PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MENGGUNAKAN METODE BERCERITA PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 SEMITAU Ratna Anggraini, Martono, Sesilia Seli Program Studi Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Untan Email:
[email protected] Abstrak: Judul penelitian ini adalah “Meningkatkan Keterampilan Berbicara Menggunakan Metode Bercerita Pada Siswa SMP Negeri 2 Semitau.” Penelitian ini bertujuan mendiskripsikan upaya guru meningkatkan keterampilan berbicara siswa pada materi kegiatan bercerita. Metode penelitian yang digunakan adalah bercerita dengan bentuk penelitian tindakan kelas. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VII. Hasil analisis penelitian data menunjukkan perolehan pada siklus I rata-rata nilai 75,5. Siklus II dengan rata-rata nilai 78,55. Persentase ketuntasan belajar pada siklus I adalah 81,05%, persentase ketuntasan belajar pada siklus II addalah 100%, persentase kenaikan ketuntasan belajar dari siklus I ke siklus II adalah 19,5%. Metode bercerita lebih meningkatkan kemampuan siswa dalam keterampilan berbicara. Kata kunci : Berbicara, Kualitas Pembelajaran Berbicara, Metode Bercerita. Abstract: The title of the research is “Increasing Skill Of Speak By Use Tell Method Of Students At SMP 2 Semitau.” This study aims to reveal descriptions of teacher effort further improve the skill of students in tell story activity. The research method used was skill of speak in form action class research. The research sample is students in lower secondary school VII grade. The result of the analysis of the data shows the average score gains in the first cycle (75,5). The second cycle with the average score (78,55). The percentage of completeness in the first cycle only (81,05%), in the second cycle the percentage of completeness achieve (100%). The result obtained means the skill bye used tell method further enhance students specially in the tell story activity. Key words: Speaking, Quality of learn to speak, the tell methods.
M
engingat betapa pentingnya keterampilan berbicara pada mata pelajaran bahasa Indonesia, perlu sejak dini diperkenalkan pentingnya berbahasa dengan baik dan benar untuk mengungkapkan kata demi kata yang akan digunakan dalam bercerita. Berbicara pada dasarnya adalah proses interaktif komunikatif yang menekankan pada aspek-aspek bahasa, kemampuan memahami aspek-aspek bahasa meliputi keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Keterampilan berbicara selalu ada dalam setiap tema pembelajaran. Hal tersebut membuktikan pentingnya penguasaan keterampilan berbicara. Keterampilan berbicara merupakan keterampilan kedua dalam keterampilan bahasa menurut Tarigan (1981:16) “berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran gagasan, dan perasaan”. Dari hasil pengamatan guru yang sekaligus sebagai guru pengajar, diperoleh kesimpulan bahwa penyebab rendahnya kemampuan bercerita pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Semitau sebagai berikut. (1) Sikap dan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran rendah, pada umumnya siswa malu saat ditugaskan untuk berbicara di depan kelas. Hal ini dapat dilihat kurang tercapainya KKM dalam pembelajaran berbicara skornya hanya mencapai 64; (2) Siswa kurang terampil untuk berbahasa Indonesia dengan baik yang disebabkan masih menggunakan bahasa daerah sebagai komunikasi sehari-hari; (3) Guru sering mendominasi bercerita dalam usaha mengatasi ketidak keseimbangnya proses pembelajaran di kelas dengan tujuan menarik minat siswa untuk meningkatkan keterampilan berbicara; (4) Kurangnya literatur buku-buku cerita di sekolah; (5) Kurangnya minat siswa dalam membaca buku-buku cerita yang membawa siswa untuk belajar terampil berbicara; (5) Siswa kurang terampil berbicara dan bercerita karena kurangnya latihan. Kegiatan bercerita selama ini kurang mendapat perhatian. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya waktu pembelajaran bahasa Indonesia yang digunakan untuk melakukan praktik bercerita di depan kelas. Berdasarkan hasil penelitian bahwa kelas VII memiliki rata-rata kemampuan berbicara yang paling rendah dan tidak mencapai target KKM yang diharapkan. Di SMP Negeri 2 Semitau khusus untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia target KKM yang harus dicapai oleh siswa adalah 72. Dari 34 orang siswa di kelas VII siswa yang telah berhasil mencapai target KKM yang diharapkan hanya 15 orang siswa atau sekitar 45% saja, sedangkan 19 orang siswa atau sekitar 55% belum mencapai target KKM yang diharapkan. Peneliti memilih kelas VII dilatarbelakangi oleh beberapa alasan sebagai berikut. (1) Pengalaman peneliti menjadi guru di SMP Negeri 2 Semitau selama semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013 menemukan siswa takut berbicara di depan kelas. Padahal keterampilan berbicara penting untuk dikuasai siswa terutama untuk berkomunikasi, untuk itu diperlukan bimbingan dan latihan; (2) Hampir seluruh hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri 2 Semitau pada materi berbicara belum memuaskan atau baik; (3) Melalui kegiatan bercerita siswa akan terbiasa untuk berlatih berbicara di depan umum.
Strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia dan sekaligus dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara yaitu dengan menggunakan metode bercerita. Penggunaan metode bercerita dimaksudkan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sebagai upaya mendukung terjadinya proses belajar yang baik. Metode dalam pembelajaran dapat memperjelas dan mempermudah penyajian pesan untuk memperoleh informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan hasil proses belajar. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti “Peningkatan Keterampilan Berbicara Menggunakan Metode Bercerita Pada Siswa Kelas VII Smp Negeri 2 Semitau.” Masalah umum dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah upaya guru meningkatkan kualitas siswa kelas VII SMP Negeri 2 Semitau tahun pelajaran 2012/2013 dalam berbicara dengan menggunakan metode bercerita?” Agar lebih jelas, maka masalah umum akan dijabarkan dalam submasalah sebagai berikut. (1) Bagaimanakah perencanaan pembelajaran menggunakan metode bercerita dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 2 Semitau tahun pelajaran 2012/2013?; (2) Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode bercerita mampu memotivasi siswa dalam berbicara pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Semitau tahun pelajaran 2012/2013?; (3) Bagaimanakah hasil evaluasi pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan metode bercerita pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Semitau tahun pelajaran 2012/2013? Berbicara adalah proses penyampaian pesan dengan menggunakan bahasa lisan. Pesan yang diterima oleh penyimak bukanlah wujud aslinya, melainkan bunyi bahasa yang kemudian dialihkan menjadi bentuk semula, yaitu ide atau gagasan yang sama seperti yang dimaksudkan oleh pembicara. Disitu ditemukan adanya kaitan antara menyimak dan berbicara. Dengan menyimak, kita menerima informasi dari seseorang. Pada kenyataannya peristiwa menyimak pasti ada dalam berbicara. Ini membuktikan bahwa dalam kegiatan komunikasi keduanya secara fungsional tidak terpisahkan. Dengan demikian komunikasi lisan tidak akan terjadi jika kedua itu, yaitu berbicara dan menyimak, tidak berlangsung sekaligus atau tidak saling melengkapi (Hairudin,dkk,2007:18). Menurut Santosa (2003:3.14), berbicara merupakan keterampilan berbahasa yang produktif. Keterampilan ini sebagai inplementasi dari hasil simakkan. Peristiwa ini berkembang pesat pada kehidupan anak-anak. Pada masa kanak-kanak, kemampuan berbicara berkembang begitu cepat. Hal itu tampak dari penambahan kosakata yang disimak anak dari lingkungan semakin hari semakin bertambah pula. Karena itu, pada masa kanak-kanak inilah kemampuan berbicara mulai diajarkan. Dalam kegiatan formal (sekolah), pada kelas awal SD bisa dimulai dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berbicara tentang pengalaman, menceritakan gambar dan lain-lain. Dari kegiatan itu, akan memperkaya kosakata, memperbaiki kalimat, dan melatih keberanian siswa dalam berkomunikasi. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah keterampilan dalam menguraikan sesuatu secara lisan adanya menyimak isi pembicara. Dalam artian antara menyimak dan berbicara adalah saling berhubungan. Keterampilan berbicara dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP saat ini, arah dan pembinaannya di lingkungan Sekolah dituangkan dalam tujuan pembelajaran bahasa Indonesia yang secara eksplisit dinyatakan dalam kurikulum. Secara garis besar, tujuan utama pembelajaran Bahasa Indonesia agar anak mampu menyimak, berbicara dan menulis secara baik dan benar. Tujuan bercerita adalah agar siswa mampu mendengarkan dengan seksama terhadap apa yang disampaikan oleh guru. Siswa dapat bertanya apabila tidak memahaminya. Siswa dapat menjawab pertanyaan, selanjutnya siswa dapat menceritakan dan mengekspresikan kembali terhadap apa yang didengarnya, sehingga hikmah dari isi cerita dapat dipahami. Karena menurut Jerome S Brunner (Tampubolon, 1991:10) “Bahasa berpengaruh besar pada perkembangan pikiran anak.” Menurut Tampubolon, 1991:50, “Bercerita kepada anak memainkan peranan penting bukan saja dalam menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca, tetapi juga dalam mengembangkan bahasa dan pikiran anak.” Dengan demikian, (Dhieni dkk, 2008:157) fungsi kegiatan bercerita adalah membantu perkembangan bahasa siswa. Dengan bercerita pendengaran siswa dapat difungsikan dengan baik untuk membantu kemampuan berbicara, dengan menambah perbendaharaan kosakata, kemampuan mengucapkan kosakata, kemampuan