BioSMART Volume 2, Nomor 1 Halaman: 34 - 40
ISSN: 1411-321X April 2000
Pengaruh Penambahan Ion Cu (Cu++) dan Nitrat terhadap Penambatan Nitrogen pada Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) SRI WIDORETNO1, SANTOSO2 1
Program Pendidikan Biologi FKIP UNS Surakarta 2 Fakultas Biologi UGM Yogyakarta
ABSTRAK Copper is commonly found in industrial waste product. The waste will be discharge into the irrigation water which in turn will affect the crops. The study was aimed to reveal the effect of copper and nitrate ion on the growth and the nitrogen fixation in Rhizobium - Arachis hypogaea. The study was carried out usinng Factorial Completely Randomized Design in three replicates. The first factor was the application of copper as CuSO4. 5 H2O which were in five concentration, i.e.: 0-56-5.600-56.000-280.000 µg/l. respectively. The second factor was the addition of nitrat into the medium in the form of KNO3 and Ca (NO3)2 at concentration: 0/0, 505,5/1180,8, 2527,5/5904 mg/liter KNO3 (NO3)2 respectively. Peanut seedlings were grown in sand filled pots watered with Hoagland Snyder Solution. The plants were harvested at the end of the vegetative growth. The parameters were, total number and total weight of root nodule, size of effective root nodule, nitrogenase activity. The data abtained were then analyzed statistically using ANOVA and DMRT. The result showed that copper in effects and size of root effective nodule. Nitrogenase activity in the root noduls were supressed by high Cu ion Concentration as well. Key words: nitrogen fixation, Arachis hypogaea L., excess copper.
PENDAHULUAN Tembaga (Cu) adalah salah satu logam berat yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bahan organik, termasuk diantaranya serin, glisin dan sikloserin (Stainer,1958). Cu juga mampu berikatan dengan gugus sulfhidril yang berakibat tidak aktifnya makromolekul atau enzim yang mengandung gugus ini (Mohr and Schopfer, 1995; Howe and Merchant, 1992). Secara alami Cu berasal dari daur biogeokimia. Konsentrasi Cu yang tinggi dijumpai pada limbah industri (Haryadi, 1996). Apabila limbah tersebut terlarut dalam air irigasi, maka dapat berpengaruh terhadap tanaman. Arachis hypogaea adalah salah satu legum yang mampu menambat nitrogen bebas (N2) karena simbiosis dengan Rhizobium (Anderson and Beardall, 1991; Subba-Rao, 1994; Salisbury and Ross, 1992; Subba-Rao, 1984). NH3 sebagai hasil aktivitas enzim nitrogen yang diekspresikan oleh bakteroid dan tumbuhan inang dalam bintil akar efektif (Verma, 1992). NH3 Akumulasi NH3 dapat menghambat aktivitas enzim nitrogenase. Akumulasi NH3 yang menghambat kerja enzim nitrogenase dapat dihindari bila NH3 dipindahkan ke tempat lain atau diikat dalam bentuk alantoin, allantoate dan 4-methyleneglutamine yang dapat
