IATMI 2005-44 PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 2005 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 16-18 November 2005.
PENGEMBANGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI MANAJEMEN AKUNTABILITAS DAN KOLABORASI UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PRODUKSI MINYAK BUMI Mulyandri dan Desymouna Aulia; PT Chevron Pacific Indonesia
Nilai produksi aktual atau produksi sebenarnya yang berada di bawah nilai PPMT menunjukkan bahwa masih ada kesempatan untuk dapat meningkatkan produksi menjadi lebih besar. Yaitu dengan mengeliminasi faktor-faktor yang dapat menimbulkan kehilangan produksi.
ABSTRAK Senantiasa ada sejumlah minyak bumi yang tidak berhasil diproduksi oleh perusahaan pertambangan minyak bumi dalam operasi hariannya, karena tidak semua sumur minyak yang sudah dibor dan terpasang dapat terus menerus hidup sepanjang waktu, dan berproduksi pada jumlah minimal serta laju penurunan maksimal tertentu. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa perlu diterapkannya suatu proses akuntabilitas dan kolaborasi yang lebih baik pada permasalahan pengendalian kehilangan produksi. Dalam pemenuhan kebutuhan ini, teknologi informasi dapat berperan besar. EFISIENSI PRODUKSI DAN POTENSIAL PRODUKSI MAKSIMUM TERSTRUKTUR (PPMT)
Gambar 1. Definisi Potensial Maksimum Terstruktur
Bagi PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI), Efisiensi Produksi didefinisikan sebagai produksi sebenarnya dibagi dengan kapabilitas yang dimiliki perusahaan. PT CPI menyebut kapabilitas yang dimilikinya sebagai Potensial Produksi Maksimum Terstruktur (PPMT) atau Structural Maximum Production Potential (SMPP) (ChevronTexaco, 2004). PPMT ini merupakan nilai terendah diantara variabel-variabel berikut:
Produksi
PRODUKSI POTENSIAL YANG HILANG Senantiasa ada sejumlah minyak bumi yang tidak berhasil diproduksi oleh perusahaan pertambangan minyak bumi dalam operasi hariannya. Kehilangan produksi minyak bumi (production loss) ini disebabkan oleh banyak faktor. Khusus untuk lapangan minyak yang menerapkan teknologi penginjeksian uap air (steam flood), seperti lapangan yang dikelola oleh Unit Operasi Minyak Berat (Heavy Oil Operating Unit) PT CPI di Duri, Sumatera Indonesia, dimana dioperasikan kurang lebih 4,750 sumur penghasil (producer well) dan 2,450 sumur penginjeksi (injector well), faktorfaktor ini dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu:
a. Kapasitas Maksimum Ekspor (Export Capacity). b. Kapasitas Maksimum Fasilitas Terpasang (Facility Capacity). c. Kapasitas Maksimum Sumur (Reservoir Capacity). Gambar 1 memberikan ilustrasi tentang hubungan antara nilai PPMT dengan ketiga variabel yang mempengaruhinya. Dalam hal ini, diasumsikan bahwa nilai variabel kapasitas sumur lebih kecil dari nilai dua variabel yang lain, seperti yang selama ini umumnya terjadi. 1
a. Down Production : yaitu karena sejumlah sumur penghasil minyak (producer well) dalam status mati atau tidak berproduksi.
d. Low Injection : yaitu karena sejumlah sumur penginjeksi uap air tidak memenuhi target volume uap yang harus diinjeksikan.
Akan ada kehilangan produksi jika sejumlah sumur penghasil minyak tercatat mati karena sebab apapun. Besar kehilangan produksi dengan kategori ini merupakan salah satu parameter yang mengindikasikan kehandalan (reliability) dan daya tanggap (response).