mengucapkan kata-kata, melatih merangkai kalimat sesuai yang didengarnya. Selanjutnya siswa dapat mengekspresikannya. Tiap siswa berbeda latar belakang kemampuan menyimaknya, untuk itu melalui bercerita diharapkan guru memahami karakteristik serta gaya belajar yang inovatif yang mudah dipahami oleh siswa. Beberapa manfaat metode bercerita bagi siswa adalah sebagai berikut. (1) Melatih daya tangkap atau daya serap siswa, artinya siswa dapat dirangsang, untuk mampu memahami isi atau ide-ide pokok dalam cerita secara keseluruhan; (2) Melatih daya konsentrasi siswa untuk memusatkan perhatiannya kepada cerita yang didengarnya. Karena dengan pemusatan perhatian tersebut, siswa dapat melihat hubungan bagianbagian cerita sekaligus menemukan ide pokok dalam cerita; (3) Melatih daya pikir siswa untuk memahami proses cerita, mempelajari hubungan bagian-bagian dalam cerita termasuk hubungan sebab akibatnya; (4) Mengembangkan daya imajinasi siswa, artinya dengan bercerita siswa dapat membayangkan atau menggambarkan suatu situasi yang berada diluar jangkauan indranya berarti dapat menambah perkembangan wawasan siswa; (5) Membantu perkembangan bahasa siswa dalam
berkomunikasi secara efektif dan efisien sehingga menjadi komunikatif; (6) Menciptakan situasi yang menggembirakan serta mengembangkan suasana hubungan yang akrab. Siswa senang mendengarkan cerita apabila gurunya dapat menyajikan cerita dengan menarik. Pembelajaran adalah suatu proses interaksi yang terjadi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU No. 20 tahun 2003, Bab 1 Pasal 1 Ayat 20). Agar kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan baik, maka perlu direncanakan atau di desain. Menurut Trianto (2008:138) “perencanaan pembelajaran yaitu panduan langkah-langkah yang akan dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran yang disusun dalam skenario kegiatan”. Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus sebagai acuan pengembangan rencana pembelajaran, rencana pelaksanaan pembelajaran yang dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai kompetensi dasar. Setiap guru diwajibkan untuk menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran secara lengkap dan sistematis, yang bertujuan terjadinya kegiatan pembelajaran secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi para peserta didik untuk berpartisipasi aktif. Rencana pelaksanaan pembelajaran disusun untuk setiap kompetensi dasar. Komponen rencana pelaksanaan pembelajaran terdiri dari: (1) Identitas mata pelajaran, meliputi satuan pendidikan, kelas, semester/tingkatan, mata pelajaran atau tema pelajaran dan alokasi waktu; (2) Standar kompetensi, merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas/semester dalam suatu mata pelajaran; (3) Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasi peserta didik pada mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran; (4) Indikator pencapaian kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan di observasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran; (5) Tujuan pembelajaran adalah menggambarkan proses dari hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar; (6) Materi ajar adalah membuat fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang relevan dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi; (7) Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk mencapai kompetensi dasar; (8) Metode pembelajaran digunakan guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan; (9) Kegiatan pembelajaran, meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir; (10) Sumber belajar, yang didasarkan pada standar kompetensi, kompetensi dasar, materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi; (11) Penilaian hasil belajar, disesuaikan dengan pencapaian kompetensi dan mengacu pada standar penilaian.
Pemilihan metode pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, karakteristik siswa, dan keadaan sekolah itu sendiri. Bercerita adalah cara menyampaikan meteri pembelajaran secara lisan dalam bentuk cerita dari guru kepada siswa (Dhieni dkk, 2008:156). Bercerita dapat diartikan menuturkan sesuatu hal, misalnya terjadi sesuatu, kejadian yang sesungguhnya terjadi ataupun rekaan, atau lakon yang diwujudkan dalam berbicara. Peningkatan keterampilan bercerita harus melalui latihan bercerita yang teratur, sistematis dan berkesinambungan. Adapun kelebihan metode bercerita: (1) Dapat dijangkau jumlah anak yang lebih banyak; (2) Penggunaan waktu yang lebih bermanfaat secara efisien dan efektif; (3) Secara relatif tidak