ย ย
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH DENGAN ROTATING TRIO EXCHANGE TERHADAP HASIL BELAJAR IPA Maisaroh Annis Mufida1), Suharno2), Chumdari3) PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta Jalan Slamet Riyadi 449 Surakarta e-mail:
[email protected] Abstract: The purpose of this research was to know which of the learning model that gives the better science result study between cooperative learning model of Make A Match and Rotating Trio Exchange type. This research was quantitative research with comparative various and using randomized pretest-posttest comparison group design.The samples were taken by using cluster random sampling. The result of science study test was used to collect the data in order to find out the difference of science study between the learning activity using Make A Match and Rotating Trio Exchange model. The test that used in this research was a multiple choice test. Based on hypothesis test, the result shows that t ! < ๐ก!"#$% (2,454 < 2,00030), so H! is accepted. It means that the science result study of students who were taught by using make a match model is better than using rotating trio exchange model. Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dan Rotating Trio Exchange. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif jenis komparatif dengan menggunakan desain penelitian kelompok pembanding pretest-posttest beracak. Sampel diambil menggunakan teknik pengambilan sampel cluster random sampling. Tes hasil belajar IPA digunakan sebagai alat dalam mengumpulkan data untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Make A Match dan Rotating Trio Exchange. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes berbentuk pilihan ganda. Berdasarkan uji hipotesis, diperoleh hasil t ! > ๐ก!"#$% (2,454 > 2,00030), sehingga H! ditolak. Hal ini berarti bahwa hasil belajar IPA siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Make A Match lebih baik daripada model pembelajaran Rotating Trio Exchange. Kata Kunci: Hasil Belajar, Metode Make A Match, Metode Rotating Trio Exchange
1) Mahasiswa Program Studi PGSD 2), 3) Dosen Program Studi PGSD FKIP UNS ย ย
ย ย
Pendidikan memiliki posisi strategis da-lam meningkatkan kualitas masyarakat Indo-nesia baik menyangkut kehidupan sosial spiri-tual ataupun tentang kemampuan yang kemu-dian dikaitkan dengan tuntutan pembangunan pada zaman sekarang yang perkembangannya begitu pesat. Hal ini sejalan dengan sebuah pendapat yang menyatakan bahwa tanggung jawab pendidikan dimaksudkan untuk mewu-judkan masyarakat yang berkualitas, terutama dalam mempersiapkan peserta didik menjadi subjek yang semakin berperan menampilkan keunggulan dirinya (Mulyasa, 2006: 3). Aqib (2009: 4) menyatakan bahwa pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia. Hal inilah yang menjadi alasan pentingnya pendidikan dasar bagi siswa. Dengan adanya pendidikan di sekolah dasar yang bermutu, akan menjadi suatu pegangan dasar menuju mutu hidup yang lebih baik. Pembelajaran IPA dirancang sesuai tahap perkembangan kognitif anak, sebagaimana diungkapkan Paolo dan Marten dalam Iskandar (2011: 16), โIlmu Pengetahuan Alam untuk anak-anak didefinisikan sebagai berikut: (1) mengamati apa yang terjadi; (2) mencoba memahami apa yang diamati; (3) mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi; (4) menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benarโ. Untuk mendapatkan mutu pendidikan yang baik, diperlukan proses pembelajaran yang baik pula. Terdapat beberapa komponen dalam belajar mengajar yaitu: tujuan, bahan a-jar, kegiatan belajar mengajar, model, metode, alat, sumber belajar dan evaluasi. Komponen-komponen tersebut saling terkait dan mempe-ngaruhi satu sama lain dalam rangka berlang-sungnya proses belajar mengajar, bila salah satu komponen tersebut tidak ada, maka pro-ses belajar mengajar tidak dapat berlangsung dengan baik. ย ย