Dalam kategori ini akan dilakukan penghitungan produksi ekivalen yang hilang karena sejumlah sumur injektor menginjeksikan uap di bawah target yang sudah ditetapkan berdasarkan batasan tertentu. Hal ini disebabkan oleh penggunaan uap yang tidak efisien atau permasalahan dalam proses pasokan uap. Di PT CPI, batasan yang digunakan untuk menetapkan bahwa suatu sumur penginjeksi masuk ke dalam daftar sumur-sumur yang Low Injection adalah jika selisih antara volume uap yang ditargetkan dan yang diinjeksikan lebih besar dari 10% atau lebih besar dari 100 bspd, dan selisih tekanan pada kepala sumur (well head) antara yang ditargetkan dan yang terjadi tidak lebih besar dari 15 psi. Target volume uap air yang harus diinjeksikan ke setiap sumur penginjeksi sudah dihitung sedemikian rupa untuk dapat memberikan produksi yang maksimal bagi sumur-sumur penghasil yang berada pada pattern yang sama dengan sumur penginjeksi tersebut. Dengan demikian, berdasarkan besarnya kekurangan volume uap yang harus diinjeksikan dan konstanta SOR untuk masing-masing pattern, akan dapat dihitung besar ekivalen barrel minyak yang hilang untuk kategori Low Injection. Nilai produksi yang hilang karena Low Injection sebenarnya bisa tumpang tindih dengan nilai produksi yang hilang dalam kategori Declining Production. Namun kenyataan ini akan diabaikan untuk menyederhanakan proses perhitungan.
b. Down Injection : yaitu karena sejumlah sumur penginjeksi uap air (injector well) dalam status mati atau tidak berfungsi.
Jika suatu sumur penginjeksi uap tidak berfungsi atau mati, maka dapat dihitung besar produksi ekivalen yang hilang karena kejadian tersebut. Satu atau lebih sumur penginjeksi dan satu atau lebih sumur penghasil selalu dikelompokkan ke dalam kluster-kluster yang disebut pattern. Kita dapat menghitung rasio perbandingan antara uap air yang diinjeksikan dan minyak yang dihasilkan untuk setiap pattern. Rasio yang dimaksud biasanya disebut sebagai SteamOil-Ratio (SOR). Nilai SOR suatu pattern akan digunakan sebagai konstanta untuk menghitung besar kehilangan produksi karena matinya satu sumur injeksi pada pattern tersebut. c. Declining Production : yaitu karena sejumlah sumur penghasil minyak menurun produksinya secara drastis berdasarkan ukuran tertentu. Setiap sumur penghasil minyak mengalami penurunan produksi berdasarkan trend tertentu. Jika penurunan produksi terjadi sedemikian rupa, sehingga jauh di bawah nilai yang seharusnya berdasarkan trend, maka dapat disimpulkan bahwa sumur tersebut berada dalam masalah. Dapat ditentukan batasan tertentu yang akan digunakan untuk memberikan indikasi bahwa terdapat suatu permasalahan pada sumur penghasil yang dimaksud. Di PT CPI, suatu sumur akan dimasukkan ke dalam kelompok ini jika produksi sumur tersebut, berdasarkan hasil pengukuran terakhir, sama atau lebih kecil dari 70% produksi rata-rata sumur tersebut sepanjang kurun waktu dua bulan sebelumnya. Sumur-sumur yang sudah dimasukkan ke dalam kategori Down Production tidak dimasukkan lagi ke dalam kategori Declining Production.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan suatu perusahaan pertambangan minyak bumi meminimalisir kehilangan produksi. Kemampuan mengidentifikasi dan memahami dengan benar faktor-faktor tersebut merupakan kunci dari usaha yang dapat dilakukan (Hoadley, 2004). Faktor-faktor tersebut diantaranya: a. Efisiensi Mekanis, seperti efisiensi pompa bawah tanah. Faktor ini terkait dengan kualitas perancangan, kejadian kerusakan bola dan dudukannya (ball and seat), dan aliran reservoir. b. Perawatan dan Perbaikan Peralatan. Ketidakhandalan unit pompa dapat diperparah oleh 2
faktor-faktor seperti pengendalian inventori yang lemah, perawatan peralatan yang tidak baik, konflik dalam penjadwalan, pembatasan biaya, dan personil yang tidak terlatih.
