Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
PENGARUH PENAMBAHAN KARAGENAN TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA DAN PALATABILITAS NUGGET DAGING ITIK LOKAL (Anas platyrynchos) (Physical, Chemical and Palatability Characteristic of Local Duck (Anas platyrynchos) Meat Nugget with the Addition of Carra Geenan) ABUBAKAR1, T. SURYATI2 dan A. AZIZS2 1
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 2 Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Jl. Raya Rasamala, Bogor
ABSTRACT Problems occurred in the processing of emulsion products, such as meat nugget is the breaking up of the emulsion system. Use of carrageenan as stabilizing agent was studied in this research. The was done to observed the effect of carregeenan concentration levels (0, 0,5, 1,0, 1,5, 2,0%) physical characteristic (cooking yield, water holding capacity, hardness and emulsion stability), chemical characteristic (moisture, ash, fat, protein, carbohydrate and dietary fibre content) and palatability characteristic (taste, smell, colour, hardness and texture) of the duck meat nugget. The result showed that the addition of carrageenan was not significantly different in cooking yield, water holding capacity, and hardness. The treatments was significantly affected emulsion stability. The addition of carrageenan increased, the emulsion stability increases as well. The chemical content of the duck meat nugget met the SNI chicken nugget requirements which are 47.53% moisture, 2.05% ash, 17.10% fat, 13.22% protein and 20.51% carbohydrate content. The result showed that as the addition of carrageenan increased, the dietary content increases as well. Use of 2% carrageenan resulted in product with the highest dietary fibre content (12.23%). The addition of carrageenan were not significantly affected in taste, smell, hardness, and texture, except in colour. The duck meat nugget with the addition of 2% carrageenan was significantly different from the one without carrageenan addition and it was less desirable than the other treatments. In conclusion, the panelist can accept the duck meat nugget research. Key Words: Nugget, Duck Meat, Carrageenan ABSTRAK Masalah yang sering timbul dalam pembuatan produk emulsi seperti nugget daging adalah pecahnya sistem emulsi. Penelitian ini dipelajari penambahan karagenan sebagai bahan penstabil emulsi. Penelitian dilakukan untuk melihat pengaruh konsentrasi karagenan (0; 0,5; 1,0; 1,5; 2,0%) terhadap sifat fisik (rendemen, daya mengikat air, kekerasan dan stabilitas emulsi), sifat kimia (kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat dan serat makanan) dan palatabilitas nugget daging itik (rasa, aroma, warna, kekerasan dan tekstur). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan karagenan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap sifat fisik rendemen, kekerasan dan daya mengikat air, tetapi sangat nyata mempengaruhi stabilitas emulsi. Semakin tinggi konsentrasi karagenan semakin baik stabilitas emulsinya. Komposisi kimia nugget daging itik yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan SNI untuk nugget ayam dengan rata-rata kadar air 47,53%, abu 2,05%, lemak 17,10%, protein 13,22% dan karbohidrat 20,51%. Semakin besar penambahan karagenan semakin tinggi kandungan serat makanannya. Kadar serat makanan tertinggi diperoleh pada penambahan 2% karagenan yaitu sebesar 12,23%. Penambahan karagenan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap palatabilitas rasa, aroma, kekerasan dan tekstur, tetapi mempengaruhi secara nyata terhadap warna. Penggunaan karagenan dengan konsentrasi 2% menghasilkan warna yang berbeda nyata dengan tanpa penambahan karagenan dan kurang disukai dibandingkan dengan perlakuan lain. Secara umum panelis dapat menerima nugget daging itik hasil penelitian. Kata Kunci: Nugget, Daging Itik, Karagenan
787
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
PENDAHULUAN Salah satu program ketahanan dan diversifikasi pangan nasional adalah penyediaan dan pemanfaatan daging lokal, diantaranya adalah daging itik. Daging itik merupakan sumber protein hewani yang bernilai gizi tinggi. Selama ini itik dibudidayakan untuk diambil telurnya, sedangkan pemanfaatan daging itik sebagai sumber daging masih kurang. Hal ini dikarenakan daging itik mempunyai bau dan aroma yang anyir, selain itu penampakannya kurang disukai konsumen karena warna dagingnya yang merah (ABUBAKAR, 2007). Peningkatan penerimaan masyarakat terhadap daging itik dapat dilakukan dengan melalui cara pengolahan (MIFTAH, 2010). Salah satu produk olahan daging adalah nugget. Nugget yang populer di masyarakat berasal dari daging ayam. Hampir di semua restoran cepat saji dapat ditemui nugget dalam menunya. Selain itu, nugget banyak disukai karena merupakan produk yang siap masak dan hanya membutuhkan waktu beberapa menit untuk siap dikonsumsi. Daging itik masih memenuhi syarat untuk dijadikan bahan baku utama pembuatan nugget karena kandungan proteinnya yang tinggi, yaitu sekitar 16,0%. Pengolahan daging itik menjadi nugget itik