan kemungkinan besar akan menjadi sia-sia.6 Masyarakat perlu didorong untuk merekayasa kearifan lokal baru sebagai common platform sebagai wadah kemajemukan. Pemerintah Daerah maupun Kemenag hendaklah dapat merumuskan berbagi kebijakan pelayanan publik yang dapat diarahkan sebagai kebijakan afirmatif terhadap kerukunan hidup umat beragama.7 5
Sebagai ilustrasi pendirian gereja di Jakarta memiliki empat tipe polemik pendirian (1) pendirian greja yang tidak menemui hambatan berarti (2) pendirian gerja dulu brmsalah ttapi sekarang oleh karena perkembangan waktu dengan terjadinya saling penyesuaian maka tidak lagi mnjadi masalah (3) gereja yang dulu tidak bermasalah tetapi sekarang bermasalah atau dipermasalahkan, dan (4) gereja yang mengalami masalah dari dulu sampai sekarang, lihat Tim Peneliti Yayasan Paramadina, Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik UGM, Kontrovrsi Gerja Di Jakarta, Yogyakarta, CRCS, 2011, hal. 23.
6
Sondang P Siagian mendata adanya 10 potensi yang akan menjadi tantangan dalam pembangunan di masa depan yaitu (1) globalisasi ekonomi (2) pengangguran (3) tanggung jawab sosial (4) pelestarian lingkungan hidup (5) peningkatan mutu hidup (6) penerapan norma-norma moral dan etika (7) keanekaragaman tenaga kerja (8) pergeseran konfigurasi demografis (9) penguasaan dan pemanfataan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (10) tantangan di bidang politik. Dua tantangan utama sangat erat kaitannya dengan program pemeliharaan kerukunan umat beragama yaitu penerapan norma-norma moral dan etika serta pergeseran konfigurasi demografis yang mengakibatkan terjadinya transmigrasi baik swakarsa maupun akibat program pemerintah, selanjutnya lihat Prof. Dr. P Siagian, op.cit., hal. 18.
7
UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik: Pengertian pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan
xx
Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan...
Persoalan hubungan antar umat beragama pada masyarakat yang mulai bergeser menuju masyarakat industri tentulah akan berhadapan dengan berbagai kecenderungan pandangan masyarakat yang pragmatik sehingga terbuka peluang akan terabaikan pertimbangan nilai-nilai yang absolut-universal. Konflik dapat bermula dari hal yang kecil namun kemungkinan ia akan berubah menjadi sebuah letupan konflik. Konflik yang terjadi termasuk dalam hubungan antar umat beragama dapat dipilah dalam tahapan-tahapan konflik sebagai berikut. Pertama, antecendent condition (kondisi yang mendahului). Pada tahap ini dimulai dengan curiga, konflik antar pribadi, ras, kelas sosial, politik, sumber daya, keyakinan. Kondisi ini umumnya terurai dalam kehidupan sosial sehari-hari. Kedua, perceived potential (kemungkinan konflik yang dilihat). Pada tahap ini, satu atau juga kedua belah pihak telah mulai tampak perubahan kepribadian dari individu-individunya, retaknya kesatuan sosial dan solidaritas mulai hilang. Ketiga, felt conflict (konflik yang dirasa). Pada tahap ini telah kelihatan adanya benturan antar kepentingan dengan adanya kondisi yang tidak memuaskan, menghambat, menakutkan bahkan mulai mengancam. Keempat, manifest behavior (perilaku yang tampak). Pada tahap ini orang-orang mulai menanggapi dan ambil tindakan seperti saling mendiamkan, pertengkaran lisan, berdebat, bersaing, agresif dan lain sebagainya. Kelima, suppressed or managed conflict (konflik yang dikelola) artinya konflik yang sudah terjadi dapat dikelola melalui negosiasi yang menghasilkan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik, selanjutnya lihat Undang-Undang Pelayanan Publik, Edisi Terbaru, Bandung, Fokusindo Mandiri, 2013, hal. 3-4.
xxi
Prolog
kesepakatan bersama. Keenam, management aftermath (sesudah konflik diselesaikan). Apabila konflik tidak diselesaikan maka kedua belah pihak akan menanggung akibatnya dalam waktu yang lama bahkan bisa sampai ke generasi berikutnya. Namun apabila dikelola dengan baik maka setiap yang terlibat menindaklanjutinya secara baik dan masyarakat dapat menjadi utuh kembali.8 Buku laporan penelitian ini apabila dilakukan analisis yang lebih mendalam maka pembaca akan memperoleh butirbutir pengetahuan yang lebih luas karena pemahaman kita terhadap pernik-pernik budaya dan keberagamaan yang ada di Nusantara semakin lengkap. Akan tetapi tampaknya, para penulis laporan penelitian ini, apakah karena akibat dari pola laporan ”kejar tayang” sehingga sulit untuk berpikir fokus yang tidak hanya melakukan uraian deskriptif akan tetapi dapat memberikan pemaknaan di balik fakta-fakta yang ada. Dengan demikian, maka laporan penelitian ini dapat menuntun pembaca memahami persoalan-persoalan besar di balik pola relasi antara institusi Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama di daerah. Semoga. Jakarta, Oktober 2013
8
Lihat Susul Tetrabuana Soeryo, S. Kom, MM, Manajemen Konflik Sosial, Jakarta, Restu Agung, 2005, hal. 11-12.
xxii
Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan...
PRAKATA EDITOR
uslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Pada Tahun 2012 mengadakan penelitian tentang “Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama.” Kementerian Agama di daerah juga menjadi fokus kajian ini karena mempunyai peran yang sama dengan Pemerintah Daerah dalam pemeliharaan kerukunan. Penelitian ini penting dilakukan untuk mengungkap sejumlah permasalahan di sekitar perhatian Pemerintah Daerah terhadap upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama. Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terlihat jelas tanggung jawab pemerintah daerah terkait kerukunan umat beragama. Dalam Pasal 22 UU tersebut misalnya, disebutkan bahwa salahsatu tugas Pemerintah Daerah adalah “melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan NKRI.” Demikian pula di dalam Pasal 27 Ayat (1) disebutkan bahwa salahsatu kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah “memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat.” Kalimat ini secara implisit menegaskan adanya kewajiban dan tanggung-jawab kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan masyarakat Indonesia yang terdiri atas umat
xxiii
Pengantar Editor
beragama, atau dengan kata lain bertanggung-jawab dalam pemeliharaan “kerukunan umat beragama” di daerahnya. Dalam konteks regulasi saat sekarang ini, adanya kewenangan atau kewajiban pemeliharaan kerukunan umat beragama oleh Pemerintah Daerah itu semakin jelas dengan diterbitkannya PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006. PBM yang selengkapnya adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, berisi tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan Pendirian Rumah Ibadat. Jelasnya, ada tiga hal yang diatur dalam pelaksanaan tugas pemerintah daerah, yakni: (1) pemeliharaan kerukunan umat beragama; (2) pemberdayaan FKUB; dan (3) hal pendirian rumah ibadat. Pemerintah Daerah dalam konteks ini meliputi gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota dan wakilnya, serta camat hingga lurah. Namun faktanya, meski regulasi itu secara tegas menyebutkan tanggung jawab pemerintah daerah, sejumlah pemerintah daerah tampaknya masih “ragu” dalam merealisasikan tugas tersebut. Dalam hal pengalokasian anggaran untuk FKUB misalnya, tidak sedikit pemerintah daerah yang belum cukup memberikan perhatian. Terkait persoalan ini menarik kiranya mencermati hasil monitoring Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Setjen Kementerian Agama pada tahun 2009 yang memaparkan data tentang sumber dan jumlah bantuan untuk FKUB. Data tersebut antara lain menunjukkan sejumlah besaran bantuan untuk operasional maupun pembangunan sekretariat FKUB, mulai
xxiv
Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan...
dari Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) -yang terkecilhingga sampai Rp. 622.000.000,- (enam ratus dua puluh dua juta rupiah) -yang terbesar-. Dari data itu juga diketahui bahwa Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) telah 31 kali memberikan bantuan bagi FKUB-FKUB di Indonesia sepanjang tahun 2007-2009. Selain itu, dalam rentang waktu yang sama, Kantor Wilayah Kementerian Agama di berbagai provinsi telah memberikan bantuan untuk FKUB sebanyak 56 kali, sedangkan pemerintah-pemerintah daerah di tingkat provinsi telah memberikan bantuan sebanyak 24 kali. Meski dengan varian yang beragam mengenai besaran jumlah bantuan dan subyek Pemda yang memberikan bantuan, namun secara umum terlihat bahwa Pemda-Pemda yang “berkenan” memberikan bantuan untuk biaya pemeliharaan kerukunan terhadap FKUB relatif masih sedikit. Meskipun alokasi dana untuk FKUB bukan satu-satunya indikator tentang adanya atensi Pemda untuk pemeliharaan kerukunan umat beragama, namun mengingat tugas dan peran FKUB berkaitan erat dengan hal-ihwal kerukunan umat beragama maka alokasi dana untuk FKUB menjadi signifikan sebagai “penanda” adanya atensi tersebut. Dari hasil monitoring di atas terlihat ada sejumlah Pemda yang telah memberikan perhatian cukup untuk anggaran kerukunan umat beragama, namun masih banyak yang belum. Kurangnya perhatian Pemda -yang salah satunya ditunjukkan dari segi alokasi penganggaran misalnya- kiranya tidak sebanding dengan perlunya upaya berkelanjutan dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama yang terus menghadapi tantangan. Seperti diketahui, kasus-kasus kerukunan baik intern maupun antarumat beragama terutama
xxv
Pengantar Editor
terkait rumah ibadat, hampir setiap saat terjadi di berbagai daerah. Bahkan sejumlah laporan menunjukkan adanya gejala peningkatan kasus tersebut pada tahun-tahun belakangan ini. Hal ini tentu saja menuntut adanya kesigapan dan peningkatan kinerja FKUB sebagai leading sector pemelihara kerukunan umat beragama, yang tentu saja perlu dukungan anggaran yang cukup. Penelitian yang hasil kajiannya dipaparkan dalam buku ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya yang mengkaji pelaksanaan PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa PBM memiliki tiga isu utama, yakni tugas kepala daerah/wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan, pemberdayaan FKUB, dan pendirian rumah ibadat. Pada tahun 2007 Puslitbang Kehidupan Keagamaan melakukan penelitian tentang “Efektivitas Sosialisasi PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006”. Penelitian yang dilakukan selang setahun pada pasca diterbitkannya PBM ini antara lain menyimpulkan bahwa sosialisasi PBM secara umum telah memberikan kontribusi bagi upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama. Pada tahun 2009 dilakukan penelitian tentang “Peranan FKUB dalam Pelaksanaan Pasal 8, 9, dan 10 PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006”. Fokus kajian dalam penelitian ini adalah perihal FKUB. Melalui penelitian ini terungkap antara lain adanya sejumlah FKUB yang telah berperan baik, namun banyak juga yang belum cukup optimal. Selanjutnya tahun 2010 dilakukan penelitian tentang kasus-kasus di seputar pendirian rumah ibadat, kemudian tahun 2011 dilakukan penelitian tentang kasus pendirian, penertiban, dan penutupan rumah ibadat. Penelitian tahun 2010-2011 itu mengkaji bagian ketiga dari
xxvi
Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan...
PBM, yakni ihwal pendirian rumah ibadat. Penelitianpenelitian tersebut menginventarisasi dan mengkaji kasuskasus rumah ibadat yang cenderung meningkat. Melalui penelitian itu terungkap antara lain bahwa diantara penyebab timbulnya kasus-kasus rumah ibadat yakni tidak dipatuhinya ketentuan PBM, dan proses pendirian rumah ibadat yang dilakukan dengan cara-cara tidak sepatutnya. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2012 ini lebih mengonsentrasikan kajian tentang Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, dalam rangka melengkapi kajian terhadap pelaksanaan PBM -yang justru merupakan bagian pertama yang diatur dalam PBM-. Akhirnya ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama dan Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan yang telah memberikan pengarahan dalam pengeditan laporan ini. Ucapan serupa juga saya sampaikan kepada para peneliti terkait dan berbagai pihak yang telah membantu terhadap proses editing buku ini. Mudah-mudahan bermanfaat. Jakarta, Oktober 2013 Bashori A Hakim
xxvii
Pengantar Editor
xxviii
Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan...
DAFTAR ISI
Kata Pengantar Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan ............................................................................
iii
Sambutan Kepala Badan dan Diklat ..................................
vii
Prolog oleh Prof. Dr. H. M. Ridwan Lubis ........................
ix
Prakata Editor .......................................................................
xxiii
Daftar Isi.................................................................................
xxix
BAB I.
PENDAHULUAN ............................................
1
BAB II.
PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN KANTOR KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI KEPULAUAN RIAU DAN KOTA TANJUNG PINANG DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Oleh : Akmal Salim Ruhana ...........................
BAB III.
15
PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN KANTOR KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DAN KOTA PALANGKARAYA DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Oleh : M. Yusuf Asry .......................................
47
xxix
Daftar Isi
BAB IV.
PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN KANTOR
KEMENTERIAN
AGAMA
PROVINSI BALI DAN KOTA DENPASAR DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Oleh : Bashori A. Hakim ................................. BAB V.
77
PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN KANTOR PROVINSI
KEMENTERIAN SULAWESI
AGAMA
TENGGARA
DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Oleh : Haidlor Ali Ahmad .............................. BAB VI.
105
PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN KANTOR
KEMENTERIAN
AGAMA
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Oleh : Ahsanul Khalikin .................................. BAB VII.
149
PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN KANTOR
KEMENTERIAN
AGAMA
PROVINSI
PAPUA
DALAM
PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Oleh : Ibnu Hasan Muchtar ............................
xxx
177
Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan...
BAB VIII. PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN KANTOR KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI DKI JAKARTA DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Oleh : Akmal Salim R., Bashori A. Hakim, dan Rahmah NF ............................................... BAB IX.
215
PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN KANTOR KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI JAWA BARAT DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Oleh : Mursyid Ali ...........................................
237
xxxi
Bab I. Pendahuluan
xxxii
Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan...
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perihal otonomi daerah, -sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 -, pada dasarnya adalah menegaskan adanya pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam mengurus sejumlah urusan kepemerintahan. Namun demikian, dalam UU ini juga disebutkan adanya pengecualian beberapa hal yang tidak diotonomkan, di antaranya adalah perihal agama.1 Sayangnya, tidak diotonomkannya ihwal agama kepada pemerintah daerah ini menimbulkan pemahaman oleh sementara penyelenggara di beberapa daerah yang kurang tepat dalam beberapa hal. Adanya sejumlah pemerintah daerah yang terkesan ‚enggan” mengalokasikan anggaran pendidikan ke madrasah-madrasah yang berada di bawah naungan Kementerian Agama dengan alasan tidak diotonomkannya kementerian ini, merupakan bukti adanya kesalahpahaman di atas. Selain itu juga ada sejumlah pemerintah daerah tampak ‚ragu‛ dalam mengalokasikan anggaran untuk urusan pemeliharaan kerukunan umat beragama, misalnya dalam pemberian bantuan anggaran FKUB karena mengira kerukunan umat beragama adalah 1 Yang dimaksud dengan urusan agama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan dan sebagainya; dan bagian tertentu urusan pemerintah lainnya yang berskala nasional, tidak diserahkan kepada daerah. Khusus dibidang keagamaan sebagian kegiatannya dapat ditugaskan oleh Pemerintah kepada Daerah sebagai upaya meningkatkan keikutsertaan Daerah dalam menumbuhkembangkan kehidupan beragama.
1
Bab I. Pendahuluan
persoalan agama yang berarti hal itu bukan wilayah kewenangannya.2 Kesalahpahaman seperti itu semestinya tidak perlu terjadi. Keberadaan madrasah-madrasah (negeri) secara struktural memang berada di bawah Kementerian Agama, namun peserta didiknya sejatinya adalah putera-puteri bangsa yang juga menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah untuk memenuhi kewajiban untuk memperoleh pendidikan. Apalagi data menunjukkan bahwa sekitar 90% madrasah-madrasah yang ada di daerah masih berstatus swasta, maka sesungguhnya anak-anak didik di ‚sekolahsekolah agama‛ itu menjadi tanggung jawab bersama, termasuk Pemerintah Daerah. Demikian pula halnya ihwal kerukunan umat beragama. Meski ada kata ‚agama‛ di situ, namun pada hakekatnya kerukunan umat beragama adalah juga kerukunan masyarakat. Dengan demikian, secara faktual jika kerukunan umat beragama terganggu maka kerukunan dan ketertiban masyarakat akan terganggu pula. Terlebih lagi, kerukunan umat beragama –yang juga kerukunan 2
Selain soal ‗bukan wilayah kewenangan‘ ini, keengganan itu memang terkait kesulitan administratif Pemda dalam memberikan bantuan tersebut—sebagaimana dikeluhkan sejumlah perwakilan Pemda dalam Rakornas FKUB di Bandung tahun 2008. Misalnya, dikatakan, karena yang dibantu adalah FKUB yang notabene bukan ormas [yang ber-AD/ART] maka pertanggungjawabannya menjadi sulit. Atau, bahwa anggota FKUB adalah para pemuka agama yang diasumsikan belum terbiasa dengan skema pertanggungjawaban keuangan negara yang dinilai rumit, jangan sampai justru hal itu akan menjerumuskan pemuka agama pada penyimpangan keuangan, misalnya. Atas problem ini sejumlah Pemda memang bisa menyiasati dengan skema pemberian hibah, sebagian lainnya masih kesulitan. Dalam perkembangannya, adanya ketentuan Pemerintah yang menyatakan larangan membantu instansi vertikal juga mendasari keraguan Pemda mengalokasikan bantuan keagamaan untuk sekolah/madrasah.
2
Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan...
masyarakat- adalah merupakan pilar terwujudnya kerukunan nasional. Kenyataan demikian menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beragama. Apabila umat beragama tidak rukun, maka bangsa Indonesia secara keseluruhan akan mengalami disharmoni. Jadi, kerukunan umat beragama adalah juga tanggung jawab Pemerintahan Daerah. Jika merujuk kepada UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, tanggung jawab pemerintah daerah terkait kerukunan umat beragama memang sudah jelas. Dalam Pasal 22 UU tersebut misalnya, disebutkan bahwa salahsatu tugas Pemerintah Daerah adalah ‚melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan NKRI.‛ Demikian pula di dalam Pasal 27 Ayat (1) disebutkan bahwa salah satu kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah ‚memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat.‛ Kalimat ini secara implisit menegaskan adanya kewajiban dan tanggung-jawab oleh kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan masyarakat Indonesia yang terdiri atas umat beragama, atau dengan kata lain ‚kerukunan umat beragama‛. Dalam konteks regulasi saat sekarang ini, adanya kewenangan atau kewajiban pemeliharaan kerukunan umat beragama oleh Pemerintah Daerah itu semakin jelas dengan diterbitkannya PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006. PBM yang selengkapnya adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 itu, berisi tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat
3
Bab I. Pendahuluan
Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat. Jelasnya, ada tiga hal yang diatur dalam pelaksanaan tugas pemerintah daerah, yakni: (1) dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama; (2) dalam pemberdayaan FKUB; dan (3) dalam hal pendirian rumah ibadat. Pemerintah Daerah dalam konteks ini meliputi gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota dan wakilnya, camat hingga lurah. Namun faktanya, meski regulasi itu secara tegas menyebutkan tanggung jawab pemerintah daerah, sejumlah pemerintah daerah -sekali lagi- tampaknya masih ‚ragu‛ dalam menanggung tugas tersebut. Dalam hal pengalokasian anggaran untuk FKUB misalnya, masih relatif tidak sedikit pemerintah daerah yang belum cukup memberikan perhatian. Terkait persoalan ini menarik kiranya mencermati hasil monitoring Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Setjen Kementerian Agama pada tahun 2009 yang memaparkan data sumber dan jumlah bantuan untuk FKUB. Data tersebut antara lain menunjukkan sejumlah besaran anggaran sebagai bantuan untuk operasional maupun pembangunan sekretariat FKUB, mulai dari Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) -yang terkecil- hingga sampai Rp. 622.000.000,- (enam ratus dua puluh dua juta rupiah) -yang terbesar-. Dari data itu juga diketahui bahwa Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) telah 31 kali memberikan bantuan bagi FKUB-FKUB di Indonesia sepanjang tahun 2007s/d 2009. Selain itu, dalam rentang waktu yang sama, Kantor Wilayah Kementerian Agama di berbagai provinsi telah memberikan bantuan untuk FKUB sebanyak 56 kali, sedangkan pemerintah-pemerintah daerah di tingkat provinsi telah memberikan bantuan sebanyak 24 kali. Meski dengan varian yang beragam
4
Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan...
mengenai besaran jumlah bantuan dan subyek Pemda yang memberikan bantuan, namun secara umum terlihat bahwa Pemda-Pemda yang ‚berkenan‛ memberikan bantuan untuk biaya pemeliharaan kerukunan terhadap FKUB relatif masih sedikit. Meskipun alokasi dana untuk FKUB bukan satusatunya indikator tentang adanya atensi Pemda untuk pemeliharaan kerukunan umat beragama, namun mengingat tugas dan peran FKUB berkaitan erat dengan hal-ihwal kerukunan umat beragama maka alokasi dana untuk FKUB menjadi signifikan sebagai ‚penanda‛ adanya atensi tersebut. Dari hasil monitoring di atas terlihat ada sejumlah Pemda yang telah memberikan perhatian cukup untuk anggaran kerukunan umat beragama, namun masih banyak yang belum. Kurangnya perhatian Pemda -yang salah satunya ditunjukkan dari segi alokasi penganggaran misalnyakiranya tidak sebanding dengan perlunya upaya berkelanjutan dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama yang terus menghadapi tantangan. Seperti diketahui, kasus-kasus kerukunan baik intern maupun antarumat beragama terutama terkait rumah ibadat, hampir setiap saat terjadi di berbagai daerah. Bahkan sejumlah laporan menunjukkan adanya gejala peningkatan kasus tersebut pada tahun-tahun belakangan ini. Hal ini tentu saja menuntut adanya kesigapan dan peningkatan kinerja FKUB sebagai leading sector pemelihara kerukunan umat beragama, yang tentu saja perlu dukungan anggaran yang cukup. Mencermati kondisi di atas, menjadi sangat penting untuk melakukan kajian atau penelitian untuk mengungkap sejumlah permasalahan di sekitar perhatian Pemerintah Daerah terhadap upaya pemeliharaan kerukunan umat
5
Bab I. Pendahuluan
beragama. Untuk itu, Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama pada tahun 2012 mengadakan penelitian tentang ‚Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama.‛ Kementerian Agama di daerah juga menjadi fokus kajian ini karena juga berperan bersama Pemerintah Daerah dalam pemeliharaan kerukunan di daerah. Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitianpenelitian sebelumnya yang mengkaji pelaksanaan PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006. Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa PBM memiliki tiga isu utama, yakni tugas kepala daerah/wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan, pemberdayaan FKUB, dan perihal pendirian rumah ibadat. Pada tahun 2007 Puslitbang Kehidupan Keagamaan melakukan penelitian tentang ‚Efektivitas Sosialisasi PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006‛. Penelitian yang dilakukan selang setahun pada pasca diterbitkannya PBM ini antara lain menyimpulkan bahwa sosialisasi PBM secara umum telah berkontribusi bagi upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama. Kemudian pada tahun 2009 dilakukan penelitian tentang ‚Peranan FKUB dalam Pelaksanaan Pasal 8, 9, dan 10 PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006‛. Fokus kajian dalam penelitian ini adalah perihal FKUB. Melalui penelitian ini terungkap antara lain ada sejumlah FKUB yang telah berperan baik, namun banyak juga yang belum cukup optimal berperan. Lalu, tahun 2010 dilakukan penelitian tentang kasus-kasus di seputar pendirian rumah ibadat, kemudian tahun 2011 dilakukan penelitian tentang kasus pendirian, penertiban, dan penutupan rumah ibadat. Penelitian tahun 2010-2011 ini mengkaji bagian ketiga dari PBM, yakni ihwal pendirian rumah ibadat.
6
Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan...
Penelitian-penelitian tersebut menginventarisasi dan mengkaji kasus-kasus rumah ibadat yang cenderung meningkat. Melalui penelitian ini terungkap antara lain bahwa penyebabnya yakni tidak dipatuhinya ketentuan PBM, dan proses pendirian rumah ibadat yang dilakukan dengan cara-cara tidak sepatutnya. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2012 ini lebih mengonsentrasikan kajian tentang peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, dalam rangka melengkapi kajian terhadap pelaksanaan PBM -yang justru merupakan bagian pertama yang diatur dalam PBM-. B. Permasalahan Berdasarkan gambaran di atas, maka teridentifikasi suatu permasalahan penelitian, yakni: sejauh mana Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama telah berperan dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama di daerah. Dari identifikasi masalah ini, disusun sejumlah pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana peran pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama di wilayahnya? 2. Bagaimana peran Kantor Kementerian Agama di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama di wilayahnya? 3. Apa saja tantangan dan hambatan peran dimaksud? Bagaimana upaya yang dilakukan dalam menghadapi tantangan dan hambatan itu? 4. Apa saja keberhasilan yang telah dicapai dalam upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama di wilayah ini?
7
Bab I. Pendahuluan
C. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengungkap peran pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama di wilayahnya. 2. Mengungkap peran Kantor Kementerian Agama di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama di wilayahnya. 3. Mengetahui tantangan dan hambatan dalam pelaksanaan peran di atas serta upaya yang dilakukan dalam mengatasi tantangan dan hambatan tersebut. 4. Mengetahui keberhasilan yang telah dicapai oleh Pemda dan Kantor Mementarian Agama di daerah penelitian dalam upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama. D. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini bermanfaat bagi Pimpinan Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, dan Pemerintahan Daerah sebagai bahan untuk menyusun kebijakan terkait dengan implementasi PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006, khususnya dalam upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama. Selain itu, diharapkan hasil penelitian ini secara tidak langsung dapat memperkuat ‘kondisi’ FKUB dengan adanya sejumlah kebijakan Pemda dan Kantor Kementerian Agama yang lebih signifikan bagi pemeliharaan kerukunan di berbagai daerah, khususnya di lokasi penelitian.
8
Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan...
E. Definisi Operasional Dalam penelitian ini terdapat beberapa konsep atau istilah yang digunakan dan perlu didefinisikan secara jelas untuk menyamakan persepsi. Beberapa konsep atau istilah dimaksud –yang sebenarnya telah didefinisikan secara jelas dalam Pasal 1 PBM No. 9 & 8 Tahun 2006 maupun UU No. 32 Tahun 2004-, adalah: 1. Peran, dalam konteks ini, adalah apa yang telah dan sedang dilakukan oleh subyek. Secara spesifik, sebagaimana diindikasikan di dalam pasal-pasal PBM, peran-peran itu mencakup hal fasilitasi, koordinasi, dan sinkronisasi. Sedangkan peran Pemda dalam PBM berarti peran-peran terkait pemeliharaan, pemberdayaan, penyelesaian perselisihan, pengawasan dan pelaporan. 2. Pemerintahan daerah, sebagaimana didefinisikan dalam UU 32 tahun 2004, adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah daerah dalam konteks penelitian ini adalah gubernur, bupati atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 3. Kantor Kementerian Agama, dalam konteks penelitian ini adalah instansi Kementerian Agama di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Meskipun Kementerian Agama adalah termasuk kementerian/lembaga yang tidak
9
Bab I. Pendahuluan
didesentralisasikan, namun Kantor Kementerian Agama di daerah dalam peran pemeliharaan kerukunan umat beragama senantiasa beriringan dengan pemerintah daerah. 4. Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 5. Pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah upayabersama umat beragama dan Pemerintah di bidang pelayanan,
pengaturan,
dan
pemberdayaan
umat
beragama. 6. Forum Kerukunan Umat Beragama yang selanjutnya disingkat FKUB, adalah forum yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah dalam rangka membangun, memelihara, dan memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan. F. Kerangka Konseptual PBM, yang selengkapnya adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat. Meski bukan berarti
10
Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan...
Pemerintah pusat berlepas tangan dalam soal ini, namun secara eksplisit judul regulasi ini memang menegaskan bahwa peraturan ini adalah pedoman pelaksanaan tugas Pemerintah Daerah dalam tiga hal; dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, dalam pemberdayaan FKUB, dan dalam persoalan pendirian rumah ibadat. Pemerintah Daerah dalam konteks ini meliputi gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota dan wakilnya, camat, hingga lurah. Dengan demikian penelitian ini sejatinya adalah semacam kajian evaluatif pelaksanaan pasal-pasal yang berkaitan dengan peran Pemerintah Daerah sebagaimana ditunjuk atau bahkan ditegaskan di dalam PBM. Ihwal peran pemerintah daerah dan Kantor Kemenag dalam PBM tersebar dalam beberapa pasal, yakni: Pasal 2, Pasal 3 (1,2), Pasal 4 (1,2), Pasal 5 (1,2), Pasal 6 (1,2,3), Pasal 7 (1,2), Pasal 11 (2), Pasal 12, Pasal 14 (2b,2c,2d), Pasal 16 (2), Pasal 18 (1,3), Pasal 19 (1), Pasal 20 (1,2), Pasal 21 (2), Pasal 22, Pasal 23 (1,2), Pasal 24 (1,2), dan Pasal 28 (3). Dengan ini pula maka kalimat judul ‚…dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama‛ dapat dibaca: dalam pelaksanaan pasal-pasal tersebut di atas. G. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, studi kepustakaan dan dokumentasi serta pengamatan lapangan (observasi). Data yang berhasil dikumpulkan kemudian diolah dan dinalisis secara deskriptif-analitik, melalui tahap-tahap: editing, klasifikasi data, reduksi data, dan interpretasi untuk memperoleh kesimpulan.
11
Bab I. Pendahuluan
Untuk menguji keabsahan data, digunakan teknik triangulasi dengan cara pemeriksaan melalui sumber-sumber lain. Jelasnya, triangulasi dengan sumber di sini dimaksudkan adalah membandingkan dan mengecek balik derajat keterpercayaan suatu informasi melalui waktu dan alat ukur yang berbeda (Patton, 1987), misalnya membandingkan hasil wawancara dengan hasil pengamatan, dengan dokumen, membandingkan apa yang dikatakan orang di muka umum dengan ketika sendirian, membandingkan antara pendapat rakyat biasa dengan pejabat Pemerintah, serta membandingkan antara informasi pada saat situasi penelitian dengan saat normal.3 H. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di delapan (8) lokasi penelitian, yaitu: DKI Jakarta, Jawa Barat, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Bali, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Pemilihan wilayah/lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan beban permasalahan terkait kerukunan umat beragama dan pencermatan-awal terhadap perhatian Pemda setempat terhadap FKUB dan kerukunan umat beragama— berdasarkan hasil monitoring yang telah dilakukan oleh PKUB pada tahun 2009. Di setiap daerah lokasi penelitian, penelitian dilakukan di tingkat provinsi (pemerintah provinsi dan Kantor Kementerian Agama provinsi) dan tingkat kabupaten/kota (pemerintah kabupaten/kota dan Kantor Kementerian Agama kabupaten/kota). Untuk tingkat kabupaten/kota, dipilih 3
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hlm. 178.
12
Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan...
ibukota provinsi dengan pertimbangan bahwa penduduk di ibukota provinsi diasumsikan lebih heterogen daripada kabupaten dari segi komposisi pemelukan agama sehingga dinamika kehidupan keagamaan masyarakatnya cenderung lebih beragam, serta adanya posisi wilayah kewenangan FKUB yang beririsan antara FKUB kota dengan FKUB provinsi. Dengan demikian, diharapkan gambaran peran Pemerintah daerah provinsi-kota dan kantor Kementerian Agama provinsi-kota dapat terlihat irisannya atau mungkin justru terjadi kondisi yang sebaliknya. I. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah penulisan dan para pembaca dalam memahami isi buku, maka buku ini disusun dalam … bab, yakni: Bab I Pendahuluan, Bab II Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kepulauan Riau dan Kota Tanjungpinang dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Bab III Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Tengah dan Kota Palangkaraya Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Bab IV Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementarian Agama Provinsi Bali dan Kota Denpasar Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Bab V Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kota Kendari Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Bab VI Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Bab VII Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Papua dan Kota Jayapura Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Bab VIII Peran
13
Bab I. Pendahuluan
Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dan Bab IX Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama. Uraian masing-masing bab di atas, secara rinci dapat dibaca dalam buku ini.
14
Bab II. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kepulauan ...
BAB II PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN KANTOR KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI KEPULAUAN RIAU DAN KOTA TANJUNGPINANG DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Oleh : Akmal Salim Ruhana A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Kondisi Geografi dan Demografi Provinsi Kepulauan Riau terbentuk sebagai Provinsi ke32 di Indonesia berdasarkan UU Nomor 25 tahun 2002. Semula hanya memiliki 6 kabupaten/kota, yakni: Kota Tanjungpinang, Kota Batam, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, dan Kabupaten Lingga. Namun pada tahun 2008, Kabupaten Natuna dimekarkan menjadi Kabupaten Natuna dan Kepulauan Anambas. Provinsi yang 95,79% wilayahnya merupakan lautan dan hanya 4,21% daratan ini, memiliki sekitar 2.408 pulau besar dan kecil. Pulau (daratan) terbesar yakni Kabupaten Karimun (27,12%), lalu Lingga (19,99%). Sedangkan yang terkecil belum diketahui, karena sekitar 40% dari 2.408 pulau-pulau di Kepri diantaranya ada yang belum bernama dan berpenduduk. Kota Batam sebagai pusat perekonomian dan perindustrian di Kepri hanya seluas 7,27%, dan Kota Tanjungpinang sebagai ibukota propinsi hanya 2,26% saja. Sebagai daerah kepulauan, Provinsi Kepulauan Riau sekitar 241.215,30 Km2 (95,79%) wilayahnya adalah lautan yang memisahkan gugusan pulau-pulau yang ada di wilayah
15
Akmal Salim Ruhana
provinsi ini. Sedangkan sisanya seluas 10.595,41 Km2 (4,21%) merupakan daratan. Total luas wilayah provinsi ini adalah 251.810,71 Km2. Kota Tanjungpinang, sebagai ibukota provinsi, secara geografis berada di titik koordinat 0051’ sampai dengan 0059’ Lintang Utara dan 104023’ sampai dengan 104034’ Bujur Timur dengan luas wilayah sekitar 2,26% dari total luas Kepulauan Riau. Laju pertumbuhan penduduknya 2,21%. Dengan luas wilayah sebesar 239,5 km2, setiap km ditempati penduduk sebanyak 782 jiwa pada tahun 2010. Wilayah Provinsi Kepulauan Riau berbatasan langsung dengan negara-negara lain. Di sebelah Utara berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja; di Selatan dengan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Jambi; di Barat dengan Singapura, Malaysia, dan Provinsi Riau; dan di Timur dengan Malaysia, Brunei, dan Provinsi Kalimantan Barat. Posisi geografisnya yang strategis (antara Laut Cina Selatan, Selat Malaka dengan Selat Karimata) serta didukung potensi bahari dan alam yang sangat potensial, Provinsi Kepulauan Riau sangat potensial untuk menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi bangsa di masa depan. 2. Kondisi Politik, Ekonomi dan Sosial Budaya Keunikan provinsi ini, secara budaya, adalah soal kemelayuannya yang kuat. Provinsi ‚Gurindam Dua Belas‛ ini bertekad untuk membangun daerahnya menjadi salah satu pusat pertumbuhan perekonomian nasional dengan tetap mempertahankan nilai-nilai Budaya Melayu yang didukung oleh masyarakat yang sejahtera, cerdas, dan berakhlak mulia. Tak heran, mottonya ‚Berpancang Amanah Bersauh Marwah‛.
16
Bab II. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kepulauan ...
‚Berpancang Amanah‛ bermakna menunjukkan sifat teguh untuk mempertahankan adat bersendikan syara’, syara’ bersendikan kitabullah guna mencapai akhlak mulia. Sedangkan ‚Bersauh Marwah‛ bermakna menjaga adat dan budaya guna menata masa depan yang lebih baik menuju citacita luhur untuk mencerdaskan dan mensejahterakan masyarakat Kepulauan Riau. Tak heran pula jika setiap hari Jumat, seluruh pegawai di lingkungan Pemerintahan dan juga para siswa di semua jenjang sekolah di Kepri berseragam baju melayu: penegasan identitas budaya. Budaya Melayu cenderung pada perdamaian. Sebagaimana diungkapkan Daeng Ayub4 bahwa dalam menghadapi berbagai permasalahan ataupun pertikaian, budaya Melayu selalu mengacu kepada prinsip ‚agar retak tidak membawa belah, agar sumbing tidak membawa pecah‛ atau dikatakan ‚salah besar diperkecil, salah kecil dihabisi‛ melalui kearifan musyawarah mufakat. 3. Kondisi Kehidupan Keagamaan Kondisi kehidupan keagamaan di Kepulauan Riau, sebagai wilayah yang berbudaya Melayu, secara umum tampak kondusif. Secara kajian budaya, Melayu memang kerap diidentikkan dengan sifat-sifat lembut, toleran. Kondisi inilah antara lain yang berkontribusi pada kondusifitas keamanan dan ketertiban di Kepri.
4 Dikutip dari makalah Daeng Ayub Natuna berjudul ―Kearifan Budaya dan Etnosentrisme dalam Kehidupan Masyarakat Majemuk”. Makalah disampaikan pada kegiatan Peningkatan Wawasan Multikultural bagi Guru-Guru Agama di Kepri, Tahun 2011 yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama Provinsi Kepulauan Riau, pada 2 Mei 2011 di Hotel Harmoni One, Batam.
17
Akmal Salim Ruhana
Secara statistik, Islam menjadi agama yang paling banyak dipeluk masyarakat Kepulauan Riau dan Tanjungpinang. Hal ini dapat dipahami karena Islam dan identitas Melayu saling berkelindan, sebagaimana pameo ‚menjadi orang Melayu berarti menjadi Muslim‛.5 Saat ini memang Kepri sudah menjadi lebih multikultural-multirelijius dengan berkembangnya agama-agama lain, seperti Buddha dan Kristen juga Katolik. Sayangnya, sebagaimana tipikal di daerah lainnya, data-data keagamaan dari berbagai sumber di provinsi ini ternyata tidak sama antar satu sumber dengan sumber lainnya. Jumlah pemeluk agama dan jumlah rumah ibadat, misalnya, disuguhkan secara beragam oleh BPS, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, serta Kantor Wilayah Kementerian Agama setempat. Berikut data selengkapnya dengan gambaran perbandingan antarsumber. Tabel 1 Data Jumlah Penduduk berdasarkan Pemelukan Agama di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2010/2011 (Perbandingan beberapa sumber)
Agama Islam Kristen
Jumlah Pemeluk Agama di Provinsi Kepulauan Riau (2010/2011) versi Disduk dan versi Kanwil versi BPS Capil Kemenag Jumlah % Jumlah % Jumlah % 1.403.835 78,37 1.549.529 77,47 1.515.961 77,21 137.234 7,66 240.688 12,03 237.850 12,11
5 Kajian lebih lanjut terkait Melayu, kemelayuan, termasuk kaitannya dengan afinitas agama, baca Anthony Milner, The Malays, United Kingdom: John Wiley and Sons, 2008. Bandingkan pula dengan Mahyudin Al Mudra ―Kemelayuan dan Keislaman di Indonesia‖, makalah, disampaikan pada Seminar Wacana Dunia Melayu bertema ―Unsur Keislaman dan Kemelayuan di Nusantara‘, Kedah, Malaysia, 11 Juni 2009, dirilis dari http://www.mahyudinalmudra.com/work/ detail/290/Kemelayuandan-Keislaman-di-Indonesia. Artikel diunduh pada 10 Juni 2012.
18
Bab II. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kepulauan ...
Katolik Hindu Buddha Khonghc Lainnya
75.921 4,24 48.396 2,42 48.436 2,47 10.299 0,57 1.777 0,09 2.159 0,11 160.441 8,96 156.110 7,80 154.152 7,85 1.752 0,10 --4.613 0,23 1.752 0,10 3.742 0,19 298 0,02 1.791.234 100 2.000.242 100 1.963.469 100 Sumber: Buku Kepulauan Riau Dalam Angka 2010, BPS Prov. Kepri 2010; Buku Data Keagamaan 2011 Subbag Hukmas, Infoka, KUB, dan Umum, Pusat Informasi Keagamaan Kanwil Kementerian Agama Prov. Kepri 2011; dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Prov. Kepri per September 2011.
Paparan perbandingan data dari tiga sumber ini menunjukkan perbedaan (selisih) yang cukup signifikan.6 Jika data BPS menyebutkan Buddha sebagai mayoritas-kedua, pada data Disdukcapil dan Kemenag menunjukkan agama Kristen-lah yang banyak dipeluk masyarakat Kepri setelah agama Islam. Data yang (lagi-lagi) berbeda ditunjukkan oleh hasil Sensus Penduduk 2010 (BPS RI). Dalam data hasil SP 2010 itu disebutkan pemeluk Islam 1.332.201 jiwa (79,34%), Kristen 187.576 jiwa (11,17%), Katolik 38.252 jiwa (2,28%), Hindu 1.541 jiwa (0,09%), Buddha 111.730 jiwa (6,65%), Khonghucu 3.389 jiwa (0,20%), dan Lainnya 198 jiwa (serta ada item ‘Tidak 6 Perbedaan data seperti ini tipikal di banyak tempat. Uniknya, data BPS menyebutkan Kementerian Agama sebagai sumber datanya, padahal data Kementerian Agama sendiri menyebutkan angka yang berbeda. Demikian halnya data Disdukcapil, menyebutkan data ini data sekunder, diambil dari Kementerian Agama setempat, namun ternyata berbeda angkanya. Kantor Kanwil Kementerian Agama sendiri mengumpulkan data dari Kantor-Kantor Kementerian Agama di semua kabupaten/kota di provinsi ini, yang sebelumnya dikumpulkan dari KUA-KUA di setiap kecamatan— berdasarkan penghitungan oleh para penyuluh di lapangan. Jika merujuk pada peraturan perundangan, yakni UU Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik, sejatinya data BPS-lah lembaga non-kementerian yang andal dan ‗dipercayai‘, hanya saja ketika fakta lapangan menunjukkan data Disdukcapil dan Kemenag dirasakan lebih faktual, masyarakat nampaknya akan lebih mempercayai data kedua lembaga tersebut.
19
Akmal Salim Ruhana
Terjawab’ berjumlah 620, dan ‘Tidak Ditanyakan’ berjumlah 3.656). Sehingga total penduduk beragama di Kepulauan Riau berjumlah 1.679.163 jiwa. Uniknya, data BPS melalui SP 2010 ini lebih dekat kesamaannya dengan data Dukcapil dan Kemenag daripada data BPS tersebut di atas. Sedangkan data tentang jumlah rumah ibadat, juga dengan gambaran perbandingan antarsumber data, adalah sebagai berikut: Tabel 2 Data Tempat Peribadatan di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2011 (perbandingan beberapa sumber) Agama Islam Kristen Katolik Hindu Buddha Khonghucu
Tempat Peribadatan a. Masjid b. Mushalla Gereja a. Gereja b. Kapel Pura a. Wihara b. Cetya Lithang/Klenteng
Jumlah (versi BPS) 1.402 861 431 45 1 3 68 68 19
Jumlah (versi Kemenag) 1.328 936 397 41 2 3 68 83 22
Sumber: Buku Kepulauan Riau Dalam Angka 2010, BPS Prov. Kepri 2010; dan Buku Data Keagamaan 2011 Subbag Hukmas, Infoka, KUB, dan Umum, Pusat Informasi Keagamaan Kanwil Kemenag Prov. Kepri 2011.
Sementara itu, kondisi kehidupan keagamaan di Kota Tanjungpinang secara umum cukup kondusif. Jarang sekali, untuk tidak mengatakan tidak ada sama sekali, kasus-kasus etnorelijius di ibukota Provinsi Kepri ini. Sebagaimana gambaran di tingkat provinsi, statistik keagamaannya hampir serupa. Berikut data jumlah pemeluk agama dan jumlah
20
Bab II. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kepulauan ...
rumah ibadat di Kota Tanjungpinang dengan beberapa versi sumber data. Tabel 3 Data Jumlah Penduduk berdasarkan Pemelukan Agama di Kota Tanjungpinang Tahun 2010/2011 (Perbandingan beberapa sumber)
Jumlah Pemeluk Agama di Kota Tanjungpinang (2010/2011) versi Disduk dan versi Kanwil Agama versi BPS Capil Kemenag Jumlah % Jumlah % Jumlah % Islam 171.159 77.56 175.217 77,73 177.326 77,82 Kristen 13.719 6.22 14.106 6,26 14.338 6,29 Katolik 2.825 1.28 2.909 1,29 2.940 1,29 Hindu 57 0.03 52 0,02 52 0,02 Buddha 32.296 14.63 32.485 14,41 32.560 14,29 Khonghucu 599 0.27 621 0,28 636 0,28 (Lainnya) 27 0.01 26 0,01 25 0,01 220.682 100 225.416 100 227.877 100 Sumber: Buku Tanjungpinang Dalam Angka 2010, BPS Tanjungpinang 2010; Berkas Data Keagamaan Kantor Kementerian Agama Kota Tanjungpinang 2011; dan Berkas Laporan FKUB Kota Tanjungpinang 2011.
Tabel 4 Data Tempat Peribadatan di Kota Tanjungpinang Tahun 2011 (dgn perbandingan sumber) Agama
Tempat Peribadatan
Islam
a. Masjid b. Mushalla Gereja a. Gereja b. Kapel Pura Lithang/Klenteng a. Wihara b. Cetya
Kristen Katolik Hindu Khonghucu Buddha
Jumlah (versi BPS) 113 91 20 8 42 -
Jumlah (versi Kemenag) 114 101 17 2 2 2 13 12
21
Akmal Salim Ruhana
Sumber: Buku Tanjungpinang Dalam Angka 2010, BPS Tanjungpinang 2010; Berkas Data Keagamaan Kantor Kementerian Agama Kota Tanjungpinang 2011.
Baik di provinsi maupun kota, secara umum tidak banyak kasus keagamaan yang terjadi. Kasus yang pernah terjadi pun dalam perkembangan kini sudah selesai, tidak terlalu menonjol. Diantara kasus-kasus keagamaan yang pernah terjadi terutama terkait kasus rumah ibadat dan aliran keagamaan, adalah sebagai berikut:7 a. Kasus terkait rumah ibadat, antara lain: (a) Protes masyarakat sekitar Gereja GpdI Bangun Sari Batu IX di Tanjungpinang. Hal ini sudah ditangani Pemkot Tanjungpinang; (b) Penyalahgunaan izin oleh Gereja HKBP-Agape Bengkong Permai di Batam. Hal ini sudah ditangani Pemkot Batam; (c) Penolakan warga Kijang Kec. Bintan Timur terhadap Gereja HKBP Kijang di Bintan. Hal ini dalam pengurusan izin/rekomendasinya; (d) Perebutan/ pengalihan rumah ibadat Vihara Maha Cetya Eri Shanti di Tanjung Batu Karimun, semula rumah ibadat Buddha menjadi Rumah Ibadat Konghucu. Hal ini dalam upaya konsolidasi; dan (e) Bangunan Mess Katolik yang dijadikan Gereja di Kab. Natuna. Hal ini dalam konfirmasi dengan pihak Kecamatan dan Kabupaten. b. Kasus terkait aliran keagamaan, antara lain: (a) Di Batam Kota ada sekitar 300 orang pengikut tarekat Naqsabandi Qiblatul Amin yang mengkultuskan guru mereka yang 7
Data kasus keagamaan pada Kanwil Kementerian Agama Prov. Kepri. Pada umumnya kasus-kasus ini sudah selesai, tidak muncul lagi, kecuali beberapa dalam kondisi ―cooling down‖ terkait beberapa kasus rumah ibadat. Wawancara dengan Kakankemenag Kota Tanjungpinang pada 4 Juni 2012, dengan Ketua FKUB Prov. Kepri pada 6 Juni 2012, serta dengan ketua dan anggota FKUB Kota Tanjungpinang pada 6 Juni 2012.
22
Bab II. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kepulauan ...
mengaku sebagai Imam Mahdi; (b) Di Tanjung Sengkuang Batam terdapat aliran Al-Qiyadah yang mengajarkan ada nabi selain Nabi Muhammad; (c) Di Batu Aji, Batam, ada kelompok Bahai dengan 72 orang pengikut; (d) Di Sanggulung, Batu Aji dan Batam Kota terdapat aliran Salafi yang dinilai terlalu mudah membid’ahkan amalan Sunni; (e) Di daerah Tanah Longsor, Batam, ada 78 orang pengikut Ahmadiyah pimpinan Muhammad Agung; di KM 16 Toapaya Selatan, Bintan, 20 anggota Ahmadiyah pimp. U Ginting; di Kp. Bombaru Bintan Pesisir ada 31 pengikut Ahmadiyah; dan di Kota Tanjungpinang 14 orang pengikut Ahmadiyah; (f) Di Baloi - Lubuk Baja, Batam, ada sekitar 2000 orang pengikut Miskatul Anwar; (g) Di Tanjung Piayu Laut Sei Beduk, Batam, ada sekitar 250 orang pengikut kelompok An-Nazir; (h) Di Nongsa, Batam, ada 20 orang pengikut kelompok Al-Fateh; (i) Di Bulang, Batam, ada kelompok Wahidiyah dengan sekitar 100 pengikut; dan (j) di Tiban-Sekupang ada sekitar 100 pengikut kelompok Fardhu ‘ain. B. Peran Pemda dan Kantor Kemenag dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 1. Peran Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau Sebagai provinsi ke-32 di Indonesia yang dibentuk tahun 2005, Kepulauan Riau merupakan provinsi yang telah, sedang, dan akan terus aktif membangun daerahnya. Terlebih, sebagai provinsi kepulauan yang berhadapan langsung dengan negara-negara lain, Kepri (baca: terutama Batam) merupakan daerah yang sangat potensial secara ekonomi. Karenanya, ketentraman dan kerukunan adalah menjadi prasyarat utama
23
Akmal Salim Ruhana
terwujudnya pembangunan tersebut. Maka, pemerintah daerah menegaskan urgensi ketentraman dan kerukunan tersebut dengan upaya-upaya sadar dan berkelanjutan. Secara normatif, tugas kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama tercantum dalam PBM Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, pada Pasal 5 Ayat (1), yang menegaskan tugas dan kewajiban gubernur, yakni: a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di provinsi; b. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di provinsi dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama; c. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama; dan d. membina dan mengoordinasikan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama. Tugas memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat diwujudkan dengan penguatan regulasi dan sejumlah program kegiatan. Bahwa PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006 yang secara tegas menunjuk peran Pemerintah Daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, merupakan regulasi yang berlaku efektif dan telah cukup dipahami. Untuk menguatkannya di tingkat lokal, sesuai perintah Pasal 12 PBM, di Kepulauan Riau telah diterbitkan Peraturan Gubernur No. 5 Tahun 2011 tentang Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat Provinsi Kepulauan
24
Bab II. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kepulauan ...
Riau. Pergub ini ada beda dan kelebihannya dibanding PBM, yakni mengatur pembentukan FKUB di tingkat provinsi, kabupaten/kota, hingga kecamatan.8 Dengan demikian, saat ini di semua kecamatan di Kepulauan Riau telah terbentuk FKUB Kecamatan—meski tugasnya lebih sebagai penyokong tugas dan peran FKUB kabupaten/ kota. Di tingkat provinsi saat ini telah dikukuhkan pengurus FKUB periode 2011-2016 berdasarkan SK Gubernur Nomor 493 Tahun 2011 tanggal 9 November 2011, yang juga mengangkat Dewan Penasihat FKUB Provinsi Kepri—di mana Wakil Gubernur berperan sebagai ketuanya. Berikut susunan Pengurus FKUB Prov. Kepri selengkapnya: Tabel 5 Susunan Pengurus FKUB Provinsi Kepulauan Riau Periode 2011-2016 No
Nama
Jabatan
Agama
Ketua
1
Drs. Razali Jaya
2
Dr. Ir. H. Chablullah W
Wakil Ketua I
Islam Islam
3
Pdt. Hardy Lumban T, Sth
Wakil Ketua II
Kristen
8
Sayangnya, kesalahan fatal (namun tampaknya luput dari pengamatan penyusunnya) terjadi pada Pasal 4 Pergub yang ditandatangi Gubernur Kepri tersebut, yang memuat kalimat sebagai berikut: (a) Pemiliharaan kerukunan umat beragama di Kabupaten/Kota menjadi tugas dan kewajiban Bupati/Walikota se-Provinsi Kepulauan Riau.(b)Tugas dan kewajiban Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota se Provinsi Kepulauan Riau. Dengan kalimat ―dilaksanakan oleh‖ berarti bermakna mendelegasikan tugas. Padahal di dalam PBM redaksi ihwal serupa termuat di pasal 4 dengan kalimat ―dibantu oleh‖ sehingga Kakanwil berperan membantu kepala daerah. Pada faktanya memang Kakanwil Agama Kepri membantu Gubernur Kepri dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, sehingga kesalahan ini dipahami sebagai kekeliruan redaksional saja. Wawancara dengan Bp. I, Kabid pada Badan Kesbanglinmas Prov. Kepri pada 8 Juni 2012.
25
Akmal Salim Ruhana
4
Edi Akhyari, M.Si.
Sekretaris
Islam
5
Pdt. Sakuan, S.Ag.
Wakil Sekretaris
Buddha
6
KH. T. Azhari Abbas
Anggota
Islam
7
Abd. Kahar Has
Anggota
Islam
8
H. Mohd. Ali AR
Anggota
Islam
9
Drs. H. Fauzi Mahbub, MM
Anggota
Islam
10
H. Rustam Effendi Bangun
Anggota
Islam
11
H. Risman S, S.Sos.
Anggota
Islam
12
Hj. Masthiyah, HM
Anggota
Islam
13
Drs. Mastur Taher
Anggota
Islam
14
Hj. Rita Erlina
Anggota
Islam
15
H. Abd. Karim Ahmad
Anggota
Islam
16
Drs. H. Marwin Jamal
Anggota
Islam
17
Pdt. Fresly B. Sihombing
Anggota
Protestan
18
PMy. Buseri Dwi P, S.Ag.