tersebut. Hasil-hasil identifikasi ini dapat dituliskan secara ringkas, sebagai berikut: a. Kondisi saat ini (per Januari 2005) • Efisiensi Produksi: 70.9% • Down Production: 14,147 BOPD • Down Injection: 18,845 BOPD • Declining Production: 22,541 BOPD • Low Injection: 29,635 BOPD • Waktu response yang lambat • Tidak adanya akuntabilitas yang jelas • Tidak adanya alat yang tepat untuk pelaporan dan analisis
c. Akurasi Pengukuran Produksi. Pengukuran sumur minyak seringkali memberikan hasil yang tidak konsisten. Variasi besar aliran dapat disebabkan oleh permasalahan pada erratic inflow, perawatan peralatan pengukuran yang tidak baik, atau dinamika aliran wellbore. Pengerjaan Sumur (Wellwork Efficiency). Ada beberapa komponen yang
d. Efisiensi
b. Kondisi yang ingin dicapai atau dituju • Efisiensi Produksi: 73.9% atau lebih baik • Siklus penyelesaian masalah yang lebih singkat • Akuntabilitas yang lebih jelas • Pelaporan yang tepat waktu • Aktivitas-aktivitas yang lebih terfokus
mempengaruhi faktor ini, diantaranya, biaya rig, biaya POP (Placing wells On Production), penjadwalan dan prioritisasi, dan kemampuan pendiagnosaan permasalahan sumur. e. HES issue misalnya Bubbling dan Erupsi (Eruption). Suatu peristiwa erupsi akan menyebabkan sumur penginjeksi di sekitarnya akan dimatikan sampai permasalahan dapat ditemukan dan diselesaikan, misalnya dengan melakukan improve bonding di sumur penginjeksi dan sebagainya.
Hasil peninjauan menunjukkan bahwa tantangan terbesar yang dihadapi perusahaan adalah bagaimana agar masing-masing tim dapat mengelola dirinya sebaik mungkin sehingga dapat mencapai kinerja sesuai dengan yang diharapkan dan, di sisi lain, kolaborasi antar tim dapat berjalan dengan lancar. Dalam hal ini, harapan-harapan perusahaan perlu didefinisikan dengan lebih jelas, kinerja individu dan tim perlu dipantau, diukur dan dievaluasi dengan lebih cermat, dan penghargaan perlu diberikan oleh perusahaan dengan lebih nyata.
f. Penuaan Reservoir (Reservoir Maturity). Dalam beberapa kasus, uap air mengalir di dalam reservoir dengan tidak efisien. Indentifikasi area-area yang sudah tua (mature) dan jumlah produksi yang wajar untuk daerah-daerah tersebut dapat membantu mengoptimisasi penginjeksian uap.
Untuk itu, PT CPI merasa perlu untuk membangun suatu alat (enabling tool) untuk membantu pemantauan, pelacakan dan analisa kehilangan produksi guna mendukung penerapan akuntabilitas yang lebih baik dan menunjang kolaborasi di dalam perusahaan yang juga lebih baik.
g. Struktur dan kapabilitas organisasi. Proses perbaikan sumur dan pemulihan produksi, yang bersifat kompleks dan melibatkan banyak personil dari beragam tim, seringkali mengalami keterlambatan dilakukannya aksi oleh penanggung-jawab.
PERANAN TEKNOLOGI INFORMASI Proses akuntabilitas yang baik membutuhkan mekanisme yang baik dalam hal penetapan penanggung-jawab atau person in charge (PIC), penyediaan informasi dan pengetahuan, serta pencatatan, pengukuran dan pemantauan kinerja. Sedangkan proses kolaborasi yang baik, diantaranya, membutuhkan mekanisme berbagi informasi yang baik pula diantara tim yang terlibat. Dalam pemenuhan kebutuhankebutuhan ini, teknologi informasi tentu saja dapat berperan besar.
PELUANG PERBAIKAN TERKAIT MASALAH KEHILANGAN PRODUKSI DI PT CPI Di PT CPI, pada Unit Operasi Minyak Berat, telah dilakukan peninjauan terhadap permasalahan kehilangan produksi, mencakup kondisi operasional yang saat ini ada, kondisi yang ingin dituju atau dicapai, serta apa yang menjadi kebutuhan agar bisa dilakukan transformasi kondisi perusahaan dari yang ada pada saat ini menuju kondisi yang lebih baik yang diinginkan 3
PT CPI telah memiliki beberapa sistem basis data dan aplikasi legacy khusus untuk mencatat data status, kondisi dan tingkat produksi sumur minyak. Sebagian besar dari data tersebut dikumpulkan dari lapangan, dicatat dan kemudian dimasukkan secara manual ke dalam basis data melalui aplikasi. Sebagian data yang lain merupakan hasil pemantauan, pencatatan dan pemuatan oleh sistem waktu-nyata (realtime system). Data yang disimpan kemudian akan dibaca lagi untuk keperluan proses finansial dan banyak aktivitas analisis rekayasa perminyakan lainnya, namun belum dimanfaatkan untuk tujuan pengendalian kehilangan produksi secara maksimal.
