Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011
PENGARUH RADIASI TERHADAP PERTUMBUHAN Plasmodium falciparum STRAIN NF54 STADIUM ERITROSITIK Darlinaa, Harry Nugroho E.S. a, Dita M.E.b, dan Siti Nurhayatia a
Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi - BATAN b Institut Sains dan Teknologi Nasional
ABSTRAK PENGARUH RADIASI TERHADAP PERTUMBUHAN Plasmodium falciparum STRAIN NF54 STADIUM ERITROSITIK. Iradiasi gamma dapat digunakan untuk melemahkan parasit malaria P.falciparum untuk preparasi vaksin. Sebagai studi awal dalam pengembangan bahan dasar vaksin malaria dengan teknologi nuklir, dilakukan penelitian pengaruh radiasi gamma terhadap pertumbuhan P.falciparum NF54. P.falciparum NF54 merupakan strain yang memproduksi gametosit. Tujuan penelitian untuk mendapatkan dosis melemahkan P.falciparum NF54 pada stadium eritrositik. Pengaruh iradiasi terhadap pertumbuhan parasit dievaluasi dari persen parasitemia dan sebaran bentuk parasit. Pada penelitian digunakan sinar gamma dari Cobalt 60 dengan dosis radiasi 125 Gy, 150 Gy, dan 175 Gy dengan laju dosis 380,5 kGy/jam. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa radiasi dapat melemahkan parasit ditunjukkan dari ditemukannya bentuk parasit yang degeneratif, parasit yang tidak diradiasi parasitemianya meningkat hingga hari ke-5 (2,5%) pada parasit yang diradiasi pertumbuhannya terus menurun. Dosis 125 dan 150 Gy memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan 175 Gy dilihat dari grafik penurunan parasitemia. Pertumbuhan gametosit tidak ditemukan setelah radiasi Kata kunci: Malaria, vaksin, P. Falciparum NF54, parasitemia, iradiasi ABSTRACT RADIATION EFFECTS ON GROWTH Plasmodium falciparum NF54 ERITROSITIK STADIUM. Gamma irradiation can be used to weaken the malaria parasite for vaccine preparation. P.falciparum is the parasites that infect humans. P. falciparum strain NF54 was producing gametocytes. As a preliminary study in malaria vaccine development base material with nuclear technology, conducted on the effect of gamma irradiation dose on the growth of P.falciparum. The aim is to get a dose of weakened so that it can inhibit parasite growth. Effect of irradiation on the growth of the parasite were evaluated from the percent parasitemia and the distribution form of the parasite. In this study used doses of 125 Gy, 150 Gy, and 175 Gy with dose rate of 380.5 Gy / hour. The results show that the discovery of post-radiation degenaratif parasites, parasites that are not irradiated its parasitemia increased until day 5 (2.5%) in the irradiated parasite growth continues to decline. 125 and 150 Gy doses give better results than 175 Gy that reduced parasitemia seen from the graph. Form of is the dominant form during the days of observation Key words: Malaria, vaccine, P.falciparum NF54, parasitemia, irradiation
PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH
97
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011
pra eritrositik (vaksin anti infeksi), dengan
I. PENDAHULUAN P.falciparum parasit malaria yang paling ganas menyerang manusia. Parasit ini dapat menyumbat aliran darah ke otak, menyebabkan
mengigau,
koma,
serta
kematian [1]. Di Indonesia, malaria tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda-beda. Spesies yang terbanyak dijumpai adalah P. falciparum dan P. vivax. Pada tahun 2003 malaria sudah tersebar di
target sporozoit,
2) Vaksin eritrositik
stadium aseksual (vaksin anti penyakit), dengan target merozoit bebas atau yang berinvasi ke sel darah merah. eritrositik
stadium
penghambat
transmisi),
3) Vaksin
seksual bertujuan
(vaksin untuk
menghambat pertumbuhan atau fertilisasi stadium seksual parasit [3]. Proses patologi pada malaria adalah
6.053 desa pada 226 kabupaten di 30
akibat siklus eritrosit.
provinsi. Kondisi tersebut diperberat dengan
dimulai dengan keluarnya merozoit dari
semakin
resisten
skizon matang di hati masuk ke dalam
terhadap obat anti malaria yang selama ini
sirkulasi darah. Merozoit masuk ke dalam
digunakan
eritrosit
luasnya dan
parasit nyamuk
terhadap insektisida.