Anggota
Buddha
19
Drs. I Ketut Artha, MH
Anggota
Hindu
20
Blasius Callistus Akur
Anggota
Katolik
21
Js. Soedarmadi
Anggota
Khonghucu
Sedangkan Dewan Penasihat FKUB Provinsi Kepulauan Riau diangkat dengan Surat Keputusan Gubernur Nomor 493 Tahun 2011 tanggal 9 November 2011. Peran dewan penasihat, sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 11 Ayat (2) PBM, adalah sebagai berikut: (2) Dewan Penasihat FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas: a. membantu kepala daerah dalam merumuskan kebijakan pemeliharaan kerukunan umat beragama; dan
26
Bab II. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kepulauan ...
b. memfasilitasi hubungan kerja FKUB dengan pemerintah daerah dan hubungan antar sesama instansi pemerintah di daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama. Wakil gubernur melakukan perannya sebagai dewan penasihat misalnya dengan memfasilitasi pertemuan audiensi antara pengurus FKUB Prov. Kepri dengan gubernur. Selain itu, dewan penasihat terlibat dan berperan dalam perumusanperumusan kebijakan terkait kerukunan, misalnya ketika perumusan kesepakatan diantara tokoh-tokoh agama seKepri, terkait upaya bersama menjaga kerukunan umat beragama di Prov. Kepulauan Riau. Adapun susunan lengkap Dewan Penasihat FKUB Prov. Kepri adalah sebagai berikut: Tabel 6 Susunan Dewan Penasihat FKUB Provinsi Kepulauan Riau Periode 2011-2016 Jabatan No
Jabatan
dalam Tim
1
Gubernur Kepulauan Riau
Pengarah
2
Wakil Gubernur Kepulauan Riau
3
Kakanwil Kementerian Agama Provinsi Kepulauan Riau
Wakil Ketua
4
Kaban Kesbangpol dan Linmas Provinsi Kepulauan Riau
Sekretaris
5
Kakanwil Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Kepri
Anggota
6
Danrem 033 Wira Pratama Kepulauan Riau
Anggota
7
Kapolda Kepulauan Riau
Anggota
8
Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau
Anggota
9
Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Kepulauan Riau
Anggota
Ketua
27
Akmal Salim Ruhana
10
Kepala Biro Administrasi Pemerintahan Setda Prov. Kepri
Anggota
11
Kepala Biro Kesra Setda Provinsi Kepulauan Riau
Anggota
12
Kepala Biro Umum Setda Provinsi Kepulauan Riau
Anggota
Adapun program kegiatan yang pernah dilakukan dalam kerangka pemeliharaan dan fasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di provinsi, antara lain sebagai berikut: 1. Mengadakan rapat-rapat rutin dengan anggota FKUB Provinsi Kepri. 2. Memfasilitasi ruang Sekretariat FKUB. Kantor Sekretariat FKUB Prov. Kepri berlokasi di samping gedung Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kepri. Hanya saja gedung tersebut memang belum dimaksimalkan, karena belum ada ATK dan prasarana pendukung—selain soal lokasi yang dinilai terlalu jauh dari pusat kota. 3. Sosialisasi PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006 untuk para pengurus FKUB kab/kota. 4. Memberikan anggaran untuk operasional FKUB, yang dinilai lumayan cukup untuk mendukung kinerja FKUB. Secara singkat, berikut data tentang bantuan untuk FKUB dari Pemprov Kepri. TA 2007 150jt
2008
2009
2010
2011
2012
50 jt
30 jt
Skema anggaran: dititipkan ke DIPA Kesbang
28
Bab II. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kepulauan ...
Saat penelitian ini dilakukan, FKUB Provinsi sedang mengadakan upaya mendapatkan anggaran tambahan dari dana APBD-P yang akan dibahas pada bulan September 2012. Kegiatan mengoordinasikan instansi vertikal dilakukan dengan memberikan arahan pada rapat-rapat anggota FKUB ataupun dalam kesempatan pertemuan unsur pimpinan daerah. Demikian halnya dalam rapat-rapat muspida, gubernur dan atau wakil gubernur memberikan arahan tentang visi dan agenda-agenda kerukunan yang perlu dilakukan. Antara lain terkait penciptaan suasana kondusif, terutama di saat ada kasus keagamaan tertentu di tingkat nasional yang mungkin juga berimbas ke ranah lokal. Misalnya, ketika terjadi peristiwa peledakan bom atau kisruh kasus Ahmadiyah mengemuka sebagai wacana nasional. Misalnya, sebagai tindak lanjut, pada 14 April 2011 dilakukan sosialisasi SKB 3 Menteri tentang Ahmadiyah di Wisma PIH, Batam, yang dinarasumberi Staf Ahli Menteri Agama, Kapolda Kepri, dan Kajati Kepri. Tugas menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama, dilakukan dengan mengadakan Temu Tokoh Agama rutin setiap tahunnya. Selain itu, yang agak menarik adalah upaya menjalin komunikasi diantara pimpinan majelismajelis agama se-Provinsi Kepulauan Riau. Bahwa pada tanggal 23 September 2010 terjadi kesepakatan diantara pimpinan majelis-majelis agama se-Provinsi Kepulauan Riau, yang ditandatangani oleh setiap pimpinan majelis agama (MUI, Majelis Agama Kristen, Majelis Agama Katolik, Majelis Agama Hindu, Majelis Agama Buddha, dan Majelis Agama Khonghucu) serta jajaran pimpinan daerah di Kepulauan Riau
29
Akmal Salim Ruhana
(Ketua FKUB Prov. Kepri, Ketua DPRD Prov. Kepri, Gubernur Kepri, dan Kapolda Prov. Kepri). Diantara butir-butir penting ‚Kesepakatan‛ itu adalah: sepakat untuk senantiasa memelihara kerukunan, sepakat untuk tidak terpengaruh dengan peristiwa-peristiwa di luar Kepri, sepakat untuk mentaati PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006, dan sepakat untuk bersama Pemprov Kepri dalam menjaga kerukunan umat beragama di Kepulauan Riau. Terkait tugas pengordinasian bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama dilakukan dengan menerbitkan surat yang meminta laporan dari masing-masing kabupaten/kota terkait kerukunan umat beragama. Meski belum semua kabupaten/kota memberikan respon berupa laporan dimaksud, namun diantara ada yang menyampaikan laporan. Pemkot Tanjungpinang adalah salahsatunya. Melalui Surat Nomor No. 450-7/BKPLPM/104-a tanggal 25 Januari 2011 tentang laporan FKUB Tahun 2010, Walikota Tanjungpinang, Hj. Suryatati A. Manan melaporkan beberapa hal terkait kondisi kerukunan di Kota Tanjungpinang dan aktivitas FKUB dan upaya pemeliharaan kerukunan secara umum.9 Demikianlah beberapa peran yang dilakukan Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Riau dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama. Meski telah cukup banyak yang dilakukan pemerintah ini, pendapat outsider ternyata berbeda. 9 Laporan dari Pemda Provinsi Kepri sendiri ke pusat (Kemdagri dan Kemenag) sejauh ini belum diketahui datanya. Hanya saja, jika merunut pada laporan Ditjen Kesbangpol pada Kongres FKUB III di Hotel Twin Plaza, Jakarta, ternyata masih sangat sedikit gubernur yang menyampaikan laporan 6 bulanannya terkait kondisi kerukunan umat beragama di daerah.
30
Bab II. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kepulauan ...
Ketua FPI Kepri, misalnya, melihat Pemda kurang berperan dalam pemeliharaan kerukunan. Ia justru swadaya masyarakatlah yang menciptakan dan mendukung kerukunan tetap terjaga. Pemerintah dinilai kurang proaktif, atau lebih sekadar responsif. Memang diketahui masih ada sejumlah hambatan yang menantang peran pemda dalam pemeliharaan kerukunan. Hal itu antara lain adalah kondisi lingkungan provinsi yang luas dan berpulau-pulau, sehingga cukup sulit dalam hal keterjangkauan, koordinasi, dan seterusnya. Selain itu, dinamika politik yang lebih menyibukkan (termasuk seringnya terjadi rotasi jabatan di lingkungan Pemprov), nampaknya berpengaruh pada pelaksanaan program-program kerukunan. Sebagai contoh, rotasi seorang Kepala Badan Kesbang atau pejabat tertentu di Pemprov yang memiliki tugas dan fungsi pada soal kerukunan umat beragama dan FKUB, mengakibatkan keterputusan visi dan aksi untuk kerukunan atau setidaknya memerlukan waktu untuk penyesuaian-penyesuaian. Hal ini cukup menjadi tantangan. Hal lain adalah soal keterbatasan APBD untuk FKUB dan kegiatan dalam rangka kerukunan. Bahwa alokasi APBD banyak terserap pada pos-pos lain yang dinilai lebih prioritas atau menjamah langsung problem-problem masyarakat. Meski begitu, harus pula diakui sejumlah keberhasilan yang telah dicapai selama ini. Bahwa tetap terjaganya kerukunan di Provinsi Kepulauan Riau adalah suatu keberhasilan bagaimana upaya pemeliharaan kerukunan dilakukan. Terwujudnya kesepakatan diantara tokoh-tokoh agama se-Kepri terkait upaya bersama menjaga kerukunan
31
Akmal Salim Ruhana
umat beragama di Prov. Kepulauan Riau, juga adalah prestasi yang tidak mudah. Kiranya perlu apresiasi untuk hal-hal ini. B. Peran Pemerintah Kota Tanjungpinang Secara normatif-ideal, sebagaimana ditegaskan Pasal 6 PBM, tugas walikota adalah sebagai berikut: 1. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di kabupaten/kota; 2. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di kabupaten/ kota dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama; 3. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama; 4. membina dan mengoordinasikan camat, lurah, atau kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama; 5. menerbitkan IMB rumah ibadat. Untuk memenuhi tugas tersebut dan dalam rangka mencapai kerukunan, visi pimpinan daerah adalah bahwa ‚kerukunan sebagai bagian dari kerukunan nasional, dan merupakan prasyarat pembangunan‛. Untuk itu, secara teknis, disusun sejumlah program kegiatan yang dilakukan dalam rangka pemeliharaan kerukunan umat beragama di Kota Tanjungpinang, antara lain sebagai berikut: 1. Dengan menggunakan APBD memfasilitasi kegiatan halaqah dan atau berbagai forum keagamaan dalam rangka
32
Bab II. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kepulauan ...
peningkatan wawasan kebangsaan di Kota Tanjungpinang. Kegiatan ini bertujuan menyerap berbagai masukan ke arah terwujudnya kerukunan umat beragama. Salahsatunya memfasilitasi terselenggaranya Temu Koordinasi Antar Tokoh Agama se-kota Tanjungpinang pada 15 Desember 2011, dihadiri seluruh tokoh agama yang ada di kota Tanjungpinang. 2. Diadakan kegiatan Temu Tokoh Agama yang diselenggarakan dengan dana Kementerian Agama Kota Tanjungpinang. Inti acara ini adalah Sosialisasi PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006. Hal ini bertjuan agar para tokoh agama bisa memahami PBM dan mengaplikasikannya dalam menangani kasus-kasus keagamaan yang terjadi. 3. Memberikan rekomendasi pembangunan rumah ibadat. Seperti terhadap Gereja HKBP Resort Tanjungpinang, melalui Surat Nomor 08 Tahun 2011. 4. Melandaskan pada Pergub Kepri Nomor 5 Tahun 2011, Pemkot mengangkat FKUB di tingkat kecamatan. Pada 6 Mei 2011 Walikota Tanjungpinang mengukuhkan 40 pengurus FKUB Kecamatan se-Kota Tanjungpinang di Aula Kantor Walikota, Senggarang. Tentu saja, Pemerintah daerah juga sudah mengangkat dan mengukuhkan FKUB dan Dewan Penasihat FKUB Kota Tanjung Pinang. Berikut susunan lengkap pengurus FKUB Kota Tanjung Pinang:
33
Akmal Salim Ruhana
Tabel 7 Susunan Pengurus FKUB Kota Tanjung Pinang Periode 2011-2016 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Nama Drs. H. Tafruddin Jarijis Setijono Pastor Alexius Jua, PR H. Raja Al-Hafiz, SE Purwadi, S.Ag. Ahmad Salim H. Jamadi Rasyid Moch. Shodiqno, S. Ag M. Syafi'i Srijoto/Atu Suni Mansyur SQ Hj. Marsyitah, HM M. Yunus Mukhallidin Pdt. Lutter B Tappi M. Lukman, S. Ag Hasan Jamil TB, BA
Jabatan Ketua Wakil Ketua I Wakil Ketua II Sekretaris Wakil Sekretaris Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota
Agama Islam Budha Katolik Islam Hindu Islam Islam Islam Islam Khonghucu Budha Islam Islam Islam Kristen Islam Islam
Sebagai bagian dari tugas ex-officio, wakil walikota Tanjungpinang berperan sebagai ketua dewan penasihat FKUB Kota Tanjungpinang. Tugasnya adalah membantu walikota dalam merumuskan kebijakan kerukunan; dan memfasilitasi hubungan kerja FKUB dengan pemerintah daerah. Hal ini dilakukan misalnya dengan menyertai FKUB dalam audiensi dengan walikota dan mengupayakan sejumlah hal dalam rangka fasilitasi FKUB. Adapun selengkapnya susunan dewan penasihat FKUB Kota Tanjungpinang, sbb:
34
Bab II. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kepulauan ...
Tabel 8 Susunan Dewan Penasihat FKUB Provinsi Kepulauan Riau Periode 2011-2016 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Jabatan Walikota Tanjungpinang Wakil Walikota Tanjungpinang Kakan Kementerian Agama Kota Tanjungpinang Sekda Kota Tanjungpinang Kaban Kesbangpol Linpenmas Kota Tanjungpinang Asisten Pemerintahan dan Kesra Kota Tanjungpinang Dandim 0315 / Bintan Kapolres Tanjungpinang
9 10 11 12 13
Kepala Kejaksaan Negeri Tanjungpinang Kepala Disduk dan Capil Kota Tanjungpinang Kepala Dinas PU Kota Tanjungpinang Kepala BPS Kota Tanjungpinang Kepala BPN Kota Tanjungpinang Kepala Bagian Hukum dan HAM Setdako Tanjungpinang Kepala Bagian Pemerintahan Setdako Tanjungpinang Kepala Bagian Kesra Setdako Tanjungpinang
14 15 16
Jabatan dalam Tim Pelindung Ketua Wakil Ketua I Wakil Ketua II Sekretaris Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota
Sebagaimana disebutkan di muka, di Provinsi Kepri ada dan telah terbentuk FKUB kecamatan. Hal ini didasarkan pada Peraturan Gubernur No. 5 Tahun 2011 tentang Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat Provinsi Kepulauan Riau. Tugas FKUB kecamatan ini adalah sebatas membantu tugas-tugas FKUB kab/kota. Pembentukan dan pengangkatan mereka sendiri dilakukan oleh bupati/ walikota di daerah bersangkutan. Berikut selengkapnya susunan pengurus FKUB Kecamatan se-Kota Tanjungpinang yang telah diangkat oleh Walikota Tanjungpinang.
35
Akmal Salim Ruhana
Tabel 9 Susunan Pengurus FKUB Kecamatan di Kota Tanjung Pinang Periode 2011-2016 1. Kecamatan Tanjungpinang Barat N Nama Jabatan 1 2 3 4 5 6 7 8
H. Usman H. H. Rochman Alek Suratman Kristomo Xaferius Sima Indri Zamar,SAg Hali Lienardi
Ketua Wk.Ket I Sekretaris Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota
Agama Islam Islam Budha Konghcu Kristen Katolik Islam Kristen
3. Kecamatan Tanjungpinang Kota N 1 2 3 4 5 6
Nama Effendi A. Kodo Eko P Albert South Djohan Antonius Iyoman Suardana
2. Kecamatan Tanjungpinang Timur N Nama Jabatan 1 2 3 4 5 6 7
H. Mustafa Pdt.Marudut S,Th Latip Wagiyo, BA IGK Sukaryawan Ts. Beng Piau, SE
Agama
Ketua Wk.Ket I Wk.KetII Sekretaris Wk Sekr Anggota Anggota
Islam Protestan Budha Katolik Hindu Konghcu
4. Kecamatan Bukit Bestari N Nama Jabatan
Agama
Jabatan
Agama
Ketua Wk.Ket I Wk.KetII Sekretaris Wk.Sekr
Islam Budha Protestan Konghcu Katolik
1 2 3 4 5
H. Risman Wijianto, S.Pd.B Djokter Saragih H. Ali Amran IK Sudarsana
Anggota
Hindu
6
Weliam
Ketua Wk.Ket I Wk.KetII Sekretaris Wk. Sekr
Islam Budha Protestan Islam Hindu
Anggota
Konghcu
Pemerintah kota Tanjungpinang juga telah memfasilitasi FKUB, dengan memberikan sejumlah anggaran, yang sayangnya terus menurun dari tahun ke tahun. Penurunan ini antara lain disebabkan oleh ketersediaan atau kekuatan APBD, selain dinamika politik lokal yang ditengarai mempengaruhi penurunan jumlah bantuan ini. Berikut gambaran bantuan untuk FKUB Kota Tanjungpinang dari tahun ke tahun: TA 2007
36
2008
2009
2010 400jt Skema: DIPA Kesbang
2011 500jt
2012 100jt Skema Hibah
Bab II. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kepulauan ...
Bantuan untuk FKUB ini, jika sebelumnya selalu menggunakan skema DIPA, mulai tahun 2012 penganggaran menggunakan skema hibah. Hal ini sesungguhnya jawaban atas terbitnya Permendagri No. 32 Tahun 2011 tentang tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.10 Adapun tugas mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal dan menumbuhkembangkan keharmonisan di antara umat beragama dilakukan dengan membina dan mengoordinasikan camat, lurah, atau kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama. Termasuk dalam hal ini adalah terkait isu-isu aktual yang terjadi di tempat lain agar tidak merembet ke Tanjungpinang dan Kepri. Adapun terkait penerbitan IMB rumah ibadat, yang juga menjadi 10 Penting sedikit digambarkan. Skema pertama,penganggaran melalui DIPA Kesbanglinmas berarti dana untuk operasional dan kegiatan FKUB masuk dalam DIPA Kesbang dengan mata anggaran biaya pemeliharaan kerukunan umat beragama. Artinya, dana tersebut tidak hanya untuk FKUB, melainkan digunakan untuk hal-hal lain sepanjang untuk kegiatan pemeliharaan kerukunan. Dengan skema seperti ini, FKUB kerap merasa tidak memiliki anggaran, meski juga termudahkan dengan tidak perlu mengurus pertanggungjawaban keuangan yang relatif tidak mudah. FKUB juga biasanya menjadi lebih pasif karena kegiatan bergulir mengikuti ritme kegiatan Kesbanglinmas. Skema kedua adalah hibah. Dengan skema yang didasarkan pada Permendagri No. 32 Tahun 2011 (pasal 22-23) tentang bantuan sosial ini, anggaran untuk FKUB langsung diberikan dan total ke FKUB. Pengurus FKUB lebih merasa memiliki anggaran dan karenanya menjadi lebih semangat dan proaktif, hanya saja berarti dibebani kewajiban pertanggungjawaban keuangan yang cukup tidak sederhana. Memang asistansi SPJ bisa dilakukan oleh Kesbanglinmas dalam kondisi ini. Hanya saja pada praktiknya (dan secara psikologis) tidak selalu mudah. Dengan skema hibah ini juga, pengurus FKUB sesungguhnya terancam terkena punishment terkait penggunaan dana hibah yang tidak benar atau sekadar SPJ yang kurang rapi. Bahkan skema hibah ini juga mendapat ganjalan dengan dikeluarkannya aturan baru, yakni Permendagri Nomor 39 Tahun 2012, yang pada intinya mempersulit dilakukannya bantuan hibah untuk FKUB dimaksud. Mungkin jalan keluarnya adalah mengembalikan anggaran ke skema DIPA Kesbang namun dengan mata anggaran yang jelas: ―untuk operasional dan program kerja FKUB‖. Dengan demikian, secara peraturan dan SPJ relatif aman, dan secara substansial juga kebutuhan FKUB terpenuhi dengan lebih memadai.
37
Akmal Salim Ruhana
tugas walikota untuk mengeluarkannya, sejauh ini berjalan sebagaimana masukan dan respon dari FKUB Kota Tanjungpinang. Mengenai pelaporan ihwal kerukunan, Pemkot Tanjungpinang pernah melakukannya. Melalui surat No. 450-7/BKPLPM/104-a tanggal 25 Januari 2011 tentang laporan FKUB Tahun 2010, Walikota Tanjungpinang, Hj. Suryatati A. Manan menyampaikan surat laporan terkait upaya pemeliharaan kerukunan secara umum dan aktivitas FKUB di Kota Tanjungpinang. Sebagaimana di tingkat provinsi, tantangan dan hambatan peran Pemkot juga mencakup soal keterjangkauan wilayah yang cukup sulit. Transportasi yang cukup sulit, antar daerah dan bahkan antar pulau yang relatif jauh. Di sisi lain, masyarakat juga belum sepenuhnya memahami tugas pemerintah dan FKUB dalam pemeliharaan kerukunan. Selain itu, masalah klasik, anggaran pemeliharaan kerukunan masih dinilai sangat terbatas dan terus menurun dari tahun ke tahun. Problem ketersediaan APBD untuk kerukunan juga dialami serupa di provinsi. Yang dapat dikategorikan sebagai keberhasilan yang telah dicapai adalah tetap kondusifnya kehidupan masyarakat Tanjungpinnag di tengah ancaman persoalan masyarakat yang terus meningkat. Mobilitas penduduk ke Kepri dengan latar belakang budaya yang berbeda yang menjadi ancaman, namun pada kenyataannya Tanjungpinang relatif tetap kondusif. Terwujudnya kesepakatan umat lintas agama untuk menjaga kerukunan juga prestasi penting. Dengan dibuatnya ―Kesepakatan Pimpinan Majelismajelis Agama se-Kepulauan Riau‖ pada 22 September 2012 di Batam, menegaskan upaya harmonisasi yang berjalan efektif. C. Peran Kanwil Kemenag Prov. Kepri dan Kankemenag Kota Tanjungpinang Sebagaimana disebutkan di muka, peran Kementerian Agama setempat disertakan sebagai objek kajian riset ini karena ia berperan bersama Pemda dalam pemeliharaan kerukunan di daerah. Secara normatif sebagaimana ditegaskan di
38
Bab II. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kepulauan ...
dalam Pasal 3 dan 4 PBM, peran Kementerian Agama memang ‘membantu’ Pemerintah Daerah dalam memelihara kerukunan. Dalam Pasal 14, misalnya, tampak Kemenag memiliki peran penting sebagai salahsatu pihak yang dimintai rekomendasi pendirian rumah ibadat. Demikian pula di dalam kepengurusan Dewan Penasihat FKUB, Kepala Kanwil Kementerian Agama Prov. Kepri adalah wakil ketua Dewan Penasihat FKUB provinsi. Demikian juga, Kepala Kankemenag Kota Tanjungpinang ex-officio adalah wakil ketua Dewan Penasihat FKUB Kota Tanjungpinang. Peran-perannya adalah membantu kepala dan wakil kepala daerah dalam perumusan kebijakan dan fasilitasi FKUB. Secara kedinasan, Kementerian Agama Wilayah dan Kantor Kemenag juga berperan dalam upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama. Hal ini selaras dengan tugas dan fungsinya serta misi-visi Kanwil Kementerian Agama Kepri sendiri. Diketahui visinya adalah ‚Terwujudnya Masyarakat Provinsi Kepulauan Riau Taat Beragama, Rukun, Cerdas, Mandiri, sejahtera Lahir Batin dan Berakhlak Mulia‛. Sedangkan misinya mencakup salahsatunya ‚Terwujudnya masyarakat provinsi kepulauan riau taat beragama, rukun, cerdas, mandiri, sejahtera lahir batin dan berakhlak mulia.‛ Diantara program yang dilakukan Kementerian Agama wilayah ini antara lain adalah: 1. Menyelenggarakan kegiatan Harmonisasi dan Temu Tokoh Umat Beragama se-Provinsi Kepulauan Riau, pada 29 Maret s.d. 1 April 2011 di Hotel Bintan Plaza Tanjungpinang. Kegiatan ini diikuti oleh 45 orang tokoh agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu.
39
Akmal Salim Ruhana
2. Menggelar Orientasi Pengembangan Wawasan Multikultural bagi Pengurus Rumah Ibadah se-Kepri. Orientasi yang bertujuan untuk mengajak umat beragama saling menghormati ini dilaksanakan di Hotel Bintan Plaza pada 6 April 2011 yang diikuti oleh 45 orang peserta. 3. Fasilitasi dan pemberdayaan FKUB melalui penganggaran operasional FKUB. Meski di tingkat kota belum memiliki kantor sekretariat tetap (masih mengontrak sebuah ruko), namun telah diberikan anggaran kegiatan secukupnya. 4. Menyelenggarakan pertemuan tokoh lintas agama, pasca kasus Bom di GBIS Solo. Hal ini dalam rangka menghindari ekses-ekses negatif bagi masyarakat Kota Tanjungpinang dan Kepri secara umum. 5. Melakukan sosialisasi PBM bersama FKUB, misalnya pada 28 Desember 2010 di Hotel Plaza, Tanjungpinang. 6. Berperan serta aktif di dalam Forum Dewan Penasihat FKUB, dan forum-forum lainnya terkait pemeliharaan kerukunan—misalnya dalam forum rapat Bakor Pakem. Selain itu, dilakukan juga program pembinaan rumah ibadat, penguatan fungsi dakwah, dan penggangan keakraban dalan hubungan dengan masyarakat. Peran Kementerian Agama daerah juga tampak pada proses penerbitan IMB, yakni pada rekomendasi pendirian rumah ibadat. Selain itu menerima pelaporan dalam penggunaan tempat bukan rumah ibadat untuk tempat ibadat sementara. Sejauh ini, peran-peran semacam itu dilakukan secara mengalir. Bahwa, misalnya, sejumlah permohonan rekomandasi pendirian rumah ibadat masuk ke Kementerian Agama, pimpinan kerapkali mendiskusikannya dengan
40
Bab II. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kepulauan ...
FKUB—meskipun keputusannya masing-masing. Spotcheck lokasi pun langsung dilakukan, sebagaimana diceritakan Abu Sufyan, Kepala Kankemenag Kota Tanjungpinang. Dalam hal membantu Pemda dalam penyelesaian perselisihan juga pernah dilakukan. Kakankemenag Kota Tanjungpinang misalnya turut menyelesaikan permasalahan adanya sebanyak 32 rumah ibadat di Kota Tanjungpinang tidak memiliki izin resmi. Meski hal ini tidak mudah, namun Pemkot Tanjungpinang akhirnya menertibkan rumah-rumah ibadat tersebut dibantu dan dengan kooedinasi Kementerian Agama dan FKUB. D. Kesimpulan Searah dengan permasalahan di atas, dari penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Baik Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau maupun Pemerintah Kota Tanjungpinang, keduanya telah cukup berperan dalam upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama di wilayahnya masing-masing. Peran itu ditunjukkan dengan sejumlah program bernuansa kerukunan, dan upaya harmonisasi masyarakat umat beragama. Dukungan anggaran bagi FKUB memang masih belum optimal dan perlu didorong terus, demikian pula sarana pra sarana pendukung kerja untuk kerukunan. 2. Sedangkan peran Kantor Kementerian Agama Provinsi Kepulauan Riau dan Kankemenag Kota Tanjungpinang, sebagai pihak pendukung dan pembantu Pemda dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, cukup memadai. Hal ini setidaknya ditunjukkan dengan sejumlah program
41
Akmal Salim Ruhana
terkait kerukunan umat beragama—termasuk program yang dilakukan oleh Kementerian Agama pusat dan bertempat di provinsi ini. 3. Tantangan dan hambatan pelaksanaan masing-masing peran antara lain: cukup luasnya wilayah dengan kondisi alam yang cukup sulit, sebagai provinsi kepulauan jangkauan menjadi cukup terbatasi. Selain itu, anggaran untuk kerukunan yang terbatas juga sangat membatasi. Serta, masyarakat yang masih kurang memahami regulasi yang ada. Upaya yang dilakukan antara lain dengan upaya memperbesar anggaran, sehingga upaya sosialisasi dan menjangkau ke daerah jauh dapat dilakukan lebih optimal. 4. Meskipun tantangan kerukunan cukup besar, namun kondisi kerukunan di Kepri tetap kondusif terpelihara. Jikapun terjadi beberapa kasus keagamaan, hal itu dapat dengan cepat tertangani dan tidak sempat membesar. Hal ini kiranya menjadi bukti nyata keberhasilan upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama di wilayah ini. Selain itu, adanya kesepakatan para pemuka agama untuk bersama-sama memelihara kerukunan adalah butir penting upaya para pihak. B. Saran Pertimbangan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri perlu membuat MoU lagi sebagai bentuk penguatan atas upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama—berdasarkan PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006 ini. Bahwa sosialisasi sudah jarang dilakukan, padahal masih banyak kalangan masyarakat yang belum memahami PBM dan kerukunan secara umum. Demikian juga aparat di daerah banyak yang baru (hasil
42
Bab II. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kepulauan ...
rotasi) sehingga masih cukup awam dalam memahami kerukunan umat beragama dengan segala upaya dan regulasi yang ada. Sejalan dengan ini, perlu dilakukan sosialisasi PBM dan regulasi kerukunan atau keagamaan lainnya. Terkait skema anggaran untuk kegiatan pemeliharaan kerukunan, khususnya untuk FKUB, kiranya perlu ditegaskan dalam peraturan terkait keuangan yang lebih tegas. Untuk kenyamanan dan ‘keamanan’ bersama, dapat diusulkan, anggaran FKUB kiranya tepat ditempatkan di DIPA Kesbanglinmas dengan disebutkan dengan tegas dalam mata anggaran khusus sebagai ‚Anggaran Operasional FKUB‛. Dengan demikian, pengelolaan dan pertanggungjawabannya lebih aman, dan FKUB tetap memiliki anggaran khusus yang akan mendorong semangat untuk lebih aktif-proaktif dalam peningkatan kinerjanya. Ke depan, perlu peningkatan sinergi peran-peran atau pelaksanaan tugas yang diemban Pemda dan Kantor Kementerian Agama di masing-masing tingkatan. Penguatan komitmen bersama hingga kerjasama program kiranya baik digagas dan dilaksanakan.
43
Akmal Salim Ruhana
Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik, Kepulauan Riau Dalam Angka 2011, Jakarta: BPS Kepri, 2011 Buku Saku Sosialisasi PBM dan Tanya Jawabnya (Edisi Tanya Jawab yang Disempurnakan), Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2011. Boedihardjo, Miriam, dkk., Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003. Fadjar, A. Mukthie, Negara Hukum, Malang: Bayu Media, 2005. Ihsan Ali-Fauzi, dkk, Kontroversi Gereja di Jakarta, Yogyakarta: CRCS, 2011. Ismatullah, Deddy & Asep A. Sahid Gatara, Ilmu Negara dalam Multi Perspektif: Kekuasaan, Masyarakat, Hukum dan Agama, Bandung: Pustaka Setia, 2007. Kaloh, J., Kepala Daerah: Pola Perilaku, Kekuasaan, dan Perilaku Kepala Daerah, dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003. Koentjaraningrat, dkk. ‚Masyarakat Melayu dan Budaya Melayu dalam Perubahan”, Yogyakarta: Penerbit Adicita Karya Nusa, 2007. Milner, Anthony, The Malays, United Kingdom: John Wiley and Sons, 2008. Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002.
44
Bab II. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kepulauan ...
Mufid, Ahmad Syafii, ‚Taman Bunga dan Buah Kerukunan Itu Bernama FKUB: Pergumulan Lintas Agama Selama Lima Tahun di Jakarta‛, dalam Sepuluh Tahun Pusat Kerukunan Umat Beragama, Jakarta: PKUB, 2011. _____ Kerja dan Kiprah Lima Tahun FKUB Provinsi DKI Jakarta, (Laporan), Jakarta: FKUB DKI Jakarta, 2012
45
Akmal Salim Ruhana
46
Bab III. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kalimantan ...
BAB III PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN KANTOR KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DAN KOTA PALANGKARAYA DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Oleh: M. Yusuf Asry A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Kondisi Geografi dan Demografi Pada awalnya Kalimantan Tengah merupakan satu karesidenan (Residentie Oosst-Borneo) dari tiga karesidenan wilayah Kalimantan yang berkedudukan di Kalimantan Selatan. Sejak kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 hingga tahun 1956 muncul aspirasi penduduk untuk pembentukan provinsi yang terpisah dari Kalimantan Selatan. Pada tanggal 10 Desember 1956, Ketua Koordinasi Keamanan Daerah Kalimantan ‚MILONO‛ membacakan pengumuman terbentuknya Provinsi Kalimantan Tengah yang terdiri dari tiga kabupaten, yaitu Barito, Kapuas dan Kotawaringin. Berdasarkan Undang-Undang Darurat No. 10 Tahun 1957 terbentuk Provinsi Kalimantan Tengah, dan ditetapkan waktu/hari jadinya tanggal 23 Mei 1957. Luas wilayah Kalimantan tengah 153.564 km² atau 1,2 kali luas Pulau Jawa, yang menempati provinsi terluas ketiga setelah Papua dan Kalimantan Timur. Daerah ini berbatasan; sebelah utara dengan Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, sebelah timur dengan Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, sebelah selatan dengan laut Jawa, dan
47
M. Yusuf Asry
sebelah barat dengan Kalimantan Barat. Secara administrative Kalimantan Tengah terbagi 13 kabupaten dan satu kota, 129 kecamatan dan 1.350 desa. Kalimantan Tengah dihuni oleh penduduk sesuai sensus tahun 2010 mencapai 2.202.599 jiwa terdiri, dari 1.147.878 lakilaki (52,11%) dan 1,054.721 perempuan (47,89%). Kepadatan penduduk tergolong jarang sekitar 14 orang per-km² (Biro Humas Setdaprov., 2011: 4 dan 7). Dari segi etnis, penduduk Kalimantan Tengah asal setempat ialah etnis Dayak. Ada sekitar 10 etnis Dayak, 4 bahasa Dayak dan sekitar terdiri dari 250-an sub etnis Dayak (Desi Erawati, 145). Etnis lainnya berasal dari Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur (termasuk Madura), Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali, Makassar dan Lampung. Dalam kehidupan sehari-hari pengaruh budaya Dayak pada acara ritual siklus kehidupan tampak lebih dominan dari yang lainnya. Dari segi kebudayaan, budaya Banjar cukup dominan. Budaya Dayak dapat dilihat dari falsafah Rumah Betang yang dibangun atas prinsip ‚Melai Petak Mandeng Hite Eka Pambelum Je Kata Taha”, yang berarti ‚di situ tanah diinjak di situlah tempat hidup selama-lamanya‛. Filosofi ini menunjukkan bahwa masyarakat Dayak hidup damai dan rukun dengan masyarakat lainnya (Yeri Adriyanto dan Salim AR, 2007: 22-24). Salah satu dari 14 kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Tengah ialah Kota Palangka Raya, yang juga adalah Ibukota Provinsi ang juga menjadi sasaran penelitian ini. Daerah ini berbatasan sebelah timur dengan Kabupaten Gunung Mas, sebelah selatan dengan Kabupaten Pulang Pisau, dan sebelah barat dengan Kabupaten Katingan. Dari
48
Bab III. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kalimantan ...
segi wilayah administrasi pemerintahan Kota Palangka Raya terbagi pada 5 Kecamatan, yaitu Kecamatan Pahandut, Sebangau, Jekan Raya, Bukit Batu, dan Rukumpit. Wilayah kecamatan tersebut terbagi 30 kelurahan, 642 RT dan 157 RW. Wilayah ini dihuni penduduk pada tahun 2010 sebanyak 220.962 jiwa yang terdiri dari 113.005 laki-laki (51%) dan 107.957 perempuan (49%). Persebaran penduduk menurut wilayah kecamatan tidak merata. Mata pencaharian pokok penduduk beragam, meliputi: PNS, TNI/POLRI, karyawan swasta, jasa pedagang, petani dan nelayan (BPS Kota Palangka Raya, 2010:72). 2. Kehidupan Sosial Keagamaan Penduduk Provinsi Kalimantan Tengah dari segi pemeluk agama pada tahun 2010, mayoritas Islam sebanyak 1.623.643 jiwa (78%), Kristen 346.559 jiwa (17%), Katolik 76.419 jiwa (0.4%), Hindu 26.128 jiwa (0.1%), Buddha 1.441 jiwa (0.01%) dan lainnya 1.401 jiwa (0.01%) (BPS Provinsi Kalteng, 2011:160). Rumah ibadat yang tercatat pada tahun 2010 terdiri dari Islam 1.620 masjid (49%), Kristen 1.406 gereja (43%), Katolik 161 gereja induk (0.05%), Hindu 78 pura (0.02%), Buddha 14 vihara (0.004%) (BPS Provinsi Kalteng, 2011:160-161). Rumah ibadat di Kota Palangka Raya: Islam 112 masjid (54%), Kristen 88 gereja (43%), Katolik 1 gereja induk (0.005%), Hindu 3 pura (0.01%), Buddha 2 vihara (0.01%). Jumlah tersebut belum termasuk 118 langgar/mushalla, 8 pastori, 4 gereja pembantu dan 15 balai Katolik, (FKUB Kabupaten Palangka Raya, 2010:13). Secara umum keadaan umat beragama di Kota Palangka Raya kondusif rukun (Achmad Diran, 5 Juni 2012, Djawahir
49
M. Yusuf Asry
Tanthowi, 7 Juni 2012), Dalam sebuah keluarga Dayak adalah biasa menganut agama yang berbeda. Tradisi silahturahim sangat kental dengan saling kunjung mengunjungi antar mereka yang berbeda agama seperti pada saat terjadi perkawinan, perayaan hari-hari besar keagamaan, saling kerjasama dalam kepanitiaan, seperti panitia Musabaqoh Tilawatil Qur’an, Pesparawi Kristen, Atsana Dharma Gita Hindu, Pesta Tandak Intan Kaharingan dan festival pembacaan kitab suci Dharmapada, serta adanya pembinaan kehidupan beragama oleh pemerintah. Selain itu juga berkembang kearifan lokal seperti ‚open house‛ atau menerima tamu pada hari-hari besar keagamaan dan penggunaan pengeras suara di rumah ibadat yang peduli lingkungan (FKUB Kota Palangka Raya, 2010:5-7). Di kalangan umat beragama Kalimantan Tengah, tumbuh dan berkembang organisasi keagamaan dari tiap agama. Di daerah ini terdapat tiga sekolah tinggi agama, yaitu: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri (STAKN), dan Seolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN). B. Peran Pemerintah Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan 1. Peran Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah Pada saat PBM Tahun 2006 diterbitkan tanggal 21 Maret 2006, pemerintah daerah di Provinsi Kalimantan Tengah dijabat oleh Agustin Teras Narang, SH selaku gubernur, dan Wakil Gubernur Ir.H. Achmad Diran. Keduanya hasil pilkada tahun 2005, dan pasangan tersebut terpilih kembali periode kedua pada tahun 2010 (Achmad Diran, 5 Juni 2012).
50
Bab III. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kalimantan ...
Visi gubernur yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama ialah ‚Rakyat lebih sejahtera dan bermartabat‛. ‚Hidup berdampingan, rukun dan damai untuk kesejahteraan bersama‛. Salah satu dari 7 (tujuh) misi pemerintah daerah Kalimantan Tengah ialah ‚terciptanya kerukunan dan kedamaian serta sinergitas dan harmoni kehidupan bermasyarakat di Kalimantan Tengah (Biro Humas dan Protokol, Setda Kalteng, 2011:VIII-IX). Respon gubernur terhadap pemeliharaan kerukunan cukup cepat dengan menerima baik diterbitkannya PBM Nomor 9 dan 8 Tahun 2006. Gubernur bersama intansi terkait, baik jajaran pemerintah provinsi Kalimantan Tengah maupun kanwil kementerian agama segera merumuskan kesepakatan, yang kemudian menjadi Peraturan Gubernur Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dengan dasar pergub tersebut diselenggarakan musyawarah pemuka agama dan difasilitasi oleh pemerintah daerah bersama kanwil kementerian agama untuk menyusun kepengurusan FKUB dan Dewan Penasehat FKUB Provinsi. Selanjutnya ditetapkan dan dikukuhkan melalui Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah No.188.44/232/2007 tanggal 30 Mei 2007. FKUB ini diketuai oleh Drs. H. M. Yamin Muchtar, Lc dengan sekretaris Drs. Oka Swastika, dan kepala sekretariat Drs. R. Junaidi R, SH.,MH yang kemudian digantikan oleh Agus Purwanto,S.Sos dari Badan Kesbangpol dan Linmas. Peran Gubernur Kalimantan Tengah berdasarkan pasalpasal PBM dikemukakan oleh wakil gubernur Ir.H. Achmad Diran, baik melalui wawancara maupun jawaban tertulis tanggal 5 Juni 2012. Dalam posisi selaku wakil gubernur, dan
51
M. Yusuf Asry
sekaligus pelaksana tugas gubernur Kalimantan Tengah menyatakan, bahwa peran gubernur dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama mengacu pada PBM. Gubernur Kalimantan Tengah melaksanakan peran pemeliharan ketentraman dan ketertiban masyarakat termasuk kerukunan umat beragama, dengan: (1) Memfasilitasi dan memberdayakan Komunitas Intelijen Negara (KOMINDA) untuk cegah dini jika terjadi potensi konflik, (2) Memfasilitasi pertemuan warga yang menolak anarkisme dan radikalisme, seperti penolakan terhadap kehadiran FPI di Kalimantan Tengah pada tanggal 11 Februari 2012, yang dikhawatirkan mengusik kerukunan masyarakat (3) Memfasilitasi dan memantau pemberdayaan Pemuda Lintas Agama untuk pengamanan dan kerjasama peringatan hari besar keagamaan, seperti kerjasama antara Banser, Pemuda Kristen dan Pemuda Hindu, serta (4) Mengimbau dan mendorong FKUB agar menjaga falsafah ‚Huma Betang‛ yang dianut masyarakat Kalimantan Tengahdalam memelihara kerukunan. Namun falsafah budaya Huma Betang menurut seorang peneliti Dr. Muhammad Abubakar, H.M dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Palangka Raya masih perlu dukungan pemerintah daerah, untuk aktualisasi nilainilainya dalam format acuan yang tertulis, dan disosilisasikan kepada masyarakat luas (7 Juni 2012). Tampak dukungan fasilitas pelaksanaan kegiatan FKUB sejalan dengan surat Menteri Nomor 450/4171/SJ tanggal 27 Oktober 2011 tentang imbauan agar peran dan fungsi FKUB semakin ditingkatkan. Harmonisasi di antara umat beragama ditumbuhkembangkan oleh gubernur Kalimantan Tengah melalui
52
Bab III. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kalimantan ...
peran, antara lain: (1) Menyetujui kunjungan kerja/studi banding FKUB keluar daerah dalam rangka menjalin hubungan yang makin akrab dan menambah wawasan para anggota FKUB. Kunjungan kerja pernah dilakukan yang didampingi dari unsur pemerintah daerah pernah ke Manado Provinsi Sulawesi Utara (2010), ke Medan Sumatera Utara (2010), dan ke Mataram Nusa Tenggara Barat (2011). (2) Meyelenggarakan Coffee morning dirumah jabatan tiap tiga bulan sekali yang telah berlangsung sejak tahun 2010, diikuti para kepala dinas, badan dan instansi di lingkungan pemerintah provinsi Kalimantan Tengah. Acara ini diisi arahan, kebijakan, dan upaya pembangunan Kalimantan Tengah oleh gubernur, kemudian laporan dan masukan dari berbagai pihak yang hadir, termasuk masalah kerukunan umat beragama yang diemban oleh FKUB. (3) Silaturahim pada hari besar keagamaan, secara terkoordinasi di kalangan para pejabat teras dan agama, seperti pada Idul Fitri, gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang, SH yang beragama Kristen bersama para pejabat lain berkunjung ke kediaman wakil gubernur, Ir. H. Achmad Diran yang beragama Islam. Sebaliknya pada perayaan natal wakil gubernur bersama para pejabat yang beragama Islamlainnya berkunjung ke kediaman gubernur Agustin Teras Narang, SH. Pembinaan dan koordinasi terhadap para bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota oleh gubernur Kalimantan Tengah dilakukan pada berbagai kegiatan, seperti pada Sosialisasi Bela Negara. Di samping itu koordinasi untuk penyelesaian perselisihan. Gubernur dalam sebuah sambutan pada Rakorda FKUB menyatakan, ‚Dengan terbentuknya FKUB, pemerintah daerah memiliki mitra yang tepat untuk memecahkan masalah kerukunan umat beragama‛. ‚Sesung-
53
M. Yusuf Asry
guhnya pemecahan persoalan kerukunan umat beragama dan khususnya pendirian rumah ibadat dapat segera dipecahkan oleh kepala daerah secara lebih cepat, guna menghindari ekses-ekses yang tidak diperlukan‛ (Agustin Teras Narang, 28 Mei 2009: 10 dan 11). Penyelesaian perselisihan terkait hubungan antarumat beragama, gubernur melaksanakan pembinaan terhadap bupati/walikota serta instansi terkait di daerah. Contoh kasus penolakan FPI di Kalimantan Tengah berawal dari masyarakat menolak pendirian FPI, yang kemudian diisukan bernuansa agama. Gubernur melakukan pembinaan melalui Intruksi Nomor 188.44/08/ADPUM tentang Langkah-langkah Komprehesif dan Pencegahan Konflik di Kalimantan Tengah tertanggal 15 Februari 2012. Sedangkan penyelesaian perselisihan yang berkaitan dengan rumah ibadat menjadi bagian tugas, dan telah diselesaikan oleh FKUB kabupaten/ kota. Gubernur menerima laporannya, dan jika perlu memberikan arahan. Pada saat terjadi perselisihan terkait dengan kerukunan umat beragama, Gubernur selain mendapat laporan juga sewaktu-waktu meminta konfirmasi, dan sekaligus sebagai pembinaan melalui komunikasi langsung kepada bupati/walikota. Pembiayaan untuk pemeliharaan kerukunan umat beragama dan fasilitasi FKUB telah dialokasikan dana oleh gubenur Kalimantan Tengah. Selama kurun waktu 5 (lima) tahun dari 2008 hingga 2012 triwulan pertama dana FKUB telah mencapai Rp.5.595.000.0000,- Jumlah ini belum tercatat dana tahun 2012 dari Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama RI. Pada lazimnya tiap akhir tahun juga diperoleh dana alokasi anggaran perubahan.
54
Bab III. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kalimantan ...
Adapun perinciannya dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 1 Rekapitulasi Dana Operasional FKUB Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2008 s/d 2012 No 1
Tahun 2008
Sumber Dana Pemerintah Prov.Kalteng Pusat Kerukunan Umat Beragama Kanwil Kemenag Prov.Kalteng
Jumlah Rp.725.000.000,Rp. 30.000.000,Rp. 30.000.000,-
2
2009
Pemerintah Prov.Kalteng Pusat Kerukunan Umat Beragama Kanwil Kemenag Prov.Kalteng
Rp. 725.000.000,Rp. 30.000.000,Rp. 30.000.000,-
3
2010
Pemerintah Prov.Kalteng Pusat Kerukunan Umat Beragama Kanwil Kemenag Prov.Kalteng
Rp. 725.000.000,Rp. 30.000.000,Rp 30.000.000,-
4
2011
Pemerintah Prov.Kalteng Pusat Kerukunan Umat Beragama Kanwil Kemenag Prov.Kalteng
Rp.2.000.000.000,Rp. 30.000.000,Rp. 180.000.000,-
5
2012
Pemerintah Prov.Kalteng Kanwil Kemenag Prov.Kalteng *
Rp.1.000.000.000,Rp. 30.000.000,-
Jumlah
Rp.5.595.000.000,-
Sumber : Diolah dari data lapangan, 2011. * Dana dari Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) belum terdata, dan dana anggaran perubahan Pemprov. Kalteng belum diterima.
Peran wakil gubernur yang secara ex officio menjabat Ketua Dewan Penasihat FKUB, yang bertugas merumuskan kebijakan dan memfasilitasi hubungan kerja.
55
M. Yusuf Asry
Perumusan kebijakan oleh wakil gubernur, dan disampaikan sebagai masukan kepada gubernur, dan kebanyakan secara lisan. Misalnya dalam penolakan FPI di Kalimantan Tengah, wakil gubernur mengkoordinasikan ormas keagamaan Islam dan pemuka Islam dalam memberikan masukan rumusan Pernyataan Bersama yang ditanda-tangani tanggal 13 Februari 2012. Di samping itu wakil Gubernur memfasilitasi hubungan kerja FKUB dengan Pemda, dan hubungan antar instansi dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama dilaksanakan oleh wakil gubernur. Misalnya memediasi pengurus FKUB yang akan beraudensi kepada gubernur. Demikian pula ada kalanya mengumpulkan tokoh masyarakat dan pemuka agama dalam mengatasi perselisihan yang muncul kepermukaan. Memang diakui bahwa peran Dewan Penasihat FKUB tampak belum mengimbangi intensitas kegiatan FKUB. Sebagaimana diungkapkan oleh gubernur, ‚dalam evaluasi 3 (tiga) tahun PBM, saya mendapat masukan dari berbagai daerah, yang intinya masih belum optimalnya peran Dewan Penasihat FKUB‛ (Agustin Teras Narang, 29 Mei 2009:8). Pelaporan tugas terkait dengan pelaksanaan PBM Tahun 2006, oleh gubernur kepada Meneteri Dalam Negeri dan Menteri Agama pernah dilakukan untuk periode 6 bulanan. Namun hanya berlangsung hingga tahun 2010, kemudian terhenti antara lain disebabkan tidak mendapat respon balik (Agus Pramono, 4 Juni 2012).
56
Bab III. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kalimantan ...
2. Peran Pemerintah Kota Palangkaraya Pada saat penelitian ini diadakan Walikota Palangka Raya dijabat oleh H. Riban Satia S.Sos., M.Si dan wakil walikota Haryono, SHi. Visi Kota Palangka Raya yang juga adalah visi Walikota yang terkait dengan kerukunan umat beragama, yaitu: ‚Menuju Masyarakat Sejahtera sesuai Falsafah Budaya Betang‛. Di antara misinya ialah ‚Mempertahankan dan mengembangkan norma-norma relijius/agama di dalam kehidupan bermasyarakat‛. Kehidupan masyarakat yang diinginkan ialah masing-masing saling menghargai dan menghormati kepercayaan dan keyakinan orang lain. Dari wawancara dengan Kepala Badan Kesbangpol dan Linmas, dan jawaban tertulis dari atas nama walikota dan wakil walikota yang disiapkan oleh kepala Bidang Humas Sekretariat Daerah, serta kepala Sekertaiat FKUB diperoleh informasi tentang peran walikota dan wakil walikota Palangka Raya dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama. Atas dasar PBM Tahun 2006, dan Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Kalimantan No. 6 Tahun 2007 tentang pedoman Pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Dewan Penasihat Kerukunan Umat Beragama Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah tanggal 19 Maret 2010, maka dirumuskan program walikota dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama yang terdapat pada sejumlah unit kerja, seperti pada Badan Kesbangpol dan Linmas dan Dinas Sosial. Pelaksanaan sebagian tugas walikota dilaksanakan melalui FKUB Kota Palangka Raya yang
57
M. Yusuf Asry
diketuai oleh Drs. H. Mahlan Ahmad, sekertaris Pdt. Thomi Sihite, dan kepala sekertariat FKUB Drs. H. Misbah S.Ag. Walikota Palangka Raya memberikan fasilitas pemeliharan ketentraman dan ketertiban masyarakat termasuk untuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama, yaitu dengan: (1) Memfasilitasi dan memberdayakan Komunitas Intelijen Negara (KOMINDA) untuk cegah dini jika terjadi potensi konflik, (2) Memfasilitasi dan memantau pemberdayaan Pemuda Lintas Agama untuk pengamanan dan kerjasama peringatan hari besar keagamaan, seperti kerjasama antara Banser, Pemuda Kristen dan Pemuda Hindu, serta (4) Mengimbau dan memfasiltasi FKUB agar mensosialisasikan nilai-nilai falsafah budaya ‚Huma Betang‛ yang yang sejak lama dianut masyarakat Kalimantan Tengah untuk memelihara kerukunan. Walikota mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, Walikota melakukan peran: (1) Menyampaikan kebijakan pemerintah kota dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama pada rapat Koordinasi FKUB yang diselenggarakan tiap tahun, dihadiri oleh para kepala dinas, badan dan instansi di lingkungan pemerintah Kota Palangka Raya. (2) Memberikan pengarahan dan menjadi narasumber terkait dengan kerukunan pada pertemuan-pertemuan dinas seperti dengan camat, kepala desa serta para pemuka agama, demang dan martir demang. Berketepatan pada waktu peneliti di lapangan Walikota memberikan arahan pada dialog pembangunan dengan masyarakat di Kantor Kecamatan Jekan Raya tanggal 8 Juni 2001. Walikota memaparkan sekitar upaya pembangunan Kota Palangka Raya termasuk bagaimana
58
Bab III. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kalimantan ...
ketentraman dan ketertiban masyarakat, serta pentingnya kerukunan umat beragama (Person, 11 Juni 2012). (3) Koordinasi dengan isntansi vertikal dilakukan oleh Walikota, antara lain dalam pembentukan forum tokoh/lintas agama, imbauan penggunaan pengeras suara yang peduli lingkungan, dan pembentukan penyuluh agama pembangunan. Harmonisasi di antara umat beragama ditumbuhkembangkan oleh Walikota Palangka Raya melalui peran, antara lain: (1) Silahturahim pada hari besar keagamaan, seperti pada Idul Fitri dan pada perayaan natalan. Di samping itu juga harmonisasi diciptakan melalui kunjungan kerja ke berbagai daerah yang dilaksanakan oleh FKUB atas persetujuan dan difasilitasi Pemda. (2) Kerjasama lintas agama, serta kemah bhakti legaslatif, eksekutif dan tokoh agama. Pembinaan terhadap para camat dan lurah dilakukan pada berbagai kegiatan, seperti seperti pada Musrenbang tingkat kelurahan, kecamatan dan kota, dialog dan pembinaan RT dan RW sekecamatan, koordinasi penyuluh agama pembangunan termasuk pemberiaan dukungan dana. Di samping itu koordinasi dalam penyelesaian perselisihan. Peraturan walikota berkenaan dengan pemeliharaan kerukuan umat beragama tertuang dalam Keputusan Nomor 168 Tahun 2010 tentang Penetapan Pengurus FKUB dan Susunan Keanggotaan Dewan Penasihat FKUB serta Pegawai Sekertariat FKUB tanggal 26 Agustus 2010. Yang pokok mengacu pada Pergub Nomor 6 tahun 2010. Penerbitan IMB rumah ibadat dilakukan secepat mungkin sesuai posedur dan persyaratan yang dimuat dalam
59
M. Yusuf Asry
PBM Tahun 2006. Sejauh ini Walikota telah menerbitkan IMB rumah ibadat mencapai 10 buah. Namun dalam pemberian izin tersebut sangat dipertimbangkan kearifan lokal sekalipun, jumlah pengguna tidak mencapai 90 orang, dan/persejutuan warga tidak mencapai 60 orang. yang pokok adalah warga sekitarnya memberikan persetujuan dan/tidak berkeberatan (Mizbah dan Person, 11 Juni 2011). Sejauh ini belum ada pengajuan IMB untuk rumah ibadat yang digunakan secara permanen dan atau memiliki nilai sejarah. Penyelesaian perselisihan terkait dengan hubungan antarumat beragama, walikota melakukan pembinaan terhadap para camat dan lurah, demang dan martir demang, serta serta instansi terkait di daerah kerjanya. Sebagai contoh walikota melakukan pembinaan dalam rangka pelaksanaan Intruksi Gubernur Nomor 188.44/08/ADPUM tentang Langkah-langkah Komprehesif dan Pencegahan Konflik di Kalimantan Tengah tertanggal 15 Februari 2012. Sedangkan penyelesaian perselisihan yang berkaitan dengan rumah ibadat selama ini dapat diselesaikan oleh FKUB. Walikota akan ikut aktif hanya jika perlu memberikan arahan. Namun pada kasus tertentu berkomunikasi langsung kepada camat dan/atau lurah. Dalam hal pembiayaan pemeliharaan kerukunan umat beragama dan fasilitasi FKUB telah dialokasikan dana oleh walikota, selama kurun waktu 5 (lima) tahun dari 2008 hingga 2012 triwulan pertama dana FKUB telah mencapai Rp. 1.060.000.000,- Jumlah ini belum termasuk alokasi anggaran perubahan biasanya pada akhir tahun berjalan. Adapun perinciannya dapat dilihat dari tabel berikut:
60
Bab III. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kalimantan ...