ditemukan pada xilem (Anderson and Beardall, 1991). Konsentrasi NH3 dan tubuh tumbuhan diatur oleh asimilasi asam amino melalui jalur GS/GOGAT. Glutamin syntase (GS) merubah glutamat menjadi glutamin dengan penambahan NH3. Sebaliknya perubahan glutamin menjadi gluamat yang memerlukan asam oksoglutarat dilakukan dengan bantuan enzim glutamat sintetase atau glutamat oksoglutarat amino transeferase (GOGAT). Asam amino glutamin dapat juga di ubah menjadi aspargin, arginin, triptofan, ureides, dan asam nukleat, dari asam amino yang diperlukan oleh tumbuhan (Denis dan Turpin, 1992). Sementara itu bakteroid dalam melakukan aktivitasnya memerlukan substrat yang berasal dari hasil fotosintesis tumbuhan inang. Besarnya produk fotosintesis yang dihasilkan oleh tumbuhan inang menentukan kecepatan aktivitas penambatan N2 oleh bakteroid. Fotosintat adalah hasil metabolisme yang dipengaruhi oleh hara, termasuk nitrat dan Cu (Fosket, 1995; Salisbury and Ross, 1992). Nitrat sebagai sumber nitrogen berfungsi untuk membentuk komponen sel, amino, protein, enzim dan asam nukleat (Lehninger, 1993). Cu berperan sebagai kofaktor enzim atau protein sehingga berfungsi aktif dalam metabolism. Cu hanya © 2000 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
BioSMART, Vol. 2, No. 1, April 2000, hlm. 34 - 39
diperlukan dalam jumlah yang kecil. Mengingat kemampuan Cu yang memiliki afinitas yang tinggi terhadap bahan organik termasuk asam amino tertentu, dapat diasumsikan bahwa sampai konsentrasi tertentu Cu mampu meningkatkan aktivitas nitrogenase melalui peningkatan produk enzim. Sampai seberapa besar penambahan Cu berperan dalam bentuk bintil dan menaikkan aktivitas enzim nitrogenase pada Arachis hypogaea serta bagaimana peran nitrat dalam kaitannya dengan pengaruh Cu tersebut merupakan permasalahan yang hendak dijawab oleh penelitian ini. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: pasir yang bebas bahan organik, sebagai medium padat larutan hidroponik Hoagland Snyder. Biji Arachis hypogaea varietas lokal yang diperoleh dari Desa Jiwo, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten. Legin kacang tanah yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta. Serta berbagai zat kimia yang digunakan untuk larutan hidroponik dan analisis aktivitas enzim nitrogenase. Alat yang digunakan adalah: pH meter untuk menetapkan pH larutan hidroponik. Timbangan analitik untuk pengukuran zat kimia dan pengukuran bahan kering. Oven untuk mengukur aktivitas nitrogenase. Rancangan penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial 5x3. Faktor pertama adalah pemberian CuSO4.5 H2O dengan 5 variasi: C0 = 0 µg CuSO4.5 H2O/liter. C1 =56 µg CuSO4.5 H2O/ liter. C2 = 5.600 µg CuSO4.5 H2O/ liter Sedang faktor kedua adalah kadar nitrogen yang berupa KNO3 dan Ca (NO3)2 dalam medium dengan 3 variasi: N0 = 0 mg KNO3 dan 0 mg Ca (NO3)2. N1 = 505,5 mg KNO3 dan 1180,8 mg Ca (NO3)2. N2 = 2527,5 mg KNO3 dan 5904 mg Ca (NO3)2. Setiap kombinasi perlakuan dengan tiga ulangan. Cara Kerja Persiapan media pasir steril
Pasir diayak dengan mata ayak sekitar 0,01 cm – 0,02 cm, dicuci dengan air mengalir sampai bebas bahan organik, dikeringanginkan sampai beratnya stabil, diisikan sebanyak 2,5 kg/pot. Pot plastik yang digunakan berlubang bagian bawah dengan alas cawan plastik sebagai penambah larutan hara.