Gambar 2. Model Kerangka-kerja Sistem Informasi
Saat ini, di PT CPI, teknologi informasi yang digunakan untuk menangani permasalahan pengendalian kehilangan produksi masih terbatas dalam bentuk aplikasi spread sheet sederhana dan sistem surat elektronik (e-mail). Data yang telah dimasukkan atau dimuat ke dalam sistem legacy dicatat kembali ke dalam aplikasi spread sheet dan kemudian dikirimkan menggunakan surat elektronik untuk tujuan pelaporan harian. Tentu saja, teknologi tersebut memiliki kemampuan yang sangat terbatas untuk mendukung usaha peningkatan efisiensi produksi.
Sedikitnya, ada tiga permasalahan yang dicermati dan berusaha dijawab oleh PT CPI dalam proses perancangan dan pembangunan aplikasi sistem informasi yang dimaksud, yaitu: a. Bagaimana agar solusi yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan bisnis dan keinginan pengguna? Aplikasi sistem informasi yang akan dibangun merupakan sesuatu yang baru bagi PT CPI, baik dari sisi tipe aplikasi maupun domain permasalahannya. Karena itu, strategi dan teknik-teknik yang digunakan dalam pengidentifikasian, analisis dan desain kebutuhan sistem harus bisa mempermudah proses pembentukan solusi permasalahan dan proses penerjemahan apa yang menjadi fokus perhatian pengguna menjadi fungsionalitas dalam aplikasi.
Berdasarkan hasil analisa, untuk membantu proses pemantauan, pelacakan dan analisis kehilangan produksi, sistem basis data dan aplikasi On-Line Transaction Processing (OLTP) legacy yang telah ada perlu dilengkapi dengan suatu aplikasi Sistem Informasi yang tepat. Suatu Sistem Informasi merupakan kombinasi dari sumber daya manusia, perangkat keras, piranti lunak, jaringan dan data, yang melakukan proses pengumpulan, transformasi, dan penyebaran informasi di dalam suatu organisasi. Gambar 2 memberikan ilustrasi suatu model sistem informasi dalam bentuk kerangkakerja (framework) konseptual dasar. Model ini memberikan gambaran bagaimana hubungan antar komponen dan apa saja aktivitas suatu sistem informasi (O’Brien, 2004).
b. Bagaimana agar aplikasi sistem informasi yang dikembangkan, beserta basis datanya, dapat ditempatkan secara tepat di dalam arsitektur bentukan dari semua aplikasi dan basis data produksi PT CPI yang telah ada, sehingga pengelolaan informasi dapat dilakukan secara terintegrasi, efektif dan efisien? c. Bagaimana agar aplikasi sistem informasi tersebut dapat diimplementasikan menggunakan teknologi informasi yang paling tepat, yang dapat mendayagunakan seoptimal mungkin sistem teknologi informasi yang telah dimiliki oleh PT CPI?
4
SISTEM APLIKASI INFORMASI ‘’HEAVY OIL PRODUCTION EFFICIENCY’’ (HOPE) Di PT CPI, pada Unit Operasi Minyak Berat, telah dikembangkan suatu sistem aplikasi informasi yang bisa digunakan untuk melakukan pemantauan, pelacakan dan analisis kehilangan produksi minyak bumi guna meningkatkan efisiensi produksi. Sistem tersebut dinamakan “Heavy Oil Production Efficiency“ (HOPE).
Gambar 4.
HOPE adalah suatu aplikasi teknologi informasi yang yang dapat digunakan sebagai enabling tool dalam melakukan identifikasi permasalahan secara cepat, melakukan peninjauan (review) dengan menggunakan data yang akurat sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat pula, dan yang tidak kalah penting, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, mendukung suatu proses akuntabilitas untuk setiap individu dan tim dan kolaborasi yang lebih baik antar individu dan team.