diharapkan dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap daging itik dan merupakan usaha diversifikasi pangan. Usaha peningkatan sifat-sifat nugget itik dilakukan dengan penambahan bumbu, bahan pengisi, dan zat aditif seperti penstabil dan pengemulsi. Salah satu penstabil yang berasal dari bahan alami yaitu karagenan. Karagenan adalah hidrokoloid hasil ekstraksi dari rumput laut merah (Rhodophyceae) yang semakin luas digunakan dalam produk pangan. Sifat karagenan yang berguna yaitu sebagai pengental dan pembentukan gel (gelasi) dan biasa digunakan sebagai pengikat dalam pembuatan sosis (FARDIAZ, 1989). Karagenan merupakan serat alami yang menunjukkan sifat hipokolesterolemik (penurun kadar kolesterol) yang bermanfaat untuk mengurangi risiko mendapatkan serangan jantung. Hal ini sangat sesuai dengan minat masyarakat akhir-akhir ini yang lebih memilih makanan dengan kadar kolesterol rendah. Penambahan karagenan ini
788
diharapkan dapat memperbaiki sifat-sifat nugget itik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan karagenan terhadap sifat fisik, kimia dan palatabilitas nugget itik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan memberikan informasi tentang pemanfaatan daging itik lokal sebagai bahan utama pembuatan nugget itik. Selain itu juga memberikan informasi pemanfaatan karagenan sebagai bahan tambahan pada produk nugget serta diversifikasi produk pangan hasil ternak. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian Bogor dan Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, IPB dengan menggunakan daging itik lokal jantan berumur sekitar enam bulan dari bagian dada dan paha. Bahan lain yang digunakan adalah tepung terigu, karagenan, es batu, susu skim, minyak jagung, minyak goreng, tepung roti, bumbu-bumbu yang meliputi garam, gula, lada dan bawang putih. Bahan kimia yang digunakan adalah bahanbahan untuk analisis proksimat. Pembuatan nugget daging itik dimulai dengan membersihkan daging dari kulit dan lemak yang tersisa. Perlakuan pada penelitian ini yaitu tanpa penambahan karagenan (kontrol) dan penambahan karagenan dengan konsentrasi 0,5; 1,0; 1,5 dan 2% dari berat daging itik. Penambahan konsentrasi karagenan ini disubtitusikan terhadap jumlah minyak jagung yang ditambahkan agar didapat persentase bahan baku dan bahan tambahan lain yang tetap terhadap total adonan. Formulasi bahan nugget daging itik dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Metode pembuatan nugget daging itik merupakan modifikasi dari PUTRA (2004) dan APRILIANI (2004). Diagram alir pembuatan nugget itik dapat dilihat pada Gambar 1. Pengukuran peubah Pengukuran peubah meliputi sifat fisik dan sifat kimia. Sifat fisik meliputi rendemen, kekerasan, daya mengikat air dan stabilitas emulsi. Analisis sifat kimia meliputi kadar air, abu, lemak, protein, karbohidrat dilakukan dengan analisis proksimat pada nugget
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
setengah matang (penggorengan selama 30 detik), dan kadar serat makanan. Kesukaan konsumen diuji secara hedonik meliputi warna, tekstur, kekerasan, aroma dan rasa. Pengujian dilakukan dengan menggunakan 40 orang panelis semi terlatih. Hasil dari pengujian dianalisa secara statistik non parametik dengan uji Kruskal-Wallis (STEEL dan TORRIE, 1995), dan bila perlakuan berpengaruh nyata, dilanjutkan dengan uji Multiple comparison of mean rank test. Pada pengujian organoleptik ini diikutsertakan nugget ayam komersial,
tetapi hasilnya tidak diolah secara statistik dan hanya dibandingkan secara deskriptif dengan nugget daging itik. Nugget ayam komersial diperoleh dari pasar swalayan di kota Bogor, meliputi tiga merk yang berbeda dan berasal dari tiga pabrik yang berbeda. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola searah dengan tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas tanpa penambahan karagenan (kontrol) dan penambahan konsentrasi karagenan sebesar 1,5; 1; 1,5 dan 2%.
Tabel 1. Formulasi nugget daging itik berdasarkan persentase berat daging itik Bahan
Level karagenan (%) Tanpa penambahan
0,5
1,0
1,5
2,0
Daging itik
100
100
100
100
100
Tepung terigu
10
10
10
10
10
Karagenan
0
0,5
1
1,5
2
Susu skim
4
4
4
4
4
Minyak jagung
3
2,5
2
1,5
1
Garam
2
2
2
2
2
Gula
2
2
2
2
2
Bawang putih
2
2
2
2
2
Lada
1
1
1
1
1
Penyedap rasa
1
1
1
1
1
Es
20
20
20
20
20
Tabel 2. Formulasi nugget daging itik berdasarkan persentase berat adonan Bahan Daging itik
Level karagenan (%) Tanpa penambahan
0,5
1
1,5
2
68,96
68,96
68,96
68,96
68,96
Tepung terigu
6,90
6,90
6,90
6,90
6,90
Karagenan
0,00
0,34
0,69
1,03
1,38
Susu skim
2,76
2,76
2,76
2,76
2,76
Minyak jagung
2,07
1,72
1,38
1,03
0,69
Garam
1,38
1,38
1,38
1,38
1,38
Gula
1,38
1,38
1,38
1,38
1,38
Bawang putih
1,38
1,38
1,38
1,38
1,38
Lada
0,69
0,69
0,69
0,69
0,69
Penyedap rasa Es Total
0,69
0,69
0,69
0,69
0,69
13,79
13,79
13,79
13,79
13,79
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
789
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