Tabel 1 Rekapitulasi Dana Operasional FKUB Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2008 s/d 2012 No 1
Tahun 2008
Sumber Dana
Jumlah
Pemerintah Kota Palangka Raya
Rp.
40.000.000,-
2
2009
Pemerintah Kota Palangka Raya Pusat Kerukunan Umat Beragama
Rp. 250.000.000,Rp. 25..000.000,-
3
2010
Pemerintah Kota Palangka Raya Kankemenag Kota Palangka Raya
Rp. 250.000.000,Rp. 25.000.000,-
4
2011
Pemerintah Kota Palangka Raya Kankemenag Kota Palangka Raya
Rp. 250.000.000,Rp. 25.000.000,-
5
2012
Pemerintah Kota Palangka Raya Kankemenag Kota Palangka Raya
Rp. 260.000.000,Rp. 25.000.000,-
Jumlah
Rp.1.160.000.000,-
Sumber : Diolah dari data pada Sekretariat FKUB Kota Palangka Raya, 2011.
Peran Wakil Walikota yang secara ex officio menjabat Ketua Dewan Penasihat FKUB Kota Palangka Raya yaitu bertugas merumuskan kebijakan dan memfasilitasi hubungan kerja FKUB dengan pemda dan sesama instansi terkait. Sebagai contoh dalam pendirian rumah ibadat yang mendapat penolakan oleh warga di Jalan Kutilang Asri. Namun melalui
61
M. Yusuf Asry
musyawarah yang dipimpin langsung oleh wakil walikota, akhirnya dapat diselesaikan secara musyawara-mufakat. Pelaporan tugas terkait dengan pelaksanaan PBM Tahun 2006 oleh walikota kepada gubernur pernah dilakukan periode 6 bulanan (Anshar, 12 Juni 2012). Pelaporan tersebut terkait dengan kerukunan umat beragama yang ditujukan kepada gubernur Kalimantan Tengah dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama.
C. Peran Kepala Kanwil dan Kantor Kementerian Agama Di Kalimantan Tengah 1. Peran Kepala Kanwil Kemenag Prov Kalimantan Tengah Secara umum Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Tengah memiliki program pemeliharaan kerukunan umat beragama. Demikian pula kepala kanwil selaku Wakil Ketua Badan Penasihat FKUB, juga memiliki tugas secara khusus. Kepala Kanwil membantu gubernur, yaitu: (1) Membentuk satgas FKUB di provinsi, dan diteruskan pada tingkat kabupaten/kota se-Kalimantan Tengah. (2) Membentuk dan memberdayakan forum pemuda lintas agama, (3) Menyelenggarakan dialog baik antarumat beragama yang digelar beberapa ormas keagamaan, maupun dialog pemuda lintas agama. Demikian pula membantu gubernur dalam kegiatan instansi vertikal dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama seperti dalam: (1) Mengkoordinasikan pelaksanaan hari-hari besar keagamaan, event keagamaan tingkat provinsi seperti MTQ ke 26 tahun 2012 di Kapuas, (2) Mengkoordinasikan pelaksanaan silaturahmi tokoh agama, bupati dan
62
Bab III. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kalimantan ...
pengurus parpol se-Kalteng dalam hal peningkatan kondusivitas Kalimantan Tengah, dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya, (3) Memelihara kerjasama dengan FKUB, ormas keagamaan seperti dengan MUI, FUI, NU, Muhammadiyah dan ormas keagamaan lainnya, serta pembinaan kerukunan umat beragama bersama pemda kabupaten/kota, serta SKPD seperti Badan Kesbangpol dan Linmas, kejaksaan, kehakiman, kepolisian, dan TNI. Dalam hal harmonisasi di antara umat beragama di Kalimantan Tengah adalah: (1) Mengimbau dalam berbagai sambutan seperti pada pelaksanaan MTQ ke 26, dan pada saat menjadi narasumber seminar/lokakarya (2) Mengusulkan tabligh akbar lintas agama, pembuatan kesepakatan antar tokoh agama dalam peningkatan harmonisasi dan kondusivitas pasca kerusuhan Sampit, dan penolakan FPI. Dalam memberdayakan FKUB, selain diberikan bantuan dan operasional juga bantuan SDM sebanyak 4 (empat) pegawai Kemenag untuk memperkuat sekertariat FKUB. Kepala Kanwil Kementerian Agama membantu gubernur dalam menyusun kebijakan sebagai masukan kepada gubernur terkait kerukunan umat beragama. Di antara penggunaan pengeras suara menjelang bulan Suci Ramadhan. 2. Peran Kepala Kantor Kemenag Kota Palangka Raya Dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban bupati/walikota dibantu oleh kepala kantor kementerian agama kabupaten/kota. Berdasarkan wanwancara dan jawaban tertulis dari Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Palangka Raya, Drs.H. Baihaqi, MAP, dan Kepala Seksi Tata Usaha, Drs. H. Misbah, M.Ag (2 Juni 2012) diperoleh
63
M. Yusuf Asry
informasi. Visi Kantor Kementerian Agama Kota Palangka Raya ialah ‚menjadikan kota Palangka Raya sebagai kota percontohan KUB di Indonesia‛. Untuk mencapai visi tersebut dirumuskan misi antara lain, yaitu: ‚Tewujudnya masyarakat Kota Palangka Raya yang rukun, damai dan harmonis dalam menjalankan ajaran agamanya masingmasing‛. Kepala Kemenag Kota Palangka Raya memfasilitasi kerukunan umat beragama dalam rangka membantu tugas walikota antara lain menyelenggarakan dialog antar tokoh agama, dan membantu masyarakat dengan menggalang dana melalui BAZ, menyelenggarakan MTQ, Pesparawi, dan Pasraman. Menyelenggarakan kegiatan pertemuan tiap tiga bulan sekali bersama para tokoh agama dan anggota FKUB, dengan agenda membahas isu-isu strategis tentang agama yang berupaya mencari persamaan antar agama untuk meningkatkan rasa kebersamaan.. Kepala Kankemenag melaksanakan tugas untuk melakukan peninjauan ke lapangan sebelum memberikan rekomendasi kepada walikota tentang IMB. Permohonan pendirian rumah ibadat pada tahun 2011 berjumlah 2 buah masing-masing sebuah vihara dan sebuah gereja. Pada tahun 2012 meningkat menjadi 3, yaitu sebuah masjid dan dua gereja. Penyelesaiannya masih dalam batas waktu yang ditentukan dalam PBM, yaitu paling lama 60 hari kerja. Pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai tempat ibadat, kepala kantor kementerian agama selalu berkoordinasi dengan pihak kelurahan dan kecamatan. Selanjutnya memberikan pertimbangan atau pendapat kepada walikota. Namun ada dua
64
Bab III. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kalimantan ...
permohonan izin ditolak, pendirian rumah ibadat di Jln. Sapan Raya, bangunan asalnya rumah tempat tinggal yang akan dialih-fungsikan sebagai masjid Ahmadiyah. Camat Jekan Raya juga belum mengeluarkan izin permohonan mendirikan kantor Ahmadiyah berikut fasilitas tempat ibadat di wilayah kerjanya. Penyelesaian perselisihan dalam pendirian rumah ibadat kepala kantor kementerian agama mengundang tokoh agama yang berselisih. Diawali mengundang intern masing-masing umat beragama yang berselisih. Selanjutnya mengundang dua kubu yang berselisih. Sejauh ini kasus yang terjadi dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat. Kepala kantor kemenag juga membantu walikota dalam pelaksanaan tugas pengawasan terhadap camat, lurah serta instansi terkait di wilayah kerjanya. Pelaporan oleh kepala kantor kemenag disampaikan tiap kesempatan baik tertulis maupun lisan. Frekwensi laporan 4 (empat) kali dalam setahun atau pertiga bulanan. Bagaimanapun tingkat keberhasilan FKUB sangat tergantung pada dukungan dana. Dana malalui kantor Kementerian Agama Kota Palangka Raya diberikan sejak tahun 2009 s.d 2011, setiap tahunnya sebesar Rp.25.000.000,Peran kepala kantor kementerian agama yang secara ex officio wakil ketua Dewan Penasihat FKUB Kota Palangka Raya, yaitu merumuskan kebijakan, dan disampaikan sebagai masukan kepada walikota. Di samping itu juga memfasilitasi hubungan kerja antara FKUB dengan Pemda terutama jika akan beraudiensi dengan walikota atau wakil walikota.
65
M. Yusuf Asry
D. Pandangan FKUB dan Majelis Agama terhadap Peran Memelihara Kerukunan Dalam pandangan Agus Pramono, S.Sos (Kepala Sekretariat FKUB Provinsi) dan (Agus Pramono, S.Sos) dan Drs. H. Ahzar Slamet (Sekertris FKUB Provinsi Kalimantan Tengah), bahwa Pemerintah Daerah cukup berperan dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama. Pandangan yang sama dikemukakan oleh H.M. Syairi Abdullah Wakil Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah serta Drs. Oka Swastika, SH, M.Si. Pertimbangan yang dikedepankan ialah Gubernur sangat menyambut baik terbit PBM tahun 2006, yang ditindak lanjuti segera penerbitan Peraturan Gubernur pada tahun 2007, dengan dukungan alokasi dana operasional yang memadai. Demikian pula untuk FKUB Kota Palangka Raya. Hanya saja FKUB Kota belum memiliki kantor/sekretariat karena terkendala penyediaan lahan, padahal tersedia dana pembangunan gedungnya dari Kementerian Agama. Berbeda halnya dengan FKUB Provinsi disediakan sebuah rumah yang memadai untuk kantor FKUB. Bahkan dari Pemda diberi sarana transportasi sebuah mobil ‚Suzuki APV‛. Hal itulah antara lain dinilai komitmen gubernur terhadap pemeliharaan kerukunan umat beragama cukup tinggi. Kedepan pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah siapapun gubernur dan bupati/walikota terpilih hendaknya tetap memperhatikan kebijakan pemeliharaan kerukunan umat beragama dengan memberdayakan FKUB sebagai mitra kerja pemerintah daerah. Sosialisasi PBM telah dan terus dilakukan, dana tidak begitu menjadi kendala utama asalkan programnya strategis pemerintah daerah akan memberikan dukungan. Masalah yang dirasakan ialah peluang waktu yang terbatas,
66
Bab III. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kalimantan ...
selain banyaknya kegiatan FKUB juga terkendala pada pencairan anggaran. Dalam sosialisasi tersebut menggunakan LCD, dan buku saku PBM difotocopy bersama Pergub sebagai referensi dan bacaan bagi masyarakat. Idealnya Pemda Kalimantan Tengah dan Kepala Kantor Kemenag lebih meningkatkan terus penyelenggaraan sosialisasi PBM yang menjangkau elemen masyarakat luas, sehingga mereka memahami substansinya untuk terpeliharanya kerukunan. Peran FKUB strategis dalam memberikan dukungan. E. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pelaksanaan Peran 1. Faktor Pendukung Secara keseluruhan faktor pendukung peran Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan Kota Palangka Raya, Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Tengah dan Kantor Kementerian Agama Kota Palangka Raya dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, meliputi: (1) Falsafah ‚Huma Betang‛, (2) Perkawinan, (3) Tradisi silahturahim, (4) Intensitas peran FKUB, (5) Toleransi sosial yang tinggi, (6) Cegah dini cepat pemerintah, dan (7) Ketersedian alokasi dana kerukunan. Huma Betang berarti rumah panjang. Rumah Betang Dayak yang dulu dihuni oleh sejumlah keluarga beragama subentis dan adat-istiadat Dayak, tetapi bersatu dengan semangat kebersamaan dan kekluargaan, saling pengertian, tolong menolong dan gotong royong. Nilai-nilai falsafah rumah betang inilah menjadi acuan kehidupan yang
67
M. Yusuf Asry
mendasari kerukunan umat beragama, sehingga menjadi hal biasa beda agama dalam sebuah keluarga. Dr. Muhammad Abubakar H.M melalui hasil penelitiannya seputar peran Huma Betang yang telah diterbitkan dengan judul Falsafah Hidup Budaya (2011), mengemukakan, bahwa dalam satu keluarga biasa berkumpul beberapa anggota keluarga yang memiliki keyakinan berbeda, ada muslim, Kristen, Katolik, Kristen Pentokosta, dan Hindu Kaharingan (2011:70). Etnis Dayak sebagai penduduk asli Kalimantan Tengah tersebar di seluruh wilayah, mulai dari hulu sungai, di lembah dan kaki bukit hingga di darrah pusat keramaian dan pemerintahan. Mereka membaur dengan para pendatang yang beragam budaya, etnis dan agama yang dianutnya, dan berasal dari berbagai daerah seluruh Indonesia seperti dari Jawa, Banjar, Madura dan Tionghoa. Ditengah masayrakat yang plural tersebut dalam sebuah keluarga terbiasa menganut berbagai agama yang berbeda (Desi Erawati, 2011:145 dan 150), melalui perkawinan antar mereka dari keluarga beda agama. Dengan demikian kekeluargaan terbina dalam spirit persaudaraan (Yazid Fahri, 6 Juni dan Alun, 9 Juni 2012). Jika hendak kawin antar orang beda agama diharuskan salah seorang menganut agama pasangannya. Hal ini menjadi syarat utama para pendeta dan penghulu menikahkan dan/atau mencatatkan pernikahan dari pasangan tersebut (Pdt. Em. Drs. Willem Luansa, 8 Juni dan M. Syairi Abdullah, 2 Juni 2012). Tradisi silahturahim hari besar keagamaan berarti hubungan kasih sayang merupakan nilai-nilai budaya bangsa yang luhur dan ajaran agama yang universal. Pelaksanaannya
68
Bab III. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kalimantan ...
dapat secara individual atau kelompok. Demikan pula rasa kebersamaan, kerukuanan, toleransi dalam masyarakat Kalimantan tengah telah terbiasa saling mengunjungi pada pada saat hari raya perkawinan, perayaan hari-hari besar keagamaan, dan saling kerjasama daala satu kepanitiaan dan saling membantu keamanan seperti dalam kegiatan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ), Pusparawi Kristen), Utsawa Dharma gita, pesta tandak Intan kaharingan, dan pestival pembacaan kitab suci Dharmapada, STG (Swayamvara Tripitak Gatha) serta Sippa Dhamma Samajijit (Desi Erawati, 2011: 151 dan Pdt.Joko Santoso, 13 Juni 2012). pada hari-hari besar keagamaan terkondisikan tradisi saling silahturahim kunjung mengunjungi, baik di lingkungan birokrat maupun penduduk akar rumput. Misalnya pada hari hari Idul Fitri para pejabat yang beragama Kristen dan non Muslim berkumpul di kediaman gubernur yang beragama Kristen (Agustin Teras Narang, SH), kemudian secara bersama-sama bersilahturahim ke kediaman wakil gubernur yang beragama Islam (Ir. H. Achmad Diran). Demikian pula sebaliknya pada perayaan natal umat Kristiani, para pejabat yang beragama Islam berkumpul di kediamanan wakil gubernur Ir. H. Achnad Diran secara bersama-sama bersilaturahim ke kediaman gubernur yang beragama Kristen menyampaikan selamat natal (Acmad Diran, 5 Juni 2012). Pandangan sedemikian juga terjadi di kalangan masyarakat lapisan bawah ‚akar rumput‛ (grass root). Toleransi dalam perspektif lokal masyarakat Dayak memiliki arti saling hormat menghormati, saling harga menghargai tidak saja dalam ranah agama, tetapi juga dalam
69
M. Yusuf Asry
ranah sosial kemasyarakatan. Kehidupan nyata masyarakat Kalimantan tengah menunjukkan sikap toleransi yang tinggi (Muhammad dan Abubakar HM., 2010:78). Tolerasi sosial dalam masyarakat Kalimantan Tengah antara lain terlihat pada jamuan makan dan keamanan lingkungan. Jika suatu acara menghadirkan berbagai komunitas agama yang berbeda, terutama yang mengundang non Muslim sudah biasa meminta kerabatnya yang Muslim untuk menyiapkan makanan dan minuman yang sesuai dengan syariat Islam (H. Asmawi Sitam, 8 Juni 2012). Toleransi sosial dari masyarakat non muslim juga ada yang diperlihatkan oleh pemuda yang membentuk posko lebaran idulfitri dengan tujuan agar pelaksanaan ibadah hari raya dan dan perjalanan mudik lebaran lancar dan aman. (Muhammad dan Abubakar HM., 2010:78-79). Tiap muncul fenomena menuju konflik pemerintah bersama FKUB cepat tanggap, turun ke lapangan, dan menyelesaikan sehingga terhindar dari konflik antarumat beragama yang terbuka. Penyelesaian dengan prinsip mendahulukan kerukunan di atas perbedaan pendapat dan kepentingan. Dengan kata lain melalui pendekatan kultural berupa kearifan lokal, dengan mengedepakan konsensus. 2. Faktor Penghambat Faktor penghambat yang dominan dalam pelaksanaan peran Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan Kota Palangka Raya, Kantor Wilayah Kalimantan Tengah serta Kantor Kementerian Agama Kota Palangka Raya ialah: (1) Penyalahgunaan simbol-simbol keagamaan, dan (2) Penyiaran
70
Bab III. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kalimantan ...
agama kepada yang telah beragama, dan (3) Penguatan politik identitas ke-etnisan dan keagamaan. Fenomena penggunaan simbol-simbol keagamaan masih terjadi pada saat pemilihan umum legislatif (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada). Penggunaan simbol keagamaan tersebut lebih untuk kepentingan politik sesaat, tetapi dapat berakibat pengkotakan masyarakat dalam sekat politik yang dapat merusak kerukunan masyarakat, termasuk kerukunan umat beragama. Kegiatan penyiaran agama kepada warga yang belum beragama nampak menjadi bagian kegiatan dari misioris Kristen/Katolik dan da’i Muslim, serta penyiaran agama Hindu. Namun yang menjadi masalah, dan dapat mengganggu kerukuanan umat beragama ialah fenomena penyiaran agama kepada yang telah beragama. Fenomena penyiaran agama kepada mereka yang telah menganut suatu agama dapat mengganggu kerukunan antarumat beragama. Misalnya pada kalangan denominasi Kristen antara aliran Saksi-Saksi Yahowa dengan gereja lainnya sebagaimana diungkapkan oleh Pdt Asun, S.Pd (8 Juni 2012), dan upaya penyiaran agama lain pada penganut agama Hindu Kaharingan ( Oka Swastika, 4 Juni 2012). Sebagai contoh yang terjadi di Sei Gohong penduduk aslinya adalah Hindu Kaharingan, sekalipun demikian warga setempat tidak berkeberatan atas penyebaran agama tertentu di kampungnya (Desi Erawati, 2011: 166). Penguatan politik identitas ditemukan juga dalam penelitian Dr. Muhammad dan Abubakar, HM. Muhammad menyatakan kecenderungan penguatan politik identitas
71
M. Yusuf Asry
berbasis agama sebagai embrio kemunculan konflik kehidupan masyarakat multikultural dan multirelijius (2011:104). Masyarakat Kalimantan Tengah adalah masyarakat yang plural. Desi Erawati mengemukakan dalam masyarakat yang pluralistik khususnya dalam etnis dan agama memiliki potensi terjadinya konflik, karena tiap kelompok etnis dan agama itu potensial untuk punya prasangka-prasangka tertang kelompok lain, seperti adanya kepentingan kelompok. Guna meredam konflik tersebut perlu upaya, yang di Kota Palangka Raya dilakukan oleh FKUB denga pola kerja berdasarkan PBM Tahun 2006 ((2011:158). Politik identitas yang berbasis etnik dan agama yang dipaksakan kepada penganut budaya dan agama lain akan menimbulkan konflik. Suatu pemakasaan atau keterpaksaan akan menjadi benih konflik yang tersembunyi (latent), dan dapat menjadi konflik terbuka (manifest). F. Penutup 1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil, yaitu: pemda, dalam hal ini gubernur dan wakil gubernur Kalimantan Tengah, walikota dan wakil walikota Kota Palangka Raya, serta kantor kemenag berperan aktif dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama yang terlihat pada aspek regulasi, fasilitasi, penyelesaian perselisihan secara cepat.
72
Bab III. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kalimantan ...
Kebijakan fasilitasi FKUB berbeda, antara Kota Palangka Raya yang minim, sedangkan FKUB provinsi cukup memadai. Begitu pula pelaporan dua tahun terakhir ini tidak terlaksana. Wakil Gubernur dan Wakil Walikota secara ex officio menjabat ketua Dewan Penasihat FKUB cukup berperan karena menerima pendelegasian wewenang yang luas masing-masing dari Gubernur Kalimantan Tengah, dan Walikota Palangka Raya dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama. Kepala Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Tengah, dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Palangka Raya cukup berperan dalam membantu pemda dalan suasana lebih bersifaf responsif. Faktor pendukung keberhasilan peran pemda dan kantor kemenag Provinsi Kalimantan Tengah dan Kota Palangka Raya yang dominan ialah: (1) masyarakat masih memegang teguh falsafah ‚Huma Betang‛, (2) perkawinan antarkeluarga beda agama, (3) silahturahim formal dan tradisinal, (4) intensitas peran FKUB dengan dukungan dana memadai, (5) toleransi sosial, (6) cegah dini cepat pemerintah, dan (7) ketersediaan alokasi dana FKUB khususnya ditingkat provinsi. Faktor penghambat yang dominan dalam pelaksanaan peran pemda dan kantor kemenag dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama ialah: (1) penggunaan simbolsimbol ke-etnisan dan keagamaan untuk kepentingan sesaat (pemilu dan pilkada), (2) fenomena penyiaran agama kepada yang telah beragama, dan (3) penguatan politik identitas ke-
73
M. Yusuf Asry
etnisan yang mendominasi terselubung (coerocion).
sebagai
suatu
keharusan
2. Rekomendasi Rekomendasi yang dapat diambil, sebagai berikut: a. Pemda dan kantor kemenag di Kalimantan Tengah hendaknya mendorong pengembangan tugas dan peran FKUB dalam perberdayaan kerjasama antarumat beragama, dan peran penelitian pada perguruan tinggi agama di Palangka Raya untuk kajian, perumusan dan pelestarian kearifan lokal. Di antaranya falsafah budaya ‚Huma Betang‛, ‚Tambun Bungai‛dan ‚Bumi Pancasila‛, serta prinsip hidup ‚Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung‛. Hal tersebut dapat memperkokoh perekat sosial, budaya dan agama dalam masyarakat, dan secara khusus antara penduduk setempat dengan pendatang. b. FKUB sebagai ujung tombak strategis memelihara kerukunan antarumat beragama hendaknya mengkaji dan menyusun kurikulum pendidikan multikultural sebagai ‚muatan lokal‛ pada lembaga pendidikan formal dan nonformal. c. Kecenderungan (trend) politik identitas berbasis ke-etnisan dan keagamaan tertentu yang dapat menjadi embrio konflik pada masyarakat heterogen seperti di Kalimantan Tengah, maka perlu pengembangan ‚konsensus‛ berdasarkan kejujuran dan ketulusan yang mengatur kehidupan bersama tanpa unsur pemaksaan (koersif). d. Kegiatan pelaporan (PBM Pasal 24 ayat (1) dan (2) hendaknya dilaksanakan sesuai mekanisme PBM, dan tentunya dengan mengkondisikan agar kemendagri dan
74
Bab III. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Kalimantan ...
kemenag merespon perihal tersebut. Dengan demikian akan semakin mengarah pada program dan kegiatan strategis dan terukur (accountable) dengan ketersediaan dukungan data. Daftar Pustaka Abubakar, H.M., Muhammad, Dr., Falsafah Hidup Budaya: Huma Betang dalam Membangun Kerukunan Umat Beragama di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Aditya Media Publising, Malang 2010. Adriyanto, Heri SE dan Salim AR, BA., ‚Peta Keagamaan Provinsi Kalimantan Tengah‛, Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, Kementerian Agama, Semarang, 2007. Badan Pusat Statistik Kota Palangka Raya, Palangaka Raya dalam Angka 2011, Palangka Raya, 2011. Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Tengah dalam Angka 2011, Palangka Raya, 2011. Erawati, Desi, Dr., Model Toleransi Mengatasi Konflik, Intimedia, Malang, 2012. Forum Kerukunan Umat Beragama Kota Palangka Raya, Profil Rumah Ibadah Palangka Raya, Palangka Raya, 2010. Laporan Keberadaan dan Aktualitas FKUB Kota Palangka Raya, 2009.
75
M. Yusuf Asry
Seksi PMK Kecamatan Jekan Raya, ‚Profil Kecamatan Jekan Raaya, Palangka Raya, 2011. Sub Bidang Organisasi Kemasyarakatan dan Ketahanan Nasional, “Daftar Nama Ormas Kemasyarakatan, LSM, Yayasan Paguyuban, Tahun 2012‛, Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perindungan Masyarakat, Palangka Raya, 2012;
76
Bab IV. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Bali ...
BAB IV PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN KANTOR KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI BALI DAN KOTA DENPASAR DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Oleh: Bashori A. Hakim A. Gambaran Sepintas Provinsi Bali dan Kota Denpasar 1. Kondisi Geografi dan Demografi Provinsi Bali secara geografis berupa sebuah pulau yang di bagian tengah pulau berbentuk bentangan pegunungan yang memanjang dari Barat ke Timur, berupa dua gunung berapi dan pegunungan tidak berapi. Kedua gunung berapi dimaksud yakni Gunung Agung dan Gunung Batur dengan ketinggian masing-masing 3.140 meter dan 1.717 meter. Sedangkan pegunungan yang tidak berapi yaitu: Gunung Merbuk berketinggian 1.386 meter, Gunung Patas 1.414 meter dan Gunung Seraya 1.174 meter di atas permukaan laut. Bentangan pegunungan di atas secara geografis membagi wilayah Provinsi Bali menjadi dua bagian, yaitu Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dan kurang landai dan Bali Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai. Selain pegunungan, keadaan alamnya diwarnai oleh adanya 4 buah danau yaitu: Danau Beratan, Danau Buyan, Danau Tamblingan dan Danau Batur. Danau-danau ini merupakan aset pariwisata, selain pantai Sanur dan Kuta yang terkenal dengan keindahannya. Kondisi alamnya juga didukung oleh kawasan hutan di daerah pegunungan yang membentang dari Barat sampai bagian Timur wilayah Bali, yang berfungsi sebagai pelindung erosi dan banjir (Pemerintah Provinsi Bali,
77
Bashori A. Hakim
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, 2011, hal. A-1 s/d A-4). Luas wilayah Provinsi Bali mencapai 5.636,66 km2 atau 0,29 % dari luas seluruh wilayah Indonesia. Wilayahnya selain terdiri atas satu pulau utama yaitu P. Bali, terdapat pulaupulau kecil seperti: P. Nusa Penida, P. Nusa Ceningan, P. Nusa Lembongan dan P. Menjangan. Secara administratif Provinsi Bali terbagi menjadi 8 kabupaten, 1 kota, 57 kecamatan, 715 desa/kelurahan, 1.482 Desa Pekraman dan 3.625 Banjar Pekraman. Luas wilayah masing-masing kabupaten beragam. Kabupaten Buleleng memiliki wilayah paling luas, yakni 1.365,88 km2, kemudian Kabupaten Jembrana 841,80 km2, Kabupaten Karangasem 839,54 km2 dan Kabupaten Tabanan 839,33 km2 (Pemerintah Provinsi Bali, Badan Perencanaan Pembangunan, 2011, hal. A1). Kota Denpasar sebagai ibukota Provinsi Bali memiliki wilayah paling kecil yakni 127,78 km2 atau 12.778 ha, yakni sekitar 2,18 % dari luas seluruh wilayah Provinsi Bali. Batasbatas wilayahnya, sebelah Utara, Barat dan Selatan berbatasan dengan Kabupaten Badung, sedangkan sebelah Timur berpatasan dengan Kabupaten Gianyar dan Selat Lombok (Badan Pusat Statistik Kota Denpasar, 2011, hal. 1). Secara administratif Kota Denpasar terbagi menjadi 4 kecamatan, 43 kelurahan/desa. Keempat kecamatan dimaksud yaitu: (1) Kecamatan Denpasar Selatan terdiri atas 10 kelurahan/desa, (2) Kecamatan Denpasar Timur terdiri atas 11 kelurahan/desa, (3) Kecamatan Denpasar Barat terdiri atas 11 kelurahan/desa dan (4) Kecamatan Denpasar Utara terdiri atas 11 kelurahan/desa (Badan Pusat Statistik Kota Denpasar, 2011,
78
Bab IV. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Bali ...
hal 1). Berbeda dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia, di Kota Denpasar –dan seluruh wilayah Provinsi Bali- di samping terdapat pemerintahan desa/kelurahan terdapat pula banjar. Di Kecamatan Denpasar Selatan selain terdapat 10 desa dinas/kelurahan, terdapat pula 11 desa adat, 106 banjar dinas dan 90 banjar adat. Di Denpasar Timur selain 11 desa dinas/kelurahan terdapat pula 12 desa adat, 87 banjar dinas dan 97 banjar adat. Di Denpasar Barat selain terdapat 11 desa dinas/kelurahan terdapat pula 2 desa adat, 112 banjar dinas dan 106 banjar adat. Sedangkan di Denpasar Utara selain terdapat 11 desa dinas/kelurahan terdapat pula 10 desa adat, 102 banjar dinas dan 99 banjar adat. Dengan demikian di wilayah Kota Denpasar selain secara nasional terdapat 43 pemerintahan desa/kelurahan yang disebut desa dinas, terdapat pemerintahan adat yang jenis dan jumlahnya jauh lebih banyak dibanding dengan pemerintahan desa/kelurahan. Jenis-jenis pemerintahan adat dimaksud yaitu: desa adat 35 buah, banjar dinas 407 buah dan banjar adat 392 buah (Badan Pusat Statistik Kota Denpasar, 2011, hal. 17). Sebagian besar yakni sekitar 10.136 ha wilayah Kota Denpasar terdiri atas tanah kering, sekitar 2.632 ha berupa persawahan dan selebihnya terdiri atas antara lain tambak, kolam, tebat dan empang (Badan Pusat Statistik Kota Denpasar, 2011, hal.1). Jumlah penduduk Provinsi Bali mencapai 3.656.946 jiwa. Dari jumlah tersebut, 635.310 jiwa atau (17,37 %) di antaranya terdapat di Kota Denpasar (Pemerintah Provinsi Bali, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, 2011, hal. IV-1). Sedangkan berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2010 jumlah
79
Bashori A. Hakim
penduduk Kota Denpasar mencapai 788.589 jiwa, terdiri atas 403.293 jiwa atau (51,14 %) laki-laki dan 385.296 jiwa atau (48,86 %) perempuan. Kepadatan penduduk mencapai 6.171 jiwa per-km2, merupakan angka kepadatan penduduk paling tinggi dibanding dengan kabupaten-kabupaten lain di Provinsi Bali (Badan Pusat Statistik Kota Denpasar, 2011, hal.29). Persebaran penduduk di setiap kecamatan terlihat kurang merata. Sebagian besar penduduk terdapat di Kecamatan Denpasar Selatan, berjumlah 244.851 jiwa (31,05 %) dari jumlah penduduk Kota Denpasar. Kemudian 229.432 jiwa (29,09 %) penduduk berada di Kecamatan Denpasar Barat, 175.899 jiwa (22,31 %) di Kecamatan Denpasar Utara dan 138.404 jiwa (17,55 %) selebihnya terdapat di Kecamatan Denpasar Timur (Badan Pusat Statistik Kota Denpasar, 2011, hal 29). Apabila umur 5 s/d 24 tahun dikategorikan sebagai usia sekolah, maka sebanyak 267.552 jiwa (33,93 %) merupakan penduduk usia sekolah. Apabila umur 15 s/d 49 tahun dikategorikan sebagai usia kerja/produktif maka sebagian besar penduduk yakni 499.490 jiwa (63,34 %) merupakan penduduk produktif (Diolah dari data Badan Pusat Statistik Kota Denpasar 2011, hal.33). Kota Denpasar sebagai daerah terbuka di samping merupakan Ibukota Proinsi Bali, berpenduduk dari latarbelakang suku dan etnis. Suku Bali yang merupakan penduduk asli Kota Denpasar dan Provinsi Bali, menempati posisi jumlah terbesar. Berdasarkan keterangan dari beberapa kalangan terutama penduduk asal Bali, jumlah suku Bali mencapai tidak kurang dari 60 % dari jumlah penduduk Kota
80
Bab IV. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Bali ...
Denpasar. Sedangkan 30 % sisanya terdiri atas suku Jawa, Sasak, Flores, Timor, Bugis, Ambon, Madura, Minang, Sunda dan suku-suku lain di Indonesia. Sebagai daerah wisata, di Kota Denpasar terdapat pula penduduk asing. Tanpa dirinci asal kewarganegaraan penduduk asing dimaksud, tercatat jumlah mereka tidak kurang dari 2.009 jiwa, terdiri atas 1.027 laki-laki dan 982 perempuan (Badan Pusat Statistik Kota Denpasar, 2011, hal. 34). Berdasarkan catatan Kantor Tenaga Kerja Kota Denpasar tentang Warga Negara Asing yang memohon izin kerja di Denpasar tahun 2010, mereka antara lain berasal dari: Taiwan, Jepang, Perancis, Belanda, Jerman, Cina, Swiss, Kanada dan New Zealand (Badan Pusat Statistik Kota Denpasar, 2011, hal.45). 2. Kehidupan Budaya, Pendidikan, Ekonomi dan Politik Di Provinsi Bali khususnya Kota Denpasar terasa sangat kental dengan nuansa budaya dan adat Bali-nya. Justru kehidupan masyarakat Bali yang hingga saat sekarang masih tetap konsisten mengaktualkan adat-budaya Bali dalam kehidupan sehari-hari yang mereka warisi secara turuntemurun dari nenek-moyang mereka, menjadi daya tarik tersendiri bagi kalangan masyarakat luar Bali khususnya para turis asing untuk mengunjungi Bali, sehingga Bali terkenal di seluruh dunia sebagai daerah wisata. Kekhasan adat dan budaya Bali ini menjadikan Bali berbeda dengan daerahdaerah lain di Indonesia. Di antara kekhasan dimaksud misalnya: seni ukir khas Bali, tari Kecak, wayang Bali, perkumpulan/ organisasi pengairan sawah disebut subak, adanya semacam ‚pemerintahan adat‛ yang disebut ‛ banjar‛, serta tradisi penamaan kepada anak menurut urutan lahir seperti anak I diberi nama Putu/Gede, anak II Made,
81
Bashori A. Hakim
anak III Komang/Nyoman, anak IV Ketut, anak V kembali lagi ke nama I. Selain itu, masyarakat Bali memiliki kearifan lokal antara lain ‚menyama braya‛ yang berarti kebersamaan, hidup bersama/berdampingan, atau dalam istilah umum ‚gotongroyong‛. Langgengnya budaya Bali dalam kehidupan masyarakat di atas tidak terlepas dari peran Pemerintah Provinsi Bali dalam mengupayakan pembangunan bidang budaya dengan pembinaan secara berjenjang melalui banjar maupun lembaga dan organisasi kesenian. Pembinaan dilakukan dengan mengadakan pesta kesenian tingkat kabupaten/kota hingga tingkat provinsi. Pengembangan seni budaya tersebut diarahkan untuk menunjang aktivitas hiburan dan pariwisata. Hingga kini tercatat ada 384 organisasi kesenian di Kota Denpasar (Badan Pusat Statistik Kota Denpasar, 2011, hal.193). Di bidang pendidikan, untuk pelayanan pendidikan di Kota Denpasar terdapat sarana pendidikan mulai tingkat Taman Kanak-kanak (TK) sampai dengan Perguruan Tinggi (PT). Jumlah TK negeri 1 buah dan TK swasta 214 buah. Jumlah Sekolah Dasar (SD) negeri 171 buah, SD swasta 51 buah. Jumlah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) 54 buah, jumlah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) negeri 14 buah dan SLTA swasta 48 buah. Sedangkan jumlah Perguruan Tinggi (PT) negeri dan swasta sebanyak 24 buah (Badan Pusat Statistik Kota Denpasar, 2011, hal. 55-85). Terdapatnya sekolah-sekolah swasta mulai dari jenjang pendidikan terendah hingga perguruan tinggi di atas, mengindikasikan tingginya kepedulian masyarakat terhadap pendidikan bagi para generasi penerus mereka.
82
Bab IV. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Bali ...
Di bidang ekonomi, kehidupan perekonomian di Kota Denpasar diwarnai oleh ragam pekerjaan penduduk dalam berbagai sektor. Sebagian besar penduduk bekerja di sektor perdagangan, hotel dan restoran yang mencapai 43,26 % dari jumlah penduduk Kota Denpasar. Jumlah tersebut jauh melebihi jumlah penduduk Provinsi Bali yang bekerja di sektor yang sama yakni hanya mencapai 26,24 %. Jumlah terbesar kedua yaitu sektor jasa yang mencapai 24,45 %, lalu penduduk yang bekerja di sektor industri sebanyak 13,94 %. Kemudian berturut-turut penduduk yang bekerja di sektor angkutan dan komunikasi sebanyak 8,23 %, sektor keuangan 4,93 %, sektor bangunan/konstruksi 4,21 %, sektor pertanian 0,88 % dan sektor listrik, gas dan air minum 0.09 % (Badan Pusat Statistik Kota Denpasar, 2011, hal.42). Penduduk Kota Denpasar yang bekerja di sektor pertanian tersebut jauh lebih sedikit dibanding dengan kabupaten-kabupaten lain di Provinsi Bali yang seluruhnya mencapai sekitar 30,87 % dari jumlah penduduk Provinsi Bali. Kehidupan politik masyarakat terlihat dari antara lain keberadaan partai-partai politik di Kota Denpasar. Pada periode Pemilu 2009 dan Pemilu sebelumnya, terdapat paling tidak 6 partai politik yang memiliki perwakilan di DPRD Kota Denpasar. Ke 6 partai politik dimaksud yaitu: PDIP, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Gabungan, Amanat Bangkit Sejahtera dan Partai Indonesia Raya. Partai PDIP pada Pemilu 2009 dan Pemilu sebelumnya memperoleh suara terbanyak, ditandai oleh jumlah anggota di DPRD Kota Denpasar mayoritas yakni 17 wakil pada Pemilu 2009 dan 24 wakil pada Pemilu sebelumnya. Partai Golkar dan Partai Demokrat pada Pemilu 2009 menempati urutan kedua dengan jumlah anggota di DPRD Kota Denpasar masing-masing 19 wakil.
83
Bashori A. Hakim
Pada Pemilu sebelumnya Partai Demoktar menempati posisi ketiga dengan jumlah wakil di DPRD Kota Denpasar hanya 4 orang. Sedangkan Partai Amanat Bangkit Sejahtera pada Pemilu 2009 tidak ada wakilnya di DPRD Kota Denpasar. Berbeda dengan Partai Indonesia Raya yang pada Pemilu 2009 memiliki wakil di DPRD sedangkan pada Pemilu sebelumnya tak memiliki wakil di DPRD Kota Denpasar (Diinterpretasi dari Data Badan Pusat Statistik Kota Denpasar, 2011, hal. 21). 3. Kehidupan Keagamaan Kehidupan keagamaan dalam keseharian masyarakat Provinsi Bali pada umumnya dan khususnya Kota Denpasar, terlihat dominan diwarnai upacara-upacara keagamaan umat Hindu. Upacara keagamaan dimaksud antara lain: penempatan sesaji di tempat-tempat tertentu seperti di depan pintu pagar rumah, di perempatan jalan, di bawah pohon yang mereka anggap keramat dan di tempat pemujaan manifest di tiap rumah mereka. Kegiatan sesaji tersebut dapat kita saksikan setiap hari di berbagai tempat. Selain itu ada upacara keagamaan (Hindu) yang mereka lakukan pada momen-momen tertentu seperti pada waktu Bulan Purnama dan Bulan Tilem setiap bulan. Keadaan demikian dapat dimaklumi karena selain dalam kepercayaan umat Hindu di Bali sarat dengan upacara keagamaan, sebagian besar penduduk Provinsi Bali beragama Hindu. Demikian pula penduduk Kota Denpasar, mayoritas juga beragama Hindu. Mereka pada umumnya terdiri atas orang-orang Bali yang merupakan penduduk asli Pulau Bali. Berdasarkan data Sensus Penduduk Tahun 2010 di atas, terdata jumlah penduduk Kota Denpasar mencapai 788.589
84
Bab IV. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Bali ...
jiwa. Dilihat dari segi agama, jumlah umat Hindu menempati posisi mayoritas yakni 538.166 jiwa (68,24 %) dari jumlah penduduk Kota Denpasar. Jumlah umat Islam menempati posisi terbesar kedua yakni 195.045 jiwa (24,73 %). Posisi ketiga yaitu umat Kristen dengan jumlah 25.272 jiwa (3,20 %), selanjutnya berturut-turut umat Katolik dengan jumlah 17.249 jiwa (2,19%), umat Buddha 12.704 jiwa (1,61%) dan Khonghucu 153 jiwa (0,03 %) (Kantor Kementerian Agama Kota Denpasar, Januari 2012, hal. 14). Masing-masing umat beragama di atas tersebar di 4 kecamatan di Kota Denpasar, dengan rincian: Umat Hindu sebagian besar terkonsentrasi di Kecamatan Denpasar Selatan dengan jumlah 170.725 jiwa dan Denpasar Barat 143.548 jiwa. Umat Islam sebagian besar terkonsentrasi di Kecamatan Denpasar Barat dengan jumlah 70.455 jiwa dan Denpasar Selatan 54.013 jiwa. Umat Kristen terkonsentrasi di Kecamatan Denpasar Selatan dengan jumlah 10.094 jiwa dan Denpasar Barat 7.367 jiwa, umat Katolik di Kecamatan Denpasar Selatan 5.692 jiwa dan Denpasar Timur 5.427 jiwa, umat Buddha di Kecamatan Denpasar Selatan 4.263 jiwa dan Denpasar Barat 4.165 jiwa, sedangkan umat Khonghucu sebagian besar terkonsentrasi di Kecamatan Denpasar Selatan dengan jumlah 64 jiwa (Kantor Kementerian Agama Kota Denpasar, Januari 2012, hal.14). Untuk keperluan peribadatan, masing-masing agama memiliki rumah ibadat yang jumlahnya secara proporsional relatif sejalan dengan jumlah pemeluk masing-masing agama. Umat Hindu memiliki rumah ibadat/bangunan suci berupa: Kahyangan Tiga 105 buah11), Kahyangan lainnya 105 buah12), 11
Kahyangan Tiga yaitu Puseh, Desa, Dalem yang diempon oleh Desa Pakraman.
85
Bashori A. Hakim
Swagina 75 buah13) dan Kahyangan Jagad 1 buah14). Umat Islam memiliki masjid 26 buah dan mushalla 80 buah. Umat Kristen memiliki gereja 67 buah, umat Katolik memiliki gereja 4 buah dan kapel 1 buah, umat Buddha memiliki vihara 7 buah dan cetya 3 buah, sedangkan umat Khonghucu memiliki klenteng 1 buah (Kantor Kementerian Agama Kota Denpasar, Januari 2012, hal. 15). Untuk pembinaan rohani, masing-masing agama memiliki tenaga rohaniawan yakni: Hindu 1.658 orang terdiri atas pendeta dan pemangku; Islam 180 orang, terdiri atas ulama, khatib dan mubaligh; Kristen 68 orang pendeta; Katolik 25 orang, terdiri atas pastor, uskup dan suster; dan Buddha 34 orang terdiri atas bikkhu dan upakara (Badan Pusat Statistik Kota Denpasar, 2011, hal. 199-200). Untuk peningkatan pendidikan dan pengetahuan agama, masing-masing agama memiliki sarana pendidikan berupa sekolah agama. Umat Hindu memiliki 187 TK Hindu, 233 SD Hindu, 44 SMP Hindu, 1 IHDN dan 1 UNHI. Umat Islam memiliki 17 RA, 7 MI, 4 MTs., 2 MA, 22 Madrasah Diniyah dan 8 Pondok Pesantren. Umat Kristen memiliki 2 TK, 2 SD, 3 SMP dan 2 SMA. Umat Katolik memiliki 2 TK, 3 SD, 3 SMP dan 2 SMA (Badan Pusat Statistik Kota Denpasar, 2011, hal. 78-82). Selain itu, umat Hindu memiliki lembaga pendidikan: Pratama Widya Pasraman, Adi Widya Pasraman, Madyama Widya Pasraman, Utama Widya Pasraman dan Pesantian yang seluruhnya berjumlah 166 buah dikelola 12 Kahyangan lainnya yaitu Pura di luar Kahyangan Tiga dan masih diempon oleh Desa Pakraman/Banjar. 13 Swagina yaitu Pura sungsungan profesi tertentu, misalnya Subak 14 Kahyangan Jagad yaitu Pura umum lainnya, terdiri atas: Dang Kahyangan, Sad Kahyangan dan Jagadnatha.
86
Bab IV. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Bali ...
swasta. Umat Islam memiliki TPQ, TK Islam dan Majelis Taklim seluruhnya berjumlah 117 buah. Umat Buddha memiliki Sekolah Minggu Buddha sebanyak 5 buah dan umat Khonghucu memiliki Sekolah Minggu Khonghucu 1 buah (Kantor Kementerian Agama Kota Denpasar, Januari 2012, hal. 13-14). Selain lembaga-lembaga pendidikan agama di atas, dalam upaya koordinasi kegiatan keagamaan maupun kegiatan sosial bernuansa agama, masing-masing kelompok agama memiliki lembaga atau organisasi keagamaan, antara lain: Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Denpasar, Gerakan Muda Budhis Indonesia (GEMA BUDHI), Perhimpunan Pemuda Hindu, Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI), Nahdlatul Ulama (NU) Cabang Kota Denpasar, Muslimat NU Kota Denpasar, Pengajian alHidayah, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikata Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Aisyiyah Kota Denpasar, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), PD Wanita Islam, Majelis Dakwah Islamiyah (MDI), Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kota Denpasar, serta Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok Pesantren (Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik Kota Denpasar, Data-Data Lengkap Ormas Umum, Ormas Keagamaan, Yayasan, LSM, Paguyuban, Aliran Kepercayaan, 2011). Dinamika kehidupan keagamaan masyarakat selain diwarnai oleh kegiatan keagamaan masing-masing umat beragama, diwarnai pula oleh kebijakan-kebijakan pemerintah –termasuk Pemerintah Provinsi Bali dan Walikota Denpasarterkait dengan fungsinya dalam memberikan pelayanan di bidang kehidupan keagamaan masyarakat. Kebijakan
87
Bashori A. Hakim
dimaksud antara lain dimanifestasikan dalam berbagai peraturan seperti: Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 yang berisi pedoman tentang Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan FKUB dan Pendirian Rumah Ibadat, Peraturan Gubernur Bali Nomor 32 Tahun 2008 tentang FKUB, Keputusan Gubernur Bali Nomor 1047/01D/HK/2008 tentang Pembentukan dan Susunan Keanggotaan FKUB Provinsi Bali, serta Peraturan Walikota Denpasar Nomor 8 Tahun 2009 tentang FKUB Kota Denpasar. B. Peran Pemerintah Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 1. Peran Pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Kota Denpasar Pemerintah Provinsi Bali dalam pelaksanaan tugas pemeliharaan kerukunan umat beragama sebagaimana diamanatkan dalam PBM Nomor 9 & 8 Tahun 2006, mempunyai visi: terciptanya “MANDARA‛, yakni rasa aman, rukun dan damai, tenteram, sejahtera kepada semua agama baik agama Hindu, Islam, Kristen, Katolik, Buddha dan Khonghucu. Harapan ini mencakup terciptanya kerukunan baik intern dan antarumat beragama maupun antarumat beragama dengan pemerintah. Untuk terciptanya dan terpeliharanya kerukunan umat beragama di atas, Pemda Provinsi Bali mengalokasikan dana operasional untuk kegiatan musyawarah tingkat provinsi dan membangun ‚Puja Mandala” sebagai tempat untuk beribadat bersama bagi semua agama. Bangunan tersebut terletak di
88
Bab IV. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Bali ...
Nusa Dua, berbentuk rumah ibadat diperuntukkan bagi semua agama untuk tempat beribadat sesuai agama masingmasing. Hal itu dilakukan sebagai implementasi Pasal 3 PBM. Selain itu, dalam program-program kerukunannya antara lain melakukan kunjungan persaudaraan, seperti program menyama braya (kita semua bersaudara) ke semua kabupaten di Provinsi Bali. Dalam kegiatan ini diisi antara lain menginventasisasi keluhan-keluhan dari masyarakat dan umat beragama yang kemudian dibahas bersama, dipecahkan bersama untuk mengantisipasi terjadinya kesalahpahaman di kalangan masyarakat untuk terpeliharanya kerukunan. Program tersebut dicanangkan, sebagai realisasi Pasal 3 dan Pasal 5 Ayat (1-a dan 1-c) PBM. Kegiatan-kegiatan seperti itu dilakukan bekerjasama dengan FKUB Provinsi, di antaranya ada yang dilimpahkan pelaksanaannya kepada FKUB Provinsi Bali. Kebijakan gubernur terkait kebijakan-kebijakan tehnis kerukunan, secara vertikal ditangani oleh Kesbanglinmas. Sedangkan hal-hal yang bersifat non tehnis ditangani oleh Bidang Kesra Pemda Provinsi Bali. Sebagai contoh, Peraturan Gubernur (Pergub) terkait kerukunan umat beragama dan FKUB ditangani/ada di Kesbanglinmas. Sementara itu Bidang Kesra Pemda Provinsi lebih pada aspek koordinatif. Kebijakan itu dilakukan sebagai realisasi Pasal 5 Ayat 1(b) PBM. Dalam pemeliharaan kerukunan masyarakat, sebelumnya di Provinsi Bali telah ada forum kerukunan bernama Forum Koordinasi Antar Umat Beragama (FKAUB). Sejak diberlakukannya PBM Nomor 9 & 8 Tahun 2006, maka nama forum kerukunan tersebut disesuaikan dengan ketentuan yang telah diatur dalam PBM tersebut, diganti
89
Bashori A. Hakim
menjadi FKUB. Pada intinya program-program kegiatan yang dilakukan oleh FKAUB dulu maupun FKUB sekarang hampir sama, yaitu berupaya meredam ketidakrukunan yang terjadi di kalangan umat beragama, menyelesaikan perselisihan yang terjadi antarumat beragama dan pemeliharaan kerukunan umat beragama. Kegiatan-kegiatan tersebut ditangani oleh FKUB kabupaten/kota, sedangkan gubernur menerima laporan hasil kegiatan yang dilakukan FKUB. Upaya lain yang dilakukan Pemda Provinsi Bali dalam kaitannya dengan pemeliharaan kerukunan umat beragama, yaitu rapat-rapat koordinasi bidang kerukunan dilakukan dengan FKUB Provinsi Bali dan instansi terkait secara berkala maupun secara rutin tiap bulan Desember. Untuk menghindari timbulnya perselisihan di kalangan umat beragama, Pemda Provinsi Bali melakukan antisipasi dengan melibatkan berbagai instansi terlait. Sebagai contoh, pada menjelang perayaan Hari Nyepi, melalui FKUB dilakukan pertemuan yang diikuti para tokoh/pimpinan lembaga agama, tokoh adat, unsur pemerintahan seperti: Polda, Korem, Kesbangpol, Kesra, Kanwil Kemenag dan Pemda untuk membahas dan membuat kesepakatan bahwa tidak saling mengganggu pada saat perayaan Hari Raya Nyepi, demikian pula ketika Hari Raya Nyepi bertepatan dengan hari Jum’at atau hari raya keagamaan lain. Adapun Pemerintah Kota Denpasar dalam upaya memelihara kerukunan umat beragama bersinergi dengan FKUB Kota Denpasar. Sebagai contoh, FKUB Kota Denpasar dalam upaya peningkatan kinerjanya, di antara kegiatan yang dilakukan yaitu melakuan studi banding ke daerah lain yang pendanaannya berasal dari anggaran Walikota Denpasar.
90
Bab IV. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Bali ...
Dalam mensosialisasikan kerukunan dan pembinaan umat beragama, Walikota Denpasar memanfaatkan media televisi sehingga dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Di antara media televisi yang dipergunakan untuk kegiatan pembinaan bidang keagamaan adalah Bali TV dan Dewata TV, diisi oleh pimpinan lembaga-lembaga agama dan para tokoh agama. Selain itu diadakan pula acara Tolk Show TVRI. Program yang dilakukan melalui media televisi yang memberikan ruang bagi lintas agama dan budaya ini memberikan kesan bahwa tidak ada sekat antara budaya dan agama di kalangan masyarakat Kota Denpasar dan Bali pada umumnya. 2. Peran Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali Dan Kantor Kementerian Agama Kota Denpasar Posisi Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali dalam lembaga Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) tingkat provinsi adalah sebagai Wakil Penasehat FKUB, sedangkan Ketua Penasehat FKUB nya adalah Wakil Gubernur. Demikian pula Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Denpasar, beliau sebagai Wakil Penasehat FKUB Kota Denpasar, sedangkan Ketua Dewan Penasehatnya adalah Wakil Walikota Denpasar. Sekalipun demikian, Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali maupun Kantor Kementerian Agama Kota Denpasar dalam bidang kerukunan umat beragama di wilayah kerjanya masing-masing memiliki peran yang sangat sentral. Peran tersebut tercermin dari visi, misi atau kebijakan umum dan program-program yang dilakukan terkait kerukunan umat beragama.
