PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG DAUN SEMBUNG (Blumea balsamifera) DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM BROILER
SKRIPSI HEKSA OKTIANI PUTRI SUMARSONO
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN HEKSA OKTIANI PUTRI SUMARSONO. D24104029. Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Sembung (Blumea balsamifera) dalam Ransum terhadap Performa Ayam Broiler. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Sumiati, MSc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS. Ayam broiler memiliki potensi yang besar dalam memberikan sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi protein hewani. Kelemahan ayam broiler yaitu mudah mengalami stres akibat panas dan mudah terserang penyakit akibat virus, bakteri, kapang dan lain-lain. Kondisi tersebut menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, kelainan metabolisme serta penurunan produksi dan kualitas ayam broiler. Peternak mengatasi permasalahan tersebut dengan memberikan obat-obatan sintetik seperti antibiotik. Akan tetapi penggunaan antibiotik dapat menimbulkan residu pada produk ayam broiler yang dikonsumsi manusia. Untuk mengatasi masalah ini, perlu dicari antibiotik alami seperti herbal medicine. Salah satu herbal medicine yang cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai antibiotik alami adalah daun sembung (Blumea balsamifera). Daun sembung mengandung tanin dan saponin yang diduga sebagai senyawa antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung daun sembung dalam ransum terhadap performa ayam broiler. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai April 2007 di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas (Kandang C), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 150 ekor DOC (Day Old Chick) ayam broiler strain Ross yang dipelihara selama lima minggu. Ransum yang digunakan dibuat dari campuran jagung kuning, dedak padi, pollard, corn gluten meal (CGM), tepung ikan, meat bone meal (MBM), bungkil kedelai, minyak kelapa, premix, Dl-methionin, L-Lisin, CaCO3, dicalsium phosphat (DCP) dan tepung daun sembung. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan, setiap ulangan menggunakan 10 ekor ayam. Perlakuan pada penelitian ini adalah: R0 (ransum tanpa daun sembung dan tanpa vitachick), R1 (ransum R0 + vitachick yang mengandung antibiotik bacitracin Methylene Disalisilat/MD dalam air minum), R2 (ransum mengandung tepung daun sembung 2%), R3 (ransum mengandung tepung daun sembung 4%, R4 (ransum mengandung tepung daun sembung 6%). Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tepung daun sembung (Blumea balsamifera) dalam ransum ayam broiler tidak berpengaruh terhadap performa ayam broiler. Penggunaan tepung daun sembung (Blumea balsamifera) pada taraf 2% efektif dibandingkan taraf 4 dan 6%, sehingga dapat dijadikan sebagai pengganti antibiotik bacitracin MD yang dicerminkan dengan tingkat kematian rendah. Kata-kata kunci : ayam broiler, daun sembung, performa
ABSTRACT The Effect of Blumea balsamifera Powder in the Diets on Broilers Performances Sumarsono, H.O.P., Sumiati, and D. A. Astuti This research was conducted to evaluate the effect of Blumea balsamifera powder in the diets on broilers performances . This experiment used 150 day old chicks (DOC) of Ross strain which were kept in litter system for five weeks. The experiment used Completely Randomized Design with five treatments and three replications and each consisted of 10 broilers. The parameters observed were feed consumption, body weight gain, final body weight, feed conversion and mortality. The diet treatments were : R0 (diet without Blumea balsamifera powder and vitachik), R1 (R0 + bacitracin MD in vitachick dissolved in drinking water), R2 (diet contained Blumea balsamifera powder 2%), R3 (diet contained Blumea balsamifera powder 4%), R4 (diet contained Blumea balsamifera powder 6%). The data obtained were analysed with analysis of variance (ANOVA). The results showed that Blumea balsamifera did not affect the feed consumption, body weight gain, final body weight and feed conversion. The results of this research indicated that 2% of Blumea balsamifera powder in the broilers replace bacitracin MD antibiotic. Blumea balsamifera powder at those levels improved the broilers performances and had low mortality. Keywords: Broilers, Blumea balsamifera Powder, Performances
PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG DAUN SEMBUNG (Blumea balsamifera) DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM BROILER
HEKSA OKTIANI PUTRI SUMARSONO D24104029
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG DAUN SEMBUNG (Blumea balsamifera) DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM BROILER
Oleh HEKSA OKTIANI PUTRI SUMARSONO D24104029
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 5 Maret 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Sumiati, MSc. NIP. 131 624 182
Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS. NIP. 131 474 289
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr. NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Oktober 1985 di Bandung Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Bambang Sumarsono (Alm) dan Ibu Yani Yuniarti. Pendidikan Taman Kanak-kanak diselesaikan pada tahun 1992 di TK Islam Al-Hidayah Lembang, pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN 2 Lembang, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 12 Bandung dan pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN 14 Bandung. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004. Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak (Himasiter) tahun 2005, anggota Lingkung Seni Sunda (Lises) Gentra Kaheman tahun 2005, anggota Divisi Informasi dan Komunikasi Paguyuban Mahasiswa Bandung (Pamaung) tahun 2005, ketua Divisi Keuangan dan Kewirausahaan Pamaung tahun 2006, pengurus Departemen Pengelolaan Sumber Daya Manusia (PSDM) Lises Gentra Kaheman (2006), anggota Biro Kreativitas Ilmiah Himasiter tahun 2007, ikut membantu dalam proyek kerja sama bidang Sapi Perah antara Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB (LPPM IPB) dengan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (DitJen PPHP), Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Sapi Perah Cikole (BPPT-SP) Lembang-Bandung dan kerap mengikuti beberapa kepanitiaan dalam acara yang diselenggarakan di lingkungan kampus IPB.
KATA PENGANTAR Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan manusia akan protein hewani maka industri perunggasan khususnya ayam broiler juga akan meningkat. Usaha di bidang peternakan ayam broiler akan semakin kompetitif meskipun harus dihadapkan dengan kasus penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Kejadian penyakit tersebut diperkirakan banyak dipengaruhi oleh kondisi iklim, praktek manajemen beternak dan nutrisi pakan. Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit yang diakibatkan bakteri diatasi peternak dengan memberikan obat-obatan seperti antibiotik. Antibiotik ini juga digunakan sebagai growth promotor yang berfungsi sebagai usaha untuk meningkatkan performa ayam broiler. Akan tetapi penggunaan antibiotik dapat menimbulkan residu pada produk ayam broiler dan resistensi terhadap mikroba. Berkenaan dengan hal tersebut sangat perlu dilakukan suatu penelitian mengenai alternatif pengganti antibiotik yang tidak menimbulkan residu pada produk ayam broiler. Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran umum mengenai pentingnya pencarian alternatif pengganti antibiotik untuk ayam broiler. Skripsi ini berisi penelitian tentang herbal medicine berupa daun yang di dalamnya terdapat zat kimia yang berperan dalam meningkatkan kekebalan tubuh ternak. Herbal medicine yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sembung (Blumea balsamifera) yang dicampurkan ke dalam ransum ayam broiler. Demikian pengantar ini penulis sampaikan, mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Maret 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ............................................................................................
ii
ABSTRACT...............................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ...............................................................................
vii
DAFTAR ISI..... ........................................................................................
viii
DAFTAR TABEL......................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................
xii
PENDAHULUAN .....................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................ Perumusan Masalah ........................................................................ Tujuan .... ........................................................................................ Manfaat .. ........................................................................................
1 2 3 3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
4
Sembung (Blumea balsamifera L. DC) .......................................... Sifat Fisik Sembung............................................................. Sifat Kimia Sembung........................................................... Tanin ........................................................................... Saponin ....................................................................... Khasiat Sembung ................................................................. Antibiotik Bacitracin ..................................................................... Ayam Broiler ................................................................................. Pertumbuhan Ayam Broiler ........................................................... Konsumsi Ransum ......................................................................... Konversi Ransum........................................................................... Mortalitas .......................................................................................
4 4 5 5 5 5 6 7 8 9 10 11
METODE...................................................................................................
13
Lokasi dan Waktu .......................................................................... Materi............................................................................................. Ternak, Kandang dan Peralatan ........................................... Ransum dan Air Minum....................................................... Antibiotik ............................................................................. Formulasi Ransum Ayam Broiler ........................................ Vaksinasi.............................................................................. Daun Sembung..................................................................... Metode ........................................................................................... Perlakuan.............................................................................. Rancangan Percobaan ..........................................................
13 13 13 13 14 14 17 17 17 17 17
Peubah yang Diamati............................................................. Analisis Data........................................................................ Tahapan Penelitian......................................................................... Analisis Daun Sembung....................................................... Pembuatan Tepung Daun Sembung..................................... Pemberian Tepung Daun Sembung ..................................... Prosedur Pemeliharaan Ayam..............................................
18 18 18 18 19 20 20
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
23
Ransum Penelitian ........................................................................ Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Ayam Broiler................. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum ............... Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Badan Akhir .............. Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan... Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum................. Pengaruh Perlakuan terhadap Mortalitas .............................
23 23 25 27 30 31 32
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
34
Kesimpulan .................................................................................... Saran ..............................................................................................
34 34
UCAPAN TERIMA KASIH .....................................................................
35
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
36
LAMPIRAN...............................................................................................
40
DAFTAR TABEL Nomor 1. Rata-rata Suhu Lingkungan yang Direkomendasikan untuk Pertumbuhan Optimum pada Berbagai Umur Ayam Broiler .....
Halaman 8
2. Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan, Konsumsi Pakan dan Konversi Pakan Ayam Broiler Strain Ross selama Lima Minggu..........................................................................................
10
3. Komposisi Kimia dalam Vitachick...............................................
14
4. Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ayam Broiler Periode Starter (0-3 Minggu) Berdasarkan Perhitungan ...........................
15
5. Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ayam Broiler Periode Grower-Finisher (4-5 Minggu) Berdasarkan Perhitungan ...........
16
6. Komposisi Kimia Tepung Daun Sembung ...................................
19
7. Rata-rata Suhu Kandang Penelitian Setiap Minggu Berdasarkan Pengukuran ...................................................................................
21
8. Rataan Konsumsi Ransum, Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Ransum Periode Starter (0-3 Minggu)........
23
9. Rataan Konsumsi Ransum, Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Ransum Periode Grower-Finisher (4-5 Minggu).................................................................................
24
10. Rataan Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Ransum selama Lima Minggu Pemeliharaan (Kumulatif) ...................................................................................
24
11. Tingkat Mortalitas selama Lima Minggu Pemeliharaan...........
32
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Tanaman Sembung (Blumea balsamifera) ..................................
4
2. Struktur Bacitracin.......................................................................
7
3. Kurva Pertumbuhan Ayam Broiler ..............................................
9
4. Proses Pembuatan Tepung Daun Sembung .................................
19
5. Kandang Penelitian ......................................................................
20
6. Grafik Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan................................................................................
26
7. Rataan Bobot Badan Ayam Akhir Periode Starter......................
28
8. Rataan Bobot Badan Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan................................................................................
29
9. Grafik Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan ..................................................................
31
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler Periode Starter............
41
2. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Broiler Periode Starter ...........................................................................................
41
3. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler Periode GrowerFinisher.........................................................................................
41
4. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Broiler Periode GrowerFinisher.........................................................................................
42
5. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan.................................................................................
42
6. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan ...................................................................
42
7. Rataan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter.....................
42
8. Analisis Ragam Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter.......
43
9. Rataan Bobot Badan Akhir Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan ...................................................................
43
10. Analisis Ragam Bobot Badan Akhir Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan ...................................................................
43
11. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter ...........................................................................................
43
12. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter ...........................................................................................
44
13. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode GrowerFinisher.........................................................................................
44
14. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Grower-Finisher ...........................................................................
44
15. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan ...................................................................
44
16. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan..........................................................
45
17. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler Periode Starter .............
45
18. Analisis Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler Periode Starter ...........................................................................................
45
19. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler Periode GrowerFinisher.........................................................................................
45
20. Analisis Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler Periode Grower Finisher........................................................................................
46
21. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan................................................................................
46
22. Analisis Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan ..................................................................
