PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH DI KABUPATEN ACEH UTARA Andria Zulfa Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
ABSTRACT Title
:
THE EFFECT OF PENDAPATAN ASLI DAREAH (PAD) AND DANA ALOKASI UMUM (DAU) BELANJA DAERAH ALLOCATIONS IN NORTH ACEH
This study aims to determine the effect Pendapatan Asli Dareah (PAD) and Dana Alokasi Umum (DAU) Belanja Daerah allocations in North Aceh Regency period 2001 to 2012. The data analysis was performed by multiple linear regression approach by the SPSS program. The results showed that simultaneous PAD and DAU significant on the allocation of Belanja Daerah in North Aceh district during the period of observation. While partially demonstrated that PAD positive and significant impact on the allocation of Belanja Daerah in North Aceh district during the period of observation, while the Dana Alokasi Umum (DAU) is positive but not significant effect on the allocation of Belanja Daerah in North Aceh during the observation period. The results of this study support the results of the study have Prakosa (2004), Maemunah (2006), Syukriy and Halim (2003), and Sani (2009). The implication of this study is the higher number of incoming PAD and DAU in northern Aceh district budget, the greater the potential for local governments to implement regional development programs for the prosperity and welfare of the community. Keywords : PAD, DAU, Allocations, Keuangan Daerah
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Alokasi Belanja Daerah di Kabupaten Aceh Utara periode 2001 hingga 2012. Analisis data dilakukan dengan pendekatan regresi linear berganda yang dibantu oleh program SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PAD dan DAU berpengaruh signifikan terhadap Alokasi Belanja Daerah di Kabupaten Aceh Utara selama periode pengamatan. Sedangkan secara parsial menunjukkan bahwa PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap Alokasi Belanja Daerah di Kabupaten Aceh Utara selama periode pengamatan, sementara Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap Alokasi Belanja Daerah di Kabupaten Aceh Utara selama periode pengamatan. Hasil penelitian ini telah mendukung hasil kajian Prakosa (2004), Maemunah (2006), Syukriy dan Halim (2003), dan Sani (2009). Implikasi dari penelitian ini adalah semakin tinggi jumlah PAD dan DAU yang masuk dalam APBD Kabupaten Aceh Utara, maka semakin besar potensi Pemerintah Daerah untuk melaksanakan program Pembangunan Daerah demi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Kata Kunci : PAD, DAU, ALOKASI, KEUANGAN DAERAH
Pendahuluan Pembangunan nasional diawali dengan pembangunan pondasi ekonomi yang kuat sehingga menciptakan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi nasional sangat ditentukan oleh pembangunan ekonomi daerah.Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka daerah diberikan otonomi atau kewenangan oleh Pemerintahan Pusat untuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri. Apabila Pemerintah Daerah melaksanakan fungsinya secara efektif dan mendapat kebebasan dalam pengambilan keputusan pengeluaran disektor publik, maka mereka harus mendapat dukungan sumber-sumber keuangan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan lain-lain dari pendapatan yang sah (Halim, 2009). Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Optimalisasi penerimaan PAD hendaknya didukung upaya Pemerintah Daerah dengan meningkatkan kualitas layanan publik (Mardiasmo, 2002). Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pasal 6 menjelaskan bahwa sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri atas: 1) Hasil pajak Daerah; 2) Hasil retribusi Daerah; 3) Hasil Perusahaan Milik Daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Sumber Pendapatan Asli Daerah sebagaimana tersebut pada dasarnya masih dalam bentuk dan jenis yang sama, kecuali dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, dengan menambah 1 (satu) lagi unsur sumber PAD, yaitu “Zakat”. Namun PAD dari jenis ini belum sempat dilaksanakan, karena sudah dinyatakan tidak berlaku lagi dengan ditetapkan dan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, tetapi PAD dari jenis Zakat ini masih tercantum didalamnya. Akan tetapi, hingga Tahun Anggaran 2010 belum juga dimasukkan sebagai jenis PAD dan berdasarkan penelitian bahwa pada tahun anggaran 2011 telah dimasukkan didalam APBD Kabupaten, tetapi hanya sekedar pencatatan, sedangkan pengelolaannnya dilaksanakan oleh satu badan yang dinamakan dengan “Baital Maal” yang mekanisme pelaksanaannya sesuai dengan yang telah diatur menurut Hukum Islam (Syari’at Islam). Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan sumber pembelanjaan daerah disamping Pendapatan Asli Daerah (PAD). Peranan DAU terletak pada kemampuannya untuk menciptakan pemerataan berdasarkan pertimbangan atas potensi fiskal dan kebutuhan nyata dari masing-masing daerah (Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004). Permasalahan Dana Alokasi Umum (DAU) terletak pada perbedaan cara pandang antara pusat dan daerah tentang dana ini. Bagi Pemerintah Pusat, DAU dijadikan sebagai instrument horizontal imbalance untuk pemerataan atau mengisi fiscal gap. Sedangkan bagi Pemerintah Daerah, DAU dimaksudkan untuk mendukung kecukupan pendapatan daerah. Permasalahannya akan timbul ketika Pemerintah Daerah meminta DAU sesuai dengan kebutuhannya. Akan tetapi, alokasi DAU didasarkan pada kebutuhan daerah yang demikian belum bisa dilakukan karena dasar perhitungan fiscal needs tidak memadai (terbatasnya data, belum ada standar pelayanan minimum masing-masing daerah, dan sistem penganggaran yang belum berdasarkan pada standar analisis belanja). Ditambah total pengeluaran anggaran khususnya APBD belum mencerminkan kebutuhan sesungguhnya dan cenderung tidak efisien. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) bersama-sama digunakan untuk pembelanjaan daerah, jika keduanya meningkat maka dana yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga Pemerintah Daerah akan berinisiatif untuk lebih menggali potensi-potensi
daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Menurut Pratiwi (2007), pertumbuhan PAD secara berkelanjutan akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah itu. Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu Daerah Tingkat II yang berada di Provinsi Aceh. Kabupaten ini adalah salah satu Kabupaten yang tergolong tua di Provinsi Aceh. Kabupaten Aceh Utara terus melaksanakan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta memajukan daerahnya melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang dalam hal ini adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU). Namun sumbangan PAD terhadap APBD Kapubaten Aceh Utara saat ini kondisinya masih sangat kurang memadai, terutama dengan habisnya sumber daya alam utama di daerah ini, yakni minyak bumi dan gas alam, sehingga kontribusi yang dapat disumbangkan PAD terhadap total penerimaan daerah masih relatif sangat rendah sementara belanja daerah cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Disamping itu, sumbangan DAU juga cenderung tidak mencukupi dari tahun ke tahun. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan belanja daerah di Kabupaten Aceh Utara selama 12 tahun terakhir terlihat pada tabel berikut: Tabel 1. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Alokasi Belanja Daerah Kabupaten Aceh Utara Periode 2001 – 2012 Thn. 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
PAD DAU Total Prtmbhn Total Prtmbhn (Rp Milyar) (%) (Rp Milyar) (%) 12,533 233,970 21,821 200,592 0.74 -0.14 37,774 149,120 0.73 -0.26 38,029 199,895 0.01 0.34 55,368 199,896 0.46 0.00 103,120 199,896 0.86 0.00 119,858 203,868 0.16 0.02 106,145 224,975 -0.11 0.10 85,520 226,981 -0.19 0.01 38,504 245,998 -0.55 0.08 53,643 440,366 0.39 0.79 73,277 612,599 0.37 0.39
Belanja Daerah Total Prtmbhn (Rp Milyar) (%) 160,181 180,897 0.13 665,092 2.68 733,629 0.10 690,703 -0.06 886,037 0.28 1,066,064 0.20 1,611,235 0.51 1,352,233 -0.16 932,592 -0.31 1,087,015 0.17 847,164 -0.22
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (Diolah, 2013) Dari Tabel di atas terlihat bahwa rata-rata selama tahun 2001 hingga 2012, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Aceh Utara mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2001 PAD Kab. Aceh Utara sebesar Rp 12,533 milyar, kemudian terus mengalami pertumbuhan positif hingga mencapai Rp 119,858 milyar di tahun 2007. Namun pada tahun 2008, PAD mengalami penurunan hingga mencapai Rp 106,145 milyar dan terus berlangsung hingga mencapai Rp 38,504 milyar di tahun 2010. Sementara pada tahun 2011 PAD Kab. Aceh Utara kembali meningkat hingga mencapai Rp 73,277 milyar di tahun 2012. Disamping itu, pertumbuhan Dana Alokasi Umum (DAU) di Kabupaten Aceh Utara selama periode pengamatan juga mengalami peningkatan yang positif. Pada tahun 2001, DAU Kab. Aceh Utara sebesar Rp 233,970 milyar, namun pada tahun 2002 mengalami penurunan hingga mencapai Rp 149,120 milyar di tahun 2003. Pertumbuhan DAU positif kembali terjadi pada tahun 2004 yakni mencapai Rp 199,895 milyar dan terus tumbuh hingga mencapi Rp 612,599 milyar di tahun 2012 meskipun sempat terpuruk pada tahun 2010. Kondisi yang hampir bersamaan juga terlihat pada pertumbuhan Belanja Daerah, dimana pada tahun 2001 Belanja Daerah Kabupaten Aceh Utara sebesar Rp 160,181 milyar dan terus
mengalami pertumbuhan hingga mencapai Rp 1.611,235 milyar di tahun 2008 meskipun sempat terpuruk pada tahun 2004. Pada tahun 2009 Belanja Daerah Kabupaten Aceh Utara kembali menurun, yakni dari Rp 1.611,235 milyar (tahun 2008) ke Rp 1.352,233 milyar di tahun 2009. Penurunan ini terus berlangsung hingga mencapai Rp 847,164 di tahun 2012, meskipun sempat mengalami pertumbuhan positif di tahun 2011. Dari uraian di atas terlihat bahwa selama tahun 2001 hingga 2012, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) memiliki hubungan searah dengan Alokasi Belanja Daerah di Kabupaten Aceh Utara. Dimana peningkatan PAD dan DAU akan memicu peningkatan Belanja Daerah di Kabupaten Aceh Utara. Sebaliknya penurunan PAD dan DAU akan memicu penurunan Belanja Daerah di Kabupaten Aceh Utara. Kondisi yang demikian ini relevan dengan hasil penelitian Maimunah (2006), Prakosa (2004), dan Syukry & Halim (2003), yang juga menunjukkan bahwa PAD dan DAU signifikan berpengaruh terhadap Belanja Daerah. Akan tetapi hasil penelitian Sari (2009) menunjukkan bahwa DAU berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah sedangkan PAD tidak. Oleh karenanya, peneliti tertarik untuk mengangkat masalah ini ke dalam objek penelitian dengan judul. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan fenomena di atas maka tujuan penelitian yaitu untuk menganalisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Alokasi Belanja Daerah di Kabupaten Aceh Utara. Tinjauan Pustaka 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Salah satu wujud dari pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah pemberian sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri sesuai dengan potensinya masing-masing. PAD mencerminkan local taxing power yang “cukup” sebagai necessary condition bagi terwujudnya otonomi daerah yang luas karena nilai dan proporsinya yang cukup dominan utuk mendanai daerah (Simanjuntak, 2005). Secara teoritis pengukuran kemandirian daerah diukur dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sumber PAD berasal dari pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengolahan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari Pos Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos Penerimaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam (Bastian, 2002). Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Identifikasi sumber Pendapatan Asli Daerah adalah meneliti, menentukan dan menetapkan mana sesungguhnya yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah dengan cara meneliti dan mengusahakan serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan benar sehingga memberikan hasil yang maksimal (Elita dalam Pratiwi, 2007). Kendala utama yang dihadapi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan otonomi daerah adalah minimnya pendapatan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Proporsi Pendapatan Asli Daerah yang rendah, di lain pihak menyebabkan Pemerintah Daerah memiliki derajat kebebasan rendah dalam mengelola keuangan daerah. Sebagian besar pengeluaran, baik rutin maupun pembangunan, dibiayai dari dana perimbangan, terutama Dana Alokasi Umum.Alternatif jangka pendek peningkatan penerimaan Pemerintah Daerah adalah menggali dari Pendapatan Asli Daerah (Pratiwi, 2007). Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Adapun kelompok Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi dua jenis pendapatan, yaitu (Halim, 2002):
1. Pajak Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak. 2. Retribusi Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi daerah. 2. Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Pembagian dana untuk daerah melalui bagi hasil berdasarkan daerah penghasil cenderung menimbulkan ketimpangan antar daerah dengan mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Alokasi Dana Alokasi Umum bagi daerah yang potensi fiskalnya besar namun kebutuhan fiskalnya kecil akan memperoleh alokasi Dana Alokasi Umum yang relatif kecil. Sebaliknya daerah yang memiliki potensi fiskalnya kecil namun kebutuhan fiskalnya besar akan memperoleh alokasi Dana alokasi Umum relatif besar. Dengan maksud melihat kemampuan APBD dalam membiayai kebutuhan-kebutuhan daerah dalam rangka pembangunan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi dengan belanja pegawai (Halim, 2009). Dalam UU Nomor 32/2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan Pemerintah daerah, Pemerintah pusat akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil yang terdiri dari pajak dan Sumber Daya Alam. Disamping Dana Perimbangan tersebut, Pemerintah Daerah memiliki sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-lain pendapatan yang sah. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Dana transfer dari Pemerintah Pusat diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa kebutuhan DAU oleh suatu daerah (Provinsi, Kabupaten, dan Kota) ditentukan dengan menggunakan pendekatan Fiscal Gap, dimana kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan atas kebutuhan daerah dengan potensi daerah. Dana Alokasi Umum digunakan untuk menutup celah yang terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada. 3. Alokasi Belanja Daerah Belanja Daerah adalah semua pengeluaran Pemerintah Daerah pada suatu periode Anggaran. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri dari tiga komponen utama, yaitu unsur penerimaan, belanja rutin dan belanja pembangunan. Ketiga komponen itu meskipun disusun hampir secara bersamaan, akan tetapi proses penyusunannya berada di lembaga yang berbeda (Halim, 2002). Proses penyusunan APBD secara keseluruhan berada di tangan Sekretraris Daerah yang bertanggung jawab mengkoordinasikan seluruh kegiatan penyusunan APBD. sedangkan proses penyusunan belanja rutin disusun oleh Bagian Keuangan Pemerintah Daerah, proses penyusunan penerimaan dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah dan proses penyusunan belanja pembangunan disusun oleh Bappeda (Dedy Haryadi et al, dalam Pratiwi, 2007). Menurut penelitian Pambudi (2007) belanja juga dapat dikategorikan menurut karakteristiknya menjadi dua bagian, yaitu: (1) Belanja selain modal (Belanja administrasi umum; Belanja operasi, pemeliharaan sarana dan prasarana publik; Belanja transfer; Belanja tak terduga). (2) Belanja modal. Sedangkan menurut Pambudi (2007), secara umum belanja dalam APBD dikelompokan menjadi lima kelompok, yaitu: 1. Belanja administrasi umum, yaitu semua pengeluaran Pemerintah Daerah yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau pelayanan publik.