35
Persiapan larutan hara
Larutan Hogland dan Snyder dengan komposisi George dkk. (1987), dibuat stok untuk 100 liter resep. Setiap penggunaan 1 liter resep diencerkan dengan 10 liter akuades, dikocok hingga homogen, pH dibuat 6.00 dengan 1N KOH atau 1N HCl. Penanaman tanaman uji
Benih Arachis hypogaea direndam dalam air selama 30 menit, ditiriskan dan diinokulasi dengan legin sebanyak 2250 mg/75 gram biji. Penanaman dilakukan dengan kondisi seragam, setiap pot ditanam lima benih. Kecambah yang siap digunakan di siram dengan air suling. Kecambah yang tumbuh seragam digunakan sebagai tanaman uji dengan penjarangan dan disisakan tiga tanaman per pot. Perlakuan
Perlakuan dengan KNO3Ca (NO3)2 dan CuSO4. 5 H2O dilarutkan bersama-sama dengan pemberian larutan hara setiap waktu, mulai dari tujuh hari setelah tanam sampai 59 hari setelah tanam. Pemeliharaan
Pemberian larutan hara dilakukan dua hari sekali untuk masing-masing pot antara 0,5 liter sampai 1 liter (tergantung umur tumbuhan) melalui cawan alas pot. Parameter yang diteliti
Jumlah dan berat bintil total, jumlah dan berat bintil efektif pertanaman, berat rata-rata bintil efektif, diukur pada umur 57 hari setelah tanam. Pengamatan bintil efektif dilakukan dengan pembelahan. Efektifitas bintil ditandai dengan warna merah. Aktivitas enzim nitrogenase di ukur dengan Kromatografi Gas Hitachi 263 dengan spesifikasi sebagai berikut: Detektor = FID (Flame Inoisation Detector) Kolom = Karbon aktif Panjang kolom 1m dengan diameter = 5 mm Tekanan H2 = 1 kg/cm2 Tekanan Udara = 1 kg/cm2 Temperatur kolom = 140o C Temperatur injektor = 170o C Range = 10o Attenuation = 4 Volume injeksi = 1ml Pengukuran aktivitas enzim nitrogenase diambil dari lima butir bintil secara acak, di masukan ke dalam 10 ml “plain phenojak”. Sebelum 1 ml asetilen dimasukan, 1 ml udara di keluarkan dari plain phenojak. Waktu inkubasi selama 3 jam. Sampel diambil 1 ml dari 10 ml plain phenojak,
36
WIDORETNO dan SANTOSO – Penambatan Nitrogen pada Arachis hypogaea
disuntikan dalam kromatografi gas, dicatat luas area yang terbentuk. Sebagai standard digunakan gas etilen dengan konsentrasi sama dengan tetapan gas (1 mol gas =22,41) Analisis data Data pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis varian (Anova) pada α 0,05 . Hasil analisis varian dari parameter yang berbeda nyata di uji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) (Gomez dan Gomez, 1995).
HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter terukur Berat bintil total akar, jumlah bintil akar total, rata-rata berat per bintil dan bintil efektif dalam jumlah berat dan tumbuhan Arachis hypogaea dapat dilihat dalam tabel 1. Hasil analisis sidik ragam dari berat dan jumlah bintil total akar untuk perlakuan dengan nitrat menunjukkan berbeda sangat nyata antara perlakuan N0, N1 dan N2 , serta tidak berbeda untuk perlakuan Cu dan interaksi Cu dengan N.