46
23. Konsumsi Saponin Periode Starter, Grower-Finisher dan selama Lima Minggu Pemeliharaan (Kumulatif) ....................................
46
24. Konsumsi Tanin Periode Starter, Grower-Finisher dan selama Lima Minggu Pemeliharaan (Kumulatif) ....................................
47
25. Komposisi Premix setiap 1 kg (PT. Mensana Aneka Satwa) ......
47
26. Rataan Konsumsi Air Minum, Vita Chick dan Bacitracin MD pada Perlakuan Kontrol Positif (R1) selama Empat Minggu Pemeliharaan per Ekor.................................................................
48
PENDAHULUAN Latar Belakang Permintaan terhadap protein hewani terus meningkat yang disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk yang pesat, peningkatan pendapatan masyarakat dan perkembangan pengetahuan masyarakat tentang gizi. Tingkat konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia pada tahun 2007 sekitar 4,93 g/kapita/hari (Syamsu, 2007). Penduduk Indonesia sampai saat ini mencapai 230 juta jiwa, hampir 56% memilih produk unggas guna memenuhi asupan gizi tubuh (Trobos, 2007). Standar minimal konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia sebesar 6 g/kapita/hari (Suharyanto, 2008). Menurut Wibowo (2007), untuk mencapai target nasional konsumsi protein hewani sebesar 6 g/kapita/hari diperlukan peningkatan populasi ternak dari ayam broiler sebesar 9,9%. Ayam broiler memiliki potensi yang besar dalam
memberikan
sumbangan
terhadap
pemenuhan
kebutuhan
protein
hewani. Tingkat konsumsi ayam broiler di Indonesia semakin meningkat yaitu 2,2 g/kapita/hari (2004); 2,3 g/kapita/hari (2005); 2,4 g/kapita/hari (2006) dan 2,6 g/kapita/hari (2007), sedangkan produksi DOC tahun 2007 pada kondisi equilibrium mencapai 19 juta ekor/minggu (GPPU dalam Trobos, 2007). Kondisi terhadap permintaan ayam broiler untuk dikonsumsi masyarakat tersebut harus dipenuhi oleh para peternak. Indonesia beriklim tropis yang memiliki temperatur dan kelembaban tinggi. Apabila dilihat dari wilayah kelembaban ekuator, Indonesia memiliki kelembaban dengan minimum rata-rata 60% (BPPMD Jawa Barat, 2007). Kondisi ini merupakan tempat yang cocok untuk perkembangbiakan mikroorganisme patogen berupa virus, bakteri dan mikroorganisme lainnya yang mampu menurunkan daya tahan tubuh ayam, sehingga mengakibatkan penurunan produksi dan meningkatkan mortalitas. Sementara itu, kebutuhan daging ayam di Indonesia semakin meningkat sehingga harus mempertahankan bahkan meningkatkan populasi ayam broiler dengan meningkatkan manajemen pemeliharaan dan pengawasan kesehatan ternak. Ayam broiler memiliki banyak kelebihan yaitu pertumbuhannya cepat dan efisien dalam mengubah makanan menjadi daging. Namun, ayam broiler juga memiliki kelemahan yaitu mudah mengalami stres akibat panas dan mudah terserang penyakit akibat virus, bakteri, kapang dan lain-lain. Peternak mengatasi
permasalahan tersebut dengan cara memberikan obat-obatan sintetik seperti antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak mematuhi aturan pemakaian dapat menimbulkan resistensi mikroba dan residu pada produk ternak, sehingga mengganggu kesehatan manusia. Resistensi mikroba dapat ditransfer dari ternak ke tubuh manusia, melalui kontak langsung manusia dengan ternak maupun secara tidak langsung melalui konsumsi produk hewani. Penggunaan herbal medicine merupakan salah satu solusi sebagai pengganti antibiotik agar tetap menghasilkan produktivitas ayam broiler yang optimal. Tanaman sembung merupakan salah satu jenis tanaman obat yang belum dimanfaatkan secara optimal. Bagian tanaman sembung yang dimanfaatkan sebagai obat berupa
daun,
baik dalam bentuk kering maupun segar. Daun sembung
memiliki khasiat sebagai antiradang, memperlancar peredaran darah, mematikan pertumbuhan bakteri (bakterisidal) dan menghangatkan badan. Hal ini dikarenakan daun sembung mengandung zat aktif diantaranya tanin dan saponin. Saat ini sudah banyak penelitian tentang obat tradisional yang berasal dari tanaman (herbal medicine) sebagai pengganti antibiotik sintesis seperti kunyit, temulawak, temu putih, bawang putih dan lengkuas. Akan tetapi penelitian herbal medicine berupa dedaunan masih sangat sedikit dan yang sudah diteliti saat ini adalah daun beluntas dan daun salam. Pemberian daun beluntas pada taraf 2% menghasilkan penampilan produksi ayam broiler paling baik (Solikhah, 2006). Daun salam pada taraf 3% dapat meningkatkan konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan, menekan tingkat mortalitas serta menghambat koloni bakteri E. Coli (Luvianti, 2006). Berdasarkan kenyataan tersebut, maka perlu dilakukan suatu penelitian penggunaan daun sembung dalam ransum sebagai pengganti antibiotik sintetik untuk meningkatkan performa ayam broiler. Perumusan Masalah Pengamatan di lapangan terhadap pemeliharaan ayam broiler dihadapkan pada kejadian penyakit yang sangat erat hubungannya dengan berbagai faktor manajemen diantaranya kondisi iklim dan kualitas pakan yang bervariasi. Permasalahan penyakit tersebut diatasi peternak dengan memberikan obat-obatan sintetik seperti antibiotik. Namun, penggunaan obat-obatan sintetik ini mengandung efek samping yang dapat membahayakan kesehatan manusia karena
meninggalkan residu pada produk akhir (daging) sehingga hal ini perlu dicari suatu alternatif berupa antibiotik alami. Akhir-akhir ini, tanaman herbal sering digunakan untuk menunjang produktivitas ternak unggas. Tanaman herbal memiliki kemampuan yang cukup baik untuk meningkatkan kekebalan tubuh ternak dan tidak menimbulkan residu bagi tubuh ternak maupun manusia jika dikonsumsi cukup banyak. Daun sembung (Blumea balsamifera) merupakan salah satu jenis tanaman herbal yang bisa digunakan sebagai antibiotik alami dalam ransum broiler karena mengandung senyawa saponin dan tanin yang diduga sebagai growth promotor bagi ayam broiler. Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung daun sembung dengan level berbeda terhadap performa ayam broiler yang meliputi konsumsi ransum, bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan mortalitas. Manfaat Manfaat dari penelitian ini yaitu daun sembung diharapkan dapat menggantikan antibiotik sintetik sebagai growth promotor untuk meningkatkan performa ayam broiler.
TINJAUAN PUSTAKA Sembung (Blumea balsamifera L. DC) Menurut Sulaksana dan Darmono (2005) daun sembung diklasifikasikan sebagai Kingdom Plantae, Subkingdom Tracheobionta, Superdivisi Spermatophyta Divisi Magnoliophyta, Kelas Magnoliopsida, Subkelas Asteridae, Ordo Asterales, Famili Asteraceae, Genus Blumea dan Spesies Blumea balsamifera. Tanaman sembung (Blumea balsamifera) dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tanaman Sembung (Blumea balsamifera) (Foto Penelitian, 2007) Sifat Fisik Sembung Sembung
(Blumea
(Dalimartha, 2005).
balsamifera)
merupakan
tumbuhan
asal
Nepal
Sembung termasuk tanaman perdu yang tumbuh tegak,
tingginya dapat mencapai 4 meter, batangnya berkayu lunak dan berambut halus. Daunnya tunggal, bentuk daun bulat telur sampai lonjong, bagian pangkal dan ujung lancip, pinggir daun bergerigi, permukaan daun bagian atas berambut agak kasar dan kaku serta bagian bawah berbulu halus seperti beludru (Mulyani dan Gunawan, 2002). Daunnya mengeluarkan aroma seperti kamper apabila diremas. Tanaman ini tumbuh di daerah berketinggian hingga 2200 m di atas permukaan laut. Perbanyakannya dapat dilakukan dengan biji atau pemisahan tunas yang keluar dari akar (Mursito, 2002). Tumbuhan ini dapat tumbuh baik di tempat terbuka maupun di tempat yang agak terlindungi, sering tumbuh di tepi-tepi sungai, tanah ladang, pekarangan, baik di lahan berpasir maupun tanah yang agak basah (Mulyani dan Gunawan, 2002). Daun sembung dalam skala besar diambil dari kebun sebanyak 4
kali setahun. Produksi daun sembung segar di Vietnam adalah 50 ton/ha. Sembung di Indonesia belum dibudidayakan, namun penggunaan bahan baku untuk obat di Indonesia pada tahun 1998 mencapai 23.812,55 kg (Susiarti, 2000). Sifat Kimia Sembung Sembung memiliki kandungan zat aktif yaitu minyak atsiri 0,5% (sineol, borneol, landerol, dan kamper), flavanol, tanin, damar dan ksantoksilin (Mursito, 2002). Menurut Ragasa (2005), daun sembung memiliki kandungan zat aktif yaitu minyak atsiri 0,5% (sineol, borneol, landerol, limonene, beta-eudesmol, betacamphene, myrcene dan kamper), flavonoid, tanin, damar, saponin dan ksantoksilin. Tanin. Tanin secara umum merupakan senyawa polifenol yang alami, bersifat dapat berikatan dengan protein atau polimer lainnya seperti selulosa, hemiselulosa dan pektin untuk membentuk suatu senyawa komplek yang stabil (Tangendjaja et al., 1992). Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen (Robinson, 1995). Cannas (2001) melaporkan bahwa tanin memiliki kemampuan untuk membentuk komplek dengan beberapa molekul meliputi karbohidrat, protein, mineral dan enzim pencernaan. Menurut Fahey dan Jung (1989), tanin memiliki kemampuan untuk membentuk komplek dengan protein dan enzim pencernaan sehingga mengganggu proses pencernaan pakan yang berakibat pada terhambatnya pertumbuhan ternak. Saponin.
Robinson (1995) mengemukakan bahwa saponin merupakan senyawa
yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air. Saponin termasuk salah satu senyawa sterolin atau glikosida sterol berdasarkan ketidaklarutannya dalam air dan tidak beracun terhadap hewan. Menurut Widowati (2007), saponin adalah senyawa surfaktan serta bersifat imunostimulator dan antikarsinogenik. Menurut Tarmudji (2004), saponin dapat meningkatkan penyerapan gizi dalam usus karena dalam konsentrasi rendah dapat meningkatkan permeabilitas sel-sel mukosa usus. Senyawa saponin dalam dosis yang cukup tinggi dapat menekan dan menurunkan sistem kekebalan (Cheeke, 2001), sehingga terjadi perlambatan pertumbuhan. Khasiat Sembung Sembung dikenal memiliki banyak kegunaan terutama sebagai tumbuhan obat tradisional. Bagian tanaman yang digunakan adalah bagian daun. Daun
sembung memiliki khasiat sebagai antiradang, memperlancar peredaran darah, mematikan pertumbuhan bakteri (bakterisidal) dan menghangatkan badan (Mursito, 2002). Efek farmakologi yang telah diketahui adalah bersifat sebagai analgenik (mengurangi rasa sakit) (Mulyani dan Gunawan, 2002). Zainuddin (2006) mengatakan bahwa senyawa aktif yang terkandung di dalam tanaman obat seperti saponin dan tanin bersifat antiviral, antibakteri serta immunomodulator sehingga dapat meningkatkan nafsu makan ternak, ternak menjadi lebih sehat, pertumbuhan optimal dan tidak menimbulkan bau ammonia yang menyengat dalam kandang. Antibiotik Bacitracin Antibiotik adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh sel tumbuhan maupun oleh mikroorganisme yang mempunyai sifat bakteriostatik atau bakteriosidal. Penggunaan antibiotik sebagai pemacu tumbuh melalui pakan dapat meningkatkan efisiensi produksi ternak.