yang yang
resisten
Kemampuan parasit
parasit
Siklus eritrositik
membesar
menjadi
sel
tunggal yang disebut tropozoit, mengalami
dan
pembelahan inti dan berkembang membentuk
kemampuan vektor nyamuk untuk tahan
beberapa merozoit yang disebut proses
terhadap insektisida,
skizogoni. Setelah proses skizogoni selesai,
untuk
tahan
terhadap
obat
baru
membuat vaksin
terhadap malaria sangat dibutuhkan [2]. Plasmodium mempunyai dua siklus hidup yaitu siklus aseksual pada vertebrata yang berlangsung di sel darah dan organ lainnya dan siklus seksual yang dimulai pada vertebrata dan selanjutnya pada nyamuk Anopheles. inangnya
Di dalam tubuh nyamuk dan Plasmodium mempunyai empat
stadium perkembangan yang setiap stadium dikarakterisasikan oleh perbedaan ekspresi antigen,
misalnya
CSP
pada
stadium
sporozoit, MSP dan TRAP pada stadium eritrositik.
Berdasarkan sasaran antigen
eritrosit akan pecah melepaskan merozoit ke dalam plasma selanjutnya akan menyerang eritrosit lain dan memulai proses baru. Beratnya
penyakit
malaria
berhubungan
dengan densitas parasit, serta berhubungan dengan kemampuan parasit bermultiplikasi baik di dalam hati maupun di dalam eritrosit. Siklus eritrositik ini menimbulkan tanda dan gejala karakteristik dan tidak mereda sampai hospes tersebut mati atau mengaktifkan respon imun yang mampumembunuh atau menekan pertumbuhan parasit [4]. Melemahkan
(atenuasi)
yang sesuai dengan stadium perkembangan
patogen
parasit dan fungsinya, vaksin malaria dapat
pengembangan vaksin sejak pertama kali
dibedakan menjadi 3 jenis yaitu: 1) Vaksin
vaksin ditemukan [Louis Pasteur]. Radiasi
PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH
merupakan
mikroorganisma strategi
untuk
98
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011
gamma
dapat
menginaktifkan preparasi
digunakan mikroorganisma
vaksin,
disamping
untuk
ditumbuhkan dalam kultur pada cawan petri
untuk
yang berisi RPHS dengan hematokrit 4%.
metode
Medium pertumbuhan diperbaharui setiap
inaktifasi secara pemanasan atau kimia [5]. Iradiasi
gamma
digunakan
untuk
melemahkan parasit malaria dalam stadium darah untuk preparasi vaksin stadium darah yang
diharapkan
dapat
menghambat
pertumbuhan dan perkembangan plasmodium di dalam eritrosit dan menyebabkan reduksi parsial parasitemia. Dari penelitian terdahulu telah diperoleh hasil merupakan
dosis
150
untuk
– 175 Gy melemahkan
P.berghei stadium eritrositik [6].
Pada
penelitian ini akan digunakan Plasmodium falciparum dengan kisaran dosis radiasi 125 Gy – 175 Gy dengan laju dosis Gy/jam.
hari [7].
380,4
Tujuan penelitian adalah untuk
mendapatkan dosis yang optimal untuk melemahkan parasit P. falciparum NF54 stadium eritrositik.
Radiasi P.falciparum NF54 Kultur parasit yang parasitemianya sudah mencapai 5% dipindahkan ke tabung dan sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 7 menit untuk memisahkan parasit kemudian dibagi menjadi beberapa tabung sesuai dengan perlakuan yang diinginkan. Iradiasi dilakukan dengan menggunakan fasilitas IRPASENA di PATIR-BATAN dengan variasi dosis yaitu 0 (kontrol), 125 Gy , 150 Gy, dan 175 Gy, dengan laju dosis 380,5 Gy/jam.
Parasit yang telah diradiasi,
diinokulasikan ke dalam lempeng sumur uji yang berisi 2 ml medium lengkap dengan hematokrit 4 % dan kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 48 jam.
II. TATA KERJA
Pengamatan
Bahan uji
Pengamatan jumlah parasit dilakukan pada awal inokulasi
dengan membuat
diperoleh dari Lembaga biologi molekuler
sediaan apus darah tipis.
Apusan dibiarkan
Eijkman
mengering
Plasmodium falciparum strain NF54 Institute.