daging Itik itik Daging PenggilinganIIselama selama30 30detik detik Penggilingan (penambahangaram garam++ 1/3 1/3bagian bagianes es batu) batu) (penambahan Penggilingan Penggilingan IIII selama selama satu satu menit menit (penambahan (penambahan karagenan karagenan ++ susu susu skim skim ++ bumbu bumbu ++ 1/3 1/3 bagian bagian es es batu) batu)
Penggilingan III selama satu menit Penggilingan selama menit (penambahan tepungIIIterigu 1/3satu bagian es batu) (penambahan tepung terigu, 1/3 bagian es batu)
Pengujian daya ikat air
Percetakan dalam loyang Pengukusan selama 30 menit Pendinginan suhu ruang selama 10 menit Pendinginan dalam refrigerator (10°C) selama 15 jam
Pencetakan nugget berukuran 4×3×1 cm
pengujian stabilitas emulsi
Pelumuran butter (terigu, air, garam, lada, bawang putih)
Pemberian tepung roti Penyimpanan dalam freezer selama 30 menit Penggorengan setengah matang 180C selama 30 detik Pengujian sifat kimia
Pendinginan suhu ruang selama 30 menit
pengujian rendemen, kekerasan
Penyimpanan di dalam freezer (dalam kantong plastik dan direkatkan dengan siller) Penggorengan matang 180C selama 4 menit Pengujian palatabilitas Nugget daging itik
Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan nugget daging itik
790
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh dari luar. Daya mengikat air dipengaruhi oleh banyak faktor seperti jumlah protein yang terekstraksi dan kelarutannya, penyerapan air, viskositas adonan (SMITH, 2001), pH, pemanasan, konsentrasi garam dan jenis garam (POKORNÝ, et al., 2006), tipe dan lokasi anatomis otot (SAIFUDIN, 2000). Nilai daya mengikat air nugget daging itik hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 3. Daya mengikat air adonan nugget hasil penelitian berkisar antara 24,67 – 42,67% dengan rata-rata 34,80%. Kemampuan mengikat air adonan dengan penambahan karagenan 0,5; 1,5; 2,0% lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Berdasarkan analisis ragam, perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap daya mengikat air adonan. Penambahan konsentrasi karagenan tidak berpengaruh secara nyata terhadap kemampuan adonan untuk mengikat air. Hal ini kemungkinan terjadi karena protein daging pada kelima level perlakuan sama. Jumlah protein miofibril terekstraksi dan kelarutannya dipengaruhi oleh konsentrasi garam dan jenis garam yang digunakan, pH dan suhu (SMITH, 2001). Konsentrasi garam dan jenis garam pada kelima level perlakuan sama, yaitu NaCl sebanyak 2% dari berat daging sehingga kemampuan adonan untuk mengikat air tidak berbeda nyata. Penambahan garam akan mengurangi daya ikat elektrostatik diantara molekul protein untuk meningkatkan ekstraksi dan kelarutan protein sehingga dapat menyebabkan daya ikat air oleh protein tersebut bertambah. Daya ikat air nugget hasil penelitian, yaitu rata-rata 34,80%, lebih baik dibandingkan dengan daya mengikat air nugget itik Mandalung hasil penelitian APRILIANI (2004), yaitu 6,88 – 13,00%, tetapi lebih
HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisik Sifat fisik yang diamati dalam penelitian ini yaitu daya mengikat air, kekerasan, stabilitas emulsi, dan rendemen. Hasil pengujian sifat fisik ditunjukkan pada Tabel 3. Rendemen Rendemen merupakan berat produk nugget setengah matang yang dihasilkan berdasarkan berat adonannya. Nilai rendemen nugget daging itik hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Nilai rendemen nugget yang dihasilkan berkisar antara 123,83 sampai 134,37%. Nilai rendemen yang tinggi lebih dari 100% disebabkan oleh penambahan tepung pada saat batter dan breading. Berdasarkan analisis ragam, rendemen tidak dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan penambahan karagenan. Rendemen dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan pengisi. Bahan pengisi yang digunakan pada penelitian ini tidak berbeda dan proporsinya sama, sehingga rendemen yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Rendemen juga dipengaruhi oleh daya mengikat air dan proses pengolahan seperti pengukusan dan penggorengan. Rendemen erat kaitannya dengan nilai ekonomi. Rendemen yang tinggi akan memberikan keuntungan dalam pembuatan suatu produk pangan. Daya mengikat air Menurut LEO dan NOLLET (2007), daya mengikat air adalah kemampuan daging untuk Tabel 3. Sifat fisik nugget daging itik hasil penelitian Peubah Rendemen (%) Daya mengikat air (%) Kekerasan (mm/s) Stabilitas emulsi (ml)
Perlakuan (% karagenan) Tanpa penambahan
0,5
1,0
1,5
Komersial*
2,0
133,030
134,270
129,070
134,370
123,830
34,000
36,000
24,670
36,670
42,670
9,590
9,350
10,230
10,070
9,630
0,203
A
0,173
B
0,140
C
0,103
D
0,067
8,710 E
Superskrip huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01); * Nugget ayam komersial
791
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
rendah dibandingkan dengan nugget ikan hasil 49,73% dan nugget sapi hasil penelitian ULFAH (2003) sebesar 36,90%. Daya ikat air sangat mempengaruhi mutu daging dan produk daging. Pada produk emulsi, daya mengikat air sangat penting untuk mempertahankan ikatan air-protein-lemak. Daya mengikat air akan mempengaruhi stabilitas emulsi, tenderness, juiciness dan warna (POKORNÝ et al., 2006).