Data utama yang diproses oleh HOPE, sebagai sistem informasi manajemen akuntabilitas dan kolaborasi untuk permasalahan kehilangan produksi, diantaranya, adalah data yang terkait dengan lokasi sumur (well location), konfigurasi pattern sumur (well pattern), status sumur (well status), dan volume minyak dari sumur penghasil atau volume uap ke sumur injeksi yang didapatkan dari proses pengukuran (well test). Selain itu juga digunakan beberapa data acuan tambahan, seperti data penanggungjawab secara berjenjang, untuk setiap tim.
Transformasi Data Menjadi Informasi Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, PT CPI telah memiliki beberapa sistem basis data dan aplikasi legacy khusus untuk mencatat data-data tentang sumur. Khusus untuk data-data produksi sumur, alur penyimpanan dan pemrosesannya ditampilkan pada Gambar 3.
Gambar 3.
Alur data injeksi PT CPI
Data-data, sebagai masukan, akan diolah oleh sistem aplikasi HOPE, melalui proses transformasi dan integrasi, menjadi informasi yang siap digunakan oleh pemakai. Proses transformasi data menjadi informasi untuk permasalahan kehilangan produksi kategori declining production diberikan ilustrasinya, dalam bentuk diagram Input-Proses-Output (IPO) pada Gambar 5.
Alur data produksi PT CPI
Sedangkan alur data-data injeksi diilustrasikan pada Gambar 4.
5
Gambar 5. Tranformasi Data Menjadi Informasi pada Modul Declining Production
diatas normal, maupun sumur-sumur penginjeksi yang kekurangan uap. Laporan tersebut berformat harian dan dapat dipilih sesuai kriteria-kriteria yang disediakan, seperti berdasarkan tanggal, down code, lokasi (area section) sumur maupun Person-In-Carge (PIC). Bentuk tampilan modul Laporan Harian Terinci diberikan pada Gambar 7. Laporan pada web ini bisa diekspor langsung ke dalam format MSExcell hanya dengan cara meng-klik satu tombol yang ada pada laporan.
Modul-modul Sistem Aplikasi HOPE Sistem aplikasi HOPE dibangun berbasis web Pilihan ini memberikan (web-based). keleluasaan bagi pengguna untuk bisa mengaksesnya dari mana saja melalui Intranet di dalam perusahaan. Bentuk tampilan halaman utama sistem aplikasi HOPE diberikan pada Gambar 6. Pada halaman depan ini terdapat grafik yang menunjukkan trend kehilangan produksi dari hari ke hari untuk setiap kategori, informasi jumlah kejadian matinya sumur penghasil untuk setiap area berdasarkan planned/unplanned, serta pengelompokkan tabulasi dan grafik angka efisiensi produksi secara bulanan, kwartal dan year-to-date.
Gambar 7. Bentuk Tampilan Modul Laporan Harian Terinci Pada setiap laporan, akan diberikan informasi lengkap mengenai permasalahan sumur, yang diurutkan mulai dari yang memberikan kontribusi kehilangan produksi yang paling besar. Hal ini sangat berguna, karena memungkinkan PIC bisa bekerja berdasarkan urutan prioritas tertentu dalam mencari solusi kejadian kehilangan produksi. Dalam laporan ini ditampilkan juga hasil tinjauan dan rekomendasi dari PIC untuk setiap kejadian sehingga catatan tersebut dapat diketahui PIC lainnya.
Gambar 6. Bentuk Tampilan Halaman Utama Aplikasi HOPE Sistem aplikasi HOPE memiliki empat modul utama, sebagai berikut : a. Modul Laporan Harian Terinci (Detail Daily Report Module).