banyak memerlukan biaya; (4) Penguasaan kelas lebih mudah oleh guru. Adapun kekurangan metode bercerita: (1) Siswa menjadi pasif karena lebih banyak mendengarkan; (2) Bagi siswa yang daya tangkapnya lemah, sulit untuk menyimak isi cerita; (3) Mudah menumbuhkan rasa bosan apabila penyajiannya kurang menarik. Pelaksanaan dalam pembelajaran merupakan penerapan konsep atau rancangan yang dibuat dalam bentuk RPP. Dalam melaksanakan rencana pembelajaran, guru dituntut secara aktif, kreatif, dan inovatif dalam memilih strategi pembelajaran agar proses belajar mengajar tidak monoton. Oleh karena itu, proses belajar mengajar berjalan dengan baik apabila guru yang mengajarkannya bisa menciptakan suasana yang dinamis. Menurut Trianto (2008:138) “perencanaan pembelajaran yaitu panduan langkah-langkah yang akan dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran yang disusun dalam skenario kegiatan”. Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus sebagai acuan pengembangan rencana pembelajaran, rencana pelaksanaan pembelajaran yang dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai kompetensi dasar. Rencana pelaksanaan pembelajaran disusun untuk setiap kompetensi dasar. Komponen rencana pelaksanaan pembelajaran terdiri dari: Identitas mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar. Menurut Sudjana (dalam Muchith 2007:110), pelaksanaan proses belajar mengajar meliputi tahapan sebagai berikut. (1) Tahap Prainstruksional , yaitu tahap yang ditempuh pada saat memulai sesuatu proses belajar mengajar; (2) Tahap instruksional merupakan pemberian bahan pelajaran yang dapat diidentifikasi dalam beberapa kegiatan; (3) Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut bertujuan untuk mengetahui keberhasilan tahap instruksional. Jihad dan Haris (2009:55) mengatakan bahwa “penilaian adalah proses memberikan atau menentukan hasil belajar berdasarkan kriteria tertentu”. Fungsi penilaian sendiri menurut Sudjana (dalam Jihad dan
Haris 2009:56) sebagai berikut. (1) Alat untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional; (2) Umpan balik bagi perbaikan proses belajar mengajar; (3) Dasar dalam penyusunan laporan kemajuan siswa kepada orang tua. Evaluasi pembelajaran berbicara menggunakan metode bercerita dalam penelitian ini dengan menggunakan tes individu. Tes individu diadakan pada akhir pertemuan, dengan tujuan agar masing-masing siswa dapat menunjukkan kemampuannya dalam berbicara. Evaluasi penelitian ini mencakup dua hal pokok, yaitu mengenai proses dan hasil pembelajaran berbicara dengan menggunakan metode bercerita. Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah “Dengan diterapkannya metode bercerita diduga kemampuan berbicara pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Semitau tahun pelajaran 2012/2013 dapat meningkat.” METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif dapat digunakan dan diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seorang atau lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tepat atau sebagaimana adanya (Nawawi, 2005:63). Metode ini digunakan untuk menggambarkan keadaan yang sebenarnya yaitu peningkatan keterampilan berbicara menggunakan metode bercerita, Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang memiliki peranan sangat penting dan strategis untuk meningkatkan mutu pembelajaran apabila diimplementasikan dengan baik dan benar. Kunandar (dalam Iskandar,2009:21) menyatakan bahwa PTK merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru atau bersamaan. Data penelitian ini adalah RPP, proses pelaksanaan pembelajaran, hasil belajar, dan respon siswa dalam pembelajaran berbicara dengan menggunakan metode bercerita pada siswa kelas VII tahun pelajaran 2012/2013. Data dalam penelitian ini terdiri dari data kualitatif, yang dilihat dari proses pembelajaran di kelas berupa data aktivitas guru dan aktivitas siswa. Data yang diperoleh berdasarkan dari tes kemampuan berbicara pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Semitau tahun pelajaran 2012/2013. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti meliputi: (1) Teknik pengukuran dipergunakan sebagai alat mendapatkan hasil belajar siswa; (2) Teknik observasi untuk mengamati aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar; (3) Teknik wawancara antarguru, teman sejawat, kolaborator untuk refleksi hasil siklus penelitian tindakan kelas. Alat pengumpulan data merupakan alat bantu yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data. Tujuan dari penggunaan alat tersebut agar pekerjaan dilaksanakan lebih mudah dan hasilnya lebih baik. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut. (1) Tes menggunakan tes unjuk kerja yang mengukur hasil belajar siswa; (2) Pedoman observasi menggunakan lembar observasi untuk aktivitas guru mengajar dan mengukur tingkat aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar bahasa Indonesia pada aspek berbicara; (3) Pedoman wawancara berupa pertanyaan-pertanyaan tentang respon siswa terhadap proses pembelajaran. Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut. (1) Untuk menganalisis pelaksanaan apa saja yang dilakukan oleh guru untuk meningkatkan keterampilan berbicara dihubungkan dengan lembar pedoman observasi kemampuan guru melaksanakan pembelajaran. (2) Untuk menganalisis data menggunakan metode bercerita yang dilakukan guru untuk meningkatkan keterampilan berbicara dihubungkan dengan lembar observasi menggunakan metode bercerita dalam melaksanakan pembelajaran; (3) Untuk data yang diperoleh melalui pengamatan (observasi) akan dianalisis menggunakan perhitungan persentase; (4) Untuk data yang diperoleh melalui komunikasi langsung akan dianalisis dengan melihat jawaban guru dan siswa dari wawancara yang mengacu pada pedoman wawancara; (5) Untuk menganalisis apakah hasil pembelajaran berbicara meningkat dihubungkan dengan hasil pelaksanaan pembelajaran siklus I dan siklus II; (6) Mengadakan refleksi terhadap hasil yang diperoleh pada setiap siklus; (7) Merencanakan tindakan selanjutnya; (8) Membuat simpulan dari kegiatan yang telah dilakukan. Untuk mengetahui keberhasilan dari pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan, maka peneliti menetapkan indikator kinerja penelitian tindakan kelas sebagai berikut. (1) Adanya kesesuaian antara urutan penyajian dengan alokasi waktu pembelajaran yang dibuat oleh peneliti dan rekan sejawat; (2) Adanya peerubahan yang terlihat dari kemampuan guru dalam melaksanakan pmbelajaran berbicara melalui metode bercerita; (3) Adanya perubahan yang terlihat dari sikap siswa yang mengikuti pembelajaran keterampilan berbicara melalui penerapan metode bercerita yang semakin aktif dan antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran pada setiap siklus; (4) Adanya perubahan nilai rata-rata siswa yang semakin baik dalam setiap siklus. HASIL PENELITIAN Deskripsi hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dapat peneliti uraikan dalam tahapan siklus-siklus pembelajaran, upaya meningkatkan keterampilan berbicara menggunakan metode bercerita pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Semitau. Secara khusus penelitian ini bertujuan. (1) Pendeskripsian perencanaan menggunakan metode bercerita dalam meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Semitau. (2) Pendeskripsian pelaksanaan menggunakan metode bercerita dalam meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Semitau. (3) Pendeskripsian hasil pembelajaran
menggunakan metode bercerita dalam meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Semitau. Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII yang berjumlah 34 orang. Analisi dan refleksi terhadap perencanaan pembelajaran berbicara dengan penerapan metode bercerita diperoleh rata-rata skor 3,25. Penilaian pelaksanaan pembelajaran berbicara dengan penerapan metode bercerita diperoleh skor rata-rata pelaksanaan pembelajaran untuk kegiatan pra pembelajaran dengan skor 3,57 dengan kategori cukup baik, kegiatan inti dengan skor rata-rata 4,50 dengan kategori baik dan untuk kegiatan penutup rata-rata skor yang dicapai sebesar 4,46 dengan kategori baik. Berdasarkan lembaran pengamatan APKG 2, aktivitas guru pada siklus I mencapai skor rata-rata pelakssanaan pembelajaran sebesar 3,25 dengan kategori cukup baik. Pada kegiatan pra pembelajaran skor yang berhasil dicapai sebesar 3,57 dengan kategori baik. Untuk kegiatan inti dan penutup masing-masing mendapatkan skor rata-rata sebesar 4,50 dan 4,46 dengan kategori baik. Pada siklus I terdapat pengamatan yang mendapatkan penilaian kurang baik, yaitu: (1) Pemilihan materi ajar; (2) Pengorganisasian materi ajar; (3) Kejelasan skenario pembelajaran; (4) Kerincian skenario pembelajaran; (4) Kesesuaian teknik; dan (5) Kelengkapan instrumen. Data yang dikumpulkan dalam penelitian kelas ini adalah peningkatan keterampilan berbicara menggunakan metode bercerita. Aspek tersebut dibagi lagi pada indikator kerja yang diperoleh dari observasi awal, siklus I sampai siklus II. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan perhitungan berupa persentase. Hasil pada siklus I menunjukkan indiktor ketercapaian pada siswa sudah mengalami peningkatan tetapi belum secara maksimum, hal ini terlihat dari tabel sebagai berikut. Tabel 1 Indikator Kinerja Siswa Hasil pengamatan awal No