tinggi akan mengakibatkan sedikit air yang hilang selama proses pemasakan, sehingga kekerasannya menurun dan nugget semakin empuk. SETYOWATI (2002) menyatakan bahwa kadar air dalam produk dapat mempengaruhi kekerasan produk, semakin banyak air yang terkandung dalam produk, maka kekerasannya menurun. Stabilitas emulsi
Kekerasan Kekerasan merupakan besarnya gaya tekan yang diperlukan untuk memecah produk padat (LEE, et.al .2008). Pada penelitian ini ikut diuji nugget ayam komersial sebagai pembanding. Nilai rata-rata kekerasan nugget daging itik hasil penelitian, yaitu 97,74 mm/detik, lebih tinggi dibandingkan dengan nugget ayam komersil (rata-rata 8,71 mm/detik), maupun nugget itik Mandalung hasil penelitian APRILIANI (2004) sebesar 8,74 mm/detik. Hasil dari uji kekerasan ini menunjukkan semakin besar hasil pengukuran kekerasan yang didapat maka produk semakin empuk. Hal ini berarti nugget hasil penelitian relatif lebih empuk dibandingkan dengan nugget ayam komersil yang digunakan sebagi pembanding. Hasil uji kekerasan nugget dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil analisis ragam menunjukkan penambahan konsentrasi karagenan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekerasan nugget daging itik hasil penelitian. Kekerasan produk restrukturisasi daging dipengaruhi oleh jaringan ikat, karakteristik serat daging dan bahan pengisi (LEE et al., 2008), ukuran partikel daging dan homogenitas produk (PETRACCI dan BAEZA, 2011). Kekerasan yang tidak berbeda diantara perlakuan disebabkan karena daging yang digunakan diusahakan seragam, yaitu daging bagian dada dan paha serta berasal dari itik pada umur yang relatif sama (± 6 bulan). Hal ini menyebabkan jaringan ikat dan karakteristik serat dagingnya sama. Selain itu, semua daging dan bahanbahan yang digunakan mengalami proses penggilingan yang diusahakan sama (2,5 menit) sehingga serat daging menjadi seragam. Bahan pengisi yang digunakan juga sama, yaitu terigu sebanyak 10% dari berat daging. Kekerasan nugget dipengaruhi oleh daya mengikat airnya. Daya mengikat air yang
792
Stabilitas emulsi merupakan kemampuan protein dalam mempertahankan sistem emulsi. Hasil pengukuran stabilitas emulsi dapat dilihat pada Tabel 3. Nilai stabilitas emulsi pada nugget itik hasil penelitian ini menunjukkan nilai antara 0,067 – 0,203 ml. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai stabilitas emulsi yang lebih baik jika dibandingkan dengan nugget itik Mandalung hasil penelitian APRILIANI (2004), yaitu 2,12 – 3,08 ml dan nugget sapi hasil penelitian ULFAH (2003) sebesar 0,40 ml. Hasil analisis ragam menunjukkan penambahan konsentrasi karagenan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P < 0,01) terhadap stabilitas emulsi nugget. Hasil pengukuran ini menunjukkan semakin banyak volume lemak yang dilepaskan maka emulsi semakin tidak stabil, sehingga dapat disimpulkan semakin tinggi konsentrasi karagenan yang ditambahkan, nilai stabilitas emulsi produk semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian SURYANINGRUM et al. (2002), yang menyatakan bahwa penggunaan karagenan 0,5 sampai 1,0 % berpengaruh sangat nyata meningkatkan stabilitas emulsi fish meat loaf. Penambahan karagenan akan menyebabkan gugus hidrofilik menyerap air sehingga mampu meningkatkan viskositas fase kontinyu. Hal ini akan mengakibatkan protein miofibril yang membentuk matrik yang menyelubungi globula lemak menjadi kokoh, sehingga stabilitas emulsinya meningkat. Menurut FARDIAZ (1989), karagenan meningkatkan stabilitas emulsi dengan cara meningkatkan kekentalan fase air sehingga dapat mencegah atau mengurangi kecenderungan globula lemak bergerak dan bergabung dengan globula lain. PATHAK, et al. (2011) dan RAJESH, et al.(2007) menambahkan, ekstraksi protein atau kemampuan protein otot mengikat lemak dan air merupakan faktor penting dalam stabilitas
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
emulsi. Karagenan berinteraksi dengan protein menghasilkan komplek emulsi yang lebih stabil (LIN dan MEI, 2000). Sifat kimia Sifat kimia yang diamati adalah kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat serta serat makanan. Hasil analisis kimia nugget daging itik hasil penelitian kemudian dibandingkan dengan nugget ayam komersial secara deskriptif. Sifat kimia nugget ayam komersial yang dipakai merupakan hasil penelitian MUGHNIZA (2003) untuk kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat, sedangkan untuk kadar serat makanan digunakan nugget ayam komersil yang ikut dianalisa pada penelitian ini. Hasil analisis sifat kimia nugget daging itik pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Kadar air Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar air
nugget daging itik setiap perlakuan berkisar antara 43,32 – 49,87% (% bb). Kadar air tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan nugget komersial, yaitu 51,82% dan nugget itik Mandalung hasil penelitian APRILIANI (2004), yaitu 57,11 – 59,18%. Menurut SNI 01-66832002 tentang nugget ayam, kadar air maksimal adalah 60% (% bb) (BADAN STANDARISASI NASIONAL, 2002), jadi kadar air nugget hasil penelitian ini masih memenuhi syarat. Kadar air dalam produk dapat mempengaruhi kekerasan produk, semakin banyak air yang terkandung maka kekerasannya menurun. YUAN, et al. (2006) menyatakan bahwa penambahan air dalam emulsi daging akan meningkatkan kekerasan dan juiciness. Pengurangan lemak dan penambahan air pada jumlah yang sama akan menyebabkan produk lebih kompak (firm). LEO dan NOLLET (2007) menyatakan, bahwa kadar air menentukan daya tahan pangan. Bahan pangan yang tinggi kandungan airnya akan cepat busuk daripada bahan pangan yang kadar airnya rendah.
