PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT MELALUI IMPLEMENTASI PROGRAM BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN (RASKIN) Aprilyani & Agus Suriadi
Abstract One of problems againsted by the government in development is poverty. Many people pounded poverty problem. They can not fulfill life needs, especially the food (rice). Many of people can not capable buy the rice in market. Againing this problem the government try to hold or influence the market, decided the rice highest price to protect the people, but it resulted the problem for the farmers. Since reformation period, the government implemented The Rice for the Poor Program. In this program, the government supply the rice for poor people in special price. This research studied how implementation of The Rice For Poor Program. Is it resulted positive impact for the poor people social welfare? The result of this research showed that The Rice for the Poor Program gived positive influence for the poor. The government officials took this program in right process. Keywords: poverty, rice, life need
Pendahuluan Tidak ada satu pun negara di muka bumi ini yang melewatkan pembangunan. Pembangunan sudah menjadi bagian dari proses terbentuknya peradaban manusia. Bahkan dalam setengah abad ini, pembangunan merupakan satu dari antara hal-hal paling mendesak bagi setiap negara untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Sejak awal kemerdekaan, pemerintah Indonesia telah mempunyai perhatian besar terhadap upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat. Upaya tersebut ditegaskan dalam tujuan negara pada alinea keempat Pembukaan Undang-undang 1945, yang menyatakan bahwa pemerintah negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan berkeadilan sosial. Dalam mewujudkan tujuan tersebut, pemerintah secara terus menerus telah
melakukan pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan tujuan nasional. Dalam rangka mencapai tujuan nasional Indonesia, GBHN 1999-2004 memberikan visi yang merupakan tujuan yang akan dicapai pembangunan nasional yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju, dan sejahtera, dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta memiliki etos kerja yang tinggi dan berdisiplin. (Sinar Grafika, 2001: 8) Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah dalam pembangunan yaitu masalah kemiskinan. Masalah kemiskinan terus menerus menjadi masalah yang berkepanjangan, bahkan sampai sekarang dapat dikatakan semakin memprihatinkan. Kemiskinan
Aprilyani adalah Staf di Yayasan Setara Indonesia Medan, Agus Suriadi adalah Dosen di Sekolah Pascasarjana USU Medan 249
Aprilyani & Suriadi, Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat...
tercermin dari belum terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat miskin seperti hak atas pangan, kesehatan, perumahan, pendidikan, pekerjaan, tanah, sumber daya alam, air bersih dan sanitasi, rasa aman serta hak untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan publik dan proses pembangunan. Sedangkan dampak dari kemiskinan yaitu jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses terhadap pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya tabungan dan tidak adanya perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus urbanisasi ke kota, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas. Hal ini membuktikan bahwa masalah kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan kronis dalam proses pembangunan. Masalah kemiskinan merupakan isu sektoral di Tanah Air, terutama setelah Indonesia dilanda krisis multidimensional yang berpuncak pada periode 1997 – 1999, setelah dalam kurun waktu 1976 – 1996 tingkat kemiskinan menurun secara spektakuler dari 40,1% menjadi 11,3%. Jumlah orang miskin meningkat kembali terutama dengan tajam terutama selama krisis ekonomi. Studi yang dilakukan BPS menunjukkan bahwa jumlah penduduk pada periode 1996-1998, meningkat dengan tajam dari 22,5 juta jiwa (11,3%) menjadi 49,5 juta jiwa (24,2%) atau bertambah sebanyak 27,0 juta jiwa. Sementara itu, ILO memperkirakan jumlah orang miskin di Indonesia pada akhir tahun 1999 mencapai 12,6 juta atau sekitar 66,3% dari jumlah keseluruhan penduduk. Berdasarkan defenisi kemiskinan dan fakir miskin dari BPS dan Depsos, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2002 mencapai 35,7 juta jiwa dan 15,6 juta jiwa (43%) diantaranya masuk kategori fakir miskin. Secara keseluruhan, persentase penduduk miskin dan fakir miskin terhadap total penduduk di Indonesia adalah sekitar 17,6% dan 7,7%. Ini berarti bahwa secara rata-rata jika ada 100 orang Indonesia berkumpul, sebanyak 18 orang diantaranya adalah orang miskin, yang terdiri dari 10 orang bukan fakir miskin dan 8 orang fakir msikin. (Suharto, 2005:136).
Di Sumatera Utara, jumlah penduduk dalam lima tahun terakhir dan terhitung dari Desember 2002 mencapai tiga juta jiwa (2.992.510 orang). Data dari Dinas Kesehatan Sumatera Utara mencantumkan dari 19 kabupaten dan kota di Sumatera Utara, yang jumlah penduduk miskin terbanyak terdapat di Kota Medan yaitu 624.755 jiwa. (www.indonesia-house.org). Sedangkan untuk tahun 2005, BPS memperkirakan jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 62 juta jiwa atau sekitar 28,44% dari total jumlah penduduk yang mencapai 218 juta jiwa. (www.mediaindonesia.co.id) Meningkatnya jumlah penduduk miskin terjadi karena tidak adanya kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan pokoknya menurut standar yang dibuat oleh Bank Dunia, yang dikenal dengan garis kemiskinan yang menunjukkan batas terendah seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia secara layak. Tidak terpenuhinya kebutuhan pokok merupakan bentuk tidak adanya kesejahteraan manusia dan akan mengarah pada timbulnya berbagai masalah baru pada kehidupan manusia. Dalam model kebutuhan pokok telah diidentifikasikan kebutuhan dasar yaitu makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan, kebersihan, transportasi dan partisipasi masyarakat. Sementara menurut Abraham Maslow, kebutuhan yang ada pada manusia adalah bawaan, dan tersusun menurut tingkatan atau bertingkat. Kebutuhan manusia yang tersusun secara bertingkat tersebut yaitu kebutuhan dasar fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan cinta kasih dan memiliki, kebutuhan akan harga diri dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Menurut Maslow, kebutuhan yang ada di tingkat paling dasar, merupakan kebutuhan yang pemuasannya lebih mendesak dari pada yang ada di atasnya. Artinya kebutuhan pokok manusia terutama pangan merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk dipenuhi karena kebutuhan ini berhubungan dengan kelangsungan hidup manusia. Akibat krisis ekonomi yang paling dirasakan masyarakat adalah naiknya harga barang-barang sedangkan pendapatan mereka tetap. Hal ini mengakibatkan kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhaannya menurun, terutama bagai penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Tidak terpenuhinya
250
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, September 2006, Volume 5, Nomor 3, Halaman 249 – 270
kebutuhan pokok yaitu pangan sebagai kebutuhan dasar manusia yang membuat manusia akan memasuki bencana kemanusiaan. Kebutuhan akan pangan menyangkut pemenuhan gizi bagi masyarakat. Kekurangan gizi memungkinkan sebuah generasi lahir tanpa dilengkapi asupan gizi yang resikonya berkait dengan pertumbuhan dan perkembangan, maka mereka terancam menjadi generasi yang hilang dan pada saatnya akan menjadi awal kehancuran suatu bangsa. Ketidakmampuan penduduk miskin untuk memenuhi kebutuhan pangan terlihat dari resiko rawan pangan di tanah air yang masih tinggi. Persoalan rawan pangan ini terjadi karena penduduk miskin tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan terutama beras yang pada harga pasar pada Juli 1998 mencapai sekitar Rp.2.200/kg atau 2,2 kali lipat dari pertengahan 1997, kemudian pada akhir-akhir ini sudah mencapai 4000/kg. Pemenuhan kebutuhan pokok merupakan hal yang sangat sulit bagi penduduk miskin karena masyarakat miskin umumnya menggunakan proporsi besar kebutuhannya hanya untuk makan. Penelitian LP3ES dan FEUI menunjukkan bahwa golongan miskin membelanjakan 85% pendapatannya untuk keperluan makan dan rokok.(Sumardi dan Hans, 1985: 10). BPS menyatakan pada tahun 2005 tidak kurang dari 20% - 30% penduduk mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses terhadap pangan karena daya beli. Secara total BPS menyebutkan terdapat 32 juta penduduk yang terancam atau hampir rawan pangan. (www.republika.co.id). Melihat tingginya jumlah penduduk miskin dan diperparah oleh sulitnya penduduk miskin akan akses terhadap pangan karena rendahnya daya beli sebagai akibat krisis maka pemerintah meluncurkan Program Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin). Program ini dibentuk agar keluarga miskin mempunyai akses yang baik terhadap pangan (beras) dalam hal harga dan ketersediaan. Program Raskin dimulai sejak Juli 1998 dengan nama Operasi Pasar Khusus (OPK) beras. Program ini merupakan salah satu usaha pemerintah untuk mentransfer pendapatan kepada keluarga miskin sebagai akibat krisis, sehingga dapat mengurangi beban pengeluaran keluarga miskin yang pengeluaran mereka untuk pangan mencapai 70% total pendapatan sekitar 25% diantaranya untuk beras. Salah satu bentuk transfer pendapatan adalah melalui komoditas
251
beras yang dijual dengan harga bersubsidi kepada keluarga miskin yang telah ditentukan sasarannya pada tingkat subsidi harga beras Rp 1000,00/kg. Alokasi beras yang disalurkan melalui Operasi Pasar Khusus (OPK) sebanyak 10 kg/bulan, kemudian sejak Desember 1998 dinaikkan menjadi 20kg/bulan. Pada tahun 2002 Operasi Pasar Khusus (OPK) Beras diubah menjadi Program Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin). Dengan maksud untuk mempertajam sasaran program. Dengan nama Raskin masyarakat akan lebih memahami bahwa bantuan beras ini hanya untuk keluarga miskin, selain itu juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat, sehingga yang tidak tergolong miskin akan merasa malu apabila menerima program ini. Program Raskin merupakan salah satu program penaggulangan kemiskinan yang didasarkan pada prinsip penghormatan, penghargaan dan pemenuhan hak-hak dasar bagi masyarakat miskin. Namun dalam praktiknya di kehidupan sehari-hari ternyata masih banyak masalah yang menghadang program ini. Pertama, pagu alokasi beras yang disediakan pemerintah selalu tidak mencukupi kebutuhan seluruh keluarga miskin yang tercatat di seluruh wilayah. Kedua, terbatasnya pagu alokasi menyebabkan belum tercapainya jumlah beras yang direkomendasikan sebanyak 20kg/KK/bulan. Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 2003 baru tercapai 13,3 kg/KK/bulan. Ketiga, akurasi dan kontiniunitas data keluarga (KK) miskin di setiap daerah masih perlu diperbaiki. Keempat, belum terbentuknya kelembagaan di tingkat paling bawah yang akan menjamin ketepatan sasaran program. Kelima, harga beras yang di bayar keluarga penerima manfaat di lokasi yang jauh dari titik distribusi masih lebih besar dari Rp.1000/kg. (www.pikiran-rakyat.com.) Selain itu, berdasarkan penelitian Bank Dunia mengungkapkan hanya 18% dana Raskin mencapai sasaran, dalam pelaksanannya program beras untuk keluarga miskin pada tahun 2003 telah salah sasaran, karena 74% tersebut ternyata jatuh ke kelompok non miskin. Bahkan dilihat dari alokasi dananya dari anggaran Rp.4,83 triliun yang dialokasikan ke Perum Bulog pada tahun 2003, hanya 18% yang benarbenar dinikmati kelompok miskin. Sementara 52% lainnya menjadi subsidi untuk kelompok non miskin dan 30% lainnya untuk biaya opersional Perum Bulog.(www.kompas.com).