Bahan
kultur
yang
kemudian
difiksasi
dengan
digunakan antara lain, RPMI (GIBCO),
metanol.
Gentamycin dan Hepes (SIGMA), serta
larutan Giemsa dan dibiarkan selama 20
serum dan sel darah merah manusia.
menit [7].
Propagasi P.falciparum pada kultur in vitro:
menggunakan mikroskop cahaya dengan
P.falciparum
dalam
bentuk
cryo
dicairkan dan dicuci dengan NaCl dengan beberapa
konsentrasi,
kemudian
Apusan diwarnai dengan 5 % Preparat
pembesaran 1000x. hidup
dihitung
Persentase
di
diamati dengan
Jumlah parasit yang bawah
pertumbuhan
mikroskop. (parasitemia)
dihitung dengan cara menghitung jumlah
PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH
99
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011
darah yang terinfeksi parasit pada zat uji dan
hari
ke-9.
kontrol terhadap 10.000 sel darah merah.
pertumbuhan
Pada
Gambar
1
terlihat
P.falciparum yang tidak
diradiasi terus meningkat hingga hari ke-5
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
mencapai 2,5%, kemudian menurun hingga
Dari hasil pengamatan kultur parasit
hari ke-9 mencapai 1,4%.
Pertumbuhan
yang akan diuji diperiksa jumlah parasitnya
parasit yang diradiasi dengan dosis 175 Gy
sebelum dan setelah radiasi melalui apusan
parasitemia
tipis (Tabel 1). terlihat adanya penurunan
pertumbuhan parasit cenderung menurun,
jumlah parasit yang berbeda beda dari ketiga
hingga hari ke-9 pertumbuhan parasit 0,14%.
dosis. Dosis 150 Gy mengalami penurunan
Pada parasit yang diradiasi dengan dosis 150
parasitemia yang terbanyak dibandingkan
Gy pertumbuhannya menurun tajam dari hari
dengan kedua dosis yang lain. Pada kultur
ke-2 mencapai 0.11% hampir tidak terjadi
parasit paska radiasi terlihat ditemukannya
kenaikan pertumbuhan parasit hingga hari
parasit
ke-9.
bentuk
degeneratif
yaitu
mulai
sedikit
fluktuasi
tetapi
Demikian juga pertumbuhan parasit
mengecilnya sitoplasma dengan inti yang
yang diradiasi dengan dosis 125 Gy menurun
terpulas lebih gelap atau gambaran inti yang
tajam dari hari ke-2 hingga mencapai 0,19%
piknotik pada apusan tipis
dan hampir tidak terjadi kenaikan hingga hari
Setelah dilakukan iradiasi dengan
terakhir pengamatan.
beberapa variasi dosis (125, 150, 175 Gy) dengan laju dosis 380,5 Gy/jam dilakukan pengkulturan
kembali
untuk
melihat
pertumbuhan parasit setelah iradiasi hingga Tabel 1. Jumlah parasit sebelum dan setelah radiasi Dosis radiasi (Gy) Kontrol
% parasitemia Sebelum iradiasi 0,75
% parasitemia Setelah iradiasi 0,75
Penurunan Parasit (%) -
125
0,93
0,74
0,19
150
1,4
0,8
0,6
175
1,15
0,88
0,27
PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH
100
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011
Dari Tabel 1 dan Gambar 1 terlihat
selalu muncul dalam darah kultur sepanjang
adanya pengaruh radiasi terhadap parasit.
pengamatan sedangkan skizon sedikit yaitu di
Radiasi memberikan efek yang bersifat spesifik
bawah 0,1% kecuali pada hari ke-5 yang
yaitu, dapat melemahkan dan mematikan sel
mencapai 0,24%.
sehingga pertumbuhannya akan terhenti atau
yang dominan dengan angka pertumbuhan
terhambat. Grafik pertumbuhan parasit yang
yang tertinggi 1,37% pada hari ke-5, bentuk
disajikan pada Gambar 1 menunjukkan bahwa
tropozoit angka pertumbuhan tertinggi sekitar
dosis radiasi 150 Gy memberikan hasil yang
1,18% pada hari ke-6 (Gambar 2). Pada
optimum dibandingkan 125 Gy dan 175 Gy.