Indikator
Muncul
Persentase
Siklus I Muncul
Persentase
1
Siswa mampu bercerita dengan baik
11 orang
32%
15 orang
44%
2
Siswa memahami isi cerita
13 orang
38%
13 orang
38%
3
Siswa dapat mengembangkan isi
10 orang
29%
14 orang
41%
cerita yang diberikan oleh guru
4
Keberanian siswa untuk berbicara di
12 orang
35%
22 orang
65%
16 orang
47%
23 orang
68%
17 orang
50%
24 orang
71%
18 orang
53%
24 orang
71%
depan kelas dalam bentuk bercerita 5
Siswa merasa senang selama proses pembelajaran
6
Siswa
mengikuti
pembelajaran
dengan sungguh-sungguh 7
Siswa aktif dalam mengikuti proses pembelajaran
Analisis dan refleksi terhadap aktivitas siswa telah dilaksanakan pada siklus I sebagai berikut. Pada tahap pertama, keaktifan siswa hanya 35% (sangat kurang), hal ini terjadi karena siswa tidak mengerti dengan cerita yang disampaikannya. Pada tahap kedua saat guru menerapkan metode bercerita, keaktifan siswa meningkat menjadi 44% (sangat kurang), hal ini karena siswa tidak menyimak secara keseluruhan mengenai struktur dari sebuah cerita. Pada tahap ketiga keaktifan siswa hanya 38% (sangat kurang), sebagian besar siswa tidak tidang mengerti dengan cerita yang disiapkan oleh guru. Pada tahap keempat, keaktifan siswa hanya 41% (sangat kurang), siswa tetap kurang memperhatikan penjelasan guru dengan konsentrasi. Tahap kelima, keaktifan siswa 65% (cukup), hal ini karena siswa kurang berani tampil di depan temantemannya. Tahap keenam, keaktifan siswa 68% (cukup), masih terdapat siswa yang acuh dan sulit untuk bercerita di depan kelas. Tahap ketujuh, keaktifan siswa 71% (baik), sebagian besar siswa dapat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan serius. Tahap kedelapan, keaktifan siswa (71%), siswa sudah mulai berani untuk bercerita di depan kelas.indikator keberhasilan ini adalah rata-rata aktivitas siswa 70%, sementara pada siklus I diperoleh rata-rata aktivitas siswa sebesar 74,48% dengan kategori baik. Oleh karena itu, indikator keberhasilan aktivitas siswa telah tercapai. Hasil analisis dan refleksi terhadap kemampuan berbicara menunjukkan hasil yang cukup baik, siswa yang masuk dalam kategori sangat baik sebanyak 9 orang atau sekitar 24,47%, dan siswa yang mendapat kategori baik sebanyak 10 orang atau 29,41%. Pada tabel I juga terlihat rata-rata skor setelah dilakukan siklus I mengalami peningkatan dalam hasil pembelajaran berbicara melalui metode bercerita. Hal ini dikarenakan dalam proses pembelajaran guru dapat mengkondisikan siswa agar membangun pengetahuannya sendiri sehingga
walaupun secara langsung guru pada siklus I ini hanya memberikan pengarahan dan bimbingan secara minimum. Bila dilihat pada siklus I, nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah 81,05%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa dapat meningkatkan kemampuan dirinya dengan belajar secara mandiri. Metode yang diterapkan dalam pembelajaran dapat mempengaruhi hasil belajar siswa dan berdampak pada pengingkatan ketercapaian hasil tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan pemberian langsung contoh oleh guru, siswa diberi kesempatan melihat langsung mengenai keseluruhan dalam menangkap setiap materi yang diberikan oleh guru. Berdasarkan siklus I dapat diketahui untuk skor ketercapaian secara persentase masih kurang dari 100% pada kelas sebanyak 34 siswa. Skor ketercapaian tertinggi pada siklus I terliht dari indikator kinerja siswa, yaitu terlihat pada siswa mengikuti pembelajaran dengan sungguh-sungguh sebesar 71% dan siswa aktif dalam mengikuti proses pembelajaran sebesar 71%. Sedangkan kemampuan siswa dalam bercerita dengan baik baru mengalami peningkatan sebesar 44%. Hal ini mengindikasikan dari seluruh siswa, beberapa siswa mengalami perbaikan dan perkembangan dalam menguasai pembelajaran yang diberikan. Indikator diukur menggunakan lembar observasi saat penelitian berlangsung dengan mengamati siswa mampu bercerita dengan baik pada hasil pengamatan awal hanya 11 orang siswa atau sekitar 32% meningkat menjadi 15 orang siswa atau sekitar 44% pada siklus I. Siswa yang memahami isi cerita pada hasil pengamatan awal dan siklus I hanya 13 orang siswa atau sekitar 38%. siswa yang dapat mengembangkan isi cerita pada hasil pengamatan awal hanya 10 orang siswa atau sekitar 29% meningkat menjadi 14 orang siswa atau sekitar 41% pada siklus I. siswa berani berbicara di depan kelas dalam bentuk cerita