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utamanya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi siswa dalam jalur formal. Guru dalam menjalankan fungsinya diantaranya berkewajiban untuk menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dialogis, dan memberikan motivasi kepada siswa dalam membangun gagasan, prakarsa, dan tanggung jawab siswa untuk belajar. Maka dari itu, guru memiliki peranan yang sangat penting dalam rangka menciptakan pendidikan yang bermutu. Na-mun permasalahan yang sering kita temui se-hari-hari di kehidupan pendidikan adalah ba-nyaknya guru yang selama mengajar masih bersifat teacher centered atau berpusat pada guru, yang menyebabkan siswa bersikap pasif dalam pembelajaran. Siswa hanya sekedar menerima informasi dari guru tanpa ada umpan balik yang bermakna yang seharusnya di-lakukan agar pembelajaran yang berlangsung menjadi bermakna pula sehigga akan menja-dikan pembelajaran tersebut menjadi bermu-tu. Selain permasalahan tersebut, masih kita jumpai juga banyak guru yang ketika mengajar hanya menerapkan proses pembelajaran secara langsung dan tanpa diselingi dengan penggunaan model-model pembelajaran yang menciptakan suasana belajar yang kondusif. Begitu pula yang peneliti lihat ketika melaku-kan pretest di SD Negeri se-Dabin III kelas VI, diperoleh nilai rata-rata 52,33 dari KKM 70. Dengan jumlah sampel sebanyak 62 siswa, hanya 9 orang (14,52 %) yang memperoleh ni-lai di atas KKM. Fakta ini mengindikasikan bahwa proses pembelajaran yang terjadi be-lum mampu memberikan hasil yang baik da-lam hasil belajar IPA. Dari hasil pretest terse-but dapat pula ditarik kesimpulan meskipun jumlah jam belajar IPA sudah terhitung banyak namun tidak menjamin nilai siswa dapat baik. Salah satu cara yang akan membantu permasalahan ini adalah dengan menerapkan pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Pembelajaran yang bermakna dapat kita cipta-
ย ย
kan melalui pembelajaran yang biasa disebut PAIKEM yaitu pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Salah satu cara untuk menciptakan pembelajaran yang PAIKEM tersebut salah satunya adalah dengan mengajar menggunakan model pem-belajaran yang tidak membosankan, yaitu mo-del pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dan Rotating Trio Exchange pada mata pelajaran IPA. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran de-ngan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen (Rusman, 2012 : 202). Sedangkan menurut Suprijono (2010 : 54) pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Slavin (2005: 33) menyatakan bahwa tujuan yang pa-ling penting dari pembelajaran kooperatif ada-lah untuk memberikan para siswa pengeta-huan, konsep, kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan memberikan kontribusi. Jadi, dengan penerapan model pembelajaran kooperatif diharapkan siswa dapat memperoleh pengetahuan, kemampuan, dan pemahaman dalam pembelaja-ran melalui interaksi sosial dengan siswa yang lain. Dalam model pembelajaran kooperatif terdapat beberapa jenis atau teknik yang dapat diterapkan dalan proses pembelajaran. Alma, dkk (2009: 83) menyebutkan lima jenis atau teknik pembelajaran kooperatif, yaitu STAD ( Student Team Achievement), Jigsaw, GI (Gro-up Investigation), Rotating Trio Exchange, dan Group Resume. Trianto (2010: 49) me-nyatakan bahwa walaupun prinsip dasar pem-belajaran kooperatif tidak berubah, terdapat beberapa variasi atau model tersebut, yaitu S-