Tabel 4. Sifat kimia nugget daging itik hasil penelitian dan nugget komersial Perlakuan (% karagenan) Sifat kimia
Tanpa penambahan
0,5
1,0
1,5
2,0
Komersial
---------------------------%-------------------------Kadar air
48,12
47,07
49,25
49,87
43,32
51,82*
Berat basah (bb)
2,14
1,84
2,04
1,93
2,29
Berat kering (bk)
4,12
3,47
4,02
3,85
4,04
Berat basah (bb)
16,50
17,00
17,50
16,50
18,00
Berat kering (bk)
31,80
32,12
34,48
32,91
31,76
Berat basah (bb)
12,48
13,24
12,89
13,15
14,33
Berat kering (bk)
24,05
25,01
25,34
26,24
25,28
20,04*
Berat basah (bb)
20,76
20,85
19,32
19,55
22,06
40,36*
Berat kering (bk)
40,01
39,39
38,09
38,99
39,17
6,23**
Kadar serat makanan
6,45
8,32
9,95
11,11
12,23
Kadar abu 5,12*
Kadar lemak 34,48*
Kadar protein
Kadar karbohidrat
*Nugget ayam komersial berdasarkan hasil penelitian MUGHNIZA (2003) **Nugget ayam komersial yang digunakan sebagai pembanding pada penelitian ini
793
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Kadar abu Abu merupakan bahan anorganik yang tidak terbakar pada proses pembakaran. Abu dapat diartikan sebagai elemen mineral bahan (LEO dan NOLLET, 2007). Tabel 4 menunjuk kan hasil analisis kadar abu nugget daging itik yang berkisar antara 3,47 – 4,12% (%bk). Kadar abu ini lebih rendah dibandingkan kadar abu nugget komersial, yaitu 5,12% (%bk) dan nugget itik Mandalung hasil penelitian APRILIANI (2004), yaitu 4,12 – 4,61% (%bk). Kadar abu dalam nugget berasal dari kandungan mineral bahan baku daging itik seperti kalsium, besi, dan fosfor. Menurut DIREKTORAT GIZI DEPKES RI (1995) dan BUCKLE, et al. (1995) daging itik mengandung 15 mg/100g kalsium, 1,8 mg/100g besi dan 188 mg/100g fosfor. Selain berasal dari bahan baku, kadar abu berasal dari bahan tambahan seperti bahan pengisi, bahan pengikat dan penyedap rasa. Tepung terigu memiliki kandungan kadar abu sebesar 0,6% (DIREKTORAT GIZI DEPKES RI, 1995). Kadar lemak Lemak merupakan komponen penting dalam suatu sistem emulsi karena lemak merupakan fase terdispersi. Lemak mempunyai peranan sebagai penghasil energi yang dibutuhkan tubuh (CHEN dan CHANG, 2001). Selain itu, lemak memberikan rasa gurih, sebagai pelarut vitamin, memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan (CHEN dan CHEN, 2003). Lemak juga digunakan sebagi medium penghantar panas dalam proses penggorengan bahan pangan (WAHYUDI, 2003; CHEN dan CHEN, 2003). Kadar lemak nugget daging itik pada penelitian ini berkisar antara 31,76 – 34,48% (%bk). Kadar lemak ini relatif sama dengan kadar lemak nugget komersial yaitu sebesar 34,48% (% bk). Menurut SNI 01-66832002 tentang nugget ayam, kadar lemak berdasarkan berat basah maksimal 20% (BADAN STANDARISASI NASIONAL, 2002). Kadar lemak nugget daging itik ini lebih besar bila dibandingkan dengan nugget itik Mandalung hasil penelitian APRILIANI (2004), yaitu sebesar 9,98 – 11,56% (%bk). Kadar lemak yang tinggi dari nugget hasil penelitian ini selain berasal dari bahan baku dan bahan
794
tambahan, juga berasal dari minyak goreng yang digunakan pada proses penggorengan. Selama proses menggoreng berlangsung, sebagian minyak masuk kebagian luar atau kerak dan mengisi ruang kosong yang pada mulanya diisi air (WAHYUDI, 2003). Kadar protein Protein sangat penting peranannya dalam sistem emulsi. Protein merupakan pengemulsi alami yang terkandung dalam bahan baku daging. Protein juga digunakan sebagai bahan pengikat karena mempunyai bagian yang dapat berikatan dengan air (hidrofilik) dan bagian yang dapat mengikat lemak (lipofilik). jumlah protein yang terekstraksi dan kelarutannya sangat mempengaruhi terhadap sifat fisik produk seperti daya mengikat air dan stabilitas emulsi. Protein juga sangat penting bagi tubuh karena merupakan zat pembangun dan pengatur selain sebagai sumber tenaga. Kadar protein nugget daging itik berkisar antara 12,48 – 14,33% (%bb). Kadar protein ini sudah memenuhi persyaratan SNI 01-6683-2002 tentang nugget ayam, yaitu minimal 12% (BADAN STANDARISASI NASIONAL, 2002). Kadar protein berdasar berat kering semua perlakuan lebih besar dari kadar protein nugget komersial. Kadar protein (% bk) nugget daging itik hasil penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan nugget itik hasil penelitian APRILIANI (2004), yaitu berkisar antara 26,82 – 33,51%. Kadar protein produk dipengaruhi oleh jumlah dan jenis daging yang digunakan sebagai bahan baku serta kandungan protein dari bahan tambahan yang digunakan. Karagenan tidak mempengaruhi kadar protein karena merupakan polisakarida. Karagenan dapat berikatan dengan protein menjadi proteokaragenat sehingga memperbesar luasan permukaan yang dapat menyerap atau mengikat air. Kadar karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh. Karbohidrat dalam nugget sebagian besar berasal dari bahan pengisi. Karbohidrat memberikan peran yang penting antara lain berpengaruh terhadap warna, cita rasa, daya kembang dan sumber energi
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