Tabel 1. Pengaruh Cu dan nitrat terhadap berat dan jumlah bintil total, berat rata-rata per bintil, jumlah dan berat bintil akar efektif Arachis hypogaea umur 59 hari setelah tanam. Parameter
Perlakua n
Berat Total Bintil (g) Rerata Jumlah Bintil Total Rerata Berat Per Bintil Efektif (mg) Rerata JBAE
N0 N1 N2
Rerata BBAE (g)
Rerata
N0 N1 N2 N0 N1 N2 N0 N1 N2 N0 N1 N2
C0 0,1253 a 0,0801 ab 0,0013 c 0,0689 p 22,33 cde 21,67 cde 8,00 de 17,333 q 1,312 a 1,001 ab 0,000 e 0,7708 p 22,33 cd 21,67 cd 0,000 d 14,667 q 0,02913 a 0,0283 ab 0,000 b 0,01692 p
C1 0,1133 ab 0,0921 ab 0,0012 c 0,0689 p 42,00 bcd 61,00 b 0,000 e 34,333 q 0,881 bc 0,593 cd 0,000 e 0,4912 q 42,00 abc 61,00 a 0,000 d 34,333 p 0,03457 a 0,03327 a 0,000 b 0,02261 p
C2 0,0972 ab 0,0887 ab 0,0002 c 0,0620 p 47,67 bc 116,00 a 0,000 e 54,556 q 0,763 bcd 0,552 cd 0,000 e 0,4383 q 47,67 abc 52,67 ab 0,000 d 33,444 p 0,03090 a 0,03337 a 0,000 b 0,02309 p
C3 0,0979 ab 0,1017 ab 0,0002 c 0,0666 p 24,33 cde 56,67 bc 0,000 e 25,778 q 0,711 bcd 0,660 bcd 0,000 e 0,4569q 24,33 bcd 53,00 ab 0,000 d 25,778 pq 0,0187 a 0,0365 a 0,000 b 0,0184 p
C4 0,0616 b 0,0995 ab 0,0008 c 0,0540 p 9,00 de 56,67 bc 3,33 e 23,000 q 0,655 bcd 0,460 d 0,000 e 0,3716 q 9,00 cd 56,67 ab 0,000 d 21,889 pq 0,00617 b 0,0313 a 0,000 d 0,0124 p
C5 0,0991 h 0,0924 h 0,0007 i 29,067 I 61,667 h 2,267 j 0,8642 h 0,6531 I 0,0000 j 29,067 i 49,000 h 0,000 j 0,0249 h 0,03123 h 0,000 i
Keterangan: 1.
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama pada parameter yang sama tidak berbeda nyata pada α: 5% DMRT.
2.
Perlakuan Cu dengan menggunakan Cu SO4.5 H2O dengan variasi sebagai berikut: C0 = 0µg CuSO4.5 H2O/liter, C1 = 56 µg CuSO4 5 H2O/liter, C2 = 5.600 µg CuSO4.5 H2O/liter, C3 = 56.000 µg CuSO4.5 H2O/liter dan C4 =280.000 µg CuSO4.5 H2O/liter. Perlakuan nitrogen dengan menggunakan KNO3 dan 0 mg Ca (NO3) dan C3 (NO)2 dengan variasi sebagai berikut: N0= 0 mg KNO3 dan 0 mg Ca (NO3)2, N1= 505,5 mg KNO3 dan 1180,8 mg Ca (NO3)2 dan N1 = 227,5 mg KNO3 dan 5904 mg Ca (NO3)2 JBAE: Jumlah bintil akar efektif
3.
4.
37
BioSMART, Vol. 2, No. 1, April 2000, hlm. 34 - 39
5.
BBAE: Berat bintil akar efektif
Berarti yang paling berpengaruh terhadap berat total bintil akar adalah faktor perlakuan dengan nitrat. Semakin banyak nitrat tersedia dalam medium semakin kecil berat total bintil akar yang terbentuk. Perlakuan Cu yang tidak beda nyata, menunjukkan bahwa pembentukan bintil akar tidak dipengaruhi oleh cekaman (stress) Cu, hal ini diperjelas dalam perlakuan N2. Cekaman Cu pada konsentrasi tinggi tidak berbeda nyata dengan cekaman Cu pada konsentrasi rendah. Suatu perkecualian jika perlakuan tanpa nitrat (N0), menunjukkan perbedaan yang nyata antara cekaman Cu dengan konsentrasi rendah dan tinggi. Hal ini disebabkan karena nitrat adalah hara makro sedangkan Cu adalah hara mikro. Bila semua unsur hara tersedia, maka pembentukan bintil akar lebih banyak ditentukan nitrat, karena nitrat adalah sumber nitrogen yang merupakan pembentukan protein dan sangat berperan dalam pertumbuhan, sedangkan Cu adalah kofaktor