Hal ini terjadi karena antibiotik mampu menghambat
sintesis dinding sel bakteri, meningkatkan sintesa nutrien, menghambat kerusakan nutrien oleh mikroba, meningkatkan kemampuan mengabsorbsi zat makanan, meningkatkan efisiensi pakan serta mencegah penyakit pada saluran pencernaan (Leeson dan Summer, 2001). Bacitracin merupakan antibiotik polipeptida yang diproduksi dari bakteri gram positif (Johnson et al., 1945). Menurut Subronto dan Tjahajati (2001), bacitracin pertama kali diisolasi dari Bacillus subtilis dan tersusun dari polipeptida kompleks. Bacitracin bersifat bakterisidal terhadap bakteri gram positif dan tidak aktif terhadap bakteri gram negatif. Bakteri gram negatif terdiri dari Escherichia coli penyebab colibacillosis, Salmonella pullorum penyebab pullorum (berak kapur), Salmonella gallinarum penyebab fowl typoid (typhus), Pasteurella gallinarum penyebab kolera dan Haemophilus paragallinarum penyebab coryza, sedangkan bakteri gram positif terdiri dari Mycobacterium tuberculosis penyebab avian tubercolosis, Staphylococcus aureus penyebab staphylococcosis dan Streptococcus faecalis penyebab streptococcosis (Retno et al., 1998). Struktur Bacitracin dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Bacitracin (Johnson et al., 1945) Wahyuwardani dan Soeripto (1997) mengatakan bahwa bacitracin dalam penelitian tidak mampu menghambat pertumbuhan Mycoplasma gallisepticum (penyebab CRD/Chronic Respiratory Disease) yang bukan merupakan bakteri gram positif. Bacitracin sangat efektif sebagai obat diare, memacu pertumbuhan ternak dan meningkatkan efisiensi pakan (Subronto dan Tjahajati, 2001). Menurut Lee et al. (2001), level residu maximum antibiotik bacitracin dalam tubuh ayam sebesar 0,5 mg/kg. Penggunaan antibiotik selain dapat memacu pertumbuhan, juga mengakibatkan resisten terhadap bakteri yang bersifat patogen terhadap antibiotik tersebut (Barton dan Hart, 2001). Yuningsih et al. (2005) mengatakan bahwa penggunaan antibiotik dalam industri peternakan berdampak negatif yaitu keberadaan residu antibiotik dalam produk hewani, reaksi alergi, resistensi terhadap bakteri dan kemungkinan dapat menyebabkan keracunan. Ayam Broiler Menurut Amrullah (2004), ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes, famili Phasianidae, genus Gallis, dan spesies Gallus domesticus yang dihasilkan dari bangsa ayam tipe berat Cornish. Ayam broiler merupakan ayam tipe berat pedaging yang lebih muda dan berukuran lebih kecil, dapat tumbuh sangat cepat sehingga dapat dipanen pada umur 4 minggu yang ditujukan untuk menghasilkan daging dan menguntungkan secara ekonomis jika dibesarkan. Bangsa ayam ini dipilih yang berbulu putih dan seleksi diteruskan hingga dihasilkan ayam broiler seperti sekarang (Amrullah, 2004).
Amrullah (2004) mengatakan bahwa performa ayam broiler akan berbeda menurut tempat ayam broiler itu dipelihara. Perbedaan ini muncul karena perbedaan ketinggian atau suhu lingkungan sekitar kandang. North dan Bell (1990) melaporkan bahwa ayam broiler mulai panting pada kondisi lingkungan 29oC atau ketika suhu tubuh ayam mencapai 42oC. Suhu lingkungan yang nyaman sesuai kebutuhan ternak untuk menghasilkan produksi optimum sesuai umur ayam broiler disajikan pada Tabel 1. Suhu lingkungan yang tinggi dapat menyebabkan kesehatan ternak terganggu karena mengganggu proses homeotasis (Scott et al., 1982). Selain faktor suhu, status penyakit suatu wilayah juga mempengaruhi performa terutama angka mortalitas. Daerah yang suhunya tinggi lebih cocok jika menggunakan ransum dengan kandungan energi yang lebih rendah. Wilayah yang endemik dengan penyakit tertentu akan mendapat perhatian dalam program vaksinasi, jenis vaksin, dan obat yang digunakan. Tabel 1. Rata-rata Suhu Lingkungan yang Direkomendasikan Pertumbuhan Optimum pada Berbagai Umur Ayam Broiler Umur (Minggu)
Suhu Rekomendasi (0C)
1
30
2
30
3
27,2
≥4
23,9
untuk
Sumber : North dan Bell (1990)
Pertumbuhan Ayam Broiler Pertumbuhan merupakan perbanyakan dan perbesaran sel. Pertumbuhan tersebut meliputi peningkatan lemak tubuh total di jaringan lemak, peningkatan skeleton, berat otot, ukuran bulu, kulit dan organ dalam (Rose, 1997). Menurut Wiradisastra (1986), kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh mutu makanan, suhu lingkungan, sistem perkandangan dan pengendalian penyakit. Rasyaf (2003) mengatakan bahwa faktor pendukung pertumbuhan ayam adalah kualitas dan kuantitas makanan, suhu serta manajemen pemeliharaannya. Kurva pertumbuhan ayam broiler dapat dilihat pada Gambar 3.
700
Bobot Badan (g)
Pertambahan
600 500 400 300 200 100 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Umur (Minggu)
Gambar 3. Kurva Pertumbuhan Ayam Broiler (Ross Breeders, 2007) Menurut Scott et al. (1982), pertumbuhan ayam pedaging sangat cepat dan pertumbuhan dimulai sejak menetas sampai umur 8 minggu, kemudian kecepatan pertumbuhan akan menurun. Ayam yang mengkonsumsi ransum lebih banyak belum tentu pertumbuhannya akan lebih baik karena pertumbuhan dipengaruhi pula oleh komposisi nutrien yang terkandung dalam ransum (Card dan Nesheim, 1972). Menurut Amrullah (2004), broiler tumbuh sebanyak 50-70 g/hari pada mingguminggu terakhir, sehingga pertumbuhan yang cepat tersebut harus diimbangi dengan ketersediaan pakan yang cukup. Konsumsi Ransum Tingkat konsumsi (Voluntary Feed Intake) adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan ad libitum. Faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi yaitu hewannya sendiri, makanan yang diberikan dan lingkungan tempat hewan tersebut dipelihara (Parrakasi, 1999). Laju pertumbuhan yang cepat diimbangi dengan konsumsi makanan yang banyak. National Research Council (1994) menyatakan bahwa konsumsi ransum setiap ekor ternak berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh bobot tubuh ayam, jenis kelamin, aktivitas sehari-hari, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas ransum. Ternak apabila memperoleh zat-zat makanan yang dibutuhkan, maka dapat mencapai penampilan produksi tertinggi. Bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi pakan dan konversi ayam broiler strain Ross disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan, Konsumsi Pakan dan Konversi Pakan Ayam Broiler Strain Ross selama Lima Minggu
173
Pertambahan Bobot Badan (g/ekor) 132
Konsumsi Pakan Kumulatif (g/ekor) 151
2
429
256
485
1,13
3
823
394
1065
1,30
4
1334
511
1921
1,44
5
1919
585
3039
1,59
Umur (Minggu)
Bobot Badan (g/ekor)
1
Konversi Pakan 0,87
Sumber : Ross Breeders (2007)
Suhu sangat mempengaruhi tingkat konsumsi ransum. Konsumsi ransum akan mengalami penurunan pada temperatur lingkungan tinggi, sebagai contoh konsumsi ransum ayam broiler umur 5 minggu pada suhu 34oC adalah sebanyak 130 g/ekor, sedangkan pada suhu 24°C terjadi peningkatan konsumsi, yaitu sebanyak 170 g/ekor. Hal tersebut dikarenakan pada suhu 34oC ayam dalam kondisi stress sehingga mengurangi konsumsi ransumnya untuk menurunkan suhu tubuh (Leeson dan Summers, 2000). Konversi Ransum Konversi ransum mencerminkan keberhasilan dalam memilih atau menyusun ransum yang berkualitas. Angka konversi ransum dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kualitas ransum, teknik pemberian pakan, dan angka mortalitas (Amrullah, 2004). Gillespie (1990) mengatakan bahwa konversi pakan dipengaruhi oleh genetik, jenis pakan yang digunakan, temperatur, pakan tambahan, banyaknya pakan yang terbuang dan pengoperasian manajemen secara umum. North dan Bell (1990) mengatakan bahwa konversi ransum merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi penggunaan ransum serta kualitas ransum. Konversi tersebut merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan dalam jangka waktu tertentu. Nilai konversi ransum dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah suhu lingkungan, laju perjalanan ransum melalui alat pencernaan, bentuk fisik ransum dan konsumsi ransum (Anggorodi, 1980). Menurut National Research Council (1994), faktor yang mempengaruhi konversi ransum adalah suhu
lingkungan, bentuk fisik ransum, komposisi ransum, dan zat-zat nutrisi yang terdapat dalam ransum. National Research Council (1994) menyatakan bahwa konversi ransum merupakan hubungan antara jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu satuan berat badan atau produksi telur. Menurut Rasyaf (2003), apabila memperhatikan sudut konversi, sebaiknya dipilih angka konversi yang terendah. Akan tetapi, angka itu berbeda dari masa awal ke masa akhir karena di masa akhir pertumbuhan ayam menjadi lambat atau mulai menurun setelah usia empat minggu, sedangkan ransumnya bertambah terus. Angka konversi pakan ayam broiler umur lima minggu yang normal menurut Pond et al. (1995) berkisar antara 1,5-1,6. Perbaikan genetik selama kurun waktu 20 tahun telah berhasil memperbaiki efisiensi ransum yaitu pada tahun 1984 untuk menghasilkan bobot badan 1345 g/ekor/hari memerlukan waktu lima minggu dengan konversi ransum sebesar 1,76, sedangkan tahun 2004 untuk pemeliharaan pada umur yang sama akan mendapatkan bobot badan 1882 g/ekor dengan konversi ransum 1,59 (World Poultry, 2004). Mortalitas Mortalitas atau angka kematian yaitu angka yang menunjukkan jumlah ayam yang mati selama pemeliharaan. Mortalitas merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam usaha pengembangan peternakan ayam. Angka mortalitas tersebut merupakan perbandingan antara jumlah seluruh ayam yang mati dengan jumlah total ayam yang dipelihara. Tingkat keberhasilan suatu usaha peternakan ditentukan juga oleh tingkat mortalitas. Data mengenai kematian sangat penting dalam penilaian kondisi ayam yang dipelihara. Selain faktor ransum percobaan, faktor manajemen budidaya sangat berperan penting untuk mengurangi tingkat mortalitas ternak seperti sirkulasi udara, penambahan sekam untuk lapisan litter, frekuensi pemberian ransum dan air minum (Rasyaf, 2003). Menurut North dan Bell (1990), tingkat mortalitas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya bobot badan, bangsa, tipe ayam, iklim, kebersihan dan suhu lingkungan, sanitasi peralatan dan kandang serta penyakit. Usaha pencegahan dan usaha pemberantasan penyakit yang dilakukan secara teratur merupakan suatu cara untuk mengurangi tingkat kematian. Lacy dan Vest (2004) mengatakan bahwa mortalitas merupakan faktor penting dan harus