(PUTRA, 2004). Peranan yang tidak kalah penting dengan penambahan karbohidrat atau bahan pengisi adalah untuk mereduksi biaya yang berasal dari bahan utama yaitu daging. Penambahan karagenan akan menambah jumlah karbohidrat dalam nugget, tetapi hal tersebut tidak terlihat pada hasil penelitian ini. Hal ini disebabkan penghitungan kadar karbohidrat pada penelitian ini dilakukan dengan metode carbohydrate by difference sehingga sangat bergantung pada kadar air, abu, lemak dan protein nugget. Kadar karbohidrat nugget daging itik berkisar antara 38,09 – 40,01% (%bk), sedangkan nugget komersial sedikit lebih tinggi yaitu sebesar 40,36% (%bk). Kadar karbohidrat nugget daging itik lebih rendah dari nugget itik Mandalung hasil penelitian APRILIANI (2004) yaitu sebesar 50,49 – 58,08% (% bk). Berdasarkan berat basah, kadar karbohidrat nugget daging itik berkisar antara 19,32 – 20,76% sesuai dengan persyaratan SNI 016683-2002 tentang nugget ayam yaitu maksimal 25% (BADAN STANDARISASI NASIONAL, 2002). Kadar serat makanan Serat makanan adalah bahan dalam makanan yang berasal dari tanaman yang tahan terhadap pemecahan oleh enzim dalam saluran pencernaan sehingga tidak dapat diabsorbsi (PUSPITASARI dan PRANGDIMURTI, 1991). Tabel 4 menunjukkan bahwa serat makanan nugget daging itik setiap perlakuan mengalami peningkatan dengan penambahan konsentrasi karagenan. Hasil analisis serat makanan nugget daging itik berkisar antara 6,45 – 12,23%. Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kadar serat makanan nugget ayam komersial, yaitu 6,23%. Konsumsi serat makanan akan memberikan pertahanan tubuh terhadap timbulnya berbagai macam penyakit seperti kanker usus besar, penyakit kardiovaskular dan obesitas. Hal ini disebabkan serat makanan dapat mengikat air sehingga meningkatkan kandungan air dalam usus besar, dengan demikian konsentrasi senyawa karsinogenik menjadi rendah dan tidak efektif lagi untuk membentuk sel kanker. Serat makanan dapat mempercepat waktu
transit residu makanan didalam usus besar, sehingga tidak terdapat cukup waktu bagi senyawa karsinogenik untuk melakukan kontak dengan sel-sel mukosa usus (MUCHTADI, 2001). Serat makanan diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu serat makanan tidak larut air dan serat makanan larut air. Selulosa, lignin dan hemiselulosa termasuk serat yang tidak larut air, sedangkan gum, pektin dan beberapa hemiselulosa adalah serat makanan yang larut (soluble dietary fiber) karena dapat larut dalam air panas (PUSPITASARI dan PRANGDIMURTI, 1991). Karagenan merupakan serat alami yang menunjukkan sifat hipokolestrolemik (penurun kadar kolesterol) yang bermanfaat untuk mengurangi risiko mendapatkan serangan jantung (FARDIAZ, 1989). Konsumsi serat makanan dianjurkan dalam jumlah yang tepat yaitu 25 – 35 g/hari (ASTAWAN dan PALUPI, 1990). DEPARTEMENT OF NUTRITION, MINISTRY OF HEALTH, dan INSTITUTE OF HEALTH (1999) menyatakan, bahwa makanan dapat dikatakan tinggi serat makanan jika mengandung serat makanan lebih besar atau sama dengan 6 g/100 g. Kriteria ini dipenuhi oleh nugget daging itik semua perlakuan. Melihat manfaat serat makanan di atas, maka kandungan serat makanan dari produk nugget daging itik ini dapat dijadikan sebagai suatu keunggulan. Palatabilitas Palatabilitas nugget daging itik pada penelitian ini diukur dengan uji hedonik. Nugget daging itik yang diujikan adalah nugget yang telah digoreng matang. Nilai rataan uji hedonik nugget dapat dilihat pada Tabel 5. Pengolahan daging itik menjadi nugget merupakan suatu usaha untuk meningkatkan penerimaan masyarakat atau konsumen terhadap daging itik. Daging itik kurang disukai karena bau yang amis dan dagingnya alot. Dari rataan hasil uji hedonik dapat dilihat untuk kriteria rasa secara umum panelis memberikan respon agak suka, sedangkan untuk aroma rataan penilaian panelis berkisar antara 2,48 – 3,03 yang berarti suka sampai agak suka. Nugget daging itik hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.
795
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Tabel 5. Nilai rataan hasil uji hedonik nugget daging itik dan nugget komersial Perlakuan (% karagenan) Kriteria
Tanpa penambahan
0,5
1,0
1,5
2,0
Komersial
Warna
2,95a
3,25ab
3,58ab
3,05ab
3,62b
2,15
Tekstur
3,20
3,08
3,20
3,23
3,53
2.43
Aroma
2,48
2,62
3,03
2,72
2,92
2,33
Rasa
2,67
2,75
3,05
2,87
3,05
2,15
Kekerasan
3,13
3,08
3,08
3,50
3,65
2,35
Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05); Angka 1: Sangat suka; 2: Suka; 3: Agak suka; 4: Agak tidak suka; 5: Tidak suka; 6: Sangat tidak suka.
Hasil uji KRUSKAL-WALLIS menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap tekstur, aroma, rasa dan kekerasan nugget daging itik, tetapi berpengaruh nyata terhadap warna. Nilai rataan untuk kriteria warna berkisar antara 2,95 – 3,62 yang berarti agak suka sampai agak tidak suka. Hasil uji banding rataan rangking menunjukkan perlakuan penambahan 2,0% karagenan berbeda nyata dengan tanpa penambahan karagenan. Rataan penilaian panelis pada perlakuan penambahan 2,0% karagenan yaitu 3,62 yang berarti agak
tidak suka, sedangkan tanpa penambahan karagenan yaitu 2,95% yang berarti agak suka. Warna nugget sangat dipengaruhi oleh proses penggorengan. LEO dan NOLLET (2007) menyatakan bahwa bahan pangan yang digoreng mempunyai permukaan luar berwarna coklat keemasan. Munculnya warna ini disebabkan karena reaksi Maillard. Tingkat intensitas warna yang ditimbulkan dipengaruhi oleh lama penggorengan, suhu, dan komposisi kimia pada permukaan luar dari bahan pangan.