91
Bashori A. Hakim
Visi Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 & 8 Tahun 2006 (PBM), mencakup dua hal, yakni: (a) Peningkatan kualitas pelayanan, pemahaman agama dan kehidupan beragama masyarakat; (b) Peningkatan kerukunan intern dan antarumat beragama serta menjaga hubungan baik dengan pemerintah sebagai pengayom masyarakat. Dalam mengimplementasikan visi di atas, maka Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama mempunyai kebijakan umum atau misi berikut: (a)
Mewujudkan koordinasi dan komunikasi yang terbuka dan intensif untuk pemeliharaan kerukunan umat beragama sampai tingkat kabupaten/kota;
(b) Mempermudah dan mempercepat pelayanan berupa penyelesaian jika terjadi konflik antarumat beragama; (c) Memperkuat tugas dan fungsi masing-masing instansi dalam bidang pemeliharaan kerukunan umat beragama. Kebijkan umum di atas, direalisasikan dalam berbagai program kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kerukunan umat beragama. Adapun kegiatankegiatan terkait kerukunan umat beragama yang telah dilakukan antara lain: (a) Seminar Pelayanan Publik tentang kerukunan umat beragama;
92
Bab IV. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Bali ...
(b) Pendidikan multikultural terhadap pemuda, LSM dan mahasiswa; (c) Pendidikan multicultural terhadap para Penyuluh Agama dan para guru; (d) Harmonisasi Pemuda Lintas Agama; (e) Pembinaan kerukunan umat beragama melalui pagelaran seni; dan (f) Penyerahan bantuan operasional kepada Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Bali. Untuk memantapkan pelaksanaan program-program kegiatan tentang pemeliharaan kerukunan di atas serta dalam rangka peningkatan pemeliharaan kerukunan, diadakan rapat-rapat koordinasi instansi vertikal. Rapat diadakan secara rutin triwulan sekali. Selain itu diadakan pula rapat atau pertemuan yang bersifat emergensi. Untuk memantapkan program kerja FKUB, dilakukan evaluasi program kerja. Dalam upaya mendorong dan mengembangkan harmonisasi kehidupan beragama di kalangan masyarakat, dilakukan sosialisasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 & 8 Tahun 2006 kepada para tokoh masyarakat dan masyarakat, serta orientasi kerukunan kepada LSM. Apabila terjadi perselisihan terkait kerukunan umat beragama, pihak Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali, melakukan pendekatan dan memotivasi FKUB Provinsi Bali selaku katalisator yang anggota pengurusnya terdiri atas perwakilan dari umat masing-masing, untuk dapat memediasi pihak-pihak yang berselisih dalam upaya
93
Bashori A. Hakim
membantu menyelesaikan kasus perselisihan yang terjadi.Selain itu, memotivasi agar para pengurus FKUB dapat menyosialisasikan pemahaman tentang pentingnya kerukunan dalam hidup bermasyarakat kepada umatnya masing-masing. Dalam kaitannya dengan anggaran untuk pemeliharaan kerukunan, pihak Pemda Provinsi Bali telah mengalokasikan anggaran tersebut kepada FKUB melalui dana hibah. Adapun dana khusus untuk FKUB, telah pula dialokasikan dana operasional melalui DIPA Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali secara rutin. Untuk memperlancar tugas-tugas dalam mengemban misi kerukunan umat beragama, FKUB Provinsi Bali telah pula difasilitasi kantor sekretariat (I. Nym. Arya, Kasubag. Humas Kanwil Kemenag Prov. Bali, Wawancara, Juni 2012). Adapun Kantor Kementerian Agama Kota Denpasar terkait tugas pemeliharaan kerukunan umat beragama sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Bersama (PBM) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 & 8 Tahun 2006, menilai bahwa PBM adalah merupakan pedoman bagi pemeliharaan dan pembinaan kerukunan umat beragama di Kota Denpasar. Oleh karena itu maka misi Kantor Kementerian Agama Kota Denpasar terkait PBM tersebut adalah terlaksananya isi peraturan-peraturan yang terdapat di dalam PBM secara konsisten dan konsekuen dalam rangka memelihara dan mewujudkan kerukunan antarumat beragama di Kota Denpasar. Untuk merealisasikan misi di atas, Kantor Kementerian Agama Kota Denpasar mempunyai kebijakan umum tentang
94
Bab IV. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Bali ...
kerukunan umat beragama yang dituangkan dalam programprogram kegiatan sebagai berikut: (a)
Pembinaan kerukunan umat beragama, dilakukan dengan menyelenggarakan sosialisasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 & 8 Tahun 2006 kepada masyarakat melalui para tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat. Kegiatan sosialisasi PBM ini diprogramkan secara rutin menggunakan anggaran DIPA Kantor Kementerian Agama Kota Denpasar;
(b) Melakuan monitoring terhadap berbagai gejala dan fonomena yang terdapat dalam masyarakat yang dipandang dapat mengganggu upaya-upaya memeliharaan kerukunan umat beragama; (c) Melakukan mediasi terhadap berbagai kasus yang terkait dengan kerukunan umat beragama, meliputi pendirian rumah ibadat dan pemanfaatan bangunan bukan rumah ibadat untuk tempat ibadat; (d) Mengadakan pertemuan pada momen-momen tertentu dengan para tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat dalam upaya antisipasi terhadap potensipotensi konflik yang dapat mengganggu terciptanya kerukunan umat beragama. Momen-momen dimaksud misalnya: menjelang perayaan Nyepi yang bertepatan dengan hari Jum’at, hari Minggu atau hari-hari besar keagamaan lainnya. Hasil kesepakatan dalam pertemuan itu kemudian ditindaklanjuti berupa seruan bersama yang selanjutnya disosialisasikan kepada masyarakat.
95
Bashori A. Hakim
Adapun kegiatan terkait kerukunan umat beragama yang telah dilaksanakan adalah: (a) Sosialisasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 & 8 Tahun 2006, dilaksanakan secara rutin tiap tahun; (b) Pembinaan kerukunan antarumat beragama melalui pentas seni; (c) Mengadakan ceramah tentang kerukunan umat beragama, disertai pambagian sembako kepada umat lintas agama; (d) Pertemuan para pemuka lintas agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat, dilakukan secara berkala. Dalam upaya pemeliharaan dan peningkatan kerukunan umat beragama, Kantor Kementerian Agama Kota Denpasar melakukan rapat-rapat koordinasi vertikal dengan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali. Rapar-rapat koordinasi lintas sektoral dilakukan dengan berbagai instansi di Pemda Kota Denpasar, anara lain dengan: Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra), Sekretariat Daerah (Sekda), Dinas Trantib dan Satpol PP, serta Badan Kesatuan Bangsa, Perlindungan Masyarakat dan Politik (Kesbanglinmaspol) Kota Denpasar. Kegiatan-kegiatan seperti: pertemuan lintas tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat, sosialisasi PBM, sosialisasi seruan bersama Hari Raya Nyepi dan pembinaan kerukunan umat beragama di atas, pada dasarnya merupakan upaya-upaya yang dilakukan Kantor Kementerian Agama
96
Bab IV. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Bali ...
Kota Denpasar untuk mengembangkan harmonisasi dalam kehidupan masyarakat di Kota Denpasar. Sebagaimana telah diutarakan di bagian terdahulu bahwa kerukunan umat beragama di Kota Denpasar pada umumnya relatif kondusif. Namun demikian tidak dipungkiri akhir-akhir ini masih saja terjadi kasus perselisihan berkaitan dengan pendirian rumah ibadat dan penggunaan bangunan bukan tempat ibadat untuk tempat ibadat. Sekalipun terjadi hanya beberapa kasus, namun jika tidak segera diatasi maka akan mengganggu kerukunan hidup beragama. Untuk menyelesaikan kasus perselisihan yang dapat mengganggu kerukunan antarumat beragama di atas, upaya-upaya yang dilakukan Kantor Kementerian Agama Kota Denpasar antara lain adalah: (a) Meminta kepada pihak-pihak yang berselisih agar dalam mendirikan rumah ibadat ataupun menggunakan bangunan bukan rumah ibadat untuk tempat ibadat mengacu dan berpedoman kepada PBM nomor 9 & 8 Tahun 2006; (b) Jika persyaratan kelengkapan administratif usulan pendirian rumah ibadat maupun penggunaan bangunan bukan rumah ibadat untuk rumah ibadat tidak lengkap, mendorong agar persyaratan administratif yang kurang segera dipenuhi, sesuai yang diatur dalam PBM Nomor 9 & 8 Tahun 2006; (c) Secara proaktif bekerjasama dengan FKUB Kota Denpasar melakukan mediasi, mempertemukan pihak-pihak yang berselisih dalam rangka membantu mengatasi perselisihan, dengan berpedoman kepada ketentuan-
97
Bashori A. Hakim
ketentuan yang telah diatur dalam PBM Nomor 9 & 8 Tahun 2006. Dalam upaya membantu menyelesaikan perselisihan di atas, dipergunakan prinsip win-win solution; (d) Melakukan koordinasi dengan instansi dan pihak-pihak terkait seperti: Pemda Kota Denpasar, Babinkamtibmas dan tokoh agama serta tokoh adat untuk menangkal kemungkinan timbul eskalasi perselisihan. Anggaran untuk pemeliharaan kerukunan umat beragama Kota Denpasar yang dikelola FKUB Kota Denpasar, sebagaimana tertuang dalam DIPA tahun 2012 Kantor Kementerian Agama Kota Denpasar dengan rincian berikut: untuk pembinaan kerukunan umat beragama Rp. 10.000.000,(sepuluh juta rupiah) dan untuk bantuan operasional FKUB (bantuan langsung) sebesar Rp.25.000.000,Hingga saat ini FKUB Kota Denpasar belum memiliki kantor sekretariat, karena belum tersedianya fasilitas tanah untuk mendirikan gedung sekretariat. Untuk sementara ini, FKUB Kota Denpasar dalam melakukan berbagai aktifitas sesuai tugas dan fungsinya, menempati salah satu ruangan di Kantor Pemda Kota Denpasar. TANTANGAN DAN HAMBATAN DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Berdasarkan informasi para Pejabat Pemda termasuk para Pejabat Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali maupun Pejabat Kantor Kementerian Agama Kota Denpasar yang berhasil di wawancarai, bahwa secara umum tidak ada hambatan yang berarti dalam upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama di kalangan masyarakat.
98
Bab IV. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Bali ...
Masyarakat atau kelompok-kelompok agama khususnya kelompok agama minoritas pada umumnya menyadari posisi mereka dalam menyikapi hubungan mereka dengan kelompok agama mayoritas -dalam hal ini umat Hindutermasuk dalam menyikapi peraturan-peraturan terkait pendirian rumah ibadat misalnya. Meskipun ada di antara peraturan pemerintah daerah atau Perda yang mereka rasakan menyulitkan khususnya bagi umat non Hindu, misalnya dalam hal pendirian rumah ibadat, namun pada akhirnya mereka dalam keadaan ‚terpaksa‛ harus mengikuti aturan pemerintah daerah (Perda/Pergub) yang mereka rasakan menyulitkan itu. Hanya saja, lantaran kuatnya dorongan dan keinginan mereka yang didasarkan atas panggilan agama, kadang-kadang mereka berupaya melakukan hal yang mereka rasakan sulit tersebut –yakni berusaha mendirikan rumah ibadat- sekalipun pada akhirnya kandas pada tahap pemenuhan persyaratan. Kasus-kasus seperti itu dirasakan oleh sementara aparat pemerintah daerah sebagai hambatan atau tantangan dalam upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama. Timbulnya kasus-kasus (rencana) pendirian rumah ibadat yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 & 8 Tahun 2006, diakibatkan antara lain kurangnya sosialisasi PBM kepada masyarakat. Terbatasnya anggaran untuk bidang kerukunan, mengakibatkan kurangnya kegiatan sosialisasi PBM dilakukan kepada masyarakat di tingkat bawah.
99
Bashori A. Hakim
KEBERHASILAN YANG TELAH DICAPAI DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Dalam upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama, baik Pemerintah Provinsi Bali, Pemerintah Kota Denpasar maupun Kanwil Kemenag dan Kandepag Kota Denpasar, unsur tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat, merasakan adanya keberhasilan-keberhasilan. Di antara keberhasilan yang mereka rasakan adalah, secara realita relatif tidak pernah terjadi konflik terbuka di kalangan umat beragama. Kalaupun pernah timbul konflik, hanya berskala kecil dan bersifat lokal serta dapat diselesaikan di tingkat lokal pula. Konflik yang pernah timbul di kalangan umat beragama pada umumnya tentang perselisihan di seputar pendirian rumah ibadat. Beberapa kasus tentang pendirian rumah ibadat berupa penolakan rencana pendirian rumah ibadat oleh masyarakat setempat yang terjadi pada beberapa tahun yang lalu misalnya, berangsur-angsur dapat diselesaikan secara damai oleh Pemerintah Daerah setempat bersama masyarakat. Sekalipun dalam kasus tertentu ada keberatan dari salah satu pihak yang berselisih atas peyelesaian yang ditempuh aparat setempat, namun pihak yang merasa keberatan pada akhirnya dapat memahami dan menerima. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan berikut: a. Pemerintah Provinsi Bali dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama, mengacu kepada PBM Nomor
100
Bab IV. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Bali ...
9 & 8 Tahun 2006, di samping Pergub Bali Nomor 6 Tahun 2006. Di bidang ketertiban dan ketenteraman masyarakat dalam kehidupan beragama, melakukan pembinaan dan berkoordinasi dengan bupati/walikota. Sedangkan di bidang kerukunan umat beragama mengembangkan keharmonisan antarumat beragama dengan mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di provinsi serta penyediaan alokasi anggaran pemeliharaan kerukunan untuk FKUB Provinsi. Demikian pula Pemerintah Kota Denpasar, melakukan koordinasi dengan instansi vertikal di Kota Denpasar, bekerjasama dan memfasilitasi FKUB Kota Denpasar dalam memelihara kerukunan umat beragama dengan mengalokasikan anggaran pemeliharaan kerukunan. Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Bali dalam tugas pemeliharaan kerukunan umat beragama membantu wakil gubernur dalam pelaksanaan program-program kerukunan, antara lain dalam posisinya selaku Wakil Ketua Dewan Penasehat FKUB Provinsi membantu gubernur dalam merumuskan kebijakan pemeliharaan kerukunan umat beragama dan memfasilitasi hubungan kerja FKUB dengan instansi Pemda. Tugas dan fungsi serupa juga dilakukan oleh Kepala Kandepag Kota Denpasar terhadap Wakil Walikota Denpasar dalam kepengurusan Dewan Penasehat FKUB Kota Denpasar. b. Pemda Provinsi Bali, Pemda Kota Denpasar serta Kanwil Kemenag Provinsi Bali dan Kandepag Kota Denpasar dalam upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama di wilayah masing-masing merasa, secara umum tidak mengalami hambatan berarti. Kesadaran yang tercipta di
101
Bashori A. Hakim
kalangan kelompok agama, dirasakan memberikan kontribusi bagi terpeliharanya kerukunan dan harmonisasi hubungan antarumat beragama. Adanya konflik-konfil kecil yang berskala lokal sehubungan pemberlakuan Pergub Bali Nomor 10 Tahun 2006 – di samping PBM Nomor 9 dan 8 Tahun 2006- yang dirasakan oleh kelompok agama minoritas cukup memberatkan khususnya terkait pendirian rumah ibadat, dinilai masih dalam batas wajar dan sejauh ini dapat diatasi Pemda setempat. Hanya saja, kurangnya sosialisasi PBM khususnya kepada masyarakat tingkat bawah akibat terbatasanya anggaran pemeliharaan kerukunan –sekalipun tidak dominan- dirasakan mempengaruhi upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama. c. Keberhasilan yang dirasakan dari upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama yang dilakukan Pemerintah Provinsi Bali, Pemda Kota Denpasar, Kanwil Kemenag Provinsi Bali dan Kandepag Kota Denpasar, antara lain terpeliharanya kerukunan umat beragama yang terlihat harmonis, tidak timbul konflik terbuka di kalangan umat beragama. Rekomendasi a. Sehubungan telah diberlakukannya PBM Nomor 9 & 8 tahun 2006, maka pemberlakuan Pergub Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2006 –khususnya terkait peraturan tentang pendirian rumah ibadat sudah semestinya tidak diberlakukan oleh Pemda Provinsi Bali. Hal ini dimaksudkan untuk meniadakan kesulitan pendirian rumah ibadat bagi umat minoritas akibat Pergub. Alasan
102
Bab IV. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Bali ...
lain, jika Pergub tetap diberlakukan, berarti peraturan yang lebih rendah mengalahkan peraturan yang lebih tinggi. b. Untuk mengurangi frekuensi jumlah usulan pendirian rumah ibadat yang tidak memenuhi persyaratan dan agar masyarakat lebih memahami tentang prosedur pendirian rumah ibadat, diharapkan untuk masa-masa mendatang Pemda Provinsi Bali dan Pemda Kota Denpasar meningkatkan anggaran di bidang pembinaan keagamaan khususnya pemeliharaan kerukunan umat beragama, sehingga kegiatan sosialisasi PBM dapat ditingkatkan frekuensinya hingga menyentuh lapisan masyarakat bawah. Daftar Pustaka Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik, Pemerintah Kota Denpasar, 2011, Data-Data Lengkap: Ormas Umum, Ormas Keagamaan, Yayasan, LSM, Paguyuban, Aliran Kepercayaan, Denpasar, Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik Kota Denpasar. Badan Litbang Dan Diklat Kementerian Agama RI, 2011, Sosialisasi PBM & Tanya Jawabnya, Jakarta, Badan Litbang Dan Diklat Kementerian Agama RI, Edisi Tanya Jawab yang Disempurnakan. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Pemerintah Provinsi Bali, 2011, Data Bali Membangun, Denpasar, Pemerintah Daerah Provinsi Bali. Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Denpasar, 2011, Denpasar Dalam Angka 2011, Denpasar, BPS Kota Denpasar.
103
Bashori A. Hakim
Hakim, Bashori, A., 2010, Laporan Penelitian tentang KasusKasus Pendirian Rumah Ibadat di Kabupaten Badung, Jakarta, Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang Dan Diklat Kementerian Agama RI, Kantor Kementerian Agama Kota Denpasar, 2012, Profil Kantor Kementerian Agama Kota Denpasar, Denpasar, Kementerian Agama Kota Denpasar.
104
Bab V. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama di Provinsi Sulawesi ...
BAB V PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN KANTOR KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI SULAWESI TENGGARA DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Oleh: Haidlor Ali Ahmad A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. PROVINSI SULAWESI TENGGARA a. Letak Geografis dan Batas Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi. Secara geografis terletak di bagian selatan Garids Katulistiwa, memanjang dari utara ke selatan di antara 02°45’-06°15’ Lintang Selatan dan membentang dari barat ke timur di antara 120°45’-124°45’Bujur Timur. Berdasarkan administrasi pemerintahan wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah uatara berbatasan dengan wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi tengah; di sebelah timur berbatasan dengan wilayah Provinsi Maluku di Laut Banda; di sebelah selatan berbatasan dengan wilayah Provinsi NTT di Laut Flores; di sebelah barat berbatasan dengan wilayah Provinsi Sulawesi Selatan di Teluk Bone (Sulawesi Tenggara dalam Angka 2011: 3). b. Luas Wilayah Sebagian besar wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara (74% = 110.000 km²) merupakan daerah perairan (laut). Sedangkan wilayah daratan, mencakup Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi dan beberapa pulau kecil seluas 38.000 km² (25,75%).(Sulawesi Tenggara dalam Angka 2011:3).
105
Haidlor Ali Ahmad
Secara administrasi, Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2010 terdiri atas 10 wilayah kabupaten, yitu: Kabupaten Buton, Buton Utara, Muna, Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara, Kolaka, Kolaka Utara,Wakatobi15, Bombana dan dua wilayah kota (Kota Kendari dan Bau-Bau). (Sulawesi Tenggara dalam Angka 2011:4). Bagian daratan terluas di Provinsi Sulawesi Tenggara adalah dataran di Jazirah tenggara Pulau Sulawesi. Selebihnya wilayah Provinsi ini berupa pulau-pulau yang tersebar di wilayah kota/kabupaten sebagai berikut: Di Kota Kendari terdapat satu pulau, yaitu Pulau Bungkutoko. Di Kabupaten Buton terdapat Pulau Buton, Siompu, Talaga Besar, Talaga Kecil, Sagori, Domalawa, Batu Atas, Tambake dan Kadatua Di Kabupaten Buton Utara terdapat Pulau Tanah Merah dan Langgere Di Kabupaten Muna terdapat Pulau Muna, Tobea Besar, Tobea Kecil, Wataitonga, Koholifano, Bakealu, dan Kepulauan Tiworo yang terdiri dari Pulau Maginti, Balu, Katela, Mandike, Bero, Rangku, Maloang, Gola, Kayuangin dan Tobuan. Di Kabupaten Konawe terdapat Pulau Wawonii, Bokori, Saponda Darat dan Saponda Laut.
15
Wakatobi singkatan dari nama empat pulau yang tergabung dalam satu pemerintahan kabupaten, yaitu: Wanci-Kaledupa-Tomea-Binongko. Keempat pulau tersebut merupakan gugusan Kepulauan Tukang Besi. Selain keempat pulau tersebut sebenarnya masih ada beberpa pulau kecil lainnya. (Zuhdi, 2010: 61).
106
Bab V. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama di Provinsi Sulawesi ...
Di Kabupaten Konawe Utara terdapat Pulau Karama, Labengki dan Bawulu. Di Kabupaten Konawe Selatan terdapat Pulau Hari dan Campada. Di Kabupaten Kolaka terdapat Pulau Padamarang, Lambasina Besar, Lambasina Kecil, Miniang, Buaya, Lemo dan Pisang. Di Kabupaten Bombana terdapat Pulau Masaloka dan Kabaena. Di Kabupaten Wakatobi yang merupakan gugusan Kepulauan Tukang Besi, yang terdiri dari empat pulau besar yaitu Pulau Wangi-Wangi (Wanci), Kaledupa, Tomia, Binongko (yang disingkat Wakatobi) 16. Selain itu terdapat pulau-pulau kecil lainnya, yaitu Pulau Kawi-Kawi, Kompona One, Simpora, Lentea Kiwolu, Lentea Langge, Lentea Tomea, Hoga, Runduma, Moromaho, dan Kapota. (Sulawesi Tenggara dalam Angka 2011, 4-6). c. Topografi Keadaan topografi wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara umunya tidak rata atau bergelombang, berupa pegunungan dan perbukitan. Di antara gunung-gunung dan bukit-bukit terbentang dataran-dataran yang potensial untuk pengembangan sector pertanian. Permukaan tanah pegunungan seluas 1.868.860 ha, sebagian besar berada pada ketinggian antara 100-500 m di atas permukaan laut dan pada kemiringan yang mencapai 40°.
16
Zuhdi, 2010: 61.
107
Haidlor Ali Ahmad
d. Keadaan Demografis Penduduk Provinsi Sulawesi Tenggara berdasarkan data BPS Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2010 berjumlah 2.232.586 jiwa. (Sulawesi Tenggara dalam Angka 2011). Secara lebih rinci jumlah penduduk Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada table 1 berikut: Tabel 1 Penduduk Sulawesi Tenggara menurut Kabupaten/Kota Berdasarkan Data 2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kabupaten/Kota
Jumlah Penduduk
Kota Kendari 289.966 Buton 255.712 Buton Utara 54.736 Muna 268.277 Konawe 241.982 Konawe Utara 51.533 Konawe Selatan 264.587 Kolaka 315.232 Kolaka Utara 121.340 Bombana 139.235 Wakatobi 92.995 Kota Bau-Bau 136.991 Jumlah 2.232.586 Sumber: Provinsi Sulawesi Tenggara dalam Angka 2011 diadaptasi oleh peneliti.
108
Bab V. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama di Provinsi Sulawesi ...
Tabel 2 Persentase Penduduk Sulawesi Tenggara Berumur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja menurut Lapangan Kerja Utama Berdasarkan Data 2008-2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Lapangan Kerja Utama
2008
Pertanian Industri Pengolahan Bangunan Perdagangan Transportasi/Komunikasi Keuangan Jasa Lainnya Jumlah
58.35 4.94 3.56 13.84 5.02 0.44 12.47 1.38 100
2009
2010
52.89 5.28 4.02 14.59 5.26 0.71 14.58 3.01 100
49.72 5.38 3.76 15.88 4,59 0.66 17.62 2.39 100
Sumber: Provinsi Sulawesi Tenggara dalam Angka 2011. Tabel 3 Penduduk Sulawesi Tenggara Berumur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja menurut Lapangan Kerja Utama dan Jenis Kelamin Berdasarkan Data 2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Lapangan Pekerjaan Utama Pertanian Industri Pengolahan Bangunan Perdagangan Transportasi/Komunikasi Keuangan Jasa Lainnya Jumlah
Laki-laki 306.355 30.691 36.182 61.349 43.175 4.099 100.602 19.294 601.747
Perempuan
Jumlah
189.699 22.975 1.415 97.062 2.591 2.475 75.146 4.568 395.931
496.054 53.666 37.597 158.411 45.766 6.574 175.748 23.862 997.678
Sumber: Provinsi Sulawesi Tenggara dalam Angka 2011.
109
Haidlor Ali Ahmad
Tabel 4 Penduduk Sulawesi Tenggara Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Berdasarkan Data Tahun 2010 No
Pendidikan Tinggi yang Ditamatkan
1 2 3 4 5 6
Tidak/Belum Tamat Sekolah Dasar Sekolah Dasar SLTP SMTA Umum SMTA Kejuruan Diploma/Universitas Jumlah Sumber: Provinsi Sulawesi Tenggara dalam diadaptasi oleh peneliti.
Jumlah 228.424 248.375 191.929 191.232 51.853 93.865 997.678 Angka 2011
e. Kelompok Etnis Menurut keterangan Kepala Kantor Kemenag Kota Kendari, HM Nasir Imran, SHI, MSi, etnis yang mendiami wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara ada sekitar 50 etnis, (Wawancara dengan Nasir Imaran). Etnis-etnis yang berada di wilayah Sualawesi Tenggara antara lain: 1) etnis Tolaki17, merupakan etnis terbesar yang mendiami hampir seluruh wilayah Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi; 2) Buton atau Walio yang mendiami Pulau Buton bagian selatan, Kepulauan 17 Menurut Kenedy (1953) Etnis Tolaki (yang berarti orang laki) terbagi lagi menjadi beberapa sub etnis, yaitu: Wiwirano, Labeau, Aserawanua, Mowewe, Mekongga dan Tamboki; Orang Bugis menyebut orang Tolaki dengan sebutan Tokea; Sumber asing, Belanda, Inggris, dan Jerman menyebut Lolaki atau Lalaki (Melamba dan Taewa, 2011: 2); Dalam Encyclopedie van Nederlandsch Oost-Indie (1935) disebutkan bahwa penduduk Tolaki atau Tolelaki merupakan penduduk asli sebagian besar wilayah Laiwui atau Kendari (Idaman dan Rusland, 2011: 142).
110
Bab V. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama di Provinsi Sulawesi ...
Tukang Besi dan pulau-pulau kecil di sekitarnya; 3) Maronene yang mendiami Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, Pulau Kabaena, Buton bagian utara, Poleang, Rumbia; etnis laut Bajoe yang mendiami pesisir pantai Pulau Buton, Muna dan beberapa pulau lainnya18; 4) Muna19 (Wuna)20 yang mendiami Pulau Muna; serta sub etnis, seperti: Cia-Cia; Tomia, Wanci, Kaledupa, Binongko, Landowe, Ereke, Kabaena, Wawoni21/ Kalisusu dan Kamaru;22 Etnis-etnis di Sulawesi Tenggara ini satu sama lain dibedakan dengan bahasa atau dialek yang digunakan. Misal, etnis Tolaki ada dua yaitu Tolaki Konawe dan Tolaki Makongga yang dibedakan karena dialek yang berbeda. Ada juga etnis Taire yang hidup berkelompok dalam satu kampung di tengah-tengah wilayah etnis Tolaki, yang berbeda bahasanya. Tapi sekarang etnis Taire sudah tidak ada lagi (Wawancara dengan Arifin T, Pustakawan Perpustakaan Daerah Sulawesi Tenggara). Selain bahasa ada juga yang dibedakan karena wilayah pemukimannya, misalnya rumpun etnis Walio atau Buton yang dibagi menjadi Walio, Moronene, dan Bajoe23. Demikian pula etnis Moronene dibagi menjadi dua, yaitu Moronene Daratan yang menempati wilayah Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi dan Moronene Kepulauan yang mendiami Pulau Kabaena, Buton bagian utara, Poleang, dan Rumbia (Wawancara dg Arifin T), 18
Badan Riset Daerah Provinsi Sulawesi tenggara, 2007: 35. Etnis Muna pada masa kerjaan sampai akhir masa kerjaan, khususnya ketika berada di daerah rantau seperti di Ambon, Manado, Jawa, Kalimantan biasanya menyebut diri mereka sebagai orang Buton. Sekarang identitas Muna dan Moronene mulai digunakan ketika mereka berada di daerah rantau (Badan Riset Daerah Provinsi Sulawesi tenggara, 2007: 35). 20 Melamba dan Taewa, 2011: 1. 21 Melamba dan Taewa, 2011: 1. 22 Sagimun dan Rivai (ed), 1980/1981: 7. 23 Badan Riset Daerah Provinsi Sulawesi tenggara, 2007: 35. 19
111
Haidlor Ali Ahmad
Selain etnis asli Sulawesi Tenggara terdapat etnis pendatang, yaitu Bugis, Makassar, Toraja, Jawa, Bali, Batak, Sunda, Aceh dan lain-lain. Etnis Bali cukup banyak karena didatangkan melalui program transmigrasi, yang meliputi daerah Konawe Utara, Konawe Selatan, Kolaka dan Buton (Wawancara dengan HM Nasir Imran). f. Kehidupan Keagamaan Jumlah penduduk menurut agama yang dianut dan kabupaten/kota dapat dilihat pada tabel 5 berikut: Tabel 5 Jumalh penduduk Menurut Agama dan Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara Berdasarkan Data 2011 No
Kabupaten/Kota Islam
Agama Kristen Katolik
Hindu
Buddha
1
Kota Kendari
183 738
10 899
5 360
1 216
2 765
2
Konawe
231 100
4 272
4 530
10 117
3 006
3
Konawe Utara
53 651
273
850
2 931
210
4
Konawe Selatan
258 289
3 906
3 854
17 798
3 516
5
Kolaka
257 836
11 919
4 264
13 571
978
6
Kolaka Utara
141 751
375
254
-
576
7
Muna
268 049
1 129
5 062
6 840
1 954
8
Buton
282 174
188
1 586
3 515
794
9
Buton Utara
60 958
75
80
-
-
10
Bombana
125 446
1 341
372
1 809
228
11
Bau-Bau
122 977
1 483
1 584
2 367
1 260
12
Wakatobi
92 922
-
28
-
-
112
Bab V. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama di Provinsi Sulawesi ...
Jumlah
2 078 891
35 860
27 843
59 804
15 287
Sumber: Subbag Hukmas dan KUB dan Masing-masing Pembimas Kanwil Kemenag Sulawesi Tenggara 2011. Jumlah rumah ibadat yang terdapat di Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada table 6 berikut: Tabel 6 Jumlah Rumah Ibadat Menurut Agama dan Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi TenggaraBerdasarkan Data 2011 N o
1 2 3 4 5 6 7 8
Kabupaten/Kota
Kota Kendari Konawe Konawe Utara Konawe Selatan Kolaka Kolaka Utara Muna Buton
Islam
Agama Katl k Grj Grj
Kristen
Ms j 264 504 -
Ms h 71 16 -
Lan g -
38 48 7
322
159
69
410 165 360 265
90 7 104 15
37 34 15
Hindu
3 15 -
P ur 2 30 16
51
10
61 19 18 8
18 11 2
Sang
Buddha
230 1 665 527
Vi h 3 3 1
Ce t -
70
3 506
4
2
40 33 13
2 809 1 355 630
1 2 1
-
Umat Kristen di Sulawesi Tenggara terdiri atas 21 denominasi, yaitu Gepsultra(Gereja Protestan Sulawesi Tenggara); GBI (Gereja Bethel Indonesia); Gereja Bethany Indonesia; GPdI (Gereja Protestan di Indonesia); GPT (Gereja Pantekosta Tabernakel); GBT (Gereja Bethel Tabernakel); GPIB (Gereja Protestan Indonesia Barat); GKMI (Gereja Kristen Maranatha Indonesia); GKKA (Gereja Kristen Kalam Allah); GKII (Gereja Kristen Injili Indonesia); Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh; GKB (Gereja Kristen Baithani); GPI Jalan Suci; GPI Majalengka; GISI (Gereja Injil Seutuh Indonesia); GKII/KINGMI (Gereja Kemah Injil Indonesia); Gereja Toraja; Gereja KIBAID; GAB (Gereja Anugerah Bethesda); GKAI (Gereja Kristen Alkitab Indonesia); KGBI (Kerapatan Gereja Baptis Indonesia) (sumber: Pembimas Kanwil Kemenag Prov Sultra). Tujuh gereja statusnya sewa. Satu gereja statusnya darurat dan satu gereja lagi sewa. Satu gereja statusnya darurat.
113
Haidlor Ali Ahmad
9 10 11 12
Buton Utara Bombana Kota BauBau Wakatobi Jumlah
135 84
25 2
12 2
5 7 8
1
10 5
364 514
1
-
105 2 614
14 503
169
136
60
21 9
11 600
16
2
Sumber: Subbag Hukmas dan KUB, Pembimas Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha Kanwil Kemenag Sulawesi Tenggara 2011. g. Ormas Keagamaan a. Ormas Islam Organisasi kemasyarakat (ormas)24 Islam yang terdapat di Provinsi Sulawesi Tenggara adalah sebagai berikut: No
Nama Ormas
1 2 3 4 5
Muhammadiyah Nahdlatul Ulama (NU) Salafiyah Al Wahdah Al Islamiyan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Darud Dakwah wal Irsyad (DDI)
6 7
Alamat Jl. Lr. Jati Kompleks Kendari Permai Kompleks Unhalu Jl. Mokodompit Jl. Khairil Anwar (P2ID) Jl. Saranani Jl. Bung Tomo
Sumber: Kantor Kemenag Kota Kendari
Satu gereja statusnya darurat. Yang dimaksud dengan ormas adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat warga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah NKRI yang berdasarkan Pancasila (UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Ormas Pasal 1). 24
114
Bab V. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama di Provinsi Sulawesi ...
b. Ormas Kristen No 1
2 3
4
5
6 7 8 9 10
Nama Lembaga, Organisasi Sinode Gereja Protestan Sulawesi Tenggara (Gepsultra) Persekutuan Gereja Protestan Indonesia (PGI) Persekutuan Gereja Pantekosta Indonesia (PGPI) Persekutuan Gereja dan Lembaga Injili Indonesia (PGLII) Lembaga Pengembangan Pesta Paduan Suara Gerejawi (LPPD) Prov. Sultra Badan Kerja Sama Gereja (BKSG) Kota Kendari Yayasan Pendidikan Agama (YAPSA) Yayasan Wahana anak Muda (YWAM) Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Persatuan Wanita Berpendidikan Theologi(Perwati)
Alamat
Ketua
Jl. Sam Ratulangi, Kemaraya, Kendari
Pdt. Andrie O Masie, S. Th.
Jl. Sam Ratulangi, Kendari Jl. Saranani, Mandonga, Kendari Jl. Malik Raya Kendari
-
Jl. Oikumene, Kendari
Frenty Pattinasarani
Kendari
-
Jl. Oikumene, Kendari Jl. P2ID, Kendari
-
Jl. Sam Ratulangi, Kendari Jl. Sam Ratulangi, Kendari
Samuel
Pdt. Ny. Steckman Zakka Pdt. Johnson Paerdede
David Telusa
Pdt. Novi P, S Th.
c. Ormas Katolik Ormas Katolik yang terdapat di Provinsi Sultra adalah sebagai berikut:
115
Haidlor Ali Ahmad
Nama Organisasi Kemasyarakatan Katolik
No
Kabupaten/Kota
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kota Kendari Kota Bau-Bau Konawe Konawe Utara Konawe Selatan Kolaka Kolaka Utara Bombana Muna Buton Buton Utara Wakatobi Jumlah
Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI)
Pemuda Katolik
Ikatan Sarjana Katolik (ISKA)
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI)
3 5 5 3 3 7 9 1 36
1 1 1 1 1 1 6
-
1 1
Sumber: Pembimas Katolik Kanwil Kemenag Prov Sultra. d. Ormas Hindu No 1
2
3
116
Nama Lembaga Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Lemabaga Pengembangan Dharma Gita (LPDG) Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI)
Prov 1
Jumlah Kelembagaan Kab Kota Kec Desa 9 2 5 116
Jumlah 133
1
8
1
-
-
10
1
-
-
-
-
1
Bab V. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama di Provinsi Sulawesi ...
4 5
Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI) Pemuda Hindu (PERADAH) Jumlah
1
8
-
-
-
9
1
8
-
-
122
131
5
33
3
5
238
248
Sumber: Pembimas Hindu Kanwil Kemenag Provinsi Sulawesi Tenggara 2011, e. Ormas Budha No Kabupaten/Kota Nama Majelis
Alamat
1
Kendari
DPD Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia (MAPANBUDHI)
Jl. Mayjen S. Parman No. 54
2
Kendari
DPD Majelis Agama Buddha Therawada Indonesia (MAGABUDHI)
c. Kerukunan Umat Beragama di Sulawesi Tenggara Kehidupan antar umat beragama di Sulawesi Tenggara umumnya dan Kota Kendari khususnya dapat dikatakan cukup harmonis. Indikatornya antara lain, pertama keberadaan Taman Pemakaman Umum (TPU) Punggoloka di Jln. Pekuburan Kendari. Makam yang terbagi dua, karena ditengah-tengahnya terdapat Jln. Pekuburan ini merupakan tempat pemakaman berbagai macam penganut agama. Di sebelah kanan (dari arah Kota Kendari) merupakan tempat pemakaman umat Muslim, sedangkan di sebelah kiri merupakan makam untuk umat non-Muslim, Kristen, Tator dan Tionghoa.
117
Haidlor Ali Ahmad
Idikator kerukunan lainnya, misalnya proses pembangunan rumah ibadat meskipun persayaratan pembangunannya masih kurang tidak menjadi masalah atau penyebab konflik; Pesparawi yang diselenggarakan pada tahun lalu berjalan lancar dan tidak ada timbul masalah, karena semua unsur agama ikut mendukung dan menyukseskan (Wawancara dengan Drs. Mudhar Bintang, Kepala Kanwil Kemenag Prov. Sultra). A. Kota Kendari 1. Nama Kendari Selama ini historiografi Kendari telah menjadi perdebatan. Salah satunya tentang penamaan Kendari yang diindikasikan masih berbentuk mitologis dan legenda. Dalam buku Sejarah Kota Kendari yang ditulis oleh Prof. Dr. H. Anwar Hafid, MPd. Dkk. Diuraikan bahwa nama Kendari telah ditemukan pada tahun 1926 dan nama tersebut diberikan oleh orang-orang Belanda. Sedangkan sumber lain mengatakan bahwa sejarah penamaan Kandari atau Kendari diberikan oleh orang-orang Portugis sejak abad ke-16 (Idaman dan Rusland, 2011: 23). Pada permulaan abad ke-16 ketika pelaut-pelaut Portugis sedang berlayar ke timur mencari Kepulauan Maluku untuk mencari sumber rempah-rempah, mereka singgah di Teluk Kendari. Pada waktu itu, mereka melihat orang yang sedang mendayung rakit yang terbuat dari bambo dengan menggunakan dayung yang panjang. Pelaut-pelaut Portugis itu pun mendekati orang yang mendayung rakit itu untuk menanyakan nama tempat yang mereka singgahi itu. Karena tidak faham dengan bahasanya, orang itu mengira para pelaut
118
Bab V. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama di Provinsi Sulawesi ...
Portugis menanyakan apa yang sedang ia lakukan. Oleh karena itu ia menjawab kandai! (artinya dayung) atau mekandai! (mendayung). Jawaban orang itu kemudian dicatat oleh para pelaut Portugis sebagai nama tempat yang mereka singgahi dengan nama Kandai. Dalam perkembangannya nama Kandai menjadi Kandari dan akhirnya menjadi Kendari disebabkan karena perubahan pengucapan atau penulisan. (Idaman dan Rusland, 2011: 24-25). 2. Letak Geografis dan Batas Wilayah Wilayah Kota Kendari dengan ibukotanya Kendari yang juga sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di sebelah tenggara Pulau Sulawesi atau tepatnya secara astronomis terletak di sebelah selatan garis katulistiwa pada kordinat 3º54’30’’-4º3’11’’ lintang selatan dan antara 122º23’122º39’ bujur timur. Wilayah daratannya terdapat di bagian wilayah daratan Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi yang mengelilingi Teluk Kendari. Di wilayah Kota Kendari terdapat satu pulau, yaitu Pulau Bungkutoko. (Kota Kendari dalam Angka 2011: 3-4). 3. Pemerintahan dan Wilayah Administrasi Kota Kendari terbentuk berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1995 yang disyahkan pada 3 Agustus 1995 dengan status Kotamadya Daerah Tingkat II Kendari. (Kota Kendari dalam Angka 2011: 4). Wilayah administrasi Kota Kendari terdiri atas 10 wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Kendari, Kendari Barat, Mandonga, Baruga, Puuwatu, Kadia, Wua-Wua, Poasia, Abeli, dan Kambu. (Kota Kendari dalam Angka 2011: 29).
119
Haidlor Ali Ahmad
4. Luas Wilayah Luas wilayah daratan Kota Kendari 295.89 km² atau 0,70% dari luas daratan Provinsi Sulawesi Tenggara. Berdasarkan administrasi pemerintahan wilayah Kota Kendari di sebelah utara dibatasi oleh Kabupaten Konawe; di sebelah timur Laut Kendari; di sebelah selatan dan barat Kabupaten Konawe Selatan. (Kota Kendari dalam Angka 2011: 3-4). Luas wilayah Kota Kendari secara terinci menurut Kecamatan dapat dilihat pada table 5, berikut: Tabel 5 Luas Wilayah Kota Kendari menurut Kecamatan Berdasarkan Data 2010 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kecamatan Kendari Kendari Barat Mandonga Baruga Puuwatu Kadia Wua-Wua Poasia Abeli Kambu Kota Kendari
Luas Km² 19,55 22,98 23,36 49,58 42,71 9,10 12,35 43,52 49,61 23,13 295,89
% 6,61 7,77 7,89 16,76 14,43 3,08 4,17 14,71 16,77 7,82 100
Sumber: Badan Pertanahan Nasional Kota Kendari dalam Kota Kendari dalam Angka 2011: 10.
120
Bab V. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama di Provinsi Sulawesi ...
5. Keadaan Demografis Jumlah penduduk Kota Kendari berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 tercatat sebanyak 289.966 jiwa. Persebaran penduduk tersebut tidak merata, Sebesar 14,80% penduduk Kota Kendari tinggal di wilayah Kecamatan Kendari Barat, sebaliknya hanya 6,68% tinggal di Kecamatan Baruga, dan selebihnya tersebar di 8 kecamatan dengan persebaran yang bervariasi. Dilihat dari kepadatan penduduk, Kecamatan Kadia merupakan kecamatan dengan angka kepadatan penduduk paling tinggi, yaitu mencapai 4.313 jiwa/km². Sedangkan Kecamatan Baruga merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk paling rendah, yaitu 391 jiwa/km².(Kota Kendari dalam Angka 2011: 50-51). 6. Jumlah Penduduk yang Bekerja Di Kota Kendari jumlah penduduk yang tergolong dalam usia kerja (berumur 15 tahun ke atas) berdasarkan data tahun 2010 sebanyak 201.647 jiwa. Dari jumlah tersebut terdapat 133.513 jiwa yang tergolong sebagai penduduk angkatan kerja.25 Dari sejumlah penduduk angkatan kerja tersebut terdapat 115.501 jiwa yang bekerja. (Kota Kendari dalam Angka 2011: 53).
25 Penduduk angkatan kerja adalah penduduk usia (usia 15 tahun ke atas) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan penggangguran (Kota Kendari dalam Angka 2011: 53).
121
Haidlor Ali Ahmad
Tabel 6 Penduduk Usia Kerja di Kota Kendari yang Berkerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin. Berdasarkan Data Tahun 2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Lapangan Pekerjaan Utama Pertanian Pertambangan Industri Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan Keuangan Transportasi dan Komunikasi Jasa Lainnya Jumlah
Lakilaki
Perempuan
Jumlah
5 209 835 2 838 799 7 657 16 006 1 426 9 989
1 029 207 1 055 159 732 17 455 1 290 1 010
6 238 1 042 3 893 958 8 389 33 461 2 716 10 999
26 673 0 73 432
19 132 0 42 069
47 805 0 115 501
Sumber: Kota Kendari dalam Angka 2011: 76. Tabel 7 Penduduk Usia Kerja di Kota Kendari Menurut Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin. Berdasarkan Data Tahun 2010 No 1 2 3 4
122
Pendidikan Belum/Tidak Tamat Sekolah Dasar Tamat Sekolah Dasar Tamat SMTP Tamat SMTA Umum
Lakilaki 7 660
Perempuan
Jumlah
10 704
17 209
9 181 20 951 36 986
10 704 21 945 36 228
19 885 42 896 73 214
Bab V. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama di Provinsi Sulawesi ...
5 6 7 8
Tamat SMTA Kejuruan Diploma I/II Diploma III Universitas Jumlah
10 916 2 031 1 941 10 946 100 612
7 247 2 745 3 198 9 419 101 035
18 163 4 776 5 139 20 365 201 647
Sumber: Kota Kendari dalam Angka 2011: 77. 7. Kelompok Etnis Etnis yang terdapat di wilayah Kota Kendari yang paling besar adalah etnis Tolaki yang merupakan etnis asli yang ada di Kota Kendari, Sedangkan etnis lain yang cukup besar sebagai etnis pendatang dari wilayah Sulawesi Tenggara adalah etnis Buton dan Muna. Adapun etnis pendatang dari luar Provinsi Sulawesi Tenggara adalah etnis Bugis, Makassar, Toraja, Jawa, Bali, Batak, Sunda, Aceh dan lain-lain. Etnis-etnis pendatang dari luar Provinsi Sulawesi Tenggara pada umumnya bekerja sebagai PNS dan pedagang, Yang memiliki pekerjaan spesifik adalah etnis Toraja yang terkenal sebagai pekerja meubelair (tukang ukir). (Wawancara dengan HM Nasir Imran). 8. Kehidupan Keagamaan Jumlah penduduk menurut agama yang dianut dan kecamatan di Kota Kendari dapat dilihat pada table 8, berikut:
123
Haidlor Ali Ahmad
Tabel 8 Jumlah Penduduk Menurut Agama dan Kecamatan Di Kota Kendari Berdasarkan Data 2011 No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jumlah Penganut
Kecamatan
Kendari Kendari Barat Mandonga Poasia Baruga Abeli Wua-Wua Kadia Kambu Puuwatu Jumlah
Islam
Kristen
Katolik
Hindu
Buddha
Kong hucu
22 105 35 233
425 1 077
226 2 319
32 684
98 536
-
34 559 17 981 27 993 19 938 20 981 24 181 15 846 27 661 246 478
984 385 812 140 158 2 271 1 152 7 404
423 193 135 204 1 222 673 311 250 5 955
111 20 104 3 215 189 66 86 1 509
26 12 3 34 123 19 17 866
-
Sumber: Kantor Kemenag Kota Kendari 2011.
Umat Buddha di Kendari terdiri dari tiga majelis, yakni: 1) Magabudhi Terawada, 2) Eka Dhafrma Manggala, 3) Maitreya. Di antara tiga majelis tersebut yang terbanyak umatnya adalah Magabudhi Terawada, yang umatnya tersebar sampai ke pelosok kampong. Meski ada tiga majelis namun antara majelis-majelis tersebut tidak ada pergesekan. Jumlah rumah ibadat yang terdapat di wilayah Kota Kendari dapat dilihat pada table 9 berikut:
124
Bab V. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama di Provinsi Sulawesi ...
Tabel 9 Jumlah Rumah Ibadat menurut Agama dan Kecamatan di Kota Kendari Berdasarkan Data Tahun 2011 No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kecamatan
Kendari Kendari Barat Mandonga Poasia Baruga Abeli Wua-Wua Kadia Kambu Puuwatu Jumlah
Masjid
Mushala
20 30
5 44
31 22 38 26 56 45 28 35 310
5 6 2 1 4 4 13 84
Rumah Ibadat Greja Kristen Katolik 7 7 1 3 1 4 1 1 4 1 3 32
1 1 1 1 5
Pura
Wihara
-
1
1 1
1
Sumber: Kantor Kemenag Kota Kendari 2011. 9. Kerukunan Umat Beragama di Kota Kendari Wilayah Sulawesi Tenggara dikelilingi oleh daerah konflik atau daerah yang rawan konflik, di sebelah utara Provinsi Sulawesi Tengah (konflik Poso); di sebelah timur Provinsi Maluku Utara (Halmahera yang rawan konflik) dan Provinsi Maluku (konflik Ambon); Selatan NTT (konflik Kupang); dan barat Sulawesi Selatan (Kota Makasar yang rawan konflik ‚tiada hari tanpa demontrasi‛). Tetapi daerah Sulawesi Tenggara cukup harmonis, kalaupun ada konflik biasanya hanya ikut-ikutan (imbas) dari konflik yang terjadi di daerah lain. Di Jakarta dan Makassar ada demo BBM, di Kendari ikut-ikutan tapi tidak sebesar yang terjadi di daerah
125
Haidlor Ali Ahmad
lain. Berkenaan dengan konflik umat beragama khususnya intern umat Islam, yang menjadi pelakunya utamanya bukan penduduk asli, melainkan pendatang. (Wawancara dengan Kakanwil Kemenag, KH Drs Mudhar Bintang). Suatu contoh, ketika datang sekelompok gerakan/faham yang beraliran keras yang mengkritisi peribadatan yang biasa dilakukan penduduk setempat, misalnya mereka katakana ‚amalan ini tidak ada tuntunannya, bid’ah dan lain-lain‛. Pada awalnya terjadi gejolak di kalangan masyarakat tetapi lama-lama pudar dengan sendirinya. Karena gerakan tersebut digerakkan dari jauh, sehingga tidak bias bertahan lama. Di samping itu, tradisi yag mereka kritik, misalnya membaca Surat Yasin dan Barzanji di Sulawesi Tenggara biasa dilakukan oleh kalangan pejabat hingga rakyat kecil, tidak hanya dilakukan oleh kalangan Nahdliyin saja, tapi orangorang yang masuk kelompok Muhammadiyah pun banyak yang melakukan. (Wawancara dengan KH Mudhar Bintang). Demikian pula, ketika ada sekelompok orang yang ingin mengecek arah kiblat di masjid-masid di Kendari sempat terjadi ketegangan atara oknum AL dan polisi, lantaran ada oknum AL yang menjadi panitia pembangunan masjid, kemudian didatangi oknum polisi yang telah mengikuti pengajian tentang arah kiblat dari kelompok tertentu yang berupaya mengkritisi arah kliblat. Tetapi kemudian masalah tersebut dapat diselesaikan oleh Kakanwil Kemenag dengan berpedoman pada: 1) Adanya hadits Nabi yang memerintahkan bagi orang yang akan menunaikan shalat ‚arahkan wajahmu ke masjidil haram‛, yang menurut para ulama, hal ini asal sudah menghadap ke barat sudah kearah Masjidil Haram, berarti sudah sah shalatnya; 2) berdasarkan usul fiqh
126
Bab V. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama di Provinsi Sulawesi ...
‚pendapat yang berdasarkan perkiraan tidak bisa membatalkan pendapat lain yang dasarnya juga perkiraan‛. Akhirnya gerakan yang mengkritisi arah kiblat itu pun tidak terdengar lagi suaranya. (wawancara dengan Kakanwil Kemenag). Kerusuhan yang pernah terjadi di Kendari tidak ada kaitannya dengan agama, misalnya kerusuhan berkaitan dengan kebijakan Walikota Kendari yang memindahkan tempat perdagangan yang mengakibatkan timbulnya kerusuhan hingga pembakaran gedung (Wawancara dengan KH Mudhar Bintang). Demikian pula demo masalah BBM yang menimbulkan kerusuhan hingga menimbulkan pembakaran sebuah mobil dinas (Wawancara dengan Syaifuddin Mustamiin). Selain itu tidak ada kerusuhan yang berarti (wawancara dengan Kakanwil Kemenag). Keadaan kerukunan di Kota Kendari cukup menarik, karena kerukunan di wilayah ini dapat dilihat secara kasat mata, misalnya adanya rumah ibadat dari agama yang berbeda tapi letaknya berdampingan atau berbatas tembok, yaitu Masjid Da’wah Wanita dengan Gereja GPdI Bukit Zaitun di Jalan Ir. Sukarno dekat dengan perbatasan wilayah Kelurahan Dapu dan Dapura Kecamatan Kendari Barat; Masjid Al Muqarrabun yang berhadap-hadapan dengan Gereja Pantekosta Yesus Gembala di Jalan Saranani; Gereja Protestan Jemaat Ora Et Labora di Jalan Lawata No. 1 menghadap pintu gerbang samping kanan Masjid Agung Al Kautsar; Masjid Akbar di Jalan Sultan Hasanuddin berdampingan dengan Gereja Imanuel hanya terhalang satu rumah penduduk (sekitar 20 meter); Masjid Raya Al Masyhur berjarak sekitar 50 meter dengan Gereja GPIB Sumber Kasih di
127
Haidlor Ali Ahmad
Jalan Lakidende No. 11-13 di dekat Pelabuhan Nusantara Kendari. Jika dilihat dari laut atau Teluk Kendari tampak berdampingan; dan Masjid Nurul Jihad berjarak sekitar 100 meter dari Wihara Eka Dharma Manggala di Jalan Sultan Hasanuddin Kecamatan Kendari Barat. (Wawancara dengan HM Nasir Imran, Syaifuddin Mustaming, H. Jab Paldri, Muh Yunus A. dan observasi). Menurut keterangan Jab Paldri dan Muh Yunus, rumah ibadat yang berdekatan tersebut tidak pernah menimbulkan pergesekan bahkan antara jamaah Masjid Al Muqarrabun dengan Jemaat Gereja Yesus Gembala saling bantu membantu (memberikan sumbangan dana) ketika sedang melakukan merenovasi. Demikian pula antara jamaah masjid Da’wah Wanita dengan jemaat Gereja GPdI Bukit Zaitun tidak pernah merasa terganggu jika sedang bersama-sama melakukan peribadatan. Karena mereka samasama saling bisa menjaga agar suara aktivitas peribadatan mereka tidak terdengar keluar atau menembus tembok. (Wawancara dengan Jab Paldri dan Muh. Yunus A.). Selain banyaknya rumah ibadat yang berdekatan, kerukunan umat beragama di Kota Kendari juga bisa dilihat di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Punggoloka Jalan Pekuburan. Di TPU yang cukup luas ini pemakaman Muslim dan umat Kristiani berada dalam satu kompleks pemakaman dan satu manajemen, yakni TPU Punggoloka. Antara pemakaman Muslim dan Kristiani hanya dipisahkan oleh Jalan Pekuburan yang membelah areal pemakaman itu. Di dalam komplek makam umat Kristiani selain ada banyak makam yang berciri umum umat Kristiani, juga tampak adanya bangunan-bangunan yang menunjukkan etnis yang disemayamkan di situ, antara lain ada etnis Toraja dan Tionghoa. (Pengamatan langsung).