Aprilyani & Suriadi, Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat...
Banyak lagi penyelewengan dalam implementasi program ini, seperti yang diberitakan di berbagai media massa. Hal ini terlihat dari judul berita: Raskin Diselewengkan (Suara Pembaharuan 13/01/2003), Raskin Dijual Ke Penadah (Suara Pembaharuan, 16/01/2003), Penyaluran Raskin Di Gresik Salah Sasaran (Kompas, 24/01/2003), Warga Keluhkan Raskin Yang Tak layak. (Kompas, 27/02/2003). (www.kompas.com). Berdasarkan berita-berita tersebut maka terdapat fakta adanya berbagai penyelewengan dalam pelaksanaan Program Raskin. Padahal program ini sangat berarti bagi masyarakat miskin dalam mewujudkan hak asasi manusia atas pangan yang pada saat krisis saat ini harga beras melonjak tinggi sedangkan pendapatan mereka tetap. Program Raskin dilaksanakan di Kelurahan Sidorame Barat II sejak Mei 2002 dan pada saat ini program tersebut masih berjalan. Program ini merupakan hak bagi masyarakat miskin yang merupakan bantuan kesejahteraan sosial bagi masyarakat miskin dalam mendukung berbagai program pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Masyarakat miskin pada kelurahan ini sama seperti manusia lainnya yang juga berhak untuk mendapatkan kehidupan yang layak terutama dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya yaitu pangan (beras). Untuk itu diperlukan terimplementasinya program Raskin dengan baik sehingga masyarakat miskin di Kelurahan Sidorame Barat II dapat terpenuhi haknya atas pangan dan dapat terhindar dari kelaparan ditengah semakin naiknya harga beras.
Metode Penelitian Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe deskriptif, yaitu sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau bagaimana adanya (Nawawi, 1991: 63). Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sidorame Barat II, Kecamatan Medan Perjuangan. Alasan memilih lokasi tersebut karena Kelurahan Sidorame Barat II Kecamatan Medan Perjuangan merupakan salah satu kelurahan yang melaksanakan program Raskin dan merupakan tempat peneliti berdomisili
sehingga peneliti tertarik untuk meneliti secara langsung bagaimana implementasi program Raskin tersebut secara langsung dan bagaimana kesejahteraan keluarga miskin sebagai akibat implementasi program Raskin di daerah tersebut. Populasi penelitian ini adalah petugas pelaksanan program yaitu 11 orang dan 90 kepala keluarga kepala keluarga yang menjadi sasaran manfaat program Raskin di Sidorame Barat II Kecamatan Medan Perjuangan. Sampel merupakan bagian dari populasi. Menurut Suharsimi Arikunto, jika jumlah sampel kurang dari 100, maka populasi dapat langsung dijadikan sampel (n=N). Maka sampel dalam penelitian ini adalah Total Sampling (n=N) yaitu 90 KK dan 11 orang petugas pelaksana program. Metode pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan adalah penyebaran angket, wawancara, dan observasi. Penelitian ini menggunakan teknik analisa dalam bentuk deskriptif, yaitu dengan cara memeriksa data dari penelitian, kemudian dicari frekuensi dan presentasenya untuk disusun dalam bentuk tabel tunggal serta selanjutnya dijelaskan secara kualitatif.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Program Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin) di Kelurahan Sidorame Barat II sudah berjalan sejak tahun 2002 hingga sekarang. Program ini merupakan penyempurnaan dari program Operasi Pasar Khusus (OPK) Beras yang dimulai pada tahun 1998. Sejak tahun 2002, seiring dengan berubahnya status Bulog dari Lembaga pemerintahan Non-Departemen (LPND) menjadi Perusahaan Umum (Perum) Bulog, program OPK Beras mengalami penyempurnaan dan berubah menjadi Program Beras Untuk Keluarga Mskin (Raskin). Program ini berjalan di Kelurahan Sidorame Barat II tepatnya pada bulan Mei 2002 dengan ketentuan mendistribusikan pangan pokok beras atau lebih tepatnya menjual beras murah dengan harga Rp. 1000/kg kepada keluarga miskin. Keluarga miskin ini adalah keluarga Prasejahtera dan Sejahtera I menurut data dasar Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) pada tahun 2002, kemudian dipilih lagi berdasarkan jumlah Kepala Keluarga yang telah ditetapkan SK
252
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, September 2006, Volume 5, Nomor 3, Halaman 249 – 270
Walikota. Data yang telah dipilih ditandangani oleh Kepala Lurah dan disahkan oleh Kepala Kecamatan setempat, yakni Kepala Kecamatan Medan Perjuangan dan data ini setiap tahunnya ditinjau kembali. Setiap bulannya, keluarga miskin yang namanya tercantum sebagai penerima manfaat program Raskin di Kelurahan Sidorame Barat II memperoleh subsidi beras atau dapat membeli beras berjumlah 20 kg/KK di tempat penyaluran (titik distribusi) yaitu kantor Kelurahan Sidorame Barat II. Dalam pelaksanaannya pendistribusian beras Raskin dalam setahun terjadi 6 s.d. 8 kali pendistribusian. Informasi tentang adanya penyaluran beras diperoleh penerima manfat dari kepala lingkungan daerah mereka masing-masing. Kepala lingkungan menyampaikan informasi kepada penerima manfaat sekaligus memberi kartu tanda penerima beras Raskin sebagai bukti yang ditunjukkan di kantor kelurahan bahwa pemegang kartu berhak membeli beras Raskin. Di bawah ini merupakan data pendistribusian Program Raskin tahun 20022005 di Kelurahan Sidorame Barat II.
Tabel 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Umur No. 1 2 3
Total
No.
Bulan
2002
2003
2004
1
Januari
2
Pebruari
*
3
Maret
*
4
April
5
Mei
*
*
*
6
Juni
*
*
*
7
Juli
*
*
8
Agustus
*
*
*
*
*
*
2005
* * * *
F
%
2 3 6
18,18 27,27 54,55
11
100,00
Sumber: Data Primer
Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa usia responden berkisar antara 24 – 65 tahun. Tingkat umur tersebut mempengaruhi pola pikir dari seseorang, semakin bertambah usianya maka semakin matang dalam berpikir untuk membuat keputusan. Mayoritas responden berusia 32 – 65 tahun (54,55%), artinya bahwa responden sudah memiliki pola pikir yang matang sehingga responden pun lebih bijak dalam setiap keputusan yang diambil. Tabel 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No.
Tabel 1 Realisasi Pendistribusian Raskin Tahun 2002 – 2005 di Kelurahan Sidorame Barat II
Umur 24-32 38-51 52-65
1 2
Jenis Kelamin
F
%
Laki-laki Perempuan
11 -
100 -
11
100
Total Sumber: Data Primer
Dari data Tabel 3 menunjukkan bahwa semua responden adalah laki-laki (100%). Pada kenyataanya bahwa para pegawai di kantor Kelurahan Sidorame Barat II didominasi oleh laki-laki. Tabel 4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jabatan
9
September
*
*
No.
10
Oktober
*
*
11
Nopember
*
*
12
Desember
*
1 2 3
Ketegori Penanggung jawab Pegawai kelurahan Kepala Total
F
%
1 1 9
9,09 9,09 81,82
11
100,00
Sumber: Kantor Kelurahan Sumber: Data Primer
Pada bulan April 2006 terdapat penyempurnaan ketentuan-ketentuan program ini, untuk itu peneliti membatasi penelitian ini. Penelitian implementasi program ini dilakukan dari tahun 2002 – 2005.
253
Perlu diketahui bahwa 1 responden sebagai penanggung jawab program yaitu Kepala Kelurahan Sidorame Barat II, kemudian responden (9,09%) pegawai kelurahan yang ditunjuk sebagai petugas pelaksana pendistribusian program dan administrasi dan 9
Aprilyani & Suriadi, Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat...