P1: tanpa penambahan; P2: karagenan 0,5% P3: karagenan 1,0%, P4: karagenan 1,5% P5: karagenan 2,0% Gambar 2. Adonan nugget daging itik setelah dikukus
796
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
P1: tanpa penambahan; P2: karagenan 0,5%; P3: karagenan 1,0%; P4: karagenan 1,5%; P5: karagenan 2,0% Gambar 3. Nugget daging itik setiap perlakuan
Menurut LEO dan NOLLET (2007) dan HIDAYATI (2002), tekstur adalah penginderaan yang dihubungkan dengan rabaan atau sentuhan. Penambahan karagenan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tekstur nugget. Rataan penilaian panelis berkisar antara 3,08 - 3,53 yang berarti agak suka, sedangkan rataan untuk nugget komersial yaitu 2,43 yang berarti suka. Tekstur dalam produk makanan dipengaruhi oleh kadar air, kadar lemak, protein serta struktur karbohidrat yang terkandung. Penambahan karagenan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap aroma nugget daging itik. Hal ini disebabkan karagenan tidak mempunyai aroma khas yang spesifik dan penambahannya hanya sedikit. Selain itu, aroma nugget dipengaruhi oleh penambahan penyedap rasa dan bumbu-bumbu seperti lada dan bawang putih (CHEN et al., 2009). Menurut SCHMIDT (1988) dan SHAHIDI (2001), bumbu adalah semua bahan tambahan yang memperbaiki flavor dari produk. Penambahan penyedap rasa dan bumbu-bumbu selain untuk meningkatkan cita rasa, juga dapat menutupi bau amis dari daging itik. Rataan penilaian panelis terhadap aroma nugget yaitu berkisar antara 2,48 – 3,03 yang berati suka sampai agak suka, sedangkan rataan untuk nugget komersial yaitu 2,33 yang berarti suka. Hal ini menunjukkan panelis dapat menerima aroma nugget daging itik yang dihasilkan. Berdasarkan hasil uji hedonik terhadap rasa nugget daging itik, terlihat rataan penilaian panelis berkisar antara 2,67 – 3,05 yang berarti agak suka, sedangkan nugget komersial
memiliki rataan 2,15 yang berarti suka. Penambahan bumbu dan penyedap rasa diduga dapat mempengaruhi rasa nugget daging itik. Selain itu, proses penggorengan dapat menambah rasa lezat dan gurih yang berasal dari minyak goreng yang meresap kedalam nugget (ULFAH, 2003). Rasa merupakan faktor yang paling penting karena akan mempengaruhi keputusan akhir para konsumen untuk menerima atau menolak suatu produk makanan (LESIMPLE et al., 2009). Rataan penilaian panelis terhadap kekerasan nugget berkisar antara 3,08 – 3,65 yang berarti agak suka sampai agak tidak suka, sedangkan nugget komersial memiliki rataan sebesar 2,35 yang berarti suka. Penambahan karagenan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penilaian kekerasan produk. Hal ini sesuai dengan hasil uji fisik kekerasan nugget secara objektif (menggunakan alat). Daging itik kurang disukai karena dagingnya yang alot. Pengolahan daging itik menjadi nugget dilakukan dengan menggiling daging itik menjadi bagian-bagian yang sangat halus sehingga kealotannya tidak terasa lagi. Hal ini menunjukkan bahwa pengolahan daging itik menjadi nugget dapat meningkatkan penerimaan terhadap daging itik. KESIMPULAN Penambahan karagenan sampai konsentrasi 2% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya mengikat air, rendemen dan
797
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
kekerasan nugget daging itik, tetapi sangat nyata meningkatkan stabilitas emulsi. Semakin besar penambahan karagenan semakin baik stabilitas emulsinya. Nilai palatabilitas nugget daging itik berkisar antara agak suka sampai suka. Penambahan karagenan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tekstur, aroma, rasa, kekerasan dan penampakan umum, tetapi berpengaruh nyata terhadap warna. Nugget daging itik ini memiliki kadar air, lemak, protein, dan karbohidrat yang telah sesuai dengan persyaratan SNI nugget ayam, akan tetapi memiliki kadar protein dan kadar serat makanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan nugget ayam komersial. Nugget dikonsumsi oleh anak-anak sampai orang tua, sehingga untuk mengembangkan pengolahan nugget daging itik menjadi skala usaha, disarankan dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui penerimaan masyarakat dari berbagai tingkat umur. DAFTAR PUSTAKA ABUBAKAR. 2007. Inovasi Teknologi Pengolahan Hasil Ternak Itik. Pros. Seminar Nasinal Inovasi dan Alih Teknologi Spesifik Lokasi Mendukung Revitalisasi Pertanian. 5 Juni 2007. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Deptan Medan. hlm. 689 – 698. APRILIANI, A. 2004. Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik Nugget Daging Itik Mandalung dengan Penambahan Tepung Tempe. Skripsi. Jurusan Ilmu Produksi Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. ASTAWAN, M. dan N.S. PALUPI. 1990. Serat Makanan. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. BADAN STANDARISASI NASIONAL. 2002. Naget Ayam (Chicken Nugget). SNI 01-6683. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. BUCKLE, K.A., R.A. EDWARDS. G.H. FLEET and M. WOOTON. 1985. Ilmu Pangan. Terjemahan: HARI PURNOMO dan ADIONO. UI Press. Jakarta. hlm. 96 – 97. CHEN, B.H. and Y.C. CHANG. 2001. Formation of polycyclic aromatic hydrocarbons in the smoke from heated model lipids and food lipids. J. Agric. Food Chem. 49(11): 5238 – 5243.