diperhatikan dalam usaha pengembangan peternakan. Tingkat mortalitas pada ayam masih dapat dikatakan normal pada tingkat kematian sebesar 4% (Lacy dan Vest, 2004). Menurut North dan Bell (1990), pemeliharaan ayam broiler secara komersial dinyatakan berhasil jika angka kematian secara keseluruhan kurang dari 5%. Penggunaan antibiotik seperti zinc bacitracin dapat menurunkan tingkat kematian ayam broiler sebesar 2,5% (Mujiasih, 2001). Menurut Dewi (2007), penambahan herbal medicine berupa tepung daun pepaya dan tepung kunyit dapat menurunkan tingkat kematian ayam broiler sebesar 5%. Luvianti (2006) melaporkan bahwa penambahan herbal berupa tepung daun salam menurunkan tingkat kematian sebesar 3,3%.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-April 2007 di Laboratorium Lapang Nutrisi Unggas (Kandang C), Laboratorium Nutrisi Unggas, Laboratorium Ilmu dan
Teknologi Pakan, Laboratorium Industri Makanan Ternak (IMT),
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Ternak, Kandang, dan Peralatan Penelitian ini menggunakan 150 ekor ayam broiler strain Ross umur satu hari (DOC/Day Old Chick) dari Cibadak Farm yang dipelihara selama lima minggu. Kandang yang digunakan berupa kandang dengan sistem litter beralaskan sekam padi yang telah difumigasi. Kandang terdiri dari 15 petak dengan ukuran 1m x 1m untuk 10 ekor ayam setiap kandang. Setiap petak kandang dilengkapi dengan satu tempat pakan dan satu tempat air minum serta lampu pijar 60 watt sebagai pemanas buatan. Peralatan yang digunakan diantaranya timbangan untuk menimbang tepung daun sembung, bahan baku pakan, konsumsi ransum tiap minggu, bobot badan ayam tiap minggu, plastik ransum, seng sebagai lingkar pembatas dan termometer untuk mengukur suhu kandang. Ransum dan Air Minum Ransum penelitian disusun berdasarkan nisbah energi dan protein (energy protein ratio) yang direkomendasikan National Research Council (1994). Ransum dibagi menjadi dua periode yaitu periode starter (0-3 minggu) dengan kandungan energi metabolis (ME) sebesar 3000 kkal/kg dan kandungan protein 21,56% (EM/P = 139,13) serta periode grower-finisher (4-5 minggu) dengan kandungan energi metabolis (ME) sebesar 3000 kkal/kg dan kandungan protein 18,75% (EM/P = 160). Bahan baku ransum yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari pabrik pakan Indofeed-Bogor. Bahan-bahan tersebut adalah jagung kuning, dedak padi, bungkil kedelai, tepung ikan, meat bone meal (MBM), Corn Gluten Meal (CGM), minyak kelapa, CaCO3, dicalsium `phosphat (DCP), Dl-methionin, L-lisin,
tepung daun sembung dan premiks. Pembuatan ransum dilakukan setelah analisis daun sembung. Tepung daun sembung dicampurkan dengan bahan pakan sumber protein kemudian dicampurkan dengan sumber mineral dan vitamin, terakhir dicampurkan ke dalam bahan pakan sumber energi. Ransum diberikan dalam bentuk crumble yang dibuat di Laboratorium Industri Makanan Ternak (IMT). Air minum yang diberikan merupakan air tanah. Ransum dan air minum diberikan ad libitum. Antibiotik Antibiotik yang digunakan pada penelitian ini berupa bacitracin MD yang terdapat pada vitachick (35 g bacitracin MD dalam 250 g vitachick). Vitachik diberikan selama 4 minggu melalui air minum. Pada minggu ke-1 sampai ke-3, vitachick diberikan sebanyak 3 g yang dilarutkan ke dalam 4200 ml untuk 30 ekor (dosis bacitracin MD 100 mg/l) dan pada minggu ke-4 sebanyak 3 g ke dalam 7200 ml untuk 30 ekor (dosis bacitracin MD 58,3 mg/l). Komposisi kimia dalam vitachick disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi Kimia dalam Vitachick Komponen
Jumlah (tiap 250 g)
Bacitracin MD Vitamin A Vitamin D3 Vitamin E Vitamin K3 Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin B6 Vitamin B12 Vitamin C Nicotinic acid Calcium-D-pantothenate
35 g 5.000.000 IU 500.000 IU 2.500 IU 1g 2g 4g 1g 1 mg 20 g 15 g 5g
Sumber : Label Vitachick PT. Medion (2007)
Formulasi Ransum Ayam Broiler Penyusunan ransum penelitian dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan IPB. Formulasi ransum dan kandungan nutrisi ayam broiler periode starter dan periode grower-finisher disajikan pada Tabel 4 dan 5.
Tabel 4. Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ayam Broiler Periode Starter (0-3 minggu) Berdasarkan Perhitungan Bahan Makanan
R0
R1
R2
R3
R4
............................................(%)............................................ Jagung kuning
54,93
54,93
54,12
53,27
52,48
Dedak padi
3,34
3,34
3
2
2
Pollard
5
5
4,93
5
4,01
CGM
8
8
8
7,94
7,12
Daun Sembung
0
0
2
4
6
Bungkil kedelai
15
15
14
14,37
15
Tepung ikan
2
2
2
2
2
6,64
6,64
6,99
6,32
6,35
4
4
4
4
4
CaCO3
0,18
0,18
0,03
0,16
0,09
Dl-Methionin
0,21
0,21
0,21
0,21
0,22
L-lisin
0,20
0,20
0,22
0,23
0,23
Premiks*
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
MBM Minyak kelapa
Bacitracin MD (mg/l)** Jumlah
100 100
100
100
100
100
EM (kkal/kg)
3000
3000
3000
3000
3000
Bahan kering (%)
89,30
89,30
89,31
89,26
89,25
Protein kasar (%)
21,56
21,56
21,56
21,56
21,56
Serat kasar (%)
2,61
2,61
2,70
2,70.
2,80
Lemak kasar (%)
6,64
6,64
6,99
6,21
6,24
Ca (%)
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
P tersedia (%)
0,47
0,47
0,45
0,45
0,45
Lisin (%)
1,1
1,1
1,1
1,1
1,1
Methionin (%)
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
Sistin+Methionin (%)
1,01
1,01
1,01
1,00
0,98
Kandungan Zat Makanan :
Keterangan: * Komposisi premiks disajikan pada Lampiran 25 ** Bacitracin MD dalam Vitachick (35 g/250 g) diberikan melalui air minum
Tabel 5. Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ayam Broiler Periode Grower-Finisher (4-5 minggu) Berdasarkan Perhitungan Bahan Makanan
R0
R1
R2
R3
R4
..........................................(%)........................................... Jagung kuning
59,59
59,59
59,30
59
58,30
Dedak padi
4
4
4,96
3
3
Pollard
4
4
2
2,28
1,59
Daun Sembung
0
0
2
4
6
Bungkil kedelai
13,70
13,70
13
14,60
14,55
Tepung ikan
10,50
10,50
11,23
9,39
8,80
2
2
1,8
2
2
Minyak kelapa
5,5
5.5
5
5
5
CaCO3
0,13
0,13
0,13
0,13
0,13
Dl-Methionin
0,08
0,08
0,08
0,10
0,11
0
0
0
0
0,02
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
100
100
100
MBM
L-lisin Premiks* Bacitracin MD (mg/l)** Jumlah
58,3 100
100
Kandungan Zat Makanan : EM (kkal/kg)
3003,18
3003,18
3000,55
3003,60
3001,60
Bahan Kering (%)
89,37
89,37
89,30
89,31
89,30
Protein Kasar (%)
18,81
18,81
18,88
18,90
18,76
Serat Kasar (%)
2,53
2,53
2,68
2,56
2,68
Lemak Kasar (%)
8,54
8,54
8,18
7,96
7,94
Ca (%)
0,92
0,92
0,95
0,91
0,90
P tersedia (%)
0,49
0,49
0,50
0,46
0,44
Lisin (%)
1,06
1,06
1,06
1,02
1,00
Methionin (%)
0,38
0,38
0,38
0,38
0,38
Sistin+Methionin (%)
0,69
0,69
0,69
0,70
0,70
Keterangan: * Komposisi premiks disajikan pada Lampiran 25 ** Bacitracin MD dalam vitachick (35 g/250 g)diberikan melalui air minum
Vaksinasi Vaksinasi yang dilakukan adalah vaksin ND (Newcastle Diseases) 1 melalui tetes mata pada umur tiga hari, vaksin ND 2 pada umur 21 hari melalui air minum untuk mencegah penyakit tetelo, dan vaksin gumboro pada umur 10 hari melalui air minum untuk mencegah penyakit gumboro. Daun Sembung Daun sembung yang digunakan dalam penelitian ini berupa tepung. Daun sembung segar diperoleh dari Desa Cimanintin Kecamatan Jatinunggal-Sumedang. Metode Perlakuan Penelitian ini menggunakan 5 perlakuan dengan masing-masing perlakuan 3 kali ulangan. Perlakuan tersebut adalah : R0
: Ransum kontrol (tanpa daun sembung dan tanpa vitachick)
R1
: Ransum R0 + vitachick yang mengandung antibiotik bacitracin Methylene Disalisilat (MD) dalam air minum
R2
: Ransum mengandung tepung daun sembung 2%
R3
: Ransum mengandung tepung daun sembung 4%
R4
: Ransum mengandung tepung daun sembung 6%
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan yang masing-masing terdiri dari 10 ekor. Model matematika dari rancangan tersebut adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1993) : Yij = µ + τi + Єij Keterangan
:
Yij
= Nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ
= Rataan umum
τi
= Efek perlakuan ke-i
Єij
= Error perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Peubah yang Diamati 1. Konsumsi Ransum (g/ekor) Konsumsi ransum dihitung dari selisih ransum yang diberikan dengan sisa ransum yang ada setiap minggu selama pemeliharaan. Konsumsi ransum periode starter (0-3 minggu) dihitung dengan menjumlahkan konsumsi selama 3 minggu. Konsumsi ransum grower-finisher (4-5 minggu) dihitung dengan menjumlahkan konsumsi ayam broiler selama 2 minggu. Konsumsi ransum kumulatif (0-5 minggu) diperoleh dengan menjumlahkan konsumsi ransum pada periode starter dan periode grower-finisher. 2. Bobot Badan Akhir (g/ekor) Bobot badan akhir diperoleh dengan cara menimbang bobot badan pada hari terakhir penelitian (umur 5 minggu). 3. Pertambahan Bobot Badan (g/ekor) Pertambahan bobot badan dihitung dengan cara mengurangi bobot badan akhir pada tiap minggu dengan bobot badan awal tiap minggu. Pertambahan bobot badan total dapat dihitung dengan cara menjumlahkan pertambahan bobot badan tiap minggu selama pemeliharaan. 4. Konversi Ransum Konversi ransum diperoleh dengan cara membagi konsumsi ransum total dengan pertambahan bobot badan total selama lima minggu pemeliharaan. 5. Mortalitas Mortalitas dihitung berdasarkan pada jumlah ayam yang mati selama penelitian dibagi dengan jumlah ayam awal dikalikan 100% pada setiap perlakuan. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA) menurut Steel dan Torrie (1993). Tahapan Penelitian Analisis Daun Sembung Analisis yang dilakukan terhadap daun sembung adalah analisis proksimat, analisis Energi Bruto, analisis Ca dan P serta analisis saponin dan tanin. Komposisi kimia tepung daun sembung dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi Kimia Tepung Daun Sembung* Komponen Bahan Kering
Jumlah (%) 88,86
Abu
8,04
Protein Kasar
19,76
Serat Kasar
10,26
Lemak Kasar
3,73
Beta-N
47,07
Ca
1,22
P Total
0,34
Energi Bruto (kkal/kg)
3952
Energi Metabolis (kkal/kg)**
1543,98
Tanin***
4,96
Saponin***
7,08
Keterangan : * : Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan IPB (2007) **: Hasil konversi Energi Metabolis berdasarkan National Research Council (1994) ; ( 40,1 x BK ) - ( 40,1 x Abu ) - ( 165,39 x SK ) ***: Hasil analisis Laboratorium Pakan Balitnak Ciawi (2007)
Pembuatan Tepung Daun Sembung Daun sembung dilayukan di dalam ruangan selama 48 jam kemudian dioven pada suhu 60°C selama 24 jam. Daun sembung kering digiling sampai menjadi tepung daun sembung. Selanjutnya, tepung daun sembung dicampurkan dengan bahan makanan lain menjadi ransum komplit (Gambar 4). Daun Sembung ( 1000 gram) Dilayukan (selama 48 jam) Dikeringkan dalam oven suhu 600C (selama 24 jam) Digiling Tepung Daun Sembung ( 161 gram) Gambar 4. Proses Pembuatan Tepung Daun Sembung