responden (81,12%) sebagai kepala lingkungan yang memimpin di tiap lingkungan kelurahan yang membantu pelaksanaan program Raskin. Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui berapa lama seorang responden bekerja di Kelurahan Sidorame Barat II. Responden yang mempunyai masa bekerja dalam kurun waktu 3 tahun ada 1 orang (9,09%) dengan posisi sebagai kepala lingkungan VIII. Pada masa kerja 4 tahun terdapat 2 orang (18,18%) yaitu posisi sebagai staf kelurahan yang menangani administrasi program dan seorang lagi berposisi sebagai kepala lingkungan V. Untuk masa kerja 5 tahun ada 1 orang (9,09%) yang posisinya sebagai penanggung jawab program Raskin yaitu Kepala Kelurahan Sidorame Barat II, sedangkan yang mempunyai masa kerja lebih dari 5 tahun sebanyak 7 orang (63,64%) di mana ketujuh responden tersebut posisinya sebagai kepala lingkungan. Apabila dilihat dari masa bekerja, maka responden dapat dianggap sudah berpengalaman atau memahami tentang pelaksanaan program ini karena program Raskin dimulai sejak tahun 2002, dan pada saat ini program baru berjalan 4 tahun artinya bahwa program dapat dikatakan akan berjalan secara baik sebab pada umumnya sebagian besar pelaksana program telah bekerja di kantor kelurahan cukup lama, lebih dari 4 (empat) tahun masa kerja. Tabel 5 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Umur No. 1 2 3
Umur 29-39 tahun 40-49 tahun > 49 tahun Total
F
%
17 36 37
18,89 40,00 41,11
90
100,00
Sumber: Data Primer
Berdasarkan data pada Tabel 5 diketahui bahwa responden seluruhnya berjumlah 90 orang. Responden didominasi yang berusia lebih dari 49 tahun yaitu sebanyak 37 orang (41,11%), jumlah ini hampir berimbang dengan responden yang berusia 40-49 tahun yaitu sebanyak 35 orang (40,00%) dan responden yang berusia 2939 tahun sebanyak 17 orang (18,89%). Tingkat umur tersebut, apabila dikaitkan dengan program Raskin maka tingkat umur ini menggambarkan status responden sebagai
kepala keluarga dalam suatu keluarga. Selain itu tingkat umur juga akan mempengaruhi pada jenis pekerjaan yang mungkin dilakukan oleh seseorang dan juga lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada penghasilan seseorang. Tabel 6 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No. 1 2
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
F
%
55 35
61,11 38,89
90
100,00
Sumber: Data Primer
Tabel 6 menunjukkan bahwa responden pria sebanyak 55 orang (61,11%) dan responden wanita sebanyak 35 orang (38,89%). Berdasarkan jumlah keseluruhan responden terdaftar sebagai kepala keluarga yang berhak menerima program Raskin di Kelurahan Sidorame Barat II adalah 90 Kepala Keluarga yang terdiri dari 63 orang laki-laki (70%) dan 27 orang perempuan (30%). Perempuan sebanyak 27 orang ini merupakan mereka yang tidak memiliki laki-laki dalam rumah tangga, misalnya janda atau mereka yang sudah bercerai, jadi tidak memiliki kepala keluarga. Tabel 7 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan. No. 1 2 3 4 5
Pendidikan
F
%
Tidak sekolah Tidak Tamat SD SD SLTP SLTA
6 9 34 29 12
6,67 10,00 37,78 32,22 13,33
90
100,00
Total Sumber: Data Primer
Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan responden didominasi oleh tingkat pendidikan SD yaitu sebanyak 34 orang (37,78%), kemudian diikuti tingkat pendidikan SLTP sebanyak 29 orang (32,22%), tingkat pendidikan SLTA sebanyak 12 orang (13,33%), responden yang pendidikannya tidak tamat pada tingkat SD sebanyak 9 orang (10,00%) dan
254
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, September 2006, Volume 5, Nomor 3, Halaman 249 – 270
responden yang tidak sekolah sebanyak 6 orang (6,67%). Responden pada umumnya memiliki tingkat pendidikan yang masih rendah. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan responden rendahnya tingkat pendidikan disebabkan orang tua mereka tidak mampu untuk menyekolahkan mereka lagi sehingga mereka harus berhenti sekolah, selain itu ada juga yang disebabkan karena terjadi pernikahan dini. Rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh responden sangatlah mempengaruhi jenis pekerjaan yang akan mereka pilih, yang pada akhirnya mempengaruhi kesejahteraan keluarga responden karena besarnya penghasilan yang diperoleh. Dari Tabel 8 dapat diketahui karakteristik responden berdasarkan pekerjaannya, sebagai berikut: Tabel 8 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pekerjaan
F
%
Tk. Becak Tk. Bangunan Supir Pekerja lepas Pedagang Buruh Tk.Cuci PRT Tidak ada
29 10 5 3 17 3 7 2 14
32,22 11,11 5,56 3,33 18,89 3,33 7,78 2,22 15,56
Total
90
100,00
Sumber: Data Primer
Tabel 8 memperlihatkan pekerjaan responden didominasi sebagai tukang becak yaitu sebanyak 29 orang (32,22%), kemudian sebagai pedagang 17 orang (18,89%), sebagai tukang bangunan sebanyak 10 orang (11,11%), yang tidak mempunyai pekerjaan 14 orang (15,56%), dan sebagian kecil pekerjaan lainnya sebagai tukang cuci (7,78%), supir (5,56%), pekerja lepas (3,33%), buruh (3,33%) dan pembantu rumah tangga (2,22%). Berdasarkan jenis pekerjaan yang dipilih oleh responden dapat diketahui bahwa pada umumnya responden merupakan keluarga yang tergolong miskin karena jenis-jenis pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang memiliki penghasilah rendah, berdasarkan hasil wawancara peneliti penghasilan yang mereka
255
peroleh berkisar Rp.200.000-Rp.600.000,- per bulan. Ini merupakan jumlah yang sangat kecil bila dihubungkan dengan jumlah anggota keluarga responden. Penghasilan ini sangat tidak mencukupi untuk memenuhi berbagai kebutuhan sehari-hari seperti pangan, sandang, papan dan juga untuk biaya lainnya seperti pendidikan sekolah anak-anak mereka. Dari hasil wawancara peneliti diketahui bahwa hampir seluruh responden mempunyai istri yang tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga sehingga untuk memenuhi kebutuhan keluarga hanya mengharapkan dari penghasilan suami. Berdasarkan tabel tersebut diketahui terdapat 14 orang (15,6%) yang tidak mempunyai pekerjaan, mereka adalah ibu-ibu rumah tangga serta jandajanda yang telah berusia lanjut yang tidak mampu lagi untuk bekerja. Tabel 9 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Penghasilan per Bulan No. 1 2 3
Penghasilan per Bulan (Rp)
F
%
200.000 200.000 – 400.000 401.000 – 600.000
25 37 28
27,78 41,11 31,11
Total
90
100,00
Sumber: Data Primer
Berdasarkan Tabel 9 penghasilan responden terbanyak yaitu Rp.200.000-Rp 400.000 sebulan dengan jumlah 37 orang (41,11%), responden yang berpenghasilan Rp.401.000-Rp.600.000 sebulan berjumlah 28 orang (31,11%), dan yang penghasilan perbulannya kurang dari Rp.200.000 ada 25 orang (27,78%). Penghasilan responden ini juga merupakan salah satu kriteria pemilihan penerima program Raskin. Berdasarkan wawancara dengan pelaksana program, kriteria penerima program yaitu berpenghasilan perbulan maksimum Rp 600.000,00. Apabila dikaitkan dengan penghasilan yang diterima maka responden merupakan keluarga yang tergolong miskin.
Aprilyani & Suriadi, Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat... Tabel 10 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga No. 1 2 3
F
%
2-4 orang 5-7 orang > 7 orang
Jumlah
28 50 12
31,11 55,56 13,33
Total
90
100,00
Tabel 10 menjelaskan jumlah anggota keluarga responden, dapat diketahui bahwa responden yang mempunyai anggota keluarga 57 orang merupakan jumlah terbanyak yaitu 50 orang (55,56%), kemudian responden yang mempunyai anggota keluarga 2-4 orang sebanyak 28 orang (31,11%) dan untuk responden yang anggota keluarganya lebih dari 7 orang yaitu sebanyak 12 orang (13,33%). Jumlah anggota keluarga merupakan tanggungan dalam keluarga yang artinya, jumlah anggota keluarga mempengaruhi biaya pengeluaran keluarga baik untuk kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan maupun pendidikan. Semakin banyak tanggungan dalam suatu keluarga maka akan semakin besar jumlah pengeluaran keluarga tersebut. Tabel 11 Karakteristik Responden Berdasarkan Agama
1 2
Agama Islam Kristen Protestan Total
Tabel 12 Karakteristik Responden Berdasarkan Suku No.
Sumber: Data Primer
No.
program .Walaupun demikian menurut responden perbedaan agama ini tidak menjadi suatu permasalahan dalam berinteraksi di masyarakat, kerukunan hidup antar umat beragama di kelurahan ini sudah baik.
F
%
67 23
74,44 25,56
90
100,00
1 2 3 4 5 6
Suku
F
%
Batak toba Batak karo Mandailing Aceh Nias Jawa
8 2 12 7 1 42
8,89 2,22 13,33 7,78 1,11 46,67
Total
90
100,00
Sumber: Data Primer
Dari data yang disajikan di atas dapat diketahui bahwa suku terbanyak pada responden adalah Suku Jawa yaitu berjumlah 42 orang (46,67%), kemudian Suku Mandailing berjumlah 12 orang (13,33), dan suku-suku lainnya adalah Suku Batak Toba sebanyak 8 orang (8,89), Suku Aceh sebanyak 7 orang (7,78%), Batak Karo sebanyak 2 orang (2,22%) dan Suku Nias berjumlah 1 orang (1,11%). Adanya variasi suku, disebabkan karena pada dasarnya di Kelurahan Sidorame Barat II, sejak dahulu sudah terdapat berbagai macam suku-suku yang berbeda, walaupun demikian di kelurahan ini tidak pernah terjadi perselisihan antar suku. Tabel 13 Pengetahuan Program Raskin Responden
Sumber: Data Primer
Tabel 11 menunjukkan bahwa responden beragama Islam merupakan responden terbanyak yaitu berjumlah 67 orang (74,44%) dan yang beragama Kristen Protestan yaitu sebanyak 23 orang (25,56%). Hal ini dipahami karena kedua agama ini merupakan agama yang penganutnya banyak di Kelurahan Sidorame Barat II. Pemeluk agama Islam di Kelurahan Sidorame Barat II sebesar 46,6% dan agama Kristen Protestan 24,2%. Sedangkan agama lainnya yaitu Kristen Khatolik dan Budha pada umumnya memiliki atau dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga mereka tidak termasuk penerima
No. 1 2
Jawaban Responden Ya Tidak Total
F
%
90 _
100,00 _
90
100,00
Sumber: Data Primer
Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 13, dapat diketahui bahwa semua responden (100%) mengetahui tentang program Raskin. Dari Tabel 14 akan diketahui dari mana informasi program Raskin pertama kali diperoleh oleh responden.
256
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, September 2006, Volume 5, Nomor 3, Halaman 249 – 270 Tabel 14 Sumber Informasi Program Raskin Bagi Respoden No. 1 2 3 4
Kategori Televisi Radio Koran Kepala Lingkungan Total
Tabel 15 Tahun Menerima Program Raskin
F
%
No.