128
Bab V. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama di Provinsi Sulawesi ...
Etnis Tolaki – etnis pribumi dan terbesar di Sulawesi Tenggara – menjunjung tinggi kerukunan tanpa memandang agama. Misalnya, di kalangan Muslim Tolaki ada rasa kewajiban menjaga rumah ibadat agama lain, yang antara lain mereka ungkapkan ‚Kalau kau serang gereja ini, sama saja kau menyerang kami‛. (Wawancara dengan Asun, di Lembaga Adat Tolaki). Umat Buddha di Kendari dalam upaya menjaga kerukunan dan hubungan baik dengan umat lain terutama dengan umat Islam, antara lain pada waktu hari Waisyak, yang memasak makanan mengundang dari kalangan Islam agar tidak menimbulkan keraguan kepada para tamu khususnya dari kalangan Islam untuk menikmati hidangan. Karena pada hari-hari besar keagamaan sanak family, kerabat dan tetangga meski berbeda-beda agama mereka saling mengunjungi. Demikian pula dalam upacara Waisyak selama lima hari tetangga banyak yang datang. (wawancara dengan Sariono, S.Ag, M.Pd). 10. Kearifan Lokal di Kendari Kerukunan di Kendari dapat terwujud karena kesadaran masyarakat yang saling menghargai, adanya kearifan lokal, dan budaya yang melekat pada kalo sara. (Wawancara dengan Samsir Majid). Etnis Tolaki jika sedang konflik kemudian dihadirkan kala sara simbol dari rotan mereka langsung rukun kembali. (Wawancara dengan Syaifuddin Mustaming, Sag). Kearifan lokal Etnis Tolaki ada yang berbunyi: Inae kona sara le pinesara (barang siapa yang menghargai adat ia akan dihormati)
129
Haidlor Ali Ahmad
Inae lia sara le pinekara (barang siapa yang meninggalkan adat ia akan dikucilkan) Mombeka pona-pona ako (saling menghargai) Mombeka memeriaka (Saling menyayangi atau saling merindukan) Pada umumnya orang Tolaki dikenal sebagai orang yang tenang, pasrah kepada takdir, seperti orang Jawa kelas bawah nrimo ing pandum, menghargai hak-hak orang lain. Hal ini dapat dibuktikan, antara lain: ekonomi di Sulawesi Tenggara dan khususnya di Kota Kendari dikuasai oleh orang-orang Bugis, tetapi orang-orang Tolaki tidak pernah iri hati. Karena orang Tolaki tahu bahwa orang-orang Bugis memiliki etos kerja yang tinggi, sehingga wajar mereka sukses dalam bidang ekonomi. Oleh karena itu selama ini tidak pernah terjadi konflik antara orang Tolaki dan Bugis karena perbedaan kelas sosial-ekonomi. Demikian pula orang Tolaki tidak peduli siapa yang menjadi pejabat, misalnya gubernur, bupati, walikota dan sebagainya itu dari etnis mana. Bagi orang Tolaki yang penting tidak diganggu atau direndahkan martabatnya, tidak dipermalukan dan tidak didzolimi. (Wawancara dengan Melamba dan Anasur) Orang Tolaki bisa marah karena tiga hal: 1) masalah tanah; 2) jika dipermalukan (seperti sirri di kalangan orang Bugis); 3) dilanggar adatnya (wawancara dengan Melamba). Masalah tanah di berbagai daerah sering dikaitkan dengan martabat. Sering terjadi karena sengketa perbatasan tanah meski hanya beberapa senti meter, tetapi yang menjadi persoalan bukan lagi masalah tanah semata, tapi adalah
130
Bab V. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama di Provinsi Sulawesi ...
masalah martabat. Sehingga sering terjadi masalah batas tanah menimbulkan tindakan pembunuhan. Berkenaan dengan Pada zaman dahulu orang tolaki menegnal tradisi mengayau (memenggal kepala) seperti orang Dayak. Jika ada satu orang Tolaki dibunuh, maka ‚tumbalnya‛ (balasannya) 20 kepala musuh. Namun dengan datangnya agama Islam dan Kristen, tradisi mengayau itu pun secara pelan-pelan menghilang. Tarian Tulo yang biasa dilakukan pada pesta keluarga, seperti pesta peminangan dan pernikahan, serta dalam upacara-upacara yang dilaksanakan oleh instansi-instansi pemerintah, seperti upacara hari jadi pemda, pemkot dan lainlain, dengan bergandengan tangan sambil menari. Tarian ini selain untuk menyemarakkan suasana, menghibur masyarakat juga menjadi perekat hubungan persaudaraan. Untuk menjaga agar tidak terjadi keributan, dalam tarian ini juga ada etika. Misalnya jika ada pasangan laki-laki dan perempuan yang sedang menari dan bergandengan tangan tidak diperkenankan ada laki-laki lain yang ikut serta menari. Lakilaki yang ingin ikut serta menari harus memilih pasangan yang kedua-duanya perempuan. Itupun harus datang dari arah depan penari dan minta diizinkan. Jika tidak izinkan, ia pun tidak boleh memaksa. (Wawancara dengan Samsir Majid). B. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 1. Tingkat Provinsi a. Peran Gubernur Menurut Kepala Badan Kesbangpol Pemprov Sulawesi Tenggara Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri
131
Haidlor Ali Ahmad
Dalam Negeri (PBM) Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 cukup memadahi sebagai sebuat peraturan berkaitan dengan pemeliharaan kerukunan umat beragama. Hal ini tampat misalnya, peraturan tentang pendirian rumah ibadat cukup jelas. Tidak ada umat yang tidak memiliki rumah ibadat, dengan adanya persyaratan yang berjenjang. Jika persayaratan 90 pengguna tidak mencukupi di tingkat desa/kelurahan, bias ditingkatkan pada tingkat kecamatan, dan setrusnya di tingkat kabupaten/kota. Kalau aparat atau masyarakat26 ada yang tidak mengerti tentang aturan pendirian rumah ibadat lebih karena belum maksimalnya sosiali sasi PBM. Menurut Tanan, berkenaan dengan peraturan pendirian rumah ibadat , masyarakat hanya dengar dari orang lain bukan karena membaca, oleh karena itu mereka sering salah faham. Hal ini dapat dimaklumi karena keterbatan kemapuan sosialisasi yang dialkukan FKUB. Sosialisasi yang dilakukan FKUB masih terbatas, belum menyentuh akar rumput (Wawancara dengan Mesak Tanan P.). Tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana dimaskud dalam PBM Nomor 9 dan 8, Pasal 3 meliputi: a. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfalitasi terwujudnya kerukunan umat beragama dei provinsi. b. Mengoordinasikan kegiatan instansi vertical di provinsi dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama ;
26 Menurut Tanan, berkenaan dengan peraturan pendirian rumah ibadat , masyarakat hanya dengar dari orang lain bukan karena membaca, oleh karena itu mereka sering salah faham. Hal ini dapat dimaklumi karena keterbatan sosialisasi.
132
Bab V. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama di Provinsi Sulawesi ...
c. Menumbuhkembangkan keharmonisan saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama; dan d. Membina dan mengoordinasikan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama. Terkait dengan tugas dan kewajiban tersebut atau terkait dengan pemeliharaan kerukunan umat beragama terdapat kebijakan umum gubernur yaitu membentuk FKUB Provinsi, memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh FKUB, dan majelis-majilis agama dapat ikut serta berperan aktiv dalam pemeliharaan keukunan (Wawancara dengan Mesak Tanan P.). Terkait dengan kerukunan umat beragama Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara telah mengelurkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor: 40 Tahun 2011 tentang Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi. Dengan Pergub ini dibentuk: 1) FKUB; 2) Dewan Penasehat FKUB; 3) Sekretariat FKUB; 4) Pengangkatan Pengurus FKUB, Dewan Penasehat FKUB dan Sekretariast FKUB. (Pergub No. 40 Tahun 2011, Bab II, Pasal 2). Selain Pergub tersebut, Gebernur Sultra juga menerbitkan Keputusan Gubernur Nomor 148 Tahun 2011 tentan Pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama di Provinsi Sulawesi Tenggara, Tanggal 22 Maret 2011. Peran Pemda Tingkat I antara lain terlihat dalam agenda Rakor, yakni pemberian dana melalui ABPD Provinsi yang pendanaannya lewat Badan Kesbangpol (Wawancara dengan
133
Haidlor Ali Ahmad
Syaifuddin Mustamiin). Hal ini, sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Nomor 148 Tahun 2011, yang merupakan ketetapan ke lima, sebagai berikut ‚Segala biaya yang dikeluarkan sebagai akibat ditetapkan keputusan ini dibebankan pada APBD Provinsi Sulawesi Tenggara melalui DIPA SKPD Badan Kesbang Politik dan Linmas Provinsi Sulawesi Tenggara‛ (Keputusan Gubernur Nomor 148 Tahun 2011). b. Peran Kantor Wilayah Kemenag FKUB Prov Sultra telah difasilitasi kantor sekretariat dan dibantu dua staf Hukmas dan KUB untuk melayani operasional komputer dan administrasi.(Wawancara dengan Syaifuddin Mustamiin). Kepala Kanwil Kemenag menambahkan, FKUB di Provinsi Sultra tidak berdiri sendiri, karena Kanwil Kemenag selain memberikan dana/anggaran juga menyediakan gedung secretariat. (Wawancara dengan KH Mudhar Bintang). Kantor Wilayah Kemenag Prov Sultra melalui Kasubag Hukmas dan KUB telah menyiapkan 1) anggaran DIPA Kanwil Kemenag Prov ke rekening FKUB Prov; 2) Melakukan kordinasi, ada pertemuan dengan dengan anggota FKUB; 3) Sebelum ada pemeriksaan dari Itjen, pihak Kanwil Kemenag melakukan pemeriksaan terlebih dahulu kepada FKUB.(Wawancara dengan Syaifuddin Mustamiin). Kanwil Kemenag memberikan dana untuk FKUB sebesar Rp 30 juta setiap tahun. Tanun ini (2012) dananya belum cair. (Wawancara dengan Abdul Hamid).
134
Bab V. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama di Provinsi Sulawesi ...
c. Kendala dan Solusi Kendala pemberian anggaran adalah dari fihak DPRD, karena DPRD tidak mengetahui keberadaan FKUB dan dari mana sumber dana/anggaran operasionalnya. Solusi yang dilakukan fihak Kanwil Kemenag melalui Subag Hukmas dan KUB adalah mengawal usulan anggaran hingga ke DPRD. Kalau tidak dikawal hingga di DPRD pasti dicoret anggaran untuk FKUB. Dana/anggaran untuk FKUB harus dibahas secara matang di tingkat ekskutif dan harus dikawal hingga pembahasan di DPR, kalau tidak pasti gagal dan alkhirnya FKUB tidak memiliki dana/anggaran operasional. (Wawancara dengan Syaifuddin Mustaming). d. Peran FKUB Provinsi Sulawesi Tenggara Menurut keterangan Ketua FKUB Provinsi, H. Abdul Hamid , Gubernur Sulawesi Tenggara cukup memberikan perhatian kepada eksistensi FKUB. Hal itu dapat dilihat antara lain Pemda Tk I, terutama Kesbang cukup intent melakukan kordinasi, misalnya dalam pembentukan 12 FKUB kabupaten/kota. Demikian pula pada waktu peresmian gedung FKUB, Wagub yang meresmikan. Setiap ada kegiatan FKUB yang diadakan di Pusat, baik yang diselenggarakan Kemendari cq. Kesbang Pusat, Kementerian Agama cq. Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) maupun Puslitbang Kehidupan Keaagamaan, Kesbang Provinsi Sulawesi Tenggara selalu menyetujui dan memberangkatkan utusan FKUB Sultra. Dalam pemberangkatan utusan FKUB ke Pusat, Wagub dan Kesbang selalu memfasilitasi memberikan dana. Demikian pula untuk dana operasional FKUB Provinsi, Kesbang juga memberikan dana yang bersumber dari anggaran Dipa Kesbang, (Wawancara dengan Abdul Hamid).
135
Haidlor Ali Ahmad
FKUB cukup aktif meskipun anggarannya ‚sedikit‛. Bagi FKUB yang penting ada tempat untuk melakukan kegiatan, konsumsi dan dana transportasi. Dialog-dialog antarumat dilakukan secara bergilir, mislanya di Islamic Center, gereja, pure dan wihara. Untuk kunjungan ke pusat dan daerah terutama ke wilayah Provinsi Sultra yang jauh, FKUB dibantu biaya perjalanan secara resmi (wawancara dengan Kepala Kesbang Provinsi Sultra) e. Kendala yang dihadapi FKUB Provinsi dan Solusinya Keterbatasan dana, akibatnya kinerja FKUB belum optimal. Gedung FKUB Provinsi belum selesai 100%, palfon baru dicat satu kali, belum diberi lis dan terdapat bagian atap yang bocor, sehingga dana tahun 2012, sebesar Rp 100 juta sudah tersedot untuk finishing dan perbaikan gedung sebesar Rp 7 juta. Itupun untuk penegcatan plafon baru dicat sekali, sehingga masih perlu pengecatan ulang. Dengan dana sebesar itu pada triwulan pertama sudah tersedot separo (Rp 50 juta). (Wawancara dengan Abdul Hamid). Idealnya dana operasional FKUB Provinsi Kendari sebesar Rp 500 juta. Dengan dana sebesar itu kenerja FKUB baru bias optimal, sehingga FKUB bias melakukan sosialisasi PBM dan peraturan-peraturan lain yang terkait, melakukan dialog dengan tokoh-tokoh agama/masyarakat, penyerapan aspirasi masyarakat berkaitan dengan masalah kerukunan umat beragama dan untuk biaya operasional secretariat. (Wawancara dengan FKUB). Berkenaan dengan jumlah dana yang edial sedah pernah diajukan, akan tetapi Pemda dalam memberikan dana tidak pernah memperhatikan proposal yang diajukan oleh FKUB.
136
Bab V. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama di Provinsi Sulawesi ...
Apalagi jika mengacu pada peraturan pendanaan organisasi, Pemda hanya diperbolehkan member sumbangan satu kali. Kecuali kalau dana untuk FKUB itu tercantum dalam Dipa. Berkaitan dengan dana operasional ini, dapat dikatakan Pemda kurang memberikan respon positif. Wagub selalu mengatakan ‚tidak ada dana‛. (Wawancara dengan Abdul Hamid). Ketua FKUB menambahkan, karena Sulawesi Tenggara merupakan daerah aman sehingga dana untuk pemeliharaan kerukunan termasuk dana FKUB dianggap tidak mendesak. Padahal sebenarnya tingkat keamanan wilayah Sulawesi Tenggara harus selalu dijaga. Karena kalau sudah terlanjur terjadi konflik biayanya menjadi sangat mahal. Sebenarnya hal secamat itu sering disampaikan dalam acara seremonial, tetapi implementasinya jauh berbeda, selalu alasannya tidak ada dana. (Wawancara dengan Abdul Hamid). Karena anggota FKUB adalah tokoh-tokoh agama yang kebanyakan sudah melewati usia pension, tidak bias mengoperasinalkan computer, selain tiu juga awam dalam masalah administrasi utamanya administrasi keuangan, oleh karena itu fihak FKUB mengajukan permohonan agar dibantu staf untuk secretariat dan operasinal computer. Hal ini sesuai dengan Pergub, bahwa sekretariat dibentuk dari staf Kesbang dan Kanwil Kemenag. Tetapi bantuan tenaga tersebut baru diwacanakan ada bantuan staf dari Subbag Hukmas dan KUB, namun realisasinya belum ada. (Wawancara dengan Abdul Hamid). Solusi mengajukan proposal, hasilnya baru tahun ini, 2012 mendapat dana operasional sebesar Rp 100 juta. Karena dananya minim, maka kegiatan FKUB, sosialisasi PBM,
137
Haidlor Ali Ahmad
dilakukan dengan berbagai cara. Apabila sedang diundang sebagai nara sumber, missal dalam kegiatan MU, Ketua FKUB selalu menyiapkan photo copy PBM, kemudian dibagibagikan kepada peserta. Dalam rapat-rapat di berbagai lembaga seperti LPTQ, Musda, Rakorda selalu dimanfaatkan untuk membagi-bagi bahan photo copy PBM dan instrument penyerapan aspirasi masyarakat. Sosialisasi PBM juga bisa dilakukan pada waktu ada kunjungan kepada tokoh-tokoh agama/masyarakat. Dalam kegiatan apapun sebisa mungkin dijadikan media sosialisasi PBM, dialog dan penyerapan aspirasi masyarakat. (Wawancara dengan Abdul Hamid). 2. Tingkat Kota a. Peran Pemkot Menurut keterangan Kepala Kesbang dan Kabag Kesra Pemkot Kendari, peran Pemkot Kendari dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama cukup baik (Wancara dengan Samsir Majid dan H. Bahruddin). Kebijakan umum Pemkot Kendari dalam memlihata kerukunan, antara lain: membentuk FKUB Kota, meningkatkan akhlaq aparat Pemkot, setiap harihari besar keagamaan selalu diperingati. (Mawancara dengan Samsir majid). Demikian pula menurut Keterangan Ketua FKUB peran Pemkot Kendari cukup positif dalam pemeliharaan kerukunan di Kota Kedari. Hal ini terlihat misalnya: ketika terjadi konflik mahasiswa di kampus yang menimbulkan korban jiwa yang sudah mengarah ke konflik etnis. Karena sudah muncul bendera atau simbol-simbol etnis. (Wawancara dengan Ketua FKUB Kota). Sumber yang lain mengatakan sudah masuk para preman ke kampus. Untuk menyelesaikan masalah tersebut
138
Bab V. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama di Provinsi Sulawesi ...
Pemerintah Kota melakukan kordinasi termasuk di dalamnya FKUB, sehingga konflik antarmahasiswa yang sudah mengarah kepada SARA tersebut dapat diselesaikan. Kerjasama antara Pemkot dan FKUB juga terlihat ketika disenggarakan sosialisasi PBM dan dialog yang disenggarakan FKUB Kota di Kecamatan Puuwatu, Walikota Kendari yang dalam hal ini diwakili oleh Sekda memberikan sambutan dalam acara tersebut. (Wawancara dengan Ketua FKUB). Kebijakan Umum Pemkot Kendari: 1) memberikan ruang yang sama bagi umat beragama; 2) Silaturrahim dengan tokoh-tokoh semua agama; (Wawancara dengan Asrun, Walikota Kendari). Implementasi dari kebijakan tersebut, antara lain: Ketua-ketua majelis taklim diumrahkan; tokohtokoh Kristiani dibiayai untuk wisata relegi ke Mesir, Yerusalem, Betlehem (Palestina), dan Yordania. Tugas Pemkot dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama sntara lain berupa sosialisasi PBM. Pada saat penelitian ini dilaksanakan sedang diselenggarakan Training of Trainer (TOT) Sosialisasi PBM di Kecamatan Puuwatu. Memberikan bantuan keagamaan, antara lain yang dilakukan pada tahun 2010 bantuan kitab suci, berupa Al-Quran dan Injil; pada tahun 2011 bantuan buku saku Surat Yasin dan peralatan kasidah; Kidung Baru (kumpulan nyanyian gereja;; Untuk tahun 2013 sekarang sudah deprogram untuk memberikan sumbangan kitab Weda. Memfasilitasi pengembangan kegiatan keagamaan, seperti perayaan harihari besar keagamaan, Tahun 2012 pelaksanaan Pesparawi Nasional (wawancara dengan Drs. H. Bahruddin, MSi, Kabag Kesra Pemkot Kendari).
139
Haidlor Ali Ahmad
1. Peran Kantor Kemenag Kota Pelaksanaan tugas dan kewajiban –dalam hal iniwalikota dalam pemeliharaan kerukunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibantu oleh kepala kantor kemenag kota. Kerjasama yang dilakukan Walikota Kendari dan Kepala Kantor Kemenag Kota berupaya memberdayakan FKUB, dan antara Walikota dan Kepala Kantor Kemenag selalu melakukan hubungan kerjasama. Kepala Kantor Kemenag Kota selalu melaporkan tentang dinamika FKUB dan ketika ada pertanyaan-pertanyaan dari masyarakat, guna meminta arahan untuk melakukan kibijakan-kebijakan agar selalu selaras dengan kebijakan pemerintah kota. Selain itu juga agar masyarakat dapat memahami tentang kerukunan umat beragama dan tentang FKUB. (Wawancara dengan HM Nasir Imran). Menurut Ketua FKUB Kota Kendari peran Kantor Kemenag Kota Kendari cukup positif dalam memelihara kerukunan di wilayahnya, Dengan peran positif tersebut FKUB Kota dapat melakukan konsolidasi kedalam secara rutin satu bulan sekali. Dengan cara konsolidasi kedalam ini masing-masing perwakilan majelis-majelis agama dapat menyampaikan informasi tentang masalah-masalah yang muncul terutama yang berkaitan dengan masalah SARA. Dengan cara ini diharapkan jangan sampai muncul embrio SARA yang dapat menimbulkan konflik, Denagn demikian kerukunan umat beragama di Kota Kendari dapat terpelihara dengan baik. (Wawancara dengan Ketua FKUB Kota). Menurut keterangan ketua FKUB Kota lebih lanjut, biasanya yang terjadi jika ada masalah yang mengarah ke SARA kemudian menjadi ganjalan dan ingin melakukan
140
Bab V. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama di Provinsi Sulawesi ...
pembalasan, kemudian menggunakan orang lain sebagai provokator untuk memancing atau memicu terjadinya konflik. Demikian pula, ketika ada musyawarah antarumat beragama, Kepala Kantor Kemenag Kota selalu berkoordinasi dengan Walikota, meminta kepada Walikota agar Walikota dapat memfasilitasi tempat dan menyediakan dana untuk kegiatan tersebut. Juga berkaitan dengan apa yang dimasyarakat serta apa yang perlu disampaiakan kepada masyarakat atau umat. (Wawancara dengan HM Nasir Imaran). Dalam memfasilitasi hubungan kerja dengan FKUB, Kepala Kantor Kemenag Kota bersama Ketua FKUB berkoordinasi membuat jadwal pertemuan menghadap bersama-sama kepada Walikota. Membicarakan masalah dana/anggaran, program-program kegiatan FKUB hingga rencana pembangunan gedung secretariat FKUB.(Wawancara dengan HM Nasir Imaran). Kepala Kantor Kemenag baru sekali memberikan rekomendasi tertulis terkait dengan permohonan pendirian rumah ibadat, pada tahun 2011, yaitu renovasi pembangunan gereja di kelurahan Sodako Kecamatan Kendari Barat. Prosesnya setelah semua persyaratan terpenuhi, berkenaan dengan jumlah pengguna (90 orang) dan persetujuan warga sekitar (60 orang) dan sudah mendapat rekomendasi dari FKUB. Berdasarkan hasil rapat FKUB dan mengacu pada peraturan yang ada. (Wawancara dengan HM Nasir Imaran) Pada tahun 2008 Kantor Kemenag Kota tersedia dana dalam Dipa untuk pembangunan gedung secretariat FKUB. Namun karena tidak tersedianya lahan baik dari Kemenag maupun dari pemkot sehingga dibangun gedung di tanah Kanwil Kemenag dengan anggaran Rp 300 juta. Karena
141
Haidlor Ali Ahmad
keberadaan gedung yang satu komplek dengan Kanwil Kemenag, maka selanjutnya gedung tersebut ditempati oleh FKUB Provinsi. Sedangkan FKUB Kota sementara ini berkantor di ruang Penamas dan Pontren di Kantor Kemenag Kota. Pada tahun 2013 dianggarkan pembangunan secretariat FKUB Kota. (Wawancara dengan HM Nasir Imran). Pada tahun 2011 telah melakukan sosialisasi PBM di lima kecamatan, meliputi Kecamatan Abeli, Baruga, WuaWua, Kadia dan Poasia. FKUB Kota melakukan pertemuan secara berkala tiga bulan sekali (Wawancara dengan Abdul Hamid). Hasilnya selalu dilaporkan kepada Wali Kota (Wawancara dengan HM Nasir Imran). Kendala Kemenag Kota Kendala yang dialami Kemenag Kota dalam pemeliharaan kerukunan adalah adalah karena kesibukan dalam tugas kedinasan, sehingga pertemuan dengan FKUB jarang dilakukan, dalam satu tahun hanya dapat dilakukan tiga kali pertemuan (Wawancara dengan HM Nasir Imran, Kepala Kantor Kemenag Kota Kendari). 2. Masukan Untuk PBM dan FKUB Menurut Kepala Kantor Kemenag Kota Kendari PBM Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 sebagai sebuah pedoman sudah maksimal (wawancara dengan Kepala Kantor Kemenag Kota dan Ketua FKUB Kota). Namun Kabag Kessra Pemkot Kendari tidak bias memberikan komentar, karena baru saja melihat buku PBM setelah peneliti memberikannya (Wawancara dengan Kabag Kesra). Ketika disenggarakan Sosialisasi PBM dan dialog oleh FKUB Kota di Kecamatan Puuwatu tanggal 5 Juni 2012 ada
142
Bab V. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama di Provinsi Sulawesi ...
masukkan dari peserta, yaitu meminta agar PBM disempurnakan dengan penambahan dasar hokum bagi berdirinya FKUB kecamatan sebagaimana keberadaan FKUB provinsi dan kabupaten/kota. Mereka memandang penting keberadaan FKUB kecamatan, sebagai perpanjangan tangan camat dan dalam PBM tugas-tugas camat juga disebutkan, tetapi FKUB kecamatan tidak ada. (Wawancara dengan Ketua FKUB Kota). Sosialisasi dan dialog di Kecamatan Puuwatu juga memberikan masukan kepada FKUB kota, yaitu: selain memberikan rekomendasi pendirian rumah ibadat, hendaknya FKUB juga menertibkan pendirian rumah ibadat atau melengkapi persyaratan perizinan hingga mendapatkan IMB. Untuk itu FKUB Kota Kendari akan melakukan inventarisasi rumah ibadat. Karena disamping banyak rumah ibadat yang belum dilengkapi IMB-nya, belakangan muncul kasus gugatan tanah wakaf rumah ibadat dari ahli waris. Karena banyak tanah wakaf untuk rumah ibadat yang belum memiliki sertifikat (Wawancara dengan Ketua FKUB Kota). 3. Kendala dan Solusi Kendala yang dihadapi FKUB Kota sama dengan kendala yang dihadapi FKUB Provinsi yakni keterbatasan dana. Karena dana yang ada jauh tidak mencukupi. Agar anggota bisa datang setiap ada pertemuan, karena FKUB perlu informasi dari para anggota. Untuk itu mereka perlu diberi dana transportasi. Demikian untuk kegiatan sosialisasi dan dialog seperti yang baru saja diselenggarakan di Puuwatu, FKUB harus memberikan uang trnasportasi. Karena bagaimanapun juga dengan hadirnya para peserta, mereka telah meninggalkan pekerjaan mereka. Sehingga perlu diberi
143
Haidlor Ali Ahmad
kompensasi berupa dana transportasi.(Wawancara dengan Ketua FKUB Kota). Hambatan dana, bukan saja masalah tidak adanya dana dari Pemkot cq. Kesbang dan Linmas. Tetapi setelah dana FKUB masuk dalam dipa Kesbang, fihak Kesbang memuat kegiatan sendiri. Ada keengganan memberikan dana tersebut kepada FKUB (Wawancara Ketua FKUB Kota). Solusi perlu ada penambahan dana operasional FKUB baik dari Pemkot maupun dari Kantor Kemenag Kota. Dana ideal menurut Ketua FKUB Kota sekitar 50 juta. Untuk kenyamanan kerja perlu gedung secretariat, kelengkapan sarana selain meubelair, perlu computer, untuk aktivitas secretariat di kantor; laptop, in focus dan wereless untuk kegiatan sosialisasi dan dialog, serta handy cam untuk dokumentasi kegiatan. Selain itu perlu juga ada bantuan staf opearsinal computer dan administrasi. (Wawancara dengan Ketua FKUB Kota). C. Penutup 1. Kesimpulan a. Pertama, Peran pemerintah provinsi dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama antara lain: mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor: 40 Tahun 2011 tentang Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi; Menerbitkan Keputusan Gubernur Nomor 148 Tahun 2011 tentan Pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama di Provinsi Sulawesi Tenggara, Tanggal 22 Maret 2011. Kedua, Pemda TK 1 kurang memberikan respon positif terhadap dana operasinal FKUB.
144
Bab V. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama di Provinsi Sulawesi ...
b. Peran pemerintah kota dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama antara lain: melakukan kordinasi dengan instansi dan lembaga terkait memberikan ruang yang sama bagi umat beragama; dan silaturrahim dengan tokoh-tokoh semua agama; c. Peran Kantor Kementerian Agama provinsi antara lain: memfasilitasi kantor sekretarian untuk FKUB Prov dan menyediakan dua staf untuk melayani operasional komputer dan administrasi; Memberikan dana melalui anggaran DIPA Kanwil Kemenag Prov ke rekening FKUB Prov; Melakukan kordinasi dan mengadakan pertemuan dengan anggota FKUB. d. Kedala yang dihadapi antara lain dalam pemberian anggaran, fihak DPRD tidak mengetahui keberadaan FKUB dan dari mana sumber dana/anggaran operasionalnya. Solusi yang dilakukan fihak Kanwil Kemenag melalui Subag Hukmas dan KUB adalah mengawal usulan anggaran hingga ke DPRD e. Peran Kantor Kemenag kota dalam pemeliharaan kerukunan umat antara lain memfasilitasi hubungan kerja dengan FKUB, membicarakan masalah dana/ anggaran, program-program kegiatan FKUB hingga rencana pembangunan gedung sekretariat FKUB; b) Kendala yang dialami Kemenag Kota dalam pemeliharaan kerukunan adalah adalah karena kesibukan dalam tugas kedinasan, f. Keberhasilan yang telah dicapai dalam upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama di Sultra dan Kota Kendari terwujudnya kerukunan hidup umat
145
Haidlor Ali Ahmad
beragama, selain karena sosialisasi peraturan-peraturan tentang kerukunan (PBM), juga karena Sultra merupakan daerah yang relatif aman terutama dengan masih fungsionalnya kearifan local ‚kalo sara‛ khusunya bagi etnis Tolaki. 2. Rekomendasi a. Masing-masing instansi hendaknya dapat meningkatkan peran dalam pemeliharaan kerukunan dengan mengacu kepada peraturan perundangundangan yang ada khususnya PBM. b.
Masing-masing intansi hendaknya dapat mengatasi hambatan-hambatan bari peran pemeliharaan kerukunan terutama hambatan yang bersifat internal. Sedangkan hambatan yang bersifat eksternal hendaknya dapat diselesaiakn dengan mengacu kepada PBM.
c.
Semua intansi terkait hendaknya dapat menjaga kerukunan yang sudah terwujud di Sultra, dengan terus meningkatkan sosialisasi PBM dan revitalisasi kearifam local yang berkaitan dengan kerukunan,
146
Bab V. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama di Provinsi Sulawesi ...
Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tenggara dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik Kota Kendari, Kota Kendari dalam Angka 2011. Badan Riset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, Sejarah dan Kebudayaan Daerah Sulawesi Tenggara. Kendari: Kerjasama Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan Universitas Haluoleo, 2007. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Sulawesi Tenggara, Laporan Pelaksanaan Kegiatan Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Sulawesi Tenggara. Tahun 2011. Idaman dan Ruslan (ed.), Kota Lama Kota baru Kendari. Yogyakarta: Teras, 2011. Malamba, Basrin, S.Pd., MA., dan Tasman Taewa, Drs. H, MSi., Arsitektur Tradisional Suku Tolaki di Sulawesi Tenggara. Denpasar: 2011. Sagimun MD dan Rivai Abu (ed.), Sistem Kesatuan Hidup Setempat Daerah Sulawesi Tenggara. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1980-1981. Tarimana, Abdurrauf, Kebudayaan Tolaki. Pustaka, 1993.
Jakarta: Balai
Zuhdi, Susanto, Sejarah Buton yang Terabaikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.
147
Haidlor Ali Ahmad
148
Bab VI. Peran Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur...
BAB VI PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Oleh: Ahsanul Khalikin A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Geografi dan Demografi Provinsi kepulauan Nusa Tenggara Timur (NTT) terletak pada 8° LS-12° LS dan 112 BT -125° BT, dengan luas wilayah daratan ± 47.349,9 km² terdiri dari 566 pulau. Diantaranya 42 pulau yang berpenghuni; dengan terdapat 3 pulau besar yaitu; pulau Timor, pulau Flores dan Sumba, sisanya 524 pulau tidak/belum berpenghuni. Luas wilayah perairannya ± 200.000 km² di luar perairan zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEI). Secara geografis, wilayah NTT batas-batasnya adalah: sebelah Utara berbatasan dengan laut Flores, sebelah Selatan berbatasan dengan lautan Indonesia, sebelah Timur berbatasan dengan Timor-Timur dan Maluku, sebelah Barat berbatasan dengan Nusa Tenggara Barat (NTB). Kondisi demografis provinsi kepulauan NTT merupakan provinsi kategori miskin di Indonesia, dengan jumlah penduduk mencapai 4.776.485 jiwa. Berdasarkan data Komisi Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2010, dari 1.020.60 Rumah Tangga di Nusa Tenggara Timur terdapat Rumah Tangga Rentan sebanyak 187.899 (20,76%); Rumah Tangga Miskin sebanyak 297.983 (32,92%) dan Rumah Tangga Sangat Miskin 137.224 (15,16%).
149
Ahsanul Khalikin
Kemiskinan ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: sumber daya alam yang terbatas dan kondisi geografis yang rawan bencana, kualitas sumber daya manusia yang relatif terbatas serta kebijakan Pemerintah yang kurang pro rakyat miskin dan menyebabkan NTT semakin sulit untuk keluar dari kemiskinan dan konflik yang membelenggu. Sebagai dampak lain dari kondisi kehidupan ekonomi tersebut di atas, terlihat pada kondisi tingkat pendidikan masyarakat NTT, yaitu; pada tahun 1997, penduduk NTT yang berusia 10 tahun ke atas sebanyak 2.722.714 orang dengan prosentase tingkat pendidikan sebagai berikut: tidak/belum pernah sekolah 14,87%, tidak/belum tamat SD 36,24%, tamat SD 31,25%, tamat SMTP 8,63%, tamat SMTA 7,54%, tamat akademik/diploma 0,90%, dan tamat universitas 0,57%. Angkatan kerja yang ada sebanyak 1.802.712 orang dari prosentase tingkat pendidikan, tergambar: tidak/belum pernah sekolah 15,40%, tidak/belum tamat SD 31,60%, tamat SD 34,20%, tamat SMTP 7,70%, tamat SMTA 9,00%, tamat akademi/diploma 1,20%, dan tamat universitas 0,90%. Angka ini menunjukkan bahwa dari segi prosentase angkatan kerjanya yang berpendidikan SD ke bawah 81,20% dan berpendidikan SMTP ke atas 18,80%. 2. Ekologi Sosial dan Budaya NTT terkenal memiliki budaya local yang sangat banyak, beragam dan sangat menarik. Hal ini terekspresi lewat tari dan lagu serta motif tenunan rakyat. Jumlah semua bentuk ekspresi budaya tersebut sepadan dengan jumlah etnis yang ada di wilayah NTT. Selain budaya local, masyarakat
150
Bab VI. Peran Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur...
NTT masih merasakan tradisi agama asli yang erat kaitannya dengan budaya setempat. Tradisi agama asli berakar pada kepercayaan akan adanya kesatuan dunia dengan alam gaib. Segala bentuk ketidakberesan dalam kesatuan ini dilihat sebagai sumber malapetaka yang menimpa manusia. Upacara-upacara yang diperankan adalah bagian dari ritus perdamaian, untuk menitralisir kembali keseimbangan hidup manusia. Kepercayaan akan adanya roh-roh yang ada di gunung-gunung, sungai, sawah, pepohonan, dan lain-lain. Roh-roh ini dipercayai memiliki kekuatan yang berbahaya atau menguntungkan, tergantung pada sikap seseorang terhadapnya. Bentuk kepercayaan di atas terkristal menjadi bentuk kepribadian khas masyarakat NTT yang kontribusinya masih terasa hingga sekarang. Sebab bentuk kepribadian khas ini terus diwariskan dan menjadi fundamen tempat berpijak segala bentuk tindakan, relasi social, usaha pembangunan, dan sebagainya kepada anak cucu. Wilayah administrative provinsi NTT memiliki struktur sebagai berikut: 1) wilayah pembantu gubernur sebanyak 2 buah, wilayah kabupaten sebanyak 13 buah, wilayah kota sebanyak 1 buah, wilayah kecamatan sebanyak 124 buah, kecamatan pembantu sebanyak 36 buah, wilayah kelurahan sebanyak 211 buah, dan wilayah desa sebanyak 1.681 buah. 3. Dinamika Kehidupan Keagamaan Corak kehidupan beragama di NTT berkaitan erat dengan etnografis masyarakat NTT sendiri. Hal ini
151
Ahsanul Khalikin
disebabkan karena praksis keagamaan umatnya tidak dapat dipisahkan dari kepribadian khas masyarakatnya yang terbangun di atas tugu kebudayaan local yang kokoh, yaitu pola kekerabatan. Kekerabatan yang dimaksudkan di sini adalah ikatan keanggotaan seseorang individu ke dalam suatu keluarga (dalam arti sempit dan luas) yang terbina secara vertical dan horizontal, baik lewat perkawinan maupun lewat keturunan darah. Dalam kehidupan bermasyarakat, tampaknya pola kekerabatan begitu kuat mewarnainya. Kekerabatan telah menjadi semacam kekuatan budaya (cukture force) yang berhasil menjalin relasi antar individu demikian intens melalui batas-batas dan tembok-tembok pemisah yang dipisahkan agama-agama tauhid. Hal ini dapat dimaklumi karena jauh sebelum agamaagama tauhid (Kristen, Katolik, Islam, Hindu, dan Buddha) masuk NTT, masyarakat asli telah menyatu berkat ikatan keturunan yang sama, perkawinan antar individu dengan melibatkan keluarga dan suku yang selanjutnya membentuk sebuah keluarga besar (extended family) yang melampau batas-batas keagamaan. Oleh karena itu budaya ikatan primordial ini perlu diangkat kepermukaan dan disadari nilai positifnya sehingga tidak terbasmi begitu saja oleh pengaruhpengaruh luar yang destruktif. Data pemeluk agama tahun 2011 di Nusa Tenggara Timur menunjukkan bahwa dari jumlah penduduk seluruhnya 4.803.979, yang menganut: Katolik 2.682.314 (56%), Kristen 1.636.119 (34%), Islam 416.228 (8.66%), Hindu 10.314 (0.21%), dan Buddha 890 (0.02%). (Kanwil Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur).
152
Bab VI. Peran Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur...
Dalam kaitan dengan kehidupan antar umat beragama, orang muda Islam dan Hindu misalnya masih merasa enggan dan ragu untuk bisa keluar dari komunitasnya, karena belum merasa cukup nyaman jika harus bergabung dengan pemuda dari komunitas agama Kristen misalnya. Situasi-situasi seperti ini, pada saatnya nanti akan sangat mudah disusupi kepentingan tak bertanggungjawab yang hendak menghancurkan kehidupan toleran yang ada. Sehingga sangat penting kiranya dikembangkan mekanisme-mekanisme untuk terus menyebarkan informasi tentang pentingnya hidup damai dengan semua orang. Serta mempersiapkan generasi muda untuk selalu bisa menyelesaikan atau setidaknya menjadi inisiator menyelesaikan masalah tanpa kekerasan di Kota Kupang. B. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 1. Peran Pemerintah Daerah dalam Pemeliharaan KUB a. Pemeliharaan kerukunan umat beragama Kerukunan umat beragama di Nusa Tengara Timur dan khususnya peranan Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tengara Timur, selama ini lembaga pemerintah daerah dan lembaga gereja mempunayai komitmen yang sama untuk menjaga dan membangun kerukunan hidup umat beragama. Hal itu dilakukan di tingkat kelembagaan pemerintah atau juga ditingkat keagamaan dalam bentuk adanya pesan-pesan moral, pesan-pesan kegembalaan keagamaan yang sama-sama mempunyai tujuan utama terciptanya kerukunan antar umat beragama. Salah satu komitmen agama-agama di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan pemerintah daerah yaitu adanya
153
Ahsanul Khalikin
keperdulian, kewajiban-kewajiban dan menjaga kebersamaan umat beragama maupun kerukunan umat beragama melalui Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)di provinsi dan hampir semua kabupaten/kota sudah memiliki FKUB. Romo Gerardus Duka, pr (Gereja Katederal Kupang) sebagai anggota FKUB Provinsi, sering juga melakukan rapat koordinasi sampai ke tingkat bawah di kabupaten-kabupaten bekerjasama selain dengan Kementerian Agama juga Badan Kesbangpollinmas Kabupaten/Kota, dan itu dilakukan secara bergantian. Pada tingkat provinsi FKUB selalu melakukan pertemuan-pertemuan sekali waktu tentang kerukunan umat beragama dan juga tentang kebijakan-kebijakan pemerintah yang bermuara pada terbangunnya atau terciptanya kerukunan umat beragama yaitu pada tingkat regulasi atau tingkat kebijakan. Sebagai lembaga agama (Katolik) juga bekerja sama dengan Kementerian Agama dan Badan Kesbangpollinmas tingkat provinsi dan kabupaten/kota menjaga kerukunan umat beragama yang sudah ada, selain itu juga dengan forum-forum yang ada di wilayah Nusa Tengara Timur yang dibentuk Badan Kesbangpollinmas dalam hal ini pemerintah, salah satunya ada forum intelejen daerah, dilibatkan dalam memecahkan situasi dalam bekerjasama, bisa juga dengan forum pemuda lintas agama, forum wanita lintas agama dan bahkan ada forum pemuda Katolik sendiri, mereka semua itu mempunyai keperdulian yang sangat kuat terhadap kerukunan umat beragama. Sebenarnya di wilayah Nusa Tenggara Timur kehidupan kerukunan umat beragama relatif sangat aman. Kebijakan-kebijakan tingkat pemerintah daerah dan tingkat keagamaan, dan para pemeluk agama mempunyai suatu tradisi/kebiasaan saling kunjung-mengunjung diantara
154
Bab VI. Peran Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur...
sesama umat, sehingga antara mereka saling kenal-mengenal dengan baik, bahkan tokoh-tokoh agama mempunyai kerekatan bersaudara dengan latar belakang budaya yang sama atau agama-agama dalam satu rumah sudah menjadi hal yang biasa sehingga tidak menjadi sesuatu hal biasa dalam bingkai Pancasila. Salah satu contoh di Ende membuka tentang Pancasila dan mengundang pemerintah dalam hal ini Bupati untuk bicara membangun kerukunan umat beragama dan karakter bangsa. Kita juga bercerita di tempat-tempat itu bahkan dalam pertemuan itu ada Bapaknya dan anak-anaknya beragama macam-macam, sehingga budaya kerukunan itu sudah tumbuh secara alami. Boleh dikata kerukunan umat beragama di Provinsi Nusa Tenggara Timur bersumber dari kebudayaan, itu yang terjadi. Tapi tetap memiliki antisipasiantisipasi yang boleh dikatakan semua orang tidak tahu, bahwa kadang-kadang muncul hal-hal yang tidak diinginkan, tetapi kerjasama antara pemerintah daerah dan lembaga agama selalu efektif mengatasi konflik-konflik yang bernuansa SARA dan itu sangat diperhatikan, karena sudah mempunyai trauma pada tahun 1998 yang boleh dikatakan keculungan di kota Kupang kerusuhan yang bernuansa keagamaan. Kerusuhan bernuansa keagamaan itu dominan pada akhir politik, maka dengan gampang diantara mereka melihatnya, tokoh-tokoh agama sudah saling mengenal, sehingga dengan gampang langkah penyelesaiannya. Mereka semua merasakan dampaknya, semua persoalan itu menjadikan dasar-dasar perekonomian semua menjadi macet, ketika macet tidak bisa berbuat apa-apa. Peran pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota selalu memiliki dorongan antisipasi yang sangat luar biasa, sehingga dari pihak Gubernur, Bupati dan Walikota selalu
155
Ahsanul Khalikin
mengadakan pertemuan-pertemuan untuk mengantisipasi hal-hal seperti ini, bahkan secara bersama-sama gubernur dan bupati/walikota bila terjadi konflik yang bukan bernuansa SARA yang dikhawatirkan bisa mengarah menjadi konflik SARA, mereka bersama-sama berupaya untuk mengatasinya dan lebih dari itu membentuk tim pencari fakta jika ada halhal yang perlu dilakukan. Semua itu merupakan tugas dan kewajiban Gubernur untuk memelihara kerukunan umat beragama di Provinsi (Pasal 3 ayat 1 & 2). Program-program di FKUB tingkat Provinsi mempunyai program sosialisasi PBM No. 9 & 8 Tahun 2006 dan dievaluasi yang dihubungkan dengan kontek budaya sampai lapisan masyarakat yang paling bawah. Begitu pula FKUB tingkat kabupaten/kota dilakukan sosialisasi PBM No. 9 & 8 Tahun 2006 dan dievaluasi sampai tingkat kelurahan/desa. Pada tingkat-tingkat bawah mereka berupaya supaya persekutuan lintas agama bisa tumbuh melalui kegiatan-kegiatan kebersamaan, misalnya; ada koperasi lintas agama, pemudapemuda lintas agama, penanaman pohon secara pemuda lintas agama, bahkan nanti tanggal 21 Agustus tahun depan (2013) di Bali ada kegiatan pemuda lintas agama untuk Nusa Tenggara Timur dan Bali, itu yang sudah menjadi kesepakatan mereka. Salah satu upaya mendorong untuk menjadi suatu keterbukaan.(wawancara dengan Romo Gerardus Duka, pr = Gereja Katederal Kupang, September 2012). Terkait menjaga kebersamaan di Kota Kupang, pemahaman sosiologis Kota Kupang adalah plural, data Muslim 14%, Katolik 21%, Kristen 63%, Hindu & Buddha 2%, Khunghucu secara data tidak terbaca, tetapi ada juga klenteng di Kota Kupang. Dari segi suku, ada; Sumatera, Kalimantan,
156
Bab VI. Peran Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur...
Maluku, Irian, Lombok, Sumbawa, Bugis, Sunda (miniator Indonesia). Tampak karnaval/pawai 17 Agustusan mereka tunjukkan sebagai komunitas ada di Kupang, dengan khas tarian urnamen khas daerahnya masing-masing. Karena pemerintah daerah Kota Kupang tidak mempermasalahkan keberagaman, sebab keberagaman fakta dan realita. Kebijakan Walikota dengan dasar plural untuk membangun sebuah kebijakan untuk menjaga/mengayomi kehidupan bersama salah satunya melalui FKUB di Kota Kupang sudah ada Surat Keputusan Wali Kota Kupang, jadi kalau disebut perhatian pemerintah kota terhadap FKUB disebutkan kantornya belum ada tapi sekretariatnya sudah ada di Kementerian Agama Kota Kupang. Dalam memfasilitasi hubungan pemerintah daerah dengan FKUB dengan cara pertemuan berkala ada dewan pimpinan, pengurus FKUB, dan pimpinan dinas setempat setiap kali ada persoalan. Modal pemerintah Kota Kupang tinggal menjaga jangan sampai terjadi gesekan karena kontruksi masyarakatnya sudah ada budaya alamiah dalam menciptakan kehidupan kerukunan umat beragama. Kebijakan umum Pemerintah Kota Kupang memelihara kerukunan umat beragama adalah sesuai pengakuan realitas plural sebagai pengakuan atas hak asasi manusia. Upaya mengembangkan keharmonisan ke depan, ketika dikelola kepemerintahan yang efektif, semua dimensi keperintahan dalam praktek negara pemerintah tugas melindungi bangsa/warganya, yang utama adalah menjaga kedamain. Ketika menjaga kedamaian dalam seluruh tugas dan tanggung jawab pemerintah yang harus dilakukan perspektif keamanan harus juga harus dijaga termasuk segala kebijakan harus
157
Ahsanul Khalikin
berusaha sedemikian rupa untuk menjaga di Kota Kupang. Program yang intensif untuk melakukan koordinasi pemeliharaan kerukunan umat beragama yang dilakukan Kesbangpollinmas hal itu ada, tapi yang utama dilakukan pemerintahan adalah pendistribusian program, setiap alokasi program kehidupan atau pemerintahan setiap yang disampaikam yang utama jaga keamanan kewarganegaraan. setiap pemerintah bicara di tengah umat beragama, dengan anak sekolah, dengan pencinta lingkungan, dengan pencinta olahraga, siapapun yang dibicarakan pemerintah, yang utama dibicarakan menjaga kedamaian. Karena kedamaian menjadi variabel utama tumbuh kembangnya suatu masyarakat. Rapat koordinasi membicarakan kerukunan umat beragama dengan wali kota Kupang, Kesbangpollinmas dan Kementerian Agama, dalam berkala 3 bulan sekali, yang dibahas terkait isu-isu khusus, misalnya kejadian di daerahdaerah lain, dicontohkan ketika kejadian kerusuhan Tumanggung dampaknya terasa ke Kupang. Ada istilah FKUB menyikapi kejadian di luar dengan motto ‚kalau anda memakai baju liter L jangan paksakan saya memakai baju yang sama‛, sehingga tidak mudah terprofokasi. Dalam menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) rumah ibadat, ada sedikit kesulitan terkait perencanaan rumah ibadat yang tidak dilakukan sebelumnya, ketika bertumbuhnya komnunitas lalu orang berpikir tentang rumah ibadat, itu yang kemudian menjadi masalah. Untuk memfasilitasi rumah ibadat hendaknya jauh-jauh hari direncanakan tempat ibadat, sehingga membangun rumah ibadat tanpa izin lagi.
158
Bab VI. Peran Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur...