2. Belanja operasi, pemeliharaan sarana dan prasarana publik, yaitu semua pengeluaran Pemerintah Daerah yang berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik. 3. Belanja modal, yaitu semua pengeluaran Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya operasi dan pemeliharaan. 4. Belanja transfer, yaitu pengalihan uang dari Pemerintah Daerah kepada pihak ketiga tanpa adanya harapan untuk mendapatkan pengembalian imbalan maupun keuntungan dari pengalihan uang tersebut. Kelompok belanja ini terdiri atas pembayaran angsuran pinjaman, dana bantuan, dan dana cadangan. 5. Belanja tak tersangka, yaitu pengeluaran yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan tak terduga dan kejadian-kejadian luar biasa. Menurut Nurlan (2008) menyatakan bahwa belanja tidak terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup. Kerangka Konseptual Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang maka skema kerangka konseptual dalam penelitian ini yaitu :
Pendapatan Asli Daerah (X1)
Alokasi Belanja Daerah (Y)
Dana Alokasi Umum (X2)
Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara yang hendak diuji kebenarannya dengan melihat hasil analisis penelitian. Sekaran (2007) mengatakan bahwa hipotesis bisa didifinisikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara logis diantara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji. Hubungan tersebut diperkirakan berdasarkan jaringan asosiasi yang ditetapkan dalam kerangka teoritis yang dirumuskan untuk studi penelitian. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesisnya adalah: H1 : Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Alokasi Belanja Daerah (ABD) di Aceh Utara) . H2 : Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Alokasi Belanja Daerah (ABD). Metodologi Penelitian Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang bersifat time series, yaitu jumlah Pendapatan asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Alokasi Belanja Daerah di Kabupaten Aceh Utara selama periode pengamatan, yakni 12 tahun (mulai tahun 2001 hingga tahun 2012). Data-data ini diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah dan www.djkp.co.id. Definisi Operasional Variabel 1. Pendapatan Asli Daerah (X1). PAD Kabupaten Aceh Utara adalah seluruh sumber keuangan daerah yang meliputi pajak daerah, retribusi, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah di wilayah ini. Rasio Rupiah. 2. Dana Alokasi Umum (X2) DAU Kabupaten Aceh Utara adalah dana yang berasal dari APBN (Pemerintah Pusat) untuk pemerataan kemampuan keuangan dalam rangka mendanai kebutuhan daerah di wilayah ini. Rasio Rupiah. 3. Alokasi Belanja Daerah (Y) ABD Kabupaten Aceh Utara adalah seluruh belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dan tidak secara langsung oleh adanya dalam pelaksanaan program dan kegiatan daerah di wilayah ini.Rasio Rupiah Metode Analisis Data
Dalam menganalisis data, lebih lanjut peneliti menggunakan bantuan pengolahan data SPSS (Statistical Package for Social Science). Dengan kecendrungan data linear maka digunakan spesifikasi Model Analisis Regresi Linier Berganda, yaitu: Y = α + β1 X1 + β2 X2 + ε Keterangan: Y = Alokasi Belanja Daerah α = Konstanta X1 = Pendapatan Asli Daerah (PAD) X2 = Dana Alokasi Umum (DAU) β = Koefisien Variabel Independen ε = Error Term Uji Normalitas Menurut Ghozali (2006), uji normalitas digunakan untuk menyatakan apakah suatu data mengikuti sebagian normal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov. Menurut Ghozali (2006), pedoman pengambilan keputusan dengan uji Kolmogorov Smirnov tentang data tersebut mendekati atau merupakan distribusi normal adalah jika nilai signifikan atau nilai probabilitas lebih kecil dari 5% maka distribusi adalah tidak normal, sebaliknya jika nilai signifikan atau nilai probabilitas lebih besar 5% maka distribusi adalah normal. Namun jika data mengalami distribusi yang tidak normal, maka data-data mentah akan ditransformasikan kedalam bentuk Log atau LN atau bentuk lainnya. Uji Multikolinearitas Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel-variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantar variabel bebasnya (Ghozali, 2006). Dalam penelitian ini teknik untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas adalah dengan cara mengamati nilai VIF dan tolerance . jika nilai VIF melebihi nilai 10 dan nilai tolerance kurang dari 0,10 maka model regresi yang diindikasikan terdapat multikolonieritas (Ghozali, 2006). Jika data-data terdeteksi mengalami heteroskedastisitas, maka data-data mentah akan ditransformasikan kedalam bentuk absolut dan selanjutnya ditransformasikan kedalam bentuk Ln (Ghozali, 2006). Uji Heteroskedastisitas Menurut Ghozali (2006), uji heteroskedastisitas menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dan residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain maka disebut homoskedastisitas, dan jika varians berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Deteksi adanya heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat grafik Scatterplot. Dasar pengambilan keputusannya yaitu jika ada pola tertentu seperti titik-titik (poin-poin) yang membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka telah terjadi heteroskedastisitas dan jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi berganda linier ada korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan penganggu pada periode t1(sebelumnya). Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu
berkaitan satu sama lain. Jika ada masalah autokorelasi, maka model regresi yang seharusnya signifikan, menjadi tidak layak untuk dipakai (Santoso, 2000). Autokorelasi dalam penelitian ini menggunakan uji statistik Durbin Watson. Singgih (2000), bila angka D-W diantara -2 sampai +2, berarti tidak terjadi autokorelasi. Menurut Ghozali (2006), untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi bisa menggunakan Uji Durbin-Watson (DW test) dengan pola pengambilan keputusannya terlihat dalam Tabel 4.2 berikut: Pengujian Hipotesis Uji statistik pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen dengan kriteria pengambilan keputusannya adalah: a. Jika thitung > ttabel atau jika nilai signifikansi < signifikansi alpha (α = 5%), maka H1, H2 diterima. Artinya, secara PAD (H1) dan DAU (H2) berpengaruh signifikan terhadap Alokasi Belanja Daerah. b. Jika thitung ≤ ttabel atau jika nilai signifikansi > signifikansi alpha (α = 5%), maka H1, H2 ditolak. Artinya, secara PAD (H1) dan DAU (H2) tidak berpengaruh signifikan terhadap Alokasi Belanja Daerah.