enzim yang aktif sehingga hanya dibutuhkan dalam jumlah kecil. Bila di medium nitrat berlebihan, maka protein dan enzim terbentuk lebih banyak, sehingga kebutuhan nitrogen tidak perlu tambahan dari mekanisme penambatan dari bintil akar. Hal ini sesuai dengan penelitian Subba-Rao (1994) menunjukkan bahwa penambahan KNO3 sebesar 140 ppm pada alfalfa menurunkan jumlah bintil akar yang terbentuk. Nitrat (NO3) adalah sumber nitrogen dan merupakan bahan pembentuk protein, peptida serta asam nukleat. Sedangkan Cu adalah logam berat yang berperan dalam aktivitas enzim. Cu juga mampu
berikatan dengan makromolekul dan protein yang dibentuk oleh tumbuhan (Howe dan Merchant, 1992). Penambahan Nitrat dan Cu sampai 280 mg/liter dalam medium Hoagland-Snyder menyebabkan proses metabolisme tetap berlangsung sehingga protein yang terbentuk sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan tumbuhan. Apabila NO3 ditambah lebih banyak maka jumlah protein yang dibentuk lebih banyak. Sedangkan protein adalah kelator untuk Cu. Penambahan konsentrasi Cu ke dalam medium tidak berarti, karena Cu akan berikatan dengan protein yang berfungsi sebagai kelator. Dengan demikian Cu tidak mengganggu dalam proses pembentukan dan perkembangan bintil akar. Menelusuri lebih jauh mengenai bintil akar sebagai penambatan nitrogen yang dilakukan oleh bintil akar efektif, perlu dilihat berat rata - rata setiap bintil efektif, jumlah dan berat bintil akar efektif. Melihat ukuran bintil yaitu berat rata - rata bintil efektif, analisis sidik ragamnnya menunjukkan perlakuan nitrat dan Cu sanngat berbeda nyata. Tetapi tidak berbeda dalam interaksi antara keduanya. Berarti untuk berat setiap satu bintil efektif (ukuran bintil) ditentukan oleh penyedian Cu dan nitrat. Pada perlakuan N0 (tanpa nitrat) ukuran bintil efektif lebih besar dibandingkan jika dilakukan penambahan nitrat. Semakin besar konsentrasi nitrat dalam medium, semakin memperkecil ukuran bintil.
Tabel 2. Pengaruh Cu dan nitrat terhadap aktivitas enzim nitrogenase pada bintil akar Arachis hypogaea umur 59 hari setelah tanam (dalam µ mol) Variasi Cu N
C0
C1
C2
C3
C4
R
N0
26,713 cde
37,743 bc
46,637 b
33,987 bcd
17,827 def
32,581 I
N1
36,360 bcd
75,977 a
73,340 a
40,777 bc
13,600 ef
48,011 h
N2
0,056 f
0,117 f
5,328 f
0,189 f
0,000 f
1,138 j
R
21,043 q
37,946,p
41,768 p
24,984 q
10,476 r
-
Keterangan: 1.
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada α: 5% DMRT.
2.
Perlakuan Cu dengan menggunakan Cu SO4.5 H2O dengan variasi sebagai berikut: C0 = 0µg CuSO4.5 H2O/liter, C1 = 56 µg CuSO4 5 H2O/liter, C2 = 5.600 µg CuSO4.5 H2O/liter, C3 = 56.000 µg CuSO4.5 H2O/liter dan C4 =280.000 µg CuSO4.5 H2O/liter.
38
WIDORETNO dan SANTOSO – Penambatan Nitrogen pada Arachis hypogaea
3.
Perlakuan nitrogen dengan menggunakan KNO3 dan 0 mg Ca (NO3) dan C3 (NO)2 dengan variasi sebagai berikut: N0= 0 mg KNO3 dan 0 mg Ca (NO3)2, N1= 505,5 mg KNO3 dan 1180,8 mg Ca (NO3)2 dan N1 = 227,5 mg KNO3 dan 5904 mg Ca (NO3)2.