48 5 3 34
53,33 5,56 3,33 37,78
1 2 3 4 5 6
90
100,00
Kategori 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Total
F
%
3 9 9 18 25 26
3,33 10,00 10,00 20,00 27,78 28,89
90
100,00
Sumber: Data Primer
Sumber: Data Primer
Dapat dilihat bahwa pertama kali responden memperoleh pengetahuan adanya tentang adanya program Raskin dari televisi yaitu sebanyak 48 orang (53,33%), yang memperoleh informasi program ini dari kepala lingkungan sebanyak 34 orang (37,78%), perolehan informasi dari radio terdapat 5 orang (5,56%) dan yang memperoleh informasi dari koran berjumlah 3 orang (3,33%). Hal ini berarti bahwa pemerintah telah mensosialisasikan program Raskin kepada masyarakat dengan baik. Sosialisasi program ini telah berjalan baik, terlihat dari informasi program dapat diperoleh masyarakat dengan mudah dari media elektronika dan media cetak. Sedangkan informasi yang didapat responden dari kepala lingkungan dipahami karena kepala lingkunganlah yang bertugas untuk menyampaikan kepada penerima program tentang adanya penjualan beras Raskin di kantor kelurahan. Berikut adalah hasil wawancara dengan pelaksana program, Bapak Edy Yuskasim Siregar: “Ketika ada penjualan beras Raskin di kelurahan, Pak Lurah menugaskan kepala lingkungan untuk memberikan informasi kepada keluarga miskin, yaitu keluarga yang namanamanya tercantum pada daftar penerima Raskin untuk membeli beras murah di kelurahan, keluarga miskin itu ada yang sudah tahu, ada yang belum tahu tentang program Raskin ini dek, jadi saya jelaskanlah, kalau beras raskin itu adalah beras yang dijual murah dengan harga Rp 1000/kg, dan Bapak dapat membeli 20 kg…” Peran serta kepala lingkungan sebagai pelaksana program sangatlah penting dalam penjualan beras Raskin, sebab dari merekalah penerima manfaat mengetahui adanya pejualan beras Raskin.
Data di atas menunjukkan bahwa responden yang menerima program Raskin sejak tahun 2005 sebanyak 26 orang (28,89%), jumlah ini hampir berimbang dengan responden yang menerima program ini sejak tahun 2004 yaitu sebanyak 25 orang (27,78%), untuk reseponden yang menerima program sejak tahun 2003 terdapat 18 orang (20,00%), kemudian yang menerima sejak tahun 2002 sebanyak 9 orang (10,00%), sejak tahun 2001sebanyak 9 (10,00%), orang dan sejak tahun 2000 yaitu sebanyak 3 orang (3,33%). Program Raskin dijalankan di Kelurahan Sidorame Barat II sejak Bulan Mei 2002, yang pada tahun tersebut terjadi 8 kali penjualan beras Raskin. Program ini merupakan kelanjutan program Operasi Pasar Khusus Beras yang dimulai sejak tahun 1998 sehingga keluarga miskin yang menerima beras Raskin dari tahun 2000 merupakan keluarga miskin yang dulunya mendapatkan program Operasi Pasar Khusus Beras tersebut. Nama-nama keluarga miskin yang menerima program Raskin setiap tahun direvisi kembali sesuai dengan kriteria kondisi terbaru keluarga miskin terserbut. Berikut hasil wawancara dengan pelaksana program, Bapak Limin Amnas Nasution: “…setiap tahun kepala keluarga yang berhak menerima raskin, saya cek ulang, pengecekan ini saya lakukan dengan melihat warga saya satu per satu, saya lihat kalo si anu sudah agak maju sedikit, ya saya coret namanya, ganti sama warga lain yang lebih miskin, selain itu juga kalo ada yang meninggal atau pindah tapi tidak jelas, ini juga saya coret saya ganti …” Tugas merevisi kembali nama-nama yang berhak menerima program Raskin dibebankan pada kepala lingkungan masing-masing lingkungan karena merekalah yang mengenal
257
Aprilyani & Suriadi, Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat...
warga masyarakatnya secara jelas. Setelah direvisi ulang, data ini dirembukkan dengan Kepala Kelurahan kemudian data usulan penerima Raskin ini dikirim ke kecamatan untuk disahkan oleh Kepala Kecamatan. Berdasarkan keterangan dari salah satu pelaksana program, bahwa kepala lingkungan merupakan orang yang paling berperan dalam menentukan namanama penerima program ini, dan tidak ada campur tangan dari orang lagi, hal ini didasarkan bahwa kepala lingkunganlah yang dianggap paling mengetahui kondisi warganya. Tabel 16 Sumber Informasi Penjualan Beras Raskin Bagi Responden No. 1 2
Kategori Kepala Lingkungan Lain-lain Total
F
%
90 -
100,00 -
90
100,00
Sumber: Data Primer
Tabel 16 menunjukkan bahwa 90 responden (100%) memperoleh informasi adanya penjualan beras Raskin dari kepala lingkungan mereka. Kepala lingkungan merupakan pelaksana program yang bertugas memberikan informasi kepada warga miskin yang namanya tertera dalam daftar penerima beras Raskin. Menurut hasil wawancara peneliti dengan salah satu responden penerima beras Raskin, mereka hanya memperoleh informasi tentang adanya penjualan beras Raskin dari kepala lingkungan mereka, seperti hasil wawancara dengan Bapak Herman L Tobing, sebagai berikut: “Saya mendapat informasi tentang adanya pembelian beras di kantor kelurahan dari kepala lingkungan, kepala lingkungan sekalian juga memberikan kupon atau nomor sebagai tanda pembelian, kalau tidak diberi tahu sama kepala kepala lingkungan, ya berarti tidak ada penjualan beras.” Selain pernyataan Bapak Herman L Tobing, pernyataan lain diungkapkan oleh ibu Salwati: “Saya adalah keluarga miskin, seharusnya setiap bulannya mendapat beras tersebut, tetapi berhubung saya tidak ada yang memberi kabar atau kalau saya bertanya, mereka dari kelurahan mengatakan sudah habis.”
Sedangkan menurut jawaban dari semua kepala lingkungan, mereka selalu memberitahu warga miskin yang berhak untuk membeli beras tersebut. Dalam hal pembelian beras Raskin dalam setiap bulannya, peneliti sulit untuk mengetahuinya karena rata-rata responden tidak ingat berapa kali membeli beras Raskin dalam setahun, hal ini disebabkan bahwa pada kenyataannya penyaluran tidak terjadi setiap bulan. Tabel 17 Tentang Tempat Membeli Raskin No. 1 2
Kategori Kantor kelurahan Lain-lain Total
F
%
90 -
100,00 -
90
100,00
Sumber: Data Primer
Dari Tabel 17 diketahui bahwa seluruh responden (100%) menjawab bahwa tempat untuk membeli Raskin yaitu di kantor kelurahan. Hal ini sesuai dengan dengan ketentuan yang tercantum dalam buku petunjuk teknis Program Raskin, bahwa kantor kelurahan merupakan titik distribusi penyaluran Raskin kepada keluarga miskin. Tabel 18 Jumlah Raskin yang Dibeli/Diperoleh No. 1 2
Kategori
F
%
20 kilogram Lain-lain
90 -
100,00 -
Total
90
100,00
Sumber: Data Primer
Tabel 18 menunjukkan bahwa jumlah beras Raskin yang dibeli oleh keluarga miskin berjumlah 20 kilogram, hal ini sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan staf kelurahan sebagai pelaksana program, Bapak Rusmin El Husein, sebagai berikut: “Program Raskin merupakan penjualan beras kepada keluarga miskin sebanyak 20 kg per Kepala Keluarga dengan harga Rp. 1000,00 per kilogram…”
258
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, September 2006, Volume 5, Nomor 3, Halaman 249 – 270 Tabel 19 Harga Raskin yang Dibeli No. 1 2
Jawaban Responden 1000 Lain-lain Total
F
%
90 -
100,00 -
90
100,00
Sumber: Data Primer
Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 19 dapat diketahui bahwa semua responden (100%) membeli beras Raskin dengan harga Rp. 1000,00/kg. Tabel 20 Biaya Tambahan Pembelian Raskin No. 1 2
Kategori Ya Tidak Total
F
%
90
100,00
90
100,00
beras di kedai Rp. 4500,00 perkilo, itu pun beras yang biasa-biasa saja, tidak terlalu bagus…” Walaupun demikian berdasarkan hasil wawancara peneliti harga beras tersebut masih juga memberatkan keluarga apabila di beli langsung 20 kg sesuai dengan ketentuan pembelian beras Raskin. Berikut hasil wawancara dengan Bapak HM Siregar, salah satu pelaksana program Raskin: “...untuk warga miskin dek uang Rp 20.000,00 itu sulit, namanya orang miskin, mereka tidak punya uang, warga saya yang menerima Raskin ini rata-rata nyari pinjaman dulu untuk membeli beras tersebut, jadi saya sering bilang sama mereka, supaya mereka menabung agar bisa membeli beras bulan berikutnya, saya juga pernah sekali kasih pinjaman sama mereka tetapi mereka tidak mengembalikan, sehinggga saya tidak memberikan pinjaman uang kepada mereka lagi…” Tabel 22 Apakah Membeli Beras Raskin Setiap Ada Penyaluran
Sumber: Data Primer
Dari data di atas dapat diketahui bahwa tidak ada biaya tambahan dalam penjualan beras Raskin di Kelurahan Sidorame Barat II. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada buku petunjuk teknis program. Tabel 21 Jangkauan Harga Beras Raskin No. 1 2 3
Kategori
F
%
Terjangkau Kurang terjangkau Tidak terjangkau
85 5 -
94,44 5,56 -
Total
90
100,00
Sumber: Data Primer
Berdasarkan data yang disajikan pada table 21 dapat diketahui bahwa terdapat 85 responden (94,44%) menjawab bahwa harga beras Raskin terjangkau, 5 responden (5,56%) menjawab bahwa harga beras tersebut kurang terjangkau dan tidak ada responden yang menjawab bahwa harga tersebut tidak terjangkau. Hal ini didukung oleh peryataan Ibu Sinaga ketika diwawancarai oleh peneliti, sebagai berikut: “ …harga beras Raskin Rp 1000,00 perkilo terjangkaulah dek , sekarang saja harga
259
No. 1 2
Kategori Ya Tidak Total
F
%
90 -
100,00 -
90
100,00
Sumber: Data Primer
Diketahui bahwa seluruh seluruh responden (100%) menjawab selalu membeli beras Raskin setiap ada penjualan. Warga miskin yang berhak membeli beras dapat membeli beras miskin dalam jangka waktu 1 (satu) minggu setelah kepala lingkungan memberitahukan adanya penjualan beras Raskin di kantor kelurahan. Mereka juga harus membawa kartu Raskin sebagai tanda bukti bahwa warga miskin tersebut merupakan warga yang berhak membeli Raskin. Berdasarkan hasil wawancara dengan pelaksana program, beras Raskin ini akan habis terjual maksimal 5 (lima) hari, dan apabila ada warga miskin penerima manfaat yang belum membeli beras tersebut, biasanya kepala lingkungan akan mendatangi warga tersebut. Seperti yang dikatakan Bapak H.M.Siregar, sebagai berikut: Dalam pembelian beras warga miskin yang berhak membeli beras Raskin tidak diperkenankan untuk mengutang kepada kelurahan, maka mereka harus membawa uang
Aprilyani & Suriadi, Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat...