Pemberian Tepung Daun Sembung Pemberian tepung daun sembung pada penelitian ini dengan cara mencampurkan tepung daun sembung dengan bahan makanan menjadi ransum komplit dalam bentuk crumble. Kadar tepung daun sembung yang dicampurkan sesuai dengan perlakuan masing-masing yaitu 2% (R2), 4% (R3) dan 6% (R4). Prosedur Pemeliharaan Ayam Prosedur pemeliharaan ayam broiler selama lima minggu penelitian adalah sebagai berikut : 1. Persiapan Kandang Kandang dibersihkan dengan sapu dan disiram dengan air detergen sampai bersih kemudian disiram kembali dengan desinfektan. Dosis desinfektan adalah sebanyak 1 sendok takar (10 ml) dalam 5 liter air. Kandang diberi kapur dengan dosis 150 g/m2 dan diberi lingkar pembatas berdiameter 85 cm yang dipasang di tengah ruangan. Kandang ditaburi sekam dengan ketebalan 5-7 cm dan disemprot menggunakan desinfektan ke seluruh bagian ruangan. Lampu 60 watt dipasang untuk 10 ekor dan peralatan pakan (tempat pakan dan air minum) kemudian pemasangan tirai di sekeliling kandang. Kandang penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Kandang Penelitian 2. Persiapan DOC Persiapan DOC diawali dengan pemasangan koran di dalam lingkar pembatas. Lampu dinyalakan ± 2 jam sebelum DOC dimasukan dalam kandang. Air minum yang telah ditambahkan air gula disiapkan. DOC dikeluarkan dari box
kemudian ditimbang secara kelompok.. Pakan diberikan dengan cara ditaburkan di atas koran atau tempat pakan indukan. Pakan diberikan sebanyak 6 kali per hari dan penggantian air minum setiap pagi dan sore. 3. Cara Pemeliharaan Minggu Pertama DOC ditimbang untuk mengetahui bobot awalnya. Pakan diberikan 6 kali sehari dan air minum diberikan dua kali sehari sesuai kebutuhan. Ke dalam air minum ditambahkan vitachick yang mengandung antibiotik bacitracin setiap pagi dan sore untuk perlakuan kontrol positif (R1). Lampu dinyalakan selama 24 jam sampai ayam berumur satu minggu. Suhu kandang dicatat setiap hari pada pagi, siang dan sore hari (Tabel 7). Tirai dibuka setiap pagi dan ditutup setiap sore. Vaksin ND I melalui tetes mata pada hari ketiga. Vaksin ND I dilakukan dengan melarutkan satu tablet kedalam larutan dapar 500 dosis. Tabel 7. Rata-rata Suhu Kandang Penelitian Setiap Minggu Berdasarkan Pengukuran Minggu
Suhu Minimum (oC)
Suhu Maksimum (oC)
1 2 3 4 5 Rata-rata
24,8 25.0 25,3 25,6 24,3 25,0
32,7 30,4 30,8 32,8 31,9 31,7
4. Cara Pemeliharaan Minggu Kedua Koran dan lingkar pembatas diangkat. Lampu dimatikan pada siang hari dan dinyalakan bila hujan. Tempat pakan dan air minum diganti dengan yang digantung. Tirai setiap pagi dibuka dan ditutup setiap sore hari. Ayam ditimbang untuk mengetahui pertambahan bobot badan setiap minggunya. Sisa pakan ditimbang untuk mengetahui konsumsi pakan setiap minggunya. Vaksin gumboro diberikan pada hari ke-10 melalui air minum, sebelumnya ayam dipuasakan terlebih dahulu dari air minum minimal dua jam sebelum vaksin, sedangkan pakan tetap diberikan. Vaksin gumboro dilarutkan ke dalam air sesuai dosis. Dosis untuk 500 ekor dilarutkan pada air sebanyak 5 liter, sedangkan untuk 150 ekor dilarutkan pada air sebanyak 1,5 liter.
Jadi untuk satu kandang (10 ekor) adalah 0,1 liter (100 ml). Setelah kurang lebih dua jam vaksin diganti dengan air minum. 5. Cara Pemeliharaan Minggu Ketiga Lampu hanya dinyalakan pada malam hari. Tirai setiap pagi dibuka dan ditutup setiap sore hari. Ayam ditimbang untuk mengetahui pertambahan bobot badan setiap minggunya. Sisa pakan ditimbang untuk mengetahui konsumsi pakan setiap minggunya. Vaksin ND II diberikan pada hari ke-21 melalui air minum. Sebelum vaksin ayam dipuasakan terlebih dahulu dari air minum selama dua jam, sedangkan pakan tetap diberikan. Vaksin ND II dilarutkan ke dalam air sesuai dosis. Dosis untuk 500 ekor dilarutkan pada air sebanyak 5 liter, sedangkan untuk 150 ekor dilarutkan pada air sebanyak 1,5 liter. Jadi untuk satu kandang (10 ekor) adalah 0,1 liter (100 ml). Setelah kurang lebih dua jam vaksin diganti dengan air minum. 6. Cara Pemeliharaan Minggu Keempat dan Kelima Lampu hanya dinyalakan pada malam hari. Tirai setiap pagi dibuka dan ditutup setiap sore hari. Ayam ditimbang untuk mengetahui pertambahan bobot badan setiap minggunya dan bobot badan akhir. Sisa pakan ditimbang untuk mengetahui konsumsi pakan setiap minggunya dan konsumsi pakan selama lima minggu.
HASIL DAN PEMBAHASAN Ransum Penelitian Rasyaf (2003) mengemukakan bahwa faktor pendukung pertumbuhan ayam adalah kualitas ransum, suhu lingkungan dan manajemen pemeliharaannya. Kandungan zat makanan periode starter dan grower-finisher berdasarkan perhitungan sudah mencukupi kebutuhan zat makanan ayam broiler, kecuali kandungan sistin+methionin pada periode grower-finisher tidak mencukupi kebutuhan zat makanan ayam broiler. Kandungan zat makanan dapat diketahui dengan melakukan analisis proksimat. Apabila ransum penelitian dianalisis proksimat, kandungan zat makanannya diduga tidak mencukupi kebutuhan zat makanan ayam broiler. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan zat makanan dalam bahan pakan masih di bawah standar. Wahju (2004) mengatakan bahwa penyusunan ransum yang tepat sesuai dengan kebutuhan ternak dipengaruhi oleh nilai gizi dan bahan-bahan makanan yang dipergunakan. Apabila terjadi defisiensi zat makanan seperti protein dan asam-asam amino dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan. Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Ayam Broiler Pengaruh perlakuan terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan bobot badan periode starter disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Rataan Konsumsi Ransum, Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Ransum Periode Starter (0-3 Minggu) Peubah Konsumsi Ransum (g/ekor)
R0
R1
698,87 ± 17,71
722,17 ± 24,15
Bobot Badan Umur 3 Minggu (g/ekor)
451,44 ± 31,70
Pertambahan Bobot Badan (g/ekor) Konversi Ransum
R2
R3
R4
767,40 ± 53,12
784,40 ± 42,87
806,87 ± 65,06
466,73 ± 69,91
472,66 ± 49,00
470,37 ± 23,47
478,76 ± 10,49
409,47 ± 30,85
425,33 ± 68,96
429,93 ± 49,15
427,90 ± 24,72
436,83 ± 11,27
1,71±0,16
1,72±0,23
1,84±0,19
1,84±0,17
1,85±0,11
Keterangan: R0 = ransum kontrol (tanpa daun sembung dan tanpa vitachick), R1 = ransum R0 + vitachick yang mengandung antibiotik bacitracin MD dalam air minum, R2 = ransum mengandung tepung daun sembung 2%, R3 = ransum mengandung tepung daun sembung 4%, R4 = ransum mengandung tepung daun sembung 4%
Pengaruh perlakuan terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan bobot badan periode grower-finisher disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Rataan Konsumsi Ransum, Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Ransum Periode Grower-Finisher (4-5 Minggu) Peubah Konsumsi Ransum (g/ekor)
R1
R2
R3
R4
1431,20 ± 192,18
1407,54 ± 69,65
1341,33 ± 137,82
1387,23 ± 62,50
1307,50 ± 13,88
Bobot Badan Akhir (g/ekor)
1090,70 ± 129,46
1115,69 ± 113,97
1112,26 ± 70,21
1089,69 ± 96,56
1067,06 ± 55,31
Pertambahan Bobot Badan (g/ekor)
639,26 ± 97,76
648,96 ± 73,99
639,56 ± 51,39
619,31 ±119,43
588,30 ± 64,74
2,24±0,10
2,20±0,38
2,10±0,09
2,28±0,31
2,24±0,27
Konversi Ransum
R0
Keterangan: R0 = ransum kontrol (tanpa daun sembung dan tanpa vitachick), R1 = ransum R0 + vitachick yang mengandung antibiotik bacitracin MD dalam air minum, R2 = ransum mengandung tepung daun sembung 2%, R3 = ransum mengandung tepung daun sembung 4%, R4 = ransum mengandung tepung daun sembung 4%
Pengaruh perlakuan terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan bobot badan selama lima minggu pemeliharaan disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Rataan Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Ransum selama Lima Minggu Pemeliharaan (Kumulatif) Peubah Konsumsi Ransum (g/ekor)
R0
R1
R2
R3
R4
2130,07 ± 187,44
2129,70 ± 86,60
2131,20 ± 147,70
2171,63 ± 83,04
2114,37 ± 70,21
Pertambahan Bobot Badan (g/ekor)
1048,73 ± 128,61
1074,29 ± 112,89
1069,49 ± 70,70
1047,22 ± 95,18
1025,13 ± 54,70
2,04 ± 0,11
2,00 ± 0,29
1,99 ± 0,06
2,08 ± 0,11
2,07 ± 0,18
Konversi Ransum
Keterangan: R0 = ransum kontrol (tanpa daun sembung dan tanpa vitachick), R1 = ransum R0 + vitachick yang mengandung antibiotik bacitracin MD dalam air minum, R2 = ransum mengandung tepung daun sembung 2%, R3 = ransum mengandung tepung daun sembung 4%, R4 = ransum mengandung tepung daun sembung 4%
Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ransum perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum periode starter, grower-finisher dan selama lima minggu pemeliharaan. Walaupun secara statistik tidak berbeda nyata, secara numerik terjadi peningkatan dan penurunan konsumsi ransum. Penggunaan tepung daun sembung pada periode starter meningkatkan konsumsi ransum sebesar 9,81% pada R2, 12,24% pada R3 dan 15,45% pada R4, sedangkan pemberian ransum R0 yang ditambahkan vitachick mengandung antibiotik bacitracin MD dalam air minum (R1) meningkatkan konsumsi ransum sebesar 3,33% dibandingkan dengan kontrol (R0). Penggunaan tepung daun sembung pada periode grower-finisher menurunkan konsumsi ransum sebesar 6,28% pada R2, 3,07% pada R3 dan 8,64% pada R4, sedangkan pemberian R1 menurun sebesar 1,65% dibandingkan dengan kontrol (R0). Penggunaan tepung daun sembung selama lima minggu pemeliharaan meningkatkan konsumsi ransum sebesar 0,05% pada R2 dan 1,95% pada R3, R4 menurun sebesar 0,74%, sedangkan pemberian R1 menurun sebesar 0,02% dibandingkan dengan kontrol (R0). Konsumsi ransum kumulatif disajikan pada Tabel 10 dan diilustrasikan pada Gambar 6. Gambar 6 memperlihatkan konsumsi ransum yang semakin meningkat dengan bertambahnya umur. Menurut Amrullah (2004), tubuh ayam yang semakin besar akan lebih banyak membutuhkan zat-zat makanan yang dikonsumsinya untuk hidup pokok dan pertumbuhan. Pada umur 0-3 minggu, konsumsi ransum R4 berada di atas atau lebih besar dari perlakuan lainnya. Setelah memasuki umur 4-5 minggu, konsumsi ransum R4 berada di bawah atau lebih sedikit dari perlakuan lainnya. Besarnya tanin asal sembung dalam ransum pada perlakuan R2 sebesar 0,99 g/kg, R3 sebesar 1,98 g/kg dan R4 sebesar 2,98 g/kg. Batas toleransi tanin dalam ransum ayam broiler sebesar 2,6 g/kg (Kumar et al., 2005). Konsumsi tanin kumulatif berturut-turut sebesar 2,13; 4,34 dan 6,34 g/ekor. Besarnya saponin dalam ransum pada perlakuan R2 sebesar 1,42 g/kg, R3 sebesar 2,83 g/kg dan R4 sebesar 4,25 g/kg. Batas toleransi saponin dalam ransum ayam broiler sebesar 3,7 g/kg (FAO, 2005). Konsumsi saponin kumulatif R2, R3 dan R4 berturut-turut sebesar 2,98; 6,08 dan 8,88 g/ekor. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan tepung daun
sembung pada taraf 6% sudah melebihi batas toleransi yaitu kandungan tanin sebesar
Konsumsi Ransum (g/ekor/minggu)
2,98 g/kg dan saponin 4,25 g/kg.