Hal ini disebabkan karena bintil berfungsi sebagai penambatan nitrogen bebas. Penambatan nitrat tersedia yang melimpah dalam medium tumbuhan akan mengurangi ukuran bintil bintil efektif. Ukuran bintil ditentukan ada tidaknya Cu dalam medium. Tanpa adanya Cu dalam medium, maka ukuran bintil akar efektif lebih besar. Ketersedian Cu di medium sampai 280.000µg tidak berpengaruh terhadap ukuran bintil, seperti teramati pada rerata C1, C2, C3 dan C4 yang menunjukkan tidak adanya beda nyata. Hal ini disebabkan karena Cu hanya berperan dalam metabolisme sebagai kofaktor enzim, sedangkan bintil akar adalah hasil pertumbuhan dan perkembangan jaringan sebagai hasil metabolisme. Tidak tersedianya Cu dan kelebihan Cu adalah suatu cekaman yang memungkinkan perubahan hanya sampai pada tingkat metabolisme. Sehingga tidak berpengaruh nyata terhadap ukuran bintil akar efektif. Perbedaan kadar nitrat tersedia menunjukkan beda nyata untuk jumlah bintil akar efektif (JBAE), dan berat bintil akar efektif (BBAE). Pemberian Cu dengan kadar berbeda dalam medium serta interaksi kedua faktor tersebut memberikan hasil yang tidak berbeda nyata. Dalam konsentrasi tertentu nitrat memperbesar jumlah bintil akar efektif seperti terlihat pada perlakuan N1. Penambahan nitrat berlebihan menyebabkan hambatan terbentuknya jumlah bintil akar efektif, namun angka terbesar jumlah bintil akar efektif pada kadar Cu 56 µg/liter sampai dengan 5.600 µg/lliter dalam medium nitrogen yang digunakan dapat mempengaruhi penyerapan ion secara keseluruhan. Aktivitas Enzim Nitrogen Hasil pengujian aktivitas enzim nitrogenase pada bintil akar Arachis hypogaea dengan kromatografi gas umur 59 hari setelah tanam ditunjukkan dalam tabel 2. Analisis sidik ragam data pada tabel 2, menunjukkan bahwa ada beda sangat nyata pada perlakuan Cu dan nitrat serta interaksinya. Berarti baik perlakuan Cu, nitrat dan interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap aktivitas enzim nitrogenase. Penambahan nitrat sampai konsentrasi tertentu menaikkan aktivitas enzim nitrogenase, seperti ditunjjukkan pada perlakuan N1. Bila nitrat ditambahkan secara berlebihan, maka aktivitas enzim nitrogenase akan turun. Sebaliknya penambahan Cu sampai batas tertentu (5.600 µg/liter) akan menaikkan aktivitas enzim nitrogenase. Konsentrasi Cu yang berlebihan (di atas 5.600 µg/liter) menurunkkan
aktivitas enzim nitrogenase. Aktivitas tertinggi terdapat pada perlakuan C2 baik pada N0, N1 dan N2. Dengan demikian keberadaan nitrat pada larutan Hoagland-Snyder, tanpa diikuti penambahan Cu dalam medium akan memperkecil jumlah bintil efektif. Penambahan nitrat dalam jumlah berlebihan di medium juga menurunkan berat bintil akar efektif. Penambahan Cu sampai 280 mg/liter menunjukkan tidak beda nyata. Artinya kadar Cu di medium tidak menentukkan berat bintil akar efektif yang terbentuk. Secara umum dari perhitungan berat dan jumlah total bintil, berat rata - rata per satu bintil akar efektif, jumlah berat bintil akar efektif dapat dikatakan bahwa penambahan nitrat sampai batas tertentu memperbanyak jumlah dan berat bintil akar efektif seperti pada perlakuan N1. Penambahan nitrat berlebihan dalam medium seperti pada perlakuan N2 menurunkan berat dan jumlah bintil total dan bintil efektif pada Arachis hypogaea. Tanpa penambahan