Khusus untuk modul declining production, juga diberikan data pendukung yang memberikan indikasi awal penyebab turunnya produksi, sehingga akan memudahkan PIC untuk mencari solusi yang tepat. Dalam hal ini ditampilkan data dyno seperti pump slippage, pump fillage dan net displacement. Dengan adanya indikasi kondisi menyangkut dyno, PIC akan mendapat arahan apakah produksi yang turun secara drastis disebabkan oleh kondisi pompa atau bukan. Selain itu, juga diberikan informasi mengenai data tekanan (pressure) sumur tersebut. Dari data tersebut PIC dapat mengetahui apakah sumur penghasil yang dimaksud mempunyai tekanan dibawah header
b. Modul Laporan Historis (Historical Report Module). c. Modul Pencatatan Peninjauan (Review Data Recording Module). d. Modul Laporan Grafik (Graph Report Module)
Modul Laporan Harian Terinci Di dalam modul ini diberikan laporan secara terinci mengenai kumpulan sumur yang menyebabkan kehilangan produksi, baik yang termasuk kategori sumur penghasil yang tidak aktif, sumur penginjeksi yang tidak aktif, sumur penghasil yang mengalami penurunan produksi 6
pressure atau tidak. Lainnya, diberikan juga informasi mengenai data kejadian No Flow Detected (NFD) dari sumur tersebut. NFD merupakan kondisi dari hasil pengukuran di sistem Automatic Wel Test, yaitu setelah waktu tertentu well ini tidak memberikan indikasi adanya fluida produksi.
Harian. Suatu fitur lain yang disediakam, yang sangat penting keberadaannya, adalah fitur yang memungkinkan PIC untuk meneruskan atau pengalihan suatu (forwarding) permasalahan ke PIC lain apabila memang membutuhkan tinjauan maupun masukan dari PIC lain tersebut. Pada Gambar 9, dapat dilihat bentuk tampilan form untuk memasukkan hasil tinjauan dan melakukan pengalihan tanggung jawab antar PIC.
Jadi, semua data ini dapat membantu PIC untuk kemudian bisa melakukan tinjauan yang lebih mendalam dan mengeluarkan suatu rekomendasi, misalnya apakah suatu sumur penghasil hanya perlu diganti pompanya, atau memerlukan stimulasi karena rendahnya suplai produksi dari reservoir.
Modul Laporan Historis Modul ini secara garis besar memberikan data yang sama dengan yang ada pada modul Laporan Harian Terinci. Perbedaannya, pada modul ini, laporan diberikan bukan dalam format harian namun untuk interval waktu tertentu sehingga PIC dapat melihat data suatu sumur secara historis untuk keempat kategori yang ada. Pada Gambar 8 diberikan bentuk tampilan menu pemilihan kriteria pada modul Laporan Historis.
Gambar 9. Bentuk Tampilan Form Masukan Hasil Tinjauan dan Pengalihan Tanggung Jawab Modul Laporan Grafik Di dalam modul ini dapat ditampilkan berbagai macam grafik yang dibutuhkan bagi proses analisis performansi individu atau tim. Seorang PIC akan dapat mengetahui dengan mudah besar kehilangan produksi yang berada di bawah tanggung jawabnya. Hal ini diharapkan akan memacu setiap individu di dalam perusahaan untuk dapat lebih giat dalam usaha mengurangi laju kehilangan produksi dan meningkatkan efisiensi produksi. Pada modul ini, pengguna dapat menampilkan grafik dengan kombinasi dari berbagai macam kriteria yang tersedia, yaitu kriteria waktu, reason, PIC maupun lokasi sumur. Bentuk tampilan dari salah satu grafik yang tersedia pada modul Laporan Grafik diperlihatkan pada Gambar 10.
Gambar 8. Bentuk Tampilan Menu Kriteria pada Modul Laporan Historis Modul Pencatatan Hasil Peninjauan Pada modul ini, PIC dapat memasukan hasil tinjauan, rekomendasi maupun catatan penting lainnya ke dalam sistem, menyangkut suatu kejadian sumur bermasalah. Hal ini sangat bermanfaat dalam proses pelacakan permasalahan sumur. Selain itu, juga akan mempermudah proses berbagi hasil tinjauan antar PIC, karena hasil tinjauan akan dimunculkan juga pada modul Laporan Detail 7
Tabel
1. Hasil Survey Kualitatif Kepuasan Pengguna HOPE
Tingkat
Angka efisiensi produksi, sejak sistem aplikasi HOPE mulai digunakan, terutama untuk kategori declining production, menunjukkan trend yang menggembirakan. Rata-rata kehilangan produksi untuk Unit Operasi Minyak Berat turun dari 80,624 BOPD menjadi 70,901 BOPD hanya dalam waktu tiga bulan.
Gambar 10. Bentuk Tampilan Modul Laporan Grafik
Jika dilakukan perhitungan produksi kumulatif dari sumur-sumur yang pernah masuk kategori declining production, yaitu ada sekitar 2296 sumur semenjak awal tahun 2005, maka dapat dilihat bahwa telah berhasil dilakukan penahanan laju produksi untuk kumpulan sumur yang dimaksud. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 11.