798
CHEN, Y. C. and B.H. CHEN. 2003. Determination of polycyclic aromatic hydrocarbons in fumes from fried chicken legs. J. Agric. Food Chem. 51(14): 4162 – 4167. CHEN, G., H. SONG and CH. MA. 2009. Aroma-active compounds of Beijing roast duck. Flavour and Fragrance Journal. 24(4): 186 – 191. DEPARTMENT OF NUTRITION, MINISTRY OF HEALTH, INSTITUTE OF HEALT. 1999. Nutrition Labelling: Handbook of Nutrient Claims (Singapore). Department of Nutrition, Ministry of Health, Institute of Health, Singapore. DIREKTORAT GIZI DEPKES RI. 1995. Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. FARDIAZ, D. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. HIDAYATI, D.W. 2002. Pengaruh Subtitusi Tepung Tempe Terhadap Daya Awet Nugget Ikan Tuna (Thunnus sp.). Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor. LEO, M and L. NOLLET. 2007. Handbook of Meat Poultry and Seafood Quality. Blackwell Publishing John Wiley & Sons, Inc. LEE, K.E., H.J. KIM, D.S. AN, E.S. LYU and D.S. LEE. 2008. Effectiveness of modified atmosphere packaging in preserving a prepared ready-to-eat food. Packaging Technology and Science 21(7): 417 – 423. LIN, K.W. and M.Y. MEI. 2000. Influences of gums, soy protein isolate, and heating temperatures on reduced-fat meat batters in a model system. J. Food Sci. 65: 48 – 52. LESIMPLE, S., L. TORRES S., S. MITJA, Y. FERNANDES and L. DUEAND. 2009. Volatile compounds in processed duck fillet. J. Food Sci. 60(3): 615 – 618. LIN, K.W. and M.Y. MEI 2000. Influences of gums, soy protein isolate and heating temperatures on reduced-fat meat batters in a model system. J. Food Sci. 65: 48 – 52. MIFTAH. 2010. Daging-itik-dan-permasalahannya. www.sentral ternak.com katro. http://www.wongkebon.co.cc/2010/06/ a.html (8 Juli 2010).
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
MUCHTADI, D. 2001. Kajian Terhadap Serat Makanan dan Antioksidan dalam Berbagai Jenis Sayuran untuk Pencegahan Penyakit Degeneratif. Laporan Penelitian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
SETYOWATI, M.T. 2002. Sifat Fisik, Kimia dan Palatabilitas Nugget Kelinci, Sapi, Ayam yang Menggunakan Berbagai Tingkat Konsentrasi Tepung Maizena. Skripsi. Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
MUGHNIZA, N. 2003. Mempelajari Subtitusi Tempe Terhadap Mutu Protein Nugget Ayam (Chicken Nugget). Skripsi. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
SHAHIDI, F. 2001. Flavor of Meat, Meat Products and Seafood. 2nd Edition. Blackie Academic & Professional, New York.
PATHAK, V., V.P. SINGH and V. SANJAY. 2011. Ultra sound as a modern tool for carcass evaluation and meat processing: A Review. International J. Meat Science. 1(2): 83 – 92. PUSPITASARI, N.L. dan E. PRANGDIMURTI. 1991. Mineral dalam Makanan. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. PUTRA, B.W. 2004. Sifat Fisik, Kimia dan Palatabilitas Nugget Daging Kelinci dengan Subtitusi Otak Sapi. Skripsi. Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. PETRACCI, M. and E. BAEZA. 2011. Harmonization of methodologies for the assesment of poultry meat quality features. World’s Poultry Science Journal. 67(1): 137 – 151. POKORNÝ, J., B. VO ENÍLKOVÁ, H. KOVÁ OV, .A. MARCÏN and J. DAVÍDEK. 2006. Effect of Cold Storage on the Quality of Fried Chicken and Duck Muscle. Molecular Nutrition & Food Research. 26(7 – 8): 689 – 695. RAJESH, K., A. KALAIKANNAS and K.T. RADHAKRISHNAN. 2007. Studies on processing and shelf life of pork nuggets with liquid whey as a replacer for added water. American J. Food Tech. 2(1): 38 – 43. SAIFUDIN. 2000. Perbedaan Produksi Karkas dan Karakteristik Daging Dada dan Paha Itik dan Entok Pascaperebusan. Skripsi. Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. SCHMIDT, G.R. 1988. Processing. In: H.R. CROSS (Ed.). Meat Science, Milk Science and Technology. Elsevier Science Publishers B.V., Amsterdam.
SIANIPAR, D.T. 2003. Pengaruh Kombinasi Bahan Pengikat dan Bahan Pengisi Terhadap Sifat Fisik, Kimia serta Palatabilitas Fish Nugget dari Daging Merah Ikan Tuna (Thunnus obesus). Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor. SMITH, D.M. 2001. Functional Properties of Muscle Proteins in Processed Poultry Product. In: A.R. SHAMS (Ed.). Poultry Meat Processing. CRC Press, London. STEEL, R.G.D. dan J.H. TORRIE. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik. Terjemahan: BAMBANG SUMANTRI. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. SURYANINGRUM, TH. D., MURDINAH dan M. ARIFIN. 2002. Penggunaan kappa-karaginan sebagai bahan penstabil pada pembuatan fish meat loaf dari ikan tongkol (Euthynnus pelamys. L). J. Penelitian Perikanan Indonesia 8(6). ULFAH, Z. 2003. Sifat Fisik dan Organoleptik Nugget Sapi dengan Penambahan Kasein dan Isolat Protein Kedelai sebagai Bahan Pengikat. Skripsi. Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. WAHYUDI, A. 2003. Kandungan asam lemak itik Mojosari afkir dalam berbagai metode pengolahan. Heritage from JIPTUMM / 200308-14 12:25:40. Animal Husbandry and Fishery Faculty, Research Centre of Malang Muhammadiyah University. YUAN, L.Y. , X.I. XU.,G.F. OUYANG and G.H. ZHOU. 2006. Changes in volatile compounds of traditional chinese Nanjing water-boiled salted duck during processing. J. food Sci. 71(4): S371 – S377.
799