Biasanya wilayah pemukiman tidak di desain terlebih dahulu, perlu ada tidaknya tempat ibadat, setelah padat baru tempat ibadatnya terasa jauh, mulailah kesadaran untuk membangun rumah ibadat. Agar lebih komprehensif pembangunan rumah ibadat semestinya pemukiman bertumbuh lebih dahulu sebelum fasilitas umum atau perencanaan fasilitas umum diabaikan ketika pemukiman itu ada. Dan pemukiman itu inisiatif orang, pemukiman tanpa dikomando orang membangun sendiri-sendiri, ketika sudah jadi padat kesadaran baru tumbuh, butuh gereja, masjid, pura, vihara, dan klenten sehingga menjadi konflik. Alokasi anggaran Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam memelihara kerukunan umat beragama sebesar Rp. 451.942.300,- dengan judul kegiatan Peningkatan Toleransi dan Kerukunan Umat Beragama sebesar RP.139.650.000,- kegiatannya terdiri dari: 1) Rapat Pengurus FKUB tingkat Provinsi NTT, sebanyak 6 kali dan 2) Rapat FKUB dan Konsultasi tingkat Pusat sebanyak 1 kali). Judul kegiatan Penguatan FKUB di 5 Kabupaten (Ende, Sikka, Timor Tengah Utara, Sumba Barat, dan Manggarai) sebesar Rp. 312.292.300,-. Alokasi anggaran Pemerintah Kota Kupang tahun 2012 sebesar Rp.143.566.000,- dengan judul kegiatan Fasilitasi Pencapaian Halaqoh dan Berbagai Forum Keagamaan Lainnya dalam Upaya Peningkatan Wawasan Kebangsaan, (Kesbangpollinmas Kota Kupang). Dalam realisasi alokasi anggaran bisa terjadi mengalami kesulitan, sebab semua orang tambah takut, hidup untuk baik perlu komunikasi, ada tata cara atau hal-hal yang disakralkan menurut ajaran agama-agama tertentu. Secara umum di Nusa Tenggara Timur dan Kota
159
Ahsanul Khalikin
Kupang relatif aman, namun secara internal dalam agama Kristen diakui juga ada terjadi perselisihan, yakni di Gereja Oenona Kota Kupng. Kasus terjadinya penolakan IMB Gereja advent hari ke tujuh di Oesapa penggusuran karena perkara tanah, sesama mereka ribut padahal IMB sudah keluar, karena tidak sesuai prosedur belum memenuhi aturan PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006, maka terpaksa ditolak. komunitas itu semula satu gereja lalu pecah menjadi dua, berkasnya ada di pengadilan. Berdasarkan keputusan pengadilan komunitas Gereja Betlehem dimenangkan dan dapat menguasai Gereja Advent hari ke tujuh. Komunitas Gereja Betlehem melakukan ibadah yang sama dan terjadilah keributan dengan komunitas Gereja Advent hari ke tujuh. Akhirnya Pemerintah Kota Kupang mengundang semua pengurus FKUB Kota Kupang, di hadirkan kedua belah pihak dengan duduk bersama, maka diatur sebelum ada lokasi yang baru, untuk beribadat secara bergantian. Jadi subtansinya terletak pada perencanaan pembangunan rumah ibadat datang kemudian di pemukiman, bukan soal orang menolak. Kasus Pemberian izin sementara pemanfaatan gedung bukan rumah ibadat, ada terjadi diantaranya; kasus tidak pernah izin/memberitahukan, belum mendapat izin, tidak mendapat dukungan masyarakat sekitar, kegiatan ibadat agamanya dilarang. Di Kota Kupang sedikit menjadi kendala adalah Saksi Yehowa, yang dulunya sudah pernah mendapat pelarangan. Di Kementerian Agama Bimas Kristen kelompok Saksi Yehowa pernah terdaptar, tapi sampai saat ini seluruh Indonesia, masih ada pemerintah daerah membuat surat pelarangan. Pada tahun 1960-an sudah dilarang Kejaksaan Agung, kemudian SK Kejaksaan Agung Pelarangan dicabut
160
Bab VI. Peran Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur...
kembali. Waktu acara FKUB di Jakarta, banyak daerah mempersoalkan karena hampir kemiripan dengan Ahmadiyah. Hubungan FKUB dengan Pemda Kota Kupang sangat erat, karena Pemda yang mengeluarkan Surat Keputusan perlu atau tidak dibentuknya FKUB Kota Kupang, sehingga segala persoalan yang menyangkut kerukunan Pemda Kota Kupang bekerjasama dengan FKUB, untuk sementara sekretariat tanahnya sudah ada di wilayah Kemanag Kota Kupang, kantornya sementara di Kesbangpollinmas Kota Kupang. Bila ada pertemuan-pertemuan pengurus FKUB kumpulnya di Kesbangpollinmas Kota Kupang. Kenapa kantor belum terbangun padahal anggaran tahun 2011 dari Kementerian Agama sudah ada, pihak Pemda Kota Kupang sudah sediakan lokasi, tetapi pihak Ketua FKUB merasa lokasi menentukan anggaran yang sangat besar karena tempatnya berbatu, akibatnya sampai sekarang belum bisa dibangun. Cara memfasilitasi pemeliharaan kerukunan dengan instansi pemerintah lainnya, pihak Pemerintah Kota Kupang mengeluarkan Surat Keputusan bahwa Dewan Pembina FKUB adalah Walikota Kupang, sehingga dalam pertemuan dewan pimpinan FKUB selalu dilakukan dalam rapat-rapat koordinasi. Terkait dengan kasus pembangunan ‚masjid di Batu Plat‛ diceritakan dari Badan Intelejen Negara (BIN) menginstruksikan kampanye damai, dengan menghadirkan tokohtokoh agama yang menjadi salah satu pembicaranya dari pengurus FKUB. Dalam hal IMB bangunan masjid di Batu Plat tidak dipermasalahkan, namun sehubungan menjelang Pilkada Walikota Kupang periode 2012-1217 untuk sementara
161
Ahsanul Khalikin
ditunda. Persoalan meminalisir pemberitaan provokatif melalui media massa dari hal-hal yang sangat sensitif seperti kasus ini diumpamakan jarum jam yang berdampak ke daerah seperti di Kota Kupang. Membangun dan meningkatkan kesadaran pentingnya mengutamakan kehidupan berbangsa dan bernegara, sSelalu disosialiasikan kemasyarakat konsep perbedaan (plural) sebagai sesuatu fakta atau yang esensial yang tidak perlu kita bantah dengan membiasakan diri di dalam hidup perbedaan. Kalau pemerintah Kota Kupang dianggap primitif berarti masyarakatnya juga homogin dengan demikian tidak modern. Yang dimaksud primitif dalam tataran realita, kalau diuruturut dari genologis masyarakatnya sumber yang sama (satu keturunan), tetapi begitu luasnya wilayah ini, lalu mengharapkan homogin tidak mungkin lagi, semakin sehari semakin bertumbuh masyarakat hetrogenitas yang menjadi otentik yang menjadi kekayaan. Dari aspek ekonomi, ketika hemogin menjadi tidak bernilai, tetapi menjadi hitrogen maka semakin bernilai, dicontohkan yang sederhana; kain tenun khas batik Yogyakarta tidak bernilai untuk di tanah Yogyakarta, tetapi setelah keluar dari Yogyakarta menjadi sangat bernilai di pandang oleh masyarakat yang sangat berbudaya. (wawancara dengan Drs. Daniel Adoe = Walikota Kupang dan Kepala Kesbangpollinmas Kota Kupang, September 2012) b. Tantangan dan Hambatan Membangun masyarakat yang tenteram di Nusa Tenggara Timur dirasakan kurangnya pengetahuan untuk itu dilakukan sosialisasi PBM
162
bermartabat, sejahtera, hingga saat ini, masih agama dan informasi, No. 9 & 8 Tahun 2006
Bab VI. Peran Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur...
secara berkala yaitu setahun 4 kali. Di Kota Kupang ada Katolik dan ada Kristen, di dalam Kristen ada 4 variannya, ada GMIT, Advent, Pantekosta, Bethel Indonesia. Demonisasi; GMIT yang paling besar, tapi yang paling tua dari GMIT turun ke Advent ada Pantekosta ke Bethel Indonesia dan ada varian lagi, semuanya itu damai. Kejadian 1998 masih ada dalam memori masyarakat yang merasakan semua, yang dapat diambil pelajaran yang berharga adalah semua merasakan dampak kerugian dan tidak ada merasa diuntungkan. Pemeliharakan kerukunan di Kota Kupang menurut Walikota tidak bersikaf eksflisit untuk kehidupan kerukunan umat beragama, tetapi slogan kota ini adalah kasih. Lengkapnya kasih itu dalam persfektif teologis adalah cinta, tetapi menjadi slogan kasih terdapat kata bangunlah aku dengan kasih. Tantangan sangat kuat ketika menyampaikan program sosialisasi PBM No. 9 & 8 Tahun 2006, apalagi masyarakat ditingkat kabupaten/kota, sebab mereka katakan untuk apa ada aturan-aturan itu, mereka sudah menganggap rukun, begitu juga tanggapan masyarakat di pedalaman, bahkan misalnya pembangunan rumah ibadat, mereka saling membantu, dan begitu juga mayoritas Kristen selalu suka membantu rumah ibadat umat minoritas. Sehingga tantangan ketika melakukan sosialisasi PBM bukan berarti terjadi penolakan-penolakan terhadap aturan yang harus mereka terima, buat apalagi yang sudah mereka rasakan rukun, damai. Diakui bahwa masyarakat pada umumnya tidak tahu PBM No. 9 & 8 Tahun 2006 bahkan dikalangan pemerintahan sendiri juga masih banyak yang tidak membaca dan memahaminya dengan baik dan benar. Lebih dari itu,
163
Ahsanul Khalikin
kalangan legeslatif sendiri ada yang tidak paham dan mengerti isi dan kandungan yang ada dalam PBM No. 9 & 8 Tahun 2006 tersebut. Selama ini sosialisasi PBM No. 9 & 8 Tahun 2006 lebih banyak dilakukan pada kalangan tokoh-tokoh agama, dan pemerintah dalam notabane Kesbangpol dan Kemeterian Agama, tapi instansi dan lembaga-lembaga lainnya hampir tidak ada. Di wilayah Kota Kupang pernah terjadi miskuminikasi soal pembangunan rumah ibadat seperti pembangunan masjid di Batu Plat, bukan berarti penolakan, bahkan Ketua MUI pernah mengajak untuk membentuk tim pencari fakta. Semua pihak, baik FKUB Provinsi, FKUB Kota Kupang, dan Pemerintah Kota Kupang berusaha meredam kasus itu, dan sering sekali diadakan pertemuan dengan berbagai unsur, waktu itu sudah disepakati tim pencari fakta untuk mencoba menguraikan persoalan itu mencari akar-akar persoalan sebenarnya, ternyata yang sangat dominan terkait persoalan menjelang pilkada WaliKota Kupang. Tindakan yang paling tepat adalah pembanunan masjid itu ditunda dulu, setelah pilkada selesai baru bisa dilanjutkan, dengan alasan untuk menjaga dan memelihara kerukunan yang sudah terjalin dengan baik, bisa terganggu dampak menjelang pilkada walikota kupang. c. Keberhasilan yang telah dicapai Peran Pemerintah Daerah mematuhi dari segi waktu, justeru itu yang menjadi harapan pengurus FKUB, apalagi diantara mereka sering berkelakar; pak haji ini, romo ini, pendeta ini, bila jamuannya tidak ada ikan, mereka mau pakai apa. Sementara untuk memfasilitasi dana kegiatan-kegiatan pemeliharaan kerukunan umat beragama sangat kurang.
164
Bab VI. Peran Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur...
Alokasi anggaran FKUB yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini pihak Gubernur Nusa Tenggara Timur, pengurus FKUB tidak mengetahui berapa yang disediakan untuk kegiatan-kegiatan, bahkan pihak FKUB untuk membuat buku-buku yang ada terkait kerukunan mereka bukukan dengan usaha sendiri untuk mencari orang yang bisa membantu, agar ada yang bisa membaca dan menjadi pencerahan di kalangan masyarakat. Padahal, kalau diperhatikan di wilayah Nusa Tengara Timur, ini ada kegiatan yang dilakukan secara bersama dalam memperingati hari-hari keagamaan, seperti; mendekati idhul fitri, hari natal, dan lain-lain. Kegiatan itu sudah biasa dilakukan masyarakat dengan biaya yang sangat besar untuk keperluan itu. Pernah dibicarakan duduk bersama pihak FKUB dengan Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pertama, ‚dalam hubungan membangun pradigma inklusif‛. Kedua, ketika berbicara tentang Pancasila tahun 2011 bekerjasama dengan alokasi Kementerian Agama, pertemuan yang dilakukan dengan mengundang semua Kementerian Agama kabupaten/kota. Bahkan untuk sosialisasi PBM No. 9 & 8 Tahun 2006 pada tahun ini, pengurus FKUB mau kemanamana selalu harus bekerjasama, kadang suka ditanya mau pergi ke daerah mana, akan disediakan transportasi dan akomodasinya. Dalam artian anggaran yang tersedia baik Pemda maupun Kementerian Agama hanya sebatas sosialisasi PBM No. 9 & 8 Tahun 2006, yang lebih tampak dan dikerjasamakan, selain itu tidak banyak dipahami. Beda dengan kebijakan pemerintah daerah provinsi lainnya yang memiliki anggaran FKUB yan sangat relatif besar
165
Ahsanul Khalikin
yang disediakan oleh pemerintah daerahnya, dengan maksud membantu tugas-tugas kepala daerah memelihara kerukunan umat beragama, seperti di Jawa Timur, Sumatera Utara, dan daerah lainnya. Sosialisasi PBM No. 9 & 8 Tahun 2006 pada awalnya dilakukan hanya pada kalangan tokoh agama setelah itu dilakukan sosialisasi kepada para pejabat Kesbangpollinmas semua Kabupaten/Kota, sebelum membentuk FKUB tingkat Kabupaten/Kota terlebih dahulu dilakukan sosialisasi, kemudian baru dibentuk disetiap kabupaten/kota. Setelah terentuk FKUB Kabupaten/Kota mereka itu yang melanjutkan sosialisasi ketingkat kelurahan/desa dan pada livel yang paling bawah. 2. Peran Kementerian Agama dalam Pemeliharaan KUB a. Pemeliharaan kerukunan umat beragama Peran Kementerian Agama provinsi dan kota/ kabupaten dalam memelihara kerukunan umat beragama dalam programnya; klub bola volly lintas agama, paduan suara lintas agama, kegiatan-kegiatan keagamaan bersama, bahkan tidak hanya secara formal saja kegiatan yang dilakukan sampai kemasyarakat, organisasi-organisasi keagamaan. Ada juga program-program sosialisasi PBM No. 9 & 8 Tahun 2006 pada tingkat pemuda lintas agama, dalam upaya meningkatkan pemeliharaan kerukunan umat beragama. Kebijakan-kebijakan yang mereka buat sering berorientasi kepada kerukunan umat beragama melalui kunjung-mengunjung ke tokoh-tokoh agama, tokoh pemuda lintas agama, tokoh masyarakat. Karena kalau tidak dikenal
166
Bab VI. Peran Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur...
sudah pasti tidak akan dipahami dengan baik oleh masyarakat, upaya untuk saling jumpa selalu ada setiap saat. Bahkan Romo Gerardus Duka, pr sendiri salah satu pembentuk pemuda-pemuda Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT), sewaktu di Ende pemudanya mengajak ke Romo membentuk pemuda GMIT akhirnya dibentuk, sehingga sekarang ini tingkat perguruan tinggi. Kadang-kadang Romo Gerardus Duka, pr ada di kalangan Muhammadiyah, di Majelis Ulama Islam, dan latar belakang Romo Gerardus Duka,pr sendiri orang tuanya adalah keluarga Muslim. Alokasi anggaran Kementerian Agama Provinsi tahun 2012 dalam memelihara kerukunan umat beragama sebesar Rp.576.340.000,- dengan judul kegiatan Pembinaan Kerukunan Umat Beragama sebesar Rp. 525.290.000,dan Pengembangan Kerkunan Umat Beragama sebesar Rp. 51.050.000,- (Kanwil Kemenag Provinsi Nusa Tenggara Timur). Sedangkan alokasi anggaran Kementerian Agama Kota Kupang sebesar Rp. 383.100.000, dengan judul kegiatan Workshop Peran Pemuda Lintas Agama dalam Memelihara Kerukunan, Kegiatan Workshop Peran Media Massa Dalam Meningkatkan Kerukunan Umat Beragama sebesar Rp. 94.700.000,- dan kegiatan Bantuan Forum Pemuda Lintas Agama sebesar Rp. 50.000.000,b. Tantangan dan Hambatan Kebijakan-kebijakan Kementerian Agama dalam merespon keinginan-keinginan masyarakat antara lain yang belum tampak adalah masalah hubungan kerjasama antara Kemenag, Kesbangpol dan lembaga-lembaga agama, sehingga dapat bekerjasama dalam membangun kerukunan umat beragama. Kadang-kadang kebijakan-kebijakan dari
167
Ahsanul Khalikin
pemerintah pusat tidak banyak diketahui Kementerian Agama di daerah, bahkan menurut pandangan kalangan FKUB selalu katakan pihak Kementerian Agama dan Kesbangpol tidak sejalan, sehingga FKUB sendiri mau kemana, waktu itu keinginan FKUB untuk memiliki sekretariat bersama, meskipun sudah ada pembangunan yang dibuka Menteri Agama dan peletakan batu pertama, hanya pembangunannya sampai sekarang tidak selesai, dan menurut kesannya tertutup dan tidak ada koordinasi, padahal itu sudah dianggarkan. Dalam alokasi anggaran yang disediakan untuk FKUB tidak jelas berapa yang dianggarkan, contoh; dalam melakukan pertemuan-pertemuan kepengurusan FKUB tidak ada disediakan anggaran khusus baik dari Kementerian Agama dan Kesbangpollinmas. Sementara kebutuhan pengurus FKUB sangat membutuhkan transportasi dalam melakukan pertemuan-pertemuan pengurus, dan lain sebagainya. Bahkan menurut teman-teman di daerah provinsi lain seperti di Ambon, kebutuhan seperti yang dimaksud para pengurus FKUB disediakan alokasi anggarannya, menurut cerita dari pihak Kementerian Agama sendiri bahwa dari pihak Kementerian Agama dan Kesbangpollinmas Nusa Tenggara Timur yang kurang tanggap dalam membuat proposal atau apakah hal itu yang tidak menjadi kewajiban. Sebelum menyusun program biasanya pihak FKUB bersama pemerintah biasanya ke bawah (ke masyarakat), setelah itu kembali membuat program sesuai apa yang didapat di tengah-tengah masyarakat. Bersama-sama dengan Kementerian Agama, tokoh-tokoh agama, dan masyarakat dan Kesbangpol, barangkali itu yang sangat kuat. Bahkan
168
Bab VI. Peran Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur...
pengurus FKUB bertemu setiap bulan, difasilitasi lebih banyak Kesbangpol dibandingkan Kementerian Agama. Dari pihak Kementerian Agama dianggap tidak banyak anggaran yang diberikan kepada pihak FKUB. Sewaktu Romo Gerardus Duka, pr di Kementerian Agama Kanwil Provinsi NTT (Hukmas KUB), bercerita kondisi keadaan yang sesungguhnya, namun berbahagia bahwa tidak ada persoalanpersoalan konflik antar agama, tapi pihak FKUB juga berharap persoalan alokasi anggaran kalau memang ada untuk kebutuhan operasional, bisa membantu FKUB untuk lebih banyak upaya mensosialisasikan ke daerah-daerah, atau juga bisa berkoordinasi dengan pihak tokoh-tokoh agama daerah dan pusat. c. Keberhasilan yang telah dicapai Program-program yang dilakukan Kementerian Agama selain tetap melakukan sosialisasi PBM No. 9 & 8 Tahun 2006, kebijakan-kebijakan pemerintah terkait kerukunan umat beragama, supaya lebih banyak kepada lapisan masyarakat pada tataran pemeluk umat beragama. Memperbanyak kegiatan-kegiatan yang berorientasi kepada upaya membangun kerukunan umat beragama dengan pendekatan budaya dan itulah yang paling baik dan tepat untuk menjaga kerukunan dan ketahanan bangsa untuk wilayah Nusa Tenggara Timur. Meskipun terkadang persoalan yang muncul seperti; persoalan politik yang bisa terjadi dimana-mana, hal itu yang sering disampaikan Romo Grandus kepada calon walikota untuk memberikan masukan, bahwa rakyat Nusa Tenggara Timur kita bangun dan mereka itu pada umumnya sudah susah, jangan menambahkan beban mereka lagi.
169
Ahsanul Khalikin
C. Analisis Otonomi daerah, sebagaimana di dalam UU No. 32 Tahun 2004, menegaskan adanya pelimpahan wewenang dari Pemerintah pusat ke pemerintah daerah dalam mengurus sejumlah urusan pemerintahan. Namun demikian, dalam UU ini juga mengecualikan beberapa hal yang tidak diotonomikan, yang diantaranya adalah perihal agama. Sayangnya, tidak diotonomikannya ihwal agama ke daerah menimbulkan pemahaman yang salah dalam kaitan beberapa hal. Diantaranya, Pemerintah Daerah tampak ragu mengalokasikan anggaran untuk urusan pemeliharaan kerukunan umat beragama (misalnya membantu anggaran FKUB), karena mengira kerukunan umat beragama adalah soal agama, dan berarti itu bukan wilayah kewenangannya. Kesalahpahaman ini sejatinya tidak terjadi. Ihwal kerukunan umat beragama. Meski ada kata agama di situ, namun sejatinya kerukunan umat adalah sama dengan kerukunan sosial, kerukunan masyarakat. Secara faktual pun, jika kerukunan umat beragama terganggu maka kerukunan dan ketertiban masyarakat akan terganggu pula. Lebih-lebih kerukunan umat beragama merupakan pilar terwujudnya kerukunan nasional. Bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beragama. Maka jika umat beragama tidak rukun, maka bangsa Indonesia secara keseluruhan akan mengalami disharmoni. Jadi, kerukunan umat beragama adalah juga tanggung jawab Pemerintahan Daerah. Dalam hal ini Pemerintah Daerah Baik Tingkat Provisi Nusa Tenggara Timur maupun Pemerintah Kota Kupang telah berupaya mengalokasikan anggaran untuk urusan pemeliharaan kerukunan umat beragama (misalnya
170
Bab VI. Peran Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur...
membantu anggaran FKUB) sebagaimana dijelaskan sebelumnya, namun diakui masih terbatasnya anggaran pendapatan belanja daerah wilayah Nusa Tenggara Timur, sehingga belum maksimal untuk membantu anggaran FKUB yang sudah ada diberbaai kabupaten/kota. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) merupakan model yang cukup komprehensif dalam pemeliharaan kerukunan antarumat beragama yang diatur dalam PBM Menag dan Mendagri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat. FKUB, adalah forum yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah dalam rangka membangun, memelihara, dan memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan (pasal 8 ayat 1 PBM Menag dan Mendagri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006). FKUB yang dibentuk di Provinsi dan kabupaten/kota ini besifat konsultatif (pasal 8 ayat 3 PBM Menag dan Mendagri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006). Prinsip yang dianut oleh Peraturan Bersama ini bahwa pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah upaya bersama umat beragama dan Pemerintah di bidang pelayanan, pengaturan dan pemberdayaan umat beragama. Dengan demikian, maka umat beragama bukanlah objek melainkan adalah subjek di dalam upaya pemeliharaan kerukunan dan peramaian. Kemajemukan agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia telah membuktikan bahwa masyarakat plural (plural
171
Ahsanul Khalikin
society) telah hidup berdampingan dalam perbedaan. Masyarakat hidup rukun dalam gerak sosial, ekonomi, agama dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat Indonesia hidup harmoni dan damai sejak beratus-ratus tahun meskipun berbeda agama. Di beberapa daerah, perbedaan agama justru terjadi di dalam satu keluarga, yang diikat oleh satu adat istiadat. Kesepahaman dan kesalingmengertian antar masyarakat di sejumlah daerah dibingkai oleh kearifan lokal yang telah diwariskan oleh nenek moyang. Karifan lokal telah mampu menjadi model yang dapat merawat harmoni dan damai di masyarakat. Kearifan lokal merupakan sumber nilai yang penting dalam kehidupan masyarakat. Hampir semua adat dan kebudayaan suku bangsa di tanah air terinspirasi oleh nilai-nilai dan gagasan yang berakar dari kepercayaan yang hidup di masyarakat. Dengan kata lain, nilai-nilai keagamaan, adat, dan budaya merupakan manifestasi pandangan hidup dan etos spiritual masyarakat yang merupakan kristalisasi pembelajaran dari hasil interaksi dan internalisasi nilai-nilai manusia terhadap lingkungannya dari generasi ke generasi. D. Penutup 1. Kesimpulan a. Peran pemda provinsi dan kab/kota selalu memiliki dorongan yang sangat luar biasa, sehingga Gubernur, Bupati dan Walikota selalu mengadakan pertemuanpertemuan untuk mengantisipasi hal-hal bila terjadi konflik yang bukan bernuansa SARA yang dikhawatirkan bisa mengarah menjadi konflik SARA,
172
Bab VI. Peran Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur...
mereka bersama-sama berupaya untuk mengatasinya dan lebih dari itu membentuk tim pencari fakta jika ada hal-hal yang perlu dilakukan. b. Peran Kemenag provinsi dan kab/kota dalam memelihara kerukunan umat beragama melalui kebijakan kunjung-mengunjung ke tokoh-tokoh agama, tokoh pemuda lintas agama, tokoh masyarakat, membuat program klub bola volly lintas agama, paduan suara lintas agama, kegiatan-kegiatan keagamaan bersama, bahkan tidak hanya secara formal saja kegiatan yang dilakukan sampai kemasyarakat, organisasiorganisasi keagamaan. Ada juga program-program sosialisasi PBM No. 9 & 8 Tahun 2006 pada tingkat pemuda lintas agama. c. Tantangan sangat kuat ketika menyampaikan program sosialisasi PBM No. 9 & 8 Tahun 2006, pada umumnya masyarakat katakan untuk apa ada aturan-aturan itu, mereka sudah menganggap terbiasa hidup rukun dengan alami dalam menyikapi suatu perbedaan, kawin mawin berbeda agama, bahkan membangun rumah ibadat yang berbeda mereka saling membantu. d. Belum maksimalnya dukungan hubungan antara Pemda, Kemenag dan FKUB dalam hal kesetaraan mitra kerja untuk memelihara kerukunan umat beragama ke depan, meskipun dalam bentuk kebijakan-kebijakan dalam hal kegiatan sudah dirasakan relatif baik, namun dalam hal pembinaan keagamaan lebih banyak kepada lembaga keagamaan masing-masing agama.
173
Ahsanul Khalikin
e. Program-program yang dilakukan Kemenag selain tetap melakukan sosialisasi PBM No. 9 & 8 Tahun 2006, kebijakan lainnya diperbanyak kepada lapisan masyarakat pada tataran pemeluk umat beragama. Seperti memperbanyak kegiatan-kegiatan yang berorientasi kepada upaya membangun kerukunan umat beragama dengan pendekatan budaya. 2. Rekomendasi a. Upaya koordinasi untuk mengantisipasi tidak terjadinya konflik harus ada yaitu perlu menciptakan forum bersama baik Pemda, Kemenag, FKUB. Ke depan tidak hanya melihat rentang waktu untuk lebih banyak searing atau apa saja, semestinya FKUB juga bisa masuk kepada ranah kebijakan-kebijakan pemerintah yang selalu diminta pendapatnya. b. Hendaknya hal-hal yang sensitif berbau SARA yang terjadi di satu daerah, sedapat mungkin di atasi dan diminimalisir pemberitaannya, selama ini media seolaholah membuat stimulasi rakyat untuk melakukan tindakan anarkis. Bila diatur mereka bilang menghambat keterbukaan. Kalimat standar pihak keamanan mengatakan keamanan tertib, aman terkendali, padahal kapan keamanan dibangun. Sementara ada media yang berusaha menjadi pembawa damai, tetapi ada media yang membawa provukatif.
174
Bab VI. Peran Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur...
Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Timur Dalam Angka Tahun 2010, Burhanuddin Daya, Agama Dialogis: Merenda Dialektika Idealita dan Realita Hubungan Antaragama, Yogyakarta: LKiS, 2004. Data Kanwil Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur, Data Keagamaan Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2011. Departemen Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Kompilasi Peraturan Perundangundangan Kerukunan Hidup Umat Beragama, Edisi kedelapan, Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2006. Diane Singerman, The Networked World of Islamist Social Movements, di dalam Islamic Activism: A Social Movement Theory Approach, Indiana: Indiana Series in the Middle East, 2003. Engkus Ruswana, ‚Perdamaian dalam Tradisi Agama Lokal‛ dalam Jurnal Tashwirul Afkar, Edisi No. 22 Tahun 2007. Khamami Zada, dkk., Prakarsa Perdamaian dalam Dimensi Konflik Sosial, Jakarta: PP. Lakpesdam NU-EIDHR Komisi Eropa, 2006. Khamami Zada, Tantangan Dan Strategi Pemeliharaan Kerukunan Antar Umat Beragama di Indonesia, 2012 Kustini, Efektifitas Sosialisasi PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006, Jakarta: Balitbang Departemen Agama RI, 2009.
175
Ahsanul Khalikin
Laporan Juralistik Kompas, Ekspedisi Jejak Peradaban NTT, 2011, PT. Kompas Media Nusantara. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002. Parsudi Suparlan, ‚Masyarakat Majemuk Indonesia dan Multikulturalisme‛, Makalah tidak diterbitkan Pusat Transformasi Konflik Balitbang HAM, Kementerian Hukum dan HAM RI Laporan Penelitian ‚Efektivitas Pelaksanaan PBM Tahun 2006‛ Tahun 2011 Tim Kajian Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hubungan Antaragama, Laporan Kajian ‚Penguatan Kerukunan dan Pencegahan Konflik Antar Umat Beragama di Indonesia‛, Tahun 2010 Tim
176
Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Potret Indeks Kerukunan Beragama di Jawa Barat, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2010).
Bab VII. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Papua dalam ...
BAB VII PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN KANTOR KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI PAPUA DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Oleh: Ibnu Hasan Muchtar A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Kondisi Geografis Provinsi Papua adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Nugini bagian barat atau west New Guinea, Provinsi Papua yang memiliki luas 319.036,05 km2 atau ± 16,7% persen dari luas Indonesia (1.860.359,67 km2), merupakan provinsi dengan wilayah terluas di Indonesia. Provinsi ini dulu dikenal dengan panggilan Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973, namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002. Nama provinsi ini diganti menjadi 'Papua' sesuai UU No.21/2001 Otonomi Khusus Papua. Pada masa era kolonial Belanda, daerah ini disebut Nugini Belanda (Dutch New Guinea), asal kata Irian adalah Ikut Republik Indonesia Anti-Netherland. Pada tahun 2004, disertai oleh berbagai protes, Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia; bagian timur tetap memakai nama 'Papua' sedangkan bagian baratnya menjadi Papua Barat. Ibu kota Provinsi papua adalah Jayapura, provinsi ini terbentuk dari 28 Kabupaten (2 diantaranya adalah kabupaten
177
Ibnu Hasan Muchtar
pemekaran yaitu kab. Deiyay dan Kab. Intan Jaya) dan 1 Kota yaitu Jayapura. Batas wilayah Provinsi Papua sebelah utara dengan Samudera Pasifik, sebelah selatan dengan laut Arafuru, sebelah barat dengan Laut Seram-Laut Banda Provinsi Maluku, sebelah timur berbatasan dengan Negara Papua New Guinea. (Papua DalamAngka2011, hal 3) 2. Kondisi Demografis Pada tahun 2011, jumlah penduduk berdasarkan hasil sensus BPS 2010, jumlah penduduk Papua berjumlah 2.833.381 jiwa, dimana 1.505.883 atau 53,15% laki-laki dan 1.327.498 atau 46,85% adalah perempuan (Papua Dalam Angka 2011, hal. 63)). Mengacu pada perbedaan tofografi dan adat istiadat, penduduk Papua dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, masing-masing: pertama, penduduk daerah pantai dan kepulauan dengan ciri-ciri umum rumah di atas tiang (rumah panggung) dengan mata pencaharian menokok sagu dan menangkap ikan); kedua, penduduk daerah pedalaman yang hidup di daerah sungai, rawa danau dan lembah serta kaki gunung. Umumnya mereka bermata pencaharian menangkap ikan, berburu dan mengumpulkan hasil hutan; ketiga, Penduduk daerah dataran tinggi dengan mata pencaharian berkebun dan berternak secara sederhana. Dalam bidang kerohanian pada tahun 2009, jumlah penduduk Papua yang memeluk agama Kristen tercatat 1.956.749 orang, atau sekitar 64,3 persen dari total penduduk Papua. Sementara pemeluk agama Katolik mencapai 21,99%, Islam 13,43% dan sisanya pemeluk agama Hindu dan Budha. Jumlah tempat peribadatan yang ada di Papua juga
178
Bab VII. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Papua dalam ...
didominasi oleh tempat peribadatan Kristen yang tercatat sebanyak 4.121buah. Sedangkan jumlah tempat peribadatan Katholik mencapai 1.427 buah, tempat peribadatan Islam (Masjid/Musholla/Langgar) mencapai 757 buah, tempat peribadatan Hindu (Pura) sebanyak 33 buah dan tempat peribadatan Budha sebanyak 11 buah. (Papua dalam angka 2010, hal.136) c. Kehidupan Budaya, Sosial Ekonomi Kelompok asli di Papua terdiri atas 193 suku dengan 193 bahasa yang masing-masing berbeda. Seni tradisional yang indah dan telah terkenal di dunia dibuat oleh suku Asmat, Kamoro, Dani, dan Sentani. Sumber berbagai kearifan lokal untuk kemanusiaan dan pengelolaan lingkungan yang lebih baik diantaranya dapat ditemukan di suku Aitinyo, Arfak, Asmat, Agast, Aya maru, Mandacan, Biak, Arni, Sentani, dan lain-lain. Umumnya masyarakat Papua hidup dalam sistem kekerabatan dengan menganut garis keturunan ayah (patrilinea). Budaya setempat berasal dari Melanesia. Masyarakat berpenduduk asli Papua cenderung menggunakan bahasa daerah yang sangat dipengaruhi oleh alam laut, hutan dan pegunungan. Dalam perilaku sosial terdapat suatu falsafah masyarakat yang sangat unik, misalnya seperti yang ditunjukkan oleh budaya suku Komoro di Kabupaten Mimika, yang membuat genderang dengan menggunakan darah. Suku Dani di Kabupaten Jayawijaya yang gemar melakukan perang-perangan, yang dalam bahasa Dani disebut Win.
179
Ibnu Hasan Muchtar
Budaya ini merupakan warisan turun-temurun dan di jadikan festival budaya lembah Baliem. d.
Kehidupan Beragama
Kehidupan beragama merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat di Papua dan dalam hal kerukunan antar umat beragama dapat dijadikan contoh bagi daerah lain, mayoritas penduduknya beragama Kristen, namun demikian sejalan dengan semakin lancarnya transportasi dari dan ke Papua, jumlah orang dengan agama lain termasuk Islam juga semakin berkembang. Masyarakat Papua sangat majemuk, baik dalam hal suku, agama maupun budaya. Dalam kemajemukan itu, mereka tetap membina kerukunan hidup antarumat beragama, kelompok umat beragama senantiasa memahami sejarah perkembangan agama-agama di wilayah ini dan atas kesadaran akan sejarah itulah maka mereka pun saling menghargai satu sama lain. Hal ini di tandai dengan semakin membaiknya kesadaran beragama maupun toleransi antar umat beragama. Tumbuhnya kesadaran yang cukup kuat dikalangan pemuka agama untuk membangun rasa kebersamaan direalisasikan dengan terbentuk wadah Forum Konsultasi Para Pemimpin Agama (FKPPA) pada 04 Desember 2006 sebelum lahirnya Forum Kerukunan antar Umat Beragama (FKUB) pada tahun 2007. FKPPA sebagai tempat berhimpunnya para pimpinan agama untuk mendiskusikan setiap pemasalah agama yang muncul, tehadap isu-isu yang berkembang sehingga dapat terwujud solusi pemecahannya sehingga dapat terwujud apa yang menjadi visi forum ini
180
Bab VII. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Papua dalam ...
yaitu ‚Terwujudnya Papua sebagai Tanah Damai‛.27 Namun demikian ajaran-ajaran agama mengenai norma, moral, etos kerja, penghargaan pada prestasi dan dorongan untuk mencapai kemajuan dirasakan belum mampu menggerakkan masyarakat dalam berbagai bidang pembangunan. Demikian pula pesan-pesan moral agama masih kurang dirasakan implikasinya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Dari keragaman pemeluk agama yang ada, suasana kehidupan beragama yang harmonis di Provinsi Papua dapat tercipta. Hal ini ditandai dengan tidak adanya konflik antar umat beragama yang terjadi di Papua. Masyarakat hidup rukun dan damai penuh per-saudaraan di antara sesama anak bangsa, menghargai hak-hak azasi manusia, menghargai hakhak khusus dari penduduk asli, meng-hargai hak-hak sebagai warga Negara Indonesia yang mempunyai kedudukan yang sama, hak yang sama dan kewajiban yang sama. Memberikan tempat yang layak dan aman tanpa diskriminasi kepada saudara-saudara yang datang dari pulau-pulau lain, untuk hidup di tanah Papua. Terwujudnya suatu kondisi kehidupan masyarakat yang selaras dengan tatanan nilai kebersamaan. Masyarakat Papua, dikenal bersifat multikultural yang sangat kaya dengan nilainilai adat dan budaya, terdiri dari berbagai etnis yang datang dari berbagai pulau di Indonesia dengan corak kebudayaan dan adat-istiadatnya masing-masing. Tidak kurang dari 300an etnis asli dan non asli Papua, hidup dan eksis bersama-sama yang mencirikan kemajemukan, keanekaragaman, mengagungkan per-bedaan dan kesederajatan. Upaya 27
Wawancara dengan Sekretaris FKUB Provinsi dan Ketua FKUB Kota Jayapura, 2 dan 3 Juni 2012.
181
Ibnu Hasan Muchtar
berkesinambungan untuk mencapai tata kehidupan yang sederajat dan saling menghargai, memerlukan kearifan perlakuan.28 Dalam gambaran secara umum kondisi Papua yang cukup kondusif di atas bukan berarti di tanah Papua tidak ada potensi yang mengarah pada kondisi tidak harmonis dalam soal kerukunan antarumat beragama selain masalah ekonomi, politik dan keamanan. e. Potensi Konflik Secara umum, potensi konflik keagamaan di Papua terdapat pada fanatisme kesukuan dengan berbagai tradisinya, telah menciptakan sekat kesukuan yang tertutup dan menciptakan jarak dengan suku lain. Terjadinya konflik berdarah antar-suku menjadi bukti, bahwa batas keakuan kelompok dalam kesukuan yang segregatif ini telah banyak memakan korban dari warga Papua sendiri. Sering konflik ini dipicu oleh hal-hal yang tidak rasional seperti pelanggaran batas desa, pembunuhan binatang di suku tertentu, dsb. Persoalan yang sebenarnya bisa dimusyawarahkan ini ternyata sering meledak menjadi konflik sosial berdarah. Hal ini terjadi karena masyarakat kesukuan kurang terlatih dalam pola pikir rasional, dan pola sosial yang demokratis, dan lintas kesukuan. Pola kesukuan telah menciptakan warga yang terutup, bernaung dalam zona aman sukunya sendiri, dan menjadikan suku lainnya sebagai the others yang perlu diwaspadai. Pada level keagamaan, daerah ini mengalami keterbatasan tenaga penyuluh agama, baik yang dari Papua sendiri maupun dari luar daerah. Hal ini terkait dengan posisi Papua 28
182
RPJMD Papua 2066-2011 2/44 & 10/228
Bab VII. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Papua dalam ...
yang memang sulit dijangkau oleh warga, akibat lerak geografisnya yang jauh, dan belum tersentuh media transportasi yang relatif mudah dijangkau. Apalagi sejak awal masyarakat Papua adalah masyarakat yang merasa dinomorduakan oleh pemerintah. Karena pemerintah pusat sering dianggap melulu mengeksploitasi kekayaan alam Papua, namun abai dengan pembangunan dan kesejahteraan masyarakatnya, maka warga Papua sering menyimpan dendam dengan pemerintah pusat dan Indonesia secara umum. Hal ini yang melahirkan gerakan separatis yang hendak memisahkan Papua dari bumi NKRI. Keterbatasan tenaga penyuluh agama merupakan bagian dari keterbatasan pembangunan di Papua. Keterbatasan ini tentunya melahirkan pemahaman sempit keagamaan, yang pada akhirnya bisa menimbulkan sikap fanatis dalam beragama. Fanatisme agama ini terjadi misalnya pada kasus sengketa tanah Masjid dan Madrasah Al-Muttaqien yang merupakan salah satu tempat kegiatan umat Islam di Jayapura, di mana proses hukumnya belum selesai di pengadilan (saat penelitian dilakukan). Artinya, di sebuah bumi di mana umat Islam menjadi minoritas, maka kaum muslim mengalami apa yang dialami non-muslim di bumi mayoritas Islam di luar Papua. Hal ini menjadi fakta tragis, sebab aturan pendirian rumah ibadat memang menyimpan potensi konflik, terkait dengan syarat maksimal umat beragama yang ingin mendirikan rumah ibadat itu. Ketika sebuah umat beragama menjadi minoritas, maka ia akan mengalami kesulitan untuk mendirikan rumah ibadat di wilayah kaum mayoritas keagamaan.
183
Ibnu Hasan Muchtar
Hal ini diperparah dengan kepengurusan FKUB Provinsi dan Kabupaten/Kota yang belum sepenuhnya berperan sesuai dengan ketentuan PBM karena berbagai alasan diantaranya sarana dan prasarana yang belum cukup memadai. Selain itu juga belum semua FKUB Kabupaten terbentuk. Hal ini terjadi karena para pemuka agama di daerah ini juga belum dimaksimalkan perannya, sehingga mampu mereduksi riakriak kecil yang terjadi. Dengan demikian, peran FKUB akhirnya belum bisa maksimal sebagaimana diharapkan. Selain itu persoalan keamanan di tanah Papua yang masih sampai saat ini belum terjamin, dan masih sering terjadi penembakan-penembakan mesterius yang mengakibatkan jatuh banyak korban dari masyarakat sipil dan tidak/belum tuntas penanganannya (tidak terungkap siapa pelaku dan motif apa) menyebabkan timbul rasa saling curiga di tengahtengah masyarakat, tidak terkecuali antar penganut agama dan etnis. f.
Potensi Kerukunan
Selain ada potensi konflik, di tanah Papua juga terdapat kearifan lokal yang sangat mendukung keharmonisan hubungan antar-umat beragama. Kearifan lokal itu terdapat pada, pertama, semboyan Satu Tungku Tiga Tiang. Dalam semboyan ini, bangunan masyarakat terdiri dari tiga tiang yang saling menguatkan. Tiga tiang itu ialah pemerintah, adat, dan agama. Semua masalah diselesaikan oleh tiga unsur utama tersebut. Artinya, semboyan hidup ini mengajarkan kesatuan pengaturan masyarakat, baik yang bersifat struktural (pemerintah) dan kultural (adat, agama).
184
Bab VII. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Papua dalam ...
Dalam hal ini agama dan adat saling melengkapi, sebab jika merujuk pada agama asli Papua, maka agama adalah adat, dan adat adalah agama itu sendiri. Kesatuan antara agama dan adat ini yang menjadi perekat kultural, sehingga bisa mendukung upaya pemerintah yang bekerja pada tataran struktural. Bahkan dalam adat Papua, anggota masyarakat dalam satu fam dapat terdiri tiga agama, namun tetap memelihara toleransi dalam hidup beragama. Hal ini menunjukkan potensi kerukunan yang secara inheren berada di jantung tradisi masyarakat itu sendiri. Kedua, semboyan Tanme Yisan Kefase. Bersatu bersepakat untuk membangun. Membangun dengan bekerjasama untuk kepentingan bersama. Semboyan ini mengikat para warga dari berbagai latar belakang kehidupan yang berbeda, termasuk agama untuk bekerjasama dalam membangun daerah. Ketiga, semboyan Tanah Papua adalah Tanah Damai. Tekad penduduk Papua untuk damai di Papua. Kedamaian menyeluruh, termasuk kerukunan hidup internal dan eksternal antar-umat beragama. Slogan yang semula yang digagas oleh MUI ini kemudian menjadi kesepakatan para tokoh dari berbagai agama dan adat serta pemerintah Provinsi sebagai semboyan ‚Papua Tanah Damai‛. Semboyan ini mengandung tekad bersama untuk melalukan upaya perdamaian, yang mancakup unsur seperti: harmoni, komunikasi dan informasi, rasa aman dan nyaman, keadilan, kebersamaan, saling menghargai, kemandirian, pengakuan dan harga diri, partisipasi dan kesejahteraan. Karena masyarakat Papua sering mengalami konflik kesukuan, maka semboyan perdamaian ini menjadi kebutuhan mendasar bagi masa depan masyarakat Papua sendiri. Ada kegiatan bersama
185
Ibnu Hasan Muchtar
yang sudah ditetapkan untuk selalu diperingati yaitu pada tanggal 5 Pebruari setiap tahun, yaitu perayaan masuknya pertama kali Injil ke tanah Papua yang selanjutnya telah menjadi kesepakatan bersama para pemuka agama pada tanggal 5 Pebruari juga ditetapkan menjadi ‚ Hari Damai di Tanah Papua‛. Berbagai kegiatan dilakukan dari seminar, pameran dan petunjukan budaya dari masing-masing etnis yang ada di Papua.29 g.
Kota Jayapura
Nama Kota Jayapura pada awalnya adalah Hollandia, dimana nama tersebut di beri oleh Kapten Sachse pada tanggal 07 Maret 1910. Apa arti Hollandia Hol = lengkung; teluk, land = tanah; tempat. Jadi Hollandia artinya tanah yang melengkung atau tanah / tempat yang berteluk. Negeri Belanda atau Holland atau Nederland - geografinya menunjukan keadaan berteluk teluk. Geografi Kota Jayapura hampir sama dengan garis pantai utara Negeri Belanda itu. Kondisi alam yang lekuk - lekuk inilah yang mengilhami Kapten Sachse untuk mencetuskan nama Hollandia di atas nama asli Numbay. Numbay diganti nama sampai 4 kali Hollandia - Kotabaru - Sukarnopura - Jayapura, yang sekarang di pakai adalah "JAYAPURA ". Kota Madya Daerah Tingkat II Jayapura berdiri sejak tanggal 21 September 1993 berdasarkan Undang - undang No. 6 Tahun 1993. dengan luas wilayah 94.000 Ha, terdapat ±30% tidak layak huni, karena terdiri dari perbukitan yang terjal, 29
Menggali Kearifan, Memupuk Kerukunan Peta Kerukunan dan Konflik Keagamaan di Nusantara, Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Arief dkk, tahun 2011.
186
Bab VII. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Papua dalam ...
rawa-rawa dan hutan dilindungi dengan kemiringan tanah 40% yang bersifat konservasi dan hutan lindung. Kota ini terdiri dari 5 Distrik yaitu Abepura, Jayapura Selatan, Jayapura Utara, Muara Tami dan Heram, Kota Jayapura terbagi dalam 24 Kelurahan dan 15 Kampung. Wilayah Kota Jayapura mempunyai batas administratif :
Utara
: lautan Pasifik
Selatan
: Distrik Arso Kabupaten Keerom
Timur
: Negara PNG
Barat : Distrik Sentani Kabupaten Jayapura (www.papua.go.id)
dan
Depapre
Menurut data dari kantor Kemenag Kota Jayapura pada tahun 2009, penganut agama yang berada di wilayah ini terdiri dari Kristen 113.314 jiwa, Katolik 43.248 jiwa, Islam 94.953 jiwa, Hindu 2.495 jiwa, Budha 1.927 jiwa. Dari komposisi penduduk menurut penganut agama, maka dapat disimpulkan bahwa penduduk Kota Jayapura mayoritas adalah penganut agama Kristen. Data Umat Pemeluk Agama dirinci Menurut Kecamatan Kota Jayapura Tahun 2009 No
Distrik
Islam
Kristen
Katolik
Hindu
Budha
Jumlah
1.
Jayapura Utara Jayapura
27.450
37.796
11.831
1.102
701
78.880
30.649
30.680
15.683
689
745
78.626
2.
187
Ibnu Hasan Muchtar
Selatan Abepura Muara Tami Heram JUMLAH
3. 4. 5.
23.263 13.591 94.953
20.775 10.690 13.373 113.314
8.740 3.203 3.611 43.248
621 83 2.495
379 102 1.927
53.778 27.669 16.984 255.937
Sumber: Kantor Kemenag Kota Jayapura 2010, Sedangkan data menganai jumlah tempat ibadah menurut agama yang terdapat di Kota Jayapura pada tahun 2009 terdiri dari, Gereja Kristen sebanyak 270 buah, Gereja Katolik sebanyak 19 buah, Masjid sebanyak 106 buah, Vihara sebanyak 2 buah, Pura sebanyak 1 buah. Jumlah Tempat Ibadat di Kota Jayapura per-Distrik Tahun 2009 No
1.
Distrik
Jayapura Utara 2. Jayapura Selatan 3. Abepura 4. Muara Tami 5. Heram JUMLAH
Masjid
Mushola
Gereja Kristen
Gereja Katolik
Vihara
Pura
Jumlah
38
2
85
3
-
-
128
31
4
57
4
1
-
97
21 4
5 36
68 25
5 4
1 -
1 -
101 69
12 106
4 51
35 270
3 19
2
1
54 449
Sumber: Kantor Kemenag Kota Jayapura 2010, hal.75
188
Bab VII. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Papua dalam ...
B. Peran Pemerintah Daerah Dan Kantor Kementerian Agama Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama I. Peran Pemerintah Daerah Dalam Pemeliharaan KUB a. Pemerintah Provinsi Papua Segera setelah disahkannya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor: 9 dan 8 Tahun 2006, pada tanggal 21 Maret 2006 dan disosialisaikan kepada seluruh Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah termasuk Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia termasuk Provinsi Papua maka, dibentuklah Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Papua dalam Keputusan Gubernur Nomor: 192 tahun 2007 tentang Pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Dewan Penasehat Forum Kerukunan Umat Beragama tertanggal 15 Nopember 2007, setelah lahirnya Peraturan Gubernur Provinsi Papua Nomor: 135 Tahun 2007 tertanggal 1 Agustus 2007 tentang Forum Kerukunan Umat Beragama dan Dewan Penasehat Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Papua dan Kabupaten/ Kota se Provinsi Papua. Sampai pada tahun 2012 ini, Provinsi Papua memiliki 29 Kabupaten/Kota setelah pemekaran dari induk asli yang berjumlah 11 Kabupaten/Kota. Dari 29 Kabupaten/Kota yang sudah terbentuk FKUBnya hanya baru 13 Kabupaten/Kota sedangkan 16 kab/kota lainnya belum terbentuk. Dari 16 kab/kota yang belum terbentuk karena merupakan wilayah pemekaran baru. 9 (sembilan) kab/kota diantaranya belum ada Kantor Kementerian Agama. Dari pihak Pemerintah Provinsi
189
Ibnu Hasan Muchtar
dalam hal ini Kesbangpol Provinsi telah mendorong untuk setiap kabupaten/kota untuk segera membentuk FKUB. Berkenaan dengan peran Pemerintah Provinsi terhadap pemeliharaan kerukunan secara terprogramkan telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Papua tahun 2006- 2011 yang berbunyi: Program Pembinaan Kerukunan Hidup Masyarakat dimaksudkan sebagai upaya menciptakan kerukunan diantara masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kegiatan pokok: 1). Sosialisasi persamaan hak dan kewajiban di depan hukum, 2). Fasilitasi berbagai forum kemasyarakatan untuk meningkatkan pemahaman bersama dari berbagai komponen masyarakat.30 Kemudian dijabarkan ke dalam kegiatan diantaranya bantuan terhadap organisasi keagamaan yang ada, bantuan untuk perayaan Hari-hari Besar Keagamaan dan bantuan dana untuk sosialisasi PBM tahun 2006 ke daerah Kabupaten/Kota.31 Sedangkan untuk fasilitasi yang diberikan kepada FKUB sampai saat ini memang dirasa belum maksimal terutama dalam sistem penganggaran yang masih tergabung di dalam DIPA yang tertuang dalam RKA-KL Kesbangpol Provinsi Papua. Dalam sistem penganggaran seperti ini sebenarnya juga dirasa memberatkan bagi unit Badan Kesbangpol karena selain dirasa mengurangi pagu yang ada juga diberatkan dengan harus mempertanggungjawabkan setiap pengeluaran yang dilakukan kegiatannya oleh FKUB. Ke depan sudah 30
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2006 – 2011/10 - 232 31 Wawancara dengan Kepada Badan Kesbangpol dan Linmas Provinsi Papua tanggal 4 Juni 2012.
190
Bab VII. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Papua dalam ...
diusulkan kepada pimpinan agar penganggaran untuk biaya kegiatan FKUB bisa tersendiri dengan sistem hibah yang memang memungkinkan sebagaimana diatur dalam Permendagri nomor: 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 42, juga agar memberikan kesempatan kepada pengurus FKUB untuk melaksanakan setiap kegiatannya secara independen.32 Adapun anggaran dan peruntukanya untuk FKUB selama ini sebagai berikut: Daftar Pendanaan Forum Kerukunan Umat Beragama (Fkub) Provinsi Papua TAHUN Kegiatan
N O
1 2 3 4 5 6 7 8
Tahun 2009 Honorarium Dewan Penasehat, Anggota dan Sekretariat Dewan FKUB Rakor FKUB Kab/Kota se Papua ATK Dialog Interaktif Makan Minum Rapat-Rapat Dewan Penasehat, Anggota dan Sekretariat FKUB Biaya Perjalanan Dinas Dalam Daerah Biaya Perjalanan Dinas Luar Daerah Biaya pengadaan alat-alat kantor Sekretariat FKUB
BIAYA
TOTAL DANA 939.300.000
386.400.000 300.000.000 5.000.000 33.900.000 40.000.000 80.000.000 20.000.000 74.000.000
32
Wawancara dengan Kepala Bidang Kesatuan Bangsa Badan Kesbangpol dan Linmas tanggal 4 Juni 2012
191
Ibnu Hasan Muchtar
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5 6 7 8
1 2 3 4 5 6
Tahun 2010 Honorarium Dewan Penasehat, Anggota dan Sekretariat Dewan FKUB ATK Makan Minum Rapat-Rapat Dewan Penasehat, Anggota dan Sekretariat FKUB Biaya Perjalanan Dinas Dalam Daerah Biaya Perjalanan Dinas Luar Daerah Tahun 2011 Honorarium Dewan Penasehat, Anggota dan Sekretariat Dewan FKUB Kegiatan Study Banding ATK Makan Minum Rapat-Rapat Dewan Penasehat, Anggota Dan Sekretariat FKUB Transport local rapat-rapat Dialog Interaktif Biaya Perjalanan Dinas Dalam Daerah Biaya Perjalanan Dinas Luar Daerah (Study Banding ke Bali) Tahun 2012 Honorarium Dewan Penasehat, Anggota dan Sekretariat Dewan FKUB Kegiatan Study Banding ATK Makan Minum Rapat-Rapat Dewan Penasehat, Anggota Dan Sekretariat FKUB Biaya Perjalanan Dinas Dalam Daerah Biaya Perjalanan Dinas Luar Daerah (Study banding ke Sumut)
386.400.000
528.800.000
7.900.000 32.500.000 80.000.000 22.000.000
247.200.000 168.300.000 26.700.000
812.100.000
41.000.000 48.000.000 25.000.000 80.000.000 175.900.000
247.200.000 168.250.000 24.000.000
864.800.000
30.000.000 80.000.000 315.350.000
Data dari Kesbangpol dan Linmas Provinsi Papua 8 Juni 2012
192
Bab VII. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Papua dalam ...
Selain telah terbentuknya FKUB Provinsi dan mendorong terbentuknya pula di setiap Kabupaten/Kota, dengan diterbitkannya Peraturan Gubernur Nomor: 135 tahun 2007, Gubernur juga dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) mengeluarkan Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor: 9 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Papua Provinsi Papua. Di dalam pergub ini terdapat penambahan salah satu biro yaitu Biro Bina Mental Spiritual yang sebelumnya tidak ada. Inilah salah satu kebijakan pemerintah dalam rangka menjalankan tugas pembinaan mental aparatur pemerintah daerah, masyarakat dan pembinaan pendidikan serta kegiatan keagamaan sebagaimana tertera pada Bab III, Bagian Keenam Pasal 21.33 Dalam melaksanakan tugas untuk merumuskan bahan pembinaan mental aparatur pemerintah, masyarakat dan pembinaan pendidikan serta kegiatan keagamaan maka salah satu bagian yang ada adalah Bagian Bina Sarana dan Lembaga Keagamaan. Ada 3 (tiga) kegiatan pokok yang dilaksanakan sejak 3 tahun terakhir yaitu: 1). Penunjang rumah ibadat berupa bantuan, 2). Bantuan pembinaan kepada lembagalemaga keagamaan berupa hibah, 3). Bantuan kepada kelompok pemuda dalam bentuk wira usaha yang direkomodasi oleh lembaga keagamaan. Untuk kegiatan pertama berupa bantuan untuk rumah ibadat untuk tahun pertama 2010 ada 4 titik rumah ibadat yang dibantu, tahun 2011 sebanyak 8 titik dan untuk tahun 2012 ada 16 titik bantuan untuk 5 agama yang ada di Provinsi Papua dengan jumlah nominal sebanyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima 33
Perda Provinsi Papua Nomor 9 tahun 2008.
193
Ibnu Hasan Muchtar
juta rupiah). Kegiatan kedua bantuan pembinaan untuk lembaga keagamaan yang ditetapkan berdasarkan SK Gubernur, dan telah berjalan selama 3 tahun terakhir. Adapun dana yang dikucurkan sebesar 15 milyar yang dibagi kepada 47 lembaga keagamaan yang ada 3 diantaranya dari Islam yaitu Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan Majelis Muslim Papua, 1 Lembaga dari Hindu, 1 lembaga dari Katolik dan 42 lainnya dari kalangan lembaga keagamaan Kristen. Adapun jumlah yang diterima oleh masing-masing lembaga bervariasi 400 juta masing-masing untuk lembaga muslim, sedangkan yang terbesar untuk Gereja Kristen Injili di Tanah Papua sebesar 1.1 milyar karena lembaga ini selain lembaga tertua di Papua juga jumlah jemaatnya yang paling banyak.34 Namun demikian masih banyak pesoalan yang terjadi dalam proses dan pembagian bantuan ini, misalnya banyak hal terjadi saling bertengkar di dalam intern lembaga yang mendapatkan bantuan karena tidak saling percaya diantara pengurus dalam penggunaan bantuan bahkan saling lapor kepada kepolisian. Antara satu lembaga dengan lembaga keagamaan yang lain saling mengklaim bahwa seharusnya lembaganyalah yang harus mendapatkan jatah lebih banyak mengingat lembaganya yang sudah lebih terdahulu ada dan sudah teorganisir dengan baik. Bantuan ini sebenarnya diperuntukkan dalam rangka pembinaan dan pengembangan lembaga keagamaan di Provinsi Papua untuk mendukung kelancaran tugas-tugas pembinaan dan pelayanan keagamaan. 34 Wawancara dengan Kepala Bagian Bina Sarana dan Lembaga Keagamaan Biro Bina Mental dan Spiritual Sekretariat Daerah Provinsi Papua tanggal 5 Juni 2012.