HASIL IMPLEMENTASI SISTEM APLIKASI HOPE Sistem aplikasi HOPE selesai dibangun sekitar akhir bulan May 2005 dan mulai digunakan oleh pengguna pada awal bulan Juni 2005. Sebagai tahap permulaan, sistem aplikasi ini telah dideploy ke team Operasi Produksi, Unit Operasi Minyak Berat, PT CPI. Modul utama yang menjadi fokus pada implementasi awal adalah modul declining production. Dalam waktu tiga bulan sejak di-rolled out, sistem aplikasi HOPE sudah dikunjungi atau diakses sekitar 2,700 kali. Tercatat bahwa pengguna terbanyak dari sistem aplikasi HOPE, sampai saat ini, adalah Petroleum Engineer yang ada pada tim Operasi Produksi, yang didefinisikan sebagai PIC level 3 untuk permasalahan kehilangan produksi kategori declining production. Berdasarkan survey kualitatif sederhana yang dilakukan terhadap kelompok pengguna awal, didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa para pengguna cukup puas dengan sistem aplikasi HOPE, ditinjau dari sisi fungsionalitas, kemudahan penggunaan, user kelengkapan, waktu respons dan friendliness. Tabulasi dari hasil survey ini diperlihatkan pada Tabel 1, dimana masingmasing angka mengindikasikan pilihan sebagai berikut: 5=sangat puas, 4=puas, 3=antara puas dan tidak puas,2=tidak puas, 1=sangat tidak puas. R1 sampai R11 mewakili 11 responden yang mengirimkan jawaban dari 15 orang pengguna yang dikirimi materi survey secara acak.
Gambar 11. Produksi Kumulatif Sumur yang Pernah Masuk Kategori Declining Production Sebagai bagian dari tahapan berikutnya, sistem aplikasi HOPE akan diimplementasikan pada tim Asset Management, Wellwork/WellService dan tim-tim lain yang terkait. Fokus implementasi akan dikembangkan untuk mencakup keempat kategori yang ada. KESIMPULAN Dari apa yang telah dilakukan dalam lingkup permasalahan kehilangan produksi, dan sesuai dengan apa yang dipaparkan pada makalah ini, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : a. Telah berhasil dibangun suatu aplikasi sistem informasi manajemen akuntabilitas dan kolaborasi untuk meningkatkan efisiensi produksi, yang diberi nama aplikasi ‘’Heavy Oil Production Efficiency’’ (HOPE). Sistem aplikasi HOPE, sejauh ini, dapat memenuhi kebutuhan bisnis dan keinginan pengguna 8
ditinjau dari aspek fungsionalitas dan juga aspek performansi sistem.
c.
b. Dalam kurun waktu tiga bulan sejak HOPE mulai digunakan sebagai alat bantu utama untuk memantau, melacak dan menganalisa kejadian-kejadian kehilangan produksi, yang masih difokuskan pada kategori declining didapatkan hasil yang production, memberikan harapan yang cukup besar. Hasil ini, tentu saja, perlu dianalisa lebih lanjut ketika sistem ini telah digunakan secara terintegrasi oleh semua tim terkait dalam kurun waktu yang lebih lama. Diharapkan bahwa angka rata-rata efisiensi produksi pada tahun 2005 dapat dijadikan baseline yang lebih baik untuk pengukuran keberhasilan atau kegagalan usaha peningkatan efisiensi produksi pada tahuntahun mendatang.
Pemanfaatan teknologi informasi secara tepat guna dapat memecahkan banyak permasalahan operasi bisnis, termasuk yang terkait dengan bidang rekayasa perminyakan.
DAFTAR PUSTAKA ChevronTexaco, 2004, Production Efficiency A ChevronTexaco’s Coorporate Document.
Update,
Hoadley, S. F., 2004, “Production Loss Minimization”, Presentation file for 2004 Duri
Reservoir Management Plan, A ChevronTexaco’s Coorporate Document.
Management O’Brien, James.A., 2004, Information System: Managing Information Technology in the Business Enterprise, 6th ed., McGraw-Hill/Irwin, New York.
9