sebaran morfologi parasit yang diradiasi
Cincin merupakan bentuk
dengan dosis 125 Gy menunjukkan bentuk atau morfologi
cincin
tetap
merupakan
yang
dominan sepanjang pengamatan (Gambar 3). Pada
awal
merupakan
pengkulturan bentuk
bentuk
cincin
dominan
dengan
parasitemia 0,23%, angka parasitemia tropozoit 0,2%
Gambar 1. Pengaruh radiasi terhadap pertumbuhan semua bentuk P.falciparum stadium eritrositik Pada
pengamatan
sebaran
bentuk
morfologi P.falciparum yang tidak diradiasi dan yang diradiasi
menunjukkan bahwa
bentuk atau morfologi cincin (ring) dan
sedangkan skizon 0,07%.
berikutnya
pertumbuhan
cenderung
menurun
Di hari
bentuk
hingga
cincin
hari
ke-8
pertumbuhannya mencapai 0,09%. Pada hari ke-8 bentuk tropozoit pertumbuhannya sekitar 0,01% bahkan bentuk skizon pada hari ke-2 pertumbuhannya 0. Dengan demikian bentuk cincin
merupakan bentuk
yang
dominan
sepanjang hari pengamatan.
tropozoit dari parasit merupakan bentuk yang
PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH
101
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011
1,6
P a r a s i t e m i a (%)
1,4 1,2 1 0,8
Cincin
0,6
Tropozoit
0,4
Skizon
0,2 0 1
2
3
4
5 6 Hari
7
8
9
Gambar 2. Sebaran morfologi P.falciparum yang tidak diradiasi (kontrol)
P a r a s i t e m i a (%)
0,25 0,2 0,15
Cincin Tropozoit
0,1
Skizon 0,05 0 1
2
3
4
5 Hari
6
7
8
9
Gambar 3. Sebaran morfologi P.falciparum yang diradiasi dengan dosis 125 Gy
Pada P.falciparum
yang diradiasi
berikutnya bentuk tropozoit turun menjadi
dengan 150 Gy (Gambar 4), bentuk tropozoit
0,05%, bentuk cincin 0,1%, dan skizon 0%.
merupakan bentuk yang dominan pada awal
Sepanjang
pengkulturan yaitu sekitar 0,33 %, bentuk
merupakan bentuk yang dominan.
cincin 0,23% dan skizon 0,076%.
pengamatan
bentuk
cincin
Hari
PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH
102
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011
P a r a s i t e m i a (%)
0,35 0,3 0,25 0,2
Cincin
0,15
Tropozoit
0,1
Skizon
0,05 0 1
2
3
4
5 6 Hari
7
8
9
Gambar 4. Sebaran morfologi P.falciparum yang diradiasi dengan dosis 150 Gy
P a r a s i t e m i a (%)
0,6 0,5 0,4 Cincin
0,3
Tropozoit
0,2
Skizon
0,1 0 1
2
3
4
5 Hari
6
7
8
9
Gambar 5. Sebaran morfologi P.falciparum yang diradiasi dengan dosis 175 Gy Pada P.falciparum yang diradiasi dengan
inangnya. Dalam satu siklus di dalam darah
dosis 175 Gy [Gambar 6], bentuk tropozoit
parasit mengalami 3 perkembangan yaitu
merupakan bentuk yang dominan (0,53%),
merozoit
bentuk cincin sekitar 0,33%, bentuk skizon
Keseluruhan siklus aseksual eritrosit disebut
0,12%.
periodesitas skizogoni yang lamanya berbeda
masih
Hingga hari ke-2 bentuk tropozoit tetap
yang
dominan,
tetapi
(cincin),
tropozoit
dan
skizon.
hari
beda pada masing spesies yaitu 48 jam untuk
berikutnya bentuk cincin merupakan bentuk
P.vivax, P.ovale, P.falciparum dan 72 jam
yang dominan.
untuk P.malariae.
Plasmodium sp merupakan protozoa obligat
intraseluler
(hemaprotozoa)
Setelah masuk ke dalam
eritrosit merozoit bentuknya membulat seperti
yaitu
cincin tumbuh membesar, setelah 26 jam
parasit yang hidup dalam sel darah merah
vakuola menghilang dan parasit berbentuk sel
PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH
103
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011
tunggal dinamakan tropozoit.
Tropozoit
panjang gelombang pendek.