Cu menunjukkan penurunan dalam jumlah dan berat bintil akar efektifnya. Kenyataan ini sesuai dengan penelitian Seliga (1993) pada tanaman Lupinus Luteus, dimana penambahan 125 mg Cu/pot masih memperbesar berat kering bintil sampai empat kali lipat dari kondisi tanpa perlakuan dengan Cu. Penambahan Cu sampai melebihi 56µg/liter menunjukkan penurunan jumlah bintil akar efektif dan berat bintil akar efektif, meskipun dinyatakan tidak beda nyata. Kemungkinan hal ini terjadi karena setiap jenis tumbuhan memilik perbedaan kecepatan metabolisme, yang selanjutnya mengakibatkan perbedaan pada makromolekul yang disintetis. Ikatan makro molekul dengan logam tertentu akan mengurangi konsentrasi ion logam yang mengganggu metabolisme. Dengan demikian nilai ambang toksisitas terhadap logam berat dapat berbeda (Tejoyuwono,1995; Kovac, 1994). Jenis medium dan pH yang digunakan mempengaruhi konsentrasi Cu yang terdapat dalam medium sehingga jumlah Cu yang terserap juga berbeda. Jumlah dan jenis Cu yang tersedia dalam jumlah tertentu memacu aktivitas enzim nitrogenase, namun apabila melebihi titik optimum, akan menurunkan aktivitasnya. Enzim nitrogenase yang terekpresi adalah hasil kerja sama antara baktertoid dan tumbuhan inang (Rhijn and Vanderleyden, 1995). Dalam aktivitasnya enzim ini memerlukan struktur
BioSMART, Vol. 2, No. 1, April 2000, hlm. 34 - 39
khusus yang dibentuk oleh molekul Mo, Fe, dan S. Salah satu metabolisme bakteroid adalah respirasi yang memerlukan substrat. Metabolisme inang memerlukan hara, termasuk diantaranya nitrogen yang diambil dari nitrat dan juga Cu. Rangka atom C dan N secara bersama-sama membentuk peptida dan protein. Asumsinya nitrat dan Cu dalam kondisi optimum akan menyebabkan pembentukan makro molekul mencapai tahap optimum dan substrat respirasi bakteroiod terpenuhi. Enzim nitrogenase yang merupakan salah satu protein fungsional mencapai aktifvitas optimum jika kondisi lingkungan optimum. Lingkungan tersebut meliputi pH dan hara tersedia yang didalamnya termasuk Cu dan nitrat, seperti terlihat pada perlakuan N1 dan C2. Dengan demikian hara nitrat optimum untuk aktivitas enzim nitrogenase adalah 505,5 mg KNO3 dan 1180,8 mg Ca (NO3)2/liter medium Hoagland-Snyder, sedang Cu optimum adalah 5.600 µg/ liter pada medium yang sama. Secara umum aktivitas enzim akan terus berlanjut jika produk enzim segera digunakan, diangkut ketempat lain, atau berikatan dengan senyawa lain. NH3 adalah produk enzim nitrogenase yang direduksi di akar dan daun. NH3 dapat berikatan dengan Cu. Pada Arachis hypogaea NH3 ditemukan di xilem berupa alantoin, alantoat dan 4- metilen-glutamin (Anderson and Beardall, 1991). Kemampuan Cu untuk mengikat NH3 dan mengikat makromolekul akan mengakibatkan konsentrasi Cu sampai 5.600 µg/liter medium Hoagland-Snyder menaikan aktivitas enzim nitrogenase. Bila NH3 sebagai hasil penambatan tidak segera digunakan atau berikatan dengan senyawa lain, maka akan menurunkan permeabilitas membran sel (Denis dan Turpin, 1992). Secara tidak langsung akan merusak membran dan berakibat pada menurunnya aktivitas enzim nitrogenase. Kemungkinan lain adalah penambahan Cu dalam jumlah yang tinggi akan berikatan dengan gugus sulfhidril. Ikatan tersebut akan mereduksi jumlah gugus sulfhidril. Reduksi sulfhidril akan mengakibatkan