Hasil Penelitian Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Aceh Utara Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Aceh Utara merupakan jumlah penerimaan atau pendapatan yang diperoleh Pemerintahan Kabupaten Aceh Utara selama satu tahun anggaran yang berasal dari beberapa sumber, yaitu sumber pajak daerahnya, retribusi daerahnya, pendapatan lain-lain yang sah. Pertumbuhan jumlah PAD Kabupaten Aceh Utara selama periode pengamatan, yakni mulai tahun 2001 hingga 2012 terlihat pada Grafik berikut:
Grafik 1. Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Aceh Utara Periode 2001 – 2012 Dari grafik tersebut terlihat bahwa rata-rata Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Aceh Utara mengalami pertumbuhan positif selama periode pengamatan (2001 – 2012), kecuali pada tahun 2008 dan 2009 yang tumbuh secara negatif sebagai
dampak krisis perekonomian dunia. Pertumbuhan PAD Kabupaten Aceh Utara tertinggi terjadi pada tahun 2006 yang mencapai 86,24% dari tahun sebelumnya dan pertumbuhan PAD terendah terjadi pada tahun 2010, yaitu mencapai -54,98% dari tahun sebelumnya. Perkembangan Dana Alokasi Umum (DAU) Kabupaten Aceh Utara Dana Alokasi Umum (DAU) Kabupaten Aceh Utara merupakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan oleh Pemerintah Pusat kepada Kabupaten ini sebagai tambahan pendapatannya dalam rangka penyelenggaraan program pembangunan nasional. Pada dasarnya, pengalokasian DAU bertujuan untuk membantu Pemerintah daerah dalam menjalakan pembangunan daerah serta untuk membendung ketimpangan keuangan antar daerah. Pertumbuhan DAU tersebut selama periode pengamatan terlihat dalam grafik berikut:
Grafik 2. Pertumbuhan Dana Alokasi Umum Kabupaten Aceh Utara Periode 2001 – 2012 Dari grafik tersebut terlihat bahwa selama periode pengamatan, rata-rata pertumbuhan Dana Alokasi Umum (DAU) Kabupaten Aceh Utara positif setiap tahunnya, kecuali pada tahun 2002 dan 2003 yang mengalami pertumbuhan negatif. Pertumbuhan DAU tertinggi terjadi pada tahun 2011, yakni mencapai 79,01%, hal ini disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan nasional pasca pemulihan krisis perekonomian global. Sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2003 yang mencapai -25,66%, hal ini disebabkan oleh data kebutuhan fiskal dan data kapasitas fisikal disebabkan karena penambahan pegawai yang sangat signifikan. Perkembangan Alokasi Belanja Daerah Kabupaten Aceh Utara Belanja daerah Kabupaten Aceh Utara adalah semua pengeluaran kas Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dalam satu tahun anggaran yang digunakan untuk membiayai seluruh pengeluaran dalam rangka pembangunan daerah tersebut. Selama periode pengamatan, yakni tahun 2001 hingga tahun 2012 jumlah belanja daerah kabupaten ini terindikasi mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pertumbuhan jumlah alokasi belanja daerah Kabupaten Aceh Utara selama tahun 2001 hingga 2012 terlihat pada grafik berikut:
Grafik 3. Pertumbuhan Jumlah Alokasi Belanja Daerah Kabupaten Aceh Utara Periode 2001 – 2012 Dari Grafik terlihat bahwa pertumbuhan jumlah alokasi belanja daerah di Kabupaten Aceh Utara tertinggi terjadi pada tahun 2003, dimana pertumbuhannya mencapai 267,66% dari tahun 2002. Pertumbuhan yang sangat signifikan ini disebabkan oleh banyaknya jumlah pembiayaan terhadap sarana dan prasarana yang rusak selama konflik Aceh. Sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2010 yang mencapai -31%. Hasil Uji Normalitas Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov dengan kriteria keputusannya adalah jika nilai signifikansi atau Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari 5%, maka data-data yang digunakan dapat dinyatakan berdistribusi normal. Adapun hasil uji normalitas data dalam penelitian ini yang dilakukan dengan Kolmogorov Smirnov, terlihat pada Tabel berikut: Tabel 2. Hasil Uji Normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov PAD DAU ABM N 12 12 12 Normal Mean 10.8543 12.3931 13.4772 Parameters(a,b) Std. Deviation .68185 .38617 .71861 Most Extreme Absolute .155 .313 .295 Differences Positive .109 .313 .139 Negative -.155 -.230 -.295 Kolmogorov-Smirnov Z .538 1.083 1.021 Asymp. Sig. (2-tailed) .934 .191 .248 Sumber: Hasil Penelitian (Data Diolah, 2013). Dari Tabel di atas terlihat bahwa seluruh data pada masing-masing variabel penelitian memiliki nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 5%. Dimana data Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki nilai Asymp. Sig (2-tailed) sebesar 0,934 (93,4%) > cronbach alpha (α = 5%), data Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 0,191 (19,1%) > α = 5%, dan data Alokasi Belanja Modal (ABM) sebesar 0,248 (24,8%). Oleh karena demikian, maka dapat dinyatakan bahwa