Dosis iradiasi
bentuk iregular dengan sitoplasma berbentuk
yang optimum akan menghancurkan DNA,
ameboid dan adanya titik schufner yang
sehingga
merupakan ciri khasnya. Selanjutnya nukleus
mampu melakukan replikasi [10].
tropozoit membelah sampai 3-5 kali menjadi titik
kecil,
disusul
dengan
membuat
mikroorganisme
tidak
Replikasi DNA selama stadium aseksual
pembelahan
terjadi selama pematangan skizon yang diikuti
sitoplasma, maka terbentuklah skizon (Proses
dengan pembelahan mitotik. Skizon terbagi
skizogoni).
Setelah pembelahan inti dan
secara asinkron saat pembelahan nukleus,
perbanyakan organella dan diikuti dengan
dengan membran nukleus bertindak sebagai
pembelahan sitoplasma maka terbentuklah
dinding untuk setiap nucleus menjamin mereka
merozoit.
akan terpisah satu sama lain dalam sel
Setelah pembentukan merozoit
selesai, eritrosit akan ruptur dan melepaskan merozoit keluar [8]. perkembangan dibutuhkan tropozoit
memerlukan waktu yang
berbeda
perkembangan
Untuk setiap tahap beda.
merozoit
menjadi
membutuhkan
Perkembangan
Proses
waktu
tropozoit
bentuk 26
hingga
jam.
berubah
menjadi skizon membutuhkan waktu 18 jam. Sedangkan
proses
perkembangan
skizon
hingga melepaskan merozoit 14 jam [9]. Dengan
demikian
proses
skizogoni
membutuhkan waktu yang paling singkat sehingga dalam merupakan
pengamatan bentuk skizon
bentuk
yang
paling
sedikit
ditemukan. Radiasi pengion memiliki ciri khusus karena kemampuannya untuk penetrasi sel dan jaringan sehingga memberikan energi pada sel dalam
bentuk
ionisasi.
Target
utama
penyinaran adalah materi genetik atau DNA. Dalam pembuatan bahan vaksin, jenis radiasi yang biasanya digunakan adalah sinar gamma yang memiliki sifat daya tembus tinggi dan
multinucleate [11]. Efek
radiasi
menunjukkan radioresisten
adanya dan
biphasic
bersifat komponen
yang
radiosensitif.
Sebuah
campuran tropozoit dan skizon
pengaruh
radiasi lebih besar dibandingkan bentuk cincin, menunjukkan bahwa stadium eritrositik adalah lebih rentan selama fase G2 dan fase pembelahan terhadap radiasi [12].
Hal ini
terlihat dari sebaran morfologi tropozoit dan skizon lebih rendah dibandingkan bentuk cincin.
Secara keseluruhan radiasi akan
mempengaruhi pertumbuhan semua bentuk parasit hal ini terlihat dari makin menurunnya pertumbuhan semua bentuk parasit walapun ada sedikit terjadi fluktuasi.
Berbeda dengan
pertumbuhan parasit pada kultur yang tidak diradiasi
yang
mengalami
kenaikan
pertumbuhan hingga hari ke-5.
Terjadinya
penurunan pertumbuhan parasit setelah hari ke5 karena tempat yang dgunakan yaitu sumur uji dengan kapasitas medium 2 ml tidak cukup memadai sebagai tempat pertumbuhan parasit.
PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH
104
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011
Tabel 2. Pertumbuhan bentuk gametosit pada kultur yang tidak diradiasi dengan yang diradiasi Hari ke-
% Parasitemia Kontrol (0 Gy)
% Parasitemia 125 GY
% Parasitemia 150 Gy
% Parasitemia 175 Gy
0 1 2 3 4 5 6 7 8
1,014 0 0 0 0,004 0,002 0,004 0,005 0,002
0 0 0 0 0,002 0 0 0 0
0,004 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0,004 0,006 0 0 0 0 0 0
P.falciparum
strain NF54 merupakan
strain yang memproduksi gametosit [13]. Gametosit merupakan bentuk stadium
eritrositik.
sporozoit
Gametosit
akan
Nyamuk yang mengandung di
dalam
ke manusia.
seksual pada
berkembang menjadi sporozoit di dalam tubuh nyamuk.
sehingga tidak terjadi penularan dari nyamuk
kelenjar
ludahnya
IV. KESIMPULAN Dari
hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa setelah radiasi terjadi penurunan jumlah parasit
dan
ditemukan
parasit
bentuk
merupakan vektor yang akan menularkan
degeneratif.