900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
R0 R1 R2 R3 R4
1
2
3
4
5
Umur Ayam (minggu) Gambar 6. Grafik Konsumsi Ransum Minggu Pemeliharaan
Ayam Broiler
selama
Lima
Ayam broiler rentan terhadap gangguan bibit penyakit, sehingga diperlukan sistem kekebalan tubuh yang kuat untuk menangkal berjangkitnya bibit penyakit pada tubuh ayam tersebut. Ayam broiler pada periode starter belum memiliki pertahanan
tubuh
yang
baik
terhadap
penyakit
yang
diakibatkan
oleh
mikroorganisme. Oleh karena itu, pemberian antibiotik sangat diperlukan pada fase tersebut untuk mencegah timbulnya penyakit. Penambahan tepung daun sembung sampai level 6% (R4) masih layak diberikan sebagai pengganti antibiotik bacitracin pada periode starter (0-3 minggu). Hal ini dapat disebabkan oleh senyawa aktif yang terkandung dalam daun sembung berupa saponin dan tanin masih berdifat aman dibawah ambang. Menurut Zainuddin (2006), saponin dan tanin bersifat antiviral, antibakteri serta immunostimulan yang dapat meningkatkan nafsu makan ternak. Sebaliknya penambahan tepung daun sembung sampai level 6% setelah memasuki periode grower-finisher (4-5 minggu) secara numerik menghasilkan konsumsi ransum yang menurun dibandingkan dengan kontrol (R0) maupun pemberian R1. Hal ini disebabkan pada periode grower-finisher, ayam sudah memiliki ketahanan tubuh terhadap penyakit dari dalam tubuhnya, sehingga pemberian antibiotik tidak
diperlukan lagi. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian tepung daun sembung pada periode grower-finisher sudah tidak dapat diberikan lagi karena senyawa antibakteri berupa saponin dan tanin apabila berada dalam tubuh ternak terlalu lama dapat menurunkan daya tahan tubuh (Cheeke, 2001), sehingga nafsu makan ternak akan menurun. Konsumsi ransum pada penelitian ini berkisar antara
2.114,37-2.171,63
g/ekor berada di bawah angka normal. Konsumsi ransum broiler strain Ross umur lima minggu adalah 3039 g/ekor (Ross Breeders, 2007). Leeson dan Summers (2000) mengatakan bahwa suhu merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi tingkat konsumsi ransum. Suhu lingkungan normal untuk ayam broiler strain Ross pada umur lebih dari 4 minggu adalah 210C (Ross Breeders, 2007). Konsumsi ransum yang rendah tersebut karena pengaruh suhu lingkungan yang tinggi, yaitu berkisar antara 250C-31,70C. Suhu yang tinggi menyebabkan ayam lebih banyak mengkonsumsi air minum dan mengurangi konsumsi ransum untuk mempertahankan kondisi tubuhnya dari panas. Selain suhu, faktor manajemen pemeliharaan pun dapat mempengaruhi konsumsi ransum. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Badan Akhir Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ransum perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot badan periode starter, grower-finisher dan selama lima minggu pemeliharaan. Walaupun secara statistik tidak berbeda nyata, secara numerik terjadi peningkatan dan penurunan bobot badan. Penggunaan tepung daun sembung pada periode starter meningkatkan bobot badan sebesar 4,70% pada R2, 4,19% pada R3, 6,05% pada R4 dan pemberian R1 meningkatkan bobot badan sebesar 3,39% dibandingkan dengan kontrol (R0). Penggunaan tepung daun sembung periode grower-finisher atau selama lima minggu pemeliharaan meningkatkan bobot badan akhir sebesar 1,98% pada R2, R3 dan R4 menurun masing-masing sebesar 0,09% dan 2,17%, sedangkan pemberian R1 meningkat sebesar 2,29% dibandingkan dengan kontrol (R0). Gambar 7 mengilustrasikan bahwa penambahan tepung daun sembung sampai level 6% pada periode starter meningkatkan bobot badan ayam dibandingkan dengan kontrol (R0) dan pemberian R1.
490 Bobot Badan (g/ekor)
480 470 460 450 440 430 R0
R1
R2
R3
R4
Perlakuan Gambar 7. Rataan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter Bobot badan optimal hanya didapat bila ayam sehat dan tidak ada gangguan bibit penyakit. Ditinjau dari segi biologis, hal ini dapat disebabkan oleh tanin dan saponin dalam daun sembung sebagai senyawa antibakteri. Menurut Robinson (1995), tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen, sehingga penyerapan zat-zat makanan menjadi lebih sempurna dan saluran pencernaan ayam broiler dapat bekerja secara optimal. Tarmudji (2004) mengatakan bahwa saponin dapat mempengaruhi penyerapan gizi dalam usus karena dalam konsentrasi rendah dapat meningkatkan permeabilitas sel-sel mukosa usus. Penggunaan tepung daun sembung dalam ransum periode grower-finisher atau selama lima minggu menurunkan bobot badan akhir (Gambar 8). Kandungan saponin dalam ransum R2, R3 dan R4 berturut-turut sebesar 1,42; 2,83 dan 4,25 g/kg. Menurut FAO (2005), kandungan saponin sebesar 3,7 g/kg dalam ransum akan menghambat pertumbuhan ayam. Kandungan tanin dalam ransum R2, R3 dan R4 berturut-turut sebesar 0,99; 1,98 dan 2,98 g/kg. Menurut Kumar et al. (2005), kandungan tanin dalam ransum sebesar 2,6 g/kg dapat menekan pertumbuhan ayam. Ditinjau dari segi biologis, penurunan pada level 6% tersebut diduga karena adanya akumulasi senyawa tanin dan saponin dalam tubuh ayam saat ayam memasuki umur 4 minggu, karena kandungan saponin dan tanin dalam ransum sudah melebihi batas toleransi yang direkomendasikan oleh FAO (2005) untuk saponin dan Kumar et al. (2005) untuk tanin.
Bobot Badan (g/ekor)
1120 1110 1100 1090 1080 1070 1060 1050 1040 R0
R1
R2
R3
R4
Perlakuan Gambar 8. Rataan Bobot Badan Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan Senyawa tanin dan saponin pada umur tersebut sudah tidak berfungsi lagi sebagai senyawa antibakteri. Tanin konsentrasi tinggi apabila berada dalam tubuh ternak cukup lama dapat mengikat mineral dan protein yang menyebabkan metabolisme tubuh broiler terganggu sehingga pertumbuhannya menjadi terhambat (Cheeke, 1989). Hal ini mengindikasikan bahwa tanin menyebabkan presipitasi protein, sehingga protein yang dapat diserap hanya sedikit. Milgate dan Roberts (1995) mengatakan bahwa saponin apabila berada dalam tubuh cukup lama dapat mengikat mineral Fe, Ca dan Zn. Hal ini mengindikasikan bahwa saponin menyebabkan saponifikasi mineral sehingga mineral tidak dapat diserap secara sempurna. Angka normal untuk bobot badan ayam broiler strain Ross umur 5 minggu adalah 1919 g/ekor (Ross Breeders, 2007). Semua perlakuan pada penelitian ini berada di bawah angka normal yaitu berkisar antara 1.067,06-1.115,69 g/ekor. Suhu kandang yang tinggi selama pemeliharaan berkisar antara 250C-31,70C dapat menyebabkan stress pada ayam sehingga pertumbuhannya menjadi terhambat. Selain suhu lingkungan, kualitas ransum pun mempengaruhi bobot badan. Kandungan zat makanan yang tidak mencukupi kebutuhan dapat menghambat pertumbuhan ayam broiler.
Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ransum perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan periode starter, growerfinisher dan selama lima minggu pemeliharaan. Walaupun secara statistik tidak berbeda nyata, secara numerik terjadi peningkatan dan penurunan pertambahan bobot badan. Penggunaan tepung daun sembung pada periode starter meningkatkan pertambahan bobot badan sebesar 5% pada R2, 4,50% pada R3 dan 6,68% pada R4, sedangkan pemberian R1 meningkat sebesar 3,87% dibandingkan dengan kontrol (R0). Dibandingkan dengan kontrol, penggunaan tepung daun sembung pada periode grower-finisher meningkatkan pertambahan bobot badan sebesar 0,05% pada R2, sedangkan pada R3 dan R4 menurun masing-masing sebesar 3,12% dan 7,97%. Pemberian R1 meningkatkan pertambahan bobot badan sebesar 1,52% dibandingkan dengan kontrol (R0). Penggunaan tepung daun sembung selama lima minggu pemeliharaan meningkatkan pertambahan bobot badan sebesar 1,98% pada R2, sedangkan pada R3 dan R4 menurun masing-masing sebesar 0,14% dan 2,25%. Pemberian R1 meningkatkan pertambahan bobot badan sebesar 2,44% dibandingkan dengan kontrol (R0). Pertambahan bobot badan kumulatif diilustrasikan pada Gambar 9. Pertambahan bobot badan semakin meningkat dengan bertambahnya umur. Ketika ayam berumur 0-3 minggu (periode starter), pertambahan bobot badan R4 berada di atas perlakuan lainnya. Akan tetapi saat memasuki umur 4 minggu, pertambahan bobot badan R4 berada di bawah perlakuan lainnya. Saat memasuki periode growerfinisher terlihat bahwa semakin tinggi level penggunaan tepung daun sembung dalam ransum, pertambahan bobot badan juga semakin menurun. Penurunan tersebut berkaitan dengan konsumsi ransum yang menurun secara numerik dengan pemberian tepung daun sembung pada periode grower-finisher. Penggunaan tepung daun sembung saat memasuki periode grower-finisher sudah tidak diperlukan lagi. Hal ini diduga karena terjadi akumulasi senyawa tanin dan saponin dalam tubuh ayam yang menyebabkan kekebalan tubuh ayam menurun, sehingga pertumbuhan menjadi terhambat. Angka normal untuk pertambahan bobot badan ayam broiler umur 5 minggu adalah 1878 g/ekor (Ross Breeders, 2007).
Pertambahan bobot badan semua perlakuan pada penelitian ini berada di bawah angka normal berkisar antara 1.025,13-1.074,29 g/ekor. Hal ini dapat disebabkan oleh suhu yang tinggi selama penelitian yaitu 31,70C. Kualitas ransum pun mempengaruhi pertambahan bobot badan. Defisiensi zat makanan dapat mengganggu proses metabolisme dalam tubuh, sehingga pertambahan bobot badan akan menurun.