seluruh data-data yang digunakan dalam penelitian ini berdistriusi normal dan dapat digunakan untuk proses analisis selanjutnya (regresi). Hasil Uji Multikolinearitas Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel-variabel bebas. Jika nilai VIF melebihi nilai 10 dan nilai tolerance kurang dari 0,10 maka model regresi yang diindikasikan terdapat multikolonieritas (Ghozali, 2006). Hasil uji multikolinearitas dalam penelitian ini terlihat pada Tabel berikut: Tabel 3 Hasil Uji Multikolinearitas Collinearity Statistics Model Tolerance VIF Pendapatan Asli Daerah (PAD)
0.982
1.018
Dana Alokasi Umum (DAU) 0.982 Sumber: Hasil Penelitian (Diolah, 2013)
1.018
Dari Tabel di atas terlihat bahwa semua variabel bebas memiliki nilai tolerance lebih besar dari 0,10 dan nilai VIF-nya kurang dari 10. Dimana Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) sama-sama memiliki nilai tolerance sebesar 0,982 > 0,10 dan nilai VIF-nya sebesar 1,018 < 10. Oleh karena demikian, maka seluruh data variabel bebas dapat dinyatakan bebas dari gejala multikolinearitas. Hasil Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain (Ghozali, 2006). Adapun hasil pengujian hetroskedastisitas dalam penelitian ini terlihat pada grafik berikut: Scatterplot Dependent Variable: ABM 1.5 1.0 .5 0.0 -.5 -1.0 -1.5 -2.0 -2.5 -1.5
-1.0
-.5
0.0
.5
1.0
1.5
Regression Standardized Residual
Gambar 4. Grafik Scatterplot (Hasil Uji Heteroskedastisitas) Dari Gambar di atas terlihat bahwa titik-titik tersebar secara tidak beraturan sehingga tidak terdeteksi adanya pola tertentu. Disamping itu, penyebaran titik-titik berada di atas dan di bawah nilai 0 pada sumbu Y. Oleh karena demikian, maka data-data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dinyatakan tidak terjadi heteroskedastisitas sehingga dapat digunakan untuk proses analisis berikutnya. Hasil Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi (Widarjono, 2009). Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi. Metode pengujian yang sering digunakan adalah dengan uji Durbin-Watson (uji DW) dengan ketentuan sebagai berikut: Tabel 4 Hasil Uji Autokorelasi Adjusted Std. Error of the Model R R Square Durbin-Watson R Square Estimate 1 .875(a) .766 .713 .38470 1.396 Sumber: Hasil Penelian (Data Diolah, 2013) Dari Tabel di atas terlihat bahwa nilai Durbin-Watson (DW) sebesar 1,396. Berdasarkan Tabel DW dengan kepercayaan sebesar 5%, maka nilai dL sebesar 1,1776 dan nilai dU sebesar 1,9399 sehingga 4-dL adalah 2,8224 dan 4-dU adalah 2,0601. Oleh karena demikian, maka nilai DW (1,396) berada diantara nilai dU (1,1776) dan nilai 4-dU (2,0601) sehingga dapat disimpulkan bahwa data-data yang digunakan dalam penelitian ini terbebas dari gejala autokorelasi. Hasil Analisis Korelasi dan Determinasi Untuk melihat hubungan variabel bebas dengan variabel terikat serta besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, maka dapat diketahui melalui nilai koefisien korelasi dan determinasi, berikut: Tabel 5 Koefisien Korelasi dan Determinasi Adjusted R Std. Error of Model R R Square Square the Estimate 1 .875 .776 .713 .38470 Sumber: Hasil Penelitian (2013) Dari Tabel di atas diketahui bahwa nilai korelasi (R) sebesar 0,875 yang menunjukkan kuatnya hubungan antara variabel independen (PAD dan DAU) dengan variabel dependen (alokasi belanja daerah) sebesar 87,5%. Sedangkan koefisien determinasi ditunjukkan oleh nilai R Square sebesar 0,776 artinya, PAD dan DAU mampu menjelaskan jumlah alokasi belanja daerah di Kabupaten Aceh Utara sebesar 77,6% sedangkan sisanya yaitu 22,4% (100% - 77,6%) dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini, seperti dana hibah atau dana bantuan, hutang, dan sebagainya. Hasil Pengujian Hipotesis Pebgujian hipotesis dengan menggunakan Uji t (parsial) bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) secara individual terhadap alokasi belanja daerah di Kabupaten Aceh Utara. Adapun hasil pengujian secara parsial (uji t) dalam penelitian ini terlihat pada Tabel berikut: Tabel 6 Hasil Pengujian secara Parsial (Uji t) Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model T Sig. B Std. Error Beta (Constant) 2.119 3.965 .534 .606 PAD .911 .172 .864 5.305 .000 DAU .119 .303 .064 .392 .704 Sumber: Hasil Penelitian (Data Diolah, 2013)