malaria. Pada kultur yang tidak diradiasi
pertumbuhannya terus menurun hingga di
bentuk gametosit masih ditemukan dalam
bawah 0,2 %.
kultur walaupun jumlahnya menurun.
semua bentuk parasit serta pertumbuhan bentuk
Pada
Parasit
yang
diradiasi
Dilihat dari pertumbuhan
kultur yang diradiasi mulai dari hari ke-5
gametosit
maka dosis radiasi 150 Gy
hingga
merupakan
dosis
hari
terakhir
pengamatan
ditemukan gametosit dalam kultur. menunjukkan
radiasi
dapat
tidak Hal ini
yang
optimal
melemahkan P.falciparum NF54.
untuk Sebaran
menghambat
bentuk morfologi yang dominan pada parasit
pertumbuhan gametosit yang nantinya akan
yang diradiasi maupun yang tidak diradiasi
mencegah terbentuknya sporozoit di nyamuk
sepanjang pengamatan adalah bentuk cincin.
PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH
105
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011
DAFTAR PUSTAKA 1. COX F. , History of Human Parasitology, Clin. Microbiol. Rev. 15 (4), 2002, 595612. 2. JAKARTA POST, Malaria cases in Indonesia increases to about 3M in 2007: Health Oficial Says, January 21, 2008. 3. WORLD HEALTH ORGANIZATION, Initiative for Vaccine Research, State the art of vaccine research and development, (2005), http:/www.who.int/vaccinesdocuments 4. GILES HM, The malaria parasites, in Giles HM, Warrel DA (Eds), Bruce Chwatt, essential malariaology, 3th. Ed., Edward Arnold, London, 1993, 12-27 5. BIELLO, D., Irradiated pathogens used to create potent vaccine, Science News, July 26, 2006. 6. DARLINA dan TETRIANA, D., Daya infeksi Plasmodium berghei stadium eritrositik yang diiradiasi sinar gamma, Prosiding Pertemuan Ilmiah PTKMR Jakarta, 2007. 7. LJUNGSTROM I., PERLAMAN,H.,. SCHILCHTHERLE, M., SHERE, A., and WAHLGREEN, M., Methods In Malaria Research, MR4/ATCC, Manassas Virginia, 2004. 8. HARINASUTA T. & BUNNAY D: The Clinical Features of Malaria, In: Wernsdorfer WH. & Mc.Gregor SI (eds.) Malaria Principles and Practice of Malariology, Churchills Livingstone, London, Vol.1, 1988, 709-734.
Technology Inc., Salt Lake City, UT, 2002. 11. FATIMA de M., FERREIRA-DA-CRUZ, ANTONIO TEVA., In activation of Plasmodium falciparum parasites using girradiation, Mem.Inst., Oswaldo Cruz vol 92 no.1 Rio de Janeiro, 1997. 12. TRIGG P.I., R.S. PHILLIPS and W.E. GUTTERIDGE, The effects of gamma radiation on Plasmodium knowlesi, International journal for parasitology vol.2 issue 1 March 1972, 131-138 13. MILLER P., ATKINSON CT, AIKAWA M., HOLLINGDALE MR., COLLINS WE., Strain specificity in the liver-stage development of P.falciparum NF54 in primary cultures of new worl monkey hepatocytes. Am j Trop Med Hyg 45(2); 236-242, 1991.
TANYA JAWAB 1. Penanya : Zubaidah Alatas Pertanyaan : Apa hubungan antara hasil yang diperoleh dari penelitian ini dengan bahan vaksin malaria tropika? Jawaban: Penelitian ini merupakan penelitian awal untuk menentukan dosis optimal yang dapat melemahkan P. falciparum, sehingga dapat digunakan sebagai dosis rujukan untuk melemahkan Plasmodium dari spesies yang lain.
9. SILANUT et. al. The Devlopment stages of Plasmodium falciparum post infection, American Journal of Pathology, 155:395410, 1999, 10. BENNETH, C., THATCHER, S., TOLMAN-HULSBERG, J., POWERS, M., MILWARDM H., NIELSEN, D., and TENG, D.H.F., Comparison of gammairradiated and triazol-treated RNA viruses using the joint biological agent identification and diagnostic, Idaho
PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH
106