400 Pertambahan Bobot Badan (g/ekor/minggu)
350 300
R0 R1 R2 R3 R4
250 200 150 100 50 0 0
1
2
3
4
5
6
Umur Ayam (minggu) Gambar 9. Grafik Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ransum perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap konversi ransum periode starter, grower-finisher dan selama lima minggu pemeliharaan. Walaupun secara statistik tidak berbeda nyata, pemberian tepung daun sembung 2% dalam ransum (R2) menurunkan konversi ransum sebesar 2,45% dibandingkan kontrol (R0). Pemberian tepung daun sembung 4% (R3) dan 6% (R4) meningkatkan konversi ransum dibandingkan kontrol (R0). Semakin tingginya level penggunaan tepung daun sembung dalam ransum menyebabkan angka konversi ransum semakin tinggi (Tabel 10). Hal ini disebabkan oleh tingginya konsumsi ransum yang mengandung daun sembung, namun tidak diikuti oleh efisiensi penggunaan ransum dalam tubuh ayam broiler karena penggunaan tepung daun sembung saat memasuki periode grower-finisher tidak
bermanfaat lagi sebagai senyawa antibakteri bagi performa ayam broiler. Hal ini diduga karena pada periode grower-finisher sudah terjadi akumulasi senyawa saponin dan tanin dari daun sembung dalam tubuh yang berakibat rendahnya kecernaan pakan pada ayam broiler. Semakin rendah angka konversi ransum berarti kualitas ransum semakin baik (Amrullah, 2004). Angka konversi pakan ayam broiler pada umur lima minggu menurut Pond et al. (1995) berkisar antara 1,5-1,6. Nilai konversi ransum semua perlakuan pada penelitian ini berada di atas angka normal, yaitu berkisar antara 1,99-2,08. Nilai konversi ransum yang paling baik adalah pada perlakuan dengan penggunaan tepung daun sembung pada level 2% (R2) sebesar 1,99. Pengaruh Perlakuan terhadap Mortalitas Mortalitas atau angka kematian yaitu angka yang menunjukan jumlah ayam yang mati selama pemeliharaan. Nilai mortalitas diukur melalui perbandingan antara jumlah seluruh ternak yang mati dengan jumlah total ternak yang dipelihara. Tingkat kematian sebesar 5% tidak terlalu mempengaruhi biaya produksi, tetapi untuk kematian sebesar 20-30% pengaruhnya besar sekali terhadap biaya produksi (Clayton, 1967). Tingkat mortalitas selama lima minggu pemeliharaan disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Tingkat Mortalitas selama Lima Minggu Pemeliharaan Perlakuan Minggu
R0
R1
R2
R3
R4
1
0
1
0
0
0
2
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
4
0
0
0
1
1
5
0
0
0
0
1
Jumlah (ekor)
0
1
0
1
2
Jumlah (%)
0
3,33
0
3,33
6,67
Keterangan: R0 = ransum kontrol (tanpa daun sembung dan tanpa vitachick), R1 = ransum R0 + vitachick yang mengandung antibiotik bacitracin MD dalam air minum, R2 = ransum mengandung tepung daun sembung 2%, R3 = ransum mengandung tepung daun sembung 4%, R4 = ransum mengandung tepung daun sembung 4%
Tabel 11 memperlihatkan bahwa ayam sampai umur 3 minggu pada penggunaan tepung daun sembung tidak ditemukan kematian. Saat ayam memasuki minggu ke-4, penggunaan tepung daun sembung 4 dan 6% terdapat kematian masing-masing sebanyak 1 ekor. Tingkat mortalitas terendah terdapat pada ayam dengan perlakuan kontrol (R0) dan perlakuan dengan pemberian tepung daun sembung sebanyak 2% (R2) sebesar 0%. Perlakuan pemberian tepung daun sembung dalam ransum pada level 6% (R4) memiliki tingkat mortalitas tertinggi, yaitu sebesar 6,67%. Hal ini karena sudah terjadinya penurunan jumlah leukosit pada R4 akibat dari kandungan saponin dan tanin yang melebihi batas toleransi. Kondisi tersebut mengakibatkan kekebalan tubuh ayam menurun, sehingga tingkat kematian lebih tinggi. Selain itu, diperkuat dengan adanya kematian ayam broiler pada R4 yang mengalami immunosupresi. Pemberian tepung daun sembung dalam ransum level 2% (R2) efektif sebagai senyawa antibakteri. Hal ini dicerminkan dengan tidak adanya kematian selama lima minggu pemeliharaan. Menurut Zainuddin (2006), saponin mampu menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan. Davidson dan Branen (1993) mengatakan bahwa tanin memiliki aktivitas antimikroba terhadap Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Streptococcus faecalis.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan tepung daun sembung tidak berpengaruh negatif terhadap performa ayam broiler. Penggunaan tepung daun sembung sampai level 6% pada periode starter masih dapat digunakan karena tidak adanya kematian, sedangkan pada periode grower-finisher sudah tidak dapat digunakan lagi karena tingkat kematian tinggi. Penggunaan tepung daun sembung pada level 2% efektif digunakan sebagai pengganti antibiotik bacitracin MD yang dicerminkan dengan tingkat kematian rendah. Tepung daun sembung tidak perlu diberikan sampai umur panen, namun hanya diberikan pada periode starter. Saran Perlu dikaji pemberian daun sembung level 6% pada periode starter dan 2% selama pemeliharaan terhadap respon kebal humoral dan selular serta perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap populasi mikroba patogen untuk mengkaji seberapa besar mikroba patogen dapat ditekan.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan ke kehadirat Allah SWT dengan karunia dan rahmat-Nya yang telah melimpahkan nikmat tak terhingga dan hanya dengan pertolongan-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada keluarga tercinta, Ayahanda (Alm), Ibunda dan Adiksa, keluarga besar Jayagiri, keluarga besar Guruminda serta keluarga besar Cikole yang banyak membantu baik materi, motivasi serta kasih sayang yang tiada hentinya diberikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Sumiati, M.Sc selaku pembimbing utama dan Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, M.S selaku pembimbing anggota., yang telah membimbing, mengarahkan dan membantu penyusunan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi. Selain itu ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Heri Ahmad Sukria, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Hj. Iman Rahayu HS, MS yang telah menguji, mengkritik dan memberikan sumbangan pemikiran serta masukan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Sc.Agr selaku pembimbing akademik atas segala bimbingan, nasehat serta dorongan yang diberikan dan kepada ibu Lanjar, seluruh staf pengajar serta karyawan Fakultas Peternakan, khususnya Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan atas segala bantuannya. Terima kasih penulis ucapkan kepada teman-teman satu penelitian Neli, Arif dan Siti Maelani yang penuh dengan semangat, saling membantu dan pantang menyerah, juga kepada Dian Hudayana, S.Hut, teman-teman INTP 41/40, feedlot dan mas Mulyanto, S.Pt yang selalu membantu dalam penelitian penulis. Penulis pun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Bogor, Maret 2008
Penulis
DAFTAR PUSTAKA Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan Ketiga. Lembaga Gunungbudi. Bogor. Anggorodi, R. 1980. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan ke-5. PT Gramedia. Jakarta. Ross
Breeders. 2007. Ross 708 broiler http://www.rossbreeders.com. [1 Februari 2008].
performance
objectives.
Barton, M. D and W. S. Hart. 2001. Public health risks: Antibiotic resistance. AsianAust J. Animal Sci. 14 (3) : 414-422. BPPMD Jawa Barat. Kelembaban rata-rata. 2007. http:// www.infoindonesia.com. [23 September 2007]. Card, L.E. and M.C. Nesheim.1972. Poultry Production. 11th Ed. Lea and Fibeger. Philadelphia, California. Cannas, A. 2001. Tannins. Animal Science at Cornell http//www.ansci.cornell.edu/plants/toxicagents/tannin/index/html. 2007].
University. [3 Maret
Cheeke, R. P. 1989. Toxicants of Plant Origin. Volume IV: Phenolics. CRC Press, Inc. Florida. Cheeke, R. P. 2001. Saponins: Suprising benefits of desert http://www.perfectwaters.net/saponins.html. [12 Februari 2008].
plants.
Clayton, E. S. 1967. The Economics of The Poultry Industry. Longmans, Green and Co Ltd, London. Dalimartha, S. 2005. Tanaman Obat di Lingkungan Sekitar. Puspa Swara. Jakarta. Davidson, P. M. and A. L. Branen. 1993. Antimicrobials in Food. Marcel Dekker., Inc. New York. Dewi, F. K. 2007. Pengaruh pemberian tepung kunyit dan tepung daun pepaya dalam ransum terhadap performa, persentase karkas, dan lemak abdominal ayam broiler yang mengalami cekaman panas. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Fahey, G. C. Jr. and H. J. G. Jung. 1989. Phenolics compounds in forages and fibrious feedstuffs. In: Cheeke P. R (Editor). Toxicants of Plant Origin. Vol IV, Phenolics. CRC Press Inc., Boca Raton, Florida. FAO. 2005. Endogenous and exogenous feed toxins. http://www.fao.org/docrep/ Article/agrippa/659_en-10.htm#TopOfPage. [3 Februari 2007]. Gillespie, J. R. 1990. Modern Livestock and Poultry Production. 4th Ed. Delmar Publishers, Inc. Canada. Johnson, B., Anker and Meleney . 1945. Bacitracin: a new antibiotic produced by a member of the B. Subtilis Group. http://en.wikipedia.org/wiki/Bacitracin. [30 April 2007].
Kumar, V., A. V. Elangonvan. and A. B. Mandal. 2005. Utilization of Reconstituted High-Tanin Sorghum in the Diets of Broiler Chickens. Asian-Aust. J. Animal. Sci. 18 (3) : 538-544. Lacy, M. B and R. Vest. 2004. Improving feed conversion in broiler: A guide for growers. http://agricoat.nedfeedconversion.htm. [5 Februari 2007]. Lee, M. H., H. J. Lee and P. D. Ryu. Public health risks : chemical and antibiotic residues. Asian-Aust J. Animal Sci. 14 (3) : 402-403. Leeson, S and J. D. Summers. 2000. Broiler Breeding Production. University Books, Guelph. Ontario, Canada. Leeson, S and J. D. Summers. 2001. Nutrition of The Chicken. 4th Edition. Ontario, Canada. Luvianti, S. 2006. Performa ayam broiler yang diberi tepung daun salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp) dalam ransum sebagai antibakteri Escherichia coli. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Milgate, J and D. C. K. Roberts. 1995. The nutritional and biological significance of saponins. http://www.sciencedirect.com. [3 Desember 2007]. Mulyani, S dan D. Gunawan. 2002. Ramuan Tradisional untuk Penderita Asma. Penerbit Swadaya. Jakarta. Mujiasih. 2001. Performa ayam broiler yang diberi antibiotik zinc bacitracin, probiotik Bacillus sp dan berbagai level Saccharomyces cerevisiae dalam ransumnya. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mursito, B. 2002. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Jantung. Penerbit Swadaya. Jakarta. National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry 9th revised edition. National Academy Press. Washington DC. North, M. O and D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Ed. Chapman and Hall, New York. Parrakasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. UI-Press. Jakarta. Pond, W. G., D. C. Church and K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4th Ed. John Wiley and Sons, Inc. Canada. Ragasa. 2005. Sambong. http://herbal-medicine.philsite.net/sambong. htm. [30 April 2007]. Rasyaf, M. 2003. Manajemen Peternakan Ayam Broiler. Penebar Swadaya. Jakarta. Retno, F. D., J. Jahja., dan T. Suryani. 1998. Penyakit-penyakit Penting pada Ayam. Edisi ke-4. Bandung. Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. Edisi ke-6. Terjemahan: K. Padmawinata. Penerbit Institut Teknologi Bandung. Bandung. Rose, S. P. 1997. Principles of Poultry Science. CAB International. New York. Rosmalawati, N., Sumiati dan D. A. Astuti. Pengaruh penggunaan tepung daun sembung (Blumea balsamifera) dalam ransum terhadap profil darah ayam
broiler umur 32 minggu. Makalah Seminar. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. [unpublished data]. Scott, M. L., M. C. Nesheim and R. J. Young. 1982. Nutrition of The Chicken. 3rd Ed. M.L. Scott and Associates. Ithaca. New York. Solikhah, S. H. 2006. Evaluasi penambahan tepung daun beluntas (Pluchea indica L.) dalam ransum terhadap tampilan produksi ayam broiler pada kepadatan kandang yang tinggi. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Steel, R. G. D dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik. Terjemahan. PT. Gramedia. Jakarta. Subronto dan Tjahajati. 2001. Ilmu Penyakit Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Suharyanto. 2008. Jalan pintas menuju http://www.depkominfo.go.id. [13 Februari 2008].
swasembada
daging.