Berdasarkan Tabel di atas diketahui bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki nilai thitung (5,305) > ttabel (2,201) atau nilai signifikansinya (0%) < α (5%) sehingga H1 diterima, artinya PAD berpengaruh signifikan terhadap alokasi belanja daerah di Kabupaten Aceh Utara. Oleh karenanya, jika PAD meningkat maka alokasi belanja daerah pun akan meningkat atau penurunan PAD akan memicu penurunan belanja daerah. Dalam literatur ekonomi dan keuangan daerah, hubungan Pendapatan dan Belanja Daerah didiskusikan secara luas sejak akhir dekade 1950-an dan berbagai hipotesis tentang hubungan diuji secara empiris menyatakan bahwa pendapatan mempengaruhi belanja. Sementara studi tentang pengaruh grants dari Pemerintah Pusat terhadap keputusan pengeluaran atau Belanja Pemerintah Daerah sudah berjalan lebih dari 30 tahun (Prakosa, 2004). Holtz-Eakin, et al (dalam Prakosa, 2004) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari Pemerintah Pusat dengan Belanja Pemerintah Daerah. Sementara Dana Alokasi Umum (DAU) memiliki nilai thitung (0,392) < ttabel (2,201) atau nilai signifikansinya (0%) < α (5%) sehingga H2 ditolak, artinya DAU tidak berpengaruh signifikan terhadap alokasi belanja daerah di Kabupaten Aceh Utara. Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan sumber pendapatan penting bagi sebuah daerah dalam memenuhi belanjanya. Dana Alokasi Umum (DAU) ini sekaligus dapat menujukan tingkat kemandirian suatu daerah. Semakin banyak Dana Alokasi Umum yang diterima maka berarti daerah tersebut masih sangat tergantung terhadap Pemerintah Pusat dalam memenuhi belanjanya, ini menandakan bahwa daerah tersebut belumlah mandiri, dan begitu juga sebaliknya (Pambudi, 2007). Dana Alokasi Umum (DAU) dialokasikan untuk Kabupaten Aceh Utara dengan tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatan. Jaminan keseimbangan penyelenggaraan Pemerintah Daerah dalam rangka penyediaan pelayanan dasar kepada masyarakat. Oleh karenanya, DAU merupakan sumber dana yang dominan dan dapat meningkatkan pelayanan pada masyarakat. Sebagai tujuan dari desentralisasi yaitu untuk mempercepat pembangunan disamping itu tetap memaksimalkan potensi daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Kondisi yang demikian cenderung relevan dengan hasil kajian Prakosa (2004) yang menunjukkan bahwa selama periode pengamatannya Dana Alokasi Umum (DAU) memiliki posisi yang kurang dominan dalam menentukan alokasi belanja daerah di Yogyakarta dan Jawa Tengah, karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) jauh lebih tinggi dari DAU-nya. Namun untuk tahun-tahun berikutnya DAU akan lebih dominan berpengaruh terhadap alokasi belanja daerah di kedua daerah tersebut, karena munculnya berbagai bentuk peraturan daerah tentang pajak dan retribusi daerah mungkin merupakan indikasi untuk “mengimbangi” pendapatan yang bersumber dari Pemerintah Pusat (salah satunya DAU). Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan, yaitu: a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi belanja daerah di Kabupaten Aceh Utara selama periode 2001 – 2012. Pendapatan Asli Daerah secara positif dan signifikan dalam mempengaruhi alokasi belanja daerah ini disebabkaan rata-rata PAD selama priode pengamatan tumbuh secara positif, sehingga memungkinkan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Utara untuk meningkatkan jumlah program-program daerah demi terlaksananya pembangunan daerah yang akan membawa pada kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya, sehingga dengan meningkatnya programprogram tersebut secara otomatis akan meningkatkan jumlah alokasi belanja daerahnya. b. Dana Alokasi Umum (DAU) tidak berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja daerah di Kabupaten Aceh Utara selama periode 2001 – 2012. karena DAU masih
menjadi komponen utama bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Utara dalam hal pembiayaan program-program pemerintah. Dengan kata lain, selama periode pengamatan PAD Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Utara belum mampu sepenuhnya membiayai program pembangunan secara mandiri, meskipun Kabupaten Aceh Utara merupakan daerah otonomi dan memiliki sumber daya alam yang berlimpah, tetapi masih dikendalai oleh berbagai masalah, seperti iklim politik yang belum sepenuhnya stabil, bencana alam, dan kebijakan-kebijakan teradap perusahaan multinasional yang saat ini beroperasi di wilayah ini. Namun demikian, jumlah DAU yang masuk kedalam APBD Kabupaten Aceh Utara selama periode pengamatan belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara. Saran Adapun saran penulis atas hasil penelitian ini adalah: a. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Utara Untuk dapat menjalankan desentralisasi atau otonomi daerah dalam rangka program pembangunan daerah khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya, maka Pemerintah Kabupaten Aceh Utara agar memaksimalkan potensi daerah sehingga dapat mendongkrak jumlah PAD-nya serta dalam penggunaannya juga diatur dengan seefisien mungkin. Disamping itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Utara juga perlu mengusulkan kepada Pemerintah Pusat agar jumlah DAU ditingkatkan karena dengan peningkatan tersebut secara otomatis akan sangat membantu PAD dalam menjalankan program-program daerah. Akan tetapi, sebaiknya Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Utara agar tidak selalu mengandalkan DAU sehingga kebijakan otonomi yang berlaku