pada hasil pengamatan awal hanya 12 orang siswa atau sekitar 35% meningkat menjadi 22 orang siswa atau sekitar 65% pada siklus I. siswa yang bersungguh-sungguh mengikuti proses pembelajaran pada hasil pengamatan awal hanya 17 orang siswa atau sekitar 50% meningkat menjadi 24 orang siswa atau sekitar 71% pada siklus I. keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran pada hasil pengamatan awal hanya 18 orang siswa atau sekitar 53% meningkat menjadi 24 orang siswa atau sekitar 71% pada siklus I. Setelah mengamati proses belajar pada siklus I, selanjutnya perbaikan dari kekurangan pada siklus I diperbaiki di siklus II. Siklus kedua terdiri dari empat tahapan, yaitu perencanaan; pelaksanaan; pengamatan dan evaluasi; ,dan refleksi. Pada siklus II dapat dilihat peningkatan rata-rata skor ketercapaian siswa dari siklus I, yakni sebesar 100% atau sebesar 19,5%. Untuk memperbaiki kelemahan dan mempertahankan keberhasilan yang telah dicapai pada siklus I, maka pada siklus II dibuat perencanaan sebagai berikut. Guru harus lebih fokus untuk menarik perhatian siswa dalam proses pembelajaran dari awal, hal ini dimaksudkan agar siswa lebih tenang dan kegiatan pembelajaran dapat berjalan lebih kondusif. Guru melakukan apersepsi kepada siswa sehingga siswa lebih termotivasi untuk bertanya dan memberikan pendapat, terutama untuk siswa yang masih kurang keaktifannya. Guru harus berusaha
menjadi fasilitator yang baik dalam membimbing siswa yang terlihat pasif selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Analisis dan refleksi terhadap perencanaan pembelajaran berbicara dengan metode bercerita pada siklus II diperoleh hasil yang lebih baik jika dibandingkan pada siklus I. Pada siklus II diperoleh skor perncanaan pembelajaran 4,50 yang masuk dala kategori baik. Pada siklus II ini tidak ditemukan lagi aspek penilaian dengan kategori kurang. Berdasarkan lembar pengamatan APKG 2, aktivitas guru pada siklus II untuk kegiatan pra pembelajaran sebesar 4,46 dan pelakanaan pembelajaran 4,46. Pada siklus I kegiatan inti dn kegiatan penutup mendpatkan penilaian dengan kategori cukup, sedangkan pada siklus II kegiatan pra pembelajaran dan kegiatan inti mendapatkan penilaian dengan kategori baik. Setelah melaukan pengamatan, pada tahap siklus II guru mulai bertindak sebagai fasilitator dan siswa secara mandiri dalam belajar. Pada siklus II tingkat perkembangan mental siswa tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Setelah dilakukan pengamatan dan perbaikan pada siklus I terdapat peningkatan pada hasil belajar siswa sebesar 81,05%. Hal ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan perbaikan pada metode pembelajaran berbicara, yakni dengan bercerita siswa lebih memahami materi berbicara dalam kegiatan bercerita tersebut. Selanjutnya pada penyempurnaan di siklus II siswa mencapai nilai ketuntasan hingga 100%. Pemahaman siswa dalam menyampaikan materi berbicara telah berhasil dilaksanakan dengan metode bercerita, hal ini terlihat dari perolehan nilai dan nilai evaluasi. Untuk mempertegas perbandingan pencapaian nilai siswa, dilakukan perhitungan rata-rata per indikator ketercapaian siswa tersebut dalam memahami materi. Siswa mampu bercerita dengan baik sebanyak 32% meningkat pada siklus I menjadi 44% dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 62%. Peningkatan ini terjadi karena guru banyak memotivasi siswa dalam pembelajaran. Siswa memahami isi cerita sebanyak 38% meningkat pada siklus I menjadi 38% dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 56%. Peningkatan ini terjadi karena guru membimbing siswa untuk membaca kembali cerita yang dibacanya. Siswa mengembangkan isi cerita yang diberikan oleh guru sebanyak 29% meningkat pada siklus I menjadi 41% meningkat lagi pada siklus II menjadi 59%. Peningkatan ini terjadi karena guru mengarahkan cara mengembangkan isi cerita dengan mudah dipahami siswa. Keberanian siswa untuk berbicara di depan kelas dalam bentuk bercerita sebanyak 35% meningkat pada siklus I menjadi 65% meningkat lagi pada siklus II menjadi 82%. Peningkatan ini terjadi karena guru membuat kelompok belajar jadi siswa tidak malu untuk bercerita di depan kelas.Siswa merasa senang selama proses pembelajaran sebanyak 47% meningkat pada siklus I menjadi 68% meningkat lagi pada siklus II menjadi 85%. Peningkatan ini terjadi karena bercerita merupakan pembelajaran yang dapat menarik perhatian siswa. Proses pebelajaran diikuti siswa dengan sungguh-sungguh sebanyak 50% meningkat pada siklus I menjadi 71% meningkat lagi pada siklus II menjadi 91%.