ย ย
ย ย
TAD (Student Team Achievement), Jigsaw, Investigasi Kelompok Teams Games Tournament atau TGT), TPS (Think Pair Share), dan NHT (Numbered Heads Together). Lie (2008: 55) mengemukakan bahwa lebih banyak lagi tentang variasi model pembelajaran kooperatif, antara lain Mencari Pasangan (Make A Match), Bertukar Pasangan, Berpikir Berpasangan Berempat (Think Pair Share dan Think Pair Square), Berkirim Salam dan Soal, Kepala Bernomor, Kepala Bernomor Terstruktur, Dua Tinggal Dua Tamu ( Two Stay Two Stray), Keliling Kelompok, Ka-ncing Gemerincing, Keliling Kelas, Lingka-ran Kecil Lingkaran Besar, Tari Bambu, Jig-saw dan Cerita Berpasangan. Dalam pembelajaran IPA, model yang dapat digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match. Model ini sangat cocok digunakan untuk pelajaran IPA, karena di dalam bidang studi IPA terdapat berbagai konsep yang berhubungan dengan kehidupan nyata siswa yang ketika dipahami baik oleh siswa akan membuahkan konsep yang jelas yang terekam di memori otak siswa yang akan sangat membantu untuk kemudian dikembangkan lagi mengenai konsep tersebut. Selain itu, ketika siswa telah menguasai kon-sep-konsep di bidang studi IPA, siswa akan memaknai pembelajaran yang sedang dilaku-kannya, sehingga pembelajaran akan bermak-na dan mudah merepresentasikan kembali da-lam bentuk evaluasi dan akan meningkatkan hasil belajar siswa tersebut. Selain Make A Match, model pembelajaran lain yang dapat digunakan oleh guru da-lam pembelajaran IPA adalah model pembe-lajaran kooperatif tipe Rotating Trio Ex-change. Model pembelajaran Rotating Trio Exchange adalah model pembelajaran yang terperinci bagi peserta didik untuk mendisku-sikan berbagai permasalahan dengan beberapa teman sekelasnya. Pertukaran itu dapat de-ngan mudah digunakan untuk materi yang a-kan diajarkan di kelas (Silberman , 2013: 74 ). Model pembelajaran Rotating Trio Exchange akan membuat jiwa sosial siswa bertambah, karena di dalam pembelajaran siswa tidak ย ย
mungkin hanya berkelompok dengan temanteman dekatnya saja, hal ini juga men-dorong siswa untuk lebih aktif dalam pem-belajaran. Berdasarkan observasi yang penulis lakukan di SDN 3 Jepon kelas A, dari 27 siswa sebanyak 13 siswa tidak tuntas dalam mata pelajaran IPA, atau jika diprosentasikan yaitu sebanyak 48,15% siswa tidak tuntas dan hanya 51,85% siswa yang tuntas dalam mata pelajaran IPA. Sedangkan di SDN 3 Jepon ke-las B 21,43% siswa dinyatakan tidak lulus da-lam mata pelajaran IPA, atau 78,57% sudah mendapatkan nilai di atas KKM. Jadi dapat di-tarik kesimpulan bahwa siswa masih banyak mengalami kesulitan memperoleh ketuntasan nilai pada mata pelajaran IPA. METODE Penelitian ini dilaksanakan di SDN seDabin III Kecamatan Jepon Kabupaten Blora yang terdiri dari 10 SD. Subyek penelitian adalah siswa kelas VI semester I tahun pelajaran 2014/ 2015. Penelitian ini dilaksanakan selama 11 bulan yang meliputi tahap Persiapan penelitian, pelaksanaan sampai dengan penyusunan laporan serta ujian skripsi. Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif dengan pendekatan eksperimen. Desain yang di-gunakan dalam penelitian ini adalah random-ized control group pretest-posttest design. Menurut Sugiyono (2010: 117) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh pe-neliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VI semester I SDN se-Dabin III Kecamatan Jepon Kabupaten Blora tahun pelajaran 2014/ 2015. Menurut Sugiyono (2010: 118) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki o-leh populasi tersebut). Sampel dalam peneli-tian ini adalah sebagian siswa kelas VI SD seDabin III Kecamatan Jepon Kabupaten Blora yang berjumlah 10 SD. Dari jumlah 10 SD ter-sebut diambil dua SD sebagai sampel untuk kelas eksperimen. Selain menentukan sampel tersebut, penelitian ini juga
ย ย
membutuhkan sa-tu SD untuk kelas uji coba instrumen (try out). Teknik sampling yang digunakan dalam
ย ย
ย ย
penelitian ini adalah cluster random sampling. Dalam teknik sampling ini, Distribusi frekuensi hasil pretest populasi dibagi-bagi menjadi kelompok- kelom-pok eksperimen II dapat dilihat pada kelompok atau clus-ter dan kelompok- Tabel 2 sebagai berikut: kelompok yang diperlukan diambil secara Tabel 2. Distribusi Frekuensi Hasil Pretest acak (Sudjana, 2005: 173). De-ngan Kelompok Eksperimen II fk f% f%k demikian, sampel penelitian ini berupa Interval Xi f 16 โ 28 22 5 5 15,15 % 15,15% kelompok siswa dalam kelas-kelas. 29 โ 41 35 10 15 30,30 % 45,45% Tahap analisis data dalam penelitian ini 42 โ 54 48 5 20 15,15 % 60,60% terdapat 3 tahap yaitu uji prasyarat, uji kese55 โ 67 61 6 26 18,18 % 78,78% imbangan dan uji hipotesis. Uji prasyarat ter68 โ 80 74 5 31 15,15 % 93,93% 81 โ 93 87 2 33 6,07 % 100,00% diri dari uji normalitas dan uji homogenitas. Jumlah 33 100,00% Uji normalitas yang digunakan adalah uji Lilliefors. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah sampel yang digunakan dalam peneliSetelah dilaksanakan pretest, peneliti tian ini berasal dari populasi yang memberikan perlakuan kepada kelompok berdistribu-si normal atau tidak. Sedangkan eks-perimen I dengan model Make A Match uji homoge-nitas digunakan untuk dan kelompok eksperimen II dengan Rotating mengetahui apakah po-pulasi penelitian Trio Exchange. Kemudian setiap kelompok mempunyai variansi yang sa-ma atau tidak. pene-litian diberikan posttest untuk Untuk menguji homogenitas ini digunakan mengukur hasil belajar IPA siswa setelah metode Bartlett dengan uji Chi Ku-adrat. Uji diberi perlakuan. Distribusi frekuensi hasil keseimbangan dilakukan untuk me-ngetahui posttest kelompok eksperimen I dapat dilihat apakah kedua kelas eksperimen da-lam pada Tabel 3 seba-gai berikut: keadaan seimbang atau tidak sebelum mendapat perlakuan. Uji keseimbangan Tabel 3. Distribusi Frekuensi Hasil Postdicari dengan menggunakan statistik uji t. test Kelompok Eksperimen I Interval Xi f fk f% f%k Statistik uji yang digunakan untuk menguji 60 โ 66 64 5 5 17,25 % 17,25% hipotesis menggunakan uji-t. HASIL Sebelum melaksanakan pretest, butir tes diujicobakan terlebih dahulu pada kelompok uji coba (try out), yaitu siswa kelas VI SDN Seso. Setelah lulus validasi data, tes tersebut diberikan kepada kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II. Distribusi frekuensi hasil pretest kelompok eksperimen I dapat di-lihat pada Tabel 1 sebagai berikut: Tabel 1. Distribusi Frekuensi Hasil Pretest Kelompok Eksperimen I Interval 20 โ 30 31 โ 41 42 โ 52 53 โ 63 64 โ 74 75 โ 85 Jumlah
Xi 26 36 46 56 66 76 ย
ย
F 3 2 7 7 6 4 29
fk 3 5 12 19 25 29
f% f%k 10,34% 10,34% 6,90% 17,24% 24,14% 41,38% 24,14% 65,52% 20,69% 86,21% 13,79% 100,00% 100,00%
67 โ 73 74 โ 80 81 โ 87 88 โ 94 95 โ 100 Jumlah
70 77 84 91 98
3 4 4 9 4 29
8 12 16 25 29
10,35 % 27,60% 13,79 % 41,39% 13,79 % 55,18% 31,03 % 86,21% 13,79 % 100,00% 100,00%