194
Bab VII. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Papua dalam ...
Dalam pelaksanaannya apa yang menjadi tujuan semula tidak sedikit yang tidak dapat memenuhinya sehingga ketika diminta pertanggung jawaban penggunaan keuangannya mereka tidak dapat mempertanggung jawabkannya. Oleh karenanya ke depan perlu menjadi perhatian oleh pihak penyelenggara agar bantuan ini dapat benar-benar bermanfaat untuk umat masing-masing lembaga keagamaan yang diberi bantuan. b. Pemerintah Kota Jayapura Salah satu implementasi dari amanat Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 & 8 tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksana Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat Pemerintah Kota Jayapura telah membentuk dan mengukuhkan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Dewan Penasehat Forum Kerukunan Umat Beragama priode 2007-2012. Untuk priode kedua Walikota Jayapura telah menerbitkan Keputusan Walikota Jayapura Nomor: 31 Tahun 2012 Tentang Penunjukan/Pengangkatan Dewan Penasehat dan Pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama Kota Jayapura Periode 2012-2016. Berbagai upaya ditempuh dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam rangka memelihara dan meningkatkan Kerukunan Umat Beragama di Kota Jayapura yang sampai saat ini sangat kondusif, tidak pernah terjadi konflik antar maupun intern umat beragama yang dapat menimbulkan renggangnya hubungan antar warga. Jika pun ada isu-isu yang menyangkut soal agama baik yang
195
Ibnu Hasan Muchtar
diakibatkan oleh pemberitaan dari luar maupun yang muncul di dalam, maka segera dapat diredam dengan melibatkan semua unsur instansi terkait, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat dan masyarakat itu sendiri. Berbagai contoh misalnya untuk menunjukkan bahwa kerukunan antar umat memang benar terjadi di Kota Jayapura adalah ditunjukkan ketika perayaan hari-hari besar keagamaan, Jika pada waktu perayaan Hari Raya I’dul Fitri atau Adha, waktu shalat para pemuda dari pihak Kristen ikut menjaga jalannya shalat begitu pula sebaliknya ketika Hari Natal juga pemuda muslim berpartisipasi dalam menjaga keamanan dan ketertiban. Walikota dan Wakil Walikota aktif dalam menghadiri kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga keagaman hadir dalam upacara-upacara keagamaan, Walikota ikut dalam kebaktian-kebaktian yang dilakukan oleh berbagai pihak gereja yang ada di kota Jayapura begitu pula halnya Wakil Walikota bersama shalat taraweh keliling selama bulan Romadlan. Ada kegiatan bersama yang sudah ditetapkan untuk selalu diperingati yaitu pada tanggal 5 Pebruari setiap tahun, yaitu perayaan masuknya pertama kali Injil ke tanah Papua yang selanjutnya telah menjadi kesepakatan bersama para pemuka agama pada tanggal 5 Pebruari juga ditetapkan menjadi ‚ Hari Damai di Tanah Papua‛. Berbagai kegiatan dilakukan dari seminar, pameran dan petunjukan budaya dari masing-masing etnis yang ada di Papua. Kegiatan ini atas biaya bersama baik Provinsi maupun Kota Jayapura yang juga melibatkan FKUB Provinsi maupun FKUB Kota Jayapura. Selain itu seluruh lembaga keagaman dilibatkan dalam kegiatan penanggulangan HIV AIDS yang diselenggarakan
196
Bab VII. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Papua dalam ...
oleh Komite Penanggulangan HIV AIDS dengan biaya yang disediakan oleh APBD Kota Jayapura.35 Berkenaan dengan dukungan pemerintah daerah terhadap pelaksanaan tugas-tugas FKUB diakui oleh Kepala Badan Kesbangpol dan Linmas memang belum maksimal sebagai contoh sampai saat ini sarana dan prasarana untuk FKUB belum ada, Kantor misalnya masih bersama dengan FKUB Provinsi yang menempati gedung eks Kementerian Agama Kota Jayapura yang sebelumnya Kementerian Agama Kabupaten Jayapura, dukungan dana yang khusus diperuntukkan untuk FKUB juga belum memadai yang ada baru dana dukungan yang disediakan oleh Dinas Sosial sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh Juta) untuk tahun 2012 ini, ada juga dana yang dikeluarkan oleh pihak Sekretariat dalam mendukung pelaksanaan perayaan hari damai di tanah Papua pada setiap tanggal 5 Pebruari dan juga ada dana yang diperuntukkan kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan kerukunan umat beragama yang melibatkan FKUB sebagai Nara Sumber, yang keberadaan dana tersebut melekat pada DIPA Kesbangpol dan Linmas Kota Jayapura. Adapun besarannya sebanyak Rp. 100.000.000,- (seratus Juta) untuk tahun 2012 dan direncanakan meningkat menjadi 150 Juta pada tahun anggaran 2013 mendatang. Untuk menyusun kegiatannya pihak Kesbangpol dan Linmas mengundang pengurus FKUB untuk membicarakan alokasi dana tersebut untuk dituangkan dalam kegiatan-kegiatan yang dirancang oleh pengurus FKUB itu sendiri. Berkenaan dengan peran Dewan Penasehat FKUB yang Ketuanya exs offisio Wakil Walikota, Sekretarisnya Kepala 35
Wawancara dengan Wakil Walikota Jayapura pada tanggal 5 Juni 2012.
197
Ibnu Hasan Muchtar
Kesbangpol dan Linmas sedangkan Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Jayapura sebagai Wakil Ketua Dewan Penasehat FKUB, secara khusus rapat yang membicarakan tentang pemeliharaan kerukunan umat beragama belum pernah dilakukan, namun demikian pertemuan-pertemuan yang melibatkan unsur-unsur Dewan Penasehat FKUB sering dilakukan seperti pada acara copy morning yang rutin dilakukan oleh Wakil Walikota di Kantor Walikota Jayapura walaupun tidak secara spesifik berkenaan dengan pemeliharaan kerukunan umat beragama tetapi menyangkut kondisi dan situasi kota Jayapura termasuk kehidupan beragama di dalamnya.36 B. Peran Kantor Kementerian Agama Provinsi Dan Kota Dalam Pemeliharaan Kub. 1. Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Papua Dengan memperhatikan kemajemukan masyarakat Papua yang plural dari segi etnis dan agama maka pemerintah (Kementerian Agama) melakukan pembinaan dan perlindungan dengan berbagai pendekatan: a. Mendorong berbagai lembaga agama untuk dapat melaksanakan pembinaan umat beragama secara baik, dengan berbagai aktivitas keagamaan. b. Mensosialiasikan berbagai peraturan pemerintah dan melakukan pembinaan untuk berbagai kelompok masyarakat (FKUB, Pemuda, Tokoh Agama dan Tokoh Adat dan aparat pemerintah) untuk meningkatkan dan mempererat hubungan sosial keagamaan. 36
Wawancara dengan Kepala Kesbangpol dan Linmas dan Kepala Dinas Sosial Kota Jayapura tanggal 5 Juni 2012
198
Bab VII. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Papua dalam ...
c. Menyelenggarakan pendidikan Agama di sekolah secara merata dan humanis (PP. 53 Tahun 2003, tentang Pendidikan agama dan keagamaan. d. Melakukan dialog antara Guru Agama, karena Guru menjadi sangat penting untuk dalam penyebaraan ajaran – ajaran agama yang humanis. e. Mendorong adanya penghormatan terhadap hari-hari raya keagamaan ( Edaran Tentang Libur hari – hari keagamaan ) f. Membentuk, mendorong dan memberdayakan lembaga FKUB sebagai lembaga masyarakat yang menjadi mediator dalam menumbuhkan kehidupan beragama yang harmonis (PBM Nomor 9 dan 8 Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama tentang tugas Bupati dan Wakil Bupati tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan FKUB dan Pendirian Rumah Ibadah ) g. Mendorong pendirian rumah ibadah memperhatikan kearifan masyarakat sekitarnya.
dengan
Dari berbagai pendekatan diatas maka upaya lebih kongkritnya dituangkan dalam berbagai kegiatan tahunan yang dalam hal ini dikoordinir oleh Sub Bagian Hukmas dan KUB pada Bagian Sekretariat Kantor Wilayah Kementerian Agama. Adapun kegiatan-kegiatan yang tertuang di dalam DIPA tahun 2011 dan 2012 sebagai berikut: A. Uraian Kegiatan Tahun 2011 Dalam penyelenggaraan program pembinaan kerukunan umat beragama tahun 2011, anggaran yang tersedia sebesar Rp. 933.475.000,- (Sembilan ratus tiga puluh
199
Ibnu Hasan Muchtar
tiga juta empat ratus tujuh puluh lima juta rupiah). Kegiatan – kegiatan pembinaan yang dilaksanakan adalah : I. Pemberdayaan KUB a. Pemberian subsidi /bantuan dana operasional, sasaranya adalah FKUB Provinsi Papua Rp. 80.000.000,- (delapan puluh juta rupiah). b. Pemberian subsidi /bantuan dana operasional, sasaranya adalah masing-masing FKUB Kab/Kota sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh limajuta rupiah). II. Pembinaan Umat Beragama a. Bantuan operasional, sasaranya adalah Organisasi pemuda lintas agama ‚ Forum Pemuda Lintas Agama Provinsi Papua‛ Rp. 50.000.000,- (lima puluh lima juta rupiah). b. Pembinaan Konsultasi FKUB terdiri dari perjalanan dinas, sasaranya adalah Pengelola Program KUB digunakan untuk pelaksanaan konsultasi dan koordinasi FKUB. c. Workshop/Sosialisasi Kegiatan pembinaan berupa seminar dan rapat yang bertujuan dalam rangka sosialiasi dan menumbuhkan harmoniasi umat diantaranya: 1. Pertemuan Harmonisasi Lintas Agama : Kegiatan dilaksanakan di Kota Jayapura dan sasaran pada pemuda lintas agama. 2. Rapat Koordinasi FKUB : Kegiatan dilaksanakan di Kota Jayapura, dan sasaranya adalah Kepala Kantor
200
Bab VII. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Papua dalam ...
Kementerian Agama Kab/Kota dan Ketua FKUB se Provinsi Papua. 3. Pertemuan Tenaga Harmonisasi Kerukunan Lintas Agama dilaksanakan di Kabupaten Jayawijaya – Wamena. Sasaran adalah Pengurus FKUB, Tokoh Agama dan Penyuluh Agama kemenag Kabupaten Jayawijaya. 4. Penyelenggaraan Informasi Kerukunan Umat Beragama: Kegiatan ini berupa pembuatan baliho FKUB yang sasaran adalah imbauan tentang membagun kerukunan hidup beragama B. Uraian Kegiatan Tahun 2012 Untuk menunjang Program pembinaan kehidupan beragama anggaran yang tersedia pada tahun 2012 sebesar Rp. 970.000.000,- ( Sembilan ratus tujuh puluh juta rupiah ). Diantara kegiatannya adalah: I.
Pemberdayaan KUB
a.
Kegiatan pemberian subsidi yang diarahkan berupa 1. Bantuan anggaran operasional/hibah untuk FKUB Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah). 2. Perjalananan koordinasi FKUB Provinsi Papua, Rp. 32.000.000,- (tiga puluh dua juta rupiah), sasarannya adalah Forum Kerukunna Umat Beragama Provinsi Papua. 3. Bantuan pada FKUB Kab/Kota (20 Kab ) Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
201
Ibnu Hasan Muchtar
II. Pembinaan terhadap Umat Beragama dengan kegiatan terdiri dari: 1. Bantuan kepada Genenerasi muda, sasaranya adalah organisasi pemuda lintas agama Provinsi Papua Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). 2. Pembinaan Konsultasi FKUB adalah kegiatan perjalanan dinas dan koordinasi FKUB, sasarannya adalah pejabat dan pengelola program kerukunan sebesar Rp. 42.000.000,- (empat puluh dua juta rupiah). 3. Sosialisasi/workshop dan Konsultasi sebesar Rp. 815.000.000,- (delapan ratus lima belas juta rupiah). Yang kegiatannya terdiri dari: a. Pertemuan Harmonisasi Pemuda Lintas Agama di Kepulauan Yapen, sasarannya adalah pemuda dan mahasiswa lintas agama di Kabupaten Kepulauan yapen. b. Rapat Koordinasi FKUB se Provinsi Papua, sasarannya adalah pengurus FKUB (ketua FKUB ) dari 26 Kabupaten/Kota dan Pengurus /Penasihat FKUB tingkat Provinsi Papua. c. Pembinaan Tenaga Harmonisasi Lintas Agama di Kabupaten Merauke sasarannya adalah pengurus FKUB dan tokoh agama di Kabupaten Merauke. d. Pertemuan Harmonisasi Pemuda Lintas Agama di Kabupaten Jayapura sasarannya adalah pemuda dan mahasiswa lintas agama di Kabupaten Jayapura.
202
Bab VII. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Papua dalam ...
Kantor Kementerian Agama Kota Jayapura Dalam menjalankan peran pemeliharaan kerukunan umat beragama Kementerian Agama Kota Jayapura mempunyai visi ‚Terwujudnya Umat Kota Jayapura yang Damai, Cerdas dan Berakhlak Mulia‛. Untuk menuju tercapainya visi ini maka dalam pelaksanaanya salah satu yang menjadi misinya adalah meningkatnya kualitas pelayanan kehidupan umat beragama. Berbagai kegiatan dilakukan oleh masing-masing seksi keagamaan yang ada di lingkungan Kantor Kementarian Agama Kota Jayapura seperti penyediaan bantuan untuk LPTQ, PESPARAWI, LPDG, LPSBKST, FKUB, BAZDA. Untuk bantuan terhadap FKUB Kota Jayapura dari Kantor Kementerian Agama telah dilakukan sejak tahun 2008 sebesar Rp. 17.000.000,- (tujuh belas juta), tahun 2009 sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta), dan tahun 2010 sebesar Rp. 25. 000.000,- (dua puluh lima juta), sedangkan tahun 2011 dan tahun 2012 ini tidak tersedia dana untuk bantuan kepada FKUB. Secara resmi Kementerian Agama belum pernah melakukan rapat secara menyeluruh dengan instansi terkait namun demikian secara parsial pernah dilakukan. Berbagai upaya bersama untuk meningkatkan keharmonisan antar warga masyarakat termasuk kerukunan umat beragama dilakukan antar tokoh agama baik pada tataran tingkat kota maupun provinsi termasuk kementerian agama kota yang diprakasai oleh para pimpinan agama yang tergabung di dalam Forum Konsultasi Para Pimpinan Agama (FKPPA) di Tanah Papua yang mempunyai visi Terwujudnya Papua Tanah Damai. Setiap ada persoalan menyangkut soalsoal agama maka forum ini bergerak sangat cepat untuk
203
Ibnu Hasan Muchtar
mengantisipasi tidak meluasnya persoalan dan menambah kisruh suasana, termasuk kantor kementerian agama ikut berperan aktif untuk meredam dan melokalisir masalah yang muncul. Misalnya beberapa waktu lalu tepatnya pada bulan suci ramadlon tahun 2011 terjadi 3 (tiga) kali peristiwa berturut-turut yang melibatkan masalah agama khususnya umat Islam. Peristiwa ini tidak sampai bergejolak berkepanjangan walaupun penyelesaiannya sangat tidak memuaskan karena sampai sekarang para pelakunya tidak tertangkap. Sebagai Wakil Ketua Dewan Penasehat Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) sejak FKUB lahir pada tahun 2007 dan telah memasuki periode ke 2 rapat dalam lingkungan Dewan Penasehat secara khusus untuk merumuskan kebijakan dalam rangka pemeliharaan kerukunan dan memfasilitasi hubungan kerja antara FKUB dengan Pemerintah Daerah dan hubungan antara sesama instansi pemerintah sebagaimana tercantum dalam pasal 11 ayat 2 PBM, belum pernah dilakukan, namun demikian dalam acara-acara pertemuan yang membahas masalah-masalah keamanan dan ketertiban termasuk soal-soal hubungan antar umat sering dilakukan. Kerjasama antara Wakil Walikota dengan Kementerian Agama bejalan lancar, perhatian Wakil Walikota terhadap urusan keagaman cukup baik ditandai dengan kehadiran beliau dalam acara-acara keagamaan dan ikut bersama untuk acara bulan ramadlan seperti shalat taraweh keliling. Dalam kaitannya dengan rekomendasi tertulis untuk pendirian rumah ibadat sampai saat ini belum efektif dan masih sangat jarang yang mengajukan baik dari pihak gereja
204
Bab VII. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Papua dalam ...
maupun rumah-rumah ibadat umat lainnya. Begitu halnya soal pelaporan tertulis mengenai penggunaan rumah ibadat sementara kepada Walikota belum pernah dilakukan karena belum pernah ada yang mengusulkan/mengajukan dari pihak masyarakat pengguna. Sama halnya dengan penanganan perselisihan terkait dengan pendirian rumah ibadat juga belum pernah dilakukan karena belum pernah terjadi di wilayah Kota Jayapura. Kalaupun pernah ada persoalan mengenai rumah ibadat (Masjid) yang berada di Mapolda Brimob Jayapura, hal ini karena keberadaannya di dalam suatu institusi pemerintah maka menjadi kewajiban institusi itu sendiri untuk menyelesaikannya. Adapun tantangan dan hambatan yang ada di seputar pemeliharaan kerukunan umat beragama di Kota jayapura sebagai berikut: a. Belum dipahaminya PBM tahun 2006 oleh masyarakat karena sosialisasinya masih sangat terbatas bahkan termasuk di lingkungan pemerintah daerah baik di kalangan pejabat yang dianggap dapat mengambil kebijakan maupun di kalangan bawahan pada tingkat pelaksana yang mengakibatkan tidak tersedianya dana yang memadai untuk operasional FKUB sehingga program tidak dapat terlaksana; b. Sangat majemuknya komunitas/denominasi khususnya di kalangan agama Kristen yang dapat menjadi peluang tejadinya gesekan baik intern maupun antar umat beragama di Kota Jayapura;
205
Ibnu Hasan Muchtar
c. Belum adanya komitmen nyata dari pemerintah daerah dalam memberikan perhatian yang serius dalam memelihara kerukunan umat beragama.37 C. Analisis Berbagai fenomena tindakan kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini, baik yang melibatkan antarumat beragama, antar suku, kampung dan bahkan antar pelajar dan mahasiswa tentu memprihatinkan kita semua sebagai anak bangsa. Kejadian yang seharusnya tidak boleh terjadi di negeri ini, negeri yang dianggap sebelumnya sebagai negeri yang sangat toleran, sangat menjunjung tinggi nilai budaya dan ketimuran dan bahkan nilai-nilai agama ikut mewarnai kehidupan berbangsa dan bertanah air, walaupun negara kita bukan negara agama dan bukan juga negara sekuler akan tetapi negara yang berdasarkan Pancasila. Pertanyaannya mengapa hal-hal yang tidak diinginkan masih saja terus terjadi? Dimana peran Pemda, pemerintah termasuk Kementerian Agama? Dari hasil wawancara dengan berbagai informan, ada beberapa catatan yang patut diperhatikan bahwa betapa pentingnya hidup yang rukun dan damai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Semua informan setuju bahwa sudah sepatutnya ada sebuah toleransi yang didasari atas dasar penghormatan terhadap pemeluk agama lain. Di Papua dalam hal kasus kerukunan umat beragama dapat dikatakan masih kondusif ditandai dengan tidak adanya konflik antar umat beragama yang terjadi. Masyarakat hidup rukun dan 37
Wawancara tertulis dengan Kasubbag TU Kantor Kementerian Agama Kota Jayapura
206
Bab VII. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Papua dalam ...
damai penuh per-saudaraan di antara sesama anak bangsa, menghargai hak-hak azasi manusia, menghargai hak-hak khusus dari penduduk asli, dan memberikan tempat yang layak dan aman tanpa diskriminasi kepada saudara-saudara yang datang dari pulau-pulau lain, untuk hidup di tanah Papua. Kesadaran di atas terealisasi dengan terbentuknya wadah Forum Konsultasi Para Pemimpin Agama (FKPPA) pada 04 Desember 2006 sebelum lahirnya Forum Kerukunan antar Umat Beragama (FKUB) pada tahun 2007. FKPPA sebagai tempat berhimpunnya para pimpinan agama untuk mendiskusikan setiap pemasalah agama yang muncul, terhadap isu-isu yang berkembang sehingga dapat terwujud solusi pemecahannya sehingga dapat terwujud apa yang menjadi visi forum ini yaitu ‚Terwujudnya Papua sebagai Tanah Damai‛. Untuk mewujudkan Tanah Papua yang Damai tentu harus ada upaya bersama yaitu pemerintah daerah, pemerintah dan masyarakat Papua itu sendiri. Namun demikian kondisi yang diharapkan sampai saat ini belum dapat terwujud sepenuhnya karena persoalan tanah Papua sudah menjadi persoalan yang rumit karena banyak pihak yang berkepentingan dan terlibat di dalamnya. Pemerintah daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Papua sudah berusaha melakukan perannya masing-masing walaupun masih belum optimal. Banyak persoalan yang menyebabkan belum optimalnya peran pemda diantaranya kondisi geografis tanah Papua yang sangat luas berbukit dan berlembah, transportasi yang belum memadai baik darat maupun laut. Satu-satunya
207
Ibnu Hasan Muchtar
transportasi yang efektif hanya dengan pesawat udara tetapi memerlukan ongkos yang tidak sedikit. Kendala lain gangguan keamanan yang masih terus menerus belum menandakan akan ada penyelesaian yang konfrehensif. Pada dasarnya kebebasan beragama dijamin oleh konstitusi RI, UUD 1945. Ekspresi kebebasan itu terejawantah dalam keseimbangan hak dan kewajiban sebagai warga negara dalam lalu lintas hubungan antar penduduk, antar pemeluk agama. Kondisi kerukunan umat beragama juga pada umumnya baik. Toleransi beragama nyata dalam masyarakat yang multikultur dan multirelijius. Kasus-kasus memang terjadi, namun hal itu dipandang wajar sebagai dinamika sosial dan lebih-lebih salahsatu efek demokratisasi. Diantara kasus keagamaan yang terjadi: Kasus Yasmin, Ahmadiyah, Syiah Sampang, Pendirian Rumah Ibadat, dan lainnya. Hak beribadat dan hak mendirikan rumah ibadat adalah dua hal yang berbeda. Beribadat merupakan hak asasi setiap individu yang tidak boleh dikurangi dan atau diintervensi siapapun. Untuk mengatur perihal Kerukunan Antarumat Beragama sampai saat ini belum ada regulasi yang cukup kuat yang dapat memberikan saksi terhapat pelanggarnya yang ada baru berupa peraturan bersama (PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006), yang salahsatunya mengatur persoalan tugas kepala daerah/wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan. PBM ini merupakan hasil kesepakatan majelis-majelis agama, maka Pemerintah dalam posisi harus menerapkan tegas aturan itu. Jika PBM dinilai belum sempurna dan diinginkan direvisi, semua kembali para kesepakatan pimpinan majelis agama yang menyusunnya. PBM pada
208
Bab VII. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Papua dalam ...
dasarnya tidak mengatur substansi agama, melainkan pengadministrasian dalam pemenuhan kebutuhan umat beragama. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bukan Negara agama dan bukan juga Negara sekuler, Indonesia mempunyai dasar Negara yang telah disepakati bersama yaitu berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila. Pancasila sebagaimana diyakini merupakan jiwa, kepribadian dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Disamping itu juga telah dibuktikan dengan kenyataan sejarah bahawa Pancasila merupakan sumber kekuatan bagi perjuangan karena menjadikan bangsa Indonesia bersatu. Pancasila dijadikan ideologi dikarenakan, Pancasila memiliki nilai-nilai falsafah mendasar dan rasional. Selain itu, Pancasila juga merupakan wujud dari konsensus nasional karena negara/bangsa Indonesia ini adalah sebuah desain negara moderen yang disepakati oleh para pendiri negara Republik Indonesia, kemudian nilai kandungan Pancasila dilestarikan dari generasi ke generasi. Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan hidup berdampingan dengan orang lain, dalam interaksi itu biasanya terjadi kesepakatan, dan saling menghargai satu sama lain atas dasar tujuan dan kepentingan bersama.38 D. Penutup 1. Kesimpulan: Dari hasil temuan lapangan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 38
Ir. Asriawan dalam Refleksi Hari Lahirnya Pancasila (Media Center Pemkot Makassar)
209
Ibnu Hasan Muchtar
a. Pemerintah Provinsi Papua telah melakukan perannya yang cukup baik dalam pemeliharaan KUB baik dalam bentuk penyiapan regulasi Pergub Nomor: 135 Tahun 2007 tertanggal 1 Agustus 2007 ttg FKUB, Perda Nomor: 9 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Papua yang didalamnya terbentuk Biro Mental Spiritual dengan tugas salah satunya pembinaan terhadap masyarakat khususnya bidang pendidikan dan kegiatan keagamaan. Dalam Bidang Fasilitasi terhadap FKUB Pemprov Papua juga sudah cukup besar mengalokasikan penganggaran dana melalui Kesbangpol dan Linmas yang rata-rata pertahun sebesar Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah), walaupun anggota FKUB belum merasa puas karena dananya tidak dikelola sendiri. Telah terseida sarana berupa kantor dan prasarananya. Untuk Pemda Kota Jayapura dari temuan di lapangan terlihat belum banyak berperan jika dilihat dari regulasi tidak ada regulasi yang berkenan dengan kerukunan umat beragama berupa Perwalikota misalnya, dari segi fasilitasi juga masih sangat minim bahkan kantorpun masih menumpang, alokasi dana belum ada walaupun FKUB Kota Jayapura sudah memasuki periode kedua. b. Kantor Wilayah Kementerian Agama dan Kantor Kementerian Agama Kota Jayapura pada prinsipnya adalah membantu peran Pemprov dan Pemda Kota Jayapura dalam mewujudkan KUB di daerah. Secara umum telah berperan membantu pemda walau belum maksimal. Dari segi regulasi Kemenag daerah berpegang pada PBM tahun 2006 dan sudah berusaha di sosialisakan, dari segi fasilitasi walaupun tidak sebesar yang dialokasikan dari Pemrov
210
Bab VII. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Papua dalam ...
namum secara rutin baik dari Kanwil untuk FKUB Provinsi dan FKUB Kabupaten/Kota maupun dari Kantor Kemenag Kota kepada FKUB Kota Jayapura rutin berjalan setiap tahun. Selain itu fungsi dan tugas Kementerian Agama Daerah tetap berjalan sesuai dengan fungsinya seperti: - Mensosialiasikan berbagai peraturan pemerintah dan melakukan pembinaan untuk berbagai kelompok masyarakat (FKUB, Pemuda, Tokoh Agama dan Tokoh Adat dan aparat pemerintah) untuk meningkatkan dan mempererat hubungan sosial keagamaan. - Melakukan dialog antara Guru Agama, karena Guru menjadi sangat penting untuk dalam penyebaraan ajaran –ajaran agama yang humanis. - Membentuk, mendorong dan memberdayakan lembaga FKUB sebagai lembaga masyarakat yang menjadi mediator dalam menumbuhkan kehidupan beragama yang harmonis. - Pemberian subsidi /bantuan dana operasional, sasaranya adalah FKUB Provinsi dan FKUB Kabupaten/Kota. Rata-rata Rp. 50.000.000,- untuk Provinsi dan Rp. 25.000.000,- untuk Kabupaten/Kota. - Bantuan operasional, sasaranya adalah Organisasi pemuda lintas agama ‚ Forum Pemuda Lintas Agama Provinsi dan Kabupaten/Kota yang jumlahnya bervariasi. c. Kendala yang dihadapi pemda adalah luasnya wilayah yang geografisnya tidak mudah dijangkau oleh tranportasi darat, tranportasi laut yang terbatas dan mahalnya tranportasi udara. Selain itu juga persoalan keamanan
211
Ibnu Hasan Muchtar
akibat politik/gerakan OPM yang belum kunjung selesai. Dari pihak Kementerian Agama salah satu kendala adalah kendala sikologis sabagai wakil ketua Dewan Penasehat FKUB Kepala Kantor Kemenag eselon III sedangkan Sekretaris DP FKUB yaitu Kepala Badan Kesbangpol dan Linmas adalah eselon II. d. Keberhasilan yang dirasakan dari upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama yang dilakukan Pemerintah Provinsi Papua, Pemda Kota Jayapura, Kanwil Kemenag dan Kandepag Kota Jayapura, antara lain terpeliharanya kerukunan umat beragama yang harmonis, ditandai dengan tidak pernah timbul gejolak konflik baik antar maupun intern di kalangan umat beragama. 2. Rekomendasi a. Perlu ada mekanisme yang pas dalam pemecahan penanganan keuangan yang diperuntukkan kepada FKUB, agar pengurus FKUB merasa penuh tanggungjawab dan dapat menggunakan keuangannya sendiri sewaktu diperlukan dengan studi banding ke FKUB yang mendapat bantuan dana cukup besar dan tidak terjadi masalah seperti FKUB DKI Jakarta, FKUB Kalimantan Tengah dan FKUB Sumut. Pemda Kota Jayapura perlu meningkatkan pemahaman terhadap PBM tahun 2006, agar dapat meningkatkan perhatian terhadap keberadaan FKUB Kota Jayapura. b. Kepala Kanwil dan Kantor Kemenag sebagai Wakil Ketua Dewan Penasehat FKUB, diharapkan lebih proaktif berkoordinasi dengan pengurus Dewan Penasehat lainnya dalam upaya peningkatan kondisi kerukunan umat
212
Bab VII. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Papua dalam ...
beragama yang ada. Kantor Kementerian Agama Kota Jayapura perlu melakukan langkah-langkah untuk mendorong pemerintah daerah Kota Jayapura lebih meningkatkan keperduliannya terhadap keberadaan FKUB dan meningkatkan koordinasi dalam rangka pemeliharaan kerukunan umaty beragama. c. Pemerintah perlu terus berupaya menyelesaikan persoalan keamanan di Provinsi Papua agar masyarakat dapat membangun wilayahnya. d. Kondisi Kerukunan Umat Beragama saat ini yang dianggap cukup kondusif perlu dipertahankan. Pemprov. dan Pemda Kota Jayapura tetap harus waspada terhadap kegiatankegiatan keagamaan yang tidak memperhatikan kondisi masyarakat setempat. Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik Kota Jayapura, Kota Jayapura dalam Angka 2011, Jayapura, 2011. Badan Pusat Statistik Provinsi Papua, Papua dalam Angka 2011, Jayapura, 2011. Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 9 tahun 2008 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Papua 2066-2011 2/44 & 10/228 Badan Litbang Dan Diklat Kementerian Agama RI, 2011, Sosialisasi PBM & Tanya Jawabnya, Jakarta, Badan Litbang Dan Diklat Kementerian Agama RI, Edisi Tanya Jawab yang Disempurnakan.
213
Ibnu Hasan Muchtar
Menggali Kearifan, Memupuk Kerukunan Peta Kerukunan dan Konflik Keagamaan di Nusantara, Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Arief dkk, tahun 2011. Erawati, Desi, Dr., Model Toleransi Mengatasi Konflik, Intimedia, Malang, 2012. Kaloh, J., Kepala Daerah: Pola Perilaku, Kekuasaan, dan Perilaku Kepala Daerah, dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003. Milner, Anthony, The Malays, United Kingdom: John Wiley and Sons, 2008. Surat Mendagri kepada Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia perihal Dukungan Fasilitasi untuk Pelaksanaan Kegiatan FKUB tanggal 27 Oktober 2011. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hlm. 178
214
Bab VIII. Peran Pemerintah Daerah dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta ...
BAB VIII PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN KANWIL KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI DKI JAKARTA DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Oleh: Akmal Salim R., Bashori A Hakim, dan Rahmah NF A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 39 Jakarta berlokasi di sebelah utara Pulau Jawa, di muara Ciliwung, Teluk Jakarta. Di sebelah Selatan dibatasi Kota Depok, sebelah Timur oleh Provinsi Jawa Barat, di sebelah Barat oleh Provinsi Banten, dan di sebelah Utara oleh Laut Jawa. Jakarta terletak di dataran rendah pada ketinggian ratarata 8 meter dpl. Hal ini mengakibatkan Jakarta sering dilanda banjir. Sebelah selatan Jakarta merupakan daerah pegunungan dengan curah hujan tinggi. Jakarta dilewati oleh 13 sungai yang semuanya bermuara ke Teluk Jakarta. Jumlah penduduk Jakarta adalah 9.607.787 jiwa menurut data BPS hasil sensus penduduk 2010. Namun pada siang hari, angka tersebut dapat bertambah seiring datangnya para pekerja dari kota satelit seperti Bekasi,Tangerang, Bogor, dan Depok. Kota/Kabupaten yang paling banyak penduduknya adalah Jakarta Timur dengan 2.693.896 penduduk, sementara Kepulauan Seribu adalah kabupaten paling sedikit penduduknya, 21.082 jiwa. 39
Jakarta‖
Dikutip dan disarikan dari wikipedia.com dengan kata kunci: ―DKI
215
Akmal Salim Ruhana., dkk.
Jakarta berstatus setingkat provinsi dan dipimpin oleh seorang gubernur. Berbeda dengan provinsi lainnya, Jakarta hanya memiliki pembagian di bawahnya berupa kota administratif dan kabupaten administratif, yang berarti tidak memiliki perwakilan rakyat tersendiri. DKI Jakarta memiliki status khusus sebagai Daerah Khusus Ibukota. DKI Jakarta ini dibagi kepada lima kota dan satu kabupaten, yaitu: Kabupaten Administrasi Kepulauan, Kota Administrasi Jakarta Barat, Kota Administrasi Jakarta Pusat, Kota Administrasi Jakarta Selatan, Kota Administrasi Jakarta Timur, Kota Administrasi Jakarta Utara. DKI Jakarta memiliki 21 perwakilan di DPR (dari tiga daerah pemilihan) dan empat orang untuk DPD. Selain itu Berdasarkan hasil Pemilu Legislatif 2009, DPRD Jakarta memperoleh total 94 kursi yang didominasi oleh Partai Demokrat (32 kursi), PKS (18 kursi) dan PDI-P (11 kursi). Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, tercatat bahwa penduduk Jakarta berjumlah 8,3 juta jiwa yang terdiri dari orang Jawa sebanyak 35,16%, Betawi (27,65%), Sunda (15,27%), Tionghoa (5,53%), Batak (3,61%), Minangkabau (3,18%), Melayu (1,62%), Bugis(0,59%), Madura (0,57%), Banten (0,25%), dan Banjar (0,1%) Jumlah penduduk dan komposisi etnis di Jakarta, selalu berubah dari tahun ke tahun. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, tercatat bahwa setidaknya terdapat tujuh etnis besar yang mendiami Jakarta. Suku Jawa merupakan etnis terbesar dengan populasi 35,16% penduduk kota. Etnis Betawi berjumlah 27,65% dari penduduk kota. Pembangunan Jakarta yang cukup pesat sejak awal tahun 1970-an, telah banyak menggusur perkampungan etnis Betawi ke pinggiran kota. Pada tahun 1961, orang Betawi masih membentuk persentase
216
Bab VIII. Peran Pemerintah Daerah dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta ...
terbesar di wilayah pinggiran seperti Cengkareng, Kebon Jeruk, Pasar Minggu, dan Pulo Gadung. Agama yang dianut oleh penduduk DKI Jakarta beragam. Menurut data tahun 2005, komposisi penganut agama di kota ini adalah Islam (84,4%), Kristen Protestan (6,2 %), Katolik (5,7 %), Hindu (1,2 %), dan Buddha (3,5 %) Jumlah umat Buddha terlihat lebih banyak karena umat Konghucu juga ikut tercakup di dalamnya. Angka ini tidak jauh berbeda dengan keadaan pada tahun 1980, dimana umat Islam berjumlah 84,4%; diikuti oleh Protestan (6,3%), Katolik (2,9%), Hindu dan Buddha (5,7%), serta Tidak beragama (0,3%) Menurut Cribb, pada tahun 1971 penganut agama Kong Hu Cu secara relatif adalah 1,7%. Uniknya, pada DKI Jakarta Dalam Angka 2010 tidak ditemukan data penduduk berdasarkan agama. Sedangkan menurut hasil survei penduduk antar sensus tahun 2005, pemeluk agama di DKI Jakarta adalah sebagai berikut: Tabel 1 Data Jumlah Penduduk berdasarkan Pemelukan Agama di Provinsi DKI Jakarta Agama
Pemeluk Agama Jumlah
%
Islam Kristen Katolik Hindu Buddha Khonghucu (Lainnya) Sumber:
7,867,369 87.74% 434,393 4.84% 366,308 4.09% 13,367 0.15% 235,211 2.62% 45,939 0.51% 3,960 0.04% 8,966,547 100.00% Badan Pusat Statistik (BPS), hasil survei penduduk antar sensus tahun 2005.
217
Akmal Salim Ruhana., dkk.
Adapun tempat peribadatan agama-agama dapat dijumpai di Jakarta. Masjid dan mushala, sebagai rumah ibadah umat Islam, tersebar di seluruh penjuru kota, bahkan hampir di setiap lingkungan. Masjid terbesar adalah masjid nasional, Masjid Istiqlal, yang terletak di Gambir. Sejumlah masjid penting lain adalah Masjid Agung AlAzhar di Kebayoran Baru, Masjid At Tin di Taman Mini, dan Masjid Sunda Kelapa di Menteng. Sedangkan gereja besar yang terdapat di Jakarta antara lain, Gereja Katedral Jakarta, Gereja Santa Theresia di Menteng, dan Gereja Santo Yakobus di Kelapa Gading untuk umat Katolik. Masih dalam lingkungan di dekatnya, terdapat bangunan Gereja Immanuel yang terletak di seberang Stasiun Gambir bagi umat Kristen Protestan. Selain itu, ada Gereja Koinonia di Jatinegara, Gereja Sion di Jakarta Kota, Gereja Kristen Toraja di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Bagi umat Hindu yang bermukim di Jakarta dan sekitarnya, terdapat Pura Adhitya Jaya yang berlokasi di Rawamangun, Jakarta Timur, dan Pura Segara di Cilincing, Jakarta Utara. Rumah ibadah umat Buddha antara lain Vihara Dhammacakka Jaya di Sunter, Vihara Theravada Buddha Sasana di Kelapa Gading, dan Vihara Silaparamitha di Cipinang Jaya. Sedangkan bagi penganut Konghucu terdapat Kelenteng Jin Tek Yin. Berikut data jumlah rumah ibadat di DKI Jakarta berdasarkan DKI Dalam Angka, BPS Tahun 2010:
218
Bab VIII. Peran Pemerintah Daerah dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta ...
Tabel 2 Data Jumlah Rumah Ibadat Agama-agama di Provinsi DKI Jakarta
B. Peran Pemprov Dki Jakarta Dan Kanwil Kementerian Agama Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 1. Peran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Secara normatif, tugas kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama tercantum dalam PBM Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, pada Pasal 5 Ayat (1), yang menegaskan tugas dan kewajiban gubernur, yakni: a. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di provinsi;
219
Akmal Salim Ruhana., dkk.
b. Mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di provinsi dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama; c. Menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama; dan d. Membina dan mengoordinasikan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama. Sebagai pelaksanaan tugasnya ini, secara regulatif, Pemda DKI telah menyusun Pergub yang menindaklanjuti Pergub sebelumnya—melengkapi PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006. Di daerah khusus ini, terdapat Pergub yang mengatur terkait FKUB, yakni: Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor: 64 Tahun 2007 tentang Pedoman Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Forum Kerukunan Umat Beragama. Dalam perkembangannya, Pergub ini pada tahun 2009 diperbaharui menjadi Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 170 Tahun 2009 tentang Pedoman Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Forum Kerukunan Umat Beragama. Melalui Pergub ini FKUB DKI Jakarta dibentuk. Pimpinan dan Anggota FKUB Provinsi DKI Jakarta, sebagaimana diatur dalam PBM No 9 dan 8 Tahun 2006 serta Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 64 Tahun 2007, terdiri atas 21 orang. Komposisi keanggotaan FKUB terdiri atas seorang ketua yang dibantu oleh dua orang wakil ketua, seorang sekretaris dan seorang wakil sekretaris. Berikut
220
Bab VIII. Peran Pemerintah Daerah dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta ...
selengkapnya susunan pimpinan dan anggota FKUB DKI Jakarta periode 2007-2012: Tabel 3 Susunan Pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi DKI Jakarta 2007-2012 No
Nama
Jabatan
Keterangan
1
Ketua
MUI Prov.DKI Jakarta MUI/Muhammadiyah KAJ
4 5
KH. A. Syafii Mufid, MA Drs. Echa Abdullah Drs. Rudy Pratikno, SH Drs.Sya’roni, M.Pd Pdt. Frans Simanjutak
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Hs. Ongawijaya Qaimuddin Tamsi, SH Azhari Baedhawi, MM Pd. IB.Rai Sogata Pdt. Liem Wirawijaya KH. Rusdy, SH DR. Syamsul Ma’arif DR.Fatah Wibisono KH. Taufiq Azhar Yohanes Haryono,SE Pdt. Manuel Reintung H.Syarif Tanujaya,SH Drs. H. Elisman Ilyas Drs.H. Zawawi KH. M. Zenuddin Tri Gunawan, SE, Msi
2 3
Wkl.Ketua Wkl.Ketua Sekretaris Wkl. Sekretaris Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota
MUI/pens. PNS/DKI PGI W Jakarta Matakin MUI/SI MUI/ TQN PHDI DKI Jakarta Walubi MUI/NU MUI/NU MUI/Muhammadiyah MUI/Persis KAJ PGIW Jakarta MUI/PITI MUI/Perti MUI/pens.PNS/DKI MUI/Pens. TNI/AD MUI/LDII
221
Akmal Salim Ruhana., dkk.
Adapun Dewan Penasihat FKUB Provinsi DKI Jakarta dipimpin oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta sebagai ketua, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama sebagai wakil ketua, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik sebagai sekretaris, serta anggota yang terdiri 10 orang pimpinan instansi Pemerintah Daerah yang terkait dengan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Kepemimpinan FKUB dan Dewan Penasihat FKUB Provinsi DKI Jakarta ini telah sesuai dengan PBM No. 9 dan No.8 Tahun 2006 dan Pergub N0. 64 Tahun 2007. Kemudian, setelah dilakukan penyempurnaan Pergub ini dengan Pergub No. 170 tahun 2009, Dewan Penasihat FKUB ditambah dengan Assisten Kesejahteraan Masyarakat, sebagai wakil ketua. Di dalam upaya memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat, termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama, Pemerintah Provinsi melakukan serangkaian kegiatan antara lain: a. Sosialisasi tentang PBM No.9 dan No.8 Tahun 2006 dilakukan di wilayah 5 kota dan Kepulauan Seribu, dengan FKUB berperan sebagai nara sumber dan yang menyediakan peserta sosialisasi. b. Komunikasi tokoh lintas agama, dalam bentuk rapat-rapat rutin dalam rangka pemeliharaan kerukunan umat beragama. c. Wakil gubernur sebagai ketua Dewan Penasihat menyamakan visi dengan pengurus FKUB dalam Rapat Kerja FKUB Prov. DKI Jakarta dalam rangka penyamaan visi dan misi kerukunan umat beragama.
222
Bab VIII. Peran Pemerintah Daerah dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta ...
d. Gubernur DKI Jakarta, Wakil Gubernur, Ketua DPRD, Ketua Komisi A dan Komisi E DPRD Provinsi DKI Jakarta, Kepala Kanwil Depag, Kepala Kesbangpol, menerima audiensi dan silaturahmi dari pengurus FKUB DKI Jakarta. Dalam forum ini juga terjadi diskusi dan pengarahan mengenai upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama di ibukota ini. Di Daerah Khusus Ibukota Jakarta ini, ada kekhususan terkait tugas pemerintah daerah. Jika pada umumnya tugas memberikan rekomendasi pendirian rumah ibadat adalah tugas Pemerintah Kabupaten/kota, di DKI hal ini ada pada Pemerintah Provinsi. Sebagaimana disebutkan di dalam ‚Tanya Jawab PBM‛ (sebagai bagian tak terpisahkan dari PBM itu sendiri), menjawab pertanyaan ‚Apakah ketentuan mengenai kedua rekomendasi tersebut berlaku untuk seluruh provinsi?”. Jawabnya adalah: “Ya, kecuali untuk DKI Jakarta karena di DKI Jakarta IMB diterbitkan oleh Gubernur maka rekomendasirekomendasi yang diperlukan tersebut disesuaikan pada tingkat provinsi.” Diketahui bahwa sejalan dengan rekomendasi yang diberikan FKUB, Pemerintah daerah telah mengeluarkan sejumlah IMB rumah ibadat. Adapun perkembangan usulan dan persetujuan atau rekomendasi IMB rumah ibadat tampak cukup dinamis dari tahun ke tahun—setelah FKUB DKI Jakarta berdiri. Berikut data yang cukup memadai terkait rekomendasi pendirian rumah ibadat tersebut:40
40 Ahmad Syafii Mufid, ―Taman Bunga dan Buah Kerukunan Itu Bernama FKUB: Pergumulan Lintas Agama Selama Lima Tahun di Jakarta‖, dalam Sepuluh Tahun Pusat Kerukunan Umat Beragama, Jakarta: PKUB, 2011.
223
Akmal Salim Ruhana., dkk.
Pada tahun 2008 sebanyak satu buah rekomendasi, yaitu untuk Gereja Katolik Maria Imakulata di Citra 3 Blok B/27 Kelurahan Pegadungan, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat. Pada tahun 2009 berjumlah sembilan buah, yaitu untuk: (1). Vihara Budha Tzuchi Indonesia di Pantai Indah Kapuk, Kamal Muara, Jakarta Utara, (2). Gereja Bethel Indonesia, Cilincing di Jl. Cilincing Raya No.36, Jakarta Utara, (3). Gereja Katolik St. Yohanes Maria Vianney , Setu, Cipayung Jakarta Timur, (4). Gereja Kristen Indonesia Taman Aries, Meruya Utara Kembangan Jakarta Barat, (5). Gereja Kristus Yesus, Kebayoran Baru, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, (6). Masjid Nurul Hidayah, Muncul Cipayung Jakarta Timur (7). Vihara Buddha Dharma Nichiren Syosu Indonesia, Jl. Minangkabau Jakarta Selatan, (8). Masjid Al Istiqomah, Jl. Bungur Besar, Jakarta Pusat, (9). Gereja Katolik Santo Gabriel, Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur. Pada tahun 2010 berjumlah delapan buah rekomendasi, yakni untuk rumah ibadat: (1). Masjid Baitur Rahim, Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur, (2). Gereja Kristen Injili Indonesia, Jembatan Besi, Jakarta Utara, (3). Vihara Ekayana Budhis Centre, Jl. Mangga Dua, Duri Kepa, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, (4). Masjid Al Muhlisin, Jl. Cendrawasih III, Kelurahan Gandaria Selatan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (5). Gereja Injili Sangir Talaud, Jl. Melur I/5 Kel. Rawa Badak Utara, Kec. Koja, Jakarta Utara, (6). Gereja Pantekosata di Indonesia, Jemaah Grenville, Komplek Greenville Blok BG No.72. Kel. Duri Kepa, Kebon Jeruk, Jakarta Barat (7). Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, Jl. Waringin Raya, No.17 Kelurahan Kayu Putih, Pulo Gadung Jakarta Timur, (8) Vihara Dewi Kiu Thian, Jl. Bandengan Utara No.17 Kelurahan Pekojan, Tambora, Jakarta Barat.
224
Bab VIII. Peran Pemerintah Daerah dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta ...
Sedangkan untuk tahun 2011 terdapat 8 buah rekmendasi yang terdiri atas (1). Masjid Jami’ Al I’tisham, Jl. Pangeran Antasari Raya No3, Kelurahan Cipete Selatan, Cilandak, Jakarta Selatan, (2). Masjid Jayakarta 2, Jl. Pulo Kambing No.1, Kawasan Industri Pulo Gadung, Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, (3). Gereja Bethel Indonesia, Jemaat Gilgal, Jl. Pantai Indah Selatan I, Blok H.Kelurahan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, (4). Gereja Kristus Yesus Jemaat Pluit/Pos PIK, Keluarahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, (5). Masjid Jami’ Nurul Falah, Jl. Percetakan Negara I, Kawi-Kawi Bawah, Kelurahan Johar Baru, Jakarta Pusat, (6). Mushalla Perum Citra2 Ext Blok B1, Kelurahan Pegadungan, Kalideres, Jakarta Barat, (7). Masjid Darut Tauhid, Jl. Cipaku 1 No.43 Kelurahan Petogokan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, (8). Gereja Yesus Kristus Tuhan, Jl. Industri XA/Kel. Gunungsahari Utara, Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat. Sebagai upaya mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di provinsi; dan pengoordinasian walikota/wakil walikota di bidang ketenteraman dan ketertiban umat beragama, Pemerintah Provinsi DKI secara rutin melakukan pembicaraan yang biasanya dilakukan bersamaan dengan rapat pimpinan daerah. Sebagai bentuk fasilitasi kegiatan pemeliharaan kerukunan umat beragama, Pemprov telah menyediakan ‚kantor‛ untuk aktivitas FKUB. Untuk FKUB DKI Jakarta kegiatan dipusatkan di kantor yang telah disediakan oleh Kesbangpol Provinsi DKI Jakarta yaitu di Gedung Prasada Sasana Karya, beralamat di Jl. Suryopranoto No.8 Lantai 9. Kantor yang sudah dilengkapi pesawat telepon/fax (021-638
225
Akmal Salim Ruhana., dkk.
79 531) ini, memiliki beberapa ruang: ruang pimpinan dan ruang rapat, lengkap dengan meja kursi anggota dengan furnitur. Biaya listrik, telpon, dan air pun ditanggung oleh Pemda provinsi. Sedangkan perlengkapan kantor lainnya, seperti komputer, LCD, brankas, dan alat-alat perkantoran lainnya diperoleh dari inventaris FKKUB Provinsi DKI Jakarta. Demikian halnya untuk FKUB Kota dan Kabupaten Administrasi se-DKI Jakarta, juga disediakan kantor oleh masing-masing walikota/Kesbangpol Kota/Kabupaten Administrasi setempat. Ihwal penganggaran untuk kegiatan kerukunan, dalam hal ini anggaran untuk FKUB, Pemerintah Provinsi melalui Kesbangpol Pemda DKI, telah dan terus memberikan dukungannya. Secara terperinci pendanaan FKUB itu dapat dipaparkan sebagai berikut:41 Tahun 2008 Dana untuk honorarium dari Kesbangpol Pemda DKI Jakarta mulai dicairkan. Dana tersebut dikelola oleh Kesbangpol, pimpinan FKUB mendapat honorarium sebesar Rp. 810.000 dipotong pajak dan anggota FKUB Provinsi mendapat honorarium sebesar Rp 650.000/bulan. Staf sekretariat masingmasing mendapat honorarium Rp.550.000,-/bulan. Pada tahun ini FKUB juga mendapat bantuan keuangan untuk kepentingan sosialisasi PBM No.9 dan No.8 Tahun 2006 sebanyak tiga angkatan dengan dana sebesar Rp.182.000.000, dari Pemda DKI Jakarta melalui Kesbangpol DKI Jakarta. Kantor Kementerian Agama Wilayah DKI Jakarta juga memberikan bantuan dana sebesar Rp.15.000.000, yang 41
226
Ibid.
Bab VIII. Peran Pemerintah Daerah dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta ...
dipergunakan untuk membelikan seragam pimpinan dan anggota FKUB Prov. DKI Jakarta. Tahun 2009 Pada tahun 2009 FKUB Prov. DKI Jakarta juga belum mendapatkan dana untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsi. Pemda Prov. DKI Jakarta pada tahun ini juga hanya memberikan bantuan dana untuk honorarium yang besarnya sama dengan tahun 2008 dan pengelolaannya berada dalam tanggungjawab Kesbangpol. Bantuan dari Kementeraian Agama Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp. 5.000.000,dipergunakan untuk membiayai rapat kerja FKUB ProvinsiFKUB Wilayah dalam rangka penyusunan program dan kegiatan FKUB tahun 2009. Pada akhir tahun 2009 FKUB mendapatkan bantuan 1 unit mobil Suzuki APV, 1 unit sepeda motor Honda, 1 unit komputer PC, 1 unit Lap top, 1 unit printer berwarna dan 1 unit mesin faximili. Bantuan sarana perkantoran tersebut diserahkan pada semester kedua tahun 2010. Tahun 2010 Pada tahun 2010 usulan kegiatan FKUB Provinsi DKI Jakarta disepakati dan mendapat bantuan sebesar Rp. 2.000.000.000,(dua milyar rupiah). Bantuan tersebut untuk honorarium dan kegiatan FKUB Provinsi dan wilayah dengan alokasi anggaran sebagai berikut; (1). FKUB Provinsi DKI Jakarta mendapat dana sebesar Rp. 816.800.000,- (2) FKUB 5 wilayah kota mendapat bantuan sebesar Rp 1.083.200.00, dan khusus untuk FKUB Kab Administrai Kepulauan Seribu mendapat bantuan sebesar Rp 100.000.000,- Pada tahun ini FKUB Provinsi DKI Jakarta mendapatkan dana bantuan dari Kantor Wilayah
227
Akmal Salim Ruhana., dkk.