terbentuknya ikatan stabil yang disebut dengan gugus thiolat, sehingga enzim kehilangan aktivitasnya (Mohr and Scopfer, 1995). Perlakuan dengan Cu dengan konsentrasi tinggi tidak akan berpengaruh besar terhadap enzin nitrogenase bila jumlah nitrat yang tersedia dalam kondisi berlebihan, seperti teramati pada perlakuan N2. Hal ini disebabkan karena nitrat berpengaruh terhadap jumlah protein yang terbentuk. Penambahan Cu dan konsentrasi tinggi akan berikatan dengan protein, serin, glisin, dan juga NH3 yang merupakan gugus fungsional protein (Howe dan Merchant, 1992; Hassal, 1990; Stainer, 1958). Cu juga mampu berikatan dengan gugus sulfhidril, sehingga apabila
39
nitrat terdapat dalam jumlah berlebihan, maka tidak terjadi gangguan cekaman yang diakibatkan konsentrasi Cu yang tinggi. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini dapat disimpulkan: Penambahan Cu berpengaruh terhadap jumlah bintil total dan jumlah bintil efektif pada Arachis hypogaea. Kenaikan konsentrasi Cu meningkatkan aktivitas enzim nitrogenase dan pembentukan bintil efektif sampai batas optimum, di atas nilai optimum penambahan kadar Cu akan menurunkan aktivitas nitrogenase dan pembentukan bintil efektif. Hambatan aktivitas enzim nitrogenase oleh konsentrasi tinggi ion Cu tidak dapat ditiadakan dengan penambahan nitrat konsentrasi tinggi. DAFTAR PUSTAKA Anderson, J.W. dan J. Beardall. 1991. Molecular Aktivities of Plant Cell, An Introduction to Plant Biochemistry. Oxford: Blackwell Scientific Publication. Dennis, D.T. and D.H. Turpin. 1992. Plant Physyology Biochemistry and Molecular Biology. Singapore: Longman Singapore Publisher Ltd. Fosket, D. E. 1994. Plant Growth and Development. A Molecular Approach. California: Academic Press. Inc. George, E. F., D. J. M. Puttock dan H. J. George. 1987. Plant Culture Media. Vol 1. Formulation and Use. London: Exegetics Limited. Haryadi. 1996. Heavy Metal Content in the Industrial Waste in Indonesia. Simposium Sehari. Bioakumulasi Metal. Yogyakarta: PAU UGM. Hassal, K.A. 1994. The Biochemistry and Uses of Pesticides. Plymouth: Latimer Trend & Company Ltd. Kovacs, M. 1992. Biological Indicators in Enviromental Protection. Budapest: House of Hungarian Academy of Sciences. Lehninger, A.L.1990. Dasar – dasar Biokimia. (Penerjemah: M. Thenawidjaja). Jakarta: Penerbit Erlangga. Mohr, H., P. Schopfer. 1995. Plant Phisiology. (Translated by G. Lawlor and D.W. Lawlor). Berlin: Springer Verlag. Rhijn, P.V. and Vanderleyden. 1995. The Rizobium Plant Symbiosis. Microbiological Review. J. 59: 124-142. Subba-Rao, N. S. 1984. Biofertilizer in Angriculture. New Delhi: Oxford & IBM Publishing Co.
40
WIDORETNO dan SANTOSO – Penambatan Nitrogen pada Arachis hypogaea
Subba-Rao, N. S. 1994. Microorganisme Tanah and Pertumbuhan Tanaman, edisi kedua, Jakarta: UI Press. Salisbury, F. dan C. W. Ross. 1992. Fisiology Tumbuhan. Terjemahan. Bandung: Penerbit ITB. Seliga, H. 1993. The Role of Copper in Nitrogen Fixation in Lupinus luteus L. Plant and Sooil. 155-156: 344352.
Stainer, R.Y. 1958. Enzyme Chemistry. New York: John Willey and Sons Inc. Tejoyuwono. 1995. Logam berat dalam Pertanian. Manusia dan Lingkungan. No. 7. Th II. Verma, D.P.S. 1992. Signal in Root Nodule Organogenesis and Endocytosis of Rhizobium. The Plant Cell. 4: 373-383.