dapat terlaksana dengan baik. Jika prosentase penggunaan DAU mengalami penurunan, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Utara berhasil dalam menggali segala potensi yang dimilikinya secara mandiri, b. Bagi Peneliti Berikutnya Mengingat hasil koefisien determinasi sebesar 77,6% yang menunjukkan bahwa variansi PAD dan DAU mampu menjelaskan alokasi belanja daerah di Kabupaten Aceh Utara sebesar 77,6%, artinya masih terdapat 22,4% faktor lain yang juga dapat menjelaskan variansi variabel dependen, maka peneliti lebih lanjut agar menambahkan faktor-faktor lain, seperti ukuran atau jenis-jenis pendapatan daerah lainnya atau dapat pula menambah (mengkombinasikan) dengan variabel-variabel non-keuangan, seperti kebijakan dan peraturan, partisipasi dalam penganggaran, dan kondisi makro ekonomi.
DAFTAR REFERENSI Arif, Bahtiar. (2002). Akuntansi Pemerintahan. Salemba Empat. Jakarta Arifin, Bustanul dan Didik J. Rachbini. (2001). Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik. PT. Grasindo. Jakarta. Bastian, Indra. (2002). Sistem Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat. Jakarta. Brahmantio (2002). Analisis Kebijakan Fiskal pada Era Otonomi Daerah. Jurnal Ekonomi dan Keuangan. Vol. 6, No. 1. Darwanto dan Yustikasari, Yulia, Pengaruh pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Alokasi Umum terhadap pengalokasian anggaran belanja modal,
Makalah disajikan pada Seminar Antarbangsa di Universitas Hassanudin, Makassar, 2628 Juli 2007. Ghozali, Imam. (1997). Pokok-pokok Akuntansi Pemerintahan. Edisi Keempat. BPFE. Yogyakarta. ____________. (2006). Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS. Edisi Keempat. Badan Penerbitan Universitas Diponegoro. Semarang. Halim, Abdul. (2009). Problem Desentralisasi dan Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat – Daerah. Sekolah Pascasarjana UGM. Yogyakarta. ___________. (2007). Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Ketiga. Salemba Empat. Jakarta. ____________. (2002). Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. Maimunah, Mutiara. (2006). Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang. Mardiasmo. (2002). Otonomi Dan Manajemen Keuangan Daerah. Penerbit Andi: Yogyakarta. _________. (2009). Akuntansi Sektor Publik. Edisi Keempat. Andi. Yogyakarta. Nafarin, M. (2001). Penganggaran Perusahaan. Salemba Empat. Jakarta. Nurlan, Darise. (2008). Akuntansi Keuangan Daerah. Penerbit PT. Indeks:. Jakarta. Nurul, Aisyiyah. (2008). Analisis Kinerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Sebelum dan Sesudah Pemberlakuan Pemendagri Nomor 13 Tahun 2006 Studi Pada Pemerintah Kabupaten Kudus. Tesis (Tidak dipublikasikan). Fakultas Ekonomi UNDIP. Semarang. Pambudi, Triwidodo. (2007). Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Bali. Tesis. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. Prakosa, Bambang. (2004). Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Prediksi Belanja Daerah (studi kasus Empirik di Wilayah Propinsi Jawa Tengah dan DIY). Jurnal Ekonomi dan Keuangan. Vol. 3, No. 1. Pratiwi, Novi. (2007). Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Prediksi Belanja Daerah Pada Kabupaten/Kota di Indonesia. Skripsi Sarjana (dipublikasikan). Fakultas Ekonomi UII. Yogyakarta. Puspita, Sari. (2009). Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendaptan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Langsung. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Santoso, Singgih. (2000). Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Elex Media Komputindo. Jakarta. Sukriy dan Halim Abdullah. (2004). Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah: Studi Kasus Kabupaten/Kota Di Jawa dan Bali. Simposium Nasional Akuntansi VI:1140-1159, Surabaya 16-17 Oktober 2003. Warsito, Kawedar, Abdulrohman, dan Sri Handayani. (2008). Akuntansi Sektor Publik: Pendekatan Penganggaran Daerah dan Akuntansi Keuangan daerah. Badan Penerbit Undip. Semarang. Yuwono, Sony dkk. (2005). Penganggaran Sektor Publik Pedoman Praktis Penyusunan, Pelaksanaan, dan Pertanggungjawaban APBD (Berbasis Kinerja). Bayumedia. Malang. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. ________________,Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. ________________,Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. ________________,Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintah. ________________,Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. ________________,Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan keuangan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. ________________, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2008. ________________, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. ________________, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009