Peningkatan ini terjadi karena guru memberikan penghargaan kepada siswa yang berhasil. Siswa aktif dalam mengikuti proses pembelajaran sebanyak 53% meningkat pada siklus I menjadi 71% meningkat lagi pada siklus II menjadi 91%. Peningkatan ini terjadi karena setiap siswa mempunyai kesempatan untuk bercerita dan mengemukakan pendapat. Berdasarkan keseluruhan data, baik dari siklus I dan siklus II metode bercerita dalam pembelajaran berbicara dapat digunakan secara efektif. Siswa mampu memberikan fokus perhatian mereka terhadap pembelajaran. Pembelajaran secara berproses dengan juga membantu siswa dalam mengembangkan dirinya secara optimal. Hal ini membantu siswa lebih mampu menghubungkan konsep yang dipelajari dengan pengalaman belajar yang dimiliki. Tabel 2 Indikator Kinerja Siswa Siklus I
Siklus II
No
Indikator
Muncul
Persentase
Muncul
Persentase
1
Siswa mampu bercerita dengan baik
15 orang
44%
21 orang
62%
2
Siswa memahami isi cerita
13 orang
38%
19 orang
56%
14 orang
41%
20 orang
59%
22 orang
65%
28 orang
82%
23 orang
68%
29 orang
85%
24 orang
71%
31 orang
91%
24 orang
71%
31 orang
91%
Siswa dapat mengembangkan isi 3 cerita yang diberikan oleh guru Keberanian siswa untuk berbicara di 4 depan kelas dalam bentuk bercerita Siswa merasa senang selama proses 5 pembelajaran Siswa mengikuti pembelajaran 6 dengan sungguh-sungguh Siswa aktif dalam mengikuti proses 7 pembelajaran
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan, dapat peneliti ambil kesimpulan sebagai berikut. Perencanaan pembelajaran pada siklus I menunjukkan hasil dengan cukup baik. Perencanaan pembelajaran yang dirancang oleh peneliti memperoleh skor rata-rata sebesar 3,25 dengan kategori cukup baik. Sedangkan penilaian perencanaan siklus II memperoleh skor rata-rata 4,50 dengan kategori baik. Dalam pelaksanaan pembelajaran berbicara terdapat tiga kegiatan yang menjadi fokus pengamatan, yaitu kegiatan pra pembelajaran, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Pada siklus I hanya kegiatan pra pembelajaran yang mendapatkan penilaian dengan kategori baik sedangkan kegiatan inti dan penutup mendapatkan kategori cukup. Pada siklus II, kegiatan pra pembelajaran dan kegiatan inti mendaptkan penilaian baik sedangkan kegiatan penutup mendapatkan kategori cukup. Rata-rata pelaksanaan pembelajaran pada siklus I sebesar 3,57% dan pada siklus II naik menjadi 4,46% dengan kategori baik. Berdasarkan hasil pengamatan awal hingga penggunaan siklus I dan siklus II, rata- rata nilai yang diperoleh siswa pada siklus I mengalami peningkatan sebesar 80,5% (kategori hampir keseluruhan siswa tuntas) dan dan pada siklus II perolehan nilai siswa meningkat sebesar 19,5 % dengan ketercapaian ketuntasan mencapai 100% (kategori seluruh siswa tuntas). Berdasarkan rata-rata skor dari siklus I dan siklus II, maka penggunaan metode bercerita pada pembelajaran berbicara materi kegiatan bercerita efektif untuk digunakan dan terbukti dapat meningkatkan ketercapaian nilai siswa. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disampaikan sebagai berikut. Dalam perncanaan pembelajaran hendaknya guru dapat mengkondisikan kelas sesuai dengan karakteristik siswa untuk menentukan metode yang tepat sehingga materi yang disampaikan dapat diterima siswa secara maksimum. Dalam pelaksanaan pembelajaran guru hendaknya selalu menekankan pada siswa sebagai titik fokus dalam keberhasilan pembelajaran. Guru harus mampu memberikan motivasi, keseriusan, dan melihat ketelitian siswa dalam memahami pembelajaran yang diberikan dengan menekankan pada aspek yang menjadi penilaian sehingga siswa dapat mengerti mengenai kekurangan yang dimilikinya dalam kegiatan pembelajaran. Dalam upaya peningkatan hasil belajar, guru harus diharapkan menyesuaikan kegiatan pembelajaran dengan melihat afektif, psikomotor, dan kognitif pada siswa. Selain itu guru diharapkan kreatif untuk meningkatkan kemampuannya dengan menerapkan metode pembelajaran yang dapat memotivasi dan meningkatkan aktivitas belajar siswa serta menumbuhkan rasa keberanian siswa.
DAFTAR RUJUKAN Asep Jihad dan Abdul Haris. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo. BNSP (2006) Standar Kopetensi dan Kopetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa indonesia. Jakarta : PT Indek. Djamarah (1996) Sterategi belajar mengajar.Jakarta : Rinika cipta. Djamarah (2002) Inovasi Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia. Hairudin (2007) Pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta : Derektoratn Pendidikan Tinggi Depertemen Pendidikan Nasional. Husdarta dan Yudha M. Saputra. 2001. Belajar dan Pembelajaran. Depdiknas : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III. Iskandar (2009) Penelitian Tindakan Kelas . jakarta : Gunung Persada Pers. KKBI (2008) Metode pengembangan Bahasa Indonesia. Jakarta : Univesitas terbuka Kunandar (2008) Penelitian Tindakan Kelas sebagai Pengembangan propesional Guru. Jakarta : rajawali Pers. Masitah (2008) Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Nawawi, Hadari (2005) Metodelogi Bidang sosial. Yokyakarta : Gajah Mada University Pers. Surachmad, Winarno (1982) Prosedur penelitian. Bandung: Tarsindo. Suryabrata, Sumadi (2003) Metodelogi Penelitian. Jakarta : PT Raja Grapindo persada. Tarigan. Djago ( 2003) Pendidikan Keterampilan Berbahasa. Jakarta : Pusat Penelitian Universitas Terbuka. Trianto (2007) Model Pembelajaran Terpadu Dalam Teori dan Praktik : Jakarta. Prestasi Pustaka Publisher. Undang undang No 20 (2003) Tentang sistem Pendidikan Nasional (sisdiknas) Bandung : Citra umbara.