Rp. 20.000,00 untuk membeli beras tersebut, oleh sebab itu menurut wawancara penulis dengan beberapa responden, mereka terpaksa membagi dua jumlah beras tersebut dengan orang yang mau meminjami mereka uang untuk membeli beras Raskin sehingga mereka hanya akan mendapat 10 kilogram. Tabel 23 Membayar Pembelian Beras Raskin Tepat Waktu No. 1 2
Kategori Ya Tidak Total
F
%
90 -
100,00 -
90
100,00
Sumber: Data Primer
Dari tabel di atas diketahui bahwa seluruh responden (100%) membayar beras Raskin tepat waktu artinya berdasarkan ketentuan di kelurahan ini, menurut hasil wawancara dengan pelaksana program penerima program tidak diperbolehkan untuk menangguhkan pembayaran beras tersebut walaupun menurut mereka berdasarkan buku petunjuk diperbolehkan untuk membayar belakangan beras tersebut. Menurut Kepala Kelurahan, hal ini dilakukan untuk memperkecil permasalahan administrasi. Tabel 24 Persepsi tentang Kualitas Beras Raskin No. 1 2 3
F
%
Baik Kurang baik Tidak baik
Kategori
70 20 -
77,78 22,22 -
Total
90
100,00
Tabel 25 Jumlah Beras Raskin dalam Memenuhi Kebutuhan Beras Keluarga No. 1 2 3
F
%
Memenuhi Kurang memenuhi Tidak memenuhi
11 52 27
12,22 57,78 30,00
Total
90
100,00
Kategori
Sumber: Data Primer
Data pada Tabel 25 menunjukkan bahwa 52 responden (57,78%) mengatakan bahwa jumlah beras Raskin kurang mampu memenuhi kebutuhan beras warga miskin, 27 responden (30,00%) mengatakan bahwa jumlah tersebut tidak memenuhi kebutuhan beras mereka dan 11 responden (12,22%) mengatakan bahwa jumlah tersebut memenuhi kebutuhan beras mereka. Jawaban responden ini dipengaruhi oleh banyak atau sedikitnya jumlah anggota keluarga responden tersebut, seperti hasil wawancara peneliti dengan ibu Sawalti sebagai berikut: “Kalau jumlah beras Raskin ini, ya kurang memenuhi kebutuhan beras untuk keluarga. Sebulan ibu biasa membeli beras 60 kilogram sedangkan orang di rumah semuanya, termasuk ibu ada 4 orang, Raskin ini cuma 20 kilogram, tetapi memang ibu terbantulah dek dengan adanya Raskin ini.” Berdasarkan data jumlah anggota responden penerima program bahwa sebanyak 55,6%, responden memiliki jumlah anggota keluarga 5-7 orang, artinya bahwa jumlah beras ini belum mencukupi kebutuhan keluarga miskin tersebut sehingga peran serta Raskin ini sangat sedikit dalam membantu keluarga miskin baik untuk memenuhi kebutuhan pangan terutama beras apalagi untuk kesejahteraannya.
Sumber: Data Primer
Dari data diketahui sebanyak 70 orang (77,78%) menjawab kualitas beras Raskin baik, dan sisanya sebanyak 20 orang (22,22%) menjawab beras tersebut kurang baik. Pada umumnya responden menjawab beras Raskin tersebut baik walaupun ada juga yang mengatakan bahwa kualitasnya kurang baik, dari sisi pelaksana program tentang kualitas beras berikut dipaparkan oleh Bapak Yahdan Girsang, sebagai berikut: “Bagi kami beras Raskin tersebut sudah baik, dek kami tidak membutuhkan kualitas, yang penting ada beras yang bisa kami makan…”
Tabel 26 Kesulitan yang Dialami Responden dalam Memenuhi Kebutuhan Beras Keluarga No. 1 2 3
Kategori
F
%
Ya Kadang-kadang Tidak
73 17 -
81,11 18,89 -
Total
90
100,00
Sumber: Data Primer
Dari Tabel 26 diketahui bahwa 73 orang (81,11%) menjawab bahwa mereka kesulitan
260
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, September 2006, Volume 5, Nomor 3, Halaman 249 – 270
untuk memenuhi kebutuhan beras. Rendahnya penghasilan keluarga miskin dan banyaknya jumlah anggota keluarga menyebabkan mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan beras keluarga. Tabel 27 Frekuensi Katergantungan Responden terhadap Beras Tergantung Beras Raskin No. 1 2 3
Kategori Ya Kadang-kadang Tidak Total
F
%
61 23 6
67,78 25,55 6,67
90
100,00
Sumber: Data Primer
Walaupun penerima Raskin 81,1% menjawab kesulitan memenuhi kebutuhan beras, tetapi berdasarkan data Tabel 27 responden yang pemenuhan kebutuhan berasnya tergantung pada program Raskin sebanyak 61 orang (67,78%), yang menjawab kadang-kadang 23 orang (25,56%) dan yang menjawab tidak 6 orang (6,67%). Sebagian besar responden berkata bahwa program Raskin ini sangat ditunggutunggu oleh mereka tetapi karena penjualan beras ini tidak terjadi setiap bulan sehingga mereka merasa pesimis tentang program ini. Berikut hasil pernyataan salah satu responden, Ibu Srigianti: “Raskin tidak berjalan lancar, kadangkadang ada tiap bulan, kadang-kadang tidak ada, jadi ya kita terpaksa membeli beras juga…” Pendistribusian Program Raskin ditetapkan berdasarkan alokasi perencanaan penyaluran pemerintah pemerintah kota medan di manapendistribusian Raskin dari tahun 2002 s.d 2005 di Kelurahan Sidorame Barat II terjadi 6-8 kali penyaluran. Tabel 28 Kesanggupan Pendapatan Responden Memenuhi kebutuhan Pokok No. 1 2 3
Kategori
F
%
Memenuhi Kurang memenuhi Tidak memenuhi
3 87
3,33 96,67
Total
90
100,00
Sumber: Data Primer
Tabel 28 di atas menerangkan bahwa sebanyak 87 orang (96,67%) menjawab bahwa pendapatan mereka tidak dapat memenuhi
261
kebutuhan pokok, 3 orang (3,33%) menjawab pendapatan kurang memenuhi kebutuhan pokok, dan tidak ada yang menjawab bahwa pendapatannya dapat memenuhi kebutuhan pokok. Kebutuhan pokok manusia terdiri sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan. Ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan pokok ini akan berakibat buruk kepada kehidupan mereka, melalui observasi peneliti, ketidakmampuan warga miskin ini dalam memenuhi kebutuhan pokok terlihat dari anakanak mereka yang tampak kurus, tidak terawat, sering sakit, terutama yang masih balita serta banyaknya anak-anak yang putus sekolah. Ketidakmampuan keluarga miskin dalam menuhi kebutuhan pokok dapat dilihat dari jumlah penghasilan yang diperoleh, di manapada umumnya warga miskin penerima program Raskin mempunyai penghasilan yang rendah yaitu antara Rp.200.000,00Rp.600.000,00 perbulan. Tabel 29 Persepsi Responden tentang Adanya Program Raskin No. 1 2 3
Kategori Sangat setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Total
F 90 90
% 100,00 100,00
Sumber: Data Primer
Tabel 29 menunjukkan bahwa semua (100,00%) responden sangat setuju dengan adanya program Raskin. Hal ini disebabkan harga beras di pasaran yang sangat tinggi, sehingga program ini selalu ditunggu-tunggu oleh keluarga miskin. Sedangkan menurut pelaksana program, program ini sudah baik dan tepat dijalankan pada saat krisis sekarang, di manaharga-harga naik. Kecemburuan ini terjadi karena jumlah penerima manfaat program terlalu sedikit jika dibandingkan warga masyarakat yang miskin di Kelurahan Sidorame Barat II. Dari hasil wawancara, diketahui bahwa biasanya untuk setiap tahun nama-nama penerima program akan tetap kecuali bila terjadi kematian dan pindah. Sehingga masyarakat sering kecewa karena tidak digilir. Hal ini terjadi karena pihak pelaksanan merasa mereka masih berhak untuk menerima program karena masih memenuhi kategori penentuan sasaran. Dampak lain yang dirasakan dari program ini adalah adanya ketergantungan dari penerima
Aprilyani & Suriadi, Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat...