Sementara itu, distribusi frekuensi hasil posttest kelompok eksperimen II dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai berikut: Tabel 3. Distribusi Frekuensi Hasil Posttest Kelompok Eksperimen I Data Nilai 36 โ 46 47 โ 57 58 โ 68 69 โ 79 80 โ 90 91 โ 100 Jumlah
Xi
f
fk
41 52 63 74 85 96
1 3 8 5 13 3 33
1 4 12 17 30 33
f% 3,03 % 9,09 % 24,24 % 15,15 % 39,40 % 9,09 % 100,00%
f%k 3,03% 12,12% 36,36% 51,51% 90,91% 100,00%
ย ย
Uji prasyarat terdiri dari uji normalitas, uji homogenitas, dan uji keseimbangan. Uji keseimbangan dilakukan dengan menggunakan data kemampuan awal siswa. Uji keseimbangan data kemampuan awal siswa pada penelitian ini menggunakan uji-t. Hasil uji kese-imbangan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5. Hasil Uji Keseimbangan Data Kemampuan Awal Siswa Kelompok
๐ญ ย ๐ก๐ข๐ญ๐ฎ๐ง๐
๐ญ ย ๐ญ๐๐๐๐ฅ
Keputusan Uji
Eksperimen I dan Ekperimen II
0,968180
0,200030
H! diterima atau seimbang
Berdasarkan Tabel 5 di atas, diperoleh data t = -0,968180 dan t = 2,000030. Data ini menunjukkan bahwa -2,000030 < -0,968180 < 2,000030. Hal tersebut berarti H0 diterima a-tau kedua sampel memiliki kemampuan awal yang sama. Sebelum diuji hipotesis, data post-test terlebih dahulu diberikan uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas menggu-nakan uji Lilliefors, maka diperoleh hasil se-perti pada Tabel 6 berikut. Tabel 6. Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar Siswa Kelompok
๐๐ก๐ข๐ญ๐ฎ๐ง๐
๐๐ญ๐๐๐๐ฅ
Eksperimen I
0,14016
0,16460
Eksperimen II
0,13895
0,15423
Keputusan Uji H! diterima H! diterima
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji Lilliefors diperoleh L=0,14016 untuk kelompok eksperimen I, dan L=0,13895 untuk kelompok ekeperimen II. H diterima a-tau sampel berasal dari populasi berdistribusi normal jika L < L. Pada kelompok eksperimen I, L < L (0,14016 < 0,16460). Pada kelompok eksperimen II, L < L (0,13895 < 0,15423). O-leh karena itu, dapat disimpulkan bahwa H diterima atau sampel berasal dari populasi berdistribusi normal. Selanjutnya, uji homo-genitas digunakan untuk mengetahui apakah ย ย
populasi yang diteliti memiliki varians yang sama (homogen) atau tidak. Uji homogenitas yang digunakan yaitu uji Bartlett. Hasil uji ho-mogenitas dapat dilihat pada Tabel 7 berikut: Tabel 7. Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar Siswa Kelompok
๐๐ ๐ก๐ข๐ญ๐ฎ๐ง๐
๐๐ ๐ญ๐๐๐๐ฅ
Eksperimen I dan Ekperimen II
0,4186
3,841
Keputusan Uji H! diterima atau homogen
Berdasarkan Tabel 7 di atas, maka dapat diketahui bahwa ๐ฅ ! โ๐๐ก๐ข๐๐ < ย ๐ฅ ! ๐ก๐๐๐๐ atau 0,4186 < 3,841. Hal ini berarti bahwa kedua kelompok sampel berasal dari populasi homo-gen. Uji hipotesis digunakan untuk mengeta-hui perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang diajar menggunakan model Make A Match dan siswa yang diajar menggunakan model Rotating Trio Exchange. Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji-t. Hasil uji hipotesis pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8 berikut: Tabel 8. Hasil Uji Hipotesis Data Hasil Belajar Siswa Kelompok
๐ญ ย ๐ก๐ข๐ญ๐ฎ๐ง๐
๐ญ ย ๐ญ๐๐๐๐ฅ
Eksperimen I dan Ekperimen II
2,454
2,00030
Keputusan Uji H! ditolak atau terdapat perbedaan hasil belajar IPA
Berdasarkan Tabel 8 di atas, diperoleh thitung = 2,454 dan ttabel = 2,00030. Berdasarkan perhitungan maka tthitung > ttabel = 2,454 โฅ 2,00030. Hal ini berarti H0 ditolak atau ter-dapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar IPA siswa yang diajar menggunakan model Make A Match dengan model Rotating Trio Exchange. PEMBAHASAN Hasil uji hipotesis menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara pembelajaran yang menggunakan