Kementerian Agama Prov. DKI Jakarta sebesar Rp.20.000.000,Dana tersebut dipergunakan untuk kegiatan peningkatan kompetensi anggota FKUB se Provinsi DKI Jakarta. Tahun 2011 Pada tahun 2010 FKUB Prov. DKI Jakarta kembali mendapat dana bantuan hibah dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 2.000.000.000, (dua milyar rupiah). Seperti pada tahun 2010, dana ini digunakan untuk belanja pegawai (honorarium) dan pembiayaan kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi. Alokasi dana hibah ini dibagi untuk FKUB Provinsi, FKUB 5 wilayah kota administrasi dan FKUB Kabupaten Adminitrasi Kepulauan Seribu, masing-masing Rp 816.000.000,- untuk FKUB Provinsi, Rp 1.083.200.000,- untuk 5 wilayah kota dan Rp. 100.000.000,- untuk FKUB Kabupaten Kepulauan Seribu. Pada tahun 2011 Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta juga memberikan bantuan dana hibah sebesar Rp 30.000.000,- Bantuan dari Kantor Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta ini dipergunakan untuk pembiayaan kegiatan diskusi kritis RUU Kerukunan Beragama yang dilaksanakan bersamaan dengan kunjungan kerja ke FKUB Kota Cirebon dan FKUB Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Secara tabel, berikut gambaran perkembangan anggaran untuk FKUB DKI Jakarta dari tahun 2008 hingga 2011: Tahun 2008
228
Sumber Pemprov DKI (melalui Kesbang) Kanwil
Jumlah
Keterangan
Honorarium bulanan (untuk pimpinan FKUB Rp 810.00,- anggota Rp 650.000,- staf Rp 550.000,-) Rp 182.000.000,Untuk sosialisasi PBM Rp 15.000.000,-
Untuk pembelian seragam
Bab VIII. Peran Pemerintah Daerah dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta ...
Kemenag DKI 2009
2010
2011
Pemprov DKI (melalui Kesbang) Kanwil Kemenag DKI
pimpinan dan anggota FKUB Honorarium bulanan (untuk pimpinan FKUB Rp 810.00,- anggota Rp 650.000,- staf Rp 550.000,-)
Rp 5.000.000,-
Untuk rapat kerja FKUB
Pemprov DKI (melalui Kesbang)
Rp. 2.000.000.000,-
Kanwil Kemenag DKI
Rp 20.000.000,-
Untuk honorarium dan belanja kegiatan FKUB Prov Rp. 816.800.000,Lima FKUB wilayah kota, total Rp 1.083.200.000,- dan FKUB Kep. Seribu Rp 100.000.000,Untuk kegiatan peningkatan kompetensi anggota FKUB se Provinsi DKI Jakarta
Pemprov DKI (melalui Kesbang)
Rp. 2.000.000.000,-
Kanwil Kemenag DKI
Rp 30.000.000,-
Untuk honorarium dan belanja kegiatan FKUB Prov Rp. 816.800.000,Lima FKUB wilayah kota, total Rp 1.083.200.000,- dan FKUB Kep. Seribu Rp 100.000.000,Untuk pembiayaan kegiatan diskusi kritis RUU Kerukunan Beragama
Dari gambaran di atas, tampak bahwa Pemprov DKI (dan juga Kanwil Kementerian Agama Prov. DKI Jakarta) telah cukup perhatian terhadap eksistensi dan kegiatan FKUB
229
Akmal Salim Ruhana., dkk.
DKI Jakarta. Baik fasilitasi kantor, sarana dan prasarana, juga anggaran telah cukup memadai. Hal ini dilakukan dalam upaya pemeliharaan kerukunan dan ketentraman masyarakat ibukota yang sangat penting karena sebagai barometer ketentraman nasional. Dalam perkembangannya, merunut pada janji kampanye beberapa kandidat Gubernur DKI 2012, jumlah anggaran untuk kerukunan ini dinilai terlalu kecil karena beban tugas FKUB dinilai sangat besar. Kandidat HNW misalnya menyebut angka 5 milyar, demikian juga kandidat lainnya menjanjikan anggaran yang lebih memadai, jika mereka terpilih. B. Peran Kantor Wilayah Kementerian Agama Peran Kanwil Kementerian Agama dalam pemeliharaan kerukunan merupakan pembantu, atau membantu, tugas pemeliharaan kerukunan oleh Pemprov. Namun demikian, pemeliharaan kerukunan umat beragama di daerah dirasakan penting, terlebih dilihat dari segi visi dan misi Kantor Wilayah Kemenag, yang antara lain berupaya meningkatkan ketaatan beragama dan menjaga kerukunan umat beragama. Untuk itu, upaya sosialisasi PBM adalah diantara upaya untuk memelihara kerukunan tersebut. Pada umumnya para pejabat di tingkat Pemerintah Provinsi, Walikota, Kanwil Kemenag dan Kandepag Kota, memahami materi PBM secara baik. Semua pasal-pasal dalam PBM telah dipahami. Tetapi para pejabat yang baru diangkat, seringkali belum nyambung sehingga perlu adaptasi untuk memahami tugasnya, termasuk penguasaan materi PBM. Memang di tingkat kecamatan, materi PBM pada umumnya
230
Bab VIII. Peran Pemerintah Daerah dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta ...
belum banyak dikuasai. Bahwa sosialisasi PBM selama ini lebih diutamakan kepada masyarakat dan para tokoh agama. Sosialisasi PBM yang merupakan program tahunan Kanwil Kementerian Agama DKI Jakarta, biasanya dilakukan sendiri (dinarasumberi) oleh Kepala Kanwil Kementerian Agama DKI Jakarta, kecuali jika berhalangan maka dilimpahkan kepada pejabat bawahannya sesuai tupoksinya, atau pejabat yang dianggap menguasai materi yang ditentukan. Diantara target sosialisasinya adalah: perwakilan umat beragama lintas agama, para remaja, ormas keagamaan, sekolah-sekolah umum melalui OSIS, dan lain-lain. Meski materi dalam PBM dinilai sudah cukup dipahami para pejabat namun sosialisasi masih dinilai kurang akibat dari minimnya anggaran untuk sosialisasi. Sosialisasi PBM yang baiknya dilakukan minimal 3-4 kali setahun, hanya satu kali dalam setahun. Buku Saku PBM pun kurang disebarluaskan, baik kepada para pejabat maupun tokoh agama dan masyarakat. Dalam kaitan ini dipandang perlu dilakukan pencetakan dalam jumlah banyak untuk dibagikan ke lembaga-lembaga dan ormas keagamaan. Selain kegiatan sosialisasi ini, dilakukan pula kegiatan berupa komunikasi dengan para tokoh lintas agama, yang pelaksanaannya setahun 2 kali. Hal ini sebagai upaya pemerintah untuk menangani dan mengelola kerukunan. Tetapi, PBM sendiri bagi sebagian umat, melalui tokohtokohnya, dinilai belum mengikat. Mereka menilai PBM perlu ditingkatkan menjadi undang-undang. Sebagai bagian dari membantu kepala daerah dalam mengelola kerukunan, diantara bentuk kerjasama Kanwil
231
Akmal Salim Ruhana., dkk.
Kementerian Agama dengan kantor Gubernur DKI Jakarta antara lain adalah rapat-rapat koordinasi yang diadakan Pemprov. Memang selama ini belum ada kerjasama berupa team work dalam satu kepanitiaan dengan Kantor Gubernur DKI. Namun, sejak dalam struktur di gubernuran tidak ada Wakil Gubernur, maka peran Kepala Kanwil Kemenag DKI sebagai Wakil Ketua Dewan Penasehat FKUB semakin terasa besar. Diantara kebijakan yang dibuat antara lain: berupaya segera dibangun kantor Sekretariat FKUB agar lebih berperan. Melalui FKUB, Jakarta akan dijadikan daerah yang lebih kondusif terkait hubungan antarumat beragama. Di antara hambatan terhadap upaya kerukunan umat beragama, antara lain: 1. Dana untuk sosialisasi PBM dirasakan masih kurang memadai; 2. Terbatasnya jaringan atau posko-posko kerukunan, akibat dari kurangnya dana untuk kegiatan kerukunan yang dikonsentrasikan di FKUB. 3. Sehubungan dengan otonomi daerah maka antara instansi satu dengan yang lain tak bisa saling membantu tentang anggaran secara leluasa. Bagi kalangan minoritas seperti penganut agama Hindu, peran Pemerintah daerah, dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta, dirasakan cukup besar di dalam pembinaan kerukunan. Sebagai contoh, dalam upacara nyepi, Gubernur hadir dan berkenan memberikan kata sambutan. Demikian juga, upacara perayaan nyepi tersebut dihadiri oleh perwakilan dari berbagai unsur agama, perwakilan dari agama-agama itu juga ikut pawai dalam rangka perayaan Hari
232
Bab VIII. Peran Pemerintah Daerah dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta ...
Raya Nyepi di atas. Dari unsur Islam juga mengirimkan seni Marawis, dari Khonghucu mengirimkan atraksi Barongsai, dari Kristen menampilkan Drum Band dari Sekolah Kristen dan dari masyarakat Betawi menampilkan ondel-ondel. Demikian halnya bagi kalangan pemeluk Buddha, fasilitasi pemerintah daerah untuk pemeliharaan kerukunan cukup baik. Dengan adanya kegiatan Orientasi Pandita Agama Buddha DKI Jakarta, maka sosialisasi kerukunan umat beragama berikut pembinaannya mudah dilaksanakan, yang selanjutnya untuk disampaikan kepada umat Buddha. Orientasi Pandita ini anggotanya terdiri atas para pimpinan/perwakilan dari Majelis Agama Buddha. Orientasi dilakukan secara rutin 1 tahun sekali. Dalam acara orientasi di atas, dilakukan antara lain sosialisasi PBM dengan membagikan buku PBM, di samping ada pengarahan tentang kerukunan berikut kebijakan Kemenag tentang kerukunan oleh Kepala Kanwil Kemenag DKI Jakarta. Hanya saja, peran Pemda DKI Jakarta terhadap kerukunan selama ini dirasakan oleh mereka masih terbatas di kalangan remaja/pemuda Buddha hingga anak-anak, belum mencakup kalangan orang dewasa. Keterlibatannya dilakukan melalui Lembaga Pembinaan Keagamaan Buddha (LPKB). Pemda DKI Jakarta menyalurkan dana pembinaan Keagamaan umat Buddha melalui LPKB, tidak langsung kepada Pembimas Buddha. Meski selama ini tak ada hambatan mengenai kerukunan umat beragama, namun dengan adanya pemberitaan di media massa akhir-akhir ini yang sumbernya belum jelas, dengan membawa-bawa nama agama tertentu, umat Buddha merasa terpojokkan dengan
233
Akmal Salim Ruhana., dkk.
adanya berita dimaksud. Jika hal ini diperkeruh maka dapat mengganggu kerukunan yang selama terjaga dengan baik. C. Penutup 1. Kesimpulan Dari paparan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: a.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah cukup berperan dalam upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama, baik dari segi penyiapan regulasi (dengan Pergub No. 170 tahun 2009), fasilitasi (dengan penyediaan kantor sekretariat dan anggaran), serta sejumlah program terkait kerukunan. Komitmen kuat untuk menjamin ketentraman dan keamanan kota Jakarta searah dengan upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama. Masih adanya sejumlah persoalan memang menantang optimalitas peran ini, ke depan.
b.
Sebagai pendukung dan pembantu peran Pemda, Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta juga turut aktif dalam upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama. Terlaksananya sejumlah program berlandas pada visi-misi kerukunan ditopang oleh kerjasama antarinstansi terjalin dengan baik. Sejumlah anggaran untuk operasional FKUB juga setiap tahun diberikan, bahkan terus meningkat jumlahnya.
c.
Tantangan pemeliharaan kerukunan untuk sebuah kota metropolitan memang senantiasa besar. Mobilitas penduduk yang menyebabkan peningkatan interaksi penduduk dalam heterogenitas kultur dan karakternya, menjadi tantangan bagi kerukunan. Terhadap hal ini,
234
Bab VIII. Peran Pemerintah Daerah dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta ...
sinergi antara Pemda dan Kementerian Agama pada masing-masing levelnya mampu mewaspadai gejalagejala ketidakrukunan yang mulai muncul. d.
Upaya terpeliharanya kerukunan umat beragama adalah pokok bagi DKI Jakarta. Maka kondisi ibukota Jakarta yang tetap baik terpelihara ini, meski dengan riak-riak dinamika demokrasi, adalah diantara capaian upaya Pemda bersama Kementerian Agama selama ini. Bahkan, dalam kriteria tertentu, FKUB DKI Jakarta dinilai sebagai FKUB dalam kategori baik dalam kinerjanya. Sebuah gambaran bagaimana upaya pemeliharaan kerukunan dikoordinasikan secara baik.
2. Rekomendasi Dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut: a. Perlu penguatan sinergi antara Pemprov dengan Kanwil Kementerian Agama dalam upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama b. Fasilitasi FKUB perlu diperkuat dengan penyediaan sarana pra sarana dan pendukung mobilitas kinerjanya. c. Sosialisasi PBM perlu dioptimalkan kembali dengan menyasar target sosialisasi yang lebih luas dan lintas segmen. Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik, DKI Jakarta Dalam Angka 2010, Jakarta: BPS, 2011
235
Akmal Salim Ruhana., dkk.
Buku Saku Sosialisasi PBM dan Tanya Jawabnya (Edisi Tanya Jawab yang Disempurnakan), Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2011. Boedihardjo, Miriam, dkk., Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003. Fadjar, A. Mukthie, Negara Hukum, Malang: Bayu Media, 2005. Ihsan Ali-Fauzi, dkk, Kontroversi Gereja di Jakarta, Yogyakarta: CRCS, 2011. Ismatullah, Deddy & Asep A. Sahid Gatara, Ilmu Negara dalam Multi Perspektif: Kekuasaan, Masyarakat, Hukum dan Agama, Bandung: Pustaka Setia, 2007. Kaloh, J., Kepala Daerah: Pola Perilaku, Kekuasaan, dan Perilaku Kepala Daerah, dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003. Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002. Mufid, Ahmad Syafii, ‚Taman Bunga dan Buah Kerukunan Itu Bernama FKUB: Pergumulan Lintas Agama Selama Lima Tahun di Jakarta‛, dalam Sepuluh Tahun Pusat Kerukunan Umat Beragama, Jakarta: PKUB, 2011. _____ Kerja dan Kiprah Lima Tahun FKUB Provinsi DKI Jakarta, (Laporan), Jakarta: FKUB DKI Jakarta, 2012.
236
Bab IX. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat...
BAB IX PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN KANTOR KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI JAWA BARAT DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Oleh: Mursyid Ali A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Administrasi Pemerintahan Provinsi Jawa Barat yang luasnya sekitar 371.164,54 km2, berbatasan dengan laut Jawa di bagian Utara, wilayah Jawa Tengah di sebelah Timur, samudra Indonesia (Hindia) di bagian Selatan, Provinsi Banten di bagian Barat. Secara administratif pemerintahan Jawa Barat terdiri dari 17 kabupaten dan 9 pemerintahan kota, 558 kecamatan dan 5778 kelurahan/desa. Jawa barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia. Sedangkan Bandung merupakan kota dengan jumlah penduduk terbesar ketiga setelah Jakarta dan Surabaya. Menurut hasil sensus sementara, penduduk Jawa Barat pada tahun 2011 mencapai 45.037.755 jiwa dengan tingkat kepadatan rata-rata 1.159 jiwa perkilometer bujursangkar. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat di kabupaten Bogor yakni sebesar 4,4 juta jiwa, diikuti oleh kabupaten Bandung sebesar 3,1 juta jiwa. Sedangkan jumlah penduduk terendah berada di Kota Banjar yaitu sebanyak 0,18 juta jiwa.
237
Mursyid Ali
Sementara jumlah rumah tangga di Jawa Barat, pada tahun 2009 tercatat sejumlah 11.316.592 Rumah Tangga dengan rata-rata anggota sebanyak 4 orang. Jumlah Rumah Tangga terbanyak terdapat di Kabupaten Bogor, 1.037.408 Rumah Tangga, disusul Kabupaten Bandung sebesar 763.824 Rumah Tangga, dan Kota Bandung sebanyak 721.920 Rumah Tangga. Untuk menunjang keberlangsungan hidup keseharian penduduk, khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan sehari-hari di bidang ekonomi, sebagian besar penduduk Jabar bekerja di sektor pertanian yakni sebesar 39,98%. Sisanya sebesar 27,84%, di sektor perdagangan, 7,55% bidang industri, dan bidang jasa sebesar 5,83%. Prosentase penduduk miskin tercatat sebanyak 4.852.520 jiwa, tertinggi ada di Kota Tasikmalaya 23,55%, disusul Kabupaten Cirebon 18,22%, dan tingkat kemiskinan paling rendah ada di Kabupaten Bekasi 5,97%. 2. Pendidikan Tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas merupakan salah satu faktor utama keberhasilan pembangunan di suatu wilayah. Sekarang peningkatan SDM lebih difokuskan pada memberikan peluang seluas-luasnya kepada masyarakat melalui jalur pendidikan. Program wajib belajar 6 dan 9 tahun, Gerakan Orang Tua Asuh (GNOTA) dan beberapa program pendukung lainnya merupakan bagian upaya pemerintah untuk mempercepat peningkatan kualitas SDM yang tangguh dan siap bersaing di era globalisasi ini. Terdapat empat perguruan tinggi besar di Jawa Barat (ITB – UNPAD – IPB – UPI). Di samping Universitas Indonesia di Depok. Pada tahun akademik 2009/2010, tercatat sebanyak
238
Bab IX. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat...
18.652 mahasiswa di ITB – 19.778 mahasiswa di IPB – UNPAD 19,346 mahasiswa – dan UPI dengan mahasiswanya sebanyak 35.279 orang. Sementara itu jumlah PTS di lingkungan Kopertis wilayah IV Jawa Barat meliputi Universitas sebanyak 43 buah, institut 6 buah, Sekolah Tinggi 185 buah, akademi 117 buah, dan politeknik sebanyak 26 buah. Adapun jumlah tenaga pengajar terdiri dari dosen PNS sebanyak 1,242 orang dan Yayasan sebanyak 9.607 orang.42 3. Sosial Budaya Ditilik dari tataran budaya, Nina Lubis, Pusat Kebudayaan Sunda UNPAD, mengelompokkan Jawa Barat ke dalam lima wilayah budaya masing-masing: Pertama, tataran Pamalayon, meliputi Bekasi dan Depok. Didominasi oleh etnis melayu Betawi, berbahasa melayu dialek Betawi, Budaya lebih terbuka, merupakan campuran multi etnis berimbas dari Jakarta. Kedua, tataran budaya Bogor, dengan ciri-ciri menggunakan bahasa Sunda relatif kasar, tidak mengenal tingkatan bahasa. Karakter masyarakat terbuka, percaya diri, egaliter, dan progresif. Ketiga, tataran budaya Purwakarta, mencakup wilayah Purwakarta, Subang dan Karawang, yang dahulu merupakan tanah partikelir yang dikuasai swasta. Kultur Sunda dan Jawa relatif sama kuatnya. Di sebelah Selatan kultur Sunda lebih dominan sedangkan di pesisir lebih dominan kultur Jawa. Keempat, tataran budaya Cirebon, meliputi Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan. Ciri khas wilayah ini seperti sikap progresif, terbuka, keras, temperamental, kurang terafiliasi dengan priangan. Menurut Abdullah Ali Dosen STAIN Cirebon, masyarakat setempat lebih didominasi Islam yang berpikiran pragmatis. Mayoritas 42
Jawa Barat dalam Angka, 2010
239
Mursyid Ali
aspirasi politis mereka disalurkan ke Parpol beraliran nasionalis dan bukan Parpol Islam. Kelima, komunitas budaya terbesar dan terluas pengaruhnya di jajaran Jawa Barat adalah latar budaya Periangan. Proporsi etnis Sunda di wilayah ini lebih dari 90% dan lebih dari separuh wilayah Jawa Barat. Tatar budaya Sunda ini mencakup: Priangan Barat (Cianjur dan Sukabumi), Priangan Timur (Garut, Tasikmalaya dan Ciamis), Priangan Tengah (Bandung dan Sumedang). Beberapa karakteristik budaya Priangan ini seperti penggunaan bahasa Sunda halus, kesenian lebih berkembang, pengaruh Mataram dan kolonial Belanda lebih besar dibandingkan daerah Jabar lainnya karena merupakan ibukota pemerintahan, dan kaya dengan kearifan lokal yang banyak mengusung pesan dan nilai-nilai kerukunan. 4. Kehidupan Keagamaan Kehidupan beragama dikembangkan dan diarahkan untuk peningkatan akhlak demi kepentingan bersama membangun masyarakat adil dan makmur. Sehubungan dengan masalah agama ini, dari jumlah penduduk Jawa Barat secara keseluruhan sebanyak 45.037.755 Jiwa, sebanyak 41.795.305 jiwa beragama Islam (92,80%). Sisanya sebanyak 2.024.860 jiwa (4,49%) menganut Kristen, sebesar 469.757 penduduk (1,10%) Katolik, sejumlah 202.505 jiwa (0,45%) Budha, sebanyak 107.448 penduduk (0,24%) beragama Hindu, dan lainnya sebanyak 408.880 penduduk (0,91%). Sementara rumah ibadat yang tersedia bagi masingmasing kelompok agama seperti berikut: kelompok Muslim tersedia sebanyak 49.028 masjid, sebanyak 2.028 Gereja Kristen, 117 Gereja Katolik, 29 Pura umat Hindu dan 142 Vihara Buddha.
240
Bab IX. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat...
Selanjutnya berdasarkan data di Kanwil Kementerian Agama Jawa Barat tercatat sebanyak 120 ormas keagamaan yang meliputi ormas keagamaan Islam sebanyak 58 ormas, organisasi Gereja Kristen dan Katolik 53 buah, kelompok Hindu, 2 Ormas dan di lingkungan umat Buddha terdapat 7 Ormas. Sesuai dengan UU No. 8 Tahun 1985, Ormas-Ormas tersebut dibentuk oleh anggota masyarakat secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Ormas-ormas tersebut berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah NKRI yang berdarkan Pancasila. Adapun fungsi Ormas-Ormas tersebut adalah: a)Wadah penyalur kegiatan sesuai kepentingan anggotanya; b)Wadah pembinaan dan pengembangan anggota dalam usaha mewujudkan tujuan organisasi; c) Wadah dan peran serta dalam usaha mensukseskan pembangunan nasional; d) Sarana penyalur aspirasi anggota dan sebagai sarana komunikasi sosial timbal balik antar anggota, antar Ormas, dan antara Ormas dengan organisasi kekuatan sosial politik, badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat, dan Pemerintah. B. Kerukunan 1. Pluralitas Sosial Kemajemukan masyarakat Indonesia dari segi sosial budaya, etnis, bahasa dan agama merupakan kenyataan sejarah yang sudah sejak lama berlangsung. Sejak zaman kerajaan, penjajahan dan kemerdekaan, kemajemukan atau pluralitas sosial ini menjadi salah satu ciri masyarakat kita pada umumnya. Dalam sejarah perjalanan masyarakat kita
241
Mursyid Ali
masa silam, pluralitas sosial ini tidak selalu memicu konflik, konon pula kerusuhan. Bahkan sebaliknya menjadi sumber dan tumpuan kekuatan bangsa dalam menumbuhkan dan mewujudkan spirit nasionalisme, dan menjadi slogan persatuan bangsa dan kerukunan nasional ‚ Bhineka Tungga Ika‛. Di area masyarakat modern dan global ini, hampir mustahil ditemukan masyarakat homogen. Namun perlu dicatat bahwa masyarakat plural lebih membuka peluang bagi terjadinya konflik dibandingkan dengan masyarakat homogen. Dengan demikian faktor pluralitas, selain merupakan kekayaan dan modal bangsa, sekaligus juga bisa menjadi beban dan kondisi yang dapat menimbulkan konflik antar masyarakat. Analisis terhadap konflik dan kerusuhan ini harus lebih memperhatikan kenyataan obyektif kehidupan sosial, ekonomi, politik yang berlangsung, daripada murni sebagai konflik antar kelompok sosial yang di picu oleh kemajemukan itself. Oleh karena itu dalam melihat fenomena konflik dan kerusuhan tersebut, faktor sosial, ekonomi dan politik, termasuk kebijakan yang di formulasikan pemerintah di bidang agama, menjadi sangat signifikan. Untuk mendapatkann gambaran yang lebih utuh, seluruh faktor yang dipandang kontributif atau mempunyai kaitan dengan konflik dan peristiwa kerusuhan harus mendapat porsi perhatian yang seimbang. Kerukunan dan konflik merupakan suatu proses dan refleksi interaksi sosial yang bersifat dinamis. Kerukunan dan konflik bukan suatu yang permanen.Suatu komunitas yang tadinya rukun, lantaran berbagai hal bisa saja berubah menjadi konflik. Sebaliknya masyarakat yang sebelumnya
242
Bab IX. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat...
berkonflik setelah melalui berbagai proses, kemudian kembali berdamai dan rukun. Perubahan dari rukun menjadi tidak rukun dan sebaliknya, dipengaruhi dan tergantung pada proses interaksi sosial yang berlangsung antar individu atau kelompok dalam komunitas bersangkutan. Menurut Selo Soemardjan, bentuk atau pola interaksi sosial bisa berupa kerjasama (co-operation), dapat juga berbentuk persaingan (competition), bahkan pula berwujud pertentangan dan perseteruan (conflict). Suatu konflik maupun kerukunan tidak berlangsung selamanya. Suatu masyarakat yang sebelumnya berkonflik kemudian sepakat berdamai, antar mereka bisa tercipta hubungan kerja (working relationship) yang disebut akomodasi (accommodation). Sehubungan dengan masalah kerukunan dalam laporan penelitian ‚Potret Kerukunan Umat Beragama – Jawa Barat‛ ini dipaparkan, suasana dan kondisi masyarakat Jawa Barat khususnya Kota Bandung belakangan ini, relatif kondusif, walaupun sesekali terjadi gangguan-gangguan kecil disanasini seperti aksi-aksi protes persoalan tanah, pemilu, pilkada, serta kasus keberadaan dan pendirian tempat ibadah yang dipandang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Kasus-kasus insidental seperti ini, selalu bisa diselesaikan atau diredam dalam waktu relatif singkat dan tidak sampai menimbulkan gangguan yang berarti bagi kerukunan.43 Namun demikian tidak berarti di Kota Bandung ini terus menerus kondusif. Beberapa kasus konflik yang pernah 43
Laporan Hasil Penelitian, Potret Kerukunan Umat Beragama, Jabar, Puslitbang Kehidupan beragama, 2009.
243
Mursyid Ali
muncul di wilayah ini bahkan sempat menjadi isu nasional seperti heboh soal kasus ‚Pondok Nabi‛ (Kristen) dengan tokohnya, Pendeta Mangapin Sibuea yang berkeyakinan proses kiamat akan terjadi tanggal 10 November 2003 sampai 10 Mei 2007, Konflik internal antara kelompok jemaat HKBP Resort Bandung Jalan Riau dan HKBP Resort Bandung Jalan Martadinata tahun 2007, Kasus Ahmadiyah, aksi-aksi demo pemilu, pilkada dan lainnya. 2. Potensi Kerukunan Dari wawancara dengan para nara sumber ( majelis majelis Agama – FKUB – Ormas Agama – pejabat Depag dan Kesbang), dinyatakan bahwa secara umum kondisi kerukunan umat beragama di Kota Bandung dan Jawa Barat saat ini relatif kondusif. Dalam pengertian tidak ada konflik bernuansa agama secara terbuka yang melibatkan massa, berlarut-larut, dan sulit diselesaikan. Walaupun begitu diakui bahwa sesekali muncul konflik dalam skala kecil, baik yang bersifat internal maupun antar kelompok agama, khususnya terkait dengan masalah perbedaan paham keagamaan, kasus rumah ibadah dan penyiaran agama, yang sementara ini bisa diatasi dan dilokalisir oleh pihak-pihak terkait. Suasana kerukunan yang relatif baik tersebut dipengaruhi dan didukung oleh berbagai faktor, antara lain : Pertama, menurut pendeta John M. Naenggolan (Kristen), Rudianto Petrus (Katolik), dan Eko Supeno (Budha), kerukunan ini bisa dipelihara karena adanya komitmen yang tinggi, partisipasi, serta symbol pemersatu yang disandang para tokoh agama. Para ulama memiliki pengaruh dan peran
244
Bab IX. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat...
sentral dalam kehidupan agama di Jawa Barat, termasuk Kota Bandung. Kedua, pemda setempat sangat berkepentingan bagi perwujudan kondisi sosial yang rukun, stabil dan dinamis, agar pembangunan bisa berlangsung sesuai harapan semua pihak. Oleh karena itu perhatian dan dukungan politis pemda terhadap ihwal kerukunan ini dipandang sangat besar. Hanya saja terkadang pemda setempat kurang sigap, dan baru bertindak setelah konflik berkembang dan terjadi aksi aksi demo. Ketiga, kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang relatif cukup dan memadai, kesejahteraan dan pendidikan yang senantiasa meningkat, dipandang para tokoh setempat sebagai salah satu faktor yang turut menopang kehidupan yang rukun. Sebagian besar masyarakat kota Bandung yang berkiprah di berbagai lapangan kerja, dianggap dapat memenuhi kebutuhan hidup kesehariannya dan memasukkan anak-anaknya ke sekolah sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Keempat, ajaran agama yang sarat dengan pesan dan nilai kerukunan, sikap keterbukaan, bahasa Sunda yang banyak digunakan dalam pergaulan keseharian oleh berbagai kalangan termasuk kelompok pendatang, serta masih berfungsinya sebagian kearifan lokal seperti ‚Rawayan Jali‛ (menularkan kasih sayang, sumber moralitas dan spiritual) dan tradisi sejenis lainnya, dipandang merupakan salah satu faktor yang banyak berperan bagi upaya mrnopang ikatan sosial dan kerukunan. Budaya Sunda (kearifan lokal) mampu melakukan resistensi dan menetralisir berbagai pengaruh budaya global yang berkembang dalam masyarakat setempat.
245
Mursyid Ali
3. Potensi Konflik Selanjutnya berkenaan dengan berbagai faktor yang dianggap dapat merugikan upaya perwujudan kerukunan dituturkan antara lain seperti berikut : Pertama, distingsi Islam-Kristen yang pada mulanya bersifat teologis, didorong perbedaan etnis, sosial, budaya, kemudian muncul isu politik dan sosial yang melampaui masalah agama. Perkembangan jumlah penganut dan pesatnya pertambahan rumah ibadat, serta kasus penggunaan tempat tinggal atau ruko sebagai tempat ibadah (Kristen) yang muncul di seluruh wilayah Jawa Barat, ditambah rencana membuat Televisi Misionaris di Bekasi (Suara Muslim, DDII, Bekasi, Edisi 17/X-XI/2009), kesemuanya itu dipandang komunitas Muslim setempat sebagai upaya Kristenisasi yang dapat menimbulkan ancaman bagi eksistensi kelompok muslim. Disamping itu isu Islamisasi juga sempat muncul melalui aksi-aksi yang mengusung isu Perda Syariah oleh beberapa Ormas Islam yang tergabung dalam Aksi Gerakan Anti Permutadan (AGAP) di beberapa kota di Jawa Barat. Kedua, adanya penafsiran dan pengamalan yang berbeda terhadap sumber ajaran agama ( kitab suci ) dapat mengundang konflik, khususnya dilingkungan internal kelompok keagamaan. Fenomena munculnya kelompok sempalan dengan paham keagamaan yang dianggap tidak sejalan dengan kelompok arus utama yang beberapa waktu sebelumnya mencuat seperti kasus Pondok Nabi di lingkungan Jemaat Kristen, dan kasus Ahmadiyah ( Islam ), jelas telah menyulut timbulnya konflik yang sangat mengganggu dan merugikan upaya perwujudan kerukunan hidup umat beragama.
246
Bab IX. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat...
Ketiga, persaingan politik yang kurang sehat dan penyalahgunaan symbol-simbol agama dalam upaya menggalang dukungan massa dalam pemilu dan pilkada yang banyak terjadi, disertai dengan aksi-aksi demo yang terkadang brutal dan anarkhis, tentu saja sangat mengganggu, menyulitkan dan dapat merusak tatanan kerukunan yang sudah terbangun. Keempat, proses pelemahan kearifan lokal dan lembagalembaga keagamaan akibat derasnya arus budaya global, dapat berdampak pada munculnya suasana dimana masyarakat merasa kehilangan pegangan dan acuan hidup. Prilaku dan prakatek yang dipandang tidak sesuai dengan norma-norma sosial dan pesan-pesan keagamaan yang selama ini berlaku, menimbulkan pertentangan dan keresahan masyarakat, dan pada gilirannya berujung pada timbulnya beragam konflik dalam kehidupan umat beragama, dan merusak kerukunan. Kelima, pemahaman keagamaan yang sempit dan terbatas, serta fanatisme kelompok yang berlebihan, tidak jarang memunculkan sikap yang arogan, anarkhis dan tindak kekerasan diluar kendali. Sikap seperti ini dapat berakibat macetnya pelayanan public, merusak komunikasi sosial dan potensial mengundang konflik di kalangan umat beragama dan masyarakat umumnya. Keenam, dirasakan masih sulit dan langkanya menemukan sosok tokoh yang dipandang cukup representative, berwibawa dan bisa diterima oleh berbagai kalangan yang lebih luas, serta dipercaya mampu bersikap di atas kepentingan semua kelompok atas dasar kemanusiaan bangsa dan negara. (krisis kepemimpinan)
247
Mursyid Ali
4. Kasus-Kasus Dari temuan lapangan di 26 wilayah Kota/Kabupaten Propinsi Jawa Barat berkenaan kasus-kasus sosial keagamaan yang pernah muncul dalam kurun waktu sekitar lima tahun terakhir, secara umum dilaporkan sebagai berikut. Pertama, kasus rumah ibadat merupakan kasus yang paling menonjol dan muncul secara merata di hampir seluruh wilayah Kota/kabupaten di Jawa Barat. Bentuk kasus adalah: 1) Penggunaan tempat tinggal, gedung, ruko sebagai tempat kebaktian (ibadat) dengan mengundang warga dari luar lingkungan, di tengah pemukiman komunitas mayoritas musim, 2) penolakan dan gangguan terhadap keberadaan rumah ibadat (gereja) yang dipandang tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat dan ketentuan yang berlaku setempat. 3) Fenomena isu Kristenisasi melalui bantuan materi, bujukan, pengobatan, selebaran dan aktivitas dakwah lainnya. Kedua, munculnya beragam paham dan kelompok keagamaan di lingkungan internal agama baik di lingkungan komunitas Muslim maupun Kristen yang dianggap mengusung dan menyebarkan paham dan pelaksanaan ajaran agama yang tidak sesuai dengan paham keagamaan kelompok arus utama. Ketiga, penodaan dan pelecehan agama seperti larangan shalat, larangan pakai jilbab oleh pimpinan perusahaan terhadap karyawannya, perusakan patung Bunda Maria, menyalahkan atau menjelekkan agama, kasus Pondok Nabi, Lia Eden dan lainnya. Keempat, konflik kepentingan internal antar tokoh suatu kelompok agama baik di lingkungan muslim, maupun Kristen
248
Bab IX. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat...
yang berimbas pada konflik antar pendukung masing-masing tokoh agama. Kelima, aksi-aksi demo yang melibatkan massa yang disertai perilaku tindak kekerasan untuk kepentingan sesaat seperti perusakan tempat hiburan yang dianggap maksiat, pemberlakuan Perda Syariah, persengkataan tanah, persaingan politik dalam pemilu, Pilkada yang mengusung dan menyalahgunakan simbol-simbol agama dalam upaya menggalang dukungan. 5. Penyelesaian Kasus Sementara langkah atau cara-cara yang lazim di tempuh dalam upaya penyelesaian berbagai kasus sosial keagamaan yang muncul secara umum meliputi: a) Pendekatan keamanan oleh aparat, b) Musyawarah secara kekeluargaan antara pihak-pihak yang terlibat, didampingi oleh tokoh setempat, c) Dialog antar para tokoh agama dan masyarakat setempat, d) Memanfaatkan jasa FKUB, e) Jalur hukum melalui proses pengadilan, f) Menyerahkan persoalan kepada pemerintah. C. Peran Pemerintah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 1. Peran Pemerintah Secara Umum Dalam UU.32/2004, tentang Pemerintahan daerah, antara lain: ‚Dalam menyelenggarakan otonomi, pemerintah daerah mempunyai kewajiban melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional‛. Kerukunan nasional dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk termasuk didalamnya kerukunan umat beragama. Pemeliharaan kerukunan umat beragama menjadi tanggung jawab bersama umat beragama, pemerintah daerah dan masyarakat.
249
Mursyid Ali
Pemeliharaan kerukunan umat beragama di propinsi menjadi tugas dan kewajiban gubernur, dibantu oleh Kanwil Kementrian Agama Propinsi. Sementara pemeliharaan kerukunan di Kabupaten/Kota menjadi tugas dan kewajiban Bupati/Walikota, dibantu oleh Kepala Kantor Kementrian Agama Kabupaten/Kota. Tugas dan kewajiban Gubernur dalam pemeliharaan kerukunan yang diatur dalam pasal 5 bab.II.PBM No.9-8 Tahun 2006, meliputi: a) Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di Propinsi. b) Mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di propinsi dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama. c) Menumbuhkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya diantara umat beragama. d) Membina dan mengordinasikan Bupati dan Walikota dalam penyelenggarakan pemerintah daerah di bidang ketentraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama. Sementara tugas dan kewajiban Bupati/Walikota, sama seperti tugas dan kewajiban Gubernur, hanya berbeda ruang lingkup wilayah kekuasaan, ditambah dengan tugas dan wewenang menerbitkan IMB bagi Bupati/Walikota. Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara, telaah dokumentasi, laporan, hasil kajian, terkait pelaksanaan tugas dan peran pemerintah setempat dalam upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama, diperoleh gambaran seperti berikut: a. Dalam rangka meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama dan mengantisipasi terjadinya konflik berlatar agama, melalui Surat Nomor: 450/4171/SJ, Tanggal 27
250
Bab IX. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat...
Oktober 2011, Menteri Dalam Negeri menghimbau para Gubernur dan Bupati/Walikota seluruh Indonesia: i.
Meningkatkan upaya-upaya sosialisasi PBM Nomor 98 Tahun 2006, kepada seluruh aparatur pemerintah sampai tingkat Kecamatan, Desa/Kelurahan – majelis majelis agama – tokoh masyarakat – Ormas/LSM, dan masyarakat luas.
ii.
Meningkatkan pemahaman dalam mempedomani dan melaksanakan secara konsisten ketentuan yang diatur di dalam PBM Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadat.
iii. Meningkatkan pemberdayaan FKUB dan mendorong upaya-upaya koordinasi dengan forum-forum lainnya di daerah seperti Komunitas Intelejen Daerah (KOMINDA) – Forum Pembauran Kebangsaan (FPK)dalam rangka mengantisipasi munculnya konflik sosial berlatar agama. b. Sejalan dengan himbauan di atas, berbagai peran yang dilakukan Pemerintah Daerah bersama-sama dengan Kementrian Agama setempat antara lain: a) Memberikan ruang gerak atau kesempatan yang luas kepada ormasormas keagamaan untuk mengekspresikan aktivitas organisasinya – b) Komitmen dan dukungan politik yang besar terhadap masalah kerukunan – c) Dukungan dana dan fasilitas terhadap berbagai kegiatan yang menopang kerukunan hidup umat beragama – d) Mengkoordinasikan aparat/instansi vertikal wilayah setempat dalam bersinergi dan menjalin kerjasama memelihara dan meningkatkan
251
Mursyid Ali
kerukunan – e) Mengupayakan forum-forum komunikasi, dialog, dan interaksi dalam rangka menjalin kebersamaan, saling pengertian, peningkatan wawasan, dan menampung aspirasi yang berkembang dalam masyarakat. f) Monitoring kasus-kasus kerukunan umat beragama yang timbul di berbagai daerah. g) Memberikan rekomendasi oleh Kemenag Kabupaten/Kota, dan menerbitkan izin oleh Bupati/Walikota tentang pendirian dan penggunaan tempat ibadat. Berbagai aktivitas dalam rangka pelaksanaan peran dan fungsi tersebut antara lain sebagai berikut. c. Mengesahkan komposisi kepengurusan FKUB Propinsi oleh Gubernur dan FKUB Kabupaten/Kota oleh Bupati/Walikota. d. Untuk menopang dana operasional FKUB propinsi, Gubernur Jawa Barat telah menyediakan dana (APBD) sebanyak Rp. 400,000,000,- pada tahun anggaran 2010 dan sebanyak Rp. 250,000,000,- pada tahun 2011. Sementara bantuan Kanwil Kemenag Propinsi Jabar pada tahun 2010 sebanyak Rp. 25,000,000,- dan pada tahun 2011 sebanyak Rp. 65,000,000,e. Bekerjasama dengan Kanwil kemenag Jawa Barat, menyelenggarakan sosialisasi PBM tingkat propinsi dan mengkoordinasikan penyelenggaraan sosialisasi PBM di lingkungan kabupaten – kabupaten/Walikota (Kesbanglinmas Pol) f. Mengikuti rapat-rapat koordinasi dan pertemuan yang dilaksanakan oleh FKUB.
252
Bab IX. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat...
g. Mengadakan beberapa dialog keagamaan baik yang bersifat internal kelompok agama maupun antar kelompok agama, yang diselenggarakan oleh Biro Yansos Prop. Jabar (2007-2008) h. Mengikuti dan memfasilitasi dialog dengan FKUB Sulawesi Utara dan kaltim (2008) i. Berpartisipasi dalam pertemuan Asia – eropa interfaith forum di Grand Preanger Hotel Bandung (2008) j. Menyelenggarakan sarasehan Karakter Bangsa (2011)
tentang
Pembangunan
k. Bekerjasama dengan Universitas Pendidikan Indonesia, menyelenggarakan dialog tentang Pluralisme Agama (2011) l. Menertibkan izin pendirian Rumah Ibadat, izin sementara, izin alih fungsi dan izin renovasi tempat ibadat. (Bupati/Walikota) Sedangkan kementrian agama wilayah Jawa Barat telah melakukan beberapa aktivitas sebagai berikut: a. Menyelenggarakan sosialisasi PBM, baik tingkat propinsi maupun tingkat Kabupaten/Walikota. b. Bekerjasama dengan Pemda, menyelenggarakan dialog publik dengan Tema ‚Partisipasi Masyarakat Dalam Mewujudkan Kerukunan umat Beragama‛ (2010) c. Melaksanakan dengar pendapat yang diikuti oleh Pemda, Ormas agama, tokoh masyarakat, kejaksaan, kepolisian dalam dialog interaktif mengenai UU Nomor I/PNPS/1965. (2010)
253
Mursyid Ali
d. Menggalang kerjasama dan keharmonisan melalui dialog dan pertemuan secara periodik dengan majelis-majelis agama, Ormas Agama, Pemda, tokoh masyarakat setempat dalam rangka peningkatan kerukunan. e. Berpartisipasi dan bekerjasama dalam setiap aktivitas kerukunan umat beragama, khususnya yang ada dilingkungan Pempa, FKUB dan majelis-majelis agama setempat. f. Memberikan rekomendasi tentang perizinan Rumah Ibadat di Kota Bandung sebanyak 23 buah yang terdiri dari mendirikan gereja sebanyak 7 buah – izin sementara 8 buah – izin alih fungsi 4 buah – izin renovasi sebanyak 4 buah gereja (semuanya gereja), oleh Kantor Kemenag Kota Bandung. 2. Masalah yang dihadapi a. Sampai sekarang, FKUB Propinsi Jawa Barat belum mempunyai Kantor/Sekretariat, sehingga menyulitkan atau mengurangi kelancaran operasionalisasi roda organisasi. Rapat-rapat sering menunpang di Kantor MUI, sementara alamat resmi memakai Kantor Kesbang-linmaspol Jabar, Jalan Supratman No. 44. Bandung. b. Dalam penanganan konflik dan kasus, aparat Pemda maupun Kantor Kemenag, dipandang kurang sigap, relatif lamban. Tindakan baru dilaksakan setelah kasus berkembang dan melibatkan massa. Fungsi-fungsi keamanan dan intelijen tidak berperan optimal. Koordinasi antar aparat dan lintas sektoral, serta monitor situasi lapangan tentang kerukunan sering terabaikan. Hal ini mungkin karena volume tugas Pemda cukup banyak, sementara persoalan
254
Bab IX. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat...
kerukunan umat beragama ini dalam tatanan kerja aparat Pemda dipandang bukan masalah prioritas. c. Pendekatan yang digunakan dalam penyelesaian konflik, sering terlalu fokus pada faktor keamanan fisik. Diawali dengan melokalisasi konflik, meredam benturan fisik, penandatangan damai para tokoh. Cara penanganan semacam itu merupakan langkah awal yang harus disusul dengan langkah-langkah berikut yang lebih komprehensif sesuai dengan akar permasalahan suatu konflik. Konflik sosial biasanya tidak disebabkan faktor tunggal sebelum penyelesaian dilakukan, perlu dilakukan kajian secara cermat mengenai faktor-faktor yang menjadi penyebab konflik, dan kemudian di tentukan langkah solusi yang tepat. d. Di lingkungan kelompik Kristen terdapat banyak sekte, aliran atau sub-sub kelompok dengan paham keagamaan yang berbeda. Masing-masing sekte memiliki militansi tinggi dan gencar mencari jemaat baru baik dari aliran lain dalam Kristen maupun dari agama lain di luar Kristen. Semangat tinggi membangun gereja baru juga merupakan aktivitas sekte-sekte ini untuk mewadahi peribadatan jemaatnya. Sikap dan tindakan seperti diatas sering dianggap arogan dan upaya Kristenisasi oleh kelompok Muslim setempat. Tambahan pula sekte-sekte tersebut banyak yang berada di luar kendali PGI yang dipandang sebagai representasi kelompok Kristen, sehingga bila terjadi benturan dengan mereka, sulit mencari mediasinya. e. Fungsi-fungsi pengawasan dan laporan sebagaimana diatur dalam PBM. No. 9-8 Tahun 2006, belum terlaksana secara
255
Mursyid Ali
baik dan optimal, sehingga menyulitkan bagi pihak-pihak yang ingin melakukan evaluasi. f. Belum adanya pengaturan mekanisme organisasi, khususnya tentang masa jabatan dan proses pergantian pengurus, dan masalah organisasi lainnya dapat menghambat kelancaran organisasi. g. Ketergantungan FKUB yang tinggi terhadap Pemda, menyebabkan rendahnya tingkat kemandirian dan independensi pengurus. D. Analisis 1. Hingga saat ini dilaporkan bahwa FKUB Propinsi Jawa Barat, belum memiliki ruang kantor/sekretariat yang tetap. Untuk keperluan rapat/pertemuan, sering meminjam atau menumpang di kantor MUI. Sementara alamat resmi memakai Kantor Kesbanglinmaspol Jabar di Jalan WR. Supratman 44, Bandung. Hal ini tentu saja dapat mengurangi efektifitas kerja FKUB. Selain itu dilaporkan bahwa dalam penanganan kasus kerukunan umat beragama di lapangan, menurut beberapa narasumber, aparat Pemda dan Kantor Kemenag setempat dipandang kurang sigap, relatif lamban. Tindakan baru dilaksanakan setelah kasus berkembang dan melibatkan massa. Fungsifungsi keamanan dan intelijen belum optimal. Koordinasi antar aparat lintas sektoral, monitor situasi lapangan serta pengawasan terhadap masalah kerukunan, dianggap sering terabaikan. Hal ini semua, mungkin disebabkan antara lain karena ruang lingkup dan volume tugas Pemda cukup banyak, SDM dan fasilitas terbatas, sementara
256
Bab IX. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat...
permasalahan kerukunan umat beragama ini, dalam tatanan kerja Pemda, tidak termasuk kategori prioritas. 2. Fungsi-fungsi pengawasan dan pelaporan seperti tercantum dalam PBM Nomor 9-8 Tahun 2006 bab VIII, pasal 23-24, dipandang masih tersendat, pelaksanaannya kurang lancar dan tidak optimal. Suatu program tanpa pengawasan yang baik, akan menyulitkan pihak-pihak terkait dan berkepentingan untuk melakukan evaluasi. Selanjutnya, tanpa evaluasi, suatu program akan menemui dan mengalalami berbagai hambatan dan berujung pada tidak tercapainya tujuan yang hendak dicapai. 3. Dalam penyelesaian konflik keagamaan, aparat Pemda cenderung menggunakan dan lebih fokus pada pendekatan keamanan pisik. Biasanya diawali dari melokalisasi konflik – meredam benturan pisik – mengundang para tokoh untuk bermusyawarah – disusul penandatanganan kesepakatan damai oleh para tokoh peserta musyawarah. Langkah-langkah di atas, merupakan tindakan atau langkah awal yang baik, namun belum menyelesaikan konflik, karena belum menyentuh ‚akar‛ permasalahan konflik. Masih diperlukan langkah-langkah lanjutan seperti kajian terhadap berbagai faktor penyebab mengapa suatu konflik muncul dan terjadi. Setelah diketahui secara tepat faktor-faktor penyebab dan berpengaruh dalam konflik, baru ditentukan langkah-langkah yang terencana, teratur, sistematik, terarah dan berkesinambungan untuk menghilangkan atau menetralisir penyebab konflik secara komprehensif. 4. Berkembangnya paham keagamaan yang dipandang menyimpang atau tidak sesuai dengan paham keagamaan
257
Mursyid Ali
arus utama, di lingkungan kelompok-kelompok agama secara internal, sering menimbulkan keresahan, ketegangan, dan gangguan terhadap bangunan kerukunan hidup umat beragama. Munculnya paham keagamaan seperti ini, mungkin disebabkan berbagai faktor seperti perbedaan penafsiran terhadap kitab suci – keterbatasan wawasan keagamaan – eksklusif dan fanatisme kelompok/ individual yang menganggap pahamnya paling benar, dan menganggap orang lain/kelompok lain tidak benar. Untuk mencairkan suasanaatau mengurangi keresahan dan ketegangan akibat perbedaan paham agama ini, mungkin bisa ditempuh melalui lebih menggalakkan lagi dialog, diskusi, silaturrahim, kerjasama sosial kemanusiaan, yang bersipat multikultural, lintas agama, suku, budaya, profesi, pendidikan, sosial, sampai ke tingkat Kecamatan. E. Penutup Dari berbagai informasi yang berhasil dihimpun, setelah diolah, dianalisis dan di interpretasi, kemudian ditarik kesimpulan-kesimpulan pokok yang dipandang penting, bersifat umum dan menyeluruh sebagai berikut: 1.
258
Beberapa faktor yang dipandang positif dan berpengaruh bagi upaya terwujudnya keurukunan hidup umat beragama di Jawa Barat meliputi: 1) Komitmen dan dukungan politis yang besar dari Pemda, pemimpin agama dan tokoh masyarakat setempat. 2) Kehidupan ekonomi dan kesejahteraan yang makin meningkat. 3) Kuatnya pengaruh budaya lokal dan ajaran agama dalam masyarakat Sunda merupakan salah satu ‚Katup Pengaman‛ (save value) yang masih fungsional dalam penyelesaian berbagai masalah setempat. 4) Tersedianya
Bab IX. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat...
forum-forum komunikasi lintas agama, kelompok. 5) Ikatan kebangsaan NKRI.
etnis
dan
2.
Peran pemerintah Daerah dan kanwil Kementrian Agama dalam pemeliharaan kerukunan hidup umat beragama antara lain: 1) Memberikan ruang gerak atau kesempatan yang luas kepada Ormas-ormas keagamaan untuk mengekspresikan organisasinya. 2) Komitmen dan dukungan politis yang besar terhadap masalah kerukunan. 3) Dukungan dana dan fasilitas terhadap berbagai aktivitas yang menopang kerukunan hidup umat beragama. 4) Mengkoordinasikan aparat dan instansi vertikal yang ada di wilayah setempat dalam menjalin kerjasama, sinergitas, dan keharmonisan. 5) Menyediakan dan memfasilitasi forum-forum komunikasi, dialog dan interaksi sosial dalam rangka menjalin kebersamaan, saling pengertian, meningkatkan wawasan dan menampung aspirasi yang berkembang dalam masyarakat. 6) Melakukan monitoring dan mencari solusi konflik.
3.
Beberapa hambatan yang dihadapi antara lain: 1) Dalam penanganan kasus atau konflik, aparat sering lamban dan kurang sigap. 2) Orientasi dan pendekatan keamanan secara fisik lebih menonjol dalam penyelesaian konflik dan kurang menyentuh akar masalah. 3) FKUB yang belum memiliki kantor/sekretariat. 4) Adanya sekte-sekte di lingkungan Kristen yang antusias mencari anggota dan mendirikan gereja baru, yang bisa menimbulkan salah paham dan ketegangan. 5) Munculnya paham agama yang dianggap menyimpang dari paham agama kelompok arus utama.
259
Mursyid Ali
4.
Berbagai upaya dipandang perlu dilakukan oleh Pemda, Kantor Kemenag dan masyarakat dalam pemeliharaan kerukunan hidup umat beragama antara lain: 1) Meningkatkan monitoring dan pengawasan secara teratur, sistematis, terarah dan kontinue terhadap berbagai kegiatan keagamaan dan kerukunan, khususnya terkait dengan fungsi intelijen dan fungsi keamanan pada umumnya untuk kepentingan siaga dini. 3) Menggalakkan dialog, silaturrahim, interaksi multi kultural lintas agama, etnis, profesi dan kelompok serta kerjasama sosial keagamaan. 4) Meningkatkan pengawasan, pelaporan, fasilitas administrasi, dana dan sumberdaya manusia, sinergisitas sektoral antar instansi dan kerjasama sosial kemanusiaan antar kelompok keagamaan.
Daftar Pustaka Azyumardi Azra, Pendidikan, Tradisi dan Modernisasi, Logos, 2002 Balitbang dan Diklat Departemen Agama, Hasil Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Pemuka Agama Pusat dan Daerah. Balitbang Agama, Sistem Siaga Dini. BPS, Jawa Barat Dalam Angka, 2008. Data Keagamaan, 2008, Kanwil Departemen Agama Jawa Barat. Erik From, Man Himself (terjemahan), Akademika Kelompok Pengkaji Masalah Kemanusiaan, 1985.
260
Bab IX. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat...
George Ritzer, Douglas J. Goodman, Modern Sosiological Theory, Prenada Media, 2004. Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama, Citra Aditya Bakti, 1993. Kelompok Kerja Hamba Tuhan dari Gereja di Riau, PGI Wilayah Riau, 2005. Mursyid Ali dkk, Peta Kerukunan Hidup Umat Beragama di Indonesia, Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2006. Nurcholis Madjid, Islam Agama Peradaban, Paramadina, 2000. Kuntowijoyo, ‚Paradigma Islam untuk Aksi,‛ Mizan Bandung, 1991. Hugh Miall et al, ‚Contemporary Conflict Resolution,‛ Policy Press, 1999. Margaret S. Herman (ed.), ‚Resolving Conflict Strategies for Local Government,” Washington DC, ICMA, 1994. Tim Puspar, ‚Wawasan Budaya untuk Pembangunan Menoleh Kearifan Lokal,‛ Pilar Politika Jogja, 2004. Sharma S, ‚Applied Multivariate Techniques,‛ John Wiley & Sons, 1996. Potret Kerukunan Umat Beragama Jawa Barat, Balitbang dan Diklat Kementrian Agama, 2009.
261