program, hal ini dapat dilihat pada tabel 5.29. Padahal dari suatu program pemerintah yang dijalankan diharapkan masyarakat tidak tergantung, tetapi tetap mandiri. Hal ini tidak sesuai dengan bentuk pendekatan baru dalam menangani masyarakat, yaitu dengan melibatkan masyarakat, sehingga mereka ikut berusaha keluar dari kemiskinan. Tetapi hal ini mungkin terjadi karena adanya bentuk tanggung jawab pemerintah akan hak warga negaranya sehingga pemerintah menjalankan program berbentuk perlindungan sosial. Pada analisa ini akan digambarkan mengenai kesejahteraan keluarga miskin dan bagaimana kemampuan keluarga miskin penerima program Raskin dalam memenuhi kebutuhannya baik kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan. Tabel-tabel berikut ini akan menggambarkan kondisi keluarga responden dalam memenuhi hal-hal tersebut di atas. Tabel 30 Frekuensi Makan dalam Sehari Responden No. 1 2 3
Responden 3 kali 2 kali 1 kali Total
F 56 34 90
% 62,22 37,78 100,00
Sumber: Data Primer
Berdasarkan Tabel 30 dapat dikatakan bahwa pemenuhan kebutuhan pangan keluarga responden cukup memadai, hal ini terlihat dari 62,22% menjawab 3 (tiga) kali makan dalam sehari, 37,78% responden menjawab makan 2 (dua) kali dalam sehari, dan tidak ada responden yang menjawab hanya 1 (satu) kali makan dalam sehari. Walaupun demikian, sebagian besar responden yang menjawab makan 3 (tiga) kali sehari, untuk sarapan pagi mereka hanya makan indomie, nasi goreng, ataupun roti. Tabel 31 Tingkat Pengetahuan Makanan Bergizi Seimbang Responden
apa yang dimaksud dengan makanan bergizi seimbang atau biasa disebut 4 sehat 5 sempurna, tetapi mereka tidak menerapkannya dalam menu makanan sehari-hari karena penghasilan mereka tidak mencukupi. Tabel 32 berikut menjelaskan jawaban responden tentang menu makanan bergizi seimbang dalam susunan makanan keluarga. Tabel 32 Penerapan Makanan Bergizi Seimbang dalam Keluarga Responden No. 1 2
Kategori Ya Tidak Total
F
%
2 88
2,22 97,78
90
100,00
Sumber: Data Primer
Dari data Tabel 32 dapat dilihat bahwa 97,78% responden menjawab tidak menerapkan makanan bergizi seimbang dalam susunan makanan sehari-hari. Hal ini dipahami karena penghasilan yang rendah sedangkan harga-harga makanan kebutuhan pokok saat ini sangat mahal, sehingga mereka lebih mementingkan jumlah makanan dari pada kualitasnya. Tabel 33 akan menjelaskan susunan makanan yang biasanya menjadi menu makanan keluarga responden, yakni sebagai berikut: Tabel 33 Menu Makanan Keluarga Responden yang Biasa Tersedia No.
F
%
1
Nasi,daging, buah, susu
Kategori sayur,
2
2,22
2
Nasi, ikan, sayur, buah, air putih
3
3,33
3
Nasi, ikan, sayur, air putih
21
23,33
4
Nasi, tempe, ikan teri, air putih
64
71,12
90
100,0
Total
ikan,
Sumber: Data Primer No. 1 2
Kategori Ya Tidak Total
F
%
73 17
81,11 18,89
90
100,00
Sumber: Data Primer
Dari jawaban responden dapat dilihat bahwa 81,11% responden mengetahui tentang
Dari tabel dapat di atas dapat diketahui bahwa menu makanan keluarga responden kurang baik. Hal ini terlihat dari jawaban responden sebanyak 71,12% menu makanan yang biasa dikonsumsi adalah nasi, tempe, ikan teri dan air putih. Harga-harga kebutuhan pokok yang mahal tidak sesuai dengan jumlah pendapatan mereka, bahkan untuk susunan
262
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, September 2006, Volume 5, Nomor 3, Halaman 249 – 270
makanan sehari-hari dengan lauk ikan hanya 23,33% saja dari keseluruhan responden. Berdasarkan hasil wawancara peneliti diketahui bahwa untuk lauk ikan dan telur mereka konsumsi dalam seminggu hanya satu kali, sedangkan untuk konsumsi daging biasanya mereka konsumsi hanya pada hari besar keagamaan, yaitu satu tahun sekali. Berikut hasil wawancara dengan salah satu responden, Ibu Jamiah: “Ikan sekarang harganya mahal dek, apalagi jumlah kami sekeluarga 5 (lima) orang, lebih untung kalau membeli lauk tempe, bisa dipotong kecil-kecil, jadi cukup untuk satu keluarga…” Dari pernyataan tersebut diketahui bahwa susunan makanan sehari-hari responden kurang memenuhi kebutuhan akan gizi yang baik karena penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan pangan anggota keluarga, meskipun mereka telah mendapatkan program Raskin. Tabel 34 Perolehan Bahan Makanan untuk Keluarga Responden No. 1 2 3
Kategori
F
%
Semua dibeli Sebagian ditanam Semua ditanam
90 -
100,00 -
90
100,00
Total
papan, setengah beton, dan beton. Dari data Tabel 35 diketahui bahwa keadaan bangunan rumah responden kurang memadai dari ukuran keberadaannya. Responden yang tinggal di rumah yang terbuat dari papan merupakan yang terbanyak yaitu 45 orang (50,00%), yang rumahnya permanen atau beton sebanyak 26 orang (28,89%), dan semi permanen ada 19 orang (21,11%). Menurut kategori penentuan sasaran penerima manfaat program Raskin seharusnya responden adalah kelurga miskin yang bangunan rumahnya dari papan, tetapi menurut keterangan pelaksana program terdapat responden yang bangunan rumahnya permanen (28,89%) dan semi permanen (21,11%) karena beberapa alasan seperti berstatus janda, atau warga miskin yang menyewa atau menumpang di rumah orang tua. Seperti yang dikatakan oleh oleh pelaksana program Bapak Hutabarat sebagai berikut: “...saya lebih mengutamakan keluarga miskin yang menetap di kelurahan Sidorame Barat II, kalau kondisi bangunan rumahnya permanen ya bisa saja karena menumpang sama orang tua, tetapi dia merupakan keluarga miskin yang mempunyai anak sekolah, jadi perlu dibantu, apalagi dalam satu rumah tersebut biasanya terdiri dari beberapa kepala keluarga…”
Sumber: Data Primer
Berdasarkan Tabel 34 dapat diketahui bahwa seluruh responden memperoleh makanan untuk makanan keluarga dari membeli di pasar. Dari observasi peneliti, tidak ada responden yang menanam tanaman untuk membantu memenuhi sebagian kebutuhan pangan seharihari, hal mungkin disebabkan karena rumah responden umumnya mempunyai pekarangan yang sangat kecil ataupun karena status kepemilikan rumah yang menyewa. Tabel 35 Kondisi Fisik Bangunan Rumah yang Ditempati No. 1 2 3
Kategori
F
%
Permanen/beton Semi Permanen Papan
26 19 45
28,89 21,11 50,00
Total
90
100,00
Sumber: Data Primer
Keadaan bangunan rumah responden pada umumnya berbeda-beda. Keadaan ini diwakilkan oleh bangunan rumah terbuat dari
263
Tabel 36 Jumlah Kamar dalam Rumah yang Ditempati Responden No. 1 2 3
Kategori 1 kamar 2-3 kamar 4-5 kamar Total
F
%
40 48 2
44,45 53,33 2,22
90
100,00
Sumber: Data Primer
Dari data yang disajikan dalam table di atas dapat diketahui bahwa jumlah kamar terbanyak yang terdapat di rumah responden adalah 2-3 yaitu 48 orang (53,33%), yang mempunyai 1 kamar ada 40 orang (44,45%) dan sisanya 2 orang (2,22%) mempunyai 4-5 kamar.
Aprilyani & Suriadi, Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat... Tabel 37 Jumlah Penghuni Tiap Kamar No. 1 2 3 4
Kategori 1 orang/kamar 2-3 orang/kamar 4-5 orang/kamar > 5 orang/kamar Total
F
%
5 57 25 3
5,56 63,33 27,78 3,33
90
100,00
Sumber: Data Primer
Diketahui dari data bahwa rata-rata di setiap kamar pada rumah responden dihuni 2 – 3 orang perkamar (63,33%), yang tiap kamar dihuni 4 – 5 orang sebanyak 25 orang (27,78%). Dari kondisi ini berarti keluarga miskin belum dapat memenuhi kebutuhan papannya. Jumlah penghuni tiap kamar ini dipengaruhi oleh jumlah anak keluarga responden. Selanjutnya akan kita lihat mengenai tersedianya unsur penting dalam suatu rumah yang sehat dan sejahtera, yaitu ketersediaan MCK (mandi, cuci, kakus). Tabel 38 Ketersediaan Fasilitas MCK di Rumah yang Ditempati Responden No. 1 2 3
Kategori Tersedia Hanya kamar mandi Tidak tersedia Total
F
%
68 20 2
75,56 22,22 2,22
90
100,00
Sumber: Data Primer
Berdasarkan Tabel 38 dapat dilihat bahwa pada umumnya responden sudah mempunyai rumah sehat, dan berdasarkan penelitian diketahui bahwa seluruh responden telah menggunakan listrik. Tabel 39 Frekuensi Anggota Keluarga Responden Membeli Pakaian Anggota Keluarga No. 1 2 3
Kategori Sering Jarang Sangat jarang Total
F
%
19 71
21,11 78,89
90
100,00
Sumber: Data Primer
Data yang disajikan pada Tabel 39 di atas menunjukkan bahwa kemampuan responden untuk membeli pakaian anggota keluarga kurang
baik, 78,89% responden menjawab sangat jarang membelikan pakaian untuk keluarga dan 21,11% menjawab jarang untuk membeli pakaian anggota keluarga, ketidakmampuan dalam pemenuhan kebutuhan sandang ini disebabkan rendahnya penghasilan responden., berikut wawancara dengan bapak Chairil Anwar, berikut ini: “…kalau untuk membeli pakaian baru, saat sekarang ini sulit sekali, bisa dibilang tidak pernah karena saya membelikan pakaian untuk keluarga biasanya dalam setahun satu kali, yaitu pada hari raya, itupun saya beli dengan mencicil…” Berikut dipaparkan tabel-tabel hasil jawaban responden tentang kondisi kesehatan dan kemampuan responden dalam memenuhi kesehatan keluarga. Tabel 40 Frekuensi Anggota Keluarga Responden Mengalami Sakit No. 1 2 3
Kategori Sering Jarang Sangat Jarang Total
F
%
34 48 8
37,78 53,33 8,89
90
100,00
Sumber: Data Primer
Dari Tabel 40 terlihat bahwa 48 orang (53,33%) keluarganya sering mengalami sakit, 34 orang (37,78%) jarang terserang sakit dan 8 orang (8,89%) menjawab sangat jarang mengalami sakit. Data tersebut memaparkan bahwa pada umumnya keluarga miskin di Kelurahan Sidorame Barat II jarang terganggu kesehatannya. Menurut observasi peneliti, hal mungkin karena mereka bekerja dengan menggerakan seluruh tubuh seperti menarik becak, tukang bangunan. Mereka bekerja dengan giat dan tidak malas-malasan. Selain itu kesehatan ini juga didukung oleh lingkungan tempat tinggal mereka yang cukup baik. Mereka tinggal di lingkungan yang bersih, tidak banyak polusi udara, pada umumnya mereka mengkonsumsi air minum dari sumur yang terbebas dari pencemaran limbah dan keluarga miskin ini 75% telah mempunyai fasilitas MCK.