Sulaksana, J dan W. A. Darmono. 2005. Sembung, Budidaya dan Pemanfaatan untuk Obat. Penerbit Swadaya. Jakarta. Susiarti, S. 2000. Potensi dan Cara Pemanfaatan Bahan Tanaman Obat. Prosea Indonesia-Yayasan Prosea. Bogor. Syamsu, J. A. 2007. Konsumsi protein http://jasmal.blogspot.com. [23 September 2007].
hewani
di
Indonesia.
Tangendjaja, B., E. Wina., T. Ibrahim dan B. Palmer. 1992. Kaliandra (Calliandra Calotyrsus) dan Pemanfaatannya. Balai Penelitian Ternak dan The Australian Centre for International Agricultural Research. Bogor. Tarmudji. 2004. Manfaat gel lidah buaya disnakjabar.go.id. [8 November 2007].
untuk
unggas.
http://www.
Trobos. 2007. Daya beli goyang optimisme. Majalah Agribisnis Peternakan dan Perikanan, Januari 2007. Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan Kelima. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Wahyuwardani, S dan Soeripto. 1997. Kepekaan beberapa isolat lokal Mycoplasma Gallisepticum terhadap antibiotik. J. Balitvet. Bogor. Wibowo, H. 2007. Pesimis perunggasan 2007 tetapi harus tetap optimis. http://infovet.blogspot.com. [13 Februari 2007]. Widowati, L. 2007. Timun teman sate. http://www.beritaiptek.com/zberitaberitaiptek-2007-06-09-Antimikroba-dari-Tumbuhan-(Bagian-Kedua).shtml. [8 November 2007]. Wiradisastra, M. D. H. 1986. Efektivitas keseimbangan energi dan asam amino dan efisiensi absorbsi dalam memenuhi persyaratan kecepatan tumbuh ayam broiler. Disertasi. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
World Poultry. 2004. Twenty Years of Production Enchancemen. Feed Business Information. 20 : 42-43. Yuningsih, T. B., Murdiyati dan S. Juariah. 2005. Keberadaan residu antibiotik tilosin (golongan makrolida) dalam daging ayam asal daerah Sukabumi, Bogor dan Tangerang. J. Balitvet. Bogor. Zainuddin, D. 2006. Tanaman obat meningkatkan efisiensi pakan dan kesehatan ternak unggas. Pros. Lokakarya Nasional. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler Periode Starter Perlakuan Ulangan
R0
R1
R2
R3
R4
1
704,60
694,30
728,90
809,10
758,80
2
679,00
736,90
828,00
809,20
780,90
3
713,00
735,30
745,30
734,90
880,90
Rata-rata
698,87
722,17
767,40
784,40
806,87
Std
±17,71
±24,15
±53,12
±42,87
±65,06
Lampiran 2. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Broiler Periode Starter SK
db
JK
KT
Fhitung
F0,05
F0,01
1,09
3,48
5,99
Perlakuan
4
21079,664
5269,916
Error
10
48233,040
4823,304
Total
14
69312,704
Lampiran 3. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler Periode GrowerFinisher Perlakuan Ulangan
R0
R1
R2
R3
R4
1
1209,40
1356,10
1490,70
1333,90
1292,81
2
1548,10
1379,71
1314,20
1456,00
1320,40
3
1536,10
1486,80
1219,10
1371,80
1309,30
Rata-rata
1431,20
1407,54
1341,33
1387,23
1307,50
Std
±192,18
±69,65
±137,82
±62,50
±13,88
Lampiran 4. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Broiler Periode Grower-Finisher db JK KT Fhitung F0,05 F0,01
SK
Perlakuan
4
30167,898
7541,97
Error
10
129752,13
12975,21
Total
14
159920,03
0,58
3,48
5,99
Lampiran 5. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan Perlakuan Ulangan
R0
R1
R2
R3
R4
1
1914,00
2050,40
2187,00
2143,00
2051,61
2
2227,10
2116,61
2242,20
2265,20
2101,30
3
2249,10
2222,10
1964,40
2106,70
2190,20
Rata-rata
2130,07
2129,70
2131,20
2171,63
2114,37
Std
±187,44
±86,60
±147,07
±83,04
±70,21
Lampiran 6. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan SK db JK KT Fhitung F0,05 F0,01 Perlakuan
4
5500,95
1375,24
Error
10
152174,44
15217,44
Total
14
157675,40
0,09
3,48
5,99
Lampiran 7. Rataan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter Perlakuan Ulangan
R0
R1
R2
R3
R4
1
417,22
425,44
472,78
491,11
475,22
2
479,80
547,44
521,60
444,90
470,50
3
457,30
427,30
423,60
475,10
490,56
451,44
466,73
472,66
470,37
478,76
±31,70
±69,91
±49,00
±23,47
±10,49
Rata-rata
Lampiran 8. Analisis Ragam Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter SK db JK KT Fhitung F0,05 F0,01 Perlakuan
4
1256,73
314,184
Error
10
17906,72
1790,67
Total
14
19163,45
0,18
Lampiran 9. Rataan Bobot Badan Akhir Minggu Pemeliharaan
3,48
5,99
Ayam Broiler selama Lima
Perlakuan Ulangan
R0
R1
R2
R3
R4
1
950,78
1134,30
1171,67
1024,89
1112,29
2
1206,22
1219,22
1130,32
1200,67
1083,50
3
1115,10
993,56
1034,78
1043,50
1005,40
1090,70
1115,69
1112,26
1089,69
1067,06
±129,46
±113,97
±70,21
±96,56
±55,31
Rata-rata
Lampiran 10. SK
db
Analisis Ragam Bobot Badan Akhir Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan JK KT Fhitung F0,05 F0,01
Perlakuan
4
4659,46
1164,865
Error
10
94124,33
9412,43
Total
14
98783,79
Lampiran 11.
0,12
3,48
5,99
Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter Perlakuan
Ulangan
R0
R1
R2
R3
R4
1
376,02
384,04
430,68
449,21
433,22
2
436,80
504,94
478,70
400,80
427,80
3
415,60
387,00
380,40
433,70
449,46
Rata-rata
409,47
425,33
429,93
427,90
436,83
Std
±30,85
±68,96
±49,15
±24,72
±11,27
Lampiran 12. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter SK db JK KT Fhitung F0,05 F0,01 Perlakuan
4
1229,204
307,30
0,1734
Error
10
17723,87
1772,39
Total
14
18953,08
3,48
5,99
Lampiran 13. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Grower-Finisher Perlakuan Ulangan
R0
R1
R2
R3
R4
1
533,56
708,86
698,89
533,78
637,06
2
726,42
671,78
608,62
755,77
613,00
3
657,80
566,26
611,18
568,40
514,84
Rata-rata
639,26
648,96
639,56
619,31
588,30
Std
±97,76
±73,99
±51,39
±119,43
±64,74
Lampiran 14. SK
db
Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Grower-Finisher JK KT Fhitung F0,05 F0,01
Perlakuan
4
7041,012
1760,25
Error
10
72256,88
7225,69
Total
14
79297,89
0,2436
3,48
5,99
Lampiran 15. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan Perlakuan Ulangan
R0
R1
R2
R3
R4
1
909,58
1092,90
1129,57
982,99
1070,29
2
1163,22
1176,72
1087,32
1156,57
1040,8
3
1073,40
953,26
991,58
1002,10
964,30
1048,73
1074,29
1069,49
1047,22
1025,13
±128,61
±112,89
±70,70
±95,18
±54,70
Rata-rata Std
Lampiran 16. SK
Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan
db
JK
KT
Fhitung
F0,05
F0,01
Perlakuan
4
4661,102
1165,28
0,13
3,48
5,99
Error
10
92668,98
9266,90
Total
14
97330,08
Lampiran 17. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler Periode Starter Perlakuan Ulangan
R0
R1
R2
R3
R4
1
1,87
1,81
1,62
1,80
1,75
2
1,55
1,46
1,94
2,02
1,83
3
1,72
1,90
1,96
1,69
1,96
Rata-rata
1,71
1,72
1,84
1,84
1,85
Std
±0,16
±0,23
±0,19
±0,17
±0,11
Lampiran 18. Analisis Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler Periode Starter SK db JK KT Fhitung F0,05 F0,01 Perlakuan
4
0,054
0,013
Error
10
0,31
0,031
Total
14
0,36
0,44
3,48
5,99
Lampiran 19. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler Periode GrowerFinisher Perlakuan Ulangan
R0
R1
R2
R3
R4
1
2,27
1,91
2,13
2,50
2,03
2
2,13
2,05
2,16
1,93
2,15
3
2,34
2,63
1,99
2,41
2,54
Rata-rata
2,24
2,20
2,10
2,28
2,24
Std
±0,10
±0,38
±0,09
±0,31
±0,27
Lampiran 20. Analisis Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler Periode Grower-Finisher SK
db
JK
KT
Fhitung
F0,05
F0,01
Perlakuan
4
0,061
0,015
0,23
3,48
5,99
Error
10
0,66
0,066
Total
14
0,72
Lampiran 21. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan Perlakuan Ulangan
R0
R1
R2
R3
R4
1
2,10
1,88
1,94
2,18
1,92
2
1,91
1,80
2,06
1,96
2,02
3
2,10
2,33
1,98
2,10
2,27
2,04
2,00
1,99
2,08
2,07
±0,11
±0,29
±0,06
±0,11
±0,18
Rata-rata
Lampiran 22. Analisis Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan SK
db
JK
KT
Fhitung
F0,05
F0,01
Perlakuan
4
0,018
0,005
0,16
3,48
5,99
Error
10
0,29
0,03
Total
14
0,31
Lampiran 23. Konsumsi Saponin Sembung Periode Starter, Grower-Finisher dan selama 5 Minggu Pemeliharaan (Kumulatif) (g/ekor) Konsumsi Periode Konsumsi Periode Konsumsi Starter Grower-Finisher Kumulatif R2 1,11 1,88 2,98 R3
2,20
3,88
6,08
R4
3,38
5,49
8,88
Lampiran 24. Konsumsi Tanin Sembung Periode Starter, Grower-Finisher dan selama 5 Minggu Pemeliharaan (Kumulatif) (g/ekor) Konsumsi Periode Konsumsi Periode Konsumsi Starter Grower-Finisher Kumulatif R2 0,79 1,34 2,13 R3
1,57
2,77
4,34
R4
2,42
3,92
6,34
Lampiran 25. Komposisi Premix setiap 1 kg (PT. Mensana Aneka Satwa) Komponen Jumlah (mg) Vitamin A (IU) 4000000 Vitamin D3 (IU)
800000
Vitamin E
4500
Vitamin K3
450
Vitamin B1
450
Vitamin B2
1350
Vitamin B6
480
Vitamin B12
6
Ca-d-pantothenate
2400
Folic Acid
270
Nicotinic Acid
7200
Choline Chloride
28000
Dl-Methionine
28000
L-Lysine
50000
Ferros
8500
Copper
700
Manganese
18500
Zinc
14000
Cobalt
50
Iodine
70
Selenium
35
Antiox. carrier add (kg)
1
Lampiran 26. Rataan Konsumsi Air Minum, Vita Chick dan Bacitracin MD pada Perlakuan Kontrol Positif (R1) selama Empat Minggu Pemeliharaan per Ekor Minggu ke-
Konsumsi Air Minum (ml/minggu)
Konsumsi Vita Chick (g/minggu)
1
276,11
0,20
Konsumsi Bacitracin MD (g/minggu) 0,028
2
458,89
0,33
0,046
3
778,76
0,32
0,045
4
1146,73
0,48
0,067
Jumlah
2660,49 95ml/hari
1,33 47,5 mg/hari
0,186 6,6 mg/hari
R0
R2
R1
R3
R4