ย ย
model pembelajaran Make A Match (SDN 5 Jepon) dan Rotating Trio Exchange (SDN 1 Brumbung)pada siswa kelas VI SD Negeri se-
ย ย
ย ย
Dabin III Jepon Tahun pelajaran 2014/ 2015 dengan diperoleh harga thitung โฅ ttabel yaitu 2,454 โฅ 2,00030. Sedangkan rata-rata nilai yang diperoleh siswa dari kedua SD yaitu pada siswa SDN 5 Jepon memperoleh nilai rata-rata 81,78 dan siswa SDN 1 Brumbung mem-peroleh nilai 73,45. Untuk nilai afektif siswa diperoleh data nilai rata-rata untuk siswa SDN 5 Jepon adalah 81,69 dan untuk siswa SDN 1 Brumbung adalah 78,81 kemudian untuk psi-komotor diperoleh data rata-rata nilai siswa SDN 5 Jepon adalah 79,82 dan untuk siswa SDN 1 Brumbung adalah 72,81. Adanya pe-ngaruh tersebut dikarenakan terdapat perbeda-an kegiatan yang dilaksanakan pada masing-masing kelompok. Sebelum diberi perlakuan antara kelompok eksperimen I dan II dilaku-kan uji keseimbangan, hasilnya menunjukkan bahwa kedua kelompok seimbang. Akan te-tapi setelah kelompok eksperimen I diberi perlakuan berupa pengajaran menggunakan model pembelajaran Make A Match dan kelompok eksperimen II dengan model pembelajaran Rotating Trio Exchange, hasil posttest menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang sig-nifikan antara hasil belajar kelompok ekspe-rimen I dan kelompok eksperimen II, yaitu hasil belajar IPA siswa yang diajar dengan menggunakan model Make A Match lebih ba-ik dibanding siswa yang diajar dengan model Rotating Trio Exchange. Hal ini disebabkan karena pembelajaran yang dilakukan kelom-pok eksperimen I dengan model pembelaja-ran Make A Match lebih efektif dan efisien untuk diterapkan pada siswa dibanding de-ngan model pembelajaran Rotating Trio Ex-change, sehingga siswa lebih aktif dan mudah memahami materi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Huda (2013 : 251), dikatan bah-wa Make A Match saat ini menjadi strategi penting dalam ruang kelas karena tujuan dari strategi ini antara lain: (1) Pendalaman materi; (2) Penggalian materi; dan (3) Edutainment. Hal ini sesuai jika diterapkan pada mata pela-jaran IPA karena materi IPA cakupannya luas dan perlu pendalaman materi yang lebih. Mo-del Make A Match ada-lah suatu model pem-belajaran ย ย
yang penerapannya dimulai dari sis-wa diminta mencari pasangan kartu yang merupakan suatu jawaban atau soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya kemudian diberi poin untuk kemu-dian diberikan reward, sebaliknya siswa yang tidak dapat mencocokkan kartunya akan di-beri hukuman. Dalam teknik mencari pasang-an terdapat media yang perlu dipersiapkan yaitu kartu. Sementara model pembelajaran Rotating Trio Exchange juga bagus untuk diterapkan pada mata pelajaran IPA karena mo-del ini merupakan cara yang mendalam bagi para murid untuk mendiskusikan sesuatu ber-sama beberapa teman sekelas. Diskusinya bisa dengan mudah disesuaikan dengan materi pe-lajaran apapun (Silberman, 2013: 74). Peng-gunaan kedua model pembelajaran ini ditu-angkan dalam bentuk permainan kelompok belajar siswa sehingga memberikan kesan menyenangkan bagi siswa. Namun setelah ke-duanya diterapkan, siswa terlihat lebih antu-sias ketika diberikan model pembelajaran Make A Match daripada Rotating Trio Ex-change selain itu waktu yang diperlukan lebih efisien jika menggunakan model Make A Match. Sehingga hal inilah yang membuat model pembelajaran Make A Match lebih e-fektif diterapkan untuk hasil belajar siswa khususnya