264
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, September 2006, Volume 5, Nomor 3, Halaman 249 – 270 Tabel 41 Fasilitas Pengobatan yang Digunakan Keluarga Responden Bila Sakit No. 1 2 3
Kategori Puskesmas Rumah Sakit Prakter Dokter Total
F 86 2 2 90
% 95,56 2,22 2,22 100,00
Sumber: Data Primer
Data pada Tabel 41 di atas memperlihatkan bahwa 95,56% responden berobat ke puskesmas apabila mereka sakit. Menurut responden, mereka pergi berobat ke puskesmas karena biaya pengobatan di puskesmas lebih murah di bandingkan rumah sakit maupun praktik dokter. Tabel 42 Proses Pengobatan terhadap Keluarga Responden yang Sakit No. 1 2 3
Kategori Segera Menunggu Lama menunggu Total
F 38 13 39 90
% 42,22 14,45 43,33 100,00
Sumber: Data Primer
Tabel 42 di atas menunjukkan cepat atau lambatnya pengobatan yang dilakukan apabila anggota keluarga sakit. Paling banyak responden, yaitu 39 orang (43,33%) menjawab bahwa dalam mengobati anggota keluarga yang sakit lama tergantung penyakitnya, jumlah ini hampir berimbang dengan responden yang segera pergi berobat bila anggota keluarganya sakit yaitu sebanyak 38 orang (42,22%), dan yang menjawab pengobatan menunggu ada 13 orang (14,45%). Alasan responden lama atau menunggu dahulu untuk segera pergi berobat karena mahalnya biaya pengobatan. padahal puskesmas telah menyediakan program bantuan kesehatan yaitu berupa pengobatan gratis. Berikut data tentang penerima program bantuan kesehatan: Tabel 43 Perolehan Program Bantuan Kesehatan Bagi Responden No. 1 2
Kategori Ya Tidak Total
Sumber: Data Primer
265
F 71 19 90
% 78,89 21,11 100,00
Dari Tabel 43 dapat dilihat bahwa responden yang mendapatkan bantuan kesehatan sebanyak 71 orang (78,89%) dan yang tidak mendapatkan bantuan kesehatan hanya 19 orang (21,11%). Hampir seluruh keluarga miskin mendapatkan bantuan kesehatan, bantuan kesehatan ini adalah pengobatan gratis di puskesmas. Tabel 44 Kesulitan Membiayai Pengobatan yang Dialami Responden No. 1 2 3
Kategori
F
%
Ya Kadang-kadang Tidak
65 16 9
72,22 17,78 10,00
Total
90
100,00
Sumber: Data Primer
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden merasa kesulitan dalam membiayai kesehatan sebanyak 72,22%. Responden yang menjawab kadang-kadang sebanyak 17,78% dan yang mengatakan tidak sulit sebanyak 10,00%. Responden masih merasa kesulitan dalam membiayai pengobatan, padahal mereka telah mendapatkan pengobatan gratis di puskesmas, ternyata berdasarkan wawancara peneliti kesulitan ini disebabkan mahalnya ongkos transport untuk pergi ke puskesmas yang jaraknya jauh dari rumah responden. Berikut tabel-tabel yang menjelaskan kondisi kemampuan keluarga miskin dalam memperoleh pendidikan. Tabel 45 Jumlah Anak Responden yang Bersekolah No. 1 2 3 4
Kategori 1 orang 2-3 orang 4-5 orang Tidak ada Total
F
%
24 43 10 13
26,67 47,78 11,11 14,45
90
100,00
Sumber: Data Primer
Data yang disajikan pada Tabel 45 menunjukkan bahwa terdapat 43 orang (47,78%) responden yang mempunyai 2 – 3 anak yang bersekolah, kemudian 24 orang (26,67) responden yang memiliki 1 anak yang sekolah, yang tidak memiliki anak bersekolah 13 orang (14,45%), dan terakhir terdapat 10 orang
Aprilyani & Suriadi, Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat...
(11,11%) yang memiliki anak 4 – 5 orang anak yang bersekolah. Bardasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa responden sudah memahami pentingnya pendidikan bagi anakanak mereka, namun karena terbentur masalah biaya maka terdapat anak-anak yang putus sekolah. Tabel 46 Adanya Pengalaman Anak Putus Sekolah No. 1 2
Kategori Ya Tidak Total
F
%
38 52
42,22 57,78
90
100,00
Sumber: Data Primer
yang putus sekolah dan 2 responden (2,22%) yang memiliki 5 (lima) orang anak putus sekolah. Banyaknya anak yang putus sekolah dalam satu keluarga disebabkan ketidakmampuan keluarga untuk membiayai pendidikan anak mereka. Besarnya jumlah anak putus sekolah ini, membuat peneliti tertarik untuk menanyakan bagaimana peran pemerintah terhadap pendidikan keluarga miskin ini. Tabel 48 Distribusi Responden tentang Mendapatkan Program Bantuan Pendidikan No. 1 2
Kategori Ya Tidak Total
Berdasarkan Tabel 46 diketahui bahwa 57,78% keluarga responden tidak memiliki anak yang putus sekolah sedangkan 42,22% keluarga responden memiliki anak yang putus sekolah. Hal ini sungguh mengkwatirkan karena jumlah keluarga yang memiliki anak putus sekolah dan jumlah keluarga yang tidak memiliki anak putus sekolah hampir berimbang. Biaya pendidikan yang mahal membuat anak-anak keluarga miskin ini mengalami putus sekolah ataupun tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi sehingga mengharuskan mereka membantu orang tua untuk mencari nafkah. Untuk melihat berapa banyak anak yang putus sekolah dalam suatu keluarga dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 47 Jumlah Anak Putus Sekolah Responden No. 1 2 3 4 5 6
F
%
Tidak putus 1 orang 2 orang 3 orang 4 orang 5 orang
Kategori
52 16 12 6 _ 2
58,79 17,79 13,33 7,67 _ 2,22
Total
90
100,00
Sumber: Data Primer
Dari tabel di atas dapat diketahui terdapat 16 responden (17,79%) yang mempunyai 1 (satu) orang anak yang putus sekolah, 12 responden (13,33%) yang mempunyai 2 (dua) orang anak yang putus sekolah, 3 responden (7,79%) yang mempunyai 3 (tiga) orang anak
F
%
26 64
28,89 71,11
90
100,00
Sumber: Data Primer
Responden yang mendapatkan program bantuan pendidikan 26 orang (28,89%) dan yang tidak mendapatkan program bantuan pendidikan 64 orang (71,11%). Rendahnya angka responden yang menerima program bantuan pendidikan dipahami menjadi salah satu faktor yang menyebabkan besarnya jumlah responden yang mempunyai anak putus sekolah (42,22%). Program bantuan pendidikan yang diterima responden berupa gratis biaya pendidikan. Walaupun jumlah anak responden yang memiliki anak putus sekolah hampir setengah jumlah keseluruhan responden, tetapi ketika mereka ditanya apakah mereka setuju tentang kondisi yang mengharuskan anak mereka berhenti sekolah sebanyak 85,56% responden menjawab tidak setuju. Berikut tabel penjelasannya: Tabel 49 Distribusi Responden tentang Setuju Apabila Anak Putus Sekolah No. 1 2
Kategori Setuju Tidak setuju Total
F
%
13 77
14,44% 85,56%
90
100,00
Sumber: Data Primer
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa 86,56% responden menjawab tidak setuju bila anak mereka berhenti sekolah dan ikut membantu orang tua mencari nafkah sedangkan
266
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, September 2006, Volume 5, Nomor 3, Halaman 249 – 270
sisanya 14,44% mengatakan setuju. Alasan yang membuat anak mereka gagal untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi (putus sekolah) adalah alasan ekonomi yaitu ketidakmampuan untuk membiayai pendidikan karena terdesak oleh pemenuhan kebutuhan pangan, sandang dan papan. Tetapi berdasarkan Tabel 49 ini pada umumnya responden telah menyadari pentingnya pendidikan bagi masa depan anak-anak mereka. Seperti yang dikatakan oleh salah satu responden, Bapak Pranto sebagai berikut: “saya tidak setuju kalau anak-anak sampai berhenti sekolah, karena pendidikan itu perlu bagi si anak tersebut, soal mencari nafkah orang tua bisa mencarinya.” Pelaksanaan suatu program merupakan suatu hal yang penting, karena suatu program hanya sekedar impian, rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan. Setelah melakukan penelitian yang dilakukan dengan observasi, penyebaran kuesioner, dan wawancara maka dapat disimpulkan bahwa impelmentasi program Raskin di kelurahan Sidorame Barat II telah berjalan dengan baik. Hal ini sependapat dengan pernyataan dari pelaksana program bahwa mereka telah melaksanakan implementasi program ini dengan sebaik mungkin karena beras Raskin ini merupakan hak masyarakat miskin. Implementasi program Raskin terealisasi baik dengan bukti sebagai berikut: 1. Tepat sasaran penerima manfaat Pelaksana program Raskin telah melakukan penjualan beras ini sesuai dengan namanama yang terdaftar sebagai penerima manfaat. Penerima program Raskin mempunyai kriteria sebagai berikut: a. Keluarga prasejahtera (KPS) las an ekonomi yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi indikator KPS yang ditetapkan oleh BKKBN, dengan bobot pengkategorian lebih ditekankan pada alasan ekonomi. Indikator keluarga prasejahtera alasan ekonomi yaitu: pada umumnya anggota keluarga belum mampu makan dua kali sehari, anggota keluarga belum memiliki pakaian yang berbeda untuk dipakai di rumah, sekolah dan berpergian, bagian lantai yang terluas dari tanah. b. Keluarga sejahtera I (KS I) alasan ekonomi yaitu keluarga yang belum
267
memenuhi indikator KS I yang ditetapkan BKKBN, dengan bobot pengkategorian lebih ditekankan pada alasan ekonomi, indikatornya adalah: paling kurang seminggu sekali keluarga makan daging/ikan/telur, setahun terakhir anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru, luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni/jiwa. Selain kriteria tersebut, dari hasil wawancara dengan pelaksana program kriteria penerima program ini adalah: a. Atap rumbiah b. Lantai tanah c. Dinding papan d. Penghasilan maksimal Rp. 600.000,00 e. Janda tidak pensiunan f. Mempunyai anak yang bersekolah Dalam pelaksanaannya pemilihan sasaran ini berdasarkan data kriteria BKKBN, kemudian berdasarkan jumlah yang ditetapkan untuk setiap kelurahan, keluarga miskin ini dipilih kembali berdasarkan musyawarah kepala lingkungan dengan kepala kelurahan. Biasanya kepala kelurahan menyerahkan penentuan ini kepala kepala lingkungan sebab dianggap merekalah yang paling mengenal warganya. Disini dapat dikatakan bahwa kebijakan kepala lingkungan untuk menentukan siapa yang berhak untuk menerima program sangat besar, untuk itu seharusnya ada pihak lain yang mengecek kebenaran penentuan penerima program ini. 2. Tepat jumlah Berdasarkan informasi dari pelaksana program, jumlah beras yang dijual adalah berjumlah 20 kilogram untuk setiap kepala keluarga, ketepatan jumlah ini dapat dilihat dari jawaban responden yang menjawab bahwa mereka membeli beras ini sebanyak 20 kg. Konsumsi beras untuk setiap anggota keluarga dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga. Jumlah beras Raskin sebanyak 20 kg/bulan dianggap tidak mencukupi untuk kebutuhan keluarga penerima program, tetapi jumlah ini dianggap membantu sebagian pengeluaran keluarga miskin sehinga dapat dikatakan bahwa program ini berhasil mencapai tujuannya.
Aprilyani & Suriadi, Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat...
3. Tepat harga Harga beras Raskin ini adalah Rp.1000,00 untuk setiap kilogram beras, harga yang dijual oleh beras Raskin ini telah sesuai dengan jumlah yang dibayarkan oleh penerima program Raskin. Berdasarkan wawancara peneliti, diketahui bahwa tidak ada pungutan tambahan yang dikenakan kepada penerima program. Artinya mereka dapat membeli beras Raskin ini di titik distribusi yaitu kantor kelurahan tanpa adanya pungutan biaya tambahan lainnya. Tetapi walaupun harga beras ini Rp.1000,00/kg keluarga miskin masih ada yang merasa keberatan untuk mengeluarkan Rp.20.000,00 untuk pembelian 20 kg. 4. Tepat waktu Yang dimaksud dengan ketepatan waktu ini adalah terjadi penjualan beras Raskin sesuai dengan datangnya beras dari Bulog ke Kelurahan Sidorame Barat II. Berdasarkan informasi dari pelaksana program, mereka selalu tepat waktu dalam melaksanakan penjualan beras Raskin. Pada saat beras Raskin diantarkan oleh petugas Bulog sesuai dengan jumlah penerima manfaat. Maka pihak kelurahan akan memberitahukan kepada penerima manfaat sekaligus memberikan kartu bukti pembelian Raskin. Keluarga miskin tersebut dapat membeli beras ini dengan jangka waktu satu minggu dari pemberitahuan tersebut. Dalam pejualan beras ini, diketahui tidak ada penerima program yang tidak membeli beras, hal ini dipahami karena beras ini sangat murah dibandingkan dengan hargaharga beras dipasaran. 5. Tepat administrasi Dalam implementasi program, penerima program harus membayar beras tersebut pada saat membeli beras, mereka tidak diperbolehkan untuk panangguhan pembayaran. Menurut pelaksanan program hal ini sudah tepat dilakukan, agar penyaluran beras dari Bulog ke kantor kelurahan berjalan lancar. Maksudnya apabila penerima program membayar tepat waktu maka pihak kelurahan akan membayarkan pembelian beras ini dengan tepat waktu ke kecamatan sehingga untuk bulan berkutnya tidak ada permasalahan dengan pengiriman beras.
Ketidakmampuan responden dalam memenuhi kebutuhan dasar yaitu pangan akan mempengaruhi kepada pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi lagi, karena kebutuhan akan pangan merupakan kebutuhan dasar yang menyangkut kelangsungan hidup manusia maka pemenuhan kebutuhan lainnya akan terabaikan apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi. Hal ini dapat terlihat dari gambaran aspek kualitas menu makanan, kondisi dan fasilitas rumah tangga, kondisi kesehatan dan fasilitas rumah tangga penerima program ini. Dengan kenyataan ini dapat dikatakan bahwa keluarga miskin sebagai penerima program ini jauh dari kehidupan sejahtera.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai implementasi program Raskin dan kesejahteraan keluarga miskin di Kelurahan Sidorame Barat II, maka dapat ditarik kesimpulan: 1. Program Raskin merupakan program bantuan kesejahteraan sosial atau bantuan perlindungan sosial bagi keluarga miskin sebagai upaya pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan yang berdasarkan pada pendekatan mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin dengan memberikan berbagai subsidi. Adapun tujuan yang hendak dicapai dari program Raskin adalah memberikan bantuan pangan pokok melalui beras bersubsidi. 2. Implementasi program Raskin di Kelurahan Sidorame Barat II telah berjalan dengan baik, yang terbukti dari jawaban responden terhadap ketepatan sasaran penerima manfaat, tepat jumlah, tepat waktu dan tepat administrasi. Akan tetapi Program ini hanya memberi kontribusi sedikit terhadap kesejahteran keluarga miskin penerima program ini. 3. Program Raskin sangat tepat dilaksanakan pada saat sekarang, di manaharga-harga melambung tinggi terutama untuk harga beras sehingga yang menjadi tujuan program yaitu memenuhi sebagian pangan pokok keluarga miskin telah tercapai. 4. Keluarga miskin penerima program Raskin ini merupakan keluarga yang jauh dari kondisi kehidupan yang sejahtera, hal ini dapat dilihat dari hasil analisa data terhadap
268
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, September 2006, Volume 5, Nomor 3, Halaman 249 – 270
aspek kualitas menu makanan, kondisi dan fasilitas rumah tangga, kondisi kesehatan dan kondisi pendidikan keluarga miskin tersebut. 5. Dari segi pemenuhan kebutuhan beras, ternyata program ini dapat mengakibatkan adanya ketergantungan terus menerus terhadap program ini. (Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.29). Saran 1. Program Raskin yang merupakan program pemerintah dalam rangka mengurangi beban pengeluaran keluarga miskin, sebaiknya tetap dilaksanakan, akan tetapi sasaran penerima program harus jelas dan tepat. Adapun yang menjadi alasan saran ini karena menurunnya daya beli keluarga miskin saat ini, padahal kebutuhan akan pangan merupakan kebutuhan yang paling dasar karena menyangkut kelangsungan kehidupan manusia. 2. Adanya pengawasan yang ketat dan tegas kepada pelaksana program sehingga dapat memperkecil terjadinya penyelewengan pelaksanaan program ini. 3. Program Raskin perlu disosialisasikan secara baik dan lebih luas lagi sehingga penerima program mengetahui hak mereka dan masyarakat luas dapat ikut mengawasi implementasi program ini. 4. Sebaiknya program Raskin dijalankan bersama program-program bantuan kesejahteraan sosial lainnya seperti program yang mengarah pada akses berusaha, pendidikan dan kesehatan sehingga masyarakat miskin dapat merasakan perubahan kearah yang lebih baik. 5. Diharapkan bagi penerima program agar tidak tergantung kepada program Raskin, tetapi dapat menggunakan program ini sebagai kesempatan untuk dapat membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan yang lainnya. Misalnya dengan adanya program Raskin mereka dapat memberikan anakanak mereka makanan yang lebih bergizi.
Daftar Pustaka Arikunto, Suharsimi, Prof. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Barclay, George. 1984. Teknik Analisa Kependudukan 2. Jakarta: PT Bina Aksara Jones, Charles O. 1994. Pengantar Kebijakan Publik. Jakarta: PT Raja Grafindo. Khairudin. 1977. Sosiologi Yogyakarta: Liberty.
Keluarga.
Nawawi, Hadari. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: UGM Nurdin, Fadhil. 1990. Pengantar Studi Kesejahteraan Sosial. Bandung: PT Angkasa. Pulungan, H.S. 1994. Pengentasan Kemiskinan. Medan: Pustaka Widya Sarana. Remi,
Sutyastie Soemitro dan Prijono Tjiptohemijanto. 2002. Kemiskinan Dan Ketidakmerataan Di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Salim, Emil. 1984. Perencanaan Pembangunan Dan Pemerataan Pembangunan. Jakarta: Inti Idayu Press. Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Suharto, Edi.2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Kajian Stategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial Dan Pekerja Sosial. Jakarta: PT Rafika Aditama. Sumardi, Mulyanto dan Hans-Dieter Everst, ed. 1985. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Jakarta: CV Rajawali. Sumarnonugroho. 1984. Sistem Intervensi Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta: PT Hanindita. Suparlan, Parsudi. 1993. Perkotaan. Jakarta: Indonesia.
269
Kemiskinan di Yayasan Obor
Aprilyani & Suriadi, Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat...
Supriatna, Tjahya. 2000. Strategi Pembangunan dan kemiskinan. Jakarta: Rineka Cipta.
Program Pembangunan Nasional 2000-2004. 2001. Jakarta: Sinar Grafika.
Suyatno, Bagong. 1995 Perangkap KemiskinanProblem dan Srategi Pengentasannya. Surabaya: Airlangga University Press.
Sastraatmadja Entang. “Transfer Energi” Yang Mendukung Perbaikan Gizi Keluarga: Revitalisasi Penyaluran Raskin. .(16 Mei 2006).
Sumber-sumber lain: Badan Logistik. Petunjuk Pelaksanaan Program Beras Untuk Keluarga Miskin Dan Program Konpensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (Pkps-Bbm) Bidang Pangan Tahun 2003. 2003. Jakarta: Badan Logistik.
Suntoro Eddy. 2003. Delapan Kesalahan Dalam Penyaluran Raskin.
Jumlah Penduduk Miskin 62 Juta Jiwa.2005.. (4 Juni 2006).
270