mata pelajaran IPA. Penelitian ini didukung pula dengan hasil penelitian Muhammad Taufiqurrohman (2011) yang melakukan penelitian tentang Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Learning Tipe Make A-Match Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Banaran 1 Kalijambe Sragen Tahun Ajaran 2011/ 2012 menyatakan bahwa hasil belajar IPA sebelum pelaksanaan tindakan di-peroleh nilai rata-rata 56,46 dengan ketuntas-an belajar yang diperoleh 33,33%, pada siklus I nilai rata-rata yang diperoleh 66,46 dengan ketuntasan belajar 58,33%, dan pada siklus II terjadi peningkatan hasil belajar yang cukup signifikan dengan nilai rata-rata 79,95 dengan ketuntasan belajar 82,60%. Hal ini berarti ter-dapat peningkatan hasil belajar
ย ย
siswa dengan menggunakan model pembelajaran Make A Match. Sejauh ini peneliti belum pernah menemukan judul penelitian yang membandingkan kedua model yaitu Make A Match dan Ro-tating Trio Exchange, yang ada selama ini ya-itu penggunaan salah satu model saja atau sa-lah satu model yang kemudian dibandingkan dengan model pembelajaran lain. Dalam pem-bahasan hasil yang terdapat di beberapa pene-litian terdahulu dijelaskan bahwa penerapan model Make A Match maupun Rotating Trio Exchange mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Namun ketika peneliti mencoba mem-bandingkan kedua model ini pada siswa kelas VI SD seDabin III Jepon, Blora Tahun Pela-jaran 2014/ 2015 diperoleh hasil bahwa penggunaan model Make A Match lebih baik diterapkan untuk hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA dibandingkan model Rotating Trio Exchange.
SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh simpulan bahwa hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Negeri se-Dabin III Jepon, Blora Tahun Pelajaran 2014/2015 yang diajar meng-gunakan model pembelajaran Make A Match lebih baik daripada siswa yang diajar menggu-nakan model pembelajaran Rotating Trio Ex-change. Hal ini dibuktikan dengan perhitu-ngan uji hipotesis yang menunjukkan hasil thitung โฅ ttabel = 2,454 โฅ 2,00030. Nilai rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan model Make A Match adalah 81,78 dan siswa yang diajar dengan model Rotating Trio Exchange adalah 73,45. Jadi diperoleh kesimpulan bah-wa hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran Make A Match lebih baik daripada siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran Rotating Trio Exchange.
DAFTAR PUSTAKA Aqib, Zainal. (2009). Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Bandung: Yrama Widya. Alma, Buchari, dkk. (2009). Guru Profesional Menguasai Metode dan Terampil Mengajar. Bandung: Alfabeta Huda, M. (2013). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Iskandar, S.M. (2011). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung: CV. Maulana. Lie, A. (2008). Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT Grasindo. Mulyasa, E. (2008). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakter dan Implementasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Rusman. (2012). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Silberman, M. (2013). Pembelajaran Aktif 101 Strategi untuk Mengajar Secara Aktif. Jakarta Barat : PT Indeks Permata Puri Media. Slavin, R.E. (2005). Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media. Sudjana, N. (2005). Metoda Statistika. Bandung: PT. Tarsito Bandung. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta. Suprijono, A. (2010). Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: PT Bumi Aksara.
ย ย